Adiyoga, W. et al.: Rantai Pasokan Sayuran dan Per- J...

12
285 J. Hort. 17(3):285-296, 2007 Rantai Pasokan Sayuran dan Persepsi Partisipan Rantai terhadap Pentingnya Keamanan Pangan Adiyoga, W., A.A. Asandhi, A. Laksanawati, Nurhartuti, dan I. Sulastrini Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Jl. Tangkuban Parahu 517, Lembang, Bandung 40391 Naskah diterima tanggal 30 Mei 2006 dan disetujui untuk diterbitkan tanggal 14 Februari 2007 ABSTRAK. Kegiatan penelitian dengan pendekatan studi kasus dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2003 untuk rantai pasokan sayuran Bandung (Kabupaten Bandung, Jawa Barat) ke Jakarta (DKI Jaya). Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara dengan 16 orang responden (produsen, pengepak, pedagang pengumpul, pedagang besar/grosir, dan pedagang eceran/ritel/supermarket) yang dipilih secara purposif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rantai pasokan sayuran di Kabupaten Bandung, Jawa Barat masih bersifat tradisional dan belum tertata dengan baik. Observasi lebih lanjut memberikan gambaran bahwa implementasi keamanan pangan di sepanjang rantai pasokan masih belum masuk ke dalam skala prioritas (minor). Beberapa saran untuk mendorong akselerasi penerapan sistem keamanan pangan di antaranya adalah (a) merancang dan menetapkan kebijakan, peraturan/perundangan keamanan pangan yang komprehensif, (b) meningkatkan kegiatan penelitian untuk mengembangkan critical control points yang efektif dan praktis, (c) meningkatkan studi penaksiran foodborne pathogens untuk mengidentifikasi titik-titik rawan di sepanjang rantai pasokan serta menentukan batas ambang toleransi, (d) menetapkan standar ekivalensi praktek budidaya dan prosesing yang berorientasi keamanan pangan, dan (e) meningkatkan edukasi, penyuluhan, dan pelatihan mengenai keamanan pangan kepada semua partisipan rantai pasokan sayuran. Katakunci: Sayuran; Persepsi; Prioritas minor; Rantai pasokan; Keamanan pangan. ABSTRACT. Adiyoga, W., A.A. Asandhi, A. Laksanawati, Nurhartuti, and I. Sulastrini. 2007. Vegetable Supply Chain and the Chain Participants’ Perceptions on the Importance of Food Safety. Research activity with case study approach was carried out in July-October 2003 to examine thoroughly the vegetable supply chain from Bandung (West Java) to Jakarta (DKI Jaya). Primary data were collected through interviews with 16 chain participants (producer, packer, assembler, wholesaler, and retailer) selected purposively. The results indicated that vegetable supply chains in Bandung, West Java are still operating traditionally. They were not well-managed and well-developed yet. Further field observation suggests that the implementation of food safety along the supply chain was not considered as major priority yet. Some suggestions to accelerate the adoption of food safety system were (a) to design and establish comprehensive policy, regulation, and legislation on food safety, (b) to increase research activities in developing effective and practical critical control points that can easily be implemented at all levels, (c) to conduct risk-assessment studies of foodborne pathogens to identify production points or practices of greatest risk and to determine tolerable limits for specific foods, (d) to establish standards of equivalency for growing, harvesting, and processing practices that address food safety, and (e) to increase education, extension, and training on food safety for all participants along the vegetable supply chain. Keywords: Vegetable; Perception; Minor priority; Supply chain; Food safety. Kurangnya perhatian terhadap keamanan pangan merupakan salah satu kontributor utama terhadap insiden gangguan kesehatan manusia, terutama di negara-negara berkembang. Di negara sedang berkembang, 70% kematian yang terjadi pada kelompok anak-anak di bawah usia 5 tahun diperkirakan disebabkan oleh makanan yang terkontaminasi secara biologis (Unnevehr dan Hirschhorn 2001). Keamanan pangan merupakan isu yang semakin mendapat perhatian karena adanya kecenderungan global peningkatan risiko kesehatan di dalam sistem pangan. Direktur Departemen Pembangunan Berkelanjutan dan Kesehatan Lingkungan WHO mengungkapkan 8 penyakit akibat makanan menyebar cukup luas di Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara. Kedelapan penyakit tersebut adalah gastroenteritis, hepatitis, sepsis, gagal ginjal, kematian janin, retardasi, penyakit syaraf, dan kanker. Pada beberapa kasus, kekhawatiran akan keamanan pangan ini disebabkan oleh infeksi dan intoksikasi mikrobial, serta dampak toksik pestisida, polusi tanah, kontaminasi logam berat, dan alergi (van Ravenswaay dan Hoehn 1997). Penyebab lain yang juga memacu insiden foodborne illness adalah tingkat kebersihan lingkungan dan makanan yang rendah, kotornya sumber air minum, kontaminasi makanan, pengolahan yang tidak sempurna, serta pemanasan yang

Transcript of Adiyoga, W. et al.: Rantai Pasokan Sayuran dan Per- J...

Page 1: Adiyoga, W. et al.: Rantai Pasokan Sayuran dan Per- J ...hortikultura.litbang.pertanian.go.id/jurnal_pdf/173/Adiyoga_rantai.pdf · Kegiatan penelitian dengan pendekatan studi kasus

285

Adiyoga, W. et al.: Rantai Pasokan Sayuran dan Per-sepsi Partisipan Rantai thd Pentingnya ...

J. Hort. 17(3):285-296, 2007

Rantai Pasokan Sayuran dan Persepsi Partisipan Rantai terhadap Pentingnya Keamanan Pangan

Adiyoga, W., A.A. Asandhi, A. Laksanawati, Nurhartuti, dan I. SulastriniBalai Penelitian Tanaman Sayuran, Jl. Tangkuban Parahu 517, Lembang, Bandung 40391

Naskah diterima tanggal 30 Mei 2006 dan disetujui untuk diterbitkan tanggal 14 Februari 2007

ABSTRAK. Kegiatan penelitian dengan pendekatan studi kasus dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2003 untuk rantai pasokan sayuran Bandung (Kabupaten Bandung, Jawa Barat) ke Jakarta (DKI Jaya). Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara dengan 16 orang responden (produsen, pengepak, pedagang pengumpul, pedagang besar/grosir, dan pedagang eceran/ritel/supermarket) yang dipilih secara purposif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rantai pasokan sayuran di Kabupaten Bandung, Jawa Barat masih bersifat tradisional dan belum tertata dengan baik. Observasi lebih lanjut memberikan gambaran bahwa implementasi keamanan pangan di sepanjang rantai pasokan masih belum masuk ke dalam skala prioritas (minor). Beberapa saran untuk mendorong akselerasi penerapan sistem keamanan pangan di antaranya adalah (a) merancang dan menetapkan kebijakan, peraturan/perundangan keamanan pangan yang komprehensif, (b) meningkatkan kegiatan penelitian untuk mengembangkan critical control points yang efektif dan praktis, (c) meningkatkan studi penaksiran foodborne pathogens untuk mengidentifikasi titik-titik rawan di sepanjang rantai pasokan serta menentukan batas ambang toleransi, (d) menetapkan standar ekivalensi praktek budidaya dan prosesing yang berorientasi keamanan pangan, dan (e) meningkatkan edukasi, penyuluhan, dan pelatihan mengenai keamanan pangan kepada semua partisipan rantai pasokan sayuran.

