Acara-3-Kerusakan-Minyak-1

34
ACARA III UJI KERUSAKAN MINYAK A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Selain itu lemak dan minyak juga merupakan sumber energi yang lebih efektif dibanding dengan karbohidrat dan protein. Lemak dan minyak terdapat pada hampir semua bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-beda. Selama penyimpanan, lemak dan minyak mengalami perubahan fisiko-kimia yang dapat disebabkan oleh proses hidrolisis maupun oksidasi. Proses hidrolisis terutama terjadi pada minyak atau lemak yang banyak mengandung asam lemak jenuh. Proses oksidasi terjadi pada minyak atau lemak yang mengandung ikatan rangkap. Kerusakan yang umum pada minyak dan lemak adalah ketengikan yang dapat terjadi karena reaksi oksidasi atmosfir. Reaksi oksidasi atmosfir terjadi antara oksigen peroksida-peroksida yang bersifat labil dimana peroksida-peroksida kemudian mengalami isomerasi, dekomposisi, atau bereaksi dengan air

description

Acara-3-Kerusakan-Minyak-1

Transcript of Acara-3-Kerusakan-Minyak-1

ACARA III

UJI KERUSAKAN MINYAKA. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Selain itu lemak dan minyak juga merupakan sumber energi yang lebih efektif dibanding dengan karbohidrat dan protein. Lemak dan minyak terdapat pada hampir semua bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-beda.

Selama penyimpanan, lemak dan minyak mengalami perubahan fisiko-kimia yang dapat disebabkan oleh proses hidrolisis maupun oksidasi. Proses hidrolisis terutama terjadi pada minyak atau lemak yang banyak mengandung asam lemak jenuh. Proses oksidasi terjadi pada minyak atau lemak yang mengandung ikatan rangkap.

Kerusakan yang umum pada minyak dan lemak adalah ketengikan yang dapat terjadi karena reaksi oksidasi atmosfir. Reaksi oksidasi atmosfir terjadi antara oksigen peroksida-peroksida yang bersifat labil dimana peroksida-peroksida kemudian mengalami isomerasi, dekomposisi, atau bereaksi dengan air membentuk aldehid, keton, dan asam yang mempunyai berat molekul rendah. Ketengikan juga dapat terjadi karena aktifitas enzim maupun mikroba. Minyak yang telah lama disimpan perlu diketahui tingkat kerusakannya yang dapat dinyatakan sebagai angka peroksida, angka FFA, dan bilangan TBA. Dengan melakukan uji kerusakan minyak, maka dapat diketahui apakah minyak dan lemak yang telah melalui proses penyimpanan masih aman atau tidak untuk dikonsumsi manusia.2. Tujuan Praktikum Tujuan dari praktikum acara III Uji Kerusakan Minyak adalah sebagai berikut :

a. Menentukan angka peroksida dari berbagai sampel lemak minyak

b. Menentukan angka asam dan % FFA dari berbagai sampel lemak minyak

c. Menentukan nilai TBA dari berbagai sampel lemak minyak B. TINJAUAN PUSTAKA Minyak merupakan campuran dari ester asam lemak dengan gliserol. Jenis minyak yang umumnya dipakai untuk menggoreng adalah minyak nabati seperti minyak sawit, minyak kacang tanah, minyak wijen dan sebagainya. Minyak goreng jenis ini mengandung sekitar 80% asam lemak tak jenuh jenis asam oleat dan linoleat, kecuali minyak kelapa. Umumnya kerusakan oksidasi terjadi pada asam lemak tak jenuh, tetapi bila minyak dipanaskan suhu 100oC atau lebih, asam lemak jenuh pun dapat teroksidasi. Oksidasi pada penggorengan suhu 200oC menimbulkan kerusakan lebih mudah pada minyak dengan derajat ketidakjenuhan tinggi, sedangkan hidrolisis mudah terjadi pada minyak dengan asam lemak jenuh rantai panjang (Sartika, 2009).

VCO ditandai dengan tingkat tinggi dari asam laurat (C12), yang berkisar 47-50%. VCO berisi sekitar 93% asam lemak jenuh, 6% asam lemak tak jenuh tunggal dan sisanya asam lemak tak jenuh. Survei menunjukkan bahwa lebih dari 64% asam lemak jenuh yang adalah asam lemak rantai menengah (C6-C12), 29% asam lemak jenuh rantai panjang (C14-C18) dan 6,2% adalah asam lemak tak jenuh yang merupakan asam oleat (C18: 1) dan asam linoleat (C18: 2). Asam linolenat (C18: 3) tidak terdeteksi dalam penelitian VCO ini (Kamariah, 2008).

Kerusakan minyak selama proses penggorengan akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi dari bahan pangan yang digoreng. Pada lemak dan minyak dikenal ada dua tipe kerusakan yang utama, yaitu ketengikan dan hidrolisis. Ketengikan terjadi bila komponen cita-rasa dan bau mudah menguap terbentuk sebagai akibat kerusakan oksidatif dari lemak dan minyak yang tak jenuh. Komponen-komponen ini menyebabkan bau dan cita-rasa yang tidak dinginkan dalam lemak dan minyak dan produk-produk yang mengandung lemak dan minyak (Hermanto, 2010).

Angka asam menunjukkan banyaknya asam lemak bebas yang terdapat dalam suatu lemak atau minyak. Angka asam dinyatakan sebagai jumlah miligram NaOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam satu gram lemak atau minyak.

