Abu Sa’id Neno Triyono · muslimin adalah mencium tangan para guru atau mereka yang dianggap...
Transcript of Abu Sa’id Neno Triyono · muslimin adalah mencium tangan para guru atau mereka yang dianggap...
Abu Sa’id Neno Triyono
Bahts seri-01
PEMBAHASAN HADITS-HADITS NABI
2
TENTANG KEBOLEHAN MENCIUM TANGAN
3
E
PEMBAHASAN HADITS-HADITS NABI
4
Judul:
PEMBAHASAN
HADITS-HADITS NABI
TENTANG KEBOLEHAN MENCIUM TANGAN
Penulis :
Abu Sa’id Neno Triyono
TENTANG KEBOLEHAN MENCIUM TANGAN
5
e
Mukadimah
Salah satu kebiasaan yang membudaya dikalangan kaum
muslimin adalah mencium tangan para guru atau mereka yang
dianggap sebagai tokoh agama. Oleh sebab itu, kami ingin
menghadirkan pembahasan yang tidak terlalu panjang terkait hadits-
hadits yang marfu’ (terangkat) sampai kepada Nabi kita Muhammad
Sholallahu 'alaihi wa Salaam, apakah mencium tangan ini
diperbolehkan atau bahkan sebaliknya
Kami menyebutkan hadits-hadits yang marfu’ tersebut dari dua
kitab ulama hadits mutaqodimin yakni Imam Ibnu Abi Syaibah
Rahimahullah (w. 235 H) dalam kitabnya yang berjudul “al-Adab”
dan Imam Muhammad bin Ibrahim al-Muqri` (w. 381 H) rahimahullah
yang telah menulis satu juz khusus seputar mencium tangan yang
berjudul "ar-Rukhshoh fii Taqbiil al-Yad". Kami sebutkan sanad-
sanad yang dibawakan oleh kedua Aimah tersebut, lalu dinilai
derajat haditsnya berdasarkan kondisi para perawi yang
dicantumkan dalam sanadnya untuk mengetahui apakah hadits
PEMBAHASAN HADITS-HADITS NABI
6
tersebut layak dijadikan hujjah atau tidak berdasarkan kaedah-
kaedah dalam ilmu hadits
Kemudian setelah menyebutkan hadits-hadits marfu’ tersebut,
kami lengkapi juga dengan pendapat para ulama fiqih yang pandai
dalam hadits juga atau Muhaditsul Fuqoha, seputar hukum mencium
tangan orang-orang shalih, lalu kami tutup dengan kesimpulan dari
pembahasan hukum mencium tangan
Tentunya karya tulis ini masih banyak terdapat kekurangan,
oleh karenanya kami mengharapkan masukan dari pembaca
semuanya agar kami dapat melakukan perbaikan atau koreksi
seputar permasalahan ini, tentunya dengan batasan-batasan ilmiah
sebagaimana yang telah digariskan oleh para ulama kita
Rajab 1440 H
Yang senantiasa memohon ampunan Allah Al-Ghafuur
Abu Sa’id Neno Triyono
TENTANG KEBOLEHAN MENCIUM TANGAN
7
Daftar Isi
Mukadimah ............................................................................. 5
Daftar Isi ................................................................................. 7
Pembahasan Hadits ............................................................... 9
Bagian Pertama...................................................................... 9
Status hadits : ................................................................... 10
Bagian Kedua ....................................................................... 10
Status hadits : ................................................................... 10
Bagian ketiga ....................................................................... 12
Status hadits : ................................................................... 12
Bagian Keempat ................................................................... 13
Status Hadits : .................................................................. 13
Status Hadits : .................................................................. 14
Bagian Kelima ...................................................................... 15
Status Hadits : .................................................................. 16
Bagian Keenam .................................................................... 17
Status Hadits : .................................................................. 17
Bagian Ketujuh ..................................................................... 18
Status Hadits : .................................................................. 18
Bagian Kedelapan .............................................................. 19
Status hadits : ................................................................... 19
Bagian Kesembilan .............................................................. 20
Status Hadits : .................................................................. 20
PEMBAHASAN HADITS-HADITS NABI
8
Bagian Kesepuluh ................................................................ 21
Status Hadits : .................................................................. 21
Bagian Kesebelas ................................................................ 22
Status Hadits : .................................................................. 22
Bagian Keduabelas .............................................................. 23
Status Hadits : .................................................................. 23
Pembahasan Fiqih Hadits .................................................... 24
Kesimpulan : ........................................................................ 29
TENTANG KEBOLEHAN MENCIUM TANGAN
9
Pembahasan Hadits
Bagian Pertama
Imam ibnu Abi Syaibah rahimahullah meriwayatkan dalam
kitabnya "al-Adab" (no. 1) :
» .
"Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Fudhoil,
telah menceritakan kepada kami Yaziid bin Abi Ziyaad, dari Abdir
Rahman bin Abi Lailaa, dari Ibnu Umar radhiyallahu anhu, beliau
berkata : "kami pernah mencium tangan Rasulullah shalallahu alaihi
wa sallam".
Lanjutnya (no. 2) :
"telah menceritakan kepada kami Abdur Rahiim bin Sulaiman
dari Yaziid, dari Abdir Rahman bin Abi Lailaa, dari Ibnu Umar, dari
Nabi shalallahu alaihi wa sallam semisalnya".
PEMBAHASAN HADITS-HADITS NABI
10
Status hadits :
Para perawinya, perawi Shahih Bukhori, kecuali Yazid bin Abi
Ziyaad al-Haasyimiy, Imam Bukhori hanya meriwayatkannya secara
mu'alaq, ia adalah perawi yang dhoif haditsnya.
Hadits ini didhoifkan oleh asy-Syaikh al-albani dan asy-Syaikh
Syu'aib Arnauth dan selainnya rahimahumullah.
Bagian Kedua
Imam ibnu Abi Syaibah rahimahullah dalam "al-Adab" (no. 3)
meriwayatkan :
»
"telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Idris, Ghundar,
dan Abu Usaamah, dari Syu'bah, dari 'Amr bin Murrah, dari Abdillah
bin Salamah, dari Shafwaan bin 'Assaal radhiyallahu 'anhu : "bahwa
ada sekelompok orang Yahudi yang mencium tangan dan kedua
kaki Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam".
Status hadits :
Semua perawi-nya, perawi tsiqoh, kecuali Abdullah bin
Salamah al-Muraadiy, sebagian ulama menilainya tsiqoh, sebagian
memberinya penilaian pertengahan dan sebagian lagi
mendhoifkannya. Biasanya para pengkaji hadits kontemporer
TENTANG KEBOLEHAN MENCIUM TANGAN
11
merujuk kepada kitab "al-Kasyaf" tulisan Imam adz-Dzahabi dan
"Taqriib at-Tahdziib" karya Al Hafidz Ibnu Hajar, ketika terjadi
perselisihan penilaian status perawi. Lalu kita dapatkan :
Al-Kasyaaf : suwailih
At-Taqriib : Shaduq berubah hapalannya.
Asy-Syaikh Muhammad Naashiruddin al-Albani menilai dhoif
hadits ini dalam ta'liqnya terhadap Sunan Ibnu Majah (no. 3705).
Asy-Syaikh Syu'aib Arnauth dkk, tidak memberikan sikap dalam
memutuskan shahih tidaknya hadits ini dalam tahqiqnya terhadap
Sunan Ibnu Majah, sekalipun kelihatannya mereka condong kepada
menerima hadits ini.
Namun kalau kita mengikuti pendapat sebagian ulama yang
mengatakan jika terjadi perbedaan penilaian dari Al Hafidz dalam
"at-Taqriib" dengan Imam adz-Dzahabi dalam "al-Kasyaaf", maka
diunggulkan al-Kasyaaf. Oleh sebab itu Abdullah bin Salamah
perawi diatas, haditsnya layyin (lunak) artinya dhoif, namun masih
bisa naik derajatnya jika ada yang menguatkannya dan dalam kajian
ini, belum ada hadits yang menguatkannya dengan lafazh seperti
diatas.
