Aditya Stephana M. - Cerebral Palsy

80
Tinjauan Pustaka CEREBRAL PALSY Oleh: Aditya Stephana Mahendra, S.Ked I1A007010 Pembimbing Prof. DR. dr. Ruslan Muhyi, Sp.A (K) BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK i

Transcript of Aditya Stephana M. - Cerebral Palsy

Page 1: Aditya Stephana M. - Cerebral Palsy

Tinjauan Pustaka

CEREBRAL PALSY

Oleh:

Aditya Stephana Mahendra, S.Ked

I1A007010

Pembimbing

Prof. DR. dr. Ruslan Muhyi, Sp.A (K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAKFK UNLAM – RSUD ULIN

BANJARMASIN

Februari 2012

i

Page 2: Aditya Stephana M. - Cerebral Palsy

Kata Pengantar

Puji syukur ke hadirat Tuhan YME yang telah memberikan rahmat-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan tinjauan pustaka mengenai Cerebral Palsy

tepat pada waktunya.

Tinjauan pustaka ini disusun untuk memenuhi tugas ujian pada bagian Ilmu

Kesehatan Anak di Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat/RS Ulin

Banjarmasin. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada

pembimbing Prof. DR. dr. Ruslan Muhyi, Sp.A (K) yang telah membimbing,

memberikan sarab dan mengarahkan pembuatan tinjauan pustaka ini agar menjadi

semakin baik.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan,

akan tetapi penulis berharap tinjauan pustaka ini bermanfaat bagi dunia ilmu

pengetahuan.

Banjarbaru, Februari 2012

Penulis

ii

Page 3: Aditya Stephana M. - Cerebral Palsy

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ............................................................................... i

KATA PENGANTAR ............................................................................. ii

DAFTAR ISI ………............................................................................... iii

BAB I. PENDAHULUAN ................................................................. 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................... 3

A. Definisi Cerebral Palsy ...................................................... 3

B. Klasifikasi Cerebral Palsy .................................................. 4

C. Epidemiologi Cerebral Palsy ............................................. 7

D. Etiologi Cerebral Palsy ...................................................... 8

E. Patofisiologi Cerebral Palsy .............................................. 13

F. Manifestasi Klinis Cerebral Palsy...................................... 16

G. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang Cerebral Palsy ..... 23

H. Penatalaksanaan Cerebral Palsy ........................................ 28

I. Komplikasi Cerebral Palsy ................................................ 37

J. Prognosis Cerebral Palsy ................................................... 39

K. Edukasi Pasien dan Keluarga Cerebral Palsy..................... 41

BAB III. PENUTUP ............................................................................ 43

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................

iii

Page 4: Aditya Stephana M. - Cerebral Palsy

BAB I

PENDAHULUAN

Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu

kurun waktu dalam perkembangan anak, di dalam susunan saraf pusat, bersifat kronik

dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat pada ja- ringan otak yang belum selesai

pertumbuhannya.Walaupun lesi serebral bersifat statis dan tidak progresif, tetapi

perkembangan tanda-tanda neuron perifer akan berubah akibat maturasi serebral.1,2,3

Yang pertama kali memperkenalkan penyakit ini adalah William John Little

(1843), yang menyebutnya dengan istilah cerebral diplegia, sebagai akibat

prematuritas atau afiksia neonatorum. Sir William Olser adalah yang pertama kali

mem- perkenalkan istilah cerebral palsy, sedangkan Sigmund Freud menyebutnya

dengan istilah Infantile Cerebral Paralysis.3,4

Walaupun sulit, etiologi cerebral palsy perlu diketahui untuk tindakan

pencegahan. Fisioterapi dini memberi hasil baik, namun adanya gangguan

perkembangan mental dapat menghalangi tercapainya tujuan pengobatan. Winthrop

Phelps menekankan pentingnya pendekatan multi- disiplin dalam penanganan

penderita cerebral palsy, seperti disiplin anak, saraf, mata, THT, bedah tulang, bedah

saraf, psikologi, ahli wicara, fisioterapi, pekerja sosial, guru sekolah Iuar biasa. Di

samping itu juga harus disertakan peranan orang tua dan masyarakat.4

1

Page 5: Aditya Stephana M. - Cerebral Palsy

Gambar 1. Bentuk kelumpuhan pada anak dengan cerebral palsy (diperoleh dari

http://sekolahautismeal-ihsan.com diakses pada tanggal 19 Februari 2012)

2

Page 6: Aditya Stephana M. - Cerebral Palsy

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI CEREBRAL PALSY

Istilah cerebral palsy (CP) pada awalnya diciptakan lebih dari satu abad lalu dan

diterjemahkan sebagai "kelumpuhan otak." Namun, definisi yang tepat tetap sulit

dipahami karena cerebral palsy bukanlah suatu diagnosis tunggal tetapi "payung"

istilah yang menggambarkan lesi otak nonprogresif yang melibatkan kelainan motor

atau postural yang ada selama perkembangan awal.2

Cerebral palsy adalah sekelompok gangguan perkembangan gerakan dan postur

yang menyebabkan keterbatasan aktivitas yang terjadi nonprogresif, yang terjadi pada

perkembangan otak janin atau bayi. Gangguan Motor cerebral palsy sering disertai

dengan gangguan sensasi, komunikasi kognisi, persepsi, dan/atau perilaku dan/atau

gangguan kejang.2,5

Cerebral palsy dibatasi untuk lesi otak saja; penyakit tertentu pada saraf perifer

dari sumsum tulang belakang (misalnya, atrofi otot tulang belakang,

myelomeningocele) atau ke otot-otot (misalnya distrofi otot), meskipun menyebabkan

kelainan motorik awal, tidak dianggap cerebral palsy.2

Cerebral palsy adalah penyebab utama kecacatan anak yang mempengaruhi

fungsi dan pembangunan. Lesi otak cerebral palsy terjadi dari masa janin atau

neonatus untuk sampai usia 3 tahun. Namun, meskipun kerusakan otak setelah usia 3

tahun sampai dewasa dapat bermanifestasi klinis sebagai mirip atau identik dengan

3

Page 7: Aditya Stephana M. - Cerebral Palsy

cerebral palsy, menurut definisi, lesi ini bukanlah cerebral palsy. Selain itu, meskipun

fakta bahwa lesi pada otak berkembang terjadi sebelum usia 3 tahun, diagnosis dari

cerebral palsy tidak dapat dilakukan sampai setelah waktu itu. Beberapa pihak

menganjurkan tidak membuat diagnosis definitif dalam kasus terpilih sampai usia 5

tahun atau lambat. Pendekatan ini memungkinkan gambaran klinis harus jelas dan

berpotensi memungkinkan pengecualian penyakit progresif. Selain itu, beberapa anak

yang telah didiagnosa dengan cerebral palsy pada usia dini, hanya memiliki gejala

yang berubah kemudian.2

Sekitar 30-50% pasien dengan cerebral palsy memiliki keterbelakangan mental,

tergantung pada jenisnya. Namun, Karena kesulitan oromotor, motorik halus, dan

motorik kasar, komunikasi pada pasien ini mungkin terganggu dan kapasitas ekspresi

intelektual terbatas. Namun, jika cerebral palsy didekati secara multidisiplin, dengan

terapi fisik, pekerjaan, dan gizi untuk memaksimalkan upaya rehabilitatif, pasien

dapat lebih terintegrasi secara akademis dan sosial. Sekitar 15-60% anak dengan

cerebral palsy memiliki epilepsi, dan epilepsi lebih sering pada pasien dengan

quadriplegia spastik atau retardasi mental.2

B. KLASIFIKASI CEREBRAL PALSY

Cerebral palsy diklasifikasikan menurut tonus otot saat istirahat dan apa

anggota tubuh yang terlibat (disebut dominasi topografi). Cerebral palsy spastik,

karena lesi korteks/traktus piramidal, adalah jenis yang paling umum dan

menyumbang sekitar 80% kasus; jenis cerebral palsy ini ditandai dengan kekejangan

4

Page 8: Aditya Stephana M. - Cerebral Palsy

(kecepatan tergantung pada peningkatan tonus otot), hyperreflexia, clonus, dan

peningkatan refleks Babinski.2

Cerebral palsy ekstrapiramidal atau dyskinetic terdiri dari 10-15% gangguan ini

dan ditandai lebih menurut gerakan tak terkendali abnormal. Cerebral palsy ataxic

terdapat kurang dari 5% dari cerebral palsy.2

Banyak pasien memiliki karakteristik cerebral palsy spastik dan

ekstrapiramidal. Jenis-jenis khas dari cerebral palsy adalah sebagai berikut:2

1. Spastic hemiplegia (20-30%) - Cerebral palsy terutama mempengaruhi 1 sisi

tubuh, termasuk lengan dan kaki, dengan keterlibatan kelenturan ekstremitas

atas lebih dari kelenturan ekstremitas bawah. Jika kedua lengan lebih terlibat

daripada kaki, kondisi tersebut dapat diklasifikasikan sebagai hemiplegia ganda.

2. Spastic diplegia (30-40%) - Cerebral palsy mempengaruhi ekstremitas bawah

bilateral lebih dari ekstremitas atas, dalam beberapa kasus, ekstremitas bawah

yang hanya terlibat.

3. Spastic quadriplegia (10-15%) - Cerebral palsy mempengaruhi semua 4

ekstremitas dan tubuh penuh.

4. cerebral palsy dyskinetic (athetoid, choreoathetoid, dan dystonic) - Cerebral

palsy dengan tanda-tanda ekstrapiramidal ditandai dengan gerakan abnormal;

hipertonisitas sering terkait.

5. cerebral palsy Campuran - Cerebral palsy tanpa didominasi kualitas tunggal

tonus tertentu tonal, biasanya ditandai dengan campuran komponen kejang dan

dyskinetic

5

Page 9: Aditya Stephana M. - Cerebral Palsy

6. cerebral palsy hipotonik - Cerebral palsy dengan hipotonia trunkal dan

ekstremitas dengan hyperreflexia dan refleks primitif persisten; dianggap

langka

7. monoplegia - Langka; keterlibatan dicatat dalam 1 anggota tubuh, baik lengan

atau kaki. Jika pasien memiliki monoplegia, upaya harus dilakukan untuk

menyingkirkan penyebab lain dari cerebral palsy.

