aa ayu dwi adelia yasmin

166
TESIS NILAI MITRAL ANNULAR PLANE SYSTOLIC EXCURSION (MAPSE) DAN TRICUSPID ANNULAR PLANE SYSTOLIC EXCURSION (TAPSE) YANG RENDAH SEBAGAI PREDIKTOR KEJADIAN KARDIOVASKULAR MAYOR PADA PASIEN INFARK MIOKARD AKUT (IMA) AA AYU DWI ADELIA YASMIN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015

Transcript of aa ayu dwi adelia yasmin

Page 1: aa ayu dwi adelia yasmin

TESIS

NILAI MITRAL ANNULAR PLANE SYSTOLIC EXCURSION (MAPSE) DAN TRICUSPID ANNULAR

PLANE SYSTOLIC EXCURSION (TAPSE) YANG RENDAH SEBAGAI PREDIKTOR KEJADIAN KARDIOVASKULAR MAYOR PADA PASIEN

INFARK MIOKARD AKUT (IMA)

AA AYU DWI ADELIA YASMIN

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2015

Page 2: aa ayu dwi adelia yasmin

TESIS

NILAI MITRAL ANNULAR PLANE SYSTOLIC EXCURSION (MAPSE) DAN TRICUSPID ANNULAR

PLANE SYSTOLIC EXCURSION (TAPSE) YANG RENDAH SEBAGAI PREDIKTOR KEJADIAN KARDIOVASKULAR MAYOR PADA PASIEN

INFARK MIOKARD AKUT (IMA)

AA AYU DWI ADELIA YASMIN 1014138102

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

2015

Page 3: aa ayu dwi adelia yasmin

NILAI MITRAL ANNULAR PLANE SYSTOLIC EXCURSION (MAPSE) DAN TRICUSPID ANNULAR PLANE SYSTOLIC

EXCURSION (TAPSE) YANG RENDAH SEBAGAI PREDIKTOR KEJADIAN KARDIOVASKULAR MAYOR

PADA PASIEN INFARK MIOKARD AKUT (IMA)

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik

Program Pasca Sarjana Universitas Udayana

AA AYU DWI ADELIA YASMIN 1014138102

PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2015

Page 4: aa ayu dwi adelia yasmin

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 9 FEBRUARI 2015

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. dr. Ketut Rina Sp.PD, SP.JP (K) Prof. Dr. dr. I Gede Raka Widiana, Sp.PD-KGH NIP. 19470610 197802 1 002 NIP. 19560707 198211 1 001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Ilmu Biomedik-Combine Degree Program Pascasarjana Universitas Udayana,

Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Udayana,

Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, SpS(K) NIP. 195902151985102001

Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS NIP 19461213 197107 1001

Page 5: aa ayu dwi adelia yasmin

Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 9 Februari 2015

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No: 316/ UN14.4/ HK/ 2015, Tanggal 29 Januari 2015

Ketua : DR. dr. I Ketut Rina Sp.PD, Sp.JP (K) Anggota :

1. Prof. DR. dr. I Gede Raka Widiana Sp.PD-KGH

2. Prof. DR. dr. I Wayan Wita, Sp.JP (K)

3. DR. dr. Ida Sri Iswari, Sp.MK, M.Kes

4. dr. Ketut Badjra Nadha, Sp.JP (K)

Page 6: aa ayu dwi adelia yasmin

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Terwujudnya tesis yang berjudul “Nilai Mitral Annular Plane Systolic Excursion (MAPSE) dan Tricuspid Annular Plane Systolic Excursion (TAPSE) yang Rendah sebagai Prediktor Kejadian Kardiovaskular Mayor pada Pasien Infark Miokard Akut (IMA)” tentunya tidak lepas dari peran berbagai pihak, sehingga penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya dan setulus-tulusnya kepada:

1. Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr Ketut Suastika, SpPD-KEMD dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Prof. Dr. dr Putu Astawa, Sp.OT (K), M.Kes yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas pada penulis untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis I di Universitas Udayana.

2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr Raka Sudewi, Sp.S(K), atas kesempatan yang telah diberikan pada penulis untuk menjadi mahasiswa program pasca sarjana, program studi kekhususan kedokteran klinik (combined degree).

3. Ketua Program Pascasarjana Kekhususan Kedokteran Klinik (combined degree), Prof. Dr. dr. Wimpie I Pangkahila, Sp.And.,FAACS, yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Pasca Sarjana Kekhususan Kedokteran Klinik (combined degree).

4. Direktur RSUP Sanglah Denpasar, dr. A.A.A Saraswati, M.Kes atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk melanjutkan pendidikan di Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular dan melakukan penelitian di RSUP Sanglah Denpasar.

5. Kepala Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran VaskularFakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah, Dr. IGN Putra Gunadhi, SpJP(K) yang telah memberikan kesempatan penulis untuk mengikuti program pendidikan dokter spesialis I di bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK UNUD/RSUP Sanglah dan telah memberikan dukungan, semangat serta masukan selama pembuatan tesis.

6. Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis I (KPS PPDS-I) Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah, Prof. Dr. dr. Wayan Wita, SpJP(K) yang telah memberikan kesempatan, bimbingan dan dukungan sejak awal sampai akhir pendidikan penulis. Terima kasih karena telah menjadi orang tua yang senantiasa mengarahkan, membimbing dan memberikan dukungan selama penulis menjalani pendidikan PPDS I Kardiologi dan Kedokteran Vaskular.

Page 7: aa ayu dwi adelia yasmin

7. DR. dr. I Ketut Rina, Sp.PD, Sp.JP (K) selaku pembimbing pertama yang dengan tulus ikhlas meluangkan waktu, tenaga, serta perhatian yang tinggi untuk memberikan dorongan, bimbingan, dan arahan mulai dari penyusunan proposal hingga penyelesaian tesis ini.

8. Prof. DR. dr. I Gede Raka Widiana, Sp.PD-KGH selaku pembimbing kedua yang dengan kesediaan penuh meluangkan waktu, tenaga, dan perhatian yang tinggi untuk membimbing penulis dengan sabar, terutama dalam masalah statistik, sehingga penulis dapat mengerti dengan baik dan menyelesaikan tesis ini.

9. dr. Ketut Badjra Nadha, Sp.JP (K) selaku Ketua Divisi Non Invasif yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan yang sangat berharga berhubungan dengan penelitian ini serta menjadi salah satu observer dalam pengukuran nilai MAPSE dan nilai TAPSE yang merupakan variabel sentral dalam penelitian ini sehingga tesis ini dapat tersusun dengan baik.

10. Seluruh staf pengajar Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang telah mendidik, memberikan kesempatan, ijin, serta fasilitas kepada penulis untuk dapat mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Kardiologi dan Kedokteran Vaskular serta menyelesaikan tesis ini.

11. Ketua Tim dan anggota Tim Penguji tesis ini yang telah memberikan pemecahan serta masukan yang bermanfaat guna perbaikan tesis ini.

12. Yang teristimewa untuk kedua orang tua saya tercinta, Ir. IGA Ngurah Oka dan AA Ayu Indrawaty SS, yang telah memberikan, doa, kasih sayang tanpa batas, semangat, dan dukungan moril materil kepada penulis selama mengikuti pendidikan ini sehingga dapat dijalani dengan lancar.

13. dr. IB Rangga Wibhuti, Sp.JP, sebagai senior dan rekan seperjuangan yang telah banyak memberikan semangat untuk berjuang menyelesaikan tesis ini, serta mau meluangkan waktu dan tenaga untuk menjadi salah satu observer dalam pengukuran nilai MAPSE dan nilai TAPSE sehingga tesis ini dapat tersusun dengan baik.

14. dr. Vianney Tedjamulia, sebagai rekan PPDS yang telah banyak membantu dalam penelitian ini, dari memasukkan variabel MAPSE dan TAPSE ke alat ekokardiografi sehingga memudahkan dalam pengukuran, memberikan program-program praktis yang memudahkan penulis dalam penyusunan tesis, serta mau meluangkan waktu dan tenaga untuk menjadi salah satu observer dalam pengukuran nilai MAPSE dan nilai TAPSE sehingga tesis ini dapat tersusun dengan baik.

15. Rekan-rekan residen kardiologi yang saya cintai, terutama satu-satunya teman seangkatan saya, dr. Putu Agus Wismantara, yang telah berjuang bersama-sama dari awal masa pendidikan yang sangat berat ini, baik dalam suka maupun duka. Kepada teman-teman PPDS yang telah banyak membantu dalam penelitian ini, antara lain dr. Kiki, dr. Wulan, dr. Mirah, dr. Widya, dr. Hendy, dr. Rani, dr. Cindy, dr. Suma, dan dr. Sudiarta. Kepada rekan-rekan karaoke dan jalan-jalan Karna (dr. Tumas, dr. Widya, dr. Mirah, dr. Laurentia, dr. Sany Sp.JP, dr. Eko, Sp.JP, dan lain-lain) yang

Page 8: aa ayu dwi adelia yasmin

telah memberikan senyuman dan keceriaan sehingga menguatkan saya dalam menjalani proses pendidikan ini.

16. Teman-teman sekretariat tercinta, Mbak Candra, Mbak Dian, Mbak Andi, dan Pak Ketut yang selalu mendukung, membantu, dan bekerja sama dalam segala hal selama pendidikan spesialis ini.

17. Teman-teman perawat di UGD, ICCU, dan Poliklinik PJT yang bersama-sama bahu-membahu dalam bekerja sehingga membuat masa pendidikan ini menyenangkan bila bekerja bersama kalian.

Akhir kata, dengan iringan doa semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa memberikan pahala yang berlipat ganda atas segala amal baik yang diberikan kepada penulis, dan semoga tesis ini dapat bermanfaat.

Denpasar, 9 Februari 2015

Penulis,

dr. AA Ayu Dwi Adelia Yasmin

Page 9: aa ayu dwi adelia yasmin

ABSTRAK

NILAI MITRAL ANNULAR PLANE SYSTOLIC EXCURSION (MAPSE) DAN TRICUSPID ANNULAR PLANE SYSTOLIC EXCURSION (TAPSE)

YANG RENDAH SEBAGAI PREDIKTOR KEJADIAN KARDIOVASKULAR MAYOR PADA PASIEN INFARK MIOKARD

AKUT (IMA)

Infark Miokard Akut (IMA) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas yang utama di negara maju serta menjadi masalah kesehatan yang sangat penting di negara berkembang. Penurunan fungsi sistolik ventrikel kiri dan fungsi sistolik ventrikel kanan pada pasien IMA diketahui berhubungan dengan prognosis yang buruk. Nilai Mitral Annular Plane Systolic Excursion (MAPSE) dan Tricuspid Annular Plane Systolic Excursion (TAPSE) merupakan parameter ekokardiografi sederhana yang menunjukkan fungsi sistolik ventrikel kiri dan kanan, serta dapat diperoleh dengan mudah pada pasien-pasien dalam kondisi kritis atau gawat darurat. Belum terdapat studi yang meneliti nilai MAPSE dan TAPSE yang rendah sebagai prediktor kejadian kardiovaskular mayor pada populasi pasien IMA sebagai satu entitas klinis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai MAPSE dan nilai TAPSE yang rendah sebagai prediktor kejadian kardiovaskular mayor pada pasien IMA.

Penelitian ini merupakan studi observasional kohort prospektif yang mengikutsertakan 72 pasien IMA sebagai subjek penelitian berdasarkan consecutive sampling. Pengambilan gambar MAPSE dan TAPSE dilakukan dalam 24 jam pertama setelah pasien masuk rumah sakit menggunakan ekokardiografi transthorakal dengan alat GE Vivid E Portable Ultrasound Machine dan GE 3S Ultrasound Probe. Selanjutnya, dilakukan observasi terhadap adanya kejadian kardiovaskular mayor yang terdiri dari kematian kardiovaskular dan/atau gagal jantung dan/atau syok kardiogenik dan/atau aritmia maligna dan/atau angina pasca infark selama perawatan di rumah sakit.

Pada penelitian ini didapatkan bahwa nilai MAPSE yang rendah merupakan prediktor kejadian kardiovaskular mayor sebesar hampir 7 kali lipat (HR = 6,68, 95% CI = 2,37-18,83, nilai p = <0,0001), nilai TAPSE yang rendah merupakan prediktor kejadian kardiovaskular mayor sebesar 3 kali lipat (HR = 3,29, 95% CI = 1,10-9,84, nilai p = 0,033), dan gabungan keduanya merupakan prediktor kejadian kardiovaskular mayor sebesar 4 kali lipat (HR = 4,26, 95% CI = 1,52-11,93, nilai p = 0,006) pada pasien IMA yang dirawat di RSUP Sanglah.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa nilai MAPSE yang rendah, nilai TAPSE yang rendah, dan gabungan keduanya merupakan prediktor independen kejadian kardiovaskular mayor saat perawatan di rumah sakit pada pasien IMA.

Kata Kunci: Infark Miokard Akut, Mitral Annular Plane Systolic Excursion dan Tricuspid Annular Plane Systolic Excursion

Page 10: aa ayu dwi adelia yasmin

ABSTRACT DECREASED MITRAL ANNULAR PLANE SYSTOLIC EXCURSION

(MAPSE) AND TRICUSPID ANNULAR PLANE SYSTOLIC EXCURSION (TAPSE) AS PREDICTORS OF MAJOR CARDIOVASCULAR EVENTS

IN ACUTE MYOCARDIAL INFARCTION (AMI)

Acute Myocardial Infarction (AMI) is a leading cause of morbidity and mortality in developed countries, as well as emerged as a very important health problem in developing countries. Decreased left ventricular systolic function and right ventricular systolic function were known to be associated with poor prognosis in IMA. Mitral Annular Plane Systolic Excursion (MAPSE) and Tricuspid Annular Plane Systolic Excursion (TAPSE) were the simple echocardiograpic parameters that indicates left and right ventricular systolic function, and can be easily obtained in patients in critical care or emergency settings. There has been no study that examines the decreased MAPSE and TAPSE as predictors of major cardiovascular events in AMI population as one clinical entity. The purpose of this study was to determine decreased MAPSE and TAPSE as a predictor of major cardiovascular events in AMI patients.

This study was a prospective cohort observational study that enrolled 72 patients with AMI as the subject of research by consecutive sampling. MAPSE and TAPSE were obtained within the first 24 hours after admission using transthoracal echocardiography with a GE Vivid E Portable Ultrasound Machine and 3S GE Ultrasound Probe. Then, we did the observation of the presence of major cardiovascular events, which consist of cardiovascular death and / or heart failure and / or cardiogenic shock and / or malignant arrhythmias and / or post-infarction angina during hospitalization.

In this study, it was found that decreased MAPSE is a predictor of major cardiovascular events by almost 7-fold (HR = 6.68, 95% CI = 2.37-18.83, p = <0.0001), decreased TAPSE is a predictor of major cardiovascular events by 3-fold (HR = 3.29, 95% CI = 1.10-9.84, p = 0.033), and combination of both is a predictor of major cardiovascular events by 4-fold (HR = 4.26, 95% CI = 1.52-11.93, p = 0.006) in patients with AMI that were treated at Sanglah General Hospital.

This study concludes that the decreased MAPSE, decreased TAPSE, and a combination of both were independent predictors of in-hospital major cardiovascular events in patients with AMI.

Keywords: Acute Myocardial Infarction, Mitral Annular Plane Systolic Excursion and Tricuspid Annular Plane Systolic Excursion

Page 11: aa ayu dwi adelia yasmin

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM .................................................................................................. i

PRASYARAT GELAR. .......................................................................................... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................ iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ...................................................................... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ...................................................................................v

ABSTRAK ...........................................................................................................viii

ABSTRACT .......................................................................................................... ix

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ... x

DAFTAR TABEL .................................................................................................. xv

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xvi

DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN, DAN ISTILAH ....................... xviii

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xx

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 7

1.3Tujuan Penelitian .................................................................................... 7

1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................. 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................................... 9

2.1 Definisi Infark Miokard Akut ................................................................ 9

Page 12: aa ayu dwi adelia yasmin

2.2 Patofisiologi Infark Miokard Akut ....................................................... 10

2.3 Klasifikasi Klinis pada Infark Miokard Akut....................................... 12

2.4 Diagnosis Infark Miokard Akut ........................................................... 13

2.5 Stratifikasi Risiko pada Infark Miokard Akut ...................................... 15

2.6 Komplikasi pada Infark Miokard Akut ................................................ 16

2.7 Fungsi Sistolik Ventrikel yang Normal................................................ 17

2.8 Fungsi Sistolik Ventrikel Kiri setelah Infark Miokard Akut ............... 18

2.9 Fungsi Sistolik Ventrikel Kanan setelah Infark Miokard Akut ........... 19

2.10Parameter Ekokardiografi untuk Stratifikasi Risiko pada Infark

Miokard Akur ............................................................................................. 21

2.11Mitral Annular Plane Systolic Excursion (MAPSE) .......................... 24

2.12Tricuspid Annular Plane Systolic Excursion (TAPSE) ...................... 29

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir ................................................................................ 34

3.2 Kerangka Konsep ................................................................................. 36

3.3 Hipotesis Penelitian .............................................................................. 37

BAB IV METODE PENELITIAN ........................................................................ 38

4.1 Rancangan Penelitian ........................................................................... 38

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 40

4.3 Penentuan Sumber Data ....................................................................... 40

4.3.1 Populasi Penelitian ..................................................................... 40

Page 13: aa ayu dwi adelia yasmin

4.3.1.1 Populasi Target .................................................................. 41

4.3.1.2 Populasi Terjangkau ........................................................... 41

4.3.1.3 Sampel Penelitian ............................................................... 41

4.3.2 Penentuan Sampel ...................................................................... 41

4.3.2.1 Kriteria Inklusi ................................................................... 41

4.3.2.2 Kriteria Eksklusi ................................................................ 41

4.3.2.3 Jumlah Sampel ................................................................... 41

4.4Variabel Penelitian ................................................................................ 42

4.4.1 Variabel Bebas ........................................................................... 42

4.4.2 Variabel Tergantung .................................................................. 42

4.4.3 Variabel Kendali ........................................................................ 42

4.4.4 Hubungan Antar Variabel .......................................................... 43

4.4.5 Definisi Operasional Variabel Penelitian ................................... 43

4.5 Bahan Penelitian .................................................................................. 50

4.6 Instrumen Penelitian ............................................................................ 50

4.7 Prosedur Penelitian .............................................................................. 51

4.7.1 Tata Cara Penelitian ................................................................... 51

4.7.2 Alur Penelitian .......................................................................... 53

4.8 Analisis Data ........................................................................................ 55

BAB V HASIL PENELITIAN............................................................................... 58

5.1 Analisis Reliabilitas ............................................................................. 59

5.2 Analisis Kurva ROC ............................................................................ 63

Page 14: aa ayu dwi adelia yasmin

5.3 Karakteristik Subjek Penelitian ............................................................ 65

5.4 Nilai MAPSE yang Rendah sebagai Prediktor Kejadian Kardiovaskular

Mayor saat Perawatan di Rumah Sakit pada

Pasien IMA ................................................................................................ 68

5.5 Pengaruh nilai MAPSE yang Rendah terhadap Kejadian

Kardiovaskular Mayor saat Perawatan di Rumah Sakit setelah Dikontrol

dengan Variabel Lain ................................................................................. 70

5.6 Nilai TAPSE yang Rendah sebagai Prediktor Kejadian Kardiovaskular

Mayor saat Perawatan di Rumah Sakit pada Pasien IMA.......................... 71

5.7 Pengaruh nilai TAPSE yang Rendah terhadap Kejadian Kardiovaskular

Mayor saat Perawatan di Rumah Sakit setelah Dikontrol dengan Variabel

Lain ........................................................................................................ 73

5.8 Nilai MAPSE dan Nilai TAPSE yang Rendah sebagai Prediktor

Kejadian Kardiovaskular Mayor saat Perawatan di Rumah Sakit pada

Pasien IMA ................................................................................................ 74

5.9 Pengaruh nilai MAPSE dan nilai TAPSE yang Rendah terhadap

Kejadian Kardiovaskular Mayor saat Perawatan di Rumah Sakit setelah

Dikontrol dengan Variabel Lain................................................................. 75

BAB VI PEMBAHASAN ...................................................................................... 77

6.1 Analisis Reliabilitas ............................................................................. 79

6.2 Analisis Kurva ROC ............................................................................ 82

6.3 Karakteristik Subjek Penelitian ............................................................ 83

Page 15: aa ayu dwi adelia yasmin

6.4 Nilai MAPSE yang Rendah sebagai Prediktor Kejadian Kardiovaskular

Mayor saat Perawatan di Rumah Sakit pada

Pasien IMA ................................................................................................ 88

6.5 Nilai TAPSE yang Rendah sebagai Prediktor Kejadian Kardiovaskular

Mayor saat Perawatan di Rumah Sakit pada Pasien IMA.......................... 90

6.6 Nilai MAPSE dan Nilai TAPSE yang Rendah sebagai Prediktor

Kejadian Kardiovaskular Mayor saat Perawatan di Rumah Sakit pada

Pasien IMA ................................................................................................ 92

6.7 Keterbatasan Penelitian ........................................................................ 94

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 96

7.1 Simpulan ............................................................................................. 96

7.2 Saran .................................................................................................... 96

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 98

LAMPIRAN ...................................................................................................... 105

Page 16: aa ayu dwi adelia yasmin

DAFTAR TABEL

Halaman

2.1 Definisi Universal IMA.................................................................................... 9

5.1 Karakteristik Subyek Penelitian (Berdasarkan Kategori Nilai MAPSE) ....... 65

5.2 Karakteristik Subyek Penelitian (Berdasarkan Kategori Nilai TAPSE) ........ 67

5.3 Hasil Analisis Cox Regression Nilai MAPSE yang Rendah sebagai

Prediktor Kejadian Kardiovaskular Mayor pada Pasien IMA ....................... 71

5.4 Hasil Analisis Cox Regression Nilai TAPSE yang Rendah sebagai

Prediktor Kejadian Kardiovaskular Mayor pada Pasien IMA ....................... 73

5.5 Hasil Analisis Cox Regression Nilai MAPSE dan Nilai TAPSE yang

Rendah sebagai Prediktor Kejadian Kardiovaskular Mayor pada Pasien

IMA ................................................................................................................ 78

Page 17: aa ayu dwi adelia yasmin

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Patofisiologi IMA .......................................................................................... 11

2.2 Waktu Pelepasan Biomarker Setelah Onset IMA .......................................... 15

2.3 Cara Pengukuran MAPSE melalui Apical-four Chamber View .................... 25

2.4 Cara Pengukuran TAPSE ............................................................................... 30

3.2 Kerangka Konsep Penelitian .......................................................................... 36

4.1 Rancangan Penelitian ..................................................................................... 39

4.2 Hubungan antar Variabel ............................................................................... 43

4.3 Alur Penelitian ............................................................................................... 54

5.1 Grafik Scatter Plot yang Menggambarkan Korelasi Nilai MAPSE yang

Diukur oleh Observer 1 dan Observer 2 (Kiri Atas), Observer 1 dan

Observer 3 (Kanan Atas), serta Observer 2 dan Observer 3 (Bawah) ........... 60

5.2 Kurva Bland-Altman yang Menggambarkan Limit of Agreement antara

Nilai MAPSE yang Diukur oleh Observer 1 dan Observer 2 (Kiri Atas),

Observer 1 dan Observer 3 (Kanan Atas), serta Observer 2 dan Observer 3

(Bawah) .......................................................................................................... 61

Page 18: aa ayu dwi adelia yasmin

5.3 Grafik Scatter Plot yang Menggambarkan Korelasi Nilai TAPSE yang

Diukur oleh Observer 1 dan Observer 2 (Kiri Atas), Observer 1 dan

Observer 3 (Kanan Atas), serta Observer 2 dan Observer 3 (Bawah) ........... 62

5.4 Kurva Bland-Altman yang Menggambarkan Limit of Agreement antara

Nilai TAPSE yang Diukur oleh Observer 1 dan Observer 2 (Kiri Atas),

Observer 1 dan Observer 3 (Kanan Atas), serta Observer 2 dan Observer 3

(Bawah) .......................................................................................................... 63

5.5 Kurva ROC dalam Menentukan Cut-off Point Nilai MAPSE yang rendah

(kiri) dan Nilai TAPSE yang rendah (kanan) ................................................. 64

5.6 Kurva Estimasi Survival Kaplan Meier Terjadinya Kejadian

Kardiovaskular Mayor Pada IMA Berdasarkan Nilai MAPSE yang Rendah 68

5.7 Kurva Estimasi Survival Kaplan Meier Terjadinya Kejadian

Kardiovaskular Mayor Pada IMA Berdasarkan Nilai TAPSE yang Rendah . 71

5.8 Kurva Estimasi Survival Kaplan Meier Terjadinya Kejadian

Kardiovaskular Mayor Pada IMA Berdasarkan Nilai MAPSE yang Rendah

dan Nilai TAPSE yang Rendah ...................................................................... 74

Page 19: aa ayu dwi adelia yasmin

DAFTAR SINGKATAN

ACC/AHA : The American College of Cardiology/American Heart

Association

ADA : American Diabetes Association

APVD : Atrioventricular Plane Displacement

CABG : Coronary Artery Bypass Grafting

CK : Creatine Kinase

DM : Diabetes Melitus

DWI : D Wave Integral

EF : Ejection Fraction

EKG : Elektrokardiografi

ESC : The European Society of Cardiology

GISSI-3 : Gruppo Italiano per lo Studio della Soprawivenza

nell’Infarto Miacardico

GRACE : The Global Registry in Acute Coronary Events

HT : Hipertensi

IMA : Infark Miokard Akut

IMT : Indeks Massa Tubuh

LAD : Left Anterior Descending

MAPSE : Mitral Annular Plane Systolic Excursion

MPI : Myocardial Performance Index

MRI : Magnetic Resonance Imaging

Page 20: aa ayu dwi adelia yasmin

NSTEMI : Non ST-Elevation Myocardial Infarction

OPERA : Observatoire sur la Prise en charge hospitaliere,

l’Evolution a un an et les caRacteristiques de patients

pre´sentant un infArctus du myocarde avec ou sans onde Q

PCI : Percutaneous Coronary Intervention

RCA : Right Coronary Artery

ROC : Receiving Operating Characteristic

SKA : Sindroma Koroner Akut

SPVDW : Standardized Peak Velocity of the D Wave

STEMI : ST-Elevation Myocardial Infarction

TAM : Tricuspid Annular Motion

TAPSE : Tricuspid Annular Plane Systolic Excursion

TIMI : The Thrombolysis in Myocardial Infarction

TTGO : Tes Toleransi Glukosa Oral

UAP : Unstable Angina Pectoris

WMSI : Wall Motion Score Index

Page 21: aa ayu dwi adelia yasmin

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Informasi Pasien dan Formulir Persetujuan ............................................. 105

2. Lembar Pengumpulan Data ...................................................................... 109

3. Hasil Pemeriksaan Ekokardiografi Bedside ............................................. 111

4. Cara Pemeriksaan Laboratorium untuk Penunjang Tesis ........................ 112

5. Data Penelitian ......................................................................................... 113

Page 22: aa ayu dwi adelia yasmin

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan kumpulan manifestasi klinis yang

disebabkan oleh kejadian iskemia miokard yang akut. SKA dapat diklasifikasikan

menjadi Unstable Angina Pectoris (UAP), Non ST-Elevation Myocardial

Infarction (NSTEMI), dan ST-Elevation Myocardial Infarction (STEMI). Hingga

saat ini sudah terdapat banyak kemajuan dalam pemahaman patofisiologi penyakit

arteri koroner serta perbaikan dalam penatalaksanaan dan pencegahannya.

Namun, SKA masih merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas yang

utama di negara maju serta menjadi masalah kesehatan yang sangat penting di

negara berkembang.

Infark Miokard Akut (IMA) merupakan suatu kondisi nekrosis miokardial

yang disebabkan oleh iskemia. Berdasarkan hasil pemeriksaan EKG, secara umum

IMA dapat diklasifikasikan menjadi STEMI dan NSTEMI. Berdasarkan data yang

diperoleh dari Registry GRACE (The Global Registry in Acute Coronary Events),

diketahui bahwa frekuensi diagnosis STEMI adalah 30%, sedangkan frekuensi

diagnosis NSTEMI adalah 25% dari keseluruhan SKA. Kedua kondisi klinis

tersebut diketahui memiliki patogenesis yang sama. Terapi yang diberikan juga

serupa, yaitu untuk mengatasi dan mencegah terjadinya ruptur plak

atherosklerosis, walaupun adanya ST elevasi pada gambaran EKG menyebabkan

keputusan untuk melakukan terapi reperfusi diambil dengan lebih segera

dibandingkan dengan pasien NSTEMI (Dziewierz dkk., 2009).

Page 23: aa ayu dwi adelia yasmin

Data yang diperoleh dari Registry OPERA (Observatoire sur la Prise en

charge hospitaliere, l’Evolution a un an et les caRacteristiques de patients

pre´sentant un infArctus du myocarde avec ou sans onde Q) menemukan bahwa

luaran di rumah sakit dan luaran klinis jangka panjang pada pasien NSTEMI dan

STEMI adalah sama. Oleh karena itu, definisi universal IMA yang dikemukakan

oleh ESC (European Society of Cardiology) dan ACC (American College of

Cardiology), yang menggabungkan STEMI dan NSTEMI menjadi satu entitas

klinis dianggap sudah tepat (Montalescot dkk., 2007).

Morbiditas dan mortalitas yang terjadi pada penderita IMA sangat

dipengaruhi oleh berbagai komplikasi yang dapat disebabkan oleh IMA.

Komplikasi yang dapat disebabkan oleh IMA secara umum dapat diklasifikasikan

menjadi komplikasi mekanik, aritmia, iskemik, inflamasi, dan embolik. Kejadian

kardiovaskular mayor merupakan komplikasi IMA yang berhubungan secara

langsung dengan tingkat survival pasien. Disfungsi ventrikel kiri yang

menyebabkan kegagalan pompa jantung merupakan prediktor mortalitas

terpenting pada pasien IMA. Syok kardiogenik merupakan prediktor utama

kematian di rumah sakit, dan didapatkan prevalensi syok kardiogenik yang serupa

pada kelompok pasien NSTEMI dan STEMI. Komplikasi IMA yang juga

berhubungan dengan tingkat survival adalah berbagai aritmia maligna yang dapat

menyebabkan gangguan hemodinamik pada pasien, contohnya takiaritmia

supraventrikular dan takiaritmia ventrikular yang menetap, serta blok

atrioventrikular derajat tinggi. Komplikasi iskemik yang termasuk dalam kejadian

kardiovaskular mayor adalah angina pasca infark, yang mengambarkan adanya

Page 24: aa ayu dwi adelia yasmin

suatu perluasan infark, infark berulang pada teritori arteri koroner yang lain, atau

reoklusi pada arteri koroner yang berhubungan dengan infark. Angina pasca infark

harus dibedakan dengan nyeri dada yang tidak disebabkan oleh kausa iskemia,

seperti perikarditis atau emboli paru (Abu-Assi dkk., 2010, Nonogi, 2002,

Mullasari dkk., 2011).

Stratifikasi risiko yang efektif merupakan suatu bagian yang integral terhadap

penatalaksanaan IMA. Sistem stratifikasi sebaiknya dikerjakan pada seluruh

pasien yang datang dengan presentasi IMA dengan menggunakan alat yang

sederhana dan dapat dilakukan bedside sehingga dapat ditentukan manajemen

yang sesuai, keputusan untuk terapi intervensi, dan penentuan prognosis pasien.

Sistem skoring yang banyak digunakan untuk stratifikasi risiko antara lain skor

The Thrombolysis in Myocardial Infarction (TIMI) dan skor GRACE yang

menggabungkan kriteria klinis, komorbidiras, parameter hemodinamik, perubahan

segmen ST, dan nilai troponin untuk memprediksi risiko morbiditas dan mortalitas

pada pasien-pasien IMA (Masood dkk., 2009).

Ekokardiografi merupakan pemeriksaan yang mudah untuk dilakukan dan

diinterpretasikan dalam situasi klinis dan efektif untuk stratifikasi risiko pasien-

pasien IMA. Parameter-parameter ekokardiografi dapat digunakan untuk

memperkirakan risiko mortalitas atau infark miokard berulang pada saat

perawatan di rumah sakit dan 6 bulan pasca dipulangkan dari rumah sakit.

Kekuatan stratifikasi prognostik parameter ekokardiografi lebih bermakna bila

dibandingkan dengan skor klinis yang telah banyak direkomendasikan, contohnya

skor TIMI dan GRACE. Pada kondisi IMA, direkomendasikan untuk melakukan

Page 25: aa ayu dwi adelia yasmin

pemeriksaan ekokardiografi transthorakal dalam 24-48 jam pertama.(Bedetti dkk.,

2010, Flachskampf dkk., 2011).

Berdasarkan berbagai penelitian, sudah terbukti bahwa prognosis setelah

kejadian IMA sangat berhubungan dengan derajat disfungsi ventrikel kiri yang

terjadi. Fungsi ventrikel kiri biasanya digambarkan dengan fraksi ejeksi (ejection

fraction/EF). Pengukuran EF menggunakan metode M-mode secara linear kurang

reliabel bila dilakukan pada kondisi kontraksi ventrikel kiri yang asimetris akibat

abnormalitas gerakan dinding jantung regional yang sering terjadi setelah IMA.

Pengukuran EF menggunakan metode biplane dua dimensi dapat digunakan pada

kasus kontraktilitas ventrikel kiri yang asimetris, namun metode tersebut

membutuhkan kualitas gambar yang baik untuk dapat mengidentifikasi tepian

endokardial secara adekuat (Nammas & El-Okda, 2012).

Pemendekan longitudinal ventrikel kiri merupakan suatu komponen yang

penting dalam fungsi pompa jantung. Pada fase sistolik, annulus katup mitral

bergerak menuju apeks jantung yang relatif tidak bergerak (Manouras dkk., 2009).

