adisti syafira

43
Laporan Kasus Fraktur Os Radius 1/3 Tengah Transverse Displaced dan Fraktur Os Ulna 1/3 Tengah Oblique Displaced Oleh : Adisti Syafira, S.Ked 04124705095 1

description

b

Transcript of adisti syafira

Page 1: adisti syafira

Laporan Kasus

Fraktur Os Radius 1/3 Tengah Transverse

Displaced dan Fraktur Os Ulna 1/3 Tengah

Oblique Displaced

Oleh :

Adisti Syafira, S.Ked

04124705095

BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2014

1

Page 2: adisti syafira

2

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus dengan Judul :

Fraktur Os Radius 1/3 Tengah Transverse Displaced dan

Fraktur Os Ulna 1/3 Tengah Oblique Displaced

Disusun Oleh :

Adisti Syafira, S.Ked

04124705095

Telah diterima sebagai salah satu tugas dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior

di Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya RSUP Dr.

Mohammad Hoesin Palembang.

Palembang, Oktober 2014

DR. dr. Nur Rachmat Lubis, SpOT

Page 3: adisti syafira

3

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT Tuhan pencipta alam semesta, atas rahmat

dan karunia-Nya laporan kasus yang berjudul “Fraktur Os Radius 1/3 Tengah

Transverse Displaced dan Fraktur Os Ulna 1/3 Tengah Oblique Displaced” ini

dapat diselesaikan pada waktunya. Laporan kasus ini ditujukan sebagai salah satu

syarat menyelesaikan ujian kepaniteraan klinik senior di Departemen Ilmu Bedah

Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada DR. dr. Nur Rachmat

Lubis, SpOT selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan

motivasi yang membawa banyak perubahan pada pola pikir penulis sehingga

menjadi lebih baik.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan kasus ini masih

banyak kekurangan dan kekeliruan. Untuk itu saran dan kritik yang membangun

sangat penulis harapkan untuk penulisan yang lebih baik di masa yang akan

datang. Mudah-mudahan laporan kasus ini dapat memberi manfaat dan pelajaran

bagi kita semua.

Palembang, Oktober 2014

Penulis

Page 4: adisti syafira

4

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................... ii

KATA PENGANTAR........................................................................................................iii

DAFTAR ISI ......................................................................................................................iv

BAB I. PENDAHULUAN...................................................................................................1

BAB II. LAPORAN KASUS…………………………………………………............2

BAB III. TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................7

2.1. FRAKTUR..............................................................................................................7

2.2. FRAKTUR PADA ANAK...................................................................................19

2.3. FRAKTUR DIAFISIS RADIUS DAN ULNA PADA ANAK............................20

BAB IV. ANALISIS KASUS.....................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................25

Page 5: adisti syafira

5

BAB I

PENDAHULUAN

Saat ini penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak

dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah

menetapkan tahun 2000-2010 menjadi dekade tulang dan persendian. Masalah

pada tulang yang mengakibatkan keparahan disabilitas adalah fraktur. Patah

tulang atau fraktur didefinisikan sebagai hilangnya atau adanya gangguan

integritas dari tulang, termasuk cedera pada sumsum tulang, periosteum, dan

jaringan yang ada disekitarnya. (Corso et al, 2006).

Di Amerika Serikat, 5,6 juta kejadian patah tulang terjadi setiap tahunnya

dan merupakan 2% dari kejadian trauma. (Canale, 2003) Patah tulang ekstrimitas

yang terisolasi menyebabkan angka morbiditas yang tinggi seperti penderitaan

fisik, kehilangan waktu produktif dan tekanan mental.

Patah tulang ekstrimitas dengan energi tinggi juga menyebabkan angka

mortalitas tinggi apabila terjadi multi trauma dan pendarahan hebat. Kematian

paling sering terjadi pada 1-4 jam pertama setelah trauma apabila tidak tertangani

dengan baik. Melihat permasalahan tingginya angka kejadian trauma dan patah

tulang dan buruknya komplikasi yang akan dialami oleh pasien apabila kejadian

ini tidak ditangani dengan baik, diperlukan pemahaman mengenai penyakit ini

agar dapat memberikan penanganan yang lebih komprehensif.

Page 6: adisti syafira

6

BAB II

LAPORAN KASUS

1.1 Identifikasi Pasien

Nama : M. Nizar Irfandi

Umur : 13 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Jl. KHA Azhari Lr. Pekanpuran No. 1284A,

Kecamatan Seberang Ulu I, Palembang

Kebangsaan : WNI

MRS : 14 September 2014

No. Registrasi/RM : RI 14024775 / 845262

1.2 Anamnesis

Autoanamnesis dengan penderita pada 16 September 2014

Keluhan utama : sulit menggerakkan lengan kiri

Keluhan tambahan : nyeri pada lengan kiri

1.2.1 Riwayat Penyakit Sekarang

± 4 jam SMRS, penderita terjatuh pada saat berlatih bela diri

dengan lengan kiri sebagai tumpuan, kemudian tubuh penderita tertimpa

temannya. Setelah kejadian penderita dalam keadaan sadar. Penderita

mengeluh lengan kirinya sulit digerakkan dan terasa nyeri. Hilang rasa pada

lengan kiri (-), luka pada lengan kiri (-). Penderita lalu berobat ke RSMH.

