Agama

34
Hikmah Pernikahan Cara yang halal untuk menyalurkan nafsu seks melalui ini selain lewat perzinahan, pelacuran, dan lain sebagainya yang amat merugikan. Untuk memperoleh ketenangan hidup, kasih sayang dan ketenteraman Memelihara kesucian diri Melaksanakan tuntutan syariat Membuat keturunan Sebagai media pendidikan: Islam begitu teliti dalam menyediakan lingkungan yang sehat untuk membesarkan anak-anak. Anak-anak yang dibesarkan tanpa orangtua akan memudahkan untuk membuat sang anak terjerumus dalam kegiatan tidak bermoral. Oleh karena itu, institusi kekeluargaan yang direkomendasikan Islam terlihat tidak terlalu sulit serta sesuai sebagai petunjuk dan pedoman pada anak-anak Mewujudkan kerjasama dan tanggungjawab Dapat mengeratkan silaturahim Tujuan Pernikahan Dalam Islam • Fitrah manusia Menyukai lawan jenis dan kemudian menikah adalah hal yang wajar, dan memang fitrah manusia. Pernikahan adalah jalan hidup yang memang harus terjadi untuk memenuhi kebutuhan hidup, baik kebutuhan rohani maupun jasmani. Oleh karena itu, sebagian besar orang menikah dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohaninya sebagai seorang manusia. Meskipun pada beberapa orang, ada yang tetap mempertahankan idenya untuk tidak menikah dengan alasan-alasan tertentu. • Ibadah Dalam agama Islam, masa hidup seseorang haruslah dipergunakan untuk beribadah. Salah satu ibadah yang dicontohkan oleh nabi

Transcript of Agama

Page 1: Agama

Hikmah Pernikahan

Cara yang halal untuk menyalurkan nafsu seks melalui ini selain lewat perzinahan, pelacuran, dan lain sebagainya yang amat merugikan.

Untuk memperoleh ketenangan hidup, kasih sayang dan ketenteraman Memelihara kesucian diri Melaksanakan tuntutan syariat Membuat keturunan Sebagai media pendidikan: Islam begitu teliti dalam menyediakan lingkungan yang sehat

untuk membesarkan anak-anak. Anak-anak yang dibesarkan tanpa orangtua akan memudahkan untuk membuat sang anak terjerumus dalam kegiatan tidak bermoral. Oleh karena itu, institusi kekeluargaan yang direkomendasikan Islam terlihat tidak terlalu sulit serta sesuai sebagai petunjuk dan pedoman pada anak-anak

Mewujudkan kerjasama dan tanggungjawab Dapat mengeratkan silaturahim

Tujuan Pernikahan Dalam Islam

• Fitrah manusia

Menyukai lawan jenis dan kemudian menikah adalah hal yang wajar, dan memang fitrah manusia. Pernikahan adalah jalan hidup yang memang harus terjadi untuk memenuhi kebutuhan hidup, baik kebutuhan rohani maupun jasmani.

Oleh karena itu, sebagian besar orang menikah dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohaninya sebagai seorang manusia. Meskipun pada beberapa orang, ada yang tetap mempertahankan idenya untuk tidak menikah dengan alasan-alasan tertentu.

• Ibadah

Dalam agama Islam, masa hidup seseorang haruslah dipergunakan untuk beribadah. Salah satu ibadah yang dicontohkan oleh nabi Muhammad tersebut adalah menikah. Sebuah rumah tangga adalah ladang amal dan pahala, karena itu pernikahan sangat dianjurkan dalam agama Islam.

Anda masih bingung kenapa pernikahan adalah lahan pahala? Coba bayangkan bila Anda sudah menikah, Anda bisa saling berbagi ilmu dengan pasangan, mengontrol emosi, mengajarkan kebaikan pada pasangan, melakukan shalat berjamaah, mendidik anak secara Islami, dan masih banyak amalan lainnya yang tentu akan mendapatkan pahala dari Allah SWT.

Bahkan, banyak hadits yang mengatakan tentang Rasulullah SAW yang pernah bersabda bahwa berhubungan dengan pasangan setelah menikah adalah hal yang sunnah dan tentu mendapat pahala.

Page 2: Agama

Selain mendapatkan kompensasi atas kebutuhan jasmani dan rohani, kita juga mendapatkan pahala dari Allah apabila menikah dengan tujuan yang baik, yakni beribadah kepada Allah.

• Memperoleh keturunan

Salah satu tujuan pernikahan adalah untuk mendapatkan anak atau keturunan. Hal ini bertujuan untuk memperoleh generasi penerus keluarga. Yang dimaksud keturunan tentu saja seorang anak yang shalih dan shalihah dan bisa meneruskan perjuangan agama Islam.

Untuk mendapatkan generasi yang berkualitas, Anda dan pasangan harus kompak dalam mengajarkan pendidikan agama. Di sinilah letak tanggung jawab orang tua yang pastinya akan mendapat ganjaran pahala dari Allah SWT.

Namun, apabila tujuan pernikahan tersebut tidak terlaksana, jangan serta merta menjadi gusar dan marah kepada Allah. Hal ini bisa jadi merupakan sebuah cobaan yang mampu meningkatkan kemampuan spiritual kita terhadap Sang Pencipta.

• Menghindari zina

Salah satu tujuan menikah juga untuk membentengi diri dari hal-hal yang negatif dan mengundang dosa. Anda jangan berpiki bahwa zina itu hanyalah berhubungan badan dengan lawan jenis yang bukan muhrim. Saling bersentuhan, berpandangan, atau bahkan memenuhi hati dan pikiran dengan bayangan lawan jenis adalah salah satu bentuk zina kecil.Untuk menghindari dosa tersebut, Rasulullah pun menganjurkan umatnya untuk segera menikah. Dengan adanya ikatan pernikahan, Anda dan pasangan pun menjadi halal. Tak hanya halal, malah akan dinilai ibadah bila Anda dan pasangan selalu berdekatan dan harmonis.

Hal inilah yang harus kita contoh dari rasulullah. Berpacaran hanya akan menambah perbuatan keji kita, sedangkan menikah akan membuat kehidupan kita semakin positif karena hubungan tersebut telah diridhai oleh Allah.

• Menciptakan keluarga Islami

Tujuan pernikahan yang lain adalah untuk membentuk keluarga yang Islami. Rumah tangga Islami adalah sebuah rumah tangga yang berjalan sesuai dalam koridor agama Islam. Pernikahan hanya akan dinilai ibadah dan mendapat pahala apabila suami istri tersebut mampu mengamalkan segala hal yang positif yang memang menjadi ajaran agama.

Itulah beberapa tujuan pernikahan menurut agama Islam yang sudah sepatutnya untuk dipahami. Bila suatu saat nanti ketika Anda sudah menikah dan Anda mengalami perselisihan dengan pasangan, cobalah untuk kembali mengingat-ingat dan memahami tujuan pernikahan. Hal ini akan bisa meredam emosi, ego, dan tentunya kembali berusaha untuk membangun keharmonisan keluarga.

Menjaga Keharmonisan Rumah Tangga

Page 3: Agama

Pada awalnya, mungkin Anda akan merasa sangat tersiksa melihat kelakuan pasangan yang sama sekali jauh dari pikiran Anda sebelumnya.

Hal tersebut bisa terlihat beberapa hari setelah menikah. Karena setelah menikah, seseorang akan membuka jati dirinya yang sebenarnya.

Jika sebelum menikah pasangan selalu bersifat romantis, maka setelah menikah, mungkin saja keromantisan tersebut akan memudar atau bahkan hilang sama sekali. Jangan khawatir, hal itu adalah bagian dari proses pencapaian mutu pernikahan yang baik.

Anda dan pasangan akan dihadapkan pada situasi dimana pemikiran yang ada saling bertolak belakang. Keadaan seperti inilah yang nantinya akan berbuah manis apabila Anda dan pasangan mampu memanaje hati dan pikiran agar senantiasa positif.

Keberhasilan biduk rumah tangga dibuktikan oleh pasangan yang tidak mudah menelan ego masing-masing, tapi lebih mengeluarkan sifat arif dan sabar dalam emngendalikan pikiran dan perasaan.

Pertengkaran sedikit akan menjadi besar apabila dihadapi dengan sikap yang egois serta tidak mengingat tujuan dan niat menikah yang sebelumnya diagung-agungkan.

