A08ndw
-
Upload
rahma-amaya -
Category
Documents
-
view
28 -
download
1
Transcript of A08ndw
ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP’S RABBIT PROJECT, LEMBANG,
KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT
Oleh : Nandana Duta Widagdho
A14104132
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN
Nandana Duta Widagdho. Analisis Kelayakan Usaha Peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Di bimbing oleh Ratna Winandi.
Subsektor peternakan memegang peranan penting sebagai salah satu sumber pertumbuhan, khususnya bagi sektor pertanian dan umumnya perekonomian Indonesia. Subsektor peternakan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan sektor pertanian, diutamakan untuk memenuhi pangan dan gizi melalui usaha pembinaan daerah-daerah produksi yang telah ada serta pembangunan daerah-daerah baru. Semakin bertambahnya jumlah penduduk, tingkat pendapatan serta meningkatnya kadar gizi masyarakat, maka akan menyebabkan permintaan akan produksi ternak semakin meningkat guna memenuhi kebutuhan protein hewani. Oleh karena itu, dalam rangka pengadaan produk peternakan bagi kebutuhan penduduk yang berkembang pesat, maka diperlukan pembangunan di bidang peternakan yang lebih cepat menghasilkan produk. Salah satu ternak alternatif yang cukup potensial untuk mencapai tujuan tersebut adalah kelinci.
Tujan Penelitian ini adalah Menganalisis aspek-aspek dalam kelayakan usaha secara deskriptif yang meilputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, dan aspek social, menganalisis tingkat kelayakan finansial peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project, melakukan analisis switching value untuk melihat tingkat kepekaan kelayakan usaha peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project bila terjadi perubahan - perubahan dalam faktor produksi.
Penelitian ini dilaksanakan pada peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project di Lembang Kabupaten Bandung, Jawa Barat pada bulan Maret sampai dengan April 2008. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Metode pengolahan digunakan dalam menganalisis kuantitatif adalah analisis kelayakan finansial dan analisis switching value. Untuk menguji kelayakan usaha ternak kelinci secara finansial digunakan alat ukur sebagai berikut : Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Internal Rate of Return (IRR) dan Payback periode.
Umur proyek yang digunakan dalam analisis ini adalah selama 5 tahun. Hal tersebut berdasarkan umur produktif indukan kelinci betina yang merukan faktor paling penting dalam peternakan kelinci serta memiliki nilai investasi terbesar. Pola usaha yang terdapat dalam penelitian ini dibuat berdasarkan data-data yang terdapat di lapangan. Pola usaha I, II dan III merupakan pola usaha yang akan dipilih oleh Asep’s Rabbit Project sebagai pengambangan peternakan kelinci.
Hasil analisis kualitatif dari apek pasar, aspek manajemen, dan aspek teknis menunjukan bahwa usaha peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project layak untuk dilaksanakan. Hal tersebut ditunjukan oleh produk yang dihasilkan pada usaha budidaya anakan kelinci dan budidaya kelinci pedaging merupakan produk yang sesuai dengan permintaan pasar dan harga yang ditawarkan pun merupakan harga yang terjangkau oleh konsumen, adanya struktur organisasi dan pembagian pekerjaan yang jelas, dan juga telah memenuhi syarat teknis tersebut seperti, persiapan kandang yang ideal, ketersediaan input, pemilihan indukan yang unggul, perkawinan induk yang optimal, kontrol mutu, dan keamanan.
Hasil analisis finansial menunjukan bahwa pengusahaan peternakan kelinci pada ketiga pola usaha layak untuk dilaksanakan. Hal tersebut dapat dilahat dari hasil perhitungan pada pola usaha I didapat nilai NPV sebesar 363,12 juta, Net B/C sebesar 1,88, IRR sebesar 31 persen dan payback periode selama 3,17. Nilai ini menunjukan bahwa keuntungan yang diperoleh pada kegiatan usaha pembenihan kelinci dan kelinci pedaging adalah sebesar Rp 363.123.588 selama 5 tahun menurut nilai sekarang. Nilai Net B/C yang diperoleh adalah 1,88 yang berarti untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan atau dikeluarkan memberikan manfaat sebesar 1,88. Internal Rate of Return yang diperoleh yaitu 31 persen menunjukan bahwa tingkat suku bunga atau tingkat diskonto 31 persen merupakan tingkat diskonto yang menghasilkan nilai NPV sebesar nol. Serta payback periode dapat diketahui bahwa masa yang dibutuhkan untuk mengembalikan nilai investasi adalah selama 3,17 atau selama 3 tahun 2 bulan dan 12 hari. Pola usaha II didapat nilai NPV sebesar 238,83 juta, Net B/C sebesar 1,56, IRR sebesar 20 persen dan payback periode selama 2,47. Nilai ini menunjukan bahwa keuntungan yang diperoleh pada kegiatan usaha budidaya anakan kelinci adalah sebesar Rp 238.830.471 selama 5 tahun menurut nilai sekarang. Nilai Net B/C yang diperoleh adalah 1,56 yang berarti untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan atau dikeluarkan memberikan manfaat sebesar 1,56. Internal Rate of Return yang diperoleh yaitu 20 persen menunjukan bahwa tingkat suku bunga atau tingkat diskonto 20 persen merupakan tingkat diskonto yang menghasilkan nilai NPV sebesar nol. Serta payback periode dapat diketahui bahwa masa yang dibutuhkan untuk mengembalikan nilai investasi adalah selama 2 tahun 5 bulan dan 20 hari.
Pola usaha III didapat nilai NPV sebesar 115.97 juta, Net B/C sebesar 2,33, IRR sebesar 43 persen dan payback periode selama 4,66. Nilai ini menunjukan bahwa keuntungan yang diperoleh pada kegiatan usaha budidaya kelinci pedaging adalah sebesar Rp 115.979.976 selama 5 tahun menurut nilai sekarang. Nilai Net B/C yang diperoleh adalah 2,33 yang berarti untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan atau dikeluarkan memberikan manfaat sebesar 2,33. Internal Rate of Return yang diperoleh yaitu 43 persen menunjukan bahwa tingkat suku bunga atau tingkat diskonto 43 persen merupakan tingkat diskonto yang menghasilkan nilai NPV sebesar nol. Serta payback periode dapat diketahui bahwa masa yang dibutuhkan untuk mengembalikan nilai investasi adalah selama 4 tahun 7 bulan dan 28 hari.
Hasil analisis switching value menunjukan bahwa peternakan kelinci pada ketiga pola usaha peka terhadap penurunan harga output dan penurunan produksi. Ketiga pola usaha ini kurang peka terhadap peningkatan harga indukan dan harga pakan. Hal ini dapat dilihat dari hasil perhitungan analisis switching value pola usaha I didapat nilai switching value terhadap penurunan harga output dan penurunan produksi sebesar 33,56 persen, angka tersebut mengandung arti bahwa penurunan produksi yang masih ditoleransi oleh kelayakan usaha adalah lebih kecil dari 33,56 persen atau produksi lebih besar dari 2325 ekor pada tahun pertama dan lebih besar dari 3986 ekor pada tahun berikutnya serta penurunan harga output di bawah Rp 33.220, peningkatan harga indukan sebesar 181,88 persen atau harga indukan mencapai harga Rp 3.637.400 per ekor, dan peningkatan harga pakan sebesar 295,53 persen atau sebesar Rp 13.239 per kg.
Pada pola usaha II didapat nilai switching value terhadap penurunan harga output dan penurunan produksi sebesar 22,08 persen Hal ini mengandung arti bahwa penurunan harga output yang masih ditoleransi oleh kelayakan usaha adalah lebih kecil
dari 22,08 persen atau dengan kata lain usaha masih layak dijalankan apabila harga anakan kelinci lebih tinggi dari Rp 38.960 dan apabila produksi anakan kelinci lebih tinggi dari 2727 ekor pada tahun pertama dan 4675 pada tahun berikutnya, peningkatan harga indukan sebesar 153,85 persen atau harga indukan yang menyebabkan usaha ini tidak layak adalah lebih besar sama dengan Rp 3.077.000 per ekor, dan peningkatan harga pakan sebesar 228,60 persen, artinya usaha peternakan ini masih layak dijalankan apabila harga pakan lebih kecil dari Rp 10.241 per kilogram.
Pada pola usaha III didapat nilai switching value terhadap penurunan harga output dan penurunan produksi sebesar 15,56 persen, ini mengandung arti bahwa penurunan harga output yang masih ditoleransi oleh kelayakan usaha adalah lebih kecil dari 15,56 persen atau dengan kata lain usaha masih layak dijalankan apabila harga kelinci pedaging lebih tinggi dari 15,199 per kg hidup dan apabila produksi anakan kelinci lebih tinggi dari 2111 ekor pada tahun pertama dan 5066 pada tahun berikutnya, peningkatan harga indukan sebesar 192.33 persen Ini berarti kenaikan harga indukan yang masih dapat ditoleransi usaha adalah sebesar 192.33 persen atau kenaikan harga indukan di bawah Rp 637,005 per ekor, dan peningkatan harga pakan sebesar 127,53 persen Hal ini berarti kenaikan harga pakan yang masih ditoleransi usaha lebih kecil dari 127.53 persen atau harga pakan berada di bawah Rp 3163 per kg.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah : Pertama berdasarkan analisis kelayakan yang meliputi aspek pasar, aspek manajemen, dan aspek teknis maka pengusahaan peternakan kelinci pada perencanaan proyek ketiga pola usaha layak untuk dilaksanakan. Kedua berdasarkan analisis kelayakan finansial pada pengusahaan peternakan kelinci pada ketiga pola usaha layak untuk dilaksanakan. Namun usaha yang paling menguntungkan untuk dilaksanakan sebagai pengembangan usaha Asep’s Rabbit Project yaitu usaha pola usaha I dengan biaya yang dikeluarkan relatif lebih tinggi. Ketiga berdasarkan analisis switching value, penurunan harga output dan penurunan produksi merupakan faktor yang sensitif terhadap perubahan. Peningkatan pada harga indukan dan harga pakan tidak sensitif terhadap perubahan. Hal tersebut dikarenakan biaya pada pengadaan indukan jauh lebih kecil daripada penerimaan yang didapatkan dari pengusahaan peternakan kelinci, walaupun persentase biaya pengeluaran pakan terhadap tolal biaya operasional cukup tinggi. Saran yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah : Pertama Asep’s Rabbit Project sebaiknya memilih pola usaha I yaitu budidaya anakan kelinci dan penjualan kelinci pedaging sebagai pengembangan usaha peternakan kelinci karena memiliki nilai proyek dan tingkat pengembalian terbesar. Selain itu pola usaha III juga dapat dipilih sebagai pengembanagan Asep’s Rabbit Project karena memiliki struktur biaya terkecil dan tingkat pengembalian yang cukup menjanjikan. Kedua Dari analisis switching value, perubahan output sangat mempengaruhi kelayakan produksi, salah satunya dapat disebabkan oleh penyakit yang menyerang kelinci. Oleh karena itu peternak diharapkan menjaga kebersihan kandang serta memberikan pakan yang yang cukup pada kelinci. Ketiga untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan analisis pemasaran dan perilaku konsumen terhadap produk-produk olahan yang dihasilkan dari kelinci agar peternakan kelinci dapat berkembang dan menjadi satu alternatif bahan pangan sumber protein.
ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI
ASEP’S RABBIT PROJECT KECAMATAN LEMBANG,
KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT
Oleh :
Nandana Duta Widagdho
A14104132
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
Judul : Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Kelinci Asep’s Rabbit Project,
Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat
Nama : Nandana Duta Widagdho
NRP : A14104132
Menyetujui,
Dosen Pembimbing Skripsi
Dr. Ir. Ratna Winandi, MS NIP. 130 687 506
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr
NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL
“ANSLISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP’S RABBIT
PROJECT, KECAMATAN LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT
BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN MANAPUN
UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU.
SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL
KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG
PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI
SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, Mei 2008
Nandana Duta Widagdho A14104132
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 16 September 1987 sebagai anak
pertama dari tiga bersaudara pasangan M. Bastiyono dan Siti Kustantinah. Penulis
menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Sawasta Xaverius C Ambon dan Sekolah
Dasar Swasta Yapenka, Jakarta pada tahun 1998, lalu menyelesaikan pendidikan di
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 68, Jakarta pada tahun 2001, kemudian
menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Umum Swasta Peribadi pada tahun
2004. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi
Manajemen Agribisnis, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa
Baru).
Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam kegiatan organisasi dan
kepanitiaan kegiatan baik lingkup internal maupun eksternal, antara lain penulis pernah
aktif di BEM FAPERTA periode 2005-2006 sebagai staf pada Departemen Keuangan.
Penulis juga aktif pada organisasi MISETA (Pemiinat Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi
Pertanian). Penulis pernah menjabat di MISETA sebagai Satf Departemen Sosial
periode 2005-2006 dan staf Bisnis dan Kewirausahaan periode 2006-2007.
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim,
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala limpahan
rahmat-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Analisis
Kelayakan Usaha Peternakan Kelinci Asep’s Rabbit Project, Kecamatan Lembang,
Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah
kepada Rasulullah SAW sebagai uswatun hasanah, keluarga, sahabat, serta para
pengikutnya sampai akhir zaman.
Judul penelitian ini didasarkan atas rasa ketertarikan yang besar dari penulis
terhadap prospek pengembangan usaha dalam subsektor peternakan khususnya
peternakan kelinci. Saat ini peternakan kelinci berkembang sebagai suatu bisnis yang
menghasilkan kelinci hias dan kelinci pedaging yang yang dapat menjadi salah satu
alternatif untuk pemenuhan kebutuhan protein hewani.
Skripsi ini merupakan tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Gelar Sarjana Pertanian dari Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas pertanian,
Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada pihak-pihak yang telah membantu proses penulisan skripsi ini. Penulis
menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna mengingat keterbatasan-
keterbatasan yang dihadapi selama berlangsungnya penelitian.
Bogor, Mei 2008
Penulis
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis menyadari sepenuh hati bahwa skripsi ini tidak akan tersusun dan selesai
tanpa bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu dari lubuk hati yang teramat dalam,
perkenankanlah Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Yang Tercinta Papa dan Mama serta Adikku Nita dan Adikku Dinda yang telah
memberikan doa dan dorongan yang begitu besar demi terselesaikannya skripsi ini.
2. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS, selaku Dosen Pembimbing skripsi, yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan selama penulis menyusun skripsi.
3. Lusi Fausia, Ir. M.Ec sebagai dosen penguji utama yang telah berkenan meluangkan
waktunya serta memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.
4. Faroby Falatehan, SP, ME sebagai dosen penguji dari wakil komisi pendidikan
Program Studi Manajemen Agribisnis atas segala kritik dan saran yang telah
diberikan.
5. Amzul Rifin, SP, MA sebagai dosen pembimbing akademik, yang telah meluangkan
waktu untuk memberikan bimbingan semasa perkuliahan.
6. Sekretariat Program Studi Manajemen Agribisnis serta Seluruh staf pengajar dan
karyawan/wati Departemen Agribisnis, Faperta IPB yang telah banyak membantu
penulis.
7. Bapak Asep Sutisna yang telah mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian
pada peternakan kelinci miliknya.
8. Temanku Iswanti Noor Rustiana dan keluarga yang telah memberikan bantuan dan
dukungan kepada penulis guna menyelesaikan skripsi ini.
9. Teman-temanku Nunu, Evan, Anggoy, Ragil, Yoga, Nunik, Tere, Agnes, Pretty,
Widy, Mamieq, Sastro, Uci, Arisman dll yang melewati masa senang dan susah
selama menjalani masa perkuliahan.
10. Teman-temanku seperjuangan Nung, Fany, Intan, Nova, Aulia yang telah
memberikan bantuan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
11. Teman-temanku satu bimbingan akademik selama enam semester Icha, Vera Nova,
Tutik, Rizal, Triyadi, Effendi yang telah saling membantu selama masa perkuliahan.
12. Teman-temanku Adisty, Bapuq, Tifa, Remy, Fandy, Neneng yang telah menjadi
bagian baru dari penulis.
13. Teman-teman KKP Faperta IPB Desa Sukajaya Amie, Santi, Ebi, dan Septian yang
telah menjadi keluarga baru bagi penulis.
14. Teman-temanku yang telah menjadi bagian dari keluarga Griya Indah Yudi, Geri,
Ali, Ihsan, Ibnu, Oji, Mas Gatot, Ivan, Indra dan teman-temanku lainnya yang tidak
dapat kusebutkan satu persatu yang telah memberikan dorongan, perhatian, bantuan
dan kesabarannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini..
15. Teman-temanku AGB 42 Wening, Wiwi, Gita, Tiara, Rina, Ayu, Faisal, Nawi, Eca,
Yusda, Hari, Bayu dan teman-temanku yang lainnya yang tidak dapat kusebutkan
satu persatu yang telah memberikan dukungan moril kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini dan juga telah bersedia hadir dan memberikan masukan
pada seminar skripsi penulis.
16. Pihak-Pihak lain yang secara langsung maupun tidak langsung yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ..................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah ..................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................... 9
1.4 Kegunaan Pnelitian ....................................................................... 9
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ........................................................... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelinci dan Kerabatnya ............................................................... 11
2.2 Teknik Budidaya ........................................................................ 13
2.2.1 Pemilihan Bibit .................................................................. 13
2.2.2 Pakan ................................................................................. 14
2.2.3 Kandang ............................................................................. 14
2.2.4 Reproduksi dan Perkawinan ............................................... 15
2.2.5 Penyakit Kelinci ................................................................. 16
2.2.6 Panen dan Pascapanen ........................................................ 17
2.3 Manfaat dan Kegunaan Ternak Kelinci ....................................... 17
2.3.1 Bahan Pangan .................................................................... 17
2.3.2 Produksi Kulit .................................................................... 18
2.3.3 Kegunaan Lain ................................................................... 18
2.4 Penelitian terdahulu .................................................................... 19
xi
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ..................................................... 27
3.1.1 Studi Kelayakan Proyek ..................................................... 27
3.1.2 Analisis Ekonomi dan Finansial ......................................... 31
3.1.3 Analisis Nilai Pengganti (Switching Value) ....................... 39
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ............................................... 40
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 44
4.2 Jenis Data dan Sumber Data ....................................................... 44
4.3 Metode Penentuan Lokasi dan Pengumpulan Data ......................44
4.4 Metode Analisis Data ....................................................................45
4.4.1 Analisis Kelayakan Finansial ............................................. 46
4.4.2 Masa Pengembalian Investasi yang Didiskontokan ............. 49
4.4.3 Analisis Switching Value ................................................... 50
4.5 Asumsi Dasar yang Digunakan .................................................. 51
BAB V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
5.1 Profil Perusahaan ....................................................................... 54
5.2 Sejarah dan Perkembangan Usaha .............................................. 54
5.3 Struktur Organisasi Perusahaan ................................................... 56
5.4 Rencana Pengembangan Proyek .................................................. 56
BAB VI ASPEK PASAR, ASPEK MANAJEMEN, ASPEK TEKNIS
6.1 Pola Usaha Peternakan Kelinci ................................................... 58
6.2 Aspek Pasar Peternakan Kelinci ................................................. 58
6.2.1 Aspek Pasar Budidaya Anakan Kelinci .............................. 58
6.2.2 Aspek Pasar Budidaya Kelinci Pedaging ............................ 61
6.2.3 Hasil Analisis Aspek Pasar ................................................. 62
6.3 Aspek Manajemen ...................................................................... 63
6.3.1 Hasil Analaisis Aspek Manajemen ..................................... 65
6.4 Aspek Teknis .............................................................................. 65
xii
6.4.1 Keragaan Usaha Budidaya Anakan Kelinci ........................ 65
6.4.2 Keragaan Usaha Budidaya Kelinci Pedaging ...................... 70
6.4.3 Hasil Analisis Aspek Teknis .............................................. 71
BAB VII ASPEK FINANSIAL
7.1 Analisis Kelayakan Finansial Pola Usaha I ................................. 72
7.1.1 Arus Penerimaan (Inflow) .................................................. 72
7.1.2 Arus Pengeluaran (Outflow) ............................................... 74
7.1.3 Kelayakan Finansial Pola Usaha I ...................................... 78
7.1.4 Analisis Switching Value ................................................... 79
7.2 Analisis Kelayakan Finansial Pola Usaha II ................................ 81
7.2.1 Arus Penerimaan (Inflow) .................................................. 81
7.2.2 Arus Pengeluaran (Outflow) ............................................... 82
7.2.3 Kelayakan Finansial Pola Usaha II ..................................... 86
7.2.4 Analisis Switching Value ................................................... 87
7.3 Analisis Kelayakan Finansial Pola Usaha III ............................... 88
7.3.1 Arus Penerimaan (Inflow) .................................................. 88
7.3.2 Arus Pengeluaran (Outflow) ............................................... 90
7.3.3 Kelayakan Finansial Pola Usaha III .................................... 93
7.3.4 Analisis Switching Value .................................................... 94
7.4 Perbandingan Hasil Analisis Kelayakan Finansial
Pada Ketiga Pola Usaha .............................................................. 95
7.5 Perbandingan Hasil Analisis Switching Value Ketiga Pola Usaha 97
BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan ................................................................................ 99
8.2 Saran ......................................................................................... 99
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 101
LAMPIRAN ................................................................................................... 103
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Penduduk Kab. Bandung yang Bekerja menurut Kecamatan dan
Lapangan Usaha...........................................................................................1
2. Konsumsi Daging, Telur, dan Susu (kg/perkapita/tahun) .......................... 2
3. Konsumsi Daging menurut Jenis Daging (kg/kapita/tahun) ....................... 3
4. Perkembangan Volume Impor Komoditas Peternakan, 2002-2006 (kg) .... 3
5. Komposisi Kimia Berbagai Macam Daging .............................................. 4
6. Volume Ekspor Komoditas Peternakan .................................................... 6
7. Hasil Penjualan Anakan Kelinci yang Dihasilkan oleh Pola Usaha I ....... 73
8. Hasil Penjualan Kelinci Pedaging yang Dihasilkan oleh Pola Usaha I ..... 74
9. Hasil Analisis Finansial Pola Usaha I ..................................................... 79
10. Hasil Analisis Swiching Value pada Pola Usaha I ................................... 79
11. Hasil Penjualan Anakan Kelinci yang Dihasilkan oleh Pola Usaha II ...... 82
12. Hasil Analisis Finansial Pola Usaha II .................................................... 87
13. Hasil Analisis Switching Value Pada Pola Usaha II ................................ 87
14. Hasil Penjualan Pedaging yang Dihasilkan oleh Pola Usaha III .............. 89
15. Hasil Analisis Finansial Pola Usaha III ................................................... 93
16. Hasil Analisis Switching Value Pada Pola Usaha III ............................... 94
17. Perbandingan Kriteria Kelayakan Financial Usaha Peternakan Kelinci
dari Ketiga Pola Usaha ........................................................................... 97
18. Switching Value Ketiga Pola Usaha Peternakan Kelinci .......................... 97
v
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Grafik Hubungan Antara NPV dan Tingkat Suku Bunga ................ 37
2. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional ........................................ 43
3. Struktur Organisasi Asep’s Rabbit Project .................................... 56
4. Saluran Pemasaran Anakan Kelinci ............................................... 60
5. Saluran Pemasaran Kelinci Pedaging ............................................. 62
6. Struktur Organisasi ........................................................................ 64
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Timetable Pola Usaha I TahunPertama…………………...…………….103
2. Timetable Pola Usaha I Tahun Kedua sampai Kelima........................... 104
3. Timetable Pola Usaha II Tahun Pertama ............................................... 105
4. Timetable Pola Usaha II Tahun Kedua sampai Kelima ......................... 106
5. Timetable Pola Usaha III Tahun Pertama.............................................. 107
6. Timetable Pola Usaha III Tahun Kedua sampai Kelima ........................ 108
7. Populasi Kelinci Pola Usaha I Tahun Pertama ...................................... 109
8. Populasi Kelinci Pola Usaha II Tahun Pertama ..................................... 109
9. Populasi Kelinci Pola Usaha II Tahun Pertama ..................................... 109
10. Populasi Kelinci Pola Usaha I Tahun kedua sampai kelima .................. 110
11. Populasi Kelinci Pola Usaha II Tahun kedua sampai kelima ................. 110
12. Populasi Kelinci Pola Usaha III Tahun kedua sampai kelima ................ 110
13. Nilai Sisa Pola Usaha I ......................................................................... 111
14. Biaya Investasi Pola Usaha I ................................................................ 111
15. Biaya Operasional Tahun Pertama Pola Usaha I ................................... 112
16. Biaya Operasional Tahun Kedua sampai Kelima Pola Usaha I .............. 112
17. Biaya Tetap Tahun Pertama Pola Usaha I ............................................. 113
18. Biaya Tetap Tahun Kedua sampai Kelima Pola Usaha I ....................... 113
19. Nilai Sisa Pola Usaha II ........................................................................ 113
20. Biaya Investasi Pola Usaha II ............................................................... 114
21. Biaya Operasional Tahun Pertama Pola Usaha II .................................. 114
22. Biaya Operasional Tahun Kedua sampai Kelima Pola Usaha II ............ 115
23. Biaya Tetap Tahun Pertama Pola Usaha II ............................................ 115
24. Biaya Tetap Tahun Kedua sampai Kelima Pola Usaha II ...................... 116
25. Nilai Sisa Pola Usaha III ...................................................................... 116
26. Biaya Investasi Pola Usaha III .............................................................. 116
27. Biaya Operasional Tahun Pertama Pola Usaha III ................................. 117
28. Biaya Operasional Tahun Kedua sampai Kelima Pola Usaha III ........... 117
29. Biaya Tetap Tahun Pertama Pola Usaha III .......................................... 118
30. Biaya Tetap Tahun Kedua sampai Kelima Pola Usaha III ..................... 118
31. Cashflow Pola Usaha I ......................................................................... 119
32. Laporan Laba Rugi Pola Usaha I .......................................................... 120
33. Cashflow Analisis Switching Value Penurunan Harga Anakan
Pola Usaha I ......................................................................................... 121
34. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Harga
Pola Usaha I ......................................................................................... 122
35. Cashflow Analisis Switching Value Peningkatan Harga Indukan
Pola Usaha I ......................................................................................... 123
36. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Peningkatan Harga Indukan
Pola Usaha I ......................................................................................... 124
37. Cashflow Analisis Switching Value Penurunan Produksi
Pola Usaha I ......................................................................................... 125
38. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Produksi
Pola Usaha I ......................................................................................... 126
39. Cashflow Analisis Switching Value Peningkatan Harga Pakan
Pola Usaha I ......................................................................................... 127
40. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Peningkatan Harga Pakan
Pola Usaha I ......................................................................................... 128
41. Cashflow Pola Usaha II ........................................................................ 129
42. Laporan Laba Rugi Pola Usaha II ......................................................... 130
43. Cashflow Analisis Switching Value Penurunan Harga Anakan
Pola Usaha II ........................................................................................ 131
44. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Harga Anakan
Pola Usaha II ........................................................................................ 132
45. Cashflow Analisis Switching Value Peningkatan Harga Indukan
Pola Usaha II ........................................................................................ 133
46. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Peningkatan Harga Indukan
Pola Usaha II ........................................................................................ 134
47. Cashflow Analisis Switching Value Penurunan Produksi
Pola Usaha II ........................................................................................ 135
48. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Produksi
Pola Usaha II ........................................................................................ 136
49. Cashflow Analisis Switching Value Peningkatan Harga Pakan
Pola Usaha II ........................................................................................ 137
50. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Peningkatan Harga Pakan
Pola Usaha II ........................................................................................ 138
51. Cashflow Pola Usaha III ....................................................................... 139
52. Laporan Laba Rugi Pola Usaha III ........................................................ 140
53. Cashflow Analisis Switching Value Penurunan Harga Anakan
Pola Usaha III ...................................................................................... 141
54. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Harga Anakan
Pola Usaha III ...................................................................................... 142
55. Cashflow Analisis Switching Value Peningkatan Harga Indukan
Pola Usaha III ...................................................................................... 143
56. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Peningkatan Harga Indukan
Pola Usaha III ...................................................................................... 144
57. Cashflow Analisis Switching Value Penurunan Produksi
Pola Usaha III ...................................................................................... 145
58. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Produksi
Pola Usaha III ...................................................................................... 146
59. Cashflow Analisis Switching Value Peningkatan Harga Pakan
Pola Usaha III ...................................................................................... 147
60. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Peningkatan Harga Pakan
Pola Usaha III ...................................................................................... 148
61. Daftar Pertanyaan Pengarah ................................................................. 149
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Subsektor peternakan memegang peranan penting sebagai salah satu
sumber pertumbuhan, khususnya bagi sektor pertanian dan umumnya
perekonomian Indonesia. Subsektor peternakan sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari pembangunan sektor pertanian, diutamakan untuk memenuhi
pangan dan gizi melalui usaha pembinaan daerah-daerah produksi yang telah ada
serta pembangunan daerah-daerah baru.
Salah satu daerah produksi pertanian pada umumnya dan peternakan pada
khususnya yang cukup besar adalah di kawasan kabupaten Bandung karena lebih
dari seperempat total penduduk yang telah memasuki usia kerja bekerja di sektor
pertania. Hal ini ditunjukan pada Tabel 1 dimana 381.440 jiwa bekerja di sektor
pertanian, jumlah ini merupakan jumlah terbesar kedua setelah sektor industri
tetapi perbedaannya tidak terlalu signifikan.
Tabel 1. Penduduk Kabupaten Bandung yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha
No Lapangan Usaha Jumlah Persentase
1 Pertanian 381.373 26,02 2 Pertambangan dan penggalian 4.600 0,32 3 Industri 395.440 26,98 4 Listrik dan Air 3.913 0,27 5 Gas Konstruksi 89.604 6,11 6 Perdaganagan 278.621 19,01 7 Angkutan dan Komunikasi 133.974 9,14 8 Keuangan 15.590 1,06 9 Jasa 162.582 11,09
Total 1.465.670 100 Sumber : Survei Sosial Ekonomi Daerah 2004 � �
� 2
Oleh karena itu Kabupaten Bandung merupakan salah satu sentra produksi
pertanian yang ada di Indonesia. Produk-produk yang dihasilkan dari wilayah ini
sudah dikenal oleh daerah-daerah lain di Indonesia karena produk-produk tersebut
didistribusikan ke daerah lain untuk memenuhi kebutuhan daerah tersebut. Salah
satu produk pertanian yang dihasilkan dari wilayah kabupaten Bandung adalah
kelinci. Sentra peternakan kelinci terbesar di Kabupaten Bandung berada di
wilayah Lembang dan Pangalengan. Daerah ini sangat cocok untuk pertumbuhan
dan perkembangan kelinci karena memiliki udara yang sejuk serta bersih dari
polusi.
Peran pemerintah dalam sektor pertanian sangatlah penting karena sektor
ini merupakan sektor yang sangat penting karena menyangkut kebutuhan paling
mendasar bagi manusia. Kebijakan-kebijakan di sektor ini sangat mempengaruhi
pekerja di sektor ini oleh karena itu kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan
pemerintah haruslah berpihak kepada stakeholder terkait.
Semakin bertambahnya jumlah penduduk, tingkat pendapatan serta
meningkatnya kadar gizi masyarakat, maka akan menyebabkan permintaan akan
produksi ternak semakin meningkat guna memenuhi kebutuhan protein hewani
seperti yang ditunjukan pada Tabel 2 dimana konsumsi daging mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun.
Tabel 2. Konsumsi Daging, Telur, dan Susu (kg/perkapita/tahun)
No. Jenis Tahun Pertumbuhan dari tahun
2005 s/d 2006 (%)
2003 2004 2005 2006
1. Daging 6,05 6,28 5,79 6,43 11,41 2. Telur 4,11 4,68 4,34 4,64 6,91 3. Susu 6,69 9,47 9,32 9,35 0,32
Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan DEPTAN, 2006
� 3
Konsumsi standar protein hewani yang ditetapkan oleh FAO untuk
masyarakat Indonesia minimal sebesar 6 gr/kapita/hari atau setara dengan 2.19
kg/kapita/tahun��Dari kebutuhan ini sebagian besar masyarakat Indonesia lebih
memilih untuk mengkonsumsi daging ayam dan sapi karena daging – daging ini
mudah didapatkan di pasar (Tabel.3).
Tabel 3. Konsumsi Daging menurut Jenis Daging (kg/kapita/tahun)
No. Komoditi Tahun 1996 1999 2002 2004 2005
1. Sapi dan kerbau 0,72 0,52 0,572 0,676 0,468 2. Ayam dan unggas 1,30 0,57 3,338 3,692 3,848 Sumber : BPS, 2006
Kenaikan konsumsi daging ini menyebabkan pemerintah harus mengimpor
daging sapi dan daging hewani lainnya dengan jumlah yang cukup signifikan
(Tabel.4) dari negara-negara tetangga karena produksi lokal tidak dapat
memenuhi permintaan pasar di Indonesia sehingga hal ini akan mebuat anggaran
belanja pemerintah membengkak dan dapat menyebabkan krisis pangan.
Tabel 4. Perkembangan Volume Impor Komoditas Peternakan Tahun 2002- 2006 (Ton)
No. Komoditas 2004 2005 2006 1. Daging Sapi 11.772,011 19.957,195 24.078,542 2. Daging Ayam 1.193,779 3.817,300 3.331,439 3. Daging Kambing 519,710 829,561 711,750 4. Daging unggas lain 2,347 0,577 52,635
Sumber : BPS diolah Pusdatin DEPTAN 2007
Ternak kelinci dapat dipilih sebagai alternatif untuk memenuhi permintaan
yang meningkat tersebut, mengingat kelinci memiliki kelebihan dibandingkan
ternak lain yang telah dikenal sebelumnya untuk memenuhi konsumsi daging
perkapita Indonesia yang cukup tinggi, hal ini dapat dilihat dari Tabel 3. Selain itu
harga daging kelinci yang tidak berbeda jauh jika dibandingkan dengan daging
� 4
sapi, hal ini dapat dilihat bahwa harga daging sapi saat ini berada di kisaran Rp
55.000 (Kompas, Februari 2008) sedangkan harga daging kelinci berada pada
kisaran Rp 60.000 (Asep’s Rabbit Project).
Kelinci juga menguntungkan untuk diternak secara intensif berpola
komersial karena daya reproduksinya cepat, dalam jangka waktu satu tahun,
seekor kelinci dapat beranak 4 – 5 kali, dengan jumlah anak per kelahiran 5 – 6
ekor dan masa bunting relatif singkat (Sarwono 2001).
Daging kelinci memiliki kelebihan dibandingkan dengan daging ternak
lainnya, diantaranya memiliki kadar lemak jenuh yang rendah dibandingkan
ternak lain seperti sapi, domba, dan kambing serta kandungan proteinnya yang
tinggi membuat daging kelinci baik untuk menjaga jaringan tubuh, membentuk
sel-sel, dan meningkatkan kecerdasan otak (Pujoharjo 2001). Komposisi kimia
dari beberapa macam daging ternak dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 5. Komposisi Kimia Berbagai Macam Daging
Jenis Daging
Energi (Kkal/kg)
Sodium (mg/g)
Lemak Jenuh (mg/g)
Kadar Air (%)
Protein (%)
Lemak (%)
Sapi 380 65 41,3 49 15,5 35 Domba 345 75 55,4 53 15 31 Ayam 200 70 - 67 19,5 12 Kelinci 160 40 37 70 21 8 Sumber : Lebas et al. dalam Pujoharjo (2001)
Tingkat konsumsi daging kelinci dibandingkan daging lain lebih sedikit,
hal ini disebabkan oleh pola konsumsi masyarakat yang belum terbiasa dan
persepsi yang timbul mengenai ternak tersebut. Persepsi yang ada sekarang lebih
memandang kelinci sebagai hewan peliharaan atau hewan hias.
Kelinci yang diternakan kelangsungan hidupnya ditentukan oleh perhatian
dan perawatan peternaknya. Jenis, jumlah, dan mutu pakan yang diberikan
� 5
menentukan pertumbuhan, kesehatan dan perkembangbiakannya. Jenis pakan
yang dipakai tidak bersaing dengan kepentingan manusia maupun ternak industri
intensif seperti ayam.
Dalam peternakan kelinci intensif, pakan yang diberikan tak hanya berupa
hijauan sebagai pakan pokok. Selain hijauan, pakan kering seperti konsentrat, hay
(rumput kering), biji-bijian dapat diberikan sebagai pakan tambahan. Seperti
halnya ternak ruminansia, kelinci membutuhkan karbohidrat, lemak, protein,
mineral, vitamin, dan air. Jumlah kebutuhannya tergantung pada umur, tujuan
produksi, serta laju kecepatan pertumbuhan.
Pada tahun 1982, pemerintah pernah menganjurkan agar kelinci
dikembangkan sebagai ternak sumber daging untuk meningkatkan mutu gizi
masyarakat. Namun, usaha tersebut gagal karena kelinci berkembang menjadi
komoditas yang mahal, terutama harga bibitnya. Beberapa ras kelinci yang banyak
dikembangkan secara komersial di Negara-negara Eropa, Amerika, dan juga
Indonesia yaitu Anggora, Champagne d’Argent, Carolina, Checkered giant,
Dutch, English Spot, dan Himalayan. Harga dari beberpa ras kelinci tersebut dapat
dihargai mencapai jutaan rupiah oleh para hobbyist.
Selama ini peternakan kelinci di Indonesia masih diusahakan sebagai
peternakan keluarga dengan skala usaha yang relatif kecil. Kegiatan budidaya dan
manajemennya masih sederhana. Sebagai alternatif, usaha peternakan kelinci
sebenarnya dapat dikembangkan dalam bentuk perusahaan peternakan baik kelinci
hias maupun kelinci potong. Sasaran produksi kelinci dapat ditingkatkan sesuai
target, mutu dan permintaan pasar untuk menjadi konsumsi protein hewani
alternatif.
� 6
Peluang pasar luar negeri untuk ternak kelinci maupun hasil olahannya
cukup besar, kelinci dapat diperdagangkan langsung sebagai hewan peliharaan
atau hewan hias sedangkan daging kelinci dapat dikonsumsi atau diolah terlebih
dahulu sebagai abon, sosis, bakso, dan dendeng. Kulit dan bulu dapat dijadikan
bahan pakaian atau kerajinan lain seperti topi, dompet dan sebagainya, hal ini
dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Volume Ekspor Komoditas Peternakan (Ton)
No. Komoditas 2002 2003 2004 2005 1. Sapi 77.677 111.432 19.164 87.546 2. Kelinci 570 16.793 18.385 60.000 4. Kambing 39.074 1.708 387 1.228 5. Ayam 2.346.322 2.760.691 100.867 316
Sumber : BPS diolah Pusdatin DEPTAN 2007
Pada Tabel 5 terlihat bahwa ekspor kelinci Indonesia dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan dan pada tahun 2005 menduduki posisi di bawah sapi
dilihat dari volume ekspornya. Peningkatan ekspor dari tahun 2002 ke 2003
sebesar 29 persen, tahun 2003 ke 2004 sebesar 10 persen, dan peningkatan yang
paling signifikan yaitu sebesar 69 persen pada tahun 2004 ke 2005. Hal ini berarti
bahwa adanya peluang pasar yang sangat besar di luar negeri sehingga para
peternak kelinci kita harus bisa menangkap peluang ini dengan menghasilkan
kelinci-kelinci berkualitas dan berdaya saing tinggi.
1.2 Perumusan Masalah
Volume ekspor Indonesia pada komoditas kelinci sangat baik, hal ini
ditunjukan dengan peningkatan volume ekspor setiap tahunnya. Pada tahun 2002
volume ekspor komoditas kelinci berjumlah 570 ekor, tahun 2003 berjumlah
16.793 ekor, tahun 2004 berjumlah 18.385, dan tahun 2005 berjumlah 60.000
� 7
ekor. Peningkatan ekspor dari tahun 2002 ke 2003 sebesar 29 persen, tahun 2003
ke 2004 sebesar 10 persen, dan peningkatan yang paling signifikan yaitu sebesar
69 persen.
Salah satu peternak kelinci di kawasan Lembang yang sudah sangat
dikenal oleh para hobbyist dan peternak lainnya di daerah Bandung adalah Asep
Sutisna dengan peternakan kelincinya bernama Asep’s Rabbit Project. Asep’s
Rabbit Project berternak sekitar 200 jenis kelinci hias dan juga menyediakan
kelinci potong bila ada pesanan.
Asep’s Rabbit Project memiliki lahan yang tidak begitu luas hanya kurang
lebih 200 m2 tetapi di dalamnya terdapat kandang yang berjajar rapi membentuk 4
baris memanjang. Kandang yang dipergunakan untuk berternak kelinci sangat
terjaga kebersihannya sehingga menjamin bahwa ternak yang ada di dalamnya
sehat dan terawat. Selain berternak kelinci Asep’s Rabbit Project juga
memproduksi pakan konsentrat bagi kelinci yang berbentuk pellet, pakan yang
diproduksi oleh Asep’s Rabbit Project ditujukan untuk konsumsi sendiri oleh
karena itu bahan baku serta komposisinya dijaga keseimbangannya sehingga
sangat cocok untuk berbagai jenis kelinci yang terdapat di peternakan.
Biaya investasi awal yang harus dikeluarkan pemilik untuk menjalankan
usaha peternakan kelinci ini sangat besar, karena pemilik harus mengimpor
indukan dari luar negeri agar hasil produksi baik dan harga yang diterima tinggi.
Indukan yang diimpor dari luar negeri ini memiliki kualitas yang relatif lebih baik
dan unggul bila dibandingkan dengan kelinci-kelinci lokal. Harga indukan yang
diimpor dari luar negeri juga sangat fluktuatif tergantung pada nilai tukar mata
uang rupiah.
� 8
Manajemen yang dilakukan oleh pemilik Asep Rabbit Project masih
bersifat sederhana. Perusahaan ini berbentuk perusahaan perseorangan, yaitu
pemilik perusahaan sekaligus sebagai pengelola, pengawas peternakan, serta
produksi pakan. Pemilik perusahaan memiliki wewenang untuk mengambil
keputusan setiap keputusan baik yang bersifat operasional maupun non-
operasional. Pembukuan keuangan yang dilakukan pada perusahaan ini masih
bersifat sederhana.
Selain itu Asep’s Rabbit project juga belum dapat memenuhi jumlah
permintaan pasar dalam kelinci hias dan kelinci pedaging. Demand terhadap
anakan kelinci maupun pedaging belum banyak diambil oleh Asep’s Rabbit
project karena adanya berbagai keterbatasan dalam usaha. Oleh karena itu Asep’s
Rabbit Project memiliki rencana untuk mengembangkan skala usahanya.
Dari uraian di atas, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini
adalah:
1. Apakah peternakan Asep’s Rabbit Project layak dijalankan ditinjau dari
aspek pasar, aspek teknis, dan aspek manajemen?
2. Apakah secara finansial usaha peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project
adalah layak?
3. Apakah proyek pengembangan usaha ini peka terhadap penurunan harga
output, penurunan produksi, pengkatan harga indukan dan peningkatan
harga pakan?
� 9
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dirumuskan,
maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Menganalisis aspek-aspek dalam kelayakan usaha secara deskriptif yang
meilputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, dan
aspek sosial.
2. Menganalisis tingkat kelayakan aspek finansial peternakan kelinci Asep’s
Rabbit Project.
3. Melakukan analisis switching value untuk melihat tingkat kepekaan
kelayakan usaha peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project bila terjadi
perubahan - perubahan dalam penurunan harga output, penurunan
produksi, pengkatan harga indukan dan peningkatan harga pakan?.
1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi serta masukan bagi
berbagai pihak yang berkepentingan, yaitu :
1. Bagi perusahaan, hasil penelitian dapat digunakan sebagai masukan dan
informasi sebagai bahan pertimbangan dalam menjalankan operasional dan
dalam membuat rencana pengembangan usaha selanjutnya.
2. Bagi penulis, penelitian ini menambah pengalaman dan latihan dalam
menerapkan ilmu-ilmu yang telah diperoleh selama kuliah.
3. Bagi pembaca, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
referensi atau bahan rujukan untuk melihat keadaan dan kondisi
peternakan kelinci, serta dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam
melakukan penulisan selanjutnya dan dalam pemilihan bisnis.
� 10
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Pada penelitian ini aspek non finansial yang dibahas adalah aspek teknis,
aspek manajemen, aspek pasar. Aspek finansial yang digunakan dalam penelitian
ini menggunakan kriteria kelayakan investasi yaitu Net Present Value (NPV),
Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit per Cost (Net B/C), dan Payback
Periode. Selain itu penelitian ini juga dilakukan analisis Switching Value.
�
II TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Kelinci dan Kerabatnya
Kelinci saat ini telah dikenal masyarakat luas sebagai hewan peliharaan
dan juga hewan konsumsi. Kelinci yang saat ini banyak diternakan dahulu berasal
dari kelinci liar yang telah mengalami proses domestikasi. Kelinci termasuk
hewan purba hal ini terlihat fosil yang ditemukan membuktikan kelinci berasal
dari kala Eosen. Kelinci dan kerabatnya dijelaskan secara rinci pada paragraf di
berikut ini.
a. Pika
Hewan-hewan kecil mirip kelinci itu lazim disebut pika. Karena
kepandaiannya bersiul ada yang menyebut terwelu bersiul. Pika di alam tersebar
dari Eropa Timur sampai Jepang, dari Himalaya sampai Siberia. Juga terdapat di
Amerika Utara yang penyebarannya dari Alaska sampai Rocky Mountain. Di
Eropa Timur terdapat Pika Stepa (Ochotona pusila), di Jepang terdapat Pika
Jepang (Ochotona Hiperboren), di Himalaya terdapat Pika Mount everest
(Ochotona wollastoni), di Amerika Utara terdpat Pika Amerika (Ochotona
princeps).
Semua spesies hidup berkoloni, menggali lubang tanah untuk tempat
tinggal. Habitatnya daerah beriklim dingin, menempati daerah yang sering
kekurangan persediaan makanan selama musim salju. Mereka tidak tidur selama
musim salju dan tidak mengembangkan system menyimpan persediaan makanan.
Makanannya terdiri dari bermacam-macam tumbuhan terutama tumbuhan kering
sepertirumput, ranting, lumut, dan dahan-dahan pinus. Mereka memiliki kebisaaan
� 12
memakan sebagian kotorannya sendiri yang merupakan sumbangan bagi efisiensi
untuk memanfaatkan semua bahan makanan yang tersedia. Kebisaaan serupa juga
terdapat pada kelinci dan terwelu.
b. Terwelu
Terwelu tersebar luas di daratan Eropa sebagai binatang liar. Terwelu
sering diburu untuk diambil dagingnya. Terwelu memiliki sosok tubuh yang
cukup besar dan menarik. Panjang badan terwelu dewasa antara 50 – 70 cm, bobot
4 – 5 kg. punggung lentur melengkung indah dengan bagian samping agak rata.
Kepalanya kecil, kumis panjang, daun telinganya kalau ditarik ke depan bisa
melampaui hidung.
Kaki depan terwelu kecil, pendek, berjari, dan berkuku lima. Kaki
belakang dua kali panjangnya disbanding kaki depan, berjari dan berkuku empat.
Kaki belakang sangat kuat sehingga kalau melompat bisa mencapai 80 km/jam
kecepatannya. Ia akan melompat ketika dalam keadaan terkejut atau merasa
terancam bahaya dan dikejar-kejar musuh.
Bulunya ada yang panjang, ada yang pendek. Bulu pendeknya tumbuh
rapat diantara bulu panjang. Warna bulu beragam, kelabu, cokelat, dan hitam.
Warna bulu di bagian perut putih.
c. Kelinci
Kelinci liar atau Orytolagus cuniculus tersebar di kawasan Afrika Utara
sampai Eropa, yang merupakan habitat aslinya. Dari daerah tersebut kemudian di
introduksi ke Australia, Selandia Baru, Chili, dan pulau-pulau di Pasifik dan
Atlantik. Ukuran badannya lebih kecil dibandingkan terwelu. Panjang badan
kelinci liar dewasa 45 – 50 cm dan berat badan sekitar 3 kg.
� 13
Kelinci liar berpunggung melengkung, berekor pendek, kepalanya kecil,
daun telinganya kalau ditarik ke depan tak bisa mencapai hidung. Bulu badannya
terdiri dari bulu pendek dan bulu panjang, warna bulu kekuning-kuningan pada
musim panas dan berubah kelabu pada musim dingin. Kaki depan pendek, berjari
dan berkuku empatyang cukup tajam. Loncatannya tak begitu kuat dan kurang
linacah, namun sangat pandi berlaridan menelusup ke lubang tanah mencari
perlindungan ketika merasa terancam bahaya.
2. 2 Teknik Budidaya
Sebelum menjalankan usaha peternakan kelinci peternak harus
menentukan tujuan. Peternak harus memilih dan menentukan jenis kelinci yang
akan diternakan. Setelah itu bibit atau indukan kelinci diseleksi dengan teliti agar
mendapatkan hasil yang memuaskan. Bebrapa tahapan harus dilakukan dalam
budidaya kelinci yaitu : pemilihan bibit, pakan, kandang, reproduksi dan
perkawinan, penyakit kelinci, panen, dan pasca panen.
2.2.1 Pemilihan Bibit
Pemilihan jenis bibit tergantung kepada tujuan pemeliharaan, untuk tujuan
mendapatkan bulu yang baik atau sebagai hewan hias jenis Anggora, American
Chincihilla dan Rex merupakan ternak yang cocok. Untuk mendapatkan daging
maka jenis yang cocok adalah Belgian, California, Flemish Giant, Havana,
Himalayan, dan New Zealand. Secara umum keduanya harus punya sifat fertilitas
tinggi, tidak mudah gugup (jinak), tidak cacat, mata bersih, terawat, bulu tidak
kusam, dan lincah (aktif bergerak). Untuk peternakan komersial sebaiknya
membeli bibit yang baik dimana penjual bibit yang baik disertai sertifikat
kelahiran dan tato pada telinga sebagai bukti kemurnian bibitnya.
� 14
2.2.2 Pakan
Pakan kelinci ternakan terdiri dari hijauan, hay, biji-bijian, umbi-umbian,
dan konsentrat. Hijauan yang diberikan antara lain rumput, limbah sayuran,
daunturi, daun lamtoro, daun kembang sepatu, daun kacang panjang, daun ubi
jalar, daun kacang tanah, daun dan batang jagung, daun papaya, talas, dan lain-
lain.
Hay adalah rumput awetan yang dipotong menjelang berbunga. Bahan hay
antara lain rumput gajah, pucuk tebu, dan rumput menjelang berbunga. Pemberian
hay banyak dilakukan di negara-negara dengan 4 musim, sedangkan di Indonesia
pemberian hay lebih ditekankan pada penyediaan bahan pakan yang kontinu dan
stabil nila gizinya.
Biji-bijian berfungsi sebagai pakan penguat, bisaa diberikan bagi kelinci
bunting dan menyusui. Biji-bijian yang diberikan berupa jagung, padi, sorgum,
kedelai, dan lain-lain. Umbi-umbian dapat diberikan untuk kelinci sebagai pakan
tambahan sedangkan konsentrat dalam peternakan kelinci berfungsi untuk
meningkatkan nilai gizi dan mempermudah penyediaan pakan.
Pakan diberikan sebanyak 3 kali sehari, pada pukul 10.00 pemberian
pakan pertama berupa bekatul ditambah garam dan air, pada pukul 13.00 pakan
berupa rumput segar atau hijauan lain, dan pada pukul 18.00 diberikan pakan
berupa rumput segar atau hijauan yang mengandung lebih banyak serat kasar.
2.2.3 Kandang
Kandang sebagai tempat perkembangbiakan sebaiknya memiliki suhu
berkisar antara 15-20o Celcius, sirkulasi udara lancer, lama pencahayaan ideal 12
jam dan melindungi ternak dari predator. Kandang berdasarkan kegunaanya
� 15
dibedakan menjadi kandang induk, baik induk dewasa maupun induk dengan
anak-anakannya, kandang pejantan dan kadang untuk lepas sapih. Tidak ada
ukuran tertentu untuk kandang, ukuran didasarkan pada skala usaha, iklim,
kemudahan pengelolaan dan ukuran ternak itu sendiri. Kandang dengan ukuran
200 x 70 x 70 cm cukup untuk menampung 12 induk / 10 pejantan. Kandang
dengan ukuran 50 x 35 x 45 cm dapat digunakan untuk anakan dan kelinci lepas
sapih.
Berdasarkan bentuknya kandang dibedakan menjadi :
1. Kandang Postal : kandang tanpa halaman pengumbaran, ditempatkan
dalam ruangan dan cocok untuk kelinci muda.
2. Kandang Ranch : kandang dengan halaman pengumbaran, bisaanya
dipakai sebagai kandang kelinci hias.
3. Kandang Bateray : kandang dengan bentuk mirip sangkar berderet, dimana
satu sangkar digunakan untuk satu kelinci, bisa digunakan dalam
peternakan kelinci secara intensif.
Kandang dibersihkan setiap hari untuk menghindari timbulnya penyakit, sinar
matahari diusahakan dapat masuk ke dalam kandang untuk mematikan bibit
penyakit. Kandang bekas kelinci yang sakit dibersihkan dengan dinfektan baik
berupa kreolin maupun Lysol.
2.2.4 Reproduksi dan Perkawinan
Kelinci mencapai umur dewasa dalam waktu 4 – 10 bulan, pada saat itulah
kelinci dapat mulai dikawinkan, sebaiknya perkawinan tidak dilakukan jika
saudara atau sedarah. Perkawinan bisaanya terjadi pada waktu sore maupun pagi
hari, setelah masa perkawinan berhasil kelinci akan memasuki fase bunting
� 16
selama 30 – 32 hari. Kebuntingan dapat diketahui setelah 12 – 14 hari setelah
perkawinan dengan cara meraba perut kelinci betina, tanda lainnya adalah
menolak dikawinkan lagi atau bersuara bila didekati pejantan, perut dan putting
susu membesar. Lima hari menjelang kehamilan induk dipindahkan ke kandang
beranak untuk diberi kesempatan menyiapkan penghangat dengan dengan
merontokan bulu-bulunya. Kelahiran bisaanya terjadi pada malam hari dengan
kondisi anak yang dilahirkan bervariasi antar 3 – 10 ekor tergantung kepada jenis
tetapi jumlah anak yang paling efektif adalah 6 ekor sesuai dengan jumlah putting
susu induk, turunan dan umur kelinci. Anak kelinci bisaa disapih setelah berumur
56 hari tetapi sebaiknya disapih pada umur 28 hari sesuai dengan batas optimal
jumlah susu yang dihasilkan induk.
2.2.5 Penyakit Kelinci
Penyakit pada kelinci dapat timbul akibat kelengahan dalam menjaga
sanitasi kandang, pemberian pakan yang kurang dalam jumlah maupun gizinya,
tertular kelinci yang sakit dan perubahan cuaca. Jumlah kematian yang disebabkan
oleh penyakit cukup tinggi berkisar antara 15 persen - 40 persen. Beberapa
penyakit yang sering menyerang kelinci anatar lain enteritis kompleks,
pasteurellosis, young doe syndrome, scabies, kokkdioses, pneumonia, ring worm,
kanker telinga, radang mata, kudis, pilek, dan favus. Penyakit-penyakit ini dapat
dicegah dengan cara menjaga kebersihan kandang, pemberian pakan yang teratur
dan seimbang, serta memisahkan kelinci yang sakit pada kandang karantina.
Penyakit-penyakit dapat juga diobati dengan pemberian obat-obatan berupa
antibiotic dan vitamin, atau dengan menggunakan obat-obatan tradisional seperti
pemberian belerang, minyak kelapa, dan iodium.
� 17
2.2.6 Penen dan Pascapanen
Kelinci sudah dapat dipanen setelah masa sapih, atau dijual pada usia
dewasa. Kelinci jenis pedaging sudah dapat dipotong pada umur antar 4 – 10
bulan atau telah menapai berat 2 kg. Sebelum dipotong kelinci dipuasakan selama
6 – 10 jam untuk mengosongkan usus, setelah dipotong kelinci dikuliti dari kaki
belakang ke arah kepala. Bagian dalam seperti usus, jantung dan paru-paru
dikeluarkan, diusahakan kandung kemih tidak sampai pecah agar tidak
mempengaruhi kualitas karkas. Daging kelinci dapat dipotong menjadi 8 potong,
yaitu 2 potong kaki depan, 2 potong kaki belakang, 2 potong dada dan 2 potong
bagian belakang. persentase karkas yang baik berkisar antara 49 persen – 52
persen. Sumiarti (2004) mengungkapkan hasil lainnya adalah kotoran dan air
kencing, kedua bahan ini dapat dijadikan pupuk tanaman, baik secara langsung
maupun di fermentasikan dahulu sebagai “bokashi”. Di samping itu kotoran
kelinci baik digunakan sebagai media endapan makanan cacing yang diternakan
contohnya jenis Lumbricus Rubbilusi.
