After Care

55
BAB I LAPORAN KASUS I.1. ANAMNESIS 1. IDENTITAS PENDERITA Nama : Sdr. AR Umur : 17 tahun Agama : Islam Pekerjaan : Pelajar Status : Belum menikah Alamat : Kupangsari RT 02/ RW 09 Ambarawa Kabupaten Semarang No.RM : 018429-2012 Tanggal masuk : 19 November 2014 Tanggal pulang : 25 November 2014 Kelompok pasien : BPJS PBI Pasien bangsal : TERATAI 2. DATA DASAR a. Keluhan utama : Demam b. Riwayat Penyakit Sekarang : 1

description

interna

Transcript of After Care

BAB ILAPORAN KASUSI.1. ANAMNESIS1. IDENTITAS PENDERITANama : Sdr. ARUmur: 17 tahunAgama: IslamPekerjaan: PelajarStatus: Belum menikahAlamat : Kupangsari RT 02/ RW 09 Ambarawa Kabupaten SemarangNo.RM: 018429-2012Tanggal masuk : 19 November 2014Tanggal pulang : 25 November 2014Kelompok pasien: BPJS PBIPasien bangsal: TERATAI

2. DATA DASAR a. Keluhan utama : Demam

b. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan demam sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam dirasakan naik turun, dan meningkat pada malam hari. Keluhan tersebut disertai dengan adanya buang air besar yang cair seperti air, warna feses berwarna kuning kecoklatan, tidak berlendir, tidak ada darah. BAB cair sudah dirasakan selama 3 hari, namun saat ini, 1 hari terakhir belum BAB lagi . Penurunan nafsu makan (+), tubuh terasa lemas (+), sakit kepala (+). Sakit kepala dirasakan seperti cekot-cekot, dan dirasakan hilang timbul. Mual (+), muntah (-). BAK berwarna seperti teh, yang dirasakan sejak 3 hari SMRS. nyeri saat BAK (-), terasa panas saat BAK (-). Gusi berdarah (-), mimisan (-).

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat dengan keluhan yang sama: DisangkalRiwayat Hipertensi: DisangkalRiwayat Diabetes Melitus : Disangkal Riwayat Asma: DisangkalRiwayat Alergi: Disangkal

d. Riwayat Penyakit pada Anggota Keluarga

Riwayat dengan keluhan yang sama: DisangkalRiwayat hipertensi : DisangkalRiwayat Asma : DisangkalRiwayat Alergi: DisangkalRiwayat Diabetes Melitus: Disangkal

e. Riwayat Sosial EkonomiPasien adalah seorang pelajar, dengan pekerjaan orang tua sebagai wiraswasta. Pasien termasuk kedalam kelompok pasien BPJS PBI.

f. Riwayat penggunaan obat Sebelumnya pasien telah berobat ke puskesmas, namun tidak ada perbaikan, dan telah mendapatkan obat berupa paracetamol dan antibiotik.

g. Riwayat kebiasaan Pasien mengaku sering jajan dikantin disekolah dan jajanan disekitar sekolah. Sebelum sakit pasien mengaku beberapa minggu terakhir, tengah sibuk dalam kegiatan ekskul disekolahnya, sehingga waktu istirahat berkurang dan sering jajan diluar.h. Anamnesis sistem1) Kepala: sakit kepala +2) Mata : Kabur -/- , gatal -/- , kuning +/+ , sekret -/-3) Hidung : Tersumbat -, keluar darah - , keluar lendir - , gatal -4) Telinga : Penurunan pendengaran -, berdenging -, keluar secret atau darah 5) Mulut : Bibir kering -, gusi mudah berdarah 6) Tenggorokan : Rasa kering dan gatal -, serak -, sukar menelan -7) Sistem respirasi : Sesak -, batuk -, dahak - , nyeri dada -, mengi 8) Kardiovaskular : Berdebar-debar - , nyeri dada -9) Gastrointestinal : Nyeri -, mual -, sebah -, cepat haus (-) nafsu makan menurun + , diare (+), BAB warna cerah -, BAB berdarah - 10) Genitourinaria : Nyeri saat bak -, panas saat bak -, sulit keluar pada awal BAK - , BAK menetes -, warna seperti teh +, nanah -, gatal 10) Ekstremitas : Lemas , nyeri sendi -, edema pitting -, kesemutan -

I.2. PEMERIKSAAN FISIKA.Keadaan UmumSakit sedang, compos mentis

B.Status giziBB 65 kg TB 170 cm BMI 22,5 kg/ m2Kesan : Status gizi normoweight

Tanda VitalTensi : 121/70 mmHgNadi : 80 x/menit, isi dan tegangan cukup, regulerFrekuensi Respirasi : 24 x/menitSuhu : 38,1 0C

C.KulitWarna sawo matang, ikterik (-), anemis (-)

D.KepalaBentuk mesocephal, rambut warna hitam

E.MataKonjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (+/+), pupil isokor dengan diameter 3 mm/3 mm, refleks cahaya (+/+)

F.MulutSianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-) pucat (-), coated tongue (+), papil lidah atrofi (-) stomatitis (-), luka pada sudut bibir (-)

G.LeherJVP tidak meningkat, trakea di tengah, simetris, pembesaran tiroid (-), pembesaran limfonodi cervical (-)

H.ThoraxBentuk normochest, simetris, retraksi intercostal (-), pernafasan torakoabdominal, sela iga melebar (-), pembesaran KGB axilla (-/-)

Jantung :

InspeksiIktus kordis tidak tampak

PalpasiIktus cordis tidak teraba

PerkusiBatas jantung kanan atas SIC II linea parasternalis dextraBatas jantung kanan bawah SIC IV linea parasternalis dextraBatas jantung kiri atas SIC II linea parasternalis sinistraBatas jantung kiri bawah SIC V linea media clavicularis sinistra

AuskultasiBunyi jantung I-II , reguler, gallop (-), bising murmur (-).

