Abu Sawit Sbg Filler Dlm HRS

15
KINERJA LABORATORIUM CAMPURAN HOT ROLLED ASPHALT DENGAN ABU SAWIT SEBAGAI FILLER Leo Sentosa, ST Mahasiswa Program Magister Rek. Transportasi Tek. Sipil Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesha 10 Bandung 40132 [email protected] Ir. Bambang Ismanto S, MSc. PhD Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesha 10 Bandung 40132 Telp. 62-22-250 2350; fax. 62-251 2395 [email protected] Ir. Pamudji Widodo, MS Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesha 10 Bandung 40132 Telp. 62-22-250 2350; fax. 62-251 2395 Abstrak Hot Rolled Asphalt (HRA) adalah campuran beraspal yang bergradasi senjang, dimana penggunaan agregat ukuran kasar dan sedang sangat sedikit, lebih banyak terdiri dari campuran agregat halus, mineral filler dan aspal. Kekuatan dari campuran ditentukan oleh kekuatan mortar gabungan agregat halus mineral filler dan aspal. Campuran ini sering digunakan di Indonesia sebagai lapis permukaan, karena relatif mempunyai kelenturan dan daya tahan yang lebih tinggi. Filler adalah komponen penting dalam mortar campuran HRA, semen merupakan bahan yang umum digunakan, Namun di beberapa daerah di Indonesia kadang tidak mudah mendapatkan semen dan harganya relatif semakin mahal. Pada penelitian ini dicoba untuk mengevaluasi kinerja laboratorium dari abu sawit sebagai bahan alternatif untuk filler. Kemudian membandingkan dengan filler semen dan kapur. Campuran didesain berdasar metoda Marshall yang mengacu pada British Standard 594, (1985). Dalam penelitian dicoba dilihat kinerja dari abu sawit yang digabung dengan filler semen dan kapur dengan komposisi semen/abu sawit dan kapur/abu sawit ; 100/0, 25/75, 75/25 dan 0/100. Kadar aspal meningkat seiring dengan peningkatan komposisi abu sawit, kadar aspal optimum tertinggi pada campuran filler 100% abu sawit (8,37 %). Stabilitas Marshall campuran dengan filler 100% abu sawit 1290 kg, dengan kelelehan 4,30 mm. Nilai Marshall Immersion memenuhi persyaratan yaitu diatas 75% (81,936%). Dari pengujian Wheel Tracking campuran dengan filler 100% abu sawit memberikan nilai stabilitas dinamis yang tinggi (12992,13 lintasan/mm) dengan laju deformasi (0,0034 mm/menit). Secara keseluruhan data pengujian memberikan hasil yang memenuhi persyaratan untuk penggunaan abu sawit sebagai filler pada HRA. Namun bagaimana pun juga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kelayakan penggunaan abu sawit sebagai filler dalam skala penuh di lapangan., Kata Kunci : Filler, Abu Sawit, HRA, Marshall, Wheel Tracking. 1. PENDAHULUAN Konstruksi jalan raya sistem perkerasan lentur biasanya menggunakan campuran aspal dan agregat sebagai lapis permukaan. Beberapa jenis campuran beraspal yang biasa digunakan sebagai lapis permukaan diantaranya adalah: Aspal Beton (AC), Aspal

description

iptek

Transcript of Abu Sawit Sbg Filler Dlm HRS

Page 1: Abu Sawit Sbg Filler Dlm HRS

KINERJA LABORATORIUM CAMPURAN HOT ROLLED ASPHALT DENGAN ABU SAWIT SEBAGAI FILLER

Leo Sentosa, ST

Mahasiswa Program MagisterRek. Transportasi Tek. SipilInstitut Teknologi Bandung

Jalan Ganesha 10 Bandung [email protected]

Ir. Bambang Ismanto S, MSc. PhDStaf Pengajar Jurusan Teknik Sipil

Institut Teknologi BandungJalan Ganesha 10 Bandung 40132

Telp. 62-22-250 2350; fax. 62-251 [email protected]

