AB Topikal 22 Oktober 2011

39
1 Antibiotik Topikal Untuk Penyakit Kulit Pada Wisatawan Bambang Suhariyanto Lab/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FKUJ/ RSD. Dr.Soebandi Jember ABSTRAK Infeksi bakteri pada wisatawan asing yang umum terjadi tidak begitu berbeda dengan yang ditemukan di pada penduduk lokal. Agen-agen infeksinya termasuk streptokokus dan staphilokus. Antibiotik topikal umumnya diresepkan oleh dermatologis dalam praktek klinis untuk berbagai manfaat potensial dari antibiotik tersebut, di antaranya adalah: infeksi dan untuk non- infeksius dermatosis. Penggunaan dermatologi klinis lain termasuk: untuk profilaksis terhadap infeksi, dan untuk luka kronis seperti ulkus pedis, kadang-kadang berdasarkan kultur dan hasil sensitivitas. Antibiotika topikal memegang peranan penting pada penanganan kasus di bidang kulit. Antibiotika topikal adalah obat yang paling sering diresepkan oleh spesialis kulit untuk menangani akne vulgaris ringan sampai sedang serta merupakan terapi adjunctive dengan obat oral. Untuk infeksi superfisial dengan area yang terbatas, seperti impetigo, penggunaan bahan topikal dapat mengurangi kebutuhan akan obat oral, problem

description

ab topikal

Transcript of AB Topikal 22 Oktober 2011

Page 1: AB Topikal 22 Oktober 2011

1

Antibiotik Topikal Untuk Penyakit Kulit Pada Wisatawan Bambang Suhariyanto

Lab/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FKUJ/ RSD. Dr.Soebandi Jember

ABSTRAK

Infeksi bakteri pada wisatawan asing yang umum terjadi tidak begitu

berbeda dengan yang ditemukan di pada penduduk lokal. Agen-agen infeksinya

termasuk streptokokus dan staphilokus. Antibiotik topikal umumnya diresepkan

oleh dermatologis dalam praktek klinis untuk berbagai manfaat potensial dari

antibiotik tersebut, di antaranya adalah: infeksi dan untuk non-infeksius

dermatosis. Penggunaan dermatologi klinis lain termasuk: untuk profilaksis

terhadap infeksi, dan untuk luka kronis seperti ulkus pedis, kadang-kadang

berdasarkan kultur dan hasil sensitivitas.

Antibiotika topikal memegang peranan penting pada penanganan kasus di

bidang kulit. Antibiotika topikal adalah obat yang paling sering diresepkan oleh

spesialis kulit untuk menangani akne vulgaris ringan sampai sedang serta

merupakan terapi adjunctive dengan obat oral. Untuk infeksi superfisial dengan

area yang terbatas, seperti impetigo, penggunaan bahan topikal dapat mengurangi

kebutuhan akan obat oral, problem kepatuhan, efek samping pada saluran

pencernaan, dan potensi terjadinya interaksi obat, sebagai bahan profilaksis

setelah tindakan bedah minor atau tindakan kosmetik (dermabrasi, laser

resurfacing) untuk mengurangi resiko infeksi setelah operasi dan mempercepat

penyembuhan luka.

PENDAHULUAN

Migrasi individu dari seluruh dunia serta kembalinya mereka dari tempat

tujuan liburan eksotis atau bisnis telah menciptakan tantangan baru di dunia.

Ketika menilai hal-hal yang berhubungan dengan perjalanan penyakit kulit,

penting untuk mencatat negara asal, tempat yang dikunjungi dalam perjalanan dan

Page 2: AB Topikal 22 Oktober 2011

2

transit serta lokasi utama yang dikunjungi. Ini mungkin penting untuk memastikan

tujuan kunjungan, yaitu bisnis atau rekreasi, serta pengobatan yang diberikan.

Infeksi pada wisatawan menyajikan salah satu dari tantangan terbesar. Sebagian

besar kondisi akan mirip dengan infeksi setempat, dengan beberapa kelebihan

pengecualian. Penyakit kelamin yang menjadi lebih sering terutama pada

pelancong dari Afrika, mungkin karena dengan peningkatan kerentanan pada

mereka berkompromi dengan penyakit HIV.1

Banyak kondisi yang tidak sering terlihat di negara tertentu dapat hadir

sebagai akibat dari peningkatan perjalanan internasional. Investigasi yang sesuai

dan konsultasi dengan pakar mungkin diperlukan untuk membuat diagnosis yang

benar dan menyediakan manajemen yang benar. Iklim termasuk baik panas dan

dingin yang berhubungan dengan gangguan pada kulit. Gangguan alergi biasanya

dapat dilihat, karena mendadak dan parah. Gangguan Infeksi merupakan salah

satu tantangan terbesar, khususnya seperti HIV dapat mengubah kondisi khas sifat

ini. Kondisi eksotis seperti biasa eksanthema virus, infeksi jamur dalam, penyakit

riketsia atipikal dan penyakit Lyme harus dipertimbangkan tergantung pada

negara asal. Infestasi cacing atau protozoa jarang terjadi dan terkait dengan

negara asal. Gigitan arthropoda dapat menyebabkan banyak manifestasi kulit yang

berbeda.1

Infeksi bakteri pada wisatawan asing yang umum terjadi tidak begitu

berbeda dengan yang ditemukan di pada penduduk lokal. Agen-agen infeksinya

termasuk streptokokus dan staphilokokus dengan kondisi seperti impetigo, ectima,

furunkulosis, folikulitis, erisipelas dan selulitis. Furunkulosis harus dibedakan dari

myiasis kulit dan gigitan serangga. Pengobatan dengan antibiotik yang sesuai

dengan organisme yang paling mungkin dapat diindikasikan, sebagai batasan

waktu untuk wisatawan mendapatkan kultur dan pengujian sensitivitas dalam

jangka pendek.2

Antibiotik topikal umumnya diresepkan oleh dermatologis dalam praktek

klinis untuk berbagai manfaat potensial dari antibiotik tersebut, di antaranya

adalah: (i) infeksi, termasuk infeksi bakteri kulit lokal, (ii) eczematous dermatosis

krusta (sekunder impetiginosa), (iii) stafilokokus , dan (iv) untuk non-infeksius

Page 3: AB Topikal 22 Oktober 2011

3

dermatosis, seperti acne vulgaris. Penggunaan dermatologi klinis lain termasuk:

