abses paru

24
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 1920, diperkirakan sepertiga penderita abses paru meninggal; Dr. David Smith meneliti bahwa aspirasi bakteri merupakan patomekanisme terjadinya infeksi. Dalam suatu otopsi, Smith mengamati bakteri yang ditemukan pada dinding abses paru menyerupai bakteri yang dijumpai pada celah gusi. 2 Pada masa sebelum antibiotik ditemukan, abses paru merupakan penyakit yang sangat mematikan, dimana sepertiga dari pasien meninggal, sepertiga lainnya sembuh, dan sisanya menyebabkan morbiditas berupa abses berulang, empiema kronik, bronkiektasis, dan konsekuensi lainnya dari infeksi piogenik kronik. Pada masa awal antibiotik ditemukan, sulfonamide tidak menyebabkan banyak perbaikan pada pasien dengan abses paru hingga saat ditemukannya penisilin dan tetrasiklin. Walaupun di masa lampau bedah reseksi sering dianggap sebagai penanganan abses paru, peran bedah telah banyak berkurang karena kebanyakan pasien dengan abses paru tanpa komplikasi dapat memberi respon yang baik dengan terapi antibiotik jangka panjang. 2

description

liab

Transcript of abses paru

Page 1: abses paru

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada tahun 1920, diperkirakan sepertiga penderita abses paru meninggal; Dr.

David Smith meneliti bahwa aspirasi bakteri merupakan patomekanisme

terjadinya infeksi. Dalam suatu otopsi, Smith mengamati bakteri yang ditemukan

pada dinding abses paru menyerupai bakteri yang dijumpai pada celah gusi.2

Pada masa sebelum antibiotik ditemukan, abses paru merupakan penyakit

yang sangat mematikan, dimana sepertiga dari pasien meninggal, sepertiga

lainnya sembuh, dan sisanya menyebabkan morbiditas berupa abses berulang,

empiema kronik, bronkiektasis, dan konsekuensi lainnya dari infeksi piogenik

kronik. Pada masa awal antibiotik ditemukan, sulfonamide tidak menyebabkan

banyak perbaikan pada pasien dengan abses paru hingga saat ditemukannya

penisilin dan tetrasiklin. Walaupun di masa lampau bedah reseksi sering dianggap

sebagai penanganan abses paru, peran bedah telah banyak berkurang karena

kebanyakan pasien dengan abses paru tanpa komplikasi dapat memberi respon

yang baik dengan terapi antibiotik jangka panjang.2

Berdasarkan penyebabnya, abses paru dapat dibagi menjadi dua, yakni abses

primer dan abses sekunder. Abses primer muncul karena nekrosis parenkim paru

(akibat pneumonitis, infeksi, dan neoplasma) ataupun pneumonia pada orang

normal. Sedangkan abses sekunder dapat disebabkan karena kondisi sebelumnya

seperti septik emboli (misalnya endokarditis sisi kanan), obstruksi bronkus

(misalnya aspirasi benda asing), bronkiektasis, ataupun pada kasus

immunocompromised.1,2,6

Page 2: abses paru

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian

Abses paru ialah peradangan di jaringan paru yang menimbulkan nekrosis

dengan pengumpulan nanah. Abses paru adalah infeksi destruktif berupa lesi

nekrotik pada jarngann paru yang terlokalisir sehingga membentuk kavitas yang

berisi nanah (pus) dalam parenkim paru pada satu lobus atau lebih. Abses paru

harus dibedakan dengan kavitas pada pasien tuberculosis paru.1,4

2.2. Anatomi dan Fisiologi Paru

Gambar 1 Sistem Pernapasan

Paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut, dan terletak dalam

rongga dada atau thoraks. Mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa

pembuluh darah besar memisahkan paru tersebut. Setiap paru mempunyai apeks

dan dasar. Pembuluh darah paru dan bronkial, bronkus, saraf dan pembuluh limfe

memasuki tiap paru pada bagian hilus dan membentuk akar paru. Paru kanan lebih

besar daripada paru kiri dan dibagi menjadi tiga lobus oleh fissure interlobaris.

Paru kiri dibagi menjadi dua lobus.