Kemudian saya melihat penelitian DR. Basyaar 'Awaad Ma'ruf
dan Asy-Syaikh Syu'aib Arnauth yang berkolaborasi dalam meneliti
"Taqriib at-Tahdziib" yang dicetak bersamanya dengan judul "Tahriir
Taqriib at-Tahdziib" (hal. 399), mereka berdua memberikan koreksi
dengan menilai Abdullah bin Salamah al-Muradiy sebagai perawi
dhoif yu'tabaru bih (yang bisa dijadikan penguat). Sehingga
kesimpulan hadits diatas adalah dhoif munjabir atau dhoif yang
ringan.
PEMBAHASAN HADITS-HADITS NABI
12
Bagian ketiga
Imam Muhammad bin Ibrahim al-Muqri` (w. 381 H)
rahimahullah menulis satu juz khusus seputar mencium tangan yang
berjudul "ar-Rukhshoh fii Taqbiil al-Yad". Mari kita lihat hadits-hadits
yang marfu' terlebih dahulu yang beliau bawakan dengan sanadnya
dalam kitabnya tersebut. Al-Imam berkata (no. 1) :
"
"telah menceritakan kepada kami Abu Muhammad 'Abdaan
bin Ahmad ia berkata, telah menceritakan kepada kami Masruuq bin
Marzubaan, telah menceritakan kepada kami Abdus Salam bin
Harb, dari Ishaq bin Abdillah bin Abi Farwah, dari Abdir Rahman bin
Ka'ab bin Malik dari Bapaknya ia berkata : "tatkala turun ayat
tentang taubatku, maka aku mendatangi Nabi shalallahu 'alaihi wa
sallam, lalu kucium tangan dan kedua lututnya".
Status hadits :
Semua perowinya tsiqoh, kecuali Masruuq, beliau hanya
perawi yang berderajat shoduq, hasan haditsnya dan Ishaq bin
Abdillah bin Abi Farwah, Al Hafidz dan Imam adz-Dzahabi kompak
me-matruk-kannya, sehingga hadits ini sangat lemah, tidak layak
dijadikan hujjah.
TENTANG KEBOLEHAN MENCIUM TANGAN
13
Bagian Keempat
Imam Muhammad bin Ibrahim al-Muqri` (w. 381 H)
rahimahullah berkata (no. 2) :
"
"telah menceritakan kepada kami Muhammad bin al-Husain
bin Syahrayaar al-Baghdadiy ia berkata, telah menceritakan kepada
kami Muhammad bin Yaziid bin Rifaa'ah Abu Hisyaam ar-Rifaa'iy ia
berkata, telah menceritakan kepada kami Sa'id bin 'Aamir ia berkata,
telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Ziyaad bin 'Ilaaqah,
dari Usaamah bin Syariik radhiyallahu anhu beliau berkata : "kami
berdiri menuju Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam, lalu kami mencium
tangan Beliau".
Status Hadits :
Semua perawinya tsiqoh, kecuali Muhammad bin al-Husain,
hasanul hadits dan Muhammad bin Yazid ar-Rifa'iy terjadi
perbedaan para ulama dalam menilainya. Al Hafidz Ibnu Hajar
menilainya tidak kuat. Akan tetapi, anehnya dalam kitabnya "Fathul
Bariy" (XI/57) Al Hafidz menilai hadits ini sanadnya kuat.
Namun bisa jadi Al Hafidz menemukan adanya penguat atau
memandang Muhammad bin Yazid ini ada sebagian ulama yang
menilainya positif. Asy-Syaikh Nabiil dalam kitabnya "Aniis As-
PEMBAHASAN HADITS-HADITS NABI
14
Saariy" (V/3838) menemukan penguat untuk sanad diatas dalam
kitabnya Imam Ibnul A'rabiy yang berjudul "al-Qabbal" dengan
sanad sebagai berikut :
»
"dan telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id al-Haaritsiy
secara imlaa` ia berkata, telah menceritakan kepada kami Sa'id bin
'Aamir ia berkata, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari
Ziyaad bin 'Ilaaqah dari Usamaah bin Syariik beliau berkata : "aku
mendatangi Rasulullah shalallahu Ta'aalaa alaihi wa sallam dan
disisinya para sahabat Beliau khusyu' seolah-olah kepalanya ada
burung, lalu datang sekelompok arab Badui bertanya kepada
Rasulullah, lalu Rasulullah pun berdiri dan manusia pun ikut berdiri,
mereka menciumi tangan Beliau, aku mengambilnya dan
meletakkannya di wajahku, maka kurasakan ia lebih harum dari
minyak Misk dan lebih dingin dari salju".
