ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah,...

60
ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES PEMBERIAN HAK GUNA BANGUNAN ATAS TANAH HAK MILIK Keberadaan Pasal 15 ayat (2) huruf f UUJNP mengenai kewenangan Notaris membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan telah memunculkan berbagai macam penafsiran. Ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf f UUJNP memberikan kewenangan kepada Notaris untuk membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan namun tidak secara tegas mengatur mengenai batasan kewenangan Notaris terhadap kewenangan PPAT khususnya dalam proses pembuatan Akta terkait Pemberian Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik. Kekaburan norma dalam menafsirkan makna pasal tersebut juga menimbulkan konflik kewenangan dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, masalah penelitian ini terkait dengan pembatasan Kewenangan Notaris terhadap Kewenangan PPAT dalam Proses Pemberian Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik berdasarkan hukum yang berlaku dan makna ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf f UUJNP yang menyatakan kewenangan Notaris dalam membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan. Penelitian ini merupakan penelitian hukum Normatif yang beranjak dari adanya kekaburan norma. Penelitian ini menggunakan 3 jenis pendekatan antara lain pendekatan perundang-undangan, pendekatan konsep dan pendekatan analitis. Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah kepustakaan dan system kartu. Analisis bahan hukum menggunakan teknik deskriptif dan argumentasi yang dikaitkan dengan teori dan konsep hukum yang relevan dengan permasalahan. Hasil penelitian terhadap masalah yang dikaji yaitu Pembatasan kewenangan Notaris terhadap kewenangan PPAT dalam proses Pemberian Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik yaitu Notaris hanya berwenang sebatas membuat Akta Perjanjian Pendahuluan Pemberian Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik dan Akta Kuasa. Kemudian Makna pasal 15 ayat (2) huruf f adalah Notaris berwenang membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan. Kewenangan Notaris dalam membuat akta pertanahan adalah selama dan sepanjang bukan merupakan akta pertanahan yang selama ini telah menjadi kewenangan PPAT, dengan kata lain Notaris tidak berwenang untuk membuat akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan Notaris, PPAT, Pemberian Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik viii

Transcript of ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah,...

Page 1: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

1

ABSTRAK

KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES PEMBERIAN

HAK GUNA BANGUNAN ATAS TANAH HAK MILIK

Keberadaan Pasal 15 ayat (2) huruf f UUJNP mengenai kewenangan

Notaris membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan telah memunculkan

berbagai macam penafsiran. Ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf f UUJNP

memberikan kewenangan kepada Notaris untuk membuat Akta yang berkaitan

dengan pertanahan namun tidak secara tegas mengatur mengenai batasan

kewenangan Notaris terhadap kewenangan PPAT khususnya dalam proses

pembuatan Akta terkait Pemberian Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik.

Kekaburan norma dalam menafsirkan makna pasal tersebut juga menimbulkan

konflik kewenangan dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, masalah penelitian

ini terkait dengan pembatasan Kewenangan Notaris terhadap Kewenangan PPAT

dalam Proses Pemberian Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik berdasarkan

hukum yang berlaku dan makna ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf f UUJNP yang

menyatakan kewenangan Notaris dalam membuat akta yang berkaitan dengan

pertanahan.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum Normatif yang beranjak dari

adanya kekaburan norma. Penelitian ini menggunakan 3 jenis pendekatan antara

lain pendekatan perundang-undangan, pendekatan konsep dan pendekatan analitis.

Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah kepustakaan dan

system kartu. Analisis bahan hukum menggunakan teknik deskriptif dan

argumentasi yang dikaitkan dengan teori dan konsep hukum yang relevan dengan

permasalahan.

Hasil penelitian terhadap masalah yang dikaji yaitu Pembatasan

kewenangan Notaris terhadap kewenangan PPAT dalam proses Pemberian Hak

Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik yaitu Notaris hanya berwenang sebatas

membuat Akta Perjanjian Pendahuluan Pemberian Hak Guna Bangunan Atas

Tanah Hak Milik dan Akta Kuasa. Kemudian Makna pasal 15 ayat (2) huruf f

adalah Notaris berwenang membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan.

Kewenangan Notaris dalam membuat akta pertanahan adalah selama dan

sepanjang bukan merupakan akta pertanahan yang selama ini telah menjadi

kewenangan PPAT, dengan kata lain Notaris tidak berwenang untuk membuat

akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun,

dan pembebanan hak atas tanah.

Kata kunci: Kewenangan Notaris, PPAT, Pemberian Hak Guna Bangunan

Atas Tanah Hak Milik

viii

Page 2: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

2

ABSTRACT

AUTHORITY NOTARY AND PPAT IN PROCESS OF GRANTING

BUILDING RIGHTS THE PROPERTY

The existence of Article 15 of paragraph (2) letter f UUJNP regarding the

authority of Notary to make deed related to land has led to various kinds of

interpretation. The provisions Article of 15 paragraph (2) paragraph letter f

UUJNP authorize the Notary to make deeds relating to land but not explicitly

regulate the limits of the authority of Notary to the authority of PPAT especially

in the process of making the Deed related to the Granting Building Rights the

Property. The obscurity of the norm in interpreting the meaning of the article also

creates a conflict of authority in its implementation. Therefore, the problem of this

research is related to the limitation of Notary Authority over PPAT Authority in

the Process of Land Use Right Use Right under the applicable law and the

meaning of the provisions of Article 15 of paragraph (2) letter f UUJNP stating

the authority of Notary in making related deed with land.

This thesis research is a normative legal research. Which departed from

the vague of norm. This thesis research used 3 type of approach. There are

statute approach, conseptual approach and analytical approach. The legal

materil collection techniques used were the study of literature and card system.

The analysis of the legal materials was conducted by using descriptive techniques

and arguments associated with the theories and concepts of law which relevant to

the issues.

The research findings of the problem under study, namely, that is studied

is the Limitation of Notary's authority over the authority of PPAT in the process of

Granting Building Rights the Property is Notary only authorized to extend the

Deed of Introduction Agreement on the Granting Building Rights the Property

and Deed of Power. While the meaning of article 15 paragraph (2) letter f is a

Notary authorized to make deed related to land. Notary authority in making land

deed is during and as long as it is not a land deed which has been the authority of

PPAT, in other words the Notary is not authorized to make deeds of transfer of

land rights, transfer of ownership rights over the apartment, and the imposition of

land rights.

Keywords: Authority Notary, PPAT, Granting Building Rights The Property

ix

Page 3: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

3

DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN

SAMPUL DALAM.......................................................................................... i

PERSYARATAN GELAR.............................................................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iii

PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT .............................................................. iv

UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................... v

ABSTRAK........................................................................................................ viii

ABSTRACT...................................................................................................... ix

RINGKASAN .................................................................................................. x

DAFTAR ISI.................................................................................................... xii

DAFTAR TABEL ............................................................................................ xvi

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ...................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah ................................................................. 8

1.3. Orisinalitas Penelitian ........................................................... 9

1.4. Tujuan Penelitian................................................................... 10

1.4.1 Tujuan Umum ........................................................... 10

1.4.2 Tujuan Khusus .......................................................... 10

1.5. Manfaat Penelitian ................................................................. 11

1.5.1 Manfaat Teoritis ........................................................ 11

1.5.2 Manfaat Praktis ......................................................... 11

1.6. Landasan Teoritis ................................................................. 12

1.6.1 Teori Kewenangan .................................................... 13

1.6.2 Teori Penjenjangan Norma....................................... 16

1.6.3 Teori Kepastian Hukum ............................................ 21

1.6.4 Teori Perlindungan Hukum....................................... 28

1.6.5 Teori Interpretasi Hukum.......................................... 31

1.6.6 Asas-asas Preferensi Hukum..................................... 34

1.6.7 Konsep Notaris .......................................................... 36

xii

Page 4: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

4

1.6.8 Konsep Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) .......... 39

1.6.9 Konsep Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak

Milik ........................................................................ 44

1.7. Metode Penelitian.................................................................. 46

1.7.1 Jenis Penelitian ........................................................... 46

1.7.2 Jenis Pendekatan ........................................................ 47

1.7.3 Sumber Bahan Hukum ............................................... 48

1.7.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum.......................... 50

1.7.5 Teknik Analisis Bahan Hukum .................................. 51

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NOTARIS, PPAT, AKTA

AUTENTIK DAN PEMBERIAN HAK GUNA BANGUNAN

ATAS TANAH HAK MILIK ..................................................... 54

2.1 Tinjauan Umum Tentang Notaris........................................... 54

2.1.1 Konsep Notaris ........................................................... 54

2.1.2 Kewenangan Notaris .................................................. 61

2.2 Tinjauan Umum Tentang Pejabat Pembuat Akta (PPAT) ..... 69

2.2.1 Konsep Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) ........... 69

2.2.2 Tugas dan Kewenangan Pejabat Pembuat Akta .........

Tanah (PPAT).............................................................. 77

2.3 Tinjauan Umum Tentang Akta Autentik ................................ 79

2.3.1 Akta Notaris ............................................................... 90

2.3.2 Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) ................ 94

2.4 Tinjauan Umum Tentang Pemberian Hak Guna Bangunan

Atas Tanah Hak Milik ............................................................ 100

2.4.1 Dasar Hukum Pemberian Hak Guna Bangunan Atas

Tanah Hak Milik .......................................................... 100

2.4.2 Konsep Akta Pemberian Hak Guna Bangunan Atas

Hak Milik ................................................................... 101

2.4.3 Terjadinya Pemberian Hak Guna Bangunan Atas

Tanah Hak Milik .......................................................... 104

xiii

Page 5: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

5

2.4.4 Bentuk Akta Pemberian Hak Guna Bangunan Atas

Tanah Hak Milik .......................................................... 106

BAB III PEMBATASAN KEWENANGAN NOTARIS TERHADAP

KEWENANGAN PPAT DALAM PROSES PEMBERIAN

HAK GUNA BANGUNAN ATAS TANAH HAK MILIK

BERDASARKAN HUKUM YANG BERLAKU ...................... 117

3.1 Kewenangan Notaris di Bidang Pertanahan Terkait Proses

Pemberian Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik ...... 117

3.1.1 Kewenangan Notaris di Bidang Pertanahan

Menurut Undang-Undang Jabatan Notaris Terkait

Proses Pemberian Hak Guna Bangunan Atas

Tanah Hak Milik ....................................................... 117

3.1.2 Kewenangan Notaris di Bidang Pertanahan

Menurut KUHPerdata Terkait Proses Pemberian

Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik ............ 128

3.2 Kewenangan PPAT dalam Proses Pemberian Hak Guna

Bangunan Atas Tanah Hak Milik.......................................... 139

3.3. Pembatasan Kewenangan Notaris Terhadap Kewenangan

PPAT dalam Proses Pemberian Hak Guna Bangunan Atas

Tanah Hak Milik ................................................................... 148

BAB IV MAKNA KETENTUAN PASAL 15 AYAT (2) HURUF F

UUJNP MENGENAI KEWENANGAN NOTARIS DALAM

MEMBUAT AKTA YANG BERKAITAN DENGAN

PERTANAHAN ......................................................................... 153

4.1. Makna Kewenangan Notaris Menurut Pasal 15 ayat (2)

Huruf f UUJNP .................................................................... 153

4.1.1 Menurut Arti Kata ................................................. 153

4.1.2 Menurut Ketentuan Lainnya .................................... 160

4.2. Pendapat Fraksi Saat Pengesahan UUJN ............................ 161

4.3. Pendapat Para Ahli Hukum .................................................. 164

4.4. Ketentuan Yang Bersifat Antisipatif .................................... 167

xiv

Page 6: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

6

BAB V KESIMPULAN ............................................................................ 172

5.1 Kesimpulan ......................................................................... 172

5.2 Saran-saran ......................................................................... 173

DAFTAR PUSTAKA

xv

Page 7: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

7

Daftar Tabel

Tabel 1 ................................................................................................. 149

xvi

Page 8: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila

dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin

kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi setiap warga negara. Untuk

menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum dibutuhkan alat bukti

tertulis yang bersifat autentik mengenai perbuatan, perjanjian, penetapan, dan

peristiwa hukum yang dibuat dihadapan atau oleh pejabat yang berwenang.

