ACARA 1 Dasar-dasar ekologi-FIX

26
ACARA I SALINITAS SEBAGAI FAKTOR PEMBATAS ABIOTIK I. TUJUAN 1. Mengetahui dampak salinitas terhadap pertumbuhan tanaman. 2. Mengetahui tanggapan beberap macam tanaman terhadap tingkat salinitas yang berbeda. II. TINJAUAN PUSTAKA Ekologi adalah ilmu yang mempelajari tentang organisme dalam lingkungan hidupnya atau hubungan timbal balik antara organisme dengan lingkungan hidupnya (Kimbal, 1965). Ekologi memuat tiga unsur penting, yaitu materi, energi, dan informasi. Lingkungan suatu organisme dapat bersifat biotik dan abiotik. Salah satu prinsip utama ekosistem adalah adanya faktor pembatas. Pada lingkungan abiotik, salah satu faktor pembatasnya adalah salinitas (James, 1980). Faktor-faktor ekologi atau lingkungan yang beranekaragam dapat berpengaruh terhadap ketidakadaan atau adanya kesuburan atau kelemahan, keberhasilan atau kegagalan berbagai komunitas tumbuhan melalui takson-takson penyusunnya. Organisme mempunyai batasan maksimum dan minimum terahadap faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Hal tersebut sesuai dengan hukum “toleransi Shelford” (Polunin, 1990). Salinitas merupakan cerminan dari kandungan garam yang tidak ikut terlindi dan boleh jadi terakumulasi pada sistim perakaran, terutama pada musim kemarau. Pengaruh salinitas ini terutama berkaitan erat dengan nilai tekanan osmotik. Kadar

description

laporan acara 1 dasek, SALINITAS SEBAGAI FAKTOR PEMBATAS ABIOTK

Transcript of ACARA 1 Dasar-dasar ekologi-FIX

ACARA ISALINITAS SEBAGAI FAKTOR PEMBATAS ABIOTIK

I. TUJUAN1. Mengetahui dampak salinitas terhadap pertumbuhan tanaman.2. Mengetahui tanggapan beberap macam tanaman terhadap tingkat salinitas yang berbeda.

II. TINJAUAN PUSTAKAEkologi adalah ilmu yang mempelajari tentang organisme dalam lingkungan hidupnya atau hubungan timbal balik antara organisme dengan lingkungan hidupnya (Kimbal, 1965). Ekologi memuat tiga unsur penting, yaitu materi, energi, dan informasi. Lingkungan suatu organisme dapat bersifat biotik dan abiotik. Salah satu prinsip utama ekosistem adalah adanya faktor pembatas. Pada lingkungan abiotik, salah satu faktor pembatasnya adalah salinitas (James, 1980).Faktor-faktor ekologi atau lingkungan yang beranekaragam dapat berpengaruh terhadap ketidakadaan atau adanya kesuburan atau kelemahan, keberhasilan atau kegagalan berbagai komunitas tumbuhan melalui takson-takson penyusunnya. Organisme mempunyai batasan maksimum dan minimum terahadap faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Hal tersebut sesuai dengan hukum toleransi Shelford (Polunin, 1990).Salinitas merupakan cerminan dari kandungan garam yang tidak ikut terlindi dan boleh jadi terakumulasi pada sistim perakaran, terutama pada musim kemarau. Pengaruh salinitas ini terutama berkaitan erat dengan nilai tekanan osmotik. Kadar garam yang tinggi menjadikan tekanan osmotik larutan dari luar sel meningkat sehingga larutan yang ada di dalam tanaman terserap keluar. Dengan kata lain, penyerapan air dan unsur hara lain oleh akar menjadi terganggu (Noor, 2004). Masalah potensial lainnya bagi tanaman pada daerah salin adalah dalam memperoleh K+ yang cukup. Masalah ini terjadi karena ion natrium bersaing dalam pengambilan ion K+. Tingginya penyerapan Na+ akan menghambat penyerapan K+ (Salisbury and Ross, 1995).Menurut McKersie et al. (1994), salinitas kadar tinggi dapat mengahambat pembelahan sel pada jaringan muda, akar, batang, dan daun. Semakin tinggi salinitas, luas daun, berat kering batang, berat kering daun, dan berat kering tanaman total pada jagung berkurang (Hussein et al., 2007). Berdasarkan adaptasi tanaman terhadap tingkat salinitas berbeda, maka tanaman dapat dibagi menjadi (Paramita, 2011) : Halofit, yaitu tanaman yang toleran terhadap kadar salinitas. Euhalofit, yaitu tanaman yang toleran terhadap kadar salinitas tinggi. Glikofit, yaitu tanaman yang rentan pada kadar salinitas tinggi.Menurut Paramita (2011), padi adalah tanaman euhalofit, kedelai termasuk tanaman halofit, dan mentimun termasuk tanaman glikofit. Menurut Nafisah, dkk. (2009), tanaman padi sensitive terhadap salinitas. Walaupun demikian, padi merupakan keluarga serelia yang dapat ditanam pada lahan yang salin. Hal ini karena padi mampu tumbuh pada lahan yang tergenang yang dapat mencuci garam yang ada dipermukaan maupun di dalam tanah.