Akan tetapi, pertengkaran yang besar sekalipun akan menjadi bumbu penyedap rasa dalam pernikahan apabila masing-masing dari pasangan membuka diri untuk menerima kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Selain itu, munculnya keturunan juga bisa menjadi penyemangat bagi isteri dan suami untuk bisa menjadi lebih baik lagi. Suami akan lebih giat bekerja untuk menafkahi keluarga, isteri juga akan lebih baik lagi mengatur segala hal yang berhubungan dengan rumah tangga.

Oleh karena itu, penundaan momongan sebetulnya bukan alasan yang tepat untuk bisa tetap menjaga keharmonisan suatu hubungan pernikahan. Bahkan orang yang sudah memiliki beberapa anak pun bisa tetap harmonis dan mesra apabila mereka melihat sisi positif dari pernikahan mereka.

Oleh sebab itulah banyak orang mengatakan bahwa banyak anak banyak rezeki. Artinya, rezeki yang dihasilkan di sini bukan hanya berbentuk materi saja, tapi juga berbentuk kesenangan memiliki anak, kebahagiaan membina keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah.

Dengan begitu, hal-hal yang buruk tidak akan menjadi provokator bagi pasangan yang selalu melihat sisi baik dari pasangannya. Sedangkan pasangan yang selalu melihat sisi buruk pasangan, akan senantiasa dirongrong oleh keinginan untuk berpisah satu sama lain.

Jadi, siapkah Anda untuk menentukan tujuan pernikahan yang baik sebelum melangkahkan kaki ke dalam bahtera kehidupan rumah tangga? Jika ya, tentukan sekarang juga dan lakukan selalu hal positif dalam pernikahan Anda kelak.

Page 4: Agama

KATA PENGANTARIslam adalah agama yang syumul (universal). Agama yang mencakup semua sisi kehidupan. Tidak ada suatu masalah pun, dalam kehidupan ini, yang tidak dijelaskan. Dan tidak ada satu pun masalah yang tidak disentuh nilai Islam, walau masalah tersebut nampak kecil dan sepele. Itulah Islam, agama yang memberi rahmat bagi sekalian alam.

Dalam masalah perkawinan, Islam telah berbicara banyak. Dari mulai bagaimana mencari kriteria bakal calon pendamping hidup, hingga bagaimana memperlakukannya kala resmi menjadi sang penyejuk hati. Islam menuntunnya. Begitu pula Islam mengajarkan bagaimana mewujudkan sebuah pesta pernikahan yang meriah, namun tetap mendapatkan berkah dan tidak melanggar tuntunan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, begitu pula dengan pernikahan yang sederhana namun tetap penuh dengan pesona. Islam mengajarkannya.Nikah merupakan jalan yang paling bermanfa’at dan paling afdhal dalam upaya merealisasikan dan menjaga kehormatan, karena dengan nikah inilah seseorang bisa terjaga dirinya dari apa yang diharamkan Allah. Oleh sebab itulah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendorong untuk mempercepat nikah, mempermudah jalan untuknya dan memberantas kendala-kendalanya.Nikah merupakan jalan fitrah yang bisa menuntaskan gejolak biologis dalam diri manusia, demi mengangkat cita-cita luhur yang kemudian dari persilangan syar’itersebut sepasang suami istri dapat menghasilkan keturunan, hingga dengan perannya kemakmuran bumi ini menjadi semakin semarak.Melalui risalah singkat ini. Anda diajak untuk bisa mempelajari dan menyelami tata cara perkawinan Islam yang begitu agung nan penuh nuansa. Anda akan diajak untuk meninggalkan tradisi-tradisi masa lalu yang penuh dengan upacara-upacara dan adat istiadat yang berkepanjangan dan melelahkan.Mestikah kita bergelimang dengan kesombongan dan kedurhakaan hanya lantaran sebuah pernikahan ..?Na’udzu billahi min dzalik.Wallahu musta’an.MUQADIMAHPersoalan perkawinan adalah persoalan yang selalu aktual dan selalu menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat dan hajat hidup manusia yang asasi saja tetapi juga menyentuh suatu lembaga yang luhur dan sentral yaitu rumah tangga. Luhur, karena lembaga ini merupakan benteng bagi pertahanan martabat manusia dan nilai-nilai ahlaq yang luhur dan sentral.Karena lembaga itu memang merupakan pusat bagi lahir dan tumbuhnya Bani Adam, yang kelak mempunyai peranan kunci dalam mewujudkan kedamaian dan kemakmuran di bumi ini. Menurut Islam Bani Adam lah yang memperoleh kehormatan untuk memikul amanah Ilahi sebagai khalifah di muka bumi, sebagaimana firman Allah Ta’ala.

“Artinya : Ingatlah ketika Rabb-mu berfirman kepada para Malaikat : “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata : “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di muka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau ?. Allah berfirman : “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. (Al-Baqarah : 30).

Page 5: Agama

Perkawinan bukanlah persoalan kecil dan sepele, tapi merupakan persoalan penting dan besar. ‘Aqad nikah (perkawinan) adalah sebagai suatu perjanjian yang kokoh dan suci (MITSAAQON GHOLIIDHOO), sebagaimana firman Allah Ta’ala.

“Artinya : Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami istri dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat”. (An-Nisaa’ : 21).

Karena itu, diharapkan semua pihak yang terlibat di dalamnya, khususnya suami istri, memelihara dan menjaganya secara sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab.Agama Islam telah memberikan petunjuk yang lengkap dan rinci terhadap persoalan perkawinan. Mulai dari anjuran menikah, cara memilih pasangan yang ideal, melakukan khitbah (peminangan), bagaimana mendidik anak, serta memberikan jalan keluar jika terjadi kemelut dalam rumah tangga, sampai dalam proses nafaqah dan harta waris, semua diatur oleh Islam secara rinci dan detail.Selanjutnya untuk memahami konsep Islam tentang perkawinan, maka rujukan yang paling sah dan benar adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah Shahih (yang sesuai dengan pemahaman Salafus Shalih -pen). Dengan rujukan ini kita akan dapati kejelasan tentang aspek-aspek perkawinan maupun beberapa penyimpangan dan pergeseran nilai perkawinan yang terjadi di masyarakat kita.Tentu saja tidak semua persoalan dapat penulis tuangkan dalam tulisan ini, hanya beberapa persoalan yang perlu dibahas yaitu tentang : Fitrah Manusia, Tujuan Perkawinan dalam Islam, Tata Cara Perkawinan dan Penyimpangan Dalam Perkawinan.PERKAWINAN ADALAH FITRAH KEMANUSIAANAgama Islam adalah agama fithrah, dan manusia diciptakan Allah Ta’ala cocok dengan fitrah ini, karena itu Allah Subhanahu wa Ta’ala menyuruh manusia menghadapkan diri ke agama fithrah agar tidak terjadi penyelewengan dan penyimpangan. Sehingga manusia berjalan di atas fithrahnya.Perkawinan adalah fitrah kemanusiaan, maka dari itu Islam menganjurkan untuk nikah, karena nikah merupakan gharizah insaniyah (naluri kemanusiaan). Bila gharizah ini tidak dipenuhi dengan jalan yang sah yaitu perkawinan, maka ia akan mencari jalan-jalan syetan yang banyak menjerumuskan ke lembah hitam.Firman Allah Ta’ala.

“Artinya : Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (Ar-Ruum : 30).

A. Islam Menganjurkan NikahIslam telah menjadikan ikatan perkawinan yang sah berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai satu-satunya sarana untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang sangat asasi, dan sarana untuk membina keluarga yang Islami. Penghargaan Islam terhadap ikatan perkawinan besar sekali, sampai-sampai ikatan itu ditetapkan sebanding dengan separuh agama. Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu berkata : “Telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :

“Artinya : Barangsiapa menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi”. (Hadist Riwayat Thabrani dan Hakim).

Page 6: Agama

B. Islam Tidak Menyukai MembujangRasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menikah dan melarang keras kepada orang yang tidak mau menikah. Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu berkata : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk nikah dan melarang kami membujang dengan larangan yang keras”. Dan beliau bersabda :

“Artinya : Nikahilah perempuan yang banyak anak dan penyayang. Karena aku akan berbangga dengan banyaknya umatku dihadapan para Nabi kelak di hari kiamat”. (Hadits Riwayat Ahmad dan di shahihkan oleh Ibnu Hibban).

