absorspi minyak jelantah dengan serat ampas tebu
-
Upload
pt-tosanda-dwi-sapurwa -
Category
Documents
-
view
1.565 -
download
4
description
Transcript of absorspi minyak jelantah dengan serat ampas tebu
i
Makalah
Absorpsi Minyak Jelantah Dengan Menggunakan Serat Alami
Oleh :
Yoga Firmansyah
2420130040
Program Studi SI Teknik Industri
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Assyafi’iyah
2014
ii
ABSTRAK
Minyak goreng memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Minyak goreng pada umumnya
digunakan untuk memasak. Dengan kondisi harga minyak goreng yang semakin melambung tinggi,
membuat sejumlah kalangan masyarakat untuk berpikir kreatif mendaur ulang minyak goreng bekas
pakai. Melalui penelitian, diketahui bahwa ampas tebu memiliki daya adsorpsi yang kuat terhadap
kadar air, kandungan asam lemak bebas, serta angka penyabunan yang terdapat pada minyak
bekas pakai. Variabel penelitian berupa intensitas pemakaian minyak, lama perendaman serta
ukuran partikel ampas tebu yang digunakan. Kondisi optimum yang diperoleh berada pada
intensitas penggorengan selama 4 jam dengan penurunan kadar air mencapai 0,0050%; perendaman
ampas tebu selama 2x24 jam dengan adsorpsi kadar asam lemak bebas hingga mencapai 0,0999%;
serta ukuran partikel ampas tebu sebesar 150 µm yang menurunkan angka penyabunan dengan titik
terendah mencapai 161,5042.
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah robbil’alamin puji syukur senantiasa dipanjatkan kepada Allah SWT yang
telah memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah penelitian dengan judul “Absorpsi Minyak Jelantah Menggunakan Serat Alami ” dapat
di selesaikan.
Makalah penelitian ini disusun sebagai salah satu tugas untuk menambah pengetahuan
khususnya Kimia Dasar 1. Penyusun laporan ini mengucapkan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah memberikan motivasi, dukungan dan bantuan dalam menyusun laporan ini.
Saya selaku penyusun menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini jauh dari sempurna,
oleh karena itu dengan berbesar hati untuk menerima semua kritik dan saran dari semua pihak yang
sifatnya membangun, sehingga menjadi pengetahuan yang bermanfaat bagi saya di masa yang akan
datang.
Semoga laporan ini bermanfaat bagi yang membacanya .
Bekasi, 4 Juli 2014
Penyusun
iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... i
ABSTRAK ........................................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
2.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
2.2 Tujuan ............................................................................................................... 1
2.3 Perumusan Masalah .......................................................................................... 2
2.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................ 2
2.5 Ruang Lingkup ................................................................................................. 2
BAB II TUJUAN PUSTAKA
2.1 Karakteristik Minyak ....................................................................................... 3
2.2 Minyak Jelantah ............................................................................................... 3
2.3 Proses Refinery Minyak Jelantah ..................................................................... 3
2.4 Analisa Minyak ................................................................................................ 4
2.5 Penentuan Kualitas Minyak ............................................................................. 4
2.6 Penentuan Angka Penyabunan ......................................................................... 5
2.7 Tebu (Sugar Cane) ........................................................................................... 5
2.8 Absorpsi ........................................................................................................... 5
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian ............................................................................................... 6
3.2 Alat dan Bahan ................................................................................................ 6
3.3 Prosedur Penelitian .......................................................................................... 6
3.4 Prosedur Analisa ............................................................................................. 7
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Analisa Kadar Air Dan Minyak ............................................................. 9
4.2 Hasil Analisa Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) ........................................... 11
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan .................................................................................................... 15
5.2 Saran ............................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 16
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia sebagai
alat pengolah bahan – bahan makanan. Minyak goreng sebagai media penggoreng
sangat penting dan kebutuhannya semakin meningkat. Kini krisis minyak goreng
nyaris merata di hampir seluruh kota di negara yang menjadi salah satu penghasil
minyak kelapa sawit terbesar di dunia ini. Dengan kondisi harga minyak goreng
yang semakin melambung tinggi, membuat sejumlah kalangan masyarakat untuk
berpikir kreatif mendaur ulang minyak goreng bekas pakai atau yang biasa disebut
dengan minyak jelantah.