III. METODE PELAKSANAAN PRAKTIKUMPraktikum Dasar-Dasar Ekologi acara I yang berjudul Salinitas sebagai Faktor pembatas Abiotik dilaksanakan pada hari Kamis, 18 April 2013, di Rumah Kaca, Jurusan Budidaya, Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Alat yang digunakan dalam praktikum ini ialah timbangan analitik, gelas ukur, erlenmeyer, alat pengaduk, peralatan tanam, dan penggaris. Bahan yang digunakan ialah benih padi (Oryza sativa), benih kedelai (Glycine max L. ), benih Mentimun (Cucumis sativus), polybag, NaCl teknis, pupuk kandang, dan kertas label.Adapun cara kerja yang dilakukan pada praktikum ini ialah pertama, 12 polybag disiapkan dan diisi dengan tanah sebanyak kurang lebih 3 kg (3/4 volume polybag). Bila ada kerikil, sisa-sisa akar tanaman dan kotoran harus dihilangkan supaya tidak mengganggu pertumbuhan tanaman. Kedua, dipilih biji yang sehat dari jenis tanaman yang akan diperlakukan, selanjutnya ditanam 5 biji ke dalam masing-masing polybag. Penyiraman dilakukan setiap hari dengan air biasa. Ketiga, setelah tanamn berumur 1 minggu, bibit dijarangkan menjadi 2 tanaman/ polybag, dan dipilih bibit yang sehat. Ketiga, larutan NaCl dibuat dengan konsentrasi 2000 ppm ( 2 gram NaCl + 1000 ml aquades ), dan 4000 ppm ( 4 gram NaCl + 1000 ml aquades ). Masing- masing perlakuan diulang tiga kali. Keempat, masing-masing konsentrasi larutan garam tersebut dituangkan pada tiap-tiap polybag sesuai perlakuan sampai kapasitas lapang. Volume masing-masing larutan untuk tiap-tiap polybag harus sama. Tiap polybag diberi label sesuai perlakuan dan ulanganya. Pemberian larutan garam dilakukan setiap dua hari sekali sampai tujuh kali pemberian. Selang hari diantaranya tetap dilakukuan penyiraman dengan air biasa dengan volume yang sama. Percobaan dilakukan sampai tanaman berumur 21 hari. Terakhir, setelah tanaman berumur 21 hari dilakukan pemanenan. Diusahakn agar akar tidak rusak/terpotong. Pengamatan yang dilakukan meliputi tinggi tanaman setiap 2 hari sekali, abnormalitas tanaman (klorosis pada daun dan sebagainya), panjang akar utama (pada akhir pengamatan), dan berat segar, serta berat kering tanaman (pada akhir pengamatan). Pada akhir percobaan, dari seluruh data yang terkumpul, dihitung rerata tiga ulangan pada setiap perlakuan, selanjutnya data tersebut dibuat grafik dan histogram.