Pernah suatu ketika tiga orang shahabat datang bertanya kepada istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang peribadatan beliau, kemudian setelah diterangkan, masing-masing ingin meningkatkan peribadatan mereka. Salah seorang berkata: Adapun saya, akan puasa sepanjang masa tanpa putus. Dan yang lain berkata: Adapun saya akan menjauhi wanita, saya tidak akan kawin selamanya …. Ketika hal itu didengar oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau keluar seraya bersabda :

“Artinya : Benarkah kalian telah berkata begini dan begitu, sungguh demi Allah, sesungguhnya akulah yang paling takut dan taqwa di antara kalian. Akan tetapi aku berpuasa dan aku berbuka, aku shalat dan aku juga tidur dan aku juga mengawini perempuan. Maka barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku”. (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim).

Orang yang mempunyai akal dan bashirah tidak akan mau menjerumuskan dirinya ke jalan kesesatan dengan hidup membujang. Kata Syaikh Hussain Muhammad Yusuf : “Hidup membujang adalah suatu kehidupan yang kering dan gersang, hidup yang tidak mempunyai makna dan tujuan. Suatu kehidupan yang hampa dari berbagai keutamaan insani yang pada umumnya ditegakkan atas dasar egoisme dan mementingkan diri sendiri serta ingin terlepas dari semua tanggung jawab”.Orang yang membujang pada umumnya hanya hidup untuk dirinya sendiri. Mereka membujang bersama hawa nafsu yang selalu bergelora, hingga kemurnian semangat dan rohaninya menjadi keruh. Mereka selalu ada dalam pergolakan melawan fitrahnya, kendatipun ketaqwaan mereka dapat diandalkan, namun pergolakan yang terjadi secara terus menerus lama kelamaan akan melemahkan iman dan ketahanan jiwa serta mengganggu kesehatan dan akan membawanya ke lembah kenistaan.Jadi orang yang enggan menikah baik itu laki-laki atau perempuan, maka mereka itu sebenarnya tergolong orang yang paling sengsara dalam hidup ini. Mereka itu adalah orang yang paling tidak menikmati kebahagiaan hidup, baik kesenangan bersifat sensual maupun spiritual. Mungkin mereka kaya, namun mereka miskin dari karunia Allah.Islam menolak sistem ke-rahib-an karena sistem tersebut bertentangan dengan fitrah kemanusiaan, dan bahkan sikap itu berarti melawan sunnah dan kodrat Allah Ta’ala yang telah ditetapkan bagi makhluknya. Sikap enggan membina rumah tangga karena takut miskin adalah sikap orang jahil (bodoh), karena semua rezeki sudah diatur oleh Allah sejak manusia berada di alam rahim, dan manusia tidak bisa menteorikan rezeki yang dikaruniakan Allah, misalnya ia berkata : “Bila saya hidup sendiri gaji saya cukup, tapi bila punya istri tidak cukup ?!”.Perkataan ini adalah perkataan yang batil, karena bertentangan dengan ayat-ayat Allah dan hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah memerintahkan untuk kawin, dan seandainya mereka fakir pasti Allah akan membantu dengan memberi rezeki kepadanya. Allah menjanjikan suatu pertolongan kepada orang yang nikah, dalam firman-Nya:

“Artinya : Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika

Page 7: Agama

mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”.(An-Nur : 32).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menguatkan janji Allah itu dengan sabdanya :“Artinya : Ada tiga golongan manusia yang berhak Allah tolong mereka, yaitu seorang mujahid fi sabilillah, seorang hamba yang menebus dirinya supaya merdeka, dan seorang yang menikah karena ingin memelihara kehormatannya”. (Hadits Riwayat Ahmad 2 : 251, Nasa’i, Tirmidzi, Ibnu Majah hadits No. 2518, dan Hakim 2 : 160 dari shahabat Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu).

Para Salafus-Shalih sangat menganjurkan untuk nikah dan mereka anti membujang, serta tidak suka berlama-lama hidup sendiri.Ibnu Mas’ud radliyallahu ‘anhu pernah berkata : “Jika umurku tinggal sepuluh hari lagi, sungguh aku lebih suka menikah daripada aku harus menemui Allah sebagai seorang bujangan”. (Ihya Ulumuddin dan Tuhfatul ‘Arus hal. 20).TUJUAN PERKAWINAN DALAM ISLAM1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang AsasiDi tulisan terdahulu [bagian kedua] kami sebutkan bahwa perkawinan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini yaitu dengan aqad nikah (melalui jenjang perkawinan), bukan dengan cara yang amat kotor menjijikan seperti cara-cara orang sekarang ini dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.2. Untuk Membentengi Ahlak Yang LuhurSasaran utama dari disyari’atkannya perkawinan dalam Islam di antaranya ialah untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang telah menurunkan dan meninabobokan martabat manusia yang luhur. Islam memandang perkawinan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efefktif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Artinya : Wahai para pemuda ! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat membentengi dirinya”. (Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Darimi, Ibnu Jarud dan Baihaqi).

3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang IslamiDalam Al-Qur’an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya Thalaq (perceraian), jika suami istri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana firman Allah dalam ayat berikut :

“Artinya : Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang dhalim”. (Al-Baqarah : 229).

Yakni keduanya sudah tidak sanggup melaksanakan syari’at Allah. Dan dibenarkan rujuk (kembali nikah lagi) bila keduanya sanggup menegakkan batas-batas Allah. Sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al-Baqarah lanjutan ayat di atas :

Page 8: Agama

“Artinya : Kemudian jika si suami menthalaqnya (sesudah thalaq yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dikawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami yang pertama dan istri) untuk kawin kembali, jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkannya kepada kaum yang (mau) mengetahui “. (Al-Baqarah : 230).

Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami istri melaksanakan syari’at Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari’at Islam adalah WAJIB. Oleh karena itu setiap muslim dan muslimah yang ingin membina rumah tangga yang Islami, maka ajaran Islam telah memberikan beberapa kriteria tentang calon pasangan yang ideal :a. Harus Kafa’ahb. Shalihah a. Kafa’ah Menurut Konsep IslamPengaruh materialisme telah banyak menimpa orang tua. Tidak sedikit zaman sekarang ini orang tua yang memiliki pemikiran, bahwa di dalam mencari calon jodoh putra-putrinya, selalu mempertimbangkan keseimbangan kedudukan, status sosial dan keturunan saja. Sementara pertimbangan agama kurang mendapat perhatian. Masalah Kufu’ (sederajat, sepadan) hanya diukur lewat materi saja.Menurut Islam, Kafa’ah atau kesamaan, kesepadanan atau sederajat dalam perkawinan, dipandang sangat penting karena dengan adanya kesamaan antara kedua suami istri itu, maka usaha untuk mendirikan dan membina rumah tangga yang Islami inysa Allah akan terwujud. Tetapi kafa’ah menurut Islam hanya diukur dengan kualitas iman dan taqwa serta ahlaq seseorang, bukan status sosial, keturunan dan lain-lainnya. Allah memandang sama derajat seseorang baik itu orang Arab maupun non Arab, miskin atau kaya. Tidak ada perbedaan dari keduanya melainkan derajat taqwanya (Al-Hujuraat : 13).

“Artinya : Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang-orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Al-Hujuraat : 13).

Dan mereka tetap sekufu’ dan tidak ada halangan bagi mereka untuk menikah satu sama lainnya. Wajib bagi para orang tua, pemuda dan pemudi yang masih berfaham materialis dan mempertahankan adat istiadat wajib mereka meninggalkannya dan kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi yang Shahih. Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :

“Artinya : Wanita dikawini karena empat hal : Karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih karena agamanya (ke-Islamannya), sebab kalau tidak demikian, niscaya kamu akan celaka”. (Hadits Shahi Riwayat Bukhari 6:123, Muslim 4:175).

b. Memilih Yang ShalihahOrang yang mau nikah harus memilih wanita yang shalihah dan wanita harus memilih laki-laki yang shalih.Menurut Al-Qur’an wanita yang shalihah ialah :

“Artinya : Wanita yang shalihah ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri bila suami tidak ada, sebagaimana Allah telah memelihara (mereka)”. (An-Nisaa : 34).

Menurut Al-Qur’an dan Al-Hadits yang Shahih di antara ciri-ciri wanita yang shalihah ialah :

Page 9: Agama

“Ta’at kepada Allah, Ta’at kepada Rasul, Memakai jilbab yang menutup seluruh auratnya dan tidak untuk pamer kecantikan (tabarruj) seperti wanita jahiliyah (Al-Ahzab : 32), Tidak berdua-duaan dengan laki-laki yang bukan mahram, Ta’at kepada kedua Orang Tua dalam kebaikan, Ta’at kepada suami dan baik kepada tetangganya dan lain sebagainya”.