Minyak goreng bekas merupakan limbah yang berasal dari jenis-jenis
minyak goreng seperti halnya minyak jagung, minyak sayur, dan minyak samin.
Pada umumnya merupakan minyak bekas pemakaian kebutuhan rumah tangga.
Minyak bekas dapat di gunakan kembali untuk keperluan kuliner akan tetapi bila
ditinjau dari komposisi kimianya, minyak goreng bekas mengandung senyawa-
senyawa yang bersifat karsinogenik yang terjadi selama proses penggorengan.
Pemakaian minyak goreng bekas yang berkelanjutan dapat merusak kesehatan
manusia, menimbulkan penyakit kanker, dan akibat selanjutnya dapat mengurangi
kecerdasan generasi berikutnya. Untuk itu perlu penanganan yang tepat agar
limbah minyak goreng bekas ini dapat bermanfaat dan tidak menimbulkan
kerugian dari aspek kesehatan manusia dan lingkungan (Anonim, 2011).
Dewasa ini telah ditemukan suatu teknologi daur ulang mengolah minyak
jelantah menjadi minyak layak pakai kembali dalam keadaan bersih tanpa kotoran,
dengan menggunakan s e r a t ampas tebu sebagai bahan penyerap. Bahan
penyerap tebu yang sudah dijadikan partikel bisa langsung digunakan dengan
mudah oleh ibu-ibu rumah tangga untuk memproses minyak jelantah menjadi
minyak layak pakai. Penggunaan ampas tebu juga merupakan satu solusi
mengurangi limbah padat perkotaan.
Oleh karena itu, saya berusaha untuk meneliti proses pemurnian
minyak jelantah sehingga dapat digunakan kembali menjadi minyak
goreng layak pakai sesuai kadar analisis minyak goreng yang bagus (baru). Selain
itu kami membandingkan pula kadar analisis akhir setelah diproses menggunakan
absorben ampas tebu.
1.2 Tujuan
Penelitian ini dibuat untuk memenuhi tugas pelajaran Kimia dasar 1 yang
berjudu “ Absorpsi Minyak Jelantah Dengan Menggunakan Serat Alami”.
2
1.3 Perumusan Masalah
Sehubungan dengan judul tugas akhir ini maka perumusan masalah yang
diperoleh adalah sebagai berikut : Sejauh manakah serat tebu mampu dapat
digunakan sebagai absorben untuk pemurnian minyak jelantah. Sehinnga dapat
digunkan kembali untuk kehidupan sehari-hari.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat memberikan
informasi ilmiah kepada masyarakat mengenai kegunaan serat ampas tebu
sebagai salah satu alternatif daur ulang minyak goreng bekas dan
meningkatkan nilai ekonomi limbah.
1.5 Ruang Lingkup
Agar dalam pembahasan lebih terarah dan berjalan dengan baik maka perlu
adanya ruang lingkup penelitian, yaitu:
a. Peneltian ini meliputi penjelasan pengertian minyak jelantah
b. Penelitian ini meliputi pngertian absospsi
c. Penelitian ini meliputi pngertian Ampas Tebu
d. Penelitian ini menjalaskan standar minyak goreng
e. Penelitian ini mejelaskan proses pemurnian minyak jelantah dengan serat
ampas tebu
3
BAB II
TUJUAN PUSTAKA
2.1 Karakteristik Minyak
Minyak merupakan salah satu kelompok yang termasuk kelompok
lipida. Satu sifat yang khas dan mencirikan golongan lipida (termasuk minyak)
adalah daya larutnya dalam pelarut organik (misalnya ether, benzene, khloroform)
atau sebaliknya ketidak-larutannya dalam pelarut air.
Dalam teknologi makanan, minyak dan lemak memegang peranan
penting. Karena minyak dan lemak memiliki titik didih yang tinggi (sekitar
2000C) maka biasa dipergunakan untuk menggoreng makanan sehingga bahan
yang digoreng akan kehilangan sebagian besar air yang dikandungnya dan menjadi
kering. Minyak dan lemak juga memberikan rasa gurih spesifik minyak yang
lain dari gurihnya protein. Juga minyak memberi aroma yang spesifik.