IV. HASIL PENGAMATANA. Tabel Tinggi TanamanTabel 1.1 Tinggi Tanaman PadiPerlakuanTinggi Tanaman (cm)

1234567

0 ppm10,21515,13316,50519,26721,09819,17222,27

2000 ppm10,38315,28216,93320,11720,08521,13322,26

4000 ppm8,828313,53315,58318,30819,71720,3621,46

Tabel 1.2 Tinggi Tanaman KedelaiPerlakuanTinggi Tanaman (cm)

1234567

0 ppm13,03819,222,5524,86731,0836,53340

2000 ppm15,12420,37226,18327,60230,7538,83341,7

4000 ppm15,78319,76722,4526,3631,6334,61737,983

Tabel 1.3 Tinggi Tanaman MentimunPerlakuanTinggi Tanaman (cm)

1234567

0 ppm7,4058,666710,512,41714,6517,93319,583

2000 ppm6,277,538,60510,79312,46715,51718,7

4000 ppm4,61675,99337,359,511,46713,73314,783

B. Tabel Jumlah DaunTabel 2.1 Jumlah Daun Tanaman PadiPerlakuanJumlah Daun

1234567

0 ppm1,26671,93332,8673,063,153,26666673,3833333

2000 ppm1,33332,21672,8832,753,2673,23,5

4000 ppm1,43332,052,7672,69333,22,83,3

Tabel 2.2 Jumlah Daun Tanaman KedelaiPerlakuanJumlah Daun

1234567

0 ppm3,31672,53333,33,74,24,54,5

2000 ppm3,21672,5453,2673,654,2624,31666674,55

4000 ppm3,052,73,253,86673,63,91666674,2666667

Tabel 2.3 Jumlah Daun Tanaman MentimunPerlakuanJumlah Daun

1234567

0 ppm1,11,76672,18332,72,753,86674,317

2000 ppm1,08331,5451,96672,26672,9833,4954,083

4000 ppm1,11,651,71672,16673,1673,653,483

C. Tabel Panjang AkarTabel 3. Panjang Akar Tanaman Padi, Kedelai, dan MentimunTanamanPerlakuan

0 ppm2000 ppm4000 ppm

Padi9,4667,6466,4

Kedelai22,2519,3119,04

Timun20,8816,5313,34

D. Tabel Berat BasahTabel 4. Berat Basah Tanaman Padi, Kedelai, dan MentimunTanamanPerlakuan

0 ppm2000 ppm4000 ppm

Padi0,57666670,19166670,2266667

Kedelai3,06833332,49333332,4683333

Timun54,42666673,2566667

E. Tabel Berat KeringTabel 5. Berat Kering Tanaman Padi, Kedelai, dan MentimunTanamanPerlakuan

0 ppm2000 ppm4000 ppm

Padi0,0450,05166670,125

Kedelai0,46333330,53166670,39

Timun0,41666670,36333330,2633333

V. PEMBAHASANSalinitas merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan dan hasil tanaman. Terganggunya pertumbuhan tanaman karenaa kadar garam yang tinggi, menurut Mengel dan Kirkby (1987) cit. Mapegau (2006), disebabkan oleh dua hal; pertama, menurunnya potensial air pada media tumbuh menyebabkan penyerapan air oleh akar tanaman sangat terbatas; kedua, akumulasi ion-ion tertentu menyebabkan keracunan pada tanaman. Tetapi yang lebih umum terjadi adalah kesukaran dalam penyerapan air. Kramer (1969) cit. Mapegau (2006), menyatakan bahwa berkurangnya serapan air mempengaruhi proses fotosintesis, metabolisme karbohidrat, dan pergerakan fotosintat dalam tanaman. Perubahan-perubahan tersebut dapat berakibat bagi rendahnya hasil.Hayward dan Berstein (1958), mengemukakan bahwa garam-garam yang dapat bersifat racun dari urutan yang paling beracun adalah : NaCl, CaCl2, KNO3, Mg(NO3)2, Na2CO3, Na2SO4, dan MgSO4. Kation-kation monovalen seperti Na+ dan K+ dapat menyebabkan dispersi koloid sitoplasma hingga terjadi disorganisasi, kecuali diimbangi dengan ion Ca2+. Pengaruh campuran garam-garam tersebut menjadi tidak begitu besar karena adanya antagonisme, misalnya adanya CaSO4 dapat mengurangi pengaruh racun dari garam-garam Na dan Mg. 1. Grafik Tinggi Tanaman

