Abses Peritonsiler & Retrofaring

26
ABSES PERITONSIL DAN ABSES RETROFARING Dwi Priyadi Djatmiko 0710710004 Jefry Pratama 0710710029 Cynthia Mayasari 0710710095 Isabella Rosellini 0710710109 1

Transcript of Abses Peritonsiler & Retrofaring

Page 1: Abses Peritonsiler & Retrofaring

ABSES PERITONSIL DAN

ABSES RETROFARING

Dwi Priyadi Djatmiko 0710710004

Jefry Pratama 0710710029

Cynthia Mayasari 0710710095

Isabella Rosellini 0710710109

1

Page 2: Abses Peritonsiler & Retrofaring

Abses peritonsil terbentuk oleh karena penyebaran infeksi tenggorok ke salah satu ruangan aereolar yang longgar disekitar faring menyebabkan pembentukan abses, menembus kapsul tonsil tetapi tetap dalam batas otot konstriktor faring.

Kumpulan pus yang terlokalisir pada jaringan peritonsillar sebagai hasil dari suppurative tonsillitis.

Abses peritonsil

2

Page 3: Abses Peritonsiler & Retrofaring

Epidemiologi

Usia: umur 10-60 tahun, umur 10-60 tahun Jenis kelamin perempuan = laki-laki

Etiologi

Aerob :Streptococcus pyogenes (Group A Beta-hemolitik streptoccus), Staphylococcus aureus, dan Haemophilus influenzae.

Anaerob: Fusobacterium, Prevotella, Porphyromonas, Fusobacterium, dan Peptostreptococcus spp.

3

Page 4: Abses Peritonsiler & Retrofaring

Patofisiologi

Unknown kemajuan (progression) episode tonsillitis eksudatif pertama menjadi peritonsillitis pembentukan abses yang sebenarnya (frank abscess formation).

Daerah superior dan lateral fosa tonsilaris jaringan ikat longgar, sehingga terjadi infiltrasi supurasi ke ruang potensial peritonsil tersering menempati daerah ini tampak palatum mole membengkak.

Abses peritonsil bagian inferior, namun jarang.

4

Page 5: Abses Peritonsiler & Retrofaring

Pada stadium permulaan, (stadium infiltrat): bengkak

tampak  juga permukaan yang hiperemis Bila proses

berlanjut, daerah tersebut lebih lunak dan berwarna kekuning-

kuningan Tonsil terdorong ke tengah, depan, dan bawah,

uvula bengkak dan terdorong ke sisi kontra lateral dapat pula

menyebabkan iritasi pada m.pterigoid interna timbul trismus.

Abses dapat pecah spontan, sehingga dapat terjadi aspirasi ke

paru.

5

Page 6: Abses Peritonsiler & Retrofaring

Gejala KlinisGejala dan tanda tonsilitis akut :• Odinofagia (nyeri menelan) yang hebat• Gejala demam• muntah (regurgitasi) • mulut berbau (foeter ex ore)• Suara sengau (rinolalia)• kadang-kadang trismus, serta pembengkakan kelenjar submandibula dengan nyeri

tekan.• Bila ada nyeri di leher (neck pain) dan atau terbatasnya gerakan leher (limitation in

neck mobility), maka ini dikarenakan lymphadenopathy dan peradangan otot tengkuk (cervical muscle inflammation).

Kasus berat: • disfagia yang nyata• nyeri alih ke telinga pada sisi yang terkena• hipersalivasi, dan khususnya trismus.• Pembengkakan mengganggu artikulasi dan jika nyata, bicara menjadi sulit dan

bergumam. 12

Page 7: Abses Peritonsiler & Retrofaring

Diagnosis

Pemeriksaan Fisik• Terlihat pembengkakan peritonsilaris yang luas,

mendorong uvula melewati garis tengah• edema dari palatum mole dan penonjolan dari

jaringan ini ke arah garis tengah• Tonsil bengkak, hiperemis, mungkin banyak detritus

dan terdorong kearah tengah, depan dan bawah. Palpasi, jika mungkin, membantu membedakan abses dari selulitis

13

Page 8: Abses Peritonsiler & Retrofaring

Pemeriksaan Penunjang

Prosedur diagnosis:

• Needle aspiration purulen• Hitung darah lengkap (complete blood count) dan

kultur darah (blood cultures)• “throat swab and culture”• Tes Monospot (antibodi heterophile) perlu dilakukan

pada pasien dengan tonsillitis dan bilateral cervical lymphadenopathy (+) ada hepatosplenomegali LFT

• Foto polos, CT scan, Ultrasound

14

Page 9: Abses Peritonsiler & Retrofaring

Terapi

Stadium infiltrasi: antibiotika dosis tinggi (penisilin 600.000-

1.200.000 unit atau ampisilin/amoksisilin 3-4 x 250-500 mg atau

sefalosporin 3-4 x 250-500 mg, metronidazol 3-4 x 250-500 mg)

Abses : pungsi untuk mengeluarkan nanah.

