Adenocarcinoma

37
BAB I PENDAHULUAN Kanker serviks merupakan penyebab utama kematian pada perempuan. Kanker serviks merupakan salah satu penyakit neoplastik yang paling sering diderita wanita di dunia. Sekitar 85% kejadian kanker serviks terjadi di negara berkembang. Di negara maju seperti Amerika Serikat penyakit ini relatif jarang terjadi sedangkan di negara berkembang insiden penyakit ini terus meningkat. Hal ini dikarenakan negara maju sudah menerapkan metode deteksi dini kanker serviks dengan menggunakan Papanicolaou test (PAP Smear) sehingga kanker serviks menjadi penyakit yang dapat dicegah di negara maju. 1,2,3 The American Cancer Society memperkirakan kejadian kanker serviks di Amerika Serikat pada tahun 2010 mencapai 12.200 kasus baru. Sedangkan di negara berkembang kanker serviks masih menempati urutan pertama di antara penyakit kanker pada wanita. Di Indonesia diperkirakan 90-100 kanker baru terjadi di antara 100.000 penduduk pertahunnya. Selain itu, laporan dari berbagai rumah sakit pendidikan di Indonesia menyatakan prevalensi kanker serviks berkisar antara 0,2- 1,3% dari seluruh kasus Obstetri dan Ginekologi. Namun, beberapa rumah sakit di Indonesia melaporkan bahwa proporsi kanker serviks di antara seluruh kanker ginekologi sebesar 65-77,7%. Meski demikian secara keseluruhan angka tersebut dianggap masih lebih rendah dari jumlah kasus sebenarnya. Hal ini disebabkan oleh pengaruh faktor kebudayaan, dalam 1

description

adeno

Transcript of Adenocarcinoma

Page 1: Adenocarcinoma

BAB I

PENDAHULUAN

Kanker serviks merupakan penyebab utama kematian pada perempuan. Kanker serviks

merupakan salah satu penyakit neoplastik yang paling sering diderita wanita di dunia.

Sekitar 85% kejadian kanker serviks terjadi di negara berkembang. Di negara maju seperti

Amerika Serikat penyakit ini relatif jarang terjadi sedangkan di negara berkembang insiden

penyakit ini terus meningkat. Hal ini dikarenakan negara maju sudah menerapkan metode

deteksi dini kanker serviks dengan menggunakan Papanicolaou test (PAP Smear)

sehingga kanker serviks menjadi penyakit yang dapat dicegah di negara maju.1,2,3

The American Cancer Society memperkirakan kejadian kanker serviks di Amerika

Serikat pada tahun 2010 mencapai 12.200 kasus baru. Sedangkan di negara berkembang

kanker serviks masih menempati urutan pertama di antara penyakit kanker pada wanita. Di

Indonesia diperkirakan 90-100 kanker baru terjadi di antara 100.000 penduduk

pertahunnya. Selain itu, laporan dari berbagai rumah sakit pendidikan di Indonesia

menyatakan prevalensi kanker serviks berkisar antara 0,2-1,3% dari seluruh kasus Obstetri

dan Ginekologi. Namun, beberapa rumah sakit di Indonesia melaporkan bahwa proporsi

kanker serviks di antara seluruh kanker ginekologi sebesar 65-77,7%. Meski demikian

secara keseluruhan angka tersebut dianggap masih lebih rendah dari jumlah kasus

sebenarnya. Hal ini disebabkan oleh pengaruh faktor kebudayaan, dalam hal ini para

wanita sering enggan untuk diperiksa oleh karena ketidaktahuan, rasa malu, rasa takut, dan

faktor lainnya karena masih rendahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan penduduk di

Indonesia baik mengenai kanker secara umum maupun kanker serviks secara khusus.4,5

Kanker serviks merupakan penyakit yang multifaktorial dan mempunyai fase laten

yang panjang. Sebagian besar yaitu 80-85% kasus kanker serviks terdiagnosis pada

stadium invasif atau sudah lanjut. Keterlambatan diagnosis mengakibatkan penanganan

kanker serviks tidak memberikan hasil yang optimal serta prognosis yang cenderung

buruk. Sehingga rerata angka harapan hidup satu tahun penderita kanker serviks terbilang

sangat rendah yaitu 2,18%. Salah satu faktor prognosis dari kanker serviks adalah jenis

histopatologi. Jenis histopatologi yang paling banyak diderita wanita adalah karsinoma sel

skuamosa servik, sedangkan adenokarsinoma lebih sedikit, tetapi insidennya terus

meningkat pada beberapa tahun terakhir.6,7,8

1

Page 2: Adenocarcinoma

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Karsinoma serviks adalah pertumbuhan tanpa henti jaringan abnormal di dalam serviks

uteri. Kanker serviks merupakan penyakit keganasan pada serviks yang dapat berasal dari

epitel, fibroblast, pembuluh darah, limfe, dan campuran. Hampir sebagian besar kanker

serviks (80-90%) berasal dari jenis skuamosa epitelial, disebut squamous cell carcinoma,

sisanya (10-15%) berasal dari epitel kelenjar, disebut adenocarcinoma.4

Kanker serviks dimulai dari gangguan diferensiasi sel pada lapisan epitel skuamosa

yang atipik yang dikenal sebagai displasia/Neoplasia Intraepitel Serviks (NIS)/lesi pra

kanker. Dari lesi pra kanker menuju lesi kanker invasif membutuhkan waktu hampir 10

tahun. Tetapi tidak semua lesi pra kanker menjadi invasif, dimana sekitar 30%-35% lesi

pra kanker mengalami regresi spontan.4

2.2 Anatomi dan Histologi Serviks

Serviks merupakan bagian dari sistem reproduksi wanita yang terletak di bawah uterus,

memasuki liang vagina dan menghubungkan uterus dengan vagina. Serviks terdiri dari 2

bagian yaitu ektoserviks dan endoserviks. Bagian ektoserviks dilapisi oleh sel epitel

skuamosa berlapis dan nonkeratin. Sedangkan bagian endoserviks dilapisi oleh sel epitel

kolumner selapis. Sel epitel kolumner terdiri dari 2 macam yaitu sel yang bersilia dan sel

yang tidak bersilia. Sel yang tidak bersilia memproduksi lendir atau mukus yang

membasahi kanalis servikalis dan sel yang bersilia berfungsi membersihkan lendir/mukus

tersebut. Selama hamil epitel kolumnar pada endoserviks akan bergerak menuju

ektoserviks kemudian dengan pengaruh keasaman pada serviks sel ini akan berubah

menjadi epitel skuamosa. Peristiwa ini disebut metaplasia skuamosa.

