Adekuasi Hemodialisa

32
REFERAT ADEKUASI HEMODIALISA Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Saraf RSUD Panembahan Senopati Bantul Disusun oleh : WULAN SUCI SAKTI RONY 20070310177 Dokter Penguji : dr. Yoseph Budiman, Sp.S SMF ILMU SARAF RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL 2013

description

referat

Transcript of Adekuasi Hemodialisa

Page 1: Adekuasi Hemodialisa

REFERAT

ADEKUASI HEMODIALISA

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik

di Bagian Ilmu Saraf RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun oleh :

WULAN SUCI SAKTI RONY

20070310177

Dokter Penguji :

dr. Yoseph Budiman, Sp.S

SMF ILMU SARAF

RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

2013

Page 2: Adekuasi Hemodialisa

HALAMAN PENGESAHAN

ADEKUASI HEMODIALISA

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti

Ujian Kepaniteraan Klinik Di Bagian Ilmu Saraf

RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun Oleh:

WULAN SUCI SAKTI RONY

20070310177

Telah disetujui dan dipresentasikan pada tanggal 13 Mei 2013

Oleh :

Dokter Penguji

dr. Yoseph Budiman, Sp.S

Page 3: Adekuasi Hemodialisa

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hemodialisis atau hemodialisa (haemodialysis) adalah suatu metode yang

diperuntukkan bagi para penderita gagal ginjal yang berfungsi untuk membuang

produk sisa metabolisme seperti potasium dan urea dari darah. Sisa metabolisme

yang tidak dibuang dan menumpuk dalam darah akan menjadi racun bagi tubuh.

Pada penderita gagal ginjal, ginjal mereka sudah tidak dapat membersihkan darah

dari sisa metabolisme. Sehingga dibutuhkan terapi pengganti ginjal untuk

menggantikan fungsi ginjal. Saat ini hemodialisis merupakan terapi pengganti

ginjal yang paling banyak dilakukan.

Tahapan gagal ginjal kronik dibagi beberapa cara, salah satunya dengan

memperhatikan faal ginjal yang masih tersisa. Bila faal ginjal yang masih tersisa

sudah minimal sehingga usaha-usaha pengobatan konservatif yang berupa diet,

pembatasan minum, obat-obatan, dan lain-lain tidak memberi pertolongan yang

diharapkan lagi, keadaan tersebut diberi nama gagal ginjal terminal (GGT). Pada

stadium ini terdapat akumulasi toksin uremia dalam darah yang dapat

membahayakan kelangsungan hidup pasien. Pada umumnya faal ginjal yang

masih tersisa, yang diukur dengan klirens kreatinin (KKr), tidak lebih dari 5

mL/menit/1,73 m2. Pasien GGT, apa pun etiologi penyakit ginjalnya, memerlukan

pengobatan khusus yang disebut pengobatan atau terapi pengganti (TP).

Peralatan untuk terapi hemodialisis terdiri dari dializer, water treatment,

larutan dialisat (konsentrat) serta mesin hemodialisis dengan sistem monitor.

Berikut bagan pada proses hemodialisa :

Page 4: Adekuasi Hemodialisa

Gambar 1. Alur hemodialisis

Prinsip-prinsip dasar yang digunakan saat proses hemodialisis ada 2, yaitu

dialisis dan ultrafiltrasi (konveksi). Dialisis adalah suatu proses dimana komposisi

zat terlarut dari satu larutan diubah menjadi larutan lain melalui membran

semipermiabel. Molekul-molekul air dan zat-zat terlarut dengan berat molekul

rendah dalam kedua larutan dapat melewati poripori membran dan bercampur

sementara molekul zat terlarut yang lebih besar tidak dapat melewati barier

membran semipermiabel. Proses penggeseran (eliminasi) zat-zat terlarut (toksin

uremia) dan air melalui membran semipermiabel atau dializer berhubungan

dengan prose difusi dan ultrafiltrasi (konveksi).

Proses difusi

Proses difusi adalah proses pergerakan spontan dan pasif zat terlarut.

Molekul zat terlarut dari kompartemen darah akan berpindah kedalam

kompartemen dialisat setiap saat bila molekul zat terlarut dapat melewati

membran semipermiabel demikian juga sebaliknya. Kecepatan proses difusi zat

terlarut tergantung kepada koefisien difusi, luas permukaan membran dializer dan

perbedaan konsentrasi.

