ABSTRAK - ULMeprints.ulm.ac.id/4132/1/6. Pembelajaran SBK (Seni Budaya...ABSTRAK Pembelajaran SBK...
Transcript of ABSTRAK - ULMeprints.ulm.ac.id/4132/1/6. Pembelajaran SBK (Seni Budaya...ABSTRAK Pembelajaran SBK...
ABSTRAK
Pembelajaran SBK (Seni Budaya dan Keterampilan) dengan Memanfaatkan
Limbah Pertanian pada Anak Tunagrahita Ringan
Mirnawati
Kata kunci: pembelajaran SBK, limbah pertanian, anak tunagrahita ringan
Pembelajaran SBK yang selama ini diajarkan kepada anak tunagrahita
ringan monoton pada salah satu keterampilan saja yaitu menggambar, hal ini
mengakibatkan anak merasa bosan dan kreatifitas anak tidak terasah.
Pembelajaran keterampilan yang tidak variatif dirasa tidak cukup menjadi bekal
bagi anak tunagrahita ringan untuk hidup mandiri di masyarakat. Anak
tunagrahita yang mengalami hambatan intelektual perlu dibekali keterampilan
vokasional untuk mewujudkan kemandirian bagi anak dari segi finansial sehingga
tidak selamanya bergantung pada orang tua. Salah satu upaya untuk mewujudkan
hal tersebut adalah melalui pembelajaran SBK dengan memanfaatkan limbah
pertanian kulit jagung yang dapat dioalh menjajdi berbagai jeis keterampilan yang
bernilai seni juga bernilai jual.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif untuk
menggambarkan pembelajaran SBK yang dilakukan oleh guru dan
menggambarkan kreativitas anak tunagrahita ringan kelas X di SLB Negeri
Tabalong dalam membuat karya seni dengan memanfaatkan limbah pertanian
kulit jagung. Subjek dalam penelitian ii adalah siswa tunagrahita ringan kelas X di
SLB Negeri Tabalong berjumlah tiga orang. Analisis data yang digunakan adalah
deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian menggambarkan bahwa pembelajaran SBK yang
dilakukan oleh guru dengan memanfaatkan limbah pertanian kulit jagung meliputi
dua tahap yaitu tahap mengumpulan alat dan bahan, dan tahap pengolahan bahan.
Adapun kreatifitas anak tunagrahita ringan X di SLB Negeri Tabalong dalam
membuat karya seni dari limbah pertanian kulit jagung menunjukkan
keberagaman, ada yang menghasilkan karya seni berupa hiasan bunga tulip, ada
yang membuat bros, dan juga ada yang membuat kotak serba guna.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Muatan Seni Budaya dan Keterampilan sebagaimana yang
diamanatkan dalam PP No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, tidak hanya terwadahi dalam satu mata pelajaran karena budaya
itu sendiri mencakup segala aspek kehidupan. Dalam mata pelajaran Seni
Budaya dan Keterampilan (SBK), aspek budaya tidak dibahas secara tersendiri
tetapi terintegrasi dengan seni. Karena itu, mata pelajaran Seni Budaya dan
Keterampilan pada dasarnya merupakan pendidikan seni yang berbasis
budaya. Mata Pelajaran SBK diberikan di sekolah karena keunikan perannya
yang tak mampu diemban oleh mata pelajaran lain. Keunikan tersebut terletak
pada kegiatan ekspresi, estetik, dan kreatif yang ditawarkannya melalui
pendekatan: “belajar dengan seni”, “belajar melalui seni”, dan “belajar tentang
seni.”
Hal tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran SBK tidak hanya
berorientasi dalam penguasaan materi ajar tetapi juga berorientasi pada
peningkatan kreativitas siswa dalam mengembangkan sebuah keterampilan
kerajinan tangan. Mata Pelajaran SBK merupakan program pilihan yang dapat
diberikan kepada peserta didik yang diarahkan kepada penguasaan satu jenis
keterampilan atau lebih yang dapat menjadi bekal hidup di masyarakat. Mata
Pelajaran SBK bertujuan untuk menumbuh kembangkan berbagai potensi anak
1
2
didik sesuai dengan bakat dan minat yang dimilikinya. Adapun tujuan utama
pendidikan keterampilan sesuai dengan tujuan instruksional antara lain (a)
memiliki kemampuan, keterampilan dan sikap dasar yang diperlukan untuk
melakukan pekerjaan guna memperoleh pendapatan (nafkah), (b) memiliki
pengetahuan dasar tentang berbagai bidang pekerjaan yang terdapat di
lingkungan masyarakat sekitar sekurang-kurangnya mampu menyesuaikan diri
di dalam masyarakat dan memiliki kepercayaan diri, (c) memiliki suatu jenis
keterampilan yang sesuai dengan minat, kemampuan dan kebutuhan
lingkungan.
Mata Pelajaran SBK selain diberikan di Sekolah Reguler tetapi juga
menjadi salah satu mata pelajaran yang diajarkan di Sekolah Khusus/ SLB.
Lembaga ini memberikan pendidikan bagi peserta didik yang menyandang
kelainan fisik, mental, perilaku atau gabungan. Salah satu yang menjadi tujuan
adanya mata pelajaran SBK di Sekolah Luar Biasa adalah untuk
mempersiapkan siswa agar dapat memiliki keterampilan sebagai bekal untuk
memasuki dunia kerja.
Anak tunagrahita salah satu dari beberapa anak berkebutuhan khusus
perlu mendapatkan pelayanan pendidikan agar dapat mengembangkan
potensinya secara optimal. Khusus untuk jenjang SMALB, prioritas utama
dalam pembelajaran tidak difokuskan pada bidang akademik, akan tetapi lebih
ditekankan pada keterampilan vokasional. Pembelajaran keterampilan
diberikan supaya anak bisa hidup mandiri. Pada kenyataannya sebagian besar
anak tunagrahita ringan yang telah lulus sekolah ternyata tidak bekerja,
3
sedangkan harapan dari orangtua kepada guru-guru begitu besar agar anaknya
kelak setelah lulus dari sekolah setidaknya memiliki keterampilan yang bisa
mereka gunakan agar bisa hidup mandiri, tidak berdiam diri dan
menghabiskan waktu saja di rumah tanpa melakukan aktivitas yang
bermanfaat.
Pembelajaran keterampilan diharapkan bisa menjadi prioritas,
sehingga selama anak tunagrahita ringan mengenyam pendidikan di sekolah
tersebut, mereka memiliki salah satu keterampilan yang bisa mereka jadikan
modal untuk terjun ke masyarakat.
Mata Pelajaran SBK bagi anak tunagrahita ringan bertujuan untuk
mengembangkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan bakat dan minat
sebagai sikap dasar untuk melakukan suatu pekerjaan di dalam masyarakat
sehingga dapat memperoleh penghasilan untuk keperluan dirinya dan
masyarakat sekitar. Ruang lingkup bahan pengajaran SBK bagi anak
tunagrahita ringan tidak jauh berbeda dengan bahan pengajaran bagi anak
normal, hanya dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan bakat dan minat
serta kemampuan, agar anak bisa melakukannya sendiri di rumah dengan
harapan bisa menjadi mata pencahariannya kelak.
Menurut Pratiwi dan Murtiningsih (2013:47) tunagrahita ringan
disebut juga dengan istilah debil atau tunagrahita yang mampu didik. Sebutan
tersebut karena anak tunagrahita kategori ini masih dapat menerima
pendidikan sebagaimana anak normal, tetapi dengan kadar ringan dan cukup
menyita waktu. Mengembangkan kemampuan anak semaksimal mungkin
4
merupakan tugas dan kewajiban orangtua. Seperti halnya mengasuh anak pada
umumnya, orangtua juga bisa mengembangkan kemampuan anak tunagrahita
ringan semaksimal mungkin. Jangan terlalu banyak menuntut apalagi
membandingkan mereka. Cukup berikan dukungan dengan apa yang bisa
mereka kerjakan. Bisa jadi anak tergolong ke dalam tingkat intelegensi
rendah, tetapi tetap memiliki bakat yang bisa diandalkan semacam melukis
atau membuat kerajinan tangan.
Menurut Libal ( 2009:94) anak tunagrahita ringan dengan IQ 50-55
hingga sekitar 70. Anak pada tingkat cacat mental ini akan belajar dengan
lambat di sekolah, tetapi kelainan mereka tidak terlihat jelas saat mereka di
luar lingkup sekolah. Saat tumbuh lebih dewasa, mereka akan mampu
memiliki keterampilan sosial dan komunikassi yang memadai. Umumnya
mereka mencapai prestasi akademis kira-kira setingkat kelas enam. Akan
tetapi pilihan karier mereka agak terbatas. Tetapi dengan pengawasan dan
dukungan dari keluarga atau masyarakat, mereka mampu menopang hidupnya
sendiri.
Menurut Lyen 2002 (Mangunsong, 2009:130-133) diluar pendidikan,
beberapa keterampilan dapat mereka lakukan untuk bekerja pada pekerjaan
semi-skilled. Namun mereka membutuhkan bantuan dalam mengatur
pendapatan. Menurut Fajar (2002) mendefinisikan keterampilan sebagai
kecakapan untuk bekerja selain kecakapan untuk berorientasi ke jalur
akademik.
5
Salah satu keterampilan hidup yang bisa diberikan kepada anak
berkebutuhan khusus yaitu menguasai salah satu jenis keterampilan yang bisa
diandalkan sebagai lahan mencari penghasilan di kemudian hari. Seperti
membuat kerajinan tangan, main musik, dan hal lain yang sesuai dengan minat
serta kemampuan masing-masing anak. Anak tunagrahita ringan masih
memiliki potensi untuk berkembang dalam bidang membaca, menulis dan
berhitung sederhana, mereka juga dapat dididik keterampilan dalam
kehidupan sehari-hari serta dapat diberikan latihan-latihan keterampilan
sederhana yang memerlukan program khusus dan bimbingan khusus, agar
dapat mengembangkan potensi yang dimiliki seoptimal mungkin sebagai
bekal hidup mandiri di masyarakat. Pemberian keterampilan merupakan
modal bagi keberlangsungan dan kemandirian di kemudian hari karena tidak
mungkin ABK terutama anak tunagrahita ringan harus selalu didampingi oleh
orangtua sampai kelak mereka dewasa.
Pembelajaran keterampilan pada mata pelajaran SBK ada beberapa
macam yang bisa dipelajari oleh siswa, salah satunya yaitu membuat gambar
alam, benda, karya seni melalui teknik lipat, gunting, tempel dengan berbagai
bahan. Namun dari hasil pengamatan, keterampilan yang dilaksanakan hanya
pada salah satu keterampilan saja yaitu menggambar. Pembelajaran
keterampilan yang diberikan terlalu monoton, akhirnya mereka menjadi bosan.
Kebosanan para siswa dalam mengikuti pelajaran SBK tersebut terlihat dari
(a) siswa tidur dikelas ketika jam pelajaran berlangsung, (b) siswa asik
6
bermain handphone dan, (c) siswa ada yang sama sekali tidak mengerjakan
tugas yang diberikan oleh guru.
Pembelajaran keterampilan menggambar dirasa kurang sebagai salah
satu keterampilan yang bisa dijadikan modal bagi anak tunagrahita ringan
untuk hidup mandiri ditengah masyarakat. Karena itulah maka peneliti tertarik
untuk mengenalkan pelajaran keterampilan yang belum pernah mereka
praktekkan yaitu membuat karya seni dari kulit jagung. Keterampilan ini
sangat menarik bagi siswa karena bahannya mudah didapat dan tidak
memerlukan biaya yang mahal. Alasan mengapa kulit jagung dipilih sebagai
bahan dasar pembuatan karya seni antara lain (a) jagung merupakan hasil
pertanian lokal yang mudah didapatkan, terutama di pasar-pasar tradisional,
(b) untuk membuat karya seni dari kulit jagung tidak memerlukan biaya yang
mahal, (c) karya seni yang terbuat dari bahan kulit jagung mempunyai nilai
jual dan, (d) kita bisa mengurangi pencemaran lingkungan yang disebabkan
oleh limbah organik salah satunya yaitu dengan memanfaatkan kulit jagung.
Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti
tertarik untuk mengadakan penelitian tentang pembelajaran SBK (Seni
Budaya dan Keterampilan) dari limbah pertanian pada anak tunagrahita ringan
Kelas X di SLB Negeri Tabalong.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah yang telah
diuraikan di atas, maka rumusan masalah yang perlu untuk dibahas oleh
penulis adalah
7
1. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran SBK (Seni Budaya dan
Keterampilan) dari limbah pertanian pada anak tunagrahita ringan Kelas X
di SLB Negeri Tabalong.
2. Bagaimana kreativitas anak tunagrahita ringan kelas X SLB Negeri
Tabalong dalam membuat karya seni dengan memanfaatkan limbah
pertanian?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang dianalisis, maka tujuan dari
penelitian ini untuk:
1. Mendeskripsikan dan menjelaskan pelaksanaan pembelajaran SBK (Seni
Budaya dan Keterampilan) dari limbah pertanian pada anak tunagrahita
ringan Kelas X di SLB Negeri Tabalong.
2. Mendeskripsikan kreativitas anak tunagrahita ringan kelas X SLB Negeri
Tabalong dalam membuat karya seni dengan memanfaatkan limbah
pertanian
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang dianalisis, maka hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan manfaat:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menunjang terhadap pengembangan
teori dan konsep pembelajaran pada umumnya, serta teori dan konsep
mengembangkan kreativitas anak tunagrahita ringan.