Sistem klasifikasi fungsional umumnya membagi pasien menjadi jenis ringan,

sedang, dan berat (tergantung pada keterbatasan fungsional). Atau, pasien dapat

dikategorikan secara lebih komprehensif dengan kemampuan dan keterbatasan,

seperti yang diusulkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia pada tahun 2001.2

Cerebral palsy umumnya dianggap sebagai ensefalopati statis. Namun,

presentasi klinis dari perubahan kondisi seperti anak-anak dan sistem saraf mereka

berkembang dewasa. 2

Tabel 1. Klasifikasi Cerebral Palsy dan Penyebab Utamanya1

Motor Syndrome Neuropathology Major Causes

Spastic diplegia Periventricular leukomalacia (PVL)

Prematurity

    Ischemia

    Infection

    Endocrine/metabolic (e.g., thyroid)

Spastic quadriplegia PVL Ischemia, infection

  Multicystic encephalomalacia Endocrine/metabolic, genetic/developmental

  Malformations  

Hemiplegia Stroke:in utero or neonatal Thrombophilic disorders

6

Page 10: Aditya Stephana M. - Cerebral Palsy

Motor Syndrome Neuropathology Major Causes

    Infection

    Genetic/developmental

    Periventricular hemorrhagic infarction

Extrapyramidal (athetoid, dyskinetic)

Pathology:putamen, globus pallidus, thalamus, basal ganglia

Asphyxia

    Kernicterus

    Mitochondrial

    Genetic/metabolic

C. EPIDEMIOLOGI CEREBRAL PALSY

Kejadian cerebral palsy tidak berubah dalam lebih dari 4 dekade, meskipun

kemajuan signifikan dalam perawatan medis dari neonatus. Di negara maju,

prevalensi diperkirakan keseluruhan cerebral palsy adalah 2-2,5 kasus per 1000

kelahiran hidup. Prevalensi gangguan ini antara bayi prematur dan sangat prematur

adalah jauh lebih tinggi. Dalam dunia berkembang, prevalensi cerebral palsy tidak

tercatat tapi perkiraan 1,5-5,6 kasus per 1000 kelahiran hidup. Angka-angka ini

mungkin dianggap remeh karena kurangnya data, kurangnya akses kesehatan, jumlah

kasus yang terlalu banyak yang parah, dan kriteria diagnostik yang tidak konsisten.2,6

Semua ras yang terpengaruh oleh gangguan ini. Status sosial ekonomi lebih

rendah dan seks pria dapat meningkatkan faktor risiko cerebral palsy.2

Dengan kaitannya dengan usia, kejadian yang menimbulkan cerebral palsy

terjadi selama perkembangan otak belum matur. Menurut sebagian besar referensi,

kejadian awal ini dapat terjadi kapan saja antara perkembangan janin dan usia 3

tahun. Namun, anak-anak biasanya tidak terdiagnosa sampai setelah usia 1 tahun,

7

Page 11: Aditya Stephana M. - Cerebral Palsy

dengan kondisi tersebut menjadi diidentifikasi sebagai anak-anak gagal memenuhi

tahap perkembangan. Seringkali, anak-anak yang lebih tua dan didiagnosis

mengalami cerebral palsy-sebagai hasil dari memiliki gejala yang ada atau masalah

yang mirip dengan otak cerebral-bukan harus diberi label dengan etiologi cedera otak

mereka (yaitu, cedera otak traumatis sekunder untuk kecelakaan kendaraan bermotor,

stroke, kondisi metabolik, dll).2

D. ETIOLOGI CEREBRAL PALSY

Cerebral palsy dapat terjadi akibat kelainan struktural yang mendasari otak;

pada awal kehamilan, cedera perinatal, atau setelah melahirkan karena insufisiensi

vaskuler, toxin atau infeksi, atau risiko prematuritas. Ini mungkin termasuk kelahiran

prematur, kehamilan ganda, pembatasan pertumbuhan intrauterin, jenis kelamin laki-

laki, skor Apgar rendah, infeksi intrauterin, kelainan tiroid ibu, stroke prenatal,

asfiksia lahir, paparan metil merkuri ibu, dan defisiensi yodium ibu.2,7

Bukti menunjukkan bahwa faktor prenatal mempengaruhi 70-80% kasus

cerebral palsy. Dalam kebanyakan kasus, penyebab pastinya tidak diketahui tetapi

kemungkinan besar multifaktorial.2

Sebuah studi Norwegia yang melibatkan anak-anak dengan cerebral palsy

didiagnosis sebelum usia 5 tahun menunjukkan bahwa skor Apgar rendah pada 5

menit dikaitkan dengan kejadian ini di semua berat lahir. Prevalensi tertinggi cerebral

palsy pada anak-anak dengan berat lahir rendah , namun odd ratio kejadian ini

dikaitkan dengan skor Apgar rendah (<4) tertinggi pada anak-anak berat badan

8

Page 12: Aditya Stephana M. - Cerebral Palsy

normal. Meskipun demikian, kebanyakan anak dengan cerebral palsy memiliki skor

Apgar lebih tinggi dari 4 pada 5 menit.7

Meskipun kelahiran prematur adalah faktor risiko cerebral palsy yang

ditegakkan, studi terbaru menunjukkan bahwa kehamilan postterm pada 42 minggu

atau lambat telah dikaitkan dengan peningkatan risiko kondisi ini.2

Ibu, kehamilan dan faktor risiko kehamilan

Faktor-faktor risiko ibu dan prenatal secara statistik berhubungan dengan

cerebral palsy:2,8

• Siklus menstruasi Panjang

• Sebelumnya kehilangan kehamilan

• Sebelumnya kehilangan bayi yang lahir

• Ibu keterbelakangan mental

• Gangguan tiroid ibu, terutama defisiensi yodium

• Ibu gangguan kejang

• Riwayat melahirkan seorang anak dengan berat kurang dari 2000 g 8

• Riwayat melahirkan anak dengan defisit motorik, keterbelakangan mental, atau

defisit sensorik

Faktor-faktor berikut selama kehamilan juga berhubungan secara statistik

dengan cerebral palsy:2

• Polihidramnion

• Pengobatan ibu dengan hormon tiroid, estrogen atau progesteron

• Ibu gangguan kejang

• Proteinuria berat maternal atau tekanan darah tinggi

9

Page 13: Aditya Stephana M. - Cerebral Palsy

• Ibu terpapar metil merkuri

• Cacat kongenital pada janin

• Jenis kelamin janin laki-laki

• Perdarahan pada trimester ketiga

• Retardasi pertumbuhan intrauterine

• Kehamilan multipel

Kejadian cerebral palsy pada kehamilan multipel lebih mungkin berhubungan

dengan keberadaan prematuritas atau hambatan pertumbuhan dalam kandungan.

Kehamilan multipel mungkin tidak risiko tambah untuk gangguan ini. Pengecualian

adalah ketika salah satu kembar mati; kembar yang masih hidup memiliki kesempatan

lebih tinggi daripada yang tunggal dalam pengembangan cerebral palsy.2

Faktor risiko Perinatal

Faktor-faktor perinatal berikut ini berhubungan dengan peningkatan risiko

cerebral palsy:2,9,10

• Prematuritas

• Korioamnionitis

• Presentasi nonvertex dan wajah janin

• Lahir asfiksia

Dalam 10% atau kurang dari kasus cerebral palsy, kelahiran asfiksia dapat

ditentukan sebagai penyebab definitif. Bahkan ketika asfiksia lahir dianggap

berhubungan jelas dengan cerebral palsy, faktor kehamilan tidak normal (misalnya,

retardasi pertumbuhan intrauterin, kelainan bawaan otak) mungkin telah berkontribusi

10

Page 14: Aditya Stephana M. - Cerebral Palsy

terhadap gawat janin perinatal. Kasus cerebral palsy disebabkan oleh asfiksia lahir

harus mendokumentasikan bukti nyata asidosis, ensefalopati neonatal sedang sampai

parah, quadriplegia spastik, jenis dyskinetic atau campuran dari cerebral palsy, dan

pengucualian etiologi lainnya. Selain itu, kejadian intrapartum harus disarankan oleh

peristiwa sentinel, perubahan tingkat jantung janin, skor Apgar kurang dari 4 pada 5

menit, kerusakan organ sistem yang terkait dengan hipoksia jaringan, dan kelainan

pencitraan awal.2

Meski skor Apgar menyediakan metode untuk mendokumentasikan Status

cardiopulmonary dan neuromotor di menit-menit setelah lahir, skor rendah saja tidak

dapat digunakan sebagai indikator asfiksia lahir. Nilai tersebut dapat mencerminkan

keadaan yang tidak berhubungan dengan asfiksia lahir, seperti infeksi dan kondisi

prenatal yang sudah ada sebelumnya.2

Faktor risiko Postnatal

Faktor-faktor postnatal berikut dapat menyebabkan cerebral palsy:2

• Infeksi (misalnya, meningitis, ensefalitis)

• perdarahan intrakranial (misalnya, karena prematuritas, kelainan pembuluh darah,

atau trauma)

• periventricular leukomalacia (pada bayi prematur)

• Hipoksia-iskemia (misalnya, dari aspirasi mekonium)

• sirkulasi janin persisten atau hipertensi paru persisten pada bayi baru lahir

• kernikterus

Kemungkinan penyebab cerebral palsy menurut jenisnya dibahas di bawah ini:2

Spastik hemiplegia

11

Page 15: Aditya Stephana M. - Cerebral Palsy

Dari semua kasus cerebral palsy, 70-90% adalah bawaan dan 10-30% diperoleh

(misalnya pembuluh darah, inflamasi, trauma). Pada lesi unilateral otak, wilayah

pembuluh darah yang paling sering terkena adalah arteri serebral tengah; sisi kiri

terlibat dua kali lebih sering dibanding kanan. Kelainan otak struktural lainnya

termasuk atrofi hemibrain dan porencephaly posthemorrhagic. Pada bayi prematur,

ini mungkin akibat dari leukomalacia periventricular asimetris.2

Spastik diplegia

Pada bayi prematur, kejang diplegia mungkin hasil dari perdarahan parenkim-

intraventricular atau leukomalacia periventricular. Pada bayi panjang, tidak ada faktor

risiko mungkin dapat diidentifikasi, atau etiologi mungkin multifaktorial.2

Spastik quadriplegia

Sekitar 50% dari kejang kasus cerebral palsy adalah quadriplegia prenatal,

perinatal adalah 30%, dan 20% adalah post natal. Tipe ini dikaitkan dengan cavitas

yang berkomunikasi dengan ventrikel lateral, lesi kistik beberapa di white matter,

atrofi kortikal difus, dan hidrosefalus.2

Pasien sering memiliki riwayat kelahiran yang sulit dengan bukti asfiksia

perinatal. Bayi prematur mungkin memiliki leukomalacia periventricular. Bayi matur

penuh mungkin memiliki kelainan otak struktural atau hipoperfusi serebral dalam

distribusi (yaitu, utama daerah akhir arteri serebral).2

Dyskinetic (ekstrapiramidal)

Dyskinetic (ekstrapiramidal) serebral berhubungan dengan etiologi yang unik.

