Abstrak skripsi
description
Transcript of Abstrak skripsi
RANCANGAN TEKNIS PENAMBANGAN BATUBARA BLOKSIAMBUL PT. RIAU BARA HARUM DESA KELESA,KABUPATEN INDRAGIRI HULU PROPINSI RIAU
SKRIPSI
Oleh :
DENNY TEBAYNIM. 112060100
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGANFAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”YOGYAKARTA
2011
RANCANGAN TEKNIS PENAMBANGAN BATUBARA BLOKSIAMBUL PT. RIAU BARA HARUM DESA KELESA,
KABUPATEN INDRAGIRI HULU PROPINSI RIAU
SKRIPSIKarya Tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik
dari Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
Oleh :DENNY TEBAYNIM. 112060100
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGANFAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”YOGYAKARTA
2011
1
RANCANGAN TEKNIS PENAMBANGAN BATUBARA BLOKSIAMBUL PT. RIAU BARA HARUM DESA KELESA,KABUPATEN INDRAGIRI HULU PROPINSI RIAU
SKRIPSI
DENNY TEBAY112060100
Disetujui untuk Jurusan Teknik Pertambangan
Fakultas Teknologi Mineral
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
Tanggal : ………………..…2011
Pembimbing I, Pembimbing II,
DR.Ir. Waterman Sulistyana B,MT Ir.H.Gunawan Nusanto,MT
4
Lihat, Aku telah melukiskan engkau ditelapak tangan Ku;tembok-tembokmu tetap diruang mata-Ku
(Yesaya 49 : 16)
Segala perkara dapat ku tanggung didalam Diayang memberi kekuatan kepada ku
(Filipi 4:13)
Skripsi ini dipersembahkan kepada :
Bapak Tersayang (Henky Tebay) dan Alma. Ibu Tercinta sertakakak ku Verry Tebay di Papua yang senantiasa memberikan
dukungan dan doa.
Ucapan Terimakasih
Seluruh keluarga besar GKII “Filipi Family” yang selalumendukung saya dalam doa
Untuk semua mereka yang telah membantu saya baik secaralangsung maupun tidak langsung tanpa terkecuali , Tuhan yangmempunyai segalanya akan mengembalikan lipatkali ganda dan
memberkati saudara.
...... VIVA TAMBANG.....
5
RINGKASAN
PT. Riau Bara Harum merupakan suatu perusahaan swasta nasional, bergerakdi bidang pertambangan batubara yang terletak di daerah Kelesa Kabupaten IndragiriHulu Propinsi Riau. Wilyah PKP2B PT. Riau Bara Harum seluas 24.450 Ha, yangmemiliki kuasa pertambangan di koordinat 0°45’ 00 – 0°33’ 45.00” LS dan 102°11’15.00” – 102° 41’ 5.00” BT.
Endapan batubara yang akan ditambang secara umum tersingkap dipermukaan tanah dengan kemiringan berkisar antara 5-10°, dan ketebalan rata-ratalebih dari 0,5m. Rencana penambangan pada daerah ini dilakukan dengan metodetambang terbuka.Rancangan penambangan yang berbasis komputasi denganmenggunakan Software GlobalMapper, Autocad, dan Mine Scape, untuk rancanganyang baik dan terarah.
Berdasarkan model rancangan batubara, diketahui sumberdaya batubara didaerah penelitian pada Blok Siambul adalah sebesar 2.644.715 ton. Geometripenambangan yang diperoleh dari rekomendasi geoteknik adalah jenjang individu10m , lebar berm 10m dan kemiringan jenjang 60°. Lebar jalan angkut tambangadalah 20m, lebar permukaan jalan 18m, lebar selokan 1m, gradien maksimum 8 %(AASHTO 1994), superelevasi 4 % (AASHTO 1994), radius putar (turning radius )8,52m.
Berdasarkan rancangan teknis penambangan pertahun pada Blok Siambulakan dilakukan selama 9 tahun, dengan produksi penambangan tahun pertamasampai tahun kedelapan sebesar 300.000 ton, dan pada penambangan tahunkesembilan hanya menambang 150.000 ton. Penambangan tahun pertama sampaitahun kelima dilakukan penggalian dari ketinggian 80-40 mdpl dan padapenambangan tahun keenam sampai kesembilan dilakukan penggalian dariketinggian 40-20 mdpl.
Alat gali yang akan digunakan untuk mengupas material penutup adalahBackhoe (excavator) Komatsu PC600C-7, sedangkan penggalian batubara batubaramenggunakan Backhoe (excavator) Komatsu PC160LC-7. Alat angkut yang akandigunakan untuk mengangkut material overburden adalah dump truck Komatsu HD-255 kapasitas 25 ton, dan pengangkutan batubara menggunakan dump truk HinoRanger FG 235 JJ kapasitas 15,1 ton. Sistem penyaliran dibuat disekeliling tambang.
6
KATA PENGANTAR
Pujian hormat dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan karunia berkat-Nya serta pimpinan kepada penulis sehingga penulisan
skripsi dengan judul Rancangan Teknis Penambangan Batubara Blok Siambul PT.
Riau Bara Harum di Derah Kelesa Kabupaten Indragiri Hulu Propinsi Riau, dapat
selesai dengan baik. Laporan Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Teknik dari Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Yogyakarta.
Skripsi ini disusun berdasarka hasil penelitian yang dilakukan selama satu
bulan yaitu mulai dari tanggal 1 Mei sampai dengan 30 Mei 2009 di daerah Kelesa
Kabupaten Indragiri Hulu Propinsi Riau.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. H. Didit Welly Udjianto, MS, Rektor Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Yogyakarta.
2. Dr. Ir. S. Koesnaryo, M.Sc, Dekan Fakultas Teknologi Mineral Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta.
3. Ir. Anton Sudiyanto, M.T, Ketua Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas
Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta.
4. Dr.Ir. Waterman Sulistyana B, MT, Dosen Pembimbing I Skripsi.
5. Ir.H.Gunawan Nusanto,MT, Dosen Pembimbing II Skripsi.
6. Rekan-rekan mahasiswa teknik pertambangan.
Penulis menyadari banyak kekurangan yang terjadi, dan semoga Laporan
Skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada
umumnya.
Yogyakarta, Oktober 2011
Penyusun,
Denny Tebay
7
DAFTAR ISI
HalamanKATA PENGANTAR ................................................................................. vi
DAFTAR ISI ............................................................................................... vii
DAFTAR TABEL .......... .............................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR.......... .......................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah .............................................................. 1
1.3 Batasan Masalah ................................................................... 1
1.4 Tujuan Penelitian .................................................................. 2
1.5 Metode Penelitian ................................................................. 2
1.6 Hasil yang Diharapkan .......................................................... 2
1.7 Manfaat Penelitian ................................................................ 3
BAB II TINJAUAN UMUM
2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah ............................................ 4
2.2 Keadaan Iklim ...................................................................... 5
2.3 Keadaan Geologi Sumatera .................................................... 5
2.4 Kondisi Daerah Kelesa .......................................................... 7
2.5 Kondisi Geologi Daerah Kelesa ............................................. 9
2.6 Genesa .................................................................................. 12
8
2.7 Metode Penambangan ........................................................... 16
BAB III DASAR TEORI
3.1 Perancangan Tambang ........................................................... 17
3.2 Klasifikasi Sumberdaya dan Cadangan ................................... 20
3.3 Konsep Pemodelan Sumberdaya ............................................ 23
3.4 Penaksiran Cadangan ............................................................. 24
3.5 Penjadwalan Produksi ............................................................ 25
3.6 Sistem Penambangan ............................................................. 26
3.7 Parameter-Parameter Rancangan ............................................ 29
3.8 Desain Tambang Terbuka ...................................................... 32
3.9 Jalan Angkut .......................................................................... 42
3.10 Perancangan Timbunan .......................................................... 50
3.11 Rancangan Sistem Penyaliran Tambang ................................. 55
BAB IV RANCANGAN TEKNIS PENAMBANGAN
4.1 Sumberdaya Batubara ............................................................ 58
4.2 Tahapan Perancangan Penambangan ..................................... 59
4.3 Perancangan Lubang Bukaan Tambang ................................. 75
4.4 Perancangan Pit Penambangan .............................................. 79
4.5 Rencana Produksi ................................................................. 79
4.6 Pemilihan Alat ...................................................................... 79
4.7 Sistem Penyaliran Tambang .................................................. 80
4.8 Jadwal Rencana Produksi ...................................................... 81
4.9 Perancangan Waste Dump & Stock Pile ................................ 82
9
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Sistem dan Tatacara Penambangan ....................................... 84
5.2 Metode Penambangan ............................................................ 88
5.3 Rencana dan Jadwal Produksi ............................................... 95
5.4 Tataletak Fasilitas Tambang .................................................. 95
5.5 Peralatan ............................................................................... 96
5.6 Sistem Penyaliran Tambang .................................................. 98
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ........................................................................... 100
6.2 Saran .................................................................................... 101
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 102
LAMPIRAN .....................; .......................................................................... 103
10
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.1 Batas Koordinat Konsensi Pertambangan........................................... 59
4.2 Batas Koordinat Blok Siambul........................................................... 60
4.2 Data Pemboran Collar ....................................................................... 65
4.3 Data Pemboran Litologi ..................................................................... 66
4.4 Data Hasil Penaksiran Cadangan ....................................................... 74
4.5 Rencana Produksi Batubara dan Overburden ..................................... 81
4.6 Kapasitas Stock Pile .......................................................................... 83
5.1 Jumlah Sumberdaya Batubara Blok Siambul ..................................... 86
5.2 Rencana dan Jadwal Produksi Batubara dan Overburden ................... 92
5.3 Rencana Pengupasan dan Penimbuan Overburden ............................. 94
5.4 Jadwal Penimbunan Tanah Penutup ................................................... 94
5.5 Jenis Peralatan Utama Penambangan ................................................. 97
5.6 Daftar Peralatan Utama Penggalian Batubara dan Overburden........... 98
11
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Peta Lokasi dan Kesampaian Daerah Penelitian ................................. 4
2.2 Grafik Curah Hujan Rata-rata Per Tahun .......................................... 8
2.3 Grafik Curah Hujan Rata-rata Per Bulan ............................................ 8
2.4 Peta Geologi Blaok Siambul .............................................................. 12
2.5 Tumbuhan Primitif Pembentuk Batubara ........................................... 14
2.6 Proses Terjadinya Batubara ............................................................... 15
3.1 Klasifikasi Sumberdaya Batubara dan Cadangan SNI ........................ 22
3.2 Penambangan Contour Mining .......................................................... 27
3.3 Penambangan Open Pit ...................................................................... 28
3.4 Penambangan Strip Mining ................................................................ 29
3.5 Bagian-bagian Jenjang ....................................................................... 34
3.6 Jenjang Kerja dan Safety Bench ......................................................... 35
3.7 Overall Slope Angle ........................................................................... 36
3.8 Overall Slope Angle With Ramp......................................................... 36
3.9 Inter ramp slope angle ....................................................................... 37
12
3.10 Inter slope angle dengan satu working bench ..................................... 37
3.11 Overall slope angle dengan working bench dan ramp ........................ 38
3.12 Inter ramp slope angle dengan working bench dan ramp ................... 38
3.13 Overall slope angle dengan dua working bench ................................. 39
3.14 Lebar Jalan Angkut Lurus .................................................................. 44
3.15 Lebar Jalan Angkut pada Tikungan .................................................... 45
3.16 Radius Tikungan Jalan ....................................................................... 46
3.17 Superelevasi Tikungan Jalan Angkut ................................................. 47
3.18 Penampag Cross Slope ...................................................................... 48
3.19 Jenis Timbunan Valley Fill atau Crest Dump ..................................... 52
3.20 Jenis Timbunan Terraced Dump ........................................................ 53
3.21 Cara Penimbunan Down Hill Dozing ................................................. 54
3.22 Cara Penimbunan Highwall and float dozing ..................................... 54
3.23 Cara Penimbunan Trench atau sloat dozing ....................................... 55
3.24 Bentuk Penampang Saluran Terbuka ................................................. 56
4.1 Sayatan 3D Batubara Seam D, Seam E dan Seam F ............................ 58
4.2 Peta Blok Siambul ............................................................................. 62
4.3 Peta Kontur Topografi 2D Blok Siambul ........................................... 63
4.4 Peta Topografi 3D Blok Siambul ....................................................... 64
4.5 Peta Lokasi Lubang Bor .................................................................... 67
4.6 Kontur Struktur Lapisan Batubara .................................................... 79
13
4.7 Blok Batas Analisis SR ...................................................................... 71
4.8 Peta Blok Analisis SR........................................................................ 72
4.9 Pit Batas Analisis SR pada System Resgrapych .................................. 73
4.10 Dimensi Jenjang Pit Penambangan .................................................... 77
4.11 Dimensi Jenjang Waste Dump ........................................................... 78
4.12 Skema Saluran Penyaliran ................................................................. 81
4.13 Layout Rancangan Waste Dump ....................................................... 82
5.1 Geometri Lereng Penambangan ......................................................... 85
5.2 Grafik Produksi Batubara Per Tahun ................................................. 92
5.3 Grafik Proksi Akumulatif Batubara ................................................... 93
5.4 Grafik Rencana Produksi Overburden .............................................. 95
5.5 Tata letak Fasilitas Tambang ............................................................ 96
5.6 Skema Saluran Penyaliran ................................................................ 99
14
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
A. PETA KESAMPAIAN DAERAH ..................................................... 103
GEOLOGICAL MAP of KELESA ...................................................... 104
PETA GEOLOGI ............................................................................... 105
PETA KONTUR TOPOGRAFI ......................................................... 106
PETA BLOK SIAMBUL ................................................................... 107
B. DATA PEMBORAN ........................................................................ 108
C. PETA LOKASI TITIK BOR... .......................................................... 111
D. PETA SUBCROP LINE BATUBARA ............................................... 112
E. PETA KONTUR STRUKTUR BATUBARA .................................... 113
F. PETA SECTION LINE TITIK BOR ................................................... 118
G. SAYATAN TITIK BOR .................................................................... 119
H. PETA ISOPAC .................................................................................. 130
I. PENAKSIRAN CADANGAN ........................................................... 133
J. PETA BLOK BATAS RESGRAPHYCH ............................................ 137
NISBAH PENGUPASAN (STRIPPING RATIO) .............................. 141
K. PETA KEMAJUAN PENAMBANGAN ............................................ 143
L. PETA KEMAJUAN PENIMBUNAN OVERBURDEN ...................... 152
M. SAYATAN PENAMBANGAN ......................................................... 161
N. PERHITUNGAN GEOMETRI JALAN ANGKUT ............................ 170
O. PERHITUNGAN KEBUTUHAN ALAT ........................................... 173
P. SPESIFIKASI ALAT ......................................................................... 191
15
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
PT. Riau Bara Harum merupakan perusahaan tambang batubara yang
berlokasi di daerah Kelesa, Kecamatan Belilas, Kabupaten Indragiri Hulu Provinsi
Riau. Ketinggian daerah sekitar 20-325 meter diatas permukaan laut. PT. Riau Bara
Harum memiliki potensi sumberdaya batubara yang layak untuk ditambang, untuk itu
PT. Riau Bara Harum memerlukan perancangan teknis untuk penambangan batubara
di wilayah tersebut.
1.2. Identifikasi Masalah
Perancangan tambang dilakukan dengan membuat model cadangan dan
desain tambang yang akurat. Masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai
berikut :
a) Bagaimana membuat model cadangan yang tepat sesuai kondisi geologi daerah
penelitian dengan menggabungkan software Global Mapper, Auto-cad dan Mine
Scape.
b) Bagaimana membuat desain tambang yang baik dan benar sehingga
penambangan lebih terarah dan aman.
1.3. Batasan Masalah
Penambangan batubara PT. Riau Bara Harum dalam penelitian ini hanya pada
Blok Siambul. Rancangan sistem penambangan yang diterapkan adalah tambang
terbuka. Kegiatan yang dilakukan pada perancangan dimulai dari pemberaian,
pembongkaran, penambangan, dan pengangkutan, dilakukan pengkajian ekonomi
Break Eevent Stripping Ratio (BESR) untuk menentukan Stripping Ratio (SR).
Penambangan dilakukan setiap tahun dan tidak dilakukan pengkajian lingkungan.
16
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk memodelkan endapan batubara,
menghitung secara keseluruhan sumberdaya dan cadangan dari model endapan
batubara, serta menyusun suatu rancangan teknis penambangan optimal yang akan
diterapkan pada penambangan batubara PT. Riau Bara Harum berdasarkan model
cadangan. Rancangan ini dilakukan menggunakan software Global Mapper, Autocad
dan Mine Scape pada Blok siambul.
1.5. Metode Penelitian
Adapun metodologi penelitian yang dilakukan adalah :
a) Studi Literatur
Studi literatur dilakukan dengan mengambil data sekunder yaitu laporan
penelitian terdahulu.
b) Pengambilan Data
· Data Sekunder : data logbor, data peta topografi dan peta geologi regional
· Data Primer : Rancangan Teknis Penambangan
c) Perancangan Pemodelan
Pengolahan data akan dilakukan dengan cara manual dan menggunakan
pengabungan program Global Mapper, Autocad dan Mine Scape untuk
mendesain tambang.
d) Analisis Hasil Pengolahan data
Dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh kesimpulan pada pemodelan
cadangan batubara.
1.6. Hasil yang Diharapkan
Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah
a) Dapat memodelkan model endapan batubara yang terdapat di daerah penelitian
blok siambul baik dalam bentuk dua dimensi maupun tiga dimensi.
b) Dapat mengetahui sumberdaya dan cadangan secara keseluruhan dari model
endapan yang telah dimodelkan
c) Sebuah rancangan penambangan yang optimal sehingga dapat memenuhi target
produksi yang diharap.
17
d) Dapat berguna bagi PT. Riau Bara Harum untuk melaksanakan penambangan
yang optimal dan terarah.
1.7. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini akan di ketahui rancangan penambangan yang baik dan
benar serta berwawasan lingkungan, sehingga dapat memelihara aspek konservasi
terhadap sumberdaya batubara sekaligus dapat memberikan keuntungan yang
optimal terhadap perusahaan. Selain itu penelitian ini bertujuan untuk memajukan
pengetahuan pada bidang komputasi tambang.
18
BAB II
TINJAUAN UMUM
2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah
Secara administratif PKP2B PT. Riau Bara Harum berada di wilayah Desa
Kelesa, Kecamatan Seberida, Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau. Luas PKP2B
PT. Riau Bara Harum adalah 24.450 Ha. Secara geografis lokasi PKP2B PT. Riau
Bara Harum terletak pada 0°45’ 00 – 0°33’ 45.00” LS dan 102°11’ 15.00” – 102°
41’ 5.00” BT.
Jarak Pekanbaru hingga Desa Kelesa sekitar 400 Km, dan jarak Desa Kelesa
hingga lokasi penyelidikan kurang lebih sekitar 5 Km. Daerah penyelidikan dapat
dicapai dari kota Pekanbaru melalui transportasi darat sekitar 4 jam.
Gambar 2.1
Peta Kesampaian Daerah
19
2.2 Keadaan Iklim
Lokasi atau daerah penyelidikan PKP2B PT. Riau Bara Harum memiliki
curah hujan tropis ditandai adanya pergantian dua musim yaitu musim hujan
(September - Februari) dan musim kemarau (Maret - Agustus). Intensitas curah hujan
bervariasi dari rendah sampai tinggi dengan durasi waktu pendek (singkat) - sampai
panjang (lama).
Berdasarkan data meterologi, dapat secara umum diketahui temperatur rata-
rata tahunan berkisar antara 28-31°C dan fluktuasi temperatur dan 3-4°C dan
kelembaban udara rata-rata tahunan 80%, sedangkan kelembaban pagi sektar 90%
dan sore sekitar 70%.
Berdasarkan data curah hujan selama sepuluh tahun (1999-2008), curah hujan
tahunan di daerah penyelidikan berkisar antara 1989,80 - 2732,60 mm/th. Sedangkan
jumlah hari hujan berkisar antara 163-224 hari dengan rata – rata sebesar 188 hari.
2.3 Keadaan Geologi Pulau Sumatera
2.3.1 Keadaan Geologi Regional Sumatera
Pulau Sumatera berlokasi antara 3˚ LU sampai 6˚ LS dan 96˚ BT
sampai 106˚ BT, dengan panjang 1.700 km berarah Utara sampai Selatan dan
terletak sejajar dengan zona penunjaman antara lempeng benua Sunda dan lempeng
Lautan Hindia pada sisi Barat Pulau Sumatera. Bagian Barat Pulau Sumatera
merupakan suatu cekungan foredeep, dan yang sejajar dengan ini adalah rangkaian
Bukit Barisan. Ke arah Timur lagi dijumpai cekungan muka daratan (foreland)
Neogen. Pada zona tengah dari rangkaian Bukit Barisan terdapat cekungan antar
pegunungan, misalnya endapan Mampun Pandan dan Ombilin.
Susunan pengendapan daerah Muara Bungo dimulai dari Formasi Talang Akar
dengan umur Oligosen yang terendapkan secara tidak selaras di atas batuan dasar
granit Mezosoik (Simanjuntak,1984). Daerah perjanjian disusun oleh 5 satuan
sedimen tersier (menurun makin tua) :
· Alluvium (Qa), terdiri dari pasir, lanau, dan lempung, yang diendapkan oleh
sungai-sungai besar.