(v) aplikasi pasca operasi ke situs luka bedah untuk profilaksis terhadap infeksi,

dan (vi) untuk luka kronis seperti ulkus pedis, kadang-kadang berdasarkan kultur

dan hasil sensitivitas.2

Antibiotik adalah suatu zat yang diproduksi oleh atau berasal dari

jamur,bakteri, dan organisme tertentu lain, yang dapat merusak atau menghambat

pertumbuhan mikroorganisme lainnya. Antibiotik mungkin secara informal

didefinisikan sebagai sub-kelompok agen anti-infeksi yang berasal dari sumber-

sumber bakteri dan digunakan untuk mengobati infeksi bakteri. Kelas lain obat,

ini terutama sulfonamida, mungkin antibakteri efektif. Demikian pula, beberapa

antibiotik mungkin memiliki fungsi sekunder, seperti penggunaan demeclocycline

(Declomycin, turunan tetrasiklin) untuk mengobati syndrome of inappropriate

anti-diuretic hormone (SIADH). Antibiotik lain mungkin berguna dalam

mengobati infeksi protozoa.2

Meskipun ada beberapa skema klasifikasi untuk antibiotik, berdasarkan

spektrum bakteri ( luas dibandingkan sempit) atau rute administrasi (injeksi vs

lisan dibandingkan topikal), atau jenis aktivitas (bakterisida vs bakteriostatik),

yang paling berguna adalah berdasarkan struktur kimia. Antibiotik dalam kelas

struktural umumnya akan menunjukkan kemiripan pola efektivitas, toksisitas, dan

potensial alergi.2

Infeksi Bakteri pada Kulit Wisatawan

Definisi wisatawan ini ditetapkan berdasarkan rekomendasi International

Union of Office Travel Organization (IUOTO) dan World Tourism Organization

(WTO). Wisatawan adalah seseorang atau sekelompok orang yang melakukan

perjalanan ke sebuah atau beberapa negara di luar tempat tinggal biasanya atau

keluar dari lingkungan tempat tinggalnya untuk periode kurang dari 12 (dua belas)

bulan dan memiliki tujuan untuk melakukan berbagai aktivitas wisata.

Terminologi ini mencakup penumpang kapal pesiar (cruise ship passenger) yang

datang dari negara lain dan kembali dengan catatan bermalam.3

Masalah kulit pada wisatawan mungkin berhubungan dengan sejarah

medis sebelumnya, iklim, berhubungan dengan alergen, infeksi, infestasi, gigitan

Page 4: AB Topikal 22 Oktober 2011

4

dan sengatan atau trauma. Selain itu, kelainan dermatosis yang kambuh dalam

keadaan tertentu.1

Infeksi bakterial kulit primer lebih dikenal dengan pioderma. Penyakit ini

merupakan salah satu penyakit rakyat, dan dapat menyerang semua umur.

Penyebabnya kuman piokokus, terutama stafilokokus, streptokokus atau

kombinasi keduanya. Manifestasi dari piodermi bisa berupa impetigo, furunkel,

folikulitis, dan ektima4

Impetigo secara klinis didefinisikan sebagai penyakit infeksi menular pada

kulit yang superfisial yaitu hanya menyerang epidermis kulit, yang menyebabkan

terbentuknya lepuhan-lepuhan kecil berisi nanah (pustula) seperti tersundut

rokok/api. Penyakit ini merupakan salah satu contoh pioderma yang sering

dijumpai di bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Terdapat dua jenis

impetigo yaitu impetigo bulosa yang disebabkan oleh Stafilokokus aureus dan

non-bulosa yang disebabkan oleh Streptokokus β hemolitikus. Dasar infeksinya

adalah kurangnya hygiene dan terganggunya fungsi kulit.4

Folikulitis adalah suatu peradangan yang terbatas pada ostium (atau sedikit

lebih bawah) dari folikel akibat infeksi dengan stafilokokus. Bentuk folikulitis

superfisial yang akan dibahas adalah folikulitis pustular superfisialis

(folikulitis/impetigo bockhart), sikosis barbae ( lupoides), furunkulosis dan

karbunkulosis.4

Furunkel atau bisul adalah suatu infeksi akut, bulat, menonjol, batas jelas,

akibat abses stafilokok perifolikulitis, yang umumnya berakhir dengan supurasi

sentral. Karbunkel adalah dua atau lebih furunkel yang bersatu dengan mata bisul

yang terpisah. Lesi biasanya mulai pada folikel rambut dan berlanjut dalam

periode panjang melalui autoinokulasi. Beberapa lesi hilang sebelum terjadi

ruptur tetapi kebanyakan mengalami nekrosis sentral. Ruptur melalui kulit,

mengeluarkan nanah purulen dan debris nekrotik. Tempat predileksi adalah

tengkuk, aksila dan bokong.Tetapi bisul dapat terjadi dimana saja.4

Ektima adalah pioderma streptokokus ulseratif, yang hampir selalu

terdapat pada tungkai bawah atau pada kaki bagian dorsal dan disebabkan oleh

streptokokus beta hemolitikus. Penyakit ini dimulai dengan suatu vesikula atau

Page 5: AB Topikal 22 Oktober 2011

5

vesikopustula yang membesar dan beberapa hari kemudian menjadi krusta yang

tebal. Bila krusta terlepas, tertinggal ulkus superfisial berbentuk cawan dengan

dasar merah dan tepi meninggi. Lesi ini cenderung sembuh sesudah beberapa

minggu dan meningalkan sikatriks. Adenopati lokal mungkin ada. Kebersihan,

malnutrisi dan trauma merupakan faktor predisposisi.4

Paederus dermatitis, dikenal juga sebagai dermatitis linearis atau blister

beetle dermatitis adalah dermatitis kontak iritan aneh yang khasnya terdapat lesi

bula eritematus yang mendadak pada area yang terkena, karena adanya paederin,

suatu vesicant yang potent. Kasus ini bisa ditata laksana sebagai dermatitis kontak

iritan dengan menghilangkan iritannya dengan sabun dan air dilanjutkan dengan

steroid dan antibiotik topikal.5

Perkembangan Terkini tentang Antibiotik

Definisi Antibiotik

Antibiotika berasal dari bahasa latin yang terdiri dari anti = lawan, bios =

hidup. Adalah zat-zat yang dihasilkan oleh mikroba terutama fungi dan bakteri

tanah, yang dapat menghambat pertumbuhan atau membasmi mikroba jenis lain,

sedang toksisitasnya terhadap manusia relatif kecil. Antibiotik pertama kali

ditemukan oleh sarjana Inggris dr.Alexander Fleming (Penisilin) pada tahun 1928.

