AEROCITY
-
Upload
asep-abah-nya-asya -
Category
Documents
-
view
257 -
download
23
description
Transcript of AEROCITY
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
DATA TEKNIS - E URAIAN PENDEKATAN, METODOLOGI DAN PROGRAM KERJA
E.1 Metoda Pendekatan Perencanaan
E.1.1 Pendekatan Proses
Pendekatan rencana yang dimaksudkan disini adalah proses kerja secara
umum yang akan dilakukan dalam penyusunan perencanaan secara
keseluruhan. Pada dasarnya proses tersebut adalah sama untuk berbagai
tingkatan rencana karena merupakan penjabaran dari proses perencanaan
yang komponennya input, proses, out put dan umpan balik. Adapun yang
membedakan dari setiap tingkatan tersebut adalah kedalaman/kedetailan
dari setiap proses.
RTBL RTRK RDTR RTRW
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
Lebih lanjut metodologi pendekatan penyusunan rencana ini secara garis
besar dapat dijabarkan sebagai berikut :
Persiapan Kegiatan. Tahapan awal dari kegiatan ini adalah melakukan
persiapan berupa pemahaman terhadap kerangka acuan kerja,
pemahaman terhadap materi pekerjaan, serta penyusunan jadual
pelaksanaan pekerjaan, penyusunan rencana survai, dan penyusunan
data-data yang dibutuhkan.
Survai/Pengumpulan Data dan Informasi. Survai dilakukan berdasarkan
jadual yang telah disusun dan daftar data-data yang hendak
dikumpulkan.
Identifikasi Potensi dan Permasalahan Kawasan. Identifikasi dilakukan
berdasarkan data yang diperoleh dari kegiatan survai baik berupa data
primer maupun data sekunder yang kemudian dikompilasi atau disusun
secara sistematis sehingga mudah dipahami dan dimengerti mengenai
kondisi, potensi, dan permasalahan kawasan fungsional tersebut.
Analisis atau penelaahan. Analisis atau penelaahan dilakukan dengan
menggunakan metoda-metoda atau teknik analisis baik secara
kuantitatif maupun kualitatif. Analisis dilakukan dengan input data yang
berhasil dikumpulkan.
Penyusunan Konsep Dasar Pengembangan Kawasan Rencana. Konsep
dasar pengembangan ini disusun berdasarkan :
Hasil analisis atau penelaahan secara seksama terhadap kawasan.
Masukan dari teori-teori perencanaan yang ada serta batasan-
batasan.
Masukan aspirasi masyarakat setempat, institusi dan praktisi yang
khusus diselenggarakan berkaitan dengan Penyusunan Pekerjaan
ini.
6. Penyusunan Rencana Tata Ruang.
Setelah konsep dasar pengembangan disepakati bersama, selanjutnya
dilakukan penyusunan rencana. Guna menghasilkan kesepakatan
kebijakan pemanfaatan ruang.
7. Diskusi. Perlu dilakukan dengan berbagai institusi terkait di lingkungan
pemerintah daerah untuk mendapatkan masukan dari berbagai
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
stakeholder yang terkait dengan kegiatan ini agar didapat hasil yang
handal dan dapat diterima oleh semua pihak.
E.1.2 Pendekatan Berpikir
Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang pada prinsipnya harus
mempertimbangkan aspek pokok yakni :
Aspek Strategis meliputi kebijaksanaan dasar penentuan fungsi,
pengembangan kegiatan dan perencanaan tata ruang yang merupakan
penjabaran atau pengisian dari rencana-rencana tata ruang atau sektor yang
lebih tinggi.
Aspek Teknis meliputi kebijaksanaan dasar yang ditujukan untuk
menyerasikan dan mengoptimalkan pola tata ruang dengan menjaga
kelestarian lingkungan.
Aspek Pengelolaan, bahwa kebijaksanaan dasar perencanaan harus
mempertimbangkan aspek administrasi dan pembiayaan agar rencana yang
dibuat dapat dilaksanakan sesuai dengan kemampuan pembiayaan
pembangunan.
Aspek Legalitas, bahwa kebijaksanaan dasar perencanaan harus
mempertimbangkan aspek hukum dan perundangan agar rencana yang
dibuat dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Aspek Manfaat, bahwa kebijaksanaan perencanaan yang dirumuskan
harus memberikan manfaat bagi pembangunan.
Aspek Perencanaan Partisipasi (Participatory Planning), dalam usaha
untuk mendapatkan hasil pekerjaan yang komprehensif, optimal dan dapat
diterima oleh semua pihak (stakeholder) maka pelaksanaan pekerjaan ini
harus dilakukan dengan pendekatan partisipasif yang melibatkan
stakeholder-stakeholder yang ada di masyarakat.
Sedang metoda pendekatan perencanaan sendiri dipakai pendekatan
perencanaan terpilah berdasarkan pertimbangan menyeluruh hal ini untuk
melihat potensi yang terkandung pada dua pendekatan yaitu pendekatan
rasional menyeluruh (rational conprehensive approach) dan pendekatan
perencanaan terpilah (disjointed incremental planning approach).
Pendekatan tersebut yaitu menyederhanakan tinjauan menyeluruh dalam
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
lingkup ‘wawasan sekilas’ (scan) dan memperdalam tinjauan atas unsur atau
subsistem yang strategis dalam kedudukan sistem terhadap permasalahan
menyeluruh.
E.1.3 Kedudukan Kawasan Strategi Aerocity
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang, rencana tata ruang dirumuskan secara berjenjang mulai dari tingkat
yang sangat umum sampai tingkat yang sangat rinci. Mengingat rencana
tata ruang dalam lingkup penataan ruang merupakan matra keruangan dari
rencana pembangunan daerah dan bagian dari pembangunan nasional,
ketiga tingkatan (RTRW Nasional, RTRW Propinsi, dan RTRW Kabupaten)
mempunyai hubungan keterkaitan satu sama lain serta dijaga
konsistensinya baik dari segi substansi maupun operasionalisasinya
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
kedudukan RTR kawasan strategis dan
hubungan keterkaitan rencana satu sama lain
E.2 Tahap dan Lingkup Pekerjaan
E.2.1 Kegiatan Persiapan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan, meliputi :
1) persiapan awal pelaksanaan, meliputi: pemahaman Kerangka Acuan
Kerja (KAK) atau Terms of Reference (TOR), penyiapan anggaran
biaya;
2) kajian awal data sekunder, mencakup kajian awal RTRW dan kebijakan
terkait lainnya;
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
3) Persiapan teknis pelaksanaan yang meliputi:
penyimpulan data awal;
penyiapan metodologi pendekatan pelaksanaan pekerjaan;
penyiapan rencana kerja rinci;
penyiapan perangkat survey, mobilisasi peralatan dan personil yang
dibutuhkan;
Koordinasi Tim;
Review Jadwal Kegiatan; dan
Review Ruang Lingkup Kegiatan.
E.2.2 Penyusunan Laporan Pendahuluan
Laporan Pendahuluan secara garis besar berisikan hal-hal sebagai berikut :
1) gambaran umum wilayah perencanaan;
2) tinjauan awal kebijaksanaan;
4) metodologi pendekatan pelaksanaan pekerjaan yang akan digunakan;
dan
5) rencana kerja pelaksanaan penyusunan RDTR.
E.2.3 Pengumpulan Data yang Dibutuhkan
Tahap pengumpulan data dan informasi, berupa :
• pengumpulan hasil studi terkait, literatur, peraturan
perundangundangan;
• pengumpulan data sekunder (tabular maupun spasial/peta) dari berbagai
instansi pemerintah terkait;
• pengumpulan data primer (wawancara maupun kuesioner) dari berbagai
instansi pemerintah terkait maupun non instansi serta masyarakat;
• observasi fisik lapangan untuk mengenali karakteristik struktur wilayah/
kawasan secara keseluruhan dan mengevaluasi mengenai kebijaksanaan
struktur tata ruang;
• data yang dihimpun dalam pengumpulan data meliputi data wilayah
kebijakan terkait, administrasi, fisiografis, kependudukan, ekonomi dan
keuangan, ketersediaan prasarana dan sarana, peruntukan ruang,
penguasaan lahan, penggunanan lahan, pemanfaatan lahan, data terkait
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
kawasan dan bangunan (kualitas, intensitas bangunan, tata masa
bangunan) dan pembiayaan pembangunan.
• data dalam bentuk data statistik dan peta.
• Interview, yaitu untuk melengkapi survai-survai diatas apabila dirasakan
sangat penting guna memperoleh bahan/keterangan yang lebih rinci.
Pada prinsipnya data dan informasi yang dikumpulkan harus dapat
memenuhi tuntutan kelengkapan proses penyusunan Laporan Fakta dan
Analisa. Atas dasar tersebut, secara lebih detail data dan informasi yang
dibutuhkan dapat dilihat pada sub bab Penyusunan Laporan Fakta dan
Analisis di bawah ini. Sehingga, hasil kegiatan pengumpulan data akan
menjadi bagian dari dokumentasi Buku Antara (Fakta dan Analisis).
E.2.4 Penyusunan Laporan Antara (Fakta dan Analisis)
Pengumpulan data dilakukan untuk mengenali karakteristik kawasan
perencanaan terkait, terdiri atas :
1) Tinjauan kebijakan tata ruang wilayah lebih luas terhadap koridor
Kadungora-Leles. Hasil kajian akan teridentifikasi minimal:
Sistem perkotaan yang berada di koridor.
Arahan infrastruktur di sepanjang kordior, seperti fungsi jaringan
jalan.
Segmentasi fungsi kawasan, berupa kawasan perkotaan dan
perdesaan.
Arahan struktur dan pola ruang, jika pada koridor terdapat
kawasan perkotaan yang sudah disusun RDTR-nya.
2) Kedudukan kawasan perencanaan di dalam wilayah lebih luas.
kedudukan kawasan perencanaan di dalam struktur ruang yang lebih
luas; dan
pengaruh kawasan perencanaan terhadap wilayah yang lebih luas
dan kondisi sebaliknya.
3) Deliniasi kawasan perencanaan.
Acuan awal yang menjadi penetapan dasar deliniasi kawasan
perencanaan adalah garis yang merupakan jaringan jalan utama yang
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
membentuk koridor Kadungora-Leles. Selanjutnya desa- desa yang
berada pada koridor jaringan jalan tersebut ditetapkan sebagai kawasan
perencanaan. Alasan pemilihan batas administrasi desa karena
pendataan pada umumnya disusun berdasarkan batasan administrasi.
4) Identifikasi kawasan fungsional koridor kawasan perencanaan/
Segmentasi Kawasan, minimial dapat teridentifikasi kawasan perkotaan
dan perbedaan. Hal ini perlu dilakukan, mengingat membutuhkan perlu
perlakuan yang berbeda nantinya dalam pengembangannya karena
kedua kawasan tersebut memiliki ciri yang berbeda. Kriteria kawasan
perkotaan lihat lampiran.
5) Krakteristik fisik dasar kawasan perencanaan. Hal ini dimaksudkan untuk
mengetahui kemampuan daya dukung koridor perencanaan untuk
pengembangan kegiatan fisik.
6) karakteristik penggunaan lahan, sekurang-kurangnya meliputi:
sebaran dan luasan lahan terbangun;
jenis/ rincian penggunaan lahan (permukiman, perdagangan dan
jasa, industri, pariwisata, pertambangan, pertanian dan lain-lain);
perubahan dan pergeseran pengunaan lahan;
arah kecenderungan perkembangan;
7) karakteristik sosial-kependudukan pada koridor kawasan perencanaan
yang dirinci menurut administrasi desa, sekurang-kurangnya meliputi:
jumlah dan perkembangan;
kepadatan;
struktur penduduk (umur, agama, pendidikan, mata pencaharian);
adat istiadat, budaya.
dan lain sebagainya.
8) karakteristik ekonomi penduduk di koridor kawasan perencanaan.
9) karakteristik transportasi di kawasan perencanaan, sekurang-kurangnya
meliputi:
status, kondisi, fungsi, dimensi jaringan jalan;
jaringan rel rel kereta api (jika ada);
Tingkat kecelakaan
Tingkat hambatan perjalanan
Keamanan, dan kenyamanan
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
Estetika
Sirkulasi lalu lintas pada jalan akses stasiun
Penatagunaan peruntukan lahan (Pengaturan rumija, rumaja,
ruwasja)
fasilitas; (terminal, stasiun);
kelengkapan jalan: jalur pedestrian, halte, parkir, dan jembatan
penyeberangan (jika ada);
Pola pergerakan (angkutan penumpang dan barang);
Meneliti tingkat bangkitan lalu lintas penumpang dan barang;
Meneliti titik-titik kemacetan dan trouble spot lainnya;
Meneliti manajemen lalu lintas;
Meneliti kemungkinan-kemungkinan dimensi jalan dengan
mempertimbangkan volume lalu lintas dan sirkulasinya;
Meneliti kinerja terminal, cargo dan kebutuhan pengembangan dan
penataannya.
10) karakteristik fasilitas pelayanan, sekurang-kurangnya meliputi:
jenis, jumlah dan sebaran fasilitas pelayanan yang ada;
skala pelayanan kegiatan/ fasilitas;
pemusatan pusat-pusat kegiatan berdasarkan sebaran fasilitas
pelayanan;
keterkaitan antar komponen ruang di wilayah perencanaan;
11) karakteristik utilitas kawasan perencanaan, sekurang-kurangnya
meliputi:
Air Bersih, sekurang-kurangnya meliputi:
Jaringan air bersih yang terdapat di kawasan perencanaan
sebagai bagian dari sistem jaringan yang lebih luas.
Sumber air baku yang dimanfaatkan penduduk kawasan
perencanaan saat ini.
Kualitas dan kuantitas sumber air yang baku yang dimanfaatkan
penduduk saat ini.
Permasalahan yang dihadapi terkait pemenuhan kebutuhan air
baku.
Listrik, sekurang-kurangnya meliputi:
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
Jaringan listrik yang terdapat di kawasan perencanaan sebagai
bagian dari sistem jaringan yang lebih luas.
Sumber energi yang dimanfaatkan penduduk kawasan
perencanaan saat ini.
Tingkat pelayanan energi yang dimanfaatkan penduduk saat ini.
Telepon, sekurang-kurangnya meliputi:
Jaringan telepon yang terdapat di kawasan perencanaan sebagai
bagian dari sistem jaringan yang lebih luas.
Sistem telekomunikasi yang dimanfaatkan penduduk kawasan
perencanaan saat ini.
Tingkat jangkauan pelayanan telekomunikasi yang dimanfaatkan
penduduk saat ini.
Drainase, sekurang-kurangnya meliputi:
Jaringan drainase yang terdapat di kawasan perencanaan
sebagai bagian dari sistem jaringan yang lebih luas.
Kawasan rawan banjir yang terdapat di wilayah perencanaan
(jika ada).
Sampah, sekurang-kurangnya teridentifikasinya sistem pengeloaan
sampah di kawasan perencaan.
Air Limbah, sekurang-kurangnya teridentifikasinya sistem pengeloaan
limbah di kawasan perencaan.
Gas, sekurang-kurangnya teridentifikasinya sistem jaringan gas yang
melewati kawasan perencaan (jika ada).
12) karakteristik intensitas pemanfaaan ruang, sekurang-kurangnya meliputi:
Kondisi kepadatan bangunan;
Kondisi ketinggian bangunan;
Kondi garis sempadan (bangunan, sungai, danau, SUTT, kereta api,
dan lain-lain).
13) karakteristik lingkungan, seperti kawasan kumuh.
14) Kemampuan keuangan daerah;
15) analisis peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan (termasuk isu-isu
strategis)
Potensi/kekuatan; kekuatan yang dimiliki oleh indikator
perkembangan kawasan perencanaan untuk tumbuh dan
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
berkembang secara teratur dan terarah, sehingga diperlukan suatu
kebijakan dan strategi peningkatan/penambahan nilai (value added)
dari indikator tersebut.
Kelemahan/Permasalahan; kelemahan atau kekurangan yang dimiliki
oleh kawasan perencanaan sehingga menghambat kawasan
perencanaan untuk tumbuh dan berkembang atau cenderung
tumbuh tidak teratur dan terarah.
Kesempatan/ peluang yang lebih luas yang memberikan dampak
tumbuh dan berkembangnya kawasan perencanaan seperti
meningkatnya ekonomi makro, investasi yang tumbuh cepat, terbuka
akses kawasan dengan luar, sehingga diperlukan kebijakan dan
strategi penguatan akses dan kemudahan-kemudahan bagi
pengembangan kawasan.
Ancaman; indikator eksternal yang dapat menimbulkan permasalahan
terhadap wilayah perencanaan.
16) analisis kebutuhan pengembangan sampai dengan 20 tahun mendatang
Daya tampung penduduk;
Kawasan perencanaan merupakan termasuk tipologi koridor cepat
tumbuh, dimana tingkat perkembangannya cenderung melebihi daya
tampung penduduk. Atas dasar tersebut untuk pengembangan 20
tahun kedepan tidak didasarkan pada proyeksi penduduk. Jika pada
kawasan perencanaan terdapat bagian yang sudah disusun RDTR-
nya, maka pengembangan penduduk mengacu kepada RDTR yang
telah disusun.
Proyeksi kebutuhan pengembangan fasilitas pelayanan;
Koriodor kawasan perencanaan di dalamnya terdapat penduduk yang
berimplikasi membutuhkan fasilitas pelayanan. Hal-hal yang menjadi
pertimbangan dalam pengembangan fasilitas pelayanan di wilayah
perencanaan, diantaranya sebagai berikut:
Kebutuhan fasilitas pelayanan sampai 20 tahun mendatang
dihitung berdasarkan jumlah penduduk menurut daya tampung
penduduk di wilayah perencanaan.
Memperhatikan fasilitas pelayanan yang sudah ada saat ini.
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
Pengembangan fasilitas pelayanan skala kecamatan atau lebih
tinggi mempertimbangkan sistem hirarki perkotaan yang
terdapat di koridor kawasan perencanaan.
Memperhatikan struktur dan pola ruang kota kawasan perkotaan
secara utuh yang terdapat di koridor kawasan perencanan.
Pengembangan fasilitas pelayanan skala desa atau lebih rendah
dihitung berdasarkan daya tampung penduduk di masing-masing
desa dengan tetap memperhatikan RDTR yang sudah disusun
(jika ada).
proyeksi kebutuhan pengembangan utilitas
Koriodor kawasan perencanaan di dalamnya terdapat penduduk yang
berimplikasi membutuhkan fasilitas pelayanan. Hal-hal yang menjadi
pertimbangan dalam pengembangan utilitas di wilayah perencanaan,
diantaranya sebagai berikut:
Kebutuhan utilitas sampai 20 tahun mendatang dihitung
berdasarkan jumlah penduduk menurut daya tampung penduduk
di wilayah perencanaan.
Memperhatikan utilitas yang sudah ada saat ini.
Pengembangan utilitas mempertimbangkan sistem hirarki
perkotaan yang terdapat di koridor kawasan perencanaan.