Grafik 1.1 Tinggi tanaman padi (Oryza sativa) pada berbagai tingkat salinitas

Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa tinggi tanaman padi pada berbagai perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Dari hasil tersebut diketahui bahwa tinggi tanaman padi pada hari terakhir pengamatan dengan perlakuan 0 ppm dan 2000 ppm tidak jauh berbeda. Akan tetapi terlihat pada perlakuan 0 ppm hari keenam tinggi tanaman mengalami penurunan. Hal tersebut tidak sesuai dengan teori yang ada, sebenarnya pertumbuhan tanaman bersifat irreversible (tidak dapat balik). Hal tersebut dikarenakan pengamatan dilakukan oleh beberapa praktikan dan praktikan satu dengan praktikan lain mempunyai tingkat kejelian dan ketelitian yang berbeda-beda, sehingga data pengamatan menjadi berbeda. Perlakuan 4000 ppm menghasilkan tinggi tanaman paling rendah. Sedangkan tinggi tanaman yang paling tinggi yaitu pada perlakuan 0 ppm. Pada perlakuan 4000 ppm pertumbuhan tanaman padi menjadi lambat, hal ini dikarenakan tanaman padi tidak mampu beradaptasi pada konsentrasi garam 4000 ppm. Akan tetapi tanaman padi masih toleran dalam kondisi salin dengan konsentrasi garam sebesar 2000 ppm. Hal tersebut sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Utama et al. (2009), yaitu pada varietas padi yang diberi perlakuan cekaman garam NaCl 4000 ppm, pertumbuhan tanaman menjadi terhambat. Marschner (1995) cit. Utama et al. (2009), menyatakan bahwa keracunan Na+ menyebabkan terjadinya kerusakan sel tanaman yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman.

Grafik 1.2 Tinggi tanaman kedelai (Glycine max) pada berbagai tingkat salinitas

Dari grafik diatas diketahui bahwa tinggi tanaman kedelai paling tinggi didapat pada perlakuan 2000 ppm yaitu sebesar 41,7 cm, sedangkan hasil terendah pada perlakuan 4000 ppm, yaitu sebesar 37,98. Hal ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi garam 4000 ppm tanaman kedelai tidak mampu beradaptasi, sedangkan pada konsentrasi 2000 ppm tanaman kedelai masih mampu beradaptasi dengan baik.

Grafik 1.3 Tinggi tanaman mentimun (Cucumis sativus) pada berbagai tingkat salinitas

Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa tinggi tanaman mentimun pada berbagai perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda. Pada pemberian larutan garam (NaCl) 0 ppm pertumbuhan tanamannya lebih baik dari pada pemberian larutan garam 2000 dan 4000 ppm. hal tersebut menunjukkan bahwa tanaman mentimun (Cucumis sativus) peka terhadap salinitas. Pertumbuhan tanaman mentimun menjadi lambat jika ditanam pada daerah yang salin. Hal tersebut dikarenakan mentimun merupakan tanaman yang tergolong kedalam kelompok glikofit, yaitu tanaman yang rentan terhadap kadar garam tinggi.

Dari grafik beberapa tanaman pada berbagai tingkat salinitas dapat diketahui bahwa tanaman padi dapat tumbuh pada salinitas sedang (2000 ppm) dan pertumbuahan tanaman padi menjadi terganggu apabila berada pada salinitas tinggi (4000 ppm). Dengan demikian padi termasuk tanaman yang toleran terhadap salinitas. Menurut Nafisah, dkk. (2009), dapat ditanam pada lahan yang salin karena padi mampu tumbuh pada lahan yang tergenang yang dapat mencuci garam yang ada dipermukaan maupun di dalam tanah. Begitu pula dengan tanaman kedelai. Tanaman kedelai juga mampu mentoleransi salinitas sedang. Sedangkan pada tanaman mentimun, ia hanya dapat tumbuh baik pada salinitas rendah (0 ppm) dan pertumbuhan tanaman akan terganggu jika berada pada kondisi salin.

2. Grafik Jumlah daun

Grafik 2.1 Jumlah daun padi (Oryza sativa) pada berbagai tingkat salinitas

Dari garfik diatas diketahui bahwa jumlah daun padi pada perlakuan 0 ppm mengalami peningkatan. Sedangkan pada perlakuan 2000 dan 4000 ppm jumlah daun padi mengalami fluktuasi. Pada hari keempat dan keenam jumlah daun mengalami penurunan. Hal tersebut dimungkinkan ada daun yang patah dan hilang. Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa pertumbuhan daun padi pada tingkat salinitas 0 ppm lebih baik dibandingkan dengan perlakuan 2000 dan 4000 ppm.