Pertemuan antara epitel skuamosa dan epitel kolumner endoserviks membentuk

Squamo Columnar Junction (SCJ). Secara morfogenetik SCJ dibagi menjadi 2 jenis,

yaitu:2,5

1. SCJ anatomis yang menjadi tempat pertemuan antara epitel skuamosa asli dengan

epitel kolumner.

2. SCJ fungsional merupakan tempat pertemuan epitel skuamosa metaplastik di

daerah transformasi dengan epitel kolumner.

2

Page 3: Adenocarcinoma

2.3 Etiologi dan Faktor Risiko

Hingga saat ini penyebab kanker serviks belum diketahui secara pasti. Beberapa faktor

risiko yang dikatakan dapat menyebabkan terjadinya kanker serviks, antara lain: 1,2,3

1. Human Papillomavirus

Sembilan puluh sembilan persen kanker serviks disebabkan oleh Human

Papillomavirus (HPV). HPV merupakan virus yang dapat ditularkan melalui

hubungan seksual. Dari 100 jenis HPV, lima di antaranya berhubungan erat

dengan kanker serviks, yaitu HPV tipe 16, 18, 31, 35, 45. Infeksi tipe-tipe HPV

ini menyebabkan perubahan pada sel-sel serviks, dimana perubahan ini bisa

mengarah menuju lesi kanker.

2. Riwayat Seksual

Wanita yang memiliki risiko tinggi untuk menderita kanker serviks adalah

wanita-wanita dengan kriteria seksual sebagai berikut:

a. Wanita yang memiliki partner seksual yang banyak dan bervariasi.

b. Wanita dengan pasangan seksual yang memiliki banyak partner seksual

dan bervariasi.

c. Wanita yang memulai hubungan seksual pada umur muda.

d. Wanita yang mempunyai riwayat penyakit hubungan seksual

3. Usia

Kanker serviks biasanya mengenai wanita berusia lebih dari 40 tahun.

4. Tidak pernah menjalani pemeriksaan Pap Smear

Prosedur Pap Smear dapat membantu dalam menemukan sel-sel prekanker.

Pengobatan lesi prekanker pada serviks umumnya dapat mencegah progresivitas

kanker.

5. Sistem imun lemah

Melemahnya sistem imun akan memudahkan HPV untuk menginfeksi tubuh,

yang secara langsung akan memudahkan berkembangnya kanker serviks itu

sendiri.

6. Merokok

Wanita perokok dengan infeksi HPV memiliki risiko menderita kanker serviks

lebih tinggi daripada wanita bukan perokok dengan infeksi HPV.

7. Kehamilan multipel

Penelitian membuktikan bahwa paritas tinggi meningkatkan risiko menderita

kanker serviks.

3

Page 4: Adenocarcinoma

8. Kontrasepsi oral

Penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka waktu lama (lebih dari 5 tahun)

meningkatkan risiko menderita kanker serviks.

9. Riwayat adanya kanker serviks dalam keluarga

10. Infeksi HIV

Infeksi HIV berkaitan dengan sistem imun yang rendah yang dapat memudahkan

pertumbuhan HPV.

11. Konsumsi obat hormonal diethylstilbestrol (DES)

2.4 Patogenesis

Posisi Squamo Columnar Junction (SCJ) dapat berubah sesuai dengan volume serviks.

Perubahan lingkungan vagina seperti pH asam dapat mengubah epitel kolumner menjadi

skuamosa, perubahan tersebut disebut metaplasia. Metaplasia juga dapat terjadi akibat

perubahan hormonal ovarium, proses peradangan, iritasi kronis, koitus, dan trauma

langsung.

Perubahan tersebut dimulai dari tepi luar epitel kolumner dan berlanjut ke arah

kanalis servikalis yang dilakukan oleh sel-sel cadangan yang terdapat di bawah epitel

kolumner. Proses ini merupakan hal yang normal pada kebanyakan wanita dan epitel yang

terbentuk oleh proses metaplasia tersebut epitel skuamosa asli. Dengan demikian batas sel

skuamosa metaplastik dengan epitel kolumner menjadi sambungan skuamokolumner yang

baru, sedangkan sambungan skuamokolumner yang lama menjadi sambungan

skuamoskuamosa dan daerah yang terjadi metaplasia tersebut daerah transformasi atau

transisi. Daerah ini sulit dibedakan dengan epitel ektoserviks yang asli.5

Sel-sel metaplastik ini dapat menjadi sel yang berpotensi ganas bila dikenai

mutagen seperti sperma, Virus Herpes Simplex tipe 2, klamidia, virus papova atau bahan

lain yang mengandung DNA pada saat fase aktif atau fase awal dari metaplasia. Kelainan

ini disebut dengan displasia. Displasia yang terjadi dimulai dari bentuk ringan, sedang dan

selanjutnya dapat berkembang menjadi kanker invasif jika daya tahan tubuh tidak dapat

mengatasi sel-sel tersebut.5

Karsinoma sel skuamosa sebenarnya dapat terjadi pada lesi yang telah mengalami

dysplasia. Meskipun sebagian besar wanita dapat terbebas dari HPV, beberapa di

antaranya dapat bersifat persisten yang dapat memperburuk progresivitas sel dysplasia

berubah menjadi sel kanker. Peristiwa karsinogenesis ini merupakan hasil dari interaksi

antara faktor lingkungan, imunitas pasien, maupun variasi genom dari pasien.5

4

Page 5: Adenocarcinoma

Gambar 1. Proses Metaplasia Skuamosa.5

Beberapa penelitian mengatakan HPV merupakan faktor utama penyebab kanker

serviks karena virus ini memiliki serotype oncogenic yang mampu bergabung dengan

genome manusia, sehingga protein replikasi oncogenic HPV seperti E1 dan E2 mampu

membuat virus bereplikasi di dalam sel-sel serviks. Kadar protein E1 dan E2 terlihat tinggi

terutama saat infeksi HPV. Sementara itu, produk-produk gen virus (oncoprotein) seperti

E6 dan E7 dapat mengubah transformasi sel normal menjadi sel tumor. E7 berikatan

dengan retinoblastoma (Rb) tumor suppressor protein sedangkan E6 berikatan dengan p53

tumor suppressor protein. Pengikatan ini mengakibatkan degradasi tumor suppressor

protein sehingga pertumbuhan sel tumor tidak dapat dikendalikan.5

Gambar 2. Interaksi Faktor Lingkungan, Imunitas Pasien, dan Genetika Pasien dalam

Pembentukan Sel Kanker.3

5

Page 6: Adenocarcinoma

Gambar 3. Mekanisme Degradasi Tumor Supressor Protein oleh Virus Oncogene Protein.5

2.5 Klasifikasi Kanker Serviks

Seperti dijelaskan sebelumnya kanker serviks bermula dari sel yang mengalami displasia.

