Adhi Tama... · Web viewJURNAL GAYA KOMUNIKASI ANTAR WARGA ORMAS ISLAM (Studi Pada Gaya Komunikasi...

31
JURNAL GAYA KOMUNIKASI ANTAR WARGA ORMAS ISLAM (Studi Pada Gaya Komunikasi Antara Warga Ormas NU dan Warga Ormas Muhammadiyah Di Desa Ambulu, Jember, Jawa Timur) Disusun Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret Diajukan Oleh: Suryo Adhi Tama 1

Transcript of Adhi Tama... · Web viewJURNAL GAYA KOMUNIKASI ANTAR WARGA ORMAS ISLAM (Studi Pada Gaya Komunikasi...

Page 1: Adhi Tama... · Web viewJURNAL GAYA KOMUNIKASI ANTAR WARGA ORMAS ISLAM (Studi Pada Gaya Komunikasi Antara Warga Ormas NU dan Warga Ormas Muhammadiyah Di Desa Ambulu, Jember, Jawa

JURNAL

GAYA KOMUNIKASI ANTAR WARGA ORMAS ISLAM

(Studi Pada Gaya Komunikasi Antara Warga Ormas NU dan Warga Ormas

Muhammadiyah Di Desa Ambulu, Jember, Jawa Timur)

Disusun Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik

Universitas Sebelas Maret

Diajukan Oleh:

Suryo Adhi Tama

D1214072

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIKUNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA2016

1

Page 2: Adhi Tama... · Web viewJURNAL GAYA KOMUNIKASI ANTAR WARGA ORMAS ISLAM (Studi Pada Gaya Komunikasi Antara Warga Ormas NU dan Warga Ormas Muhammadiyah Di Desa Ambulu, Jember, Jawa

GAYA KOMUNIKASI ANTAR WARGA ORMAS ISLAM(Studi Pada Gaya Komunikasi Antara Warga Ormas NU dan Warga Ormas

Muhammadiyah Di Desa Ambulu, Jember, Jawa Timur)

Suryo Adhi TamaDwi Tiyanto

Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Sebelas Maret Surakarta

Abstract

The social gap can be explained that NU represents “traditionalist movement”, while Muhammadiyah denoted as “modernist movement”. It can be seen that the bias village agrarian society, and the past in NU. Instead, the city bias and contemporary industrial society can be seen in Muhammadiyah.

Regarding to these issue, a study was conducted to determine how communication styles that occur in the community in the Ambulu village, both within the NU and Muhammadiyah society. To answer the problem formulation, this study uses analysis communication style and hight context / low context culture. Where the communication style as what is in the NU and Muhammadiyah society, then linked to the culture of high-level communication / low between them.

Assertive communication style is done by NU and Muhammadiyah as well. These two organizations have the same communication level and balanced, no more dominant organisation among others. Passive communication styles are applied in a communications between people to people and the teenagers to the ulema (moslem theologian), or from teenagers to older people and ulema. Based on the analysis of public communication style between NU and Muhammadiyah which associated to the high context culture, it has tendency to be on the high context culture.

Passive communication style that has a tendency to high context culture. The more often a person face the situation that inspires a sense of tolerance, it will influencing their social behaviour. Such behaviuor is unconsciously also used when a person communicates assertively or on the same level. Thus creating an attitude of hospitality that impact the creation of tolerance among others.

Keywords : Communication style, High Context and Low Context Communication, NU, Muhammadiyah.

1

Page 3: Adhi Tama... · Web viewJURNAL GAYA KOMUNIKASI ANTAR WARGA ORMAS ISLAM (Studi Pada Gaya Komunikasi Antara Warga Ormas NU dan Warga Ormas Muhammadiyah Di Desa Ambulu, Jember, Jawa

Pendahuluan

Manusia diciptakan sebagai satu – satunya makhluk tuhan yang memiliki

akal dan pikiran. Sejatinya manusia telah dibekali dengan potensi untuk saling

bertukar pesan atau berkomunikasi antar sesama dalam menjalani hidupnya.

Sebagai makhluk sosial, manusia tidak mampu hidup berdiri sendiri di dunia ini

untuk memenuhi kebutuhnnya sehari – hari. Manusia tentu mempunyai keinginan

untuk saling berinteraksi dengan individu lainnya, baik langsung maupun tidak

langsung. Dalam berinteraksi dan berhubungan dengan individu lainnya, manusia

tidak akan bisa lepas dengan komunikasi.

Untuk menjalin hubungan dan membangun interaksi sosial di masyarakat,

secara tidak langsung manusia harus memiliki komunikasi yang baik dengan

lawan bicaranya. Ketika berkomunikasi kita menyampaikan pesan dengan harapan

penerima pesan dapat memahami maksud atau isi pesan yang kita berikan. Namun

pada prakteknya tidak jarang pula tedapat kekeliuran yang terjadi dalam

berkomunikasi. Menyampaikan pesan atau informasi secara egois dengan

kapasitasnya sendiri tanpa memikirkan lawan bicara, pada akhirnya akan

memunculkan kekelirua dalam berkomuniksi. Hal ini harus dihindari karena

komunikasi senantiasa melibatkan orang lain.

Asnawir dan Basyirudin Ustman (2002) menjelaskan bahwa komunikasi

memiliki fungsi tidak hanya sebagai pertukaran informasi dan pesan, tapi sebagai

individu dan kelompok mengenai tukar-menukar data, fakta dan ide. Agar

komunikasi berlangsung efektif dan informasi yang disampaikan oleh seorang

komunikan dapat diterima oleh komunikator, maka seorang komunikan perlu

menetapkan pola komunikasi yang baik pula.

Komunikasi yang tidak efektif menyebabkan beberapa masalah sosial

seperti masalah permusuhan antar masyarakat, bunuh diri, perceraian, keretakan

hubungan antara orang tua dan anak, hingga tidak jarang terjadi konflik antar suku

budaya.