Ir. Pamudji Widodo, MS

Staf Pengajar Jurusan Teknik SipilInstitut Teknologi Bandung

Jalan Ganesha 10 Bandung 40132Telp. 62-22-250 2350; fax. 62-251 2395

AbstrakHot Rolled Asphalt (HRA) adalah campuran beraspal yang bergradasi senjang, dimana penggunaan agregat

ukuran kasar dan sedang sangat sedikit, lebih banyak terdiri dari campuran agregat halus, mineral filler dan aspal. Kekuatan dari campuran ditentukan oleh kekuatan mortar gabungan agregat halus mineral filler dan aspal. Campuran ini sering digunakan di Indonesia sebagai lapis permukaan, karena relatif mempunyai kelenturan dan daya tahan yang lebih tinggi. Filler adalah komponen penting dalam mortar campuran HRA, semen merupakan bahan yang umum digunakan, Namun di beberapa daerah di Indonesia kadang tidak mudah mendapatkan semen dan harganya relatif semakin mahal. Pada penelitian ini dicoba untuk mengevaluasi kinerja laboratorium dari abu sawit sebagai bahan alternatif untuk filler. Kemudian membandingkan dengan filler semen dan kapur. Campuran didesain berdasar metoda Marshall yang mengacu pada British Standard 594, (1985). Dalam penelitian dicoba dilihat kinerja dari abu sawit yang digabung dengan filler semen dan kapur dengan komposisi semen/abu sawit dan kapur/abu sawit ; 100/0, 25/75, 75/25 dan 0/100. Kadar aspal meningkat seiring dengan peningkatan komposisi abu sawit, kadar aspal optimum tertinggi pada campuran filler 100% abu sawit (8,37 %). Stabilitas Marshall campuran dengan filler 100% abu sawit 1290 kg, dengan kelelehan 4,30 mm. Nilai Marshall Immersion memenuhi persyaratan yaitu diatas 75% (81,936%). Dari pengujian Wheel Tracking campuran dengan filler 100% abu sawit memberikan nilai stabilitas dinamis yang tinggi (12992,13 lintasan/mm) dengan laju deformasi (0,0034 mm/menit). Secara keseluruhan data pengujian memberikan hasil yang memenuhi persyaratan untuk penggunaan abu sawit sebagai filler pada HRA. Namun bagaimana pun juga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kelayakan penggunaan abu sawit sebagai filler dalam skala penuh di lapangan.,

Kata Kunci : Filler, Abu Sawit, HRA, Marshall, Wheel Tracking.

1. PENDAHULUAN

Konstruksi jalan raya sistem perkerasan lentur biasanya menggunakan campuran aspal dan agregat sebagai lapis permukaan. Beberapa jenis campuran beraspal yang biasa digunakan sebagai lapis permukaan diantaranya adalah: Aspal Beton (AC), Aspal Macadam, Hot Rolled Asphalt (HRA). Pemilihan tipe campuran peraspalan sangat dipengaruhi oleh kondisi lapangan, tujuan pembuatan jalan, dana yang dialokasikan dan lain sebagainya. Campuran Hot Rolled Asphalt sering digunakan di Indonesia sebagai lapis permukaan, karena campuran tersebut memiliki sifat lebih lentur, durabilitas yang lebih tinggi dibanding dengan jenis campuran beraspal lainnya. Campuran HRA terdiri dari berbagai jenis agregat seperti agregat halus, agregat kasar, mineral filler dan aspal sebagai bahan pengikat.

Material yang biasa digunakan sebagai bahan penyusun HRA adalah pasir, batu pecah, semen, kapur, abu batu dan lain-lain, dimana bahan tersebut semakin lama semakin berkurang jumlahnya karena merupakan bahan alam yang tidak bisa diperbaharui. Untuk itu perlu adanya inovasi-inovasi baru dengan menggunakan alternatif bahan yang lain sehingga program pembangunan dan pemeliharaan jalan dimasa yang akan datang dapat berjalan dengan lancar dan diusahakan lebih ekonomis. Salah satu bahan alternatif yang dicoba untuk diteliti adalah abu sawit yang digunakan sebagai filler, dimana abu sawit ini merupakan limbah hasil pengolahan kelapa sawit yang diperoleh dari hasil pembakaran cangkang (tempurung) kelapa sawit di dalam

Page 2: Abu Sawit Sbg Filler Dlm HRS

Simposium ke-4 FSTPT, Udayana Bali, 8 November 2001

dapur/tungku pembakaran dengan suhu 7000 – 8000C. Abu Sawit yang akan digunakan pada penelitian ini diambil dari perkebunan kelapa sawit, unit pengolahan PTP Nusantara VII di Rejosari (Lampung Selatan), dengan jumlah limbah abu sawit yang dihasilkan setiap tahun sekitar 1000 ton/tahun.(Laksmi Irianti, 1999).