Memperhatikan struktur dan pola ruang kota kawasan perkotaan
secara utuh yang terdapat di koridor kawasan perencanan.
Pengembangan utilitas skala desa atau lebih rendah dihitung
berdasarkan daya tampung penduduk di masing-masing desa
dengan tetap memperhatikan RDTR yang sudah disusun (jika
ada).
Kawasan Mitigasi Bencana,
Tujuan, meniliti dan mengkaji sumber bencana, lingkup atau luasan
dampak, dan kebutuhan pengendalian bencana, agar tercipta
lingkungan permukiman yang aman, nyaman, dan produktif.
Komponen analisis:
Sumber dan macam bencana.
Frekuensi bencana.
Fasilitas dan jaringan penanggulangan bencana.
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
Cakupan wilayah terkena dampak.
Daya dukung dan daya hambat alam.
Penanganan bangunan dan lingkungan
Hasil analisis yang diperoleh haruslah dapat menyimpulkan pokok
persoalan dalam perwujudan ruang kawasan seperti :
Perbaikan kawasan, seperti penataan lingkungan permukiman
kumuh (perbaikan kampung), perbaikan kawasan pusat
pertumbuhan, urban heritage, kampong budaya, serta pelestarian
kawasan;
Pengembangan kembali kawasan, seperti peremajaan kawasan,
pengembangan kawasan terpadu, revitalisasi kawasan, serta
rehabilitasi dan konstruksi kawasan pasca bencana;
Pembangunan baru kawasan, seperti pembangunan kawasan
permukiman, pembangunan kawasan terpadu, pembangunan
kawasan industri, dan pembangunan kawasan pengendalian ketat
(jalan sistem primer, daerah aliran sungai, dll);
Pelestarian/pelindungan kawasan, seperti pengendalian kawasan
pelestarian, revitalisasi kawasan, serta pengendalian kawasan
rawan bencana.
Data dan informasi analisis disusun dan disajikan dalam bentuk peta,
diagram, tabel statistik, termasuk gambar visual kondisi lingkungan kawasan
yang menunjang perencanaan detail tata ruang. Identifikasi tersebut harus
pula tampak secara jelas dalam peta dilengkapi dengan wilayah administrasi,
baik diterapkan dalam peta maupun visualisasi digital.
Hasil pengumpulan pengolahan dan analisis harus didokumentasikan di
dalam Buku Antara (Fakta dan Analisis).
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
E.2.5 Penyusunan Draft Rencana
Kegiatan perumusan konsepsi RTR kawasan strategis terdiri dari perumusan
konsep pengembangan kawasan perencanaan dan perumusan rencana tata
ruang kawasan perencanaan itu sendiri. Setelah dilakukan beberapa kali
iterasi, dipilih alternatif terbaik sebagai dasar perumusan rencana tata ruang,
terdiri atas :
1. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kawasan.
Tujuan penataan kawasan merupakan nilai dan atau kualitas terukur
yang akan dicapai dengan arahan pencapaian sebagaimana ditetapkan
dalam RTRW dan merupakan alasan disusunnya RTR-KSK tersebut,
serta apabila diperlukan dapat dilengkapi konsep pencapaian.
Tujuan Penataan kawasan strategis berfungsi :
sebagai acuan untuk penyusunan rencana pola ruang, penyusunan
rencana jaringan prasarana, penyusunan ketentuan pemanfaatan
ruang, peraturan zonasi.
menjaga arah konsistensi dan keserasian pengembangan kawasan
perencanaan dengan RTRW.
Perumusan Tujuan penataan kawasan strategis didasarkan pada :
arahan pencapaian sebagaimana ditetapkan RTRW;
isu strategi yang antara lain dapat berupa potensi, masalah dan
urgensi penanganan;
karakteristik kawasan.
2. Rencana Struktur Ruang Kawasan Perencanaan termasuk didalamnya:
pembagian blok,
fungsi blok,
distribusi penduduk
dan lain sebagainya.
3. Rencana pola ruang;
Rencana Pola Ruang dirumuskan dengan kriteria :
Mengacu pada rencana pola ruang yang telah ditetapkan pada
RTRW;
Memperhatikan rencana pola ruang bagian wilayah yang
berbatasan;
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
Memperhatikan mitigasi bencana dan adaptasi bencana pada
kawasan strategis,
termasuk dampak perubahan iklim;
Menyediakan RTH dan RNTH unuk menampung kegiatan sosial;
budaya ekonomi masyarakat.
Rencana Pola Ruang RTR-KSK terdiri atas :
Zona Lindung yang meliputi :
Zona lindung hutan;
Zona yang memberikan perlindungan terhadap zona di
bawahnya yang meliputi zona bergambut dan zona resapan
air;
Zona perlindungan setempat yang meliputi sempadan pantai,
sempadan sungai, zona sekitar danau atau waduk, zona
sekitar mata air;
Zona RTH kota yang antara lain meliputi taman RT, taman
RW, taman kota dan pemakaman;
Zona suaka alam dan cagar budaya.
Zona rawan bencana alam, yang antara lain meliputi zona
rawan tanah longsor, zona rawan gelombang pasang, zona
dan zona rawan banjir
Zona lindung lainnya
Zona Budidaya yang meliputi :
Zona perumahan yang dapat dirinci kedalam perumahan
dengan kepadatan sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan
sangat rendah (bila diperlukan dapat dirinci lebih lanjut
kedalam rumah susun, rumah kopel, rumah deret, rumah
tunggal, rumah taman dan sebagainya);
zona perumahan dapat juga dirinci berdasarkan kekhususan
jenis perumahan seperti perumahan tradisional, rumah
sederhana/sangat sederhana, rumah sosial dan rumah tinggal;
Zona perdaganagan dan jasa yang meliputi perdagangan jasa
deret dan perdagangan jasa tunggal (bila diperlukan dapat
dirinci lebih lanjut kedalam lokasi PKL, pasar tradisional, pasar
modern, pusat pembelanjaan dan sebaginya);
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
Zona perkantoran yang meliputi perkantoran pemerintah dan
perkantoran swasta;
Zona sarana pelayanan umum yang antara lain meliputi sarana
pelayanan umum pendidikan, sarana umum transportasi,
sarana pelayanan umum kesehatan, sarana pelayanan umum
olahraga, sarana pelayanan umum sosial budaya dan sarana
pelayanan umum peribadatan;
Zona industri yang meliputi industri kimia dasar, industri mesin
dan logam dasar, industri kecil dan aneka industri;
Zona khusus, yang berada di kawasan perkotaan dan tidak
termasuk kedalam zona sebagaimana dimaksud pada angka 1
sampai dengan 6 yang antara lain meliputi zona untuk
keperluan pertahanan dan keamanan, zona instalasi
pengolahan air limbah (IPAL), zona tempat pemrosesan akhir
(TPA), dan zona khusus lainnya;
Zona lainnya yang tidak selalu berada dikawasan perkotaan
yang antara lain meliputi zona pertanian, zona pertambangan,
dan zona pariwisata;
Zona campuran yaitu zona budidaya dengan beberapa
peruntukan fungsi dan/atau bersifat terpadu seperti
perumahan dan perdagangan/jasa, perumahan, perdagangan
jasa dan perkantoran.
4. Rencana jaringan prasarana;
Rencana Pengembangan Jaringan Pergerakan
Rencana pengembangan jaringan pergerakan merupakan seluruh
jaringan primer dan sekunder pada wilayah perencanaan
yangmeliputi jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, jalan
lingkungan dan jaringan jalan lainnya yang belum termuat dalam
RTRW yang terdiri dari :
Jaringan jalan arteri primer dan arteri sekunder;
Jaringan jalan kolektor primer dan kolektor primer sekunder;
Jaringan jalan lokal primer dan lokal sekunder;
Jaringan jalan lingkungan primer dan lingkungan sekunder;
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
Jaringan jalan masuk dan keluar terminal barang serta
terminal orang/ penumpang;
Jaringan jalan moda transportasi;
Jalan masuk dan keluar parkir;
Dalam hal terdapat jalur kereta api, jalur pelayaran dan jalur
pejalan kaki/sepeda selain memuat jaringan sebagaimana
dimaksud pada angka 1 s/d 5, rencana jaringan pergerakan
juga harus memuat rencana jalur kereta api, jalur pelayaran
dan jalur pejalan kaki/sepeda.
Rencana Pengembangan Jaringan Energi/Kelistrikan
Rencana pengembangan jaringan energi/kelistrikan menjabarkan
tentang jaringan distribusi dan pengembangannya berdasarkan
prakiraan kebutuhan energi/listrik di wilayah perencanaan yang
terdiri atas :
Jaringan subtransmisi yang berfungsi menyalurkan daya listrik
dari sumber daya besar (pembangkit) menuju jaringan
distribusi primer (gardu induk) yang terletak di wilayah
perencanaan jika ada;
Jaringan distribusi primer (jaringan SUTUT, SUTET, SUTT)
berfungsi menyalurkan daya listrik dari jaringan subtransmisi
menuju jaringan distribusi sekunder, insfrastruktur pendukung
pada jaringan distribusi primer meliputi :
Gardu induk berfungsi menurunkan tegangan dari jaringan
subtransmisi (70-500 kv) menjadi tegangan menengah (20
kv);
Gardu hubung berfungsi membagi daya listrik dari gardu
induk menuju gardu distribusi.
Jaringan distribusi sekunder yang berfungsi untuk
menyalurkan atau menghubungkan daya listrik tegangan
rendah ke konsumen yang dilengkapi dengan infrastruktur
pendukung berupa gardu distribusi yang berfungsi untuk
menurunkan tegangan primer (20kv) menjadi tegangan
sekunder ( 220 v / 380 v );
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
Dalam hal di wilayah perencanaan terdapat jaringan pipa
minyak dan gas bumi, selain memuat jaringan
energi/kelistrikan sebagaimana dimaksud pada angka 1 s/d 3
rencana jaringan energi/ kelistrikan juga harus memuat
rencana jaringan pipa minyak dan gas bumi.
Rencana Pengembangan Jaringan Telekomunikasi
Rencana pengembangan jaringan telekomunikasi terdiri atas :
Rencana pengembangan infrastruktur dasar telekomunikasi
yang berupa penetapan lokasi pusat automatisasi sambungan
telepon;
Rencana penyediaan jaringan telekomunikasi telepon kabel
yang berupa penetapan lokasi stasiun telepon otomat, rumah
kabel dan kotak pembagi;
Rencana penyediaan jaringan telekomunikasi telepon nirkabel
yang berupa penetapan lokasi menara telekomunikasi
termasuk menara Base Transceiver Station (BTS);
Rencana pengembangan sistem televisi kabel termasuk
penetapan lokasi stasiun transmisi;
Rencana jaringan serat optik;
Rencana peningkatan pelayanan jaringan telekomunikasi.
Rencana pengembangan Jaringan Air Minum
Rencana pengembangan jaringan air minum berupa rencana
kebutuhan dan sistem penyediaan air minum yang terdiri atas :
Sistem penyediaan air minum wilayah kota mencakup sistem
jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan;
Bangunan pengambil air baku;
Seluruh pipa transmisi air baku dan instalasi produksi;
Seluruh pipa unit produksi hinggga produksi;
Seluruh bangunan penunjang dan bangunan pelengkap;
Bak penampung.
Rencana Pengembangan Jaringan Drainase
Rencana pengembangan jaringan drainase yang terdiri atas :
sistem jaringan drainase untuk mencegah genangan;
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
rencana kebutuhan sistem drainase yang meliputi jaringan
primer, sekunder, tersier dan lingkungan di BWP;
Dalam hal kondisi topografi di BWP berpotensi terjadi
genangan, maka perlu dibuat kolam retensi, sistem
pemompaan dan pintu air.
Rencana pengembangan jaringan air limbah
Jaringan air limbah meliputi sistem pembuangan limbah setempat
(onsite) dan atau terpusat (offsite) Sistem air limbah setempat
terdiri atas :
bak septik (septictank);
instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT).
Sistem pembuangan air limbah terpusat, terdiri atas :
seluruh saluran pembuangan
bangunan pengolah limbah
Rencana pengembangan prasarana lainnya
Penyediaan prasarana lainnya direncanakan sesuai kebutuhan
pengembangan BWP misalnya BWP yang berada pada kawasan
rawan bencana wajib menyediakan jalur evakuasi bencana yang
meliputi jalur evakuasi dan tempat evakuasi sementara yang
terintegrasi baik untuk skala kabupaten / kota, kawasan maupun
lingkungan. Jalur evakuasi bencana dapat memanfaatkan jaringan
prasarana dan sarana yang sudah ada.
Rencana mitigasi bencana dan adaptasi perubahan iklim apabila
ada (disusun sesuai dengan kepentingannya) dapat disiapkan
sebagai bagian dari rencana jaringan prasarana atau sebagai
rencana pada bab tersendiri yang memuat rencana – rencana
mitigasi dan/atau adaptasi untuk mewujudkan daya tahan dan
mengatasi kerentanan terhadap perubahan iklim pada suatu BWP.
5. Penetapan dari bagian wilayah RDTR yang diprioritaskan
penanganannya;
Penetapan Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya harus memuat
sekurang-kurangnya :
Lokasi Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya digambarkan
dalam peta. Lokasi tersebut dapat meliputi seluruh wilayah Sub
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
BWP yang ditentukan, atau dapat juga meliputi sebagian saja dari
wilayah Sub BWP tersebut. Batas deliniasi lokasi Sub BWP yang
diprioritaskan penanganannya ditetapkan dengan
mempertimbangkan :
Batas fisik, seperti blok dan sub blok;
Fungsi kawasan seperti zona dan sub zona;
Wilayah administrasi, seperti RT/RW, desa/kelurahan dan
kecamatan;
Penentuan secara kultural tardisional, seperti kampung, desa
adat;
Kesatuan karakteristik tematik, seperti kawasan kota lama,
lingkungan sentra perindustrian rakyat, kawasan sentra
pendidikan, kawasan perkampungan tertentu, dan kawasan
tradisional;
Jenis kawasan, seperti kawasan baru yang berkembang cepat,
kawasan terbangun yang memerlukan penataan, kawasan
dilestarikan, kawasan rawan bencana dan kawasan gabungan
atau campuran.
Tema penanganan Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya
terdiri atas:
Perbaikan sarana, prasarana dan blok/kawasan, contohnya
melalui penataan lingkungan permukiman kumuh (perbaikan
kampung) dan penataan lingkungan permukiman nelayan;
Pengembangan kembali prasarana, sarana, dan blok/kawasan,
contohnya melalui peremajaan kawasan, pengembangan
kawasan terpadu serta rehabilitasi dan rekontruksi kawasan
pasca bencana
penentuan secara kultural tardisional, seperti kampung, desa
adat;
Pembangunan baru prasarana, sarana, dan blok/kawasan,
contohnya melalui pembangunan kawasan permukiman
(kawasan siap bangunan, lingkungan siap bangun - berdiri
sendiri) pembangunan kawasan terpadu, pembangunan desa
agropolitan, pembangunan kawasan perbatasan dan atau;
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
pelestarian/perlindungan blok/kawasan contohya melalui
pelestarian kawasan, konservasi kawasan, dan revitalisasi
kawasan.
6. Ketentuan Pemanfaatan Ruang
Ketentuan pemanfaatan ruang dalam RTR merupakan upaya
mewujudkan RTR dalam bentuk program pengembangan BWP
dalam jangka waktu perencanaan 5 (lima) tahunan sampai akhir
tahun masa perencanaan.
Ketentuan pemanfaatan ruang disusun berdasarkan :
Rencana pola ruang dan rencana jaringan prasarana;
Ketersediaan sumber daya sumber dana pembangunan;
Kesepakatan para pemangku kepentingan, dan kebijakan yang
ditetapkan;
Masukan dan kesepakatan para investor;
Prioritas pengembangan BWP dan pentahapan pelaksanaan
program sesuai dengan rencana pembangunan jangka panjang
(RPJP) daerah dan rencana pembangunan jangka menengah
(RPJM) daerah serta rencana terpadu dan program investasi
infrastruktur jangka menengah ( RPI2JM).
Program pemanfaatan ruang prioritas merupakan program-program
pengembangan BWP yang diindikasikan memiliki bobot tinggi
berdasarkan tingkat kepentingan atau diprioritaskan dan memilki
nilai strategis untuk mewujudkan rencana pola ruang dan rencana
jaringan prasarana di BWP sesuai tujuan penataan BWP.
Lokasi, tempat dimana usulan program akan dilaksanakan.
Besaran, perkiraan jumlah satuan masing-masing usulan program
prioritas pengembangan wilayah yang akan dilaksanakan.
Sumber pendanaan, yang dapat berasal dari APBD kabupaten,
APBD provinsi, APBN, swasta dan/atau masyarakat.
Instansi pelaksana, yang merupakan pihak-pihak pelaksana
program prioritas yang meliputi pemerintah seperti satuan kerja
perangkat daerah (SKPD), dinas teknis terkait, dan/atau
kementerian/lembaga, swasta dan/atau masyarakat.
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
Waktu dan tahapan pelaksanaan, usulan program direncanakan
dalam kurun waktu 20 (dua puluh) tahun yang dirinci setiap 5
(lima) tahunan dan masing-masing program mempunyai durasi
pelaksanaan yang bervariasi sesuai kebutuhan. Penyusunan
program prioritas disesuaikan dengan pentahapan jangka waktu 5
(lima) tahunan RPJP daerah kabupaten.
Program pemanfaatan ruang ini memuat kelompok program
sebagai berikut:
Perwujudan rencana pola ruang meliputi :
perwujudan zona lindung pada wilayah perencanaan;
perwujudan zona budidaya pada wilayah perencanaan,
meliputi :
perwujudan penyediaan fasilitas sosial dan fasilitas
umum di wilayah perencanaan;
perwujudan intensitas pemanfaatan ruang blok;
perwujudan tata masa bangunan.
Perwujudan rencana jaringan prasarana, meliputi :
perwujudan pusat pelayanan kegiatan di Wilayah
perencanaan;
perwujudan sistem jaringan prasarana untuk willayah
perencanaan yang mencakup pula sistem prasarana
nasional dan wilayah/regional di dalam wilayah
perencanaan, dapat meliputi :
perwujudan sistem jaringan pergerakan;
perwujudan sistem jaringan energi;
perwujudan sistem jaringan kelistrikan;
perwujudan sistem jaringan komunikasi;
perwujudan sistem air minum;
perwujudan sistem drainase;
perwujudan sistem air limbah;
perwujudan sistem jaringan lainnya sesuai kebutuhan
wilayah perencanaan.
Perwujudan penetapan Sub BWP yang diprioritaskan
penanganannya terdiri dari :
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
perbaikan prasarana, sarana dan blok/kawasan;
pembangunan baru prasarana, sarana dan blok/kawasan;
pengembangan kembali prasarana, sarana
pelestarian/perlindungan blok/kawasan.
7. Peraturan Zonasi
Peraturan zonasi berfungsi sebagai :
kelengkapan RTR;
perangkat operasional pengendalian pemanfaatan ruang;
acuan dalam pemberian insentif dan disinsentif;
acuan dalam pemberian izin pemanfaatan ruang;
acuan dalam pengenaan sanksi; dan
rujukan teknis dalam pengembangan/pemanfaatan lahan dan
penetapan lokasi investasi.