2.2 Minyak Jelantah
Minyak yang telah dipakai menggoreng biasa disebut minyak jelantah.
Kebanyakan minyak jelantah sebenarnya merupakan minyak yang telah rusak.
Minyak yang tinggi kandungan LTJ (Lemak Tak Jenuh)-nya memiliki nilai
tambah hanya pada gorengan pertama saja, sementara yang tinggi ALJ (Asam
Lemak Jenuh)- nya bisa lebih lama lagi, meski pada akhirnya akan rusak juga.
Oleh proses penggorengan sebagian ikatan rangkap akan menjadi jenuh.
Penggunaan yang lama dan berkali-kali dapat menyeBABkan ikatan rangkap
teroksidasi, membentuk gugus peroksida dan monomer siklik.
2.3 Proses Refinery Minyak Jelantah
Pemucatan adalah suatu tahap proses pemurnian untuk menghilangkan
zat-zat warna yang tidak disukai dalam minyak. Warna minyak mentah dapat
berasal dari warna alamiah, yaitu warna yang dihasilkan oleh aktivitas
biologis tanaman penghasil minyak, maupun warna yang didapat pada saat
diproses untuk mendapatkan minyak dari bahan bakunya.
Selain dari proses pemucatan, minyak jelantah bisa dipakai kembali dalam
keadaan bersih tanpa kotoran, dengan menggunakan ampas tebu sebagai bahan
penyerap. Bahan penyerap tebu yang sudah dijadikan partikel bisa langsung
digunakan dengan mudah oleh ibu-ibu rumah tangga untuk memproses minyak
jelantah menjadi minyak layak pakai. Ampas tebu dalam analisa itu berfungsi
sebagai bahan penyerap yang bagus, selain itu penggunaan ampas tebu merupakan
satu solusi mengurangi limbah padat perkotaan.
4
2.4 Analisis Minyak
Analisa lemak dan minyak yang umum dilakukan pada bahan
makanan dapat digolongkan dalam tiga kelompok tujuan ini :
1. Penentuan kuantitatif atau penentuan kadar lemak atau minyak yang terdapat dalam bahan makanan.
2. Penentuan kualitas minyak (murni) sebagai bahan makanan yang berkaitan
dengan proses ekstraksinya, atau ada tidaknya perlakuan pemurnian lanjutan
misalnya penjernihan (refining), penghilangan bau (deodorizing), penghilangan
warna (bleaching), dan sebagainya. Penentuan tingkat kemurnian minyak ini
sangat berhubungan erat dengan kekuatan daya simpannya, sifat gorengnya,
baunya maupun rasanya. Tolok ukur kualitas ini termasuk angka asam lemak
bebas (Free Fatty Acid atau FFA), bilangan peroksida, tingkat ketengikan, dan
kadar air.
3. Penentuan sifat fisis maupun kimiawi yang khas atau mencirikan sifat
minyak tertentu
2.5 Penentuan Kualitas Minyak
2.5.1 Kadar Air
Air bila terdapat dalam minyak dapat mempercepat terjadinya
hidrolisa minyak menjadi gliserol atau asam lemak (FFA). Bila minyak
terhidrolisa, maka minyak akan menjadi tengik sehingga dapat
menurunkan kualitas minyak. Reaksi hidrolisa minyak dapat terjadi
selama penyimpanan.
2.5.2 Kadar Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid / FFA)
Asam lemak bebas ditentukan sebagai kandungan asam lemak
yang terdapat paling banyak dalam minyak tertentu. Demikian asam lemak
bebas sebagai berikut ini dipakai
Tabel 2.1 Jenis-Jenis Asam Lemak Bebas
Sumber Minyak Asam Lemak Terbanyak Bobot Molekul
Kelapa Sawit Palmitat ( C16H32O2 ) 256
Kelapa, Inti sawit Laurat ( C12H34O2 ) 200
Susu Oleat ( C18H34O2 ) 282
Jagung Kedelai Linoleat ( C18H32O2 ) 278
Sumber : Suhardi, Bambang dan Slamet, 1997
Hubungan kadar asam lemak (%FFA) dengan angka asam dapat
dituliskan sebagai berikut:
𝑨𝒏𝒈𝒌𝒂 𝑨𝒔𝒂𝒎 =
𝑩𝑴.𝑲𝑶𝑯
𝑩𝑴 𝑨𝒔𝒂𝒎 𝑳𝒆𝒎𝒂𝒌 𝑩𝒆𝒃𝒂𝒔 /𝟏𝟎× %𝑭𝑭𝑨
5
Angka asam
Faktor konversi untuk Oleat
Faktor konversi untuk Palmitat
Faktor konversi untuk Laurat
Faktor konversi untuk Linoleat
= Faktor konversi x % FFA
=1,99
=2,19
= 2,80
=2,01
2.6 Penentuan Angka Penyabunan
Angka penyabunan (Saponification Value) menunjukkan secara relatif
besar kecilnya molekul asam-asam lemak yang terkandung dalam gliserida.
