Abses Peritonsiler & Retrofaring
-
Upload
isabella-rosellini -
Category
Documents
-
view
67 -
download
2
Transcript of Abses Peritonsiler & Retrofaring
ABSES PERITONSIL DAN
ABSES RETROFARING
Dwi Priyadi Djatmiko 0710710004
Jefry Pratama 0710710029
Cynthia Mayasari 0710710095
Isabella Rosellini 0710710109
1
Abses peritonsil terbentuk oleh karena penyebaran infeksi tenggorok ke salah satu ruangan aereolar yang longgar disekitar faring menyebabkan pembentukan abses, menembus kapsul tonsil tetapi tetap dalam batas otot konstriktor faring.
Kumpulan pus yang terlokalisir pada jaringan peritonsillar sebagai hasil dari suppurative tonsillitis.
Abses peritonsil
2
Epidemiologi
Usia: umur 10-60 tahun, umur 10-60 tahun Jenis kelamin perempuan = laki-laki
Etiologi
Aerob :Streptococcus pyogenes (Group A Beta-hemolitik streptoccus), Staphylococcus aureus, dan Haemophilus influenzae.
Anaerob: Fusobacterium, Prevotella, Porphyromonas, Fusobacterium, dan Peptostreptococcus spp.
3
Patofisiologi
Unknown kemajuan (progression) episode tonsillitis eksudatif pertama menjadi peritonsillitis pembentukan abses yang sebenarnya (frank abscess formation).
Daerah superior dan lateral fosa tonsilaris jaringan ikat longgar, sehingga terjadi infiltrasi supurasi ke ruang potensial peritonsil tersering menempati daerah ini tampak palatum mole membengkak.
Abses peritonsil bagian inferior, namun jarang.
4
Pada stadium permulaan, (stadium infiltrat): bengkak
tampak juga permukaan yang hiperemis Bila proses
berlanjut, daerah tersebut lebih lunak dan berwarna kekuning-
kuningan Tonsil terdorong ke tengah, depan, dan bawah,
uvula bengkak dan terdorong ke sisi kontra lateral dapat pula
menyebabkan iritasi pada m.pterigoid interna timbul trismus.
Abses dapat pecah spontan, sehingga dapat terjadi aspirasi ke
paru.
5
Gejala KlinisGejala dan tanda tonsilitis akut :• Odinofagia (nyeri menelan) yang hebat• Gejala demam• muntah (regurgitasi) • mulut berbau (foeter ex ore)• Suara sengau (rinolalia)• kadang-kadang trismus, serta pembengkakan kelenjar submandibula dengan nyeri
tekan.• Bila ada nyeri di leher (neck pain) dan atau terbatasnya gerakan leher (limitation in
neck mobility), maka ini dikarenakan lymphadenopathy dan peradangan otot tengkuk (cervical muscle inflammation).
Kasus berat: • disfagia yang nyata• nyeri alih ke telinga pada sisi yang terkena• hipersalivasi, dan khususnya trismus.• Pembengkakan mengganggu artikulasi dan jika nyata, bicara menjadi sulit dan
bergumam. 12
Diagnosis
Pemeriksaan Fisik• Terlihat pembengkakan peritonsilaris yang luas,
mendorong uvula melewati garis tengah• edema dari palatum mole dan penonjolan dari
jaringan ini ke arah garis tengah• Tonsil bengkak, hiperemis, mungkin banyak detritus
dan terdorong kearah tengah, depan dan bawah. Palpasi, jika mungkin, membantu membedakan abses dari selulitis
13
Pemeriksaan Penunjang
Prosedur diagnosis:
• Needle aspiration purulen• Hitung darah lengkap (complete blood count) dan
kultur darah (blood cultures)• “throat swab and culture”• Tes Monospot (antibodi heterophile) perlu dilakukan
pada pasien dengan tonsillitis dan bilateral cervical lymphadenopathy (+) ada hepatosplenomegali LFT
• Foto polos, CT scan, Ultrasound
14
Terapi
Stadium infiltrasi: antibiotika dosis tinggi (penisilin 600.000-
1.200.000 unit atau ampisilin/amoksisilin 3-4 x 250-500 mg atau
sefalosporin 3-4 x 250-500 mg, metronidazol 3-4 x 250-500 mg)
Abses : pungsi untuk mengeluarkan nanah.