Peraturan zonasi bermanfaat untuk:
menjamin dan menjaga kualitas ruang wilayah perencanaan
minimum yang ditetapkan;
menjaga kualitas dan karakteristik zona dengan meminimalkan
penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan karakteristik zona;
dan
meminimalkan gangguan/dampak negatif terhadap zona.
Prosedur penyusunan RTR dan peraturan zonasi disinai adalah prosedur
penyusunan PZ yang berisi zoning text untuk wilayah perencanaan saja
(RTR dan PZ disatukan). Proses penyusunan peraturan zonasi yang
bergabung menjadi satu dengan RTR dilakukan secara pararel. Oleh
karena itu tahap pra persiapan dan persiapan penyusunan peraturan
zonasi sama dengan proses penyusunan dalam RTR.
Kegiatan analisis dan perumusan ketentuan teknis, meliputi :
tujuan peraturan zonasi;
klasifikasi zonasi;
daftar kegiatan;
delineasi blok peruntukan;
ketentuan teknis zonasi;
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan
ketentuan intensitas pemanfaatan ruang
ketentuan tata massa bangunan
ketentuan prasarana minimum
ketentuan tambahan
ketentuan khusus
standar teknis
teknik pengaturan zonasi
ketentuan pelaksanaan meliputi :
ketentuan variansi pemanfaatan ruang
ketentuan insentif dan disinsentif
ketentuan penggunaan lahan yang tidak sesuai (non
conforming situation) dengan peraturan zonasi
ketentuan dampak pemanfaatan ruang
kelembagaan
perubahan peraturan zonasi
Hasil dari tahap analisis harus didokumentasikan di dalam buku data
dan analisis dan menjadi bahan untuk menyusun peraturan zonasi.
Adapun hasil kegiatan perumusan rancangan peraturan zonasi ialah
berupa zoning text untuk wilayah perencanaan saja.
a. Materi Peraturan Zonasi
Peraturan zonasi memuat materi wajib yang meliputi ketentuan
kegiatan dan penggunaan lahan, ketentuan intensitas pemanfaatan
ruang, ketentuan tata massa bangunan, ketentuan prasarana dan
sarana minimum, ketentuan pelaksanaan, ketentuan perubahan
peraturan zonasi, dan materi pilihan yang meliputi ketentuan
tambahan, ketentuan khusus, standar teknis, dan teknik pengaturan
zonasi.
Materi wajib adalah materi yang harus dimuat dalam peraturan
zonasi. Sedangkan materi pilihan yang perlu dimuat sesuai dengan
kebutuhan daerah masing-masing.
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
b. Pengelompokkan Materi
b.1 Materi Wajib
b.1.1 Ketentuan Kegiatan dan Penggunaan Lahan
Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan adalah
ketentuan yang berisi kegiatan dan penggunaan lahan
yang diperbolehkan, kegiatan dan penggunaan lahan
yang bersyarat secara terbatas, kegiatan dan
penggunaan lahan yang bersyarat tertentu dan kegiatan
dan penggunaan lahan yang tidak diperbolehkan pada
suatu zona. Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan
dirumuskan berdasarkan ketentuan maupun standar
yang terkait dengan pemanfaatan ruang, ketentuan
dalam peraturan bangunan setempat, dan ketentuan
khusus bagi unsur bangunan/komponen yang
dikembangkan, misalnya pompa bensin, BTS, dan
sebagainya.
Komponen ketentuan teknis zonasi terdiri dari klasifikasi :
I = pemanfaatan diperbolehkan / diizinkan kegiatan
dan penggunaan lahan yang termasuk kalsifikasi I
memiliki sifat sesuai dengan peruntukan ruang yang
direncanakan.
T = Pemanfaatan bersyarat secara terbatas
pemanfaatan bersyarat secara terbatas bermakna
bahwa kegiatan penggunaan lahan dibatasi dengan
ketentuan sebagai berikut :
Pembatasan pengoperasian, baik dalam waktu
beroperasinya suatu kegiatan dalam sub zona
pembatasan jangka waktu pemanfaatan lahan
untuk kegiatan tertentu;
Pembatasan intensitas ruang, baik KDB, KLB,
KDH, jarak bebas maupun ketinggian bangunan,
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
pembatasan ini dilakukan dengan menurunkan
nilai maksimal dan meninggikan nilai minimal
dari intensitas ruang dalam peraturan zonasi;
Pembatasan jumlah pemanfaatan, jika
pemanfaatan yang diusulkan telah ada mampu
melayani kebutuhan dan belum memerlukan
tambahan.
B = pemanfaatan bersyarat tertentu pemanfaatan
bersyarat tertentu bermakna bahwa untuk
mendapatkan izin atas suatu kegiatan atau
penggunaan lahan diperlukan persyaratan-
persyaratan tertentu yang dapat berupa persyaratan
umum dan persyaratan khusus. Persyaratan
dimaksud diperlukan mengingat pemanfaatan ruang
tersebut memilki dampak besar bagi lingkungan
sekitarnya.
X = pemanfaatan yang tidak diperbolehkan kegiatan
dan penggunaan lahan yang termasuk dalam
klasifikasi X memiliki sifat tidak sesuai dengan
peruntukan lahan yang direncanakan dan dapat
menimbulkan dampak yang cukup besar bagi
lingkungan di sekitarnya.
Penentuan I, T, B,dan X untuk kegiatan dan penggunaan
lahan pada suatu zonasi didasarkan pada :
Pertimbangan Umum
Pertimbangan umum berlaku untuk semua jenis
penggunaan lahan, antara lain kesesuaian dengan
arahan dalam RTRW kabupaten keseimbangan
antara kawasan lindung dan kawasan budidaya
dalam suatu wilayah kelestarian lingkungan
(perlindungan dan pengawasan terhadap
pemanfaatan air, udara, dan ruang bawah tanah),
toleransi terhadap tingkat gangguan dan dampak
terhadap peruntukan yang telah ditetapkan, serta
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
kesesuaian dengan kebijakan lainnya yang
dikeluarkan oleh pemerintah kabupaten.
Pertimbangan Khusus
Pertimbangan khusus berlaku untuk masing-masing
karakteristik guna lahan, kegiatan atau komponen
yang akan dibangun. Pertimbanagn khusus dapat
disusun berdasarkan rujukan mengenai ketentuan
atau standar yang berkaitan dengan pemanfaatan
ruang, rujukan mengenai ketentuan khusus bagi
unsur bangunan atau komponen yang
dikembangkan.
b.1.2 Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang adalah
ketentuan mengenai besaran pembangunan yang
diperbolehkan pada suatu zona yang meliputi:
KDB Maksimum
KLB Maksimum
Ketinggian Bangunan Maksimum
KDH Minimal
Beberapa ketentuan lain dapat ditambahkan dalam
intensitas pemanfaatan ruang, antara lain meliputi :
Koefisien Tapak Basement (KTB) maksimum; KTB
maksimum ditetapkan dengan mempertimbangkan
KDH minimal;
Koefisien Wilayah Terbangun (KWT) maksimum;
Kepadatan Bangunan atau Unit Maksimum;
Kepadatan Penduduk Maksimal.
b.1.3 Ketentuan Tata Massa Bangunan
Ketentuan tata massa bangunan adalah ketentuan yang
mengatur bentuk, besaran, peletakan, dan tampilan
bangunan pada suatu zona. Komponen ketentuan tata
massa bangunan minimum terdiri atas:
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
GSB minimum;
tinggi bangunan maksimum atau minimum yang
ditetapkan;
jarak bebas antarbangunan minimum yang harus
memenuhi ketentuan tentang jarak bebas yang
ditentukan oleh jenis peruntukkan dan ketinggian
bangunan; dan
tampilan bangunan yang ditetapkan dengan
mempertimbangkan warna bangunan, bahan
bangunan, tekstur bangunan, muka bangunan, gaya
bangunan, keindahan bangunan, serta keserasian
bangunan dengan lingkungan sekitarnya (bersifat
pilihan).
b.1.4 Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
Prasarana yang diatur dalam peraturan zonasi dapat
berupa prasarana parkir, bongkar muat, dimensi jaringan
jalan, kelengkapan jalan, dan kelengkapan prasarana
lainnya yang diperlukan. Ketentuan prasarana dan sarana
minimal ditetapkan sesuai dengan ketentuan mengenai
prasarana dan sarana yang diterbitkan oleh instansi yang
berwenang.
Ketentuan prasarana dan sarana minimal sebagai
kelengkapan dasar fisik lingkungan dalam rangka
menciptakan lingkungan yang nyaman melalui
penyediaan prasarana dan sarana yang sesuai agar zona
berfungsi secara optimal.
b.1.5 Ketentuan Pelaksanaan
Ketentuan pelaksanaan terdiri atas:
ketentuan variansi pemanfaatan ruang yang
memberikan kelonggaran pada kondisi tertentu untuk
tidak mengikuti aturan zonasi yang telah ditetapkan
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
agar tidak diperlukan perubahan berarti pada
peraturan zonasi.
Ketentuan pemberian insentif dan disinsentif yang
merupakan ketentuan yang memberikan insentif bagi
kegiatan pemanfaatan ruang yang sejalan dengan
rencana tata ruang dan memberikan dampak positif.
Insentif dapat berbentuk antara lain kemudahan
perizinan, keringanan pajak dan ketentuan teknis
lainnya. Disinsentif dapat berbentuk antara lain
pengetatan persyaratan, pengenaan pajak dan
restribusi tinggi dan pengenaan denda.
b.1.6 Ketentuan Perubahan Peraturan Zonasi
Ketentuan perubahan peraturan zonasi mencakup
perubahan terkait:
penggunaan lahan;
intensitas pemanfaatan lahan;
ketentuan tata massa bangunan;
ketentuan prasarana minimum; dan
ketentuan lainnya yang masih ditoleransi tanpa
menyebabkan perubahan keseluruhan blok/subblok.
b.2 Materi Pilihan
b.2.1 Ketentuan Tambahan
Ketentuan tambahan adalah ketentuan lain yang dapat
ditambahkan pada suatu zona untuk melengkapi aturan
dasar yang sudah ditetapkan. Ketentuan tambahan
berfungsi memberikan aturan pada kondisi yang spesifik
pada zona tertentu dan belum diatur dalam ketentuan
dasar.
b.2.2 Ketentuan Khusus
Ketentuan khusus adalah ketentuan yang mengatur
pemanfaatan zona yang memiliki fungsi khusus dan
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
diberlakukan sesuai dengan karakteristik zona dan
kegiatannya. Ketentuan khusus memberikan aturan
pemanfaatan ruang pada zona-zona yang digambarkan di
peta khusus yang memiliki pertampalan dengan zona
lainnya.
Komponen ketentuan khusus antara lain meliputi :
Zona keselamatan operasi penerbangan (KKOP);
Zona cagar budaya atau adat;
Zona rawan bencana;
Zona hankam;
Zona pusat penelitian;
Zona pengembangan nuklir;
Zona pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan
pembangkit tenaga uap (PLTU);
Zona gardu induk listrik;
Zona sumber air baku;
Zona BTS.
Ketentuan mengenai penerapan aturan khusus pada
zona-zona khusus di atas ditetapkan sesuai dengan
ketentuan yang diterbitkan oleh instansi yang
berwenang.
b.2.3 Standar Teknis
Standar teknis adalah aturan-aturan teknis pembangunan
yang ditetapkan berdasarkan
peraturan/standar/ketentuan teknis yang berlaku serta
berisi panduan yang terukur dan ukuran yang sesuai
dengan kebutuhan. Tujuan standar teknis adalah
memberikan kemudahan dalam menerapkan ketentuan
teknis yang diberlakukan di setiap zona. Standar teknis
yang digunakan dalam penyusunan RTR mengikuti
Standar Nasional Indonesia (SNI), antara lain SNI Nomor
03-1733-2004 tentang tatacara perencanaan lingkungan
perumahan di perkotaan dan atau standar lain.
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
b.2.4 Teknik Pengaturan Zonasi
Teknik pengaturan zonasi adalah varian dari zonasi
konvensional yang dikembangkan untuk memberikan
fleksibilitas dalam penerapan aturan zonasi dan ditujukan
untuk mengatasi berbagai permasalahan dalam
penerapan peraturan zonasi dasar.
E.2.6 Penyusunan Laporan Rencana
Laporan rencana merupakan hasil penyempurnaan draft rencana setelah
selesai didiskusikan. Selain itu, laporan tersebut dilengkapi pula dengan
Album Peta yang disajikan dengan tingkat ketelitian skala minimal 1:5.000
dalam format A1 yang dilengkapi dengan peta digital yang mengikuti
ketentuan sistem informasi geografis (GIS).
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
Gambar E.1
Pendekatan Penyusunan
Persiapan dan
Mobilisasi
Penajaman Metode dan Rencana Kerja
Penyiapan Survey Penyiapan Peta
Dasar Pengumpulan Data
Awal
Gambaran Awal Kawasan
Perencanaan
Pelaksanaan Survei
Survei primer Survei
instansional
Tabulasi dan Kompilasi
Data
LAPORAN LAPORAN A N T A R A LAPORAN A K H I R SURVAI
TINJAUAN EKSTERNAL
Arahan RTRW Kabupaten untuk Kawasan Perencanaan
Arahan Rencana Tata Ruang Terkait
Kebijakan Sektoral Terkait
Menjaga Konsisten dengan Kebijaksanaan Makro
Kedudukan Kawasan Perencanaan Dalam Konstelasi Eksternal
TINJAUAN INTERNAL
Peluang Ancaman Kekuatan Kelemahan Issue Strategis Proyeksi Penduduk dan
Kebutuhan Pengembangan Ruang
Konsep Pengembangan
Deliniasi Kawasan Perkotaan
Lahan Potensial Kecenderungan
Penggunaan Lahan Sektor Ekonomi Potensial Tingkat Pelayanan Sarana
Prasarana Struktur Ruang Kawasan
Perkotaan
RTR-KSK
(Kawasasan Strategis Aerocity)
Tujuan Penataan Kawasan Rencana Pola
Ruang Rencana Jaringan
Prasarana Ketentuan
Pemanfaatan Ruang Peraturan Zonasi
Kondisi Eksisting: Fisik Dasar Penggunaan Lahan Sosial Budaya Ekonomi Fasilitas Pelayanan Utilitas Transportasi Bangunan dan
Lingkungan
Faktor Eksternal Berpengaruh
Lainnya
Desain
Kajian Kebijakan Terkait
RTRW Kabupaten Pedoman Terkait
Kajian Awal Data
Sekunder
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
Tabel E.1 Keterkaitan Komponen Tahapan Proses Penyusunan
Kegiatan Fakta dan Analisis Teknik Analis Pendekatan
Keterkaitan dengan
Rencanca (Out Put)
Data Yang Dibutuhkan Sumber Data Keterangan
Tinjauan Kebijakan Deskriptif Pendekatan Rasional Menyeluruh dan Perencanaan Terpilah.
Dasar dari seluruh out put/produk rencana.
RTRW Kabupaten RDTR kawasan
perkotaan di koridor kawasan perencanaan.
Bappeda Dinas Perumahan Tata
Ruang dan Cipta Karya
Kedudukan kawasan perencanaan di dalam wilayah lebih luas.
Deskriptif Pendekatan Rasional Menyeluruh dan Perencanaan Terpilah.
Menjadi salah satu pertimbangan dalam merumuskan Struktur dan Pola Ruang
RTRW Kabupaten Laporan Fakta dan Analisa
Bappeda Survai Lapangan
Deliniasi kawasan perencanaan.
Pembobotan Kriteria Kawasan Perkotaan
Wilayah yang akan direncanakan dengan skala peta 1:5.000
RTRW Kabupaten Sebaran Fasilitas Tutupan Lahan Citra Satelit
Bappeda Kecamatan Dalam
Angka Buku Potensi Desa Survai Lapangan Lapan (Citra Satelit) Bakosurtanal
Peta Rupa Bumi skala 1:25.000 dari Bakosurtanal untuk pendukung interpretasi citra satelit
Segmentasi Kawasan Deskriptif Homogenitas Kegiatan
Pembagian blok kawasan perencanaan
Penggunaan Lahan Survai Lapangan
Daya Dukung Lahan Pembobotan Pembangunan Berkelanjutan
Dasar penetapan kawasan lindung dan budidaya
Salah satu pertimbangan penetapan intensitas pemanfaatan
Kondisi Fisik Dasar
RTRW Kabupaten
Bappeda
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
Kegiatan Fakta dan Analisis Teknik Analis Pendekatan
Keterkaitan dengan
Rencanca (Out Put)
Data Yang Dibutuhkan Sumber Data Keterangan
ruang Karakteristik Penggunaan Lahan
Super imposed
Hubungan Fungsional
Salah satu pertimbangan perumusan komponen rencana
Citra Satelit Peta Penggunaan Lahan
Bappeda Dinas Perumahan Tata
Ruang dan Cipta Karya Bakosurtanal Lapan
Sosial Kependudukan Deskriptif Salah satu pertimbangan perumusan komponen rencana
Kabupaten dan Kecamatan Dalam Angka
Buku Potensi Desa
Statistik Kantor Kecamatan Kantor Desa
Karakteristik Ekonomi Deskriptif Salah satu pertimbangan perumusan komponen rencana
Kabupaten dan Kecamatan Dalam Angka
Buku Potensi Desa
Statistik Kantor Kecamatan Kantor Desa
Karakteristik Transportasi
Deskriptif Standar
Pertimbangan penyusunan rencana transportasi
Kondisi transportasi eksisting
Survai lapangan Dinas Pekerjaan Umum Dinas Perhubungan
Karakteristik Fasilitas Deskriptif Pertimbangan penyusunan rencana fasilitas
Kabupaten dan Kecamatan Dalam Angka
Buku Potensi Desa
Kondisi fasilitas
Statistik Kantor Kecamatan Kantor Desa Survai lapangan
Karakteristik Utlitas Deskriptif Pertimbangan penyusunan rencana utilitas
Kabupaten dan Kecamatan Dalam Angka
Buku Potensi Desa
Kondisi Utilitas
Statistik Kantor Kecamatan Kantor Desa PDAM PLN Dinas Kebersihan
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
Kegiatan Fakta dan Analisis Teknik Analis Pendekatan
Keterkaitan dengan
Rencanca (Out Put)
Data Yang Dibutuhkan Sumber Data Keterangan
Dinas Perumahan Tata Ruang dan Cipta Karya
Telkom Dinas Pengairan Survai lapangan
Karaketeristik Intenstias Pemanfaatan Lahan
Deskriptif Salah satu pertimbangan perumusan komponen rencana
Kondisi eksisting intensitas pemanfaatan lahan
Survai lapangan
Karakteristik Lingkungan
Deskriptif Salah satu pertimbangan perumusan komponen rencana
Kondisi lingkungan
Survai lapangan
Analisis SWOT Deskriptif Salah satu pertimbangan perumusan komponen rencana
Kesimpulan dari komponen- komponen analisis
Hasil Analisis
Daya Tampung Penduduk
Standar Salah satu pertimbangan merumuskan rencana pola ruang
Kabupaten dan Kecamatan Dalam Angka
Buku Potensi Desa
Statistik Kantor Kecamatan Kantor Desa
Proyeksi Kebutuhan Fasilitas
Standar Perencanaan Paritisipatif
Salah satu komponen rencana
Peraturan Zonasi
Hasil Analisis Daya Tampung Penduduk
Kondisi Fasilitas eksisting
Statistik Kantor Kecamatan Kantor Desa
Proyeksi Kebutuhan Utilitas
Standar Perencanaan Paritisipatif
Salah satu komponen rencana
Hasil Analisis Daya Tampung Penduduk
Kondisi Utilitas eksisting
PDAM PLN Dinas Kebersihan Dinas Perumahan Tata
Ruang dan Cipta Karya
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
Kegiatan Fakta dan Analisis Teknik Analis Pendekatan
Keterkaitan dengan
Rencanca (Out Put)
Data Yang Dibutuhkan Sumber Data Keterangan
Telkom Dinas Pengairan
Kawasan Mitigasi Bencana
Deskriptif Perencanaan Paritisipatif
Salah satu komponen rencana
Studi Kebencanaan
RTRW Kabupaten
Dinas Kebencanaan Bapeda Dinas Perumahan Tata
Ruang dan Cipta Karya
Penanganan Bangunan dan Lingkungan
Deskriptif Perencanaan Paritisipatif
Menjadi masukan dalam penyusunan Indikasi Program
Kondisi bangunan dan lingkungan
Survai lapangan
Sumber: Hasil Penyusunan Tim
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
E.3 PROGRAM KERJA
a. Kosep Dasar dan Tahapan Pelaksanaan Pekerjaan
Pelaksanaan kegiatan Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung
BIJB di Wilayah Ujungjaya, akan dilaksanakan selama 5 (lima) bulan yang dilakukan
pada tahun kegiatan 2013. Secara garis besar tahapan pelaksanaan atau progam
kerja Penyusunan Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB
di Wilayah Ujungjaya, tersebut adalah sebagai berikut:
a. Melakukan kajian literatur terhadap peraturan perundang-undangan dan
studi-studi terkait kawasan
b. Mengidentifikasi dan menentukan nilai strategis kawasan serta
mengidentifikasi isu-isu strategis kawasan serta menentukan delineasi
kawasan
c. Penyepakatan delineasi awal kawasan dengan pemerintah daerah
d. Pengadaan peta kerja dalam bentuk digital (peta rupa bumi dan citra satelit
serta interpretasinya)
e. Melakukan survei lapangan dan pengumpulan data dan melakukan analisis
aspek-aspek terkait untuk menentukan arah kebijakan penataan ruang
awasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya.