Pulmo :

InspeksiStatisNormochest, simetris

DinamisPengembangan dada kanan = kiri, sela iga tidak melebar, retraksi intercostal (-)

PalpasiPergerakan dada kanan = kiri, fremitus raba kanan = kiri

PerkusiKanan Sonor

KiriSonor

AuskultasiKananSuara dasar vesikuler (+/+), Rhonki (-)

KiriSuara dasar vesikuler (+/+), Rhonki (-)

K. Punggungkifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-)

L. Abdomen

InspeksiDinding perut simetris, venektasi (-), caput medusae (-)

AuskultasiBising usus (+) normal

PerkusiTimpani pada seluruh lapang abdomen

PalpasiNyeri tekan (-), teraba pembesaran hepar 3cm dibawah arcus costae, permukaan rata, konsistensi lunak, tepi tumpul, dan tidak terdapat nyeri tekan pada hepar.

M.Genitourinariasekret (-), radang (-)

N.Ekstremitas

Superior dekstraPitting edema (-), spoon nail (-), kuku pucat (-), clubing finger (-), palmar eritema (-), palmar ikterik (-)

Superior sinistraPitting edema (-) spoon nail (-), kuku pucat (-), clubing finger (-), palmar eritema (-), palmar ikterik (-)

Inferior dekstraPitting edema (-), spoon nail (-) kuku pucat (-), clubing finger (-), nyeri genu (-), oedem genu (-), plantar pedis ikterik (-)

Inferior SinistraPitting edema (-), spoon nail (-) kuku pucat (-), clubing finger (-), nyeri genu (-), oedem genu (-), plantar pedis ikterik (-)

1.3. RESUME Pasien datang dengan keluhan demam yang dirasakan sejak 5 hari SMRS. Demam dirasakan naik turun, suhu meningkat pada malam hari. Demam disertai dengan adanya diare yang dirasakan selama 3 hari, namun 1 hari terakhir telah berhenti. Feses berwarna kuning kecoklatan, tidak berlendir, dan tidak berdarah. Penurunan nafsu makan (+), tubuh terasa lemas (+), sakit kepala (+), mual (+). BAK berwarna seperti teh, yang dirasakan sejak 3 hari SMRS.Pemeriksaan fisik ditemukan Tensi : 120/70 mmHg, Nadi : 80 x/menit, isi dan tegangan cukup, reguler, Frekuensi Respirasi : 24 x/menit, Suhu : 38,1 0C. Sklera mata ikterik +/+, coated tounge (+). Pada palpasi abdomen ditemukan pembesaran hepar 3cm dibawah arcus costae, permukaan rata, konsistensi lunak, tepi tumpul, dan tidak terdapat nyeri tekan pada hepar.I.4. ASSESSMENTObservasi febris hari ke-5 dd/ suspek demam tifoid; DHFSuspek hepatitis akut dd/ hepatitis tifosa; hepatitis virus; hepatitis drug inducedI.5. PLANNING Darah rutinFeses rutinUji WidalAnti salmonella IgMAnti dengue IgM dan IgGSGOT dan SGPTIgM anti HAV, HbsAg, anti HCVI.6. TERAPINon farmakologi Bed rest absolut Menjaga hygiene diri dan makanan Diet lunakFarmakologi Infus RL 20 tpm Injeksi Ceftriaxone 3x1 Paracetamol 500 mg 3x1 Curcuma 2x1I.7. PENELUSURAN (FOLLOW UP) tanggal 20 November 25 November 2014TanggalSubjectObjectAssessmentPlanning

20-11-2014Demam (+), suhu meningkat pada malam hari, pusing (+), mual (+), muntah (-), BAK berwarna seperti teh, BAB normal, gusi berdarah (-), mimisan (-). TD: 110/80 mmHg, N: 66x/mnt, RR: 17x/mnt, S: 40,1C Kepala/Leher: Sklera ikterik +/+, lidah kotor (+) Thorax : cor : BJ I-II regulerpulmo: SDV +/+, suara tambahan (-) Abd : BU (+), Nyeri tekan (-), teraba pembesaran hepar 3cm dibawah arcus costae, permukaan rata, konsistensi lunak, tepi tumpul, dan tidak terdapat nyeri tekan pada hepar. Ekstremitas: ptekie (-) Pemeriksaan darah rutin: Eosinofil 0,0 (menurun), SGOT 43 (meningkat), SGPT 61 (meningkat), Anti Dengue IgM dan IgG (-) Observasi febris hari ke-6 dd/ suspek demam tifoid Hepatitis akut dd/ suspek hepatitis tifosa, hepatitis virus, hepatitis drug induced Infus RL 20 tpm Injeksi Ceftriaxone 3x1 Paracetamol 500 mg 3x1 Curcuma 2x1

Rencana pemeriksaan: anti salmonella IgM

21-11-2014Demam (+), suhu meningkat pada malam hari, pusing (+), mual (+), muntah (-), BAK berwarna seperti teh, BAB normal, gusi berdarah (-), mimisan (-). TD: 130/100 mmHg, N: 66 x/mnt, RR: 20x/mnt, S: 39C Kepala/Leher: Sklera ikterik +/+, lidah kotor (+) Thorax : cor : BJ I-II regulerpulmo: SDV +/+, suara tambahan (-) Abd : BU (+), Nyeri tekan (-), teraba pembesaran hepar 3cm dibawah arcus costae, permukaan rata, konsistensi lunak, tepi tumpul, dan tidak terdapat nyeri tekan pada hepar. Ekstremitas: ptekie (-) Observasi febris hari ke-6 dd/ suspek demam tifoid Hepatitis akut dd/ suspek hepatitis tifosa, hepatitis virus, hepatitis drug induced

Infus RL 20 tpm Injeksi Ceftriaxone 3x1 Paracetamol 500 mg 3x1 Curcuma 2x1

Rencana pemeriksaan: anti salmonella IgM

22-11-2014Demam (+), suhu meningkat pada malam hari, pusing (+), mual (+), muntah (-), BAK dan BAB normal, gusi berdarah (-), mimisan (-). TD: 110/70 mmHg, N: 66 x/mnt, RR: 24x/mnt, S: 38,6 C Kepala/Leher: Sklera ikterik +/+ minimal, lidah kotor (+) Thorax : cor : BJ I-II regulerpulmo: SDV +/+, suara tambahan (-) Abd : BU (+), Nyeri tekan (-), teraba pembesaran hepar 3cm dibawah arcus costae, permukaan rata, konsistensi lunak, tepi tumpul, dan tidak terdapat nyeri tekan pada hepar. Ekstremitas: ptekie (-) Pemeriksaan serologi: Anti Salmonella IgM: 4 (positif lemah).