20
· Formasi Kasai (QTk), terdiri dari tufa, tufa pasiran dan batupasir tufaan
mengandung batuapung (pumice). Umur formasi ini diduga Plio-Pleistosen,
diendapakan pada lingkungan daratan. Ketebalan beragam dari 200 dan
sampai lebih 500 meter.
· Formasi Muara Enim (Tmpm), merupakan perselingan dari batulempung
dengan batulanau dan serpih, dengan interkalasi dari batulempung gampingan
padat dan lanau kuarsa. Formasi ini diendapkan pada lingkungan laut dangkal
berumur Miosen Tengah sampai Akhir. Ketebalan berkisar antara 500 meter
sampai 1.000 meter.
· Formasi Gumai (Tmg), terdiri dari batulempung dan serpih dengan interkalasi
batugamping, batulanau, batupasir, batulanau tufaan, dan nodul-nodul
gampingan. Lingkungan pengendapan adalah laut terbuka yang agak dalam
(neritik) pada saat genang laut. Formasi Gumai berumur miosen Awal sampai
Tengah. Ketebalan formasi ini dari beberapa meter sampai mendekati 850
meter.
· Formasi Talang Akar (Tomt), terdiri dari batupasir konglomeratan, batupasir
berbutir kasar sampai halus, batulanau, batulanau gampingan dan serpih.
Formasi ini diendapkan dalam lingkungan daratan sampai laut dangkal dan
berumur Miosen Akhir sampai Oligosen. Ketebalan formasi ini dari beberapa
meter sampai mendekati 1.000 meter.
2.3.2 Perkembangan Pulau Sumatera
Pulau Sumatera adalah sebagai satu hasil dari pergerakan tektonik, lempeng
daratan indian mulai bergerak pada Kapur Atas. Pada Tersier Awal, Sumatera masih
berhubungan dengan Semenanjung Malaya dan memanjang dalam arah Utara –
Selatan dan merupakan pergeseran horizontal, menghasilkan pengkerutan sebagian
dari cekungan. Pada Oligosen Akhir, Sumatera bergerak dan berputar sekitar 20˚ -
25˚ berlawanan arah jarum jam dan terjadi lagi pengangkatan, perlipatan dan
perputaran sekitar 20˚ berlawanan arah jarum jam. Arah struktur persesaran adalah
BU – ST, sejajar dengan sistem sesar Sumatera.
21
2.4 Kondisi Daerah Kelesa
2.4.1 Topografi
Pada daerah penelitian sumberdaya batubara siambul umunya mempunyai
ketinggan berkisar dari 20 sampai 320 meter dengan beda tinggi sampai 50 meter,
dan kearah utara dari daerah batubara ketinggian permukaannya mencapai 130 meter
dengan beda tinggi mencapai 50 meter sehingga daerah ini bisa dikategorikan
berbukit sedang.
2.4.2 Morfologi
Secara fisiografi daerah penelitian PT. Riau Bara Harum termasuk dalam
wilayah Pegunungan Tigapuluh yang merupakan perbukitan bergelombang sedang
sampai terjal ke arah timur dan utara dengan ketingian bervariasi mulai dari 20m
sampai yang paling tinggi 320m dari permukaan air laut.
Kemiringan lereng di daerah penelitian antara 5-50%. Perbukitan ini
dikelilingi dataran yang sebagian besar berupa dataran rawa pasang surut yang
pelamparannya terletak di sebelah timur perbukitan bergelombang. Kelerengan
daerah termasuk landai dan aliran sungai yang deras. Fenomena tersebut mencirikan
stadia sungai yang tua dengan tingkat erosi horizontal lebih dominan dari vertikal.
Pegunungan Tigapuluh mempunyai dua anak sungai yaitu Sungai Canako
dan Sungai Gangsal. Sungai Canako mempunyai dua anak sungai utama yaitu Sungai
Alin dan Antam. Sedangkan Sungai Gansal mempunyai empat anak sungai yaitu
Sungai Akar, Sungai Kerintang, Sungai Renteh dan Sungai Selesen. Pola aliran
sungai umumnya dendritik dibagian hulu anak sungainya. Pola anak sungai sejajar
terlihat pada anak sungai orde pertamanya. Arah umum sungai-sungainya adalah
Timurlaut, kecuali Sungai Antam mempunyai arah baratlaut. Sungai Alin dan sungai
bagian hulu Sungai Gangsal mempunyai arah ke utara.
2.4.3 Kondisi Sungai
Pola penyaliran didaerah penelitian deposit batubara kelesa bisa
dikelompokan menjadi tiga yakni pola aliran rektangular, dendritik, dan terllis. Pola
aliran rektangular berkembang dibagian barat daerah rencana tambang dengan
bentuk sungai patah-patah dan dijumpai beberapa kelurusan dengan sungai canako
22
sebagai sungai utamanya. Pola aliran dendritik berkembang disebelah timur daerah
rencana tambang dengan bentuk sungai menyerupai pohon. Sungai Akar merupakan
sungai utama. Pola aliran trellis berkembang di daerah tengah daerah penelitian
dengan sungai sekunyam sebagai sungai utama.
Gambar 2.2
Grafik Curah Hujan Rata-Rata Per Tahun
Pada Daerah Penelitian Deposit Batubara Blok Siambul Daerah Kelesa
Gambar 2.3
Grafik Curah Hujan Rata-Rata Per Bulan
23
Pada Daerah Penelitian Deposit Batubara Blok Siambul Daerah Kelesa
2.5 Geologi Batubara Daerah Kelesa
2.5.1 Stratigrafi dan Penyebaran Batubara
Berdasarkan Geological Map Of Kelesa Subdistrict dan Rbh’s Block
Concession (A Part Of Gelogical Map Of Rengat Quadrangel, Sumatera ,1994)
Lampiran A-02. Daerah penyelidikan termasuk dalam area penelitian dengan litologi
yang cukup lengkap mulai dari Pra Tersier, Tersier hingga Kuarter. Litologi
penyusun di daerah penyelidikan dapat dikelompokan menjadi tiga yakni :
1. Kelompok batuan Pra Tersier yang terdiri atas:
Batuan Pra Tersier di daerah penyelidikan disusun dari beberapa formasi, yaitu:
a. Formasi Gangsal (Pcg)
Terdiri dari batusabak, filit, batusabak berbintik, batupasir termetamorfkan dan
kuarsir.
b. Formasi Pengabuhan (Pcp)
Terdiri dari batu pasir sela, greyweke kuarsit, dan batulanau, setempat dengan
butiran kerakalan, di beberapa tempat berubah menjadi hornfels.
c. Formasi Mentulu (Pcm)
Berupa Tuff, batu lempung tufaan dan batu pasir tufaan, tuff andesit sampa tuff
basalt, kelabu sampai coklat, keras dan forfiri.
d. Granit Akar (Rjg)
Terdiri dari granit, granodiorit, pegmatit, dan apilit dijumpai di sekitar Sungai
Akar dengan warna lapukan jernih hingga merah. Secara stratigarfi Formasi
Gangsal, Formasi Pengabuan dan Formasi Mentulu saling bersilang jari
(membaji). Ketiga formasi tersebut diterobos oleh intrusi granit.
2. Kelompok batuan berumur Tersier yang terdiri dari :
Batuan Tersier yang ada di daerah penyelidikan disusun sari beberapa formasi:
a. Formasi Kelesa (Teok)
24
Secara tidak selaras Formasi Kelesa di atas batuan – batuan Pra Tersier, formasi
ini terdiri dari konglonerat, atau breksi, batupasir kerikilan, tufaan, yang disisipi
batu lempung, serpi dan batubara. Lapisan batubara dalam formasi ini
memperlihatkan bentuk sifat-sifat hitam mengkilat tidak mengotori tangan, keras
dan ringan.
b. Formasi Lakat (Toml)
Bagian atas terdiri dari batu pasir kuarsa dan batu lempung lanauan atau
karbonan dengan bintil pirit dan kayu terkersikan, bagian bawah terdiri dari
konglomerat polemik dan batu kuarsa dengan batu lempung, tuff, batu lanau dan
sisipan serta lensa – lensa batubara.
c. Formasi Tualang (Tmt)
Formasi Tualang melampar luas selaras di atas Formasi Lakat dan menjari
(membaji) dengan satuan batuan yang relatif diatasnya. Bagian atas terdiri dari
batupasir kuarsit, batulempung, batu lumpur puritan dan batupasir gloukonit.
Bagian bawah terdiri dari batu lempung dan batu pasir kuarsa, setempat
gampingan dan lanauan dengan bintil batupasir gampingan juga mengandung
glaukonit dan mika.
d. Formasi Gumai (Tmg)
Tersusun oleh serpih dan batulempung dengan sisipan batupasir dan batuLumpur.
Pada bagian atas dan tengah umumnya karbonan atau gamping dengan bintil dan
lensa mikrit yang mengandung banyak foraminifera.
e. Fomasi Air Benakat (Tma)
Secara stratigrafi Formasi Air Benakat dan Formasi Muaraenim saling bersilang
jari. Formasi Air Benakat terdiri selang seling batu lempung, batu pasir, serpih
dan batu lanau dengan sisipan batu pasir tufaan, lensa- lensa kuarsa dan lignit.
f. Formasi Muara Enim. (Tmpm)
Terdiri dari perselingan batu pasir tufaan berbutir sedang- halus dengan batu
lempung tufaan, serpi tufaan dan tufa, abu-abu kehitaman, kecoklatan, dan
kemeraan, serpi tufaan dengan sisipan lensa batubara dan kayu karbonan.
g. Formasi Kerumutan ( Qtke)
25
Formasi Kerumutan diendapkan secara selaras di atas Formasi Muara Enim,
terdiri dari batupasir kuarsa, halus sampai sedang, batu lempung tufaan, tufa
setempat lempung pasiran, tufaan kerikilan, kelabu muda kemerahan, setempat
silang siur .
3. Endapan Kuarter
Batuan pada Endapan Kuarter di daerah penyelidikan disusun dari beberapa formasi :
a. Formasi Kasai (Qtk)
Secara stratigrafi Formasi Kasai terendapakan secara tidak selaras di atas batuan
berumur Tersier, yang terdiri dari batupasir kuarsa dan tufaan, tuff, batulempung
tufaan, batupasir tufaan berukura sedang sampai gravel, berwarna abu-abu terang
sampai abu-abu kecoklatan setempat silang siur, dengan sisipan kayu karbonan
b. Endapan Rawa (Qs)
Terdiri dari lempung, pasir, lanau, lumpur, dan gambut berwarna hitam sampai
coklat, lunak tidak mengeras.
c. Aluvium (Qac)
Berupa lempung, lumpur, lanau pasir, kerakal, dan berangkal berwarna
kelabu, hitam sampai coklat tidak mengeras dengan sisa tumbuan dan lapisan
tipis gambut tersebar merata.
2.5.2 Struktur Geologi Regional
Daerah penyelidikan terletak di Cekungan Sumatera Tengah yang berkaitan
erat dengan tektonik yang terjadi akibat penujaman busur samudera. Penujaman di
sebelah barat Sumatera terjadi pada Perm (Cameron, 1980) yang kemudian diikuti
dengan pembentukan busur gunung api Tersier sampai Resen. Cekungan Sumatera
Tengah merupakan bagian dari gunung api ini yang terletak bagian busur belakang
yang terdiri dari batuan metamorf berumur Permokarbon dan sedimen Tersier sampai
Kuarter (Suarna, N, 1991).
Struktur geologi di daerah ini terbentuk oleh tektonik pada Jura – Kapur
berupa kelanjutan orogenesa Thai – Malaysia diikuti oleh pengangkatan perbukitan
Tigapuluh pada Kapur Akhir sampai Tersier Awal. Hal tersebut berkaitan dengan
26
pengangkatan busur Gunung Api Bukit Barisan. Tektonik berikutnya terjadi pada
Oligosen Awal dan mengakibatkan pengangkatan dan pensesaran batuan Tersier
yang terbentuk sebelumnya.
Pada Mio–Pliosen terjadi pengangkatan dan regresi sehingga batuan-batuan
pada Formasi Tulang, Gumai dan Air Benakat terangkat diikuti oleh pengendapan
Formasi Muara Enim. Berdasarkan pengamatan Citra SAR (Side Airborn Radar),
struktur geologi yang terbentuk akibat tektonik di cekungan Sumatera Tengah berupa
antiklin dan sesar sesar yang berarah baratlaut-tengara, timurlaut-baratdaya.
Gambar 2.4
Peta Geologi Blok Siambul
2.6 Genesa
2.6.1 Genesa Batubara
Batubara adalah batuan sedimen organoklastik yang berasal dari tumbuhan
yang pada kondisi tertentu tidak mengalami proses pembusukan dan penghancuran
sempurna. Pada umumnya proses pembentukan batubara terjadi pada zaman karbon
yaitu sekitar 270 sampai 350 juta tahun yang lalu. Di Indonesia batubara yang
27
ditemukan dan ditambang umumnya berumur jauh lebih mudah yang terbentuk pada
jaman tersier, batubara yang tertua yang ditambang biasanya berumur eosin yang
terbentuk sekitar 40 sampai 60 juta tahun yang lalu.
Proses pembentukan batubara dari tumbuhan terjadi melalui dua proses yaitu
tahap pembentukan gambut dari tumbuhan sering disebut proses ratifikasi dan tahap
pembentukan batubara dari gambut yang disebut coalification.
Pada tahap pembentukan gambut tumbuhan yang mati pada umumnya akan
mengalami proses pembusukan dan penghancuran yang sempurna sehingga setelah
beberapa waktu kemudian akan tidak terlihat lagi bentuk asalnya. Pembusukan dan
penghancuran tersebut pada dasarnya merupakan proses oksidasi yang diakibatkan
oleh pertumbuhan dan aktifitas bakteri dan jasat renik lainnya. Untuk
penyederhanaan proses tersebut, proses oksidasi material penyusun utama cellulose
(C5H10O5). Dapat digambarkan seperti berikut :
C5H10O5 + 6O2 6 CO2 + 5H2O
Jika tumbuhan primitif yang mati disuatu rawa, yang di cirikan dengan kandungan
oksigen air rawa yang sangat rendah sehingga tak memungkinkan bakteri aerob
hidup, maka sisa tumbuhan tersebut tidak mengalami proses pembusukan dan
penghancuran yang sempurna. Pada kondisi tersebut hanya bakteri anaerob saya
yang berfungsi melakukan dekomposisi yang kemudian terbentuk gambut. Dengan
tidak tersedianya oksigen maka hidrogen dan karbon akan menjadi H2O, CH4, CO
dan CO2 tahap ini sering disebut juga sebagai proses biokimia.
28
Gambar 2.5
Tumbuhan primitif pembentuk batubara
Gambut yang umumnya berwarna kecoklatan sampai hitam merupakan
padatan yang bersifat porous dan masih memperlihatkan struktur tumbuhan asalnya,
gambut masih mangandung kandungan air yang tinggi dan bisa lebih dari 50 %.
Setelah proses gambut berhenti dengan tidak adanya regenerasi tumbuhan
yang artinya tidak akan adalagi proses vegetasi, maka akan terendapkan dan
terkonsentrasi pada cekungan – cekungan dan bila ditutup oleh lapisan sedimen maka
akan mengalami tekanan yang berlangsung berjuta-juta tahun. Tekanan akan
bertambah besar dan mengakibatkan naiknya temperatur, disamping itu temperatur
juga akan meningkat dengan bertambahnya kedalaman. Selain itu kenaikan
temperature dan tekanan dapat juga disebabkan oleh aktifitas magma, proses
pembentukan gunung, serta aktifitas tektonik lainnya.
Peningkatan tekanan dan temperature pada lapisan gambut akan
mengkonversi gambut menjadi batubara dan terjadi proses pengurangan kandungan
air, pelepasan gas-gas (H2O, CH4, CO, CO2), peningkatan kepadatan, kekerasan dan
nilai kalor. Tekanan, temperature dan waktu merupakan factor yang menentukan
kualitas batubara. Pembentukan batubara ini sering disebut sebagai proses
termodinamika atau dinamokimia.
29
Gambar 2.6
Proses Terjadinya batubara
Peningkatan tekanan dan temperature pada lapisan gambut akan
mengkonversi gambut menjadi batubara dan terjadi proses pengurangan kandungan
air, pelepasan gas-gas (H2O, CH4, CO, CO2), peningkatan kepadatan, kekerasan dan
nilai kalor. . Tekanan, temperature dan waktu merupakan factor yang menentukan
kualitas batubara. Pembentukan batubara ini sering disebut sebagai proses
termodinamika atau dinamokimia.
2.6.2 Keadaan Batubara Blok Siambul Desa Kelesa
Pada blok siambul daerah Kelesa terdapat tiga seam batubara yaitu seam D,
E dan F diantara ketiga seam ini seam E merupakan seam utama yang terletak di
bagian atas dalam susunan yang di dominasi oleh batu lempung. Dari keseluruhan
seam E menempati 65% dari total sumberdaya yang teridentifikasi, seam ini
merupakan seam yang paling tebal dan mempunya kualitas terbaik dengan ketebalan
mulai dari 0,5-6 m. Sedangkan seam F merupakan seam yang terletak pada bagian
bawah dari keseluruhan seam F menempati 35 % dari total sumberdaya yang
teridentifikasi. Ketebalannya berkisar antara 0,5-4 m.
30
2.7 Metode Penambangan
Metode penambangan yang digunakan adalah sistem tambang terbuka open
pit dikarenakan lapisan endapan batubara yang akan ditambang secara umum
tersingkap dipermukaan tanah sebagai out-crop dengan kemiringan berkisar antara
5-10°, dan ketebalan rata-rata lebih dari 0,50m. Penambangan dibuat berdasarkan
data hasil eksplorasi detil endapan batubara di daerah penelitian.
Kegiantan penambangan dengan cara open pit terdiri dari serangkaian
kegiatan yaitu pembersihan lahan yang sekaligus dilakukan pengupasan dan
pemindahan tanah pucuk, operasi ini dilakukan pada lokasi dimana tambang akan
dibuka yang kemudian diikuti dengan penggalian dan pemindahan lapisan penutup
berupa overburden dan interburden yang dilakukan dengan menggunakan backhoe
dibantu dengan bulldozer. Untuk material lemah sampai sedang langsung
dilakukan penggalian dan pemuatan ke dump truck, dan bila ditemukan material
keras, terlebih dahulu diberaikan dengan bulldozer. Kegiatan terakhir yaitu
penggalian dan pemindahan batubara yang dilakukan dengan menggunakan
backhoe dan bulldozer. Untuk batubara yang memiliki kekuatan lemah sampai
sedang langsung digali dan dimuat kedalam dump truck. Sedangkan batubara
yang keras, akan di berai dahulu dengan bulldozer, kemudian digali dan dimuat
dengan backhoe.
31
BAB III
DASAR TEORI
3.1 Perancangan Tambang menggunakan Software Minescape.
Dalam perancangan tambang digunakan perangkat lunak minescape. Sebelum
melakukan perancangan tambang, perlu dilakukan pemodelan geologi, baik topografi
maupun struktur lapisan endapan batubara. Pemodelan geologi ini bertujuan untuk
mendapatkan data dalam melakukan penaksiran cadangan batubara, yang memenuhi
syarat untuk dilakukan penambangan. Perangkat lunak minescape digunakan agar
mempermudah proses pemodelan geologi, maupun dalam penaksiran sumberdaya
dan cadangan batubara, dan memilih daerah yang lebih prospek sehingga
menghasilkan proses penambangan yang layak. Sesuai batasan stripping ratio yang
ditetapkan. Minescape merupakan software mining system terpadu yang dirancang
khusus untuk pertambangan. Minescape mampu meningkatkan semua aspek
informasi teknis suatu lokasi tambang mulai dari data eksplorasi, perancangan
tambang jangka pendek, penjadwalan jangka panjang dan sampai ke penjadwalan
produksi tambang. Sub menu dari perangkat lunak Minescape yang digunakan untuk
melakukan perancangan tambang yakni:
1) Stratmodel
Untuk melakukan pemodelan geologi, dimulai dari pembuatan peta topografi
dengan memasukan data dari lapangan yang berupa titik-titik koordinat daerah
telitian, kemudian diinterpolasikan membentuk garis-garis kontur. Pembentukan
topografi kedalam bentuk 3D, dilakukan dengan proses triagulasi, yakni membentuk
bidang dari setiap sisi antara garis-garis kontur membentuk penampang 3D. Peta
topografi dapat dilihat pada Lampiran A-04. Setelah pembuatan peta topografi,
dilanjutkan dengan pengolahan data pemboran collar, yang meliputi: nama titik bor,
koordinat titik bor, elevasi titik bor, kedalaman lubang bor, ketebalan dan nama seam
batubara yang didapat dari hasil log bor, data litologi meliputi: nama titik bor, lapisan
atas (roof), kedalaman lapisan bawah (floor), nama seam, batubara yang dapat dari
32
hasil log Bor, dan kode litologi. Data pemboran dapat dilihat pada Lampiran B
sedangkan Peta titik bor dapat dilihat pada Lampiran C.