Page 5: Adekuasi Hemodialisa

Proses ultrafiltrasi

Proses ultrafiltrasi adalah proses pergeseran zat terlarut dan pelarut secara

simultan dari kompartemen darah kedalam kompartemen dialisat melalui

membran semipermiabel. Proses ultrafiltrasi ini terdiri dari ultrafiltrasi hidrostatik

dan osmotik.

a. Ultrafiltrasi hidrostatik

1. Transmembrane pressure (TMP)

TMP adalah perbedaan tekanan antara kompartemen darah dan

kompartemen dialisat melalui membran. Air dan zat terlarut didalamnya

berpindah dari darah ke dialisat melalui membran semipermiabel adalah

akibat perbedaan tekanan hidrostatik antara kompertemen darah dan

kompartemen dialisat. Kecepatan ultrafiltrasi tergantung pada

perbedaan tekanan yang melewati membran.

2. Koefisien ultrafiltrasi (KUf)

Besarnya permeabilitas membran dializer terhadap air bervariasi

tergantung besarnya pori dan ukuran membran. KUf adalah jumlah

cairan (ml/jam) yang berpindah melewati membran per mmHg

perbedaan tekanan

(pressure gradient) atau perbedaan TMP yang melewati membran.

b. Ultrafiltrasi osmotik

Dimisalkan ada 2 larutan “A” dan “B” dipisahkan oleh membran

semipermiabel, bila larutan “B” mengandung lebih banyak jumlah partikel

dibanding “A” maka konsentrasi air dilarutan “B” lebih kecil dibanding

konsentrasi larutan “A”. Dengan demikian air akan berpindah dari “A” ke

“B” melalui membran dan sekaligus akan membawa zat -zat terlarut

didalamnya yang berukuran kecil dan permiabel terhadap membran,

akhirnya konsentrasi zat terlarut pada kedua bagian menjadi sama.

1.2 Peralatan Pada Mesin Hemodialisis

1.2.1 Dializer

Dializer adalah tempat dimana proses HD berlangsung sehingga

terjadi pertukaran zat-zat dan cairan dalam darah dan dialisat. Material

Page 6: Adekuasi Hemodialisa

membran dializer dapat terbuat dari Sellulose, Sellulose yang disubstitusi,

Cellulosynthetic dan Synthetic. Spesifikasi dializer dinyatakan dengan

Koefisient ultrafiltrasi (Kuf) disebut juga permeabilitas air. Kuf adalah

jumlah cairan (ml/jam) yang berpindah melewati membran per mmHg

perbedaan tekanan (pressure gradient) atau perbedaan TMP yang

melewati membran. Besarnya permeabilitas membran dializer terhadap air

bervariasi, tergantung besarnya pori dan ukuran membran.

KoA dializer merupakan koefisien luas permukaan. Transfer adalah

kemampuan penjernihan dalam ml/menit dari urea pada kecepatan aliran

darah dan kecepatan aliran dialisat tertentu. KoA ekuivalen dengan luas

permukaan membran, makin luas permukaan membran semakin tinggi

klearensi urea.

Dializer ada yang memiliki high efficiency atau high flux. Dializer

high efificiency adalah dializer yang mempunyai luas permukaan membran

yang besar. Dializer high flux adalah dializer yang mempunyai pori-pori

besar yang dapat melewatkan molekul yang lebih besar, dan mempunyai

permeabilitas tinggi terhadap air.

Ada 3 tipe dializer yang steril dan bersifat disposibel yaitu bentuk

hollow-fiber (capillary) dialyzer, parallel flat dialyzer dan coil dialyzer.

Setiap dializer mempunyai karakteristik masing-masing untuk menjamin

efektifitas proses eliminasi dan menjaga keselamatan penderita. Yang

banyak beredar dipasaran adalah bentuk hollow-fiber dengan membran

selulosa.

Page 7: Adekuasi Hemodialisa

Gambar 2. Skema Proses Hemodialisis

1.2.2 Water treatment

Air yang dipergunakan untuk persiapan larutan dialisat haruslah air

yang telah mengalami pengolahan. Air keran tidak boleh digunakan

langsung untuk persiapan larutan dialisat, karena masih banyak

mengandung zat organik dan mineral. Air kran ini akan diolah oleh water

treatment sistem bertahap. Berikut gambar sistematika water treatment:

Feed Water System

Gambar 3. Water Treatment

Intake Pump

Sand Filter

Carbon Filter

Ion-exchange system

Micron-Filters

Purifier

Ultra Violet Sterilizer

Ultra Micron filtration

Water Pumps

Circulation System

Page 8: Adekuasi Hemodialisa

1.2.3 Larutan dialisat

a. Dialisat asetat

Dialisat asetat telah dipakai secara luas sebagai dialisat standar

untuk mengoreksi asidosis uremikum dan untuk mengimbangi

kehilangan bikarbonat secara difusi selama proses hemodialisis. Dialisat

asetat tersedia dalam bentuk konsentrat yang cair dan relatif

stabil.Dibandingkan dengan dialisat bikarbonat, maka dialisat asetat

harganya lebih murah tetapi efek sampingnya lebih banyak. Efek

samping yang sering muncul seperti mual, muntah, kepala sakit, otot

kejang, hipotensi, gangguan hemodinamik, hipoksemia, koreksi asidosis

menjadi terganggu, intoleransi glukosa, meningkatkan pelepasan sitokin.