2.3 Manfaat dan Kegunaan Ternak Kelinci
2.3.1 Bahan Pangan
Sebagai bahan pangan kelinci dapat menjadi bahan pangan pengganti
untuk pemenuhan kebutuhan protein hewani yang bisaanya dipenuhi melalui
konsumsi daging ayam, kambing, sapi, dan sebagainya. Dengan komposisi dan
kandungan gizi yang tinggi, daging kelinci sangat potensial sebagai pangan
alternative. Di jawa barat terutama daerah dataran tinggi seperti Lembang,
Bandung daging kelinci diolah dalam bentuk sate kelinci. Selain itu daging kelinci
dapat juga diolah menjadi sosis, bakso, abon, maupun dendeng yang dilakukan
� 18
oleh pabrik pengolahan yang terletak di kota Surabaya. Melihat potensinya yang
besar kelinci dapat menjadi alternative penyedia sumber daging dan produk-
produk turunannya. Namun dalam kenyataannya jumlah peternak dan penyedia
daging kelinci masih terbatas, hal ini diduga karena tidak adanya penjajagan
kepastian pasar dan daya dukung sosial dimana sebagian masyarakat memandang
kelinci sebagai hewan kesayangan sehingga tidak terbisaa mengkonsumsi daging
kelinci.
2.3.2 Penghasil Kulit
Potensi kelinci masih memungkinkan untuk dikembangkan, bukan hanya
sebagai penghasil daging tetapi juga sebagai penghasil kulit. Informasi
menunjukan pasar untuk komoditas bulu kelinci semakin meningkat. Hal ini
terjadi karena pengawasan dan perlindungan terhadap lingkungan.
Selama ini kulit untuk pembuatan pakaian maupun aksesorinya di Negara-
negara subtropics menggunakan kulit beruang maupun kulit hewan yang
dilindungi. Dengan meningkatnya perlindungan terhadap lingkungan,
menyebabkan kelinci dipilih sebagai ternak yang dapat menggantikan kebutuhan
akan bahan baku kulit. Kulit bulu kelinci digunakan sebagai mantel bulu, jaket,
tas, dompet dan sebgainya. Produk-produk yang terbuat dari kulit kelinci memiliki
nilai jual yang tinggi. Pasar kulit dan bulu mencakup daratan Eropa, Rusia,
Amerika dan Asia Utara. Produsen bulu kelinci antara lain Hongkong, Taiwan,
Jepang dan Korea Selatan.
2.3.3 Kegunaan Lain
Selain bahan pangan dan kulit, kelinci juga dapat dimanfaatkan sebagai
sebagai penghasil pupuk kandang maupun hewan peliharaan atau ternak hias. Saat
� 19
ini sebagian besar pendapatan kelinci adalah dari penjualan kelinci hidup hal ini
semakin menguatkan persepsi bahwa kelinci adalah hewan pelihraraan sehingga
potensi kelinci sebagai alternative penyedia sumber daging terabaikan.
2.4 Penelitian terdahulu
Penelitian mengenai Studi kelayakan sudah banyak dilakukan oleh
beberapa peneliti sebelumnya. Namun jenis proyek yang diteliti berbeda,
kebanyakan penelitian – penelitian terhaulu mengkaji proyek – proyek di sektor
off farm seperti Analisis finansial perusahaan tahu dan Analisis kelayakan
investasi usaha tepung talas safira tetapi ada beberapa analisa proyek yang
meneliti usaha di sektor on farm seperti : Analisis kelayakan investasi
pengusahaan lobster air tawar dan Analisis kelayakan investasi pengusahaan
terong belanda.
Dyah Anisa Purnamawati (2007) mengadakan penelitian kelayakan
investasi usaha Safira Powder pada PT. Bogor Agro Lestari. Tujuan penelitian ini
adalah : Menganalisis aspek – aspek dalam kelayakan usaha secara deskriptif yang
meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek bahan baku, aspek manajemen, dan
aspek kelembagaan; Menganalisis tingkat kelayakan finansial usaha Safira
Powder di PT. Bogor Agro Lestari; serta melakukan analisis sensitivitas untuk
melihat kelayakan usaha Safira Powder di PT. Bogor Agro Lestari bila terjadi
perubahan – perubahan dalam lingkungan, seperti kenaikan harga bahan baku
(umbi talas), penurunan nilai tukar US dolar terhadap rupiah.
Hasil analisis kualitatif dari aspek teknis, aspek majemen, aspek sosial
ekonomi dan aspek pasar menunjukan bahwa usaha Safira Powder di PT. Bogor
Agro Lestari layak untuk dilaksanakan. Hal tersebut ditunjukan oleh lokasi pabrik,
� 20
teknologi yang digunakan dan layout pabrik sesuai untuk usaha ini serta
mendukung kelancaran proses produksi dan usaha. Penyediaan bahan baku
puntelah diatur dengan baik melalui pengaturan tingkat petani, penerimaan lebih
lanjut. Dari aspek manajemen menunjukan usaha safira menggunakan struktur
organisasi lini dan staf. Tugas dan wewenang masing – masing jabatan telah
diatur dengan baik sehingga tidak ada perangkapan jabatan serta tenaga kerja yang
dibutuhkan pun telah terinci dengan baik.
Untuk melihat manfaat yang diperoleh dari besarnya biaya yang harus
dikeluarkan pada usaha ini, maka perlu dilakukan analisis kelayakan finansial.
Analisis ini dilakukan pada dua pola, yaitu jika perusahaan menggunakan
kombinasi modal sendiri dan pinjaman bank, serta jika perusahaan menggunakan
modal sendiri. Hasil analisis aspek finansial pada pola yang menggunakan modal
sendiri dan pinjaman bank menunjukan usaha Safira Powder menghasilkan NPV
sebesar Rp 11,216 juta, IRR sebesar 65,57 persen, Net B/C sebesar 9,69 dan PBP
selama 2 tahun 3,2 bulan. Hasil analisis aspek finansial pada pola yang
menggunakan modal sendiri menunjukan usaha Safira Powder menghasilkan NPV
sebesar Rp 11,558 juta, IRR sebesar 46,56 persen, Net B/C sebesar 4,14 dan PBP
selama 2 tahun 5,9 bulan.
Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat kembali hasil analisis apabila
terjadi perubahan dalam dasar perhitungan biaya atau manfaat. Analisis
sensitifitas hanya dilakukan pada penggunaan kombinasi modal sendiri dan
pinjaman bank karena kombinasi modal ini yang akan dilakukan oleh perusahaan.
Berdasarkan hasil analisis sensitivitas masing-masing perubahan menunjukan
usaha ini masih tetap layak untuk dilaksanakan. Usaha ini sangat sensitif terhadap
� 21
kenaikan harga bahan baku sebesar 10 persen, sedangkan kurang sensitif tehadap
penurunan jumlah bahan baku sebesar 10 persen.
Faisal Ermin (2007) mengadakan penelitian kelayakan investasi
pengusahaan Lobster air tawar pada CV. Vizan farm dan CV. Sejahtera Lobster
farm. Tujuan penelitian ini adalah : Menganalisis kelayakan investasi meliputi
aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial; Menganalisis
tingkat kelayakan finansial usaha budidaya lobster air tawar masing – masing pola
usaha (pembenihan, pembesaran, maupun pembenihan sampai dengan
pembesaran); serta melihat kepekaan usaha budidaya lobster air tawar terhadap
perubahan harga output, input, dan kombinasi keduanya.
Berdasarkan hasil kelayakan yang meliputi apek pasar, aspek teknis, aspek
manajemen, aspek sosial dan aspek finansial, pengusahaan lobster air tawar layak
untuk dilaksanakan. Berdasarkan analisis hasil kelayakan finansial, pola usaha II
lebih menguntungkan dari ketiga pola usaha. Hasil swithicng value yang
dilakukan terhadap ketiga pola usaha yang dilakukan menunjukan bahwa
perubahan produksi dan harga output merupakan factor yang paling peka terhadap
kelayakan usaha ini. Sedangkan perubahan terhadap factor input produksi tidak
terlalu berpengaruh terhadap kelayakan usaha ketiga pola usaha yang dilakukan.
Enda Wahyuni (2007) mengadakan penelitian Kelayakan Pengusahaan
Terong Belanda (Kasus di Kabupaten Karo, propinsi Sumatera Utara). Tujuan
penelitian ini adalah : Menganalisis kelayakan usaha Terong Belanda secara
deskriptif yang meliputi aspek teknis, aspek institusional-organisasi-manajerial,
aspek sosial, dan aspek pasar; Menganalisis kelayakan finansial dalam
pengusahaan Terong Belanda baik secara monokultur maupun tumpang sari; serta
� 22
menganalisis sensitivitas pengusahaan Terong Belanda terhadap perubahan factor
seperti output produksi, harga input produksi dan harga penjualan.
Hasil analisis kualitatif dari aspek teknis, aspek institusional-organisasi-
manajerial, aspek sosial, dan aspek pasar menunjukan bahwa pengusahaan Terong
Belanda layak untuk dilaksanakan. Hasil analisis finansial menunjukan bahwa
pengusahaan Terong Belanda juga layak dilaksanakan. Hal tersebut dapat dilihat
dari hasil perhitungan analisis kelayakan usaha pengusahaan Terong Belanda pada
tingkat diskonto sebesar 9,75 persen pada scenario I yaitu diporeleh nilai Net
Present Value (NPV) lebih besar dari nol yaitu sebesar Rp 72,855 juta; Nilai Net
Benefit per Cost (Net B/C) yang lebih besar dari 1, yaitu sebesar 1,67; Nilai
Internal Rate of Return (IRR) yaitu sebesar 12 persen yang lebih besar dari
tingkat diskonto, serta nilai payback periode yang lebih singkat dari umur proyek
yaitu selama 2 tahun 9 bulan. Dari skenario II diporeleh nilai Net Present Value
(NPV) lebih besar dari nol yaitu sebesar Rp 70,630 juta; Nilai Net Benefit per
Cost (Net B/C) yang lebih besar dari 1, yaitu sebesar 2,09; Nilai Internal Rate of
Return (IRR) yaitu sebesar 15 persen yang lebih besar dari tingkat diskonto, serta
nilai payback periode yang lebih singkat dari umur proyek yaitu selama 2 tahun
11 bulan.
Berdasarka analisis Switching value yang dilakukan menunjukan bahwa
skenario I relatif lebih peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada
volume produksi dan penurunan harga Terong Belanda. Hal ini dilihat bahwa
persentase dari kedua variabel pada skenario I lebih kecil dibandingkan Skenario
II. Skenario II relatif lebih peka terhadap perubahan yang terjadi pada peningkatan
biaya tenaga kerja.
� 23
Riwayadi (2007) mengadakan penelitian analisis investasi pengembangan
budidaya ayam potong pada Hasjrul Harahap Farm di kecamatan Bojong Gede.
Tujuan penelitian ini adalah : Menganalisis kelayakan investasi pengembangan
ayam broiler melalui aspek-aspek kelayakan yaitu segi aspek hukum, pasar dan
pemasaran, sosial dan ekonomi, teknis dan manajemen serta aspek keuangan;
Menganalisis tingkat kepekaan kelayakan finansial peternakan ayam broiler akibat
adanya perubahan dalam harga jual output, peningkatan mortalitas dan
peningkatan harga input.
Hasil analisis dari segi hukum, pasar dan pemasaran, sosial, ekonomi,
teknis, dan manajemen, usaha ini dinyatakan layak untuk dijalankan. Secara
finansial baik usaha peternakan system yang telah dijalankan dengan system
kandang bertingkat layak untuk dijalankan. Namun system usaha yang telah
dijalankan memiliki tingkat kelayakan yang lebih baik daripada usaha peternakan
dengan system kandang bertingkat.
Untuk melihat manfaat yang diperoleh dari besarnya biaya yang harus
dikeluarkan pada usaha ini, maka perlu dilakukan analisis kelayakan finansial.
Analisis ini dilakukan pada dua pola, yaitu pada usaha yang telah dijalankan dan
system kandang bertingkat. Hasil analisis aspek finansial pada pola yang telah
dijalankan oleh Hasjrul Harahap Farm menghasilkan NPV sebesar Rp 227,763
juta, IRR sebesar 13,63 persen, Net B/C sebesar 1,404 dan PBP selama 4 tahun 4
bulan. Hasil analisis aspek finansial pada system kandang bertingkat menunjukan
usaha Hasjrul Harahap Farm menghasilkan NPV sebesar Rp 302,602 juta, IRR
sebesar 17,94 persen, Net B/C sebesar 1,5344 dan PBP selama 4 tahun 2 bulan.
� 24
Analisis sensitivitas dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui
tingkat kelayakan finansial apabila terjadi penurunan harga jual output hingga
sebesar Rp. 6.200/kg, peningkatan harga-harga input sebesar 10 persen dan
peningkatan peningkatan mortalitas hingga 7,74 persen berdasarkan pengalaman
dari peternakan Hajrul Harahap Farm.
Hasil analisis sensitivitas usaha pengembangan dengan pola I dengan
mortalitas total sebesar 7,74 persen maka proyek tidak layak secara finansial,
karena memeiliki NPV yang negative, IRR lebih kecil dari DF (10 persen), Net
B/C lebih kecil dari satu dan payback periode tidak terjadi hingga proyek
berakhir. Peningkatan harga input sebesar 10 persen akan menyebabkan proyek
tidak layak secara finansial. Penurunan harga jual ayam sebesar Rp 6.200/kg
menyebabkan proyek tidak layak secara finansial untuk dijalankan. Usaha
pengembangan dengan pola II dengan mortalitas total sebesar 7,74 persen, maka
proyek tersebut masih layak secara finansial untuk dijalankan, karena memiliki
NPV yang positif, Net B/C lebih besar dari I dan payback periode terjadi sebelum
proyek berakhir. Peningkatan harga input sebesar 10 persen akan menyebabkan
proyek tidak layak secara finansial. Penurunan harga jual ayam hingga sebesar Rp
6.200,00/kg menyebabkan NPV yang negative, IRR di bawah DF (10 persen), Net
B/C kurang dari satu dan payback periode lebih lama dari umur proyek.
Jefri Ricardo (2006) mengadakan penelitian kelayakan finansial
perusahaan tahu (studi kasus perusahaan tahu sumber rezeki kecamatan Cipondoh,
Kota Tanggerang). Tujuan penelitian ini adalah : Mengkaji keragaan perusahaan
tahu sumber rezeki jika dilihat dari aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial
ekonomi, dan aspek pasar, Menganalisis kelayakan investasi perusahaan tahu
� 25
sumber rezeki jika dilihat dari aspek finansial., serta menganalisis nilai pengganti
terhadap kelayakan investasi perusahaan tahu sumber rezeki akibat adanya
perubahan manfaat dan biaya.
Hasil analisis kualitatif dari aspek teknis, aspek majemen, aspek sosial
ekonomi dan aspek pasar menunjukan bahwa usaha pengolahan tahu pada
perusahaan tahu sumber rezeki layak untuk dilaksanakan. Hal tersebut ditunjukan
oleh kemudahan teknologi yang digunakan, manajemen pengelolaan yang
sederhana, menciptakan kesempatan kerja, pengelolaan limbah yang baik serta
pemasaran tahu yang cukup luas.
Umur proyek yang digunakan dalam analisis ini adalah selama 8 tahun.
Hal tersebut berdasarkan umur ekonomis mesin penggilingan yang merupakan
alat yang paling penting dalam proses produksi tahu di perusahaan tahu ini. Hasil
analisis finansial menunjukan bahwa pengolahan tahu pada perusahaan tahu
sumber rezeki layak dilaksanakan. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil perhitungan
analisis kelayakan usaha perusahaan tahu sumber rezeki pada tingkat diskonto
sebesar 10 persen yaitu diporeleh nilai Net Present Value (NPV) lebih besar dari
nol yaitu sebesar Rp 187,564 juta; Nilai Net Benefit per Cost (Net B/C) yang lebih
besar dari 1, yaitu sebesar 2,99; Nilai Internal Rate of Return (IRR) yaitu sebesar
51,92 persen yang lebih besar dari tingkat diskonto, serta nilai payback periode
yang lebih singkat dari umur proyek yaitu selama 2 tahun 2 bulan.
Hasil analisis switching value menunjukan bahwa perusahaan tahu sumber
rezeki memiliki kepekaan yang cukup tinggi terhadap perubahan harga bahan
baku (kedelai) dan terhadap volume penjualan. Kenaikan harga beli kedelai yang
melebihi 8,72 persen atau penurunan volume penjualan yang melebihi 12,72
� 26
persen akan menyebabkan usaha yang dilakukan menjadi tidak layak
dilaksanakan. Hal ini menunjukan resiko yang cukup tinggi bagi perusahaan tahu
sumber rezeki dalam menjalankan usahanya.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilaksanakan terletak
pada jenis usaha yang dilakukan pada penelitian ini usaha yang dilakukan
merupakan usaha on-farm dari subsistem agribisnis sedangkan penelitian-
penelitian terdahulu sebagian besar menilai kelayakan pada usaha off-farm atau
pengolahan produk-produk agribisnis. Dari segi metode yang digunakan dalam
penelitian ini dengan rencana penelitian peneliti relatif sama yaitu dengan melihat
aspek pasar, apek manajemen, aspek teknis dan aspek keuangan. Tetapi pada
penelitian ini tidak dilakukan analisis aspek sosial dan ekonomi karena ruang
lingkup penelitian ini hanya dibatasi pada lingkup internal perusahaan saja
sehingga tidak melihat efek usaha terhadap lingkungan sekitar atau makro.
�
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
Suatu usaha mengindikasikan kesempatan untuk melaksanakan kegiatan
investasi. Kegiatan investasi yang dilakukan dalam bidang pertanian mempunyai
suatu resiko yang besar. Oleh karena itu, diperlukan perencanaan serta pengkajian
yang mendalam dan menyeluruh mengenai pemanfaatan modal, untuk melihat
besarnya manfaat yang diperoleh serta besarnya biaya yang dikeluarkan.
Selanjutnya diperlukan suatu analisis yang disebut studi kelayakan usaha atau
studi kelayakan proyek, yang melihat secara menyeluruh berbagai aspek
mengenai kemampuan suatu proyek dalam memberikan manfaat sehingga resiko
kerugian di masa datang dapat diantisipasi.
3.1.1 Studi Kelayakan Proyek
Beberapa ahli mendefinisikan proyek sebagai suatu usaha yang
direncanakan sebelumnya dan memerlukan sejumlah pembiayaan serta pengguna
masukan (input) lain, yang bertujuan untuk mencapai suatu tujuan tertentu yaitu
pengembalian jangka panjang proyek yang dihasilkan dari manfaat-manfaat yang
dihasilkan oleh proyek tersebut seperti : Meningkatkan produksi, Perbaikan
kualitas, Perubahan dalam waktu penjualan, perubahan dalam lokasi penjualan,
perubahan dalam bentuk produksi, pengurangan biaya melalui mekanisasi,
pengurangan biaya-biaya pengangkutan, dan menghindari kerugian.
Menurut Husan dan Suwarsono (2000), proyek pada dasarnya merupakan
kegitan yang menyangkut pengeluaran modal (capital expenditure). Suatu
pengeluaran modal memiliki karakteristik dasar yaitu penggunaan sumber-sumber
� 28
untuk memperoleh manfaat (benefit) di masa yang akan datang, dapat
direncanakan, dibiayai dan dilaksanakan sebagai satu unit. Aktivitas suatu proyek
selalu ditujukan untuk mencapai suatu tujuan (objective) serta mempunyai suatu
titik tolak (starting point) dan suatu titik akhir (ending point) (Kadariah et. al,
1999).
Studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu
proyek, bisaanya merupakan proyek investasi, dilaksanakan dengan berhasil
(Husnan dan Suwarsono, 2000). Studi kelayakan pada hakikatnya adalah suatu
metode penjajakan dari suatu gagasan usaha tentang kemungkinan layak atau
tidaknya gagasan usaha tersebut dilaksanakan. Suatu proyek dikatakan layak
apabila proyek itu diperkirakan akan dapat menghasilkan keuntungan yang layak
apabila telah dioperasionalkan (Umar, 2005).
Sebuah proyek pertanian adalah suatu kegiatan investasi yang mengubah
sumber-sumber financial menjadi barang-barang capital yang dapat menghasilkan
keuntungan-keuntungan atau manfaat-manfaat setelah beberapa periode waktu
(Gittinger, 1986). Dalam suatu studi kelayakan proyek akan menyangkut tiga
aspek yaitu manfaat ekonomi proyek tersebut bagi proyek itu sendiri (manfaat
finansial), manfaat ekonomi tersebut bagi bagi Negara tempat proyek itu
dilaksanakan (manfaat ekonomi), dan manfaat sosial proyek bagi masyarakat
sekitar proyek tersebut.
Tujuan melakukan studi kelayakan adalah untuk menghindari kerugian
penanaman modal yang terlalu besar untuk suatu kegiatan yang ternyata tidak
menguntungkan. Studi kelayakan memerlukan biaya, namun biaya tersebut relatif
lebih kecil apabila dibandingkan dengan resiko kegagalan suatu proyek yang
� 29
menyangkut investasi dalam jumlah besar (Husnan dan Suwarsono, 2000).
Dengan analisis proyek, tingkat keuntungan yang dapat dicapai melalui investasi
proyek dapat diketahui, pemborosan terhadap sumberdaya dapat dihindarkan,
serta memilih proyek yang paling menguntungkan di antara berbagai proyek
investasi yang ada.
Studi kelayakan suatu proyek bisaanya berupa laporan tertulis yang berisi
berbagai informasi tentang tingkat kelayakan suatu proyek untuk direalisasikan.
Informasi yang terkandung dalam laporan tersebut dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan bagi pihak-pihak tertentu, misalnya pihak investor, pihak kreditor,
pihak manajemen perusahaan serta bagi pihak pemerintah dan masyarakat (Umar,
2005).
Analisa proyek bertujuan untuk memperbaiki pilihan investasi karena
sumber-sumber yang tersedia terbatas, sehingga harus dipilih alternatif proyek
yang paling menguntungkan dan menentukan prioritas investasi. Dalam
menganalisa suatu proyek yang efektif harus mempertimbangkan aspek-aspek
yang saling berkaitan yang secara bersama-sama menentukan bagaimana
keuntungan yang diperoleh dari suatu penanaman investasi tertentu dan
mempertimbangkan seluruh aspek tersebut pada setiap tahap dalam perencanaan
proyek dan siklus pelaksanaanya (Gittinger, 1986).
Kelayakan investasi dalam suatu usaha dapat ditinjau dari berbagai aspek.
Diabtaranya dari aspek pasar, aspek teknis, dan aspek manajemen selain itu
tentunya perlu dilihat pula kelayakan secara finansial.
� 30
1. Aspek pasar
meliputi rencana pemasaran output yang dihasilkan oleh proyek dan
rencana penyediaan input yang dibutuhnya untuk kelangsungan dan
pelaksanaan proyek. Dibahas pula faktor harga, marketing mix, dan
perkiraan penjualan yang bisa dicapai perusahaan.
2. Aspek teknis
Aspek teknis yaitu analisa yang berhubungan dengan input proyek
(penyediaan) dan output (produksi) berupa barang dan jasa. Aspek
teknis memiliki pengaruh yang besar terhadap kelancaran jalannya
usaha. Evaluasi ini mempelajari kebutuhan-kebutuhan teknis proyek,
seperti karakteristik produk diusahakan, lokasi si mana proyek akan
didirikan dan sarana pendukungnya, serta lay out bangunan yang
dipilih (Husnan dan Suwarsono, 2000).
3. Aspek manajemen
Aspek ini berhubungan dengan penetapan institusi atau lembaga
proyek yang harus mempertimbangkan struktur kelembagaan, pola
sosial dan budaya yang ada pada suatu daerah atau Negara setempat.
Aspek ini meneliti system manajerial suatu usaha antara lain
kesanggupan dan keahlian staf dalam menangani masalah proyek.
Evaluasi aspek manajemen operasional bertujuan untuk menentukan
secara efektif dan efisien mengenai bentuk badan usaha yang dipilih,
struktur organisasi yang akan digunakan, jenis-jenis pekerjaan yang
diperlukan agar usaha tersebut dapat berjalan dengan lancar serta
kebutuhan biaya gaji dan upah tenaga kerja (Umar, 2005)
� 31
4. Aspek finansial
Aspek finansial berhubungan dengan pengaruh-pengaruh financial dari
suatu proyek yang diusulkan terhadap para anggota yang tergabung di
dalam proyek. Aspek ini membandingkan antara pengeluaran dan
penerimaan.
Menurut Gittinger (1986), selain aspek-aspek yang paling berkaitan
tersebut dalam suatu proyek terdapat rangkaian dasar dalam perencanaan dan
pelaksanaan proyek yang disebut sebagai siklus proyek. Tahap-tahap yang
membentuk suatu siklus proyek yaitu tahap identifikasi, tahap persiapan dan
analisa, tahap penilaian (penaksiran), tahap pelaksanaan (implementasi), dan tahap
evaluasi. Evaluasi dalam suatu studi kelayakan proyek adalah alat yang penting
dalam proyek-proyek yang sedang berjalan dan dapat dilakukan beberapa kali
selama pelaksanaan proyek. Evaluasi juga dapat menilai apakah suatu proyek
dapat dijalankan atau tidak.
Untuk menganalisa suatu proyek bisaanyan digunakan dua pendekatan
umum yaitu analisis financial dan analisis ekonomi. Analisis financial
menganalisis hasil proyek dari segi individu pelaku proyek, sedangkan analisis
ekonomi melihat hasil proyek dari segi perekonomian secara keseluruhan.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan suatu usaha dengan
menggunakan pendekatan analisis financial yang bertujuan untuk memberikan
gambaran kepada pihak pengguna informasi mengenai usaha yang dijalankan.
3.1.2 Analisis Ekonomi dan Finansial
Untuk menganalisa suatu proyek bisaanya digunakan dua pendekatan
umum yaitu analisa finansial dan analisa ekonomi. Analisa ekonomi dan analisa
� 32
financial merupakan pelengkap, analisa finansial menganalisis hasil proyek dari
segi individu pelaku proyek, sedangkan analisis ekonomi melihat hasil proyek
dari segi perekonomian secara keseluruhan.
Analisis Ekonomi merupakan ukuran arus uang tunai berdiskonto yang
sama digunakan dalam anlisa finansial dalam mengestimasi hasil yang akan
diterima oleh proyekdan digunakan juga dalam analisa ekonomi untuk estimasi
besarnya hasil yang akan diterima masyarakat. Perbedaan antara analisa financial
dan ekonomi yaitu : pertama, dalam analisa ekonomi pajak dan subsidi akan
diberlakukan sebagai pembayaran transfer sedangkan pada analisa financial pajak
dianggap sebagai biaya dan subsidi sebagai hasil; kedua, dalam analisa finansial
harga yang bisaanya digunakan adalah harga pasar sedangkan pada analisa
ekonomi menggunakan harga yang telah sudah disesuaikan yang disebut sebagai
harga bayangan (shadow price) atau harga buku (accounting price) agar dapat
lebih mencerminkan secara tepat nilai-nilai sosial ekonomi; ketiga, dalam analisa
ekonomi bunga terhadap modal tidak pernah dipisahkan dan dikurangkan dari
hasil bruto sedangkan dalam analisa financial bunga yang dibayar dapat
dikurangkan agar memperoleh gambaran arus manfaat yang tersedia bagi pemilik.
Analisis finansial merupakan suatu analisis yang membandingkan antara
biaya (cost) dengan manfaat (benefit) untuk menentukan apakah suatu proyek
akan menguntungkan selama umur proyek (Husnan dan Suwarsono, 2000).
Tujuan analisis finansial dari suatu studi kelayakan bisnis adalah untuk
menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang
diharapkan, dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan dalam
jangka waktu tertentu (Umar, 2005).
� 33
Analisis finansial dalam kerangka evaluasi proyek lebih bersifat analisa
terhadap suatu arus dana. Menurut Kadariah et. al. (1999), analisis finansial
adalah suatu analisis dimana proyek dilihat dari sudut badan-badan atau orang-
orang yang menanamkan modalnya dalam suatu proyek atau orang-orang yang
berkepentingan langsung dalam pembangunan proyek.
Analisis finansial melihat manfaat proyek bagi proyek itu sendiri.
Sehingga dalam analisa finansial, untuk menentukan tujuan yang ingin dicapai
harus menyertakan definisi-definisi mengenai manfaat-manfaat dan biaya-biaya
yang berkaitan dengan suatu proyek. Manfaat secara sederhana didefinisikan
sebagai segala sesuatu yang membantu suatu tujuan, sedangkan biaya merupakan
segala sesuatu yang mengurangi suatu tujuan (Gittinger, 1986). Manfaat yang
berkaitan dengan proyek pertanian bisaanya berupa nilai produksi total, pinjaman,
dan nilai sewa. Sedangkan biaya yang berkaitan dengan proyek pertanian bisaanya
berupa investasi, biaya operasional, dan biaya-biaya lainnya.
Untuk menganalisa aspek finansial dari suatu proyek, dapat digunakan
metode-metode atau kriteria-kriteria penilaian investasi. Kriteria investasi
digunakan untuk mengukur manfaat yang diperoleh dan biaya yang dikeluarkan
dari suatu proyek. Melalui metode-metode ini dapat diketahui apakah suatu
proyek layak untuk dilaksanakan apabila dipandang dari aspek profitabilitas
komersialnya (Husnan dan Suwarsono, 2000). Beberapa criteria dalam menilai
kelayakan suatu proyek yang paling umum digunakan adalah Net Present Value
(NPV), Internal Rate Return (IRR), Net Benefit per Cost (Net B/C) dan
Discounted Payback Periode. Setiap metode ini menggunakan nilai sekarang yang
telah di-discount dari arus manfaat dan arus biaya selama umur proyek.
� 34
a. Teori Biaya dan Manfaat
Menurut Gittinger (1986), secara sederhana biaya (cost) adalah sesuatu
yang mengurangi suatu tujuan. Biaya tersebut dikeluarkan sebelum bisnis dimulai
dan akan terus ada selama bisnis berlangsung. Sedangkan manfaat (benefit)
didefinisikan sebagai sesuatu yang dihasilkan oleh suatu kegiatan yang
menggunakan sejumlah biaya atau segala sesuatu yang menambah tujuan.
Untuk melakukan analisis proyek, biaya dan manfaat yang diperhitungkan
adalah biaya dan manfaat yang dapat diukur nilainya (tangible). Yang termasuk
ke dalam biaya tangible diantaranya adalah (1) biaya investasi, yaitu biaya yang
dikeluarkan untuk memulai suatu usaha; dan (2) biaya operasional, yaitu biaya
yang muncul ketika suatu usaha berjalan. Biaya ini mencakup biaya tetap dan
biaya variable. Biaya tetap (fixed cost) merupakan biaya yang jumlahnya tidak
tergantung oleh jumlah produksi yang besarnya selalu tetap (konstan). Biaya
variable (Variable cost) merupakan biaya yang bergantung pada volume produksi
atau dapat disebut biaya aktivitas usaha. Sedangkan komponen yang termasuk ke
dalam manfaat tangible adalah penerimaan penjualan perusahaan.
b. Konsep Nilai Waktu Uang (Time Value of Money)
Investasi suatu proyek berkaitan dengan usaha dalam jangka waktu yang
panjang. Uang memiliki nilai waktu, yaitu uang dihargai secara berbeda dalam
waktu berbeda. Konsep nillai waktu uang menyatakan bahwa uang yang diterima
sekarang lebih berharga daripada uang yang diterima kemudian. Atau nilai
sekarang adalah lebih baik daripada nilai yang sama pada masa yang akan datang
(Gittinger, 1986).
� 35
Waktu mempengaruhi nilai uang, sehingga untuk membandingkan nilai
uang yang berbeda waktu pengeluaran dan penerimaannya perlu dilakukan
penyamaan nilai uang tersebut melalui pemotongan (discounting). Penyamaan
nilai tersebut menggunakan tingkat diskonto (discount rate) yang bertujuan untuk
melihat nilai uang di masa yang akan datang (future value) pada saat sekarang
(present value). Metode analisis yang melibatkan nilai waktu uang adalah metode
perhitungan berdiskonto atau metode arus tunai Terpotong (Discounted Cash
Flow Method).
Kriteria analisis finansial yang digunakan pada penelitian ini adalah
discounting criteria. Kriteria ini merupakan suatu teknik yang menurunkan nilai
manfaat dan biaya pada masa sekarang berdasarkan tingkat diskonto tertentu.
Pengguanaan metode ini didasarkan pada pertimbangan bahwa adanya inflasi,
reinvestasi dan resiko mengakibatkan perbedaan niali uang saat ini dengan nialai
uang pada masa yang akan datang.
c. Umur Proyek
Untuk menentukan panjangnya umur suatu proyek, terdapat beberapa
pedoman yang dapat menjadi acuan dalam peneletian ini, antara lain (Kadariah et.
al, 1999) :
1. Sebagai ukuran umum dapat diambil suatu periode (jangka waktu) yang
kira-kira sama dengan umur ekonomis dari suatu aset. Yang dimaksudkan
dengan umur ekonomis suatu aset ialah jumlah tahun selama pemakaian
aset tersebut dan meminimumkan biaya tambahannya.
2. Untuk proyek-proyek yang mempunyai investasi modal yang sangat besar,
umur proyek yang digunakan adalah umur teknis. Dalam hal ini, untuk
� 36
proyek-proyek tertentu, umur teknis dari unsur-unsur pokok investasi
adalah lama, tetapi umur ekonomisnya dapat jauh lebih pendek karena
obsolescence (ketinggalan jaman karena penemuan teknologi baru yang
lebih efisien).
d. Kriteria Kelayakan Investasi
Kriteria dalam menilai kelayakan suatu proyek yang paling umum
digunakan adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net
Benefit per Cost (Net B/C) dan Discounted Payback Periode. Setiap model ini
menggunakan nilai sekarang yang telah di-discount dari arus manfaat dan arus
biaya selama umur proyek.
Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) atau Nilai Sekarang Bersih dari arus manfaat dan
arus biaya merupakan nilai bersih sekarang dari arus pendapatan yang
ditimbulkan oleh penanaman investasi, yaitu merupakan selisih antara manfaat
dan biaya pada tingkat diskonto tertentu. NPV dari suatu proyek merupakan nilai
bersih sekarang arus kas tahunan setelah pajak dikurangi dengan pengeluaran
awal (Keown, 2001).
Suatu proyek dikatakan layak atau bermanfaat untuk dilaksanakan jika
NPV proyek tersebut lebih besar atau sama dengan nol (NPV � 0). Jika nilai NPV
sama dengan nol, berarti proyek tidak untung tetapi juga tidak merugi (manfaat
hanya cukup untuk menutupi biaya yang dikeluarkan). Jika nilai NPV lebih kecil
daripada nol (NPV < 0), maka proyek tersebut tidak dapat menghasilkan senilai
biaya yang dipergunakan hal tersebut menunjukan bahwa proyek tersebut tidak
tidak layak untuk dijalankan. Oleh karena itu, sumberdaya yang digunakan dalam
� 37
proyek tersebut sebaiknya dialokasikan pada kegiatan atau proyek lain yang lebih
menguntungkan.
Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return (IRR) atau Tingkat Pengembalian Internal adalah
tingkat diskonto (discount rate) yang membuat NPV dari proyek sama dengan
nol, yaitu tingkat bunga atau tingkat diskonto yang menyamakan nilai sekarang
arus manfaat dengan nilai sekarang arus biaya. Tujuan perhitungan IRR adalah
untuk mengetahui persentase keuntungan dari suatu proyek tiap tahunnya dan
menunjukan kemampuan proyek dalam mengembalikan bunga pinjaman.
Suatu proyek dikatakan layak jika nilai IRR yang diperoleh proyek
tersebut lebih besar dari tingkat diskonto. Sedangkan jika nilai IRR yang
diperoleh lebih kecil dari tingkat diskonto, maka proyek tersebut tidak layak untuk
dilaksanakan. Penerapan metode ini lebih sulit dilakukan dibandingkan dengan
penerapan metode NPV, karena dalam hal tertentu terdapat kemungkinan
dihasilkan nilai IRR yang lebih dari suatu yang dapat membuat nilai NPV sama
dengan nol.
NPV (Rp)
0 i=IRR Suku Bunga ( persen)
Gambar 1. Grafik Hubungan Antara NPV dan Tingkat Suku Bunga
� 38
Gambar 1 menunjukan hubungan antara nilai Net Present Value (NPV)
dengan tingkat diskonto (i) tertentu. Nilai NPV bernilai nol pada saat tingkat
diskonto yang digunakan sama dengan IRR (i = IRR). Nilai NPV akan bernilai
positif apabila tingkat diskonto yang digunakan lebih rendah daripada IRR. Nilai
NPV akan berniali negatif jika tingkat diskonto yang digunakan lebih tinggi
daripada IRR.
Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio)
Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio) merupakan rasio keuntungan per
biaya. Rasio ini adalah angka pembanding antara jumlah Present Value yang
bernilai positif dengan jumlah present value yang bernilai negatif. Perhitungan ini
digunakan untuk melihat berapa kali lipat manfaat yang akan diperoleh dari biaya
yang dikeluarkan.
Suatu proyek dinyatakan layak jika Net B/C lebih besar atau sama dengan
satu (Net B/C >=1). Hal ini berarti proyek tersebut layak untuk dilaksanakan.
Sedangkan jika nilai Net B/C lebih kecil dari satu (Net B/C < 1), maka proyek
tersebut tidak layak untuk dilaksanakan, karena hal tersebut berarti manfaat yang
akan diperoleh dari suatu proyek lebih kecil dibandingkan dengan biaya yang
dikeluarkan untuk pelaksanaan proyek tersebut.
Discounted Payback Periode
Discounted payback periode (Periode Pengembalian Kembali yang
Didiskontokan) atau tingkat pengembalian investasi merupakan metode yang
mengukur periode jangka waktu atau jumlah tahun yang dibutuhkan untuk
menutupi pengeluaran awal (investasi). periode pembayaran kembali yang
didiskontokan adalah umur dimana pada tingkat diskonto tertentu, penerimaan
� 39
bersih kumulatif sama dengan nol dan menunjukan pada umur berapa investasi
dapat dikembalikan. Semakin cepat investasi modal dapat kembali, maka semakin
baik suatu proyek diusahakan karena modal yang kembali dapat digunakan untuk
membiayai kegiatan lainnya.
Apabila selama proyek dapat mengembalikan modal sebelum berakhirnya
umur proyek, maka proyek tersebut masih dapat dilaksanakan. Akan tetapi, jika
sampai saat proyek berakhir dan belum dapat mengembalikan modal yang
digunakan, maka sebaiknya proyek tersebut tidak dilaksanakan.
3.1.3 Analisis Nilai Pengganti (Switching Value)
Untuk melaksanakan suatu proyek, semua biaya yang dikeluarkan dan
penerimaan yang diperoleh setiap tahun dihitung berdasarkan data yang ada.
Sementara itu kondisi lingkungan yang selalu berubah akan mempengaruhi biaya
serta manfaat yang akan diperoleh, sehingga terdapat kemungkinan terjadinya
suatu kekeliruan atau ketidaktepatan biaya dan penerimaan akibat adanya
perubahan-perubahan.
Analisis Switching value (nilai pengganti) mencoba melihat kondisi
kelayakan yang terjadi apabila dilakukan perubahan-perubahan dalam biaya dan
manfaat. Switching value dilakukan untuk melihat sampai sejauh mana perubahan
yang terjadi dapat ditoleransi dan akhirnya membuat suatu usaha tidak layak
diusahakan.
Pada analisis switching value dicari beberapa nilai pengganti pada
komponen biaya dan manfaat dapat terjadi, yang masih memenuhi criteria
minimum kelayakan investasi atau masih mendapatkan keuntungan normal.
Keuntungan normal terjadi apabila nilai NPV sama dengan nol, IRR sama dengan
� 40
tingkat diskonto yang digunakan, dan niali Net B/C sama dengan satu (cateris
paribus)
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Pertanian merupakan sektor yang paling penting dari suatu bangsa, karena
produk - produk pertanian merupakan kebutuhan pokok manusia. Selain itu
sebagian besar penduduk Indonesia bermata pencaharian di sektor pertanian.
Subsektor peternakan memegang peranan penting sebagai salah satu sumber
pertumbuhan, khususnya bagi sektor pertanian dan umumnya perekonomian
Indonesia. Subsektor peternakan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
pembangunan sektor pertanian, diutamakan untuk memenuhi pangan dan gizi
melalui usaha pembinaan daerah-daerah produksi yang telah ada serta
pembangunan daerah-daerah baru.
Produk – produk subsektor peternakan merupakan salah satu sumber
protein terutama protein hewani, antara lain daging sapi, daging ayam, daging
kambing, dan juga daging kelinci. Tetapi saat ini daging kelinci belum dikenal
dan dikonsumsi oleh masyarakat luas sebagai asupan protein karena mereka masih
menganggap bahwa kelinci merupakan binatang eksotis yang berfungsi sebagai
binatang peliharaan dan koleksi. Kenaikan konsumsi daging setiap tahunnya
berdampak pada peningkatan impor yang dilakukan pemerintah setiap tahunnya
hal ini dikarenakan produksi dalam negeri masih di bawah permintaan pasar
dalam negeri.
Kenaikan harga daging sapi saat ini juga berdampak pada penurunan daya
beli masyarakat, hal ini dapat dilihat dari penurunan omzet penjualan yang
dialami oleh para pedagang daging sapi. Hal ini dapat menjadi peluang bagi
� 41
daging kelinci untuk mensubtitusi daging sapi karena harga daging kelinci relatif
lebih murah dan juga memiliki kelebihan dibandingkan dengan daging ternak
lainnya, diantaranya memiliki kadar lemak jenuh yang rendah dibandingkan
ternak lain seperti sapi, domba, dan kambing serta kandungan proteinnya yang
tinggi membuat daging kelinci baik untuk menjaga jaringan tubuh, membentuk
sel-sel, dan meningkatkan kecerdasan otak seperti yang tercantum dalam Tabel 4.
Lahan yang digunakan untuk berternak kelinci oleh Bapak Asep yang
terbatas hanya kurang lebih 200m2 tetapi di dalamnya terdapat kandang yang
berjajar rapi membentuk 4 baris memanjang. Kandang yang dipergunakan untuk
berternak kelinci sangat terjaga kebersihannya sehingga menjamin bahwa ternak
yang ada di dalamnya sehat dan terawat. Keterbatasan lahan yang dimiliki oleh
Bapak Asep berakibat pada produksi yang relatif kecil sehingga terkadang
permintaan pasar tidak dapat dipenuhi seluruhnya. Hal ini berdampak pada tingkat
keuntungan yang akan menurun karena tidak dapat memenuhi permintaan pasar.
Selain itu harga input yang digunakan dalam berternak kelinci cukup tinggi
sehingga peternak meminimumkan biaya dengan membeli bibit – bibit pilihan
saja.
Permintaan akan anakan kelinci dan kelinci pedaging sangat besar bila
dibandingkan dengan penawaran yang dilakukan oleh Asep’s Rabbit Project. Oleh
karena itu Asep’s Rabbit Project berencana untuk mengembangkan usahanya agar
permintaan potensial tersebut dapat terpenuhi.
Penelitian ini diarahkan untuk mengetahui kelayakan finansial peternakan
kelinci Asep’s Rabbit Project dilihat dari berbagai macam aspek. Aspek – aspek
yang digunakan dalam menganalisis kelayakan finansial peternakan kelinci Asep’s
� 42
Rabbit Project adalah aspek pasar, aspek manajemen, aspek teknis dan aspek
finansial. Analisis dari aspek finansial dilakukan melalui beberapa kriteria
kelayakan investasi yang bertujuan untuk menganalisa sejauh mana tingkat
kelayakan usaha peternakan kelinci tersebut.
Dalam menganalisa suatu proyek, bisaanya akan menghadapi
ketidakpastian atau perubahan - perubahan yang dapat terjadi pada keadaan yang
telah diperkirakan. Untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya perubahan-
perubahan, baik pada arus manfaat maupun arus biaya, sehingga perlu dilakukan
analisis sensitifitas melaui analisis switching value untuk mengetahui seberapa
besar perubahan pada tingkat manfaat dan biaya dapat terjadi, sehingga masih
memenuhi kriteria minimum kelayakan investasi. Untuk memperjelas gambaran
mengenai penelitian yang dilakukan, dapat dilihat bagan kerangka pemikiran
penelitian operasional yang disajikan dalam gambar 2.
� 43
Gambar 2. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional
Permintaan pada Asep’s Rabbit Project belum dapat dipenuhi oleh produksi saat ini sehingga akan dilakukan pengembangan usaha oleh Asep’s Rabbit Project tetapi pengembangan usaha ini membutuhkan investasi yang cukup besar.
Analisis kelayakan Usaha
Analisis Switching Value
Aspek pasar Aspek teknis Aspek manajemen Aspek hukum Aspek sosial �
Tidak Layak layak
Pengembangan peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project
Aspek finansial � NPV � IRR � Net B/C � Payback Periode
� Reinvestasi usaha � Realokasi sumberdaya � Reevaluasi
manajemen, pasar, dan teknik budidaya
� Apakah Investasi pada peternakan kelinci menguntungkan?
� Apakah proyek pengembangan usaha ini peka terhadap penurunan harga output, penurunan produksi, pengkatan harga indukan dan peningkatan harga pakan?
IV METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project yang
terletak di Lembang Kabupaten Bandung Propinsi Jawa Barat. Dipilihnya tempat
ini sebagai tempat penelitian dikarenakan pemilik dari Peternakan kelinci Asep’s
Rabbit Project merupakan ketua perhimpunan peternak kelinci di daerah
Lembang, beliau memiliki beberapa peternak binaan yang tertarik untuk memulai
berternak kelinci. Selain itu peternakan Asep Sutisna merupakan salah satu
peternakan kelinci yang sedang berjalan dan sedang dalam upaya pengembangan,
sehingga cocok sebagai tempat penelitian yang khususnya untuk menstudi
kelayakan usaha peternakan kelinci. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan
Maret sampai April 2008.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara
dengan pemilik, dan para karyawan peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project.
Data sekunder diperoleh dari kumpulan data yang dimiliki pihak pemilik, bahan-
bahan pustaka, situs internet, laporan penelitian, data-data dari instansi terkait
baik dari Departemen Pertanian, Pemerintah daerah, dan Badan Pusat Statistik dan
dari penelitian sebelumnya yang diperoleh dari perpustakaan LSI IPB.
4.3 Metode Penentuan Lokasi dan Pengumpulan Data
Penetuan peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project sebagai lokasi penelitian
dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan informasi yang diperoleh dari
�
�
45
liputan acara kisi-kisi yang di tayangkan oleh salah satu televisi swasta, disana
diperlihatkan bahwa Bapak Asep berternak puluhan ekor kelinci yang sebagian
besar merupakan kelinci hias.
Data primer diperoleh dari pengamatan langsung dan wawancara. Teknik
pengumpulan data primer dilakukan dengan :
a. Indept Interview (wawancara mendalam) kepada pihak manajemen sekaligus
pemilik yaitu Bapak Asep dan istrinya.
b. Wawancara langsung dengan para karyawan yang bekerja pada Peternakan
kelinci Asep’s Rabbit Project
c. Observasi dengan pengamatan langsung kegiatan-kegiatan yang dilakukan di
peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project mulai dari proses pemberian
pakan,pembersihan kandang, penaganan terhadap kelinci sakit, pengolahan
pakan kelinci (Pellet), pengemasan pakan, dan lain-lain.
4.4 Metode Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara
kualitatif dan kuantitatif. Data yang bersifat kualitatif dianalisis untuk mengkaji
beberapa aspek, aspek-aspek yang dianalisis ini adalah aspek teknis, pasar, dan
manajemen.
Analisis kuantitatif dilakukan dengan menganalisa aspek finansial
kelayakan peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project. Dalam analisa kuantitatif
dilakukan perhitungan nilai uang dengan membandingkan biaya dan manfaat yang
diperoleh pada masa sekarang dengan masa yang akan datang melalui tingkat
diskonto tertentu. Data dan informasi yang diperoleh diolah secara manual yaitu
dengan menggunakan kalkulator maupun dengan menggunakan program
�
�
46
komputer microsoft excel 2003, kemudian hasilnya diintepretasikan secara
deskriptif.
Analisa finansial mengolah data menggunakan kriteria kelayakan investasi,
yaitu : Analisis Nilai Bersih Sekarang (Net Present Value/NPV), Tingkat
Pengembalian Investasi (Internal Rate of Return/IRR), Rasio Manfaat dan Biaya
Bersih (Net Benefit Cost Ratio/Net B/C), Masa Pengembalian Investasi yang
didiskontokan (Discounted Payback Period). Pengolahan data tersebut dilakukan
berdasarkan pada kerangka pemikiran yang telah disusun. Selain itu dilakukan
pula analisis sensitivitas untuk melihat kepekaan usaha peternakan kelinci Asep’s
Rabbit Project dalam menghadapi kemungkinan terjadinya perubahan.
4.4.1 Analisis Kelayakan Finansial
Analisis kelayakan finansial dilakukan melalui analisis manfaat dan biaya,
rugi laba, dan menggunakan beberapa kriteria investasi, yaitu Nilai Bersih
Sekarang (Net Present Value/NPV), Rasio Manfaat dan Biaya Bersih (Net Benefit
adn Cost Ratio/Net B/C), Tingkat Pengembalian Investasi (Internal Rate of
Return/IRR), dan Masa Pengembalian Investasi yang didiskontokan (Discounted
Payback Periode).
1) Nilai Bersih Sekarang (Net Present Value)
Net Present Value (NPV) adalah manfaat bersih sekarang yang diperoleh
selama umur proyek. Dengan demikian NPV merupakan selisih aaantara nilai
sekarang dari manfaat dan dari biaya yang telah memperhatikan unsur nilai waktu
uang. Secara matemati, NPV dapat dirumuskan sebagai berikut :
NPV = ( ) ���
=== +−
=+
−+
n
tttt
n
tt
tn
tt
t
iCB
iC
i
B
111 )1()1(1
�
�
47
Keterangan :
Bt = Manfaat yang diterima tahun ke-t
Ct = Biaya yang dikeluarkan tahun ke-t
i = Discount Rate/Tingkat suku bunga yang berlaku
n = Umur Ekonomis Proyek
Penilaian kelayakan finansial berdasarkan NPV yaitu:
1) NPV > 0, maka investasi tersebut menguntungkan dan layak untuk
dilaksanakan.
2) NPV = 0, berarti investasi tersebut memberikan nilai manfaat sama
dengan biaya yang dikeluarkan sehingga sulit untuk dialksanakan.
3) NPV < 0, maka investasi tersebut tidak layak untuk dilaksanakan karena
hanya akan mendatangkan kerugian.
2) Rasio Manfaat dan Biaya Bersih (Net Benefit Cost Ratio/Net B/C Ratio)
Net Benefit Cost Ratio (Net B/C ratio) merupakan besarnya tingkat
tambahan manfaat dari setiap tambahan biaya sebesar satu rupiah. Net B/C dapat
dirumuskan sebagai perbandingan antara nilai NPV yang berniali positif (sebagai
pembilang) dengan NPV yang bernilai negatif (sebagai penyebut). Untuk
menghitung nilai Net B/C terlebih dahulu dihitung benefit bersih yang telah
didiscount factor untuk setiap tahun t. Net B/C merupakan perbandingan
sedemikian rupa sedemikian rupa sehingga pembilang terdiri atas total present
value dari benefit bersih dalam tahun-tahun di mana benefit bernilai positif,
sedangkan penyebutkan terdiri atas total present value dari biaya bersih dalam
�
�
48
tahun-tahun di mana benefit bernilai negatif. Secara umum rumus yang digunakan
adalah sebagai berikut :
Net B/C =
�
�
=
=
+−
+−
n
tttt
n
tttt
iBC
iCB
1
1
)1(
)1( dimana ;
( )( )0
0<−>−
tt
tt
CBCB
Keterangan :
Bt = Manfaat yang diterima tahun ke-t
Ct = Biaya yang dikeluarkan tahun ke-t
i = Discount Rate/Tingkat suku bunga yang berlaku
t = Umur Ekonomis Proyek
Penilaian kelayakan finansial berdasarkan Net B/C yaitu:
1) Net B/C > 1 maka investasi tersebut menguntungkan dan layak untuk
dilaksanakan.
2) Net B/C < 1, maka investasi tersebut tidak layak untuk dilaksanakan
karena hanya akan mendatangkan kerugian.
3) Tingkat Pengembalian Investasi (Internal Rate of Return/IRR)
IRR merupakan persentase tingkat pengembalian investasi yang didapat
selama umur proyek. IRR berupa tingkat suku bunga yang menjadikan nilai NPV
suatu investasi sama dengan nol atau tingkat rata - rata keuntungan interen
tahunan di mana tingkat tersebut merupakan tingkat bunga maksimum yang dapat
dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan dan bisaanya dinyatakan
dalam satuan persen. Cara menghitung IRR adalah dengan metode interpolasi
dengan cara melakukan percobaan untuk mendapatkan tingkat bunga yang
�
�
49
menghasilkan NPV positif terkecil dengan tingkat bunga yang menghasilkan NPV
negatif terkecil. Nilai suku bunga percobaab yang menghasilkan NPV positif
terbesar dilambangkan dengan i1 dan yang menghasilkan NPV negatif
dilambangkan dengan i2. NPV yang bernilai positif terkecil dilambangkan NPV1
dan yang bernilai negatif terkecil dilambangkan NPV2. Rumus yang digunakan
untuk mencari nilai IRR adalah :
IRR = i1 + )( 1221
1 iiNPVNPV
NPV−
−
Keterangan :
i1 = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV positif terkecil
i2 = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV negatif terkecil
NPV1 = NPV yang bernilai positif terkecil
NPV2 = NPV yang bernilai negatif terkecil
Apabila IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yan berlaku maka investasi
tersebut layak untuk dilaksanakan, namun jika IRR kurang dari tingkat suku
bunga yang berlaku maka investasi tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Jika
IRR sama dengan tingkat suku bunga yang berlaku maka investasi tersebut tidak
menguntungkan dan tidak juga merugikan.
4.4.2 Masa Pengembalian Investasi Didiskontokan (Discounted Payback
Periode)
Discounted Payback Periode (Periode Pengembalian Kembali yang
Didiskontokan) atau tingkat pengembalian investasi merupakan metode yang
mengukur periode jangka waktu atau jumlah waktu yang dibutuhkan untuk
menutupi pengeluaran awal (investasi). Dalam hal ini bisaanya digunakan
�
�
50
pedoman untuk menentukan suatu proyek yang akan dipilih adalah suatu proyek
yang paling cepat mengembalikan biaya investasi tersebut. Rumus yang
digunakan dalam perhitungan Discounted Payback Periode adalah sebagai
berikut :
Payback Periode = Abi
Keterangan :
i = Besarnya investasi yang dibutuhkan
Ab = Benefit bersih yang dapat diperoleh setiap tahun.
Jika masa pengembalian investasi (Payback Periode) lebih singkat daripada
umur proyek yang ditentukan, maka proyek tersebut layak untuk dilaksanakan.
Pada dasarnya semakin cepat Payback Periode menunjukan semakun kecil resiko
yang dihadapi oleh investor (pengusaha).
4.4.3 Analisis Switching value
Analisis switching value merupakan suatu pendekatan dalam analisis
sensitivitas untuk menguji secara sistematis apa yang akan terjadi terhadap
kelayakan suatu proyek apabila terjadi kejadian-kejadian yang berbeda degan
perkiraan dalam perencanaan.
Analisis switching digunakan untuk mengetahui tingkat perubahan harga
output dan produksi sehingga keuntungan mendekati normal di mana NPV sama
dengan nol. Analisis switching value dilakukan dengan metode menguji coba
sehingga mendapatkan nilai NPV sama dengan nol. Metode uji coba dilakukan
dengan mengikuti prosedur apabila nilai NPV yang dihasilkankan pada kondisi
normal positif maka yang dilakukan adalah dengan melakukan penurunan
�
�
51
produksi dan harga output dan peningkatan biaya. Sebaliknya apabila kondisi
normal proyek menghasilkan nilai NPV negatif, maka perubahan yang dilakukan
adalah dengan menaikkan harga indukan menaikan harga pakan, meurunkan harga
output dan menurunkan produksi.
4.5 Asumsi Dasar yang digunakan
Untuk memudahkan analisis, beberapa asumsi dasar yang digunakan dalam
penelitian kali ini adalah sebagai berikut :
1. Umur proyek adalah 5 tahun, didasarkan pada umur ekonomis dari
indukan betina yang memiliki nilai investasi terbesar.
2. Pengusaha menggunakan modal sendiri.
3. Tingkat diskonto yang digunakan merupakan tingkat suku bunga
deposito Bank Indonesia (BI Rate) pada bulan April 2008 sebesar 8
persen
4. Biaya investasi dikeluarkan pada tahun pertama dalam penelitian ini
yakni tahun 2008.
5. Pola usaha yang diusahakan dibedakan berdasarkan proyeksi
karakteristik usaha yang dijalankan saat ini yaitu Pola usaha I adalah
budidaya anakan kelinci dan penjualan kelinci pedaging (pengumpul),
dan rencana pengembangan usaha yaitu Pola usaha II adalah budidaya
anakan kelinci, serta pola usaha III adalah budidaya kelinci pedaging.
Pola usaha I merupakan pola usaha yang benar-benar terjadi di lapangan
(lokasi penelitian), sedangkan pola usaha II dan III merupakan pola
usaha rancangan pengembangan yang didasarkan pada data di lapangan.