1.2.2 Riwayat Penyakit Dahulu

Tidak ada

Page 7: adisti syafira

7

1.2.3 Riwayat Penyakit Dalam Keluarga

Keluhan serupa yang dialami oleh keluarga disangkal.

1.3. Pemeriksaan Fisik

Tanggal pemeriksaan: 16 September 2014

Keadaan Umum

Kesadaran : Kompos mentis

Tekanan Darah : 110/80 mmHg

Nadi : 88 x/menit, reguler, isi dan tegangan, cukup

Pernapasan : 20 x/menit

Suhu : 36,6°c

Berat Badan : 56 kg

Tinggi Badan : 162 cm

Status gizi : 21,33 (normal)

Keadaan Spesifik

Kepala :

- Mata

Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+)

- Hidung

Sekret (-), deviasi septum (-)

- Mulut

Sianosis (-), cheilitis (-), stomatitis (-), tonsil T1-T1, faring

hiperemis (-)

Leher : JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-)

Thoraks

- Cor

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : ictus cordis tidak teraba

Perkusi : Batas atas ICS II LMC sinistra

Batas bawah ICS IV LMC sinistra

Page 8: adisti syafira

8

Batas kanan ICS IV linea parasternalis sinistra

Batas kiri ICS IV LMC sinistra

Auskultasi : HR = 88 x/m, BJ I-II normal, murmur (-), gallop(-)

- Pulmo

Inspeksi : statis dan dinamis simetris

Palpasi : stem fremitus kanan = kiri

Perkusi : sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : vesikuler (+), ronkhi (-), wheezing (-)

Abdomen

Inspeksi : datar

Palpasi : lemas, nyeri tekan (-), hepar/lien tak teraba

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) normal

Ekstremitas : lihat status lokalis

Status Lokalis

Regio antebrachii sinistra, didapatkan:

Look

Terdapat deformitas dengan penonjolan pada 1/3 tengah sebelah

lateral, hematom (-), luka terbuka (-), ekskoriasi (-).

Feel

Suhu sama dengan sekitar, tidak teraba massa, nyeri tekan (+), NVD

baik, fungsi sensorik baik, krepitasi (+).

Movement

ROM aktif dan pasif terbatas pada elbow joint dan wrist joint

1.4 Pemeriksaan Penunjang

Page 9: adisti syafira

9

1. Pemeriksaan laboratorium (17 September 2014)

Jenis Pemeriksaan HasilHemoglobin 13,8 g/dlLeukosit 5.130/mm3

Hematokrit 41%Trombosit 316x103/µlNatrium 143 mEq/LKalium 4,2 mEq/L

Kesan : hasil pemeriksaan laboratorim dalam batas normal

2. Pemeriksaan Rontgen (14 September 2014)

Kesan :

- Tampak fraktur os radius 1/3 tengah transverse displaced

- Tampak fraktur os ulna 1/3 tengah oblique displaced

1.5 Diagnosis Kerja

Fraktur os radius 1/3 tengah transverse displaced dan fraktur os ulna 1/3

tengah oblique displaced.

1.6 Penatalaksanaan

Page 10: adisti syafira

10

- Tatalaksana awal

Edukasi

IVFD RL gtt xx/m

Ketorolac 3x30 mg i.v

- Tatalaksana khusus

Terapi konservatif : Immobilisasi fraktur dengan spalk

Terapi definitif : tindakan operatif dengan ORIF

1.7 Prognosis

Quo ad vitam : bonam

Quo ad functionam : bonam

Follow Up

17 September 2014 18 September 2014

S (-) S (-)

O KU : tampak sakit sedang O KU : tampak sakit sedang

Sens : compos mentis Sens : compos mentis

TD : 110/80 mmHg TD : 100/70 mmHg

Nadi : 84x/m Nadi : 76x/m

RR : 18 x/m RR : 20 x/m

Suhu : 36,5oC Suhu : 36,7oC

19 September 2014 (H+1 post op) 20 September 2014 (H+2 post op)

S Nyeri post op (VAS =2) S Nyeri post op (-)

O KU : tampak sakit sedang O KU : tampak sakit sedang

Sens : compos mentis Sens : compos mentis

TD : 110/80 mmHg TD : 120/70 mmHg

Nadi : 86x/m Nadi : 78x/m

RR : 18 x/m RR : 22 x/m

Suhu : 36,5oC Suhu : 36,6oC

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Page 11: adisti syafira

11

2.1 Fraktur

2.1.1 Definisi

Patah tulang atau fraktur didefinisikan sebagai hilangnya atau adanya

gangguan integritas dari tulang, termasuk cedera pada sumsum tulang,

periosteum, dan jaringan yang ada disekitarnya. (Corso et al, 2006).