Bila kriteria ini dipenuhi Insya Allah rumah tangga yang Islami akan terwujud. Sebagai tambahan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan untuk memilih wanita yang peranak dan penyayang agar dapat melahirkan generasi penerus umat. 4. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada AllahMenurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk beribadah kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi peribadatan dan amal shalih di samping ibadat dan amal-amal shalih yang lain, sampai-sampai menyetubuhi istri-pun termasuk ibadah (sedekah).Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Artinya : Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri kalian termasuk sedekah !. Mendengar sabda Rasulullah para shahabat keheranan dan bertanya : “Wahai Rasulullah, seorang suami yang memuaskan nafsu birahinya terhadap istrinya akan mendapat pahala ?” Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjawab : “Bagaimana menurut kalian jika mereka (para suami) bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah mereka berdosa .? Jawab para shahabat :”Ya, benar”. Beliau bersabda lagi : “Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang halal), mereka akan memperoleh pahala !”. (Hadits Shahih Riwayat Muslim 3:82, Ahmad 5:1167-168 dan Nasa’i dengan sanad yang Shahih).

5. Untuk Mencari Keturunan Yang Shalih Tujuan perkawinan di antaranya ialah untuk melestarikan dan mengembangkan bani Adam, Allah berfirman :

“Artinya : Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?”. (An-Nahl : 72).

Dan yang terpenting lagi dalam perkawinan bukan hanya sekedar memperoleh anak, tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas, yaitu mencari anak yang shalih dan bertaqwa kepada Allah.Tentunya keturunan yang shalih tidak akan diperoleh melainkan dengan pendidikan Islam yang benar. Kita sebutkan demikian karena banyak “Lembaga Pendidikan Islam”, tetapi isi dan caranya tidak Islami. Sehingga banyak kita lihat anak-anak kaum muslimin tidak memiliki ahlaq Islami, diakibatkan karena pendidikan yang salah. Oleh karena itu suami istri bertanggung jawab mendidik, mengajar, dan mengarahkan anak-anaknya ke jalan yang benar.Tentang tujuan perkawinan dalam Islam, Islam juga memandang bahwa pembentukan keluarga itu sebagai salah satu jalan untuk merealisasikan tujuan-tujuan yang lebih besar yang meliputi berbagai aspek kemasyarakatan berdasarkan Islam yang akan mempunyai pengaruh besar dan mendasar terhadap kaum muslimin dan eksistensi umat Islam.TATA CARA PERKAWINAN DALAM ISLAMIslam telah memberikan konsep yang jelas tentang tata cara perkawinan berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah yang Shahih (sesuai dengan pemahaman para Salafus Shalih -peny), secara singkat penulis sebutkan dan jelaskan seperlunya :

Page 10: Agama

1. Khitbah (Peminangan)Seorang muslim yang akan mengawini seorang muslimah hendaknya ia meminang terlebih dahulu, karena dimungkinkan ia sedang dipinang oleh orang lain, dalam hal ini Islam melarang seorang muslim meminang wanita yang sedang dipinang oleh orang lain (Muttafaq ‘alaihi). Dalam khitbah disunnahkan melihat wajah yang akan dipinang (Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi No. 1093 dan Darimi).2. Aqad NikahDalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi :a. Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.b. Adanya Ijab Qabul.c. Adanya Mahar.d. Adanya Wali.e. Adanya Saksi-saksi.Dan menurut sunnah sebelum aqad nikah diadakan khutbah terlebih dahulu yang dinamakan Khutbatun Nikah atau Khutbatul Hajat.3. WalimahWalimatul ‘urusy hukumnya wajib dan diusahakan sesederhana mungkin dan dalam walimah hendaknyadiundang orang-orang miskin. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang mengundang orang-orang kaya saja berarti makanan itu sejelek-jelek makanan.Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Makanan paling buruk adalah makanan dalam walimah yang hanya mengundang orang-orang kaya saja untuk makan, sedangkan orang-orang miskin tidak diundang. Barangsiapa yang tidak menghadiri undangan walimah, maka ia durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya”. (Hadits Shahih Riwayat Muslim 4:154 dan Baihaqi 7:262 dari Abu Hurairah).

Sebagai catatan penting hendaknya yang diundang itu orang-orang shalih, baik kaya maupun miskin, karena ada sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :

“Artinya : Janganlah kamu bergaul melainkan dengan orang-orang mukmin dan jangan makan makananmu melainkan orang-orang yang taqwa”. (Hadist Shahih Riwayat Abu Dawud, Tirmidzi, Hakim 4:128 dan Ahmad 3:38 dari Abu Sa’id Al-Khudri).

SEBAGIAN PENYELEWENGAN YANG TERJADI DALAM PERKAWINAN YANG WAJIB DIHINDARKAN/DIHILANGKAN 1. PacaranKebanyakan orang sebelum melangsungkan perkawinan biasanya “Berpacaran” terlebih dahulu, hal ini biasanya dianggap sebagai masa perkenalan individu, atau masa penjajakan atau dianggap sebagai perwujudan rasa cinta kasih terhadap lawan jenisnya.Adanya anggapan seperti ini, kemudian melahirkan konsesus bersama antar berbagai pihak untukmenganggap masa berpacaran sebagai sesuatu yang lumrah dan wajar-wajar saja. Anggapan seperti ini adalah anggapan yang salah dan keliru. Dalam berpacaran sudah pasti tidak bisa dihindarkan dari berintim-intim dua insan yang berlainan jenis, terjadi pandang memandang dan terjadi sentuh menyentuh, yang sudah jelas semuanya haram hukumnya menurut syari’at Islam.Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Artinya : Jangan sekali-kali seorang laki-laki bersendirian dengan seorang perempuan, melainkan si perempuan itu bersama mahramnya”. (Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari dan Muslim).

Page 11: Agama

Jadi dalam Islam tidak ada kesempatan untuk berpacaran dan berpacaran hukumnya haram. 2. Tukar CincinDalam peminangan biasanya ada tukar cincin sebagai tanda ikatan, hal ini bukan dari ajaran Islam. (Lihat Adabuz-Zafat, Nashiruddin Al-Bani)3. Menuntut Mahar Yang TinggiMenurut Islam sebaik-baik mahar adalah yang murah dan mudah, tidak mempersulit atau mahal. Memang mahar itu hak wanita, tetapi Islam menyarankan agar mempermudah dan melarang menuntut mahar yang tinggi.Adapun cerita teguran seorang wanita terhadap Umar bin Khattab yang membatasi mahar wanita, adalah cerita yang salah karena riwayat itu sangat lemah. (Lihat Irwa’ul Ghalil 6, hal. 347-348).4. Mengikuti Upacara AdatAjaran dan peraturan Islam harus lebih tinggi dari segalanya. Setiap acara, upacara dan adat istiadat yang bertentangan dengan Islam, maka wajib untuk dihilangkan. Umumnya umat Islam dalam cara perkawinan selalu meninggikan dan menyanjung adat istiadat setempat, sehingga sunnah-sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang benar dan shahih telah mereka matikan dan padamkan.Sungguh sangat ironis…!. Kepada mereka yang masih menuhankan adat istiadat jahiliyah dan melecehkan konsep Islam, berarti mereka belum yakin kepada Islam.Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

“Artinya : Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?”. (Al-Maaidah : 50).

Orang-orang yang mencari konsep, peraturan, dan tata cara selain Islam, maka semuanya tidak akan diterima oleh Allah dan kelak di Akhirat mereka akan menjadi orang-orang yang merugi, sebagaimana firman Allah Ta’ala :

“Artinya : Barangsiapa yang mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”. (Ali-Imran : 85).

5. Mengucapkan Ucapan Selamat Ala Kaum JahiliyahKaum jahiliyah selalu menggunakan kata-kata Birafa’ Wal Banin, ketika mengucapkan selamat kepada kedua mempelai. Ucapan Birafa’ Wal Banin (=semoga mempelai murah rezeki dan banyak anak) dilarang oleh Islam.Dari Al-Hasan, bahwa ‘Aqil bin Abi Thalib nikah dengan seorang wanita dari Jasyam. Para tamu mengucapkan selamat dengan ucapan jahiliyah : Birafa’ Wal Banin. ‘Aqil bin Abi Thalib melarang mereka seraya berkata : “Janganlah kalian ucapkan demikian !. Karena Rasulullah shallallhu ‘alaihi wa sallam melarang ucapan demikian”. Para tamu bertanya :”Lalu apa yang harus kami ucapkan, wahai Abu Zaid ?”.‘Aqil menjelaskan :

“Ucapkanlah : Barakallahu lakum wa Baraka ‘Alaiykum” (= Mudah-mudahan Allah memberi kalian keberkahan dan melimpahkan atas kalian keberkahan). Demikianlah ucapan yang diperintahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam”. (Hadits Shahih Riwayat Ibnu Abi Syaibah, Darimi 2:134, Nasa’i, Ibnu Majah, Ahmad 3:451, dan lain-lain).