2. CAMPURAN BERASPAL

Campuran yang mengandung aspal (bituminous mixture) merupakan suatu campuran antara agregat dan aspal yang diikat menjadi suatu campuran yang solid dan biasanya digunakan dalam konstruksi perkerasan jalan raya khususnya jenis konstruksi dengan sistim perkerasan lentur.

Ada beberapa jenis campuran aspal yang biasa digunakan dalam perkerasan lentur konstruksi jalan raya, mulai dari campuran yang bergradasi senjang (gap graded), campuran bergradasi rapat (dense graded) dan campuran bergradasi terbuka (open graded). Tujuan dari pembuatan campuran beraspal adalah untuk mendapatkan suatu hasil akhir campuran yang ekonomis antara agregat dan aspal dan diharapkan mempunyai jumlah aspal cukup untuk menjamin keawetan campuran, nilai stabilitas yang cukup untuk dapat memikul beban, kadar rongga yang cukup untuk menampung penambahan pemadatan dan workabilitas yang cukup untuk memudahkan pengerjaan. (Siswosoebrotho, B.I., 1994)

2.1. Hot Rolled Asphalt (HRA)

Hot Rolled Asphalt merupakan suatu campuran aspal dengan agregat yang biasa dipakai sebagai bahan lapis permukaan suatu konstruksi jalan raya. HRA merupakan campuran dengan gradasi senjang (gap graded) yang telah lama dipakai di negara Inggris. Campuran aspal ini kemudian dikembangkan oleh Clifford R, sedangkan prosedur pembuatan dan pelaksanaan campuran HRA ini mengacu pada British Standard (BS: 594, 1984)

Campuran Hot Rolled Asphalt sebagian besar terdiri dari campuran agregat halus, filler dan aspal yang disebut mortar. Sedangkan proporsi agregat kasar relatif sangat kecil, karena perannya hanya sebagai bahan pengisi saja, dengan tujuan agar campuran ini lebih ekonomis. Kekuatan campuran HRA ini sangat ditentukan oleh kekuatan mortar, maka klasifikasi yang dipakai untuk membedakannya lebih ditentukan oleh tingkat kekasaran gradasi agregat halus, karena agregat halus merupakan komponen terbesar komposisinya dalam mortar. (Siswosoebrotho, B.I., 1994)

Tabel 1 Kriteri nilai stabilitas dan nilai kelelehan untuk perencanan menurut BS: 594 (1985)

Traffic Flow(Comm. Veh./line/day)

Marshall PropertiesSatbility, kN Maximum flow, mm

Less than 1500 2.0 – 8.0 5.01500 – 6000 4.0 – 8.0 5.0Over 6000 6.0 – 10.0 7.0

Sumber : British Standard 594, (1985)

Berdasarkan BS 594, 1985, ada dua tipe campuran HRA yang digunakan sebagai lapis aus permukaan, yaitu tipe F (fine) dan tipe C (coarse). HRA Tipe F adalah agregat halus yang digunakan adalah pasir alam, sedangkan pada tipe C selain pasir alam sebagai agregat halusnya, masih mengandung batu pecah. Menurut resep yang dikeluarkan oleh British Standard (BS 594, 1985), ada beberapa gradasi dari agregat dan filler untuk campuran Hot Rolled Asphalt sebagai

2

Page 3: Abu Sawit Sbg Filler Dlm HRS

Simposium ke-4 FSTPT, Udayana Bali, 8 November 2001

lapisan aus. Sedangkan yang digunakan pada penelitian ini adalah nilai tengah dari gradasi HRA tipe C, seperti Tabel 2.

