A08ndw

299
ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP’S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Oleh : Nandana Duta Widagdho A14104132 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Transcript of A08ndw

Page 1: A08ndw

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP’S RABBIT PROJECT, LEMBANG,

KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT

Oleh : Nandana Duta Widagdho

A14104132

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Page 2: A08ndw

RINGKASAN

Nandana Duta Widagdho. Analisis Kelayakan Usaha Peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Di bimbing oleh Ratna Winandi.

Subsektor peternakan memegang peranan penting sebagai salah satu sumber pertumbuhan, khususnya bagi sektor pertanian dan umumnya perekonomian Indonesia. Subsektor peternakan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan sektor pertanian, diutamakan untuk memenuhi pangan dan gizi melalui usaha pembinaan daerah-daerah produksi yang telah ada serta pembangunan daerah-daerah baru. Semakin bertambahnya jumlah penduduk, tingkat pendapatan serta meningkatnya kadar gizi masyarakat, maka akan menyebabkan permintaan akan produksi ternak semakin meningkat guna memenuhi kebutuhan protein hewani. Oleh karena itu, dalam rangka pengadaan produk peternakan bagi kebutuhan penduduk yang berkembang pesat, maka diperlukan pembangunan di bidang peternakan yang lebih cepat menghasilkan produk. Salah satu ternak alternatif yang cukup potensial untuk mencapai tujuan tersebut adalah kelinci.

Tujan Penelitian ini adalah Menganalisis aspek-aspek dalam kelayakan usaha secara deskriptif yang meilputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, dan aspek social, menganalisis tingkat kelayakan finansial peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project, melakukan analisis switching value untuk melihat tingkat kepekaan kelayakan usaha peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project bila terjadi perubahan - perubahan dalam faktor produksi.

Penelitian ini dilaksanakan pada peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project di Lembang Kabupaten Bandung, Jawa Barat pada bulan Maret sampai dengan April 2008. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Metode pengolahan digunakan dalam menganalisis kuantitatif adalah analisis kelayakan finansial dan analisis switching value. Untuk menguji kelayakan usaha ternak kelinci secara finansial digunakan alat ukur sebagai berikut : Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Internal Rate of Return (IRR) dan Payback periode.

Umur proyek yang digunakan dalam analisis ini adalah selama 5 tahun. Hal tersebut berdasarkan umur produktif indukan kelinci betina yang merukan faktor paling penting dalam peternakan kelinci serta memiliki nilai investasi terbesar. Pola usaha yang terdapat dalam penelitian ini dibuat berdasarkan data-data yang terdapat di lapangan. Pola usaha I, II dan III merupakan pola usaha yang akan dipilih oleh Asep’s Rabbit Project sebagai pengambangan peternakan kelinci.

Hasil analisis kualitatif dari apek pasar, aspek manajemen, dan aspek teknis menunjukan bahwa usaha peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project layak untuk dilaksanakan. Hal tersebut ditunjukan oleh produk yang dihasilkan pada usaha budidaya anakan kelinci dan budidaya kelinci pedaging merupakan produk yang sesuai dengan permintaan pasar dan harga yang ditawarkan pun merupakan harga yang terjangkau oleh konsumen, adanya struktur organisasi dan pembagian pekerjaan yang jelas, dan juga telah memenuhi syarat teknis tersebut seperti, persiapan kandang yang ideal, ketersediaan input, pemilihan indukan yang unggul, perkawinan induk yang optimal, kontrol mutu, dan keamanan.

Page 3: A08ndw

Hasil analisis finansial menunjukan bahwa pengusahaan peternakan kelinci pada ketiga pola usaha layak untuk dilaksanakan. Hal tersebut dapat dilahat dari hasil perhitungan pada pola usaha I didapat nilai NPV sebesar 363,12 juta, Net B/C sebesar 1,88, IRR sebesar 31 persen dan payback periode selama 3,17. Nilai ini menunjukan bahwa keuntungan yang diperoleh pada kegiatan usaha pembenihan kelinci dan kelinci pedaging adalah sebesar Rp 363.123.588 selama 5 tahun menurut nilai sekarang. Nilai Net B/C yang diperoleh adalah 1,88 yang berarti untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan atau dikeluarkan memberikan manfaat sebesar 1,88. Internal Rate of Return yang diperoleh yaitu 31 persen menunjukan bahwa tingkat suku bunga atau tingkat diskonto 31 persen merupakan tingkat diskonto yang menghasilkan nilai NPV sebesar nol. Serta payback periode dapat diketahui bahwa masa yang dibutuhkan untuk mengembalikan nilai investasi adalah selama 3,17 atau selama 3 tahun 2 bulan dan 12 hari. Pola usaha II didapat nilai NPV sebesar 238,83 juta, Net B/C sebesar 1,56, IRR sebesar 20 persen dan payback periode selama 2,47. Nilai ini menunjukan bahwa keuntungan yang diperoleh pada kegiatan usaha budidaya anakan kelinci adalah sebesar Rp 238.830.471 selama 5 tahun menurut nilai sekarang. Nilai Net B/C yang diperoleh adalah 1,56 yang berarti untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan atau dikeluarkan memberikan manfaat sebesar 1,56. Internal Rate of Return yang diperoleh yaitu 20 persen menunjukan bahwa tingkat suku bunga atau tingkat diskonto 20 persen merupakan tingkat diskonto yang menghasilkan nilai NPV sebesar nol. Serta payback periode dapat diketahui bahwa masa yang dibutuhkan untuk mengembalikan nilai investasi adalah selama 2 tahun 5 bulan dan 20 hari.

Pola usaha III didapat nilai NPV sebesar 115.97 juta, Net B/C sebesar 2,33, IRR sebesar 43 persen dan payback periode selama 4,66. Nilai ini menunjukan bahwa keuntungan yang diperoleh pada kegiatan usaha budidaya kelinci pedaging adalah sebesar Rp 115.979.976 selama 5 tahun menurut nilai sekarang. Nilai Net B/C yang diperoleh adalah 2,33 yang berarti untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan atau dikeluarkan memberikan manfaat sebesar 2,33. Internal Rate of Return yang diperoleh yaitu 43 persen menunjukan bahwa tingkat suku bunga atau tingkat diskonto 43 persen merupakan tingkat diskonto yang menghasilkan nilai NPV sebesar nol. Serta payback periode dapat diketahui bahwa masa yang dibutuhkan untuk mengembalikan nilai investasi adalah selama 4 tahun 7 bulan dan 28 hari.

Hasil analisis switching value menunjukan bahwa peternakan kelinci pada ketiga pola usaha peka terhadap penurunan harga output dan penurunan produksi. Ketiga pola usaha ini kurang peka terhadap peningkatan harga indukan dan harga pakan. Hal ini dapat dilihat dari hasil perhitungan analisis switching value pola usaha I didapat nilai switching value terhadap penurunan harga output dan penurunan produksi sebesar 33,56 persen, angka tersebut mengandung arti bahwa penurunan produksi yang masih ditoleransi oleh kelayakan usaha adalah lebih kecil dari 33,56 persen atau produksi lebih besar dari 2325 ekor pada tahun pertama dan lebih besar dari 3986 ekor pada tahun berikutnya serta penurunan harga output di bawah Rp 33.220, peningkatan harga indukan sebesar 181,88 persen atau harga indukan mencapai harga Rp 3.637.400 per ekor, dan peningkatan harga pakan sebesar 295,53 persen atau sebesar Rp 13.239 per kg.

Pada pola usaha II didapat nilai switching value terhadap penurunan harga output dan penurunan produksi sebesar 22,08 persen Hal ini mengandung arti bahwa penurunan harga output yang masih ditoleransi oleh kelayakan usaha adalah lebih kecil

Page 4: A08ndw

dari 22,08 persen atau dengan kata lain usaha masih layak dijalankan apabila harga anakan kelinci lebih tinggi dari Rp 38.960 dan apabila produksi anakan kelinci lebih tinggi dari 2727 ekor pada tahun pertama dan 4675 pada tahun berikutnya, peningkatan harga indukan sebesar 153,85 persen atau harga indukan yang menyebabkan usaha ini tidak layak adalah lebih besar sama dengan Rp 3.077.000 per ekor, dan peningkatan harga pakan sebesar 228,60 persen, artinya usaha peternakan ini masih layak dijalankan apabila harga pakan lebih kecil dari Rp 10.241 per kilogram.

Pada pola usaha III didapat nilai switching value terhadap penurunan harga output dan penurunan produksi sebesar 15,56 persen, ini mengandung arti bahwa penurunan harga output yang masih ditoleransi oleh kelayakan usaha adalah lebih kecil dari 15,56 persen atau dengan kata lain usaha masih layak dijalankan apabila harga kelinci pedaging lebih tinggi dari 15,199 per kg hidup dan apabila produksi anakan kelinci lebih tinggi dari 2111 ekor pada tahun pertama dan 5066 pada tahun berikutnya, peningkatan harga indukan sebesar 192.33 persen Ini berarti kenaikan harga indukan yang masih dapat ditoleransi usaha adalah sebesar 192.33 persen atau kenaikan harga indukan di bawah Rp 637,005 per ekor, dan peningkatan harga pakan sebesar 127,53 persen Hal ini berarti kenaikan harga pakan yang masih ditoleransi usaha lebih kecil dari 127.53 persen atau harga pakan berada di bawah Rp 3163 per kg.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah : Pertama berdasarkan analisis kelayakan yang meliputi aspek pasar, aspek manajemen, dan aspek teknis maka pengusahaan peternakan kelinci pada perencanaan proyek ketiga pola usaha layak untuk dilaksanakan. Kedua berdasarkan analisis kelayakan finansial pada pengusahaan peternakan kelinci pada ketiga pola usaha layak untuk dilaksanakan. Namun usaha yang paling menguntungkan untuk dilaksanakan sebagai pengembangan usaha Asep’s Rabbit Project yaitu usaha pola usaha I dengan biaya yang dikeluarkan relatif lebih tinggi. Ketiga berdasarkan analisis switching value, penurunan harga output dan penurunan produksi merupakan faktor yang sensitif terhadap perubahan. Peningkatan pada harga indukan dan harga pakan tidak sensitif terhadap perubahan. Hal tersebut dikarenakan biaya pada pengadaan indukan jauh lebih kecil daripada penerimaan yang didapatkan dari pengusahaan peternakan kelinci, walaupun persentase biaya pengeluaran pakan terhadap tolal biaya operasional cukup tinggi. Saran yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah : Pertama Asep’s Rabbit Project sebaiknya memilih pola usaha I yaitu budidaya anakan kelinci dan penjualan kelinci pedaging sebagai pengembangan usaha peternakan kelinci karena memiliki nilai proyek dan tingkat pengembalian terbesar. Selain itu pola usaha III juga dapat dipilih sebagai pengembanagan Asep’s Rabbit Project karena memiliki struktur biaya terkecil dan tingkat pengembalian yang cukup menjanjikan. Kedua Dari analisis switching value, perubahan output sangat mempengaruhi kelayakan produksi, salah satunya dapat disebabkan oleh penyakit yang menyerang kelinci. Oleh karena itu peternak diharapkan menjaga kebersihan kandang serta memberikan pakan yang yang cukup pada kelinci. Ketiga untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan analisis pemasaran dan perilaku konsumen terhadap produk-produk olahan yang dihasilkan dari kelinci agar peternakan kelinci dapat berkembang dan menjadi satu alternatif bahan pangan sumber protein.

Page 5: A08ndw

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI

ASEP’S RABBIT PROJECT KECAMATAN LEMBANG,

KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT

Oleh :

Nandana Duta Widagdho

A14104132

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian pada

Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

Page 6: A08ndw

Judul : Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Kelinci Asep’s Rabbit Project,

Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat

Nama : Nandana Duta Widagdho

NRP : A14104132

Menyetujui,

Dosen Pembimbing Skripsi

Dr. Ir. Ratna Winandi, MS NIP. 130 687 506

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr

NIP. 131 124 019

Tanggal Lulus :

Page 7: A08ndw

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

“ANSLISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP’S RABBIT

PROJECT, KECAMATAN LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT

BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN MANAPUN

UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU.

SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL

KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG

PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI

SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Mei 2008

Nandana Duta Widagdho A14104132

Page 8: A08ndw

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 16 September 1987 sebagai anak

pertama dari tiga bersaudara pasangan M. Bastiyono dan Siti Kustantinah. Penulis

menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Sawasta Xaverius C Ambon dan Sekolah

Dasar Swasta Yapenka, Jakarta pada tahun 1998, lalu menyelesaikan pendidikan di

Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 68, Jakarta pada tahun 2001, kemudian

menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Umum Swasta Peribadi pada tahun

2004. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi

Manajemen Agribisnis, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas

Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa

Baru).

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam kegiatan organisasi dan

kepanitiaan kegiatan baik lingkup internal maupun eksternal, antara lain penulis pernah

aktif di BEM FAPERTA periode 2005-2006 sebagai staf pada Departemen Keuangan.

Penulis juga aktif pada organisasi MISETA (Pemiinat Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi

Pertanian). Penulis pernah menjabat di MISETA sebagai Satf Departemen Sosial

periode 2005-2006 dan staf Bisnis dan Kewirausahaan periode 2006-2007.

Page 9: A08ndw

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim,

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala limpahan

rahmat-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Analisis

Kelayakan Usaha Peternakan Kelinci Asep’s Rabbit Project, Kecamatan Lembang,

Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah

kepada Rasulullah SAW sebagai uswatun hasanah, keluarga, sahabat, serta para

pengikutnya sampai akhir zaman.

Judul penelitian ini didasarkan atas rasa ketertarikan yang besar dari penulis

terhadap prospek pengembangan usaha dalam subsektor peternakan khususnya

peternakan kelinci. Saat ini peternakan kelinci berkembang sebagai suatu bisnis yang

menghasilkan kelinci hias dan kelinci pedaging yang yang dapat menjadi salah satu

alternatif untuk pemenuhan kebutuhan protein hewani.

Skripsi ini merupakan tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Gelar Sarjana Pertanian dari Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas pertanian,

Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada pihak-pihak yang telah membantu proses penulisan skripsi ini. Penulis

menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna mengingat keterbatasan-

keterbatasan yang dihadapi selama berlangsungnya penelitian.

Bogor, Mei 2008

Penulis

Page 10: A08ndw

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis menyadari sepenuh hati bahwa skripsi ini tidak akan tersusun dan selesai

tanpa bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu dari lubuk hati yang teramat dalam,

perkenankanlah Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada :

1. Yang Tercinta Papa dan Mama serta Adikku Nita dan Adikku Dinda yang telah

memberikan doa dan dorongan yang begitu besar demi terselesaikannya skripsi ini.

2. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS, selaku Dosen Pembimbing skripsi, yang telah

meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan selama penulis menyusun skripsi.

3. Lusi Fausia, Ir. M.Ec sebagai dosen penguji utama yang telah berkenan meluangkan

waktunya serta memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

4. Faroby Falatehan, SP, ME sebagai dosen penguji dari wakil komisi pendidikan

Program Studi Manajemen Agribisnis atas segala kritik dan saran yang telah

diberikan.

5. Amzul Rifin, SP, MA sebagai dosen pembimbing akademik, yang telah meluangkan

waktu untuk memberikan bimbingan semasa perkuliahan.

6. Sekretariat Program Studi Manajemen Agribisnis serta Seluruh staf pengajar dan

karyawan/wati Departemen Agribisnis, Faperta IPB yang telah banyak membantu

penulis.

7. Bapak Asep Sutisna yang telah mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian

pada peternakan kelinci miliknya.

8. Temanku Iswanti Noor Rustiana dan keluarga yang telah memberikan bantuan dan

dukungan kepada penulis guna menyelesaikan skripsi ini.

Page 11: A08ndw

9. Teman-temanku Nunu, Evan, Anggoy, Ragil, Yoga, Nunik, Tere, Agnes, Pretty,

Widy, Mamieq, Sastro, Uci, Arisman dll yang melewati masa senang dan susah

selama menjalani masa perkuliahan.

10. Teman-temanku seperjuangan Nung, Fany, Intan, Nova, Aulia yang telah

memberikan bantuan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

11. Teman-temanku satu bimbingan akademik selama enam semester Icha, Vera Nova,

Tutik, Rizal, Triyadi, Effendi yang telah saling membantu selama masa perkuliahan.

12. Teman-temanku Adisty, Bapuq, Tifa, Remy, Fandy, Neneng yang telah menjadi

bagian baru dari penulis.

13. Teman-teman KKP Faperta IPB Desa Sukajaya Amie, Santi, Ebi, dan Septian yang

telah menjadi keluarga baru bagi penulis.

14. Teman-temanku yang telah menjadi bagian dari keluarga Griya Indah Yudi, Geri,

Ali, Ihsan, Ibnu, Oji, Mas Gatot, Ivan, Indra dan teman-temanku lainnya yang tidak

dapat kusebutkan satu persatu yang telah memberikan dorongan, perhatian, bantuan

dan kesabarannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini..

15. Teman-temanku AGB 42 Wening, Wiwi, Gita, Tiara, Rina, Ayu, Faisal, Nawi, Eca,

Yusda, Hari, Bayu dan teman-temanku yang lainnya yang tidak dapat kusebutkan

satu persatu yang telah memberikan dukungan moril kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini dan juga telah bersedia hadir dan memberikan masukan

pada seminar skripsi penulis.

16. Pihak-Pihak lain yang secara langsung maupun tidak langsung yang telah membantu

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Page 12: A08ndw

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ..................................................................................................... x

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1

1.2 Perumusan Masalah ..................................................................... 6

1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................... 9

1.4 Kegunaan Pnelitian ....................................................................... 9

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ........................................................... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelinci dan Kerabatnya ............................................................... 11

2.2 Teknik Budidaya ........................................................................ 13

2.2.1 Pemilihan Bibit .................................................................. 13

2.2.2 Pakan ................................................................................. 14

2.2.3 Kandang ............................................................................. 14

2.2.4 Reproduksi dan Perkawinan ............................................... 15

2.2.5 Penyakit Kelinci ................................................................. 16

2.2.6 Panen dan Pascapanen ........................................................ 17

2.3 Manfaat dan Kegunaan Ternak Kelinci ....................................... 17

2.3.1 Bahan Pangan .................................................................... 17

2.3.2 Produksi Kulit .................................................................... 18

2.3.3 Kegunaan Lain ................................................................... 18

2.4 Penelitian terdahulu .................................................................... 19

Page 13: A08ndw

xi

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ..................................................... 27

3.1.1 Studi Kelayakan Proyek ..................................................... 27

3.1.2 Analisis Ekonomi dan Finansial ......................................... 31

3.1.3 Analisis Nilai Pengganti (Switching Value) ....................... 39

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ............................................... 40

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 44

4.2 Jenis Data dan Sumber Data ....................................................... 44

4.3 Metode Penentuan Lokasi dan Pengumpulan Data ......................44

4.4 Metode Analisis Data ....................................................................45

4.4.1 Analisis Kelayakan Finansial ............................................. 46

4.4.2 Masa Pengembalian Investasi yang Didiskontokan ............. 49

4.4.3 Analisis Switching Value ................................................... 50

4.5 Asumsi Dasar yang Digunakan .................................................. 51

BAB V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

5.1 Profil Perusahaan ....................................................................... 54

5.2 Sejarah dan Perkembangan Usaha .............................................. 54

5.3 Struktur Organisasi Perusahaan ................................................... 56

5.4 Rencana Pengembangan Proyek .................................................. 56

BAB VI ASPEK PASAR, ASPEK MANAJEMEN, ASPEK TEKNIS

6.1 Pola Usaha Peternakan Kelinci ................................................... 58

6.2 Aspek Pasar Peternakan Kelinci ................................................. 58

6.2.1 Aspek Pasar Budidaya Anakan Kelinci .............................. 58

6.2.2 Aspek Pasar Budidaya Kelinci Pedaging ............................ 61

6.2.3 Hasil Analisis Aspek Pasar ................................................. 62

6.3 Aspek Manajemen ...................................................................... 63

6.3.1 Hasil Analaisis Aspek Manajemen ..................................... 65

6.4 Aspek Teknis .............................................................................. 65

Page 14: A08ndw

xii

6.4.1 Keragaan Usaha Budidaya Anakan Kelinci ........................ 65

6.4.2 Keragaan Usaha Budidaya Kelinci Pedaging ...................... 70

6.4.3 Hasil Analisis Aspek Teknis .............................................. 71

BAB VII ASPEK FINANSIAL

7.1 Analisis Kelayakan Finansial Pola Usaha I ................................. 72

7.1.1 Arus Penerimaan (Inflow) .................................................. 72

7.1.2 Arus Pengeluaran (Outflow) ............................................... 74

7.1.3 Kelayakan Finansial Pola Usaha I ...................................... 78

7.1.4 Analisis Switching Value ................................................... 79

7.2 Analisis Kelayakan Finansial Pola Usaha II ................................ 81

7.2.1 Arus Penerimaan (Inflow) .................................................. 81

7.2.2 Arus Pengeluaran (Outflow) ............................................... 82

7.2.3 Kelayakan Finansial Pola Usaha II ..................................... 86

7.2.4 Analisis Switching Value ................................................... 87

7.3 Analisis Kelayakan Finansial Pola Usaha III ............................... 88

7.3.1 Arus Penerimaan (Inflow) .................................................. 88

7.3.2 Arus Pengeluaran (Outflow) ............................................... 90

7.3.3 Kelayakan Finansial Pola Usaha III .................................... 93

7.3.4 Analisis Switching Value .................................................... 94

7.4 Perbandingan Hasil Analisis Kelayakan Finansial

Pada Ketiga Pola Usaha .............................................................. 95

7.5 Perbandingan Hasil Analisis Switching Value Ketiga Pola Usaha 97

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN

8.1 Kesimpulan ................................................................................ 99

8.2 Saran ......................................................................................... 99

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 101

LAMPIRAN ................................................................................................... 103

Page 15: A08ndw

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Penduduk Kab. Bandung yang Bekerja menurut Kecamatan dan

Lapangan Usaha...........................................................................................1

2. Konsumsi Daging, Telur, dan Susu (kg/perkapita/tahun) .......................... 2

3. Konsumsi Daging menurut Jenis Daging (kg/kapita/tahun) ....................... 3

4. Perkembangan Volume Impor Komoditas Peternakan, 2002-2006 (kg) .... 3

5. Komposisi Kimia Berbagai Macam Daging .............................................. 4

6. Volume Ekspor Komoditas Peternakan .................................................... 6

7. Hasil Penjualan Anakan Kelinci yang Dihasilkan oleh Pola Usaha I ....... 73

8. Hasil Penjualan Kelinci Pedaging yang Dihasilkan oleh Pola Usaha I ..... 74

9. Hasil Analisis Finansial Pola Usaha I ..................................................... 79

10. Hasil Analisis Swiching Value pada Pola Usaha I ................................... 79

11. Hasil Penjualan Anakan Kelinci yang Dihasilkan oleh Pola Usaha II ...... 82

12. Hasil Analisis Finansial Pola Usaha II .................................................... 87

13. Hasil Analisis Switching Value Pada Pola Usaha II ................................ 87

14. Hasil Penjualan Pedaging yang Dihasilkan oleh Pola Usaha III .............. 89

15. Hasil Analisis Finansial Pola Usaha III ................................................... 93

16. Hasil Analisis Switching Value Pada Pola Usaha III ............................... 94

17. Perbandingan Kriteria Kelayakan Financial Usaha Peternakan Kelinci

dari Ketiga Pola Usaha ........................................................................... 97

18. Switching Value Ketiga Pola Usaha Peternakan Kelinci .......................... 97

Page 16: A08ndw

v

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Grafik Hubungan Antara NPV dan Tingkat Suku Bunga ................ 37

2. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional ........................................ 43

3. Struktur Organisasi Asep’s Rabbit Project .................................... 56

4. Saluran Pemasaran Anakan Kelinci ............................................... 60

5. Saluran Pemasaran Kelinci Pedaging ............................................. 62

6. Struktur Organisasi ........................................................................ 64

Page 17: A08ndw

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Timetable Pola Usaha I TahunPertama…………………...…………….103

2. Timetable Pola Usaha I Tahun Kedua sampai Kelima........................... 104

3. Timetable Pola Usaha II Tahun Pertama ............................................... 105

4. Timetable Pola Usaha II Tahun Kedua sampai Kelima ......................... 106

5. Timetable Pola Usaha III Tahun Pertama.............................................. 107

6. Timetable Pola Usaha III Tahun Kedua sampai Kelima ........................ 108

7. Populasi Kelinci Pola Usaha I Tahun Pertama ...................................... 109

8. Populasi Kelinci Pola Usaha II Tahun Pertama ..................................... 109

9. Populasi Kelinci Pola Usaha II Tahun Pertama ..................................... 109

10. Populasi Kelinci Pola Usaha I Tahun kedua sampai kelima .................. 110

11. Populasi Kelinci Pola Usaha II Tahun kedua sampai kelima ................. 110

12. Populasi Kelinci Pola Usaha III Tahun kedua sampai kelima ................ 110

13. Nilai Sisa Pola Usaha I ......................................................................... 111

14. Biaya Investasi Pola Usaha I ................................................................ 111

15. Biaya Operasional Tahun Pertama Pola Usaha I ................................... 112

16. Biaya Operasional Tahun Kedua sampai Kelima Pola Usaha I .............. 112

17. Biaya Tetap Tahun Pertama Pola Usaha I ............................................. 113

18. Biaya Tetap Tahun Kedua sampai Kelima Pola Usaha I ....................... 113

19. Nilai Sisa Pola Usaha II ........................................................................ 113

20. Biaya Investasi Pola Usaha II ............................................................... 114

21. Biaya Operasional Tahun Pertama Pola Usaha II .................................. 114

22. Biaya Operasional Tahun Kedua sampai Kelima Pola Usaha II ............ 115

23. Biaya Tetap Tahun Pertama Pola Usaha II ............................................ 115

24. Biaya Tetap Tahun Kedua sampai Kelima Pola Usaha II ...................... 116

25. Nilai Sisa Pola Usaha III ...................................................................... 116

26. Biaya Investasi Pola Usaha III .............................................................. 116

27. Biaya Operasional Tahun Pertama Pola Usaha III ................................. 117

28. Biaya Operasional Tahun Kedua sampai Kelima Pola Usaha III ........... 117

29. Biaya Tetap Tahun Pertama Pola Usaha III .......................................... 118

Page 18: A08ndw

30. Biaya Tetap Tahun Kedua sampai Kelima Pola Usaha III ..................... 118

31. Cashflow Pola Usaha I ......................................................................... 119

32. Laporan Laba Rugi Pola Usaha I .......................................................... 120

33. Cashflow Analisis Switching Value Penurunan Harga Anakan

Pola Usaha I ......................................................................................... 121

34. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Harga

Pola Usaha I ......................................................................................... 122

35. Cashflow Analisis Switching Value Peningkatan Harga Indukan

Pola Usaha I ......................................................................................... 123

36. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Peningkatan Harga Indukan

Pola Usaha I ......................................................................................... 124

37. Cashflow Analisis Switching Value Penurunan Produksi

Pola Usaha I ......................................................................................... 125

38. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Produksi

Pola Usaha I ......................................................................................... 126

39. Cashflow Analisis Switching Value Peningkatan Harga Pakan

Pola Usaha I ......................................................................................... 127

40. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Peningkatan Harga Pakan

Pola Usaha I ......................................................................................... 128

41. Cashflow Pola Usaha II ........................................................................ 129

42. Laporan Laba Rugi Pola Usaha II ......................................................... 130

43. Cashflow Analisis Switching Value Penurunan Harga Anakan

Pola Usaha II ........................................................................................ 131

44. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Harga Anakan

Pola Usaha II ........................................................................................ 132

45. Cashflow Analisis Switching Value Peningkatan Harga Indukan

Pola Usaha II ........................................................................................ 133

46. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Peningkatan Harga Indukan

Pola Usaha II ........................................................................................ 134

47. Cashflow Analisis Switching Value Penurunan Produksi

Pola Usaha II ........................................................................................ 135

Page 19: A08ndw

48. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Produksi

Pola Usaha II ........................................................................................ 136

49. Cashflow Analisis Switching Value Peningkatan Harga Pakan

Pola Usaha II ........................................................................................ 137

50. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Peningkatan Harga Pakan

Pola Usaha II ........................................................................................ 138

51. Cashflow Pola Usaha III ....................................................................... 139

52. Laporan Laba Rugi Pola Usaha III ........................................................ 140

53. Cashflow Analisis Switching Value Penurunan Harga Anakan

Pola Usaha III ...................................................................................... 141

54. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Harga Anakan

Pola Usaha III ...................................................................................... 142

55. Cashflow Analisis Switching Value Peningkatan Harga Indukan

Pola Usaha III ...................................................................................... 143

56. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Peningkatan Harga Indukan

Pola Usaha III ...................................................................................... 144

57. Cashflow Analisis Switching Value Penurunan Produksi

Pola Usaha III ...................................................................................... 145

58. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Produksi

Pola Usaha III ...................................................................................... 146

59. Cashflow Analisis Switching Value Peningkatan Harga Pakan

Pola Usaha III ...................................................................................... 147

60. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Peningkatan Harga Pakan

Pola Usaha III ...................................................................................... 148

61. Daftar Pertanyaan Pengarah ................................................................. 149

Page 20: A08ndw

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Subsektor peternakan memegang peranan penting sebagai salah satu

sumber pertumbuhan, khususnya bagi sektor pertanian dan umumnya

perekonomian Indonesia. Subsektor peternakan sebagai bagian yang tidak

terpisahkan dari pembangunan sektor pertanian, diutamakan untuk memenuhi

pangan dan gizi melalui usaha pembinaan daerah-daerah produksi yang telah ada

serta pembangunan daerah-daerah baru.

Salah satu daerah produksi pertanian pada umumnya dan peternakan pada

khususnya yang cukup besar adalah di kawasan kabupaten Bandung karena lebih

dari seperempat total penduduk yang telah memasuki usia kerja bekerja di sektor

pertania. Hal ini ditunjukan pada Tabel 1 dimana 381.440 jiwa bekerja di sektor

pertanian, jumlah ini merupakan jumlah terbesar kedua setelah sektor industri

tetapi perbedaannya tidak terlalu signifikan.

Tabel 1. Penduduk Kabupaten Bandung yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha

No Lapangan Usaha Jumlah Persentase

1 Pertanian 381.373 26,02 2 Pertambangan dan penggalian 4.600 0,32 3 Industri 395.440 26,98 4 Listrik dan Air 3.913 0,27 5 Gas Konstruksi 89.604 6,11 6 Perdaganagan 278.621 19,01 7 Angkutan dan Komunikasi 133.974 9,14 8 Keuangan 15.590 1,06 9 Jasa 162.582 11,09

Total 1.465.670 100 Sumber : Survei Sosial Ekonomi Daerah 2004 � �

Page 21: A08ndw

� 2

Oleh karena itu Kabupaten Bandung merupakan salah satu sentra produksi

pertanian yang ada di Indonesia. Produk-produk yang dihasilkan dari wilayah ini

sudah dikenal oleh daerah-daerah lain di Indonesia karena produk-produk tersebut

didistribusikan ke daerah lain untuk memenuhi kebutuhan daerah tersebut. Salah

satu produk pertanian yang dihasilkan dari wilayah kabupaten Bandung adalah

kelinci. Sentra peternakan kelinci terbesar di Kabupaten Bandung berada di

wilayah Lembang dan Pangalengan. Daerah ini sangat cocok untuk pertumbuhan

dan perkembangan kelinci karena memiliki udara yang sejuk serta bersih dari

polusi.

Peran pemerintah dalam sektor pertanian sangatlah penting karena sektor

ini merupakan sektor yang sangat penting karena menyangkut kebutuhan paling

mendasar bagi manusia. Kebijakan-kebijakan di sektor ini sangat mempengaruhi

pekerja di sektor ini oleh karena itu kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan

pemerintah haruslah berpihak kepada stakeholder terkait.

Semakin bertambahnya jumlah penduduk, tingkat pendapatan serta

meningkatnya kadar gizi masyarakat, maka akan menyebabkan permintaan akan

produksi ternak semakin meningkat guna memenuhi kebutuhan protein hewani

seperti yang ditunjukan pada Tabel 2 dimana konsumsi daging mengalami

peningkatan dari tahun ke tahun.

Tabel 2. Konsumsi Daging, Telur, dan Susu (kg/perkapita/tahun)

No. Jenis Tahun Pertumbuhan dari tahun

2005 s/d 2006 (%)

2003 2004 2005 2006

1. Daging 6,05 6,28 5,79 6,43 11,41 2. Telur 4,11 4,68 4,34 4,64 6,91 3. Susu 6,69 9,47 9,32 9,35 0,32

Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan DEPTAN, 2006

Page 22: A08ndw

� 3

Konsumsi standar protein hewani yang ditetapkan oleh FAO untuk

masyarakat Indonesia minimal sebesar 6 gr/kapita/hari atau setara dengan 2.19

kg/kapita/tahun��Dari kebutuhan ini sebagian besar masyarakat Indonesia lebih

memilih untuk mengkonsumsi daging ayam dan sapi karena daging – daging ini

mudah didapatkan di pasar (Tabel.3).

Tabel 3. Konsumsi Daging menurut Jenis Daging (kg/kapita/tahun)

No. Komoditi Tahun 1996 1999 2002 2004 2005

1. Sapi dan kerbau 0,72 0,52 0,572 0,676 0,468 2. Ayam dan unggas 1,30 0,57 3,338 3,692 3,848 Sumber : BPS, 2006

Kenaikan konsumsi daging ini menyebabkan pemerintah harus mengimpor

daging sapi dan daging hewani lainnya dengan jumlah yang cukup signifikan

(Tabel.4) dari negara-negara tetangga karena produksi lokal tidak dapat

memenuhi permintaan pasar di Indonesia sehingga hal ini akan mebuat anggaran

belanja pemerintah membengkak dan dapat menyebabkan krisis pangan.

Tabel 4. Perkembangan Volume Impor Komoditas Peternakan Tahun 2002- 2006 (Ton)

No. Komoditas 2004 2005 2006 1. Daging Sapi 11.772,011 19.957,195 24.078,542 2. Daging Ayam 1.193,779 3.817,300 3.331,439 3. Daging Kambing 519,710 829,561 711,750 4. Daging unggas lain 2,347 0,577 52,635

Sumber : BPS diolah Pusdatin DEPTAN 2007

Ternak kelinci dapat dipilih sebagai alternatif untuk memenuhi permintaan

yang meningkat tersebut, mengingat kelinci memiliki kelebihan dibandingkan

ternak lain yang telah dikenal sebelumnya untuk memenuhi konsumsi daging

perkapita Indonesia yang cukup tinggi, hal ini dapat dilihat dari Tabel 3. Selain itu

harga daging kelinci yang tidak berbeda jauh jika dibandingkan dengan daging

Page 23: A08ndw

� 4

sapi, hal ini dapat dilihat bahwa harga daging sapi saat ini berada di kisaran Rp

55.000 (Kompas, Februari 2008) sedangkan harga daging kelinci berada pada

kisaran Rp 60.000 (Asep’s Rabbit Project).

Kelinci juga menguntungkan untuk diternak secara intensif berpola

komersial karena daya reproduksinya cepat, dalam jangka waktu satu tahun,

seekor kelinci dapat beranak 4 – 5 kali, dengan jumlah anak per kelahiran 5 – 6

ekor dan masa bunting relatif singkat (Sarwono 2001).

Daging kelinci memiliki kelebihan dibandingkan dengan daging ternak

lainnya, diantaranya memiliki kadar lemak jenuh yang rendah dibandingkan

ternak lain seperti sapi, domba, dan kambing serta kandungan proteinnya yang

tinggi membuat daging kelinci baik untuk menjaga jaringan tubuh, membentuk

sel-sel, dan meningkatkan kecerdasan otak (Pujoharjo 2001). Komposisi kimia

dari beberapa macam daging ternak dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 5. Komposisi Kimia Berbagai Macam Daging

Jenis Daging

Energi (Kkal/kg)

Sodium (mg/g)

Lemak Jenuh (mg/g)

Kadar Air (%)

Protein (%)

Lemak (%)

Sapi 380 65 41,3 49 15,5 35 Domba 345 75 55,4 53 15 31 Ayam 200 70 - 67 19,5 12 Kelinci 160 40 37 70 21 8 Sumber : Lebas et al. dalam Pujoharjo (2001)

Tingkat konsumsi daging kelinci dibandingkan daging lain lebih sedikit,

hal ini disebabkan oleh pola konsumsi masyarakat yang belum terbiasa dan

persepsi yang timbul mengenai ternak tersebut. Persepsi yang ada sekarang lebih

memandang kelinci sebagai hewan peliharaan atau hewan hias.

Kelinci yang diternakan kelangsungan hidupnya ditentukan oleh perhatian

dan perawatan peternaknya. Jenis, jumlah, dan mutu pakan yang diberikan

Page 24: A08ndw

� 5

menentukan pertumbuhan, kesehatan dan perkembangbiakannya. Jenis pakan

yang dipakai tidak bersaing dengan kepentingan manusia maupun ternak industri

intensif seperti ayam.

Dalam peternakan kelinci intensif, pakan yang diberikan tak hanya berupa

hijauan sebagai pakan pokok. Selain hijauan, pakan kering seperti konsentrat, hay

(rumput kering), biji-bijian dapat diberikan sebagai pakan tambahan. Seperti

halnya ternak ruminansia, kelinci membutuhkan karbohidrat, lemak, protein,

mineral, vitamin, dan air. Jumlah kebutuhannya tergantung pada umur, tujuan

produksi, serta laju kecepatan pertumbuhan.

Pada tahun 1982, pemerintah pernah menganjurkan agar kelinci

dikembangkan sebagai ternak sumber daging untuk meningkatkan mutu gizi

masyarakat. Namun, usaha tersebut gagal karena kelinci berkembang menjadi

komoditas yang mahal, terutama harga bibitnya. Beberapa ras kelinci yang banyak

dikembangkan secara komersial di Negara-negara Eropa, Amerika, dan juga

Indonesia yaitu Anggora, Champagne d’Argent, Carolina, Checkered giant,

Dutch, English Spot, dan Himalayan. Harga dari beberpa ras kelinci tersebut dapat

dihargai mencapai jutaan rupiah oleh para hobbyist.

Selama ini peternakan kelinci di Indonesia masih diusahakan sebagai

peternakan keluarga dengan skala usaha yang relatif kecil. Kegiatan budidaya dan

manajemennya masih sederhana. Sebagai alternatif, usaha peternakan kelinci

sebenarnya dapat dikembangkan dalam bentuk perusahaan peternakan baik kelinci

hias maupun kelinci potong. Sasaran produksi kelinci dapat ditingkatkan sesuai

target, mutu dan permintaan pasar untuk menjadi konsumsi protein hewani

alternatif.

Page 25: A08ndw

� 6

Peluang pasar luar negeri untuk ternak kelinci maupun hasil olahannya

cukup besar, kelinci dapat diperdagangkan langsung sebagai hewan peliharaan

atau hewan hias sedangkan daging kelinci dapat dikonsumsi atau diolah terlebih

dahulu sebagai abon, sosis, bakso, dan dendeng. Kulit dan bulu dapat dijadikan

bahan pakaian atau kerajinan lain seperti topi, dompet dan sebagainya, hal ini

dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Volume Ekspor Komoditas Peternakan (Ton)

No. Komoditas 2002 2003 2004 2005 1. Sapi 77.677 111.432 19.164 87.546 2. Kelinci 570 16.793 18.385 60.000 4. Kambing 39.074 1.708 387 1.228 5. Ayam 2.346.322 2.760.691 100.867 316

Sumber : BPS diolah Pusdatin DEPTAN 2007

Pada Tabel 5 terlihat bahwa ekspor kelinci Indonesia dari tahun ke tahun

mengalami peningkatan dan pada tahun 2005 menduduki posisi di bawah sapi

dilihat dari volume ekspornya. Peningkatan ekspor dari tahun 2002 ke 2003

sebesar 29 persen, tahun 2003 ke 2004 sebesar 10 persen, dan peningkatan yang

paling signifikan yaitu sebesar 69 persen pada tahun 2004 ke 2005. Hal ini berarti

bahwa adanya peluang pasar yang sangat besar di luar negeri sehingga para

peternak kelinci kita harus bisa menangkap peluang ini dengan menghasilkan

kelinci-kelinci berkualitas dan berdaya saing tinggi.

1.2 Perumusan Masalah

Volume ekspor Indonesia pada komoditas kelinci sangat baik, hal ini

ditunjukan dengan peningkatan volume ekspor setiap tahunnya. Pada tahun 2002

volume ekspor komoditas kelinci berjumlah 570 ekor, tahun 2003 berjumlah

16.793 ekor, tahun 2004 berjumlah 18.385, dan tahun 2005 berjumlah 60.000

Page 26: A08ndw

� 7

ekor. Peningkatan ekspor dari tahun 2002 ke 2003 sebesar 29 persen, tahun 2003

ke 2004 sebesar 10 persen, dan peningkatan yang paling signifikan yaitu sebesar

69 persen.

Salah satu peternak kelinci di kawasan Lembang yang sudah sangat

dikenal oleh para hobbyist dan peternak lainnya di daerah Bandung adalah Asep

Sutisna dengan peternakan kelincinya bernama Asep’s Rabbit Project. Asep’s

Rabbit Project berternak sekitar 200 jenis kelinci hias dan juga menyediakan

kelinci potong bila ada pesanan.

Asep’s Rabbit Project memiliki lahan yang tidak begitu luas hanya kurang

lebih 200 m2 tetapi di dalamnya terdapat kandang yang berjajar rapi membentuk 4

baris memanjang. Kandang yang dipergunakan untuk berternak kelinci sangat

terjaga kebersihannya sehingga menjamin bahwa ternak yang ada di dalamnya

sehat dan terawat. Selain berternak kelinci Asep’s Rabbit Project juga

memproduksi pakan konsentrat bagi kelinci yang berbentuk pellet, pakan yang

diproduksi oleh Asep’s Rabbit Project ditujukan untuk konsumsi sendiri oleh

karena itu bahan baku serta komposisinya dijaga keseimbangannya sehingga

sangat cocok untuk berbagai jenis kelinci yang terdapat di peternakan.

Biaya investasi awal yang harus dikeluarkan pemilik untuk menjalankan

usaha peternakan kelinci ini sangat besar, karena pemilik harus mengimpor

indukan dari luar negeri agar hasil produksi baik dan harga yang diterima tinggi.

Indukan yang diimpor dari luar negeri ini memiliki kualitas yang relatif lebih baik

dan unggul bila dibandingkan dengan kelinci-kelinci lokal. Harga indukan yang

diimpor dari luar negeri juga sangat fluktuatif tergantung pada nilai tukar mata

uang rupiah.

Page 27: A08ndw

� 8

Manajemen yang dilakukan oleh pemilik Asep Rabbit Project masih

bersifat sederhana. Perusahaan ini berbentuk perusahaan perseorangan, yaitu

pemilik perusahaan sekaligus sebagai pengelola, pengawas peternakan, serta

produksi pakan. Pemilik perusahaan memiliki wewenang untuk mengambil

keputusan setiap keputusan baik yang bersifat operasional maupun non-

operasional. Pembukuan keuangan yang dilakukan pada perusahaan ini masih

bersifat sederhana.

Selain itu Asep’s Rabbit project juga belum dapat memenuhi jumlah

permintaan pasar dalam kelinci hias dan kelinci pedaging. Demand terhadap

anakan kelinci maupun pedaging belum banyak diambil oleh Asep’s Rabbit

project karena adanya berbagai keterbatasan dalam usaha. Oleh karena itu Asep’s

Rabbit Project memiliki rencana untuk mengembangkan skala usahanya.

Dari uraian di atas, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini

adalah:

1. Apakah peternakan Asep’s Rabbit Project layak dijalankan ditinjau dari

aspek pasar, aspek teknis, dan aspek manajemen?

2. Apakah secara finansial usaha peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project

adalah layak?

3. Apakah proyek pengembangan usaha ini peka terhadap penurunan harga

output, penurunan produksi, pengkatan harga indukan dan peningkatan

harga pakan?

Page 28: A08ndw

� 9

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dirumuskan,

maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis aspek-aspek dalam kelayakan usaha secara deskriptif yang

meilputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, dan

aspek sosial.

2. Menganalisis tingkat kelayakan aspek finansial peternakan kelinci Asep’s

Rabbit Project.

3. Melakukan analisis switching value untuk melihat tingkat kepekaan

kelayakan usaha peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project bila terjadi

perubahan - perubahan dalam penurunan harga output, penurunan

produksi, pengkatan harga indukan dan peningkatan harga pakan?.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi serta masukan bagi

berbagai pihak yang berkepentingan, yaitu :

1. Bagi perusahaan, hasil penelitian dapat digunakan sebagai masukan dan

informasi sebagai bahan pertimbangan dalam menjalankan operasional dan

dalam membuat rencana pengembangan usaha selanjutnya.

2. Bagi penulis, penelitian ini menambah pengalaman dan latihan dalam

menerapkan ilmu-ilmu yang telah diperoleh selama kuliah.

3. Bagi pembaca, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai

referensi atau bahan rujukan untuk melihat keadaan dan kondisi

peternakan kelinci, serta dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam

melakukan penulisan selanjutnya dan dalam pemilihan bisnis.

Page 29: A08ndw

� 10

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Pada penelitian ini aspek non finansial yang dibahas adalah aspek teknis,

aspek manajemen, aspek pasar. Aspek finansial yang digunakan dalam penelitian

ini menggunakan kriteria kelayakan investasi yaitu Net Present Value (NPV),

Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit per Cost (Net B/C), dan Payback

Periode. Selain itu penelitian ini juga dilakukan analisis Switching Value.

Page 30: A08ndw

II TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Kelinci dan Kerabatnya

Kelinci saat ini telah dikenal masyarakat luas sebagai hewan peliharaan

dan juga hewan konsumsi. Kelinci yang saat ini banyak diternakan dahulu berasal

dari kelinci liar yang telah mengalami proses domestikasi. Kelinci termasuk

hewan purba hal ini terlihat fosil yang ditemukan membuktikan kelinci berasal

dari kala Eosen. Kelinci dan kerabatnya dijelaskan secara rinci pada paragraf di

berikut ini.

a. Pika

Hewan-hewan kecil mirip kelinci itu lazim disebut pika. Karena

kepandaiannya bersiul ada yang menyebut terwelu bersiul. Pika di alam tersebar

dari Eropa Timur sampai Jepang, dari Himalaya sampai Siberia. Juga terdapat di

Amerika Utara yang penyebarannya dari Alaska sampai Rocky Mountain. Di

Eropa Timur terdapat Pika Stepa (Ochotona pusila), di Jepang terdapat Pika

Jepang (Ochotona Hiperboren), di Himalaya terdapat Pika Mount everest

(Ochotona wollastoni), di Amerika Utara terdpat Pika Amerika (Ochotona

princeps).

Semua spesies hidup berkoloni, menggali lubang tanah untuk tempat

tinggal. Habitatnya daerah beriklim dingin, menempati daerah yang sering

kekurangan persediaan makanan selama musim salju. Mereka tidak tidur selama

musim salju dan tidak mengembangkan system menyimpan persediaan makanan.

Makanannya terdiri dari bermacam-macam tumbuhan terutama tumbuhan kering

sepertirumput, ranting, lumut, dan dahan-dahan pinus. Mereka memiliki kebisaaan

Page 31: A08ndw

� 12

memakan sebagian kotorannya sendiri yang merupakan sumbangan bagi efisiensi

untuk memanfaatkan semua bahan makanan yang tersedia. Kebisaaan serupa juga

terdapat pada kelinci dan terwelu.

b. Terwelu

Terwelu tersebar luas di daratan Eropa sebagai binatang liar. Terwelu

sering diburu untuk diambil dagingnya. Terwelu memiliki sosok tubuh yang

cukup besar dan menarik. Panjang badan terwelu dewasa antara 50 – 70 cm, bobot

4 – 5 kg. punggung lentur melengkung indah dengan bagian samping agak rata.

Kepalanya kecil, kumis panjang, daun telinganya kalau ditarik ke depan bisa

melampaui hidung.

Kaki depan terwelu kecil, pendek, berjari, dan berkuku lima. Kaki

belakang dua kali panjangnya disbanding kaki depan, berjari dan berkuku empat.

Kaki belakang sangat kuat sehingga kalau melompat bisa mencapai 80 km/jam

kecepatannya. Ia akan melompat ketika dalam keadaan terkejut atau merasa

terancam bahaya dan dikejar-kejar musuh.

Bulunya ada yang panjang, ada yang pendek. Bulu pendeknya tumbuh

rapat diantara bulu panjang. Warna bulu beragam, kelabu, cokelat, dan hitam.

Warna bulu di bagian perut putih.

c. Kelinci

Kelinci liar atau Orytolagus cuniculus tersebar di kawasan Afrika Utara

sampai Eropa, yang merupakan habitat aslinya. Dari daerah tersebut kemudian di

introduksi ke Australia, Selandia Baru, Chili, dan pulau-pulau di Pasifik dan

Atlantik. Ukuran badannya lebih kecil dibandingkan terwelu. Panjang badan

kelinci liar dewasa 45 – 50 cm dan berat badan sekitar 3 kg.

Page 32: A08ndw

� 13

Kelinci liar berpunggung melengkung, berekor pendek, kepalanya kecil,

daun telinganya kalau ditarik ke depan tak bisa mencapai hidung. Bulu badannya

terdiri dari bulu pendek dan bulu panjang, warna bulu kekuning-kuningan pada

musim panas dan berubah kelabu pada musim dingin. Kaki depan pendek, berjari

dan berkuku empatyang cukup tajam. Loncatannya tak begitu kuat dan kurang

linacah, namun sangat pandi berlaridan menelusup ke lubang tanah mencari

perlindungan ketika merasa terancam bahaya.

2. 2 Teknik Budidaya

Sebelum menjalankan usaha peternakan kelinci peternak harus

menentukan tujuan. Peternak harus memilih dan menentukan jenis kelinci yang

akan diternakan. Setelah itu bibit atau indukan kelinci diseleksi dengan teliti agar

mendapatkan hasil yang memuaskan. Bebrapa tahapan harus dilakukan dalam

budidaya kelinci yaitu : pemilihan bibit, pakan, kandang, reproduksi dan

perkawinan, penyakit kelinci, panen, dan pasca panen.

2.2.1 Pemilihan Bibit

Pemilihan jenis bibit tergantung kepada tujuan pemeliharaan, untuk tujuan

mendapatkan bulu yang baik atau sebagai hewan hias jenis Anggora, American

Chincihilla dan Rex merupakan ternak yang cocok. Untuk mendapatkan daging

maka jenis yang cocok adalah Belgian, California, Flemish Giant, Havana,

Himalayan, dan New Zealand. Secara umum keduanya harus punya sifat fertilitas

tinggi, tidak mudah gugup (jinak), tidak cacat, mata bersih, terawat, bulu tidak

kusam, dan lincah (aktif bergerak). Untuk peternakan komersial sebaiknya

membeli bibit yang baik dimana penjual bibit yang baik disertai sertifikat

kelahiran dan tato pada telinga sebagai bukti kemurnian bibitnya.

Page 33: A08ndw

� 14

2.2.2 Pakan

Pakan kelinci ternakan terdiri dari hijauan, hay, biji-bijian, umbi-umbian,

dan konsentrat. Hijauan yang diberikan antara lain rumput, limbah sayuran,

daunturi, daun lamtoro, daun kembang sepatu, daun kacang panjang, daun ubi

jalar, daun kacang tanah, daun dan batang jagung, daun papaya, talas, dan lain-

lain.

Hay adalah rumput awetan yang dipotong menjelang berbunga. Bahan hay

antara lain rumput gajah, pucuk tebu, dan rumput menjelang berbunga. Pemberian

hay banyak dilakukan di negara-negara dengan 4 musim, sedangkan di Indonesia

pemberian hay lebih ditekankan pada penyediaan bahan pakan yang kontinu dan

stabil nila gizinya.

Biji-bijian berfungsi sebagai pakan penguat, bisaa diberikan bagi kelinci

bunting dan menyusui. Biji-bijian yang diberikan berupa jagung, padi, sorgum,

kedelai, dan lain-lain. Umbi-umbian dapat diberikan untuk kelinci sebagai pakan

tambahan sedangkan konsentrat dalam peternakan kelinci berfungsi untuk

meningkatkan nilai gizi dan mempermudah penyediaan pakan.

Pakan diberikan sebanyak 3 kali sehari, pada pukul 10.00 pemberian

pakan pertama berupa bekatul ditambah garam dan air, pada pukul 13.00 pakan

berupa rumput segar atau hijauan lain, dan pada pukul 18.00 diberikan pakan

berupa rumput segar atau hijauan yang mengandung lebih banyak serat kasar.

2.2.3 Kandang

Kandang sebagai tempat perkembangbiakan sebaiknya memiliki suhu

berkisar antara 15-20o Celcius, sirkulasi udara lancer, lama pencahayaan ideal 12

jam dan melindungi ternak dari predator. Kandang berdasarkan kegunaanya

Page 34: A08ndw

� 15

dibedakan menjadi kandang induk, baik induk dewasa maupun induk dengan

anak-anakannya, kandang pejantan dan kadang untuk lepas sapih. Tidak ada

ukuran tertentu untuk kandang, ukuran didasarkan pada skala usaha, iklim,

kemudahan pengelolaan dan ukuran ternak itu sendiri. Kandang dengan ukuran

200 x 70 x 70 cm cukup untuk menampung 12 induk / 10 pejantan. Kandang

dengan ukuran 50 x 35 x 45 cm dapat digunakan untuk anakan dan kelinci lepas

sapih.

Berdasarkan bentuknya kandang dibedakan menjadi :

1. Kandang Postal : kandang tanpa halaman pengumbaran, ditempatkan

dalam ruangan dan cocok untuk kelinci muda.

2. Kandang Ranch : kandang dengan halaman pengumbaran, bisaanya

dipakai sebagai kandang kelinci hias.

3. Kandang Bateray : kandang dengan bentuk mirip sangkar berderet, dimana

satu sangkar digunakan untuk satu kelinci, bisa digunakan dalam

peternakan kelinci secara intensif.

Kandang dibersihkan setiap hari untuk menghindari timbulnya penyakit, sinar

matahari diusahakan dapat masuk ke dalam kandang untuk mematikan bibit

penyakit. Kandang bekas kelinci yang sakit dibersihkan dengan dinfektan baik

berupa kreolin maupun Lysol.

2.2.4 Reproduksi dan Perkawinan

Kelinci mencapai umur dewasa dalam waktu 4 – 10 bulan, pada saat itulah

kelinci dapat mulai dikawinkan, sebaiknya perkawinan tidak dilakukan jika

saudara atau sedarah. Perkawinan bisaanya terjadi pada waktu sore maupun pagi

hari, setelah masa perkawinan berhasil kelinci akan memasuki fase bunting

Page 35: A08ndw

� 16

selama 30 – 32 hari. Kebuntingan dapat diketahui setelah 12 – 14 hari setelah

perkawinan dengan cara meraba perut kelinci betina, tanda lainnya adalah

menolak dikawinkan lagi atau bersuara bila didekati pejantan, perut dan putting

susu membesar. Lima hari menjelang kehamilan induk dipindahkan ke kandang

beranak untuk diberi kesempatan menyiapkan penghangat dengan dengan

merontokan bulu-bulunya. Kelahiran bisaanya terjadi pada malam hari dengan

kondisi anak yang dilahirkan bervariasi antar 3 – 10 ekor tergantung kepada jenis

tetapi jumlah anak yang paling efektif adalah 6 ekor sesuai dengan jumlah putting

susu induk, turunan dan umur kelinci. Anak kelinci bisaa disapih setelah berumur

56 hari tetapi sebaiknya disapih pada umur 28 hari sesuai dengan batas optimal

jumlah susu yang dihasilkan induk.

2.2.5 Penyakit Kelinci

Penyakit pada kelinci dapat timbul akibat kelengahan dalam menjaga

sanitasi kandang, pemberian pakan yang kurang dalam jumlah maupun gizinya,

tertular kelinci yang sakit dan perubahan cuaca. Jumlah kematian yang disebabkan

oleh penyakit cukup tinggi berkisar antara 15 persen - 40 persen. Beberapa

penyakit yang sering menyerang kelinci anatar lain enteritis kompleks,

pasteurellosis, young doe syndrome, scabies, kokkdioses, pneumonia, ring worm,

kanker telinga, radang mata, kudis, pilek, dan favus. Penyakit-penyakit ini dapat

dicegah dengan cara menjaga kebersihan kandang, pemberian pakan yang teratur

dan seimbang, serta memisahkan kelinci yang sakit pada kandang karantina.

Penyakit-penyakit dapat juga diobati dengan pemberian obat-obatan berupa

antibiotic dan vitamin, atau dengan menggunakan obat-obatan tradisional seperti

pemberian belerang, minyak kelapa, dan iodium.

Page 36: A08ndw

� 17

2.2.6 Penen dan Pascapanen

Kelinci sudah dapat dipanen setelah masa sapih, atau dijual pada usia

dewasa. Kelinci jenis pedaging sudah dapat dipotong pada umur antar 4 – 10

bulan atau telah menapai berat 2 kg. Sebelum dipotong kelinci dipuasakan selama

6 – 10 jam untuk mengosongkan usus, setelah dipotong kelinci dikuliti dari kaki

belakang ke arah kepala. Bagian dalam seperti usus, jantung dan paru-paru

dikeluarkan, diusahakan kandung kemih tidak sampai pecah agar tidak

mempengaruhi kualitas karkas. Daging kelinci dapat dipotong menjadi 8 potong,

yaitu 2 potong kaki depan, 2 potong kaki belakang, 2 potong dada dan 2 potong

bagian belakang. persentase karkas yang baik berkisar antara 49 persen – 52

persen. Sumiarti (2004) mengungkapkan hasil lainnya adalah kotoran dan air

kencing, kedua bahan ini dapat dijadikan pupuk tanaman, baik secara langsung

maupun di fermentasikan dahulu sebagai “bokashi”. Di samping itu kotoran

kelinci baik digunakan sebagai media endapan makanan cacing yang diternakan

contohnya jenis Lumbricus Rubbilusi.

