abc

14
SKENARIO A BLOK 17 Nn. Anita, seorang mahasiswi, usia 21 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat RSMP dengan keluhan mata kuning sejak 1 minggu sebelum masuk RS. Keluhan disertai BAK seperti teh tua. Keluhan BAB dan gatal-gatal tidak ada. 10 hari yang lalu Nn. Anita mengalami demam tinggi terus menerus. Nn. Anita hanya mengkonsumsi obat penurun panas dan keluhan demam berkurang. Ibu dan Nn. Anita diketahui mengidap Hepatitis B sejak 1 tahun yang lalu. Pemeriksaan Fisik Kesadaran kompos mentis, BB : 50 kg, TB : 158 cm. Tanda vital : TD 110/70 mmHg, Nadi 90x/menit, Pernapasan : 20x/menit, Suhu : 36,7 0 C. Pemeriksaan Spesifik: Kepala : Sklera Ikterik +/+, konjungtiva tidak anemis Leher : dalam batas normal Thoraks : dalam batas normal Abdomen : inspeksi datar, palpasi lemas, hepar teraba 2 jari bawah arcus costae, tepi tumpul, konsistensi lunak, nyeri tekan (+), perkusi shifting dullness (-). Ekstremitas : palmar erythema (-), akral pucat (-), edema perifer (-). Pemeriksaan Laboratorium: - Hb : 12,3 g/dl - Ht : 36 vol%

description

.

Transcript of abc

Page 1: abc

SKENARIO A BLOK 17

Nn. Anita, seorang mahasiswi, usia 21 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat

RSMP dengan keluhan mata kuning sejak 1 minggu sebelum masuk RS. Keluhan disertai

BAK seperti teh tua. Keluhan BAB dan gatal-gatal tidak ada. 10 hari yang lalu Nn. Anita

mengalami demam tinggi terus menerus. Nn. Anita hanya mengkonsumsi obat penurun

panas dan keluhan demam berkurang. Ibu dan Nn. Anita diketahui mengidap Hepatitis B

sejak 1 tahun yang lalu.

Pemeriksaan Fisik

Kesadaran kompos mentis, BB : 50 kg, TB : 158 cm.

Tanda vital : TD 110/70 mmHg, Nadi 90x/menit, Pernapasan : 20x/menit, Suhu : 36,70 C.

Pemeriksaan Spesifik:

Kepala : Sklera Ikterik +/+, konjungtiva tidak anemis

Leher : dalam batas normal

Thoraks : dalam batas normal

Abdomen : inspeksi datar, palpasi lemas, hepar teraba 2 jari bawah arcus costae,

tepi tumpul, konsistensi lunak, nyeri tekan (+), perkusi shifting dullness (-).

Ekstremitas : palmar erythema (-), akral pucat (-), edema perifer (-).

Pemeriksaan Laboratorium:

- Hb : 12,3 g/dl - Ht : 36 vol%

- Leukosit : 8.800/mm3 - Trombosit : 267.000/mm3

- LED : 104 mm/jam - Bil tot : 9,49 mg/dl

- Bil direk : 8,94 mg/dl - Bil Indirek : 0,55 mg/dl

- SGOT : 295 u/l - SGPT : 376 u/l

- HBsAg (+) - Anti HBs (-)

- Anti HAV IgM (-)

- HBeAg (-) - Anti HBc IgM (-)

Page 2: abc

I. ANALISIS MASALAH

1. Nn. Anita, seorang mahasiswi, usia 21 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat

RSMP dengan keluhan mata kuning sejak 1 minggu sebelum masuk RS. Keluhan

disertai BAK seperti teh tua. Keluhan BAB dan gatal-gatal tidak ada.

a. Apa hubungan umur dan jenis kelamin pada kasus ini?

b. Bagaimana mekanisme BAK seperti teh tua pada kasus ini?