�
�
52
6. Inflow dan outflow merupakan proyeksi yang berdasarkan pada
penelitian dan informasi yang didapatkan pada tahun 2008.
7. Persiapan dalam ketiga pola usaha membutuhkan waktu satu setengah
bulan.
8. Total indukan yang digunakan dalam usaha diasumsikan 50 ekor
pejantan dan 200 ekor betina dengan rasio 1:4, yang berarti satu ekor
pejantan dapat dikawinkan dengan empat ekor betina.
9. Satu ekor kelinci diasumsikan dapat beranak sebanyak lima ekor anak
dalam satu kali masa kelahiran. Jumlah angka produksi ini dipakai untuk
mengatasi angka yang terlalu besar karena ada kelinci yang dapat
melahirkan lebih dari lima ekor anak per kelahiran.
10. Tingkat kehidupan kelinci berdasarkan data yang diperoleh dari
lapangan adala 85 persen. Jadi dari enam ekor anak yang dilahirkan
diperkirakan angka kematian sebanyak satu ekor.
11. Masa bunting kelinci selama 30-31 hari, masa menyusui kelinci selama
28 hari atau satu bulan.
12. Total produksi per bulan diasumsikan tetap yaitu 500 ekor untuk
budidaya anakan kelinci maupun kelinci pedaging.
13. Berat kelinci pedaging yang dijual pada umur 4 bulan adalah 2 kilogram
per ekor.
14. Anakan kelinci yang siap dipasarkan adalah yang berusia 45 hari yang
sudah melewati masa menyusui dan siap disapih.
15. Harga yang digunakan adalah harga konstan. Harga input merupakan
harga yang berlaku tahun 2008 dan harga dari output merupakan harga
�
�
53
jual pada tahun penelitian yaitu Rp. 50.000 per ekor untuk anakan
kelinci dengan umur 1 bulan dan Rp 18.000 per kilogram hidup untuk
kelinci pedaging. Sedangkan harga beli kelinci pedaging dari peternak
adalah Rp 15.000 per kilogram hidup.
16. Análisis data menggunakan data pajak penghasilan yang dikenakan
berdasarkan tarif pajak menurut UU Republik Indonesia No. 17 tahun
2000 tentang Tarif umum PPH wajib pajak badan dalam negeri dan
bentuk usaha tetap.
�
�
V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
5.1 Profil Perusahaan
Asep’s Rabbit Project adalah suatu usaha agribisnis on-farm yang dirintis
sejak tahun 1990 oleh Bapak Asep Sutisna. Usaha yang dilaksanakan adalah
peternakan kelinci yaitu membudidayakan kelinci – kelinci hias yang akan dijual
pada usia muda (usia 1 bulan) serta menjadi pengumpul kelinci pedaging.
Bentuk usaha yang digunakan oleh Asep’s Rabbit Project merupakan
usaha perorangan karena modal usaha dikeluarkan oleh Bapak Asep sendiri, tidak
ada modal yang diperoleh dari orang lain atau pinjaman dari lembaga
keuangan.Bapak Asep bertanggung jawab penuh untuk membiayai usaha dan
kerugian peternakan. Dalam menjalankan usahanya Bapak Asep memiliki visi,
yaitu terus berkembang untuk menghasilkan kelinci – kelinci hias yang
berkualitas unggul. Sehingga untuk mencapai visi tersebut Bapak Asep selalu
berusaha menghasilkan kelinci – kelinci persilangan yang memiliki keunggulan
dibandingkan induknya.
5.2 Sejarah dan Perkembangan Usaha
Peternakan ini awalnya merupakan hobi dari pemilik. Pemilik mencoba
untuk merawat kelinci untuk kesenangan tetapi lama kelamaan kelincinya
bertambah banyak dan pada akhirnya dia terjun ke dunia bisnis peternakan
kelinci. Usaha pembenihan kelinci hias mulai dirintis di daerah Lembang
Kabupaten Bandung. Pada awalnya beliau hanya memiliki beberapa kandang saja
dan meningkat seterusnya menjadi bangunan kandang yang dapat menampung
300 indukan kelinci serta anakan kelinci yang dihasilkan.
55
Bapak Asep adalah salah satu peternak kelinci yang menjadi bagian dari
asosiasi peternak kelinci internasional, Bapak Asep juga merupakan ketua
kelompok peternak kelinci di daerah lembang. Bapak Asep memiliki sekitar 100
orang petani binaan yang belajar serta memasarkan hasilnya melalui Bapak Asep.
Peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project menggunakan pola usaha
budidaya yang sudah tergolong sangat baik karena pola pengusahaan di tempat ini
sudah mempertimbangkan berbagai aspek yang dibutuhkan oleh kelinci. Indukan,
sirkulasi udara kandang, kebersihan kadang, dan ketersediaan pakan dan minum
merupakan faktor utama dalam pengusahaan kelinci baik anakan maupun
pedaging. Pakan yang dibutuhkan dalam pengusahaan peternakan kelinci adalah
pellet yang merupakan campuran dari berbagai bahan baku yang memiliki
kandungan yang sesuai dengan kelinci.
Tempat pengusahaan terletak dekat dengan tempat tinggal pemilik,
sehingga memudahkan dalam hal pengawasan. Peternakan kelinci Asep’s Rabbit
Project secara keseluruhan memiliki luas 240 m2. lokasi tersebut terletak di
daerah pegunungan yang memilik suhu relatif sejuk dan cocok untuk beternak
kelinci. Saat ini Asep’s Rabbit Project tidak hanya menjalankan bisnis
pembenihan kelinci, seiring dengan berjalannya waktu Asep’s Rabbit Project
mulai melebarkan usahanya ke produksi pakan, produksi mesin pembuat pakan,
dan menjadi pedagang pengumpul untuk memasarkan kelinci pedaging. Usaha
yang dijalankan oleh Asep’s Rabbit Project saat ini merupakan pengembangan
yang dipengaruhi oleh kelompok peternak di daerah Lembang karena Bapak Asep
merupakan ketua perhimpunan peternak di Lembang.
56
5.3 Struktur Organisasi Perusahaan
Struktur organisasi yang dimiliki oleh Asep’s Rabbit Project sangat
sederhana karena perusahaan ini merupakan perusahaan perseorangan. Asep’s
Rabbit Project memiliki 2 orang karyawan tetap dan 1 orang karyawan harian
yang memiliki job desk masing-masing. Pemberian pakan dan minum,
pembersihan kandang, dan produksi pakan dilakukan oleh 2 orang karyawan tetap
dan untuk mengumpulkan rumput dilakukan oleh 1 orang karyawan harian.
Sumber : Asep’s Rabbit Project
Gambar 3. Struktur Organisasi Asep’s Rabbit Project
5.4 Rencana Pengembangan Proyek
Usaha peternakan kelinci yang dijalankan oleh Asep’s Rabbit Project
mengalaami pertumbuhan setiap tahunnya. Pertumbuhan ini sejalan dengan
permintaan akan anakan kelinci maupun kelinci pedaging yang juga mengalami
peningkatan. Saat ini permintaan yang ada belum dapat dipenuhi oleh usaha yang
dijalankan oleh Asep’s Rabbit Project. Oleh karena itu Asep’s Rabbit Project
berencana untuk mengembangkan usahanya.
Pengembangan usaha yang akan dilakukan oleh Asep’s Rabbit Project
memiliki tiga alternatif pola usaha yang sangat potensial. Pola usaha pertama
adalah budidaya anakan kelinci dan penjualan kelinci pedaging. Pola usaha kedua
Pemilik sekaligus manajer
Karyawan tetap Karyawan harian Karyawan tetap
57
yang dapat dipilih sebagai pengembangan usaha Asep’s Rabbit Project adalah
budidaya anakan kelinci, karena saat ini permintaannya mencapai 1000 ekor per
bulan tetapi baru dapat dipenuhi setengahnya atau sebesar 500 ekor per bulan.
Lalu pola usaha ketiga adalah budidaya kelinci pedaging dimana permintaan yang
ada saat ini sebesar 7 ton per bulan dan dari jumlah tersebut baru dapat dipenuhi
sebesar 1 ton per bulan.
VI ANALISIS ASPEK PASAR, ASPEK MANAJEMEN, ASPEK TEKNIS
6.1 Pola Usaha Peternakan Kelinci Asep’s Rabbit Project
Pola usaha yang dilaksanakan dalam penelitian kali ini dibedakan
berdasarkan karakteristik usaha, yaitu pola usaha I, pola usaha II, dan pola usaha
III. Pola usaha I, II, dan III merupakan rancangan proyek pengembangan
peternakan kelinci yang akan dilakukan oleh Asep’s Rabbit Project yang dibuat
berdasarkan data-data yang diperoleh dari pemilik Asep’s Rabbit Project. Pola
usaha I yaitu usaha budidaya anakan kelinci dan penjualan kelinci pedaging. Pola
usaha II adalah usaha budidaya kelinci saja dan pola usaha III adalah budidaya
kelinci pedaging .
Berdasarkan data yang diperoleh, jumlah lahan dan bangunan yang
digunakan untuk budidaya kelinci yaitu sebesar 240 m2 dengan luas kandang yang
akan digunakan untuk setiap pola pengusahaan adalah sama yaitu 300 buah
kandang dengan ukuran 70 cm x 60 cm dengan luas total kandang sebesar 126 m2.
Kandang tersebut mampu menampung 300 ekor indukan dan anakan kelinci yang
siap untuk dipasarkan dengan rata-rata produksi setiap bulan sebesar 500 ekor.
Pada pola usaha III diasumsikan tidak melakukan investasi mesin pelet karena
pertimbangan biaya yang nantinya akan sangat memberatkan usaha dan juga
sesuai dengan kondisi usaha budidaya kelinci pedaging di lapangan.
6.2 Aspek Pasar Peternakan Kelinci Asep’s Rabbit Project
6.2.1 Aspek Pasar Budidaya Anakan Kelinci Asep’s Rabbit Project
Beberapa aspek pasar budidaya anakan kelinci yang diusahakan pada pola
usaha I dan II dapat digambarkan sebagai berikut :
59 �
a. Peluang Pasar
Saat ini permintaan kelinci terutama anakan kelinci cukup menjajikan, hal
ini karena pola pikir masyarakat Indonesia masih menganggap kelinci sebagai
binatang peliharaan bukan untuk dikonsumsi selain itu dapat dilihat dari
permintaan yang saat ini sebesar 1000 ekor per bulan dan produksi yang baru
dapat menjual 500 ekor anakan per bulan. Permintaan pasar untuk anakan kelinci
cukup besar di daerah perkotaan terutama Jakarta. Potensi pasar dari anakan
kelinci terbagi menjadi dua daerah besar yaitu Jakarta dan luar Jakarta. Kota-kota
besar selain Jakarta yang menyerap produk anakan kelinci adalah Bogor,
Bandung, Surabaya, dan Batam. Pemasaran yang dilakukan Asep’s Rabbit Project
tidak mengalami masalah, karena para pembeli dari berbagai daerah di Indonesia
datang langsung ke lokasi usaha.
b. Bauran Pemasaran
Peternak kelinci di daerah Lembang tergabung dalam satu wadah yaitu
kelompok peternak kelinci yang diketuai oleh Bapak Asep sendiri. Sehingga
dalam merencanakan strategi yang optimal dalam memasarkan hasil produksinya
Bapak Asep tidak sendiri, beliau dibantu oleh peternak-peternak lainnya. Rencana
ini terangkum dalam suatu strategi yang disebut dengan bauran pemasaran.
Bauran pemasaran tersebut mencakup strategi produk, harga, tempat, dan
promosi.
Pada strategi produk anakan kelinci yang dijual adalah anakan kelinci
yang telah disapih atau berumur sekitar 45 hari. Pada usia ini kelinci sudah siap
disapih karena telah melewati masa menyusui selama 28 hari setelah melahirkan.
Dengan melakukan penjualan anakan pada usia satu bulan maka produksi anakan
60 �
kelinci bisa ditingkatkan dengan melakukan perkawinan lagi setelah anakan
tersebut telah dipasarkan. Pada usia ini anakan kelinci akan mengalami masa
pertumbuhan yang sangat signifikan sehingga pemasaran yang dilakukan haruslah
secepat mungkin.
Harga yang diperoleh dari penjualan anakan kelinci berkisar antara
Rp 25.000 sampai Rp 75.000 per ekor, anakan kelinci dipasarkan kepada para
pedagang yang berada di daerah Jakarta maupun luar Jakarta, poroporsi anatara
Jakarta dan Luar Jakarta adalah 60 persen berbanding 40 persen. Pasar anakan
luar Jakarta meliputi Makkasar, Bali, Medan, dan Jogja yang masing-masing
daerah meminta distribusi anakan kelinci sebesar 200 ekor per bulan, tetapi dari
jumlah permintaan ini Asep’s Rabbit Project baru dapat memenuhi permintaan
100 ekor per bulan per daerah. Promosi yang dilakukan pada awalnya adalah
dengan mengikuti pameran-pameran tetapi setelah pasar sudah terbentuk maka
strategi yang digunakan adalah mulut ke mulut. Adapun saluran pemasaran
anakan kelinci dapat dilihat pada Gambar 4.
Sumber : Asep’s Rabbit Project
Gambar 4. Saluran Pemasaran Anakan Kelinci
Asep’s Rabbit Project
Pedagang
Jakarta Luar Jakarta
Konsumen anakan kelinci
61 �
6.2.2 Aspek Pasar Budidaya Kelinci Pedaging Asep’s Rabbit Project
Beberapa aspek pasar budidaya kelinci pedaging yang diusahakan pada
pola usaha I dan III dapat digambarkan sebagai berikut :
a. Peluang Pasar
Saat ini peluang pasar untuk kelinci pedaging belum cukup besar bila
dibandingkan dengan anakan kelinci, artinya belum banyak permintaan terhadap
daging kelinci tetapi peternak yang menggarap peluang pasar ini juga sangat
kurang sehingga tetap saja pada akhirnya permintaan akan lebih tinggi bila
dibandingkan produksi. Permintaan untuk kelinci pedaging sebesar 8 ton per
bulan tetapi dari jumlah tersebut baru dapat dipenuhi sebesar 1 ton dari budidaya.
Permintaan tersebut datang dari para pengusaha restoran di daerah Jakarta dan
Surabaya. Permintaan tetinggi terdapat di kota Surabaya dengan jumlah 7 ton per
bulan dan sisanya Jakarta sebanyak 1 ton. Permintaan yang datang dari Surabaya
saat ini belum diambil oleh Asep’s Rabbit Projrct karena keterbatasan produksi.
Pemasaran yang dilakukan tidak mengalami masalah, karena untuk kelinci
pedaging mereka akan mengirimkannya dalam bentuk karkas dan ongkos dan
resiko pengiriman akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak konsumen dalam hal
ini pemilik restoran (Asep’s Rabbit Project).
b. Bauran Pemasaran
Pada strategi produk kelinci pedaging yang dijual adalah karkas atau
daging kelinci yang berumur 4 bulan dan memiliki berat rata-rata 2 kilogram
hidup. Harga yang berlaku pada saat penelitian adalah Rp 18.000 per kg hidup.
Pada pola usaha I Asep’s Rabbit Project hanya membeli kelinci dari para petani
62 �
dengan harga Rp 15.000 per kg hidup sehingga mendapatkan margin keuntungan
sebesar Rp 3.000 per kg hidup.
Strategi pemasaran ini dilakukan untuk meminimalkan biaya distribusi dan
meminimalkan resiko serta tidak perlu memikirkan bagaimana produk sampai ke
tangan konsumen tetapi hanya sampai batas pengolahan karkas daging kelinci
saja. Strategi ini juga membuat Asep’s Rabbit Project tidak mengeluarkan
investasi yang besar untuk transportasi atau armada jika melakukan pengiriman
sendiri. Aliran pemasaran kelinci pedaging tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.
Sumber : Asep’s Rabbit Project
Gambar 5. Saluran Pemasaran Kelinci Pedaging
6.2.3 Hasil Analisis Aspek Pasar Asep’s Rabbit Project
Berdasarkan hasil analisis aspek pasar peluang pasar dinilai sangat
memadai karena jumlah permintaan baik anakan kelinci maupun kelinci pedaging
masih lebih besar dibandingkan produksi. Produk yang dihasilkan pada usaha
budidaya anakan kelinci dan budidaya kelinci pedaging merupakan produk yang
sesuai dengan permintaan pasar dan harga yang ditawarkan pun merupakan harga
Asep’s Rabbit Project
Restoran
Jakarta (Pasar saat ini)
Konsumen akhir daging kelinci
Kelompok Peternak kelinci
Surabaya (Pasar potensial)
63 �
yang terjangkau oleh konsumen. Sehingga pemasaran dan distribusi dapat berjalan
dengan baik. Maka dapat disimpulkan bahwa aspek pasar pengusahaan peternakan
kelinci layak untuk dijalankan.
6.3 Aspek Manajemen Asep’s Rabbit Project
Aspek manajemen pada peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project
mencakup empat fungsi dari manajemen yaitu Planning, Organizing, Actuating,
dan Controlling. Planning merupakan perencanaan pengembangan proyek
peternakan kelinci yang akan dilakukan oleh Asep’s Rabbit Project. Organizing
merupakan bagaimana pembagian tugas yang dilakukan Asep Sutisna dalam
menjalankan peternakannya. Actuating merupakan bagaimana Asep Sutisna
menjalankan peternakan Asep’s Rabbit Project ini. Lalu Controlling adalah
bagaimana Asep Sutisna yang merupakan pemilik sekaligus manajer peternakan
melakukan kontrol terhadap semua aspek dalam peternakan Asep’s Rabbit
Project.
Perencaan terhadap pengembangan proyek peternakan Asep’s Rabbit
Project telah dilakukan oleh Asep Sutisna selaku pemilik sudah direncanakan
sejak lama. Hal ini terkait dengan jumlah permintaan peternakan ini yang lebih
besar dibandingkan dengan jumlah produksinya. Perencaan pengembangan
proyek ini dilakukan dengan tiga alternatif kegiatan usaha, yaitu budidaya anakan
kelinci dan penjualan kelinci pedaging, budidaya anakan kelinci, dan budidaya
kelinci pedaging. Dalam pengembangan proyek peternakan kelinci ini Asep
Sutisna selaku pemilik telah melakukan berbagai perencanaan seperti investasi
yang akan dilakukan, biaya operasional dan biaya tetap yang akan dikeluarkan,
serta penerimaan yang akan didapatkan.
64 �
Organisasi dan Aktualisasi perusahaan yang dilakukan dalam Asep’s
Rabbit Project meliputi pembagian tugas yang akan dibebankan kepada tiap
karayawan serta bagimana pembagian tugas tersebut di lapangan. Asep’s Rabbit
Project memiliki struktur manajerial yang sederhana karena usaha ini tergolong
usaha perorangan. Dalam menjalankan aktivitas usahanya pemilik sekaligus
manajer yang mempekerjakan dua orang karyawan tetap dan satu orang karyawan
harian. Dari ketiga orang karyawannya tersebut memiliki pembagian kerja yang
jelas. Satu orang karyawan tetap bertugas untuk memberi pakan, membersihkan
kandang kelinci, merawat bila ada kelinci yang sakit serta karyawan tetap lainnya
bertugas mengoperasikan mesin pelet, bertanggung jawab pada produksi pelet,
serta teknisi bila mesin mengalami masalah, kedua karyawan ini mendapatkan
upah bulanan dan makan serta uang rokok. Karyawan harian memiliki tugas untuk
mengumpulkan rumput serta menyiapkan bahan-bahan untuk membuat pelet dan
karyawan lepas ini diberi upah harian saja. Struktur organisasi Asep’s Rabbit
Project dijabarkan dalam Gambar 6.
Sumber : Asep’s Rabbit Project
Gambar 6. Struktur organisasi
Pemilik sekaligus manajer
Karyawan tetap Karyawan harian Karyawan tetap
65 �
Kontrol dalam Asep’s Rabbit Project ini dilakuan oleh Asep Sutisna
selaku manajer dari peternakan, setiap harinya peternakan dikontrol secara teratur
setiap pagi, siang, dan sore hari. Pengontrolan ini terkait dengan tugas-tugas yang
harus dilaksanakan oleh para karyawan seperti : pemberian pakan, kebersihan
kandang, dan produksi pelet. Kontrol juga dilakukan secara rutin setiap bulannya
sebelum hasil budidaya dipasarkan kepada pembeli, kontrol dilakukan untuk
menjaga kualitas dari kelinci agar pembeli puas terhadap produk-produk yang
dihasilkan oleh peternakan.
6.3.1 Hasil Analisis Aspek Manajemen
Terpenuhinya empat fungsi manajemen dalam peternakan kelinci ini
meliputi Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling membuat usaha ini
layak untuk dijalankan karena semua aspek yang dibutuhkan untuk menjalankan
suatu bisnis seperti di atas telah dijalankan. Perencanaan yang baik oleh pemilik,
organisasi dan aktualisasi yang jelas pada perusahaan, serta kontrol yang baik
terhadap semua aspek yang dijalankan dalam usaha.
6.4 Aspek Teknis Pemeliharaan Kelinci
Aspek teknis mengenai pemeliharaan anakan kelinci dan kelinci pedaging
akan diuraikan pada teknik pemeliharaan yang dikembangkan berdasarkan usaha
budidaya anakan kelinci dan usaha budidaya kelinci pedaging.
6.4.1 Keragaan Usaha Budidaya Anakan Kelinci
Budidaya anakan kelinci pada Asep’s Rabbit Project (pola usaha I dan II)
dilakukan dengan menggunakan teknik intensif, seperti penggunaan kandang yang
cukup lebar, makanan dan minum yang dijaga keteraturannya, dan bangunan
kandang yang terjaga kebersihannya, selain itu juga pemberian obat yang teratur
66 �
pada saat kelinci terserang penyakit. Pengetahuan yang didapat pemilik tentang
budidaya anakan kelinci didapat dari hasil pembelajaran otodidak dan juga
pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh asosiasi peternak kelinci internasional.
Budidaya anakan kelinci ini mempunyai tujuan untuk memperoleh benih atau
anakan dengan usia sekitar satu bulan. Beberapa teknik budidaya anakan kelinci
adalah sebagai berikut :
1. Persiapan Tempat Budidaya Anakan Kelinci
Persiapan tempat budidaya terdiri atas pembuatan bangunan dan
pembuatan kandang. Pembuatan bangunan terdiri atas kegiatan membangun
tempat perlindungan yang nantinya diletakkan kandang sebagi tempat budidaya
kelinci. Kandang yang baik dan tepat merupakan suatu cerminan kesehatan
ternak. Kesehatan ternak yang terjaga stabilitasnya sangat besar pengaruhnya pada
keberhasilan peternakan yang diprogramnya. Kelinci mudah sekali beradaptasi
terhadap berbagai bentuk kandang yang disediakan asalkan kondisinya memenuhi
persyaratan kebutuhan hidup kelinci. Hal-hal yang perlu diperhatikan, antara lain
(Sarwono, 2001) :
• Lokasi Kandang
Penempatan kandang yang baik yaitu pada lokasi yang mendapat sinar
matahari pagi, bersuhu sejuk, memiliki ventilasi sempurna, tempat yang
kering, lingkungan tenang, dan tak jauh dari rumah.
• Lantai Kandang
Lantai kandang dapat dibuat dari kawat, bambu atau kayu, dan tanah. Bila
memilih lantai dari kawat akan membuat otot kaki kelinci cepat lelah oleh
karena itu diperlukan papan kayu yang digunakan kelinci untuk
67 �
beristirahat. Lantai dari bambu atau kayu sangat baik untuk pertumbuhan
kelinci. Sedangkan lantai dari tanah sebaiknya dilapisi batu bata atau
disemen agar kelinci tidak membongkar-bongkar tanah.
• Suasana Tenang dan Aman
Kandang yang baik member perlindungan yang aman bagi ternak, yaitu
situasinya yang tenang dan aman. Kelinci mudah terkejut oleh suara hiruk
dan bunyi-bunyian yang keras. Peternak perlu waspada terhadap gangguan
tak terduga, seperti gangguan anjing, kucing, atau tikus.
• Pola Kandang
Pemilihan pola kandang sangat tergantung pada ukuran atau besarnya
usaha, iklim, modal yang tersedia, dan kemudahan pengelolaan. Penentuan
pola kandang biasanya merupakan keputusan yang diambil sendiri oleh
peternak.
2. Persiapan Peralatan
Peralatan-peralatan yang digunakan dalam proses budidaya anakan kelinci
antara lain :
• Kotak Sangkar
Kotak sangkar diperlukan untuk menyediakan tempat yang nyaman bagi
induk yang melahirkan, sekaligus tempat yang nyaman bagi anak-anak
kelinci yang baru lahir.
• Tempat Pakan dan Minum
Tempat pakan dan minum kelinci sangat bervariasi bentuk dan bahannya.
Ukuran wadah sekurang-kurangnya sedalam 7,5 – 10 cm dengan diameter
68 �
15 – 20 cm. wadah sebaiknya mudah dipasang dan diambil dari kandang,
bobot cukup berat sehingga tidak mudah digulingkan oleh kelinci.
• Perlatan Pendukung lain (Alat-alat kebersihan)
Alat – alat kebersihan biasanya digunakan untuk membersihkan kotoran
dan air kencing yang tertinggal kandang kelinci. Alat-alat kebersihan yang
digunakan adalah : sapu, kain lap, korekan, dan ember.
3. Pembelian Mesin Pakan
Mesin pakan digunakan untuk mengolah pelet yang nantinya merupakan
makanan pokok bagi kelinci. Pelet kelinci berbahan dasar : bungkil kedelai
atau dedak sebanyak 40 persen, bungkil kedelai senyak 20 persen, bungkil
kelapa sebanyak 10 persen, jagung sebanyak 10 per, premix mineral sebanyak
1 persen, dan rumput 19 persen (Asep’s Rabbit Project). Komposisi pakan
tersebut disusun atas kebutuhan dasar dari kelinci.
4. Pemilihan Induk
Produktivitas kelinci sangat tergantung pada pengelolaan, salah satu unsur
yang sangat mendukung pengelolaan adalah indukan. Indukan yang digunakan
diseleksi berdasarkan sifat ras, penampilan fisik, usia, tingkah laku, daya
produksi, dan nilai ekonomis.
5. Penyesuaian Induk
Induk yang telah dipilih dan memiliki keunggulan dalam berbagai hal
kemudian dimasukkan ke dalam kandang yang telah dipersiapkan. Dalam
kondisi ini kelinci sangat rapuh karena kondisi pada kandang baru sangat
berbeda kondisinya dengan kondisi lingkungan hidup kelinci sebenarnya.
Sehingga agar kelinci dapat hidup normal kelinci perlu penyesuaian kandang,
69 �
penyesuaian kandang membutuhkan waktu 1 minggu agar kelinci benar-benar
terbiasa dengan kondisi kandang yang baru.
6. Perkawinan Induk
Perkembangbiakan kelinci dapat diatur dengan kelahiran terencana. Kelahiran
untuk kelinci terjadi 31-32 hari sesudah perkawinan yang berhasil.
Perkawinan pada kelinci dapat dilakukan dengan tiga macam cara, yaitu cross
breed, inbreed, dan line breed (Sarwono, 2001).
7. Masa Melahirkan
Setelah menjalani masa bunting selama 31-32 hari maka kelinci telah siap
untuk melahirkan anak-anaknya. Dalam satu kali masa bunting kelinci dapat
melahirkan rata-rat 4-8 ekor anak. Anakan yang ideal dilahirkan oleh kelinci
adalah enam ekor karena jumlah puting susu yang berfungsi baik hanya enam
putting dan dari 6 ekor tersebut tingkat kematian kelinci sebesar 15 persen,
sehingga rata-rata dalam satu kali masa bunting kelinci dapat melahirkan 5
ekor (Asep’s Rabbit Project).
8. Masa Menyusui
Setelah dilahirkan anakan kelinci langsung disusui oleh induknya, masa
menyusui kelinci adalah selama 42-56 hari,. Tetapi waktu ini dapat
dipersingkat menjadi hanya 28 hari setelah kelahiran anak. Penyapihan lebih
awal memungkinkan jumlah kelahiran yang lebih banyak dalam setahun serta
puncak produksi susu antara 12-28 hari setelah itu mulai berhenti.
70 �
9. Panen
Kelinci yang telah disapih dan berumur 45 hari dan telah disapih siap untuk
dipasarkan kepada para pemesan. Kelinci berusia muda dengan ukuran lebih
disukai oleh pedagang karena lebih mudah dalam memasarkannya dan juga
memiliki harga yang relatif lebih murah. Pemasaran langsung yang dilakukan
untuk mendapatkan harga yang bagus dan juga mengurangi resiko kematian.
Harga jual anakan kelinci berada di kisaran rata-rata Rp 50.000.
6.4.2 Keragaan Usaha Budidaya Kelinci Pedaging
Budidaya kelinci pedaging pada umumnya memiliki kesamaan dengan
budidaya anakan kelinci. Perbedaanya hanya terdapat pada tahap penggemukan,
tahap ini berlangsung selama 3 bulan setelah kelinci di sapih.
Pada budidaya kelinci pedaging masa penggemukan untuk menghasilkan
karkas yang memuaskan. Kelinci pedaging biasanya dipotong pada usia 56 hari
atau sekitar 2 bulan, tetapi Bapak Asep menjual kelinci pedaging pada usia 4
bulan untuk menghasilkan karkas yang lebih berat sehingga mendapatkan harga
jual yang lebih tinggi. Pada masa penggemukan kelinci diberi pakan secara
intensif sehingga dapat menghasilkan karkas yang memuaskan.
Panen kelinci pedaging dapat dipanen pada usia 3 bulan setelah melalui masa
menyusui dan penggemukan dengan berat rata-rata 2 kilogram per ekor, harga per
kilogram hidupnya berada pada kisaran Rp 15.000 sampai Rp 21.000 dengan
harga rata-rata Rp 18.000. Pemanenan dilakukan pada pagi hari dan pedagang
yang memesan sudah menunggu di depan kandang. Pemasaran langsung yang
dilakukan untuk mendapatkan harga yang bagus dan juga mengurangi resiko
kematian.
71 �
6.4.3 Hasil Analisis Aspek Teknis
Dari hasil analisis aspek teknis di atas, aplikasi terhadap aspek teknis yang
baik untuk menjalankan usaha peternakan kelinci telah dilaksanakan pada
peternakan Asep’s Rabbit Project. Usaha budidaya anakan kelinci maupun
budidaya kelinci pedaging telah memenuhi syarat teknis tersebut seperti,
persiapan kandang yang ideal, ketersediaan input, pemilihan indukan yang
unggul, perkawinan induk yang optimal, kontrol mutu, dan keamanan. Maka
dapat disimpulkan bahwa aspek teknis, usaha peternakan kelinci layak untuk
diusahakan.
�
�
VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL
Analisis kelayakan finansial dalam penelitian ini ditujukan untuk
mengetahui kelayakan usaha peternakan kelinci yang dikembangkan oleh pola
usaha budidaya kelinci di tempat penelitian yakni budidaya anakan dan
pengumpul kelinci pedaging, pola usaha tersebut merupakan pola usaha I. Selain
itu akan dilakukan rancangan analisis kelayakan finansial usaha peternakan
kelinci yang dilakukan secara terpisah yaitu budidaya anakan kelinci saja yang
merupakan pola usaha II dan budidaya kelinci pedaging saja atau pola usaha III.
Dari ketiga pola budidaya ini masing-masing akan dibandingkan tingkat
kelayakan finansialnya, kriteria yang digunakan dalam analisis finansial meliputi
Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit per Cost (Net
B/C), dan Payback periode serta analisis Switching value.
7.1 Analisis Kelayakan Finansial Pola Usaha I
7.1.1 Arus Penerimaan (Inflow)
Dalam pola usaha ini arus penerimaan berupa nilai produksi total yang
diperoleh setelah proyek berakhir. Penerimaan yang diperoleh pada pola usaha ini
adalah penjualan anakan yang dihasilkan, penjualan kelinci pedaging dan
pendapatan dari nilai sisa. Pada Asep’s Rabbit Project terdapat 200 ekor indukan
betina dan 100 ekor indukan jantan. Seekor induk betina diasumsikan dapat
melahirkan rata-rata 6 ekor anak dengan mempertimbangkan tingkat kematian
anak sebesar 15 persen sehingga diasumsikan satu ekor kelinci melahirkan 5 ekor
anak yang siap dipasarkan. Jumlah anak yang dihasilkan dari 200 ekor indukan
betina dalam satu kali masa bunting adalah 1000 ekor, tetapi masa bunting diatur
73 �
�
agar setiap bulan bisa mendapatkan penerimaan dari penjualan anakan. Sehingga
setiap bulan akan menghasilkan 500 ekor anak dengan mengawinkan 100 ekor
indukan betina dengan 50 pejantan setiap bulannya. Anak kelinci yang dilahirkan
akan menjalani masa menyusui selama 28 hari sebelum bisa dipasarkan.
Harga rata-rata anakan kelinci yang berusia 28 hari yang siap dipasarkan
sangat bervariasi yaitu : Rex, Lop, Lion, Anggora, dan Dutch, sehingga dalam
penelitian ini diasumsikan harga anakan adalah Rp 50.000 per ekor dengan
mengambil rata-rata harga dari kelima jenis kelinci tersebut. Penerimaan pada
pola usaha I dari penjualan anakan kelinci dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil Penjualan anakan kelinci yang dihasilkan oleh pola usaha I
Tahun Produksi (ekor) Nilai (Rp) 1 3.500 175.000.000 2 6.000 300.000.000 3 6.000 300.000.000 4 6.000 300.000.000
Total 21.500 1.075.000.000
Peneriman pada pola usaha I selain dari budidaya anakan kelinci juga dari
keuntungan sebagai pedagang pengumpul kelinci pedaging. Pada pola usaha I
pendapatan dari kelinci pedaging adalah dengan membeli kelinci pedaging dari
peternak kelinci sekitar dengan harga Rp 15.000 per kg hidup dan menjualnya
kembali kepada pemesan sebesar Rp 18.000 per kg hidup, sehingga keuntungan
yang diperoleh sebesar Rp 3.000 per kg hidup. Harga beli dan harga jual tersebut
diasumsikan tetap setiap tahunnya dan digunakan harga yang berlaku pada bulan
maret 2008. Setiap bulannya peternak dapat menjual sekitar 500 ekor per bulan
dengan berat 1 ton hidup dan pada tahun pertama penjualan dimulai pada agustus
sehingga hanya melakukan 5 kali penjualan dan pada tahun berikutnya penjualan
74 �
�
dilakukan setiap bulan. Pada Tabel 8 akan digambarkan mengenai penerimaan
dari hasil penjualan kelinci pedaging yang diterima oleh Asep’s Rabbit Project.
Tabel 8. Hasil Penjualan kelinci pedaging yang dihasilkan oleh pola usaha I
Tahun Nilai Beli (Rp) Nilai Jual (Rp) Penerimaan(Rp) 1 75.000.000 90.000.000 15.000.000 2 180.000.000 216.000.000 36.000.000 3 180.000.000 216.000.000 36.000.000 4 180.000.000 216.000.000 36.000.000
Total 615.000.000 738.000.000 123.000.000
Salvge value adalah nilai sisa dari biaya investasi yang tidak habis terpakai
selama umur ekonomis proyek. Salvage value terjadi pada akhir umur proyek
sehingga nilai sisa diperhitungkan sebagai tambahan manfaat usaha. Nilai sisa
pada peternakan kelinci diperoleh dari komponen biaya yang tidak habis terpakai
karena belum mencapai umur ekonomisnya yaitu lahan, bangunan kandang, mesin
pellet, dan indukan jantan. Diasumsikan harga jual lahan sama dengan harga beli
lahan dan total nilai salvage value yaitu sebesar Rp 66.821.429. Nilai salvage
value dapat dilihat pada Lampiran 13.
7.1.2 Arus Pegeluaran (Outflow)
Struktur biaya dalam usaha ini dikelompokan menjadi tiga jenis, yaitu
biaya investasi, biaya operasional, dan biaya tetap. Ketiga komponen biaya ini
dimasukan ke dalam arus kas keluar (outflow).
a. Biaya Investasi
Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan pada saat awal proyek
(tahun pertama). Biaya investasi yang dikeluarkan pada pola usaha I terdiri dari:
75 �
�
1. Indukan betina yang siap kawin dan memiliki masa produktif untuk
bunting selama lima tahun dibeli dengan harga Rp 2.000.000 per ekor
(Asep’s Rabbit Project).
2. Indukan jantan yang siap kawin dan memilik masa produktif untuk
membuahi selama tujuh tahun dibeli dengan harga Rp 2.000.000 per ekor
(Asep’s Rabbit Project).
3. Lahan yang berfungsi untuk mendirikan bangunan dan kandang yang
digunakan sebagai tempat pembudidayaan. Dibeli dengan harga
Rp 24.000.000.
4. Biaya pembuatan bangunan dan kandang yang berfungsi sebagai tempat
pembudidayaan kelinci. Bangunan yang digunakan berukuran 240 m2
yaitu 8 meter x 30 meter berjumlah satu buah. Bangunan kandang
merupakan tempat perlidungan bagi kelinci dari suhu luar, di dalam
bangunan dibuat kandang yang berukuran 70 cm x 60 cm berjumlah 300
buah sehingga luas total dari kandang sebesar 126 m2. Biaya yang
dikeluarkan untuk pembuatan kandang sebesar Rp 16.000.000
5. Mesin pellet berfungsi untuk membuat makan olahan atau yang bisaa
disebut dengan pelet bagi kelinci sehingga kadar nutrisi pakan yang
diberikan dapat dijaga. Biaya total yang digunakan untuk memproduksi
mesin pellet ini yaitu sebesar Rp 12.500.000.
6. Tempat makan dan minum berfungsi sebagai wadah untuk tempat
makanan dan air agar kelinci mudah untuk makan dan minum serta untuk
menjaga kebersihan kandang. Investasi yang dikeluarkan untuk pembelian
tempat pakan dan minum sebesar Rp 2.400.000.
76 �
�
7. Peralatan pendukung peternakan seperti alat-alat kebersihan, ember dan
lainnya, total biaya investasi yang dikeluarkan untuk peralatan kandang ini
sebesar Rp 1.000.000.
Dari keseluruhan total investasi yang dikeluakan oleh pola usaha I, biaya
investasi terbesar adalah untuk pembelian indukan sebesar 89,9 persen dari total
investasi yang dikeluarkan dan sisanya yaitu sebesar 10,1 persen digunakan untuk
biaya investasi yang lain seperti pembelian lahan, pembuatan bangunan dan
kandang, produksi mesin pellet, pembelian tempat makan dan minum. Lampiran
14 menyajikan komponen biaya investasi pada pola usaha I.
b. Biaya Operasional
Biaya operasional yang dikeluarkan pada pola usaha I adalah biaya pakan
yang merupakan pakan olahan dari daun-daun, rumput, bungkil kedelai, arang,
dan jagung yang memiliki komposisi seimbang yang cocok untuk kelinci.
Komposisi pakan yang dibuat oleh Asep’s Rabbit Project adalah: dedak 40 persen,
bungkil kedelai 20 persen, Jagung 10 persen, bungkil kelapa 10 persen, dan
mineral 1 persen dan rumput 19 persen (Asep’s Rabbit Project). Biaya operasional
tahun pertama berbeda dengan tahun berikutnya disebabkan karana usaha ternak
kelinci ini baru dimulai pada minggu kedua bulan maret sehingga perhitungan
biaya tahun pertama hanya 10 bulan.
Kebutuhan pellet untuk satu ekor kelinci adalah 100 gram per hari
sehingga kebutuhan pakan untuk 300 ekor kelinci per tahun adalah sebesar 9 ton
untuk tahun pertama dan 10,8 ton untuk tahun selanjutnya, dengan harga produksi
pakan yaitu sebesar Rp 4480 per kilogram sehingga dalam tahun pertama Asep’s
Rabbit Project harus mengeluarkan Rp 40.320.000. Biaya operasional lainnya
77 �
�
yaitu obat dan pembelian pulsa atau biaya telpon. Untuk obat-obatan satu ekor
kelinci dianggarkan sebesar Rp 1000 per bulan, biaya ini merupakan biaya darurat
yang bisa terpakai atupun tidak. Obat - obat yang digunakan oleh Asep’s Rabbit
Project antara lain: Hipomex, Hipermektin, Trovit excellent, Intermektin, dan
spektaral. Perincian biaya operasional tahun pertama dapat dilihat pada Lampiran
15.
Biaya operasional tahun pertama yang berbeda dengan tahun berikutnya
disebabkan karana usaha ternak kelinci ini baru dimulai pada minggu kedua bulan
maret sehingga perhitungan biaya tahun pertama hanya 10 bulan. Pada tahun
berikutnya Asep’s Rabbit Project harus mengeluarkan Rp 48.384.000 untuk biaya
pakan sebanyak 10,8 ton. Biaya-biaya operasional lainnya berupa obat dan
pembelian pulsa atau biaya telpon. Untuk obat-obatan satu ekor kelinci
dianggarkan sebesar Rp 1000 per bulan, biaya ini merupakan biaya darurat yang
bisa terpakai atupun tidak. Perincian biaya operasional tahun ke-2 dan seterusnya
dapat dilihat pada Lampiran 16.
c. Biaya Tetap
Biaya Tetap adalah biaya yang besarnya tidak dipengaruhi oleh perubahan
volume produksi dan dalam analisis ini diasumsikan tetap setiap bulannya,
sehingga ada selisih antara tahun pertama dengan tahun berikutnya. Biaya tetap
dalam budidaya kelinci ini berupa gaji karyawan, upah karyawan harian, makan
dan rokok, perawatan mesin, dan perawatan kandang. Karwayan tetap yang
berjumlah 2 orang diberi gaji per bulan sebesar Rp 800.000 per orang, serta
makan dan rokok setiap hari sebesar Rp 17.500 per orang. Sedangkan karyawan
lepas merupakan karayawan yang hanya bertugas untuk mencari rumput setiap
78 �
�
harinya dan diberi upah per hari sebesar Rp 30.000. serta biaya perawatan mesin
untuk ganti oli dan spare part lainnya sebesar Rp 100.000 per bulan dan
perawatan kandang sebesar Rp 100.000 per 3 bulan. Perincian biaya tetap tahun
pertama dapat dilahat pada lampiran 17.
Pada tahun pertama kegiatan usaha baru dimulai pada bulan maret
sehingga terdapat selisih perhitungan antara tahun pertama dan kedua. Pada tahun
pertama perhitungan biaya tetap hanya selama 10 bulan sedangkan pada tahun
berikutnya dilakukan perhitungan penuh selama 12 bulan. Perincian perhitungan
biaya tetap tahun kedua dan seterusnya dapat dilihat pada lampiran 18.
7.1.3 Kelayakan Finansial Pola Usaha I
Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Net Present Value,
Net Benefit Cost Ratio, Internal Rate of Return, dan Payback periode.
Berdasarkan hasil perhitungan terhadap analisis finansial pada tingkat diskonto
8,00 persen, diperoleh NPV sebesar 363.123.588. Nilai ini menunjukan bahwa
keuntungan yang diperoleh pada kegiatan usaha pembenihan kelinci dan kelinci
pedaging adalah sebesar Rp 363.123.588 selama 5 tahun menurut nilai sekarang.
Nilai Net B/C yang diperoleh adalah 1,88 yang berarti untuk setiap satu rupiah
yang diinvestasikan atau dikeluarkan memberikan manfaat sebesar 1,88. Internal
Rate of Return yang diperoleh yaitu 31 persen menunjukan bahwa tingkat suku
bunga atau tingkat diskonto 31 persen merupakan tingkat diskonto yang
menghasilkan nilai NPV sebesar nol.
Perhitungan payback periode dapat diketahui bahwa masa yang
dibutuhkan untuk mengembalikan nilai investasi adalah selama 3,17 atau selama 3
tahun 2 bulan dan 12 hari. Berdasarkan nilai kriteria investasi, dapat dinyatakan
79 �
�
bahwa pola usaha I layak untuk dusahakan. Hasil perhitungan analisis finansial
pola usaha I dapa dilihat pada Tabel 9 dan untuk rincian cashflow dapat dilihat
pada Lampiran 31.
Tabel 9. Hasil analisis Finansial Pola Usaha I
Kriteria Investasi Nilai NPV (Rp) Net B/C IRR (%) Payback periode
363.123.588 1,88
31 3,17
7.1.4 Analisis Switching value
Analisis Switching value terhadap penurunan produksi, penurunan harga
output, penurunan produksi, kenaikan harga indukan, dan kenaikan harga pakan
dilakukan untuk mengetahui sampai seberapa persen penurunan atau kenaikan
harga tersebut yang dapat menyebabkan proyek tersebut tidak layak lagi untuk
dilaksanakan, dengan kata lain dicari tingkat perubahan harga yang menyebabkan
nilai NPV negative terkecil (NPV = 0) yang disebut nilai pengganti. Nilai
persentase perubhan tersebut diperoleh dengan cara mengiterpolasikan persentase
perubahan harga pembuat NPV negatif dan membuat NPV positif dalam selang
satu persen. Hasil analisis switching value pola usaha I dapat dilihat pada Tabel 10
dan untuk lebih rincinya cashflow analisis switching value dapat dilihat pada
Lampiran 33 sampai Lampiran 40.
Tabel 10. Hasil analisis swiching value pada pola usaha I
Faktor perubahan Persentase penurunan (-) atau peningkatan (+)
Penurunan harga output Penurunan produksi Peningkatan harga indukan Peningkatan harga pakan
- 33,56 - 33,56
+ 181,88 + 295,53
80 �
�
Tabel di atas menunjukan nilai-nilai kriteria investasi yang tidak layak lagi
akibat adanya perubahan-perubahan pada masing-masing harga output, produksi
harga indukan dan harga pakan. Hasil analisis switching value menunjukan bahwa
nilai nol dari NPV diperoleh pada penurunan harga output sebesar 33,56 persen
atau harga output mengalami penurunan sampai dengan Rp 33.220. Hal ini
mengandung arti bahwa penurunan harga output yang masih ditoleransi oleh
kelayakan usaha adalah lebih kecil dari 33,56 persen atau harga anakan lebih
tinggi dari Rp 33.220
Demikian halnya dengan analisis switching value pada penurunan
produksi. Usaha peternakan kelinci ini tidak layak lagi (NPV = 0) jika terjadi
penurunan produksi sebesar 33,56 persen atau produksi anakan tahun pertama
hanya sekitar 2325 ekor dan tahun berikutnya 3986 ekor/tahun. Angka tersebut
mengandung arti bahwa penurunan produksi yang masih ditoleransi oleh
kelayakan usaha adalah lebih kecil dari 33,56 persen atau produksi lebih besar
dari 2325 ekor pada tahun pertama dan lebih besar dari 3986 ekor pada tahun
kedua.
Analisis switching value terhadap kenaikan harga indukan menunjukan
NPV = 0 ketika terjadi kenaikan harga pakan sebesar 181,88 persen atau harga
indukan mencapai harga Rp 3.637.400 per ekor. Ini berarti usaha pola usaha I
masih layak diusahakan apabila kenaikan harga indukan di bawah 181,88 persen
atau di bawah Rp 3.637.400. Pakan merupakan hal terpenting dalam usaha ini
sehingga perubahan sangat berpengruh terhadap kelangsungan usaha. Kenaikan
harga pakan yang masih di toleransi oleh usaha adalah sebesar 295,06 persen atau
sebesar Rp 13.239 per kg. artinya pola usaha I masih layak dijalankan apabila
81 �
�
kenaikan harga pakan di bawah 295,53 persen atau harga pakan lebih rendah dari
Rp 13.239 per kg.
7.2 Analisis Kelayakan Finansial Pola Usaha II
7.2.1 Arus Penerimaan (Inflow)
Dalam pola usaha ini arus penerimaan berupa nilai produksi total yang
diperoleh setelah proyek berakhir. Penerimaan yang diperoleh pada pola usaha ini
adalah penjualan anakan yang dihasilkan, penjualan kelinci pedaging dan
pendapatan dari nilai sisa. Pada Asep’s Rabbit Project terdapat 200 ekor indukan
betina dan 50 ekor indukan jantan. Seekor induk betina diasumsikan dapat
melahirkan rata-rata 6 ekor anak dengan mempertimbangkan tingkat kematian
anak sebesar 15 persen sehingga diasumsikan satu ekor kelinci melahirkan 5 ekor
anak yang siap dipasarkan. Jumlah anak yang dihasilkan dari 200 ekor indukan
betina dalam satu kali masa bunting adalah 1000 ekor, tetapi masa bunting diatur
agar setiap bulan bisa mendapatkan penerimaan dari penjualan anakan. Sehingga
setiap bulan akan menghasilkan 500 ekor anak dengan mengawinkan 100 ekor
indukan betina dengan 25 pejantan setiap bulannya. Anak kelinci yang dilahirkan
akan menjalani masa menyusui selama 28 hari sebelum bisa dipasarkan.
Harga rata-rata anakan kelinci yang berusia 28 hari yang siap dipaskan sangat
bervariasi, sehingga dalam penelitian ini diasumsikan harga anakan adalah
Rp 50.000 per ekor. Penerimaan pada pola usaha I dari penjualan anakan kelinci
dapat dilihat pada Tabel 11.
82 �
�
Tabel 11. Hasil Penjualan anakan kelinci yang dihasilkan oleh pola usaha II
Tahun Produksi (ekor) Nilai (Rp) 1 3.500 175.000.000 2 6.000 300.000.000 3 6.000 300.000.000 4 6.000 300.000.000
Total 21.500 1.075.000.000
Selain dari hasil penjualan anakan kelinci penerimaan pada pola usaha II
juga didapat dari nilai sisa atau salvage value. Salvge value adalah nilai sisa dari
biaya investasi yang tidak habis terpakai selama umur ekonomis proyek. Salvage
value terjadi pada akhir umur proyek sehingga nilai sisa diperhitungkan sebagai
tambahan manfaat usaha. Nilai sisa pada pola usaha II diperoleh dari komponen
biaya yang tidak habis terpakai yaitu lahan, bangunan kandang, mesin pellet, dan
indukan jantan. Diasumsikan harga jual lahan sama dengan harga beli lahan dan
total nilai salvage value yaitu sebesar Rp 66.821.429. Nilai sisa dari investasi
dapat dilihat pada Lampiran 19.
7.2.2 Arus Pegeluaran (Outflow)
Struktur biaya dalam pola usaha ini juga dikelompokan ke dalam tiga
jenis, yaitu biaya investasi, biaya operasional, dan biaya tetap. Ketiga komponen
biaya ini dimasukan dalam arus kas.
a. Biaya Investasi
Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan pada saat awal proyek.
Biaya investasi yang dikeluarkan pada pola usaha II relatif sama dengan pola
usaha I yaitu terdiri dari:
83 �
�
1. Indukan betina yang siap kawin dan memiliki masa produktif untuk
bunting selama lima tahun dibeli dengan harga Rp 2.000.000 per ekor
(Asep’s Rabbit Project).
2. Indukan jantan yang siap kawin dan memilik masa produktif untuk
membuahi selama tujuh tahun dibeli dengan harga Rp 2.000.000 per ekor
(Asep’s Rabbit Project).
3. Lahan yang berfungsi untuk membangun bangunan dan kandang yang
digunakan sebagai tempat pembudidayaan. Dibeli dengan harga
Rp 24.000.000
4. Biaya pembuatan bangunan dan kandang yang berfungsi sebagai tempat
pembudidayaan kelinci. Bangunan yang digunakan berukuran 240 m2
yaitu 8 meter x 30 meter berjumlah satu buah. Bangunan kandang
merupakan tempat perlidungan bagi kelinci dari suhu luar, di dalam
bangunan dibuat kandang yang berukuran 70 cm x 60 cm berjumlah 300
buah sehingga luas total dari kandang sebesar 126 m2. Biaya yang
dikeluarkan untuk pembuatan kandang sebesar Rp 16.000.000
5. Mesin pellet berfungsi untuk membuat makan olahan atau yang bisaa
disebut dengan pelet bagi kelinci sehingga kadar nutrisi pakan yang
diberikan dapat dijaga. Biaya total yang digunakan untuk memproduksi
mesin pellet ini yaitu sebesar Rp 12.500.000.
6. Tempat makan dan minum berfungsi sebagai wadah untuk tempat
makanan dan air agar kelinci mudah untuk makan dan minum serta untuk
menjaga kebersihan kandang. Investasi yang dikeluarkan untuk pembelian
tempat pakan dan minum sebesar Rp 2.400.000.
84 �
�
7. Peralatan pendukung peternakan seperti alat-alat kebersihan, ember dan
lainnya, total biaya investasi yang dikeluarkan untuk peralatan kandang ini
sebesar Rp 1.000.000.
Dari keseluruhan total investasi yang dikeluakan oleh pola usaha II, biaya
investasi terbesar adalah untuk pembelian indukan sebesar 89.9 persen dari total
investasi yang dikeluarkan dan sisanya yaitu sebesar 10.1 persen digunakan untuk
biaya investasi yang lain seperti pembelian lahan, pembuatan bangunan dan
kandang, produksi mesin pellet, pembelian tempat makan dan minum. Lampiran
20 menyajikan komponen biaya investasi pada pola usaha II.
b. Biaya Operasional
Biaya operasional yang dikeluarkan pada pola usaha II juga relatif sama
dengan pola usaha I karena sama-sama membudidayakan anakan kelinci. Biaya
operasional yang dikeluarkan pada pola usaha II adalah biaya pakan yang
merupakan pakan olahan dari daun-daun dan sebagainya yang diolah dengan
menngunakan mesin lalu menghasilkan cetakan pellet berukuran kecil yang siap
dimakan oleh kelinci. Pakan kelinci yang diolah memiliki komposisi seimbang
yang cocok untuk kelinci. Kebutuhan pellet untuk 300 ekor kelinci per tahun
adalah sebesar 9 ton untuk tahun pertama karena diasumsikan bahwa proyek baru
berjalan pada bulan maret, dengan harga produksi pakan yaitu sebesar Rp 4480
per kilogram sehingga dalam setahun pola usaha II harus mengeluarkan
Rp 40.320.000 untuk biaya pakan.
Biaya operasional lainnya yaitu obat dan pembelian pulsa atau biaya
telpon. Untuk obat-obatan satu ekor kelinci dianggarkan sebesar Rp 1000 per
bulan, biaya ini merupakan biaya darurat yang bisa terpakai atupun tidak. Obat-
85 �
�
obat yang digunakan pada pola usaha II sama dengan pola usaha I. Perincian
biaya operasional tahun pertama dapat dilihat pada lampiran 21.
Biaya operasional pada tahun kedua dan selanjutnya diasumsikan sama
setiap tahun yaitu kebutuhan pellet untuk 300 ekor kelinci per tahun selama 12
bulan adalah sebesar 10,8 ton dengan harga produksi pakan yaitu sebesar Rp 4480
per kilogram sehingga dalam pada pola usaha II harus mengeluarkan
Rp 48.384.000 untuk biaya pakan. Biaya operasional lainnya yaitu obat
dianggarkan sebesar Rp 1000 per bulan, biaya ini merupakan biaya darurat yang
bisa terpakai atupun tidak. Perincian biaya dapat dilihat pada lampiran 22
c. Biaya Tetap
Biaya Tetap adalah biaya yang besarnya tidak dipengaruhi oleh perubahan
volume produksi dan dalam analisis ini diasumsikan tetap setiap tahunnya. Biaya
tetap dalam budidaya kelinci ini berupa gaji karyawan, upah karyawan lepas,
makan dan rokok, perawatan mesin, perawatan kandang, dan pulsa atau biaya
telepon. Karwayan tetap yang berjumlah 2 orang diberi gaji per bulan sebesar
Rp 800.000 per orang, serta makan dan rokok setiap hari sebesar Rp 17.500 per
orang. Sedangkan karyawan harian merupakan karayawan yang hanya bertugas
untuk mencari rumput setiap harinya dan diberi upah per hari sebesar Rp 30.000.
serta biaya perawatan mesin sebesar Rp 100.000 ber bulan dan perawatan
kandang sebesar Rp 100.000 per 3 bulan. Sedangkan untuk biaya pembelian pulsa
atau biaya telepon diasumsikan tetap setiap bulannya yaitu sebesar Rp 50.000.
Lampiran 23 menjabarkan biaya tetap tahun pertama pada pola usaha II.
Pada tahun pertama kegiatan usaha baru dimulai pada bulan maret tetapi
baru berjalan penuh pada minggu kedua bulan maret sehingga terdapat selisih
86 �
�
perhitungan antara tahun pertama dan kedua. Pada tahun pertama perhitungan
biaya tetap hanya selama 10 bulan sedangkan pada tahun berikutnya dilakukan
perhitungan penuh selama 12 bulan. Perincian perhitungan biaya tetap tahun
kedua dan seterusnya dapat dilihat pada lampiran 24.
7.2.3 Kelayakan Finansial Pola Usaha II
Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Net Present Value,
Net Benefit Cost Ratio, Internal Rate of Return, dan Payback periode.
Berdasarkan hasil perhitungan terhadap analisis finansial pada tingkat diskonto 8
persen, diperoleh NPV sebesar Rp 238.830.471. Nilai ini menunjukan bahwa
keuntungan yang diperoleh pada kegiatan usaha budidaya anakan kelinci adalah
sebesar Rp 238.830.471 selama 5 tahun menurut nilai sekarang. Nilai Net B/C
yang diperoleh adalah 1,56 yang berarti untuk setiap satu rupiah yang
diinvestasikan atau dikeluarkan memberikan manfaat sebesar 1,56.