2.3 Manfaat dan Kegunaan Ternak Kelinci

2.3.1 Bahan Pangan

Sebagai bahan pangan kelinci dapat menjadi bahan pangan pengganti

untuk pemenuhan kebutuhan protein hewani yang bisaanya dipenuhi melalui

konsumsi daging ayam, kambing, sapi, dan sebagainya. Dengan komposisi dan

kandungan gizi yang tinggi, daging kelinci sangat potensial sebagai pangan

alternative. Di jawa barat terutama daerah dataran tinggi seperti Lembang,

Bandung daging kelinci diolah dalam bentuk sate kelinci. Selain itu daging kelinci

dapat juga diolah menjadi sosis, bakso, abon, maupun dendeng yang dilakukan

Page 37: A08ndw

� 18

oleh pabrik pengolahan yang terletak di kota Surabaya. Melihat potensinya yang

besar kelinci dapat menjadi alternative penyedia sumber daging dan produk-

produk turunannya. Namun dalam kenyataannya jumlah peternak dan penyedia

daging kelinci masih terbatas, hal ini diduga karena tidak adanya penjajagan

kepastian pasar dan daya dukung sosial dimana sebagian masyarakat memandang

kelinci sebagai hewan kesayangan sehingga tidak terbisaa mengkonsumsi daging

kelinci.

2.3.2 Penghasil Kulit

Potensi kelinci masih memungkinkan untuk dikembangkan, bukan hanya

sebagai penghasil daging tetapi juga sebagai penghasil kulit. Informasi

menunjukan pasar untuk komoditas bulu kelinci semakin meningkat. Hal ini

terjadi karena pengawasan dan perlindungan terhadap lingkungan.

Selama ini kulit untuk pembuatan pakaian maupun aksesorinya di Negara-

negara subtropics menggunakan kulit beruang maupun kulit hewan yang

dilindungi. Dengan meningkatnya perlindungan terhadap lingkungan,

menyebabkan kelinci dipilih sebagai ternak yang dapat menggantikan kebutuhan

akan bahan baku kulit. Kulit bulu kelinci digunakan sebagai mantel bulu, jaket,

tas, dompet dan sebgainya. Produk-produk yang terbuat dari kulit kelinci memiliki

nilai jual yang tinggi. Pasar kulit dan bulu mencakup daratan Eropa, Rusia,

Amerika dan Asia Utara. Produsen bulu kelinci antara lain Hongkong, Taiwan,

Jepang dan Korea Selatan.

2.3.3 Kegunaan Lain

Selain bahan pangan dan kulit, kelinci juga dapat dimanfaatkan sebagai

sebagai penghasil pupuk kandang maupun hewan peliharaan atau ternak hias. Saat

Page 38: A08ndw

� 19

ini sebagian besar pendapatan kelinci adalah dari penjualan kelinci hidup hal ini

semakin menguatkan persepsi bahwa kelinci adalah hewan pelihraraan sehingga

potensi kelinci sebagai alternative penyedia sumber daging terabaikan.

2.4 Penelitian terdahulu

Penelitian mengenai Studi kelayakan sudah banyak dilakukan oleh

beberapa peneliti sebelumnya. Namun jenis proyek yang diteliti berbeda,

kebanyakan penelitian – penelitian terhaulu mengkaji proyek – proyek di sektor

off farm seperti Analisis finansial perusahaan tahu dan Analisis kelayakan

investasi usaha tepung talas safira tetapi ada beberapa analisa proyek yang

meneliti usaha di sektor on farm seperti : Analisis kelayakan investasi

pengusahaan lobster air tawar dan Analisis kelayakan investasi pengusahaan

terong belanda.

Dyah Anisa Purnamawati (2007) mengadakan penelitian kelayakan

investasi usaha Safira Powder pada PT. Bogor Agro Lestari. Tujuan penelitian ini

adalah : Menganalisis aspek – aspek dalam kelayakan usaha secara deskriptif yang

meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek bahan baku, aspek manajemen, dan

aspek kelembagaan; Menganalisis tingkat kelayakan finansial usaha Safira

Powder di PT. Bogor Agro Lestari; serta melakukan analisis sensitivitas untuk

melihat kelayakan usaha Safira Powder di PT. Bogor Agro Lestari bila terjadi

perubahan – perubahan dalam lingkungan, seperti kenaikan harga bahan baku

(umbi talas), penurunan nilai tukar US dolar terhadap rupiah.

Hasil analisis kualitatif dari aspek teknis, aspek majemen, aspek sosial

ekonomi dan aspek pasar menunjukan bahwa usaha Safira Powder di PT. Bogor

Agro Lestari layak untuk dilaksanakan. Hal tersebut ditunjukan oleh lokasi pabrik,

Page 39: A08ndw

� 20

teknologi yang digunakan dan layout pabrik sesuai untuk usaha ini serta

mendukung kelancaran proses produksi dan usaha. Penyediaan bahan baku

puntelah diatur dengan baik melalui pengaturan tingkat petani, penerimaan lebih

lanjut. Dari aspek manajemen menunjukan usaha safira menggunakan struktur

organisasi lini dan staf. Tugas dan wewenang masing – masing jabatan telah

diatur dengan baik sehingga tidak ada perangkapan jabatan serta tenaga kerja yang

dibutuhkan pun telah terinci dengan baik.

Untuk melihat manfaat yang diperoleh dari besarnya biaya yang harus

dikeluarkan pada usaha ini, maka perlu dilakukan analisis kelayakan finansial.

Analisis ini dilakukan pada dua pola, yaitu jika perusahaan menggunakan

kombinasi modal sendiri dan pinjaman bank, serta jika perusahaan menggunakan

modal sendiri. Hasil analisis aspek finansial pada pola yang menggunakan modal

sendiri dan pinjaman bank menunjukan usaha Safira Powder menghasilkan NPV

sebesar Rp 11,216 juta, IRR sebesar 65,57 persen, Net B/C sebesar 9,69 dan PBP

selama 2 tahun 3,2 bulan. Hasil analisis aspek finansial pada pola yang

menggunakan modal sendiri menunjukan usaha Safira Powder menghasilkan NPV

sebesar Rp 11,558 juta, IRR sebesar 46,56 persen, Net B/C sebesar 4,14 dan PBP

selama 2 tahun 5,9 bulan.

Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat kembali hasil analisis apabila

terjadi perubahan dalam dasar perhitungan biaya atau manfaat. Analisis

sensitifitas hanya dilakukan pada penggunaan kombinasi modal sendiri dan

pinjaman bank karena kombinasi modal ini yang akan dilakukan oleh perusahaan.

Berdasarkan hasil analisis sensitivitas masing-masing perubahan menunjukan

usaha ini masih tetap layak untuk dilaksanakan. Usaha ini sangat sensitif terhadap

Page 40: A08ndw

� 21

kenaikan harga bahan baku sebesar 10 persen, sedangkan kurang sensitif tehadap

penurunan jumlah bahan baku sebesar 10 persen.

Faisal Ermin (2007) mengadakan penelitian kelayakan investasi

pengusahaan Lobster air tawar pada CV. Vizan farm dan CV. Sejahtera Lobster

farm. Tujuan penelitian ini adalah : Menganalisis kelayakan investasi meliputi

aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial; Menganalisis

tingkat kelayakan finansial usaha budidaya lobster air tawar masing – masing pola

usaha (pembenihan, pembesaran, maupun pembenihan sampai dengan

pembesaran); serta melihat kepekaan usaha budidaya lobster air tawar terhadap

perubahan harga output, input, dan kombinasi keduanya.

Berdasarkan hasil kelayakan yang meliputi apek pasar, aspek teknis, aspek

manajemen, aspek sosial dan aspek finansial, pengusahaan lobster air tawar layak

untuk dilaksanakan. Berdasarkan analisis hasil kelayakan finansial, pola usaha II

lebih menguntungkan dari ketiga pola usaha. Hasil swithicng value yang

dilakukan terhadap ketiga pola usaha yang dilakukan menunjukan bahwa

perubahan produksi dan harga output merupakan factor yang paling peka terhadap

kelayakan usaha ini. Sedangkan perubahan terhadap factor input produksi tidak

terlalu berpengaruh terhadap kelayakan usaha ketiga pola usaha yang dilakukan.

Enda Wahyuni (2007) mengadakan penelitian Kelayakan Pengusahaan

Terong Belanda (Kasus di Kabupaten Karo, propinsi Sumatera Utara). Tujuan

penelitian ini adalah : Menganalisis kelayakan usaha Terong Belanda secara

deskriptif yang meliputi aspek teknis, aspek institusional-organisasi-manajerial,

aspek sosial, dan aspek pasar; Menganalisis kelayakan finansial dalam

pengusahaan Terong Belanda baik secara monokultur maupun tumpang sari; serta

Page 41: A08ndw

� 22

menganalisis sensitivitas pengusahaan Terong Belanda terhadap perubahan factor

seperti output produksi, harga input produksi dan harga penjualan.

Hasil analisis kualitatif dari aspek teknis, aspek institusional-organisasi-

manajerial, aspek sosial, dan aspek pasar menunjukan bahwa pengusahaan Terong

Belanda layak untuk dilaksanakan. Hasil analisis finansial menunjukan bahwa

pengusahaan Terong Belanda juga layak dilaksanakan. Hal tersebut dapat dilihat

dari hasil perhitungan analisis kelayakan usaha pengusahaan Terong Belanda pada

tingkat diskonto sebesar 9,75 persen pada scenario I yaitu diporeleh nilai Net

Present Value (NPV) lebih besar dari nol yaitu sebesar Rp 72,855 juta; Nilai Net

Benefit per Cost (Net B/C) yang lebih besar dari 1, yaitu sebesar 1,67; Nilai

Internal Rate of Return (IRR) yaitu sebesar 12 persen yang lebih besar dari

tingkat diskonto, serta nilai payback periode yang lebih singkat dari umur proyek

yaitu selama 2 tahun 9 bulan. Dari skenario II diporeleh nilai Net Present Value

(NPV) lebih besar dari nol yaitu sebesar Rp 70,630 juta; Nilai Net Benefit per

Cost (Net B/C) yang lebih besar dari 1, yaitu sebesar 2,09; Nilai Internal Rate of

Return (IRR) yaitu sebesar 15 persen yang lebih besar dari tingkat diskonto, serta

nilai payback periode yang lebih singkat dari umur proyek yaitu selama 2 tahun

11 bulan.

Berdasarka analisis Switching value yang dilakukan menunjukan bahwa

skenario I relatif lebih peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada

volume produksi dan penurunan harga Terong Belanda. Hal ini dilihat bahwa

persentase dari kedua variabel pada skenario I lebih kecil dibandingkan Skenario

II. Skenario II relatif lebih peka terhadap perubahan yang terjadi pada peningkatan

biaya tenaga kerja.

Page 42: A08ndw

� 23

Riwayadi (2007) mengadakan penelitian analisis investasi pengembangan

budidaya ayam potong pada Hasjrul Harahap Farm di kecamatan Bojong Gede.

Tujuan penelitian ini adalah : Menganalisis kelayakan investasi pengembangan

ayam broiler melalui aspek-aspek kelayakan yaitu segi aspek hukum, pasar dan

pemasaran, sosial dan ekonomi, teknis dan manajemen serta aspek keuangan;

Menganalisis tingkat kepekaan kelayakan finansial peternakan ayam broiler akibat

adanya perubahan dalam harga jual output, peningkatan mortalitas dan

peningkatan harga input.

Hasil analisis dari segi hukum, pasar dan pemasaran, sosial, ekonomi,

teknis, dan manajemen, usaha ini dinyatakan layak untuk dijalankan. Secara

finansial baik usaha peternakan system yang telah dijalankan dengan system

kandang bertingkat layak untuk dijalankan. Namun system usaha yang telah

dijalankan memiliki tingkat kelayakan yang lebih baik daripada usaha peternakan

dengan system kandang bertingkat.

Untuk melihat manfaat yang diperoleh dari besarnya biaya yang harus

dikeluarkan pada usaha ini, maka perlu dilakukan analisis kelayakan finansial.

Analisis ini dilakukan pada dua pola, yaitu pada usaha yang telah dijalankan dan

system kandang bertingkat. Hasil analisis aspek finansial pada pola yang telah

dijalankan oleh Hasjrul Harahap Farm menghasilkan NPV sebesar Rp 227,763

juta, IRR sebesar 13,63 persen, Net B/C sebesar 1,404 dan PBP selama 4 tahun 4

bulan. Hasil analisis aspek finansial pada system kandang bertingkat menunjukan

usaha Hasjrul Harahap Farm menghasilkan NPV sebesar Rp 302,602 juta, IRR

sebesar 17,94 persen, Net B/C sebesar 1,5344 dan PBP selama 4 tahun 2 bulan.

Page 43: A08ndw

� 24

Analisis sensitivitas dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui

tingkat kelayakan finansial apabila terjadi penurunan harga jual output hingga

sebesar Rp. 6.200/kg, peningkatan harga-harga input sebesar 10 persen dan

peningkatan peningkatan mortalitas hingga 7,74 persen berdasarkan pengalaman

dari peternakan Hajrul Harahap Farm.

Hasil analisis sensitivitas usaha pengembangan dengan pola I dengan

mortalitas total sebesar 7,74 persen maka proyek tidak layak secara finansial,

karena memeiliki NPV yang negative, IRR lebih kecil dari DF (10 persen), Net

B/C lebih kecil dari satu dan payback periode tidak terjadi hingga proyek

berakhir. Peningkatan harga input sebesar 10 persen akan menyebabkan proyek

tidak layak secara finansial. Penurunan harga jual ayam sebesar Rp 6.200/kg

menyebabkan proyek tidak layak secara finansial untuk dijalankan. Usaha

pengembangan dengan pola II dengan mortalitas total sebesar 7,74 persen, maka

proyek tersebut masih layak secara finansial untuk dijalankan, karena memiliki

NPV yang positif, Net B/C lebih besar dari I dan payback periode terjadi sebelum

proyek berakhir. Peningkatan harga input sebesar 10 persen akan menyebabkan

proyek tidak layak secara finansial. Penurunan harga jual ayam hingga sebesar Rp

6.200,00/kg menyebabkan NPV yang negative, IRR di bawah DF (10 persen), Net

B/C kurang dari satu dan payback periode lebih lama dari umur proyek.

Jefri Ricardo (2006) mengadakan penelitian kelayakan finansial

perusahaan tahu (studi kasus perusahaan tahu sumber rezeki kecamatan Cipondoh,

Kota Tanggerang). Tujuan penelitian ini adalah : Mengkaji keragaan perusahaan

tahu sumber rezeki jika dilihat dari aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial

ekonomi, dan aspek pasar, Menganalisis kelayakan investasi perusahaan tahu

Page 44: A08ndw

� 25

sumber rezeki jika dilihat dari aspek finansial., serta menganalisis nilai pengganti

terhadap kelayakan investasi perusahaan tahu sumber rezeki akibat adanya

perubahan manfaat dan biaya.

Hasil analisis kualitatif dari aspek teknis, aspek majemen, aspek sosial

ekonomi dan aspek pasar menunjukan bahwa usaha pengolahan tahu pada

perusahaan tahu sumber rezeki layak untuk dilaksanakan. Hal tersebut ditunjukan

oleh kemudahan teknologi yang digunakan, manajemen pengelolaan yang

sederhana, menciptakan kesempatan kerja, pengelolaan limbah yang baik serta

pemasaran tahu yang cukup luas.

Umur proyek yang digunakan dalam analisis ini adalah selama 8 tahun.

Hal tersebut berdasarkan umur ekonomis mesin penggilingan yang merupakan

alat yang paling penting dalam proses produksi tahu di perusahaan tahu ini. Hasil

analisis finansial menunjukan bahwa pengolahan tahu pada perusahaan tahu

sumber rezeki layak dilaksanakan. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil perhitungan

analisis kelayakan usaha perusahaan tahu sumber rezeki pada tingkat diskonto

sebesar 10 persen yaitu diporeleh nilai Net Present Value (NPV) lebih besar dari

nol yaitu sebesar Rp 187,564 juta; Nilai Net Benefit per Cost (Net B/C) yang lebih

besar dari 1, yaitu sebesar 2,99; Nilai Internal Rate of Return (IRR) yaitu sebesar

51,92 persen yang lebih besar dari tingkat diskonto, serta nilai payback periode

yang lebih singkat dari umur proyek yaitu selama 2 tahun 2 bulan.

Hasil analisis switching value menunjukan bahwa perusahaan tahu sumber

rezeki memiliki kepekaan yang cukup tinggi terhadap perubahan harga bahan

baku (kedelai) dan terhadap volume penjualan. Kenaikan harga beli kedelai yang

melebihi 8,72 persen atau penurunan volume penjualan yang melebihi 12,72

Page 45: A08ndw

� 26

persen akan menyebabkan usaha yang dilakukan menjadi tidak layak

dilaksanakan. Hal ini menunjukan resiko yang cukup tinggi bagi perusahaan tahu

sumber rezeki dalam menjalankan usahanya.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilaksanakan terletak

pada jenis usaha yang dilakukan pada penelitian ini usaha yang dilakukan

merupakan usaha on-farm dari subsistem agribisnis sedangkan penelitian-

penelitian terdahulu sebagian besar menilai kelayakan pada usaha off-farm atau

pengolahan produk-produk agribisnis. Dari segi metode yang digunakan dalam

penelitian ini dengan rencana penelitian peneliti relatif sama yaitu dengan melihat

aspek pasar, apek manajemen, aspek teknis dan aspek keuangan. Tetapi pada

penelitian ini tidak dilakukan analisis aspek sosial dan ekonomi karena ruang

lingkup penelitian ini hanya dibatasi pada lingkup internal perusahaan saja

sehingga tidak melihat efek usaha terhadap lingkungan sekitar atau makro.

Page 46: A08ndw

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Suatu usaha mengindikasikan kesempatan untuk melaksanakan kegiatan

investasi. Kegiatan investasi yang dilakukan dalam bidang pertanian mempunyai

suatu resiko yang besar. Oleh karena itu, diperlukan perencanaan serta pengkajian

yang mendalam dan menyeluruh mengenai pemanfaatan modal, untuk melihat

besarnya manfaat yang diperoleh serta besarnya biaya yang dikeluarkan.

Selanjutnya diperlukan suatu analisis yang disebut studi kelayakan usaha atau

studi kelayakan proyek, yang melihat secara menyeluruh berbagai aspek

mengenai kemampuan suatu proyek dalam memberikan manfaat sehingga resiko

kerugian di masa datang dapat diantisipasi.

3.1.1 Studi Kelayakan Proyek

Beberapa ahli mendefinisikan proyek sebagai suatu usaha yang

direncanakan sebelumnya dan memerlukan sejumlah pembiayaan serta pengguna

masukan (input) lain, yang bertujuan untuk mencapai suatu tujuan tertentu yaitu

pengembalian jangka panjang proyek yang dihasilkan dari manfaat-manfaat yang

dihasilkan oleh proyek tersebut seperti : Meningkatkan produksi, Perbaikan

kualitas, Perubahan dalam waktu penjualan, perubahan dalam lokasi penjualan,

perubahan dalam bentuk produksi, pengurangan biaya melalui mekanisasi,

pengurangan biaya-biaya pengangkutan, dan menghindari kerugian.

Menurut Husan dan Suwarsono (2000), proyek pada dasarnya merupakan

kegitan yang menyangkut pengeluaran modal (capital expenditure). Suatu

pengeluaran modal memiliki karakteristik dasar yaitu penggunaan sumber-sumber

Page 47: A08ndw

� 28

untuk memperoleh manfaat (benefit) di masa yang akan datang, dapat

direncanakan, dibiayai dan dilaksanakan sebagai satu unit. Aktivitas suatu proyek

selalu ditujukan untuk mencapai suatu tujuan (objective) serta mempunyai suatu

titik tolak (starting point) dan suatu titik akhir (ending point) (Kadariah et. al,

1999).

Studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu

proyek, bisaanya merupakan proyek investasi, dilaksanakan dengan berhasil

(Husnan dan Suwarsono, 2000). Studi kelayakan pada hakikatnya adalah suatu

metode penjajakan dari suatu gagasan usaha tentang kemungkinan layak atau

tidaknya gagasan usaha tersebut dilaksanakan. Suatu proyek dikatakan layak

apabila proyek itu diperkirakan akan dapat menghasilkan keuntungan yang layak

apabila telah dioperasionalkan (Umar, 2005).

Sebuah proyek pertanian adalah suatu kegiatan investasi yang mengubah

sumber-sumber financial menjadi barang-barang capital yang dapat menghasilkan

keuntungan-keuntungan atau manfaat-manfaat setelah beberapa periode waktu

(Gittinger, 1986). Dalam suatu studi kelayakan proyek akan menyangkut tiga

aspek yaitu manfaat ekonomi proyek tersebut bagi proyek itu sendiri (manfaat

finansial), manfaat ekonomi tersebut bagi bagi Negara tempat proyek itu

dilaksanakan (manfaat ekonomi), dan manfaat sosial proyek bagi masyarakat

sekitar proyek tersebut.

Tujuan melakukan studi kelayakan adalah untuk menghindari kerugian

penanaman modal yang terlalu besar untuk suatu kegiatan yang ternyata tidak

menguntungkan. Studi kelayakan memerlukan biaya, namun biaya tersebut relatif

lebih kecil apabila dibandingkan dengan resiko kegagalan suatu proyek yang

Page 48: A08ndw

� 29

menyangkut investasi dalam jumlah besar (Husnan dan Suwarsono, 2000).

Dengan analisis proyek, tingkat keuntungan yang dapat dicapai melalui investasi

proyek dapat diketahui, pemborosan terhadap sumberdaya dapat dihindarkan,

serta memilih proyek yang paling menguntungkan di antara berbagai proyek

investasi yang ada.

Studi kelayakan suatu proyek bisaanya berupa laporan tertulis yang berisi

berbagai informasi tentang tingkat kelayakan suatu proyek untuk direalisasikan.

Informasi yang terkandung dalam laporan tersebut dapat digunakan sebagai bahan

pertimbangan bagi pihak-pihak tertentu, misalnya pihak investor, pihak kreditor,

pihak manajemen perusahaan serta bagi pihak pemerintah dan masyarakat (Umar,

2005).

Analisa proyek bertujuan untuk memperbaiki pilihan investasi karena

sumber-sumber yang tersedia terbatas, sehingga harus dipilih alternatif proyek

yang paling menguntungkan dan menentukan prioritas investasi. Dalam

menganalisa suatu proyek yang efektif harus mempertimbangkan aspek-aspek

yang saling berkaitan yang secara bersama-sama menentukan bagaimana

keuntungan yang diperoleh dari suatu penanaman investasi tertentu dan

mempertimbangkan seluruh aspek tersebut pada setiap tahap dalam perencanaan

proyek dan siklus pelaksanaanya (Gittinger, 1986).

Kelayakan investasi dalam suatu usaha dapat ditinjau dari berbagai aspek.

Diabtaranya dari aspek pasar, aspek teknis, dan aspek manajemen selain itu

tentunya perlu dilihat pula kelayakan secara finansial.

Page 49: A08ndw

� 30

1. Aspek pasar

meliputi rencana pemasaran output yang dihasilkan oleh proyek dan

rencana penyediaan input yang dibutuhnya untuk kelangsungan dan

pelaksanaan proyek. Dibahas pula faktor harga, marketing mix, dan

perkiraan penjualan yang bisa dicapai perusahaan.

2. Aspek teknis

Aspek teknis yaitu analisa yang berhubungan dengan input proyek

(penyediaan) dan output (produksi) berupa barang dan jasa. Aspek

teknis memiliki pengaruh yang besar terhadap kelancaran jalannya

usaha. Evaluasi ini mempelajari kebutuhan-kebutuhan teknis proyek,

seperti karakteristik produk diusahakan, lokasi si mana proyek akan

didirikan dan sarana pendukungnya, serta lay out bangunan yang

dipilih (Husnan dan Suwarsono, 2000).

3. Aspek manajemen

Aspek ini berhubungan dengan penetapan institusi atau lembaga

proyek yang harus mempertimbangkan struktur kelembagaan, pola

sosial dan budaya yang ada pada suatu daerah atau Negara setempat.

Aspek ini meneliti system manajerial suatu usaha antara lain

kesanggupan dan keahlian staf dalam menangani masalah proyek.

Evaluasi aspek manajemen operasional bertujuan untuk menentukan

secara efektif dan efisien mengenai bentuk badan usaha yang dipilih,

struktur organisasi yang akan digunakan, jenis-jenis pekerjaan yang

diperlukan agar usaha tersebut dapat berjalan dengan lancar serta

kebutuhan biaya gaji dan upah tenaga kerja (Umar, 2005)

Page 50: A08ndw

� 31

4. Aspek finansial

Aspek finansial berhubungan dengan pengaruh-pengaruh financial dari

suatu proyek yang diusulkan terhadap para anggota yang tergabung di

dalam proyek. Aspek ini membandingkan antara pengeluaran dan

penerimaan.

Menurut Gittinger (1986), selain aspek-aspek yang paling berkaitan

tersebut dalam suatu proyek terdapat rangkaian dasar dalam perencanaan dan

pelaksanaan proyek yang disebut sebagai siklus proyek. Tahap-tahap yang

membentuk suatu siklus proyek yaitu tahap identifikasi, tahap persiapan dan

analisa, tahap penilaian (penaksiran), tahap pelaksanaan (implementasi), dan tahap

evaluasi. Evaluasi dalam suatu studi kelayakan proyek adalah alat yang penting

dalam proyek-proyek yang sedang berjalan dan dapat dilakukan beberapa kali

selama pelaksanaan proyek. Evaluasi juga dapat menilai apakah suatu proyek

dapat dijalankan atau tidak.

Untuk menganalisa suatu proyek bisaanyan digunakan dua pendekatan

umum yaitu analisis financial dan analisis ekonomi. Analisis financial

menganalisis hasil proyek dari segi individu pelaku proyek, sedangkan analisis

ekonomi melihat hasil proyek dari segi perekonomian secara keseluruhan.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan suatu usaha dengan

menggunakan pendekatan analisis financial yang bertujuan untuk memberikan

gambaran kepada pihak pengguna informasi mengenai usaha yang dijalankan.

3.1.2 Analisis Ekonomi dan Finansial

Untuk menganalisa suatu proyek bisaanya digunakan dua pendekatan

umum yaitu analisa finansial dan analisa ekonomi. Analisa ekonomi dan analisa

Page 51: A08ndw

� 32

financial merupakan pelengkap, analisa finansial menganalisis hasil proyek dari

segi individu pelaku proyek, sedangkan analisis ekonomi melihat hasil proyek

dari segi perekonomian secara keseluruhan.

Analisis Ekonomi merupakan ukuran arus uang tunai berdiskonto yang

sama digunakan dalam anlisa finansial dalam mengestimasi hasil yang akan

diterima oleh proyekdan digunakan juga dalam analisa ekonomi untuk estimasi

besarnya hasil yang akan diterima masyarakat. Perbedaan antara analisa financial

dan ekonomi yaitu : pertama, dalam analisa ekonomi pajak dan subsidi akan

diberlakukan sebagai pembayaran transfer sedangkan pada analisa financial pajak

dianggap sebagai biaya dan subsidi sebagai hasil; kedua, dalam analisa finansial

harga yang bisaanya digunakan adalah harga pasar sedangkan pada analisa

ekonomi menggunakan harga yang telah sudah disesuaikan yang disebut sebagai

harga bayangan (shadow price) atau harga buku (accounting price) agar dapat

lebih mencerminkan secara tepat nilai-nilai sosial ekonomi; ketiga, dalam analisa

ekonomi bunga terhadap modal tidak pernah dipisahkan dan dikurangkan dari

hasil bruto sedangkan dalam analisa financial bunga yang dibayar dapat

dikurangkan agar memperoleh gambaran arus manfaat yang tersedia bagi pemilik.

Analisis finansial merupakan suatu analisis yang membandingkan antara

biaya (cost) dengan manfaat (benefit) untuk menentukan apakah suatu proyek

akan menguntungkan selama umur proyek (Husnan dan Suwarsono, 2000).

Tujuan analisis finansial dari suatu studi kelayakan bisnis adalah untuk

menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang

diharapkan, dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan dalam

jangka waktu tertentu (Umar, 2005).

Page 52: A08ndw

� 33

Analisis finansial dalam kerangka evaluasi proyek lebih bersifat analisa

terhadap suatu arus dana. Menurut Kadariah et. al. (1999), analisis finansial

adalah suatu analisis dimana proyek dilihat dari sudut badan-badan atau orang-

orang yang menanamkan modalnya dalam suatu proyek atau orang-orang yang

berkepentingan langsung dalam pembangunan proyek.

Analisis finansial melihat manfaat proyek bagi proyek itu sendiri.

Sehingga dalam analisa finansial, untuk menentukan tujuan yang ingin dicapai

harus menyertakan definisi-definisi mengenai manfaat-manfaat dan biaya-biaya

yang berkaitan dengan suatu proyek. Manfaat secara sederhana didefinisikan

sebagai segala sesuatu yang membantu suatu tujuan, sedangkan biaya merupakan

segala sesuatu yang mengurangi suatu tujuan (Gittinger, 1986). Manfaat yang

berkaitan dengan proyek pertanian bisaanya berupa nilai produksi total, pinjaman,

dan nilai sewa. Sedangkan biaya yang berkaitan dengan proyek pertanian bisaanya

berupa investasi, biaya operasional, dan biaya-biaya lainnya.

Untuk menganalisa aspek finansial dari suatu proyek, dapat digunakan

metode-metode atau kriteria-kriteria penilaian investasi. Kriteria investasi

digunakan untuk mengukur manfaat yang diperoleh dan biaya yang dikeluarkan

dari suatu proyek. Melalui metode-metode ini dapat diketahui apakah suatu

proyek layak untuk dilaksanakan apabila dipandang dari aspek profitabilitas

komersialnya (Husnan dan Suwarsono, 2000). Beberapa criteria dalam menilai

kelayakan suatu proyek yang paling umum digunakan adalah Net Present Value

(NPV), Internal Rate Return (IRR), Net Benefit per Cost (Net B/C) dan

Discounted Payback Periode. Setiap metode ini menggunakan nilai sekarang yang

telah di-discount dari arus manfaat dan arus biaya selama umur proyek.

Page 53: A08ndw

� 34

a. Teori Biaya dan Manfaat

Menurut Gittinger (1986), secara sederhana biaya (cost) adalah sesuatu

yang mengurangi suatu tujuan. Biaya tersebut dikeluarkan sebelum bisnis dimulai

dan akan terus ada selama bisnis berlangsung. Sedangkan manfaat (benefit)

didefinisikan sebagai sesuatu yang dihasilkan oleh suatu kegiatan yang

menggunakan sejumlah biaya atau segala sesuatu yang menambah tujuan.

Untuk melakukan analisis proyek, biaya dan manfaat yang diperhitungkan

adalah biaya dan manfaat yang dapat diukur nilainya (tangible). Yang termasuk

ke dalam biaya tangible diantaranya adalah (1) biaya investasi, yaitu biaya yang

dikeluarkan untuk memulai suatu usaha; dan (2) biaya operasional, yaitu biaya

yang muncul ketika suatu usaha berjalan. Biaya ini mencakup biaya tetap dan

biaya variable. Biaya tetap (fixed cost) merupakan biaya yang jumlahnya tidak

tergantung oleh jumlah produksi yang besarnya selalu tetap (konstan). Biaya

variable (Variable cost) merupakan biaya yang bergantung pada volume produksi

atau dapat disebut biaya aktivitas usaha. Sedangkan komponen yang termasuk ke

dalam manfaat tangible adalah penerimaan penjualan perusahaan.

b. Konsep Nilai Waktu Uang (Time Value of Money)

Investasi suatu proyek berkaitan dengan usaha dalam jangka waktu yang

panjang. Uang memiliki nilai waktu, yaitu uang dihargai secara berbeda dalam

waktu berbeda. Konsep nillai waktu uang menyatakan bahwa uang yang diterima

sekarang lebih berharga daripada uang yang diterima kemudian. Atau nilai

sekarang adalah lebih baik daripada nilai yang sama pada masa yang akan datang

(Gittinger, 1986).

Page 54: A08ndw

� 35

Waktu mempengaruhi nilai uang, sehingga untuk membandingkan nilai

uang yang berbeda waktu pengeluaran dan penerimaannya perlu dilakukan

penyamaan nilai uang tersebut melalui pemotongan (discounting). Penyamaan

nilai tersebut menggunakan tingkat diskonto (discount rate) yang bertujuan untuk

melihat nilai uang di masa yang akan datang (future value) pada saat sekarang

(present value). Metode analisis yang melibatkan nilai waktu uang adalah metode

perhitungan berdiskonto atau metode arus tunai Terpotong (Discounted Cash

Flow Method).

Kriteria analisis finansial yang digunakan pada penelitian ini adalah

discounting criteria. Kriteria ini merupakan suatu teknik yang menurunkan nilai

manfaat dan biaya pada masa sekarang berdasarkan tingkat diskonto tertentu.

Pengguanaan metode ini didasarkan pada pertimbangan bahwa adanya inflasi,

reinvestasi dan resiko mengakibatkan perbedaan niali uang saat ini dengan nialai

uang pada masa yang akan datang.

c. Umur Proyek

Untuk menentukan panjangnya umur suatu proyek, terdapat beberapa

pedoman yang dapat menjadi acuan dalam peneletian ini, antara lain (Kadariah et.

al, 1999) :

1. Sebagai ukuran umum dapat diambil suatu periode (jangka waktu) yang

kira-kira sama dengan umur ekonomis dari suatu aset. Yang dimaksudkan

dengan umur ekonomis suatu aset ialah jumlah tahun selama pemakaian

aset tersebut dan meminimumkan biaya tambahannya.

2. Untuk proyek-proyek yang mempunyai investasi modal yang sangat besar,

umur proyek yang digunakan adalah umur teknis. Dalam hal ini, untuk

Page 55: A08ndw

� 36

proyek-proyek tertentu, umur teknis dari unsur-unsur pokok investasi

adalah lama, tetapi umur ekonomisnya dapat jauh lebih pendek karena

obsolescence (ketinggalan jaman karena penemuan teknologi baru yang

lebih efisien).

d. Kriteria Kelayakan Investasi

Kriteria dalam menilai kelayakan suatu proyek yang paling umum

digunakan adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net

Benefit per Cost (Net B/C) dan Discounted Payback Periode. Setiap model ini

menggunakan nilai sekarang yang telah di-discount dari arus manfaat dan arus

biaya selama umur proyek.

Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) atau Nilai Sekarang Bersih dari arus manfaat dan

arus biaya merupakan nilai bersih sekarang dari arus pendapatan yang

ditimbulkan oleh penanaman investasi, yaitu merupakan selisih antara manfaat

dan biaya pada tingkat diskonto tertentu. NPV dari suatu proyek merupakan nilai

bersih sekarang arus kas tahunan setelah pajak dikurangi dengan pengeluaran

awal (Keown, 2001).

Suatu proyek dikatakan layak atau bermanfaat untuk dilaksanakan jika

NPV proyek tersebut lebih besar atau sama dengan nol (NPV � 0). Jika nilai NPV

sama dengan nol, berarti proyek tidak untung tetapi juga tidak merugi (manfaat

hanya cukup untuk menutupi biaya yang dikeluarkan). Jika nilai NPV lebih kecil

daripada nol (NPV < 0), maka proyek tersebut tidak dapat menghasilkan senilai

biaya yang dipergunakan hal tersebut menunjukan bahwa proyek tersebut tidak

tidak layak untuk dijalankan. Oleh karena itu, sumberdaya yang digunakan dalam

Page 56: A08ndw

� 37

proyek tersebut sebaiknya dialokasikan pada kegiatan atau proyek lain yang lebih

menguntungkan.

Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return (IRR) atau Tingkat Pengembalian Internal adalah

tingkat diskonto (discount rate) yang membuat NPV dari proyek sama dengan

nol, yaitu tingkat bunga atau tingkat diskonto yang menyamakan nilai sekarang

arus manfaat dengan nilai sekarang arus biaya. Tujuan perhitungan IRR adalah

untuk mengetahui persentase keuntungan dari suatu proyek tiap tahunnya dan

menunjukan kemampuan proyek dalam mengembalikan bunga pinjaman.

Suatu proyek dikatakan layak jika nilai IRR yang diperoleh proyek

tersebut lebih besar dari tingkat diskonto. Sedangkan jika nilai IRR yang

diperoleh lebih kecil dari tingkat diskonto, maka proyek tersebut tidak layak untuk

dilaksanakan. Penerapan metode ini lebih sulit dilakukan dibandingkan dengan

penerapan metode NPV, karena dalam hal tertentu terdapat kemungkinan

dihasilkan nilai IRR yang lebih dari suatu yang dapat membuat nilai NPV sama

dengan nol.

NPV (Rp)

0 i=IRR Suku Bunga ( persen)

Gambar 1. Grafik Hubungan Antara NPV dan Tingkat Suku Bunga

Page 57: A08ndw

� 38

Gambar 1 menunjukan hubungan antara nilai Net Present Value (NPV)

dengan tingkat diskonto (i) tertentu. Nilai NPV bernilai nol pada saat tingkat

diskonto yang digunakan sama dengan IRR (i = IRR). Nilai NPV akan bernilai

positif apabila tingkat diskonto yang digunakan lebih rendah daripada IRR. Nilai

NPV akan berniali negatif jika tingkat diskonto yang digunakan lebih tinggi

daripada IRR.

Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio)

Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio) merupakan rasio keuntungan per

biaya. Rasio ini adalah angka pembanding antara jumlah Present Value yang

bernilai positif dengan jumlah present value yang bernilai negatif. Perhitungan ini

digunakan untuk melihat berapa kali lipat manfaat yang akan diperoleh dari biaya

yang dikeluarkan.

Suatu proyek dinyatakan layak jika Net B/C lebih besar atau sama dengan

satu (Net B/C >=1). Hal ini berarti proyek tersebut layak untuk dilaksanakan.

Sedangkan jika nilai Net B/C lebih kecil dari satu (Net B/C < 1), maka proyek

tersebut tidak layak untuk dilaksanakan, karena hal tersebut berarti manfaat yang

akan diperoleh dari suatu proyek lebih kecil dibandingkan dengan biaya yang

dikeluarkan untuk pelaksanaan proyek tersebut.

Discounted Payback Periode

Discounted payback periode (Periode Pengembalian Kembali yang

Didiskontokan) atau tingkat pengembalian investasi merupakan metode yang

mengukur periode jangka waktu atau jumlah tahun yang dibutuhkan untuk

menutupi pengeluaran awal (investasi). periode pembayaran kembali yang

didiskontokan adalah umur dimana pada tingkat diskonto tertentu, penerimaan

Page 58: A08ndw

� 39

bersih kumulatif sama dengan nol dan menunjukan pada umur berapa investasi

dapat dikembalikan. Semakin cepat investasi modal dapat kembali, maka semakin

baik suatu proyek diusahakan karena modal yang kembali dapat digunakan untuk

membiayai kegiatan lainnya.

Apabila selama proyek dapat mengembalikan modal sebelum berakhirnya

umur proyek, maka proyek tersebut masih dapat dilaksanakan. Akan tetapi, jika

sampai saat proyek berakhir dan belum dapat mengembalikan modal yang

digunakan, maka sebaiknya proyek tersebut tidak dilaksanakan.

3.1.3 Analisis Nilai Pengganti (Switching Value)

Untuk melaksanakan suatu proyek, semua biaya yang dikeluarkan dan

penerimaan yang diperoleh setiap tahun dihitung berdasarkan data yang ada.

Sementara itu kondisi lingkungan yang selalu berubah akan mempengaruhi biaya

serta manfaat yang akan diperoleh, sehingga terdapat kemungkinan terjadinya

suatu kekeliruan atau ketidaktepatan biaya dan penerimaan akibat adanya

perubahan-perubahan.

Analisis Switching value (nilai pengganti) mencoba melihat kondisi

kelayakan yang terjadi apabila dilakukan perubahan-perubahan dalam biaya dan

manfaat. Switching value dilakukan untuk melihat sampai sejauh mana perubahan

yang terjadi dapat ditoleransi dan akhirnya membuat suatu usaha tidak layak

diusahakan.

Pada analisis switching value dicari beberapa nilai pengganti pada

komponen biaya dan manfaat dapat terjadi, yang masih memenuhi criteria

minimum kelayakan investasi atau masih mendapatkan keuntungan normal.

Keuntungan normal terjadi apabila nilai NPV sama dengan nol, IRR sama dengan

Page 59: A08ndw

� 40

tingkat diskonto yang digunakan, dan niali Net B/C sama dengan satu (cateris

paribus)

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Pertanian merupakan sektor yang paling penting dari suatu bangsa, karena

produk - produk pertanian merupakan kebutuhan pokok manusia. Selain itu

sebagian besar penduduk Indonesia bermata pencaharian di sektor pertanian.

Subsektor peternakan memegang peranan penting sebagai salah satu sumber

pertumbuhan, khususnya bagi sektor pertanian dan umumnya perekonomian

Indonesia. Subsektor peternakan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari

pembangunan sektor pertanian, diutamakan untuk memenuhi pangan dan gizi

melalui usaha pembinaan daerah-daerah produksi yang telah ada serta

pembangunan daerah-daerah baru.

Produk – produk subsektor peternakan merupakan salah satu sumber

protein terutama protein hewani, antara lain daging sapi, daging ayam, daging

kambing, dan juga daging kelinci. Tetapi saat ini daging kelinci belum dikenal

dan dikonsumsi oleh masyarakat luas sebagai asupan protein karena mereka masih

menganggap bahwa kelinci merupakan binatang eksotis yang berfungsi sebagai

binatang peliharaan dan koleksi. Kenaikan konsumsi daging setiap tahunnya

berdampak pada peningkatan impor yang dilakukan pemerintah setiap tahunnya

hal ini dikarenakan produksi dalam negeri masih di bawah permintaan pasar

dalam negeri.

Kenaikan harga daging sapi saat ini juga berdampak pada penurunan daya

beli masyarakat, hal ini dapat dilihat dari penurunan omzet penjualan yang

dialami oleh para pedagang daging sapi. Hal ini dapat menjadi peluang bagi

Page 60: A08ndw

� 41

daging kelinci untuk mensubtitusi daging sapi karena harga daging kelinci relatif

lebih murah dan juga memiliki kelebihan dibandingkan dengan daging ternak

lainnya, diantaranya memiliki kadar lemak jenuh yang rendah dibandingkan

ternak lain seperti sapi, domba, dan kambing serta kandungan proteinnya yang

tinggi membuat daging kelinci baik untuk menjaga jaringan tubuh, membentuk

sel-sel, dan meningkatkan kecerdasan otak seperti yang tercantum dalam Tabel 4.

Lahan yang digunakan untuk berternak kelinci oleh Bapak Asep yang

terbatas hanya kurang lebih 200m2 tetapi di dalamnya terdapat kandang yang

berjajar rapi membentuk 4 baris memanjang. Kandang yang dipergunakan untuk

berternak kelinci sangat terjaga kebersihannya sehingga menjamin bahwa ternak

yang ada di dalamnya sehat dan terawat. Keterbatasan lahan yang dimiliki oleh

Bapak Asep berakibat pada produksi yang relatif kecil sehingga terkadang

permintaan pasar tidak dapat dipenuhi seluruhnya. Hal ini berdampak pada tingkat

keuntungan yang akan menurun karena tidak dapat memenuhi permintaan pasar.

Selain itu harga input yang digunakan dalam berternak kelinci cukup tinggi

sehingga peternak meminimumkan biaya dengan membeli bibit – bibit pilihan

saja.

Permintaan akan anakan kelinci dan kelinci pedaging sangat besar bila

dibandingkan dengan penawaran yang dilakukan oleh Asep’s Rabbit Project. Oleh

karena itu Asep’s Rabbit Project berencana untuk mengembangkan usahanya agar

permintaan potensial tersebut dapat terpenuhi.

Penelitian ini diarahkan untuk mengetahui kelayakan finansial peternakan

kelinci Asep’s Rabbit Project dilihat dari berbagai macam aspek. Aspek – aspek

yang digunakan dalam menganalisis kelayakan finansial peternakan kelinci Asep’s

Page 61: A08ndw

� 42

Rabbit Project adalah aspek pasar, aspek manajemen, aspek teknis dan aspek

finansial. Analisis dari aspek finansial dilakukan melalui beberapa kriteria

kelayakan investasi yang bertujuan untuk menganalisa sejauh mana tingkat

kelayakan usaha peternakan kelinci tersebut.

Dalam menganalisa suatu proyek, bisaanya akan menghadapi

ketidakpastian atau perubahan - perubahan yang dapat terjadi pada keadaan yang

telah diperkirakan. Untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya perubahan-

perubahan, baik pada arus manfaat maupun arus biaya, sehingga perlu dilakukan

analisis sensitifitas melaui analisis switching value untuk mengetahui seberapa

besar perubahan pada tingkat manfaat dan biaya dapat terjadi, sehingga masih

memenuhi kriteria minimum kelayakan investasi. Untuk memperjelas gambaran

mengenai penelitian yang dilakukan, dapat dilihat bagan kerangka pemikiran

penelitian operasional yang disajikan dalam gambar 2.

Page 62: A08ndw

� 43

Gambar 2. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional

Permintaan pada Asep’s Rabbit Project belum dapat dipenuhi oleh produksi saat ini sehingga akan dilakukan pengembangan usaha oleh Asep’s Rabbit Project tetapi pengembangan usaha ini membutuhkan investasi yang cukup besar.

Analisis kelayakan Usaha

Analisis Switching Value

Aspek pasar Aspek teknis Aspek manajemen Aspek hukum Aspek sosial �

Tidak Layak layak

Pengembangan peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project

Aspek finansial � NPV � IRR � Net B/C � Payback Periode

� Reinvestasi usaha � Realokasi sumberdaya � Reevaluasi

manajemen, pasar, dan teknik budidaya

� Apakah Investasi pada peternakan kelinci menguntungkan?

� Apakah proyek pengembangan usaha ini peka terhadap penurunan harga output, penurunan produksi, pengkatan harga indukan dan peningkatan harga pakan?

Page 63: A08ndw

IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project yang

terletak di Lembang Kabupaten Bandung Propinsi Jawa Barat. Dipilihnya tempat

ini sebagai tempat penelitian dikarenakan pemilik dari Peternakan kelinci Asep’s

Rabbit Project merupakan ketua perhimpunan peternak kelinci di daerah

Lembang, beliau memiliki beberapa peternak binaan yang tertarik untuk memulai

berternak kelinci. Selain itu peternakan Asep Sutisna merupakan salah satu

peternakan kelinci yang sedang berjalan dan sedang dalam upaya pengembangan,

sehingga cocok sebagai tempat penelitian yang khususnya untuk menstudi

kelayakan usaha peternakan kelinci. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan

Maret sampai April 2008.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara

dengan pemilik, dan para karyawan peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project.

Data sekunder diperoleh dari kumpulan data yang dimiliki pihak pemilik, bahan-

bahan pustaka, situs internet, laporan penelitian, data-data dari instansi terkait

baik dari Departemen Pertanian, Pemerintah daerah, dan Badan Pusat Statistik dan

dari penelitian sebelumnya yang diperoleh dari perpustakaan LSI IPB.

4.3 Metode Penentuan Lokasi dan Pengumpulan Data

Penetuan peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project sebagai lokasi penelitian

dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan informasi yang diperoleh dari

Page 64: A08ndw

45

liputan acara kisi-kisi yang di tayangkan oleh salah satu televisi swasta, disana

diperlihatkan bahwa Bapak Asep berternak puluhan ekor kelinci yang sebagian

besar merupakan kelinci hias.

Data primer diperoleh dari pengamatan langsung dan wawancara. Teknik

pengumpulan data primer dilakukan dengan :

a. Indept Interview (wawancara mendalam) kepada pihak manajemen sekaligus

pemilik yaitu Bapak Asep dan istrinya.

b. Wawancara langsung dengan para karyawan yang bekerja pada Peternakan

kelinci Asep’s Rabbit Project

c. Observasi dengan pengamatan langsung kegiatan-kegiatan yang dilakukan di

peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project mulai dari proses pemberian

pakan,pembersihan kandang, penaganan terhadap kelinci sakit, pengolahan

pakan kelinci (Pellet), pengemasan pakan, dan lain-lain.

4.4 Metode Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara

kualitatif dan kuantitatif. Data yang bersifat kualitatif dianalisis untuk mengkaji

beberapa aspek, aspek-aspek yang dianalisis ini adalah aspek teknis, pasar, dan

manajemen.

Analisis kuantitatif dilakukan dengan menganalisa aspek finansial

kelayakan peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project. Dalam analisa kuantitatif

dilakukan perhitungan nilai uang dengan membandingkan biaya dan manfaat yang

diperoleh pada masa sekarang dengan masa yang akan datang melalui tingkat

diskonto tertentu. Data dan informasi yang diperoleh diolah secara manual yaitu

dengan menggunakan kalkulator maupun dengan menggunakan program

Page 65: A08ndw

46

komputer microsoft excel 2003, kemudian hasilnya diintepretasikan secara

deskriptif.

Analisa finansial mengolah data menggunakan kriteria kelayakan investasi,

yaitu : Analisis Nilai Bersih Sekarang (Net Present Value/NPV), Tingkat

Pengembalian Investasi (Internal Rate of Return/IRR), Rasio Manfaat dan Biaya

Bersih (Net Benefit Cost Ratio/Net B/C), Masa Pengembalian Investasi yang

didiskontokan (Discounted Payback Period). Pengolahan data tersebut dilakukan

berdasarkan pada kerangka pemikiran yang telah disusun. Selain itu dilakukan

pula analisis sensitivitas untuk melihat kepekaan usaha peternakan kelinci Asep’s

Rabbit Project dalam menghadapi kemungkinan terjadinya perubahan.

4.4.1 Analisis Kelayakan Finansial

Analisis kelayakan finansial dilakukan melalui analisis manfaat dan biaya,

rugi laba, dan menggunakan beberapa kriteria investasi, yaitu Nilai Bersih

Sekarang (Net Present Value/NPV), Rasio Manfaat dan Biaya Bersih (Net Benefit

adn Cost Ratio/Net B/C), Tingkat Pengembalian Investasi (Internal Rate of

Return/IRR), dan Masa Pengembalian Investasi yang didiskontokan (Discounted

Payback Periode).

1) Nilai Bersih Sekarang (Net Present Value)

Net Present Value (NPV) adalah manfaat bersih sekarang yang diperoleh

selama umur proyek. Dengan demikian NPV merupakan selisih aaantara nilai

sekarang dari manfaat dan dari biaya yang telah memperhatikan unsur nilai waktu

uang. Secara matemati, NPV dapat dirumuskan sebagai berikut :

NPV = ( ) ���

=== +−

=+

−+

n

tttt

n

tt

tn

tt

t

iCB

iC

i

B

111 )1()1(1

Page 66: A08ndw

47

Keterangan :

Bt = Manfaat yang diterima tahun ke-t

Ct = Biaya yang dikeluarkan tahun ke-t

i = Discount Rate/Tingkat suku bunga yang berlaku

n = Umur Ekonomis Proyek

Penilaian kelayakan finansial berdasarkan NPV yaitu:

1) NPV > 0, maka investasi tersebut menguntungkan dan layak untuk

dilaksanakan.

2) NPV = 0, berarti investasi tersebut memberikan nilai manfaat sama

dengan biaya yang dikeluarkan sehingga sulit untuk dialksanakan.

3) NPV < 0, maka investasi tersebut tidak layak untuk dilaksanakan karena

hanya akan mendatangkan kerugian.

2) Rasio Manfaat dan Biaya Bersih (Net Benefit Cost Ratio/Net B/C Ratio)

Net Benefit Cost Ratio (Net B/C ratio) merupakan besarnya tingkat

tambahan manfaat dari setiap tambahan biaya sebesar satu rupiah. Net B/C dapat

dirumuskan sebagai perbandingan antara nilai NPV yang berniali positif (sebagai

pembilang) dengan NPV yang bernilai negatif (sebagai penyebut). Untuk

menghitung nilai Net B/C terlebih dahulu dihitung benefit bersih yang telah

didiscount factor untuk setiap tahun t. Net B/C merupakan perbandingan

sedemikian rupa sedemikian rupa sehingga pembilang terdiri atas total present

value dari benefit bersih dalam tahun-tahun di mana benefit bernilai positif,

sedangkan penyebutkan terdiri atas total present value dari biaya bersih dalam

Page 67: A08ndw

48

tahun-tahun di mana benefit bernilai negatif. Secara umum rumus yang digunakan

adalah sebagai berikut :

Net B/C =

=

=

+−

+−

n

tttt

n

tttt

iBC

iCB

1

1

)1(

)1( dimana ;

( )( )0

0<−>−

tt

tt

CBCB

Keterangan :

Bt = Manfaat yang diterima tahun ke-t

Ct = Biaya yang dikeluarkan tahun ke-t

i = Discount Rate/Tingkat suku bunga yang berlaku

t = Umur Ekonomis Proyek

Penilaian kelayakan finansial berdasarkan Net B/C yaitu:

1) Net B/C > 1 maka investasi tersebut menguntungkan dan layak untuk

dilaksanakan.

2) Net B/C < 1, maka investasi tersebut tidak layak untuk dilaksanakan

karena hanya akan mendatangkan kerugian.

3) Tingkat Pengembalian Investasi (Internal Rate of Return/IRR)

IRR merupakan persentase tingkat pengembalian investasi yang didapat

selama umur proyek. IRR berupa tingkat suku bunga yang menjadikan nilai NPV

suatu investasi sama dengan nol atau tingkat rata - rata keuntungan interen

tahunan di mana tingkat tersebut merupakan tingkat bunga maksimum yang dapat

dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan dan bisaanya dinyatakan

dalam satuan persen. Cara menghitung IRR adalah dengan metode interpolasi

dengan cara melakukan percobaan untuk mendapatkan tingkat bunga yang

Page 68: A08ndw

49

menghasilkan NPV positif terkecil dengan tingkat bunga yang menghasilkan NPV

negatif terkecil. Nilai suku bunga percobaab yang menghasilkan NPV positif

terbesar dilambangkan dengan i1 dan yang menghasilkan NPV negatif

dilambangkan dengan i2. NPV yang bernilai positif terkecil dilambangkan NPV1

dan yang bernilai negatif terkecil dilambangkan NPV2. Rumus yang digunakan

untuk mencari nilai IRR adalah :

IRR = i1 + )( 1221

1 iiNPVNPV

NPV−

Keterangan :

i1 = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV positif terkecil

i2 = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV negatif terkecil

NPV1 = NPV yang bernilai positif terkecil

NPV2 = NPV yang bernilai negatif terkecil

Apabila IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yan berlaku maka investasi

tersebut layak untuk dilaksanakan, namun jika IRR kurang dari tingkat suku

bunga yang berlaku maka investasi tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Jika

IRR sama dengan tingkat suku bunga yang berlaku maka investasi tersebut tidak

menguntungkan dan tidak juga merugikan.

4.4.2 Masa Pengembalian Investasi Didiskontokan (Discounted Payback

Periode)

Discounted Payback Periode (Periode Pengembalian Kembali yang

Didiskontokan) atau tingkat pengembalian investasi merupakan metode yang

mengukur periode jangka waktu atau jumlah waktu yang dibutuhkan untuk

menutupi pengeluaran awal (investasi). Dalam hal ini bisaanya digunakan

Page 69: A08ndw

50

pedoman untuk menentukan suatu proyek yang akan dipilih adalah suatu proyek

yang paling cepat mengembalikan biaya investasi tersebut. Rumus yang

digunakan dalam perhitungan Discounted Payback Periode adalah sebagai

berikut :

Payback Periode = Abi

Keterangan :

i = Besarnya investasi yang dibutuhkan

Ab = Benefit bersih yang dapat diperoleh setiap tahun.

Jika masa pengembalian investasi (Payback Periode) lebih singkat daripada

umur proyek yang ditentukan, maka proyek tersebut layak untuk dilaksanakan.

Pada dasarnya semakin cepat Payback Periode menunjukan semakun kecil resiko

yang dihadapi oleh investor (pengusaha).

4.4.3 Analisis Switching value

Analisis switching value merupakan suatu pendekatan dalam analisis

sensitivitas untuk menguji secara sistematis apa yang akan terjadi terhadap

kelayakan suatu proyek apabila terjadi kejadian-kejadian yang berbeda degan

perkiraan dalam perencanaan.

Analisis switching digunakan untuk mengetahui tingkat perubahan harga

output dan produksi sehingga keuntungan mendekati normal di mana NPV sama

dengan nol. Analisis switching value dilakukan dengan metode menguji coba

sehingga mendapatkan nilai NPV sama dengan nol. Metode uji coba dilakukan

dengan mengikuti prosedur apabila nilai NPV yang dihasilkankan pada kondisi

normal positif maka yang dilakukan adalah dengan melakukan penurunan

Page 70: A08ndw

51

produksi dan harga output dan peningkatan biaya. Sebaliknya apabila kondisi

normal proyek menghasilkan nilai NPV negatif, maka perubahan yang dilakukan

adalah dengan menaikkan harga indukan menaikan harga pakan, meurunkan harga

output dan menurunkan produksi.

4.5 Asumsi Dasar yang digunakan

Untuk memudahkan analisis, beberapa asumsi dasar yang digunakan dalam

penelitian kali ini adalah sebagai berikut :

1. Umur proyek adalah 5 tahun, didasarkan pada umur ekonomis dari

indukan betina yang memiliki nilai investasi terbesar.

2. Pengusaha menggunakan modal sendiri.

3. Tingkat diskonto yang digunakan merupakan tingkat suku bunga

deposito Bank Indonesia (BI Rate) pada bulan April 2008 sebesar 8

persen

4. Biaya investasi dikeluarkan pada tahun pertama dalam penelitian ini

yakni tahun 2008.

5. Pola usaha yang diusahakan dibedakan berdasarkan proyeksi

karakteristik usaha yang dijalankan saat ini yaitu Pola usaha I adalah

budidaya anakan kelinci dan penjualan kelinci pedaging (pengumpul),

dan rencana pengembangan usaha yaitu Pola usaha II adalah budidaya

anakan kelinci, serta pola usaha III adalah budidaya kelinci pedaging.

Pola usaha I merupakan pola usaha yang benar-benar terjadi di lapangan

(lokasi penelitian), sedangkan pola usaha II dan III merupakan pola

usaha rancangan pengembangan yang didasarkan pada data di lapangan.

Page 71: A08ndw

52

6. Inflow dan outflow merupakan proyeksi yang berdasarkan pada

penelitian dan informasi yang didapatkan pada tahun 2008.