Komponen tersebut dapat dievaluasi dengan pengukuran pada long-axis, M-mode

derived, Mitral Annular Plane Systolic Excursion (MAPSE) (Hu dkk., 2013a).

MAPSE dapat menggambarkan fungsi longitudinal ventrikel kiri secara global,

walaupun terdapat kontraksi ventrikel kiri yang asimetris pada IMA. Hal tersebut

disebabkan karena MAPSE diukur pada empat area yang berbeda pada ventrikel

kiri, yaitu regio septal, lateral, anterior, dan inferior. Pemeriksaan MAPSE juga

tidak memerlukan kualitas gambar yang baik, karena sifat bidang atrioventrikular

yang sangat echogenik, sehingga pemeriksaan dapat dilakukan dengan cepat pada

Page 26: aa ayu dwi adelia yasmin

kondisi gawat darurat. Penelitian yang dilakukan oleh Nammas & El-Okda

menunjukkan bahwa nilai MAPSE < 10 mm yang diukur dalam waktu 24 jam

setelah masuk rumah sakit akibat STEMI dapat digunakan untuk memprediksi

kejadian kardiovaskular mayor pada saat perawatan di rumah sakit dengan

sensitivitas 72,7%, spesifisitas 91,5%, nilai prediktif negatif 91,5%, dan nilai

prediktif positif 72,7% (Nammas & El-Okda, 2012).

Penilaian fungsional pada ventrikel kanan lebih sulit dilakukan dibandingkan

pada ventrikel kiri, karena ventrikel kanan memiliki bentuk yang lebih kompleks.

Walaupun sudah terdapat teknik terbaru untuk menilai fungsi ventrikel kanan

seperti ekokardiografi tiga dimensi dan Magnetic Resonance Imaging (MRI)

kardiak, dibutuhkan keahlian dan biaya yang tinggi untuk memanfaatkan

modalitas tersebut, sehingga tidak praktis untuk dilakukan pada kondisi gawat

darurat. Pergerakan annulus katup trikuspid yang dinilai menggunakan M-mode,

yang disebut juga dengan Tricuspid Annular Plane Systolic Excursion (TAPSE)

merupakan metode yang sederhana dan digunakan secara luas untuk menilai

fungsi ventrikel kanan menggunakan pemeriksaan ekokardiografi transthorakal.

Penelitian yang dilakukan oleh Lossnitzer dkk. juga menunjukkan adanya korelasi

yang baik antara nilai TAPSE dan EF ventrikel kanan yang diukur menggunakan

MRI (r= 0,52; p <0,001) (Bruhl dkk., 2011, Lossnitzer dkk., 2008). Penelitian

yang dilakukan oleh Lamia dkk. memperoleh hasil bahwa penurunan TAPSE juga

berhubungan dengan prognosis buruk pada pasien-pasien dengan penyakit jantung

iskemik, hipertensi pulmonal, dan gagal jantung (Lamia dkk., 2007).

Page 27: aa ayu dwi adelia yasmin

Sebuah penelitian eksperimental menunjukkan bahwa fungsi ventrikel kanan

dipengaruhi oleh fungsi kontraktilitas septum ventrikel kiri yang ditransmisikan

melalui interaksi sistolik ventrikel. Berdasarkan studi tersebut, diketahui bahwa

septum intraventrikuler, yang telah lama dianggap sebagai bagian fungsional dari

ventrikel kiri, sebenarnya berkontribusi terhadap fungsi sistolik kedua ventrikel.

Terdapat istilah ventricle interdependence yang mendeskripsikan suatu konsep

bahwa bentuk, ukuran, dan komplians dari salah satu ventrikel dapat

mempengaruhi bentuk, ukuran, dan hubungan tekanan-volume pada ventrikel

yang lain melalui interaksi mekanik secara langsung (Haddad dkk., 2008, Lamia

dkk., 2007). Penelitian GISSI-3 echo substudy yang dilakukan oleh Popescu dkk.

juga menunjukkan bahwa nilai TAPSE lebih rendah secara signifikan pada pasien

dengan EF ventrikel kiri <45% dibandingkan pasien dengan EF ventrikel kiri

≥45% yang diukur dalam 24-48 jam pertama pasca kejadian IMA (Popescu dkk.,

2005). Penelitian yang dilakukan oleh Hayrapetyan dkk. menunjukkan bahwa

penilaian fungsi sistolik ventrikel kanan yang ditunjukkan dengan nilai TAPSE

bila dikombinasikan dengan penilaian fungsi sistolik ventrikel kiri yang

ditunjukkan dengan nilai Myocardial Performance Index (MPI) dapat menambah

nilai prognostik untuk memprediksi luaran pada pasien STEMI dibandingkan

dengan hanya memeriksa hanya salah satu parameter saja (Hayrapetyan dkk.,

2014).

Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan diatas, akan dilakukan

penelitian mengenai peranan nilai MAPSE dan TAPSE yang rendah sebagai

prediktor kejadian kardiovaskular mayor pada pasien IMA selama perawatan di

Page 28: aa ayu dwi adelia yasmin

rumah sakit. Penelitian ini dilakukan karena belum terdapat studi yang meneliti

penurunan fungsi ventrikel kiri dan kanan yang ditunjukkan oleh nilai MAPSE

dan TAPSE yang rendah sebagai prediktor kejadian kardiovaskular mayor pada

populasi pasien IMA sebagai satu entitas klinis.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan rangkuman konsep diatas, maka dapat disusun rumusan masalah

sebagai berikut:

1.2.1 Apakah nilai MAPSE yang rendah merupakan prediktor kejadian

kardiovaskular mayor saat perawatan di rumah sakit pada pasien IMA?

1.2.2 Apakah nilai TAPSE yang rendah merupakan prediktor kejadian

kardiovaskular mayor saat perawatan di rumah sakit pada pasien IMA?

1.2.3 Apakah gabungan nilai MAPSE yang rendah dan nilai TAPSE yang rendah

merupakan prediktor kejadian kardiovaskular mayor saat perawatan di rumah

sakit pada pasien IMA?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui nilai MAPSE dan nilai TAPSE yang rendah, serta

gabungan nilai MAPSE yang rendah dan nilai TAPSE yang rendah sebagai

prediktor kejadian kardiovaskular mayor saat perawatan di rumah sakit pada

pasien IMA.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mengetahui nilai MAPSE yang rendah sebagai prediktor kejadian

kardiovaskular mayor saat perawatan di rumah sakit pada pasien IMA.

Page 29: aa ayu dwi adelia yasmin

1.3.2.2 Mengetahui nilai TAPSE yang rendah sebagai prediktor kejadian

kardiovaskular mayor saat perawatan di rumah sakit pada pasien IMA.

1.3.2.3 Mengetahui gabungan nilai MAPSE yang rendah dan nilai TAPSE yang

rendah sebagai prediktor kejadian kardiovaskular mayor saat perawatan di rumah

sakit pada pasien IMA.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Akademik/Ilmiah

Jika pada penelitian ini terbukti bahwa nilai MAPSE dan nilai TAPSE yang

rendah, serta gabungan keduanya merupakan prediktor kejadian kardiovaskular

mayor saat perawatan di rumah sakit pada pasien IMA, maka penelitian ini dapat

memberikan kontribusi ilmiah berkaitan:

1.4.1.1 Sebagai data dasar dan sebagai pedoman stratifikasi risiko pasien IMA.

1.4.1.2 Sebagai dasar untuk memperkaya bukti ilmiah mengenai penggunaan nilai

MAPSE dan nilai TAPSE yang rendah untuk memprediksi prognosis pasien

IMA.

1.4.2 Manfaat Praktis

1.4.2.1 Memberikan kontribusi berkaitan dengan penggunaan nilai MAPSE dan

nilai TAPSE sebagai parameter ekokardiografi yang sederhana untuk stratifikasi

risiko kejadian kardiovaskular mayor pada pasien IMA.

Page 30: aa ayu dwi adelia yasmin

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Definisi Infark Miokard Akut

Definisi infark miokard adalah kematian sel miokard yang disebabkan oleh

kondisi iskemia yang berkepanjangan. Dengan menggunakan mikroskop, infark

miokard dapat dikategorikan sebagai suatu proses nekrosis koagulasi. Pada

eksperimen hewan, kematian sel dapat terjadi dalam waktu 20 menit setelah

oklusi pada arteri koroner, namun penyelesaian proses infark dapat membutuhkan

waktu hingga 2-4 jam. Adanya sirkulasi kolateral atau kondisi oklusi intermiten

pada arteri koroner dengan lesi culprit dapat menyebabkan pemanjangan proses

infark miokard (Senter & Francis, 2009).

Konsensus internasional saat ini menyatakan bahwa istilah IMA dapat

digunakan bila terdapat bukti adanya nekrosis miokard pada kondisi klinis yang

konsisten dengan iskemia miokard. Definisi universal IMA dapat dilihat pada

tabel 2.1 (Steg dkk., 2012).

Tabel 2.1

Definisi Universal IMA (Steg dkk., 2012)

1. Deteksi adanya kenaikan dan/atau penurunan nilai biomarker kardiak (terutama troponin) dengan minimal satu nilai diatas persentil 99 dari batas atas nilai referensi ditambah minimal salah satu dari kriteria dibawah ini:

- Gejala-gejala iskemia. - Perubahan segmen ST-T yang baru/diperkirakan baru atau LBBB baru. - Perubahan gelombang Q patologis pada Elektrokardiografi (EKG). - Bukti pada pemeriksaan pencitraan bahwa terdapat hilangnya area

miokard viabel yang baru, atau abnormalitas regional pada dinding miokard yang baru.

- Identifikasi thrombus intrakoroner menggunakan pemeriksaan angiografi atau otopsi.

2. Kematian kardiak dengan gejala yang mengarah kepada iskemia miokard dan terdapat perubahan EKG yang diduga baru atau LBBB baru, namun

Page 31: aa ayu dwi adelia yasmin

kematian terjadi sebelum terdapat nilai biomarker jantung dalam darah atau sebelum nilai biomarker jantung mengalami peningkatan.

3. Thrombosis pada stent yang berhubungan dengan infark miokard yang terdeteksi menggunakan angiografi koroner atau otopsi pada kondisi iskemia miokard disertai peningkatan dan/atau penurunan nilai biomarker jantung dengan minimal satu nilai diatas persentil 99 dari batas atas nilai referensi.

2.2 Patofisiologi Infark Miokard Akut

Definisi infark merupakan kematian jaringan yang disebabkan oleh kondisi

iskemia. IMA terjadi bila area iskemia miokard yang terlokalisir menyebabkan

terbentuknya area nekrosis. Hampir seluruh kasus IMA disebabkan oleh proses

atherosklerosis yang berhubungan dengan thrombosis pada arteri koroner. Pada

kondisi ruptur plak atherosklerosis, terjadi proses aktivasi dan agregasi platelet,

pengeluaran thrombin, dan pada akhirnya menyebabkan pembentukan thrombus.

Adanya thrombus akan menyebabkan terganggunya aliran darah koroner sehingga

terjadi ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. Kondisi

ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen yang berat dan persisten akan

menyebabkan terjadinya nekrosis miokardial. Bila terbentuk thrombus yang

bersifat oklusif akan terjadi STEMI, sedangkan bila thrombus yang terbentuk

tidak bersifat oklusif akan terjadi NSTEMI atau UAP (Antman & Braunwald,

2007, Aaronson dkk., 2012, Topol & Werf, 2007).

Page 32: aa ayu dwi adelia yasmin

Gambar 2.1

Patofisiologi IMA (Aaronson dkk., 2012)

Iskemia yang berat dan berkepanjangan menyebabkan terbentuknya area

nekrosis yang mencakup seluruh ketebalan dinding miokard, yang disebut juga

dengan infark transmural. Iskemia yang tidak terlalu berat namun berkepanjangan

dapat terjadi pada kondisi-kondisi tertentu, antara lain: 1) Oklusi arteri koroner

yang diikuti oleh reperfusi spontan; 2) Infarct-related artery yang tidak teroklusi

secara komplet; 3) Oklusi arteri koroner terjadi secara komplet, namun terdapat

suplai aliran darah dari kolateral sehingga mencegah terjadinya iskemia yang

komplet; 4) Kebutuhan oksigen pada area miokardium yang terkena tidak terlalu

besar. (Aaronson dkk., 2012).

Page 33: aa ayu dwi adelia yasmin

Pada area miokard, baik yang terjadi infark maupun tidak akan mengalami

perubahan-perubahan yang progresif dalam waktu beberapa jam, hari, dan minggu

setelah terjadinya thrombosis pada arteri koroner. Perubahan makroskopis pada

miokardium sulit untuk diidentifikasi hingga 6-12 jam setelah onset nekrosis.

Pada awalnya, miokardium di area yang mengalami infark akan tampak pucat dan

sedikit membengkak. Dalam waktu 18 hingga 36 jam pasca infark, miokardium

akan berwarna cokelat atau merah keunguan dengan eksudat serofibrin yang

terdapat di miokardium pada kondisi infark transmural. Perubahan tersebut akan

bertahan dalam waktu 48 jam, setelah itu area infark akan menjadi berwarna abu-

abu dengan garis-garis halus kekuningan akibat infiltrasi neutrofil pada bagian

perifernya (Antman & Braunwald, 2007, Aaronson dkk., 2012).

2.3 Klasifikasi Klinis pada Infark Miokard Akut

Untuk menentukan strategi penatalaksanaan segera pada kondisi IMA,

contohnya terapi reperfusi, biasanya dilakukan klasifikasi IMA dengan

menggunakan kriteria EKG. STEMI didefinisikan sebagai pasien dengan nyeri

dada atau gejala iskemik yang lain serta terdapat elevasi segmen ST pada dua

sadapan yang berhubungan, dengan kriteria elevasi segmen ST ≥ 0,2 mV pada

sadapan V2-V3 (pada pria); ≥ 0,15 mV pada sadapan V2-V3 (pada wanita); dan ≥

0,1 mV pada sadapan yang lain. Di lain pihak, pasien dengan gejala iskemik dan

peningkatan biomarker namun tanpa adanya elevasi segmen ST digolongkan

sebagai penderita NSTEMI. Klasifikasi tersebut berguna secara klinis, karena

pasien dengan STEMI biasanya akan langsung dirujuk ke laboratorium

kateterisasi atau diberikan terapi fibrinolitik untuk tujuan revaskularisasi segera,

Page 34: aa ayu dwi adelia yasmin

sedangkan perujukan pasien dengan NSTEMI ke laboratorium kateterisasi

biasanya tidak terlalu mendesak dan tergantung dari skor stratifikasi risiko yang

berhubungan (Thygesen dkk., 2012, Senter & Francis, 2009).

2.4 Diagnosis Infark Miokard Akut

IMA merupakan suatu sindrom klinis yang membutuhkan penilaian

parameter subjektif dan objektif untuk dapat menegakkan diagnosis. Diagnosis

IMA harus dibuat dengan cepat dan akurat, agar dapat dilakukan penatalaksanaan

yang optimal. Evaluasi awal yang dilakukan pada pasien yang diduga menderita

IMA sebaiknya meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik yang terarah,

pemeriksaan EKG, dan pemeriksaan biomarker kardiak (Panjrath dkk., 2008).

Gejala klasik IMA adalah nyeri dada retrosternal dengan kualitas tumpul dan

intensitas yang berat, dapat menjalar ke rahang, leher, bahu, punggung, atau kedua

tangan. Keluhan pada saluran pencernaan seperti mual dan muntah dapat terjadi

pada IMA inferior. Pasien juga dapat mengeluhkan keringat dingin yang

menyertai keluhan nyeri dada. Adanya faktor risiko, seperti merokok, peningkatan

kadar kolesterol, Diabetes Melitus (DM), hipertensi, dan riwayat keluarga

merupakan faktor suportif yang dapat meningkatkan kecurigaan akan kondisi

IMA (Topol & Werf, 2007, Antman & Braunwald, 2007).

Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan secepat mungkin pada pasien

yang diduga menderita IMA untuk menegakan diagnosis. Adanya perubahan

gelombang T yang tinggi dan hiperakut merupakan manifestasi pertama dari

oklusi arteri koroner yang akut. Adanya elevasi segmen ST pada gambaran EKG

menunjukkan suatu STEMI, sedangkan adanya depresi segmen ST atau inversi

Page 35: aa ayu dwi adelia yasmin

gelombang T dapat menunjukkan suatu NSTEMI atau UAP. Pasien dengan EKG

yang normal namun dengan gejala yang sugestif terhadap IMA sebaiknya

menjalani observasi dengan durasi yang lebih lama untuk memperoleh EKG serial

atau pemeriksaan lebih lanjut (Topol & Werf, 2007).

Biomarker jantung merupakan salah satu komponen yang penting pada

evaluasi awal pasien-pasien yang diduga menderita IMA. Biomarker jantung

merupakan makromolekul intraseluler yang dikeluarkan menuju sirkulasi akibat

jejas pada miokardial, sehingga dapat terdeteksi di darah tepi. Marker tersebut

akan dikeluarkan dengan cepat menuju darah setelah episode IMA, sehingga

konsentrasi biomarker pada plasma biasanya berhubungan dengan luasnya area

infark. Biomarker jantung yang sering digunakan untuk evaluasi pasien-pasien

dengan kecurigaan IMA adalah CK-MB dan Troponin (I dan T). CK-MB

merupakan salah satu dari tiga isoenzim Creatine Kinase (CK). CK terdiri dari dua

subunit, yaitu B yang paling banyak terdapat pada jaringan otak dan M yang

paling banyak terdapat di jaringan otot. Kombinasi dari kedua subunit tersebut

akan menghasilkan tiga isoenzim CK, yaitu CK-BB, CK-MB, dan CK-MM. CK-

MB akan terdeteksi di sirkulasi dalam waktu 4-6 jam setelah onset IMA,

mencapai puncak dalam waktu 12-24 jam, dan kembali ke kadar baseline dalam

2-3 hari. Pada kondisi IMA, kadar CK-MB biasanya meningkat 10-20 kali lipat

dari nilai normal. Troponin T dan troponin I merupakan marker yang sangat

spesifik untuk suatu jejas pada miokardial. Kadar troponin biasanya terdeteksi

dalam waktu 4-6 jam setelah onset IMA. Pada kasus IMA, troponin biasanya

meningkat 20-50 kali nilai normal. Peningkatan troponin juga dapat terjadi pada

Page 36: aa ayu dwi adelia yasmin

kondisi klinis yang lain. Oleh karena itu, peningkatan kadar troponin harus selalu

diinterpretasikan berdasarkan konteks situasi klinis. Bila hasil biomarker jantung

tidak mengalami peningkatan pada sampel darah yang pertama, dapat dilakukan

pemeriksaan serial dalam waktu 6-9 jam dan setelah 12-24 jam (Panjrath dkk.,

2008, Katritsis dkk., 2013, Daga dkk., 2011).

Gambar 2.2

Waktu Peningkatan Biomarker setelah Onset IMA

(Antman & Braunwald, 2007)

2.5 Stratifikasi Risiko pada Infark Miokard Akut

Panduan yang dikeluarkan oleh ACC/AHA dan ESC mengenai SKA telah

merekomendasikan stratifikasi risiko secara dini dengan menggunakan berbagai

skor risiko klinis untuk mengidentifikasi kelompok-kelompok pasien dengan

risiko tinggi. Semua skor risiko yang telah tersedia, seperti skor TIMI dan

GRACE memiliki nilai prediktif yang relatif tinggi terhadap mortalitas saat

perawatan di rumah sakit serta dalam waktu 1 dan 12 bulan. Stratifikasi risiko

Page 37: aa ayu dwi adelia yasmin

yang akurat sangat penting untuk evaluasi pasien dengan SKA untuk pengambilan

keputusan yang sesuai mengenai pemilihan tempat dan tingkat perawatan,

kebutuhan akan intervensi terapeutik, serta lama rawat. Secara umum, pasien yang

memiliki faktor risiko multipel untuk menderita IMA, usia tua, angina pada saat

istirahat, terdapat riwayat tindakan revaskularisasi sebelumnya, terdapat

perubahan segmen ST-T yang dinamis, serta peningkatan biomarker jantung yang

mengindikasikan adanya nekrosis miokardial termasuk dalam kelompok pasien

berisiko tinggi (Bedetti dkk., 2010, Daga dkk., 2011).

2.6 Komplikasi pada Infark Miokard Akut

Sebagian besar mortalitas yang disebabkan oleh IMA merupakan akibat dari

perubahan-perubahan patofisiologi yang terjadi pada kondisi IMA. Tingginya

angka komplikasi akibat IMA menyebabkan dibutuhkannya penegakkan diagnosis

segera dan penatalaksanaan yang agresif untuk mengurangi angka morbiditas dan

mortalitas. Komplikasi yang dapat disebabkan oleh IMA secara umum dapat

diklasifikasikan menjadi komplikasi mekanik, aritmia, iskemik, inflamasi, dan

embolik. Disfungsi ventrikel kiri yang menyebabkan kegagalan pompa jantung

merupakan prediktor mortalitas terpenting pada pasien IMA. Definisi dari

kegagalan pompa jantung merupakan kondisi dimana curah jantung tidak

mencukupi untuk perfusi berbagai organ tubuh karena adanya disfungsi

kontraktilitas ventrikel kiri yang akut akibat IMA. Syok kardiogenik didefinisikan

sebagai penurunan tekanan darah arteri disertai hipoperfusi jaringan (Nonogi,

2002). Angka mortalitas dalam 30 hari pada pasien IMA dengan syok kardiogenik

pada penelitian GUSTO I adalah 58%. Komplikasi iskemik yang sering terjadi

Page 38: aa ayu dwi adelia yasmin

pada pasien IMA adalah angina pasca infark. Mekanisme patofisiologi yang

mendasari terjadinya angina pasca infark adalah adanya ruptur pada plak

atherosklerosis. Pasien IMA dengan komplikasi angina pasca infark memiliki

prognosis yang lebih buruk untuk terjadinya kematian mendadak dan reinfark.

Komplikasi lain yang juga dapat terjadi pada pasien IMA adalah aritmia.

Mekanisme utama yang mendasari terjadinya aritmia pada pasien IMA adalah re-

entry yang disebabkan oleh inhomogenitas elektrik pada miokardium yang

mengalami iskemik. Aritmia juga dapat disebabkan oleh reperfusi akibat proses

washout dari berbagai substansi seperti laktat, kalium, dan substansi metabolik

toksik yang sebelumnya berakumulasi pada zona iskemik. (Mullasari dkk., 2011).

2.7 Fungsi Sistolik Ventrikel yang Normal

Ventrikel kanan dan kiri memiliki korelasi yang erat karena dihubungkan

dengan septum interventrikular yang terutama berfungsi sebagai bagian ventrikel

kiri pada jantung yang normal. Selain itu, ventrikel kanan dan kiri juga

diselubungi oleh satu perikardium (Bluzaitė dkk., 2012). Terdapat istilah ventricle

interdependence yang mendeskripsikan suatu konsep bahwa bentuk, ukuran, dan

komplians dari salah satu ventrikel dapat mempengaruhi bentuk, ukuran, dan

hubungan tekanan-volume pada ventrikel yang lain melalui interaksi mekanik

secara langsung (Haddad dkk., 2008). Perbedaan antara ventrikel kanan dan kiri

tidak hanya meliputi perbedaan bentuk dan ketebalan, namun juga termasuk

adanya perbedaan konsentrasi dan orientasi miofibril jantung. Hal tersebut

menyebabkan terjadinya perbedaan yang kompleks dalam cara masing-masing

ventrikel mengejeksikan darah (Bruhl dkk., 2011).

Page 39: aa ayu dwi adelia yasmin

Kemampuan memompa pada ventrikel kiri dipengaruhi oleh performa

diastolik (kemampuan ventrikel kiri untuk terisi darah) dan performa sistolik

(kemampuan ventrikel kiri untuk mengejeksikan darah). Kontraktilitas miokard

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi performa sistolik ventrikel kiri

secara signifikan. Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi performa sistolik

ventrikel kiri adalah beban jantung dan konfigurasi ventrikel (Fukuta & Little,

2008).

Proses kontraksi ventrikel kanan berjalan secara sekuensial, dimulai dari

kontraksi bagian inlet dan miokardium yang bertrabekulasi, dan diakhiri dengan

kontraksi infundibulum. Kontraksi ventrikel kanan dapat terjadi akibat 3

mekanisme yang terpisah, antara lain: (1) Pergerakan dinding bebas ventrikel

kanan ke arah dalam yang menghasilkan bellows effect, (2) Kontraksi serat-serat

longitudinal yang menyebabkan pemendekan aksis panjang jantung dan menarik

annulus katup trikuspid menuju apeks, dan (3) Traksi dinding bebas ventrikel

kanan akibat kontraksi ventrikel kiri. Pemendekan ventrikel kanan lebih signifikan

secara longitudinal dibandingkan dengan radial. Berbeda dengan ventrikel kiri,

pergerakan rotasional tidak berkontribusi secara signifikan terhadap kontraksi

ventrikel kanan (Haddad dkk., 2008).

2.8 Fungsi Sistolik Ventrikel Kiri setelah Infark Miokard Akut

Perubahan patofisiologi utama yang mendasari terjadinya disfungsi ventrikel

kiri pada kondisi IMA adalah terjadinya kehilangan segmen-segmen fungsional

pada miokardium. Derajat penurunan fungsi jantung pada infark miokard

berhubungan secara langsung dengan luas kerusakan pada ventrikel kiri (Alam,

Page 40: aa ayu dwi adelia yasmin

1991). Pada fase akut dari infark miokard, terjadi perubahan yang cepat pada

fungsi ventrikel kiri yang dipengaruhi oleh luas dan reversibilitas kondisi iskemia,

penggunaan terapi reperfusi, adanya edema, luasnya peregangan miokardial pasif,

beban pada miokardial, dan faktor-faktor lain. Area yang mengalami infark akan

meluas dalam waktu beberapa detik sejak onset iskemia. Selama beberapa jam

sampai beberapa hari berikutnya, terjadi perluasan area infark di subendokardial,

proses tersebut disebut dengan ekspansi infark. Sebagai respon terhadap hilangnya

jaringan kontraktil secara bermakna, akan terjadi area hiperkinesia dan dilatasi

pada ventrikel kiri dalam hitungan hari hingga minggu. Proses tersebut, yang

diikuti dengan adanya regurgitasi katup mitral akibat proses dilatasi ventrikel dan

diikuti oleh perubahan-perubahan biokimia dan neuroendokrin yang kompleks,

merupakan inti dari suatu siklus yang disebut dengan remodelling infark. Tujuan

pemeriksaan pencitraan pada IMA adalah menilai fungsi sistolik ventrikel kiri

secara segmental dan global, adanya pembentukan thrombus intrakavitas, dan

komplikasi mekanik lain akibat IMA Oleh karena itu, pada kondisi IMA,

direkomendasikan untuk melakukan pemeriksaan ekokardiografi dalam waktu 24-

48 jam pertama (Flachskampf dkk., 2011).

2.9 Fungsi Sistolik Ventrikel Kanan setelah Infark Miokard Akut

Pada kondisi IMA sering ditemukan adanya keterlibatan ventrikel kanan, dan

paling sering berhubungan dengan infark miokard inferior. Disfungsi ventrikel

kanan dapat ditemukan pada sepertiga pasien yang menderita infark miokard

inferior (Bluzaitė dkk., 2012). Pada infark miokard akut di ventrikel kanan, pola

disfungsi segmental yang terjadi tergantung pada arteri culprit. Pada keterlibatan

Page 41: aa ayu dwi adelia yasmin

arteri koroner kanan (right coronary artery/RCA) proksimal terhadap cabang

marginal (pada sistem arteri koroner yang dominan kanan), dapat terlihat

hipokinesis segmenal pada dinding lateral dan inferior. Pada keterlibatan arteri

posterior desenden, dapat terlihat hipokinesis pada segmen inferior. Pada infark

miokard anterior yang melibatkan arteri koroner left anterior descending (LAD),

biasanya terdapat hipokinesis ventrikel kanan yang terbatas pada dinding anterior

(Haddad dkk., 2008).

Penurunan fungsi ventrikel kanan tidak hanya ditemukan pada kondisi infark

miokard inferior, namun juga pada kondisi infark miokard akut di area yang lain.

Hal tersebut disebabkan karena ventrikel kanan dan kiri tidak hanya terhubung

secara anatomis, namun tergantung secara fungsional satu sama lain. Selama

irama sinus normal, tegangan yang dihasilkan oleh kontraksi ventrikel kiri dan

peningkatan gradien tekanan transseptal dari kiri kekanan pada saat fase sistolik

berkontribusi terhadap fungsi sistolik ventrikel kanan. Hal tersebut dapat

menjelaskan kausa terjadinya penurunan fungsi sistolik ventrikel kanan pada

pasien-pasien dengan IMA anterior pada penelitian yang dilakukan oleh Karakurt

& Akdemir (Karakurt & Akdemir, 2009). Pada penelitian yang dilakukan oleh

Moller dkk., didapatkan bahwa pada kondisi IMA, fungsi ventrikel kanan

berhubungan secara signifikan dengan fungsi ventrikel kiri. Pada penelitian

tersebut juga diperoleh korelasi yang lemah antara Myocardial Performance Index

(MPI) pada ventrikel kanan dengan Wall Motion Score Index (WMSI) global pada

ventrikel kiri. (Moller dkk., 2001).

Page 42: aa ayu dwi adelia yasmin

Terdapat beberapa bukti bahwa disfungsi ventrikel kanan berhubungan

dengan prognosis yang buruk pada pasien-pasien pasca IMA yang disertai dengan

disfungsi ventrikel kiri yang sedang hingga berat. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Antoni dkk., diperoleh bahwa selain berdasarkan karakteristik

klinis dan pengukuran fungsi ventrikel kiri menggunakan pemeriksaan

ekokardiografi, fungsi ventrikel kanan dapat digunakan untuk memprediksi luaran

yang buruk pada pasien pasca IMA secara signifikan. Selain itu, didapatkan nilai

TAPSE yang lebih rendah secara bermakna pada pasien-pasien IMA yang

mengalami disfungsi ventrikel kiri dibandingkan dengan tanpa disfungsi ventrikel

kiri (Antoni dkk., 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Bedetti dkk. juga

menunjukkan bahwa pergerakan katup trikuspid pada fase sistolik dapat

memberikan informasi prognostik yang signifikan bila dilakukan bersamaan

dengan evaluasi fungsi ventrikel kiri dan memiliki nilai prediktif yang kuat pada

pasien-pasien dengan SKA (Bedetti dkk., 2010).

2.10 Parameter Ekokardiografi untuk Stratifikasi Risiko pada Infark

Miokard Akut

Pada fase akut dari infark miokard, pemeriksaan ekokardiografi harus

dilakukan secepat mungkin untuk menilai fungsi regional dan global ventrikel kiri

dan kanan serta untuk menyingkirkan kemungkinan adanya suatu komplikasi

mekanik. Pemeriksaan ekokardiografi segera juga diindikasikan pada pasien yang

mengalami perburukan kondisi secara mendadak, hipotensi atau syok, gagal

jantung akut, serta murmur yang baru. Pemeriksaan ekokardiografi juga dapat

digunakan untuk stratifikasi risiko dan menentukan penatalaksanaan pada pasien

Page 43: aa ayu dwi adelia yasmin

dengan IMA (Flachskampf dkk., 2011). Ekokardiografi merupakan pemeriksaan

yang paling sederhana, murah, tidak membutuhkan banyak waktu pengerjaan, dan

tersedia secara luas (Brand dkk., 2002). Berdasarkan berbagai penelitian,

ekokardiografi merupakan pemeriksaan yang mudah untuk dilakukan dan

diinterpretasikan dalam situasi klinis dan efektif untuk stratifikasi risiko pasien-

pasien IMA. Parameter-parameter ekokardiografi dapat digunakan untuk

memperkirakan risiko mortalitas atau infark miokard berulang pada saat

perawatan di rumah sakit dan 6 bulan pasca dipulangkan dari rumah sakit.

Kekuatan stratifikasi prognostik parameter ekokardiografi lebih bermakna bila

dibandingkan dengan skor klinis yang telah banyak direkomendasikan, contohnya

skor TIMI dan GRACE (Bedetti dkk., 2010).

Panduan mengenai SKA telah merekomendasikan agar pemeriksaan

ekokardiografi dikerjakan secara rutin di unit gawat darurat untuk memperoleh

diagnostik banding pada pasien-pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada

dan untuk stratifikasi risiko pasien-pasien dengan SKA. Banyak parameter

ekokardiografi yang diketahui berhubungan dengan prognosis pasien IMA, salah

satunya adalah fungsi sistolik ventrikel kiri. Prognosis pasien setelah IMA sangat

berhubungan dengan fungsi sistolik ventrikel kiri. Fungsi sistolik ventrikel kiri

paling sering dinyatakan dengan EF dan dapat diukur menggunakan pemeriksaan

radionuclide ventriculography, contrast cineangiography, dan ekokardiografi.

Adanya nilai EF ventrikel kiri yang ≤ 40% diketahui berhubungan dengan

prognosis yang buruk. Adanya regurgitasi katup mitral yang teridentifikasi dari

Page 44: aa ayu dwi adelia yasmin

pemeriksaan ekokardiografi pada fase awal IMA berhubungan dengan prognosis

yang buruk (Bedetti dkk., 2010).