Angka penyabunan dinyatakan sebagai banyaknya mg KOH yang
dibutuhkan untuk menyabunkan minyak secara sempurna dari 1 gram
minyak tersebut.
2.7 Tebu (Sugar Cane)
Tabel 2.2 Komposisi Kimia Ampas Tebu
Komposisi Kimia % Kandungan
Abu
Lignin
Pentosa
Sari (Alkohol, Benzena)
Selulosa
Kelarutan dalam panas air
0,79
12,70
27,90
2,00
44,70
3,70
Sumber: Balai Besar Penelitian & PengembanganIndustri Selulosa, 1986
Selama ini pemanfaatan ampas tebu (sugar cane bagasse) yang dihasilkan
masih terbatas untuk makanan ternak, bahan baku pembuatan pupuk, pulp, particle
board, dan untuk bahan bakar boiler di pabrik gula. Di samping terbatas, nilai
ekonomi yang diperoleh juga belum tinggi. Oleh karena itu, diperlukan adanya
pengembangan proses teknologi sehingga terjadi diversifikasi pemanfaatan limbah
pertanian yang ada.
2.8 Absorpsi
Absorpsi atau penyerapan, dalam kimia, adalah suatu fenomena fisik atau
kimiawi atau suatu proses sewaktu atom, molekul, atau ion memasuki suatu fase
limbak (bulk) lain yang bisa berupa gas, cairan, ataupun padatan. Proses ini
berbeda dengan adsorpsi karena pengikatan molekul dilakukan melalui volume
dan bukan permukaan. Salah satu contoh penyerapan lainnya adalah penukaran
ion di mana terjadi proses pertukaran ion antara duaelektrolit atau antara larutan
elektrolit dan senyawa kompleks.
6
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Intensitas / lama penggorengan minyak : 2 jam, 4 jam, dan 6 jam
2. Lama perendaman : 1x24 jam, 2x24 jam, dan 3x24 jam
3. Ukuran partikel ampas tebu : 150 µm, 180 µm, dan 225 µm
3.2 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
1. Erlenmeyer
2. Alat titrasi
3. Beaker Gelas
4. Hot Plate
5. Pipet Tetes
6. Termometer
7. Pengaduk
8. Ayakan
9. Kertas Saring
10. Neraca Analitis
11. Blender
3.1.2 Bahan
1. Minyak jelantah
2. Minyak goreng baru
3. NaOH/KOH
4. Indikator PP
5. Ampas tebu
6. Aquadest
7. Akohol
8.
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Pengolahan ampas tebu
1. Siapkan ampas tebu yang diperoleh dari sisa- sisa penggilingan sari
tebu.
2. Kemudian cuci bersih ampas tebu tersebut dari kotoran-kotoran yang
melekat.
3. Setelah dicuci, keringkan ampas tebu tersebut di bawah terik matahari.
4. Selanjutnya giling ampas tebu yang telah kering hingga menjadi
bubuk tebu.
7
5. Bubuk tebu tersebut di ayak dengan berbagai variasi ukuran diameter
partikel.
3.3.2 Proses penjernihan minyak
1. Siapkan minyak goreng yang telah dipakai beberapa kali (jelantah)
dan juga minyak goreng yang bagus (baru).
2. Analisis terlebih dahulu kandungan pada minyak jelantah dan
minyak yang baru.
3. Siapkan sebanyak 100 ml minyak jelantah dalam erlenmeyer.
4. Kemudian masukkan bubuk ampas tebu ke dalam masing-masing
minyak tersebut.