Tetapi penemuan ini baru dikembangkan dan digunakan dalam terapi di tahun

1941 oleh dr. Florey. Kemudian banyak zat dengan khasiat antibiotik diisolir oleh

penyelidik-penyelidik lain diseluruh dunia, namun toksisitasnya hanya beberapa

saja yang dapat digunakan sebagai obat. Antibiotik juga dapat dibuat secara

sintetis, atau semisintetis. Aktivitas antibiotik umumnya dinyatakan dalam satuan

berat(mg) kecuali yang belum sempurna permurniannya dan terdiri dari campuran

beberapa macam zat, atau karena belum diketahui struktur kimianya, aktivitasnya

dinyatakan dalam satuan internasional = Internasional Unit (IU).6

Mekanisme kerja Antibiotik6

Mekanisme kerja antibiotika antara lain :

Page 6: AB Topikal 22 Oktober 2011

6

1. Menghambat sintesa dinding sel, akibatnya pembentukan dinding sel tidak

sempurna dan tidak dapat menahan tekanan osmosa dari plasma, akhirnya

sel akan pecah (penisilin dan sefalosporin).

2. Menghambat sintesa membran sel, molekul lipoprotein dari membran sel

dikacaukan pembentukannya, hingga bersifat lebih permeable akibatnya

zat-zat penting dari isi sel dapat keluar (kelompok polipeptida)

3. Menghambat sintesa protein sel, akibatnya sel tidak sempurna terbentuk

(kloramfenicol, tetrasiklin)

4. Menghambat pembentukan asam-asam inti (DNA dan RNA)akibatnya sel

tidak dapat berkembang (rifampisin)

Aktivitas antibiotik6

Berdasarkan luas aktivitas kerjanya antibiotika dapat digolongkan atas :

1. Zat-zat dengan aktivitas sempit (narrow spektrum) Zat yang aktif terutama

terhadap satu atau beberapa jenis bakteri saja (bakteri gram positif atau bakteri

gram negatif saja).Contohnya eritromisin, kanamisin, klindamisin (hanya

terhadap bakteri gram positif), streptomisin, gentamisin (hanya terhadap

bakteri gram negatif saja)

2. Zat-zat dengan aktivitas luas (broad spectrum) Zat yang berkhasiat terhadap

semua jenis bakteri baik jenis bakteri gram positif maupun gram

negatif.Contohnya ampisilin, sefalosporin, dan kloramfenicol.

Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antibiotik yang bersifat

menghambat pertumbuhan mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik, dan

ada yang bersifat membunuh mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakterisid. Kadar

minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan mikroba atau

membunuhnya, masing-masing dikenal sebagai kadar hambat minimal (KHM)

dan kadar bunuh minimal (KBM). Antibiotik tertentu aktivitasnya dapat

meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisid bila kadar antibiotiknya

ditingkatkan melebihi KHM.6

Sifat antibiotik dapat berbeda antara satu dengan yang lainnya. Misalnya,

penisilin G bersifat aktif terutama terhadap bakteri gram-positif, sedangkan

Page 7: AB Topikal 22 Oktober 2011

7

bakteri gram-negatif pada umumnya resisten terhadap penisilin G, streptomisin

bersifat sebaliknya. Tetrasiklin aktif terhadap beberapa bakteri gram-positif

maupun bakteri gram-negatif, dan juga terhadap Rickettsia dan Klamidia.

Berdasarkan perbedaan sifat ini antibiotik dibagi menjadi dua kelompok, yaitu

berspektrum sempit dan berspektrum luas. Batas antara kedua jenis spektrum ini

terkadang tidak jelas.6

Walaupun suatu antibiotik berspektrum luas, efektivitas kliniknya belum

tentu seluas spektrumnya sebab efektivitas maksimal diperoleh dengan

menggunakan obat terpilih untuk infeksi yang sedang dihadapi terlepas dari

efeknya terhadap mikroba lain. Disamping itu antibiotik berspektrum luas

cenderung menimbulkan super-infeksi oleh kuman atau jamur yang resisten. Di

lain pihak pada septikemia yang kausanya belum diketahui diperlukan antibiotik

yang berspektrum luas sementara menunggu hasil pemeriksaan mikrobiologik.6

Efek Samping Antibiotik6

Efek samping penggunaan antibiotik dapat dikelompokkan menurut reaksi

alergi, reaksi idiosinkrasi, reaksi toksik, serta perubahan biologik dan metabolik

pada hospes.

1. Reaksi alergi

Reaksi alergi dapat ditimbulkan oleh semua antibiotik dengan

melibatkan sistem imun tubuh hospes. Terjadinya tidak bergantung pada

besarnya dosis obat. Manifestasi gejala dan derajat beratnya reaksi dapat

bervariasi.

Prognosis reaksi seringkali sukar diramalkan walaupun didasarkan atas

riwayat reaksi alergi pasien. Orang yang pernah mengalami reaksi alergi,

misalnya oleh penisilin, tidak selalu mengalami reaksi itu kembali ketika

diberikan obat yang sama. Sebaliknya orang tanpa riwayat alergi dapat

mengalami reaksi alergi pada penggunaan ulang penisilin. Reaksi alergi pada

kulit akibat penggunaan penisilin dapat menghilang sendiri, walaupun

terapinya diteruskan. Peristiwa ini mungkin berdasarkan pada desensitisasi.

Tetapi pada kejadian reaksi alergi yang lebih berat daripada eksantem kulit,

sebaiknya terapi antibiotik tersebut dihentikan. Sebab makin berat sifat reaksi

Page 8: AB Topikal 22 Oktober 2011

8

pertama makin besar kemungkinan timbulnya reaksi yang lebih berat pada

pemberian ulang, berupa anafilaksis, dermatitis eksfoliativa, angioedema, dan

lain-lain.

2. Reaksi idiosinkrasi

Gejala ini merupakan reaksi abnormal yang diturunkan secara genetik

terhadap pemberian antibiotik tertentu. Sebagai contoh, 10% pria berkulit

hitam akan mengalami anemia hemolitik berat bila mendapat primakuin, ini

disebabkan mereka kekurangan enzim G6PD.

3. Reaksi toksik

Antibiotik pada umumnya bersifat toksik selektif, tetapi sifat ini relatif.

Efek toksik pada hospes dapat ditimbulkan oleh semua jenis antibiotik. Yang

mungkin dapat dianggap relatif tidak toksik sampai saat ini adalah golongan

penisilin. Dalam menimbulkan efek toksik, masing-masing antibiotik dapat

memiliki predileksi terhadap organ atau sistem tertentu pada tubuh hospes.

Golongan aminoglikosida pada umumnya bersifat toksik terutama

terhadap nervus octavus. Golongan tetrasiklin cukup terkenal dalam

mengganggu pertumbuhan jaringan tulang, termasuk gigi, akibat deposisi

kompleks tetrasiklin kalsium ortofosfat. Dalam dosis besar obat ini bersifat

hepatotoksik, terutama pada pasien pielonefritis dan pada wanita hamil.

Di samping faktor jenis obat, berbagai faktor dalam tubuh juga dapat

menentukan terjadinya reaksi toksik, antara lain fungsi organ/sistem tertentu

sehubungan dengan biotransformasi dan ekskresi obat.