Katakunci: Sayuran; Persepsi; Prioritas minor; Rantai pasokan; Keamanan pangan.

ABSTRACT. Adiyoga, W., A.A. Asandhi, A. Laksanawati, Nurhartuti, and I. Sulastrini. 2007. Vegetable Supply Chain and the Chain Participants’ Perceptions on the Importance of Food Safety. Research activity with case study approach was carried out in July-October 2003 to examine thoroughly the vegetable supply chain from Bandung (West Java) to Jakarta (DKI Jaya). Primary data were collected through interviews with 16 chain participants (producer, packer, assembler, wholesaler, and retailer) selected purposively. The results indicated that vegetable supply chains in Bandung, West Java are still operating traditionally. They were not well-managed and well-developed yet. Further field observation suggests that the implementation of food safety along the supply chain was not considered as major priority yet. Some suggestions to accelerate the adoption of food safety system were (a) to design and establish comprehensive policy, regulation, and legislation on food safety, (b) to increase research activities in developing effective and practical critical control points that can easily be implemented at all levels, (c) to conduct risk-assessment studies of foodborne pathogens to identify production points or practices of greatest risk and to determine tolerable limits for specific foods, (d) to establish standards of equivalency for growing, harvesting, and processing practices that address food safety, and (e) to increase education, extension, and training on food safety for all participants along the vegetable supply chain.

Keywords: Vegetable; Perception; Minor priority; Supply chain; Food safety.

Kurangnya perhatian terhadap keamanan pangan merupakan salah satu kontributor utama terhadap insiden gangguan kesehatan manusia, terutama di negara-negara berkembang. Di negara sedang berkembang, 70% kematian yang terjadi pada kelompok anak-anak di bawah usia 5 tahun diperkirakan disebabkan oleh makanan yang terkontaminasi secara biologis (Unnevehr dan Hirschhorn 2001). Keamanan pangan merupakan isu yang semakin mendapat perhatian karena adanya kecenderungan global peningkatan risiko kesehatan di dalam sistem pangan.

Direktur Departemen Pembangunan Berkelanjutan dan Kesehatan Lingkungan WHO mengungkapkan 8 penyakit akibat

makanan menyebar cukup luas di Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara. Kedelapan penyakit tersebut adalah gastroenteritis, hepatitis, sepsis, gagal ginjal, kematian janin, retardasi, penyakit syaraf, dan kanker. Pada beberapa kasus, kekhawatiran akan keamanan pangan ini disebabkan oleh infeksi dan intoksikasi mikrobial, serta dampak toksik pestisida, polusi tanah, kontaminasi logam berat, dan alergi (van Ravenswaay dan Hoehn 1997). Penyebab lain yang juga memacu insiden foodborne illness adalah tingkat kebersihan lingkungan dan makanan yang rendah, kotornya sumber air minum, kontaminasi makanan, pengolahan yang tidak sempurna, serta pemanasan yang

Page 2: Adiyoga, W. et al.: Rantai Pasokan Sayuran dan Per- J ...hortikultura.litbang.pertanian.go.id/jurnal_pdf/173/Adiyoga_rantai.pdf · Kegiatan penelitian dengan pendekatan studi kasus

286

J. Hort. Vol. 17 No. 3, 2007

terlalu sering dan dengan suhu tinggi (Curtis et al. 2000).

Tujuan paling fundamental dari sistem keamanan pangan adalah menekan atau mengurangi insiden foodborne illness. Insiden penyakit ini dapat dicegah jika penanganan tepat guna untuk meminimalkan atau menghindarkan kontaminasi dilakukan pada setiap mata rantai dari produsen ke konsumen. Upaya untuk mengeliminasi foodborne illness harus dilakukan secara komprehensif dan kolaboratif antara produsen, pengolah/prosesor, distributor, pengecer, dan konsumen (Zuurbier 1999). Dalam kaitan ini, pemerintah harus mengambil inisiatif serius untuk mengurangi foodborne illness melalui penelitian, regulasi, dan edukasi. Tujuan lain dari sistem ini adalah memelihara keyakinan/ kepercayaan publik terhadap keamanan pangan dan pasokan pangan, yang secara langsung akan terbentuk dari tingkat keberhasilan mengurangi risiko terkena penyakit (Blaine dan Powell 2001). Keyakinan publik tersebut akan memudahkan konsumen dalam memilih diet yang beragam dan sehat, tanpa terkendala oleh kekhawatiran akan keamanan pangan. Masyarakat perlu ketenangan berdasarkan pengetahuan mereka bahwa makanan yang dikonsumsinya aman dan pemerintah serta semua pihak yang secara komersial terlibat di dalam sistem pangan telah berupaya maksimal untuk mewujudkan keamanan pangan (Caswell 1998, Morris dan Young 2000, Taylor 2002).

Sayuran dapat dibudidayakan pada kisaran kondisi agroklimat yang sangat beragam dan menggunakan berbagai jenis input serta teknologi. Oleh karena itu, kerusakan biologis, kimiawi, dan fisik cenderung bervariasi dari satu unit produksi/area ke unit produksi/area lainnya. Pada kondisi permintaan konsumen yang tinggi terhadap keamanan produk, produsen juga harus melakukan kajian risiko berkenaan dengan penggunaan pupuk organik maupun anorganik. Logam berat telah diidentifikasi sebagai masalah keamanan produk yang mungkin ditimbulkan oleh penggunaan pupuk anorganik atau sintetis. Sementara itu, pada penggunaan pupuk organik, kontaminasi mikrobial merupakan risiko utama yang harus diwaspadai (Canadian Horticultural Council 1998, Henneberry et al. 1999). Semua jenis sayuran

segar, sampai batas-batas tertentu mengandung mikroorganisme yang beberapa di antaranya bersifat patogen (bakteri, parasit, virus, atau jamur). Masalah keamanan pangan terjadi karena konsumen pada umumnya tidak dapat secara langsung mengetahui tingkat risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh mikroorganisme tersebut (van Ravenswaay dan Hoehn 1997). Di samping beberapa indikasi yang cukup jelas (berbau kurang enak, perubahan warna keduanya disebabkan oleh nonpatogen mikroorganisme), konsumen juga sering dihadapkan pada ketidakpastian dalam menentukan apakah sayuran yang akan dibeli mengandung risiko kesehatan akibat patogen atau faktor lain (misalnya residu pestisida). Pihak penjual juga cenderung menghindarkan hal-hal yang dapat mengkaitkan isu keamanan pangan dengan produk yang dijualnya. Konsumen juga tidak memiliki informasi lengkap menyangkut keamanan produk yang dibeli, karena tidak adanya insentif langsung bagi produsen untuk memberikan informasi tersebut.