7. Persiapan dalam ketiga pola usaha membutuhkan waktu satu setengah

bulan.

8. Total indukan yang digunakan dalam usaha diasumsikan 50 ekor

pejantan dan 200 ekor betina dengan rasio 1:4, yang berarti satu ekor

pejantan dapat dikawinkan dengan empat ekor betina.

9. Satu ekor kelinci diasumsikan dapat beranak sebanyak lima ekor anak

dalam satu kali masa kelahiran. Jumlah angka produksi ini dipakai untuk

mengatasi angka yang terlalu besar karena ada kelinci yang dapat

melahirkan lebih dari lima ekor anak per kelahiran.

10. Tingkat kehidupan kelinci berdasarkan data yang diperoleh dari

lapangan adala 85 persen. Jadi dari enam ekor anak yang dilahirkan

diperkirakan angka kematian sebanyak satu ekor.

11. Masa bunting kelinci selama 30-31 hari, masa menyusui kelinci selama

28 hari atau satu bulan.

12. Total produksi per bulan diasumsikan tetap yaitu 500 ekor untuk

budidaya anakan kelinci maupun kelinci pedaging.

13. Berat kelinci pedaging yang dijual pada umur 4 bulan adalah 2 kilogram

per ekor.

14. Anakan kelinci yang siap dipasarkan adalah yang berusia 45 hari yang

sudah melewati masa menyusui dan siap disapih.

15. Harga yang digunakan adalah harga konstan. Harga input merupakan

harga yang berlaku tahun 2008 dan harga dari output merupakan harga

Page 72: A08ndw

53

jual pada tahun penelitian yaitu Rp. 50.000 per ekor untuk anakan

kelinci dengan umur 1 bulan dan Rp 18.000 per kilogram hidup untuk

kelinci pedaging. Sedangkan harga beli kelinci pedaging dari peternak

adalah Rp 15.000 per kilogram hidup.

16. Análisis data menggunakan data pajak penghasilan yang dikenakan

berdasarkan tarif pajak menurut UU Republik Indonesia No. 17 tahun

2000 tentang Tarif umum PPH wajib pajak badan dalam negeri dan

bentuk usaha tetap.

Page 73: A08ndw

V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

5.1 Profil Perusahaan

Asep’s Rabbit Project adalah suatu usaha agribisnis on-farm yang dirintis

sejak tahun 1990 oleh Bapak Asep Sutisna. Usaha yang dilaksanakan adalah

peternakan kelinci yaitu membudidayakan kelinci – kelinci hias yang akan dijual

pada usia muda (usia 1 bulan) serta menjadi pengumpul kelinci pedaging.

Bentuk usaha yang digunakan oleh Asep’s Rabbit Project merupakan

usaha perorangan karena modal usaha dikeluarkan oleh Bapak Asep sendiri, tidak

ada modal yang diperoleh dari orang lain atau pinjaman dari lembaga

keuangan.Bapak Asep bertanggung jawab penuh untuk membiayai usaha dan

kerugian peternakan. Dalam menjalankan usahanya Bapak Asep memiliki visi,

yaitu terus berkembang untuk menghasilkan kelinci – kelinci hias yang

berkualitas unggul. Sehingga untuk mencapai visi tersebut Bapak Asep selalu

berusaha menghasilkan kelinci – kelinci persilangan yang memiliki keunggulan

dibandingkan induknya.

5.2 Sejarah dan Perkembangan Usaha

Peternakan ini awalnya merupakan hobi dari pemilik. Pemilik mencoba

untuk merawat kelinci untuk kesenangan tetapi lama kelamaan kelincinya

bertambah banyak dan pada akhirnya dia terjun ke dunia bisnis peternakan

kelinci. Usaha pembenihan kelinci hias mulai dirintis di daerah Lembang

Kabupaten Bandung. Pada awalnya beliau hanya memiliki beberapa kandang saja

dan meningkat seterusnya menjadi bangunan kandang yang dapat menampung

300 indukan kelinci serta anakan kelinci yang dihasilkan.

Page 74: A08ndw

55

Bapak Asep adalah salah satu peternak kelinci yang menjadi bagian dari

asosiasi peternak kelinci internasional, Bapak Asep juga merupakan ketua

kelompok peternak kelinci di daerah lembang. Bapak Asep memiliki sekitar 100

orang petani binaan yang belajar serta memasarkan hasilnya melalui Bapak Asep.

Peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project menggunakan pola usaha

budidaya yang sudah tergolong sangat baik karena pola pengusahaan di tempat ini

sudah mempertimbangkan berbagai aspek yang dibutuhkan oleh kelinci. Indukan,

sirkulasi udara kandang, kebersihan kadang, dan ketersediaan pakan dan minum

merupakan faktor utama dalam pengusahaan kelinci baik anakan maupun

pedaging. Pakan yang dibutuhkan dalam pengusahaan peternakan kelinci adalah

pellet yang merupakan campuran dari berbagai bahan baku yang memiliki

kandungan yang sesuai dengan kelinci.

Tempat pengusahaan terletak dekat dengan tempat tinggal pemilik,

sehingga memudahkan dalam hal pengawasan. Peternakan kelinci Asep’s Rabbit

Project secara keseluruhan memiliki luas 240 m2. lokasi tersebut terletak di

daerah pegunungan yang memilik suhu relatif sejuk dan cocok untuk beternak

kelinci. Saat ini Asep’s Rabbit Project tidak hanya menjalankan bisnis

pembenihan kelinci, seiring dengan berjalannya waktu Asep’s Rabbit Project

mulai melebarkan usahanya ke produksi pakan, produksi mesin pembuat pakan,

dan menjadi pedagang pengumpul untuk memasarkan kelinci pedaging. Usaha

yang dijalankan oleh Asep’s Rabbit Project saat ini merupakan pengembangan

yang dipengaruhi oleh kelompok peternak di daerah Lembang karena Bapak Asep

merupakan ketua perhimpunan peternak di Lembang.

Page 75: A08ndw

56

5.3 Struktur Organisasi Perusahaan

Struktur organisasi yang dimiliki oleh Asep’s Rabbit Project sangat

sederhana karena perusahaan ini merupakan perusahaan perseorangan. Asep’s

Rabbit Project memiliki 2 orang karyawan tetap dan 1 orang karyawan harian

yang memiliki job desk masing-masing. Pemberian pakan dan minum,

pembersihan kandang, dan produksi pakan dilakukan oleh 2 orang karyawan tetap

dan untuk mengumpulkan rumput dilakukan oleh 1 orang karyawan harian.

Sumber : Asep’s Rabbit Project

Gambar 3. Struktur Organisasi Asep’s Rabbit Project

5.4 Rencana Pengembangan Proyek

Usaha peternakan kelinci yang dijalankan oleh Asep’s Rabbit Project

mengalaami pertumbuhan setiap tahunnya. Pertumbuhan ini sejalan dengan

permintaan akan anakan kelinci maupun kelinci pedaging yang juga mengalami

peningkatan. Saat ini permintaan yang ada belum dapat dipenuhi oleh usaha yang

dijalankan oleh Asep’s Rabbit Project. Oleh karena itu Asep’s Rabbit Project

berencana untuk mengembangkan usahanya.

Pengembangan usaha yang akan dilakukan oleh Asep’s Rabbit Project

memiliki tiga alternatif pola usaha yang sangat potensial. Pola usaha pertama

adalah budidaya anakan kelinci dan penjualan kelinci pedaging. Pola usaha kedua

Pemilik sekaligus manajer

Karyawan tetap Karyawan harian Karyawan tetap

Page 76: A08ndw

57

yang dapat dipilih sebagai pengembangan usaha Asep’s Rabbit Project adalah

budidaya anakan kelinci, karena saat ini permintaannya mencapai 1000 ekor per

bulan tetapi baru dapat dipenuhi setengahnya atau sebesar 500 ekor per bulan.

Lalu pola usaha ketiga adalah budidaya kelinci pedaging dimana permintaan yang

ada saat ini sebesar 7 ton per bulan dan dari jumlah tersebut baru dapat dipenuhi

sebesar 1 ton per bulan.

Page 77: A08ndw

VI ANALISIS ASPEK PASAR, ASPEK MANAJEMEN, ASPEK TEKNIS

6.1 Pola Usaha Peternakan Kelinci Asep’s Rabbit Project

Pola usaha yang dilaksanakan dalam penelitian kali ini dibedakan

berdasarkan karakteristik usaha, yaitu pola usaha I, pola usaha II, dan pola usaha

III. Pola usaha I, II, dan III merupakan rancangan proyek pengembangan

peternakan kelinci yang akan dilakukan oleh Asep’s Rabbit Project yang dibuat

berdasarkan data-data yang diperoleh dari pemilik Asep’s Rabbit Project. Pola

usaha I yaitu usaha budidaya anakan kelinci dan penjualan kelinci pedaging. Pola

usaha II adalah usaha budidaya kelinci saja dan pola usaha III adalah budidaya

kelinci pedaging .

Berdasarkan data yang diperoleh, jumlah lahan dan bangunan yang

digunakan untuk budidaya kelinci yaitu sebesar 240 m2 dengan luas kandang yang

akan digunakan untuk setiap pola pengusahaan adalah sama yaitu 300 buah

kandang dengan ukuran 70 cm x 60 cm dengan luas total kandang sebesar 126 m2.

Kandang tersebut mampu menampung 300 ekor indukan dan anakan kelinci yang

siap untuk dipasarkan dengan rata-rata produksi setiap bulan sebesar 500 ekor.

Pada pola usaha III diasumsikan tidak melakukan investasi mesin pelet karena

pertimbangan biaya yang nantinya akan sangat memberatkan usaha dan juga

sesuai dengan kondisi usaha budidaya kelinci pedaging di lapangan.

6.2 Aspek Pasar Peternakan Kelinci Asep’s Rabbit Project

6.2.1 Aspek Pasar Budidaya Anakan Kelinci Asep’s Rabbit Project

Beberapa aspek pasar budidaya anakan kelinci yang diusahakan pada pola

usaha I dan II dapat digambarkan sebagai berikut :

Page 78: A08ndw

59 �

a. Peluang Pasar

Saat ini permintaan kelinci terutama anakan kelinci cukup menjajikan, hal

ini karena pola pikir masyarakat Indonesia masih menganggap kelinci sebagai

binatang peliharaan bukan untuk dikonsumsi selain itu dapat dilihat dari

permintaan yang saat ini sebesar 1000 ekor per bulan dan produksi yang baru

dapat menjual 500 ekor anakan per bulan. Permintaan pasar untuk anakan kelinci

cukup besar di daerah perkotaan terutama Jakarta. Potensi pasar dari anakan

kelinci terbagi menjadi dua daerah besar yaitu Jakarta dan luar Jakarta. Kota-kota

besar selain Jakarta yang menyerap produk anakan kelinci adalah Bogor,

Bandung, Surabaya, dan Batam. Pemasaran yang dilakukan Asep’s Rabbit Project

tidak mengalami masalah, karena para pembeli dari berbagai daerah di Indonesia

datang langsung ke lokasi usaha.

b. Bauran Pemasaran

Peternak kelinci di daerah Lembang tergabung dalam satu wadah yaitu

kelompok peternak kelinci yang diketuai oleh Bapak Asep sendiri. Sehingga

dalam merencanakan strategi yang optimal dalam memasarkan hasil produksinya

Bapak Asep tidak sendiri, beliau dibantu oleh peternak-peternak lainnya. Rencana

ini terangkum dalam suatu strategi yang disebut dengan bauran pemasaran.

Bauran pemasaran tersebut mencakup strategi produk, harga, tempat, dan

promosi.

Pada strategi produk anakan kelinci yang dijual adalah anakan kelinci

yang telah disapih atau berumur sekitar 45 hari. Pada usia ini kelinci sudah siap

disapih karena telah melewati masa menyusui selama 28 hari setelah melahirkan.

Dengan melakukan penjualan anakan pada usia satu bulan maka produksi anakan

Page 79: A08ndw

60 �

kelinci bisa ditingkatkan dengan melakukan perkawinan lagi setelah anakan

tersebut telah dipasarkan. Pada usia ini anakan kelinci akan mengalami masa

pertumbuhan yang sangat signifikan sehingga pemasaran yang dilakukan haruslah

secepat mungkin.

Harga yang diperoleh dari penjualan anakan kelinci berkisar antara

Rp 25.000 sampai Rp 75.000 per ekor, anakan kelinci dipasarkan kepada para

pedagang yang berada di daerah Jakarta maupun luar Jakarta, poroporsi anatara

Jakarta dan Luar Jakarta adalah 60 persen berbanding 40 persen. Pasar anakan

luar Jakarta meliputi Makkasar, Bali, Medan, dan Jogja yang masing-masing

daerah meminta distribusi anakan kelinci sebesar 200 ekor per bulan, tetapi dari

jumlah permintaan ini Asep’s Rabbit Project baru dapat memenuhi permintaan

100 ekor per bulan per daerah. Promosi yang dilakukan pada awalnya adalah

dengan mengikuti pameran-pameran tetapi setelah pasar sudah terbentuk maka

strategi yang digunakan adalah mulut ke mulut. Adapun saluran pemasaran

anakan kelinci dapat dilihat pada Gambar 4.

Sumber : Asep’s Rabbit Project

Gambar 4. Saluran Pemasaran Anakan Kelinci

Asep’s Rabbit Project

Pedagang

Jakarta Luar Jakarta

Konsumen anakan kelinci

Page 80: A08ndw

61 �

6.2.2 Aspek Pasar Budidaya Kelinci Pedaging Asep’s Rabbit Project

Beberapa aspek pasar budidaya kelinci pedaging yang diusahakan pada

pola usaha I dan III dapat digambarkan sebagai berikut :

a. Peluang Pasar

Saat ini peluang pasar untuk kelinci pedaging belum cukup besar bila

dibandingkan dengan anakan kelinci, artinya belum banyak permintaan terhadap

daging kelinci tetapi peternak yang menggarap peluang pasar ini juga sangat

kurang sehingga tetap saja pada akhirnya permintaan akan lebih tinggi bila

dibandingkan produksi. Permintaan untuk kelinci pedaging sebesar 8 ton per

bulan tetapi dari jumlah tersebut baru dapat dipenuhi sebesar 1 ton dari budidaya.

Permintaan tersebut datang dari para pengusaha restoran di daerah Jakarta dan

Surabaya. Permintaan tetinggi terdapat di kota Surabaya dengan jumlah 7 ton per

bulan dan sisanya Jakarta sebanyak 1 ton. Permintaan yang datang dari Surabaya

saat ini belum diambil oleh Asep’s Rabbit Projrct karena keterbatasan produksi.

Pemasaran yang dilakukan tidak mengalami masalah, karena untuk kelinci

pedaging mereka akan mengirimkannya dalam bentuk karkas dan ongkos dan

resiko pengiriman akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak konsumen dalam hal

ini pemilik restoran (Asep’s Rabbit Project).

b. Bauran Pemasaran

Pada strategi produk kelinci pedaging yang dijual adalah karkas atau

daging kelinci yang berumur 4 bulan dan memiliki berat rata-rata 2 kilogram

hidup. Harga yang berlaku pada saat penelitian adalah Rp 18.000 per kg hidup.

Pada pola usaha I Asep’s Rabbit Project hanya membeli kelinci dari para petani

Page 81: A08ndw

62 �

dengan harga Rp 15.000 per kg hidup sehingga mendapatkan margin keuntungan

sebesar Rp 3.000 per kg hidup.

Strategi pemasaran ini dilakukan untuk meminimalkan biaya distribusi dan

meminimalkan resiko serta tidak perlu memikirkan bagaimana produk sampai ke

tangan konsumen tetapi hanya sampai batas pengolahan karkas daging kelinci

saja. Strategi ini juga membuat Asep’s Rabbit Project tidak mengeluarkan

investasi yang besar untuk transportasi atau armada jika melakukan pengiriman

sendiri. Aliran pemasaran kelinci pedaging tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.

Sumber : Asep’s Rabbit Project

Gambar 5. Saluran Pemasaran Kelinci Pedaging

6.2.3 Hasil Analisis Aspek Pasar Asep’s Rabbit Project

Berdasarkan hasil analisis aspek pasar peluang pasar dinilai sangat

memadai karena jumlah permintaan baik anakan kelinci maupun kelinci pedaging

masih lebih besar dibandingkan produksi. Produk yang dihasilkan pada usaha

budidaya anakan kelinci dan budidaya kelinci pedaging merupakan produk yang

sesuai dengan permintaan pasar dan harga yang ditawarkan pun merupakan harga

Asep’s Rabbit Project

Restoran

Jakarta (Pasar saat ini)

Konsumen akhir daging kelinci

Kelompok Peternak kelinci

Surabaya (Pasar potensial)

Page 82: A08ndw

63 �

yang terjangkau oleh konsumen. Sehingga pemasaran dan distribusi dapat berjalan

dengan baik. Maka dapat disimpulkan bahwa aspek pasar pengusahaan peternakan

kelinci layak untuk dijalankan.

6.3 Aspek Manajemen Asep’s Rabbit Project

Aspek manajemen pada peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project

mencakup empat fungsi dari manajemen yaitu Planning, Organizing, Actuating,

dan Controlling. Planning merupakan perencanaan pengembangan proyek

peternakan kelinci yang akan dilakukan oleh Asep’s Rabbit Project. Organizing

merupakan bagaimana pembagian tugas yang dilakukan Asep Sutisna dalam

menjalankan peternakannya. Actuating merupakan bagaimana Asep Sutisna

menjalankan peternakan Asep’s Rabbit Project ini. Lalu Controlling adalah

bagaimana Asep Sutisna yang merupakan pemilik sekaligus manajer peternakan

melakukan kontrol terhadap semua aspek dalam peternakan Asep’s Rabbit

Project.

Perencaan terhadap pengembangan proyek peternakan Asep’s Rabbit

Project telah dilakukan oleh Asep Sutisna selaku pemilik sudah direncanakan

sejak lama. Hal ini terkait dengan jumlah permintaan peternakan ini yang lebih

besar dibandingkan dengan jumlah produksinya. Perencaan pengembangan

proyek ini dilakukan dengan tiga alternatif kegiatan usaha, yaitu budidaya anakan

kelinci dan penjualan kelinci pedaging, budidaya anakan kelinci, dan budidaya

kelinci pedaging. Dalam pengembangan proyek peternakan kelinci ini Asep

Sutisna selaku pemilik telah melakukan berbagai perencanaan seperti investasi

yang akan dilakukan, biaya operasional dan biaya tetap yang akan dikeluarkan,

serta penerimaan yang akan didapatkan.

Page 83: A08ndw

64 �

Organisasi dan Aktualisasi perusahaan yang dilakukan dalam Asep’s

Rabbit Project meliputi pembagian tugas yang akan dibebankan kepada tiap

karayawan serta bagimana pembagian tugas tersebut di lapangan. Asep’s Rabbit

Project memiliki struktur manajerial yang sederhana karena usaha ini tergolong

usaha perorangan. Dalam menjalankan aktivitas usahanya pemilik sekaligus

manajer yang mempekerjakan dua orang karyawan tetap dan satu orang karyawan

harian. Dari ketiga orang karyawannya tersebut memiliki pembagian kerja yang

jelas. Satu orang karyawan tetap bertugas untuk memberi pakan, membersihkan

kandang kelinci, merawat bila ada kelinci yang sakit serta karyawan tetap lainnya

bertugas mengoperasikan mesin pelet, bertanggung jawab pada produksi pelet,

serta teknisi bila mesin mengalami masalah, kedua karyawan ini mendapatkan

upah bulanan dan makan serta uang rokok. Karyawan harian memiliki tugas untuk

mengumpulkan rumput serta menyiapkan bahan-bahan untuk membuat pelet dan

karyawan lepas ini diberi upah harian saja. Struktur organisasi Asep’s Rabbit

Project dijabarkan dalam Gambar 6.

Sumber : Asep’s Rabbit Project

Gambar 6. Struktur organisasi

Pemilik sekaligus manajer

Karyawan tetap Karyawan harian Karyawan tetap

Page 84: A08ndw

65 �

Kontrol dalam Asep’s Rabbit Project ini dilakuan oleh Asep Sutisna

selaku manajer dari peternakan, setiap harinya peternakan dikontrol secara teratur

setiap pagi, siang, dan sore hari. Pengontrolan ini terkait dengan tugas-tugas yang

harus dilaksanakan oleh para karyawan seperti : pemberian pakan, kebersihan

kandang, dan produksi pelet. Kontrol juga dilakukan secara rutin setiap bulannya

sebelum hasil budidaya dipasarkan kepada pembeli, kontrol dilakukan untuk

menjaga kualitas dari kelinci agar pembeli puas terhadap produk-produk yang

dihasilkan oleh peternakan.

6.3.1 Hasil Analisis Aspek Manajemen

Terpenuhinya empat fungsi manajemen dalam peternakan kelinci ini

meliputi Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling membuat usaha ini

layak untuk dijalankan karena semua aspek yang dibutuhkan untuk menjalankan

suatu bisnis seperti di atas telah dijalankan. Perencanaan yang baik oleh pemilik,

organisasi dan aktualisasi yang jelas pada perusahaan, serta kontrol yang baik

terhadap semua aspek yang dijalankan dalam usaha.

6.4 Aspek Teknis Pemeliharaan Kelinci

Aspek teknis mengenai pemeliharaan anakan kelinci dan kelinci pedaging

akan diuraikan pada teknik pemeliharaan yang dikembangkan berdasarkan usaha

budidaya anakan kelinci dan usaha budidaya kelinci pedaging.

6.4.1 Keragaan Usaha Budidaya Anakan Kelinci

Budidaya anakan kelinci pada Asep’s Rabbit Project (pola usaha I dan II)

dilakukan dengan menggunakan teknik intensif, seperti penggunaan kandang yang

cukup lebar, makanan dan minum yang dijaga keteraturannya, dan bangunan

kandang yang terjaga kebersihannya, selain itu juga pemberian obat yang teratur

Page 85: A08ndw

66 �

pada saat kelinci terserang penyakit. Pengetahuan yang didapat pemilik tentang

budidaya anakan kelinci didapat dari hasil pembelajaran otodidak dan juga

pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh asosiasi peternak kelinci internasional.

Budidaya anakan kelinci ini mempunyai tujuan untuk memperoleh benih atau

anakan dengan usia sekitar satu bulan. Beberapa teknik budidaya anakan kelinci

adalah sebagai berikut :

1. Persiapan Tempat Budidaya Anakan Kelinci

Persiapan tempat budidaya terdiri atas pembuatan bangunan dan

pembuatan kandang. Pembuatan bangunan terdiri atas kegiatan membangun

tempat perlindungan yang nantinya diletakkan kandang sebagi tempat budidaya

kelinci. Kandang yang baik dan tepat merupakan suatu cerminan kesehatan

ternak. Kesehatan ternak yang terjaga stabilitasnya sangat besar pengaruhnya pada

keberhasilan peternakan yang diprogramnya. Kelinci mudah sekali beradaptasi

terhadap berbagai bentuk kandang yang disediakan asalkan kondisinya memenuhi

persyaratan kebutuhan hidup kelinci. Hal-hal yang perlu diperhatikan, antara lain

(Sarwono, 2001) :

• Lokasi Kandang

Penempatan kandang yang baik yaitu pada lokasi yang mendapat sinar

matahari pagi, bersuhu sejuk, memiliki ventilasi sempurna, tempat yang

kering, lingkungan tenang, dan tak jauh dari rumah.

• Lantai Kandang

Lantai kandang dapat dibuat dari kawat, bambu atau kayu, dan tanah. Bila

memilih lantai dari kawat akan membuat otot kaki kelinci cepat lelah oleh

karena itu diperlukan papan kayu yang digunakan kelinci untuk

Page 86: A08ndw

67 �

beristirahat. Lantai dari bambu atau kayu sangat baik untuk pertumbuhan

kelinci. Sedangkan lantai dari tanah sebaiknya dilapisi batu bata atau

disemen agar kelinci tidak membongkar-bongkar tanah.

• Suasana Tenang dan Aman

Kandang yang baik member perlindungan yang aman bagi ternak, yaitu

situasinya yang tenang dan aman. Kelinci mudah terkejut oleh suara hiruk

dan bunyi-bunyian yang keras. Peternak perlu waspada terhadap gangguan

tak terduga, seperti gangguan anjing, kucing, atau tikus.

• Pola Kandang

Pemilihan pola kandang sangat tergantung pada ukuran atau besarnya

usaha, iklim, modal yang tersedia, dan kemudahan pengelolaan. Penentuan

pola kandang biasanya merupakan keputusan yang diambil sendiri oleh

peternak.

2. Persiapan Peralatan

Peralatan-peralatan yang digunakan dalam proses budidaya anakan kelinci

antara lain :

• Kotak Sangkar

Kotak sangkar diperlukan untuk menyediakan tempat yang nyaman bagi

induk yang melahirkan, sekaligus tempat yang nyaman bagi anak-anak

kelinci yang baru lahir.

• Tempat Pakan dan Minum

Tempat pakan dan minum kelinci sangat bervariasi bentuk dan bahannya.

Ukuran wadah sekurang-kurangnya sedalam 7,5 – 10 cm dengan diameter

Page 87: A08ndw

68 �

15 – 20 cm. wadah sebaiknya mudah dipasang dan diambil dari kandang,

bobot cukup berat sehingga tidak mudah digulingkan oleh kelinci.

• Perlatan Pendukung lain (Alat-alat kebersihan)

Alat – alat kebersihan biasanya digunakan untuk membersihkan kotoran

dan air kencing yang tertinggal kandang kelinci. Alat-alat kebersihan yang

digunakan adalah : sapu, kain lap, korekan, dan ember.

3. Pembelian Mesin Pakan

Mesin pakan digunakan untuk mengolah pelet yang nantinya merupakan

makanan pokok bagi kelinci. Pelet kelinci berbahan dasar : bungkil kedelai

atau dedak sebanyak 40 persen, bungkil kedelai senyak 20 persen, bungkil

kelapa sebanyak 10 persen, jagung sebanyak 10 per, premix mineral sebanyak

1 persen, dan rumput 19 persen (Asep’s Rabbit Project). Komposisi pakan

tersebut disusun atas kebutuhan dasar dari kelinci.

4. Pemilihan Induk

Produktivitas kelinci sangat tergantung pada pengelolaan, salah satu unsur

yang sangat mendukung pengelolaan adalah indukan. Indukan yang digunakan

diseleksi berdasarkan sifat ras, penampilan fisik, usia, tingkah laku, daya

produksi, dan nilai ekonomis.

5. Penyesuaian Induk

Induk yang telah dipilih dan memiliki keunggulan dalam berbagai hal

kemudian dimasukkan ke dalam kandang yang telah dipersiapkan. Dalam

kondisi ini kelinci sangat rapuh karena kondisi pada kandang baru sangat

berbeda kondisinya dengan kondisi lingkungan hidup kelinci sebenarnya.

Sehingga agar kelinci dapat hidup normal kelinci perlu penyesuaian kandang,

Page 88: A08ndw

69 �

penyesuaian kandang membutuhkan waktu 1 minggu agar kelinci benar-benar

terbiasa dengan kondisi kandang yang baru.

6. Perkawinan Induk

Perkembangbiakan kelinci dapat diatur dengan kelahiran terencana. Kelahiran

untuk kelinci terjadi 31-32 hari sesudah perkawinan yang berhasil.

Perkawinan pada kelinci dapat dilakukan dengan tiga macam cara, yaitu cross

breed, inbreed, dan line breed (Sarwono, 2001).

7. Masa Melahirkan

Setelah menjalani masa bunting selama 31-32 hari maka kelinci telah siap

untuk melahirkan anak-anaknya. Dalam satu kali masa bunting kelinci dapat

melahirkan rata-rat 4-8 ekor anak. Anakan yang ideal dilahirkan oleh kelinci

adalah enam ekor karena jumlah puting susu yang berfungsi baik hanya enam

putting dan dari 6 ekor tersebut tingkat kematian kelinci sebesar 15 persen,

sehingga rata-rata dalam satu kali masa bunting kelinci dapat melahirkan 5

ekor (Asep’s Rabbit Project).

8. Masa Menyusui

Setelah dilahirkan anakan kelinci langsung disusui oleh induknya, masa

menyusui kelinci adalah selama 42-56 hari,. Tetapi waktu ini dapat

dipersingkat menjadi hanya 28 hari setelah kelahiran anak. Penyapihan lebih

awal memungkinkan jumlah kelahiran yang lebih banyak dalam setahun serta

puncak produksi susu antara 12-28 hari setelah itu mulai berhenti.

Page 89: A08ndw

70 �

9. Panen

Kelinci yang telah disapih dan berumur 45 hari dan telah disapih siap untuk

dipasarkan kepada para pemesan. Kelinci berusia muda dengan ukuran lebih

disukai oleh pedagang karena lebih mudah dalam memasarkannya dan juga

memiliki harga yang relatif lebih murah. Pemasaran langsung yang dilakukan

untuk mendapatkan harga yang bagus dan juga mengurangi resiko kematian.

Harga jual anakan kelinci berada di kisaran rata-rata Rp 50.000.

6.4.2 Keragaan Usaha Budidaya Kelinci Pedaging

Budidaya kelinci pedaging pada umumnya memiliki kesamaan dengan

budidaya anakan kelinci. Perbedaanya hanya terdapat pada tahap penggemukan,

tahap ini berlangsung selama 3 bulan setelah kelinci di sapih.

Pada budidaya kelinci pedaging masa penggemukan untuk menghasilkan

karkas yang memuaskan. Kelinci pedaging biasanya dipotong pada usia 56 hari

atau sekitar 2 bulan, tetapi Bapak Asep menjual kelinci pedaging pada usia 4

bulan untuk menghasilkan karkas yang lebih berat sehingga mendapatkan harga

jual yang lebih tinggi. Pada masa penggemukan kelinci diberi pakan secara

intensif sehingga dapat menghasilkan karkas yang memuaskan.

Panen kelinci pedaging dapat dipanen pada usia 3 bulan setelah melalui masa

menyusui dan penggemukan dengan berat rata-rata 2 kilogram per ekor, harga per

kilogram hidupnya berada pada kisaran Rp 15.000 sampai Rp 21.000 dengan

harga rata-rata Rp 18.000. Pemanenan dilakukan pada pagi hari dan pedagang

yang memesan sudah menunggu di depan kandang. Pemasaran langsung yang

dilakukan untuk mendapatkan harga yang bagus dan juga mengurangi resiko

kematian.

Page 90: A08ndw

71 �

6.4.3 Hasil Analisis Aspek Teknis

Dari hasil analisis aspek teknis di atas, aplikasi terhadap aspek teknis yang

baik untuk menjalankan usaha peternakan kelinci telah dilaksanakan pada

peternakan Asep’s Rabbit Project. Usaha budidaya anakan kelinci maupun

budidaya kelinci pedaging telah memenuhi syarat teknis tersebut seperti,

persiapan kandang yang ideal, ketersediaan input, pemilihan indukan yang

unggul, perkawinan induk yang optimal, kontrol mutu, dan keamanan. Maka

dapat disimpulkan bahwa aspek teknis, usaha peternakan kelinci layak untuk

diusahakan.

Page 91: A08ndw

VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

Analisis kelayakan finansial dalam penelitian ini ditujukan untuk

mengetahui kelayakan usaha peternakan kelinci yang dikembangkan oleh pola

usaha budidaya kelinci di tempat penelitian yakni budidaya anakan dan

pengumpul kelinci pedaging, pola usaha tersebut merupakan pola usaha I. Selain

itu akan dilakukan rancangan analisis kelayakan finansial usaha peternakan

kelinci yang dilakukan secara terpisah yaitu budidaya anakan kelinci saja yang

merupakan pola usaha II dan budidaya kelinci pedaging saja atau pola usaha III.

Dari ketiga pola budidaya ini masing-masing akan dibandingkan tingkat

kelayakan finansialnya, kriteria yang digunakan dalam analisis finansial meliputi

Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit per Cost (Net

B/C), dan Payback periode serta analisis Switching value.

7.1 Analisis Kelayakan Finansial Pola Usaha I

7.1.1 Arus Penerimaan (Inflow)

Dalam pola usaha ini arus penerimaan berupa nilai produksi total yang

diperoleh setelah proyek berakhir. Penerimaan yang diperoleh pada pola usaha ini

adalah penjualan anakan yang dihasilkan, penjualan kelinci pedaging dan

pendapatan dari nilai sisa. Pada Asep’s Rabbit Project terdapat 200 ekor indukan

betina dan 100 ekor indukan jantan. Seekor induk betina diasumsikan dapat

melahirkan rata-rata 6 ekor anak dengan mempertimbangkan tingkat kematian

anak sebesar 15 persen sehingga diasumsikan satu ekor kelinci melahirkan 5 ekor

anak yang siap dipasarkan. Jumlah anak yang dihasilkan dari 200 ekor indukan

betina dalam satu kali masa bunting adalah 1000 ekor, tetapi masa bunting diatur

Page 92: A08ndw

73 �

agar setiap bulan bisa mendapatkan penerimaan dari penjualan anakan. Sehingga

setiap bulan akan menghasilkan 500 ekor anak dengan mengawinkan 100 ekor

indukan betina dengan 50 pejantan setiap bulannya. Anak kelinci yang dilahirkan

akan menjalani masa menyusui selama 28 hari sebelum bisa dipasarkan.

Harga rata-rata anakan kelinci yang berusia 28 hari yang siap dipasarkan

sangat bervariasi yaitu : Rex, Lop, Lion, Anggora, dan Dutch, sehingga dalam

penelitian ini diasumsikan harga anakan adalah Rp 50.000 per ekor dengan

mengambil rata-rata harga dari kelima jenis kelinci tersebut. Penerimaan pada

pola usaha I dari penjualan anakan kelinci dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil Penjualan anakan kelinci yang dihasilkan oleh pola usaha I

Tahun Produksi (ekor) Nilai (Rp) 1 3.500 175.000.000 2 6.000 300.000.000 3 6.000 300.000.000 4 6.000 300.000.000

Total 21.500 1.075.000.000

Peneriman pada pola usaha I selain dari budidaya anakan kelinci juga dari

keuntungan sebagai pedagang pengumpul kelinci pedaging. Pada pola usaha I

pendapatan dari kelinci pedaging adalah dengan membeli kelinci pedaging dari

peternak kelinci sekitar dengan harga Rp 15.000 per kg hidup dan menjualnya

kembali kepada pemesan sebesar Rp 18.000 per kg hidup, sehingga keuntungan

yang diperoleh sebesar Rp 3.000 per kg hidup. Harga beli dan harga jual tersebut

diasumsikan tetap setiap tahunnya dan digunakan harga yang berlaku pada bulan

maret 2008. Setiap bulannya peternak dapat menjual sekitar 500 ekor per bulan

dengan berat 1 ton hidup dan pada tahun pertama penjualan dimulai pada agustus

sehingga hanya melakukan 5 kali penjualan dan pada tahun berikutnya penjualan

Page 93: A08ndw

74 �

dilakukan setiap bulan. Pada Tabel 8 akan digambarkan mengenai penerimaan

dari hasil penjualan kelinci pedaging yang diterima oleh Asep’s Rabbit Project.

Tabel 8. Hasil Penjualan kelinci pedaging yang dihasilkan oleh pola usaha I

Tahun Nilai Beli (Rp) Nilai Jual (Rp) Penerimaan(Rp) 1 75.000.000 90.000.000 15.000.000 2 180.000.000 216.000.000 36.000.000 3 180.000.000 216.000.000 36.000.000 4 180.000.000 216.000.000 36.000.000

Total 615.000.000 738.000.000 123.000.000

Salvge value adalah nilai sisa dari biaya investasi yang tidak habis terpakai

selama umur ekonomis proyek. Salvage value terjadi pada akhir umur proyek

sehingga nilai sisa diperhitungkan sebagai tambahan manfaat usaha. Nilai sisa

pada peternakan kelinci diperoleh dari komponen biaya yang tidak habis terpakai

karena belum mencapai umur ekonomisnya yaitu lahan, bangunan kandang, mesin

pellet, dan indukan jantan. Diasumsikan harga jual lahan sama dengan harga beli

lahan dan total nilai salvage value yaitu sebesar Rp 66.821.429. Nilai salvage

value dapat dilihat pada Lampiran 13.

7.1.2 Arus Pegeluaran (Outflow)

Struktur biaya dalam usaha ini dikelompokan menjadi tiga jenis, yaitu

biaya investasi, biaya operasional, dan biaya tetap. Ketiga komponen biaya ini

dimasukan ke dalam arus kas keluar (outflow).

a. Biaya Investasi

Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan pada saat awal proyek

(tahun pertama). Biaya investasi yang dikeluarkan pada pola usaha I terdiri dari:

Page 94: A08ndw

75 �

1. Indukan betina yang siap kawin dan memiliki masa produktif untuk

bunting selama lima tahun dibeli dengan harga Rp 2.000.000 per ekor

(Asep’s Rabbit Project).

2. Indukan jantan yang siap kawin dan memilik masa produktif untuk

membuahi selama tujuh tahun dibeli dengan harga Rp 2.000.000 per ekor

(Asep’s Rabbit Project).

3. Lahan yang berfungsi untuk mendirikan bangunan dan kandang yang

digunakan sebagai tempat pembudidayaan. Dibeli dengan harga

Rp 24.000.000.

4. Biaya pembuatan bangunan dan kandang yang berfungsi sebagai tempat

pembudidayaan kelinci. Bangunan yang digunakan berukuran 240 m2

yaitu 8 meter x 30 meter berjumlah satu buah. Bangunan kandang

merupakan tempat perlidungan bagi kelinci dari suhu luar, di dalam

bangunan dibuat kandang yang berukuran 70 cm x 60 cm berjumlah 300

buah sehingga luas total dari kandang sebesar 126 m2. Biaya yang

dikeluarkan untuk pembuatan kandang sebesar Rp 16.000.000

5. Mesin pellet berfungsi untuk membuat makan olahan atau yang bisaa

disebut dengan pelet bagi kelinci sehingga kadar nutrisi pakan yang

diberikan dapat dijaga. Biaya total yang digunakan untuk memproduksi

mesin pellet ini yaitu sebesar Rp 12.500.000.

6. Tempat makan dan minum berfungsi sebagai wadah untuk tempat

makanan dan air agar kelinci mudah untuk makan dan minum serta untuk

menjaga kebersihan kandang. Investasi yang dikeluarkan untuk pembelian

tempat pakan dan minum sebesar Rp 2.400.000.

Page 95: A08ndw

76 �

7. Peralatan pendukung peternakan seperti alat-alat kebersihan, ember dan

lainnya, total biaya investasi yang dikeluarkan untuk peralatan kandang ini

sebesar Rp 1.000.000.

Dari keseluruhan total investasi yang dikeluakan oleh pola usaha I, biaya

investasi terbesar adalah untuk pembelian indukan sebesar 89,9 persen dari total

investasi yang dikeluarkan dan sisanya yaitu sebesar 10,1 persen digunakan untuk

biaya investasi yang lain seperti pembelian lahan, pembuatan bangunan dan

kandang, produksi mesin pellet, pembelian tempat makan dan minum. Lampiran

14 menyajikan komponen biaya investasi pada pola usaha I.

b. Biaya Operasional

Biaya operasional yang dikeluarkan pada pola usaha I adalah biaya pakan

yang merupakan pakan olahan dari daun-daun, rumput, bungkil kedelai, arang,

dan jagung yang memiliki komposisi seimbang yang cocok untuk kelinci.

Komposisi pakan yang dibuat oleh Asep’s Rabbit Project adalah: dedak 40 persen,

bungkil kedelai 20 persen, Jagung 10 persen, bungkil kelapa 10 persen, dan

mineral 1 persen dan rumput 19 persen (Asep’s Rabbit Project). Biaya operasional

tahun pertama berbeda dengan tahun berikutnya disebabkan karana usaha ternak

kelinci ini baru dimulai pada minggu kedua bulan maret sehingga perhitungan

biaya tahun pertama hanya 10 bulan.

Kebutuhan pellet untuk satu ekor kelinci adalah 100 gram per hari

sehingga kebutuhan pakan untuk 300 ekor kelinci per tahun adalah sebesar 9 ton

untuk tahun pertama dan 10,8 ton untuk tahun selanjutnya, dengan harga produksi

pakan yaitu sebesar Rp 4480 per kilogram sehingga dalam tahun pertama Asep’s

Rabbit Project harus mengeluarkan Rp 40.320.000. Biaya operasional lainnya

Page 96: A08ndw

77 �

yaitu obat dan pembelian pulsa atau biaya telpon. Untuk obat-obatan satu ekor

kelinci dianggarkan sebesar Rp 1000 per bulan, biaya ini merupakan biaya darurat

yang bisa terpakai atupun tidak. Obat - obat yang digunakan oleh Asep’s Rabbit

Project antara lain: Hipomex, Hipermektin, Trovit excellent, Intermektin, dan

spektaral. Perincian biaya operasional tahun pertama dapat dilihat pada Lampiran

15.

Biaya operasional tahun pertama yang berbeda dengan tahun berikutnya

disebabkan karana usaha ternak kelinci ini baru dimulai pada minggu kedua bulan

maret sehingga perhitungan biaya tahun pertama hanya 10 bulan. Pada tahun

berikutnya Asep’s Rabbit Project harus mengeluarkan Rp 48.384.000 untuk biaya

pakan sebanyak 10,8 ton. Biaya-biaya operasional lainnya berupa obat dan

pembelian pulsa atau biaya telpon. Untuk obat-obatan satu ekor kelinci

dianggarkan sebesar Rp 1000 per bulan, biaya ini merupakan biaya darurat yang

bisa terpakai atupun tidak. Perincian biaya operasional tahun ke-2 dan seterusnya

dapat dilihat pada Lampiran 16.

c. Biaya Tetap

Biaya Tetap adalah biaya yang besarnya tidak dipengaruhi oleh perubahan

volume produksi dan dalam analisis ini diasumsikan tetap setiap bulannya,

sehingga ada selisih antara tahun pertama dengan tahun berikutnya. Biaya tetap

dalam budidaya kelinci ini berupa gaji karyawan, upah karyawan harian, makan

dan rokok, perawatan mesin, dan perawatan kandang. Karwayan tetap yang

berjumlah 2 orang diberi gaji per bulan sebesar Rp 800.000 per orang, serta

makan dan rokok setiap hari sebesar Rp 17.500 per orang. Sedangkan karyawan

lepas merupakan karayawan yang hanya bertugas untuk mencari rumput setiap

Page 97: A08ndw

78 �

harinya dan diberi upah per hari sebesar Rp 30.000. serta biaya perawatan mesin

untuk ganti oli dan spare part lainnya sebesar Rp 100.000 per bulan dan

perawatan kandang sebesar Rp 100.000 per 3 bulan. Perincian biaya tetap tahun

pertama dapat dilahat pada lampiran 17.

Pada tahun pertama kegiatan usaha baru dimulai pada bulan maret

sehingga terdapat selisih perhitungan antara tahun pertama dan kedua. Pada tahun

pertama perhitungan biaya tetap hanya selama 10 bulan sedangkan pada tahun

berikutnya dilakukan perhitungan penuh selama 12 bulan. Perincian perhitungan

biaya tetap tahun kedua dan seterusnya dapat dilihat pada lampiran 18.

7.1.3 Kelayakan Finansial Pola Usaha I

Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Net Present Value,

Net Benefit Cost Ratio, Internal Rate of Return, dan Payback periode.

Berdasarkan hasil perhitungan terhadap analisis finansial pada tingkat diskonto

8,00 persen, diperoleh NPV sebesar 363.123.588. Nilai ini menunjukan bahwa

keuntungan yang diperoleh pada kegiatan usaha pembenihan kelinci dan kelinci

pedaging adalah sebesar Rp 363.123.588 selama 5 tahun menurut nilai sekarang.

Nilai Net B/C yang diperoleh adalah 1,88 yang berarti untuk setiap satu rupiah

yang diinvestasikan atau dikeluarkan memberikan manfaat sebesar 1,88. Internal

Rate of Return yang diperoleh yaitu 31 persen menunjukan bahwa tingkat suku

bunga atau tingkat diskonto 31 persen merupakan tingkat diskonto yang

menghasilkan nilai NPV sebesar nol.

Perhitungan payback periode dapat diketahui bahwa masa yang

dibutuhkan untuk mengembalikan nilai investasi adalah selama 3,17 atau selama 3

tahun 2 bulan dan 12 hari. Berdasarkan nilai kriteria investasi, dapat dinyatakan

Page 98: A08ndw

79 �

bahwa pola usaha I layak untuk dusahakan. Hasil perhitungan analisis finansial

pola usaha I dapa dilihat pada Tabel 9 dan untuk rincian cashflow dapat dilihat

pada Lampiran 31.

Tabel 9. Hasil analisis Finansial Pola Usaha I

Kriteria Investasi Nilai NPV (Rp) Net B/C IRR (%) Payback periode

363.123.588 1,88

31 3,17

7.1.4 Analisis Switching value

Analisis Switching value terhadap penurunan produksi, penurunan harga

output, penurunan produksi, kenaikan harga indukan, dan kenaikan harga pakan

dilakukan untuk mengetahui sampai seberapa persen penurunan atau kenaikan

harga tersebut yang dapat menyebabkan proyek tersebut tidak layak lagi untuk

dilaksanakan, dengan kata lain dicari tingkat perubahan harga yang menyebabkan

nilai NPV negative terkecil (NPV = 0) yang disebut nilai pengganti. Nilai

persentase perubhan tersebut diperoleh dengan cara mengiterpolasikan persentase

perubahan harga pembuat NPV negatif dan membuat NPV positif dalam selang

satu persen. Hasil analisis switching value pola usaha I dapat dilihat pada Tabel 10

dan untuk lebih rincinya cashflow analisis switching value dapat dilihat pada

Lampiran 33 sampai Lampiran 40.

Tabel 10. Hasil analisis swiching value pada pola usaha I

Faktor perubahan Persentase penurunan (-) atau peningkatan (+)

Penurunan harga output Penurunan produksi Peningkatan harga indukan Peningkatan harga pakan

- 33,56 - 33,56

+ 181,88 + 295,53

Page 99: A08ndw

80 �

Tabel di atas menunjukan nilai-nilai kriteria investasi yang tidak layak lagi

akibat adanya perubahan-perubahan pada masing-masing harga output, produksi

harga indukan dan harga pakan. Hasil analisis switching value menunjukan bahwa

nilai nol dari NPV diperoleh pada penurunan harga output sebesar 33,56 persen

atau harga output mengalami penurunan sampai dengan Rp 33.220. Hal ini

mengandung arti bahwa penurunan harga output yang masih ditoleransi oleh

kelayakan usaha adalah lebih kecil dari 33,56 persen atau harga anakan lebih

tinggi dari Rp 33.220

Demikian halnya dengan analisis switching value pada penurunan

produksi. Usaha peternakan kelinci ini tidak layak lagi (NPV = 0) jika terjadi

penurunan produksi sebesar 33,56 persen atau produksi anakan tahun pertama

hanya sekitar 2325 ekor dan tahun berikutnya 3986 ekor/tahun. Angka tersebut

mengandung arti bahwa penurunan produksi yang masih ditoleransi oleh

kelayakan usaha adalah lebih kecil dari 33,56 persen atau produksi lebih besar

dari 2325 ekor pada tahun pertama dan lebih besar dari 3986 ekor pada tahun

kedua.

Analisis switching value terhadap kenaikan harga indukan menunjukan

NPV = 0 ketika terjadi kenaikan harga pakan sebesar 181,88 persen atau harga

indukan mencapai harga Rp 3.637.400 per ekor. Ini berarti usaha pola usaha I

masih layak diusahakan apabila kenaikan harga indukan di bawah 181,88 persen

atau di bawah Rp 3.637.400. Pakan merupakan hal terpenting dalam usaha ini

sehingga perubahan sangat berpengruh terhadap kelangsungan usaha. Kenaikan

harga pakan yang masih di toleransi oleh usaha adalah sebesar 295,06 persen atau

sebesar Rp 13.239 per kg. artinya pola usaha I masih layak dijalankan apabila

Page 100: A08ndw

81 �

kenaikan harga pakan di bawah 295,53 persen atau harga pakan lebih rendah dari

Rp 13.239 per kg.

7.2 Analisis Kelayakan Finansial Pola Usaha II

7.2.1 Arus Penerimaan (Inflow)

Dalam pola usaha ini arus penerimaan berupa nilai produksi total yang

diperoleh setelah proyek berakhir. Penerimaan yang diperoleh pada pola usaha ini

adalah penjualan anakan yang dihasilkan, penjualan kelinci pedaging dan

pendapatan dari nilai sisa. Pada Asep’s Rabbit Project terdapat 200 ekor indukan

betina dan 50 ekor indukan jantan. Seekor induk betina diasumsikan dapat

melahirkan rata-rata 6 ekor anak dengan mempertimbangkan tingkat kematian

anak sebesar 15 persen sehingga diasumsikan satu ekor kelinci melahirkan 5 ekor

anak yang siap dipasarkan. Jumlah anak yang dihasilkan dari 200 ekor indukan

betina dalam satu kali masa bunting adalah 1000 ekor, tetapi masa bunting diatur

agar setiap bulan bisa mendapatkan penerimaan dari penjualan anakan. Sehingga

setiap bulan akan menghasilkan 500 ekor anak dengan mengawinkan 100 ekor

indukan betina dengan 25 pejantan setiap bulannya. Anak kelinci yang dilahirkan

akan menjalani masa menyusui selama 28 hari sebelum bisa dipasarkan.

Harga rata-rata anakan kelinci yang berusia 28 hari yang siap dipaskan sangat

bervariasi, sehingga dalam penelitian ini diasumsikan harga anakan adalah

Rp 50.000 per ekor. Penerimaan pada pola usaha I dari penjualan anakan kelinci

dapat dilihat pada Tabel 11.

Page 101: A08ndw

82 �

Tabel 11. Hasil Penjualan anakan kelinci yang dihasilkan oleh pola usaha II

Tahun Produksi (ekor) Nilai (Rp) 1 3.500 175.000.000 2 6.000 300.000.000 3 6.000 300.000.000 4 6.000 300.000.000

Total 21.500 1.075.000.000

Selain dari hasil penjualan anakan kelinci penerimaan pada pola usaha II

juga didapat dari nilai sisa atau salvage value. Salvge value adalah nilai sisa dari

biaya investasi yang tidak habis terpakai selama umur ekonomis proyek. Salvage

value terjadi pada akhir umur proyek sehingga nilai sisa diperhitungkan sebagai

tambahan manfaat usaha. Nilai sisa pada pola usaha II diperoleh dari komponen

biaya yang tidak habis terpakai yaitu lahan, bangunan kandang, mesin pellet, dan

indukan jantan. Diasumsikan harga jual lahan sama dengan harga beli lahan dan

total nilai salvage value yaitu sebesar Rp 66.821.429. Nilai sisa dari investasi

dapat dilihat pada Lampiran 19.

7.2.2 Arus Pegeluaran (Outflow)

Struktur biaya dalam pola usaha ini juga dikelompokan ke dalam tiga

jenis, yaitu biaya investasi, biaya operasional, dan biaya tetap. Ketiga komponen

biaya ini dimasukan dalam arus kas.

a. Biaya Investasi

Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan pada saat awal proyek.

Biaya investasi yang dikeluarkan pada pola usaha II relatif sama dengan pola

usaha I yaitu terdiri dari:

Page 102: A08ndw

83 �

1. Indukan betina yang siap kawin dan memiliki masa produktif untuk

bunting selama lima tahun dibeli dengan harga Rp 2.000.000 per ekor

(Asep’s Rabbit Project).

2. Indukan jantan yang siap kawin dan memilik masa produktif untuk

membuahi selama tujuh tahun dibeli dengan harga Rp 2.000.000 per ekor

(Asep’s Rabbit Project).

3. Lahan yang berfungsi untuk membangun bangunan dan kandang yang

digunakan sebagai tempat pembudidayaan. Dibeli dengan harga

Rp 24.000.000

4. Biaya pembuatan bangunan dan kandang yang berfungsi sebagai tempat

pembudidayaan kelinci. Bangunan yang digunakan berukuran 240 m2

yaitu 8 meter x 30 meter berjumlah satu buah. Bangunan kandang

merupakan tempat perlidungan bagi kelinci dari suhu luar, di dalam

bangunan dibuat kandang yang berukuran 70 cm x 60 cm berjumlah 300

buah sehingga luas total dari kandang sebesar 126 m2. Biaya yang

dikeluarkan untuk pembuatan kandang sebesar Rp 16.000.000

5. Mesin pellet berfungsi untuk membuat makan olahan atau yang bisaa

disebut dengan pelet bagi kelinci sehingga kadar nutrisi pakan yang

diberikan dapat dijaga. Biaya total yang digunakan untuk memproduksi

mesin pellet ini yaitu sebesar Rp 12.500.000.

6. Tempat makan dan minum berfungsi sebagai wadah untuk tempat

makanan dan air agar kelinci mudah untuk makan dan minum serta untuk

menjaga kebersihan kandang. Investasi yang dikeluarkan untuk pembelian

tempat pakan dan minum sebesar Rp 2.400.000.

Page 103: A08ndw

84 �

7. Peralatan pendukung peternakan seperti alat-alat kebersihan, ember dan

lainnya, total biaya investasi yang dikeluarkan untuk peralatan kandang ini

sebesar Rp 1.000.000.

Dari keseluruhan total investasi yang dikeluakan oleh pola usaha II, biaya

investasi terbesar adalah untuk pembelian indukan sebesar 89.9 persen dari total

investasi yang dikeluarkan dan sisanya yaitu sebesar 10.1 persen digunakan untuk

biaya investasi yang lain seperti pembelian lahan, pembuatan bangunan dan

kandang, produksi mesin pellet, pembelian tempat makan dan minum. Lampiran

20 menyajikan komponen biaya investasi pada pola usaha II.

b. Biaya Operasional

Biaya operasional yang dikeluarkan pada pola usaha II juga relatif sama

dengan pola usaha I karena sama-sama membudidayakan anakan kelinci. Biaya

operasional yang dikeluarkan pada pola usaha II adalah biaya pakan yang

merupakan pakan olahan dari daun-daun dan sebagainya yang diolah dengan

menngunakan mesin lalu menghasilkan cetakan pellet berukuran kecil yang siap

dimakan oleh kelinci. Pakan kelinci yang diolah memiliki komposisi seimbang

yang cocok untuk kelinci. Kebutuhan pellet untuk 300 ekor kelinci per tahun

adalah sebesar 9 ton untuk tahun pertama karena diasumsikan bahwa proyek baru

berjalan pada bulan maret, dengan harga produksi pakan yaitu sebesar Rp 4480

per kilogram sehingga dalam setahun pola usaha II harus mengeluarkan

Rp 40.320.000 untuk biaya pakan.

Biaya operasional lainnya yaitu obat dan pembelian pulsa atau biaya

telpon. Untuk obat-obatan satu ekor kelinci dianggarkan sebesar Rp 1000 per

bulan, biaya ini merupakan biaya darurat yang bisa terpakai atupun tidak. Obat-

Page 104: A08ndw

85 �

obat yang digunakan pada pola usaha II sama dengan pola usaha I. Perincian

biaya operasional tahun pertama dapat dilihat pada lampiran 21.

Biaya operasional pada tahun kedua dan selanjutnya diasumsikan sama

setiap tahun yaitu kebutuhan pellet untuk 300 ekor kelinci per tahun selama 12

bulan adalah sebesar 10,8 ton dengan harga produksi pakan yaitu sebesar Rp 4480

per kilogram sehingga dalam pada pola usaha II harus mengeluarkan

Rp 48.384.000 untuk biaya pakan. Biaya operasional lainnya yaitu obat

dianggarkan sebesar Rp 1000 per bulan, biaya ini merupakan biaya darurat yang

bisa terpakai atupun tidak. Perincian biaya dapat dilihat pada lampiran 22

c. Biaya Tetap

Biaya Tetap adalah biaya yang besarnya tidak dipengaruhi oleh perubahan

volume produksi dan dalam analisis ini diasumsikan tetap setiap tahunnya. Biaya

tetap dalam budidaya kelinci ini berupa gaji karyawan, upah karyawan lepas,

makan dan rokok, perawatan mesin, perawatan kandang, dan pulsa atau biaya

telepon. Karwayan tetap yang berjumlah 2 orang diberi gaji per bulan sebesar

Rp 800.000 per orang, serta makan dan rokok setiap hari sebesar Rp 17.500 per

orang. Sedangkan karyawan harian merupakan karayawan yang hanya bertugas

untuk mencari rumput setiap harinya dan diberi upah per hari sebesar Rp 30.000.

serta biaya perawatan mesin sebesar Rp 100.000 ber bulan dan perawatan

kandang sebesar Rp 100.000 per 3 bulan. Sedangkan untuk biaya pembelian pulsa

atau biaya telepon diasumsikan tetap setiap bulannya yaitu sebesar Rp 50.000.

Lampiran 23 menjabarkan biaya tetap tahun pertama pada pola usaha II.

Pada tahun pertama kegiatan usaha baru dimulai pada bulan maret tetapi

baru berjalan penuh pada minggu kedua bulan maret sehingga terdapat selisih

Page 105: A08ndw

86 �

perhitungan antara tahun pertama dan kedua. Pada tahun pertama perhitungan

biaya tetap hanya selama 10 bulan sedangkan pada tahun berikutnya dilakukan

perhitungan penuh selama 12 bulan. Perincian perhitungan biaya tetap tahun

kedua dan seterusnya dapat dilihat pada lampiran 24.

7.2.3 Kelayakan Finansial Pola Usaha II

Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Net Present Value,

Net Benefit Cost Ratio, Internal Rate of Return, dan Payback periode.

Berdasarkan hasil perhitungan terhadap analisis finansial pada tingkat diskonto 8

persen, diperoleh NPV sebesar Rp 238.830.471. Nilai ini menunjukan bahwa

keuntungan yang diperoleh pada kegiatan usaha budidaya anakan kelinci adalah

sebesar Rp 238.830.471 selama 5 tahun menurut nilai sekarang. Nilai Net B/C

yang diperoleh adalah 1,56 yang berarti untuk setiap satu rupiah yang

diinvestasikan atau dikeluarkan memberikan manfaat sebesar 1,56.

