ADVOKA T DAN PENEGAKAN HUKUM DALAM ... - Universitas Indonesia
Transcript of ADVOKA T DAN PENEGAKAN HUKUM DALAM ... - Universitas Indonesia
616
ADVOKA T DAN PENEGAKAN HUKUM DALAM PERSPEKTIF PERADILAN PIDANA
Oleh: Luhut M.P. Pangaribuan, S.H. _----'-____ _
Pendahuluan
Advokat adalah salah satu profesi hukurn yang berada dalarn sektor swasta, sarna seperti konsultan hukurn, corporate lawyer dan lain-lain. Profesi hukurn selain yang berada di sektor swasta ini, banyak juga berada dalarn sektor pernerintahan, seperti anggota DPR, biro-biro hukurn departernen dan lain sebagainya. Jadi profesi hukurn itu hampir di segala aktivitas rnasyarakat rnuncul. Hal ini logis, karena hukurn selalu rnengikuti aktivitas so sial (ubi societas, ibi lex est).
Advokat adalah profesi kepercayaan, di samping rohaniawan dan dokter. Ke-3 profesi ini adalah profesi yang paling tua dalarn sejarah peradaban rnanusia (James W. Jeans dalarn Trail Advocacy, 1975). Profesi advokat didasarkan pada kepercayaan, rnaka profesi ini sangat terhormat (officium nobile).
Profesi rnenurut Ensiclopedia Americana harnpir sarna dengan suatu p~kerjaan (vacation) atau kedudukan (occupation), artinya walaupun ada perbedaan tidak begitu tajarn. Narnun secara urnurn suatu profesi dapat digarnbarkan sebagai kedudukan (occupation) yang rnerniliki spesialisasi intelektual dalam pelayanan, yang idealnya rnerniliki tiga ciri yang prinsip ; 1. Suatu badan dari yang terpeiajar
yakni perangkat sikap dan teknik yang diaplikasikan ketika rnernberi pelayanan kernanusiaan rnelalui kelornpok-kelornpok pendidikan ;
2. Suatu standar keberhasilan yang diukur dengan pelaksanaan dalarn pelayanan yang rnemerlukan lebih da-
• •
ri yang diberikan oleh pribadi ; dan 3. Suatu sistern pengawasan ij:faktek
pekerjaan dan pendidikan dari rnereka rnelalui sarana asosiasi dan kode etik.
Dalarn negara-negara yang sudah rnaju, pernerintah rnengatur sejurnlah profesi dengan rnenerbitkan lisensi untuk boleh berpraktek. Hal ini dilakukan untuk rnelindungi kesejahteraan urnurn. Sernentara itu dalarn beberapa negara garnbaran dari suatu pendidikan profesi rnernberi hak yang dengan sendirinya untuk boleh berpraktek, tapi sernentara di negara lain, izin untuk boleh praktek berada pada kewenangan board of eximin er. Di Indonesia pendidikan profesi advokat
•
(seperti fakultas hukurn) belurn de-ngan sendirinya rnernberi hak untuk boleh praktek, tetapi harus rnernperoleh pengangkatan bukan dari board of eximiner (rni~alnya IKADIN), tetapi dari Menteri Kehakirnan atas rekomendasi Ketua Mahkarnall Agung. IKADIN sebagai organisasi profesi sarna sekali tidak berperan untuk penerbitan lisen-
,
•
Advokat dan Penegakan Hukum
•• • SI mI.
Advokat sebagai profesi hukum dikenaI dalam sejarah peradilan Indonesia melalui konkordasi. 1) Tetapi profesi itu masih terlalu eHt dan terbatas hanya untuk satu golongan penduduk, yaitu golongan Eropa.
Oleh karena itu istilah advokat dan pengacara hanya untuk golongan Eropa saja yang ditemukan di Raad van Justitie seperti diatur dalam R.v.2) dan RO ,3) tapi kita tidak jumpai dalam HIR yang cukup lama menjadi hukum positif dalam proses peradilan pidana sebelum digantikan oleh KUHAP tahun 1981.