Kemajemukan budaya yang ada pada kehidupan manusia merupakan fakta

sosial dan nyata yang harus kita terima. Fakta kemajemukan budaya tersebut

mengindikasikan bahwa manusia dapat dibedakan berdasarkan suku, agama, dan

2

Page 4: Adhi Tama... · Web viewJURNAL GAYA KOMUNIKASI ANTAR WARGA ORMAS ISLAM (Studi Pada Gaya Komunikasi Antara Warga Ormas NU dan Warga Ormas Muhammadiyah Di Desa Ambulu, Jember, Jawa

ras. Bahkan terhadap individu pun dapat pula dibedakan dalam hal pemikiran atau

dalam presepsi tertentu.

Indonesia merupakan negara yang mengakui secara sah beberapa agama

dan aliran kepercayaan. Dalam interaksi sosial kehidupan sehari-hari, masyarakat

Indonesia dihadapkan dengan kenyataan beragam perbedaan. Kusmadewi(2010),

menyatakan bahwa kemajemukan masyarakat Indonesia termasuk faham agama

dapat menjadi salah satu pemicu perbedaan /konflik.

Apabila dilihat dari prespektif islam, dasar-dasar untuk hidup bersama di

tengah-tengah masyarakat yang pluralistik secara relegius sejak semula memang

telah dibangun atas landasan normatif dan historis. Seiring dengan berjalannya

waktu, kemudian membawa masyarakat islam untuk berinteraksi dan beradaptasi

dengan kelompok-kelompok masyarakat yang lainnya. Pertemuan budaya dengan

masyarakat lain melahirkan tarik menarik serta perkawinan masyarakat yang

lainnya.

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk beragama islam

terbanyak didunia berdasarkan populasi dengan jumlah umat islam di Indonesia

199.959.285 jiwa atau 85,2% dari jumlah penduduk Indonesia.

(www.en.wikipedia.org diakses pada 27 April 2016, Pukul 10.00 WIB ).

Meskipun dengan jumlah dominan populasi penduduk yang beragama islam,

indonesia berdiri bukan sebagai negara islam didunia.

Keberadaan dan penyebaran islam di Indonesia tidak dapat terlepas dari

organisasi islam terbesar NU (Nahdlatul Ulama) dan Muhammadiyah. Kedua

ormas ini turut memberikan warna tersendiri dalam perjalanan sejarah Indonesia,

terutama pada masa pra-kemerdekaan. Sejak disahkan sebagai organisasi Islam

terbesar di Indonesia, perjalanan kedua organisasi ini senantiasa diwarnai

koorporasi, kompetisi, sekaligus konfrontasi.

Kajian NU dan Muhammadiyah di Indonesia selalu melibatkan harapan

dan kekhawatiran lama yang mencekam, karena wilayah pembahasan ini penuh

romantisme masa lalu yang sarat emosi dan sentimen historis yang amat sensitif.

Sekedar contoh, sering dinyatakan, kelahiran NU tahun 1926 merupakan reaksi

3

Page 5: Adhi Tama... · Web viewJURNAL GAYA KOMUNIKASI ANTAR WARGA ORMAS ISLAM (Studi Pada Gaya Komunikasi Antara Warga Ormas NU dan Warga Ormas Muhammadiyah Di Desa Ambulu, Jember, Jawa

defensif atas berbagai aktivitas kelompok reformis, Muhammadiyah (dan Serekat

Islam), meski bukan satu-satunya alasan(Qodir, 2001).

Nahdlatul Ulama didirikan oleh KH. Hasyim Asy’ari di Surabaya pada

tanggal 31 Januari 1926. Kelahiran NU pada dasarnya merupakan muara

perjalanan panjang sejumlah ulama pesantren di awal abad ke-20 yang berusaha

mengorganisir diri dan berjuang demi melestarikan budaya keagamaan kaum

muslim tradisional, di samping kesadaran untuk ikut mengobarkan semangat

nasionalisme. NU menganut Ahlu al-Sunnah wa al- Jamaah, yang merujuk pada

al-Qur’an, Sunnah Nabi Muhammad s.a.w dan Sunnah Khulafa’ al-Rasyidun yang

secara teoritis dan faktual banyak terkait dengan konsep teologis Abu Hasan al-

Asy’ari dan Abu Hasan al-Maturidi serta empat mazhab dalam fiqih Islam.

(Subiantoro, 2002 : 6-7)

Sedangkan ormas muhammadiyah adalah gerakan Islam dan dakwah amar

ma’ruf nahi mungkar berakidah Islam dan bersumber pada al-Qur’an dan Sunnah.

Kata Muhammadiyah berasal dari kata Muhammad yaitu nama Rasulullah s.a.w,

yang diberi tambahan ya’ nisbah dan ta’ marbuthah. Artinya bahwa

Muhammadiyah merupakan organisasi yang mengikuti jejak perjuangan Nabi

Muhammad s.a.w. Muhammadiyah merupakan sebuah organisasi masyarakat

yang didasari ilmu keagamaan lahir untuk menjawab tantangan zaman berkaitan

dengan situasi modern di Indonesia. Organisasi ini didirikan oleh KH. Ahmad

Dahlan di Yogyakarta pada tanggal 18 Nopember 1912. (Noer, 1985)

Sejak awal terbentuk dan berdiri, keberadaan dua organisasi ini sangat

memberikan pengaruh besar di tengah – tengah masyarakat. Sampai sekarang

kedua organisasi islam ini tetap menjadi wadah bernaungnya orang-orang Islam

yang ingin terlibat dalam kegiatan sosial keagamaan, serta sebagai bagian tak

terpisahkan dari seluruh aktivitas keagamaan.