Notaris sebagai pejabat yang berwenang membuat akta autentik dalam

memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat berpedoman kepada

ketentuan yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

Notaris selanjutnya disebut Undang-Undang Jabatan Notaris Perubahan (UUJNP).

Lahirnya Pasal 15 ayat (2) huruf f UUJNP mengenai kewenangan Notaris

membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan telah memunculkan berbagai

macam penafsiran dan tanggapan pro maupun kontra, baik yang datang dari

kalangan Notaris sendiri, maupun dari pihak lain yang merasa Undang-Undang

tersebut telah memangkas kewenangan yang selama ini merupakan

kewenangannya. UUJNP dibuat untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan

perlindungan hukum, yang berintikan kebenaran dan keadilan, namun Pasal 15

ayat (2) huruf f UUJNP belum dapat menjamin akan hal itu karena terjadi

1

Page 9: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

2

kekaburan norma dalam menafsirkan makna pasal yang terkandung didalamnya

dan mengakibatkan konflik kewenangan dalam pelaksanaannya.

Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya disebut PPAT)

adalah pejabat yang berwenang dalam membuat Akta Otentik. Dalam hal

pembuatan Akta terkait Pemberian Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik,

PPAT melahirkan produk hukum Akta Pemberian Hak Guna Bangunan Atas

Tanah Hak Milik dan kewenangannya diatur secara tegas dalam Pasal 24

Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna

Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah, sedangkan Notaris melahirkan produk

Akta Perjanjian Pendahuluan Pemberian Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak

Milik, namun kewenangannya dalam membuat akta ini, belum secara tegas diatur

dalam UUJNP.

Kewenangan Notaris dalam membuat Akta sebagaimana diatur dalam

Pasal 15 ayat (1) UUJNP menentukan:

Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-

undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta,

semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh

undang-undang. kemudian selanjutnya dalam Pasal 15 ayat (2) menentukan :

Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Notaris

berwenang pula: a) Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan tanggal surat di bawah

tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

b) Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

Page 10: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

3

c) Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;

d) Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya; e) Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;

f) Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau g) Membuat akta risalah lelang.

Kewenangan PPAT dalam membuat Akta terkait Pemberian Hak Guna

Bangunan Atas Tanah Hak Milik diatur dalam Pasal 24 Peraturan Pemerintah

Nomor 40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai Atas Tanah

menjelaskan bahwa Akta Pemberian Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik

dibuat oleh PPAT kemudian didaftar pada Kantor Pertanahan, seperti yang

ditentukan sebagai berikut :

(1) Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik terjadi dengan pemberian oleh pemegang Hak Milik dengan akta yang dibuat oleh Pejabat

Pembuat Akta Tanah. (2) Pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. (3) Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik mengikat pihak ketiga sejak

didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).

(4) Ketentuan mengenai tata cara pemberian dan pendaftaran Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik diatur lebih lanjut dengan Keputusan

Presiden.

Selanjutnya diatur dalam Pasal 2 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional

Nomor 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah

Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah,

menentukan :

(1) PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya

perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh

perbuatan hukum itu.

Page 11: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

4

(2) Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut: a. Jual beli ;

b. Tukar menukar ; c. Hibah ;

d. Pemasukan ke dalam perusahaan ; e. Pembagian hak bersama ; f. Pemberian hak guna bangunan/hak pakai atas tanah Hak Milik

g. Pemberian Hak Tanggungan; h. Pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan.

Seperti dinyatakan dalam Pasal 15 ayat (2) huruf f UUJNP yang

menentukan bahwa Notaris berwenang pula membuat akta yang berkaitan dengan

Pertanahan, menimbulkan penafsiran bahwa UUJNP tidak secara tegas mengatur

mengenai batasan kewenangan dalam membuat akta dengan kata lain batasan

mengenai akta-akta apa saja yang boleh dibuat oleh Notaris berkaitan dengan

pertanahan karena dilihat dalam penjelasan pasal ini pun menyatakan “cukup

jelas”. Berdasarkan penafsiran ketentuan UUJNP tersebut, dapat dikatakan bahwa

Pasal 15 ayat (2) huruf f UUJNP tidak secara tegas mengatur terkait kewenangan

membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan khususnya dalam pembuatan

Akta Perjanjian Pendahuluan Pemberian Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak

Milik.

Pasal 15 ayat (2) huruf f UUJNP yang memberikan kewenangan Notaris

untuk membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan juga menimbulkan 3 (tiga)

penafsiran dalam pasal tersebut, yaitu :

1) Notaris telah mengambil alih semua wewenang PPAT menjadi

wewenang Notaris atau telah menambah wewenang Notaris.

2) Bidang pertanahan menjadi wewenang Notaris.

Page 12: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

5

3) Tetap tidak ada pengambilalihan dari PPAT atau pengembalian

wewenang kepada Notaris, baik PPAT maupun Notaris telah

mempunyai wewenang sendiri-sendiri.

Menurut Habib Adjie, Pasal 15 ayat (2) huruf f UUJNP tidak menambah

wewenang Notaris di bidang pertanahan, dan bukan pula pengambilalihan

wewenang dari PPAT. Bahwa Notaris mempunyai wewenang dalam bidang

pertanahan, sepanjang bukan wewenang yang sudah ada pada PPAT. Oleh karena

itu tidak ada sengketa kewenangan Notaris dan PPAT.1

Namun Pasal 15 ayat (2) huruf f UUJNP mengandung makna yang

bertolak belakang dengan kondisi saat ini dimana pembuatan akta Pertanahan

adalah wewenang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang pengangkatan,

pengawasan dan pemberhentiannya dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional.

Munculnya ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf f tersebut, tentu saja menimbulkan

interpretasi yang berbeda diantara pihak-pihak yang berkepentingan, baik dari

kalangan Notaris sendiri, DPR, Departemen Hukum Dan HAM, serta Badan

Pertanahan Nasional.

Departemen Hukum dan HAM melalui Direktur Jenderal Peraturan

Perundang-undangan menafsirkan, dengan adanya Ketentuan Pasal 15 ayat (2)

huruf f tersebut, maka seorang Notaris tidak perlu lagi mengikuti ujian khusus

untuk dapat diangkat sebagai PPAT, karena sudah inheren di dalam diri Notaris,

maka pembinaan, mengangkat Notaris itu otomatis mengangkat PPAT. Lebih

lanjut menurutnya, UUJN mengesampingkan produk hukum lain dibawah

1 Habib Adjie, 2009, Hukum Notaris Indonesia: Tafsir Tematik Terhadap UU No.30

Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Refika Aditama, Bandung, hlm.86.

Page 13: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

6

Undang-Undang yang mengatur soal PPAT.2 Demikian pula halnya menurut

Akhil Muchtar, Wakil Ketua Komisi III DPR RI, yang menyatakan bahwa; dari

sudut pandang Legislatif, Pasal 15 ayat (2) huruf f ini sudah jelas, jadi tidak perlu

dijelaskan. Kesimpulannya Notaris diberi wewenang untuk membuat akta yang

berhubungan dengan pertanahan itu didasarkan pada wewenang yang diberikan

oleh Undang-Undang.3

Menurut Badan Pertanahan Nasional (BPN), sebagai pihak yang

kewenangannya dipangkas, tentu saja BPN tidak bisa menerima hal itu, karena

keberadaan PPAT tersebut menurut Achmad Rony, juga merupakan perintah

Undang-Undang, yaitu sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 26 ayat (1) UUPA,

yang kemudian dijabarkan oleh Pasal 10 Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1961.

Lebih lanjut, mengenai PPAT juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun

1996 tentang Hak Tanggungan serta Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998

tentang Peraturan Jabatan PPAT. Dengan demikian keberadaan PPAT seperti

yang dikenal selama ini masih relevan, sementara ketentuan UUJNP tidak

memberikan ketegasan batas wilayah kerja Notaris selaku Pejabat Umum yang

memiliki kewenangan membuat akta yang berkaitan dengan Pertanahan.4

Apabila kita menelaah UUJNP itu sendiri, maka sesungguhnya Pasal 15

ayat (1) UUJN dengan tegas telah menyebutkan, bahwa Notaris berwenang untuk

membuat akta otentik mengenai semua perbuatan , perjanjian, dan Ketetapan yang

diharuskan oleh peraturan perUndang-Undangan dan/atau yang dikehendaki oleh

yang berkepentingan untuk menyimpan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan

2 Majalah Renvoi, Ed.No.7, 13-12-2004, hlm.21

3 Majalah Renvoi, Ed.No.8, 3-01-2005, hlm.8

4 Ibid, hlm.14.

Page 14: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

7

akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang

lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

Dengan demikian sepanjang pembuatan akta itu telah ditugaskan kepada

pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang (yang dalam hal

ini adalah PPAT), maka Notaris, seharusnya tidak lagi berwenang untuk

membuatnya. Namun demikian, ketentuan tersebut justru dimentahkan oleh

ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf f UUJNP, yang memperbolehkan Notaris untuk

membuat akta yang berkaitan dengan Pertanahan.

Akibat yang ditimbulkan oleh ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf f UUJNP

tersebut, ditambah dengan pernyataan-pernyataan dari Pejabat Depertemen

Hukum Dan HAM, para Notaris serta Anggota Dewan Perwakilan Rakyat,

menimbulkan reaksi balik yang keras dari Badan Pertanahan Nasional,

sebagaimana dinyatakan oleh Prof. Arie Sukanti Hutagalung (Guru Besar

Pertanahan FHUI), Badan Pertanahan Nasional sudah sepakat kalau ada Notaris

yang membuat akta itu tidak dalam jabatan sebagai PPAT, tidak akan dilakukan

balik nama dan tidak akan dilakukan pembebanan Hak Tanggungan.5

Sehubungan dengan hal di atas, ketentuan Pasal 15 ayat 2 huruf f

menimbulkan kekaburan norma mengenai pemaknaan kewenangan “membuat

akta yang berkaitan dengan pertanahan” karena ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf f

memberikan kewenangan kepada Notaris untuk membuat Akta yang berkaitan

dengan pertanahan namun tidak secara tegas mengatur mengenai batasan

kewenangan Notaris terhadap kewenangan PPAT khususnya dalam proses

5 Ibid.,hlm. 27

Page 15: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

8

pembuatan Akta terkait Pemberian Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik.

Hal ini juga dapat dilihat dari pengaturan lebih lanjut dalam Penjelasan atas Pasal

15 ayat (2) huruf f Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris yang

menyatakan bahwa penjelasan pasal ini cukup jelas. Kekaburan norma Pasal 15

ayat (2) huruf f UUJNP mengakibatkan konflik kewenangan dalam pelaksanannya

dan juga mengakibatkan kerugian banyak pihak, tidak hanya Notaris dan PPAT,

melainkan juga masyarakat banyak yang justru menginginkan adanya keadilan,

kepastian serta perlindungan hukum.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas penulis tertarik untuk membahas

lebih lanjut ke dalam suatu penelitian tesis yang berjudul Kewenangan Notaris

dan PPAT Dalam Proses Pemberian Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka permasalahan yang akan dibahas

dalam penulisan tesis ini adalah :

1. Bagaimanakah pembatasan Kewenangan antara Notaris dengan PPAT

dalam Proses Pemberian Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik

berdasarkan hukum yang berlaku?

2. Makna ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf f UUJNP yang menyatakan

kewenangan Notaris dalam membuat akta yang berkaitan dengan

pertanahan

Page 16: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

9

1.3 Orisinalitas Penelitian

Setelah penelusuran penelitian sebelumnya, kemudian diketahui bahwa

tesis tentang Kewenangan Notaris dan PPAT Dalam Proses Pemberian Hak Guna

Bangunan Atas Tanah Hak Milik sampai saat ini belum ada. Namun, telah

ditemukan penelitian yang sejenis dan atau terkait. Adapun penelitian yang

dimaksud adalah :

1. Tesis Andina Dyah Pujaningrum Nim. 1192461011, mahasiswa

Program Magister Kenotariatan Universitas Udayana, tahun 2014

dengan judul “Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Guna

Bangunan Di atas Hak Milik Di Kabupaten Badung”. Adapun

rumusan masalah dari penelitian tersebut yaitu :

a. Apakah yang menjadi hak dan kewajiban bagi pemegang Hak

Guna Bangunan di atas tanah Hak Milik dan pemegang Hak

Milik atas tanah yang di atasnya diberikan Hak Guna

Bangunan?

b. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap pemegang Hak

Guna Bangunan di atas tanah Hak Milik dan pemegang Hak

Milik atas tanah yang di atasnya diberikan Hak Guna Bangunan?