Pada penyakit hepatoseluler (hepatitis dan sirosis) biasanya terdapat gangguan

pada ketiga tahap yang penting dalam metabolisme bilirubin, yaitu ambilan,

konjugasi, dan ekskresi. Namun demikian, ekskresi merupakan tahap yang

membatasi kecepatan metabolisme dan biasanya sebagian besat akan terganggu.

Terganggunya ekskresi bilier bilirubin terkonjugasi oleh hepatosit akan

menimbulkan reentry pigmen ini ke dalam sirkulasi sistemik sehingga timbul

hiperbilirubinemia yang didominasi oleh bentuk terkonjugasi dan bilirubinuria.

Mekanisme reentry tersebut tidak diketahui, sekalipun kemungkinan besar

gangguan eksresi kanalikuler menimbulkan peningkatan kadar bilirubin

terkonjugasi di dalam sel yang kemudian berdifusi atau diangku lewat sinusoid ke

dalam darah. Disamping itu, nekrosis hepatoseluler dapat mempermudah ruptur

kanalikuli biliaris hingga terjadi refluks langsung getah empedu ke dalam sinusoid

hepar.

2. 10 hari yang lalu Nn. Anita mengalami demam tinggi terus menerus. Nn. Anita hanya

mengkonsumsi obat penurun panas dan keluhan demam berkurang.

a. Bagaimana mekanisme demam tinggi pada kasus ini?

Page 3: abc

3. Pemeriksaan Laboratorium:

- Hb : 12,3 g/dl - Ht : 36 vol%

- Leukosit : 8.800/mm3 - Trombosit : 267.000/mm3

- LED : 104 mm/jam - Bil tot : 9,49 mg/dl

- Bil direk : 8,94 mg/dl - Bil Indirek : 0,55 mg/dl

- SGOT : 295 u/l - SGPT : 376 u/l

- HBsAg (+) - Anti HBs (-)

- Anti HAV IgM (-)

- HBeAg (-) - Anti HBc IgM (-)

a. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan lab?

Pada Kasus Nilai Normal Interpretasi

Hemoglobin 12,3 g/dl 12-15,8 g/dl Normal

LED 104 mm/jam 0-20 mm/jam Meningkat

Hematokrit 36% 35,4-44,4 % Normal

Trombosit 267.000/ mm3 165.000-

415.000/mm3

Normal

Leukosit 8.800/ mm3 3.500-9.000/mm3 Normal

Bilirubin Total 9,49 mg/dl 0,3-1,3 mg/dl Meningkat

Bilirubin Direk 8,94 mg/dl 0,1-0,4 mg/dl Sangat meningkat

Bilirubin Indirek 0,55 mg/dl 0,2-0,9 mg/dl Normal

SGOT/ AST 295 u/l 12-38 u/l Meningkat

SGPT/ ALT 376 u/l 7-41 u/l Meningkat

HBsAg (+) (-) Abnormal

b. Bagaimana prognosis pada kasus ini?

Page 4: abc

Fungsi hati sebagai penghasil bilirubin

80% bilirubin yang beredar berasal dari sel darah merah yang tua. Setelah eritrosit

dalam sirkulasi darah mencapai akhir rentangan usia normalnya yaitu 120 hari, sel-sel

tersebut akan dihancurkan oleh sel-sel retikuloemdotelial. Oksidasi sebagian heme

yang berdisosiasi hemoglobin ini akan menghasilkan biliverdin yang selanjutnya

dimetabolisme menjadi bilirubin.

Bilirubin tidak terkonjugasi akan terikat erat tetapi secara nonkovalen dengan

albumin. Anion organik tertentu seperti sulfonamid dan salisilat bersaing dengan

bilirubin untuk mendapatkan tempat-tempat pengikatan pada albumin. Bilirubin tidak

terkonjugasi ini akan dibawa ke hepar.

Hepar mempunyai peranan sentral dalam metabolisme pigmen-pigmen empedu.