Terdaulat menjadi organisasi islam terbesar di Indonesia, NU dan

Muhammadiyah adalah organisasi masyarakat yang bergerak di bidang sosial

budaya kemasyarakatan. Melakukannya dengan pendekatan yang berbeda,

keduanya memiliki minat untuk mengembangkan dan memberdayakan

masyarakat dalam cakupan ruang lingkup masyarakatnya. Perbedaan tersebut

4

Page 6: Adhi Tama... · Web viewJURNAL GAYA KOMUNIKASI ANTAR WARGA ORMAS ISLAM (Studi Pada Gaya Komunikasi Antara Warga Ormas NU dan Warga Ormas Muhammadiyah Di Desa Ambulu, Jember, Jawa

cukup disayangkan dengan sering dipermasalahkan dan mengakibatkan antara NU

dan Muhammadiyah memiliki ruang jarak yang cukup mencolok, sehingga

menjadikan kedua organisasi itu jaraknya terlalu lebar.

Di provinsi Jawa Timur, interaksi sosial masyarakat NU-Muhammadiyah

dapat dijumpai di beberapa tempat. Salah satu tempat berinteraksi antar warga

kedua ormas ini adalah Desa Ambulu, Kecamatan Ambulu, Kabupaten Jember –

Jawa Timur. Pada masa penjajahan belanda, banyak orang dari luar yang

didatangkan dan dipekerjakan untuk menanam berbagai komoditi yang

dikehendaki pemerintahan kolonial. Dengan kesuburan tanah yang baik, wilayah

Ambulu dapat menghasilkan komoditi berupa rempah-rempah, karet, hingga

tembakau. Dimasa itu pemerintah kkolonial menamai wilayah Ambulu dengan

sebutan “Ambugelu”. Karena dalam pelafalannya lidah masyarakat kurang

familiar, yang terdengar hanya kata “Ambulu”.

Di Desa Ambulu telah lama hidup berdampingan antara NU dan

Muhammadiyah. Kedua organisasi ini hingga kini telah mempunyai perlengkapan

dalam menjalankan dakwah seperti tempat ibadah, pendidikan dan berbagai usaha

warga dalam mencari nafkah. Keberadaan perangkat dakwah di desa Ambulu

yang terpencar-pencar, memaksa setiap individu untuk berhubungan secara

langsung dengan individu-individu masyarakat lainnya. Berbagai interaksi antar

individu menyebabkan perbedaan keduanya dalam kehidupan sehari-hari tidak

begitu tampak. Bukti adanya interaksi sosial dan toleransi antar kelompok ini

tercermin dari kegiatan bersama antar warga yang sebenarnya berlainan organisasi

kelompok Islam di Desa Ambulu, Kecamatan Ambulu, Kabupaten Jember – Jawa

Timur.

Kerukunan yang tercipta antara NU dan Muhammadiyah nampak cukup

jelas di Desa Ambulu ini. Menghormati perbedaan ajaran yang sudah ada

merupakan salah satu cara untuk menumbuhkan rasa toleransi yang tinggi dalam

manjalani kehidupan sehari-hari. Seperti misalnya masalah doa qunut waktu

shalat subuh atau jumlah rakaat shalat tarawih. Masyarakat Desa Ambulu,

Kecamatan Ambulu, Kabupaten Jember – Jawa Timur yang mayoritas adalah NU

tidak akan mencela orang Muhammadiyah yang tidak menggunakan doa qunut

5

Page 7: Adhi Tama... · Web viewJURNAL GAYA KOMUNIKASI ANTAR WARGA ORMAS ISLAM (Studi Pada Gaya Komunikasi Antara Warga Ormas NU dan Warga Ormas Muhammadiyah Di Desa Ambulu, Jember, Jawa

atau hanya mengerjakan shalat tarawih sebanyak delapan rakaat. Mereka tetap

menghargai masing-masing dan tidak mempermasalahkan apakah itu orang NU

atau orang Muhammadiyah, tetapi yang penting adalah satu yaitu Islam.

Diperlukan waktu yang lama dan proses yang cukup panjang hingga

tercipta keadaan masyarakat yang seperti ini, bahkan harus melewati berbagai

cobaan seperti konflik antar organisasi masyarakat. Gaya komunikasi yang

diterapkan oleh masyarakat desa Ambulu cukup ampuh menjaga kondisi

kehidupan ditengah perbedaan. Gaya komunikasi adalah suatu kekhasan yang

dimiliki setiap orang dan berbeda antara orang yang satu dengan yang lain.

Perbedaan antara gaya komunikasi antara satu orang dengan yang lain dapat

berupa perbedaan dalam ciri-ciri model dalam berkomunikasi, tata cara

berkomunikasi, cara berekspresi dalam berkomunikasi, dan tanggapan yang

diberikan atau ditunjukkan pada saat berkomunikasi (Ardianto, 1999). Gaya

komunikasi masyarakat NU dan Muhammadiyah tidak lepas dari adanya bias

konsep kehidupan yang cukup jelas dari keduanya.

Melihat fenomena-fenomena diatas, peneliti tertarik untuk menulis jurnal

skripsi dengan judul “GAYA KOMUNIKASI ANTAR WARGA ORMAS

ISLAM (Studi Pada Gaya Komunikasi Antara Warga Ormas NU dan Warga

Ormas Muhammadiyah Di Desa Ambulu, Jember, Jawa Timur)”

Rumusan masalah

Berdasarkan penjabaran latar belakang diatas, maka peneliti merumuskan

masalah tersebut sebagai berikut :

1. Bagaimana gaya komunikasi yang dilakukan warga dari kalangan ormas

NU dan warga kalangan ormas Muhammadyah di Desa Ambulu, Jember,

Jawa Timur dalam kehidupan sehari-hari?

2. Bagaimanakah pengaruh high context/low context culture terhadap gaya

komunikasi warga dari kalangan ormas NU dan warga kalangan ormas

Muhammadyah di Desa Ambulu, Jember, Jawa Timur dalam kehidupan

sehari-hari?

6

Page 8: Adhi Tama... · Web viewJURNAL GAYA KOMUNIKASI ANTAR WARGA ORMAS ISLAM (Studi Pada Gaya Komunikasi Antara Warga Ormas NU dan Warga Ormas Muhammadiyah Di Desa Ambulu, Jember, Jawa

3. Bagaimana efektifitas gaya komunikasi yang digunakan warga dari

kalangan ormas NU dan warga kalangan ormas Muhammadyah di Desa

Ambulu, Jember, Jawa Timur dalam kehidupan sehari-hari?