Status Hadits :
Dalam hal ini Muhammad ar-Rifa'iy mendapatkan mutaba'ah
dari Abu Sa'id al-Haritsiy yang nama aslinya Ahmad bin Abdil
TENTANG KEBOLEHAN MENCIUM TANGAN
15
Hamiid, perawi yang shaduq, oleh karenanya asy-Syaikh Nabiil
menilai sanad hadits Ibnul A'rabiy adalah hasan.
Jadi kesimpulannya hadits Usaamah bin Syariik radhiyallahu
anhu adalah hasan.
Bagian Kelima
Imam Muhammad bin Ibrahim al-Muqri` (w. 381 H)
rahimahullah berkata (no. 6) :
..."
"telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Abdillah az-
Zainabiy al-'Askaraiy dan Abu Ya'laa al-Maushiliy, keduanya
berkata, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Shodroon
ia berkata, telah menceritakan kepada kami Thaalib bin Hujair al-
'Abdiy ia berkata, telah menceritakan kepada kami Huud al-'Ashriy
al-'Abdiy dari kakeknya Beliau berkata : Tatkala Rasulullah
shalallahu alaihi wa sallam sedang berbincang-bincang dengan para
sahabatnya...sampai ia mendatangi Nabi shalallahu alaihi sallam,
lalu mengambil tangan Beliau dan menciumnya...".
PEMBAHASAN HADITS-HADITS NABI
16
Status Hadits :
Kakeknya Huud diatas adalah shohabi Jaliil al-Mundzir Asyja'
Abdul Qois Radhiyallahu anhu.
Asy-Syaikh Nabiil dalam kitabnya "Aniis as-Saariy" (III/1878)
menukil penilaian Imam al-Haitsamiy terhadap hadits diatas :
"Diriwayatkan oleh ath-Thabaraniy dan Abu Ya'laa, para
perawinya tsiqoh, namun sebagian perawinya ada perselisihan" (al-
Majma' (IX/388).
Kemudian asy-Syaikh mengeluarkan hasil kajian beliau
terhadap sanad diatas, kata beliau :
"kukatakan, Huud al-'Ishriy disebutkan oleh Ibnu Hibban dalam
"ats-Tsiqaat" (dan telah maklum kaedah beliau), Ibnul Qathaan al-
Faasiy menilainya, "Majhuul". Adz-Dzahabi mengatakan dalam "al-
Mizaan" : "hampir tidak dikenali, Thalib bin Hujair menyendiri dalam
meriwayatkan darinya, Ibnu Hajar dalam "at-Taqriib" menilainya
"maqbul", yaitu ketika mendapatkan penguat, jika tidak maka lunak
haditsnya.
Adapun Thaalib bin Hujair, ditsiqohkan Ibnu Hibban dan Ibnu
Abdil Barr. Adz-Dzahabi dalam al-Mizaan menilainya “shoolihul
amr”, in Sya Allah, sedangkan Al Hafidz dalam "at-Taqriib"
menilainya, Shoduuq. Adapun ibnul Qathaaan menilainya, "Majhuul
Haal" -selesai-.
Kesimpulannya, hadits ini lunak alias ringan kedhoifannya.
TENTANG KEBOLEHAN MENCIUM TANGAN
17
Bagian Keenam
Imam Muhammad bin Ibrahim al-Muqri` (w. 381 H)
rahimahullah berkata (no. 8 ):
"telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Muhammad
bin Badr al-Baahiliy di Mesir ia berkata, telah menceritakan kepada
kami Muhammad bin al-Waziir ad-Dimasyqiy ia berkata, telah
menceritakan kepada kami Marwaan bin Muhammad ia berkata,
telah menceritakan kepada kami Abu Abdil Malik al-Qaariy ia
berkata, aku mendengar Yahya bin al-Haarits ia berkata, Waatsilah
bin al-Asqa' radhiyallahu anhu berkata kepada kami : "engkau
pernah melihat dua telapak tangan ini, aku pernah berbaiat kepada
Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam dengan kedua telapak tangan
ini, lalu aku berkata kepada Beliau, ulurkanlah tangan Engkau
kepadaku, maka Beliau pun mengulurkan tangannya kepadaku, lalu
aku pegang dan aku menciumnya".
