ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA...

17
6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Periapikal Granuloma Periapikal granuloma pada gigi non vital merupakan suatu fokus proteksi anti bakteri yang menjadi tempat pertemuan kuman intraseluler dengan pertahanan inang. Gagalnya pembentukan granuloma pada umumnya akibat dari eksaserbasi penyakit yang timbul. Pada saat yang sama, granuloma yang terbentuk mengganggu fisiologis jaringan sekitarnya sehingga merupakan pusat patogenesis penyakit (Garcia et al., 2007, p. 586). Pada kondisi gigi non vital (nekrosis) yang tidak dirawat, bakteri akan berpenetrasi melalui foramen apikalis sehingga menimbulkan inflamasi di periapikal yang disebut periodontitis apikalis. Periodontitis apikalis kronis selanjutnya dapat membentuk periapikal granuloma. Periapikal granuloma terdiri dari jaringan inflamasi granulomatous yang diinfitrasi sangat banyak oleh berbagai sel radang dan dikelilingi jaringan fibrous (Garcia et al., 2007, p. 586). 2.1.1 Gejala Klinis Periapikal Granuloma Gejala klinis antara periapikal granuloma dan kista periapikal sangat sulit dibedakan, pasien tidak memiliki gejala nyeri selain rasa yang tidak nyaman pada gusi, dan biasanya terdeteksi melalui radiografik, namun jika terdapat eksaserbasi akut maka akan menunjukkan gejala seperti abses periapikal. Pada tes vitalitas gigi dengan periapikal granuloma akan memberikan respon negatif, oleh karena 6 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI EKSPRESI JUMLAH SEL ... KHARISMA NISA

Transcript of ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA...

Page 1: ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 6adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/540/gdlhub-gdl-s1-2013-nisakharis-26973-12.bab-2.pdf · 10 phplfxghvwuxnvlvho\dqjwhulqihnvlrohkplnurrujdqlvphlqwudvhoxohu

6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Periapikal Granuloma

Periapikal granuloma pada gigi non vital merupakan suatu fokus proteksi

anti bakteri yang menjadi tempat pertemuan kuman intraseluler dengan

pertahanan inang. Gagalnya pembentukan granuloma pada umumnya akibat dari

eksaserbasi penyakit yang timbul. Pada saat yang sama, granuloma yang terbentuk

mengganggu fisiologis jaringan sekitarnya sehingga merupakan pusat patogenesis

penyakit (Garcia et al., 2007, p. 586).

Pada kondisi gigi non vital (nekrosis) yang tidak dirawat, bakteri akan

berpenetrasi melalui foramen apikalis sehingga menimbulkan inflamasi di

periapikal yang disebut periodontitis apikalis. Periodontitis apikalis kronis

selanjutnya dapat membentuk periapikal granuloma. Periapikal granuloma terdiri

dari jaringan inflamasi granulomatous yang diinfitrasi sangat banyak oleh

berbagai sel radang dan dikelilingi jaringan fibrous (Garcia et al., 2007, p. 586).

2.1.1 Gejala Klinis Periapikal Granuloma

Gejala klinis antara periapikal granuloma dan kista periapikal sangat sulit

dibedakan, pasien tidak memiliki gejala nyeri selain rasa yang tidak nyaman pada

gusi, dan biasanya terdeteksi melalui radiografik, namun jika terdapat eksaserbasi

akut maka akan menunjukkan gejala seperti abses periapikal. Pada tes vitalitas

gigi dengan periapikal granuloma akan memberikan respon negatif, oleh karena

6 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI EKSPRESI JUMLAH SEL ... KHARISMA NISA

Page 2: ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 6adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/540/gdlhub-gdl-s1-2013-nisakharis-26973-12.bab-2.pdf · 10 phplfxghvwuxnvlvho\dqjwhulqihnvlrohkplnurrujdqlvphlqwudvhoxohu

7

berhubungan dengan pulpa yang telah nekrotik, stimulasi termal juga akan

menunjukkan respon yang negatif (Crawford, 2008, p.148).