f. Perumusan tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang awasan Strategis
Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya.
g. Perumusan rencana struktur ruang dan rencana pola ruang awasan Strategis
Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya.
h. Penyiapan peta tematik termasuk peta rencana pola ruang dan struktur
ruang.
i. Mengadakan pembahasan-pembahasan dengan pemangku kepentingan
guna merumuskan materi teknis Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity
dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya.
j. Penyepakatan konsep pengembangan Kawasan Strategis Aerocity dalam
Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya.
k. Perumusan arahan pemanfaatan ruang yang berisikan indikasi program
l. Perumusan arahan pengendalian
m. Melakukan kajian dan merumuskan konsep kelembagaan awasan Strategis
Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya.
n. Pembahasan dan penyepakatan muatan peta lampiran dengan sektor terkait
dan pemerintah daerah.
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
Dalam pelaksanaan pekerjaan, digunakan strategi dasar yang menjadi jiwa dalam setiap pelaksanaan tahap-tahap kegiatan, yakni: Inovasi, artinya bahwa sebagai penterjemahan ide yang relatif baru. Akuntabilitas, artinya bahwa semua pelaksanaan yang dilakukan harus dapat
dipertanggung jawabkan dikemudian hari dan terukur, terutama dalam pengelolaan data primer dan sekunder.
Optimasi, artinya bahwa baik proses maupun hasil, berjalan seoptimal mungkin dan memuaskan semua pihak.
Kerjasama, artinya bahwa pekerjaan ini memerlukan kerja sama yang erat dengan instansi lain, maupun seluruh stakeholder, terutama pada saat pengumpulan data sekunder dan primer serta perumusan konsep-konsep pemanfaatan dan pengendalian ruang kawasan.
b. Strategi Operasional Perlunya strategi operasional dalam pelaksanaan pekerjaan Penyusunan RTR Kawasan Strategis ini adalah untuk menjamin agar kinerja dari pelaksanaan operasional tetap terjaga, sehingga dapat mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Strategi operasional ini adalah : 1. Manajemen Pengelolaan Program Agar program kerja “Penyusunan RTR Kawasan Strategis ” berjalan sesuai target yang telah direncanakan sebelumnya, maka perlu adanya strategi untuk mengelola program. Strategi ini meliputi pengumpulan data, pelaporan (reporting) dan dapat dipertanggungjawabkan (reliable).
Pengumpulan data (colecting data) Untuk keperluan analisis, diperlukan pengumpulan data awal baik data primer maupun sekunder.\
Pelaporan (reporting). Untuk mendokumentasikan semua hasil kegiatan diciptakan sistem pelaporan. Pelaporan ini dilaksanakan sejak dimulainya pekerjaan (setelah diterimanya SPK) sampai dengan selesainya pekerjaan.
Bisa dipertanggungjawabkan (reliable). Yang sangat penting dipertahankan bahwa setiap hasil kerja dari konsultan ini harus bisa dipertahankan kehandalannya.
2. Koordinasi Secara Simultan Pelaksanaan pekerjaan ini melibatkan banyak pihak terutama pada tahap pengumpulan data, diskusi/dialog, seminar dengan para pihak terkait. Koordinasi yang baik dari Team Leader sangat penting untuk dilaksanakan, koordinasi yang dilakukan dapat berupa :
Konsultasi yang intensif dengan Tim Teknis. Kontrol yang dilaksanakan secara terus menerus terhadap kemajuan pekerjaan,
sehingga setiap penyimpangan yang terjadi dapat diketahui secara dini dan dapat dipecahkan.
Berhubungan secara intensif dengan pihak pemberi data, misalnya dengan instansi daerah, masyarakat dan pengusaha (seluruh stakeholder).
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
c. Strategi Penanganan Pekerjaan
Pada penanganan pekerjaan “Penyusunan RTR Kawasan Strategis ”, penekanan lebih kepada upaya pencapaian sasaran yang diinginkan, tidak semata-mata untuk mencapai produk fisik semata. Dengan demikian pelaksanaan pekerjaan ini sangat menekankan pada tahap proses yang akan menunjang tercapainya sasaran yang diinginkan. Pendekatan penanganan pekerjaan sangat berkaitan dengan pihak-pihak yang terlibat dalam perumusan konsep pekerjaan. Pihak-pihak yang terlibat dalam pekerjaan sebelum merancang langkah-langkah konkrit dalam penanganan pekerjaan ini, maka terlebih dahulu perlu diidentifikasikan pihak-pihak yang terlibat dalam proses perencanaan. Secara garis besar ada tiga pihak yang terlibat dalam pekerjaan “Penyusunan RTR Kawasan Strategis ” yaitu sebagai berikut : Pihak Pemerintah, yang diwakili oleh pejabat-pejabat pemerintah yang terkait
memberikan arahan pada pekerjaan ini dan menyediakan data baik sekunder maupun primer yang diperlukan.
Pihak Masyarakat, menyediakan dan mengoreksi data tentang pemanfaatan ruang di wilayah yang akan direncanakan maupun aspirasi mereka untuk masukan bagi kegiatan ini.
Pihak Konsultan, yang berperan aktif untuk memperoleh dan mengumpulkan data yang diperlukan sebagai bahan analisis dalam penyelesaian pekerjaannya.
d. Konsep Penanganan Pekerjaan
Konsep perencanaan “top-down” dan “bottom-up” merupakan pendekatan perencanaan yang umum digunakan dalam pembangunan. Seperti kita ketahui bersama pada sistem perencanaan pembangunan di Indonesia yang telah lalu, banyak menerapkan konsep perencanaan “top-down” yang mendapat banyak kritikan karena membawa dampak buruk bagi perkembangan di daerah diantaranya adalah besarnya ketergantungan daerah terhadap pusat. Untuk mengimbangi keadaan yang sudah ada, maka diterapkan konsep “bottom-up” yang pada pelaksanaannya tidak dapat diterapkan secara murni. Sehingga pendekatan konsep pelaksanaan yang menjembatani kedua konsep tersebut perlu diterapkan. Makna konsep perencanaan “bottom-up” adalah konsep perencanaan dengan aspirasi yang muncul dari bawah. Dalam konteks penanganan pekerjaan Penyusunan RTR Kawasan Strategis , konsep rencana “bottom-up” adalah dilakukannya konfirmasi baik pada survai ke lokasi studi untuk mendapatkan masukan dari pihak pemerintah, masyarakat dan pengusaha (swasta/seluruh stakeholder) sebagai pengguna produk ini nantinya, maupun pada kesempatan seminar. Sedangkan konsep perencanaan “top-down” adalah adanya ide dasar dalam pekerjaan ini, yang diperoleh dari peran pemerintah, yaitu : regulasi, kebijakan, norma, standar, dan pedoman. Didalam penerapan kedua konsep diatas (konsep bottom up dan top down) masing-masing memiliki kekurangan dan kelebihan, oleh karena itu dalam pelaksanaan pekerjaan “Penyusunan RTR Kawasan Strategis ” adalah memadukan antara konsep perencanaan “bottom-up” dan “top-down”.
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
Dalam kegiatan survai, wawancara dan diskusi/dialog, maka upaya pendekatan kedua konsep diimplementasikan dengan cara melalui proses :
sinkronisasi visi, misi dan pemilihan tujuan-tujuan umum jangka panjang penentuan kebijakan dan program-program strategis menetapkan metode-metode yang diperlukan untuk menjamin bahwa kebijakan
dapat terlaksana.
Dalam kegiatan tersebut di atas, pihak konsultan berperan sebagai fasilitator dalam menjembatani antara kedua kepentingan yang terkait dengan kedua konsep tersebut. Gambaran sederhana dari konsep pelaksanaan pekerjaan “Penyusunan RTR Kawasan Strategis ” dapat dilihat pada Gambar E.2.
Gambar E.2 Konsep Penanganan Pekerjaan
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
E.4 APRESIASI DAN INOVASI
E.4.1 Latar Belakang Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity
Letak Kabupaten Sumedang yang strategis berada di antara Kota Bandung sebagai Ibu Kota Provinsi Jawa Barat dengan Kota Cirebon sebagai Kota Pelabuhan mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi terutama bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah. Pertumbuhan ekonomi tersebut antara lain dari sektor perdagangan dan jasa, pariwisata, industri, serta sektor perumahan dan permukiman.
Pembangunan ekonomi daerah di Kabupaten Sumedang terbagi dalam dua wilayah, yaitu Wilayah Metropolitan Bandung Area (BMA) di barat dan Wilayah Ciayumajakuning di timur. Pembangunan di dua wilayah tersebut akan dipengaruhi oleh pembangunan strategis waduk Jatigede, Jalan Tol Cisumdawu, Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) dan KSP Pendidikan Tinggi Jatinangor. Khusus untuk wilayah bagian timur, di mana Provinsi Jawa Barat telah menetapkan Peraturan Daerah No. 13 Tahun 2010 tentang Pembangunan dan Pengembangan Bandar Udara Internasional Jawa Barat dan Kertajati Aerocity, menjadi sebuah peluang sekaligus tantangan bagi Kabupaten Sumedang untuk bisa memanfaatkan secara maksimal keberadaan BIJB tersebut bagi kesejahteraan sebesar-besarnya masyarakat Sumedang.
Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Sumedang No. 2 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sumedang tahun 2011 - 2031, bahwa wilayah bagian timur, khususnya Kecamatan Ujungjaya yang menjadi salah satu Kecamatan yang berbatasan langsung dengan rencana pembangunan BIJB di Kertajati Kabupaten Majalengka, sudah ditetapkan sebagai Rintisan Kawasan Industri yang didukung dengan keberadaan Jalan Tol Cisumdawu, Jalan Tol Cikampek-Palimanan dan Waduk Jatigede.
Berkaitan dengan pembangunan BIJB di Kertajati, maka Pemerintah Kabupaten Sumedang berusaha menangkap potensi yang ada melalui penetapan sebuah Kawasan Strategis yaitu dengan menciptakan Kawasan Strategis Aerocity di Kecamatan Ujungjaya sebagai salah satu penyelarasan antara RTRW Propinsi dengan RTRW Kabupaten Sumedang, yang diharapkan dapat bersinergi dengan BIJB dan Kertajati Aerocity di Kabupaten Majalengka.
Konsep aerocity secara umum merupakan suatu kawasan yang di dalamnya terdapat berbagai aktivitas perkotaan yang saling mendukung dengan kegiatan bandar udara. Aktivitas perkotaan tersebut antara lain industri, perdagangan dan jasa, pariwisata kota, serta perumahan dan permukiman. Aerocity Ujungjaya yang terintegrasi dengan aktifitas BIJB diharapkan dapat menjadi pemacu pertumbuhan ekonomi di kawasan Sumedang bagian timur yang kaya akan potensi sumber daya alam.
Kondisi tofografi tanah yang landai dan datar serta didukung oleh jalan provinsi Cijelag yang menjadi jalur alternatif arus mudik dan balik lebaran menjadi nilai tambah dalam pembangunan aerocity di Ujungjaya. Akses yang mudah menuju Ibu kota Bandung dan Jakarta serta Pelabuhan Cirebon melalui Jalan Tol Cisumdawu menjadi daya tarik bagi para pelaku bisnis dan lainnya untuk menetap dan tinggal di kawasan aerocity Ujungjaya.
Aerocity Ujungjaya akan menjadi icon Kabupaten Sumedang, di mana akan terintegrasi dengan daerah lainnya di Kabupaten Sumedang, termasuk dengan kawasan Ibu Kota Kabupaten Sumedang yang menjadi pusat pemerintahan dan perdagangan/jasa. Aerocity
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
Ujungjaya disiapkan untuk meningkatkan dan memaksimalkan industri non polutan dan pemasaran produk-produk unggulan di Kabupaten Sumedang, seperti ubi cilembu di Pamulihan, Mebeulair di Paseh dan Conggeang, Kerajinan tangan di Cimanggung dan Pamulihan, serta produk olahan rumah tangga yang selama ini masih kurang dikenal oleh masyarakat luar Sumedang.
Berdasarkan uraian di atas maka sudah selayaknya Kabupaten Sumedang memiliki Kawasan Strategis aerocity yang berintegrasi dengan BIJB dan Aerocity Kertajati yang memiliki fungsi dan ciri sebuah aerocity yang khas dan mandiri yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sumedang demi mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat Sumedang secara keseluruhan.
E.4.2 Gambaran Umum
A. DEMOGRAFI Perkembangan penduduk Kabupaten Sumedang setiap tahun terjadi kenaikan, dimana pada tahun 1995 berjumlah 847.658 jiwa dengan komposisi laki-laki sebesar 420.107 jiwa dan perempuan sebesar 427.551 jiwa. Pada tahun 2000 jumlah penduduk berjumlah 967.049 dengan komposisi laki-laki 481.568 dan perempuan 485.481, dan pada tahun 2005 jumlah penduduk mencapai 1.045.826 jiwa, dengan komposisi laki-laki 515.628 dan perempuan 530.195. Kenaikan jumlah penduduk di Kabupaten Sumedang dari tahun ke tahun didominasi oleh kaum perempuan. Laju pertumbuhan penduduk pada tahun 2006 adalah 2,45 % dan TFR 2,29 (Hasil Pendataan Keluarga). Jumlah penduduk dewasa mencapai 66% dari jumlah keseluruhan penduduk Kabupaten Sumedang, dan potensial menjadi sumberdaya dalam pembangunan daerah.
Tabel 2
Perkembangan Jumlah Penduduk di Kabupaten Sumedang Tahun 1995-2005
Kepadatan penduduk di Kabupaten Sumedang tidak merata, dimana pada tahun 2005 kepadatan penduduk di atas 1.500 / km2 berada di kecamatan Jatinangor 3.452 Jiwa, Cimanggung sebanyak 1.729 jiwa/km, Tanjungsari sebanyak 1.851 jiwa /km dan Sumedang
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
Utara sebanyak 2.844 jiwa /km. Hal ini disebabkan oleh adanya pusat kegiatan pembangunan dengan basis pendidikan, industri, perdagangan, dan permukiman di samping tersedianya berbagai prasarana pembangunan di lokasi tersebut. Adapun kecamatan dengan kepadatan penduduk di bawah 250 jiwa/ km2 berada di kecamatan Jatigede sebesar 220 jiwa/ km2, Kecamatan Surian 224 jiwa/ km2 dan Kecamatan Buahdua 246 jiwa/ km2. B. EKONOMI DAN SUMBER DAYA ALAM Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sumedang pasca krisis menunjukkan indikasi yang membaik. Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Sumedang pada tahun 1995 mencapai 6,95% nilai PDRB sebesar Rp. 3.564, 3 milyar, tahun 2000 menurun menjadi 4,08% dengan nilai sebesar Rp. 3.699,8 milyar dan pada tahun 2005 LPE mencapai 4,52 % dengan nilai Rp. 4.506,2 milyar (atas dasar harga konstan tahun 2000). Pendapatan perkapita mencapai Rp 4.341.731 pada tahun 2005, meningkat dari Rp 3.825.868 pada tahun 2000 dan tahun 1995 sebesar Rp.4.211.541 Peningkatan PDRB ini disumbang dari tiga kontribusi sektor utama yaitu sektor Industri Pengolahan (25,62%), sektor Perdagangan Hotel dan Restauran (26,13%) dan sektor Pertanian (28,12%) Iklim investasi di Sumedang menunjukkan perkembangan yang terus membaik, hal mana ditandai dengan perkembangan investasi pada tahun 2005 (atas dasar harga konstan tahun 2000) mencapai Rp. 766 milyar dengan tingkat pertumbuhan sebesar 4,37%. Pertumbuhan investasi yang terus membaik ternyata tidak memberikan korelasi positif terhadap pengentasan kemiskinan. Masalah kemiskinan tetap belum dapat terselesaikan mengingat perbedaaan sumber daya alam, sumber daya manusia, geografis dan faktor budaya antar wilayah mengakibatkan perbedaan kondisi serta permasalahan kemiskinan yang dihadapi. Sebagai gambaran kemiskinan tersebut pada tahun 2006, terdapat sekitar 82,719 rumah tangga menurut yang dikategorikan miskin di Kabupaten Sumedang. Sedangkan berdasarkan perhitungan Badan Keluarga Berencana Nasional di daerah Sumedang pada tahun 2005 tercatat tercatat 9.738 KK dikategorikan fakir, dan 46.506 dikategorikan miskin dari 293.141 KK yang ada, sedangkan dilihat dari jumlah pencari kerja terus mengalami peningkatan dibanding dengan angkatan kerjanya. Jumlah pencari kerja pada tahun 1995 sebanyak 6.172 jiwa, tahun 2000 meningkat menjadi 10.301 jiwa, tahun 2005 menjadi sebanyak 456.810 jiwa dan tahun 2006 sebanyak 526.335 jiwa, dimana jumlah pencari kerja tahun 2006 masing-masing sebesar 8,25% dan 14.05%. Oleh karena itu perlu adanya ciri/model investasi keberpihakan kepada UKM, tanpa mengekang investasi. Permasalahan lain yang mengemuka adalah masih banyaknya jumlah pengangguran di Kabupaten Sumedang. Sementara itu jumlah angkatan kerja di Kabupaten Sumedang pada tahun 2005 sebanyak 456.810 jiwa sementara jumlah pencari kerja mencapai 8,25% dari angkatan kerja. Berdasarkan jenis pekerjaan penduduk Kabupaten Sumedang yang bekerja di sector pertanian sebanyak 43,85%, yang bekerja di sektor perdagangan sebanyak 12%, dan di sector industri sebanyak 12% dan yang paling sedikit bekerja di sektor keuangan sebanyak 0,53%. Secara demografis, penduduk Kabupaten Sumedang masih didominasi oleh kegiatan primer (pertanian dalam arti luas), dan diikuti industri dan sebagian kevil di sektor jasa. Untuk memberikan gambaran capaian kondisi pembangunan pada beberapa bidang/ sektor ekonomi dapat digambarkan berikut ini :
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
1. Dihubungkan dengan visi dan misi daerah tahun 2003-2008, dalam perkembangannya sistem agrobisnis dan pariwisata ini belum merekatnya (belum berkeadilan) antara subsistem yang satu dengan subsistem yang lainnya. Khususnya persentase nilai tambah disektor-sektor primer, tempat masyarakat miskin, terutama di sektor pertanian persentase nilai tambah perkapita pekerja menurun, berbeda dengan pekerja disektor sekunder dan tersier semakin meningkat.