2.1.2 Proses terjadinya fraktur

Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan

terutama tekanan membengkok, memutar dan tarikan. Tekanan pada tulang

dapat berupa: (Rasjad, 2009)

Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik

Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal

Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur

impaksi, dislokasi atau fraktur dislokasi

Kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur komunitif atau

memecah misalnya pada badan vertebrae, talus atau fraktur buckle

pada anak-anak

Trauma langsung disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu

akan menyebabkan fraktur obliq atau fraktur Z

Fraktur oleh karena remuk

Trauma karena tarikan pada ligamen atau tendo akan menarik sebagian

tulang

Fraktur dapat disebabkan trauma langsung dan tak langsung. Trauma

langsung berarti benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat

itu, fraktur yang terjadi bersifat komunitif dan jaringan lunak ikut

mengalami kerusakan. Trauma tidak langsung bila titik tumpu benturan

dengan terjadinya fraktur berjauhan, pada keadaan ini biasanya jaringan

lunak tetap utuh.

2.1.3 Klasifikasi

Page 12: adisti syafira

12

Klasifikasi fraktur di bagi menjadi dua dinilai dari ada tidaknya hubungan

antara patahan tulang dengan dunia luar:

1. Fraktur tertutup (closed)

Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang

dengan dunia luar, disebut dengan fraktur bersih (karena kulit masih utuh)

tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang

berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:

Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan

lunak sekitarnya.

Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan

jaringan subkutan.

Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak

bagian dalam dan pembengkakan.

Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata

dan ancaman sindroma kompartement.

2. Fraktur terbuka (open/compound fraktur)

Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar

melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within

(dari dalam) atau from without (dari luar). Adapun derajat fraktur terbuka

yaitu: (Camuso dan Colton, 2012)

Grade I : luka biasanya kecil, luka tusuk yang bersih pada tempat

tulang menonjol keluar. Terdapat sedikit kerusakan pada jaringan

lunak, tanpa penghancuran dan fraktur tidak kominutif.

Grade II : luka > 1 cm, tetapi tidak ada penutup kulit. Tidak banyak

terdapat kerusakan jaringan lunak, dan tidak lebih dari kehancuran atau

kominusi fraktur tingkat sedang.

Grade III : terdapat kerusakan yang luas pada kulit, jaringan lunak dan

struktur neurovaskuler, disertai banyak kontaminasi luka.

- III A : tulang yang mengalami fraktur mungkin dapat ditutupi

secara memadai oleh jaringan lunak.

Page 13: adisti syafira

13

- III B : terdapat pelepasan periosteum dan fraktur kominutif yang

berat.

- III C : terdapat cedera arteri yang perlu diperbaiki, tidak peduli

berapa banyak kerusakan jaringan lunak yang lain.

Berdasarkan derajat kerusakan tulang, fraktur dibagi menjadi 2 yaitu:

1. Patah tulang lengkap (Complete fraktur)

Dikatakan lengkap bila patahan tulang terpisah satu dengan yang lainya,

atau garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan

fragmen tulang biasanya berubak tempat.

2. Patah tulang tidak lengkap (Incomplete fraktur)

Bila antara oatahan tulang masih ada hubungan sebagian. Salah satu sisi

patah yang lainya biasanya hanya bengkok yang sering disebut green stick.

Menurut Price dan Wilson (2005) kekuatan dan sudut dari tenaga

fisik,keadaan tulang, dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan

apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap

terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap

tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang.

Bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma ada 5 yaitu:

1. Fraktur Transversal : fraktur yang arahnya malintang pada tulang dan

merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.

2. Fraktur Oblik : fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap

sumbu tulang dan merupakan akibat dari trauma angulasi juga.

3. Fraktur Spiral : fraktur yang arah garis patahnya sepiral yang di sebabkan

oleh trauma rotasi.

4. Fraktur Kompresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang

mendorong tulang kea rah permukaan lain.

5. Fraktur Afulsi : fraktur yang di akibatkan karena trauma tarikan atau traksi

otot pada insersinya pada tulang.

Page 14: adisti syafira

14

Jumlah garis patahan ada 3 antara lain:

1. Fraktur Komunitif : fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling

berhubungan.

2. Fraktur Segmental : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

berhubungan.

3. Fraktur Multiple : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada

tulang yang sama.

2.1.3 Diagnosa

1. Anamnesis

Untuk mendiagnosis fraktur, pertama tama dapat dilakukan anamnesis.