Pemeriksaan ekokardiografi transthorakal merupakan salah satu pemeriksaan

pencitraan yang paling sering digunakan untuk menilai fungsi sistolik ventrikel

kiri. Beberapa teknik ekokardiografi dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi

global ventrikel kiri. Semua metode untuk menilai EF memerlukan operator yang

berpengalaman, merupakan pemeriksaan yang subjektif dan mudah untuk terjadi

variabilitas interobserver (Matos dkk., 2012). Pengukuran fractional shortening

(FS) dan teknik Teichholtz memberikan hasil yang tidak reliabel bila terdapat

kontraksi ventrikel kiri yang asimetris. Pengukuran EF dengan menggunakan

ekokardiografi dua dimensi dapat mentoleransi kontraktilitas yang asimetris,

namun membutuhkan gambaran tepi endokardial yang adekuat dan kualitas

gambar yang baik, yang tidak dapat diperoleh pada semua pasien serta

memerlukan operator yang berpengalaman untuk pengerjaannya (Brand dkk.,

2002).

Parameter ekokardiografi lain yang juga memiliki nilai prognostik yang

independen terhadap mortalitas dan perawatan di rumah sakit lanjutan akibat

kondisi gagal jantung adalah WMSI. WMSI merupakan rerata dari skor

pergerakan dinding jantung yang dihitung pada seluruh segmen dinding ventrikel

kiri. Skor 1 melambangkan nomokinesia, skor 2 untuk hipokinesia, skor 3 untuk

akinesia, dan skor 4 untuk diskinesia. Oleh karena itu, ventrikel kiri yang normal

memiliki nilai WMSI 1, dan nilai yang lebih tinggi menunjukkan bahwa telah

terjadi abnormalitas. Fungsi diastolik juga diketahui berpengaruh terhadap terapi

Page 45: aa ayu dwi adelia yasmin

dan diagnosis setelah IMA. Adanya komplikasi mekanik yang ditimbulkan oleh

kondisi IMA seperti regurgitasi katup mitral akibat iskemik dan ruptur pada

dinding jantung juga berhubungan dengan prognosis yang buruk (Flachskampf

dkk., 2011).

2.11 Mitral Annular Plane Systolic Excursion (MAPSE)

Annulus katup mitral merupakan suatu komponen yang penting, dinamis, dan

komponen yang menghubungkan kompleks katup mitral, atrium kiri, dan ventrikel

kiri. Annulus katup mitral berfungsi untuk membantu penutupan katup serta

pengisian ventrikel kiri secara efektif dan efisien. Annulus katup mitral memiliki

bentuk dan pergerakan yang kompleks, dan pergerakannya diketahui berhubungan

dengan fungsi ventrikel kiri. Terdapat beberapa pemeriksaan pencitraan yang

dapat digunakan untuk mengevaluasi area dan dinamika annulus katup mitral,

contohnya MRI dan ekokardiografi dua dimensi (Elnoamany & Abdelhameed,

2006).

MAPSE, atau yang sering disebut juga dengan Mitral Annulus Excursion

(MAE), left Atrioventricular Plane Displacement (APVD), atau mitral ring

displacement merupakan suatu parameter ekokardiografi yang berguna untuk

menilai fungsi longitudinal ventrikel kiri secara klinis dan memiliki korelasi yang

baik dengan fungsi sistolik global pada ventrikel kiri (Bergenzaun dkk., 2013).

MAPSE pertama kali diukur pada tahun 1967 oleh Zaky dkk. yang

mendeskripsikan suatu “curve contour” pada pemeriksaan ekokardiografi M-mode

melalui annulus katup mitral. Mereka menemukan adanya deviasi dari nilai

Page 46: aa ayu dwi adelia yasmin

normal pada pergerakan annulus katup mitral pasien dengan kelainan jantung

(Zaky dkk., 1967).

MAPSE dapat diukur pada sebagian besar pasien tanpa membutuhkan

kualitas gambar yang baik, karena annulus katup atrioventrikular memiliki

ekogenitas yang tinggi (Hu dkk., 2013b). Oleh karena itu, pengukuran MAPSE

dapat membantu untuk mengevaluasi fungsi sistolik ventrikel kiri pada kasus

dengan sonographic window yang buruk. Studi klinis sebelumnya menunjukkan

bahwa MAPSE yang menggambarkan pergeseran annulus katup mitral saat fase

sistolik merupakan suatu parameter yang sensitif untuk menentukan abnormalitas

ringan pada pasien-pasien dengan penyakit kardiovaskular stadium awal (Hu dkk.,

2013a). Hal tersebut disebabkan karena pada kondisi patologis, contohnya iskemia

atau hipertrofi miokardial, fungsi longitudinal ventrikel kiri dipengaruhi lebih

awal dibandingkan komponen yang lain, yang bahkan dapat mengalami

peningkatan akibat proses kompensasi (Elnoamany & Abdelhameed, 2006)

Gambar 2.3

Cara Pengukuran MAPSE melalui Apical-four Chamber View

(Hu dkk., 2013a)

Page 47: aa ayu dwi adelia yasmin

Pengukuran MAPSE dilakukan dengan menggunakan ekokardiografi M-

mode pada apical view. MAPSE dapat diukur dari empat area pada bidang

atrioventrikular yang berhubungan dengan dinding septal, lateral, anterior, dan

posterior menggunakan apical four-chamber dan two-chamber view dengan

ekokardiografi M-mode. Kursor M-mode harus selalu diletakkan paralel terhadap

dinding ventrikel kiri. MAPSE harus diukur dari titik terendah pada akhir

diastolik hingga penutupan katup aorta (dapat diperoleh pada akhir gelombang T

pada elektrokardiogram). Pada umumnya, pengukuran MAPSE harus dilakukan

dari annulus katup septal dan lateral (Hu dkk., 2013a)

MAPSE menunjukkan nilai pergeseran bidang annulus katup mitral menuju

apeks, sehingga dapat menilai perubahan global dalam ukuran kavitas ventrikel

kiri (searah long axis). Oleh karena itu, MAPSE dapat diinterpretasikan sebagai

perubahan volume pada saat ejeksi serta ditunjukkan memiliki hubungan yang

signifikan terhadap long-axis shortening dan ejection fraction (EF) pada berbagai

kelompok pasien dengan fungsi ventrikel kiri yang normal atau menurun. Rerata

nilai normal MAPSE yang diperoleh dari penelitian-penelitian sebelumnya untuk

empat regio annulus (septal, anterior, lateral, dan posterior) berkisar antara 12 dan

15 mm, dan nilai MAPSE <8 mm berhubungan dengan LVEF yang menurun

(<50%) dengan spesifisitas 82% dan sensitivitas 98%. Rerata nilai MAPSE ≥ 10

mm berhubungan dengan EF yang normal (≥ 55% dengan sensitivitas 90-92% dan

spesifisitas 87%. Selain itu, rerata nilai MAPSE <7 mm dapat digunakan untuk

mendeteksi nilai EF <30% dengan sensitivitas 92% dan spesifisitas 67% pada

pasien kardiomiopati dilatasi dengan gagal jantung kongestif berat (Hu dkk.,

Page 48: aa ayu dwi adelia yasmin

2013b). Penelitian yang dilakukan oleh Matos dkk. menunjukkan bahwa

pengukuran MAPSE yang dilakukan oleh pengamat yang tidak terlatih merupakan

prediktor yang sangat akurat terhadap EF yang ditentukan oleh operator

ekokardiografi yang berpengalaman. Oleh karena itu, pengukuran MAPSE dapat

menjadi suatu cara alternatif untuk menilai fungsi ventrikel kiri bila pemeriksaan

ekokardiografi dilakukan tenaga yang kurang berpengalaman dan tidak terdapat

ahli ekokardiografi yang tersedia dengan segera untuk memberikan konsultasi

(Matos dkk., 2012). Hal yang serupa juga ditemukan pada studi yang dilakukan

oleh Mjolstad dkk., yang menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang

bermakna antara nilai MAPSE yang diukur oleh dokter umum dengan kardiolog

(Mjølstad dkk., 2012). Pada studi yang dilakukan oleh Bergenzaun dkk., MAPSE

merupakan parameter yang sederhana untuk mengevaluasi fungsi ventrikel kiri

dan dapat diperoleh dengan mudah di ruang intensif dengan variabilitas

interobserver sebesar 4,4% dan variabilitas intraobserver sebesar 5,3%

(Bergenzaun dkk., 2013).

Penelitian yang dilakukan oleh Sharif dkk. Menunjukkan bahwa MAPSE

dapat digunakan untuk menggambarkan abnormalitas fungsi longitudinal sistolik

ventrikel kiri dan pergerakan dinding jantung pada saat istirahat secara reliabel

(Sharif dkk., 2011). MAPSE juga dapat digunakan sebagai indeks ekokardiografi

yang sederhana dan sensitif untuk menilai abnormalitas miokardial yang

melibatkan perubahan-perubahan longitudinal, terutama pada penyakit stadium

awal. Selain itu, Willenheimer dkk. menemukan bahwa pasien dengan

abnormalitas diastolik pada ventrikel kiri memiliki nilai MAPSE yang lebih

Page 49: aa ayu dwi adelia yasmin

rendah dibandingkan pasien dengan fungsi diastolik yang sama, walaupun kedua

kelompok tersebut memiliki nilai fractional shortening (FS) yang sama. Oleh

karena itu, MAPSE juga diduga dapat menggambarkan fungsi diastolik pada

ventrikel kiri (Hu dkk., 2013a).

Penelitian yang dilakukan oleh Nammas dan El-Okda menunjukkan bahwa

nilai MAPSE < 10 mm yang diukur dalam waktu 24 jam setelah masuk rumah

sakit akibat STEMI dapat digunakan untuk memprediksi kejadian kardiovaskular

mayor pada saat perawatan di rumah sakit dengan sensitivitas 72,7%, spesifisitas

91,5%, nilai prediktif negatif 91,5%, dan nilai prediktif positif 72,7%. Pengukuran

MAPSE juga dapat merefleksikan fungsi longitudinal sistolik global pada

ventrikel kiri walaupun terdapat kondisi kontraksi ventrikel kiri yang asimetris

pada IMA karena dilakukan di empat regio ventrikel kiri yang berbeda, yaitu

septal, lateral, anterior, dan inferior. Berdasarkan penelitian tersebut juga

didapatkan nilai CKMB yang lebih tinggi secara signifikan pada kelompok pasien

dengan nilai MAPSE < 10 mm. Hal tersebut menunjukkan bahwa adanya area

nekrosis miokardial yang lebih luas yang berhubungan dengan fungsi sistolik

ventrikel kiri yang lebih buruk (Nammas & El-Okda, 2012). Pada studi lain juga

ditunjukkan bahwa pada pasien IMA, terdapat penurunan nilai MAPSE yang lebih

bermakna pada area annulus yang berhubungan dengan dinding jantung yang

mengalami infark (Elnoamany & Abdelhameed, 2006). Berdasarkan studi yang

dilakukan oleh Brand dkk., penurunan nilai MAPSE merupakan variabel

prognostik yang signifikan dan independen pada pasien pasca IMA. Pengukuran

MAPSE dapat dilakukan pada semua pasien dan dapat memfasilitasi proses

Page 50: aa ayu dwi adelia yasmin

identifikasi kelompok pasien berisiko tinggi pada praktek klinis (Brand dkk.,

2002). Penelitian yang dilakukan oleh Willenheimer dkk. menunjukkan bahwa

penurunan nilai MAPSE < 10 mm merupakan suatu penanda disfungsi miokard,

walaupun pasien tersebut memiliki gerakan dinding jantung regional yang normal.

Hal tersebut disebabkan karena MAPSE terutama berhubungan dengan fungsi

serabut miokardial longitudinal yang terdapat di area subendokardial, sedangkan

abnormalitas gerakan dinding jantung regional yang dinilai secara visual terutama

berhubungan dengan fungsi serabut miokardial sirkuler yang terdapat di regio

subepikardial (Willenheimer dkk., 2002).

2.12 Tricuspid Annular Plane Systolic Excursion (TAPSE)

Ventrikel kanan memiliki struktur yang kompleks dan bentuk yang asimetris,

sehingga sulit dilakukan pengukuran EF untuk mengetahui fungsi sistoliknya.

Berbeda dengan ventrikel kiri, kavitas ventrikel kanan tidak memiliki bentuk

geometris tiga dimensi yang jelas dan solid sehingga sulit untuk dilakukan

pengukuran. Pengukuran EF menggunakan pemeriksaan radionuclide

angiography merupakan salah satu metode baku emas untuk menentukan fungsi

sistolik ventrikel kanan. Kaul dkk. menyatakan bahwa pergerakan bidang katup

trikuspid dalam arah longitudinal dapat digunakan untuk menggambarkan fungsi

sistolik ventrikel kanan. Pergerakan bidang annulus katup trikuspid pada fase

sistolik tidak dipengaruhi oleh struktur yang kompleks dan bentuk asimetris dari

ventrikel kanan. Penelitian yang dilakukan oleh Ueti dkk. menunjukkan bahwa

parameter yang menunjukkan pergerakan annulus trikuspid berhubungan secara

signifikan dengan EF ventrikel kanan yang dihitung menggunakan radionuclide.

Page 51: aa ayu dwi adelia yasmin

Parameter tersebut, diantaranya TAPSE, D Wave Integral (DWI), dan

Standardized Peak Velocity of the D Wave (SPVDW) dapat digunakan untuk

membedakan fungsi ventrikel kanan yang normal dan abnormal dengan

sensitivitas dan spesifisitas yang baik (Ueti dkk., 2002). Pemeriksaan MRI kardiak

juga merupakan salah satu baku emas untuk menilai EF venrikel kanan. MRI

dapat digunakan untuk menentukan volume, fungsi, dan massa ventrikel kanan

dengan tepat dan memiliki reprodusibilitas yang baik. Di lain pihak, penggunaan

MRI kardiak secara rutin untuk menentukan volume dan fungsi ventrikel kanan

membutuhkan banyak waktu untuk pengerjaan dan tidak tersedia secara luas.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Speiser dkk., diperoleh bahwa

pengukuran TAPSE menggunakan ekokardiografi memiliki korelasi yang baik

dengan pengukuran TAPSE menggunakan MRI dengan variabilitas interobserver

dan intraobserver yang baik. Pada penelitian tersebut juga diperoleh bahwa EF

ventrikel kanan dapat dihitung secara semikuantitatif menggunakan nilai TAPSE

dikalikan dengan 2,5 (Speiser dkk., 2012a).

TAPSE atau yang sering disebut juga dengan Tricuspid Annular Motion

(TAM) merupakan suatu metode pada pemeriksaan ekokardiografi yang

sederhana dan banyak digunakan untuk penilaian fungsi sistolik ventrikel kanan.

Selain itu, TAPSE juga sudah tervalidasi sebagai pemeriksaan yang baik untuk

menilai fungsi sistolik ventrikel kanan berdasarkan berbagai penelitian yang

menggunakan pemeriksaan MRI dan ekokardiografi (Bruhl dkk., 2011). TAPSE

merupakan suatu metode untuk mengukur jarak pergerakan segmen annulus katup

trikuspid pada fase sistolik di sepanjang bidang longitudinal. TAPSE dapat diukur

Page 52: aa ayu dwi adelia yasmin

dari 4-chamber view dengan cara menempatkan kursor M-mode melalui lateral

annulus katup trikuspid dan mengukur pergerakan longitudinal annulus pada

puncak fase sistolik. Kontraksi ventrikel kanan terutama terjadi dalam arah

longitudinal. Oleh karena itu, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa semakin

besar pergerakan longitudinal bidang katup trikuspid pada saat fase sistolik, maka

lebih baik juga fungsi ventrikel kanan. TAPSE merupakan parameter

ekokardiografi yang sederhana, tidak membutuhkan kualitas gambar yang

optimal, peralatan yang canggih, dan analisis yang lama. American Society of

Echocardiography merekomendasikan bahwa pengukuran TAPSE dapat

digunakan secara rutin sebagai metode yang sederhana untuk memperkirakan

fungsi ventrikel kanan, dengan nilai referensi untuk gangguan fungsi sistolik

ventrikel kanan adalah dibawah 16 mm (Rudski dkk., 2010b).

Gambar 2.4

Cara Pengukuran TAPSE (Rudski dkk., 2010b)

Page 53: aa ayu dwi adelia yasmin

Berdasarkan beberapa penelitian, TAPSE dapat dipengaruhi oleh pergerakan

longitudinal septal ventrikel kiri pada pasien-pasien dengan kondisi gagal jantung

yang simtomatik. Penurunan EF juga berpengaruh terhadap nilai TAPSE.

Pergerakan longitudinal septal dan segmen-segmen yang berdekatan berhubungan

lebih erat dengan TAPSE dibandingkan pergerakan secara radialis yang dinilai

oleh pergerakan dinding jantung dan segmen-segmen lateral. Adanya konsep

ventricular interdependence yang ditemukan pada model eksperimental juga

dapat menjelaskan adanya hubungan antara TAPSE dan EF ventrikel kiri.

(Kjaergaard dkk., 2009). Penelitian GISSI-3 echo substudy yang dilakukan oleh

Popescu dkk. juga menunjukkan bahwa nilai TAPSE lebih rendah secara

signifikan pada pasien dengan EF ventrikel kiri <45% dibandingkan pasien

dengan EF ventrikel kiri ≥45% yang diukur dalam 24-48 jam pertama pasca

kejadian IMA (Popescu dkk., 2005).

TAPSE merupakan suatu parameter yang tidak tergantung dengan usia dan

jenis kelamin, baik pada individu yang sehat maupun pada penderita gagal

jantung. TAPSE juga tidak memiliki hubungan dengan ukuran tubuh, sehingga

pengukuran TAPSE dapat dilakukan secara rutin tanpa memerlukan koreksi

terhadap luas permukaan tubuh (Kjaergaard dkk., 2009). Pengukuran TAPSE

dapat dilakukan dengan mudah pada semua pasien tanpa memandang kecepatan

denyut jantung dan irama jantung, sehingga pemeriksaan TAPSE dapat dilakukan

pada pasien dengan kondisi takikardi atau fibrilasi atrium. TAPSE juga diketahui

memiliki kekuatan prognostik yang lebih superior dibandingkan dengan parameter

fungsi sistolik ventrikel kanan pada pemeriksaan ekokardiografi yang lain. Hal ini

Page 54: aa ayu dwi adelia yasmin

dapat dijelaskan oleh adanya hipotesis bahwa penurunan nilai TAPSE dapat

menggambarkan gangguan fungsi ventrikel kanan dengan lebih baik (Ghio dkk.,

2000). Berbagai penelitian juga telah menunjukkan bahwa TAPSE berhubungan

secara linear dengan fraksi ejeksi dan/atau perubahan area fraksional pada

ventrikel kanan pada berbagai jenis penyakit jantung dan kondisi klinis termasuk

iskemia miokard, gagal jantung kongestif, kardiomiopati, dan hipertensi

pulmonal. Selain itu, penurunan TAPSE juga berhubungan dengan prognosis

buruk pada pasien-pasien dengan penyakit jantung iskemik, hipertensi pulmonal,

dan gagal jantung (Lamia dkk., 2007).

Page 55: aa ayu dwi adelia yasmin

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KERANGKA KONSEP

DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Pada IMA, akan terjadi penurunan fungsi global ventrikel akibat disfungsi

regional segmen-segmen miokardial yang mengalami infark. Setelah terjadi oklusi

pembuluh darah koroner yang akut, fungsi sistolik dan diastolik ventrikel akan

mengalami perubahan dalam waktu beberapa menit, beberapa jam, hingga

beberapa minggu. Penurunan fungsi ventrikel disebabkan karena terjadi

perubahan-perubahan pada: 1) tingkat seluler, karena adenosine triphosphate

merupakan suatu substansi yang diperlukan untuk proses kontraksi dan relaksasi

miokard, 2) tingkat miokardial, karena adanya asinkroni pergerakan regional

dinding jantung yang akan mempengaruhi fungsi ventrikel kiri secara global, 3)

tingkat hemodinamik, karena fungsi sistolik secara tidak langsung akan

mempengaruhi tekanan pengisian ventrikel. Morbiditas dan mortalitas yang terjadi

pada penderita IMA sangat dipengaruhi oleh berbagai komplikasi yang dapat

disebabkan oleh IMA. Kejadian kardiovaskular mayor yang terdiri dari kematian

kardiovaskular, gagal jantung, syok kardiogenik, aritmia maligna, dan angina

pasca infark merupakan komplikasi IMA yang berhubungan secara langsung

dengan tingkat survival pasien. Pada kondisi IMA, direkomendasikan untuk

melakukan pemeriksaan ekokardiografi transthorakal dalam 24-48 jam pertama.

Parameter-parameter pada ekokardiografi transthorakal dapat digunakan untuk

Page 56: aa ayu dwi adelia yasmin

memperkirakan fungsi jantung pada pasien-pasien dengan IMA. Prognosis pada

pasien IMA dipengaruhi oleh disfungsi sistolik ventrikel kanan dan kiri yang

terjadi, yang dapat dinilai dengan pengukuran MAPSE dan TAPSE. MAPSE dan

TAPSE merupakan parameter pada pemeriksaan ekokardiografi transthorakal

yang menggambarkan fungsi sistolik longitudinal ventrikel kiri dan kanan. Nilai

MAPSE yang rendah juga dapat terjadi pada kondisi gagal jantung kiri yang

disebabkan oleh berbagai kelainan struktural pada jantung. Nilai TAPSE yang

rendah juga dapat terjadi pada kondisi gagal jantung kanan yang dapat disebabkan

oleh gagal jantung kiri yang berat, hipertensi pulmonal primer atau sekunder, dan

penyakit jantung kongenital. Beberapa faktor lain diketahui berpengaruh terhadap

morbiditas dan mortalitas pasien dengan IMA. Faktor-faktor tersebut antara lain

umur, jenis kelamin, kebiasaan merokok, dislipidemia, obesitas, hipertensi, dan

pemberian terapi reperfusi.

Page 57: aa ayu dwi adelia yasmin

3.2 Kerangka Konsep

Berdasarkan uraian di atas dapat dibuat kerangka konsep penelitian sebagai

berikut :

Keterangan : Variabel yang diteliti Variabel yang tidak diteliti Variabel kendali

Gambar 3.2

Kerangka Konsep Penelitian

IMA

Penurunan fungsi sistolik ventrikel kiri

& ventrikel kanan

Kejadian Kardiovaskular Mayor 1. Kematian

Kardiovaskular 2. Gagal Jantung 3. Syok Kardiogenik 4. Aritmia Maligna 5. Angina

Pascainfark

1. Umur 2. Jenis Kelamin 3. Merokok 4. Terapi Reperfusi 5. Dislipidemia 6. Obesitas 7. Hipertensi 8. Diabetes Melitus

1. Riwayat Gagal Jantung Kiri

2. Riwayat Gagal Jantung Kanan

Penurunan nilai MAPSE dan nilai

TAPSE

Page 58: aa ayu dwi adelia yasmin

3.3 Hipotesis Penelitian

• Nilai MAPSE yang rendah merupakan prediktor kejadian kardiovaskular

mayor saat perawatan di rumah sakit pada pasien IMA.

• Nilai TAPSE yang rendah merupakan prediktor kejadian kardiovaskular

mayor saat perawatan di rumah sakit pada pasien IMA.

• Gabungan nilai MAPSE yang rendah dan nilai TAPSE yang rendah

merupakan prediktor kejadian kardiovaskular mayor saat perawatan di

rumah sakit pada pasien IMA.

Page 59: aa ayu dwi adelia yasmin

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan kohort

prospektif untuk membuktikan/re-evaluasi peranan nilai MAPSE dan nilai TAPSE

yang rendah, serta gabungan keduanya sebagai prediktor kejadian kardiovaskular

mayor yang lebih tinggi pada penderita IMA. Penderita IMA dikelompokkan

menjadi 2 kelompok yaitu kelompok penderita IMA dengan faktor prognostik

yang positif (nilai MAPSE yang rendah, nilai TAPSE yang rendah, serta

gabungan nilai MAPSE dan nilai TAPSE yang rendah) dan kelompok penderita

IMA tanpa faktor prognostik (nilai MAPSE dan TAPSE yang normal), kemudian

dilakukan pengamatan selama perawatan pasien di rumah sakit. Luaran (outcome)

yang dimonitor adalah kejadian kardiovaskular mayor. Penelitian ini

menghasilkan Hazard Ratio (HR) dan kurve survival dari faktor prognostik

tersebut terhadap kejadian kardiovaskular mayor. Semua penderita dikelola

dengan memberikan terapi standar sesuai dengan panduan ESC.

Page 60: aa ayu dwi adelia yasmin

Skema rancangan penelitian sebagai berikut (Sastroasmoro dan Ismail, 2008):

Penderita IMA

MRS

MRS

Faktor Prognostik (+) - Nilai MAPSE yang rendah (abnormal)

Kejadian KV (+)

Kejadian KV (-)

Kejadian KV (-)

Faktor Prognostik (-) - Nilai MAPSE yang normal

Kejadian KV (+)

Penderita IMA

MRS

MRS

Faktor Prognostik (+) - Nilai TAPSE yang rendah (abnormal)

Kejadian KV (+)

Kejadian KV (-)

Kejadian KV (-)

Faktor Prognostik (-) - Nilai TAPSE yang normal

Kejadian KV (+)

Page 61: aa ayu dwi adelia yasmin

Gambar 4.1

Rancangan Penelitian

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

4.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Unit Gawat Darurat (UGD) dan Unit Perawatan

Intensif Jantung (UPIJ) RSUP Sanglah Denpasar.

4.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan sejak bulan November 2014 – Januari 2015.

4.3 Penentuan Sumber Data

4.3.1 Populasi Penelitian

4.3.1.1 Populasi Target

Semua penderita IMA.

4.3.1.2 Populasi Terjangkau

Semua penderita IMA yang dirawat di UGD dan UPIJ RSUP Sanglah

Denpasar.

MRS

MRS

Penderita IMA

Faktor Prognostik (+) - Gabungan nilai MAPSE yang rendah (abnormal) dan nilai TAPSE yang rendah (abnormal)

Kejadian KV (+)

Kejadian KV (-)

Kejadian KV (-)

Faktor Prognostik (-) - Gabungan nilai MAPSE dan nilai TAPSE yang tidak termasuk dalam kelompok abnormal

Kejadian KV (+)

Page 62: aa ayu dwi adelia yasmin

4.3.1.3 Sampel Penelitian

Sampel yang dipilih dari populasi terjangkau, setelah memenuhi kriteria

inklusi dan eksklusi. Subyek yang benar-benar diteliti (actual study subjects)

adalah sampel yang benar-benar bersedia ikut serta dalam penelitian.

4.3.2 Penentuan Sampel

Sampel ditentukan secara consecutive, dengan memakai semua penderita

IMA yang memenuhi kriteria sebagai sampel hingga mencapai jumlah yang

direncanakan.

4.3.2.1 Kriteria Inklusi

Semua penderita IMA yang dirawat di UGD dan UPIJ RSUP Sanglah

Denpasar. Penderita bersedia ikut dalam penelitian dengan menandatangani

informed consent.

4.2.2.2 Kriteria Eksklusi

Penderita dengan kriteria sebagai berikut:

1. Riwayat gagal jantung kiri.

2. Riwayat gagal jantung kanan.

4.3.2.3 Jumlah Sampel

Perkiraan jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus berikut :

(Sastroasmoro, 2008)

(zα √ 2PQ + Zβ √ P1Q1 + P2Q2)2

n1 = n2 = (P1 – P2)2

Page 63: aa ayu dwi adelia yasmin

Bila RR: 1,75 dianggap bermakna, proporsi pada hipotesis no 3: 20 %;

α: 0,05; dan power: 80 %; zα = 1,96; z β = 0,842

n1 = n2 = 29,9

= 30 + 20%

= 36

Jumlah sampel (n) = n1 + n2 = 72

4.4 Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah merupakan karakteristik sampel penelitian yang

diukur baik secara numerik atau kategorikal (Sastroasmoro dan Ismail, 2008).

Variabel tersebut ditentukan sesuai rancangan penelitian yang direncanakan.

Variabel tersebut sebagai berikut :

4.4.1 Variabel Bebas:

• Nilai MAPSE yang rendah.

• Nilai TAPSE yang rendah.

• Gabungan nilai MAPSE yang rendah dan nilai TAPSE yang rendah.

4.4.2 Variabel Tergantung

Kejadian kardiovaskular mayor (kematian akibat kausa kardiovaskular

dan/atau gagal jantung dan/atau syok kardiogenik dan/atau aritmia maligna

dan/atau angina pascainfark).

4.4.3 Variabel Kendali

Umur, jenis kelamin, kebiasaan merokok, dislipidemia, obesitas, hipertensi,

dan pemberian terapi reperfusi.

Page 64: aa ayu dwi adelia yasmin

4.4.4 Hubungan Antar Variabel

Hubungan variabel penelitian ini dapat digambarkan dalam bentuk diagram

berikut:

Gambar 4.2

Hubungan Antar Variabel

4.4.5 Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Infark Miokard Akut: terdapat minimal dua dari kriteria adanya: 1) Bukti

nekrosis miokard (ditandai dengan adanya peningkatan biomarker jantung),

pada pasien yang menunjukkan gambaran klinis iskemia miokard akut yaitu 2)

Adanya nyeri dada tipikal angina dan/atau 3) Perubahan EKG yang diagnostik

Variabel Bebas

- Nilai MAPSE yang rendah - Nilai TAPSE yang rendah - Gabungan nilai MAPSE

yang rendah & nilai TAPSE yang rendah

Variabel Tergantung

Kejadian Kardiovaskular Mayor - Kematian

Kardiovaskular - Gagal Jantung - Syok Kardiogenik - Aritmia Maligna - Angina Pasca Infark

Variabel Kendali

- Umur - Jenis Kelamin - Merokok - Terapi

Reperfusi - Dislipidemia - Obesitas - Hipertensi - DM

Page 65: aa ayu dwi adelia yasmin

untuk IMA (adanya ST elevasi). IMA terdiri dari 2 subgrup yaitu STEMI dan

NSTEMI (Cannon dkk., 2013, Senter & Francis, 2009).

i. STEMI: Pasien dengan klinis iskemia miokard dengan

peningkatan kadar biomarker jantung disertai perubahan EKG

berupa ST elevasi yang baru di dua sadapan yang berhubungan

dengan kriteria sebagai berikut:

• ST elevasi ≥ 0,2 mV pada sadapan V2-V3 (pada pria) atau

ST elevasi ≥ 0,15 mV pada sadapan V2-V3 (pada wanita)

dan/atau,

• ST elevasi ≥ 0,1 mV pada sadapan yang lain.

ii. NSTEMI: Pasien dengan klinis iskemia miokard dengan

peningkatan biomarker jantung dan gambaran EKG tidak

menunjukkan ST elevasi. Gambaran EKG yang diagnostik adalah

adanya ST depresi/perubahan gelombang T yang baru di dua

sadapan yang berhubungan dengan kriteria sebagai berikut:

• ST depresi yang horizontal/down-slopping ≥ 0,05 mV

dan/atau,

• T inversi ≥ 0,1 mV dengan gelombang R yang prominen,

atau rasio R/S >1.

2. Kejadian Kardiovaskular Mayor: luaran selama pemantauan saat

perawatan di rumah sakit yang terdiri dari kematian dengan kausa

kardiovaskular dan/atau gagal jantung dan/atau syok kardiogenik dan/atau

aritmia maligna dan/atau angina pasca infark.

Page 66: aa ayu dwi adelia yasmin

i. Kematian dengan kausa kardiovaskular: kematian yang terjadi

akibat mekanisme kardiovaskular (aritmia, kematian mendadak,

gagal jantung, syok kardiogenik, stroke, emboli paru, penyakit

arteri perifer) yang terjadi setelah IMA (Hicks dkk., 2014, Cannon

dkk., 2013).

ii. Gagal Jantung: kondisi kegagalan pompa jantung akut yang

timbul sebagai komplikasi IMA, paling sering bermanifestasi

sebagai kondisi kongesti paru yang ditegakkan berdasarkan

anamnesis adanya keluhan sesak nafas, dari pemeriksaan fisik

ditemukan tanda seperti takikardia dan/atau S3 gallop pada

auskultasi jantung dan/atau rhonki di kedua lapangan paru, dan

dibuktikan dengan adanya kongesti pulmonal dengan edema

interstisial pada pemeriksaan foto thoraks (Steg dkk., 2012).

iii. Syok Kardiogenik: syok yang ditemukan pada kondisi IMA,

dimana terdapat episode hipotensi sistemik dengan tekanan darah

sistolik <90 mmHg yang menetap (<30 menit), disertai bukti

adanya hipoperfusi organ seperti ekstremitas yang dingin dan

oliguria, tanpa disertai kondisi hipovolemik dan sepsis. Syok

kardiogenik juga dianggap ada bila dibutuhkan inotropik atau

pemasangan Intra Aortic Ballon Pump (IABP) untuk

mempertahankan tekanan darah sistolik >90 mmHg (Katritsis dkk.,

2013, Cannon dkk., 2013).

Page 67: aa ayu dwi adelia yasmin

iv. Aritmia Maligna: Gangguan irama jantung yang dapat

memberikan gangguan hemodinamik pada pasien IMA, berupa

aritmia supraventrikular (takikardi supraventrikular, atrial flutter,

fibrilasi atrium), aritmia ventrikular (takikardi ventrikel, fibrilasi

ventrikel) dan blok atrioventrikular (derajat dua dan total) onset

baru yang dinilai berdasarkan hasil rekam jantung yang

terdokumentasi (Kondur dkk., 2013).

v. Angina Pasca Infark: nyeri dada tipikal angina yang terjadi

selama perawatan di rumah sakit pada saat istirahat/aktivitas ringan

setelah hilangnya nyeri dada yang terjadi pada saat episode IMA

(Kondur dkk., 2013).

3. Waktu: durasi sejak pasien terdiagnosis IMA sampai mengalami luaran,

dinilai dalam jam.