Internal Rate of Return yang diperoleh yaitu 20 persen menunjukan bahwa
tingkat suku bunga atau tingkat diskonto 20 persen merupakan tingkat diskonto
yang menghasilkan nilai NPV sebesar nol. Dengan melakukan perhitungan
payback periode dapat diketahui bahwa masa yang dibutuhkan untuk
mengembalikan nilai investasi adalah selama 2 tahun 5 bulan dan 20 hari.
Berdasarkan nilai kriteria investasi, dapat dinyatakan bahwa pola usaha II usaha
layak untuk dusahakan. Hasil perhitungan analisis finansial pola usaha II dapat
dilihat pada Tabel 12 dan cashflow perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 41.
87 �
�
Tabel 12. Hasil analisis Finansial Pola Usaha II
Kriteria Investasi Nilai NPV (Rp) Net B/C IRR (%) Payback periode (Tahun)
238.830.471 1,56
20 2,47
7.2.4 Analisis Switching value
Analisis Switching value terhadap penurunan produksi, penurunan harga
output, kenaikan harga indukan, dan kenaikan harga pakan dilakukan untuk
mengetahui sampai seberapa persen penurunan atau kenaikan harga tersebut yang
dapat menyebabkan proyek tersebut tidak layak lagi untuk dilaksanakan, dengan
kata lain dicari tingkat perubahan harga yang menyebabkan nilai NPV negatif
terkecil (NPV = 0) yang disebut nilai pengganti. Nilai persentase perubhan
tersebut diperoleh dengan cara mengiterpolasikan persentase perubahan harga
pembuat NPV negatif dan membuat NPV positif dalam selang satu persen. Hasil
analisis switching value pola usaha II dapat dilihat pada Tabel 13 dan cashflow
perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 43 sampai Lampiran 50.
Tabel 13. Hasil Analisis Switching value pada Pola Usaha II
Faktor perubahan Persentase penurunan (-) atau peningkatan (+)
Penurunan harga output Penurunan produksi Peningkatan harga indukan Peningkatan harga pakan
- 22,08 - 22,08
+ 153,85 + 228,60
Tabel di atas menunjukan nilai-nilai kriteria investasi yang tidak layak lagi
akibat adanya perubahan-perubahan pada masing-masing harga output, harga
indukan dan produksi. Hasil analisis switching value menunjukan bahwa nilai nol
dari NPV diperoleh pada penurunan harga output sebesar 22,08 persen. Hal ini
88 �
�
mengandung arti bahwa penurunan harga output yang masih ditoleransi oleh
kelayakan usaha adalah lebih kecil dari 22,08 persen atau dengan kata lain usaha
masih layak dijalankan apabila harga anakan kelinci lebih tinggi dari Rp 38.960.
Demikian halnya dengan analisis switching value pada penurunan
produksi. Usaha peternakan kelinci ini tidak layak lagi (NPV = 0) jika terjadi
penurunan produksi sebesar 22,08 persen atau dengan kata lain usaha masih layak
dijalankan apabila produksi anakan kelinci lebih tinggi dari 2727 ekor pada tahun
pertama dan 4675 pada tahun berikutnya. Sedangkan analisis switching value
terhadap kenaikan harga indukan menunjukan NPV = 0 ketika terjadi kenaikan
harga indukan sebesar 153,85 persen atau harga indukan yang menyebabkan
usaha ini tidak layak adalah lebih besar sama dengan Rp 3.077.000 per ekor
Pakan merupakan faktor penting dalam menjalankan usaha peternakan
kelinci ini sehingga perubahan harga pakan dapat menyebabkan usaha tidak layak.
Analisi switching value terhadap peningkatan harga pakan adalah sebesar 228,60
persen, artinya usaha peternakan ini masih layak dijalankan apabila harga pakan
lebih kecil dari Rp 10.241 per kilogram.
7.3 Analisis Kelayakan Finansial Pola Usaha III
7.3.1 Arus Penerimaan (Inflow)
Penerimaan yang diperoleh pada pola usaha ini adalah penjualan kelinci
pedaging dan pendapatan dari nilai sisa. Dalam membudidayakan kelinci
pedaging dibutuhkan waktu yang lebih panjang karena harus melewati tahap
penggemukan selama tiga bulan, sehingga baru dapat dipasarkan pada usia empat
bulan. Dalam pola usaha ini arus penerimaan berupa nilai produksi total yang
diperoleh setelah proyek berakhir.
89 �
�
Seekor induk betina diasumsikan dapat melahirkan rata-rata 6 ekor anak
dengan mempertimbangkan tingkat kematian anak sebesar 15 persen sehingga
diasumsikan satu ekor kelinci melahirkan 5 ekor anak yang siap digemukan lalu
dipasarkan. Jumlah anak yang dihasilkan dari 200 ekor indukan betina dalam satu
kali masa bunting adalah 1000 ekor, tetapi masa bunting diatur agar setiap bulan
bisa mendapatkan penerimaan dari kelinci pedaging. Sehingga pada pola usaha III
ini akan menghasilkan 500 ekor kelinci pedaging setiap bulannya dengan
mengawinkan 100 ekor indukan betina dengan 50 ekor pejantan. Rata-rata tingkat
kehidupan anak kelinci menjadi anakan yang siap jual sebesar 85 persen. Tabel 14
menjabarkan hasil penjualan kelinci pedaging per tahun.
Tabel 14. Hasil Penjualan Pedaging yang dihasilkan oleh pola usaha III
Tahun Produksi (ekor) Nilai (Rp) 1 2 500 90 000 000 2 6 000 216 000 000 3 6 000 216 000 000 4 6 000 216 000 000
Total 23 000 744 000 000
Pada akhir proyek pola usaha III terdapat nilai sisa atau salvage value.
Salvge value merupakan nilai sisa dari biaya investasi yang tidak habis terpakai
selama umur ekonomis proyek. Salvage value terjadi pada akhir umur proyek
sehingga nilai sisa diperhitungkan sebagai tambahan manfaat usaha. Nilai sisa
pada pola usaha III diperoleh dari komponen biaya yang tidak terpakai yaitu
lahan, bangunan kandang, dan indukan jantan. Pada pola usaha III tidak ada nilai
investasi mesin pellet karena diasumsika pellet dibeli langsung dari produsen
dalam hal ini Asep’s Rabbit Project dengan harga produksi. Diasumsikan harga
jual lahan sama dengan harga beli lahan dan total nilai salvage value pada tahun
90 �
�
keempat yaitu sebesar Rp 34.142.857. Penerimaan dari nilai sisa dalam pola usaha
III untuk setiap tahun dapat dilihat pada Lampiran 25.
7.3.2 Arus Pegeluaran (Outflow)
Struktur biaya dalam pola usaha III dikelompokan menjadi tiga jenis, yaitu
biaya investasi, biaya operasional, dan biaya tetap. Ketiga komponen biaya ini
dimasukan ke dalam arus kas.
a. Biaya Investasi
Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan pada saat awal proyek.
Biaya investasi yang dikeluarkan pada pola usaha III terdiri dari:
1. Indukan betina yang siap kawin dan memiliki masa produktif untuk
bunting selama empat tahun dibeli dengan harga Rp 150.000 per ekor
(Asep’s Rabbit Project).
2. Indukan jantan yang siap kawin dan memilik masa produktif untuk
membuahi selama tujuh tahun dibeli dengan harga Rp 150.000 per ekor�
(Asep’s Rabbit Project).
3. Lahan yang berfungsi untuk membangun bangunan dan kandang yang
digunakan sebagai tempat pembudidayaan. Dibeli dengan harga
Rp 24.000.000
4. Biaya pembuatan bangunan dan kandang yang berfungsi sebagai tempat
pembudidayaan kelinci. Bangunan yang digunakan berukuran 240 m2
yaitu 8 meter x 30 meter berjumlah satu buah. Bangunan kandang
merupakan tempat perlidungan bagi kelinci dari suhu luar, di dalam
bangunan dibuat kandang yang berukuran 70 cm x 60 cm berjumlah 300
91 �
�
buah sehingga luas total dari kandang sebesar 126 m2. Biaya yang
dikeluarkan untuk pembuatan kandang sebesar Rp 16.000.000
5. Tempat makan dan minum berfungsi sebagai wadah untuk tempat
makanan dan air agar kelinci mudah untuk makan dan minum serta untuk
menjaga kebersihan kandang. Investasi yang dikeluarkan untuk pembelian
tempat pakan dan minum sebesar Rp 2.400.000.
6. Peralatan pendukung peternakan seperti alat-alat kebersihan, ember dan
lainnya, total biaya investasi yang dikeluarkan untuk peralatan kandang ini
sebesar Rp 1.000.000.
Dari keseluruhan total investasi yang dikeluakan oleh pola usaha III, biaya
investasi terbesar adalah untuk pembelian indukan sebesar 46,4 persen dari total
investasi yang dikeluarkan dan sisanya yaitu sebesar 53.6 persen digunakan untuk
biaya investasi yang lain seperti pembelian lahan, pembuatan bangunan dan
kandang, pembelian tempat makan dan minum. Besarnya biaya investasi yang
dikeluarkan untuk indukan tidak sebesar pada pola usaha I dan II karena pada pola
usaha III ini menggunakan indukan pedaging lokal yang memiliki harga
Rp 150.000 per ekor. Lampiran 26 menyajikan komponen biaya investasi pada
pola usaha III.
b. Biaya Operasional
Biaya operasional yang dikeluarkan pada pola usaha III adalah biaya
pakan dan lainnya. Kebutuhan pellet pada pola usaha III per bulannya berbeda-
beda pada tahun pertama karena kelinci pedaging membutuhkan waktu untuk
penggemukan selama dua bulan. Pada bulan maret sampai mei kebutuhan pakan
hanya sebesar 900 kg untuk 300 ekor kelinci. Pada bulan juni terjadi peningkatan
92 �
�
kebutuhan pakan yaitu sebesar 2.400 kg untuk 800 ekor kelinci, lalu pada bulan
juli dan seterusnya dibutuhkan pakan sebanyak 3.900 kg untuk 1.800 ekor kelinci.
Sehingga dalam tahun pertama pada pola usaha III harus mengeluarkan
Rp 75.930.000 untuk biaya operasional. Lampiran 27 menjabarkan biaya
operasional tahun pertama pola usaha III.
Pada tahun kedua dan seterusnya biaya operasional diasumsikan tetap
setiap bulannya yaitu sebesar 3.900 kg untuk 1800 ekor kelinci dewasa maupun
kelinci yang sudah melewati masa sapih. Dalam pola usaha III biaya operasional
yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 125.040.000. Lampiran 28 menunjukan biaya
operasional yang dikeluarkan pada tahun ke-2 sampai tahun keempat.
c. Biaya Tetap
Biaya Tetap adalah biaya yang besarnya tidak dipengaruhi oleh perubahan
volume produksi dan dalam analisis ini diasumsikan tetap setiap tahunnya. Biaya
tetap dalam budidaya kelinci ini berupa gaji karyawan, makan dan rokok,
perawatan kandang, serta pulsa atau biaya telepon. Karwayan tetap yang
berjumlah 2 orang diberi gaji per bulan sebesar Rp 800.000 per orang, serta
makan dan rokok setiap hari sebesar Rp 17.500 per orang. Biaya perawatan mesin
sebesar Rp 100.000 ber bulan, perawatan kandang sebesar Rp 100.000 per 3
bulan, dan pulsa atau biaya telepon sebesar Rp 50.000 per bulan. Pada Lampiran
29 terlihat besarnya biaya tetap yang dikeluarkan setiap tahunnya.
Biaya tetap tahun pertama dan tahun berikutnya berbeda, hal ini
disebabkan oleh adanya masa persiapan usaha pada tahun pertama sehingga
kegiatan usaha baru dilaksanan pada bulan maret dan biaya perawatan kandang
93 �
�
baru dikeluarkan pada bulan april. Biaya tetap tahun kedua sampai keempat dapat
dilihat pada Lampiran 30.
7.3.3 Kelayakan Finansial Pola Usaha III
Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Net Present Value,
Net Benefit Cost Ratio, Internal Rate of Return, dan Payback periode.
Berdasarkan hasil perhitungan terhadap analisis finansial pada tingkat diskonto 8
persen, diperoleh NPV sebesar Rp 115.979.976. Nilai ini menunjukan bahwa
keuntungan yang diperoleh pada kegiatan usaha budidaya kelinci pedaging adalah
sebesar Rp 115.979.976 selama 5 tahun menurut nilai sekarang. Nilai Net B/C
yang diperoleh adalah 2,33 yang berarti untuk setiap satu rupiah yang
diinvestasikan atau dikeluarkan memberikan manfaat sebesar 2,33.
Internal Rate of Return yang diperoleh yaitu 43 persen menunjukan bahwa
tingkat suku bunga atau tingkat diskonto 43 persen merupakan tingkat diskonto
yang menghasilkan nilai NPV sebesar nol. Dengan melakukan perhitungan
payback periode dapat diketahui bahwa masa yang dibutuhkan untuk
mengembalikan nilai investasi adalah selama 4 tahun 7 bulan dan 28 hari.
Berdasarkan nilai kriteria investasi, dapat dinyatakan bahwa usaha pembenihan
kelinci dan kelinci pedaging layak untuk dusahakan. Hasil perhitungan analisis
dinansial pola usaha III dapat dilihat pada Tabel 15 dan cashflow perhitungan
dapat dilihat pada Lampiran 51.
Tabel 15. Hasil analisis Finansial Pola Usaha III
Kriteria Investasi Nilai NPV (Rp) Net B/C IRR (%) Payback periode
115.979.976 2,33
43 4,66�
94 �
�
7.3.4 Analisis Switching value
Analisis Switching value dilakukan terhadap penurunan produksi,
penurunan harga output dan kenaikan harga indukan dilakukan untuk mengetahui
sampai seberapa persen penurunan atau kenaikan harga tersebut yang dapat
menyebabkan proyek tersebut tidak layak lagi untuk dilaksanakan, dengan kata
lain dicari tingkat perubahan harga yang menyebabkan nilai NPV negatif terkecil
(NPV = 0) yang disebut nilai pengganti. Nilai persentase perubhan tersebut
diperoleh dengan cara mengiterpolasikan persentase perubahan harga pembuat
NPV negatif dan membuat NPV positif dalam selang satu persen. Hasil analisis
switching value pola usaha III dapat dilihat pada Tabel 16 dan cashflow
perhitungan analisis switching value dapat dilihat pada Lampiran 53 sampai
Lampiran 60.
Tabel 16. Hasil analisis swiching value pada pola usaha III
Faktor perubahan Persentase penurunan (-) atau peningkatan (+)
Penurunan harga output Penurunan produksi Peningkatan harga indukan Peningkatan harga pakan
- 15.56 - 15,56
+ 448.67 + 127.53
Tabel di atas menunjukan nilai-nilai kriteria investasi yang tidak layak lagi
akibat adanya perubahan-perubahan pada masing-masing harga output, harga
indukan dan produksi. Hasil analisis switching value menunjukan bahwa nilai nol
dari NPV diperoleh pada penurunan harga output sebesar 15.56 persen. Hal ini
mengandung arti bahwa penurunan harga output yang masih ditoleransi oleh
kelayakan usaha adalah lebih kecil dari 15.56 persen atau harga berada di atas
Rp 15,199 per kg hidup. Demikian halnya dengan analisis switching value pada
95 �
�
penurunan produksi. Usaha peternakan kelinci ini tidak layak lagi (NPV = 0) jika
terjadi penurunan produksi sebesar 15.56 persen atau produksi harus lebih besar
dari 2111 ekor pada tahun pertama dan di tahun berikutnya lebih besar dari 5066
ekor.
Kenaikan harga indukan sangat berpengaruh dalam usaha karena indukan
adalah bagian terpenting dari usaha. Nilai switching value menunjukan nilai
448.67 persen. Ini berarti kenaikan harga indukan yang masih dapat ditoleransi
usaha adlah sebesar 192.33 persen atau kenaikan harga indukan di bawah
Rp 637,005 per ekor. Sedangkan analisis switching value terhadap kenaikan harga
pakan menunjukan NPV = 0 ketika terjadi kenaikan harga pakan sebesar 127.53
persen. Hal ini berarti kenaikan harga pakan yang masih ditoleransi usaha lebih
kecil dari 127.53 persen atau harga pakan berada di bawah Rp 3163 per kg.
7.4 Perbandingan Hasil Analisis Kelayakan Finansial Pada Ketiga Pola
Usaha
Dari hasil kelayakan finansial yang dilakukan dengan menggunakan empat
criteria investasi yaitu Net Present Value (NPV), Net Benefit per Cost (Net B/C),
Internal Rate of Return (IRR), dan Payback periode dapat dilihat bahwa pola
usaha III yang paling layak untuk diusahakan.
Biaya yang dikeluarkan baik tahun pertama maupun tahun selanjutnya
pada pola usaha I dan II lebih besar bila dibandingkan dengan pola usaha III
karena pada pola usaha III investasi pada indukan kelinci pedaging tidak
membutuhkan banyak biaya. Walaupun nilai NPV pola usaha I lebih besar
dibandingkan pola usaha II dan III, hal ini berarti bahwa keuntungan yang
96 �
�
diperoleh pada kegiatan usaha pola I akan lebih besar dibandingkan dengan pola
usaha II dan III selama 5 tahun menurut nilai sekarang.
Nilai Net B/C yang diperoleh pada pola usaha I sebesar 1,88, pola usaha II
sebesar 1,56, dan pola usaha III sebesar 2,33, hal ini berarti untuk setiap satu
rupiah yang diinvestasikan atau dikeluarkan akan memberikan manfaat yang
paling besar pada pola usaha III yaitu sebesar 2,33.
Internal Rate of Return pada pola usaha III juga memiliki nilai yang paling
besar yaitu sebesar 43 persen, pada pola usaha I sebesar 31 persen dan pada pola
usaha II sebesar 20 persen. Hal ini menunjukan bahwa pola usaha III lebih stabil
terhadap perubahan tingkat diskonto yang berarti pola usaha lebih resisten
terhadap keadan ekonomi yang tidak stabil.
Hasil perhitungan payback periode juga menunjukan bahwa pola usaha I
merupakan usaha yang paling layak untuk dijalankan karena tingkat
pengembalian nilai investasi yang paling cepat. Pola usaha I memiliki payback
periode sebesar 3,17 atau 3 tahun 2 bulan 12 hari, pola usaha II memiliki payback
periode sebesar 2,47 tahun atau 2 tahun 5 bulan 20 hari, dan pola usaha III
memiliki payback periode sebesar 4,66 tahun atau 4 tahun 7 bulan 28 hari.
Perbandingan hasil analisa finansial ketiga pola usaha dapat dilihat pada Tabel 17.
Dari keempat kriteria kelayakan dan perbandingan biaya terlihat bahwa
pola usaha III merupakan usaha yang paling untuk dilaksanakan karena pola
usaha III paling menguntungkan dengan total biaya yang paling kecil, nilai NPV
sebesar Rp 115.979.976, Net B/C sebesar 2,33, IRR sebesar 43, dan Payback
periode sebesar 4,66.
97 �
�
Tabel 17. Perbandingan kriteria kelayakan finansial usaha peternakan kelinci dari keriga pola usaha
No Kriteria kelayakan Pola usaha I Pola usaha II Pola usaha III 1. Total Biaya Tahun ke-1
Total Biaya Tahun ke-2 Total Biaya Tahun ke-3 Total Biaya Tahun ke-4
712.070.000 277.444.000 277.444.000 277.444.000
637.070.000 97.444.000 97.444.000 97.444.000
184.180.000 157.324.000 157.324.000 157.324.000
2. NPV (Rp) 363.123.588 238.830.471 115.979.976 3. Net B/C 1,88 1,56 2,33 4. IRR (persen) 31 20 43 5. PP (tahun) 3,17 2,47 4,66
7.5 Perbandingan Hasil Analisis Sensitivitas dari Ketiga Pola Usaha
Dari hasil analisis switching value yang dilakukan terhadap ketiga pola
usaha peternakan kelinci, maka dilakukan perbandingan untuk melihat skenario
yang paling tidak sensitif atau peka terhadap perubahan variabel-variabel
penurunan harga kelinci baik anankan maupun pedaging, penurunan produksi
kelinci, kenaikan harga indukan kelinci, dan kenaikan pakan. Perbadingan ketiga
pola usaha dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Switching value ketiga pola usaha peternakan kelinci
No Parameter Pola usaha I Pola usaha II Pola usaha III 1. Penurunan harga output 33,56 22,08 15.56 2. Penurunan volume produksi 33,56 22,08 15,56 3. Peningkatan harga indukan 181,88 153,85 448.67 4. Peningkatan harga pakan 295,53 228,60 127.53
Secara umum dapat dilihat bahwa dari ketiga pola usaha, pola usaha III
peka terhadap perubahan yang terjadi dan memiliki resiko yang cukup besar untuk
menjalankan usaha peternakan kelinci dengan pola usaha ini. Pada Tabel 36
98 �
�
terlihat pula pola usaha I dan II relatif kurang peka terhadap perubahan hal ini
berarti sangat baik untuk suatu kegiatan usaha.
Batas-batas maksimal perubahan-perubahan ini sangat mempengaruhi
dalam layak atu tidak layaknya usaha untuk dilaksanakan, semakin besar
persentase yang diperoleh berarti usaha tidak peka terhadap perubahan yang
terjadi. Dari perbandingan ketiga pola usaha yang dilakukan maka pola usaha I
kurang peka terhadap perubahan ketiga variable switching value bila
dibandingkan dengan pola usaha II dan III. Tetapi pada variable peningkatan
harga indukan pola usaha III paling tindak sensitive karena nilai investasi indukan
pada pola usaha III relatif paling kecil dibandingkan pola usaha lainnya. Hal ini
berarti bahwa pola usaha relatif stabil terhadap perubahan-perubahan variabel,
sehingga pola usaha ini dapat mendatangkan keuntungan lebih tinggi dan dengan
resiko yang lebih kecil.
Dari hasil analisis switching value terlihat bahwa pola usaha I merupakan
usaha yang paling untuk dilaksanakan karena pola usaha I paling stabil atau tidak
peka pada berubahan. Pola usaha I memiliki nilai switching value terhadap
penurunan harga output sebesar 33,56 persen, penurunan terhadap jumlah
produksi sebesar 33,56 persen, peningkatan harga indukan sebesar 181,88, dan
peningkatan harga pakan sebesar 295,53. Tetapi walaupun pola usaha I
merupakan pola usaha yang paling tidak peka terhadap perubahan tetapi
perbedaannya tidak terlalu signifikan.
VIII KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan analisis kelayakan yang meliputi aspek pasar, aspek
manajemen, dan aspek teknis maka pengusahaan peternakan kelinci pada
perencanaan proyek ketiga pola usaha layak untuk dilaksanakan.
2. Berdasarkan analisis kelayakan finansial pada pengusahaan peternakan
kelinci pada ketiga pola usaha layak untuk dilaksanakan. Namun usaha
yang paling menguntungkan untuk dilaksanakan sebagai pengembangan
usaha Asep’s Rabbit Project yaitu usaha pola usaha I dengan biaya yang
dikeluarkan relatif lebih tinggi.
3. Berdasarkan analisis switching value, penurunan harga output dan
penurunan produksi merupakan faktor yang sensitif terhadap perubahan.
Peningkatan pada harga indukan dan harga pakan tidak sensitif terhadap
perubahan. Hal tersebut dikarenakan biaya pada pengadaan indukan jauh
lebih kecil daripada penerimaan yang didapatkan dari pengusahaan
peternakan kelinci, walaupun persentase biaya pengeluaran pakan terhadap
tolal biaya operasional cukup tinggi.
8.2 Saran
Dari hasil penelitian kelayakan usaha budidaya peternakan kelinci Asep’s
Rabbit Project, saran yang dapat diajukan adalah antara lain :
1. Asep’s Rabbit Project sebaiknya memilih pola usaha I yaitu budidaya
anakan kelinci dan penjualan kelinci pedaging sebagai pengembangan
usaha peternakan kelinci karena memiliki nilai proyek dan tingkat
100 �
pengembalian terbesar. Selain itu pola usaha III juga dapat dipilih sebagai
pengembanagan Asep’s Rabbit Project karena memiliki struktur biaya
terkecil dan tingkat pengembalian yang cukup menjanjikan.
2. Dari analisis switching value, perubahan output sangat mempengaruhi
kelayakan produksi, salah satunya dapat disebabkan oleh penyakit yang
menyerang kelinci. Oleh karena itu peternak diharapkan menjaga
kebersihan kandang serta memberikan pakan yang yang cukup pada
kelinci.
3. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan analisis
pemasaran dan perilaku konsumen terhadap produk-produk olahan yang
dihasilkan dari kelinci agar peternakan kelinci dapat berkembang dan
menjadi satu alternatif bahan pangan sumber protein.
�
DAFTAR PUSTAKA Biro Pusat Statistik. 2007. Kabupaten Bandung dalam Data. BPS. Jakarta Budiana, N.S dan Gusti Merdeka Putera. 2006. Kelinci Hias. Penebar Swadaya.
Bogor Departemen Pertanian. 2007. Buku Saku Stastistik Makro. Departemen Pertanian.
Jakarta Ermin, Faisal. 2007. Analisis Kelayakan Investasi Pengusahaan Lobster Air Tawar
pada CV. Vizan Farm dan CV. Sejahtera Lobster Farm. Skripsi. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Gittinger, J.P. 1986.Analisis Ekonomi Proyek – Proyek Pertanian. Edisi kedua.
UI-press. Jakarta Gray. 1992. Pengantar Evaluasi Proyek. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Husnan, S dan Muhammad, S. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Edisi keempat.
Penerbit AMP YKPN. Yogyakarta Kadariah. 1988. Evaluasi Proyek (Edisi II). Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia. Jakarta Kadariah, Karlina dan Gray. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta Keown, Arthur J, et al. 2001. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan (buku satu).
Penerbit Salemba empat. Jakarta Pasek, I Wayan. 2005. Teknis Berternak Kalinci. Balai Penelitian Ternak Ciawi.
Bogor Pujoharjo, A. 2002. Karakteristik sosis dari daging kelincidan ayam dengan Tingkat
Penggunaan Tapioka dan Susu Skim yang berbeda. Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Institut Petanian Bogor. Bogor
Purnamawati, Dyah Anisa. 2007. Analisis Kelayakan Investasi Usaha Safira Powder
pada PT. Bogor Agro Lestari. Skripsi. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor
102
Ricardo, Jefri. 2006. Analisis Kelayakan Finansial Perusahaan Tahu (Studi Kasus Perusahaan Tahu Rezeki Kecamatan Cipondoh, Kota Tanggerang). Skripsi. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Riwayadi. 2007. Analisis Kelayakan Investasi Pengembangan Budidaya Ayam
Potong pada Hasjrul Harahap Farm di Kecamatan Bojong Gede. Skripsi. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Sarwono, B. 2001. Kelinci Potong dan Hias. PT Agromedia Pustaka. Jakarta . 2001. Beternak Kelinci Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta Susilorini, Tri Eko. Dkk. 2008. Budidaya Ternak Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta Umar, Husein. 2005. Studi Kelayakan Bisnis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Wahyuni Enda. 2007. Analisis Kelayakan Pengusahaan Terong Belanda (Kasus di
Kabupaten Karo, Propinsi Sumatera Utara). Skripsi. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor
LAMPIRAN
RINGKASAN
Nandana Duta Widagdho. Analisis Kelayakan Usaha Peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Di bimbing oleh Ratna Winandi.
Subsektor peternakan memegang peranan penting sebagai salah satu sumber pertumbuhan, khususnya bagi sektor pertanian dan umumnya perekonomian Indonesia. Subsektor peternakan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan sektor pertanian, diutamakan untuk memenuhi pangan dan gizi melalui usaha pembinaan daerah-daerah produksi yang telah ada serta pembangunan daerah-daerah baru. Semakin bertambahnya jumlah penduduk, tingkat pendapatan serta meningkatnya kadar gizi masyarakat, maka akan menyebabkan permintaan akan produksi ternak semakin meningkat guna memenuhi kebutuhan protein hewani. Oleh karena itu, dalam rangka pengadaan produk peternakan bagi kebutuhan penduduk yang berkembang pesat, maka diperlukan pembangunan di bidang peternakan yang lebih cepat menghasilkan produk. Salah satu ternak alternatif yang cukup potensial untuk mencapai tujuan tersebut adalah kelinci.
Tujan Penelitian ini adalah Menganalisis aspek-aspek dalam kelayakan usaha secara deskriptif yang meilputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, dan aspek social, menganalisis tingkat kelayakan finansial peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project, melakukan analisis switching value untuk melihat tingkat kepekaan kelayakan usaha peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project bila terjadi perubahan - perubahan dalam faktor produksi.
Penelitian ini dilaksanakan pada peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project di Lembang Kabupaten Bandung, Jawa Barat pada bulan Maret sampai dengan April 2008. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Metode pengolahan digunakan dalam menganalisis kuantitatif adalah analisis kelayakan finansial dan analisis switching value. Untuk menguji kelayakan usaha ternak kelinci secara finansial digunakan alat ukur sebagai berikut : Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Internal Rate of Return (IRR) dan Payback periode.
Umur proyek yang digunakan dalam analisis ini adalah selama 5 tahun. Hal tersebut berdasarkan umur produktif indukan kelinci betina yang merukan faktor paling penting dalam peternakan kelinci serta memiliki nilai investasi terbesar. Pola usaha yang terdapat dalam penelitian ini dibuat berdasarkan data-data yang terdapat di lapangan. Pola usaha I, II dan III merupakan pola usaha yang akan dipilih oleh Asep’s Rabbit Project sebagai pengambangan peternakan kelinci.
Hasil analisis kualitatif dari apek pasar, aspek manajemen, dan aspek teknis menunjukan bahwa usaha peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project layak untuk dilaksanakan. Hal tersebut ditunjukan oleh produk yang dihasilkan pada usaha budidaya anakan kelinci dan budidaya kelinci pedaging merupakan produk yang sesuai dengan permintaan pasar dan harga yang ditawarkan pun merupakan harga yang terjangkau oleh konsumen, adanya struktur organisasi dan pembagian pekerjaan yang jelas, dan juga telah memenuhi syarat teknis tersebut seperti,
persiapan kandang yang ideal, ketersediaan input, pemilihan indukan yang unggul, perkawinan induk yang optimal, kontrol mutu, dan keamanan.
Hasil analisis finansial menunjukan bahwa pengusahaan peternakan kelinci pada ketiga pola usaha layak untuk dilaksanakan. Hal tersebut dapat dilahat dari hasil perhitungan pada pola usaha I didapat nilai NPV sebesar 363,12 juta, Net B/C sebesar 1,88, IRR sebesar 31 persen dan payback periode selama 3,17. Nilai ini menunjukan bahwa keuntungan yang diperoleh pada kegiatan usaha pembenihan kelinci dan kelinci pedaging adalah sebesar Rp 363.123.588 selama 5 tahun menurut nilai sekarang. Nilai Net B/C yang diperoleh adalah 1,88 yang berarti untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan atau dikeluarkan memberikan manfaat sebesar 1,88. Internal Rate of Return yang diperoleh yaitu 31 persen menunjukan bahwa tingkat suku bunga atau tingkat diskonto 31 persen merupakan tingkat diskonto yang menghasilkan nilai NPV sebesar nol. Serta payback periode dapat diketahui bahwa masa yang dibutuhkan untuk mengembalikan nilai investasi adalah selama 3,17 atau selama 3 tahun 2 bulan dan 12 hari. Pola usaha II didapat nilai NPV sebesar 238,83 juta, Net B/C sebesar 1,56, IRR sebesar 20 persen dan payback periode selama 2,47. Nilai ini menunjukan bahwa keuntungan yang diperoleh pada kegiatan usaha budidaya anakan kelinci adalah sebesar Rp 238.830.471 selama 5 tahun menurut nilai sekarang. Nilai Net B/C yang diperoleh adalah 1,56 yang berarti untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan atau dikeluarkan memberikan manfaat sebesar 1,56. Internal Rate of Return yang diperoleh yaitu 20 persen menunjukan bahwa tingkat suku bunga atau tingkat diskonto 20 persen merupakan tingkat diskonto yang menghasilkan nilai NPV sebesar nol. Serta payback periode dapat diketahui bahwa masa yang dibutuhkan untuk mengembalikan nilai investasi adalah selama 2 tahun 5 bulan dan 20 hari.
Pola usaha III didapat nilai NPV sebesar 115.97 juta, Net B/C sebesar 2,33, IRR sebesar 43 persen dan payback periode selama 4,66. Nilai ini menunjukan bahwa keuntungan yang diperoleh pada kegiatan usaha budidaya kelinci pedaging adalah sebesar Rp 115.979.976 selama 5 tahun menurut nilai sekarang. Nilai Net B/C yang diperoleh adalah 2,33 yang berarti untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan atau dikeluarkan memberikan manfaat sebesar 2,33. Internal Rate of Return yang diperoleh yaitu 43 persen menunjukan bahwa tingkat suku bunga atau tingkat diskonto 43 persen merupakan tingkat diskonto yang menghasilkan nilai NPV sebesar nol. Serta payback periode dapat diketahui bahwa masa yang dibutuhkan untuk mengembalikan nilai investasi adalah selama 4 tahun 7 bulan dan 28 hari.
Hasil analisis switching value menunjukan bahwa peternakan kelinci pada ketiga pola usaha peka terhadap penurunan harga output dan penurunan produksi. Ketiga pola usaha ini kurang peka terhadap peningkatan harga indukan dan harga pakan. Hal ini dapat dilihat dari hasil perhitungan analisis switching value pola usaha I didapat nilai switching value terhadap penurunan harga output dan penurunan produksi sebesar 33,56 persen, angka tersebut mengandung arti bahwa penurunan produksi yang masih ditoleransi oleh kelayakan usaha adalah lebih kecil dari 33,56 persen atau produksi lebih besar dari 2325 ekor pada tahun pertama dan lebih besar dari 3986 ekor pada tahun berikutnya serta penurunan harga output di bawah Rp 33.220, peningkatan harga indukan sebesar 181,88
persen atau harga indukan mencapai harga Rp 3.637.400 per ekor, dan peningkatan harga pakan sebesar 295,53 persen atau sebesar Rp 13.239 per kg.
Pada pola usaha II didapat nilai switching value terhadap penurunan harga output dan penurunan produksi sebesar 22,08 persen Hal ini mengandung arti bahwa penurunan harga output yang masih ditoleransi oleh kelayakan usaha adalah lebih kecil dari 22,08 persen atau dengan kata lain usaha masih layak dijalankan apabila harga anakan kelinci lebih tinggi dari Rp 38.960 dan apabila produksi anakan kelinci lebih tinggi dari 2727 ekor pada tahun pertama dan 4675 pada tahun berikutnya, peningkatan harga indukan sebesar 153,85 persen atau harga indukan yang menyebabkan usaha ini tidak layak adalah lebih besar sama dengan Rp 3.077.000 per ekor, dan peningkatan harga pakan sebesar 228,60 persen, artinya usaha peternakan ini masih layak dijalankan apabila harga pakan lebih kecil dari Rp 10.241 per kilogram.
Pada pola usaha III didapat nilai switching value terhadap penurunan harga output dan penurunan produksi sebesar 15,56 persen, ini mengandung arti bahwa penurunan harga output yang masih ditoleransi oleh kelayakan usaha adalah lebih kecil dari 15,56 persen atau dengan kata lain usaha masih layak dijalankan apabila harga kelinci pedaging lebih tinggi dari 15,199 per kg hidup dan apabila produksi anakan kelinci lebih tinggi dari 2111 ekor pada tahun pertama dan 5066 pada tahun berikutnya, peningkatan harga indukan sebesar 192.33 persen Ini berarti kenaikan harga indukan yang masih dapat ditoleransi usaha adalah sebesar 192.33 persen atau kenaikan harga indukan di bawah Rp 637,005 per ekor, dan peningkatan harga pakan sebesar 127,53 persen Hal ini berarti kenaikan harga pakan yang masih ditoleransi usaha lebih kecil dari 127.53 persen atau harga pakan berada di bawah Rp 3163 per kg.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah : Pertama berdasarkan analisis kelayakan yang meliputi aspek pasar, aspek manajemen, dan aspek teknis maka pengusahaan peternakan kelinci pada perencanaan proyek ketiga pola usaha layak untuk dilaksanakan. Kedua berdasarkan analisis kelayakan finansial pada pengusahaan peternakan kelinci pada ketiga pola usaha layak untuk dilaksanakan. Namun usaha yang paling menguntungkan untuk dilaksanakan sebagai pengembangan usaha Asep’s Rabbit Project yaitu usaha pola usaha I dengan biaya yang dikeluarkan relatif lebih tinggi. Ketiga berdasarkan analisis switching value, penurunan harga output dan penurunan produksi merupakan faktor yang sensitif terhadap perubahan. Peningkatan pada harga indukan dan harga pakan tidak sensitif terhadap perubahan. Hal tersebut dikarenakan biaya pada pengadaan indukan jauh lebih kecil daripada penerimaan yang didapatkan dari pengusahaan peternakan kelinci, walaupun persentase biaya pengeluaran pakan terhadap tolal biaya operasional cukup tinggi. Saran yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah : Pertama Asep’s Rabbit Project sebaiknya memilih pola usaha I yaitu budidaya anakan kelinci dan penjualan kelinci pedaging sebagai pengembangan usaha peternakan kelinci karena memiliki nilai proyek dan tingkat pengembalian terbesar. Selain itu pola usaha III juga dapat dipilih sebagai pengembanagan Asep’s Rabbit Project karena memiliki struktur biaya terkecil dan tingkat pengembalian yang cukup menjanjikan. Kedua Dari analisis switching value, perubahan output sangat mempengaruhi kelayakan produksi, salah satunya dapat disebabkan oleh penyakit yang menyerang kelinci. Oleh karena itu peternak diharapkan menjaga kebersihan
kandang serta memberikan pakan yang yang cukup pada kelinci. Ketiga untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan analisis pemasaran dan perilaku konsumen terhadap produk-produk olahan yang dihasilkan dari kelinci agar peternakan kelinci dapat berkembang dan menjadi satu alternatif bahan pangan sumber protein.
ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI
ASEP’S RABBIT PROJECT KECAMATAN LEMBANG,
KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT
Oleh :
Nandana Duta Widagdho
A14104132
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
Judul : Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Kelinci Asep’s Rabbit
Project, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat
Nama : Nandana Duta Widagdho
NRP : A14104132
Menyetujui,
Dosen Pembimbing Skripsi
Dr. Ir. Ratna Winandi, MS NIP. 130 687 506
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr
NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL
“ANSLISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP’S
RABBIT PROJECT, KECAMATAN LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG,
JAWA BARAT BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI
LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK
TERTENTU.
SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR
HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-
BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK
LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM
NASKAH.
Bogor, Mei 2008
Nandana Duta Widagdho
A14104132
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 16 September 1987 sebagai
anak pertama dari tiga bersaudara pasangan M. Bastiyono dan Siti Kustantinah.
Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Sawasta Xaverius C Ambon
dan Sekolah Dasar Swasta Yapenka, Jakarta pada tahun 1998, lalu menyelesaikan
pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 68, Jakarta pada tahun
2001, kemudian menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Umum Swasta
Peribadi pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai
mahasiswa Program Studi Manajemen Agribisnis, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial
Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur
SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru).
Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam kegiatan organisasi dan
kepanitiaan kegiatan baik lingkup internal maupun eksternal, antara lain penulis
pernah aktif di BEM FAPERTA periode 2005-2006 sebagai staf pada Departemen
Keuangan. Penulis juga aktif pada organisasi MISETA (Pemiinat Ilmu-ilmu
Sosial Ekonomi Pertanian). Penulis pernah menjabat di MISETA sebagai Satf
Departemen Sosial periode 2005-2006 dan staf Bisnis dan Kewirausahaan periode
2006-2007.
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim,
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala limpahan
rahmat-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan judul
“Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Kelinci Asep’s Rabbit Project, Kecamatan
Lembang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Shalawat serta salam semoga
senantiasa tercurah kepada Rasulullah SAW sebagai uswatun hasanah, keluarga,
sahabat, serta para pengikutnya sampai akhir zaman.
Judul penelitian ini didasarkan atas rasa ketertarikan yang besar dari penulis
terhadap prospek pengembangan usaha dalam subsektor peternakan khususnya
peternakan kelinci. Saat ini peternakan kelinci berkembang sebagai suatu bisnis
yang menghasilkan kelinci hias dan kelinci pedaging yang yang dapat menjadi
salah satu alternatif untuk pemenuhan kebutuhan protein hewani.
Skripsi ini merupakan tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh Gelar Sarjana Pertanian dari Program Studi Manajemen Agribisnis,
Fakultas pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu proses penulisan
skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna
mengingat keterbatasan-keterbatasan yang dihadapi selama berlangsungnya
penelitian.
Bogor, Mei 2008
Penulis
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis menyadari sepenuh hati bahwa skripsi ini tidak akan tersusun dan
selesai tanpa bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu dari lubuk hati yang teramat
dalam, perkenankanlah Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Yang Tercinta Papa dan Mama serta Adikku Nita dan Adikku Dinda yang
telah memberikan doa dan dorongan yang begitu besar demi terselesaikannya
skripsi ini.
2. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS, selaku Dosen Pembimbing skripsi, yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan selama penulis menyusun
skripsi.
3. Lusi Fausia, Ir. M.Ec sebagai dosen penguji utama yang telah berkenan
meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan
skripsi ini.
4. Faroby Falatehan, SP, ME sebagai dosen penguji dari wakil komisi
pendidikan Program Studi Manajemen Agribisnis atas segala kritik dan saran
yang telah diberikan.
5. Amzul Rifin, SP, MA sebagai dosen pembimbing akademik, yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan semasa perkuliahan.
6. Sekretariat Program Studi Manajemen Agribisnis serta Seluruh staf pengajar
dan karyawan/wati Departemen Agribisnis, Faperta IPB yang telah banyak
membantu penulis.
7. Bapak Asep Sutisna yang telah mengijinkan penulis untuk melakukan
penelitian pada peternakan kelinci miliknya.
8. Temanku Iswanti Noor Rustiana dan keluarga yang telah memberikan bantuan
dan dukungan kepada penulis guna menyelesaikan skripsi ini.
9. Teman-temanku Nunu, Evan, Anggoy, Ragil, Yoga, Nunik, Tere, Agnes,
Pretty, Widy, Mamieq, Sastro, Uci, Arisman dll yang melewati masa senang
dan susah selama menjalani masa perkuliahan.
10. Teman-temanku seperjuangan Nung, Fany, Intan, Nova, Aulia yang telah
memberikan bantuan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
11. Teman-temanku satu bimbingan akademik selama enam semester Icha, Vera
Nova, Tutik, Rizal, Triyadi, Effendi yang telah saling membantu selama masa
perkuliahan.
12. Teman-temanku Adisty, Bapuq, Tifa, Remy, Fandy, Neneng yang telah
menjadi bagian baru dari penulis.
13. Teman-teman KKP Faperta IPB Desa Sukajaya Amie, Santi, Ebi, dan Septian
yang telah menjadi keluarga baru bagi penulis.
14. Teman-temanku yang telah menjadi bagian dari keluarga Griya Indah Yudi,
Geri, Ali, Ihsan, Ibnu, Oji, Mas Gatot, Ivan, Indra dan teman-temanku lainnya
yang tidak dapat kusebutkan satu persatu yang telah memberikan dorongan,
perhatian, bantuan dan kesabarannya kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini..
15. Teman-temanku AGB 42 Wening, Wiwi, Gita, Tiara, Rina, Ayu, Faisal, Nawi,
Eca, Yusda, Hari, Bayu dan teman-temanku yang lainnya yang tidak dapat
kusebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan moril kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dan juga telah bersedia hadir dan
memberikan masukan pada seminar skripsi penulis.
16. Pihak-Pihak lain yang secara langsung maupun tidak langsung yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ..................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah ..................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................... 9
1.4 Kegunaan Pnelitian ....................................................................... 9
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ........................................................... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelinci dan Kerabatnya ............................................................... 11
2.2 Teknik Budidaya ........................................................................ 13
2.2.1 Pemilihan Bibit .................................................................. 13
2.2.2 Pakan ................................................................................. 14
2.2.3 Kandang ............................................................................. 14
2.2.4 Reproduksi dan Perkawinan ............................................... 15
2.2.5 Penyakit Kelinci ................................................................. 16
2.2.6 Panen dan Pascapanen ........................................................ 17
2.3 Manfaat dan Kegunaan Ternak Kelinci ....................................... 17
2.3.1 Bahan Pangan .................................................................... 17
2.3.2 Produksi Kulit .................................................................... 18
2.3.3 Kegunaan Lain ................................................................... 18
2.4 Penelitian terdahulu .................................................................... 19
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ..................................................... 27
3.1.1 Studi Kelayakan Proyek ..................................................... 27
3.1.2 Analisis Ekonomi dan Finansial ......................................... 31
3.1.3 Analisis Nilai Pengganti (Switching Value) ....................... 39
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ............................................... 40
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 44
4.2 Jenis Data dan Sumber Data ....................................................... 44
4.3 Metode Penentuan Lokasi dan Pengumpulan Data
......................44
4.4 Metode Analisis Data ....................................................................45
4.4.1 Analisis Kelayakan Finansial ............................................. 46
4.4.2 Masa Pengembalian Investasi yang Didiskontokan ............. 49
4.4.3 Analisis Switching Value ................................................... 50
4.5 Asumsi Dasar yang Digunakan .................................................. 51
BAB V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
5.1 Profil Perusahaan ....................................................................... 54
5.2 Sejarah dan Perkembangan Usaha .............................................. 54
5.3 Struktur Organisasi Perusahaan ................................................... 56
5.4 Rencana Pengembangan Proyek .................................................. 56
BAB VI ASPEK PASAR, ASPEK MANAJEMEN, ASPEK TEKNIS
6.1 Pola Usaha Peternakan Kelinci ................................................... 58
6.2 Aspek Pasar Peternakan Kelinci ................................................. 58
6.2.1 Aspek Pasar Budidaya Anakan Kelinci .............................. 58
6.2.2 Aspek Pasar Budidaya Kelinci Pedaging ............................ 61
6.2.3 Hasil Analisis Aspek Pasar ................................................. 62
6.3 Aspek Manajemen ...................................................................... 63
6.3.1 Hasil Analaisis Aspek Manajemen ..................................... 65
6.4 Aspek Teknis .............................................................................. 65
6.4.1 Keragaan Usaha Budidaya Anakan Kelinci ........................ 65
6.4.2 Keragaan Usaha Budidaya Kelinci Pedaging ...................... 70
6.4.3 Hasil Analisis Aspek Teknis .............................................. 71
BAB VII ASPEK FINANSIAL
7.1 Analisis Kelayakan Finansial Pola Usaha I ................................. 72
7.1.1 Arus Penerimaan (Inflow) .................................................. 72
7.1.2 Arus Pengeluaran (Outflow) ............................................... 74
7.1.3 Kelayakan Finansial Pola Usaha I ...................................... 78
7.1.4 Analisis Switching Value ................................................... 79
7.2 Analisis Kelayakan Finansial Pola Usaha II ................................ 81
7.2.1 Arus Penerimaan (Inflow) .................................................. 81
7.2.2 Arus Pengeluaran (Outflow) ............................................... 82
7.2.3 Kelayakan Finansial Pola Usaha II ..................................... 86
7.2.4 Analisis Switching Value ................................................... 87
7.3 Analisis Kelayakan Finansial Pola Usaha III ............................... 88
7.3.1 Arus Penerimaan (Inflow) .................................................. 88
7.3.2 Arus Pengeluaran (Outflow) ............................................... 90
7.3.3 Kelayakan Finansial Pola Usaha III .................................... 93
7.3.4 Analisis Switching Value .................................................... 94
7.4 Perbandingan Hasil Analisis Kelayakan Finansial
Pada Ketiga Pola Usaha .............................................................. 95
7.5 Perbandingan Hasil Analisis Switching Value Ketiga Pola Usaha 97
BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan ................................................................................ 99
8.2 Saran ......................................................................................... 99
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 101
LAMPIRAN ................................................................................................... 103
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Penduduk Kab. Bandung yang Bekerja menurut Kecamatan dan
Lapangan Usaha...........................................................................................1
2. Konsumsi Daging, Telur, dan Susu (kg/perkapita/tahun) .......................... 2
3. Konsumsi Daging menurut Jenis Daging (kg/kapita/tahun) ....................... 3
4. Perkembangan Volume Impor Komoditas Peternakan, 2002-2006 (kg) .... 3
5. Komposisi Kimia Berbagai Macam Daging .............................................. 4
6. Volume Ekspor Komoditas Peternakan .................................................... 6
7. Hasil Penjualan Anakan Kelinci yang Dihasilkan oleh Pola Usaha I ....... 73
8. Hasil Penjualan Kelinci Pedaging yang Dihasilkan oleh Pola Usaha I ..... 74
9. Hasil Analisis Finansial Pola Usaha I ..................................................... 79
10. Hasil Analisis Swiching Value pada Pola Usaha I ................................... 79
11. Hasil Penjualan Anakan Kelinci yang Dihasilkan oleh Pola Usaha II ...... 82
12. Hasil Analisis Finansial Pola Usaha II .................................................... 87
13. Hasil Analisis Switching Value Pada Pola Usaha II ................................ 87
14. Hasil Penjualan Pedaging yang Dihasilkan oleh Pola Usaha III .............. 89
15. Hasil Analisis Finansial Pola Usaha III ................................................... 93
16. Hasil Analisis Switching Value Pada Pola Usaha III ............................... 94
17. Perbandingan Kriteria Kelayakan Financial Usaha Peternakan Kelinci
dari Ketiga Pola Usaha ........................................................................... 97
18. Switching Value Ketiga Pola Usaha Peternakan Kelinci .......................... 97
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Grafik Hubungan Antara NPV dan Tingkat Suku Bunga ................ 37
2. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional ........................................ 43
3. Struktur Organisasi Asep’s Rabbit Project .................................... 56
4. Saluran Pemasaran Anakan Kelinci ............................................... 60
5. Saluran Pemasaran Kelinci Pedaging ............................................. 62
6. Struktur Organisasi ........................................................................ 64
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Timetable Pola Usaha I TahunPertama…………………...…………….103
2. Timetable Pola Usaha I Tahun Kedua sampai Kelima........................... 104
3. Timetable Pola Usaha II Tahun Pertama ............................................... 105
4. Timetable Pola Usaha II Tahun Kedua sampai Kelima ......................... 106
5. Timetable Pola Usaha III Tahun Pertama.............................................. 107
6. Timetable Pola Usaha III Tahun Kedua sampai Kelima ........................ 108
7. Populasi Kelinci Pola Usaha I Tahun Pertama ...................................... 109
8. Populasi Kelinci Pola Usaha II Tahun Pertama ..................................... 109
9. Populasi Kelinci Pola Usaha II Tahun Pertama ..................................... 109
10. Populasi Kelinci Pola Usaha I Tahun kedua sampai kelima .................. 110
11. Populasi Kelinci Pola Usaha II Tahun kedua sampai kelima ................. 110
12. Populasi Kelinci Pola Usaha III Tahun kedua sampai kelima ................ 110
13. Nilai Sisa Pola Usaha I ......................................................................... 111
14. Biaya Investasi Pola Usaha I ................................................................ 111
15. Biaya Operasional Tahun Pertama Pola Usaha I ................................... 112
16. Biaya Operasional Tahun Kedua sampai Kelima Pola Usaha I .............. 112
17. Biaya Tetap Tahun Pertama Pola Usaha I ............................................. 113
18. Biaya Tetap Tahun Kedua sampai Kelima Pola Usaha I ....................... 113
19. Nilai Sisa Pola Usaha II ........................................................................ 113
20. Biaya Investasi Pola Usaha II ............................................................... 114
21. Biaya Operasional Tahun Pertama Pola Usaha II .................................. 114
22. Biaya Operasional Tahun Kedua sampai Kelima Pola Usaha II ............ 115
23. Biaya Tetap Tahun Pertama Pola Usaha II ............................................ 115
24. Biaya Tetap Tahun Kedua sampai Kelima Pola Usaha II ...................... 116
25. Nilai Sisa Pola Usaha III ...................................................................... 116
26. Biaya Investasi Pola Usaha III .............................................................. 116
27. Biaya Operasional Tahun Pertama Pola Usaha III ................................. 117
28. Biaya Operasional Tahun Kedua sampai Kelima Pola Usaha III ........... 117
29. Biaya Tetap Tahun Pertama Pola Usaha III .......................................... 118
30. Biaya Tetap Tahun Kedua sampai Kelima Pola Usaha III ..................... 118
31. Cashflow Pola Usaha I ......................................................................... 119
32. Laporan Laba Rugi Pola Usaha I .......................................................... 120
33. Cashflow Analisis Switching Value Penurunan Harga Anakan
Pola Usaha I ......................................................................................... 121
34. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Harga
Pola Usaha I ......................................................................................... 122
35. Cashflow Analisis Switching Value Peningkatan Harga Indukan
Pola Usaha I ......................................................................................... 123
36. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Peningkatan Harga Indukan
Pola Usaha I ......................................................................................... 124
37. Cashflow Analisis Switching Value Penurunan Produksi
Pola Usaha I ......................................................................................... 125
38. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Produksi
Pola Usaha I ......................................................................................... 126
39. Cashflow Analisis Switching Value Peningkatan Harga Pakan
Pola Usaha I ......................................................................................... 127
40. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Peningkatan Harga Pakan
Pola Usaha I ......................................................................................... 128
41. Cashflow Pola Usaha II ........................................................................ 129
42. Laporan Laba Rugi Pola Usaha II ......................................................... 130
43. Cashflow Analisis Switching Value Penurunan Harga Anakan
Pola Usaha II ........................................................................................ 131
44. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Harga Anakan
Pola Usaha II ........................................................................................ 132
45. Cashflow Analisis Switching Value Peningkatan Harga Indukan
Pola Usaha II ........................................................................................ 133
46. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Peningkatan Harga Indukan
Pola Usaha II ........................................................................................ 134
47. Cashflow Analisis Switching Value Penurunan Produksi
Pola Usaha II ........................................................................................ 135
48. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Produksi
Pola Usaha II ........................................................................................ 136
49. Cashflow Analisis Switching Value Peningkatan Harga Pakan
Pola Usaha II ........................................................................................ 137
50. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Peningkatan Harga Pakan
Pola Usaha II ........................................................................................ 138
51. Cashflow Pola Usaha III ....................................................................... 139
52. Laporan Laba Rugi Pola Usaha III ........................................................ 140
53. Cashflow Analisis Switching Value Penurunan Harga Anakan
Pola Usaha III ...................................................................................... 141
54. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Harga Anakan
Pola Usaha III ...................................................................................... 142
55. Cashflow Analisis Switching Value Peningkatan Harga Indukan
Pola Usaha III ...................................................................................... 143
56. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Peningkatan Harga Indukan
Pola Usaha III ...................................................................................... 144
57. Cashflow Analisis Switching Value Penurunan Produksi
Pola Usaha III ...................................................................................... 145
58. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Produksi
Pola Usaha III ...................................................................................... 146
59. Cashflow Analisis Switching Value Peningkatan Harga Pakan
Pola Usaha III ...................................................................................... 147
60. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Peningkatan Harga Pakan
Pola Usaha III ...................................................................................... 148
61. Daftar Pertanyaan Pengarah ................................................................. 149
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Subsektor peternakan memegang peranan penting sebagai salah satu
sumber pertumbuhan, khususnya bagi sektor pertanian dan umumnya
perekonomian Indonesia. Subsektor peternakan sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari pembangunan sektor pertanian, diutamakan untuk memenuhi
pangan dan gizi melalui usaha pembinaan daerah-daerah produksi yang telah ada
serta pembangunan daerah-daerah baru.
Salah satu daerah produksi pertanian pada umumnya dan peternakan pada
khususnya yang cukup besar adalah di kawasan kabupaten Bandung karena lebih
dari seperempat total penduduk yang telah memasuki usia kerja bekerja di sektor
pertania. Hal ini ditunjukan pada Tabel 1 dimana 381.440 jiwa bekerja di sektor
pertanian, jumlah ini merupakan jumlah terbesar kedua setelah sektor industri
tetapi perbedaannya tidak terlalu signifikan.
Tabel 1. Penduduk Kabupaten Bandung yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha
No Lapangan Usaha Jumlah Persentase
1 Pertanian 381.373 26,02 2 Pertambangan dan penggalian 4.600 0,32 3 Industri 395.440 26,98 4 Listrik dan Air 3.913 0,27 5 Gas Konstruksi 89.604 6,11 6 Perdaganagan 278.621 19,01 7 Angkutan dan Komunikasi 133.974 9,14 8 Keuangan 15.590 1,06 9 Jasa 162.582 11,09
Total 1.465.670 100 Sumber : Survei Sosial Ekonomi Daerah
2004
Oleh karena itu Kabupaten Bandung merupakan salah satu sentra produksi
pertanian yang ada di Indonesia. Produk-produk yang dihasilkan dari wilayah ini
sudah dikenal oleh daerah-daerah lain di Indonesia karena produk-produk tersebut
didistribusikan ke daerah lain untuk memenuhi kebutuhan daerah tersebut. Salah
satu produk pertanian yang dihasilkan dari wilayah kabupaten Bandung adalah
kelinci. Sentra peternakan kelinci terbesar di Kabupaten Bandung berada di
wilayah Lembang dan Pangalengan. Daerah ini sangat cocok untuk pertumbuhan
dan perkembangan kelinci karena memiliki udara yang sejuk serta bersih dari
polusi.