Displasia sendiri dapat muncul bila ada aktivitas regenerasi epitel yang meningkat,

misalnya akibat trauma mekanik atau kimiawi, infeksi virus atau bakteri dan gangguan

keseimbangan hormon. Displasia mencakup berbagai lesi intraepitelial yang secara

sitologik dan histologik berbeda dari epitel normal, tetapi belum mempunyai kriteria

keganasan. Displasia dibagi menjadi 3 tingkat:5

1. Displasia ringan, bila kelainan epitel terbatas pada lapisan basal

2. Displasia sedang, bila lesi melebihi dari lapisan epithelial

3. Displasia berat, bila seluruh lapisan epithelial sudah terkena

Karena displasia berat sulit dibedakan dengan karsinoma insitu (KIS), pada tahun

1996 Richart mengusulkan pemakaian istilah Cervical Intraepithelial Neoplasia (CIN)

atau Neoplasia Intraepithelial Serviks (NIS) yang dibagi menjadi 3 yaitu:5

1. NIS I, untuk displasia ringan

2. NIS II, untuk displasia sedang

3. NIS III, untuk displasia berat dan KIS

Bila dihubungkan dengan prognosis, kanker serviks dibagi menjadi tiga jenis

secara histologi antara lain karsinoma sel skuamosa, adenokarsinoma dan adenoskuamosa

6

Page 7: Adenocarcinoma

karsinoma. Karsinoma sel skuamosa dikatakan mempunyai prognosis lebih baik dari tipe

yang lainnya.5

1. Karsinoma Skuamosa

Karsinoma skuamosa tersusun dari sel skuamosa. WHO membagi sel skuamosa

karsinoma menjadi large cell keratinizing, large cell non-keratinizing, dan small

cell keratinizing. Kebanyakan karsinoma skuamosa bersifat non-keratinizing,

sedangkan yang bersifat keratinizing ditandai dengan adanya mutiara keratin.

Sedangkan berdasarkan sifat diferensiasi selnya, karsinoma skuamosa dibagi

menjadi 3, yaitu karsinoma skuamosa berdiferensiasi baik, sedang, dan buruk.

2. Adenokarsinoma

Adeno karsinoma berasal dari kelenjar endoserviks. Sekitar 70 % tumor ini

menunjukkan gambaran jenis sel endoservikal. Secara histologi tumor ini

mengalami diferensiasi dari baik sampai buruk.

3. Adenoskuamosa karsinoma

Tersusun dari dua jenis sel yang berdiferensiasi yaitu sel kuamosa dan sel

glandular. Umumnya mempunyai prognosis yang lebih jelek dari asal selnya oleh

karena mempunyai diferensiasi yang jelek dan tumor ini sering dihubungkan

dengan tingginya angka metastasis ke kelenjar limfe daripada sel aslinya. Tumor

ini terjadi pada umur yang masih muda

2.6 Manifestasi Klinis

Kanker serviks dini sering tidak menunjukkan gejala. Pada wanita yang secara rutin

melakukan screening, tanda awal dari kanker serviks umumnya berupa hasil pap smear

yang abnormal. Jika penyakit menjadi memburuk, perlu diperhatikan gejala-gejala yang

mungkin terjadi yaitu:1,2,3

1. Perdarahan abnormal pervaginam, seperti perdarahan saat berhubungan seksual

(post coital bleeding), perdarahan saat dilakukan pemeriksaan ginekologik,

perdarahan antara periode menstruasi, menstruasi berlangsung lama dan lebih berat

daripada sebelumnya, perdarahan saat menopause.

2. Pengeluaran cairan pervaginam yang tidak normal (terkadang berbau busuk)

3. Nyeri daerah pelvis, pinggang/punggung dan tungkai

4. Nyeri saat berhubungan seksual

5. Gangguan kencing dan defekasi

7

Page 8: Adenocarcinoma

Kanker serviks yang sudah meluas melewati batas-batas serviks dapat

menimbulkan gejala-gejala berupa nafsu makan berkurang, penurunan berat badan,

kelelahan, nyeri panggul, punggung atau tungkai, dari vagina keluar air kemih atau tinja,

patah tulang (fraktur), konstipasi, hematuria, fistula, obstruksi uretra dan lainnya sesuai

dengan organ yang terkena.

2.7 Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis kanker serviks harus mengikuti tahapan sebagai berikut.1,2,3

2.7.1 Anamnesis

Tanyakan kepada pasien hal-hal berikut:

a. faktor risiko

b. keputihan

c. perdarahan pervaginam abnormal

d. perdarahan post koital

e. perdarahan pasca menopause

f. gangguan kencing dan defekasi

g. nyeri daerah pelvis, pinggang/punggung dan tungkai

h. keluhan lain sesuai dengan lokasi penyebaran penyakit

2.7.2 Pemeriksaan Fisik Umum

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan pembesaran kelenjar supraklavikula dan

inguinal, pembesaran liver, ascites, dan lain-lain sesuai organ yang terkena.

2.7.3 Pemeriksaan Ginekologi

a. Dengan VT bisa ditemukan:

1. vagina: fluor, fluxus, tanda-tanda penyebaran/infiltrasi pada vagina

2. porsio: berdungkul, padat, rapuh, ukuran bervariasi, eksofitik/endofitik

3. uterus: normal/membesar

4. adneksa parametrium: tanda-tanda penyebaran

b. Dengan RT dinilai penyebaran penyakit ke arah dinding pelvis (cancer free space),

yang merupakan daerah bebas antara tepi lateral serviks dengan dinding pelvis.