2. Tesis Reza Febriantina, Nim B4B 008 220, Mahasiswa Program

Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang tahun 2010

dengan judul “Kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

dalam Pembuatan Akta Otentik”. Adapun rumusan permasalahan dari

penelitian tersebut ada 2 (dua) yaitu :

Page 17: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

10

a. Bagaimana kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam

pembuatan akta otentik?

b. Bagaimana kedudukan hukum dan arti penting blangko akta tanah

bagi Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagai Pejabat Umum?

Beberapa contoh penelitian seperti tersebut di atas menunjukkan tidak ada

kesamaaan dalam hal isi secara keseluruhan dari karya tulis yang dimuat

sebelumnya dengan penelitian yang penulis lakukan. Oleh karena itu tingkat

orisinalitas penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan.

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Adapun yang menjadi tujuan umum dalam penulisan tesis ini yaitu untuk

pengembangan ilmu hukum dalam bidang kenotariatan terkait Kewenangan

Notaris dan PPAT Dalam Proses Pemberian Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak

Milik.

1.4.2 Tujuan Khusus

Adapun yang menjadi tujuan khusus dalam penulisan tesis ini yaitu

sebagai berikut:

1. Untuk mendeskripsikan dan menganalisa secara mendalam tentang

pembatasan Kewenangan Notaris terhadap Kewenangan PPAT dalam

Proses Pemberian Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik

berdasarkan hukum yang berlaku.

Page 18: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

11

2. Untuk mendeskripsikan dan menganalisa secara mendalam mengenai

makna ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf f UUJNP yang menyatakan

kewenangan Notaris dalam membuat akta yang berkaitan dengan

pertanahan.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan tercapai dari hasil penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1.5.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi

atau masukan bagi perkembangan pengetahuan mengenai Kewenangan Notaris

dan PPAT Dalam Proses Pemberian Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik.

1.5.2 Manfaat Praktis

Adapun yang menjadi manfaat praktis dalam penelitian tesis ini yaitu

sebagai berikut;

1. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan

sebagai sumbangan pemikiran dalam hal menjamin kepastian dan

perlindungan hukum yang diberikan oleh Notaris dan PPAT pada saat

melakukan perbuatan hukum khususnya dalam Pemberian Hak Guna

Bangunan Atas Tanah Hak Milik.

2. Bagi Notaris dan PPAT, hasil penelitian ini diharapkan memberikan

suatu pandangan baru dan suatu pemahaman mengenai Pembatasan

Kewenangan Notaris terhadap Kewenangan PPAT dalam Proses

Page 19: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

12

Pemberian Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik dalam

pembuatan akta sehingga dapat melahirkan produk akta yang dapat

memberikan kepastian serta perlindungan hukum bagi para pihak.

3. Bagi akademis, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan ide

baru untuk membuat dan meneliti lebih lanjut sehingga suatu saat dapat

menghasilkan suatu konsep dan pandangan lain terkait dengan

Pembatasan Kewenangan Notaris terhadap Kewenangan PPAT dalam

Proses Pemberian Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik.

4. Bagi penulis, yaitu lebih menambah wawasan di bidang kenotariatan

khususnya Kewenangan Notaris Dan Kewenangan PPAT Dalam Proses

Pemberian Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik.

1.6. Landasan Teoritis

Landasan teori adalah landasan berpikir yang bersumber dari suatu teori

yang sering diperlakukan sebagai tuntunan untuk memecahkan berbagai

permasalahan dalam sebuah penelitian. Begitu pula, landasan teori berfungsi

sebagai kerangka acuan yang dapat mengarahkan suatu penelitian. Landasan teori

berupa perangkat konsep, definisi, dan proporsi yang menyajikan gejala secara

sistematik dan merinci hubungan variable-variabel untuk meramalkan dan

menerangkan gejala tersebut. Teori berfungsi sebagai perspektif atau pangkal

tolak dan sudut pandang untuk memahami alam pikiran subjek, menafsirkan, dan

memaknai setiap gejala dalam rangka membangun konsep.6

6 Program Magister Kenotariatan Universitas Udayana, 2015, Buku Pedoman Penulisan

Usulan Penelitian, Tesis, Dan Disertasi Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar,

hlm. 27.

Page 20: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

13

Berkaitan dengan itu, adapun landasan teoritis yang dijadikan dasar dalam

mengkaji permasalahan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1.6.1. Teori Kewenangan

Pengertian wewenang dalam bahasa Inggris adalah authority sedangkan

dalam bahasa Belanda bovegheid. Wewenang atau kewenangan merupakan suatu

tindakan hukum yang diatur dan diberikan kepada suatu jabatan berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mengatur jabatan yang

bersangkutan.7

Wewenang dapat diamati dari dua aspek, yaitu asalnya dan

penggunaannya. Dari aspek asalnya, wewenang berasal dari Hukum Tata Negara

sehingga ia masuk dalam ranah Hukum Tata Negara, sedangkan dari aspek

penggunaanya ia masuk dalam ranah Hukum Administrasi Negara8. C.van

Vollenhoven pernah mengungkapkan bahwa staatscrecht (Hukum Tata Negara)

adalah hukum mengenai susunan dan kewenangan (inrichting dan bevoegdheid)

dari organ (perangkat Negara) mengenai keempat tugas Negara regeling, bestuur,

reschtparaak dan polite. Administratiefrecht (Hukum Administrasi Negara)

mengatur hubungan hukum antara yang memerintah dan yang diperintah, yaitu

memberikan pembatasan-pembatasan pada organ-organ Negara dalam melakukan

7 Habib Adjie, 2008, Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik Terhadap UU No.30

Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Refika Aditama, Bandung, hlm.77. 8 Philipus M.Hadjon, 1993, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjahmada

University Press, Yogyakarta, hlm.23

Page 21: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

14

tindak pemerintahan (dalam arti luas) menurut tugas kewenangannya dalam

menjalankan regeling, bestuur, reschtparaak dan polite.9

Konsep wewenang juga dapat ditelaah melalui sumber wewenang dan

konsep pembenaran tondakan kewenangan pemerintah, wewenang tersebut

meliputi atribusi, delegasi dan mandat. Indroharto mengemukanakan bahwa

wewenang diperoleh secara Atribusi, Delegasi dan Mandat yang masing-masing

dijelaskan sebgaai berikut :

Wewenang yang diperoleh secara atribusi, yaitu pemberian wewenang

pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan perundang-undangan. Jadi, disini dilahirkan/diciptakan suatu wewenang pemerintah yang baru. Pada delegasi terjadilah pelimpahan suatu wewenang yag telah ada oleh Badan

atau Jabatan TUN yang telah memperoleh suatu wewenang pemerintahan secara atributif kepada badan atau Jabatan TUN lainnya. Jadi, suatu

delegasi selalu didahului oleh adanya sesuatu atribusi wewenang. Pada mandat, disana tidak terjadi suatu pemberian wewenang baru maupun pelimpahan wewenang dari Badan atau Jabatan TUN yang satu kepada

yang lain.10

Hal tersebut sejalan dengan pendapat beberapa sarjana lainnya yang

mengemukakan bahwa kewenangan yang diperoleh secara atribusi itu sebagai

penciptaan kewenangan (baru) oleh pembentuk wet (wetgever) yang di berikan

kepada suatu organ negara, baik yang sudah ada maupun yang baru dibentuk

untuk itu. Tanpa membedakan secara teknis mengenai istilah wewenang dan

kewenangan, Indroharto berpendapat dalam arti yuridis L penegertian wewenang

adalah kemampuan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan untuk

menimbulkan akibat-akibat hukum.

9 Amrah Muslimin, 1980, Beberapa Azas-Azas Dan Pengertian-Pengertian Pokok

tentang Hukum Administrasi, Alumni, Bandung, hlm.10 10

Indroharto, 1993, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha

Negara, Cet.I, Pustaka Harapan, Jakarta, hlm.90

Page 22: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

15

Menurut Ridwan HR yang dikutip dari pendapat H.D.van Wijk/Willem

Konijnenbelt mendefinisikan sumber kewenangan ada 3 (tiga) yaitu sebagai

berikut : 11

a) Attributie : toekenning van een bestuursbevoegheid door een wetgever aan een bestuursorgaan; (atribusi adalah pemberian wewenang

pemerintahan oleh pembuat undang-undang kepada pemerintahan) b) Delegatie : overdracht van een bevoegheid van het ene

bestuursorgaan aan een ander; (delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintahan ke organ pemerintahan lainnya)

c) Mandaat : een bestuursorgaan laat zijn bevoegheid namens hem uitoefenen door een ander. (tidak adanya suatu pelimpahan wewenang

dari Badan atau pejabat yang satu kepada pejabat lain).12

Menurut konsep teori kewenangan, Philipus M.Hadjon berpendapat

bahwa: setiap tindakan pemerintahan diisyaratkan harus bertumpu atas

kewenangan yang sah. Kewenangan itu diperoleh melalui tiga sumber yaitu

atribusi, delegasi dan mandat. Kewenangan atribusi lazimnya digariskan melalui

pembagian kekuasaann negara oleh Undang-Undang, kewenangan delegasi adalah

kewenangan yang berasal dari adanya pelimpahan kewenangan secara atributif

sedangkan mandat tidak terjadi suatu pelimpahan kewenangan.13

Kewenangan Notaris dalam hal menjalankan tugas jabatannya sebagai

pejabat umum merupakan kewenangan yang diperoleh secara atributif yang secara

normatif diatur dalam UUJNP. Wewenang seorang Notaris juga bersifat mandiri

dan otonom, sebagai Pejabat Publik yang diangkat oleh negara, seorang Notaris

dapat menjalankan fungsinya kapan saja, tanoa arus memperoleh persetujuan dari

11

Ridwan HR, 2007, Hukum Administrasi Negara, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,

hlm.104-105. 12

H.D. Van Wijk/Willem Konijnenbelt, 1998, Hoofdstukken van Admimistratief Recht ,

Uitgeverij LEMMA BV, Culemborg, hlm.56 13

Philipus M.Hadjon, 1997, Penataan Hukum Administrasi, Tentang Wewenang ,

Fakultas Hukum Unair, Surabaya, hlm.2

Page 23: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

16

pemerintah pusat, Notaris bebas menjalankan fungsi dan wewenangnya selama

tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya.

Dalam kaitan dengan permasalahan penelitian, Teori Kewenangan ini

digunakan untuk membahas dan menganalisis masalah tentang Pembatasan

Kewenangan Notaris terhadap Kewenangan PPAT dalam Proses Pemberian Hak

Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik. Dengan mengetahui wewenang tersebut

memberikan kejelasan bahwa jabatan Notaris dan PPAT sama sama memiliki

kewenangan untuk membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan namun

memiliki batasan pada masing-masing jabatan.

1.6.2. Teori Penjenjangan Norma

Menurut Teori Penjenjangan Norma (stuffenbau theorie) yang

dikemukakan oleh Hans Kelsen seorang ahli filsafat hukum, dasar negara

berkedudukan sebagai norma dasar (grundnorm) dari suatu negara atau disebut

norma fundamental negara (staatsfundamentalnorm). Grundnorm merupakan

norma hukum tertinggi dalam negara. Di bawah grundnorm terdapat norma-

norma hukum yang tingkatannya lebih rendah dari grundnorm tersebut. Norma-

norma hukum yang bertingkat-tingkat tadi membentuk susunan hierarkis yang

disebut sebagai tertib hukum.