Peran pemerintah dalam sektor pertanian sangatlah penting karena sektor
ini merupakan sektor yang sangat penting karena menyangkut kebutuhan paling
mendasar bagi manusia. Kebijakan-kebijakan di sektor ini sangat mempengaruhi
pekerja di sektor ini oleh karena itu kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan
pemerintah haruslah berpihak kepada stakeholder terkait.
Semakin bertambahnya jumlah penduduk, tingkat pendapatan serta
meningkatnya kadar gizi masyarakat, maka akan menyebabkan permintaan akan
produksi ternak semakin meningkat guna memenuhi kebutuhan protein hewani
seperti yang ditunjukan pada Tabel 2 dimana konsumsi daging mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun.
Tabel 2. Konsumsi Daging, Telur, dan Susu (kg/perkapita/tahun)
No. Jenis Tahun Pertumbuhan dari tahun
2005 s/d 2006 (%)
2003 2004 2005 2006
1. Daging 6,05 6,28 5,79 6,43 11,41 2. Telur 4,11 4,68 4,34 4,64 6,91
3. Susu 6,69 9,47 9,32 9,35 0,32 Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan DEPTAN, 2006
Konsumsi standar protein hewani yang ditetapkan oleh FAO untuk
masyarakat Indonesia minimal sebesar 6 gr/kapita/hari atau setara dengan 2.19
kg/kapita/tahun��Dari kebutuhan ini sebagian besar masyarakat Indonesia lebih
memilih untuk mengkonsumsi daging ayam dan sapi karena daging – daging ini
mudah didapatkan di pasar (Tabel.3).
Tabel 3. Konsumsi Daging menurut Jenis Daging (kg/kapita/tahun)
No. Komoditi Tahun 1996 1999 2002 2004 2005
1. Sapi dan kerbau 0,72 0,52 0,572 0,676 0,468 2. Ayam dan unggas 1,30 0,57 3,338 3,692 3,848 Sumber : BPS, 2006
Kenaikan konsumsi daging ini menyebabkan pemerintah harus mengimpor
daging sapi dan daging hewani lainnya dengan jumlah yang cukup signifikan
(Tabel.4) dari negara-negara tetangga karena produksi lokal tidak dapat
memenuhi permintaan pasar di Indonesia sehingga hal ini akan mebuat anggaran
belanja pemerintah membengkak dan dapat menyebabkan krisis pangan.
Tabel 4. Perkembangan Volume Impor Komoditas Peternakan Tahun 2002- 2006 (Ton)
No. Komoditas 2004 2005 2006 1. Daging Sapi 11.772,011 19.957,195 24.078,542 2. Daging Ayam 1.193,779 3.817,300 3.331,439 3. Daging Kambing 519,710 829,561 711,750 4. Daging unggas lain 2,347 0,577 52,635
Sumber : BPS diolah Pusdatin DEPTAN 2007
Ternak kelinci dapat dipilih sebagai alternatif untuk memenuhi permintaan
yang meningkat tersebut, mengingat kelinci memiliki kelebihan dibandingkan
ternak lain yang telah dikenal sebelumnya untuk memenuhi konsumsi daging
perkapita Indonesia yang cukup tinggi, hal ini dapat dilihat dari Tabel 3. Selain itu
harga daging kelinci yang tidak berbeda jauh jika dibandingkan dengan daging
sapi, hal ini dapat dilihat bahwa harga daging sapi saat ini berada di kisaran Rp
55.000 (Kompas, Februari 2008) sedangkan harga daging kelinci berada pada
kisaran Rp 60.000 (Asep’s Rabbit Project).
Kelinci juga menguntungkan untuk diternak secara intensif berpola
komersial karena daya reproduksinya cepat, dalam jangka waktu satu tahun,
seekor kelinci dapat beranak 4 – 5 kali, dengan jumlah anak per kelahiran 5 – 6
ekor dan masa bunting relatif singkat (Sarwono 2001).
Daging kelinci memiliki kelebihan dibandingkan dengan daging ternak
lainnya, diantaranya memiliki kadar lemak jenuh yang rendah dibandingkan
ternak lain seperti sapi, domba, dan kambing serta kandungan proteinnya yang
tinggi membuat daging kelinci baik untuk menjaga jaringan tubuh, membentuk
sel-sel, dan meningkatkan kecerdasan otak (Pujoharjo 2001). Komposisi kimia
dari beberapa macam daging ternak dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 5. Komposisi Kimia Berbagai Macam Daging
Jenis Daging
Energi (Kkal/kg)
Sodium (mg/g)
Lemak Jenuh (mg/g)
Kadar Air (%)
Protein (%)
Lemak (%)
Sapi 380 65 41,3 49 15,5 35 Domba 345 75 55,4 53 15 31 Ayam 200 70 - 67 19,5 12 Kelinci 160 40 37 70 21 8 Sumber : Lebas et al. dalam Pujoharjo
(2001)
Tingkat konsumsi daging kelinci dibandingkan daging lain lebih sedikit,
hal ini disebabkan oleh pola konsumsi masyarakat yang belum terbiasa dan
persepsi yang timbul mengenai ternak tersebut. Persepsi yang ada sekarang lebih
memandang kelinci sebagai hewan peliharaan atau hewan hias.
Kelinci yang diternakan kelangsungan hidupnya ditentukan oleh perhatian
dan perawatan peternaknya. Jenis, jumlah, dan mutu pakan yang diberikan
menentukan pertumbuhan, kesehatan dan perkembangbiakannya. Jenis pakan
yang dipakai tidak bersaing dengan kepentingan manusia maupun ternak industri
intensif seperti ayam.
Dalam peternakan kelinci intensif, pakan yang diberikan tak hanya berupa
hijauan sebagai pakan pokok. Selain hijauan, pakan kering seperti konsentrat, hay
(rumput kering), biji-bijian dapat diberikan sebagai pakan tambahan. Seperti
halnya ternak ruminansia, kelinci membutuhkan karbohidrat, lemak, protein,
mineral, vitamin, dan air. Jumlah kebutuhannya tergantung pada umur, tujuan
produksi, serta laju kecepatan pertumbuhan.
Pada tahun 1982, pemerintah pernah menganjurkan agar kelinci
dikembangkan sebagai ternak sumber daging untuk meningkatkan mutu gizi
masyarakat. Namun, usaha tersebut gagal karena kelinci berkembang menjadi
komoditas yang mahal, terutama harga bibitnya. Beberapa ras kelinci yang banyak
dikembangkan secara komersial di Negara-negara Eropa, Amerika, dan juga
Indonesia yaitu Anggora, Champagne d’Argent, Carolina, Checkered giant,
Dutch, English Spot, dan Himalayan. Harga dari beberpa ras kelinci tersebut dapat
dihargai mencapai jutaan rupiah oleh para hobbyist.
Selama ini peternakan kelinci di Indonesia masih diusahakan sebagai
peternakan keluarga dengan skala usaha yang relatif kecil. Kegiatan budidaya dan
manajemennya masih sederhana. Sebagai alternatif, usaha peternakan kelinci
sebenarnya dapat dikembangkan dalam bentuk perusahaan peternakan baik kelinci
hias maupun kelinci potong. Sasaran produksi kelinci dapat ditingkatkan sesuai
target, mutu dan permintaan pasar untuk menjadi konsumsi protein hewani
alternatif.
Peluang pasar luar negeri untuk ternak kelinci maupun hasil olahannya
cukup besar, kelinci dapat diperdagangkan langsung sebagai hewan peliharaan
atau hewan hias sedangkan daging kelinci dapat dikonsumsi atau diolah terlebih
dahulu sebagai abon, sosis, bakso, dan dendeng. Kulit dan bulu dapat dijadikan
bahan pakaian atau kerajinan lain seperti topi, dompet dan sebagainya, hal ini
dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Volume Ekspor Komoditas Peternakan (Ton)
No. Komoditas 2002 2003 2004 2005 1. Sapi 77.677 111.432 19.164 87.546 2. Kelinci 570 16.793 18.385 60.000 4. Kambing 39.074 1.708 387 1.228 5. Ayam 2.346.322 2.760.691 100.867 316
Sumber : BPS diolah Pusdatin DEPTAN 2007
Pada Tabel 5 terlihat bahwa ekspor kelinci Indonesia dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan dan pada tahun 2005 menduduki posisi di bawah sapi
dilihat dari volume ekspornya. Peningkatan ekspor dari tahun 2002 ke 2003
sebesar 29 persen, tahun 2003 ke 2004 sebesar 10 persen, dan peningkatan yang
paling signifikan yaitu sebesar 69 persen pada tahun 2004 ke 2005. Hal ini berarti
bahwa adanya peluang pasar yang sangat besar di luar negeri sehingga para
peternak kelinci kita harus bisa menangkap peluang ini dengan menghasilkan
kelinci-kelinci berkualitas dan berdaya saing tinggi.
1.2 Perumusan Masalah
Volume ekspor Indonesia pada komoditas kelinci sangat baik, hal ini
ditunjukan dengan peningkatan volume ekspor setiap tahunnya. Pada tahun 2002
volume ekspor komoditas kelinci berjumlah 570 ekor, tahun 2003 berjumlah
16.793 ekor, tahun 2004 berjumlah 18.385, dan tahun 2005 berjumlah 60.000
ekor. Peningkatan ekspor dari tahun 2002 ke 2003 sebesar 29 persen, tahun 2003
ke 2004 sebesar 10 persen, dan peningkatan yang paling signifikan yaitu sebesar
69 persen.
Salah satu peternak kelinci di kawasan Lembang yang sudah sangat
dikenal oleh para hobbyist dan peternak lainnya di daerah Bandung adalah Asep
Sutisna dengan peternakan kelincinya bernama Asep’s Rabbit Project. Asep’s
Rabbit Project berternak sekitar 200 jenis kelinci hias dan juga menyediakan
kelinci potong bila ada pesanan.
Asep’s Rabbit Project memiliki lahan yang tidak begitu luas hanya kurang
lebih 200 m2 tetapi di dalamnya terdapat kandang yang berjajar rapi membentuk 4
baris memanjang. Kandang yang dipergunakan untuk berternak kelinci sangat
terjaga kebersihannya sehingga menjamin bahwa ternak yang ada di dalamnya
sehat dan terawat. Selain berternak kelinci Asep’s Rabbit Project juga
memproduksi pakan konsentrat bagi kelinci yang berbentuk pellet, pakan yang
diproduksi oleh Asep’s Rabbit Project ditujukan untuk konsumsi sendiri oleh
karena itu bahan baku serta komposisinya dijaga keseimbangannya sehingga
sangat cocok untuk berbagai jenis kelinci yang terdapat di peternakan.
Biaya investasi awal yang harus dikeluarkan pemilik untuk menjalankan
usaha peternakan kelinci ini sangat besar, karena pemilik harus mengimpor
indukan dari luar negeri agar hasil produksi baik dan harga yang diterima tinggi.
Indukan yang diimpor dari luar negeri ini memiliki kualitas yang relatif lebih baik
dan unggul bila dibandingkan dengan kelinci-kelinci lokal. Harga indukan yang
diimpor dari luar negeri juga sangat fluktuatif tergantung pada nilai tukar mata
uang rupiah.
Manajemen yang dilakukan oleh pemilik Asep Rabbit Project masih
bersifat sederhana. Perusahaan ini berbentuk perusahaan perseorangan, yaitu
pemilik perusahaan sekaligus sebagai pengelola, pengawas peternakan, serta
produksi pakan. Pemilik perusahaan memiliki wewenang untuk mengambil
keputusan setiap keputusan baik yang bersifat operasional maupun non-
operasional. Pembukuan keuangan yang dilakukan pada perusahaan ini masih
bersifat sederhana.
Selain itu Asep’s Rabbit project juga belum dapat memenuhi jumlah
permintaan pasar dalam kelinci hias dan kelinci pedaging. Demand terhadap
anakan kelinci maupun pedaging belum banyak diambil oleh Asep’s Rabbit
project karena adanya berbagai keterbatasan dalam usaha. Oleh karena itu Asep’s
Rabbit Project memiliki rencana untuk mengembangkan skala usahanya.
Dari uraian di atas, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini
adalah:
1. Apakah peternakan Asep’s Rabbit Project layak dijalankan ditinjau dari
aspek pasar, aspek teknis, dan aspek manajemen?
2. Apakah secara finansial usaha peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project
adalah layak?
3. Apakah proyek pengembangan usaha ini peka terhadap penurunan harga
output, penurunan produksi, pengkatan harga indukan dan peningkatan
harga pakan?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dirumuskan,
maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Menganalisis aspek-aspek dalam kelayakan usaha secara deskriptif yang
meilputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, dan
aspek sosial.
2. Menganalisis tingkat kelayakan aspek finansial peternakan kelinci Asep’s
Rabbit Project.
3. Melakukan analisis switching value untuk melihat tingkat kepekaan
kelayakan usaha peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project bila terjadi
perubahan - perubahan dalam penurunan harga output, penurunan
produksi, pengkatan harga indukan dan peningkatan harga pakan?.
1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi serta masukan bagi
berbagai pihak yang berkepentingan, yaitu :
1. Bagi perusahaan, hasil penelitian dapat digunakan sebagai masukan dan
informasi sebagai bahan pertimbangan dalam menjalankan operasional dan
dalam membuat rencana pengembangan usaha selanjutnya.
2. Bagi penulis, penelitian ini menambah pengalaman dan latihan dalam
menerapkan ilmu-ilmu yang telah diperoleh selama kuliah.
3. Bagi pembaca, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
referensi atau bahan rujukan untuk melihat keadaan dan kondisi
peternakan kelinci, serta dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam
melakukan penulisan selanjutnya dan dalam pemilihan bisnis.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Pada penelitian ini aspek non finansial yang dibahas adalah aspek teknis,
aspek manajemen, aspek pasar. Aspek finansial yang digunakan dalam penelitian
ini menggunakan kriteria kelayakan investasi yaitu Net Present Value (NPV),
Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit per Cost (Net B/C), dan Payback
Periode. Selain itu penelitian ini juga dilakukan analisis Switching Value.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Kelinci dan Kerabatnya
Kelinci saat ini telah dikenal masyarakat luas sebagai hewan peliharaan
dan juga hewan konsumsi. Kelinci yang saat ini banyak diternakan dahulu berasal
dari kelinci liar yang telah mengalami proses domestikasi. Kelinci termasuk
hewan purba hal ini terlihat fosil yang ditemukan membuktikan kelinci berasal
dari kala Eosen. Kelinci dan kerabatnya dijelaskan secara rinci pada paragraf di
berikut ini.
a. Pika
Hewan-hewan kecil mirip kelinci itu lazim disebut pika. Karena
kepandaiannya bersiul ada yang menyebut terwelu bersiul. Pika di alam tersebar
dari Eropa Timur sampai Jepang, dari Himalaya sampai Siberia. Juga terdapat di
Amerika Utara yang penyebarannya dari Alaska sampai Rocky Mountain. Di
Eropa Timur terdapat Pika Stepa (Ochotona pusila), di Jepang terdapat Pika
Jepang (Ochotona Hiperboren), di Himalaya terdapat Pika Mount everest
(Ochotona wollastoni), di Amerika Utara terdpat Pika Amerika (Ochotona
princeps).
Semua spesies hidup berkoloni, menggali lubang tanah untuk tempat
tinggal. Habitatnya daerah beriklim dingin, menempati daerah yang sering
kekurangan persediaan makanan selama musim salju. Mereka tidak tidur selama
musim salju dan tidak mengembangkan system menyimpan persediaan makanan.
Makanannya terdiri dari bermacam-macam tumbuhan terutama tumbuhan kering
sepertirumput, ranting, lumut, dan dahan-dahan pinus. Mereka memiliki kebisaaan
memakan sebagian kotorannya sendiri yang merupakan sumbangan bagi efisiensi
untuk memanfaatkan semua bahan makanan yang tersedia. Kebisaaan serupa juga
terdapat pada kelinci dan terwelu.
b. Terwelu
Terwelu tersebar luas di daratan Eropa sebagai binatang liar. Terwelu
sering diburu untuk diambil dagingnya. Terwelu memiliki sosok tubuh yang
cukup besar dan menarik. Panjang badan terwelu dewasa antara 50 – 70 cm, bobot
4 – 5 kg. punggung lentur melengkung indah dengan bagian samping agak rata.
Kepalanya kecil, kumis panjang, daun telinganya kalau ditarik ke depan bisa
melampaui hidung.
Kaki depan terwelu kecil, pendek, berjari, dan berkuku lima. Kaki
belakang dua kali panjangnya disbanding kaki depan, berjari dan berkuku empat.
Kaki belakang sangat kuat sehingga kalau melompat bisa mencapai 80 km/jam
kecepatannya. Ia akan melompat ketika dalam keadaan terkejut atau merasa
terancam bahaya dan dikejar-kejar musuh.
Bulunya ada yang panjang, ada yang pendek. Bulu pendeknya tumbuh
rapat diantara bulu panjang. Warna bulu beragam, kelabu, cokelat, dan hitam.
Warna bulu di bagian perut putih.
c. Kelinci
Kelinci liar atau Orytolagus cuniculus tersebar di kawasan Afrika Utara
sampai Eropa, yang merupakan habitat aslinya. Dari daerah tersebut kemudian di
introduksi ke Australia, Selandia Baru, Chili, dan pulau-pulau di Pasifik dan
Atlantik. Ukuran badannya lebih kecil dibandingkan terwelu. Panjang badan
kelinci liar dewasa 45 – 50 cm dan berat badan sekitar 3 kg.
Kelinci liar berpunggung melengkung, berekor pendek, kepalanya kecil,
daun telinganya kalau ditarik ke depan tak bisa mencapai hidung. Bulu badannya
terdiri dari bulu pendek dan bulu panjang, warna bulu kekuning-kuningan pada
musim panas dan berubah kelabu pada musim dingin. Kaki depan pendek, berjari
dan berkuku empatyang cukup tajam. Loncatannya tak begitu kuat dan kurang
linacah, namun sangat pandi berlaridan menelusup ke lubang tanah mencari
perlindungan ketika merasa terancam bahaya.
2. 2 Teknik Budidaya
Sebelum menjalankan usaha peternakan kelinci peternak harus
menentukan tujuan. Peternak harus memilih dan menentukan jenis kelinci yang
akan diternakan. Setelah itu bibit atau indukan kelinci diseleksi dengan teliti agar
mendapatkan hasil yang memuaskan. Bebrapa tahapan harus dilakukan dalam
budidaya kelinci yaitu : pemilihan bibit, pakan, kandang, reproduksi dan
perkawinan, penyakit kelinci, panen, dan pasca panen.
2.2.1 Pemilihan Bibit
Pemilihan jenis bibit tergantung kepada tujuan pemeliharaan, untuk tujuan
mendapatkan bulu yang baik atau sebagai hewan hias jenis Anggora, American
Chincihilla dan Rex merupakan ternak yang cocok. Untuk mendapatkan daging
maka jenis yang cocok adalah Belgian, California, Flemish Giant, Havana,
Himalayan, dan New Zealand. Secara umum keduanya harus punya sifat fertilitas
tinggi, tidak mudah gugup (jinak), tidak cacat, mata bersih, terawat, bulu tidak
kusam, dan lincah (aktif bergerak). Untuk peternakan komersial sebaiknya
membeli bibit yang baik dimana penjual bibit yang baik disertai sertifikat
kelahiran dan tato pada telinga sebagai bukti kemurnian bibitnya.
2.2.2 Pakan
Pakan kelinci ternakan terdiri dari hijauan, hay, biji-bijian, umbi-umbian,
dan konsentrat. Hijauan yang diberikan antara lain rumput, limbah sayuran,
daunturi, daun lamtoro, daun kembang sepatu, daun kacang panjang, daun ubi
jalar, daun kacang tanah, daun dan batang jagung, daun papaya, talas, dan lain-
lain.
Hay adalah rumput awetan yang dipotong menjelang berbunga. Bahan hay
antara lain rumput gajah, pucuk tebu, dan rumput menjelang berbunga. Pemberian
hay banyak dilakukan di negara-negara dengan 4 musim, sedangkan di Indonesia
pemberian hay lebih ditekankan pada penyediaan bahan pakan yang kontinu dan
stabil nila gizinya.
Biji-bijian berfungsi sebagai pakan penguat, bisaa diberikan bagi kelinci
bunting dan menyusui. Biji-bijian yang diberikan berupa jagung, padi, sorgum,
kedelai, dan lain-lain. Umbi-umbian dapat diberikan untuk kelinci sebagai pakan
tambahan sedangkan konsentrat dalam peternakan kelinci berfungsi untuk
meningkatkan nilai gizi dan mempermudah penyediaan pakan.
Pakan diberikan sebanyak 3 kali sehari, pada pukul 10.00 pemberian
pakan pertama berupa bekatul ditambah garam dan air, pada pukul 13.00 pakan
berupa rumput segar atau hijauan lain, dan pada pukul 18.00 diberikan pakan
berupa rumput segar atau hijauan yang mengandung lebih banyak serat kasar.
2.2.3 Kandang
Kandang sebagai tempat perkembangbiakan sebaiknya memiliki suhu
berkisar antara 15-20o Celcius, sirkulasi udara lancer, lama pencahayaan ideal 12
jam dan melindungi ternak dari predator. Kandang berdasarkan kegunaanya
dibedakan menjadi kandang induk, baik induk dewasa maupun induk dengan
anak-anakannya, kandang pejantan dan kadang untuk lepas sapih. Tidak ada
ukuran tertentu untuk kandang, ukuran didasarkan pada skala usaha, iklim,
kemudahan pengelolaan dan ukuran ternak itu sendiri. Kandang dengan ukuran
200 x 70 x 70 cm cukup untuk menampung 12 induk / 10 pejantan. Kandang
dengan ukuran 50 x 35 x 45 cm dapat digunakan untuk anakan dan kelinci lepas
sapih.
Berdasarkan bentuknya kandang dibedakan menjadi :
1. Kandang Postal : kandang tanpa halaman pengumbaran, ditempatkan
dalam ruangan dan cocok untuk kelinci muda.
2. Kandang Ranch : kandang dengan halaman pengumbaran, bisaanya
dipakai sebagai kandang kelinci hias.
3. Kandang Bateray : kandang dengan bentuk mirip sangkar berderet, dimana
satu sangkar digunakan untuk satu kelinci, bisa digunakan dalam
peternakan kelinci secara intensif.
Kandang dibersihkan setiap hari untuk menghindari timbulnya penyakit, sinar
matahari diusahakan dapat masuk ke dalam kandang untuk mematikan bibit
penyakit. Kandang bekas kelinci yang sakit dibersihkan dengan dinfektan baik
berupa kreolin maupun Lysol.
2.2.4 Reproduksi dan Perkawinan
Kelinci mencapai umur dewasa dalam waktu 4 – 10 bulan, pada saat itulah
kelinci dapat mulai dikawinkan, sebaiknya perkawinan tidak dilakukan jika
saudara atau sedarah. Perkawinan bisaanya terjadi pada waktu sore maupun pagi
hari, setelah masa perkawinan berhasil kelinci akan memasuki fase bunting
selama 30 – 32 hari. Kebuntingan dapat diketahui setelah 12 – 14 hari setelah
perkawinan dengan cara meraba perut kelinci betina, tanda lainnya adalah
menolak dikawinkan lagi atau bersuara bila didekati pejantan, perut dan putting
susu membesar. Lima hari menjelang kehamilan induk dipindahkan ke kandang
beranak untuk diberi kesempatan menyiapkan penghangat dengan dengan
merontokan bulu-bulunya. Kelahiran bisaanya terjadi pada malam hari dengan
kondisi anak yang dilahirkan bervariasi antar 3 – 10 ekor tergantung kepada jenis
tetapi jumlah anak yang paling efektif adalah 6 ekor sesuai dengan jumlah putting
susu induk, turunan dan umur kelinci. Anak kelinci bisaa disapih setelah berumur
56 hari tetapi sebaiknya disapih pada umur 28 hari sesuai dengan batas optimal
jumlah susu yang dihasilkan induk.
2.2.5 Penyakit Kelinci
Penyakit pada kelinci dapat timbul akibat kelengahan dalam menjaga
sanitasi kandang, pemberian pakan yang kurang dalam jumlah maupun gizinya,
tertular kelinci yang sakit dan perubahan cuaca. Jumlah kematian yang disebabkan
oleh penyakit cukup tinggi berkisar antara 15 persen - 40 persen. Beberapa
penyakit yang sering menyerang kelinci anatar lain enteritis kompleks,
pasteurellosis, young doe syndrome, scabies, kokkdioses, pneumonia, ring worm,
kanker telinga, radang mata, kudis, pilek, dan favus. Penyakit-penyakit ini dapat
dicegah dengan cara menjaga kebersihan kandang, pemberian pakan yang teratur
dan seimbang, serta memisahkan kelinci yang sakit pada kandang karantina.
Penyakit-penyakit dapat juga diobati dengan pemberian obat-obatan berupa
antibiotic dan vitamin, atau dengan menggunakan obat-obatan tradisional seperti
pemberian belerang, minyak kelapa, dan iodium.
2.2.6 Penen dan Pascapanen
Kelinci sudah dapat dipanen setelah masa sapih, atau dijual pada usia
dewasa. Kelinci jenis pedaging sudah dapat dipotong pada umur antar 4 – 10
bulan atau telah menapai berat 2 kg. Sebelum dipotong kelinci dipuasakan selama
6 – 10 jam untuk mengosongkan usus, setelah dipotong kelinci dikuliti dari kaki
belakang ke arah kepala. Bagian dalam seperti usus, jantung dan paru-paru
dikeluarkan, diusahakan kandung kemih tidak sampai pecah agar tidak
mempengaruhi kualitas karkas. Daging kelinci dapat dipotong menjadi 8 potong,
yaitu 2 potong kaki depan, 2 potong kaki belakang, 2 potong dada dan 2 potong
bagian belakang. persentase karkas yang baik berkisar antara 49 persen – 52
persen. Sumiarti (2004) mengungkapkan hasil lainnya adalah kotoran dan air
kencing, kedua bahan ini dapat dijadikan pupuk tanaman, baik secara langsung
maupun di fermentasikan dahulu sebagai “bokashi”. Di samping itu kotoran
kelinci baik digunakan sebagai media endapan makanan cacing yang diternakan
contohnya jenis Lumbricus Rubbilusi.
2.3 Manfaat dan Kegunaan Ternak Kelinci
2.3.1 Bahan Pangan
Sebagai bahan pangan kelinci dapat menjadi bahan pangan pengganti
untuk pemenuhan kebutuhan protein hewani yang bisaanya dipenuhi melalui
konsumsi daging ayam, kambing, sapi, dan sebagainya. Dengan komposisi dan
kandungan gizi yang tinggi, daging kelinci sangat potensial sebagai pangan
alternative. Di jawa barat terutama daerah dataran tinggi seperti Lembang,
Bandung daging kelinci diolah dalam bentuk sate kelinci. Selain itu daging kelinci
dapat juga diolah menjadi sosis, bakso, abon, maupun dendeng yang dilakukan
oleh pabrik pengolahan yang terletak di kota Surabaya. Melihat potensinya yang
besar kelinci dapat menjadi alternative penyedia sumber daging dan produk-
produk turunannya. Namun dalam kenyataannya jumlah peternak dan penyedia
daging kelinci masih terbatas, hal ini diduga karena tidak adanya penjajagan
kepastian pasar dan daya dukung sosial dimana sebagian masyarakat memandang
kelinci sebagai hewan kesayangan sehingga tidak terbisaa mengkonsumsi daging
kelinci.
2.3.2 Penghasil Kulit
Potensi kelinci masih memungkinkan untuk dikembangkan, bukan hanya
sebagai penghasil daging tetapi juga sebagai penghasil kulit. Informasi
menunjukan pasar untuk komoditas bulu kelinci semakin meningkat. Hal ini
terjadi karena pengawasan dan perlindungan terhadap lingkungan.
Selama ini kulit untuk pembuatan pakaian maupun aksesorinya di Negara-
negara subtropics menggunakan kulit beruang maupun kulit hewan yang
dilindungi. Dengan meningkatnya perlindungan terhadap lingkungan,
menyebabkan kelinci dipilih sebagai ternak yang dapat menggantikan kebutuhan
akan bahan baku kulit. Kulit bulu kelinci digunakan sebagai mantel bulu, jaket,
tas, dompet dan sebgainya. Produk-produk yang terbuat dari kulit kelinci memiliki
nilai jual yang tinggi. Pasar kulit dan bulu mencakup daratan Eropa, Rusia,
Amerika dan Asia Utara. Produsen bulu kelinci antara lain Hongkong, Taiwan,
Jepang dan Korea Selatan.
2.3.3 Kegunaan Lain
Selain bahan pangan dan kulit, kelinci juga dapat dimanfaatkan sebagai
sebagai penghasil pupuk kandang maupun hewan peliharaan atau ternak hias. Saat
ini sebagian besar pendapatan kelinci adalah dari penjualan kelinci hidup hal ini
semakin menguatkan persepsi bahwa kelinci adalah hewan pelihraraan sehingga
potensi kelinci sebagai alternative penyedia sumber daging terabaikan.
2.4 Penelitian terdahulu
Penelitian mengenai Studi kelayakan sudah banyak dilakukan oleh
beberapa peneliti sebelumnya. Namun jenis proyek yang diteliti berbeda,
kebanyakan penelitian – penelitian terhaulu mengkaji proyek – proyek di sektor
off farm seperti Analisis finansial perusahaan tahu dan Analisis kelayakan
investasi usaha tepung talas safira tetapi ada beberapa analisa proyek yang
meneliti usaha di sektor on farm seperti : Analisis kelayakan investasi
pengusahaan lobster air tawar dan Analisis kelayakan investasi pengusahaan
terong belanda.
Dyah Anisa Purnamawati (2007) mengadakan penelitian kelayakan
investasi usaha Safira Powder pada PT. Bogor Agro Lestari. Tujuan penelitian ini
adalah : Menganalisis aspek – aspek dalam kelayakan usaha secara deskriptif yang
meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek bahan baku, aspek manajemen, dan
aspek kelembagaan; Menganalisis tingkat kelayakan finansial usaha Safira
Powder di PT. Bogor Agro Lestari; serta melakukan analisis sensitivitas untuk
melihat kelayakan usaha Safira Powder di PT. Bogor Agro Lestari bila terjadi
perubahan – perubahan dalam lingkungan, seperti kenaikan harga bahan baku
(umbi talas), penurunan nilai tukar US dolar terhadap rupiah.
Hasil analisis kualitatif dari aspek teknis, aspek majemen, aspek sosial
ekonomi dan aspek pasar menunjukan bahwa usaha Safira Powder di PT. Bogor
Agro Lestari layak untuk dilaksanakan. Hal tersebut ditunjukan oleh lokasi pabrik,
teknologi yang digunakan dan layout pabrik sesuai untuk usaha ini serta
mendukung kelancaran proses produksi dan usaha. Penyediaan bahan baku
puntelah diatur dengan baik melalui pengaturan tingkat petani, penerimaan lebih
lanjut. Dari aspek manajemen menunjukan usaha safira menggunakan struktur
organisasi lini dan staf. Tugas dan wewenang masing – masing jabatan telah
diatur dengan baik sehingga tidak ada perangkapan jabatan serta tenaga kerja yang
dibutuhkan pun telah terinci dengan baik.
Untuk melihat manfaat yang diperoleh dari besarnya biaya yang harus
dikeluarkan pada usaha ini, maka perlu dilakukan analisis kelayakan finansial.
Analisis ini dilakukan pada dua pola, yaitu jika perusahaan menggunakan
kombinasi modal sendiri dan pinjaman bank, serta jika perusahaan menggunakan
modal sendiri. Hasil analisis aspek finansial pada pola yang menggunakan modal
sendiri dan pinjaman bank menunjukan usaha Safira Powder menghasilkan NPV
sebesar Rp 11,216 juta, IRR sebesar 65,57 persen, Net B/C sebesar 9,69 dan PBP
selama 2 tahun 3,2 bulan. Hasil analisis aspek finansial pada pola yang
menggunakan modal sendiri menunjukan usaha Safira Powder menghasilkan NPV
sebesar Rp 11,558 juta, IRR sebesar 46,56 persen, Net B/C sebesar 4,14 dan PBP
selama 2 tahun 5,9 bulan.
Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat kembali hasil analisis apabila
terjadi perubahan dalam dasar perhitungan biaya atau manfaat. Analisis
sensitifitas hanya dilakukan pada penggunaan kombinasi modal sendiri dan
pinjaman bank karena kombinasi modal ini yang akan dilakukan oleh perusahaan.
Berdasarkan hasil analisis sensitivitas masing-masing perubahan menunjukan
usaha ini masih tetap layak untuk dilaksanakan. Usaha ini sangat sensitif terhadap
kenaikan harga bahan baku sebesar 10 persen, sedangkan kurang sensitif tehadap
penurunan jumlah bahan baku sebesar 10 persen.
Faisal Ermin (2007) mengadakan penelitian kelayakan investasi
pengusahaan Lobster air tawar pada CV. Vizan farm dan CV. Sejahtera Lobster
farm. Tujuan penelitian ini adalah : Menganalisis kelayakan investasi meliputi
aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial; Menganalisis
tingkat kelayakan finansial usaha budidaya lobster air tawar masing – masing pola
usaha (pembenihan, pembesaran, maupun pembenihan sampai dengan
pembesaran); serta melihat kepekaan usaha budidaya lobster air tawar terhadap
perubahan harga output, input, dan kombinasi keduanya.
Berdasarkan hasil kelayakan yang meliputi apek pasar, aspek teknis, aspek
manajemen, aspek sosial dan aspek finansial, pengusahaan lobster air tawar layak
untuk dilaksanakan. Berdasarkan analisis hasil kelayakan finansial, pola usaha II
lebih menguntungkan dari ketiga pola usaha. Hasil swithicng value yang
dilakukan terhadap ketiga pola usaha yang dilakukan menunjukan bahwa
perubahan produksi dan harga output merupakan factor yang paling peka terhadap
kelayakan usaha ini. Sedangkan perubahan terhadap factor input produksi tidak
terlalu berpengaruh terhadap kelayakan usaha ketiga pola usaha yang dilakukan.
Enda Wahyuni (2007) mengadakan penelitian Kelayakan Pengusahaan
Terong Belanda (Kasus di Kabupaten Karo, propinsi Sumatera Utara). Tujuan
penelitian ini adalah : Menganalisis kelayakan usaha Terong Belanda secara
deskriptif yang meliputi aspek teknis, aspek institusional-organisasi-manajerial,
aspek sosial, dan aspek pasar; Menganalisis kelayakan finansial dalam
pengusahaan Terong Belanda baik secara monokultur maupun tumpang sari; serta
menganalisis sensitivitas pengusahaan Terong Belanda terhadap perubahan factor
seperti output produksi, harga input produksi dan harga penjualan.
Hasil analisis kualitatif dari aspek teknis, aspek institusional-organisasi-
manajerial, aspek sosial, dan aspek pasar menunjukan bahwa pengusahaan Terong
Belanda layak untuk dilaksanakan. Hasil analisis finansial menunjukan bahwa
pengusahaan Terong Belanda juga layak dilaksanakan. Hal tersebut dapat dilihat
dari hasil perhitungan analisis kelayakan usaha pengusahaan Terong Belanda pada
tingkat diskonto sebesar 9,75 persen pada scenario I yaitu diporeleh nilai Net
Present Value (NPV) lebih besar dari nol yaitu sebesar Rp 72,855 juta; Nilai Net
Benefit per Cost (Net B/C) yang lebih besar dari 1, yaitu sebesar 1,67; Nilai
Internal Rate of Return (IRR) yaitu sebesar 12 persen yang lebih besar dari
tingkat diskonto, serta nilai payback periode yang lebih singkat dari umur proyek
yaitu selama 2 tahun 9 bulan. Dari skenario II diporeleh nilai Net Present Value
(NPV) lebih besar dari nol yaitu sebesar Rp 70,630 juta; Nilai Net Benefit per
Cost (Net B/C) yang lebih besar dari 1, yaitu sebesar 2,09; Nilai Internal Rate of
Return (IRR) yaitu sebesar 15 persen yang lebih besar dari tingkat diskonto, serta
nilai payback periode yang lebih singkat dari umur proyek yaitu selama 2 tahun
11 bulan.
Berdasarka analisis Switching value yang dilakukan menunjukan bahwa
skenario I relatif lebih peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada
volume produksi dan penurunan harga Terong Belanda. Hal ini dilihat bahwa
persentase dari kedua variabel pada skenario I lebih kecil dibandingkan Skenario
II. Skenario II relatif lebih peka terhadap perubahan yang terjadi pada peningkatan
biaya tenaga kerja.
Riwayadi (2007) mengadakan penelitian analisis investasi pengembangan
budidaya ayam potong pada Hasjrul Harahap Farm di kecamatan Bojong Gede.
Tujuan penelitian ini adalah : Menganalisis kelayakan investasi pengembangan
ayam broiler melalui aspek-aspek kelayakan yaitu segi aspek hukum, pasar dan
pemasaran, sosial dan ekonomi, teknis dan manajemen serta aspek keuangan;
Menganalisis tingkat kepekaan kelayakan finansial peternakan ayam broiler akibat
adanya perubahan dalam harga jual output, peningkatan mortalitas dan
peningkatan harga input.
Hasil analisis dari segi hukum, pasar dan pemasaran, sosial, ekonomi,
teknis, dan manajemen, usaha ini dinyatakan layak untuk dijalankan. Secara
finansial baik usaha peternakan system yang telah dijalankan dengan system
kandang bertingkat layak untuk dijalankan. Namun system usaha yang telah
dijalankan memiliki tingkat kelayakan yang lebih baik daripada usaha peternakan
dengan system kandang bertingkat.
Untuk melihat manfaat yang diperoleh dari besarnya biaya yang harus
dikeluarkan pada usaha ini, maka perlu dilakukan analisis kelayakan finansial.
Analisis ini dilakukan pada dua pola, yaitu pada usaha yang telah dijalankan dan
system kandang bertingkat. Hasil analisis aspek finansial pada pola yang telah
dijalankan oleh Hasjrul Harahap Farm menghasilkan NPV sebesar Rp 227,763
juta, IRR sebesar 13,63 persen, Net B/C sebesar 1,404 dan PBP selama 4 tahun 4
bulan. Hasil analisis aspek finansial pada system kandang bertingkat menunjukan
usaha Hasjrul Harahap Farm menghasilkan NPV sebesar Rp 302,602 juta, IRR
sebesar 17,94 persen, Net B/C sebesar 1,5344 dan PBP selama 4 tahun 2 bulan.
Analisis sensitivitas dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui
tingkat kelayakan finansial apabila terjadi penurunan harga jual output hingga
sebesar Rp. 6.200/kg, peningkatan harga-harga input sebesar 10 persen dan
peningkatan peningkatan mortalitas hingga 7,74 persen berdasarkan pengalaman
dari peternakan Hajrul Harahap Farm.
Hasil analisis sensitivitas usaha pengembangan dengan pola I dengan
mortalitas total sebesar 7,74 persen maka proyek tidak layak secara finansial,
karena memeiliki NPV yang negative, IRR lebih kecil dari DF (10 persen), Net
B/C lebih kecil dari satu dan payback periode tidak terjadi hingga proyek
berakhir. Peningkatan harga input sebesar 10 persen akan menyebabkan proyek
tidak layak secara finansial. Penurunan harga jual ayam sebesar Rp 6.200/kg
menyebabkan proyek tidak layak secara finansial untuk dijalankan. Usaha
pengembangan dengan pola II dengan mortalitas total sebesar 7,74 persen, maka
proyek tersebut masih layak secara finansial untuk dijalankan, karena memiliki
NPV yang positif, Net B/C lebih besar dari I dan payback periode terjadi sebelum
proyek berakhir. Peningkatan harga input sebesar 10 persen akan menyebabkan
proyek tidak layak secara finansial. Penurunan harga jual ayam hingga sebesar Rp
6.200,00/kg menyebabkan NPV yang negative, IRR di bawah DF (10 persen), Net
B/C kurang dari satu dan payback periode lebih lama dari umur proyek.
Jefri Ricardo (2006) mengadakan penelitian kelayakan finansial
perusahaan tahu (studi kasus perusahaan tahu sumber rezeki kecamatan Cipondoh,
Kota Tanggerang). Tujuan penelitian ini adalah : Mengkaji keragaan perusahaan
tahu sumber rezeki jika dilihat dari aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial
ekonomi, dan aspek pasar, Menganalisis kelayakan investasi perusahaan tahu
sumber rezeki jika dilihat dari aspek finansial., serta menganalisis nilai pengganti
terhadap kelayakan investasi perusahaan tahu sumber rezeki akibat adanya
perubahan manfaat dan biaya.
Hasil analisis kualitatif dari aspek teknis, aspek majemen, aspek sosial
ekonomi dan aspek pasar menunjukan bahwa usaha pengolahan tahu pada
perusahaan tahu sumber rezeki layak untuk dilaksanakan. Hal tersebut ditunjukan
oleh kemudahan teknologi yang digunakan, manajemen pengelolaan yang
sederhana, menciptakan kesempatan kerja, pengelolaan limbah yang baik serta
pemasaran tahu yang cukup luas.
Umur proyek yang digunakan dalam analisis ini adalah selama 8 tahun.
Hal tersebut berdasarkan umur ekonomis mesin penggilingan yang merupakan
alat yang paling penting dalam proses produksi tahu di perusahaan tahu ini. Hasil
analisis finansial menunjukan bahwa pengolahan tahu pada perusahaan tahu
sumber rezeki layak dilaksanakan. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil perhitungan
analisis kelayakan usaha perusahaan tahu sumber rezeki pada tingkat diskonto
sebesar 10 persen yaitu diporeleh nilai Net Present Value (NPV) lebih besar dari
nol yaitu sebesar Rp 187,564 juta; Nilai Net Benefit per Cost (Net B/C) yang lebih
besar dari 1, yaitu sebesar 2,99; Nilai Internal Rate of Return (IRR) yaitu sebesar
51,92 persen yang lebih besar dari tingkat diskonto, serta nilai payback periode
yang lebih singkat dari umur proyek yaitu selama 2 tahun 2 bulan.
Hasil analisis switching value menunjukan bahwa perusahaan tahu sumber
rezeki memiliki kepekaan yang cukup tinggi terhadap perubahan harga bahan
baku (kedelai) dan terhadap volume penjualan. Kenaikan harga beli kedelai yang
melebihi 8,72 persen atau penurunan volume penjualan yang melebihi 12,72
persen akan menyebabkan usaha yang dilakukan menjadi tidak layak
dilaksanakan. Hal ini menunjukan resiko yang cukup tinggi bagi perusahaan tahu
sumber rezeki dalam menjalankan usahanya.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilaksanakan terletak
pada jenis usaha yang dilakukan pada penelitian ini usaha yang dilakukan
merupakan usaha on-farm dari subsistem agribisnis sedangkan penelitian-
penelitian terdahulu sebagian besar menilai kelayakan pada usaha off-farm atau
pengolahan produk-produk agribisnis. Dari segi metode yang digunakan dalam
penelitian ini dengan rencana penelitian peneliti relatif sama yaitu dengan melihat
aspek pasar, apek manajemen, aspek teknis dan aspek keuangan. Tetapi pada
penelitian ini tidak dilakukan analisis aspek sosial dan ekonomi karena ruang
lingkup penelitian ini hanya dibatasi pada lingkup internal perusahaan saja
sehingga tidak melihat efek usaha terhadap lingkungan sekitar atau makro.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
Suatu usaha mengindikasikan kesempatan untuk melaksanakan kegiatan
investasi. Kegiatan investasi yang dilakukan dalam bidang pertanian mempunyai
suatu resiko yang besar. Oleh karena itu, diperlukan perencanaan serta pengkajian
yang mendalam dan menyeluruh mengenai pemanfaatan modal, untuk melihat
besarnya manfaat yang diperoleh serta besarnya biaya yang dikeluarkan.
Selanjutnya diperlukan suatu analisis yang disebut studi kelayakan usaha atau
studi kelayakan proyek, yang melihat secara menyeluruh berbagai aspek
mengenai kemampuan suatu proyek dalam memberikan manfaat sehingga resiko
kerugian di masa datang dapat diantisipasi.
3.1.1 Studi Kelayakan Proyek
Beberapa ahli mendefinisikan proyek sebagai suatu usaha yang
direncanakan sebelumnya dan memerlukan sejumlah pembiayaan serta pengguna
masukan (input) lain, yang bertujuan untuk mencapai suatu tujuan tertentu yaitu
pengembalian jangka panjang proyek yang dihasilkan dari manfaat-manfaat yang
dihasilkan oleh proyek tersebut seperti : Meningkatkan produksi, Perbaikan
kualitas, Perubahan dalam waktu penjualan, perubahan dalam lokasi penjualan,
perubahan dalam bentuk produksi, pengurangan biaya melalui mekanisasi,
pengurangan biaya-biaya pengangkutan, dan menghindari kerugian.
Menurut Husan dan Suwarsono (2000), proyek pada dasarnya merupakan
kegitan yang menyangkut pengeluaran modal (capital expenditure). Suatu
pengeluaran modal memiliki karakteristik dasar yaitu penggunaan sumber-sumber
untuk memperoleh manfaat (benefit) di masa yang akan datang, dapat
direncanakan, dibiayai dan dilaksanakan sebagai satu unit. Aktivitas suatu proyek
selalu ditujukan untuk mencapai suatu tujuan (objective) serta mempunyai suatu
titik tolak (starting point) dan suatu titik akhir (ending point) (Kadariah et. al,
1999).
Studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu
proyek, bisaanya merupakan proyek investasi, dilaksanakan dengan berhasil
(Husnan dan Suwarsono, 2000). Studi kelayakan pada hakikatnya adalah suatu
metode penjajakan dari suatu gagasan usaha tentang kemungkinan layak atau
tidaknya gagasan usaha tersebut dilaksanakan. Suatu proyek dikatakan layak
apabila proyek itu diperkirakan akan dapat menghasilkan keuntungan yang layak
apabila telah dioperasionalkan (Umar, 2005).
Sebuah proyek pertanian adalah suatu kegiatan investasi yang mengubah
sumber-sumber financial menjadi barang-barang capital yang dapat menghasilkan
keuntungan-keuntungan atau manfaat-manfaat setelah beberapa periode waktu
(Gittinger, 1986). Dalam suatu studi kelayakan proyek akan menyangkut tiga
aspek yaitu manfaat ekonomi proyek tersebut bagi proyek itu sendiri (manfaat
finansial), manfaat ekonomi tersebut bagi bagi Negara tempat proyek itu
dilaksanakan (manfaat ekonomi), dan manfaat sosial proyek bagi masyarakat
sekitar proyek tersebut.
Tujuan melakukan studi kelayakan adalah untuk menghindari kerugian
penanaman modal yang terlalu besar untuk suatu kegiatan yang ternyata tidak
menguntungkan. Studi kelayakan memerlukan biaya, namun biaya tersebut relatif
lebih kecil apabila dibandingkan dengan resiko kegagalan suatu proyek yang
menyangkut investasi dalam jumlah besar (Husnan dan Suwarsono, 2000).
Dengan analisis proyek, tingkat keuntungan yang dapat dicapai melalui investasi
proyek dapat diketahui, pemborosan terhadap sumberdaya dapat dihindarkan,
serta memilih proyek yang paling menguntungkan di antara berbagai proyek
investasi yang ada.
Studi kelayakan suatu proyek bisaanya berupa laporan tertulis yang berisi
berbagai informasi tentang tingkat kelayakan suatu proyek untuk direalisasikan.
Informasi yang terkandung dalam laporan tersebut dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan bagi pihak-pihak tertentu, misalnya pihak investor, pihak kreditor,
pihak manajemen perusahaan serta bagi pihak pemerintah dan masyarakat (Umar,
2005).
Analisa proyek bertujuan untuk memperbaiki pilihan investasi karena
sumber-sumber yang tersedia terbatas, sehingga harus dipilih alternatif proyek
yang paling menguntungkan dan menentukan prioritas investasi. Dalam
menganalisa suatu proyek yang efektif harus mempertimbangkan aspek-aspek
yang saling berkaitan yang secara bersama-sama menentukan bagaimana
keuntungan yang diperoleh dari suatu penanaman investasi tertentu dan
mempertimbangkan seluruh aspek tersebut pada setiap tahap dalam perencanaan
proyek dan siklus pelaksanaanya (Gittinger, 1986).
Kelayakan investasi dalam suatu usaha dapat ditinjau dari berbagai aspek.
Diabtaranya dari aspek pasar, aspek teknis, dan aspek manajemen selain itu
tentunya perlu dilihat pula kelayakan secara finansial.
1. Aspek pasar
meliputi rencana pemasaran output yang dihasilkan oleh proyek dan
rencana penyediaan input yang dibutuhnya untuk kelangsungan dan
pelaksanaan proyek. Dibahas pula faktor harga, marketing mix, dan
perkiraan penjualan yang bisa dicapai perusahaan.
2. Aspek teknis
Aspek teknis yaitu analisa yang berhubungan dengan input proyek
(penyediaan) dan output (produksi) berupa barang dan jasa. Aspek
teknis memiliki pengaruh yang besar terhadap kelancaran jalannya
usaha. Evaluasi ini mempelajari kebutuhan-kebutuhan teknis proyek,
seperti karakteristik produk diusahakan, lokasi si mana proyek akan
didirikan dan sarana pendukungnya, serta lay out bangunan yang
dipilih (Husnan dan Suwarsono, 2000).
3. Aspek manajemen
Aspek ini berhubungan dengan penetapan institusi atau lembaga
proyek yang harus mempertimbangkan struktur kelembagaan, pola
sosial dan budaya yang ada pada suatu daerah atau Negara setempat.
Aspek ini meneliti system manajerial suatu usaha antara lain
kesanggupan dan keahlian staf dalam menangani masalah proyek.
Evaluasi aspek manajemen operasional bertujuan untuk menentukan
secara efektif dan efisien mengenai bentuk badan usaha yang dipilih,
struktur organisasi yang akan digunakan, jenis-jenis pekerjaan yang
diperlukan agar usaha tersebut dapat berjalan dengan lancar serta
kebutuhan biaya gaji dan upah tenaga kerja (Umar, 2005)
4. Aspek finansial
Aspek finansial berhubungan dengan pengaruh-pengaruh financial dari
suatu proyek yang diusulkan terhadap para anggota yang tergabung di
dalam proyek. Aspek ini membandingkan antara pengeluaran dan
penerimaan.
Menurut Gittinger (1986), selain aspek-aspek yang paling berkaitan
tersebut dalam suatu proyek terdapat rangkaian dasar dalam perencanaan dan
pelaksanaan proyek yang disebut sebagai siklus proyek. Tahap-tahap yang
membentuk suatu siklus proyek yaitu tahap identifikasi, tahap persiapan dan
analisa, tahap penilaian (penaksiran), tahap pelaksanaan (implementasi), dan tahap
evaluasi. Evaluasi dalam suatu studi kelayakan proyek adalah alat yang penting
dalam proyek-proyek yang sedang berjalan dan dapat dilakukan beberapa kali
selama pelaksanaan proyek. Evaluasi juga dapat menilai apakah suatu proyek
dapat dijalankan atau tidak.
Untuk menganalisa suatu proyek bisaanyan digunakan dua pendekatan
umum yaitu analisis financial dan analisis ekonomi. Analisis financial
menganalisis hasil proyek dari segi individu pelaku proyek, sedangkan analisis
ekonomi melihat hasil proyek dari segi perekonomian secara keseluruhan.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan suatu usaha dengan
menggunakan pendekatan analisis financial yang bertujuan untuk memberikan
gambaran kepada pihak pengguna informasi mengenai usaha yang dijalankan.
3.1.2 Analisis Ekonomi dan Finansial
Untuk menganalisa suatu proyek bisaanya digunakan dua pendekatan
umum yaitu analisa finansial dan analisa ekonomi. Analisa ekonomi dan analisa
financial merupakan pelengkap, analisa finansial menganalisis hasil proyek dari
segi individu pelaku proyek, sedangkan analisis ekonomi melihat hasil proyek
dari segi perekonomian secara keseluruhan.
Analisis Ekonomi merupakan ukuran arus uang tunai berdiskonto yang
sama digunakan dalam anlisa finansial dalam mengestimasi hasil yang akan
diterima oleh proyekdan digunakan juga dalam analisa ekonomi untuk estimasi
besarnya hasil yang akan diterima masyarakat. Perbedaan antara analisa financial
dan ekonomi yaitu : pertama, dalam analisa ekonomi pajak dan subsidi akan
diberlakukan sebagai pembayaran transfer sedangkan pada analisa financial pajak
dianggap sebagai biaya dan subsidi sebagai hasil; kedua, dalam analisa finansial
harga yang bisaanya digunakan adalah harga pasar sedangkan pada analisa
ekonomi menggunakan harga yang telah sudah disesuaikan yang disebut sebagai
harga bayangan (shadow price) atau harga buku (accounting price) agar dapat
lebih mencerminkan secara tepat nilai-nilai sosial ekonomi; ketiga, dalam analisa
ekonomi bunga terhadap modal tidak pernah dipisahkan dan dikurangkan dari
hasil bruto sedangkan dalam analisa financial bunga yang dibayar dapat
dikurangkan agar memperoleh gambaran arus manfaat yang tersedia bagi pemilik.
Analisis finansial merupakan suatu analisis yang membandingkan antara
biaya (cost) dengan manfaat (benefit) untuk menentukan apakah suatu proyek
akan menguntungkan selama umur proyek (Husnan dan Suwarsono, 2000).
Tujuan analisis finansial dari suatu studi kelayakan bisnis adalah untuk
menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang
diharapkan, dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan dalam
jangka waktu tertentu (Umar, 2005).
Analisis finansial dalam kerangka evaluasi proyek lebih bersifat analisa
terhadap suatu arus dana. Menurut Kadariah et. al. (1999), analisis finansial
adalah suatu analisis dimana proyek dilihat dari sudut badan-badan atau orang-
orang yang menanamkan modalnya dalam suatu proyek atau orang-orang yang
berkepentingan langsung dalam pembangunan proyek.
Analisis finansial melihat manfaat proyek bagi proyek itu sendiri.
Sehingga dalam analisa finansial, untuk menentukan tujuan yang ingin dicapai
harus menyertakan definisi-definisi mengenai manfaat-manfaat dan biaya-biaya
yang berkaitan dengan suatu proyek. Manfaat secara sederhana didefinisikan
sebagai segala sesuatu yang membantu suatu tujuan, sedangkan biaya merupakan
segala sesuatu yang mengurangi suatu tujuan (Gittinger, 1986). Manfaat yang
berkaitan dengan proyek pertanian bisaanya berupa nilai produksi total, pinjaman,
dan nilai sewa. Sedangkan biaya yang berkaitan dengan proyek pertanian bisaanya
berupa investasi, biaya operasional, dan biaya-biaya lainnya.
Untuk menganalisa aspek finansial dari suatu proyek, dapat digunakan
metode-metode atau kriteria-kriteria penilaian investasi. Kriteria investasi
digunakan untuk mengukur manfaat yang diperoleh dan biaya yang dikeluarkan
dari suatu proyek. Melalui metode-metode ini dapat diketahui apakah suatu
proyek layak untuk dilaksanakan apabila dipandang dari aspek profitabilitas
komersialnya (Husnan dan Suwarsono, 2000). Beberapa criteria dalam menilai
kelayakan suatu proyek yang paling umum digunakan adalah Net Present Value
(NPV), Internal Rate Return (IRR), Net Benefit per Cost (Net B/C) dan
Discounted Payback Periode. Setiap metode ini menggunakan nilai sekarang yang
telah di-discount dari arus manfaat dan arus biaya selama umur proyek.
a. Teori Biaya dan Manfaat
Menurut Gittinger (1986), secara sederhana biaya (cost) adalah sesuatu
yang mengurangi suatu tujuan. Biaya tersebut dikeluarkan sebelum bisnis dimulai
dan akan terus ada selama bisnis berlangsung. Sedangkan manfaat (benefit)
didefinisikan sebagai sesuatu yang dihasilkan oleh suatu kegiatan yang
menggunakan sejumlah biaya atau segala sesuatu yang menambah tujuan.