Lobus-lobus tersebut dibagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan

segmen bronkusnya. Suatunlapisan tipis kontinu yang mengandung kolagen dan

jaringan elastis, dikenal sebagai pleura, melapisi rongga dada (pleura parietalis)

dan menyelubungi setiap paru (pleura visceralis).(patofis)

Page 3: abses paru

Paru-paru berfungsi sebagai alat pernapasan atau respirasi. Respirasi

adalah keseluruhan proses yang melaksaakan pemindahan pasif O2 dari atmosfer

ke jaringan untuk menunjang metabolism sel, serta pemindahan pasif terus-

menerus CO2 yang dihasillkan oleh metabolism dari jaringan ke atmosfir. Sistem

pernapasan berpera dalam homeostasis dengan mempertukaran O2 dan CO2 antara

system pernapasan dan jaringan.5

Ada tiga factor yang mempertahankan tekanan negative yang normal ini.

Pertama, jaringan elastis paru memberikan kekuatan kontinu yang cenderung

menarik menjauh dari rangka thoraks. Factor kedua dalam mempertahankan

tekanan negative intrapleura adalah kekuatan osmotic yang terdapat diseluruh

membrane pleura. Factor ketiga yang mendukung tekanan negative intrapleura

adalah kekuatan pompa limfatik.

2.3. Epidemiologi

Berdasarkan jenis kelamin, abses paru lebih sering terjadi pada laki-laki

dibanding perempuan. Abses paru lebih sering terjadi pada pasien usia lanjut

karena peningkatan kejadian penyakit periodontal dan peningkatan prevalensi

disfagia dan aspirasi. Namun, serangkaian kasus abses paru di pusat perkotaan

dengan prevalensi tinggi alkoholisme melaporkan rata-rata penderita abses baru

berusia 41 tahun.1,2

2.4. Etiologi

Berbagai infeksi dapat menyebabkan terjadinya abses paru. Bakteri anaerob

merupakan penyebab terbanyak yang ditemukan. Studi yang dilakukan Barlett et

al. (1974) mendapatkan 46% abses paru disebabkan hanya oleh bakteri anaerob,

sedangkan 43% campuran bakteri anaerob dan aerob. Bakteri anaerob ini

ditemukan terutama pada saluran napas atas dan paling banyak terdapat pada

penyakit oral dan ginggiva.1,6

Pada pasien immunocompromised spektrum kuman patogen penyebab abses

paru sedikit berbeda. Pada pasien AIDS kebanyakan kumannya adalah bakteri

Page 4: abses paru

aerob, P. Carinii, jamur, Cryptococcus neoformans, dan Mycobacterium

tuberculosis.1,9

Berikut merupakan infeksi yang dapat menyebabkan lesi kavitas pada paru.8

Penyebab Contoh (Kelainan)

Organisme Aerob Burkholderia pseudomallei*

Klebsiella pneumonia*

Nocardia sp†

Pseudomonas aeruginosa*

Staphylococcus aureus‡

Streptococcus milleri‡

Other streptococci‡

Organisme Anaerob Actinomyces sp†

Bacteroides sp*

Clostridium sp†

Fusobacterium sp*

Peptostreptococcus sp‡

Prevotella sp*

Fungi Aspergillus sp (aspergillosis)

Blastomyces dermatitidis (blastomycosis)

Coccidioides immitis (coccidioidomycosis)

Cryptococcus neoformans (cryptococcosis)

Histoplasma capsulatum (histoplasmosis)

Pneumocystis jiroveci

Rhizomucor (mucormycosis)

Rhizopus sp (mucormycosis)

Sporothrix schenckii (sporotrichosis)

Mycobacteria Mycobacterium avium-cellulare

Mycobacterium kansasii

Mycobacterium tuberculosis

Parasit Entamoeba histolytica (amebiasis)

Page 5: abses paru

Echinococcus granulosus (echinococcosis)

Echinococcus multilocularis (echinococcosis)

Paragonimus westermani (paragonimiasis)

*Basil Gram negative

†Basil Gram positif

‡Kokkus Gram positif

Faktor predisposisi terjadinya abses paru:1,6,9

1.         Kondisi-kondisi yang memudahkan terjadinya aspirasi:

-     Gangguan kesadaran: alkoholisme, epilepsi/kejang sebab lain, gangguan

serebrovaskuler, anestesi umum, penyalahgunaan obat intravena, koma,

trauma, sepsis.