Demam tifoid Hepatitis akut dd/ suspek hepatitis tifosa, hepatitis virus, hepatitis drug induced

Infus RL 20 tpm Injeksi Ceftriaxone 3x1 Paracetamol 500 mg 3x1 Curcuma 2x1

23-11-2014Demam (+), suhu meningkat pada malam hari, pusing (+), mual (+), muntah (-), BAK dan BAB normal, gusi berdarah (-), mimisan (-). TD: 130/90 mmHg, N: 66 x/mnt, RR: 24x/mnt, S: 38,4 C Kepala/Leher: Sklera ikterik +/+ minimal, lidah kotor (+) Thorax : cor : BJ I-II regulerpulmo: SDV +/+, suara tambahan (-) Abd : BU (+), Nyeri tekan (-), teraba pembesaran hepar 3cm dibawah arcus costae, permukaan rata, konsistensi lunak, tepi tumpul, dan tidak terdapat nyeri tekan pada hepar. Ekstremitas: ptekie (-) Demam tifoid Suspek Hepatitis akut dd/ suspek hepatitis tifosa, hepatitis virus, hepatitis drug induced

Infus RL 20 tpm Injeksi Ceftriaxone 3x1 Paracetamol 500 mg 3x1 Curcuma 2x1

24-11-2014Demam (-) sejak semalam, pusing (+), mual dan muntah (-), BAK dan BAB normal. TD: 110/60 mmHg, N: 103 x/mnt, RR: 24x/mnt, S: 35,6 C Kepala/Leher: Sklera ikterik +/+ minimal, lidah kotor (+) Thorax : cor : BJ I-II regulerpulmo: SDV +/+, suara tambahan (-) Abd : BU (+), Nyeri tekan (-), teraba pembesaran hepar 3cm dibawah arcus costae, permukaan rata, konsistensi lunak, tepi tumpul, dan tidak terdapat nyeri tekan pada hepar. Ekstremitas: ptekie (-) Demam tifoid Suspek Hepatitis dd/ hepatitis tifosa, hepatitis virus, hepatitis drug induced

Infus RL 20 tpm Injeksi Ceftriaxone 3x1 Paracetamol 500 mg 3x1 Curcuma 2x1

25-11-2014Demam (-) sejak 1 hari yang lalu, pusing (-), mual dan muntah (-), BAK dan BAB normal. TD: 110/60 mmHg, N: 103 x/mnt, RR: 24x/mnt, S: 35,6 C Kepala/Leher: Sklera ikterik +/+ minimal Thorax : cor : BJ I-II regulerpulmo: SDV +/+, suara tambahan (-) Abd : BU (+), Nyeri tekan (-), teraba pembesaran hepar 3cm dibawah arcus costae, permukaan rata, konsistensi lunak, tepi tumpul, dan tidak terdapat nyeri tekan pada hepar. Ekstremitas: ptekie (-) Demam tifoid Hepatitis akut dd/ suspek hepatitis tifosa, hepatitis virus, hepatitis drug induced

Infus RL 20 tpm Injeksi Ceftriaxone 3x1 Paracetamol 500 mg 3x1 Curcuma 2x1

1.8. PEMERIKSAAN PENUNJANGa. Pemeriksaan Darah Rutin (tanggal 20-11-2014)PemeriksaanHasilNilai RujukanSatuan

Darah rutin

Hemoglobin14.413.5 17.5g/dl

Lekosit7,04 - 10Ribu

Eritrosit4.635 6Juta

Hematokrit42.137 - 45%

Trombosit 207150 - 400Ribu

MCV90.982 - 98Mikro m3

MCH31.1>= 27Pg

MCHC34.232 - 36g/dl

RDW12.510 -16%

MPV7.87 - 11Mikro m3

Limfosit2.31.0 4.510^3/mikroL

Monosit0.80.4 3.110^3/mikroL

Eosinofil 0.00.04-0.810^3/mikroL

Basofil0.00 - 0.210^3/mikroL

Neutrofil3.91.8 -7.510^3/mikroL

Limfosit %32.825 40%

Monosit %11.0 (H)2 8%

Eosinofil %0.6 (L)2-4%

Basofil %0.50 -1%

Neutrofil%55.150-70%

PCT0.1620.2 0.5%

PDW13.210 - 18%

b. Pemeriksaan Kimia Klinik dan Serologi (tanggal 20-11-2014 dan 22-11-2014)PemeriksaanHasilNilai RujukanSatuan

Kimia Klinik

SGOT43 (H)U/L

SGPT61 (H)IU/L

Serologi

Anti Dengue IgGNEGATIF-

Anti Dengue IgMNEGATIF-

Anti Salmonella IgM42 : negatif3 : boderline4-5 : positif lemah6 : positif kuat-

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

II.1. Demam TifoidII.1.1. Definisi Demam TifoidDemam tifoid (tifus abdominalis, enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.

II.1.2. Epidemiologi Demam TifoidDemam tifoid terjadi di seluruh dunia, terutama di negara-negara berkembang dengan kondisi sanitasi yang buruk. Demam tifoid endemik di Asia, Afrika, Amerika Latin, Karibia, dan Oceania, dan 80% kasus berasal dari Bangladesh, China, India, Indonesia, Laos, Nepal, Pakistan, atau Vietnam. Demam tifoid menginfeksi sekitar 21,6 juta orang (kejadian 3,6 per 1.000 penduduk) dan membunuh sekitar 200.000 orang setiap tahun.Kebanyakan kasus-kasus demam tifoid dilaporkan melibatkan anak-anak usia sekolah dan dewasa muda. Presentasi dalam kelompok usia ini mungkin atipikal, mulai dari penyakit demam ringan sampai kejang berat, dan infeksi typhi S mungkin tidak dikenali.54% kasus demam tifoid di Amerika Serikat dilaporkan antara tahun 1999 dan 2006 terjadi pada laki-laki.