Adapun komposisi dialisat asetat dan bikarbonat adalah sebagai berikut

(tabel : 1 )

KomponenDialisat asetat

(mEq/l)

Dialisat bikarbonat (mEq/l)

Lar. asam Lar. bikarbonat Lar. final

Natrium 143 80 60 140,0

Kalium 2,0 2,0 - 2,0

Kalsium 1,75 1,75 - 1,75

Magnesium 0,75 0,75 - 0,75

Klorida 112 87 25 117,0

Bikarbonat - - 35 31,0

Asetat 38 - - 4,0

Asam asetat - 4 - -

Glukosa - 8,33 - 8,33

b. Dialisat Bikarbonat

Dialisat bikarbonat terdiri dari 2 komponen konsentrat yaitu larutan

asam dan larutan bikarbonat. Kalsium dan magnesium tidak termasuk

dalam konsentrat bikarbonat karena konsentrasi yang tinggi dari

kalsium, magnesium dan bikarbonat dapat membentuk kalsium dan

magnesium karbonat. Larutan bikarbonat sangat mudah terkontaminasi

mikroba karena konsentratnya merupakan media yang baik untuk

Page 9: Adekuasi Hemodialisa

pertumbuhan bakteri. Kontaminasi ini dapat diminimalisir dengan

waktu penyimpanan yang singkat. Konsentrasi bikarbonat yang tinggi

dapat menyebabkan terjadinya hipoksemia dan alkalosis metabolik

yang akut. Namun dialisat bikarbonat bersifat lebih fisiologis walaupun

relatif tidak stabil. Biaya untuk sekali hemodialisis bila menggunakan

dialisat bikarbonat relatif lebih mahal dibandingkan dengan dialisat

asetat.

1.2.4 Mesin hemodialisis

Mesin hemodialisis terdiri dari pompa darah, sistem pengaturan

larutan dialisat dan sistem monitor. Pompa darah berfungsi untuk

mengalirkan darah dari tempat tusukan vaskuler kepada dializer.

Kecepatannya antara 200-300 ml per menit. Untuk pengendalian

ultrafiltrasi diperlukan tekanan negatif. Lokasi pompa darah biasanya

terletak antara monitor tekanan arteri dan monitor larutan dialisat. Larutan

dialisat harus dipanaskan antara 34-390 C sebelum dialirkan kepada

dializer, karena suhu larutan dialisat yang terlalu rendah ataupun melebihi

suhu tubuh dapat menimbulkan komplikasi. Sistem monitoring setiap

mesin hemodilisis sangat penting untuk menjamin efektifitas proses

dialisis dan keselamatan penderita.

Gambar 4. Mesin Hemodialisis

Page 10: Adekuasi Hemodialisa

1.2.5 Tusukan Vaskuler

Tusukan vaskuler (blood access) merupakan salah satu aspek

teknik untuk program HD akut maupun kronik. Tusukan vaskuler

merupakan tempat keluarnya darah dari tubuh penderita menuju dializer

dan selanjutnya kembali lagi ketubuh penderita. Ada 2 tipe tusukan

vaskuler yaitu tusukan vaskuler sementara dan permanen.

1.3 Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan adekuasi hemodialisis?

2. Faktor apa sajakah yang mempengaruhi penghitungan adekuasi

hemodialisis?

3. Bagaimana cara menghitung nilai adekuasi hemodialisis?

1.4 Tujuan

1. Mengetahui proses adekuasi hemodialisis.

2. Mengetahui faktor-faktor penghitungan adekuasi hemodialisis

3. Mengetahui cara menghitung nilai adekuasi hemodialisis

Page 11: Adekuasi Hemodialisa

BAB II

ISI

Keberhasilan hemodialisis berhubungan dengan adekuatnya suatu tindakan

hemodialisis disebut adekuasi hemodialisis. Banyak parameter yang berpengaruh

dalam hal ini. Menurut The Renal Physicians Associations (RPA) di tahun 1993

membuat acuan parameter sebagai berikut :

Umur lebih dari 18 tahun.