Hans Kelsen membagi tingkatan-tingkatan peraturan perUndang-undangan

yang tersusun sebagai berikut :14

14

Hans Kelsen, 1973, Introduction To The problem of Legal Theory .Translated by

Bonnie Litschewski Paulson and Stanley L.Paulson, Clarendon Press, Oxford,h lm.63-68.Lihat

juga Hans Kelsen, 1970, The Pure Theory of Law translated by Max Knight , university of

California Press Berkeley London,hlm.221-229.Lihat juga Hans Kelsen,1973, General Theory of

law and State, translated by Anders Wedberg, Russel&Russel, New York,hlm.124-131

Page 24: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

17

1. The Constitusion The Constitusion represent the highest level of the positive law, taking “constitusion” in the substantive sense of the word; and the essential

function of the constitusion consist in governing the organ and the process of general law creation, that is of legislation.

2. General norms created in yhe legislative process The next level of the hierarchical structure, one step removed from the constitusion, is that of general norms created in the legislative

process. 3. Administrative Regulations

Administrative manifest it self as individualization and concretization of statues, namely as administrative regulation.

Tatanan Hukum itu merupakan sistem norma yang hierarki atau

bertingkat, susunan kaedah hukum itu nilai dari tingkat paling bawah yaitu (1)

Kaedah Individual (konkrit), (2) Kaedah Umum yaitu Peraturan PerUndang-

undangan atau kebiasaan dan (3) Kaedah Konstitusi, ketiganya disebut kaedah

positif. Di atas kaedah konstitusi terdapat kaedah dasar hipotesis yang lebih tinggi

yang belum merupakan kaedah posititf dan disebut Ground Norm, kaedah kaedah

hukum yang lebih rendah memperoleh kekuatan dari kaedah kaedah yang lebih

tinggi.

Hans Nawiansky mengembangkan teori dari Hans Kelsen. Hans

Nawiansky menghubungkan teori penjenjangan norma (stufenbau theory) hukum

dalam kaitannya dengan negara. Menurut Hans Nawiansky, norma hukum dalam

suatu negara juga berjenjang dan bertingkat membentuk suatu tertib hukum.

Norma yang di bawah berdasar, bersumber dan berlaku pada norma yang lebih

tinggi, norma yang lebih tinggi berdasar, bersumber dan berlaku pada norma yang

lebih tinggi lagi demikian seterusnya sampai pada norma tertinggi dalam negara

yang disebutnya sebagai Norma Fundamental Negara (staatsfundamentalnorm).

Norma dalam negara itu selain berjenjang, bertingkat dan berlapis juga

Page 25: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

18

membentuk kelompok norma hukum yang terdiri atas 4 (empat) kelompok besar,

yaitu :

1. Staatsfundamentalnorm atau norma fundamental negara

2. Staatgrundgesetz atau aturan dasar/pokok negara

3. Formellgesetz atau Undang-undang

4. Verordnung dan Autonome Satzung atau aturan pelaksana dan aturan

otonom.

Apabila kita bandingkan dengan teori penjenjangan norma hukum Hans

Kelsen (Stuffenbau Theory) dan teori penjenjangan norma (die theorie vom

stufenordnung der rechtsnormen) dari Hans Nawiasky terdahulu, kita dapat

melihat adanya cerminan dari kedua sistem norma tersebut dalam sistem norma

hukum Republik Indonesia.15 Jadi dalam sistem norma hukum Negara Republik

Indonesia, norma-norma hukum yang berlaku berada dalam satu sistem yang

berlapis-lapis dan berjenjang sekaligus berkelompok. Dimana suatu norma itu

selalu bersumber dan berdasar pada norma dasar (staatsfundamental norm) yaitu

Pancasila dan hukum dasar yakni UUD NRI 1945. Berdasarkan latar belakang

lahirnya negara tersebut, maka telah memberi arah lahirnya sistem ketatanegaraan

nasional, sekaligus memberi bentuk terbangunnya sistem hukum nasional.

Berdasarkan teori Han Nawiaky tersebut, A. Hamid S. Attamimi

membandingkannya dengan teori Kelsen dan menerapkannya pada struktur tata

15

Maria Farida Indrawati Soeprapto, 1996, Ilmu PerUndang-undangan, Kanisius

Yogyakarta, hlm. 34

Page 26: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

19

hukum di Indonesia. Hamid menggambarkan perbandingan antara Kelsen dan

Nawiasky tersebut dalam bentuk piramida16.

Jika kita melihat tata urutan norma hukum Indonesia maka, terdapat

kesesuaian antara tata urutan norma hukum Indonesia dengan teori penjenjangan

norma hukum yang dikemukakan oleh Hans Nawiasky. Norma hukum Indonesia

juga berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis serta dapat dilakukan pengelompokkan

sesuai dengan teori norma hukum Hans Nawiasky. Tata urutan norma hukum

Indonesia jika dilihat dari teori penjenjangan norma hukum menempatkan

Pancasila sebagai norma fundamental negara (Staatsfundamentalnorm)

merupakan norma hukum tertinggi, selanjutnya pada kelompok jenjang lebih

rendah yaitu Batang Tubuh UUD 1945, Ketetapan MPR serta Hukum Dasar tidak

tertulis atau disebut juga konvensi ketatanegaraan sebagai aturan dasar

negara/Aturan Pokok Negara (Staatsgrundgesetz).

Attamimi menunjukkan struktur hierarki tata hukum Indonesia dengan

menggunakan teori Nawiasky. Berdasarkan teori tersebut, struktur tata hukum

Indonesia struktur tata hukum Indonesia adalah:17

1. Staatsfundamentalnorm: Pancasila (Pembukaan UUD 1945).

2. Staatgrundgesetz: Batang tubuh UUD 1945, Tap MPR, dan Konvensi

Ketatanegaraan.

16

Attamimi, Hamid A., 1990, Peranan Keputusan Presiden republik Indonesia dalam

Penyelenggaraan Pemerintah Negara; Suatu studi Analisis Mengenai Keputusan Presiden yang

Berfungsi Pengaturan dalam Kurun Waktu Pelita I Pelita IV. Disertasi Ilmu Hukum Fakultas

Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta, hlm. 291 17

Ibid. Tata urutan yang dipakai oleh Attamimi adalah berdasarkan Ketetapan MPRS

No.XX/MPRS/1966.ketetapan tersebut diganti dengan Ketetapan MPR No.III/MPR/2000 tentang

Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan PerUndang-undangan. Pada tahun 2003 telah

ditetapkan Undang-undang Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

Undangan.

Page 27: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

20

3. Formell gesetz: Undang-undang.

4. Verordnung en Autonome Satzung: Secara hirarkis mulai dari

Peraturan Pemerintah hingga Keputusan Bupati atau Walikota.

Penempatan Pancasila sebagai Staatsfundamentalnorm pertama kali

disampaikan oleh Notonagoro.18 Pancasila dilihat sebagai cita hukum (rechtsidee)

merupakan bintang pemandu. Posisi ini mengharuskan pembentukan hukum

positif adalah untuk mencapai ide-ide dalam Pancasila, serta dapat digunakan

untuk menguji hukum positif. Dengan ditetapkannya Pancasila sebagai

Staatsfundamentalnorm maka pembentukan hukum, penerapan, dan

pelaksanaannya tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai Pancasila.19

Hierarki peraturan perundang-undangan di atas membawa konsekuensi,

peraturan perundang-undangan yang tingkatannya di bawah dibentuk, bersumber

dan berdasar pada peraturan perundang-undangan yang ada di atasnya, demikian

seterusnya hingga pada akhirnya sampai pada peraturan perundang-undangan

yang paling tinggi tingkatannya.

Dengan demikian yang dimaksudkan dalam penulisan ini adalah

pembentukan peraturan perundang-undangan yang ada di bawah senantiasa harus

searah dan sejalan agar tidak menimbulkan konflik dengan peraturan perundang-

undangan yang ada di atasnya.

18

Notonagoro, tanpa tahun, Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 Pokok Kaidah

Fundamentil Negara Indonesia dalam Pancasila Falsafah Negara, Cetakan Keempat, Pantjuran

Tudjuh, Jakarta. 19

Attamimi, Hamid A., 1990, Peranan Keputusan Presiden republik Indonesia dalam

Penyelenggaraan Pemerintah Negara; Suatu studi Analisis Mengenai Keputusan Presiden yang

Berfungsi Pengaturan dalam Kurun Waktu Pelita I Pelita IV. Disertasi Ilmu Hukum Fakultas

Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta, hlm.309

Page 28: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

21

1.6.3. Teori Kepastian Hukum

Menurut Gustav Radbruch, ada tiga tujuan dari hukum yaitu keadilan,

kemanfaatan dan kepastian hukum. Teori kepastian hukum mengandung dua

pengertian. Pertama, adanya aturan yang bersifat umum yang membuat individu

mengetahui dan memahami perbuatan-perbuatan apa yang boleh dan tidak boleh

dilakukan. Kedua, adanya keamanan hukum berupa jaminan kepastian hukum

bagi individudari kesewenangan pemerintah karena adanya aturan hukum yang

bersifat umum sehingga individu dapat mengetahui apa yang boleh dilakukan oleh

Negara terhadap individu.20

Dari ketiga hal tersebut sulit untuk ditegakkan bersamaan, karena untuk

menegakkan yang satu, harus mengalahkan/mengorbankan yang lainnya.

Kepastian hukum adalah perangkat hukum suatu negara yang mampu menjamin

hak dan kewajiban setiap warga negaranya.21

Tidak jarang terjadi konflik antara kepastian hukum, keadilan, dan

kemanfaatan, kalau kita berpegang pada kepastian hukum maka keadilan atau

kemanfaaatan dikorbankan kalau kita berpegang pada kemanfaatan maka keadilan

dan kepastian hukum yang dikorbankan dan begitu selanjutnya.22

Van Apeldorn mengemukakan mengenai kepastian hukum, seperti yang

dikutip oleh Peter Mahmud Marzuki yaitu: “kepastian hukum berarti dapat

ditentukan hukum apa yang berlaku untuk masalah-masalah konkrit, dan

20

Peter Mahmud Marsuki, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Predana Media

Group, Jakarta, hlm.158. 21

E. Fernando M.Manulang, Menggapai Hukum Berkeadilan, Penerbit Buku Kompas,

Jakarta, hlm.99. 22

Sudikno Mertokusumo, 2010, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Universitas

Atmajaya, Yogyakarta, hlm. 10-11.

Page 29: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

22

kepastian hukum berarti perlindungan hukum, dalam hal ini pihak yang

bersengketa dapat dihindarkan dari kesewenang-wenangan penghakiman.”23

Sebagaimana yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar 1945 bahwa

Indonesia adalah Negara berdasarkan atas hukum, bukan berdasarkan atas

kekuasaan, hal ini berarti bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum (recht

staat). Hal ini juga berarti bahwa setiap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah

dan juga warga negaranya harus berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia.

Ketika suatu peraturan itu dibuat dan diundangkan sehingga berlaku diseluruh

wilayah republik Indonesia haruslah jelas dan pasti, dalam artian tidak

menimbulkan multi tafsir sehingga mengakibatkan norma tersebut menjadi

konflik maupun kabur.

Konsepsi negara hukum yang dianut Indonesia adalah “Negara Hukum

Substantif” yakni harus memenuhi kriteria “Negara Hukum Formal” plus elemen

moralitas politik. Oleh karena itu dalam perbedaan konsepsi Negara Hukum perlu

dicermati pandangan tadi oleh para guru besar ilmu hukum dibawah ini.24

Pertama Philipus M.Hadjon, dengan merujuk bahwa asas utama Hukum

Konstitusi atau Hukum Tatanegara Indonesia adalah asas negara hukum dan asas

demokrasi serta dasar negara Pancasila. Oleh karena itu dari sudut pandang

yuridisme Pancasila, maka Negara Hukum Indonesia, dapat dikatakan secara ideal

adalah “Negara Hukum Pancasila”. Dalam disertasinya yang dibukukan dengan

judul “Perlindungan Hukum Bagi Rakyat”. Yang menyebutkan ciri-ciri Negara

Hukum Pancasila terdiri atas dua prinsip pokok: (1) penyelesaian sengketa lebih

23

Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, hlm. 59. 24

I Dewa Gede Atmadja, 2012, Hukum Konstitusi Problematika Konstitusi Indonesia

Sesudah pergeseran UUD 1945, Setara Press, Malang, hlm.161.