II.1.3. Etiologi Demam TifoidDemam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi (S. typhi) atau Salmonella paratyphi dari Genus Salmonella. Bakteri ini termasuk basil gram negatif, berflagel, dan tidak berspora. Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di dalam air, es, sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu 60 oC) selama 15 20 menit, pasteurisasi, pendidihan dan khlorinisasi. S. typhi memiliki 3 macam antigen yaitu antigen O (somatik berupa kompleks polisakarida), antigen H (flagel), dan antigen Vi. Dalam serum penderita demam tifoid akan terbentuk antibodi terhadap ketiga macam antigen tersebut disebut aglutinin.1. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh kuman. Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap formaldehid.2. Antigen H (Antigen Flagella), yang terletak pada flagella, fimbriae atau pili dari kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol.3. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat melindungi kuman terhadap fagositosis.

II.1.5. Faktor Yang Mempengaruhi Penularan Demam Tifoida. Faktor HostManusia adalah sebagai reservoir bagi kuman Salmonella thypi. Terjadinya penularan Salmonella thypi sebagian besar melalui makanan/minuman yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau carrier yang biasanya keluar bersama dengan tinja atau urine. Dapat juga terjadi trasmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang berada dalam bakterimia kepada bayinya.b. Faktor AgentDemam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi. Jumlah kuman yang dapat menimbulkan infeksi adalah sebanyak 105 109 kuman yang tertelan melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. Semakin besar jumlah Salmonella thypi yang tertelan, maka semakin pendek masa inkubasi penyakit demam tifoid.c. Faktor EnvironmentDemam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai secara luas di daerah tropis terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai dengan standar hygiene dan sanitasi yang rendah. Beberapa hal yang mempercepat terjadinya penyebaran demam tifoid adalah urbanisasi, kepadatan penduduk, sumber air minum dan standart hygiene industri pengolahan makanan yang masih rendah.

II.1.4. Patogenesis Demam TifoidSalmonella typhi dan Salmonella paratyphi masuk kedalam tubuh manusia melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa IgA usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel terutama sel M dan selanjutnya ke lamina propia. Imunulogi. Humoral lokal, di usus diproduksi IgA sekretorik yang berfungsi mencegah melekatnya salmonella pada mukosa usus. Sementara humoral sistemik, diproduksi IgM dan IgG untuk memudahkan fagositosis Salmonella oleh makrofag. Seluler berfungsi untuk membunuh Salmonalla intraseluler.Di lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plaque Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi yang mengakibatkan bakterimia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik, seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala dan sakit perut.Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermiten ke dalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi kedalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama berulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi ssistemik.Dalam plak Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia jaringan (S. typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, hiperplasia jaringan, dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plak Peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di dinding usus. Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi.Kekambuhan dapat terjadi bila kuman masih menetap dalam organ-organ sistem retikuloendotelial dan berkesempatan untuk berproliferasi kembali. Menetapnya Salmonelladalam tubuh manusia diistilahkan sebagai pembawa kuman atau carrier.

II.1.5. Gambaran KlinisMasa inkubasi demam tifoid antara 10 14 hari. Setelah masa inkubasi maka ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat. Pada minggu 1 dapat terjadi demam (suhu berkisar 39-400C), nyeri kepala, pusing, nteri otot, anoreksia, mual muntah, konstipasi, diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epiktasis. Minggu 2 gejala menjadi lebih jelas, demam, bradikardi relatif (adalah peningkatan suhu 1oC tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 x/menit), lidah khas berwarna putih, hepatomegali, splenomegali, gangguan kesadaran.a. DemamPada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris remiten dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsurangsur meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, penderita terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu tubuh beraangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.b. Gangguan pada saluran cernaPada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecah-pecah (ragaden) . Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya didapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare.c. Gangguan kesadaranUmumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam, yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah.