Hemodialisis dilakukan 3 kali per minggu selama 3 hingga 4 jam

Residual fungsi tidak diperhitungkan

Kt/v diukur tiap bulan minimal 1,2; Urea Reduction Ratio (URR) lebih dari

65%

Perlu persamaan pengambilan sampel darah

Pemberian dosis saat hemodialisis

Dializer re-use

Kenyamanan / kepatuhan pasien

Sedangkan menurut National Kidney Foundation-Dialisys Outcomes

Quality Initiative (NKF – DOQI) pada tahun 1995, membuat tujuan hemodialisis

untuk :

Kepentingan klinik

Perbaikan pelayanan

Hasil yang lebih baik

Secara klinis hemodialisis reguler dikatakan adekuat jika keadaan umum

dan nutrisi penderita dalam keadaan baik, tidak ada menifestasi uremi serta

diupayakan rehabilitasi penderita kembali pada aktivitas seperti sebelum

menjalani hemodialisis. Adapun kriteria klinis adekuasi hemodialisis adalah

sebagai berikut:

1. Keadaan umum dan nutrisi yang baik

2. Tekanan darah normal.

3. Tidak ada gejala akibat anemia.

4. Tercapai keseimbangan air, elektrolit dan asam basa.

5. Metabolisme Ca, dan P terkendali serta tidak terjadi osteodistrofi renal.

Page 12: Adekuasi Hemodialisa

6. Tidak didapatkan komplikasi akibat uremia.

7. Tercapai rehabilitasi pribadi, keluarga dan profesi.

8. Kualitas hidup yang memadai.

Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi adekuasi hemodialisis adalah :

Aliran larutan dengan molekul besar dengan High Flux

Membran biocompatibility

Inisiasi HD

Dosis HD / Nutrisi

Pemeriksaan Kt/v; URR rutin (minimal setiap bulan)

Kualitas hidup

Adekuasi hemodialisis diukur dengan menghitung Urea Reduction Ratio

(URR) dan (Kt/V). Kt/V urea digunakan untuk merencanakan peresepan

hemodialisis serta menilai adekuasi hemodialisis, sedangkan Urea reduction ratio

(URR) atau Rasio Reduksi Urea (RRU) merupakan pedoman yang sederhana dan

praktis untuk menilai adekuasi hemodialisis. 

National Cooperative Dialysis Study (NCDS), merupakan penelitian

prospektif skala luas pertama yang menilai adekuasi hemodialisis. Dalam

penelitian ini disimpulkan bahwa urea merupakan pertanda yang memadai untuk

penilaian adekuasi hemodialisis, dan tingkat kebersihan urea dapat dipakai untuk

prediksi keluaran (outcome) dari penderita. Lowrie dalam penelitiannya

menyimpulkan bahwa blood urea-nitrogen (BUN) yang tinggi menyebabkan

meningkatnya morbiditas.

2.1 Menghitung Adekuasi Hemodialisis

2.1.2 Rumus Logaritma Natural Kt/V

RRU dihitung dengan mencari rasio hasil pengurangan kadar urea

predialisis dibagi kadar urea pasca dialisis. RRU adalah prosentase dari urea yang

dapat dibersihkan dalam sekali tindakan hemodialisis. RRU merupakan cara

paling sederhana dan praktis untuk menilai adekuasi hemodialisis, tetapi tidak

dapat dipakai untuk merencanakan dosis hemodialisis.

Kt pada Kt/V urea adalah jumlah bersihan urea dari plasma per satuan

waktu dan V merupakan volume distribusi dari urea dalam satuan liter. K adalah

Page 13: Adekuasi Hemodialisa

klearensi dalam satuan L/menit, diperhitungkan dari KoA dializer serta kecepatan

aliran darah dan kecepatan aliran dialisat, t adalah waktu tindakan hemodialisis

dalam satuan menit. Kt/V akan bernilai lebih dari 1,2 saat evaluasi menandakan

bahwa sudah mencukup syarat normal. Kt/V menjadi metode pilihan untuk

mengukur dosis dialisis yang diberikan karena lebih akurat menunjukkan

penghilangan urea, bisa dipakai untuk mengkaji status nutrisi pasien dengan

memungkinkan perhitungan angka katabolisme protein yang dinormalisir, dan

bisa dipakai untuk peresepan dialisis untuk penderita yang memiliki fungsi renal

residual.5,20. Dalam menggunakan rumus ini diasumsikan bahwa konsep yang

dipakai adalah model single-pool urea kinetik. Cara ini merupakan

penyederhanaan dari perhitungan Model Kinetic Ureum (MKU), dimana Kt

merupakan jumlah bersihan urea dari plasma dan V merupakan volume distribusi

dari urea. K dalam satuan L/menit, diperhitungkan dari KoA dializer serta

kecepatan aliran darah dan kecepatan aliran dialisat, t adalah waktu tindakan HD

dalam satuan me nit, sedangkan V dalam satuan liter. Rumus yang dianjurkan

oleh NKF-DOQI adalah generasi kedua yang dikemukakan oleh Daugirdas.

