Adaptasi Hewan Kel.3

download Adaptasi Hewan Kel.3

of 28

description

makalah adaptasi hewan

Transcript of Adaptasi Hewan Kel.3

ADAPTASI HEWAN

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas Matakuliah Ekologi Lanjutyang dibina oleh Dr. Ibrohim, M.Si

Oleh:Kelompok 3 / Offering D 20141. Chandra Adi Prabowo(140341807241)2. Nuril Maghfiroh(140341807614)

The Learning University

UNIVERSITAS NEGERI MALANGPASCASARJANAPROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGIFEBRUARI 2015BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangPerubahan kondisi lingkungan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup organisme termasuk hewan. Hewan mengadakan respon terhadap perubahan kondisi lingkungannya tersebut. Respon tersebut dapat berupa respon yang berkaitan dengan fisik (morfologi), fisiologis, dan tingkah laku. Respon hewan tersebut ada yang bersifat reaktif dan ada yang bersifat terpola, artinya berasal dari nenek moyangnyaRespon hewan terhadap kondisi lingkungan tersebut disebut dengan istilah adaptasi. Adaptasi merupakan sebagai karakter yang dapat meningkatkan kemampuan organisme untuk dapat hidup dan bereproduksi dalam kondisi lingkungan tertentu. Adaptasi bukan proses penyesuaian diri oleh organisme, melainkan kejadian alam yang yang berperan dalam menentukan gen-gen yang tetap bertahan dan gen-gen yang musnah. Adaptasi menunjukkan kesesuaian organisme dengan lingkungannya yang merupakan produk masa lalu. Organisme yang ada kini dapat hidup pada lingkungannya karena kondisi lingkungan itu secara kebetulan sama dengan kondisi lingkungan nenek moyangnyaKonsep adaptasi datang dari kajian biologi, dimana terdapat 2 poin penting yaitu evolusi dan genetik yang berperan. Kajian tersebut berfokus pada umpan balik dari interaksi lingkungan, serta adaptasi biologiyang berfokus pada perilaku dari organisme selama masa hidupnya untuk menguasai faktor lingkungan, tidak hanya faktor umpan balik lingkungan, tetapi juga proses kognitif dan level gerak yang terus-menerus. Adaptasi juga merupakan suatu kunci konsep dalam 2 versi dari teori sistem, baiksecara biological, perilaku, dan sosial yang dikemukakan oleh John Bennet (Saputro, 2013).

B. Rumusan MasalahBerdasarkan uraian latar belakang masalah maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:1. Apakah pengertian konsep adaptasi pada Hewan?2. Apa saja jenis adaptasi yang dilakukan oleh Hewan sebagai respon terhadap kondisi lingkungan?

C. Tujuan Tujuan penulisan makalah ini adalah:1. Untuk mengetahui konsep adaptasi pada Hewan2. Untuk mendeskripsikan jenis-jenis adaptasi pada Hewan

BAB IIPEMBAHASAN

A. Pengertian AdaptasiAdaptasi secara umum diartikan sebagai kesesuaian makhluk hidup terhadap lingkungannya. Adaptasi merupakan konsep yang menunjukkan sejauh mana kesesuaian suatu organisme untuk hidup pada lingkungan tertentu. Organisme yang hingga saat ini dapat bertahan hidup pada lingkungannya disebabkan karena kondisi lingkungan sesuai dengan kondisi morfologi, fisiologi dan tingkah laku dari organisme tersebut.Kondisi lingkungan tempat hidup suatu makhluk tidak selalu tetap. Perubahan itu dapat disebabkan oleh perubahan musim, kelembapan udara, suhu udara, intensitas cahaya matahari, curah hujan, dan faktor iklim lainnya. Perubahan kondisi lingkungan tersebut sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup organisme. Hewan mengadakan respon terhadap perubahan kondisi lingkungannya tersebut. Respon hewan terhadap kondisi dan perubahan lingkungannya tersebut dapat berupa perubahan fisik, fisiologis, dan tingkah laku. Respon hewan tersebut ada yang bersifat reaktif dan ada yang bersifat terpola, artinya respon tersebut telah berlangsung sejak lama oleh nenek moyangnya.Kemampuan hewan untuk mengatasi lingkungan baru tergantung pada mekanisme regulasi yang ada dalam tubuh (Young, 2014). Proses ini membutuhkan kemampunan hewan mendeteksi dan menginterpretasi gangguan keseimbangan internal dalam tubuh untuk memulihkan respon dan metabolisme yang tepat untuk homeostasis. Ini merupakan proses keseluruhan yang sering disebut umpan balik negatif (Schmidt-Nielsen, 1982; Werner and Graener, 1986) dalamYoung, et al (2014). Umpan balik negatif dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Diagram proses umpanbalik negatif merupakan proses homeostasis hewan terhadap perubahan lingkungan