1. CSF 100%: belum ada tanda-tanda penyebaran

2. CSF 25-100%: ada penyebaran, belum sampai dinding pelvis

3. CSF 0%: penyebaran mencapai dinding pelvis

Dari pemeriksaan VT dan RT juga dapat dinilai penyebaran ke kolon, rektum dan

vesika urinaria.

8

Page 9: Adenocarcinoma

2.7.4 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dapat diusulkan pada wanita yang mempunyai gejala-gejala

atau hasil pap smear yang menunjukkan adanya lesi prekanker atau kanker pada

serviks. Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan antara lain:

1. Kolposkopi

Prosedur kolposkopi digunakan untuk memperbesar gambaran permukaan

porsio sehingga pembuluh-pembuluh darah jelas terlihat (dengan memperhatikan

pembuluh-pembuluh darah pada porsio, kanker serviks lebih cepat dikenal).

2. Biopsi

Biopsi adalah pengambilan sebagian kecil jaringan untuk diperiksa secara

histopatologi apakah ada sel-sel prekanker atau sel-sel kanker. Selain itu klasifikasi

sel-sel kanker juga dapat dikelompokkan menjadi 3 tipe yaitu epidermoid, adenoid,

dan tipe lainnya.

Jika dicurigai adanya tanda-tanda perluasan dari kanker serviks tersebut, pemeriksaan

lanjutan yang perlu dilakukan adalah:

1. Foto thoraks

2. CT scan

3. MRI scan

4. Ultrasound scan

2.8 Stadium Klinis

Stadium atau tingkat keganasan kanker serviks di tentukan menurut klasifikasi FIGO

(International Federation of Gynecology and Obstetric), tahun 2000. Klasifikasi ini

didasarkan atas hasil dari pemeriksaan klinis pada saat operasi.

Tabel 1. Stadium Klinis Kanker Serviks Menurut FIGO, Revisi 20001

Stadiu

m

Karakteristik

0 Karsinoma In Situ (KIS) atau karsinoma intraepitel : membrana basalis

masih utuh

I Proses terbatas pada serviks (perluasan ke korpus uteri diabaikan).

IA Invasi kanker ke stroma hanya dapat didiagnosis secara mikroskopis. Lesi

yang dilihat secara makroskopik walau denganinvasi yang superfisial

9

Page 10: Adenocarcinoma

dikelompokkan ke dalam stadium IB

IA1 Invasi ke stroma dengan kedalaman kurang dari 3 mm dan lebar horizontal

lesi kurang dari 7 mm

IA2 Invasi ke stroma lebih dari 3 mm dan kurang dari 5 mm serta lebar

horizontal lesi kurang dari 7 mm

IB Lesi klinis terbatas pada serviks atau secara mikroskopik terlihat lebih luas

dari IA

IB1 Lesi klinis berukuran kurang dari 4 cm dari dimensi terbesar

IB2 Lesi klinis berukuran lebih dari 4 cm dari dimensi terbesar

II Tumor telah menginvasi di luar uterus, tetapi belum mengenai dinding

panggul dan/atau mengenai sepertiga distal/bawah vagina

IIA Tidak terlihat penyebaran ke parametrium

IIB Terlihat penyebaran ke parametrium

III Tumor telah meluas ke dinding panggul dan/atau mengenai sepertiga

distal/bawah vagina dan/atau menyebabkan hidronefrosis atau tidak

berfungsinya ginjal

IIIA Tidak ada perluasan ke dinding panggul, tetapi sudah mencapai sepertiga

bagian bawah vagina

IIIB Perluasan ke dinding panggul disertai tanda hidronefrosis atau gagal ginjal

akibat tumor

IV Tumor telah meluas keluar organ reproduksi

IVA Tumor menginvasi ke mukosa kandung kemih atau rektum da/atau ke luar

dari rongga panggul minor

IVB Metastasis jauh penyakit mikroinvasif: invasi stroma dengan kedalaman 3

mm atau kurang dari membrana basalis epitel tanpa invasi ke rongga

pembuluh darah/limfe atau melekat dengan lesi kanker serviks

10

Page 11: Adenocarcinoma

Gambar 4. Stadium Klinis Kanker Serviks Menurut FIGO3

2.9 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan kanker leher rahim dapat dipilih berdasarkan stadium penyakit. Pada

stadium 0 terapi operasi berupa konisasi dilakukan jika pasien masih berusia muda dan

masih menginginkan anak atau operasi histerektomi simpel. Pada stadium IA sampai

dengan IIA dilakukan histerektomi simpel atau radikal. Stadium IIB-IIIB dilakukan radiasi

dan kemoradiasi sedangkan stadium IV terapi yang dapat dilakukan adalah radiasi paliatif

atau perawatan paliatif . Selain itu juga dilakukan rehabilitasi terutama karena efek dari

pengobatan. Misalnya pasca histerektomi radikal dapat terjadi inkontinensia urin yang

memerlukan latihan untuk berkemih. Penyebaran penyakit sering mengakibatkan

limfedema pada ekstremitas bawah yang dapat menimbulkan masalah bengkak, gangguan

gerak dan nyeri yang perlu diketahui lebih awal. Umumnya pasien kanker serviks datang

ke rumah sakit pada stadium yang telah lanjut, maka penanganannya pun menjadi sangat

kompleks. Bagan penatalaksanaan kanker serviks dapat dilihat pada gambar 5.6

Gambar 5. Skema Penatalaksanaan Karsinoma Serviks Uteri.6

11

Kanker Serviks

Stadium 0 Stadium I-IIA Stadium IIB Stadium III Stadium IV

Ingin Anak

Radikal Histerektomi

Tidak Ingin Anak

Konisasi

Histerektomi

Sel ganas (+) pada kelenjar limfe atau

keterlibatan pembuluh darah (+)

Terapi adjuvan:Eksternal radiasi 4000-5000 radSitostatika PVB/BOM

Sel ganas (-) pada kelenjar limfe atau

keterlibatan pembuluh darah (-)