Kt/V = -Ln (R - 0,008 x t) + (4 - 3,5 x R) x UF/W

Dimana :

1. Ln adalah logaritma natural.

2. R adalah BUN setelah dialisis dibagi BUN sebelum dialisis

3. t adalah lama waktu dialisis dalam jam.

4. UF adalah volume ultrafiltrasi dalam liter.

5. W adalah berat pasien setelah dialisis dalam kg.

Penghitungan dilakukan sesuai dengan Rumus Linier Daugirdas yang lebih

sederhana berupa:

Kt/V = 2,2 – 3,3 (R-0,03) - UF/W)

Dimana :

1. R adalah BUN setelah dialisis dibagi BUN sebelum dialisis.

2. UF adalah volume ultrafiltrasi dalam liter.

3. W adalah berat pasien setelah dialisis dalam kilogram.

Page 14: Adekuasi Hemodialisa

4. Re-evaluasi dari data NCDS menunjukkan bahwa Kt/V kurang dari 0,8

dihubungkan dengan meningkatnya morbiditas, sedangkan Kt/V1,0-1,2

dihubungkan dengan mortalitas yang rendah. Batasan minimal Kt/V

ialah lebih dari 1,2 untuk penderita yang menjalani hemodialisis 3 kali

seminggu. Sedangkan untuk kelompok penderita diabetes, Collins

menganjurkan menaikkan Kt/V menjadi 1,4. Hemodialisis 2 kali

seminggu hanya dilakukan untuk sementara dan hanya untuk penderita

yang masih mempunyai klirensia > 5 ml/menit.

Rumus-rumus sebelumnya :

- Kt/V = Ln(BUN sebelum HD/BUN sesudah HD) (Gotch,1985)

- Kt/V = 0,04 PRU-1,2 (Jindal,1987)

- Kt/V = BUN sebelum HD – BUN sesudahHDBUN mid

(Barth, 1988)

- Kt/V = -ln(R-0,008t)- UF/W) (Daugirdas, 1989)

- Kt/V = -ln(R-0,03-UF/W) (Manahan, 1989)

- Kt/V = 0,026PRU-0,46 (Dugirdas, 1990)

- Kt/V = 0,023PRU-0,284 (Basile,1990)

- Kt/V = 0,062PRU-2,97 (Kerr, 1993)

PRU = Percent Reduction Urea = (BUN sebelum HD-BUN sesudah

HD) x 100/BUN sebelum HD

2.1.2 Rasio Reduksi Urea (RRU).

Cara lain untuk mengukur adekuasi hemodialisis adalah dengan mengukur

RRU. Rumus yang dianjurkan oleh Lowrie adalah sebagai berikut :

RRU (%) = 100 x (1-Ct/Co)

Keterangan : Ct adalah BUN setelah hemodialisis dan Co adalah BUN sebelum

hemodialisis.

Cara ini paling sederhana dan paling praktis digunakan untuk pengukuran

AHD. Banyak dipakai untuk kepentingan epidemiologi, dan merupakan prediktor

terbaik untuk mortalitas penderita HD reguler. Kelemahan cara ini karena tidak

memperhitungkan faktor ultrafiltrasi, protein catabolic rate (PCR) dan sisa klirens

yang masih ada. Cara ini juga tidak dapat dipakai untuk merencanakan dosis HD.

NKF-DOQI memakai batasan bahwa HD harus dilakukan dengan RRU > 65%.

Page 15: Adekuasi Hemodialisa

Dalam sebuah penelitian dengan menggunakan RRU untuk mengukur dosis

dialisis, telah ditunjukkan bahwa penderita yang menerima RRU ³60% memiliki

mortalitas yang lebih rendah dari yang menerima RRU 50%.

2.1.3 Cara alternatif untuk menilai AHD.

1. Percent Reduction Urea (PRU).

Perhitungan Kt/V dengan menggunakan PRU tidak dianjurkan oleh NKF-

DOQI karena dapat menyebabkan penyimpangan sampai 20%. Jika batasan

kesalahan terhadap MKU yang dapat ditoleransi sampai 5%, maka rumus dari

Jindal hanya akurat untuk Kt/V=0,9-1,1. Sedangkan untuk rumus dari Basile

hanya akurat untuk Kt/V= 0,6 sampai 1,3.