Pembangunan agrobisnis dalam arti luas masih dihadapkan pada persoalan hubungan antar sub sistem pertanian yang belum sepenuhnya menunjukkan keharmonisan baik pada skala lokal, regional dan nasional. Kinerja masing-masing subsistem pertanian masih rendah, terutama pada subsistem budidaya (on-farm) dimana petani dihadapkan pada luasan lahan yang semakin sempit, teknologi masih tradisional, mutu produk rendah, harga tidak mendukung, dan struktur pasar yang cenderung merugikan petani. Cara pandang sektoral yang belum terintegrasi pada sistem pertanian; serta ketidaksiapan dalam menghadapi persaingan global. Namun demikian sektor pertanian masih merupakan sektor yang penting apabila ditinjau dari jumlah tenaga kerja yang bekerja di dalamnya. Hal tersebut tergambar dari proporsi penduduk di Kabupaten Sumedang yang bekerja pada sektor pertanian mencapai 37 % dengan pola persebaran yang hampir merata. Selain itu pertanian di Kabupaten Sumedang sudah ada dan tumbuh di masyarakat, khususnya masyarakat petani di perdesaan dan memiliki potensi yang besar dan variatif didukung oleh kondisi agroekosistem yang cocok untuk pengembangan komoditas pertanian dalam arti luas (tanaman, ternak, ikan dan hutan). Sumberdaya lahan darat dengan luas total 118.712 Ha atau 77,99 % merupakan sumberdaya potensial untuk agribisnis. Sumberdaya lahan darat untuk sawah (irigasi dan tadah hujan), ladang dan tegalan menunjukkan penggunaan pada umumnya lebih dari 23.82%. Potensi luas panen tanaman pangan di Kabupaten Sumedang didominasi oleh tanaman padi yaitu sekitar 33.508 hektar atau 22,01 %, sementara tanaman palawija hanya mencapai 36,249 hektar. Potensi lahan kehutanan dengan luas 367.746,63 hektar,tersebar hampir di semua wilayah Kabupaten Sumedang. Produksi ternak di Kabupaten Sumedang adalah domba, kambing dan sapi potong. Jumlah produksi ternak ini berkaitan dengan luas lahan yang diperlukan sebagai lahan pengangonan atau penanaman pakan ternak. Produksi ikan menunjukkan produk hasil budidaya yang dilakukan masyarakat dari kolam, sawah, karamba, kolam air deras, dan jaring apung. Produksi perikanan tahun 2005-2006 adalah sebanyak 4.181,520 ton.
2. Meskipun Sumedang telah lama memiliki program pengembang sentra-sentra yang diusahakan oleh usaha kecil dan menengah agar bergairah dan tumbuh secara dinamis, namun dirasakan masih belum efektif dan berkelanjutan. Setidaknya ada tiga hal yang menyebabkan kurang memuaskan dalam pemberdayaan Usaha Kecil dan menengah (UKM.), yaitu : pertama; relevansi pembinaan terhadap UKM masih terbatas pada penyediaan jasa berlandaskan padangan sempit tentang kebutuhan UKM, yaitu lebih banyak ditentukan dari sisi
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
pemberian layanan dan bukan karena pengetahuan tentang apa yang diperlukan UKM. Kedua ; jangkauan sasaran terbatas, hal ini disebabkan oleh ketergantungan pada stimulant dan ketentuan jenis bantuan tehadap UKM, akibatnya jumlah perusahaan dan pelaku UKM yang menerima bantuan jadi terbatas, terutama oleh jumlah dana yang dianggarkan melalui program. Ketiga ; kesinambungan yang lemah dan kemacetan program yang tengah dijalankan terjadi karena ketergantungannya pada dana pemerintah maupun skema mekanisme pemberian bantuan. Perkembangan koperasi dan UKM di Kabupaten Sumedang menunjukan pertumbuhan yang relatif cukup jika diukur dari jumlah, yaitu sebanyak 28 pada tahun 1995 meningkat pesat menjadi 464 koperasi pada tahun 2000 dan tahun 2005 mencapai jumlah sebanyak 519 koperasi, dari jumlah tersebut dalam kondisi aktif sebanyak 397 koperasi atau 76,49 %, meningkat 2,01 % dibanding tahun 2005, dari jumlah tersebut koperasi yang telah melaksanakan Rapat Anggota Tahunan (RAT) sampai dengan akhir tahun 2006 sebanyak 240 unit atau 60,45% dari jumlah koperasi aktif, meningkat 6,25% dibading tahun 2005. Sedangkan koperasi yang tidak aktif sebanyak 122 unit atau 23,51%, menurun 1,54 % dibanding tahun 2005. Namun demikian masih banyak koperasi yang dikategorikan aktif diduga tidak melaksanakan aktivitasnya secara optimal sesuai dengan prinsip dan norma koperasi. Hal ini tercermin dari rendahnya nilai transaksi rata-rata anggota koperasi jauh di bawah Rp.100.000,- perbulan. Jumlah anggota koperasi dari tahun ke tahun rata-rata naik 2 - 5 %, tercatat sampai dengan 2006 sebanyak 239.339 orang baru 31,26% dibanding jumlah penduduk dewasa sebanyak 765.503 jiwa (73,21%) dari jumlah penduduk Kabupaten Sumedang sebesar 1.045.626 jiwa, sisanya sebanyak 526.164 masih perlu didorong untuk berkoperasi. Jumlah modal sendiri sampai dengan tahun 2006 senilai Rp. 130,427 juta, sedangkan modal luar Rp. 50.174 juta, hal ini masih cukup baik terbukti dengan mendominasinya kekuatan modal sendiri (swadaya) yaitu :1 : 2,60. Asset koperasi pertahun 2006 tercatat Rp. 228.020 juta, naik rata-rata 5,88% dibandingkan dengan posisi tahun 2003-2006. Volume usaha koperasi secara komulatif dari tahun 2000-2006 usaha pertahun 2006 sebesar Rp. 8.638 juta, dengan laju kenaikan rara-rata pertahun sebesar 13,02%.
3. Dilihat dari persepsi kondisi daya saing yang dimiliki para pengusaha kecil, menengah dan besar, beberapa pihak telah melakukan kajian tentang daya saing daerah, walaupun masih terbatas dan mungkin saja kajian - kajian tersebut mengandung kelemahan/kekurangan, diantaranya, Pertama dari hasil kajian Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) tahun 2004, daya tarik investasi Kabupaten Sumedang dikatagorikan sedang atau cukup. Kedua yaitu hasil kajian tentang pemetaan pengusaha andalan dan usaha unggulan untuk industri berbasis kayu, dinyatakan bahwa kompetensi pengusaha rendah dengan komitmen tinggi, tetapi dilihat dari daya tarik industri dan kekuatan bisnis pertumbuhannya berkonsentrasi melalui integrasi horizontal, sedangkan keandalannya pengusaha rendah, walaupun usaha unggulannya sedang. Pada industri berbasis pangan dinyatakan bahwa citra dan kualitas produk yang masih lemah, selain kapasitas dan koordinasi keterpaduan antar stakeholder. Sebagai
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
gambaran Umum tentang inovasi Kabupaten Sumedang dalam meningkatkan daya saingnya, ditunjukkan dari Pertama, sumber daya yang masih dikatagorikan marjinal, yaitu pembiayaan bisnis selain bank komersil (misalnya Modal beresiko, seperti modal ventura, lembaga keuangan mikro) belum berkembang, selain sumber daya manusia terspesialisasi rendah. Kedua, keluaran (output) intelektual yang relative rendah, hal ini dilihat dari perolehan HAKI, baru perlindungan beberapa varietas tanaman dan merk, sedang rahasia dagang, disain industri, disain tata letak sirkuit terpadu, paten, hak cipta, pengetahuan tradisional dan indikasi geografis belum ada. Ketiga:” teknologi ” yang dihasilkan lembaga litbang atau perguruan tinggi belum termanfaatkan oleh dunia usaha (masyarakat), dan/atau tidak/kurang “sesuai” dengan kebutuhan dunia usaha (masyarakat), selain modal bisnis yang mendukung transaksi (“pasar”) yang efektif belum berkembang. Oleh karena itu, budaya dan struktur inovasi yang ada masih memerlukan interaksi yang intensif antar pemangku kepentingan, sehingga adanya suatu sistim inovasi ke arah yang lebih baik, agar posisi rentan dalam dinamika persaingan bisa terantisipasi. Disisi lain, dalam kerangka kebijakan makro perekonomian pada tahun 2002 dan dilanjutkan pada tahun 2007 diberlakukan kemudahan dalam perizinan/investasi (lama proses, biaya, mekanisme) melalui prosedur tetap pelayanan di tempat pelayanan satu pintu/atap serta pelimpahan beberapa perizinan kepada kecamatan.
4. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 dampaknya masih dirasakan sampai saat ini karena masih ada beberapa industri yang belum bisa beroperasi lagi, walaupun sejak tahun 2005 secara perlahan pembangunan industri relatif tumbuh dan dapat menyerap tenaga kerja sebesar 24%. Pada sektor industri, masih diandalkan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, namun dukungan infrastruktur belum memadai. Selain itu, pemanfaatan kawasan industri yang sudah ada belum optimal difungsikan dikarenakan persaingan dengan kawasan industri yang ada di daerah lain, dari alokasi lahan kawasan industri di Cimanggung- Jatinangor dengan luas lahan sebesar 365 Ha baru dapat termanfaatkan 60 % dari potensinya. Kendala lainnya dalam pengembangan industri antara lain masih tingginya tingkat ketergantungan bahan baku import yang menyebabkan daya saing industri menurun, rendahnya kemampuan dalam pengembangan teknologi, rendahnya kemampuan dan keterampilan sumber daya maunusia serta pencemaran limbah industri yang masih tinggi. Guna mengantisipasi hal tersebut, industri di Kabupaten Sumedang perlu didorong pada peningkatan kearifan lokal, peningkatan kemampuan sumber daya manusia dan penanggulanan pencemaran lingkungan sehingga diharapkan industri yang akan dikembangkan adalah industri yang berbasis bebas polusi (clean production).
5. Perkembangan sektor perdagangan di Kabupaten Sumedang di fokuskan pada pengembangan sistem distribusi barang dan peningkatan akses pasar. Pengembangan sistem distribusi adalah dalam rangka memperlancar arus barang, memperkecil disparitas antar daerah, mengurangi fluktuasi harga dan menjamin ketersediaan barang kebutuhan yang cukup dan terjangkau oleh masyarakat.
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
Sedangkan peningkatan akses pasar dilakukan melalui promosi produk yang dihasilkan Kabupaten Sumedang. Komoditas ekspor dari Kabupaten Sumedang masih didominasi komoditi industri terutama industri dan produk tekstil dan kerajinan. Berdasarkan perbandingan realisasi eskpor dan impor, untuk Kabupaten Sumedang masih lebih banyak ekspor ke Luar Negeri. Hal ini sangat positif karena dapat menunjang perkembangan ekonomi secara makro. Adapun peningkatan akses pasar dilakukan melalui promosi dan mengikuti pameran
6. Kabupaten Sumedang memiliki potensi pasar wisata yang sangat besar baik bagi
wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara yang sangat besar terutama kondisi alam dan budaya yang dimiliki sebagai modal dasar pengembangan daya tarik wisata. Selain itu letak geografis Kabupaten Sumedang yang sangat strategis yang terletak di antara dua Pusat Kegiatan Nasional, yaitu ibukota Propinsi Jawa Barat dan Cirebon yang merupakan gerbang masuk wisatawan ke Kabupaten Sumedang. Adapun perkembangan jumlah pengunjung objek wisata di Kabupaten Sumedang pada tahun 1995 sebanyak 58.080 wisatawan, menjadi 120.670 wisatawan pada tahun 2000 serta tahun 2005 meningkat sebanyak 256.758 wisatawan dengan 75% wisatawan lokal dan nusantara dan 25% wisatawan asing. Jumlah pengunjung yang mengalami peningkatan 7,69% dari tahun sebelumnya, tetapi masih jauh di bawah target yang harus dicapai yaitu sekitar 15%.
7. Jumlah masyarakat miskin di Kabupaten Sumedang pada tahun 2006 berjumlah
82.719 KK meningkat dari tahun dari tahun 2005 sebanyak 46.506 KK. Peningkatan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor antara lain terjadinya kenaikan BBM, tidak terserapnya angkatan kerja dan terbatasnya penyediaan lapangan kerja dengan kebutuhan konsumsi masyarakat yang semakin meningkat.
8. Perkembangan APBD dan PAD Kabupaten Sumedang dalam kurun waktu tahun
1995-2005 terus mengalami peningkatan, baik pada jumlah APBD maupun pada jumlah PAD. Pada tahun 1995 APBD Sumedang sebesar Rp. 40.750.734.863,- dengan PAD sebesar Rp. 6.798.463.595. Pada tahun 2000 APBD sebsar Rp. 115.017.539.001 dengan PAD sebesar Rp. 17.836.583.393 dan pada tahun 2005 APBD Sumedang mencapai Rp. 492.436.373.341 dengan PAD sebesar Rp. 58.669.239.115.
C. SOSIAL BUDAYA Perkembangan pembangunan pada bidang sosial budaya di Kabupaten Sumedang dapat digambarkan sebagai berikut :
1. Pembangunan yang dilaksanakan pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan atau kemakmuran masyarakat yang semakin tinggi dan semakin adil. Untuk mengetahui pencapaian kualitas kehidupan masyarakat tersebut, sementara ini dilakukan melalui pengukuran Indeks Pembangunan Manusia (IPM) ditambah laju pertumbuhan ekonomi atau struktur ekonomi, tingkat kemiskinan dan pengangguruan yang terjadi. Berdasarkan parameter tersebut, maka salah satu sasaran pokok pembangunan daerah Kabupaten Sumedang dalam jangka menengah
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
(Renstra 2003 – 2008) telah menargetkan tercapainya IPM sebesar 73 pada tahun 2008, pengurangan tingkat kemiskinan 1.25% pertahunnya, dan pengurangan tingkat pengangguran 2,8% pertahunnya. Berdasarkan perkembangannya, pencapaian IPM pada tahun 2005 adalah sebesar 71,4 dengan rincian indeks kesehatan sebesar 71,40, indeks pendidikan sebesar 83,30, indeks daya beli sebesar 59,16. Pencapaian indeks komposit IPM ini telah mengalami peningkatan secara bertahap sejak tahun 1999 yang capaiannya saat itu baru sebesar 66,6, dimana tahun sebelumnya (sebelum krisis) yaitu tahun 1996 sempat mencapai 70,1. Apabila dibandingkan pencapaian IPM ini dengan rata-rata IPM Jawa Barat (2002-2004) ternyata capaian Indeks Daya Beli masih berada di bawah rata-rata Jawa Barat, sedangkan untuk Indeks Kesehatan dan Indeks Pendidikan berada di atas rata-rata Jawa Barat. Pemerintah Kabupaten Sumedang dalam lima tahun terakhir telah memfokuskan arah pembangunannya pada pembangunan sumberdaya manusia, dimana Indeks Pembangunan Manusia sebagai indikator utama pembangunan daerah menunjukkan kinerja yang terus membaik. Dalam kurun waktu 2003- 2004, IPM Kabupaten Sumedang menunjukkan peningkatan, dimana untuk tahun 2003 adalah 69,67 poin dan meningkat pada tahun 2004 meningkat menjadi 70,65 poin. Pada tahun 2005 IPM Kabupaten Sumedang mencapai 71,40 poin. Peningkatan IPM tidak lepas dari kontribusi ketiga komponen yaitu indeks peluang hidup sebesar 71,57 tahun, indeks pendidikan sebesar 83,30 dan indeks daya beli sebesar 59,34. Pencapaian IPM sebesar 71,40 masih jauh dari harapan kita semua sehingga masih diperlukan upaya keras untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui peningkatan pelayanan kesehatan, derajat pendidikan melalui peningkatan angka partisipasi sekolah penduduk usia 13-15 tahun dan 16-18 tahun serta memperluas kesempatan kerja bagi penduduk dengan menciptakan peningkatan daya saing.
2. Pembangunan bidang agama yang berlangsung sepanjang 1995 - 2005, masih berorientasi pada pembangunan fisik material, dan belum maksimal memberikan nilai tambah dalam pengamalan ajaran agama di tengah kehidupan sosial kemasyarakatan . Sementara itu apabila dilihat dari kualitas kehidupan umat beragama di Sumedang, tercipta suatu kondisi yang harmonis dan kondusif serta toleran baik antara sesama pemeluk agama maupun antar umat beragama. Intensitas komunikasi antara sesama alim ulama, tokoh agama dan pemerintah baik intern maupun antar umat beragama, berjalan dengan dinamis melalui dialog-dialog, baik yang diselenggarakan oleh masyarakat maupun difasilitasi oleh pemerintah. Salah satu indikatornya bahwa di Sumedang tidak terjadi konflik intern umat beragama, antar umat beragama dan dengan pemerintah. Sekalipun ada permasalahan namun dapat segera dirukunkan.