Dalam pengolahan data pemboran, juga disertakan data kualitas batubara yang
meliputi: nama titik bor, nama seam batubara, kedalaman lapisan atas (roof),
kedalaman lapisan bawah (floor), relative density, total moisture, inherent moisture,
total sulphur, kandungan abu (ash), dan calorific value atau kalori batubara.
Hasil pengolahan data lubang bor dan data kualitas batubara tersebut
menghasilkan gambar subcrop line batubara yang berupa garis-garis yang
menghubungkan out crop bagian floor batubara pada lapisan dibawah topografi atau
surface. subcrop line ini digunakan untuk menentukan arah penyebaran batubara
dan mengetahui daerah yang paling banyak terdapat endapan batubara. Peta subcrop
line dapat dilihat pada Lampiran D.
Penaksiran jumlah cadangan yang dapat ditambang pada daerah penelitian
dilakukan dengan lebih detail, sehingga diharapkan dapat menghasilkan jumlah
cadangan batubara yang mineable cukup besar untuk memenuhi target produksi.
Pemodelan geologi selanjutnya yakni pembentukan kontur struktur batubara lapisan
bawah (floor) sebagai acuan perhitungan jumlah cadangan batubara yang layak
ditambang dan pembuatan desain geometri penambangan. Pembuatan kontur struktur
dilakukan pada setiap seam batubara. Pertama dilakukan interpolasi data pemboran
yang membentuk kontur struktur batubara bagian bawah (floor) kemudian dilakukan
pemodelan tiga dimensi dengan membentuk triangle dari kontur struktur batubara
bagian bawah (floor) tersebut. Hasil dari pembuatan kontur struktur bagian bawah
lapisan batubara (floor) merupakan tampilan perlapisan batubara yang berbentuk
bidang yang membatasi lapisan batubara bagian bawah dengan lapisan batuan atau
inter burden. Peta kontur struktur dapat dilihat pada lampiran E.
Setelah kontur struktur bagian bawah batubara (floor) terbentuk, dapat
dilakukan penaksiran sumberdaya batubara secara kasar atau belum dibatasi oleh
stripping ratio yang di tentukan. Jika dip direction batubara pada daerah telitian
bersifat relatif terjal misalnya antara 45-60° maka analisis daerah yang memiliki
stripping ratio yang sesuai dengan yang ditetapkan yakni lebih mengarah pada
perubahan kedalaman penambangan, dan juga mengara pada perluasan daerah
penambangan.
33
Analisis daerah tersebut menggunakan sistem resgraphic yang dimiliki
perangkat lunak minescape . Analisis ini bertujuan untuk membandingkan daerah
yang memiliki cadangan batubara yang diinginkan berdasarkan rencana perubahan
elevasi penambangan. Sebelum dilakukan analisis daerah penambangan, blok-blok
penambangan dibagi lagi menjadi blok-blok kecil yang berukuran 100 x 100m atau
50 x 50 m, supaya penaksiran menjadi lebih detail.
Pada hasil resgraphic, blok yang memiliki warna lebih terang (cokelat)
merupakan blok yang membatasi daerah yang memiliki stripping ratio yang
ditetapkan. Rencana elevasi penambangan yang paling banyak menghasilkan
produksi batubara yakni pada elevasi hasil resgraphic tersebut. Dalam pembuatan
desain geometri penambangan, dilakukan secara daerah hasil analisis resgraphic
selesai dilakukan. Pembuatan desain geomentri penambangan dengan stripping ratio
yang ditetapkan, dapat dilanjutkan ke elevasi berikutnya sehingga batas elevasi yang
masih dibatasi dengan blok yang memiliki stripping ratio yang diharapkan.
2) Open Cut
Merupakan salah satu aplikasi yang terdapat dakam minescape untuk
pembuatan desain geometri penambangan. Desain geometri penambangan dilakukan
setelah mendapatkan daerah yang memiliki stripping ratio sesuai dengan yang telah
ditetapkan. Daerah-daerah tersebut kemudian dibentuk menjadi blok-blok
penambangan dengan penamaan missal : Blok 01, Blok 02, dan seterusnya. Setiap
blok-blok tersebut dibatasi oleh poligon dengan luasan yang berbeda-beda.
Berdasarkan analisis daerah menggunakan resgrapich, batas luas wilayah
penambangan (pit limit) dan batas elevasi penambangan dapat ditentukan.
Berdasarkan data tersebut, dapat dilakukan desain geometri penambangan secara
keseluruhan dan dilakukan penaksiran jumlah cadangan yang memiliki stripping
ratio yang telah ditetapkan. Dalam penaksiran cadangan awal, bertujuan untuk
menaksir jumlah cadangan yang dapat ditambang dengan stripping ratio yang sesuai
dan memperoleh data distribusi kualitas batubara. Data distribusi kualitas batubara
didasarkan pada data kualitas hasil analisis laboratorium dari data coring pemboran
eksplorasi.
34
3.2 Klasifikasi Sumberdaya dan Cadangan
Kriteria dan klasifikasi sumberdaya dan cadangan dapat dijelaskan dengan
pengadopsian data klasifikasi dari United Nation Economic and Socisl Council
(1997). Adapun kelas sumberdaya (Resource) dan cadangan (reserve) berdasarkan
klasifikasi antara lain sebagai berikut :
a). Sumberdaya Batubara Hipotetik (hypothetical coal resource)
Jumlah batubara didaerah penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan yang
ditaksir berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang di tetapkan untuk
tahap penyelidikan survey tinjau.
b). Sumberdaya Tereka (inferred coal resource)
Jumlah batubara didaerah penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan yang
ditaksir berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang di tetapkan untuk
tahap penyelidikan penyelidikan prospeksi.
c). Sumberdaya Tertunjuk (indicated coal resource)
Jumlah batubara didaerah penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan yang
ditaksir berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang di tetapkan untuk
tahap eksplorasi pendahuluan.
d).Sumberdaya Terukur (measured coal resource)
Jumlah batubara didaerah penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan yang
ditaksir berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang di tetapkan untuk
tahap eksplorasi rinci.
e). Sumberdaya Terkira (probable coal resource)
Sumberdaya batubara tertunjuk dan sebagian sumberdaya terukur, tetapi
berdasarkan kajian kelayakan semua faktor terkait yang telah terpenuhi sehingga
hasil kajian dinyatakan layak.
f). Cadangan terbukti (proved coal reserve)
Sumberdaya batubara terukur yang berdasarkan kajian kelayakan semua faktor
terkait yang telah terpenuhi sehingga hasil kajian dinyatakan layak.
Tahap eksplorasi batubara berdasarkan klasifikasi sumberdaya dan cadangan
dikutip dari Standar Nasional Indonesia (1999), dilaksanakan memlalui empat tahap
yaitu:
1) Survei Tinjau
35
Merupakan tahap eksplorasi paling awal dengan tujuan mengidentifikas daerah-
daerah yang secara geologis terdapat endapan batubara yang potensial untuk
penyelidikan lebih lanjut serta mengumpulkan informasi tentang kondisi
geografi, tataguna lahan, serta kesampaian daerah. Kegiatan penyelidikan antara
lain studi geologi regional, penaksiran, penginderaan jauh, dan metode tak
langsung lainnya serta inspeksi lapangan pendahuluan yang menggunakan peta
dasar dengan skala sekurang-kurangnya 1 : 100.000.
2) Prospeksi
Tahap ini dimaksud untuk membatasi daerah sebaran endapan yang akan
menjadi sasaran eksplorasi selanjutnya. Kegiatan pada tahap ini antara lain :
Pemetaan geologi dengan skala minimum 1 : 50.000, pengukuran penampang
stratigrafi, pembuatan paritan, pembuatan sumuran, pemboran uji, percontoan
dan analisis.
3) Eksplorasi Pendahuluan
Tahap eksplorasi ini dimaksud untuk mengetahui gambaran awal bentuk tiga
dimensi endapan batubara meliputi ketebalan lapisan, bentuk, korelasi, sebaran,
struktur, kuantitas dan kualitas. Kegiatan penyelidikan antara lain: pemetaan
geologi dengan skala minimum 1:10.000, pemetaan topografi, pemboran
dengan jarak yang sesuai dengan kondisi geologi, penampang geofisika,
pembuatan sumuran.
4) Eksplorasi Rinci
Tahap eksplorasi ini dilakukan untuk mengetahui kuantitas dan kualitas serta
model tiga dimensi endapan secara lebih rinci.
Gambar klasifikasi sumberdaya dan cadangan diadopsi dari United Nation
Economic and Socisl Council (1997), United Nations International Framework
Classification for Reserves /Resources : Solid Fuels and Mineral Commodities,
Geneva (Gambar 3.1).
36
Sumber : Klasifikasi Cadangan dan Sumberdaya Mineral
Gambar 3.1
Klasifikasi Sumberdaya dan Cadangan Batubara SNI
Angka-angka kodifikasi Cadangan/Sumber Daya (lihat Lampiran 2) terdiri
dari 3 digit
berdasarkan fungsi 3 sumbu, yaitu : E, F dan G, dimana;
E = Sumbu Ekonomis (Economic Axis) untuk Economic Viability
F = Sumbu Kelayakan (Feasibility Axis) untuk Feasibility Assessment
G = Sumbu Geologi (Geological Axis) untuk Geological Study
§ Digit pertama tentang Sumbu Ekonomis (Economic Axis) terdiri dari 3 angka,
yaitu :
Angka 1 menyatakan Ekonomis (Economic)
Angka 2 menyatakan Berpotensi Ekonomis (Potentially Economic)
Angka 3 menyatakan Berintrinsik Ekonomis (dari Ekonomis ke Berpotensi
Ekonomis)
37
§ Digit kedua tentang Sumbu Kelayakan (Feasibility Axis) terdiri dari 3 angka,
yaitu :
Angka 1 menyatakan Studi Kelayakan (Feasibility Study) danbatau Laporan
Penambangan (Mining Report)
Angka 2 menyatakan Studi Pra Kelayakan (Prefeasibility Study)
Angka 3 menyatakan Studi Geologi (Geological Study)
§ Digit ketiga tentang Sumbu Geologi (Geological Study) terdiri dari 4 angka,
yaitu :
Angka 1 menyatakan Eksplorasi Rinci (Detailed Exploration)
Angka 2 menyatakan Eksplorasi Umum (General Exploration)
Angka 3 menyatakan Prospeksi (Prospecting)
Angka 4 menyatakan Survai Tinjau (Reconnaissance)
3.3 Konsep Pemodelan Sumberdaya
Interpretasi geologi merupakan hal yang penting dalam tahap penyelidikan
eksplorasi endapan batubara. Pemodelan sumberdaya yang dibuat merupakan
pendekatan dari kondisi geologi, pemodelan tersebut memberikan :
1) Taksiran jumlah sumberdaya batubara (tonnase)
2) Perkiraan bentuk tiga dimensi sumberdaya batubara, jumlah cadangan dengan
kaitannya dengan perhitungan umur tambang
3) Batas-batas kegiatan penambangan yang dibuat berdasarkan taksiran sumberdaya
4) Hasil perhitungan stripping ratio
Pada umunya pemodelan sumberdaya mempunyai batas-batas koordinat, misal
kearah utara dan kearah timur. Perubah (variable) yang diperlukan untuk pemodelan
yaitu topografi daerah penelitian, informasi geologi, ketebalan dan kualitas endapan,
jenis batuan, berat jenis, tonase tiap unit.
Tahap pemodelan sumberdaya mineral meliputi:
1) Pemasukan dan pengecekan data
2) Pemodelan topografi dan geologi
3) Konstruksi model geologi
38
4) Dimensi model geologi
3.4 Penaksiran Cadangan
3.4.1 Metode Penaksiran
Dalam penaksiran menggunakan mine area yang merupakan rumus paling
sederhana untuk menghitung volume yang terletak diantara dua buah penampang
yang sejajar dengan luas S1 dan S2 serta jarak L. Pada metode standar ini rumus
mean area yang digunakan adalah sebagai berikut :
V = L1 + L2 +………...+ Ln …………………….3.1
Keterangan :
L1, L2, L3, …………, Ln = luas setiap penampang (m)
S1, S2, S3, …………, Sn = luas setiap penampang (m2)
Perhitungan dapat dilakukan dengan menggunakan rumus diatas karena
perhitungan volume batubara ditaksir per blok. Jenis perhitungan ini, dapat pula
dilakukan dengan menggunakan rumus dibawah ini bila mempunyai jarak yang
sama:
V = L1 + L2 +………...+ Ln …………….3.1
V = ((S1 + S2) + (S2 + S3) + (S3 + S4) + (Sn + Sn)…………)L/2
maka :
V = ((S1 + 2S2 + 2S3 +…….+ 2Sn + Sn )L/2 ………………… …….3.2
Sedangkan perhitungan luas pada mean area yang menghitung volume antara
2 buah penampang dengan kondisi S1 < 0,5 S2 , maka perhitungan dilakukan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
V = {S1 + 2S2 + } L/3 ……………………………………… 3.3
3.4.2 Penaksiran Cadangan dengan Software Minescape
39
Dalam penaksiran cadangan batubara yang memiliki stripping ratio (SR)
≤10:1 dari penampang area hasil analisis resgtaphich, endapan mineral batubara
yang telah dibagi menjadi blok-blok dengan interval dengan jarak yang sama yakni
50 m x 50 m dilakukan pembatasan area luasan penampang dengan menggambarkan
poligon yang melingkupi area tersebut. Kemudian dilakukan projection menjadi
bentuk desain geometri penambangan berupa pit penambangan secara keseluruhan.
Penamaan pit penambangan disesuaikan dengan nama blok yang dibatasi
dengan poligon daerah hasil resgtaphich mulai misalnya : Pit-Blok01, Pit-Blok02,
Pit-Blok03 dan seterusnya. Setelah berbentuk pit penambangan kemudian dilakukan
penaksiran jumlah volume lapisan tanah penutup (overburden), volume lapisan
antara seam batubara (interburden), dan jumlah volume batubara. Perhitungan ini
dilakukan dengan pembatasan luas poligon dan elevasi penambangan dari bentuk
tiga dimensi pit penambangan. Peta pit limit dapat dilihat pada Lampiran J .
3.5 Penjadwalan Produksi Batubara
Proses penjadwalan produksi batubara dapat dilakukan setelah dilakukan
penaksiran seluruh cadangan batubara yang memenuhi stripping ratio (SR) ≤ 10 : 1
dilakukan. Penaksiran cadangan untuk penjadwalan produksi dilakukan dengan
perhitungan mundur atau push back terhadap batasan wilayah penambangan (pit limit
) yang telah ditentukan. Hasil dari penaksiran jumlah volume lapisan tanah penutup
(overburden), volume lapisan batuan antar seam batubara (interburden), dan jumlah
volume batubara untuk proses penjadwalan produksi disesuaikan dengan target
produksi dan kualitas batubara terutama kadar kalori batubara.
Dari perhitungan penjadwalan produksi didapat jumlah produksi lapisan
tanah penutup (overburden), lapisan batuan antar seam batubara (interburden),
sehingga dapat dilakkukan penjadwalan penimbunan waste dump, dan dilakukan
desain geometri waste dump secara bertahap untuk setiap tahunnya. Pada daerah
telitian, overburden atau lapisan tanah penutup dan lapisan batuan antar seam
batubara (interburden) di gunakan metode back filling sehingga dilakukan
penimbunan didalam pit penambangan.
Perancangan tambang merupakan suatu tahap penting dalam rencana operasi
penambangan. Perancangan tambang yang modern memerlukan pemodelan dari
40
sumberdaya yang akan ditambang. Model tersebut berupa gridded seam model untuk
endapan tabular seperti halnya batubara. Aspek penting dalam pekerjaan
perancangan tambang yaitu penentuan batas akhir penambangan, dan penjadwalan
produksi.
Berdasarkan waktu, perancangan dibagi menjadi :
1) Perancangan jangka panjang, perancangan komprehensif dari seluruh cadangan
yang ada dan nilai ekonominya: mengeksplorasi deposit yang menguntungkan
untuk memperkirakan ekstraksi dari keseluruhan sumberdaya atau hingga cut-off
point.
2) Perancangan jangka menengah, program-program yang lebih detil dan saling
berhubungan, seperti sasaran produksi tahunan.
3) Perancangan jangka pendek, control yang sangat detil terhadap produksi harian.
3.6 Sistem Penambangan
3.6.1 Contour Mining
Tipe penambagan ini pada umumnya dilakukan pada penambangan batubara
yang terdapat di pegunungan atau perbukitan dengan batubara yang tersingkap
sejajar dengan kemiringan gunung. Penambangan batubara dimulai dari singkapan
lapisan batubara dipermukaan atau crop line dan selanjutnya mengikuti garis kontur
sekeliling bukit atau pegunungan tersebut.
Lapisan batuan penutup batubara dibuat kearah lereng bukit dan selanjutnya
batuan yang telah tersingkap diambil dan diankut. Kegiatan penambangan berikutnya
dimulai lagi seperti tersebut di atas pada lapisan batubara yang lain sampai pada
suatu ketebalan lapisan penutup batubara yang menentukan batas limit ekonominya
atau sampai batas maksimum kedalaman dimana peralatan tambang tersebut dapat
bekerja.
41
Gambar 3.2
Penambangan Contour Mining
Batas ekonomi di tentukan oleh beberapa variable antara lain :
a. Ketebalan lapisan batubara
b. Kualitas
c. Pemasaran
d. Sifat dan keadaan batuan penutup
e. Kemampuan peralatan yang digunakan
f. Persyaratan reklamasi
Peralatan yang digunakan untuk cara penambangan ini pada umunya
memakai peralatan yang mempunyai mobilitas tinggi atau dikenal sebagai mobile
equipment.
3.6.2 Open Pit
Open pit mining adalah penambangan secara terbuka dan pengertian umum.
Metode ini dilakukan dengan cara mengupas terlebih dahulu lapisan material
penutup batubara kemudian dilanjutkan dengan menambang batubaranya.
42
Gambar 3.3
Penambangan Open Pit
Penambangan tipe open pit biasanya dilakukan pada endapan batubara yang
mempunyai lapisan tebal dengan arah batubara miring kebawah dan dilakukan
dengan mengunakan beberapa bench (jenjang).
3.6.3 Strip Mine
Tipe penambangan terbuka yang diterapkan pada endapan batubara yang
lapisannya datar dan dekat dengan permukaan tanah. Kegiatan penambangan
dilakukan dengan cara menggali tanah penutup yang dibuang pada daerah yang tidak
di tambang. Setelah endapan batubara dari hasil galian pertama diambil, kemudian
disusul dengan pengupasan berikutnya yang sejajar dengan pengupasan pertama dan
tana penutupnya dibuang ketempat penggalian pertama. Untuk pemilihan metode ini
perlu diperhatikan bahwa :
· Bahan galian relatif mendatar
· Bahan galian cukup kompak
· Bahan galian tabular, berlapis
· Kemiringan relatif, lebih cocok untuk horizontal atau sedikit miring
43
· Kedalaman kecil (nilai ekonomi tergantung stripping ratio, teknologi
peralatan)
Gambar 3.4
Penambangan Strip Mining
3.7 Parameter-parameter Rancangan (design)
3.7.1 Data Topografi Permukaan (Surface) secara Detil
Informasi ini dapat dalam bentuk kontur hasil digitasi yang tersimpan dalam
file komputer, atau berupa file surface titik ketinggian, termasuk drillholes collars.
Alternatif lain yaitu memodelkan permukaan berdasarkan data titik ketinggian
menggunakan perangkat lunak seperti AutoCAD dan quicksurf, globalmapper,
google earth dan google scateup, maupun minescape yang dibangun secara
komputasi dengan metode triangulasi membentuk tampilan 3 (tiga) dimensi.
3.7.2 Kemiringan Jenjang (Batter)
Pada awalnya sebuah desain pit dibuat dengan overall slope sebesar 450 dan
kemudian dimodifikasi berdasarkan informasi geoteknik dari material yang ada
dalam pit tersebut. Batter dapat diatur pada kemiringan 30-35o untuk overburden,
meningkat 35-40o untuk batuan yang lapuk dan hingga 550 untuk batuan fresh.
44
Menurut Robert, Hook dan Fish (1972) sebaiknya kemiringan lereng kurang dari 600
pada kedalaman 65 m dan kurang dari 400 pada kedalaman 300 m.
3.7.3 Tinggi Jenjang
Ketinggian jenjang berbeda-beda untuk setiap pit. Tergantung pada
peralatan yang digunakan, kedalaman pit dan pada geologi lokal atau derajat
iklimnya. Lereng pada overburden yang lemah atau tidak terkonsolidasi, atau pada
tanah yang terekpos, relatif lebih tipis, kurang lebih 2-5m. sebuah survey yang
dilakukan Canadian Mining Journey (1988) menunjukan bahwa untuk range yang
lebar dari beberapa badan bijih, lereng-lereng bervariasi tingginya 6-20m pada
operasi tambang yang besar, yang berproduksi 10.000 ton/hari penambangan padat
dioperasikan pada lereng dengan ketinggian 9m. pada continental pit, Butte,
Montana, terdapat lereng berketinggian 12m pada alluvium hingga 24 m pada batuan
kompeten. Operasi-operasi tambang yang lebih kecil biasanya menggunakan lereng
dengan ketinggian 6-8m.