Sampai saat ini kita belum mempunyai UU Profesi Advokat, dengan dasar hukum pasal-pasal peradilan UUD 1945. Ketentuan-ketentuan zaman ko- . lonial tersebut hingga sekarang masih digunakan untuk mengangkat, mengawasi dan menindak seorang advokat. Misalnya saja syarat-syarat pengangkatan harus berpengalaman menangani sejumlah tertentu perkara bukan didasarkan pada Undang-undang tertentu. Ini menandakan bahwa pengangkatan itu masih didasarkan pada ketentuan kolonial itu. Sudah pasti dalam penerapannya membawa banyak masalah karena berbagai hal, antara lain, pertama, teks asH ketentuan itu dalam bahasa Belanda (yang kenyataannya saat ini semakin langka para yuris kita mampu berbahasa itu); kedua, konsepsi yang ada dalam ketentuan tersebut
1) Dimulai dengan Finnan Raja tertanggal 16 Mei 1948, No. 1.
2) Reg/ement opde rechlWoordering (acara perdata), Reg/ement opde strafvondering (SV) untuk acara pidana.
3) Regiement opde rechterlijke organisatie en Het be/eid de Justitie.
617
•
berbeda dengan konsepsi kita sekarang. Misalnya saJa pandangan peraturan itu terhadap keadilan sosial, pendekatanpendekatan yang boleh dan tidak boleh dalam menyelesaikan suatu kasus dan ruang lingkup berlakunya.
Oleh karena itu, ketika ada usaha 'mengadili' adVokat yang dianggap melakukan contempt of court baru-baru ini terlihat jelas masalah itu. Antara lain yang dipermasalahkan adalah dasar hukum untuk mengadili, hukum acara yang digunakan serta instansi at au institusi mana yang berwenang.
Seorang calon advokat yang telah diangkat oleh Menteri Kehakirnan dan sebelumnya telah mendapat rekomendasi dari Ketua Mahkamah Agung, sebelum boleh menjalankan praktek harus mengangkat sumpahnya yang lafalnya berbunyi sebagai berikut:
"Soya bersumpah bahwa SlJya akan setill kepada Negara dan UU Dasar Negara RI".
" Bahwa saya berkewajiban untuk menghormati pejabat-pejabat kekuasaan kehakiman'~
•
" Bahwa saya tidak akan, baik langsung maupun dengan tidak langsung, dertgan menggunakan nama atau dalih apa pun juga untuk memperoleh jabatan saya, te/ah atau akan memberi atau menjanjikan barang sesuatu kepada sillpa pun juga ".
" Bahwa SlJya tidak akan menganjurkan seseorang untuk berperkara atau m embela sesuatu' perkara yang ada tidak yakin ada dasar hukumnya".
"Semoga Tuhan menolong saya".
Advokat-advokat yang telah mendapatkan pengangkatan (Iisensi) dalam menjalankan fungsinya melalui pelayanan hukum (legal services), secara umum dapat dibedakan dari sarjana hukum/ahIi hukum yang melaksana-
Desember 1987
618
.
kan bantuan hukum (legal aid). Bia-sanya mereka itu disebut dengan Pembela Urn urn (public defender, public attorney). Misalnya perbedaan itu dapat kita lihat dari car a pendekatan dalam melayani pencari keadilan (T. Mulya Lubis, 1986). Secara ringkas perbedaan itu ialah seorang advokat pendekatannya (1) individual, (2) urban, (3) pasif, (4) legistis (legal oriented), (5) gerakan hukum (legal movement), (6) persamaan distribusi pelayanan (equal distribution of services). Sedangkan seorang pembela umum pendekatannya (1) struktural (kolektif), (2) urban-rural, (3) aktif, (4) legist is dan nonlegistis (legal dan nonlegal oriented), (5) gerakan sosial (social movement), (6) perubahan sosial (structural change).