Salah satu isu penting yang menjadi perhatian pada saat ini adalah bagaimana cara terbaik yang dapat ditempuh untuk mencapai sasaran terwujudnya pasokan sayuran aman. Walaupun regulasi yang mengatur produksi, pengolahan, distribusi, dan pemasaran dapat memperbaiki tingkat keamanan pasokan dan mengurangi risiko kesehatan, regulasi ini juga dapat meningkatkan beban biaya bagi produsen dan berpotensi meningkatkan harga sayuran (Baines et al. 2000, Morris dan Young 2000). Dalam hal ini, upaya yang harus ditempuh adalah merancang regulasi agar dapat memaksimalkan manfaat peningkatan keamanan sayuran, menyeimbangkan manfaat marjinal dari produk sayuran yang lebih aman dengan biaya marjinal yang harus dikeluarkan untuk mencapai sasaran keamanan produk sayuran tersebut. Sementara itu, penerapan konsep keamanan pangan juga tidak mungkin dapat dilakukan secara instruktif (top-down). Keberhasilan penerapannya sangat bergantung pada tingkat kepedulian konsumen terhadap keamanan pangan yang kemudian akan tercermin dari permintaan terhadap produk pangan/sayuran bersih/aman. Sehubungan dengan itu, kegiatan penelitian ini diarahkan untuk menghimpun

Page 3: Adiyoga, W. et al.: Rantai Pasokan Sayuran dan Per- J ...hortikultura.litbang.pertanian.go.id/jurnal_pdf/173/Adiyoga_rantai.pdf · Kegiatan penelitian dengan pendekatan studi kasus

287

Adiyoga, W. et al.: Rantai Pasokan Sayuran dan Per-sepsi Partisipan Rantai thd Pentingnya ...

informasi sampai sejauh mana persepsi mengenai pentingnya keamanan pangan dari semua aktor yang terlibat di sepanjang rantai penawaran sayuran.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini merupakan salah satu kegiatan kerjasama penelitian Indonesia-Belanda (HORTIN). Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2003 oleh tim peneliti multi-disiplin. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus yang diarahkan untuk mendapatkan informasi/gambaran detil suatu fenomena yang terjadi dalam satu unit sosial tertentu. Penggunaan metode ini memungkinkan diperolehnya informasi pendahuluan sebagai bahan masukan (atau perancangan hipotesis) untuk perencanaan studi lebih lanjut.

Studi kasus ini dilaksanakan untuk rantai pasokan sayuran Bandung (Kabupaten Bandung, Jawa Barat) ke Jakarta (DKI Jaya). Rantai ini dipilih karena merupakan pemasok pionir yang sudah mantap/stabil untuk rantai pasokan sayuran ke supermarket. Konsep keamanan pangan diduga sudah lebih tersosialisasi di rantai pasokan tersebut dibandingkan dengan di rantai pasokan pasar tradisional. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan, serta pencatatan atau pendokumentasian berdasarkan observasi lapangan. Partisipan rantai pasokan yang dilibatkan secara purposif sebagai responden adalah sebanyak 16 partisipan yang terdiri dari (a) petani produsen sayuran - 4 orang, (b) perusahaan pengepakan sayuran - 2 perusahaan, (c) pedagang pengumpul sayuran desa/antarwilayah - 4 orang, (d) pedagang besar/grosir sayuran - 4 orang, dan (e) pedagang eceran/ritel - 2 supermarket di Jakarta. Partisipan tersebut mewakili beberapa saluran pemasaran dominan yang menjembatani aliran produk sayuran dari produsen ke konsumen. Parameter yang diamati dalam penelitian ini mencakup (a) elemen atau partisipan/pelaku/

aktor dalam rantai penawaran beserta fungsi, peranan, dan keterkaitan/hubungan, (b) peta rantai penawaran, (c) aspek praktek keamanan produk sepanjang rantai penawaran, dan (d) aspek praktek pengelolaan kualitas produk sepanjang rantai penawaran. Data yang berhasil dihimpun dianalisis menggunakan statistika deskriptif dan analisis isi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rantai Pasokan Sayuran Secara konsepsual, rantai pasokan sayuran

juga merupakan suatu sistem ekonomi yang mendistribusikan manfaat serta risiko di antara partisipan yang terlibat di dalamnya. Setiap mata rantai dihubungkan oleh shared information dan penjadwalan resiprokal, jaminan kualitas produk serta komitmen volume transaksi. Keterkaitan dari berbagai proses yang terjadi dapat menciptakan nilai tambah produk sayuran, namun menuntut setiap partisipan rantai untuk mengkoordinasikan aktivitasnya sebagai suatu proses perbaikan yang berkelanjutan. Biaya yang terjadi pada satu mata rantai ditentukan oleh tindakan yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh mata rantai lainnya.

Sayuran dari Kabupaten Bandung, Jawa Barat dapat dipasarkan tidak hanya untuk memenuhi ke-butuhan pasar-pasar lokal, tetapi juga pasar-pasar regional. Pada dasarnya, rantai pasokan sayuran di Jawa Barat merupakan suatu pelayanan yang telah melembaga untuk menjembatani pergerakan sayuran dari produsen ke konsumen. Intervensi pemerintah terhadap fungsionalitas rantai pasokan sayuran ini terbatas pada dukungan ketersediaan infrastruktur, misalnya jalan dan bangunan/fasilitas pasar. Perdagangan sayuran sepenuhnya ditangani oleh swasta atau secara umum beroperasi berdasar-kan kekuatan penawaran dan permintaan.

Rantai pasokan pertama dan kedua diperkirakan menyerap sekitar 80% dari total pasokan sayuran. Sisanya sekitar 20% dipasarkan melalui rantai pasokan ketiga. Gambaran tersebut menunjukkan

Page 4: Adiyoga, W. et al.: Rantai Pasokan Sayuran dan Per- J ...hortikultura.litbang.pertanian.go.id/jurnal_pdf/173/Adiyoga_rantai.pdf · Kegiatan penelitian dengan pendekatan studi kasus

288

J. Hort. Vol. 17 No. 3, 2007

bahwa rantai pasokan sayuran masih didominasi oleh rantai pasokan tradisional yang outlet utamanya adalah pasar-pasar tradisional. Volume total pasokan sayuran per hari dari sentra produksi Lembang dan Pangalengan berkisar antara 15-50 t (minimal) dan 75-150 t (maksimal), dan sebagian besar dipasarkan ke Jakarta sebagai pusat konsumsi utama.

Pemasok, produsen, dan pedagang yang berasosiasi dalam suatu rantai pasokan akan mengkoordinasikan aktivitas-aktivitasnya satu sama lain. Dalam proses tersebut nilai tambah yang

dihasilkan akan lebih tinggi jika dibandingkan dengan masing-masing elemen tersebut beroperasi secara independen. Tabel 1 menunjukkan elemen-elemen utama dalam rantai pasokan sayuran di Kabupaten Bandung, Jawa Barat dan aktivitas atau fungsi pemasaran yang dilakukan mulai dari tingkat produsen ke konsumen.