Secara historis, kernikterus, atau ensefalopati bilirubin akut neonatal, adalah

penyebab utama. Dengan peningkatan manajemen awal hiperbilirubinemia, sebagian

12

Page 16: Aditya Stephana M. - Cerebral Palsy

besar kasus cerebral palsy dyskinetic yang saat ini terkait dengan cedera iskemik

diduga hipoksia bukan dengan hiperbilirubinemia. Dengan tidak adanya hipoksia,

hiperbilirubinemia, atau prematur, kemungkinan metabolik atau neurodegenerative.

gangguan sebagai dasar untuk presentasi ini harus dipertimbangkan.2

Dengan demikian, cerebral palsy dyskinetic mungkin berhubungan dengan

hiperbilirubinemia pada bayi prematur atau dengan istilah tanpa hiperbilirubinemia

menonjol. Hipoksia mempengaruhi ganglia basal dan talamus dapat mempengaruhi

bayi matur lebih dari bayi prematur.2

E. PATOFISIOLOGI CEREBRAL PALSY

Perkembangan otak manusia dan waktu puncak terjadinya meliputi berikut:2,11

• Primer neurulation - Minggu 3-4 kehamilan

• Perkembangan Prosencephalic - Bulan 2-3 kehamilan

• Neuronal proliferasi - Bulan 3-4 kehamilan

• Neuronal migrasi - Bulan 3-5 kehamilan

• Organisasi - Bulan 5 dari kehamilan sampai bertahun-tahun pascakelahiran

• Mielinasi - Lahir sampai bertahun-tahun pascakelahiran

Penelitian kohort telah menunjukkan peningkatan risiko pada anak yang lahir

sedikit prematur (37-38 minggu) atau postterm (42 minggu) dibandingkan dengan

anak yang lahir pada 40 minggu.12

Cedera otak atau perkembangan otak yang abnormal

Mengingat kompleksitas perkembangan otak prenatal dan bayi, cedera atau

perkembangan abnormal dapat terjadi setiap saat, sehingga presentasi klinis cerebral

13

Page 17: Aditya Stephana M. - Cerebral Palsy

palsy bervariasi (apakah karena kelainan genetik, etiologi toxin atau infeksi, atau

insufisiensi vaskular). Misalnya, cedera otak sebelum 20 minggu kehamilan dapat

mengakibatkan defisit migrasi neuronal; cedera antara minggu 26 dan 34 dapat

mengakibatkan leukomalacia periventricular (foci nekrosis coagulative pada white

matter berdekatan dengan ventrikel lateral); cedera antara minggu ke-34 dan ke-40

dapat mengakibatkan cedera otak fokal atau multifokal.2

Cedera otak akibat insufisiensi vaskular tergantung pada berbagai faktor pada

saat cedera, termasuk distribusi pembuluh darah ke otak, efisiensi aliran darah otak

dan regulasi aliran darah, dan respon biokimia jaringan otak untuk oksigenasi

menurun.2

Prematuritas dan pembuluh darah serebral

Stres fisik pada bayi prematur dan ketidakmatangan pembuluh darah otak dan

otak mungkin menjelaskan mengapa prematuritas merupakan faktor risiko yang

signifikan untuk cerebral palsy. Sebelum matur, distribusi sirkulasi janin dengan hasil

otak pada kecenderungan hipoperfusi ke white matter periventricular. Hipoperfusi

dapat mengakibatkan perdarahan matriks germinal atau leukomalacia periventricular.

Antara minggu 26 dan 34 usia kehamilan, daerah white matter periventricular dekat

ventrikel lateral yang paling rentan terhadap cedera. Karena daerah-daerah membawa

serat bertanggung jawab atas kontrol motor dan tonus otot kaki, cedera dapat terjadi

dalam diplegia spastik (yaitu, kelenturan dominan dan kelemahan kaki, dengan atau

tanpa keterlibatan lengan tingkat yang lebih rendah).2

Periventricular leukomalacia

14

Page 18: Aditya Stephana M. - Cerebral Palsy

Ketika lesi lebih besar menjangkau daerah saraf descenden dari korteks motor

untuk melibatkan centrum semiovale dan korona radiata, baik ekstremitas bawah dan

atas mungkin terlibat. Leukomalacia periventricular umumnya simetris dan dianggap

karena cedera iskemik white matter pada bayi prematur. Cedera asimetris untuk white

matter periventricular dapat menghasilkan satu sisi tubuh yang lebih terpengaruh dari

yang lain. Hasilnya meniru hemiplegia spastik tetapi lebih baik dicirikan sebagai

kejang diplegia asimetris. Matriks germinal kapiler di daerah periventricular sangat

rentan terhadap cedera hipoksia-iskemik karena lokasi mereka di sebuah zona

perbatasan vaskular antara zona akhir arteri striate dan thalamic. Selain itu, karena

mereka adalah otak kapiler, mereka memiliki kebutuhan tinggi untuk metabolisme

oksidatif.2

Perdarahan periventricular -perdarahan intraventricular

Banyak pihak berwenang telah menentukan tingkatan beratnya perdarahan

periventricular -perdarahan intraventricular menggunakan sistem klasifikasi awalnya

dijelaskan oleh Papile dkk pada 1978 sebagai berikut: 2

1. Grade I - Perdarahan subependymal dan/atau matriks germinal

2. Grade II - perdarahan Subependymal dengan ekstensi ke dalam ventrikel lateral

tanpa pembesaran ventrikel

3. Grade III - perdarahan Subependymal dengan ekstensi ke dalam ventrikel

lateral dengan pembesaran ventrikel

4. Grade IV - Sebuah perdarahan matriks germinal yang membedah dan meluas ke

parenkim otak yang berdekatan, terlepas dari ada atau tidak adanya perdarahan

intraventricular, juga disebut sebagai perdarahan intraparenchymal saat ditemui

15

Page 19: Aditya Stephana M. - Cerebral Palsy

di tempat lain di parenkim tersebut. Perdarahan meluas ke white matter

periventricular berkaitan dengan perdarahan germinal ipsilateral

perdarahan/intraventricular matriks yang disebut infark vena periventricular

hemoragik.

Cedera serebral vaskuler dan hipoperfusi

Saat matur, ketika sirkulasi ke otak paling menyerupai sirkulasi serebral

dewasa, cedera pembuluh darah pada saat ini cenderung terjadi paling sering pada

distribusi arteri serebral tengah, mengakibatkan cerebral palsy spastik hemiplegia.

Namun, otak matur juga rentan terhadap hipoperfusi, yang sebagian besar

menargetkan daerah aliran dari korteks (misalnya, akhir zona arteri serebral utama),

mengakibatkan cerebral palsy spastik quadriplegik. Ganglia basal juga dapat

dipengaruhi, sehingga cerebral palsy ekstrapiramidal atau dyskinetic.2

F. MANIFESTASI KLINIS CEREBRAL PALSY

1. Riwayat

Anak dengan cerebral palsy dapat hadir setelah gagal memenuhi tahap

perkembangan yang diharapkan atau gagal untuk menekan refleks primitif wajib.

Tahun 2003, American Academy of Neurology (AAN) menyarankan parameter

praktek skrining untuk potensi serebral palsi berikut terkait defisit pada penilaian

awal:2

• Mental retardasi

• Ophthalmologic dan gangguan pendengaran

• Gangguan Bicara dan bahasa

16

Page 20: Aditya Stephana M. - Cerebral Palsy

• Disfungsi Oromotor

Diagnosis dimulai dengan riwayat keterlambatan perkembangan motorik kasar

pada tahun pertama kehidupan. Cerebral palsy sering bermanifestasi sebagai

hipotonia awal untuk 6 bulan pertama sampai 1 tahun kehidupan, diikuti dengan

spastik.1,2

Otot yang abnormal adalah gejala yang paling sering diamati. Anak mungkin

hadir sebagai baik hipotonik atau, lebih umum, hipertonik dengan resistensi baik

menurun atau meningkat menjadi gerakan pasif, masing-masing. Anak-anak dengan

cerebral palsy mungkin memiliki periode awal hipotonia diikuti oleh hypertonia.