Seorang pembela umum, yang dalam banyak hal tidak memerlukan pengangkatan Menteri Kehakirnan sebelum menjalankan tugasnya (seperti di LBH Jakarta) harus mengucapkan janji sebagai berikut:
"Saya berjanji bahwa soya ahm setUz kepada Negara dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia; Bahwa saya akall setia kepada milksud dan tujuan dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta dan ahm mematuhi setiap peraturan dan tata tertib dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta; Bahwa soya akan mengutamakan dan
menjunjung tinggi hukum, keadilan dan kebenaran serta kejujuran di dalam melaksanakan setiap tugas ytlng diberikan kepada saya oleh Lembaga Bantuan Hukum Jakarta; Bahwa saya tidak akan menganjurkan seseorallg untuk berperkara atau membela -suatu perkara yang soya yakilli tidak ada dasar. hukumnya; Bahwa soya akan menjaga rahflsUz klien dan rahasUz Lembaga Bantwzn · Hukum Jakarta di dalam melakSlllltl·
HUkum dan Pembanllunan
kan setiop tugas yang diberikan oleh Lemhaga Bantuan Huku m lilkarta ".
Karena belum adanya UU yang mengatur profesi Advokat dan UU yang mengatur bantuan hukum, maka dalam masyarakat kita dewasa ini sebutan (istilah) untuk orang yang memberikan pelayanan dan bantuan hukum cukup beraneka-ragam. Sehingga tidak jarang menirnbulkan kesulitan untuk mengidentifikasikannya, tidak saja bagi orang awam tetapi juga untuk para sarjana hukum itu sendiri. Sebutansebutan itu seperti advokat, pengacara, penasihat hukum, pengacara praktek, pokrol bambu, pembela umum. Belum lagi istilah-istilah yang diambil dari bahasa asing, · yang kecenderungan pemakaiannya cukup juga, seperti advocate, solicitor, attorney at law, public defender, public attorney, student attorney dan lain sebagainya. Karena demikian banyaknya sehingga tidak mudah untuk segera memilah-milahnya. Sebab seperti disebut di atas, belum ada ketentuan yang mengaturnya secara baku. Dalam hubungan dengan istilah-istilah ini advokat Sunarto Surodibroto mengatakan Quo Vadis! (Kompas, l3 September 1987).
Dalam era sebelum kemerdekaan istilah-istilah advocaat dan procureur, yang pada dasarnya pekerjaannya sarna tetapi ruang lingkupnya berbeda. Advocaat dapat mewakili kliennya di semua pengadilan negara, sedangkan procureur hanya pada pengadilan negeri tertentu atau pengadilan tinggi tertentu. Dalam era republik (kemerdekaan) dari UU 19/1964 Jo. 14/1970 Jo. UU 8/1981 menggunakan istilah penasihat hukum. Dan terakhir dengan SKB Mahkamah Agung dan Menteri Kehakirnan tentang Tata Cara Pengawasan,
,
Advokat dan Peneiakan Hukum
Penindakan dan Pembelaan Diri Penasihat Hukum akan istilah pe~ nasihat hukum. Namun menurut Pasal 1 ayat 3 UU 8/1981 penasihat hukut}l" adalah seorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau berdasarkan UU untuk memberi bantuan hukum. Dan syarat-syarat itu sampai sekarang belum ditentukan, sehingga istilah itu. menjadi semakin tidak jelas.
Kendatipun demikian kacaunya sebutan itu namun jika dilihat dari aspek, lllotivasi, sifat, prinsip, maksud dan tujuan masing-masing, maka dapat dipolarisasikan ke dalam dua kategori besar. Satu kategori adalah istilah yang digunakan oleh kelompok pemberi bantuan hukum (legal aid group) seperti Yayasan LBH Indonesia, dan kategori kedua istilah yang biasa digunakan oleh pelayanan (jasa) hukum (legal services group) seperti IKADIN. Istilah yang sering digunakan lembagalembaga bantuan hukum ialah pembela umum, atau jika dalam bahasa asing public defender, public attorney . Istilah yang sering digunakan pelayanan (jasa) hukum ialah advokat, pengacara, pengacara praktek. Tapi walaupun begitu, permasalahan substansial yang adit tetap tidak terpecahkan.