Do’a yang biasa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ucapkan kepada seorang mempelai ialah :

“Baarakallahu laka wa baarakaa ‘alaiyka wa jama’a baiynakumaa fii khoir”

Page 12: Agama

Do’a ini berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan dari Abu Hurairah:‘Artinya : Dari Abu hurairah, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jika mengucapkan selamat kepada seorang mempelai, beliau mengucapkan do’a : (Baarakallahu laka wabaraka ‘alaiyka wa jama’a baiynakuma fii khoir) = Mudah-mudahan Allah memberimu keberkahan, Mudah-mudahan Allah mencurahkan keberkahan atasmu dan mudah-mudahan Dia mempersatukan kamu berdua dalam kebaikan”. (Hadits Shahih Riwayat Ahmad 2:38, Tirmidzi, Darimi 2:134, Hakim 2:183, Ibnu Majah dan Baihaqi 7:148).

6. Adanya IkhtilathIkhtilath adalah bercampurnya laki-laki dan wanita hingga terjadi pandang memandang, sentuh menyentuh, jabat tangan antara laki-laki dan wanita. Menurut Islam antara mempelai laki-laki dan wanita harus dipisah, sehingga apa yang kita sebutkan di atas dapat dihindari semuanya. 7. Pelanggaran LainPelanggaran-pelanggaran lain yang sering dilakukan di antaranya adalah musik yang hingar bingar.KHATIMAHRumah tangga yang ideal menurut ajaran Islam adalah rumah tangga yang diliputi Sakinah (ketentraman jiwa), Mawaddah (rasa cinta) dan Rahmah (kasih sayang), Allah berfirman :

“Artinya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu hidup tentram bersamanya. Dan Dia (juga) telah menjadikan diantaramu (suami, istri) rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir”. (Ar-Ruum : 21).

Dalam rumah tangga yang Islami, seorang suami dan istri harus saling memahami kekurangan dankelebihannya, serta harus tahu pula hak dan kewajibannya serta memahami tugas dan fungsinyamasing-masing yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.Sehingga upaya untuk mewujudkan perkawinan dan rumah tangga yang mendapat keridla’an Allah dapat terealisir, akan tetapi mengingat kondisi manusia yang tidak bisa lepas dari kelemahan dan kekurangan, sementara ujian dan cobaan selalu mengiringi kehidupan manusia, maka tidak jarang pasangan yang sedianya hidup tenang, tentram dan bahagia mendadak dilanda “kemelut” perselisihan dan percekcokan.Bila sudah diupayakan untuk damai sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur’an surat An-Nisaa : 34-35, tetapi masih juga gagal, maka Islam memberikan jalan terakhir, yaitu “perceraian”.Marilah kita berupaya untuk melakasanakan perkawinan secara Islam dan membina rumah tangga yang Islami, serta kita wajib meninggalkan aturan, tata cara, upacara dan adat istiadat yang bertentangan dengan Islam.Ajaran Islam-lah satu-satunya ajaran yang benar dan diridlai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala (Ali-Imran : 19).

“Artinya : Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami istri-istri dan keturunan yang menyejukkan hati kami, dan jadikanlah kami Imam bagi orang-orang yang bertaqwa”. (Al-Furqaan : 74)

Amiin. Wallahu a’alam bish shawab.===================================================================

Page 13: Agama

Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang

bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan

ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.Dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya

kemudahan dalam urusannya.dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menghapus kesalahan-

kesalahannya dan akan melipat gandakan pahala baginya.(QS.At-Thalaq:2-6)

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.

(QS.Ali-Imraan:102)

TUJUAN PERNIKAHAN DALAM ISLAM

OlehAl-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia yang AsasiPernikahan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini adalah dengan ‘aqad nikah (melalui jenjang pernikahan), bukan dengan cara yang amat kotor dan menjijikkan, seperti cara-cara orang sekarang ini; dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.

2. Untuk Membentengi Akhlaq yang Luhur dan untuk Menundukkan Pandangan.Sasaran utama dari disyari’atkannya pernikahan dalam Islam di antaranya adalah untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang dapat merendahkan dan merusak martabat manusia yang luhur. Islam memandang pernikahan dan pem-bentukan keluarga sebagai sarana efektif untuk me-melihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

�م� ل و�م�ن� ، ج �ف�ر� ل ل �ح�ص�ن� و�أ �ص�ر �ب ل ل �غ�ض� أ �ه� ن ف�إ ، و�ج� �ز� �ت �ي ف�ل �اء�ة� �ب ال �م� �ك من �ط�اع� ت اس� م�ن �اب ب الش� ر� م�ع�ش� �ا ياء+ وج� �ه� ل �ه� ن ف�إ الص�و�م ب �ه �ي ف�ع�ل �طع� ت �س� .ي

“Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk menikah, maka menikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji

Page 14: Agama

(kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa), karena shaum itu dapat membentengi dirinya.”[1]

3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang IslamiDalam Al-Qur-an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya thalaq (perceraian), jika suami isteri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla dalam ayat berikut:

ال� إ 4ا �ئ ي ش� �م�وه�ن� �ت �ي آت مم�ا �خ�ذ�وا �أ ت �ن� أ �م� �ك ل �حل� ي و�ال� Bان ح�س� إ ريح+ب �س� ت و�� أ Bوف م�ع�ر� ب اك+ م�س� ف�إ �ان ت ق�م�ر� �الط�ال� �

ح�د�ود� ل�ك� ت ه ب �د�ت� اف�ت فيم�ا �هم�ا �ي ع�ل �اح� ن ج� ف�ال� �ه الل ح�د�ود� �قيم�ا ي �ال� أ �م� ف�ت خ ن� ف�إ �ه ح�د�ود�الل �قيم�ا ي �ال� أ اف�ا �خ� ي �ن� �أ � م�ون� الظ�ال ه�م� ك� �Rئ �ول ف�أ �ه الل ح�د�ود� �ع�د� �ت ي و�م�ن� �د�وه�ا �ع�ت ت ف�ال� �ه �الل

“Thalaq (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan dengan baik, atau melepaskan dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali keduanya (suami dan isteri) khawatir tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu (wali) khawatir bahwa keduanya tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh isteri) untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang zhalim.” [Al-Baqarah : 229]

Yakni, keduanya sudah tidak sanggup melaksanakan syari’at Allah ‘Azza wa Jalla. Dan dibenarkan rujuk (kembali nikah lagi) bila keduanya sanggup menegakkan batas-batas Allah ‘Azza wa Jalla. Sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al-Baqarah, lanjutan ayat di atas:

�ا ظ�ن ن� إ اج�ع�ا �ر� �ت ي �ن� أ �هم�ا �ي ع�ل �اح� ن ج� ف�ال� �ق�ه�ا ط�ل ن� ف�إ ه� �ر� اغ�ي و�ج4 ز� �كح� �ن ت Rى� ت ح� �ع�د� ب من� �ه� ل �حل� ت ف�ال� �ق�ه�ا ط�ل ن� �ف�إ�م�ون� �ع�ل ي B ق�و�م ل �ه�ا Xن �ي �ب ي �ه الل ح�د�ود� ل�ك� و�ت �ه ح�د�ود�الل �قيم�ا ي �ن� �أ

“Kemudian jika dia (suami) menceraikannya (setelah thalaq yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya sebelum dia menikah dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (suami pertama dan bekas isteri) untuk menikah kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah ketentuan-ketentuan Allah yang diterangkan-Nya kepada orang-orang yang berpengetahuan.” [Al-Baqarah : 230]

Jadi, tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami isteri melaksanakan syari’at Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari’at Islam adalah wajib. Oleh karena itu, setiap muslim dan muslimah yang ingin membina rumah tangga yang Islami, maka ajaran Islam telah memberikan beberapa kriteria tentang calon pasangan yang ideal, yaitu harus kafa-ah dan shalihah.

