Account Officer Bank

download Account Officer Bank

of 7

Transcript of Account Officer Bank

Account Officer Bank, ujung tombak untuk membangun sektor riilTulisan ini diilhami perdebatan tentang financial hub tulisannya Andjar. Wajar bagi suatu Bank, agar tumbuh dan berkembang, saat ini tak dapat hanya mengandalkan pada penerimaan interest margin. Walaupun Perbankan nasional di Indonesia 60% masih mengandalkan pendapatan dari hasil kredit, Bank saat ini perlu meningkatkan kualitas pelayanan, juga perbaikan IT, agar bisa memperoleh peningkatan pendapatan yang berasal dari fee. Sebetulnya pendapatan dari fee, akan meningkatkan sektor riil, jika fee yang diperoleh berasal dari transaksi devisa, yang berarti adanya peningkatan ekspor. Tulisan ini, akan membahas mengenai bagaimana peran Account Officer (AO) di bank untuk ikut membangun sektor riil di Indonesia. Bank mempunyai fungsi intermediary.mencari dana (giro, tabungan, deposito), kemudian menyalurkan dalam bentuk pinjaman (kredit). Bagaimana jika terjadi missmatch, dana lebih banyak dari kredit yang disalurkan? Ukuran yang wajar, apabila 90% dari dana bisa disalurkan dalam bentuk kredit atau pinjaman. Disinilah peran Treasury Bank, agar uang yang ada tak menjadi idle, dan tetap menghasilkan. Account Officer(AO) adalah orang yang bertugas sejak mencari nasabah yang layak sesuai kriteria peraturan Bank , menilai, mengevaluasi, mengusulkan besarnya kredit yang diberikan. Untuk mendapatkan seorang AO yang berkualitas, diperlukan pendidikan yang memadai dan jam terbang, agar bisa mengenali usaha yang layak dibiayai. Sebelumnya AO akan membuat perencanaan, usaha apa saja yang layak dibiayai di wilayahnya , dan berapa kira-kira dana yang diperlukan untuk menyalurkan kredit tersebut. Kemudian AO akan melakukan kunjungan ke usaha nasabah, melakukan wawancara, menggali sebetulnya apa yang diperlukan oleh nasabah tersebut. Banyak sekali dijumpai, nasabah sebetulnya hanya tahu bahwa dia perlu pinjaman, tapi belum jelas berapa dan untuk apa. Disini diperlukan keahlian seorang AO untuk melakukan probing, agar kebutuhan pinjaman memang sesuai dengan keperluan nasabah (ada unsur tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran). AO juga sekaligus menjadi konsultan, karena bagi nasabah kecil, tak jarang mereka bisa bercerita, menunjukkan bon-bon, bukti penjualan atau pesanan, tetapi tak bisa membuat laporan keuangan. Disini AO memandu nasabah agar dapat membuat neraca perkiraan usaha nasabah, serta cash flow kemampuan membayarnya. AO juga harus sensitif, apakah nasabah mengatakan yang sebenarnya (disinilah perlunya melakukan probing, cek dan re cek), kemudian melakukan analisa. Selanjutnya AO akan mengusulkan dalam bentuk memorandum analisis kredit kepada atasannyadan atasan akan meneruskan kedalam komite kredit (loan Comittee) untuk mendapat putusan, apa berupa persetujuan maupun penolakan. Hubungan AO dan nasabah dapat diibaratkan sebagai hubungan yang mirip dengan suami isteri. Jika AO memilih usaha yang tepat, maka usaha berjalan lancar, dan usaha akan meningkat/membesar, serta Bank tempat AO bekerja akan memperoleh laba. Namun jika usaha nasabah mengalami penurunan, sama seperti seorang isteri yang jatuh sakit, akan mempengaruhi kelangsungan hidup suami, karena suami akan sibuk mengupayakan penyembuhan. Demikian juga seorang AO, jika usaha nasabah turun, maka AO yang baik akan segera mengevaluasi apa yang menjadi penyebabnya, apakah persaingan yang ketat sehingga kalah bersaing di pemasaran. AO akan menjadi seperti seorang dokter, mendiagnosis penyebab sakitnya usaha nasabah dan berusaha menyembuhkan. Disini diperlukan kerjasama dari kedua belah pihak. Apabila portfolio nasabah yang dibina oleh AO semua dalam kondisi lancar, maka perusahaan akan memetik laba dari interest margin. Namun sebaliknya kegagalan pembinaan AO terhadap nasabahnya juga dapat menyebabkan pendapatan Bank menurun. Apa hubungannya dari sektor riil? Saya akan membuat ilustrasi, berdasarkan cerita sebenarnya. Seorang AO di Kantor Cabang XX membiayai usaha peternakan ayam petelur kecil-kecilan, kredit yang diberikan Rp 5 juta rupiah pada tahun 70 an. Pengusaha(sebut Qq) tersebut tidak memahami laporan keuangan, sehingga AO mengajarkan dan membuatkan laporan keuangan berdasarkan wawancara dan bukti-bukti pembukuan yang sangat sederhana. Usaha nasabah berkembang, dari peternakan ayam kecil-kecilan di daerah selatan Jakarta, dia membangun toko yang menjual kebutuhan sehari-hari. Toko ini berkembang, menjadi mini market dan kemudian berkembang menjadi super market. Karena merasakan sulitnya mendapat sayuran segar untuk