Tinjauan Pustaka

A. Komunikasi

Komunikasi adalah pertukaran informasi, ide, sikap, emosi, pendapat, atau

instruksi antar individu atau kelompok yang bertujuan untuk menciptakan sesuatu,

memahami, dan mengkoordinasikan suatu aktivitas (Liliweri, 2011). Komunikasi

berarti penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain.

Komunikasi didefinisikan sebagai “proses di mana suatu ide dialihkan dari

sumber kepada satu penerima atau lebih dengan maksud untuk merubah tingkah

laku mereka” (Cangara, 1998).

B. Communication Style

Communication style didefinisikan sebagai a cognitive process which

accumulates ‘micro behavior’ form-giving of literal content, and adds up to

macro judgement. When a person communicates, it is considered an attempt of

getting literal meaning across (proses kognitif yang mengakumulasikan bentuk

suatu konten agar dapat dinilai secara makro. Setiap style selalu merefleksikan

bagaimana setiap orang menerima dirinya ketika dia berinteraksi dengan orang

lain (Norton 1983; Kirtley&Weaver, 1999)). Heffner mengklasifikasikan ulang

communication style dari (McCallister, 1992) ke dalam tiga gaya, yakni:

a). Pasif (passive style), gaya seseorang yang cenderung menilai orang lain

selalu benar dan lebih penting daripada diri sendiri.

b). Tegas (assertive style), gaya seseorang yang berkomunikasi secara tegas

mempertahankan dan membela hak-hak sendiri demi mempertahankan

hak-hak untuk orang lain.

c). Agresif (aggresive style), gaya seorang individu yang selalu membela hak-

haknya sendiri, merasa superior, dan suka melanggar hak orang lain serta

mengabaikan perasaan orang lain

7

Page 9: Adhi Tama... · Web viewJURNAL GAYA KOMUNIKASI ANTAR WARGA ORMAS ISLAM (Studi Pada Gaya Komunikasi Antara Warga Ormas NU dan Warga Ormas Muhammadiyah Di Desa Ambulu, Jember, Jawa

C. High/Low Context Culture

Menurut teori komunikasi antarbudaya, Edward T. Hall dalam (Liliweri,

2011) mengkaitkan komunikasi dengan budaya memiliki hubungan sangat erat.

Menurutnya, communication is culture and culture is communication. Hall

terlebih dahulu membedakan high context culture dengan low context culture.

Low context culture ditandai dengan low context communication seperti pesan

verbal dan eksplisit, gaya bicara langsung lugas dan berterus terang. Para

penganut budaya ini mengatakan bahwa apa yang mereka maksudkan (they say

what they mean) adalah apa yang mereka katakan (they mean what they say).

Sebaliknya, high context culture seperti kebanyakan pesan yang bersifat implisit,

tidak langsung dan tidak terus terang, pesan yang sebenarnya mungkin

tersembunyi dibalik perilaku nonverbal, intonasi suara dan gerakan tangan.

D. Masyarakat NU dan Muhammadyah

1. Masyarakat NU

Masyarakat Nahdlatul Ulama adalah umat islam yang berpegang teguh

dengan pemahaman keagamaan yang dikenal dengan istilah Fikrah Nahdhiyah.

Fikrah Nahdhiyah adalah kerangka berpikir yang didasarkan pada ajaran

Ahlussunah yang dijadikan landasar berpikir Nahhaul Ulama (khithah Nahdhiyin)

untuk menenutukan arah perjuangan dalam rangka islahul ummah (perbaikan

umat).

Dalam merespon persoalan baik yang berkenaan dengan persoalan

keagamaan maupun kemasyarakatan, masyarakat Nahdhatul Ulama memiliki

manhaj Ahlususnnah sebagai berikut:

Masyarakat NU menganut paham Ahlussunah Wal Jama'ah, sebuah pola

pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrim aqli (rasionalis) dengan

kaum ekstrim naqli (skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak

hanya Al- Qur'an, Sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal

ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari

pemikir terdahulu, seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi

dalam bidang teologi. Kemudian dalam bidang fikih mengikuti empat

8

Page 10: Adhi Tama... · Web viewJURNAL GAYA KOMUNIKASI ANTAR WARGA ORMAS ISLAM (Studi Pada Gaya Komunikasi Antara Warga Ormas NU dan Warga Ormas Muhammadiyah Di Desa Ambulu, Jember, Jawa

madzhab; Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali. Sementara dalam bidang

tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang

mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat.

Ciri-ciri fikrah Nahdhiyah adalah:

a). Fikrah tawassuthiyyah (pola pikir moderat), artinya NU senantiasa

bersikap tawazun (seimbang) dan i‟tidal (moderat) dalam menyikapi

berbagai persoalan. Nahdhatul Ulama tidak tafrits atau ifrath.

b). Fikrah tasamuhiyah (pola pikir toleran), artinya NU dapat hidup

berdampingan secara damai dengan pihak lain walaupun aqidah, cara

pikir, dan budayanya berbeda.

c). Fikrah Ishlahiyyah (pola pikir reformatif), artiya NU senantiasa

mengupayakan perbaikan menuju ke arah yang lebih baik (al-islah ila ma

huwa al-ashlah).

d). Fikrah Tathawwuriyah (pola pikir dinamis), artinya NU senantiasa

melakukan kontekstualisasi dalam merespon persoalan,

e). Fikrah Manhajiyah (pola pikir metodologis) artinya NU senantiasa

menggunakan kerangka berpikir yang mengacu kepada manhaj yang telah

ditetapkan oleh NU.

Ide dan konsep Fikrah Nahdhiyah ini pertama kali dianjurkan oleh K.H.