Obat simtomatik.
Kumur-kumur dengan cairan hangat dan kompres dingin pada
leher.
Ada trismus analgesia lokal Xylocain atau Novocain 1% di ganglion sfenopalatum.
Tonsilektomi = indikasi absolut untuk abses peritonsilaris berulang atau abses yang meluas pada ruang jaringan sekitarnya.
Penggunaan steroids masih kontroversial.
Komplikasi
1. Abses pecah spontan perdarahan, aspirasi paru atau piemia.
2. Penjalaran infeksi dan abses ke daerah parafaring, abses parafaring masuk ke mediastinum mediastinitis.
3. Penjalaran ke daerah intrakranial thrombus sinus kavernosus, meningitis, dan abses otak
Prognosis
Abses peritonsil hampir selalu berulang bila tidak diikuti dengan tonsilektomi.
Tonsilektomi sebaiknya ditunda sampai 6 minggu setelah episode infeksi pada saat tersebut peradangan telah mereda
suatu peradangan yang disertai pembentukan pus pada daerah retrofaring sumber infeksi pada ruang retrofaring berasal dari proses infeksi di hidung, adenoid, nasofaring dan sinus paranasal, yang menyebar ke kelenjar limfe retrofaring.
Abses Retrofaring
20
21
Epidemiologi
pada usia tersebut ruang retrofaring masih berisi kelenjar limfe (nodes of Rouviere), masing-masing 2-5 buah pada sisi kanan dan kiri. Kelenjar ini menampung aliran limfe dari hidung, sinus paranasal, nasofaring, tuba Eustachius dan telinga tengah. Pada usia diatas 6 tahun kelenjar limfa akan mengalami atrofi
Usia : < 5 Tahun
(1) infeksi saluran napas atas yang menyebabkan limfadenitis retrofaring.
(2) Trauma dinding belakang faring oleh benda asing seperti tulang ikan atau tindakan medis, seperti adenoidektomi, intubasi endotrakea dan endoskopi.
(3) Tuberkulosis vertebra servikalis bagian atas dimana pus secara langsung menyebar melalui ligamentum longitudinal anterior.
(4) Infeksi TBC pada kelenjar limfe retrofaring yang menyebar dari kelenjar limfe servikal.
Etiologi
22
Pada anak yang lebih tua atau dewasa terjadi sekunder
akibat dari penyebaran abses spatium parafaringeum atau
gangguan traumatik dari batas dinding faring posterior oleh
trauma yang berasal dari benda asing. Pada anak-anak akumulasi pus antara dinding faring
posterior dan fasia prevertebra yang terjadi akibat supurasi
dan pecahnya nodi limfatisi pada jaringan retrofaring
Nodi-nodi ini terletak anterior terhadap vertebra servikalis
kedua dan pada anak-anak yang lebih tua tidak ditemukan
lagi.
23
Manisfestasi klinis
Gejala dan tanda klinis yang sering dijumpai pada anak :• Demam• Sukar dan nyeri menelan, menyebabkan anak
menangis terus (rewel) dan tidak mau makan atau minum.
• Croupy cough• Suara sengau• Dinding posterior faring membengkak (bulging)
dan hiperemis pada satu sisi.• Pada palpasi teraba massa yang lunak,
berfluktuasi dan nyeri tekan.
25
• Pembesaran kelenjar limfe leher (biasanya unilateral).
• Pada keadaan lanjut keadaan umum anak menjadi lebih buruk, dan bias dijumpai adanya :
• Kekakuan otot leher (neck stiffness) disertai nyeri pada pergerakan. Dapat ditemukan adanya torticollis (leher terputar ke arah terbentuknya abses yang diikuti dengan hiperekstensi leher).