mengisi supermarketnya, maka Qq melakukan kerjasama dengan petani sayuran di Puncak yang nantinya berkembang menjadi usaha khusus pengumpul sayuran. Saat ini, setelah berjalan di atas 30 tahun, usaha Qq telah meningkat pesat, jumlah pinjaman > Rp.50 miliar dan pekerjanya lebih dari 500 orang. Qq saat ini berperan sebagai komisaris, karena telah menunjuk Direktur yang memimpin perusahaan, yang awalnya juga mulai bekerja di perusahaan Qq sejak dari bawah. Ini adalah contoh hubungan antara AO dan pengusaha yang akhirnya sukses. Apabila AO di seluruh Indonesia bisa berperan seperti ini, mulai mengajarkan bagaimana agar Qq memahami laporan keuangan ( agar dia bisa mengontrol jalannya perusahaan), serta bagaimana tata cara melakukan ekspor (usaha Qq saat ini juga merambah ekspor asinan dari terong ke Jepang, serta makanan lain), maka kita akan memperoleh wirausaha handal yang juga akan menyerap banyak tenaga kerja. Jadi menggalakkan kemampuan AO agar berkualitas merupakan kebutuhan Bank, agar dapat menyalurkan pinjaman sesuai sasaran, serta di lihat dari sisi debitur (nasabah) pinjaman tadi dapat meningkatkan usahanya, serta meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Pembinaan terhadap nasabah, dapat dimulai dari nasabah kecil, yang secara pasti akan meningkat kemampuan usahanya, dan juga meningkat jumlah pinjamannya, dan pada saat nasabah menjadi besar maka akan terjalin hubungan timbal balik yang positif antara Bank dan nasabah, serta diperoleh nasabah-nasabah yang loyal bagi Bank tersebut. Tak dapat dipungkiri, banyak pelajaran berharga yang diperoleh saat terjadi krisis ekonomi, Bank-Bank yang cepat recovery nya adalah Bank yang mempunyai nasabah potensial dan loyal. Kalaupun usaha nasabah mengalami kemunduran, maka nasabah tadi akan berusaha sekuat tenaga, dibantu oleh AO Bank untuk segera memperbaiki usahanya. Keberhasilan restrukturisasi/penyehatan usaha nasabah, faktor terpenting adalah kemauan atau itikad baik dari nasabah untuk menyelamatkan usahanya. Tanpa kemauan dan itikad baik nasabah, usaha apapun yang dilakukan bank akan sulit berhasil. Oleh karena itu, faktor adanya AO yang berkualitas sangat berperanan dalam menunjang perkembangan Bank, dan di satu sisi dapat meningkatkan kemampuan sektor riil dalam penyerapan tenaga kerja.