Semakin lama periode hipotonia sebelum hypertonia, semakin besar kemungkinan

bahwa hypertonia akan lebih parah.2

Tangan preferensi tertentu sebelum usia 1 tahun adalah bendera merah untuk

kemungkinan hemiplegia. Merangkak asimetris atau kegagalan merangkak juga

mungkin menyarankan cerebral palsy. Gangguan pertumbuhan sering dicatat pada

anak dengan cerebral palsy, terutama gagal tumbuh.2

Riwayat medis umum harus mencakup kajian sistem untuk mengevaluasi untuk

komplikasi beberapa yang dapat terjadi dengan cerebral palsy.2

Riwayat Prenatal

Riwayat prenatal harus memasukkan informasi tentang kehamilan ibu, seperti

paparan pralahir untuk obat-obatan terlarang, racun, atau infeksi, diabetes ibu;

penyakit ibu akut, trauma, paparan radiasi, perawatan pra-natal dan gerakan janin.2

17

Page 21: Aditya Stephana M. - Cerebral Palsy

Riwayat awal aborsi spontan sering, kekerabatan orangtua, dan riwayat

keluarga penyakit neurologis (misalnya, penyakit neurodegenerative keturunan) juga

penting.2

Riwayat Perinatal

Riwayat perinatal harus mencakup usia kehamilan anak (yaitu, derajat

prematuritas) saat lahir, presentasi anak dan jenis persalinan, berat lahir, skor Apgar,

dan komplikasi pada periode neonatal (misalnya, waktu intubasi, adanya perdarahan

intrakranial, kesulitan makan, apnea, bradikardia, infeksi, dan hiperbilirubinemia).2

Riwayat Perkembangan

Riwayat perkembangan anak harus meninjaunya dari segi motorik kasar,

motorik halus, bahasa, dan sosial dari lahir sampai saat evaluasi.2

Perhatian motorik kasar dengan cerebral palsy termasuk kontrol kepala pada

usia 2 bulan, berguling pada usia 4 bulan, duduk di usia 6 bulan, dan berjalan pada

usia 1 tahun. Bayi dengan cerebral palsy mungkin signifikan tertunda motorik kasar

atau menunjukkan preferensi tangan dini pada usia kurang dari 1,5 tahun,

menunjukkan kelemahan relatif dari satu sisi.2

Hadirnya regresi dijelaskan akan lebih sugestif dari penyakit keturunan

neurodegenerative dari cerebral palsy.2

Keterampilan sosial saat ini, prestasi akademis dan partisipasi dalam program

intervensi awal (jika <3 tahun) atau dukungan sekolah (jika> 3 tahun) harus ditinjau

ulang, termasuk bantuan sumber daya ruang; fisik, pekerjaan, dan terapi bicara dan

bahasa, dan adaptif fisik pendidikan.2

18

Page 22: Aditya Stephana M. - Cerebral Palsy

Pengujian kognitif dan pendidikan standar dan rencana pendidikan individual

saat ini dapat digunakan untuk menentukan apakah terapi wicara, terapi okupasi, dan

terapi fisik berada di tempat atau apakah arahan untuk ini diperlukan.2

2. Pemeriksaan fisik

Indikator fisik cerebral palsy termasuk kontraktur sendi sekunder untuk otot

spastik, hipotonik untuk tonus otot spastik, keterlambatan pertumbuhan, dan refleks

primitif persisten.1,2

Presentasi awal cerebral palsy termasuk hipotonia awal, diikuti dengan

kekejangan. Umumnya, kelenturan tidak terwujud sampai setidaknya 6 bulan sampai

1 tahun kehidupan. Evaluasi neurologis meliputi pengamatan dekat dan pemeriksaan

neurologis formal.2

Sebelum pemeriksaan fisik formal, observasi dapat mengungkapkan leher

abnormal atau tonus otot trunkal (menurun atau meningkat, tergantung pada usia dan

jenis cerebral palsy); postur asimetris, kekuatan, atau gaya berjalan; atau koordinasi

abnormal.2

Pasien dengan cerebral palsy dapat menunjukkan refleks meningkat,

menunjukkan adanya lesi upper motor neuron. Kondisi ini juga dapat hadir sebagai

persistensi refleks primitif, seperti Moro (refleks kejut) dan refleks leher asimetris

tonik (yaitu, postur dengan leher berubah dalam arah yang sama ketika satu lengan

diperpanjang dan yang lain tertekuk). Tonik leher simetris, genggaman palmar,

labirin tonik, dan refleks penempatan kaki juga dicatat. Refleks Moro dan labirin

tonik seharusnya hilang pada saat bayi sudah berusia 4-6 bulan, refleks pegang

palmaris pada 5-6 bulan, refleks tonik leher asimetris dan simetris pada 6-7 bulan,

19

Page 23: Aditya Stephana M. - Cerebral Palsy

dan penempatan refleks kaki sebelum 12 bulan. Cerebral palsy juga termasuk

keterbelakangan atau tidak adanya refleks postural atau protektif (memperpanjang

lengan ketika duduk).2

Pola kiprah keseluruhan harus diamati dan masing-masing bersama di

ekstremitas bawah dan ekstremitas atas harus dinilai, sebagai berikut:2

• Panggul - fleksi berlebihan, adduksi, dan anteversion femoralis membentuk pola

motorik dominan. Scissoring kaki adalah umum pada cerebral palsy spastik.

• Lutut - Fleksi dan ekstensi dengan valgus atau varus terjadi.

• Foot - Equinus, atau berjalan dengan jari kaki dan varus atau valgus dari hindfoot

adalah umum di cerebral palsy. Kelainan gaya berjalan mungkin termasuk posisi

berjongkok dengan fleksor pinggul ketat dan paha belakang, paha depan lemah,

dan / atau dorsofleksi berlebihan.

Cerebral palsy spastic (piramidal)

Pasien dengan spastik serebral (piramida) bukti cerebral palsy (yaitu,

peningkatan kecepatan yang tergantung dalam tonus otot) dan merupakan 75% dari

pasien dengan cerebral palsy. Pasien memiliki tanda-tanda keterlibatan upper motor

neuron, termasuk hyperreflexia, clonus, respon ekstensor Babinski, refleks primitif

persisten, dan refleks overflow (melintasi adduktor). Hal ini dapat diamati oleh

kecenderungan anak untuk menjaga siku dalam posisi tertekuk atau pinggul tertekuk

dan adduksi dengan lutut tertekuk dan di valgus, dan pergelangan kaki di equinus,

sehingga berjalan jari kaki.2

Dyskinetic (ekstrapiramidal) cerebral palsy

20

Page 24: Aditya Stephana M. - Cerebral Palsy

Dyskinetic (ekstrapiramidal) cerebral palsy ditandai dengan pola pergerakan

ekstrapiramidal, regulasi abnormal tonus otot, kontrol postural normal, dan defisit

koordinasi. Pola gerakan abnormal dapat meningkatkan stres atau kegiatan yang

bertujuan. Otot biasanya normal selama tidur. Intelijen adalah normal pada 78%

pasien dengan cerebral palsy athetoid. Tingginya insiden gangguan pendengaran

sensorineural dilaporkan. Pasien sering memiliki keterlibatan pseudobulbar, dengan

disartria, kesulitan menelan, air liur, kesulitan oromotor, dan pola bicara normal.

Dengan demikian, presentasi fisik klasik cerebral palsy dyskinetic meliputi:2

• Hipotonia awal dengan gangguan gerakan yang muncul pada usia 1-3 tahun

• Lengan lebih terpengaruh daripada kaki

• Refleks tendon dalam biasanya normal sedikit meningkat

• Beberapa spastik

• Oromotor disfungsi

• Gait

• Ketidakstabilan badan

• Risiko ketulian pada mereka yang terkena dampak kernikterus

Pasien-pasien dengan cerebral palsy dyskinetic mungkin penurunan tonus

kepala dan trunkal dan cacat pada kontrol postural dan disfungsi motorik seperti

athetosis (yaitu, gerakan lambat, menggeliat, tak terkendali, terutama di ekstremitas

distal), chorea (yaitu, gerakan tiba-tiba, tidak teratur) atau choreoathetosis (yaitu,

kombinasi athetosis dan gerakan choreiform), dan distonia (yaitu, gerakan lambat,

berirama terkadang dengan tonus otot meningkat dan postur abnormal, misalnya, di

ekstremitas dan rahang atas).2

21

Page 25: Aditya Stephana M. - Cerebral Palsy

Spastic hemiplegic cerebral palsy

Hemiplegia ditandai dengan fleksi hip lemah dan dorsofleksi pergelangan kaki,

sebuah otot tibialis posterior yang terlalu aktif, kaki supinasi dalam sikap, sikap

ekstremitas atas (yaitu, sering diadakan dengan bahu adduksi, siku tertekuk, lengan

bawah terpronasi, pergelangan tangan tertekuk, tangan mengepal dalam tinju dengan

ibu jari di telapak tangan), sensasi terganggu, 2-titik diskriminasi terganggu, dan/atau

rasa posisi terganggu. Beberapa gangguan kognitif ditemukan pada sekitar 28% dari

pasien tersebut. Dengan demikian, cerebral palsy spastik hemiplegia meliputi

presentasi fisik klasik berikut:2

• Defisit satu sisi upper motor neuron

• Lengan umumnya dipengaruhi lebih dari kaki; mungkin tangan preferensi awal

atau kelemahan relatif pada satu sisi; gaya berjalan mungkin ditandai dengan

circumduction dari ekstremitas bawah pada sisi yang terkena

• ketidakmampuan belajar spesifik

• Oromotor disfungsi

• Kemungkinan defisit sensorik sepihak

• Defisit medan penglihatan (misalnya, hemianopsie homonymous) dan strabismus

• Kejang

Spastic diplegic cerebral palsy

Pasien dengan kejang diplegia sering memiliki periode hipotonia diikuti dengan

kelenturan ekstensor di ekstremitas bawah, dengan keterbatasan fungsional sedikit

atau tidak ada ekstremitas atas. Pasien mengalami keterlambatan dalam

mengembangkan keterampilan motorik kasar. Ketidakseimbangan otot kejang sering

22

Page 26: Aditya Stephana M. - Cerebral Palsy

menyebabkan persistenGangguan kognitif hadir dalam sekitar 30% pasien diplegic

spastik. Cerebral palsy spastik diplegic meliputi presentasi fisik klasik berikut:2

• Temuan upper motor neuron di kaki lebih dari lengan

• Pola scissoring gait dengan pinggul tertekuk dan adduksi, lutut tertekuk dengan

valgus, dan pergelangan kaki di equinus, mengakibatkan berjalan dengan jari kaki

• Defek belajar dan kejang kurang umum daripada di hemiplegia spastik

Spastic quadriplegi cerebral palsy

Kebanyakan pasien dengan cerebral palsy spastik quadriplegi memiliki

beberapa gangguan kognitif dan menunjukkan presentasi fisik klasik berikut:2

• Semua anggota badan yang terkena dampak, baik seluruh tubuh hypertonia atau

trunkal hipotonia dengan ekstremitas hypertonia

• Oromotor disfungsi

• Meningkatnya risiko kesulitan kognitif

• Kejang

• Kaki umumnya dipengaruhi sama atau lebih dari lengan

• Predikat hemiplegia ganda jika lengan lebih terlibat daripada kaki

G. DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG CEREBRAL PALSY

Diagnosis cerebral palsy umumnya dibuat berdasarkan gambaran klinis, namun,

beberapa penulis mengemukakan bahwa diagnosis harus ditunda sampai anak usia 2

tahun atau lebih. Karena otak terus berkembang setelah lahir, kelainan tonus motor

atau gerakan di beberapa minggu pertama atau bulan setelah kelahiran secara

bertahap dapat membaik selama tahun pertama kehidupan (atau bahkan nanti).