5. Rendam minyak dan ampas tebu tersebut hingga kondisi optimum,
lalu disaring.
6. Langkah selanjutnya analisis minyak yang sebelumnya telah
direndam dengan ampas tebu.
3.4 Prosedur Analisa
3.4.1 Penentuan Kadar Air dalam Minyak
Penentuan kadar air minyak dapat dilakukan dengan cara
Thermogravimetri sebagai berikut :
Ditimbang ± 10 gram minyak dalam botol timbang bermulut lebar,
kemudian dioven pada suhu 1050C sampai berat konstan, selanjutnya
ditimbang. Pengurangan berat minyak dinyatakan sebagai berat air yang
menguap dari minyak.
A = berat minyak sebelum dioven
B = berat minyak setelah dioven
3.4.2 Penentuan Asam Lemak Bebas (FFA)
1. Bahan harus diaduk merata dan berada dalam keadaan cair pada waktu
diambil contohnya.
2. Timbang sebanyak 28,2 ± 0,2 g contoh dalam Erlenmeyer.
3. Tambahkan 50 ml alkohol netral yang panas dan 2 ml indikator
phenolphthalein (PP).
4. Titrasilah dengan larutan 0,1 N NaOH yang telah di standarisasi sampai
warna merah jambu tercapai dan tidak hilang selama 30 detik.
5. Persen asam lemak bebas dinyatakan sebagai oleat pada kebanyakan
minyak dan lemak.
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑖𝑟 = 𝐴 − 𝐵
𝐴𝑥 100%
8
6. Untuk minyak kelapa dan minyak inti kelapa sawit dinyatakan sebagai
laurat, sedang pada minyak kelapa sawit dinyatakan sebagai palmitat.
7. Asam lemak bebas dinyatakan sebagai % FFA atau sebagai angka
asam.
Penentuan kadar asam lemak bebas (Free Fatty Acid) pada minyak :
3.4.3 Penentuan Angka Penyabunan
1. Timbang minyak dengan teliti antara 1,5 – 5,0 gram dalam
Erlenmeyer 200 ml. Tambah 50 ml larutan KOH yang dibuat dari 40
gram KOH dalam 1 liter alkohol. Setelah itu ditutup dengan
pendingin balik, didihkan dengan hati-hati selama 30 menit.
2. Selanjutnya dinginkan dan tambahkan beberapa tetes indikator
phenolphthalein (PP) dan titrasilah kelebihan larutan KOH dengan
standar 0,5 N HCL. Untuk mengetahui kelebihan larutan KOH
ini perlu dibuat titrasi blanko, yaitu dengan prosedur yang sama
kecuali tanpa bahan minyak.
3. Angka penyabunan dinyatakan sebagai banyaknya mg KOH yang
dibutuhkan untuk menyabunkan minyak secara sempurna dari 1 gram
minyak tersebut.
%𝐹𝐹𝐴 = 𝑚𝑙 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝑁 𝑥 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑜𝑙𝑒𝑘𝑢𝑙 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑘𝑚𝑎𝑘
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑥 100𝑥100
𝐴𝑛𝑔𝑘𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑎𝑏𝑢𝑛𝑎𝑛 = 28,05 𝑥 (𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ)
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)
9
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam penelitian ini terlebih dahulu diamati keadaan fisik dan
kandungan minyak goreng yang bagus sebagai tolok ukur keberhasilan
penelitian ini. Minyak yang bagus tidak berbau serta berwarna kuning bening
dan jernih. Kadar airnya 0,1819 %, kadar FFA 0,0998 %, dan angka
penyabunannya 133,7048. Selanjutnya dilakukan proses pemurnian sampel minyak
hasil pengorengan yang diambil dari penjual gorengan. Minyak yang
diperoleh berbau tengik bekas gorengan dan berwarna kuning keruh.
Setelah dilakukan perendaman dengan ampas tebu, minyak dengan
lama perendaman 1x24 jam masih memiliki bau dari gorengan. Untuk lama
perendaman 2x24 jam, minyak masih sedikit berbau sedangkan untuk lama
perendaman 3x24 jam minyak sedikit sekali berbau tengik. Minyak jelantah yang
telah direndam dengan ampas tebu rata-rata berwana kuning bening mendekati
warna minyak bagus.