3.7.4 Permukaan Lereng (Berm Face)
Permukaan lereng dapat dibedakan menurut jenis dari lereng tersebut.
Misalnya sebuah lereng aktif atau lereng kerja (working Bench) dapat menggunakan
pedoman stabilitas jangka pendek yaitu lereng dapat dibuat relatif lebih terjal.
Namun untuk lereng permanen, pertimbangan utama yang digunakan adalah jangka
panjang. Permukaan lereng dapat di tentukan dan dicapai dengan pemilihan alat
yang tepat.
3.7.5 Lebar Berm
Lebar jenjang disesuaikan dengan ultimate slope dan single slope pada
ketinggian yang ditentukan. Namun jika pit semakin dalam, maka lebar jenjang juga
semakin lebar. Berm dapat pula merefleksikan ukuran coal deposit. Lebar dari jalan
angkut yang umunya mengikuti berm, ditentukan oleh ukuran truk yang digunakan,
yang relatif terhadap ukuran coal deposit dan kapasitas produksi yang diharapkan.
3.7.6 Kedalam Pit Bottom
45
Penentuan pit bottom (dasar pit) sangat tergantung pada banyak faktor seperti
perubahan stripping ratio, naiknya biaya produksi dan pengangkutan, nilai mineral
yang ditambang, ukuran (jumlah) deposit, serta kapasitas mill dan produksi. Batas
kedalaman penambangan dapat dioptimisasi menggunakan prosedur-prosedur
optimisasi design seperti Lerch and Grossman.
3.7.7 Jalan Angkut (Haul Road)
Faktor ini biasanya mengikuti proses design setelah kedalaman pit bottom
didefinisikan. Jalan ankut dirancang pada jenjang dasar kemudian mengikuti naiknya
jenjang kearah permukaan dengan gradient (kemiringan) berkisar antara 8-12 %.
Ramp ini dapat berupa jalan lingkar yang melingkar keatas melalui dinding pit atau
swichback yang hanya melalui salah satu dinding pit (kemungkinan keberadaannya
dikarenakan kekuatan material pada dinding tersebut atau kapasitas muat angkutnya
yang cukup naik).
3.7.8 Faktor-faktor lain dalam Desain Geometri Penambangan
a) Informasi geoteknik
Hal ini termasuk detai dari kekuatan batuan, diskontinuitas pada massa batuan
dan hubungannya terhadap orientasi tiap face penambangan yang akan dirancang
(potensi munculnya longsoran).
b) Informasi Hidrogeologi
Informasi hbidrogeologi antara lain curah hujan tahunan, daerah tangkapan hujan,
sumbangan air tanah, kedalaman muka air tanah, dan flktuasinya seperti; tekanan
piezometrik, gradient hidrolik, pororsitas, permeabilitas dan lapisan-lapisan yang
akan ditambang, drainase alami pada permukaan, kemungkinan keberadaan
lapisan aquifer dan aquiclude, lokasi daerah yang pernah banjir, dan lain
sebagainya.
c) Overburden
Hal yang harus diketahui antara lain kedalaman overburden yang harus dikupas
d) Kapasita produksi
e) Batas fisik
f) Lokasi waste dump dan stockpile
g) Lokasi pengolahan
46
h) Sistem transportasi batubara dan overburden
Sistem transaportasi yang digunakan dapat berupa alat muat angkut atau
menggunakan belt conveyor.
3.8 Desain Tambang Terbuka
3.8.1 Geometri Jenjang
Faktor-faktor yang mempengaruhi geometri jenjang:
1) Produksi
Salah satu tujuan penentuan dimensi jenjang adalah harus dapat
menghasilkan produksi yang diinginkan, maka jenjang yang akan dibuat perlu
mempertimbangkan jumlah produksi yang diinginkan. Pada umumnya jumlah
produksi menentukan dimensi jenjang yang akan dibuat, artinya akuratnya ukuran
jenjang tergantung jumlah produksi
2) Kondisi Material
Kondisi material/batuan yang ada dapat menentukan peralatan yang harus
digunakan sehingga kegiatan yang sesuai untuk produksi yang dikerjakan dapat di
tentukan. Kondisi batuan yang lebih dominan antara lain kekuatan batuan, faktor
pengembangan, densitas batuan, struktur geologi yang ada. Berdasarkan kondisi
material tersebut dapat membantu memperkirakan peralatan produksi yang
digunakan. Pada material lunak, penggalian dapat langsung dilakukan pada
permukaan material (permukaan kerja), maka jarak dan ketinggian penggalian perlu
diperhitungkan dalam memperkirakan lebar dan tinggi jenjang.
3) Peralatan Produksi
Pada umumnya peralatan produksi yang akan digunakan/dipilih disesuaikan
dengan kapasitas produksi yang diinginkan dan sesuai material yang akan dikerjakan.
Dengan pertimbangan tersebut, dimensi jenjang mempunyai kondisi kerja yang baik,
dimana hal ini akan mempengaruhi effisiensi kerja.
3.8.2 Rancangan Geometri Jenjang
Beberapa parameter penentuan dimensi jenjang, yaitu :
§ Sasaran produksi dan stripping ratio
47
§ Kondisi overburden
§ Kondisi dan karakter cebakan batubara
§ Peralatan yang digunakan
§ Penimbunan material
Dimensi jenjang yang diperhitungkan meliputi lebar, panjang, tinggi jenjang.
Ukuran panjang dan lebar jenjang ditentukan oleh metode pembongkaran material
(menggunakan alat mekanis atau peledakan), kemampuan alat muat, pola gerak alat
muat dan alat angkut, maupun letak alat muat dan alat angkut yang digunakan dalam
waktu yang bersamaan pada saat penambangan serta sasaran produksi dan rencana
pemanfaatan lahan bekas tambang. Dimensi jenjang akan mempengaruhi jumlah
bahan galian yang dapat di tambang, dan berpengaruh pada kestabilan lereng dan
keamanan penambangan.
Beberap faktor pertimbangan dalam pembuatan geometri jenjang:
1) Tinggi jenjang disesuaikan dengan rencana geometri peledakan yang diterapkan
dan jangkauan alat muatnya. Tinggi jenjang adalah jarak yang diukur tegak lurus dari
lantai jenjang (toe) hingga ujung jenjang bagian atas (crest). Tinggi jenjang yang
dibuat sangat dipengaruhi oleh sifat fisik, dan mekanik batuan, rencana dimensi
bongkaran serta peralatan mekanis yang dipergunakan.
2) Lebar jenjang disesuaikan dengan sasaran produksi dan keadaan topografi lokasi
penambangan. Lebar jenjang adalah jarak horisontal yang diukur dari ujung lantai
jenjang sampai batas belakang lantai jenjang. Lebar minimum yang akan dibuat
harus dapat menampung material hasil bongkaran/peledakan dan peralatan yang
digunakan
Lebar jenjang minimum sangat dipengaruhi:
Ø Jenis dan kemampuan alat
Ø Posisi kerja dari peralatan yang sedang beroperasi di lantai yang sama
Ø Lebar dari tumpukan hasil pembongkaran
Ø Pemanfaatan lahan bekas tambang
Ø Kapasitas produksi yang akan dipakai
48
Geometri jenjang terdiri dari tinggi jenjang, sudut lereng jenjang tunggal,
lebar dari jenjang penangkap (Catch Bench). Rancangan geoteknik jenjang biasanya
dinyatakan dalam bentuk parameter-parameter untuk ketiga aspek ini.
Dalam pelaksanaan penambangan, pengontrolan sudut lereng biasanya
dilakukan dengan menandai lokasi pucuk jenjang (crest) sesuai dengan desain yang
telah dibuat menggunakan bendera kecil. Operator alat mekanis diharapkan dapat
menggali sampai batas lokasi bendera tersebut. Lokasi lobang tembak dapat pula
menjadi pedoman. Penggalian sebaliknya dilakukan dari bagian atas material, agar
berada pada posisi kerja yang aman (untuk menghindari longsoran saat penggalian
material). Komponen dasar pada tambang terbuka adalah jenjang.
Bagian jenjang adalah sebagai berikut:
a) Crest dan Toe
Gambar 3.5
Bagian-bagian Jenjang
49
b) Jenjang kerja (working bench)
Gambar 3.6
Jenjang Kerja dan Safety Bench
3.8.3 Sudut Lereng Inter-ramp dan overall
Sudut lereng antar jalan (inter-ramp slope angle) adalah sudut lereng
gabungan beberapa jenjang diantara dua jalan angkut. Sudut lereng keseluruhan
(overall slope angle) adalah sudut yang sebenarnya dari dinding pit keseluruhan,
dengan memperhitungkan jalan angkut, jenjang penangkap dan semua profil lain di
dinding jenjang.
Berikut ini adalah definisi overall slope dan interramp slope angle:
a) Overall slope angle
Overall slope angle merupakan sudut kemiringan dari keseluruhan jenjang
yang dibuat pada front penambangan. Kemiringan ini diukur dari crest paling atas
sampai dengan toe paling akhir dari front penambangan (Gambar 3.7).
50
Upper most crest
Lower most crest
a
q
R
Gambar 3.7
Overall slope angle
b) Overall slope angle with ramp
Pengertiaannya sama, namun pada bagian pertengahan Overall slope diberi
salah satu jenjang yang dimensi ukurannya lebih lebar dan digunakan sebagai jalan
angkut (Gambar 3.8).
Gambar 3.8
Keterangan :
q : overall slope angle
R : ramp
51
qIR1
qIR2
R
C
RC
T
qwR1
qwR2
WB WC
C
T
Overall slope angle with ramp
c) Inte ramp slope angle
Inte ramp slope angle merupakan sudut yang berada diantara ramp yang
diukur dari crest sampai dengan toe pada ramp (Gambar 3.9).
Gambar 3.9
Inter ramp slope angle
d) Inter slope angle dengan satu working bench
Kemiringan jenjang diukur dari crest pada bench yang sejajar jenjang kerja
sampai toe (Gambar 3.10).
Gambar 3.10
Keterangan :
qIR1: Interamp slope 1
qIR2: Interamp slope 2
R : Ramp
Keterangan :
qwR1 : Interramp slope working bench 1
qwR2 : Interramp slope working bench 2
WB : Working bench
W : Working bench toe
52
WB
R
q
qwR1
qwR3
WB
R
Inter slope angle dengan satu working bench
e) Overall slope angle dengan working bench dan ramp
Kemiringan sudutnya diukur dari crest jenjang yang terletak diatas jenjang
kerja sampai toe pada jenjang paling akhir (Gambar 3.11).
Gambar 3.11
Overall slope angle dengan working bench dan ramp
f) Inter ramp slope angle dengan working bench dan ramp
Kemiringan jenjang diukur dari masing-masing crest dan toe pada working
bench dan ramp (Gambar 3.12).
Gambar 3.12
Inter ramp slope angle dengan working bench dan ramp
Keterangan :
WB : Working Bench
R : Ramp
Keterangan :
qwR1: Interamp slope Working Bench 1
qwR2: Interamp slope Working Bench 2
qIR3: Interamp slope Ramp 3
53
q
WB1
WB2Sh1
Sh2
g) Overall slope angle dengan dua working bench
Overall slope yang pada beberapa (dua) bagian jenjangnya diguanakan
sebagai working bench. Kemiringan sudutnya diukur dari crest paling atas sampai
toe paling bawah dari jenjang yang ada (Gambar 3. 13).
Gambar 3.13
Overall slope angle dengan dua working bench
3.8.4 Geometri Jenjang Menurut Keputusan Menteri Pertambangan dan
Energi No. 555 Pasal 241
(1) Kemiringan, tinggi dan lebar teras harus dibuat dengan baik dan aman untuk
keselamatan
para pekerja agar terhindar dari material atau benda jatuh.
(2) Tinggi jenjang (bench) untuk pekerjaan yang dilakukan pada lapisan yang
mengandung pasir, tanah liat, kerikil, dan material lepas lainnya harus :
(a). Tidak boleh lebih dari 2.5 m apabila dilakukan secara manual;
(b) Tidak boleh lebih dari 6 m apabilah dilakukan secara mekanik dan
(c) Tidak boleh lebih dari 20 m apabila dilakukan dengan menggunakan
chamsell, dragline, bucket whell excavator atau alat sejenis kecuali
mendapat persetujuan Kepala Inspeksi Tambang.
(3) Tinggi jenjang untuk pekerjaan yang dilakukan pada material kompak tidak
boleh lebih dari 6 m apabilah dilakukan secara manual.
(4) Dalam hal penggalian dilakukan sepenuhnya dengan alat mekanis yang
dilengkapi dengan kabin pengaman yang kuat, maka tinggi jenjang
Keterangan :q : Overall slope angle
dengan duaworking bench
WB1 : Working bench 1WB2 : Working bench 2Sh1 : Shovel Group 1Sh2 : Shovel Group 2
54
maksimum untuk material kompak 15m, kecuali mendapat persetujuan
Kepala Pelaksanaan Inspeksi Tambang.
(5) Studi kemantapan lereng harus dibuat apabila :
(a) Tinggi jenjang keseluruhan pada system penambangan berjenjang
lebih dari 15 m dan
(b) tinggi setiap jenjang lebih dari 15 m
(6) Lebar lantai teras kerja sekurang-kurangnya 1.5 kali tinggi jenjang atau
disesuaikan dengan alat-alat yang digunakan sehingga dapat bekerja dengan
aman dan harus dilengkapi dengan tanggul pengaman (safety berm) pada
tebing yang terbuka dan diperiksa pada setiap gilir kerja dari kemungkinan
adanya rekahan atau tanda-tanda tekanan atau tanda-tanda kelemahan
lainnya.
3.8.5 Dasar Perancangan Jalan Tambang
Geometri jenjang ditentukan berdasarkan peralatan yang dipakai, oleh karena
itu diperlukan rancangan jalan yang benar, pada suatu tambang yang baru letak jalan
(ramp) keluar tambang sangat penting untuk diperhitungkan. Jalan tambang umunya
merupakan akses kelokasi pembuangan tanah penutup (waste dump) dan peremuk
(crusher) faktor topografi merupakan pertimbangan utama untuk membuat
rancangan ramp. Umumnya lebar jalan yang aman adalah 4 kali lebar dump truck,
berdasarkan dimensi tersebut memungkinkan untuk lalu linas dua arah, ruangan
untuk truck yang akan menyusul, selokan penyaliran, dan tanggul pengaman.
Kemiringan jalan angkut didalam tambang biasanya dirancang pada
kemiringa 8 % atau 10 %. Rancangan kemiringan jalan untuk tambang-tambang
besar umunya sekitar 8 %. Rancangan ini dapat memberikan fleksibilitas yang lebih
besar dalam perancangan dan memudahkan dalam akses ke jenjang-jenjang
penambangan. Kemiringa maksimum yang masih praktis pada jalan tambang yang
panjangnya 10%. Umumnya tambang-tambang skala kecil merancang kemiringan
jalan sebesar 10 %.
Rancangan spiral dan swichback biasanya dihindari karena cenderung
melambatkan arus lalulintas. Pertimbangan lain adalah ban akan cepat aus,
perawatan ban menjadi lebih besar dan faktor keamanan. Apabilah swichback tidak
55
mungkin dihindari, jalan akan dirancang lebih panjang dengan bagian sebelah dalam
dari tikungan dirancang tidak terlalu terjal.
Apabila geometri memungkinkan dan mempertimbangkan keamanan
dibeberapa lokasi jalan tamabang dapat dibuat belokan tanjakan darurat (runaway
ramps) untuk menghentikan laju dump truck yang tidak terkendali. Selain itu perlu
dibuat tanggul pemisah (straddle berm) ditengan jalan. Pembuatan jalan tambang
dapat memiliki tampak pada volume penggalian material yang sangat besar sehingga
aspek ekonomik dari pembuatan jalan tambang cukup signifikan.
3.8.6 Tahapan Penambangan (Push Back)
Merupakan bentuk-bentuk penambangan (mineable geometris) yang
menunjukan bagaimana suatu pit akan ditambang dari titik awal masuk hingga
bentuk akhir pit. Tujuan umum dari pembuatan tahapan penambangan adalah untuk
membagi seluruh volume yang ada dalam pit kedalam unit-unit perancangan yang
lebih kecil (panel/strip) sehingga mudah di tangani. Adanya tahapan penambangan
akan memudahkan perancangan tambang yang amat kompleks menjadi lebih
sederhana. Dalam perancangan, parameter waktu dapat mulai diperhitungkan, karena
waktu merupakan parameter yang sangat berpengaruh.
Pada tahap perancangan, pada awalnya diusahakan untuk mengkaitkan
hubungan antara geometri penambangan dengan geometri perlapisan batubara.
Dengan mempelajari tingkat perlapisan batubara dan topografi maka akan diperoleh
suatu cara untuk membuat strategi penambangan pit secara logis dalam waktu yang
relatif singkat. Tahapan-tahapan penambangan yang dirancang secara baik akan
memberikan akses kesemua daerah kerja dan menyediakan ruang kerja yang cukup
untuk operasi peralatan kerja tambang secara efisien. Salah satu hal terpenting adalah
untuk memperlihatkan minimal satu jalan angkut untuk setiap kemajuan tambang.
Hal tersebut dilakukan untuk memperhitungkan jumlah material yang terlibat dan
kemungkinan akses jalan angkut seluruh permukaan kerja.
Faktor yang mempengaruhi penentuan tahapan penambangan antara lain :
a) Bentuk dan kemiringan perlapisan batubara
56
Rencana penambangan batubara yang berbentuk perlapisan akan berbeda dengan
perancangan penambangan untuk mineral bijih termasuk dalam penentuan
geometri lerengnya.
b) Stripping Ratio (Nisbah Pengupasan)
Nisbah pengupasan merupakan perbandingan antara tonase overburden yang
harus dipindahkan 1 ton batubara yang ditambang. Hasil suatu perancangan pit
akan menentukan jumlah tonase overburden dan batubara yang mengisi pit.
Perbandingan antara overburden dan batubara tersebut akan memberikan nisbah
pengupasan rata-rata suatu pit.
c) Ultimate pit slope
Merupakan salah satu faktor teknis yang berarti kemiringan atau batas luar
tambang yang masih tetap stabil dan menguntungkan. Ultimate pit slope akan
berhubungan dengan geometri lereng yang direncanakan. Hal ini berarti
menentukan besarnya cadangan batubara yang akan ditambang (tonase dan nilai
kalorinya) yang akan memaksimalkan nilai bersih total dari cebakan batubara
tersebut.
Ultimate pit slope juga akan berpengaruh terhadap eksplorasi lanjut, tahap
evaluasi dan tahap persiapan yang didasarkan pada:
(a) BESR (Break Evet Stripping Ratio) yang ditentukan
(b) Sifat fisik dan mekanika batuan
(c) Struktur geologi (sesar, kekar, bidang perlapisan, dan bidang geser)
(d) Air tanah, unsure kimia batuan dan waktu yang dibutuhkan
3.9 Jalan Angkut (Ramp)
3.9.1 Letak Jalan Keluar
Suatu tambang yang baru, penting diperhitungkan dimana letak jalan-jalan
keluar dari tambang untuk akses yang baik kelokasi pembuangan tanah penutup
(waste dump) dan permukaan biji crusher). Topografi merupakan faktor penting
akan sangat sulit sekali bagi truk untuk keluar dari pit kemedan yang curam.
57
3.9.2 Rancangan Spiral dan Switchback
Pada umumnya swickbackingin dihindari sebisa mungkin karena cenderung
melambatkan lalulintas, juga ban akan cepat aus dan perawatan ban akan lebih besar
pertimbangan lain ialah keamanan. Apabila ada sisi tambang yang jauh lebih rendah
dari dinding lainnya disekeliling pit, switchback disisi ini sering lebih murah dari
pada membuat jalan angkut spiral mengelilingi dinding pit.
3.9.3 Jarak Pandang
Jarak pandang adalah jarak yang diperlukan oleh operator untuk melihat
kedepan secara bebas. Pada tambang batbara jarak pandang ini perlu, karena dalam
operasi penggalian batubara, menghasilkan banyak debu, yang akan menganggu
jarak pandang dari operator dump truck.
3.9.4 Lebar Jalan
Tergantung pada lebar alat angkut, biasanya 4 kali lebar truk. Lebar jalan
seperi diatas memungkainkan lalulintas dua arah, ruangan untuk truk yang akan
menyusul, juga cukup untuk selokan penyaliran dan tanggul pengaman.
a) Lebar Jalan Lurus
L =n.Wt + (n+1).(0.5.Wt) …………………………………………………… 3.5
L : lebar jalan angkut minimum, (meter)
n : jumlah jalur
Wt : lebar alat angkut, (meter)
58
The linked image cannot be displayed. The file may have been moved, renamed, or deleted. Verify that the link points to the correct file and location.
778 778
CATERPILLAR
1/2 Wt 1/2 Wt 1/2 Wt Wt Wt
L min
Parit
Tanggul
( Ir.Awang Suwandi, 2004 )
Gambar 3.14
Lebar Jalan Angkut Lurus
Nilai 0,5 pada rumus diatas menunjukan bahwa ukuran aman kedua
kendaraan berpapasan adalah sebesar 0,5 wt, yaitu setengah lebar terbesar dari alat
angkut yang bersimpangan. Ukuran 0,5 wt juga digunakan untuk jarak dari tepi
kanan atau kiri jalan kealat angkut yang melintasi secara berlawanan.