2.1.2 Gambaran Radiologi Periapikal Granuloma

Secara klinis periapikal granuloma tidak dapat dibedakan dengan lesi

keradangan periapikal lainnya. Untuk membedakan lesi periapikal lainnya

diperlukan pemeriksaan radiografik, ukurannya bervariasi mulai dari diameter

kecil yang hanya beberapa milimeter hingga 2 centimeter. Pada gambaran

radiografik tampak area radiolusen dengan batas yang jelas atau difus menempel

pada apeks akar gigi dan terlihat lamina dura dengan tanpa keterlibatan

kondensasi tulang (Gambar 2.1) (Lia et al., 2004 p. 23).

Gambar 2.1 A. Gambaran radiografik periapikal granuloma, B. Gigi dengan periapikal granuloma (pasca ekstraksi) (Whaites, p.236)

Periapikal granuloma memperlihatkan bulatan radiolusen dengan

diameter mulai dari 0,5 mm – 2 cm, dibatasi membran periodontium dan terdiri

dari fibroblas dan pembuluh darah. Meskipun pemeriksaan dengan radiografik

merupakan kunci diagnostik, tetapi cara untuk dapat membedakan periapikal

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI EKSPRESI JUMLAH SEL ... KHARISMA NISA

Page 3: ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 6adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/540/gdlhub-gdl-s1-2013-nisakharis-26973-12.bab-2.pdf · 10 phplfxghvwuxnvlvho\dqjwhulqihnvlrohkplnurrujdqlvphlqwudvhoxohu

8

granuloma dengan lesi periapikal lainnya secara akurat adalah dengan

menggunakan pemeriksaan mikroskopik (Lia et al., 2004 p. 23).

2.1.3 Gambaran Histologi Periapikal Granuloma

Secara histologi, periapikal granuloma didominasi oleh jaringan

granulasi yang diinfiltrasi oleh sel mastosit, makrofag, limfosit, sel plasma, dan

leukosit PMN. Selain itu, multinucleated giant cells, foam cell, cholesterol cleft

dan epitel sering ditemukan (Torabinejad & Walton, 2009, p. 59).

Periapikal granuloma terdiri dari jaringan granulasi yang terinflamasi,

dikelilingi dinding sel yang terdiri dari jaringan fibrous (Gambar 2.2). Gracia et

al., (2007) mengemukakan bahwa periapikal granuloma adalah suatu masa

terlokalisasi dari jaringan inflamasi kronis dengan infiltrasi inflamasi akut yang

memberikan gambaran adanya limfosit B dan limfosit T, sel plasma, neutrofil,

histiosit dan eusinofil serta biasa ditemukan sarang epitel yang dibentuk dari sisa

epitel Malassez dan merupakan kemampuan untuk berproliferasi (Gambar 2.3)

(Garcia et al., 2007, p. 588).

Gambar 2.2 Periapikal granuloma yang tersusun oleh jaringan granulasi (Garcia et al., 2007, p. 588)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI EKSPRESI JUMLAH SEL ... KHARISMA NISA

Page 4: ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 6adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/540/gdlhub-gdl-s1-2013-nisakharis-26973-12.bab-2.pdf · 10 phplfxghvwuxnvlvho\dqjwhulqihnvlrohkplnurrujdqlvphlqwudvhoxohu

9

Gambar 2.3 Lesi granulomatous pada granuloma dengan untaian epitel (Garcia et al., 2007 p.588)

2.1.4 Patogenesis Pembentukan Periapikal Granuloma

Gigi karies yang tidak dirawat akan berlanjut dan lambat laun akan

mencapai bagian pulpa sehingga mengakibatkan keradangan pada pulpa. Proses

keradangan pulpa yang berlanjut dapat menyebabkan kelainan periapikal.

Nobuhara dan del Rio (Nobuhara WK & Del Rio CE, 1993 cit Torabinejad &

Walton, 2009, p.59-60) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa 59,3 % dari lesi

periapikal merupakan periapikal granuloma, 22 % kista periapikal, 12 % jaringan

parut periapikal dan 6,7 % lainnya (Torabinejad & Walton, 2009, pp.59-60).