Tabel 2 memperlihatkan jenis-jenis sayuran yang difasilitasi oleh beberapa jenis rantai pasokan mulai dari produsen ke konsumen. Setiap elemen/partisipan menangani lebih dari satu jenis sayuran. Setiap mata rantai tidak harus menangani jumlah/

Tabel 1. Aktivitas yang dilakukan oleh setiap elemen/partisipan di sepanjang rantai pasokan sayuran (Activities carried out by each element along the vegetable supply chain)

Elemen (Element) Aktivitas (Activities)Produsen primer (Primary producer)

Produksi (Production)Panen (Harvesting)

--

Pedagang pengumpul lokal atau bandar (Rural assembly traders)

Pengumpulan (Assembling)Sortasi (Sorting)Pengkelasan (Grading)Pengangkutan (Shipping)

----

Pengepak (Packer) Pengkelasan (Grading)Pengepakan/pengemasan (Packaging)Pengkoordinasian transpor dan negosiasi (Coordinating transport and negotiation)Penyimpanan jangka pendek (Controlled environment short term storage)Kontrak pasokan sayuran (Contract supply of vegetables)

---

--

Pedagang besar/grosir (Wholesaler)

Pemasaran, penjualan, dan pendistribusian ke pedagang pengecer serta sektor jasa makanan (Marketing, selling, and distribution to retailers and the food service sector)Penyimpanan jangka pendek (Short-term storage)

-

-

Pengecer/Supermarket (Retailer/Supermarket)

Promosi (Promotion)Pemasaran, penjualan, dan pendistribusian (Marketing, selling, and distribution)

--

Beberapa macam rantai pasokan sayuran di Kabupaten Bandung, Jawa Barat di antaranya adalah:

Page 5: Adiyoga, W. et al.: Rantai Pasokan Sayuran dan Per- J ...hortikultura.litbang.pertanian.go.id/jurnal_pdf/173/Adiyoga_rantai.pdf · Kegiatan penelitian dengan pendekatan studi kasus

289

Adiyoga, W. et al.: Rantai Pasokan Sayuran dan Per-sepsi Partisipan Rantai thd Pentingnya ...

jenis sayuran yang sama. Namun demikian, hal ini tidak berarti bahwa mata rantai (partisipan pasar) tersebut independen satu dengan yang lain. Saling ketergantungan tetap terjadi untuk meneruskan komoditas sayuran tersebut dari produsen ke konsumen. Observasi lapangan menunjukkan bahwa kecuali untuk pedagang besar dan pengecer yang outlet utamanya masing-masing adalah pedagang pengecer dan konsumen rumah tangga, elemen-elemen yang lain umumnya memiliki lebih dari 2 sasaran pasar (outlet). Khusus untuk pengepak, sasaran pasarnya relatif luas/banyak, namun volume transaksi untuk setiap pasar tersebut relatif kecil/sedikit.

Persepsi Partisipan Rantai Pasokan Sayuran terhadap Pentingnya Keamanan Pangan

Keamanan pangan adalah suatu rangkaian kegiatan dalam pengolahan produk pangan untuk menjamin agar makanan yang dihasilkan bebas dari bahaya-bahaya fisik, kimia, dan biologi yang dapat berakibat buruk atau mengganggu kesehatan konsumen. Proses pengolahan pangan pada dasarnya dimulai dari budidaya, penyiapan dan penanganan pangan, pengolahan pangan, penyajian, distribusi, sampai dengan penanganan dan penggunaan oleh konsumen. Pada setiap mata rantai tersebut, ada kemungkinan timbulnya risiko baik yang bersifat fisik, kimia, maupun biologi, yang dapat membahayakan konsumen.

Program keamanan pangan yang sudah diakui dan diterapkan secara internasional adalah sistem

HACCP (hazard analysis critical control point) yang awalnya dikembangkan di USA pada dekade 1960-an. UN WHO/FAO Codex Alimentarius Commission telah mengadopsinya pada tahun 1997 sebagai dokumen standar dengan judul HACCP system and guidelines for its application. Sementara itu, Indonesia mengadopsinya menjadi SNI 01-4852-1998: Sistem Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (HACCP) serta Pedoman Penerapannya. SNI tersebut dilengkapi dengan Pedoman BSN 1004-1999: Panduan Penyusunan Rencana Sistem Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (HACCP).

Untuk kategori produk, semua pemasok mengemukakan bahwa kualitas produk bagian dalam merupakan aspek penting dan tidak satupun pemasok pernah menerima keluhan mengenai aspek ini (Tabel 3 dan 4). Kualitas produk bagian luar juga dianggap penting dan semua elemen menyatakan pernah mendapatkan keluhan berkenaan dengan ketidaksesuaian konsumen/pelanggan mengenai tampak luar produk yang ditawarkan. Kebersihan produk dari campuran plastik, kaca, atau benda lain juga dinilai sebagai aspek penting, dan keluhan mengenai hal ini pernah dialami oleh produsen dan pengumpul. Bagi produsen dan pengumpul, daya atau masa simpan produk dinilai sebagai aspek yang tidak penting, karena produk yang ditangani biasanya langsung dikonsumsi. Keluhan mengenai daya simpan pernah dialami oleh pengepak dan pengecer/supermarket. Semua pemasok

Tabel 2. Variasi produk sayuran yang mengalir sepanjang rantai pasokan dari produsen ke konsumen (The variation of vegetables flows along the supply chain from producer to consumer)

Pemasok (Supplier) Produk (Product)Produsen primer (Primary producer)

Tomat (tomato), kubis (cabbage), kubis merah (red cabbage), kubis bunga (cauliflower), cabai merah (hot pepper), letus (lettuce), bawang merah (shallot), dan kailan (kale)

Pedagang pengumpul (Assembler)

Tomat (tomato), kubis (cabbage), kubis bunga (cauliflower), cabai merah (hot pepper), letus (lettuce), buncis (kidney bean), sukini (zucchini), dan piterseli (parsley)

Pengepak (Packer)

Tomat (tomato), kubis (cabbage), kubis merah (red cabbage), kubis bunga (cauliflower), letus (lettuce), kentang (potato), seledri (celery), brokoli (broccoli), sawi (Chinese cabbage), paprika (sweet pepper), buncis (kidney bean), sawi kecil (pakcoy), jagung manis (sweet corn), tomat ceri (cherry tomato), asparagus, dan kailan (kale)

Pedagang besar (Wholesaler)

Tomat (tomato), kubis (cabbage), cabai merah (hot pepper), sayuran daun (leafy vegetables), dan kentang (potato)

Pedagang pengecer (Retailer)

Tomat (tomato), kubis (cabbage), kubis bunga (cauliflower), cabai merah (hot pepper), letus (lettuce), kentang (potato), buncis (kidney bean), seledri (celery), brokoli (broccoli), sawi (Chinese cabbage), paprika (sweet pepper), buncis (kidney bean), sawi kecil (pakcoy), jagung manis (sweet corn), tomat ceri (cherry tomato), asparagus, dan kailan (kale)

Page 6: Adiyoga, W. et al.: Rantai Pasokan Sayuran dan Per- J ...hortikultura.litbang.pertanian.go.id/jurnal_pdf/173/Adiyoga_rantai.pdf · Kegiatan penelitian dengan pendekatan studi kasus

290

J. Hort. Vol. 17 No. 3, 2007

mengemukakan bahwa harga merupakan aspek penting, namun hanya pengecer yang menyatakan tidak pernah menerima keluhan mengenai hal ini (harga di supermarket tidak dapat ditawar).