Page 30: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

23

diutamakan melalui perdamaian atau asas musyawarah mufakat; (2) asas

kerukunan nasional. Lebih rinci disebutkan unsur-unsur “Negara Hukum

Pancasila”, sebagai berikut:25

a. Keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan asas

kerukunan nasional;

b. Hubungan yang fungsional dan proporsional antara kekuasaan negara;

c. Prinsip penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan

merupakan sarana terakhir;

d. Keseimbangan antara hak dan kewajiban

Kedua, Muhammad Tahir Azhary, dari segi prinsip-prinsip agama Islam

dalam konteks Negara Madinah, menyebutkan “Nomokrasi Islam” dengan ciri-

ciri : “Bersumber dari al-Qur’an, Sunnah dan ra’yu nomokrasi-bukan teokrasi

persaudaraan dan humanisme, teosentrik dalam arti kekerasan positif.

Kemudian unsur-unsur Nomokrasi atau “Negara Hukum Islam” terdiri atas 9

(sembilan) prinsip yaitu ;26

1. Kekuasaan sebagai amanah;

2. Musyawarah

3. Keadilan

4. Persamaan

5. Pengakuan dan perlindungan terhadap hak hak asasi manusia

6. Peradilan bebas

7. Perdamaian

25

Ibid, hlm. 162 26

Ibid.

Page 31: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

24

8. Kesejahteraan, dan

9. Ketaatan rakyat.

Dibalik itu dari sila dasar negara Indonesia Pancasila, ia menyebutkan pula

adanya konsep “Negara Hukum Pancasila” bagi Negara Indonesia. Ciri-ciri

Konsep Negara Pancasila, dikemukakan : “Hubungan yang erat antara agama dan

negara bertumpu pada Ketuhanan Yang Maha Esa-kebebasan beragama dalam arti

positif-ateisme tidak dibenarkan dan komunisme dilarang, asas kekeluargaan dan

kerukunan diutamakan.

Dikemukakan unsur utama Negara Hukum Pancasila, meliputi :27

a. Pancasila

b. MPR

c. Sistem Konstitusi

d. Persamaan, dan

e. Peradilan bebas.28

Ketiga, B. Arief Sidharta, berdasarkan kajian kefilsafatan tentang Negara

Hukum ia membahas lima (5) aspek Negara Hukum. Ia menyatakan bahwa inti

dari konsepsi negara hukum ini terletak pada adanya asas-asas hukum untuk

membatasi kekuasaan pemerintah dalam penyelenggaraan kekuasaan negara.

Kelima aspek Negara Hukum itu:29

27

Ibid.,hlm 163. 28

H.Muh Tahir Azhary, 2003, Negara Hukum Suatu Studi Tentang prinsip-Prinsipnya

dilihat dari Segi Hukum Islam, Impletasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini,

Prenada Media, Jakarta, hlm.102 29

I Dewa Gede Atmadja, 2012, Hukum Konstitusi Problematika Konstitusi Indonesia

Sesudah pergeseran UUD 1945, Setara Press, Malang, hlm 163

Page 32: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

25

a. Eksistensi negara hukum, dengan mengutip pendapat Van Der Hoeven,

Arief Sidharta menyebutkan ada dua persyaratan, yakni:

1. Prediktibilitas perilaku, khususnya perilaku pemerintah yang

mengimplikasikan ketertiban demi keamanan dan ketentraman bagi

setiap orang;

2. Terpenuhinya kebutuhan materiil minimum bagi kehidupan

manusia yang menjamin keberadaan manusia yang bermatabat

manusiawi.

b. Unsur-unsur dan asas-asas dasar negara hukum, sebagai berikut :

Pertama, pengakuan, penghormatan, dan perlindungan Hak Asasi

Manusia yang berakar dalam penghormatan atas martabat manusia

(human difnity),

Kedua, asas kepastian hukum, terinci kedalam enam asas, yaitu:

1. Asas legalitas, konstitusionalitas dan supremasi hukum;

2. Asas Undang-Undang menetapkan berbagai perangkat aturan

tentang cara pemerintah dan para pejabatnya melakukan tindakan

pemerintahan.

3. Asas non-retroaktif, dan perUndang-undangan sebelum mengikat

Undang-Undang harus diumumkan secara layak;

4. Asas peradilan bebas : obyektif-inparsial dan adil-manusiawi

5. Asas non-lignet : hakim tidak boleh menolak perkara yang

diharapkan kepadanya dengan alasan Undang-Undang tidak jelas

atau tidak ada; dan

Page 33: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

26

6. Hak Asasi Manusia harus dirumuskan dan dijamin

perlindungannya dalam Undang-Undang Dasar atau konstitusi.

Ketiga, asas similia similibus (asas persamaan) dua hal penting yang

terkandung dalam asas ini adalah :

1. Persamaan kedudukan dihadapan hukum dan pemerintahan;

2. Kepastian hukum, terhadap perbuatan hukum yang sama diberlakukan

aturan hukum yang sama siapapun orang atau subyek hukumnya atau

penegakkan hukum tanpa pandang bulu.

Keempat, asas demokrasi beberapa hal penting dari asas demokrasi dapat

dicatat :

1. Pemilu yang luber dan jurdil

2. Pemerintah yang bertanggung jawab atau akuntabel;

3. Semua warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk

berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan politik dan

mengontrol pemerintah;

4. Semua tindakan pemerintah terbuka bagi kritik dan kajian rasional

semua pihak;

5. Kebebasan berpendapat atau berkeyakinan dan menyatakan pendapat;

6. Kebebasan pers dan lalu lintas informasi dan;

7. Rancangan Undang-Undang Raperda harus dipubikasikan untuk

memungkinan partisipasi rakyat secara efektif.

Kelima, pemerintah dan pejabat publik mengemban fungsi pelayanan

masyrakat meliputi tiga asas, yaitu :

Page 34: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

27

1. Asas-asas umum pemerintahan yang layak (algemene beginsellen van

berture van behoorlijk atau asas-asas proper administration);

2. Syarat-syarat fundamental bagi eksistensi manusia yang bermartabat

manusiawi dijamin dan dirumuskan dalam peraturan perundang-

undangan khususnya dalam konstitusi, dan;

3. Pemerintah harus secara rasional menata tiap tindakannya, dan menilai

tujuan yang jelas serta berhasil guna (doelmtigheid).

Dalam praktek hukum di Indonesia terutama sejak zaman Orde Baru

memperlihatkan situasi yang sangat dipengaruhi oleh positivisme hukum, bahkan

positivisme Undang-Undang (legalisme). Para praktisi hukumnya sangat

dipengaruhi oleh positifisme hukum sehingga cenderung berpikir

positifistik/legalistik dalam menjalankan profesinya masing-masing. Dalam

padangan yang positifistik legalistik itu, maka hukum hanyalah apa yang secara

eksplisit tercantum dalam aturan hukum yang sah (perUndang-undangan).

Akibatnya penggunaan atau perujukan pada asas-asas hukum dalam memberikan

argumentasi suatu pendapat hukum atau dalam menetapkan putusan hukum

kurang mendapat perhatian antara lain disebabkan oleh diabaikannya perujukan

pada asas-asas hukum dalam argumentasi yuridis dalam upaya menerapkan

berbagai aturan perUndang-undangan yang saling berkaitan. Akibatnya

implementasi konsepsi negara hukum dalam praktek menjadi jauh dari yang

diidealkan. Akhirnya yang terwujud dalam praktek adalah negara hukum formal

saja yang menjauhkan hukum dari keadilan.30

30

Ibid., hlm. 166.

Page 35: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

28

Teori Kepastian yang dimaksud dalam tesis ini adalah kepastian aturan

hukum bukan kepastian tindakan yang sesuai dengan aturan hukum. Kepastian

hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan diundangkan

secara pasti karena dapat memberikan pengaturan secara jelas dan logis. Jelas

dalam arti tidak menimbulkan keragu-raguan atau multi tafsir dan logis dalam arti

hukum tersebut tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma, kekaburan

norma dan kekosongan norma. Teori Kepastian Hukum pada tesis ini menekankan

pada kepastian mengenai makna ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf f mengenai

kewenangan Notaris dalam membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan.

1.6.4. Teori Perlindungan Hukum

Secara etimologi, perlindungan diartikan sebagai tempat berlindung; hal

(perbuatan) memperlindungi.31 Menurut konsepsi pengakuan seperti tersebut di

atas berarti didalamnya terkandung konsep perlindungan yaitu mewajibkan

“pemerintah” mencegah dan menindak pelanggaran-pelanggaran terhadap hak

masyarakat.

Suatu negara yang berdasarkan atas hukum harus menjamin persamaan

(equality) setiap inidvidu, termasuk kemerdekaan individu untuk menggunakan

hak asasinya. Hal ini merupakan condition sine quaron, mengingat bahwa negara

hukum lahir sebagai perjuangan individu untuk melaporkan dirinya dari

keterikatan serta tindakan sewenang-wenang penguasa. Atas dasar itulah

31

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan,1996, hlm.595.

Page 36: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

29

penguasa tidak boleh sewenang-wenang terhadap individu dan kekuasaannya

harus dibatasi.32

Kedudukan dan hubungan individu dengan negara menurut teori negara

hukum dikatakan oleh Sudargo Gautama sebagai berikut :

“dalam suatu negara hukum, terdapat pembatasan kekuasaan negara

terhadap perseorangan. Negara tidak maha kuasa. Negara tidak dapat

bertindak sewenang-wenang. Tindakan-tindakan negara terhadap

warganya dibatasi oleh hukum.33

Oleh karena itu, dalam suatu negara hukum, kedudukan dan hubungan

individu dengan negara senantiasa dalam suasana keseimbangan. Kedua-duanya

mempunyai hak dan kewajiban yang dilindungi hukum.34

Perlindungan hukum merupakan perlindungan harkat dan martabat dan

pengakuan terhadap hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum dalam

negara hukum dengan berdasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku di Negara

tersebut guna mencegah terjadinya kesewenang-wenangan. Perlindungan hukum

itu pada umumnya berbentuk suatu peraturan tertulis, sehingga sifatnya lebih

mengikat dan akan mengakibatkan adanya sanksi yang harus dijatuhkan kepada

pihak yang melanggarnya. 35

32

Soerjono Soekanto, 1982, Kesadaran Dan Kepatuhan Hukum, Rajawali, Jakarta

hlm.142 33

Sudargo Gautama, 1983, Pengertian Tentang Negara Hukum, Alumni, Bandung, hlm.

3 34

Ibid. 35

Philipus M Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Surabaya,

Bina Ilmu, hlm.205

Page 37: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

30

Menurut Philipus M. Hadjon, dibedakan dua macam perlindungan hukum,

yaitu: 36

1. Perlindungan hukum yang preventif yang bertujuan untuk mencegah

terjadinya permasalahan atau sengketa, yang mengarahkan tindakan

pemerintah untuk bersikap hati-hati dalam pengambilan keputusan

berdasarkan kewenangan. Dalam hal ini Notaris sebagai pejabat umum

harus hati-hati dalam menjalankan tugas jabatannya berdasarkan

kewenangan yang diberikan Negara kepadanya untuk membuat suatu

akta autentik guna menjamin kepastian hukum masyarakat.

2. Perlindungan hukum yang represif yang bertujuan untuk

menyelesaikan permasalahan atau sengketa yang timbul, termasuk

penanganannya di peradilan. Dalam hal ini dengan begitu banyaknya

akta autentik yang dibuat oleh Notaris, tidak jarang Notaris

dipermasalahkan oleh salah satu pihak atau pihak lainnya yang merasa

dirugikan kepentingannya baik itu dengan pengingkaran aka nisi akta,

tanda tangan maupun kehadiran pihak di hadapan Notaris.

Perlindungan hukum harus berdasarkan atas suatu ketentuan dan aturan

hukum yang berfungsi untuk memberikan keadilan serta menjadi sarana untuk

mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.37

Perlindungan hukum yang dimaksudkan dalam penulisan ini adalah

perlindungan hukum preventif dan represif kepada masyarakat yaitu dengan

36

Ibid, hlm.117 37

Ibid,hlm.2

Page 38: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

31

melahirkan produk akta yang menjamin akan kepastian perbuatan hukumnya serta

memberikan perlindungan hukum apabila terjadi sengketa dikemudian hari.