Grafik 2.2 Jumlah daun kedelai (Glycine max) pada berbagai tingkat salinitas

Jumlah daun kedelai pada berbagai tingkat salinitas jika dilihat dari grafik dapat diketahui bahwa jumlah daun kedelai mengalami penurunan pada hari kedua. Pada perlakuan 0 ppm dan 4000 ppm jumlah dau kedelai mengalami peningkatan dari hari kehari kecuali pada hari kedua mengalami penurunan. Sedangkan untuk perlakuan 2000 ppm jumlah daun mengalami penurunan pada hari kedua dan keenam. Dari grafik diketahui bahwa pertumbuhan daun pada perlakuan 0 ppm lebih baik dibandingkan dengan perlakuan 2000 dan 4000 ppm karena pertumbuhan (pertambahan jumlah daun) lebih cepat.

Grafik 2.3 Jumlah daun mentimun (Cucumis sativus) pada berbagai tingkat salinitas

Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa jumlah daun mentimun pada berbagai tingkat salinitas dari hari ke hari mengalami peningkatan. Pada perlakuan 0 ppm pertambahan jumlah daun mentimun lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan 2000 dan 4000 ppm. Sehingga perlakuan 0 ppm lebih baik dari pada perlakuan 2000 dan 4000 ppm.

Dari grafik jumlah daun beberapa tanaman pada berbagai tingkat salinitas dapat di ketahui bahwa salinitas dapat menghampat pertumbuhan daun tanaman padi, kedelai dan mentimun. Pertambahan jumlah daun padi, kedelai, dan mentimun akan cepat jika pada salinitas rendah (0 ppm) dan pertambahannya lambat jika pada kondisi salinitas tinggi (4000 ppm)

3. Histogram Panjang Akar

Gambar 3.1 Histogram panjang akar tanaman padi

Dari histogram diatas dapat dilihat bahwa panjang akar tanaman padi pada perlakuan 0 ppm merupakan hasil yang terbaik. Akar tanaman padi tidak bisa tumbuh dengan baik pada perlakuan 4000 ppm. Ini berarti bahwa aka tanaman padi hanya bisa tumbuh baik pada kondisi salinitas rendah. Hal tersebut dikarenakan kadar garam yang tinggi akan menyebabkan sel tanaman menjadi rusak, seperti yang di kemukakan oleh Marschner (1995) cit. Utama et al. (2009), bahwa keracunan Na+ menyebabkan terjadinya kerusakan sel tanaman yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman.

Gambar 3.2 Histogram panjang akar tanaman kedelai

Dari histogram diatas juga dapat dilihat bahwa akar tanaman kedelai yang paling panjang yaitu pada perlakuan 0 ppm. Perbedaan panjang akar pada perlakuan 0 ppm dengan 2000 dan 4000 ppm pada tanaman kedelai sangat jauh. Dari hal tersebut diketahui bahwa salinitas sangat mempengaruhi pertumbuhan akar tanaman kedelai.

Gambar 3.3 Histogram panjang akar tanaman mentimun

Seperti halnya tanaman padi dan kedelai, histogran diatas menunjukkan bahwa pertambahan panjang akar mentimun lebih cepat pada perlakuan 0 ppm. Pertumbuhan akar terhambat pada perlakuan 2000 dan 4000 ppm. hal tersebut menunjukkan bahwa salinitas juga berpengaruh terhadap pertumbuhan akar mentimun.

Dari histogram panjang akar beberapa tanaman pada berbagai tingkat salinitas di ketahui bahwa pertumbuhan akar tanaman padi, kedelai, dan mentimun paling baik adalaah pada kondisi salinitas rendah (0 ppm). pertumbuhan akar tanaman padi, kedelai, dan mentimun terhambat pada kondisi salinitas sedang sampai tinggi. Dengan demikian, salinitas sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan akar tanaman. Apalagi akar merupakan bagian yang bersinggungan langsung dengan garam. Pada musim kemarau garam akan terakumulasi pada sistem perakaran. Hal tersebut akan menyebabkan pembelahan sel pada jaringan pada akar menjadi terhambat. Sehingga semakin tinggi konsentrasi garam dalam suatu tanah, maka pertumbuhan akar tanaman akan semakin lambat.