Modernisasi dan kualitas alat/mesin dinilai penting hanya oleh pengecer/supermarket, sedangkan oleh partisipan lainnya tidak atau belum dianggap penting. Perhatian terhadap lingkungan dan keamanan pangan dipersepsi penting oleh semua partisipan rantai pasokan. Sampai saat ini semua partisipan tidak pernah menerima keluhan dari konsumen/pelanggan berkenaan dengan kedua aspek tersebut. Persepsi yang cenderung masih bersifat mendua, yaitu antara tidak penting dan belum penting dikemukakan oleh semua partisipan menyangkut aspek

ketersediaan dokumentasi atau registrasi tentang proses produksi serta penelusuran produk. Namun demikian, keluhan dari konsumen/pelanggan mengenai aspek inipun belum pernah diterima oleh semua partisipan/elemen. Semua partisipan rantai pasokan menganggap bahwa (a) komitmen terhadap permintaan khusus, ketersediaan produk dan penghantaran tepat waktu, (b) komunikasi atau koordinasi dengan mata rantai lain, serta (c) memelihara nama baik atau reputasi, merupakan 3 aspek penting pendukung keamanan pangan. Keluhan konsumen/pelanggan berkenaan dengan komitmen dan koordinasi pernah diterima oleh produsen, pengepak, pengumpul, dan pedagang besar/grosir, kecuali pengecer/supermarket. Sementara itu, keluhan berkenaan dengan reputasi

Tabel 3. Persepsi partisipan rantai pasokan mengenai pentingnya beberapa aspek pendukung keamanan pangan (Chain participants’ perceptions on the importance of some food safety supporting as-pects)

Produ-sen

(Pro-ducer)

Penge-pak

(Packer)

Pengum-pul

(Assem-bler)

Grosir (Whole-saler)

Pengecer (Retailer)

Produk (Product):Kualitas produk bagian dalam – rasa (Inner product quality - taste)

- √ √ √ √ √

Kualitas produk bagian luar - warna, bentuk, spot, dsb (Outer product quality - color, shape, spot, etc.)

- √ √ √ √ √

Kebersihan/higinis – tidak ada plastik, kaca atau benda lain yang tercampur di dalam tumpukan produk (Hygiene - no pieces of plastics, glass, splinters, etc. mixed in the product)

- √ √ √ √ √

Daya atau masa simpan (Shelf life or storage life)- # √ # √ √Harga (Price)- √ √ √ √ √

Mata rantai (Company/organization):Modernitas dan kualitas alat/mesin (Modernity and quality of machinery/tool)

- # ≈ # ≈ √

Perhatian terhadap lingkungan, terutama polusi (Attention to environment, especially pollution)

- √ √ √ √ √

Perhatian terhadap keamanan pangan secara umum (Attention to food safety in general)

- √ √ √ √ √

Ketersediaan dokumentasi atau registrasi tentang proses produksi serta penelusuran (Availability of registration/ documentation about the production process, traceability)

- # ≈ # ≈ ≈

Komitmen terhadap permintaan khusus, ketersediaan produk dan penghantaran tepat waktu (Commitment to specific demands, availability of product, on-time delivery)

- √ √ √ √ √

Komunikasi atau koordinasi dengan mata rantai lain (Communication or coordination with other chains)

- √ √ √ √ √

Memelihara nama baik atau reputasi (Keeping good reputation)

- √ √ √ √ √

√ = ya (yes); # = tidak (no); ≈ = belum (not yet)

Page 7: Adiyoga, W. et al.: Rantai Pasokan Sayuran dan Per- J ...hortikultura.litbang.pertanian.go.id/jurnal_pdf/173/Adiyoga_rantai.pdf · Kegiatan penelitian dengan pendekatan studi kasus

291

Adiyoga, W. et al.: Rantai Pasokan Sayuran dan Per-sepsi Partisipan Rantai thd Pentingnya ...

tidak pernah diterima oleh semua partisipan rantai pasokan.

Beberapa solusi yang dikemukakan partisipan sebagai respons tindak lanjut setelah menerima keluhan, di antaranya adalah (a) perbaikan budidaya dan pengetatan sortasi – keluhan kualitas luar, (b) pengaturan waktu atau pola tanam dan sistem kontrak – keluhan fluktuasi harga, (c) perbaikan fasilitas penyimpanan – keluhan daya simpan, serta (d) perbaikan sanitasi atau penerapan good agricultural practices – keluhan lingkungan dan keamanan pangan. Semua partisipan rantai pasokan menilai bahwa beberapa aspek yang akan menjadi lebih penting dalam kurun waktu 5 tahun ke depan, di antaranya adalah stabilitas

harga produk, komitmen terhadap permintaan khusus, ketersediaan produk dan penghantaran tepat waktu, perhatian terhadap polusi, serta perhatian terhadap keamanan pangan.

Tabel 5 mengindikasikan bahwa kecuali produsen dan pengumpul, partisipan rantai pasokan lainnya (pengepak, grosir, dan pengecer) menyatakan pernah mendengar istilah keamanan pangan, walaupun belum sepenuhnya mengerti arti dari istilah tersebut. Namun demikian, pernyataan pernah atau belum pernah mendengar istilah keamanan pangan tidak selalu sejalan dengan respons mengenai siapa yang bertanggung jawab terhadap penerapan keamanan pangan tersebut. Produsen menyatakan belum pernah

Tabel 4. Pengalaman partisipan rantai pasokan menerima keluhan mengenai beberapa aspek pendukung keamanan pangan (Chain participants’ experience in receiving complaints regarding some food safety supporting aspects)

Produsen (Pro-ducer)

Penge-pak

(Packer)

Peng-umpul

(Assem-bler)

Grosir (Whole-saler)

Pengecer (Re-

tailer)

Produk (Product):Kualitas produk bagian dalam – rasa (Inner product quality - taste)

- # # # # #

Kualitas produk bagian luar – warna, bentuk, spot, dsb (Outer product quality - color, shape, spot, etc.)