8
2. Manfaat Praktis
a. Siswa
Memberikan masukan kepada anak tunagrahita ringan pada umumnya
dan anak tunagrahita ringan kelas X pada khususnya melalui
pengenalan pembelajaran keterampilan yang berbeda dari biasanya
dengan tujuan supaya anak termotivasi untuk menumbuhkan
kreativitas mereka. Setidaknya mereka memiliki salah satu
keterampilan yang nantinya bisa mereka gunakan setelah lulus
sekolah.
b. Guru
Memberikan masukan kepada guru khususnya untuk perbaikan dalam
mata pelajaran SBK agar lebih bervariasi dan pemberian pelajaran
keterampilan yang bisa dijadikan modal bagi anak tunagrahita ringan
agar mampu hidup mandiri di masyarakat.
c. Sekolah
Memberikan masukan kepada sekolah agar lebih memperhatikan
pelayanan yang diberikan pada siswa, khususnya anak tunagrahita
ringan. Pada jenjang Sekolah Menengah Atas Luar Biasa, pemberian
pembelajaran SBK lebih ditekankan pada keterampilan vokasional
sebagai bekal anak tunagrahita ringan untuk hidup mandiri di tengah
masyakarat.
9
E. Definisi Operasional
Definisi operasional pada penelitian ini bertujuan untuk menyamakan persepsi
dan menghindari terjadinya salah penafsiran. Oleh karena itu perlu diperjelas
terlebih dahulu batasan-batasan konsepsinya pada bagian definisi operasional,
yakni sebagai berikut:
a. Anak tunagrahita ringan adalah mereka yang mengalami
keterbelakangan mental. Anak tunagrahita yang dimaksudkan dalam
penelitian ini adalah anak tunagrahita ringan kelas X SLB Negeri
Tabalong
b. Pembelajaran SBK merupakan pembelajaran yang berhubungan
dengan seni, dalam penelitian ini pembelajaran SBK terkait aspek
keterampilan yaitu aspek kecakapan hidup ( life skills ) yang meliputi
keterampilan vokasional membuat kerajinan tangan dari limbah
pertanian.
c. Limbah pertanian yaitu bahan yang dibuang di sector pertanian.
Adapun limbah pertanian dalam penelitian ini yaitu limbah pasca
panen berupa kulit jagung.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian tentang Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
1. Definisi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik
khusus yang berbeda dengan anak normal pada umumnya. Menurut Efendi
yang dikutip oleh Abdullah (2013), istilah berkebutuhan khusus secara
eksplisit ditujukan kepada anak yang dianggap mempunyai kelainan atau
penyimpangan dari kondisi ratarata anak normal umumnya yaitu dalam hal
fisik, mental maupun karakteristik perilaku sosialnya.
2. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus
Menurut klasifikasi dan jenis kelainan, anak berkebutuhan khusus
dikelompokkan ke dalam kelainan fisik, kelainan mental, dan kelainan
karakteristik sosial.
a. Kelainan Fisik
Kelainan fisik adalah kelainan yang terjadi pada satu atau lebih
organ tubuh tertentu. Akibat kelainan tersebut timbul suatu keadaan
pada fungsi fisik tubuhnya tidak dapat menjalankan tugasnya secara
normal. Tidak berfungsinya anggota fisik terjadi pada; alat fisik indra,
misalnya kelainan pada indra pendengaran (tunarungu), kelainan pada
indra penglihatan (tunanetra), kelainan pada fungsi organ bicara
(tunawicara); alat motorik tubuh, misalnya kelainan otot dan tulang
10
11
(poliomyelitis), kelainan pada sistem saraf di otak yang berakibat
gangguan pada fungsi motorik (cerebral palsy), kelainan anggota
badan akibat pertumbuhan yang tidak sempurna, misalnya lahir tanpa
tangan atau kaki, amputasi dan lain-lain. Kelainan pada alat motorik
tubuh ini dikenal dalam kelompok tunadaksa.
b. Kelainan Mental
Anak dalam aspek kelainan mental adalah anak yang memiliki
penyimpangan kemampuan berpikir secara kritis, logis dalam
menanggapi dunia sekitarnya. Kelainan pada aspek mental ini dapat
menyebar ke dua arah, yaitu kelainan mental dalam arti lebih
(supernormal) dan kelainan mental dalam arti kurang (subnormal).
Kelainan mental dalam arti lebih atau anak unggul, menurut
tingkatannya dikelompokkan menjadi: a) anak mampu belajar dengan
cepat (rapid learner), b) anak berbakat (gifted), dan c) anak genius
(extremely gifted).
Anak yang berkelainan mental dalam arti kurang atau
tunagrahita, yaitu anak yang diidentifikasi memiliki tingkat kecerdasan
yang sedemikian rendahnya (di bawah normal) sehingga untuk meniti
tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau layanan secara
khusus. Kecerdasan yang sedemikian rendah menyebabkan anak
tunagrahita mengalami kesulitan dalam penyesuaian sosial pada setiap
fase perkembangannya. Anak tunagrahita tidak bisa menentukan
bagaimana mereka harus menjaga kesehatan, mengatur pola makan,
12
dan mencegah mereka dari penyakit yang mengancam kesehatannya.
Anak tunagrahita sedang sampai berat bahkan tidak bisa mengurus
dirinya sendiri dan cenderung melakukan sesuatu tanpa memikirkan
akibatnya, sehingga harus selalu dibimbing dan diawasi.
c. Kelainan Perilaku Sosial
Kelainan perilaku atau tunalaras sosial adalah mereka yang
mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan,
tata tertib, norma sosial, dan lain-lain. Manifestasi dari mereka yang
dikategorikan dalam kelainan perilaku sosial ini, misalnya kompensasi
berlebihan, sering bentrok dengan lingkungan, pelanggaran hukum
atau norma maupun kesopanan (Amin & Dwidjosumarto, 1979).
Menurut Mackie yang dikutip oleh Abdullah (2013), anak yang
termasuk dalam kategori kelainan perilaku sosial adalah anak yang
mempunyai tingkah laku yang tidak sesuai dengan adat kebiasaan yang
berlaku di rumah, di sekolah, dan di masyarakat lingkungannya.
B. Hakikat Anak Tunagrahita Ringan
1. Pengertian Anak Tunagrahita
Menurut AAMD (American Association of Mental Deficiency)
(Somantri, 2007:103) mendefiniskan tunagrahita sebagai keterbelakangan
mental yang menunjukkan fungsi intelektual di bawah rata-rata secara
jelas dengan disertai ketidakmampuan dalam penyesuaian perilaku dan
terjadi pada masa perkembangan. Dalam kepustakaan bahasa asing
13
digunakan istilah-istilah mental retardation, mentally retarded, mental
delyciency, mental defective, dan lain-lain. Anak tunagrahita atau dikenal
juga dengan istilah terbelakang mental karena keterbatasan kecerdasannya
mengakibatkan dirinya sukar untuk mengikuti program pendidikan di
sekolah biasa secara klasikal, oleh karena itu anak terbelakang mental
membutuhkan layanan pendidikan secara khusus yakni disesuaikan
dengan kemampuan anak tersebut. Dari beberapa pengertian di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa anak tunagrahita adalah anak dengan kondisi
kecerdasan jauh dibawah rata-rata dan ditandai oleh keterbatasan
intelegensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial.
Menurut Pratiwi dan Murtiningsih (2014:46) di Indonesia ,
pemerintah RI memiliki istilah yang resmi, yaitu "tunagrahita" merujuk
pada anak-anak yang memiliki keterbelakangan mental. Anak tunagrahita
di fokuskan pada anak-anak dengan tingkat kecerdasan jauh di bawah
anak-anak dengan tingkat kecerdasan normal sehingga membutuhkan
pelayanan pendidikan khusus. Kecerdasan jauh di bawah normal ini diukur
dari kecerdasan rata-rata anak sesuai dengan usia biologis mereka.
Menurut Asosiasi Psikiatri Amerika ( Libal, 2009: 21)
mencantumkan tiga kriteria diagnosis tunagrahita antara lain:
a. Secara nyata fungsi intelektual dibawah rata-rata,
b. Keterbatasan yang nyata dalam setidaknya dua dari keterampilan-
keterampilan antara lain (a) komunikasi, (b) perawatan diri, (c)
kemampuan tinggal di rumah, (d) keterampilan sosial/antarpribadi, (e)
14
penggunaan sumber-sumber kemasyarakatan, (f) arahan diri, (g)
keterampilan akademis fungsional, (h) pekerjaan, (i) rekreasi, (j)
kesehatan, (k) keamanan.
c. Terjadi sebelum usia 18 tahu
Menurut Mangunsong (2009:129) menyebut tunagrahita sebagai
keterbelakangan mental (Retardasi Mental, RM) adalah suatu keadaan
ditandai dengan fungsi kecerdasan umum yang berada dibawah rata-rata
disertai dengan berkurangnya kemampuan untuk menyesuaikan diri
(berperilaku adaptif), yang mulai timbul sebelum usia 18 tahun. Orang-
orang yang secara mental mengalami keterbelakangan, memiliki
perkembangan kecerdasan (intelektual) yang lebih rendah dan mengalami
kesulitan dalam proses belajar serta adaptasi sosial.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan
bahwa anak tunagrahita adalah anak yang memiliki intelegensi di bawah
rata-rata anak normal sehingga mengakibatkan perkembangannya kurang
optimal. Mengalami gangguan perkembangan dan menunjukkan perilaku
adaptif dalam kehidupan sehari-hari.
2. Klasifikasi Anak Tunagrahita
Menurut Kemis dan Rosnawati ( 2013:12) penggolongan anak
tunagrahita untuk keperluan pembelajaran sebagai berikut:
a. Educable
Anak pada kelompok ini masih mempunyai kemampuan dalam
akademik setara dengan anak regular pada kelas 5 Sekolah Dasar.
15
b. Trainable
Mempunyai kemampuan dalam mengurus diri sendiri, pertahanan diri,
dan penyesuaian sosial. Sangat terbatas kemampuannya untuk
mendapat pendidikan secara akademik.
c. Custodial
Dengan pemberian latihan yang terus-menerus dan khusus dapat
melatih anak tentang dasar-dasar cara menolong diri sendiri dan
kemampuan yang bersifat komunikatif.
Klasifikasi anak tunagrahita untuk keperluan pembelajaran sebagai
berikut:
a. Taraf perbatasan (borderline) dalam pendidikan disebut sebagai
lamban belajar ( Slow Learner) dengan IQ 70-85
b. Tunagrahita mampu didik (Educable Mentally Retarded) dengan IQ
50-75 atau 75.
c. Tunagrahita mampu latih (Trainable Mentally Retarded) IQ 30-50 atau
35-55.
d. Tunagrahita butuh rawat (Dependent or Profoundly Mentally
Retarded) dengan IQ di bawah 25 atau 30.
Klasifikasi Anak tunagrahita secara Medis-Biologis sebagai
berikut:
a. Tunagrahita taraf perbatasan ( IQ:68-85)
b. Tunagrahita ringan (IQ: 36-51)
c. Tunagrahita sedang ( IQ: 36-51)
16
d. Tunagrahita sangat berat (IQ: Kurang dari 20)
Penggolongan anak Tunagrahita secara sosial-psikologis
berdasarkan kriteria psikometrik yaitu:
a. Tunagrahita ringan (Mild Mental Retardation) IQ: 55-69.
b. Tunagrahita sedang (Moderate Mental Retardation) IQ: 40-54
c. Tunagrahita berat (Severse Mental Retardation) IQ: 20-39
d. Tunagrahita sangat berat (Profound Mental Retardation) IQ: 20 ke
bawah.
Penggolongan anak tunagrahita secara sosial-psikologis menurut
kriteria perilaku adaptif tidak berdasarkan taraf intelegensi, tetapi
berdasarkan kematangan sosial, yaitu: Ringan, Sedang, Berat, sangat
berat. Menurut Somantri (2007:106-109) pengelompokkan pada umumnya
didasarkan pada taraf intelegensinya yang terdiri dari keterbelakangan
ringan, sedang dan berat. Kemampuan intelegensi anak tunagrahita
kebanyakan diukur dengan tes Standford Binet dan Skala Weschler
(WISC) sebagai berikut:
a. Tunagrahita Ringan
Tunagrahita ringan disebut moron atau debil. Kelompok ini
memiliki IQ antara 68-52 menurut Binet, sedangkan menurut Skala
Weschler (WISC) memiliki IQ 68-55. Mereka masih dapat belajar
membaca, menulis dan berhitung sederhana. Dengan bimbingan dan
pendidikan yang baik, anak terbelakang mental ringan pada dasarnya
akan dapat memperoleh penghasilan untuk dirinya sendiri. Anak
17
terbelakang mental ringan dapat dididik menjadi tenaga kerja semi
skilled, bahkan jika dilatih dan dibimbing dengan baik anak
tunagrahita ringan dapat bekerja di pabrik-pabrik dengan sedikit
pengawasan. Namun demikian anak terbelakang mental ringan tidak
mampu melakukan penyesuaian sosial secara independen, tidak bisa
mengelola penghasilannya sendiri, tidak dapat merencanakan masa
depan, dan bahkan suka berbuat kesalahan. Pada umumnya anak
tungrahita ringan tidak mengalami gangguan fisik. Mereka secara fisik
seperti anak normal pada umumnya. Oleh karena itu agak sukar
membedakan secara fisik antara anak tungrahita ringan dengan anak
normal.
b. Tunagrahita Sedang
Anak tunagrahita sedang disebut juga imbesil. Kelompok ini
memiliki IQ 51-36 pada skala Binet dan 54-40 menurut Skala
Weschler (WISC). Anak terbelakang mental sedang bisa mencapai
perkembangan MA sampai kurang lebih 7 tahun. Mereka dapat dididik
mengurus diri sendiri, melindungi diri sendiri dari bahaya seperti
menghindari kebakaran, berjalan di jalan raya, berlindung dari hujan
dan sebagainya. Anak tunagrahita sedang sangat sulit bahkan tidak
tidak dapat belajar secara akademik seperti belajar menulis, membaca,
dan berhitung walaupun mereka masih dapat menulis secara sosial,
misalnya menulis namanya sendiri, alamat rumahnya dan lain-lain.
masih dapat dididk mengurus diri sendiri seperti mandi, berpakaian,
18
makan,minum dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga sederhana
seperti menyapu, membersihkan perabot rumah tangga, dan
sebagainya. Dalam kehidupan sehari-hari anak tunagrahita sedang
membutuhkan pengawasan yang terus-menerus. Mereka juga masih
dapat bekerja di tempat kerja terlindung.
c. Tunagrahita Berat
Kelompok anak tunagrahita berat sering disebut idiot.