Angka peroksida menunjukkan tingkat kerusakan dari lemak atau minyak.

Lemak yang tengik mengandung aldehid dan kebanyakan sebagai monoaldehid. Banyaknya monoaldehid dapat ditentukan dengan jalan destilasi lebih dahulu. Monoaldehid kemudian direaksikan dengan thiobarbiturat sehingga terbentuk senyawa kompleks berwarna merah. Intensitas warna merah sesuai dengan jumlah monoaldehid yang dapat ditentukan dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 528 nm (Herlina, 2002).Uji bilangan TBA berdasarkan atas terbentuknya pigmen berwarna merah sebagai hasil dari reaksi kondensasi antara 2 molekul TBA dengan 1 molekul malonat dialdehida (Ketaren, 2005). Tujuan dilakukan uji TBA untuk mengetahui adanya reaksi lebih lanjut pada lemak yang menyebabkan ketengikan. Lemak yang tengik akan bereaksi dengan asam thiobartiturat menghasilkan warna merah. Intensitas warna merah menunjukkan derajat ketengikan dari minyak tersebut. Makin besar angka TBA minyak maka makin tengik (Sudarmadji et al, 1989). Prosedur analisis pengujian bilangan TBA dilakukan sesuai dengan metode Sudarmadji .,al et (2003). Sedangkan peroksida merupakan suatu tanda adanya pemecahan atau kerusakan pada minyak karena terjadi oksidasi (kontak dengan udara), yang meyebabkan bau/aroma tengik pada minyak. Ukuran dari ketengikan dapat diketahui dengan menentukan bilangan peroksida. Semakin tinggi bilangan peroksida maka semakin tinggi pula tingkat ketengikan suatu minyak. Pengukuran angka peroksida pada dasarnya adalah mengukur kadar peroksida dan hiperoksida yang terbentuk pada tahap awal reaksi oksidasi lemak. Oksidasi lemak oleh oksigen terjadi secara spontan jika bahan dibiarkan kontak dengan udara, sedangkan kecepatan proses oksidasinya tergantung pada tipe lemak dan kondisi penyimpanannya (Khotimah, 2013).

Oksidasi lipid adalah salah satu alasan utama bahwa makanan rusak dan disebabkan oleh reaksi lemak dan minyak dengan molekul oksigen, yang menyebabkan perubahan rasa yang tidak diinginkan umumnya disebut tengik (Basturk et al., 2007). Tengik dikaitkan dengan rasa dan bau dari minyak. Ada dua penyebab tengik. Satu terjadi ketika minyak bereaksi dengan oksigen dan disebut ketengikan oksidatif. Penyebab kedua adalah dengan kombinasi enzim dan kelembaban. Enzim seperti lipase membebaskan asam lemak dari trigliserida untuk membentuk asam lemak di- dan/ atau monogliserida bebas dan pembebasan seperti asam lemak disebut hidrolisis, maka disebut tengik hidrolitik. Minyak pada umumnya diketahui rentan terhadap oksidasi dan serangan mikroba. Komposisi berbagai minyak menentukan tingkat oksidasi dan jenis organisme yang cenderung berkembang di dalamnya (Eze-Steven, 2013).

Peroksidasi lipid menyebabkan stres oksidatif, sehingga menyebabkan tengik, rasa dan bau yang tidak menyenangkan serta perubahan warna dan kerugian dari nilai gizi (Iqbal-Bahanger et al., 2008). Antioksidan digunakan dalam industri makanan untuk meningkatkan mutu dan umur simpan makanan. Antioksidan juga dapat mencegah reaksi radikal bebas dengan biomolekul dalam tubuh manusia dan mengurangi kerusakan dan kematian sel, kronis dan penyakit kardiovaskular dan lain-lain (Ayoughi et al., 2011). Sejak awal abad ini, antioksidan sintetis seperti butylated hydroxyl anisol (BHA) dan butylated hidroksi toluena (BHT) telah digunakan sebagai antioksidan dalam makanan (Reddy et al., 2005). Namun, keamanan antioksidan sintetik menjadi meragukan karena kasus keracunan, kerusakan hati dan karsinogenisitas (Darughe, 2012).

Peroksidasi lipid adalah faktor penting yang dapat memperburuk reaksi dalam makanan selama penyimpanan dan pengolahan. Tidak hanya menyebabkan kerugian pada kualitas makanan, tetapi juga diyakini menyebabkan beberapa penyakit seperti karsinogenesis, mutagenesis, penuaan, dan arteriosklerosis (Yagi, 1987). Kanker, emfisema, sirosis, arteriosklerosis, dan arthritis semua telah berkorelasi dengan kerusakan oksidatif. Oksigen aktif, baik dalam bentuk superoksida (O2 -), hidrogen peroksida (H2O2), radikal hidroksil (OH), atau oksigen dikhususkan (1O2), adalah produk dari metabolisme dan serangan molekul biologis normal, yang menyebabkan sel atau kerusakan jaringan. Ketika mekanisme perlindungan antioksidan menjadi tidak seimbang oleh faktor-faktor eksogen seperti merokok, radiasi pengion, polutan tertentu, pelarut organik dan pestisida dan faktor endogen seperti respirasi aerobik normal, dirangsang leukosit polimorfonuklear dan makrofag, dan peroksisom dapat terjadi, sehingga disebutkan dapat menyebabkan penyakit dan mempercepat penuaan (Gulcin, 2004).Asam lemak, esterifikasi untuk gliserol, adalah konstituen utama minyak dan lemak. Eksploitasi industri minyak dan lemak, baik untuk makanan dan produk oleokimia, didasarkan pada modifikasi kimia dari kedua karboksil dan kelompok tidak jenuh hadir dalam asam lemak. Meskipun yang paling reaktif dalam asam lemak adalah kelompok karboksil dan ikatan ganda, methylenes berdekatan dengan mereka diaktifkan, meningkatkan reaktivitas. Hanya jarang rantai jenuh menunjukkan reaktivitas. Gugus karboksil dan pusat tak jenuh biasanya bereaksi secara mandiri, tapi ketika didekat, keduanya mungkin bereaksi melalui partisipasi kelompok sebelahnya. Dalam reaksi enzimatik, reaktivitas gugus karboksil dapat dipengaruhi oleh adanya ikatan ganda didekatnya (Scrimgeour, 2005).