Pengawasan Lanjut

NeoadjuvanKemoterapiKemo+radiasi

internal

Radikal Histerektomi

Operable

Non operable

Eksternal radiasi 4000-5000 rad

Kemoradiasi

Radiasi Eksternal

Paliatif

Kanker Serviks

Stadium 0 Stadium I-IIA Stadium IIB Stadium III Stadium IV

Ingin Anak

Radikal Histerektomi

Page 12: Adenocarcinoma

2.10 Pencegahan

Diketahui bahwa pengobatan pada tahap pra –kanker (displasia dan karsinoma in situ)

memberikan kesembuhan 100%. Agar tercapai hasil pengobatan kanker serviks yang lebih

baik, salah satu faktor utamanya adalah adanya metode untuk penemuan stadium lebih

awal. Untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas, selain meningkatkan kegiatan

komunikasi, informasi, dan edukasi, program screening dan deteksi dini kanker serviks

secara maksimal harus diutamakan. Beberapa metode screening yang dapat dilakukan

untuk mendeteksi dini kanker serviks adalah pap smear, inspeksi visual asam asetat,

kolposkopi dan biopsi.5

2.11 Prognosis

Faktor-faktor yang menentukan prognosis adalah umur penderita, keadaan umum pasien ,

tingkat klinik keganasan, ciri-ciri histologik sel tumor, kemampuan tim ahli yang

menangani dan sarana pengobatan yang ada.

Karsinoma serviks yang tidak diobati atau tidak memberikan respon terhadap

pengobatan 95% akan mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul gejala. Pasien

yang mengalami histerektomi dan mengalami resiko tinggi terjadinya rekurensi harus terus

diawasi karena lewat deteksi dini dapat diobati dengan radioterapi. Setelah histerektomi

radikal, terjadi 80% rekurensi dalam 2 tahun.5 Prognosis (5 years survival) yaitu:

1. stadium I : 85%

2. stadium II: 42-70%

3. stadium III:26-42%

4. stadium IV : 0-12%

Faktor prognosis ditentukan berdasarkan:

1. Stadium Klinis

Stadium klinis merupakan faktor determinan yang paling penting dalam

menentukan prognosis pada kanker serviks. Angka harapan hidup 5 tahun pada

pasien dengan stadium IA (95-100%) dan stadium IV (<5%). Pasien pada stadium

awal ditentukan oleh faktor lokal seperti ukuran lesi, presentase invasi tumor ke

stroma serviks, histologi, grading tumor dan kena tidaknya jaringan limfe dan

pembuluh darah.

Secara umum prognosis baik jika diameter lesi ≤2cm, invasi masih

superfisial, berdiferensiasi baik tanpa disertai invasi ke jaringan limfe dan

pembuluh darah. Untuk pasien pasca histerektomi, faktor yang buruk meliputi

12

Page 13: Adenocarcinoma

semua faktor lokal di atas, termasuk hasil positif pada pinggir vagina/parametrium

dengan metastase ke limfonodi pelvis. Pasien stadium IB dengan nodus positif

prognosisnya turun dari 75-85% menjadi 50%.

Untuk pasien stadium lanjut (stadium II-IV) prognosisnya sangat ditentukan

oleh jenis histologinya dan ukuran lesi primer tumor. Angka harapan hidup lebih

tinggi pada stadium IIB dengan keterlibatan parametrialyang minimal daripada

pasien dengan ukuran tumor yang besar dan keterlibatan parametrial bilateral.

Secara histologis tumor berlapis pipih bersel besar tidak menanduk (large-cell

nonkeratinizing squamous tumor) memiliki prognosis yang lebih baik

dibandingkan adenokarsinoma berdiferensiasi buruk.5

2. Faktor prognosis yang lain

Faktor prognosis yang lain meliputi keadaan umum dan status nutrisi pasien.

Pasien dengan anemia menunjukkan respon terapi radiasi yang lebih buruk

dibandingkan dengan pasien dengan kadar hemoglobin normal. Penelitian 7

institusi di Kanada menemukan kadar Hb merupakan faktor prognostik penting

setelah stadium tumor. Kadar Hb harus dipertahankan ≥12 g/dL untuk keberhasilan

radioterapi.5

13

Page 14: Adenocarcinoma

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

No RM : 38.78.08

Nama Pasien : WW

Alamat : Banjar Dinas Pasut Tengah Kaja, Kerambitan, Tabanan

Usia : 28 tahun

Agama : Hindu

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Pegawai Swasta

Kewarganegaraan : Indonesia

Status Perkawinan : Sudah Menikah

Masuk Rumah Sakit : 23 Agustus 2013

3.2 Anamnesis

Keluhan Utama

Perdarahan pervaginam

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan utama perdarahan pervaginam sejak 4 hari SMRS.

Perdarahan awalnya keluar sedikit-sedikit namun keluar secara kontinyu. Darah yang

keluar dikatakan berwarna merah segar dan terkadang bergumpal. Selain itu pasien

juga mengeluh pusing, lemah, letih, lesu, dada sering berdebar bila beraktivitas, mata

berkunang-kunang. Pasien menyangkal adanya riwayat telinga berdenging. Keluhan

dikatakan memberat saat beraktivitas dan akan sedikit berkurang dengan istirahat.

Pasien juga mengeluhkan adanya hambatan saat berkemih tanpa nyeri.

Pasien mengatakan pada Januari 2013 ia mengalami keluhan perdarahan diluar

menstruasi berupa gumpalan dan darah segar yang cukup banyak hingga pasien perlu

mengganti pembalut lebih dari 5 kali per harinya. Setelah diperiksakan ternyata IUD

yang terpasang mengalami pergeseran sehingga diputuskan untuk melepas IUD dan

menggantinya dengan KB suntik setiap 1 bulan.

Selama bulan februari, maret, dan april pasien menggunakan KB suntik namun

keluhan perdarahan tetap muncul. Hingga akhirnya pada bulan agustus perdarahan

14

Page 15: Adenocarcinoma

masih sering terjadi dan pasien mulai mengeluhkan tubuhnya lemas, sering pusing, dan

maatanya sering berkunang-kunang. Pasien menyangkal adanya riwayat keputihan

lama yang berbau atau perdarahan setelah berhubungan seksual. Pasien juga

menyangkal adanya rasa nyeri.

Riwayat Menstruasi

Pasien menarche pada usia 12 tahun, dengan lama siklus rata-rata 28 hari, lama

menstruasi ± 4 hari, tanpa gangguan selama menstruasi.