Status Hadits :
Para perawinya tsiqoh, kecuali Abu Abdil Malik al-Qaariy, ia
perawi yang majhul haal, sehingga sanad ini lemah, jika tidak ada
penguatnya dan kami belum menemukan penguatnya.
PEMBAHASAN HADITS-HADITS NABI
18
Bagian Ketujuh
Imam Muhammad bin Ibrahim al-Muqri` (w. 381 H)
rahimahullah berkata (no. 9):
"
"telah menceritakan kepada kami al-Husain bin Ismail al-
Qadhiy ia berkata, telah menceritakan kepada kami Ali bin Ahmad
al-Jawaaribiy ia berkata, telah menceritakan kepada kami Yahya bin
Raasyid Abu Bakar Mustamliy Abi 'Aashim ia berkata, telah
menceritakan kepada kami Thaalib bin Hujair al-'Abdiy ia berkata,
telah menceritakan kepadaku Huud bin Abdillah bin Sa'ad ia
mendengar Maziidah al-'Abdiy ia berkata : "kami diutus menemui
Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, lalu katanya, maka saya pun
menemui Beliau, lalu aku cium tangan Beliau".
Status Hadits :
Thaalib dan Huud telah berlalu penyebutan tentang
perbincangan para ulama terhadap mereka berdua, yang
menyebabkan hadits ini lemah dengan kelemahan yang ringan.
TENTANG KEBOLEHAN MENCIUM TANGAN
19
Bagian Kedelapan
Imam Muhammad bin Ibrahim al-Muqri` (w. 381 H)
rahimahullah berkata (no. 11):
"
"telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Ja'far al-Qashiir
ia berkata, telah menceritakan kepada kami Ahmad bin al-Husain
Sajjaadah ia berkata, telah menceritakan kepada kami Shaalih bin
Mubaarak ia berkata, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah bin
Sa'id Qaa`id al-A'masy, dari al-A'masy, dari Abi Sufyan, dari Jaabir
radhiyallahu anhu : "bahwa Umar radhiyallahu anhu berdiri menuju
Nabi shalallahu alaihi wa sallam, lalu mencium tangannya".
Status hadits :
Abdullah bin Ja'far dan Shaalih bin Mubaarak, keduanya
perawi majhul. Kemudian Ubaidillah bin Sa'id, Imam Abu Dawud
mengomentarinya, bahwa ia memiliki hadits-hadits palsu. Oleh
karenanya hadits ini dhoif.
PEMBAHASAN HADITS-HADITS NABI
20
Bagian Kesembilan
Imam Muhammad bin Ibrahim al-Muqri` (w. 381 H)
rahimahullah berkata (no. 12):
"
"telah menceritakan kepada kami Ahmad bin al-Hasan bin
Abdil Jabbaar ash-Shuufiy di Baghdad ia berkata, telah
menceritakan kepada kami Abu Nashr at-Tammaar ia berkata, telah
menceritakan kepada kami 'Athaaf bin Khoolid al-Makhzuumiy, dari
Abdir Rahman bin Raziin, dari Salamah bin al-Akwa' radhiyallahu
anhu beliau berkata : "aku berbaiat dengan kedua tanganku ini
kepada Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, lalu kami mencium
tangannya dan Beliau tidak mengingkarinya".
Status Hadits :
'Athaaf dan Abdur Rahman bin Raziin, dinilai sebagai perawi
shoduq oleh Al Hafidz Ibnu Hajar, sedangkan sisa perawinya adalah
perawi tsiqoh, sehingga sanad hadits ini hasan.