B. Jenis Adaptasi pada HewanAdaptasi adalah kemampuan makhluk hdup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan hidupnya. Berdasarkan bentuknya, adaptasi diklasifikan menjadi 3, yakni: adaptasi morfologi (bentuk tubuh), adaptasi fisiologi (fungsi kerja tubuh), serta adaptasi tingkah laku (behaviorial).1. Adaptasi Morfologi / StrukturalAdaptasi morfologi adalah kesesuaian bentuk luar tubuh atau struktur alat-alat tubuh suatu makhluk hidup terhadap lingkungannya. Adaptasi morfologi merupakan adaptasi yang paling mudah diamati. Berikut ini beberapa jenis adaptasi hewan terhadap berbagai kondisi lingkungan:a) Adaptasi terhadap Suhu LingkunganSuhu merupakan salah satu faktor penting dalam keberlangsungan hidup suatu organisme pada lingkungan tertentu. Salah satu jenis hewan yang beradaptasi terhadap suhu lingkungan dengan mekanisme adaptasi morfologi adalah belalang. Belalang merupakan salah satu jenis hewan ektothermik dimana mereka menggunakan sumber energi panas dari luar untuk mengatur suhu tubuhnya. Hewan ektotermik menggunakan variasi bentuk, ukuran dan pigmentasi tubuh untuk beradaptasi dengan suhu lingkungannya.Belalang umumnya memanfaatkan energi panas dari matahari untuk menjaga suhu tubuhnya berkisar antara 400C. Beberapa spesies belalang mengembangkan adaptasi morfologi untuk menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan yaitu dengan membentuk pigmentasi yang bervariasi. Spesies yang hidup pada suhu rendah, terlihat memiliki pigmentasi yang lebih gelap sehingga meningkatkan potensial mendaptkan panas. Sementara pada spesies yang hidup pada suhu tinggi memiliki pigmentasi yang lebih sedikit untuk mengurangi potensial panas yang diterima.

Gambar 2. Suhu lingkungan mempengaruhi pigmentasi pada belalangb) Adaptasi terhadap Ketersediaan AirUnta merupakan salah satu hewan yang beradaptasi dengan ketersediaan air menggunakan kelebihan pada morfologi tubuhnya. Unta dapat hidup pada gurun yang sangat panas tanpa minum selama 6 hingga 8 hari. Selama periode tersebut unta dapat bertahan karena adanya air yang disimpan pada jaringan tubuh misalnya pada punuk dan mampu menahan kehilangan air hingga 20% dari berat tubuh tanpa membahayakan dirinya. Ketika terdapat sumber air, unta dapat minum dan menyimpan air hingga dari berat tubuhnya dalam sekali waktu.Salah satu cara untuk menjaga cadangan air adalah dengan mengurangi peningkatan suhu tubuh atau penyerapan panas yaitu dengan selalu berdiri menghadap matahari untuk mengurangi permukaan tubuh yang terpapar matahari. Selain itu unta juga memiliki rambut tebal disluruh tubuhnya untuk melindungi dari panasnya gurun sehingga mencegah terjadinya pengeluaran keringat untuk menjaga suhu tubuhnya.

Gambar 3. Adaptasi unta terhadap kondisi ketersediaan air di gurun

2. Adaptasi FisiologisAdaptasi fisiologis merupakan jenis adaptasi yang menyangkut tingkat kesesuaian proses-proses fisiologis hewan dengan kondisi lingkungan dan sumberdaya yang ada di habitatnya. Adaptasi fisiologis sangat terkait dengan jenis adaptasi lain (tingkah laku, morfologi) yang berhubungan terutama pada proses-proses yang berlangsung dalam tubuh. Misalnya pada proses respirasi, pencernan makanan dan lain-lain yang menggambarkan adanya adaptasi yang terstruktur.a) Adaptasi Terhadap Suhu LingkunganAdaptasi hewan terhadap suhu berkaitan dengan kemampuan hewan dalam mempertahankan kondisi homeostatis tubuhnya dan disebut dengan istilah termoregulasi. Adaptasi terhadap suhu melibatkan sistem syaraf pusat sebagai sistem kontrol bagi termoregulasi tubuh hewan. Sistem sensoris tubuh akan menerima rangsangan atau informasi kemudian informasi tersebut akan ditangkap oleh sistem syaraf pusat dan diberikan respon yang berbeda-beda.