Patogenesis yang mendasari periapikal granuloma adalah respon imun

untuk mempertahankan jaringan periapikal terhadap berbagai iritan yang timbul

melalui pulpa, yang telah menjalar menuju jaringan periapikal. Terdapat berbagai

macam iritan yang dapat menyebabkan keradangan pada pulpa, yang tersering

adalah karena bakteri, proses karies yang berlanjut akan membuat jalan masuk

bagi bakteri ke dalam pulpa, sehingga pulpa mengadakan pertahanan dengan

respon inflamasi, baik respon imun seluler maupun humoral (Radics, 2004,

p.111). Respon imun humoral bertanggung jawab terhadap serangan

mikroorganisme ekstraseluler dan toksinnya sedangkan respon imun seluler

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI EKSPRESI JUMLAH SEL ... KHARISMA NISA

Page 5: ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 6adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/540/gdlhub-gdl-s1-2013-nisakharis-26973-12.bab-2.pdf · 10 phplfxghvwuxnvlvho\dqjwhulqihnvlrohkplnurrujdqlvphlqwudvhoxohu

10

memicu destruksi sel yang terinfeksi oleh mikroorganisme intraseluler (Philipi et

al., 2003, p.182).

Terdapat tiga karakteristik pulpa yang mempengaruhi proses inflamasi,

pertama adalah pulpa tidak dapat mengkompensasi reaksi inflamasi secara

adekuat karena dibatasi oleh dinding dentin yang keras, sehingga produk

inflamasi tidak memiliki cukup ruang dan meningkatkan tekanan ruang pulpa.

Inflamasi akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan meningkatkan volume

jaringan karena transudasi cairan. Hal tersebut cenderung memperlambat aliran

darah ke ruang pulpa, dengan adanya hipoksia yang terus-menerus maka pulpa

menjadi nekrosis. Kedua, meskipun pulpa memiliki banyak vaskularisasi, namun

hanya disuplai oleh satu pembuluh darah yang masuk melalui saluran sempit

disebut foramen apikal, dan tidak ada suplai cadangan lain. Edema dari jaringan

pulpa akan menyebabkan konstriksi pembuluh darah yang melalui foramen apikal,

sehingga jaringan pulpa tidak adekuat dalam mekanisme pertahanan, akan

menyebabkan aliran darah terputus sehingga menyebabkan pulpa menjadi

nekrosis. Ruang pulpa dan saluran akar serta jaringan pulpa yang nekrosis

menciptakan sebuah lingkungan yang mendukung kolonisasi bakteri. Ketiga,

karena gigi berada pada rahang, maka bakteri akan menyebar melalui foramen

apikal menuju jaringan periapikal (Torabinejad & Walton, 2009, pp.52-3).

Sementara respons imun pada inflamasi dapat mengeliminasi invasi

bakteri ke daerah periapikal, tetapi pemberantasan flora tersebut pada saluran akar

tidak dapat optimal. Dalam hal ini sistem saluran akar menjadi sumber infeksi

bakteri yang persisten dan reaksi imun yang terus menerus pada jaringan

periapikal akan menyebabkan perubahan secara histologis. Perubahan ini

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI EKSPRESI JUMLAH SEL ... KHARISMA NISA

Page 6: ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 6adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/540/gdlhub-gdl-s1-2013-nisakharis-26973-12.bab-2.pdf · 10 phplfxghvwuxnvlvho\dqjwhulqihnvlrohkplnurrujdqlvphlqwudvhoxohu

11

dikarakteristikkan dengan keberadaan jaringan granulasi yang berisi makrofag,

limfosit, sel plasma, netrofil, dan elemen fibrovaskular dalam jumlah bervariasi.

Pada saat bersamaan akan terjadi kerusakan jaringan periapikal dan resorpsi

tulang (Crawford, 2008, pp. 145-50)

2.2 Mastosit

Mastosit adalah sel mobile, yang berasal dari sumsum tulang (bone

marrow). Mastosit terdiri dari granula yang mengandung sel imun. Mastosit dapat

ditemukan pada seluruh jaringan ikat, mukosa, dan pada sistem saraf. Dalam

rongga mulut, mastosit ditemukan pada seluruh jaringan termasuk pada pulpa,

namun pada pulpa keberadaan mastosit sulit untuk dideteksi. (Laurence, 2003

p.188).