Internal Rate of Return yang diperoleh yaitu 20 persen menunjukan bahwa

tingkat suku bunga atau tingkat diskonto 20 persen merupakan tingkat diskonto

yang menghasilkan nilai NPV sebesar nol. Dengan melakukan perhitungan

payback periode dapat diketahui bahwa masa yang dibutuhkan untuk

mengembalikan nilai investasi adalah selama 2 tahun 5 bulan dan 20 hari.

Berdasarkan nilai kriteria investasi, dapat dinyatakan bahwa pola usaha II usaha

layak untuk dusahakan. Hasil perhitungan analisis finansial pola usaha II dapat

dilihat pada Tabel 12 dan cashflow perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 41.

Page 106: A08ndw

87 �

Tabel 12. Hasil analisis Finansial Pola Usaha II

Kriteria Investasi Nilai NPV (Rp) Net B/C IRR (%) Payback periode (Tahun)

238.830.471 1,56

20 2,47

7.2.4 Analisis Switching value

Analisis Switching value terhadap penurunan produksi, penurunan harga

output, kenaikan harga indukan, dan kenaikan harga pakan dilakukan untuk

mengetahui sampai seberapa persen penurunan atau kenaikan harga tersebut yang

dapat menyebabkan proyek tersebut tidak layak lagi untuk dilaksanakan, dengan

kata lain dicari tingkat perubahan harga yang menyebabkan nilai NPV negatif

terkecil (NPV = 0) yang disebut nilai pengganti. Nilai persentase perubhan

tersebut diperoleh dengan cara mengiterpolasikan persentase perubahan harga

pembuat NPV negatif dan membuat NPV positif dalam selang satu persen. Hasil

analisis switching value pola usaha II dapat dilihat pada Tabel 13 dan cashflow

perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 43 sampai Lampiran 50.

Tabel 13. Hasil Analisis Switching value pada Pola Usaha II

Faktor perubahan Persentase penurunan (-) atau peningkatan (+)

Penurunan harga output Penurunan produksi Peningkatan harga indukan Peningkatan harga pakan

- 22,08 - 22,08

+ 153,85 + 228,60

Tabel di atas menunjukan nilai-nilai kriteria investasi yang tidak layak lagi

akibat adanya perubahan-perubahan pada masing-masing harga output, harga

indukan dan produksi. Hasil analisis switching value menunjukan bahwa nilai nol

dari NPV diperoleh pada penurunan harga output sebesar 22,08 persen. Hal ini

Page 107: A08ndw

88 �

mengandung arti bahwa penurunan harga output yang masih ditoleransi oleh

kelayakan usaha adalah lebih kecil dari 22,08 persen atau dengan kata lain usaha

masih layak dijalankan apabila harga anakan kelinci lebih tinggi dari Rp 38.960.

Demikian halnya dengan analisis switching value pada penurunan

produksi. Usaha peternakan kelinci ini tidak layak lagi (NPV = 0) jika terjadi

penurunan produksi sebesar 22,08 persen atau dengan kata lain usaha masih layak

dijalankan apabila produksi anakan kelinci lebih tinggi dari 2727 ekor pada tahun

pertama dan 4675 pada tahun berikutnya. Sedangkan analisis switching value

terhadap kenaikan harga indukan menunjukan NPV = 0 ketika terjadi kenaikan

harga indukan sebesar 153,85 persen atau harga indukan yang menyebabkan

usaha ini tidak layak adalah lebih besar sama dengan Rp 3.077.000 per ekor

Pakan merupakan faktor penting dalam menjalankan usaha peternakan

kelinci ini sehingga perubahan harga pakan dapat menyebabkan usaha tidak layak.

Analisi switching value terhadap peningkatan harga pakan adalah sebesar 228,60

persen, artinya usaha peternakan ini masih layak dijalankan apabila harga pakan

lebih kecil dari Rp 10.241 per kilogram.

7.3 Analisis Kelayakan Finansial Pola Usaha III

7.3.1 Arus Penerimaan (Inflow)

Penerimaan yang diperoleh pada pola usaha ini adalah penjualan kelinci

pedaging dan pendapatan dari nilai sisa. Dalam membudidayakan kelinci

pedaging dibutuhkan waktu yang lebih panjang karena harus melewati tahap

penggemukan selama tiga bulan, sehingga baru dapat dipasarkan pada usia empat

bulan. Dalam pola usaha ini arus penerimaan berupa nilai produksi total yang

diperoleh setelah proyek berakhir.

Page 108: A08ndw

89 �

Seekor induk betina diasumsikan dapat melahirkan rata-rata 6 ekor anak

dengan mempertimbangkan tingkat kematian anak sebesar 15 persen sehingga

diasumsikan satu ekor kelinci melahirkan 5 ekor anak yang siap digemukan lalu

dipasarkan. Jumlah anak yang dihasilkan dari 200 ekor indukan betina dalam satu

kali masa bunting adalah 1000 ekor, tetapi masa bunting diatur agar setiap bulan

bisa mendapatkan penerimaan dari kelinci pedaging. Sehingga pada pola usaha III

ini akan menghasilkan 500 ekor kelinci pedaging setiap bulannya dengan

mengawinkan 100 ekor indukan betina dengan 50 ekor pejantan. Rata-rata tingkat

kehidupan anak kelinci menjadi anakan yang siap jual sebesar 85 persen. Tabel 14

menjabarkan hasil penjualan kelinci pedaging per tahun.

Tabel 14. Hasil Penjualan Pedaging yang dihasilkan oleh pola usaha III

Tahun Produksi (ekor) Nilai (Rp) 1 2 500 90 000 000 2 6 000 216 000 000 3 6 000 216 000 000 4 6 000 216 000 000

Total 23 000 744 000 000

Pada akhir proyek pola usaha III terdapat nilai sisa atau salvage value.

Salvge value merupakan nilai sisa dari biaya investasi yang tidak habis terpakai

selama umur ekonomis proyek. Salvage value terjadi pada akhir umur proyek

sehingga nilai sisa diperhitungkan sebagai tambahan manfaat usaha. Nilai sisa

pada pola usaha III diperoleh dari komponen biaya yang tidak terpakai yaitu

lahan, bangunan kandang, dan indukan jantan. Pada pola usaha III tidak ada nilai

investasi mesin pellet karena diasumsika pellet dibeli langsung dari produsen

dalam hal ini Asep’s Rabbit Project dengan harga produksi. Diasumsikan harga

jual lahan sama dengan harga beli lahan dan total nilai salvage value pada tahun

Page 109: A08ndw

90 �

keempat yaitu sebesar Rp 34.142.857. Penerimaan dari nilai sisa dalam pola usaha

III untuk setiap tahun dapat dilihat pada Lampiran 25.

7.3.2 Arus Pegeluaran (Outflow)

Struktur biaya dalam pola usaha III dikelompokan menjadi tiga jenis, yaitu

biaya investasi, biaya operasional, dan biaya tetap. Ketiga komponen biaya ini

dimasukan ke dalam arus kas.

a. Biaya Investasi

Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan pada saat awal proyek.

Biaya investasi yang dikeluarkan pada pola usaha III terdiri dari:

1. Indukan betina yang siap kawin dan memiliki masa produktif untuk

bunting selama empat tahun dibeli dengan harga Rp 150.000 per ekor

(Asep’s Rabbit Project).

2. Indukan jantan yang siap kawin dan memilik masa produktif untuk

membuahi selama tujuh tahun dibeli dengan harga Rp 150.000 per ekor�

(Asep’s Rabbit Project).

3. Lahan yang berfungsi untuk membangun bangunan dan kandang yang

digunakan sebagai tempat pembudidayaan. Dibeli dengan harga

Rp 24.000.000

4. Biaya pembuatan bangunan dan kandang yang berfungsi sebagai tempat

pembudidayaan kelinci. Bangunan yang digunakan berukuran 240 m2

yaitu 8 meter x 30 meter berjumlah satu buah. Bangunan kandang

merupakan tempat perlidungan bagi kelinci dari suhu luar, di dalam

bangunan dibuat kandang yang berukuran 70 cm x 60 cm berjumlah 300

Page 110: A08ndw

91 �

buah sehingga luas total dari kandang sebesar 126 m2. Biaya yang

dikeluarkan untuk pembuatan kandang sebesar Rp 16.000.000

5. Tempat makan dan minum berfungsi sebagai wadah untuk tempat

makanan dan air agar kelinci mudah untuk makan dan minum serta untuk

menjaga kebersihan kandang. Investasi yang dikeluarkan untuk pembelian

tempat pakan dan minum sebesar Rp 2.400.000.

6. Peralatan pendukung peternakan seperti alat-alat kebersihan, ember dan

lainnya, total biaya investasi yang dikeluarkan untuk peralatan kandang ini

sebesar Rp 1.000.000.

Dari keseluruhan total investasi yang dikeluakan oleh pola usaha III, biaya

investasi terbesar adalah untuk pembelian indukan sebesar 46,4 persen dari total

investasi yang dikeluarkan dan sisanya yaitu sebesar 53.6 persen digunakan untuk

biaya investasi yang lain seperti pembelian lahan, pembuatan bangunan dan

kandang, pembelian tempat makan dan minum. Besarnya biaya investasi yang

dikeluarkan untuk indukan tidak sebesar pada pola usaha I dan II karena pada pola

usaha III ini menggunakan indukan pedaging lokal yang memiliki harga

Rp 150.000 per ekor. Lampiran 26 menyajikan komponen biaya investasi pada

pola usaha III.

b. Biaya Operasional

Biaya operasional yang dikeluarkan pada pola usaha III adalah biaya

pakan dan lainnya. Kebutuhan pellet pada pola usaha III per bulannya berbeda-

beda pada tahun pertama karena kelinci pedaging membutuhkan waktu untuk

penggemukan selama dua bulan. Pada bulan maret sampai mei kebutuhan pakan

hanya sebesar 900 kg untuk 300 ekor kelinci. Pada bulan juni terjadi peningkatan

Page 111: A08ndw

92 �

kebutuhan pakan yaitu sebesar 2.400 kg untuk 800 ekor kelinci, lalu pada bulan

juli dan seterusnya dibutuhkan pakan sebanyak 3.900 kg untuk 1.800 ekor kelinci.

Sehingga dalam tahun pertama pada pola usaha III harus mengeluarkan

Rp 75.930.000 untuk biaya operasional. Lampiran 27 menjabarkan biaya

operasional tahun pertama pola usaha III.

Pada tahun kedua dan seterusnya biaya operasional diasumsikan tetap

setiap bulannya yaitu sebesar 3.900 kg untuk 1800 ekor kelinci dewasa maupun

kelinci yang sudah melewati masa sapih. Dalam pola usaha III biaya operasional

yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 125.040.000. Lampiran 28 menunjukan biaya

operasional yang dikeluarkan pada tahun ke-2 sampai tahun keempat.

c. Biaya Tetap

Biaya Tetap adalah biaya yang besarnya tidak dipengaruhi oleh perubahan

volume produksi dan dalam analisis ini diasumsikan tetap setiap tahunnya. Biaya

tetap dalam budidaya kelinci ini berupa gaji karyawan, makan dan rokok,

perawatan kandang, serta pulsa atau biaya telepon. Karwayan tetap yang

berjumlah 2 orang diberi gaji per bulan sebesar Rp 800.000 per orang, serta

makan dan rokok setiap hari sebesar Rp 17.500 per orang. Biaya perawatan mesin

sebesar Rp 100.000 ber bulan, perawatan kandang sebesar Rp 100.000 per 3

bulan, dan pulsa atau biaya telepon sebesar Rp 50.000 per bulan. Pada Lampiran

29 terlihat besarnya biaya tetap yang dikeluarkan setiap tahunnya.

Biaya tetap tahun pertama dan tahun berikutnya berbeda, hal ini

disebabkan oleh adanya masa persiapan usaha pada tahun pertama sehingga

kegiatan usaha baru dilaksanan pada bulan maret dan biaya perawatan kandang

Page 112: A08ndw

93 �

baru dikeluarkan pada bulan april. Biaya tetap tahun kedua sampai keempat dapat

dilihat pada Lampiran 30.

7.3.3 Kelayakan Finansial Pola Usaha III

Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Net Present Value,

Net Benefit Cost Ratio, Internal Rate of Return, dan Payback periode.

Berdasarkan hasil perhitungan terhadap analisis finansial pada tingkat diskonto 8

persen, diperoleh NPV sebesar Rp 115.979.976. Nilai ini menunjukan bahwa

keuntungan yang diperoleh pada kegiatan usaha budidaya kelinci pedaging adalah

sebesar Rp 115.979.976 selama 5 tahun menurut nilai sekarang. Nilai Net B/C

yang diperoleh adalah 2,33 yang berarti untuk setiap satu rupiah yang

diinvestasikan atau dikeluarkan memberikan manfaat sebesar 2,33.

Internal Rate of Return yang diperoleh yaitu 43 persen menunjukan bahwa

tingkat suku bunga atau tingkat diskonto 43 persen merupakan tingkat diskonto

yang menghasilkan nilai NPV sebesar nol. Dengan melakukan perhitungan

payback periode dapat diketahui bahwa masa yang dibutuhkan untuk

mengembalikan nilai investasi adalah selama 4 tahun 7 bulan dan 28 hari.

Berdasarkan nilai kriteria investasi, dapat dinyatakan bahwa usaha pembenihan

kelinci dan kelinci pedaging layak untuk dusahakan. Hasil perhitungan analisis

dinansial pola usaha III dapat dilihat pada Tabel 15 dan cashflow perhitungan

dapat dilihat pada Lampiran 51.

Tabel 15. Hasil analisis Finansial Pola Usaha III

Kriteria Investasi Nilai NPV (Rp) Net B/C IRR (%) Payback periode

115.979.976 2,33

43 4,66�

Page 113: A08ndw

94 �

7.3.4 Analisis Switching value

Analisis Switching value dilakukan terhadap penurunan produksi,

penurunan harga output dan kenaikan harga indukan dilakukan untuk mengetahui

sampai seberapa persen penurunan atau kenaikan harga tersebut yang dapat

menyebabkan proyek tersebut tidak layak lagi untuk dilaksanakan, dengan kata

lain dicari tingkat perubahan harga yang menyebabkan nilai NPV negatif terkecil

(NPV = 0) yang disebut nilai pengganti. Nilai persentase perubhan tersebut

diperoleh dengan cara mengiterpolasikan persentase perubahan harga pembuat

NPV negatif dan membuat NPV positif dalam selang satu persen. Hasil analisis

switching value pola usaha III dapat dilihat pada Tabel 16 dan cashflow

perhitungan analisis switching value dapat dilihat pada Lampiran 53 sampai

Lampiran 60.

Tabel 16. Hasil analisis swiching value pada pola usaha III

Faktor perubahan Persentase penurunan (-) atau peningkatan (+)

Penurunan harga output Penurunan produksi Peningkatan harga indukan Peningkatan harga pakan

- 15.56 - 15,56

+ 448.67 + 127.53

Tabel di atas menunjukan nilai-nilai kriteria investasi yang tidak layak lagi

akibat adanya perubahan-perubahan pada masing-masing harga output, harga

indukan dan produksi. Hasil analisis switching value menunjukan bahwa nilai nol

dari NPV diperoleh pada penurunan harga output sebesar 15.56 persen. Hal ini

mengandung arti bahwa penurunan harga output yang masih ditoleransi oleh

kelayakan usaha adalah lebih kecil dari 15.56 persen atau harga berada di atas

Rp 15,199 per kg hidup. Demikian halnya dengan analisis switching value pada

Page 114: A08ndw

95 �

penurunan produksi. Usaha peternakan kelinci ini tidak layak lagi (NPV = 0) jika

terjadi penurunan produksi sebesar 15.56 persen atau produksi harus lebih besar

dari 2111 ekor pada tahun pertama dan di tahun berikutnya lebih besar dari 5066

ekor.

Kenaikan harga indukan sangat berpengaruh dalam usaha karena indukan

adalah bagian terpenting dari usaha. Nilai switching value menunjukan nilai

448.67 persen. Ini berarti kenaikan harga indukan yang masih dapat ditoleransi

usaha adlah sebesar 192.33 persen atau kenaikan harga indukan di bawah

Rp 637,005 per ekor. Sedangkan analisis switching value terhadap kenaikan harga

pakan menunjukan NPV = 0 ketika terjadi kenaikan harga pakan sebesar 127.53

persen. Hal ini berarti kenaikan harga pakan yang masih ditoleransi usaha lebih

kecil dari 127.53 persen atau harga pakan berada di bawah Rp 3163 per kg.

7.4 Perbandingan Hasil Analisis Kelayakan Finansial Pada Ketiga Pola

Usaha

Dari hasil kelayakan finansial yang dilakukan dengan menggunakan empat

criteria investasi yaitu Net Present Value (NPV), Net Benefit per Cost (Net B/C),

Internal Rate of Return (IRR), dan Payback periode dapat dilihat bahwa pola

usaha III yang paling layak untuk diusahakan.

Biaya yang dikeluarkan baik tahun pertama maupun tahun selanjutnya

pada pola usaha I dan II lebih besar bila dibandingkan dengan pola usaha III

karena pada pola usaha III investasi pada indukan kelinci pedaging tidak

membutuhkan banyak biaya. Walaupun nilai NPV pola usaha I lebih besar

dibandingkan pola usaha II dan III, hal ini berarti bahwa keuntungan yang

Page 115: A08ndw

96 �

diperoleh pada kegiatan usaha pola I akan lebih besar dibandingkan dengan pola

usaha II dan III selama 5 tahun menurut nilai sekarang.

Nilai Net B/C yang diperoleh pada pola usaha I sebesar 1,88, pola usaha II

sebesar 1,56, dan pola usaha III sebesar 2,33, hal ini berarti untuk setiap satu

rupiah yang diinvestasikan atau dikeluarkan akan memberikan manfaat yang

paling besar pada pola usaha III yaitu sebesar 2,33.

Internal Rate of Return pada pola usaha III juga memiliki nilai yang paling

besar yaitu sebesar 43 persen, pada pola usaha I sebesar 31 persen dan pada pola

usaha II sebesar 20 persen. Hal ini menunjukan bahwa pola usaha III lebih stabil

terhadap perubahan tingkat diskonto yang berarti pola usaha lebih resisten

terhadap keadan ekonomi yang tidak stabil.

Hasil perhitungan payback periode juga menunjukan bahwa pola usaha I

merupakan usaha yang paling layak untuk dijalankan karena tingkat

pengembalian nilai investasi yang paling cepat. Pola usaha I memiliki payback

periode sebesar 3,17 atau 3 tahun 2 bulan 12 hari, pola usaha II memiliki payback

periode sebesar 2,47 tahun atau 2 tahun 5 bulan 20 hari, dan pola usaha III

memiliki payback periode sebesar 4,66 tahun atau 4 tahun 7 bulan 28 hari.

Perbandingan hasil analisa finansial ketiga pola usaha dapat dilihat pada Tabel 17.

Dari keempat kriteria kelayakan dan perbandingan biaya terlihat bahwa

pola usaha III merupakan usaha yang paling untuk dilaksanakan karena pola

usaha III paling menguntungkan dengan total biaya yang paling kecil, nilai NPV

sebesar Rp 115.979.976, Net B/C sebesar 2,33, IRR sebesar 43, dan Payback

periode sebesar 4,66.

Page 116: A08ndw

97 �

Tabel 17. Perbandingan kriteria kelayakan finansial usaha peternakan kelinci dari keriga pola usaha

No Kriteria kelayakan Pola usaha I Pola usaha II Pola usaha III 1. Total Biaya Tahun ke-1

Total Biaya Tahun ke-2 Total Biaya Tahun ke-3 Total Biaya Tahun ke-4

712.070.000 277.444.000 277.444.000 277.444.000

637.070.000 97.444.000 97.444.000 97.444.000

184.180.000 157.324.000 157.324.000 157.324.000

2. NPV (Rp) 363.123.588 238.830.471 115.979.976 3. Net B/C 1,88 1,56 2,33 4. IRR (persen) 31 20 43 5. PP (tahun) 3,17 2,47 4,66

7.5 Perbandingan Hasil Analisis Sensitivitas dari Ketiga Pola Usaha

Dari hasil analisis switching value yang dilakukan terhadap ketiga pola

usaha peternakan kelinci, maka dilakukan perbandingan untuk melihat skenario

yang paling tidak sensitif atau peka terhadap perubahan variabel-variabel

penurunan harga kelinci baik anankan maupun pedaging, penurunan produksi

kelinci, kenaikan harga indukan kelinci, dan kenaikan pakan. Perbadingan ketiga

pola usaha dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Switching value ketiga pola usaha peternakan kelinci

No Parameter Pola usaha I Pola usaha II Pola usaha III 1. Penurunan harga output 33,56 22,08 15.56 2. Penurunan volume produksi 33,56 22,08 15,56 3. Peningkatan harga indukan 181,88 153,85 448.67 4. Peningkatan harga pakan 295,53 228,60 127.53

Secara umum dapat dilihat bahwa dari ketiga pola usaha, pola usaha III

peka terhadap perubahan yang terjadi dan memiliki resiko yang cukup besar untuk

menjalankan usaha peternakan kelinci dengan pola usaha ini. Pada Tabel 36

Page 117: A08ndw

98 �

terlihat pula pola usaha I dan II relatif kurang peka terhadap perubahan hal ini

berarti sangat baik untuk suatu kegiatan usaha.

Batas-batas maksimal perubahan-perubahan ini sangat mempengaruhi

dalam layak atu tidak layaknya usaha untuk dilaksanakan, semakin besar

persentase yang diperoleh berarti usaha tidak peka terhadap perubahan yang

terjadi. Dari perbandingan ketiga pola usaha yang dilakukan maka pola usaha I

kurang peka terhadap perubahan ketiga variable switching value bila

dibandingkan dengan pola usaha II dan III. Tetapi pada variable peningkatan

harga indukan pola usaha III paling tindak sensitive karena nilai investasi indukan

pada pola usaha III relatif paling kecil dibandingkan pola usaha lainnya. Hal ini

berarti bahwa pola usaha relatif stabil terhadap perubahan-perubahan variabel,

sehingga pola usaha ini dapat mendatangkan keuntungan lebih tinggi dan dengan

resiko yang lebih kecil.

Dari hasil analisis switching value terlihat bahwa pola usaha I merupakan

usaha yang paling untuk dilaksanakan karena pola usaha I paling stabil atau tidak

peka pada berubahan. Pola usaha I memiliki nilai switching value terhadap

penurunan harga output sebesar 33,56 persen, penurunan terhadap jumlah

produksi sebesar 33,56 persen, peningkatan harga indukan sebesar 181,88, dan

peningkatan harga pakan sebesar 295,53. Tetapi walaupun pola usaha I

merupakan pola usaha yang paling tidak peka terhadap perubahan tetapi

perbedaannya tidak terlalu signifikan.

Page 118: A08ndw

VIII KESIMPULAN DAN SARAN

8.1 Kesimpulan

1. Berdasarkan analisis kelayakan yang meliputi aspek pasar, aspek

manajemen, dan aspek teknis maka pengusahaan peternakan kelinci pada

perencanaan proyek ketiga pola usaha layak untuk dilaksanakan.

2. Berdasarkan analisis kelayakan finansial pada pengusahaan peternakan

kelinci pada ketiga pola usaha layak untuk dilaksanakan. Namun usaha

yang paling menguntungkan untuk dilaksanakan sebagai pengembangan

usaha Asep’s Rabbit Project yaitu usaha pola usaha I dengan biaya yang

dikeluarkan relatif lebih tinggi.

3. Berdasarkan analisis switching value, penurunan harga output dan

penurunan produksi merupakan faktor yang sensitif terhadap perubahan.

Peningkatan pada harga indukan dan harga pakan tidak sensitif terhadap

perubahan. Hal tersebut dikarenakan biaya pada pengadaan indukan jauh

lebih kecil daripada penerimaan yang didapatkan dari pengusahaan

peternakan kelinci, walaupun persentase biaya pengeluaran pakan terhadap

tolal biaya operasional cukup tinggi.

8.2 Saran

Dari hasil penelitian kelayakan usaha budidaya peternakan kelinci Asep’s

Rabbit Project, saran yang dapat diajukan adalah antara lain :

1. Asep’s Rabbit Project sebaiknya memilih pola usaha I yaitu budidaya

anakan kelinci dan penjualan kelinci pedaging sebagai pengembangan

usaha peternakan kelinci karena memiliki nilai proyek dan tingkat

Page 119: A08ndw

100 �

pengembalian terbesar. Selain itu pola usaha III juga dapat dipilih sebagai

pengembanagan Asep’s Rabbit Project karena memiliki struktur biaya

terkecil dan tingkat pengembalian yang cukup menjanjikan.

2. Dari analisis switching value, perubahan output sangat mempengaruhi

kelayakan produksi, salah satunya dapat disebabkan oleh penyakit yang

menyerang kelinci. Oleh karena itu peternak diharapkan menjaga

kebersihan kandang serta memberikan pakan yang yang cukup pada

kelinci.

3. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan analisis

pemasaran dan perilaku konsumen terhadap produk-produk olahan yang

dihasilkan dari kelinci agar peternakan kelinci dapat berkembang dan

menjadi satu alternatif bahan pangan sumber protein.

Page 120: A08ndw

DAFTAR PUSTAKA Biro Pusat Statistik. 2007. Kabupaten Bandung dalam Data. BPS. Jakarta Budiana, N.S dan Gusti Merdeka Putera. 2006. Kelinci Hias. Penebar Swadaya.

Bogor Departemen Pertanian. 2007. Buku Saku Stastistik Makro. Departemen Pertanian.

Jakarta Ermin, Faisal. 2007. Analisis Kelayakan Investasi Pengusahaan Lobster Air Tawar

pada CV. Vizan Farm dan CV. Sejahtera Lobster Farm. Skripsi. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Gittinger, J.P. 1986.Analisis Ekonomi Proyek – Proyek Pertanian. Edisi kedua.

UI-press. Jakarta Gray. 1992. Pengantar Evaluasi Proyek. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Husnan, S dan Muhammad, S. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Edisi keempat.

Penerbit AMP YKPN. Yogyakarta Kadariah. 1988. Evaluasi Proyek (Edisi II). Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi

Universitas Indonesia. Jakarta Kadariah, Karlina dan Gray. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga Penerbit

Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta Keown, Arthur J, et al. 2001. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan (buku satu).

Penerbit Salemba empat. Jakarta Pasek, I Wayan. 2005. Teknis Berternak Kalinci. Balai Penelitian Ternak Ciawi.

Bogor Pujoharjo, A. 2002. Karakteristik sosis dari daging kelincidan ayam dengan Tingkat

Penggunaan Tapioka dan Susu Skim yang berbeda. Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Institut Petanian Bogor. Bogor

Purnamawati, Dyah Anisa. 2007. Analisis Kelayakan Investasi Usaha Safira Powder

pada PT. Bogor Agro Lestari. Skripsi. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Page 121: A08ndw

102

Ricardo, Jefri. 2006. Analisis Kelayakan Finansial Perusahaan Tahu (Studi Kasus Perusahaan Tahu Rezeki Kecamatan Cipondoh, Kota Tanggerang). Skripsi. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Riwayadi. 2007. Analisis Kelayakan Investasi Pengembangan Budidaya Ayam

Potong pada Hasjrul Harahap Farm di Kecamatan Bojong Gede. Skripsi. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Sarwono, B. 2001. Kelinci Potong dan Hias. PT Agromedia Pustaka. Jakarta . 2001. Beternak Kelinci Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta Susilorini, Tri Eko. Dkk. 2008. Budidaya Ternak Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta Umar, Husein. 2005. Studi Kelayakan Bisnis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Wahyuni Enda. 2007. Analisis Kelayakan Pengusahaan Terong Belanda (Kasus di

Kabupaten Karo, Propinsi Sumatera Utara). Skripsi. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Page 122: A08ndw

LAMPIRAN

Page 123: A08ndw

RINGKASAN

Nandana Duta Widagdho. Analisis Kelayakan Usaha Peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Di bimbing oleh Ratna Winandi.

Subsektor peternakan memegang peranan penting sebagai salah satu sumber pertumbuhan, khususnya bagi sektor pertanian dan umumnya perekonomian Indonesia. Subsektor peternakan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan sektor pertanian, diutamakan untuk memenuhi pangan dan gizi melalui usaha pembinaan daerah-daerah produksi yang telah ada serta pembangunan daerah-daerah baru. Semakin bertambahnya jumlah penduduk, tingkat pendapatan serta meningkatnya kadar gizi masyarakat, maka akan menyebabkan permintaan akan produksi ternak semakin meningkat guna memenuhi kebutuhan protein hewani. Oleh karena itu, dalam rangka pengadaan produk peternakan bagi kebutuhan penduduk yang berkembang pesat, maka diperlukan pembangunan di bidang peternakan yang lebih cepat menghasilkan produk. Salah satu ternak alternatif yang cukup potensial untuk mencapai tujuan tersebut adalah kelinci.

Tujan Penelitian ini adalah Menganalisis aspek-aspek dalam kelayakan usaha secara deskriptif yang meilputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, dan aspek social, menganalisis tingkat kelayakan finansial peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project, melakukan analisis switching value untuk melihat tingkat kepekaan kelayakan usaha peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project bila terjadi perubahan - perubahan dalam faktor produksi.

Penelitian ini dilaksanakan pada peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project di Lembang Kabupaten Bandung, Jawa Barat pada bulan Maret sampai dengan April 2008. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Metode pengolahan digunakan dalam menganalisis kuantitatif adalah analisis kelayakan finansial dan analisis switching value. Untuk menguji kelayakan usaha ternak kelinci secara finansial digunakan alat ukur sebagai berikut : Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Internal Rate of Return (IRR) dan Payback periode.

Umur proyek yang digunakan dalam analisis ini adalah selama 5 tahun. Hal tersebut berdasarkan umur produktif indukan kelinci betina yang merukan faktor paling penting dalam peternakan kelinci serta memiliki nilai investasi terbesar. Pola usaha yang terdapat dalam penelitian ini dibuat berdasarkan data-data yang terdapat di lapangan. Pola usaha I, II dan III merupakan pola usaha yang akan dipilih oleh Asep’s Rabbit Project sebagai pengambangan peternakan kelinci.

Hasil analisis kualitatif dari apek pasar, aspek manajemen, dan aspek teknis menunjukan bahwa usaha peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project layak untuk dilaksanakan. Hal tersebut ditunjukan oleh produk yang dihasilkan pada usaha budidaya anakan kelinci dan budidaya kelinci pedaging merupakan produk yang sesuai dengan permintaan pasar dan harga yang ditawarkan pun merupakan harga yang terjangkau oleh konsumen, adanya struktur organisasi dan pembagian pekerjaan yang jelas, dan juga telah memenuhi syarat teknis tersebut seperti,

Page 124: A08ndw

persiapan kandang yang ideal, ketersediaan input, pemilihan indukan yang unggul, perkawinan induk yang optimal, kontrol mutu, dan keamanan.

Hasil analisis finansial menunjukan bahwa pengusahaan peternakan kelinci pada ketiga pola usaha layak untuk dilaksanakan. Hal tersebut dapat dilahat dari hasil perhitungan pada pola usaha I didapat nilai NPV sebesar 363,12 juta, Net B/C sebesar 1,88, IRR sebesar 31 persen dan payback periode selama 3,17. Nilai ini menunjukan bahwa keuntungan yang diperoleh pada kegiatan usaha pembenihan kelinci dan kelinci pedaging adalah sebesar Rp 363.123.588 selama 5 tahun menurut nilai sekarang. Nilai Net B/C yang diperoleh adalah 1,88 yang berarti untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan atau dikeluarkan memberikan manfaat sebesar 1,88. Internal Rate of Return yang diperoleh yaitu 31 persen menunjukan bahwa tingkat suku bunga atau tingkat diskonto 31 persen merupakan tingkat diskonto yang menghasilkan nilai NPV sebesar nol. Serta payback periode dapat diketahui bahwa masa yang dibutuhkan untuk mengembalikan nilai investasi adalah selama 3,17 atau selama 3 tahun 2 bulan dan 12 hari. Pola usaha II didapat nilai NPV sebesar 238,83 juta, Net B/C sebesar 1,56, IRR sebesar 20 persen dan payback periode selama 2,47. Nilai ini menunjukan bahwa keuntungan yang diperoleh pada kegiatan usaha budidaya anakan kelinci adalah sebesar Rp 238.830.471 selama 5 tahun menurut nilai sekarang. Nilai Net B/C yang diperoleh adalah 1,56 yang berarti untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan atau dikeluarkan memberikan manfaat sebesar 1,56. Internal Rate of Return yang diperoleh yaitu 20 persen menunjukan bahwa tingkat suku bunga atau tingkat diskonto 20 persen merupakan tingkat diskonto yang menghasilkan nilai NPV sebesar nol. Serta payback periode dapat diketahui bahwa masa yang dibutuhkan untuk mengembalikan nilai investasi adalah selama 2 tahun 5 bulan dan 20 hari.

Pola usaha III didapat nilai NPV sebesar 115.97 juta, Net B/C sebesar 2,33, IRR sebesar 43 persen dan payback periode selama 4,66. Nilai ini menunjukan bahwa keuntungan yang diperoleh pada kegiatan usaha budidaya kelinci pedaging adalah sebesar Rp 115.979.976 selama 5 tahun menurut nilai sekarang. Nilai Net B/C yang diperoleh adalah 2,33 yang berarti untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan atau dikeluarkan memberikan manfaat sebesar 2,33. Internal Rate of Return yang diperoleh yaitu 43 persen menunjukan bahwa tingkat suku bunga atau tingkat diskonto 43 persen merupakan tingkat diskonto yang menghasilkan nilai NPV sebesar nol. Serta payback periode dapat diketahui bahwa masa yang dibutuhkan untuk mengembalikan nilai investasi adalah selama 4 tahun 7 bulan dan 28 hari.

Hasil analisis switching value menunjukan bahwa peternakan kelinci pada ketiga pola usaha peka terhadap penurunan harga output dan penurunan produksi. Ketiga pola usaha ini kurang peka terhadap peningkatan harga indukan dan harga pakan. Hal ini dapat dilihat dari hasil perhitungan analisis switching value pola usaha I didapat nilai switching value terhadap penurunan harga output dan penurunan produksi sebesar 33,56 persen, angka tersebut mengandung arti bahwa penurunan produksi yang masih ditoleransi oleh kelayakan usaha adalah lebih kecil dari 33,56 persen atau produksi lebih besar dari 2325 ekor pada tahun pertama dan lebih besar dari 3986 ekor pada tahun berikutnya serta penurunan harga output di bawah Rp 33.220, peningkatan harga indukan sebesar 181,88

Page 125: A08ndw

persen atau harga indukan mencapai harga Rp 3.637.400 per ekor, dan peningkatan harga pakan sebesar 295,53 persen atau sebesar Rp 13.239 per kg.

Pada pola usaha II didapat nilai switching value terhadap penurunan harga output dan penurunan produksi sebesar 22,08 persen Hal ini mengandung arti bahwa penurunan harga output yang masih ditoleransi oleh kelayakan usaha adalah lebih kecil dari 22,08 persen atau dengan kata lain usaha masih layak dijalankan apabila harga anakan kelinci lebih tinggi dari Rp 38.960 dan apabila produksi anakan kelinci lebih tinggi dari 2727 ekor pada tahun pertama dan 4675 pada tahun berikutnya, peningkatan harga indukan sebesar 153,85 persen atau harga indukan yang menyebabkan usaha ini tidak layak adalah lebih besar sama dengan Rp 3.077.000 per ekor, dan peningkatan harga pakan sebesar 228,60 persen, artinya usaha peternakan ini masih layak dijalankan apabila harga pakan lebih kecil dari Rp 10.241 per kilogram.

Pada pola usaha III didapat nilai switching value terhadap penurunan harga output dan penurunan produksi sebesar 15,56 persen, ini mengandung arti bahwa penurunan harga output yang masih ditoleransi oleh kelayakan usaha adalah lebih kecil dari 15,56 persen atau dengan kata lain usaha masih layak dijalankan apabila harga kelinci pedaging lebih tinggi dari 15,199 per kg hidup dan apabila produksi anakan kelinci lebih tinggi dari 2111 ekor pada tahun pertama dan 5066 pada tahun berikutnya, peningkatan harga indukan sebesar 192.33 persen Ini berarti kenaikan harga indukan yang masih dapat ditoleransi usaha adalah sebesar 192.33 persen atau kenaikan harga indukan di bawah Rp 637,005 per ekor, dan peningkatan harga pakan sebesar 127,53 persen Hal ini berarti kenaikan harga pakan yang masih ditoleransi usaha lebih kecil dari 127.53 persen atau harga pakan berada di bawah Rp 3163 per kg.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah : Pertama berdasarkan analisis kelayakan yang meliputi aspek pasar, aspek manajemen, dan aspek teknis maka pengusahaan peternakan kelinci pada perencanaan proyek ketiga pola usaha layak untuk dilaksanakan. Kedua berdasarkan analisis kelayakan finansial pada pengusahaan peternakan kelinci pada ketiga pola usaha layak untuk dilaksanakan. Namun usaha yang paling menguntungkan untuk dilaksanakan sebagai pengembangan usaha Asep’s Rabbit Project yaitu usaha pola usaha I dengan biaya yang dikeluarkan relatif lebih tinggi. Ketiga berdasarkan analisis switching value, penurunan harga output dan penurunan produksi merupakan faktor yang sensitif terhadap perubahan. Peningkatan pada harga indukan dan harga pakan tidak sensitif terhadap perubahan. Hal tersebut dikarenakan biaya pada pengadaan indukan jauh lebih kecil daripada penerimaan yang didapatkan dari pengusahaan peternakan kelinci, walaupun persentase biaya pengeluaran pakan terhadap tolal biaya operasional cukup tinggi. Saran yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah : Pertama Asep’s Rabbit Project sebaiknya memilih pola usaha I yaitu budidaya anakan kelinci dan penjualan kelinci pedaging sebagai pengembangan usaha peternakan kelinci karena memiliki nilai proyek dan tingkat pengembalian terbesar. Selain itu pola usaha III juga dapat dipilih sebagai pengembanagan Asep’s Rabbit Project karena memiliki struktur biaya terkecil dan tingkat pengembalian yang cukup menjanjikan. Kedua Dari analisis switching value, perubahan output sangat mempengaruhi kelayakan produksi, salah satunya dapat disebabkan oleh penyakit yang menyerang kelinci. Oleh karena itu peternak diharapkan menjaga kebersihan

Page 126: A08ndw

kandang serta memberikan pakan yang yang cukup pada kelinci. Ketiga untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan analisis pemasaran dan perilaku konsumen terhadap produk-produk olahan yang dihasilkan dari kelinci agar peternakan kelinci dapat berkembang dan menjadi satu alternatif bahan pangan sumber protein.

Page 127: A08ndw

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI

ASEP’S RABBIT PROJECT KECAMATAN LEMBANG,

KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT

Oleh :

Nandana Duta Widagdho

A14104132

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian pada

Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

Page 128: A08ndw

Judul : Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Kelinci Asep’s Rabbit

Project, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat

Nama : Nandana Duta Widagdho

NRP : A14104132

Menyetujui,

Dosen Pembimbing Skripsi

Dr. Ir. Ratna Winandi, MS NIP. 130 687 506

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr

NIP. 131 124 019

Tanggal Lulus :

Page 129: A08ndw

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

“ANSLISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP’S

RABBIT PROJECT, KECAMATAN LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG,

JAWA BARAT BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI

LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK

TERTENTU.

SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR

HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-

BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK

LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM

NASKAH.

Bogor, Mei 2008

Nandana Duta Widagdho

A14104132

Page 130: A08ndw

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 16 September 1987 sebagai

anak pertama dari tiga bersaudara pasangan M. Bastiyono dan Siti Kustantinah.

Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Sawasta Xaverius C Ambon

dan Sekolah Dasar Swasta Yapenka, Jakarta pada tahun 1998, lalu menyelesaikan

pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 68, Jakarta pada tahun

2001, kemudian menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Umum Swasta

Peribadi pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai

mahasiswa Program Studi Manajemen Agribisnis, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial

Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur

SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru).

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam kegiatan organisasi dan

kepanitiaan kegiatan baik lingkup internal maupun eksternal, antara lain penulis

pernah aktif di BEM FAPERTA periode 2005-2006 sebagai staf pada Departemen

Keuangan. Penulis juga aktif pada organisasi MISETA (Pemiinat Ilmu-ilmu

Sosial Ekonomi Pertanian). Penulis pernah menjabat di MISETA sebagai Satf

Departemen Sosial periode 2005-2006 dan staf Bisnis dan Kewirausahaan periode

2006-2007.

Page 131: A08ndw

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim,

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala limpahan

rahmat-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan judul

“Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Kelinci Asep’s Rabbit Project, Kecamatan

Lembang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Shalawat serta salam semoga

senantiasa tercurah kepada Rasulullah SAW sebagai uswatun hasanah, keluarga,

sahabat, serta para pengikutnya sampai akhir zaman.

Judul penelitian ini didasarkan atas rasa ketertarikan yang besar dari penulis

terhadap prospek pengembangan usaha dalam subsektor peternakan khususnya

peternakan kelinci. Saat ini peternakan kelinci berkembang sebagai suatu bisnis

yang menghasilkan kelinci hias dan kelinci pedaging yang yang dapat menjadi

salah satu alternatif untuk pemenuhan kebutuhan protein hewani.

Skripsi ini merupakan tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh Gelar Sarjana Pertanian dari Program Studi Manajemen Agribisnis,

Fakultas pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu proses penulisan

skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna

mengingat keterbatasan-keterbatasan yang dihadapi selama berlangsungnya

penelitian.

Page 132: A08ndw

Bogor, Mei 2008

Penulis

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis menyadari sepenuh hati bahwa skripsi ini tidak akan tersusun dan

selesai tanpa bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu dari lubuk hati yang teramat

dalam, perkenankanlah Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada :

1. Yang Tercinta Papa dan Mama serta Adikku Nita dan Adikku Dinda yang

telah memberikan doa dan dorongan yang begitu besar demi terselesaikannya

skripsi ini.

2. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS, selaku Dosen Pembimbing skripsi, yang telah

meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan selama penulis menyusun

skripsi.

3. Lusi Fausia, Ir. M.Ec sebagai dosen penguji utama yang telah berkenan

meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan

skripsi ini.

4. Faroby Falatehan, SP, ME sebagai dosen penguji dari wakil komisi

pendidikan Program Studi Manajemen Agribisnis atas segala kritik dan saran

yang telah diberikan.

5. Amzul Rifin, SP, MA sebagai dosen pembimbing akademik, yang telah

meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan semasa perkuliahan.

Page 133: A08ndw

6. Sekretariat Program Studi Manajemen Agribisnis serta Seluruh staf pengajar

dan karyawan/wati Departemen Agribisnis, Faperta IPB yang telah banyak

membantu penulis.

7. Bapak Asep Sutisna yang telah mengijinkan penulis untuk melakukan

penelitian pada peternakan kelinci miliknya.

8. Temanku Iswanti Noor Rustiana dan keluarga yang telah memberikan bantuan

dan dukungan kepada penulis guna menyelesaikan skripsi ini.

9. Teman-temanku Nunu, Evan, Anggoy, Ragil, Yoga, Nunik, Tere, Agnes,

Pretty, Widy, Mamieq, Sastro, Uci, Arisman dll yang melewati masa senang

dan susah selama menjalani masa perkuliahan.

10. Teman-temanku seperjuangan Nung, Fany, Intan, Nova, Aulia yang telah

memberikan bantuan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini.

11. Teman-temanku satu bimbingan akademik selama enam semester Icha, Vera

Nova, Tutik, Rizal, Triyadi, Effendi yang telah saling membantu selama masa

perkuliahan.

12. Teman-temanku Adisty, Bapuq, Tifa, Remy, Fandy, Neneng yang telah

menjadi bagian baru dari penulis.

13. Teman-teman KKP Faperta IPB Desa Sukajaya Amie, Santi, Ebi, dan Septian

yang telah menjadi keluarga baru bagi penulis.

14. Teman-temanku yang telah menjadi bagian dari keluarga Griya Indah Yudi,

Geri, Ali, Ihsan, Ibnu, Oji, Mas Gatot, Ivan, Indra dan teman-temanku lainnya

yang tidak dapat kusebutkan satu persatu yang telah memberikan dorongan,

Page 134: A08ndw

perhatian, bantuan dan kesabarannya kepada penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini..

15. Teman-temanku AGB 42 Wening, Wiwi, Gita, Tiara, Rina, Ayu, Faisal, Nawi,

Eca, Yusda, Hari, Bayu dan teman-temanku yang lainnya yang tidak dapat

kusebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan moril kepada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dan juga telah bersedia hadir dan

memberikan masukan pada seminar skripsi penulis.

16. Pihak-Pihak lain yang secara langsung maupun tidak langsung yang telah

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Page 135: A08ndw

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ..................................................................................................... x

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1

1.2 Perumusan Masalah ..................................................................... 6

1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................... 9

1.4 Kegunaan Pnelitian ....................................................................... 9

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ........................................................... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelinci dan Kerabatnya ............................................................... 11

2.2 Teknik Budidaya ........................................................................ 13

2.2.1 Pemilihan Bibit .................................................................. 13

2.2.2 Pakan ................................................................................. 14

2.2.3 Kandang ............................................................................. 14

2.2.4 Reproduksi dan Perkawinan ............................................... 15

2.2.5 Penyakit Kelinci ................................................................. 16

2.2.6 Panen dan Pascapanen ........................................................ 17

2.3 Manfaat dan Kegunaan Ternak Kelinci ....................................... 17

2.3.1 Bahan Pangan .................................................................... 17

2.3.2 Produksi Kulit .................................................................... 18

2.3.3 Kegunaan Lain ................................................................... 18

2.4 Penelitian terdahulu .................................................................... 19

Page 136: A08ndw

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ..................................................... 27

3.1.1 Studi Kelayakan Proyek ..................................................... 27

3.1.2 Analisis Ekonomi dan Finansial ......................................... 31

3.1.3 Analisis Nilai Pengganti (Switching Value) ....................... 39

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ............................................... 40

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 44

4.2 Jenis Data dan Sumber Data ....................................................... 44

4.3 Metode Penentuan Lokasi dan Pengumpulan Data

......................44

4.4 Metode Analisis Data ....................................................................45

4.4.1 Analisis Kelayakan Finansial ............................................. 46

4.4.2 Masa Pengembalian Investasi yang Didiskontokan ............. 49

4.4.3 Analisis Switching Value ................................................... 50

4.5 Asumsi Dasar yang Digunakan .................................................. 51

BAB V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

5.1 Profil Perusahaan ....................................................................... 54

5.2 Sejarah dan Perkembangan Usaha .............................................. 54

5.3 Struktur Organisasi Perusahaan ................................................... 56

5.4 Rencana Pengembangan Proyek .................................................. 56

BAB VI ASPEK PASAR, ASPEK MANAJEMEN, ASPEK TEKNIS

6.1 Pola Usaha Peternakan Kelinci ................................................... 58

6.2 Aspek Pasar Peternakan Kelinci ................................................. 58

6.2.1 Aspek Pasar Budidaya Anakan Kelinci .............................. 58

6.2.2 Aspek Pasar Budidaya Kelinci Pedaging ............................ 61

6.2.3 Hasil Analisis Aspek Pasar ................................................. 62

6.3 Aspek Manajemen ...................................................................... 63

Page 137: A08ndw

6.3.1 Hasil Analaisis Aspek Manajemen ..................................... 65

6.4 Aspek Teknis .............................................................................. 65

6.4.1 Keragaan Usaha Budidaya Anakan Kelinci ........................ 65

6.4.2 Keragaan Usaha Budidaya Kelinci Pedaging ...................... 70

6.4.3 Hasil Analisis Aspek Teknis .............................................. 71

BAB VII ASPEK FINANSIAL

7.1 Analisis Kelayakan Finansial Pola Usaha I ................................. 72

7.1.1 Arus Penerimaan (Inflow) .................................................. 72

7.1.2 Arus Pengeluaran (Outflow) ............................................... 74

7.1.3 Kelayakan Finansial Pola Usaha I ...................................... 78

7.1.4 Analisis Switching Value ................................................... 79

7.2 Analisis Kelayakan Finansial Pola Usaha II ................................ 81

7.2.1 Arus Penerimaan (Inflow) .................................................. 81

7.2.2 Arus Pengeluaran (Outflow) ............................................... 82

7.2.3 Kelayakan Finansial Pola Usaha II ..................................... 86

7.2.4 Analisis Switching Value ................................................... 87

7.3 Analisis Kelayakan Finansial Pola Usaha III ............................... 88

7.3.1 Arus Penerimaan (Inflow) .................................................. 88

7.3.2 Arus Pengeluaran (Outflow) ............................................... 90

7.3.3 Kelayakan Finansial Pola Usaha III .................................... 93

7.3.4 Analisis Switching Value .................................................... 94

7.4 Perbandingan Hasil Analisis Kelayakan Finansial

Pada Ketiga Pola Usaha .............................................................. 95

7.5 Perbandingan Hasil Analisis Switching Value Ketiga Pola Usaha 97

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN

8.1 Kesimpulan ................................................................................ 99

8.2 Saran ......................................................................................... 99

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 101

LAMPIRAN ................................................................................................... 103

Page 138: A08ndw

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Penduduk Kab. Bandung yang Bekerja menurut Kecamatan dan

Lapangan Usaha...........................................................................................1

2. Konsumsi Daging, Telur, dan Susu (kg/perkapita/tahun) .......................... 2

3. Konsumsi Daging menurut Jenis Daging (kg/kapita/tahun) ....................... 3

4. Perkembangan Volume Impor Komoditas Peternakan, 2002-2006 (kg) .... 3

5. Komposisi Kimia Berbagai Macam Daging .............................................. 4

6. Volume Ekspor Komoditas Peternakan .................................................... 6

7. Hasil Penjualan Anakan Kelinci yang Dihasilkan oleh Pola Usaha I ....... 73

8. Hasil Penjualan Kelinci Pedaging yang Dihasilkan oleh Pola Usaha I ..... 74

9. Hasil Analisis Finansial Pola Usaha I ..................................................... 79

10. Hasil Analisis Swiching Value pada Pola Usaha I ................................... 79

11. Hasil Penjualan Anakan Kelinci yang Dihasilkan oleh Pola Usaha II ...... 82

12. Hasil Analisis Finansial Pola Usaha II .................................................... 87

13. Hasil Analisis Switching Value Pada Pola Usaha II ................................ 87

14. Hasil Penjualan Pedaging yang Dihasilkan oleh Pola Usaha III .............. 89

15. Hasil Analisis Finansial Pola Usaha III ................................................... 93

16. Hasil Analisis Switching Value Pada Pola Usaha III ............................... 94

17. Perbandingan Kriteria Kelayakan Financial Usaha Peternakan Kelinci

dari Ketiga Pola Usaha ........................................................................... 97

18. Switching Value Ketiga Pola Usaha Peternakan Kelinci .......................... 97

Page 139: A08ndw

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Grafik Hubungan Antara NPV dan Tingkat Suku Bunga ................ 37

2. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional ........................................ 43

3. Struktur Organisasi Asep’s Rabbit Project .................................... 56

4. Saluran Pemasaran Anakan Kelinci ............................................... 60

5. Saluran Pemasaran Kelinci Pedaging ............................................. 62

6. Struktur Organisasi ........................................................................ 64

Page 140: A08ndw

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Timetable Pola Usaha I TahunPertama…………………...…………….103

2. Timetable Pola Usaha I Tahun Kedua sampai Kelima........................... 104

3. Timetable Pola Usaha II Tahun Pertama ............................................... 105

4. Timetable Pola Usaha II Tahun Kedua sampai Kelima ......................... 106

5. Timetable Pola Usaha III Tahun Pertama.............................................. 107

6. Timetable Pola Usaha III Tahun Kedua sampai Kelima ........................ 108

7. Populasi Kelinci Pola Usaha I Tahun Pertama ...................................... 109

8. Populasi Kelinci Pola Usaha II Tahun Pertama ..................................... 109

9. Populasi Kelinci Pola Usaha II Tahun Pertama ..................................... 109

10. Populasi Kelinci Pola Usaha I Tahun kedua sampai kelima .................. 110

11. Populasi Kelinci Pola Usaha II Tahun kedua sampai kelima ................. 110

12. Populasi Kelinci Pola Usaha III Tahun kedua sampai kelima ................ 110

13. Nilai Sisa Pola Usaha I ......................................................................... 111

14. Biaya Investasi Pola Usaha I ................................................................ 111

15. Biaya Operasional Tahun Pertama Pola Usaha I ................................... 112

16. Biaya Operasional Tahun Kedua sampai Kelima Pola Usaha I .............. 112

17. Biaya Tetap Tahun Pertama Pola Usaha I ............................................. 113

18. Biaya Tetap Tahun Kedua sampai Kelima Pola Usaha I ....................... 113

19. Nilai Sisa Pola Usaha II ........................................................................ 113

20. Biaya Investasi Pola Usaha II ............................................................... 114

21. Biaya Operasional Tahun Pertama Pola Usaha II .................................. 114

22. Biaya Operasional Tahun Kedua sampai Kelima Pola Usaha II ............ 115

23. Biaya Tetap Tahun Pertama Pola Usaha II ............................................ 115

24. Biaya Tetap Tahun Kedua sampai Kelima Pola Usaha II ...................... 116

25. Nilai Sisa Pola Usaha III ...................................................................... 116

26. Biaya Investasi Pola Usaha III .............................................................. 116

27. Biaya Operasional Tahun Pertama Pola Usaha III ................................. 117

28. Biaya Operasional Tahun Kedua sampai Kelima Pola Usaha III ........... 117

Page 141: A08ndw

29. Biaya Tetap Tahun Pertama Pola Usaha III .......................................... 118

30. Biaya Tetap Tahun Kedua sampai Kelima Pola Usaha III ..................... 118

31. Cashflow Pola Usaha I ......................................................................... 119

32. Laporan Laba Rugi Pola Usaha I .......................................................... 120

33. Cashflow Analisis Switching Value Penurunan Harga Anakan

Pola Usaha I ......................................................................................... 121

34. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Harga

Pola Usaha I ......................................................................................... 122

35. Cashflow Analisis Switching Value Peningkatan Harga Indukan

Pola Usaha I ......................................................................................... 123

36. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Peningkatan Harga Indukan

Pola Usaha I ......................................................................................... 124

37. Cashflow Analisis Switching Value Penurunan Produksi

Pola Usaha I ......................................................................................... 125

38. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Produksi

Pola Usaha I ......................................................................................... 126

39. Cashflow Analisis Switching Value Peningkatan Harga Pakan

Pola Usaha I ......................................................................................... 127

40. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Peningkatan Harga Pakan

Pola Usaha I ......................................................................................... 128

41. Cashflow Pola Usaha II ........................................................................ 129

42. Laporan Laba Rugi Pola Usaha II ......................................................... 130

43. Cashflow Analisis Switching Value Penurunan Harga Anakan

Pola Usaha II ........................................................................................ 131

44. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Harga Anakan

Pola Usaha II ........................................................................................ 132

45. Cashflow Analisis Switching Value Peningkatan Harga Indukan

Pola Usaha II ........................................................................................ 133

46. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Peningkatan Harga Indukan

Pola Usaha II ........................................................................................ 134

47. Cashflow Analisis Switching Value Penurunan Produksi

Pola Usaha II ........................................................................................ 135

Page 142: A08ndw

48. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Produksi

Pola Usaha II ........................................................................................ 136

49. Cashflow Analisis Switching Value Peningkatan Harga Pakan

Pola Usaha II ........................................................................................ 137

50. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Peningkatan Harga Pakan

Pola Usaha II ........................................................................................ 138

51. Cashflow Pola Usaha III ....................................................................... 139

52. Laporan Laba Rugi Pola Usaha III ........................................................ 140

53. Cashflow Analisis Switching Value Penurunan Harga Anakan

Pola Usaha III ...................................................................................... 141

54. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Harga Anakan

Pola Usaha III ...................................................................................... 142

55. Cashflow Analisis Switching Value Peningkatan Harga Indukan

Pola Usaha III ...................................................................................... 143

56. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Peningkatan Harga Indukan

Pola Usaha III ...................................................................................... 144

57. Cashflow Analisis Switching Value Penurunan Produksi

Pola Usaha III ...................................................................................... 145

58. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Produksi

Pola Usaha III ...................................................................................... 146

59. Cashflow Analisis Switching Value Peningkatan Harga Pakan

Pola Usaha III ...................................................................................... 147

60. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Peningkatan Harga Pakan

Pola Usaha III ...................................................................................... 148

61. Daftar Pertanyaan Pengarah ................................................................. 149

Page 143: A08ndw

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Subsektor peternakan memegang peranan penting sebagai salah satu

sumber pertumbuhan, khususnya bagi sektor pertanian dan umumnya

perekonomian Indonesia. Subsektor peternakan sebagai bagian yang tidak

terpisahkan dari pembangunan sektor pertanian, diutamakan untuk memenuhi

pangan dan gizi melalui usaha pembinaan daerah-daerah produksi yang telah ada

serta pembangunan daerah-daerah baru.

Salah satu daerah produksi pertanian pada umumnya dan peternakan pada

khususnya yang cukup besar adalah di kawasan kabupaten Bandung karena lebih

dari seperempat total penduduk yang telah memasuki usia kerja bekerja di sektor

pertania. Hal ini ditunjukan pada Tabel 1 dimana 381.440 jiwa bekerja di sektor

pertanian, jumlah ini merupakan jumlah terbesar kedua setelah sektor industri

tetapi perbedaannya tidak terlalu signifikan.

Tabel 1. Penduduk Kabupaten Bandung yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha

No Lapangan Usaha Jumlah Persentase

1 Pertanian 381.373 26,02 2 Pertambangan dan penggalian 4.600 0,32 3 Industri 395.440 26,98 4 Listrik dan Air 3.913 0,27 5 Gas Konstruksi 89.604 6,11 6 Perdaganagan 278.621 19,01 7 Angkutan dan Komunikasi 133.974 9,14 8 Keuangan 15.590 1,06 9 Jasa 162.582 11,09

Total 1.465.670 100 Sumber : Survei Sosial Ekonomi Daerah

Page 144: A08ndw

2004

Oleh karena itu Kabupaten Bandung merupakan salah satu sentra produksi

pertanian yang ada di Indonesia. Produk-produk yang dihasilkan dari wilayah ini

sudah dikenal oleh daerah-daerah lain di Indonesia karena produk-produk tersebut

didistribusikan ke daerah lain untuk memenuhi kebutuhan daerah tersebut. Salah

satu produk pertanian yang dihasilkan dari wilayah kabupaten Bandung adalah

kelinci. Sentra peternakan kelinci terbesar di Kabupaten Bandung berada di

wilayah Lembang dan Pangalengan. Daerah ini sangat cocok untuk pertumbuhan

dan perkembangan kelinci karena memiliki udara yang sejuk serta bersih dari

polusi.