Untuk melakukan analisis proyek, biaya dan manfaat yang diperhitungkan
adalah biaya dan manfaat yang dapat diukur nilainya (tangible). Yang termasuk
ke dalam biaya tangible diantaranya adalah (1) biaya investasi, yaitu biaya yang
dikeluarkan untuk memulai suatu usaha; dan (2) biaya operasional, yaitu biaya
yang muncul ketika suatu usaha berjalan. Biaya ini mencakup biaya tetap dan
biaya variable. Biaya tetap (fixed cost) merupakan biaya yang jumlahnya tidak
tergantung oleh jumlah produksi yang besarnya selalu tetap (konstan). Biaya
variable (Variable cost) merupakan biaya yang bergantung pada volume produksi
atau dapat disebut biaya aktivitas usaha. Sedangkan komponen yang termasuk ke
dalam manfaat tangible adalah penerimaan penjualan perusahaan.
b. Konsep Nilai Waktu Uang (Time Value of Money)
Investasi suatu proyek berkaitan dengan usaha dalam jangka waktu yang
panjang. Uang memiliki nilai waktu, yaitu uang dihargai secara berbeda dalam
waktu berbeda. Konsep nillai waktu uang menyatakan bahwa uang yang diterima
sekarang lebih berharga daripada uang yang diterima kemudian. Atau nilai
sekarang adalah lebih baik daripada nilai yang sama pada masa yang akan datang
(Gittinger, 1986).
Waktu mempengaruhi nilai uang, sehingga untuk membandingkan nilai
uang yang berbeda waktu pengeluaran dan penerimaannya perlu dilakukan
penyamaan nilai uang tersebut melalui pemotongan (discounting). Penyamaan
nilai tersebut menggunakan tingkat diskonto (discount rate) yang bertujuan untuk
melihat nilai uang di masa yang akan datang (future value) pada saat sekarang
(present value). Metode analisis yang melibatkan nilai waktu uang adalah metode
perhitungan berdiskonto atau metode arus tunai Terpotong (Discounted Cash
Flow Method).
Kriteria analisis finansial yang digunakan pada penelitian ini adalah
discounting criteria. Kriteria ini merupakan suatu teknik yang menurunkan nilai
manfaat dan biaya pada masa sekarang berdasarkan tingkat diskonto tertentu.
Pengguanaan metode ini didasarkan pada pertimbangan bahwa adanya inflasi,
reinvestasi dan resiko mengakibatkan perbedaan niali uang saat ini dengan nialai
uang pada masa yang akan datang.
c. Umur Proyek
Untuk menentukan panjangnya umur suatu proyek, terdapat beberapa
pedoman yang dapat menjadi acuan dalam peneletian ini, antara lain (Kadariah et.
al, 1999) :
1. Sebagai ukuran umum dapat diambil suatu periode (jangka waktu) yang
kira-kira sama dengan umur ekonomis dari suatu aset. Yang dimaksudkan
dengan umur ekonomis suatu aset ialah jumlah tahun selama pemakaian
aset tersebut dan meminimumkan biaya tambahannya.
2. Untuk proyek-proyek yang mempunyai investasi modal yang sangat besar,
umur proyek yang digunakan adalah umur teknis. Dalam hal ini, untuk
proyek-proyek tertentu, umur teknis dari unsur-unsur pokok investasi
adalah lama, tetapi umur ekonomisnya dapat jauh lebih pendek karena
obsolescence (ketinggalan jaman karena penemuan teknologi baru yang
lebih efisien).
d. Kriteria Kelayakan Investasi
Kriteria dalam menilai kelayakan suatu proyek yang paling umum
digunakan adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net
Benefit per Cost (Net B/C) dan Discounted Payback Periode. Setiap model ini
menggunakan nilai sekarang yang telah di-discount dari arus manfaat dan arus
biaya selama umur proyek.
Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) atau Nilai Sekarang Bersih dari arus manfaat dan
arus biaya merupakan nilai bersih sekarang dari arus pendapatan yang
ditimbulkan oleh penanaman investasi, yaitu merupakan selisih antara manfaat
dan biaya pada tingkat diskonto tertentu. NPV dari suatu proyek merupakan nilai
bersih sekarang arus kas tahunan setelah pajak dikurangi dengan pengeluaran
awal (Keown, 2001).
Suatu proyek dikatakan layak atau bermanfaat untuk dilaksanakan jika
NPV proyek tersebut lebih besar atau sama dengan nol (NPV � 0). Jika nilai NPV
sama dengan nol, berarti proyek tidak untung tetapi juga tidak merugi (manfaat
hanya cukup untuk menutupi biaya yang dikeluarkan). Jika nilai NPV lebih kecil
daripada nol (NPV < 0), maka proyek tersebut tidak dapat menghasilkan senilai
biaya yang dipergunakan hal tersebut menunjukan bahwa proyek tersebut tidak
tidak layak untuk dijalankan. Oleh karena itu, sumberdaya yang digunakan dalam
proyek tersebut sebaiknya dialokasikan pada kegiatan atau proyek lain yang lebih
menguntungkan.
Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return (IRR) atau Tingkat Pengembalian Internal adalah
tingkat diskonto (discount rate) yang membuat NPV dari proyek sama dengan
nol, yaitu tingkat bunga atau tingkat diskonto yang menyamakan nilai sekarang
arus manfaat dengan nilai sekarang arus biaya. Tujuan perhitungan IRR adalah
untuk mengetahui persentase keuntungan dari suatu proyek tiap tahunnya dan
menunjukan kemampuan proyek dalam mengembalikan bunga pinjaman.
Suatu proyek dikatakan layak jika nilai IRR yang diperoleh proyek
tersebut lebih besar dari tingkat diskonto. Sedangkan jika nilai IRR yang
diperoleh lebih kecil dari tingkat diskonto, maka proyek tersebut tidak layak untuk
dilaksanakan. Penerapan metode ini lebih sulit dilakukan dibandingkan dengan
penerapan metode NPV, karena dalam hal tertentu terdapat kemungkinan
dihasilkan nilai IRR yang lebih dari suatu yang dapat membuat nilai NPV sama
dengan nol.
NPV (Rp)
0 i=IRR Suku Bunga ( persen)
Gambar 1. Grafik Hubungan Antara NPV dan Tingkat Suku Bunga
Gambar 1 menunjukan hubungan antara nilai Net Present Value (NPV)
dengan tingkat diskonto (i) tertentu. Nilai NPV bernilai nol pada saat tingkat
diskonto yang digunakan sama dengan IRR (i = IRR). Nilai NPV akan bernilai
positif apabila tingkat diskonto yang digunakan lebih rendah daripada IRR. Nilai
NPV akan berniali negatif jika tingkat diskonto yang digunakan lebih tinggi
daripada IRR.
Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio)
Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio) merupakan rasio keuntungan per
biaya. Rasio ini adalah angka pembanding antara jumlah Present Value yang
bernilai positif dengan jumlah present value yang bernilai negatif. Perhitungan ini
digunakan untuk melihat berapa kali lipat manfaat yang akan diperoleh dari biaya
yang dikeluarkan.
Suatu proyek dinyatakan layak jika Net B/C lebih besar atau sama dengan
satu (Net B/C >=1). Hal ini berarti proyek tersebut layak untuk dilaksanakan.
Sedangkan jika nilai Net B/C lebih kecil dari satu (Net B/C < 1), maka proyek
tersebut tidak layak untuk dilaksanakan, karena hal tersebut berarti manfaat yang
akan diperoleh dari suatu proyek lebih kecil dibandingkan dengan biaya yang
dikeluarkan untuk pelaksanaan proyek tersebut.
Discounted Payback Periode
Discounted payback periode (Periode Pengembalian Kembali yang
Didiskontokan) atau tingkat pengembalian investasi merupakan metode yang
mengukur periode jangka waktu atau jumlah tahun yang dibutuhkan untuk
menutupi pengeluaran awal (investasi). periode pembayaran kembali yang
didiskontokan adalah umur dimana pada tingkat diskonto tertentu, penerimaan
bersih kumulatif sama dengan nol dan menunjukan pada umur berapa investasi
dapat dikembalikan. Semakin cepat investasi modal dapat kembali, maka semakin
baik suatu proyek diusahakan karena modal yang kembali dapat digunakan untuk
membiayai kegiatan lainnya.
Apabila selama proyek dapat mengembalikan modal sebelum berakhirnya
umur proyek, maka proyek tersebut masih dapat dilaksanakan. Akan tetapi, jika
sampai saat proyek berakhir dan belum dapat mengembalikan modal yang
digunakan, maka sebaiknya proyek tersebut tidak dilaksanakan.
3.1.3 Analisis Nilai Pengganti (Switching Value)
Untuk melaksanakan suatu proyek, semua biaya yang dikeluarkan dan
penerimaan yang diperoleh setiap tahun dihitung berdasarkan data yang ada.
Sementara itu kondisi lingkungan yang selalu berubah akan mempengaruhi biaya
serta manfaat yang akan diperoleh, sehingga terdapat kemungkinan terjadinya
suatu kekeliruan atau ketidaktepatan biaya dan penerimaan akibat adanya
perubahan-perubahan.
Analisis Switching value (nilai pengganti) mencoba melihat kondisi
kelayakan yang terjadi apabila dilakukan perubahan-perubahan dalam biaya dan
manfaat. Switching value dilakukan untuk melihat sampai sejauh mana perubahan
yang terjadi dapat ditoleransi dan akhirnya membuat suatu usaha tidak layak
diusahakan.
Pada analisis switching value dicari beberapa nilai pengganti pada
komponen biaya dan manfaat dapat terjadi, yang masih memenuhi criteria
minimum kelayakan investasi atau masih mendapatkan keuntungan normal.
Keuntungan normal terjadi apabila nilai NPV sama dengan nol, IRR sama dengan
tingkat diskonto yang digunakan, dan niali Net B/C sama dengan satu (cateris
paribus)
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Pertanian merupakan sektor yang paling penting dari suatu bangsa, karena
produk - produk pertanian merupakan kebutuhan pokok manusia. Selain itu
sebagian besar penduduk Indonesia bermata pencaharian di sektor pertanian.
Subsektor peternakan memegang peranan penting sebagai salah satu sumber
pertumbuhan, khususnya bagi sektor pertanian dan umumnya perekonomian
Indonesia. Subsektor peternakan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
pembangunan sektor pertanian, diutamakan untuk memenuhi pangan dan gizi
melalui usaha pembinaan daerah-daerah produksi yang telah ada serta
pembangunan daerah-daerah baru.
Produk – produk subsektor peternakan merupakan salah satu sumber
protein terutama protein hewani, antara lain daging sapi, daging ayam, daging
kambing, dan juga daging kelinci. Tetapi saat ini daging kelinci belum dikenal
dan dikonsumsi oleh masyarakat luas sebagai asupan protein karena mereka masih
menganggap bahwa kelinci merupakan binatang eksotis yang berfungsi sebagai
binatang peliharaan dan koleksi. Kenaikan konsumsi daging setiap tahunnya
berdampak pada peningkatan impor yang dilakukan pemerintah setiap tahunnya
hal ini dikarenakan produksi dalam negeri masih di bawah permintaan pasar
dalam negeri.
Kenaikan harga daging sapi saat ini juga berdampak pada penurunan daya
beli masyarakat, hal ini dapat dilihat dari penurunan omzet penjualan yang
dialami oleh para pedagang daging sapi. Hal ini dapat menjadi peluang bagi
daging kelinci untuk mensubtitusi daging sapi karena harga daging kelinci relatif
lebih murah dan juga memiliki kelebihan dibandingkan dengan daging ternak
lainnya, diantaranya memiliki kadar lemak jenuh yang rendah dibandingkan
ternak lain seperti sapi, domba, dan kambing serta kandungan proteinnya yang
tinggi membuat daging kelinci baik untuk menjaga jaringan tubuh, membentuk
sel-sel, dan meningkatkan kecerdasan otak seperti yang tercantum dalam Tabel 4.
Lahan yang digunakan untuk berternak kelinci oleh Bapak Asep yang
terbatas hanya kurang lebih 200m2 tetapi di dalamnya terdapat kandang yang
berjajar rapi membentuk 4 baris memanjang. Kandang yang dipergunakan untuk
berternak kelinci sangat terjaga kebersihannya sehingga menjamin bahwa ternak
yang ada di dalamnya sehat dan terawat. Keterbatasan lahan yang dimiliki oleh
Bapak Asep berakibat pada produksi yang relatif kecil sehingga terkadang
permintaan pasar tidak dapat dipenuhi seluruhnya. Hal ini berdampak pada tingkat
keuntungan yang akan menurun karena tidak dapat memenuhi permintaan pasar.
Selain itu harga input yang digunakan dalam berternak kelinci cukup tinggi
sehingga peternak meminimumkan biaya dengan membeli bibit – bibit pilihan
saja.
Permintaan akan anakan kelinci dan kelinci pedaging sangat besar bila
dibandingkan dengan penawaran yang dilakukan oleh Asep’s Rabbit Project. Oleh
karena itu Asep’s Rabbit Project berencana untuk mengembangkan usahanya agar
permintaan potensial tersebut dapat terpenuhi.
Penelitian ini diarahkan untuk mengetahui kelayakan finansial peternakan
kelinci Asep’s Rabbit Project dilihat dari berbagai macam aspek. Aspek – aspek
yang digunakan dalam menganalisis kelayakan finansial peternakan kelinci Asep’s
Rabbit Project adalah aspek pasar, aspek manajemen, aspek teknis dan aspek
finansial. Analisis dari aspek finansial dilakukan melalui beberapa kriteria
kelayakan investasi yang bertujuan untuk menganalisa sejauh mana tingkat
kelayakan usaha peternakan kelinci tersebut.
Dalam menganalisa suatu proyek, bisaanya akan menghadapi
ketidakpastian atau perubahan - perubahan yang dapat terjadi pada keadaan yang
telah diperkirakan. Untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya perubahan-
perubahan, baik pada arus manfaat maupun arus biaya, sehingga perlu dilakukan
analisis sensitifitas melaui analisis switching value untuk mengetahui seberapa
besar perubahan pada tingkat manfaat dan biaya dapat terjadi, sehingga masih
memenuhi kriteria minimum kelayakan investasi. Untuk memperjelas gambaran
mengenai penelitian yang dilakukan, dapat dilihat bagan kerangka pemikiran
penelitian operasional yang disajikan dalam gambar 2.
Gambar 2. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional
Permintaan pada Asep’s Rabbit Project belum dapat dipenuhi oleh produksi saat ini sehingga akan dilakukan pengembangan usaha oleh Asep’s Rabbit Project tetapi pengembangan usaha ini membutuhkan investasi yang cukup besar.
Analisis kelayakan Usaha
Analisis Switching Value
Aspek pasar Aspek teknis Aspek manajemen Aspek hukum Aspek sosial
Tidak Layak layak
Pengembangan peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project
Aspek finansial � NPV � IRR � Net B/C � Payback Periode
� Reinvestasi usaha � Realokasi sumberdaya � Reevaluasi
manajemen, pasar, dan teknik budidaya
� Apakah Investasi pada peternakan kelinci menguntungkan?
� Apakah proyek pengembangan usaha ini peka terhadap penurunan harga output, penurunan produksi, pengkatan harga indukan dan peningkatan harga pakan?
Tidak Layak layak
Pengembangan peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project
� Reinvestasi usaha � Realokasi sumberdaya � Reevaluasi
manajemen, pasar, dan teknik budidaya
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project yang
terletak di Lembang Kabupaten Bandung Propinsi Jawa Barat. Dipilihnya tempat
ini sebagai tempat penelitian dikarenakan pemilik dari Peternakan kelinci Asep’s
Rabbit Project merupakan ketua perhimpunan peternak kelinci di daerah
Lembang, beliau memiliki beberapa peternak binaan yang tertarik untuk memulai
berternak kelinci. Selain itu peternakan Asep Sutisna merupakan salah satu
peternakan kelinci yang sedang berjalan dan sedang dalam upaya pengembangan,
sehingga cocok sebagai tempat penelitian yang khususnya untuk menstudi
kelayakan usaha peternakan kelinci. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan
Maret sampai April 2008.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara
dengan pemilik, dan para karyawan peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project.
Data sekunder diperoleh dari kumpulan data yang dimiliki pihak pemilik, bahan-
bahan pustaka, situs internet, laporan penelitian, data-data dari instansi terkait baik
dari Departemen Pertanian, Pemerintah daerah, dan Badan Pusat Statistik dan dari
penelitian sebelumnya yang diperoleh dari perpustakaan LSI IPB.
4.3 Metode Penentuan Lokasi dan Pengumpulan Data
Penetuan peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project sebagai lokasi penelitian
dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan informasi yang diperoleh dari
liputan acara kisi-kisi yang di tayangkan oleh salah satu televisi swasta, disana
diperlihatkan bahwa Bapak Asep berternak puluhan ekor kelinci yang sebagian
besar merupakan kelinci hias.
Data primer diperoleh dari pengamatan langsung dan wawancara. Teknik
pengumpulan data primer dilakukan dengan :
a. Indept Interview (wawancara mendalam) kepada pihak manajemen sekaligus
pemilik yaitu Bapak Asep dan istrinya.
b. Wawancara langsung dengan para karyawan yang bekerja pada Peternakan
kelinci Asep’s Rabbit Project
c. Observasi dengan pengamatan langsung kegiatan-kegiatan yang dilakukan di
peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project mulai dari proses pemberian
pakan,pembersihan kandang, penaganan terhadap kelinci sakit, pengolahan
pakan kelinci (Pellet), pengemasan pakan, dan lain-lain.
4.4 Metode Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara
kualitatif dan kuantitatif. Data yang bersifat kualitatif dianalisis untuk mengkaji
beberapa aspek, aspek-aspek yang dianalisis ini adalah aspek teknis, pasar, dan
manajemen.
Analisis kuantitatif dilakukan dengan menganalisa aspek finansial
kelayakan peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project. Dalam analisa kuantitatif
dilakukan perhitungan nilai uang dengan membandingkan biaya dan manfaat yang
diperoleh pada masa sekarang dengan masa yang akan datang melalui tingkat
diskonto tertentu. Data dan informasi yang diperoleh diolah secara manual yaitu
dengan menggunakan kalkulator maupun dengan menggunakan program
komputer microsoft excel 2003, kemudian hasilnya diintepretasikan secara
deskriptif.
Analisa finansial mengolah data menggunakan kriteria kelayakan investasi,
yaitu : Analisis Nilai Bersih Sekarang (Net Present Value/NPV), Tingkat
Pengembalian Investasi (Internal Rate of Return/IRR), Rasio Manfaat dan Biaya
Bersih (Net Benefit Cost Ratio/Net B/C), Masa Pengembalian Investasi yang
didiskontokan (Discounted Payback Period). Pengolahan data tersebut dilakukan
berdasarkan pada kerangka pemikiran yang telah disusun. Selain itu dilakukan
pula analisis sensitivitas untuk melihat kepekaan usaha peternakan kelinci Asep’s
Rabbit Project dalam menghadapi kemungkinan terjadinya perubahan.
4.4.1 Analisis Kelayakan Finansial
Analisis kelayakan finansial dilakukan melalui analisis manfaat dan biaya,
rugi laba, dan menggunakan beberapa kriteria investasi, yaitu Nilai Bersih
Sekarang (Net Present Value/NPV), Rasio Manfaat dan Biaya Bersih (Net Benefit
adn Cost Ratio/Net B/C), Tingkat Pengembalian Investasi (Internal Rate of
Return/IRR), dan Masa Pengembalian Investasi yang didiskontokan (Discounted
Payback Periode).
1) Nilai Bersih Sekarang (Net Present Value)
Net Present Value (NPV) adalah manfaat bersih sekarang yang diperoleh
selama umur proyek. Dengan demikian NPV merupakan selisih aaantara nilai
sekarang dari manfaat dan dari biaya yang telah memperhatikan unsur nilai waktu
uang. Secara matemati, NPV dapat dirumuskan sebagai berikut :
NPV = ( ) ���=== +
−=
+−
+
n
tttt
n
tt
tn
tt
t
iCB
iC
i
B
111 )1()1(1
Keterangan :
Bt = Manfaat yang diterima tahun ke-t
Ct = Biaya yang dikeluarkan tahun ke-t
i = Discount Rate/Tingkat suku bunga yang berlaku
n = Umur Ekonomis Proyek
Penilaian kelayakan finansial berdasarkan NPV yaitu:
1) NPV > 0, maka investasi tersebut menguntungkan dan layak untuk
dilaksanakan.
2) NPV = 0, berarti investasi tersebut memberikan nilai manfaat sama
dengan biaya yang dikeluarkan sehingga sulit untuk dialksanakan.
3) NPV < 0, maka investasi tersebut tidak layak untuk dilaksanakan karena
hanya akan mendatangkan kerugian.
2) Rasio Manfaat dan Biaya Bersih (Net Benefit Cost Ratio/Net B/C Ratio)
Net Benefit Cost Ratio (Net B/C ratio) merupakan besarnya tingkat tambahan
manfaat dari setiap tambahan biaya sebesar satu rupiah. Net B/C dapat
dirumuskan sebagai perbandingan antara nilai NPV yang berniali positif (sebagai
pembilang) dengan NPV yang bernilai negatif (sebagai penyebut). Untuk
menghitung nilai Net B/C terlebih dahulu dihitung benefit bersih yang telah
didiscount factor untuk setiap tahun t. Net B/C merupakan perbandingan
sedemikian rupa sedemikian rupa sehingga pembilang terdiri atas total present
value dari benefit bersih dalam tahun-tahun di mana benefit bernilai positif,
sedangkan penyebutkan terdiri atas total present value dari biaya bersih dalam
tahun-tahun di mana benefit bernilai negatif. Secara umum rumus yang digunakan
adalah sebagai berikut :
Net B/C =
�
�
=
=
+−
+−
n
tttt
n
tttt
iBC
iCB
1
1
)1(
)1( dimana ;
( )( )0
0<−>−
tt
tt
CBCB
Keterangan :
Bt = Manfaat yang diterima tahun ke-t
Ct = Biaya yang dikeluarkan tahun ke-t
i = Discount Rate/Tingkat suku bunga yang berlaku
t = Umur Ekonomis Proyek
Penilaian kelayakan finansial berdasarkan Net B/C yaitu:
1) Net B/C > 1 maka investasi tersebut menguntungkan dan layak untuk
dilaksanakan.
2) Net B/C < 1, maka investasi tersebut tidak layak untuk dilaksanakan
karena hanya akan mendatangkan kerugian.
3) Tingkat Pengembalian Investasi (Internal Rate of Return/IRR)
IRR merupakan persentase tingkat pengembalian investasi yang didapat
selama umur proyek. IRR berupa tingkat suku bunga yang menjadikan nilai NPV
suatu investasi sama dengan nol atau tingkat rata - rata keuntungan interen
tahunan di mana tingkat tersebut merupakan tingkat bunga maksimum yang dapat
dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan dan bisaanya dinyatakan
dalam satuan persen. Cara menghitung IRR adalah dengan metode interpolasi
dengan cara melakukan percobaan untuk mendapatkan tingkat bunga yang
menghasilkan NPV positif terkecil dengan tingkat bunga yang menghasilkan NPV
negatif terkecil. Nilai suku bunga percobaab yang menghasilkan NPV positif
terbesar dilambangkan dengan i1 dan yang menghasilkan NPV negatif
dilambangkan dengan i2. NPV yang bernilai positif terkecil dilambangkan NPV1
dan yang bernilai negatif terkecil dilambangkan NPV2. Rumus yang digunakan
untuk mencari nilai IRR adalah :
IRR = i1 + )( 1221
1 iiNPVNPV
NPV−
−
Keterangan :
i1 = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV positif terkecil
i2 = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV negatif terkecil
NPV1 = NPV yang bernilai positif terkecil
NPV2 = NPV yang bernilai negatif terkecil
Apabila IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yan berlaku maka investasi
tersebut layak untuk dilaksanakan, namun jika IRR kurang dari tingkat suku
bunga yang berlaku maka investasi tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Jika
IRR sama dengan tingkat suku bunga yang berlaku maka investasi tersebut tidak
menguntungkan dan tidak juga merugikan.
4.4.2 Masa Pengembalian Investasi Didiskontokan (Discounted Payback
Periode)
Discounted Payback Periode (Periode Pengembalian Kembali yang
Didiskontokan) atau tingkat pengembalian investasi merupakan metode yang
mengukur periode jangka waktu atau jumlah waktu yang dibutuhkan untuk
menutupi pengeluaran awal (investasi). Dalam hal ini bisaanya digunakan
pedoman untuk menentukan suatu proyek yang akan dipilih adalah suatu proyek
yang paling cepat mengembalikan biaya investasi tersebut. Rumus yang
digunakan dalam perhitungan Discounted Payback Periode adalah sebagai
berikut :
Payback Periode = Abi
Keterangan :
i = Besarnya investasi yang dibutuhkan
Ab = Benefit bersih yang dapat diperoleh setiap tahun.
Jika masa pengembalian investasi (Payback Periode) lebih singkat daripada
umur proyek yang ditentukan, maka proyek tersebut layak untuk dilaksanakan.
Pada dasarnya semakin cepat Payback Periode menunjukan semakun kecil resiko
yang dihadapi oleh investor (pengusaha).
4.4.3 Analisis Switching value
Analisis switching value merupakan suatu pendekatan dalam analisis
sensitivitas untuk menguji secara sistematis apa yang akan terjadi terhadap
kelayakan suatu proyek apabila terjadi kejadian-kejadian yang berbeda degan
perkiraan dalam perencanaan.
Analisis switching digunakan untuk mengetahui tingkat perubahan harga
output dan produksi sehingga keuntungan mendekati normal di mana NPV sama
dengan nol. Analisis switching value dilakukan dengan metode menguji coba
sehingga mendapatkan nilai NPV sama dengan nol. Metode uji coba dilakukan
dengan mengikuti prosedur apabila nilai NPV yang dihasilkankan pada kondisi
normal positif maka yang dilakukan adalah dengan melakukan penurunan
produksi dan harga output dan peningkatan biaya. Sebaliknya apabila kondisi
normal proyek menghasilkan nilai NPV negatif, maka perubahan yang dilakukan
adalah dengan menaikkan harga indukan menaikan harga pakan, meurunkan harga
output dan menurunkan produksi.
4.5 Asumsi Dasar yang digunakan
Untuk memudahkan analisis, beberapa asumsi dasar yang digunakan dalam
penelitian kali ini adalah sebagai berikut :
1. Umur proyek adalah 5 tahun, didasarkan pada umur ekonomis dari
indukan betina yang memiliki nilai investasi terbesar.
2. Pengusaha menggunakan modal sendiri.
3. Tingkat diskonto yang digunakan merupakan tingkat suku bunga
deposito Bank Indonesia (BI Rate) pada bulan April 2008 sebesar 8
persen
4. Biaya investasi dikeluarkan pada tahun pertama dalam penelitian ini
yakni tahun 2008.
5. Pola usaha yang diusahakan dibedakan berdasarkan proyeksi
karakteristik usaha yang dijalankan saat ini yaitu Pola usaha I adalah
budidaya anakan kelinci dan penjualan kelinci pedaging (pengumpul),
dan rencana pengembangan usaha yaitu Pola usaha II adalah budidaya
anakan kelinci, serta pola usaha III adalah budidaya kelinci pedaging.
Pola usaha I merupakan pola usaha yang benar-benar terjadi di lapangan
(lokasi penelitian), sedangkan pola usaha II dan III merupakan pola
usaha rancangan pengembangan yang didasarkan pada data di lapangan.
6. Inflow dan outflow merupakan proyeksi yang berdasarkan pada
penelitian dan informasi yang didapatkan pada tahun 2008.
7. Persiapan dalam ketiga pola usaha membutuhkan waktu satu setengah
bulan.
8. Total indukan yang digunakan dalam usaha diasumsikan 50 ekor
pejantan dan 200 ekor betina dengan rasio 1:4, yang berarti satu ekor
pejantan dapat dikawinkan dengan empat ekor betina.
9. Satu ekor kelinci diasumsikan dapat beranak sebanyak lima ekor anak
dalam satu kali masa kelahiran. Jumlah angka produksi ini dipakai untuk
mengatasi angka yang terlalu besar karena ada kelinci yang dapat
melahirkan lebih dari lima ekor anak per kelahiran.
10. Tingkat kehidupan kelinci berdasarkan data yang diperoleh dari
lapangan adala 85 persen. Jadi dari enam ekor anak yang dilahirkan
diperkirakan angka kematian sebanyak satu ekor.
11. Masa bunting kelinci selama 30-31 hari, masa menyusui kelinci selama
28 hari atau satu bulan.
12. Total produksi per bulan diasumsikan tetap yaitu 500 ekor untuk
budidaya anakan kelinci maupun kelinci pedaging.
13. Berat kelinci pedaging yang dijual pada umur 4 bulan adalah 2 kilogram
per ekor.
14. Anakan kelinci yang siap dipasarkan adalah yang berusia 45 hari yang
sudah melewati masa menyusui dan siap disapih.
15. Harga yang digunakan adalah harga konstan. Harga input merupakan
harga yang berlaku tahun 2008 dan harga dari output merupakan harga
jual pada tahun penelitian yaitu Rp. 50.000 per ekor untuk anakan
kelinci dengan umur 1 bulan dan Rp 18.000 per kilogram hidup untuk
kelinci pedaging. Sedangkan harga beli kelinci pedaging dari peternak
adalah Rp 15.000 per kilogram hidup.
16. Análisis data menggunakan data pajak penghasilan yang dikenakan
berdasarkan tarif pajak menurut UU Republik Indonesia No. 17 tahun
2000 tentang Tarif umum PPH wajib pajak badan dalam negeri dan
bentuk usaha tetap.
V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
5.1 Profil Perusahaan
Asep’s Rabbit Project adalah suatu usaha agribisnis on-farm yang dirintis
sejak tahun 1990 oleh Bapak Asep Sutisna. Usaha yang dilaksanakan adalah
peternakan kelinci yaitu membudidayakan kelinci – kelinci hias yang akan dijual
pada usia muda (usia 1 bulan) serta menjadi pengumpul kelinci pedaging.
Bentuk usaha yang digunakan oleh Asep’s Rabbit Project merupakan
usaha perorangan karena modal usaha dikeluarkan oleh Bapak Asep sendiri, tidak
ada modal yang diperoleh dari orang lain atau pinjaman dari lembaga
keuangan.Bapak Asep bertanggung jawab penuh untuk membiayai usaha dan
kerugian peternakan. Dalam menjalankan usahanya Bapak Asep memiliki visi,
yaitu terus berkembang untuk menghasilkan kelinci – kelinci hias yang
berkualitas unggul. Sehingga untuk mencapai visi tersebut Bapak Asep selalu
berusaha menghasilkan kelinci – kelinci persilangan yang memiliki keunggulan
dibandingkan induknya.
5.2 Sejarah dan Perkembangan Usaha
Peternakan ini awalnya merupakan hobi dari pemilik. Pemilik mencoba
untuk merawat kelinci untuk kesenangan tetapi lama kelamaan kelincinya
bertambah banyak dan pada akhirnya dia terjun ke dunia bisnis peternakan
kelinci. Usaha pembenihan kelinci hias mulai dirintis di daerah Lembang
Kabupaten Bandung. Pada awalnya beliau hanya memiliki beberapa kandang saja
dan meningkat seterusnya menjadi bangunan kandang yang dapat menampung
300 indukan kelinci serta anakan kelinci yang dihasilkan.
Bapak Asep adalah salah satu peternak kelinci yang menjadi bagian dari
asosiasi peternak kelinci internasional, Bapak Asep juga merupakan ketua
kelompok peternak kelinci di daerah lembang. Bapak Asep memiliki sekitar 100
orang petani binaan yang belajar serta memasarkan hasilnya melalui Bapak Asep.
Peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project menggunakan pola usaha
budidaya yang sudah tergolong sangat baik karena pola pengusahaan di tempat ini
sudah mempertimbangkan berbagai aspek yang dibutuhkan oleh kelinci. Indukan,
sirkulasi udara kandang, kebersihan kadang, dan ketersediaan pakan dan minum
merupakan faktor utama dalam pengusahaan kelinci baik anakan maupun
pedaging. Pakan yang dibutuhkan dalam pengusahaan peternakan kelinci adalah
pellet yang merupakan campuran dari berbagai bahan baku yang memiliki
kandungan yang sesuai dengan kelinci.
Tempat pengusahaan terletak dekat dengan tempat tinggal pemilik,
sehingga memudahkan dalam hal pengawasan. Peternakan kelinci Asep’s Rabbit
Project secara keseluruhan memiliki luas 240 m2. lokasi tersebut terletak di
daerah pegunungan yang memilik suhu relatif sejuk dan cocok untuk beternak
kelinci. Saat ini Asep’s Rabbit Project tidak hanya menjalankan bisnis
pembenihan kelinci, seiring dengan berjalannya waktu Asep’s Rabbit Project
mulai melebarkan usahanya ke produksi pakan, produksi mesin pembuat pakan,
dan menjadi pedagang pengumpul untuk memasarkan kelinci pedaging. Usaha
yang dijalankan oleh Asep’s Rabbit Project saat ini merupakan pengembangan
yang dipengaruhi oleh kelompok peternak di daerah Lembang karena Bapak Asep
merupakan ketua perhimpunan peternak di Lembang.
5.3 Struktur Organisasi Perusahaan
Struktur organisasi yang dimiliki oleh Asep’s Rabbit Project sangat
sederhana karena perusahaan ini merupakan perusahaan perseorangan. Asep’s
Rabbit Project memiliki 2 orang karyawan tetap dan 1 orang karyawan harian
yang memiliki job desk masing-masing. Pemberian pakan dan minum,
pembersihan kandang, dan produksi pakan dilakukan oleh 2 orang karyawan tetap
dan untuk mengumpulkan rumput dilakukan oleh 1 orang karyawan harian.
Sumber : Asep’s Rabbit Project
Gambar 3. Struktur Organisasi Asep’s Rabbit Project
5.4 Rencana Pengembangan Proyek
Usaha peternakan kelinci yang dijalankan oleh Asep’s Rabbit Project
mengalaami pertumbuhan setiap tahunnya. Pertumbuhan ini sejalan dengan
permintaan akan anakan kelinci maupun kelinci pedaging yang juga mengalami
peningkatan. Saat ini permintaan yang ada belum dapat dipenuhi oleh usaha yang
dijalankan oleh Asep’s Rabbit Project. Oleh karena itu Asep’s Rabbit Project
berencana untuk mengembangkan usahanya.
Pengembangan usaha yang akan dilakukan oleh Asep’s Rabbit Project
memiliki tiga alternatif pola usaha yang sangat potensial. Pola usaha pertama
adalah budidaya anakan kelinci dan penjualan kelinci pedaging. Pola usaha kedua
Pemilik sekaligus manajer
Karyawan tetap Karyawan harian Karyawan tetap
yang dapat dipilih sebagai pengembangan usaha Asep’s Rabbit Project adalah
budidaya anakan kelinci, karena saat ini permintaannya mencapai 1000 ekor per
bulan tetapi baru dapat dipenuhi setengahnya atau sebesar 500 ekor per bulan.
Lalu pola usaha ketiga adalah budidaya kelinci pedaging dimana permintaan yang
ada saat ini sebesar 7 ton per bulan dan dari jumlah tersebut baru dapat dipenuhi
sebesar 1 ton per bulan.
VI. ANALISIS ASPEK PASAR, ASPEK MANAJEMEN, ASPEK TEKNIS
6.1 Pola Usaha Peternakan Kelinci Asep’s Rabbit Project
Pola usaha yang dilaksanakan dalam penelitian kali ini dibedakan
berdasarkan karakteristik usaha, yaitu pola usaha I, pola usaha II, dan pola usaha
III. Pola usaha I, II, dan III merupakan rancangan proyek pengembangan
peternakan kelinci yang akan dilakukan oleh Asep’s Rabbit Project yang dibuat
berdasarkan data-data yang diperoleh dari pemilik Asep’s Rabbit Project. Pola
usaha I yaitu usaha budidaya anakan kelinci dan penjualan kelinci pedaging. Pola
usaha II adalah usaha budidaya kelinci saja dan pola usaha III adalah budidaya
kelinci pedaging .
Berdasarkan data yang diperoleh, jumlah lahan dan bangunan yang
digunakan untuk budidaya kelinci yaitu sebesar 240 m2 dengan luas kandang yang
akan digunakan untuk setiap pola pengusahaan adalah sama yaitu 300 buah
kandang dengan ukuran 70 cm x 60 cm dengan luas total kandang sebesar 126 m2.
Kandang tersebut mampu menampung 300 ekor indukan dan anakan kelinci yang
siap untuk dipasarkan dengan rata-rata produksi setiap bulan sebesar 500 ekor.
Pada pola usaha III diasumsikan tidak melakukan investasi mesin pelet karena
pertimbangan biaya yang nantinya akan sangat memberatkan usaha dan juga
sesuai dengan kondisi usaha budidaya kelinci pedaging di lapangan.
6.2 Aspek Pasar Peternakan Kelinci Asep’s Rabbit Project
6.2.1 Aspek Pasar Budidaya Anakan Kelinci Asep’s Rabbit Project
Beberapa aspek pasar budidaya anakan kelinci yang diusahakan pada pola
usaha I dan II dapat digambarkan sebagai berikut :
a. Peluang Pasar
Saat ini permintaan kelinci terutama anakan kelinci cukup menjajikan, hal
ini karena pola pikir masyarakat Indonesia masih menganggap kelinci sebagai
binatang peliharaan bukan untuk dikonsumsi selain itu dapat dilihat dari
permintaan yang saat ini sebesar 1000 ekor per bulan dan produksi yang baru
dapat menjual 500 ekor anakan per bulan. Permintaan pasar untuk anakan kelinci
cukup besar di daerah perkotaan terutama Jakarta. Potensi pasar dari anakan
kelinci terbagi menjadi dua daerah besar yaitu Jakarta dan luar Jakarta. Kota-kota
besar selain Jakarta yang menyerap produk anakan kelinci adalah Bogor,
Bandung, Surabaya, dan Batam. Pemasaran yang dilakukan Asep’s Rabbit Project
tidak mengalami masalah, karena para pembeli dari berbagai daerah di Indonesia
datang langsung ke lokasi usaha.
b. Bauran Pemasaran
Peternak kelinci di daerah Lembang tergabung dalam satu wadah yaitu
kelompok peternak kelinci yang diketuai oleh Bapak Asep sendiri. Sehingga
dalam merencanakan strategi yang optimal dalam memasarkan hasil produksinya
Bapak Asep tidak sendiri, beliau dibantu oleh peternak-peternak lainnya. Rencana
ini terangkum dalam suatu strategi yang disebut dengan bauran pemasaran.
Bauran pemasaran tersebut mencakup strategi produk, harga, tempat, dan
promosi.
Pada strategi produk anakan kelinci yang dijual adalah anakan kelinci
yang telah disapih atau berumur sekitar 45 hari. Pada usia ini kelinci sudah siap
disapih karena telah melewati masa menyusui selama 28 hari setelah melahirkan.
Dengan melakukan penjualan anakan pada usia satu bulan maka produksi anakan
kelinci bisa ditingkatkan dengan melakukan perkawinan lagi setelah anakan
tersebut telah dipasarkan. Pada usia ini anakan kelinci akan mengalami masa
pertumbuhan yang sangat signifikan sehingga pemasaran yang dilakukan haruslah
secepat mungkin.
Harga yang diperoleh dari penjualan anakan kelinci berkisar antara
Rp 25.000 sampai Rp 75.000 per ekor, anakan kelinci dipasarkan kepada para
pedagang yang berada di daerah Jakarta maupun luar Jakarta, poroporsi anatara
Jakarta dan Luar Jakarta adalah 60 persen berbanding 40 persen. Pasar anakan
luar Jakarta meliputi Makkasar, Bali, Medan, dan Jogja yang masing-masing
daerah meminta distribusi anakan kelinci sebesar 200 ekor per bulan, tetapi dari
jumlah permintaan ini Asep’s Rabbit Project baru dapat memenuhi permintaan
100 ekor per bulan per daerah. Promosi yang dilakukan pada awalnya adalah
dengan mengikuti pameran-pameran tetapi setelah pasar sudah terbentuk maka
strategi yang digunakan adalah mulut ke mulut. Adapun saluran pemasaran
anakan kelinci dapat dilihat pada Gambar 4.
Sumber : Asep’s Rabbit Project
Gambar 4. Saluran Pemasaran Anakan Kelinci
Asep’s Rabbit Project
Pedagang
Jakarta Luar Jakarta
Konsumen anakan kelinci
6.2.2 Aspek Pasar Budidaya Kelinci Pedaging Asep’s Rabbit Project
Beberapa aspek pasar budidaya kelinci pedaging yang diusahakan pada
pola usaha I dan III dapat digambarkan sebagai berikut :
a. Peluang Pasar
Saat ini peluang pasar untuk kelinci pedaging belum cukup besar bila
dibandingkan dengan anakan kelinci, artinya belum banyak permintaan terhadap
daging kelinci tetapi peternak yang menggarap peluang pasar ini juga sangat
kurang sehingga tetap saja pada akhirnya permintaan akan lebih tinggi bila
dibandingkan produksi. Permintaan untuk kelinci pedaging sebesar 8 ton per
bulan tetapi dari jumlah tersebut baru dapat dipenuhi sebesar 1 ton dari budidaya.
Permintaan tersebut datang dari para pengusaha restoran di daerah Jakarta dan
Surabaya. Permintaan tetinggi terdapat di kota Surabaya dengan jumlah 7 ton per
bulan dan sisanya Jakarta sebanyak 1 ton. Permintaan yang datang dari Surabaya
saat ini belum diambil oleh Asep’s Rabbit Projrct karena keterbatasan produksi.
Pemasaran yang dilakukan tidak mengalami masalah, karena untuk kelinci
pedaging mereka akan mengirimkannya dalam bentuk karkas dan ongkos dan
resiko pengiriman akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak konsumen dalam hal
ini pemilik restoran (Asep’s Rabbit Project).
b. Bauran Pemasaran
Pada strategi produk kelinci pedaging yang dijual adalah karkas atau
daging kelinci yang berumur 4 bulan dan memiliki berat rata-rata 2 kilogram
hidup. Harga yang berlaku pada saat penelitian adalah Rp 18.000 per kg hidup.
Pada pola usaha I Asep’s Rabbit Project hanya membeli kelinci dari para petani
dengan harga Rp 15.000 per kg hidup sehingga mendapatkan margin keuntungan
sebesar Rp 3.000 per kg hidup.
Strategi pemasaran ini dilakukan untuk meminimalkan biaya distribusi dan
meminimalkan resiko serta tidak perlu memikirkan bagaimana produk sampai ke
tangan konsumen tetapi hanya sampai batas pengolahan karkas daging kelinci
saja. Strategi ini juga membuat Asep’s Rabbit Project tidak mengeluarkan
investasi yang besar untuk transportasi atau armada jika melakukan pengiriman
sendiri. Aliran pemasaran kelinci pedaging tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.
Sumber : Asep’s Rabbit Project
Gambar 5. Saluran Pemasaran Kelinci Pedaging
6.2.3 Hasil Analisis Aspek Pasar Asep’s Rabbit Project
Berdasarkan hasil analisis aspek pasar peluang pasar dinilai sangat
memadai karena jumlah permintaan baik anakan kelinci maupun kelinci pedaging
masih lebih besar dibandingkan produksi. Produk yang dihasilkan pada usaha
budidaya anakan kelinci dan budidaya kelinci pedaging merupakan produk yang
sesuai dengan permintaan pasar dan harga yang ditawarkan pun merupakan harga
Asep’s Rabbit Project
Restoran
Jakarta (Pasar saat ini)
Konsumen akhir daging kelinci
Kelompok Peternak kelinci
Surabaya (Pasar potensial)
yang terjangkau oleh konsumen. Sehingga pemasaran dan distribusi dapat berjalan
dengan baik. Maka dapat disimpulkan bahwa aspek pasar pengusahaan peternakan
kelinci layak untuk dijalankan.
6.3 Aspek Manajemen Asep’s Rabbit Project
Aspek manajemen pada peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project
mencakup empat fungsi dari manajemen yaitu Planning, Organizing, Actuating,
dan Controlling. Planning merupakan perencanaan pengembangan proyek
peternakan kelinci yang akan dilakukan oleh Asep’s Rabbit Project. Organizing
merupakan bagaimana pembagian tugas yang dilakukan Asep Sutisna dalam
menjalankan peternakannya. Actuating merupakan bagaimana Asep Sutisna
menjalankan peternakan Asep’s Rabbit Project ini. Lalu Controlling adalah
bagaimana Asep Sutisna yang merupakan pemilik sekaligus manajer peternakan
melakukan kontrol terhadap semua aspek dalam peternakan Asep’s Rabbit
Project.
Perencaan terhadap pengembangan proyek peternakan Asep’s Rabbit
Project telah dilakukan oleh Asep Sutisna selaku pemilik sudah direncanakan
sejak lama. Hal ini terkait dengan jumlah permintaan peternakan ini yang lebih
besar dibandingkan dengan jumlah produksinya. Perencaan pengembangan
proyek ini dilakukan dengan tiga alternatif kegiatan usaha, yaitu budidaya anakan
kelinci dan penjualan kelinci pedaging, budidaya anakan kelinci, dan budidaya
kelinci pedaging. Dalam pengembangan proyek peternakan kelinci ini Asep
Sutisna selaku pemilik telah melakukan berbagai perencanaan seperti investasi
yang akan dilakukan, biaya operasional dan biaya tetap yang akan dikeluarkan,
serta penerimaan yang akan didapatkan.
Organisasi dan Aktualisasi perusahaan yang dilakukan dalam Asep’s
Rabbit Project meliputi pembagian tugas yang akan dibebankan kepada tiap
karayawan serta bagimana pembagian tugas tersebut di lapangan. Asep’s Rabbit
Project memiliki struktur manajerial yang sederhana karena usaha ini tergolong
usaha perorangan. Dalam menjalankan aktivitas usahanya pemilik sekaligus
manajer yang mempekerjakan dua orang karyawan tetap dan satu orang karyawan
harian. Dari ketiga orang karyawannya tersebut memiliki pembagian kerja yang
jelas. Satu orang karyawan tetap bertugas untuk memberi pakan, membersihkan
kandang kelinci, merawat bila ada kelinci yang sakit serta karyawan tetap lainnya
bertugas mengoperasikan mesin pelet, bertanggung jawab pada produksi pelet,
serta teknisi bila mesin mengalami masalah, kedua karyawan ini mendapatkan
upah bulanan dan makan serta uang rokok. Karyawan harian memiliki tugas untuk
mengumpulkan rumput serta menyiapkan bahan-bahan untuk membuat pelet dan
karyawan lepas ini diberi upah harian saja. Struktur organisasi Asep’s Rabbit
Project dijabarkan dalam Gambar 6.
Sumber : Asep’s Rabbit Project
Gambar 6. Struktur organisasi
Pemilik sekaligus manajer
Karyawan tetap Karyawan harian Karyawan tetap
Kontrol dalam Asep’s Rabbit Project ini dilakuan oleh Asep Sutisna
selaku manajer dari peternakan, setiap harinya peternakan dikontrol secara teratur
setiap pagi, siang, dan sore hari. Pengontrolan ini terkait dengan tugas-tugas yang
harus dilaksanakan oleh para karyawan seperti : pemberian pakan, kebersihan
kandang, dan produksi pelet. Kontrol juga dilakukan secara rutin setiap bulannya
sebelum hasil budidaya dipasarkan kepada pembeli, kontrol dilakukan untuk
menjaga kualitas dari kelinci agar pembeli puas terhadap produk-produk yang
dihasilkan oleh peternakan.
6.3.1 Hasil Analisis Aspek Manajemen
Terpenuhinya empat fungsi manajemen dalam peternakan kelinci ini
meliputi Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling membuat usaha ini
layak untuk dijalankan karena semua aspek yang dibutuhkan untuk menjalankan
suatu bisnis seperti di atas telah dijalankan. Perencanaan yang baik oleh pemilik,
organisasi dan aktualisasi yang jelas pada perusahaan, serta kontrol yang baik
terhadap semua aspek yang dijalankan dalam usaha.
6.4 Aspek Teknis Pemeliharaan Kelinci
Aspek teknis mengenai pemeliharaan anakan kelinci dan kelinci pedaging
akan diuraikan pada teknik pemeliharaan yang dikembangkan berdasarkan usaha
budidaya anakan kelinci dan usaha budidaya kelinci pedaging.
6.4.1 Keragaan Usaha Budidaya Anakan Kelinci
Budidaya anakan kelinci pada Asep’s Rabbit Project (pola usaha I dan II)
dilakukan dengan menggunakan teknik intensif, seperti penggunaan kandang yang
cukup lebar, makanan dan minum yang dijaga keteraturannya, dan bangunan
kandang yang terjaga kebersihannya, selain itu juga pemberian obat yang teratur
pada saat kelinci terserang penyakit. Pengetahuan yang didapat pemilik tentang
budidaya anakan kelinci didapat dari hasil pembelajaran otodidak dan juga
pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh asosiasi peternak kelinci internasional.
Budidaya anakan kelinci ini mempunyai tujuan untuk memperoleh benih atau
anakan dengan usia sekitar satu bulan. Beberapa teknik budidaya anakan kelinci
adalah sebagai berikut :
1. Persiapan Tempat Budidaya Anakan Kelinci
Persiapan tempat budidaya terdiri atas pembuatan bangunan dan
pembuatan kandang. Pembuatan bangunan terdiri atas kegiatan membangun
tempat perlindungan yang nantinya diletakkan kandang sebagi tempat budidaya
kelinci. Kandang yang baik dan tepat merupakan suatu cerminan kesehatan
ternak. Kesehatan ternak yang terjaga stabilitasnya sangat besar pengaruhnya pada
keberhasilan peternakan yang diprogramnya. Kelinci mudah sekali beradaptasi
terhadap berbagai bentuk kandang yang disediakan asalkan kondisinya memenuhi
persyaratan kebutuhan hidup kelinci. Hal-hal yang perlu diperhatikan, antara lain
(Sarwono, 2001) :
• Lokasi Kandang
Penempatan kandang yang baik yaitu pada lokasi yang mendapat sinar
matahari pagi, bersuhu sejuk, memiliki ventilasi sempurna, tempat yang
kering, lingkungan tenang, dan tak jauh dari rumah.
• Lantai Kandang
Lantai kandang dapat dibuat dari kawat, bambu atau kayu, dan tanah. Bila
memilih lantai dari kawat akan membuat otot kaki kelinci cepat lelah oleh
karena itu diperlukan papan kayu yang digunakan kelinci untuk
beristirahat. Lantai dari bambu atau kayu sangat baik untuk pertumbuhan
kelinci. Sedangkan lantai dari tanah sebaiknya dilapisi batu bata atau
disemen agar kelinci tidak membongkar-bongkar tanah.
• Suasana Tenang dan Aman
Kandang yang baik member perlindungan yang aman bagi ternak, yaitu
situasinya yang tenang dan aman. Kelinci mudah terkejut oleh suara hiruk
dan bunyi-bunyian yang keras. Peternak perlu waspada terhadap gangguan
tak terduga, seperti gangguan anjing, kucing, atau tikus.
• Pola Kandang
Pemilihan pola kandang sangat tergantung pada ukuran atau besarnya
usaha, iklim, modal yang tersedia, dan kemudahan pengelolaan. Penentuan
pola kandang biasanya merupakan keputusan yang diambil sendiri oleh
peternak.
2. Persiapan Peralatan
Peralatan-peralatan yang digunakan dalam proses budidaya anakan kelinci
antara lain :
• Kotak Sangkar
Kotak sangkar diperlukan untuk menyediakan tempat yang nyaman bagi
induk yang melahirkan, sekaligus tempat yang nyaman bagi anak-anak
kelinci yang baru lahir.
• Tempat Pakan dan Minum
Tempat pakan dan minum kelinci sangat bervariasi bentuk dan bahannya.
Ukuran wadah sekurang-kurangnya sedalam 7,5 – 10 cm dengan diameter
15 – 20 cm. wadah sebaiknya mudah dipasang dan diambil dari kandang,
bobot cukup berat sehingga tidak mudah digulingkan oleh kelinci.
• Perlatan Pendukung lain (Alat-alat kebersihan)
Alat – alat kebersihan biasanya digunakan untuk membersihkan kotoran
dan air kencing yang tertinggal kandang kelinci. Alat-alat kebersihan yang
digunakan adalah : sapu, kain lap, korekan, dan ember.
3. Pembelian Mesin Pakan
Mesin pakan digunakan untuk mengolah pelet yang nantinya merupakan
makanan pokok bagi kelinci. Pelet kelinci berbahan dasar : bungkil kedelai
atau dedak sebanyak 40 persen, bungkil kedelai senyak 20 persen, bungkil
kelapa sebanyak 10 persen, jagung sebanyak 10 per, premix mineral sebanyak
1 persen, dan rumput 19 persen (Asep’s Rabbit Project). Komposisi pakan
tersebut disusun atas kebutuhan dasar dari kelinci.
4. Pemilihan Induk
Produktivitas kelinci sangat tergantung pada pengelolaan, salah satu unsur
yang sangat mendukung pengelolaan adalah indukan. Indukan yang digunakan
diseleksi berdasarkan sifat ras, penampilan fisik, usia, tingkah laku, daya
produksi, dan nilai ekonomis.
5. Penyesuaian Induk
Induk yang telah dipilih dan memiliki keunggulan dalam berbagai hal
kemudian dimasukkan ke dalam kandang yang telah dipersiapkan. Dalam
kondisi ini kelinci sangat rapuh karena kondisi pada kandang baru sangat
berbeda kondisinya dengan kondisi lingkungan hidup kelinci sebenarnya.
Sehingga agar kelinci dapat hidup normal kelinci perlu penyesuaian kandang,
penyesuaian kandang membutuhkan waktu 1 minggu agar kelinci benar-benar
terbiasa dengan kondisi kandang yang baru.
6. Perkawinan Induk
Perkembangbiakan kelinci dapat diatur dengan kelahiran terencana. Kelahiran
untuk kelinci terjadi 31-32 hari sesudah perkawinan yang berhasil.
Perkawinan pada kelinci dapat dilakukan dengan tiga macam cara, yaitu cross
breed, inbreed, dan line breed (Sarwono, 2001).
7. Masa Melahirkan
Setelah menjalani masa bunting selama 31-32 hari maka kelinci telah siap
untuk melahirkan anak-anaknya. Dalam satu kali masa bunting kelinci dapat
melahirkan rata-rat 4-8 ekor anak. Anakan yang ideal dilahirkan oleh kelinci
adalah enam ekor karena jumlah puting susu yang berfungsi baik hanya enam
putting dan dari 6 ekor tersebut tingkat kematian kelinci sebesar 15 persen,
sehingga rata-rata dalam satu kali masa bunting kelinci dapat melahirkan 5
ekor (Asep’s Rabbit Project).
8. Masa Menyusui
Setelah dilahirkan anakan kelinci langsung disusui oleh induknya, masa
menyusui kelinci adalah selama 42-56 hari,. Tetapi waktu ini dapat
dipersingkat menjadi hanya 28 hari setelah kelahiran anak. Penyapihan lebih
awal memungkinkan jumlah kelahiran yang lebih banyak dalam setahun serta
puncak produksi susu antara 12-28 hari setelah itu mulai berhenti.
9. Panen
Kelinci yang telah disapih dan berumur 45 hari dan telah disapih siap untuk
dipasarkan kepada para pemesan. Kelinci berusia muda dengan ukuran lebih
disukai oleh pedagang karena lebih mudah dalam memasarkannya dan juga
memiliki harga yang relatif lebih murah. Pemasaran langsung yang dilakukan
untuk mendapatkan harga yang bagus dan juga mengurangi resiko kematian.
Harga jual anakan kelinci berada di kisaran rata-rata Rp 50.000.
6.4.2 Keragaan Usaha Budidaya Kelinci Pedaging
Budidaya kelinci pedaging pada umumnya memiliki kesamaan dengan
budidaya anakan kelinci. Perbedaanya hanya terdapat pada tahap penggemukan,
tahap ini berlangsung selama 3 bulan setelah kelinci di sapih.
Pada budidaya kelinci pedaging masa penggemukan untuk menghasilkan
karkas yang memuaskan. Kelinci pedaging biasanya dipotong pada usia 56 hari
atau sekitar 2 bulan, tetapi Bapak Asep menjual kelinci pedaging pada usia 4
bulan untuk menghasilkan karkas yang lebih berat sehingga mendapatkan harga
jual yang lebih tinggi. Pada masa penggemukan kelinci diberi pakan secara
intensif sehingga dapat menghasilkan karkas yang memuaskan.
Panen kelinci pedaging dapat dipanen pada usia 3 bulan setelah melalui masa
menyusui dan penggemukan dengan berat rata-rata 2 kilogram per ekor, harga per
kilogram hidupnya berada pada kisaran Rp 15.000 sampai Rp 21.000 dengan
harga rata-rata Rp 18.000. Pemanenan dilakukan pada pagi hari dan pedagang
yang memesan sudah menunggu di depan kandang. Pemasaran langsung yang
dilakukan untuk mendapatkan harga yang bagus dan juga mengurangi resiko
kematian.
6.4.3 Hasil Analisis Aspek Teknis
Dari hasil analisis aspek teknis di atas, aplikasi terhadap aspek teknis yang
baik untuk menjalankan usaha peternakan kelinci telah dilaksanakan pada
peternakan Asep’s Rabbit Project. Usaha budidaya anakan kelinci maupun
budidaya kelinci pedaging telah memenuhi syarat teknis tersebut seperti,
persiapan kandang yang ideal, ketersediaan input, pemilihan indukan yang
unggul, perkawinan induk yang optimal, kontrol mutu, dan keamanan. Maka
dapat disimpulkan bahwa aspek teknis, usaha peternakan kelinci layak untuk
diusahakan.
VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL
Analisis kelayakan finansial dalam penelitian ini ditujukan untuk
mengetahui kelayakan usaha peternakan kelinci yang dikembangkan oleh pola
usaha budidaya kelinci di tempat penelitian yakni budidaya anakan dan
pengumpul kelinci pedaging, pola usaha tersebut merupakan pola usaha I. Selain
itu akan dilakukan rancangan analisis kelayakan finansial usaha peternakan
kelinci yang dilakukan secara terpisah yaitu budidaya anakan kelinci saja yang
merupakan pola usaha II dan budidaya kelinci pedaging saja atau pola usaha III.
Dari ketiga pola budidaya ini masing-masing akan dibandingkan tingkat
kelayakan finansialnya, kriteria yang digunakan dalam analisis finansial meliputi
Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit per Cost (Net
B/C), dan Payback periode serta analisis Switching value.
7.1 Analisis Kelayakan Finansial Pola Usaha I
7.1.1 Arus Penerimaan (Inflow)
Dalam pola usaha ini arus penerimaan berupa nilai produksi total yang
diperoleh setelah proyek berakhir. Penerimaan yang diperoleh pada pola usaha ini
adalah penjualan anakan yang dihasilkan, penjualan kelinci pedaging dan
pendapatan dari nilai sisa. Pada Asep’s Rabbit Project terdapat 200 ekor indukan
betina dan 100 ekor indukan jantan. Seekor induk betina diasumsikan dapat
melahirkan rata-rata 6 ekor anak dengan mempertimbangkan tingkat kematian
anak sebesar 15 persen sehingga diasumsikan satu ekor kelinci melahirkan 5 ekor
anak yang siap dipasarkan. Jumlah anak yang dihasilkan dari 200 ekor indukan
betina dalam satu kali masa bunting adalah 1000 ekor, tetapi masa bunting diatur
agar setiap bulan bisa mendapatkan penerimaan dari penjualan anakan. Sehingga
setiap bulan akan menghasilkan 500 ekor anak dengan mengawinkan 100 ekor
indukan betina dengan 50 pejantan setiap bulannya. Anak kelinci yang dilahirkan
akan menjalani masa menyusui selama 28 hari sebelum bisa dipasarkan.
Harga rata-rata anakan kelinci yang berusia 28 hari yang siap dipasarkan
sangat bervariasi yaitu : Rex, Lop, Lion, Anggora, dan Dutch, sehingga dalam
penelitian ini diasumsikan harga anakan adalah Rp 50.000 per ekor dengan
mengambil rata-rata harga dari kelima jenis kelinci tersebut. Penerimaan pada
pola usaha I dari penjualan anakan kelinci dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil Penjualan anakan kelinci yang dihasilkan oleh pola usaha I
Tahun Produksi (ekor) Nilai (Rp) 1 3.500 175.000.000 2 6.000 300.000.000 3 6.000 300.000.000 4 6.000 300.000.000
Total 21.500 1.075.000.000
Peneriman pada pola usaha I selain dari budidaya anakan kelinci juga dari
keuntungan sebagai pedagang pengumpul kelinci pedaging. Pada pola usaha I
pendapatan dari kelinci pedaging adalah dengan membeli kelinci pedaging dari
peternak kelinci sekitar dengan harga Rp 15.000 per kg hidup dan menjualnya
kembali kepada pemesan sebesar Rp 18.000 per kg hidup, sehingga keuntungan
yang diperoleh sebesar Rp 3.000 per kg hidup. Harga beli dan harga jual tersebut
diasumsikan tetap setiap tahunnya dan digunakan harga yang berlaku pada bulan
maret 2008. Setiap bulannya peternak dapat menjual sekitar 500 ekor per bulan
dengan berat 1 ton hidup dan pada tahun pertama penjualan dimulai pada agustus
sehingga hanya melakukan 5 kali penjualan dan pada tahun berikutnya penjualan
dilakukan setiap bulan. Pada Tabel 8 akan digambarkan mengenai penerimaan
dari hasil penjualan kelinci pedaging yang diterima oleh Asep’s Rabbit Project.
Tabel 8. Hasil Penjualan kelinci pedaging yang dihasilkan oleh pola usaha I
Tahun Nilai Beli (Rp) Nilai Jual (Rp) Penerimaan(Rp) 1 75.000.000 90.000.000 15.000.000 2 180.000.000 216.000.000 36.000.000 3 180.000.000 216.000.000 36.000.000 4 180.000.000 216.000.000 36.000.000
Total 615.000.000 738.000.000 123.000.000
Salvge value adalah nilai sisa dari biaya investasi yang tidak habis terpakai
selama umur ekonomis proyek. Salvage value terjadi pada akhir umur proyek
sehingga nilai sisa diperhitungkan sebagai tambahan manfaat usaha. Nilai sisa
pada peternakan kelinci diperoleh dari komponen biaya yang tidak habis terpakai
karena belum mencapai umur ekonomisnya yaitu lahan, bangunan kandang, mesin
pellet, dan indukan jantan. Diasumsikan harga jual lahan sama dengan harga beli
lahan dan total nilai salvage value yaitu sebesar Rp 66.821.429. Nilai salvage
value dapat dilihat pada Lampiran 13.
7.1.2 Arus Pegeluaran (Outflow)
Struktur biaya dalam usaha ini dikelompokan menjadi tiga jenis, yaitu
biaya investasi, biaya operasional, dan biaya tetap. Ketiga komponen biaya ini
dimasukan ke dalam arus kas keluar (outflow).
a. Biaya Investasi
Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan pada saat awal proyek
(tahun pertama). Biaya investasi yang dikeluarkan pada pola usaha I terdiri dari:
1. Indukan betina yang siap kawin dan memiliki masa produktif untuk
bunting selama lima tahun dibeli dengan harga Rp 2.000.000 per ekor
(Asep’s Rabbit Project).
2. Indukan jantan yang siap kawin dan memilik masa produktif untuk
membuahi selama tujuh tahun dibeli dengan harga Rp 2.000.000 per ekor
(Asep’s Rabbit Project).
3. Lahan yang berfungsi untuk mendirikan bangunan dan kandang yang
digunakan sebagai tempat pembudidayaan. Dibeli dengan harga
Rp 24.000.000.
4. Biaya pembuatan bangunan dan kandang yang berfungsi sebagai tempat
pembudidayaan kelinci. Bangunan yang digunakan berukuran 240 m2
yaitu 8 meter x 30 meter berjumlah satu buah. Bangunan kandang
merupakan tempat perlidungan bagi kelinci dari suhu luar, di dalam
bangunan dibuat kandang yang berukuran 70 cm x 60 cm berjumlah 300
buah sehingga luas total dari kandang sebesar 126 m2. Biaya yang
dikeluarkan untuk pembuatan kandang sebesar Rp 16.000.000
5. Mesin pellet berfungsi untuk membuat makan olahan atau yang bisaa
disebut dengan pelet bagi kelinci sehingga kadar nutrisi pakan yang
diberikan dapat dijaga. Biaya total yang digunakan untuk memproduksi
mesin pellet ini yaitu sebesar Rp 12.500.000.
6. Tempat makan dan minum berfungsi sebagai wadah untuk tempat
makanan dan air agar kelinci mudah untuk makan dan minum serta untuk
menjaga kebersihan kandang. Investasi yang dikeluarkan untuk pembelian
tempat pakan dan minum sebesar Rp 2.400.000.
7. Peralatan pendukung peternakan seperti alat-alat kebersihan, ember dan
lainnya, total biaya investasi yang dikeluarkan untuk peralatan kandang ini
sebesar Rp 1.000.000.
Dari keseluruhan total investasi yang dikeluakan oleh pola usaha I, biaya
investasi terbesar adalah untuk pembelian indukan sebesar 89,9 persen dari total
investasi yang dikeluarkan dan sisanya yaitu sebesar 10,1 persen digunakan untuk
biaya investasi yang lain seperti pembelian lahan, pembuatan bangunan dan
kandang, produksi mesin pellet, pembelian tempat makan dan minum. Lampiran
14 menyajikan komponen biaya investasi pada pola usaha I.
b. Biaya Operasional
Biaya operasional yang dikeluarkan pada pola usaha I adalah biaya pakan
yang merupakan pakan olahan dari daun-daun, rumput, bungkil kedelai, arang,
dan jagung yang memiliki komposisi seimbang yang cocok untuk kelinci.
Komposisi pakan yang dibuat oleh Asep’s Rabbit Project adalah: dedak 40 persen,
bungkil kedelai 20 persen, Jagung 10 persen, bungkil kelapa 10 persen, dan
mineral 1 persen dan rumput 19 persen (Asep’s Rabbit Project). Biaya operasional
tahun pertama berbeda dengan tahun berikutnya disebabkan karana usaha ternak
kelinci ini baru dimulai pada minggu kedua bulan maret sehingga perhitungan
biaya tahun pertama hanya 10 bulan.
Kebutuhan pellet untuk satu ekor kelinci adalah 100 gram per hari
sehingga kebutuhan pakan untuk 300 ekor kelinci per tahun adalah sebesar 9 ton
untuk tahun pertama dan 10,8 ton untuk tahun selanjutnya, dengan harga produksi
pakan yaitu sebesar Rp 4480 per kilogram sehingga dalam tahun pertama Asep’s
Rabbit Project harus mengeluarkan Rp 40.320.000. Biaya operasional lainnya
yaitu obat dan pembelian pulsa atau biaya telpon. Untuk obat-obatan satu ekor
kelinci dianggarkan sebesar Rp 1000 per bulan, biaya ini merupakan biaya darurat
yang bisa terpakai atupun tidak. Obat - obat yang digunakan oleh Asep’s Rabbit
Project antara lain: Hipomex, Hipermektin, Trovit excellent, Intermektin, dan
spektaral. Perincian biaya operasional tahun pertama dapat dilihat pada Lampiran
15.
Biaya operasional tahun pertama yang berbeda dengan tahun berikutnya
disebabkan karana usaha ternak kelinci ini baru dimulai pada minggu kedua bulan
maret sehingga perhitungan biaya tahun pertama hanya 10 bulan. Pada tahun
berikutnya Asep’s Rabbit Project harus mengeluarkan Rp 48.384.000 untuk biaya
pakan sebanyak 10,8 ton. Biaya-biaya operasional lainnya berupa obat dan
pembelian pulsa atau biaya telpon. Untuk obat-obatan satu ekor kelinci
dianggarkan sebesar Rp 1000 per bulan, biaya ini merupakan biaya darurat yang
bisa terpakai atupun tidak. Perincian biaya operasional tahun ke-2 dan seterusnya
dapat dilihat pada Lampiran 16.
c. Biaya Tetap
Biaya Tetap adalah biaya yang besarnya tidak dipengaruhi oleh perubahan
volume produksi dan dalam analisis ini diasumsikan tetap setiap bulannya,
sehingga ada selisih antara tahun pertama dengan tahun berikutnya. Biaya tetap
dalam budidaya kelinci ini berupa gaji karyawan, upah karyawan harian, makan
dan rokok, perawatan mesin, dan perawatan kandang. Karwayan tetap yang
berjumlah 2 orang diberi gaji per bulan sebesar Rp 800.000 per orang, serta
makan dan rokok setiap hari sebesar Rp 17.500 per orang. Sedangkan karyawan
lepas merupakan karayawan yang hanya bertugas untuk mencari rumput setiap
harinya dan diberi upah per hari sebesar Rp 30.000. serta biaya perawatan mesin
untuk ganti oli dan spare part lainnya sebesar Rp 100.000 per bulan dan
perawatan kandang sebesar Rp 100.000 per 3 bulan. Perincian biaya tetap tahun
pertama dapat dilahat pada lampiran 17.
Pada tahun pertama kegiatan usaha baru dimulai pada bulan maret
sehingga terdapat selisih perhitungan antara tahun pertama dan kedua. Pada tahun
pertama perhitungan biaya tetap hanya selama 10 bulan sedangkan pada tahun
berikutnya dilakukan perhitungan penuh selama 12 bulan. Perincian perhitungan
biaya tetap tahun kedua dan seterusnya dapat dilihat pada lampiran 18.
7.1.3 Kelayakan Finansial Pola Usaha I
Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Net Present Value,
Net Benefit Cost Ratio, Internal Rate of Return, dan Payback periode.
Berdasarkan hasil perhitungan terhadap analisis finansial pada tingkat diskonto
8,00 persen, diperoleh NPV sebesar 363.123.588. Nilai ini menunjukan bahwa
keuntungan yang diperoleh pada kegiatan usaha pembenihan kelinci dan kelinci
pedaging adalah sebesar Rp 363.123.588 selama 5 tahun menurut nilai sekarang.
Nilai Net B/C yang diperoleh adalah 1,88 yang berarti untuk setiap satu rupiah
yang diinvestasikan atau dikeluarkan memberikan manfaat sebesar 1,88. Internal
Rate of Return yang diperoleh yaitu 31 persen menunjukan bahwa tingkat suku
bunga atau tingkat diskonto 31 persen merupakan tingkat diskonto yang
menghasilkan nilai NPV sebesar nol.
Perhitungan payback periode dapat diketahui bahwa masa yang
dibutuhkan untuk mengembalikan nilai investasi adalah selama 3,17 atau selama 3
tahun 2 bulan dan 12 hari. Berdasarkan nilai kriteria investasi, dapat dinyatakan
bahwa pola usaha I layak untuk dusahakan. Hasil perhitungan analisis finansial
pola usaha I dapa dilihat pada Tabel 9 dan untuk rincian cashflow dapat dilihat
pada Lampiran 31.
Tabel 9. Hasil analisis Finansial Pola Usaha I
Kriteria Investasi Nilai NPV (Rp) Net B/C IRR (%) Payback periode
363.123.588 1,88
31 3,17
7.1.4 Analisis Switching value
Analisis Switching value terhadap penurunan produksi, penurunan harga
output, penurunan produksi, kenaikan harga indukan, dan kenaikan harga pakan
dilakukan untuk mengetahui sampai seberapa persen penurunan atau kenaikan
harga tersebut yang dapat menyebabkan proyek tersebut tidak layak lagi untuk
dilaksanakan, dengan kata lain dicari tingkat perubahan harga yang menyebabkan
nilai NPV negative terkecil (NPV = 0) yang disebut nilai pengganti. Nilai
persentase perubhan tersebut diperoleh dengan cara mengiterpolasikan persentase
perubahan harga pembuat NPV negatif dan membuat NPV positif dalam selang
satu persen. Hasil analisis switching value pola usaha I dapat dilihat pada Tabel 10
dan untuk lebih rincinya cashflow analisis switching value dapat dilihat pada
Lampiran 33 sampai Lampiran 40.
Tabel 10. Hasil analisis swiching value pada pola usaha I
Faktor perubahan Persentase penurunan (-) atau peningkatan (+)
Penurunan harga output Penurunan produksi Peningkatan harga indukan Peningkatan harga pakan
- 33,56 - 33,56
+ 181,88 + 295,53
Tabel di atas menunjukan nilai-nilai kriteria investasi yang tidak layak lagi
akibat adanya perubahan-perubahan pada masing-masing harga output, produksi
harga indukan dan harga pakan. Hasil analisis switching value menunjukan bahwa
nilai nol dari NPV diperoleh pada penurunan harga output sebesar 33,56 persen
atau harga output mengalami penurunan sampai dengan Rp 33.220. Hal ini
mengandung arti bahwa penurunan harga output yang masih ditoleransi oleh
kelayakan usaha adalah lebih kecil dari 33,56 persen atau harga anakan lebih
tinggi dari Rp 33.220
Demikian halnya dengan analisis switching value pada penurunan
produksi. Usaha peternakan kelinci ini tidak layak lagi (NPV = 0) jika terjadi
penurunan produksi sebesar 33,56 persen atau produksi anakan tahun pertama
hanya sekitar 2325 ekor dan tahun berikutnya 3986 ekor/tahun. Angka tersebut
mengandung arti bahwa penurunan produksi yang masih ditoleransi oleh
kelayakan usaha adalah lebih kecil dari 33,56 persen atau produksi lebih besar
dari 2325 ekor pada tahun pertama dan lebih besar dari 3986 ekor pada tahun
kedua.
Analisis switching value terhadap kenaikan harga indukan menunjukan
NPV = 0 ketika terjadi kenaikan harga pakan sebesar 181,88 persen atau harga
indukan mencapai harga Rp 3.637.400 per ekor. Ini berarti usaha pola usaha I
masih layak diusahakan apabila kenaikan harga indukan di bawah 181,88 persen
atau di bawah Rp 3.637.400. Pakan merupakan hal terpenting dalam usaha ini
sehingga perubahan sangat berpengruh terhadap kelangsungan usaha. Kenaikan
harga pakan yang masih di toleransi oleh usaha adalah sebesar 295,06 persen atau
sebesar Rp 13.239 per kg. artinya pola usaha I masih layak dijalankan apabila
kenaikan harga pakan di bawah 295,53 persen atau harga pakan lebih rendah dari
Rp 13.239 per kg.
7.2 Analisis Kelayakan Finansial Pola Usaha II
7.2.1 Arus Penerimaan (Inflow)
Dalam pola usaha ini arus penerimaan berupa nilai produksi total yang
diperoleh setelah proyek berakhir. Penerimaan yang diperoleh pada pola usaha ini
adalah penjualan anakan yang dihasilkan, penjualan kelinci pedaging dan
pendapatan dari nilai sisa. Pada Asep’s Rabbit Project terdapat 200 ekor indukan
betina dan 50 ekor indukan jantan. Seekor induk betina diasumsikan dapat
melahirkan rata-rata 6 ekor anak dengan mempertimbangkan tingkat kematian
anak sebesar 15 persen sehingga diasumsikan satu ekor kelinci melahirkan 5 ekor
anak yang siap dipasarkan. Jumlah anak yang dihasilkan dari 200 ekor indukan
betina dalam satu kali masa bunting adalah 1000 ekor, tetapi masa bunting diatur
agar setiap bulan bisa mendapatkan penerimaan dari penjualan anakan. Sehingga
setiap bulan akan menghasilkan 500 ekor anak dengan mengawinkan 100 ekor
indukan betina dengan 25 pejantan setiap bulannya. Anak kelinci yang dilahirkan
akan menjalani masa menyusui selama 28 hari sebelum bisa dipasarkan.
Harga rata-rata anakan kelinci yang berusia 28 hari yang siap dipaskan sangat
bervariasi, sehingga dalam penelitian ini diasumsikan harga anakan adalah
Rp 50.000 per ekor. Penerimaan pada pola usaha I dari penjualan anakan kelinci
dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Hasil Penjualan anakan kelinci yang dihasilkan oleh pola usaha II
Tahun Produksi (ekor) Nilai (Rp) 1 3.500 175.000.000 2 6.000 300.000.000 3 6.000 300.000.000 4 6.000 300.000.000
Total 21.500 1.075.000.000
Selain dari hasil penjualan anakan kelinci penerimaan pada pola usaha II
juga didapat dari nilai sisa atau salvage value. Salvge value adalah nilai sisa dari
biaya investasi yang tidak habis terpakai selama umur ekonomis proyek. Salvage
value terjadi pada akhir umur proyek sehingga nilai sisa diperhitungkan sebagai
tambahan manfaat usaha. Nilai sisa pada pola usaha II diperoleh dari komponen
biaya yang tidak habis terpakai yaitu lahan, bangunan kandang, mesin pellet, dan
indukan jantan. Diasumsikan harga jual lahan sama dengan harga beli lahan dan
total nilai salvage value yaitu sebesar Rp 66.821.429. Nilai sisa dari investasi
dapat dilihat pada Lampiran 19.
7.2.2 Arus Pegeluaran (Outflow)
Struktur biaya dalam pola usaha ini juga dikelompokan ke dalam tiga
jenis, yaitu biaya investasi, biaya operasional, dan biaya tetap. Ketiga komponen
biaya ini dimasukan dalam arus kas.
a. Biaya Investasi
Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan pada saat awal proyek.
Biaya investasi yang dikeluarkan pada pola usaha II relatif sama dengan pola
usaha I yaitu terdiri dari:
1. Indukan betina yang siap kawin dan memiliki masa produktif untuk
bunting selama lima tahun dibeli dengan harga Rp 2.000.000 per ekor
(Asep’s Rabbit Project).
2. Indukan jantan yang siap kawin dan memilik masa produktif untuk
membuahi selama tujuh tahun dibeli dengan harga Rp 2.000.000 per ekor
(Asep’s Rabbit Project).
3. Lahan yang berfungsi untuk membangun bangunan dan kandang yang
digunakan sebagai tempat pembudidayaan. Dibeli dengan harga
Rp 24.000.000
4. Biaya pembuatan bangunan dan kandang yang berfungsi sebagai tempat
pembudidayaan kelinci. Bangunan yang digunakan berukuran 240 m2
yaitu 8 meter x 30 meter berjumlah satu buah. Bangunan kandang
merupakan tempat perlidungan bagi kelinci dari suhu luar, di dalam
bangunan dibuat kandang yang berukuran 70 cm x 60 cm berjumlah 300
buah sehingga luas total dari kandang sebesar 126 m2. Biaya yang
dikeluarkan untuk pembuatan kandang sebesar Rp 16.000.000
5. Mesin pellet berfungsi untuk membuat makan olahan atau yang bisaa
disebut dengan pelet bagi kelinci sehingga kadar nutrisi pakan yang
diberikan dapat dijaga. Biaya total yang digunakan untuk memproduksi
mesin pellet ini yaitu sebesar Rp 12.500.000.
6. Tempat makan dan minum berfungsi sebagai wadah untuk tempat
makanan dan air agar kelinci mudah untuk makan dan minum serta untuk
menjaga kebersihan kandang. Investasi yang dikeluarkan untuk pembelian
tempat pakan dan minum sebesar Rp 2.400.000.
7. Peralatan pendukung peternakan seperti alat-alat kebersihan, ember dan
lainnya, total biaya investasi yang dikeluarkan untuk peralatan kandang ini
sebesar Rp 1.000.000.
Dari keseluruhan total investasi yang dikeluakan oleh pola usaha II, biaya
investasi terbesar adalah untuk pembelian indukan sebesar 89.9 persen dari total
investasi yang dikeluarkan dan sisanya yaitu sebesar 10.1 persen digunakan untuk
biaya investasi yang lain seperti pembelian lahan, pembuatan bangunan dan
kandang, produksi mesin pellet, pembelian tempat makan dan minum. Lampiran
20 menyajikan komponen biaya investasi pada pola usaha II.
b. Biaya Operasional
Biaya operasional yang dikeluarkan pada pola usaha II juga relatif sama
dengan pola usaha I karena sama-sama membudidayakan anakan kelinci. Biaya
operasional yang dikeluarkan pada pola usaha II adalah biaya pakan yang
merupakan pakan olahan dari daun-daun dan sebagainya yang diolah dengan
menngunakan mesin lalu menghasilkan cetakan pellet berukuran kecil yang siap
dimakan oleh kelinci. Pakan kelinci yang diolah memiliki komposisi seimbang
yang cocok untuk kelinci. Kebutuhan pellet untuk 300 ekor kelinci per tahun
adalah sebesar 9 ton untuk tahun pertama karena diasumsikan bahwa proyek baru
berjalan pada bulan maret, dengan harga produksi pakan yaitu sebesar Rp 4480
per kilogram sehingga dalam setahun pola usaha II harus mengeluarkan
Rp 40.320.000 untuk biaya pakan.
Biaya operasional lainnya yaitu obat dan pembelian pulsa atau biaya
telpon. Untuk obat-obatan satu ekor kelinci dianggarkan sebesar Rp 1000 per
bulan, biaya ini merupakan biaya darurat yang bisa terpakai atupun tidak. Obat-
obat yang digunakan pada pola usaha II sama dengan pola usaha I. Perincian
biaya operasional tahun pertama dapat dilihat pada lampiran 21.
Biaya operasional pada tahun kedua dan selanjutnya diasumsikan sama
setiap tahun yaitu kebutuhan pellet untuk 300 ekor kelinci per tahun selama 12
bulan adalah sebesar 10,8 ton dengan harga produksi pakan yaitu sebesar Rp 4480
per kilogram sehingga dalam pada pola usaha II harus mengeluarkan
Rp 48.384.000 untuk biaya pakan. Biaya operasional lainnya yaitu obat
dianggarkan sebesar Rp 1000 per bulan, biaya ini merupakan biaya darurat yang
bisa terpakai atupun tidak. Perincian biaya dapat dilihat pada lampiran 22
c. Biaya Tetap
Biaya Tetap adalah biaya yang besarnya tidak dipengaruhi oleh perubahan
volume produksi dan dalam analisis ini diasumsikan tetap setiap tahunnya. Biaya
tetap dalam budidaya kelinci ini berupa gaji karyawan, upah karyawan lepas,
makan dan rokok, perawatan mesin, perawatan kandang, dan pulsa atau biaya
telepon. Karwayan tetap yang berjumlah 2 orang diberi gaji per bulan sebesar
Rp 800.000 per orang, serta makan dan rokok setiap hari sebesar Rp 17.500 per
orang. Sedangkan karyawan harian merupakan karayawan yang hanya bertugas
untuk mencari rumput setiap harinya dan diberi upah per hari sebesar Rp 30.000.
serta biaya perawatan mesin sebesar Rp 100.000 ber bulan dan perawatan
kandang sebesar Rp 100.000 per 3 bulan. Sedangkan untuk biaya pembelian pulsa
atau biaya telepon diasumsikan tetap setiap bulannya yaitu sebesar Rp 50.000.
Lampiran 23 menjabarkan biaya tetap tahun pertama pada pola usaha II.
Pada tahun pertama kegiatan usaha baru dimulai pada bulan maret tetapi
baru berjalan penuh pada minggu kedua bulan maret sehingga terdapat selisih
perhitungan antara tahun pertama dan kedua. Pada tahun pertama perhitungan
biaya tetap hanya selama 10 bulan sedangkan pada tahun berikutnya dilakukan
perhitungan penuh selama 12 bulan. Perincian perhitungan biaya tetap tahun
kedua dan seterusnya dapat dilihat pada lampiran 24.
7.2.3 Kelayakan Finansial Pola Usaha II
Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Net Present Value,
Net Benefit Cost Ratio, Internal Rate of Return, dan Payback periode.
Berdasarkan hasil perhitungan terhadap analisis finansial pada tingkat diskonto 8
persen, diperoleh NPV sebesar Rp 238.830.471. Nilai ini menunjukan bahwa
keuntungan yang diperoleh pada kegiatan usaha budidaya anakan kelinci adalah
sebesar Rp 238.830.471 selama 5 tahun menurut nilai sekarang. Nilai Net B/C
yang diperoleh adalah 1,56 yang berarti untuk setiap satu rupiah yang
diinvestasikan atau dikeluarkan memberikan manfaat sebesar 1,56.
Internal Rate of Return yang diperoleh yaitu 20 persen menunjukan bahwa
tingkat suku bunga atau tingkat diskonto 20 persen merupakan tingkat diskonto
yang menghasilkan nilai NPV sebesar nol. Dengan melakukan perhitungan
payback periode dapat diketahui bahwa masa yang dibutuhkan untuk
mengembalikan nilai investasi adalah selama 2 tahun 5 bulan dan 20 hari.
Berdasarkan nilai kriteria investasi, dapat dinyatakan bahwa pola usaha II usaha
layak untuk dusahakan. Hasil perhitungan analisis finansial pola usaha II dapat
dilihat pada Tabel 12 dan cashflow perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 41.
Tabel 12. Hasil analisis Finansial Pola Usaha II
Kriteria Investasi Nilai NPV (Rp) Net B/C IRR (%) Payback periode (Tahun)
238.830.471 1,56
20 2,47
7.2.4 Analisis Switching value
Analisis Switching value terhadap penurunan produksi, penurunan harga
output, kenaikan harga indukan, dan kenaikan harga pakan dilakukan untuk
mengetahui sampai seberapa persen penurunan atau kenaikan harga tersebut yang
dapat menyebabkan proyek tersebut tidak layak lagi untuk dilaksanakan, dengan
kata lain dicari tingkat perubahan harga yang menyebabkan nilai NPV negatif
terkecil (NPV = 0) yang disebut nilai pengganti. Nilai persentase perubhan
tersebut diperoleh dengan cara mengiterpolasikan persentase perubahan harga
pembuat NPV negatif dan membuat NPV positif dalam selang satu persen. Hasil
analisis switching value pola usaha II dapat dilihat pada Tabel 13 dan cashflow
perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 43 sampai Lampiran 50.
Tabel 13. Hasil Analisis Switching value pada Pola Usaha II
Faktor perubahan Persentase penurunan (-) atau peningkatan (+)
Penurunan harga output Penurunan produksi Peningkatan harga indukan Peningkatan harga pakan
- 22,08 - 22,08
+ 153,85 + 228,60
Tabel di atas menunjukan nilai-nilai kriteria investasi yang tidak layak lagi
akibat adanya perubahan-perubahan pada masing-masing harga output, harga
indukan dan produksi. Hasil analisis switching value menunjukan bahwa nilai nol
dari NPV diperoleh pada penurunan harga output sebesar 22,08 persen. Hal ini
mengandung arti bahwa penurunan harga output yang masih ditoleransi oleh
kelayakan usaha adalah lebih kecil dari 22,08 persen atau dengan kata lain usaha
masih layak dijalankan apabila harga anakan kelinci lebih tinggi dari Rp 38.960.
Demikian halnya dengan analisis switching value pada penurunan
produksi. Usaha peternakan kelinci ini tidak layak lagi (NPV = 0) jika terjadi
penurunan produksi sebesar 22,08 persen atau dengan kata lain usaha masih layak
dijalankan apabila produksi anakan kelinci lebih tinggi dari 2727 ekor pada tahun
pertama dan 4675 pada tahun berikutnya. Sedangkan analisis switching value
terhadap kenaikan harga indukan menunjukan NPV = 0 ketika terjadi kenaikan
harga indukan sebesar 153,85 persen atau harga indukan yang menyebabkan
usaha ini tidak layak adalah lebih besar sama dengan Rp 3.077.000 per ekor
Pakan merupakan faktor penting dalam menjalankan usaha peternakan
kelinci ini sehingga perubahan harga pakan dapat menyebabkan usaha tidak layak.
Analisi switching value terhadap peningkatan harga pakan adalah sebesar 228,60
persen, artinya usaha peternakan ini masih layak dijalankan apabila harga pakan
lebih kecil dari Rp 10.241 per kilogram.
7.3 Analisis Kelayakan Finansial Pola Usaha III
7.3.1 Arus Penerimaan (Inflow)
Penerimaan yang diperoleh pada pola usaha ini adalah penjualan kelinci
pedaging dan pendapatan dari nilai sisa. Dalam membudidayakan kelinci
pedaging dibutuhkan waktu yang lebih panjang karena harus melewati tahap
penggemukan selama tiga bulan, sehingga baru dapat dipasarkan pada usia empat
bulan. Dalam pola usaha ini arus penerimaan berupa nilai produksi total yang
diperoleh setelah proyek berakhir.
Seekor induk betina diasumsikan dapat melahirkan rata-rata 6 ekor anak
dengan mempertimbangkan tingkat kematian anak sebesar 15 persen sehingga
diasumsikan satu ekor kelinci melahirkan 5 ekor anak yang siap digemukan lalu
dipasarkan. Jumlah anak yang dihasilkan dari 200 ekor indukan betina dalam satu
kali masa bunting adalah 1000 ekor, tetapi masa bunting diatur agar setiap bulan
bisa mendapatkan penerimaan dari kelinci pedaging. Sehingga pada pola usaha III
ini akan menghasilkan 500 ekor kelinci pedaging setiap bulannya dengan
mengawinkan 100 ekor indukan betina dengan 50 ekor pejantan. Rata-rata tingkat
kehidupan anak kelinci menjadi anakan yang siap jual sebesar 85 persen. Tabel 14
menjabarkan hasil penjualan kelinci pedaging per tahun.
Tabel 14. Hasil Penjualan Pedaging yang dihasilkan oleh pola usaha III
Tahun Produksi (ekor) Nilai (Rp) 1 2 500 90 000 000 2 6 000 216 000 000 3 6 000 216 000 000 4 6 000 216 000 000
Total 23 000 744 000 000
Pada akhir proyek pola usaha III terdapat nilai sisa atau salvage value.
Salvge value merupakan nilai sisa dari biaya investasi yang tidak habis terpakai
selama umur ekonomis proyek. Salvage value terjadi pada akhir umur proyek
sehingga nilai sisa diperhitungkan sebagai tambahan manfaat usaha. Nilai sisa
pada pola usaha III diperoleh dari komponen biaya yang tidak terpakai yaitu
lahan, bangunan kandang, dan indukan jantan. Pada pola usaha III tidak ada nilai
investasi mesin pellet karena diasumsika pellet dibeli langsung dari produsen
dalam hal ini Asep’s Rabbit Project dengan harga produksi. Diasumsikan harga
jual lahan sama dengan harga beli lahan dan total nilai salvage value pada tahun
keempat yaitu sebesar Rp 34.142.857. Penerimaan dari nilai sisa dalam pola usaha
III untuk setiap tahun dapat dilihat pada Lampiran 25.
7.3.2 Arus Pegeluaran (Outflow)
Struktur biaya dalam pola usaha III dikelompokan menjadi tiga jenis, yaitu
biaya investasi, biaya operasional, dan biaya tetap. Ketiga komponen biaya ini
dimasukan ke dalam arus kas.
a. Biaya Investasi
Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan pada saat awal proyek.
Biaya investasi yang dikeluarkan pada pola usaha III terdiri dari:
1. Indukan betina yang siap kawin dan memiliki masa produktif untuk
bunting selama empat tahun dibeli dengan harga Rp 150.000 per ekor
(Asep’s Rabbit Project).
2. Indukan jantan yang siap kawin dan memilik masa produktif untuk
membuahi selama tujuh tahun dibeli dengan harga Rp 150.000 per ekor�
(Asep’s Rabbit Project).
3. Lahan yang berfungsi untuk membangun bangunan dan kandang yang
digunakan sebagai tempat pembudidayaan. Dibeli dengan harga
Rp 24.000.000
4. Biaya pembuatan bangunan dan kandang yang berfungsi sebagai tempat
pembudidayaan kelinci. Bangunan yang digunakan berukuran 240 m2
yaitu 8 meter x 30 meter berjumlah satu buah. Bangunan kandang
merupakan tempat perlidungan bagi kelinci dari suhu luar, di dalam
bangunan dibuat kandang yang berukuran 70 cm x 60 cm berjumlah 300
buah sehingga luas total dari kandang sebesar 126 m2. Biaya yang
dikeluarkan untuk pembuatan kandang sebesar Rp 16.000.000
5. Tempat makan dan minum berfungsi sebagai wadah untuk tempat
makanan dan air agar kelinci mudah untuk makan dan minum serta untuk
menjaga kebersihan kandang. Investasi yang dikeluarkan untuk pembelian
tempat pakan dan minum sebesar Rp 2.400.000.
6. Peralatan pendukung peternakan seperti alat-alat kebersihan, ember dan
lainnya, total biaya investasi yang dikeluarkan untuk peralatan kandang ini
sebesar Rp 1.000.000.
Dari keseluruhan total investasi yang dikeluakan oleh pola usaha III, biaya
investasi terbesar adalah untuk pembelian indukan sebesar 46,4 persen dari total
investasi yang dikeluarkan dan sisanya yaitu sebesar 53.6 persen digunakan untuk
biaya investasi yang lain seperti pembelian lahan, pembuatan bangunan dan
kandang, pembelian tempat makan dan minum. Besarnya biaya investasi yang
dikeluarkan untuk indukan tidak sebesar pada pola usaha I dan II karena pada pola
usaha III ini menggunakan indukan pedaging lokal yang memiliki harga
Rp 150.000 per ekor. Lampiran 26 menyajikan komponen biaya investasi pada
pola usaha III.
b. Biaya Operasional
Biaya operasional yang dikeluarkan pada pola usaha III adalah biaya
pakan dan lainnya. Kebutuhan pellet pada pola usaha III per bulannya berbeda-
beda pada tahun pertama karena kelinci pedaging membutuhkan waktu untuk
penggemukan selama dua bulan. Pada bulan maret sampai mei kebutuhan pakan
hanya sebesar 900 kg untuk 300 ekor kelinci. Pada bulan juni terjadi peningkatan
kebutuhan pakan yaitu sebesar 2.400 kg untuk 800 ekor kelinci, lalu pada bulan
juli dan seterusnya dibutuhkan pakan sebanyak 3.900 kg untuk 1.800 ekor kelinci.
Sehingga dalam tahun pertama pada pola usaha III harus mengeluarkan
Rp 75.930.000 untuk biaya operasional. Lampiran 27 menjabarkan biaya
operasional tahun pertama pola usaha III.
Pada tahun kedua dan seterusnya biaya operasional diasumsikan tetap
setiap bulannya yaitu sebesar 3.900 kg untuk 1800 ekor kelinci dewasa maupun
kelinci yang sudah melewati masa sapih. Dalam pola usaha III biaya operasional
yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 125.040.000. Lampiran 28 menunjukan biaya
operasional yang dikeluarkan pada tahun ke-2 sampai tahun keempat.
c. Biaya Tetap
Biaya Tetap adalah biaya yang besarnya tidak dipengaruhi oleh perubahan
volume produksi dan dalam analisis ini diasumsikan tetap setiap tahunnya. Biaya
tetap dalam budidaya kelinci ini berupa gaji karyawan, makan dan rokok,
perawatan kandang, serta pulsa atau biaya telepon. Karwayan tetap yang
berjumlah 2 orang diberi gaji per bulan sebesar Rp 800.000 per orang, serta
makan dan rokok setiap hari sebesar Rp 17.500 per orang. Biaya perawatan mesin
sebesar Rp 100.000 ber bulan, perawatan kandang sebesar Rp 100.000 per 3
bulan, dan pulsa atau biaya telepon sebesar Rp 50.000 per bulan. Pada Lampiran
29 terlihat besarnya biaya tetap yang dikeluarkan setiap tahunnya.
Biaya tetap tahun pertama dan tahun berikutnya berbeda, hal ini
disebabkan oleh adanya masa persiapan usaha pada tahun pertama sehingga
kegiatan usaha baru dilaksanan pada bulan maret dan biaya perawatan kandang
baru dikeluarkan pada bulan april. Biaya tetap tahun kedua sampai keempat dapat
dilihat pada Lampiran 30.
7.3.3 Kelayakan Finansial Pola Usaha III
Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Net Present Value,
Net Benefit Cost Ratio, Internal Rate of Return, dan Payback periode.
Berdasarkan hasil perhitungan terhadap analisis finansial pada tingkat diskonto 8
persen, diperoleh NPV sebesar Rp 115.979.976. Nilai ini menunjukan bahwa
keuntungan yang diperoleh pada kegiatan usaha budidaya kelinci pedaging adalah
sebesar Rp 115.979.976 selama 5 tahun menurut nilai sekarang. Nilai Net B/C
yang diperoleh adalah 2,33 yang berarti untuk setiap satu rupiah yang
diinvestasikan atau dikeluarkan memberikan manfaat sebesar 2,33.
Internal Rate of Return yang diperoleh yaitu 43 persen menunjukan bahwa
tingkat suku bunga atau tingkat diskonto 43 persen merupakan tingkat diskonto
yang menghasilkan nilai NPV sebesar nol. Dengan melakukan perhitungan
payback periode dapat diketahui bahwa masa yang dibutuhkan untuk
mengembalikan nilai investasi adalah selama 4 tahun 7 bulan dan 28 hari.
Berdasarkan nilai kriteria investasi, dapat dinyatakan bahwa usaha pembenihan
kelinci dan kelinci pedaging layak untuk dusahakan. Hasil perhitungan analisis
dinansial pola usaha III dapat dilihat pada Tabel 15 dan cashflow perhitungan
dapat dilihat pada Lampiran 51.
Tabel 15. Hasil analisis Finansial Pola Usaha III
Kriteria Investasi Nilai NPV (Rp) Net B/C IRR (%) Payback periode
115.979.976 2,33
43 4,66
7.3.4 Analisis Switching value
Analisis Switching value dilakukan terhadap penurunan produksi,
penurunan harga output dan kenaikan harga indukan dilakukan untuk mengetahui
sampai seberapa persen penurunan atau kenaikan harga tersebut yang dapat
menyebabkan proyek tersebut tidak layak lagi untuk dilaksanakan, dengan kata
lain dicari tingkat perubahan harga yang menyebabkan nilai NPV negatif terkecil
(NPV = 0) yang disebut nilai pengganti. Nilai persentase perubhan tersebut
diperoleh dengan cara mengiterpolasikan persentase perubahan harga pembuat
NPV negatif dan membuat NPV positif dalam selang satu persen. Hasil analisis
switching value pola usaha III dapat dilihat pada Tabel 16 dan cashflow
perhitungan analisis switching value dapat dilihat pada Lampiran 53 sampai
Lampiran 60.
Tabel 16. Hasil analisis swiching value pada pola usaha III
Faktor perubahan Persentase penurunan (-) atau peningkatan (+)
Penurunan harga output Penurunan produksi Peningkatan harga indukan Peningkatan harga pakan
- 15.56 - 15,56
+ 448.67 + 127.53
Tabel di atas menunjukan nilai-nilai kriteria investasi yang tidak layak lagi
akibat adanya perubahan-perubahan pada masing-masing harga output, harga
indukan dan produksi. Hasil analisis switching value menunjukan bahwa nilai nol
dari NPV diperoleh pada penurunan harga output sebesar 15.56 persen. Hal ini
mengandung arti bahwa penurunan harga output yang masih ditoleransi oleh
kelayakan usaha adalah lebih kecil dari 15.56 persen atau harga berada di atas
Rp 15,199 per kg hidup. Demikian halnya dengan analisis switching value pada
penurunan produksi. Usaha peternakan kelinci ini tidak layak lagi (NPV = 0) jika
terjadi penurunan produksi sebesar 15.56 persen atau produksi harus lebih besar
dari 2111 ekor pada tahun pertama dan di tahun berikutnya lebih besar dari 5066
ekor.
Kenaikan harga indukan sangat berpengaruh dalam usaha karena indukan
adalah bagian terpenting dari usaha. Nilai switching value menunjukan nilai
448.67 persen. Ini berarti kenaikan harga indukan yang masih dapat ditoleransi
usaha adlah sebesar 192.33 persen atau kenaikan harga indukan di bawah
Rp 637,005 per ekor. Sedangkan analisis switching value terhadap kenaikan harga
pakan menunjukan NPV = 0 ketika terjadi kenaikan harga pakan sebesar 127.53
persen. Hal ini berarti kenaikan harga pakan yang masih ditoleransi usaha lebih
kecil dari 127.53 persen atau harga pakan berada di bawah Rp 3163 per kg.
7.4 Perbandingan Hasil Analisis Kelayakan Finansial Pada Ketiga Pola
Usaha
Dari hasil kelayakan finansial yang dilakukan dengan menggunakan empat
criteria investasi yaitu Net Present Value (NPV), Net Benefit per Cost (Net B/C),
Internal Rate of Return (IRR), dan Payback periode dapat dilihat bahwa pola
usaha III yang paling layak untuk diusahakan.
Biaya yang dikeluarkan baik tahun pertama maupun tahun selanjutnya
pada pola usaha I dan II lebih besar bila dibandingkan dengan pola usaha III
karena pada pola usaha III investasi pada indukan kelinci pedaging tidak
membutuhkan banyak biaya. Walaupun nilai NPV pola usaha I lebih besar
dibandingkan pola usaha II dan III, hal ini berarti bahwa keuntungan yang
diperoleh pada kegiatan usaha pola I akan lebih besar dibandingkan dengan pola
usaha II dan III selama 5 tahun menurut nilai sekarang.
Nilai Net B/C yang diperoleh pada pola usaha I sebesar 1,88, pola usaha II
sebesar 1,56, dan pola usaha III sebesar 2,33, hal ini berarti untuk setiap satu
rupiah yang diinvestasikan atau dikeluarkan akan memberikan manfaat yang
paling besar pada pola usaha III yaitu sebesar 2,33.
Internal Rate of Return pada pola usaha III juga memiliki nilai yang paling
besar yaitu sebesar 43 persen, pada pola usaha I sebesar 31 persen dan pada pola
usaha II sebesar 20 persen. Hal ini menunjukan bahwa pola usaha III lebih stabil
terhadap perubahan tingkat diskonto yang berarti pola usaha lebih resisten
terhadap keadan ekonomi yang tidak stabil.
Hasil perhitungan payback periode juga menunjukan bahwa pola usaha I
merupakan usaha yang paling layak untuk dijalankan karena tingkat pengembalian
nilai investasi yang paling cepat. Pola usaha I memiliki payback periode sebesar
3,17 atau 3 tahun 2 bulan 12 hari, pola usaha II memiliki payback periode sebesar
2,47 tahun atau 2 tahun 5 bulan 20 hari, dan pola usaha III memiliki payback
periode sebesar 4,66 tahun atau 4 tahun 7 bulan 28 hari. Perbandingan hasil
analisa finansial ketiga pola usaha dapat dilihat pada Tabel 17.
Dari keempat kriteria kelayakan dan perbandingan biaya terlihat bahwa
pola usaha III merupakan usaha yang paling untuk dilaksanakan karena pola usaha
III paling menguntungkan dengan total biaya yang paling kecil, nilai NPV sebesar
Rp 115.979.976, Net B/C sebesar 2,33, IRR sebesar 43, dan Payback periode
sebesar 4,66.
Tabel 17. Perbandingan kriteria kelayakan finansial usaha peternakan kelinci dari keriga pola usaha
No Kriteria kelayakan Pola usaha I Pola usaha II Pola usaha III 1. Total Biaya Tahun ke-1
Total Biaya Tahun ke-2 Total Biaya Tahun ke-3 Total Biaya Tahun ke-4
712.070.000 277.444.000 277.444.000 277.444.000
637.070.000 97.444.000 97.444.000 97.444.000
184.180.000 157.324.000 157.324.000 157.324.000
2. NPV (Rp) 363.123.588 238.830.471 115.979.976 3. Net B/C 1,88 1,56 2,33 4. IRR (persen) 31 20 43 5. PP (tahun) 3,17 2,47 4,66
7.5 Perbandingan Hasil Analisis Sensitivitas dari Ketiga Pola Usaha
Dari hasil analisis switching value yang dilakukan terhadap ketiga pola
usaha peternakan kelinci, maka dilakukan perbandingan untuk melihat skenario
yang paling tidak sensitif atau peka terhadap perubahan variabel-variabel
penurunan harga kelinci baik anankan maupun pedaging, penurunan produksi
kelinci, kenaikan harga indukan kelinci, dan kenaikan pakan. Perbadingan ketiga
pola usaha dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Switching value ketiga pola usaha peternakan kelinci
No Parameter Pola usaha I Pola usaha II Pola usaha III 1. Penurunan harga output 33,56 22,08 15.56 2. Penurunan volume produksi 33,56 22,08 15,56 3. Peningkatan harga indukan 181,88 153,85 448.67 4. Peningkatan harga pakan 295,53 228,60 127.53
Secara umum dapat dilihat bahwa dari ketiga pola usaha, pola usaha III
peka terhadap perubahan yang terjadi dan memiliki resiko yang cukup besar untuk
menjalankan usaha peternakan kelinci dengan pola usaha ini. Pada Tabel 36
terlihat pula pola usaha I dan II relatif kurang peka terhadap perubahan hal ini
berarti sangat baik untuk suatu kegiatan usaha.
Batas-batas maksimal perubahan-perubahan ini sangat mempengaruhi
dalam layak atu tidak layaknya usaha untuk dilaksanakan, semakin besar
persentase yang diperoleh berarti usaha tidak peka terhadap perubahan yang
terjadi. Dari perbandingan ketiga pola usaha yang dilakukan maka pola usaha I
kurang peka terhadap perubahan ketiga variable switching value bila
dibandingkan dengan pola usaha II dan III. Tetapi pada variable peningkatan
harga indukan pola usaha III paling tindak sensitive karena nilai investasi indukan
pada pola usaha III relatif paling kecil dibandingkan pola usaha lainnya. Hal ini
berarti bahwa pola usaha relatif stabil terhadap perubahan-perubahan variabel,
sehingga pola usaha ini dapat mendatangkan keuntungan lebih tinggi dan dengan
resiko yang lebih kecil.
Dari hasil analisis switching value terlihat bahwa pola usaha I merupakan
usaha yang paling untuk dilaksanakan karena pola usaha I paling stabil atau tidak
peka pada berubahan. Pola usaha I memiliki nilai switching value terhadap
penurunan harga output sebesar 33,56 persen, penurunan terhadap jumlah
produksi sebesar 33,56 persen, peningkatan harga indukan sebesar 181,88, dan
peningkatan harga pakan sebesar 295,53. Tetapi walaupun pola usaha I
merupakan pola usaha yang paling tidak peka terhadap perubahan tetapi
perbedaannya tidak terlalu signifikan.
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan analisis kelayakan yang meliputi aspek pasar, aspek
manajemen, dan aspek teknis maka pengusahaan peternakan kelinci pada
perencanaan proyek ketiga pola usaha layak untuk dilaksanakan.
2. Berdasarkan analisis kelayakan finansial pada pengusahaan peternakan
kelinci pada ketiga pola usaha layak untuk dilaksanakan. Namun usaha
yang paling menguntungkan untuk dilaksanakan sebagai pengembangan
usaha Asep’s Rabbit Project yaitu usaha pola usaha I dengan biaya yang
dikeluarkan relatif lebih tinggi.
3. Berdasarkan analisis switching value, penurunan harga output dan
penurunan produksi merupakan faktor yang sensitif terhadap perubahan.
Peningkatan pada harga indukan dan harga pakan tidak sensitif terhadap
perubahan. Hal tersebut dikarenakan biaya pada pengadaan indukan jauh
lebih kecil daripada penerimaan yang didapatkan dari pengusahaan
peternakan kelinci, walaupun persentase biaya pengeluaran pakan terhadap
tolal biaya operasional cukup tinggi.
8.2 Saran
Dari hasil penelitian kelayakan usaha budidaya peternakan kelinci Asep’s
Rabbit Project, saran yang dapat diajukan adalah antara lain :
1. Asep’s Rabbit Project sebaiknya memilih pola usaha I yaitu budidaya
anakan kelinci dan penjualan kelinci pedaging sebagai pengembangan
usaha peternakan kelinci karena memiliki nilai proyek dan tingkat
pengembalian terbesar. Selain itu pola usaha III juga dapat dipilih sebagai
pengembanagan Asep’s Rabbit Project karena memiliki struktur biaya
terkecil dan tingkat pengembalian yang cukup menjanjikan.
2. Dari analisis switching value, perubahan output sangat mempengaruhi
kelayakan produksi, salah satunya dapat disebabkan oleh penyakit yang
menyerang kelinci. Oleh karena itu peternak diharapkan menjaga
kebersihan kandang serta memberikan pakan yang yang cukup pada
kelinci.
3. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan analisis
pemasaran dan perilaku konsumen terhadap produk-produk olahan yang
dihasilkan dari kelinci agar peternakan kelinci dapat berkembang dan
menjadi satu alternatif bahan pangan sumber protein.
DAFTAR PUSTAKA Biro Pusat Statistik. 2007. Kabupaten Bandung dalam Data. BPS. Jakarta Budiana, N.S dan Gusti Merdeka Putera. 2006. Kelinci Hias. Penebar Swadaya.
Bogor Departemen Pertanian. 2007. Buku Saku Stastistik Makro. Departemen Pertanian.
Jakarta Ermin, Faisal. 2007. Analisis Kelayakan Investasi Pengusahaan Lobster Air
Tawar pada CV. Vizan Farm dan CV. Sejahtera Lobster Farm. Skripsi. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Gittinger, J.P. 1986.Analisis Ekonomi Proyek – Proyek Pertanian. Edisi kedua.
UI-press. Jakarta Gray. 1992. Pengantar Evaluasi Proyek. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Husnan, S dan Muhammad, S. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Edisi keempat.
Penerbit AMP YKPN. Yogyakarta Kadariah. 1988. Evaluasi Proyek (Edisi II). Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia. Jakarta Kadariah, Karlina dan Gray. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta Keown, Arthur J, et al. 2001. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan (buku satu).
Penerbit Salemba empat. Jakarta Pasek, I Wayan. 2005. Teknis Berternak Kalinci. Balai Penelitian Ternak Ciawi.
Bogor Pujoharjo, A. 2002. Karakteristik sosis dari daging kelincidan ayam dengan
Tingkat Penggunaan Tapioka dan Susu Skim yang berbeda. Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Institut Petanian Bogor. Bogor
Purnamawati, Dyah Anisa. 2007. Analisis Kelayakan Investasi Usaha Safira
Powder pada PT. Bogor Agro Lestari. Skripsi. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Ricardo, Jefri. 2006. Analisis Kelayakan Finansial Perusahaan Tahu (Studi Kasus
Perusahaan Tahu Rezeki Kecamatan Cipondoh, Kota Tanggerang). Skripsi. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Riwayadi. 2007. Analisis Kelayakan Investasi Pengembangan Budidaya Ayam
Potong pada Hasjrul Harahap Farm di Kecamatan Bojong Gede. Skripsi. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Sarwono, B. 2001. Kelinci Potong dan Hias. PT Agromedia Pustaka. Jakarta . 2001. Beternak Kelinci Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta Susilorini, Tri Eko. Dkk. 2008. Budidaya Ternak Unggul. Penebar Swadaya.