-      Gangguan esofagus dan saluran cerna lainnya: gangguan motilitas

-      Fistula trakeoesofageal

2.  Sebab-sebab iatrogenik

3.  Penyakit-penyakit periodontal

4.  Kebersihan mulut yang buruk

5.  Pencabutan gigi

6.  Pneumonia akut

7.  Immunosupresi

8.  Bronkiektasis

9.  Kanker paru

10. Infeksi saluran napas atas dan bawah yang belum teratasi. Pasien HIV yang

terkena abses paru pada umumnya mempunyai status immunocompromised

yang sangat jelek (kadar CD4 <50/mm3), dan kebanyakan didahului oleh

infeksi terutama infeksi paru.1

2.5. Patofisiologi

Bermacam-macam faktor yang berinteraksi dalam terjadinya abses paru

seperti daya tahan tubuh dan jenis dari mikroorganisme patogen yang menjadi

penyebab. Terjadinya abses paru biasanya melalui dua cara yaitu aspirasi dan

hematogen. Yang paling sering dijumpai adalah kelompok abses paru

Page 6: abses paru

bronkogenik yang termasuk akibat aspirasi, stasis sekresi, benda asing, tumor dan

striktur bronkial.1

Kebanyakan abses paru muncul sebagai komplikasi dari pneumonia

aspirasi akibat bakteri anaerob di mulut. Penderita abses paru biasanya memiliki

masalah periodontal (jaringan di sekitar gigi). Sejumlah bakteri yang berasal dari

celah gusi sampai di saluran pernafasan bawah dan menimbulkan infeksi. Tubuh

memiliki sistem pertahanan terhadap infeksi semacam ini, sehingga infeksi hanya

terjadi jika sistem pertahanan tubuh sedang menurun, seperti yang ditemukan pada

seseorang yang berada dalam keadaan tidak sadar atau sangat mengantuk karena

pengaruh obat penenang, obat bius atau penyalahgunaan alkohol. Selain itu dapat

pula terjadi pada penderita penyakit sistem saraf.1,2,8

Jika bakteri tersebut tidak dapat dimusnahkan oleh mekanisme pertahanan

tubuh, maka akan terjadi pneumonia aspirasi dan dalam waktu 7-14 hari kemudian

berkembang menjadi nekrosis yang berakhir dengan pembentukan abses.2,8

Pada striktur bronkial terjadi obstruksi bronkus dan terbawanya organisme

virulen dapat menyebabkan terjadinya infeksi pada daerah distal obstruksi

tersebut. Abses jenis ini banyak terjadi pada pasien bronkitis kronik karena

banyaknya mukus pada saluran napas bawahnya yang merupakan kultur media

yang sangat baik bagi organisme yang teraspirasi. Pada perokok usia lanjut

keganasan bronkogenik bisa merupakan dasar untuk terjadinya abses paru.1

Secara hematogen, yang paling sering terjadi adalah akibat septikemi atau

sebagai fenomena septik emboli, sekunder dari fokus infeksi dari bagian lain

tubuhnya seperti tricuspid valve endocarditis. Penyebaran hematogen ini

umumnya akan berbentuk abses multipel dan biasanya disebabkan oleh

stafilokokus. Penanganan abses multipel dan kecil lebih sulit dari abses singel

walaupun ukurannya besar. Secara umum diameter abses paru bervariasi dari

beberapa milimeter sampai dengan 5 cm atau lebih.1

Disebut abses primer bila infeksi diakibatkan aspirasi atau pneumonia yang

terjadi pada orang normal, sedangkan abses sekunder bila infeksi terjadi pada

orang yang sebelumnya sudah mempunyai kondisi seperti obstruksi,

bronkiektasis, dan gangguan imunitas.1

Page 7: abses paru

Selain itu abses paru dapat terjadi akibat necrotizing pneumonia yang

menyebabkan terjadinya nekrosis dan pencairan pada daerah yang mengalami

konsolidasi, dengan organisme yang penyebabnya paling sering ialah

Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumonia dan grup Pseudomonas. Abses