3. Pembangunan pendidikan yang berlangsung sepanjang kurun waktu 1995 – 2005 masih dititikberatkan pada aspek pemenuhan askesibilitas dan pemerataan. Hal tersebut telah ditunjukkan dengan upaya peningkatan kuantitas dan kualitas sarana prasarana pendidikan, peningkatan partisipasi anak usia sekolah, pengembangan pendidikan luar sekolah, serta peningkatan jumlah dan pemerataan distribusi tenaga pendidik. Sementara itu aspek kualitas dan relevansi serta tata kelola pendidikan
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
belum secara optimal tertangani. Rendahnya penanganan aspek kualitas dan relevansi pendidikan ditunjukkan dengan rendahnya kualitas lulusan terutama lulusan pendidikan menengah dan kejuruan, proses dan muatan pembelajaran yang belum memenuhi kebutuhan, serta kualifikasi tenaga pendidik yang bukan berdasarkan kompetensi. Adapun rendahnya kualitas aspek tata kelola pendidikan ditunjukkan dengan birokrasi manajemen pelayanan pendidikan yang belum memenuhi standar pelayanan minimal, serta data dan informasi yang belum terkelola secara professional dan berbasis teknologi maju. Kondisi pembangunan pendidikan sampai tahun 2005 dapat digambarkan sebagai berikut : a. Angka partisipasi pendidikan, dimana selama periode 2000-2004 Angka
Partisipasi Kasar (APK) SD/MI dan sederajat sebesar 103,8% dan Angka Partisipasi Murni tingkat SD/MI mencapai 90,1%; SLTP 51,7%; dan SLTA 25,3%.
b. Angka Rata-rata Lama Sekolah (RLS), dimana pada tahun 2005 mencapai 7,87 tahun
c. Angka buta huruf, selama periode tahun 2000-2004 adalah : 3,55%, menunjukkan penurunan 1,28% Jika dilihat dari jenis kelamin maka persentase perempuan yang buta huruf lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki yaitu 6,4 % berbanding 3,0%.
d. Kondisi Sekolah Dasar yang Rusak Berat mencapai 8.601 lokal dan Rusak Ringan sebanyak 7.937 lokal.
e. Jumlah siswa SD/MI yang terancam drop out (DO) sebanyak 15,59 %, dan siswa SLTP/MTs sebanyak 42,40 % atau sekitar 5.622 orang.
4. Pembangunan bidang kesehatan yang berlangsung sepanjang tahun 1995 sampai dengan 2005 menunjukan peningkatan yang dapat dilihat dari meningkatnya Angka Harapan Hidup (AHH), menurunnya Angka Kematian Bayi (AKB), menurunnya angka kematian balita, menurunnya Angka Kematian Ibu (AKI) melahirkan, meningkatnya kesadaran masyarakat dan melaksanakan keluarga berencana yang lebih berorientasi pada pengaturan kelahiran yang aman dan sehat serta menurunnya angka kurang gizi pada balita. Upaya-upaya memberdayakan masyarakat dalam peningkatan derajat kesehatan terus ditingkatkan pada periode 1994 sampai 1999 melalui pondok bersalin desa (polindes), wahana kesehatan dasar, santri raksa desa dan gerakan sayang ibu. Pada periode 2001 - 2005 dilakukan pembangunan bidang kesehatan dengan mengupayakan peningkatan akses masyarakat terhadap kesehatan dan pengembangan pelayanan kesehatan berbasis masyarakat serta desa siaga. Angka Harapan Hidup periode tahun 2000 - 2005 rata-rata sebesar 67,1, sedangkan jumlah kematian bayi periode tahun 2000 - 2004 adalah 444 orang pertahun, Adapun angka kematian ibu pada waktu melahirkan rata-rata adalah 18 orang. Perkembangan periode tahun 2000 – 2004 untuk status gizi buruk adalah 0,88%, status gizi kurang adalah 11,84% status gizi baik sebagai berikut: 84,62%; sedangkan untuk gizi lebih adalah 2,09%. Adapun Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) dapat ditekan pada tahun 2025 mencapai 1,91 % dan TFR mencapai 2. Masalah kesehatan masyarakat dihadapkan pada beban ganda penyakit, yaitu disatu pihak masih banyaknya penyakit infeksi menular yang harus ditangani, di pihak lain mulai meningkatnya
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
penyakit tidak menular dan masih tingginya kesenjangan status kesehatan serta rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan.
5. Pemberdayaan perempuan telah menunjukan peningkatan yang tercermin dari semakin membaiknya kualitas hidup perempuan, dimana pada tahun 2004 Angka Melek Huruf (AMH) perempuan mencapai 97,16, Angka Harapan Hidup (AHH) perempuan mencapai 69,97 pada dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) mencapai 7,36 tahun. Keberhasilan tersebut dilakukan melalui berbagai kebijakan yang memiliki keberpihakan terhadap peningkatan peran perempuan yang secara kualitatif dan kuantitatif di seluruh sektor dan aspek pembangunan. Peningkatan pemberdayaan perempuan tersebut antara lain bisa terlihat dari data tahun 2005 yang menunjukkan Jumlah perempuan yang bekerja sebagai PNS sebanyak 5.225 orang, sebagai karyawan tetap sebanyak 38.370 orang, sebagai wirausaha sebanyak 108.929 orang, telah berpendidikan sarjana mencapai 3.721 orang, jumlah organisasi perempuan sebanyak 36 buah dan dalam keanggotaan DPRD dari 45 orang anggota DPRD Kabupaten Sumedang, sebanyak 5 orang diantaranya adalah kaum perempuan. Selain itu dilakukan upaya perlindungan, baik berkaitan dengan perlindungan atas hak-hak dasar kesetaraan antara kaum perempuan dan laki-laki, yang pada akhirnya mendorong kesadaran individual dan kolektif masyarakat untuk mencegah dan menghentikan terjadinya kekerasan di dalam rumah tangga, traficking dan eksploitasi kaum perempuan. Peran dan kualitas hidup perempuan di berbagai bidang pembangunan masih rendah yang ditandai oleh Indeks Pembangunan Gender dan tingginya tingkat kekerasan terhadap perempuan. Upaya pengarusutamaan gender ini belum sepenuhnya dapat diaktualisasikan. Hal ini terlihat dari implementasi dan hasil kegiatan yang belum optimal dan pemahaman gender belum merata baik di pemerintahan, legislatif, swasta, LSM, perguruan tinggi maupun masyarakat.
6. Pemuda merupakan sumber daya manusia yang harus dikembangkan dan sebagai tulang punggung bangsa serta sebagai penerus cita-cita bangsa, yang harus disiapkan dan dikembangkan kualitas kehidupannya, mulai dari tingkat pendidikan, kesejahteraan hidup dan tingkat kesehatannya. Berdasarkan data statistik Susenas tahun 2005, jumlah penduduk usia 15-34 tahun di Sumedang adalah 64 % dari jumlah penduduk Kabupaten. Dengan potensi tersebut, Pemerintah Sumedang harus mampu mengelola sumber daya manusia tersebut menjadi manusia berkualitas. Secara kuantitas Pemuda di Kabupaten Sumedang memiliki potensi lain melalui organisasi kepemudaan yang merupakan wahana dalam mengembangkan bakat dan kemampuan generasi muda. Para pemuda yang tergabung dalam organisasi kepemudaan merupakan salah satu elemen masyarakat yang sangat potensial untuk menjadi generasi muda yang lebih berkualitas dan mandiri. Kader-kader yang handal sangat dibutuhkan kontribusinya dalam pembangunan. Sumedang memiliki sejarah yang cukup baik dalam kancah nasional. Prestasi olahraga Sumedang cukup diperhitungkan oleh Kabupaten lainnya baik dalam Pekan Olahraga Nasional (PON) maupun dalam kejuaraan daerah berbagai cabang olahraga. Tidak sedikit atlet-atlet asal Sumedang yang memiliki prestasi baik dalam ajang internasional. Selanjutnya
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
pembangunan sarana prasaran olahraga di Kabupaten Sumedang sangat variatif, namun dapat dipastikan bahwa sarana prasana olahraga minimal terdapat di ibukota kecamatan. Beberapa Kecamatan telah mengupayakan pengadaan sarana olahraga sebagai sarana pembangkit kreativitas masyarakat.
7. Pembangunan seni dan budaya di Sumedang didasari oleh berbagai kebijakan yang terkait dengan penguatan identitas budaya. Pembangunan seni dan budaya sepanjang periode 1995-2005 berlangsung sesuai dengan kebijakan, tujuan, dan sasaran yang telah ditetapkan. Pembangunan budaya di Kabupaten Sumedang ditujukan dalam rangka melestarikan dan mengembangkan kebudayaan daerah serta mempertahankan jati diri dan nilai-nilai budaya daerah yang memberikan pengaruh positif terhadap pembangunan daerah di tengah-tengah semakin derasnya arus informasi dan pengaruh negatif budaya asing. Di samping itu pembangunan budaya ditujukan untuk mengembangkan nilai-nilai baru yang dapat mendorong keberhasilan pembangunan daerah seperti nilai-nilai entrepreneur. Di sisi lain, pengembangan seni budaya di Sumedang diselenggarakan secara terintegrasi dengan pembangunan kepariwisataan, yang sekaligus berperan sebagai salah satu sektor yang memberikan kontribusi terhadap perkembangan perekonomian. Integralitas pembangunan seni budaya dan pariwisata merupakan sesuatu yang lazim dan perkembangannya ke depan akan berhubungan erat dengan kualitas kondisi alam dan lingkungan, politik dan keamanan, serta sarana dan prasarana. Pentingnya pembangunan kebudayaan di Sumedang ditujukan dalam rangka melestarikan dan mengembangkan kebudayaan daerah serta mempertahankan jatidiri dan nilai-nilai budaya daerah di tengah-tengah semakin derasnya arus informasi dan pengaruh negatif budaya asing. Sebagai gambaran potensi seni budaya di Kabupaten Sumedang hingga tahun 2005, antara lain berupa museum sebanyak 1 buah, prasarana seni sebanyak 21 buah, pembimbing kesenian sebanyak 138 orang, kelompok kesenian tradisional sebanyak 935 buah, kelompok kesenian pentas sebanyak 86 buah, nilai tradisi masyarakat 34 buah, jumlah seniman sebanyak 2.930 orang dan cagar budaya sebanyak 178 buah.
8. Sepanjang periode 1995 - 2005 pembangunan bidang kesejahteraan sosial menunjukkan perubahan dan perbaikan orientasi, dari pembangunan fisik material menjadi pembangunan yang lebih mampu mencapai harmoni dengan pembangunan mental spiritual. Pada tahun 2005 terdapat penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) sebesar 9% Yang termasuk masalah kesejahteraan sosial diantaranya adalah pengemis, gelandangan, anak jalanan, tuna susila, kekerasan pada anak, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), trafficking pada anak dan perempuan, penyalahgunaan narkoba dan sebagainya. Terkait dengan pengembangan partisipasi sosial masyarakat dalam mengatasi berbagai persoalan sosial di tengah masyarakat, khususnya anak-anak dan generasi muda, pengembangan peran lembaga lembaga swadaya masyarakat, karang taruna, dan panti rehabilitasi sosial dikelola secara lebih profesional dan komprehensif.
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
D. SARANA DAN PRASARANA DAERAH (INFRASTRUKTUR)
Kondisi Sarana dan Prasarana Wilayah dapat dilihat dari aspek transportasi, sumberdaya air, telekomunikasi, sarana & prasarana dasar pemukiman, listrik dan energi.
1. Secara umum sampai akhir tahun 2006, cakupan pelayanan sarana dan prasarana jalan secara umum masih rendah, Hal ini dapat dilihat dari rendahnya tingkat kemudahan suatu wilayah untuk dijangkau (indeks aksesibilitas) serta rendahnya tingkat kemudahan suatu kendaraan untuk bergerak (indeks mobilitas), yang dicirikan dengan parameter, seperti : a. Dari panjang jalan kabupaten 756.480 Km dimana pada tahun 2005 jalan dengan
kondisi baik baru mencapai 293. Km, kondisi rusak berat 143,131 km, Kondisi rusak sedang 146,299 km, dan kondisi rusak ringan 174,050 Km. Kerusakan berat,sedang dan ringan pada umunya tersebar pada jalur yang menghubungkan antar kecamatan
b. Beberapa ruas jalan di perkotaan khususnya di kecamatan Jatinangor dan ibu kota Kabupaten kapasitasnya sudah kurang memadai hal ini dicirikan dengan nilai VCR rata-rata diatas nilai 0,6
2. Ketersediaan air permukaan pada 3 Daerah Aliran Sungai (DAS) yang ada di Kabupaten Sumedang (DAS Cimanuk, DAS Citarum dan DAS Cipunagara) terdapat ketidakseimbanganyang sangat besar antara musim penghujan dan musim kemarau. Hal ini menyebabkan terjadinya kelimpahan air yang sangat banyak di musim penghujan dan defisit di musim kemarau. Sedangkan yang menyangkut keberadaan infrastruktur sumberdaya air dan irigasi, kondisinya masih belum memadai, yang dicirikan dengan adanya beberapa masalah seperti : a. Jaringan irigasi teknis kondisinya sudah mengalami degradasi yang luar biasa,
dimana dari jumlah irigasi yang ada di kabupaten Sumedang sebanyak 844 buah, pada tahun 2005 irigasi dengan kondisi rusak berat sebanyak 355 buah, kondisi rusak sedang 185 buah dan kondisi rusak ringan 344 buah.
b. Fluktuasi air yang masih tinggi antara musim hujan dengan musim kemarau. c. Kondisi sumber-sumber air permukaan seperti sungai dan situ banyak yang
terdegradasi sehingga fungsi layanannya sudah terjadi penurunan. d. Layanan jaringan yang kurang optimal, sehingga indeks penanaman tidak merata
di setiap wilayah kecamatan. 3. Adapun cakupan layanan untuk infrastruktur telekomunikasi belum bisa menjangkau
setiap pelosok wilayah, hal ini dapat dilihat dengan adanya beberapa wilayah yang masih merupakan “blank spot”. Khusus untuk layanan jasa telepon kabel, beberapa daerah perkotaan angka teledensitasnya sudah tinggi (>10), sedangkan untuk beberapa kecamatan kondisi teledensitasnya masih rendah yaitu dibawah 5 (< 5).
4. Kebutuhan energi listrik di Kabupaten Sumedang dari tahun ke tahun menunjukkan kecenderungan yang meningkat, sejalan dengan pertumbuhan sektor industri dan sektorsektor lain, namun sesuai dengan sebaran penduduk dan tingkat aktivitas ekonomi, kebutuhan listrik tidak merata. Pasokan kebutuhan listrik untuk Kabupaten Sumedang berasal dari Sistem Ketenagalistrikan Jawa Bali dan pengelolaannya dilakukan oleh PT. PLN P3B (Persero) Region Jawa Barat. Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk dan kenyataan bahwa jumlah
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
pelanggan di Kabupaten Sumedang relatif besar. Pelayanan listrik PLN baru mencapai 95% dari total permintaan sambungan listrik seluruh Kabupaten Sumedang.
5. Pada tahun 2005 rumah tangga di Kabupaten Sumedang yang telah memiliki rumah sudah mencapai 98% sehingga masih terdapat sekitar 2% rumah tangga yang kebutuhan rumahnya belum terpenuhi (backlog).
6. Untuk aspek penyediaan air minum, cakupan pelayanan air minum dan sanitasi baik yang terdapat di kawasan perkotaan maupun perdesaan masih rendah. Sampai tahun 2005, cakupan pelayanan air minum di Kabupaten Sumedang baru mencapai 28%, Kondisi yang sama juga terjadi pada cakupan pelayanan sanitasi, serta sarana prasarana pengelolaan persampahan bagi permukiman perkotaan.
7. Sampai tahun 2005, Kabupaten Sumedang memiliki satu tempat pembuangan sampah akhir di Kecamatan Cibeureum, dengan kapasitas 3.500.000 m3, dengan menggunakan sistem open dumping.
E. TATA RUANG DAN PENGEMBANGAN WILAYAH
Kesenjangan pembangunan antar wilayah muncul akibat adanya pertumbuhan wilayah yang sangat berbeda antar wilayah, dimana kawasan pendidikan Jatinangor, Cimanggung, Tanjungsari dan Kawasan ibukota Kabupaten Sumedang (Kecamatan Sumedang Utara dan Sumedang Selatan) mengalami pertumbuhan yang sangat pesat, sementara beberapa daerah lainnya belum berkembang sebagaimana yang diharapkan. Pertumbuhan perkotaan/wilayah yang tidak seimbang, telah menyebabkan tingginya tingkat urbanisasi, pada keempat wilayah kecamatan tersebut. Dampak yang ditimbulkan dari kondisi ini adalah semakin meluasnya perkembangan fisik perkotaan ke wilayah pusat kota serta Kawasan Pendidikan Jatinangor dan menyebabkan semakin meningkatnya kebutuhan sarana dan prasarana perkotaan, menurunnya kualitas lingkungan, daya dukung dan tampung lingkungan, pemusatan arus pergerakan dari wilayah pinggiran ke pusat kota, dan meningkatnya konversi lahan pertanian ke lahan terbangun di wilayah tersebut. Kondisi ini dirasakan justru semakin membebani wilayah tersebut. Dari aspek perkembangan guna lahan, pertumbuhan penduduk dan ekonomi yang terutama terjadi di kawasan perkotaan telah menyebabkan terjadinya pergeseran penggunaan lahan terbangun yang cukup besar. Luas sawah mengalami penurunan yaitu sebesar 648 ha atau rata-rata 65 ha/tahun dan luas daratan bertambah dengan adanya alih fungsi lahan, sebesar 2.090 ha atau rata-rata 209 ha/tahun. Penurunan luas lahan sawah tersebut umumnya terjadi di wilayah barat dan Ibukota Kabupaten Sumedang.
Di samping itu, dengan adanya revisi UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang dan PP No. 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), maka mensinergikan tata ruang daerah (RTRW Kabupaten) dengan provinsi dan nasional harus dilakukan. Oleh karena itu, upaya-upaya terhadap rencana tata ruang baik perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian ruang sangatlah diperlukan , sehingga implementasi kebijakan dan rencana tata ruang Kabupaten Sumedang dapat menyatu bersama pembangunan sektoral, pemerintahan dan kemasyarakatan.
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
a. Kondisi Penataan Ruang
Sumber daya kewilayahan harus dikelola secara bijaksana untuk mewujudkan pemerataan pertumbuhan wilayah dan kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup. Untuk itu, ketersediaan rencana tata ruang yang aplikatif dan partisipatif memegang peranan penting dalam pemanfaatan ruang termasuk sebagai instrumen dalam perijinan dan pengembangan investasi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang sebagai penganti Undang-Undang Nomor 24 tahun 1992 dan peraturan perundangan lainnya.