• Obstruksi saluran nafas seperti mengorok, stridor, dispnea.
26
Gejala orang dewasa ≠ berat dibandingkan dengan anak.
• Dari anamnesis riwayat tertusuk benda asing pada dinding posterior faring, pasca tindakan endoskopi atau adanya riwayat batuk kronis.
Gejala yang dapat dijumpai adalah :• Demam• Sukar dan nyeri menelan• Rasa sakit di leher (neck pain)• Keterbatasan gerak leher • Dispnea• Pada bentuk kronis, perjalanan penyakit lambat
dan tidak begitu khas sampai terjadi pembengkakan yang besar dan menyumbat hidung serta saluran nafas. 27
Diagnosis
Berdasarkan riwayat infeksi saluran napas bagian atas atau trauma.
Pemeriksaan penunjang foto rontgen jaringan lunak leher lateral.
Pada foto rontgen akan tampak pelebaran ruang retrofaring (level C2) lebih dari 7 mm pada anak dan dewasa serta pelebaran retrotrakeal (level C6) lebih dari 14 mm pada anak dan lebih dari 22 mm pada orang dewasa.
Dapat terlihat berkurangnya lordosis vertebra servikal akibat spasme dari otot prevertebral.
28
Radiografi
jaringan lunak lateral leher menunjukkan bayangan jaringan lunak yang jelas antara saluran udara faring dan korpus vertebra servikalis.
Pada fase akut dapat ditemukan air-fluid level dan gas.
Pada fase kronis ditemukan bayangan homogenous pada prevertebral. Laring dan trakea ditunjukkan dalam posisi ke arah depan.
Jika terdapat keraguan mengenai radiografi, maka dapat dipertegas dengan radiografi penelanan barium.
29
Terapi
Mempertahankan jalan nafas yang adekuat :
– posisi pasien supine dengan leher ekstensi
– pemberian O2– intubasi endotrakea dengan
visualisasi langsung / intubasi fiber optik
– trakeostomi / krikotirotomi
Antibiotik parenteral
Antibiotik kuman aerob dan anaerob, gram positip dan gram negatif.
kombinasi Penisilin G dan Metronidazole sebagai terapi utama, tetapi sejak dijumpainya peningkatan kuman yang menghasilkan B–laktamase kombinasi obat ini sudah banyak ditinggalkan.
Pilihan utama adalah clindamycin yang dapat diberikan tersendiri atau dikombinasikan dengan sefalosporin generasi kedua (cefuroxime ) atau beta–lactamase–resistant penicillin seperti ticarcillin/clavulanate, piperacillin/tazobactam, ampicillin/sulbactam.
Pemberian antibiotik biasanya dilakukan selama lebih kurang 10 hari.
• Simtomatis• Bila terdapat dehidrasi, diberikan cairan untuk
memperbaiki keseimbangan cairan elektrolit.• Pada infeksi Tuberkulosis diberikan obat tuberkulostatika.
Terapi
Operatif
– Aspirasi pus (needle aspiration)– Insisi dan drainase :
• Pendekatan intra oral (transoral) : untuk abses yang kecil dan terlokalisir.
• Pendekatan eksterna (external approach) baik secara anterior atau posterior : untuk abses yang besar dan meluas ke arah hipofaring.
• Pendekatan anterior membuat insisi secara horizontal mengikuti garis kulit setingkat krikoid atau pertengahan antara tulang hioid dan klavikula.
• Pendekatan posterior melakukan insisi pada batas posterior m. sternokleidomastoideus.
Komplikasi
(1)penjalaran ke ruang parafaring, ruang vaskuler visera
(2)Mediastinitis
(3)obstruksi jalan napas sampai asfiksia
(4)Bila pecah spontan, dapat menyebkan pneumonia dan abses paru.
TERIMA KASIH
35