Bagaimana menjadi seorang Account Officer yang efektif?Apa, bagaimana dan siapakah AO itu? Tulisan tentang AO (account Officer), peran AO sebagai ujung tombak dalam membantu pembangunan sektor riil, pernah saya tulis disini. Namun karena banyaknya pertanyaan dan tak memungkinkan waktu saya untuk menjawab satu persatu, mohon maaf, jika akhirnya komentar pada tulisan tersebut terpaksa di tutup. Peran AO ini pada Bank sangat penting, apalagi untuk Perbankan di Indonesia, yang sebagian besar pendapatannya berasal dari penyaluran kredit. Account Officer (AO) adalah orang yang bertugas sejak mencari nasabah yang layak sesuai kriteria peraturan Bank, menilai, mengevaluasi, mengusulkan besarnya kredit yang diberikan. Untuk mendapatkan seorang AO yang berkualitas, diperlukan pendidikan yang memadai dan jam terbang, agar bisa mengenali usaha yang layak dibiayai. Sebelumnya AO akan membuat perencanaan, usaha apa saja yang layak dibiayai di wilayahnya, dan berapa kira-kira dana yang diperlukan untuk menyalurkan kredit tersebut. Kemudian AO akan melakukan kunjungan ke usaha nasabah, melakukan wawancara, menggali sebetulnya apa yang diperlukan oleh nasabah tersebut. Bisnis Bank adalah bisnis yang unik, karena Bank berbisnis menggunakan dana pihak lain. Hal ini dapat kita lihat jika kita membaca Laporan Keuangan Bank, oleh karena itu ada UU Perbankan untuk mengatur bagaimana sebuah Bank beroperasi, karena bisnis Bank mempunyai risiko tinggi. Walaupun Bank berusaha mendiversifikasi risiko agar pendapatan sebagian besar beralih ke arah fee based, namun sampai saat ini sumber pendapatan Bank yang utama, terutama Bank yang beroperasi di Indonesia, berasal dari penyaluran kredit yang berupa pendapatan bunga (interest revenue). Pada Neraca Bank, kita akan melihat bahwa sumber pembiayaan utama untuk kredit tersebut adalah dana pihak ketiga (berupa giro, tabungan, deposito, dan lainlain). Keadaan ini menunjukkan bahwa kredit adalah bisnis berisiko, dimana ada kemungkinan kredit yang diberikan tak dapat tertagih. Debitur (peminjam kredit) dapat memberikan berbagai alasan mengapa tidak