4. Perubahan biologik dan metabolik

Pada tubuh hospes, baik yang sehat maupun yang menderita infeksi,

terdapat populasi mikroflora normal. Dengan keseimbangan ekologik,

populasi mikroflora tersebut biasanya tidak menunjukkan sifat patogen.

Penggunaan antibiotik terutama yang berspektrum luas dapat mengganggu

keseimbangan ekologik mikroflora sehingga jenis mikroba yang meningkat

jumlah populasinya dapat menjadi patogen. Gangguan keseimbangan ekologik

mikroflora normal tubuh dapat terjadi di saluran cerna, napas, saluran kelamin

dan pada kulit. Pada beberapa keadaan perubahan ini dapat menimbulkan

Page 9: AB Topikal 22 Oktober 2011

9

superinfeksi, yaitu suatu infeksi baru yang terjadi akibat terapi infeksi primer

dengan suatu antibiotik. Mikroba penyebab superinfeksi biasanya ialah jenis

mikroba yang menjadi dominan pertumbuhannya akibat penggunaan

antibiotik berspektrum luas, khususnya tetrasiklin.

Penggunaan antibiotika tanpa resep dokter atau dengan dosis yang tidak

tepat dapat menggagalkan pengobatan dan menimbulkan bahaya-bahaya lain

seperti:

1. Sensitasi / hipersensitif

Banyak obat setelah digunakan secara lokal dapatmengakibatkan kepekaan

yang berlebihan, kalau obat yang sama kemudian diberikan secara oral atau

suntikan maka kemungkinan terjadi reaksi hipersentitif atau alergi seperti gatal-

gatal kulit kemerah-merahan, bentol-bentol atau lebih hebat lagi dapat terjadi

syok, contohnya Penisilin danKloramfenikol. Guna mencegah bahaya ini maka

sebaiknya salep-salep menggunakan antibiotika yang tidak akan diberikan

secara sistemis (oral dan suntikan).

2. Resistensi

Jika obat digunakan dengan dosis yang terlalu rendah, atau waktu terapi

kurang lama, maka hal ini dapat menyebabkan terjadinya resistensi artinya

bakteri tidak peka lagi terhadap obat yang bersangkutan. Untuk mencegah

resistensi, dianjurkan menggunakan kemoterapi dengan dosis yang tepat atau

dengan menggunakan kombinasi obat.

3. Super infeksi

Yaitu infeksi sekunder yang timbul selama pengobatan dimana sifat dan

penyebab infeksi berbeda dengan penyebab infeksi yang pertama. Super infeksi

terutama terjadi pada penggunaan antibiotika broad spektrum yang dapat

mengganggu keseimbangan antara bakteri di dalam usus saluran pernafasan

dan urogenital. Spesies mikroorganisme yang lebih kuat atau resisten akan

kehilangan saingan, dan berkuasa menimbulkan infeksi baru misalnya timbul

jamur Candida albicans. Selain antibiotik obat yang menekan sistem tangkis

tubuh yaitu kortikosteroid dan imunosupressiva lainnya dapat menimbulkan

Page 10: AB Topikal 22 Oktober 2011

10

super infeksi. Khususnya, anak-anak dan orang tua sangat mudah dijangkiti

super infeksi ini.

Pada pasien yang lemah, superinfeksi potensial dapat sangat berbahaya,

sebab kebanyakan mikroba penyebab superinfeksi biasanya adalah kuman

gram-negatif dan stafilokokus yang multi-resisten terhadap obat, candida serta

fungus sejati. Keadaan superinfeksi secara khusus dapat menimbulkan

kesulitan di rumah sakit. Kejadian resistensi galur kuman yang tadinya sensitif

terhadap suatu antibiotik di rumah sakit terus meningkat, sehingga bila

superinfeksi terjadi dengan mikroba yang telah menjadi resisten, terapi akan

sangat sukar berhasil. Faktor yang mempermudah terjadinya superinfeksi

adalah:

Adanya faktor atau penyakit yang mengurangi daya tahan tubuh pasien

Penggunaan antibiotik yang terlalu lama

Luasnya spektrum aktivitas antibiotik, baik tunggal maupun kombinasi.

Makin luas spektrum antibiotik, makin besar kemungkinan suatu jenis

mikroflora tertentu menjadi dominan. Frekuensi kejadian superinfeksi paling

rendah adalah dengan penisilin G.

Jika terjadi superinfeksi, tindakan yang perlu dilakukan untuk

mengatasinya yaitu menghentikan terapi antibiotik yang sedang digunakan,

melakukan biakan dan tes resistensi obat terhadap mikroba penyebab

superinfeksi, dan memberikan suatu antibiotik yang efektif terhadap mikroba

tersebut sesuai dengan hasil tes resistensi obat.

Selain menimbulkan perubahan biologik tersebut, penggunaan

antibiotik tertentu dapat pula menimbulkan gangguan nutrisi atau metabolik,

contohnya gangguan absorbsi zat makanan oleh neomisin.

Page 11: AB Topikal 22 Oktober 2011

11

Sediaan Topikal

Sediaan topikal adalah sediaan yang penggunaannya pada kulit dengan

tujuan untuk menghasilkan efek lokal, contoh : lotio, salep, dan krim. Lotio

merupakan preparat cair yang dimaksudkan untuk pemakaian pada bagian luar

kulit. Pada umumnya pembawa dari lotio adalah air. Lotio dimaksudkan untuk

digunakan pada kulit sebagai pelindung atau untuk obat karena sifat bahan

bahannya. Kecairannya memungkinkan pemakaian yang merata dan cepat pada

permukaan kulit. Setelah pemakaian, lotio akan segera kering dan meninggalkan

lapisan tipis dari komponen obat pada permukaan kulit. Fase terdispersi pada lotio

cenderung untuk memisahkan diri dari pembawanya bila didiamkan sehingga

lotio harus dikocok kuat setiap akan digunakan supaya bahan-bahan yang telah

memisah terdispersi kembali.7

Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan

sebagai obat luar. Bahan obatnya larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep

yang cocok. Salep tidak boleh berbau tengik. Menurut pemikiran modern salep

adalah sediaan semipadat untuk pemakaian pada kulit dengan atau tanpa

penggosokan. Oleh karena itu salep dapat terdiri dari substansi berminyak atau

terdiri dari emulsi lemak atau lilin yang mengandung air dalam proporsi relatif

tinggi.7

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu atau

lebih bahan obat yang terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.

Krim mempunyai konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam

minyak atau minyak dalam air. Sekarang batasan tersebut lebih diarahkan untuk

produk yang terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam

asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air yang dapat dicuci dengan air.