Lemak diet mencakup semua lipid dalam jaringan tanaman dan hewan yang dimakan sebagai makanan. Lemak yang paling umum (padat) atau minyak (cair) yang gliserolipid, yang pada dasarnya terdiri dari triacylglycerol. Triacylglycerol yang disertai dengan sejumlah kecil phospholipid, monoacylglycerol, diacylglycerol dan ester sterol/ sterol. Asam lemak merupakan komponen utama dari entitas lipid ini dan diperlukan dalam nutrisi manusia sebagai sumber energi, dan untuk metabolisme dan kegiatan struktural. Asam lemak makanan yang paling umum telah dibagi menjadi tiga kelas yang luas sesuai dengan tingkat jenuh; asam lemak jenuh (SFA) tidak memiliki ikatan ganda, asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA) memiliki satu ikatan rangkap dan asam lemak tak jenuh ganda (PUFA) memiliki dua atau lebih ikatan ganda. Secara umum, asam lemak ini memiliki jumlah atom karbon dan memiliki struktur bercabang. Obligasi ganda alami asam lemak tak jenuh yang sangat sering dari orientasi cis. Sebuah konfigurasi cis berarti bahwa atom hidrogen melekat pada ikatan rangkap berada di sisi yang sama. Jika atom-atom hidrogen di sisi berlawanan, konfigurasi disebut trans (Waterlow, 2008).

Angka asam dinyatakan dalam jumlah milligram KOH/ Na2S2O3 yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam satu gram lemak atau minyak. Angka asam yang besar menunjukkan asam lemak bebas yang besar yang berasal dari hidrolisa minyak ataupun karena proses pengolahan yang kurang baik. Makin tinggi angka asam makin rendah kualitasnya. Kerusakan lemak atau minyak yang utama adalah karena peristiwa oksidasi dan hidrolitik, baik enzimatis maupun non-enzimatis. Diantara kerusakan minyak yang mungkin terjadi ternyata kerusakan karena autooksidasi yang paling besar pengaruhnya terhadap cita rasa. Hasil yang disebabkan karena oksidasi lemak antara lain peroksida, asam lemak, aldehid dan keton. Bau tengik atau ransid terutama disebabkan oleh aldehid dan keton. Lemak yang tengik mengandung aldehid dan kebanyakan sebagai malonaldehid. Banyaknya malonaldehid dapat ditentukan dengan jalan didestilasi lebih dahulu. Malonaldehid kemudian direaksikan dengan thiobarbiturat sehingga terbentuk senyawa kompleks berwarna merah. Intensitas warna merah sesuai dengan jumlah malonaldehid dan absorbansi dapat ditentukan dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 528 nm (Sudarmadji, 2010). C. METODOLOGI 1. Alata. Timbangan analitik

b. Erlenmeyer 250 mL

c. Pipet volume

d. Buret

e. Gelas ukur

f. Gelas beker

g. Alumunium foil

h. Penjepit

i. Tabung reaksi

j. Labu destilasik. Alat destilasi

l. Kompor gas

m. Spektrofotometer2. Bahana. Minyak zaitun

b. Minyak jelantah

c. Minyak kedelai

d. Minyak wijen

e. Lemak ayam

f. Lemak sapi

g. Minyak kelapa

h. Minyak kelapa kering

i. Minyak kelapa basah

j. Minyak kemiri

k. Larutan asam asetat-khloroform (3:2)l. Larutan KI jenuh

m. Na2S2O3 0,1 N

n. Larutan pati 1%

o. Alkohol netral

p. Indikator phenolphthalein (PP)q. NaOH 0,1 N

r. HCl 4 N

s. Pereaksi TBA

t. Aquadest

3. Cara Kerja a. Penentuan Angka Peroksida

b. Penentuan Asam Lemak Bebas (FFA)