- √ √ √ √ √

Kebersihan/higinis – tidak ada plastik, kaca atau benda lain yang tercampur di dalam tumpukan produk (Hygiene - no pieces of plastics, glass, splinters, etc. mixed in the product)

- # # √ # #

Daya atau masa simpan (Shelf life or storage life)- # √ # # √Harga (Price)- √ √ √ √ #

Mata rantai (Company/organization):Modernitas dan kualitas alat/mesin (Modernity and quality of machinery/tool)

- # # # # #

Perhatian terhadap lingkungan, terutama polusi (Attention to environment, especially pollution)

- # # # # #

Perhatian terhadap keamanan pangan secara umum (Attention to food safety in general)

- # # # # #

Ketersediaan dokumentasi atau registrasi tentang proses produksi serta penelusuran (Availability of registration/ documentation about the production process, traceability)

- # # # # #

Komitmen terhadap permintaan khusus, ketersediaan produk dan penghantaran tepat waktu (Commitment to specific demands, availability of product, on-time delivery)

- √ √ √ √ #

Komunikasi atau koordinasi dengan mata rantai lain (Communication or coordination with other chains)

- √ √ √ √ √

Memelihara nama baik atau reputasi (Keeping good reputation)

- # # # # #

√ = pernah (yes/ever); # = tidak pernah (never)

Page 8: Adiyoga, W. et al.: Rantai Pasokan Sayuran dan Per- J ...hortikultura.litbang.pertanian.go.id/jurnal_pdf/173/Adiyoga_rantai.pdf · Kegiatan penelitian dengan pendekatan studi kasus

292

J. Hort. Vol. 17 No. 3, 2007

mendengar, tetapi mengemukakan bahwa jaminan kualitas dalam kaitannya dengan keamanan pangan, merupakan salah satu tanggung jawabnya. Sementara itu, grosir menyatakan bahwa keamanan pangan bukan merupakan salah satu hal yang menjadi tanggung jawabnya.

Semua partisipan rantai pasokan menyatakan belum pernah menerima keluhan dari konsumen/pelanggan mengenai residu pestisida kimiawi dan masalah material campuran (Tabel 6). Khusus mengenai residu pestisida, respons partisipan tersebut perlu disikapi secara cermat. Tidak adanya keluhan konsumen/pelanggan tidak selalu dapat diartikan bahwa produk yang dipasarkan bebas residu pestisida. Beberapa penelitian terpisah (Soeriaatmadja et al. 1993, Harun et al. 1996, Ameriana et al. 2000) memberikan indikasi bahwa residu pestisida pada produk sayuran sudah berada di atas batas ambang toleransi. Partisipan rantai pasokan pada dasarnya telah melakukan beberapa tindakan praktis untuk menghindarkan masalah-masalah keamanan pangan. Beberapa tindakan tersebut diantaranya adalah (a) menghentikan penyemprotan pestisida paling

sedikit 3 hari sebelum panen, (b) menggunakan pestisida jika perlu dan secara selektif, serta (c) membersihkan, mencuci, dan melakukan sortasi produk sayuran secara teliti.

Tabel 7 menunjukkan bahwa 2 manfaat utama keamanan pangan yang dianggap paling penting oleh partisipan rantai pasokan adalah memperbaiki keyakinan konsumen terhadap keamanan dan kualitas produk serta mencegah keracunan makanan. Urutan kepentingan manfaat berikutnya secara berturut-turut adalah disiplin manajemen bisnis yang berguna, mengurangi jumlah atau banyaknya keluhan, alat pertahanan legal untuk menjawab keluhan, dan menyesuaikan dengan peraturan/legislasi. Dua manfaat terakhir dipersepsi memiliki kepentingan manfaat terendah, karena sampai saat ini belum ada peraturan atau perundangan spesifik berkenaan dengan sistem keamanan pangan, khususnya untuk produk sayuran.

Persepsi partisipan mengenai prioritasi implementasi keamanan pangan pada dasarnya masih bersifat mendua/baur (mixed perception). Jawaban dari setengah jumlah responden yang

Tabel 5. Kepedulian dan tanggung jawab keamanan pangan (Awareness and responsibility of food safe-ty)

Elemen (Element)

Apakah anda pernah mendengar istilah

keamanan pangan? (Have you ever heard the term food safety?)

Apakah menurut anda, jaminan kualitas dalam kaitannya dengan keamanan pangan, merupakan salah satu tanggung

jawab anda? (Do you think quality assurance, in terms of food safety, is becoming one of your responsibilities?)

Produsen primer (Primary producer)

Belum (Not yet) Ya, tetapi hal ini akan sukar dilaksanakan karena perhatian utama petani pada saat ini masih pada upaya peningkatan produksi/hasil (Yes, but it is going to be very difficult since the main concern at present is still to increase production)Ya, karena produsen/petani pada dasarnya juga menyadari bahwa pestisida adalah racun (Yes, since producer is also aware that pesticide is basically a poison).

-

-

Pengepak (Packer)

Ya (Yes) Ya, tetapi pada dasarnya hal ini terutama merupakan tanggung jawab produsen/petani (Yes, but it is mostly the responsibility of the producer)Ya, jaminan kualitas berkenaan dengan keamanan pangan merupakan salah satu tanggung jawab kami (Yes, the quality assurance, in terms of food safety, is one of our responsibilities)

-

-

Pengumpul (Assembler)

Belum (Not yet) Tidak ada jawaban/respons (No response)-

Grosir (Wholesaler)

Ya (Yes) Tidak/bukan, karena hal ini pada dasarnya merupakan tanggung jawab produsen dan pengumpul (No, it is basically the responsibility of producer and assembler)

-

Pengecer supermarket (Retailer)

Ya (Yes) Ya, jaminan kualitas berkenaan dengan keamanan pangan merupakan salah satu tanggung jawab kami (Yes, the quality assurance, in terms of food safety, is one of our responsibilities)

-

Page 9: Adiyoga, W. et al.: Rantai Pasokan Sayuran dan Per- J ...hortikultura.litbang.pertanian.go.id/jurnal_pdf/173/Adiyoga_rantai.pdf · Kegiatan penelitian dengan pendekatan studi kasus

293

Adiyoga, W. et al.: Rantai Pasokan Sayuran dan Per-sepsi Partisipan Rantai thd Pentingnya ...

Tabel 6. Keluhan mengenai risiko keamanan pangan dan tindakan pencegahannya (Complaints on food safety risks and actions to prevent them)

Elemen (Element)

Keluhan (Complaint)

Dapatkah anda ceritakan, jika ada, prosedur yang dilakukan untuk mencegah terjadinya

masalah keamanan pangan? (Could you tell me what procedures, if any, you carry out to avoid

food safety problems?)

Residu kimia – ba-tas residu maksimal (Chemical residues

- maximum residue levels)

Masalah mikrobiologis – bakteri, sal-monela, dsb.

(Microbiologi-cal problems - bacterium, salmonella,

etc.)