4. Histogram Berat Basah dan Berat Kering

Gambar 3.4 Histogram Berat Basah dan Berat Kering tanaman padi

Dari histogram diatas dapat diketahui bahwa, berat basah tanaman padi paling tinggi adalah pada perlakuan 0 ppm. Sedangkan berat basah terendah adalah pada perlakuan 2000 ppm. Berat kering tertinggi adalah pada perlakuan 4000 ppm dan berat kering terendah adalah pada peralakuan 0 ppm. Pada perlakuan 2000 ppm tanaman padi memiliki berat basah yang terendah, hal ini dikarenakan pada kadar garam 2000 ppm tanaman tidak mampu menyerap unsur hara dengan maksimal.

Gambar 3.5 Histogram Berat Basah dan Berat Kering tanaman kedelai

Dari histogram diatas dapat diketahui bahwa, berat basah tanaman kedelai paling tinggi adalah pada perlakuan 0 ppm. Sedangkan pada perlakuan 2000 dan 4000 ppm berat basah tanaman sama. Berat kering tertinggi adalah pada perlakuan 2000 ppm dan berat kering terendah adalah pada peralakuan 4000 ppm.

Gambar 3.6 Histogram Berat Basah dan Berat Kering tanaman mentimun

Dari histogram diatas dapat diketahui bahwa, berat basah dan berat kering tanaman mentimun paling tinggi adalah pada perlakuan 0 ppm. Sedangkan berat basah dan berat kering terendah adalah pada perlakuan 4000 ppm. dari histogram tersebut diketahui bahwa semakin tinggi kadar garam dalam tanah, maka berat basah dan berat kering tanamna mentimun berkurang.

Dari histogram berat basah dan berat kering beberapa tanaman pada berbagai tingkat salinitas dapat diketahui bahwa berat basah tertinggi tanaman padi, kedelai, dan mentimun adalah pada kondisi salinitas rendah (0 ppm). Berat basah tanaman tersebut akan menurun saat diberi perlakuan 2000 dan 4000 ppm. Hal tersebut dikarenakan secara tidak langsung, kadar garam yang tinggi di dalam tanah akan mengganggu penyerapan unsur hara yang di butuhkan tanaman untuk menunjang pertumbuhannya. Noor (2004), mengemukakan bahwa kadar garam yang tinggi aka menyebabkan tekanan osmotik larutan dari luar sel meningkat sehingga larutan yang ada di dalam tanaman terserap keluar. Dengan kata lain, penyerapan air dan unsur hara lain oleh akar menjadi terganggu, sehingga hal ini akan menyebabkan berat basah tanaman menjadi berkurang seiring bertambahnya kadar garam dalam tanah.Berat kering tertinggi tanaman padi yaitu pada perlakuan 4000 pm sedangkan berat kering terendahnya pada perlakuan 0 ppm. Berat kering tertinggi tanaman kedelai yaitu pada perlakuan 2000 ppm dan berat kering terendah yaitu pada perlakuan 4000 ppm. Berat kering tertinggi tanaman mentimun yaitu pada perlakuan 0 ppm dan berat kering terendah pada perlakuan 4000 ppm. Berat kering pada tanaman mentimun telah sesuai dengan teori. Hussein et al. (2007), mengemukakan bahwa semakin tinggi salinitas maka berat kering tanaman total akan berkurang. Sedangkan pada tanaman padi dan kedelai hasilnya belum sesuai dengan teori yang ada. Hal tersebut dimungkinkan karena dalam mengeringkan tanaman, panasnya tidak merata. Sehingga ada tanaman yang belum benar-benar kering.Tanaman yang mampu hidup baik dalam kondisi salinitas tinggi merupakan tanaman yang tergolong kedalam kelompok tanaman euhalofit. Pada praktikum ini, tanaman yang tergolong kedalam kelompok euhalofit adalah padi (Oryza sativa), karena padi mampu tumbuh pada salinitas dengan konsentrasi garam 2000 ppm. Padi dapat hidup pada kondisi salin karena padi mampu tumbuh pada lahan yang tergenang yang dapat mencuci garam yang ada dipermukaan maupun di dalam tanah.Tanaman yang tergolong kedalam kelompok halofit adalah kedelai. Selain padi, kedelai juga mampu hidup pada kondisi tanah salin. Namun, ketahanan tanaman kedelai terhadap kondisi salin masih di bawah padi. Halofit merupakan golongan tanaman yang toleran pada salinitas sedang.Tanaman yang peka terhadap kondisi salin tergolong kedalma kelompok tanaman glikofit. Contoh tanaman yang tergolong kelompok glikofit adalah mentimun. Mentimun sangat peka terhadap lingkungan salin. Apabila terdapat sedikit saja kadar garam pada lingkungannya maka pertumbuhan tanaman mentimun akan terganggu dan terhambat.Selain pertumbuhan tanaman, salinitas juga mempengaruhi produksi suatu tanaman. Apabila salinitas terlalu tinggi, maka produksi tanaman akan rendah. Selain itu juga, salinitas yang tinggi mengakibatkan tanaman tumbuh abnormal. Pada tanaman padi, abnormalitas yang ditunjukkan adalah pada bagian ujung daun mengering, dan ada daun yang berwarna kuning. Dan apabila ada lingkungan memiliki tingkat salinitasnya terlalu tinggi, maka tanaman yang berada pada lingkungan itu bisa mati. Hal tersebut di karenakan akar tanaman tidak mampu menyerap unsur-unsur hara yang di perlukan tanaman.