4. MAPSE: merupakan suatu parameter ekokardiografi yang berguna untuk

menilai fungsi longitudinal global pada ventrikel kiri. Metode ini

menggunakan pemeriksaan ekokardiografi transthorakal untuk mengukur

jarak pergerakan segmen annulus katup mitral pada fase sistolik di sepanjang

bidang longitudinal. MAPSE dapat diukur dari 4-chamber & 2 chamber view

dengan cara menempatkan kursor M-mode melalui 4 regio (septal, lateral,

anterior, dan inferior) annulus katup mitral dan mengukur jarak antara titik

terendah pada awal sistolik (awal kompleks QRS) hingga titik tertinggi pada

akhir sistolik (akhir gelombang T). Setelah didapatkan keempat nilai MAPSE

dari seluruh regio, diambil rerata nilai MAPSE yang mencerminkan fungsi

Page 68: aa ayu dwi adelia yasmin

longitudinal global pada ventrikel kiri (Hu dkk., 2013a). Batas nilai untuk

menentukan nilai MAPSE yang rendah menggunakan data yang dikumpulkan

dari penelitian ini dengan cara membuat kurva Receiving Operating

Characteristic (ROC) dan dinilai cut-off point terbaik dari nilai MAPSE untuk

memprediksi kejadian kardiovaskular mayor. Nilai MAPSE yang merupakan

skala numerik dirubah menjadi skala nominal dengan dua kategori yaitu nilai

MAPSE yang rendah (abnormal) dan nilai MAPSE yang normal.

5. TAPSE: merupakan suatu parameter ekokardiografi yang berguna untuk

menilai fungsi longitudinal global pada ventrikel kanan. Metode ini

menggunakan pemeriksaan ekokardiografi transthorakal untuk mengukur

jarak pergerakan segmen annulus katup tricuspid pada fase sistolik di

sepanjang bidang longitudinal. TAPSE dapat diukur dari 4-chamber view

dengan cara menempatkan kursor M-mode melalui regio lateral annulus katup

trikuspid dan mengukur jarak antara titik terendah pada awal sistolik (awal

kompleks QRS) hingga titik tertinggi pada akhir sistolik (akhir gelombang T).

(Rudski dkk., 2010b). Batas nilai untuk menentukan nilai TAPSE yang rendah

menggunakan data yang dikumpulkan dari penelitian ini dengan cara membuat

kurva Receiving Operating Characteristic (ROC) dan dinilai cut-off point

terbaik dari nilai TAPSE untuk memprediksi kejadian kardiovaskular mayor.

Nilai TAPSE yang merupakan skala numerik dirubah menjadi skala nominal

dengan dua kategori yaitu nilai TAPSE yang rendah (abnormal) dan nilai

TAPSE yang normal.

Page 69: aa ayu dwi adelia yasmin

6. Gagal Jantung Kiri: kegagalan fungsi pompa jantung kiri yang disebabkan

oleh abnormalitas struktural/fungsi jantung. Gagal jantung kiri secara klinis

ditentukan berdasarkan adanya riwayat gejala (sesak nafas saat aktivitas,

paroxysmal nocturnal dyspnea, orthopnea) dan tanda (rhonki pada kedua

lapang paru) serta terdapat bukti adanya abnormalitas struktural/fungsi jantung

yang mendasari (McMurray dkk., 2012).

7. Gagal Jantung Kanan: sindroma klinis yang ditandai dengan adanya

kongesti jaringan, antara lain distensi vena jugularis, edema perifer, ascites,

dan kongesti pada organ abdominal yang disebabkan oleh gangguan fungsi

sistolik ventrikel kanan. Kondisi gagal jantung kanan dapat disebabkan oleh

gagal jantung kiri yang berat, hipertensi pulmonal sekunder akibat penyakit

paru yang berat dan kronis, hipertensi pulmonal primer, atau penyakit jantung

kongenital (Fuster dkk., 2011).

8. Terapi Reperfusi: terapi yang bertujuan untuk mengembalikan patensi arteri

koroner dan aliran darah pada kondisi IMA. Terapi reperfusi dapat dicapai

dengan menggunakan fibrinolitik atau Percutaneous Coronary Intervention

(PCI) atau Coronary Artery Bypass Grafting (CABG) (Bassand dkk., 2005).

9. Dislipidemia: kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan

maupun penurunan lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid antara lain: kadar

kolesterol LDL > 100 mg/dl, dan/atau kadar kolesterol total > 200 mg/dl,

dan/atau kadar trigliserida >150 mg/dl dan/atau kadar kolesterol HDL <40

mg/dl sesuai kriteria ATP III. (NCEP, 2002). Data kadar fraksi lipid dapat

Page 70: aa ayu dwi adelia yasmin

diperoleh dari hasil pemeriksaan laboratorium patologi klinik di RSUP

Sanglah atau dari rekam medis pasien.

10. Hipertensi (HT): adalah penderita dengan tekanan darah sistolik ≥ 140

mmHg, dan/atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg yang diperiksa pada saat

masuk rumah sakit menggunakan alat sphygmomanometer air raksa,

berdasarkan klasifikasi JNC VII (Seventh Joint National Committee

Clasification), atau penderita dengan riwayat HT dan sedang mengkonsumsi

obat antihipertensi (Chobanian dkk., 2003). Riwayat HT dan konsumsi obat

antihipertensi dapat diketahui berdasarkan anamnesis dan rekam medis pasien.

11. Diabetes Melitus (DM): didiagnosis berdasarkan kriteria American Diabetes

Association (ADA) 2010, yaitu bila terdapat riwayat polidipsia, poliuria, dan

polifagia ditambah salah satu dari kriteria kadar gula darah puasa > 126 mg/dl,

dan/atau atau gula darah sewaktu > 200 mg/dl, atau gula darah 2 jam sesudah

beban glukosa 75 gram pada tes toleransi glukosa oral (TTGO) > 200 mg/dl.

(ADA, 2010). Data kadar gula darah dapat diperoleh dari hasil pemeriksaan

laboratorium patologi klinik di RSUP Sanglah atau dari rekam medis pasien.

Pasien juga terdiagnosis DM bila terdapat riwayat menderita DM dan/atau

mengkonsumsi obat-obatan DM berdasarkan anamnesis atau rekam medis

pasien.

12. Merokok: ditentukan berdasarkan anamnesis. Status perokok ditentukan bila

merokok paling sedikit satu batang perhari selama lebih dari 1 bulan terakhir

atau berhenti merokok kurang dari 3 bulan. Kriteria merokok sebagi berikut

(Wita, 1992)

Page 71: aa ayu dwi adelia yasmin

a. Perokok ringan : merokok 1-9 batang per hari.

b. Perokok sedang : merokok 10-19 batang per hari.

c. Perokok berat : merokok 20 batang per hari atau lebih.

d. Bekas perokok : berhenti merokok lebih dari 3 bulan.

13. Obesitas: adalah Indeks Massa Tubuh (IMT) > 30 kg/m2, yang dapat diukur

berdasarkan rumus dibawah ini (Chan & Woo, 2010):

BB (Kg)

IMT =

TB2 (m)

14. Umur: umur ditentukan berdasarkan tanggal lahir berdasarkan KTP sampai

dengan saat masuk RS, dengan satuan tahun (dibulatkan pada tahun terdekat).

4.5 Bahan Penelitian

Darah untuk pemeriksaan laboratorium seperti :Troponin-1, CKMB, LDH,

gula darah, Kolesterol total, LDL, HDL, Trigliserida, SGOT, SGPT, Ureum,

kreatinin sesuai lampiran 5.

4.6 Instrumen Penelitian

1. Pengukuran tekanan darah dengan Sphygmomanometer air raksa.

2. Penghitungan IMT dengan menimbang berat badan menggunakan

timbangan digital dan pengukuran tinggi badan dengan menggunakan

skala tinggi, dan rumus penghitungan IMT.

Keterangan :

IMT = Indeks Massa Tubuh

BB = Berat Badan

TB = Tinggi Badan

Page 72: aa ayu dwi adelia yasmin

3. Pengukuran nilai MAPSE dan TAPSE menggunakan ekokardiografi

transthorakal dengan alat GE Vivid E Portable Ultrasound Machine dan

GE 3S ultrasound probe (1,5-3,6 MHz).

4. Kuisioner dan rekam medik.

4.7 Prosedur Penelitian

4.7.1 Tata Cara Penelitian

Bila terdapat pasien IMA yang memenuhi kriteria inklusi, kepada pasien dan

pihak keluarga yang bertanggung jawab diberikan informasi mengenai penelitian

ini. Setelah pasien/keluarga setuju untuk berpartisipasi, pasien diminta untuk

menandatangani formulir persetujuan yang telah disediakan. Selanjutnya, semua

sampel penelitian dikelola sesuai dengan prosedur. Penanganan pasien IMA

dilakukan sesuai Pedoman Terapi Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran

Vaskular FK UNUD/ RSUP Sanglah Denpasar. Data yang diperoleh dari catatan

medis penderita antara lain, nama, nomor rekam medis, jenis kelamin, umur,

diagnosis, hasil laboratorium, serta kejadian kardiovaskular mayor pada pasien

IMA selama perawatan di RSUP Sanglah Denpasar.

Pengambilan gambar MAPSE dan TAPSE dilakukan menggunakan

ekokardiografi transthorakal oleh peneliti dengan alat GE Vivid E Portable

Ultrasound Machine dan GE 3S ultrasound probe (1,5-3,6 MHz) dalam waktu 24

jam setelah pasien masuk rumah sakit. Hasil pemeriksaan ekokardiografi

disimpan dalam alat dan diverifikasi oleh Kardiolog Konsultan, untuk selanjutnya

dilakukan pengukuran nilai TAPSE dan MAPSE oleh tiga observer, antara lain

Observer 1/PPDS Senior (dr. Vianney Tedjamulia), Observer 2/Kardiolog (dr. IB

Page 73: aa ayu dwi adelia yasmin

Rangga Wibhuti, Sp.JP), dan Observer 3/Kardiolog Konsultan yang memiliki

ekspertise di bidang ekokardiografi (dr. K. Badjra Nadha, SpJP (K)). Pasien

diikuti selama perawatan di rumah sakit untuk melihat adanya kejadian

kardiovaskular mayor yaitu kematian akibat kausa kardiovaskular dan/atau gagal

jantung dan/atau syok kardiogenik dan/atau aritmia maligna dan/atau angina

pascainfark. Pasien yang meninggal saat perawatan akibat mekanisme

kardiovaskular (aritmia, kematian mendadak, gagal jantung, stroke, emboli paru,

penyakit arteri perifer) maka pasien didiagnosis sebagai kematian akibat kausa

kardiovaskular dan dimasukkan sebagai luaran. Pada pasien yang mengeluh sesak

nafas, dilakukan evaluasi klinis yaitu anamnesis dan pemeriksaan fisik, serta

dilakukan pemeriksaan penunjang rontgen thoraks. Bila ditemukan tanda gagal

jantung dari pemeriksaan klinis dan/atau dari penunjang rontgen thoraks, maka

pasien didiagnosis sebagai gagal jantung akibat infark miokard dan dimasukkan

sebagai luaran. Pasien yang selama perawatan didapatkan tekanan darah sistolik

turun <90 mmHg disertai tanda hipoperfusi jaringan, tanpa adanya bukti

hipovolemik ataupun sepsis dimasukkan sebagai luaran. Pasien yang mengeluh

berdebar dan didapatkan aritmia dari monitor berupa aritmia supraventrikular

(takikardi supraventrikular, atrial flutter, fibrilasi atrium), aritmia ventrikular

(takikardi ventrikel, fibrilasi ventrikel) dan blok atrioventrikular (derajat dua dan

total) onset baru dilakukan perekaman jantung satu atau 12 sadapan untuk

dokumentasi terjadinya aritmia. Pasien dengan jenis aritmia yang telah disebutkan

diatas dan telah terdokumentasi dimasukkan sebagai luaran. Pasien yang

mengeluh nyeri dada tipikal selama perawatan di rumah sakit pada saat

Page 74: aa ayu dwi adelia yasmin

istirahat/aktivitas ringan setelah hilangnya nyeri dada yang terjadi pada saat

episode IMA dmasukkan sebagai luaran. Setiap luaran yang didapatkan dicatat

jam keberapa munculnya, terhitung sejak hari pasien dirawat. Pasien yang tidak

mengalami luaran akan diikuti hingga pulang dari rumah sakit. Hasil pemeriksaan

dikumpulkan oleh peneliti untuk selanjutnya dilakukan analisis.

4.7.2 Alur Penelitian

Pasien yang terdiagnosis IMA berdasarkan manifestasi klinis dan data dari

pemeriksaan penunjang di UGD dan UPIJ RSUP Sanglah merupakan populasi

terjangkau dari penelitian ini. Dari populasi ini, pasien yang memenuhi kriteria

inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi diambil sebagai sampel secara

consecutive sampai memenuhi jumlah sampel yang dibutuhkan. Pada pasien

tersebut dilakukan pengisian lembar pengumpulan data, pemeriksaan laboratorium

dan pengambilan gambar MAPSE dan TAPSE menggunakan ekokardiografi

transthorakal oleh peneliti dengan alat GE Vivid E Portable Ultrasound Machine

dan GE 3S ultrasound probe (1,5-3,6 MHz) dalam waktu 24 jam setelah pasien

masuk rumah sakit. Hasil pemeriksaan disimpan dan diverifikasi oleh Kardiolog

Konsultan, untuk selanjutnya dilakukan pengukuran oleh PPDS Senior,

Kardiolog, dan Kardiolog Konsultan yang memiliki ekspertise di bidang

ekokardiografi. Data kemudian dikumpulkan oleh peneliti dan selanjutnya

dilakukan analisis. Alur penelitian dapat ditunjukkan pada gambar 4.3 dibawah

ini.

Page 75: aa ayu dwi adelia yasmin

Gambar 4.3 Alur Penelitian

Populasi Terjangkau Semua penderita IMA yang dirawat di RSUP

Sanglah Denpasar

Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi

Informed Consent

Eligible study subject

Lembar Pengumpulan Data

Pengambilan gambar MAPSE & TAPSE dalam waktu 24 jam

setelah masuk Rumah Sakit oleh Peneliti

Analisis Data

Kejadian Kardiovaskular Mayor: Kematian Kardiovaskular

Gagal Jantung Syok Kardiogenik Aritmia Maligna

Angina Pascainfark

• Identitas • Pemeriksaan Fisik • Pemeriksaan

Penunjang • Diagnosis • Terapi

Populasi Target Pasien IMA

Pengukuran nilai MAPSE dan TAPSE oleh PPDS Senior,

Kardiolog dan Kardiolog Konsultan

Page 76: aa ayu dwi adelia yasmin

4.8 Analisis Data

Analisis data dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu:

1. Analisis reliabilitas, bertujuan untuk mengetahui konsistensi antara hasil

pengukuran nilai MAPSE dan TAPSE yang dilakukan oleh Observer

1/PPDS Senior, Observer 2/Kardiolog, dan Observer 3/Kardiolog

Konsultan. Teknik yang digunakan antara lain analisis korelasi untuk

memberikan informasi mengenai kekuatan hubungan/asosiasi antara nilai

MAPSE dan TAPSE yang diukur oleh ketiga observer dan dinyatakan

dalam bentuk grafik scatter plot dan penghitungan koefisien korelasi

Pearson (r). Selanjutnya akn dilakukan analisis Bland-Altman untuk

mengetahui limit of agreement (tingkat kesesuaian) nilai MAPSE dan

TAPSE yang diukur oleh ketiga observer dan dinyatakan dalam bentuk

kurva Bland-Altman dan rerata beda ± 1,96 Standar Deviasi. Nilai

MAPSE dan TAPSE yang akan digunakan pada analisis selanjutnya

adalah rerata nilai MAPSE dan TAPSE yang diukur oleh ketiga observer.

2. Analisis kurva ROC. Analisis ini bertujuan untuk mendapatkan cut-off

point terbaik untuk menyatakan penurunan nilai MAPSE dan TAPSE.

Pada analisis ini nilai MAPSE dan nilai TAPSE akan menjadi variabel

kategorikal, dan kejadian kardiovaskular mayor sebagai variabel referensi.

Kemudian akan terbentuk kurva ROC yang terdiri dari sumbu X dan Y.

Sumbu X adalah 1-spesifisitas, dan sumbu Y adalah sensitivitas. Cut-off

point terbaik adalah nilai MAPSE dan nilai TAPSE tertentu yang

Page 77: aa ayu dwi adelia yasmin

menghasilkan nilai akurasi tertinggi sebagai prediktor kejadian

kardiovaskular mayor.

3. Analisis univariat, bertujuan untuk menggambarkan karakteristik subjek

penelitian dalam bentuk tabel, dan akan membagi subjek penelitian

menjadi dua kelompok berdasarkan kategori nilai MAPSE dan kategori

nilai TAPSE yang cut-off pointnya telah ditentukan sebelumnya. Data

yang bersifat numerik akan disajikan dalam bentuk mean ± Standar

Deviasi. Data yang bersifat kategorikal akan disajikan dalam bentuk

distribusi frekuensi [f (%)].

4. Analisis bivariat, bertujuan untuk mengetahui pengaruh satu variabel

bebas terhadap variabel tergantung. Variabel bebas pada penelitian ini

adalah nilai MAPSE yang rendah, nilai TAPSE yang rendah, serta

gabungan nilai MAPSE yang rendah dan nilai TAPSE yang rendah.

Variabel tergantung adalah kejadian kardiovaskular mayor. Pada analisis

ini akan diperoleh nilai Hazard Ratio (HR) dari nilai MAPSE yang rendah,

nilai TAPSE yang rendah, serta gabungan nilai MAPSE yang rendah dan

nilai TAPSE yang rendah terhadap kejadian kardiovaskular mayor. Hasil

analisis bivariat juga akan ditampilkan menggunakan grafik estimasi

survival Kaplan-Meier kemudian dinilai perbedaan median time dan

probabilitas survival berdasarkan variabel bebas. Uji statistik yang

digunakan pada analisis bivariat adalah Logrank test.

5. Analisis multivariat, bertujuan untuk menganalisis apakah nilai MAPSE

yang rendah, nilai TAPSE yang rendah, atau gabungan nilai MAPSE yang

Page 78: aa ayu dwi adelia yasmin

rendah dan nilai TAPSE yang rendah merupakan prediktor independen

terjadinya kejadian kardiovaskular mayor dengan mengontrol variabel lain

yang diduga sebagai confounder. Uji statistik yang digunakan pada

analisis multivariat dalam penelitian ini adalah uji Cox regression,

sehingga dapat diketahui Hazard Ratio (HR) independen dari nilai

MAPSE yang rendah, nilai TAPSE yang rendah, serta gabungan nilai

MAPSE yang rendah dan nilai TAPSE yang rendah terhadap kejadian

kardiovaskular mayor pada pasien IMA

Page 79: aa ayu dwi adelia yasmin

BAB V

HASIL PENELITIAN

Selama periode bulan November 2014 sampai dengan Januari 2015, telah

dilakukan studi observasional dengan rancangan kohort prospektif, yang

bertempat di RSUP Sanglah, Denpasar. Penelitian ini dimulai setelah mendapat

persetujuan dari unit penelitian dan pengembangan Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar dengan surat Kelaikan Etik

(Ethical Clearance) dan surat ijin penelitian dari Direktur Sumber Daya manusia

(SDM) dan Pendidikan RSUP Sanglah Denpasar.

Sampel dalam penelitian ini adalah penderita IMA baik STEMI maupun

NSTEMI yang memenuhi kriteria inklusi dan diambil secara consecutive sampling

dari populasi penelitian. Terhadap 72 pasien IMA yang dirawat di RSUP Sanglah

serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, dilakukan pengambilan gambar

MAPSE dan TAPSE dilakukan menggunakan ekokardiografi transthorakal oleh

peneliti dengan alat GE Vivid E Portable Ultrasound Machine dan GE 3S

ultrasound probe (1,5-3,6 MHz). Pemeriksaan dilakukan dalam waktu 24 jam

setelah pasien masuk rumah sakit. Hasil pemeriksaan ekokardiografi disimpan

dalam alat, dan telah dilakukan pengukuran nilai MAPSE dan TAPSE oleh tiga

observer independen, yaitu Observer 1/PPDS Senior (dr. Vianney Tedjamulia),

Observer 2/Kardiolog (dr. IB Rangga Wibhuti, Sp.JP), dan Observer 3/Kardiolog

Konsultan yang memiliki ekspertise di bidang ekokardiografi (dr. K. Badjra

Nadha, SpJP (K)). Pasien diikuti selama perawatan di rumah sakit untuk melihat

Page 80: aa ayu dwi adelia yasmin

adanya kejadian kardiovaskular mayor yaitu kematian akibat kausa kardiovaskular

dan/atau gagal jantung dan/atau syok kardiogenik dan/atau aritmia maligna

dan/atau angina pasca infark. Variabel yang dianalisis dalam penelitian ini adalah:

nilai MAPSE yang rendah, nilai TAPSE yang rendah, serta gabungan nilai

MAPSE dan nilai TAPSE yang rendah sebagai variabel bebas, dan kejadian

kardiovaskular mayor (komposit) sebagai variabel tergantung. Penderita IMA

yang dilibatkan dalam penelitian ini terdiri dari 42 orang (58,3%) pasien STEMI

dan 30 orang (41,7%) pasien NSTEMI.

5.1 Analisis Reliabilitas

Analisis reliabilitas pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

konsistensi serta variabilitas interobserver antara nilai MAPSE dan TAPSE yang

diukur oleh tiga observer secara independen, yaitu Observer 1 (dr. Vianney

Tedjamulia/PPDS Senior), Observer 2 (dr. Rangga Wibhuti, Sp. JP/Kardiolog),

dan Observer 3 (dr. K. Badjra Nadha, Sp.JP (K)/Kardiolog Konsultan). Analisis

reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan dua metode, antara lain dengan

analisis korelasi Pearson untuk mengetahui korelasi antara nilai MAPSE dan

TAPSE yang diukur oleh ketiga observer serta analisis Bland-Altman untuk

mengetahui rerata perbedaan nilai MAPSE dan TAPSE yang diukur oleh ketiga

observer. Grafik scatter plot dan kurva Bland-Altman yang menggambarkan uji

reliabilitas untuk nilai MAPSE dapat dilihat pada gambar 5.1 dan 5.2, sedangkan

grafik scatter plot dan kurva Bland-Altman yang menggambarkan uji reliabilitas

untuk nilai TAPSE dapat dilihat pada gambar 5.3 dan 5.4

Page 81: aa ayu dwi adelia yasmin

Berdasarkan gambar 5.1, terlihat bahwa terdapat korelasi positif yang kuat

antara nilai MAPSE yang diukur oleh Observer 1, Observer 2, dan Observer 3.

Hal tersebut juga ditunjukkan dari nilai koefisien korelasi Pearson (r) yang tinggi,

yaitu berturut-turut sebesar 0,958 (nilai p <0,001) untuk Observer 1 & Observer 2,

0,974 (nilai p <0,001) untuk Observer 1 & Observer 3, dan 0,971 (nilai p <0,001)

untuk Observer 2 & Observer 3.

Gambar 5.1 Grafik Scatter Plot yang Menggambarkan Korelasi Nilai MAPSE

yang Diukur oleh Observer 1 dan Observer 2 (Kiri Atas), Observer 1 dan

Observer 3 (Kanan Atas), serta Observer 2 dan Observer 3 (Bawah)

Limit of agreement antara pengukuran nilai MAPSE yang dilakukan oleh

ketiga observer dapat dilihat lebih lanjut pada kurva Bland-Altman yang

ditunjukkan pada gambar 5.4. Berdasarkan kurva tersebut terlihat bahwa nilai

Page 82: aa ayu dwi adelia yasmin

MAPSE yang diukur oleh ketiga observer memiliki rerata beda yang sangat kecil

dan tidak bermakna secara statistik, yaitu berturut-turut sebesar 0,02 ± (-1,05) –

1,01 mm antara Observer 1 & Observer 2 (nilai p = 0,755), sebesar 0,08 ± (-0,73)

– 0,90 mm antara Observer 1 & Observer 3 (nilai p = 0,095), dan sebesar 0,1 ± (-

0,76) – 0,97 mm antara Observer 2 & Observer 3 (nilai p = 0,052).

6 8 10 12 14 16-1.5

-1.0

-0.5

0.0

0.5

1.0

1.5

Mean of MAPSE1 and MAPSE2

MA

PS

E1

- MA

PS

E2

Mean-0.02

-1.96 SD-1.05

+1.96 SD1.01

6 8 10 12 14 16-1.0

-0.5

0.0

0.5

1.0

1.5

Mean of MAPSE1 and MAPSE3

MAP

SE1

- MAP

SE3

Mean0.08

-1.96 SD-0.73

+1.96 SD0.90

6 8 10 12 14 16-1.5

-1.0

-0.5

0.0

0.5

1.0

1.5

Mean of MAPSE2 and MAPSE3

MA

PS

E2

- MA

PS

E3

Mean0.10

-1.96 SD-0.76

+1.96 SD0.97

Gambar 5.2 Kurva Bland-Altman yang Menggambarkan Limit of Agreement

antara Nilai MAPSE yang Diukur oleh Observer 1 dan Observer 2 (Kiri Atas),

Observer 1 dan Observer 3 (Kanan Atas), serta Observer 2 dan Observer 3

(Bawah)

Page 83: aa ayu dwi adelia yasmin

Gambar 5.3 Grafik Scatter Plot yang Menggambarkan Korelasi Nilai TAPSE

yang Diukur oleh Observer 1 dan Observer 2 (Kiri Atas), Observer 1 dan

Observer 3 (Kanan Atas), serta Observer 2 dan Observer 3 (Bawah)

Berdasarkan Gambar 5.3, terlihat bahwa terdapat korelasi positif yang kuat

antara nilai TAPSE yang diukur oleh Observer 1, Observer 2, dan Observer 3. Hal

tersebut juga ditunjukkan dari nilai koefisien korelasi Pearson (r) yang tinggi,

yaitu berturut-turut sebesar 0,956 (nilai p <0,001) untuk Observer 1 & Observer 2,

0,960 (nilai p <0,001) untuk Observer 1 & Observer 3, dan 0,961 (nilai p <0,001)

untuk Observer 2 & Observer 3.

Interobserver agreement antara pengukuran nilai TAPSE yang dilakukan

oleh ketiga observer dapat dilihat lebih lanjut pada kurva Bland-Altman yang

ditunjukkan pada Gambar 5.4. Berdasarkan kurva tersebut terlihat bahwa nilai

Page 84: aa ayu dwi adelia yasmin

TAPSE yang diukur oleh ketiga observer memiliki rerata beda yang sangat kecil

dan tidak bermakna secara statistik , yaitu berturut-turut sebesar 0,1 ± (-2,1) – 2,3

mm antara Observer 1 & Observer 2 (nilai p = 0,270), sebesar 0,1 ± (-2,0) – 2,1

mm antara Observer 1 & Observer 3 (nilai p = 0,581), dan sebesar 0,1 ± (-2,1) –

1,9 mm antara Observer 2 & Observer 3 (nilai p = 0,523).

10 15 20 25 30-4

-3

-2

-1

0

1

2

3

4

Mean of TAPSE1 and TAPSE2

TAP

SE

1 - T

AP

SE

2

Mean0.1

-1.96 SD-2.1

+1.96 SD2.3

5 10 15 20 25 30-5

-4

-3

-2

-1

0

1

2

3

Mean of TAPSE1 and TAPSE3

TAPS

E1 -

TAPS

E3 Mean0.1

-1.96 SD-2.0

+1.96 SD2.2

10 15 20 25 30-3

-2

-1

0

1

2

3

4

Mean of TAPSE2 and TAPSE3

TAP

SE

2 - T

AP

SE

3

Mean-0.1

-1.96 SD-2.1

+1.96 SD1.9

Gambar 5.4 Kurva Bland-Altman yang Menggambarkan Limit of Agreement

antara Nilai TAPSE yang Diukur oleh Observer 1 dan Observer 2 (Kiri Atas),

Observer 1 dan Observer 3 (Kanan Atas), serta Observer 2 dan Observer 3

(Bawah)

5.2 Analisis Kurva ROC

Batas nilai untuk menentukan kategori nilai MAPSE yang rendah (abnormal),

nilai MAPSE yang normal, nilai TAPSE yang rendah (abnormal), dan nilai

TAPSE yang normal menggunakan data yang dikumpulkan dari penelitian ini

Page 85: aa ayu dwi adelia yasmin

dengan cara membuat kurva ROC. Kurva ROC dibuat menggunakan rerata nilai

MAPSE dan Nilai TAPSE yang telah diukur oleh ketiga observer diatas.

Gambar 5.5 Kurva ROC dalam Menentukan Cut-off Point Nilai MAPSE yang

rendah (kiri) dan Nilai TAPSE yang rendah (kanan)

Berdasarkan analisis kurva ROC, diperoleh nilai cut-off point terbaik dalam

menyatakan nilai MAPSE yang rendah untuk memprediksi luaran dengan

mendapatkan hubungan optimal antara sensitivitas dan spesifisitas yaitu 8,75 mm.

Area Under Curve (AUC) yaitu 0,871, Standard Error 0,047, (95% CI = 0.778-

0,964), dan P-value <0,001.

Dengan menggunakan nilai cut-off point 8,75 mm, maka didapatkan

sebanyak 23 pasien dengan nilai MAPSE yang rendah (abnormal), dan 49 pasien

dengan nilai MAPSE yang normal. Nilai MAPSE yang merupakan skala numerik

dirubah menjadi skala nominal dengan dua kategori yaitu nilai MAPSE yang

rendah (abnormal) dan nilai MAPSE yang normal.

Page 86: aa ayu dwi adelia yasmin

Dengan menggunakan metode yang sama, yaitu analisis kurva ROC,

diperoleh nilai cut-off point terbaik dalam menyatakan nilai TAPSE yang rendah

untuk memprediksi luaran dengan mendapatkan hubungan optimal antara

sensitivitas dan spesifisitas yaitu 16,15 mm. Area Under Curve (AUC) yaitu

0,701, Standard Error 0,069, (95% CI = 0,565-0,837), dan P-value 0,005.

Dengan menggunakan nilai cut-off point 16,15 mm, maka didapatkan

sebanyak 24 pasien dengan nilai TAPSE yang rendah (abnormal), dan 48 pasien

dengan nilai TAPSE yang normal. Nilai TAPSE yang merupakan skala numerik

dirubah menjadi skala nominal dengan dua kategori yaitu nilai TAPSE yang

rendah (abnormal) dan nilai TAPSE yang normal.

5.3 Karakteristik Subyek Penelitian

Hasil analisis deskriptif populasi penelitian ditunjukkan pada tabel 5.1 dan

tabel 5.2. Pasien dikelompokkan menjadi dua kelompok berdasarkan ada tidaknya

nilai MAPSE yang rendah dan nilai TAPSE yang rendah. Cut-off point dalam

menyatakan nilai MAPSE dan nilai TAPSE yang rendah diperoleh dengan

membuat kurva ROC seperti yang telah disebutkan diatas.

Tabel 5.1

Karakteristik Subyek Penelitian (Berdasarkan Kategori Nilai MAPSE)

Variabel Nilai MAPSE P Nilai MAPSE yang

Rendah Nilai MAPSE yang

Normal n= 23 n= 49 Umur (tahun) 64,87 ± 12,89 58,63 ± 11,48 0,055 Jenis Kelamin 0,329 Laki-laki (%) 29,3% (n=17) 70,7% (n=41) Perempuan (%) 42,9% (n=6) 57,1% (n=8) Merokok (%) 31,9% (n=15) 68,1% (n=32) 0,994 Dislipidemia 26,1% (n=12) 73,9% (n=34) 0,156 TC (mg/dl) 193,80 ± 58,04 198,10 ± 46,67 0,758

Page 87: aa ayu dwi adelia yasmin

LDL (mg/dl) 133,88 ± 72,00 131,84 ± 41,59 0,872 TG (mg/dl) 158,00 ± 66,48 158.42 ± 80,87 0,981 HDL (mg/dl) 36,77 ± 11,44 36,96 ± 11,43 0,951 DM 59,3% (n=16) 40,7% (n=11) <0,001 GDS (mg/dl) 241,02 ± 72,00 176,79 ± 101,56 0,003 Hipertensi 34,9% (n=15) 65,1% (n=28) 0,515 TDS (mmHg) 138,70 ± 29,60 135,33 ± 23,42 0,634 TDD (mmHg) 83,48 ± 16,13 84,69 ± 15,46 0,764 Obesitas (%) 33,3% (n=2) 66,7% (n=4) 0,939 IMT (kg/m2) 25,67 ± 3,70 25,12 ± 3,50 0,548 Diagnosis Kerja 0,215 STEMI (%) 26,2% (n=11) 73,8% (n=31) NSTEMI (%) 40,0% (n=12) 60,0% (n=18) CKMB 26,21 ± 15,07 23,11 ± 15,03 0,421 Troponin T 1.182,48 ± 641,97 616.76 ± 646.08 0,001 Terapi Reperfusi 12,5% (n=3) 87,5% (n=21) 0,012 Onset (Jam) 23,93 ± 22,60 10,02 ± 14,06 0,011 EF (%) 36,32 ± 5,54 54,79 ± 7,98 <0,001

Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa karakteristik dasar antara pasien

dengan nilai MAPSE yang rendah (abnormal) menunjukkan perbedaan yang tidak

bermakna dibandingkan pasien dengan nilai MAPSE yang normal, kecuali

variabel Diabetes Melitus. Tabel diatas juga menunjukkan bahwa pasien dengan

nilai MAPSE yang rendah memiliki kadar Troponin T yang lebih tinggi secara

bermakna, dan lebih sedikit menerima terapi reperfusi bila dibandingkan dengan

pasien dengan nilai MAPSE yang normal. Kelompok pasien dengan nilai MAPSE

yang rendah memiliki nilai EF yang lebih rendah secara bermakna dibandingkan

pasien dengan nilai MAPSE yang normal.