Page 15: Agama

a. Kafa-ah Menurut Konsep IslamPengaruh buruk materialisme telah banyak menimpa orang tua. Tidak sedikit orang tua, pada zaman sekarang ini, yang selalu menitikberatkan pada kriteria banyaknya harta, keseimbangan kedudukan, status sosial dan keturunan saja dalam memilih calon jodoh putera-puterinya. Masalah kufu' (sederajat, sepadan) hanya diukur berdasarkan materi dan harta saja. Sementara pertimbangan agama tidak mendapat perhatian yang serius.

Agama Islam sangat memperhatikan kafa-ah atau kesamaan, kesepadanan atau sederajat dalam hal per-nikahan. Dengan adanya kesamaan antara kedua suami isteri itu, maka usaha untuk mendirikan dan membina rumah tangga yang Islami -insya Allah- akan terwujud. Namun kafa-ah menurut Islam hanya diukur dengan kualitas iman dan taqwa serta akhlak seseorang, bukan diukur dengan status sosial, keturunan dan lain-lainnya. Allah ‘Azza wa Jalla memandang derajat seseorang sama, baik itu orang Arab maupun non Arab, miskin atau kaya. Tidak ada perbedaan derajat dari keduanya melainkan derajat taqwanya.

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

�م� �ق�اك �ت أ �ه الل �د� ن ع �م� م�ك �ر� ك� أ ن� إ ف�وا �ع�ار� ت ل ل� �ائ و�ق�ب 4ا ع�وب ش� �م� �اك �ن و�ج�ع�ل Rى� �ث �ن و�أ Bر� ذ�ك من� �م� �اك �ق�ن ل خ� �ا ن إ �اس� الن �ه�ا ي

� أ �ا �ي ير+ ب خ� يم+ ع�ل �ه� الل ن� إ

“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.” [Al-Hujuraat : 13]

Bagi mereka yang sekufu’, maka tidak ada halangan bagi keduanya untuk menikah satu sama lainnya. Wajib bagi para orang tua, pemuda dan pemudi yang masih berorientasi pada hal-hal yang sifatnya materialis dan mempertahankan adat istiadat untuk meninggalkannya dan kembali kepada Al-Qur-an dan Sunnah Nabi yang shahih, sesuai dengan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:

: �د�اك� ي �ت� �رب ت �ن الدXي ذ�ات ب ف�اظ�ف�ر� ه�ا، �ن دي و�ل ه�ا ج�م�ال و�ل ه�ا ب ح�س� و�ل ه�ا م�ال ل Bع� ب ر�� �ة� أل أ �م�ر� ال �ح� �ك �ن .ت

“Seorang wanita dinikahi karena empat hal; karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka hendaklah kamu pilih wanita yang taat agamanya (ke-Islamannya), niscaya kamu akan beruntung.” [2]

Hadits ini menjelaskan bahwa pada umumnya seseorang menikahi wanita karena empat hal ini. Dan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan untuk memilih yang kuat agamanya, yakni memilih yang shalihah karena wanita shalihah adalah sebaik-baik perhiasan dunia, agar selamat dunia dan akhirat.

Page 16: Agama

Namun, apabila ada seorang laki-laki yang memilih wanita yang cantik, atau memiliki harta yang melimpah, atau karena sebab lainnya, tetapi kurang agamanya, maka bolehkah laki-laki tersebut menikahinya? Para ulama membolehkannya dan pernikahannya tetap sah.

Allah menjelaskan dalam firman-Nya:

�ات Xب لط�ي ل �ون� Xب و�الط�ي ين� Xب لط�ي ل �ات� Xب و�الط�ي �ات يث ب �خ� ل �ون�ل يث ب �خ� و�ال ين� يث ب �خ� ل ل �ات� يث ب �خ� �ال

“Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji (pula). Sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula)...” [An-Nuur : 26]

b. Memilih Calon Isteri Yang ShalihahSeorang laki-laki yang hendak menikah harus memilih wanita yang shalihah, demikian pula wanita harus memilih laki-laki yang shalih. 

Menurut Al-Qur-an, wanita yang shalihah adalah:

�ه� الل ح�فظ� م�ا ب �ب �غ�ي ل ل ح�افظ�ات+ �ات+ ت ق�ان ح�ات�  ف�الص�ال

“...Maka perempuan-perempuan yang shalihah adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (me-reka)...” [An-Nisaa' : 34]

Lafazh +ات� ت dijelaskan oleh Qatadah, artinya wanita yang taat kepada Allah dan taat kepada ق�انsuaminya.[3]

Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ة� ح� الص�ال �ة� أ �م�ر� ال �ا �ي الد�ن �اع م�ت �ر� ي و�خ� �اع+ م�ت �ا �ي �لد�ن .ا

“Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita yang shalihah.” [4]

Dalam hadits yang lain, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ه� �ر� �ك ي م�ا ب ه�ا م�ال � و�ال ه�ا �ف�س ن في� ف�ه� ال �خ� ت � و�ال م�ر�� أ ذ�ا إ �ع�ه� �طي و�ت �ه�ا �ي ل إ �ظ�ر� ن ذ�ا إ ه� ر� �س� ت ي �ت ال اء Xس� الن �ر� ي .خ�

“Sebaik-baik wanita adalah yang menyenangkan suami apabila ia melihatnya, mentaati apabila suami menyuruhnya, dan tidak menyelisihi atas diri dan hartanya dengan apa yang tidak disukai

Page 17: Agama

suaminya.” [5]

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

: من� �ع+ ب ر�� و�أ ي�ء�، �ه�ن ال �ب� ك �م�ر� و�ال ، ح� الص�ال ار� �ج� و�ال ع�، �و�اس ال �ن� ك �م�س� و�ال ح�ة�، الص�ال �ة� أ �م�ر� �ل ا ع�اد�ة الس� من� �ع+ ب ر�

� أو�ء�: الس� �ب� ك �م�ر� و�ال Xق�، الض�ي �ن� ك �م�س� و�ال و�ء�، الس� �ة� أ �م�ر� و�ال و�ء�، الس� ار� �ج� �ل ا ق�او�ة .الش�

“Empat hal yang merupakan kebahagiaan; isteri yang shalihah, tempat tinggal yang luas, tetangga yang baik, dan kendaraan yang nyaman. Dan empat hal yang merupakan kesengsaraan; tetangga yang jahat, isteri yang buruk, tempat tinggal yang sempit, dan kendaraan yang jelek.” [6]

Menurut Al-Qur-an dan As-Sunnah yang shahih, dan penjelasan para ulama bahwa di antara ciri-ciri wanita shalihah ialah :

1. Taat kepada Allah dan taat kepada Rasul-Nya, 2. Taat kepada suami dan menjaga kehormatannya di saat suami ada atau tidak ada serta menjaga harta suaminya,3. Menjaga shalat yang lima waktu,4. Melaksanakan puasa pada bulan Ramadhan,5. Memakai jilbab yang menutup seluruh auratnya dan tidak untuk pamer kecantikan (tabarruj) seperti wanita Jahiliyyah. [7] 6. Berakhlak mulia,7. Selalu menjaga lisannya,8. Tidak berbincang-bincang dan berdua-duaan dengan laki-laki yang bukan mahramnya karena yang ke-tiganya adalah syaitan,9. Tidak menerima tamu yang tidak disukai oleh suaminya,10. Taat kepada kedua orang tua dalam kebaikan,11. Berbuat baik kepada tetangganya sesuai dengan syari’at.

Apabila kriteria ini dipenuhi -insya Allah- rumah tangga yang Islami akan terwujud.

Sebagai tambahan, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan untuk memilih wanita yang subur (banyak keturunannya) dan penyayang agar dapat melahirkan generasi penerus ummat.

4. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada AllahMenurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk mengabdi dan beribadah hanya kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan berbuat baik kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi peribadahan dan amal shalih di samping ibadah dan amal-amal shalih yang lain, bahkan berhubungan suami isteri pun termasuk ibadah (sedekah).