Masalah material – plastik, kaca dsb. (Material problems - pieces of plastics,

glass, etc.)Produsen primer (Primary producer)

Tidak pernah (Never)

Sedikit – produk bu-suk atau rusak (Few – rotten or damage products)

Tidak pernah (Never)

Menggunakan pestisida jika perlu dan memilih pestisida selektif (Use pesticides if necessary and pick selective pesticides)Menghentikan penyemprotan pestisida paling sedikit 1 minggu sebelum panen (Stop spraying the plants with pesticides at least 1 week before harvest)

-

-

Pengepak (Packer)

Tidak pernah (Never)

Sedikit – produk bu-suk atau rusak (Few – rotten or damage products)

Tidak pernah (Never)

Produk harus benar-benar kering sebelum dikirimkan (Produce should be completely dry before delivered)Menginstruksikan kepada petani pemasok agar menghentikan penyemprotan pestisida paling sedikit 3 hari sebelum panen (Instruct suppliers to stop spraying the plants with pesticides at least 3 days before harvest)Untuk beberapa jenis sayuran tertentu, seperti tomat, kentang, paprika, dan seledri harus dicuci dan dibersihkan dengan kain kering secara hati-hati (For some selected vegetables, such as tomato, potato, sweet pepper, and celery, they are carefully washed and wiped by dry cloth)

-

-

-

Pengumpul (Assembler)

Tidak pernah (Never)

Sedikit – produk bu-suk atau rusak (Few – rotten or damage products)

Tidak pernah (Never)

Melakukan sortasi ulang produk yang diterima dari produsen (Resorting the produce received from producers)

-

Grosir (Wholesaler)

Tidak pernah (Never)

Sedikit – produk bu-suk atau rusak (Few – rotten or damage products)

Tidak pernah (Never)

Produk yang diterima harus dalam keadaan bersih dan kering (Received produce should be clean and dry)Melakukan sortasi ulang produk yang diterima dengan teliti (Thoroughly re-sorting the produce received)Membersihkan kios/lapak (Clean the kiosk)

-

-

-

Pengecer supermarket (Retailer)

Tidak pernah (Never)

Sedikit – produk bu-suk atau rusak (Few – rotten or damage products)

Tidak pernah (Never)

Membersihkan, melakukan sortasi, dan memilih produk dengan teliti (Thoroughly cleaning, sorting, and selecting the produce)

-

Page 10: Adiyoga, W. et al.: Rantai Pasokan Sayuran dan Per- J ...hortikultura.litbang.pertanian.go.id/jurnal_pdf/173/Adiyoga_rantai.pdf · Kegiatan penelitian dengan pendekatan studi kasus

294

J. Hort. Vol. 17 No. 3, 2007

menyatakan bahwa keamanan pangan merupakan prioritas utama dalam penyelenggaraan bisnis/usahanya perlu diinterpretasi secara lebih hati-hati. Jawaban tersebut kemungkinan diberikan setelah pewawancara menyinggung tentang manfaat implementasi sistem keamanan pangan serta konsekuensi atau bahaya yang mungkin timbul jika tidak melaksanakannya. Observasi lapangan memberikan gambaran faktual bahwa pada kenyataannya implementasi keamanan pangan di sepanjang rantai pasokan masih belum masuk ke dalam skala prioritas (minor).

Pengamatan mengenai prioritas minor di atas didukung oleh persepsi umum responden terhadap beberapa aspek atau pernyataan tentang keamanan pangan yang disajikan pada Tabel 8. Lebih dari separuh responden menyatakan tidak setuju jika dikategorikan telah mengetahui apa yang dimaksud dengan keamanan pangan. Sebagian besar responden juga menyangkal pernyataan bahwa keamanan pangan merupakan sesuatu yang dijadikan prioritas dalam berbisnis/berusaha. Persentase responden yang menyatakan

setuju berkaitan dengan keamanan pangan sebagai prioritas utama ternyata lebih kecil dibandingkan dengan total persentase responden yang tidak setuju dan indiferen. Hal ini tampaknya merupakan konsekuensi dari kenyataan bahwa hanya sebagian kecil responden yang telah menyadari manfaat penerapan sistem keamanan pangan. Terlebih lagi, sebagian besar partisipan rantai juga belum merasakan adanya insentif untuk mengadopsi konsep sistem keamanan pangan.

Tabel 8 secara ringkas juga menunjukkan persepsi sebagian besar partisipan rantai pasokan yang mengisyaratkan persetujuan terhadap beberapa aspek keamanan pangan sebagai berikut (a) keamanan pangan merupakan isu yang terlalu kompleks, (b) penerapan sistem keamanan pangan memerlukan biaya tinggi, (c) masalah atau kesulitan teknis/nonteknis akan timbul pada saat mengkomunikasikan isu keamanan pangan kepada pekerja lapangan, dan (d) seharusnya ada pengecekan keamanan pangan yang lebih banyak/sering/ketat dari pihak otoritas.

Tabel 7. Manfaat utama dan prioritasi implementasi sistem keamanan pangan (Main benefits and priori-tization in implementing a food safety system), n = 16.

Manfaat dan prioritas (Benefits and prioritization)Tidak setuju

(Disagree)

Antara setuju dan

tidak setuju(Between agree and disagree)

Setuju(Agree)

.................................%...............................Manfaat keamanan pangan (Benefits of food safety):

Memperbaiki keyakinan konsumen terhadap keamanan dan kualitas produk (Improves customer confidence in the product safety and quality)

- - 12,50 87,50

Mencegah keracunan makanan (Prevents food poisoning)- - 18,75 81,25Alat pertahanan legal untuk menjawab keluhan (A legal defense against complaints)

- 18,75 31,25 50,00

Mengurangi jumlah atau banyaknya keluhan (Reduces the number of complaints)

- 12,50 31,25 56,25

Menyesuaikan dengan peraturan/legislasi (Complies with regulation/ legislation)

- - 50,00 50,00

Disiplin manajemen bisnis yang berguna (Useful business management discipline)

- - 37,50 62,50

Prioritasi keamanan pangan (Prioritization of food safety)Keamanan pangan menempati prioritas utama di dalam organisasi saya (Food safety is a major priority in my organization)

- 12,50 50,00 37,50

Keamanan pangan menempati prioritas minor/tidak utama di dalam organisasi saya (Food safety is a minor priority in my organization)

- 37,50 25,00 37,50

Keamanan pangan bukan prioritas di dalam organisasi saya (Food safety is not a major priority in my organization)

- 50,00 37,50 12,50

Page 11: Adiyoga, W. et al.: Rantai Pasokan Sayuran dan Per- J ...hortikultura.litbang.pertanian.go.id/jurnal_pdf/173/Adiyoga_rantai.pdf · Kegiatan penelitian dengan pendekatan studi kasus

295

Adiyoga, W. et al.: Rantai Pasokan Sayuran dan Per-sepsi Partisipan Rantai thd Pentingnya ...