2. Total Dialysate Collection.

Pengumpulan dialisat total, sebenarnya cara ini dapat menjadi standar baku

pengukuran HD, akan tetapi pengumpulan dialisat yang mencapai 90-150 liter

tidak praktis.

3. Waktu tindakan HD.

Waktu tindakan HD dapat dipakai sebagai pengukur AHD, independen

dari Kt/V ataupun RRU. Makin lama tindakan HD, klirens dari molekul yang

lebih besar dari urea diperkirakan akan lebih baik. Juga akan terjadi

intravaskuler euvolemia yang lebih baik dimana hal ini akan mengurangi

komplikasi kardiovaskuler. Meskipun data penunjang secara klinis belum

lengkap, lama HD yang dianjurkan minimal adalah 2,5 jam.

4. Urea removal indek (URI).

Adalah indek pembersihan dari urea merupakan cara baru untuk mengukur

AHD, dan masih sangat sedikit pengalaman klinis dalam penggunaannya.

Waktu tindakan hemodialisis dapat dipakai sebagai pengukur analisis

hemodialisis, independen dari Kt/V ataupun RRU. Semakin lama tindakan

hemodialisis, klirens dari molekul yang lebih besar dari ureum diperkirakan akan

lebih baik. Selain itu juga akan mengakibatkan terjadinya intravaskuler euvolemia

yang lebih baik dan dapat mengurangi komplikasi kardiovaskuler. Hemodialisis

dianggap adekuat, jika :

Morbiditas / mortalitas menurun jangka pendek / panjang

Page 16: Adekuasi Hemodialisa

Pelaksanaan secara rutin

Kualitas hidup baik

Parameter :

Kt/v: 0,7 – 1,2

URR: 55 – 75% (rata-rata 65%)

Dosis adekuasi hemodialisis adalah sebagai berikut :

1. Setiap pasien diberi catatan program perkembangan dari awal hemodialisis

2. Penentukan Kt/v, dosis HD (Delivery Dose)

3. Target Kt/v 1,2; URR 65% dengan HD 3 kali per minggu selama 4 jam atau

HD 2 kali per minggu selama 4 hingga 5 jam

4. Kt/v URR setiap bulan

Untuk peritoneal dialisis :

1. Nilai Clearance

2. Target Kt/v minimal 1,7 per minggu

3. Target Creatinin Clearance 60 L per minggu pada high average. Sedangkan

pada low average 50 L per minggu

Ketika hemodialisis berlangsung, dilakukan pemantauan sebagai berikut:

1) Pengukuran Kt/v total mingguan Creatinin Clearance tiap 4minggu setelah

dialisis

2) Pengukuran Creatinin Clearance dan Kt/v, residual function harus diulang tiap

2 bulan pada APD dan tiap 4 – 6 bulan pada CAPD, bila :

Volume urine menurun tajam

Overload cairan

Perburukan uremia secara klinis / biokemis.

2.1.4 Mengukur KT/V yang Diberikan

Secara individual semestinya kita harus selalu merencanakan dosis HD yang

akan dilakukan dalam setiap tindakan HD, adapun target minimal yang ditentukan

untuk Kt/V =1,2 atau setara dengan RRU ³65% (NKF- DOQI).

Page 17: Adekuasi Hemodialisa

Dalam merencanakan dosis HD sebaiknya diperhitungkan Kt/V 1,3 atau

setara dengan RRU 70%, karena terdapatnya hal-hal yang berpengaruh :

a. Yang dilakukan lebih rendah dari yang direncanakan .

1. Aliran darah sebenarnya lebih lambat dari yang tertera dipanel.

2. Aliran darah dilambatkan karena alasan tertentu.

3. Resirkulasi.

4. Waktu tindakan HD yang sesungguhnya lebih pendek dari yang

direncanakan.

5. KoA dializer lebih rendah dari yang tertera dalam spesifikasi pabrik.

6. V penderita lebih besar dari pada yang tertera dalam normogram.

b. Yang dilakukan lebih tinggi dibanding yang direncanakan.

1. Blood urea-nitrogen (BUN) paska-HD lebih rendah karena tidak

tepatnya pengambilan sample seperti resirkulasi kardiopulmonari.

2. V dari penderita lebih kecil dari pada yang tertera dalam normogram.

3. Dializer lebih efisien, waktu tindakan HD lebih panjang.

Pada umumnya kita akan memberikan jumlah dialisis maksimum yang bisa

diterima penderita dalam waktu tertentu. Idealnya memakai dializer dengan nilai

KoA tinggi untuk seluruh penderita, bahkan untuk penderita kecil dan untuk

wanita. Pemakaian dializer KoA tinggi dan penggunaan larutan dialisis bikarbonat

tidak akan mengakibatkan peningkatan efek samping.