Proses ini dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu:

1. Ambilan hepatik

Bilirubin tidak terkonjugasi yang terikat pada albumin akan dibawa ke dalam sel

hepar tempat kompleks tersebut berdisosiasi dan bilirubin nonpolar memasuki

hepatosit melalui difusi atau transport melintasi membran plasma. Proses ambilan dan

penyimpanan bilirubin selanjutnya dalam hepatosit meliputi pengikatan bilirubin pada

protein pengikat-anion sitoplasmik, khususnya ligandin (glutation-S-transferase-B)

yang mencegah aliran bilirubin kembali ke plasma.

2. Konjugasi

Bilirubin tidak terkonjugasi merupakan bilirubin yang tidak larut dalam air kecuali

bila jenis ini terikat sebagai kompleks dengan molekul amfipatik seperti albumin.

Karena albumin tidak terdapat dalam empedu, bilirubin harus dikonversikan menjadi

derivat yang larut air sebelum diekskresikan oleh sistem bilier. Proses ini terutama

dilaksanakan oleh konjugasi bilirubin pada asam glukoronat hingga terbentuk

bilirubin glukoronid. Reaksi konjugasi terjadi di dalam retikulum endoplasmik

hepatosit dan dikatalisis oleh enzim bilirubin glukoronosil transferase dalam reaksi

dua tahap.

Bilirubin bilirubin monoglukoronid bilirubin diglukoronid

3. Ekskresi ke dalam empedu

Page 5: abc

Pada keadaan normal, hanya bilirubin terkonjugasi yang dapat diekskresikan ke

dalam empedu. Meskipun keseluruhan proses belum dipahami dengan jelas, ekskresi

bilirubin tampaknya merupakan proses dependen-energi yang terbatas pada membran

kanalikularis.

Setelah diekskresikan ke dalam empedu, bilirubin terkonjugasi diangkut melalui

saluran bilier ke duodenum. Bilirubin terkonjugasi tidak diabsorbi kembali oleh

mukosa usus. Bilirubin ini akan diekskresikan tanpa perubahan ke dalam feses atau

dimetabolisme oleh bakteri ileum dan kolon menjadi urobilinogen serta produk yang

ada hubungannya. Urobilinogen dapat diserap kembali dari usus halus serta kolon dan

memasuki sirkulasi portal. Sebagian urobilinogen portal diambil oleh hepar dan

diekskresikan kembali ke dalam empedu, sisanya akan memintas hepar serta

diekskresikan oleh ginjal.

2. Hepatitis B

Definisi Hepatitis B

Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus hepatitis B, suatu

anggota famili hepadnavirus yang dapat menyebabkan peradangan hati akut atau

menahun yang dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati.31 Infeksi virus

hepatitis B suatu infeksi sistemik yang menimbulkan peradangan dan nekrosis sel hati

Page 6: abc

yang mengakibatkan terjadinya serangkaian kelainan klinik, biokimiawi,

imunoserologik, dan morfologik.

Struktur Virus Hepatitits B

Virus Hepatitis B tampak dibawah mikroskop elektron sebagai partikel dua lapis

berukuran 42 nm yang disebut partikel Daen. Lapisan luar virus ini terdiri atas

antigen, disingkat HbsAg. Antigen permukaan ini membungkus bagian dalam virus

yang disebut partikel inti atau core.

Partikel inti ini berukuran 27 nm dan dalam darah selalu terbungkus oleh antigen

permukaan. Sedangkan antigen permukaan selain merupakan pembungkus patikel inti,

juga terdapat dalam bentuk lepas berupa partikel bulat berukuran 22 nm dan partikel

tubular yang berukuran sama dengan panjang berkisar antara 50 – 250 nm. Struktur

virus dapat dilihat seperti dibawah ini :

Epidemiologi

Indonesia digolongkan sebagai negara dengan kategori endemisitas sedang sampai

tinggi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan dari 10.391

serum yang diperiksa, prevalensi HBsAg positif 9,4% yang berarti 1 dari 10 penduduk

Indonesia pernah terinfeksi hepatitis B. Bila dikonversikan dengan jumlah penduduk

Indonesia maka jumlah penduduk hepatitis B di negeri ini mencapai 23 juta orang

(Depkes RI, 2013).