23

Page 27: Aditya Stephana M. - Cerebral Palsy

Collaborative Perinatal Project menemukan bahwa hampir 50% orang yang

didiagnosis dengan cerebral palsy dan 66% anak didiagnosis dengan diplegia spastik,

ditemukan secara sugestif cerebral palsy pada usia 7 tahun. Yang lain tidak

mensugestikan tanda-tanda nyata motorik dari gangguan ini hingga usia 1-2 tahun.2

Kondisi lain yang harus dipertimbangkan ketika mengevaluasi pasien dengan

cerebral palsy yang dicurigai termasuk penyakit metabolik dan genetik, paraplegias

kejang herediter, sindrom Rett, dan kelainan sumsum tulang belakang.2

Adapun diagnosis banding dari Cerebral palsy adalah:2

• Gangguan metabolik herediter

• Myopati metabolik

• Neuropati netabolik

• Gangguan gerakan pada individu dengan disabilitas perkembangan

• Trauma lesi saraf perifer

• Tumor conus dan cauda equina

• Malformasi vaskular dari spinal cord

Pada Tahun 2003, American Academy of Neurology (AAN) mengemukakan

praktek parameter pada cerebral palsy menyarankan pemeriksaan laboratorium jika

[16]: (1) riwayat klinis atau temuan dari neuroimaging tidak menunjukkan kelainan

struktural tertentu, (2) fitur tambahan dan atipikal yang hadir dalam riwayat atau

pemeriksaan klinis, atau (3) suatu kelainan otak yang terdeteksi pada anak dengan

cerebral palsy. Selain itu, tes diagnostik untuk gangguan koagulasi dianjurkan jika

infark serebral terlihat, namun data yang tersedia tidak cukup untuk membimbing apa

studi tepat harus dipesan.2

24

Page 28: Aditya Stephana M. - Cerebral Palsy

Jika tersangka diagnosis gangguan herediter atau neurodegenerative,

penyaringan untuk kelainan metabolik atau genetik yang mendasari harus dilakukan.

Namun, penelitian tertentu tidak direkomendasikan oleh parameter praktek AAN,

sebagai studi tersebut harus berpedoman pada gambaran klinis.2

Parameter praktek AAN tidak merekomendasikan sebuah electroencephalogram

(EEG) kecuali kecurigaan untuk epilepsi atau sindrom epilepsi hadir, tapi itu

merekomendasikan neuroimaging "untuk menetapkan bahwa kelainan otak ada pada

anak dengan cerebral palsy, yang mungkin, pada gilirannya, menyarankan etiologi

dan prognosis". Perhatikan bahwa studi pencitraan otak normal tidak berarti bahwa

anak tidak memiliki cerebral palsy, karena diagnosis selalu hanya berdasarkan

temuan pemeriksaan fisik.2

Tes Laboratorium yang Berpotensi Bermanfaat

Tidak ada penelitian laboratorium definitif untuk mendiagnosa cerebral palsy,

studi hanya untuk menyingkirkan penyebab gejala lain, seperti kelainan metabolik

atau genetik, yang dianggap perlu berdasarkan pemeriksaan klinis. Studi tersebut

dapat meliputi:2

a. Studi fungsi tiroid - fungsi tiroid abnormal mungkin berhubungan dengan

kelainan pada otot atau refleks tendon dalam atau gangguan gerak.

b. Kadar laktat dan piruvat - Kelainan dapat menunjukkan kelainan metabolisme

energi (yaitu, cytopathy mitokondria).

c. Kadar Amonia - Peningkatan kadar amonia dapat menunjukkan disfungsi hati

atau cacat siklus urea.

25

Page 29: Aditya Stephana M. - Cerebral Palsy

d. Asam Organik dan amino - serum asam amino kuantitatif dan kuantitatif urin

nilai asam organik dapat diungkapkan dalam mewarisi gangguan metabolisme.

e. Analisis kromosom - analisis kromosom, termasuk analisis kariotip dan

pengujian DNA spesifik dapat diindikasikan untuk menyingkirkan sindrom

genetik, jika fitur dismorfik atau kelainan berbagai sistem organ yang hadir.

f. Protein serebrospinal - kadar dapat membantu dalam menentukan asfiksia pada

periode neonatal. Tingkat protein dapat meningkat, demikian juga rasio laktat

ke piruvat.

Pencitraan Studi Kranial

Penelitian neuroimaging dapat membantu untuk mengevaluasi kerusakan otak

dan untuk mengidentifikasi orang yang berisiko untuk cerebral palsy. Data untuk

mendukung diagnosis definitif cerebral palsy masih kurang.2

Ultrasonografi kranial dilakukan pada periode neonatal dini dapat membantu

pada bayi secara medis stabil sampai mereka mampu mentolerir transportasi untuk

neuroimaging yang lebih rinci. Ultrasonografi dapat menggambarkan jelas kelainan

struktural dan menunjukkan bukti perdarahan atau cedera hipoksia-iskemik. Sebagai

contoh, ultrasonografi kranial neonatal memberikan informasi tentang sistem

ventrikel, ganglia basal, dan corpus callosum, serta informasi diagnostik pada

perdarahan intraventricular dan hipoksia-iskemik cedera pada materi putih

periventricular. Leukomalacia periventricular awalnya muncul sebagai daerah

echodense yang mengkonversi ke area echolucent ketika pasien adalah sekitar usia 2

minggu. Leukomalacia periventricular sangat terkait dengan cerebral palsy.2

26

Page 30: Aditya Stephana M. - Cerebral Palsy

Pada bayi, computed tomography (CT) scanning otak membantu untuk

mengidentifikasi cacat bawaan, perdarahan intrakranial, dan leukomalacia

periventricular lebih jelas daripada USG.2

Magnetic Resonance Imaging (MRI) otak adalah yang paling berguna setelah 2-

3 minggu kehidupan dan adalah studi neuroimaging diagnostik pilihan untuk anak-

anak yang lebih tua, karena modalitas ini mendefinisikan struktur kortikal dan white

matter dan kelainan lebih jelas daripada metode lainnya. MRI juga memungkinkan

untuk penentuan mielinasi yang tepat untuk usia tertentu. Pada anak dengan kaki

yang spastik dan memburuknya fungsi usus dan kandung kemih, sebuah MRI tulang

belakang dapat membantu mengidentifikasi kerusakan tulang belakang.2

Meskipun peran yang tepat untuk MRI dalam diagnosis dan pemeriksaan anak-

anak dengan cerebral palsy atau kelumpuhan otak diduga belum sepenuhnya

dijelaskan, literatur menunjukkan bahwa MRI harus dipertimbangkan dalam semua

kasus, dalam sebuah penelitian, 89% anak dengan cerebral palsy ditemukan memiliki

MRI abnormal. Selain itu, MRI mungkin memiliki peran dalam memprediksi hasil

perkembangan saraf pada bayi prematur. Ultrasonografi, CT scan, dan MRI kepala

dapat membantu untuk mendiagnosis dan pemantauan temuan hidrosefalus.13,14

Pasien yang hadir secara klinis dengan cerebral palsy mungkin memiliki hasil

yang normal dari studi pencitraan otak. Hasil normal dari studi neuroimaging tidak

mengecualikan diagnosis klinis gangguan ini. Namun, dalam kasus ini, etiologi

metabolik dan genetik lain yang mendasari harus dipertimbangkan dan dikeluarkan

sebelum mendiagnosis anak dengan cerebral palsy.2

Electroencephalography

27

Page 31: Aditya Stephana M. - Cerebral Palsy

Electroencephalography (EEG) berguna dalam mengevaluasi cedera parah

hipoksia-iskemik. Studi ini penting dalam diagnosis gangguan kejang; temuan

awalnya menunjukkan penekanan ditandai amplitudo dan perlambatan, diikuti dengan

pola terputus penindasan tegangan, dengan semburan tegangan tinggi gelombang

tajam dan lambat 24-48 jam. Namun, EEG tidak diindikasikan jika kejang tidak

dicurigai bersama dengan cerebral palsy.2

EMG dan Studi konduksi saraf

Elektromiografi (EMG) dan studi konduksi saraf sangat membantu ketika

gangguan otot atau saraf dicurigai (misalnya, neuropati motor atau sensorik herediter

sebagai dasar untuk deformitas kaki equinus dan berjalan jari kaki).2

H. PENATALAKSANAAN CEREBRAL PALSY

Pengelolaan pasien dengan cerebral palsy harus individual berdasarkan

presentasi klinis anak dan memerlukan pendekatan multidisiplin. Rehabilitasi adalah