dapat membayar tepat waktu, namun di sisi lain, Bank harus tetap bisa membayar setiap rupiah dana masyarakat yang ditempatkan di Bank. Bank tidak dapat mengatakan bahwa karena kredit yang diberikan tidak dapat atau belum tertagih, maka dana masyarakat belum dapat dibayar. Oleh karena itu Bank selayaknya hanya memberikan kredit kepada debitur yang dinilai layak, serta Bank harus dapat mengendalikan risiko kredit yang diberikannya. Bank juga harus mengembangkan proses seleksi untuk menyaring debitur yang layak diberi kredit. Masing-masing Bank diharuskan menyusun sebuah manual perkreditan, yang sering dikenal dengan nama KUP (Kebijakan Umum Perkreditan), sebagai pedoman seluruh jajaran pejabat/staf yang bertugas di bidang perkreditan. Untuk bisa memonitor dan agar masing-masing pejabat lini maupun support yang bertanggung jawab telah menjalankan fungsinya dengan baik, dibuat panduan Sistem Operasional dan Prosedur (SOP). Selain itu petugas lini perkreditan, termasuk AO, harus memahami berbagai pengetahuan, ketrampilan dan ilmu, antara lain: ilmu ekonomi, ilmu hukum, psikologi industri, psikologi manusia, serta beragam keilmuan dan bidang ketrampilan lain untuk dapat mendukung kinerjanya. Dalam pelatihan selama dua hari yang diselenggarakan oleh IRPA (Indonesian Risk Professional Association), yang diikuti oleh beberapa AO dari Bank, dilakukan diskusi bagaimana sebaiknya agar seorang AO bisa melakukan pekerjaannya secara efektif. Pelatihan tersebut, berupa pendalaman, refreshing dari AO yang telah mendapat pendidikan dasar sebagai seorang AO, serta telah berkecimpung dalam tugasnya seharihari. Pelatihan agar seorang fresh graduate siap ditempatkan sebagai AO, memerlukan waktu yang cukup panjang, paling tidak dilatih dalam suatu klasikal antara 1 (satu) sampai 3 (tiga) bulan, tergantung metode yang dianut masing-masing Bank, kemudian job training sekitar 6 (enam) bulan, dan saat penempatan pertama kali masih harus mendapat bimbingan langsung atau mendapatkan pengawasan dari mentor, agar AO tersebut nantinya siap diterjunkan dilapangan. Pada dasarnya pelatihan untuk AO harus dilakukan terus menerus, mengikuti bisnis yang semakin berkembang, karena AO berperan aktif sesuai perkembangan bisnis debiturnya. Pelatihan yang hanya dua hari lebih banyak membahas studi kasus serta penekanan beberapa hal yang harus dilakukan seorang AO dalam menghadapi berbagai masalah dilapangan. Secara umum, analisis proposal dibagi menjadi dua, yaitu dilihat dari aspek kuantitatif dan aspek kualitatif. Aspek kuantitatif merupakan analisis terhadap angka-angka yang disajikan dalam laporan keuangan. Sedangkan aspek kualitatif adalah analisis diluar aspek keuangan, yang bertujuan mengidentifikasi bisnis debitur. Walaupaun AO telah melakukan analisis dari aspek kuantitatif dan aspek kualitatif, namun masih ada banyak hal yang perlu diperhatikan. Mengapa? Karena pada dasarnya seorang AO di Bank adalah: Merupakan posisi kunci di Bank, karena kredit adalah darahnya Bank. Seorang businessman: paham akan untung rugi bisnis Orang yang mewakili Bank untuk melakukan transaksi bisnis, dengan siapa, dan kapan harus menolak Kemampuan komunikasi dan negosiasi adalah kunci sukses seorang AO Harus bebas dari conflict of interest AO harus pro actice, bukan reaktif, memantau kredit menjadi kunci sukses. Pemantauan meliputi asumsi pemberian kredit dan perkembangan lingkungan Hubungan dengan debitur selalu dipelihara dengan baik, sampai dengan kredit lunas AO selalu mencari peluang side business dengan debitur agar tercapai total relationship yang optimal Pada dasarnya bisnis Bank adalah memberi kredit, bukan memasukkan modal sebagai pemegang saham. Kedua hal tersebut mempunyai konsekuensi yang berbeda. Karena bisnis Bank adalah menyalurkan kredit, yang dananya berasal dari pihak ketiga, maka Bank mengharapkan dana yang diberikan akan kembali setelah jangka waktu tertentu. Jadi, kredit bersifat sementara. Sedangkan sebagai pemegang saham, dana bersifat permanen.

Bunga kredit besarnya tidak tergantung dari laba perusahaan yang dibiayai nya. Sedangkan sebagai pemegang saham, hasil yang diperoleh adalah laba perusahaan yang dibagi dalam bentuk dividen. Oleh karena itu, seorang AO harus memiliki pandangan yang konservatif dibandingkan pemegang saham, karena pemegang saham boleh mengambil risiko yang lebih tinggi dengan harapan memperoleh pengembalian yang lebih tinggi. Sedangkan Bank, harus selalu mempertimbangkan risiko dalam batas yang mampu ditolerir Bank, karena pengembalian kredit tidak berubah dengan tingginya laba yang diperoleh perusahaan debitur.