Gambar 4 Sistem termoregulasi yang mengatur informasi yang diterima dari reseptor panas atau dingin dan menanggapinya dengan berbagai mekanisme khusus, baik berupa respon untuk menghasilkan maupun mempertahankan panas

Pembahasan adaptasi terhadap suhu salah satunya berkaitan dengan pengaruh suhu terhadap kerja enzim di dalam tubuh organisme. Enzim merupakan protein biokatalisator yang bekerja pada rentang suhu tertentu atau disebut sebagai suhu optimum, tidak terlalu panas juga tidak terlalu dingin. Jika suhu tubuh atau lingkungan lebih tinggi atau lebih rendah dari suhu optimum maka kerja enzim menjadi tidak maksimal atau bahkan tidak dapat bekerja.John Baldwin dan P.W. Hochachka (1970) mengadakan penelitian untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap aktivitas acetylcholinesterase, enzim yang diproduksi pada sinaps antar neuron. Enzim ini berperan memecah neurotransmitter asetilkolin menjadi asam asetat dan kolin sehingga neuron menjadi dalam kondisi off sebuah proses yang sangat penting dalam mekanisme kerja neuron. Peneliti menemukan fakta bahwa ikan farel atau Oncorhynchus mykissmemproduksi dua jenis acetylcholinerase, yaitu acetylcholinerase yang memiliki suhu optimum pada suhu 20C (suhu winter atau musim dingin) dan suhu optimum 170C.Pengaruh suhu terhadap acetylcholinerase ini berkaitan dengan suhu dari habitat asli ikan farel. Ikan ini hidup pada perairan yang dingin, serta aliran yang tidak terlalu deras misalnya pada sungai di Amerika utara. Selama musim dingin suhu sungai disana berkisar antara 0 - 40C sedangkan selama musim panas suhu bisa mendekati 200C. Suhu lingkungan ini mendekati suhu optimum dari acetylcholinerase pada ikan farel.

Gambar 5 Aktivitas enzim dipengaruhi oleh suhu (data dari Baldwin dan Hochachka 1970)

P.F. Scholander (dalam Moles, 2008) melakukan penelitian terhadap beberapa spesies hewan endothermic dengan memantau laju metabolisme ketika diberikan perlakuan pada berbagai suhu. Rentang suhu lingkungan dimana tidak mempengaruhi laju metabolisme pada hewan homeotherm disebut zona suhu netral (thermal neutral zona). Ketika suhu lingkungan turun atau naik diluar rentang zona suhu netral maka akan terjadi perubahan laju metabolisme pada hewan endotherm.Penyebab berubahnya laju metabolisme adalah karena tubuh berusaha untuk menstabilkan suhu tubuh pada suhu normal dengan cara menghasilkan panas melalui metabolisme. Sebagai contoh adalah pada manusia, ketika suhu lingkungan terlalu rendah manusia akan menggigil, yaitu mekanisme menghasilkan panas melalui kontraksi otot. Kita juga melepaskan hormon yang mempercepat laju reaksi metabolisme. Sebaliknya ketika suhu lingkungan terlalu tinggi, denyut jantung dan aliran darah menuju kulit meningkat. Peningkatan aliran darah tersebut mengalirkan panas dari tubuh menuju kulit, dimana terjadi mekanisme penguapan menghasilkan keringat sehingga mempercepat panas keluar dari tubuh. Beberapa endotherm tidak melakukan mekanisme mengeluarkan keringat tetapi menggunakan mekanisme lain, contohnya anjing yang menghasilkan saliva (ludah).

Gambar 6. Suhu dan zona suhu netral dari mamalia tropis dan kutub (data dari Scholander, et al. 1950)

Dilihat dari sudut pandang evolusi dan ekologi, poin penting dari pembahasan ini adalah bagaimana thermoregulasi diluar zona suhu normal memerlukan energi yang berpengaruh pada tingkat reproduksi. Bagaimana hal tersebut mempengaruhi distribusi dan kelimpahan organisme di alam? Hal tersebut merupakan pembahasan utama dalam ekologi.b) Adaptasi Hewan Akuatik (Perairan)Hanya terdapat sedikit hewan perairan yang bersifat endothermic, mengapa? Salah satu alasannya adalah resiko kehilangan panas pada medium air jauh lebih cepat dibandingkan pada medium udara yaitu 20 kali lebih cepat pada air tenang dan 100 kali pada air mengalir. Selain itu, untuk spesies yang bernapas menggunakan insang memberi celah yang sangat besar bagi panas untuk keluar dari tubuh karena terdapat rongga pertukaran oksigen yang sangat lebar yang berupa insang.Burung dan mamalia air, seperti pinguin, lumba-lumba dan paus meskipun bersifat endothermic namun tetap dapat hidup pada lingkungan akuatik karena dua alasan: Pertama, mereka bernapas dengan udara sehingga tidak memerlukan saluran pernapasan yang besar dan terbuka seperti insang. Kedua, tubuh mereka dilapisi oleh lapisan lemak yang sangat tebal dibandingkan hewan akuatik yang lain. Faktor lain yang berperan dalam adaptasi terhadap suhu adalah adanya countercurrent heat exchangers, yaitu struktur pembuluh vaskular yang mencegah kehilangan panas. Otot renang lateral pada ikan endothermic seperti tuna dan hiu putih juga disuplai oleh pembuluh darah yang juga berfungsi sebagai countercurrent heat exchangers, dimana sistem ini akan mengalirkan panas pada darah yang kembali setelah mengalirkan oksigen dan nutrisi pada otot. Sistem countercurrent pada ikan tuna dapat menjaga suhu otot renang hingga 140C diatas suhu air disekitarnya.