TENTANG KEBOLEHAN MENCIUM TANGAN
21
Bagian Kesepuluh
Imam Muhammad bin Ibrahim al-Muqri` (w. 381 H)
rahimahullah berkata (no. 19):
"Telah menceritakan Yunus bin Hubaib, telah menceritakan
kepada kami Abu Dawud, telah menceritakan kepada kami Mathar
al-A'naq ia berkata, telah menceritakan kepadaku Ummu Abaan
bintu al-Waazi' bin az-Zaari', bahwa kakeknya az-Zaari' pergi
sebagai utusan kepada Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam,
"tidaklah kami menguasai diri kami untuk tidak melompat dari
tunggangan kami, lalu kami segera mencium kedua tangan dan kaki
Beliau".
Status Hadits :
Sebagian ulama seperti Imam Ibnu Abdil Barr dan imam al-
Haitsamiy menilai hasan haditsnya Ummu Abaan dari kakeknya.
Namun Ummu Abaan sendiri adalah perawi wanita yang majhul
sebagaimana dikatakan oleh Imam adz-Dzahabi, sehingga hadits ini
lemah, walaupun tidak berat kelemahannya.
PEMBAHASAN HADITS-HADITS NABI
22
Bagian Kesebelas
Imam Muhammad bin Ibrahim al-Muqri` (w. 381 H)
rahimahullah berkata (no. 23):
"
"telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Muhammad bin
Hayyaan, telah menceritakan kepada kami Abu Khubaib al-'Abbaas
bin Ahnad bin Muhammas al-Qadhiy al-Birtiy, telah menceritakan
kepada kami Ahmad bin Muhammad bin Abdillah bin al-Qaasim bin
Naafi' bin Abi Bazzah ia berkata, telah menceritakan kepadaku Abi
Muhammad dari Bapaknya dari Kakeknya dari Abi Bazzah
radhiyallahu anhu beliau berkata : "aku masuk bersama maulaku
Abdullah bin as-Saa`ib menemui Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam, lalu aku pun berdiri menemui Beliau, kemudian kucium
kepala, tangan dan kaki Beliau".
Status Hadits :
Ahmad bin Muhammad, perawi yang dhoif yang meriwayatkan
hadits-hadits mungkar. Lalu bapaknya dan bapaknya bapak,
keduanya majhul. Oleh karenanya hadits ini dhoif.
TENTANG KEBOLEHAN MENCIUM TANGAN
23
Bagian Keduabelas
Imam Muhammad bin Ibrahim al-Muqri` (w. 381 H)
rahimahullah berkata (no. 24):
"telah menceritakan kepada kami ibnu Hayyaan, telah
menceritakan kepada kami Ibrahim bin Muhammad bin al-Hasan,
telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Muawiyyah bin
Shoolih, dari Abdir Rahman bin Malik bin Mighwal, dari Laits, dari
Mujaahid, dari Ibni Abbaas radhiyallahu anhu beliau berkata :
"Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berbuat hal yang ma'ruf
kepadaku, maka aku pun mencium tangan Rasulullah lima kali".
Status Hadits :
Abdur Rahman, dinilai Imam Abu Dawud sebagai pemalsu
hadits, lalu Laits bin Abi Sulaim perawi dhoif juga. Berdasarkan hal
ini, hadits diatas sangat lemah sekali.
PEMBAHASAN HADITS-HADITS NABI
24
Pembahasan Fiqih Hadits
Imam ibnu Bathol rahimahullah dalam "Syarah Bukhori"
mengatakan :
...
"Para ulama berselisih pendapat terkait mencium tangan,
Imam Malik mengingkarinya dan beliau juga mengingkari riwayat
tentang hal ini, namun ulama yang lain membolehkannya....".
Kemudian Imam Ibnu Bathol, menyebutkan klarifikasi dari
salah seorang ulama mazhab Maliki terkait apa yang diingkari oleh
Imam Malik, kata beliau :
"Hanyalah yang dimakruhkan Imam Malik, jika hal tersebut
menyebabkan kesombongan dan pengagungan berlebihan. Adapun
jika dilakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah, atau
karena agamanya, ilmunya atau kemuliannya, maka hal tersebut
diperbolehkan" (Fathul Bari V/56-57).