AO NPLSuatu ketika saya ketemu salah seorang staf yang bekerja di sebuah Bank. Dalam obrolan singkat, saat melayani transaksi di Bank tersebut, dia mengatakan bahwa sekarang dia dipindahkan sebagai AO NPL di kantor cabang tersebut. Bu, kenapa banyak teman saya sekarang jadi AO NPL? Bagaimana karir saya nanti? Saya kaget, dan menanyakan apa maksud pertanyaannya, karena bagi saya berkarir dibidang apapun di sebuah Bank, akan sama menantangnya. Saya mengatakan, Anda harus bersyukur ditempatkan sebagai AO NPL, karena anda jadi tahu bagaimana memperbaiki permasalahan, sehingga jika suatu ketika dipindah sebagai AO bisnis, atau ke tempat lainnya, maka akan lebih memahami serta lebih sensitif dan berhati-hati. Staf yang menangani NPL mempunyai kompetensi yang lebih lengkap, karena harus lebih teliti, hati-hati, memahami konsekuensi hukum, juga bidang keilmuan lain. Bagi sebuah Bank, atau sebuah perusahaan, adalah wajar jika mempunyai piutang yang sulit tertagih. Namun bagaimana strategi mengatasi agar piutang tersebut menjadi dapat ditagih kembali, merupakan pekerjaan yang menurut saya sungguh menarik, karena kita jadi mengenal berbagai macam karakter orang. Di satu sisi, adanya aturan BI yang mengatakan bahwa batas NPL (Non Performing Loan) pada Bank maksimal 5%, menunjukkan bahwa kita telah menyadari bahwa yang namanya usaha selalu ada risiko. Dan bagi Bank, adanya NPL 5% merupakan petunjuk bahwa Bank harus segera menggalakkan penagihan piutangnya. NPL atau Non Performing Loan, adalah besarnya jumlah kredit bermasalah pada suatu Bank dibanding dengan total keseluruhan kreditnya. Untuk mendorong Perbankan mengatasi kredit bermasalah, BI telah mengeluarkan berbagai peraturan, yang dimaksudkan untuk melakukan penyelamatan kredit, atau sering dikenal dengan nama Restrukturisasi Kredit. Restrukturisasi kredit, adalah upaya yang dilakukan Bank dalam kegiatan usaha perkreditan, agar debitur dapat memenuhi kewajibannya kembali. Bisnis Bank adalah memberikan kredit, jadi bukan menyetor modal sebagai pemegang saham dan bukan pula sebagai lembaga gadai. Oleh karena itu kredit bersifat sementara, dan harus dibayar lunas. Risiko kredit lebih rendah daripada risiko pemegang saham. Bank juga bukan tempat penyitaan jaminan dan penjualan jaminan. Prinsip dasar penyelamatan kredit adalah: 1. Itikad baik. Hal ini dapat ditunjukkan debitur dengan adanya a) inisiatif, b) full disclosure. c) bersedia memikul kerugian. d) mempunyai Bisnis Plan. 2. Masih mempunyai prospek usaha, yang ditunjukkan oleh: a) Net cash flow positif, b) mempunyai multiflier effect. c) Produk dan jasa masih mempunyai prospek ke depan. d) Ada peluang efisiensi dan daya saing. 3. Ada kerjasama dari debitur. Bagi seorang AO NPL, yang pertama-tama dilakukan saat menerima file dari unit kerja lain (kredit yang telah masuk kategori 3 s/d 5 harus pindah dari unit bisnis ke unit penyelamatan), adalah melakukan legal review. Hal ini penting dilakukan untuk mengetahui dimana posisi debitur dan Bank, serta apakah ada masalah hukum. Kemudian baru dilakukan peninjauan di lapangan untuk mengetahui apakah usaha masih mempunyai prospek, apakah debitur bisa diajak bekerja sama untuk menyelamatkan usahanya, setelah mengetahui pros dan cons nya baru dilakukan berbagai alternatif penyelesaian. Agar penyelamatan berjalan lancar, AO perlu memahami kondisi usaha debitur secara keseluruhan, sehingga AO harus melakukan analisis yang komprehensif, meliputi: manajemen, operasional usaha, organisasi dan SDM, R&D, pemasaran, dan yang terakhir analisis finansial. Sebagaimana yang telah diketahui, Bank hanya bisa