Apabilah tidak sesuai dengan ketentuan menurut perhitungan, maka harus
dilakukan perubahan karena selain dapat menghambat dalam kegiatan
pengangkuatan juga berbahaya bagi keselamatan operator dan kendaraan yang
beroperasi.
b) Lebar Jalan pada Tikungan
Lt = n(U + Fa + Fb + Z) + C …………………………………………………….. 3.6Z = C= (U + Fa + Fb )
Keterangan :
Lt : Lebar jalan angkut pada tikungan, (meter).
U : Jarak jejak roda, (meter).
59
Fa : Lebar juntai depan, (meter).
Fb: Lebar juntai belakang, (meter).
C : Jarak antara alat angkut saat bersimpangan,(meter).
( Ir.Awang Suwandi, 2004 )
Gambar 3.15
Lebar Jalan Angkut pada Tikungan
c) Radius Putar Truck
Jari-jari tikungan (belokan) berhubungan langsung dengan bentuk dan
kontruksi alat angkut yang digunakan. Disini digunakan ukuran alat angkut
maksimum. Dalam penerapan jari-jari lingkaran yang dijalankan oleh roda belakang
dan roda depan berpotongan dipusat C dengan sudut yang sama terhadap
penyimpangan roda. Penentuan besarnya jari-jari tikungan, rumus yang digunakan
adalah :
60
Gambar 3.16
Radius Tikungan Jalan
3.9.5 Kemiringan Jalan
Super elevasi merupakan kemiringan jalan pada tikungan yang terbentuk oleh
batas antara tepi jalan terluar dengan tepi jalan terdalam karena perbedaan
kemiringan. Tujuan dibuat super elevasi pada daerah tikungan jalan angkut yaitu
untuk menghindari atau mencegah kendaraan kergelincir keluar jalan atau terguling.
Atau berguna untuk mengimbangi gaya sentrifugal (gaya mendorong keluar) sewaktu
kendaraan melintasi tikungan, dan menambah kecepatan.
Wb
α
α
R
R = Wb/sin α
Dengan :R : Jari-jari lintasan roda depan, meterWb : Jarak antara poros roda depan dengan belakangα : Sudut penyimpangan roda depan (◦ )
61
Gambar 3.17
Superelevasi Tikungan Jalan Angkut
Berdasarkan teori ankintos D.I.C. pada kondisi jalan kering, nilai super
elevasi merupakan harga maksimum yaitu 60 mm/m sedangkan pada kondisi jalan
penuh lumpur atau licin, nilai super elevasi terbesar adalah 90 mm/m. kemiringan
tikungan tersebut tergantung tajamnya tikungan dan kecepatan maksimal kendaraan
yang diijinkan pada waktu melintasi tikungan.
Secara matematis kemiringan tikungan jalan angkut merupakan perbandingan
antara tinggi jalan dengan lebar jalan. Untuk menentukan besarnya kemiringan
tikungan jalan dihitung berdasarkan kecepatan rata-rata kendaraan dengan koefisien
friksinya.
Persamaan yang digunakan untuk menghitung superelevasi yaitu:
tan α = V2/R.G ……………………………………………………………………(3.7)
dengan :
V : Kecepatan kendaraan saat melewati tikunganR : Radius tikungan
G : Gravitasi bumi = 9,8 m/s2
62
Kemiringan jalan angkut (grade) merupakan suatu faktor penting yang harus
diamati secara detail dalam kegiatan kajian terhadap kondisi jalan tambang. Hal ini
dikarenakan kemiringan jalan angkut berhubungan langsung dengan kemampuan alat
angkut, baik dalam pengereman maupun dalam mengatasi tanjakan.
Kemiringan jalan angkut biasanya dinyatakan dalam persen (%) yang dapat
dihitung dengan mempergunakan rumus sebagai berikut:
Grade (α) = …….. ……………………………………………………………..(3.8)
Dengan:
∆h : Beda tinggi antara dua titik yang diukur
∆x : Jarak antara dua titik yang diukur
Secara umum kemiringan jalan maksimum yang dapat dilalui dengan baik
dan aman oleh alat angkut saat menaiki atau turun dari ketinggian maksimum 8-
10%.
3.9.6 Cross slope dari Jalan Masuk Permuka Kerja
Maksud dari pembuatan cross slope adalah agar jika terdapat air pada jalan,
maka air tersebut akan mengalir pada tepi jalan (Gambar 3.18). cross slope didapat
dari perbandingan y:x untuk jalan yang tidak berlapis salju atau jalan yang
materialnya masih bisa meresap air, maka cross slope dibuatb 1: 25. Jika jalan belum
memenuhi cross slope diatas, maka perlu menimbun bagian tengah jalan, sehingga
memenuhi persyaratan cross slope.
Gambar 3.18
Penampang Cross Slope
63
3.9.10 Pengupasan Tanah Penutup (Top Soil dan Overburden)
Pengupasan tanah penutup dapat dilakukan dengan beberapa metode sebagai
berikut; antara lain:
1) Back filling digging method
Pada cara ini, tanah penutup dibuang ketempat pembuangan bekas penambangan
atau daerah yang tidak memiliki lapisan batubara didalamnya. Cara ini cocok
untuk tanah penutup yang bersifat:
a. Tidak diselingi oleh berlapis-lapis endapan bahan galian
b. Tanah atau batuan lunak
c. Letaknya mendatar
2) Sistem jenjang
Cara pengupasan lapisan tanah penutup dengan system jenjang (benching). Cara
ini dilakukan pada waktu pengupasan lapisan tanah penutup sekaligus membuat
jenjang. Sistem ini cocok untuk:
a. Tanah penutup yang tebal
b. Bahan galian yang cukup tebal
3) Multi bucket excavator system (BWE)
Pada pengupasan cara ini, tanah penutup dibuang ke tempat yang sudah digali
atau ketempat pembuangan khusus. Caranya yaitu dengan mempergunakan
Bucket Wheel Excavator (BWE), sistem ini cocok utuk material yang memiliki
sifat lunak dan tidak lengket.
4) Drag scrapper system
Pengupasan cara ini yaitu dengan mengambil tanah penutup diikuti diikuti serta
pengambilan galian setelah tanah penutup telah dibuang, tetapi bisa juga tanah
penutup diambil terlebih dahulu berikutnya pengambilan bahan galian tambang.
System ini sangat cocok untuk tanah penutup yang memiliki sifat lunak dan
lepas.
5) Konvensional
Cara ini menggunakan kombinasi dari alat-alat pemindahan tanah mekanis (alat
gali, muat, dan angkut) seperti kombinasi antara Bulldozer, backhoe, dan truk
jungkit, bila tanah penutup bisa langsung menggunakan alat gali muat,
sedangkan bila material keras mungkin mempergunakan alat garu (ripper) atau
64
pemburan dan peledakan untuk membongkar tanah penutup, kemudian dimuat
dengan alat muat kea lat angkut, yang selanjutnya dibuang ketempat
penimbunan dengan alat angkut.
3.9.11 Teori Strip, Panel dan Blok
Endapan batubara dibagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, yaitu pit
(tambang), panel, strip dan blok.
- Pit
Penambangan batubara dibagi menjadi beberapa pit untuk memudahkan
pelaksanaan kegiatan penambangan, pembangian pit terutama didasarkan pada
pencapaian target produksi akan nilai kalori dari batubara yang akan ditambang.
- Strip
Setiap panel dibagi lagi menjadi strip-strip yang dibuat tegak lurus garis panel.
Lebar setiap strip adalah 50 m melintang dari arah selatan ke utara. Penomoran
untuk Strip 01 adalah S01, Strip 02 adalah S02 dan seterusnya pada masing-
masing panel.
- Panel
Masing-masing pit dibagi lagi menjadi panel-panel yang melintang dari arah
barat ke timur. Lebar tiap panel adalah 50 m. penomoran untuk panel 01 adalah
P01, panel 02 adalah P02 dan seterusnya
- Blok
Blok merupakan perpotongan antara panel dan strip. Bentuk akhir dari blok
adalah bujursangkar dengan ukuran 50 m x 50 m. penomoran untuk blok adalah
gabungan dari panel dan strip. contoh S01P01, berarti P01= Panel 01 dan S01 =
Strip 01.
3.10 Perancangan Timbunan
Perancangan timbunan merupakan upaya penentuan lokasi tempat timbunan
material hasil penggalian dan pengangkutan material, baik yang berharga maupun
yang tidak berharga, termasuk didalamnya adalah penentuan volume atau tonasenya,
perancangan bentuk timbunan dan waktu pelaksanaannya.
3.10.1 Parameter Perancangan Timbunan
65
Proses penimbunan material, baik materiam berharga maupun tidak berharga
harus mempertimbangkan beberapa faktor yang mempengaruhi, antara lain:
a) Sudut lereng timbunan (angle of repose)
Batuan kerin ROM (run of mine) pada umunya mempunyai sudut lereng
timbunan antara 340-370. Sudut ini dipengaryhi tinggi timbuna, ketidak teraturan
bongkah batuan dan kecepatan dumping. Pengukuran ini dapat dibuat pada sudut
lereng yang ada di daerah tersebut.
b) Faktor pengembangan material (swell factor )
Faktor pengembangan pada batuan keras umunya antara 30M- 45 % pada 1 m3.
Material insitu akan mengembang menjadi 1,3-1,45m material lepas (loose
material). Material dapat didapatkan sekitar 5-15% material yang ditumpahkan
oleh dump truk kan menjadi lebih kompak dari pada material yang ditumpahkan
oleh belt conveyor
c) Jarak dari pit limit
Jarak minimum merupakan ruangan yang cukup untuk jalan angkut antara pil
limit dan kaki timbunan (dump toe). Kestabilan pit akibat adanya timbunan harus
diperhitungkan jarak yang sama atau lebih besar dari kedalaman pit akan
mengurangi resiko yang berhubungan dengan kesetabilan lereng pit.
d) Tanjakan kearah dump crest
Menurut Bohnet dan Kunze dalam Waterman(2004) merekomendasikan sedikit
tanjakan kearah dump crest dengan pertimbangan penyaliran dan keamanan.
Limpasan air hujan dirancang menjauhi crest. Dump truk harus menggunakan
tenaga mesin untuk menuju crest dan bukan meluncur bebas. Hal ini jga akan
mengurangi resiko kendaraan yang di parker meluncur jatuh dari puncak waste
dump (crest).
3.10.2 Lokasi Timbunan
Penentuan lokasi penimbunan material didasarkan pada jenis material yang
ditimbun dan maksud dari penimbunan material. Berdasarkan jenis material dan
maksud penimbunannya, lokasi penimbuanan antara lain:
a) Stockpile/stockyard
66
Stockpile atau stockyard merupakan suatu tempat yang digunakan untuk
menyimpan timbunan material berharga yang akan diolah atau material berharga
yang akan dipakai kembali pada suatu saat. Stockpile atau stockyard biasanya
terletak didekat lokasi pengolahan atau pelabuhan.
b) Waste Dump
Waste Dump merupakan suatu lokasi yang digunakan untuk menimbun material
overburden atau material tidak berharga yang yharus digali dari lokasi
penambangan untuk memperoleh material berhaga wate dump biasanya
ditempatkan pada daerah yang yang tidak ditambang.
3.10.3 Jenis Timbunan
Proses penimbunan material, baik material berharga maupun tidak berharga,
dapat dilakukan dengan beberapa jenis timbuanan antara lain:
a. Valley Fill atau Crest Dump
Jenis timbunan Valley Fill atau Crest Dump dapat diterapkan didaerah yang
mempunya topografi curam dan biasanya dibangun pada sebuah lereng dengan
menetapkan elevasi puncak (dump crest) pada awal pembuatan tibunan. Dan truk
yang mengangkut muatannya ke elevasi ini akan menumpahkan muatannya pada
bagian atas lereng, kemudian bulldozer mengurus material ini. Elevasi dump crest ini
akan dipertahankan selama proses penimbunan .
Gambar 3.19
Jenis Timbunan Valley Fill atau Crest Dump
67
b. Terraced dump atau timbunan yang dibangun keatas (dalam lift)
Jenis timbunan Terraced dump diterapkan jika kondisi topografinya tidak
begitu curam. Jenis timbunan ini dibangun dari bawah keatas. Tinggi lift biasanya
disesuaikan dengan rekomendasi jenjang penimbunan. Kerugian cara ini adalah jarak
angkut yang lebih panjang untuk perluasan lift pada saat memulai suatu lift baru.
Keuntungan dari jenis timbunan ini, lift-lift yang dibangun berikutnya terletak lebih
kebelakang sehingga sudut lereng keseluruhan (overall slope angle) mendekat sudut
yang dibutuhkan untuk reklamasi.
Gambar 3.20
Jenis Timbunan Terraced Dump
3.10.4 Cara Penggusuran Material Timbunan
Material dibawa ke lokasi penimbunan yang suda ditentukan dan akan
ditangani oleh alat bantu untuk melakukan pemadatan dan penempatannya. Pada
kegiatan ini digunakan alat bantu berupa bulldozer. Bulldozer akan menggusur
overburden yang telah di tumpahkan oleh dump truk. Pada pelaksanaannya, alat ini
bekerja dengan beberapa cara sesuai kondisi yang ada, antara lain:
a. Down Hill Dozing
Pada metode ini bulldozer selalu mendorong kebawah, jadi mengambil
keuntungan dari bantuan gravitasi untuk menambah tenaga dan kecepatan
68
Gambar 3.21
Cara Penimbunan Down Hill Dozing
b. Highwall and float dozing
Bulldozer menggali beberapa kali kemudian mengumpulkan galian menjadi
satu dan mendorong dengan hati-hati pada lereng curam. Sebelum seluruh tanah
habis meluncur kelerang, bulldozer harus di rem agar tidak terjungkir.
Gambar 3.22
Cara Penimbunan Highwall and float dozing
c. Trench atau sloat dozing
69
Bulldozer akan menggusur melalui satu jalan yang sama akan menyebabkan
berbentuk semacam dinding pada kiri dan kana, sehingga pada pendorongan tanah
berikutnya tidak ada tanah yang keluar dari samping bilah.
Gambar 3.23
Cara Penimbunan Trench atau sloat dozing
3.11 Rancangan Sistem Penyaliran Tambang
Berdasarkan kajian hidrologi didaerah Kelesa, Kecamatan Seberida,
Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau, termasuk wilayah yang memiliki curah
hujah tinggi. Oleh karena itu konsekuensi dari penerapan system tambang terbuka
adalah perlunya dipersiapkan system penyaliran yang baik selama operasi
penambangan berlangsung.
70
Gambar 3.24
Bentuk Penampang Saluran Terbuka
3.11.1 Penentuan Letak dan Dimensi Sumuran
Upaya penyaliran air menuju sumuran dan mencegah genangan air pada
jenjang dilakukan dengan membuat puritan atau saluran terbuka didelat kaki jenjang.
Sedangkan penempatan sumuran diusahakan tidak terlalu dekat dengan daerah kerja
peralatan maupun batas kemajuan back filling.
Dimensi sumuran disesuaikan dengan debit air yang diperkirakan masuk
kedalam pit yang tidak mampu bertahan oleh saluran cicin
3.11.2 Penentuan Letak dan Dimensi Kolam Pengendapan
Kegunaan dari kolam pengendapan adalah untuk mengendapkan material
yang terangkut selama prose mine dewathering, sehingga mengurangi resiko
pendangkalan sungai. Dalam merancang atau menentukan lokasi dan ukuran kolam
pengendapan perlu memperhatikan peta kemajuan tambang dan lokasi awal hingga
akhir dari sumuran penampung air tambang.
Bentuk kolam pengendapan umunya hanya digambarkan secara sederhana,
berupa kolam berbentuk empat persegi panjang. Padahal sebenarnya bentuk kolam
pengendapan bermacam-macam tergantung dari kondisi lapangan dan keperluannya.
Walaupun bentuknya bermacam-macam, setiap kolam pengendapan akan selalu
mempunya 4 zona penting yang terbentuk karena proses pengendapan material
padatan ( solid particle).
71
Empat zona tersebut adalah sebagai berikut:
1) Zona masukan, tempat dimana air lumpur masuk kedalam kolam pengendapan
dengan asumsi campuran air dan padatan terdistribusi secara seragam. Zona ini
panjangnya 0,5 – 1 kali kedalaman kolam (Huisman,1977)
2) Zona pengendapan, tempat dimana partikel padatan (solid ) akan mengendap.
Panjang zona pengendapan adalah panjang kolam pengendapan dikurangi
panjang zona masuk dan keluaran (Huisman,1977)
3) Zoan endapan lumpu, tempat dimana partikel padatan dalam cairan (lumpur)
mengalami pengendapan (terpisah dari cairan) dan terkumpul didasar kolam
pengendapan.
4) Zona keluaran, tempat keluarnya buangan cairan yang jernih. Panjang zona ini
kira-kira sama degan kedalam kolam pengendapa, diukur dari ujung kolam
pengeluaran (Huisman,1977)
Kolam pengendapan yang dibuat agar dapat berfungsi lebih efektif, harus
memenuhi beberapa persyaratan teknis, seperti:
a) Sebaiknya kolam pengendapan dibuat berkelok-kelok, agar kecepatan aliran
lumpur relatif rendah, sehingga partikel padatan cepat mengendap
b) Geometri kolam pengendapa harus disesuaikan dengan ukuran back hoe yang
biasanya dipakai untuk melakukan perawatan kolam pengendapan, sepeti
mengeruk lumpur dalam kolam, memperbaiki tanggul kolam, dan lain sebagainya
72
BAB IV
RANCANGAN TEKNIS PENAMBANGAN
Tahapan yang dilakukan dalam rancangan penambangan batubara sebagai
berikut :
1) Pengumpulan data, berupa peta topografi, peta geologi, data lubang bor dan
singkapan, data spesifikasi alat mekanis yang akan digunakan.
2) Pengolahan data yaitu mendigitasi peta dan menentukan endapan batubara
melalui data lubang bor.
3) Pembuatan perancangan tambang batubara dengan Globalmapper, AutoCad
dan Minescape.
4.1 Sumberdaya Batubara
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pada PT. Riau Bara Harum
mempunyai lapisan batubara yang dominan yaitu seam D, E dan seam F dengan
kualitas baik.
Gambar 4.1
Batubara Seam D, E dan seam F tampak tiga dimensi
73
4.2 Tahapan Perancangan Penambangan
Tahapan perancangan penambangan batubara dengan menggunakan
pengabungan perangkat lunak Globalmapper, AutoCad dan Minescape dilakukan
secara terpisah. Tahap kerja awal akan dilakukan dengan menggunakan perangkat
lunak Globalmapper, AutoCad dimana pekerjaan hanya dibatasi pada proses digitasi
peta.
Tahap selanjutnya yaitu dengan menggunakan software Minescape yang
pekerjaannya dibatasi oleh, pembuatan peta topografi, pemodelan batubara,
perancangan pit, tahapan tersebut adalah sebagai berikut :
4.2.1 Pemodelan Surface Topografi
Tabel 4.1 dibawah menunjukan posisi koordinat PT. Riau Bara Harum secara
geografis.
Tabel 4.1.