Riwayat Perkawinan

Pasien menikah satu kali yaitu dengan suaminya saat ini selama 10 tahun.

Riwayat Obstetri

Anak pertama pasien lahir 10 tahun yang lalu, jenis kelamin perempuan, lahir dengan

berat badan 3800 gram, lahir secara spontan dibantu oleh bidan tanpa komplikasi

persalinan.

Riwayat Kontrasepsi

Setelah melahirkan anak pertama, pasien menggunakan KB Spiral yang dipasang pada

tahun 2003 selama 6 tahun. Pada tahun 2009, pasien mengganti alat kontrasepsinya

dengan spiral yang kedua. Pada awal tahun 2013 alat KB Spiral tersebut dilepas akibat

mengalami pergeseran alat IUD dengan keluhan menstruasi yang tidak teratur. Pasien

mengganti metode kontrasepsi dengan alat KB suntik setiap 1 bulan sekali dan sudah

pernah disuntik sebanyak 3 kali.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien menyangkal pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Riwayat

penyakit berat lainnya disangkal. Riwayat alergi disangkal. Riwayat penyakit jantung

dan tekanan darah tinggi juga disangkal. Pasien menyangkal adanya berat badan yang

turun secara drastis dalam waktu singkat.

Riwayat Keluarga

Pasien menyangkal adanya riwayat penyakit yang sama dalam keluarganya.

15

Page 16: Adenocarcinoma

Riwayat Sosial

Pasien menyangkal memiliki kebiasaan merokok namun suami pasien adalah seorang

perokok sejak lama yang mampu menghabiskan 1 bungkus rokok per hari. Pasien

melakukan hubungan seksual pertama kali dengan suaminya pada usia < 18 tahun,

namun riwayat berganti-ganti pasangan disangkal. Riwayat meminum pil KB

disangkal. Riwayat penggunaan DES (dietilbestrol) pada kehamilan untuk mencegah

keguguran juga disangkal oleh pasien. Riwayat adanya infeksi herpes atau chlamidya

menahun juga disangkal. Pasien dan suami berasal dari golongan ekonomi lemah

sehingga pasien mengaku tidak pernah melakukan pemeriksaan pap smear

sebelumnya.

3.3 Pemeriksaan Fisik

Tanda-tanda Vital

Keadaan Umum : Sedang

Gizi : Baik

GCS : E4V5M6

Tensi : 110 / 70 mmHg

Suhu Axilla : 37,5 oC

Nadi : 82 kali / menit

Respirasi : 20 kali / menit

Pemeriksaan Fisik Umum

Kepala : Normal

Mata : Konjungtiva Anemis + / +, Ikterus - / -, RP + / + isokor

Gigi : Normal

Tiroid : Normal

Payudara : Normal

Jantung : S1 S2 tunggal, reguler, murmur (-)

Paru : Vesikuler + / +, rhonki - / -, wheezing - / -

Perut : Distensi (-), bising usus (+) normal

Pelvic : Normal

Tungkai Atas : Normal, edema - / -

Tungkai Bawah : Normal, edema - / -

Kelenjar Limfe : Normal, pembesaran (-)

16

Page 17: Adenocarcinoma

Pemeriksaan Ginekologi

Abdomen: Tinggi Fundus Uteri Tidak Teraba, Distensi (-), Bising Usus (+) Normal,

Nyeri Tekan (-)

VT : Fluxus (+), Flour (-), Porsio rapuh, berdungkul, mudah berdarah,

CUAF b/c ~ Normal

3.4 Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

Pemeriksaan Darah Lengkap (23-01-2013) menunjukkan:

WBC : 12.7 x 103/μL,

Neu : 11.1 x 103/μL,

Lim : 0.878 x 103/μL,

Mo : 0.5 x 103/μL,

Eos : 0.005 x 103/μL,

Bas : 0.208 x 103/μL,

RBC : 3.64 x 103/μL,

HGB : 4.3 gr/dL,

HCT : 27.0 %

MCV : 76.5 fL

MCH : 22.9 pg

PLT : 353.0 x 103/μL

Imaging

Tidak dievaluasi

Pemeriksaan Histopatologi

Sesuai gambaran adenocarcinoma cervix stadium II B

3.5 Diagnosis

Adenocarcinoma Cervix Stadium II B + Anemia Berat Hipokromik Mikrositer e.c.

Suspek Perdarahan Kronis

3.6 Penatalaksanaan

Planning Diagnostik:

17

Page 18: Adenocarcinoma

Penetapan stadium klinis

Laboratorium : darah lengkap, LFT, RFT

Imaging : Foto thorax, USG ginjal/abdomen

Planning Terapi:

Pasang tampon untuk menghentikan perdarahan

Transfusi PRC hingga Hb > 10 mg%

Tangani sesuai stadium : kemoterapi neo-adjuvan

KIE:

Jelaskan pada keluarga mengenai penyakit yang diderita pasien hingga rencana terapi

dan prognosisnya

Tanggal S O A P

23 Agustus

2013

Keluhan badan

terasa lemas,

perdarahan

pervaginam (+)

sedikit, nyeri pada

perut bagian

bawah saat batuk

(+), BAB (-),

BAK (+) jernih

sedikit terhambat

Status present

T : 110/80 mmHg

N : 86x/menit

R : 20x/menit

Status general

Mata : an +/+

Co/po : dbn

Status ginekologi

Abd :TFU tidak teraba,

nyeri tekan (-), distensi

(-).

Vag : perdarahan aktif

(-)

Ca Cervix +

Anemia berat

hipokromik

mikrositer e.c.

suspek perdarahan

kronis

PDx :-

Tx :

IVFD RL 20 tpm

Transfusi PRC s/d

HB > 10 g %

Diet TKTP

Mx : kel,vs

KIE

24 Agustus

2013

Mengeluh badan

terasa lemas,

perdarahan

pervaginam (+)

minimal, BAB

(+), BAK (+)

jernih sedikit

terhambat

Status present

T : 110/70 mmHg

N : 80x/menit

R : 18x/menit

Status general

Mata : an +/+

Co/po : dbn

Status ginekologi

Ca Cervix +

Anemia berat

hipokromik

mikrositer e.c.

suspek perdarahan

kronis

PDx :-

Tx :

IVFD RL 20 tpm

Transfusi PRC s/d

HB > 10 g %

Diet TKTP

Mx : kel,vs

KIE

18

Page 19: Adenocarcinoma

Abd :TFU tidak teraba,

nyeri tekan (-), distensi

(-).