1.6.5. Teori Interpretasi Hukum

Tidak semua aturan hukum dan tidak semua produk legislatif dirumuskan

dalam bentuk verbal yang tepat, yang diharapkan memberikan jawaban yang jelas

terhadap persoalan hukum praktis. Hampir setiap peraturan hukum menunjukkan

hubungan yang membingungkan dan tidak jelas dalam berbagai sengketa. Aturan

hukum yang dirumuskan dalam bahasa, seringkali merupakan rumusan yang

kabur. Sengketa praktis dapat diselesaikan secara menginterpretasikan aturan

hukum atau rumusan yang kabur tersebut.38

Menurut Von Savigny, interpretasi adalah merupakan suatu rekontruksi

buah pikiran yang terungkapkan di dalam Undang-Undang.39 Mengintepretasi

adalah tindakan untuk memberi tafsir terhadap norma yang sedang berlaku,

apakah dalam penerapannya telah sesuai dengan arti, makna dan tujuan

dirumuskannya norma tersebut.40 Pengertian penafsiran hukum dan/atau legal

interpretasion, dapat dipahami ialah suatu usaha untuk menggali, menemukan dan

memahami nilai-nilai dan norma-norma yang hidup dan berkembang di dalam

masyarakat, untuk dijadikan sebagai bahan (dasar) pertimbangan dalam menyusun

hukum dan menetapkan suatu keputusan dalam menyelesaikan suatu

38

Philipus M.Hadjon, Tatiek Sri Djatmiati, 2014, Argumentasi Hukum, Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta, hlm. 24 39

Peter Mahmud Marzuki, 2007, Penelitian Hukum, Cetakan ke-3, Kencana Predana

Media Group, Jakarta, hlm. 106 40

I Made Pasek Diantha, 2016, Metedologi Penelitian Hukum Normatif Dalam Justifikasi

Teori Hukum, Prenada Media Group, Jakarta, hlm. 84

Page 39: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

32

permasalahan yang timbul dalam masyarakat, sehingga terwujud tujuan hukum itu

sendiri, yaitu “keadilan”.41

Penafsiran misalnya berupa:42

a. Penafsiran gramatikal, yaitu penafsiran dengan mencari arti kata-

katanya; b. Penafsiran sistematikal, yaitu menafsirkan pasal Undang-Undang

dengan menghubungkan dengan pasal-pasal lain dalam satu Undang-Undang atau pasal-pasal dalam Undang-Undang yang lainnya;

c. Penafsiran historikal yang mencakup penafsiran dengan melihat

sejarah terjadinya satu aturan perundang-undangan misalnya pandangan-pandangan yang mengemuka dalam tahap pembahasan

rancangan di parlemen; dan penafsiran dengan melihat perkembangan suatu lembaga hukum yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

d. Penafsiran teleologis, yaitu mencari maksud dan tujuan dibuatnya peraturan perundang-undangan;

e. Penafsiran ekstensif dan restriktif. Penafsiran ekstensif adalah penafsiran yang memperlas arti kata dan penafsiran restriktif adalah mempersempit atau membatasi arti kata yang terdaat dalam peraturan

perundang-undangan.

Menurut J.A.Pontier selain penafsiran-penafsiran tersebut di atas, ada juga

penafsiran antisipatif, yaitu suatu penafsiran yang melihat jauh kedepan dari

maksud norma tersebut dan penafsiran evolutif-dinamis, yaitu penafsiran yang

disesuaikan dengan perkembangan pandangan social atau susila atau situasi

kemasyarakatan.43 Menurut Peter Mahmud Marzuki, interpretasi dibedakan

menjadi interpretasi berdasarkan kata-kata Undang-Undang, interpretasi

berdasarkan kehendak pembentuk Undang-Undang, interpretasi sistematis,

41

Zainuddin Ali, 2000, Ilmu Hukum dalam Masyaakat Indonesia, Yayasan Masyarakat

Indonesia, Palu, hlm. 188 42

I Made Pasek Diantha,op.cit., hlm. 154 43

Kutipan dari J.A.Pointer, 2001, Rechtvinding, diterjemahkan oleh B.Areif Sidharta,

Cetakan 3, Laboratorium Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, hlm. 24-33

Page 40: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

33

interpretasi historis, interpretasi teleologis, interpretasi antipatoris, interpretasi

modern.44

Menafsirkan suatu Undang-Undang dan peraturan-peraturan dikenal pula

aturan prinsip interpretasi. Ibrahim R menyebutkan ada enam aturan prinsip

interpretasi suatu Undang-Undang dan peraturan.45 Prinsip-prinsip interpretasi

dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Deduct hypotetiko, suatu perbuatan yang harus dikontruksikan secara

keseluruhan, agar inskonsistensi internal dapat dihindari.

2. Literal rule, artinya kata-kata secara nalar harus memiliki makna.

3. Golden rule, artinya ketika suatu perbuatan bertujuan untuk

melenyapkan cacat dalam hukum.

4. Ujusden generis rule, artinya dari macam yang sama.

Menurut Bruggink, ada berbagai macam interpretasi. Bruggink

mengelompokkannya dalam 4 model yaitu: 46

1. Interpretasi bahasa (de taalkundige interpretatie)

2. Historis Undang-Undang (de wetshistorische interpretatie)

3. Sistematis (de systematische interpretatie)

4. Kemasyarakatan (de maatshappelijke interpretatie)

44

Ibid. 45

Ibrahim R, 2006, Pernak Pernik Yuridis Dalam Nalar Hukum, Cet.1, UPT Penerbit

Universitas Udayana Denpasar, hlm.12-13 46

Philipus M.Hadjon, Tatiek Sri Djatmiati, 2014, Argumentasi Hukum, Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta, hlm. 26

Page 41: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

34

Dalam kaitan dengan interpretasi, menarik untuk disimak prinsip

Contextualism dalam interpretasi seperti yang dikemukakan oleh lan McLeod,

dalam bukunya Legal Method. McLeod mengemukakan 3 asas dalam

contextualism yaitu: 47

1. Asas Noscitur a Sociis Suatu hal diketahui dari associatednya. Artinya suatu kata harus

diartikan dalam rangkaiannya. 2. Asas Ejusdem Generis

Artinya sesuai genusnya, artinya satu kata dibatasi makna secara

khusus dalam kelompoknya. Contoh: konsep Hukum Administrasi belum tentu sama maknanya dalam Hukum Perdata atau Hukum

Pidana. Misal: Konsep rechtmatigheid. 3. Asas Erpressio Unius Exclusio Alterius

Artinya, kalau satu konsep digunakan untuk satu hal, berarti

tidakberlaku untuk hal lain. Contoh: kalau konsep rechtmatigheid sudah digunakan dalam Hukum Tata Usaha Negara, maka konsep

yang sama belum tentu berlaku untuk kalangan hukum perdata atau hukum pidana.

Interpretasi sebetulnya sudah dilakukan oleh kelompok Scholastica dalam

usahanya memahami Codex Juris Civilis (Kitab Undang-Undang Perdata). 48

1.6.6. Asas-Asas Preferensi Hukum

Hukum yang berlaku di Indonesia, termasuk peraturan perundangan-

undangan merupakan suatu sistem. Artinya merupakan suatu susunan atau tatanan

yang teratur, suatu keseluruhan yang terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan

satu sama lain. Dalam suatu yang baik tidak boleh terjadi suatu pertentangan

atau benturan antara bagian-bagian tersebut dan juga tidak boleh terjadi duplikasi

atau tumpang tindih (overlapping) diantara bagian-bagian itu.

47

Ibid. 48

Ibid., hlm.27

Page 42: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

35

Dalam teori hukum apabila terjadi kekaburan norma atau konflik norma

maka pisau analisa yang digunakan adalah asas-asas hukum diantaranya sebagai

berikut :

1. Lex Superior Derogat Legi Inferiori Asas yang menyatakan bahwa Undang-Undang yang lebih tinggi

mempunyai derajat lebih tinggi sehingga terhadap peraturan yang lebih rendah dan mengatur objek yang sama harus disampingkan kecuali

apabila substansi peraturan perundang-undangan lebih tinggi mengatur hal-hal yang oleh Undang-Undang ditetapkan menjadi wewenang peraturan perundang-undangan yang lebih rendah.49

2. Lex Specialis Derogat Legi Generali

Asas ini mengandung makna bahwa aturan hukum yang khusus menyampingkan aturan hukum yang umum. Ada beberapa yang harus diperhatikan dalam asas Lex Specialis Derogat Legi Generali50:

a. Ketentuan-ketentuan yang didapati dalam aturan hukum umum tetap berlaku, kecuali yang diatur secara khusus dalam aturan

hukum khusus tersebut. b. Ketentuan-ketentuan lex specialis harus sederajat dengan ketentuan

ketentuan-ketentuan lex generalis (Undang-Undang dengan

Undang-Undang). c. Ketentuan-ketentuan lex specialis harus berada dalam lingkungan

hukum yang sama dengan lex generalis.

3. Asas Lex Posterior Derogat Legi Priori

Asas ini mengandung makna bahwa aturan hukum yang lebih baru menyampingkan aturan hukum yang lama dimana Undang-Undang

yang berlaku kemudian membatalkan Undang-Undang terdahulu sejauh mana mengatur objek yang sama. Asas Lex Posterior Derogat Legi Priori mewajibkan menggunakan hukum yang baru. Asas ini pun

memuat prinsip-prinsip:51 a. Aturan hukum yang baru harus sederajat atau lebih tinggi dari

aturan hukum yang lama;

49

Bagir Manan, Hukum Positif Indonesia, Yogyakarta, 2014, hlm..58. Periksa juga

penjelasan Pasal 7 ayat (5) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan sebagai berikut; “dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan

“hierarki” adalah penjenjangan setiap jenis peraturan perundang -undangan yang didasarkan pada

asas bahwa peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan

peraturan perundangan-undangan yang lebih tinggi”. 50

Ibid, hlm.58 51

Ibid, hlm.59

Page 43: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

36

b. Aturan hukum yang baru dan lama mengatur aspek/substansi yang sama. Asas ini bermaksud mencegah dualism peraturan yang berlaku yang dapat menimbulkan ketidakpastian hukum.52

Berdasarkan asas-asas hukum di atas, yang dimaksud oleh penulis adalah

suatu peraturan tidak boleh terjadi suatu pertentangan atau benturan antara bagian-

bagian tersebut dan juga tidak boleh terjadi duplikasi atau tumpang tindih

(overlapping) antara satu peraturan dengan peraturan yang lainnya. Terkait

permasalahan dalam penulisan, penulis menggunakan asas-asas hukum ini sebagai

pisau analisa terkait adanya tumpang tindih (overlapping) kewenangan antara

Notaris dan PPAT dalam membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan.

1.6.7. Konsep Notaris

Hukum Positif di Indonesia telah mengatur jabatan notaris dalam suatu

Undang-Undang khusus yakni Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2

Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004

Tentang Jabatan Notaris. Pengertian mengenai notaris tercantum dalam Pasal 1

angka (1) UUJNP yang menentukan bahwa Notaris adalah pejabat umum yang

berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan Undang-

Undang lainnya.

Notaris merupakan suatu jabatan yang diciptakan oleh Negara berdasarkan

Undang-Undang. Seseorang yang memiliki gelar akademisi hukum, tidak dapat

menjadi Notaris apabila tidak melalui pengangkatan yang dilakukan oleh

52

Ibid.

Page 44: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

37

Menteri.53 Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta

otentik. Sebagai seorang pejabat umum, notaris harus dan wajib memahami dan

mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini

merupakan suatu hal yang mutlak mengingat jabatan notaris merupakan jabatan

kepercayaan dalam proses penegakan hukum.

Mengenai kewenangan Notaris, Undang-Undang memberikan

kewenangan secara atributif kepada notaris yang diatur dalam Pasal 15 dari ayat

(1) sampai dengan (3) UUJNP, yaitu:

a) Kewenangan Umum Notaris.

b) Kewenangan Khusus Notaris.

c) Kewenangan Notaris yang akan ditentukan kemudian.