Batas Koordinat Konsensi Pertambangan PT. Riau Bara Harum
NO
TITIK
BUJUR
TIMUR
(m)
LINTANG
SELATAN
(m)
NO
TITIK
BUJUR
TIMUR
(m)
LINTANG
SELATAN
(m)
1 197602.05 9935452.79 44 225455,52 9915182,32
2 197608.35 9930841.22 45 226389,29 9915187,20
3 198534.44 9930844.72 46 226389,32 9914258,30
4 198532.34 9932686.72 47 227309,11 9914258,30
5 199462.64 9932689.91 48 227323,11 9913333,61
6 199457.04 9933614.60 49 228253,40 9913333,61
7 200393.54 9933607.60 50 228240,80 9912418,01
74
8 200391.53 9934528.79 51 229173,89 9912415,21
9 203174.01 9934528.79 52 229178,79 9911505,21
10 203178.21 9931762.41 53 238448,83 9913341,93
11 201313.42 9931768.01 54 231963,37 9913342,00
Lanjutan Tabel 4.1
12 201321.82 9929926.32 55 231958,48 9916408,68
13 200395.02 9929926.32 56 229173,20 9916419,18
14 200394.32 9925308.47 57 229170,40 9914260,40
15 201325.32 9925309.36 58 228244,30 9914260,40
16 201319.01 9924386.56 59 228247,10 9915187,19
17 205033.88 9924391.46 60 227320,31 9915180,90
18 205037.39 9928083.23 61 227315,41 9916102,06
19 210606,55 9928080,42 62 226388,62 9916102,09
20 210601,65 9927163,42 63 226383,72 9917023,28
21 211528,44 9927156,43 64 225460,43 9917023,28
22 211536,84 9925318,24 65 225463,23 9917947,28
23 212462,23 9925317,54 66 224530,17 9917940,98
24 212463,63 9924392,85 67 224530,13 9919793,86
25 213386,92 9924396,35 68 223601,94 9919793,87
26 213397,42 9923470,95 69 223599,14 9920715,06
75
27 214315,11 9923474,45 70 225455,53 9920715,06
28 214326,31 9916403,86 71 225460,43 9924397,73
29 215249,59 9916407,39 72 218956,08 9924392,84
30 215250,30 9914556,52 73 218953,98 9925317,53
31 215862,70 9914565,61 74 218031,39 9925320,33
32 215870,49 9911489,84 75 218027,19 9927159,22
33 218036,27 9911493,33 76 216175,71 9927163,42
34 218027,19 9920710,17 77 216168,01 9928083,92
35 221433,98 9920703,16 78 215241,22 9928080,42
36 221427,73 9919793,91 79 215246,82 9930846,81
37 222668,85 9919793,87 80 214320,03 9930850,30
38 222670,95 9918869,17 81 214315,83 9931767,97
39 223601,24 9918866,37 82 213389,03 9931767,99
40 223601,94 9917023,99 83 213380,64 9932696,89
Lanjutan Tabel 4.1
41 224535,03 9917020,49 84 212453,14 9933613,89
42 224527,03 9916101,45 85 210601,69 9933611,08
43 225455,53 9916100,69 86 210607,26 9935459,07
Dari data koordinat lokasi konsensi PT. Riau Bara Harum tersebut, dapat
dibentuk suatu poligon yang membatasi wilayah konsensi penambangan PT. Riau
Bara Harum, seluas 24.450 Ha. Pembatasan wilayah ini menggunakan perangkat
76
lunak autocad. Secara keseluruhan konsensi penambangan PT. Riau Bara Harum
dibagi menjadi 5 Blok besar, yakni : Blok Kelesa, Blok Siambul, Blok Pegegas, Blok
Ringin, Blok Sungai Aarang. Sedangkan pada batasan wilayah penelitian hanya pada
Blok Siambul dengan luas 335 Ha. Pemodelan surface hanya dilakukan pada Blok
Siambul, dapat dilihat pada Tabel 4.2 batas koordinat Blok Siambul Gambar 4.2 peta
Blok Siambul dibawah ini :
Tabel 4.2.
Batas Koordinat Blok Siambul
NO TITIK BUJUR TIMUR (m) LINTANG SELATAN (m)
1 217072.094 9920885.227
2 215515.675 9920855.227
3 215515.675 9923043.144
4 217072.094 9923643.144
77
Gambar 4.2
Blok Siambul PT. Riau Bara Harum
Rona awal kontur permukaan atau surface dari konsensi PT. Riau Bara
Harum pada Blok Siambul berupa perbukitan dengan kemiringan 5-50 °. Elevasi
maksimal mencapai 130 mdpl elevasi minimum mencapai 30 mdpl, sehingga selisi
ketinggian rata-rata adalah 100 mdpl. Data topografi diperoleh dengan menggunakan
perangkat lunak Globalmapper, disebabkan PT. Riau Bara Harum belum melakukan
pemetaan secara keseluruhan. Pengambilan lokasi peta topografi dengan
menggunakan perangkat lunak Globalmapper disesuaikan dengan lokasi konsensi
pertambangan PT. Riau Bara Harum pada Blok Siambul. Hasil pemetaan topografi
78
dengan menggunakan perangkat lunak Globalmapper dilakukan pengolahan lebih
lanjut dengan menggunakan perangkat lunak autoCAD, sehingga diperoleh titik-titik
koordinat hasil ekstraksi peta kontur topografi dari perangkat lunak Globalmapper
tersebut. Peta kontur Blok Siambul dapat dilihat pada Lampiran A.
Gambar 4.3
Peta Kontur Topografi 2D pada Blok Siambul PT. Riau Bara Harum
79
Setelah diperoleh data koordinat topografi, dilakukan interpolasi pada
perangkat lunak Minescape membentuk garis-garis kontur dilanjutkan dengan
pemodelan bentuk tiga dimensi, dengan pembuatan triangle atau bidang-bidang yang
menghubungkan garis-garis kontur topografi. Bagian barat lokasi penelitian memiliki
bentuk topografi lebih tinggi dibandingkan dengan sebelah timur lokasi penelitian.
Gambar 4.4
Peta Topografi 3D pada Blok Siambul PT. Riau Bara Harum
Setelah dilakukan pemodelan tiga dimensi dari bentuk surface daerah
penelitian, maka diperoleh bidang yang kemudian akan digunakan sebagai pembatas
dalam penaksiran cadangan maupun proyeksi model struktur geologi batubara
didaerah telitian.
4.2.2 Pemodelan Geologi
Jumlah seam batubara yang dilakukan pemodelan hanya seam batubara yang
memiliki ketebalan ≥ 0,5 m, sebanyak 3 seam dengan ketebalan berkisar antara
80
0,5 m sampai 6 m, dengan arah umum penyebaran batubara yaitu relatif utara-
selatan, dan kemiringan kearah barat berkisar antara 20° - 30°. Dalam perancangan
tambang pada daerah telitian tidak dilakukan pemodelan pada seam batubara yang
memiliki ketebalan kurang dari 0,5 m, hal ini karena rencana ukuran alat mekanis
pembongkaran yang akan digunakan untuk membongkar atau memuat batubara
memiliki dimensi bucket yang lebarnya diatas 0,5 m. total jumlah seam batubara
yang dilakukan pemodelan adalah 3 seam yakni : seam D seam E dan seam F. Seam-
seam batubara pada daerah telitian memiliki penyebaran yang relatif berada dibagian
barat daerah penelitian.
Pemodelan dilakukan dengan memproyeksikan data pemboran dan singkapan
outcrop batubara menggunakan perangkat lunak Minescape . PT. Riau Bara Harum
telah melakukan pemboran hingga lebih dari 30 lubang bor untuk menganalisa
lapisan endapan batubara di Blok Siambul. Dalam pemodelan struktur geologi
lapisan batubara, digunakan data pemboran yang memiliki hasil coring batubara
dengan ketebalan diatas 0,5 m. data pemboran yang dibutuhkan untuk pemodelan
dimabil menjadi dua yakni:
1) Data pemboran Collar
Data pemboran collar meliputi : nama titik bor, koordinat titik bor, elevasi
titik bor, kedalaman lubang bor. Data collar berguna untuk memberikan informasi
tentang lokasi titik-titik bor, sehingga dapat digambarkan pada lokasi penelitian.
Data collar akan dikorelasikan dengan data pemboran litologi dengan index
penghubung pada kolom lubang bor.
Tabel 4.3
Data Pemboran Collar PT. Riau Bara Harum
Bor-Holes
Name
Koordinat Elevasi
(m)
Depth
(m)Easting Northing
SMB 385 216050 9921366 69 70.50
SMB 398B 216257 9922049 66 51
81
SMB 400 216091 9921436 68 60
SMB 402 216258 9921514 62 51
SMB 403 216042 9921704 78 60
SMB 407 216326 9921990 62 45
SMB 409 216176 9921976 64 27.0
SMB 410A 216185 9921365 66 45.0
SMB 411 216160 9921798 64 52.5
SMB 412 216291 9921786 60 30
SMB 414 216198 9921876 60 29.0
SMB 415 216062 9921497 69 60
SMB 419 216180 9921704 64 52.5
SMB 428B 216081 9921844 60 31.7
2) Data Pemboran Litologi
Data pemboran litologi meliputi : nama titik bor, batas kedalaman lapisan
atas (roof), batas kedalaman lapisan bawah (floor), nama seam batubara yang didapat
dari hasil log bor, dank kode litologi. Pada data litologi pemboran mencatat nama
seam dan tebal lapisan serta kedudukan lapisan batubara yang akan diproyeksikan
untuk pemodelan geologi struktur endapan batubara.
82
Tabel 4.4
Data Pemboran Litologi PT. Riau Bara Harum
Bor-Holes
Name
Top
Depth
Base
Depth
Thickness
(m)
Strat Lith)
SMB385 29.60 29.80 0.20 D CO
SMB385 32.50 36.00 3.50 E CO
SMB398B 21.40 22.90 1.50 E1 CO
SMB398B 23.00 24.00 1.00 E2 CO
SMB398B 34.80 35.60 0.80 F CO
SMB400 50.70 50.90 0.20 D CO
SMB400 51.20 53.00 1.80 E1 CO
SMB400 53.00 54.00 1.00 E2 CO
SMB402 15.00 16.50 1.50 E1 CO
SMB402 17.20 18.10 0.90 E2 CO
SMB402 30.20 31.20 1.00 F CO
SMB403 24.80 26.70 1.90 E CO
SMB403 38.50 38.60 0.10 F CO
SMB407 2.70 3.80 1.10 D CO
SMB407 3.80 5.60 1.80 E1 CO
SMB407 5.60 6.70 1.10 E2 CO
SMB407 18.20 19.00 0.80 F CO
SMB409 19.80 19.90 0.10 D CO
SMB409 22.10 24.70 2.60 E CO
SMB410A 6.00 9.00 3.00 E CO
83
SMB410A 20.00 26.80 6.80 F CO
SMB411 34.30 34.90 0.60 E1 CO
SMB411 34.90 35.10 0.20 E2 CO
SMB411 42.50 43.40 0.90 F CO
SMB412 3.40 5.70 2.30 E CO
SMB412 16.40 17.50 1.10 F CO
SMB414 5.30 5.60 0.30 C CO
SMB414 7.30 7.70 0.40 D CO
SMB414 15.10 15.40 0.30 E CO
SMB414 21.00 21.50 0.50 F CO
SMB415 33.90 34.80 0.90 E1 CO
SMB415 34.90 36.80 1.90 E2 CO
SMB415 48.00 48.40 0.40 F CO
SMB419 25.00 27.90 2.90 E1 CO
SMB419 28.00 30.40 2.40 E2 CO
SMB419 36.20 37.30 1.10 F CO
SMB428 B 30.00 31.10 1.10 E CO
Ket : CO = Kode Litologi Batubara
D,E,E1,E2 & F = Nama Seam Natubara
3) Data Kualitas batubara
Data kualitas batubara merupakan data tentang hasil analisis laboratorium
pada coring batubara. Data kualitas batubara terdiri dari : nama titik bor, batas
kedalaman lapisan atas (roof), batas kedalaman lapisan bawah (floor), nama seam
batubara yang didapat dari hasil log bor, relative density, total moisture, inheren
84
moisture, total sulphur, kandungan abu (ash), dan calorific value atau kalori
batubara. Peta lokasi titik bor dapat dilihat pada Lampiran C.
Dari hasil proyeksi data outcrop batubara dan pemboran tersebut, layout dari
subcrop line batubara memiliki arah strike mayor utara-selatan. Hasil pengolahan
data outcrop batubara dan pemboran menghasilkan gambaran subcrop line batubara
yang berupa garis-garis yang menghubungkan outcrop batubara dan pemboran
menghasilkan gambaran subcrop line batubara yang berupa garis-garis yang
menghubungkan outcrop batubara pada lapisan bagian floor batubara dibawah
topografi atau surface. Subcrop line ini digunakan untuk menentukan arah
penyebaran batubara dan mengetahui daerah yang paling banyak terdapat endapan
batubara.
Penamaan seam batubara dimulai dari sebelah timur, secara berurutan,
ketebalan setiap seam bervariasi, dengan ketebalan maksimum seam F sebesar 6,80
m. jarak antar seam memungkinkan untuk dilakukan penambangan secara bersamaan
dalam satu pit, namun tetap meninggalkan interburden sebagai pembatas setiap pit
penambangan. Peta subcrop line batubara pada daerah telitian dapat dilihat pada
Lampiran D.
Dari hasil pengolahan data pemboran, dapat dilakukan pemodelan kontur
struktur batubara, khususnya pada kontur struktur lapisan bawah batubara (floor).
85
Gambar 4.7
Kontur Struktur (floor) Batubara Daerah Telitian
Pembuatan kontur struktur dilakukan pada setiap seam batubara yang
berjumlan 3 seam dimulai dari seam D, seam E dan seam F. Pertama dilakukan
interpolasi data pemboran yang membentuk kontur struktur batubara bagian bawah
(floor) kemudian dilakukan pemodelan tiga dimensi dengan membentut Triangle dari
kontur struktur batubara bagian bawah (floor) tersebut. Kontur struktur bagian bawah
batubara (floor) berguna untuk melakukan pembatasan saat penaksiran cadangan
jumlah batubara. Dengan pembuatan kontur struktur, juga dapat divisualisasikan
bentuk endapan batubara pada daerah telitian, sehingga mempermudah dalam
pembuatan desain geometris penambangan. Peta kontur struktur lapisan batubara
(floor) dapat dilihat pada Lampiran G.
4.2.2.1 Penaksiran Sumberdaya dan Cadangan
4.2.3.1 Pembatasan Wilayah Penaksiran
Dalam pembatasan wilayah daerah telitian yang akan dilakukan penaksiran
sumberdaya dan cadangan, secara garis besar dapat dilakukan dengan
menggambarka poligon yang melingkupi subcrop line batubara, berbatasan dengan
=Seam F = Seam F = Seam F
=Seam F = Seam F
86
konsensi pertambangan PT. Riau Bara Harum. Untuk melakukan penaksiran
sumberdaya yang lebih detil, dilakukan pembatasan yang berjarak 500 m, 350 m, dan
250 m dari titik bor terluar. Pada jarak 250 m dari titik bor terluar, diperoleh hasil
penaksiran sumberdaya terukur (measured coal gresource). Sedangkan untuk
melakukan penaksiran cadangan, dibatasi oleh pit limit penambangan dan pit bottom
penambangan yang menghasilkan penaksiran cadangan terbukti (proved coal
resource). Namun untuk memenuhi stardar sebagai cadangan terbukti perlu
dilakukan kajian kelayakan terhadap semua faktor terkait dan telah terpenuhi
sehingga hasil kajian dinyatakan layak.
4.2.3.2 Pembagian Blok Penaksiran
Wilayah telitian pertama kali dibagi menjadi satu Blok besar (hasil dari
pembatasan wilayah penaksiran ). Dengan menggunakan perangkat lunak
Minescape, pada daerah tersebut dilakukan analisis tingkat stripping ratio, untuk
mengetahui tingkat kelayakan penambangan batubara berdasarkan stripping ratio
(SR) yang telah ditentukan yaitu kurang dari atau sama dengan 10 : 1, dapat dilihat
pada Gambar 4.8.
Blok yang membatasi daerah analisis SR dibagi lagi menjadi Blok-Blok kecil
berukuran 50 m x 50 m, untuk menghasilkan perhitungan yang lebih detil penamaan
Blok-Blok ini diurutkan dari utara ke timur dan selanjutnya kearah selatan,
menyesuaikan dengan arah penyebaran endapan batubara (strike) dan dip. Penamaan
Blok ini, secara otomatis terbentuk pada saat pembuatan strip, panel dan Blok. Pada
daerah penelitian, penamaan strip dimulai dari S01, dan penamaan panel dimulai dari
P01, sedangkan Blok selalu dimulai dengan huruf “BL”, sehingga nama Blok
pertama kali ialah: BLS01P01, dan nama Blok kedua ialah BLS02P01 dan
seterusnya hingga BLS20P20. Blok-Blok terbentuk, berada didalam Blok batas
analisis SR (Gambar 4.8). Blok-Blok dengan ukuran 50 m x 50 m tersebut total
berjumlah 137 Blok, pada Blok yang berada disisi Blok pembatas tidak selalu
berbentuk persegi, hal ini dikarenakan berpotongan dengan Blok pembatas. Gambar
Blok-Blok yang berukuran 50 x 50 dapat dilihat pada Gambar 4.9.
87
Gambar 4.8
Blok Batas Analisis SR
88
Gambar 4.9
Peta Blok Analisis SR
4.2.3.3 Analisis Blok Berdasarkan SR
Analisis SR pada Blok tersebut menggunakan system resgrapich pada
perangkat lunak Minescape , analisis daerah dilakukan dengan menghitung total
keseluruhan endapan batubara yang dibatasi dengan Blok berukuran 50 m x 50 m
89
seluas Blok besar yang melingkupi. Batas perhitungan ditentukan oleh model surface
sebagai batas atas, dan pit bottom sementara. Pit untuk analisis dengan menggunakan
system resgrapich dalam perangkat lunak Minescape berupa proyeksi dari garis
poligon batas Blok besar yang melingkupi Blok-Blok berukuran 50 m x 50 m. Pit
tersebut dibuat dengan elevasi yang berbeda-beda untuk mendapatkan perbandingan
nilai stripping ratio (SR), dapat dilihat pada Gambar 4.10. Analisis resgrapich
stripping ratio (SR).
Gambar 4.10.
Pit Batas Analisis SR pada System Resgrapich
90
Hasil analisis Stripping Ratio (SR) dengan menggunakan System Resgrapich
dalam perangkat lunak Minescape merupakan daerah-daerah yang memiliki
perbedaan nilai stripping ratio yang dtunjuk dengan perbedaan warna pada setiap
Blok-Blok berukuran 50 m x 50 m. pada Blok yang berwarna lebih terang (cokelat)
merupakan Blok yang memiliki nilai stripping ratio (SR) ≤ 10 : 1. Blok-Blok
tersebut akan membatasi dan menjadi Blok-Blok yang merupakan pit limit atau
batas penambangan dengan nilai stripping ratio (SR) ≤ 10 : 1. Penamaan Blok-Blok
hasil resgrapich tersebut berdasarkan pada nama seam batubara yang berada paling
bawah dalam perlapisan, atau disebut dengan bagian low woll. Dari hasil analisis SR
diperoleh Blok-Blok dengan nama sebagai berikut: Blok Seam D, Seam E, Seam E1,
Seam E2 dan Blok Seam F. Peta analisi SR dengan menggunakan Resgrapich dapat
dilihat pada Lampiran J.
4.2.3.4 Hasil Penaksiran Cadangan
Pada rancangan pit penambangan Blok seam D, dapat dibuat perancangan
pit penambangan dengan pit bottom hingga elevasi 30 mdpl. Dengan jumlah
cadangan batubara pada pit Blok seam D sebesar 495,481 ton, overburden sebesar
4,265,922 bcm, dengan stripping ratio 9 : 1. Hasil penaksiran cadangan pit
rancangan pada pit Blok seam E diperoleh cadangan batubara sebesar 1,209,926 ton ,
overburden sebesar 4,444,186 bcm, dengan stripping ratio 4 :1, dan pi bottom
hingga elevasi 20 mdpl. . Hasil penaksiran cadangan pit rancangan pada pit Blok
seam F diperoleh cadangan batubara sebesar 965,585 ton , overburden sebesar
3,504,248 bcm, dengan stripping ratio 4 :1, dan pit bottom hingga elevasi 20 mdpl.
Tabel 4.5
Data Hasil Penaksiran Cadangan
NAME PIT BOTTOMELEVATION(MDPL)
OVERBURDEN(BCM)
COAL MASS(TON)
TOTALVOLUME (BCM)
SR
SEAM_D 30 4,265,922 495,481 4,318,899 9
SEAM_E 20 4,444,186 1,209,926 5,169,836 4
SEAM_E1 30 1,606,960 203,698 1,748,985 8
91
SEAM_E2 30 170,025 32,999 149,612 5
SEAM_F 20 3,504,248 965,585 4,178,806 4
TOTAL 13,854,314.71 2,907,690.09 15,566,138.59 5
4.3 Perancangan Lubang Bukaan Tambang (Opencut Design)
4.3.1 Tahapan Penambangan
Perancangan dilakukan sesuai dengan tahapan penambangan, tahapan-
tahapan tersebut ialah :
1) Pembuatan Jalan Tambang
Pembuatan jalan tambang diperlukan untuk transportasi pengangkutan peralatan
maupun hasil penambangan sehingga proses penambangan dapat berjalan dengan
lancar. Merancang ramp atau jalan angkut didalam tambang dilakukan
bersamaan dengan pembuatan rancangan pit. Penentuan posisi ramp dilakukan
dengan mempertimbangkan lokasi waste dump dan atau stock pile, sebab
penentuan jalan masuk tambang yang salah akan mengakibatkan bertambah
panjangnya jarak tempuh alat angkut (truck) yang akan berakibat pada
bertambahnya waktu edar alat angkut, sehingga pada akhirnya akan mengurangi
produktivitas alat kerja dan menambah cost. Jalan tambang dapat menggunakan
fasilitas jalan pemerintah yang sudah ada atau dengan melakukan pembuatan
jalan baru yang menghubungkan lokasi penambangan dengan pelabuhan (jetty).
Jalan tambang berada disebelah timur Blok Siambul konsensi pertambangan PT.
Riau Bara Harum. Pembuatan jalan tambang dibagi dalam dua tahap, tahap satu
jalan tambang yang digunakan untuk pengangkutan batubara ke stockpile, dan
untuk mengangkut overburden kearah waste dump tahapan dua pembuatan jalan
tambang dari stockpile kearah Jetty. Jalan tambang dibuat dengan menggunakan
Bulldozer dimana lebar jalan lurus 20 m, lebar jalan pada tikungan 27 m.
pembuatan jalan tambang dilakukan dengan cara gali timbun, membongkar atau
menggali bagian jalan yang menonjol dan menimbun bagian jalan yang cekung
sekaligus meratakannya, sehingga diperoleh jalan tambang yang rata dengan
kemiringan (grade) kurang dari 8 %.