membantu dari sisi strategi finansial, mencari berbagai alternatif penyelesaian sesuai kemampuan cash flow debitur. Namun penyelamatan ini baru bisa berjalan lancar, apabila debitur dapat menceritakan bagaimana rencana kedepan nya (Bisnis Plan), dari segi pemasaran, siapa pemasok nya, apakah kemungkinan dapat dilakukan efisiensi, sehingga dengan demikian penyelesaian dilakukan secara komprehensip. Bukan tak dimungkinkan dalam restrukturisasi dilakukan perubahan manajemen, perbaikan di bidang SDM agar bisa mendukung kinerja perusahaan, perubahan pemegang saham, agar semua sejalan dengan bisnis plan yang telah disusun oleh debitur. Adanya bisnis plan, juga akan memudahkan Bank untuk menilai, serta menentukan apakah strategi perbaikan finansial dapat dilaksanakan. AO NPL harus mempunyai kemampuan sebagai negosiator, yang antara lain harus memiliki kompetensi sebagai berikut: Sangat saksama dan memahami implikasi penyelesaian masalah. Sabar dan tidak kenal lelah. Tidak pro dan kontra terhadap konflik. Selalu meneliti, bertanya, mendengar dan belajar. Yakin, optimis, tanpa sikap arogan. Mampu membujuk atau mengancam jika diperlukan. Dengan melihat kompetensi AO NPL seperti diatas, maka menjadi seorang AO NPL sungguh karir yang penuh tantangan, dan rasanya sangat menjanjikan untuk dicoba. Jika suatu kredit yang bermasalah akhirnya bisa diperbaiki, usaha nasabah bisa berjalan kembali, dan menyerap banyak tenaga kerja, bayangkan betapa bahagianya kita karena telah membantu agar semua hal itu terwujud. Catatan: Serpihan catatan saat workshop Restrukturisasi di Hotel Ibis Arcadia tanggal 12-13 Oktober 2011, juga saat ketemu dengan AO di suatu cabang Bank. Penulis sendiri, yang mengawali karir sebagai AO, pernah menjadi AO NPL (di Divisi Penyehatan dan Penyelamatan) pada masa-masa krisis ekonomi, antara tahun 1997 s/d 2004, sungguh suatu pengalaman yang memperkaya hidup ini. Saya bersyukur mengalaminya dan bisa ikut andil membantu berbagai usaha yang saat itu sedang sakit, bahkan collapse, akibat terkena hantaman krisis ekonomi.

Apa yang perlu produk/jasa Perbankan?

diperhatikan

dari

pemasaran

Kita tentunya telah mengenal Marketing Mix, yaitu bauran pemasaran yang terdiri dari 4 P: Product, Price, Promotion dan Place. Untuk perusahaan Jasa ditambah 2 P lagi, yaitu: People dan Process. Bagaimana penerapan bauran pemasaran pada pada produk dan jasa Bank? Serta apakah yang disebut dengan Triangle Marketing? Dari berbagai sumber bacaan, dari seminar, mengikuti pelatihan, saya akan mencoba menjelaskan dan sharing tentang hal di atas. a. Penerapan Bauran Pemasaran pada Produk dan Jasa Bank Pembahasan penerapan bauran pemasaran pada produk dan jasa perbankan dapat dilihat sebagai berikut: 1. Product. Yang penting diperhatikan dalam desain dan produk jasa Bank adalah atribut yang menyertai, seperti : sistem, prosedur dan pelayanannya. Desain produk dan jasa Bank juga memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan ukuran bentuk, dan kualitas. 2. Price. Pengertian harga dalam produk dan jasa Bank, berupa kontra prestasi dalam bentuk suku bunga, baik untuk produk simpanan maupun pinjaman, serta fee untuk jasa-jasa perbankan. 3. Promotion. Kegiatan promosi pada produk dan jasa Bank pada umumnya dilakukan melalui iklan di media masa, atau televisi. Konsep kegiatan promosi secara menyeluruh meliputi advertising, sales promotion, public relation, sales trainning, marketing research & development.