Achmad Siddiq pada 1969 yang selanjutnya menjadi embrio gerakan Khittah pada

tahun 1984. Gagasan kembali ke khittah pada tahun 1984, merupakan momentum

penting untuk menafsirkan kembali ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah, serta

merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang fikih maupun sosial.

Serta merumuskan kembali hubungan NU dengan negara. Gerakan tersebut

berhasil membangkitkan kembali gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam NU

(Nugroho, 2012).

2. Masyarakat Muhammadiyah

Islam mengajarkan agar setiap muslim menjalin persaudaraan dan

kebaikan dengan sesama seperti dengan tetangga maupun anggota masyarakat

lainnya masing-masing dengan memelihara hak dan kehormatan baik dengan

sesame muslim maupun dengan non-muslim, dalam hubungan ketetanggaan

9

Page 11: Adhi Tama... · Web viewJURNAL GAYA KOMUNIKASI ANTAR WARGA ORMAS ISLAM (Studi Pada Gaya Komunikasi Antara Warga Ormas NU dan Warga Ormas Muhammadiyah Di Desa Ambulu, Jember, Jawa

bahkan Islam memberikan perhatian sampai ke area 40 rumah yang dikategorikan

sebagai tetangga yang harus dipelihara hak-haknya.

Setiap keluarga dan anggota keluarga Muhammadiyah harus menunjukkan

keteladanan dalam bersikap baik kepada tetangga, memelihara kemuliaan dan

memuliakan tetangga, bermurah-hati kepada tetangga yang ingin menitipkan

barang atau hartanya, menjenguk bila tetangga sakit, mengasihi tetangga

/sebagaimana mengasihi keluarga/diri sendiri, menyatakan ikut

bergembira/senang hati bila tetangga memperoleh kesuksesan, menghibur dan

memberikan perhatian yang simpatik bila tetangga mengalami musibah atau

kesusahan, menjenguk/melayat bila ada tetangga meninggal dan ikut mengurusi

sebagaimana hak-hak tetangga yang diperlukan, bersikap pemaaf dan lemah

lembut bila tetangga salah, jangan selidik-menyelidiki keburukan-keburukan

tetangga, membiasakan memberikan sesuatu seperti makanan dan oleh-oleh

kepada tetangga, jangan menyakiti tetangga, bersikap kasih sayang dan lapang

dada, menjauhkan diri dari segala sengketa dan sifat tercela, berkunjung dan

saling tolong menolong, dan melakukan amar ma'ruf nahi munkar dengan cara

yang tepat dan bijaksana. Dalam bertetangga dengan yang berlainan agama juga

diajarkan untuk bersikap baik dan adil, mereka berhak memperoleh hak-hak dan

kehormatan sebagai tetangga, memberi makanan yang halal dan boleh pula

menerima makanan dari mereka berupa makanan yang halal, dan memelihara

toleransi sesuai dengan prinsip-prinsip yang diajarkan Agama Islam.

Dalam hubungan-hubungan sosial yang lebih luas setiap anggota

Muhammadiyah baik sebagai individu, keluarga, maupun jama'ah (warga) dan

jam'iyah (organisasi) haruslah menunjukkan sikap-sikap sosial yang didasarkan

atas prinsip menjunjung-tinggi nilai kehormatan manusia, memupuk rasa

persaudaraan dan kesatuan kemanusiaan, mewujudkan kerjasama umat manusia

menuju masyarakat sejahtera lahir dan batin, memupuk jiwa toleransi,

menghormati kebebasan orang lain61, menegakkan budi baik, menegakkan

amanat dan keadilan, perlakuan yang sama, menepati janji, menanamkan

kasihsayang dan mencegah kerusakan, menjadikan masyarakat menjadi

masyarakat yang shalih dan utama, bertanggungjawab atas baik dan buruknya

10

Page 12: Adhi Tama... · Web viewJURNAL GAYA KOMUNIKASI ANTAR WARGA ORMAS ISLAM (Studi Pada Gaya Komunikasi Antara Warga Ormas NU dan Warga Ormas Muhammadiyah Di Desa Ambulu, Jember, Jawa

masyarakat dengan melakukan amar ma'ruf dan nahi munkar, berusaha untuk

menyatu dan berguna/bermanfaat bagi masyarakat, memakmurkan masjid,

menghormati dan mengasihi antara yang tua dan yang muda, tidak merendahkan

sesama, tidak berprasangka buruk kepada sesama, peduli kepada orang miskin dan

yatim, tidak mengambil hak orang lain, berlomba dalam kebaikan, dan

hubunganhubungan Islam yang sebenar-benarnya.

Melaksanakan gerakan jamaah dan da'wah jamaah sebagai wujud dari

melaksanakan da'wah Islam di tengah-tengah masyarakat untuk perbaikan hidup

baik lahir maupun batin sehingga dapat mencapai cita-cita masyarakat Islam yang

sebenar-benarnya.

Metodologi

Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan

kualitatif. Penulis melakukan pengamatan dilapangan mengenai kegiatan

komunikasi, yang dilakukan oleh masyarakat Desa Ambulu, Kecamatan, Ambulu,

Kabupaten Jember, Jawa Timur, serta mengamati perilaku masyarakat dalam

melakukan interaksi kehidupan sehari-hari.

Teknik pengambilan sample yang digunakan yaitu teknik Purposive

Sampling dan Snowball Sampling. Teknik Purposive Sampling dilakukan pada

saat peneliti mencari narasumber utama, berdasarkan data yang peneliti dapatkan.

Narasumber dianggap kompeten karena memiliki peran penting dalam menjaga

kerikunan dan keharmonisan antar sesama umat beragama, setelah mandapatkan

narasumber utama. Narasumber dipilih dengan memetakan wilayah desa menjadi

5 bagian, yaitu barat, utara, timur, selatan, dan tengah. Narasumber dipilih sesuai

keyakinan mereka sebagai golongan masyarakat NU ataupun Muhammadyah.