VI. KESIMPULAN1. Dampak salinitas bagi tanaman adalah pertumbuhan tanaman menjadi terhambat, berat basah dan berat kering tanaman berkurang, mengganggu penyerapan unsur hara, pertumbuhan tanaman abnormal, jika terlalu tinggi dapat mematikan tanaman.2. Dalam menanggapi keadaan salinitas yang berbeda maka tanaman akan beradaptasi pada lingkungan yang salin tersebut. Tanaman yang dapat tumbuh baik pada tingkatan salinitas tertentu, maka tanaman tersebut dikatakan mampu beradaptasi pada lingkungan salin.

DAFTAR PUSTAKA

Hussein, Balbaa, and Gaballah. 2007. Salicilyc Acid and Salinity Effect on Groeth of Maize Plants. Researce Journal of Agriculture and Biological Science 3(4) : 321-328.

James, E.. 1980. General Ecology. Wm. C. Brown Publishing. USA.

Kimbal, J. W.. 1965. Biology. Adison Wisley Publishing Compani Inc.. Massachussete.

McKersie, B. D., Y. Y. Leshem. 1994. Sress and Stress Cooping in Cultivated Plants. Kluwer Academic Publishers. Dordrecht.

Nafisah, dan A. A. Drajat. 2009. Penapisan Varietas Padi Toleran pada Lahan Rawa di Daerah Kabupaten Pesisir Selatan. Jurnal Agron Indonesia 37 : 107-110.

Noor, M.. 2004. Lahan Rawa : Sifat dan Pengolahan Tanah Bermasalah Sulfat Masam. Raja Grafindo. Jakarta.

Paramita, G.. 2011. Salinitas sebagai Faktor Pembatas Abiotik. . Diakses pada tanggal 21 April 2013, pukul 01:16 WIB.

Polunin, N.. 1990. Pengantar Geografi tumbuhan dan Beberapa Ilmu Serumpun. Gadjah Mada university Press. Yogyakarta.

Salisbury, F. B., and C. W. Ross. 1995. Fisiologi tumbuhan. Penerbit ITB. Bandung.

Utama, M. Z. H., W. Haryoko, R. Munir, dan Sunadi. 2009. Penapisan varietas padi toleran salinitas pada lahan rawa di Kabupaten Pesisir Selatan. Jurnal Agronomi Indonesia 37:104.

Mapegau. 2006. Pengaruh salinitas tanah terhadap hasil dan distribusi bahan kering pada tanaman jagung kultivar arjuna selama fase pengisian biji. Jurnal Agrovigor 6:10.

Hayward, H. E. and L. Berstein. 1985. Plant of salt Tolerance. Ann. Rev. Plant Physiol 9:25-46.