2) Pengupasan lapisan tanah penutup
92
Pengupasan lapisan tanah penutup dimaksudkan untuk menyingkirkan lapisan
tanah (overburden) yang menutupi endapan batubara yang akan ditambang.
Pengupasan tanah penutup (overburden) selanjutnya dilakukan secara bertahap
sesuai dengan urutan penambangan yang direncanakan. Pengupasan tanah
penutup disesuaikan dengan jadwal produksi, sehingga cost production dan
stripping ratio dapat disesuaikan dengan perencanaan yang telah dibuat
sebelumnya.
3) Pembuatan jenjang awal
Tahap pembuatan jenjang awal penambangan tahun pertama dimulai dari
PIT_BLS01_PO5 hingga PIT_BLS04_PO7 mengara ke barat daya, selanjutnya
penggalian sesuai dengan urutan penambangan.
4) Penggalian overburden dan batubara
Pengupasan overburden setiap tahunnya dilakukan sesuai dengan batasan
stripping ratio. Penggalian batubara dilakukan sesuai dengan sasaran produksi
yaitu 300.000 ton/tahun.
5) Pengangkutan
Pengangkutan overburden dan batubara dilakukan dengan menggunakan dump
truck yang kemudian dibawah menuju lokasi penimbunan waste dump untuk
overburden yang nantinya akan dilakukan back filling dan stockpile untuk
batubara.
4.3.2 Perancangan Geometri Penambangan
Pembuatan jenjang penambangan hanya dilakukan pada bagian high wall dan
side wall penambangan. Pada bagian low wall pit penambangan tidak dilakukan
pembuatan jenjang, karena memiliki faktor keamanan yang sesuai dengan
rekomendasi geoteknik. Penambangan batubara pada daerah telitian ditambang
secara tambang terbuka dengan menggunakan metode Open Pit Mining.
Rancangan teknis penambangan dilakukan untuk mempermudah proses
penambangan dan memperoleh perhitungan cadangan yang sesuai dengan target
produksi, sesuai dengan arah penyebaran batubara. Pembuatan rancangan teknis
penambangan memerlukan beberapa parameter penting, parameter-parameter
tersebut antaralain :
93
a. Sasaran produksi pertahun sebesar 300.000 ton
b. Stripping Ratio (SR) ≤ 10:1
c. Nilai kalori batubara minimum sebesar 6.298 Kcal/kg
d. Rekomendasi geoteknik untuk tinggi jenjang (10 m)
e. Rekomendasi geoteknik untuk lebar jenjang akhir (5 m)
f. Rekomendasi geoteknik untuk single slope 60°-70° dan overal slope ≤ 45°
g. Jalan tambang dengan kemiringan (grade) yang ditentukan (8%)
h. Lebar jalan tambang (20 m)
Gambar 4.11
Dimensi Jenjang Pit Penambangan
Rancangan teknis penambangan didasarkan pada topografi awal pada daerah
telitian (Lampiran A-01, Peta Topografi), langkah pertama yang dikerjakan pada
tahap rancangan teknis penambangan adalah membagi area penambangan dalam
Blok-Blok penambangan (gridded seam model). Rancangan bentuk penambangan
yang dibuat yaitu dengan mempertimbangkan faktor ruang kerja alat. Daerah yang
direncanakan untuk ditambang harus dapat dijagkau oleh peralatan tambang yang
digunakan dan dapat bekerja secara aman dengan mempertimbangkan adanya jalan
masuk kedaerah yang akan ditambang.
Agar proses penambangan dapat berjalan dengan lancar, khususnya pada
proses penimbunana overburden yang terdiri dari lapisan-lapisan tanah penutup, dan
94
lapisan batubara antar seam batubara (interburden), maka perlu dibuat suatu
rancangan teknis penimbunan overburden.
Pembuatan rancangan teknis penimbunan overburden memerlukan beberapa
parameter penting, parameter tersebut menggunakan antara lain :
a. Tujuan daerah timbunan (waste dump)
b. Rekomendasi geoteknik untuk tinggi jenjang (5 m)
c. Rekomendasi geoteknik untuk lebar jenjang (5 m)
d. Angle of repose dari material overburden (25°)
e. Lebar jalan tambang (20 m)
f. Jalan tambang dengan kemiringan (grade) yang ditentukan (8%)
Gambar 4.12
Dimensi Jenjang Waste Dump
Selain area penambangan (pit), perancangan tambang juga meliputi area
pendukung lainnya seperti :
1) Area Perkantoran
2) Area Workstation
3) Area Jetty
Jalan tambang untuk hauling batubara dibuat hingga ke jalan Propinsi , untuk
pengangkutan batubara sampai pelabuhan (jetty) menggunakan jalan Propinsi.
95
4.4 Perancangan Pit Penambangan
Berdasarkan hasil analisis Stripping Ratio pada daerah telitian, diperoleh
batas elevasi yang layak untuk dilakukan penambangan yakni hingga batas 20 mdpl.
Blok batas penambangan diuraikan lagi menjadi Blok seam D , Blok seam E dan
Blok seam F. Blok-Blok tersebut dijadikan batasan wilayah penambangan yang
minerable, dengan nilai stripping ratio (SR) ≤ 10:1. Parameter lain yang juga
digunakan dalam perancangan pit penambangan ialah daerah isopac kualitas
batubara. Pit penambangan secara keseluruhan dapat dirancang dengan
memproyeksikan poligon -poligon yang membatasi Blok seam E dan Blok seam
F. Pada pit akhir penambangan akan diperoleh interburden yang tidak dilakukan
penambangan, dan menjadi batas tiap Blok penambangan. Interburden tersebut
ditinggalkan untuk memenuhi stripping ratio supaya sesuai dengan target produksi.
Peta Blok batas penambangan dapat dilihat pada Lampiran K.
4.5 Rencana Produksi
Cadangan batubara tertambang daerah Siberida Block Siambul adalah sebesar
2,614,827.48 ton dengan volume lapisan penutup (overburden) sebesar
14,177,360.83 ton, sehingga total volume 15,786,790.94 ton.
Umur tambang ditentukan berdasarkan perhitungan cadangan tertambang
yakni 2,614,827.48 ton dibagi dengan target produksi batubara pertahun yakni
300.000 ton, sehingga umur tambang Blok siambul adalah 8,71 atau 9 tahun. Untuk
memulai kegiatan penambangan lebih dahulu dilakukan penggalian tanah penutup
(overburden) pada areal penambangan, sehingga endapan batubara akan tersingkap
dan akan mudah untuk di tambang.
Nilai stripping ratio (SR) yang ditetapkan untuk penambangan batubara PT.
Riau Bara Harum adalah 1 : 10. Nilai ini ditentukan berdasarkan perhitungan Break
Even Stripping Ratio (BESR).
4.6 Pemilihan Alat Muat dan Alat Angkut
Pemilihan peralatan mekanis sangat tergantung dari sistem penambangan
yang dipilih. Pemilihan peralatan mekanis sangat berpengaruh pada geometri yang
96
akan dibuat. Tinggi dan lebar jenjang permukaan kerja akan dipengaruhi oleh
jangkauan dan kemampuan alat mekanis yang dipilih.
Berbagai aspek yang terlibat dalam kegiatan penambangan baik memiliki
peran signifikan dalam menentukan peralatan mekanis (sistem penanganan material)
yang akan dipakai.
Pemilihan sistem penanganan material berdasarkan sistem penambangan,
bentuk endapan yang relatif seragam dan homogen serta inventaris alat mekanis yang
dimiliki. Dalam hal ini lebih banyak dipengaruhi oleh alat mekanis yang dimiliki
karena keterbatasan inventaris dan teknologi.
4.7 Sistem Penyaliran Tambang
Metode yang diterapkan pada penambangan batubara daerah Kelesa block
siambul adalah metode tambang terbuka (open pit). Metode tambang ini pada
akhirnya akan menghasilkan sumuran (pit) pada permukaan kerja (front)
penambangan, sehingga selama kegiatan penambangan akan menghadapi kendala
air terutama air hujan. Oleh karena itu perlu dibuat rancangan penyaliran air tambang
untuk mengatasi masalah air yang berasal dari air hujan, air limpasan maupun air
tanah.
Upaya penyaliran air menuju sumuran dan mencegah genangan air pada
jenjang dilakukan dengan membuat paritan di dekat kaki jenjang. Penempatan
sumuran diusahakan tidak terlalu dekat dengan daerah kerja peralatan maupun batas
kemajuan tambang.
97
Gambar 4.13
Skema saluran penyaliran
4.8 Jadwal Rencana Produksi
Umur tambang yang diperkirakan selama sembilan tahun dengan rencana
penambangan sebagai berikut :
Table 4.6
Rencana Produksi Batubara dan Overburden
YEAR BLOCK
OVERBURDEN
And
INTERBURDEN
COALMASS
TOTAL
VOLUME SR
VOL(BCM) (TON) (BCM)
1 PIT_BLS01 PIT_BLS06 2.637.481 303.928 2.751.101 9
2 PIT_BLS06 PIT_BLS12 2.741.164 301.299 2.940.533 9
3 PIT_BLS12 PIT_BLS15 2.460.135 304.206 2.652.483 8
4 PIT_BLS15 PIT_BLS18 1.552.764 315.592 1.764.877 5
5 PIT_BLS18 PIT_BLS19 1.467.705 314.428 1.669.666 5
98
6 PIT_BLS19 PIT_BLS17 1.135.073 313.011 1.333.652 4
7 PIT_BLS17 PIT_BLS16 776.243 303.122 972.374 3
8 PIT_BLS16 PIT_BLS05 969.712 307.042 1.172.493 3
9 PIT_BLS05 PIT_BLS01 437.084 152.199 529.612 3
TOTAL 13.740.277 2.462.628 15.257.179 6
4.9 Perancangan Waste Dump dan Stockpile
4.9.1 Perancangan Waste DumpRencana lokasi Waste Dump yang dibuat adalah sebagai berikut :
1) Jarak dari permukaan kerja (front penambangan) masih ekonomis ( ±1km)
2) Tidak ada cadangan batubara di bawah lokasi yang dipilih atau cadangan
batubara didaerah tersebut tidak ekonomis untuk ditambang
3) Tidak mengganggu daerah yang akan ditambang, sungai atau jalan, serta
topografi permukaan diusahakan berupa lembah.
Gambar 4.14
Layout Rancangan Waste Dump
99
Pada daerah telitian, bagian sebelah utara lokasi penambangan merupakan
wilayah yang memiliki kontur relatif lebih rendah dan tidak terdapat endapan
batubara, sehingga cocok untuk digunakan sebagai tempat penimbunan overburden.
Luas area waste dump untuk tahun pertama hingga tahun ke dua disesuaikan dengan
jumlah overburden yang akan ditimbun, selanjutnya dilakukan metode backfilling.
Tinggi lereng dirancang 5m, dengan lebar bench 5m. kemiringan lereng yang
dipengaruhi oleh angle of repose dari material overburden 20°.
4.9.1 Perancangan Stockpile
Pemilihan lokasi stockpile pada daerah bagian timur dari konsensi
pertambangan PT. Riau Bara Harum, dengan dasar lebih dekat ke pelabuhan agar
memudahkan dalam proses pengangkutan . Kapasitas stockpile yang direncanakan
yaitu hingga produksi batubara selama tiga bulan yaitu sebesar ± 75.000 ton. Jadi
sebelum tiga bulan atau maksimal tiga bulan batubara pada stockpile telah diangkut
keluar menuju port. Perhitungan kapasitas stockpile dapat dilihat pada Tabel 4.6
berikut.
Tabel 4.7
Kapasita Stockpile
Level Beda Tinggi
(m)
Density
(ton/m3)
Luas Rata-rata
(Ha)
Kapasitas
Stockpile (Ton)
RL 55 32,5
5 1.3 26.500
RL 60 30,5
100
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Sistem dan Tatacara Penambangan Batubara
Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam penambangan batubara adalah
sebagai berikut :
a. Kondisi Endapan Batubara
Lapisan (seam) endapan batubara di daerah Kelesa secara umum tersingkap
di permukaan tanah sebagai out-crop. Lapisan batubara yang mendapat prioritas
utama untuk ditambang yaitu lapisan seam D, seam E dan seam F yang mempunyai
tebal lebih dominan dari lapisan yang lain. Lapisan ini relatif dekat dengan
permukaan tanah dengan kemiringan lapisan sebesar 6-15° dengan ketebalan berkisar
antara 0,5-6,80 m.
b. Geometri lereng penambangan
Pada perancangan geometri lereng penambangan didasarkan pada
rekmomendasi menurut Robert, Hook dan Fish (1972). Besaran geometri yang
digunakan sebagai batasan perhitungan cadangan tertambang adalah sebagai berikut:
1) Geometri Jenjang
· Tinggi lereng keseluruhan (Overall Slope Hight) = 60 - 70 meter
· Kemiringan lereng keseluruhan (Overall Slope) = ≤ 40°
· Tinggi lereng Tunggal (Bench High) = 10 meter
· Kemiringan Lereng Tunggal (Bench Slope) = 60 °
· Lebar Jenjang (Berm) = 10 meter
· Lereng Lantai Batubara (Lowwall) mengikuti kedudukan lapisan batubara
101
Gambar 5.1
Geometri Lereng Penambangan
2) Jalan Tambang ( Mine Roads)
· Lebar total = 20 meter
· Lebar permukaan jalan = 18 meter
· Lebar selokan = 1 meter
· Gradien Maksimum = 8 % (AASHTO 1994)
· Super elevasi = 4 % (AASHTO 1994)
· Turning radius = 85,2 meter
Berdasarkan faktor-faktor diatas dan pertimbangan bahwa endapan batubara
relatif dekat permukaan tanah, peningkatan produksi batubara dengan teknolgi
tambang terbuka lebih mudah untuk dilaksanakan, biaya modal dan operasi tambang
terbuka relatif lebih murah dari pada tambang bawah tanah, maka system
penambangan batubara akan menerapkan system tambang terbuka (open pit Mining)
3) Desain Ramp
· Lebar pit ramp operasi = 20 meter
· Gradien ramp = 8 %
· Lebar selokan = 1 meter
102
5.1.2 Jumlah Cadangan Batubara Tertambang
Jumlah sumberdaya batubara di daerah penelitian ditunjukan pada Tabel 5.2
dibawah ini.
Table 5.1
Jumlah Sumberdaya Batubara Blok SiambulNAME PIT BOTTOM
ELEVATION(MDPL)
OVERBURDEN(BCM)
COAL MASS(TON)
TOTALVOLUME
(BCM)
SR
SEAM_D 30 4.265.922 495.481 4.318.899 9
SEAM_E 20 4.444.186 1.209.926 5.169.836 4
SEAM_E1 30 1.606.960 203.698 1.748.985 8
SEAM_E2 30 170.025 32.999 149.612 5
SEAM_F 20 3.504.248 965.585 4.178.806 4
TOTAL 13.854.314 2.907.690 15.566.138 5
5.1.3 Umur Tambang
Mempertimbangkan ketersediaan batubara yang dapat ditambang, faktor
kehilangan selama penambangan, pegolahan batubara serta sasaran produksi 300.000
ton/tahun maka umur tambang PT. Riau Bara Harum, blok siambul adalah 9 tahun.
5.2 Metode Penambangan
Faktor-faktor yang digunakan untuk pemilihan metode penambangan
batubara PT. Riau Bara Harum meliputi kondisi cadangan batubara dan kondisi
lapisan penutup (overburden dan interburden). Adapun pengaruh kedua faktor
tersebut terhadap pemilihan metode penambangan adalah sebagai berikut :
a. Kondisi Endapan Batubara
Lapisan endapan batubara yang akan ditambang, sacara umum tersingkap di
permukaan tanah sebagai out-crop. Kemiringan dip berkisar 6-15°, dengan ketebalan
lebih dari 0,5m. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa lapisan endapan batubara
di daerah studi, penyebarannya relatif dekat dengan permukaan tanah dengan
kemiringan yang relatif datar.
b. Kondisi lapisan Penutup (OB/IB)
103
Berdasarkan observasi lapangan di daerah studi dan sekitarnya ditambah
dengan hasil uji kekuatan batuan utuh dan massa batuan, kondisi bidang diskuntinu,
maka dapat dinyatakan bahwa penggalian overburden dan batubara di blok siambul
bisa dilakukan dengan penggaruan (ripper) dan tidak memerlukan peledakan
(blasting).
Mempertimbangkan kondisi endapan batubara dan lapisan penutup seperti
telah diuraikan diatas, maka rencana penambangan batubara didaerah studi dipilih
metode tambang terbuka (surface mining). Metode penambagan yang di gunakan
adalah open pit. Kegiatan penambangan dengan cara open pit terdiri dari serangkaian
kegiatan meliputi:
· Pembersihan lahan sekaligus pengupasan dan pemindahan tanah penutup
· Penggalian dan pemindahan lapisan penutup (OB/IB)
· Penggalian dan pemindahan batubara
5.2.1 Pembersihan Lahan sekaligus Pengupasan dan Pemindahan tanah
Pucuk
Operasi pembersihan lahan penambangan dilakukan pada lokasi-lokasi
dimana tambang akan dibuka. Berkaitan dengan operasi ini maka akan dilakukan
beberapa pekerjaan yaitu :
a. Pembabatan semak dan perdu
Pekerjaan ini dilakukan dengan menggunakan bulldozer, yang menjalankan
fungsi gali dorong degan memanfaatkan blade dan tenaga dorong yang besar. Semak
dan perdu yang menutupi daerah penambangan didorong kedaerah-daerah tepi
penambangan.
b. Penebangan pohon dan pemotongan kayu
Sebelum operasi pembersihan lahan penambangan, maka perlu dilakukan
penebangan pohon-pohon dan pemotongan kayu-kayu yang ada. Dalam operasi
pemindahan kayu-kayu, digunakan alat-alat pengangkat beban berat dan rantai besi
untuk pengikat dan penarik, kemudian diangkut dengan truk.
c. Operasi pengupasan tanah pucuk (top soil)
Operasi pengupasan top soil yang banyak mengandung bahan organik hasil
pelapukan yang meyuburkan tanah, dilakukan setelahh pembersihan lahan
104
penambangan. Lapisan tanah subur ini dikupas dengan menggunakan blade dari
bulldozer. Lapisan top soil didorong dan dikumpulkan pada lokasi tertentu dekat
dengan daerah operasi bulldozer, kemudian dimuat menggunakan backhoe PC-
600C-7 dan diangkut menggunakan dump truck ketempat penyimpanan tanah
pucuk. Timbunan tanah subur ini, nantinya di manfaatkan pada saat melakukan
pekerjaan reklamasi.
5.2.2 Operasi Penggalian dan Pemindahan Lapisan Penutup (OB/IB).
Operasi penggalian lapisan penutup berupa overburden dan interburden,
dilakukan dengan menggunakan PC-600C-7 kapasitas 3,5m3 dibantu dengan
bulldozer. Untuk material lemah sampai sedang langsung dilakukan penggalian dan
pemuatan ke dump truk kapasitas 3,5 m3. Bila di temukan material keras terlebih
dahulu diberai dengan bulldozer, kemudian digali dan dimuat dengan backhoe.
Pemakaian ripper dan bulldozer disesuaikan dengan kebutuhan operasi pemberaian
material.
Tanah penutup diangkut dengan dump truk dari daerah penambangan ke
daerah penimbunan (dumping area) yang telahh direncanakan, berupa lahan bekas
penambangan (in-pit dump) atau daerah luar tambang (outside dump). Timbunan
tanah penutup ini harus ditutup dengan lapisan tanah subur agar dapat ditanami
kembali.
5.2.3 Operasi Penggalian dan Pemindahan Batubara
Operasi penggalian batubara dilakukan dengan menggunkana backhoe
PC600LC-7 dengan kapasitas bucket 0,7m3 dibantu dengan buldozer. Untuk batubara
yang memiliki kekuatan lemah sampai sedang, langsung digali dan dimuat kedalam
dump truck kapasita 10 ton. Sedangkan yang keras, diberaikan dahulu dengan
bulldozer, kemudian digali dan dimuat dengan backhoe.
a. Penggalian Batubara Tahun 01
Penggalian batubara tahun kesatu dilakukan pada elevasi 70-40 mdpl, dimulai
dari PIT_BLS01 hingga PIT_BLS06 dengan luas 9,73 ha Jumlah batubara yang
digali sebesar 303.928 ton. Backhoe PC160LC – 7 yang digunakan yaitu 2 Unit,
dump truck Hino Ranger FG 235 JJ 8 unit. Pada penggalian batubara tahun
105
overburden yang dihasilkan sebesar 2.637.481 BCM diangkut ke waste dump oleh
karena pengaruh faktor pengembangan maka volume overburden 3.767.830,43
CCM. Penggalian tambang tahun 01 dapat dilihat pada lampiran K-01.
b. Penggalian Batubara Tahun 02
Penggalian batubara tahun kedua dilakukan pada elevasi 70-40 mdpl, dimulai
dari PIT_BLS06 hingga PIT_BLS12 dengan luas 6,66 ha. Jumlah batubara yang
digali sebesar 301.299 ton. Alat muat angkut yang digunakan Backhoe PC160LC – 7
yang digunakan yaitu 2 Unit, dump truck Hino Ranger FG 235 JJ 8 unit. Pada
penggalian batubara tahun kedua dilakukan backfilling dimana jumlah material
overburden 2.637.481 BCM yang berada di waste dump 3.767.830,43 LCM ditimbun
kembali kedalam bekas penambangan tahun pertama backfilling dilakukan pada
elevasi 40 mdpl dimulai dari 60 mdpl jumlah material backfilling sebesar
3.042.523,07 CCM. Penggalian tambang tahun 02 dapat dilihat pada lampiran K-02.
c. Penggalian Batubara Tahun 03
Penggalian batubara tahun ketiga dilakukan pada elevasi 70-40 mdpl, dimulai
dari PIT_BLS12 hingga PIT_BLS15 dengan luas 20,02 ha. Jumlah batubara yang
digali sebesar 304.206 ton. Alat muat angkut yang digunakan Backhoe PC160LC – 7
yang digunakan yaitu 2 Unit, dump truck Hino Ranger FG 235 JJ 8 unit. Pada
penggalian batubara tahun ketiga dilakukan backfilling dimana jumlah material
overburden 2.741.164 BCM yang berada di waste dump 3.915.948,88 LCM ditimbun
kembali kedalam bekas penambangan tahun kedua backfilling dilakukan pada elevasi
40 mdpl dimulai dari 60 mdpl jumlah material backfilling sebesar 3.162.128,72 CCM.