Biasanya penderita dating dengan ketidakmampuan untuk menggunakan

anggota gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena fraktur

tidak selamanya trjadi di daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi pada

daerah lain. Trauma dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas, jatuh dari

ketinggian atau jatuh di kamar mandi pada orang tua, penganiayaan,

tertimpa benda berat, kecelakaan pada pekerja oleh karena mesin atau

karena trauma olahraga. Penderita biasanya dating karena adanya nyeri,

pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak, deformitas, kelainan gerak,

krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain. (Rasjad, 2009)

2. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya: (Rasjad, 2009)

- Syok, anemia atau perdarahan

- Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang

belakang atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen

Page 15: adisti syafira

15

- Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis

3. Pemeriksaan Lokal

Selain anamnesis, pemeriksaan fisik juga tidak kalah pentingnya.

Pemeriksaan fisik yang dibutuhkan dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu look,

feel, move. Yang pertama look atau inspeksi di mana kita memperhatikan

penampakan dari cedera, apakah ada fraktur terbuka (tulang terlihat kontak

dengan udara luar). Apakah terlihat deformitas dari ekstremitas tubuh, hematoma,

pembengkakan dan lain-lain. Hal kedua yang harus diperhatikan adalah feel atau

palpasi. Kita harus mempalpasi seluruh ekstremitis dari proksimal hingga distal

termasuk sendi di proksimal maupun distal dari cedera untuk menilai area rasa

sakit, efusi, maupun krepitasi. Seringkali akan ditemukan cedera lain yang terjadi

bersamaan dengan cedera utama. Poin ketiga yang harus dinilai adalah move.

Penilaian dilakukan untuk mengetahui ROM (Range of Motion). (Buckley et al,

2000) Seringkali pemeriksaan ROM tidak bisa dilakukan karena rasa sakit yang

dirasakan oleh pasien tetapi hal ini harus tetap didokumentasikan. (Patel et al,

2011)

4. Pemeriksaan Radiologis

Foto Polos

Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya

fraktur. Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk

menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur. Untuk

menghindarkan nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka

sebaiknya kita mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk

imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.

Tujuan pemeriksaan radiologis :

- Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi

- Untuk konfirmasi adanya fraktur

- Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen

serta pergerakannya

Page 16: adisti syafira

16

- Untuk menentukan teknik pengobatan

- Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak

- Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-

artikuler

- Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang

- Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru.

Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua:

- Dua posisi proyeksi; dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada

antero-posterior dan lateral

- Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di atas

dan di bawah sendi yang mengalami gerak terutama pada fraktur

epifisis

- Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan fraktur

pada duadaerah tulang. Misalnya pada fraktur kalkaneus atau

femur, maka perlu dilakukan foto pada panggul dan tulang

belakang

- Dua kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya fraktur

tulang skafoid foto pertama biasanya tidak jelas sehingga

biasanya diperlukan foto berikutnya 10-14 hari kemudian.

(Rasjad, 2009)

Pemeriksaan radiologis lain

- Tomografi, misalnya pad fraktur vertebra atau kondilus tibia

- CT-scan

- MRI

- Radioisotop scanning

2.1.4 Tatalaksana

1. Tatalaksana kegawatdaruratan

Tujuan utama dalam penanganan awal fraktur adalah untuk

mempertahankan kehidupan pasien dan yang kedua adalah mempertahankan

baik anatomi maupun fungsi ekstrimitas seperti semula. Adapun beberapa

Page 17: adisti syafira

17

hal yang harus diperhatikan dalam penanganan fraktur yang tepat adalah (1)

survey primer yang meliputi Airway, Breathing, Circulation, (2)

meminimalisir rasa nyeri (3) mencegah cedera iskemia-reperfusi, (4)

menghilangkan dan mencegah sumber- sumber potensial kontaminasi.

Ketika semua hal diatas telah tercapai maka fraktur dapat direduksi dan

reposisi sehingga dapat mengoptimalisasi kondisi tulang untuk proses

persambungan tulang dan meminimilisasi komplikasi lebih lanjut.

- Survey Primer

Setelah pasien sampai di UGD yang pertama kali harus dilakukan

adalah mengamankan dan mengaplikasikan prinsip ABCDE (Airway,

Breathing, Circulation, Disability Limitation, Exposure). (ATLS,

2008)

A : Airway, dengan kontrol servikal. Yang pertama harus dinilai adalah

kelancaran jalan nafas. Ini meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan

nafas oleh adanya benda asing atau fraktus di bagian wajah. Usaha

untuk membebaskan jalan nafas harus memproteksi tulang cervikal,

karena itu teknik Jaw Thrust dapat digunakan. Pasien dengan

gangguan kesadaran atau GCS kurang dari 8 biasanya memerlukan

pemasangan airway definitif. (ATLS, 2008)

B : Breathing. Setelah mengamankan airway maka selanjutnya kita

harus menjamin ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik meliputi

fungsi dari paru-paru yang baik, dinding dada dan diafragma.