Dializer KoA tinggi biasanya relatif lebih mahal. Di beberapa tempat

dimana pemakaian ulang tidak tersedia, dan biaya yang tinggi melemahkan

pemakaian dialyzer ini. Juga dibeberapa tempat yang masih menggunakan larutan

dialisis asetat, pemakaian dializer KoA tinggi bisa meningkatkan efek samping.

Terlepas dari biaya, dializer KoA tinggi (KoA >700) perlu dipakai pada pasien

besar, terutama penderita pria yang besar yang padanya V yang ditafsirkan >45

liter. Pada penderita besar dialysis selama 4 jam, memakai dializer KoA rendah,

walaupun kecepatan aliran darah tinggi tidaklah mungkin memadai.11 Dializer

KoA tinggi juga perlu dipakai dalam dialysis singkat (<3,5 jam). Kecepatan aliran

darah yang tinggi dan menggunakan dialiser KoA rendah tidak akan memberikan

dialisis yang memadai.

Page 18: Adekuasi Hemodialisa

Pemakaian kecepatan aliran darah yang tinggi, dialiser KoA tinggi, dan

durasi dialisis pendek bisa memberikan penghilangan ureum yang memadai tetapi

tidak selalu menjamin klearensi yang memuaskan dari bahan berat molekul yang

lebih besar, karena penghilangan bahan ini tidak meningkat dengan kecepatan

aliran darah yang tinggi. Pada saat ini banyak pusat dialisis yang memakai dializer

besar dengan membran fluks tinggi, yang memiliki klearensi molekul tengah yang

lebih tinggi dari pada dialiser yang lama. Beberapa pusat dialisis masih

mendukung pendekatan dialysis yang lama dan lambat dengan memakai dializer

KoA rendah serta kecepatan arus darah relatif rendah, dan lama dialisis 4 jam atau

lebih dan memberikan Kt/V ³1,0.

Dari beberapa penelitian menyatakan bahwa perlunya pemberian dosis HD

yang maksimum agar tercapai target AHD, seperti penelitian Port FK dkk

melaporkan bahwa penderita dengan RRU >75% dibanding RRU 70-75%

mempunyai resiko relatif lebih rendah daripada RRU 70-75% pada penderia berat

badan rendah dan sedang. Wood HF dkk membandingkan membran high-flux dan

membran low-flux polysulfone, mendapatkan bahwa membran high-flux

menurunkan resiko mortalitas pada penderita non diabetetes.

2.2 Penggunaan 2 Dializer Paralel Atau Seri Meningkatkan AHD.

Terjadinya peningkatan mortalitas dan morbiditas penderita HD reguler

pada saat ini masih menjadi masalah. Dari penelitian dilaporkan bahwa salah satu

penyebab mortalitas yang tinggi dan tidak produktifnya penderita tersebut karena

tindakan HD yang tidak adekuat. Seperti pada penelitian Ifudu dkk mendapatkan

bahwa dosis hemodialisis standard pada penderita dengan berat badan lebih dari

68,2 kg tidak mendapatkan hasil yang adekuat. Penelitian Wolfe dkk mengenai

luas permukaan tubuh, dosis HD dan mortalitas mendapatkan luas permukaan

tubuh berhubungan dengan mortalitas serta berkorelasi langsung dengan dosis

HD. Menyatakan bahwa dosis HD yang diberikan merupakan keadaan individual.

Penelitian Kuhlmann melaporkan bahwa penderita dengan volume distribusi urea

>42,0 liter atau luas permukaan tubuh >2,0 m2 merupakan pasien yang

mempunyai risiko dosis hemodialysis yang tidak adekuat. Penelitian Salahudeen

dkk pada penderita HD berat badan lebih mendapatkan hasil Kt/V lebih rendah

Page 19: Adekuasi Hemodialisa

dan berpengaruh negatif terhadap survival. Penelitian Elangovan dkk melaporkan

bahwa walaupun menggunakan dializer yang luas, kec epatan aliran darah dan

aliran dialisat yang tinggi penderita berat badan ³80 kg atau volume distribusi urea

>46 liter tidak satupun yang mencapai Kt/V 1,45 setara dengan RRU >70%,

penelitian tersebut menganjurkan perlu terobosan HD pada penderita berat badan

besar.

Oleh karena hal tersebut berbagai usaha dilakukan untuk meningkatkan

AHD. Telah diketahui bahwa untuk meningkatkan AHD dapat dilakukan dengan

memperlama waktu dialisis, meningkatkan kecepatan aliran darah dan atau aliran

dialisat, meningkatkan luas permukaan membran dializer dengan memakai

dializer KoA tinggi.