Mastosit juga mempunyai fungsi sebagai sel yang mampu melepaskan

mediator kemotaktik dan menstimulasi sel imun yang lain, seperti makrofag dan

neutrofil. Selain itu mastosit juga bisa berperan sebagai Antigen Presenting Cell

(APC) yang mengekspresikan Major Histocompability Complex (MHC) klas I dan

klas II bagi sel T (Laurence, 2003, p.188).

Pada lesi inflamasi rongga mulut, granula mastosit dapat teridentifikasi

dari granula eksterna dan pelepasan kandungan granula mastosit pada jaringan

interseluler, yang terlihat dengan pewarnaan toulidin blue staining dan chymase

immunohistochemistry (Laurence, 2003, p.190).

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI EKSPRESI JUMLAH SEL ... KHARISMA NISA

Page 7: ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 6adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/540/gdlhub-gdl-s1-2013-nisakharis-26973-12.bab-2.pdf · 10 phplfxghvwuxnvlvho\dqjwhulqihnvlrohkplnurrujdqlvphlqwudvhoxohu

12

2.2.1 Morfologi Mastosit

Sel mastosit berbentuk bulat, biasanya merupakan sel mononuclear, yang

menunjukkan variasi fenotip dalam morfologi. Diameter sel berkisar hingga 25

μm. Nucleus sel ini unilobed dan mungkin bulat atau oval dan biasanya dalam

posisi eksentris. Elektron mikroskop menunjukkan banyak proyeksi sitoplasma

yang mungkin interdigitate dengan sel lain (Mahjoub et al, 2009, p.2).

Sel mastosit dapat dikenali dengan granula metakromatik yang terdapat

pada sitoplasmanya, yang besarnya 0.3 sampai dengan 0.8 μm dan dapat

menempati sebagian besar dari volume sel. Granula sel mastosit tercat merah-

ungu dengan pengecatan Toluidine Blue ataupun Giemsa (Gambar 2.4 dan

Gambar 2.5). Penampakan warna merah yang dikarenakan oleh pengecatan

berwarna biru ini disebut pengecatan metakromasi. Hal ini dikarenakan sifat

sangat sulfat, proteoglikan anionic yang dikomplekskan dengan beberapa

secretory granule proteases yang dikeluarkan oleh basofil (Mahjoub et al, 2009,

p.2).

Gambar 2.4. Sel mastosit dengan pewarnaan Giemsa, dan dilihat dengan oil emmerse pada pembesaran 1000x, pada kasus ini terdapat lima sel mastosit pada satu lapangan pandang (Mahjoub et al, 2009 p.2).

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI EKSPRESI JUMLAH SEL ... KHARISMA NISA

Page 8: ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 6adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/540/gdlhub-gdl-s1-2013-nisakharis-26973-12.bab-2.pdf · 10 phplfxghvwuxnvlvho\dqjwhulqihnvlrohkplnurrujdqlvphlqwudvhoxohu

13

Gambar 2.5 Sel Mastosit (tanda panah) pada pasien hypersensitivity pneumonitis (HP) dengan pewarnaan Giemsa pada perbesara 400x (Taniuch et al, 2009, p. 6)

Pada kebanyakan preparat, sebagian besar mastosit pecah dan granula

dari mastosit menghilang dari jaringan sekitar. Granula mastosit mempunyai

ukuran diameter 0,5 mikron (0,5 µm), dibatasi oleh membran dan mempunyai

kandungan yang bervariasi pada setiap spesies (Lesson,1981, p.124).

Pada mikroskop cahaya, sekresi granula mastosit yang diwarnai dengan

toulidin blue mempunyai karakteristik metakromatik (gambar 2.5), selain itu

mastosit juga menghasilkan kimase dan TNF (Laurence, 2003,p.189) (gambar

2.6).