Vag : perdarahan aktif

(-)

25 Agustus

2013

Mengeluh badan

lemas, perdarahan

pervaginam (+)

minimal, BAB

(+), BAK (+)

sedikit terhambat

Status present

T : 110/80 mmHg

N : 84x/menit

R : 22x/menit

Status general

Mata : an +/+

Co/po : dbn

Status ginekologi

Abd :TFU tidak teraba,

nyeri tekan (-), distensi

(-).

Vag : perdarahan aktif

(-)

Ca Cervix +

Anemia berat

hipokromik

mikrositer e.c.

suspek perdarahan

kronis

PDx :-

Tx :

IVFD RL 20 tpm

Transfusi PRC s/d

HB > 10 g %

Diet TKTP

Mx : kel,vs

KIE

26 Agustus

2013

Keluhan lemas

sedikit berkurang,

BAB (+), BAK

(+) sedikit

terhambat

Status present

T : 120/80 mmHg

N : 80x/menit

R : 20x/menit

Status general

Mata : an +/+

Co/po : dbn

Status ginekologi

Abd :TFU tidak teraba,

nyeri tekan (-), distensi

(-).

Vag : perdarahan aktif

(-)

Ca Cervix +

Anemia berat

hipokromik

mikrositer e.c.

suspek perdarahan

kronis

PDx :-

Tx :

IVFD RL 20 tpm

Transfusi PRC s/d

HB > 10 g %

Diet TKTP

Mx : kel,vs

KIE

27 Agustus

2013

Badan lemas

berkurang,

perdarahan

pervaginam (+)

minimal, BAB (-),

BAK (+) sedikit

Status present

T : 110/70 mmHg

N : 86x/menit

R : 18x/menit

Status general

Ca Cervix +

Anemia berat

hipokromik

mikrositer e.c.

suspek perdarahan

PDx :-

Tx :

IVFD RL 20 tpm

Transfusi PRC s/d

HB > 10 g %

19

Page 20: Adenocarcinoma

terhambat Mata : an +/+

Co/po : dbn

Status ginekologi

Abd :TFU tidak teraba,

nyeri tekan (-), distensi

(-).

Vag : perdarahan aktif

(-)

kronis Diet TKTP

Mx : kel,vs

KIE

28 Agustus

2013

Keluhan badan

lemas berkurang,

perdarahan

pervaginam (+)

minimal, BAB

(+), BAK (+)

sedikit terhambat

Status present

T : 120/80 mmHg

N : 84x/menit

R : 22x/menit

Status general

Mata : an +/+

Co/po : dbn

Status ginekologi

Abd :TFU tidak teraba,

nyeri tekan (-), distensi

(-).

Vag : perdarahan aktif

(-)

Ca Cervix PDx :-

Tx :

BPL

Diet TKTP

Mx : kel,vs

KIE

20

Page 21: Adenocarcinoma

BAB IV

PEMBAHASAN

Kanker serviks adalah keganasan primer pada serviks uterus yaitu bagian dari uterus yang

bentuknya silindris, diproyeksikan ke dinding vagina anterior bagian atas dan berhubungan

dengan vagina melalui sebuah saluran yang dibatasi ostium uterus eksternum dan

internum. Diagnosis kanker serviks ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi

(PA). Jadi, kanker serviks merupakan diagnosis PA, karena secara klinis mungkin saja

belum ditemukan kelainan namun secara histologi telah terjadi keganasan. Pengetahuan

secara epidemiologi tentang faktor resiko sangat penting dalam membantu mengarahkan

kecurigaan kita pada terjadinya keganasan. Dalam pembahasan kasus ini terdapat 3

masalah utama yang kami temukan yaitu dalam hal faktor resiko, diagnosis dan

penanganan kanker serviks.

4.1 Faktor Resiko

Kanker serviks merupakan keganasan yang berjalan sangat lambat, bertahun tahun dan

cenderung asimptomatis sehingga sering ditemukan sudah dalam stadium lanjut. Belum

ditemukan etiologi yang pasti dari kanker serviks. Infeksi HPV yang diduga kuat

menyebabkan terjadinya kanker serviks, pemeriksaannya belum dikerjakan secara rutin di

tingkat klinis. Oleh karena itu, pengenalan faktor resiko kanker serviks secara dini menjadi

sangat penting dalam penapisan pasien.

Pada pasien ini usia merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kanker serviks.

Pasien berada pada rentang usia 20-30 tahun yang merupakan salah satu rentang usia

dengan kejadian kanker serviks terbanyak. Selain itu pasien juga merupakan perokok pasif

dimana suami pasien adalah seorang perokok yang menghabiskan kurang lebih satu

bungkus rokok per harinya. Adapun faktor risiko yang tidak ditemukan pada pasien ini

adalah multiparitas, penggunaan pil KB, aktivitas seksual dini dan multipartner, serta

mengidap penyakit menular seksual.

4.2 Diagnosis

Kanker serviks bukan merupakan diagnosis klinik melainkan diagnostik PA. Namun,

gambaran klinis tetap menjadi salah satu pertimbangan dalam menegakkan diagnosis.

Gambaran klinis membantu dalam mengarahkan pemeriksaan untuk menegakkan

21

Page 22: Adenocarcinoma

diagnosis. Gambaran klinis kanker serviks sangat bervariasi. Gejala klinis yang khas

seperti perdarahan pervaginam dan keputihan dengan bau yang khas seringkali baru

ditemukan saat stadium sudah lanjut. Stadium kanker serviks didasarkan pada pemeriksaan

klinis. Oleh karena itu, pemeriksaan klinis harus dilakukan dengan seksama pada semua

kasus. Stadium klinis tidak berubah karena temuan pembedahan. Bila terdapat keraguan

dalam penetapan stadium, maka stadium yang diambil adalah stadium yang lebih kecil.