Berdasarkan data Depkes RI (2010), resiko penularan pada hepatitis B sebesar 27%-

37%. Berdasarkan data WHO (2011), dari 35 juta petugas kesehatan di seluruh dunia,

3 juta diantara nya menerima paparan perkutan dari spesimen darah yang patogen

setiap tahunnya ; 2 juta diantaranya menerima paparan virus hepatitis B. Paparan ini

menghasilkan sekitar 70.000 infeksi hepatitis B. Lebih dari 90% infeksi ini terjadi di

negara berkembang.

Page 7: abc

Sumber dan Cara Penularan Hepatitis B

1. Darah

2. Saliva

3. Kontak dengan mukosa penderita virus hepatitis B

4. Feces dan urine

5. Lain-lain: Sisir, pisau cukur, selimut, alat makan, alat kedokteran yang

terkontaminasi virus hepatitis B. Selain itu dicurigai penularan melalui nyamuk

atau serangga penghisap darah.

Patologi

Hati merupakan target organ bagi virus hepatitis B. Virus Hepatitis B (VHB) mula-

mula melekat pada reseptor spesifik dimembran sel hepar kemudian mengalami

penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Dalam sitoplasma VHB melepaskan

mantelnya, sehingga melepaskan nukleokapsid. Selanjutnya nukleokapsid akan

menembus dinding sel hati. Di dalam inti asam nukleat VHB akan keluar dari

nukleokapsid dan akan menempel pada DNA hospes dan berintegrasi; pada DNA

tersebut. Selanjutnya DNA VHB memerintahkan gel hati untuk membentuk protein

bagi virus baru dan kemudian terjadi pembentukan virus baru. Virus ini dilepaskan ke

peredaran darah, mekanisme terjadinyakerusakan hati yang kronik disebabkan karena

respon imunologik penderita terhadap infeksi. Apabila reaksi imunologik tidak ada

atau minimal maka terjadi keadaan karier sehat.

Gambaran patologis hepatitis akut tipe A, B dan Non A dan Non B adalah sama yaitu

adanya peradangan akut diseluruh bagian hati dengan nekrosis sel hati disertai

infiltrasi sel-sel hati dengan histiosit. Bila nekrosis meluas (masif) terjadi hepatitis

akut fulminan.

Bila penyakit menjadi kronik dengan peradangan dan fibrosis meluas didaerah portal

dan batas antara lobulus masih utuh, maka akan terjadi hepatitis kronik persisten.

Sedangkan bila daerah portal melebar, tidak teratur dengan nekrosis diantara daerah

portal yang berdekatan dan pembentukan septa fibrosis yang meluas maka terjadi

hepatitis kronik aktif.

Page 8: abc

\

Hepatitis B Akut

Perjalanan hepatitis B akut terjadi dalam empat (4) tahap yang timbul sebagai akibat

dari proses peradangan pada hati yaitu :

1. Masa Inkubasi

Masa inkubasi yang merupakan waktu antara saat penularan infeksi dan saat

timbulnya gejala/ikterus, berkisar antara 1-6 bulan, biasanya 60-75 hari. Panjangnya

masa inkubasi tergantung dari dosis inokulum yang ditularkan dan jalur penularan,

makin besar dosis virus yang ditularkan, makin pendek masa inkubasi.