Beberapa sumber mengatakan pasien dengan fraktur ektrimitas bawah

yang signifikan sebaiknya diberi high flow oxygen 15 l/m lewat non-

rebreathing mask dengan reservoir bag. (ATLS, 2008)

C : Circulation. Ketika mengevaluasi sirkulasi maka yang harus

diperhatikan di sini adalah volume darah, pendarahan, dan cardiac

output. Pendarahan sering menjadi permasalahan utama pada kasus

patah tulang, terutama patah tulang terbuka. Patah tulang femur dapat

menyebabkan kehilangan darah dalam paha 3-4 unit darah dan

membuat syok kelas III. Menghentikan pendarahan yang terbaik

Page 18: adisti syafira

18

adalah menggunakan penekanan langsung dan meninggikan lokasi

atau ekstrimitas yang mengalami pendarahan di atas level tubuh.

Pemasangan bidai yang baik dapat menurunkan pendarahan secara

nyata dengan mengurangi gerakan dan meningkatkan pengaruh

tamponade otot sekitar patahan. Pada patah tulang terbuka,

penggunaan balut tekan steril umumnya dapat menghentikan

pendarahan. Penggantian cairan yang agresif merupakan hal penting

disamping usaha menghentikan pendarahan. (ATLS, 2008)

D : Disability. menjelang akhir survey primer maka dilakukan evaluasi

singkat terhadap keadaan neurologis. yang dinilai disini adalah tingkat

kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, tanda-tanda lateralisasi dan tingkat

cedera spinal. (ATLS, 2008)

E : Exposure. pasien harus dibuka keseluruhan pakaiannya, seiring

dengan cara menggunting, guna memeriksa dan evaluasi pasien.

setelah pakaian dibuka, penting bahwa pasien diselimuti agar pasien

tidak hipotermia. (ATLS, 2008)

- Imobilisasi Fraktur

Tujuan imobilisasi fraktur adalah meluruskan ekstrimitas yang cedera

dalam posisi seanatomis mungkin dan mencegah gerakan yang

berlebihan pada daerah fraktur. Hal ini akan tercapai dengan

melakukan traksi untuk meluruskan ekstrimitas dan dipertahankan

dengan alat imobilisasi. pemakaian bidai yang benar akan membantu

menghentikan pendarahan, mengurangi nyeri, dan mencegah

kerusakan jaringan lunak lebih lanjut. Imobilisasi harus mencakup

sendi diatas dan di bawah fraktur. (Patel, 2011)

Prinsip Umum Pengobatan Fraktur

Jangan membuat keadaan lebih jelek

Beberapa komplikasi fraktur terjadi akibat trauma yang antara lain

disebabkan karena pengobatan yang diberikan yang disebut sebagai

iatrogenik. Beberapa komplikasi yang bersifat iatrogenic, dapat

dihindarkan apabila kita dapat mencegahnya dengan melakukan

Page 19: adisti syafira

19

tindakan yang memadai seperti mencegah kerusakan jaringan lunak

pada saat transportasi penderita, serta luka terbuka dengan perawatan

yang tepat (Rasjad, 2009)

Pengobatan berdasarkan atas diagnosis dan prognosis yang akurat

Dengan melakukan diagnosis yang tepat pada fraktur, kita dapat

menentukan prognosis trauma yang dialami sehingga dapat dipilih

metode pengobatan yang tepat. Faktor-faktor yang penting dalam

penyembuhan faktur yaitu umur penderita, lokalisasi dan konfigurasi,

pergeseran awal serta vaskularisasi dari fragmen fraktur. Perlu

ditetapkan apakah fraktur ini memerlukan reduksi dan apabila perlu

apakah bersifat tertutup atau terbuka.

Seleksi pengobatan dengan tujuan khusus

- Menghilangkan nyeri

- Memperoleh posisi yang baik dari fragmen

- Mengusahakan terjadinya penyambungan tulang

- Mengembalikan fungsi secara optimal

Mengingat hukum-hukum penyembuhan secara alami

Bersifat realistik dan praktis dalam memilih jenis pengobatan

Seleksi pengobatan sesuai dengan penderita secara individual

Setiap fraktur memerlukan penilaian pengobatan yang sesuai, yaitu

dengan mempertimbangkan faktor umur, jenis fraktur, komplikasi

yang terjadi dan perlu pula dipertimbangkan keadaan social ekonomi

penderita secara individual.

Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan

definitive, prinsip pengobatan ada empat (4R), yaitu: (Rasjad, 2009)

Recognition, diagnosis dan penilaian fraktur

Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur

dengan anamnesis, pemeriksan klinis dan radiologis. Pada awal

pengobatan perlu diperhatikan :

- Lokasi fraktur

- Bentuk fraktur

Page 20: adisti syafira

20

- Menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan

- Komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah

pengobatan

Reduction : reduksi fraktur apabila perlu

Reduksi berarti mengembalikan jaringan atau fragmen ke posisi

semula (reposisi). Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk

mendapatkan posisi yang dapat diterima. Pada fraktur intraartikuler

diperlukan reduksi anatomis dan sedapat mungkin mengembalikan

fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti kekakuan, deformitas,

serta perubahan osteoartritis di kemudian hari. Posisi yang baik adalah

- Alignment yang sempurna

- Aposisi yang sempurna

Retention : tindakan mempertahankan hasil reposisi dengan fiksasi

(imobilisasi fraktur)

Rehabilitation : mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal

mungkin.