c. Penentuan Bilangan TBA

D. HASIL DAN PEMBAHASANTabel 3.1 Angka Peroksida Lemak dan MinyakKel.MinyakmL Na2S2O3Angka Peroksida

1Zaitun119,666

2Jelantah3,570,77

3Kedelai0,917,928

4Wijen00

5Lemak Ayam00

6Kelapa00

Sumber : Laporan Sementara

Kerusakan minyak secara fisik seperti mempunyai warna, rasa, dan bau berbeda dengan minyak asalnya, warna gelap, bau tengik (kandungan asam lemak bebas tinggi) dan kadang pedas (kandungan peroksida tinggi) lebih encer. Kerusakan secara kimia kandungan asam lemak bebas tinggi kandungan peroksida tinggi. Umumnya kerusakan oksidasi terjadi pada asam lemak tak jenuh, tetapi bila minyak dipanaskan suhu 100oC atau lebih, asam lemak jenuh pun dapat teroksidasi. Oksidasi pada penggorengan suhu 200oC menimbulkan kerusakan lebih mudah pada minyak dengan derajat ketidakjenuhan tinggi, sedangkan hidrolisis mudah terjadi pada minyak dengan asam lemak jenuh rantai panjang. Kerusakan oksidasi terjadi pada asam lemak tak jenuh (memiliki ikatan rangkap), tetapi bila minyak dipanaskan suhu 100oC atau lebih, asam lemak jenuhpun dapat teroksidasi. Proses menggoreng pada suhu 200oC lebih memudahkan kerusakan berupa reaksi oksidasi terutama pada minyak dengan derajat ketidakjenuhan tinggi. Ketaren menyebutkan bahwa kerusakan minyak diakibatkan oleh proses penggorengan pada suhu tinggi 200-250oC (Sartika, 2009).

Pengukuran angka peroksida pada dasarnya adalah mengukur kadar peroksida dan hidroperoksida yang terbentuk pada tahap awal reaksi oksidasi lemak. Bilangan peroksida yang tinggi mengindikasikan lemak atau minyak sudah mengalami oksidasi, namun pada angka yang lebih rendah bukan selalu berarti menunjukkan kondisi oksidasi yang masih dini. Angka peroksida rendah bisa disebabkan laju pembentukan peroksida baru lebih kecil dibandingkan dengan laju degradasinya menjadi senyawa lain, mengingat kadar peroksida cepat mengalami degradasi dan bereaksi dengan zat lain (Aminah, 2010).

Penggunaan suhu tinggi selama penggorengan menyebabkan turunnya kualitas minyak goreng curah. Semakin banyak pengulangan penggorengan bilangan peroksida semakin meningkat. Angka peroksida dapat mempercepat proses timbulnya bau tengik dan flavor yang tidak dikehendaki dalam bahan pangan. Bilangan peroksida didefinisikan sebagai jumlah meq peroksida dalam setiap 1000 g (1 kg) minyak atau lemak. Bilangan peroksida ini berguna untuk menunjukan tingkat kerusakan lemak atau minyak. Jika jumlah peroksida lebih dari 100 meq peroksid/kg minyak akan bersifat sangat beracun dan mempunyai bau yang tidak enak. Kenaikan bilangan peroksida merupakan indikator bahwa minyak akan berbau tengik. Kerusakan aroma minyak akibat autooksidasi baru mulai terdeteksi secara inderawi ketika angka peroksidanya mencapai 10 atau lebih (Aminah, 2010).

Mutu dari suatu minyak dapat diketahui dari rasa dan aromanya. Salah satunya adalah ketengikan atau adanya peroksida. Peroksida merupakan suatu tanda adanya pemecahan atau kerusakan pada minyak karena terjadi oksidasi (kontak dengan udara). yang menyebabkan bau/aroma tengik pada minyak. Ukuran dari ketengikan dapat diketahui dengan menentukan bilangan peroksida. Menurut Muchtadi (1989), prinsip penentuan bilangan peroksida biasanya didasarkan pada pengukuran sejumlah iod yang dibebaskan dari kalium iodida melalui reaksi oksidasi oleh peroksida pada suhu ruang di dalam medium asam asetat atau kloroform.

Pereaksi yang digunakan dalam pengujian bilangan peroksida antara lain kloroform, asam asetat, KI, Na2S2O3, serta indikator amilum. Fungsi dari pereaksi tersebut yaitu :

1. Kloroform digunakan untuk melarutkan minyak sehingga larut dengan sempurna dan bisa diproses selanjutnya.

2. Asam asetat digunakan untuk menghidrolisis asam lemak dari minyak. Asam lemak ini yang kemudian diukur jumlah peroksida yang terkandung didalamnya.

3. KI digunakan sebagai pereaksi perantara karena titrasi yang dilakukan yaitu titrasi tidak langsung (indirect titration). Peroksida yang pecah pada minyak akan mengeluarkan oksigen. Oksigen yang terlepas akan mengoksidasi KI dan menghasilkan I2 yang setara dengan jumlah oksigen pada sampel.

4. Na2S2O3 digunakan untuk mentitrasi I2 sehingga bisa ditentukan jumlah bilangan peroksida pada sampel minyak.

5. Larutan pati/ Amilum digunakan sebagai indikator. Mekanismenya adalah iod yang dibebaskan akan masuk ke dalam struktur amilum sehingga menimbulkan warna biru. Titrasi dihentikan jika warna larutan menjadi tidak berwarna karena I2 telah habis tertirasi. Reaksi yang terjadi adalah :