Kelompok ini dibedakan lagi antara anak tunagrahita berat dan sangat
berat. Tunagrahita berat memiliki IQ antara 32-20 menurut Skala Binet
dan Skala Weschler (WISC). Tunagrahita sangat berat memiliki IQ
dibawah 19 menurut Skala Binet dan IQ dibawah 24 menurut Skala
Weschler (WISC). Kemampuan mental atau MA maksimal yang dapat
dicapai kurang dari tiga tahun. Anak tunagrahita berat memerlukan
bantuan perawatan seperti dalam hal berpakaian, mandi, makan dan
lain-lain. Bahkan memerlukan perlindungan dari bahaya sepanjang
hidupnya.
3. Pengertian Anak Tunagrahita Ringan
Menurut Mangunsong (2009: 145) tunagrahita ringan disebut juga
dengan istilah debil dan mampu didik. Pada umumnya penampilan anak
tungrahira ringan tidak berbeda dengan anak normal sebayanya, tetapi
dapat diketahui setelah menempuh pembelajaran yang bersifat akademik
dengan ketidakmampuannya mengikuti. Mereka bisa mencapai
kemampuan membaca sampai kelas 4-6. Meskipun memiliki kesulitan
19
membaca tetapi mereka dapat mempelajari kemampuan pendidikan dasar
yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Mereka memerlukan
pengawasan dan bimbingan serta pendidikan dan pelatihan khusus.
Biasanya tidak ditemukan kelainan fisik.
Menurut Pratiwi dan Murtiningsih ( 2013:47) anak- anak yang
tergolong tunagrahita ringan disebut juga dengan istilah debil atau
tunagrahita yang mampu didik. Sebutan tersebut karena anak tunagrahita
kategori ini masih dapat menerima pendidikan sebagaimana anak normal,
tetapi dengan kadar ringan dan cukup menyita waktu. Anak tunagrahita
ringan rata-rata memiliki tingkat intelegensi antara 50-80. Dengan tingkat
intelegensi tersebut, anak tunagrahta ringan bisa melakukan kegiatan
dengan tingkat kecerdasan anak-anak normal usia 12 tahun. Cukup bagus
apabila terus dilatih dan dibiasakan untuk belajar dan berpikir, asalkan
tidak terlampau dipaksakan sehingga mereka merasa sangat terbebani.
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa anak
tunagrahita ringan adalah anak yang memiliki hambatan intelektual di
bawah anak-anak normal pada umumnya. Mereka masih mampu untuk
membaca, menulis dan berhitung setingkat pelajaran anak kelas 4-6 SD.
Keterampilan sosial mereka dapat dikembangkan lagi untuk menjalani
hidup yang lebih baik.
4. Karakteristik Anak Tunagrahita Ringan
Menurut Mangunsong ( 2009:67) Anak yang memiliki kemampuan
untuk dididik bila di lihat dari segi pendidikan. Mereka pun tidak
20
memperlihatkan kelaianan fisik yang mencolok. Walaupun perkembangan
fisiknya sedikit agak lambat. Tinggi dan berat badannya mereka tidak
berbeda dengan anak-anak lain, tetapi berdasarkan hasil observasi mereka
kurang dalam hal kekuatan, kecepatan, dan koordinasi serta sering
memiliki masalah kesehatan. Mereka masih bisa dididik di sekolah umum,
meskipun sedikit lebih rendah dari pada anak-anak normal pada umumnya.
Biasanya rentang perhatian mereka juga pendek sehingga sulit
berkonsentrasi dalam jangka waktu lama.
Mereka terkadang mengalami frustasi ketika diminta berfungsi
secara sosial atau akademis sesuai usia mereka sehingga tingkah laku
mereka bisa menajdi tidak baik, misalnya acting out atau menolak
melakukan tugas kelas. Mereka kadang-kadang memperlihatkan rasa malu
atau pendiam. Namun hal ini dapat berubah, bila mereka banyak diikutkan
untuk berinteraksi dengan anak lainnya. Di luar pendidikan beberapa
keterampilan dapat mereka lakukan tanpa selalu mendapat pengawasan.
Mereka yang IQ nya lebih tinggi mampu menikah, berkeluarga, dan
bekerja pada pekerjaan semi skilled. Namun mereka membutuhkan
bantuan dalam mengatur pendapatan.
Menurut Somantri ( 2007:106) anak tunagrahita ringan tidak
mampu melakukan penyesuaian sosial secara independen. Ia akan
membelanjakan uangnya dengan lugu, tidak dapat merencanakan masa
depan dan bahkan suka berbuat kesalahan. Mereka secara fisik tampak
seperti anak normal pada umumnya. Oleh karena itu agak sukar
21
mebedakan secara fisik antara anak tunagrahita ringan dengan anak
normal. Berdasarkan pendapat di atas karakteristik anak tunagrahita secara
umum mengalami kelemahan dalam pemikiran, namun di sisi lain
kemampuan yang lain masih dapat dikembangkan khususnya yang
berkaitan dengan bidang keterampilan.
5. Kebutuhan Anak Tunagrahita Ringan
Seperti anak normal pada umumnya, anak tunagrahita ringan juga
memiliki kebutuhan-kebutuhan yang ingin dipenuhi. Beberapa kebutuhan
anak tunagrahita ringan meliputi:
a. Kebutuhan Belajar
Menurut Somantri (2007:111) anak tunagrahita lebih banyak
memerlukan pengulangan sehingga membutuhkan waktu belajar yang
lebih lama di bandingkan anak normal.
b. Kebutuhan Sosial
Menurut Libal (2009:57) kebutuhan sosial mencakup kebutuhan untuk
berinteraksi dengan orang lain seperti teman sebaya. berpartisipasi
dalam kelompok, mengekspresikan perasaan dengan benar, hak untuk
mengembangkan diri dengan bantuan, dukungan dan koreksi dari
orangtua dan masyarakat agar dapat belajar dan tumbuh.
c. Kesempatan Untuk Bekerja
Menurut Delphie (2009:121) memperoleh kesempatan untuk bekerja
adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan orang dewasa. Ini
merupakan salah satu cara orang memperoleh kesadaran akan tujuan
22
hidup, prestasi,rasa percaya diri, dan kepuasan. Melalui kesempatan
kerja, kita berprestasi dan mengkomunikasikan status kedewasaan kita
dalam masyarakat. Bagi banyak penyandang tunagrahita, kesempatan
bekerja adalah suatu cara mendapatkan kemandirian dan kedewasaan
dalam dunia yang masih sering memperlakukannya seperti anak kecil.
6. Permasalahan yang Dihadapi Anak Tunagrahita Ringan
Perkembangan fungsi intelektual anak tunagrahita yang rendah dan
disertai dengan perkembangan perilaku adaptif yang rendah pula akan
berakibat langsung kepada kehidupan sehari-hari mereka, sehingga ia
banyak mengalami kesulitan dalam hidupnya. Masalah-masalah yang
dihadapi mereka secara umum meliputi: masalah belajar, masalah
penyesuaian diri terhadap lingkungan masalah gangguan bicara dan bahasa
serta kepribadian.
a. Masalah Kesulitan Belajar
Menurut Kemis dan Rosnawati (2013: 22) aktivitas belajar
berkaitan langsung dengan kemampuan kecerdasan di dalam kegiatan
belajar sekurang-kurangnya dibutuhkan kemampuan mengingat dan
kemampuan untuk memahami, serta kemampuan untuk mencari
hubungan sebab-akibat. Anak-anak pada umumnya dapat menemukan
kaidah dalam belajar. Setiap anak akan mengembangkan kaidah sendiri
dalam mengingat, memahami dan mencari hubungan sebab-akibat
tentang apa yang mereka pelajari. Sekali kaidah itu ditemukan, maka ia
23
akan dapat belajar secara efisien dan efektif. Setiap anak biasanya
mempunyai kaidah belajar yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Keadaan seperti itu sulit dilakukan oleh anak tunagrahita.
Mereka mengalami kesulitan untuk berpikir secara abstrak. Belajar
apapun harus terkait denan objek yang bersifat konkrit. Kondisi seperti
itu ada hubungannya dengan kelemahan ingatan jangka pendek,
kelemahan dalam bernalar, dan sukar sekali dalam mengembangkan
ide. Hasil penelitian Zaenal Alimin menunjukkan bahwa anak
tunagrahita mengalami apa yang disebut dengan cognitive deficite yang
tercermin dalam salah satu atau lebih proses kognitif seperti: persepsi,
daya ingat, mengembangkan ide, evaluasi dan penalaran.
Menurut Sudrajat dan Rosida ( 2013: 25) anak tunagrahita
dalam mempelajari sesuatu kerap kali melakukannya dengan cara
coba-coba (and error). Mereka tidak dapat menemukan kaidah dalam
belajar, tidak dapat melihat objek yang dipelajari secara gestalt, dan ia
lebih melihat sesuatu hal secara terpisah-pisah. Jadi melihat unsur
nampak lebih dominan. Akibat dari kondisi seperti ini mereka
mengalami kesulitan dalam memahami hubungan sebab-akibat.
Berdasarkan uraian di atas bisa disimpulkan bahwa dengan
keterbatasan kemampuan berpikir anak tunagrahita yang berada di
bawah rata-rata anak normal pada umumnya, tidak dapat dipungkiri
bahwa mereka sudah tentu mengalami kesulitan belajar. Tentunya
kesulitan tersebut terutama dalam bidang akademik, mereka sukar
24
dalam mengikuti program pendidikan di sekolah biasa secara klasikal,
oleh karena itu anak terbelakang mental membutuhkan layanan
pendidikan secara khusus yakni disesuaikan dengan kemampuan anak
tersebut.
b. Masalah Penyesuaian Perilaku
Menurut Sudrajat dan Rosida (2013:27) anak tunagrahita
mengalami kesulitan dalam memahamai dan mengartikan norma
lingkungan. Oleh karena itu anak tunagrahita sering melakukan
tindakan yang tidak sesuai dengan lingkungan dimana mereka berada.
Tingkah laku anak tunagrahita sering dianggap aneh oleh sebagian
anggota masyarakat karena mungkin tindakannya tidak lazim dilihat
dari ukuran normatif atau karena tingkah lakunya tidak sesuai dengan
perkembangan umurnya.
Keganjilan tingkah laku yang tidak sesuai dengan ukuran
normatif lingkungan berkaitan dengan kesulitan memahami dan
mengartikan norma, sedangkan keganjilan tingkah laku lainnya
berkaitan dengan ketidak sesuaian antara perilaku yang ditampilkan
dengan perkembangan umur. Semakin dewasa anak tunagrahita
semakin lebar selisih yang terjadi. Dilihat dari usia mereka memang
dewasa, tetapi perilaku yang ditampilkan nampak seperti anak-anak.
Hal ini yang mungkin menimbulkan persepsi masyarakat menajdi salah
menilai anak tunagrahita, ia dianggap orang gila akibat anak
25
tunagrahita berperilaku aneh, tidak jarang mereka diisolasi dan
kehadiranya ditolak lingkungan.
Menurut Somantri (2007:106) disadari bahwa kemampuan
penyesuaian perilaku mereka dengan lingkungan sangat dipengaruhi
oleh tingkat kecerdasan. Anak tunagrahita kurang mampu untuk
mempertimbangkan sesuatu, membedakan antara yang baik dan buruk,
dan membedakan yang benar dan salah. Ini semua karena
kemampuannya terbatas sehingga anak tunagrahita tidak dapat
membayangkan terlebih dahulu konsekuensi dari suatu perbuatannya.
Berdasarkan beberapa pernyataan di atas maka bisa
disimpulkan bahwa anak tunagrahita ringan kurang mampu
menyesuaikan perilaku mereka dengan norma yang ada dikarenakan
keterbatasan intelegensi mereka. Mereka kesulitan dalam membedakan
mana yang baik dan buruk. Perilaku mereka didasarkan pada prinsip
"trial and error". Biarkan saja mereka mencoba belajar, memang akan
banyak kesalahan yang akan mereka lakukan namun tugas kita untuk
memberikan bimbingan dan arahan kepada mereka. Jangan membatasi
mereka tetapi dampingi mereka, dengan begitu mereka akan belajar
mengetahui resiko dari perbuatan mereka.
c. Gangguan Bicara dan Bahasa
Kemampuan bahasa pada anak-anak diperoleh dengan sangat
menakjubkan melalui beberapa cara, pertama; anak dapat belajar
bahasa apa saja yang mereka dengar sehari-hari dengan cepat. Hampir
26
semua anak normal dapat menguasai aturan dasar bahasa kurang lebih
pada usia 4 tahun. Kedua; bahasa apapun memiliki kalimat yang tidak
terbatas, dan kalimat-kalimat dari bahasa yang mereka dengar
sebelumnya. Hal ini berarti anak-anak belajar bahasa tidak sekedar
meniru ucapan yang mereka dengar, anak-anak harus belajar konsep
grametikal yang abstrak dalam menghubungkan kata-kata menjadi
kalimat.