Gambar 2.6 Morfologi karakteristik dari mastosit yang diambil dari endotel pembuluh darah vena pada perut, diwarnai dengan toluidine blue (E) adalah

epitel sel basal (Laurence, 2003 p.189)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI EKSPRESI JUMLAH SEL ... KHARISMA NISA

Page 9: ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 6adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/540/gdlhub-gdl-s1-2013-nisakharis-26973-12.bab-2.pdf · 10 phplfxghvwuxnvlvho\dqjwhulqihnvlrohkplnurrujdqlvphlqwudvhoxohu

14

Setiap tipe mastosit mengandung antara 80 sampai 300 granula. Ketika

teraktivasi mungkin mengalami degranulasi mensintesis granula (Laurence, 2003,

p. 189).

Gambar 2.7 (A) Granula mastosit yang diwarnai dengan toluidine blue (B) Kimase, (C) TNF (Laurence, 2003 p.189)

Laurence (2003) menjelaskan ada dua subpopulasi mastosit dalam hal

mediator yang dihasilkan, respons untuk mensekresi, dan sitokin mastosit yang

menghasilkan triptase (MCT) dan mastosit yang menghasilkan triptase dan kimase

(MCTC). Pada mukosa dan pulpa manusia mastosit yang dominan adalah MCTC

(Laurence, 2003, p. 190).

Meskipun tidak diketahui bahwa setiap subpopulasi mastosit mempunyai

fungsi yang jelas, tetapi berdasarkan letak dan kandungan granula, memberikan

kesan bahwa setiap subpopulasi mempunyai peran yang penting pada berbeda-

beda proses penyakit (Laurence, 2003, p. 190).

Pada lesi periapikal terjadi respons iritasi kronik, umumnya akibat dari

infeksi saluran akar. Variasi bakteri yang besar membangkitkan respons imun dan

tubuh, termasuk respons imunologi spesifik dan reaksi inflamasi non spesifik.

Diantara sel-sel pada lesi periapikal, mastosit ditemukan pada infiltrat keradangan

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI EKSPRESI JUMLAH SEL ... KHARISMA NISA

Page 10: ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 6adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/540/gdlhub-gdl-s1-2013-nisakharis-26973-12.bab-2.pdf · 10 phplfxghvwuxnvlvho\dqjwhulqihnvlrohkplnurrujdqlvphlqwudvhoxohu

15

dari periapikal granuloma dan kista radikuler. Peran mastosit pada pertahanan

tubuh sebagai sel efektor yang membangkitkan imunitas dan respons terhadap

mikroorganisme. Mastosit juga memainkan peran penting dalam imunopatologi

dan reaksi hipersensitifitas tipe cepat dan lambat. Selain itu juga memainkan

peran pada patogenesa dari inflamasi kronik dalam membangkitkan dan menjaga

keseimbangan mekanisme pertahanan tubuh melawan infeksi (Rodini, 2004,

p.59).

2.2.2 Aktivasi Mastosit

Respons terhadap berbagai antigen dapat dimulai setelah antigen

ditangkap, diproses dan disajikan oleh antigen presenting cell (APC). Karena sel

T hanya mengenal imunogen yang terikat pada protein major histocompatibility

complex (MHC) pada permukaan sel. Terdapat 2 kelas perbedaan protein MHC,

yaitu MHC I yang diekspresikan oleh semua sel somatik dan pemrosesan antigen

sebagai respons sitotoksik. Protein MHC II diekspresikan oleh makrofag dan

sedikit tipe sel lain. Setelah antigen diproses oleh makrofag akan mengaktifkan sel

T helper. Selain itu makrofag juga akan melepas IL-1 untuk sinyal tambahan

dalam pengaktifan sel T helper. Dengan dua sinyal yaitu sinyal pertama dari

kompleks antigen MHC kelas II yang berada pada permukaan APC dan sinyal

kedua IL-1 yang dilepaskan makrofag, sel T helper akan melepaskan dua sinyal

yaitu: yang pertama IL-4 atau disebut juga B cell differentiation factor (BCDF)

dan IL-6 yang disebut juga dengan B cell growth factor (BDGF) (Abbas,2002, pp.

440-4). Ekspresi dua sinyal dan sel T helper tersebut akan mengaktifkan sel B

untuk berdiferensiasi dan berproliferasi (Daniel, Abba, dan Tristram, 1997).