Tabel 2 Gradasi Agregat dan Filler campuran Hot Rolled Asphalt

Designation 30/10Nominal thickness of layer (mm) 35

Percentage by mass of total aggregate passing BS test sieve

28 mm -20 mm -14 mm 10010 mm 85 to 1006.3 mm 60 to 902.36 mm 60 to 72600 m 25 to 45212 m 15 to 3075 m 8.0 to 2.0

Minimum target binder content % by mass of total Mixture

7.0

Sumber : British Standard 594, (1985)

2. 2. Filler

Mineral filler adalah suatu mineral agregat dari fraksi halus yang sebagian besar (+ 85 % ) lolos saringan nomor 200 (0,075 mm) dan mempunyai berat jenis minimal 0,5 gram / cm3 dan tidak lebih dari 0,9 gram / cm3. Dalam campuran HRA material filler bersama–sama dengan aspal membentuk mortar dan berperan sebagai pengisi rongga sehingga meningkatkan kepadatan dan ketahanan campuran serta meningkatkan stabilitas campuran (Siswosoebrotho, B. I., 1996)

Pada prakteknya fungsi dari filler adalah untuk meningkatkan viskositas dari aspal dan mengurangi kepekaan terhadap temperatur. Menurut Hatherly, (1967) meningkatkan komposisi filler dalam campuran dapat meningkatkan stabilitas campuran tetapi menurunkan kadar air void (rongga udara) dalam campuran. Meskipun demikian komposisi filler dalam campuran tetap dibatasi, karena terlalu tinggi kadar filler dalam campuran akan mengakibatkan campuran menjadi getas (brittle) dan akan retak (crack) ketika menerima beban lalu lintas. Akan tetapi terlalu rendah kadar filler akan mengakibatkan campuran akan terlalu lunak pada saat cuaca panas. Material yang sering digunakan sebagai filler adalah semen portland (PC), batu kapur dan abu batu dari stone crusher. Akan tetapi bahan-bahan tersebut terkadang sulit didapat dan terkadang harganya relatif mahal. Untuk itu para ahli material perkerasan mencoba inovasi-inovasi baru untuk menggunakan bahan-bahan lain yang bisa digunakan sebagai filler.

3. ABU SAWIT

Abu sawit merupakan salah satu limbah dari pengolahan kelapa sawit. Abu sawit merupakan sisa dari pembakaran cangkang dan serabut buah kelapa sawit di dalam dapur atau tungku pembakaran yang disebut boiler, dengan suhu 700 – 8000 C. Abu sawit yang digunakan pada penelitian ini berasal dari unit pengolahan kelapa sawit PTP Nusantara VII Rejosari Natar

3

Page 4: Abu Sawit Sbg Filler Dlm HRS

Simposium ke-4 FSTPT, Udayana Bali, 8 November 2001

Lampung Selatan, yang mana penanganan limbah tersebut belum ditangani secara baik dengan jumlah limbah yang dihasilkan 1000 ton/tahun. ( Laksmi Irianti, 1999)

Penelitian untuk memanfaatkan abu sawit dalam bidang rekayasa bahan konstruksi adalah untuk bahan tambahan dalam desain beton mutu tinggi. Dari penelitian yang dilakukan di laboratorium dengan penggantian sejumlah semen dengan abu sawit dengan persentase 5%, 10%, 15%, dan 20 %, diperoleh hasil nilai kuat tekan beton meningkat sebesar 20,92% dan kuat tarik beton meningkat sebesar 8,99% pada kadar abu sawit 10 % untuk umur 56 hari. Penambahan abu sawit dalam desain campuran beton mutu tinggi juga menghasilkan nilai modulus elastisitas sebesar 6,41013 * 104 Mpa pada kadar abu sawit 10%. (Laksmi Irianti, 1999)

Penelitian menggunakan limbah kelapa sawit untuk konstruksi perkerasan juga pernah dilakukan Eddy Haryono, (2000). Pada penelitian tersebut menggunakan limbah pengolahan kelapa sawit yang berupa serat dan dijadikan sebagai bahan tambah kedalam bitumen. Panjang serat yang diselidiki 0,25 cm dan 0,5 cm dengan kadar serat 0,03% dan 0,05% dari berat total campuran. Hasil dari penelitian tersebut adalah terdapat sedikit nilai tambah yang didapat dari penambahan serat limbah kelapa sawit pada campuran HRA.

4. PRESENTASI DAN ANALISA DATA

4. 1. Hasil Pengujian Agregat

Agregat kasar dan halus yang digunakan adalah jenis batu pecah (Cruhsed rock) yang berasal dari lokasi penimbunan material Banjaran, Bandung, dan disesuaikan dengan gradasi batas tengah gradasi tipe C dari British Standard 594 (1985), yang digunakan pada penelitian ini.