Menurut Ingal (Kemis dan Rosnawati, 2013:29) anak-anak
dimanapun dan belajar bahasa apapun ternyata melalui tahapan dan
proses yang sama. Dapat dipastikan bahwa perolehan bahasa dan
bicara itu sendiri merupakan bagian sifat biologis manusia. Kenyataan
menunjukkan bahwa anak-anak tunagrahita yang mengalami gangguan
bicara dibandingkan dengan anak-anak normal. Kelihatan dengan jelas
bahwa terdapat hubungan positif antara rendahnya kemampuan
kecerdasan dengan kemampuan bicara yang dialami. Hal yang lebih
serius dari gangguan bicara adalah gangguan bahasa, dimana seseorang
anak mengalami kesulitan dalam memahami dan menggunakan kosa
kata serta kesulitan dalam memahami aturan sintaksis dari bahasa yang
digunakan.
Menurut Warren & Yoder (Mangunsong, 2007:135),
mengungkapkan bahwa secara umum, anak tunagrahita mengikuti
tahap-tahap perkembangan bahasa yang sama dengan anak norma,
tetapi perkembangan bahasa mereka biasanya terlambat muncul,
27
lambat mengalami kemajuan, dan berakhir pada tingkat perkembangan
yang lebih rendah. Mereka juga mengalami masalah dalam memahami
dan menghasilkan bahasa. Perkembangan bahasa yang buruk dan
masalah dalam mengatur tingkah lakunya sendiri (self regulation)
saling berhubungan. Karena banyak strategi self regulation
berdasarkan pada dasar-dasar ilmu bahasa. Anak yang buruk
keterampilan bahasanya akan terhambat dalam menggunakan taktik
self regulationnya.
Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpukan bahwa
anak tunagrahita ringan mengalami masalah dalam perkembangan
bicara dan bahasa. Kesulitan dalam berbicara yang dialami oleh anak
tunagrahita ialah gangguan ujaran. Ganguan ujaran berkaitan dengan
kemampuan artikulasi. Sedangkan ganguan dalam bahasa adalah
ketidakmampuan anak tunagrahita dalam menggunakan atau
memahami sintaksis yang kompleks, atau terbatasnya kosakata, atau
ketidakmampuan menggunakan bahasa secara benar.
Masalah kemampuan bahasa yang rendah pada anak
tunagrahita mengisyaratkan bahwa pendidikan yang diberian kepada
mereka seyogianya dirancang sebaik mungkin dengan menghindari
penggunaan bahasa yang kompleks. Bahasa yang digunakan
hendaknya berbentuk kalimat tunggal yang pendek, gunakan media
atau alat peraga untuk mengkonkretkan konsep-konsep abstrak agar ia
dapat memahaminya.
28
d. Masalah Penyaluran ke tempat kerja
Menurut Mc-Donnel, Hardman, & McDonell (Mangunsong,
2007: 162) memang anak tunagrahita agak sukar memperoleh
pekerjaan yang stabil, dan biasanya mereka dibayar dengan gaji yang
rendah. Namun kebanyakan orangtua beranggapan bahwa apapun
pekerjaannya, bagaimana mereka dibayar, semua akan diterima dengan
senang hati. Lagipula, penelitian menunjukkan bahwa sebenarnya,
dengan pelatihan yang sesuai, individu tunagrahita dapat menjalani
pekerjaan dan menjadi berhasil, diukur melalui beberapa hal seperti
kehadiran, kepuasan pemberi kerja, dan lama menjadi pekerja.
Menurut Delphie ( 2009: 118), sama seperti orang lain, para
penyandang cacat intelektual memiliki kelemahan sekaligus kekuatan.
Dengan menemukan dan mengembangkan keterampilan dan bakat-
bakat seseorang, banyak orang dapat memperoleh pekerjaan yang
dapat dikuasainya dengan baik dan dapat dinikmati. Kehidupan anak
tunagrahita cenderung banyak yang masih menggantungkan diri
kepada orang lain terutama kepada keluarga (orangtua) dan masih
sedikit sekali yang sudah dapat hidup mandiri, inipun masih terbatas
pada anak tunagrahita ringan.
Menurut Haghurst (Desmita, 2014:186) membedakan
kemandirian atas tiga bentuk kemandirian yaitu:
1) Kemandirian emosi, yaitu kemampuan mengontrol emosi sendiri
dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi pada orang lain.
29
2) Kemandirian ekonomi, yaitu kemampuan mengatur ekonomi sendiri
dan tidak tergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang lain.
3) Kemandirian intelektual, yaitu kemampuan untuk mengatasi
berbagai masalah yang dihadapi.
4) Kemandirian sosial, yaitu kemampuan untuk mengadakan interaksi
dengan orang lain dan tidak tergantung pada aksi orang lain.
Berdasarkan pendapat diatas bisa disimpulkan bahwa,
kehidupana anak tungrahita ringan benar-benar memprihatinkan.
Sebenarnya anak tunagrahita ringan mampu melakukan pekerjaan
sederhana, namun pada kenyataannya mereka sulit untuk bekerja atau
pun mendpatkan pekerjaan. Setelah selesai mengikuti program
pendidikan ternyata masih banyak yang sangat menggantungkan diri
dan membebani kehidupan keluarga. Perlu adanya imbangan dari pihak
sekolah untuk lebih banyak meningkatkan kegiatan non-akademik baik
itu berupa kerajinan tangan, keterampilan, dan sebagainya yang
diharapkan dapat membekali mereka untuk terjun ke masyarakat.
C. Hakekat Pembelajaran SBK
1. Hubungan Antara Seni dan Kreativitas
Terdapat banyak pengertian atau definisi tentang kreativitas, tetapi
hampir semua definisi tersebut sepakat bahwa kreativitas merupakan
aktivitas berpikir di luar kebiasaan cara berpikir orang biasa pada
umumnya. Walaupun kreativitas bayak dipersepsikan sebagai bakat
30
alamiah sejak lahir, tetapi fakta yang berkembang menunjukkan bahwa
kreativitas dapat dipelajari dan diajarkan.
Menurut Mulyasa ( 2012: 92) kreativitas adalah kemampuan
individu untuk berkreasi dan menghasilkan karya. Dengan berkreasi,
individu dapat mengaktualisasikan dirinya, dan sebagaimana
dikembangkan Maslow dengan teori kebutuhannya yang sangat terkenal;
aktualisasi diri merupakan kebutuhan pokok pada tingkat tinggi dalam
hidup manusia.
Menurut Maslow ( Desmita, 2014:65) kebutuhan aktualisasi diri
adalah kebutuhan untuk memenuhi dorongan hakiki manusia untuk
menjadi orang yang sesuai degan keinginan dan potensi dirinya. Dengan
perkataan lain, self-actualization adalah kecenderungan untuk berjuang
menjadi apa saja yang mampu kita raih, motif yang mendorong kita untuk
mencapai potensi secara penuh dan mengekspresikan kemampuan kita
yang unik. Kebutuhan ini diwujudkan dengan jalan membuat segala
sesuatu yang terbaik atau bekerja sebaik-baiknya sesuai dengan bidang
masing-masing. Menurut Suyadi (2014:164) seni dengan beragam
ekspresinya, seperti tarian, drama dan lain sebagainya, merupakan
kebutuhan batiniah yang sangat mendasar bagi setiap manusia. Inilah
sebabnya, kehidupan suatu bangsa atau negara tidak akan kosong dari
budaya yang di dalamnya syarat dengan jiwa seni. Seni memiliki
kontribusi besar atas perkembangan pemikiran suatu bangsa. Bahkan, seni
merupakan puncak pemikiran dan budaya (akal dan budi) suatu bangsa.
31
Studi ekperimentasi teknologi pencitraan otak menunjukkan bahwa
seni mempunyai struktur paling mendasar dari setiap fungsi otak. Musik,
misalnya mempunyai struktur neurologis pada cortex auditori, di mana
bagian otak ini hanya merespons intonasi-intonasi musikal. Ternyata tarian
memmpunyai basis neurologis pada sebagian otak besar (cerebrum) dan
otak kecil (cerebellum) yang secara khusus mengkoordinasikan semua
jenis gerakan, mulai berlari cepat hingga ayunan kompleks bahkan
gerakan lembut-halus dari tangan. Para ahli saraf mengatakan bahwa tidak
ada area tertentu pada otak yang bertangungjawab untuk berpikir secara
kreatif. Bahkan, melalui elektroensefalografi (EEG) mereka melihat bahwa
bagian-bagian otak lebih banyak yang aktif akibat stimulasi kreatif
daripada aktivitas yang tidak kreatif. Lebih dari itu, area-area otak yang
semula bertanggung jawab atas kognisi dan emosi turut terlibat aktif dalam
memproses stimulasi yang kreatif.
Seni merupakan salah satu stimulasi kreatif. Artinya, melibatkan
seni dalam pembelajaran dapat meningkatkan lebih banyak area-area
dalam otak daripada tanpa melibatkan seni. Keterlibatan diri dalam seni
dapat meningkatkan spontanitas dan ekpsresi diri, mengontrol efek-efek
pembatasan dari inhibisi dan menghasilkan karya-karya kreatif.Oleh
karena itu, seni harus diajarkan di sekolah-sekolah sebagai kurikulum
wajib, bukan pilihan. Kegiatan-kegiatan seni dalam ekstrakulikuler yang
hanya diikuti oleh beberapa siswa pecinta seni tidak memadai lagi karena
hal itu sama saja dengan membiarkan anak-anak yang kurang minat pada
32
seni semakin kering jiwanya. Dengan demikian, pelajaran seni bukan
hanya untuk calon seniman. Namun, mempelajari seni juga bukan hanya
karena untuk meningkatkan kemampuan kognitif akademik. Mempelajari
seni harus dijiwai oleh kesadaran budaya sebagai anak bangsa.
2. Pengertian Seni Budaya dan Keterampilan (SBK)
Konsep dasar pendidikan seni pada dasarnya dapat dibagi dalam
dua kategori, yaitu seni dalam pendidikan dan pendidikan melalui seni.
Konsep yang pertama seni dalam pendidikan, pada awalnya dikemukakan
oleh golongan esensialis yang menganggap bahwa secara hakiki materi
seni penting diberikan kepada anak. Dengan demikian menurut konsep ini,
keahlian seni seperti melukis, menyanyi, menari dan sebagainya perlu
diajarkan kepada anak dalam rangka pengembangan dan pelestariannya.
Artinya lembaga pendidikan dan pendidik berperan untuk mewariskan,
mengembangkan, dan melestarikan berbagai jenis kesenian kepada anak
didiknya.
Konsep yang kedua adalah konsep pendidikan melalui seni.
Berdasarkan konsep ini, seni dipandang sebagai sarana atau alat untuk
mencapai tujuan pendidikan dan bukan untuk tujuan seni itu sendiri.
Konsep pendidikan melalui seni inilah yang kemudian dianggap paling
sesuai untuk diajarkan atau diselenggarakan di sekolah umum, khususnya
pada tingkat sekolah dasar. Seni digunakan dalam pembelajaran disekolah
untuk mendorong perkembangan peserta didiknya secara optimal,
menciptakan keseimbangan rasional dan emosional. Pendidikan seni pada
33
hakekatnya merupakan proses pembentukan manusia melalui seni.
Pendidikan seni secara umum berfungsi untuk mengembangkan
kemampuan setiap anak (peserta didik) menemukan pemenuhan dirinya
dalam hidup, untuk mentransmisikan warisan budaya, memperluas
kesadaran sosial dan sebagai jalan untuk menambah pengetahuan.
3. Latar Belakang Mata Pelajaran SBK Di Sekolah Menengah Atas
Luar Biasa Untuk Tunagrahita Ringan (SMALB/C)
Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam PP No.
19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, tidak hanya
terwadahi dalam satu mata pelajaran karena budaya itu sendiri mencakup
segala aspek kehidupan. Dalam mata pelajaran Seni Budaya, aspeak
budaya tidak dibahas secara tersendiri tetapi terintegrasi dengan seni.
Karena itu, mata pelajaran Seni Budaya pada dasarnya merupakan
pendidikan seni yang berbasis budaya. Pendidikan seni budaya diberikan
di sekolah karena keunikan perannya yang tak mampu diemban oleh mata
pelajaran lain. Keunikan tersebut terletak pada kegiatan ekspresi, estetik,
dan kreatif yang ditawarkannya melalui pendekatan: “belajar dengan seni,”
“belajar melalui seni” dan “belajar tentang seni.”
Seni budaya memiliki sifat multilingual, multidimensional, dan
multikultural. Multilingual bermakna pengembangan mengekspresikan diri
dengan berbagai cara dan media seperti bahasa rupa, bunyi, gerak, peran
dan berbagai perpaduannya. Multidimensional bermakna pengembangan
beragam kompetensi meliputi konsepsi (pengetahuan, pemahaman,
analisis, evaluasi), apresiasi, dan kreasi dengan cara memadukan secara
34
harmonis unsur estetika, logika, kinestetik, dan etika. Sifat multikultural
mengandung makna pendidikan seni menumbuhkembangkan kesadaran
dan kemampuan apresiasi terhadap beragam budaya Nusantara dan
Mancanegara. Hal ini merupakan wujud pembentukan sikap menghargai,
bertoleransi, demokratis, beradab, serta kemampuan hidup rukun dalam
masyarakat dan budaya yang majemuk. Seni budaya memiliki peranan
dalam pembentukan pribadi peserta didik yang harmonis dengan
memperhatikan kebutuhan perkembangan anak dalam mencapai
multikecerdasan yang terdiri atas kecerdasan intrapersonal, interpersonal,
visual spasial, musikal, linguistik, logik matematik, naturalis serta
kecerdasan adversitas (AQ), kecerdasan kreativitas (CQ), dan kecerdasan
spiritual dan moral (SQ).