"intervensi strategi komprehensif yang dirancang untuk memfasilitasi adaptasi dan

partisipasi dalam peningkatan jumlah dan berbagai pengaturan dalam masyarakat dan

budaya”.2

Neurologis dan spesialis rehabilitasi obat (physiatrists) memainkan peran

penting dalam pengelolaan obat antispasticity. Tanggung jawab dokter adalah untuk

mensupervisi dan mengelola komplikasi medis yang telah dikaitkan dengan cerebral

palsy.2

Penderita CP memerlukan tatalaksana terpadu/multi disipliner mengingat

masalah yang dihadapi sangat kompleks, yaitu:15

28

Page 32: Aditya Stephana M. - Cerebral Palsy

a. Gangguan motorik

b. Retardasi mental

c. Kejang

d. Gangguan pendengaran

e. Gangguan rasa raba

f. Gangguan bahasa dan bicara

g. Makan/gizi

h. Gangguan mengontrol miksi (ngompol)

i. Gangguan konsentrasi

j. Gangguan emosi

k. Gangguan belajar

Tim diagnostik dan penatalaksanaan CP ini meliputi:15

1. Tim Inti :

a. Neuropediatri

b. Dokter Gigi

c. Psikolog

d. Perawat

e. Fisioterapi (terapi kerja, terapi bicara)

f. Pekerja Sosial (pengunjung rumah)

2. Tim Konsultasi :

a. Tim Tumbuh Kembang Anak dan Remaja

b. Dokter Bedah (Ortopedi)

c. Dokter Mata

29

Page 33: Aditya Stephana M. - Cerebral Palsy

d. Dokter THT

e. Psikiater Anak

f. Guru SLB (cacat tubuh, tunanetra, tunarungu)

Penatalaksanaan CP meliputi:15

A. Medikamentosa, untuk mengatasi spastisitas :

1. Benzodiazepin :

• Usia < 6 bulan tidak direkomendasi

• Usia > 6 bulan: 0,12-0,8 mg/KgBB/hari PO dibagi 6-8 jam (tidak lebih

10 mg/dosis)

2. Baclofen (Lioresal) : 3 x 10 mg PO (dapat dinaikkan sampai 40-80 mg/hari)

3. Dantrolene (Dantrium): dimulai dari 25 mg/hari, dapat dinaikkan sampai

40 mg/hari

4. Haloperidol : 0,03 mg/KgBB/hari PO dosis tunggal (untuk mengurangi

gerakan involusi)

5. Botox :

Usia < 12 tahun belum direkomendasikan

Usia > 12 tahun : 1,25-2,5 ml (0,05-0,1 ml tiap 3-4 bulan)

Apabila belum berhasil dosis berikutnya dinaikkan 2x/tidak lebih 25 ml

perkali atau 200 ml perbulan

B. Terapi Perkembangan Fisik (Rehabilitasi Medik)

C. Lain-lain :

1. Pendidikan khusus

2. Penyuluhan psikologis

30

Page 34: Aditya Stephana M. - Cerebral Palsy

3. Rekreasi

Manajemen Gerakan Abnormal

Ini menargetkan obat kelenturan, distonia, mioklonus, chorea, dan athetosis.

Sebagai contoh, baclofen (analog gamma-aminobutyric acid (GABA)), diberikan baik

secara oral atau intrathecal, sering digunakan untuk mengobati spastisitas pada pasien

ini.2

Botulinum toksin dengan atau tanpa casting

Botulinum toksin (botox) tipe A dapat mengurangi kekejangan selama 3-6

bulan dan harus dipertimbangkan untuk anak-anak dengan cerebral palsy dengan

kelenturan pada ekstremitas bawah (gastrocnemius, khususnya). Terapi ini dapat

memungkinkan untuk meningkatkan rentang gerak, deformitas dikurangi, respon

ditingkatkan untuk terapi okupasi dan fisik, dan keterlambatan dalam kebutuhan

untuk manajemen operasi kelenturan. Casting, dengan atau tanpa toksin botulinum

tipe A, bisa menjadi pilihan tambahan untuk anak-anak dengan cacat equinus,

meskipun bukti itu masih agak bertentangan.2,16,17

Dosis badan yang dibentuk total toksin botulinum dibatasi sampai 12 U/kg,

maksimal 400 U per kunjungan. (Banyak praktek, bagaimanapun, telah aman

menggunakan 20 U/kg, maksimal 600 U). Setiap otot kecil menerima 1-2 U/kg, dan

otot-otot besar, 4-6 U/kg. Interval antara dosis harus minimal 4 bulan untuk

membantu mencegah pembentukan antibodi, yang bisa membuat prosedur botulinum

toksin selanjutnya kurang efektif. Perhatikan bahwa otot-otot besar mungkin tidak

merespon hal ini membatasi dosis, atau cukup sering, pasien perlu beberapa otot

dilakukan pada setiap kunjungan.2

31

Page 35: Aditya Stephana M. - Cerebral Palsy

Fenol intramuskular neurolysis

Secara historis, neurolysis intramuskular fenol telah dianggap pilihan lain

pengobatan. Agen ini dapat digunakan untuk beberapa otot-otot besar atau ketika otot

beberapa diperlakukan, tapi terapi fenol lebih sulit untuk mengelola dari agen lain.

Karena fenol diberikan menggunakan perangsang saraf, pengobatan ini lebih

menyakitkan, dan anestesi sering digunakan ketika terapi ini dilakukan. Selain itu,

fenol bisa, dalam saraf tertentu, menyebabkan dysesthesias sensorik menyenangkan,

oleh karena itu, penggunaannya sering terbatas hanya pada saraf dengan persarafan

motor, seperti muskulokutaneus (untuk mengurangi fleksi lengan) dan obturatorius

(untuk mengurangi adduksi panggul). Pengobatan Fenol ini juga digunakan untuk

titik hamstring blok motor (untuk fleksi lutut).2

Antiparkinson, antikonvulsan, antidopaminergic, dan agen antidepresan

Meskipun obat antiparkinson (misalnya, obat-obatan antikolinergik dan

dopaminergik) dan agen antispasticity (misalnya, baclofen) telah terutama digunakan

dalam pengelolaan distonia, antikonvulsan, obat antidopaminergic, dan antidepresan

juga telah dicoba.2

Antikonvulsan (termasuk benzodiazepin seperti diazepam, asam valproat, dan

barbiturat) telah berguna dalam pengelolaan mioklonus. Chorea dan athetosis

seringkali sulit untuk dikelola, meskipun benzodiazepin, neuroleptik, dan obat

antiparkinson (misalnya levodopa) telah dicoba. Benzodiazepin dan baclofen

biasanya digunakan untuk mengelola kelenturan.2

Bedah saraf dan Bedah ortopedi

32

Page 36: Aditya Stephana M. - Cerebral Palsy

Bagian ini akan membahas secara singkat sebagai berikut penyisipan pompa

baclofen intratekal, rhizotomy selektif dorsal, ganglia basal stereotactic dan intervensi

bedah ortopedi.2

a. Penyisipan pompa baclofen intratekal

Penyisipan intratekal dari pompa baclofen untuk mengobati spastisitas dan /

atau distonia berguna pada pasien dengan kelenturan difus atau distonia; pompa

baclofen yang paling berguna dalam membantu untuk mengurangi kelenturan pada

ekstremitas bawah dan batang, tetapi juga dapat mengurangi kelenturan pada

ekstremitas atas dan meningkatkan bicara. Pompa ditempatkan di dinding perut

anterior dan terhubung ke sebuah kateter dimasukkan ke dalam ruang subarachnoid

yang melapisi konus dari sumsum tulang belakang. Intratekal baclofen dapat

memungkinkan penghambatan presinaptik lebih lokal dari aferen sensorik Ia dan

memiliki efek samping lebih sedikit daripada baclofen oral.2

b. Rhizotomy selektif dorsal

Pengobatan lain bedah saraf adalah bahwa dari rhizotomy punggung selektif,

yang mungkin bermanfaat baik dalam jangka pendek dan jangka lama untuk

mengobati kecepatan tergantung pada kelenturan. Prosedur ini mencakup

Laminektomi dan kemudian ablasi bedah dari 70-90% dari akar saraf dorsal atau

sensorik. Dengan memotong serat sensorik Ia, rhizotomy punggung selektif

mengurangi kelenturan dengan mengurangi aktivasi refleksif motoneuron, yang

diperkirakan sebagai akibat dari kurangnya turun masukan serat.2,18

Operasi ini telah datang yang akan dilakukan lebih jarang sejak munculnya

pompa baclofen. Karena laminectomies, beberapa operasi sebelumnya mengalami

33

Page 37: Aditya Stephana M. - Cerebral Palsy

komplikasi lebih lordosis lumbalis parah beberapa tahun setelah operasi. Kebanyakan

ahli bedah sedang melakukan laminectomies kecil hanya 1-2 tingkat.2

c. Stereotactic basal ganglia

Meskipun data terbatas pada populasi ini, operasi ganglia basal stereotactic

dapat meningkatkan kekakuan, choreoathetosis, dan tremor.2

d. Bedah ortopedi intervensi

Scoliosis dan dislokasi pinggul adalah kondisi yang paling umum yang

membutuhkan pembedahan. Tendon memperpanjang atau transfer dapat mengurangi

ketidakseimbangan otot spastik dan pasukan deformasi, dan osteotomi dapat

menyetel kembali anggota tubuh, termasuk leher femur, tibia, dan calcaneus.2

Penggunaan gabungan perangkat kontinu infus dan analgesik oral telah terbukti

lebih efektif daripada obat oral saja dalam mengurangi intensitas nyeri pada anak

dengan cerebral palsy yang menjalani prosedur ortopedi ekstremitas bawah.2

Konsultasi

Seperti disebutkan sebelumnya, pendekatan tim multidisiplin diperlukan dalam

pengelolaan pasien dengan cerebral palsy. Di antara spesialis yang harus

dikonsultasikan adalah physiatrists; ahli bedah ortopedi, ahli saraf dan ahli bedah

saraf, ahli genetika; pencernaan, ahli gizi, dan tim memberi makan dan menelan;

pulmonologists; tim ketidakmampuan belajar, dan spesialis lain.2

a. Physiatrist. Seorang spesialis rehabilitasi kedokteran (physiatrist) harus

dikonsultasikan untuk evaluasi dan manajemen dari program rehabilitasi.