Peran pemerintah dalam sektor pertanian sangatlah penting karena sektor

ini merupakan sektor yang sangat penting karena menyangkut kebutuhan paling

mendasar bagi manusia. Kebijakan-kebijakan di sektor ini sangat mempengaruhi

pekerja di sektor ini oleh karena itu kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan

pemerintah haruslah berpihak kepada stakeholder terkait.

Semakin bertambahnya jumlah penduduk, tingkat pendapatan serta

meningkatnya kadar gizi masyarakat, maka akan menyebabkan permintaan akan

produksi ternak semakin meningkat guna memenuhi kebutuhan protein hewani

seperti yang ditunjukan pada Tabel 2 dimana konsumsi daging mengalami

peningkatan dari tahun ke tahun.

Tabel 2. Konsumsi Daging, Telur, dan Susu (kg/perkapita/tahun)

No. Jenis Tahun Pertumbuhan dari tahun

2005 s/d 2006 (%)

2003 2004 2005 2006

1. Daging 6,05 6,28 5,79 6,43 11,41 2. Telur 4,11 4,68 4,34 4,64 6,91

Page 145: A08ndw

3. Susu 6,69 9,47 9,32 9,35 0,32 Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan DEPTAN, 2006

Konsumsi standar protein hewani yang ditetapkan oleh FAO untuk

masyarakat Indonesia minimal sebesar 6 gr/kapita/hari atau setara dengan 2.19

kg/kapita/tahun��Dari kebutuhan ini sebagian besar masyarakat Indonesia lebih

memilih untuk mengkonsumsi daging ayam dan sapi karena daging – daging ini

mudah didapatkan di pasar (Tabel.3).

Tabel 3. Konsumsi Daging menurut Jenis Daging (kg/kapita/tahun)

No. Komoditi Tahun 1996 1999 2002 2004 2005

1. Sapi dan kerbau 0,72 0,52 0,572 0,676 0,468 2. Ayam dan unggas 1,30 0,57 3,338 3,692 3,848 Sumber : BPS, 2006

Kenaikan konsumsi daging ini menyebabkan pemerintah harus mengimpor

daging sapi dan daging hewani lainnya dengan jumlah yang cukup signifikan

(Tabel.4) dari negara-negara tetangga karena produksi lokal tidak dapat

memenuhi permintaan pasar di Indonesia sehingga hal ini akan mebuat anggaran

belanja pemerintah membengkak dan dapat menyebabkan krisis pangan.

Tabel 4. Perkembangan Volume Impor Komoditas Peternakan Tahun 2002- 2006 (Ton)

No. Komoditas 2004 2005 2006 1. Daging Sapi 11.772,011 19.957,195 24.078,542 2. Daging Ayam 1.193,779 3.817,300 3.331,439 3. Daging Kambing 519,710 829,561 711,750 4. Daging unggas lain 2,347 0,577 52,635

Sumber : BPS diolah Pusdatin DEPTAN 2007

Ternak kelinci dapat dipilih sebagai alternatif untuk memenuhi permintaan

yang meningkat tersebut, mengingat kelinci memiliki kelebihan dibandingkan

ternak lain yang telah dikenal sebelumnya untuk memenuhi konsumsi daging

perkapita Indonesia yang cukup tinggi, hal ini dapat dilihat dari Tabel 3. Selain itu

Page 146: A08ndw

harga daging kelinci yang tidak berbeda jauh jika dibandingkan dengan daging

sapi, hal ini dapat dilihat bahwa harga daging sapi saat ini berada di kisaran Rp

55.000 (Kompas, Februari 2008) sedangkan harga daging kelinci berada pada

kisaran Rp 60.000 (Asep’s Rabbit Project).

Kelinci juga menguntungkan untuk diternak secara intensif berpola

komersial karena daya reproduksinya cepat, dalam jangka waktu satu tahun,

seekor kelinci dapat beranak 4 – 5 kali, dengan jumlah anak per kelahiran 5 – 6

ekor dan masa bunting relatif singkat (Sarwono 2001).

Daging kelinci memiliki kelebihan dibandingkan dengan daging ternak

lainnya, diantaranya memiliki kadar lemak jenuh yang rendah dibandingkan

ternak lain seperti sapi, domba, dan kambing serta kandungan proteinnya yang

tinggi membuat daging kelinci baik untuk menjaga jaringan tubuh, membentuk

sel-sel, dan meningkatkan kecerdasan otak (Pujoharjo 2001). Komposisi kimia

dari beberapa macam daging ternak dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 5. Komposisi Kimia Berbagai Macam Daging

Jenis Daging

Energi (Kkal/kg)

Sodium (mg/g)

Lemak Jenuh (mg/g)

Kadar Air (%)

Protein (%)

Lemak (%)

Sapi 380 65 41,3 49 15,5 35 Domba 345 75 55,4 53 15 31 Ayam 200 70 - 67 19,5 12 Kelinci 160 40 37 70 21 8 Sumber : Lebas et al. dalam Pujoharjo

(2001)

Tingkat konsumsi daging kelinci dibandingkan daging lain lebih sedikit,

hal ini disebabkan oleh pola konsumsi masyarakat yang belum terbiasa dan

persepsi yang timbul mengenai ternak tersebut. Persepsi yang ada sekarang lebih

memandang kelinci sebagai hewan peliharaan atau hewan hias.

Page 147: A08ndw

Kelinci yang diternakan kelangsungan hidupnya ditentukan oleh perhatian

dan perawatan peternaknya. Jenis, jumlah, dan mutu pakan yang diberikan

menentukan pertumbuhan, kesehatan dan perkembangbiakannya. Jenis pakan

yang dipakai tidak bersaing dengan kepentingan manusia maupun ternak industri

intensif seperti ayam.

Dalam peternakan kelinci intensif, pakan yang diberikan tak hanya berupa

hijauan sebagai pakan pokok. Selain hijauan, pakan kering seperti konsentrat, hay

(rumput kering), biji-bijian dapat diberikan sebagai pakan tambahan. Seperti

halnya ternak ruminansia, kelinci membutuhkan karbohidrat, lemak, protein,

mineral, vitamin, dan air. Jumlah kebutuhannya tergantung pada umur, tujuan

produksi, serta laju kecepatan pertumbuhan.

Pada tahun 1982, pemerintah pernah menganjurkan agar kelinci

dikembangkan sebagai ternak sumber daging untuk meningkatkan mutu gizi

masyarakat. Namun, usaha tersebut gagal karena kelinci berkembang menjadi

komoditas yang mahal, terutama harga bibitnya. Beberapa ras kelinci yang banyak

dikembangkan secara komersial di Negara-negara Eropa, Amerika, dan juga

Indonesia yaitu Anggora, Champagne d’Argent, Carolina, Checkered giant,

Dutch, English Spot, dan Himalayan. Harga dari beberpa ras kelinci tersebut dapat

dihargai mencapai jutaan rupiah oleh para hobbyist.

Selama ini peternakan kelinci di Indonesia masih diusahakan sebagai

peternakan keluarga dengan skala usaha yang relatif kecil. Kegiatan budidaya dan

manajemennya masih sederhana. Sebagai alternatif, usaha peternakan kelinci

sebenarnya dapat dikembangkan dalam bentuk perusahaan peternakan baik kelinci

hias maupun kelinci potong. Sasaran produksi kelinci dapat ditingkatkan sesuai

Page 148: A08ndw

target, mutu dan permintaan pasar untuk menjadi konsumsi protein hewani

alternatif.

Peluang pasar luar negeri untuk ternak kelinci maupun hasil olahannya

cukup besar, kelinci dapat diperdagangkan langsung sebagai hewan peliharaan

atau hewan hias sedangkan daging kelinci dapat dikonsumsi atau diolah terlebih

dahulu sebagai abon, sosis, bakso, dan dendeng. Kulit dan bulu dapat dijadikan

bahan pakaian atau kerajinan lain seperti topi, dompet dan sebagainya, hal ini

dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Volume Ekspor Komoditas Peternakan (Ton)

No. Komoditas 2002 2003 2004 2005 1. Sapi 77.677 111.432 19.164 87.546 2. Kelinci 570 16.793 18.385 60.000 4. Kambing 39.074 1.708 387 1.228 5. Ayam 2.346.322 2.760.691 100.867 316

Sumber : BPS diolah Pusdatin DEPTAN 2007

Pada Tabel 5 terlihat bahwa ekspor kelinci Indonesia dari tahun ke tahun

mengalami peningkatan dan pada tahun 2005 menduduki posisi di bawah sapi

dilihat dari volume ekspornya. Peningkatan ekspor dari tahun 2002 ke 2003

sebesar 29 persen, tahun 2003 ke 2004 sebesar 10 persen, dan peningkatan yang

paling signifikan yaitu sebesar 69 persen pada tahun 2004 ke 2005. Hal ini berarti

bahwa adanya peluang pasar yang sangat besar di luar negeri sehingga para

peternak kelinci kita harus bisa menangkap peluang ini dengan menghasilkan

kelinci-kelinci berkualitas dan berdaya saing tinggi.

1.2 Perumusan Masalah

Volume ekspor Indonesia pada komoditas kelinci sangat baik, hal ini

ditunjukan dengan peningkatan volume ekspor setiap tahunnya. Pada tahun 2002

Page 149: A08ndw

volume ekspor komoditas kelinci berjumlah 570 ekor, tahun 2003 berjumlah

16.793 ekor, tahun 2004 berjumlah 18.385, dan tahun 2005 berjumlah 60.000

ekor. Peningkatan ekspor dari tahun 2002 ke 2003 sebesar 29 persen, tahun 2003

ke 2004 sebesar 10 persen, dan peningkatan yang paling signifikan yaitu sebesar

69 persen.

Salah satu peternak kelinci di kawasan Lembang yang sudah sangat

dikenal oleh para hobbyist dan peternak lainnya di daerah Bandung adalah Asep

Sutisna dengan peternakan kelincinya bernama Asep’s Rabbit Project. Asep’s

Rabbit Project berternak sekitar 200 jenis kelinci hias dan juga menyediakan

kelinci potong bila ada pesanan.

Asep’s Rabbit Project memiliki lahan yang tidak begitu luas hanya kurang

lebih 200 m2 tetapi di dalamnya terdapat kandang yang berjajar rapi membentuk 4

baris memanjang. Kandang yang dipergunakan untuk berternak kelinci sangat

terjaga kebersihannya sehingga menjamin bahwa ternak yang ada di dalamnya

sehat dan terawat. Selain berternak kelinci Asep’s Rabbit Project juga

memproduksi pakan konsentrat bagi kelinci yang berbentuk pellet, pakan yang

diproduksi oleh Asep’s Rabbit Project ditujukan untuk konsumsi sendiri oleh

karena itu bahan baku serta komposisinya dijaga keseimbangannya sehingga

sangat cocok untuk berbagai jenis kelinci yang terdapat di peternakan.

Biaya investasi awal yang harus dikeluarkan pemilik untuk menjalankan

usaha peternakan kelinci ini sangat besar, karena pemilik harus mengimpor

indukan dari luar negeri agar hasil produksi baik dan harga yang diterima tinggi.

Indukan yang diimpor dari luar negeri ini memiliki kualitas yang relatif lebih baik

dan unggul bila dibandingkan dengan kelinci-kelinci lokal. Harga indukan yang

Page 150: A08ndw

diimpor dari luar negeri juga sangat fluktuatif tergantung pada nilai tukar mata

uang rupiah.

Manajemen yang dilakukan oleh pemilik Asep Rabbit Project masih

bersifat sederhana. Perusahaan ini berbentuk perusahaan perseorangan, yaitu

pemilik perusahaan sekaligus sebagai pengelola, pengawas peternakan, serta

produksi pakan. Pemilik perusahaan memiliki wewenang untuk mengambil

keputusan setiap keputusan baik yang bersifat operasional maupun non-

operasional. Pembukuan keuangan yang dilakukan pada perusahaan ini masih

bersifat sederhana.

Selain itu Asep’s Rabbit project juga belum dapat memenuhi jumlah

permintaan pasar dalam kelinci hias dan kelinci pedaging. Demand terhadap

anakan kelinci maupun pedaging belum banyak diambil oleh Asep’s Rabbit

project karena adanya berbagai keterbatasan dalam usaha. Oleh karena itu Asep’s

Rabbit Project memiliki rencana untuk mengembangkan skala usahanya.

Dari uraian di atas, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini

adalah:

1. Apakah peternakan Asep’s Rabbit Project layak dijalankan ditinjau dari

aspek pasar, aspek teknis, dan aspek manajemen?

2. Apakah secara finansial usaha peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project

adalah layak?

3. Apakah proyek pengembangan usaha ini peka terhadap penurunan harga

output, penurunan produksi, pengkatan harga indukan dan peningkatan

harga pakan?

Page 151: A08ndw

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dirumuskan,

maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis aspek-aspek dalam kelayakan usaha secara deskriptif yang

meilputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, dan

aspek sosial.

2. Menganalisis tingkat kelayakan aspek finansial peternakan kelinci Asep’s

Rabbit Project.

3. Melakukan analisis switching value untuk melihat tingkat kepekaan

kelayakan usaha peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project bila terjadi

perubahan - perubahan dalam penurunan harga output, penurunan

produksi, pengkatan harga indukan dan peningkatan harga pakan?.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi serta masukan bagi

berbagai pihak yang berkepentingan, yaitu :

1. Bagi perusahaan, hasil penelitian dapat digunakan sebagai masukan dan

informasi sebagai bahan pertimbangan dalam menjalankan operasional dan

dalam membuat rencana pengembangan usaha selanjutnya.

2. Bagi penulis, penelitian ini menambah pengalaman dan latihan dalam

menerapkan ilmu-ilmu yang telah diperoleh selama kuliah.

3. Bagi pembaca, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai

referensi atau bahan rujukan untuk melihat keadaan dan kondisi

peternakan kelinci, serta dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam

melakukan penulisan selanjutnya dan dalam pemilihan bisnis.

Page 152: A08ndw

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Pada penelitian ini aspek non finansial yang dibahas adalah aspek teknis,

aspek manajemen, aspek pasar. Aspek finansial yang digunakan dalam penelitian

ini menggunakan kriteria kelayakan investasi yaitu Net Present Value (NPV),

Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit per Cost (Net B/C), dan Payback

Periode. Selain itu penelitian ini juga dilakukan analisis Switching Value.

Page 153: A08ndw

II. TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Kelinci dan Kerabatnya

Kelinci saat ini telah dikenal masyarakat luas sebagai hewan peliharaan

dan juga hewan konsumsi. Kelinci yang saat ini banyak diternakan dahulu berasal

dari kelinci liar yang telah mengalami proses domestikasi. Kelinci termasuk

hewan purba hal ini terlihat fosil yang ditemukan membuktikan kelinci berasal

dari kala Eosen. Kelinci dan kerabatnya dijelaskan secara rinci pada paragraf di

berikut ini.

a. Pika

Hewan-hewan kecil mirip kelinci itu lazim disebut pika. Karena

kepandaiannya bersiul ada yang menyebut terwelu bersiul. Pika di alam tersebar

dari Eropa Timur sampai Jepang, dari Himalaya sampai Siberia. Juga terdapat di

Amerika Utara yang penyebarannya dari Alaska sampai Rocky Mountain. Di

Eropa Timur terdapat Pika Stepa (Ochotona pusila), di Jepang terdapat Pika

Jepang (Ochotona Hiperboren), di Himalaya terdapat Pika Mount everest

(Ochotona wollastoni), di Amerika Utara terdpat Pika Amerika (Ochotona

princeps).

Semua spesies hidup berkoloni, menggali lubang tanah untuk tempat

tinggal. Habitatnya daerah beriklim dingin, menempati daerah yang sering

kekurangan persediaan makanan selama musim salju. Mereka tidak tidur selama

musim salju dan tidak mengembangkan system menyimpan persediaan makanan.

Makanannya terdiri dari bermacam-macam tumbuhan terutama tumbuhan kering

sepertirumput, ranting, lumut, dan dahan-dahan pinus. Mereka memiliki kebisaaan

Page 154: A08ndw

memakan sebagian kotorannya sendiri yang merupakan sumbangan bagi efisiensi

untuk memanfaatkan semua bahan makanan yang tersedia. Kebisaaan serupa juga

terdapat pada kelinci dan terwelu.

b. Terwelu

Terwelu tersebar luas di daratan Eropa sebagai binatang liar. Terwelu

sering diburu untuk diambil dagingnya. Terwelu memiliki sosok tubuh yang

cukup besar dan menarik. Panjang badan terwelu dewasa antara 50 – 70 cm, bobot

4 – 5 kg. punggung lentur melengkung indah dengan bagian samping agak rata.

Kepalanya kecil, kumis panjang, daun telinganya kalau ditarik ke depan bisa

melampaui hidung.

Kaki depan terwelu kecil, pendek, berjari, dan berkuku lima. Kaki

belakang dua kali panjangnya disbanding kaki depan, berjari dan berkuku empat.

Kaki belakang sangat kuat sehingga kalau melompat bisa mencapai 80 km/jam

kecepatannya. Ia akan melompat ketika dalam keadaan terkejut atau merasa

terancam bahaya dan dikejar-kejar musuh.

Bulunya ada yang panjang, ada yang pendek. Bulu pendeknya tumbuh

rapat diantara bulu panjang. Warna bulu beragam, kelabu, cokelat, dan hitam.

Warna bulu di bagian perut putih.

c. Kelinci

Kelinci liar atau Orytolagus cuniculus tersebar di kawasan Afrika Utara

sampai Eropa, yang merupakan habitat aslinya. Dari daerah tersebut kemudian di

introduksi ke Australia, Selandia Baru, Chili, dan pulau-pulau di Pasifik dan

Atlantik. Ukuran badannya lebih kecil dibandingkan terwelu. Panjang badan

kelinci liar dewasa 45 – 50 cm dan berat badan sekitar 3 kg.

Page 155: A08ndw

Kelinci liar berpunggung melengkung, berekor pendek, kepalanya kecil,

daun telinganya kalau ditarik ke depan tak bisa mencapai hidung. Bulu badannya

terdiri dari bulu pendek dan bulu panjang, warna bulu kekuning-kuningan pada

musim panas dan berubah kelabu pada musim dingin. Kaki depan pendek, berjari

dan berkuku empatyang cukup tajam. Loncatannya tak begitu kuat dan kurang

linacah, namun sangat pandi berlaridan menelusup ke lubang tanah mencari

perlindungan ketika merasa terancam bahaya.

2. 2 Teknik Budidaya

Sebelum menjalankan usaha peternakan kelinci peternak harus

menentukan tujuan. Peternak harus memilih dan menentukan jenis kelinci yang

akan diternakan. Setelah itu bibit atau indukan kelinci diseleksi dengan teliti agar

mendapatkan hasil yang memuaskan. Bebrapa tahapan harus dilakukan dalam

budidaya kelinci yaitu : pemilihan bibit, pakan, kandang, reproduksi dan

perkawinan, penyakit kelinci, panen, dan pasca panen.

2.2.1 Pemilihan Bibit

Pemilihan jenis bibit tergantung kepada tujuan pemeliharaan, untuk tujuan

mendapatkan bulu yang baik atau sebagai hewan hias jenis Anggora, American

Chincihilla dan Rex merupakan ternak yang cocok. Untuk mendapatkan daging

maka jenis yang cocok adalah Belgian, California, Flemish Giant, Havana,

Himalayan, dan New Zealand. Secara umum keduanya harus punya sifat fertilitas

tinggi, tidak mudah gugup (jinak), tidak cacat, mata bersih, terawat, bulu tidak

kusam, dan lincah (aktif bergerak). Untuk peternakan komersial sebaiknya

membeli bibit yang baik dimana penjual bibit yang baik disertai sertifikat

kelahiran dan tato pada telinga sebagai bukti kemurnian bibitnya.

Page 156: A08ndw

2.2.2 Pakan

Pakan kelinci ternakan terdiri dari hijauan, hay, biji-bijian, umbi-umbian,

dan konsentrat. Hijauan yang diberikan antara lain rumput, limbah sayuran,

daunturi, daun lamtoro, daun kembang sepatu, daun kacang panjang, daun ubi

jalar, daun kacang tanah, daun dan batang jagung, daun papaya, talas, dan lain-

lain.

Hay adalah rumput awetan yang dipotong menjelang berbunga. Bahan hay

antara lain rumput gajah, pucuk tebu, dan rumput menjelang berbunga. Pemberian

hay banyak dilakukan di negara-negara dengan 4 musim, sedangkan di Indonesia

pemberian hay lebih ditekankan pada penyediaan bahan pakan yang kontinu dan

stabil nila gizinya.

Biji-bijian berfungsi sebagai pakan penguat, bisaa diberikan bagi kelinci

bunting dan menyusui. Biji-bijian yang diberikan berupa jagung, padi, sorgum,

kedelai, dan lain-lain. Umbi-umbian dapat diberikan untuk kelinci sebagai pakan

tambahan sedangkan konsentrat dalam peternakan kelinci berfungsi untuk

meningkatkan nilai gizi dan mempermudah penyediaan pakan.

Pakan diberikan sebanyak 3 kali sehari, pada pukul 10.00 pemberian

pakan pertama berupa bekatul ditambah garam dan air, pada pukul 13.00 pakan

berupa rumput segar atau hijauan lain, dan pada pukul 18.00 diberikan pakan

berupa rumput segar atau hijauan yang mengandung lebih banyak serat kasar.

2.2.3 Kandang

Kandang sebagai tempat perkembangbiakan sebaiknya memiliki suhu

berkisar antara 15-20o Celcius, sirkulasi udara lancer, lama pencahayaan ideal 12

jam dan melindungi ternak dari predator. Kandang berdasarkan kegunaanya

Page 157: A08ndw

dibedakan menjadi kandang induk, baik induk dewasa maupun induk dengan

anak-anakannya, kandang pejantan dan kadang untuk lepas sapih. Tidak ada

ukuran tertentu untuk kandang, ukuran didasarkan pada skala usaha, iklim,

kemudahan pengelolaan dan ukuran ternak itu sendiri. Kandang dengan ukuran

200 x 70 x 70 cm cukup untuk menampung 12 induk / 10 pejantan. Kandang

dengan ukuran 50 x 35 x 45 cm dapat digunakan untuk anakan dan kelinci lepas

sapih.

Berdasarkan bentuknya kandang dibedakan menjadi :

1. Kandang Postal : kandang tanpa halaman pengumbaran, ditempatkan

dalam ruangan dan cocok untuk kelinci muda.

2. Kandang Ranch : kandang dengan halaman pengumbaran, bisaanya

dipakai sebagai kandang kelinci hias.

3. Kandang Bateray : kandang dengan bentuk mirip sangkar berderet, dimana

satu sangkar digunakan untuk satu kelinci, bisa digunakan dalam

peternakan kelinci secara intensif.

Kandang dibersihkan setiap hari untuk menghindari timbulnya penyakit, sinar

matahari diusahakan dapat masuk ke dalam kandang untuk mematikan bibit

penyakit. Kandang bekas kelinci yang sakit dibersihkan dengan dinfektan baik

berupa kreolin maupun Lysol.

2.2.4 Reproduksi dan Perkawinan

Kelinci mencapai umur dewasa dalam waktu 4 – 10 bulan, pada saat itulah

kelinci dapat mulai dikawinkan, sebaiknya perkawinan tidak dilakukan jika

saudara atau sedarah. Perkawinan bisaanya terjadi pada waktu sore maupun pagi

hari, setelah masa perkawinan berhasil kelinci akan memasuki fase bunting

Page 158: A08ndw

selama 30 – 32 hari. Kebuntingan dapat diketahui setelah 12 – 14 hari setelah

perkawinan dengan cara meraba perut kelinci betina, tanda lainnya adalah

menolak dikawinkan lagi atau bersuara bila didekati pejantan, perut dan putting

susu membesar. Lima hari menjelang kehamilan induk dipindahkan ke kandang

beranak untuk diberi kesempatan menyiapkan penghangat dengan dengan

merontokan bulu-bulunya. Kelahiran bisaanya terjadi pada malam hari dengan

kondisi anak yang dilahirkan bervariasi antar 3 – 10 ekor tergantung kepada jenis

tetapi jumlah anak yang paling efektif adalah 6 ekor sesuai dengan jumlah putting

susu induk, turunan dan umur kelinci. Anak kelinci bisaa disapih setelah berumur

56 hari tetapi sebaiknya disapih pada umur 28 hari sesuai dengan batas optimal

jumlah susu yang dihasilkan induk.

2.2.5 Penyakit Kelinci

Penyakit pada kelinci dapat timbul akibat kelengahan dalam menjaga

sanitasi kandang, pemberian pakan yang kurang dalam jumlah maupun gizinya,

tertular kelinci yang sakit dan perubahan cuaca. Jumlah kematian yang disebabkan

oleh penyakit cukup tinggi berkisar antara 15 persen - 40 persen. Beberapa

penyakit yang sering menyerang kelinci anatar lain enteritis kompleks,

pasteurellosis, young doe syndrome, scabies, kokkdioses, pneumonia, ring worm,

kanker telinga, radang mata, kudis, pilek, dan favus. Penyakit-penyakit ini dapat

dicegah dengan cara menjaga kebersihan kandang, pemberian pakan yang teratur

dan seimbang, serta memisahkan kelinci yang sakit pada kandang karantina.

Penyakit-penyakit dapat juga diobati dengan pemberian obat-obatan berupa

antibiotic dan vitamin, atau dengan menggunakan obat-obatan tradisional seperti

pemberian belerang, minyak kelapa, dan iodium.

Page 159: A08ndw

2.2.6 Penen dan Pascapanen

Kelinci sudah dapat dipanen setelah masa sapih, atau dijual pada usia

dewasa. Kelinci jenis pedaging sudah dapat dipotong pada umur antar 4 – 10

bulan atau telah menapai berat 2 kg. Sebelum dipotong kelinci dipuasakan selama

6 – 10 jam untuk mengosongkan usus, setelah dipotong kelinci dikuliti dari kaki

belakang ke arah kepala. Bagian dalam seperti usus, jantung dan paru-paru

dikeluarkan, diusahakan kandung kemih tidak sampai pecah agar tidak

mempengaruhi kualitas karkas. Daging kelinci dapat dipotong menjadi 8 potong,

yaitu 2 potong kaki depan, 2 potong kaki belakang, 2 potong dada dan 2 potong

bagian belakang. persentase karkas yang baik berkisar antara 49 persen – 52

persen. Sumiarti (2004) mengungkapkan hasil lainnya adalah kotoran dan air

kencing, kedua bahan ini dapat dijadikan pupuk tanaman, baik secara langsung

maupun di fermentasikan dahulu sebagai “bokashi”. Di samping itu kotoran

kelinci baik digunakan sebagai media endapan makanan cacing yang diternakan

contohnya jenis Lumbricus Rubbilusi.

2.3 Manfaat dan Kegunaan Ternak Kelinci

2.3.1 Bahan Pangan

Sebagai bahan pangan kelinci dapat menjadi bahan pangan pengganti

untuk pemenuhan kebutuhan protein hewani yang bisaanya dipenuhi melalui

konsumsi daging ayam, kambing, sapi, dan sebagainya. Dengan komposisi dan

kandungan gizi yang tinggi, daging kelinci sangat potensial sebagai pangan

alternative. Di jawa barat terutama daerah dataran tinggi seperti Lembang,

Bandung daging kelinci diolah dalam bentuk sate kelinci. Selain itu daging kelinci

dapat juga diolah menjadi sosis, bakso, abon, maupun dendeng yang dilakukan

Page 160: A08ndw

oleh pabrik pengolahan yang terletak di kota Surabaya. Melihat potensinya yang

besar kelinci dapat menjadi alternative penyedia sumber daging dan produk-

produk turunannya. Namun dalam kenyataannya jumlah peternak dan penyedia

daging kelinci masih terbatas, hal ini diduga karena tidak adanya penjajagan

kepastian pasar dan daya dukung sosial dimana sebagian masyarakat memandang

kelinci sebagai hewan kesayangan sehingga tidak terbisaa mengkonsumsi daging

kelinci.

2.3.2 Penghasil Kulit

Potensi kelinci masih memungkinkan untuk dikembangkan, bukan hanya

sebagai penghasil daging tetapi juga sebagai penghasil kulit. Informasi

menunjukan pasar untuk komoditas bulu kelinci semakin meningkat. Hal ini

terjadi karena pengawasan dan perlindungan terhadap lingkungan.

Selama ini kulit untuk pembuatan pakaian maupun aksesorinya di Negara-

negara subtropics menggunakan kulit beruang maupun kulit hewan yang

dilindungi. Dengan meningkatnya perlindungan terhadap lingkungan,

menyebabkan kelinci dipilih sebagai ternak yang dapat menggantikan kebutuhan

akan bahan baku kulit. Kulit bulu kelinci digunakan sebagai mantel bulu, jaket,

tas, dompet dan sebgainya. Produk-produk yang terbuat dari kulit kelinci memiliki

nilai jual yang tinggi. Pasar kulit dan bulu mencakup daratan Eropa, Rusia,

Amerika dan Asia Utara. Produsen bulu kelinci antara lain Hongkong, Taiwan,

Jepang dan Korea Selatan.

2.3.3 Kegunaan Lain

Selain bahan pangan dan kulit, kelinci juga dapat dimanfaatkan sebagai

sebagai penghasil pupuk kandang maupun hewan peliharaan atau ternak hias. Saat

Page 161: A08ndw

ini sebagian besar pendapatan kelinci adalah dari penjualan kelinci hidup hal ini

semakin menguatkan persepsi bahwa kelinci adalah hewan pelihraraan sehingga

potensi kelinci sebagai alternative penyedia sumber daging terabaikan.

2.4 Penelitian terdahulu

Penelitian mengenai Studi kelayakan sudah banyak dilakukan oleh

beberapa peneliti sebelumnya. Namun jenis proyek yang diteliti berbeda,

kebanyakan penelitian – penelitian terhaulu mengkaji proyek – proyek di sektor

off farm seperti Analisis finansial perusahaan tahu dan Analisis kelayakan

investasi usaha tepung talas safira tetapi ada beberapa analisa proyek yang

meneliti usaha di sektor on farm seperti : Analisis kelayakan investasi

pengusahaan lobster air tawar dan Analisis kelayakan investasi pengusahaan

terong belanda.

Dyah Anisa Purnamawati (2007) mengadakan penelitian kelayakan

investasi usaha Safira Powder pada PT. Bogor Agro Lestari. Tujuan penelitian ini

adalah : Menganalisis aspek – aspek dalam kelayakan usaha secara deskriptif yang

meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek bahan baku, aspek manajemen, dan

aspek kelembagaan; Menganalisis tingkat kelayakan finansial usaha Safira

Powder di PT. Bogor Agro Lestari; serta melakukan analisis sensitivitas untuk

melihat kelayakan usaha Safira Powder di PT. Bogor Agro Lestari bila terjadi

perubahan – perubahan dalam lingkungan, seperti kenaikan harga bahan baku

(umbi talas), penurunan nilai tukar US dolar terhadap rupiah.

Hasil analisis kualitatif dari aspek teknis, aspek majemen, aspek sosial

ekonomi dan aspek pasar menunjukan bahwa usaha Safira Powder di PT. Bogor

Agro Lestari layak untuk dilaksanakan. Hal tersebut ditunjukan oleh lokasi pabrik,

Page 162: A08ndw

teknologi yang digunakan dan layout pabrik sesuai untuk usaha ini serta

mendukung kelancaran proses produksi dan usaha. Penyediaan bahan baku

puntelah diatur dengan baik melalui pengaturan tingkat petani, penerimaan lebih

lanjut. Dari aspek manajemen menunjukan usaha safira menggunakan struktur

organisasi lini dan staf. Tugas dan wewenang masing – masing jabatan telah

diatur dengan baik sehingga tidak ada perangkapan jabatan serta tenaga kerja yang

dibutuhkan pun telah terinci dengan baik.

Untuk melihat manfaat yang diperoleh dari besarnya biaya yang harus

dikeluarkan pada usaha ini, maka perlu dilakukan analisis kelayakan finansial.

Analisis ini dilakukan pada dua pola, yaitu jika perusahaan menggunakan

kombinasi modal sendiri dan pinjaman bank, serta jika perusahaan menggunakan

modal sendiri. Hasil analisis aspek finansial pada pola yang menggunakan modal

sendiri dan pinjaman bank menunjukan usaha Safira Powder menghasilkan NPV

sebesar Rp 11,216 juta, IRR sebesar 65,57 persen, Net B/C sebesar 9,69 dan PBP

selama 2 tahun 3,2 bulan. Hasil analisis aspek finansial pada pola yang

menggunakan modal sendiri menunjukan usaha Safira Powder menghasilkan NPV

sebesar Rp 11,558 juta, IRR sebesar 46,56 persen, Net B/C sebesar 4,14 dan PBP

selama 2 tahun 5,9 bulan.

Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat kembali hasil analisis apabila

terjadi perubahan dalam dasar perhitungan biaya atau manfaat. Analisis

sensitifitas hanya dilakukan pada penggunaan kombinasi modal sendiri dan

pinjaman bank karena kombinasi modal ini yang akan dilakukan oleh perusahaan.

Berdasarkan hasil analisis sensitivitas masing-masing perubahan menunjukan

usaha ini masih tetap layak untuk dilaksanakan. Usaha ini sangat sensitif terhadap

Page 163: A08ndw

kenaikan harga bahan baku sebesar 10 persen, sedangkan kurang sensitif tehadap

penurunan jumlah bahan baku sebesar 10 persen.

Faisal Ermin (2007) mengadakan penelitian kelayakan investasi

pengusahaan Lobster air tawar pada CV. Vizan farm dan CV. Sejahtera Lobster

farm. Tujuan penelitian ini adalah : Menganalisis kelayakan investasi meliputi

aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial; Menganalisis

tingkat kelayakan finansial usaha budidaya lobster air tawar masing – masing pola

usaha (pembenihan, pembesaran, maupun pembenihan sampai dengan

pembesaran); serta melihat kepekaan usaha budidaya lobster air tawar terhadap

perubahan harga output, input, dan kombinasi keduanya.

Berdasarkan hasil kelayakan yang meliputi apek pasar, aspek teknis, aspek

manajemen, aspek sosial dan aspek finansial, pengusahaan lobster air tawar layak

untuk dilaksanakan. Berdasarkan analisis hasil kelayakan finansial, pola usaha II

lebih menguntungkan dari ketiga pola usaha. Hasil swithicng value yang

dilakukan terhadap ketiga pola usaha yang dilakukan menunjukan bahwa

perubahan produksi dan harga output merupakan factor yang paling peka terhadap

kelayakan usaha ini. Sedangkan perubahan terhadap factor input produksi tidak

terlalu berpengaruh terhadap kelayakan usaha ketiga pola usaha yang dilakukan.

Enda Wahyuni (2007) mengadakan penelitian Kelayakan Pengusahaan

Terong Belanda (Kasus di Kabupaten Karo, propinsi Sumatera Utara). Tujuan

penelitian ini adalah : Menganalisis kelayakan usaha Terong Belanda secara

deskriptif yang meliputi aspek teknis, aspek institusional-organisasi-manajerial,

aspek sosial, dan aspek pasar; Menganalisis kelayakan finansial dalam

pengusahaan Terong Belanda baik secara monokultur maupun tumpang sari; serta

Page 164: A08ndw

menganalisis sensitivitas pengusahaan Terong Belanda terhadap perubahan factor

seperti output produksi, harga input produksi dan harga penjualan.

Hasil analisis kualitatif dari aspek teknis, aspek institusional-organisasi-

manajerial, aspek sosial, dan aspek pasar menunjukan bahwa pengusahaan Terong

Belanda layak untuk dilaksanakan. Hasil analisis finansial menunjukan bahwa

pengusahaan Terong Belanda juga layak dilaksanakan. Hal tersebut dapat dilihat

dari hasil perhitungan analisis kelayakan usaha pengusahaan Terong Belanda pada

tingkat diskonto sebesar 9,75 persen pada scenario I yaitu diporeleh nilai Net

Present Value (NPV) lebih besar dari nol yaitu sebesar Rp 72,855 juta; Nilai Net

Benefit per Cost (Net B/C) yang lebih besar dari 1, yaitu sebesar 1,67; Nilai

Internal Rate of Return (IRR) yaitu sebesar 12 persen yang lebih besar dari

tingkat diskonto, serta nilai payback periode yang lebih singkat dari umur proyek

yaitu selama 2 tahun 9 bulan. Dari skenario II diporeleh nilai Net Present Value

(NPV) lebih besar dari nol yaitu sebesar Rp 70,630 juta; Nilai Net Benefit per

Cost (Net B/C) yang lebih besar dari 1, yaitu sebesar 2,09; Nilai Internal Rate of

Return (IRR) yaitu sebesar 15 persen yang lebih besar dari tingkat diskonto, serta

nilai payback periode yang lebih singkat dari umur proyek yaitu selama 2 tahun

11 bulan.

Berdasarka analisis Switching value yang dilakukan menunjukan bahwa

skenario I relatif lebih peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada

volume produksi dan penurunan harga Terong Belanda. Hal ini dilihat bahwa

persentase dari kedua variabel pada skenario I lebih kecil dibandingkan Skenario

II. Skenario II relatif lebih peka terhadap perubahan yang terjadi pada peningkatan

biaya tenaga kerja.

Page 165: A08ndw

Riwayadi (2007) mengadakan penelitian analisis investasi pengembangan

budidaya ayam potong pada Hasjrul Harahap Farm di kecamatan Bojong Gede.

Tujuan penelitian ini adalah : Menganalisis kelayakan investasi pengembangan

ayam broiler melalui aspek-aspek kelayakan yaitu segi aspek hukum, pasar dan

pemasaran, sosial dan ekonomi, teknis dan manajemen serta aspek keuangan;

Menganalisis tingkat kepekaan kelayakan finansial peternakan ayam broiler akibat

adanya perubahan dalam harga jual output, peningkatan mortalitas dan

peningkatan harga input.

Hasil analisis dari segi hukum, pasar dan pemasaran, sosial, ekonomi,

teknis, dan manajemen, usaha ini dinyatakan layak untuk dijalankan. Secara

finansial baik usaha peternakan system yang telah dijalankan dengan system

kandang bertingkat layak untuk dijalankan. Namun system usaha yang telah

dijalankan memiliki tingkat kelayakan yang lebih baik daripada usaha peternakan

dengan system kandang bertingkat.

Untuk melihat manfaat yang diperoleh dari besarnya biaya yang harus

dikeluarkan pada usaha ini, maka perlu dilakukan analisis kelayakan finansial.

Analisis ini dilakukan pada dua pola, yaitu pada usaha yang telah dijalankan dan

system kandang bertingkat. Hasil analisis aspek finansial pada pola yang telah

dijalankan oleh Hasjrul Harahap Farm menghasilkan NPV sebesar Rp 227,763

juta, IRR sebesar 13,63 persen, Net B/C sebesar 1,404 dan PBP selama 4 tahun 4

bulan. Hasil analisis aspek finansial pada system kandang bertingkat menunjukan

usaha Hasjrul Harahap Farm menghasilkan NPV sebesar Rp 302,602 juta, IRR

sebesar 17,94 persen, Net B/C sebesar 1,5344 dan PBP selama 4 tahun 2 bulan.

Page 166: A08ndw

Analisis sensitivitas dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui

tingkat kelayakan finansial apabila terjadi penurunan harga jual output hingga

sebesar Rp. 6.200/kg, peningkatan harga-harga input sebesar 10 persen dan

peningkatan peningkatan mortalitas hingga 7,74 persen berdasarkan pengalaman

dari peternakan Hajrul Harahap Farm.

Hasil analisis sensitivitas usaha pengembangan dengan pola I dengan

mortalitas total sebesar 7,74 persen maka proyek tidak layak secara finansial,

karena memeiliki NPV yang negative, IRR lebih kecil dari DF (10 persen), Net

B/C lebih kecil dari satu dan payback periode tidak terjadi hingga proyek

berakhir. Peningkatan harga input sebesar 10 persen akan menyebabkan proyek

tidak layak secara finansial. Penurunan harga jual ayam sebesar Rp 6.200/kg

menyebabkan proyek tidak layak secara finansial untuk dijalankan. Usaha

pengembangan dengan pola II dengan mortalitas total sebesar 7,74 persen, maka

proyek tersebut masih layak secara finansial untuk dijalankan, karena memiliki

NPV yang positif, Net B/C lebih besar dari I dan payback periode terjadi sebelum

proyek berakhir. Peningkatan harga input sebesar 10 persen akan menyebabkan

proyek tidak layak secara finansial. Penurunan harga jual ayam hingga sebesar Rp

6.200,00/kg menyebabkan NPV yang negative, IRR di bawah DF (10 persen), Net

B/C kurang dari satu dan payback periode lebih lama dari umur proyek.

Jefri Ricardo (2006) mengadakan penelitian kelayakan finansial

perusahaan tahu (studi kasus perusahaan tahu sumber rezeki kecamatan Cipondoh,

Kota Tanggerang). Tujuan penelitian ini adalah : Mengkaji keragaan perusahaan

tahu sumber rezeki jika dilihat dari aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial

ekonomi, dan aspek pasar, Menganalisis kelayakan investasi perusahaan tahu

Page 167: A08ndw

sumber rezeki jika dilihat dari aspek finansial., serta menganalisis nilai pengganti

terhadap kelayakan investasi perusahaan tahu sumber rezeki akibat adanya

perubahan manfaat dan biaya.

Hasil analisis kualitatif dari aspek teknis, aspek majemen, aspek sosial

ekonomi dan aspek pasar menunjukan bahwa usaha pengolahan tahu pada

perusahaan tahu sumber rezeki layak untuk dilaksanakan. Hal tersebut ditunjukan

oleh kemudahan teknologi yang digunakan, manajemen pengelolaan yang

sederhana, menciptakan kesempatan kerja, pengelolaan limbah yang baik serta

pemasaran tahu yang cukup luas.

Umur proyek yang digunakan dalam analisis ini adalah selama 8 tahun.

Hal tersebut berdasarkan umur ekonomis mesin penggilingan yang merupakan

alat yang paling penting dalam proses produksi tahu di perusahaan tahu ini. Hasil

analisis finansial menunjukan bahwa pengolahan tahu pada perusahaan tahu

sumber rezeki layak dilaksanakan. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil perhitungan

analisis kelayakan usaha perusahaan tahu sumber rezeki pada tingkat diskonto

sebesar 10 persen yaitu diporeleh nilai Net Present Value (NPV) lebih besar dari

nol yaitu sebesar Rp 187,564 juta; Nilai Net Benefit per Cost (Net B/C) yang lebih

besar dari 1, yaitu sebesar 2,99; Nilai Internal Rate of Return (IRR) yaitu sebesar

51,92 persen yang lebih besar dari tingkat diskonto, serta nilai payback periode

yang lebih singkat dari umur proyek yaitu selama 2 tahun 2 bulan.

Hasil analisis switching value menunjukan bahwa perusahaan tahu sumber

rezeki memiliki kepekaan yang cukup tinggi terhadap perubahan harga bahan

baku (kedelai) dan terhadap volume penjualan. Kenaikan harga beli kedelai yang

melebihi 8,72 persen atau penurunan volume penjualan yang melebihi 12,72

Page 168: A08ndw

persen akan menyebabkan usaha yang dilakukan menjadi tidak layak

dilaksanakan. Hal ini menunjukan resiko yang cukup tinggi bagi perusahaan tahu

sumber rezeki dalam menjalankan usahanya.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilaksanakan terletak

pada jenis usaha yang dilakukan pada penelitian ini usaha yang dilakukan

merupakan usaha on-farm dari subsistem agribisnis sedangkan penelitian-

penelitian terdahulu sebagian besar menilai kelayakan pada usaha off-farm atau

pengolahan produk-produk agribisnis. Dari segi metode yang digunakan dalam

penelitian ini dengan rencana penelitian peneliti relatif sama yaitu dengan melihat

aspek pasar, apek manajemen, aspek teknis dan aspek keuangan. Tetapi pada

penelitian ini tidak dilakukan analisis aspek sosial dan ekonomi karena ruang

lingkup penelitian ini hanya dibatasi pada lingkup internal perusahaan saja

sehingga tidak melihat efek usaha terhadap lingkungan sekitar atau makro.

Page 169: A08ndw

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Suatu usaha mengindikasikan kesempatan untuk melaksanakan kegiatan

investasi. Kegiatan investasi yang dilakukan dalam bidang pertanian mempunyai

suatu resiko yang besar. Oleh karena itu, diperlukan perencanaan serta pengkajian

yang mendalam dan menyeluruh mengenai pemanfaatan modal, untuk melihat

besarnya manfaat yang diperoleh serta besarnya biaya yang dikeluarkan.

Selanjutnya diperlukan suatu analisis yang disebut studi kelayakan usaha atau

studi kelayakan proyek, yang melihat secara menyeluruh berbagai aspek

mengenai kemampuan suatu proyek dalam memberikan manfaat sehingga resiko

kerugian di masa datang dapat diantisipasi.

3.1.1 Studi Kelayakan Proyek

Beberapa ahli mendefinisikan proyek sebagai suatu usaha yang

direncanakan sebelumnya dan memerlukan sejumlah pembiayaan serta pengguna

masukan (input) lain, yang bertujuan untuk mencapai suatu tujuan tertentu yaitu

pengembalian jangka panjang proyek yang dihasilkan dari manfaat-manfaat yang

dihasilkan oleh proyek tersebut seperti : Meningkatkan produksi, Perbaikan

kualitas, Perubahan dalam waktu penjualan, perubahan dalam lokasi penjualan,

perubahan dalam bentuk produksi, pengurangan biaya melalui mekanisasi,

pengurangan biaya-biaya pengangkutan, dan menghindari kerugian.

Menurut Husan dan Suwarsono (2000), proyek pada dasarnya merupakan

kegitan yang menyangkut pengeluaran modal (capital expenditure). Suatu

pengeluaran modal memiliki karakteristik dasar yaitu penggunaan sumber-sumber

Page 170: A08ndw

untuk memperoleh manfaat (benefit) di masa yang akan datang, dapat

direncanakan, dibiayai dan dilaksanakan sebagai satu unit. Aktivitas suatu proyek

selalu ditujukan untuk mencapai suatu tujuan (objective) serta mempunyai suatu

titik tolak (starting point) dan suatu titik akhir (ending point) (Kadariah et. al,

1999).

Studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu

proyek, bisaanya merupakan proyek investasi, dilaksanakan dengan berhasil

(Husnan dan Suwarsono, 2000). Studi kelayakan pada hakikatnya adalah suatu

metode penjajakan dari suatu gagasan usaha tentang kemungkinan layak atau

tidaknya gagasan usaha tersebut dilaksanakan. Suatu proyek dikatakan layak

apabila proyek itu diperkirakan akan dapat menghasilkan keuntungan yang layak

apabila telah dioperasionalkan (Umar, 2005).

Sebuah proyek pertanian adalah suatu kegiatan investasi yang mengubah

sumber-sumber financial menjadi barang-barang capital yang dapat menghasilkan

keuntungan-keuntungan atau manfaat-manfaat setelah beberapa periode waktu

(Gittinger, 1986). Dalam suatu studi kelayakan proyek akan menyangkut tiga

aspek yaitu manfaat ekonomi proyek tersebut bagi proyek itu sendiri (manfaat

finansial), manfaat ekonomi tersebut bagi bagi Negara tempat proyek itu

dilaksanakan (manfaat ekonomi), dan manfaat sosial proyek bagi masyarakat

sekitar proyek tersebut.

Tujuan melakukan studi kelayakan adalah untuk menghindari kerugian

penanaman modal yang terlalu besar untuk suatu kegiatan yang ternyata tidak

menguntungkan. Studi kelayakan memerlukan biaya, namun biaya tersebut relatif

lebih kecil apabila dibandingkan dengan resiko kegagalan suatu proyek yang

Page 171: A08ndw

menyangkut investasi dalam jumlah besar (Husnan dan Suwarsono, 2000).

Dengan analisis proyek, tingkat keuntungan yang dapat dicapai melalui investasi

proyek dapat diketahui, pemborosan terhadap sumberdaya dapat dihindarkan,

serta memilih proyek yang paling menguntungkan di antara berbagai proyek

investasi yang ada.

Studi kelayakan suatu proyek bisaanya berupa laporan tertulis yang berisi

berbagai informasi tentang tingkat kelayakan suatu proyek untuk direalisasikan.

Informasi yang terkandung dalam laporan tersebut dapat digunakan sebagai bahan

pertimbangan bagi pihak-pihak tertentu, misalnya pihak investor, pihak kreditor,

pihak manajemen perusahaan serta bagi pihak pemerintah dan masyarakat (Umar,

2005).

Analisa proyek bertujuan untuk memperbaiki pilihan investasi karena

sumber-sumber yang tersedia terbatas, sehingga harus dipilih alternatif proyek

yang paling menguntungkan dan menentukan prioritas investasi. Dalam

menganalisa suatu proyek yang efektif harus mempertimbangkan aspek-aspek

yang saling berkaitan yang secara bersama-sama menentukan bagaimana

keuntungan yang diperoleh dari suatu penanaman investasi tertentu dan

mempertimbangkan seluruh aspek tersebut pada setiap tahap dalam perencanaan

proyek dan siklus pelaksanaanya (Gittinger, 1986).

Kelayakan investasi dalam suatu usaha dapat ditinjau dari berbagai aspek.

Diabtaranya dari aspek pasar, aspek teknis, dan aspek manajemen selain itu

tentunya perlu dilihat pula kelayakan secara finansial.

Page 172: A08ndw

1. Aspek pasar

meliputi rencana pemasaran output yang dihasilkan oleh proyek dan

rencana penyediaan input yang dibutuhnya untuk kelangsungan dan

pelaksanaan proyek. Dibahas pula faktor harga, marketing mix, dan

perkiraan penjualan yang bisa dicapai perusahaan.

2. Aspek teknis

Aspek teknis yaitu analisa yang berhubungan dengan input proyek

(penyediaan) dan output (produksi) berupa barang dan jasa. Aspek

teknis memiliki pengaruh yang besar terhadap kelancaran jalannya

usaha. Evaluasi ini mempelajari kebutuhan-kebutuhan teknis proyek,

seperti karakteristik produk diusahakan, lokasi si mana proyek akan

didirikan dan sarana pendukungnya, serta lay out bangunan yang

dipilih (Husnan dan Suwarsono, 2000).

3. Aspek manajemen

Aspek ini berhubungan dengan penetapan institusi atau lembaga

proyek yang harus mempertimbangkan struktur kelembagaan, pola

sosial dan budaya yang ada pada suatu daerah atau Negara setempat.

Aspek ini meneliti system manajerial suatu usaha antara lain

kesanggupan dan keahlian staf dalam menangani masalah proyek.

Evaluasi aspek manajemen operasional bertujuan untuk menentukan

secara efektif dan efisien mengenai bentuk badan usaha yang dipilih,

struktur organisasi yang akan digunakan, jenis-jenis pekerjaan yang

diperlukan agar usaha tersebut dapat berjalan dengan lancar serta

kebutuhan biaya gaji dan upah tenaga kerja (Umar, 2005)

Page 173: A08ndw

4. Aspek finansial

Aspek finansial berhubungan dengan pengaruh-pengaruh financial dari

suatu proyek yang diusulkan terhadap para anggota yang tergabung di

dalam proyek. Aspek ini membandingkan antara pengeluaran dan

penerimaan.

Menurut Gittinger (1986), selain aspek-aspek yang paling berkaitan

tersebut dalam suatu proyek terdapat rangkaian dasar dalam perencanaan dan

pelaksanaan proyek yang disebut sebagai siklus proyek. Tahap-tahap yang

membentuk suatu siklus proyek yaitu tahap identifikasi, tahap persiapan dan

analisa, tahap penilaian (penaksiran), tahap pelaksanaan (implementasi), dan tahap

evaluasi. Evaluasi dalam suatu studi kelayakan proyek adalah alat yang penting

dalam proyek-proyek yang sedang berjalan dan dapat dilakukan beberapa kali

selama pelaksanaan proyek. Evaluasi juga dapat menilai apakah suatu proyek

dapat dijalankan atau tidak.

Untuk menganalisa suatu proyek bisaanyan digunakan dua pendekatan

umum yaitu analisis financial dan analisis ekonomi. Analisis financial

menganalisis hasil proyek dari segi individu pelaku proyek, sedangkan analisis

ekonomi melihat hasil proyek dari segi perekonomian secara keseluruhan.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan suatu usaha dengan

menggunakan pendekatan analisis financial yang bertujuan untuk memberikan

gambaran kepada pihak pengguna informasi mengenai usaha yang dijalankan.

3.1.2 Analisis Ekonomi dan Finansial

Untuk menganalisa suatu proyek bisaanya digunakan dua pendekatan

umum yaitu analisa finansial dan analisa ekonomi. Analisa ekonomi dan analisa

Page 174: A08ndw

financial merupakan pelengkap, analisa finansial menganalisis hasil proyek dari

segi individu pelaku proyek, sedangkan analisis ekonomi melihat hasil proyek

dari segi perekonomian secara keseluruhan.

Analisis Ekonomi merupakan ukuran arus uang tunai berdiskonto yang

sama digunakan dalam anlisa finansial dalam mengestimasi hasil yang akan

diterima oleh proyekdan digunakan juga dalam analisa ekonomi untuk estimasi

besarnya hasil yang akan diterima masyarakat. Perbedaan antara analisa financial

dan ekonomi yaitu : pertama, dalam analisa ekonomi pajak dan subsidi akan

diberlakukan sebagai pembayaran transfer sedangkan pada analisa financial pajak

dianggap sebagai biaya dan subsidi sebagai hasil; kedua, dalam analisa finansial

harga yang bisaanya digunakan adalah harga pasar sedangkan pada analisa

ekonomi menggunakan harga yang telah sudah disesuaikan yang disebut sebagai

harga bayangan (shadow price) atau harga buku (accounting price) agar dapat

lebih mencerminkan secara tepat nilai-nilai sosial ekonomi; ketiga, dalam analisa

ekonomi bunga terhadap modal tidak pernah dipisahkan dan dikurangkan dari

hasil bruto sedangkan dalam analisa financial bunga yang dibayar dapat

dikurangkan agar memperoleh gambaran arus manfaat yang tersedia bagi pemilik.

Analisis finansial merupakan suatu analisis yang membandingkan antara

biaya (cost) dengan manfaat (benefit) untuk menentukan apakah suatu proyek

akan menguntungkan selama umur proyek (Husnan dan Suwarsono, 2000).

Tujuan analisis finansial dari suatu studi kelayakan bisnis adalah untuk

menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang

diharapkan, dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan dalam

jangka waktu tertentu (Umar, 2005).

Page 175: A08ndw

Analisis finansial dalam kerangka evaluasi proyek lebih bersifat analisa

terhadap suatu arus dana. Menurut Kadariah et. al. (1999), analisis finansial

adalah suatu analisis dimana proyek dilihat dari sudut badan-badan atau orang-

orang yang menanamkan modalnya dalam suatu proyek atau orang-orang yang

berkepentingan langsung dalam pembangunan proyek.

Analisis finansial melihat manfaat proyek bagi proyek itu sendiri.

Sehingga dalam analisa finansial, untuk menentukan tujuan yang ingin dicapai

harus menyertakan definisi-definisi mengenai manfaat-manfaat dan biaya-biaya

yang berkaitan dengan suatu proyek. Manfaat secara sederhana didefinisikan

sebagai segala sesuatu yang membantu suatu tujuan, sedangkan biaya merupakan

segala sesuatu yang mengurangi suatu tujuan (Gittinger, 1986). Manfaat yang

berkaitan dengan proyek pertanian bisaanya berupa nilai produksi total, pinjaman,

dan nilai sewa. Sedangkan biaya yang berkaitan dengan proyek pertanian bisaanya

berupa investasi, biaya operasional, dan biaya-biaya lainnya.

Untuk menganalisa aspek finansial dari suatu proyek, dapat digunakan

metode-metode atau kriteria-kriteria penilaian investasi. Kriteria investasi

digunakan untuk mengukur manfaat yang diperoleh dan biaya yang dikeluarkan

dari suatu proyek. Melalui metode-metode ini dapat diketahui apakah suatu

proyek layak untuk dilaksanakan apabila dipandang dari aspek profitabilitas

komersialnya (Husnan dan Suwarsono, 2000). Beberapa criteria dalam menilai

kelayakan suatu proyek yang paling umum digunakan adalah Net Present Value

(NPV), Internal Rate Return (IRR), Net Benefit per Cost (Net B/C) dan

Discounted Payback Periode. Setiap metode ini menggunakan nilai sekarang yang

telah di-discount dari arus manfaat dan arus biaya selama umur proyek.

Page 176: A08ndw

a. Teori Biaya dan Manfaat

Menurut Gittinger (1986), secara sederhana biaya (cost) adalah sesuatu

yang mengurangi suatu tujuan. Biaya tersebut dikeluarkan sebelum bisnis dimulai

dan akan terus ada selama bisnis berlangsung. Sedangkan manfaat (benefit)

didefinisikan sebagai sesuatu yang dihasilkan oleh suatu kegiatan yang

menggunakan sejumlah biaya atau segala sesuatu yang menambah tujuan.

Untuk melakukan analisis proyek, biaya dan manfaat yang diperhitungkan

adalah biaya dan manfaat yang dapat diukur nilainya (tangible). Yang termasuk

ke dalam biaya tangible diantaranya adalah (1) biaya investasi, yaitu biaya yang

dikeluarkan untuk memulai suatu usaha; dan (2) biaya operasional, yaitu biaya

yang muncul ketika suatu usaha berjalan. Biaya ini mencakup biaya tetap dan

biaya variable. Biaya tetap (fixed cost) merupakan biaya yang jumlahnya tidak

tergantung oleh jumlah produksi yang besarnya selalu tetap (konstan). Biaya

variable (Variable cost) merupakan biaya yang bergantung pada volume produksi

atau dapat disebut biaya aktivitas usaha. Sedangkan komponen yang termasuk ke

dalam manfaat tangible adalah penerimaan penjualan perusahaan.

b. Konsep Nilai Waktu Uang (Time Value of Money)

Investasi suatu proyek berkaitan dengan usaha dalam jangka waktu yang

panjang. Uang memiliki nilai waktu, yaitu uang dihargai secara berbeda dalam

waktu berbeda. Konsep nillai waktu uang menyatakan bahwa uang yang diterima

sekarang lebih berharga daripada uang yang diterima kemudian. Atau nilai

sekarang adalah lebih baik daripada nilai yang sama pada masa yang akan datang

(Gittinger, 1986).