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI EKSPRESI JUMLAH SEL ... KHARISMA NISA

Page 11: ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 6adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/540/gdlhub-gdl-s1-2013-nisakharis-26973-12.bab-2.pdf · 10 phplfxghvwuxnvlvho\dqjwhulqihnvlrohkplnurrujdqlvphlqwudvhoxohu

16

Bersamaan dengan rangsangan antigen terhadap sel T, sel B juga akan tersensitasi

(Roeslan, 2002, pp. 48-52). Di bawah pengaruh IL-4, akan terjadi proses

perubahan isotip rantai berat sel B menjadi sel plasma dan memproduksi IgE

(Gambar 2.7). Selanjutnya IgE akan berikatan dengan reseptor Fragment

Cystalitin (Fc) pada permukaan mastosit (disebut FcRI). IgE akan berfungsi

sebagai reseptor antigen pada permukaan mastosit (Abbas, 2002,pp.440-4).

Gambar 2.8 Skema mekanisme respons imun yang menggambarkan pentingnya limfosit T dalam sistem imunoregulator. Sel Th yang teraktivasi antigen, mengaktifkan sel B yang

diikuti bangkitnya imunitas humoral. (Abbas, 2002, p.440)

Mastosit teraktivasi karena ikatan molekul FcRI dengan antigen yang

telah menempel pada molekul IgE. Pada individu yang mempunyai alergi

terhadap suatu partikel antigen, IgE yang menempel pada mastosit spesifik untuk

antigen tersebut mempunyai proporsi yang besar. Antigen tersebut akan berikatan

dengan molekul IgE untuk memicu mastosit aktif (Gambar 2.8). Aktifasi mastosit

akan berakibat tiga macam respons biologi, yaitu: (a) sekresi kandungan pre-

formed dari granula oleh proses regulasi dan exocytosis. (b) sintesis dan sekresi

lipid mediators, (c) sekresi dan sintesis sitokin (Abbas, 2002, p.443).

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI EKSPRESI JUMLAH SEL ... KHARISMA NISA

Page 12: ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 6adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/540/gdlhub-gdl-s1-2013-nisakharis-26973-12.bab-2.pdf · 10 phplfxghvwuxnvlvho\dqjwhulqihnvlrohkplnurrujdqlvphlqwudvhoxohu

17

Gambar 2.9 Aktivasi sel B mensekresi IgE dan selanjutnya terikat pada mastosit, terjadi degranulasi dan diikuti pelepasan mediator-mediator (Abbas, 2002, p.444)

2.2.3 Mediator yang dihasilkan mastosit

Mastosit pada host mempunyai kemampuan untuk memproduksi sebuah

sepektrum mediator yang kuat. Mediator ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu

(Abbas, 2002, p.432-44):

1. Pre-formed mediators, terdiri dari:

a. Biogenic amines (Vasoactif amin), dan

b. Granula makromolekul

2. Mediator yang baru disintesis, terdiri dari:

a. Mediator lipid-derived

b. Sitokin

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI EKSPRESI JUMLAH SEL ... KHARISMA NISA

Page 13: ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 6adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/540/gdlhub-gdl-s1-2013-nisakharis-26973-12.bab-2.pdf · 10 phplfxghvwuxnvlvho\dqjwhulqihnvlrohkplnurrujdqlvphlqwudvhoxohu

18

2.2.3.1 Preformed mediators

a. Biogenic amines

Biogenic amines sering disebut juga dengan vasoaktif amin yang

empunyai berat molekul ringan, dan kemudian akan dibagi menjadi suatu

kumpulan amin. Pada manusia, mastosit pada bagian ini berperan dalam

menghasilkan histamin. Histamin pada tubuh manusia yang melekat pada

endotelium pembuluh darah akan menyebabkan dilatasi yang diikuti

keluarnya plasma menuju jaringan. Histamin juga merangsang sel endotel

untuk mensintesis zat relaksasi otot halus pembuluh darah, seperti

prostacyclin (PGI2) dan nitric oxide (Abbas, 2002, p.442).