Berdasarkan hasil praktikum yang terdapat pada Tabel 3.1 dapat diketahui bahwa sampel yang memiliki angka peroksida terbesar yaitu minyak jelantah, dan yang terkecil adalah minyak wijen, kelapa dan lemak ayam. Pada hasil praktikum, sampel minyak jelantah menunjukkan angka peroksida terbesar 70,77%. Sedangkan sampel minyak zaitun dan minyak kedelai berturut-turut yaitu 19,666% dan 17,928%. Jumlah peroksida 100 meq peroksid/kg minyak akan bersifat sangat beracun dan mempunyai bau yang tidak enak/ tengik (Aminah, 2010). Menurut Astuti (2008), bahan pangan dinyatakan tengik apabila mengandung angka peroksida lebih dari 100 meq/kg. Sedangkan syarat mutu bilangan peroksida pada minyak goreng menurut SNI.01-3741-2002 (Dirjen Perkebunan, 1989) maksimal sebesar 1 mg O2 / 100 g minyak. Bilangan peroksida diatas 1 mg O2/100g minyak akan menunjukkan mutu minyak yang buruk. Hasil praktikum menunjukkan bahwa minyak jelantah sudah tidak memenuhi syarat mutu bilangan peroksida minyak goreng, tetapi belum masuk kategori yang berbahaya, beracun dan mempunyai bau yang tengik karena jumlah peroksida kurang dari 100 meq peroksida/kg. Sedangkan pada minyak wijen, kelapa dan lemak minyak tidak ditemukan angka peroksida karena tidak terbentuk warna biru gelap.Angka peroksida tinggi menandakan lemak atau minyak sudah mengalami oksidasi. Semakin tinggi angka peroksida maka semakin tinggi pula tingkat kerusakan minyak atau semakin rendah kualitasnya. Namun pada angka yang lebih rendah tidak selalu menunjukkan angka peroksida yang masih dini. Peroksida merupakan senyawa yang tidak stabil dan mudah terdegradasi menjadi bentuk lainnya. Angka peroksida rendah bisa disebabkan laju pembentukan peroksida baru lebih kecil dibandingkan dengan laju degradasinya menjadi senyawa lain seperti aldehida, keton, hidrokarbon, ester (Hidayati dan Puspawati, 2011). Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya angka peroksida pada minyak yaitu besarnya derajat ketidakjenuhan minyak dan lemak, tingginya suhu penggorengan dan penyimpanan minyak, adanya air, adanya cahaya dan katalis logam, serta banyaknya oksigen di dalam bahan yang mengandung lemak.Tabel 3.2 FFA Lemak dan Minyak

SampelKel.BahanPerlakuan KerusakanmL NaOH% FFAAngka Asam

Minyak Baru1Kedelai-0,70,0980,197

2Kelapa kering-4,50,451,26

3Lemak sapi-1,50,1920,420

4Kelapa basah-8,70,8662,426

5Lemak ayam-2,80,3950,786

6Kemiri-31,54,0328,82

Minyak Rusak1ZaitunWadah terbuka

tempat gelap10,1410,280

2Jelantah91,1522,523

3Kelapa basahWadah tertutup

tempat terang1,30,1290,361

4Kemiri13,55,88212,865

5Kelapa keringDitambah 5% aquadest5,50,551,54

6Kemiri28,13,5977,868

Sumber : Laporan SementaraAngka asam pada minyak dan lemak menunjukkan kandungan asam lemak bebas yang mempengaruhi kualitas minyak dan lemak. Angka asam yang tinggi pada minyak jelantah diakibatkan oleh proses hidrolisis pada saat proses penggorengan. Angka asam dapat diturunkan dengan proses adsorpsi. Tingginya angka asam suatu minyak jelantah menunjukkan buruknya kualitas dari minyak jelantah tersebut, sehingga minyak jelantah dibuang sebagai limbah akan mengganggu lingkungan dan menyumbat saluran air (Mardina, 2012).

FFA adalah Asam lemak bebeas pada minyak, Adanya asam lemak bebas yang tinggi menyebabkan reaksi transesterifikasi sulit berjalan karena terjadi reaksi penyabunan. Minyak atau lemak yang memiliki kandungan asam lemak bebas tinggi seperti minyak jelantah 5-15% dan lemak hewan 5-30%. Esterifikasi asam lemak bebas pada minyak jelantah merupakan langkah pertama untuk mengurangi adanya asam lemak bebas. Dengan esterifikasi, asam lemak bebas dikonversi menjadi metil ester. Hasil yang diperoleh setelah esterifikasi adalah campuran trigliserida dengan metil ester. Esterifikasi asam lemak bebas dan metanol dapat dilakukan dengan mudah dan cepat menggunakan katalis asam (Suryani, 2009).

Alkohol yang sering digunakan adalah metanol, hal ini karena pada umumnya alkohol dengan atom karbon sedikit mempunyai kereaktifan lebih besar dari pada alkohol dengan atom karbon lebih banyak. Fungsi penambahan alkohol adalah untuk melarutkan lemak atau minyak dalam sampel agar dapat bereaksi dengan basa alkali. Alkohol dalam kondisi panas dan netral akan lebih baik melarutkan sampel yang juga nonpolar. Jika asam lemak bebas dalam minyak berlebih, katalis basa alkali ditambahkan lebih banyak untuk mengimbangi kenaikan keasaman, tetapi cara ini juga mengakibatkan pembentukan sabun yang menyebabkan viskositas meningkat atau pembentukan gel yang mengganggu pemisahan alkil ester dan gliserol. Kondisi transesterifikasi dengan katalis basa harus bebas air, karena keberadaan air dapat menimbulkan terjadinya reaksi saponifikasi yang menyebabkan kehilangan asam lemak. Kondisi demikian dimungkinkan terjadi pada sistem reaksi esterifikasi karena air terkandung dalam minyak maupun alkohol (Suryani, 2009).