Jumlah warga yang menjadi responden dari masing-masing ormas NU maupun

ormas Muhammadiyah sebanyak 6 orang, sehingga total keseluruhannya adalah

12 orang. Rincian respondan terbagi 3(tiga) kategori, yaitu remaja 2 orang,

masyarakat umum 2 orang, dan ulama 2 orang.

Teknik validitas dalam penelitian ini menggunakan teknik triangulasi sumber.

Menurut Patton dalam H.B Sutopo (2002:79), teknik ini mengarahkan peneliti

11

Page 13: Adhi Tama... · Web viewJURNAL GAYA KOMUNIKASI ANTAR WARGA ORMAS ISLAM (Studi Pada Gaya Komunikasi Antara Warga Ormas NU dan Warga Ormas Muhammadiyah Di Desa Ambulu, Jember, Jawa

untuk memakai berbagai sumber data yang berbeda, guna memantapkan

kebenaran pada data yang sama/sejenis, dalam mengulas data ini.

Sajian dan Analisis Data

A. Gaya Komunikasi yang Dilakukan Warga Dari Kalangan Ormas NU

dan Warga Ormas Muhammadiyah Di Desa Ambulu, Jember, Jawa

Timur Dalam Konteks Kehidupan Sehari-hari.

Peneliti mencoba menganalisis gaya komunikasi yang ada dalam

hubungan masyarakat pada masing-masing ormas NU dan ormas

Muhammadiyah. Gaya komunikasi di antara lapisan masyarakat masing-masing

ormas baik NU maupun Muhammadiyah ini mempunyai peranan yang cukup

penting kaitannya dalam mempertahankan dan menjaga kedamaian hidup

bermasyarakat di desa Ambulu yang majemuk. Analisis yang dilakukan

menggunakan 3 gaya utama komunikasi gaya pasif, gaya asertif ,dan gaya agresif

berdasarkan indikator yang dibuat oleh Myers-Briggs dalam (Liliweri, 2011).

Berdasarkan hasil analisis dari penelitian yang sudah dilakukan mengenai

Gaya Komunikasi Masyarakat NU ( Nahdlatul Ulama ) dan Muhammadiyah di

desa Ambulu, Jember, Jawa Timur, dapat digambarkan dalam piramida berikut:

Gambar 1. Pola Komunikasi

12

Page 14: Adhi Tama... · Web viewJURNAL GAYA KOMUNIKASI ANTAR WARGA ORMAS ISLAM (Studi Pada Gaya Komunikasi Antara Warga Ormas NU dan Warga Ormas Muhammadiyah Di Desa Ambulu, Jember, Jawa

Semakin berada di puncak piramida, tingkatan berpengaruhnya dalam

mengendalikan situasi yang kondusif pada lapisan masyarakat semakin tinggi dan

bentuk gaya komunikasinya cenderung agresif. Begitupula sebaliknya, semakin

berada pada tingkatan bawah piramida porsi pengaruh masyarakat tidak sama

dengan yang ada diatasnya. Hal ini membuat lapisan masyarakat yang berada di

lapisan bawah cenderung menggunakan gaya komunikasi pasif karena bentuk

budaya masa lalu yang masih dipegang teguh, yaitu selalu menghormati yang

lebih tua atau memilki tingkatan ilmu keagamaan yang lebih baik. Sedangkan

gaya komunikasi asertif diterapkan oleh masyarakat NU dan Muhammadiyah

yang berada pada tingkatan yang sama. Hal ini tentu disebabkan oleh komunikasi

yang terjadi pada tingkatan yang sama bersifat seimbang, tidak ada yang lebih

dominan antara satu dengan yang lainnya.

B. Pengaruh high context/low context culture terhadap gaya komunikasi

warga dari kalangan ormas NU dan warga kalangan ormas

Muhammadyah di Desa Ambulu, Jember, Jawa Timur dalam konteks

kehidupan sehari-hari

High context culture yang terdapat dalam hubungan masyarakat NU dan

Muhammadiyah di Desa Ambulu yaitu bersikap kooperatif. Bersikap kooperatif

yang dimaksud adalah masyarakat NU dan Muhammadiyah di desa Ambulu

Kabupaten Jember sekarang sudah bisa berbaur dan hidup berdampingan dengan

baik. Disaat menjadi warga desa Ambulu, maka harus siap melepas baju sebagai

NU ataupun Muhammadiyah. Akan tetapi menjadi warga Ambulu yang dapat

hidup harmonis berdampingan. Masing-masing sari kedua ormas juga mengakui

bahwa ketika menjelaskan sesuatu maka peranan tanda-tanda nonverbal sangat

penting karena dia memperkuat pesan verbal

Salah satu karakteristik komunikasi konteks tinggi adalah ketika

menjelaskan sesuatu maka peranan tanda-tanda nonverbal sangat penting karena

dia memperkuat pesan verbal tergambar dari pernyataan masyarakat NU maupun

Muhammadiyah di desa Ambulu. Bahasa nonverbal tersebut diantaranya,

mengangkat jempol, senyum dan menggelengkan atau menganggukkan kepala.

13

Page 15: Adhi Tama... · Web viewJURNAL GAYA KOMUNIKASI ANTAR WARGA ORMAS ISLAM (Studi Pada Gaya Komunikasi Antara Warga Ormas NU dan Warga Ormas Muhammadiyah Di Desa Ambulu, Jember, Jawa

Dengan dukungan bahasa nonverbal ini komunikan atau penerima pesan

diharapkan bisa mengetahui dan maksud dari komunikator secara jelas dan

menerim pesan secara utuh.