Page 18: Agama

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

... : : �م� �ت �ي أ ر�� أ ق�ال� ؟ �ج�ر+ أ �ه�ا في �ه� ل �و�ن� �ك و�ي �ه� ه�و�ت ش� �ا �ح�د�ن أ ي �ت �أ �ي أ الله، و�ل� س� ر� �ا ي �و�ا ق�ال ص�د�ق�ة+، �م� �ح�دك أ �ض�ع ب و�في

�ج�ر+ أ �ه� ل �ان� ك �ل �ح�ال ال في و�ض�ع�ه�ا ذ�ا إ ك� �ذ�ل ف�ك ؟ ر+ وز� �ه�ا في �ه �ي ع�ل �ان� �ك أ ،B ام ح�ر� في و�ض�ع�ه�ا �و� .ل

“... Seseorang di antara kalian bersetubuh dengan isterinya adalah sedekah!” (Mendengar sabda Rasulullah, para Shahabat keheranan) lalu bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah salah seorang dari kita melampiaskan syahwatnya terhadap isterinya akan mendapat pahala?” Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Bagaimana menurut kalian jika ia (seorang suami) bersetubuh dengan selain isterinya, bukankah ia berdosa? Begitu pula jika ia bersetubuh dengan isterinya (di tempat yang halal), dia akan memperoleh pahala.” [8]

5. Untuk Memperoleh Keturunan Yang ShalihTujuan pernikahan di antaranya adalah untuk memperoleh keturunan yang shalih, untuk melestarikan dan mengembangkan bani Adam, sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla:

� ت� ب�ا ي � ب ال ب� ت� م� ك� ب� ب� ب� ب� ة� �ب �ب �ب ب� ب� ت� ب م� ك� ت! ب�ا م� ب"ا م� ت� م� ك� بل ب# ب$ ب! ب� ة!ا ب�ا م� ب"ا م� ك� ت% �ك م& ب"ا م� ت� م� ك� بل ب# ب$ ب! ك' ( ب ب�الون� �ف�ر� �ك ي ه�م� �ه الل ع�م�ت ن و�ب �ون� �ؤ�من ي �اطل �ب ال ف�ب

� أ

“Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau isteri) dari jenis kamu sendiri dan menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rizki dari yang baik. Mengapa mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?” [An-Nahl : 72]

Yang terpenting lagi dalam pernikahan bukan hanya sekedar memperoleh anak, tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas, yaitu mencari anak yang shalih dan bertaqwa kepada Allah. 

Sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla:

�م� �ك ل �ه� الل �ب� �ت ك م�ا �غ�وا �ت  و�اب

“...Dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu (yaitu anak).” [Al-Baqarah : 187]

Abu Hurairah, Ibnu ‘Abbas dan Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhum, juga Imam-Imam lain dari kalangan Tabi’in menafsirkan ayat di atas dengan anak.[9]

Maksudnya, bahwa Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan kita untuk memperoleh anak dengan cara ber-hubungan suami isteri dari apa yang telah Allah tetapkan untuk kita. Setiap orang selalu

Page 19: Agama

berdo’a agar diberikan keturunan yang shalih. Maka, jika ia telah dikarunai anak, sudah seharusnya jika ia mendidiknya dengan benar.

Tentunya keturunan yang shalih tidak akan diperoleh melainkan dengan pendidikan Islam yang benar. Hal ini mengingat banyaknya lembaga pendidikan yang berlabel Islam, tetapi isi dan caranya sangat jauh bahkan menyimpang dari nilai-nilai Islami yang luhur. Sehingga banyak kita temukan anak-anak kaum muslimin yang tidak memiliki akhlak mulia yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, disebabkan karena pendidikan dan pembinaan yang salah. Oleh karena itu, suami maupun isteri bertanggung jawab untuk mendidik, mengajar, dan mengarahkan anak-anaknya ke jalan yang benar, sesuai dengan agama Islam.

Tentang tujuan pernikahan, Islam juga memandang bahwa pembentukan keluarga itu sebagai salah satu jalan untuk merealisasikan tujuan-tujuan yang lebih besar yang meliputi berbagai aspek kemasyarakatan yang akan mempunyai pengaruh besar dan mendasar terhadap kaum muslimin dan eksistensi ummat Islam

[Disalin dari buku Bingkisan Istimewa Menuju Keluarga Sakinah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa Bogor - Jawa Barat, Cet Ke II Dzul Qa'dah 1427H/Desember 2006]_______Footnote[1]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (I/424, 425, 432), al-Bukhari (no. 1905, 5065, 5066), Muslim (no. 1400), at-Tirmidzi (no. 1081), an-Nasa-i (VI/56, 57), ad-Darimi (II/132) dan al-Baihaqi (VII/ 77), dari Shahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu.[2]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 5090), Muslim (no. 1466), Abu Dawud (no. 2047), an-Nasa-i (VI/68), Ibnu Majah (no. 1858), Ahmad (II/428), dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu.[3]. Tafsiir Ibnu Jarir ath-Thabari (IV/62, no. 9320).[4]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 1467), an-Nasa-i (VI/69), Ahmad (II/168), Ibnu Hibban (no. 4020 -at-Ta’liqaatul Hisaan) dan al-Baihaqi (VII/80) dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallaahu ‘anhuma.[5]. Hadits hasan: Diriwayatkan oleh an-Nasa-i (VI/68), al-Hakim (II/161) dan Ahmad (II/251, 432, 438), dari Shahabat Abu Hurairah radhi-yallaahu ‘anhu. Lihat Silsilah ash-Shahiihah (no. 1838).[6]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban (no. 4021 -at-Ta’liiqatul Hisaan ‘ala Shahiih Ibni Hibban) dari hadits Sa’ad bin Abi Waqqash secara marfu’. Lihat Silsilah ash-Shahiihah (no. 282).[7]. Lihat surat Al-Ahzaab (33) ayat 33.[8]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 1006), al-Bukhari dalam al-Adaabul Mufrad (no. 227), Ahmad (V/167, 168), Ibnu Hibban (no. 4155 -at-Ta’liiqatul Hisaan) dan al-Baihaqi

Page 20: Agama

(IV/188), dari Abu Dzarr radhiyallaahu ‘anhu.[9]. Tafsiir Ibnu Katsir (I/236), cet. Darus Salam.

Keutamaan Menikah dalam Islam

Pernikahan di dalam Islam adalah salah satu dari syari’at Islam dan syiar para Nabi dan Rasul. Untuk itulah Rasulallah SAW menganjurkan kepada pemuda yang telah memiliki kriteria mampu (dengan segala dimensinya yang dibutuhkan dalam sebuah pernikahan dan kehidupan berumah tangga) untuk segera melangsungkan pernikahan karena dengannya hawa nafsu dan pandangan seseorang akan dapat terkendali. Sabdanya:

“Wahai para pemuda siapa diantara kalian yang sudah memiliki kemampuan untuk menikah maka menikahlah ! Sesungguhnya pernikahan itu akan dapat menjaga pandangan dan membentengi kemaluan “

Bahkan Beliau pernah marah kepada sahabatnya yang hendak hidup membujang, padahal alasan nya adalah untuk ibadah. Beliau bersabda:

“Nikah itu adalah sunnahku, barangsiapa yang membenci sunnahku bukanlah ia termasuk golongan ku”

Dalam pernikahan ada aturan-aturan dan rambu-rambu yang harus diperhatikan. Agar pernikahan itu benar-benar membawa rahmat, keberkahan dan dapat mewujudkan sakinah dan mawaddah. Diantara rambu-rambu tersebut adalah

1. Niat yang ikhlas dan motivasi yang benar dalam menikah

Pernikahan dalam konsep Islam adalah bagian dari ibadah kepada Allah, karena ia merupakan aplikasi dari perintah atau anjuran dalam ajaran Islam. Keutuhan ibadah dan kesempurnaannya sangat ditentukan oleh keikhlasan dan motivasi yang benar. Dalam hal ini Rasulallah SAW pernah bersabda:

“Siapa yang menikahi wanita karena kecantikannya saja, maka Allah tidak akan menambahkan melainkan keburukan. Siapa yang menikahi wanita karena hartanya, Allah tidak akan menambahkan kecuali kefakiran. Siapa yang menikahkan wanita karena nasabnya, Allah tidak akan menambahkan kecuali kehinaan. Siapa yang menikahi wanita karena ingin menjaga pandangannya dan kemaluannya maka Allah akan memberkahi keduanya … “

2. Tidak didahului dengan pacaran.

Page 21: Agama

Pacaran bukanlah budaya Islam bahkan bertentangan dengan budaya Islam. Karena pada umumnya orang berpacaran hanyalah untuk melampiaskan nafsu dan menjadi peluang besar untuk melakukan maksiat. Dalam hadits Rasulallah SAW mengingatkan;

“Janganlah orang itu berduaan saja (lain jenis dan bukan mahram) karena yang ketiganya adalah syaitan”

“Demi Allah, memegang bara yang panas jauh lebih ringan dari pada menyentuh wanita yang bukan mahramnya”

Bukan berarti kita tidak dapat mengenal kepribadian calon pasangan kita. Karena Islam mengajarkan kita untuk selalu menjunjung kejujuran. Disamping itu kita bisa mengetahui kepribadian calon pasangan kita dengan informasi yang lebih akurat. Sebab orang apabila berada dihadapan orang yang dicintainya berusaha untuk menutupi kekurangannya.