Laurence (2003) menjelaskan bahwa histamin yang dihasilkan

mastosit merupakan mediator yang penting dalam merubah permiabilitas

vaskuler, dimana histamin merubah struktur endothelium mikrovaskuler,

seperti kontraksi endothelium dan pembentukan jarak (gap) interseluler.

Histamin meningkatkan adhesi platelet dengan memobilisasi molekul

adesi p-selectin (Laurence, 2003, p. 191).

b. Granula makromolekul

Granula makromolekul yang dihasilkan adalah neutral serine

protease dan proteoglikan yang termasuk neutral serine protease, seperti

triptase dan kimase (Abbas, 2002,p. 434). Kimase adalah mediator

spesifik mastosit yang tidak ditemukan pada basofil (Laurence, 2003

p.189).

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI EKSPRESI JUMLAH SEL ... KHARISMA NISA

Page 14: ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 6adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/540/gdlhub-gdl-s1-2013-nisakharis-26973-12.bab-2.pdf · 10 phplfxghvwuxnvlvho\dqjwhulqihnvlrohkplnurrujdqlvphlqwudvhoxohu

19

Fungsi dari enzim ini secara in-vivo belum diketahui secara jelas,

namun secara in-vitro aktivitas enzim ini sangat penting. Triptase dapat

membelah fibrinogen dan aktifitas kolagenase, lebih dan itu dapat

menyebabkan kerusakan jaringan (Abbas, 2002, p.434). Kimase dapat

merubah angiotensin I menjadi angiotensin II. Angiotensin II mempunyai

efek yang penting pada regulasi mikrosirkulasi termasuk kontraksi otot

halus dan peningkatan permiabilitas vaskuler (Toru, 1997, p.67). Kimase

dan triptase mastosit dianggap mempunyai peranan yang penting pada

kerusakan struktur protein membran basal pada oral lichen planus

(Laurence, 2003, p 190). Rodini, et al (2004, p. 60) menyebutkan triptase

yang dihasilkan oleh mastosit pada kista berperan dalam proses resorbsi

tulang selama proses pertumbuhan dan pembesaran kista.

2.2.3.2 Mediator yang baru dihasilkan

a. Lipid-derived

Ada tiga macam mediator lipid-derived tersintesis oleh karena

aktivasi dari mastosit (Abbas, 2002, p.436).

i. Prostaglandin D2 (PGD2)

ii. Leukotriene (LT), yang terdiri dari LTC4, LTD4 dan LTE4

iii. Platelet-activating factor (PAF)

Dilaporkan juga oleh Rodini (2004, p.60-2) bahwa prostaglandin

yang dihasilkan oleh mastosit selama proses degranulasi mempunyai

peranan di dalam proses resorbsi tulang. PGE2 yang juga merupakan

produk makrofag penting dalam mengaktifkan limfosit yang

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI EKSPRESI JUMLAH SEL ... KHARISMA NISA

Page 15: ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 6adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/540/gdlhub-gdl-s1-2013-nisakharis-26973-12.bab-2.pdf · 10 phplfxghvwuxnvlvho\dqjwhulqihnvlrohkplnurrujdqlvphlqwudvhoxohu

20

memproduksi osteoclast activating factor (OAF), dimana OAF ini

merupakan faktor yang menyebabkan resorbsi tulang kista periapikal

(Torabinejad, dkk., 1985,p.488)

b. Sitokin

Sitokin adalah mediator peptida yang penting dalam sistem

imun. Sitokin berfungsi mengatur naik-turunnya respons imunologik,

inflamasi, dan penyembuhan host dari kerusakan. Dalam fungsinya

sebagai sinyal interseluler, sitokin mengatur respons inflamasi lokal

dan sistemik. Sitokin mengatur reaksi host terhadap antigen asing

dengan cara mengatur pertumbuhan, mobilitas, diferensiasi leukosit

serta sel-sel lainnya, dan juga interaksi yang kompleks antara limfosit,

sel radang, elemen seluler di dalam jaringan (Roeslan, 2003, p.55).