Berdasarkan uraian di atas maka bisa disimpukan bahwa bidang-
bidang seni seperti rupa, musik, tari, dan teater, memiliki kekhasan
tersendiri sesuai dengan kaidah keilmuan masing-masing. Dalam
pendidikan seni, aktivitas berkesenian harus menampung kekhasan
tersebut yang tertuang dalam pemberian pengalaman mengembangkan
konsepsi, apresiasi, dan kreasi. Semua ini diperoleh melalui upaya
eksplorasi elemen, prinsip, proses, dan teknik berkarya dalam konteks
budaya masyarakat yang beragam.
35
4. Tujuan Mata Pelajaran dan Ruang Lingkup Pelajaran SBK Di
Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Untuk Anak Tunagrahita Ringan
(SMALB/C)
Tujuan Mata Pelajaran SBK di SMALB/C menurut Badan Standar
Nasional Pendidikan, Tahun 2006 adalah agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut.
a. Memahami konsep dan pentingnya seni budaya
b. Menampilkan sikap apresiasi terhadap seni budaya
c. Menampilkan kreativitas melalui seni budaya Menampilkan peran
serta dalam seni budaya dalam tingkat lokal, regional, maupun global.
Ruang Lingkup Mata Pelajaran SBK Di SMALB/C ( Badan
Standar Nasional Pendidikan, 2006) meliputi aspek-aspek:
a. Seni rupa, mencakup pengetahuan, keterampilan, dan nilai dalam
menghasilkan karya seni berupa lukisan, patung, ukiran, cetak-
mencetak, dan sebagainya
b. Seni musik, mencakup kemampuan untuk menguasai olah vokal,
memainkan alat musik, apresiasi karya musik
c. Seni tari, mencakup keterampilan gerak berdasarkan olah tubuh
dengan dan tanpa rangsangan bunyi, apresiasi terhadap gerak tari
d. Seni drama, mencakup keterampilan pementasan dengan memadukan
seni musik, seni tari dan peran
e. Keterampilan, mencakup segala aspek kecakapan hidup ( life skills )
yang meliputi keterampilan personal, keterampilan sosial, keterampilan
vokasional dan keterampilan akademik.
36
Diantara kelima bidang seni yang ditawarkan, minimal diajarkan
satu bidang seni sesuai dengan kemampuan sumber daya manusia serta
fasilitas yang tersedia. Pada sekolah yang mampu menyelenggarakan
pembelajaran lebih dari satu bidang seni, peserta didik diberi kesempatan
untuk memilih bidang seni yang akan diikutinya. Pada tingkat SMALB,
mata pelajaran seni budaya disesuaikan dengan kebutuhan dan
perkembangan peserta didik.
5. Sifat Mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan
Sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Pendidikan
Seni Budaya dan Keterampilan memiliki sifat multilingual,
multidimensional, dan multikultural. Hal ini ditegaskan dalam Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP).
a. Sifat Multilingual
Sifat multilingual dimaksudkan bahwa melalui seni dapat
mengembangkan kemampuan mengekspresikan diri secara kreatif
dengan berbagai cara dan media seperti bahasa rupa, bunyi, gerak,
peran, dan berbagai perpaduannya. Untuk memiliki kemampuan ini,
peserta didik dapat mempelajari berbagai disiplin pendidikan seni
seperti seni rupa, seni musik, seni tari atau seni drama baik secara
terpisah maupun secara terpadu.
37
b. Sifat Multidimensional
Maksud dari sifat multidimensional adalah melalui pendidikan
seni dapat dikembangkan beragam kompetensi meliputi konsepsi
(pengetahuan, pemahaman, analisis, evaluasi), apresiasi, dan kreasi
dengan cara memadukan secara harmonis unsur estetika, logika,
kinestetika, dan etika.
c. Sifat Multikultural
Sifat multikultural mengandung makna pendidikan seni
menumbuhkembangkan kesadaran dan kemampuan apresiasi terhadap
beragam budaya Nusantara dan Mancanegara. Hal ini merupakan
wujud pembentukan sikap demokratis yang memungkinkan seseorang
hidup secara beradab serta toleran dalam masyarakat dan budaya yang
majemuk. Melalui pendidikan ini peserta didik mengenal
keanekaragaman karya dan hasil budaya dari berbagai daerah, suku
bangsa bahkan dari berbagai negara.
6. Konsep Karya Kerajinan dalam Pendidikan Seni Budaya dan
Keterampilan
Membuat sebuah karya kerajinan merupakan salah satu bidang
keterampilan dalam Pendidikan Seni Budaya dan Keterampilan. Cabang
kesenian ini pada dasarnya memprioritaskan kepada keterampilan tangan
dalam bentuk benda hasil kerajinan. Pada bidang keterampilan, siswa
diharapkan bisa mencakup segala aspek kecakapan hidup yang meliputi
keterampilan personal, keterampilan sosial, keterampilan vokasional, dan
keterampilan akademik. Dalam prakteknya berdasarkan rambu-rambu
38
KTSP, bidang keterampilan ini membekali siswa untuk bisa membuat
karya kerajinan tangan atau pendukung kegiatan seni rupa lainnya.
Keterampilan kerajinan dalam Seni Budaya dan Keterampilan
memfasilitasi siswa untuk pemenuhan dirinya melalui pengalaman
apresiasi dan berkarya seni kerajinan berdasarkan sesuatu yang dekat
dengan kehidupan dan dunianya (dunia siswa). Melalui berkarya kerajinan
di sekolah, siswa dapat melakukan studi tentang warisan artistik dan
sebagai salah satu bentuk yang paling signifikan dari pencapaian prestasi
manusia. Sehingga pengalaman siswa dalam berkarya kerajinan di sekolah
diharapkan dapat memberi inspirasi yang berguna bagi mereka untuk
melanjutkan pendidikannnya hingga menjadi mahluk dewasa.
Jenis karya kerajinan pada dasarnya sangat beragam. Keragaman
ini dipengaruhi juga oleh pengertian kerajinan yang sangat luas meliputi
berbagai kegiatan produksi benda pakai maupun benda hias. Satu hal yang
menunjukkan karakteristik karya kerajinan diantaranya adalah pengunaan
teknologi sederhana dan sentuhan tangan yang cukup dominan.
7. Materi Kurikulum Pembelajaran SBK Di Sekolah Menengah Atas
Untuk Tunagrahita Ringan (SMALB/C) 5
Menurut Munandar (2012:137) kurikulum adalah seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai isian bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.
Menurut Mumpuniarti (Suharyati, 2012) menjelaskan bahwa
pengembangan kurikulum bagi siswa tunagrahita ialah menyediakan
program untuk persiapan kemandirian dalam lingkup terbatas di
39
masyarakat sesuai dengan masing-masing kondisi siswa. Siswa tunagrahita
dengan kondisi tingkat kategori ringan, sedang dan berat, setiap kategori
memiliki kebutuhan program yang berbeda-beda.
Program pembelajaran SBK bertujuan untuk melatih dan
mengembangkan potensi kemampuan peserta didik agar mampu menjadi
insan yang mandiri. Lama pendidikan selama 2 semester, dengan
pelaksanaan pengajaran 24 jam per minggu. Pembelajaran SBK mencakup
segala aspek kecakapan hidup (life skill) yang meliputi keterampilan
personel, keterampilan sosial, keterampilan vokasional, dan keterampilan
akademik.
Materi yang dikembangkan dalam pembelajaran ini adalah
membuat karya seni dari kulit jagung. Tujuannya adalah untuk
menumbuhkan kreativitas anak tunagrahita ringan. Hal ini sesuai dengan
tujuan pengajaran SBK yakni agar anak tunagrahita ringan dapat
menumbuhkembangkan kreativitas dengan belajar membuat karya seni
dan bangga dengan karya seni yang mereka hasilkan. Dengan begitu anak
tunagrahita ringan telah mengapresiasi seni dengan cara yang benar.
Dalam penelitian ini, mata pelajaran SBK yang diambil untuk kelas X
Tunagrahita Ringan Semester I. Kompetensi Dasar yaitu membuat gambar
alam, benda, karya seni melalui teknik lipat, gunting, tempel dengan
berbagai bahan. Indikatornya yaitu membuat karya seni dari kulit jagung.
Dibawah ini adalah tabel KI, KD, dan Indikator Mata Pelajaran
SBK yang dijadikan materi pembelajaran dalam penelitian ini.
40
Sekolah : SMALB/C
Mata Pelajaran : SBK
Kelas/Semester : X/I
Tema : Berbagai Pekerjaan
Kompetensi Inti :
KI 1 : Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya sesuai
dengan kemampuan anak berkebutuhan khusus.
KI 2 : Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin,
tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai),
santun, responsif dan pro-aktif, dan menunjukkan sikap sebagai
bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi
secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam
menempatkan diri sesuai dengan kemampuan anak berkebutuhan
khusus.
KI 3: Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual,
konseptual, dan prosedural sesuai dengan kemampuan anak
berkebutuhan khusus berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni budaya, dan humaniora dengan
wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban
terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan
pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai
dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
KI 4 : Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah
abstrak sesuai dengan kemampuan anak berkebutuhan khusus
terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah
41
secara mandiri, dan mampu menggunakan metode sesuai kaidah
keilmuan.
Tabel 2.1 KD Mata Pelajaran SBK Membuat Karya Seni dari Kulit Jagung
NO KD Materi Pokok Pembelajaran
1. SBK 4.3 Membuat
gambar alam, benda,
karya seni melalui
teknik lipat, gunting,
tempel dengan
berbagai bahan
Cara pengolahan
media karya seni
Membuat karya
seni dari kulit
jagung.
D. Hakekat Limbah Pertanian
1. Pengertian dan Jenis Limbah
Limbah merupakan buangan atau sisa yang dihasilkan dari suatu
proses atau kegiatan dari industri maupun domestik (rumah tangga).
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2014, limbah adalah sisa
suatu usaha dan/atau kegiatan.
Berdasarkan dari wujud limbah yang dihasilkan, limbah dibagi
menjadi tiga yaitu limbah padat, limbah cair dan gas dengan penjelasan
sebagai berikut:
a. Limbah padat adalah limbah yang berwujud padat. Limbah padat
bersifat kering, tidak dapat berpindah kecuali ada yang
memindahkannya. Limbah padat ini misalnya, sisa makanan, sayuran,
potongan kayu, sobekan kertas, sampah, plastik, dan logam
b. Limbah cair adalah limbah yang berwujud cair. Limbah cair terlarut
dalam air, selalu berpindah, dan tidak pernah diam. Contoh limbah cair
42
adalah air bekas mencuci pakaian, air bekas pencelupan warna
pakaian, dan sebagainya.
c. Limbah gas adalah limbah zat (zat buangan) yang berwujud gas.
Limbah gas dapat dilihat dalam bentuk asap. Limbah gas selalu
bergerak sehingga penyebarannya sangat luas. Contoh limbah gas
adalah gas pembuangan kendaraan bermotor. Pembuatan bahan bakar
minyakjuga menghasilkan gas buangan yang berbahaya bagi
lingkungan.
Menurut A. K. Haghi, 2011 menyatakan bahwa berdasarkan
Sumber yang menghasilkan limbah dapat dibedakan menjadi lima yaitu:
a. Limbah rumah tangga, biasa disebut juga limbah domestik.
b. Limbah industry merupakan limbah yang berasal dari industri pabrik.
c. Limbah pertanian merupakan limbah padat yang dihasilkan dari
kegiatan pertanian, contohnya sisa daun-daunan, ranting, jerami, kayu
dan lain-lain.
d. Limbah konstruksi didefinisikan sebagai material yang sudah tidak
digunakan lagi dan yang dihasilkan dari proses konstruksi, perbaikan
atau perubahan. Jenis material limbah konstruksi yang dihasilkan
dalam setiap proyek konstruksi antara lain proyek pembangunan
maupun proyek pembongkaran (contruction and domolition). Yang
termasuk limbah construction antara lain pembangunan perubahan
bentuk (remodeling), perbaikan (baik itu rumah atau bangunan
43
komersial). Sedangkan limbah demolition antara lain Limbah yang
berasal dari perobohan atau penghancuran bangunan.
e. Limbah radioaktif, limbah radioaktif berasal dari setiap pemanfaatan
tenaga nuklir, baik pemanfaatan untuk pembangkitan daya listrik
menggunakan reaktor nuklir, maupun pemanfaatan tenaga nuklir untuk
keperluan industri dan rumah sakit. Bahan atau peralatan terkena atau
menjadi radioaktif dapat disebabkan karena pengoperasian instalasi
nuklir atau instalasi yang memanfaatkan radiasi pengion.
2. Pengertian dan Jenis Limbah Pertanian
Limbah pertanian adalah bagian tanaman pertanian diatas tanah
atau bagian pucuk, batang yang tersisa setelah dipanen atau diambil hasil
utamanya. Berdasarkan artinya pengertian limbah pertanian dapat diartikan
sebagai bahan yang dibuang di sector pertanian. Secara garis besar limbah
pertanian itu dibagi ke dalam limbah pra dan Saat panen serta limbah
pasca panen. Limbah pasca panen juga bisa terbagi dalam kelompok
limbah sebelum diolah dan limbah setelah diolah atau limbah industri
pertanian.