yang terjadi biasanya multipel dan berukuran kecil (<2cm).1

Bulla atau kista yang sudah ada bisa berkembang menjadi abses paru. Kista

bronkogenik yang berisi cairan dan elemen sekresi epitel merupakan media kultur

untuk tumbuhnya mikroorganisme. Bila kista tersebut mengalami infeksi oleh

mikroorganisme yang virulens maka akan terjadilah abses paru.1

Abses hepar bakterial atau amebik bisa mengalami ruptur dan menembus

diafragma yang akan menyebabkan abses paru pada lobus bawah paru kanan dan

rongga pleura.1

Abses paru biasanya satu (singel), tapi bisa multipel yang biasanya

unilateral pada satu paru, yang terjadi pada pasien dan keadaan umum yang jelek

atau pasien yang mengalami penyakit menahun seperti malnutrisi, sirosis hati,

gangguan imunologis yang menyebabkan daya tahan tubuh menurun, atau

penggunaan sitostatika. Abses akibat aspirasi paling sering terjadi pada segmen

posterior lobus atas dan segmen apikal lobus bawah dan sering terjadi pada paru

dekstra, karena bronkus utama kanan lebih lurus dibanding kiri. Abses bisa

mengalami ruptur ke dalam bronkus dengan isinya diekspektorasikan keluar

dengan meninggalkan kavitas yang berisi air dan udara. Kadang-kadang abses

ruptur ke rongga pleura sehingga terjadi empiema yang bisa diikuti dengan

terjadinya fistula bronkopleura.1

2.6. Diagnosis

1. Gambaran klinis.

Gambaran klinis pada pemeriksaan fisik pasien dengan abses paru

bervariasi. Temuan fisik mungkin menjadi sekunder dengan kondisi yang terkait

seperti radang paru yang mendasari atau efusi pleura. Temuan pemeriksaan fisik

juga dapat bervariasi tergantung pada organisme yang terlibat, tingkat keparahan

dan luasnya penyakit, dan status kesehatan pasien dan komorbiditas. Penderita

Page 8: abses paru

mengeluh demam, menggigil, nyeri pleura, kadang batuk disertai sputum yang

bernanah dan berbau busuk atau fekal. 2,3

Umumnya pasien mempunyai riwayat perjalanan penyakit 1-3 minggu

dengan gejala awal adalah badan terasa lemah, tidak nafsu makan, penurunan

berat badan, batuk kering, keringat malam, demam intermitten bisa disertai

menggigil dengan suhu tubuh mencapai 39,4oC atau lebih. Namun, tidak adanya

demam tidak menyingkirkan adanya abses paru.1,2

Pada pemeriksaan fisis yang ditemukan adalah suhu badan meningkat

sampai 40oC, pada paru ditemukan kelainan seperti nyeri tekan lokal, pada daerah

terbatas perkusi terdengar redup dengan suara napas bronchial. Dapat juga

ditemukan batuk dengan sputum yang purulen.Bila abses luas dan letaknya dekat

dengan dinding dada kadang-kadang terdengar suara amforik. Suara napas

bronchial atau amforik terjadi bila kavitasnya besar dan karena bronkus masih

tetap dalam keadaan terbuka disertai oleh adanya konsolidasi sekitar abses dan

drainase abses yang baik. Biasanya juga akan terdengar suara ronki. Bila abses

paru letaknya dekat pleura dan pecah akan terjadi piotoraks (empiema torakis)

sehingga pada pemeriksaan fisik ditemukan pergerakan dinding dada tertinggal

pada tempat lesi, fremitus vocal menghilang dan terdapat tanda-tanda

pendorongan mediastinum terutama pendorongan jantung kearah kontra lateral

tempat lesi. Pada abses paru bisa dijumpai jari tabuh yang proses teerjadinya

berlangsung cepat. Pemeriksaan fisik tidaklah terlalu khas karena disamarkan oleh

kelainan paru penyebab abses. Untuk menegakkan diagnosis abses paru dilakukan

pemeriksaan Roentgen dada yang menampakkan rongga berisi cairan dan udara.