3. Meminang (Khitbah)

Apabila seorang sudah benar-benar siap untuk menikah dan sudah menemukan calonnya maka segeralah ia memberitahukannya dan memintanya kepada orang tuanya. Dan apabila orangtuanya sudah menerima pinangan, maka ia tidak boleh menerima pinangan lain dan orang lainpun tidak boleh meminangnya. Dan segerahlah untuk melakukan akad dalam waktu dekat.

Dalam meminang tidak ada aturan-aturan tertentu, karena pada intinya adalah meminta kesediaan orang tua untuk menikahkan anaknya. Adapun tukar cincin adalah bukan budaya Islam, tidak ada keharusan. Apalagi dalam pelaksanaannya melanggar aturan-aturan Islam. seperti menyentuh yang bukan mahramnya, prianya juga memakai cincin emas, seyogyanya tidak dilakukan. Adapun memberikan hadiah kepada calon mempelai sah-sah saja dan dibolehkan dalam Islam.

4. Akad Nikah

Kehalalan seorang perempuan (yang bukan mahram) untuk disentuh dan seterusnya adalah melalui akad nikah yang terdiri dari 4 syarat yaitu: Calon mempelai, wali, mahar dan ijab qobul. Dalam ijab qobul, ulama menganjurkan untuk dilakukan dengan bahasa arab yang intinya pada kalimat: “Ankahtuka wazawajtuka” lalu dijawab “Qobiltu nikahaha”. Hal ini mengingat pernikahan adalah ibadah. Namun ulama juga memberikan toleransi untuk menggunakan bahasa yang dimengerti oleh kedua belah pihak, termasuk adalah bahasa isyarat bagi yang tidak mampu berbicara. Dalam kasus yang anda tanyakan dalam hal ini sah manakala bahasanya dimengerti, tidak ada unsur penipuan.

5. Membina kehidupan Rumah tangga dengan nilai-nilai yang Islami

Setiap orang pasti menginginkan kehidupan rumah tangganya tentram, sakinah, mawaddah dan rahmah, dan untuk mewujudkan akan nilai tersebut Islam telah memberikan petunjuk dan ajarannya yang benar, dan bagi orang yang mengharapkan pernikahannya langgeng dan tercipta suasana kasih sayang maka perlu baginya mengikuti ajaran Islam tersebut, saling mengerti akan

Page 22: Agama

kewajiban suami terhadap istrinya dan sebaliknya, dan yang lebih inti lagi saling mewujudkan rasa percaya antara keduanya serta saling menasehati dalam kebaikan dan kebenaran. Sangat indah sabda Rasulullah SAW dalam mensifati rumah tangganya dengan : “rumahku adalah surgaku”. Karena perwujudan rumah tangganya yang berlandaskan ruh Islam.

Read more: http://nurhamim86.blogspot.com/2012/04/keutamaan-menikah-dalam-islam.html#ixzz28wguVvI4

Tujuan pernikahan menurut Islam yang sebenarnya adalah sebagai berikut:

1. Menjauhkan diri dari zina. Allah Taala telah mentakdirkan bahwa lelaki ada nafsu/keinginan kepada perempuan. Perempuan juga ada nafsu dengan lelaki. Hakikat ini tidak dapat ditolak. Kita tidak dapat lari dari dorongan alamiah itu. Oleh karena itu untuk menyelamatkan keadaan maka tujuan kita menikah agar jangan sampai kita melakukan zina yang terkutuk. Mestilah kita menikah agar ia tersalur secara yang halal yang memang dibenarkan oleh Allah Taala yang Maha Pengasih.

2. Mendapatkan keturunan. Daripada hubungan suami isteri itu, adalah sebagai sebab pertemuan benih kedua jenis manusia yang akan melahirkan zuriat (keturunan), anak-anak, cucu-cucu yang ingin sangat kita jaga, asuh, didik, diberi iman dan ilmu, agar menjadi hamba-hamba Allah yang berakhlak dan bertaqwa. Yang akan menyambung perjuangan Islam kita agar perjuangan Islam kita bersambung selepas kita mati. Memang setiap umat Islam yang belum rusak jiwanya sangat menginginkan generasi penerusnya.

3. Mendapatkan tenaga untuk kemajuan Islam. Dari keturunan yang kita dapatkan dari pernikahan, kita inginkan anak yang akan kita didik menjadi seorang Islam yang sejati dan anak itu adalah merupakan aset kepada kita. Anak itu sendiri pula boleh menjadi harta dan tenaga kepada Islam.

4. Aset simpanan di akhirat. Dengan pernikahan itu, jika tujuan kita mendapat anak berhasil, dan berhasil pula dididik dengan Islam dan menjadi seorang muslim yang berguna, kemudian dia akan melahirkan cucu yang juga berjaya dididik secara Islam dengan sebaik-baiknya, berapa banyak pahala yang kita dapat sambung-menyambung. Itu adalah merupakan aset simpanan kita di Akhirat kelakSabda Rasulullah SAW:Maksudnya: Apabila meninggalnya anak Adam maka terputuslah segala amalannya kecuali tiga perkara yaitu doa anak yang soleh, sedekah jariah dan ilmu yang bermanfaat. (Riwayat Muslim)

5. Mewujudkan suatu masyarakat Islam.Alangkah indahnya kalau Islam yang maha indah itu dapat menjadi budaya hidup sebagaimana yang pernah mengisi ruangan dunia ini di masa yang silam, selama tiga abad dari sejak Rasulullah SAW. Sekarang keadaan itu tinggal nostalgia saja. Yang tinggal pada hari ini hanya akidah dan ibadah. Itu pun tidak semua umat Islam mengerjakannya. Kita sangat ingin keindahan Islam itu dapat diwujudkan. Di dalam suasana keluarga pun jadilah, karena hari ini, hendak buat lebih dari itu memang amat sulit sekali. Lantaran itulah pernikahan itu amat perlu sekali karena

Page 23: Agama

hendak melahirkan masyarakat Islam kecil. Moga-moga dari situ akan muncul masyarakat Islam yang lebih besar.

6. Menghibur hati Rasulullah SAW.Seorang muslim bukan saja diperintah untuk mencari keredhaan Allah Taala tetapi diperintah juga untuk menghibur hati kekasih Allah Taala yaitu Rasulullah SAW, yang mana Rasulullah SAW sangat berbangga dengan ramainya pengikut atau umatnya di Akhirat kelak. Maka sebab itulah Rasulullah SAW menyuruh umatnya menikah.Maksudnya: Bernikahlah kamu supaya kamu berketurunan dan supaya kamu menjadi banyak, karena sesungguhnya aku akan berbangga dengan umatku yang ramai di hari Kiamat. (Riwayat Al Baihaqi) Setiap umat Islam hendaknya apa yang menjadi kesukaan Rasul-Nya itulah juga kesukaan mereka.

7. Menambah jumlah umat Islam.Kalaulah Rasulullah SAW berbangga dan bergembira dengan banyaknya umat, maka kita sepatutnya juga berbangga dengan ramainya umat Islam di dunia ini. Maka untuk memperbanyakkannya, lantaran itulah kita menikah. Jadi kita menikah itu ada bermotifkan untuk menambah jumlah umat Islam. Ada cita-cita Islam sejagat. Kita menikah itu ada cita-cita besar, bukan sekadar sebatas hendak melepaskan nafsu seks seperti cita-cita kebanyakan manusia.

8. Menyambung zuriat/keturunan.Menikah itu jangan sampai putus zuriat karena kita berbangga dapat menyambung zuriat yang menerima Islam sebagai agamanya dan dengan keturunan itulah orang kenal siapa asal-usul kita atau mereka.

9. Menghibur hamba Allah.Tujuan-tujuan lain sebagai maksud tambahan daripada pernikahan bahwa setiap lelaki dan perempuan yang menjadi pasangan suami isteri hendaklah meniatkan satu sama lain hendak memberi hiburan kepada seorang hamba Allah Ta'ala yang inginkan hiburan, karena niat menghiburkan orang mukmin itu mendapat pahala.