Metode-Metode Pengobatan Fraktur Tertutup

Metode pengobatan fraktur pada umumnya dibagi dalam: (Rasjad, 2009)

Konservatif

- Proteksi semata-mata (tanpa reduksi atau imobilisasi)

Proteksi fraktur terutama untuk mencegah trauma lebih lanjut

misalnya degnan cara memberikan sling (mitela) pada anggota

gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawah.

- Imobilisasi dengan bidai eksterna (tanpa reduksi)

Digunakan pada fraktur dengan bidai eksterna hanya

memberikan sedikit imobilisasi, biasanya mempergunakan

plester of Paris (gips) atau dengan bermacam-macam bidai dari

plastic atau metal. Indikasinya digunakan pada fraktur yang perlu

dipertahankan posisinya dalam proses penyembuhan.

Page 21: adisti syafira

21

- Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna,

mempergunakan gips

Reposisi yang dilakukan melawan kekuatan terjadinya fraktur.

Penggunaan gips untuk imobilisasi merupakan alat utama pada

teknik ini.

- Reduksi tertutup dengan traksi berlanjut diikuti dengan

imobilisasi

Reduksi tertutup pada fraktur yang diikuti dengan traksi berlanjut

dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu traksi kulit dan

traksi tulang.

- Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi

Dengan menggunakan alat-alat mekanik seperti bidai Thomas,

bidai Brown Bohler, bidai Thomas dengan Pearson knee flexion

attachment. Tindakan ini mempunyai dua tujuan utama berupa

reduksi yang bertahap dan imobilisasi.

Reduksi tertutup dengan fiksasi eksterna atau fiksasi perkutaneus

dengan K-Wire

Setelah dilakukan reduksi tertutup pada fraktur yang tidak stabil, maka

reduksi dapat dipertahankan dengan memasukkan K-wire perkutaneus.

Teknik ini memerlukan bantuan alat rontgen image intesifier (Garm).

Reduksi terbuka dengan fiksasi interna atau fiksasi eksterna tulang

Operasi harus dilakukan secepatnya. Alat-alat yang dipergunakan

dalam operasi yaitu kawat bedah, kawat kirschner, screw, screw dan

platem pin Kuntscher intrameduler, pin Rush, pin Steinmann, pin

Trephine, plate and screw Smith Peterson, pin plate teleskopik, pin

Jewett, dan protesis.

- Reduksi terbuka dengan fiksasi interna

Indikasi:

o Fraktur intraartikuler misalnya fraktur maleolus, kondilus,

olekranon, patella.

Page 22: adisti syafira

22

o Reduksi tertutup yang mengalami kegagalan misalnya fraktur

radius dan ulna disertai malposisi yang hebat atau fraktur

tidak stabil.

o Terdapat interposisi jaringan diantara kedua fragmen

o Bila diperlukan fiksasi rigid misalnya pada fraktur leher

femur

o Bila terjadi fraktur dislokasi yang tidak dapat direduksi

secara baik dengan reduksi tertutup misalnya fraktur

monteggia dan Bennett

o Fraktur terbuka

o Bila terdapat kontraindikasi imobilisasi eksterna sedangkan

diperlukan mobilisasiyang cepat, misalnya fraktur pada orang

tua.

o Eksisi fragmen kecil, dan lainnya.

o Eksisi fragmen tulang yang kemungkinan mengalami

nekrosis avaskuler misalnya fraktur leher femur pada orang

tua

o Fraktur avulsi misalnya pada kondilus humeri

o Fraktur epifisis tertentu pada grade III dan IV (Salter-Harris)

pada anak-anak

o Fraktur multipel misalnya fraktur pada tungkai atas dan

bawah

o Untuk mempermudah perawatan penderita misalnya fraktur

vertebra tulang belakang yang disertai paraplegia.

- Reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna

Reduksi terbuka dengan alat fiksasi eksterna dengan

mempergunakan kanselosa scres dengan metilmetakrilat (akrilik

gigi) atau fiksasi eksterna dengna jenis-jenis misalnya menurut

AO atau inovasi sendiri dengan mempergunakan screw Schanz.