Kadang hanya ada rongga saja seperti cavitas. Karsinoma paru, abses amuba,

tuberculosis, infeksi jamur, dan benda asing selalu harus dipertimbangkan sebagai

penyebab.1,3,9

2. Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan darah rutin ditemukan leukositosis

berkisar 10.000-30.000/mm3 dengan laju endap darah ditemukan

meningkat > 58 mm / 1 jam. Pada hitung jenis sel darah putih

didapatkan pergeseran ke kiri dan sel polimorfonuklear yang

Page 9: abses paru

banyak terutama neutrofil yang immatur. Bila abses berlangsung

lama sering ditemukan adanya anemia.1,2

Pemeriksaan sputum dapat membantu dalam menemukan

mikroorganisme penyebab abses. Pemeriksaan yang dapat

dilakukan yaitu pewarnaan gram, kultur mikroorganisme aerob,

anaerob, jamur, Nocardia, basil Mycobacterium tuberculosis, dan

mikroorganisme lainnya.1

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Gambaran Histopatologik

Abses paru bermula sebagai nekrosis dari bagian kecil yang

terus berkembang di dalam segmen yang terkonsolidasi pada

pneumonia. Area ini dapat bergabung membentuk area supuratif

yang singel maupun multipel yang mewakili abses paru. Ketika

inflamasi berlanjut mencapai bronkus, isi dari abses dikeluarkan

sebagai sputum yang berbau, kemudian, terbentuklah fibrosis,

yang menyebabkan bekas luka yang padat dan memisahkan

abses. Abses dapat tetap terjadi, dan mengalirnya pus ke dalam

bronkus dapat menyebarkan infeksi.2

Gambar 2 histopatologis dari abses paru menunjukkan reaksi inflamasi.2

Page 10: abses paru

b. Gambaran Radiologi

Pada foto PA dan lateral abses paru biasanya ditemukan satu kavitas, tapi

dapat juga multi-kavitas berdinding tebal. Dapat pula ditemukan permukaan udara

dan cairan di dalamnya. Paling sering terjadi pada aspek apicoposterior dari lobus

atas atau segmen apikal lobus bawah 4,9

Gambar 3 dan 4 Abses paru - frontal dan lateral. Kavitasi bses paru di zona

atas kiri 9

Gambar 5 Abses paru - CT (pasien yang berbeda). CT jelas

mendefinisikan kavitasi yang abses di lobus kiri atas. 9

Page 11: abses paru

Gambaran khas CT-scan abses paru ialah berupa lesi dens bundar

dengan kavitas berdinding tebal, tidak teratur dan mungkin berisi gas yang

bebas terletak di daerah jaringan paru yang rusak. Tampak bronkus dan

pembuluh darah paru berakhir secara mendadak pada dinding abses, tidak

tertekan atau berpindah letak. Sisa-sisa pembuluh darah paru dan bronkus

yang berada dalam abses dapat dilihat dengan CT-scan. Juga sisa-sisa

jaringan paru dapat ditemukan didalam robgga abses. Lokalisasi abses paru

umumnya 75% berada dilobus bawah paru kanan bawah.4,9

2.7. Diagnosis banding

1.         Tuberkulosis Paru dengan kavitas

Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru

(segmen apikal lobus atas atau segmen apikal lobus bawah),

tetapi dapat pula mengenai lobus bawah atau di daerah hilus

(misalnya pada tuberkulosis endobrakial). Pada awal penyakit,

lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia, dengan

gambaran radiologik berupa bercak berawan dengan batas yang

tidak tegas. Bila sudah diliputi jaringan ikat maka terlihat

bayangan berupa bulatan dengan batas tegas. Lesi ini lebih

dikenal dengan tuberkuloma. Pada proses lanjut dapat terlihat

bermacam-macam bayangan sekaligus seperti infiltrat, garis

fibrosis, kalsifikasi, kavitas, maupun atelektasis dan emfisema.