Jakarta Umar, Husein. 2005. Studi Kelayakan Bisnis. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta Wahyuni Enda. 2007. Analisis Kelayakan Pengusahaan Terong Belanda (Kasus
di Kabupaten Karo, Propinsi Sumatera Utara). Skripsi. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor
LAMPIRAN
�
Lampiran 1. TIMETABLE Pola Usaha I tahun pertama
KEGIATAN
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus Sptmber Oktober Nvembr Dsembr Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pembuatan Bangunan Pembuatan Kandang Pembelian mesin pakan Pengadaan indukan Penysuaian indukan Perkawinan indukan Masa hamil
Melahirkan Masa penyusui Penjualan anakan Pembelian pedaging penjualan pedaging
�
Lampiran 2. TIMETABLE Pola usaha I tahun ke-2 - ke-5
KEGIATAN
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus Sptmber Oktober Nvembr Dsembr Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pembuatan Bangunan Pembuatan Kandang Pembelian mesin pakan Pengadaan indukan Penysuaian indukan Perkawinan indukan Masa hamil
Melahirkan Masa penyusui Penjualan anakan Pembelian
�
pedaging penjualan pedaging
Lampiran 3. TIMETABLE Pola usaha II tahun pertama
KEGIATA
N
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus Sptmber Oktober Nvembr Dsembr Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pembuatan Bangunan Pembuatan Kandang Pembelian mesin pakan Pengadaan indukan Penysuaian indukan Perkawinan indukan Masa hamil
Melairkan Masa penyusui Penjualan anakan
�
Lampiran 4. TIMETABLE Pola usaha II tahun ke2–ke-5
KEGIATAN
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus Sptmber Oktober Nvembr Dsembr Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pembuatan Bangunan Pembuatan Kandang Pembelian mesin pakan Pengadaan indukan Penysuaian indukan Perkawinan indukan Masa hamil
Melairkan Masa penyusui
�
Penjualan anakan
�
Lampiran 5. TIMETABLE Pola usaha III tahun ke-1 KEGIAT
AN Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus Sptmber Oktober Nvembr Dsembr Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pembuatan Bangunan Pembuatan Kandang Pengadaan indukan Penysuaian indukan Perkawinan indukan Masa hamil Melairkan Masa menyusui
Penggemukan
�
Penjualan
Lampiran 6. TIMETABLE Pola usaha III tahun ke 2 – 5 KEGIAT
AN Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus Sptmber Oktober Nvembr Dsembr Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pembuatan Bangunan Pembuatan Kandang Pengadaan indukan Penysuaian indukan Perkawinan indukan Masa hamil Melairkan Masa penyusui
Penggemukan
�
Penjualan
Lampiran 7. Populasi Kelinci pola usaha I tahun pertama
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus Sptmber Oktober Nvembr Dsembr Populasi kelinci - 300 300 800 800 800 800 800 800 800 800 800 Kebutuhan pakan - 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 kebutuhan obat - 300000 300000 300000 300000 300000 300000 300000 300000 300000 300000 300000
Lampiran 8. Populasi Kelinci pola usaha II tahun pertama
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus Sptmber Oktober Nvembr Dsembr Populasi kelinci - 300 300 800 800 800 800 800 800 800 800 800 Kebutuhan pakan - 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 kebutuhan obat - 300000 300000 300000 300000 300000 300000 300000 300000 300000 300000 300000
Lampiran 9. Populasi Kelinci pola usaha III tahun pertama
�
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus Sptmber Oktober Nvembr Dsembr Populasi kelinci - 300 300 800 1300 1800 2300 2300 2300 2300 2300 2300 kebutuhan pakan - 1800000 1800000 1800000 4800000 7800000 10800000 10800000 10800000 10800000 10800000 10800000 kebutuhan obat - 300000 300000 800000 1300000 1800000 2300000 2300000 2300000 2300000 2300000 2300000
Lampiran 10. Populasi Kelinci pola usaha I Tahun ke-2 – ke-5
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus Sptmber Oktober Nvembr Populasi kelinci 800 800 800 800 800 800 800 800 800 800 800 Kebutuhan pakan 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 kebutuhan obat 300000 300000 300000 300000 300000 300000 300000 300000 300000 300000 300000
Lampiran 11. Populasi Kelinci pola usaha II Tahun ke-2 – ke-5
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus Sptmber Oktober Nvembr Dsembr Populasi kelinci 800 800 800 800 800 800 800 800 800 800 800 800Kebutuhan pakan 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 kebutuhan obat 300000 300000 0 300000 300000 300000 300000 300000 300000 300000 300000
�
Lampiran 12. Populasi Kelinci pola usaha III Tahun ke-2 – ke-5
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus Sptmber Oktober Nvembr Populasi kelinci 2300 2300 2300 2300 2300 2300 2300 2300 2300 2300 2300 kebutuhan pakan 13800000 13800000 13800000 13800000 13800000 13800000 13800000 13800000 13800000 13800000 13800000 kebutuhan obat 2300000 2300000 2300000 2300000 2300000 2300000 2300000 2300000 2300000 2300000 2300000
�
Lampiran 13. Nilai Sisa (Salvage Value) Pola usaha I
Keterangan Biaya Investasi
Umur ekonomis Penyusutan/thn Nilai sisa
pada th ke-4 Indukan betina 400.000.000 5 100.000.000 0 Indukan jantan 100.000.000 7 14.285.714 28.571.429 Lahan 24.000.000 10 0 24.000.000 Bangunan dan Kandang 16.000.000 10 1.600.000 8.000.000 Mesin Pelet 12.500.000 10 1.250.000 6.250.000 Tempat makan dan minum 2.400.000 5 600.000 0 Peralatan kandang 1.000.000 5 250.000 0
Total nilai sisa 66.821.429 Lampiran 14. Biaya Investasi Pola Usaha I
No Perincian Harga (Rp/unit) Jumlah (unit)
Total Harga (Rp)
Umur Ekonomis (Tahun)
1 Indukan betina 2.000.000/ekor 200 ekor 400.000.000 5 2 Indukan jantan 2.000.000/ekor 50 ekor 100.000.000 7 3 Lahan 100.000/m2 240 m2 24.000.000 10 4 Bangunan dan
Kandang 53.333/buah 300 buah 16.000.000 10
5 Mesin pelet 12.500.000/buah 1 buah 12.500.000 10 6 Tempat makan 4.000/buah 300 buah 1.200.000 5 7 Tempat minum 4.000/buah 300 buah 1.200.000 5 8 Peralatan Kandang 1.000.000 5
Total 555.900.000
�
Lampiran 15. Biaya Operasional Tahun pertama Pola Usaha I
Bulan Populasi kelinci (ekor)
Kebutuhan Pakan (kg)
Nilai pakan (Rp)
Nilai Obat (Rp)
Pembelian Pedaging
(Rp)
Januari - - - - - Februari - - - - - Maret 300 900 4.032.000 300.000 - April 300 900 4.032.000 300.000 - Mei 800 900 4.032.000 300.000 - Juni 800 900 4.032.000 300.000 - Juli 800 900 4.032.000 300.000 - Agustus 800 900 4.032.000 300.000 15.000.000 September 800 900 4.032.000 300.000 15.000.000 Oktober 800 900 4.032.000 300.000 15.000.000 November 800 900 4.032.000 300.000 15.000.000 Desember 800 900 4.032.000 300.000 15.000.000
TOTAL 9.000 40.320.000 3.000.000 75.000.000
Total Biaya operasional tahun pertama Rp 118 320 000 Lampiran 16. Biaya Operasional Tahun ke-2 – ke-5 Pola Usaha I
Bulan Populasi kelinci (ekor)
Kebutuhan Pakan (kg)
Nilai pakan (Rp)
Nilai Obat (Rp)
Pembelian Pedaging
(Rp)
Januari 800 900 4.032.000 300.000 15.000.000 Februari 800 900 4.032.000 300.000 15.000.000 Maret 800 900 4.032.000 300.000 15.000.000 April 800 900 4.032.000 300.000 15.000.000 Mei 800 900 4.032.000 300.000 15.000.000 Juni 800 900 4.032.000 300.000 15.000.000 Juli 800 900 4.032.000 300.000 15.000.000 Agustus 800 900 4.032.000 300.000 15.000.000 September 800 900 4.032.000 300.000 15.000.000 Oktober 800 900 4.032.000 300.000 15.000.000 November 800 900 4.032.000 300.000 15.000.000 Desember 800 900 4.032.000 300.000 15.000.000
TOTAL 10.800 48.384.000 3.600.000 180.000.000
Total Biaya operasional tahun berikutnya Rp 231 984 000
�
Lampiran 17. Biaya Tetap Tahun Pertama Pola Usaha I No Perincian Harga (Rp/unit) Kebutuhan/Tahun Total Harga
(Rp) 1 Perawatan Mesin 100.000/bulan 10 bulan 1.000.000 2 Perawatan kandang 100.000/3 bulan 3 periode 300.000 3 Gaji Karyawan 1.600.000/bulan 10 bulan 16.000.000 4 Upah Karyawan Lepas 900.000/bulan 10 bulan 9.000.000 5 Makan dan Rokok 1.050.000/bulan 10 bulan 10.500.000 6 Pulsa atau biaya telepon 50.000/bulan 10 bulan 500.000 7 Listrik 30.000/bulan 10 bulan 300.000 8 Air 25.000/bulan 10 bulan 250.000
Total 37.850.000
Lampiran 18. Biaya Tetap Tahun Ke-2 sampai Ke-5 Pola Usaha I No Perincian Harga (Rp/unit) Kebutuhan/Tahun Total Harga
(Rp) 1 Perawatan Mesin 100 000/bulan 12 bulan 1.200.000 2 Perawatan kandang 100 000/3 bulan 4 periode 400.000 3 Gaji Karyawan 1.600 000/bulan 12 bulan 19.200.000 4 Upah Karyawan Lepas 900 000/bulan 12 bulan 10.800.000 5 Makan dan Rokok 1 050 000/bulan 12 bulan 12.600.000 6 Pulsa atau biaya telpon 50.000/bulan 12 bulan 600.000 7 Listrik 30.000/bulan 12 bulan 360.000 8 Air 25.000/bulan 12 bulan 300.000
Total 45.460.000
Lampiran 19. Nilai Salvage Value Pola usaha II
Keterangan Biaya Investasi
Umur ekonomis Penyusutan/thn Nilai sisa
pada th ke-4 Indukan betina 400.000.000 5 100.000.000 0 Indukan jantan 100.000.000 7 14.285.714 28.571.429 Lahan 24.000.000 10 0 24.000.000 Bangunan dan Kandang 16.000.000 10 1.600.000 8.000.000 Mesin Pelet 12.500.000 10 1.250.000 6.250.000 Tempat makan dan minum 2.400.000 5 600.000 0 Peralatan kandang 1.000.000 5 250.000 0 Total nilai sisa 66.821.429
�
Lampiran 20. Biaya Investasi Pola Usaha II
No Perincian Harga (Rp/unit) Jumlah (unit)
Total Harga (Rp)
Umur Ekonomis (Tahun)
1 Indukan betina 2.000.000/ekor 200 ekor 400.000.000 5 2 Indukan jantan 2.000.000/ekor 50 ekor 100.000.000 7 3 Lahan 100.000/m2 240 m2 24.000.000 10 4 Bangunan dan
Kandang 53.333/buah 300 buah 16.000.000 10
5 Mesin pelet 12.500.000/buah 1 buah 12.500.000 10 6 Tempat makan 4.000/buah 300 buah 1.200.000 5 7 Tempat minum 4.000/buah 300 buah 1.200.000 5 8 Peralatan Kandang 1.000.000 5
Total 555.900.000 Lampiran 21. Biaya Operasional Tahun pertama Pola Usaha II
Bulan Populasi kelinci (ekor)
Kebutuhan Pakan (kg)
Nilai pakan (Rp)
Nilai Obat (Rp)
Januari - - - - Februari - - - - Maret 300 900 4.032.000 300.000 April 300 900 4.032.000 300.000 Mei 800 900 4.032.000 300.000 Juni 800 900 4.032.000 300.000 Juli 800 900 4.032.000 300.000 Agustus 800 900 4.032.000 300.000 September 800 900 4.032.000 300.000 Oktober 800 900 4.032.000 300.000 November 800 900 4.032.000 300.000 Desember 800 900 4.032.000 300.000
TOTAL 9.000 40.320.000 3.000.000
Total Biaya operasional tahun pertama Rp 43.320.000
�
Lampiran 22. Biaya Operasional Tahun ke-2 sampai ke-4 Pola Usaha II
Bulan Populasi kelinci (ekor)
Kebutuhan Pakan (kg)
Kebutuhan pakan (Rp)
Kebutuhan Obat (Rp)
Januari 800 900 4.032.000 300 000 Februari 800 900 4.032.000 300 000 Maret 800 900 4.032.000 300 000 April 800 900 4.032.000 300 000 Mei 800 900 4.032.000 300 000 Juni 800 900 4.032.000 300 000 Juli 800 900 4.032.000 300 000 Agustus 800 900 4.032.000 300 000 September 800 900 4.032.000 300 000 Oktober 800 900 4.032.000 300 000 November 800 900 4.032.000 300 000 Desember 800 900 4.032.000 300 000
TOTAL 10 800 48 384 000 3 600 000
Total Biaya operasional tahun ke-2 – ke-4 Rp 51.984.000
Lampiran 23. Biaya Tetap Tahun Pertama Pola Usaha II
No Perincian Harga (Rp/unit) Kebutuhan/Tahun Total Harga (Rp)
1 Perawatan Mesnin 100.000/bulan 10 bulan 1.000.000 2 Perawatan kandang 100.000/3 bulan 3 periode 300.000 3 Gaji Karyawan 1.600.000/bulan 10 bulan 16.000.000 4 Upah Karyawan Lepas 900.000/bulan 10 bulan 9.000.000 5 Makan dan Rokok 1.050.000/bulan 10 bulan 10.500.000 6 Pulsa atau biaya telpon 50.000/bulan 10 bulan 500.000 7 Listrik 30.000/bulan 10 bulan 300.000 8 Air 25.000/bulan 10 bulan 250.000
Total 37.850.000
�
Lampiran 24. Biaya Tetap Tahun Ke-2 samapi Ke-4 Pola Usaha II
No Perincian Harga (Rp/unit) Kebutuhan/Tahun Total Harga (Rp)
1 Perawatan Mesnin 100.000/bulan 12 bulan 1.200.000 2 Perawatan kandang 100.000/3 bulan 4 periode 400.000 3 Gaji Karyawan 1.600.000/bulan 12 bulan 19.200.000 4 Upah Karyawan Lepas 900.000/bulan 12 bulan 10.800.000 6 Makan dan Rokok 1 050.000/bulan 12 bulan 12.600.000 6 Pulsa atau biaya telpon 50.000/bulan 12 bulan 600.000 7 Listrik 30.000/bulan 12 bulan 360.000 8 Air 25.000/bulan 12 bulan 300.000
Total 45.460.000
Lampiran 25. Nilai Sisa pada pola usaha III
Keterangan
Biaya Investasi
Umur ekonomis Penyusutan/thn
Nilai sisa pada th
ke-4 Indukan betina 30.000.000 5 7.500.000 0 Indukan jantan 7.500.000 7 1.071.429 2.142.857 Lahan 24.000.000 10 0 24.000.000 Bangunan dan Kandang 16.000.000 10 1.600.000 8.000.000 Tempat makan dan minum 2.400.000 5 600.000 0
Peralatan Kandamg 1.000.000 5 250.000 0 Total nilai sisa 34.142.857
Lampiran 26. Biaya Investasi Pola Usaha III
No Perincian Harga (Rp/unit) Jumlah (unit)
Total Harga (Rp)
Umur Ekonomis (Tahun)
1 Indukan betina 150.000/ekor 200 ekor 30.000.000 5 2 Indukan jantan 150.000/ekor 50 ekor 7.500.000 7 3 Lahan 100.000/m2 240 m2 24.000.000 10 4 Bangunan dan
Kandang 53.333/buah 300 buah 16.000.000 10
6 Tempat makan 4.000/buah 300 buah 1.200.000 5 7 Tempat minum 4.000/buah 300 buah 1.200.000 5 8 Peralatan Kandang 1.000.000
Total 80.900.000
�
Lampiran 27. Biaya Operasional Tahun pertama Pola Usaha III
Bulan Populasi kelinci (ekor)
Kebutuhan Pakan (kg) (jmlh kelinci
disapih x 0.1kg x 30 hr)
Nilai pakan (Rp)
(pakan kg x Rp 2480)
Nilai Obat (Rp)
(jmlh kelinci disapih x Rp
500) Januari - - - - Februari - - - Maret 300 900 2.232.000 150.000 April 300 900 2.232.000 150.000 Mei 800 900 2.232.000 150.000 Juni 1.300 2.400 5.952.000 400.000 Juli 1.800 3.900 9.672.000 650.000 Agustus 1.800 3.900 9.672.000 650.000 September 1.800 3.900 9.672.000 650.000 Oktober 1.800 3.900 9.672.000 650.000 November 1.800 3.900 9.672.000 650.000 Desember 1.800 3.900 9.672.000 650.000 TOTAL 28.500 70.680.000 4.750.000
Total Biaya operasional tahun pertama Rp 75 930 000 Lampiran 28. Biaya Operasional Tahun ke-2 sampai ke-4 Pola Usaha III
Bulan Populasi kelinci (ekor)
Kebutuhan Pakan (kg) (jmlh kelinci
disapih x 0.1kg x 30 hr)
Kebutuhan pakan (Rp)
(pakan kg x Rp 2480)
Kebutuhan Obat (Rp)
(jmlh kelinci disapih x Rp
500) Januari 1.800 3.900 9.672.000 650.000 Februari 1.800 3.900 9.672.000 650.000 Maret 1.800 3.900 9.672.000 650.000 April 1.800 3.900 9.672.000 650.000 Mei 1.800 3.900 9.672.000 650.000 Juni 1.800 3.900 9.672.000 650.000 Juli 1.800 3.900 9.672.000 650.000 Agustus 1.800 3.900 9.672.000 650.000 September 1.800 3.900 9.672.000 650.000 Oktober 1.800 3.900 9.672.000 650.000 November 1.800 3.900 9.672.000 650.000 Desember 1.800 3.900 9.672.000 650.000 TOTAL 46.800 116.064.000 7.800.000
Total Biaya operasional tahun pertama Rp 125 040 000
�
Lampiran 29. Biaya Tetap Tahun Pertama Pola Usaha III
No Perincian Harga (Rp/unit) Kebutuhan/Tahun Total Harga (Rp)
1 Perawatan kandang 100.000/3 bulan 3 periode 300.000 2 Gaji Karyawan 1.600.000/bulan 10 bulan 16.000.000 3 Makan dan Rokok 1.050.000/bulan 10 bulan 10.500.000 4 Pulsa atau biaya telpon 50.000/bulan 10 bulan 500.000 5 Listrik 30.000/bulan 10 bulan 300.000 6 Air 25.000/bulan 10 bulan 250.000
Total 27.850.000 Lampiran 30. Biaya Tetap Tahun Ke-2 samapi Ke-4 Pola Usaha III
No Perincian Harga (Rp/unit)
Kebutuhan/Tahun
Total Harga (Rp)
1 Perawatan kandang 100 000/3 bulan 4 periode 400.000 2 Gaji Karyawan 1.600.000/bulan 12 bulan 19.200.000 3 Makan dan Rokok 1.050.000/bulan 12 bulan 12.600.000 4 Pulsa atau biaya telpon 50.000/bulan 12 bulan 600.000 5 Listrik 30.000/bulan 12 bulan 360.000 6 Air 25.000/bulan 12 bulan 300.000
Total 33.460.000
�
Lampiran 31. Cashflow Pola Usaha I
Uraian Tahun 1 2 3 4 5
A. Inflow Benih (Anakan) 175.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 Penjualan Pedaging 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 Nilai sisa
66.821.429
Total Inflow 265.000.000 516.000.000 516.000.000 516.000.000 582.821.429 B. Outflow Biaya Investasi Indukan betina 400.000.000 Indukan jantan 100.000.000 Lahan 24.000.000 Bangunan dan Kandang 16.000.000 Mesin Pelet 12.500.000 Tempat makan dan minum 2.400.000 Peralatan kandang 1.000.000 Total biaya investasi 555.900.000 Biaya Operasional Pakan (Pelet) 40.320.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 Obat 3.000.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 Pembelian pedaging 75.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 Total biaya operasional 118.320.000 231.984.000 231.984.000 231.984.000 231.984.000 Biaya Tetap Perawatan mesin 1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Upah Karyawan lepas 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 Total Outflow 712.070.000 277.444.000 277.444.000 277.444.000 277.444.000 Benefit -447.070.000 238.556.000 238.556.000 238.556.000 305.377.429 DF 8% 0.925925926 0.85733882 0.79383224 0.73502985 0.6805832 PV DF 8% -413.953.704 204.523.320 189.373.444 175.345.782 207.834.747 Net B/C 1,88 IRR 31% NPV 363.123.588 payback periode 3,17
�
Lampiran 32. Laporan Laba Rugi Pola Usaha I
URAIAN Tahun 1 2 3 4 5
A. Inflow Benih (Anakan) 175.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 Penjualan Pedaging 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 Nilai sisa
39.107.143
Total Inflow 265.000.000 516.000.000 516.000.000 516.000.000 555.107.143 B. Outflow Biaya Operasional Pakan (Pelet) 40.320.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 Obat 3.000.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 Pembelian pedaging 75.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 Total biaya operasional 118.320.000 231.984.000 231.984.000 231.984.000 231.984.000 Biaya Tetap Perawatan mesin 1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Upah Karyawan lepas 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 Total Outflow 156.170.000 277.444.000 277.444.000 277.444.000 277.444.000 Manfaat Bersih sebelum pajak 108.830.000 238.556.000 238.556.000 238.556.000 277.663.143 Pajak 32.649.000 71.566.800 71.566.800 71.566.800 83.298.943 Manfaat Bersih setelah pajak 76.181.000 166.989.200 166.989.200 166.989.200 194.364.200
�
Lampiran 33. Cashflow Switching value Penurunan Harga Anakan Pola Usaha I
Uraian Tahun 1 2 3 4 5
A. Inflow Benih (Anakan) 116.270.000 199.320.000 199.320.000 199.320.000 199.320.000 Penjualan Pedaging 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 Nilai sisa
66.821.429
Total Inflow 206.270.000 415.320.000 415.320.000 415.320.000 482.141.429 B. Outflow Biaya Investasi Indukan betina 400.000.000 Indukan jantan 100.000.000 Lahan 24.000.000 Bangunan dan Kandang 16.000.000 Mesin Pelet 12.500.000 Tempat makan dan minum 2.400.000 Peralatan kandang 1.000.000 Total biaya investasi 555.900.000 Biaya Operasional Pakan (Pelet) 40.320.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 Obat 3.000.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 Pembelian pedaging 75.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 Total biaya operasional 118.320.000 231.984.000 231.984.000 231.984.000 231.984.000 Biaya Tetap Perawatan mesin 1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Upah Karyawan lepas 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 Total Outflow 712.070.000 277.444.000 277.444.000 277.444.000 277.444.000 Benefit -505.800.000 137.876.000 137.876.000 137.876.000 204.697.429 DF 8% 0.925925926 0.85733882 0.793832241 0.735029853 0.680583197 PV DF 8% -468.333.333 118.206.447 109.450.414 101.342.976 139.313.630 Net B/C 1,00 IRR 0% NPV (19.866) payback periode 16,19
�
Lampiran 34. Laporan Laba Rugi Switching value Penurunan Harga Anakan Pola
usaha I
URAIAN Tahun 1 2 3 4 5
A. Inflow Benih (Anakan) 116.270.000 199.320.000 199.320.000 199.320.000 199.320.000 Penjualan Pedaging 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 Nilai sisa
39.107.143
Total Inflow 206.270.000 415.320.000 415.320.000 415.320.000 454.427.143 B. Outflow Biaya Operasional Pakan (Pelet) 40.320.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 Obat 3.000.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 Pembelian pedaging 75.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 Total biaya operasional 118.320.000 231.984.000 231.984.000 231.984.000 231.984.000 Biaya Tetap Perawatan mesin 1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Upah Karyawan lepas 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 Total Outflow 156.170.000 277.444.000 277.444.000 277.444.000 277.444.000 Manfaat Bersih sebelum pajak 50.100.000 137.876.000 137.876.000 137.876.000 176.983.143 Pajak 7.515.000 41.362.800 41.362.800 41.362.800 53.094.943 Manfaat Bersih setelah pajak 42.585.000 96.513.200 96.513.200 96.513.200 123.888.200
�
Lampiran 35. Cashflow Switching value Peningkatan Harga Indukan Pola Usaha I
Uraian Tahun 1 2 3 4 5
A. Inflow Benih (Anakan) 175.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 Penjualan Pedaging 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 Nilai sisa
90.215.714
Total Inflow 265.000.000 516.000.000 516.000.000 516.000.000 606.215.714 B. Outflow Biaya Investasi Indukan betina 727.520.000 Indukan jantan 181.880.000 Lahan 24.000.000 Bangunan dan Kandang 16.000.000 Mesin Pelet 12.500.000 Tempat makan dan minum 2.400.000 Peralatan kandang 1.000.000 Total biaya investasi 965.300.000 Biaya Operasional Pakan (Pelet) 40.320.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 Obat 3.000.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 Pembelian pedaging 75.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 Total biaya operasional 118.320.000 231.984.000 231.984.000 231.984.000 231.984.000 Biaya Tetap Perawatan mesin 1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Upah Karyawan lepas 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 Total Outflow 1.121.470.000 277.444.000 277.444.000 277.444.000 277.444.000 Benefit -856.470.000 238.556.000 238.556.000 238.556.000 328.771.714 DF 8% 0.925925926 0.85733882 0.793832241 0.735029853 0.680583197 PV DF 8% -793.027.778 204.523.320 189.373.444 175.345.782 223.756.504 Net B/C 1,00 IRR 0% NPV (28.728) payback periode 11,87
�
Lampiran 36. Laporan Laba Rugi Switching value Peningkatan Harga Indukan Pola
Usaha I
URAIAN Tahun 1 2 3 4 5
A. Inflow Benih (Anakan) 175.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 Penjualan Pedaging 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 Nilai sisa
39.107.143
Total Inflow 265.000.000 516.000.000 516.000.000 516.000.000 555.107.143 B. Outflow Biaya Operasional Pakan (Pelet) 40.320.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 Obat 3.000.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 Pembelian pedaging 75.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 Total biaya operasional 118.320.000 231.984.000 231.984.000 231.984.000 231.984.000 Biaya Tetap Perawatan mesin 1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Upah Karyawan lepas 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 Total Outflow 156.170.000 277.444.000 277.444.000 277.444.000 277.444.000 Manfaat Bersih sebelum pajak 108.830.000 238.556.000 238.556.000 238.556.000 277.663.143 Pajak 32.649.000 71.566.800 71.566.800 71.566.800 83.298.943 Manfaat Bersih setelah pajak 76.181.000 166.989.200 166.989.200 166.989.200 194.364.200
�
Lampiran 37. Cashflow Switching value Penurunan Produksi Anakan Pola Usaha I
Uraian Tahun 1 2 3 4 5
A. Inflow Benih (Anakan) 116.270.000 199.320.000 199.320.000 199.320.000 199.320.000 Penjualan Pedaging 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 Nilai sisa
66.821.429
Total Inflow 206.270.000 415.320.000 415.320.000 415.320.000 482.141.429 B. Outflow Biaya Investasi Indukan betina 400.000.000 Indukan jantan 100.000.000 Lahan 24.000.000 Bangunan dan Kandang 16.000.000 Mesin Pelet 12.500.000 Tempat makan dan minum 2.400.000 Peralatan kandang 1.000.000 Total biaya investasi 555.900.000 Biaya Operasional Pakan (Pelet) 40.320.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 Obat 3.000.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 Pembelian pedaging 75.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 Total biaya operasional 118.320.000 231.984.000 231.984.000 231.984.000 231.984.000 Biaya Tetap Perawatan mesin 1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Upah Karyawan lepas 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 Total Outflow 712.070.000 277.444.000 277.444.000 277.444.000 277.444.000 Benefit -505.800.000 137.876.000 137.876.000 137.876.000 204.697.429 DF 8% 0.925925926 0.85733882 0.793832241 0.735029853 0.680583197 PV DF 8% -468.333.333 118.206.447 109.450.414 101.342.976 139.313.630 Net B/C 1,00 IRR 0% NPV (19.866) payback periode 16,19
�
Lampiran 38. Laporan Laba Rugi Switching value Penurunan Produksi Anakan Pola
Usaha I
URAIAN Tahun 1 2 3 4 5
A. Inflow Benih (Anakan) 116.270.000 199.320.000 199.320.000 199.320.000 199.320.000 Penjualan Pedaging 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 Nilai sisa
39.107.143
Total Inflow 206.270.000 415.320.000 415.320.000 415.320.000 454.427.143 B. Outflow Biaya Operasional Pakan (Pelet) 40.320.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 Obat 3.000.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 Pembelian pedaging 75.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 Total biaya operasional 118.320.000 231.984.000 231.984.000 231.984.000 231.984.000 Biaya Tetap Perawatan mesin 1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Upah Karyawan lepas 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 Total Outflow 156.170.000 277.444.000 277.444.000 277.444.000 277.444.000 Manfaat Bersih sebelum pajak 50.100.000 137.876.000 137.876.000 137.876.000 176.983.143 Pajak 7.515.000 41.362.800 41.362.800 41.362.800 53.094.943 Manfaat Bersih setelah pajak 42.585.000 96.513.200 96.513.200 96.513.200 123.888.200
�
Lampiran 39. Cashflow Peningkatan Harga Pakan Pola Usaha I
Uraian Tahun 1 2 3 4 5
A. Inflow Benih (Anakan) 175.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 Penjualan Pedaging 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 Nilai sisa
66.821.429
Total Inflow 265.000.000 516.000.000 516.000.000 516.000.000 582.821.429 B. Outflow Biaya Investasi Indukan betina 400.000.000 Indukan jantan 100.000.000 Lahan 24.000.000 Bangunan dan Kandang 16.000.000 Mesin Pelet 12.500.000 Tempat makan dan minum 2.400.000 Peralatan kandang 1.000.000 Total biaya investasi 555.900.000 Biaya Operasional Pakan (Pelet) 119.157.696 142.989.235 142.989.235 142.989.235 142.989.235 Obat 3.000.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 Pembelian pedaging 75.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 Total biaya operasional 197.157.696 326.589.235 326.589.235 326.589.235 326.589.235 Biaya Tetap Perawatan mesin 1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Upah Karyawan lepas 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 Total Outflow 790.907.696 372.049.235 372.049.235 372.049.235 372.049.235 Benefit -525.907.696 143.950.765 143.950.765 143.950.765 210.772.193 DF 8% 0.925925926 0.85733882 0.793832241 0.735029853 0.680583197 PV DF 8% -486.951.570 123.414.579 114.272.758 105.808.109 143.448.013 Net B/C 1,00 IRR 0% NPV (8.111) payback periode 19,53
�
Lampiran 40. Laporan Laba Rugi Sitching Value Peningkatan Usaha I
URAIAN Tahun 1 2 3 4 5
A. Inflow Benih (Anakan) 175.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 Penjualan Pedaging 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 Nilai sisa
39.107.143
Total Inflow 265.000.000 516.000.000 516.000.000 516.000.000 555.107.143 B. Outflow Biaya Operasional Pakan (Pelet) 119.157.696 142.989.235 142.989.235 142.989.235 142.989.235 Obat 3.000.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 Pembelian pedaging 75.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 Total biaya operasional 197.157.696 326.589.235 326.589.235 326.589.235 326.589.235 Biaya Tetap Perawatan mesin 1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Upah Karyawan lepas 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 Total Outflow 235.007.696 372.049.235 372.049.235 372.049.235 372.049.235 Manfaat Bersih sebelum pajak 29.992.304 143.950.765 143.950.765 143.950.765 183.057.908 Pajak 2.999.230 43.185.229 43.185.229 43.185.229 54.917.372 Manfaat Bersih setelah pajak 26.993.074 100.765.535 100.765.535 100.765.535 128.140.535
�
Lampiran 41. Cashflow Pola Usaha II Uraian Tahun 1 2 3 4 5 A. Inflow Benih (Anakan) 175.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 Nilai sisa
66.821.429
Total Inflow 175.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 366.821.429 B. Outflow Biaya Investasi Indukan betina 400.000.000 Indukan jantan 100.000.000 Lahan 24.000.000 Bangunan dan Kandang 16.000.000 Tempat makan dan minum 2.400.000 Mesin Pelet 12.500.000 Peralatan Kandang 1.000.000 Total biaya investasi 555.900.000 Biaya Operasional Pakan (Pelet) 40.320.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 Obat 3.000.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 Total biaya operasional 43.320.000 51.984.000 51.984.000 51.984.000 51.984.000 Biaya Tetap Perawatan mesin 1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Upah Karyawan lepas 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 Total Outflow 637.070.000 97.444.000 97.444.000 97.444.000 97.444.000 Benefit -462.070.000 202.556.000 202.556.000 202.556.000 269.377.429 DF 8% 0.925925926 0.85733882 0.793832241 0.735029853 0.6805832 PV DF 8% -427.842.593 173.659.122 160.795.483 148.884.707 183.333.752 Net B/C 1,56 IRR 20% NPV 238.830.471 Payback Periode 2,47
�
Lampiran 42. Laporan Laba Rugi Pola Usaha II
URAIAN Tahun
1 2 3 4 5 A. Inflow Benih (Anakan) 175.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 Nilai sisa
39.107.143
Total Inflow 175.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 339.107.143 B. Outflow Biaya Operasional Pakan (Pelet) 40.320.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 Obat 3.000.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 Total biaya operasional 43.320.000 51.984.000 51.984.000 51.984.000 51.984.000 Biaya Tetap Perawatan mesin 1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Upah Karyawan lepas 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 Total Outflow 81.170.000 97.444.000 97.444.000 97.444.000 97.444.000 Manfaat Bersih Sebelum Pajak 93.830.000 202.556.000 202.556.000 202.556.000 241.663.143 pajak 14.074.500 60.766.800 60.766.800 60.766.800 72.498.943 Manfaat bersih setelah pajak 79.755.500 141.789.200 141.789.200 141.789.200 169.164.200
�
Lampiran 43. Cashflow Penurunan Harga Anakan Pola Usaha II Uraian Tahun 1 2 3 4 5 A. Inflow Benih (Anakan) 136.360.000 233.760.000 233.760.000 233.760.000 233.760.000 Nilai sisa
66.821.429
Total Inflow 136.360.000 233.760.000 233.760.000 233.760.000 300.581.429 B. Outflow Biaya Investasi Indukan betina 400.000.000 Indukan jantan 100.000.000 Lahan 24.000.000 Bangunan dan Kandang 16.000.000 Tempat makan dan minum 2.400.000 Mesin Pelet 12.500.000 Peralatan Kandang 1.000.000 Total biaya investasi 555.900.000 Biaya Operasional Pakan (Pelet) 40.320.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 Obat 3.000.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 Total biaya operasional 43.320.000 51.984.000 51.984.000 51.984.000 51.984.000 Biaya Tetap Perawatan mesin 1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Upah Karyawan lepas 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 Total Outflow 637.070.000 97.444.000 97.444.000 97.444.000 97.444.000 Benefit -500.710.000 136.316.000 136.316.000 136.316.000 203.137.429 DF 8% 0.925925926 0.85733882 0.793832241 0.735029853 0.680583197 PV DF 8% -463.620.370 116.868.999 108.212.036 100.196.329 138.251.921 Net B/C 1,00 IRR 0% NPV (91.086) Payback Periode 9,22
�
Lampiran 44. Laporan Laba Rugi Switching value Penurunan Harga Anakan
Pola Usaha II
URAIAN Tahun
1 2 3 4 5 A. Inflow Benih (Anakan) 136.360.000 233.760.000 233.760.000 233.760.000 233.760.000 Nilai sisa
39.107.143
Total Inflow 136.360.000 233.760.000 233.760.000 233.760.000 272.867.143 PENGELUARAN Biaya Operasional Pakan (Pelet) 40.320.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 Obat 3.000.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 Total biaya operasional 43.320.000 51.984.000 51.984.000 51.984.000 51.984.000 Biaya Tetap Perawatan mesin 1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Upah Karyawan lepas 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 Total Outflow 81.170.000 97.444.000 97.444.000 97.444.000 97.444.000 Laba bersih Sebelum Pajak 55.190.000 136.316.000 136.316.000 136.316.000 175.423.143
Pajak 8.278.500 40.894.800 40.894.800 40.894.800 52.626.943 Manfaat bersih setelah pajak 46.911.500 95.421.200 95.421.200 95.421.200 122.796.200
�
Lampiran 45. Cashflow Switching value Peningkatan Indukan Pola Usaha II Uraian Tahun 1 2 3 4 5 A. Inflow Benih (Anakan) 175.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 Nilai sisa
82.207.143
Total Inflow 175.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 382.207.143 B. Outflow Biaya Investasi Indukan betina 615.400.000 Indukan jantan 153.850.000 Lahan 24.000.000 Bangunan dan Kandang 16.000.000 Tempat makan dan minum 2.400.000 Mesin Pelet 12.500.000 Peralatan Kandang 1.000.000 Total biaya investasi 825.150.000 Biaya Operasional Pakan (Pelet) 40.320.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 Obat 3.000.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 Total biaya operasional 43.320.000 51.984.000 51.984.000 51.984.000 51.984.000 Biaya Tetap Perawatan mesin 1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Upah Karyawan lepas 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 Total Outflow 906.320.000 97.444.000 97.444.000 97.444.000 97.444.000 Benefit -731.320.000 202.556.000 202.556.000 202.556.000 284.763.143 DF 8% 0.925925926 0.85733882 0.793832241 0.735029853 0.680583197 PV DF 8% -677.148.148 173.659.122 160.795.483 148.884.707 193.805.010 Net B/C 1,00 IRR 0% NPV (3.826) Payback Periode 8,04
�
Lampiran 46. Laporan Laba Rugi Switching value Peningkatan Harga Indukan
Pola Usaha II
URAIAN Tahun
1 2 3 4 5 A. Inflow Benih (Anakan) 175.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 Nilai sisa
39.107.143
Total Inflow 175.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 339.107.143 B. Outflow Biaya Operasional Pakan (Pelet) 40.320.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 Obat 3.000.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 Total biaya operasional 43.320.000 51.984.000 51.984.000 51.984.000 51.984.000 Biaya Tetap Perawatan mesin 1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Upah Karyawan lepas 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 Total Outflow 81.170.000 97.444.000 97.444.000 97.444.000 97.444.000 Manfaat bersih sebelum pajak 93.830.000 202.556.000 202.556.000 202.556.000 241.663.143 Pajak 14.074.500 60.766.800 60.766.800 60.766.800 72.498.943 Manfaat bersih setelah pajak 79.755.500 141.789.200 141.789.200 141.789.200 169.164.200
�
Lampiran 47. Cashflow Switching value Penurunan Produksi Anakan Pola Usaha II Uraian Tahun 1 2 3 4 5 A. Inflow Benih (Anakan) 136.360.000 233.760.000 233.760.000 233.760.000 233.760.000 Nilai sisa
66.821.429
Total Inflow 136.360.000 233.760.000 233.760.000 233.760.000 300.581.429 B. Outflow Biaya Investasi Indukan betina 400.000.000 Indukan jantan 100.000.000 Lahan 24.000.000 Bangunan dan Kandang 16.000.000 Tempat makan dan minum 2.400.000 Mesin Pelet 12.500.000 Peralatan Kandang 1.000.000 Total biaya investasi 555.900.000 Biaya Operasional Pakan (Pelet) 40.320.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 Obat 3.000.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 Total biaya operasional 43.320.000 51.984.000 51.984.000 51.984.000 51.984.000 Biaya Tetap Perawatan mesin 1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Upah Karyawan lepas 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 Total Outflow 637.070.000 97.444.000 97.444.000 97.444.000 97.444.000 Benefit -500.710.000 136.316.000 136.316.000 136.316.000 203.137.429 DF 8% 0.925925926 0.85733882 0.793832241 0.735029853 0.680583197 PV DF 8% -463.620.370 116.868.999 108.212.036 100.196.329 138.251.921 Net B/C 1,00 IRR 0% NPV (91.086) Payback Periode 9,22
�
Lampiran 48. Laporan Laba Rugi Switching value Penurunan Produksi Anakan Pola Usaha II
URAIAN Tahun
1 2 3 4 5 A. Inflow Benih (Anakan) 136.360.000 233.760.000 233.760.000 233.760.000 233.760.000 Nilai sisa
39.107.143
Total Inflow 136.360.000 233.760.000 233.760.000 233.760.000 272.867.143 PENGELUARAN Biaya Operasional Pakan (Pelet) 40.320.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 Obat 3.000.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 Total biaya operasional 43.320.000 51.984.000 51.984.000 51.984.000 51.984.000 Biaya Tetap Perawatan mesin 1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Upah Karyawan lepas 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 Total Outflow 81.170.000 97.444.000 97.444.000 97.444.000 97.444.000 Laba bersih Sebelum Pajak 55.190.000 136.316.000 136.316.000 136.316.000 175.423.143
Pajak 8.278.500 40.894.800 40.894.800 40.894.800 52.626.943 Manfaat bersih setelah pajak 46.911.500 95.421.200 95.421.200 95.421.200 122.796.200
�
Lampiran 49. Cashflow Switching value Peningkatan Harga Pakan Pola Usaha II Uraian Tahun 1 2 3 4 5 A. Inflow Benih (Anakan) 175.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 Nilai sisa
66.821.429
Total Inflow 175.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 366.821.429 B. Outflow Biaya Investasi Indukan betina 400.000.000 Indukan jantan 100.000.000 Lahan 24.000.000 Bangunan dan Kandang 16.000.000 Tempat makan dan minum 2.400.000 Mesin Pelet 12.500.000 Peralatan Kandang 1.000.000 Total biaya investasi 555.900.000 Biaya Operasional Pakan (Pelet) 92.171.520 110.605.824 110.605.824 110.605.824 110.605.824 Obat 3.000.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 Total biaya operasional 95.171.520 114.205.824 114.205.824 114.205.824 114.205.824 Biaya Tetap Perawatan mesin 1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Upah Karyawan lepas 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 Total Outflow 688.921.520 159.665.824 159.665.824 159.665.824 159.665.824 Benefit -513.921.520 140.334.176 140.334.176 140.334.176 207.155.605 DF 8% 0.925925926 0.85733882 0.793832241 0.735029853 0.680583197 PV DF 8% -475.853.259 120.313.937 111.401.793 103.149.809 140.986.624 Net B/C 1,00 IRR 0% NPV (1.097) Payback Periode 11,62
�
Lampiran 50. Laporan Laba Rugi Switching value Peningkatan Harga Pakan Pola Usaha II
URAIAN Tahun 1 2 3 4 5
A. Inflow Benih (Anakan) 175.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 Nilai sisa
39.107.143
Total Inflow 175.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 339.107.143 B. Outflow Biaya Operasional Pakan (Pelet) 92.171.520 110.605.824 110.605.824 110.605.824 110.605.824 Obat 3.000.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 Total biaya operasional 95.171.520 114.205.824 114.205.824 114.205.824 114.205.824 Biaya Tetap Perawatan mesin 1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Upah Karyawan lepas 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 Total Outflow 133.021.520 159.665.824 159.665.824 159.665.824 159.665.824 Manfaat bersih sebelum pajak 41.978.480 140.334.176 140.334.176 140.334.176 179.441.319 Pajak 4.197.848 42.100.253 42.100.253 42.100.253 53.832.396 Manfaat bersih setelah pajak 37.780.632 98.233.923 98.233.923 98.233.923 125.608.923
�
Lampiran 51. Cashflow Pola Usaha III Uraian Tahun 1 2 3 4 5 A. Inflow Pedaging 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 Nilai sisa
34.142.857
Total Inflow 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 250.142.857 B. Outflow Biaya Investasi Indukan siap kawin 30.000.000 Indukan jantan 7.500.000 Lahan 24.000.000 Bangunan dan Kandang 16.000.000 Tempat makan dan minum 2.400.000 Peralatan Kandang 1.000.000 Total biaya investasi 80.900.000 Biaya Operasional Pakan (Pelet) 70.680.000 116.064.000 116.064.000 116.064.000 116.064.000 Obat 4.750.000 7.800.000 7.800.000 7.800.000 7.800.000 Total biaya operasional 75.430.000 123.864.000 123.864.000 123.864.000 123.864.000 Biaya Tetap Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 27.850.000 33.460.000 33.460.000 33.460.000 33.460.000 Total Outflow 184.180.000 157.324.000 157.324.000 157.324.000 157.324.000 Benefit -94.180.000 58.676.000 58.676.000 58.676.000 92.818.857 DF 8% 0.925925926 0.85733882 0.793832241 0.735029853 0.6805832 PV DF 8.% -87.203.704 50.305.213 46.578.901 43.128.612 63.170.955 Net B/C 2,33 IRR 43% NPV 115.979.976 Payback periode 4,66
�
Lampiran 52. Laporan Laba Rugi Pola Usaha III
URAIAN Tahun 1 2 3 4 5
A. Inflow Pedaging 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 Nilai sisa
34.142.857
Total Inflow 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 250.142.857 B. Outflow Biaya Operasional Pakan (Pelet) 70.680.000 116.064.000 116.064.000 116.064.000 116.064.000 Obat 4.750.000 7.800.000 7.800.000 7.800.000 7.800.000 Total biaya operasional 75.430.000 123.864.000 123.864.000 123.864.000 123.864.000 Biaya Tetap Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000
Total Biaya Tetap 27.850.000 33.460.000 33.460.000 33.460.000 33.460.000 Total Outflow 103.280.000 157.324.000 157.324.000 157.324.000 157.324.000 Manfaat Bersih sebelum pajak -13.280.000 58.676.000 58.676.000 58.676.000 92.818.857 Pajak 0 8.801.400 8.801.400 8.801.400 13.922.829 Manfaat Bersih setelah pajak -13.280.000 49.874.600 49.874.600 49.874.600 78.896.028
�
Lampiran 53. Cashflow Swicthing Value Penurunan Harga Anakan Pola Usaha III
Uraian Tahun 1 2 3 4 5 A. Inflow Pedaging 75.996.000 182.390.400 182.390.400 182.390.400 182.390.400 Nilai sisa
34.142.857
Total Inflow 75.996.000 182.390.400 182.390.400 182.390.400 216.533.257 B. Outflow Biaya Investasi Indukan siap kawin 30.000.000 Indukan jantan 7.500.000 Lahan 24.000.000 Bangunan dan Kandang 16.000.000 Tempat makan dan minum 2.400.000 Peralatan Kandang 1.000.000 Total biaya investasi 80.900.000 Biaya Operasional Pakan (Pelet) 70.680.000 116.064.000 116.064.000 116.064.000 116.064.000 Obat 4.750.000 7.800.000 7.800.000 7.800.000 7.800.000 Total biaya operasional 75.430.000 123.864.000 123.864.000 123.864.000 123.864.000 Biaya Tetap Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 27.850.000 33.460.000 33.460.000 33.460.000 33.460.000 Total Outflow 184.180.000 157.324.000 157.324.000 157.324.000 157.324.000 Benefit -108.184.000 25.066.400 25.066.400 25.066.400 59.209.257 DF 8% 0.925925926 0.85733882 0.793832241 0.735029853 0.680583197 PV DF 8.% -100.170.370 21.490.398 19.898.516 18.424.552 40.296.826 Net B/C 1,00 IRR 0% NPV (60.078) Payback periode 31,02
�
Lampiran 54. Laporan Laba Rugi Switching value Penurunan Harga Anakan Pola Usaha III
URAIAN Tahun 1 2 3 4 5
A. Inflow Pedaging 75.996.000 182.390.400 182.390.400 182.390.400 182.390.400 Nilai sisa
34.142.857
Total Inflow 75.996.000 182.390.400 182.390.400 182.390.400 216.533.257 B. Outflow Biaya Operasional Pakan (Pelet) 70.680.000 116.064.000 116.064.000 116.064.000 116.064.000 Obat 4.750.000 7.800.000 7.800.000 7.800.000 7.800.000 Total biaya operasional 75.430.000 123.864.000 123.864.000 123.864.000 123.864.000 Biaya Tetap Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 27.850.000 33.460.000 33.460.000 33.460.000 33.460.000 Total Outflow 103.280.000 157.324.000 157.324.000 157.324.000 157.324.000 Manfaat Bersih sebelum pajak -27.284.000 25.066.400 25.066.400 25.066.400 59.209.257 Pajak 0 2.506.640 2.506.640 2.506.640 8.881.389 Manfaat Bersih setelah pajak -27.284.000 22.559.760 22.559.760 22.559.760 50.327.868
�
Lampiran 55. Cashflow Switching value Peningkatan Harga Indukan Pedaging Pola Usaha III
Uraian Tahun 1 2 3 4 5 A. Inflow Pedaging 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 Nilai sisa
41.614.357
Total Inflow 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 257.614.357 B. Outflow Biaya Investasi Indukan siap kawin 134.601.000 Indukan jantan 33.650.250 Lahan 24.000.000 Bangunan dan Kandang 16.000.000 Tempat makan dan minum 2.400.000 Peralatan Kandang 1.000.000 Total biaya investasi 211.651.250 Biaya Operasional Pakan (Pelet) 70.680.000 116.064.000 116.064.000 116.064.000 116.064.000 Obat 4.750.000 7.800.000 7.800.000 7.800.000 7.800.000 Total biaya operasional 75.430.000 123.864.000 123.864.000 123.864.000 123.864.000 Biaya Tetap Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 27.850.000 33.460.000 33.460.000 33.460.000 33.460.000 Total Outflow 314.931.250 157.324.000 157.324.000 157.324.000 157.324.000 Benefit -224.931.250 58.676.000 58.676.000 58.676.000 100.290.357 DF 8% 0.925925926 0.85733882 0.793832241 0.735029853 0.680583197 PV DF 8.% -208.269.676 50.305.213 46.578.901 43.128.612 68.255.932 Net B/C 1,00 IRR 0% NPV (1.019) Payback periode 18,37
�
Lampiran 56. Laporan Laba Rugi Switching value Peningkatan Harga Indukan Pedaging Pola Usaha III
URAIAN Tahun 1 2 3 4 5
A. Inflow Pedaging 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 Nilai sisa
41.614.357
Total Inflow 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 257.614.357 PENGELUARAN Biaya Operasional Pakan (Pelet) 70.680.000 116.064.000 116.064.000 116.064.000 116.064.000 Obat 4.750.000 7.800.000 7.800.000 7.800.000 7.800.000 Total biaya operasional 75.430.000 123.864.000 123.864.000 123.864.000 123.864.000 Biaya Tetap Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 27.850.000 33.460.000 33.460.000 33.460.000 33.460.000 Total Outflow 103.280.000 157.324.000 157.324.000 157.324.000 157.324.000 Manfaat Bersih sebelum pajak -13.280.000 58.676.000 58.676.000 58.676.000 100.290.357 Pajak 0 8.801.400 8.801.400 8.801.400 15.043.554 Manfaat Bersih setelah pajak -13.280.000 49.874.600 49.874.600 49.874.600 85.246.803
�
Lampiran 57. Cashflow Switching value Penurunan Produksi Pedaging Pola Usaha III
Uraian Tahun 1 2 3 4 5
A. Inflow Pedaging 75.996.000 182.390.400 182.390.400 182.390.400 182.390.400 Nilai sisa
34.142.857
Total Inflow 75.996.000 182.390.400 182.390.400 182.390.400 216.533.257 B. Outflow Biaya Investasi Indukan siap kawin 30.000.000 Indukan jantan 7.500.000 Lahan 24.000.000 Bangunan dan Kandang 16.000.000 Tempat makan dan minum 2.400.000 Peralatan Kandang 1.000.000 Total biaya investasi 80.900.000 Biaya Operasional Pakan (Pelet) 70.680.000 116.064.000 116.064.000 116.064.000 116.064.000 Obat 4.750.000 7.800.000 7.800.000 7.800.000 7.800.000 Total biaya operasional 75.430.000 123.864.000 123.864.000 123.864.000 123.864.000 Biaya Tetap Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 27.850.000 33.460.000 33.460.000 33.460.000 33.460.000 Total Outflow 184.180.000 157.324.000 157.324.000 157.324.000 157.324.000 Benefit -108.184.000 25.066.400 25.066.400 25.066.400 59.209.257 DF 8% 0.925925926 0.85733882 0.793832241 0.735029853 0.680583197 PV DF 8.% -100.170.370 21.490.398 19.898.516 18.424.552 40.296.826 Net B/C 1,00 IRR 0% NPV (60.078) Payback periode 31,02
�
Lampiran 58. Laporan Laba Rugi Switching value Penurunan Produksi Pedaging
Pola Usaha III
URAIAN Tahun 1 2 3 4 5
A. Inflow Pedaging 75.996.000 182.390.400 182.390.400 182.390.400 182.390.400 Nilai sisa
34.142.857
Total Inflow 75.996.000 182.390.400 182.390.400 182.390.400 216.533.257 B. Outflow Biaya Operasional Pakan (Pelet) 70.680.000 116.064.000 116.064.000 116.064.000 116.064.000 Obat 4.750.000 7.800.000 7.800.000 7.800.000 7.800.000 Total biaya operasional 75.430.000 123.864.000 123.864.000 123.864.000 123.864.000 Biaya Tetap Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 27.850.000 33.460.000 33.460.000 33.460.000 33.460.000 Total Outflow 103.280.000 157.324.000 157.324.000 157.324.000 157.324.000 Manfaat Bersih sebelum pajak -27.284.000 25.066.400 25.066.400 25.066.400 59.209.257 Pajak 0 2.506.640 2.506.640 2.506.640 8.881.389 Manfaat Bersih setelah pajak -27.284.000 22.559.760 22.559.760 22.559.760 50.327.868
�
Lampiran 59. Cashflow Switching value Peningkatan Harga Pakan
Pola Usaha III Uraian Tahun 1 2 3 4 5 A. Inflow Pedaging 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 Nilai sisa
34.142.857
Total Inflow 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 250.142.857 B. Outflow Biaya Investasi Indukan siap kawin 30.000.000 Indukan jantan 7.500.000 Lahan 24.000.000 Bangunan dan Kandang 16.000.000 Tempat makan dan minum 2.400.000 Peralatan Kandang 1.000.000 Total biaya investasi 80.900.000 Biaya Operasional Pakan (Pelet) 90.138.204 148.016.419 148.016.419 148.016.419 148.016.419 Obat 4.750.000 7.800.000 7.800.000 7.800.000 7.800.000 Total biaya operasional 94.888.204 155.816.419 155.816.419 155.816.419 155.816.419 Biaya Tetap Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 27.850.000 33.460.000 33.460.000 33.460.000 33.460.000 Total Outflow 203.638.204 189.276.419 189.276.419 189.276.419 189.276.419 Benefit -113.638.204 26.723.581 26.723.581 26.723.581 60.866.438 DF 8% 0.925925926 0.85733882 0.793832241 0.735029853 0.680583197 PV DF 8.% -105.220.559 22.911.163 21.214.040 19.642.630 41.424.675 Net B/C 1,00 IRR 0% NPV (28.051) Payback periode 35,06
�
Lampiran 60. Laporan Laba Rugi Switching value Peningkatan Harga Pakan Pola Usaha III
URAIAN Tahun 1 2 3 4 5
A. Inflow Pedaging 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 Nilai sisa
33.357.143
Total Inflow 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 249.357.143 B. Outflow Biaya Operasional Pakan (Pelet) 90.138.204 148.016.419 148.016.419 148.016.419 148.016.419 Obat 4.750.000 7.800.000 7.800.000 7.800.000 7.800.000 Total biaya operasional 94.888.204 155.816.419 155.816.419 155.816.419 155.816.419 Biaya Tetap Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 27.850.000 33.460.000 33.460.000 33.460.000 33.460.000 Total Outflow 122.738.204 189.276.419 189.276.419 189.276.419 189.276.419 Manfaat Bersih sebelum pajak -32.738.204 26.723.581 26.723.581 26.723.581 60.080.724 Pajak 0 2.672.358 2.672.358 2.672.358 9.012.109 Manfaat Bersih setelah pajak -32.738.204 24.051.223 24.051.223 24.051.223 51.068.615
�
Lampiran 61. Daftar Pertanyaan Pengarah
Daftar Pertanyaan Pengarah
A. Identitas Perusahaan
1. Nama Perusahaan :
2. Pemilik Perusahaan :
3. Alamat Perusahaan :
4. Telp/hp :
5. Tanggal Berdiri :
6. Status perusahaan (ijin) :
B. Biaya Investasi
• Lahan
No. Uraian Jumlah/ luas (m2)
Harga Satuan (Rp)
Nilai (Rp) Umur Ekonomis
1. Luas lahan (m2) 2. Beli/sewa (Rp)
• Kandang
No. Uraian Jumlah/ luas(m2)
Harga satuan (Rp)
Nilai (Rp) Umur Ekonomis
1. Jumlah kandang (buah) 2. Luas kandang (m2) 3. Biaya pembuatan/sewa
(Rp)
4. Daya tampung kelinci (ekor)
�
• Bangunan
No. Uraian Jumlah/ luas(m2)
Harga satuan (Rp)
Nilai (Rp) Umur Ekonomis
1. Jumlah kandang (buah) 2. Luas kandang (m2) 3. Biaya pembuatan/sewa
(Rp)
4. Daya tampung kandang (ekor)
• Peralatan pendukung
No. Uraian Jumlah Harta satuan (Rp)
Nilai (Rp) Umur Ekonomis
cangkul
Ember Pisau Sabit Sarung tangan masker
B. Biaya Operasional
• Benih kelinci
No. Uraian Jumlah/ ukuran
Harga satuan (Rp)
Nilai (Rp) Umur Ekonomis
1. Jumlah (ekor) 2. Ukuran benih (cm) 3. Harga beli (Rp)
• Pakan dan konsentrat
No. Uraian Jumlah (kg)
Harga satuan (Rp)
Nilai (Rp) Umur Ekonomis
1. 2. 3.
�
• Vitamin dan OBat
No. Uraian Jumlah (kg)
Harga satuan (Rp)
Nilai (Rp) Umur Ekonomis
1. 2. 3.
• Pemakaian listrik
No. Uraian Jumlah Harga satuan (Rp)
Nilai (Rp) Umur Ekonomis
1. Daya (watt) 2. Biaya pemakaian/bln 3.
• Kemasan jual
No. Uraian Jumlah Harga satuan (Rp)
Nilai (Rp) Umur Ekonomis
1. Kandang kecil 2. 3. - 4.
• Transportasi
No. Uraian Jumlah Harga satuan (Rp)
Nilai (Rp) Umur Ekonomis
1. Jenis kendaraan - mobil bak terbuka - mobil box
2. Jumlah 3. Harga beli/sewa (Rp)
�
C. Biaya Tetap
• Perawatan kandang
No. Uraian Kali/ bulan
Harga satuan (Rp) Nilai (Rp)
1. Intensitas perawatan 2. Biaya perawatan
• Tenaga kerja
No. Uraian Jumlah Gaji/bulan (Rp) Nilai (Rp) 1. Tenaga kerja pria 2. Tenaga kerja wanita 3. Manajer
• vaksinasi
D. Aspek Pasar
1. Kemana tujuan pasar tujuan penjualan kelinci?
2. Berapa proporsi penjualan untuk tiap pasar? (optional)
3. Berapa jumlah permintaan pasar?
4. Bagaimana persaingan yang dihadapi perusahaan?
a. jumlah perusahaan pesaing
b. diversifikasi produk dengan pesaing
c. perbandingan harga dengan pesaing
d. lainnya .....
5. Bagaimana perkiraan penjualan di masa datang?
�
E. Aspek Sosial (insidental)
1. Dari mana sumber tenaga kerja yang digunakan?
a. keluarga
b. warga sekitar lokasi usaha
c. lainnya ....
2. Dampak usaha terhadap lingkungan sekitar?
a. ada/tidaknya limbah yang dihasilkan
b. lainnya .....
3. Bagaimana reaksi masyarakat terhadap keberadaan proyek?
a. Menolak/mendukung
b. lainnya .....
F. Aspek Manajemen
1. Bentuk organisasi/badan usaha yang dipilih?Alasan!
a. CV
b. Firma
c. PT
d. Lainnya ....
2. Struktur manajemen perusahaan?
3. Kebutuhan tenaga kerja?
G. Aspek Hukum
1. Perizinan usaha?
2. Aset/aset yang dimiliki?
�
H. Aspek Teknis
1. Alasan pemilihan lokasi proyek?
a. Ketersediaan sumber bahan baku (benih)
b. Letak pasar yang dituju
c. Tenaga listrik dan air
d. Tenaga kerja yang dibutuhkan
e. Transportasi
f. Peraturan yang berlaku di lokasi usaha
g. Iklim dan keadaan fisik lokasi usaha
h. Sikap masyarakat
i. Rencana perluasan usaha
2. Berapa besar skala usaha yang dijalani?
3. Alasan pemilihan mesin atau peralatan yang digunakan?
4. Bagaiman proses produksi dilakukan?
5. Ketepatan penggunaan teknologi?