Gambar 7. Mekanisme countercurrent pada lumba-lumba untuk menjaga suhu tubuh

Gambar 8. Mekanisme countercurrent pada otot renang latral ikan tuna

c) Adaptasi SeranggaKebanyakan jenis serangga menggunakan panas dari lingkungan sebagai sumber panas bagi tubuhnya, tetapi ternyata terdapat beberapa pengecualian. Bernd Heinrich (dalam Moles, 2008) menemukan bahwa lebah dapat mengatur suhu thorax yaitu tempat melekatnya otot untuk terbang pada suhu 30 370C tanpa dipengaruhi oleh suhu udara disekitarnya. Karena lebah dapat menghangatkan otot terbangnya maka lebah dapat terbang pada lingkungan dengan suhu sangat rendah hingga dibawah 00C. Heinrich melakukan serangkaian percobaan dengan menggunakan ngengat Manduca sextayaitu dengan mengalirkan panas ke thorax kemudian memantau suhu thorax dan abdomennya. Heinrich menggunakan panas dari cahaya lampu untuk mensimulasikan panas yang dihasilkan oleh otot terbang. Dari hasil percobaan diketahui bahwa suhu thorax pada ngengat tersebut stabil pada suhu 440C dan abdomennya secara perlahan mengalami peningkatan suhu.Hasil ini mengindikasikan bahwa panas pada thorax dialirkan menuju abdomen. Heinrich menyimpulkan bahwa darah yang mengalir dari thorax menuju abdomen yang berperan dalam mengalirkan panas tersebut. Untuk membuktikan hal tersebut dia melakukan percobaan kedua yaitu dengan mengikat ngengat menggunakan rambut untuk menghentikan aliran darah dari thorax menuju abdomen, hasilnya ngengat mengalami peningkatan suhu pada thorax yaitu menjadi 460C dan berhenti terbang. Hasil percobaan yang mengindikasikan adanya serangga endothermic ini sangat mengejutkan ilmuwan dunia pada waktu itu.

Gambar 9. sistem peredaran darah berperan dalam termoregulasi ngengat Manduca sexta (data dari Heinrich 1993).

d) Adaptasi Terhadap Ketersediaan AirAir memegang peranan penting dalam kelangsungan hidup suatu organisme. Pada organisme gurun misalnya, pengambilan dan penyimpanan air menjadi suatu proses yang sangat penting bagi mereka. Sehingga dalam kajian ekologi, dapat dipelajari tentang kaitan antara ketersediaan air pada suatu tempat dengan organisme yang hidup di dalamnya serta bagaimana organisme tersebut beradaptasi dengan lingkungannya.Adaptasi Hewan Akuatik (Perairan)1) Ikan dan Invertebrata LautIkan hiu umumnya menaikkan konsentrasi larutan pada darah lebih tinggi (hiperosmotik) dibandingkan air laut. Akan tetapi ion anorganik hanya terdiri atas bagian dari darah ikan hiu, sisanya terdiri atas molekul organik atau trimethylamine oxyde atau TMAO. Karena sifat hiperosmotik ini ikan hiu mengambil air dari lingkungan secara perlahan, umumnya melalui insang, dipompa keluar oleh ginjal dan keluar sebagai urin. Hiu mengeluarkan kelebihan sodium (untuk menjaga konsentrasi) melalui kelenjar khusus yang terletak pada rektum yang disebut kelenjar garam.

Gambar 10. Osmoregulasi pada ikan hiuSebaliknya pada kebanyakan ikan dan invertebrata laut memiliki konsentrasi larutan tubuh yang bersifat sangat hipoosmotik terhadap air laut. Hal ini menyebabkan ikan laut lebih mudah kehilangan air, umumnya melalui insang. Untuk mengganti air yang hilang ikan meminum air laut, namun hal tersebut juga akan menaikkan konsentrasi garam sehingga ikan akan mengeluarkan kelebihan garam tersebut dengan sel khusus yang disebut sel chloride pada bagian bawah insangnya. Sel tersebut akan membantu ikan mengeluarkan kelebihan sodium dan klorida dari dalam tubuh sementara ginjal mengeluarkan magnesium dan sulfat. Ion tersebut keluar bersama urin yang bersifat pekat karena terdiri atas sedikit sekali air.Larva dari beberapa jenis nyamuk dari genus Aedes hidup pada air laut dimana kadar garam sangat tinggi. Hampir serupa dengan ikan laut, nyamuk laut bersifat hipoosmotik terhadap air laut. Nyamuk laut ini dapat meminum air laut hingga 130 140 % dari total volume tubuhnya setiap hari untuk menggantikan kehilangan air dari tubuhnya. Kadar garam berlebih dikeluarkan bersama urin melalui sel khusus yang terletak pada rektum posterior. Namun nyamuk ini melakukan apa yang tidak bisa dilakukan oleh ikan laut yaitu mereka mengeluarkan urin yang bersifat hiperosmotik terhadap tubuhnya.