Tabel 3. Hasil Pengujian Mineral Agregat Kasar dan Halus

Kekuatan dan kekerasan agregat diidentifikasikan dengan nilai keausan dengan mesin Los Angeles, nilai AIV dan nilai ACV. Sedangkan nilai bentuk ditunjukkan dengan nilai indeks kelonjongan, nilai indeks kepipihan dan angka angularity. Keausan dengan mesin Los Angeles biasanya dihubungkan dengan kekerasan agregat. Dari pengujian keausan dengan mesin Los Angeles terhadap agregat kasar adalah 19,51 %. Nilai ketahanan terhadap tumbukan (Aggregate

4

Page 5: Abu Sawit Sbg Filler Dlm HRS

Simposium ke-4 FSTPT, Udayana Bali, 8 November 2001

Impact Value / AIV) dimaksudkan untuk mengetahui ketahanan agregat terhadap beban kejut. Hasil dari pengujian didapat nilai AIV sebesar 17,50%. Nilai kekuatan agregat terhadap tekanan (Aggregate Crushing Value/ACV) adalah identifikasi terhadap kekerasan agregat dan kemampuan untuk menahan beban dan dari pengujian mendapatkan hasil 17,70%. Nilai bentuk dari agregat adalah sebagai indikasi dari kemampuan bahan agregat untuk saling mengunci satu sama lain dalam campuran (interlocking). Hasil dari pengujian didapat angka indeks kepipihan adalah 17,84 % lebih besar dari nilai yang disyaratkan British Standard, yang menyaratkan lebih kecil dari 25%. Nilai indeks kelonjongan adalah 21,55 % serta angka angilaritas adalah 44,31%. Secara umum agregat yang digunakan memenuhi persyaratan untuk digunakan sebagai bahan mineral agregat untuk campuran beraspal.

4. 2. Bahan Pengisi (Filler)

Berdasarkan spesifikasi British Standard 594 (1985), filler adalah material yang sebagian besar lebih kecil dari 0,075 mm (saringan no. 200). Untuk filler yang digunakan, pengujian yang dilakukan hanya berat jenis masing-masing jenis filler. Bahan pengisi (filler) yang digunakan dalam penelitian ini ada tiga macam, yaitu semen portland, abu batu kapur (lime stone) dan abu dari hasil pengolahan kelapa sawit yang selanjutnya disebut abu sawit. Semen yang digunakan adalah semen tiga roda tipe I produksi PT. Indocemen. Kapur yang digunakan adalah abu batu kapur dari Padalarang yang lolos dengan saringan no. 200. Untuk abu sawit yang digunakan adalah abu sawit dari PT Perkebunan VII unit pengolahan Rejosari, Natar, Lampung Utara. Abu sawit tersebut juga lolos saringan no. 200. Sebelum saring dan diuji serta digunakan abu sawit tersebut dioven selama minimal 5 jam dengan suhu 1500 C, yang bertujuan untuk menghilangkan setidaknya meminimalkan kadar air yang terkandung didalamnya. Dari ketiga jenis filler, abu sawit merupakan filler dengan berat jenis yang terendah dibanding dengan kapur dan semen. Hal ini menyebabkan secara volumetrik abu sawit lebih banyak dari kapur ataupun semen.

Tabel 4. Hasil pengujian Berat Jenis Bahan Pengisi (Filler)

4. 3. Aspal

Secara umum aspal yang digunakan memenuhi persyaratan spesifikasi sebagai aspal yang baik digunakan sebagai pengikat dalam campuran, seperti pada Tabel 5.

4. 4. Kadar Aspal Optimum (KAO)

Kadar aspal optimum ditentukan dengan nilai maksimum dari stabilitas, berat isi dan kepadatan agregat yang dipadatkan (CAD), mengacu pada British Standard 594 (1985). Setiap campuran dengan proporsi jenis filler yang digunakan ditentukan kadar aspal optimumnya, seperti pada Tabel 6. Sedangkan karakteristik campuran pada kadar aspal optimum dapat dilihat pada Tabel 7.