Prinsip pembuatan krim adalah berdasarkan proses penyabunan (saponifikasi) dari

suatu asam lemak tinggi dengan suatu basa dan dikerjakan dalam suasana panas

yaitu temperatur 70°- 80° C. Krim merupakan obat yang digunakan sebagai obat

luar yang dioleskan ke bagian kulit badan. Obat luar adalah obat yang

Page 12: AB Topikal 22 Oktober 2011

12

pemakaiannya tidak melalui mulut, kerongkongan, dan ke arah lambung. Menurut

defenisi tersebut yang termasuk obat luar adalah obat luka, obat kulit, obat

hidung, obat mata, obat tetes telinga, obat wasir dan sebagainya.7

Ada beberapa tipe krim seperti emulsi, air terdispersi dalam minyak (A/M)

dan emulsi minyak terdispersi dalam air (M/A). sebagai pengemulsi dapat

digunakan surfaktan anionik, kationik dan non anionik. Untuk krim tipe A/M

digunakan : sabun monovalen, tween, natrium laurylsulfat, emulgidum dan lain-

lain. Krim tipe M/A mudah dicuci. Dalam pembuatan krim diperlukan suatu

bahan dasar. Bahan dasar yang digunakan harus memenuhi kriteria-kriteria

tertentu. Kualitas dasar krim yang diharapkan adalah sebagai berikut :

a. Stabil

b. Lunak

c. Mudah dipakai

d. Dasar krim yang cocok

e. Terdistribusi merata

Fungsi krim adalah:

a. Sebagai bahan pembawa substansi obat untuk pengobatan kulit

b. Sebagai bahan pelumas bagi kulit

c. Sebagai pelindung untuk kulit yaitu mencegah kontak langsung dengan

zat-zat berbahaya. 7

Obat kulit yang umum digunakan mengandung obat-obat golongan

antibiotika, kortikosteroid, antiseptik lokal, antifungi dan lain-lain. Obat topikal

kulit dapat berupa salep, krim, pasta dan obat cair. Pemilihan bentuk obat kulit

topikal dipengaruhi jenis kerusakan kulit, daya kerja yang dikehendaki, kondisi

penderita, dan daerah kulit yang diobati. Obat kulit topikal mengandung obat yang

bekerja secara lokal. Tapi pada beberapa keadaan, dapat juga bekerja pada lapisan

kulit yang lebih dalam, misalnya pada pengobatan penyakit kulit kronik dengan

obat kulit topikal yang mengandung kortikosteroid. Obat kulit digunakan untuk

mengatasi gangguan fungsi dan struktur kulit

Gangguan fungsi struktur kulit dapat dibagi ke dalam tiga golongan, yaitu :

Page 13: AB Topikal 22 Oktober 2011

13

1. Kerusakan Kulit Akut : kerusakan yang masih baru dengan tanda bengkak,

berdarah, melepuh, dan gatal.

2. Kerusakan Kulit Sub Akut : gangguan fungsi dan struktur kulit, yang telah

terjadi antara 7-30 hari, dengan tanda-tanda antara lain bengkak yang makin

parah dan sudah mempengaruhi daerah sekelilingnya.

3. Kerusakan Kulit Kronik : kerusakan yang telah lama terjadi dan hilang serta

timbul kembali, dari beberapa bulan sampai bertahun-tahun. Biasanya kulit

menjadi tebal, keras dan retak-retak.7

Penggolongan Antibiotik lama dan baru

Antibiotik digolongkan menjadi dua kelompok yaitu antibiotik lama dan

baru. Antibiotik golongan lama sudah mulai di tinggalkan penggunaannya karena

sudah banyak ditemukan resistensi terhadap pemakaian obat-obatan antibiotik

lama tersebut. Untuk penggunaan antibiotik golongan baru mulai digunakan

karena belum ada laporan mengenai resistensi terhadap antibiotik yang baru

tersebut.

Old Antibiotik New Antibiotik

Basitrasin Asam fusidat

Mupirosin Retapamulin

Polimiksin B Sulfat Nitrofurazone (Furacin)

Neomisin & Gentamisin, Paromomisin

Eritromisin

Streptomisin

Kloramfenicol

Tetrasiklin

Metronidazole

Penisilin

Gramisidin

Page 14: AB Topikal 22 Oktober 2011

14

Pemakaian Antibiotik Topikal

Antibiotika topikal memegang peranan penting pada penanganan kasus di

bidang kulit. Efek samping pemakaian antibiotik topikal diantaranya adalah

menyebabkan terjadinya dermatitis kontak alergi / iritan, penetrasinya rendah

pada jaringan yang terinfeksi, lebih cepat terjadi resistensi mikroba, efek toksik

(absorbsi sistemik), dan mengganggu flora normal tubuh.8 Antibiotika topikal

adalah obat yang paling sering diresepkan oleh spesialis kulit untuk menangani

akne vulgaris ringan sampai sedang serta merupakan terapi adjunctive dengan

obat oral. Untuk infeksi superfisial dengan area yang terbatas, seperti impetigo,

penggunaan bahan topikal dapat mengurangi kebutuhan akan obat oral, problem

kepatuhan, efek samping pada saluran pencernaan, dan potensi terjadinya interaksi

obat. Selanjutnya, antibiotika topikal seringkali diresepkan sebagai bahan

profilaksis setelah tindakan bedah minor atau tindakan kosmetik (dermabrasi,

laser resurfacing) untuk mengurangi resiko infeksi setelah operasi dan

mempercepat penyembuhan luka. Akhir-akhir ini kegunaan antibiotika topikal

untuk profilaksis setelah tindakan minor dipertanyakan dan akan didiskusikan

lebih lanjut di bawah ini.9

Pengobatan Topikal Untuk Akne

Efikasi antibiotika topikal pada pengobatan akne vulgaris dan rosasea

berhubungan langsung dengan efek antibiotika, dan diduga beberapa antibiotika

topikal memiliki efek anti-inflamasi dengan menekan neutrophil chemotactic

factor atau melalui mekanisme lain. Banyak hal yang harus dipertimbangkan

dalam memilih antibiotika topikal untuk akne vulgaris karena meningkatnya

resistensi terhadap antibiotika yang sering digunakan. Ini menyebabkan para ahli

mencari kemungkinan terapi kombinasi untuk akne vulgaris yang dapat

mengurangi terjadinya resistensi.9

Eritromisin

Page 15: AB Topikal 22 Oktober 2011

15

Eritromisin termasuk antibiotika golongan makrolid dan efektif baik untuk

kuman gram positif maupun gram negatif. Antibiotika ini dihasilkan oleh

Streptomyces erythreus dan digunakan untuk pengobatan akne. Eritromisin

berikatan dengan ribosom 50S bakteri dan menghalangi translokasi molekul

peptidil-tRNA dari akseptor ke pihak donor, bersamaan dengan pembentukan

rantai polipepetida dan menghambat sintesis protein. Eritromisin juga memiliki

efek anti-inflamasi yang membuatnya memiliki kegunaan khusus dalam

pengobatan akne.