Limbah pertanian dapat digolongkan ke dalam 4 kelompok yaitu:
a. Limbah pertanian pra panen yaitu materi-materi biologi
yang terkumpul sebelum atau sementara hasil utamanya diambil.
Sebagai contoh daun, ranting, atau daun yang gugur sengaja atau tidak
biasanya dikumpulkan sebagai sampah dan ditangani umumnya hanya
dibakar saja.
44
b. Limbah pertanian panen yaitu limbah pertanian saat panen cukup
banyak berlimpah. Golongan tanaman serealia misalnya yang populer
di Indonesia antara lain batang atau jerami saat panen padi, jagung,
dan mungkin sorgum.
c. Limbah pertanian pasca panen yaitu materi-materi biologi yang
terkumpul setelah panen, misalnya kulit atau jeroan pada ternak
potong.
d. Limbah industri yaitu buangan dari pabrik/industri pengolahan hasil
pertanian. Seperti industri-industri lainnya justru limbah ini yang
banyak menimbulkan polusi lingkungan kalau tidak ditangani secara
baik. Jenis industri ini juga cukup banyak. Untuk memudahkan
penanganannya limbah industri pertanian ini bisa dikelompokkan
berdasarkan komponen bahan bakunya, apakah limbah karbohidrat,
protein atau lemak demikian juga bisa dikelompokkan berdasarkan
fasanya yang terbesar apakah cairan atau padatan. Untuk
penanganannya, limbah cair biasanya dikelompokkan lagi berdasarkan
BOD (Biological Oxygen Demand)-nya.
Berdasarkan jenis wujud limbah pertanian diklasifikasikan atas
tiga jenis yaitu limbah padat, limbah cair dan limbah gas. Ketiga jenis
limbah ini dapat dikeluarkan sekaligus oleh satu industri ataupun satu
persatu sesuai dengan proses yang ada di industri pertanian.
45
a. Limbah Padat
Bahan-bahan buangan baik dari limbah pra panen, limbah
panen, limbah pasca panen dan limbah industri pertanian yang
wujudnya padat dikelompokkan pada limbah padat, contoh : Daun-
daun kering, jerami, sabut dan tempurung kelapa. Jika limbah-limbah
tersebut di atas kalau dibiarkan menumpuk saja tanpa penanganan
tertentu akan menyebabkan/menimbulkan keadaan tidak higienis
karena menarik serangga (lalat,kecoa) dan tikus yang seringkali
merupakan pembawa berbagai jenis kuman penyakit.Limbah padat
dapat diolah menjadi pupuk dan makanan ternak.
b. Limbah cair
Limbah cair industri pertanian sangat banyak karena air digunakan
untuk : 1) membersihkan bahan pangan dan peralatan pengolahan, 2)
menghanyutkan bahan-bahan yang tidak dikehendaki (kotoran).
Limbah cair yang berasal dari industri pertanian banyak
mengandung bahan bahan organik (karbohidrat, lemak dan protein)
karena itu mudah sekali busuk dengan menimbulkan masalah polusi
udara (bau) dan polusi air.
d. Limbah gas
Limbah gas adalah limbah berupa gas yang dikeluarkan pada saat
pengolahan hasil-hasil pertanian, misalnya gas yang timbul berupa uap
air pada proses pengurangan kadar air selama proses pelayuan teh dan
46
proses pengeringannya. Limbah gas ini supaya tidak menimbulkan
bahaya yang harus disalurkan lewat cerobong.
3. Kerajinan Tangan dari Limbah Pertanian Kulit Jagung
Kulit jagung merupakan limbah hasil pertanian, keberadaannya
hanya dianggapi sebagai sampah dan tidak berguna sama sekali. Namun
apabila kita bisa berpikir kreatif sampah tersebut dapat disulap menjadi
anea macam kerajinan tangan yang bernilai dan memiliki daya guna
tinggi. Bahkan ada beberapa pengrajin yang mampu memasarkan
produknya hingga ke mancanegara karena produk dari kulit jagung yang ia
buat sangat unik dan diminati oleh masyarakat di seluruh penjuru dunia.
Berikut beberapa contoh kerajinan tangan dengan bahan dasar kulit jagung
(bunga dari kulit jagung)
(kotak tisu dari kulit jagung)
48
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif.
Artinya data yang dikumpulkan bukan merupakan angka-angka, melainkan
data tersebut berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, dokumen
pribadi, dan dokumen resmi lainnya. Sehingga yang menjadi tujuan penelitian
kualitatif ini adalah ingin menggambarkan realita empirik dibalik fenomena
secara mendalam, rinci dan tuntas. Oleh karena itu penggunaan pendekatan
kualitatif dalam penelitian ini adalah dengan mencocokkan realita empirik
dengan teori yang berlaku dengan menggunakan metode deskriptif.
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan
pembelajaran SBK (Seni Budaya dan Keterampilan) yang dalam hal ii dibatasi
pada kegiatan kerajinan tangan dari limbah pertanian kulit jagung pada anak
tunagrahita kelas X SLB Negeri Tablong
B. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah
penelitian yang mempelajari masalah-maslaah yang terjadi di dalam
masyarakat, tata cara yang berlaku dalam masyarakat, serta situasi-situasi
tertentu, termasuk tentang hubungan-hubungan, sikap-sikap, pandangan-
pandangan, serta proses-proses yang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari
suatu fenomena.Menurut Mustofa dan Tisnawati (2009:30), penelitian
48
49
deskriptif bertujuan untuk meneliti dan menemukan informasi sebanyak-
banyaknya dari suatu fenomena.
Penelitian ini akan membahas tentang proses pelaksanaan
pembelajaran SBK pada anak tunagrahita ringan yaitu membuat karya seni
dengan menggunakan kulit jagung. Pembelajaran SBK membuat karya seni
dari kulit jagung ini didasarkan pada tujuan diberikannya keterampilan
vokasional yaitu untuk memacu kreativitas sehingga dapat menjadi bekal anak
tunagrahita ringan untuk memghadapi dunia kerja.
C. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa tunagrahita ringan di kelas X
sebanyak 3 siswa, 1 anak laki-laki dan 2 anak perempuan.
D. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SLB Negeri Tabalong, Mabuun Rt 02
Kabupaten Tabalong.
E. Sumber Data
Menurut Mustofa dan Tisnawati (2009:68) sumber data utama dalam
penelitian kualitatif adalah kata-kata, tindakan, catatan lapangan, ucapan
responden, deskriptif jelas apa adanya, selebihnya adalah data tambahan
seperti dokumen dan lain-lain. Berkaitan dengan hal tersebut, sumber data
dalam penelitian ini adalah kegiatan pembelajaran kerajinan tangan dalam
mengolah kulit jagung menjadi karya seni yang dilakukan dengan observasi
langsung, wawancara kepada guru mata pelajaran SBK.
50
F. Instrumen Penelitian
Menurut Sugiyono (2013:222) dalam Penelitian kualitatif, yang menjadi
instrumen utama adalah peneliti itu sendiri. Peneliti kualitatif sebagai human
instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai
sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis
data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas semuanya. Selain diri
sendiri, instrumen penelitian yang digunakan adalah pedoman wawancara
(catatan kecil, kamera handphone), observasi unjuk kerja siswa dan
dokumentasi.
G. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam penelitian,
karena itu seorang peneliti harus terampil dalam mengumpulkan data agar
mendapatakan data yang valid. Kegiatan mengumpulkan data dalam suatu
penelitian sangat membutuhkan ketelitian, kecermatan serta penyusunan
program yang terinci. Hal ini mempunyai maksud agar diperoleh data yang
benar-benar relevan dengan tujuan penelitian itu sendiri. Data dipakai sebagai
bahan baku dalam penelitian. Pengambilan data dari sumbernya mempunyai
metode dan cata-cara tertentu. Tiap metode yang berbeda, perangkat
pengumpul data pun dapat berbeda. teknik pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian di antaranya ialah :
1. Observasi Partisipan
Observasi ialah metode pengumpulan data secara sistematis melalui
pengamatan secara lansgung dan pencatatan terhadap fenomena yanng
51
diteliti. Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari
orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data
penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa
yang dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasakan suka dukanya. Data
yang diperoleh dengan menggunakan teknik observasi partisipan akan
lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari
setiap perilaku yang nampak.
2. Wawancara
Interview atau wawancara dipergunakan sebagai cara untuk memperoleh
data dengan jalan mengadakan wawancara dengan nara sumber atau
responden menggunakan panduan wawancara. Teknik wawancara
mempunyai kelebihan penanya dapat menerangkan secara detail
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Tujuan penulis menggunakan
metode ini adalah untuk memperoleh data secara jelas dan konkret tentang
apa saja permasalahan yang dihadapi oleh guru dalam pelaksanaan
pembelajaran keterampilan membuat karya seni dari kulit jagung, untuk
mengetahui seperti apa pendapat dan harapan orang tua terhadap masa
depan anak mereka kelak dan tanggapan masyarakat tentang karya seni
yang dihasilkan oleh anak tuangrahita ringan. Dalam penelitian ini
wawancara dilakukan kepada guru mata pelajaran SBK, orang tua siswa
3. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa
berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seorang.
52
Dalam penelitian ini dokumentasi yang diperoleh berupa foto-foto
kegiatan pembelajaran SBK dalam membuat karya seni dari kulit jagung
dan foto karya seni dari kulit jagung yag dibuat oleh anak tunagrahita
ringan kelas X dan dokumen lain yang ada kaitannya dengan penelitian ini
H. Analisis Data
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data
ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan
tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja. Analisis data bermaksud
mengorganisasikan data yang terdiri dari catatan lapangan, hasil observasi
pelaksanaan pengolahan karya seni dengan memanfaatkan kulit jagung
sebagai upaya untuk menumbuhkan kreativitas anak tunagrahita ringan, dan
pelaksanaan wawancara dengan guru, orangtua.
Setelah itu peneliti akan mengolah dan menganalisis data tersebut
dengan menggunakan analisis secara deskriptif -kualitatif untuk
menggambarkan dan menginterpretasikan arti data-data yang telah terkumpul
dengan memberikan perhatian dan merekam sebanyak mungkin aspek situasi
yang diteliti pada saat itu, sehingga memperoleh gambaran secara umum dan
menyeluruh tentang keadaan sebenarnya.
I. Pengujian Keabsahan Data
Keabsahan data dalam penelitian kualitatif menurut Sugiyono
(2012:121) meliputi uji kredibilitas data, uji transferabiliti, uji depenability,
dan uji confrimability.45 Pada penelitian ini digunakan uji kredibilitas untuk
53
menguji keabsahan data. Uji kredibilitas data dilakukan dengan triangulasi.
Triangulasi data diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber
dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Terdapat 3 triangulasi dalam
keabsahan data, yaitu triangulasi sumber, triangulasi teknik dan triangulasi
waktu. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi sumber.
Triangulasi sumber adalah menguji kredibilitas data yang dilakukan dengan
cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.
Triangulasi sumber akan dilakukan pada guru mata pelajaran SBK, siswa
tunagrahita ringan, orangtua siswa.
J. Tahap-Tahap Penelitian
Moleong (Ghony dan Fauzan, 2014:144) mengemukakan pelaksanaan
penelitian ada empat tahap yaitu : (1) Tahap sebelum ke lapangan, (2) Tahap
pekerjaan lapangan, (3) Tahap analisis data, (4) tahap penulisan laporan.
Tahap-tahap yang ditempuh dalam penelitian ini sebagi berikut:
1. Tahap sebelum ke lapangan meliputi tahap penentuan fokus, penyesuaian
pradigma dengan teori, penjajakan alat penelitan, mencakup observasi
lapangan dan permohonan ijin kepada subjek yang diteliti, konsultasi
fokus penelitian, penyusunan usulan penelitian, membuat RPP dan
instrumen penelitian.
2. Tahap pekerjaan lapangan dilakukan melalui observasi partisipan,
wawancara dan dokumentasi untuk mengumpulkan bahan-bahan yang
berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran SBK yaitu membuat karya
seni dari kulit jagung sebagai upaya menumbuhkan kreativitas anak
54
tunagrahita ringan, Observasi partisipan dan wawancara dilakukan dengan
melibatkan guru, orangtua siswa
3. Tahap analisis data meliputi analisis data baik yang diperoleh melalui
observasi, dokumen maupun wawancara mendalam dengan guru, orang
tua siswa dan ibu-ibu PKK. Kemudian dilakukan penafsiran data sesuai
dengan konteks permasalahan yang diteliti selanjutnya melakukan
pengecekan keabsahan data dengan mengecek sumber data yang didapat
dan metote perolehan data sehingga data benar-benar valid sebagai dasar
dan bahan untuk memberikan makna data yang merupakan proses
penentuan dalam memahami konteks penelitian yang sedang diteliti.