Page 88: aa ayu dwi adelia yasmin

Tabel 5.2

Karakteristik Subyek Penelitian (Berdasarkan Kategori Nilai TAPSE)

Variabel Nilai TAPSE P Nilai TAPSE yang

Rendah Nilai TAPSE yang

Normal n= 24 n= 48 Umur (tahun) 64,25 ± 14,53 58,81 ± 10,59 0,112 Jenis Kelamin 0,006 Laki-laki (%) 25,9% (n=15) 74,1% (n=43) Perempuan (%) 64,3% (n=9) 35,7% (n=5) Merokok (%) 29,8% (n=14) 70,2% (n=33) 0,381 Dislipidemia 30,4% (n=14) 69,6% (n=32) 0,488 TC (mg/dl) 194,19 ± 47,62 197,81 ± 52,97 0,930 LDL (mg/dl) 137,47 ± 42,51 130,01 ± 46,63 0,500 TG (mg/dl) 162,46 ± 71,40 156.20 ± 78,99 0,737 HDL (mg/dl) 36,50 ± 10,70 37,10 ±11,78 0,828 DM 66,7% (n=18) 33,3% (n=9) <0,001 GDS (mg/dl) 269,27 ± 105,72 161,33 ± 69,99 <0,001 Hipertensi 34,9% (n=15) 65,1% (n=28) 0,734 TDS (mmHg) 132,67 ± 26,21 138,27 ± 25,04 0,390 TDD (mmHg) 83,25 ± 14,46 84,83 ± 16,23 0,676 Obesitas (%) 33,3% (n=2) 66,7% (n=4) 1,000 IMT (kg/m2) 25,18 ± 3,41 25,34 ± 3,65 0,848 Diagnosis Kerja 0,612 STEMI (%) 31,0% (n=13) 69,0% (n=29) NSTEMI (%) 36,7% (n=11) 63,3% (n=19) CKMB 23,70 ± 14,53 24,30 ± 15,38 0,873 Troponin T 1.069,79 ± 743,86 661,31 ± 631,05 0,026 Terapi Reperfusi 12,5% (n=3) 87,5% (n=21) 0,008 Onset (Jam) 15,42 ± 5,90 13,99 ± 9,51 0,741 EF (%) 42,40 ± 5,87 53,17 ± 11,50 <0,001

Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa karakteristik dasar antara pasien

dengan nilai TAPSE yang rendah (abnormal) menunjukkan perbedaan yang tidak

bermakna dibandingkan pasien dengan nilai TAPSE yang normal, kecuali variabel

jenis kelamin dan DM. Tabel diatas juga menunjukkan bahwa pasien dengan nilai

TAPSE yang rendah memiliki kadar Troponin T yang lebih tinggi secara

bermakna, dan lebih sedikit menerima terapi reperfusi bila dibandingkan dengan

Page 89: aa ayu dwi adelia yasmin

pasien dengan nilai TAPSE yang normal. Kelompok pasien dengan nilai TAPSE

yang rendah memiliki nilai EF yang lebih rendah secara bermakna dibandingkan

pasien dengan nilai TAPSE yang normal.

5.4 Nilai MAPSE yang Rendah sebagai Prediktor Kejadian Kardiovaskular

Mayor saat Perawatan di Rumah Sakit pada Pasien IMA

Dari 72 kasus IMA yang diamati selama penelitian, diketahui sebesar 25

pasien mengalami kejadian kardiovaskular mayor Sebanyak 18 pasien diantaranya

memiliki nilai MAPSE yang rendah (abnormal), sedangkan sebanyak 7 pasien

memiliki nilai MAPSE yang normal. Gambaran estimasi survival Kaplan Meier

terjadinya kejadian kardiovaskular mayor berdasarkan kategori nilai MAPSE

ditunjukkan pada gambar 5.6 dibawah ini.

Gambar 5.6 Kurva Estimasi Survival Kaplan Meier Terjadinya Kejadian

Kardiovaskular Mayor Pada IMA Berdasarkan Nilai MAPSE yang Rendah

Survival rate pasien dengan nilai MAPSE yang rendah (abnormal)

didapatkan 46,50 (95% CI = 26,75-66,25) jam, sedangkan survival rate pasien

Page 90: aa ayu dwi adelia yasmin

dengan nilai MAPSE yang normal adalah 104,52 (95% CI = 93,78-115,27) jam

Setelah dilakukan Uji Log Rank, ditemukan bahwa survival rate antara pasien

dengan nilai MAPSE yang rendah (abnormal) dan dengan nilai TAPSE yang

normal berbeda secara bermakna dengan nilai p sebesar <0,001.

Pada pasien dengan nilai MAPSE yang rendah (abnormal), probabilitas

survival dalam 24 jam pertama adalah sebesar 0,52, sedangkan pada pasien

dengan nilai MAPSE yang normal sebesar 0,88. Hal ini berarti bahwa dalam 24

jam pertama, sebanyak 52% pasien dengan nilai MAPSE yang rendah (abnormal)

tidak mengalami kejadian kardiovaskular mayor, sedangkan pada pasien dengan

nilai MAPSE yang normal, sebanyak 88% pasien tidak mengalami kejadian

kardiovaskular mayor. Dalam 48 jam pertama, diperoleh bahwa probabilitas

survival pasien dengan nilai MAPSE yang rendah (abnormal) sebesar 0,30,

sedangkan pada pasien dengan nilai MAPSE yang normal sebesar 0,86.

Pengaruh nilai MAPSE yang rendah terhadap kejadian kardiovaskular mayor

dapat diketahui dengan menggunakan Hazard Ratio (HR) yaitu sebesar 8,19 (95%

CI 3,38-19,82). Hal tersebut berarti bahwa risiko kejadian kardiovaskular mayor

pada pasien IMA didapatkan 8,19 kali lipat pada pasien dengan nilai MAPSE

yang rendah (abnormal) dibandingkan pasien dengan nilai MAPSE yang normal.

Perbedaan risiko tersebut bermakna secara statistik dengan p < 0,0001. Nilai HR

ini masih bersifat kasar dan belum mengontrol variabel lain yang dianggap

sebagai perancu.

Page 91: aa ayu dwi adelia yasmin

5.5 Pengaruh Nilai MAPSE yang rendah terhadap Kejadian Kardiovaskular

Mayor saat Perawatan di Rumah Sakit Setelah Dikontrol dengan

Variabel Lain

Analisis multivariat yang digunakan untuk mengetahui pengaruh nilai

MAPSE yang rendah terhadap kejadian kardiovaskular mayor secara independen

adalah adalah Cox Regression. Berdasarkan tabel 5.3, ditemukan bahwa nilai

MAPSE yang rendah terbukti sebagai prediktor independen terjadinya kejadian

kardiovaskular mayor pada pasien IMA. Hal ini berarti bahwa risiko kejadian

kardiovaskular mayor pada pasien IMA dengan nilai MAPSE yang rendah setelah

mengontrol faktor perancu adalah 6,68 kali lipat dibandingkan pasien dengan nilai

MAPSE yang normal.

Tabel 5.3 Hasil Analisis Cox Regression Nilai MAPSE yang Rendah sebagai

Prediktor Kejadian Kardiovaskular Mayor pada Pasien IMA

Variabel Exp (B) 95% CI P-value Nilai MAPSE yang rendah 6,68 2,37-18,83 <0,0001 Umur 1,01 0,98-1,05 0,474 Jenis Kelamin 0,89 0,17-4,54 0,885 Merokok 0,80 0,20-3,15 0,749 Terapi Reperfusi 1,02 0,31-3,36 0,969 Dislipidemia 0,65 0,25-1,71 0,383 Obesitas 0,55 0,83-3,66 0,536 Hipertensi 0,51 0,18-1,45 0,207 Diabetes Melitus 1,52 0,58-3,95 0,395

5.6 Nilai TAPSE yang Rendah sebagai Prediktor Kejadian Kardiovaskular

Mayor saat Perawatan di Rumah Sakit pada Pasien IMA

Untuk mengetahui pengaruh nilai TAPSE yang rendah terhadap kejadian

kardiovaskular mayor pada penelitian ini, dilakukan analisis bivariat. Metode

Page 92: aa ayu dwi adelia yasmin

analisis yang digunakan adalah metode estimasi survival dari Kaplan-Meier yang

disajikan dalam bentuk grafik estimasi Kaplan-Meier.

Gambar 5.7 Kurva Estimasi Survival Kaplan Meier Terjadinya Kejadian

Kardiovaskular Mayor Pada IMA Berdasarkan Nilai TAPSE yang Rendah

Pada Gambar 5.7 grafik estimasi survival dibagi menjadi 2 kelompok yaitu

kelompok dengan nilai TAPSE yang rendah (abnormal) dan dengan nilai TAPSE

yang normal.

Dari 72 kasus IMA yang diamati selama penelitian, diketahui sebesar 25

pasien mengalami kejadian kardiovaskular mayor Sebanyak 14 pasien diantaranya

memiliki nilai TAPSE yang rendah (abnormal), sedangkan sebanyak 11 pasien

memiliki nilai TAPSE yang normal. Dapat terlihat dari gambar 5.6 bahwa

kelompok pasien dengan nilai TAPSE yang rendah (abnormal) lebih banyak yang

mengalami event dibandingkan dengan kelompok pasien dengan nilai TAPSE

yang normal.

Page 93: aa ayu dwi adelia yasmin

Survival rate pasien dengan nilai TAPSE yang rendah (abnormal) adalah

57,51 (95% CI = 35,95-79,08) jam, sedangkan survival rate pasien dengan nilai

TAPSE yang normal adalah 100,22 (95% CI = 88,36-112,08) jam Setelah

dilakukan Uji Log Rank, ditemukan bahwa survival rate antara pasien dengan

nilai TAPSE yang rendah (abnormal) dan dengan nilai TAPSE yang normal

berbeda secara bermakna dengan nilai p sebesar 0,001.

Pada pasien dengan nilai TAPSE yang rendah (abnormal), probabilitas

survival dalam 24 jam pertama adalah sebesar 0,54, sedangkan pada pasien

dengan nilai TAPSE yang normal sebesar 0,88. Hal ini berarti bahwa dalam 24

jam pertama, sebanyak 54% pasien dengan nilai TAPSE yang rendah (abnormal)

tidak mengalami kejadian kardiovaskular mayor, sedangkan pada pasien dengan

nilai TAPSE yang normal, sebanyak 88% pasien tidak mengalami kejadian

kardiovaskular mayor. Dalam 48 jam pertama, diperoleh bahwa probabilitas

survival pasien dengan nilai TAPSE yang rendah (abnormal) sebesar 0,42,

sedangkan pada pasien dengan nilai TAPSE yang normal didapatkan probabilitas

survival sebesar 0,81.

Pengaruh nilai TAPSE yang rendah terhadap kejadian kardiovaskular mayor

dapat diketahui dengan menggunakan Hazard Ratio (HR) yaitu sebesar 3,63 (95%

CI 1,64-8,03). Hal tersebut berarti bahwa risiko kejadian kardiovaskular mayor

pada pasien IMA didapatkan 3,63 kali lipat pada pasien dengan nilai TAPSE yang

rendah (abnormal) dibandingkan pasien dengan nilai TAPSE yang normal.

Perbedaan risiko tersebut bermakna secara statistik dengan p = 0,001. Nilai HR ini

Page 94: aa ayu dwi adelia yasmin

masih bersifat kasar dan belum mengontrol variabel lain yang dianggap sebagai

perancu.

5.7 Pengaruh Nilai TAPSE yang rendah terhadap Kejadian Kardiovaskular

Mayor saat Perawatan di Rumab Sakit Setelah Dikontrol dengan

Variabel Lain

Analisis multivariat yang digunakan untuk mengetahui pengaruh nilai TAPSE

yang rendah terhadap kejadian kardiovaskular mayor secara independen adalah

adalah Cox Regression. Berdasarkan tabel 5.4, ditemukan bahwa nilai TAPSE

yang rendah terbukti sebagai prediktor independen terjadinya kejadian

kardiovaskular mayor pada pasien IMA. Hal ini berarti bahwa risiko kejadian

kardiovaskular mayor pada pasien IMA dengan nilai TAPSE yang rendah setelah

mengontrol faktor perancu adalah 3,29 kali lipat dibandingkan pasien dengan nilai

TAPSE yang normal.

Tabel 5.4 Hasil Analisis Cox Regression Nilai TAPSE yang Rendah sebagai

Prediktor Kejadian Kardiovaskular Mayor pada Pasien IMA

Variabel Exp (B) 95% CI P-value Nilai TAPSE yang rendah 3,29 1,10-9,84 0,033 Umur 1,02 0,98-1,06 0,328 Jenis Kelamin 2,26 0,45-11,46 0,325 Merokok 0,58 0,15-2,21 0,421 Terapi Reperfusi 0,76 0,23-2,50 0,654 Dislipidemia 0,59 0,22-1,56 0,289 Obesitas 0,97 0,19-4,91 0,968 Hipertensi 0,52 0,20-1,37 0,187 Diabetes Melitus 1,73 0,67-4,49 0,257

Page 95: aa ayu dwi adelia yasmin

5.8 Nilai MAPSE dan nilai TAPSE yang Rendah sebagai Prediktor Kejadian

Kardiovaskular Mayor saat Perawatan di Rumah Sakit pada Pasien IMA

Dari 72 kasus IMA yang diamati selama penelitian, diketahui sebesar 25

pasien mengalami kejadian kardiovaskular mayor Sebanyak 10 pasien diantaranya

memiliki nilai MAPSE yang rendah dan nilai TAPSE yang rendah (abnormal),

sedangkan sebanyak 15 pasien tidak termasuk dalam kelompok tersebut.

Gambaran estimasi survival Kaplan Meier terjadinya kejadian kardiovaskular

mayor berdasarkan kategori nilai MAPSE dan nilai TAPSE yang rendah

(abnormal) ditunjukkan pada gambar 5.8 dibawah ini.

Gambar 5.8 Kurva Estimasi Survival Kaplan Meier Terjadinya Kejadian

Kardiovaskular Mayor Pada IMA Berdasarkan Nilai MAPSE yang Rendah

dan Nilai TAPSE yang Rendah

Survival rate pasien dengan nilai MAPSE dan nilai TAPSE yang rendah

(abnormal) adalah 39,92 (95% CI = 14,99-64,86) jam, sedangkan survival rate

pasien selain kelompok tersebut adalah 96,14 (95% CI = 84,48-107,78) jam

Setelah dilakukan Uji Log Rank, didapatkan bahwa survival rate antara pasien

Page 96: aa ayu dwi adelia yasmin

dengan nilai MAPSE dan nilai TAPSE yang rendah (abnormal) dan pasien selain

kelompok tersebut berbeda secara bermakna dengan nilai p sebesar <0,001.

Pada pasien dengan nilai MAPSE dan TAPSE yang rendah (abnormal),

probabilitas survival dalam 24 jam pertama adalah sebesar 0,46, sedangkan pada

pasien yang tidak termasuk dalam kelompok tersebut sebesar 0,83. Dalam 48 jam

pertama, diperoleh bahwa probabilitas survival pasien dengan nilai MAPSE dan

nilai TAPSE yang rendah (abnormal) sebesar 0,23, sedangkan pada pasien yang

tidak termasuk dalam kelompok tersebut sebesar 0,78.

Pengaruh nilai MAPSE dan nilai TAPSE yang rendah terhadap kejadian

kardiovaskular mayor dapat diketahui dengan menggunakan Hazard Ratio (HR)

yaitu sebesar 4,80 (95% CI 2,13-10,80). Hal tersebut berarti bahwa risiko kejadian

kardiovaskular mayor pada pasien IMA adalah sebesar 4,80 kali lipat pada pasien

dengan nilai MAPSE dan nilai TAPSE yang rendah (abnormal) dibandingkan

pasien selain kelompok tersebut. Perbedaan risiko tersebut bermakna secara

statistik dengan p < 0,0001. Nilai HR ini masih bersifat kasar dan belum

mengontrol variabel lain yang dianggap sebagai perancu.

5.9 Pengaruh Nilai MAPSE dan Nilai TAPSE yang rendah terhadap

Kejadian Kardiovaskular Mayor saat Perawatan di Rumah Sakit Setelah

Dikontrol dengan Variabel Lain

Analisis multivariat yang digunakan untuk mengetahui pengaruh nilai MAPSE

dan nilai TAPSE yang rendah terhadap kejadian kardiovaskular mayor secara

independen adalah adalah Cox Regression. Berdasarkan tabel 5.5 dapat dilihat

bahwa nilai MAPSE dan nilai TAPSE yang rendah terbukti sebagai prediktor

Page 97: aa ayu dwi adelia yasmin

independen terjadinya kejadian kardiovaskular mayor pada pasien IMA. Hal ini

berarti bahwa risiko kejadian kardiovaskular mayor pada pasien IMA dengan

nilai MAPSE dan TAPSE yang rendah setelah mengontrol faktor perancu adalah

4,26 kali lipat dibandingkan yang tidak termasuk dalam kelompok tersebut.

Tabel 5.5 Hasil Analisis Cox Regression Nilai MAPSE dan Nilai TAPSE yang

Rendah sebagai Prediktor Kejadian Kardiovaskular Mayor pada Pasien IMA

Variabel Exp (B) 95% CI P-value Nilai TAPSE dan nilai MAPSE yang rendah

4,26 1,52-11,93 0,006

Umur 1,02 0,98-1,06 0,189 Jenis Kelamin 0,20 0,27-5,28 0,809 Merokok 0,61 0,16-2,74 0,464 Terapi Reperfusi 0,84 0,26-2,74 0,778 Dislipidemia 0,59 0,23-1,48 0,257 Obesitas 0,77 0,14-4,18 0,765 Hipertensi 0,47 0,18-1,29 0,146 Diabetes Melitus 1,72 0,65-4,55 0,272

Page 98: aa ayu dwi adelia yasmin

BAB VI

PEMBAHASAN

Selama periode bulan November 2014 hingga Januari 2015, dilakukan

penelitian observasional dengan rancangan kohort prospektif, yang bertempat di

RSUP Sanglah Denpasar. Temuan yang penting dari penelitian ini adalah nilai

MAPSE sebagai parameter fungsi ventrikel kiri yang rendah dan nilai TAPSE

sebagai parameter fungsi ventrikel kanan yang rendah serta gabungan keduanya

sebagai prediktor kejadian kardiovaskular mayor saat perawatan di rumah sakit

pada IMA. Penelitian ini bertujuan untuk dapat meningkatkan stratifikasi risiko

selama perawatan di rumah sakit pada penderita IMA.

Penyakit jantung koroner adalah penyebab hampir 1 juta kematian di

Amerika Serikat setiap tahunnya. Keseluruhan angka mortalitas pada pasien IMA

adalah kurang lebh sebanyak 30%. Sebagian kematian terjadi dalam waktu 2 jam

pertama, dan sebanyak 14% pasien meninggal sebelum menerima pertolongan

medis (Pesaro dkk., 2008).

Penatalaksanaan pasien IMA memerlukan suatu stratifikasi risiko secara dini

untuk memperkirakan risiko terjadinya komplikasi (kematian, reinfark, stroke,

revaskularisasi dini, dan perawatan rumah sakit ulang akibat SKA). Proses ini

merupakan suatu proses yang penting untuk menentukan strategi terapi yang

terbaik. Beberapa sistem skoring telah dikembangkan untuk tujuan stratifikasi

risiko, antara lain skor GRACE, TIMI, PURSUIT, dan klasifikasi berdasarkan

ACC/AHA (Pesaro dkk., 2008). Sistem skoring yang ideal adalah sistem skoring

Page 99: aa ayu dwi adelia yasmin

yang sudah tervalidasi, praktis, dan mudah digunakan pada pasien secara bedside

dalam praktek klinis (Lakhani dkk., 2010). Sistem skoring tersebut dibuat dan

direkomendasikan oleh guideline untuk mengidentifikasi pasien dengan

kemungkinan terjadinya komplikasi yang lebih tinggi, sehingga dapat diberikan

rekomendasi untuk terapi yang lebih intensif dan tindakan invasif yang lebih dini

untuk populasi pasien tersebut (Santos dkk., 2013).

Pemeriksaan ekokardiografi juga dapat digunakan untuk stratifikasi risiko

dan menentukan penatalaksanaan pada pasien dengan IMA (Flachskampf dkk.,

2011). Ekokardiografi merupakan pemeriksaan yang paling sederhana, murah,

tidak membutuhkan banyak waktu pengerjaan, dan tersedia secara luas (Brand

dkk., 2002). Berdasarkan berbagai penelitian, ekokardiografi merupakan

pemeriksaan yang mudah untuk dilakukan dan diinterpretasikan dalam situasi

klinis dan efektif untuk stratifikasi risiko pasien-pasien IMA. Parameter-parameter

ekokardiografi dapat digunakan untuk memperkirakan risiko mortalitas atau

infark miokard berulang pada saat perawatan di rumah sakit dan 6 bulan pasca

dipulangkan dari rumah sakit. Kekuatan stratifikasi prognostik parameter

ekokardiografi lebih bermakna bila dibandingkan dengan skor klinis yang telah

banyak direkomendasikan, contohnya skor TIMI dan GRACE (Bedetti dkk.,

2010). Salah satu parameter ekokardiografi yang sederhana, tidak memerlukan

operator yang berpengalaman, dan dapat diperoleh dengan mudah pada pasien-

pasien yang dalam kondisi gawat darurat atau dirawat di ruang intensif adalah

MAPSE yang menggambarkan fungsi sistolik ventrikel kiri dan TAPSE yang

menggambarkan fungsi sistolik ventrikel kanan.

Page 100: aa ayu dwi adelia yasmin

6.1 Analisis Reliabilitas

Definisi reliabilitas adalah tingkat konsistensi hasil pengukuran dari suatu

alat ukur, bila pengukuran dilakukan oleh orang yang berbeda, pada saat yang

berbeda, atau dalam kondisi yang berbeda. Reliabilitas itu sendiri merupakan

suatu fungsi dari stabilitas alat ukur dalam berbagai kondisi. Teknik yang paling

sering digunakan untuk memperkirakan reliabilitas suatu alat ukur adalah dengan

pengukuran koefisien korelasi. Koefisien korelasi tersebut menunjukkan korelasi

antara dua atau lebih variabel (dalam konteks ini adalah alat ukur atau orang yang

mengukur) yang mengukur sesuatu yang sama (Drost, 1998). Koefisien korelasi

yang sering digunakan pada data numerik dengan distribusi yang normal adalah

koefisien korelasi dari Pearson, yang biasanya ditulis sebagai “r”. Koefisien

korelasi dapat memberikan informasi mengenai asosiasi antara dua variabel, baik

positif maupun negatif, namun tidak memberikan informasi mengenai tingkat

kedekatan nilai antar variabel (tingkat agreement), sehingga koefisien korelasi

tidak dapat digunakan sebagai metode tunggal untuk mengetahui reliabilitas

(Bruton dkk., 2000). Berdasarkan penelitian ini, dapat terlihat bahwa dapat terlihat

bahwa terdapat korelasi positif yang kuat antara nilai MAPSE yang diukur oleh

Observer 1, Observer 2, dan Observer 3. Hal tersebut juga dapat ditunjukkan dari

nilai koefisien korelasi Pearson yang tinggi, yaitu berturut-turut sebesar 0,958

(nilai p <0,001) untuk Observer 1 & Observer 2, 0,974 (nilai p <0,001) untuk

Observer 1 & Observer 3, dan 0,971 (nilai p <0,001) untuk Observer 2 &

Observer 3. Hal yang sama juga terjadi pada pengukuran nilai TAPSE dalam

penelitian ini. Terdapat pula korelasi positif yang kuat antara nilai TAPSE yang

Page 101: aa ayu dwi adelia yasmin

diukur oleh Observer 1, Observer 2, dan Observer 3. Hal tersebut juga dapat

ditunjukkan dari nilai koefisien korelasi Pearson yang tinggi, yaitu berturut-turut

sebesar 0,956 (nilai p <0,001) untuk Observer 1 & Observer 2, 0,960 (nilai p

<0,001) untuk Observer 1 & Observer 3, dan 0,961 (nilai p <0,001) untuk

Observer 2 & Observer 3.

Salah satu metode statistik yang sering digunakan untuk menentukan

reprodusibilitas suatu alat ukur dan interobserver agreement adalah prosedur yang

dikemukakan oleh Bland dan Altman. Kurva Bland-Altman, atau yang sering

disebut juga dengan difference plot, merupakan suatu metode grafis untuk

membandingkan hasil pengukuran yang diperoleh dari dua pemeriksaan. Garis

horizontal yang pada grafik menunjukkan rerata perbedaan antara dua hasil

pengukuran serta limit of agreement, yang dinyatakan sebagai rerata perbedaan ±

1,96 standar deviasi dari nilai beda (Hamilton & Stamey, 2007).

Pada penelitian ini, dapat terlihat bahwa nilai MAPSE yang diukur oleh

ketiga observer memiliki rerata beda yang sangat kecil dan tidak bermakna secara

statistik, yaitu berturut-turut sebesar 0,02 ± (-1,05) – 1,01 mm antara Observer 1

& Observer 2 (nilai p = 0,755), sebesar 0,08 ± (-0,73) – 0,90 mm antara

Observer 1 & Observer 3 (nilai p = 0,095), dan sebesar 0,1 ± (-0,76) – 0,97 mm

antara Observer 2 & Observer 3 (nilai p = 0,052).

Hal yang sama juga terjadi pada pengukuran nilai TAPSE. Berdasarkan kurva

Bland-Altman, dapat terlihat bahwa nilai TAPSE yang diukur oleh ketiga observer

memiliki rerata beda yang sangat kecil dan tidak bermakna secara statistik , yaitu

berturut-turut sebesar 0,1 ± (-2,1) – 2,3 mm antara Observer 1 & Observer 2

Page 102: aa ayu dwi adelia yasmin

(nilai p = 0,270), sebesar 0,1 ± (-2,0) – 2,1 mm antara Observer 1 & Observer 3

(nilai p = 0,581), dan sebesar 0,1 ± (-2,1) – 1,9 mm antara Observer 2 &

Observer 3 (nilai p = 0,523).

MAPSE merupakan parameter ekokardiografi yang berkorelasi sangat baik

dengan fungsi sistolik ventrikel kiri. MAPSE juga merupakan parameter yang

sangat mudah diperoleh, bahkan oleh operator yang tidak berpengalaman atau

pada pasien dengan accoustic window yang buruk. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Bergenzaun dkk., diperoleh bahwa nilai MAPSE berkorelasi

secara signifikan dengan EF ventrikel kiri pada pasien di ruang intensif, dan

memiliki variabilitas intraobserver sebesar 4,4% dan variabilitas interobserver

sebesar 5,3% (Bergenzaun dkk., 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Taşolar

dkk. juga memperoleh hasil yang serupa, yaitu nilai MAPSE memiliki variabilitas

intraobserver dan interobserver yang rendah, dengan nilai berturut-turut 3,7% dan

4,2% (Taşolar dkk., 2014).

Ventrikel kanan memiliki bentuk tiga dimensi yang kompleks, dengan

kavitas seperti bulan sabit bila dilihat dalam area potong lintang. Evaluasi fungsi

sistolik ventrikel kanan dengan menggunakan ekokardiografi merupakan suatu

tantangan tersendiri, karena adanya keunikan anatomi dari ventrikel kanan.

Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengetahui fungsi sistolik

ventrikel kanan. Pergerakan ventrikel kanan dalam long-axis yang digambarkan

dengan nilai TAPSE merupakan metode yang sederhana dan berkorelasi sangat

baik dengan EF ventrikel kanan yang diukur menggunakan metode radionuclide.

Pemeriksaan TAPSE juga tidak dipengaruhi oleh asumsi geometris yang

Page 103: aa ayu dwi adelia yasmin

kompleks dari ventrikel kanan (Karaye dkk., 2010). Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Pinedo dkk., parameter ekokardiografi yang paling reliabel dan

reprodusibel untuk mengetahu fungsi sistolik ventrikel kanan adalah TAPSE dan

tricuspid anular peak systolic velocity (Pinedo dkk., 2010). Pemeriksaan TAPSE

juga telah direkomendasikan oleh American Society of Echocardiography (ASE)

sebagai pemeriksaan yang sebaiknya dilakukan secara rutin sebagai metode yang

sederhana untuk memperkirakan fungsi sistolik ventrikel kanan (Rudski dkk.,

2010a). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Speiser dkk., didapatkan

bahwa nilai TAPSE memiliki variabilitas intraobserver dan interobserver yang

rendah, yaitu berturut-turut sebesar 3,1% dan 1,8% (Speiser dkk., 2012b).

6.2 Analisis Kurva ROC

Sensitivitas dan spesifisitas merupakan tolak ukur utama akurasi dari suatu

pemeriksaan. Pada tahun 1971, Lusted telah menunjukkan bahwa kurva Receiver

Operating Characteristic (ROC) dapat digunakan untuk menilai akurasi dari

sebuah pemeriksaan. Kurva ROC menggambarkan nilai sensitivitas (sumbu y) dan

1 – spesifisitas (sumbu x). Penetapan nilai cut-off yang rendah untuk suatu

pemeriksaan akan meningkatkan sensitivitas namun menurunkan spesifisitas, dan

sebaliknya. Hal tersebut disebabkan karena terdapat hubungan timbal balik antara

sensitivitas dan spesifisitas. Dengan menggunakan kurva ROC, dapat ditentukan

nilai cut-off dengan sensitivitas dan spesifisitas yang terbaik dari suatu

pemeriksaan (Obuchowski, 2003, van Erkel & Pattynama, 1998). Pada studi ini,

nilai cut-off point untuk menyatakan nilai MAPSE dan nilai TAPSE yang rendah

didapatkan dari kurva ROC. Berdasarkan kurva ROC, didapatkan cut-off point

Page 104: aa ayu dwi adelia yasmin

terbaik untuk menyatakan nilai MAPSE yang rendah adalah 8,75 mm, sedangkan

cut-off point terbaik untuk menyatakan nilai TAPSE yang rendah adalah 16,15

mm.

Salah satu parameter akurasi alat diagnostik yang paling sering digunakan

adalah Area Under ROC Curve (AUC). Suatu kurva ROC dengan nilai AUC 1,0

menggambarkan pemeriksaan yang sangat akurat, dengan sensitivitas dan

spesifisitas 100%, sedangkan suatu kurva ROC dengan nilai AUC 0,0

menggambarkan pemeriksaan yang sama sekali tidak akurat. Oleh karena itu, nilai

AUC yang semakin dekat dengan angka 1,0 menggambarkan suatu pemeriksaan

diagnostik yang lebih akurat (Obuchowski, 2003). Nilai AUC yang didapatkan

pada penelitian ini yaitu 0,871 (95% CI 0,778-0,964) untuk nilai MAPSE dan

0,701 (95% CI 0,565-0,837%) untuk nilai TAPSE.

Nilai cut-off yang diperoleh dari penelitian ini tidak jauh berbeda dengan

penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian yang dilakukan oleh Nammas dan El-

Okda menggunakan cut-off point <10 mm untuk menyatakan nilai MAPSE yang

rendah pada pasien STEMI. Studi yang dilakukan oleh Antoni dkk. menggunakan

cut-off point <16 mm, sedangkan studi yang dilakukan oleh Hayrapetyan dkk.

menggunakan cut-off point <14 mm untuk menyatakan nilai TAPSE yang rendah

pada pasien STEMI (Antoni dkk., 2010, Nammas & El-Okda, 2012, Hayrapetyan

dkk., 2014).

6.3 Karakteristik Subyek Penelitian

Selama penelitian, sebanyak 72 penderita IMA yang memenuhi kriteria

inklusi diambil dengan cara consecutive sampling dari populasi penelitian. Pada

Page 105: aa ayu dwi adelia yasmin

penelitian ini, diperoleh bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna dalam

karakteristik dasar pasien bila dikelompokkan berdasarkan nilai MAPSE, kecuali

dalam hal prevalensi DM, onset IMA, nilai troponin T, terapi reperfusi, dan EF

ventrikel kiri. Hal yang sama juga ditemukan bila pasien dikelompokkan

berdasarkan nilai TAPSE. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna dalam

karakteristik dasar pasien kecuali dalam hal jenis kelamin, prevalensi DM, nilai

troponin T, terapi reperfusi, dan EF ventrikel kiri.

Pada penelitian ini didapatkan bahwa, pada pasien IMA lebih banyak wanita

yang memiliki nilai TAPSE yang rendah dibandingkan pria. Sedangkan, pada

kategori nilai MAPSE tidak didapatkan perbedaan yang bermakna berdasarkan

jenis kelamin. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Woodfield dkk.,

didapatkan bahwa wanita memiliki angka mortalitas yang lebih tinggi setelah

mengalami episode IMA dibandingkan dengan pria. Hal tersebut disebabkan

karena wanita yang mengalami IMA biasanya berusia lebih tua dan memiliki lebih

banyak faktor risiko (hipertensi, diabetes, hiperkolesterolemia) dibandingkan pria.

Dari penelitian tersebut juga diperoleh bahwa tidak terdapat perbedaan fungsi

sistolik ventrikel kiri yang signifikan pada pria dan wanita yang mengalami IMA,

karena wanita memiliki respon hiperkinetik yang lebih tinggi dibandingkan pria

pada area yang tidak mengalami infark (Woodfield dkk., 1997).