- Organisasi Advokat dan Kode Etik
Setelah melihat aspek profesionalisme, konsep-konsep dan istilah-istilah yang dipergunakan dalam dunia keadvokatan tennasuk bantuan hukum, maka berikut ini uraian ten tang organisasi advokat dan kode etiknya. Bagian ini cukup menarik karena dalam perkembangannya khususnya dalam negara-negara berkembang seperti Indonesia ini profesi apa pun termasuk advokat tidak dapat dilepaskan dengan ma-
619
salah-masalah yang tirnbul dalam masyarakat baik yang menyangkut masalah-masalah ekonomi, budaya dan polio tik.")· Bukan berarti organisasi profesi itu telah ada akan menjadi penyaluran aspirasi politik praktis ! Bukan.
Tetapi adalah lebih merupakan cara memandang dan selanjutnya mendekati suatu kasus yang tengah ditangani yaitu tidak berlaku pada aspek latennya saja artinya yang disembuhkan tidak terbatas pada 'sakit hukumnya' saja tetapi juga sebabnya 'sakit hukum' itu. Karena hukum itu bisa dilihat sebagai perundang-undangan produk politik, yang mengatur pelbagai aspek kehidupan, seperti budaya, ekonomi dan lain sebagainya yang dalam banyak hal dipengaruhi jaringan kepentingan segolongan pada kurun tertentu.
Oleh karena itu advokat di negaranegara yang sedang berkembang seperti di Indonesia ini dalam menjalankan tugasnya seperti di atas menjadi tambah berat dan kompleks. Sehingga perlu saran a berupa suatu organisasi, untuk memperjuangkan keadilan dan kebenaran melalui kasus-kasus yang
. tengah ditangani. Dengan latar-belakang seperti itu, maka pada tanggal 14 Maret 1963 di Jakarta berdiri pertama kali organisasi advokat dengan nama Persatuan Advokat Indonesia (PAl)
•
dan kemudian pada tahun 1964 di-ubah menjadi Persatuan Advokat Indonesia (PERADIN). Terakhir pada tanggal 10 November 1985 IKADIN terlebur dalam Ikatan Advokat Indonesia (IKATIN), termasuk di dalamnya kode etik profesi.
4) Lihat lebih jauh Adnan Buyung Nasution, Bantuan Hukum di Indonesiti (Jakarta, LP3 ES, 1981).
Desember 1987
620
Oalam mukadimah anggaran dasar IKATIN diikrarkan hal-hal sebagai berikut: 1. Bahwa negara Repub1ik Indonesia
adalah Negara Hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, oleh karena itu setiap orang tanpa dibedakan keyakinan, agama, suku, . bangsa, golongan dan kedudukannya tunduk pada serta menjunjung tinggi Hukum demi tegaknya keadilan dan kebenaran bagi setiap orang guna melindungi dan mempertahankan hak-hak asasi manusia yang sesuai dengan harkat dan martabatnya berdasarkan falsafah bangsa Indonesia.
2. Bahwa Advokat adalah salah satu unsur Catur Wangsa Penegak Hukum dalam kerangka-kerangka kekuasaan kehakiman yang bebas dan merdeka, wajib mengemban tugas dan tanggung jawab untuk mengabdi, mempertahankan dan menegakan hukum, demi tercapainya kepastian Hukum yang meflcerminkan nilai-nilai hidup yang luhur dalam hati nurani serta kesadaran hukum masyarakat.
3. Bahwa kekuasaan kehakiman yang bebas dan merdeka memerlukan
profesi advokat yang bebas dan bertanggung jawab gun a mencapai peradilan yang menjadi benteng terakhir dalam menegakan kebenaran dan keadilan berdasarkan hukum yang menjamin serta mempertahankan hak-hak asasi manusia tersebut .