Gambar 11 Osmoregulasi oleh ikan dan nyamuk laut2) Ikan dan Invertebrata Air TawarIkan air tawar hidup pada lingkungan yang berbanding terbalik dengan ikan laut. Ikan air tawar bersifat hiperosmotik, yaitu memiliki cairan tubuh yang mengandung lebih banyak garam dibandingkan medium di lingkungannya. Akibatnya air lebih mudah masuk dan garam keluar melalui insangnya. Ikan air tawar mengeluarkan urin yang bersifat encer karena lebih banyak mengandung air. Mereka menggantikan garam yang hilang melalui dua cara, yaitu sel klorida pada bagian bawah insang menyerap sodium dan klorida dari air, sedangkan cara yang kedua yaitu mendapatkan garam dari makanan.Seperti halnya ikan air tawar, invertebrata air tawar juga bersifat hiperosmotik terhadap lingkungannya. Larva nyamuk air tawar merupakan contoh yang paling mudah untuk menggambarkan osmoregulasi invertebrata air tawar. Larva dari sekitar 95 % spesies nyamuk hidup di air tawar. Seperti ikan air tawar, larva tersebut juga harus beradaptasi pada dua permasalahan, yaitu kelebihan air dan kehilangan ion. Untuk mengatasi hal tersebut, larva meminum sedikit air, mendapatkan ion dengan sel khusus pada rektum dan mensekresikan urin yang bersifat encer.

Gambar 12. Osmoregulasi ikan dan nyamuk air tawar

3. Adaptasi Tingkah lakuAdaptasi tingkah laku merupakan salah satu hal yang membedakan adaptasi hewan dan tumbuhan. Hanya hewan yang mampu melakukan adaptasi berupa perubahan tingkah laku. Kondisi lingkungan seperti suhu dan ketersediaan air sangat mempengaruhi jenis perubahan tingkah laku dari hewan. Dalam kajian tingkah laku hewan terdapat dua hal yang perlu dipelajari yaitu: (1) Mengidentifikasi stimulus yang menyebabkan terjadinya perilaku dan (2) Mengkaji perubahan psikologis, neural dan hormonal yang disebabkan oleh tingkah laku hewan tersebut. Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkah laku antara lain:a) Stimulus eksternal, misalnya perubahan temperatur dan ketersediaan airb) Stimulus internal, sebagian disebabkan oleh perubahan hormonalc) Stimulus khusus, yaitu stimulus yang bersifat khusus dan spesifik pada organisme tertentu stimulus ini biasanya bersifat turun temurun.Contoh: Tikus sawah yang hanya dapat bereproduksi ketika mendekati musim panen padi, dimana padi sudah mulai menguning. Faktor karbohidrat pada padi dipercaya sebagai stimulus siklus reproduksi tikus.

Gambar 13 Siklus reproduksi tikus sawah dipengaruhi oleh bulir padi

Adaptasi tingkah laku pada hewan terdiri atas adaptasi alami (Nature) dan adaptasi akibat adanya pengaruh atau perlakuan tertentu (Nurture). Adaptasi alami merupakan tingkah laku yang bersifat diturunkan, sulit untuk dirubah, berasal dari insting, ditentukan oleh faktor genetik. Sedangkan pada adaptasi perlakuan, tingkah laku bersifat dapat dibelajarkan, fleksibel dan tidak ditentukan oleh faktor genetik.Beberapa contoh tingkah laku yang bersifat nature, dipelajari oleh beberapa ilmuwan melalui serangkaian percobaan, antara lain:a) Karl Von Frisch, yang mempelajari tentang komunikasi pada lebah, dimana lebah ternyata menggunakan semacam tarian atau gerakan terbang tertentu untuk memberitahukan koloninya bahwa terdapat makanan disana.

Gambar 14. Pengamatan tarian lebah oleh Karl Von Frischb) Niko Tinbergen, yang menemukan bahwa tawon menggunakan semacam penanda untuk menemukan kembali sarangnya.

Gambar 15. Percobaan tentang perilaku tawon oleh Niko TinbergenSelain adaptasi tingkah laku yang diturunkan, hewan ternyata juga memiliki kemampuan untuk belajar. Kemampuan belajar yang dimaksud disini adalah tingkah laku hewan dapat menyesuaikan dengan kondisi lingkungan tempat hewan tersebut hidup atau bersifat dinamis dan hewan dapat belajar untuk merubah tingkah laku dari yang seharusnya.Terdapat lima kategori adaptasi tingkah laku yang termasuk kategori nurture:a) ImprintingMerupakan suatu bentuk tingkah laku yang dipelajari oleh hewan dan berkembang pada fase tertentu yang disebut dengan periode sensitif atau periode kritis. Contoh dari perilaku imprinting yang dapat diamati adalah percobaan yang dilakukan oleh Konrad Lorenz terhadap bayi angsa. Lorenz mengetahui bahwa bayi angsa memiliki periode kritis beberapa saat ketika bayi tersebut baru menetas. Bayi angsa akan mengikuti obyek apapun yang dia lihat pertama kali ketika menetas dan menganggap obyek tersebut adalah induknya.