Pada penelitian ini ditunjukkan bahwa terdapat lebih banyak pasien IMA

yang juga menderita DM pada kategori nilai MAPSE dan nilai TAPSE yang

rendah. Pada pasien DM terjadi peningkatan morbiditas dan mortalitas akibat

penyakit jantung iskemik, seperti yang telah diungkapkan dalam berbagai studi

Page 106: aa ayu dwi adelia yasmin

epidemiologis, termasuk studi Framingham. DM juga diketahui berhubungan

dengan insiden IMA yang lebih tinggi. Selain itu, pasien dengan DM memiliki

angka morbiditas dan mortalitas yang jauh lebih tinggi setelah episode IMA,

dibandingkan pasien yang tidak menderita DM. Kondisi tersebut diketahui

berhubungan dengan penurunan fungsi ventrikel yang sering terjadi pada pasien

DM, sehingga memudahkan terjadinya gagal jantung. Hal tersebut disebabkan

karena pada pasien DM biasanya terjadi proses atherosklerosis yang lebih berat

dan adanya proses awal dari kardiomiopati diabetikum akibat peningkatan fibrosis

pada miokardium (Gustafsson dkk., 2000). Berdasarkan penelitian yang dilakukan

oleh Hsu dkk., didapatkan bahwa pasien STEMI yang juga menderita DM

memiliki luaran yang lebih buruk selama perawatan di rumah sakit, dibandingkan

dengan pasien yang tidak menderita DM. Hal tersebut disebabkan karena adanya

peningkatan insiden gagal jantung, reinfark, perluasan area infark, dan iskemia

yang rekuren (Hsu dkk., 2011).

Pada penelitian ini didapatkan bahwa pasien dengan nilai MAPSE dan nilai

TAPSE yang rendah lebih sedikit yang menjalani terapi reperfusi dibandingkan

dengan pasien dengan nilai MAPSE dan nilai TAPSE yang normal. SKA

merupakan sindroma yang meliputi suatu spektrum presentasi klinis. Pada pasien

dengan oklusi pembuluh darah yang total akan terjadi STEMI, yang memerlukan

terapi reperfusi segera. Obstruksi pembuluh darah koroner secara parsial akan

menyebabkan terjadinya NSTEMI atau UAP yang biasanya memerlukan

stabilisasi menggunakan medikamentosa pada awal presentasi dan diikuti dengan

stratifikasi risiko untuk menentukan strategi terapi (invasif atau konservatif).

Page 107: aa ayu dwi adelia yasmin

Terapi reperfusi merupakan dasar dari terapi STEMI, dan dapat meliputi terapi

fibrinolitik dan intervensi koroner perkutan. Terapi reperfusi harus dilakukan

secepat mungkin untuk meminimalkan kerusakan pada miokard (Pesaro dkk.,

2008). Berdasarkan studi oleh Harrison dkk., didapatkan bahwa perbaikan sistolik

ventrikel secara global dan regional dapat terjadi pada pasien yang memperoleh

terapi reperfusi, terutama pada kelompok pasien dengan fungsi ventrikel yang

menurun secara akut dan diikuti dengan rekanalisasi arteri koroner yang berhasil

dengan cepat juga (Harrison dkk., 1993). Terapi reperfusi juga dapat mengurangi

perluasan infark, sehingga mempertahankan fungsi sistolik ventrikel dan

mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi akibat IMA (Mateus dkk., 2005).

Temuan lain dari penelitian ini adalah, pasien dengan nilai MAPSE dan nilai

TAPSE yang rendah memiliki kadar Troponin T yang lebih tinggi secara

signifikan dibandingkan dengan nilai MAPSE dan nilai TAPSE yang normal.

Biomarker jantung merupakan suatu makromolekul yang dikeluarkan ke sirkulasi

perifer sebagai respon terhadap iskemia miokard. Diagnosis IMA secara

enzimatik terutama berdasarkan pengukuran CKMB dan Troponin (I dan T)

(Babcock dkk., 2009). Troponin diketahui memiliki spesifisitas dan sensitivisitas

analitik yang lebih tinggi dibandingkan CKMB untuk mendeteksi suatu jejas pada

miokard dan stratifikasi risiko. Kedua marker tersebut dapat digunakan baik

sebagai penanda diagnostik dan prognostik. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Joarder dkk., didapatkan bahwa Troponin serum merupakan

biomarker yang lebih baik dibandingkan CKMB untuk memprediksi risiko dan

evaluasi prognosis pada pasien-pasien IMA (Joarder dkk., 2011). Berdasarkan

Page 108: aa ayu dwi adelia yasmin

penelitian yang dilakukan oleh Bergenzaun dkk. juga diperoleh bahwa nilai hs-

Troponin T memiliki korelasi negatif yang signifikan dengan nilai MAPSE (r = -

0,478; nilai p = 0,033) (Bergenzaun dkk., 2013). Hal tersebut menunjukkan bahwa

adanya area nekrosis miokardial yang lebih luas yang berhubungan dengan fungsi

sistolik ventrikel kiri yang lebih buruk pada pasien dengan nilai MAPSE yang

rendah. (Nammas & El-Okda, 2012).

Pada penelitian ini juga diperoleh data bahwa pasien dengan nilai MAPSE

dan nilai TAPSE yang rendah juga memiliki EF yang lebih rendah secara

signifikan bila dibandingkan dengan nilai MAPSE dan nilai TAPSE yang normal.

MAPSE itu sendiri merupakan penanda fungsi sistolik ventrikel kiri dan memiliki

korelasi yang sangat baik dengan EF ventrikel kiri. Penelitian yang dilakukan oleh

Matos dkk. menunjukkan bahwa pengukuran MAPSE yang dilakukan oleh

pengamat yang tidak terlatih merupakan prediktor yang sangat akurat terhadap EF

yang ditentukan oleh operator ekokardiografi yang berpengalaman. Oleh karena

itu, pengukuran MAPSE dapat menjadi suatu cara alternatif untuk menilai fungsi

ventrikel kiri bila pemeriksaan ekokardiografi dilakukan tenaga yang kurang

berpengalaman dan tidak terdapat ahli ekokardiografi yang tersedia dengan segera

untuk memberikan konsultasi (Matos dkk., 2012). Fungsi sistolik ventrikel kanan

yang dinyatakan dengan TAPSE juga diketahui berkorelasi dengan fungsi sistolik

ventrikel kiri. Studi yang dilakukan oleh Izzo dkk., memperoleh hasil bahwa

derajat penurunan fungsi sistolik ventrikel kanan yang dinyatakan dengan nilai

TAPSE setelah kejadian IMA dipengaruhi oleh tingkat disfungsi ventrikel kiri.

Pasien dengan nilai TAPSE yang rendah cenderung juga memiliki EF ventrikel

Page 109: aa ayu dwi adelia yasmin

kiri yang rendah dan wall motion score index (WMSI) yang tinggi. Hal tersebut

disebabkan karena terdapat konsep ventricular interdependence, sehingga bila

terjadi gangguan pada ventrikel kiri, akan terjadi perubahan beban hemodinamik

juga pada ventrikel kanan (Izzo dkk., 1998).

6.4 Nilai MAPSE yang Rendah sebagai Prediktor Kejadian Kardiovaskular

Mayor saat Perawatan di Rumah Sakit pada Pasien IMA

Penelitian ini menunjukkan bahwa nilai MAPSE yang rendah terbukti sebagai

prediktor terjadinya kejadian kardiovaskular mayor saat perawatan di rumah sakit

pada penderita IMA dengan hazard ratio sebesar 6,68 (HR = 6,68, 95% CI =

2,37-18,83, nilai p = <0,0001). Artinya, penderita IMA dengan nilai MAPSE yang

rendah memiliki risiko untuk mengalami kejadian kardiovaskular mayor sebanyak

hampir 7 kali lipat lebih besar dibandingkan kelompok pasien dengan nilai

MAPSE yang normal.

Kejadian kardiovaskular mayor merupakan komplikasi IMA yang

berhubungan secara langsung dengan tingkat survival pasien. Derajat penurunan

fungsi jantung pada infark miokard berhubungan secara langsung dengan luas

kerusakan pada ventrikel kiri, sehingga pada pasien IMA dengan area infark yang

luas, terjadi pula penurunan fungsi ventrikel secara akut. Disfungsi ventrikel kiri

yang menyebabkan kegagalan pompa jantung merupakan prediktor mortalitas

terpenting pada pasien IMA. Salah satu parameter ekokardiografi yang dapat

digunakan untuk mengevaluasi fungsi ventrikel kiri pada pasien dengan IMA

adalah MAPSE (Topol & Werf, 2007).

Page 110: aa ayu dwi adelia yasmin

MAPSE merupakan parameter yang dapat diperiksa dengan mudah pada

setting perawatan intensif, mengingat pada kondisi tersebut biasanya sulit

diperoleh accoustic window yang optimal. Penurunan nilai MAPSE diketahui

berhubungan dengan kondisi-kondisi yang mempengaruhi fungsi ventrikel kiri,

contohnya infark miokard akut (Bergenzaun dkk., 2013).

Hasil yang didapatkan pada penelitian ini konsisten dengan penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh Nammas dan El-Okda, yang menunjukkan

bahwa nilai MAPSE < 10 mm yang diukur dalam waktu 24 jam setelah masuk

rumah sakit akibat STEMI dapat digunakan untuk memprediksi kejadian

kardiovaskular mayor pada saat perawatan di rumah sakit dengan sensitivitas

72,7%, spesifisitas 91,5%, nilai prediktif negatif 91,5%, dan nilai prediktif positif

72,7%. Berdasarkan penelitian tersebut diperoleh bahwa pasien STEMI dengan

nilai MAPSE yang rendah memiliki risiko terjadinya kejadian kardiovaskular

mayor sebesar 8,6 kali lipat dibandingkan pasien dengan nilai MAPSE yang

normal. Pengukuran MAPSE juga dapat merefleksikan fungsi longitudinal sistolik

global pada ventrikel kiri walaupun terdapat kondisi kontraksi ventrikel kiri yang

asimetris pada IMA karena dilakukan di empat regio ventrikel kiri yang berbeda,

yaitu septal, lateral, anterior, dan inferior. (Nammas & El-Okda, 2012). Pada

penelitian ini juga diperoleh korelasi yang sangat baik antara nilai MAPSE dengan

EF ventrikel kiri yang diukur menggunakan metode Biplane, dengan koefisien

korelasi (r) sebesar 0,943 (nilai p < 0,001). Pada studi lain juga ditunjukkan

bahwa pada pasien IMA, terdapat penurunan nilai MAPSE yang lebih bermakna

pada area annulus yang berhubungan dengan dinding jantung yang mengalami

Page 111: aa ayu dwi adelia yasmin

infark. Penurunan nilai MAPSE berhubungan dengan luas infark yang lebih

ekstensif dan lesi atherosklerosis yang lebih bermakna, sehingga dapat

memperburuk prognosis pada pasien dengan IMA (Elnoamany & Abdelhameed,

2006).

6.4 Nilai TAPSE yang Rendah sebagai Prediktor Kejadian Kardiovaskular

Mayor saat Perawatan di Rumah Sakit pada Pasien IMA

Penelitian ini menunjukkan bahwa nilai TAPSE yang rendah terbukti sebagai

prediktor terjadinya kejadian kardiovaskular mayor saat perawatan di rumah sakit

pada penderita IMA dengan hazard ratio sebesar 3 kali (HR = 3,29, 95% CI =

1,10-9,84, nilai p = 0,033). Artinya, penderita IMA dengan nilai TAPSE yang

rendah memiliki risiko untuk mengalami kejadian kardiovaskular mayor sebanyak

3 kali lipat lebih besar dibandingkan kelompok pasien dengan nilai TAPSE yang

normal.

TAPSE merupakan suatu parameter yang tidak tergantung dengan usia dan

jenis kelamin, baik pada individu yang sehat maupun pada penderita gagal

jantung. TAPSE juga tidak memiliki hubungan dengan ukuran tubuh, sehingga

pengukuran TAPSE dapat dilakukan secara rutin tanpa memerlukan koreksi

terhadap luas permukaan tubuh (Kjaergaard dkk., 2009). Pengukuran TAPSE

dapat dilakukan dengan mudah pada semua pasien tanpa memandang kecepatan

denyut jantung dan irama jantung, sehingga pemeriksaan TAPSE dapat dilakukan

pada pasien dengan kondisi takikardi atau fibrilasi atrium. TAPSE juga diketahui

memiliki kekuatan prognostik yang lebih superior dibandingkan dengan parameter

fungsi sistolik ventrikel kanan pada pemeriksaan ekokardiografi yang lain. Hal ini

Page 112: aa ayu dwi adelia yasmin

dapat dijelaskan oleh adanya hipotesis bahwa penurunan nilai TAPSE dapat

menggambarkan gangguan fungsi ventrikel kanan dengan lebih baik (Ghio dkk.,

2000). Berbagai penelitian juga telah menunjukkan bahwa TAPSE berhubungan

secara linear dengan fraksi ejeksi dan/atau perubahan area fraksional pada

ventrikel kanan pada berbagai jenis penyakit jantung dan kondisi klinis termasuk

iskemia miokard, gagal jantung kongestif, kardiomiopati, dan hipertensi

pulmonal. Selain itu, penurunan TAPSE juga berhubungan dengan prognosis

buruk pada pasien-pasien dengan penyakit jantung iskemik, hipertensi pulmonal,

dan gagal jantung (Lamia dkk., 2007).

Disfungsi ventrikel kanan yang digambarkan dengan penurunan nilai TAPSE

pada pasien IMA dapat disebabkan oleh gangguan langsung terhadap fungsi

ventrikel kanan akibat iskemia pada teritori inferior yang disebabkan oleh oklusi

right coronary artery, atau bisa juga merupakan akibat sekunder karena

peningkatan afterload akibat peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri pada

infark yang melibatkan ventrikel kiri (Russ dkk., 2009). Terdapat beberapa bukti

bahwa disfungsi ventrikel kanan berhubungan dengan prognosis yang buruk pada

pasien-pasien pasca IMA yang disertai dengan disfungsi ventrikel kiri yang

sedang hingga berat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Antoni dkk.,

diperoleh bahwa selain berdasarkan karakteristik klinis dan pengukuran fungsi

ventrikel kiri menggunakan pemeriksaan ekokardiografi, fungsi ventrikel kanan

dapat digunakan untuk memprediksi luaran yang buruk pada pasien pasca IMA

secara signifikan. Selain itu, didapatkan nilai TAPSE yang lebih rendah secara

bermakna pada pasien-pasien IMA yang mengalami disfungsi ventrikel kiri

Page 113: aa ayu dwi adelia yasmin

dibandingkan dengan tanpa disfungsi ventrikel kiri (Antoni dkk., 2010).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bedetti dkk., didapatkan bahwa nilai

TAPSE yang rendah merupakan prediktor independen kejadian kardiovaskular

mayor pada pasien IMA dengan HR sebesar 1,66 (95% CI 1,13-2,45; nilai p =

0,010) (Bedetti dkk., 2010). Studi lain yang dilakukan oleh Hayrapetyan dkk.

memperoleh bahwa nilai TAPSE ≤ 14 mm dapat digunakan untuk memprediksi

mortalitas di rumah sakit pada pasien STEMi dengan OR 2,89 dan nilai p < 0,05

(Hayrapetyan dkk., 2014).

6.6 Nilai TAPSE dan Nilai MAPSE yang Rendah sebagai Prediktor Kejadian

Kardiovaskular Mayor saat Perawatan di Rumah Sakit pada Pasien IMA

Penelitian ini menunjukkan bahwa nilai TAPSE dan nilai MAPSE yang

rendah terbukti sebagai prediktor terjadinya kejadian kardiovaskular mayor saat

perawatan di rumah sakit pada penderita IMA dengan hazard ratio sebesar 4 kali

(RR = 4,26, 95% CI = 1,52-11,93, nilai p = 0,006). Artinya, penderita IMA

dengan nilai TAPSE dan nilai MAPSE yang rendah memiliki risiko untuk

mengalami kejadian kardiovaskular mayor sebanyak 4 kali lipat lebih besar

dibandingkan pasien yang tidak termasuk dalam kelompok tersebut.

Ventrikel kanan dan kiri diketahui memiliki korelasi yang erat karena

dihubungkan dengan septum interventrikular yang terutama berfungsi sebagai

bagian ventrikel kiri pada jantung yang normal. Selain itu, ventrikel kanan dan

kiri juga diselubungi oleh satu perikardium (Bluzaitė dkk., 2012). Penelitian yang

dilakukan oleh Karaye dkk., memperoleh hasil bahwa nilai TAPSE memiliki

korelasi yang signifikan dengan nilai MAPSE di area septal (r = 0,541; p <0,001)

Page 114: aa ayu dwi adelia yasmin

dan lateral (r = 0,534; p <0,001) (Karaye dkk., 2010). Penurunan fungsi ventrikel

kanan yang dinyatakan dengan nilai TAPSE dapat terjadi akibat gangguan pada

ventrikel kiri. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh proses ventricular

interdependence, yang didefinisikan sebagai suatu konsep bahwa bentuk, ukuran,

dan komplians dari salah satu ventrikel dapat mempengaruhi bentuk, ukuran, dan

hubungan tekanan-volume pada ventrikel yang lain melalui interaksi mekanik

secara langsung, independen terhadap pengaruh neural, humoral, atau sirkulasi

(Lamia dkk., 2007).

Penurunan EF juga diketahui berpengaruh terhadap nilai TAPSE. Pergerakan

longitudinal septal dan segmen-segmen yang berdekatan berhubungan lebih erat

dengan TAPSE dibandingkan pergerakan secara radialis yang dinilai oleh

pergerakan dinding jantung dan segmen-segmen lateral. Adanya konsep

ventricular interdependence yang ditemukan pada model eksperimental juga

dapat menjelaskan adanya hubungan antara TAPSE dan EF ventrikel kiri.

(Kjaergaard dkk., 2009). Penelitian GISSI-3 echo substudy yang dilakukan oleh

Popescu dkk. juga menunjukkan bahwa nilai TAPSE lebih rendah secara

signifikan pada pasien dengan EF ventrikel kiri <45% dibandingkan pasien

dengan EF ventrikel kiri ≥45% yang diukur dalam 24-48 jam pertama pasca

kejadian IMA (Popescu dkk., 2005).

Penelitian yang dilakukan oleh Bedetti dkk. menunjukkan bahwa pengukuran

nilai TAPSE dapat memberikan informasi prognostik yang signifikan bila

dilakukan bersamaan dengan evaluasi fungsi ventrikel kiri dan memiliki nilai

prediktif yang kuat pada pasien-pasien dengan SKA (Bedetti dkk., 2010).

Page 115: aa ayu dwi adelia yasmin

Penelitian yang dilakukan oleh Hayrapetyan dkk. juga menunjukkan bahwa

penilaian fungsi sistolik ventrikel kanan yang ditunjukkan dengan nilai TAPSE

bila dikombinasikan dengan penilaian fungsi sistolik ventrikel kiri yang

ditunjukkan dengan nilai Myocardial Performance Index (MPI) dapat menambah

nilai prognostik untuk memprediksi luaran pada pasien STEMI dibandingkan

dengan hanya memeriksa salah satu parameter saja (Hayrapetyan dkk., 2014).

6.7 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini merupakan kohort prospektif terhadap 72 orang penderita IMA

pada satu pusat pelayanan kesehatan, yaitu RSUP Sanglah. Penelitian

dilaksanakan antara bulan November 2014 hingga Januari 2015. Temuan pada

penelitian ini berdasarkan studi yang dilakukan pada satu center saja dengan

jumlah sampel yang relatif kecil, sehingga sulit untuk melakukan generalisasi

hasil penelitian ini pada semua pasien IMA. Oleh karena itu, diperlukan penelitian

multicenter menggunakan protokol yang sama dengan jumlah sampel yang lebih

besar. Penelitian ini juga menggunakan parameter ekokardiografi sebagai variabel

bebas, dengan sifat operator-dependent yang dimilikinya, sehingga penelitian

lanjutan yang membandingkan antara nilai MAPSE dan TAPSE dengan baku

emas untuk menilai fungsi sistolik ventrikel kiri dan kanan pada populasi IMA

akan meningkatkan validitas hasil yang diperoleh pada penelitian ini. Penelitian

ini juga hanya memberikan informasi mengenai kejadian kardiovaskular mayor

yang dialami selama perawatan di rumah sakit, yang mungkin tidak

menggambarkan prognosis pasien IMA secara keseluruhan. Oleh karena itu, dapat

dilakukan pengembangan penelitian dengan masa follow-up yang lebih panjang

Page 116: aa ayu dwi adelia yasmin

sehingga dapat dinilai juga prognosis jangka menengah dan jangka panjang pada

pasien IMA dengan berdasarkan pada kategori nilai MAPSE dan nilai TAPSE.

Page 117: aa ayu dwi adelia yasmin

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Sebuah studi kohort prospektif telah dilakukan untuk membuktikan nilai

TAPSE yang rendah, nilai MAPSE yang rendah, serta gabungan nilai TAPSE dan

nilai MAPSE yang rendah sebagai prediktor kejadian kardiovaskular mayor pada

pasien IMA di RSUP Sanglah. Berdasarkan hasil penelitian, dapat diperoleh

simpulan sebagai berikut:

1. Nilai MAPSE yang rendah terbukti sebagai prediktor kejadian

kardiovaskular mayor saat perawatan di rumah sakit pada pasien IMA.

2. Nilai TAPSE yang rendah terbukti sebagai prediktor kejadian

kardiovaskular mayor saat perawatan di rumah sakit pada pasien IMA.

3. Gabungan nilai MAPSE yang rendah dan nilai TAPSE yang rendah

terbukti sebagai prediktor kejadian kardiovaskular mayor saat perawatan

di rumah sakit pada pasien IMA.

7.2 Saran

Adapun saran-saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian ini

antara lain sebagai berikut:

1. Sebaiknya dilakukan pengukuran MAPSE dan TAPSE secara rutin,

sebagai parameter ekokardiografi yang sederhana dan reliabel, pada pasien

yang dirawat dengan IMA untuk stratifikasi risiko dan mengetahui

prognosis pasien.

Page 118: aa ayu dwi adelia yasmin

2. Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui validitas

pengukuran nilai TAPSE dan MAPSE terhadap penilaian fungsi sistolik

ventrikel kanan dan kiri pada populasi IMA dengan cara membandingkan

dengan parameter baku emas yang secara objektif dapat menilai fungsi

sistolik ventrikel kanan dan ventrikel kiri.

3. Dapat dilakukan penelitian yang serupa dengan masa follow-up yang lebih

panjang, sehingga dapat dinilai juga prognosis jangka menengah dan

jangka panjang pada pasien IMA dengan berdasarkan pada kategori nilai

MAPSE dan nilai TAPSE.

4. Dapat dilakukan suatu studi intervensional untuk menentukan apakah

pemberian terapi medikamentosa yang lebih agresif atau tindakan

intervensi dini dapat memperbaiki luaran pada pasien dengan nilai

MAPSE dan TAPSE yang rendah. Nilai MAPSE dan TAPSE yang rendah

menunjukkan terjadinya disfungsi ventrikel kiri dan kanan, yang pada

populasi IMA berhubungan dengan adanya penurunan perfusi miokard

akibat insufisiensi koroner, sehingga semua terapi yang dapat

meningkatkan perfusi miokard dapat memiliki pengaruh yang positif

terhadap fungsi kedua ventrikel, sehingga dapat memperbaiki prognosis

pasien.

Page 119: aa ayu dwi adelia yasmin

DAFTAR PUSTAKA

Aaronson, P. I., Ward, J. P. T. & Connolly, M. J. 2012. Pathophysiology of acute myocardial infarction. The Cardiovascular System at a Glance. Wiley-Blackwell.

Abu-Assi, E., Ferreira-Gonza´lez, I., Ribera, A., Marsal, J. R., Cascant, P., Heras, M., dkk. 2010. “Do GRACE (Global Registry of Acute Coronary events) risk scores still maintain their performance for predicting mortality in the era of contemporary management of acute coronary syndromes?”. (Am Heart J, 160.

ADA 2010. Executive summary: Standards of medical care in diabetes--2010. Diabetes Care, 33 Suppl 1, S4-10.

Alam, M. 1991. The Atrioventricular Plane Displacement as a Means of Evaluating Left Ventricular Systolic Function in Acute Myocardial Infarction. Clin Cardiol, 14, 588-594.

Antman, E. M. & Braunwald, E. 2007. ST-Elevation Myocardial Infarction: Pathology, Pathophysiology, and Clinical Features. In: LIBBY, P., BONOW, R. O., MANN, D. L. & ZIPES, D. P. (eds.) Braunwald's Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular Medicine. 8th ed. Philadelphia: Elsevier Inc.

Antoni, M. L., Scherptong, R. W., Atary, J. Z., Boersma, E., Holman, E. R., van der Wall, E. E., dkk. 2010. Prognostic value of right ventricular function in patients after acute myocardial infarction treated with primary percutaneous coronary intervention. Circ Cardiovasc Imaging, 3, 264-271.

Babcock, M. J., Drafts, B. & Sane, D. C. 2009. Unstable Angina and Non-ST-Segment Elevation Myocardial Infarction. Hospital Physician, 17-28.

Bassand, J. P., Danchin, N., Filippatos, G., Gitt, A., Hamm, C., Silber, S., dkk. 2005. Implementation of reperfusion therapy in acute myocardial infarction. A policy statement from the European Society of Cardiology. Eur Heart J, 26, 2733-2741.

Bedetti, G., Gargani, L., Sicari, R., Gianfaldoni, M. L., Molinaro, S. & Picano, E. 2010. Comparison of Prognostic Value of Echocardiacgraphic Risk Score With the Thrombolysis In Myocardial Infarction (TIMI) and Global Registry In Acute Coronary Events (GRACE) Risk Scores in Acute Coronary Syndrome. Am J Cardiol, 106, 1709-1716.

Bergenzaun, L., Ohlin, H., Gudmundsson, P., Willenheimer, R. & Chew, M. S. 2013. Mitral annular plane systolic excursion (MAPSE) in shock: a valuable echocardiographic parameter in intensive care patients. Cardiovasc Ultrasound, 11, 16.

Page 120: aa ayu dwi adelia yasmin

Bluzaitė, I., Vaskelytė, J., Marcinkevicienė, J., Rickli, H. & Haager, P. K. 2012. Practical aspects and challenges in the echocardiographic assessment of right ventricle and its function. Cardiovascular Medicine, 15, 345-353.

Brand, B., Rydberg, E., Ericsson, G., Gudmundsson, P. & Willenheimer, R. 2002. Prognostication and risk stratification by assessment of left atrioventricular plane displacement in patients with myocardial infarction. Int J Cardiol, 83, 35-41.

Bruhl, S. R., Chahal, M. & Khouri, S. J. 2011. A novel approach to standard techniques in the assessment and quantification of the interventricular systolic relationship. Cardiovasc Ultrasound, 9, 42.

Bruton, A., Conway, J. H. & Holgate, S. T. 2000. Reliability: What is it, and how is it measured? Physiotheraphy, 86, 94-99.

Cannon, C. P., Brindis, R. G., Chaitman, B. R., Cohen, D. J., Cross, J. T., Jr., Drozda, J. P., Jr., dkk. 2013. 2013 ACCF/AHA key data elements and definitions for measuring the clinical management and outcomes of patients with acute coronary syndromes and coronary artery disease: a report of the American College of Cardiology Foundation/American Heart Association Task Force on Clinical Data Standards (Writing Committee to Develop Acute Coronary Syndromes and Coronary Artery Disease Clinical Data Standards). Crit Pathw Cardiol, 12, 65-105.

Chan, R. S. & Woo, J. 2010. Prevention of overweight and obesity: how effective is the current public health approach. Int J Environ Res Public Health, 7, 765-783.

Chobanian, A. V., Bakris, G. L., Black, H. R., Cushman, W. C., Green, L. A., Izzo, J. L., Jr., dkk. 2003. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure: the JNC 7 report. JAMA, 289, 2560-2572.

Daga, L. C., Kaul, U. & Mansoor, A. 2011. Approach to STEMI and NSTEMI. J Assoc Physicians India, 59 Suppl, 19-25.

Drost, E. A. 1998. Validity and Reliability in Social Science Research. Education Research and Perspectives.

Dziewierz, A., Siudak, Z., Dykla, D., Rakowski, T., Mielecki, W., Dubiel, J. S., dkk. 2009. Management and mortality in patients with non-ST-segment elevation vs. ST-segment elevation myocardial infarction. Data from the Malopolska Registry of Acute Coronary Syndromes. Kardiol Pol, 67, 115-120; discussion 121-112.

Elnoamany, M. F. & Abdelhameed, A. K. 2006. Mitral annular motion as a surrogate for left ventricular function: Correlation with brain natriuretic peptide levels. Eur J Echocardiography, 7, 187-198.

Page 121: aa ayu dwi adelia yasmin

Flachskampf, F. A., Schmid, M., Rost, C., Achenbach, S., DeMaria, A. N. & Daniel, W. G. 2011. Cardiac imaging after myocardial infarction. Eur Heart J, 32, 272-283.

Fukuta, H. & Little, W. C. 2008. The Cardiac Cycle and the Physiological Basis of Left Ventricular Contraction, Ejection, Relaxation, and Filling. Heart Fail Clin, 4, 1-11.

Fuster, V., Walsh, R. A. & Harring, R. A. 2011. Pathophysiology of Heart Failure. In: FUSTER, V., WALSH, R. A. & HARRING, R. A. (eds.) Hurst's The Heart United States: The McGraw-Hill Companies.

Ghio, S., Recusani, F., Klersy, C., Sebastiani, R., Laudisa, M. L., Campana, C., dkk. 2000. Prognostic Usefulness of the Tricuspid Annular Plane Systolic Excursion in Patients With Congestive Heart Failure Secondary to Idiopathic or Ischemic Dilated Cardiomyopathy. Am J Cardiol, 85.

Gustafsson, I., Hildebrandt, P., Seibaek, M., Melchior, T., Torp-Pedersen, C., Kober, L., dkk. 2000. Long-term prognosis of diabetic patients with myocardial infarction: relation to antidiabetic treatment regimen. The TRACE Study Group. Eur Heart J, 21, 1937-1943.

Haddad, F., Hunt, S. A., Rosenthal, D. N. & Murphy, D. J. 2008. Right ventricular function in cardiovascular disease, part I: Anatomy, physiology, aging, and functional assessment of the right ventricle. Circulation, 117, 1436-1448.

Hamilton, C. & Stamey, J. 2007. Using Bland-Altman to assess agreement between two medical devices--don't forget the confidence intervals! J Clin Monit Comput, 21, 331-333.

Harrison, J. K., Califf, R. M., Woodlief, L. H., Kereiakes, D., George, B. S., Stack, R. S., dkk. 1993. Systolic left ventricular function after reperfusion therapy for acute myocardial infarction. Analysis of determinants of improvement. The TAMI Study Group. Circulation, 87, 1531-1541.

Hayrapetyan, H. G., Adamyan, K. G. & Arakelyan, I. A. 2014. Is combined myocardial performance index and tricuspid annular plane systolic excursion a better predictive estimator than each of them alone in patients with inferior ST-elevation myocardial infarction? Arch Turk Soc Cardiol, 42, 131-138.

Hicks, K. A., Tcheng, J. E., Bozkurt, B., Chaitman, B. R., Cutlip, D. E., Farb, A., dkk. 2014. ACC/AHA Key Data Elements and Definitions for Cardiovascular and Stroke End Point Events for Clinical Trials. Circulation, 1-102.

Hsu, H.-P., Jou, Y.-L., Lin, S.-J., Charng, M.-J., Chen, Y.-H., Lee, W.-S., dkk. 2011. Comparison of In-Hospital Outcome of Acute ST Elevation Myocardial Infarction in Patients with versus without Diabetes Mellitus. Acta Cardiol Sin, 27, 145-151.

Page 122: aa ayu dwi adelia yasmin

Hu, K., Liu, D., Herrmann, S., Niemann, M., Gaudron, P. D., Voelker, W., dkk. 2013a. Clinical implication of mitral annular plane systolic excursion for patients with cardiovascular disease. Eur Heart J Cardiovasc Imaging, 14, 205-212.

Hu, K., Liu, D., Niemann, M., Herrmann, S., Gaudron, P. D., Ertl, G., dkk. 2013b. Methods for assessment of left ventricular systolic function in technically difficult patients with poor imaging quality. J Am Soc Echocardiogr, 26, 105-113.

Izzo, A., Galderisi, M. & Divitiis, O. d. 1998. The influence of left systolic ventricular function on right ventricular function after an acute myocardial infarct. Cardiologia, 43, 173-180.

Joarder, S., Hoque, M., Towhiduzzaman, M., Salehuddin, A., Islam, N., Akter, M., dkk. 2011. Cardiac Troponin-I And CK-MB for Risk Stratification in Acute Myocardial Infarction (First Attack): A Comparative Study. Bangladesh J Med Biochem, 4, 10-15.

Karakurt, O. & Akdemir, R. 2009. Right ventricular function in ST elevation myocardial infarction: effect of reperfusion. Clin Invest Med, 32, E285-292.

Karaye, K., Habib, A., Mohammed, S., Rabiu, M. & Shehu, M. 2010. Assessment of right ventricular systolic function using tricuspid annular-plane systolic excursion in Nigerians with systemic hypertension. Cardiovascular Journal of Africa, 21, 186-190.

Katritsis, D. G., Gersh, B. J. & Camm, A. J. 2013. Acute myocardial infarction. In: KATRITSIS, D. G., GERSH, B. J. & CAMM, A. J. (eds.) Clinical Cardiology: Current Practice Guidelines. United Kingdom: Oxford University Press.

Kjaergaard, J., Iversen, K. K., Akkan, D., Møller, J. E., Køber, L. V., Torp-Pedersen, C., dkk. 2009. Predictors of right ventricular function as measured by tricuspid annular plane systolic excursion in heart failure. Cardiovasc Ultrasound, 7, 1-7.

Kondur, A. K., Hari, P. & Afonso, L. C. 2013. Complications of Myocardial Infarction [Online]. Medscape. Available: http://emedicine.medscape.com/article/164924-overview [Accessed 24th August 2014].

Lakhani, M. S., Qadir, F., Hanif, B., Farooq, S. & Khan, M. 2010. Correlation of thrombolysis in myocardial infarction (TIMI) risk score with extent of coronary artery disease in patients with acute coronary syndrome. J Pak Med Assoc, 60, 197-200.