Akhir-akhir ini meningkatkan AHD dapat dilakukan dengan meningkatkan

luas permukaan membran dializer dengan memakai memakai 2 dializer yang

dihubungkan secara paralel atau secara seri.

Ari dalam penelitiannya melaporkan bahwa penggunaan 2 coil dializer

secara seri dapat mempersingkat lama waktu HD.

Nolph dkk penelitiannya menggunakan 2 dializer paralel mendapatkan total

klearens berat molekul rendah (ureum) yang menurun, menyimpulkan terdapatnya

efikasi dialisis.

Sridhar dkk penelitian pada penderita berat badan ³95 kg membandingkan

penggunaan 2 dializer paralel dan dializer tunggal melaporkan 2 dializer paralel

dapat meningkatkan Kt/V.

Powers dkk menggunakan 2 dializer dihubungkan secara paralel pada

penderita dengan berat badan besar mendapatkan RRU meningkat bermakna.

Denninson menggunakan 2 dializer yang dihubungkan secara seri untuk

meningkatkan AHD mendapatkan perbaikan RRU dari 52% menjadi 64%, dan

menyimpulkan bahwa 2 dializer seri tersebut dapat meningkatkan RRU 23 %.

Fritz dkk membandingkan 2 dializer yang dihubungkan secara paralel dan 2

dializer yang dihubungkan secara seri mendapatkan bahwa Kt/V dan RRU dari

penderita tersebut tidak mempunyak perbedaan yang bermakna dan juga

melaporkan 83% penderta mendapatkan target adekuasi hemodialisis dari 2

Page 20: Adekuasi Hemodialisa

dializer yang dihubungkan secara paralel ataupun 2 dializer yang dihubungkan

secara seri.

Pada penelitian lainnya dikatakan tidak ada perbedaan 2 dializer seri dan 2

dializer paralel, tetapi 2 dializer seri mempunyai keuntungan lebih praktis dan

mudah dalam pelaksanaanya. Gerhartd dkk. Penelitiannya membandingkan 2

dializer paralel dan 2 dializer seri, pada 167 penderita masing-masing 112

penderita menggunakan 2 dializer paralel dan 55 penderita menggunakan 2

dializer seri menyimpulkan bahwa efektifitas kedua alat tersebut hampir sama,

tetapi hubungan seri lebih mempunyai keuntungan praktis.

Page 21: Adekuasi Hemodialisa

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Adekuasi hemodialisis adalah keberhasilan dalam tindakan hemodialisis.

Secara klinis HD reguler dikatakan adekuat jika keadaan umum dan nutrisi

penderita dalam keadaan baik, tidak ada menifestasi urea dan diupayakan

rehabilitasi penderita kembali pada aktifitas seperti sebelum menjalani

hemodialisis.

Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam analisis adekuasi hemodialisi,

yaitu: aliran larutan dengan molekul besar dengan High Flux, membran

biocompatibility, inisiasi HD, pemberian dosis HD / nutrisi, pemeriksaan Kt/v;

URR rutin (minimal setiap bulan), dan kualitas hidup penderita.

Untuk penghitungan adekuasi hemodialisis dapat menggunakan beberapa

cara maupun rumus, yaitu: Rumus Logaritma Natural Kt/V, Rasio Reduksi Urea

(RRU), Percent Reduction Urea (PRU), Total Dialysate Collection, waktu

tindakan HD, dan Urea Removal Indeks (URI)

Page 22: Adekuasi Hemodialisa

DAFTAR PUSTAKA

Basile C, Casino F, Lopez T. Percent reduction in blood urea concentration during

dialysis estimates Kt/V in a simple and accuracy way. Am J of Kidney Dis,

1990; 15: 40 - 45

Bloembergen WE, Stannard D, Port FK, Wolfe RA, Pugh JA, dkk. Relationship

of dose of hemodialysis and cause specific mortality. Kidney Int. 1996; 50:

557 - 565.

Hakim RM, Depner Ta, Parker III TF. Adequacy of hemodilaysis. Am J. of

Kidney Dis. 1992; 20: 107 - 123

Hakim RM. Influence of high-flux biocompatible membrane on carpal tunnel

syndrome and mortality. Am J of Kidney Dis, 1988; 32: 338-343

Kuhlmann MK, Konig J, Riegel W, Kohler H. Gender –specific differences in

dialysis quality (Kt/V): `big men` are at risk of inadequate haemodialysis

treatment. Nephrol. Dial. Transplant, 1999; 14; 147-53