Spesialis ini dapat membantu dengan banyak aspek perawatan, namun tidak

terbatas pada yang berkaitan dengan manajemen kelenturan, terapi, modalitas,

34

Page 38: Aditya Stephana M. - Cerebral Palsy

bracing, sialorrhea, dan insomnia. Physiatrists juga dapat mengelola toksin

botulinum tipe A intramuskular.

b. Ahli bedah ortopedi. Ahli bedah ortopedi mungkin diperlukan untuk membantu

memperbaiki deformitas struktural dan harus dikonsultasikan untuk

pengelolaan operasi dislokasi pinggul, scoliosis, dan kelenturan (misalnya,

tenotomy, prosedur pemanjangan-tendon). Dokter bedah ortopedi juga dapat

mengelola toksin botulinum tipe A intramuskular.

c. Ahli saraf dan ahli bedah saraf. Seorang ahli syaraf dapat membantu dengan

diagnosis diferensial dan dengan mengesampingkan gangguan neurologis

lainnya. Konsultasi dengan ahli saraf juga dapat membantu dalam pengobatan

pasien dengan kejang. Ahli bedah saraf harus dikonsultasikan untuk

mengidentifikasi dan mengobati hidrosefalus, kelainan tulang belakang atau

kejang. Ahli bedah saraf melakukan prosedur rhizotomy dorsal.

d. Ahli genetika. Seorang spesialis dalam genetika dapat membantu dengan

diagnosis diferensial dan dengan mengesampingkan gangguan lain. Sebagai

contoh, ahli genetika harus dikonsultasikan untuk mengevaluasi sebuah

sindrom genetik yang mendasari, khususnya dalam pengaturan fitur dismorfik,

kelainan organ multiple, atau riwayat keluarga sindrom neurologis yang sama.

e. Ahli Gastroenterologi, ahli gizi, dan tim memberi makan/menelan. Ahli

Gastroenterologi, ahli gizi, dan tim memberi makan dan menelan menyediakan

manajemen kesulitan pemberian pakan dan menelan dan refluks

gastroesophageal dan menilai status gizi. Ahli Gastroenterologi dapat

membantu dengan refluks dan sembelit dan dapat membantu dalam

35

Page 39: Aditya Stephana M. - Cerebral Palsy

mengkoordinasikan pemberian makan untuk mengatur berat badan atau rugi,

jika diperlukan. Sebuah gastric tube atau jejunum tube mungkin juga

diperlukan untuk membantu pemberian gizi.

f. Konsultasi gizi periodik adalah penting untuk memastikan bahwa anak tidak

menderita dari kegagalan pertumbuhan atau kekurangan gizi.

g. Pulmonologist. Pulmonologis harus dikonsultasikan untuk pengelolaan

penyakit paru kronis akibat displasia bronkopulmonalis dan aspirasi sering atau

berulang.

h. Tim Ketidakmampuan Belajar. Sebuah tim multidisiplin yang mengkhususkan

diri dalam anak berkebutuhan khusus belajar harus dikonsultasikan untuk

mengidentifikasi ketidakmampuan belajar spesifik, monitor perkembangan

kognitif, dan jasa pemandu melalui intervensi dini dan sekolah. Anak harus

dievaluasi oleh pusat peningkatan komunikasi untuk memandu terapi bicara,

bahasa dan penggunaan perangkat komunikatif.

i. Spesialis Lain. Konsultasi dengan dokter mata dapat diindikasikan untuk tindak

lanjut dari setiap pasien mengalami defisit visual, dan dokter THT dapat

membantu untuk menskrining defisit pendengaran. Selain itu, kunjungan ke

dokter gigi yang teratur sangat penting. Endocrinologist kadang-kadang

diperlukan untuk pubertas prekoks atau pengobatan osteoporosis.

j. Pemantauan Jangka Panjang. Klinik multidisiplin cerebral palsy dapat

memungkinkan untuk tindak lanjut yang sering, komprehensif dari anak-anak

dengan gangguan ini sekaligus mengurangi kebutuhan untuk perjalanan pasien.

36

Page 40: Aditya Stephana M. - Cerebral Palsy

Tindak lanjut neurologis yang dekat diperlukan untuk pasien dengan cerebral

palsy.

I. KOMPLIKASI CEREBRAL PALSY

Komplikasi cerebral palsy dapat mempengaruhi beberapa sistem. Misalnya,

komplikasi kulit meliputi ulkus dekubitus dan luka; komplikasi ortopedi mungkin

termasuk kontraktur, dislokasi pinggul, dan/atau scoliosis.2

Mempertahankan berat badan mendekati berat badan ide penting bagi pasien

berkursi roda atau mereka yang memiliki disfungsi berjalan. Konsultasi gizi harus

dilakukan sejak dini dan secara berkala untuk memastikan pertumbuhan yang tepat.

Orang tua dan para profesional medis harus tetap mengatasi kesulitan gizi potensial

pada anak dengan cerebral palsy. Pasien-pasien ini sangat berisiko terkena

osteoporosis karena bantalan berat menurun, sehingga berikut asupan kalsium mereka

adalah penting.2,19

Komplikasi gastrointestinal dan gizi meliputi:

• Gagal tumbuh karena kesulitan makan dan menelan sekunder untuk kontrol

oromotor yang buruk; pasien mungkin memerlukan tabung gastrostomy (G-

tabung) atau tabung jejunostomy (J-tabung) untuk menambah gizi.

• Obesitas, gagal lebih jarang daripada untuk berkembang

• Gastroesophageal reflux dan terkait pneumonia aspirasi

• Sembelit

• Gigi karies. Masalah gigi juga termasuk disgenesis enamel, maloklusi, dan

hiperplasia gingiva. Maloklusi dua kali lebih umum seperti dalam populasi normal.

37

Page 41: Aditya Stephana M. - Cerebral Palsy

Insiden peningkatan masalah gigi sering sekunder untuk penggunaan obat,

khususnya obat diberikan pada bayi prematur dan agen antiepilepsi.

Komplikasi pernapasan meliputi:

• Meningkatnya risiko pneumonia aspirasi karena disfungsi oromotor

• Penyakit paru kronis/displasia bronkopulmonalis

• Bronchiolitis/asma

• Komplikasi neurologis meliputi:

• Epilepsi.

• Gangguan pendengaran (terutama pada pasien yang mengalami ensefalopati

bilirubin akut [kernikterus], juga terlihat pada pasien yang lahir prematur atau

yang terkena obat ototoxic)

• Penglihatan

• Kelainan medan penglihatan karena cedera kortikal

• Strabismus

Epilepsi terjadi pada 15-60% anak dengan cerebral palsy dan lebih sering

terjadi pada pasien dengan quadriplegia spastik atau retardasi mental. Bila

dibandingkan dengan kontrol, anak dengan cerebral palsy memiliki insiden yang

lebih tinggi dengan onset epilepsi dalam tahun pertama kehidupan dan lebih mungkin

untuk memiliki riwayat kejang neonatal, status epileptikus, polytherapy, dan

pengobatan dengan lini kedua antikonvulsan. Faktor yang terkait dengan masa bebas

kejang minimal 1 tahun termasuk kecerdasan normal, jenis kejang tunggal,

monoterapi, dan kejang diplegia. Ketajaman visual berkurang pada bayi prematur

38

Page 42: Aditya Stephana M. - Cerebral Palsy

karena retinopati prematuritas dengan hypervascularization dan mungkin ablasi

retina.2

Komplikasi kognitif/psikologis/perilaku meliputi berikut ini:2

• Keterbelakangan mental (30-50%), paling sering dikaitkan dengan quadriplegia

kejang

• Defisit perhatian/gangguan hiperaktivitas

• Disabilitas belajar

• Dampak pada kinerja akademik dan harga diri

• Peningkatan prevalensi depresi

• kesulitan integrasi sensorik

• Peningkatan prevalensi gangguan perkembangan progresif atau autisme yang

berhubungan dengan diagnosis bersamaan cerebral palsy

J. PROGNOSIS CEREBRAL PALSY

Dengan layanan terapi yang tepat, pasien mungkin dapat sepenuhnya berperan

serta secara akademis dan sosial.2

Morbiditas dan mortalitas cerebral palsy berhubungan dengan tingkat

keparahan kondisi ini dan seiring komplikasi medis, seperti kesulitan pernapasan dan

pencernaan. Pada pasien dengan quadriplegia, kemungkinan epilepsi, kelainan

ekstrapiramidal, dan gangguan kognitif parah lebih besar dari pada mereka dengan

diplegia atau hemiplegia.2

Gangguan kognitif terjadi lebih sering pada orang dengan otak daripada

populasi umum. Tingkat keseluruhan keterbelakangan mental pada orang yang

39

Page 43: Aditya Stephana M. - Cerebral Palsy

terkena dampak dianggap 30-50%. Beberapa bentuk ketidakmampuan belajar

(termasuk keterbelakangan mental) telah diperkirakan terjadi pada mungkin 75%

pasien. Namun, standar pengujian kognitif terutama mengevaluasi kemampuan verbal

dan dapat mengakibatkan meremehkan kemampuan kognitif pada beberapa individu.2

Dalam beberapa penelitian, 25% pasien dengan cerebral palsy tidak dapat

berjalan. Namun, banyak pasien dengan gangguan ini (terutama mereka yang diplegia

spastik dan jenis hemiplegia spastik) dapat mandiri atau dengan peralatan bantu.