4.1 Hasil Analisa Kadar Air dalam Minyak
Pada grafik di atas diperlihatkan bahwa rata- rata pada waktu
perendaman yang semakin lama dapat menurunkan kadar air hingga di bawah, 02
%, angka ini lebih rendah dari pada kadar air yang terdapat pada minyak bagus,
yaitu 0,1819 %. Bahkan pada kadar air minyak 4 jam penggorengan selama
perendaman 1x24 jam sebesar 0,0050 %. Kadar air inilah yang paling rendah pada
minyak selama penelitian ini. Kadar air untuk waktu penggorengan minyak selama 2
jam menunjukkan rata-rata kenaikan yang lebih tinggi. Hal ini diseBABkan karena
kandungan air yang terdapat dalam minyak jelantah yang digunakan sebagai
sampel lebih tinggi dibandingkan dua sampel yang lainnya.
10
Grafik ini menunjukkan rata-rata minyak yang telah diolah memiliki
kadar air yang sedikit sekali, masih di bawah kadar air minyak bagus. Hanya saja
pada minyak 2 jam penggorengan dengan lama perendaman 2x24 jam memiliki
kadar air yang lebih tinggi bahkan di atas kadar air minyak 2 jam penggorengan
pada analisa awal. Untuk perendaman ampas tebu dengan ukuran partikel 180 µm
ini kadar air yang diperoleh sedikit lebih tinggi. Jika diperhatikan secara teliti,
maka terjadi penyimpangan yang begitu signifikan dari grafik tersebut. Kenaikan
kadar air begitu tinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Hal ini kemungkinan
besar terjadi akibat kesalahan prosedural analisa pada saat mengukur kandungan air.
Grafik ini menunjukkan perubahan kadar air yang lebih stabil untuk
minyak dengan lama penggorengan 4 jam dan 6 jam. Kestabilan dicapai karena
didukung oleh ukuran partikel ampas tebu yang semakin kecil, sehingga daya
absorpsi akan semakin baik. Pada minyak dengan waktu penggorengan selama 2
jam, perendaman ampas tebu selama 1x24 jam memiliki kadar air yang lebih
tinggi dibandingkan ampas tebu dengan lama perendaman 2x24 jam dan 3x24
jam. Hal ini diseBABkan karena waktu perendaman yang singkat mengurangi
11
kemampuan absorpsi maksimal ampas tebu untuk menyerap kandungan air pada
minyak jelantah.
4.2 Hasil Analisa Kadar Asam Lemak Bebas (FFA-Free Fatty Acid)
Kadar asam lemak bebas yang diperoleh pada percobaan dengan ukuran
partikel ampas tebu 225 µm hanya sedikit sekali turunnya dari analisa awal. Pada
minyak 6 jam penggorengan grafik yang diperlihatkan semakin lama perendaman
semakin kecil pula kadar asam lemak bebasnya. Namun untuk minyak 2 dan 4 jam
penggorengan justru naik secara perlahan. Dugaan sementara, kandungan FFA pada
sampel awal untuk minyak dengan waktu penggorengan selama 2 jam dan 4 jam
telah memiliki kadar yang tinggi dibandingkan dengan minyak yang digoreng
selama 6 jam. Hal ini dapat dibuktikan dengan meihat tipe perubahan yang
terjadi pada grafik- grafik selanjutnya.
Pada grafik di atas, untuk minyak dengan 4 jam penggorengan, kadar asam
lemak bebas yang diperlihatkan selama 1x24 jam hingga 3x24 jam perendaman
semakin meningkat bukan sebaliknya. Namun terjadi penurunan kadar asam lemak
12
bebas dari analisa awal. Kenaikan kadar FFA, khususnya untuk minyak dengan
penggorengan selama 2 jam dan 4 jam membuktikan bahwa dugaan kita pada grafik
sebelumnya adalah benar. Disebutkan bahwa sejak awal kandungan asam
lemak bebas pada minyak yang digoreng selama 2 jam dan 4 jam memiliki kadar
yang lebih tinggi bila dibandingkan minyak deengan penggorengan selama 6
jam. Akibatnya, ampas tebu tidak bekerja secara maksimal untuk menyerap
kandungan FFA dalam minyak tersebut.