Sedangkan low context culture yang ada dalam hubungan masyarakat NU

dan Muhammadiyah di Desa Ambulu yaitu mengetahui dan mengetahui sedikit-

sedikit tentang segala sesuatu, sikap ini hampir merata melekat pada setiap

individu pada masing-masing ormas. Perjalanan ormas yang cukup panjang dan

sudah berbeda generasi, membuat pemahaman sejarah atau kebiasaan di masing-

masing ormas manjadi ringkas. Bagi mereka yang lebih penting adalah menjaga

keharmonisan hidup beragama dan bernegara. Selain itu menerima dan

memberikan informasi merupakan tujuan pertukaran komunikasi. Sebagai warga

desa yang majemuk tentu banyak masalah-masalah ataupun isue-isue yang

berkembang pesat ditengah-tengah masyarakat. Sudah menjadi budaya

masyarakat indonesia bahwa apabila ada sebuah isue yang berkembang dan

menarik untuk dibahas, maka informasi tersebut akan cepat tersebar dan semakin

melebar. Disisi lain masyarakat masing-masing ormas mempercayai bahwa

keputusan dan kehidupan mereka dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan yang

tidak dapat mereka ubah atau terjadi secara kebetulan atau nasib. Tatanan

lingkugan sosial keluarga tentu paling utama dalam mempengaruhi keputusan

seseorang dalam memilih ormas mana yang akan ia gunakan untuk bernaung.

Selanjutnya tentu lingkungan bermasyarakat mulai dari tetangga sekitar rumah.

C. Efektifitas Gaya Komunikasi Warga dari Kalangan Ormas NU dan

Warga Kalangan Ormas Muhammadyah di Desa Ambulu, Jember,

Jawa Timur dalam Kehidupan Sehari-Hari.

Gaya komunikasi agresif adalah gaya komunikasi yang dominan dalam

hubungan masyarakat antar ormas NU dan Muhammadiyah di desa Ambulu.

Dalam gaya komunikasi agresif para ulama cukup efektif dan efisien untuk

dijadikan poros penggerak aksi dama antar ormas NU dan Muhammadiyah.

Hal ini wajar karena seorang kiyai atau ulama tentu dipandang orang yang

dapat dijadikan panutan oleh umatnya. Disaat ada kesempatan bermusyawarah

14

Page 16: Adhi Tama... · Web viewJURNAL GAYA KOMUNIKASI ANTAR WARGA ORMAS ISLAM (Studi Pada Gaya Komunikasi Antara Warga Ormas NU dan Warga Ormas Muhammadiyah Di Desa Ambulu, Jember, Jawa

selalu dominan dalam berkomunikasi lumrah terjadi, mengingat lingkungan

budaya jawanya yang masing kental untuk menerapkan sikap “unggah-ungguh”

atau bertatakrama dengan baik. Dengan adanya presepri tersebut, maka dapat

dijadikan senjata guna meredam gesekan-gesekan yang dilatar belakangi apapun.

Sedangkan gaya komunikasi asertif yaitu masyarakat dapat terbuka dalam

arti mereka dapat akur dengan berbagai teman dan juga bisa berbicara secara

santai maupun bergurau pada teman angkatannya. Selain itu sikap konsisten

dalam ranah untuk menjaga keharmonisan sesama masyarakat desa, sehingga

harus benar-benar jelas dalam berkomunikasi dapat digolongkan sebagai

komunikasi konteks tinggi. Gaya berkomunikasi yang humanis dan mengandalkan

sejarah sebagai orang jawa yang penuh dengan sopan santun, hal ini dianggap

efektif dalam menjaga kedamaian saat berkomunikasi dengan sesamanya.

Komunikasi level vertikal ke atas secara pasif dan komunikasi asertif yang

ada pada level horizontal sangat berpengaruh penting dalam membentuk pola

pikir dan karakter masyarakat desa Ambulu. Pada level usia atau angkatan yang

sama akan saling mendukung dan menjaga satu sama lain karena adanya budaya

sikap humoris dan suka berguyon, sehingga membuat suasana lebih cair saat

semua tertawa bersama. Selain itu didukung sikap sadar diri, tidak pernah bicara

lebih dulu pada level vertikal ke atas semakin membuat suasana pada level remaja

yang biasa penuh dengan rasa gengsi, menjadi kondusif jikalau pada level atas

atau ulama mendinginkan dengan “wejangan” atau nasehatnya.

Sebagai masyarakat jawa, tentu konteks komunikasi tingkat tinggi

berperan penting dalam memberikan nasihat atau sekedar berkomunikasi dengan

sesama warga desa yang memiliki latar belakang budaya ormas yang berbeda.

Efisiensi saat berkomunikasi antar masyarakat sangat diperhitungkan dengan baik

secara pribadi agar pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh

penerima. Sikap kooperatif dalam berkomunikasi turut menjaga perasaan masing-

masing warga yang tentu berdampak pada sikap warga yang terlibat dalam

komunikasi tersebut.

15

Page 17: Adhi Tama... · Web viewJURNAL GAYA KOMUNIKASI ANTAR WARGA ORMAS ISLAM (Studi Pada Gaya Komunikasi Antara Warga Ormas NU dan Warga Ormas Muhammadiyah Di Desa Ambulu, Jember, Jawa

Kesimpulan

Gaya komunikasi yang dilakukan warga dari kalangan ormas NU dan

warga ormas Muhammadiyah di desa Ambulu, Jember, Jawa timur dalam

kehiupan sehari-hari terlihat menggunakan gaya komunikasi yang bertingkat. Hal

ini terlihat dengan adanya komunikasi pasif ketika remaja berkomunikasi dengan

masyarakat umum yang lebih tua atau kepada kiyai.

Semakin ke atas piramida, maka tingkatan pengaruhnya untuk

mengendalikan keadaan dan stabilitas sosial masyarakatnya semakin tinggi.

Begitupun sebaliknya, semakin ke bawah status siswa semakin rendah yang

menjadikan mereka kemudian menerapkan gaya komunikasi pasif. Hal ini tentu

tidak jauh-jauh dari lestarinya adat istiadat jawa untuk menghormati yang lebih

tua, dan menanggap kiyai sebagau guru sekaligus panutan hidupnya. Selain

komunikasi bertingkat yang dilakukan oleh masing-masing warga dari ormas NU

dan ormas Muhammadiyah, terdapat pula gaya komunikasi asertif dan pasif yang

dilakukan untuk menjaga kedaan yang nyaman, aman, dan kondusif.