Lamia, B., Teboul, J.-L., Monnet, X., Richard, C. & Chemla, D. 2007. Relationship between the tricuspid annular plane systolic excursion and right and left ventricular function in critically ill patients. Intensive Care Med, 33, 2143-2149.

Page 123: aa ayu dwi adelia yasmin

Lossnitzer, D., Steen, H., Lehrke, S., Korosoglou, G., Merten, C., Giannitsis, E., dkk. 2008. MAPSE and TAPSE measured by MRI correlate with left and right ventricular ejection fraction and NTproBNP in patients with dilated cardiomyopathy. Journal of Cardiovascular Magnetic Resonance, 10, A238.

Manouras, A., Shahgaldi, K., Winter, R., Brodin, L. A. & Nowak, J. 2009. Measurements of left ventricular myocardial longitudinal systolic displacement using spectral and colour tissue Doppler: time for a reassessment? Cardiovasc Ultrasound, 7, 12.

Masood, A., Naqvi, M. A., Jafar, S. S., Mufti, A. A. & Akram, Z. 2009. In-hospital outcome of acute myocardial infarction in correlation with 'thrombolysis in myocardial infarction' risk score. J Ayub Med Coll Abbottabad, 21, 24-27.

Mateus, P. S., Dias, C. C., Betrencourt, N., Adao, L., Santos, L., Sampaio, F., dkk. 2005. Left ventricular dysfunction after acute myocardial infarction--the impact of cardiovascular risk factors. Rev Port Cardiol, 24, 727-734.

Matos, J., Kronzon, I., Panagopoulos, G. & Perk, G. 2012. Mitral Annular Plane Systolic Excursion as a Surrogate for Left Ventricular Ejection Fraction. J Am Soc Echocardiogr, 25, 969-974.

McMurray, J. J., Adamopoulos, S., Anker, S. D., Auricchio, A., Bohm, M., Dickstein, K., dkk. 2012. ESC guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2012: The Task Force for the Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart Failure 2012 of the European Society of Cardiology. Developed in collaboration with the Heart Failure Association (HFA) of the ESC. Eur J Heart Fail, 14, 803-869.

Mjølstad, O. C., Snare, S. R., Folkvord, L., Helland, F., Grimsmo, A., Torp, H., dkk. 2012. Assessment of left ventricular function by GPs using pocket-sized ultrasound. Family Practice, 29, 534-540.

Moller, J., Sondergaard, E. & Poulsen, S. 2001. Serial Doppler echocardiographic assessment of left and right ventricular performance after a first myocardial infarction. J Am Soc Echocardiogr, 14, 249-255.

Montalescot, G., Dallongeville, J., Van Belle, E., Rouanet, S., Baulac, C., Degrandsart, A., dkk. 2007. STEMI and NSTEMI: are they so different? 1 year outcomes in acute myocardial infarction as defined by the ESC/ACC definition (the OPERA registry). Eur Heart J, 28, 1409-1417.

Mullasari, A. S., Balaji, P. & Khando, T. 2011. Managing complications in acute myocardial infarction. J Assoc Physicians India, 59 Suppl, 43-48.

Nammas, W. & El-Okda, E. 2012. Atrioventricular plane displacement: does it predict in-hospital outcome after acute myocardial infarction? European Review for Medical and Pharmacological Sciences, 16, 16-21.

Page 124: aa ayu dwi adelia yasmin

NCEP 2002. Third Report of the National Cholesterol Education Program (NCEP) Expert Panel on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Cholesterol in Adults (Adult Treatment Panel III) final report. Circulation, 106, 3143-3421.

Nonogi, H. 2002. Complications of Acute Myocardial Infarction: Diagnosis and Treatment. JMAJ, 45, 149-154.

Obuchowski, N. A. 2003. Receiver Operating Characteristic Curves and Their Use in Radiology. Radiology, 3-8.

Panjrath, G., Josephson, E. B. & Herzog, E. 2008. Evaluation in the Emergency Department and Cardiac Biomarkers. In: HONG, M. K. & HERZOG, E. (eds.) Acute Coronary Syndrome: Multidisciplinary and Pathway-Based Approach. London: Springer-Verlag.

Pesaro, A. E., Campos, P. C., Katz, M., Correa, T. D. & Knobel, E. 2008. Acute coronary syndromes: treatment and risk stratification. Rev Bras Ter Intensiva, 20, 197-204.

Pinedo, M., Villacorta, E., Tapia, C., Arnold, R., Lopez, J., Revilla, A., dkk. 2010. Inter- and intra-observer variability in the echocardiographic evaluation of right ventricular function. Rev Esp Cardiol, 63, 802-809.

Popescu, B. A., Antonini-Canterin, F., Temporelli, P. L., Giannuzzi, P., Bosimini, E., Gentile, F., dkk. 2005. Right ventricular functional recovery after acute myocardial infarction: relation with left ventricular function and interventricular septum motion. GISSI-3 echo substudy. Heart, 91, 484-488.

Rudski, L. G., Lai, W. W., Afilalo, J., Hua, L., Handschumacher, M. D., Chandrasekaran, K., dkk. 2010a. Guidelines for the echocardiographic assessment of the right heart in adults: a report from the American Society of Echocardiography endorsed by the European Association of Echocardiography, a registered branch of the European Society of Cardiology, and the Canadian Society of Echocardiography. J Am Soc Echocardiogr, 23, 685-713; quiz 786-688.

Russ, M. A., Prondzinsky, R., Carter, J. M., Schlitt, A., Ebelt, H., Schmidt, H., dkk. 2009. Right ventricular function in myocardial infarction complicated by cardiogenic shock: Improvement with levosimendan. Crit Care Med, 37, 3017-3023.

Santos, E. S., Aguiar Filho Lde, F., Fonseca, D. M., Londero, H. J., Xavier, R. M., Pereira, M. P., dkk. 2013. Correlation of risk scores with coronary anatomy in non-ST-elevation acute coronary syndrome. Arq Bras Cardiol, 100, 511-517.

Senter, S. & Francis, G. S. 2009. A new, precise definition of acute myocardial infarction. Cleve Clin J Med, 76, 159-166.

Page 125: aa ayu dwi adelia yasmin

Sharif, D., Sharif-Rasslan, A., Shahla, C. & Rosenschein, U. 2011. Application of Mitral Annular Systolic Displacements and Velocities for the Evaluation of Left Ventricular Systolic Function and Reserve. Cardiol Res, 2, 36-41.

Speiser, U., Hirschberger, M., Pilz, G., Heer, T., Sievers, B., Strasser, R. H., dkk. 2012. Tricuspid annular plane systolic excursion assessed using MRI for semi-quantification of right ventricular ejection fraction. The British Journal of Radiology, 85, 716-721.

Steg, P. G., James, S. K., Atar, D., Badano, L. P., Blomstrom-Lundqvist, C., Borger, M. A., dkk. 2012. ESC Guidelines for the management of acute myocardial infarction in patients presenting with ST-segment elevation. Eur Heart J, 33, 2569-2619.

Taşolar, H., Mete, T., Çetin, M., Altun, B., Ballı, M., Bayramoğlu, A., dkk. 2014. Mitral annular plane systolic excursion in the assesment of the left ventricular diastolic dysunction in obese adults. Anadolu Kardiyol Derg, 14, 10-15.

Thygesen, K., Alpert, J. S., Jaffe, A. S., Simoons, M. L., Chaitman, B. R., White, H. D., dkk. 2012. Third universal definition of myocardial infarction. Circulation, 126, 2020-2035.

Topol, E. J. & Werf, F. J. V. D. 2007. Acute Myocardial Infarction: Early Diagnosis and Management. In: TOPOL, E. J. (ed.) Textbook of Cardiovascular Medicine. 3rd ed.: Lippincott Williams & Wilkins.

Ueti, O. M., Camargo, E. E., Ueti Ade, A., de Lima-Filho, E. C. & Nogueira, E. A. 2002. Assessment of right ventricular function with Doppler echocardiographic indices derived from tricuspid annular motion: comparison with radionuclide angiography. Heart, 88, 244-248.

van Erkel, A. R. & Pattynama, P. M. 1998. Receiver operating characteristic (ROC) analysis: basic principles and applications in radiology. Eur J Radiol, 27, 88-94.

Willenheimer, R., Rydberg, E., Stagmo, M., Gudmundsson, P., Ericsson, G. & Erhardt, L. 2002. Echocardiographic assessment of left atrioventricular plane displacement as a complement to left ventricular regional wall motion evaluation in the detection of myocardial dysfunction. Int J Cardiovasc Imaging, 18, 181-186.

Woodfield, S. L., Lundergan, C. F., Reiner, J. S., Thompson, M. A., Rohrbeck, S. C., Deychak, Y., dkk. 1997. Gender and acute myocardial infarction: is there a different response to thrombolysis? J Am Coll Cardiol, 29, 35-42.

Zaky, A., Grabhorn, L. & Feigenbaum, H. 1967. Movement of the mitral ring: a study in ultrasoundcardiography. Cardiovasc Res, 1, 121-131.

Page 126: aa ayu dwi adelia yasmin

Lampiran 1

INFORMASI PASIEN DAN FORMULIR PERSETUJUAN

Kami mengharapkan kesediaan anda untuk ikut serta dalam penelitian yang

akan dilaksanakan oleh dr. AA Ayu Dwi Adelia Yasmin

Penelitian ini akan mengikut sertakan 72 orang termasuk anda. Mohon dibaca

informasi ini dengan seksama sebelum anda memutuskan apakah anda bersedia

ikut serta dalam penelitian ini. Apabila ada hal-hal yang belum jelas mengenai

informasi ini, dapat ditanyakan kembali kepada kami sehingga informasi yang

dimaksudkan benar-benar dapat diketahui secara memadai.

Pada saat ini anda sedang dirawat di Unit Gawat Darurat (UGD) atau Unit

Perawatan Intensif Jantung (UPIJ) RSUP Sanglah Denpasar oleh karena anda

sedang mengalami gangguan/serangan jantung. Serangan yang ditandai oleh nyeri

dada hebat, seperti: ditekan, terbakar, ditindih, ditusuk, diperas, yang dapat

dirasakan sampai 20 menit atau lebih. Nyeri dada juga dapat dirasakan sampai di

leher, lengan kiri, dagu, gigi, punggung, terkadang ke lengan kanan dan sering

disertai rasa mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin serta lemas. Keluhan

nyeri dada timbul akibat ketidakseimbangan antara pasokan dengan kebutuhan

oksigen dari otot jantung oleh karena adanya penyempitan dan bahkan dapat

terjadi penyumbatan dari pembuluh darah otot jantung (pembuluh darah koroner).

Berbagai faktor risiko yang berpengaruh seperti; tingginya kadar kolesterol/lemak

darah, kencing manis, darah tinggi, merokok, kegemukan, umur. Kolesterol akan

menumpuk/berakumulasi pada dinding pembuluh darah koroner serta pada

permukaannya dilapisi oleh lapisan otot dan jaringan ikat, menyebabkan dinding

menonjol ke dalam saluran pembuluh darah (plak ateromatus).

Fungsi pompa jantung pasca terjadinya serangan sangat mempengaruhi

luaran yang terjadi pada pasien-pasien yang menderita serangan jantung. Terdapat

berbagai pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mengetahui fungsi pompa

jantung, salah satunya dengan menggunakan alat ekokardiografi (USG jantung).

MAPSE dan TAPSE merupakan parameter ekokardiografi yang sederhana, tidak

Page 127: aa ayu dwi adelia yasmin

membutuhkan waktu lama untuk pengerjaannya, dan dapat digunakan untuk

mengetahui fungsi pompa jantung pasca terjadinya serangan.

Berkaitan dengan uraian diatas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

nilai MAPSE dan nilai TAPSE yang rendah merupakan prediktor timbulnya

kejadian kardiovaskular. Kejadian kardiovaskular dapat berupa: kematian, gagal

jantung, syok kardiogenik, gangguan irama jantung, dan nyeri dada berulang pada

penderita yang pernah menderita serangan jantung.

Bila nanti diketahui/terbukti seperti yang telah diuraikan diatas, maka dengan

melakukan pemeriksaan MAPSE dan TAPSE secara rutin pada penderita serangan

jantung dapat dilakukan stratifikasi risiko, sehingga dapat menentukan tatalaksana

yang optimal bagi penderita yang telah mengalami serangan jantung untuk

mencegah terjadinya kejadian kardiovaskular.

Penelitian ini tidak merubah prosedur dan penatalaksanaan yang ditetapkan

oleh dokter anda. Prosedur yang berkenaan dengan penelitian ini antara lain:

1. Pemeriksaan ekokardiografi transthorakal untuk melakukan pengukuran nilai

MAPSE dan TAPSE. Untuk pemeriksaan yang berkaitan dengan penelitian

ini, anda tidak akan dikenakan biaya.

2. Pemeriksaan darah sesuai standar.

3. Pemeriksaan fisik terdiri dari pemeriksaan berat badan, tinggi badan, lingkar

perut.

4. Pemeriksaan penunjang lainnya adalah Foto Rontgen Thoraks dan perekamam

Elektrokardiogram.

Petugas di UGD dan UPIJ serta petugas laboratorium akan melaksanakan

segala prosedur di atas dengan menjaga kerahasiaan data kesehatan anda

sedemikian rupa agar penelitian ini dapat berjalan baik.

Segala prosedur ini hanya dapat dilakukan bila telah mendapat ijin dari anda dan

dengan menandatangani pernyataan kesediaan (terlampir) setelah anda mengerti

maksud, tujuan, manfaat dan prosedur penelitian ini.

Data dari hasil pemeriksaan dan wawancara ini akan dikumpulkan ke dalam

komputer dengan kode nama untuk menjaga kerahasiaan identitas anda. Hanya

dokter peneliti yang mengetahui data kesehatan anda yang berkaitan dengan

Page 128: aa ayu dwi adelia yasmin

penelitian ini. Namun bila anda ingin mengetahuinya, dapat memperolehnya dari

kami. Data ini mungkin akan dipublikasi tanpa mencantumkan identitas sumber

data.

Apabila selama keikutsertaan anda dalam penelitian ini terdapat hal-hal yang

dirasakan mengganggu dan merugikan anda dapat mengundurkan diri atau

membatalkan keikutsertaan anda, tanpa prasyarat apapun.

Untuk dapat berlangsungnya penelitian ini sesuai yang diharapkan,

diperlukan kerjasama yang baik antara anda/keluarga, tim medis dan peneliti.

Berkaitan dengan hal ini atau sewaktu-waktu anda memerlukan informasi lebih

lanjut anda dapat menghubungi dr. AA Ayu Dwi Adelia Yasmin.

Page 129: aa ayu dwi adelia yasmin

129

Surat Persetujuan Ikut Serta Dalam Penelitian

Yang bertandatangan dibawah ini : Nama : ..................................................................................................... Umur : ..................................................................................................... Jenis Kelamin : ..................................................................................................... Etnis : ..................................................................................................... Pekerjaan : ..................................................................................................... Alamat : ..................................................................................................... No. KTP : ..................................................................................................... No. Telp/HP : ..................................................................................................... Nama Pendamping : ..................................................................................... No. Telp/HP pendamping : ..................................................................................... Setelah mendapatkan keterangan secukupnya dan memahami serta menyadari manfaat maupun risiko penelitian tentang:

NILAI MITRAL ANNULAR PLANE SYSTOLIC EXCURSION (MAPSE) DAN TRICUSPID ANNULAR PLANE SYSTOLIC EXCURSION (TAPSE) YANG

RENDAH SEBAGAI PREDIKTOR KEJADIAN KARDIOVASKULAR MAYOR PADA PASIEN INFARK MIOKARD AKUT (IMA)

Dengan sukarela menyetujui diikutsertakan dalam penelitian tersebut serta mematuhi segala ketentuan penelitian yang sudah dipahami, dengan catatan apabila suatu saat merasa dirugikan dalam bentuk apapun, berhak membatalkan persetujuan ini. Denpasar, 2014 Mengetahui Yang menyetujui Penanggung jawab penelitian Peserta penelitian (dr. AA Ayu Dwi Adelia Yasmin) (....................................................)

Page 130: aa ayu dwi adelia yasmin

130

Lampiran 2

Lembar Pengumpulan Data

Nama Umur Jenis Kelamin No Rekam Medis Suku Pekerjaan Tanggal MRS Berat badan Tinggi badan IMT Riwayat penyakit sebelumnya :

Hipertensi ( Ya/ Tidak ) Diabetes Melitus (Ya/Tidak) Dislipidemia (Ya/Tidak) Gagal Jantung (Ya/Tidak)

Kebiasaan merokok ( Ya/ Tidak ) ,,,,,,, batang/hari, durasi: Diagnosis Onset Skor TIMI/GRACE Tekanan Darah EKG ST elevasi (Ya/Tidak) ST depresi (Ya/Tidak) T inversi

(ya/tidak) Revaskularisasi Fibrinolitik (Ya/Tidak) PCI (Ya/Tidak) CABG

(Ya/Tidak) Troponin T CKMB Gula darah sewaktu Gula darah puasa Gula darah 2 jam pp Leukosit Hb Ht Trombosit Ureum Kreatinin Asam urat SGOT SGPT Natrium Kalium LDL HDL Trigliserida Kolesterol total

Page 131: aa ayu dwi adelia yasmin

131

Pengamatan Penderita

Kejadian Kardiovaskular Mayor Waktu Kejadian

1. Kematian Kardiovaskular 2. Gagal Jantung 3. Syok Kardiogenik 4. Aritmia 5. Angina Pascainfark

Denpasar,…………………2014 Pemeriksa

(…………………………………..)

Pengamatan dilakukan saat penderita MRS dengan cara :

• Kunjungan tiap hari • Berkomunikasi dengan penderita • Berkoordinasi dengan tim medis

Page 132: aa ayu dwi adelia yasmin

132

Lampiran 3: HASIL PEMERIKSAAN EKOKARDIOGRAFI BEDSIDE

NILAI MITRAL ANNULAR PLANE SYSTOLIC EXCURSION (MAPSE) DAN TRICUSPID ANNULAR PLANE SYSTOLIC

EXCURSION (TAPSE) YANG RENDAH SEBAGAI PREDIKTOR KEJADIAN KARDIOVASKULAR MAYOR

PADA PASIEN INFARK MIOKARD AKUT (IMA)

I. Identitas Pasien

a. Nama :

b. Umur :

c. No RM :

d. Alamat :

e. Diagnosis :

II. Hasil Pemeriksaan Ekokardiografi

No Pemeriksaan Nilai (mm)

1. MAPSE

- Septal

- Lateral

- Anterior

- Inferior

Rerata MAPSE

2. TAPSE

Nama Pemeriksa, ( )

Page 133: aa ayu dwi adelia yasmin

133

Lampiran 4:

Cara Pemeriksaan Laboratorium Untuk Penunjang Tesis

a. Troponin T: pemeriksaan dilakukan pada plasma darah dengan metode

immunochromotography.

b. CKMB: pemeriksaan dilakukan pada plasma darah dengan metode

immunochromotography.

c. Gula Darah: pemeriksaan dilakukan pada serum darah dengan metode

Heksokinase.

d. Kolesterol Total: pemeriksaan dilakukan pada serum darah dengan

metode CHOD PAP.

e. Kolesterol LDL: pemeriksaan dilakukan pada serum darah dengan

metode Enzymatik (homogenous).

f. Kolesterol HDL: pemeriksaan dilakukan pada serum darah dengan

metode Enzymatik (homogenous).

g. Trigliserida: pemeriksaan dilakukan pada serum darah dengan metode

enzimatik.

h. SGOT: pemeriksaan dilakukan pada serum darah dengan metode IFCC

(International Federation of Clinical Chemistry).

i. SGPT: pemeriksaan dilakukan pada serum darah dengan metode IFCC

(International Federation of Clinical Chemistry).

j. Ureum: pemeriksaan dilakukan pada serum darah dengan metode kinetik

GLDH.

k. Kreatinin: pemeriksaan dilakukan pada serum darah dengan metode

enzimatik colorimetric.

Page 134: aa ayu dwi adelia yasmin

134

Lampiran 5. Data Penelitian

Correlations

TAPSE (DR VIANNEY)

TAPSE (DR RANGGA)

TAPSE (DR VIANNEY) Pearson Correlation 1 .956**

Sig. (2-tailed) .000

N 72 72 TAPSE (DR RANGGA) Pearson Correlation .956** 1

Sig. (2-tailed) .000

N 72 72

Correlations

TAPSE (DR VIANNEY)

TAPSE (DR BADJRA)

TAPSE (DR VIANNEY) Pearson Correlation 1 .960**

Sig. (2-tailed) .000

N 72 72 TAPSE (DR BADJRA) Pearson Correlation .960** 1

Sig. (2-tailed) .000

N 72 72 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Page 135: aa ayu dwi adelia yasmin

135

Correlations

TAPSE (DR RANGGA)

TAPSE (DR BADJRA)

TAPSE (DR RANGGA) Pearson Correlation 1 .961**

Sig. (2-tailed) .000

N 72 72 TAPSE (DR BADJRA) Pearson Correlation .961** 1

Sig. (2-tailed) .000

N 72 72 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Page 136: aa ayu dwi adelia yasmin

136

Correlations

MAPSE (DR VIANNEY)

MAPSE (DR. BADJRA)

MAPSE (DR VIANNEY) Pearson Correlation 1 .974**

Sig. (2-tailed) .000

N 72 72 MAPSE (DR. BADJRA) Pearson Correlation .974** 1

Sig. (2-tailed) .000

N 72 72 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Page 137: aa ayu dwi adelia yasmin

137

Correlations

MAPSE (DR RANGGA)

MAPSE (DR. BADJRA)

MAPSE (DR RANGGA) Pearson Correlation 1 .971**

Sig. (2-tailed) .000

N 72 72 MAPSE (DR. BADJRA) Pearson Correlation .971** 1

Sig. (2-tailed) .000

N 72 72 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

6 8 10 12 14 16-1.5

-1.0

-0.5

0.0

0.5

1.0

1.5

Mean of MAPSE1 and MAPSE2

MA

PS

E1

- MA

PS

E2

Mean-0.02

-1.96 SD-1.05

+1.96 SD1.01

Bland-Altman plot

Method A MAPSE1 Method B MAPSE2 Differences Sample size 72

Page 138: aa ayu dwi adelia yasmin

138

Arithmetic mean -0.01944 95% CI -0.1430 to 0.1041 P (H0: Mean=0) 0.7546 Standard deviation 0.5258 Lower limit -1.0500 95% CI -1.2621 to -0.8378 Upper limit 1.0111 95% CI 0.7990 to 1.2232

6 8 10 12 14 16-1.0

-0.5

0.0

0.5

1.0

1.5

Mean of MAPSE1 and MAPSE3

MA

PS

E1

- MA

PS

E3

Mean0.08

-1.96 SD-0.73

+1.96 SD0.90

Bland-Altman plot

Method A MAPSE1 Method B MAPSE3 Differences Sample size 72 Arithmetic mean 0.08319 95% CI -0.01458 to 0.1810 P (H0: Mean=0) 0.0941 Standard deviation 0.4161 Lower limit -0.7323 95% CI -0.9002 to -0.5644 Upper limit 0.8987 95% CI 0.7308 to 1.0666

Page 139: aa ayu dwi adelia yasmin

139

6 8 10 12 14 16-1.5

-1.0

-0.5

0.0

0.5

1.0

1.5

Mean of MAPSE2 and MAPSE3

MA

PS

E2

- MA

PS

E3

Mean0.10

-1.96 SD-0.76

+1.96 SD0.97

Bland-Altman plot

Method A MAPSE2 Method B MAPSE3 Differences Sample size 72 Arithmetic mean 0.1026 95% CI -0.0007748 to 0.2061 P (H0: Mean=0) 0.0517 Standard deviation 0.4401 Lower limit -0.7599 95% CI -0.9375 to -0.5824 Upper limit 0.9652 95% CI 0.7876 to 1.1427

10 15 20 25 30-4

-3

-2

-1

0

1

2

3

4

Mean of TAPSE1 and TAPSE2

TAP

SE

1 - T

AP

SE

2

Mean0.1

-1.96 SD-2.1

+1.96 SD2.3

Bland-Altman plot

Method A TAPSE1 Method B TAPSE2 Differences Sample size 72 Arithmetic mean 0.1472

Page 140: aa ayu dwi adelia yasmin

140

95% CI -0.1166 to 0.4110 P (H0: Mean=0) 0.2696 Standard deviation 1.1226 Lower limit -2.0531 95% CI -2.5060 to -1.6002 Upper limit 2.3476 95% CI 1.8946 to 2.8005

5 10 15 20 25 30-5

-4

-3

-2

-1

0

1

2

3

Mean of TAPSE1 and TAPSE3

TAP

SE

1 - T

AP

SE

3

Mean0.1

-1.96 SD-2.0

+1.96 SD2.2

Bland-Altman plot

Method A TAPSE1 Method B TAPSE3 Differences Sample size 72 Arithmetic mean 0.07042 95% CI -0.1827 to 0.3235 P (H0: Mean=0) 0.5808 Standard deviation 1.0770 Lower limit -2.0405 95% CI -2.4750 to -1.6060 Upper limit 2.1813 95% CI 1.7468 to 2.6158

Page 141: aa ayu dwi adelia yasmin

141

10 15 20 25 30-3

-2

-1

0

1

2

3

4

Mean of TAPSE2 and TAPSE3

TAP

SE

2 - T

AP

SE

3

Mean-0.1

-1.96 SD-2.1

+1.96 SD1.9

Bland-Altman plot

Method A TAPSE2 Method B TAPSE3 Differences Sample size 72 Arithmetic mean -0.07681 95% CI -0.3194 to 0.1658 P (H0: Mean=0) 0.5299 Standard deviation 1.0324 Lower limit -2.1002 95% CI -2.5168 to -1.6837 Upper limit 1.9466 95% CI 1.5301 to 2.3631

Area Under the Curve

Test Result Variable(s):MEAN TAPSE

Area Std. Errora Asymptotic Sig.b

Asymptotic 95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

.701 .069 .005 .565 .837

Page 142: aa ayu dwi adelia yasmin

142

The test result variable(s): MEAN TAPSE has at least one tie between the positive actual state group and the negative actual state group. Statistics may be biased. a. Under the nonparametric assumption b. Null hypothesis: true area = 0.5

Coordinates of the Curve Test Result Variable(s):MEAN TAPSE

Positive if Greater Than or Equal Toa Sensitivity 1 - Specificity

8.8000 1.000 1.000 10.1000 1.000 .960 10.7000 1.000 .920 11.7000 .979 .920 12.5500 .979 .880 12.9000 .936 .880 13.2000 .936 .840 13.4500 .936 .800 13.7500 .936 .760 13.9500 .936 .720 14.0500 .936 .680 14.1500 .936 .640 14.2500 .894 .640 14.3500 .894 .600 14.4150 .894 .560 14.4650 .872 .560 14.5500 .851 .560 14.8000 .851 .480 15.2000 .830 .480 15.5500 .787 .480 16.1500 .787 .440 16.8000 .745 .440 17.1000 .723 .400 17.2500 .702 .400 17.3500 .702 .360 17.4500 .660 .320 17.6500 .638 .280 17.8150 .617 .280 17.9650 .596 .280 18.2000 .574 .280 18.4000 .574 .240 18.5500 .532 .240 18.6500 .511 .240 18.8500 .489 .240 19.1500 .489 .200 19.4000 .447 .200 19.7000 .426 .200 20.0000 .383 .200 20.1500 .383 .160 20.3000 .362 .160 20.4500 .298 .160 20.7000 .277 .160 21.1000 .255 .160 21.3500 .234 .160

Page 143: aa ayu dwi adelia yasmin

143

21.5500 .213 .160 21.8500 .191 .160 22.0500 .191 .120 22.2500 .191 .080 22.5000 .149 .080 22.8000 .128 .080 23.2000 .085 .080 23.4500 .064 .080 23.6000 .043 .080 24.0000 .043 .040 24.3500 .021 .040 25.4000 .000 .000

Area Under the Curve

Test Result Variable(s):MEAN MAPSE

Area Std. Errora Asymptotic Sig.b

Asymptotic 95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

.871 .047 .000 .778 .964 The test result variable(s): MEAN MAPSE has at least one tie between the positive actual state group and the negative actual state group. Statistics may be biased. a. Under the nonparametric assumption b. Null hypothesis: true area = 0.5

Coordinates of the Curve Test Result Variable(s):MEAN MAPSE

Positive if Greater Than or Equal Toa Sensitivity 1 - Specificity

5.5100 1.000 1.000 6.5900 1.000 .960 6.6900 1.000 .920 6.7300 1.000 .880 6.8000 1.000 .800 7.0250 .979 .800 7.2150 .979 .760 7.2800 .979 .720 7.3600 .979 .680 7.4200 .957 .680

Page 144: aa ayu dwi adelia yasmin

144

7.4600 .957 .640 7.4750 .957 .600 7.5000 .957 .560 7.5350 .957 .520 7.6100 .936 .480 7.7650 .936 .440 7.8700 .936 .400 7.9500 .936 .360 8.0300 .915 .360 8.2550 .915 .320 8.4750 .915 .280 8.5200 .894 .280 8.6350 .872 .280 8.7250 .872 .240 8.7450 .872 .200 8.7750 .851 .200 8.8350 .830 .200 8.8850 .809 .200 8.9100 .787 .200 8.9300 .787 .160 8.9900 .766 .160 9.0700 .745 .160 9.1500 .745 .120 9.2600 .723 .120 9.4350 .702 .120 9.6200 .681 .120 9.8100 .660 .120

10.0050 .638 .120 10.0950 .596 .120 10.1150 .574 .120 10.1400 .574 .080 10.1750 .553 .080 10.2050 .532 .080 10.2750 .511 .080 10.3700 .468 .080 10.4200 .468 .040 10.4400 .447 .040 10.4550 .426 .040 10.4750 .404 .040 10.5750 .383 .040 10.6750 .362 .040 10.7300 .340 .040 10.9100 .319 .040 11.0750 .298 .040 11.1950 .277 .040 11.3600 .255 .040 11.4550 .213 .040 11.5050 .191 .040 11.6350 .149 .040 11.8000 .128 .040 11.8850 .106 .040 11.9550 .106 .000

Page 145: aa ayu dwi adelia yasmin

145

12.3400 .085 .000 12.7500 .064 .000 12.9250 .043 .000 13.5650 .021 .000 15.1000 .000 .000

The test result variable(s): MEAN MAPSE has at least one tie between the positive actual state group and the negative actual state group. JENIS KELAMIN * MAPSE_CAT

Crosstab

MAPSE_CAT NILAI MAPSE YANG

RENDAH (ABNORMAL)

NILAI MAPSE YANG NORMAL

JENIS KELAMIN LAKI-LAKI Count 17 41

% within JENIS KELAMIN 29.3% 70.7%

% within MAPSE_CAT 73.9% 83.7%

PEREMPUAN Count 6 8

% within JENIS KELAMIN 42.9% 57.1%

% within MAPSE_CAT 26.1% 16.3% Total Count 23 49

% within JENIS KELAMIN 31.9% 68.1% % within MAPSE_CAT 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value Df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .952a 1 .329 Continuity Correctionb .431 1 .512 Likelihood Ratio .918 1 .338 Fisher's Exact Test .352 .252 N of Valid Casesb 72 a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.47. b. Computed only for a 2x2 table RIWAYAT MEROKOK * MAPSE_CAT

Crosstab

MAPSE_CAT NILAI MAPSE YANG

RENDAH (ABNORMAL)

NILAI MAPSE YANG NORMAL

RIWAYAT MEROKOK YA Count 15 32

% within RIWAYAT MEROKOK 31.9% 68.1%

% within MAPSE_CAT 65.2% 65.3%

TIDAK Count 8 17

% within RIWAYAT MEROKOK 32.0% 68.0%

% within MAPSE_CAT 34.8% 34.7% Total Count 23 49

% within RIWAYAT MEROKOK 31.9% 68.1% % within MAPSE_CAT 100.0% 100.0%

Page 146: aa ayu dwi adelia yasmin

146

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .000a 1 .994 Continuity Correctionb .000 1 1.000 Likelihood Ratio .000 1 .994 Fisher's Exact Test 1.000 .598 N of Valid Casesb 72 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.99. b. Computed only for a 2x2 table DISLIPIDEMIA * MAPSE_CAT

Crosstab

MAPSE_CAT

Total

NILAI MAPSE YANG RENDAH

(ABNORMAL) NILAI MAPSE YANG

NORMAL

DISLIPIDEMIA YA Count 12 34 46

% within DISLIPIDEMIA 26.1% 73.9% 100.0%

% within MAPSE_CAT 52.2% 69.4% 63.9%

TIDAK Count 11 15 26

% within DISLIPIDEMIA 42.3% 57.7% 100.0%

% within MAPSE_CAT 47.8% 30.6% 36.1% Total Count 23 49 72

% within DISLIPIDEMIA 31.9% 68.1% 100.0% % within MAPSE_CAT 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 2.010a 1 .156 Continuity Correctionb 1.333 1 .248 Likelihood Ratio 1.978 1 .160 Fisher's Exact Test .192 .125 Linear-by-Linear Association 1.982 1 .159 N of Valid Casesb 72 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.31. b. Computed only for a 2x2 table OBESITAS * MAPSE_CAT

Crosstab

MAPSE_CAT

Total

NILAI MAPSE YANG RENDAH

(ABNORMAL) NILAI MAPSE YANG

NORMAL

OBESITAS 1 Count 2 4 6

% within OBESITAS 33.3% 66.7% 100.0%

% within MAPSE_CAT 8.7% 8.2% 8.3%

2 Count 21 45 66

% within OBESITAS 31.8% 68.2% 100.0%

% within MAPSE_CAT 91.3% 91.8% 91.7%

Page 147: aa ayu dwi adelia yasmin

147

Total Count 23 49 72 % within OBESITAS 31.9% 68.1% 100.0% % within MAPSE_CAT 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .006a 1 .939 Continuity Correctionb .000 1 1.000 Likelihood Ratio .006 1 .939 Fisher's Exact Test 1.000 .630 Linear-by-Linear Association .006 1 .940 N of Valid Casesb 72 a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.92. b. Computed only for a 2x2 table HIPERTENSI * MAPSE_CAT