Absorpsi kandungan asam lemak bebas oleh ampas tebu terhadap
minyak jelantah dengan lama penggorengan selama 6 jam bekerja dengan lebih
baik, menurunkan kandungan asam lemak bebas minyak jelantah secara perlahan.
Semakin lama waktu perendaman, maka daya absorpsi ampas tebu akan bekerja
dengan lebih maksimal.
Ampas tebu dengan ukuran partikel paling kecil ini mampu menurunkan
kadar asam lemak bebas yang terkecil hingga 0,0999% pada minyak selama 4 jam
penggorengan. Dari ketiga grafik yang menunjukkan kadar FFA di atas dapat
disimpulkan bahwa semakin lama perendaman maka akan berpengaruh pada kadar
FFA yang dihasilkan. Sehingga diperoleh waktu perendaman yang optimum.
Plot grafik memberikan perubahan yang lebih baik terhadap penurunan
kadar asam lemak bebas dibandingkan dengan grafik-grafik sebelumnya. Diperoleh
kondisi perendaman optimum dalam analisa kadar FFA minyak jelantah.
Perubahan terjadi, khususnya untuk minyak yang mengalaami penggorengan
selama 4 jam dengan lama waktu perendaman ampas tebu 2x24 jam.
Hal ini juga membuktikan bahwa ukuran partikel ampas tebu juga
turut mempengaruhi daya absorpsinya untuk menyerap sejumlah asam lemak
bebas yang terikat pada minyak jelantah. Artinya, semakin kecil ukuran
partikel ampas tebu, maka kemampuan absorpsi akan semakin baik. Tentunya
hal ini juga didukung oleh lamanya waktu perendaman optimum ampas tebu
dalam minyak jelantah untuk melakukan proses absorpsi.
13
Semakin lama perendaman, angka penyabunan yang diperlihatkan semakin
menurun atau makin kecil. Namun angka penyabunan ini cukup besar mengingat
minyak selama 2, 4, dan 6 jam memiliki angka penyabunan hanya
171,6535;172,0644; dan 164,8890. Sedangkan hasil penelitian menunjukkan angka
penyabunan pada minyak setelah diolah justru semakin meningkat.
Secara sekilas dapat dilihat bahwa semakin lama waktu perendaman, maka
angka penyabunan pada minyak akan semakin kecil, akibat adanya daya absorpsi
yang bekerja secara maksimal.
Sama halnya dengan Grafik 4.7, grafik di atas juga memperlihatkan
angka penyabunan yang semakin lama perendaman semakin kecil pula angka
penyabunan. Namun sama pula seperti grafik sebelumnya, bahwa penelitian
menunjukkan kenaikan angka penyabunan setelah minyak itu diolah. Untuk laju
penurunan angka penyabunan pada grafik ini, perubahan tidak terjadi secara
14
drastis. Pada waktu perendaman selama 1x24 jam dan 2x24 jam, terjadi perubahan
yang begitu kecil.
Tetapi lain halnya dengan perendaman selama 3x24 jam. Perubahan
yang tidak begitu besar ini diseBABkan karena daya absorpsi dalam rentang waktu
perendaman ampas tebu tidak begitu jauh berbeda. Ukuran partikel ampas tebu
yang semakin kecil juga sangat mempengaruhi kemampuan ampas tebu dalam
mengabsorpsi. Semakin kecil ukuran partikel ampas tebu, maka proses absorpsi
akan berjalan semakin baik. Dapat dibandingkan dengan Grafik 4.7, bahwa
penurunan angka penyabunan jauh lebih baik, yang didukung dengan waktu
perendaman ampas tebu yang semakin lama yaitu 3x24 jam. Kondisi optimum
untuk angka penyabunan terkecil belum ditemui pada hasil analisa Grafik 4.8 ini.
Berbeda dengan kedua grafik sebelumnya, hasil penelitian yang tergambar
pada grafik di atas menunjukkan angka penyabunan yang semakin kecil. Angka
penyabunan yang paling kecil adalah 161,5042, yaitu pada minyak 6 jam
penggorengan yang direndam dengan ampas tebu selama 1x24 jam. Hal ini
membuktikan bahwa ukuran partikel ampas tebu yang semakin kecil dapat
membantu menurunkan angka penyabunan pada minyak.