Obat simtomatik.

Kumur-kumur dengan cairan hangat dan kompres dingin pada

leher.

Page 10: Abses Peritonsiler & Retrofaring

Ada trismus analgesia lokal Xylocain atau Novocain 1% di ganglion sfenopalatum.

Tonsilektomi = indikasi absolut untuk abses peritonsilaris berulang atau abses yang meluas pada ruang jaringan sekitarnya.

Penggunaan steroids masih kontroversial.

Page 11: Abses Peritonsiler & Retrofaring

Komplikasi

1. Abses pecah spontan perdarahan, aspirasi paru atau piemia.

2. Penjalaran infeksi dan abses ke daerah parafaring, abses parafaring masuk ke mediastinum mediastinitis.

3. Penjalaran ke daerah intrakranial thrombus sinus kavernosus, meningitis, dan abses otak

Page 12: Abses Peritonsiler & Retrofaring

Prognosis

Abses peritonsil hampir selalu berulang bila tidak diikuti dengan tonsilektomi.

Tonsilektomi sebaiknya ditunda sampai 6 minggu setelah episode infeksi pada saat tersebut peradangan telah mereda

Page 13: Abses Peritonsiler & Retrofaring

suatu peradangan yang disertai pembentukan pus pada daerah retrofaring sumber infeksi pada ruang retrofaring berasal dari proses infeksi di hidung, adenoid, nasofaring dan sinus paranasal, yang menyebar ke kelenjar limfe retrofaring.

Abses Retrofaring

20

Page 14: Abses Peritonsiler & Retrofaring

21

Epidemiologi

pada usia tersebut ruang retrofaring masih berisi kelenjar limfe (nodes of Rouviere), masing-masing 2-5 buah pada sisi kanan dan kiri. Kelenjar ini menampung aliran limfe dari hidung, sinus paranasal, nasofaring, tuba Eustachius dan telinga tengah. Pada usia diatas 6 tahun kelenjar limfa akan mengalami atrofi

Usia : < 5 Tahun

Page 15: Abses Peritonsiler & Retrofaring

(1) infeksi saluran napas atas yang menyebabkan limfadenitis retrofaring.

(2) Trauma dinding belakang faring oleh benda asing seperti tulang ikan atau tindakan medis, seperti adenoidektomi, intubasi endotrakea dan endoskopi.

(3) Tuberkulosis vertebra servikalis bagian atas dimana pus secara langsung menyebar melalui ligamentum longitudinal anterior.

(4) Infeksi TBC pada kelenjar limfe retrofaring yang menyebar dari kelenjar limfe servikal.

Etiologi

22

Page 16: Abses Peritonsiler & Retrofaring

Pada anak yang lebih tua atau dewasa terjadi sekunder

akibat dari penyebaran abses spatium parafaringeum atau

gangguan traumatik dari batas dinding faring posterior oleh

trauma yang berasal dari benda asing. Pada anak-anak akumulasi pus antara dinding faring

posterior dan fasia prevertebra yang terjadi akibat supurasi

dan pecahnya nodi limfatisi pada jaringan retrofaring

Nodi-nodi ini terletak anterior terhadap vertebra servikalis

kedua dan pada anak-anak yang lebih tua tidak ditemukan

lagi.

23

Page 17: Abses Peritonsiler & Retrofaring

Manisfestasi klinis

Gejala dan tanda klinis yang sering dijumpai pada anak :• Demam• Sukar dan nyeri menelan, menyebabkan anak

menangis terus (rewel) dan tidak mau makan atau minum.

• Croupy cough• Suara sengau• Dinding posterior faring membengkak (bulging)

dan hiperemis pada satu sisi.• Pada palpasi teraba massa yang lunak,

berfluktuasi dan nyeri tekan.

25

Page 18: Abses Peritonsiler & Retrofaring

• Pembesaran kelenjar limfe leher (biasanya unilateral).