Page 177: A08ndw

Waktu mempengaruhi nilai uang, sehingga untuk membandingkan nilai

uang yang berbeda waktu pengeluaran dan penerimaannya perlu dilakukan

penyamaan nilai uang tersebut melalui pemotongan (discounting). Penyamaan

nilai tersebut menggunakan tingkat diskonto (discount rate) yang bertujuan untuk

melihat nilai uang di masa yang akan datang (future value) pada saat sekarang

(present value). Metode analisis yang melibatkan nilai waktu uang adalah metode

perhitungan berdiskonto atau metode arus tunai Terpotong (Discounted Cash

Flow Method).

Kriteria analisis finansial yang digunakan pada penelitian ini adalah

discounting criteria. Kriteria ini merupakan suatu teknik yang menurunkan nilai

manfaat dan biaya pada masa sekarang berdasarkan tingkat diskonto tertentu.

Pengguanaan metode ini didasarkan pada pertimbangan bahwa adanya inflasi,

reinvestasi dan resiko mengakibatkan perbedaan niali uang saat ini dengan nialai

uang pada masa yang akan datang.

c. Umur Proyek

Untuk menentukan panjangnya umur suatu proyek, terdapat beberapa

pedoman yang dapat menjadi acuan dalam peneletian ini, antara lain (Kadariah et.

al, 1999) :

1. Sebagai ukuran umum dapat diambil suatu periode (jangka waktu) yang

kira-kira sama dengan umur ekonomis dari suatu aset. Yang dimaksudkan

dengan umur ekonomis suatu aset ialah jumlah tahun selama pemakaian

aset tersebut dan meminimumkan biaya tambahannya.

2. Untuk proyek-proyek yang mempunyai investasi modal yang sangat besar,

umur proyek yang digunakan adalah umur teknis. Dalam hal ini, untuk

Page 178: A08ndw

proyek-proyek tertentu, umur teknis dari unsur-unsur pokok investasi

adalah lama, tetapi umur ekonomisnya dapat jauh lebih pendek karena

obsolescence (ketinggalan jaman karena penemuan teknologi baru yang

lebih efisien).

d. Kriteria Kelayakan Investasi

Kriteria dalam menilai kelayakan suatu proyek yang paling umum

digunakan adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net

Benefit per Cost (Net B/C) dan Discounted Payback Periode. Setiap model ini

menggunakan nilai sekarang yang telah di-discount dari arus manfaat dan arus

biaya selama umur proyek.

Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) atau Nilai Sekarang Bersih dari arus manfaat dan

arus biaya merupakan nilai bersih sekarang dari arus pendapatan yang

ditimbulkan oleh penanaman investasi, yaitu merupakan selisih antara manfaat

dan biaya pada tingkat diskonto tertentu. NPV dari suatu proyek merupakan nilai

bersih sekarang arus kas tahunan setelah pajak dikurangi dengan pengeluaran

awal (Keown, 2001).

Suatu proyek dikatakan layak atau bermanfaat untuk dilaksanakan jika

NPV proyek tersebut lebih besar atau sama dengan nol (NPV � 0). Jika nilai NPV

sama dengan nol, berarti proyek tidak untung tetapi juga tidak merugi (manfaat

hanya cukup untuk menutupi biaya yang dikeluarkan). Jika nilai NPV lebih kecil

daripada nol (NPV < 0), maka proyek tersebut tidak dapat menghasilkan senilai

biaya yang dipergunakan hal tersebut menunjukan bahwa proyek tersebut tidak

tidak layak untuk dijalankan. Oleh karena itu, sumberdaya yang digunakan dalam

Page 179: A08ndw

proyek tersebut sebaiknya dialokasikan pada kegiatan atau proyek lain yang lebih

menguntungkan.

Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return (IRR) atau Tingkat Pengembalian Internal adalah

tingkat diskonto (discount rate) yang membuat NPV dari proyek sama dengan

nol, yaitu tingkat bunga atau tingkat diskonto yang menyamakan nilai sekarang

arus manfaat dengan nilai sekarang arus biaya. Tujuan perhitungan IRR adalah

untuk mengetahui persentase keuntungan dari suatu proyek tiap tahunnya dan

menunjukan kemampuan proyek dalam mengembalikan bunga pinjaman.

Suatu proyek dikatakan layak jika nilai IRR yang diperoleh proyek

tersebut lebih besar dari tingkat diskonto. Sedangkan jika nilai IRR yang

diperoleh lebih kecil dari tingkat diskonto, maka proyek tersebut tidak layak untuk

dilaksanakan. Penerapan metode ini lebih sulit dilakukan dibandingkan dengan

penerapan metode NPV, karena dalam hal tertentu terdapat kemungkinan

dihasilkan nilai IRR yang lebih dari suatu yang dapat membuat nilai NPV sama

dengan nol.

NPV (Rp)

0 i=IRR Suku Bunga ( persen)

Gambar 1. Grafik Hubungan Antara NPV dan Tingkat Suku Bunga

Page 180: A08ndw

Gambar 1 menunjukan hubungan antara nilai Net Present Value (NPV)

dengan tingkat diskonto (i) tertentu. Nilai NPV bernilai nol pada saat tingkat

diskonto yang digunakan sama dengan IRR (i = IRR). Nilai NPV akan bernilai

positif apabila tingkat diskonto yang digunakan lebih rendah daripada IRR. Nilai

NPV akan berniali negatif jika tingkat diskonto yang digunakan lebih tinggi

daripada IRR.

Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio)

Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio) merupakan rasio keuntungan per

biaya. Rasio ini adalah angka pembanding antara jumlah Present Value yang

bernilai positif dengan jumlah present value yang bernilai negatif. Perhitungan ini

digunakan untuk melihat berapa kali lipat manfaat yang akan diperoleh dari biaya

yang dikeluarkan.

Suatu proyek dinyatakan layak jika Net B/C lebih besar atau sama dengan

satu (Net B/C >=1). Hal ini berarti proyek tersebut layak untuk dilaksanakan.

Sedangkan jika nilai Net B/C lebih kecil dari satu (Net B/C < 1), maka proyek

tersebut tidak layak untuk dilaksanakan, karena hal tersebut berarti manfaat yang

akan diperoleh dari suatu proyek lebih kecil dibandingkan dengan biaya yang

dikeluarkan untuk pelaksanaan proyek tersebut.

Discounted Payback Periode

Discounted payback periode (Periode Pengembalian Kembali yang

Didiskontokan) atau tingkat pengembalian investasi merupakan metode yang

mengukur periode jangka waktu atau jumlah tahun yang dibutuhkan untuk

menutupi pengeluaran awal (investasi). periode pembayaran kembali yang

didiskontokan adalah umur dimana pada tingkat diskonto tertentu, penerimaan

Page 181: A08ndw

bersih kumulatif sama dengan nol dan menunjukan pada umur berapa investasi

dapat dikembalikan. Semakin cepat investasi modal dapat kembali, maka semakin

baik suatu proyek diusahakan karena modal yang kembali dapat digunakan untuk

membiayai kegiatan lainnya.

Apabila selama proyek dapat mengembalikan modal sebelum berakhirnya

umur proyek, maka proyek tersebut masih dapat dilaksanakan. Akan tetapi, jika

sampai saat proyek berakhir dan belum dapat mengembalikan modal yang

digunakan, maka sebaiknya proyek tersebut tidak dilaksanakan.

3.1.3 Analisis Nilai Pengganti (Switching Value)

Untuk melaksanakan suatu proyek, semua biaya yang dikeluarkan dan

penerimaan yang diperoleh setiap tahun dihitung berdasarkan data yang ada.

Sementara itu kondisi lingkungan yang selalu berubah akan mempengaruhi biaya

serta manfaat yang akan diperoleh, sehingga terdapat kemungkinan terjadinya

suatu kekeliruan atau ketidaktepatan biaya dan penerimaan akibat adanya

perubahan-perubahan.

Analisis Switching value (nilai pengganti) mencoba melihat kondisi

kelayakan yang terjadi apabila dilakukan perubahan-perubahan dalam biaya dan

manfaat. Switching value dilakukan untuk melihat sampai sejauh mana perubahan

yang terjadi dapat ditoleransi dan akhirnya membuat suatu usaha tidak layak

diusahakan.

Pada analisis switching value dicari beberapa nilai pengganti pada

komponen biaya dan manfaat dapat terjadi, yang masih memenuhi criteria

minimum kelayakan investasi atau masih mendapatkan keuntungan normal.

Keuntungan normal terjadi apabila nilai NPV sama dengan nol, IRR sama dengan

Page 182: A08ndw

tingkat diskonto yang digunakan, dan niali Net B/C sama dengan satu (cateris

paribus)

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Pertanian merupakan sektor yang paling penting dari suatu bangsa, karena

produk - produk pertanian merupakan kebutuhan pokok manusia. Selain itu

sebagian besar penduduk Indonesia bermata pencaharian di sektor pertanian.

Subsektor peternakan memegang peranan penting sebagai salah satu sumber

pertumbuhan, khususnya bagi sektor pertanian dan umumnya perekonomian

Indonesia. Subsektor peternakan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari

pembangunan sektor pertanian, diutamakan untuk memenuhi pangan dan gizi

melalui usaha pembinaan daerah-daerah produksi yang telah ada serta

pembangunan daerah-daerah baru.

Produk – produk subsektor peternakan merupakan salah satu sumber

protein terutama protein hewani, antara lain daging sapi, daging ayam, daging

kambing, dan juga daging kelinci. Tetapi saat ini daging kelinci belum dikenal

dan dikonsumsi oleh masyarakat luas sebagai asupan protein karena mereka masih

menganggap bahwa kelinci merupakan binatang eksotis yang berfungsi sebagai

binatang peliharaan dan koleksi. Kenaikan konsumsi daging setiap tahunnya

berdampak pada peningkatan impor yang dilakukan pemerintah setiap tahunnya

hal ini dikarenakan produksi dalam negeri masih di bawah permintaan pasar

dalam negeri.

Kenaikan harga daging sapi saat ini juga berdampak pada penurunan daya

beli masyarakat, hal ini dapat dilihat dari penurunan omzet penjualan yang

dialami oleh para pedagang daging sapi. Hal ini dapat menjadi peluang bagi

Page 183: A08ndw

daging kelinci untuk mensubtitusi daging sapi karena harga daging kelinci relatif

lebih murah dan juga memiliki kelebihan dibandingkan dengan daging ternak

lainnya, diantaranya memiliki kadar lemak jenuh yang rendah dibandingkan

ternak lain seperti sapi, domba, dan kambing serta kandungan proteinnya yang

tinggi membuat daging kelinci baik untuk menjaga jaringan tubuh, membentuk

sel-sel, dan meningkatkan kecerdasan otak seperti yang tercantum dalam Tabel 4.

Lahan yang digunakan untuk berternak kelinci oleh Bapak Asep yang

terbatas hanya kurang lebih 200m2 tetapi di dalamnya terdapat kandang yang

berjajar rapi membentuk 4 baris memanjang. Kandang yang dipergunakan untuk

berternak kelinci sangat terjaga kebersihannya sehingga menjamin bahwa ternak

yang ada di dalamnya sehat dan terawat. Keterbatasan lahan yang dimiliki oleh

Bapak Asep berakibat pada produksi yang relatif kecil sehingga terkadang

permintaan pasar tidak dapat dipenuhi seluruhnya. Hal ini berdampak pada tingkat

keuntungan yang akan menurun karena tidak dapat memenuhi permintaan pasar.

Selain itu harga input yang digunakan dalam berternak kelinci cukup tinggi

sehingga peternak meminimumkan biaya dengan membeli bibit – bibit pilihan

saja.

Permintaan akan anakan kelinci dan kelinci pedaging sangat besar bila

dibandingkan dengan penawaran yang dilakukan oleh Asep’s Rabbit Project. Oleh

karena itu Asep’s Rabbit Project berencana untuk mengembangkan usahanya agar

permintaan potensial tersebut dapat terpenuhi.

Penelitian ini diarahkan untuk mengetahui kelayakan finansial peternakan

kelinci Asep’s Rabbit Project dilihat dari berbagai macam aspek. Aspek – aspek

yang digunakan dalam menganalisis kelayakan finansial peternakan kelinci Asep’s

Page 184: A08ndw

Rabbit Project adalah aspek pasar, aspek manajemen, aspek teknis dan aspek

finansial. Analisis dari aspek finansial dilakukan melalui beberapa kriteria

kelayakan investasi yang bertujuan untuk menganalisa sejauh mana tingkat

kelayakan usaha peternakan kelinci tersebut.

Dalam menganalisa suatu proyek, bisaanya akan menghadapi

ketidakpastian atau perubahan - perubahan yang dapat terjadi pada keadaan yang

telah diperkirakan. Untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya perubahan-

perubahan, baik pada arus manfaat maupun arus biaya, sehingga perlu dilakukan

analisis sensitifitas melaui analisis switching value untuk mengetahui seberapa

besar perubahan pada tingkat manfaat dan biaya dapat terjadi, sehingga masih

memenuhi kriteria minimum kelayakan investasi. Untuk memperjelas gambaran

mengenai penelitian yang dilakukan, dapat dilihat bagan kerangka pemikiran

penelitian operasional yang disajikan dalam gambar 2.

Page 185: A08ndw

Gambar 2. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional

Permintaan pada Asep’s Rabbit Project belum dapat dipenuhi oleh produksi saat ini sehingga akan dilakukan pengembangan usaha oleh Asep’s Rabbit Project tetapi pengembangan usaha ini membutuhkan investasi yang cukup besar.

Analisis kelayakan Usaha

Analisis Switching Value

Aspek pasar Aspek teknis Aspek manajemen Aspek hukum Aspek sosial

Tidak Layak layak

Pengembangan peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project

Aspek finansial � NPV � IRR � Net B/C � Payback Periode

� Reinvestasi usaha � Realokasi sumberdaya � Reevaluasi

manajemen, pasar, dan teknik budidaya

� Apakah Investasi pada peternakan kelinci menguntungkan?

� Apakah proyek pengembangan usaha ini peka terhadap penurunan harga output, penurunan produksi, pengkatan harga indukan dan peningkatan harga pakan?

Tidak Layak layak

Pengembangan peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project

� Reinvestasi usaha � Realokasi sumberdaya � Reevaluasi

manajemen, pasar, dan teknik budidaya

Page 186: A08ndw

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project yang

terletak di Lembang Kabupaten Bandung Propinsi Jawa Barat. Dipilihnya tempat

ini sebagai tempat penelitian dikarenakan pemilik dari Peternakan kelinci Asep’s

Rabbit Project merupakan ketua perhimpunan peternak kelinci di daerah

Lembang, beliau memiliki beberapa peternak binaan yang tertarik untuk memulai

berternak kelinci. Selain itu peternakan Asep Sutisna merupakan salah satu

peternakan kelinci yang sedang berjalan dan sedang dalam upaya pengembangan,

sehingga cocok sebagai tempat penelitian yang khususnya untuk menstudi

kelayakan usaha peternakan kelinci. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan

Maret sampai April 2008.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara

dengan pemilik, dan para karyawan peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project.

Data sekunder diperoleh dari kumpulan data yang dimiliki pihak pemilik, bahan-

bahan pustaka, situs internet, laporan penelitian, data-data dari instansi terkait baik

dari Departemen Pertanian, Pemerintah daerah, dan Badan Pusat Statistik dan dari

penelitian sebelumnya yang diperoleh dari perpustakaan LSI IPB.

4.3 Metode Penentuan Lokasi dan Pengumpulan Data

Penetuan peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project sebagai lokasi penelitian

dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan informasi yang diperoleh dari

Page 187: A08ndw

liputan acara kisi-kisi yang di tayangkan oleh salah satu televisi swasta, disana

diperlihatkan bahwa Bapak Asep berternak puluhan ekor kelinci yang sebagian

besar merupakan kelinci hias.

Data primer diperoleh dari pengamatan langsung dan wawancara. Teknik

pengumpulan data primer dilakukan dengan :

a. Indept Interview (wawancara mendalam) kepada pihak manajemen sekaligus

pemilik yaitu Bapak Asep dan istrinya.

b. Wawancara langsung dengan para karyawan yang bekerja pada Peternakan

kelinci Asep’s Rabbit Project

c. Observasi dengan pengamatan langsung kegiatan-kegiatan yang dilakukan di

peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project mulai dari proses pemberian

pakan,pembersihan kandang, penaganan terhadap kelinci sakit, pengolahan

pakan kelinci (Pellet), pengemasan pakan, dan lain-lain.

4.4 Metode Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara

kualitatif dan kuantitatif. Data yang bersifat kualitatif dianalisis untuk mengkaji

beberapa aspek, aspek-aspek yang dianalisis ini adalah aspek teknis, pasar, dan

manajemen.

Analisis kuantitatif dilakukan dengan menganalisa aspek finansial

kelayakan peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project. Dalam analisa kuantitatif

dilakukan perhitungan nilai uang dengan membandingkan biaya dan manfaat yang

diperoleh pada masa sekarang dengan masa yang akan datang melalui tingkat

diskonto tertentu. Data dan informasi yang diperoleh diolah secara manual yaitu

dengan menggunakan kalkulator maupun dengan menggunakan program

Page 188: A08ndw

komputer microsoft excel 2003, kemudian hasilnya diintepretasikan secara

deskriptif.

Analisa finansial mengolah data menggunakan kriteria kelayakan investasi,

yaitu : Analisis Nilai Bersih Sekarang (Net Present Value/NPV), Tingkat

Pengembalian Investasi (Internal Rate of Return/IRR), Rasio Manfaat dan Biaya

Bersih (Net Benefit Cost Ratio/Net B/C), Masa Pengembalian Investasi yang

didiskontokan (Discounted Payback Period). Pengolahan data tersebut dilakukan

berdasarkan pada kerangka pemikiran yang telah disusun. Selain itu dilakukan

pula analisis sensitivitas untuk melihat kepekaan usaha peternakan kelinci Asep’s

Rabbit Project dalam menghadapi kemungkinan terjadinya perubahan.

4.4.1 Analisis Kelayakan Finansial

Analisis kelayakan finansial dilakukan melalui analisis manfaat dan biaya,

rugi laba, dan menggunakan beberapa kriteria investasi, yaitu Nilai Bersih

Sekarang (Net Present Value/NPV), Rasio Manfaat dan Biaya Bersih (Net Benefit

adn Cost Ratio/Net B/C), Tingkat Pengembalian Investasi (Internal Rate of

Return/IRR), dan Masa Pengembalian Investasi yang didiskontokan (Discounted

Payback Periode).

1) Nilai Bersih Sekarang (Net Present Value)

Net Present Value (NPV) adalah manfaat bersih sekarang yang diperoleh

selama umur proyek. Dengan demikian NPV merupakan selisih aaantara nilai

sekarang dari manfaat dan dari biaya yang telah memperhatikan unsur nilai waktu

uang. Secara matemati, NPV dapat dirumuskan sebagai berikut :

NPV = ( ) ���=== +

−=

+−

+

n

tttt

n

tt

tn

tt

t

iCB

iC

i

B

111 )1()1(1

Page 189: A08ndw

Keterangan :

Bt = Manfaat yang diterima tahun ke-t

Ct = Biaya yang dikeluarkan tahun ke-t

i = Discount Rate/Tingkat suku bunga yang berlaku

n = Umur Ekonomis Proyek

Penilaian kelayakan finansial berdasarkan NPV yaitu:

1) NPV > 0, maka investasi tersebut menguntungkan dan layak untuk

dilaksanakan.

2) NPV = 0, berarti investasi tersebut memberikan nilai manfaat sama

dengan biaya yang dikeluarkan sehingga sulit untuk dialksanakan.

3) NPV < 0, maka investasi tersebut tidak layak untuk dilaksanakan karena

hanya akan mendatangkan kerugian.

2) Rasio Manfaat dan Biaya Bersih (Net Benefit Cost Ratio/Net B/C Ratio)

Net Benefit Cost Ratio (Net B/C ratio) merupakan besarnya tingkat tambahan

manfaat dari setiap tambahan biaya sebesar satu rupiah. Net B/C dapat

dirumuskan sebagai perbandingan antara nilai NPV yang berniali positif (sebagai

pembilang) dengan NPV yang bernilai negatif (sebagai penyebut). Untuk

menghitung nilai Net B/C terlebih dahulu dihitung benefit bersih yang telah

didiscount factor untuk setiap tahun t. Net B/C merupakan perbandingan

sedemikian rupa sedemikian rupa sehingga pembilang terdiri atas total present

value dari benefit bersih dalam tahun-tahun di mana benefit bernilai positif,

sedangkan penyebutkan terdiri atas total present value dari biaya bersih dalam

Page 190: A08ndw

tahun-tahun di mana benefit bernilai negatif. Secara umum rumus yang digunakan

adalah sebagai berikut :

Net B/C =

=

=

+−

+−

n

tttt

n

tttt

iBC

iCB

1

1

)1(

)1( dimana ;

( )( )0

0<−>−

tt

tt

CBCB

Keterangan :

Bt = Manfaat yang diterima tahun ke-t

Ct = Biaya yang dikeluarkan tahun ke-t

i = Discount Rate/Tingkat suku bunga yang berlaku

t = Umur Ekonomis Proyek

Penilaian kelayakan finansial berdasarkan Net B/C yaitu:

1) Net B/C > 1 maka investasi tersebut menguntungkan dan layak untuk

dilaksanakan.

2) Net B/C < 1, maka investasi tersebut tidak layak untuk dilaksanakan

karena hanya akan mendatangkan kerugian.

3) Tingkat Pengembalian Investasi (Internal Rate of Return/IRR)

IRR merupakan persentase tingkat pengembalian investasi yang didapat

selama umur proyek. IRR berupa tingkat suku bunga yang menjadikan nilai NPV

suatu investasi sama dengan nol atau tingkat rata - rata keuntungan interen

tahunan di mana tingkat tersebut merupakan tingkat bunga maksimum yang dapat

dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan dan bisaanya dinyatakan

dalam satuan persen. Cara menghitung IRR adalah dengan metode interpolasi

dengan cara melakukan percobaan untuk mendapatkan tingkat bunga yang

Page 191: A08ndw

menghasilkan NPV positif terkecil dengan tingkat bunga yang menghasilkan NPV

negatif terkecil. Nilai suku bunga percobaab yang menghasilkan NPV positif

terbesar dilambangkan dengan i1 dan yang menghasilkan NPV negatif

dilambangkan dengan i2. NPV yang bernilai positif terkecil dilambangkan NPV1

dan yang bernilai negatif terkecil dilambangkan NPV2. Rumus yang digunakan

untuk mencari nilai IRR adalah :

IRR = i1 + )( 1221

1 iiNPVNPV

NPV−

Keterangan :

i1 = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV positif terkecil

i2 = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV negatif terkecil

NPV1 = NPV yang bernilai positif terkecil

NPV2 = NPV yang bernilai negatif terkecil

Apabila IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yan berlaku maka investasi

tersebut layak untuk dilaksanakan, namun jika IRR kurang dari tingkat suku

bunga yang berlaku maka investasi tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Jika

IRR sama dengan tingkat suku bunga yang berlaku maka investasi tersebut tidak

menguntungkan dan tidak juga merugikan.

4.4.2 Masa Pengembalian Investasi Didiskontokan (Discounted Payback

Periode)

Discounted Payback Periode (Periode Pengembalian Kembali yang

Didiskontokan) atau tingkat pengembalian investasi merupakan metode yang

mengukur periode jangka waktu atau jumlah waktu yang dibutuhkan untuk

menutupi pengeluaran awal (investasi). Dalam hal ini bisaanya digunakan

Page 192: A08ndw

pedoman untuk menentukan suatu proyek yang akan dipilih adalah suatu proyek

yang paling cepat mengembalikan biaya investasi tersebut. Rumus yang

digunakan dalam perhitungan Discounted Payback Periode adalah sebagai

berikut :

Payback Periode = Abi

Keterangan :

i = Besarnya investasi yang dibutuhkan

Ab = Benefit bersih yang dapat diperoleh setiap tahun.

Jika masa pengembalian investasi (Payback Periode) lebih singkat daripada

umur proyek yang ditentukan, maka proyek tersebut layak untuk dilaksanakan.

Pada dasarnya semakin cepat Payback Periode menunjukan semakun kecil resiko

yang dihadapi oleh investor (pengusaha).

4.4.3 Analisis Switching value

Analisis switching value merupakan suatu pendekatan dalam analisis

sensitivitas untuk menguji secara sistematis apa yang akan terjadi terhadap

kelayakan suatu proyek apabila terjadi kejadian-kejadian yang berbeda degan

perkiraan dalam perencanaan.

Analisis switching digunakan untuk mengetahui tingkat perubahan harga

output dan produksi sehingga keuntungan mendekati normal di mana NPV sama

dengan nol. Analisis switching value dilakukan dengan metode menguji coba

sehingga mendapatkan nilai NPV sama dengan nol. Metode uji coba dilakukan

dengan mengikuti prosedur apabila nilai NPV yang dihasilkankan pada kondisi

normal positif maka yang dilakukan adalah dengan melakukan penurunan

Page 193: A08ndw

produksi dan harga output dan peningkatan biaya. Sebaliknya apabila kondisi

normal proyek menghasilkan nilai NPV negatif, maka perubahan yang dilakukan

adalah dengan menaikkan harga indukan menaikan harga pakan, meurunkan harga

output dan menurunkan produksi.

4.5 Asumsi Dasar yang digunakan

Untuk memudahkan analisis, beberapa asumsi dasar yang digunakan dalam

penelitian kali ini adalah sebagai berikut :

1. Umur proyek adalah 5 tahun, didasarkan pada umur ekonomis dari

indukan betina yang memiliki nilai investasi terbesar.

2. Pengusaha menggunakan modal sendiri.

3. Tingkat diskonto yang digunakan merupakan tingkat suku bunga

deposito Bank Indonesia (BI Rate) pada bulan April 2008 sebesar 8

persen

4. Biaya investasi dikeluarkan pada tahun pertama dalam penelitian ini

yakni tahun 2008.

5. Pola usaha yang diusahakan dibedakan berdasarkan proyeksi

karakteristik usaha yang dijalankan saat ini yaitu Pola usaha I adalah

budidaya anakan kelinci dan penjualan kelinci pedaging (pengumpul),

dan rencana pengembangan usaha yaitu Pola usaha II adalah budidaya

anakan kelinci, serta pola usaha III adalah budidaya kelinci pedaging.

Pola usaha I merupakan pola usaha yang benar-benar terjadi di lapangan

(lokasi penelitian), sedangkan pola usaha II dan III merupakan pola

usaha rancangan pengembangan yang didasarkan pada data di lapangan.

Page 194: A08ndw

6. Inflow dan outflow merupakan proyeksi yang berdasarkan pada

penelitian dan informasi yang didapatkan pada tahun 2008.

7. Persiapan dalam ketiga pola usaha membutuhkan waktu satu setengah

bulan.

8. Total indukan yang digunakan dalam usaha diasumsikan 50 ekor

pejantan dan 200 ekor betina dengan rasio 1:4, yang berarti satu ekor

pejantan dapat dikawinkan dengan empat ekor betina.

9. Satu ekor kelinci diasumsikan dapat beranak sebanyak lima ekor anak

dalam satu kali masa kelahiran. Jumlah angka produksi ini dipakai untuk

mengatasi angka yang terlalu besar karena ada kelinci yang dapat

melahirkan lebih dari lima ekor anak per kelahiran.

10. Tingkat kehidupan kelinci berdasarkan data yang diperoleh dari

lapangan adala 85 persen. Jadi dari enam ekor anak yang dilahirkan

diperkirakan angka kematian sebanyak satu ekor.

11. Masa bunting kelinci selama 30-31 hari, masa menyusui kelinci selama

28 hari atau satu bulan.

12. Total produksi per bulan diasumsikan tetap yaitu 500 ekor untuk

budidaya anakan kelinci maupun kelinci pedaging.

13. Berat kelinci pedaging yang dijual pada umur 4 bulan adalah 2 kilogram

per ekor.

14. Anakan kelinci yang siap dipasarkan adalah yang berusia 45 hari yang

sudah melewati masa menyusui dan siap disapih.

15. Harga yang digunakan adalah harga konstan. Harga input merupakan

harga yang berlaku tahun 2008 dan harga dari output merupakan harga

Page 195: A08ndw

jual pada tahun penelitian yaitu Rp. 50.000 per ekor untuk anakan

kelinci dengan umur 1 bulan dan Rp 18.000 per kilogram hidup untuk

kelinci pedaging. Sedangkan harga beli kelinci pedaging dari peternak

adalah Rp 15.000 per kilogram hidup.

16. Análisis data menggunakan data pajak penghasilan yang dikenakan

berdasarkan tarif pajak menurut UU Republik Indonesia No. 17 tahun

2000 tentang Tarif umum PPH wajib pajak badan dalam negeri dan

bentuk usaha tetap.

Page 196: A08ndw

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

5.1 Profil Perusahaan

Asep’s Rabbit Project adalah suatu usaha agribisnis on-farm yang dirintis

sejak tahun 1990 oleh Bapak Asep Sutisna. Usaha yang dilaksanakan adalah

peternakan kelinci yaitu membudidayakan kelinci – kelinci hias yang akan dijual

pada usia muda (usia 1 bulan) serta menjadi pengumpul kelinci pedaging.

Bentuk usaha yang digunakan oleh Asep’s Rabbit Project merupakan

usaha perorangan karena modal usaha dikeluarkan oleh Bapak Asep sendiri, tidak

ada modal yang diperoleh dari orang lain atau pinjaman dari lembaga

keuangan.Bapak Asep bertanggung jawab penuh untuk membiayai usaha dan

kerugian peternakan. Dalam menjalankan usahanya Bapak Asep memiliki visi,

yaitu terus berkembang untuk menghasilkan kelinci – kelinci hias yang

berkualitas unggul. Sehingga untuk mencapai visi tersebut Bapak Asep selalu

berusaha menghasilkan kelinci – kelinci persilangan yang memiliki keunggulan

dibandingkan induknya.

5.2 Sejarah dan Perkembangan Usaha

Peternakan ini awalnya merupakan hobi dari pemilik. Pemilik mencoba

untuk merawat kelinci untuk kesenangan tetapi lama kelamaan kelincinya

bertambah banyak dan pada akhirnya dia terjun ke dunia bisnis peternakan

kelinci. Usaha pembenihan kelinci hias mulai dirintis di daerah Lembang

Kabupaten Bandung. Pada awalnya beliau hanya memiliki beberapa kandang saja

dan meningkat seterusnya menjadi bangunan kandang yang dapat menampung

300 indukan kelinci serta anakan kelinci yang dihasilkan.

Page 197: A08ndw

Bapak Asep adalah salah satu peternak kelinci yang menjadi bagian dari

asosiasi peternak kelinci internasional, Bapak Asep juga merupakan ketua

kelompok peternak kelinci di daerah lembang. Bapak Asep memiliki sekitar 100

orang petani binaan yang belajar serta memasarkan hasilnya melalui Bapak Asep.

Peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project menggunakan pola usaha

budidaya yang sudah tergolong sangat baik karena pola pengusahaan di tempat ini

sudah mempertimbangkan berbagai aspek yang dibutuhkan oleh kelinci. Indukan,

sirkulasi udara kandang, kebersihan kadang, dan ketersediaan pakan dan minum

merupakan faktor utama dalam pengusahaan kelinci baik anakan maupun

pedaging. Pakan yang dibutuhkan dalam pengusahaan peternakan kelinci adalah

pellet yang merupakan campuran dari berbagai bahan baku yang memiliki

kandungan yang sesuai dengan kelinci.

Tempat pengusahaan terletak dekat dengan tempat tinggal pemilik,

sehingga memudahkan dalam hal pengawasan. Peternakan kelinci Asep’s Rabbit

Project secara keseluruhan memiliki luas 240 m2. lokasi tersebut terletak di

daerah pegunungan yang memilik suhu relatif sejuk dan cocok untuk beternak

kelinci. Saat ini Asep’s Rabbit Project tidak hanya menjalankan bisnis

pembenihan kelinci, seiring dengan berjalannya waktu Asep’s Rabbit Project

mulai melebarkan usahanya ke produksi pakan, produksi mesin pembuat pakan,

dan menjadi pedagang pengumpul untuk memasarkan kelinci pedaging. Usaha

yang dijalankan oleh Asep’s Rabbit Project saat ini merupakan pengembangan

yang dipengaruhi oleh kelompok peternak di daerah Lembang karena Bapak Asep

merupakan ketua perhimpunan peternak di Lembang.

Page 198: A08ndw

5.3 Struktur Organisasi Perusahaan

Struktur organisasi yang dimiliki oleh Asep’s Rabbit Project sangat

sederhana karena perusahaan ini merupakan perusahaan perseorangan. Asep’s

Rabbit Project memiliki 2 orang karyawan tetap dan 1 orang karyawan harian

yang memiliki job desk masing-masing. Pemberian pakan dan minum,

pembersihan kandang, dan produksi pakan dilakukan oleh 2 orang karyawan tetap

dan untuk mengumpulkan rumput dilakukan oleh 1 orang karyawan harian.

Sumber : Asep’s Rabbit Project

Gambar 3. Struktur Organisasi Asep’s Rabbit Project

5.4 Rencana Pengembangan Proyek

Usaha peternakan kelinci yang dijalankan oleh Asep’s Rabbit Project

mengalaami pertumbuhan setiap tahunnya. Pertumbuhan ini sejalan dengan

permintaan akan anakan kelinci maupun kelinci pedaging yang juga mengalami

peningkatan. Saat ini permintaan yang ada belum dapat dipenuhi oleh usaha yang

dijalankan oleh Asep’s Rabbit Project. Oleh karena itu Asep’s Rabbit Project

berencana untuk mengembangkan usahanya.

Pengembangan usaha yang akan dilakukan oleh Asep’s Rabbit Project

memiliki tiga alternatif pola usaha yang sangat potensial. Pola usaha pertama

adalah budidaya anakan kelinci dan penjualan kelinci pedaging. Pola usaha kedua

Pemilik sekaligus manajer

Karyawan tetap Karyawan harian Karyawan tetap

Page 199: A08ndw

yang dapat dipilih sebagai pengembangan usaha Asep’s Rabbit Project adalah

budidaya anakan kelinci, karena saat ini permintaannya mencapai 1000 ekor per

bulan tetapi baru dapat dipenuhi setengahnya atau sebesar 500 ekor per bulan.

Lalu pola usaha ketiga adalah budidaya kelinci pedaging dimana permintaan yang

ada saat ini sebesar 7 ton per bulan dan dari jumlah tersebut baru dapat dipenuhi

sebesar 1 ton per bulan.

Page 200: A08ndw

VI. ANALISIS ASPEK PASAR, ASPEK MANAJEMEN, ASPEK TEKNIS

6.1 Pola Usaha Peternakan Kelinci Asep’s Rabbit Project

Pola usaha yang dilaksanakan dalam penelitian kali ini dibedakan

berdasarkan karakteristik usaha, yaitu pola usaha I, pola usaha II, dan pola usaha

III. Pola usaha I, II, dan III merupakan rancangan proyek pengembangan

peternakan kelinci yang akan dilakukan oleh Asep’s Rabbit Project yang dibuat

berdasarkan data-data yang diperoleh dari pemilik Asep’s Rabbit Project. Pola

usaha I yaitu usaha budidaya anakan kelinci dan penjualan kelinci pedaging. Pola

usaha II adalah usaha budidaya kelinci saja dan pola usaha III adalah budidaya

kelinci pedaging .

Berdasarkan data yang diperoleh, jumlah lahan dan bangunan yang

digunakan untuk budidaya kelinci yaitu sebesar 240 m2 dengan luas kandang yang

akan digunakan untuk setiap pola pengusahaan adalah sama yaitu 300 buah

kandang dengan ukuran 70 cm x 60 cm dengan luas total kandang sebesar 126 m2.

Kandang tersebut mampu menampung 300 ekor indukan dan anakan kelinci yang

siap untuk dipasarkan dengan rata-rata produksi setiap bulan sebesar 500 ekor.

Pada pola usaha III diasumsikan tidak melakukan investasi mesin pelet karena

pertimbangan biaya yang nantinya akan sangat memberatkan usaha dan juga

sesuai dengan kondisi usaha budidaya kelinci pedaging di lapangan.

6.2 Aspek Pasar Peternakan Kelinci Asep’s Rabbit Project

6.2.1 Aspek Pasar Budidaya Anakan Kelinci Asep’s Rabbit Project

Beberapa aspek pasar budidaya anakan kelinci yang diusahakan pada pola

usaha I dan II dapat digambarkan sebagai berikut :

Page 201: A08ndw

a. Peluang Pasar

Saat ini permintaan kelinci terutama anakan kelinci cukup menjajikan, hal

ini karena pola pikir masyarakat Indonesia masih menganggap kelinci sebagai

binatang peliharaan bukan untuk dikonsumsi selain itu dapat dilihat dari

permintaan yang saat ini sebesar 1000 ekor per bulan dan produksi yang baru

dapat menjual 500 ekor anakan per bulan. Permintaan pasar untuk anakan kelinci

cukup besar di daerah perkotaan terutama Jakarta. Potensi pasar dari anakan

kelinci terbagi menjadi dua daerah besar yaitu Jakarta dan luar Jakarta. Kota-kota

besar selain Jakarta yang menyerap produk anakan kelinci adalah Bogor,

Bandung, Surabaya, dan Batam. Pemasaran yang dilakukan Asep’s Rabbit Project

tidak mengalami masalah, karena para pembeli dari berbagai daerah di Indonesia

datang langsung ke lokasi usaha.

b. Bauran Pemasaran

Peternak kelinci di daerah Lembang tergabung dalam satu wadah yaitu

kelompok peternak kelinci yang diketuai oleh Bapak Asep sendiri. Sehingga

dalam merencanakan strategi yang optimal dalam memasarkan hasil produksinya

Bapak Asep tidak sendiri, beliau dibantu oleh peternak-peternak lainnya. Rencana

ini terangkum dalam suatu strategi yang disebut dengan bauran pemasaran.

Bauran pemasaran tersebut mencakup strategi produk, harga, tempat, dan

promosi.

Pada strategi produk anakan kelinci yang dijual adalah anakan kelinci

yang telah disapih atau berumur sekitar 45 hari. Pada usia ini kelinci sudah siap

disapih karena telah melewati masa menyusui selama 28 hari setelah melahirkan.

Dengan melakukan penjualan anakan pada usia satu bulan maka produksi anakan

Page 202: A08ndw

kelinci bisa ditingkatkan dengan melakukan perkawinan lagi setelah anakan

tersebut telah dipasarkan. Pada usia ini anakan kelinci akan mengalami masa

pertumbuhan yang sangat signifikan sehingga pemasaran yang dilakukan haruslah

secepat mungkin.

Harga yang diperoleh dari penjualan anakan kelinci berkisar antara

Rp 25.000 sampai Rp 75.000 per ekor, anakan kelinci dipasarkan kepada para

pedagang yang berada di daerah Jakarta maupun luar Jakarta, poroporsi anatara

Jakarta dan Luar Jakarta adalah 60 persen berbanding 40 persen. Pasar anakan

luar Jakarta meliputi Makkasar, Bali, Medan, dan Jogja yang masing-masing

daerah meminta distribusi anakan kelinci sebesar 200 ekor per bulan, tetapi dari

jumlah permintaan ini Asep’s Rabbit Project baru dapat memenuhi permintaan

100 ekor per bulan per daerah. Promosi yang dilakukan pada awalnya adalah

dengan mengikuti pameran-pameran tetapi setelah pasar sudah terbentuk maka

strategi yang digunakan adalah mulut ke mulut. Adapun saluran pemasaran

anakan kelinci dapat dilihat pada Gambar 4.

Sumber : Asep’s Rabbit Project

Gambar 4. Saluran Pemasaran Anakan Kelinci

Asep’s Rabbit Project

Pedagang

Jakarta Luar Jakarta

Konsumen anakan kelinci

Page 203: A08ndw

6.2.2 Aspek Pasar Budidaya Kelinci Pedaging Asep’s Rabbit Project

Beberapa aspek pasar budidaya kelinci pedaging yang diusahakan pada

pola usaha I dan III dapat digambarkan sebagai berikut :

a. Peluang Pasar

Saat ini peluang pasar untuk kelinci pedaging belum cukup besar bila

dibandingkan dengan anakan kelinci, artinya belum banyak permintaan terhadap

daging kelinci tetapi peternak yang menggarap peluang pasar ini juga sangat

kurang sehingga tetap saja pada akhirnya permintaan akan lebih tinggi bila

dibandingkan produksi. Permintaan untuk kelinci pedaging sebesar 8 ton per

bulan tetapi dari jumlah tersebut baru dapat dipenuhi sebesar 1 ton dari budidaya.

Permintaan tersebut datang dari para pengusaha restoran di daerah Jakarta dan

Surabaya. Permintaan tetinggi terdapat di kota Surabaya dengan jumlah 7 ton per

bulan dan sisanya Jakarta sebanyak 1 ton. Permintaan yang datang dari Surabaya

saat ini belum diambil oleh Asep’s Rabbit Projrct karena keterbatasan produksi.

Pemasaran yang dilakukan tidak mengalami masalah, karena untuk kelinci

pedaging mereka akan mengirimkannya dalam bentuk karkas dan ongkos dan

resiko pengiriman akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak konsumen dalam hal

ini pemilik restoran (Asep’s Rabbit Project).

b. Bauran Pemasaran

Pada strategi produk kelinci pedaging yang dijual adalah karkas atau

daging kelinci yang berumur 4 bulan dan memiliki berat rata-rata 2 kilogram

hidup. Harga yang berlaku pada saat penelitian adalah Rp 18.000 per kg hidup.

Pada pola usaha I Asep’s Rabbit Project hanya membeli kelinci dari para petani

Page 204: A08ndw

dengan harga Rp 15.000 per kg hidup sehingga mendapatkan margin keuntungan

sebesar Rp 3.000 per kg hidup.

Strategi pemasaran ini dilakukan untuk meminimalkan biaya distribusi dan

meminimalkan resiko serta tidak perlu memikirkan bagaimana produk sampai ke

tangan konsumen tetapi hanya sampai batas pengolahan karkas daging kelinci

saja. Strategi ini juga membuat Asep’s Rabbit Project tidak mengeluarkan

investasi yang besar untuk transportasi atau armada jika melakukan pengiriman

sendiri. Aliran pemasaran kelinci pedaging tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.

Sumber : Asep’s Rabbit Project

Gambar 5. Saluran Pemasaran Kelinci Pedaging

6.2.3 Hasil Analisis Aspek Pasar Asep’s Rabbit Project

Berdasarkan hasil analisis aspek pasar peluang pasar dinilai sangat

memadai karena jumlah permintaan baik anakan kelinci maupun kelinci pedaging

masih lebih besar dibandingkan produksi. Produk yang dihasilkan pada usaha

budidaya anakan kelinci dan budidaya kelinci pedaging merupakan produk yang

sesuai dengan permintaan pasar dan harga yang ditawarkan pun merupakan harga

Asep’s Rabbit Project

Restoran

Jakarta (Pasar saat ini)

Konsumen akhir daging kelinci

Kelompok Peternak kelinci

Surabaya (Pasar potensial)

Page 205: A08ndw

yang terjangkau oleh konsumen. Sehingga pemasaran dan distribusi dapat berjalan

dengan baik. Maka dapat disimpulkan bahwa aspek pasar pengusahaan peternakan

kelinci layak untuk dijalankan.

6.3 Aspek Manajemen Asep’s Rabbit Project

Aspek manajemen pada peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project

mencakup empat fungsi dari manajemen yaitu Planning, Organizing, Actuating,

dan Controlling. Planning merupakan perencanaan pengembangan proyek

peternakan kelinci yang akan dilakukan oleh Asep’s Rabbit Project. Organizing

merupakan bagaimana pembagian tugas yang dilakukan Asep Sutisna dalam

menjalankan peternakannya. Actuating merupakan bagaimana Asep Sutisna

menjalankan peternakan Asep’s Rabbit Project ini. Lalu Controlling adalah

bagaimana Asep Sutisna yang merupakan pemilik sekaligus manajer peternakan

melakukan kontrol terhadap semua aspek dalam peternakan Asep’s Rabbit

Project.

Perencaan terhadap pengembangan proyek peternakan Asep’s Rabbit

Project telah dilakukan oleh Asep Sutisna selaku pemilik sudah direncanakan

sejak lama. Hal ini terkait dengan jumlah permintaan peternakan ini yang lebih

besar dibandingkan dengan jumlah produksinya. Perencaan pengembangan

proyek ini dilakukan dengan tiga alternatif kegiatan usaha, yaitu budidaya anakan

kelinci dan penjualan kelinci pedaging, budidaya anakan kelinci, dan budidaya

kelinci pedaging. Dalam pengembangan proyek peternakan kelinci ini Asep

Sutisna selaku pemilik telah melakukan berbagai perencanaan seperti investasi

yang akan dilakukan, biaya operasional dan biaya tetap yang akan dikeluarkan,

serta penerimaan yang akan didapatkan.

Page 206: A08ndw

Organisasi dan Aktualisasi perusahaan yang dilakukan dalam Asep’s

Rabbit Project meliputi pembagian tugas yang akan dibebankan kepada tiap

karayawan serta bagimana pembagian tugas tersebut di lapangan. Asep’s Rabbit

Project memiliki struktur manajerial yang sederhana karena usaha ini tergolong

usaha perorangan. Dalam menjalankan aktivitas usahanya pemilik sekaligus

manajer yang mempekerjakan dua orang karyawan tetap dan satu orang karyawan

harian. Dari ketiga orang karyawannya tersebut memiliki pembagian kerja yang

jelas. Satu orang karyawan tetap bertugas untuk memberi pakan, membersihkan

kandang kelinci, merawat bila ada kelinci yang sakit serta karyawan tetap lainnya

bertugas mengoperasikan mesin pelet, bertanggung jawab pada produksi pelet,

serta teknisi bila mesin mengalami masalah, kedua karyawan ini mendapatkan

upah bulanan dan makan serta uang rokok. Karyawan harian memiliki tugas untuk

mengumpulkan rumput serta menyiapkan bahan-bahan untuk membuat pelet dan

karyawan lepas ini diberi upah harian saja. Struktur organisasi Asep’s Rabbit

Project dijabarkan dalam Gambar 6.

Sumber : Asep’s Rabbit Project

Gambar 6. Struktur organisasi

Pemilik sekaligus manajer

Karyawan tetap Karyawan harian Karyawan tetap

Page 207: A08ndw

Kontrol dalam Asep’s Rabbit Project ini dilakuan oleh Asep Sutisna

selaku manajer dari peternakan, setiap harinya peternakan dikontrol secara teratur

setiap pagi, siang, dan sore hari. Pengontrolan ini terkait dengan tugas-tugas yang

harus dilaksanakan oleh para karyawan seperti : pemberian pakan, kebersihan

kandang, dan produksi pelet. Kontrol juga dilakukan secara rutin setiap bulannya

sebelum hasil budidaya dipasarkan kepada pembeli, kontrol dilakukan untuk

menjaga kualitas dari kelinci agar pembeli puas terhadap produk-produk yang

dihasilkan oleh peternakan.

6.3.1 Hasil Analisis Aspek Manajemen

Terpenuhinya empat fungsi manajemen dalam peternakan kelinci ini

meliputi Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling membuat usaha ini

layak untuk dijalankan karena semua aspek yang dibutuhkan untuk menjalankan

suatu bisnis seperti di atas telah dijalankan. Perencanaan yang baik oleh pemilik,

organisasi dan aktualisasi yang jelas pada perusahaan, serta kontrol yang baik

terhadap semua aspek yang dijalankan dalam usaha.

6.4 Aspek Teknis Pemeliharaan Kelinci

Aspek teknis mengenai pemeliharaan anakan kelinci dan kelinci pedaging

akan diuraikan pada teknik pemeliharaan yang dikembangkan berdasarkan usaha

budidaya anakan kelinci dan usaha budidaya kelinci pedaging.

6.4.1 Keragaan Usaha Budidaya Anakan Kelinci

Budidaya anakan kelinci pada Asep’s Rabbit Project (pola usaha I dan II)

dilakukan dengan menggunakan teknik intensif, seperti penggunaan kandang yang

cukup lebar, makanan dan minum yang dijaga keteraturannya, dan bangunan

kandang yang terjaga kebersihannya, selain itu juga pemberian obat yang teratur

Page 208: A08ndw

pada saat kelinci terserang penyakit. Pengetahuan yang didapat pemilik tentang

budidaya anakan kelinci didapat dari hasil pembelajaran otodidak dan juga

pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh asosiasi peternak kelinci internasional.

Budidaya anakan kelinci ini mempunyai tujuan untuk memperoleh benih atau

anakan dengan usia sekitar satu bulan. Beberapa teknik budidaya anakan kelinci

adalah sebagai berikut :

1. Persiapan Tempat Budidaya Anakan Kelinci

Persiapan tempat budidaya terdiri atas pembuatan bangunan dan

pembuatan kandang. Pembuatan bangunan terdiri atas kegiatan membangun

tempat perlindungan yang nantinya diletakkan kandang sebagi tempat budidaya

kelinci. Kandang yang baik dan tepat merupakan suatu cerminan kesehatan

ternak. Kesehatan ternak yang terjaga stabilitasnya sangat besar pengaruhnya pada

keberhasilan peternakan yang diprogramnya. Kelinci mudah sekali beradaptasi

terhadap berbagai bentuk kandang yang disediakan asalkan kondisinya memenuhi

persyaratan kebutuhan hidup kelinci. Hal-hal yang perlu diperhatikan, antara lain

(Sarwono, 2001) :

• Lokasi Kandang

Penempatan kandang yang baik yaitu pada lokasi yang mendapat sinar

matahari pagi, bersuhu sejuk, memiliki ventilasi sempurna, tempat yang

kering, lingkungan tenang, dan tak jauh dari rumah.

• Lantai Kandang

Lantai kandang dapat dibuat dari kawat, bambu atau kayu, dan tanah. Bila

memilih lantai dari kawat akan membuat otot kaki kelinci cepat lelah oleh

karena itu diperlukan papan kayu yang digunakan kelinci untuk

Page 209: A08ndw

beristirahat. Lantai dari bambu atau kayu sangat baik untuk pertumbuhan

kelinci. Sedangkan lantai dari tanah sebaiknya dilapisi batu bata atau

disemen agar kelinci tidak membongkar-bongkar tanah.

• Suasana Tenang dan Aman

Kandang yang baik member perlindungan yang aman bagi ternak, yaitu

situasinya yang tenang dan aman. Kelinci mudah terkejut oleh suara hiruk

dan bunyi-bunyian yang keras. Peternak perlu waspada terhadap gangguan

tak terduga, seperti gangguan anjing, kucing, atau tikus.

• Pola Kandang

Pemilihan pola kandang sangat tergantung pada ukuran atau besarnya

usaha, iklim, modal yang tersedia, dan kemudahan pengelolaan. Penentuan

pola kandang biasanya merupakan keputusan yang diambil sendiri oleh

peternak.

2. Persiapan Peralatan

Peralatan-peralatan yang digunakan dalam proses budidaya anakan kelinci

antara lain :

• Kotak Sangkar

Kotak sangkar diperlukan untuk menyediakan tempat yang nyaman bagi

induk yang melahirkan, sekaligus tempat yang nyaman bagi anak-anak

kelinci yang baru lahir.

• Tempat Pakan dan Minum

Tempat pakan dan minum kelinci sangat bervariasi bentuk dan bahannya.

Ukuran wadah sekurang-kurangnya sedalam 7,5 – 10 cm dengan diameter

Page 210: A08ndw

15 – 20 cm. wadah sebaiknya mudah dipasang dan diambil dari kandang,

bobot cukup berat sehingga tidak mudah digulingkan oleh kelinci.

• Perlatan Pendukung lain (Alat-alat kebersihan)

Alat – alat kebersihan biasanya digunakan untuk membersihkan kotoran

dan air kencing yang tertinggal kandang kelinci. Alat-alat kebersihan yang

digunakan adalah : sapu, kain lap, korekan, dan ember.

3. Pembelian Mesin Pakan

Mesin pakan digunakan untuk mengolah pelet yang nantinya merupakan

makanan pokok bagi kelinci. Pelet kelinci berbahan dasar : bungkil kedelai

atau dedak sebanyak 40 persen, bungkil kedelai senyak 20 persen, bungkil

kelapa sebanyak 10 persen, jagung sebanyak 10 per, premix mineral sebanyak

1 persen, dan rumput 19 persen (Asep’s Rabbit Project). Komposisi pakan

tersebut disusun atas kebutuhan dasar dari kelinci.

4. Pemilihan Induk

Produktivitas kelinci sangat tergantung pada pengelolaan, salah satu unsur

yang sangat mendukung pengelolaan adalah indukan. Indukan yang digunakan

diseleksi berdasarkan sifat ras, penampilan fisik, usia, tingkah laku, daya

produksi, dan nilai ekonomis.

5. Penyesuaian Induk

Induk yang telah dipilih dan memiliki keunggulan dalam berbagai hal

kemudian dimasukkan ke dalam kandang yang telah dipersiapkan. Dalam

kondisi ini kelinci sangat rapuh karena kondisi pada kandang baru sangat

berbeda kondisinya dengan kondisi lingkungan hidup kelinci sebenarnya.

Sehingga agar kelinci dapat hidup normal kelinci perlu penyesuaian kandang,

Page 211: A08ndw

penyesuaian kandang membutuhkan waktu 1 minggu agar kelinci benar-benar

terbiasa dengan kondisi kandang yang baru.

6. Perkawinan Induk

Perkembangbiakan kelinci dapat diatur dengan kelahiran terencana. Kelahiran

untuk kelinci terjadi 31-32 hari sesudah perkawinan yang berhasil.

Perkawinan pada kelinci dapat dilakukan dengan tiga macam cara, yaitu cross

breed, inbreed, dan line breed (Sarwono, 2001).

7. Masa Melahirkan

Setelah menjalani masa bunting selama 31-32 hari maka kelinci telah siap

untuk melahirkan anak-anaknya. Dalam satu kali masa bunting kelinci dapat

melahirkan rata-rat 4-8 ekor anak. Anakan yang ideal dilahirkan oleh kelinci

adalah enam ekor karena jumlah puting susu yang berfungsi baik hanya enam

putting dan dari 6 ekor tersebut tingkat kematian kelinci sebesar 15 persen,

sehingga rata-rata dalam satu kali masa bunting kelinci dapat melahirkan 5

ekor (Asep’s Rabbit Project).

8. Masa Menyusui

Setelah dilahirkan anakan kelinci langsung disusui oleh induknya, masa

menyusui kelinci adalah selama 42-56 hari,. Tetapi waktu ini dapat

dipersingkat menjadi hanya 28 hari setelah kelahiran anak. Penyapihan lebih

awal memungkinkan jumlah kelahiran yang lebih banyak dalam setahun serta

puncak produksi susu antara 12-28 hari setelah itu mulai berhenti.

Page 212: A08ndw

9. Panen

Kelinci yang telah disapih dan berumur 45 hari dan telah disapih siap untuk

dipasarkan kepada para pemesan. Kelinci berusia muda dengan ukuran lebih

disukai oleh pedagang karena lebih mudah dalam memasarkannya dan juga

memiliki harga yang relatif lebih murah. Pemasaran langsung yang dilakukan

untuk mendapatkan harga yang bagus dan juga mengurangi resiko kematian.

Harga jual anakan kelinci berada di kisaran rata-rata Rp 50.000.

6.4.2 Keragaan Usaha Budidaya Kelinci Pedaging

Budidaya kelinci pedaging pada umumnya memiliki kesamaan dengan

budidaya anakan kelinci. Perbedaanya hanya terdapat pada tahap penggemukan,

tahap ini berlangsung selama 3 bulan setelah kelinci di sapih.

Pada budidaya kelinci pedaging masa penggemukan untuk menghasilkan

karkas yang memuaskan. Kelinci pedaging biasanya dipotong pada usia 56 hari

atau sekitar 2 bulan, tetapi Bapak Asep menjual kelinci pedaging pada usia 4

bulan untuk menghasilkan karkas yang lebih berat sehingga mendapatkan harga

jual yang lebih tinggi. Pada masa penggemukan kelinci diberi pakan secara

intensif sehingga dapat menghasilkan karkas yang memuaskan.

Panen kelinci pedaging dapat dipanen pada usia 3 bulan setelah melalui masa

menyusui dan penggemukan dengan berat rata-rata 2 kilogram per ekor, harga per

kilogram hidupnya berada pada kisaran Rp 15.000 sampai Rp 21.000 dengan

harga rata-rata Rp 18.000. Pemanenan dilakukan pada pagi hari dan pedagang

yang memesan sudah menunggu di depan kandang. Pemasaran langsung yang

dilakukan untuk mendapatkan harga yang bagus dan juga mengurangi resiko

kematian.

Page 213: A08ndw

6.4.3 Hasil Analisis Aspek Teknis

Dari hasil analisis aspek teknis di atas, aplikasi terhadap aspek teknis yang

baik untuk menjalankan usaha peternakan kelinci telah dilaksanakan pada

peternakan Asep’s Rabbit Project. Usaha budidaya anakan kelinci maupun

budidaya kelinci pedaging telah memenuhi syarat teknis tersebut seperti,

persiapan kandang yang ideal, ketersediaan input, pemilihan indukan yang

unggul, perkawinan induk yang optimal, kontrol mutu, dan keamanan. Maka

dapat disimpulkan bahwa aspek teknis, usaha peternakan kelinci layak untuk

diusahakan.

Page 214: A08ndw

VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

Analisis kelayakan finansial dalam penelitian ini ditujukan untuk

mengetahui kelayakan usaha peternakan kelinci yang dikembangkan oleh pola

usaha budidaya kelinci di tempat penelitian yakni budidaya anakan dan

pengumpul kelinci pedaging, pola usaha tersebut merupakan pola usaha I. Selain

itu akan dilakukan rancangan analisis kelayakan finansial usaha peternakan

kelinci yang dilakukan secara terpisah yaitu budidaya anakan kelinci saja yang

merupakan pola usaha II dan budidaya kelinci pedaging saja atau pola usaha III.