II.1.6. Diagnosis Demam TifoidDiagnosis dini demam tifoid dan pemberian terapi yang tepat bermanfaat untuk mendapatkan hasil yang cepat dan optimal sehingga dapat mencegah terjadinya komplikasi.2Pengetahuan mengenai gambaran klinis penyakit sangat penting untuk membantu mendeteksi dini penyakit ini.8 Pada kasus-kasus tertentu, dibutuhkan pemeriksaan tambahan dari laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis. Diagnosis pasti demam tifoid berdasarkan pemeriksaan laboratorium didasarkan pada 3 prinsip, yaitu: Isolasi bakteri, deteksi antigen mikroba, titrasi antibodi terhadap organisme penyebab.a. Diagnosis klinikDiagnosis klinis penyakit ini sering tidak tepat, karena gejala klinis yang khas pada demam tifoid tidak ditemukan atau gejala yang sama dapat juga ditemukan pada penyakit lain. Diagnosis klinis demam tifoid sering kali terlewatkan karena pada penyakit dengan demam beberapa hari tidak diperkirakan kemungkinan diagnosis demam tifoid. b. Pemeriksaan Laboratorium1. Pemeriksaan rutin Hematologi Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan usus atau perforasi. Hitung leukosit sering rendah (leukopenia), tetapi dapat pula normal atau tinggi. Hitung jenis leukosit: sering neutropenia dengan limfositosis relatif. LED ( Laju Endap Darah ) : Meningkat Jumlah trombosit normal atau menurun (trombositopenia). Urinalis Protein: bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam) Leukosit dan eritrosit normal; bila meningkat kemungkinan terjadi penyulit. Kimia KlinikEnzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran peradangan sampai hepatitis akut, tetapi akan kembali normal setelah sembuh.2. Imunologi Uji WidalUji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella typhi terdapat dalam serum penderita demam tifoid, pada orang yang pernah tertular Salmonella typhi dan pada orang yang pernah mendapatkan vaksin demam tifoid. Antigen yang digunakan pada uij Widal adlah suspensi Salmonella typhi yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita yang diduga menderita demam tifoid.Dari ketiga aglutinin (aglutinin O, H, dan Vi), hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosis. Semakin tinggi titer aglutininnya, semakin besar pula kemungkinan didiagnosis sebagai penderita demam tifoid. Pada infeksi yang aktif, titer aglutinin akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan selang waktu paling sedikit 5 hari. Peningkatan titer aglutinin empat kali lipat selama 2 sampai 3 minggu memastikan diagnosis demam tifoid.Biasanya pembentukan aglutinin mulai dijumpai pada hari 6-8 dan antibodi terhadap antigen H dijumpai pada hari 10-12 setelah sakit. Pada orang yang telah sembuh, antibodi O masih tetap dapat dijumpai setelah 4-6 bulan dan antibodi H setelah 10-12 bulan. Karena itu, Widal bukanlah pemeriksaan untuk menentukan kesembuhan penyakit.Interpretasi hasil uji Widal adalah sebagai berikut :a) Titer O yang tinggi ( > 160) menunjukkan adanya infeksi akutb) Titer H yang tinggi ( > 160) menunjukkan telah mendapat imunisasi atau pernah menderita infeksic) Titer antibodi yang tinggi terhadap antigen Vi terjadi pada carrier.Hasil uji ini dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dapat memberikan hasil positif palsu atau negatif palsu. Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh faktor-faktor, antara lain pernah mendapatkan vaksinasi, reaksi silang dengan spesies lain (Enterobacteriaceae sp), reaksi anamnestik (pernah sakit), dan adanya faktor rheumatoid (RF). Hasil negatif palsu dapat disebabkan oleh karena antara lain penderita sudah mendapatkan terapi antibiotika, waktu pengambilan darah kurang dari 1 minggu sakit, keadaan umum pasien yang buruk, dan adanya penyakit imunologik lain. Uji TUBEXUji tubex merupakan uji aglutinasi kompetitif semi kuantitatif kolometrik yang. Pada intinya mendeteksi adanya antibodi anti-S typhi O9 pada serum pasien, dengan cara menghambat ikatan antara IgM anti-O9 yang terkonjugasi pada partikel latex yang berwarna dengan lipopolisakarida S.typhi yang terkonjugasi pada partikel magnetik latex. Jika hasil uji tubex positif maka menunjukkan terdapat infeksi Salmonella serogroup D walaupun tidak secara spesifik menunjukkan pada S. typhi., sedangkan jika hasil uji tubex negatif kemungkinan menunjukkan terdapat infeksi oleh S.paratyphi atau penyakit lain.Deteksi terhadap anti O9 dapat dilakukan lebih dini, yaitu pada hari ke 4-5 untuk infeksi primer dan hari ke 2-3 untuk infeksi sekunder. Perlu diketahui bahwa uji Tubex hanya dapat mendeteksi IgM dan tidak dapat mendeteksi IgG sehingga tidak dapat dipergunakan sebagai modalitas untuk mendeteksi infeksi lampau.Interpretasi hasil Tubex adalah sebagai berikut:

SkorInterpretasi

< 2 NegatifTidak menunjuk infeksi tifoid aktif

3 BorderlinePengukuran tidak disimpulkan. Ulangi pengujian, bila masih meragukan lakukan pengulangan beberapa hari kemudian.

4-5Positif lemahMenunjukkan infeksi tifoid aktif

6positif kuatIndikasi kuat infeksi tifoid

Elisa Salmonella typhi/ paratyphi lgG dan lgMPemeriksaan ini merupakan uji imunologik yang lebih baru, yangdianggap lebih sensitif dan spesifik dibandingkan uji Widal untuk mendeteksi demam Tifoid/ Paratifoid. Sebagai tes cepat (Rapid Test) hasilnya juga dapat segera di ketahui. Diagnosis Demam Typhoid/ Paratyphoid dinyatakan 1/ bila lgM positif menandakan infeksi akut; 2/ jika lgG positif menandakan pernah kontak/ pernah terinfeksi/ reinfeksi/ daerah endemik.

3. Mikrobiologi Kultur (Gall culture/ Biakan empedu)Uji ini merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan Demam Typhoid/ paratyphoid. Interpretasi hasil: jika hasil positif maka diagnosis pasti untuk Demam Tifoid/ Paratifoid. Sebalikanya jika hasil negatif, belum tentu bukan Demam Tifoid/ Paratifoid, karena hasil biakan negatif palsu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu antara lain jumlah darah terlalu sedikit kurang dari 2mL), darah tidak segera dimasukan ke dalam medial Gall (darah dibiarkan membeku dalam spuit sehingga kuman terperangkap di dalam bekuan), saat pengambilan darah masih dalam minggu- 1 sakit, sudah mendapatkan terapi antibiotika, dan sudah mendapat vaksinasi. Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena perlu waktu untuk pertumbuhan kuman (biasanya positif antara 2-7hari, bila belum ada pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7 hari). Pilihan bahan spesimen yang digunakan pada awal sakit adalah darah, kemudian untuk stadium lanjut/ carrier digunakan urin dan tinja.

II.1.7. Tatalaksana Demam TifoidTerapi pada demam tifoid adalah untuk mencapai keadaan bebas demam dan gejala, mencegah komplikasi, dan menghindari kematian. Yang juga tidak kalah penting adalah eradikasi total bakeri untuk mencegah kekambuhan dan keadaan carrier. 1. Tirah BaringTitah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk mencegah komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat tidur, seperti makan, minum, mandi, buang air kecil dan buang air besar akan membantu dan mempercepat masa penyembuhan. Dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian, dan perlengkapan yang dipakai. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus. Mobilisasi pesien harus dilakukan secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.Pasien dengan kesadaran menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus. Defekasi dan buang air kecil harus diperhatikan karena kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi air kemih.