Eritromisin tersedia dalam sediaan solusio, gel, pledgets dan salep 1,5 %-

2% sebagai bahan tunggal. Juga tersedia dalam sediaan kombinasi dengan benzoil

peroksida, yang dapat menghambat resistensi antibiotika terhadap eritromisin.

Kombinasi zinc asetat 1,2% dengan eritromisin 4% lebih efektif daripada dengan

Clindamisin.9

Klindamisin

Klindamisin adalah antibiotika linkosamid semisintetik yang diturunkan

dari linkomisin. Mekanisme kerja antibiotika ini serupa dengan eritromisin,

dengan mengikat ribosom 50S dan menekan sintesis protein bakteri. Klindamisin

digunakan secara topikal dalam sediaan gel, solusio, dan suspensi (lotio) 1% serta

terutama untuk pengobatan akne. Juga tersedia dalam kombinasi dengan benzoil

peroksida yang dapat menghambat resistensi antibiotika terhadap klindamisin.

Efek samping berupa kolitis pseudomembran jarang dilaporkan pada pemakaian

klindamisin secara topikal.9

Metronidasol

Metronidasol, suatu topikal nitroimidasol, saat ini tersedia dalam bentuk

gel, lotio, dan krim 0,75%, serta sebagai krim 1% untuk pengobatan topikal pada

rosasea. Pada konsentrasi ringan, obat dipakai 2 kali sehari, sedangkan pada

konsentrasi yang lebih tinggi obat dipakai sekali sehari. Metronidasol oral

memiliki aktifitas broad-spectrum untuk berbagai organisme protozoa dan

organisme anaerob. Mekanisme kerja metronidasol topikal di kulit belum

Page 16: AB Topikal 22 Oktober 2011

16

diketahui; diduga efek antirosasea berhubungan dengan kemampuan obat sebagai

antibiotika, antioksidan dan anti-inflamasi.9

Asam Azelaik

Asam Azelaik adalah suatu asam dikarboksilik yang ditemukan pada

makanan (sereal whole-grain dan hasil hewan). Secara normal terdapat pada

plasma manusia (20-80 ng/mL), dan pemakaian topikal tidak mempengaruhi

angka ini secara bermakna. Mekanisme kerja obat ini adalah menormalisasi proses

keratinisasi (menurunkan ketebalan stratum korneum, menurunkan jumlah dan

ukuran granul keratohialin, dan menurunkan jumlah filagrin. Dilaporkan bahwa

secara in vitro, terdapat aktifitas terhadap Propionibacterium acnes dan

Staphylococcus epidermidis, yang mungkin berhubungan dengan inhibisi sintesis

protein bakteri (tempat yang pasti sampai saat ini belum diketahui). Pada

organisme aerobik terdapat inhibisi enzim oksidoreduktif. Pada bakteri anaerobik

terdapat inhibisi pada enzim oksidoreduksi (seperti tyrosinase, mitochondrial

enzymes of the respiratory chain, 5-alpha reductase, dan DNA polymerase). Pada

bakteri anaerob, terdapat gangguan proses glikolisis. Asam Azelaik digunakan

terutama untuk pengobatan akne vulgaris, dan ada yang menyarankan digunakan

untuk hiperpigmentasi (misalnya melasma), meskipun FDA tidak menyetujui

indikasi ini. Asam Azelaik tersedia dalam sediaan krim 20%.9

Pengobatan Topikal Pada Infeksi Bakteri Superfisial

Mupirosin

Mupirosin, yang dahulu dikenal sebagai asam pseudomonik A adalah

antibiotika yang diturunkan dari Pseudomonas fluorescens. Obat ini secara

reversibel mengikat sintetase isoleusil-tRNA dan menghambat sintesis protein

bakteri. Aktifitas mupirosin terbatas terhadap bakteri gram positif, khususnya

staphylococcus dan streptococcus. Aktifitas obat ini meningkatkan suasana asam.

Mupirosin sensitif terhadap perubahan suhu, sehingga tidak boleh terpapar dengan

suhu tinggi. Salep mupirosin 2% dioleskan 3 kali sehari dan terutama

diindikasikan untuk pengobatan impetigo dengan lesi terbatas, yang disebabkan

oleh S. aureus dan Streptococcus pyogenes. Tetapi, pada penderita

Page 17: AB Topikal 22 Oktober 2011

17

immunocompromised terapi yang diberikan harus secara sistemik untuk mencegah

komplikasi yang lebih serius. Pada tahun 1987 dilaporkan resistensi bakteri

terhadap mupirosin yang pertama kali. Setelah itu terdapat beberapa laporan

resistensi mupirosin karena pemakaian antibiotika topikal untuk methicillin-

resistant S. aureus (MRSA). Penelitian terakhir di Tennessee Veterans’ Affairs

Hospital menunjukkan bahwa penggunaan jangka panjang salep mupirosin untuk

mengontrol MRSA, khususnya pada penderita ulkus dekubitus, meningkatkan

resistensi yang bermakna. Lebih lanjut, peneliti Jepang menemukan bahwa

mupirosin konsentrasi rendah dicapai setelah aplikasi intranasal dan

dipostulasikan bahwa mungkin ini menjelaskan resistensi terhadap mupirosin

pada strain S. aureus. Suatu studi percobaan menggunakan salep antibiotika

kombinasi yang mengandung basitrasin, polimiksin B, dan gramisidin berhasil

menghambat kolonisasi pada 80% (9 dari 11) penderita yang setelah di-follow-up

selama 2 bulan tetap menunjukkan dekolonisasi. Semua kasus (6 dari 6) terhadap

mupirosin-sensitive MRSA dieradikasi, sedangkan 3 dari 5 kasus terhadap

mupirosin-sensitive MRSA dieliminasi. Formulasi baru yang menggunakan asam

kalsium (kalsium membantu dalam stabilisasi bahan kimia) tersedia untuk

penggunaan intranasal dalam bentuk salep 2% dan krim 2%.9

Pengobatan Topikal Untuk Mencegah Infeksi Setelah Tindakan Bedah Atau

Untuk Pengobatan Dermatitis Kronik

Antibiotika topikal banyak dipakai untuk mengurangi infeksi setelah

tindakan bedah minor, pada dermatitis kronik seperti dermatitis stasis dan

dermatitis atopi, atau setelah abrasi ringan pada kulit. Studi terakhir difokuskan