Pada kasus ini pasien datang dengan keluhan utama perdarahan pervaginam kronis

yang terjadi secara kontinyu. Awalnya pergeseran letak IUD dianggap sebagai penyebab

utama terjadinya perdarahan pervaginam diluar menstruasi yang dialami pasien. Namun

keluhan tetap dirasakan walaupun alat kontrasepsi telah diganti dengan alat KB suntik.

Perdarahan yang terjadi secara terus menerus membuat pasien mengalami anemia

sehingga pasien mengeluh badannya terasa lemas, mudah lelah, dada sering berdebar-

debar namun pasien menyangkal adanya penurunan berat badan secara drastis. Keluhan

pasien tersebut mengarahkan pada kemungkinan perdarahan pervaginam abnormal.

Dari pemeriksaan fisik ditemukan kondisi pasien dalam keadaan cukup baik. Pada

pemeriksaan konjungtiva tampak anemis sesuai dengan kompensasi dari perdarahan kronis

yang dialami pasien. Dari pemeriksaan fisik obstetri juga tampak adanya portio dengan

permukaan tidak rata, rapuh, berdungkul, mudah berdarah. Hal ini mengarahan kecurigaan

pada adanya keganasan sehingga pasien disarankan untuk melakukan pemeriksaan

laboratorium dan histopatologi. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan pasien dengan

kadar hemoglobin 4.3 mg/dL atau sesuai dengan kriteria anemia berat. Dari pemeriksaan

histopatologi didapatkan temuan sesuai dengan adenokarsinoma serviks stadium IIB.

4.3 Penatalaksanaan

Untuk melengkapi diagnosis, pasien disarankan untuk melakukan pemeriksaan foto

thoraks dan USG abdomen untuk mengetahui penyebaran penyakit. Penatalaksanaan

kanker serviks belum ada terapi kausalnya sehingga sejauh ini pilihan terapi yang tersedia

hanya sebatas menurunkan keluhan, mengecilkan massa tumor, ataupun hanya bersifat

paliatif. Pilihan terapi yang dapat diambil pasien disesuaikan dengan hasil penetapan

stadium penyakit. Saat ini terapi yang paling banyak dipilih adalah kemoterapi neo-

adjuvan yang dapat dipertimbangkan sesuai dengan stadium penyakit.

22

Page 23: Adenocarcinoma

BAB V

RINGKASAN

Pasien berumur 28 tahun datang dengan keluhan perdarahan pervaginam. Perdarahan

pervaginam terjadi sejak 4 hari SMRS. Perdarahan awalnya keluar sedikit-sedikit namun

keluar secara kontinyu. Darah yang keluar dikatakan berwarna merah segar dan terkadang

bergumpal. Selain itu pasien juga mengeluh pusing, lemah, letih, lesu, dada sering

berdebar bila beraktivitas, mata berkunang-kunang. Pasien mengatakan tidak pernah

mengalami perdarahan setelah berhubungan. Pasien memiliki 1 orang anak dan

mengatakan pernah menggunakan KB berupa IUD yang telah dilepas bulan Januari 2013.

Pasien tidak pernah memiliki riwayat hipertensi, asma, diabetes melitus, dan jantung.

Begitu juga di keluarga pasien. Saat diperiksa keadaan umum pasien baik, kesadaran

compos mentis, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 82x/menit, respirasi 20x/menit, suhu

tubuh 37,5°C. Status generalis pasien dalam batas normal. Sedangkan pada pemeriksaan

obstetri didapatkan pada abdomen tinggi fundus uteri tidak teraba, distensi (-), bising usus

(+) normal, nyeri tekan (-). Sedangkan pada pemeriksaan vagina didapatkan fluxus (+),

flour (-), porsio rapuh, berdungkul, dan mudah berdarah. Sementara itu pada pemeriksaan

laboratorium didapatkan hemoglobin dan platelet dalam kadar rendah. Untuk sementara

pasien dirawat di rumah sakit untuk mendapatkan pengobatan berupa tranfusi darah

sebanak 7 kolf untuk mengoreksi anemia dan terapi cairan RL 20 tpm untuk perbaikan

keadaan umum. Setelah keadaan umum membaik, selanjutnya pasien dirujuk ke RSUP

Sanglah untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut sesuai stadium penyakitnya.

23

Page 24: Adenocarcinoma

DAFTAR PUSTAKA

1. Nojomi M, Modaresgilani M, Mozafari N, Erfany A. Cervical cancer and duration

of using hormonal contraceptives. Asia-Pac J Clin Oncol. 2008; 4: 107-112.

2. Wittet S, Tsu, V. Cervical cancer and the millennium development goals. Bull

World Health Organ. 2008; 86 (6): 488-491

3. Munoz N, Bosch X, Sanjose S, Herrero R, Castellsague X, Shah KV, Snijders P,

Meijer CJLM. Epidemiologic classification of human pappilomavirus types

associated with cervical cancer. N Engl J Med, 2003; 348: 518-27.

4. Frizzel, J.P., 2001, Handbook of Pathophysiology, Philadelphia, Springhouse

Corporation.

5. Cunningham G, Grant N, Leveno KJ, Glistrap LC, Wenstrom KD. Obstetri

Williams : Neoplasia Serviks, Edisi 21, Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2002, p.

1622-1624

6. Altekruse SF, Lacey JVJ, Brinton LA, Gravitt PE, Silverberg S, Barnes, WAJ,

Greenberg MD, Hadjimichael OC, McGowan L, Mortel R, Schwartz PE,

Hildesheim A. Comparison of human papillomavirus genotypes, sexual, and

reproductive risk factors of cervical adenocarcinoma and squamous cell carcinoma:

Northeastern United States. Am J Obstet Gynecol, 2003; 188: 657–663.

7. Green J, Gonzales AB, Sweetland S, Beral V, Chilvers C, Crossley B, Deacon J,

Hermon C, Pha J, Mant D, Peto J, Pike M, Vessey MP. Risk factors for

adenocarcinoma and squamous cell carcinoma of the cervix in women aged 20–44

years: the UK National Case – Control Study of Cervical Cancer . British Journal

of Cancer. 2003; 89: 2078–2086.

8. Vizcaino AP, Moreno V, Bosch FX, Munoz N, Barros-Dios XM, Parkin, DM.

International trends in the incidence of cervical cancer: I. Adenocarcinoma and

adenosquamous cell carcinomas. Int J Cancer.1998; 75: 536–545.

24