2. Managemen NutrisiPenderita penyakit demam Tifoid selama menjalani perawatan haruslah mengikuti petunjuk diet yang dianjurkan oleh dokter untuk di konsumsi, antara lain : Makanan yang cukup cairan, kalori, vitamin & protein. Tidak mengandung banyak serat. Tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas. Makanan lunak diberikan selama istirahat.Makanan dengan rendah serat dan rendah sisa bertujuan untuk memberikan makanan sesuai kebutuhan gizi yang sedikit mungkin meninggalkan sisa sehingga dapat membatasi volume feses, dan tidak merangsang saluran cerna. Pemberian bubur saring, juga ditujukan untuk menghindari terjadinya komplikasi perdarahan saluran cerna atau perforasi usus.Untuk kembali ke makanan "normal", lakukan secara bertahap bersamaan dengan mobilisasi. Misalnya hari pertama dan kedua makanan lunak, hari ke-3 makanan biasa, dan seterusnya.

3. MedikamentosaPengobatan simtomatik diberikan untuk menekan gejala-gejala simtomatik yang dijumpai seperti demam, diare, sembelit, mual, muntah, dan meteorismus. Sembelit bila lebih dari 3 hari perlu dibantu dengan paraffin atau lavase dengan glistering. Obat bentuk laksan ataupun enema tidak dianjurkan karena dapat memberikan akibat perdarahan maupun perforasi intestinal.Pengobatan suportif dimaksudkan untuk memperbaiki keadaan penderita, misalnya pemberian cairan, elektrolit, bila terjadi gangguan keseimbangan cairan, vitamin, dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh dan kortikosteroid untuk mempercepat penurunan demam.a. AntibiotikPemberian antimikroba dengan tujuan menghentikan dan mencegah penyebaran kuman.1. KloramfenikolDi era pre-antibiotik, angka mortalitas dari demam tifoid masih tinggi sekitar 15%. Terapi dengan kloramfenikol diperkenalkan pada 1948, mengubah perjalanan penyakit, menurunkan angka mortalitas hingga 30,6 umol/l; peningkatan SGOT/SGPT, penurunan indeks PT), kelainan histopatologi. Pembengkakan hati ringan sampai sedang dijumpai pada 50% kasus dengan demam tifoid dan lebih banyak dijumpai karena S.typhi daripada S.paratyphi. untuk membedakan apakah hepatitis ini oleh karena tifoid, virus, malaria, atau amuba maka perlu diperhatikan kelainan fisik, parameter laboratorium, dan bila perlu histopatologik hatti. Pada demam tifoid kenaikan enzim transaminase tidak relevan dengan kenaikan serum bilirubin (untuk membedakan dengan hepatitis oleh karena virus). Hepatitis tifosa dapat terjadi pada pasien dengan malnutrisi dan sistem imun yang kurang. Meskipun sangat jarang, komplikasi hepatoensefalopati dapat terjadi.

Pankreatitis tifosaMerupakan komplikasi yang jarang terjadi pada demam tifoid. Pankreatitis sendiri dapat disebabkan oleh mediator proinflamasi, virus, bakteri, cacing, maupun zat-zat farmakologi. Pemeriksaan enzim amilase dan lipase serta USG/CT scan dapat membantu diagnosis penyakit ini dengan akurat. Penatalaksanaan pankreatitis tifosa sama seperti penanganan pankreatitis pada umumnya; antibiotik yang diberikan adalah antibiotik intravena seperti ceftriakson atau quinolon.

MiokarditiMiokarditis terjadi pada 1-5% penderita demam tifoid sedangkan kelainan elektrokardiografi (EKG) dapat terjadi pada 10-15% penderita. Pasien dengan miokarditis biasanya tanpa gejala kardiovaskuler atau dapat berupa keluhan sakit dada, gagal jantung kongestif, aritmia, atau syok kardiogenik. Sedangkan perikarditis sangat jarang terjadi. Perubahan EKG yang menetap disertai aritmia mempunyai prognosis yang buruk. Kelainan ini disebabkan kerusakan miokardium oleh kuman S.typhi dan miokarditis sering sebagai penyebab kematian. Biasanya pada pasien yang sakit berat, keadaan akut dan fulminan.

Manifestasi neuropsikiatrik/tifoid toksikManifestasi neuropsikiatrik dapat berupa delirium dengan atau tanpa kejang, semi-koma atau koma, parkinson rigidity/transient parkinsonism, sindroma otak akut, mioklonus generalisata, meningismus, skizofrenia sitotoksik, mania akut, hipomania, ensefalomielitis, meningitis, polineuritis perifer, sindroma Guillen-Bare, dan psikosis. Terkadang gejala demam tifoid diikuti suatu sindrom klinis berupa gangguan atau penurunan kesadaran akut (kesadaran berkabut, aatis, delirium, somnolen, sopor atau koma) dengan atau tanpa disertai kelainan neurologis lainnya dan dalam pemeriksaancairan otak masih dalam batas normal. Sindrom klinik seperti ini oleh beberapa peneliti disebut sebagai tifoid toksik, sedangkan penulis lainnya menyebutkan dengan demam tifoid berat, demam tifoid ensefalopati, atau demam tifoid dengan toksemia. Diduga faktor-faktor sosial ekonomi yang buruk, tingkat pendidikan yang rendah, ras, kebangsaan, iklim, nutrisi, kebudayaan dan kepercayaan (adat) yang masih terbelakang ikut mempermudah terjadinya hal tersebut dan akibatnya meningkatkan angka kematian. Semua kasus tifoid toksik, atas pertimbangan klinis sebagai demam tifoid berat, langsung diberikan pengobatan kombinasi kloramfenikol 4 x 400 mg ditambah ampisilin 4 x 1 gram dan deksametason 3 x 5 mg.