Indikasi:

Page 23: adisti syafira

23

o Fraktur terbuka grade II dan grade III

o Fraktur terbuka disertai hilangnya jaringan atau tulang yang

hebat

o Fraktur dengan infeksi atau infeksi pseudoartrosis

o Fraktur yang miskin jaringan ikat

o Kadang-kadang pada fraktur tungkai bawah penderita

diabetes mellitus

Eksisi fragmen tulang dan penggantuan dengan protesis

Pada fraktur leher femur dan sendi siku orang tua, biasanya terjadi

nekrosis avaskuler dari fragmen atau nonunion, oleh karena itu

dilakukan pemasangan protesis, yaitu alat dengan komposisi metal

tertentu untuk menggantikan bagian yang nekrosis. Sebagian bahan

tambahan sering dipergunakan metilmetakrilit. (Rasjad, 2009)

2.2 Fraktur pada Anak

Fraktur pada anak-anak berbeda dengan orang dewasa, kaerena adanya

perbedaan :

1. Perbedaan Anatomi

Anatomi tulang pada anak-anak terdapat lempeng epifisis yang merupakan

tulang rawan pertumbuhan. Periosteum sangat tebal dan kuat dan

menghasilkan kalus yang cepat dan lebih besar daripada orang dewasa.

2. Perbedaan Bimekanik

Perbedaan biomekanik terdiri atas:

- Biomekanik tulang

Tulang anak-anak sangat porous, korteks berlubang-lubang dan snagat

mudah dipotong oleh karena kanlis Haversian menduduki sebagian

besra tulang. Faktor ini menyebabkan tulang anak-anak dapat

menerima toleransi yang besar terhadap deformitas tulang

dibandingkan orang dewasa. Tulang orang dewasa sangat kompak dan

Page 24: adisti syafira

24

mudah mengalami tegangan dan tekanan sehingga tidak dapat

menahan kompresi.

- Biomekanik lempeng pertumbuhan

Lempeng pertumbuhan merupakan tulang rawan yang melekat erat

pada metafisis yang bagian luarnya diliputi oleh periosteum sedang

bagian dalamnya oleh prosesus mamilaris. Untuk memisahkan

metafisis dan epifisis mempunyai konsistensi seperti karet yang keras.

- Biomekanik periosteum

Periosteum pada anak-anak sangat kuat dan tebal dan tidak mudah

mengalami robekan dibandingkan orang dewasa.

3. Perbedaan Fisiologis

Pada anak-anak, pertumbuhan merupakan dasar terjadinya remodeling yang

lebih besar dibandingkan pada orang dewasa.

- Pertumbuhan berlebihan (over growth)

Pertumbuhan diafisis tulang panjang akan memberikan stimulasi pada

pertumbuhan panjang, karena tulang rawan lempeng epifisis

mengalami hiperemi pada waktu penyembuhan tulang.

- Deformitas yang progresif

Kerusakan permanen lempeng epifisis menyebabkan kependekan atau

deformitas anguler pada epifisis.

- Fraktur total

Pada anak-anak fraktur total jarang bersifat komunitif karena

tulangnya sangat fleksibel dibandingkan orang dewasa.

2.3 Fraktur Diafisis Radius dan Ulna pada Anak

Lengan bawah dimana radius dan ulna dihubungkan dengan kuat oleh

membrane interosea, merupakan satu kesatuan yang utuh. Ligament anulare

menahan dan memperkuat sendi radio-ulna proksimal, sedangkan bagian distal

radio-ulna dan sendir radio-karpal dihubungkan dengan ligament radio-karpal

dorsal dan volar. Fraktur tulang ulna dan radius dapat terjadi pada 1/3 proksimal,

Page 25: adisti syafira

25

1/3 tengah atau 1/3 distal. Fraktur dapat terjadi pada salah satu tulang ulna atau

radius saja dengan atau tanpa dislokasi sendi. (Rasjad, 2009)

Mekanisme trauma

Trauma biasanya terjadi sewaktu tangan dalam keadaan out stretched.

Klasifikasi

Fraktur dapat bersifat green-stick (tidak total), kompresi (buckle atau torus) atau

total.

Gambaran klinis

Dapat ditemukan nyeri, pembengkakan atau adanya krepitasi serta deformitas

pada daerah lengan bawah.

Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan foto rontgen dilakukan pada posisi AP dan lateral dengan mengambil

sendi di atas dan di bawah daerah fraktur.

Pengobatan

Fraktur pada ulna dan radius merupakan suatu jenis fraktur pada anak yang sulit

diobati. Pengobatan berdasarkan jenis fraktur. Prinsip pengobatan adalah reposisi

tertutup.

Beberapa petunjuk untuk reposisi tertutup:

- Reduksi yang baik dapat dipertahankan lebih lama daripada suatu reduksi

yang kurang baik

- Aposisi korteks dengan korteks tanpa adanya rotasi

- Imobilisasi fraktur sesuai dengan lokasi fraktur. Fraktur 1/3 proksimal dalam

posisi supinasi, 1/3 tengah dalam posisi netral, 1/3 distal dalam posisi

pronasi.

Page 26: adisti syafira

26

- Dapat dilakukan rekoreksi sebelum terjadi union fraktur secara klinis (3

minggu). Kemungkinan dapat dilakukan operasi serta fiksasi interna

terutama pada anak di atas umur 10 tahun

- Keluarga penderita perlu diperingatkan bahwa ada kemungkinan dilakukan

remanipulasi.

Faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan reposisi tertutup:

- Gips menjadi longgar karena ada pembengkakan/edema sebelumnya

- Pemasangan gips selalu harus di atas siku sampai aksila

- Kegagalan reduksi awal

- Kegagalan mempertahankan fraktur dalam posisi yang stabil

- Kegagalan melakukan frakturasi pada salah satu korteks yang intak

Indikasi operasi:

- Fraktur terbuka

- Kegagalan reduksi tertutup

- Fraktur setelah beberapa minggu dengan posisi yang jelek (malunion)

Prinsip pengobatan operasi pada anak-anak:

- Operasi sebaiknya dilakukan secepatnya

- Fiksasi sebaiknya dengan fiksasi interna yang minimal

Komplikasi

- Refraktur terjadi apabila union belum solid

- Gangguan vaskularisasi karena pemasangan gips yang ketat

- Trauma syaraf yaitu pada nervus medianus, ulnaris atau nervus interoseus

posterior

- Sinostosis

- Malunion

Page 27: adisti syafira

27

BAB III

ANALISIS KASUS

M. Nizar/13 tahun datang berobat ke RSMH dengan keluhan utama sulit

menggerakkan lengan kiri dan keluhan tambahan nyeri pada lengan kiri. ± 4 jam

SMRS, penderita terjatuh pada saat berlatih bela diri dengan lengan kiri sebagai

tumpuan, kemudian tubuh penderita tertimpa temannya. Setelah kejadian

penderita dalam keadaan sadar. Penderita mengeluh lengan kirinya sulit

digerakkan dan terasa nyeri. Hilang rasa pada lengan kiri (-), luka pada lengan kiri

(-). Penderita lalu berobat ke RSMH. Dari anamnesis didapatkan bahwa terjadi

trauma pada lengan kiri penderita yang merupakan salah satu faktor risiko atau

penyebab terjadinya fraktur.

Pada pemeriksaan fisik status generalis didapatkan tekanan darah, nadi,

pernafasan, suhu dalam batas normal. Dari hasil pemeriksaan fisik status lokalis

didapatkan pada regio antebrachii, tampak deformitas dengan penonjolan pada 1/3

tengah sebelah lateral, nyeri tekan (+), NVD baik, fungsi sensorik baik, krepitasi

(+) dengan ROM aktif dan pasif terbatas pada elbow joint dan wrist joint.

Berdasarkan pemeriksaan fisik, ditemukan tanda-tanda fraktur seperti deformitas,

krepitasi, yang disertai dengan ROM aktif dan pasif terbatas.

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik kemungkinan besar penderita

mengalami fraktur pada tulang regio antebrachii. Untuk memastikan lebih lanjut

bagian mana yang mengalami fraktur diperlukan pemeriksaan penunjang, salah

satunya adalah pemeriksaan rontgen. Dari hasil pemeriksaan rontgen antebrachii

sinistra AP dan lateral menunjukkan adanya fraktur os radius 1/3 tengah

transverse displaced dan fraktur os ulna 1/3 tengah oblique displaced. Fraktur

pada penderita ini diklasifikasikan sebagai fraktur trauma, mengingat adanya

trauma sebelum terjadinya fraktur.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang

yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pasien ini didiagnosa fraktur os

Page 28: adisti syafira

28

radius 1/3 tengah transverse displaced dan fraktur os ulna 1/3 tengah oblique

displaced.

Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien ini ada 2 terapi yaitu terapi

konservatif dan terapi operatif. Secara konservatif dilakukan immobilisasi pada

fraktur dengan spalk. Selanjutnya dilakukan terapi operatif untuk mereposisi os

radius dan os ulna dengan teknik open reduction and internal fixation (ORIF).

Prognosis pasien ini adalah quo ad vitam dan quo ad functionam bonam.

Page 29: adisti syafira

29

DAFTAR PUSTAKA

American College of Surgeons Comittee on Trauma. Advanced Trauma Life

Support for Doctors (ATLS) Student Course Manual. 8th ed. Chicago, IL :

American College of Surgeons ; 2008

Canale ST. Campbell's Operative Orthopaedics. 10th ed. St Louis, Mo: Mosby-

Year Book; 2003.

Buckley R, et al. General Principle of Fracture Workup. Diakses di

http://emedicine.medscape.com. Diakses tanggal 22 September 2014.

Update terakhir 15 Januari 2010.

Corso P, Finkelstein E, Miller T, Fiebelkorn I, Zaloshnja E. Incidence and lifetime

costs of injuries in the United States. Inj Prev. Aug 2006;12(4):212-8.

Matthew Camuso, Chris Colton. AO Principles of Management Open Fractures.

New York: AO Publishing. 2012

Patel M, et al. Open Tibial Fracture. Diakses di http://emedicine.medscape.com.

Tanggal akses 22 September 2014. Update Terakhir 23 Mei 2011.

Price, SA. dan Wilson, LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.

EGC: Jakarta. 2005.

Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Yarsif Watampone:Jakarta.

2009.