Gambar 16. Perilaku imprinting pada anak angsab) HabituasiHabituasi adalah penyesuaian hewan dengan lingkungan yang baru. Dalam kondisi tertentu bahkan hewan dapat mengabaikan respon terhadap bahaya yang secara alami dimiliki oleh hewan tersebut. Contoh tingkah laku ini adalah pada burung jalak gading atau Turdus poliocephalusdi gunung Lawu yang telah terbiasa dengan kehadiran manusia. Burung ini tidak akan menunjukan perilaku preventif ketika didekati oleh manusia seperti burung jalak di tempat yang lain.

Gambar 17. Habituasi pada jalak gading di gunung Lawuc) Pengkondisian (Conditioning)Merupakan jenis tingkah laku yang muncul akibat pengkondisian tertentu dan berlangsung secara terus menerus sehingga menjadi suatu kebiasaan bagi hewan tersebut. contoh dari peristiwa pengkondisian ini adalah pada percobaan anjing Pavlov. Secara alamiah anjing akan meneteskan saliva atau air liur ketika melihat makanan. Pavlov memberikan stimulasi berupa bunyi lonceng ketika memberikan makanan kepada anjingnya, hal tersebut dilakukan berulang-ulang hingga menjadi kebiasaan ketika lonceng dibunyikan maka anjing tersebut akan segera tahu jika terdapat makanan. Kemudian Pavlov mencoba membunyikan lonceng tanpa memberikan makanan, dan hasilnya anjing tersebut meneteskan saliva ketika mendengar bunyi lonceng tersebut dengan jumlah yang hampir sama dengan ketika melihat makanan.

Gambar18. Percobaan anjing Pavlovd) Trial dan ErrorMerupakan tingkah laku yang dilakukan oleh hewan sebagai upaya untuk mendapatkan sesuatu dengan menyelesaikan suatu permasalahan tertentu, misalnya makanan atau mangsa dalam kondisi terbungkus oleh sesuatu maka hewan tertentu dapat melakukan perilaku trial dan error.

Gambar 19 Gurita berusaha membuka toples yang berisi makanan dengan mekanisme trial & errore) Insight / ReasoningMerupakan bentuk tingkah laku yang dianggap memiliki tingkatan paling tinggi pada hewan. Tingkah laku ini melibatkan berbagai aspek yang dimiliki oleh hewan seperti kecerdasan, mental dan sosial. Jenis perilaku ini meliputi:1) Kognisi (Cognition)Kemampuan sistem syaraf hewan untuk menerima, menyimpan, memproses dan menggunakan informasi tersebut untuk menyelesaikan beberapa permasalahan seperti misalnya mendapatkan makanan. Contoh: Simpanse menggunakan ranting kecil untuk memancing rayap dari dalam batang kayu.