BAB IIIAFTER CARE PATIENT

III.1. Definisi After Care Patient (ACP)After Care Patient (ACP) adalah pelayanan rumah sakit untuk memberikan pelayanan yang terintegritas dengan meninjau ke lingkungan demi menjamin kesembuhan pasien dengan melihat permasalahan yang ada pada pasien dan mengidentifikasi secara fungsi dalam anggota keluarga serta memberikan edukasi kepada pasien agar dapat belajar hidup sehat.III.2. Tujuan After Care Patient (ACP)Tujuan untuk dilakukan after care patient selain untuk melihat perkembangan pasien dalam pengelolaan pengobatan pasien dan kesembuhan pasien. Peneliti bertujuan untuk memberikan edukasi pada pasien ini berupa :1. Mengedukasi pasien agar istirahat yang cukup2. Mengedukasi pasien agar makan makanan yang bergizi dan bernutrisi3. Mengedukasi pasien agar pasien menjalankan jadwal makan yang teratur4. Mengedukasi pasien agar berhenti merokok dan konsumsi alkoholIII.3. Permasalahan PasienIII.3.1. Identifikasi Fungsi-Fungsi Keluarga a. Fungsi Biologis dan ReproduksiDari hasil wawancara didapatkan informasi bahwa saat ini semua anggota keluarga sehat kecuali pasien. Anggota keluarga lain tidak memiliki riwayat penyakit khusus. Pasien adalah seorang laki-laki berusia 17 tahun dan belum menikah. Saat ini pasien tinggal bersama orang tua dan kedua adiknya.b. Fungsi PsikologisPasien tinggal bersama orang tua dan kedua adik pasien. Kedua orang tua bekerja, ibunya bekerja sebagai pembantu rumah tangga, sementara ayahnya bekerja sebagai buruh pabrik. Kontak pasien dengan ayah dan ibunya cukup baik.

c. Fungsi PendidikanPasien masih bersekolah pada tingkat SMA.

d. Fungsi SosialPasien tinggal di kawasan perkampungan yang padat penduduk. Pergaulan umumnya berasal dari kalangan menengah kebawah dan hubungan sosial dengan warga cukup erat. Pasien cukup sering berinteraksi dengan anak-anak seumurnya di sekitar lingkungan rumah.Di sekolah pasien aktif mengikuti kegiatan ekstrakulikuler dan dapat bergaul dengan baik dengan teman-teman di sekolahnya.e. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan KebutuhanSumber penghasilan orang tua didapatkan dari penghasilan ayah dan ibunya. Penghasilan per bulan orang tua pasien tidak menentu, rata-rata sekitar Rp 1.000.000 - Rp 1.500.000 per bulan. Penghasilan tersebut digunakan untuk pemenuhan kebutuhan primer dan sekunder pasien beserta kedua adiknya. Untuk pengaturan penghasilan keluarga dilakukan oleh ibu pasien. Biaya pelayanan kesehatan untuk keluarga pasien dapatkan dari BPJS PBI.f. Fungsi ReligiusAgama yang dianut pasien adalah Islam. Kegiatan ibadah seluruh anggota keluarga rutin dilakukan setiap hari, ajaran ilmu agama kepada seluruh keluarga pasien terlihat baik. III.3.2. Pola Konsumsi Makan Pasien dan KeluargaFrekuensi makan pasien dan keluarga biasanya 3x sehari dengan jadwal yang tidak teratur. Pasien sangat sering jajan di luar, terutama di sekolah dibandingkan makan masakan rumah. Terkadang pasien lebih memilih untuk jajan di dekat sekolah dibandingkan membawa bekal dari rumah. Pasien mengakui bahwa jajanan sekolah dan seitar sekolah kurang higienis. Pasien jarang mengkonsumsi sayur, buah dan susu sebagai gizi tambahan, karena pasien tidak terlalu menyukai makanan-makanan tersebut.III.3.3. Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan a. Faktor PerilakuPasien kurang menyadari tentang perilaku hidup bersih dan sehat serta tidak mengetahui apapun tentang penyakit yang dideritanya sebelum mendapat penjelasan dari dokter maupun tenaga kesehatan lain yang ikut serta merawat pasien. Pasien memiliki kebiasaan jajan makanan ataupun minuman di luar yang kehigienisannya kurang, Pasien tidak cukup sering melakukan olahraga secara rutin, dan aktif mengikuti kegiatan estkstrakulikuler. Pasien juga mengaku waktu istirahat tidak teratur, ditambah lagi beberapa minggu yang lalu pasien juga mengaku kurang istirahat karena rutin latihan untuk persiapan lomba ekstrakulikuler di sekolahnya. Jika ada anggota keluarga yang sakit, pasien dan keluarga langsung berobat ke rumah sakit Pendanaan kesehatan melalui biaya BPJS PBI.b. Faktor Non PerilakuSarana kesehatan di sekitar rumah cukup dekat. Rumah sakit dapat ditempuh dengan angkutan umum. III.3.4. Identifikasi Lingkungan RumahPasien tinggal di kawasan pemukiman penduduk yang padat penduduk. Pasien tinggal bersama orang tua dan kedua adik pasien. Kawasan perumahan pasien merupakan kawasan perkampungan biasa. Rumah pasien terbuat dari tembok dengan lantai ubin dan atap genteng. Memiliki dua kamar tidur, satu ruang tamu, dapur dan kamar mandi. Rumah tersebut termasuk dalam kategori rumah yang cukup sehat. Pencahayan dan ventilasi relatif cukup karena sebagian besar ruangan memiliki jendela sehingga rumah terasa tidak lembab. Kebersihan dan kerapian rumah relatif kurang. Banyak peralatan rumah tangga yang diletakkan di sembarang tempat dan menumpuk sehingga memungkinkan untuk terbentuknya sarang nyamuk dan debu.Sumber air minum, air untuk mencuci dan masak didapat dari air sumur timba. Dapur terlihat kotor dan berantakan. Di dalam kamar mandi terdapat sebuah jamban jongkok dan bak mandi. Bak mandi terlihat agak kotor dan banyak genangan sehingga memungkinkan nyamuk untuk tumbuh dan berkembang biak. Saluran air dialirkan ke got depan rumah yang mengalir, air dan kotoran dari jamban ditampung di septic tank.