Dengan demikian, sekitar 25% anak dengan cerebral palsy memiliki keterlibatan

ringan dengan keterbatasan fungsional minimal atau tidak ada dalam berjalan,

perawatan diri, dan kegiatan lainnya. Sekitar setengah yang cukup terganggu sampai-

sampai kemerdekaan penuh tidak mungkin tetapi fungsi memuaskan. Hanya 25%

begitu sangat cacat bahwa mereka memerlukan perawatan yang luas dan tak bisa

berjalan.2

Pada pasien dengan quadriplegia spastik, prognosis yang kurang

menguntungkan berkorelasi dengan penundaan lagi dalam penyelesaian nada

ekstensor. Kadang-kadang, hipertonisitas dan kelenturan dapat memperbaiki atau

menyelesaikan dari waktu ke waktu pada pasien dengan cerebral palsy. Kelenturan

pada pasien dengan quadriplegia spastik dapat lebih tahan bahkan dengan layanan

dan ortopedi dan intervensi rehabilitatif.2

Pasien dengan bentuk parah cerebral palsy dapat memiliki jangka hidup yang

berkurang secara signifikan, meskipun hal ini terus membaik dengan meningkatnya

pelayanan kesehatan dan tabung gastrostomy. Pasien dengan bentuk ringan dari

40

Page 44: Aditya Stephana M. - Cerebral Palsy

gangguan ini memiliki harapan hidup dekat dengan masyarakat umum, meskipun

masih agak berkurang.20,21

K. EDUKASI PASIEN DAN KELUARGA CEREBRAL PALSY

Pasien dengan cerebral palsy dan pengasuh mereka harus menyadari bahwa

disfungsi oromotor mungkin memerlukan keterbatasan dalam tekstur makanan dan

cairan, makan hanya dengan gastrostomy atau tabung jejunostomy, makanan

tambahan melalui gastrostomy atau tabung jejunostomy untuk menambah asupan

energi, dan tindakan pencegahan aspirasi.

Selain itu, terapi fisik secara teratur dan terapi okupasi sangat penting dalam

individu. Tujuannya harus untuk memaksimalkan penggunaan fungsional anggota

badan dan ambulasi dan untuk mengurangi resiko kontraktur.

Kemajuan dalam neurologi neonatal

Kemajuan dalam neurologi neonatal terus fokus pada faktor-faktor yang

berpotensi dimodifikasi selama periode neonatal yang berkontribusi terhadap

pengembangan cerebral palsy. Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa penelitian

telah menunjukkan bahwa magnesium sulfat antenatal diberikan kepada ibu yang

berisiko kelahiran prematur terkait dengan penurunan yang signifikan dalam risiko

cerebral palsy. Banyak penelitian lain fokus pada peran asam amino dan peran

mereka dalam cedera neurologis. Harapannya adalah bahwa lebih dapat dilakukan

dalam periode neonatal untuk mencegah defisit neurologis permanen yang

mengakibatkan cerebral palsy.2,22

41

Page 45: Aditya Stephana M. - Cerebral Palsy

Singkatnya, tidak ada aturan set ada ke mana atau ketika cedera otak dapat

terjadi, dan cedera dapat terjadi pada lebih dari satu tahap perkembangan otak janin.

Selain itu, penyebabnya banyak dan berpotensi multifaktorial, termasuk insufisiensi

vaskular, infeksi, faktor ibu, atau kelainan genetik yang mendasari. Terlepas dari

etiologi, bagaimanapun, anomali otak yang mendasari dalam cerebral palsy adalah

statis, meskipun penurunan motor dan konsekuensi fungsional dapat bervariasi dari

waktu ke waktu. Menurut definisi, kasus berhubungan dengan gangguan yang

mendasari yang bersifat progresif atau degeneratif dikecualikan ketika mendiagnosis

cerebral palsy.2

42

Page 46: Aditya Stephana M. - Cerebral Palsy

BAB III

PENUTUP

Dari tinjauan pustaka di atas, didapatkan beberapa simpulan yaitu:

1. Cerebral palsy adalah sekelompok gangguan perkembangan gerakan dan postur

yang menyebabkan keterbatasan aktivitas yang terjadi nonprogresif, yang terjadi

pada perkembangan otak janin atau bayi. Gangguan Motor cerebral palsy sering

disertai dengan gangguan sensasi, komunikasi kognisi, persepsi, dan/atau

perilaku dan/atau gangguan kejang.

2. Cerebral palsy diklasifikasikan menurut tonus otot saat istirahat dan apa anggota

tubuh yang terlibat (disebut dominasi topografi).

3. Cerebral palsy dapat terjadi akibat kelainan struktural yang mendasari otak; pada

awal kehamilan, cedera perinatal, atau setelah melahirkan karena insufisiensi

vaskuler, toxin atau infeksi, atau risiko prematuritas.

4. Riwayat prenatal, perinatal, post natal dan perkembangan bayi berpengaruh

terhadap terjadinya cerebral palsy. Indikator pemeriksaan fisik meliputi

kontraktur sendi sampai otot yang spastik, tonus yang hipotonik sampai spastik,

hambatan pertumbuhan, dan reflex primitif yang menetap.

5. Diagnosis cerebral palsy umumnya dibuat berdasarkan gambaran klinis.

Pemeriksaan penunjang dapat membantu menyingkirkan diagnosa banding.

6. Pengelolaan pasien dengan cerebral palsy harus individual berdasarkan

presentasi klinis anak dan memerlukan pendekatan multidisiplin. Dengan layanan

43

Page 47: Aditya Stephana M. - Cerebral Palsy

terapi yang tepat, pasien mungkin dapat sepenuhnya berperan serta secara

akademis dan sosial.

7. Prognosis cerebral palsy tergantung pada tipe cerebral palsy tersebut.

44

Page 48: Aditya Stephana M. - Cerebral Palsy

DAFTAR PUSTAKA

1. Johnston MV. Encephalopaties: Cerebral Palsy dalam Kliegman: Nelson Textbook of Pediatrics, 18th ed. eBook Nelson Textbook of Pediatrics, 2007.

2. Abdel-Hamid HZ, Kao A, Zeldin AS, et al. Cerebral Palsy. diakses dari http://emedicine.medscape.com pada tanggal 19 Februari 2012

3. Saharso D. Cerebral Palsy Diagnosis dan Tatalaksana dalam Naskah Lengkap Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak XXXVI Kapita Selekta Ilmu Kesehatan Anak VI. Surabaya: RS DR. Soetomo, 2006

4. Adnyana IMO. Cerebral Palsy Ditinjau dari Aspek Neurologi. Cermin Dunia Kedokteran 1995, No.104; 37-40

5. Bax M, Goldstein M, Rosenbaum P, Leviton A, Paneth N, Dan B, et al. Proposed definition and classification of cerebral palsy, April 2005. Dev Med Child Neurol. Aug 2005;47(8):571-6.

6. Ancel PY, Livinec F, Larroque B, Marret S, Arnaud C, Pierrat V, et al. Cerebral palsy among very preterm children in relation to gestational age and neonatal ultrasound abnormalities: the EPIPAGE cohort study.Pediatrics. Mar 2006;117(3):828-35.

7. Lie KK, Grøholt EK, Eskild A. Association of cerebral palsy with Apgar score in low and normal birthweight infants: population based cohort study. BMJ. Oct 6 2010;341:c4990. 

8. Vincer MJ, Allen AC, Joseph KS, Stinson DA, Scott H, Wood E. Increasing prevalence of cerebral palsy among very preterm infants: a population-based study. Pediatrics. Dec 2006;118(6):e1621-6. [Medline].

9. Ozturk A, Demirci F, Yildiz S, et al. Antenatal and delivery risk factors and prevalence of cerebral palsy in Duzce (Turkey). Brain & Development 2007;29; 39–42

10. O'shea TM, Klinepeter KL, Dillard RG. Prenatal Events and the Risk of Cerebral Palsy in Very Low Birth Weight Infants. American Journal of Epidemiology 1998;147;362-369

11. Moster D, Wilcox AJ, Vollset SE, Markestad T, Lie RT. Cerebral palsy among term and postterm births.JAMA. Sep 1 2010;304(9):976-82.

45

Page 49: Aditya Stephana M. - Cerebral Palsy

12. Hankins GDV, Speer M. Defining the Pathogenesis and Pathophysiology of Neonatal Encephalopathy and Cerebral Palsy. OBSTETRICS & GYNECOLOGY 2003;102;628-636

13. Bax M, Tydeman C, Flodmark O. Clinical and MRI correlates of cerebral palsy: the European Cerebral Palsy Study. JAMA. Oct 4 2006;296(13):1602-8.

14. Woodward LJ, Anderson PJ, Austin NC, Howard K, Inder TE. Neonatal MRI to predict neurodevelopmental outcomes in preterm infants. N Engl J Med. Aug 17 2006;355(7):685-94.

15. Saharso D. Palsi Serebral dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi Divisi Neuropediatri Bag./SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo Surabaya. Surabaya: FK UNAIR?RS DR. Soetomo, 2006.

16. Simpson DM, Gracies JM, Graham HK, Miyasaki JM, Naumann M, Russman B, et al. Assessment: Botulinum neurotoxin for the treatment of spasticity (an evidence-based review): report of the Therapeutics and Technology Assessment Subcommittee of the American Academy of Neurology. Neurology. May 6 2008;70(19):1691-8. [Medline].

17. Scholtes VA, Dallmeijer AJ, Knol DL, Speth LA, Maathuis CG, Jongerius PH, et al. The combined effect of lower-limb multilevel botulinum toxin type a and comprehensive rehabilitation on mobility in children with cerebral palsy: a randomized clinical trial. Arch Phys Med Rehabil. Dec 2006;87(12):1551-8. [Medline].

18. Nordmark E, Josenby AL, Lagergren J, Andersson G, Strömblad LG, Westbom L. Long-term outcomes five years after selective dorsal rhizotomy. BMC Pediatr. Dec 14 2008;8:54.

19. Mattern-Baxter K. Effects of partial body weight supported treadmill training on children with cerebral palsy.Pediatr Phys Ther. Spring 2009;21(1):12-22.

20. Hemming K, Hutton JL, Colver A, Platt MJ. Regional variation in survival of people with cerebral palsy in the United Kingdom. Pediatrics. Dec 2005;116(6):1383-90.

21. Hutton JL, Pharoah PO. Life expectancy in severe cerebral palsy. Arch Dis Child. Mar 2006;91(3):254-8.

46

Page 50: Aditya Stephana M. - Cerebral Palsy

22. Rouse DJ, Hirtz DG, Thom E, Varner MW, Spong CY, Mercer BM, et al. A randomized, controlled trial of magnesium sulfate for the prevention of cerebral palsy. N Engl J Med. Aug 28 2008;359(9):895-905.

47