pada insidens infeksi setelah biopsi kulit atau tindakan bedah yang diberi

antibiotika topikal. Pada beberapa kasus, antibiotika topikal tampaknya

menurunkan angka penyembuhan luka. Studi lain menunjukkan bahwa

penggunaan pembawa (vehicle) memberi hasil yang sama seperti pemberian

antibiotika pada penyembuhan luka tanpa resiko dermatitis kontak iritan atau

alergi terhadap bahan antibiotika. Hasil studi yang besar yang membandingkan

basitrasin dan petrolatum pada lebih dari 1200 tindakan bedah minor dan biopsi

Page 18: AB Topikal 22 Oktober 2011

18

menunjukkan bahwa bahan aktif basitrasin tidak menurunkan angka infeksi secara

bermakna, tetapi malah berhubungan dengan dermatitis kontak alergi.9

Basitrasin

Basitrasin adalah antibiotika polipeptida topikal yang berasal dari isolasi

strain Tracy-I Bacillus subtilis, yang dikultur dari penderita dengan fraktur

compound yang terkontaminasi tanah. Basi ini diturunkan dari Bacillus, dan trasin

berasal dari penderita yang mengalami fraktur compound (Tracy). Basitrasin

adalah antibiotika polipeptida siklik dengan komponen multipel (A,B dan C).

Basitrasin A adalah komponen utama dari produk komersial dan yang sering

digunakan sebagai garam zinc. Basitrasin mengganggu sintesis dinding sel bakteri

dengan mengikat atau menghambat .defosforilasi suatu ikatan membran lipid

pirofosfat, pada kokus gram positif seperti stafilokokus dan streptokokus.

Kebanyakan organisme gram negatif dan jamur resisten terhadap obat ini. Sediaan

tersedia dalam bentuk salep basitrasin dan sebagai basitrasin zinc, mengandung

400 sampai 500 unit per gram.

Basitrasin topikal efektif untuk pengobatan infeksi bakteri superfisial pada

kulit seperti impetigo, furunkolosis, dan pioderma. Obat ini juga sering

dikombinasikan dengan polimiksin B dan neomisin sebagai salep antibiotika tripel

yang dipakai beberapa kali sehari untuk pengobatan dermatitis atopi, numularis,

atau stasis yang disertai dengan infeksi sekunder. Sayangnya, aplikasi basitrasin

topikal memiliki resiko untuk timbulnya sensitisasi kontak alergi dan meski jarang

dapat menimbulkan syok anafilaktik.9

Polimiksin B

Polimiksin B adalah antibiotika topikal yang diturunkan dari B.polymyxa,

yang asalnya diisolasi dari contoh tanah di Jepang. Polimiksin B adalah campuran

dari polimiksin B1 dan B2, keduanya merupakan polipeptida siklik. Fungsinya

adalah sebagai detergen kationik yang berinteraksi secara kuat dengan fosfolipid

membran sel bakteri, sehingga menghambat intergritas sel membran.

Polimiksin B aktif melawan organisme gram negatif secara luas termasuk

P.aeruginosa, Enterobacter, dan Escherichia coli. Polimiksin B tersedia dalam

Page 19: AB Topikal 22 Oktober 2011

19

bentuk salep (5000-10000 unit per gram) dalam kombinasi dengan basitrasin atau

neomisin. Cara pemakaiannya dioleskan sekali sampai tiga kali sehari.9

Aminoglikosida Topikal, Termasuk Neomisin, Gentamisin, Dan

Paromomisin

Aminoglikosida adalah kelompok antibiotika yang penting yang

digunakan baik secara topikal atau pun sistemik untuk pengobatan infeksi yang

disebabkan bakteri gram negatif. Aminoglikosida memberi efek membunuh

bakteri melalui pengikatan subunit ribosomal 30S dan mengganggu sintesis

protein.

Neomisin sulfat, aminoglikosida yang sering digunakan secara topical

adalah hasil fermentasi Strep. faridae. Neomisin yang tersedia di pasaran adalah

campuran neomisin B dan C , sedangkan framisetin yang digunakan di Eropa dan

Canada adalah neomisin B murni. Neomisin sulfat memiliki efek mematikan

bakteri gram negatif dan sering digunakan sebagai profilaksis infeksi yang

disebabkan oleh abrasi superfisial, terluka, atau luka bakar. Tersedia dalam bentuk

salep (3,5 mg/g) dan dikemas dalam bentuk kombinasi dengan antibiotika lain

seperti basitrasin, polimiksin dan gramisidin.9

Bahan lain yang sering dikombinasikan dengan neomisin adalah lidokain,

pramoksin, atau hidrokortison. Neomisin tidak direkomendasikan oleh banyak

ahli kulit karena dapat menyebabkan dermatitis kontak alergi. Dermatitis kontak

karena pemakaian neomisin memiliki angka prevalensi yang tinggi, dan pada 6 –8

% penderita yang dilakukan patch test memberi hasil positif. Neomisin sulfat

(20%) dalam petrolatum digunakan untuk menilai alergi kontak.9

Gentamisin sulfat diturunkan dari hasil fermentasi Micromonospora

purpurea. Tersedia dalam bentuk topikal krim atau salep 0,1%. Antibiotika ini

banyak digunakan oleh ahli bedah kulit ketika melakukan operasi telinga ,

terutama pada penderita diabet atau keadaan immunocompromised lain, sebagai

profilaksis terhadap otitis eksterna maligna akibat P. aeruginosa.9

Paromomisin berhubungan erat dengan neomisin dan memiliki efek

antiparasit. Sediaan topikal terdiri dari paramomisin sulfat dan metilbenzetonium

klorida yang digunakan di Israel untuk mengobati leismaniasis kutaneus.9

Page 20: AB Topikal 22 Oktober 2011

20

Antibiotika Lain

Gramisidin

Gramisidin adalah antibiotika topikal yang merupakan derivat B. brevis.

Gramisidin adalah peptida linier yang membentuk stationary ion channels pada

bakteri yang sesuai. Aktifitas antibiotika gramisidin terbatas pada bakteri gram

positif.9

Kloramfenikol

Kloramfenikol di Amerika Serikat penggunaannya terbatas untuk

pengobatan infeksi kulit yang ringan. Kloramfenikol pertama kali diisolasi dari

Strep. venezuela, tetapi saat ini disintesis karena struktur kimianya sederhana.

Mekanisme kerjanya hampir mirip dengan eritromisin dan klindamisin, yaitu

menghambat ribosom 50S memblokade translokasi peptidil tRNA dari akseptor

ke penerima. Kloramfenikol tersedia dalam krim 1 %. Obat ini jarang digunakan

karena dapat menyebabkan anemia aplastik yang fatal atau supresi sum-sum

tulang.9

Sulfonamida

Struktur sulfonamida mirip dengan para-aminobenzoic acid (PABA) dan

bersaing dengan zat tersebut selama sintesis asam folat. Sulfonamida jarang

digunakan secara topikal, kecuali krim silver sulfadiazine (Silvaden) dan krim

mafenid asetat. Silver sulfadiazine melepas silver secara perlahan-lahan. Silver

memberi efek pada membran dan dinding sel bakteri. Mekanisme kerja mefenid

tidak sama dengan sulfonamid karena tidak ada reaksi antagonis terhadap PABA.