Pada praktikum pengujian angka FFA dan angka asam ini digunakan dua jenis sampel minyak, yaitu minyak baru dan minyak rusak. Sampel minyak baru yang digunakan yaitu minyak kedelai, minyak kelapa (basah dan kering), minyak kemiri, lemak ayam, dan lemak sapi. Sedangkan sampel minyak rusak antara lain minyak zaitun dan minyak jelantah dengan perlakuan wadah terbuka di tempat gelap, minyak kelapa basah dan minyak kemiri dengan perlakuan wadah tertutup di tempat terang, serta minyak kelapa kering dan minyak kemiri yang ditambah 5% air lalu dipanaskan.Berdasarkan Tabel 3.2, pada sampel jenis minyak baru yang memiliki kadar asam lemak bebas tertinggi adalah minyak kemiri (4,032% FFA dan angka asam 8,82) serta yang terendah adalah minyak kedelai (0,098% FFA dan angka asam 0,197). Pada sampel jenis minyak rusak yang memiliki kadar asam lemak bebas tertinggi adalah minyak kemiri ditambah 5% aquadest (3,597% FFA dan angka asam 7,868) serta yang terendah yaitu minyak zaitun dengan perlakuan wadah terbuka pada tempat gelap (0,141% FFA dan angka asam 0,280). Menurut teori, minyak jelantah memiliki kadar asam lemak bebas yang tinggi akibat pemanasan suhu tinggi yang berulang-ulang dan adanya air menyebabkan minyak mengalami hidrolisis menghasilkan asam lemak bebas. Tetapi hasil praktikum menunjukkan penyimpangan yaitu pada sampel minyak kemiri yang diuji memiliki angka FFA yang tinggi.

Dan juga kadar FFA minyak kemiri baru yang sangat tinggi dan FFA lemak sapi yang rendah. Kedua jenis lemak ini mengandung asam lemak dominan yaitu palmitat, namun minyak kemiri berbentuk cair pada suhu ruang sedangkan lemak sapi berbentuk padat. Hal ini dikarenakan lemak sapi juga banyak mengandung asam lemak jenuh seperti stearat yang menyebabkan kenaikan titik lelehnya sehingga berbentuk padat pada suhu ruang. Sedangkan minyak kemiri juga mengandung asam lemak tak jenuh. Dengan komponen asam lemak dominan yang sama, seharusnya kadar FFA kedua sampel ini tidak terlalu berbeda signifikan. Namun hasilnya menunjukkan demikian. Terjadinya beberapa penyimpangan ini dipengaruhi oleh kesalahan yang terjadi saat praktikum antara lain menggunakan erlenmeyer yang kurang rapat tertutupi oleh aluminium foil sehingga sampel minyak dapat kontak dengan udara dan cahaya yang merupakan katalisator terjadinya reaksi oksidasi pada lipida, ataupun terkontaminasinya aquadest yang digunakan, serta kesalahan prosedur misalnya kesalahan dalam penimbangan, pembacaan pipet ukur, terlalu banyak titran dan lain sebagainya yang juga dapat menyebabkan data hasil pengujian menjadi kurang valid.Asam lemak yang dominan pada minyak kelapa adalah laurat. Pada minyak kemiri, minyak jelantah dan lemak sapi adalah palmitat. Sedangkan pada minyak zaitun dan lemak ayam adalah oleat. Dan pada minyak kedelai adalah linoleat. Jenis asam lemak yang dominan pada masing-masing sampel perlu diketahui untuk menentukan berat molekul asam lemak tersebut yang diperlukan dalam menghitung %FFA sampel dan menentukan faktor konversi untuk menbubah %FFA menjadi bentuk angka asam atau sebaliknya. Faktor koreksi ditentukan dengan membagi berat molekul KOH dengan berat molekul asam lemak dominan pada minyak yang diuji. Dimana faktor koreksi untuk oleat adalah 1,99; palmitat adalah 2,19; laurat adalah 2,80 dan linoleat adalah 2,01.Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya angka FFA dan angka asam suatu minyak adalah lama penyimpanan, reaksi hidrolisis yang dipercepat oleh pemanasan, adanya air, keasaman, paparan udara, cahaya, dan perombakan oleh enzim lipase. Asam lemak bebas terbentuk karena proses oksidasi dan hidrolisis enzim selama pengolahan dan penyimpanan. Kemudian asam lemak bebas ini membentuk lagi asam lemak trans dan radikal bebas. Semakin tinggi FFA dan angka asam maka semakin banyak minyak yang telah terhidrolisis menjadi asam lemak bebas. Dengan demikian, kualitas minyak atau lemak menjadi turun akibat kerusakan.Tabel 3.3 Nilai TBA Lemak dan Minyak

SampelKel.BahanPerlakuan KerusakanAbsorbansiTBA

Minyak Baru1Kedelai-2,5916,063

2Kelapa kering-0,4240,921

3Lemak sapi-0,5221,221

4Kelapa basah-0,5241,226

5Lemak ayam-1,4603,416

6Kemiri-3,0907,230

Minyak1ZaitunWadah terbuka

tempat gelap1,0292,408

2Jelantah0,4731,107

3Kelapa basahWadah tertutup

tempat terang0,5071,184

4Kemiri2,7376,404

5Kelapa keringDitambah 5% aquadest1,1152,609

6Kemiri3,0787,202

Sumber : Laporan Sementara

Nama lain dari asam thiobarbiturat adalah 4,6-Dihidroksi-2 mercaptopirimidin dan 2-mercapto-asam barbiturat. TBA mempunyai rumus kimia C4H4O2N2S dengan berat molekul 144,15. Sifat fisika dan kimia dari TBA termasuk padatan berwarna kuning terang, larut dalam air, dan titik leburnya 2350C (455 F). Bilangan TBA merupakan salah satu parameter untuk menentukan ketengikan thiobarbiturat dengan malonaldehida yang merupakan hasil dekomposisi peroksida (Pomeranz and Clifton, 1994 dalam Mualifah, 2009). Senyawa malonaldehida sangat menentukan kerusakan minyak. Semakin besar kadar malonaldehid dalam minyak, maka semakin tinggi nilai TBA. Jika nilai TBA tinggi, maka kualitas minyak semakin turun atau semakin tinggi kadar ketengikannya, hal ini disebabkan lemak yang tengik mengandung aldehid dan kebanyakan sebagai malonaldehid.