• Pada keadaan lanjut keadaan umum anak menjadi lebih buruk, dan bias dijumpai adanya :

• Kekakuan otot leher (neck stiffness) disertai nyeri pada pergerakan. Dapat ditemukan adanya torticollis (leher terputar ke arah terbentuknya abses yang diikuti dengan hiperekstensi leher).

• Obstruksi saluran nafas seperti mengorok, stridor, dispnea.

26

Page 19: Abses Peritonsiler & Retrofaring

Gejala orang dewasa ≠ berat dibandingkan dengan anak.

• Dari anamnesis riwayat tertusuk benda asing pada dinding posterior faring, pasca tindakan endoskopi atau adanya riwayat batuk kronis.

Gejala yang dapat dijumpai adalah :• Demam• Sukar dan nyeri menelan• Rasa sakit di leher (neck pain)• Keterbatasan gerak leher • Dispnea• Pada bentuk kronis, perjalanan penyakit lambat

dan tidak begitu khas sampai terjadi pembengkakan yang besar dan menyumbat hidung serta saluran nafas. 27

Page 20: Abses Peritonsiler & Retrofaring

Diagnosis

Berdasarkan riwayat infeksi saluran napas bagian atas atau trauma.

Pemeriksaan penunjang foto rontgen jaringan lunak leher lateral.

Pada foto rontgen akan tampak pelebaran ruang retrofaring (level C2) lebih dari 7 mm pada anak dan dewasa serta pelebaran retrotrakeal (level C6) lebih dari 14 mm pada anak dan lebih dari 22 mm pada orang dewasa.

Dapat terlihat berkurangnya lordosis vertebra servikal akibat spasme dari otot prevertebral.

28

Page 21: Abses Peritonsiler & Retrofaring

Radiografi

jaringan lunak lateral leher menunjukkan bayangan jaringan lunak yang jelas antara saluran udara faring dan korpus vertebra servikalis.

Pada fase akut dapat ditemukan air-fluid level dan gas.

Pada fase kronis ditemukan bayangan homogenous pada prevertebral. Laring dan trakea ditunjukkan dalam posisi ke arah depan.

Jika terdapat keraguan mengenai radiografi, maka dapat dipertegas dengan radiografi penelanan barium.

29

Page 22: Abses Peritonsiler & Retrofaring

Terapi

Mempertahankan jalan nafas yang adekuat :

– posisi pasien supine dengan leher ekstensi

– pemberian O2– intubasi endotrakea dengan

visualisasi langsung / intubasi fiber optik 

– trakeostomi / krikotirotomi

Page 23: Abses Peritonsiler & Retrofaring

Antibiotik parenteral

Antibiotik kuman aerob dan anaerob, gram positip dan gram negatif.

kombinasi Penisilin G dan Metronidazole sebagai terapi utama, tetapi sejak dijumpainya peningkatan kuman yang menghasilkan B–laktamase kombinasi obat ini sudah banyak ditinggalkan.

Pilihan utama adalah clindamycin yang dapat diberikan tersendiri atau dikombinasikan dengan sefalosporin generasi kedua (cefuroxime ) atau beta–lactamase–resistant penicillin seperti ticarcillin/clavulanate, piperacillin/tazobactam, ampicillin/sulbactam.

Pemberian antibiotik biasanya dilakukan selama lebih kurang 10 hari.

• Simtomatis• Bila terdapat dehidrasi, diberikan cairan untuk

memperbaiki keseimbangan cairan elektrolit.• Pada infeksi Tuberkulosis diberikan obat tuberkulostatika.

Terapi

Page 24: Abses Peritonsiler & Retrofaring

Operatif

– Aspirasi pus (needle aspiration)– Insisi dan drainase :

• Pendekatan intra oral (transoral) : untuk abses yang kecil dan terlokalisir.

• Pendekatan eksterna (external approach) baik secara anterior atau posterior : untuk abses yang besar dan meluas ke arah hipofaring.

• Pendekatan anterior membuat insisi secara horizontal mengikuti garis kulit setingkat krikoid atau pertengahan antara tulang hioid dan klavikula.

• Pendekatan posterior  melakukan insisi pada batas posterior m. sternokleidomastoideus.

Page 25: Abses Peritonsiler & Retrofaring

Komplikasi

(1)penjalaran ke ruang parafaring, ruang vaskuler visera

(2)Mediastinitis

(3)obstruksi jalan napas sampai asfiksia

(4)Bila pecah spontan, dapat menyebkan pneumonia dan abses paru.

Page 26: Abses Peritonsiler & Retrofaring

TERIMA KASIH

35