Terjadi satu kali kenaikan besarnya angka penyabunan, terutama untuk
minyak jelantah dengan lama penggorengan 6 jam dengan waktu perendaman
2x24 jam. Kemudian pada perendaman 3x24 jam, minyak jelantah ini mengalami
kenaikan yang sangat kecil sekali. Hal ini diseBABkan karena minyak sudah begitu
jenuh, sehingga ukuran partikel dan lama perendaman ampas tebu sangat sedikit
mempengaruhi kerja absorpsi serta perubahan angka penyabunan.
Dalam analisa Grafik 4.9 ini ditemukan kondisi optimum, dimana nilai
angka penyabunan terkecil dapat diperoleh, dan dapat disimpulkan bahwa diameter
serta lama waktu perendaman cukup besar mempengaruhi perubahan besarnya
angka penyabunan pada minyak jelantah ini.
15
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan beberapa
hal, antara lain :
1. Absorben yang umum digunakan dalam proses pemucatan minyak terdiri
dari tanah pemucat (bleaching earth), arang pemucat (bleaching carbon), dan
serat. Ampas tebu merupakan serat yang dapat digunakan sebagai absorben
untuk mengikat pengotor pada minyak.
2. Kadar air dalam minyak dapat diturunkan hingga 0,0050 %, kadar FFA
minyak bekas pakai dapat diturunkan hingga 0,0999%, dan angka
penyabunan dapat mencapai angka masih dapat digunakan kembali
untuk berbagai keperluan. penjernihan minyak yang diharapkan. Dari hasil
penelitian membuktikan bahwa waktu yang optimal adalah 2x24 jam.
3. Semakin kecil diameter partikel absorben (ampas tebu), pada penelitian
ini yaitu 150 µm, maka penyerapan zat pengotor berlangsung
semakin optimal.
5.2 Saran
Dengan metode ini diharapakan masyarakat menjadi tahu pengolahan minyah
jelantah dengan menggunakan metode serat ampas tebu ini. Selain bahan yang
mudah, pelaksanaan-nya pun dapat dilakukan dengan mudah
16
DAFTAR PUSTAKA
Antonia, Yulian Taurista, dkk. “Komposit Lamina Bambu Serat Woven Sebagai
Bahan Alternatif Pengganti Fiberglass Pada Kulit Kapal”. Teknik
Material, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
ASTM, 2006, Standards and Literature References for Composite Materials, “American
Society for Testing and Materials”, Philadelphia, PA
Biro Klasifikasi Indonesia, 2006.”Rules and Regulation for The Classification and
Construction of Ships”, Jakarta E. P Popov, 1996. ”Mekanika Teknik”. Edisi ke- 2,
Erlangga, Bandung
Gibson, F Ronald, 1994.“Principles of Composite Material Mechanics”. Internasional
Edition, MC.Graw – Hill Inc, New York.
Joko Sisworo, Sarjito, 2005. “Catatan Kuliah Mata Kuliah Kapal Non-ferro”. Teknik
Perkapalan, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro
Jones, R. M, 1975. ”Mechanics of Composite Materials”. Scripta Book Company, Washington
DC
Kristanto, 2007. “Analisa Teknis dan Ekonomis Penggunaan Serat Ijuk Sebagai
Alternatif Bahan Komposit Pembuatan Kulit Kapal Ditinjau Dari Kekuatan
Tarik”. Tugas Akhir Teknik Perkapalan, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.
Ratnanto Fitriadi, 2005.”Upaya Penurunan Biaya Produksi Dengan Memanfaatkan
Ampas Tebu Sebagai Pengganti Bahan Penguat Dalam Proses Produksi Asbes Semen”. Jurusan Teknik Industri, fakultas Teknik, UMS
Van Vlack, L. H, 1992. “Ilmu dan Teknologi
Bahan”. Edisi ke-5, Erlangga, Bandung
Widayanto, R. Dimas, 2004. ”Kekuatan Tarik Material Komposit Serat Bambu Pada
Matriks Polyester Resin Yang Mengalami Proses Two Step Curing”. Tugas Akhir
Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.
Web Site
2008. http://www.en.wikipedia.org/ 2008. http://www.chemistry.org/
2008. http://www.indonesiacomposite.org/.col. htm 2008. http://www.bmtpc.org/