Al-Hafidz Ibnu Hajar menukil pendapat Imam Nawawi yang
berkata :
TENTANG KEBOLEHAN MENCIUM TANGAN
25
"Mencium tangan seseorang karena kezuhudan, keshalihan
atau ilmunya atau kemuliannya atau penjagaan dirinya atau yang
semisalnya dari perkara-perkara agama tidak dimakruhkan bahkan
dianjurkan. Namun jika karena kekayaan atau hartanya atau
kedudukannya dimata ahli dunia, maka sangat dimakruhkan. Abu
Sa'id al-Mutawaliy malah tidak membolehkannya" (al-Fath, V/57).
Al-'Alamah al-Buhuuty dari kalangan Hanabilah berkata :
"Diperbolehkan mencium tangan dan kepala, karena agama,
memuliakan dan menghormatinya, bersamaan aman dari syahwat"
(Kasyaaf al-Qinaa', II/157).
Al-'Alamah ibnu Utsaimin rahimahullah pernah berfatwa :
"Mencium tangan untuk penghormatan kepada orang yang
layak dihormati, seperti bapak, orang yang sudah lanjut usia dan
guru tidaklah mengapa, kecuali jika ditakutkan adanya
PEMBAHASAN HADITS-HADITS NABI
26
kemudhorotan yaitu orang yang dicium tangannya merasa kagum
dengan dirinya, ia merasa di tempat yang tinggi, maka disini kami
melarangnya karena ada kerusakan ini" (Liqaa` al-Baab al-Maftuuh,
XXX/177).
Asy-Syaikh ibnu Jibriin rahimahullah berfatwa :
.
"Kami berpendapat bolehnya hal itu, jika untuk
menghormatinya dan segan kepada orang tua, ulama, pemilik
keutamaan dan kerabat yang sudah lanjut usia dan yang
semisalnya. Ibnul A'rabiy telah menulis risalah tentang hukum
mencium tangan dan yang semisalnya, maka silakan dirujuk
kesana.
Kapanpun boleh mencium tangan kerabat yang lebih tua dan
para pemilik keutamaan, maka ini ada pemulian bukan
merendahkan dan terlalu mengagungkan. Kami melihat sebagian
guru-guru kami mengingkari dan melarangnya, yang demikian
karena tawadhu', bukan karena diharamkan menurut yang nampak
dariku, wallahu a'lam".
(https://islamqa.info/ar/answers/207107/).
TENTANG KEBOLEHAN MENCIUM TANGAN
27
DR. Kholid bin Abdillah al-Muslih Hafizhahullah berkata :
.
"Mayoritas ulama salaf dan setelahnya dari kalangan fuqoha
Hanafiyyah, Syafi'iyyah dan Hanabilah berpendapat akan bolehnya
mencium tangan seorang alim, imam, orang tua, guru dan orang-
orang yang memiliki keutamaan, jika hal tersebut dilakukan untuk
berbuat baik dan menghormatinya".
Lalu asy-Syaikh Khoolid menyampaikan hadits yang zhahirnya
menunjukkan keengganan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
dicium tangannya :
"Hanyalah perbuatan mencium tangan ini dilakukan orang-
orang ajam kepada para rajanya, dan aku bukanlah seorang raja,
aku hanyalah seorang laki-laki dari kalangan kalian" (HR.
Thabarani).
Asy-Syaikh menilai hadits ini dhoif, karena ada kelemahan
dalam sanadnya.
PEMBAHASAN HADITS-HADITS NABI
28
Akan tetapi apa yang disampaikan oleh al-'Alamah al-Albani
Rahimahullah dalam "adh-Dhoifah" (no. 574) setelah menilai
palsunya hadits yang dibawakan oleh DR. Kholid tersebut, dapat
dijadikan pegangan dimana beliau rahimahullah berkata :
"Telah shahih dari Nabi shalallahu alaihi wa sallam bahwa
sebagian sahabat mencium tangan Beliau, dan tidak diingkari oleh
Beliau, maka ini menunjukkan kebolehan mencium tangan alim.
Para salaf telah melakukannya dan banyak atsar dari mereka yang
bisa dilihat di kitab "al-Qabbal wa al-Mu'aniqah" karya Abu Sa'id
ibnul A'rabiy, murid Imam Abu Dawud, juga di "al-Adab al-Mufrad"
karya Bukhori (hal. 142).