Dalam melaksanakan amanat undang-undang dimaksud Kabupaten Sumedang dengan luas wilayah + 152.220 ha yang terdiri dari 26 kecamatan dengan 272 desa dan 7 kelurahan, telah melaksanakan penyusunan Rencana Tata Rang Wilayah Kabupaten yang dijabarkan kedalam rencana tata ruang kecamatan serta kawasan strategis. Sampai dengan tahun 2008 kecamatan yang telah memiliki rencana tata ruang sebanyak 20 kecamatan atau 79,92% yang meliputi desa dan kelurahan sebanyak 173 desa dan kelurahan 7 kelurahan dari 279 desa dan kelurahan atau 64,26%. Kecamatan yang telah memiliki rencana tata ruang yaitu Kecamatan Jatinangor, Cimanggung, Tanjungsari, Sukasari, Pamulihan, Rancakalong, Sumedang Utara, Sumedang Selatan, Cimalaka, Buahdua, Paseh, Tomo, Ujungjaya, Wado, Darmaraja, Situraja, Conggeang, Jatigede, Jatinunggal dan Cisitu.
Sedangkan kecamatan yang belum memilki rencana tata ruang adalah Kecamatan Surian, Tanjungmedar, Tanjungkerta, Cisarua, Ganeas, Cisitu dan Cibugel. Selain itu, dalam upaya sinergitas dengan rencana strategis Pemerintah Pusat dan Provinsi Jawa Barat terutama kawasan andalan cekungan bandung dan bandung metropolitan area (BMA), rencana pembangunan Waduk Jatigede, Bandar Udara Kertajati Majalengka dan Jalan Tol Cisumdawu telah disusun rencana tata ruang koridor jalan tol Cisumdawu tahap satu. Rencana tata ruang kawasan strategis lainnya di Kabupaten Sumedang adalah Rencana Detail tata Ruang Zona Industri Ujungjaya, Rencana Detail Tata Ruang Zona Industri Cikeruh–Cimanggung serta Rencana Umum Kawasan Tertentu Perguruan Tinggi Jatinangor. Pengembangan Zona Industri Ujungjaya dan Pembangunan Waduk Jatigede merupakan salah satu upaya dalam mendorong wilayah di bagian timur wilayah Sumedang. Implementasi rencana tata ruang melalui pemanfaatan ruang semakin tumbuh dan berkembang terutama di sekitar kawasan Perguruan Tinggi Jatinangor khusunya perdagangan, jasa serta perumahan termasuk perumahan mahasiswa. Baegitu juga, di kawasan dan zona industri Jatinangor dan Cimanggung terdapat lebih dari 30 berbagai industri dengan karyawan lebih dari 100 ribu serta prasarana pendukung seperti perumahan. Sedangkan di wilayah lainnya terutama di ibukota kecamatan makin tumbuh dan berkembang sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk, peningkatan pendapatan dan kebutuhan hidup lainnya yang senantiasa harus diikuti dengan pengendalian pemanfaatan ruang. Dari 26 rencana tata ruang kecamatan tersebut di atas, terdapat dokumen rencana yang sudah habis masa berlakunya dan tidak sesuai lagi dengan kondisi serta peraturan perundang-undang terbaru sehingga diperlukan revisi Rencana Tata Ruang Kecamatan Cimanggung, Paseh, Tomo, Wado, Darmaraja, Situraja, serta RDTR Zona Industri Jatinangor dan Cimanggung. Begitu juga dengan
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
RTRW Kabupaten Sumedang yang disusun pada tahun 2002 harus segera direvisi dan paling lambat tahun 2010 telah ditetapkan dalam peraturan daerah, legislasi rencana tata ruang kawasan (kecamatan), kerjasama penataan kawasan perbatasan kabupaten tetanga serta peningkatan pengendalian pemanfaatan ruang termasuk didalamnya penyediaan pedoman pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
RTRWN sebagai pedoman penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota. Arahan kebijakan dan stretgi pengembangan pola ruang meliputi : a. Kebijakan dan strategi pengembangan kawasan lindung. b. Kebijakan dan strategi pengembangan kawasan budidaya. c. Kebijakan dan strategi pengembangan kawasan srategis nasional, provinsi dan
kabupaten/kota.
Kebijakan pengembangan kawasan lindung meliputi : a. Pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup. b. Pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan
lingkungan hidup.
Dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007, dari banyak jenis Kawasan Lindung Di Kabupaten Sumedang hanya Taman Wisata Alam Gunung Tampomas yang tertuang dalam kebijakan pengelolaan kawasan lindung nasional disamping yang terdapat di kabupaten lainnya di Jawa Barat seperti Taman Nasional Gunung Ciremai dan Ujung Kulon. Strategi untuk pengendalian perkembangan kegiatan budidaya agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan antara lain : a. Membatasi perkembangan kegiatan budidaya terbangun dikawasan rawan bencana
untuk meminimalkan potensi kejadian bencana dan potensi kerugian akibat bencana. b. Mengembangkan perkotaan metropolitan dan kota besar dengan mengoptimalkan
pemanfaatan ruang secara vertikal dan kompak. c. Mengembangkan ruang terbuka hijau dengan luas paling sekidit 30% dari luas
kawasan perkotaan. d. Membatasi perkembangan kawasan terbangun di kawasan perkotaan besar dan
metropolitan untuk mempertahankan tingkat pelayanan prasarana dan sarana kawasan perkotaan serta mempertahankan fungsi kawasan perdesaan sekitarnya.
Sedangkan kebijakan pengembangan kawasan strategis, antara lain : a. Pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup untuk
membertahankan dan meningkatkan keseimbangan ekosistem, melestarikan keanekaragaman hayati, mempertahankan dan meningkatkan fungsi perlindungan kawasan, melestarikan keunikan bentang alam dan melestarikan warisan budaya.
b. Pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan dalam pengembangan perekonomian yang produktif, efisien dan mampu bersaing.
c. Pemanfaatan sumberdaya alam untuk peningkatkan kesejahteraan masyarakat. d. Pelestarian dan peningkatan sosial dan budaya. e. Pelestarian dan peningkatan nilai kawasan lindung yang ditetapkan sebagai warisan
dunia, cagar biosfer dan ramsar.
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
f. Pengembangan kawasan tertinggal untuk mengurangi kesenjangan tingkat perkembangan antarkawasan.
Begitu pula sinkronisasi dengan RTRW Provinsi Jawa Barat yang saat ini sedang direvisi terdapat kecenderungan peningkatan jumlah penduduk sebesar 12 juta dalam 20 tahun, dimana 81,4% di antaranya berada di kawasan perkotaan (UNDP 2005) yang akan menimbulkan dampak terhadap : a. Turunnya luas lahan hutan dan sawah sebesar 0,5% per tahun akan berdampak
kepada turunnya daya dukung lingkungan di Jawa Barat. b. Kondisi eksisting kualitas udara perkotaan terutama di bodebek dan metro bandung
(termasuk bagian barat wilayah kabupaten sumedang) sudah cukup kritis, dimana kondisi kualitas udara rata-rata di atas baku mutu (CO, CO2, CH, partikulat) dan menurunnya fungsi konservasi di daerah resapan air terutama di bodebek dan metro bandung sehingga kualitas dan kuantitas air baku makin terancam.
c. Intervensi manusia terhadap alam terutama kawasan lindung ditambah sifat elastisitas alamiah alam terdapat kecenderungan meningkatnya bencana alam.
d. Penataan ruang ke depan harus mampu menjawab persoalan yang ada, mampu menyediakan dan mengatur ruang yang tepat dan berdaya saing (ruang investasi) serta mampu menjamin pembangunan yang berkalnjutan dalam konteks “ecoprovince”. Dalam rangka mensinergikan kebijakan penataan ruang antara Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP), Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sumedang direncanakan untuk dilakukan revisi pada tahun 2009.
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
E.4.2 INOVASI
1. Perencanaan Strategis
Perencanaan strategis (dalam konteks penyusunan kawasan strategis lingkup nasional)
bersifat menyeluruh, jangka menengah (5 hingga 20 tahun) memberikan arahan meliputi
beberapa tahapan proses untuk pencapaiannya. Pada umumnya rencana strategis bersifat
luwes dan perlu direview, misalnya setiap 1-2 tahun, terutama apabila ada perubahan-
perubahan yang signifikan dalam lingkungan internal dan eksternal yang berpengaruh pada
pencapaian tujuan rencana semula.
Perencanaan yang bersifat jangka pendek, tahunan (1 hingga 2 tahun) biasanya
diakomodasikan ke dalam rencana operasional atau rencana tahunan. Berbeda dengan
rencana strategis, rencana operasional (tahunan) mengemukakan tujuan dan sasaran
perencanaan yang lebih terinci, realistis, dan terukur serta menggambarkan secara terinci
komitmen sumber daya dan dana bagi pencapaian tujuan. Rencana operasional
mengemukakan kegiatan dan proyek yang sudah lebih pasti. Serangkaian rencana
operasional (tahunan) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pencapaian tujuan-
tujuan yang lebih luas yang dikemukakan dalam rencana strategis. Oleh karena itu rencana
operasional tahunan perlu konsisten dengan misi, tujuan dan program-program yang
dikemukakan dalam rencana strategis. Review terhadap rencana operasional dapat
menggambarkan seberapa jauh pencapaian terhadap tujuan-tujuan rencana strategis.
Ada berbagai definisi berkaitan dengan perencanaan strategis, dengan karakter utamanya
yaitu:
Merupakan rencana pengalokasian sumber daya dan dana untuk mencapai tujuan-tujuan
prioritas
Memberikan gambaran yang jelas tentang arah dan pencapaian tujuan-tujuan
Berorientasi kedepan dan jangka menengah 5 hingga 20 tahun, tidak dapat diselesaikan
dalam satu tahun saja
Berorientasi kepada kebijakan dan penanganan isu-isu strategis
Memerlukan rencana dan proses kelembagaan, yaitu tidak dapat ditangani oleh hanya
satu unit organisasi.
Rencana strategis merupakan suatu proses yang menggambarkan secara jelas keadaan
masa depan yang diinginkan, bagaimana cara-cara untuk mencapainya berdasarkan sumber
daya dan dana yang tersedia serta memberikan informasi apakah tujuan dan sasaran
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
memang benar-benar tercapai. Agar diperoleh gambaran ke depan yang jelas, maka ada
beberapa prasyarat yang harus terpenuhi, yaitu :
1. Penyusunan rencana strategis memerlukan komitmen keterlibatan yang tinggi dalam
prosesnya terutama dari para pimpinan organisasi
2. Tersedianya saluran komunikasi dan koordinasi yang efektif dalam organisasi
3. Tersedianya tim penyusun yang dinamis; dan adanya keterlibatan para stakeholders.
Perencanaan strategis dibentuk oleh dua unsur utama, yaitu :
1. Unsur kebijakan, yang terdiri dari visi, misi dan sasaran
Perencanaan strategis dimulai dengan klarifikasi misi. Misi merupakan dasar penting bagi
penyusunan rencana strategis, dimana :
Misi merupakan pernyataan tentang tujuan yang hendak dicapai, apa yang
perlu dikerjakan, untuk siapa dan mengapa perlu dikerjakan
Misi memberikan legitimasi terhadap eksistensi keberadaan kedudukan,
fungsi dan peran kawasan pada konteks Kawasan Strategis Kabupaten
negara secara keseluruhan
Misi akan menjamin adanya konsistensi dengan perundangan dan peraturan
yang berlaku
2. Unsur kondisi lingkungan, yang terdiri dari lingkungan internal dan lingkungan eksternal.
Unsur ini perlu dikaji guna memberikan arahan tentang bentuk keputusan strategis yang
harus dilakukan guna mencapai kebijakan-kebijakan pembangunan yang telah
ditetapkan Pengkajian
Penentuan rumusan strategi pengembangan kawasan dalam rencana ini dilakukan dengan
pendekatan yang mampu melihat faktor-faktor pengaruh bagi pengembangannya, baik
sebagai kekuatan, kelemahan, ancaman maupun peluang. Pendekatan ini dikenal sebagai
analisis SWOT (Strength – Weakness – Opportunity – Threat) yang merupakan salah satu
pendekatan perencanaan strategis. Analisis dilakukan terhadap sebuah isu berdasarkan
faktor-faktor yang mempengaruhinya baik internal maupun eksternal.
Analisis SWOT mempunyai perspektif atas faktor-faktor internal, eksternal, eksisting dan
yang berdimensi masa datang. Faktor-faktor tersebut juga dapat berpengaruh positif
ataupun negatif bagi upaya pengembangan kawasan. Sebagai gambaran dimensi faktor-
faktor pengaruh tersebut adalah :
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
Pengenalan Dimensi Faktor-faktor Pengaruh pada Pendekatan SWOT
Keluaran dari pendekatan SWOT ini adalah matriks kekuatan – kelemahan – peluang –
ancaman pelaksanaan penataan ruang wilayah ini. Secara diagramatis matriks tersebut
dapat dilihat pada gambar berikut.
MATRIK SWOT POTENSI PERMASALAHAN S
(Strength - Kekuatan W
(Weakness – Kelemahan) PELUANG PENGEMBANGAN
O (Oppportunity – Peluang)
OS OW
TANTANGAN PENGEMBANGAN T
(Threat – Ancaman) TS TW
Matriks SWOT pada Perencanaan Tata Ruang
2. Pengertian Sruktur Ruang
Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan serta meliharan kelangsungan hidupnya. Struktur ruang adalah sus unan pusat - pusat permukiman, sistem jaringan serta sistem prasarana maupun sarana. Semua hal itu berfungsi sebagai pendukung kegiatan social - ekonomi yang secara hirarki berhubungan fungsional. Tata ruang merupakan wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan ataupun tidak. Wujud struktural pemanfaatan ruang adalah
KEKUATAN
KELEMAHAN
PELUANG
ANCAMAN
internal internal eksisting eksisting
masa depan eksternal
masa depan eksternal
negatif positif
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
susunan unsur - unsur pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan buatan yang secara hirarkis dan struktural berhubungan satu dengan yang lainnya membentuk tata ruang. Struktur ruang wilayah kota merupakan gambaran sistem pusat pelayanan kegiatan internal kota dan jaringan infrastruktur kota sampai akhir masa perencanaan, yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah kota dan melayani fungsi kegiatan yang ada/direncanakan dalam wilayah kota pada skala kota, yang merupakan satu kesatuan dari sistem regional, provinsi, nasional bahkan internasional. Rencana sturktur ruang kota mencakup: rencana pengembangan pusat pelayanan kegiatan kota, dan rencana sistem prasarana kota. Rencana pengembangan pusat pelayanan kegiatan kegiatan kota menggambarkan lokasi pusat - pusat pelayanan kegiatan kota, hirarkinya, cakupan/skala layanannya, serta dominasi fungsi kegiatan yang diarahkan pada pusat pelayanan kegiatan tersebut. Sedangkan rencana sistem prasarana kota mencakup sistem prasarana yang mengintegrasikan kota dalam lingkup yang lebih luas maupun mengitegrasikan bagian wilayah kota serta memberikan layanan bagi fungsi kegiatan yang ada/direncakan dalam wilayah kota, sehingga kota dapat menjalankan peran dan fungsinya sesuai dengan tujuan penataan ruang kota yang ditetapkan
Menurut Nia K. Pontoh & Iwan Setiawan (2008), unsur pembentuk struktur tata ruang kota terdiri dari pusat kegiatan, kawasan fungsional, dan jaringan jalan. Kota atau kawasanperkotaan pada dasarnya dapat dipandang sebagai suatu sistem spasial, yang secara internal mempunyai unsur-unsur yang menjadi pembentuknya serta keterkaitannyasatu sama lain. Kota sebagai suatu sistem/tata ruang merupakan wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak, yang mencirikankawasan dengan kegiatan utama bukan pertanian. Wujud struktural pemanfaatanruang kota adalah unsur-unsur pembentuk kawasan perkotaan secara hierarkisdan struktural berhubungan satu dengan yang lainnya membentuk tata ruang kota.Wujud struktural pemanfaatan ruang kota di antaranya meliputi hierarki pusatpelayanan kegiatan perkotaan, seperti pusat kota, pusat bagian wilayah kota, danpusat lingkungan; yang ditunjang dengan sistem prasarana jalan seperti jalan arteri, kolektor, dan lokal.
Selain pusat-pusat pelayanan kegiatan perkotaan dan kawasan fungsional perkotaan, unsur pembentuk struktur tata ruang kota adalah sistem prasarana dan sarana. Prasarana perkotaan adalah kelengkapan dasar fisik yang memungkinkan kawasan permukiman perkotaan dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Jenis prasarana : Transportasi, Air bersih, Air limbah, Drainase, Persampahan, Listrik, dan Telekomunikasi. Sarana perkotaan adalah kelengkapan kawasan permukiman perkotaan, yaitu : Pendidikan, Kesehatan, Peribadatan, Pemerintahan dan Pelayanan umum, Perdagangan dan Industri, dan sarana olahraga serta ruang terbuka hijau.
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
3. Pengertian Pusat dan Sub Pusat Pelayanan Kota
Pusat kota merupakan pusat dari segala kegiatan kota antara lain politik, sosial budaya, ekonomi, dan teknologi. Jika dilihat dari fungsinya, pusat kota merupakantempat sentral yang bertindak sebagai pusat pelayanan bagi daerah-daerah di belakngnya, mensuplainya dengan barang-barang dan jasa-jasa pelayanan, jasa-jasa ini dapat disusun menurut urutan menaik dan menurun tergantung pada ambang batas barang permintaan. Pusat kota terbagi dalam dua bagian: 1. Bagian paling inti (The Heart of The Area) disebut RBD (Retail Business District)
Kegiatan dominan pada bagian ini antara lain department store, smartshop, office building, clubs, hotel, headquarter of economic, civic, political.
2. Bagian diluarnya disebut WBD (Whole Business District) yang ditempati oleh bangunan yang diperuntukkan untuk kegiatan ekonomi dalam jumlah yang besar antara lain pasar dan pergudangan. Sedangkan menurut Arthur dan Simon (1973), pusat kota adalah pusat keruangan dan administrasi dari wilayahnya yang memiliki beberapa ciri, yaitu a. Pusat kota merupakan tempat dari generasi ke generasi menyaksikan perubahan-
perubahan waktu. b. Pusat kota merupakan tempat vitalitas kota memperoleh makanan dan energi,
dengan tersebarnya pusat-pusat aktivitas seperti pemerintahan, lokasi untuk balai kota, toko-toko besar, dan bioskop.
c. Pusat kota merupakan tempat kemana orang pergi bekerja, tempat ke mana mereka ”pergi ke luar”.
d. Pusat kota merupakan terminal dari pusat jaringan, jalan kereta api, dan kendaraan umum.
e. Pusat kota merupakan kawasan di mana kita menemukan kegiatan usaha, kantor pemerintahan, pelayanan, gudang dan industri pengolahan, pusat lapangan kerja, wilayah ekonomis metropolitan.
f. Pusat kota merupakan penghasilan pajak yang utama, meskipun kecil namun nilai bangunan yang ada di pusat kota merupakan proporsi yang besar dari segala keseluruhan kota, karena pusat kota memiliki prasarana yang diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi.
g. Pusat kota merupakan pusat-pusat fungsi administratif dan perdagangan besar, mengandung rangkaian toko-toko eceran, kantor-kantor profesional, perusahaan jasa, gedung bioskop, cabang-cabang bank dan bursa saham. Dalam kota kecil yang swasembada, kawasan ini juga menyediakan fasilitas perdagangan besar mencakup pusat-pusat administratif dan transportasi yang diperlukan. Sedangkan pengertian sub pusat pelayanan kota adalah suatu pusat yang memberikan pelayanan kepada penduduk dan aktivitas sebagian wilayah kota, dimana ia memiliki hirarki, fungsi, skala, serta wilayah pelayanan yang lebih rendah dari pusat kota, tetapi lebih tinggi dari pusat lingkungan.