4. Bahwa Advokat Indonesia mempunyai kewajiban serta tanggung jawab kemasyarakatan untuk membawakan peranan sebagai penggerak pembangunan yang turut memelopori pembaharuan, pembangunan
Hukum dan Pembanl1unan
dan pembemukan hukum sesuai dengan arah serta tujuan pembangunan dan pembinaan hukum sebagai sarana pelJunjang tercapainya masyarakat adil makmur, berdasarkan falsafah bangsa Indonesia.
5. Bahwa Advokat Indonesia dalam menjalankan tugasnya memberikan nasiliat, bantuan pelayanan dan pembelaan hukum, baik di luar maupun di dalam pengadilan, bertanggung jawab untuk memperjuangkan asas-asas keadilan dengan melindungi hak-hak asasi manusia, meningkatkan kesadaran hukum dengan penuh rasa jawab yang didasarkan atas pengabdian dan ilmu hukum yang didorong oleh cita-cita luhur profesi.
6. Bahwa Advokat daTi seluruh Indonesia dengan tekad yang bulat, sepakat untuk melaksanakan hal-hal terse but di atas dengart ini membentuk Ikatan Advokat Indonesia yang tunggal dan mandiri. Oi samping ikrar itu, IKADIN seba
gai organisasi perjuangan menentukan tujuan organisasi itu sebagai berikut : 1. Menegakkan hukum, kebenaran dan
keadilan serta meningkatkan kesadaran hukum anggota · masyarakat dalam negara hukum Indonesia.
2. Menegakkan hak-hak asasi manusia sesuai dengan falsafah bang~ Indonesia (Pancasila).
3 . Menumbuhkan dan memelihara rasa setia kawan di antara para advokat.
4. Membela dan memperjuangkan hak dan kepentingan para advokat d a
. lam melakukan tugasnya. 5. Turut aktif dalam pembangunan
hukum nasional. 6. Menegakkan kekebalan dalam men
jalankan profesi.
Advokat dan Peneflakan Hukum
Selanjutnya advokat (IKADIN) sebagai profesi hukum dalam menjalankan tugasnya dituntun oleh satu kode etik yang disebut Kode Erik Advokat Indonesia. Kode Etik ini mengatur perihal: (1) kepribadian advokat, (2) hubungan dengan klien, (3) hubungan dengan ternan sejawat, (4) cara bertindak dalammenangani perkara, (5) sanksi terhadap pelanggaran kode etik dan lain-lain. Pengawasan dan pengaturan sanksi ini dilakukan oleh organisasi itu sendiri sebagai lembaga yang independen dan yang secara teknis bebas paham.
Menurut Yap Thiam Hien bahwa maksud dan tujuan kode etik ialah untuk mengatur dan memberi kualitas kepada pelaksanaan profesi serta untuk menjaga kehonuatan dan nama baik organisasi profesi serta untuk melindungi publik yang memerlukan jasajasa baik profesional. Oleh karena itu, suatu kode etik merupakan me kanisme pendisiplinan, pembinaan dan pengontrolan atas kerja angota-anggota organisasi profesi. (Dr. Mr. Yap Thiam Hien, 26 Oktober 1986). Sejalan dengan pendapat ini, Kartono Moham
mad menyatakan: "Etika profesi itulah yang diharapkan akan dapat menjaga martabat profesi itu sendiri dan menjamin kesungguhal) pemegang profesi terse but dalam mengamalkan profesinya". (dr. Kartono Muhammad, 26 Oktober 1986).