Prinsip uji asam tiobarbiturat (TBA) dipakai untuk menentukan adanya ketengikan dimana lemak yang tengik akan bereaksi dengan asam TBA menghasilkan warna merah dan intensitas warna ini menunjukkan derajat ketengikan. Intensitas warna merah sesuai dengan jumlah malonaldehid yang terkandung dalam minyak. Semakin besar jumlah malonaldehid maka warna yang terbentuk akan semakin merah. Intensitas warna merah inilah yang diserap oleh alat spektrofotometer dengan panjang gelombang 528 nm, yang akan menentukan kadar TBA atau menunjukkan derajat ketengikan dalam minyak (Sudarmadji,2010). Dengan menggunakan rumus menentukan nilai TBA adalah 3 x absorbansi x 7,8 / berat sampel (Kusrahayu 2009).Berdasarkan Tabel 3.3, dapat diketahui bilangan TBA berbagai macam sampel minyak dan lemak. Pada minyak baru, minyak kemiri memiliki bilangan TBA terbesar yaitu 7,230. Minyak kedelai memiliki bilangan TBA sebesar 6,063. Kemudian berturut-turut lemak ayam, lemak sapi, kelapa basah dan kelapa kering yaitu 3,416; 1,221; 1,226; 0,921. Sedangkan pada minyak dengan perlakuan, bilangan TBA terbesar pada minyak kelapa basah dan minyak kemiri yang ditambah 5% aquadest dan dipanaskan sebesar 2,609 dan 7,202. Bilangan TBA pada minyak kelapa kering dan minyak kemiri yang disimpan dalam wadah tertutup dan tempat yang terang sebesar 0,184 dan 6,404. Sedangkan bilangan TBA pada minyak zaitun dan minyak jelantah yang disimpan dalam wadah terbuka dan tempat yang gelap sebesar 2,408 dan 1,107.Hasil bilangan TBA terbesar pada minyak kemiri baik pada minyak baru dan minyak rusak, begitu pula pada wadah tertutup tempat terang dan tambah aquadest 5%+ dipanaskan. Tetapi jika dibandingkan nilai TBA minyak kemiri antara minyak baru dengan minyak yang menggunakan perlakuan wadah tertutup tempat terang dan tambah aquadest 5%+ dipanaskan. Hal ini menyimpang dari teori. Penyimpangan kemungkinan disebabkan karena proses penyaringan minyak kemiri baru yang terlalu lama, sehingga banyak terbentuk senyawa malonaldehid yang menyebabkan ketengikan, sehingga absorbansinya tinggi dan bilangan TBAnya lebih besar. Selain itu, dimungkinkan karena suhu pemanasan yang digunakan tidak terlalu tinggi pada perlakuan minyak kemiri, sehingga belum terjadi dekomposisi peroksida menjadi senyawa malonaldehid.Bilangan TBA dari lemak hewani seperti lemak ayam dan lemak sapi lebih tinggi dibandingkan dengan minyak nabati seperti minyak kelapa basah dan kering. Hal ini mungkin dikarenakan lemak hewani dalam kondisi ruang berbentuk padat sedangkan minyak nabati berbentuk cair. Untuk melakukan uji TBA ini lemak hewani dilakukan pemanasan dahulu supaya menjadi cair. Diketahui bahwa TBA tidak stabil dan terurai dalam kondisi yang panas dan tinggi asam, terutama bila ada peroksida. Produk uraian ini dapat menyerap pada gelombang yang sama dengan TBA (Ketaren, 1986 dalam Suhairi, 2011). Sehingga menghasilkan nilai absorbansi yang tinggi dan mempengaruhi bilangan TBA pada lemak hewani.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya TBA pada suatu minyak yaitu tingginya derajat ketidakjenuhan minyak, angka peroksida, suhu pemanasan dan penyimpanan, serta sumber minyak yang digunakan. Angka peroksida yang terbentuk tinggi, akan menyebabkan malonaldehid yang terbentuk tinggi, sehingga semakin tinggi nilai TBA nya. Sumber minyak yang digunakan juga akan mempengaruhi besarnya nilai TBA, karena sumber minyak yang berbeda pastinya kandungan asam lemak dalam minyak tersebut juga berbeda sehingga akan mempengaruhi besar bilangan TBAnya.

E. KESIMPULAN Berdasarkan hasil praktikum Acara III Uji Kerusakan Minyak dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :1. Sampel minyak jelantah menunjukkan angka peroksida 70,77%. Menurut Astuti (2008), jumlah peroksida 100 meq peroksid/kg minyak akan bersifat sangat beracun dan mempunyai bau yang tidak enak/ tengik, bahan pangan dinyatakan tengik apabila mengandung angka peroksida lebih dari 100 meq/kg.2. Sedangkan sampel minyak zaitun dan minyak kedelai berturut-turut yaitu 19,666% dan 17,928%.3. Sedangkan pada minyak wijen, kelapa dan lemak minyak tidak ditemukan angka peroksida karena tidak terbentuk warna biru gelap.