4. Tahap penulisan laporan, meliputi kegiatan penyusunan hasil penelitian
dari semua rangkaian kegiatan pengumpulan data sampai pemberian
makna data. Setelah itu melakukan konsultasi hasil penelitian dengan
dosen pembimbing untuk mendapatkan perbaikan dan saran demi
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Pelaksanaan Pembelajaran SBK dari Kulit Jagung
Pelaksanaan pembelajaran keterampilan dari kulit jagung pada anak
tunagrahita ringan kelas X di SLB Negeri Tabalong dilaksanakan secara
berkelompok yang meliputi tiga tahap yaitu tahap persiapan peralatan dan
bahan dan pengolahan produk, adapun bentuk karya seni yang akan diajarkan
guru adalah membuat bunga dari kulit jagung Langkah-langkah dalam
pelaksanaan pembuatan karya seni bunga dari kulit jagung pada anak
tunagrahita ringan kelas X sebagai berikut:
1. Menyiapkan alat dan bahan
Sebelum membuat karya seni dari kulit jagung, yang pertama
dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan berupa gunting,
setrika listrik yang akan digunakan untuk menyetrika kulit jagung agar rapi
sehingga mudah untuk dipola, botol AQUA bekas berukuran 1.5 liter yang
digunakan sebagai vas bunga, lem tembak sebagai alat perekat, batu kerikil
berwarna yang dipakai sebagai batu hias dalam aquarium, tangkai bunga
menggunakan ranting pohon yang kering, dan terakhir yaitu pita digunakan
sebagai hiasan botol.
Permasalahan yang dialami oleh anak tunagrahita ringan kelas X saat
menyiapkan alat dan bahan antara lain (a) mereka tidak tau seperti apa lem
tembak itu, sehingga lem yang mereka sediakan adalah lem kertas biasa, (b)
botol AQUA bekas yang disediakan tidak sesuai ukuran diminta, anak
tunagrahita ringan menyediakan botol AQUA bekas yang berukuran 600 ml,
(c) ranting pohon yang mereka ambil adalah ranting pohon berukuran sedang
dan, (d) masih kurang rapi dalam menyusun peralatan dan bahan.
Berdasarkan permasalahan di atas maka solusi yang diberikan oleh
guru antara lain (a) guru mengenalkan satu per satu alat dan bahan yang akan
digunakan kepada anak tunagrahita ringan, kemudian masing-masing anak
diminta untuk melakukannya sendiri, (b) guru mengenalkan perbedaan botol
AQUA yang berukuran 600 ml dengan botol berukuran 1.5 liter kepada anak
tunagrahita ringan, (c) guru memperlihatkan contoh ranting pohon yang
digunakan dan membantu anak tunagrahita ringan kelas X dalam
menyedaikan ranting pohon tersebut dan, (d) guru membantu mengajarkan
anak tunagrahita ringan cara menyusun peralatan dan bahan agar terlihat rapi.
Gambar 4.1 mengumpulkan kulit jagung di pasar
Gambar 4.2 alat dan bahan yang sudah terkumpul
2. Pengolahan Produk
Pada tahap pengolahan produk, langkah pertama adalah melepaskan kulit
jagung satu per satu dengan hati-hati agar kulit jagung tidak sobek atau
rusak.
Gambar 4.3 Melepaskan kulit jagung satu persatu
Langkah kedua, kulit jagung yang sudah dilepas lalu dijemur sampai
kering di bawah sinar matahari agar kulit jagung kering merata.
Gambar 4.5 Kulit jagung yang telah dilepas lalu dijemur.
Langkah ketiga adalah kulit jagung yang sudah kering lalu dipilih dan
dipilah. Guru dan anak tunagrahita ringan bersama-sama memilih kulit
jagung yang masih bagus. Setelah dipilih maka selanjutnya adalah
memilah kulit jagung. Kulit jagung yang bertekstur keras digunakan
sebagai daun dan kulit jagung yang bertekstur lembut digunakan untuk
membuat kelopak bunga.
Gambar 4.5 Guru bersama-sama dengan anak tunagrahita ringan kelas X
memilih dan memilah kulit jagung yang sudah dijemur.
Langkah keempat adalah menyetrika kulit jagung agar mendapatkan
permukaan kulit jagung yang rapi. Pada kegiatan menyetrika, pertama-
tama guru memberikan contoh bagaimana caranya menyetrika kulit jagung
agar rapi. Pertama, guru menyetrika bagian depan kulit jagung, setelah
bagian depan kulit jagung sudah rapi maka selanjutnya adalah menyetrika
bagian belakang kulit jagung. Setelah guru memberi contoh, maka anak-
anak bergantian mempraktekan kegiatan menyetrika kulit jagung dengan
bimbingan dan pengawasan guru agar kecelakaan kecil pada saat
menyetrika dapat dihindarkan.
Gambar 4.7 Guru memberikan contoh kepada anak tunagrahita ringan kelas X
cara menyetrika kulit jagung yang benar agar didapat hasil yang
rapi.
Gambar 4.7 Guru membimbing anak tunagrahita ringan kelas X menyetrika
kulit jagung.
Langkah kelima adalah membuat kelopak bunga, dengan cara membuat
pola pada kulit jagung. Masing-masing anak membuat kelopak bunga
sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh guru. Kelopak bunga yang sudah
dipola kemudian digunting. Agar ukuran kelopak tidak jauh berbeda maka
pola kelopak pertama ditempelkan pada sehelai kulit jagung lainnya lalu
dipotong mengikuti pola kelopak yang sebelumnya sudah digunting.
Gambar 4.9 Membuat pola kelopak bunga pada kulit jagung.
Langkah keenam adalah membuat putik bunga. Untuk membuat putik
dilakukan dengan mengambil sehelai kulit jagung kemudian gunting
memanjang seukuran jari kelingking lalu diberi lem.Setelah diberi lem,
kulit jagung tadi dililitkan memutar pada tangkai yang sudah disiapkan.
Lilit hingga tak ada bagian dari ujung tangkai yang terlihat. Setelah selesai
dililitkan maka tahap selanjutnya adalah anak-anak mulai merekatkan
kelopak bunga pada putik satu demi satu, hinga membentuk kuntum bunga
yang indah.
Gambar 4.9 Guru memberi contoh cara membuat putik kepada anak
tunagrahita ringan.
Langkah ketujuh adalah menempelkan kelopak satu persatu pada putik
hingga terbentuk kuntum bunga yang indah.
Gambar 4.10 Guru memberi contoh cara menempelkan kelopak bunga pada
putik.
Gambar 4. 11 Anak mempraktekan cara menempelkan kelopak pada putik.
Langkah kedepalan yaitu membuat pot bunga dari botol aqua bekas.
Bagian atas botol digunting, kemudian dibagi menjadi 4 bagian sama rata
lalu digunting.
Gambar 4.12 menggunting bagian atas botol bekas untuk dibuat vas bunga.
Langkah kesembilan adalah menggunting satu per satu bagian botol
memanjang ke arah bawah sehingga membentuk rumbai, kemudian lipat
menyerong ke arah kanan agar rumbai tersebut keliatan lebih rapi.
Gambar 4.12 Menggunting bagian samping botol dengan lebar 1 cm hingga
terbentuk rumbai-rumbai botol.
Langkah kesepuluh adalah merangkai bunga di dalam vas yang berisi
batuan kecil berwarna-warni.
Gambar 4.13 Guru dan anak tunagrahita ringan kelas X bersama-sama
merangkai bunga di dalam vas.
Permasalahan yang dialami oleh anak tunagrahita ringan kelas X
pada tahap pengolahan produk antara lain (a) anak tunagrahita ringan
masih ada yang belum bisa dengan tepat memilih dan memilah kulit
jagung yang bagus untuk bahan membuat karya seni, (b) ketika
menggunting pola kelopak bunga pada kulit jagung, tangan anak
tunagrahita ringan terlihat gemetar sehingga hasil guntingan pola kelopak
ada yang tidak rata, (c) anak tunagrahita ringan kesulitan dalam membuat
putik bunga dari kulit jagung yang dililitkan memutari tangkai bunga
sehingga lem yang sudah dibubuhkan pada kulit jagung keluar dari pola
dan, (d)) anak tunagrahita ringan kesulitan dalam menggunakan setrika
listrik ketika menyetrika kulit jagung, dikarenakan takut kalau tangannya
melepuh.
Berdasarkan permasalahan di atas maka solusi yang diberikan oleh
guru antara lain (a) guru memperlihatkan cara memilih kulit jagung yang
bagus digunakan sebagai bahan membuat karya seni yaitu kulit jagung
yang bersih dan tidak sobek, sedangkan cara untuk memilah kulit jagung,
guru meminta setiap anak tunagrahita ringan untuk menyentuh kulit
jagung agar bisa merasakan tekstur kulit jagung. Kulit jagung yang keras
digunakan untuk sebagai daun dan kulit jagung yang halus digunakan
untuk membuat kelopak bunga. (b) anak tunagrahita ringan diajarkan cara
memegang gunting yang benar dan bersama-sama dengan guru berlatih
menggunakan gunting agar tangannya tidak gemetar lagi (c) Guru
mencontohkan kepada anak tunagrahita ringan cara melilitkan kulit jagung
pada tangkai untuk membuat putik bunga, kemudian setiap anak diminta
untuk melakukannya sendiri secara perlahan dengan bimbingan guru, (c)
Guru mengajarakan dan membimbing anak anak tunagrahita ringan
menyetrika kulit jagung dengan benar. Ketika mereka merasa ketakutan,
maka guru membantu menenangkan mereka dengan cara menyentuh
pundak anak saat menyetrika sebagai bentuk dukungan dan kepercayaan
guru terhadap kemampuan yang mereka miliki sehingga kepercayaan diri
anak muncul kembali.
B. Kreativitas Anak Tunagrahita Ringan Di Kelas X dalam Membuat Karya
Seni dari Kulit Jagung
1. Kreativitas Anak Tunagrahita Ringan MJ
Nama : M. J
Umur : 19 tahun
Hasil karya : Bunga Tulip
a. Proses pengolahan karya seni
1) Langkah pertama yang dilakukan oleh anak M. J adalah membuat
pola kelopak bunga pada kulit jagung. Setelah selesai membuat
pola kelopak pada setiap kulit jagung maka anak M. J mulai
menggunting pola tersebut.
2) Langkah kedua, kelopak tersebut lalu ditempelkan mengelilingi
tangkai bunga hingga terbentuk kuntum bunga tulip. Langkah
ketiga yaitu menempelkan daun pada tangkai bunga.
b. Permasalahan yang dihadapi
Permasalahan anak M. J dalam membuat karya seni dari kulit
jagung antara lain (a) kurang rapi dalam memasang lem pada kelopak
bunga dan daun. Lem yang dipasang terlalu banyak sehingga sebagian
lem tersebut keluar dari pola dan, (b) anak M. J masih belum rapi
dalam merangkai kelopak menjadi kuntum bunga.
Berdasarkan permasalah di atas maka solusi yang diberikan
oleh guru antara lain (a) guru mencontohkan cara memasang lem pada
kelopak bunga dan daun agar terlihat lebih rapi yaitu dengan menekan
perlahan lem tembak agar lem yang hendak dipasang keluar sedikit
demi sedikit dengan begitu tidak ada lem yang keluar dari pola daun,
(b) guruu mencontohkan cara merangkai kelopak sampai terbentuk
kuntum bunga yaitu dengan cara memasang kelopak bunga
mengelilingi putik.
c. Deskripsi karya seni
Karya seni yang dibuat oleh anak M. J adalah bunga Tulip.
Kelopak bunga berbentuk oval memanjang, berwarna ungu, kuning
dan merah. Daunya berwarna hijau melekat di sisi kiri dan kanan pada
tangkai bunga.
2. Kreativitas Anak Tunagrahita Ringan S. A
Nama : S. A
Umur : 25 Tahun
Hasil karya : Bross kupu-kupu
a. Proses pengolahan karya seni
1) Langkah pertama yang dilakukan anak S. A adalah membuat
sayap kupu-kupu. Anak S. A membuat pola berbentuk daun pada
kulit jagung yang sudah diwarnai lalu mengguntingnya.
2) Langkah kedua anak S. A mulai menempelkan pola sayap yang
sudah digunting tadi pada kain flanel yang digunakan sebagai
lapisan dasar. Setelah membentuk sayap kupu-kupu bagian atas,
lalu anak S. A menempelkan sayap bagian bawah tepat di bawah
sayap kanan dan kirinya.
3) Langkah ketiga anak S. A mengambil putik bunga hias lalu
memberikan lem disekitar putik tersebut dan memasukkan putik
tersebut ke dalam manik-manik. Ternyata putik tersebut adalah
antena kupu-kupu. Manik-manik berbentuk bulat itu dijadikan
sebagai tubuh dari kupu-kupu tersebut.
4) Langkah keempat yaitu menempelkan bagian tubuh kupu-kupu
tepat ditengah kedua pasang sayap kupu-kupu. Setelah terbentuk
pola kupu-kupu yang utuh maka tahap berikutnya adalah
menggunting kain flanel mengikuti pola kupu-kupu agar terlihat
rapi.
b. Permasalahan yang dihadapi
Permasalahan anak S. A dalam membuat karya seni dari kulit
jagung antara lain (a) kurang rapi dalam merekatkan pola sayap kupu-
kupu ke kain flanel, sehingga posisi kedua sayap kupu-kupu tidak rata
dan, (b) anak S. A kurang rapi dalam menggunting kain flanel mengikuti
pola sayap kupu-kupu.
Berdasarkan permasalah di atas maka solusi yang diberikan oleh
guru antara lain (a) mencontohkan cara yang benar yaitu sebelum
ditempel kedua sayap terlebih dahulu dirangkai di atas kain flanel.
Setelah itu pastikan bahwa posisi kedua sayap sudah sama rata, barulah
dipasang lem dan (b) guru mencontohkan cara menggunting kain flanel
yaitu menggunting harus secara pelan mengikuti pola sayap kupu-kupu.
c. Deskripsi karya seni
Karya seni yang dibuat oleh anak S. A berupa bross kupu-kupu
berwarna coklat dengan alas flanel berwarna kuning, bros kupu-kupu
berwarna kuning dengan kain flanel berwarna hitam sebagai alas, dan
bros kupu-kupu dengan kombinasi warna coklat dan merah dengan kain
flanel berwarna ungu sebagai alasnya. Antena kupu-kupu berwarna pink
terbuat dari putik hias dengan manik-manik bulat berwarna kuning yang
direkatkan sebagai tubuh kupu-kupu. Bros tersebut dibungkus dalam
plastik pembungkus transparan.