Gaya komunikasi asertif dilakukan oleh masyarakat desa Ambulu baik

pada ormas NU maupun Muhammadiyah yang berada pada tingkatan yang sama

karena komunikasi yang terjadi pada tingkatan yang sama bersifat seimbang,

tidak ada yang lebih dominan antara satu dengan yang lainnya. Keseimbangan

tersebut diperlukan untuk saling melengkapi dari kekurangan-kekurangan yang

dimiliki. Sedangkan gaya komunikasi pasif diterapkan dalam komunikasi seorang

masyarakat biasa dan remaja kepada kiyai, atau dari remaja kepada masyarakat

yang lebih tua dan kiyai.

Pengaruh high context/low context culture terhadap gaya komunikasi

warga dari kalangan ormas NU dan warga kalangan ormas Muhammadyah di

Desa Ambulu, Jember, Jawa Timur dalam kehidupan sehari-hari kecenderung

dipengaruhi oleh komunikasi konteks tinggi.

Gaya komunikasi pasif yang memiliki kecenderungan kepada budaya

konteks tinggi. Hal tersebut terlihat dari komunikasi yang dilakukan oleh

masyarakat disertai dengan kepatuhan dan tingkat kepercayaannya terhadap

seseorang yang berada pada usia yang lebih tua atau kedudukan tertinggai, yaitu

16

Page 18: Adhi Tama... · Web viewJURNAL GAYA KOMUNIKASI ANTAR WARGA ORMAS ISLAM (Studi Pada Gaya Komunikasi Antara Warga Ormas NU dan Warga Ormas Muhammadiyah Di Desa Ambulu, Jember, Jawa

kiyai. Semakin sering seseorang dihadapkan dengan situasi yang menggugah rasa

toleransi, maka akan berdampak pula pada perilaku sosial masing-masing individu

dalam menjalankan kehidupannya. Perilaku tersebut secara tidak sadar juga

digunakan saat seseorang berkomunikasi secara asertif atau pada tingkatan yang

sama. Dengan demikian akan tercipta sikap keramah-tamahan yang imbaskanya

terciptanya sikap tolernsi antar sesama.

Efektifitas gaya komunikasi warga dari kalangan ormas NU dan warga

kalangan ormas Muhammadyah di Desa Ambulu, Jember, Jawa Timur dalam

kehidupan sehari-hari cenderung turut dipengaruhi dengan etika berperilaku

dalam tradisi jawa. Hal ini tercermin dari sikap saling toleransi, ramah tamah, dan

saling berbagi antar sesama.

Kondisi lingkungan yang sangat majemuk di Desa Ambulu membuat

suasana kehidupan sehari-harinya lebih berwarna. Perbedaan yang ada ditengah-

tengah kehidupan memberikan nuansa yang berbeda. Hal ini tentu memberikan

kesan romantisme pada setiap warganya ketika berkomunikasi, baik dengan topik

pembicaraan yang seru maupun yang cukup sentimentil. Efektifitas dalam

menerapkan gaya berkomunikasi agresif, asertif, dan pasif ini menjadi cukup

mudah, hal ini tidak lain karena dasar budaya masyarakat ambulu yang masih

menanamkan budaya jawanya dengan menerapkan sikap “unggah-ungguh” atau

bertatakrama dengan baik. Dengan adanya presepri tersebut, maka dapat dijadikan

senjata guna meredam gesekan-gesekan yang dilatar belakangi apapun.

Saran

Pemerintahan Desa Ambulu hendaknya selalu mengayomi seluruh

masyarakat yang berlatar belakang apapun tanpa membedakan satu sama lain.

Selalu menjaga komunikasi dengan warganya agar selalu mengetahui apa saja

yang menjadi permasalahan di wilaah Desa Ambulu.

Para tokoh masyarakat atau ulama hendaknya memberikan pemahaman

tentang perbedaan secara berkelanjutan kepada semua lapisan masyarakat.

Perkembangan jaman yang semakin mengikis rasa hormat dan saling menghargai

17

Page 19: Adhi Tama... · Web viewJURNAL GAYA KOMUNIKASI ANTAR WARGA ORMAS ISLAM (Studi Pada Gaya Komunikasi Antara Warga Ormas NU dan Warga Ormas Muhammadiyah Di Desa Ambulu, Jember, Jawa

antar sesama tentu akan menjadi tantangan tersendiri bagi tokoh masyarakat

dalam menjaga kedamaian lingkungan.

Peran masing-masing orang tua dalam membimbing putra-putinya sangat

diperlukan. Mengingat intensitas waktu bertemu dan bersinggungan yang cukup

panjang adalah saat bersama keluarga. Tentu pengawasan dari orang tua dinilai

sangat penting guna tetap menanamkan nilai-nilai budaya lokal, agar identitas

bangsa ini tidak hilang termakan waktu.

Daftar PustakaArdianto Elvinaro. (1999). Dasar-Dasar Public Relations. Bandung: PT Remaja

RosdakaryaAsnawir dan Basyirudin Ustman. (2002). Media Pembelajaran. Jakarta; Ciputat

Press.Cangara, Hafied. (1998). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : Raja Grafindo

Persada.Heffner, C.L. (1997). Conmunication Styles. Southern Illionis University

Carbondale Mental Health. Web : //http:www.siu.edu/offices/counsel/talk.htm#chart.

Noer, Deliar. (1985). Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta: LP3ES

Nugroho, M. Yusuf Amin. (2012). Fiqh Al-Ikhtilaf Nu-Muhammadiyah. Wonosobo

Subiantoro, Rudi. (2002). Profil Lembaga sosial Keagamaan di Indonesia. Jakarta: Departemen Agama RI Biro Hukum dan Humas.

Sutopo, H.B. (2002). Metodoligi Penelitian Kualitatif: Dasar Teori dan Terapannya dalam Penelitian.Surakarta: UNS Press

18