Dari ketiga pola budidaya ini masing-masing akan dibandingkan tingkat

kelayakan finansialnya, kriteria yang digunakan dalam analisis finansial meliputi

Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit per Cost (Net

B/C), dan Payback periode serta analisis Switching value.

7.1 Analisis Kelayakan Finansial Pola Usaha I

7.1.1 Arus Penerimaan (Inflow)

Dalam pola usaha ini arus penerimaan berupa nilai produksi total yang

diperoleh setelah proyek berakhir. Penerimaan yang diperoleh pada pola usaha ini

adalah penjualan anakan yang dihasilkan, penjualan kelinci pedaging dan

pendapatan dari nilai sisa. Pada Asep’s Rabbit Project terdapat 200 ekor indukan

betina dan 100 ekor indukan jantan. Seekor induk betina diasumsikan dapat

melahirkan rata-rata 6 ekor anak dengan mempertimbangkan tingkat kematian

anak sebesar 15 persen sehingga diasumsikan satu ekor kelinci melahirkan 5 ekor

anak yang siap dipasarkan. Jumlah anak yang dihasilkan dari 200 ekor indukan

betina dalam satu kali masa bunting adalah 1000 ekor, tetapi masa bunting diatur

Page 215: A08ndw

agar setiap bulan bisa mendapatkan penerimaan dari penjualan anakan. Sehingga

setiap bulan akan menghasilkan 500 ekor anak dengan mengawinkan 100 ekor

indukan betina dengan 50 pejantan setiap bulannya. Anak kelinci yang dilahirkan

akan menjalani masa menyusui selama 28 hari sebelum bisa dipasarkan.

Harga rata-rata anakan kelinci yang berusia 28 hari yang siap dipasarkan

sangat bervariasi yaitu : Rex, Lop, Lion, Anggora, dan Dutch, sehingga dalam

penelitian ini diasumsikan harga anakan adalah Rp 50.000 per ekor dengan

mengambil rata-rata harga dari kelima jenis kelinci tersebut. Penerimaan pada

pola usaha I dari penjualan anakan kelinci dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil Penjualan anakan kelinci yang dihasilkan oleh pola usaha I

Tahun Produksi (ekor) Nilai (Rp) 1 3.500 175.000.000 2 6.000 300.000.000 3 6.000 300.000.000 4 6.000 300.000.000

Total 21.500 1.075.000.000

Peneriman pada pola usaha I selain dari budidaya anakan kelinci juga dari

keuntungan sebagai pedagang pengumpul kelinci pedaging. Pada pola usaha I

pendapatan dari kelinci pedaging adalah dengan membeli kelinci pedaging dari

peternak kelinci sekitar dengan harga Rp 15.000 per kg hidup dan menjualnya

kembali kepada pemesan sebesar Rp 18.000 per kg hidup, sehingga keuntungan

yang diperoleh sebesar Rp 3.000 per kg hidup. Harga beli dan harga jual tersebut

diasumsikan tetap setiap tahunnya dan digunakan harga yang berlaku pada bulan

maret 2008. Setiap bulannya peternak dapat menjual sekitar 500 ekor per bulan

dengan berat 1 ton hidup dan pada tahun pertama penjualan dimulai pada agustus

sehingga hanya melakukan 5 kali penjualan dan pada tahun berikutnya penjualan

Page 216: A08ndw

dilakukan setiap bulan. Pada Tabel 8 akan digambarkan mengenai penerimaan

dari hasil penjualan kelinci pedaging yang diterima oleh Asep’s Rabbit Project.

Tabel 8. Hasil Penjualan kelinci pedaging yang dihasilkan oleh pola usaha I

Tahun Nilai Beli (Rp) Nilai Jual (Rp) Penerimaan(Rp) 1 75.000.000 90.000.000 15.000.000 2 180.000.000 216.000.000 36.000.000 3 180.000.000 216.000.000 36.000.000 4 180.000.000 216.000.000 36.000.000

Total 615.000.000 738.000.000 123.000.000

Salvge value adalah nilai sisa dari biaya investasi yang tidak habis terpakai

selama umur ekonomis proyek. Salvage value terjadi pada akhir umur proyek

sehingga nilai sisa diperhitungkan sebagai tambahan manfaat usaha. Nilai sisa

pada peternakan kelinci diperoleh dari komponen biaya yang tidak habis terpakai

karena belum mencapai umur ekonomisnya yaitu lahan, bangunan kandang, mesin

pellet, dan indukan jantan. Diasumsikan harga jual lahan sama dengan harga beli

lahan dan total nilai salvage value yaitu sebesar Rp 66.821.429. Nilai salvage

value dapat dilihat pada Lampiran 13.

7.1.2 Arus Pegeluaran (Outflow)

Struktur biaya dalam usaha ini dikelompokan menjadi tiga jenis, yaitu

biaya investasi, biaya operasional, dan biaya tetap. Ketiga komponen biaya ini

dimasukan ke dalam arus kas keluar (outflow).

a. Biaya Investasi

Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan pada saat awal proyek

(tahun pertama). Biaya investasi yang dikeluarkan pada pola usaha I terdiri dari:

Page 217: A08ndw

1. Indukan betina yang siap kawin dan memiliki masa produktif untuk

bunting selama lima tahun dibeli dengan harga Rp 2.000.000 per ekor

(Asep’s Rabbit Project).

2. Indukan jantan yang siap kawin dan memilik masa produktif untuk

membuahi selama tujuh tahun dibeli dengan harga Rp 2.000.000 per ekor

(Asep’s Rabbit Project).

3. Lahan yang berfungsi untuk mendirikan bangunan dan kandang yang

digunakan sebagai tempat pembudidayaan. Dibeli dengan harga

Rp 24.000.000.

4. Biaya pembuatan bangunan dan kandang yang berfungsi sebagai tempat

pembudidayaan kelinci. Bangunan yang digunakan berukuran 240 m2

yaitu 8 meter x 30 meter berjumlah satu buah. Bangunan kandang

merupakan tempat perlidungan bagi kelinci dari suhu luar, di dalam

bangunan dibuat kandang yang berukuran 70 cm x 60 cm berjumlah 300

buah sehingga luas total dari kandang sebesar 126 m2. Biaya yang

dikeluarkan untuk pembuatan kandang sebesar Rp 16.000.000

5. Mesin pellet berfungsi untuk membuat makan olahan atau yang bisaa

disebut dengan pelet bagi kelinci sehingga kadar nutrisi pakan yang

diberikan dapat dijaga. Biaya total yang digunakan untuk memproduksi

mesin pellet ini yaitu sebesar Rp 12.500.000.

6. Tempat makan dan minum berfungsi sebagai wadah untuk tempat

makanan dan air agar kelinci mudah untuk makan dan minum serta untuk

menjaga kebersihan kandang. Investasi yang dikeluarkan untuk pembelian

tempat pakan dan minum sebesar Rp 2.400.000.

Page 218: A08ndw

7. Peralatan pendukung peternakan seperti alat-alat kebersihan, ember dan

lainnya, total biaya investasi yang dikeluarkan untuk peralatan kandang ini

sebesar Rp 1.000.000.

Dari keseluruhan total investasi yang dikeluakan oleh pola usaha I, biaya

investasi terbesar adalah untuk pembelian indukan sebesar 89,9 persen dari total

investasi yang dikeluarkan dan sisanya yaitu sebesar 10,1 persen digunakan untuk

biaya investasi yang lain seperti pembelian lahan, pembuatan bangunan dan

kandang, produksi mesin pellet, pembelian tempat makan dan minum. Lampiran

14 menyajikan komponen biaya investasi pada pola usaha I.

b. Biaya Operasional

Biaya operasional yang dikeluarkan pada pola usaha I adalah biaya pakan

yang merupakan pakan olahan dari daun-daun, rumput, bungkil kedelai, arang,

dan jagung yang memiliki komposisi seimbang yang cocok untuk kelinci.

Komposisi pakan yang dibuat oleh Asep’s Rabbit Project adalah: dedak 40 persen,

bungkil kedelai 20 persen, Jagung 10 persen, bungkil kelapa 10 persen, dan

mineral 1 persen dan rumput 19 persen (Asep’s Rabbit Project). Biaya operasional

tahun pertama berbeda dengan tahun berikutnya disebabkan karana usaha ternak

kelinci ini baru dimulai pada minggu kedua bulan maret sehingga perhitungan

biaya tahun pertama hanya 10 bulan.

Kebutuhan pellet untuk satu ekor kelinci adalah 100 gram per hari

sehingga kebutuhan pakan untuk 300 ekor kelinci per tahun adalah sebesar 9 ton

untuk tahun pertama dan 10,8 ton untuk tahun selanjutnya, dengan harga produksi

pakan yaitu sebesar Rp 4480 per kilogram sehingga dalam tahun pertama Asep’s

Rabbit Project harus mengeluarkan Rp 40.320.000. Biaya operasional lainnya

Page 219: A08ndw

yaitu obat dan pembelian pulsa atau biaya telpon. Untuk obat-obatan satu ekor

kelinci dianggarkan sebesar Rp 1000 per bulan, biaya ini merupakan biaya darurat

yang bisa terpakai atupun tidak. Obat - obat yang digunakan oleh Asep’s Rabbit

Project antara lain: Hipomex, Hipermektin, Trovit excellent, Intermektin, dan

spektaral. Perincian biaya operasional tahun pertama dapat dilihat pada Lampiran

15.

Biaya operasional tahun pertama yang berbeda dengan tahun berikutnya

disebabkan karana usaha ternak kelinci ini baru dimulai pada minggu kedua bulan

maret sehingga perhitungan biaya tahun pertama hanya 10 bulan. Pada tahun

berikutnya Asep’s Rabbit Project harus mengeluarkan Rp 48.384.000 untuk biaya

pakan sebanyak 10,8 ton. Biaya-biaya operasional lainnya berupa obat dan

pembelian pulsa atau biaya telpon. Untuk obat-obatan satu ekor kelinci

dianggarkan sebesar Rp 1000 per bulan, biaya ini merupakan biaya darurat yang

bisa terpakai atupun tidak. Perincian biaya operasional tahun ke-2 dan seterusnya

dapat dilihat pada Lampiran 16.

c. Biaya Tetap

Biaya Tetap adalah biaya yang besarnya tidak dipengaruhi oleh perubahan

volume produksi dan dalam analisis ini diasumsikan tetap setiap bulannya,

sehingga ada selisih antara tahun pertama dengan tahun berikutnya. Biaya tetap

dalam budidaya kelinci ini berupa gaji karyawan, upah karyawan harian, makan

dan rokok, perawatan mesin, dan perawatan kandang. Karwayan tetap yang

berjumlah 2 orang diberi gaji per bulan sebesar Rp 800.000 per orang, serta

makan dan rokok setiap hari sebesar Rp 17.500 per orang. Sedangkan karyawan

lepas merupakan karayawan yang hanya bertugas untuk mencari rumput setiap

Page 220: A08ndw

harinya dan diberi upah per hari sebesar Rp 30.000. serta biaya perawatan mesin

untuk ganti oli dan spare part lainnya sebesar Rp 100.000 per bulan dan

perawatan kandang sebesar Rp 100.000 per 3 bulan. Perincian biaya tetap tahun

pertama dapat dilahat pada lampiran 17.

Pada tahun pertama kegiatan usaha baru dimulai pada bulan maret

sehingga terdapat selisih perhitungan antara tahun pertama dan kedua. Pada tahun

pertama perhitungan biaya tetap hanya selama 10 bulan sedangkan pada tahun

berikutnya dilakukan perhitungan penuh selama 12 bulan. Perincian perhitungan

biaya tetap tahun kedua dan seterusnya dapat dilihat pada lampiran 18.

7.1.3 Kelayakan Finansial Pola Usaha I

Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Net Present Value,

Net Benefit Cost Ratio, Internal Rate of Return, dan Payback periode.

Berdasarkan hasil perhitungan terhadap analisis finansial pada tingkat diskonto

8,00 persen, diperoleh NPV sebesar 363.123.588. Nilai ini menunjukan bahwa

keuntungan yang diperoleh pada kegiatan usaha pembenihan kelinci dan kelinci

pedaging adalah sebesar Rp 363.123.588 selama 5 tahun menurut nilai sekarang.

Nilai Net B/C yang diperoleh adalah 1,88 yang berarti untuk setiap satu rupiah

yang diinvestasikan atau dikeluarkan memberikan manfaat sebesar 1,88. Internal

Rate of Return yang diperoleh yaitu 31 persen menunjukan bahwa tingkat suku

bunga atau tingkat diskonto 31 persen merupakan tingkat diskonto yang

menghasilkan nilai NPV sebesar nol.

Perhitungan payback periode dapat diketahui bahwa masa yang

dibutuhkan untuk mengembalikan nilai investasi adalah selama 3,17 atau selama 3

tahun 2 bulan dan 12 hari. Berdasarkan nilai kriteria investasi, dapat dinyatakan

Page 221: A08ndw

bahwa pola usaha I layak untuk dusahakan. Hasil perhitungan analisis finansial

pola usaha I dapa dilihat pada Tabel 9 dan untuk rincian cashflow dapat dilihat

pada Lampiran 31.

Tabel 9. Hasil analisis Finansial Pola Usaha I

Kriteria Investasi Nilai NPV (Rp) Net B/C IRR (%) Payback periode

363.123.588 1,88

31 3,17

7.1.4 Analisis Switching value

Analisis Switching value terhadap penurunan produksi, penurunan harga

output, penurunan produksi, kenaikan harga indukan, dan kenaikan harga pakan

dilakukan untuk mengetahui sampai seberapa persen penurunan atau kenaikan

harga tersebut yang dapat menyebabkan proyek tersebut tidak layak lagi untuk

dilaksanakan, dengan kata lain dicari tingkat perubahan harga yang menyebabkan

nilai NPV negative terkecil (NPV = 0) yang disebut nilai pengganti. Nilai

persentase perubhan tersebut diperoleh dengan cara mengiterpolasikan persentase

perubahan harga pembuat NPV negatif dan membuat NPV positif dalam selang

satu persen. Hasil analisis switching value pola usaha I dapat dilihat pada Tabel 10

dan untuk lebih rincinya cashflow analisis switching value dapat dilihat pada

Lampiran 33 sampai Lampiran 40.

Tabel 10. Hasil analisis swiching value pada pola usaha I

Faktor perubahan Persentase penurunan (-) atau peningkatan (+)

Penurunan harga output Penurunan produksi Peningkatan harga indukan Peningkatan harga pakan

- 33,56 - 33,56

+ 181,88 + 295,53

Page 222: A08ndw

Tabel di atas menunjukan nilai-nilai kriteria investasi yang tidak layak lagi

akibat adanya perubahan-perubahan pada masing-masing harga output, produksi

harga indukan dan harga pakan. Hasil analisis switching value menunjukan bahwa

nilai nol dari NPV diperoleh pada penurunan harga output sebesar 33,56 persen

atau harga output mengalami penurunan sampai dengan Rp 33.220. Hal ini

mengandung arti bahwa penurunan harga output yang masih ditoleransi oleh

kelayakan usaha adalah lebih kecil dari 33,56 persen atau harga anakan lebih

tinggi dari Rp 33.220

Demikian halnya dengan analisis switching value pada penurunan

produksi. Usaha peternakan kelinci ini tidak layak lagi (NPV = 0) jika terjadi

penurunan produksi sebesar 33,56 persen atau produksi anakan tahun pertama

hanya sekitar 2325 ekor dan tahun berikutnya 3986 ekor/tahun. Angka tersebut

mengandung arti bahwa penurunan produksi yang masih ditoleransi oleh

kelayakan usaha adalah lebih kecil dari 33,56 persen atau produksi lebih besar

dari 2325 ekor pada tahun pertama dan lebih besar dari 3986 ekor pada tahun

kedua.

Analisis switching value terhadap kenaikan harga indukan menunjukan

NPV = 0 ketika terjadi kenaikan harga pakan sebesar 181,88 persen atau harga

indukan mencapai harga Rp 3.637.400 per ekor. Ini berarti usaha pola usaha I

masih layak diusahakan apabila kenaikan harga indukan di bawah 181,88 persen

atau di bawah Rp 3.637.400. Pakan merupakan hal terpenting dalam usaha ini

sehingga perubahan sangat berpengruh terhadap kelangsungan usaha. Kenaikan

harga pakan yang masih di toleransi oleh usaha adalah sebesar 295,06 persen atau

sebesar Rp 13.239 per kg. artinya pola usaha I masih layak dijalankan apabila

Page 223: A08ndw

kenaikan harga pakan di bawah 295,53 persen atau harga pakan lebih rendah dari

Rp 13.239 per kg.

7.2 Analisis Kelayakan Finansial Pola Usaha II

7.2.1 Arus Penerimaan (Inflow)

Dalam pola usaha ini arus penerimaan berupa nilai produksi total yang

diperoleh setelah proyek berakhir. Penerimaan yang diperoleh pada pola usaha ini

adalah penjualan anakan yang dihasilkan, penjualan kelinci pedaging dan

pendapatan dari nilai sisa. Pada Asep’s Rabbit Project terdapat 200 ekor indukan

betina dan 50 ekor indukan jantan. Seekor induk betina diasumsikan dapat

melahirkan rata-rata 6 ekor anak dengan mempertimbangkan tingkat kematian

anak sebesar 15 persen sehingga diasumsikan satu ekor kelinci melahirkan 5 ekor

anak yang siap dipasarkan. Jumlah anak yang dihasilkan dari 200 ekor indukan

betina dalam satu kali masa bunting adalah 1000 ekor, tetapi masa bunting diatur

agar setiap bulan bisa mendapatkan penerimaan dari penjualan anakan. Sehingga

setiap bulan akan menghasilkan 500 ekor anak dengan mengawinkan 100 ekor

indukan betina dengan 25 pejantan setiap bulannya. Anak kelinci yang dilahirkan

akan menjalani masa menyusui selama 28 hari sebelum bisa dipasarkan.

Harga rata-rata anakan kelinci yang berusia 28 hari yang siap dipaskan sangat

bervariasi, sehingga dalam penelitian ini diasumsikan harga anakan adalah

Rp 50.000 per ekor. Penerimaan pada pola usaha I dari penjualan anakan kelinci

dapat dilihat pada Tabel 11.

Page 224: A08ndw

Tabel 11. Hasil Penjualan anakan kelinci yang dihasilkan oleh pola usaha II

Tahun Produksi (ekor) Nilai (Rp) 1 3.500 175.000.000 2 6.000 300.000.000 3 6.000 300.000.000 4 6.000 300.000.000

Total 21.500 1.075.000.000

Selain dari hasil penjualan anakan kelinci penerimaan pada pola usaha II

juga didapat dari nilai sisa atau salvage value. Salvge value adalah nilai sisa dari

biaya investasi yang tidak habis terpakai selama umur ekonomis proyek. Salvage

value terjadi pada akhir umur proyek sehingga nilai sisa diperhitungkan sebagai

tambahan manfaat usaha. Nilai sisa pada pola usaha II diperoleh dari komponen

biaya yang tidak habis terpakai yaitu lahan, bangunan kandang, mesin pellet, dan

indukan jantan. Diasumsikan harga jual lahan sama dengan harga beli lahan dan

total nilai salvage value yaitu sebesar Rp 66.821.429. Nilai sisa dari investasi

dapat dilihat pada Lampiran 19.

7.2.2 Arus Pegeluaran (Outflow)

Struktur biaya dalam pola usaha ini juga dikelompokan ke dalam tiga

jenis, yaitu biaya investasi, biaya operasional, dan biaya tetap. Ketiga komponen

biaya ini dimasukan dalam arus kas.

a. Biaya Investasi

Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan pada saat awal proyek.

Biaya investasi yang dikeluarkan pada pola usaha II relatif sama dengan pola

usaha I yaitu terdiri dari:

Page 225: A08ndw

1. Indukan betina yang siap kawin dan memiliki masa produktif untuk

bunting selama lima tahun dibeli dengan harga Rp 2.000.000 per ekor

(Asep’s Rabbit Project).

2. Indukan jantan yang siap kawin dan memilik masa produktif untuk

membuahi selama tujuh tahun dibeli dengan harga Rp 2.000.000 per ekor

(Asep’s Rabbit Project).

3. Lahan yang berfungsi untuk membangun bangunan dan kandang yang

digunakan sebagai tempat pembudidayaan. Dibeli dengan harga

Rp 24.000.000

4. Biaya pembuatan bangunan dan kandang yang berfungsi sebagai tempat

pembudidayaan kelinci. Bangunan yang digunakan berukuran 240 m2

yaitu 8 meter x 30 meter berjumlah satu buah. Bangunan kandang

merupakan tempat perlidungan bagi kelinci dari suhu luar, di dalam

bangunan dibuat kandang yang berukuran 70 cm x 60 cm berjumlah 300

buah sehingga luas total dari kandang sebesar 126 m2. Biaya yang

dikeluarkan untuk pembuatan kandang sebesar Rp 16.000.000

5. Mesin pellet berfungsi untuk membuat makan olahan atau yang bisaa

disebut dengan pelet bagi kelinci sehingga kadar nutrisi pakan yang

diberikan dapat dijaga. Biaya total yang digunakan untuk memproduksi

mesin pellet ini yaitu sebesar Rp 12.500.000.

6. Tempat makan dan minum berfungsi sebagai wadah untuk tempat

makanan dan air agar kelinci mudah untuk makan dan minum serta untuk

menjaga kebersihan kandang. Investasi yang dikeluarkan untuk pembelian

tempat pakan dan minum sebesar Rp 2.400.000.

Page 226: A08ndw

7. Peralatan pendukung peternakan seperti alat-alat kebersihan, ember dan

lainnya, total biaya investasi yang dikeluarkan untuk peralatan kandang ini

sebesar Rp 1.000.000.

Dari keseluruhan total investasi yang dikeluakan oleh pola usaha II, biaya

investasi terbesar adalah untuk pembelian indukan sebesar 89.9 persen dari total

investasi yang dikeluarkan dan sisanya yaitu sebesar 10.1 persen digunakan untuk

biaya investasi yang lain seperti pembelian lahan, pembuatan bangunan dan

kandang, produksi mesin pellet, pembelian tempat makan dan minum. Lampiran

20 menyajikan komponen biaya investasi pada pola usaha II.

b. Biaya Operasional

Biaya operasional yang dikeluarkan pada pola usaha II juga relatif sama

dengan pola usaha I karena sama-sama membudidayakan anakan kelinci. Biaya

operasional yang dikeluarkan pada pola usaha II adalah biaya pakan yang

merupakan pakan olahan dari daun-daun dan sebagainya yang diolah dengan

menngunakan mesin lalu menghasilkan cetakan pellet berukuran kecil yang siap

dimakan oleh kelinci. Pakan kelinci yang diolah memiliki komposisi seimbang

yang cocok untuk kelinci. Kebutuhan pellet untuk 300 ekor kelinci per tahun

adalah sebesar 9 ton untuk tahun pertama karena diasumsikan bahwa proyek baru

berjalan pada bulan maret, dengan harga produksi pakan yaitu sebesar Rp 4480

per kilogram sehingga dalam setahun pola usaha II harus mengeluarkan

Rp 40.320.000 untuk biaya pakan.

Biaya operasional lainnya yaitu obat dan pembelian pulsa atau biaya

telpon. Untuk obat-obatan satu ekor kelinci dianggarkan sebesar Rp 1000 per

bulan, biaya ini merupakan biaya darurat yang bisa terpakai atupun tidak. Obat-

Page 227: A08ndw

obat yang digunakan pada pola usaha II sama dengan pola usaha I. Perincian

biaya operasional tahun pertama dapat dilihat pada lampiran 21.

Biaya operasional pada tahun kedua dan selanjutnya diasumsikan sama

setiap tahun yaitu kebutuhan pellet untuk 300 ekor kelinci per tahun selama 12

bulan adalah sebesar 10,8 ton dengan harga produksi pakan yaitu sebesar Rp 4480

per kilogram sehingga dalam pada pola usaha II harus mengeluarkan

Rp 48.384.000 untuk biaya pakan. Biaya operasional lainnya yaitu obat

dianggarkan sebesar Rp 1000 per bulan, biaya ini merupakan biaya darurat yang

bisa terpakai atupun tidak. Perincian biaya dapat dilihat pada lampiran 22

c. Biaya Tetap

Biaya Tetap adalah biaya yang besarnya tidak dipengaruhi oleh perubahan

volume produksi dan dalam analisis ini diasumsikan tetap setiap tahunnya. Biaya

tetap dalam budidaya kelinci ini berupa gaji karyawan, upah karyawan lepas,

makan dan rokok, perawatan mesin, perawatan kandang, dan pulsa atau biaya

telepon. Karwayan tetap yang berjumlah 2 orang diberi gaji per bulan sebesar

Rp 800.000 per orang, serta makan dan rokok setiap hari sebesar Rp 17.500 per

orang. Sedangkan karyawan harian merupakan karayawan yang hanya bertugas

untuk mencari rumput setiap harinya dan diberi upah per hari sebesar Rp 30.000.

serta biaya perawatan mesin sebesar Rp 100.000 ber bulan dan perawatan

kandang sebesar Rp 100.000 per 3 bulan. Sedangkan untuk biaya pembelian pulsa

atau biaya telepon diasumsikan tetap setiap bulannya yaitu sebesar Rp 50.000.

Lampiran 23 menjabarkan biaya tetap tahun pertama pada pola usaha II.

Pada tahun pertama kegiatan usaha baru dimulai pada bulan maret tetapi

baru berjalan penuh pada minggu kedua bulan maret sehingga terdapat selisih

Page 228: A08ndw

perhitungan antara tahun pertama dan kedua. Pada tahun pertama perhitungan

biaya tetap hanya selama 10 bulan sedangkan pada tahun berikutnya dilakukan

perhitungan penuh selama 12 bulan. Perincian perhitungan biaya tetap tahun

kedua dan seterusnya dapat dilihat pada lampiran 24.

7.2.3 Kelayakan Finansial Pola Usaha II

Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Net Present Value,

Net Benefit Cost Ratio, Internal Rate of Return, dan Payback periode.

Berdasarkan hasil perhitungan terhadap analisis finansial pada tingkat diskonto 8

persen, diperoleh NPV sebesar Rp 238.830.471. Nilai ini menunjukan bahwa

keuntungan yang diperoleh pada kegiatan usaha budidaya anakan kelinci adalah

sebesar Rp 238.830.471 selama 5 tahun menurut nilai sekarang. Nilai Net B/C

yang diperoleh adalah 1,56 yang berarti untuk setiap satu rupiah yang

diinvestasikan atau dikeluarkan memberikan manfaat sebesar 1,56.

Internal Rate of Return yang diperoleh yaitu 20 persen menunjukan bahwa

tingkat suku bunga atau tingkat diskonto 20 persen merupakan tingkat diskonto

yang menghasilkan nilai NPV sebesar nol. Dengan melakukan perhitungan

payback periode dapat diketahui bahwa masa yang dibutuhkan untuk

mengembalikan nilai investasi adalah selama 2 tahun 5 bulan dan 20 hari.

Berdasarkan nilai kriteria investasi, dapat dinyatakan bahwa pola usaha II usaha

layak untuk dusahakan. Hasil perhitungan analisis finansial pola usaha II dapat

dilihat pada Tabel 12 dan cashflow perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 41.

Page 229: A08ndw

Tabel 12. Hasil analisis Finansial Pola Usaha II

Kriteria Investasi Nilai NPV (Rp) Net B/C IRR (%) Payback periode (Tahun)

238.830.471 1,56

20 2,47

7.2.4 Analisis Switching value

Analisis Switching value terhadap penurunan produksi, penurunan harga

output, kenaikan harga indukan, dan kenaikan harga pakan dilakukan untuk

mengetahui sampai seberapa persen penurunan atau kenaikan harga tersebut yang

dapat menyebabkan proyek tersebut tidak layak lagi untuk dilaksanakan, dengan

kata lain dicari tingkat perubahan harga yang menyebabkan nilai NPV negatif

terkecil (NPV = 0) yang disebut nilai pengganti. Nilai persentase perubhan

tersebut diperoleh dengan cara mengiterpolasikan persentase perubahan harga

pembuat NPV negatif dan membuat NPV positif dalam selang satu persen. Hasil

analisis switching value pola usaha II dapat dilihat pada Tabel 13 dan cashflow

perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 43 sampai Lampiran 50.

Tabel 13. Hasil Analisis Switching value pada Pola Usaha II

Faktor perubahan Persentase penurunan (-) atau peningkatan (+)

Penurunan harga output Penurunan produksi Peningkatan harga indukan Peningkatan harga pakan

- 22,08 - 22,08

+ 153,85 + 228,60

Tabel di atas menunjukan nilai-nilai kriteria investasi yang tidak layak lagi

akibat adanya perubahan-perubahan pada masing-masing harga output, harga

indukan dan produksi. Hasil analisis switching value menunjukan bahwa nilai nol

dari NPV diperoleh pada penurunan harga output sebesar 22,08 persen. Hal ini

Page 230: A08ndw

mengandung arti bahwa penurunan harga output yang masih ditoleransi oleh

kelayakan usaha adalah lebih kecil dari 22,08 persen atau dengan kata lain usaha

masih layak dijalankan apabila harga anakan kelinci lebih tinggi dari Rp 38.960.

Demikian halnya dengan analisis switching value pada penurunan

produksi. Usaha peternakan kelinci ini tidak layak lagi (NPV = 0) jika terjadi

penurunan produksi sebesar 22,08 persen atau dengan kata lain usaha masih layak

dijalankan apabila produksi anakan kelinci lebih tinggi dari 2727 ekor pada tahun

pertama dan 4675 pada tahun berikutnya. Sedangkan analisis switching value

terhadap kenaikan harga indukan menunjukan NPV = 0 ketika terjadi kenaikan

harga indukan sebesar 153,85 persen atau harga indukan yang menyebabkan

usaha ini tidak layak adalah lebih besar sama dengan Rp 3.077.000 per ekor

Pakan merupakan faktor penting dalam menjalankan usaha peternakan

kelinci ini sehingga perubahan harga pakan dapat menyebabkan usaha tidak layak.

Analisi switching value terhadap peningkatan harga pakan adalah sebesar 228,60

persen, artinya usaha peternakan ini masih layak dijalankan apabila harga pakan

lebih kecil dari Rp 10.241 per kilogram.

7.3 Analisis Kelayakan Finansial Pola Usaha III

7.3.1 Arus Penerimaan (Inflow)

Penerimaan yang diperoleh pada pola usaha ini adalah penjualan kelinci

pedaging dan pendapatan dari nilai sisa. Dalam membudidayakan kelinci

pedaging dibutuhkan waktu yang lebih panjang karena harus melewati tahap

penggemukan selama tiga bulan, sehingga baru dapat dipasarkan pada usia empat

bulan. Dalam pola usaha ini arus penerimaan berupa nilai produksi total yang

diperoleh setelah proyek berakhir.

Page 231: A08ndw

Seekor induk betina diasumsikan dapat melahirkan rata-rata 6 ekor anak

dengan mempertimbangkan tingkat kematian anak sebesar 15 persen sehingga

diasumsikan satu ekor kelinci melahirkan 5 ekor anak yang siap digemukan lalu

dipasarkan. Jumlah anak yang dihasilkan dari 200 ekor indukan betina dalam satu

kali masa bunting adalah 1000 ekor, tetapi masa bunting diatur agar setiap bulan

bisa mendapatkan penerimaan dari kelinci pedaging. Sehingga pada pola usaha III

ini akan menghasilkan 500 ekor kelinci pedaging setiap bulannya dengan

mengawinkan 100 ekor indukan betina dengan 50 ekor pejantan. Rata-rata tingkat

kehidupan anak kelinci menjadi anakan yang siap jual sebesar 85 persen. Tabel 14

menjabarkan hasil penjualan kelinci pedaging per tahun.

Tabel 14. Hasil Penjualan Pedaging yang dihasilkan oleh pola usaha III

Tahun Produksi (ekor) Nilai (Rp) 1 2 500 90 000 000 2 6 000 216 000 000 3 6 000 216 000 000 4 6 000 216 000 000

Total 23 000 744 000 000

Pada akhir proyek pola usaha III terdapat nilai sisa atau salvage value.

Salvge value merupakan nilai sisa dari biaya investasi yang tidak habis terpakai

selama umur ekonomis proyek. Salvage value terjadi pada akhir umur proyek

sehingga nilai sisa diperhitungkan sebagai tambahan manfaat usaha. Nilai sisa

pada pola usaha III diperoleh dari komponen biaya yang tidak terpakai yaitu

lahan, bangunan kandang, dan indukan jantan. Pada pola usaha III tidak ada nilai

investasi mesin pellet karena diasumsika pellet dibeli langsung dari produsen

dalam hal ini Asep’s Rabbit Project dengan harga produksi. Diasumsikan harga

jual lahan sama dengan harga beli lahan dan total nilai salvage value pada tahun

Page 232: A08ndw

keempat yaitu sebesar Rp 34.142.857. Penerimaan dari nilai sisa dalam pola usaha

III untuk setiap tahun dapat dilihat pada Lampiran 25.

7.3.2 Arus Pegeluaran (Outflow)

Struktur biaya dalam pola usaha III dikelompokan menjadi tiga jenis, yaitu

biaya investasi, biaya operasional, dan biaya tetap. Ketiga komponen biaya ini

dimasukan ke dalam arus kas.

a. Biaya Investasi

Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan pada saat awal proyek.

Biaya investasi yang dikeluarkan pada pola usaha III terdiri dari:

1. Indukan betina yang siap kawin dan memiliki masa produktif untuk

bunting selama empat tahun dibeli dengan harga Rp 150.000 per ekor

(Asep’s Rabbit Project).

2. Indukan jantan yang siap kawin dan memilik masa produktif untuk

membuahi selama tujuh tahun dibeli dengan harga Rp 150.000 per ekor�

(Asep’s Rabbit Project).

3. Lahan yang berfungsi untuk membangun bangunan dan kandang yang

digunakan sebagai tempat pembudidayaan. Dibeli dengan harga

Rp 24.000.000

4. Biaya pembuatan bangunan dan kandang yang berfungsi sebagai tempat

pembudidayaan kelinci. Bangunan yang digunakan berukuran 240 m2

yaitu 8 meter x 30 meter berjumlah satu buah. Bangunan kandang

merupakan tempat perlidungan bagi kelinci dari suhu luar, di dalam

bangunan dibuat kandang yang berukuran 70 cm x 60 cm berjumlah 300

Page 233: A08ndw

buah sehingga luas total dari kandang sebesar 126 m2. Biaya yang

dikeluarkan untuk pembuatan kandang sebesar Rp 16.000.000

5. Tempat makan dan minum berfungsi sebagai wadah untuk tempat

makanan dan air agar kelinci mudah untuk makan dan minum serta untuk

menjaga kebersihan kandang. Investasi yang dikeluarkan untuk pembelian

tempat pakan dan minum sebesar Rp 2.400.000.

6. Peralatan pendukung peternakan seperti alat-alat kebersihan, ember dan

lainnya, total biaya investasi yang dikeluarkan untuk peralatan kandang ini

sebesar Rp 1.000.000.

Dari keseluruhan total investasi yang dikeluakan oleh pola usaha III, biaya

investasi terbesar adalah untuk pembelian indukan sebesar 46,4 persen dari total

investasi yang dikeluarkan dan sisanya yaitu sebesar 53.6 persen digunakan untuk

biaya investasi yang lain seperti pembelian lahan, pembuatan bangunan dan

kandang, pembelian tempat makan dan minum. Besarnya biaya investasi yang

dikeluarkan untuk indukan tidak sebesar pada pola usaha I dan II karena pada pola

usaha III ini menggunakan indukan pedaging lokal yang memiliki harga

Rp 150.000 per ekor. Lampiran 26 menyajikan komponen biaya investasi pada

pola usaha III.

b. Biaya Operasional

Biaya operasional yang dikeluarkan pada pola usaha III adalah biaya

pakan dan lainnya. Kebutuhan pellet pada pola usaha III per bulannya berbeda-

beda pada tahun pertama karena kelinci pedaging membutuhkan waktu untuk

penggemukan selama dua bulan. Pada bulan maret sampai mei kebutuhan pakan

hanya sebesar 900 kg untuk 300 ekor kelinci. Pada bulan juni terjadi peningkatan

Page 234: A08ndw

kebutuhan pakan yaitu sebesar 2.400 kg untuk 800 ekor kelinci, lalu pada bulan

juli dan seterusnya dibutuhkan pakan sebanyak 3.900 kg untuk 1.800 ekor kelinci.

Sehingga dalam tahun pertama pada pola usaha III harus mengeluarkan

Rp 75.930.000 untuk biaya operasional. Lampiran 27 menjabarkan biaya

operasional tahun pertama pola usaha III.

Pada tahun kedua dan seterusnya biaya operasional diasumsikan tetap

setiap bulannya yaitu sebesar 3.900 kg untuk 1800 ekor kelinci dewasa maupun

kelinci yang sudah melewati masa sapih. Dalam pola usaha III biaya operasional

yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 125.040.000. Lampiran 28 menunjukan biaya

operasional yang dikeluarkan pada tahun ke-2 sampai tahun keempat.

c. Biaya Tetap

Biaya Tetap adalah biaya yang besarnya tidak dipengaruhi oleh perubahan

volume produksi dan dalam analisis ini diasumsikan tetap setiap tahunnya. Biaya

tetap dalam budidaya kelinci ini berupa gaji karyawan, makan dan rokok,

perawatan kandang, serta pulsa atau biaya telepon. Karwayan tetap yang

berjumlah 2 orang diberi gaji per bulan sebesar Rp 800.000 per orang, serta

makan dan rokok setiap hari sebesar Rp 17.500 per orang. Biaya perawatan mesin

sebesar Rp 100.000 ber bulan, perawatan kandang sebesar Rp 100.000 per 3

bulan, dan pulsa atau biaya telepon sebesar Rp 50.000 per bulan. Pada Lampiran

29 terlihat besarnya biaya tetap yang dikeluarkan setiap tahunnya.

Biaya tetap tahun pertama dan tahun berikutnya berbeda, hal ini

disebabkan oleh adanya masa persiapan usaha pada tahun pertama sehingga

kegiatan usaha baru dilaksanan pada bulan maret dan biaya perawatan kandang

Page 235: A08ndw

baru dikeluarkan pada bulan april. Biaya tetap tahun kedua sampai keempat dapat

dilihat pada Lampiran 30.

7.3.3 Kelayakan Finansial Pola Usaha III

Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Net Present Value,

Net Benefit Cost Ratio, Internal Rate of Return, dan Payback periode.

Berdasarkan hasil perhitungan terhadap analisis finansial pada tingkat diskonto 8

persen, diperoleh NPV sebesar Rp 115.979.976. Nilai ini menunjukan bahwa

keuntungan yang diperoleh pada kegiatan usaha budidaya kelinci pedaging adalah

sebesar Rp 115.979.976 selama 5 tahun menurut nilai sekarang. Nilai Net B/C

yang diperoleh adalah 2,33 yang berarti untuk setiap satu rupiah yang

diinvestasikan atau dikeluarkan memberikan manfaat sebesar 2,33.

Internal Rate of Return yang diperoleh yaitu 43 persen menunjukan bahwa

tingkat suku bunga atau tingkat diskonto 43 persen merupakan tingkat diskonto

yang menghasilkan nilai NPV sebesar nol. Dengan melakukan perhitungan

payback periode dapat diketahui bahwa masa yang dibutuhkan untuk

mengembalikan nilai investasi adalah selama 4 tahun 7 bulan dan 28 hari.

Berdasarkan nilai kriteria investasi, dapat dinyatakan bahwa usaha pembenihan

kelinci dan kelinci pedaging layak untuk dusahakan. Hasil perhitungan analisis

dinansial pola usaha III dapat dilihat pada Tabel 15 dan cashflow perhitungan

dapat dilihat pada Lampiran 51.

Tabel 15. Hasil analisis Finansial Pola Usaha III

Kriteria Investasi Nilai NPV (Rp) Net B/C IRR (%) Payback periode

115.979.976 2,33

43 4,66

Page 236: A08ndw

7.3.4 Analisis Switching value

Analisis Switching value dilakukan terhadap penurunan produksi,

penurunan harga output dan kenaikan harga indukan dilakukan untuk mengetahui

sampai seberapa persen penurunan atau kenaikan harga tersebut yang dapat

menyebabkan proyek tersebut tidak layak lagi untuk dilaksanakan, dengan kata

lain dicari tingkat perubahan harga yang menyebabkan nilai NPV negatif terkecil

(NPV = 0) yang disebut nilai pengganti. Nilai persentase perubhan tersebut

diperoleh dengan cara mengiterpolasikan persentase perubahan harga pembuat

NPV negatif dan membuat NPV positif dalam selang satu persen. Hasil analisis

switching value pola usaha III dapat dilihat pada Tabel 16 dan cashflow

perhitungan analisis switching value dapat dilihat pada Lampiran 53 sampai

Lampiran 60.

Tabel 16. Hasil analisis swiching value pada pola usaha III

Faktor perubahan Persentase penurunan (-) atau peningkatan (+)

Penurunan harga output Penurunan produksi Peningkatan harga indukan Peningkatan harga pakan

- 15.56 - 15,56

+ 448.67 + 127.53

Tabel di atas menunjukan nilai-nilai kriteria investasi yang tidak layak lagi

akibat adanya perubahan-perubahan pada masing-masing harga output, harga

indukan dan produksi. Hasil analisis switching value menunjukan bahwa nilai nol

dari NPV diperoleh pada penurunan harga output sebesar 15.56 persen. Hal ini

mengandung arti bahwa penurunan harga output yang masih ditoleransi oleh

kelayakan usaha adalah lebih kecil dari 15.56 persen atau harga berada di atas

Rp 15,199 per kg hidup. Demikian halnya dengan analisis switching value pada

Page 237: A08ndw

penurunan produksi. Usaha peternakan kelinci ini tidak layak lagi (NPV = 0) jika

terjadi penurunan produksi sebesar 15.56 persen atau produksi harus lebih besar

dari 2111 ekor pada tahun pertama dan di tahun berikutnya lebih besar dari 5066

ekor.

Kenaikan harga indukan sangat berpengaruh dalam usaha karena indukan

adalah bagian terpenting dari usaha. Nilai switching value menunjukan nilai

448.67 persen. Ini berarti kenaikan harga indukan yang masih dapat ditoleransi

usaha adlah sebesar 192.33 persen atau kenaikan harga indukan di bawah

Rp 637,005 per ekor. Sedangkan analisis switching value terhadap kenaikan harga

pakan menunjukan NPV = 0 ketika terjadi kenaikan harga pakan sebesar 127.53

persen. Hal ini berarti kenaikan harga pakan yang masih ditoleransi usaha lebih

kecil dari 127.53 persen atau harga pakan berada di bawah Rp 3163 per kg.

7.4 Perbandingan Hasil Analisis Kelayakan Finansial Pada Ketiga Pola

Usaha

Dari hasil kelayakan finansial yang dilakukan dengan menggunakan empat

criteria investasi yaitu Net Present Value (NPV), Net Benefit per Cost (Net B/C),

Internal Rate of Return (IRR), dan Payback periode dapat dilihat bahwa pola

usaha III yang paling layak untuk diusahakan.

Biaya yang dikeluarkan baik tahun pertama maupun tahun selanjutnya

pada pola usaha I dan II lebih besar bila dibandingkan dengan pola usaha III

karena pada pola usaha III investasi pada indukan kelinci pedaging tidak

membutuhkan banyak biaya. Walaupun nilai NPV pola usaha I lebih besar

dibandingkan pola usaha II dan III, hal ini berarti bahwa keuntungan yang

Page 238: A08ndw

diperoleh pada kegiatan usaha pola I akan lebih besar dibandingkan dengan pola

usaha II dan III selama 5 tahun menurut nilai sekarang.

Nilai Net B/C yang diperoleh pada pola usaha I sebesar 1,88, pola usaha II

sebesar 1,56, dan pola usaha III sebesar 2,33, hal ini berarti untuk setiap satu

rupiah yang diinvestasikan atau dikeluarkan akan memberikan manfaat yang

paling besar pada pola usaha III yaitu sebesar 2,33.

Internal Rate of Return pada pola usaha III juga memiliki nilai yang paling

besar yaitu sebesar 43 persen, pada pola usaha I sebesar 31 persen dan pada pola

usaha II sebesar 20 persen. Hal ini menunjukan bahwa pola usaha III lebih stabil

terhadap perubahan tingkat diskonto yang berarti pola usaha lebih resisten

terhadap keadan ekonomi yang tidak stabil.

Hasil perhitungan payback periode juga menunjukan bahwa pola usaha I

merupakan usaha yang paling layak untuk dijalankan karena tingkat pengembalian

nilai investasi yang paling cepat. Pola usaha I memiliki payback periode sebesar

3,17 atau 3 tahun 2 bulan 12 hari, pola usaha II memiliki payback periode sebesar

2,47 tahun atau 2 tahun 5 bulan 20 hari, dan pola usaha III memiliki payback

periode sebesar 4,66 tahun atau 4 tahun 7 bulan 28 hari. Perbandingan hasil

analisa finansial ketiga pola usaha dapat dilihat pada Tabel 17.

Dari keempat kriteria kelayakan dan perbandingan biaya terlihat bahwa

pola usaha III merupakan usaha yang paling untuk dilaksanakan karena pola usaha

III paling menguntungkan dengan total biaya yang paling kecil, nilai NPV sebesar

Rp 115.979.976, Net B/C sebesar 2,33, IRR sebesar 43, dan Payback periode

sebesar 4,66.

Page 239: A08ndw

Tabel 17. Perbandingan kriteria kelayakan finansial usaha peternakan kelinci dari keriga pola usaha

No Kriteria kelayakan Pola usaha I Pola usaha II Pola usaha III 1. Total Biaya Tahun ke-1

Total Biaya Tahun ke-2 Total Biaya Tahun ke-3 Total Biaya Tahun ke-4

712.070.000 277.444.000 277.444.000 277.444.000

637.070.000 97.444.000 97.444.000 97.444.000

184.180.000 157.324.000 157.324.000 157.324.000

2. NPV (Rp) 363.123.588 238.830.471 115.979.976 3. Net B/C 1,88 1,56 2,33 4. IRR (persen) 31 20 43 5. PP (tahun) 3,17 2,47 4,66

7.5 Perbandingan Hasil Analisis Sensitivitas dari Ketiga Pola Usaha

Dari hasil analisis switching value yang dilakukan terhadap ketiga pola

usaha peternakan kelinci, maka dilakukan perbandingan untuk melihat skenario

yang paling tidak sensitif atau peka terhadap perubahan variabel-variabel

penurunan harga kelinci baik anankan maupun pedaging, penurunan produksi

kelinci, kenaikan harga indukan kelinci, dan kenaikan pakan. Perbadingan ketiga

pola usaha dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Switching value ketiga pola usaha peternakan kelinci

No Parameter Pola usaha I Pola usaha II Pola usaha III 1. Penurunan harga output 33,56 22,08 15.56 2. Penurunan volume produksi 33,56 22,08 15,56 3. Peningkatan harga indukan 181,88 153,85 448.67 4. Peningkatan harga pakan 295,53 228,60 127.53

Secara umum dapat dilihat bahwa dari ketiga pola usaha, pola usaha III

peka terhadap perubahan yang terjadi dan memiliki resiko yang cukup besar untuk

menjalankan usaha peternakan kelinci dengan pola usaha ini. Pada Tabel 36

Page 240: A08ndw

terlihat pula pola usaha I dan II relatif kurang peka terhadap perubahan hal ini

berarti sangat baik untuk suatu kegiatan usaha.

Batas-batas maksimal perubahan-perubahan ini sangat mempengaruhi

dalam layak atu tidak layaknya usaha untuk dilaksanakan, semakin besar

persentase yang diperoleh berarti usaha tidak peka terhadap perubahan yang

terjadi. Dari perbandingan ketiga pola usaha yang dilakukan maka pola usaha I

kurang peka terhadap perubahan ketiga variable switching value bila

dibandingkan dengan pola usaha II dan III. Tetapi pada variable peningkatan

harga indukan pola usaha III paling tindak sensitive karena nilai investasi indukan

pada pola usaha III relatif paling kecil dibandingkan pola usaha lainnya. Hal ini

berarti bahwa pola usaha relatif stabil terhadap perubahan-perubahan variabel,

sehingga pola usaha ini dapat mendatangkan keuntungan lebih tinggi dan dengan

resiko yang lebih kecil.

Dari hasil analisis switching value terlihat bahwa pola usaha I merupakan

usaha yang paling untuk dilaksanakan karena pola usaha I paling stabil atau tidak

peka pada berubahan. Pola usaha I memiliki nilai switching value terhadap

penurunan harga output sebesar 33,56 persen, penurunan terhadap jumlah

produksi sebesar 33,56 persen, peningkatan harga indukan sebesar 181,88, dan

peningkatan harga pakan sebesar 295,53. Tetapi walaupun pola usaha I

merupakan pola usaha yang paling tidak peka terhadap perubahan tetapi

perbedaannya tidak terlalu signifikan.

Page 241: A08ndw

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

8.1 Kesimpulan

1. Berdasarkan analisis kelayakan yang meliputi aspek pasar, aspek

manajemen, dan aspek teknis maka pengusahaan peternakan kelinci pada

perencanaan proyek ketiga pola usaha layak untuk dilaksanakan.

2. Berdasarkan analisis kelayakan finansial pada pengusahaan peternakan

kelinci pada ketiga pola usaha layak untuk dilaksanakan. Namun usaha

yang paling menguntungkan untuk dilaksanakan sebagai pengembangan

usaha Asep’s Rabbit Project yaitu usaha pola usaha I dengan biaya yang

dikeluarkan relatif lebih tinggi.

3. Berdasarkan analisis switching value, penurunan harga output dan

penurunan produksi merupakan faktor yang sensitif terhadap perubahan.

Peningkatan pada harga indukan dan harga pakan tidak sensitif terhadap

perubahan. Hal tersebut dikarenakan biaya pada pengadaan indukan jauh

lebih kecil daripada penerimaan yang didapatkan dari pengusahaan

peternakan kelinci, walaupun persentase biaya pengeluaran pakan terhadap

tolal biaya operasional cukup tinggi.

8.2 Saran

Dari hasil penelitian kelayakan usaha budidaya peternakan kelinci Asep’s

Rabbit Project, saran yang dapat diajukan adalah antara lain :

1. Asep’s Rabbit Project sebaiknya memilih pola usaha I yaitu budidaya

anakan kelinci dan penjualan kelinci pedaging sebagai pengembangan

usaha peternakan kelinci karena memiliki nilai proyek dan tingkat

Page 242: A08ndw

pengembalian terbesar. Selain itu pola usaha III juga dapat dipilih sebagai

pengembanagan Asep’s Rabbit Project karena memiliki struktur biaya

terkecil dan tingkat pengembalian yang cukup menjanjikan.

2. Dari analisis switching value, perubahan output sangat mempengaruhi

kelayakan produksi, salah satunya dapat disebabkan oleh penyakit yang

menyerang kelinci. Oleh karena itu peternak diharapkan menjaga

kebersihan kandang serta memberikan pakan yang yang cukup pada

kelinci.

3. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan analisis

pemasaran dan perilaku konsumen terhadap produk-produk olahan yang

dihasilkan dari kelinci agar peternakan kelinci dapat berkembang dan

menjadi satu alternatif bahan pangan sumber protein.

Page 243: A08ndw

DAFTAR PUSTAKA Biro Pusat Statistik. 2007. Kabupaten Bandung dalam Data. BPS. Jakarta Budiana, N.S dan Gusti Merdeka Putera. 2006. Kelinci Hias. Penebar Swadaya.

Bogor Departemen Pertanian. 2007. Buku Saku Stastistik Makro. Departemen Pertanian.

Jakarta Ermin, Faisal. 2007. Analisis Kelayakan Investasi Pengusahaan Lobster Air

Tawar pada CV. Vizan Farm dan CV. Sejahtera Lobster Farm. Skripsi. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Gittinger, J.P. 1986.Analisis Ekonomi Proyek – Proyek Pertanian. Edisi kedua.

UI-press. Jakarta Gray. 1992. Pengantar Evaluasi Proyek. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Husnan, S dan Muhammad, S. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Edisi keempat.

Penerbit AMP YKPN. Yogyakarta Kadariah. 1988. Evaluasi Proyek (Edisi II). Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi

Universitas Indonesia. Jakarta Kadariah, Karlina dan Gray. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga Penerbit

Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta Keown, Arthur J, et al. 2001. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan (buku satu).

Penerbit Salemba empat. Jakarta Pasek, I Wayan. 2005. Teknis Berternak Kalinci. Balai Penelitian Ternak Ciawi.

Bogor Pujoharjo, A. 2002. Karakteristik sosis dari daging kelincidan ayam dengan

Tingkat Penggunaan Tapioka dan Susu Skim yang berbeda. Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Institut Petanian Bogor. Bogor

Purnamawati, Dyah Anisa. 2007. Analisis Kelayakan Investasi Usaha Safira

Powder pada PT. Bogor Agro Lestari. Skripsi. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Ricardo, Jefri. 2006. Analisis Kelayakan Finansial Perusahaan Tahu (Studi Kasus

Perusahaan Tahu Rezeki Kecamatan Cipondoh, Kota Tanggerang). Skripsi. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Page 244: A08ndw

Riwayadi. 2007. Analisis Kelayakan Investasi Pengembangan Budidaya Ayam

Potong pada Hasjrul Harahap Farm di Kecamatan Bojong Gede. Skripsi. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Sarwono, B. 2001. Kelinci Potong dan Hias. PT Agromedia Pustaka. Jakarta . 2001. Beternak Kelinci Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta Susilorini, Tri Eko. Dkk. 2008. Budidaya Ternak Unggul. Penebar Swadaya.