Namun bukanlah artinya untuk mencium tangan ulama
sebagai suatu kebiasaan, janganlah seorang berjumpa dengan
ulama, kecuali ia harus cium tangan, sebagaimana yang dilakukan
oleh sebagian mereka, karena ini menyelisihi petunjuk Nabi
shalallahu alaihi wa sallam secara pasti, karena tidak ada yang cium
tangan Nabi, kecuali segelintir sahabat yang belum mengetahui
petunjuk Nabi dalam hal ini dan apa saja yang Beliau sukai, yaitu
berjabat tangan. Oleh sebab itu tidak datang dari para sahabat
dekat Beliau dari kalangan sahabat yang sangat mengenal Beliau
seperti Abu Bakar dan 10 orang yang dijamin surga, mereka
semuanya mencium tangan Nabi yang mulia.
Maka hal ini menyelisihi sebagian masyaikh (yang
membiarkan dicium tangannya), sekalipun tidak dijadikan
kebiasaan, karena dapat mencederai sunnah qouliyyah dan
amaliyyah yang sangat dianjurkan oleh Nabi shallallahu alaihi wa
sallam, yakni berjabat tangan sudahlah cukup.." –selesai-.
TENTANG KEBOLEHAN MENCIUM TANGAN
29
Al-'Alamah Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz pun senada
dengan asy-Syaikh al-Albani pendapatnya, kata beliau
Rahimahullah :
"Adapun mencium tangan, maka sejumlah ulama berpendapat
makruh, terlebih lagi jika dijadikan kebiasaan, adapun jika dikerjakan
kadang-kadang pada sebagian pertemuan, maka tidak mengapa,
yakni mencium tangan orang sholih atau pemimpin sholih atau
orang tuanya, maka tidak mengapa, namun menjadikannya sebagai
kebiasaan maka dimakruhkan. Sebagian ulama mengharamkan jika
senantiasa dijadikan kebiasaan ketika bertemu, adapun
mengerjakan kadang-kadang, tidaklah mengapa..".
(https://binbaz.org.sa/fatwas/4878/).
Kesimpulan :
1. Terdapat dua buah hadits dari 12 hadits yang kami bawakan
diatas, yang berstatus hasan yaitu hadits Usaamah bin Syarik
dan Salamah bin al-Akwa’ Rodhiyallahu 'anhumaa, yang
menunjukkan kedua shahabi yang mulia ini pernah mencium
tangan Nabi Sholallahu 'alaihi wa Salaam dan Beliau pun
PEMBAHASAN HADITS-HADITS NABI
30
membiarkannya tidak mengingkarinya yang menunjukkan taqrir
Beliau atas perbuatan ini.
2. Mayoritas ulama membolehkan mencium tangan orang-orang
yang dianggap memiliki keutamaan dalam perkara agama ini.
3. Apabila ada indikasi menyebabkan sang alim atau orang yang
memiliki keutamaan tersebut, jika diciumi tangannya kemudian
menjadikannya tertipu kondisinya, ia merasa tinggi hati dan
menjadi takabur, maka untuk mencegah kemafsadan yang
besar, kebolehan mencium tangannya dalam hal ini harus
dihindari demi menyelamatkan agamanya.
4. Mencium tangan para alim janganlah dijadikan kebiasaan,
karena ulama salaf kita tidak menjadikan hal tersebut sebagai
kebiasaan tatkala mereka bertemu dengan orang alim diantara
mereka.
5. Yang sesuai petunjuk Nabi Sholallahu 'alaihi wa Salaam dan
disukai Nabi Sholallahu 'alaihi wa Salaam adalah ketika
berjumpa dengan berjabat tangan, bukan mencium tangannya,
sebagaimana para sahabat senior tatkala berjumpa Rasulullah
Sholallahu 'alaihi wa Salaam, mereka tidak mencium tangan
Beliau, seandainya ini sebagai sunnah yang utama, tentu
mereka yang paling terdepan didalam mengamalkannya.
Wallahu a’lam bish-Shawaab.