Crosstab

MAPSE_CAT

Total

NILAI MAPSE YANG RENDAH

(ABNORMAL) NILAI MAPSE YANG

NORMAL

HIPERTENSI 1 Count 15 28 43

% within HIPERTENSI 34.9% 65.1% 100.0%

% within MAPSE_CAT 65.2% 57.1% 59.7%

2 Count 8 21 29

% within HIPERTENSI 27.6% 72.4% 100.0%

% within MAPSE_CAT 34.8% 42.9% 40.3% Total Count 23 49 72

% within HIPERTENSI 31.9% 68.1% 100.0% % within MAPSE_CAT 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .424a 1 .515 Continuity Correctionb .155 1 .694 Likelihood Ratio .428 1 .513 Fisher's Exact Test .610 .349 Linear-by-Linear Association .418 1 .518 N of Valid Casesb 72 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.26. b. Computed only for a 2x2 table DIABETESMELITUS * MAPSE_CAT

Crosstab

MAPSE_CAT NILAI MAPSE YANG

RENDAH (ABNORMAL)

NILAI MAPSE YANG NORMAL

DIABETESMELITUS 1 Count 16 11

% within DIABETESMELITUS 59.3% 40.7%

% within MAPSE_CAT 69.6% 22.4%

Page 148: aa ayu dwi adelia yasmin

148

2 Count 7 38

% within DIABETESMELITUS 15.6% 84.4%

% within MAPSE_CAT 30.4% 77.6% Total Count 23 49

% within DIABETESMELITUS 31.9% 68.1% % within MAPSE_CAT 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 14.826a 1 .000 Continuity Correctionb 12.884 1 .000 Likelihood Ratio 14.810 1 .000 Fisher's Exact Test .000 .000 Linear-by-Linear Association 14.620 1 .000 N of Valid Casesb 72 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.63. b. Computed only for a 2x2 table DIAGNOSIS KERJA * MAPSE_CAT

Crosstab

MAPSE_CAT NILAI MAPSE YANG

RENDAH (ABNORMAL)

NILAI MAPSE YANG NORMAL

DIAGNOSIS KERJA STEMI Count 11 31

% within DIAGNOSIS KERJA 26.2% 73.8%

% within MAPSE_CAT 47.8% 63.3%

NSTEMI Count 12 18

% within DIAGNOSIS KERJA 40.0% 60.0%

% within MAPSE_CAT 52.2% 36.7% Total Count 23 49

% within DIAGNOSIS KERJA 31.9% 68.1% % within MAPSE_CAT 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value Df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 1.535a 1 .215 Continuity Correctionb .966 1 .326 Likelihood Ratio 1.525 1 .217 Fisher's Exact Test .305 .163 N of Valid Casesb 72 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.58. b. Computed only for a 2x2 table TERAPI REPERFUSI * MAPSE_CAT

Crosstab

MAPSE_CAT

NILAI MAPSE YANG RENDAH

(ABNORMAL) NILAI

TERAPI REPERFUSI DENGAN REVASKULARISASI Count 3

Page 149: aa ayu dwi adelia yasmin

149

% within TERAPI REPERFUSI 12.5%

% within MAPSE_CAT 13.0%

TANPA REVASKULARISASI Count 20

% within TERAPI REPERFUSI 41.7%

% within MAPSE_CAT 87.0% Total Count 23

% within TERAPI REPERFUSI 31.9% % within MAPSE_CAT 100.0%

Chi-Square Tests

Value Df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 6.261a 1 .012 Continuity Correctionb 4.991 1 .025 Likelihood Ratio 6.921 1 .009 Fisher's Exact Test .016 .010 N of Valid Casesb 72 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.67. b. Computed only for a 2x2 table JENIS KELAMIN * TAPSE_CAT

Crosstab

TAPSE_CAT NILAI TAPSE YANG

RENDAH (ABNORMAL)

NILAI TAPSE YANG NORMAL

JENIS KELAMIN LAKI-LAKI Count 15 43

% within JENIS KELAMIN 25.9% 74.1%

% within TAPSE_CAT 62.5% 89.6%

PEREMPUAN Count 9 5

% within JENIS KELAMIN 64.3% 35.7%

% within TAPSE_CAT 37.5% 10.4% Total Count 24 48

% within JENIS KELAMIN 33.3% 66.7% % within TAPSE_CAT 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 7.493a 1 .006 Continuity Correctionb 5.863 1 .015 Likelihood Ratio 7.102 1 .008 Fisher's Exact Test .011 .009 N of Valid Casesb 72 a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.67. b. Computed only for a 2x2 table RIWAYAT MEROKOK * TAPSE_CAT

Crosstab

TAPSE_CAT

Page 150: aa ayu dwi adelia yasmin

150

NILAI TAPSE YANG RENDAH

(ABNORMAL) NILAI TAPSE YANG

NORMAL

RIWAYAT MEROKOK YA Count 14 33

% within RIWAYAT MEROKOK 29.8% 70.2%

% within TAPSE_CAT 58.3% 68.8%

TIDAK Count 10 15

% within RIWAYAT MEROKOK 40.0% 60.0%

% within TAPSE_CAT 41.7% 31.2% Total Count 24 48

% within RIWAYAT MEROKOK 33.3% 66.7% % within TAPSE_CAT 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .766a 1 .381 Continuity Correctionb .375 1 .540 Likelihood Ratio .757 1 .384 Fisher's Exact Test .437 .268 N of Valid Casesb 72 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.33. b. Computed only for a 2x2 table DISLIPIDEMIA * TAPSE_CAT

Crosstab

TAPSE_CAT

Total

NILAI TAPSE YANG RENDAH

(ABNORMAL) NILAI TAPSE YANG

NORMAL

DISLIPIDEMIA YA Count 14 32 46

% within DISLIPIDEMIA 30.4% 69.6% 100.0%

% within TAPSE_CAT 58.3% 66.7% 63.9%

TIDAK Count 10 16 26

% within DISLIPIDEMIA 38.5% 61.5% 100.0%

% within TAPSE_CAT 41.7% 33.3% 36.1% Total Count 24 48 72

% within DISLIPIDEMIA 33.3% 66.7% 100.0% % within TAPSE_CAT 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .482a 1 .488 Continuity Correctionb .188 1 .664 Likelihood Ratio .477 1 .490 Fisher's Exact Test .604 .330 Linear-by-Linear Association .475 1 .491 N of Valid Casesb 72 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.67. b. Computed only for a 2x2 table

Page 151: aa ayu dwi adelia yasmin

151

OBESITAS * TAPSE_CAT

Crosstab

TAPSE_CAT

Total

NILAI TAPSE YANG RENDAH

(ABNORMAL) NILAI TAPSE YANG

NORMAL

OBESITAS 1 Count 2 4 6

% within OBESITAS 33.3% 66.7% 100.0%

% within TAPSE_CAT 8.3% 8.3% 8.3%

2 Count 22 44 66

% within OBESITAS 33.3% 66.7% 100.0%

% within TAPSE_CAT 91.7% 91.7% 91.7% Total Count 24 48 72

% within OBESITAS 33.3% 66.7% 100.0% % within TAPSE_CAT 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .000a 1 1.000 Continuity Correctionb .000 1 1.000 Likelihood Ratio .000 1 1.000 Fisher's Exact Test 1.000 .685 Linear-by-Linear Association .000 1 1.000 N of Valid Casesb 72 a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.00. b. Computed only for a 2x2 table HIPERTENSI * TAPSE_CAT

Crosstab

TAPSE_CAT

Total

NILAI TAPSE YANG RENDAH

(ABNORMAL) NILAI TAPSE YANG

NORMAL

HIPERTENSI 1 Count 15 28 43

% within HIPERTENSI 34.9% 65.1% 100.0%

% within TAPSE_CAT 62.5% 58.3% 59.7%

2 Count 9 20 29

% within HIPERTENSI 31.0% 69.0% 100.0%

% within TAPSE_CAT 37.5% 41.7% 40.3% Total Count 24 48 72

% within HIPERTENSI 33.3% 66.7% 100.0% % within TAPSE_CAT 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .115a 1 .734 Continuity Correctionb .007 1 .932 Likelihood Ratio .116 1 .733 Fisher's Exact Test .803 .468

Page 152: aa ayu dwi adelia yasmin

152

Linear-by-Linear Association .114 1 .736 N of Valid Casesb 72 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.67. b. Computed only for a 2x2 table DIABETESMELITUS * TAPSE_CAT

Crosstab

TAPSE_CAT NILAI TAPSE YANG

RENDAH (ABNORMAL)

NILAI TAPSE YANG NORMAL

DIABETESMELITUS 1 Count 18 9

% within DIABETESMELITUS 66.7% 33.3%

% within TAPSE_CAT 75.0% 18.8%

2 Count 6 39

% within DIABETESMELITUS 13.3% 86.7%

% within TAPSE_CAT 25.0% 81.2% Total Count 24 48

% within DIABETESMELITUS 33.3% 66.7% % within TAPSE_CAT 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 21.600a 1 .000 Continuity Correctionb 19.267 1 .000 Likelihood Ratio 21.946 1 .000 Fisher's Exact Test .000 .000 Linear-by-Linear Association 21.300 1 .000 N of Valid Casesb 72 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.00. b. Computed only for a 2x2 table DIAGNOSIS KERJA * TAPSE_CAT

Crosstab

TAPSE_CAT NILAI TAPSE YANG

RENDAH (ABNORMAL)

NILAI TAPSE YANG NORMAL

DIAGNOSIS KERJA STEMI Count 13 29

% within DIAGNOSIS KERJA 31.0% 69.0%

% within TAPSE_CAT 54.2% 60.4%

NSTEMI Count 11 19

% within DIAGNOSIS KERJA 36.7% 63.3%

% within TAPSE_CAT 45.8% 39.6% Total Count 24 48

% within DIAGNOSIS KERJA 33.3% 66.7% % within TAPSE_CAT 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .257a 1 .612 Continuity Correctionb .064 1 .800

Page 153: aa ayu dwi adelia yasmin

153

Likelihood Ratio .256 1 .613 Fisher's Exact Test .623 .398 N of Valid Casesb 72 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.00. b. Computed only for a 2x2 table TERAPI REPERFUSI * TAPSE_CAT

Crosstab

TAPSE_CAT

NILAI TAPSE YANG RENDAH

(ABNORMAL) NILAI

TERAPI REPERFUSI DENGAN REVASKULARISASI Count 3

% within TERAPI REPERFUSI 12.5%

% within TAPSE_CAT 12.5%

TANPA REVASKULARISASI Count 21

% within TERAPI REPERFUSI 43.8%

% within TAPSE_CAT 87.5% Total Count 24

% within TERAPI REPERFUSI 33.3% % within TAPSE_CAT 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 7.031a 1 .008 Continuity Correctionb 5.695 1 .017 Likelihood Ratio 7.783 1 .005 Fisher's Exact Test .009 .007 N of Valid Casesb 72 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.00. b. Computed only for a 2x2 table

Group Statistics

MAPSE_CAT N Mean Std. Deviation Std

UMUR SUBJEK NILAI MAPSE YANG RENDAH (ABNORMAL) 23 64.87 12.899

NILAI MAPSE YANG NORMAL 49 58.63 11.481 LDL NILAI MAPSE YANG RENDAH

(ABNORMAL) 23 1.3388E2 52.90502

NILAI MAPSE YANG NORMAL 49 1.3184E2 41.59168 HDL NILAI MAPSE YANG RENDAH

(ABNORMAL) 23 36.7783 11.44457

NILAI MAPSE YANG NORMAL 49 36.9553 11.43810 TRIGLISERIDA NILAI MAPSE YANG RENDAH

(ABNORMAL) 23 1.5800E2 66.48103

NILAI MAPSE YANG NORMAL 49 1.5842E2 80.87512 KOLESTEROL TOTAL NILAI MAPSE YANG RENDAH

(ABNORMAL) 23 1.93809E2 58.039531

NILAI MAPSE YANG NORMAL 49 1.98103E2 46.671738 GULA DARAH SEWAKTU NILAI MAPSE YANG RENDAH

(ABNORMAL) 23 2.4102E2 72.00150

NILAI MAPSE YANG NORMAL 49 1.7679E2 101.55794

Page 154: aa ayu dwi adelia yasmin

154

TEKANAN DARAH SISTOLIK NILAI MAPSE YANG RENDAH (ABNORMAL) 23 138.70 29.589

NILAI MAPSE YANG NORMAL 49 135.33 23.418 TEKANAN DARAH DIASTOLIK NILAI MAPSE YANG RENDAH

(ABNORMAL) 23 83.48 16.127

NILAI MAPSE YANG NORMAL 49 84.69 15.463 INDEKS MASSA TUBUH NILAI MAPSE YANG RENDAH

(ABNORMAL) 23 25.6726 3.70294

NILAI MAPSE YANG NORMAL 49 25.1155 3.50484 ONSET DALAM JAM NILAI MAPSE YANG RENDAH

(ABNORMAL) 23 23.93 22.597

NILAI MAPSE YANG NORMAL 49 10.02 14.058 CKMB NILAI MAPSE YANG RENDAH

(ABNORMAL) 23 26.2057 15.06747

NILAI MAPSE YANG NORMAL 49 23.1120 15.02682 TROPONIN T NILAI MAPSE YANG RENDAH

(ABNORMAL) 23 1182.48 641.970

NILAI MAPSE YANG NORMAL 49 616.76 646.080 EJECTION FRACTION NILAI MAPSE YANG RENDAH

(ABNORMAL) 16 3.63281E1 5.537355

NILAI MAPSE YANG NORMAL 40 5.47870E1 7.977279

Independent Samples Test

t-test for Equality of Means

Sig. (2-tailed) 95% Confidence Interval of the Differe

Lower Upper

UMUR SUBJEK Equal variances assumed .043 .215 1

Equal variances not assumed .055 -.136 1 LDL Equal variances assumed .860 -20.87765 24.9

Equal variances not assumed .872 -23.39530 27.4 HDL Equal variances assumed .951 -5.94412 5.5

Equal variances not assumed .951 -6.00921 5.6 TRIGLISERIDA Equal variances assumed .983 -39.05711 38.2

Equal variances not assumed .981 -36.63633 35.7 KOLESTEROL TOTAL Equal variances assumed .738 -29.762190 21.17

Equal variances not assumed .758 -32.320298 23.73 GULA DARAH SEWAKTU Equal variances assumed .008 17.20289 111.2

Equal variances not assumed .003 22.44787 106.0 TEKANAN DARAH SISTOLIK Equal variances assumed .603 -9.495 1

Equal variances not assumed .634 -10.873 1 TEKANAN DARAH DIASTOLIK Equal variances assumed .760 -9.117

Equal variances not assumed .764 -9.338 INDEKS MASSA TUBUH Equal variances assumed .539 -1.24173 2.3

Equal variances not assumed .548 -1.30131 2.4 ONSET DALAM JAM Equal variances assumed .002 5.241 2

Equal variances not assumed .011 3.458 2 CKMB Equal variances assumed .419 -4.48800 10.6

Equal variances not assumed .421 -4.57999 10.7 TROPONIN T Equal variances assumed .001 240.678 89

Equal variances not assumed .001 237.905 89

Page 155: aa ayu dwi adelia yasmin

155

EJECTION FRACTION Equal variances assumed .000 -22.836114 -14.08 Equal variances not assumed .000 -22.244757 -14.67

Group Statistics

TAPSE_CAT N Mean Std. Deviation Std

UMUR SUBJEK NILAI TAPSE YANG RENDAH (ABNORMAL) 24 64.25 14.525

NILAI TAPSE YANG NORMAL 48 58.81 10.590 LDL NILAI TAPSE YANG RENDAH

(ABNORMAL) 24 1.3747E2 42.51783

NILAI TAPSE YANG NORMAL 48 1.3001E2 46.63259 HDL NILAI TAPSE YANG RENDAH

(ABNORMAL) 24 36.4958 10.70057

NILAI TAPSE YANG NORMAL 48 37.1002 11.78031 TRIGLISERIDA NILAI TAPSE YANG RENDAH

(ABNORMAL) 24 1.6246E2 71.40027

NILAI TAPSE YANG NORMAL 48 1.5620E2 78.99823 KOLESTEROL TOTAL NILAI TAPSE YANG RENDAH

(ABNORMAL) 24 1.97442E2 46.214283

NILAI TAPSE YANG NORMAL 48 1.96376E2 52.554521 GULA DARAH SEWAKTU NILAI TAPSE YANG RENDAH

(ABNORMAL) 24 2.6927E2 105.71793

NILAI TAPSE YANG NORMAL 48 1.6133E2 69.98956 TEKANAN DARAH SISTOLIK NILAI TAPSE YANG RENDAH

(ABNORMAL) 24 132.67 26.209

NILAI TAPSE YANG NORMAL 48 138.27 25.036 TEKANAN DARAH DIASTOLIK NILAI TAPSE YANG RENDAH

(ABNORMAL) 24 83.25 14.456

NILAI TAPSE YANG NORMAL 48 84.83 16.226 INDEKS MASSA TUBUH NILAI TAPSE YANG RENDAH

(ABNORMAL) 24 25.1811 3.41423

NILAI TAPSE YANG NORMAL 48 25.3496 3.65414 ONSET DALAM JAM NILAI TAPSE YANG RENDAH

(ABNORMAL) 24 15.42 15.900

NILAI TAPSE YANG NORMAL 48 13.99 19.517 CKMB NILAI TAPSE YANG RENDAH

(ABNORMAL) 24 23.7033 14.53130

NILAI TAPSE YANG NORMAL 48 24.2988 15.38221 TROPONIN T NILAI TAPSE YANG RENDAH

(ABNORMAL) 24 1069.79 743.859

NILAI TAPSE YANG NORMAL 48 661.31 631.046 EJECTION FRACTION NILAI TAPSE YANG RENDAH

(ABNORMAL) 19 4.23958E1 5.865082

NILAI TAPSE YANG NORMAL 37 5.31678E1 11.498756

Independent Samples Test

t-test for Equality of Means

Sig. (2-tailed) 95% Confidence Interval of the Differe

Lower Upper

UMUR SUBJEK Equal variances assumed .075 -.559 1

Page 156: aa ayu dwi adelia yasmin

156

Equal variances not assumed .112 -1.330 1 LDL Equal variances assumed .512 -15.13788 30.0

Equal variances not assumed .500 -14.59887 29.5 HDL Equal variances assumed .833 -6.30687 5.0

Equal variances not assumed .828 -6.16338 4.9 TRIGLISERIDA Equal variances assumed .745 -31.92784 44.4

Equal variances not assumed .737 -30.90075 43.4 KOLESTEROL TOTAL Equal variances assumed .933 -24.143392 26.27

Equal variances not assumed .930 -23.227230 25.35 GULA DARAH SEWAKTU Equal variances assumed .000 66.33739 149.5

Equal variances not assumed .000 59.48378 156.3 TEKANAN DARAH SISTOLIK Equal variances assumed .381 -18.283

Equal variances not assumed .390 -18.613 TEKANAN DARAH DIASTOLIK Equal variances assumed .687 -9.395

Equal variances not assumed .676 -9.146 INDEKS MASSA TUBUH Equal variances assumed .851 -1.95210 1.6

Equal variances not assumed .848 -1.92490 1.5 ONSET DALAM JAM Equal variances assumed .757 -7.751 1

Equal variances not assumed .741 -7.184 1 CKMB Equal variances assumed .875 -8.12836 6.9

Equal variances not assumed .873 -8.04287 6.8 TROPONIN T Equal variances assumed .017 74.306 74

Equal variances not assumed .026 50.620 76 EJECTION FRACTION Equal variances assumed .000 -16.419659 -5.12

Equal variances not assumed .000 -15.424079 -6.12

Survival Table

MAPSE_CAT Time Status

Cumulative Proportion Surviving at the Time

Estimate Std. Error

NILAI MAPSE YANG RENDAH (ABNORMAL)

1 .200 YA .957 .043

2 .400 YA . .

3 .400 YA .870 .070

4 2.500 YA .826 .079

5 3.000 YA .783 .086

6 8.000 YA .739 .092

7 10.000 YA .696 .096

8 12.000 YA . .

9 12.000 YA .609 .102

10 20.000 YA .565 .103

11 24.000 YA .522 .104

12 25.000 YA .478 .104

13 30.000 YA .435 .103

14 32.000 YA .391 .102

15 48.000 YA . .

16 48.000 YA .304 .096

Page 157: aa ayu dwi adelia yasmin

157

17 74.000 YA .261 .092

18 120.000 YA .217 .086

19 120.000 TIDAK . .

20 120.000 TIDAK . .

21 120.000 TIDAK . .

22 120.000 TIDAK . .

23 120.000 TIDAK . . NILAI MAPSE YANG NORMAL 1 .330 YA .980 .020

2 2.000 YA .959 .028 3 2.180 YA .939 .034 4 4.000 YA .918 .039 5 10.000 YA .898 .043 6 15.000 YA .878 .047 7 48.000 YA .857 .050 8 120.000 TIDAK . . 9 120.000 TIDAK . . 10 120.000 TIDAK . . 11 120.000 TIDAK . . 12 120.000 TIDAK . . 13 120.000 TIDAK . . 14 120.000 TIDAK . . 15 120.000 TIDAK . . 16 120.000 TIDAK . . 17 120.000 TIDAK . . 18 120.000 TIDAK . . 19 120.000 TIDAK . . 20 120.000 TIDAK . . 21 120.000 TIDAK . . 22 120.000 TIDAK . . 23 120.000 TIDAK . . 24 120.000 TIDAK . . 25 120.000 TIDAK . . 26 120.000 TIDAK . . 27 120.000 TIDAK . . 28 120.000 TIDAK . . 29 120.000 TIDAK . . 30 120.000 TIDAK . . 31 120.000 TIDAK . . 32 120.000 TIDAK . . 33 120.000 TIDAK . . 34 120.000 TIDAK . . 35 120.000 TIDAK . . 36 120.000 TIDAK . . 37 120.000 TIDAK . . 38 120.000 TIDAK . . 39 120.000 TIDAK . . 40 120.000 TIDAK . . 41 120.000 TIDAK . .

Page 158: aa ayu dwi adelia yasmin

158

42 120.000 TIDAK . . 43 120.000 TIDAK . . 44 120.000 TIDAK . . 45 120.000 TIDAK . . 46 120.000 TIDAK . . 47 120.000 TIDAK . . 48 120.000 TIDAK . . 49 120.000 TIDAK . .

Means and Medians for Survival Time

MAPSE_CAT

Meana

Estimate Std. Error

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

NILAI MAPSE YANG RENDAH (ABNORMAL) 46.500 10.078 26.747 66.253

NILAI MAPSE YANG NORMAL 104.521 5.482 93.776 115.265 Overall 85.986 5.940 74.344 97.628 a. Estimation is limited to the largest survival time if it is censored.

Overall Comparisons

Chi-Square df Sig.

Log Rank (Mantel-Cox) 30.542 1 .000 Test of equality of survival distributions for the different levels of MAPSE_CAT.

Omnibus Tests of Model Coefficientsa,b

-2 Log Likelihood

Overall (score)

Chi-square df Sig.

179.503 30.301 1 .000 b. Beginning Block Number 1. Method = Enter

Page 159: aa ayu dwi adelia yasmin

159

Variables in the Equation

Sig. Exp(B)

95.0% CI for Exp(B)

Lower Upper

MAPSE_CAT .000 8.189 3.383 19.820

Survival Table

TAPSE_CAT Time Status

Cumulative Proportion Surviving at the Time

Estimate Std. Error

NILAI TAPSE YANG RENDAH (ABNORMAL)

1 .200 YA .958 .041

2 .330 YA .917 .056

3 .400 YA . .

4 .400 YA .833 .076

5 2.000 YA .792 .083

6 3.000 YA .750 .088

7 4.000 YA .708 .093

8 8.000 YA .667 .096

9 15.000 YA .625 .099

10 20.000 YA .583 .101

11 24.000 YA .542 .102

12 25.000 YA .500 .102

13 30.000 YA .458 .102

14 48.000 YA .417 .101

15 120.000 TIDAK . .

16 120.000 TIDAK . .

17 120.000 TIDAK . .

18 120.000 TIDAK . .

19 120.000 TIDAK . .

20 120.000 TIDAK . .

21 120.000 TIDAK . .

22 120.000 TIDAK . .

23 120.000 TIDAK . .

24 120.000 TIDAK . . NILAI TAPSE YANG NORMAL 1 2.180 YA .979 .021

2 2.500 YA .958 .029 3 10.000 YA . . 4 10.000 YA .917 .040 5 12.000 YA . . 6 12.000 YA .875 .048 7 32.000 YA .854 .051 8 48.000 YA . . 9 48.000 YA .812 .056 10 74.000 YA .792 .059 11 120.000 YA .771 .061

Page 160: aa ayu dwi adelia yasmin

160

12 120.000 TIDAK . . 13 120.000 TIDAK . . 14 120.000 TIDAK . . 15 120.000 TIDAK . . 16 120.000 TIDAK . . 17 120.000 TIDAK . . 18 120.000 TIDAK . . 19 120.000 TIDAK . . 20 120.000 TIDAK . . 21 120.000 TIDAK . . 22 120.000 TIDAK . . 23 120.000 TIDAK . . 24 120.000 TIDAK . . 25 120.000 TIDAK . . 26 120.000 TIDAK . . 27 120.000 TIDAK . . 28 120.000 TIDAK . . 29 120.000 TIDAK . . 30 120.000 TIDAK . . 31 120.000 TIDAK . . 32 120.000 TIDAK . . 33 120.000 TIDAK . . 34 120.000 TIDAK . . 35 120.000 TIDAK . . 36 120.000 TIDAK . . 37 120.000 TIDAK . . 38 120.000 TIDAK . . 39 120.000 TIDAK . . 40 120.000 TIDAK . . 41 120.000 TIDAK . . 42 120.000 TIDAK . . 43 120.000 TIDAK . . 44 120.000 TIDAK . . 45 120.000 TIDAK . . 46 120.000 TIDAK . . 47 120.000 TIDAK . . 48 120.000 TIDAK . .

Means and Medians for Survival Time

TAPSE_CAT

Meana

Estimate Std. Error

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

NILAI TAPSE YANG RENDAH (ABNORMAL) 57.514 11.003 35.948 79.080

NILAI TAPSE YANG NORMAL 100.222 6.050 88.364 112.081 Overall 85.986 5.940 74.344 97.628 a. Estimation is limited to the largest survival time if it is censored.

Page 161: aa ayu dwi adelia yasmin

161

Overall Comparisons

Chi-Square df Sig.

Log Rank (Mantel-Cox) 11.681 1 .001 Test of equality of survival distributions for the different levels of TAPSE_CAT.

Omnibus Tests of Model Coefficientsa,b

-2 Log Likelihood

Overall (score)

Chi-square df Sig.

194.572 11.586 1 .001 b. Beginning Block Number 1. Method = Enter

Variables in the Equation

Sig. Exp(B)

95.0% CI for Exp(B)

Lower Upper

TAPSE_CAT .001 3.631 1.642 8.031

Survival Table

GABUNGAN_TAPSE_MAPSE Time Status

Cumulative Proportion Surviving at the Time

Estimate Std. Error

1 1 .200 YA .923 .074

2 .400 YA . .

3 .400 YA .769 .117

4 3.000 YA .692 .128

5 8.000 YA .615 .135

6 20.000 YA .538 .138

7 24.000 YA .462 .138

8 25.000 YA .385 .135

Page 162: aa ayu dwi adelia yasmin

162

9 30.000 YA .308 .128

10 48.000 YA .231 .117

11 120.000 TIDAK . .

12 120.000 TIDAK . .

13 120.000 TIDAK . . 2 1 .330 YA .983 .017

2 2.000 YA .966 .024 3 2.180 YA .949 .029 4 2.500 YA .932 .033 5 4.000 YA .915 .036 6 10.000 YA . . 7 10.000 YA .881 .042 8 12.000 YA . . 9 12.000 YA .847 .047 10 15.000 YA .831 .049 11 32.000 YA .814 .051 12 48.000 YA . . 13 48.000 YA .780 .054 14 74.000 YA .763 .055 15 120.000 YA .746 .057 16 120.000 TIDAK . . 17 120.000 TIDAK . . 18 120.000 TIDAK . . 19 120.000 TIDAK . . 20 120.000 TIDAK . . 21 120.000 TIDAK . . 22 120.000 TIDAK . . 23 120.000 TIDAK . . 24 120.000 TIDAK . . 25 120.000 TIDAK . . 26 120.000 TIDAK . . 27 120.000 TIDAK . . 28 120.000 TIDAK . . 29 120.000 TIDAK . . 30 120.000 TIDAK . . 31 120.000 TIDAK . . 32 120.000 TIDAK . . 33 120.000 TIDAK . . 34 120.000 TIDAK . . 35 120.000 TIDAK . . 36 120.000 TIDAK . . 37 120.000 TIDAK . . 38 120.000 TIDAK . . 39 120.000 TIDAK . . 40 120.000 TIDAK . . 41 120.000 TIDAK . . 42 120.000 TIDAK . . 43 120.000 TIDAK . .

Page 163: aa ayu dwi adelia yasmin

163

44 120.000 TIDAK . . 45 120.000 TIDAK . . 46 120.000 TIDAK . . 47 120.000 TIDAK . . 48 120.000 TIDAK . . 49 120.000 TIDAK . . 50 120.000 TIDAK . . 51 120.000 TIDAK . . 52 120.000 TIDAK . . 53 120.000 TIDAK . . 54 120.000 TIDAK . . 55 120.000 TIDAK . . 56 120.000 TIDAK . . 57 120.000 TIDAK . . 58 120.000 TIDAK . . 59 120.000 TIDAK . .

Overall Comparisons

Chi-Square df Sig.

Log Rank (Mantel-Cox) 17.497 1 .000 Test of equality of survival distributions for the different levels of GABUNGAN_TAPSE_MAPSE.

Means and Medians for Survival Time

GABUNGAN_TAPSE_MAPSE

Meana

Estimate Std. Error

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

1 39.923 12.723 14.985 64.861 2 96.136 5.938 84.497 107.775 Overall 85.986 5.940 74.344 97.628 a. Estimation is limited to the largest survival time if it is censored.

Page 164: aa ayu dwi adelia yasmin

164

Omnibus Tests of Model Coefficientsa,b

-2 Log Likelihood

Overall (score)

Chi-square df Sig.

192.469 17.368 1 .000 b. Beginning Block Number 1. Method = Enter

Variables in the Equation

Sig. Exp(B)

95.0% CI for Exp(B)

Lower Upper

GABUNGAN_TAPSE_MAPSE .000 4.795 2.129 10.800

Omnibus Tests of Model Coefficientsa,b

-2 Log Likelihood

Overall (score)

Chi-square df Sig.

172.977 36.482 9 .000 b. Beginning Block Number 1. Method = Enter

Variables in the Equation

Sig. Exp(B)

95.0% CI for Exp(B)

Lower Upper

MAPSE_CAT .000 6.680 2.370 18.826 UMUR .474 1.014 .976 1.053 JK .885 .886 .173 4.540 MEROKOK .749 .800 .203 3.151 REPERFUSI .969 1.024 .312 3.363 DISLIPIDEMIA .383 .651 .248 1.710 OBESITAS .536 .550 .083 3.656 HIPERTENSI .207 .511 .180 1.450

Page 165: aa ayu dwi adelia yasmin

165

Variables in the Equation

Sig. Exp(B)

95.0% CI for Exp(B)

Lower Upper

MAPSE_CAT .000 6.680 2.370 18.826 UMUR .474 1.014 .976 1.053 JK .885 .886 .173 4.540 MEROKOK .749 .800 .203 3.151 REPERFUSI .969 1.024 .312 3.363 DISLIPIDEMIA .383 .651 .248 1.710 OBESITAS .536 .550 .083 3.656 HIPERTENSI .207 .511 .180 1.450 DIABETESMELITUS .395 1.515 .582 3.945

Omnibus Tests of Model Coefficientsa,b

-2 Log Likelihood

Overall (score)

Chi-square df Sig.

184.012 21.561 9 .010 b. Beginning Block Number 1. Method = Enter

Variables in the Equation

Sig. Exp(B)

95.0% CI for Exp(B)

Lower Upper

TAPSE_CAT .033 3.287 1.098 9.843 UMUR .328 1.019 .981 1.059 JK .325 2.259 .445 11.457 MEROKOK .421 .575 .150 2.208 REPERFUSI .654 .763 .233 2.497 DISLIPIDEMIA .289 .592 .224 1.562 OBESITAS .968 .967 .191 4.906 HIPERTENSI .187 .523 .199 1.370 DIABETESMELITUS .257 1.734 .670 4.491

Omnibus Tests of Model Coefficientsa,b

-2 Log Likelihood

Overall (score)

Chi-square df Sig.

181.002 27.361 9 .001 b. Beginning Block Number 1. Method = Enter

Variables in the Equation

Sig. Exp(B)

95.0% CI for Exp(B)

Lower Upper

GABUNGAN_TAPSE_MAPSE .006 4.261 1.522 11.927 UMUR .189 1.024 .988 1.062 JK .809 1.201 .273 5.281 MEROKOK .464 .612 .164 2.279 REPERFUSI .778 .844 .260 2.744 DISLIPIDEMIA .257 .587 .234 1.475 OBESITAS .765 .773 .143 4.176

Page 166: aa ayu dwi adelia yasmin

166

HIPERTENSI .146 .476 .175 1.294 DIABETESMELITUS .272 1.724 .653 4.550