5

Page 6: Abu Sawit Sbg Filler Dlm HRS

Simposium ke-4 FSTPT, Udayana Bali, 8 November 2001

Tabel 5. Hasil Pengujian aspal penetrasi 60/70

Tabel 6. Penentuan Kadar Aspal Optimum dengan Metoda Marshall untuk Campuran HRA

Tabel 7. Karakteristik Marshall pada kondisi Kadar Aspal Optimum Hasil Pengujian Standar Marshall dan Nilai Indeks Stabilitas Sisa Marshall

4. 5. Berat Isi

Berat isi merupakan indikator dari kepadatan campuran, kadang juga diartikan kepadatan campuran. Berat isi tertinggi pada kondisi kadar aspal optimum adalah campuran dengan proporsi filler 100 % semen (2,353 gr/cc), terendah campuran dengan proporsi filler 100% abu sawit (2,245 gr/cc). Untuk campuran dengan filler 100 % kapur berat isinya berada sedikit dibawah campuran dengan filer 100 % (2,342 gr/cc). Penambahan abu sawit sebagai filler akan menurunkan berat isi dari campuran sampai mendekati berat isi dengan filler 100% abu sawit.

6

Page 7: Abu Sawit Sbg Filler Dlm HRS

Simposium ke-4 FSTPT, Udayana Bali, 8 November 2001

Gambar 1. Hubungan Proporsi Filler Semen/Abu Sawit dan Kapur/ Abu Sawit dengan Kadar Aspal Optimum dan Berat Isi pada Kadar Aspal Optimum

4. 6. Stabilitas

Stabilitas adalah ukuran kemampuan campuran untuk menahan deformasi yang ditimbulkan oleh beban lalu lintas diatasnya. Ketidak stabilan perkerasan akan mengakibatkan kerusakan berupa jejak roda (ruts) dan bergelombang (corrugation). Penambahan proporsi abu sawit sebagai filler menurunkan nilai stabilitas campuran, baik yang dikomposisikan dengan semen maupun dengan kapur.

Gambar 2. Hubungan Proporsi filler Semen/Abu Sawit dan Kapur/Abu Sawit dengan Nilai Stabilitas dan Nilai Kelelehan pada Kadar Aspal Optimum

4. 7. Kelelehan

Pengkombinasian filler, baik antara abu sawit dengan semen maupun abu sawit dengan kapur mempengaruhi nilai kelelehan campuran, jika dibandingkan dengan filler tanpa kombinasi dua jenis filler. Nilai kelelehan umumnya cenderung turun dan kemudian naik setiap penambahan kadar aspal ke dalam campuran. Pada kondisi kadar aspal optimum, nilai kelelehan tertinggi adalah pada campuran dengan filler 100% semen dengan nilai kelelehan adalah 4,37 mm, sedangkan campuran dengan filler 100% kapur kelelehan adalah 4,20 mm dan campuran dengan filler 100% abu sawit, walau kadar aspal optimum lebih tinggi, nilai kelelehan adalah 4,30 mm sedikit di atas campuran dengan filler 100% kapur. Secara umum nilai kelelehan campuran pada kondisi aspal optimum memenuhi standar yang diberikan oleh British Standard, yaitu tidak melebihi 7,0 mm.

4. 8. Rongga pada Mineral Agregat (VMA)

7

Page 8: Abu Sawit Sbg Filler Dlm HRS

Simposium ke-4 FSTPT, Udayana Bali, 8 November 2001

Nilai VMA akan berkurang sampai kadar aspal tertentu, biasanya mendekati kadar aspal optimum, kemudian naik seiring dengan naiknya kadar aspal. Nilai VMA banyak tergantung kepada bentuk partikel, tekstur, ukuran dari mineral agregat dan metoda pemadatan yang digunakan. Nilai minimum rongga dalam mineral agregat adalah untuk menghindari banyaknya rongga udara yang menyebabkan material menjadi poros. Asphalt Institut dan Bina Marga mensyaratkan nilai minimum VMA sebesar 15% untuk campuran yang menggunakan ukuran maksimum nominal agregat sebesar 12,5 mm.

Pada kondisi kadar aspal optimum campuran dengan filler 100% semen nilai VMA adalah 17,323%, campuran dengan filler 100% kapur nilai VMA adalah 16,906% dan campuran dengan filler 100% abu sawit nilai VMA 18,884%. Penambahan proporsi abu sawit sebagai filler akan menaikkan nilai VMA, baik dikomposisikan dengan semen maupun dengan kapur, hal ini disebabkan karena perbedaan kehalusan antara semen, kapur dan abu sawit.