Kewenangan umum notaris menurut Undang-Undang ini diatur dalam

Pasal 15 ayat (1) UUJNP yang menyebutkan bahwa :

Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-

undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan

akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh

undang-undang.

Kewenangan khusus notaris menurut UUJNP diatur dalam Pasal 15 ayat

(2) dijelaskan bahwa notaris berwenang pula:

a) Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan tanggal surat di bawah

tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; b) Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam

buku khusus;

53

Hartanti Sulihandari & Nisya Rifiani, 2013, Prinsip-prinsip Dasar Profesi Notaris

Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan Terbaru, Dunia Cerdas, Jakarta, hlm.75

Page 45: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

38

c) Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;

d) Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya; e) Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;

f) Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan, atau g) Membuat akta risalah lelang.

Notaris juga mempunyai kewenangan khusus lainnya seperti yang tersebut

dalam Pasal 51 UUJNP, yaitu berwenang untuk membetulkan kesalahan tulis atau

kesalahan ketik yang terdapat dalam Minuta akta yang telah ditandatangani,

dengan cara membuat Berita Acara Pembetulan, dan Salinan atas Berita Acara

Pembetulan tersebut Notaris wajib menyampaikannya kepada para pihak.

Mengenai Kewenangan Notaris yang akan ditentukan kemudian, diatur

dalam Pasal 15 ayat (3) UUJNP yaitu berdasarkan aturan hukum lain yang akan

datang kemudian (ius constituendum). Berkaitan dengan wewenang tersebut, jika

Notaris melakukan tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan, maka

Notaris telah melakukan tindakan di luar wewenang, maka produk atau akta

Notaris tersebut tidak mengikat secara hukum atau tidak dapat dilaksanakan

(nonexecutable), dan pihak atau mereka yang merasa dirugikan oleh tindakan

Notaris di luar wewenang tersebut, maka Notaris dapat digugat secara perdata ke

pengadilan negeri.

Kewenangan Notaris yang akan ditentukan kemudian tersebut dalam

peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh lembaga Negara (Pemerintah

bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat) atau Pejabat Negara yang berwenang

dan mengikat secara umum, dengan batasan seperti ini, maka peraturan

Page 46: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

39

perundang-undangan yang dimaksud harus dalam bentuk Undang-Undang (bukan

di bawah Undang-Undang).

1.6.8. Konsep PPAT

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 24 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 37

Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah menentukan

Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT, adalah pejabat umum

yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan

hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah

Susun. PPAT adalah Pejabat umum sehingga jabatannya adalah jabatan publik

(public office).

PPAT sudah dikenal sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10

Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah yang telah diganti dengan Undang undang

Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang merupakan peraturan

pelaksana dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok Pokok Agraria (UUPA). Dengan demikian, PPAT diangkat oleh

Pemerintah dengan diberikan tugas dan wewenang tertentu dalam rangka

melayani kebutuhan masyarakat akan akta pemindahan hak atas tanah, akta

pembebanan hak atas tanah, dan akta pemberian kuasa pembebanan hak

tanggungan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang

berlaku54

54

A.P. Parlindungan, 1982, Pedoman Pelaksanaan Undang-Undang Pokok Agraria dan

Tata Cara Pejabat Pembuat Akta Tanah, Alumni, Bandung, hlm.40

Page 47: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

40

Pasal 1 angka 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang

Pendaftaran Tanah menyatakan PPAT adalah Pejabat Umum yang diberi

kewenangan untuk membuat akta-akta tertentu. Maksudnya yaitu akta

pemindahan dan pembebanan hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah

Susun dan akat pemberian kuasa untuk membebankan hak tanggungan. Dengan

kata lain, PPAT adalah Pejabat yang berfungsi membuat akta yang bermaksud

memindahkan hak atas tanah, memberikan hak baru dan membebankan hak atas

tanah.

Klasifikasi PPAT diatur dalam Pasal 1 angka 1 sampai 3 Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas

Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat

Pembuat Akta Tanah dapat dibedakan menjadi tiga yaitu :

1. Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT adalah pejabat

umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perubuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.

2. PPAT Sementara adalah Pejabat Pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat Akta

PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT. 3. PPAT Khusus adalah pejabat Badan Pertanahan Nasional yang

ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan

membuat akta PPAT tertentu khusus dalam rangka pelaksanaan program atau tugas Pemerintah tertentu.

Pejabat yang berwenang mengangkat PPAT, yaitu Menteri.55 PPAT

diangkat untuk suatu daerah kerja tertentu. Sementara itu, pejabat yang

berwenang mengangkat PPAT Sementara dan PPAT khusus adalah Menteri. Hal

ini diatur dalam Pasal 5 ayat (3) huruf a dan b Peraturan Pemerintah Nomor 37

55

Pasal 5 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan

Pejabat Pembuat Akta Tanah

Page 48: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

41

Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Pasal itu,

menentukan:

Untuk melayani masyarakat dalam pembuatan akta PPAT di daerah yang

belum cukup terdapat PPAT atau untuk melayani golongan masyarakattertentu dalam pembuatan akta PPAT tertentu, Menteri dapat menunjuk pejabat-pejabat di bawah ini sebagai PPAT Sementara atau

PPAT Khusus: a. Camat atau Kepala Desa untuk melayani pembuatan akta di daerah

yang belum cukup terdapat PPAT, sebagai PPAT Sementara; b. Kepala Kantor Pertanahan untuk melayani pembuatan akta PPAT yang

diperlukan dalam rangka pelaksanaan program-program pelayanan

masyarakat atau untuk melayani pembuatan akta PPAT tertentu bagi negara sahabat berdasarkan asasresiprositas sesuai pertimbangan dari

Departemen Luar Negeri, sebagai PPAT Khusus.

Apabila diperhatikan ketentuan di atas, maka yang dapat diangkat sebagai

PPAT Sementara, yaitu :

1. Camat; dan

2. Kepala Desa.56

Camat dan Kepala Desa untuk melayani pembuatan akta di daerah yang

belum cukup terdapat PPAT dan sifatnya sementara. Sementara diartikan sebagai

waktu tertentu. Apabila PPAT nya sudah cukup, maka PPAT sementara ini, tidak

diperlukan lagi.57

PPAT juga memiliki tugas pokok dan kewenangan. Tugas pokok, yang

dalam bahasa Inggris, disebut the principal tasks, sedangkan dalam bahasa

Belanda, disebut dengan belangrijkste taken adalah kewajiban atau pekerjaan

yang utama yang harus dilakukan oleh PPAT.58 Pengaturan tentang tugas pokok

PPAT telah ditentukan dalam Pasal 2 Peraturan pemerintah Nomor 37 Tahun

56

Salim HS, 2016, Teknik Pembuatan Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Ed.1-

Cet.1, PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm.95 57

Ibid.,hlm.96 58

Ibid,,hlm.93

Page 49: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

42

1998 tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Di dalam ketentuan itu,

ditentukan bahwa tugas pokok PPAT, yaitu melaksanakan sebagian kegiatan

pendaftaran tanah.59

Untuk melakukan pendaftaran itu, maka PPAT harus membuat akta

sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu, mengenai:

1. Hak atas tanah; dan/atau

2. Hak milik atas satuan rumah susun.

Akta yang dibuat oleh PPAT itu, yang akan dijadikan dasar bagi

perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.

Perbuatan hukum itu , meliputi:

1. Jual beli; 2. Tukar menukar; 3. Hibah;

4. Pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng); 5. Pembagian hak bersama;

6. Pemberian hak guna bangunan/hak pakai atas tanah hak milik; 7. Pemberian Hak Tangungan 8. Pemberian Kuasa membebankan Hak Tanggungan.60

Sementara itu, kewenangan PPAT, yang dalam bahasa Inggris disebut

dengan authority, sedangkan dalam bahasa Belanda, disebut dengan autoriteit

atau gezag merupakan kekuasaan yang diberikan oleh hukum kepada PPAT utnuk

membuat akta. Kewenangan itu, yaitu yang berkaitan dengan:

1. Pemindahan hak atas tanah;

2. Pemindahan hak milik atas satuan rumah susun;

59

Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan

Pejabat Pembuat akta Tanah. 60

Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan

Pejabat Pembuat akta Tanah.

Page 50: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

43

3. Pembebanan hak atas tanah; dan

4. Surat kuasa membebankan hak tanggungan.

Berdasarkan Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996

tentang HGU, HGB dan Hak Pakai Atas Tanah menjelaskan bahwa akta

Pemberian Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik dibuat oleh PPAT

kemudian didaftar pada Kantor Pertanahan. Pasal 24 menentukan :

(1) Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik terjadi dengan pemberian

oleh pemegang Hak Milik dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.

(2) Pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan.

(3) Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik mengikat pihak ketiga

sejak didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2). (4) Ketentuan mengenai tata cara pemberian dan pendaftaran Hak Guna

Bangunan atas tanah Hak Milik diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

Terkait Pasal 24 ayat 1 mengenai terjadinya Hak Guna Bangunan Atas

Hak Milik dengan pemberian oleh pemegang Hak Milik dengan akta yang dibuat

oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah mengandung makna bahwa PPAT memiliki

kewenangan untuk membuat akta PPAT yaitu Akta Pemberian Hak Guna

Bangunan Atas Tanah Hak Milik. Akta yang dibuat oleh PPAT merupakan akta

otentik karena dibuat oleh dan dihadapan pejabat umum, menurut bentuk dan tata

cara yang ditetapkan oleh Undang-Undang. Akta PPAT merupakan salah satu

bukti hak atas tanah untuk kelengkapan di Kantor Pertanahan. Oleh karena itu

akta yang dibuat PPAT sangat penting artinya dalam proses pendaftaran hak ke

Kantor Badan Pertanahan.

Dengan demikian berkaitan dengan pemberian Hak Guna Bangunan Atas

Tanah Hak Milik, PPAT sebagai pejabat umum memiliki tugas yaitu

Page 51: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

44

melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan kewenangan membuat

akta PPAT sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum pemberian hak

guna bangunan atas tanah hak milik.

1.6.9. Konsep Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik

Hak Guna Bangunan adalah salah satu hak atas tanah lainnya yang diatur

dalam Undang-Undang Pokok Agraria. Menurut ketentuan Pasal 35 Undang-

Undang Pokok Agraria menentukan :

1) Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai

bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.

2) Atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluan serta

keadaan banguan-bangunannya, jangka waktu tersebut dalam ayat ( 1 ) dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun.

3) Hak Guna Bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Dapat diketahui bahwa yang dinamakan dengan Hak Guna Bangunan

adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan di atas tanah yang bukan

miliknya sendiri dengan jangka waktu selama 30 tahun. Jadi dalam hal ini pemilik

bangunan berbeda dari pemilik hak atas tanah dimana bangunan tersebut

didirikan. Ini berarti seorang pemegang Hak Guna Bangunan adalah berbeda dari

pemegang Hak Milik atas bidang tanah di mana bangunan tersebut didirikan. Atau

dalam konotasi yang lebih umum pemegang Hak Guna Bangunan bukanlah

pemegang Hak Milik dari tanah di mana bangunan tersebut didirikan. Sehubungan

Hak Guna Bangunan ini, Pasal 37 Undang-Undang Pokok Agraria menyatakan

bahwa Hak Guna Bangunan terjadi :

a. mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh negara : karena

penetapan pemerintah; b. mengenai tanah milik : karena perjanjian yang berbentuk autentik

antara pemilik tanah yang bersangkutan dengan pihak yang akan

Page 52: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

45

memperoleh Hak Guna Bangunan itu, yang bermaksud menimbulkan hak tersebut.

Terkait pengaturan mengenai terjadinya Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak

Milik diatur dalam Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 yang

menentukan :

(1) Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik terjadi dengan pemberian

oleh pemegang Hak Milik dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.

(2) Pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. (3) Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik mengikat pihak ketiga sejak

didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2). (4) Ketentuan mengenai tata cara pemberian dan pendaftaran Hak Guna

Bangunan atas tanah Hak Milik diatur lebih lanjut dengan Keputusan

Presiden.

Terkait pengaturan mengenai jangka waktu Hak Guna Bangunan Atas

Tanah Hak Milik diatur dalam Pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun

1996 yang menentukan :

(1) Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik diberikan untuk jangka waktu paling lama tiga puluh tahun.