3. Kreativitas Anak Tunagrahita Ringan S. A
Nama : L.H
Umur : 19 Tahun
Hasil karya : Kotak serba guna
a. Proses pengolahan karya seni
1) Langkah pertama yang dilakukan anak L.H adalah membuat garis
pada sebidang kardus dengan ukuran 10x10 sebanyak 4 buah.
2) Langkah kedua adalah menggunting kardus sesuai pola yang
sudah digambar.
3) Langkah ketiga, anak L. H lalu merekatkan potongan-potongan
kardus agar membentuk kotak berbentuk persegi dengan
menggunakan lem.
4) Langkah keempat, kotak yang sudah direkatkan tadi lalu pada
bagian dalam dan luar dilapisi kulit jagung yang tidak berwarna.
Anak L. H secara hati-hati mulai menempelkan satu per satu kulit
jagung pada setiap sisi kotak agar hasilnya lebih rapi.
5) Langkah kelima adalah, ketika semua sisi kardus telah dilapisi
oleh kulit jagung maka tahap berikutnya anak L. H lalu
menggunting bagian kardus dengan ukuran 1x15 untuk dijadikan
sebagai bunga. Kardus lalu dipotong sesuai ukuran. Kemudian
anak L. H merobek bagian luar kardus sehingga yang didapat
adalah permukaan kardus yang bergelombang. Permukaan kardus
yang bergelombang tadi lalu digulung membentuk bulatan dengan
bagian bergelombang berada luar. Setelah itu ujung gulungan tadi
direkatkan menggunakan lem agar gulungan tidak terbuka.
6) Langkah keenam adalah menempelkan daun pada sisi kiri dan
kanan, kemudian kardus yang sudah digulung tadi ditempelkan
tepat diantara kedua buah daun yang berwarna hijau sehingga
membentuk sebuah bunga yang indah.
b. Permasalahan yang dihadapi
Permasalahan anak L. H dalam membuat karya seni dari kulit
jagung antara lain (a) anak L. H agak kaku dalam menggunakan gunting,
karena takut hasil guntingannya tidak bagus dan, (b) garis yang
digambar anak L. H berbeda ukurannya.
Berdasarkan permasalah di atas maka solusi yang diberikan oleh
guru antara lain (a) mengajak anak L. H untuk lebih sering belajar
menggunakan gunting dengan cara melatih anak L. H membuat pola
kelopak pada kulit jagung dan, (b) guru mengoreksi ukuran garis yang
digambar oleh anak L. H, jika ada garis yang berbeda ukurannya maka
selanjutnya guru membimbing anak L. H untuk menggambar kembali
garis sesuai dengan ukuran yang sebenarnya.
c. Deskripsi karya seni
Karya seni yang dibuat oleh anak L. H berupa kotak serbaguna
berbentuk persegi. Menggunakan bahan berupa kardus dan kulit jagung
yang tidak diwarnai. Bagian dalam dan luar kotak dilapisi dengan kulit
jagung tidak disetrika sehingga menghasilkan permukaan yang
bergelombang. Bunga yang digunakan sebagai hiasan terbuat dari
bagian dalam kardus yang bergelombang, digulung membentuk bulatan.
Pada kedua sisinya diberi daun berwarna hijau.
BAB V
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Pelaksanaan pembelajaran pembuatan karya seni dari kulit jagung pada
penelitian ini meliputi tahap persiapan alat dan bahan, tahap pengolahan produk.
proses pembelajaran berlangsung, guru secara penuh membimbing anak-anak
tunagrahita melakukan tahap demi tahap. Bimbingan dan motivasi yang diberikan
guru kepada anak tunagrahita ringan kelas X, membuat anak menjadi lebih
percaya diri dan bersemangat.
Menurut pendapat Azzet (2014:85) bahwa dalam memberikan kebebasan
berkreativitas kadang kala tak semulus yang direncanakan. Sebab, tidak semua
anak didik dapat mengembangkan kreativitas dengan sendirinya. Menghadapi hal
ini, sudah tentu seorang guru harus bisa memberikan semangat, motivasi,
sekaligus pancingan agar anak didik dapat mengembangkan kreativitasnya.
Pancingan yang dimaksudkan di sini adalah upaya seorang guru membantu anak
didik dengan cara memberikan bimbingan secara nyata mengenai langkah-
langkah atau tahapan demi tahapan di dalam berkreasi.
Tugas secara individu yang diberikan oleh guru kepada anak tunagrahita
ringan bertujuan untuk menumbuhkan kreativitas anak tunagrahita ringan kelas x.
Guru membebaskan anak dalam berkreasi, kebebasan berkreasi itu berupa kreatif
dalam mengungkapkan ide/gagasan serta kreatif dalam menciptakan suatu produk
yang sesuai dengan apa yang ada dalam pikiran anak itu sendiri.
Menurut Mulyasa (2012:118) setiap anak memiliki kreativitas yang harus
digali dan diasah sehingga mereka akan terlatih untuk menghasilkan ide dan karya
kreatif. Untuk menggali dan mengasah kreativitas anak agar anak dapat
berkembang secara optimal , maka dibutuhkan guru yang memiliki karakteristik
ialah (1) kreatif dan menyukai tantangan, (2) menghargai karya anak, (3)
menerima anak apa adanya, (4) motivator, (5) ekspresif, penuh pengahayatan, dan
peka pada perasaan, (6) mencintai seni dan keindahan, (7) memiliki rasa cinta
yang tulus terhadap anak,( 8) tertarik pada perkembangan anak, (9) mau dan
mampu mengembangkan potensi anak, (10) hangat dan semangat, (11) dinamis
dan konsisten, (12) mau bermain dan berbagi, (13) luwes, tanggap, dan peduli,
(14) memberi kebebasan untuk belajar dari lingkungan dan, (15) bebas dan
mampu memberikan kebebasan anak didik yang sedang mengalami masa tumbuh
dan berkembang perlu dikembangkan kreativitasnya secara maksimal. Hal ini
penting agar segala potensinya dapat berkembang secara maksimal. Disinilah
seorang guru mempunyai peran besar guna mengembangkan potensi yang ada
dalam diri anak didik dengan memberikan kebebasan kepada mereka untuk
berkreativitas.
Kreativitas anak diwujudkan dalam menghasilkan suatu ide atau gagasan
dan produk yang merupakan hasil ciptaan mereka sendiri sesuai dengan imajinasi
masing-masing anak. Menurut Mulyasa (2012:103) pengembangan kreativitas
anak dapat dilakukan mealalui karya nyata. Melalui karya nyata, setiap anak akan
menggunakan imajinasinya untuk membentuk suatu bangunan atau benda sesuai
dengan khayalannya. Dalam menciptakan suatu karya nyata bukan hanya
kreativitas yang akan berkembang dengan baik tetapi juga kemampuan kognitif
anak. Karya nyata anak dapat berupa sesuatu yang baru baginya atau merupakan
inovasi karya- karya yang sudah ada, dan setiap anak bebas mengekspresikan
kreativitasnya sehingga mereka akan memperoleh hasil yang berbeda satu sama
lain. Melalui karya nyata ini memberikan kesempatan pada setiap anak untuk
menciptakan benda buatan sendiri yang belum pernah ditemuinya. Mereka juga
bisa memodifikasi sesuatu benda yang telah ada sebelumnya.
Kegiatan anak tunagrahita ringan dalam membuat karya seni dari kulit
jagung telah menumbuhkan kreativitas anak baik dalam aspek aptitude dan non-
aptitude. Pada aspek non-aptitude, kreativitas yang muncul dalam diri anak selain
berupa tumbuhnya sikap percaya diri terhadap kemampua mereka dalam
mengerjakan tugas secara individu, keuletan anak dalam mngerjakan tugas hingga
selesai, apresiasi estetik terhadap karya seni yang dibuatnya dan kemandirian
siswa dalam membuat karya seni . Pada aspek aptitude, kreativitas anak yang
muncul adalah tumbuhnya kelancaran anak dalam mengemukakan ide/gagasan
mereka dalam membuat karya seni, fleksibilitas dalam memecahkan dan mencaro
solusi dari masalah yang mereka hadapi saat membuat karya seni, serta aspek
orisinalitas adalah keaslian ide/gagasan dalam membuat produk serta produk yang
dibuat adalah produk yang baru dan benar-benar berasal dari buah pikiran mereka
sendiri.
Ciri-ciri Utama dari kreativitas menurut Guilford (Munandar, 2012:10) dia
membedakan antara aptitude dan non-aptitude yang berhubungan dengan
kreativitas. Ciri-ciri aptitude dari kreativitas antara lain (1) kelancaran, (2)
kelenturan, dan orisinalitas dalam berpikir. Sedangkan ciri-ciri non-aptitude atau
afektif antara lain (1) kepercayaan diri, (2) keuletan, (3) apresiasi estetik, dan (4)
kemandirian.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitianmaka dapat ditarik kesimpulan bahwa
pembelajaran SBK yang dalam hal ini kreatifitas dalam membuat kerya seni
dengan memanfaatkan limbah pertanian kulit jagung dapat menumbuhkan
kreativitas pada anak tunagrahita ringan kelas X. Kreativitas yang tumbuh
pada anak tunagrahita ringan berupa ide/ gagasan yang tercermin dalam
produk yang mereka hasilkan.
Melalui pembelajaran keterampilan yang lebih bervariasi yaitu
membuat karya seni dari limbah pertanian kulit jagung, anak tunagrahita
ringan kelas X mendapatkan salah satu keterampilan yang bisa menjadi bekal
awal mereka untuk dapat hidup mandiri di tengah masyarakat serta dapat
menjadi sumber penghasilan setelah selesai menempuh pendidikan di SLB
Negeri Tabalong.
B. Saran
1. Bagi anak tunagrahita ringan kelas X agar terus berlatih dalam
memanfaatkan kulit jagung sebagai bahan untuk membuat produk yang
lebih bagus dan berbeda dari sebelumnya serta memiliki nilai seni dan
nilai jual yang tinggi.
2. Bagi guru mata pelajaran agar memperkaya pengetahuan tentang berbagai
macam produk yang bisa dibuat dengan menggunakan kulit jagung
sehingga pembelajaran keterampilan lebih bervariasi lagi.
3. Bagi sekolah agar menjalin kerjasama dengan instansi lain sebagai wadah
bagi anak tunagrahita ringan menyalurkan kreativitas mereka terutama
dalam membuat produk dengan memanfaatkan limbah pertanian kulit
jagung.
DAFTAR PUSTAKA
Azzet, Akhamd Muhaimin. 2014. Menjadi Guru Favorit. Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media.
A.K. Haghi. 2010). Waste Management. Canada :Nova Science.
Bandi, dkk. 2009. Pembelajaran Seni Budaya dan Keterampilan. Jakarta:
Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI
Delphie, Bandi. 2009. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus Dalam Setting
Pendidikan Inklusi. Sleman: PT. Intan Sejati Klaten.
Desmita. 2014. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Rosda.
Fadlillah, Muhammad dan Lilif Mualifatu Khorida. 2014. Pendidikan Karakter
Anak Usia Dini. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Ghony, Djunaidi dan Fauzan Almanshur. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Irawati. 2014. Makalah Pendidikan Keterampilan (Online). Diakses pada tanggal
10 September 2015.
http://warnet178meulaboh.blogspot.in/2014/07/makalah-pendidikan
keterampilan.html
Kemis, dan Ati Rosnawati. 2013. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
Tunagrahita. Jakarta: Luxima.
Kustawan, Dedi dan Yani Meimulyani. 2013. Mengenal Pendidikan Khusus &
Pendidikan Layanan Khusus Serta Implikasinya. Jakarta: Luxima.
Libal, Autumn. 2009. Namaku Bukan Si Lamban ( Pemuda Penyandang
Tunagrahita). Sleman: PT. Intan Sejati Klaten.
Mangunsong, Frida. 2009. Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.
Depok: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan
Psikologi (LPSP3).
M. Dzaelani, Bisri. 2011. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Arya Duta.
Mulyasa. 2012. Manajemen PAUD. Bandung: Rosda.
Munandar, Utami. 2012. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: PT.
Asdi Mahasatya.
Mustofa, Bisri dan Tin Tisnawati. 2009. Teknik Menulis Karya Ilmiah
Menghadapi Sertifikasi. Semarang: CV. GHYYAS PUTRA
Pratiwi, Ratih Putri dan Afin Murtiningsih. 2013. Kiat Sukses Mengasuh Anak
Berkebutuhan Khusus. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Fadilah, Safrizal. 2013. Life Skill (Online). Diakses Pada Tanggal 10 September
2015. http://safrizaldepp.blogspot.com/2013/07/life-skill_16.html.
Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun
Somantri, Sutjihati. 2007. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT. Refika
Aditama.
Sudrajat, Dodo dan Lilis Rosida. 2013. Pendidikan Bina Diri Bagi Anak
Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Luxima.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualititatif Dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Suharyati. 2012. Kemampuan Siswa Tunagrahita Ringan Dalam Keterampilan
Memasang Payet Kerudung Di SLB Negeri Pembina. Yogyakarta.
Suyadi. 2014. Teori Pembelajaran Anak Usia Dini. Bandung: Rosda.
Tatang, Siti Marjam. 2007. Kreasi Bunga Kering dan Bunga Pres ( Untuk
Dekorasi Rumah dan Acara Khusus). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.