Penggalian tambang tahun 03 dapat dilihat pada lampiran K-03.
d. Penggalian Batubara Tahun 04
Penggalian batubara tahun keempat dilakukan pada elevasi 70-40 mdpl,
dimulai dari PIT_BLS015 hingga PIT_BLS018 dengan luas 11,44 ha. Jumlah
batubara yang digali sebesar 315.392 ton. Alat muat angkut yang digunakan Backhoe
PC160LC – 7 yang digunakan yaitu 2 Unit, dump truck Hino Ranger FG 235 JJ 8
unit. Pada penggalian batubara tahun keempat dilakukan backfilling dimana jumlah
material overburden 2.460.135 BCM yang berada di waste dump 3.514.478,09 LCM
ditimbun kembali kedalam bekas penambangan tahun pertama backfilling dilakukan
106
pada elevasi 40 mdpl dimulai dari 60 mdpl jumlah material backfilling sebesar
2.837.941,06 CCM. Penggalian tambang tahun 04 dapat dilihat pada lampiran K-04.
e. Penggalian Batubara Tahun 05
Penggalian batubara tahun kelima dilakukan pada elevasi 70-40 mdpl,
dimulai dari PIT_BLS018 hingga PIT_BLS019 dengan luas 28,83 ha. Jumlah
batubara yang digali sebesar 314.428 ton. Alat muat angkut yang digunakan Backhoe
PC160LC – 7 yang digunakan yaitu 2 Unit, dump truck Hino Ranger FG 235 JJ 8
unit. Pada penggalian batubara tahun kedua dilakukan backfilling dimana jumlah
material overburden 1.552.764 BCM yang berada di waste dump 2.218.233,65 LCM
ditimbun kembali kedalam bekas penambangan tahun pertama backfilling dilakukan
pada elevasi 40 mdpl dimulai dari 60 mdpl jumlah material backfilling sebesar
1.791.223,67 CCM. Penggalian tambang tahun 05 dapat dilihat pada lampiran K-05.
f. Penggalian Batubara Tahun 06
Penggalian batubara tahun keenam dilakukan pada elevasi 70-40 mdpl,
dimulai dari PIT_BLS019 hingga PIT_BLS17 dengan luas 4,17 ha. Jumlah batubara
yang digali sebesar 313.011 ton. Alat muat angkut yang digunakan Backhoe
PC160LC – 7 yang digunakan yaitu 2 Unit, dump truck Hino Ranger FG 235 JJ 8
unit. Pada penggalian batubara tahun kedua dilakukan backfilling dimana jumlah
material overburden 1.467.705 BCM yang berada di waste dump 2.096.721,91 LCM
ditimbun kembali kedalam bekas penambangan tahun pertama backfilling dilakukan
pada elevasi 40 mdpl dimulai dari 60 mdpl jumlah material backfilling sebesar
1.693.102,94 CCM. Penggalian tambang tahun 06 dapat dilihat pada lampiran K-06.
g. Penggalian Batubara Tahun 07
Penggalian batubara tahun ketujuh dilakukan pada elevasi 70-40 mdpl,
dimulai dari PIT_BLS17 hingga PIT_BLS16 dengan luas 5,15 ha. Jumlah batubara
yang digali sebesar 303.122 ton. Alat muat angkut yang digunakan Backhoe
PC160LC – 7 yang digunakan yaitu 2 Unit, dump truck Hino Ranger FG 235 JJ 8
unit. Pada penggalian batubara tahun kedua dilakukan backfilling dimana jumlah
material overburden 1.135.073 BCM yang berada di waste dump 1.621.532,83 LCM
ditimbun kembali kedalam bekas penambangan tahun pertama backfilling dilakukan
107
pada elevasi 20 mdpl dimulai dari 60 mdpl jumlah material backfilling sebesar
1.309.387,76 CCM. Penggalian tambang tahun 07 dapat dilihat pada lampiran K-07.
h. Penggalian Batubara Tahun 08
Penggalian batubara tahun kedelapa dilakukan pada elevasi 40-20 mdpl,
dimulai dari PIT_BLS16 hingga PIT_BLS05 dengan luas 11,33 ha. Jumlah batubara
yang digali sebesar 307.042 ton. Alat muat angkut yang digunakan Backhoe
PC160LC – 7 yang digunakan yaitu 2 Unit, dump truck Hino Ranger FG 235 JJ 8
unit. Pada penggalian batubara tahun kedua dilakukan backfilling dimana jumlah
material overburden 776.243 BCM yang berada di waste dump 1.108.918,85 LCM
ditimbun kembali kedalam bekas penambangan tahun pertama backfilling dilakukan
pada elevasi 40 mdpl dimulai dari 60 mdpl jumlah material backfilling sebesar
895.451,98 CCM. Penggalian tambang tahun 08 dapat dilihat pada lampiran K-08.
i. Penggalian Batubara Tahun 09
Penggalian batubara tahun kesembilan dilakukan pada elevasi 40-20 mdpl,
dimulai dari PIT_BLS05 hingga PIT_BLS01 dengan luas 1,64 ha. Jumlah batubara
yang digali sebesar 152.199 ton. Alat muat angkut yang digunakan Backhoe
PC160LC – 7 yang digunakan yaitu 2 Unit, dump truck Hino Ranger FG 235 JJ 8
unit. Pada penggalian batubara tahun kedua dilakukan backfilling dimana jumlah
material overburden 969.712 BCM yang berada di waste dump 1.385.302,53 LCM
ditimbun kembali kedalam bekas penambangan tahun pertama backfilling dilakukan
pada elevasi 40 mdpl dimulai dari 60 mdpl jumlah material backfilling sebesar
1.118.631,41 CCM. Penggalian tambang tahun 09 dapat dilihat pada lampiran K-09.
5.3 Rencana dan Jadwal Produksi
Rencana produksi penambangan batubara blok siambul PT. Riau Bara Harum
per tahun selama tahun pertama sampai tahun ke sembilan 300.000 ton. Jadwal
produksi batubara dan volume tanah penutup PT. Riau Bara Harum, secara rinci
tercantum dalam Table 5.3 dan Table 5.4.
108
Tabel 5.2
Rencana dan Jadwal Produksi Batubara dan
Lapisan Tanah Penutup Pertahun
YEAR BLOCK
OVERBURDEN
And
INTERBURDEN
COAL MASS TOTAL
VOLUME SR
VOL(BCM) (TON) (BCM)
1 PIT_BLS01 PIT_BLS06 2.637.481 303.928 2.751.101 9
2 PIT_BLS06 PIT_BLS12 2.741.164 301.299 2.940.533 9
3 PIT_BLS12 PIT_BLS15 2.460.135 304.206 2.652.483 8
4 PIT_BLS15 PIT_BLS18 1.552.764 315.592 1.764.877 5
5 PIT_BLS18 PIT_BLS19 1.467.705 314.428 1.669.666 5
6 PIT_BLS19 PIT_BLS17 1.135.073 313.011 1.333.652 4
7 PIT_BLS17 PIT_BLS16 776.243 303.122 972.374 3
8 PIT_BLS16 PIT_BLS05 969.712 307.042 1.172.493 3
9 PIT_BLS05 PIT_BLS01 437.084 152.199 529.612 3
TOTAL 14.177.360,83 2.614.827,48 15.786.790,94 5
109
Gambar 5.2
Grafik Produksi Batubara Pertahun
Gambar 5.3
Grafik Akumulatif Batubara Selama 9 Tahun
5.3.2 Rencana produksi Lapisan Penutup
Dengan mempertimbangkan besarnya volume lapisan tanah penutup yang
digali pertahun (Tabel 5.3), maka diaplikasi metode backfilling, artinya tanah hasil
penggalian dari suatu area penambangan, diisikan pada area yang telah ditambang.
Penerapan metode back filling sekaligus diintegrasikan dengan program reklamasi
tambang. Hal ini memberikan keuntungan, karena mereduksi jarak angkut
overburden dan biaya reklamasi tambang dari daerah tersebut. Sisa lapisan penutup
(OB/IB) yang ditimbun sebagai material pengisi diangkut dan ditimbun di daerah
dumping area. Lokasi dumping area terletak di bagian Utara. Volume overburden
yang ditimbun di dumping area akan di gunakan sebagai material pengisi
(backfilling). Peta rencana Backfilling dapat dilihat pada Lampiran L
110
Tabel 5.3
Rencana Pengupasan dan Penimbunan Overburden
YEAR OVERBURDEN SF(%)
(LCM) FAKTORLOOSE
CF(%)
WASTEDUMP
VOL (BCM) (%) VOL (CCM)
01 2.637.481 70% 3.767.830,43 5 85% 3.042.523,07
02 2.741.164 70% 3.915.948,88 5 85% 3.162.128,72
03 2.460.135 70% 3.514.478,09 5 85% 2.837.941,06
04 1.552.764 70% 2.218.233,65 5 85% 1.791.223,67
05 1.467.705 70% 2.096.721,91 5 85% 1.693.102,94
06 1.135.073 70% 1.621.532,83 5 85% 1.309.387,76
07 776.243 70% 1.108.918,85 5 85% 895.451,98
08 969.712 70% 1.385.302,53 5 85% 1.118.631,79
09 437.083,82 70% 624.405,46 5 85% 504.207,41
TOTAL 14.177.360,83 20.253.372,62 15.850.390,98
Tabel 5.4
Jadwal Penimbunan Tanah Penutup
YEAR OVERBURDEN
Outside Dump Back Filling Total Dump
01 2.637.481 - 2.637.481
02 - 2.741.164 2.741.164
03 - 2.460.135 2.460.135
04 - 1.552.764 1.552.764
05 - 1.467.705 1.467.705
06 - 1.135.073 1.135.073
111
07 - 776.243 776.243
08 - 969.712 969.712
09 - 437.084 437.084
TOTAL 2.637.481 11.539.879 14.177.360,83
Gambar 5.4
Grafik Rencana Jadwal Produksi Lapisan Penutup
5.4 Tata Letak Fasilitas Tambang
Fasilitas yang digunakan untuk mendukung operasi penambangan batubara
terdiri dari kantor administrasi, gudang, bengkel, laboratorium kualitas kontrol, ruang
makan siang, tempat ibadah, stasiun bahan bakar, tangki air, dan stasiun generator.
Besar dan luas masing-masing fasilitas tersebut disesuaikan dengan kebutuhan dan
operasi kerja yang akan dilakukan. Ukuran bangunan administrasi dibuat
berdasarkan perkiraan jumlah karyawan dan pengguna lainnya. Ukuran bengkel
sesuai dengan fasilitas pemeliharaan peralatan utama dan ruang untuk mengganti
suku cadang. Laboratorium didesain sesuai dengan peralatan yang dibutuhkan dan
112
personil yang ada. Secara global luas lantai dari masing-masing bangunan tersebut
adalah sebagai berikut:
Gambar 5.5
Tata letak fasilitas tambang
5.5 Peralatan
5.5.1 Pemilihan Peralatan Utama
Pemilihan peralatan yang digunakan untuk penggalian batubara dan
overburden di blok siambul adalah Backhoe. Sebab dengan kondisi curah hujan yang
tinggi dan kondisi lantai kerja yang kurang baik, maka pemakaian alat muat jenis
backhoe ini akan lebih efisien. Selain itu backhoe excavator juga dapat digunakan
untuk mengontrol dilusi pada dasar lapisan batubara.
Pada penggalian overburden, backhoe dapat memuat truk dari elevasi jenjang
maupun memuat truk pada jenjang dibawahnya. Backhoe juga direkomendasikan
sebagai alat muat truk dengan tinggi jenjang kurang dari 5m.
Keterangan :
1. Kantor Administrasi 6. Product Coal Stockpile2. Stasiun BBM dan Angin 7. Peremuk & Saring3. Water Supply 8. Truck Dump Hopper4. Power Generator 9. Struck Staging Area5. R.O.M Stockpile 10. Stasiu Timbang
113
Alat angkut yang dipilih adalah truk kapasitas 15 ton untuk batubara dan truk
kapasitas 25 ton untuk overburden. Truk 15 ton akan sesuai dengan backhoe 70 ton
( 0,7 m3 bucket) dengan pengisian sebanyak 6 Kali. Sedangkan untuk truk 25 ton
akan sesuai dengan backhoe excavator 35 ton ( 3,5 m3 bucket) dengan pengisian
sebanyak 10 Kali.
5.5.2 Pemilihan Spesifikasi Peralatan Utama
Pertimbangan pemilihan peralatan spesifikasi teknis peralatan utama adalah :
· Karakteristik lapisan batubara dan lapisan penutup
· Aspek teknis dan ekonomis
· Dukungan teknis yang mencakup pelayanan purna jual (after sales service) dari
perusahaan yang menyediakan peralatan.
berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, maka pada operasi pertambangan
batubara ini, akan digunakan alat-alat sebagai berikut :
Tabel 5.5
Jenis Peralatan Utama Penambangan
JENIS
KEGIATAN
NAMA MATERIAL
TOP SOIL OVERBURDEN/
INTERBURDEN
BATUBARA
Pembersihan Lahan
(Land Clearing)
Bulldozer
Penggalian
(Excavating)
Backhoe-Loader Backhoe-Loader
Bulldozer-Ripper
Untuk material keras
Backhoe-Loader
Bulldozer-Ripper
Untuk material keras
Pemuatan (Loading) Backhoe-Loader Backhoe-Loader Backhoe-Loader
114
Pengangkutan
(Hauling)
Dump Truck Dump Truck Dump Truck
Penimbunan
(Dumping)
Dump-Truck Dump Truck
Backhoe, Bulldoze
Dump Truck
Tabel 5.6
Daftar Peralatan Utama Penggalian Batubara dan Tanah Penutup
NAMA/JENI
S ALAT
TIPE KAPASI
TAS
MERK FUNGSI
Bulldezer
(Ripper jika
diperluka
Komatsu Pembersihan lahan
Pemberaian OB/IB
Pemberaian Coal
Penimbunan
Backhoe-
Loader
PC160LC-7
PC600LC-7
0,7 m3
3,5 m3
Komatsu
Komatsu
Penggalian dan Pemuatan
Material Lunak (Coal)
Pembuatan Level Jenjang
Penggalian dan pemuatan
Material lunak (OB/IB)
Dump Truck Hino Ranger
FG 235 JJ
15 ton Hino Pengangkutan Batubara
115
HD 255-HD 25 ton Komatsu Pengangkutan Material
(OB/IB)
5.6 Sistem Penyaliran Tambang
Kegiatan penambangan open pit akan berbentuk cekungan sehingga kegiatan
penambangan umunya akan menghadapi masalah air tanah, air limpasan dan air
hujan. Apabilah daerah tambang tergenang air, alat-alat tambang akan sulit
beroperasi. Kemantapan lereng tambang akan terganggu bila lereng selalu dalam
keadaan basah. Untuk mengatasi masalah ini diperlukan suatu sistem penyaliran
yang baik. Penanganan terhadap air yang masuk kedalam tambang dilakukan dengan
membuat bebebrapa saluran yang direncanakan sebagai berikut :
a. Saluran Penyaliran di sekeliling tambang
Saluran penyaliran ini berfungsi untuk mencegah air yang berasal dari luar
tambang masuk kedalam tambang. Dalam pembuatan saluran ini perlu diperhatikan
keadaan topografi sekitar tambang agar dapat ditentukan daerah penampungan air
hujan secara tepat.
b. Saluran Penyaliran diatas jenjang
Saluran penyaliran ini berfungsi untuk menyalirkan air yang berada diatas
jenjang menuju lantai tambang sehingga tidak terjadi genangan air diatas jenjang
yang dapat mempengaruhi kemantapan lereng
c. Saluran Penyaliran di lantai tambang
Saluran penyaliran ini berfungsi untuk menyalirkan air yang masuk kelantai
tambang berasal dari jenjang maupun air hujan yang jatuh langsung dilantai tambang
tersebut. Pembuata saluran penyaliran ini dapat menghindari terjadinya genangan air
dilantai tambang sehingga tidak menganggu kerja peralatan-peralatan tambang.
116
Gambar 5.6
Skema saluran penyaliran.
117
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pemodelan geologi lapisan batubara, menghasilkan 3 seam batubara dengan
ketebalan ≥ 0,5m. Subcrop line batubara dan kontur struktur batubara, yang
digunakan sebagai batas dalam penaksiran cadangan dan perancangan geometri
penambangan. Perangkat lunak Minescape dapt untuk menganalisis nilai
stripping ratio (SR) ≤ 10:1 pada 3 seam batubara.
2. Rancangan penambangan dimulai dari bagian utara Blok Siambul PT. Riau Bara
Harum. Kemiringan lereng tunggal maksimal adalah 60°, tinggi bench 10 m dan
lebar bench penambangan maupun final bench adalah 5 m.
3. Rancangan produksi penambangan batubara pada tahun pertama sampai
kedelapan adalah sebesar 300.000 ton sedangkan pada tahun kesembilan 150.000
ton. Pada tahun pertama sampai keenam dilakukan penggalian dari elevasi 70-40
mdpl, sedangkan pada tahun ketujuh sampai tahun kesembilan dilakukan
penggalian dari elevasi 40-20 mdpl.
4. Alat gali yang akan digunakan untuk mengupas material penutup adalah back hoe
(excavator) komatsu PC 600LC-7. Alat angkut yang akan dipakai untuk
mengangkut material overburden adalah dump truck komatsu HD-255.
5. Alat muat yang akan digunakan untuk memuat batubara adalah back hoe
(excavator) komatsu PC 160LC-7. Alat angkut yang akan dipakai untuk
mengangkut batubara adalah Hino Dutro 130 HD kapasitas 10 ton
6. Dimensi jalan angkut dibuat dengan lebar pada jalan lurus 20m, pada tikungan
29m sedangkan derajat kemiringan jalan (grade) adalah 8 %. Dan super elevasi
4 %.
118
7. Sistem penyaliran tambang yang dirancang terdiri dari saluran terbuka, sumuran
pada dasar pit, pompa dan kolam pengendapan. Letak kolam pengendapan berada
dalam pit, pada elevasi terendah yaitu 20 mdpl.
6.2 Saran
Dalam rangka optimalisasi pelaksanaan rancangan tambang yang telah
dibuat, maka perlu dilakukan:
1. Diperlukan pemantauan lebih lanjut untuk mengetahui tingkat keakuratan hasi
perhitungan simulasi dengan kenyataan pelaksanaannya dilapangan pada saat dan
setelah operasi penambangan dilakukan setiap tahunya.
2. Perlu dilakukan monitoring kestabilan lereng agar faktor keamanan dapat di
pertahankan
3. Penelitian lebih lanjut mengenai pemilihan alat muat dan alat angkut, baik dari
segi teknis, praktis maupun ekonomi.
4. Perancangan dan perhitungan sistem penyaliran tambang yang tepat guna
mengatasi air limpasan yang masuk ke dalam tambang mengingat tingginya
curah hujan pada area penambangan PT.Riau Bara Harum
119
DAFTAR PUSTAKA
1. _______,(2009), Laporan Pemboran Eksplorasi PT. Riau Bara Harum,
Kabupaten Kabupaten Indragiri Hulu Provinsi Riau, PT. Riau Bara Harum.
2. _______, (1998), Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No.555 Pasal
241, Departemen Pertambangan dan Energi.
3. Komatsu, 2007, “Specification and Application Handbook Edition 28”, Japan
4. Suhala S, Teknologi Pertambangan di Indonesia, Pusat Penelitian dan
Pengembangan
5. Waterman S, (2010), Perencanaan Tambang, Jurusan Teknik Pertambangan,
UPN “Veteran” Yogyakarta, Yogyakarta.
6. Waterman S, (2006), Modul Praktikum Simulasi dan Komputasi, Jurusan Teknik
Pertambangan, UPN “Veteran” Yogyakarta, Yogyakarta.
7. Yanto I, (2010), Pemindahan Tanah Mekanis, Jurusan Teknik Pertambangan,
UPN “Veteran” Yogyakarta, Yogyakarta.