Mengapa kode etik ini dibutuhkan , ialah karena konsekuensi dari advokat sebagai institusi profesional, di mana kebebasan merupakan bagian yang inherent dalam menjalankan tugasnya yang dicenninkan dengan tiadanya hierarkis dan dimilikinya hak tolak atau hak ingkar ; artinya adanya kewa-
621
jiban menyicnpan rahasia yang dipercayakan padanya oleh pencari keadilan. Sehingga dalam salah satu pasal KUHP yaitu Pasal 322 ayat 1 menentukan "Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disicnpannya karena jabatan atau pencahariannya, baik yang sekarang, maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak enam ratus rupiah". Sebagaicnana diketahui Pasal 178 KUHAP menentukan "Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat at au jabatannya diwajibkan menyicnpan rahasia, dapat minta dibebaskan dad kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka".
Di samping itu dalam menjalankan tugasnya seorang advokat dilindungi oleh hukum pidana agar terhindar dari segala pengaruh dengan ancaman hukuman tertentu. Pasill 210 ayat 1 ke-2 menentukan "Barang siapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seorang, yang menurut ketentuan Undang-undang ditentukan menjadi penasihat atau advisieur untuk menghadiri sidang suatu pengadilan, dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diad iii" . Ancaman hukuman terhadap pelanggaran ketentuan ini pidana penjara paling lama 7 tahun.
. Peranan dalam Penegakan Hukum
Penegakan hukum adalah suatu proses dinamik yang dijalankan oleh institusi-institusi tertentU sesuai dengan prosedural yang sudah tertentu pula.
Desember 1987
•
•
622
Proses di sini dapat juga disebut mata rantai peradilan yang bisa berarti law enforcement dan peace maintenance (Soerjono Soekanto, 29 Oktober 1987). Jika proses peradilan itu adalah perkara pidana, maka proses itu dimulai dari adanya suatu laporan/ pengaduan, penyelidikan/penyidikan, prapenuntutan/penuntutan, pelaksanaan putusan hakim.
Setiap tahapan itu dilaksanakan oleh institusi-institusi tertentu sesuai dengan tugas dan kewenangan masing-masing. Tugas dan kewenangan ini secara sosiologis dapat diartikan sebagai peranan (raZe), yang dijalankan
•
Hukum dan Pembanllunan
atas telah menjelaskannya, namun tidak demikian halnya dengan advokat. Karena belum ada kejelasan ini, sementara yang dibela adalah orang 'yang diduga telah melakukan kejahatan', maka sering ada tuduhan sinikal terhadap advokat, misalnya advokat membela kesalahan pynjahat, membuat rum it perkara yang sederhana dan setetusnya.
Untuk sekedar menggambarkan masalah di atas khususnya dalam forum pengadilan berikut ini diketengahkan pendapat seorang ahli pidana P.M. Trapman yang dikutip oleh Prof. Van Bemmelen dalam bukunya strafvorde-
loleh kepolisian, kefaksaan, pel'gadilan ' ring mengatakan bahwa masing-masing 'dan advokat. Karena terdiri 4 institusi . pihak dalam satu persidangan yaitu: maka dalam praktek sering disebut jaksa, pembela dan hakim adalah mem-'catur wangsa', Apa saja dan bagaima- punyai fungsi yang sama, meskipun l1.a menjalankan peranan itu untuk se- masing-masing mempunyai posisi dan bahagian diatur . dalam perundang-un- pendirian yang berbeda, dangan. Misalnya peranan Kepolisian Fungsi yang sama karena masing-dalam . bidang peradilan diatur dalam masing pihak berusaha (1) mencari UU 13/1963 10. UU 8/1981; Kejaksa- kebenaran dengan menyeliCliki secara an diatur dalam UU 15/1965 Jo. UU jujur fakta-fakta perbuatan, maksud 8/1981, Pengadilan diatur dalam UU dan akibatnya; (2) menilai apakah 14/1970 Jo. UU 8/1981. fakta-fakta perbuatan itu memenuhi
Tetapi peranan advokat dalam pro- unsur pidana untuk dapat atau tidak-ses peradilan belum dituangkan dalam nya mempersalahkan; (3) menilai hu-suatu perundang-undangan tertentu, kuman apakah yang seadil-adilnya patetapi secara terse bar dapat ditemukan tut dijatuhkan. dalam pasal-pasal UU 14/1970 dan UU Fungsi yang berbeda karena jaksa 8/1981. Dan untuk profesi advokat hal meskipun selaku pejabat umum (openini merupakan masalah dasar hingga baar ambtenaar) mempunyai posisi sekarang. yang objektif, namun sebagai akibat
Jika polisi, jaksa, hakim dan' advo- sifat akusator dari proses peradilan kat masing-masing mempunyai peran- pidana di mana jaksa dan terdakwa
an tertentu dalam proses peradilan" saling berhadapan dalam kedudukan pertanyaan awal dap.at diajukan di ma- yang sejajar, maka jaksa sebagai pe-nakah perbedaan fungsi dari peranan nuntut dengan sendirinya mempunyai itu? Barangkali antara polisi, jaksa dan pendirian yang subjektif. , .