4. 9. Rongga dalam Campuran (VIM)

Nilai rongga dalam campuran (VIM) adalah parameter yang umumnya dikaitkan dengan durabilitas dan kekuatan dari campuran. Nilai VIM yang kecil akan memberikan campuran yang lebih kedap air sehingga akan meningkatkan meningkatkan kemampuan campuran terhadap tahan gelincir. Namun nilai VIM harus dibatasi karena terlalu kecilnya nilai nilai VIM akan menyebabkab keluarnya cairan aspal kepermukaan (bleeding) akibat dari pemadatan lalu lintas diatasnya. Campuran dengan filler 100% semen memberikan nilai VIM 3,784%, dengan filler 100% kapur memberikan nilai VIM terendah yaitu 2,827% sedangkan dengan filler 100% abu sawit nilai VIM adalah 3,220%. Penambahan proporsi abu sawit sebagai filler yang di komposisikan dengan semen dan atau kapur akan mempengaruhi nilai VIM campuran.

Gambar 3. Hubungan Proposi Filler Semen/Abu Sawit dan Kapur/Abu Sawit dengan Nilai VMA

dan Nilai VIM pada Kadar Aspal Optimum

4. 10. Analisa Pengujian Rendaman Marshall (Marshall Immersion)

Pengujian rendaman Marshall berkaitan dengan penilaian terhadap kemampuan campuran perkerasan aspal untuk menahan kerusakan yang diakibatkan oleh air. Tingkat ketahanan terhadap kerusakan akibat air dinilai dengan cara merendam benda uji dalam air selama 24 jam pada suhu 600 C sebelum dilakukan pengujian stabilitas. Nilai IRS tertinggi adalah campuran dengan filler 100% kapur ( 98,696%) dan terendah adalah campuran dengan filler 100% abu sawit (81,936%), sedangkan campuran dengan filler 100% semen memberikan nilai IRS

8

Page 9: Abu Sawit Sbg Filler Dlm HRS

Simposium ke-4 FSTPT, Udayana Bali, 8 November 2001

96,004%. Secara umum nilai IRS campuran masih diatas standar Bina Marga yang menetapkan nilai IRS terendah adalah 75%.

Gambar 4. Hubungan Proporsi Filler Semen/Abu Sawit dan Kapur/Abu Sawit dengan Nilai Marshall Immersion/Index Retained Strength (IRS) dan Nilai Stabilitas Dinamis pada Kadar Aspal Optimum

4. 11. Analisa Pengujian Wheel Tracking

Pengujian Wheel Tracking biasanya dikaitkan dengan kemampuan campuran menahan deformasi permanen akibat beban lalu lintas diatasnya. Nilai stabilitas dinamis tertinggi adalah pada campuran dengan filler 100% abu sawit dengan nilai stabilitas dinamis 12992,13 lintasan/mm, dan terendah adalah pada campuran dengan filler 100% kapur dengan nilai stabilitas dinamis 4330,71 lintasan/mm. Sedangkan campuran dengan filler 100% semen memberikan nilai stabilitas dinamis adalah sebesar 6496,06 lintasan/mm. Campuran dengan filler 50% semen – 50% abu sawit stabilitas dinamis yang ada 6596,06 lintasan/mm sama dengan stabilitas dinamis campuran dengan filler 100%, begitu juga dengan campuran dengan filler 50% kapur – 50% abu sawit stabilitas dinamis juga bernilai sama dengan campuran 100% kapur yaitu 4330,71 lintasan/mm. Campuran dengan filler 25% semen – 75% abu sawit dan campuran dengan filler 25% kapur – 75% abu sawit memberikan nilai stabilitas dinamis yang sama, yaitu 8661,42 lintasan/mm.