Beberapa sitokin diberi nama sesuai dengan aktivitas

biologinya, misalkan macrophage activation factor (MAF),

macrophage migration inhibiting factor (MIF), leukocyte-derived

chemotatic factor (CTX), lymphotoxin (LT), dan osteoclast-activating

factor (OAF). Sebagian besar sitokin telah dirubah namanya menjadi

inter-leukin dan sisanya disebut sesuai dengan aktivitas biologiknya,

seperti tumour necrosis factor (TNF), colony-stimulating factor

(CSF), dan sebagainya (Roeslan, 2003,p.58-9).

Mastosit memproduksi bermacam-macam sitokin yang berperan

dalam reaksi keradangan. Sitokin ini terdiri dari TNF, IL-1, IL-4, IL-

5, IL-6, macrophage inflammatory protein-1α (MIP-1α), MIP-1β,

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI EKSPRESI JUMLAH SEL ... KHARISMA NISA

Page 16: ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 6adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/540/gdlhub-gdl-s1-2013-nisakharis-26973-12.bab-2.pdf · 10 phplfxghvwuxnvlvho\dqjwhulqihnvlrohkplnurrujdqlvphlqwudvhoxohu

21

granulocyte-monocyte colony-stimulating factor (GM-CSF) seperti

IL-3 (Abbas, 2002, pp. 432-40). Mediator yang dihasilkan mastosit

mempunyai sifat autocrine dan paracrine, contohnya IL-5 yang dapat

berfungsi sebagai autocrine dimana IL-5 mengaktifkan mastosit untuk

mensekresi TNF, IL-5, IL-13, MIP-1α, dan GM-CSF tanpa

meingkatkan pelepasan histamin (Laurence, 2003, p. 189). IL-5 juga

bisa berfungsi sebagai paracrine, yaitu sebagai stimulasi sel B dan sel

T untuk berproliferasi dan diferensiasi. Bersama IL-4, IL-5

meningkatkan produksi IgE (Roeslan, 2002 pp. 60-4). IL-4 yang

disekresi oleh mastosit dapat berperan sebagai mediator inflamasi

yang mampu merubah inflamasi akut ke arah kronik (Laurence, 2003,

p 189).

IL-1 mengandung dua peptida berbeda yang menguatkan

respons imunologik, inflamasi, dan penyembuhan IL-1 terdapat dalam

dua bentuk yaitu IL-1α dan IL-1β, yang mempunyai berbagai macam

aktifitas. Potensi kedua macam IL-1 ini hampir identik yaitu

menstimulasi osteoklas yang akan meresorbsi tulang, merangsang

aktifitas fosfatase alkalin di dalam osteoblas, dan mengaktifasi

proliferasi fibroblas (Roeslan, 2002, p 5-9).

TNF juga terdiri atas dua peptida yang berbeda dan menguatkan

respons imunologik pada aktifitas inflamasi lokal dan sistemik. TNF

ditemukan dalam dua bentuk yaitu TNF-α dan TNF-β. Keduanya

mempunyai aktifitas biologi yang sama. TNF-α diproduksi oleh

makrofag dan juga mastosit. TNF-α juga merangsang aktifitas

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI EKSPRESI JUMLAH SEL ... KHARISMA NISA

Page 17: ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 6adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/540/gdlhub-gdl-s1-2013-nisakharis-26973-12.bab-2.pdf · 10 phplfxghvwuxnvlvho\dqjwhulqihnvlrohkplnurrujdqlvphlqwudvhoxohu

22

fosfatase alkalin di dalam osteoblas, mengaktifasi proliferasi fibroblas

menginduksi osteoklas yang akan meresorbsi tulang (Roeslan, 2003, p

7-10).

Mastosit melepaskan TNF yang menginduksi sel endothel untuk

menampilkan E-selectin. TNF adalah mediator tunggal yang

menginduksi E-selectin adalah zat yang mengadesi dengan cepat dari

neutrofil, limfosit-T, monosit, dan leukosit yang lain kepada sel

endothel dan TNF juga mendukung inflamasi ke arah kronik

(Laurence, 2003, p 189).

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI EKSPRESI JUMLAH SEL ... KHARISMA NISA