Adanya bayangan (lesi) pada foto dada, bukanlah menunjukan

adanya aktivitas penyakit, kecuali suatu infiltrate yang betul-

betul nyata. Lesi penyakit yang sudah nonaktif, sering menetap

selama hidup pasien. Lesi yang berupa fibrotic, kalsifikasi,

kavitas, schwarte, sering dijumpai pada orang-orang yang sudah

tua.1

Page 12: abses paru

Gambar 7 TB paru . Banyak kalsifikasi fokus di kedua ataszona dengan lobus kiri atas fibrosis.13

   2.  Karsinoma Bronkogen

Kanker paru-paru (atau sering, jika agak salah, yang dikenal

sebagai karsinoma bronkogenik) adalah penyebab paling umum

dari kanker pada pria, dan kanker yang paling sering terjadi pada

wanita Faktor risiko utama adalah merokok yang terlibat dalam

90% kasus. Faktor risiko lain termasuk abses, uranium, radon,

arsenik, krom.Pasien dengan kanker paru-paru dapat

asimtomatik pada hingga 50% kasus. Batuk dan dypneau agak

gejala non-spesifik yang umum di antara orang-orang dengan

kanker paru-paru.Tumor sentral dapat menyebabkan lesi

hemoptisis dan perifer dengan nyeri dada pleuritik.

Gambar 8 Karsinoma Bronkogen 14

Page 13: abses paru

2.8. Penatalaksanaan

Keadaan umum harus diperbaiki dengan rehidrasi dan perbaikan gizi. Infeksi

harus diatasi berdasarkan hasil pemeriksaan biakan kuman. Harus diingat, pungsi

dan atau penyaliran abses merupakan kunci penanganan. Jarang diperlukan

lobektomi, kecuali bila terjadi perdarahan oleh sebab kerusakan yang secara

konservatif tidak dapat diatasi.3

Tujuan utama pengobatan pasien abses paru adalah eradikasi secepatnya dari

patogen penyebab dengan pengobatan yang cukup, drainase yang adekuat dari

empiema dan pencegahan komplikasi yang terjadi.1

Penisilin selalu menjadi antibiotik pilihan, namun percobaan terbaru

menunjukkan klindamisin lebih unggul. Meskipun khasiat keseluruhan penisilin

tampaknya berkurang, saat ini tetap menjadi obat praktis untuk kebanyakan

pasien, terutama jika klindamisin merupakan kontraindikasi. Tetrasiklin dianggap

terapi tidak memadai karena sebagian besar anaerob tahan untuk itu. Demikian

pula, metronidazol tidak efektif pada sekitar 50% pasien, mungkin karena

kontribusi bakteri aerobik. Karena itu, jika agen ini harus digunakan, sebaiknya

dikombinasikan dengan turunan penisilin atau sefalosporin. Setelah terapi

antibiotik awal, dan radiografi respon klinis secara bertahap, demam biasanya

mereda dalam 4-7 hari, namun normalisasi foto thorax mungkin memerlukan 2

bulan.6

Drainase merupakan bagian penting dari penatalaksanaan abses paru. Air-fluid

level menyiratkan adanya hubungan dari rongga abses ke trakeobronkial. Drainase

postural dan fisioterapi dada 2-5 kali seminggu selama 15 menit diperlukan untuk

mempercepat proses resolusi abses paru. Namun pada penderita abses paru yang

tidak berhubungan dengan bronkus maka perlu dipertimbangkan drainase melalui

bronkoskopi.1,4,6

Bronkoskopi juga mempunyai peranan penting dalam penanganan abses paru

seperti pada kasus yang dicurigai karsinoma bronkus atau lesi obstruksi,

pengeluaran benda asing dan untuk melebarkan striktur. Disamping itu, dengan

bronkoskopi dapat dilakukan aspirasi dan pengosongan abses yang tidak

Page 14: abses paru

mengalami drainase yang adekuat, serta dapat memasukkan larutan antibiotik

melewati bronkus langsung ke lokasi abses.1

Tindakan operasi diperlukan pada kurang dari 10-20% kasus. Indikasi operasi

adalah:1

-     Abses paru yang tidak mengalami perbaikan

-     Komplikasi: empiema, hemoptisis masif, fistula bronkopleura

-     Pengobatan penyakit yang mendasari: karsinoma obstruktif primer/metastasis,

pengeluaran benda asing, bronkiektasis, gangguan motilitas gastroesofageal,

malformasi atau kelainan kongenital.