Gambar 20. Simpanse menggunakan ranting kecil untuk memancing rayap2) MigrasiMerupakan perpindahan secara rutin oleh sekelompok hewan tertentu melewati jarak yang relatif jauh. Hal ini berkaitan dengan adaptasi terhadap iklim atau cuaca dan ketersediaan makanan. Hewan dapat menentukan arah tujuan migrasinya dengan mekanisme yang disebut piloting, yaitu dengan melihat tanda-tanda alam (landmark), arah matahari, bahkan beberapa jenis burung dapat menggunakan rasi bintang sebagai penunjuk arah.Adaptasi Hewan terhadap Berbagai Kondisi Lingkungana) Adaptasi terhadap SuhuHewan umumnya sangat sensitif terhadap perubahan suhu. Ketika terjadi perubahan suhu lingkungan hewan dapat melakukan perubahan tingkah laku tertentu untuk menjaga suhu tubuhnya tetap berada dalam kondisi yang optimal. Beberapa contoh adaptasi tingkah laku hewan untuk mempertahankan suhu tubuh dari pengaruh suhu lingkungan antara lain:1) HibernasiHibernasi adalah tingkah laku hewan untuk mengurangi metabolisme tubuh pada musim dingin. Tingkah laku ini kebanyakan dimiliki oleh hewan-hewan yang hidup didaerah beriklim dingin. Aspek tingkah laku hibernasi adalah perubahan intensitas gerakan dari gerakan aktif untuk mencari makan menjadi tidak aktif atau istirahat (dormansi). Salah satu hewan yang melakukan hibernasi adalah beruang kutub. Pada musim dingin beruang kutub pada umumnya pergi ke tempat-tempat yang terlindung, misalnya goa untuk berlindung dari serangan cuaca dingin, dan tidak melakukan kegiatan apapun. Tingkah laku bertapa itu dilakukan untuk menghemat energi tubuh yang diperlukan untuk termoregulasi atau mempertahankan suhu tubuh. Penghematan energi itu perlu dilakukan agar ada keseimbangan antara energi yang tersimpan dalam tubuh dengan pengeluaran untuk respirasi dalam rangka menahan penurunan temperatur tubuh. Jika pada musim dingin hewan harus aktif untuk mencari makan, selain udara diluar sangat dingin, makanan yang dicari juga tidak mudah ditemukan. Dalam keadaaan itu energi yang diperlukan sangat banyak, tidak seimbang dengan energi yang diperoleh. Sebaliknya pada musim panas hewan-hewan didaerah dingin mencari makan sebanyak-banyaknya sebagai cadangan makanan pada musim dingin.Salah satu binatang tropis yang melakukan hibernasi adalah primata yang disebut lemur kurcaci, Cheirogaleus medius. C. medius tinggal di hutan kering tropis di Madagaskar barat. Spesies ini melakukan aktifitas selama lima bulan dan hibernasi selama tujuh bulan. C. medius adalah primate kecil dengan panjang tubuh sekitar 20 cm dan ekornya sama panjang dengan tubuhnya. C. medius dewasa beratnya sekitar 140 g. ekor C. medius adalah tempat utama untuk menyimpan lemak sebagai cadangan energy selama hibernasinya yang panjang. C. medius tinggal di pohon-pohon, tidur di rongga pohon pada siang hari secara berkelompok hingga lima ekor, mencari makan pada malam hari. Makanan utamanya adalah buah-buahan dan bunga, dan juga memakan beberapa serangga dan vertebrata kecil lainnya.Mengapa C. medius melakukan hibernasi? Selama musim hujan, hutan kering tropis sangat produktif menghasilkan buah-buahan dan bunga yang diakan oleh C. medius. Namun selama bulan-bulan kering, makanan ini sangat langka. Hutan yang dihuni oleh C. medius di Madagaskar memiliki musim kemarau yang berlangsung selama delapan bulan, merupakan waktu yang sangat lama bagi C. medius untuk melakukan hibernasi.Fisiologi hibernasi C. medius diteliti oleh Joanna Fietz, Frieda Tataruch, Kathrin Dausmann, dan Jorg Ganzhorn (2003) di hutan Kirindy Madagaskar Barat. Tim peneliti yang berasal dari universitas di Jerman dan Austria ini menemukan bahwa selama hibernasi, suhu tubuh C. medius bervariasi dari sekitar 18-31C. dengan menurunkan suhu tubuhnya, C. medius menghemat energi selama musim kemarau karena makanan sangat langka pada musim kemarau. Untuk mengatasi kebutuhan energi yang lebih rendah, C. medius menyimpan lemak pada bagian ekornya. Cadangan lemak habis secara bertahap selama tujuh bulan hibernasi. Fietz danrekan-rekannya menemukan bahwa selama hibernasi massa tubuh C. medius menurun hingga sekitar 34%, sedangkan volume ekor berkurang hampir 58%.

Gambar 21. Hibernasi pada Cheirogateus medius (lemur)2) EstivasiEstivasi adalah tingkah laku untuk melakukan dormansi pada kondisi temperatur tinggi. Tingkah laku ini pada umumnya terjadi pada hewan-hewan yang hidup di daerah yang tinggi. Tingkah laku ini pada umumnya terjadi hewan-hewan yang hidup didaerah beriklim panas. Hewan-hewan yang melakukan estivasi antara lain belut dan siput air. Di Indonesia belut dan siput air banyak dijumpai pada rawa atau sawah dataran rendah. Estivasi terjadi bukan hanya berkaitan degan tingginya temperatur lingkungan, melainkan juga hubungan dengan rendahnya kelembapan udara. Tingginya temperatur dan rendahnya kelembapan mempercepat hilangnya air dari dalam tubuh. Maka dari itu, belut dan siput yang hidup di Indonesia melakukan estivasi pada musim kemarau.Pada musim penghujan sawah hampir setiap saat tergenang air. Belut dan siput air setiap hari aktif pada malam hari, dan masuk ke dalam tanah pada siang hari. Namun, jika temperatur udara tidak terlalu tinggi, pada siang hari sering dijumpai belut dan siput berkeliaran di permukaan tanah. Pada musim kemarau. Selain temperatur tinggi, sawah pada umumnya berada dalam keadaan kering. Dalam keadaan itu, belut dan siput air tidak hanya berada dalam tanah pada malam hari, tetapi boleh dikata selama musim kemarau.Siput darat banyak dijumpai di pekarangan atau kebun juga melakuakn estivasi pada musim kemarau. Untuk meghindari udara yang panas dan kering siput masuk ke batu-batuan atau timbunan sampah dan berada di dalamnya selama musim kemarau. Sering kali dapat dijumpai siput yang tinggal di semak-semak. Siput biasanya membentuk epifragma untuk menutup cangkangnya. Siput darat pada umumnya tidak memiliki penutup cangkang seperti yang dimiliki siput air. Penutup cangkang pada siput air terbentuk dari zat kapur, keras dan permanen, dapat dibuka dan ditutup setiap saat. Epifragma merupakan lapisan tipis yang terbentuk dari lendir yang disekresikan oleh tubuh menutup cangkang tanpa dapat dibuka dan ditutup.3) Berjemur pada KadalSceloporus undulatus merupakan hewan ektothermik yang mengatur suhu tubuhnya melalui kebiasaan berjemur dibawah terik matahari untuk memanaskan tubuhnya dan bersembunyi untuk menurunkan suhu tubuh. Suhu optimum kadal ini untuk proses metabolismenya adalah 33 0C.