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
4. Kebijakan Penataan Ruang Provinsi Jawa Barat
Tinjauan kebijakan RTRW Provinsi Jawa Barat secara hierarki akan melandasi penyusunan RTRW Kabupaten Sumedang, yaitu melalui kebijakan pengembangan struktur tata ruang dan kebijakan pola pemanfaatan ruang. Penataan ruang wilayah di Daerah bertujuan untuk mewujudkan tata ruang wilayah yang efisien, berkelanjutan dan berdaya saing menuju Provinsi Jawa Barat Termaju di Indonesia. Dengan sasaran penataan ruang di Daerah adalah:
a. tercapainya ruang untuk kawasan lindung seluas 45% dari wilayah Jawa Barat dan tersedianya ruang untuk ketahanan pangan;
b. terwujudnya ruang investasi melalui dukungan infrastruktur strategis; c. terwujudnya ruang untuk kawasan perkotaan dan perdesaan dalam sistem wilayah
yang terintegrasi; dan d. terlaksananya prinsip mitigasi bencana dalam penataan ruang.
Kebijakan dan strategi RTRW Propinsi Jawa Barat dalam pengembangan wilayah terkait pemanfaatan ruang meliputi :
Kebijakan pengembangan wilayah diwujudkan melalui pembagian 6 (enam) WP serta keterkaitan fungsional antarwilayah dan antarpusat pengembangan.
Penetapan WP dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan pembangunan. merupakan penjabaran dari Kawasan Strategis Nasional dan Kawasan Andalan pada sistem nasional.
5. Rencana Bandara Internasional Jawa Barat
Rencana Sistem Jaringan Transportasi Udara di Kabupaten Majalengka terdiri atas tatanan kebandarudaraan dan ruang udara untuk penerbangan. Tatanan kebandarudaraan berupa Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) berada di Kecamatan Kertajati sebagai pengumpul skala sekunder. Sedangkan ruang udara untuk penerbangan meliputi penentuan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) yaitu Kecamatan Kertajati, Kecamatan Jatitujuh dan Kecamatan Dawuan. Penetapan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) oleh Menteri Perhubungan dan pengaturan lebih lanjut diatur dalam Peraturan Bupati. Pengembangan Sistem Transportasi Udara di Kabupaten Majalengka diarahkan pada pengembangan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) yang berlokasi di Kecamatan Kertajati untuk kepentingan penerbangan sipil dan komersial serta penerbangan militer dan dinas terbatas di Kecamatan Jatiwangi.
Adanya sistem transportasi udara berupa Rencana Pembangunan BIJB tersebut menyebabkan adanya pembatasan pengembangan wilayah yang terkait dengan pembangunan BIJB tersebut. Pembatasan pengembangan wilayah didasarkan pada Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) yang bepusat pada landas pacu pesawat terbang dari Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) sampai dengan radius 15 km dari landas pacu tersebut.
Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) adalah wilayah daratan dan/atau perairan dan ruang udara di sekitar bandar udara yang dipergunakan untuk kegiatan operasi penerbangan dalam rangka menjamin keselamatan penerbangan.
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
Pada KKOP tidak dibenarkan adanya bangunan atau benda tumbuh, baik yang tetap (fixed) maupun dapat berpindah (mobile), yang lebih tinggi dari batas ketinggian yang diperkenankan sesuai dengan Aerodrome Reference Code (Kode Referensi Landas Pacu) dan Runway Classification (Klasifikasi Landas Pacu) dari suatu Bandar Udara. KKOP suatu bandara merupakan kawasan yang relatif sangat luas, mulai dari pinggir landas pacu yang disebut runway strip membentang sampai radius 15 km dari ARP dengan ketinggian berbeda–beda sampai 145 m relatif terhadap AES. Kawasan permukaan yang paling kritis terhadap adanya halangan (obstacle) adalah Kawasan Pendekatan dan Lepas Landas (Approach and Take Off), Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan, Kawasan di Bawah Permukaan Transisi dan Kawasan di Bawah Permukaan Horizontal Dalam. Pada zona horizontal dalam, maksimal ketinggian bangunan di sekitar bandara yang diizinkan adalah 45 meter. Zona area dalam dihitung sejajar mulai dari ujung bahu landasan hingga radius 4 kilometer. Untuk wilayah yang termasuk dalam kawasan radar, maksimal ketinggian bangunan yang diizinkan adalah 15 meter atau sejajar dengan ketinggian radar. Perhitungan ini dilakukan sejauh 3 kilometer dari lokasi radar. Jika ada bangunan yang ketinggiannya melebihi dari yang ditetapkan, maka akan mengganggu operasional radar dan terjadi blank spot area. Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) di Kecamatan Kertajati meliputi Kecamatan Kertajati, Jatitujuh, Dawuan dan Jatiwangi.Pembatasan pengembangan wilayah lebih diutamakan pada daerah Kawasan Pendekatan dan Lepas Landas serta daerah Permukaan Horizontal Dalam yang harus bebas terhadap halangan (obstacles) penerbangan. Lihat Gambar dibawah ini mengenai Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP).
Gambar Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
Sistem Jaringan Transportasi Darat yang ada di Kawasan Perbatasan Majalengka juga akan ditunjang dengan adanya Rencana Pembangunan Bandara yang direncanakan dibangun di Desa Kertajati dan Desa Babakan. Sehingga sangat diharapkan Transportasi Udara ini akanmenjadi pendorong yang sangat besar kontribusinya dalam mendukung Percepatan Pertumbuhan dan Perkembangan Wilayah serta untuk pengembangan Sistem Transportasi Udara di Kawasan Perbatasan Majalengka, sebagai berikut:
a. Pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB). b. Pemeliharaan dan Peningkatan Fungsi Bandara. c. Peningkatan dan Pengembangan Fasilitas Pendukung Bandara.
Gambar Orientasi Pertumbuhan Ruang Berdasarkan Struktur Kawasan Perbatasan Dengan Kabupaten Majalengka
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
6. Aerocity
Aerocity adalah suatu kawasan yang di dalamnya terdapat berbagai aktivitas perkotaan yang saling mendukung dengan kegiatan bandar udara.
Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan penyelenggaraan bandar udara dan kegiatan lainnya dalam melaksanakan fungsi keselamatan, keamanan, kelancaran, dan ketertiban arus lalulintas pesawat udara, penumpang, kargo dan/atau pos, tempat perpindahan intra dan/atau antarmoda serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan Daerah. Tatanan Kebandarudaraan Nasional adalah sistem kebandarudaraan secara nasional yang menggambarkan perencanaan bandar udara berdasarkan rencana tata ruang, pertumbuhan ekonomi, keunggulan komparatif wilayah, kondisi alam dan geografi, keterpaduan intra dan antar moda transportasi, kelestarian lingkungan, keselamatan dan keamanan penerbangan, serta keterpaduan dengan sektor pembangunan lainnya.
Bandar Udara adalah kawasan di daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar muat barang, dan tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi, yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan, serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya. Bandar Udara Internasional adalah bandar udara yang ditetapkan sebagai bandar udara yang melayani rute penerbangan dalam negeri dan rute penerbangan dari dan ke luar negeri.
Daerah Lingkungan Kerja Bandar Udara adalah wilayah daratan dan/atau perairan yang digunakan secara langsung untuk kegiatan bandar udara, sedangkan Rencana Induk Bandar Udara adalah pedoman pembangunan dan pengembangan bandar udara yang mencakup keseluruhan kebutuhan dan penggunaan tanah serta ruang udara untuk kegiatan penerbangan dan kegiatan penunjang penerbangan, dengan mempertimbangkan aspek-aspek teknis, lingkungan, pertahanan keamanan, sosial budaya, serta aspek-aspek terkait lainnya.
ASAS, MAKSUD DAN TUJUAN adalah Pembangunan dan pengembangan BIJB dan Kertajati Aerocity berasaskan pemanfaatan ruang bagi semua pemangku kepentingan secara terpadu, berdayaguna, berhasilguna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan. Maksud dan tujuan pembangunan dan pengembangan BIJB dan Kertajati Aerocity adalah:
a. mendorong pengembangan wilayah pembangunan Ciayumajakuning (Cirebon Indramayu-Majalengka-Kuningan);
b. meningkatkan pertumbuhan ekonomi regional berbasis potensi Daerah; c. meningkatkan daya saing global Jawa Barat dalam rangka mendorong
percepatan pertumbuhan investasi; d. meningkatkan pelayanan kepada masyarakat di bidang transportasi udara; dan e. meningkatkan investasi, industri, perdagangan, pariwisata, permukiman, dan
perluasan lapangan kerja.
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
ARAH KEBIJAKAN : 1. Pembangunan dan pengembangan BIJB dan Kertajati Aerocity meliputi
pembangunan bandar udara dan kawasan perkotaan, yang merupakan upaya untuk mendukung terwujudnya Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Cirebon dan penataan Kawasan Strategis Provinsi (KSP) Koridor Bandung-Cirebon, sebagai bagian dari kebijakan penataan ruang Provinsi Jawa Barat.
2. Pembangunan dan pengembangan BIJB dan Kertajati Aerocity sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terintegrasi dengan:
a. rencana pembangunan infrastruktur jalan tol CISUMDAWU (Cileunyi-Sumedang-Dawuan) dan jalan akses dari dan menuju kawasan Kertajati Aerocity;
b. rencana pembangunan infrastruktur rel kereta api; c. pembangunan infrastruktur sumberdaya air, energi, telekomunikasi,
transportasi, permukiman dan infrastruktur lainnya; dan d. pengembangan pelabuhan di Daerah.
Penyelarasan Rencana Tata Ruang Untuk mendukung pembangunan dan pengembangan BIJB dan Kertajati Aerocity, dilakukan :
a. penyelarasan antara Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota sekitar Kertajati Aerocity;
b. penataan Kawasan Strategis Provinsi Jawa Barat Koridor Bandung-Cirebon; dan c. perencanaan kebijakan pengembangan kawasan dengan prinsip pembangunan
berkelanjutan.
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
Dalam rangka pembangunan dan pengembangan BIJB dan Kertajati Aerocity, Pemerintah Daerah dapat melakukan kerjasama dengan pihak swasta, baik sebagai penyedia dana maupun pelaksana pembangunan dan/atau penyedia jasa konsultansi. Kerjasama sebagaimana dimaksud dapat dilakukan pada tahapan perencanaan, pembangunan dan/atau pengelolaan. Kerjasama sebagaimana dimaksud, dilakukan dengan pihak-pihak yang memiliki keahlian, pengalaman, kemampuan teknis, managerial dan akses terhadap permodalan, dengan memperhatikan persyaratan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Proses pengadaan barang/jasa dalam rangka pembangunan BIJB dan Kertajati Aerocity, dilaksanakan dengan mekanisme sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
Dalam era otonomi Daerah pada saat ini, Pemerintah Daerah diberikan peran dalam penyelenggaraan pembangunan dan pengembangan kebandarudaraan guna meningkatkan pelayanan publik, melalui penyediaan infrastruktur transportasi udara untuk mendukung kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat dalam skala regional, nasional dan internasional. Dalam konteks tersebut, pengembangan BIJB dan Kertajati Aerocity yang meliputi pembangunan bandar udara dan pembangunan kawasan perkotaan Kertajati Aerocity, merupakan upaya untuk mendukung terwujudnya Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Cirebon, sebagai bagian dari kebijakan penataan ruang. Tujuan yang ingin dicapai dari pembangunan dan pengembangan BIJB dan Kertajati Aerocity adalah untuk :
1. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi regional berbasis potensi Daerah, sehingga mampu menyerap tenaga kerja dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia;
2. Meningkatkan daya saing global Jawa Barat dalam rangka mendorong percepatan pertumbuhan investasi; dan
3. Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat di bidang transportasi udara.
Regulasi yang menjadi dasar rencana pembangunan dan pengembangan BIJB dan Kertajati Aerocity adalah Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 49 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kementerian Perhubungan dan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 7 Tahun 2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2010-2014 yang selanjutnya telah ditegaskan kembali dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 8 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2005-2025 dan Rencana Tata ruang Wilayah Provinsi
Ujungjaya sebagai kawasan penyangga pengembangan kawasan Aerocity di kabupateng Sumedang
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
Jawa Barat, yang saat ini masih dalam tahap evaluasi oleh Menteri Dalam Negeri dan Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional. Pembangunan dan pengembangan BIJB dan Kertajati Aerocity sejalan dengan kebijakan pembangunan transportasi nasional yang diarahkan melalui pendekatan pengembangan wilayah, agar tercapai keseimbangan dan pemerataan pembangunan antardaerah. Untuk mendukung dayasaing dan efisiensi angkutan penumpang dan barang dalam konteks pelayanan global, dilakukan peningkatan peran angkutan komoditi khusus dengan moda transportasi udara, mengembangkan sistem transportasi nasional yang andal dan berkemampuan tinggi, yang bertumpu pada aspek keselamatan dan keterpaduan antarmoda, antarsektor, antarwilayah, dan profesionalisme sumberdaya manusia serta menerapkan dan mengembangkan teknologi transportasi yang tepat guna, hemat energi dan ramah lingkungan.
Dengan dilaksanakannya pembangunan dan pengembangan BIJB dan Kertajati Aerocity, maka akan mendorong percepatan pembangunan dan pertumbuhan wilayah- wilayah strategis dan cepat tumbuh, sehingga dapat mengembangkan wilayah-wilayah tertinggal di sekitarnya dalam suatu sistem wilayah pengembangan ekonomi yang sinergis, tanpa mempertimbangkan batas wilayah administrasi, tetapi lebih ditekankan pada pertimbangan keterkaitan mata rantai proses industri dan distribusi, sehingga mendorong pengembangan produk unggulan daerah, serta terwujudnya koordinasi, sinkronisasi, keterpaduan dan kerjasama antarsektor, antarpemerintah, dunia usaha dan masyarakat dalam mendukung peluang berinvestasi.
ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) Pemberlakuan ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) merupakan tantangan sekaligus peluang bagi bangsa Indonesia untuk dapat bersaing dengan negara lain di kancah dunia internasional, khususnya di Asia Tenggara. ACFTA yang mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari 2010 menggunakan prinsip perdagangan bebas, yang didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan, yakni hambatan yang diterapkan Pemerintah dalam perdagangan antar individual dan perusahaan yang berada di negara yang berbeda. Bagi pendukung ACFTA, kesepakatan ini akan bermakna besar bagi kepentingan geostrategis dan ekonomis Indonesia dan Asia Tenggara secara keseluruhan. Namun bagi penentang ACFTA, penerapan perdagangan bebas dikhawatirkan akan menghancurkan industri nasional, sebab tarif bea masuk barang-barang dari China ke ASEAN, khususnya Indonesia menjadi nol persen. Hal ini tentu akan mengancam industri dalam negeri karena produk China terkenal dengan harga murah. Penerapan ACFTA memang membawa konsekuensi yang besar, dan tanpa kebijakan yang sistematis dan terarah, kesepakatan ACFTA hanya akan menjadi bumerang bagi Indonesia, termasuk Provinsi Jawa Barat. Upaya meningkatkan “daya saing” melalui pengembangan kawasan Salah satu kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi regional adalah memberikan otonomi kepada Daerah untuk menyelenggarakan program-program pembangunan regional, sehingga seluruh pertanggungjawaban, pengelolaan dan pembiayaannya dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Namun demikian di era otonomi Daerah, pembangunan ekonomi di Daerah tidak hanya berasal dari program pembangunan regional yang merupakan manifestasi dari asas desentralisasi, tapi juga berasal dari program sektoral yang merupakan perwujudan asas dekonsentrasi. Kedua program pembangunan tersebut harus dijalankan secara bersama-sama oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam rangka menjembatani
Penyusunan Kawasan Strategis Aerocity dalam Mendukung BIJB di Wilayah Ujungjaya
kesenjangan kemajuan pembangunan ekonomi antardaerah, karena sampai saat ini program sektoral masih mendominasi program regional, sehingga otonomi Daerah yang nyata, dinamis, dan bertanggungjawab belum terwujud sepenuhnya. Ketimpangan antardaerah terjadi karena struktur ekonomi yang berbeda, dimana sektor dominan yang tumbuh cepat dapat mendorong sektor-sektor lain, dan pada gilirannya berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi Daerah. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan berpengaruh juga terhadap besarnya kontribusinya pada PDRB Provinsi.
Ketidakseimbangan dalam perekonomian antardaerah menyangkut pola dan arah investasi serta prioritas alokasinya di antara berbagai daerah dalam wilayah Provinsi, khususnya yang menyangkut investasi dalam sumberdaya manusia dan investasi dalam prasarana fisik. Kondisi ini pada gilirannya akan berpengaruh pada tingkat pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan perkapita antardaerah di suatu wilayah, sehingga kecenderungan terjadinya perbedaan dan ketimpangan pada pola laju pertumbuhan dan pendapatan perkapita antarberbagai kawasan dalam suatu daerah dalam satu Provinsi dapat teratasi. Dalam konteks tersebut, pembangunan dan pengembangan BIJB dan Kertajati Aerocity merupakan salah satu solusi untuk mengatasi ketimpangan antardaerah di Jawa Barat dan sekaligus merupakan upaya untuk meningkatkan “daya saing” melalui pengembangan kawasan. Untuk melakukan kegiatan tersebut, perlu adanya lembaga pelaksana yang memiliki otoritas penuh dan didukung oleh personil profesional yang berpengalaman dalam pengembangan bandar udara internasional dan melakukan penataan kawasan penunjang di sekitarnya. Lembaga tersebut bertugas untuk mengakselerasi pembangunan Kertajati Aerocity melalui pengembangan kegiatan perekonomian yang terintegrasi dalam suatu kawasan dengan melakukan perencanaan, pembangunan, pengoperasian, dan pembinaan bisnis sehingga meningkatkan daya saing kawasan, menarik investasi, mengembangkan industri dan perdagangan, perluasan lapangan kerja, peningkatan pendapatan perkapita, PDRB, produktivitas, dan ekspor, pertumbuhan ekonomi serta kesejahteraan masyarakat. Lembaga tersebut akan dapat bekerja secara berdayaguna dan berhasilguna, mencapai sasaran dan tujuan, apabila didukung oleh aspek legal yang dapat menjamin konsistensi kerja yang tinggi, melakukan koordinasi dengan berbagai lembaga/instansi dan pihak terkait, memiliki otoritas yang penuh serta dapat bekerja secara bekesinambungan dalam jangka pendek, menengah, dan jangka panjang.