2.9. Prognosis

Abses paru simple terutama tergantung dari keadaan umum paasien, letak

abses serta luasnya kerusakan paru yang terjadi. Angka mortalitas pasien abses

paru anaerob pada era antibiotic kurang dari 10% dan kira-kira 10-15%

memerlukan operasi. Di zaman era antibiotic sekarang angka penyembuhan

mencapai 90-95% (Bartley, 1992). Bila pengobatan diberikan dalam jangka waktu

cukup lama angka kekambuhannya rendah.1

Faktor-faktor yang membuat prognosis menjadi jelek adalah kavitas yang

besar (lebh dari 6 cm), penyakit dasar yang berat, status immunocompromised,

umum yang sangat tua, empiema, nekrosis paru yang progresif, lesi obstruktif,

abses yang disebabkan bakteri aerobic (termasuk Staphylococcus aerus dan basil

gram negative). Dan abses paru yang belum mendapat pengobatan dalam jangka

waktu yang lama. Angka mortalitas pada pasien-pasien ini mencapai 75% dan bila

sembuh maka angka kekambuhannya tinggi.1

Penyulit yang biasanya timbul adalah perluasan abses di jaringan paru

sekitarnya sehingga sebagian besar paru hilang. Penyulit lainnya ialah fistula

bronkopleura, emfisema pneumothoraks, dan perikarditis. Penyebaran akibat

sepsis dapat menyebabkan timbulnya abses di organ lain, terutama di otak.3

Page 15: abses paru

DAFTAR PUSTAKA

.      1.   Rasyid A. Abses paru. Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata

KM, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta:

Balai Penerbit FK UI; 2006. hal.1052-5.

2.        Kamangar N, Sather CC, Sharma S. Lung abscess. [cited 2015 March 18].

Available from: URL: http://emedicine.medscape.com/article/299425-overview

3. De Jong, Sjamsuhidajat. Buku Ajar Ilmu Bedah.2011. Edisi 3.Jakarta:

Penerbit ECG.

4. Rasad Sjahriar. Radiologi Diagnostik FK UI. 2011. Edisi 2.Jakarta:

Badan Penerbit FK UI.

5. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. 2012.Edisi

6. Jakarta: Penerbit ECG.

6.    Bhimji S. Lung abscess, surgical perspective. [cited 2015 March 18].

Available from: URL: http://emedicine.medscape.com/article/428135-overview

7.    Koziel H. Lung abscess. [cited 2015 March 18]. Available from: URL:

http://www.scribd.com/doc/28978474/Lung-Abscess

8. Datir A. Lung abscess. [cited 2015 March 18]. Available from: URL:

http://radiopaedia.org/articles/lung_abscess

Page 16: abses paru

9. Misra, Rakesh Andrew Planner. A-Z of Chest Radiology.Cambridge

Medicine. www.cambrdge.org/9780521691482.

10. Gunderman, Richard B. Essetial Radiology.2006. Edisi 2.Thieme.

11. Ahuja, Anil T. Case Studies in Medical Imaging.Cambridge Medicine.

www.cambrdge.org/9780521682947 .

12. Slaby, Frank. Radiographic anatomi. Harwal Publishing.

13. Murfitt J, Robinson PJA, Jenkins JPR, Whitehouse RW, Wright

AR. The normal chest: Methods of infestigations and differential

diagnosis. In: Sutton D, editor. Textbook of radiology and

imaging. UK: Elsevier Sience; 2003.

14. http://radiopaedia.org/articles/lung-abscess [cited 2015 March 20]

15. Bartlett J.G. Lung abscess. [cited 2015 March 18]. Available from: URL:

http://www.merck.com/mmpe/sec05/ch053/ch053a.html

16. Price A, Sylvia. Patofisiologi Volume 2. Edisi 6.Jakarta: Penerbit ECG.