2. Fase Prodromal

Fase ini adalah waktu antara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan timbulnya

gejala dan ikterus. Keluhan yang sering terjadi seperti : malaise, rasa lemas, lelah,

anoreksia, mual, muntah, terjadi perubahan pada indera perasa dan penciuman, panas

yang tidak tinggi, nyeri kepala, nyeri otot-otot, rasa tidak enak/nyeri di abdomen, dan

perubahan warna urine menjadi cokelat, dapat dilihat antara 1-5 hari sebelum timbul

ikterus, fase prodromal ini berlangsung antara 3-14 hari.

3. Fase Ikterus

Dengan timbulnya ikterus, keluhan-keluhan prodromal secara berangsur akan

berkurang, kadang rasa malaise, anoreksia masih terus berlangsung, dan nyeri

abdomen kanan atas bertambah. Untuk deteksi ikterus, sebaliknya dilihat pada sklera

mata. Lama berlangsungnya ikterus dapat berkisar antara 1-6 minggu.

4. Fase Penyembuhan

Fase penyembuhan diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan-keluhan,

walaupun rasa malaise dan cepat lelah kadang masih terus dirasakan, hepatomegali

dan rasa nyerinya juga berkurang. Fase penyembuhan lamanya berkisar antara 2-21

minggu.

Hepatitis B Kronis

Hepatitis B kronis didefinisikan sebagai peradangan hati yang berlanjut lebih dari

enam bulan sejak timbul keluhan dan gejala penyakit.Perjalanan hepatitis B kronik

dibagi menjadi tiga (3) fase penting yaitu :

1. Fase Imunotoleransi Pada masa anak-anak atau pada dewasa muda, sistem imun

tubuh toleren terhadap VHB sehingga konsentrasi virus dalam darah tinggi, tetapi

Page 9: abc

tidak terjadi peradangan hati yang berarti. Pada fase ini, VHB ada dalam fase

replikatif dengan titer HBsAg yang sangat tinggi. 2. Fase Imunoaktif (Fase clearance)

Pada sekitar 30% individu dengan persisten dengan VHB akibat terjadinya replikasi

VHB yang berkepanjangan, terjadi proses nekroinflamasi yang tampak dari kenaikan

konsentrasi Alanine Amino Transferase (ALT). Pada keadaan ini pasien sudah mulai

kehilangan toleransi imun terhadap VHB.

3. Fase Residual Pada fase ini tubuh berusaha menghancurkan virus dan menimbulkan

pecahnya sel-sel hati yang terinfeksi VHB. Sekitar 70% dari individu tersebut

akhirnya dapat menghilangkan sebagian besar partikel VHB tanpa ada kerusakan sel

hati yang berarti. Pada keadaan ini titer HBsAg rendah dengan HBeAg yang menjadi

negatif dan anti HBe yang menjadi positif, serta konsentrasi ALT normal.

Penderita infeksi VHB kronis dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu :

1. Pengidap HBsAg positif dengan HBeAg positif

Pada penderita ini sering terjadi kenaikan ALT (eksaserbasi) dan kemudian penurunan

ALT kembali (resolusi). Siklus ini terjadi berulang-ulang sampai terbentuknya anti

HBe. Sekitar 80% kasus pengidap ini berhasil serokonversi anti HBe positif, 10%

gagal serokonversi namun ALT dapat normal dalam 1-2 tahun, dan 10% tetap

berlanjut menjadi hepatitis B kronik aktif.

2. Pengidap HBsAg positif dengan anti HBe positif Prognosis pada pengidap ini

umumnya baik bila dapat dicapai keadaan VHB DNA yang selalu normal. Pada

penderita dengan VHB DNA yang dapat dideteksi diperlukan perhatian khusus oleh

karena mereka berisiko menderita kanker hati.

3. Pengidap hepatitis B yang belum terdiagnosa dengan jelas. Kemajuan pemeriksaan

yang sangat sensitif dapat mendeteksi adanya HBV DNA pada penderita dengan

HBsAg negatif, namun anti HBc positif.

HIPOTESIS

Nn. Anita 21 tahun menderita Hepatitis B.