Jakarta Umar, Husein. 2005. Studi Kelayakan Bisnis. PT Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta Wahyuni Enda. 2007. Analisis Kelayakan Pengusahaan Terong Belanda (Kasus

di Kabupaten Karo, Propinsi Sumatera Utara). Skripsi. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Page 245: A08ndw

LAMPIRAN

Page 246: A08ndw

Lampiran 1. TIMETABLE Pola Usaha I tahun pertama

KEGIATAN

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus Sptmber Oktober Nvembr Dsembr Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Pembuatan Bangunan Pembuatan Kandang Pembelian mesin pakan Pengadaan indukan Penysuaian indukan Perkawinan indukan Masa hamil

Melahirkan Masa penyusui Penjualan anakan Pembelian pedaging penjualan pedaging

Page 247: A08ndw

Lampiran 2. TIMETABLE Pola usaha I tahun ke-2 - ke-5

KEGIATAN

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus Sptmber Oktober Nvembr Dsembr Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Pembuatan Bangunan Pembuatan Kandang Pembelian mesin pakan Pengadaan indukan Penysuaian indukan Perkawinan indukan Masa hamil

Melahirkan Masa penyusui Penjualan anakan Pembelian

Page 248: A08ndw

pedaging penjualan pedaging

Lampiran 3. TIMETABLE Pola usaha II tahun pertama

KEGIATA

N

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus Sptmber Oktober Nvembr Dsembr Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Pembuatan Bangunan Pembuatan Kandang Pembelian mesin pakan Pengadaan indukan Penysuaian indukan Perkawinan indukan Masa hamil

Melairkan Masa penyusui Penjualan anakan

Page 249: A08ndw

Lampiran 4. TIMETABLE Pola usaha II tahun ke2–ke-5

KEGIATAN

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus Sptmber Oktober Nvembr Dsembr Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Pembuatan Bangunan Pembuatan Kandang Pembelian mesin pakan Pengadaan indukan Penysuaian indukan Perkawinan indukan Masa hamil

Melairkan Masa penyusui

Page 250: A08ndw

Penjualan anakan

Page 251: A08ndw

Lampiran 5. TIMETABLE Pola usaha III tahun ke-1 KEGIAT

AN Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus Sptmber Oktober Nvembr Dsembr Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Pembuatan Bangunan Pembuatan Kandang Pengadaan indukan Penysuaian indukan Perkawinan indukan Masa hamil Melairkan Masa menyusui

Penggemukan

Page 252: A08ndw

Penjualan

Lampiran 6. TIMETABLE Pola usaha III tahun ke 2 – 5 KEGIAT

AN Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus Sptmber Oktober Nvembr Dsembr Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Pembuatan Bangunan Pembuatan Kandang Pengadaan indukan Penysuaian indukan Perkawinan indukan Masa hamil Melairkan Masa penyusui

Penggemukan

Page 253: A08ndw

Penjualan

Lampiran 7. Populasi Kelinci pola usaha I tahun pertama

Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus Sptmber Oktober Nvembr Dsembr Populasi kelinci - 300 300 800 800 800 800 800 800 800 800 800 Kebutuhan pakan - 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 kebutuhan obat - 300000 300000 300000 300000 300000 300000 300000 300000 300000 300000 300000

Lampiran 8. Populasi Kelinci pola usaha II tahun pertama

Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus Sptmber Oktober Nvembr Dsembr Populasi kelinci - 300 300 800 800 800 800 800 800 800 800 800 Kebutuhan pakan - 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 kebutuhan obat - 300000 300000 300000 300000 300000 300000 300000 300000 300000 300000 300000

Lampiran 9. Populasi Kelinci pola usaha III tahun pertama

Page 254: A08ndw

Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus Sptmber Oktober Nvembr Dsembr Populasi kelinci - 300 300 800 1300 1800 2300 2300 2300 2300 2300 2300 kebutuhan pakan - 1800000 1800000 1800000 4800000 7800000 10800000 10800000 10800000 10800000 10800000 10800000 kebutuhan obat - 300000 300000 800000 1300000 1800000 2300000 2300000 2300000 2300000 2300000 2300000

Lampiran 10. Populasi Kelinci pola usaha I Tahun ke-2 – ke-5

Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus Sptmber Oktober Nvembr Populasi kelinci 800 800 800 800 800 800 800 800 800 800 800 Kebutuhan pakan 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 kebutuhan obat 300000 300000 300000 300000 300000 300000 300000 300000 300000 300000 300000

Lampiran 11. Populasi Kelinci pola usaha II Tahun ke-2 – ke-5

Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus Sptmber Oktober Nvembr Dsembr Populasi kelinci 800 800 800 800 800 800 800 800 800 800 800 800Kebutuhan pakan 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 1800000 kebutuhan obat 300000 300000 0 300000 300000 300000 300000 300000 300000 300000 300000

Page 255: A08ndw

Lampiran 12. Populasi Kelinci pola usaha III Tahun ke-2 – ke-5

Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus Sptmber Oktober Nvembr Populasi kelinci 2300 2300 2300 2300 2300 2300 2300 2300 2300 2300 2300 kebutuhan pakan 13800000 13800000 13800000 13800000 13800000 13800000 13800000 13800000 13800000 13800000 13800000 kebutuhan obat 2300000 2300000 2300000 2300000 2300000 2300000 2300000 2300000 2300000 2300000 2300000

Page 256: A08ndw

Lampiran 13. Nilai Sisa (Salvage Value) Pola usaha I

Keterangan Biaya Investasi

Umur ekonomis Penyusutan/thn Nilai sisa

pada th ke-4 Indukan betina 400.000.000 5 100.000.000 0 Indukan jantan 100.000.000 7 14.285.714 28.571.429 Lahan 24.000.000 10 0 24.000.000 Bangunan dan Kandang 16.000.000 10 1.600.000 8.000.000 Mesin Pelet 12.500.000 10 1.250.000 6.250.000 Tempat makan dan minum 2.400.000 5 600.000 0 Peralatan kandang 1.000.000 5 250.000 0

Total nilai sisa 66.821.429 Lampiran 14. Biaya Investasi Pola Usaha I

No Perincian Harga (Rp/unit) Jumlah (unit)

Total Harga (Rp)

Umur Ekonomis (Tahun)

1 Indukan betina 2.000.000/ekor 200 ekor 400.000.000 5 2 Indukan jantan 2.000.000/ekor 50 ekor 100.000.000 7 3 Lahan 100.000/m2 240 m2 24.000.000 10 4 Bangunan dan

Kandang 53.333/buah 300 buah 16.000.000 10

5 Mesin pelet 12.500.000/buah 1 buah 12.500.000 10 6 Tempat makan 4.000/buah 300 buah 1.200.000 5 7 Tempat minum 4.000/buah 300 buah 1.200.000 5 8 Peralatan Kandang 1.000.000 5

Total 555.900.000

Page 257: A08ndw

Lampiran 15. Biaya Operasional Tahun pertama Pola Usaha I

Bulan Populasi kelinci (ekor)

Kebutuhan Pakan (kg)

Nilai pakan (Rp)

Nilai Obat (Rp)

Pembelian Pedaging

(Rp)

Januari - - - - - Februari - - - - - Maret 300 900 4.032.000 300.000 - April 300 900 4.032.000 300.000 - Mei 800 900 4.032.000 300.000 - Juni 800 900 4.032.000 300.000 - Juli 800 900 4.032.000 300.000 - Agustus 800 900 4.032.000 300.000 15.000.000 September 800 900 4.032.000 300.000 15.000.000 Oktober 800 900 4.032.000 300.000 15.000.000 November 800 900 4.032.000 300.000 15.000.000 Desember 800 900 4.032.000 300.000 15.000.000

TOTAL 9.000 40.320.000 3.000.000 75.000.000

Total Biaya operasional tahun pertama Rp 118 320 000 Lampiran 16. Biaya Operasional Tahun ke-2 – ke-5 Pola Usaha I

Bulan Populasi kelinci (ekor)

Kebutuhan Pakan (kg)

Nilai pakan (Rp)

Nilai Obat (Rp)

Pembelian Pedaging

(Rp)

Januari 800 900 4.032.000 300.000 15.000.000 Februari 800 900 4.032.000 300.000 15.000.000 Maret 800 900 4.032.000 300.000 15.000.000 April 800 900 4.032.000 300.000 15.000.000 Mei 800 900 4.032.000 300.000 15.000.000 Juni 800 900 4.032.000 300.000 15.000.000 Juli 800 900 4.032.000 300.000 15.000.000 Agustus 800 900 4.032.000 300.000 15.000.000 September 800 900 4.032.000 300.000 15.000.000 Oktober 800 900 4.032.000 300.000 15.000.000 November 800 900 4.032.000 300.000 15.000.000 Desember 800 900 4.032.000 300.000 15.000.000

TOTAL 10.800 48.384.000 3.600.000 180.000.000

Total Biaya operasional tahun berikutnya Rp 231 984 000

Page 258: A08ndw

Lampiran 17. Biaya Tetap Tahun Pertama Pola Usaha I No Perincian Harga (Rp/unit) Kebutuhan/Tahun Total Harga

(Rp) 1 Perawatan Mesin 100.000/bulan 10 bulan 1.000.000 2 Perawatan kandang 100.000/3 bulan 3 periode 300.000 3 Gaji Karyawan 1.600.000/bulan 10 bulan 16.000.000 4 Upah Karyawan Lepas 900.000/bulan 10 bulan 9.000.000 5 Makan dan Rokok 1.050.000/bulan 10 bulan 10.500.000 6 Pulsa atau biaya telepon 50.000/bulan 10 bulan 500.000 7 Listrik 30.000/bulan 10 bulan 300.000 8 Air 25.000/bulan 10 bulan 250.000

Total 37.850.000

Lampiran 18. Biaya Tetap Tahun Ke-2 sampai Ke-5 Pola Usaha I No Perincian Harga (Rp/unit) Kebutuhan/Tahun Total Harga

(Rp) 1 Perawatan Mesin 100 000/bulan 12 bulan 1.200.000 2 Perawatan kandang 100 000/3 bulan 4 periode 400.000 3 Gaji Karyawan 1.600 000/bulan 12 bulan 19.200.000 4 Upah Karyawan Lepas 900 000/bulan 12 bulan 10.800.000 5 Makan dan Rokok 1 050 000/bulan 12 bulan 12.600.000 6 Pulsa atau biaya telpon 50.000/bulan 12 bulan 600.000 7 Listrik 30.000/bulan 12 bulan 360.000 8 Air 25.000/bulan 12 bulan 300.000

Total 45.460.000

Lampiran 19. Nilai Salvage Value Pola usaha II

Keterangan Biaya Investasi

Umur ekonomis Penyusutan/thn Nilai sisa

pada th ke-4 Indukan betina 400.000.000 5 100.000.000 0 Indukan jantan 100.000.000 7 14.285.714 28.571.429 Lahan 24.000.000 10 0 24.000.000 Bangunan dan Kandang 16.000.000 10 1.600.000 8.000.000 Mesin Pelet 12.500.000 10 1.250.000 6.250.000 Tempat makan dan minum 2.400.000 5 600.000 0 Peralatan kandang 1.000.000 5 250.000 0 Total nilai sisa 66.821.429

Page 259: A08ndw

Lampiran 20. Biaya Investasi Pola Usaha II

No Perincian Harga (Rp/unit) Jumlah (unit)

Total Harga (Rp)

Umur Ekonomis (Tahun)

1 Indukan betina 2.000.000/ekor 200 ekor 400.000.000 5 2 Indukan jantan 2.000.000/ekor 50 ekor 100.000.000 7 3 Lahan 100.000/m2 240 m2 24.000.000 10 4 Bangunan dan

Kandang 53.333/buah 300 buah 16.000.000 10

5 Mesin pelet 12.500.000/buah 1 buah 12.500.000 10 6 Tempat makan 4.000/buah 300 buah 1.200.000 5 7 Tempat minum 4.000/buah 300 buah 1.200.000 5 8 Peralatan Kandang 1.000.000 5

Total 555.900.000 Lampiran 21. Biaya Operasional Tahun pertama Pola Usaha II

Bulan Populasi kelinci (ekor)

Kebutuhan Pakan (kg)

Nilai pakan (Rp)

Nilai Obat (Rp)

Januari - - - - Februari - - - - Maret 300 900 4.032.000 300.000 April 300 900 4.032.000 300.000 Mei 800 900 4.032.000 300.000 Juni 800 900 4.032.000 300.000 Juli 800 900 4.032.000 300.000 Agustus 800 900 4.032.000 300.000 September 800 900 4.032.000 300.000 Oktober 800 900 4.032.000 300.000 November 800 900 4.032.000 300.000 Desember 800 900 4.032.000 300.000

TOTAL 9.000 40.320.000 3.000.000

Total Biaya operasional tahun pertama Rp 43.320.000

Page 260: A08ndw

Lampiran 22. Biaya Operasional Tahun ke-2 sampai ke-4 Pola Usaha II

Bulan Populasi kelinci (ekor)

Kebutuhan Pakan (kg)

Kebutuhan pakan (Rp)

Kebutuhan Obat (Rp)

Januari 800 900 4.032.000 300 000 Februari 800 900 4.032.000 300 000 Maret 800 900 4.032.000 300 000 April 800 900 4.032.000 300 000 Mei 800 900 4.032.000 300 000 Juni 800 900 4.032.000 300 000 Juli 800 900 4.032.000 300 000 Agustus 800 900 4.032.000 300 000 September 800 900 4.032.000 300 000 Oktober 800 900 4.032.000 300 000 November 800 900 4.032.000 300 000 Desember 800 900 4.032.000 300 000

TOTAL 10 800 48 384 000 3 600 000

Total Biaya operasional tahun ke-2 – ke-4 Rp 51.984.000

Lampiran 23. Biaya Tetap Tahun Pertama Pola Usaha II

No Perincian Harga (Rp/unit) Kebutuhan/Tahun Total Harga (Rp)

1 Perawatan Mesnin 100.000/bulan 10 bulan 1.000.000 2 Perawatan kandang 100.000/3 bulan 3 periode 300.000 3 Gaji Karyawan 1.600.000/bulan 10 bulan 16.000.000 4 Upah Karyawan Lepas 900.000/bulan 10 bulan 9.000.000 5 Makan dan Rokok 1.050.000/bulan 10 bulan 10.500.000 6 Pulsa atau biaya telpon 50.000/bulan 10 bulan 500.000 7 Listrik 30.000/bulan 10 bulan 300.000 8 Air 25.000/bulan 10 bulan 250.000

Total 37.850.000

Page 261: A08ndw

Lampiran 24. Biaya Tetap Tahun Ke-2 samapi Ke-4 Pola Usaha II

No Perincian Harga (Rp/unit) Kebutuhan/Tahun Total Harga (Rp)

1 Perawatan Mesnin 100.000/bulan 12 bulan 1.200.000 2 Perawatan kandang 100.000/3 bulan 4 periode 400.000 3 Gaji Karyawan 1.600.000/bulan 12 bulan 19.200.000 4 Upah Karyawan Lepas 900.000/bulan 12 bulan 10.800.000 6 Makan dan Rokok 1 050.000/bulan 12 bulan 12.600.000 6 Pulsa atau biaya telpon 50.000/bulan 12 bulan 600.000 7 Listrik 30.000/bulan 12 bulan 360.000 8 Air 25.000/bulan 12 bulan 300.000

Total 45.460.000

Lampiran 25. Nilai Sisa pada pola usaha III

Keterangan

Biaya Investasi

Umur ekonomis Penyusutan/thn

Nilai sisa pada th

ke-4 Indukan betina 30.000.000 5 7.500.000 0 Indukan jantan 7.500.000 7 1.071.429 2.142.857 Lahan 24.000.000 10 0 24.000.000 Bangunan dan Kandang 16.000.000 10 1.600.000 8.000.000 Tempat makan dan minum 2.400.000 5 600.000 0

Peralatan Kandamg 1.000.000 5 250.000 0 Total nilai sisa 34.142.857

Lampiran 26. Biaya Investasi Pola Usaha III

No Perincian Harga (Rp/unit) Jumlah (unit)

Total Harga (Rp)

Umur Ekonomis (Tahun)

1 Indukan betina 150.000/ekor 200 ekor 30.000.000 5 2 Indukan jantan 150.000/ekor 50 ekor 7.500.000 7 3 Lahan 100.000/m2 240 m2 24.000.000 10 4 Bangunan dan

Kandang 53.333/buah 300 buah 16.000.000 10

6 Tempat makan 4.000/buah 300 buah 1.200.000 5 7 Tempat minum 4.000/buah 300 buah 1.200.000 5 8 Peralatan Kandang 1.000.000

Total 80.900.000

Page 262: A08ndw

Lampiran 27. Biaya Operasional Tahun pertama Pola Usaha III

Bulan Populasi kelinci (ekor)

Kebutuhan Pakan (kg) (jmlh kelinci

disapih x 0.1kg x 30 hr)

Nilai pakan (Rp)

(pakan kg x Rp 2480)

Nilai Obat (Rp)

(jmlh kelinci disapih x Rp

500) Januari - - - - Februari - - - Maret 300 900 2.232.000 150.000 April 300 900 2.232.000 150.000 Mei 800 900 2.232.000 150.000 Juni 1.300 2.400 5.952.000 400.000 Juli 1.800 3.900 9.672.000 650.000 Agustus 1.800 3.900 9.672.000 650.000 September 1.800 3.900 9.672.000 650.000 Oktober 1.800 3.900 9.672.000 650.000 November 1.800 3.900 9.672.000 650.000 Desember 1.800 3.900 9.672.000 650.000 TOTAL 28.500 70.680.000 4.750.000

Total Biaya operasional tahun pertama Rp 75 930 000 Lampiran 28. Biaya Operasional Tahun ke-2 sampai ke-4 Pola Usaha III

Bulan Populasi kelinci (ekor)

Kebutuhan Pakan (kg) (jmlh kelinci

disapih x 0.1kg x 30 hr)

Kebutuhan pakan (Rp)

(pakan kg x Rp 2480)

Kebutuhan Obat (Rp)

(jmlh kelinci disapih x Rp

500) Januari 1.800 3.900 9.672.000 650.000 Februari 1.800 3.900 9.672.000 650.000 Maret 1.800 3.900 9.672.000 650.000 April 1.800 3.900 9.672.000 650.000 Mei 1.800 3.900 9.672.000 650.000 Juni 1.800 3.900 9.672.000 650.000 Juli 1.800 3.900 9.672.000 650.000 Agustus 1.800 3.900 9.672.000 650.000 September 1.800 3.900 9.672.000 650.000 Oktober 1.800 3.900 9.672.000 650.000 November 1.800 3.900 9.672.000 650.000 Desember 1.800 3.900 9.672.000 650.000 TOTAL 46.800 116.064.000 7.800.000

Total Biaya operasional tahun pertama Rp 125 040 000

Page 263: A08ndw

Lampiran 29. Biaya Tetap Tahun Pertama Pola Usaha III

No Perincian Harga (Rp/unit) Kebutuhan/Tahun Total Harga (Rp)

1 Perawatan kandang 100.000/3 bulan 3 periode 300.000 2 Gaji Karyawan 1.600.000/bulan 10 bulan 16.000.000 3 Makan dan Rokok 1.050.000/bulan 10 bulan 10.500.000 4 Pulsa atau biaya telpon 50.000/bulan 10 bulan 500.000 5 Listrik 30.000/bulan 10 bulan 300.000 6 Air 25.000/bulan 10 bulan 250.000

Total 27.850.000 Lampiran 30. Biaya Tetap Tahun Ke-2 samapi Ke-4 Pola Usaha III

No Perincian Harga (Rp/unit)

Kebutuhan/Tahun

Total Harga (Rp)

1 Perawatan kandang 100 000/3 bulan 4 periode 400.000 2 Gaji Karyawan 1.600.000/bulan 12 bulan 19.200.000 3 Makan dan Rokok 1.050.000/bulan 12 bulan 12.600.000 4 Pulsa atau biaya telpon 50.000/bulan 12 bulan 600.000 5 Listrik 30.000/bulan 12 bulan 360.000 6 Air 25.000/bulan 12 bulan 300.000

Total 33.460.000

Page 264: A08ndw

Lampiran 31. Cashflow Pola Usaha I

Uraian Tahun 1 2 3 4 5

A. Inflow Benih (Anakan) 175.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 Penjualan Pedaging 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 Nilai sisa

66.821.429

Total Inflow 265.000.000 516.000.000 516.000.000 516.000.000 582.821.429 B. Outflow Biaya Investasi Indukan betina 400.000.000 Indukan jantan 100.000.000 Lahan 24.000.000 Bangunan dan Kandang 16.000.000 Mesin Pelet 12.500.000 Tempat makan dan minum 2.400.000 Peralatan kandang 1.000.000 Total biaya investasi 555.900.000 Biaya Operasional Pakan (Pelet) 40.320.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 Obat 3.000.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 Pembelian pedaging 75.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 Total biaya operasional 118.320.000 231.984.000 231.984.000 231.984.000 231.984.000 Biaya Tetap Perawatan mesin 1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Upah Karyawan lepas 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 Total Outflow 712.070.000 277.444.000 277.444.000 277.444.000 277.444.000 Benefit -447.070.000 238.556.000 238.556.000 238.556.000 305.377.429 DF 8% 0.925925926 0.85733882 0.79383224 0.73502985 0.6805832 PV DF 8% -413.953.704 204.523.320 189.373.444 175.345.782 207.834.747 Net B/C 1,88 IRR 31% NPV 363.123.588 payback periode 3,17

Page 265: A08ndw

Lampiran 32. Laporan Laba Rugi Pola Usaha I

URAIAN Tahun 1 2 3 4 5

A. Inflow Benih (Anakan) 175.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 Penjualan Pedaging 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 Nilai sisa

39.107.143

Total Inflow 265.000.000 516.000.000 516.000.000 516.000.000 555.107.143 B. Outflow Biaya Operasional Pakan (Pelet) 40.320.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 Obat 3.000.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 Pembelian pedaging 75.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 Total biaya operasional 118.320.000 231.984.000 231.984.000 231.984.000 231.984.000 Biaya Tetap Perawatan mesin 1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Upah Karyawan lepas 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 Total Outflow 156.170.000 277.444.000 277.444.000 277.444.000 277.444.000 Manfaat Bersih sebelum pajak 108.830.000 238.556.000 238.556.000 238.556.000 277.663.143 Pajak 32.649.000 71.566.800 71.566.800 71.566.800 83.298.943 Manfaat Bersih setelah pajak 76.181.000 166.989.200 166.989.200 166.989.200 194.364.200

Page 266: A08ndw

Lampiran 33. Cashflow Switching value Penurunan Harga Anakan Pola Usaha I

Uraian Tahun 1 2 3 4 5

A. Inflow Benih (Anakan) 116.270.000 199.320.000 199.320.000 199.320.000 199.320.000 Penjualan Pedaging 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 Nilai sisa

66.821.429

Total Inflow 206.270.000 415.320.000 415.320.000 415.320.000 482.141.429 B. Outflow Biaya Investasi Indukan betina 400.000.000 Indukan jantan 100.000.000 Lahan 24.000.000 Bangunan dan Kandang 16.000.000 Mesin Pelet 12.500.000 Tempat makan dan minum 2.400.000 Peralatan kandang 1.000.000 Total biaya investasi 555.900.000 Biaya Operasional Pakan (Pelet) 40.320.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 Obat 3.000.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 Pembelian pedaging 75.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 Total biaya operasional 118.320.000 231.984.000 231.984.000 231.984.000 231.984.000 Biaya Tetap Perawatan mesin 1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Upah Karyawan lepas 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 Total Outflow 712.070.000 277.444.000 277.444.000 277.444.000 277.444.000 Benefit -505.800.000 137.876.000 137.876.000 137.876.000 204.697.429 DF 8% 0.925925926 0.85733882 0.793832241 0.735029853 0.680583197 PV DF 8% -468.333.333 118.206.447 109.450.414 101.342.976 139.313.630 Net B/C 1,00 IRR 0% NPV (19.866) payback periode 16,19

Page 267: A08ndw

Lampiran 34. Laporan Laba Rugi Switching value Penurunan Harga Anakan Pola

usaha I

URAIAN Tahun 1 2 3 4 5

A. Inflow Benih (Anakan) 116.270.000 199.320.000 199.320.000 199.320.000 199.320.000 Penjualan Pedaging 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 Nilai sisa

39.107.143

Total Inflow 206.270.000 415.320.000 415.320.000 415.320.000 454.427.143 B. Outflow Biaya Operasional Pakan (Pelet) 40.320.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 Obat 3.000.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 Pembelian pedaging 75.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 Total biaya operasional 118.320.000 231.984.000 231.984.000 231.984.000 231.984.000 Biaya Tetap Perawatan mesin 1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Upah Karyawan lepas 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 Total Outflow 156.170.000 277.444.000 277.444.000 277.444.000 277.444.000 Manfaat Bersih sebelum pajak 50.100.000 137.876.000 137.876.000 137.876.000 176.983.143 Pajak 7.515.000 41.362.800 41.362.800 41.362.800 53.094.943 Manfaat Bersih setelah pajak 42.585.000 96.513.200 96.513.200 96.513.200 123.888.200

Page 268: A08ndw

Lampiran 35. Cashflow Switching value Peningkatan Harga Indukan Pola Usaha I

Uraian Tahun 1 2 3 4 5

A. Inflow Benih (Anakan) 175.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 Penjualan Pedaging 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 Nilai sisa

90.215.714

Total Inflow 265.000.000 516.000.000 516.000.000 516.000.000 606.215.714 B. Outflow Biaya Investasi Indukan betina 727.520.000 Indukan jantan 181.880.000 Lahan 24.000.000 Bangunan dan Kandang 16.000.000 Mesin Pelet 12.500.000 Tempat makan dan minum 2.400.000 Peralatan kandang 1.000.000 Total biaya investasi 965.300.000 Biaya Operasional Pakan (Pelet) 40.320.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 Obat 3.000.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 Pembelian pedaging 75.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 Total biaya operasional 118.320.000 231.984.000 231.984.000 231.984.000 231.984.000 Biaya Tetap Perawatan mesin 1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Upah Karyawan lepas 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 Total Outflow 1.121.470.000 277.444.000 277.444.000 277.444.000 277.444.000 Benefit -856.470.000 238.556.000 238.556.000 238.556.000 328.771.714 DF 8% 0.925925926 0.85733882 0.793832241 0.735029853 0.680583197 PV DF 8% -793.027.778 204.523.320 189.373.444 175.345.782 223.756.504 Net B/C 1,00 IRR 0% NPV (28.728) payback periode 11,87

Page 269: A08ndw

Lampiran 36. Laporan Laba Rugi Switching value Peningkatan Harga Indukan Pola

Usaha I

URAIAN Tahun 1 2 3 4 5

A. Inflow Benih (Anakan) 175.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 Penjualan Pedaging 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 Nilai sisa

39.107.143

Total Inflow 265.000.000 516.000.000 516.000.000 516.000.000 555.107.143 B. Outflow Biaya Operasional Pakan (Pelet) 40.320.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 Obat 3.000.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 Pembelian pedaging 75.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 Total biaya operasional 118.320.000 231.984.000 231.984.000 231.984.000 231.984.000 Biaya Tetap Perawatan mesin 1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Upah Karyawan lepas 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 Total Outflow 156.170.000 277.444.000 277.444.000 277.444.000 277.444.000 Manfaat Bersih sebelum pajak 108.830.000 238.556.000 238.556.000 238.556.000 277.663.143 Pajak 32.649.000 71.566.800 71.566.800 71.566.800 83.298.943 Manfaat Bersih setelah pajak 76.181.000 166.989.200 166.989.200 166.989.200 194.364.200

Page 270: A08ndw

Lampiran 37. Cashflow Switching value Penurunan Produksi Anakan Pola Usaha I

Uraian Tahun 1 2 3 4 5

A. Inflow Benih (Anakan) 116.270.000 199.320.000 199.320.000 199.320.000 199.320.000 Penjualan Pedaging 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 Nilai sisa

66.821.429

Total Inflow 206.270.000 415.320.000 415.320.000 415.320.000 482.141.429 B. Outflow Biaya Investasi Indukan betina 400.000.000 Indukan jantan 100.000.000 Lahan 24.000.000 Bangunan dan Kandang 16.000.000 Mesin Pelet 12.500.000 Tempat makan dan minum 2.400.000 Peralatan kandang 1.000.000 Total biaya investasi 555.900.000 Biaya Operasional Pakan (Pelet) 40.320.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 Obat 3.000.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 Pembelian pedaging 75.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 Total biaya operasional 118.320.000 231.984.000 231.984.000 231.984.000 231.984.000 Biaya Tetap Perawatan mesin 1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Upah Karyawan lepas 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 Total Outflow 712.070.000 277.444.000 277.444.000 277.444.000 277.444.000 Benefit -505.800.000 137.876.000 137.876.000 137.876.000 204.697.429 DF 8% 0.925925926 0.85733882 0.793832241 0.735029853 0.680583197 PV DF 8% -468.333.333 118.206.447 109.450.414 101.342.976 139.313.630 Net B/C 1,00 IRR 0% NPV (19.866) payback periode 16,19

Page 271: A08ndw

Lampiran 38. Laporan Laba Rugi Switching value Penurunan Produksi Anakan Pola

Usaha I

URAIAN Tahun 1 2 3 4 5

A. Inflow Benih (Anakan) 116.270.000 199.320.000 199.320.000 199.320.000 199.320.000 Penjualan Pedaging 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 Nilai sisa

39.107.143

Total Inflow 206.270.000 415.320.000 415.320.000 415.320.000 454.427.143 B. Outflow Biaya Operasional Pakan (Pelet) 40.320.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 Obat 3.000.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 Pembelian pedaging 75.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 Total biaya operasional 118.320.000 231.984.000 231.984.000 231.984.000 231.984.000 Biaya Tetap Perawatan mesin 1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Upah Karyawan lepas 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 Total Outflow 156.170.000 277.444.000 277.444.000 277.444.000 277.444.000 Manfaat Bersih sebelum pajak 50.100.000 137.876.000 137.876.000 137.876.000 176.983.143 Pajak 7.515.000 41.362.800 41.362.800 41.362.800 53.094.943 Manfaat Bersih setelah pajak 42.585.000 96.513.200 96.513.200 96.513.200 123.888.200

Page 272: A08ndw

Lampiran 39. Cashflow Peningkatan Harga Pakan Pola Usaha I

Uraian Tahun 1 2 3 4 5

A. Inflow Benih (Anakan) 175.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 Penjualan Pedaging 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 Nilai sisa

66.821.429

Total Inflow 265.000.000 516.000.000 516.000.000 516.000.000 582.821.429 B. Outflow Biaya Investasi Indukan betina 400.000.000 Indukan jantan 100.000.000 Lahan 24.000.000 Bangunan dan Kandang 16.000.000 Mesin Pelet 12.500.000 Tempat makan dan minum 2.400.000 Peralatan kandang 1.000.000 Total biaya investasi 555.900.000 Biaya Operasional Pakan (Pelet) 119.157.696 142.989.235 142.989.235 142.989.235 142.989.235 Obat 3.000.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 Pembelian pedaging 75.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 Total biaya operasional 197.157.696 326.589.235 326.589.235 326.589.235 326.589.235 Biaya Tetap Perawatan mesin 1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Upah Karyawan lepas 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 Total Outflow 790.907.696 372.049.235 372.049.235 372.049.235 372.049.235 Benefit -525.907.696 143.950.765 143.950.765 143.950.765 210.772.193 DF 8% 0.925925926 0.85733882 0.793832241 0.735029853 0.680583197 PV DF 8% -486.951.570 123.414.579 114.272.758 105.808.109 143.448.013 Net B/C 1,00 IRR 0% NPV (8.111) payback periode 19,53

Page 273: A08ndw

Lampiran 40. Laporan Laba Rugi Sitching Value Peningkatan Usaha I

URAIAN Tahun 1 2 3 4 5

A. Inflow Benih (Anakan) 175.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 Penjualan Pedaging 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 Nilai sisa

39.107.143

Total Inflow 265.000.000 516.000.000 516.000.000 516.000.000 555.107.143 B. Outflow Biaya Operasional Pakan (Pelet) 119.157.696 142.989.235 142.989.235 142.989.235 142.989.235 Obat 3.000.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 Pembelian pedaging 75.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000 Total biaya operasional 197.157.696 326.589.235 326.589.235 326.589.235 326.589.235 Biaya Tetap Perawatan mesin 1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Upah Karyawan lepas 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 Total Outflow 235.007.696 372.049.235 372.049.235 372.049.235 372.049.235 Manfaat Bersih sebelum pajak 29.992.304 143.950.765 143.950.765 143.950.765 183.057.908 Pajak 2.999.230 43.185.229 43.185.229 43.185.229 54.917.372 Manfaat Bersih setelah pajak 26.993.074 100.765.535 100.765.535 100.765.535 128.140.535

Page 274: A08ndw

Lampiran 41. Cashflow Pola Usaha II Uraian Tahun 1 2 3 4 5 A. Inflow Benih (Anakan) 175.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 Nilai sisa

66.821.429

Total Inflow 175.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 366.821.429 B. Outflow Biaya Investasi Indukan betina 400.000.000 Indukan jantan 100.000.000 Lahan 24.000.000 Bangunan dan Kandang 16.000.000 Tempat makan dan minum 2.400.000 Mesin Pelet 12.500.000 Peralatan Kandang 1.000.000 Total biaya investasi 555.900.000 Biaya Operasional Pakan (Pelet) 40.320.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 Obat 3.000.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 Total biaya operasional 43.320.000 51.984.000 51.984.000 51.984.000 51.984.000 Biaya Tetap Perawatan mesin 1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Upah Karyawan lepas 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 Total Outflow 637.070.000 97.444.000 97.444.000 97.444.000 97.444.000 Benefit -462.070.000 202.556.000 202.556.000 202.556.000 269.377.429 DF 8% 0.925925926 0.85733882 0.793832241 0.735029853 0.6805832 PV DF 8% -427.842.593 173.659.122 160.795.483 148.884.707 183.333.752 Net B/C 1,56 IRR 20% NPV 238.830.471 Payback Periode 2,47

Page 275: A08ndw

Lampiran 42. Laporan Laba Rugi Pola Usaha II

URAIAN Tahun

1 2 3 4 5 A. Inflow Benih (Anakan) 175.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 Nilai sisa

39.107.143

Total Inflow 175.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 339.107.143 B. Outflow Biaya Operasional Pakan (Pelet) 40.320.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 Obat 3.000.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 Total biaya operasional 43.320.000 51.984.000 51.984.000 51.984.000 51.984.000 Biaya Tetap Perawatan mesin 1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Upah Karyawan lepas 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 Total Outflow 81.170.000 97.444.000 97.444.000 97.444.000 97.444.000 Manfaat Bersih Sebelum Pajak 93.830.000 202.556.000 202.556.000 202.556.000 241.663.143 pajak 14.074.500 60.766.800 60.766.800 60.766.800 72.498.943 Manfaat bersih setelah pajak 79.755.500 141.789.200 141.789.200 141.789.200 169.164.200

Page 276: A08ndw

Lampiran 43. Cashflow Penurunan Harga Anakan Pola Usaha II Uraian Tahun 1 2 3 4 5 A. Inflow Benih (Anakan) 136.360.000 233.760.000 233.760.000 233.760.000 233.760.000 Nilai sisa

66.821.429

Total Inflow 136.360.000 233.760.000 233.760.000 233.760.000 300.581.429 B. Outflow Biaya Investasi Indukan betina 400.000.000 Indukan jantan 100.000.000 Lahan 24.000.000 Bangunan dan Kandang 16.000.000 Tempat makan dan minum 2.400.000 Mesin Pelet 12.500.000 Peralatan Kandang 1.000.000 Total biaya investasi 555.900.000 Biaya Operasional Pakan (Pelet) 40.320.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 Obat 3.000.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 Total biaya operasional 43.320.000 51.984.000 51.984.000 51.984.000 51.984.000 Biaya Tetap Perawatan mesin 1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Upah Karyawan lepas 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 Total Outflow 637.070.000 97.444.000 97.444.000 97.444.000 97.444.000 Benefit -500.710.000 136.316.000 136.316.000 136.316.000 203.137.429 DF 8% 0.925925926 0.85733882 0.793832241 0.735029853 0.680583197 PV DF 8% -463.620.370 116.868.999 108.212.036 100.196.329 138.251.921 Net B/C 1,00 IRR 0% NPV (91.086) Payback Periode 9,22

Page 277: A08ndw

Lampiran 44. Laporan Laba Rugi Switching value Penurunan Harga Anakan

Pola Usaha II

URAIAN Tahun

1 2 3 4 5 A. Inflow Benih (Anakan) 136.360.000 233.760.000 233.760.000 233.760.000 233.760.000 Nilai sisa

39.107.143

Total Inflow 136.360.000 233.760.000 233.760.000 233.760.000 272.867.143 PENGELUARAN Biaya Operasional Pakan (Pelet) 40.320.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 Obat 3.000.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 Total biaya operasional 43.320.000 51.984.000 51.984.000 51.984.000 51.984.000 Biaya Tetap Perawatan mesin 1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Upah Karyawan lepas 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 Total Outflow 81.170.000 97.444.000 97.444.000 97.444.000 97.444.000 Laba bersih Sebelum Pajak 55.190.000 136.316.000 136.316.000 136.316.000 175.423.143

Pajak 8.278.500 40.894.800 40.894.800 40.894.800 52.626.943 Manfaat bersih setelah pajak 46.911.500 95.421.200 95.421.200 95.421.200 122.796.200

Page 278: A08ndw

Lampiran 45. Cashflow Switching value Peningkatan Indukan Pola Usaha II Uraian Tahun 1 2 3 4 5 A. Inflow Benih (Anakan) 175.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 Nilai sisa

82.207.143

Total Inflow 175.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 382.207.143 B. Outflow Biaya Investasi Indukan betina 615.400.000 Indukan jantan 153.850.000 Lahan 24.000.000 Bangunan dan Kandang 16.000.000 Tempat makan dan minum 2.400.000 Mesin Pelet 12.500.000 Peralatan Kandang 1.000.000 Total biaya investasi 825.150.000 Biaya Operasional Pakan (Pelet) 40.320.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 Obat 3.000.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 Total biaya operasional 43.320.000 51.984.000 51.984.000 51.984.000 51.984.000 Biaya Tetap Perawatan mesin 1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Upah Karyawan lepas 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 Total Outflow 906.320.000 97.444.000 97.444.000 97.444.000 97.444.000 Benefit -731.320.000 202.556.000 202.556.000 202.556.000 284.763.143 DF 8% 0.925925926 0.85733882 0.793832241 0.735029853 0.680583197 PV DF 8% -677.148.148 173.659.122 160.795.483 148.884.707 193.805.010 Net B/C 1,00 IRR 0% NPV (3.826) Payback Periode 8,04

Page 279: A08ndw

Lampiran 46. Laporan Laba Rugi Switching value Peningkatan Harga Indukan

Pola Usaha II

URAIAN Tahun

1 2 3 4 5 A. Inflow Benih (Anakan) 175.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 Nilai sisa

39.107.143

Total Inflow 175.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 339.107.143 B. Outflow Biaya Operasional Pakan (Pelet) 40.320.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 Obat 3.000.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 Total biaya operasional 43.320.000 51.984.000 51.984.000 51.984.000 51.984.000 Biaya Tetap Perawatan mesin 1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Upah Karyawan lepas 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 Total Outflow 81.170.000 97.444.000 97.444.000 97.444.000 97.444.000 Manfaat bersih sebelum pajak 93.830.000 202.556.000 202.556.000 202.556.000 241.663.143 Pajak 14.074.500 60.766.800 60.766.800 60.766.800 72.498.943 Manfaat bersih setelah pajak 79.755.500 141.789.200 141.789.200 141.789.200 169.164.200

Page 280: A08ndw

Lampiran 47. Cashflow Switching value Penurunan Produksi Anakan Pola Usaha II Uraian Tahun 1 2 3 4 5 A. Inflow Benih (Anakan) 136.360.000 233.760.000 233.760.000 233.760.000 233.760.000 Nilai sisa

66.821.429

Total Inflow 136.360.000 233.760.000 233.760.000 233.760.000 300.581.429 B. Outflow Biaya Investasi Indukan betina 400.000.000 Indukan jantan 100.000.000 Lahan 24.000.000 Bangunan dan Kandang 16.000.000 Tempat makan dan minum 2.400.000 Mesin Pelet 12.500.000 Peralatan Kandang 1.000.000 Total biaya investasi 555.900.000 Biaya Operasional Pakan (Pelet) 40.320.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 Obat 3.000.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 Total biaya operasional 43.320.000 51.984.000 51.984.000 51.984.000 51.984.000 Biaya Tetap Perawatan mesin 1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Upah Karyawan lepas 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 Total Outflow 637.070.000 97.444.000 97.444.000 97.444.000 97.444.000 Benefit -500.710.000 136.316.000 136.316.000 136.316.000 203.137.429 DF 8% 0.925925926 0.85733882 0.793832241 0.735029853 0.680583197 PV DF 8% -463.620.370 116.868.999 108.212.036 100.196.329 138.251.921 Net B/C 1,00 IRR 0% NPV (91.086) Payback Periode 9,22

Page 281: A08ndw

Lampiran 48. Laporan Laba Rugi Switching value Penurunan Produksi Anakan Pola Usaha II

URAIAN Tahun

1 2 3 4 5 A. Inflow Benih (Anakan) 136.360.000 233.760.000 233.760.000 233.760.000 233.760.000 Nilai sisa

39.107.143

Total Inflow 136.360.000 233.760.000 233.760.000 233.760.000 272.867.143 PENGELUARAN Biaya Operasional Pakan (Pelet) 40.320.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 48.384.000 Obat 3.000.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 Total biaya operasional 43.320.000 51.984.000 51.984.000 51.984.000 51.984.000 Biaya Tetap Perawatan mesin 1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Upah Karyawan lepas 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 Total Outflow 81.170.000 97.444.000 97.444.000 97.444.000 97.444.000 Laba bersih Sebelum Pajak 55.190.000 136.316.000 136.316.000 136.316.000 175.423.143

Pajak 8.278.500 40.894.800 40.894.800 40.894.800 52.626.943 Manfaat bersih setelah pajak 46.911.500 95.421.200 95.421.200 95.421.200 122.796.200

Page 282: A08ndw

Lampiran 49. Cashflow Switching value Peningkatan Harga Pakan Pola Usaha II Uraian Tahun 1 2 3 4 5 A. Inflow Benih (Anakan) 175.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 Nilai sisa

66.821.429

Total Inflow 175.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 366.821.429 B. Outflow Biaya Investasi Indukan betina 400.000.000 Indukan jantan 100.000.000 Lahan 24.000.000 Bangunan dan Kandang 16.000.000 Tempat makan dan minum 2.400.000 Mesin Pelet 12.500.000 Peralatan Kandang 1.000.000 Total biaya investasi 555.900.000 Biaya Operasional Pakan (Pelet) 92.171.520 110.605.824 110.605.824 110.605.824 110.605.824 Obat 3.000.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 Total biaya operasional 95.171.520 114.205.824 114.205.824 114.205.824 114.205.824 Biaya Tetap Perawatan mesin 1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Upah Karyawan lepas 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 Total Outflow 688.921.520 159.665.824 159.665.824 159.665.824 159.665.824 Benefit -513.921.520 140.334.176 140.334.176 140.334.176 207.155.605 DF 8% 0.925925926 0.85733882 0.793832241 0.735029853 0.680583197 PV DF 8% -475.853.259 120.313.937 111.401.793 103.149.809 140.986.624 Net B/C 1,00 IRR 0% NPV (1.097) Payback Periode 11,62

Page 283: A08ndw

Lampiran 50. Laporan Laba Rugi Switching value Peningkatan Harga Pakan Pola Usaha II

URAIAN Tahun 1 2 3 4 5

A. Inflow Benih (Anakan) 175.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 Nilai sisa

39.107.143

Total Inflow 175.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 339.107.143 B. Outflow Biaya Operasional Pakan (Pelet) 92.171.520 110.605.824 110.605.824 110.605.824 110.605.824 Obat 3.000.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 Total biaya operasional 95.171.520 114.205.824 114.205.824 114.205.824 114.205.824 Biaya Tetap Perawatan mesin 1.000.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Upah Karyawan lepas 9.000.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 10.800.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 37.850.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 45.460.000 Total Outflow 133.021.520 159.665.824 159.665.824 159.665.824 159.665.824 Manfaat bersih sebelum pajak 41.978.480 140.334.176 140.334.176 140.334.176 179.441.319 Pajak 4.197.848 42.100.253 42.100.253 42.100.253 53.832.396 Manfaat bersih setelah pajak 37.780.632 98.233.923 98.233.923 98.233.923 125.608.923

Page 284: A08ndw

Lampiran 51. Cashflow Pola Usaha III Uraian Tahun 1 2 3 4 5 A. Inflow Pedaging 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 Nilai sisa

34.142.857

Total Inflow 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 250.142.857 B. Outflow Biaya Investasi Indukan siap kawin 30.000.000 Indukan jantan 7.500.000 Lahan 24.000.000 Bangunan dan Kandang 16.000.000 Tempat makan dan minum 2.400.000 Peralatan Kandang 1.000.000 Total biaya investasi 80.900.000 Biaya Operasional Pakan (Pelet) 70.680.000 116.064.000 116.064.000 116.064.000 116.064.000 Obat 4.750.000 7.800.000 7.800.000 7.800.000 7.800.000 Total biaya operasional 75.430.000 123.864.000 123.864.000 123.864.000 123.864.000 Biaya Tetap Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 27.850.000 33.460.000 33.460.000 33.460.000 33.460.000 Total Outflow 184.180.000 157.324.000 157.324.000 157.324.000 157.324.000 Benefit -94.180.000 58.676.000 58.676.000 58.676.000 92.818.857 DF 8% 0.925925926 0.85733882 0.793832241 0.735029853 0.6805832 PV DF 8.% -87.203.704 50.305.213 46.578.901 43.128.612 63.170.955 Net B/C 2,33 IRR 43% NPV 115.979.976 Payback periode 4,66

Page 285: A08ndw

Lampiran 52. Laporan Laba Rugi Pola Usaha III

URAIAN Tahun 1 2 3 4 5

A. Inflow Pedaging 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 Nilai sisa

34.142.857

Total Inflow 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 250.142.857 B. Outflow Biaya Operasional Pakan (Pelet) 70.680.000 116.064.000 116.064.000 116.064.000 116.064.000 Obat 4.750.000 7.800.000 7.800.000 7.800.000 7.800.000 Total biaya operasional 75.430.000 123.864.000 123.864.000 123.864.000 123.864.000 Biaya Tetap Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000

Total Biaya Tetap 27.850.000 33.460.000 33.460.000 33.460.000 33.460.000 Total Outflow 103.280.000 157.324.000 157.324.000 157.324.000 157.324.000 Manfaat Bersih sebelum pajak -13.280.000 58.676.000 58.676.000 58.676.000 92.818.857 Pajak 0 8.801.400 8.801.400 8.801.400 13.922.829 Manfaat Bersih setelah pajak -13.280.000 49.874.600 49.874.600 49.874.600 78.896.028

Page 286: A08ndw

Lampiran 53. Cashflow Swicthing Value Penurunan Harga Anakan Pola Usaha III

Uraian Tahun 1 2 3 4 5 A. Inflow Pedaging 75.996.000 182.390.400 182.390.400 182.390.400 182.390.400 Nilai sisa

34.142.857

Total Inflow 75.996.000 182.390.400 182.390.400 182.390.400 216.533.257 B. Outflow Biaya Investasi Indukan siap kawin 30.000.000 Indukan jantan 7.500.000 Lahan 24.000.000 Bangunan dan Kandang 16.000.000 Tempat makan dan minum 2.400.000 Peralatan Kandang 1.000.000 Total biaya investasi 80.900.000 Biaya Operasional Pakan (Pelet) 70.680.000 116.064.000 116.064.000 116.064.000 116.064.000 Obat 4.750.000 7.800.000 7.800.000 7.800.000 7.800.000 Total biaya operasional 75.430.000 123.864.000 123.864.000 123.864.000 123.864.000 Biaya Tetap Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 27.850.000 33.460.000 33.460.000 33.460.000 33.460.000 Total Outflow 184.180.000 157.324.000 157.324.000 157.324.000 157.324.000 Benefit -108.184.000 25.066.400 25.066.400 25.066.400 59.209.257 DF 8% 0.925925926 0.85733882 0.793832241 0.735029853 0.680583197 PV DF 8.% -100.170.370 21.490.398 19.898.516 18.424.552 40.296.826 Net B/C 1,00 IRR 0% NPV (60.078) Payback periode 31,02

Page 287: A08ndw

Lampiran 54. Laporan Laba Rugi Switching value Penurunan Harga Anakan Pola Usaha III

URAIAN Tahun 1 2 3 4 5

A. Inflow Pedaging 75.996.000 182.390.400 182.390.400 182.390.400 182.390.400 Nilai sisa

34.142.857

Total Inflow 75.996.000 182.390.400 182.390.400 182.390.400 216.533.257 B. Outflow Biaya Operasional Pakan (Pelet) 70.680.000 116.064.000 116.064.000 116.064.000 116.064.000 Obat 4.750.000 7.800.000 7.800.000 7.800.000 7.800.000 Total biaya operasional 75.430.000 123.864.000 123.864.000 123.864.000 123.864.000 Biaya Tetap Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 27.850.000 33.460.000 33.460.000 33.460.000 33.460.000 Total Outflow 103.280.000 157.324.000 157.324.000 157.324.000 157.324.000 Manfaat Bersih sebelum pajak -27.284.000 25.066.400 25.066.400 25.066.400 59.209.257 Pajak 0 2.506.640 2.506.640 2.506.640 8.881.389 Manfaat Bersih setelah pajak -27.284.000 22.559.760 22.559.760 22.559.760 50.327.868

Page 288: A08ndw

Lampiran 55. Cashflow Switching value Peningkatan Harga Indukan Pedaging Pola Usaha III

Uraian Tahun 1 2 3 4 5 A. Inflow Pedaging 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 Nilai sisa

41.614.357

Total Inflow 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 257.614.357 B. Outflow Biaya Investasi Indukan siap kawin 134.601.000 Indukan jantan 33.650.250 Lahan 24.000.000 Bangunan dan Kandang 16.000.000 Tempat makan dan minum 2.400.000 Peralatan Kandang 1.000.000 Total biaya investasi 211.651.250 Biaya Operasional Pakan (Pelet) 70.680.000 116.064.000 116.064.000 116.064.000 116.064.000 Obat 4.750.000 7.800.000 7.800.000 7.800.000 7.800.000 Total biaya operasional 75.430.000 123.864.000 123.864.000 123.864.000 123.864.000 Biaya Tetap Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 27.850.000 33.460.000 33.460.000 33.460.000 33.460.000 Total Outflow 314.931.250 157.324.000 157.324.000 157.324.000 157.324.000 Benefit -224.931.250 58.676.000 58.676.000 58.676.000 100.290.357 DF 8% 0.925925926 0.85733882 0.793832241 0.735029853 0.680583197 PV DF 8.% -208.269.676 50.305.213 46.578.901 43.128.612 68.255.932 Net B/C 1,00 IRR 0% NPV (1.019) Payback periode 18,37

Page 289: A08ndw

Lampiran 56. Laporan Laba Rugi Switching value Peningkatan Harga Indukan Pedaging Pola Usaha III

URAIAN Tahun 1 2 3 4 5

A. Inflow Pedaging 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 Nilai sisa

41.614.357

Total Inflow 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 257.614.357 PENGELUARAN Biaya Operasional Pakan (Pelet) 70.680.000 116.064.000 116.064.000 116.064.000 116.064.000 Obat 4.750.000 7.800.000 7.800.000 7.800.000 7.800.000 Total biaya operasional 75.430.000 123.864.000 123.864.000 123.864.000 123.864.000 Biaya Tetap Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 27.850.000 33.460.000 33.460.000 33.460.000 33.460.000 Total Outflow 103.280.000 157.324.000 157.324.000 157.324.000 157.324.000 Manfaat Bersih sebelum pajak -13.280.000 58.676.000 58.676.000 58.676.000 100.290.357 Pajak 0 8.801.400 8.801.400 8.801.400 15.043.554 Manfaat Bersih setelah pajak -13.280.000 49.874.600 49.874.600 49.874.600 85.246.803

Page 290: A08ndw

Lampiran 57. Cashflow Switching value Penurunan Produksi Pedaging Pola Usaha III

Uraian Tahun 1 2 3 4 5

A. Inflow Pedaging 75.996.000 182.390.400 182.390.400 182.390.400 182.390.400 Nilai sisa

34.142.857

Total Inflow 75.996.000 182.390.400 182.390.400 182.390.400 216.533.257 B. Outflow Biaya Investasi Indukan siap kawin 30.000.000 Indukan jantan 7.500.000 Lahan 24.000.000 Bangunan dan Kandang 16.000.000 Tempat makan dan minum 2.400.000 Peralatan Kandang 1.000.000 Total biaya investasi 80.900.000 Biaya Operasional Pakan (Pelet) 70.680.000 116.064.000 116.064.000 116.064.000 116.064.000 Obat 4.750.000 7.800.000 7.800.000 7.800.000 7.800.000 Total biaya operasional 75.430.000 123.864.000 123.864.000 123.864.000 123.864.000 Biaya Tetap Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 27.850.000 33.460.000 33.460.000 33.460.000 33.460.000 Total Outflow 184.180.000 157.324.000 157.324.000 157.324.000 157.324.000 Benefit -108.184.000 25.066.400 25.066.400 25.066.400 59.209.257 DF 8% 0.925925926 0.85733882 0.793832241 0.735029853 0.680583197 PV DF 8.% -100.170.370 21.490.398 19.898.516 18.424.552 40.296.826 Net B/C 1,00 IRR 0% NPV (60.078) Payback periode 31,02

Page 291: A08ndw

Lampiran 58. Laporan Laba Rugi Switching value Penurunan Produksi Pedaging

Pola Usaha III

URAIAN Tahun 1 2 3 4 5

A. Inflow Pedaging 75.996.000 182.390.400 182.390.400 182.390.400 182.390.400 Nilai sisa

34.142.857

Total Inflow 75.996.000 182.390.400 182.390.400 182.390.400 216.533.257 B. Outflow Biaya Operasional Pakan (Pelet) 70.680.000 116.064.000 116.064.000 116.064.000 116.064.000 Obat 4.750.000 7.800.000 7.800.000 7.800.000 7.800.000 Total biaya operasional 75.430.000 123.864.000 123.864.000 123.864.000 123.864.000 Biaya Tetap Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 27.850.000 33.460.000 33.460.000 33.460.000 33.460.000 Total Outflow 103.280.000 157.324.000 157.324.000 157.324.000 157.324.000 Manfaat Bersih sebelum pajak -27.284.000 25.066.400 25.066.400 25.066.400 59.209.257 Pajak 0 2.506.640 2.506.640 2.506.640 8.881.389 Manfaat Bersih setelah pajak -27.284.000 22.559.760 22.559.760 22.559.760 50.327.868

Page 292: A08ndw

Lampiran 59. Cashflow Switching value Peningkatan Harga Pakan

Pola Usaha III Uraian Tahun 1 2 3 4 5 A. Inflow Pedaging 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 Nilai sisa

34.142.857

Total Inflow 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 250.142.857 B. Outflow Biaya Investasi Indukan siap kawin 30.000.000 Indukan jantan 7.500.000 Lahan 24.000.000 Bangunan dan Kandang 16.000.000 Tempat makan dan minum 2.400.000 Peralatan Kandang 1.000.000 Total biaya investasi 80.900.000 Biaya Operasional Pakan (Pelet) 90.138.204 148.016.419 148.016.419 148.016.419 148.016.419 Obat 4.750.000 7.800.000 7.800.000 7.800.000 7.800.000 Total biaya operasional 94.888.204 155.816.419 155.816.419 155.816.419 155.816.419 Biaya Tetap Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 27.850.000 33.460.000 33.460.000 33.460.000 33.460.000 Total Outflow 203.638.204 189.276.419 189.276.419 189.276.419 189.276.419 Benefit -113.638.204 26.723.581 26.723.581 26.723.581 60.866.438 DF 8% 0.925925926 0.85733882 0.793832241 0.735029853 0.680583197 PV DF 8.% -105.220.559 22.911.163 21.214.040 19.642.630 41.424.675 Net B/C 1,00 IRR 0% NPV (28.051) Payback periode 35,06

Page 293: A08ndw

Lampiran 60. Laporan Laba Rugi Switching value Peningkatan Harga Pakan Pola Usaha III

URAIAN Tahun 1 2 3 4 5

A. Inflow Pedaging 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 Nilai sisa

33.357.143

Total Inflow 90.000.000 216.000.000 216.000.000 216.000.000 249.357.143 B. Outflow Biaya Operasional Pakan (Pelet) 90.138.204 148.016.419 148.016.419 148.016.419 148.016.419 Obat 4.750.000 7.800.000 7.800.000 7.800.000 7.800.000 Total biaya operasional 94.888.204 155.816.419 155.816.419 155.816.419 155.816.419 Biaya Tetap Perawatan kandang 300.000 400.000 400.000 400.000 400.000 Gaji Karyawan 16.000.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 Makan dan rokok 10.500.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 Pulsa atau biaya telpon 500.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Listrik 300.000 360.000 360.000 360.000 360.000 Air 250.000 300.000 300.000 300.000 300.000 Total Biaya Tetap 27.850.000 33.460.000 33.460.000 33.460.000 33.460.000 Total Outflow 122.738.204 189.276.419 189.276.419 189.276.419 189.276.419 Manfaat Bersih sebelum pajak -32.738.204 26.723.581 26.723.581 26.723.581 60.080.724 Pajak 0 2.672.358 2.672.358 2.672.358 9.012.109 Manfaat Bersih setelah pajak -32.738.204 24.051.223 24.051.223 24.051.223 51.068.615

Page 294: A08ndw

Lampiran 61. Daftar Pertanyaan Pengarah

Daftar Pertanyaan Pengarah

A. Identitas Perusahaan

1. Nama Perusahaan :

2. Pemilik Perusahaan :

3. Alamat Perusahaan :

4. Telp/hp :

5. Tanggal Berdiri :

6. Status perusahaan (ijin) :

B. Biaya Investasi

• Lahan

No. Uraian Jumlah/ luas (m2)

Harga Satuan (Rp)

Nilai (Rp) Umur Ekonomis

1. Luas lahan (m2) 2. Beli/sewa (Rp)

• Kandang

No. Uraian Jumlah/ luas(m2)

Harga satuan (Rp)

Nilai (Rp) Umur Ekonomis

1. Jumlah kandang (buah) 2. Luas kandang (m2) 3. Biaya pembuatan/sewa

(Rp)

4. Daya tampung kelinci (ekor)

Page 295: A08ndw

• Bangunan

No. Uraian Jumlah/ luas(m2)

Harga satuan (Rp)

Nilai (Rp) Umur Ekonomis

1. Jumlah kandang (buah) 2. Luas kandang (m2) 3. Biaya pembuatan/sewa

(Rp)

4. Daya tampung kandang (ekor)

• Peralatan pendukung

No. Uraian Jumlah Harta satuan (Rp)

Nilai (Rp) Umur Ekonomis

cangkul

Ember Pisau Sabit Sarung tangan masker

B. Biaya Operasional

• Benih kelinci

No. Uraian Jumlah/ ukuran

Harga satuan (Rp)

Nilai (Rp) Umur Ekonomis

1. Jumlah (ekor) 2. Ukuran benih (cm) 3. Harga beli (Rp)

• Pakan dan konsentrat

No. Uraian Jumlah (kg)

Harga satuan (Rp)

Nilai (Rp) Umur Ekonomis

1. 2. 3.

Page 296: A08ndw

• Vitamin dan OBat

No. Uraian Jumlah (kg)

Harga satuan (Rp)

Nilai (Rp) Umur Ekonomis

1. 2. 3.

• Pemakaian listrik

No. Uraian Jumlah Harga satuan (Rp)

Nilai (Rp) Umur Ekonomis

1. Daya (watt) 2. Biaya pemakaian/bln 3.

• Kemasan jual

No. Uraian Jumlah Harga satuan (Rp)

Nilai (Rp) Umur Ekonomis

1. Kandang kecil 2. 3. - 4.

• Transportasi

No. Uraian Jumlah Harga satuan (Rp)

Nilai (Rp) Umur Ekonomis

1. Jenis kendaraan - mobil bak terbuka - mobil box

2. Jumlah 3. Harga beli/sewa (Rp)

Page 297: A08ndw

C. Biaya Tetap

• Perawatan kandang

No. Uraian Kali/ bulan

Harga satuan (Rp) Nilai (Rp)

1. Intensitas perawatan 2. Biaya perawatan

• Tenaga kerja

No. Uraian Jumlah Gaji/bulan (Rp) Nilai (Rp) 1. Tenaga kerja pria 2. Tenaga kerja wanita 3. Manajer

• vaksinasi

D. Aspek Pasar

1. Kemana tujuan pasar tujuan penjualan kelinci?

2. Berapa proporsi penjualan untuk tiap pasar? (optional)

3. Berapa jumlah permintaan pasar?

4. Bagaimana persaingan yang dihadapi perusahaan?

a. jumlah perusahaan pesaing

b. diversifikasi produk dengan pesaing

c. perbandingan harga dengan pesaing

d. lainnya .....

5. Bagaimana perkiraan penjualan di masa datang?

Page 298: A08ndw

E. Aspek Sosial (insidental)

1. Dari mana sumber tenaga kerja yang digunakan?

a. keluarga

b. warga sekitar lokasi usaha

c. lainnya ....

2. Dampak usaha terhadap lingkungan sekitar?

a. ada/tidaknya limbah yang dihasilkan

b. lainnya .....

3. Bagaimana reaksi masyarakat terhadap keberadaan proyek?

a. Menolak/mendukung

b. lainnya .....

F. Aspek Manajemen

1. Bentuk organisasi/badan usaha yang dipilih?Alasan!

a. CV

b. Firma

c. PT

d. Lainnya ....

2. Struktur manajemen perusahaan?

3. Kebutuhan tenaga kerja?

G. Aspek Hukum

1. Perizinan usaha?

2. Aset/aset yang dimiliki?

Page 299: A08ndw

H. Aspek Teknis

1. Alasan pemilihan lokasi proyek?

a. Ketersediaan sumber bahan baku (benih)

b. Letak pasar yang dituju

c. Tenaga listrik dan air

d. Tenaga kerja yang dibutuhkan

e. Transportasi

f. Peraturan yang berlaku di lokasi usaha

g. Iklim dan keadaan fisik lokasi usaha

h. Sikap masyarakat

i. Rencana perluasan usaha

2. Berapa besar skala usaha yang dijalani?

3. Alasan pemilihan mesin atau peralatan yang digunakan?

4. Bagaiman proses produksi dilakukan?

5. Ketepatan penggunaan teknologi?