hakirn tidak begitu stikar karena dalam , Sementara itu, advokat oleh karena perundang-undangan yang disebut di , bukan pejabat U.ll1um, maka dengan
Advokat dan Pene6akan Hukum
sendirinya mempunyai posisi yang subjektif. Akan tetapi karena pada dasarnya berfungsi mengemukakan pendiriannya mengenai perbuatan-perbuatan terdakwa ditinjau dari sudut hukumnya, formal maupun material, maka pend irian yang sedemikian itu dikatakan pend irian yang objektif.
Akhirnya, hakirn sebagai pejabat umum dengan sendirinya mempunyai posisi yang objektif karena menjalankan fungsi mengadili terhadap masingmasing pendirian subjektif dari kedua belah pihak yang bertengkar di hadapannya. OIeh karena itu dengan sendiri-
623
nya wajib atau setidak-tidaknya diharapkan memegang teg!.lh pendirian yang tidak memihak, dengan kata lain objektif.
Lebih lanjut bila kita in gin melihat peranan advokat ini, dengan mengingat juga posisinya sepihak dengan terdakwa, maka harapan-harapan yang melekat pada peranan itu untuk dijalankan adalah bagairnana merealisasikan butir-butir hak (baik yang bersifat legal atau fundamental) yang eksplisit diakui dan dijamin hukum itu dalam proses peradilan yang sedang berjalan. Hak-hak yang dirnaksud ialah: .
KETENlUAN DALAM P ASAL-P ASAL
NO. HAK-HAK KUHAP UU 14/1970 HIR .
1. Pemeriksaan segera 50 - 76 & 83 D
2. Persiapan pembelaan 50,72 - 257,386
3. Memberi keterangan 52,53 - 284 (1) ,
secara bebas 177,178 - 285
4. Bantuan hukum 54,55 36 254 (2) 56,57
5. Menerima kunjungan 58,59 - -(dokter, keluarga 60,61 rohaniawan) dan 62,63 korespondensi •
6. Sidang terbuka untuk 64 17, 18 -umum
7. Tindak dibebani ke- 66 - -wajiban pembuktian
8. Upayahukum 67, 244 19 -263
9. Ganti rugi dan 68 9 -rehabilitas
•
•
• Desember 1987 . \ •
624 HUkum dan Pembangunan
Daftar Pustaka •
Jeans, W. James, Trial Advocacy (St. Paul, Minn.: West Publishing Co., 1975). Lubis, T. Mulya, Bantuan Hukum dan Kemiskinan Struktural (Jakarta: LP3ES, 1986). Nasu tion, Adnan Buyung, Bantuan Hukum di Indonesia (Jakarta: LP3ES, 1981). Mohammad, Kartono, Erik dan Penegakan Keadilan, tidak diterbitkan, 1986. Soekanto, Soerjono, Masalah Penegakan Hukum di Indonesia Suatu Tinjauan Sosiologis,
tidak diterbitkan, 1986. Yap Thiam Hien, Masalah Pelanggaran Kode Erik Protesi dalam Penegakan Keadilan dan
Hukum, tidak diterbitkan, 1986.
•
•
•
•
•