5. KESIMPULAN

Dari penelitian yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan – kesimpulan sebagai berikut:

1. Kriteria rancangan untuk campuran Hot Rolled Asphalt berdasarkan pada spesifikasi British Standard, memenuhi untuk semua jenis filler yang diteliti maupun filler gabungan. Kadar aspal optimum pada filler gabungan akan meningkat jika komposisi abu sawit ditingkatkan, baik yang digabung dengan semen maupun yang digabung dengan kapur. Kadar aspal optimum tertinggi adalah pada filler 100 % abu sawit (8,370 %), jika dibanding dengan campuran dengan filler 100 % semen (6,97 %) maupun campuran dengan filler 100% kapur (7,10 %). Hal ini memberikan indikasi bahwa filler abu sawit lebih tinggi penyerapannya.

2. Pada kadar aspal optimum, stabilitas akan menurun jika komposisi abu sawit sebagai filler ditingkatkan dan kelelehan memberikan nilai yang berkisar antara 3,5 mm sampai 4,5 mm. Berat isi dan kepadatan agregat padat (CAD) cenderung turun. Nilai rongga dalam agregat (VMA) mengalami peningkatan seiring peningkatan proporsi abu sawit.

9

Page 10: Abu Sawit Sbg Filler Dlm HRS

Simposium ke-4 FSTPT, Udayana Bali, 8 November 2001

3. Ketahanan (durabilitas) campuran dengan filler 100% abu sawit terhadap air lebih rendah dari pada campuran dengan menggunakan semen maupun kapur sebagai filler, hal ini dapat dilihat dari nilai stabilitas sisa/Index of Retained Strength (IRS) campuran dengan filler abu sawit (81,936 %) lebih rendah dari campuran dengan filler semen (96,004 %) maupun dari campuran dengan filler kapur (98,696 %).

4. Pengujian Wheel tracking, nilai stabilitas dinamis pada suhu pengujian 450 C, campuran dengan filler abu sawit memberikan nilai tertinggi (12992,13 lintasan/mm). Pada filler gabungan, proporsi abu sawit 50 % dari total filler yang digunakan belum meningkatkan nilai stabilitas dinamis campuran, setelah proporsi abu sawit menjadi 75 % dari berat filler, nilai stabilitas dinamis campuran mengalami peningkatan dan memberikan nilai yang sama (8661,42 lintasan/mm) baik abu sawit digabung dengan semen maupun dengan kapur.

5. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan dalam skala laboratorium, campuran HRA dengan filler abu sawit umumnya memenuhi standar Bina Marga dan British Standard. Dan bisa dipertimbangkan untuk di uji dalam skala penuh di lapangan.

UCAPAN TERIMA KASIHUngkapan rasa terima kasih ini ditujukan kepada seluruh staf Puslitbang Jalan, Bandung yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian ini dan EEDP yang telah memberikan beasiswa kepada penulis.

DAFTAR PUSTAKA

AASHTO, (1990), Standard Specifications for Transportation Material and Methods of Sampling and Testing, Part I and part II Specifications, 15th Edition, AASHTO Publication, Washington.

BINA MARGA, (1987), Petunjuk Pelaksanaan Lapis Aspal Beton (LASTON) untuk Jalan Raya, SKBI – 2.4.26. 1987, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.

BRITISH STANDARD INSTITUTION, BS 594, (1985), Specifications for Constituent Material and Asphalt Mixture, Hot Rolled Asphalt for Roads and Other Paved Areas, London.

BRITISH STANDARD INSTITUTION, BS 812, (1975), Method for Sampling and Testing of Mineral Aggregates, Sands and Fillers, London.

EDDY HARYONO, (1999), Serat Sawit Sebagai Bahan Tambahan pada Campuran Beraspal Bergradasi Senjang, Tesis Megister STJR-ITB, Bandung.

HATHERLAY,L.W. and LEAVER, P.C., (1967), Asphaltic Road Materials, Edward Arnold (Publisher) LTD, London.

LAKSMI IRIANTI, (1999), Pengaruh Abu Ketel Sebagai Bahan Tambahan Dalam Desain Beton Mutu Tinggi, Jurnal Penelitian Rekayasa Sipil dan Perencanaan, Universitas Lampung, Bandar Lampung.

SHELL BITUMEN, (1990), Shell Bitument Hand Book, Shell Bitumen UK.

SISWOSOEBROTHO, B.I., (1994), Peran Filler pada Sifat-sifat Teknik Campuran Hot Rolled Asphalt, Makalah yang disampaikan pada Konfrensi Tahunan Teknik Jalan ke-5, pada tanggal 9 – 11 Mei 1994 di Bandung.

10