(2) Atas kesepakatan antara pemegang Hak Guna Bangunan dengan pemegang Hak Milik, Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik dapat diperbaharui dengan pemberian Hak Guna Bangunan baru

dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dan hak tersebut wajib didaftarkan.

Berdasarkan ketentuan di atas, Hak Guna Bangunan atas Tanah Hak Milik

terjadi dengan pemberian oleh pemegang Hak Milik dengan akta yang dibuat oleh

Pejabat Pembuat Akta Tanah yang wajib didaftar pada Kantor Pertanahan serta

saat itu juga telah mengikat pihak ketiga dan mengenai tata cara pemberian dan

pendaftaran Hak Guna Bangunan;

Page 53: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

46

Hak Guna Bangunan atas Tanah Hak Milik diberikan untuk jangka waktu

paling lama 30 ( tiga puluh ) tahun dan atas persetujuan antara pemegang Hak

Guna Bangunan dengan pemegang Hak Milik, Hak Guna Bangunan tersebut

dapat diperbaharui dengan Hak Guna Bangunan baru dengan akta yang dibuat

oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dan Hak Atas Tanah tersebut wajib didaftarkan

di Kantor Pertanahan.

1.7 Metode Penelitian

1.7.1 Jenis Penelitian

Menurut Peter Mahmud, Penelitian hukum adalah suatu proses untuk

menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin

hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.61 Penelitian Hukum Normatif

yang nama lainnya adalah penelitian hukum doctrinal yang disebut juga sebagai

penelitian perpustakaan atau studi dokumen karena penelitian ini dilakukan atau

ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan-bahan hukum

yang lain.62 Penelitian hukum Normatif mencakup penelitian terhadap sistematika

hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum, penelitian sejarah hukum

dan penelitian perbandingan hukum.63 Penelitian hukum normatif yang dilakukan

dalam penelitian ini yaitu dengan meneliti adanya kekaburan norma pada

pembatasan kewenangan Notaris terhadap kewenangan PPAT dalam membuat

Akta Pemberian Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik, dimana kewenangan

Notaris dalam membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan sebagaimana

61

Peter Mahmud Marzuki, 2011, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group,

Jakarta, hlm 35. 62

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2004, Penelitian Hukum Normatif, Cetakan ke-8,

PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm.14 63

Soerjono Soekanto, 2000, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, hlm.. 51.

Page 54: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

47

ternyata dalam Pasal 15 ayat (2) huruf f Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014

tentang Perubahan Undang-Undang Jabatan Notaris sedangkan dalam Pasal 24

Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai

Atas Tanah menjelaskan bahwa akta Pemberian Hak Guna Bangunan Atas Tanah

Hak Milik dibuat oleh PPAT kemudian didaftar pada Kantor Pertanahan sehingga

menimbulkan ketidakjelasan terkait kewenangan Notaris terhadap kewenangan

PPAT sesuai ketentuan yang berlaku.

1.7.2 Jenis Pendekatan

Pendekatan dalam penelitian hukum dimaksudkan adalah bahan untuk

mengawali sebagai dasar sudut pandang dan kerangka berpikir seorang peneliti

untuk melakukan analisis. Dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan

yaitu :64

a. Pendekatan perundang-undangan (statute approach) hal ini

dimaksudkan bahwa peneliti menggunakan peraturan perundang-undangan sebagai dasar awal melakukan analisis.

b. Pendekatan konsep (Coseptual Approach), konsep-konsep dalam ilmu

hukum dapat dijadikan titik tolak atau pendekatan bagi analisis penelitian hukum, karena akan banyak muncul konsep bagi suatu fakta

hukum. c. Pendekatan analitis (Analytical Approach), pendekatan ini dilakukan

dengan mencari makna pada istilah-istilah hukum yang terdapat

didalam perundang-undangan, dengan begitu peneliti memperoleh pengertian atau makna baru dari istilah-istiah hukum dan menguji

penerapannya secara praktis dengan menganalisis putusan-putusan hukum.

d. Pendekatan perbandingan (Comparative Approach), pendekatan ini

dilakukan dengan membandingkan peraturan perundangan Indonesia dengan satu atau beberapa peraturan perundangan negara-negara lain.

e. Pendekatan sejarah (Historical Approach), pendekatan sejarah ini dilakukan dengan menelaah latar belakang dan perkembangan dari materi yang diteliti.

64

Mukti Fajar, dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif &

Empiris, Pustaka Pelajar, Yogjakarta, hlm.185-190.

Page 55: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

48

f. Pendekatan kasus (case approach), pendekatan kasus dalam penelitian hukum bertujuan untuk mempelajari norma-norma atau kaidah hukum yang dilakukan dalam praktik hukum.

Dalam penulisan karya ilmiah ini, agar mendapatkan hasil yang ilmiah,

serta dapat dipertahankan secara ilmiah, maka masalah dalam penelitian ini akan

dibahas menggunakan jenis pendekatan perundang-undangan (statute approach),

pendekatan konsep (conseptual approach), dan pendekatan analitis (Analytical

Approach).

1.7.3 Sumber Bahan Hukum

Adapun sumber bahan hukumyang diperoleh dalam penulisan tesis ini yaitu

melalui penelitian hukum normatif dengan melakukan penelitian terhadap data

sekunder, yaitu data yang diperoleh dari penelitian melalui kepustakaan (Library

Research).65 Bahan Hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh melalui

penelitian kepustakaan yang terdiri dari :

1. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif

artinya mempunyai otoritas.Bahan-bahan hukum primer terdiri dari

perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam

pembuatan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan yang

dipergunakan sebagai bahan hukum dalam penulisan tesis ini yaitu:

a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

b) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

65

Ronny Hanitijo Soemitro, 2000, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia,

Jakarta, hlm.24.

Page 56: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

49

c) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tetang Peraturan Dasar

Pokok-pokok Agraria;

d) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris;

e) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris;

f) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang

Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986

Tentang Peradilan Tata Usaha Negara;

g) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1996

tentang tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak

Pakai Atas Tanah.

h) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1998

tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah;

i) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016

Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun

1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah;

j) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006

tentang Ketentuan Pelaksaan Peraturan Pemerintah Nomor 37

Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta

Tanah;

k) Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional

Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.

Page 57: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

50

l) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia

Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri

Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997

Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24

Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.

2. Bahan Hukum sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu berupa semua publikasi tentang hukum

yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi.Publikasi meliputi

buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan

komentar-komentar atas putusan.Bahan-bahan hukum sekunder yang

berupa buku-buku hukum ini harus relevan dengan topik penelitian.66

3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus,

ensiklopedi dan seterusnya.67

1.7.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah bahan

hukum yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan misalnya memahami dan

mengkaji lebih mendalam tentang literatur dan peraturan perundang-undangan

yang ada kolerasinya dengan pembahasan baik langsung maupun tidak

66

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2004, Penelitian Hukum Normatif, Cetakan ke-8,

PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm.13-14. 67

Bambang Waluyo, 2002,Penelitian Hukum Dalam Praktek , Sinar Grafika, Jakarta,

hlm.23

Page 58: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

51

langsung.68 Dalam pengumpulan bahan-bahan hukum dipergunakan teknik studi

dokumen, yaitu menelaah peraturan-peraturan yang relevan, buku-buku atau

bahan-bahan bacaan atau, karya ilmiah para sarjana dan hasilnya dicatat dengan

sistem kartu. Kartu yang disusun berdasarkan topik, bukan berdasarkan nama

pengarang, hal ini dilakukan agar lebih memudahkan dalam penguraian,

menganalisa, dan membuat kesimpulan dari konsep yang ada. Studi kepustakaan

bertujuan untuk mencapai konsepsi-konsepsi, teori-teori, pendapat-pendapat

ataupun penemuan-penemuan yang berhubungan erat dengan pokok

permasalahan.

1.7.5 Teknik Analisis Bahan Hukum

Setelah bahan hukum terkumpul kemudian dilakukan analisis untuk

mendapatkan argumentasi akhir yang berupa jawaban terhadap permasalahan

penelitian. 69

Pada penelitian ini, analisis terhadap bahan-bahan hukum dilakukan

dengan cara deskriptif analisis. Bahan hukum yang diperoleh dari literatur

maupun perundang-undangan, baik sebagai bahan hukum primer maupun

sekunder disajikan dengan cara deskriptif dapat berupa penggambaran bahan-

bahan hukum sebagaimana adanya. Kemudian dilanjutkan dengan melakukan

analisa terkait dengan topik bahasan dalam penulisan ini.

68

Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT.

RajaGrafindo Persada, Jakarta,hlm. 58. 69

I Made Pasek Diantha, 2016, Metodologi Penelitian Hukum Normatif Dalam Justifikasi

Teori Hukum, Prenada Media Group, Jakarta, hlm. 152.

Page 59: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

52

Bahan-bahan hukum yang diolah tersebut menggunakan metode

penafsiran/interpretasi hukum, dimana dapat membantu membahas permasalahan

kekaburan norma sebagaimana yang diatur dalam Pasal 15 ayat (2) huruf f

UUJNP. Penafsiran misalnya berupa:70

a. Penafsiran gramatikal, yaitu penafsiran dengan mencari arti kata-katanya;

b. Penafsiran sistematikal, yaitu menafsirkan pasal undang-undang dengan menghubungkan dengan pasal-pasal lain dalam satu undang-undang atau pasal-pasal dalam undang-undang yang lainnya;

c. Penafsiran historikal yang mencakup penafsiran dengan melihat sejarah terjadinya satu aturan perundang-undangan misalnya

pandangan-pandangan yang mengemuka dalam tahap pembahasan rancangan di parlemen; dan penafsiran dengan melihat perkembangan suatu lembaga hukum yang diatur dalam peraturan perundang-

undangan. d. Penafsiran teleologis, yaitu mencari maksud dan tujuan dibuatnya

peraturan perundang-undangan; e. Penafsiran ekstensif dan restriktif. Penafsiran ekstensif adalah

penafsiran yang memperlas arti kata dan penafsiran restriktif adalah

mempersempit atau membatasi arti kata yang terdaat dalam peraturan perundang-undangan.

Menurut J.A.Pontier selain penafsiran-penafsiran tersebut di atas, ada juga

penafsiran antisipatif, yaitu suatu penafsiran yang melihat jauh kedepan dari

maksud norma tersebut dan penafsiran evolutif-dinamis, yaitu penafsiran yang

disesuaikan dengan perkembangan pandangan social atau susila atau situasi

kemasyarakatan.71 Menurut Peter Mahmud Marzuki, interpretasi dibedakan

menjadi interpretasi berdasarkan kata-kata undang-undang, interpretasi

berdasarkan kehendak pembentuk undang-undang, interpretasi sistematis,

70

Ibid., hlm. 154 71

Kutipan dari J.A.Pointer, 2001, Rechtvinding, diterjemahkan oleh B.Areif Sidharta,

Cetakan 3, Laboratorium Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, hlm. 24-33

Page 60: ABSTRAK KEWENANGAN NOTARIS DAN PPAT DALAM PROSES … · akta-akta pemindahan hak atas tanah, pemindahan hak milik atas rumah susun, dan pembebanan hak atas tanah. Kata kunci: Kewenangan

53

interpretasi historis, interpretasi teleologis, interpretasi antipatoris, interpretasi

modern.72

Dalam hal ini dipergunakan Penafsiran Gramatikal, Penafsiran Sistematis

dan Penafsiran Teleologis. Penafsiran Gramatikal, yakni penafsiran dengan

mencari arti kata-kata yang memang sudah tertuang dalam Undang-Undang,

Penafsiran Sistematikal yakni menafsirkan Pasal Undang-Undang dengan

menghubungkan Pasal-Pasal lain dalam satu Undang-Undang atau Pasal-Pasal

dalam Undang-Undang yang lainnya dan Penafsiran Teleologis, yaitu penafsiran

melalui tujuan pembentukan perundang-undangan tersebut, yang selanjutnya

dianalisis berdasarkan teori-teori dan konsep-konsep yang relevan dan dikaitkan

dengan permasalahan yang ada.

72

Ibid.