Mafenid asetat yang digunakan untuk lesi yang luas pada kulit dapat

menyebabkan asidosis metabolik dan dapat menyebabkan rasa nyeri. Golongan ini

adalah antibiotika broad-spectrum dan digunakan untuk luka bakar. Superinfeksi

oleh Candida dapat terjadi karena pemakaian krim mafenid.9

Clioquinol / Iodochlorhydroxiquin

Clioquinol adalah antibakteri dan antijamur yang di-indikasi-kan untuk

pengobatan kelainan kulit yang disertai peradangan dan tinea pedis serta infeksi

bakteri minor. Clioquinol adalah sintetik hydroxyquinoline yang mekanisme

Page 21: AB Topikal 22 Oktober 2011

21

kerjanya belum diketahui. Kerugian clioquinol adalah mengotori pakaian, kulit,

rambut dan kuku serta potensial menyebabkan iritasi. Clioquinol mempengaruhi

penilaian fungsi tiroid (efek ini dapat berlangsung hingga 3 bulan setelah

pemakaian ). Tetapi clioquinol tidak mempengaruhi hasil tes untuk pemeriksaan

T3 dan T4.9

Nitrofurazone

Nitrofurazone (Furacin) adalah derivat nitrofuran yang digunakan untuk

pengobatan luka bakar. Mekanisme kerjanya adalah inhibisi enzim bakteri pada

degradasi glukosa dan piruvat secara aerob maupun anaerob. Nitrofurazone

tersedia dalam krim , solusio atau kompres soluble 0,2%, dan aktifitas spektrum

obat ini meliputi staphylococcus, streptococcus, E. coli, Clostridium perfringens,

Aerobacter enterogenes, dan Proteus sp.9

Asam Fusidat

Asam fusidat adalah sediaan topikal yang tidak tersedia di Amerika

Serikat, tetapi terdapat di Kanada dan Eropa sebagai antibakteri dalam bentuk

krim, salep, impregnated gauze. Asam fusidat adalah antibiotika steroidal dengan

mekanisme kerja mempengaruhi fungsi faktor elongasi (EF-G) dengan

menstabilkan EF-G-GDP-ribosome complex, mencegah translokasi ribosom dan

daur ulang bentuk EF-G.9

Retapamulin

Pada tanggal 17 April 2007 retapamulin telah disetujui oleh (FDA) untuk

digunakan sebagai pengobatan impetigo. Namun bukan untuk yang disebabkan

resisten oleh metisilin ataupun resisten vankomisin. Retapamulin berikatan

dengan subunit 50S ribosom pada protein L3 dekat dengan peptidil transferase

yang pada akhirnya akan menghambat protein sintesis dari bakteri. Pada salah

satu penelitian yang telah dilakukan pada 210 pasien impetigo yang berusia

diantara 9 sampai 73 tahun dengan luas lesi tidak lebih dari 100 cm2 atau>2%

Page 22: AB Topikal 22 Oktober 2011

22

luas dari total luas badan. Kultur yang telah dilakukan pada pasien

tersebutdidapatkan 82% dengan infeksi Staphylococcus aureus

Pada pasien-pasien tersebut diberi retapamulin sebanyak 2 kali sehari

selama 5 hari terapi. Evaluasi dilakukan mulai hari ke dua setelah hari terakhir

terapi, dan didapatkan luas lesi berkurang, lesi telah mengering, dan lesi benar-

benar telah membaik tanpa penggunaan terapi tambahan. Pada 85,6% pasien

dengan menggunakan retapamulin didapatkan perbaikan klinis dan hanya 52,1%

pasien mengalami perbaikan klinis yang menggunakan placebo.

Dicloxacillin. Penggunaan dicloxacillin merupakan First line untuk

pengobatan impetigo, namun akhir-akhir ini penggunaan dicloxacillin mulai

tergeser oleh penggunaan retapamulin topikal karena diketahui retapamulin

memiliki lebih sedikit efek samping bila dibandingkan dengan dicloxacillin.

KESIMPULAN

Antibiotika topikal memegang peranan penting pada penanganan kasus di

bidang kulit. Pengobatan Topikal Untuk Akne antara lain : eritromisin,

klindamisin, metronidasol, asam azelaik. Pengobatan Topikal Pada Infeksi

Bakteri Superfisial adalah Mupirosin. Pengobatan Topikal Untuk Mencegah

Infeksi Setelah Tindakan Bedah Atau Untuk Pengobatan Dermatitis Kronik antara

lain : Basitrasin, Polimiksin B. Adapula Aminoglikosida Topikal, Termasuk

Neomisin, Gentamisin, Dan Paromomisin. Antibiotika Lain antara lain :

Gramisidin, Kloramfenikol, sulfonamida, Clioquinol, Nitrofurazone (Furacin),

Asam fusidat, Retapamulin.

Page 23: AB Topikal 22 Oktober 2011

23

Page 24: AB Topikal 22 Oktober 2011

24

DAFTAR PUSTAKA

1. Weiss R,. Dermatological manifestation in travel medicine. 2005. CME 2005 vol 23 no. 3

2. Schwart R, Al Mutairi N. Topical antibiotic in dermatology; an update. Review article. 2010. The Gulf Journal of Dermatology and Venereology Volume 17, No.1, April 2010

3. Kementerin Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia. Konsep dan Definisi. 2011. http://www.budpar.go.id/page.php?ic=521&id=3046

4. Craft N, Lee PK, Zipoli MT, Weinberg AN, Schwartz MN, Johnson RA. 2008. Superficial cutaneus infection and pyodermas. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, 7th ed. New York: McGraw-Hill

5. Singh G. 2007. Paedrus Dermatitis. Indian J Dermatol Venereol Leprol. January-February 2007. Vol 73. Issue 1.

6. Setiadi R, Vincent H.S. 2003. Pengantar Antimikroba. Farmakologi dan Terapi. p.571-583. Jakarta. Gaya baru

7. USU. 2011. Sediaan topikal. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26573/4/Chapter20II.pdf

8. Gelmetti, carlo. 2008. Local antibiotics in dermatology. Journal Dermatologic Therapy, Vol. 21. United States

9. Bonner M, Benson P, James W. 2008. Topical Antibiotics. Fitzpatrick’s Dermatology in general medicine, 7th ed. New York: McGraw-Hill