Place. Atau disebut juga saluran distribusi. Saluran distribusi produk dan jasa Bank, berupa Kantor Cabang, yang secara langsung menyediakan produk dan jasa yang ditawarkan. Dengan semakin majunya teknologi, saluran distribusi dapat dilakukan melalui saluran telekomunikasi seperti telepon dan jaringan internet. 5. People. Ciri bisnis bank adalah dominan nya unsur personal approach, baik dari jajaran front office, back office sampai tingkat manajerial. Para pekerja Bank dituntut untuk melayani nasabah secara optimal. 6. Process. Meliputi sistem dan prosedur, termasuk persyaratan ataupun ketentuan yang diberlakukan oleh Bank terhadap produk dan jasa Bank. Sistem dan prosedur akan merefleksikan penilaian, apakah pelayanan cepat atau lambat. Pada umumnya nasabah lebih menyenangi proses yang cepat, walaupun bagi Bank akan menimbulkan risiko yang lebih tinggi. Penggunaan teknologi yang tepat guna serta kreativitas yang prima diperlukan, untuk suatu proses yang cepat namun aman. b. Pemasaran produk dan jasa Bank menggunakan Triangle Marketing. Di dalam memasarkan produk dan jasa Bank, maka Bank berusaha memuaskan nasabahnya, agar tidak berpaling pada pesaing. Di dalam konsep pemasaran produk dan jasa perbankan, dikenal istilah Triangle Marketing, yaitu meliputi berbagai kegiatan pemasaran, yang satu dan lainnya saling berinteraksi secara optimal. Kegiatan pemasaran yang saling berinteraksi digolongkan menjadi tiga, yaitu: Internal Marketing (IM) Eksternal Marketing (EM) dan Interactive Marketing (ITM) Internal Marketing adalah garis yang menghubungkan antara employee dan Bank. Agar bisa memasarkan produk Bank, maka Bank tidak boleh melupakan para karyawannya, mereka harus diberikan sosialisasi tentang produk dan jasa Bank apa saja yang dapat dipasarkan kepada nasabah. Dengan demikian para karyawan dapat memahami semua produk dan jasa yang ditawarkan Bank nya, dan dapat membantu memberikan informasi kepada nasabah jika diperlukan. Eksternal Marketing adalah garis yang menghubungkan antara nasabah dengan Bank. Hubungan langsung antara nasabah dan Bank pada umumnya melalui petugas front office atau Customer Service. Disini petugas front office akan berusaha memberikan penjelasan tentang prosuk dan jasa Bank secara terinci. Berhasil tidaknya nasabah membeli produk dan jasa bank, akan sangat dipengaruhi dari hasil pelayanan petugas yang berada di jajaran front office. Interactive Marketing, adalah garis yang menghubungan antara employee dan customer (nasabah). Disini employee atau karyawan, harus memahami produk dan jasa Bank nya, agar dapat ikut serta membantu program pemasaran, dan menjelaskan dengan menarik dan benar bila ada pihak luar atau nasabah yang ingin mengetahui produk dan jasa Bank di tempat karyawan tadi bekerja. Bayangkan apabila seorang nasabah ingin mencoba produk dan jasa Bank, dan bertanya pada karyawan yang bekerja di Bank tersebut, namun karyawan tersebut malah memberikan efek yang negatif, tentu nasabah tidak akan membeli produk dan jasa Bank di Bank tersebut. Ketiga konsep tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat berdiri sendiri, dan saling terkait antara satu dan lainnya, agar terjadi layanan prima untuk mencapai tujuan dalam mempertahankan dan menarik para nasabah. c. Pemasaran berbasis lingkungan Pemasaran berbasis hubungan, tidak hanya memperlama jangka waktu nasabah dalam berhubungan dengan Bank, namun juga memperbesar aset nasabah yang ditanamkan pada Bank yang bersangkutan. Persaingan yang makin ketat dalam pemasaran produk dan jasa perbankan, perlu fokus upaya pemasaran dengan tujuan untuk mempertahankan nasabah lama, melakukan cross selling (penjualan silang), untuk mendapatkan tambahan aset yang ditanamkan pada bank.4.