III.3.5. Diagnosis Fungsi-Fungsi Keluargaa. Fungsi BiologisPasien laki-laki usia 17 tahun menderita Thypoid Fever dengan keluhan demam sejak 5 hari dan dirasakan naik turun, disertai dengan adanya sakit kepala, penurunan nafsu makan, dan BAK yang berwarna seperti teh.b. Fungsi PsikologisHubungan pasien dengan keluarga dan tetangga serta teman-teman di sekolahnya cukup baik.c. Fungsi sosial dan budayaDapat bersosialisasi terhadap lingkungan sekitar dengan baik.d. Fungsi ekonomi dan pemenuhan kebutuhanPerekonomian pasien cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.e. Fungsi penguasaan masalah dan kemampuan beradaptasiMasalah yang berhubungan dalam keluarga dibicarakan dengan secara musyawarah.f. Faktor perilaku1. Pasien memiliki kebiasaan makan tidak teratur dengan gizi tidak seimbang.2. Pasien memiliki kebiasaan jajan sembarangan di luar terutama di sekolah yang kehigienisannya kurang terjaga dan jarang sekali makan masakan rumah.3. Setiap harinya aktivitas pasien lebih banyak di luar rumah, yaitu bersekolah, mengikuti kegiatan ekstrakulikuler, dan bermain bersama dengan teman-temannya sehingga sedikit waktu istirahat di rumah dan makan menjadi tidak teratur serta membuat pasien sering jajan sembarangan.4. Pasien tidak memiliki kebiasaan berolahraga.5. Keadaan rumah yang kurang kebersihannya, memungkinkan mudahnya mikroorganisme kembang dalam rumahg. Faktor nonperilakuSarana pelayanan kesehatan dekat dari rumah.

III.6. Diagram Realita yang Ada Pada Keluarga

LingkunganKebersihan dan kerapian rumah kurang

Derajat kesehatanSdr. ARPenderitaDHF dan Thypoid Fever

YankesPelayanan kesehatan terjangkauGenetik -

PerilakuPenderita memiliki kebiasaan makan tidak teratur.Pasien makan makanan dengan gizi tidak seimbangPasien memiliki kebiasaan jajan sembarangan yang kehigienisannya kurangPasien jarang berolah raga rutinPasien kurang istirahat

III.3.7. Risiko, Permasalahan dan Rencana Pembinaan Kesehatan KeluargaRisiko dan Masalah KesehatanRencana PembinaanSasaran

Thypoid FeverEdukasi dan konseling tentang Thypoid Fever, pola istirahat yang baik dan jenis makanan yang baik dikonsumsi serta dampak berkepanjangan dari kebiasaan jajan sembarangan.Keluarga dan Pasien

III.3.8. PembinaanTanggalKegiatanHasil Kegiatan

27 November 2014Penyuluhan tentang Thypoid Fever mulai dari penyebab, tanda dan gejala serta pencegahan dan pengobatannya.Pengetahuan tentang Thypoid Fever meningkat.

27 November 2014Memantau perkembangan intervensi yang telah diberikan kepada pasien.Pasien mulai menjalani pola hidup sehat.

III.3.9. Hasil KegiatanTanggalSubjektifObjektifAssesmentPlanning

27/11/14

Badan terasa lemas (+)TD: 120/80 mmHg, N: 80x/min, RR: 20 x/min, S: 36.5 oC.Thypoid Fever Edukasi: istirahat yang cukup, Jadwal makan dan variasi jenis makanan bergizi seimbang serta berhenti jajan sembarangan Kontrol jika mengalami keluhan

28/07/13Lemas (+)TD: 120/70 mmHg, N: 80x/min, RR: 20 x/min, S: 36.5 oC.

- Edukasi: Jadwal makan dan variasi jenis makanan bergizi seimbang serta berhenti jajan sembarangan Kontrol jika mengalami keluhan

III.3.10. Kesimpulan Pembinaan Keluarga1. Tingkat pemahaman Pemahaman terhadap edukasi yang dilakukan cukup baik.2. Faktor penyulit Tidak ada.3. Indikator keberhasilana. Pengetahuan pasien tentang Thypoid Fever meningkat sehingga dapat membantu kesembuhan pasien.b. Jadwal makan dan variasi jenis makanan bergizi seimbang mulai dijalani pasien.c. Kebersihan dan kerapian lingkungan rumah mulai dipertimbangkan pasien dan keluarga pasien.d. Keinginan kuat untuk berhenti jajan sembarangan sudah dijalani dan pasien mulai makan makanan sehat yang dimasak di rumah serta membawa bekal makanan ketika pergi bersekolah.

DAFTAR PUSTAKA

1. WHO, The diagnosis, treatment and prevention of typhoid fever. 2003, Geneva: Department of Vaccines and Biologicals.2. Widodo, D., Demam tifoid buku ajar penyakit dalam 2009, jakarta: Interna publising.3. Chau et al. Antimicrobial drug resistance of Salmonella enterica serovar typhi in asia and molecular mechanism of reduced susceptibility to the fluoroquinolones.Antimicrob Agents Chemother. 2007;51(12):4315-23.4. Crump JA, Luby SP, Mintz ED. The global burden of typhoid fever.Bull World Health Organ. May 2004;82(5):346-53.5. Dutta TK, Beeresha, Ghotekar LH. Atypical manifestations of typhoid fever.J Postgrad Med. Oct-Dec 2001;47(4):248-51.6. Lynch MF, Blanton EM, Bulens S, Polyak C, Vojdani J, Stevenson J. Typhoid fever in the United States, 1999-2006.JAMA. Aug 26 2009;302(8):859-65.7. Bhutta ZA. Typhoid fever. In: Rakel RE, Bope ET, eds.Conn's current therapy. Philadelphia PA: Saunders, 2006: 215-8.8. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V 2009, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

36