4. Sampel jenis minyak baru yang memiliki kadar asam lemak bebas tertinggi adalah minyak kemiri (4,032% FFA dan angka asam 8,82) serta yang terendah adalah minyak kedelai (0,098% FFA dan angka asam 0,197). 5. Sampel jenis minyak rusak yang memiliki kadar asam lemak bebas tertinggi adalah minyak kemiri ditambah 5% aquadest (3,597% FFA dan angka asam 7,868) serta yang terendah yaitu minyak zaitun dengan perlakuan wadah terbuka pada tempat gelap (0,141% FFA dan angka asam 0,280).6. Pada minyak baru, minyak kemiri memiliki bilangan TBA terbesar yaitu 7,230. Kemudian berturut-turut minyak kedelai, lemak ayam, lemak sapi, kelapa basah dan kelapa kering yaitu 6,063; 3,416; 1,221; 1,226; 0,921.7. Pada minyak dengan perlakuan, bilangan TBA terbesar pada minyak kelapa basah dan minyak kemiri yang ditambah 5% aquadest dan dipanaskan sebesar 2,609 dan 7,202. Minyak kelapa kering dan minyak kemiri yang disimpan dalam wadah tertutup dan tempat yang terang sebesar 0,184 dan 6,404. Minyak zaitun dan minyak jelantah yang disimpan dalam wadah terbuka dan tempat yang gelap sebesar 2,408 dan 1,107.

DAFTAR PUSTAKA Darughe, F., Barzegar, M. and Sahari, M.A. 2012. Antioxidant and antifungal activity of Coriander (Coriandrum sativum L.) essential oil in cake. International Food Research Journal 19 (3): 1253-1260.

Eze-Steven, P.E., C. N.Ishiwu, S. C. Udedi, and B.O.Ogeneh. 2013. Evaluation of antioxidant potential of Monodora myristica (African Nutmeg). Int.J.Curr.Microbiol.App.Sci (2013) 2(11): 373-383.

Glin, Ilhami., . Irfan Kfrevioglu, Mnir Oktay, Mehmet Emin Bykokuroglu. 2004. Antioxidant, antimicrobial, antiulcer and analgesic activities of nettle (Urtica dioica L.). Journal of Ethnopharmacology 90 (2004) 205215.

Herlina, Netti dan M. Hendra S. Ginting. 2002. Lemak dan Minyak. @2002 digitized by USU digital library.

Hermanto, Sandra., Anna Muawanah, Prita Wardhani. 2010. Analisis Tingkat Kerusakan Lemak Nabati dan Lemak Hewani Akibat Proses Pemanasan. FST UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Kamariah, L., et al. 2008. Physico-chemical and quality characteristics of virgin coconut oil A Malaysian survey. J. Trop. Agric. and Fd. Sc. 36(2) (2008): 000000.

Khotimah, Khusnul., Darius, Bambang Budi Sasmito. 2013. Uji Aktivitas Senyawa Aktif Alga Coklat (Sargassum fillipendulla) sebagai Antioksidan pada Minyak Ikan Lemuru (Sardinella longiceps). THPi STUDENT JOURNAL, VOL. I NO. 1 pp 10-20 UNIVERSITAS BRAWIJAYA.

Sartika, Ratu Ayu Dewi. 2009. Pengaruh Suhu dan Lama Proses Menggoreng (Deep Frying) terhadap Pembentukan Asam Lemak Trans. MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 1, APRIL 2009: 23-28.

Scrimgeour, Charlie. 2005. Chemistry of Fatty Acids. Scottish Crop Research Institute.

Sudarmadji, Slamet., Bambang Haryono, Suhardi. 2010. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.Waterlow, John C. 2008. Fats and fatty acids in human nutrition, Report of an expert consultation. FAO FOOD AND NUTRITION PAPER. ISSN 0254-4725.

DOKUMENTASI

Gambar 3.1 Proses destilasi sampai menghasilkan destilat 10 ml

Gambar 3.2 Set alat destilasiGambar 3.3 Titrasi pada uji peroksida5 gr sampel

Dimasukkan dalam 250 ml erlenmeyer

30 mL lar. Asam asetat-khloroform (3:2)

Digoyang

0,5 ml lar. KI jenuh

Didiamkan selama 1 menit

30 ml aquadest

Dititrasi jika warna biru/gelap

sampai warna biru mulai hilang

0,5 ml lar. pati

0,1 N Na2S2O3

Dicatat volume Na2S2O3 yang digunakan

20 gr sampel

Dimasukkan dalam 250 ml erlenmeyer

3 tetes indikator PP

50 ml alkohol netral panas (suhu 75oC)

Dititrasi sampai warna merah jambu

0,1 N lar. NaOH yang telah distandardisasi

Dicatat volume NaOH yang digunakan

10 gr sampel

Dimasukkan dalam labu destilasi

2,5 ml HCl 4N

97,5 ml aquadest

Didestilasi sampai menghasilkan destilat 10 ml

Diambil 5 ml dimasukkan tabung reaksi

5 ml pereaksi TBA

Ditutup dan dipanaskan dalam

air mendidih selama 30 menit

Didinginkan 10 menit

Diukur absorbansi pada = 528 nm