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Rantai pasokan sayuran di Kabupaten Bandung, Jawa Barat masih didominasi oleh rantai pasokan tradisional yang outlet utamanya adalah pasar-pasar lokal/tradisional. Rantai pasokan sayuran ke supermarket diperkirakan baru dapat menyerap <20% dari total pasokan sayuran. Setiap elemen/partisipan rantai pasokan pada umumnya menangani lebih dari 1 jenis sayuran. Antarmata rantai tidak terdapat diferensiasi produk (product differentiation), kecuali untuk pengepak dan supermarket yang menawarkan produk sayuran lebih bersih serta dikemas secara lebih baik.

2. Implementasi keamanan pangan secara umum di sepanjang rantai pasokan masih belum dianggap penting (minor priority). Program keamanan pangan masih dianggap sebagai topik/isu yang terlalu kompleks dan penerapannya memerlukan biaya tinggi. Di pasar sayuran domestik, sebagian besar partisipan rantai belum merasakan adanya insentif untuk mengadopsi konsep sistem keamanan pangan. Hal ini juga merupakan refleksi faktual masih rendahnya permintaan maupun perhatian konsumen terhadap keamanan pangan.

3. Beberapa saran yang dapat dikemukakan untuk meningkatkan akselerasi penerapan sistem keamanan pangan adalah (a) merancang dan

Tabel 8. Persepsi umum partisipan rantai pasokan terhadap beberapa aspek atau pernyataan tentang keamanan pangan (Chain participants’ general perceptions on some aspects/statements of food safety)

Pernyataan-pernyataan (Statements)

Tidak setuju (Disagree)

Antara setuju dan tidak

setuju (Between agree and disagree)

Setuju(Agree)

…………………….%.........................Saya tidak mengetahui apa sebenarnya yang dimaksud dengan keamanan pangan (I do not really know what food safety is)

- 62,50 12,50 25,00

Saya berpendapat bahwa keamanan pangan adalah isu yang terlalu kompleks (I think that food safety is too complicated issue)

- 12,50 12,50 75,00

Saya memiliki cukup waktu untuk memikirkan masalah keamanan pangan (I have enough time for thinking about the food safety issues)

- 37,50 37,50 25,00

Saya berpendapat bahwa keamanan pangan sebenarnya merupakan suatu prioritas bisnis (I think that food safety is really a business priority)

- 50,00 25,00 25,00

Saya dapat melihat manfaat dari sistem keamanan pangan (I could see the benefits of food safety system)

- 25,00 37,50 37,50

Saya berpendapat bahwa sebenarnya ada insentif untuk menerapkan sistem keamanan pangan (I think there is real incentive for having a food safety system)

- 25,00 50,00 25,00

Saya berpendapat bahwa akan timbul masalah atau kesulitan teknis/non-teknis pada saat mengkomunikasikan isu keamanan pangan kepada pekerja lapangan (I think there will be some technical/ non-technical problems in communicating food safety issues to the field staff)

- 12,50 25,00 62,50

Saya berpendapat bahwa penerapan sistem keamanan pangan akan memerlukan biaya yang tinggi (I think it will be costing too much to have a proper food safety system in place)

- 12,50 12,50 75,00

Saya berpendapat bahwa keamanan pangan merupakan prioritas utama (I think food safety is really a major priority)

- 25,00 37,50 37,50

Page 12: Adiyoga, W. et al.: Rantai Pasokan Sayuran dan Per- J ...hortikultura.litbang.pertanian.go.id/jurnal_pdf/173/Adiyoga_rantai.pdf · Kegiatan penelitian dengan pendekatan studi kasus

296

J. Hort. Vol. 17 No. 3, 2007

menetapkan kebijakan, peraturan/perundangan yang komprehensif menyangkut implementasi sistem keamanan pangan, (b) meningkatkan kegiatan penelitian untuk mengembangkan critical control points yang efektif dan praktis, agar mudah diimplemetasikan di setiap mata rantai pasokan, (c) meningkatkan studi penaksiran foodborne pathogens untuk mengidentifikasi titik-titik rawan di sepanjang rantai pasokan serta menentukan batas ambang toleransi, (d) menetapkan standar ekivalensi praktek budidaya dan prosesing yang berorientasi keamanan pangan, dan (e) meningkatkan edukasi, penyuluhan, dan pelatihan mengenai keamanan pangan kepada semua partisipan rantai pasokan sayuran.

PUSTAKA

1. Ameriana., M, R. Sinung-Basuki, E. Suryaningsing dan W. Adiyoga. 2000. Kepedulian Konsumen terhadap Sayuran Bebas Residu Pestisida. J. Hort 9(4):366-377.

2. Baines, R.N., W.P. Davies and P. Ryan. 2000. Reducing Risks in the Agri-Food Supply Chain: Co-recognition of food safety systems or a single global scheme. IFAMA Paper. June 2000.

3. Blaine, K. and D. Powell. 2001. Communication of Food-Related Risks. AgBioForum. 4(3&4):179-185.

4. Canadian Horticultural Council. 1998. On-Farm Food Safety Guidelines: Background and Scope. Ottawa, Canada.

5. Caswell, J. A. 1998. How Labeling of Safety and Process Attributes Affects Markets for Food. Agric. Resource Econ. Review. 27:151-158.

6. Curtis, V., S. Cairncross and R. Yonli. 2000. Domestic Hygiene and Diarrhea-Pinpointing the Problem. Tropical Medicine International Health. 5(1):22-32.

7. Harun., Y, R.T.M. Sutamiharja, S. Partoatmodjo dan R.E. Soeriaatmadja. 1996. Telaah Residu Pestisida pada Sayuran yang Dijual di Pasar Swalayan dan Pasar Bogor. J. Hort. 6(1):71-79.

8. Henneberry, S.R., K. Piewthongngam and H. Qiang. 1999. Consumer Food Safety Concerns and Fresh Produce Consumption. J. Agric. Resource Econ. 24(1):98-113.

9. Morris, C. and C. Young. 2000. Seed to Shelf, Teat To Table, Barley to Beer and Womb to Tomb: Discourses of Food Quality and Quality Assurance Schemes in the UK. J. Rural Studies 16:103-115.

10. Soeriaatmadja., R. E, A. L. H. Dibyantoro dan I. Sulas-trini. 1993. Residu Insektisida pada Tanaman Sayuran di Sentra Produksi Sayuran Dataran Rendah, Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah dan D. I. Yogyakarta. Bul. Penel. Hort. XXV(3):72-78.

11. Taylor, M.R. 2002. Reforming Food Safety: A Model for the Future. Issue Brief 02-02, Resources for the Future, Washington, DC.

12. Unnevehr, L. and N. Hirschhorn. 2001. Designing Effective Food Safety Interventions in Developing Countries. In D. Giovannucci. (Ed.). A Guide to Developing Agricultural Markets and Agro-enterprises.

13. Van Ravenswaay, E.O. and J.P. Hoehn. 1997. Approaches to Measuring Consumer Benefits from Food Safety. Food Marketing Policy Center, University of Connecticut.

14. Zuurbier, P.J.P. 1999. Supply Chain Management In the Fresh Produce Industry: A mile to go. J. Food Distribution Research. 21:20-30.