Gambar 22 Kadal Sceloporus undulatusAdaptasi terhadap Ketersediaan AirKetika organisme mulai berpindah ke lingkungan darat, mereka menemui dua tantangan utama bagi kelangsungan hidupnya: potensi kehilangan air dalam tubuh yang lebih besar dan sedikitnya ketersediaan air untuk mengganti kehilangan tersebut. Berbagai jenis adaptasi membantu organisme darat untuk mengatur konsentrasi air dalam tubuhnya. Kita dapat menyimpulkan konsentrasi air di dalam tubuh organisme darat dengan persamaan sebagai berikut:Wia = Wd + Wf + Wa We + WsDimana, Wia = Banyaknya air dalam tubuh organismeWd = Air yang didapatkan dari minumWf = Air yang didapatkan dari makananWa = Air yang didapatkan dari udaraWe = Air yang menguapWs = Air yang dikeluarkan melalui mekanisme sekresi dan ekskresi seperti urin, ludah dan fesesBeberapa hewan terestrial kecil mampu menyerap air dari udara. Beberapa hewan terestrial lain memenuhi kebutuhan air dengan cara minum atau mendapatkannya dari makanan yang mengandung air. Pada lingkungan yang lembab atau terdapat banyak ketersediaan air hewan-hewan tersebut akan mudah mendapatkan air, tetapi kondisi yang berbeda dengan hewan yang hidup pada lingkungan gurun. Di gurun hewan yang membutuhkan banyak air harus hidup dekat dengan oase atau sumber air, tetapi bagi yang hidup jauh dari oase hewan tersebut harus melibatkan adaptasi untuk hidup pada lingkungan yang kering.Beberapa hewan gurun mendapatkan air dapat memperoleh air dengan cara yang tidak biasa. Gurun di daerah pesisir seperti gurun Namib di barat daya afrika memiliki curah hujan yang sangat rendah namun kondisi udara yang sangat lembab hingga berkabut. Udara yang lembab ini merupakan sumber air bagi beberapa hewan di Namib. Salah satunya adalah jenis kumbang genus Lepidochora dari family Tenebrionidae. Kumbang ini menggali semacam parit atau lubang pada pasir untuk mengembunkan dan mengumpulkan kabut. Air yang telah mengembun tadi kemudian diminum oleh kumbang tersebut. Selain itu ada juga jenis kumbang lain yaitu Onymacris unguicularis, mengambil air dari kabut dengan menegakkan abdomennya. Kabut yang mengembun pada abdomen akan mengalir ke mulutnya.

Gambar 23. Beberapa kumbang di gurun Namib mendapatkan air dengan cara mengembunkan udara yang lembab

BAB IIIPENUTUP

Simpulan 1. Adaptasi menunjukkan kesesuaian organisme dengan lingkungannya yang merupakan produk masa lalu. Organisme yang ada kini dapat hidup pada lingkungannya karena kondisi lingkungan itu secara kebetulan sama dengan kondisi lingkungan nenek moyangnya.2. Kemampuan hewan dalam beradaptasi dengan lingkungannya berbeda-beda yang dipengaruhi oleh, sifat genetik, kemampuan berkembang biak, frekuensi perubahan lingkungan.Kemampuan hewan untuk beradaptasi terbatas olehketahanan hidup (survival), perbedaan kemampuan setiap jenis organisme dan tumpang tindih dengan kondisi sebelumnya sehingga adaptasi merupakan proses yang lambat, melibatkan seluruh kegiatan hidup3. Jenis-jenis adaptasi pada hewan antara lain adaptasi morfologi atau struktural, adaptasi fisiologi, serta adaptasi tingkah laku.

DAFTAR PUSTAKA

Baldwin, J. And P.W. Hochachka. (1970). Functional significance of isoenzyme in thermal acclimation: acetylcholinesterase from trout brain. Biochemical Journal 116:883-87.Begon, et al. (2006). Ecology: From Individuals to Ecosystems. Malden: Blackwell PublishingHickman, et al. (2001). Integrated Principle of Zoology. New York: McGraw-HillMolles, M.C. 2008.Ecology: Concept & Application. New York: McGraw-HillNewton, Ian. (2008). The Migration Ecology of Birds. London: Elsevier LtdYoung, et al. (1989). Physiological Adaptation To The Environment. Journal of Animal Science 67:2426-2432

1