A. TINJAUAN PUSTAKA A. Ubi Kayueprints.mercubuana-yogya.ac.id/5581/3/BAB II.pdf · Pada pembuatan...
Transcript of A. TINJAUAN PUSTAKA A. Ubi Kayueprints.mercubuana-yogya.ac.id/5581/3/BAB II.pdf · Pada pembuatan...
5
A. TINJAUAN PUSTAKA
A. Ubi Kayu
Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) termasuk dalam famili
Euphorbiaceae merupakan tanaman yang sudah lama dikenal dan dibudidayakan
oleh masyarakat Indonesia. Ubi kayu sudah lama dikenal di Indonesia sebagai
tanaman sumber karbohidrat. Setiap bagian tanaman ubi kayu telah dimanfaatkan,
dari umbi, kulit, batang hingga daunnya. Daun ubi kayu digunakan untuk sayur
mayur, batang ubi kayu untuk perkembangbiakan secara stek atau tanaman pagar,
kulit ubi kayu diolah menjadi keripik, sedangkan umbi ubi kayu telah banyak
diproses menjadi bermacam-macam produk antara lain tepung singkong, tapioka,
bioetanol, nata, tiwul, ceriping dan berbagai makanan kecil lainnya (Salim, 2011).
Umur simpan ubi kayu relatif pendek, untuk itu ubi kayu diolah menjadi
geplek, tepung tapioka, oyek, tape, growol, keripik singkong dan lain-lain agar
umur simpan lebih lama (Koswara, 2013). Ubi kayu sebagian besar komponennya
adalah karbohidrat, hal ini menyebabkan ubi kayu disebut pengganti beras karena
mempunyai manfaat yang hampir sama yaitu sumber energi.
Ubi kayu merupakan sumber pangan yang memiliki kandungan
karbohidrat yang cukup tinggi. Komposisi ubi kayu dapat dilihat pada Tabel 1.
6
Tabel 1. Komposisi Kimia Ubi Kayu (dalam 100 g bahan)
Kandungan Jumlah Unit/100g
Kalori (Kal) 146
Protein (g) 1,2
Lemak (g) 0,3
Karbohidrat (g) 34,0
Zat Kapur (mg) 33
Fosfor (mg) 40
Zat besi 0,7
Thiamine (mg) 20
Air (g) 62,5
Vitamin C (mg) 38
Sumber : Salim, 2011.
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa ubi kayu sangat cocok untuk
dijadikan sebagai pangan sumber karbohidrat pengganti beras. Total karbohidrat
yang terkandung dalam beras yaitu 79,34 g / 100 g dengan kadar air sekitar 12%
atau sekitar 90,16% db (Larasati, 2013), sedangkan karbohidrat yang ada dalam
ubi kayu sebesar 34,0 g / 100 g pada kadar air sekitar 62,5% atau sekitar 90,67%
db. Sehingga apabila dibandingkan antara beras dengan ubi kayu dalam berat
kering kandungan karbohidratnya hamper sama.
Menurut Salim (2011) ubi kayu memiliki kandungan senyawa-senyawa
yang bermanfaat bagi tubuh jika dilihat dari komponen kimianya, akan tetapi ubi
kayu juga memiliki senyawa glukosida yang bersifat racun dan membentuk asam
sianida. Berdasarkan kadar asam sianida, ubi kayu digolongkan menjadi ubi kayu
manis dan ubi kayu pahit. Umbi yang rasanya manis terdapat paling sedikit 20 mg
HCN per kilogram umbi akar yang masih segar, dan 50 kali lebih banyak pada
umbi yang rasanya pahit. Pada jenis ubi kayu yang manis, proses pemasakan
7
sangat diperlukan untuk menurunkan kadar racunnya. Kadar asam sianida dapat
dikurangi dengan cara perebusan, pemanasan, pengukusan, pencucian dan
pengeringan. Ubi kayu sebelum diolah biasanya di cuci terlebih dahulu. Proses
pencucian dan perebusan merupakan teknik yang efektif untuk mengurangi racun
sianida pada ubi kayu.
Sifat fisik dan kimia ubi kayu sangat penting untuk peningkatan kualitas
hasil panen dan pengembangan produk ubi kayu. Karakteristik sifat fisik dan
kimia ubi kayu salah satunya ditentukan oleh sifat pati yang merupakan
komponen utama dari ubi kayu. Secara umum, ubi kayu segar mempunyai
komposisi kimiawi : kadar air 62%, pati 31%, serat kasar 1,5 %, kadar protein
0,5%, kadar lemak 0,2% dan kadar abu 1% (Westby,2002).
Ubi kayu memiliki periode pemanenan yang beragam, akibatnya ubi kayu
yang dihasilkan memiliki sifat fisik dan kimia yang berbeda-beda (Moorthy,
2002). Perbedaan sifat fisik dan kimia ini menyebabkan sifat fungsional pun
berbeda sehingga mengakibatkan ketidakkonsistenan bahan baku. Hal ini akan
berdampak pada produk akhir yang dihasilkan (Syamsir et al, 2011).
Berdasarkan sifat fisik dan kimia, ubi kayu merupakan umbi atau akar
pohon yang panjang dengan rata-rata 2 – 3 cm dan panjang 50 – 80 cm,
tergantung dari jenis ubi kayu yang ditanam. Sifat fisik dan kimia ubi kayu sangat
penting artinya untuk pengembangan tanaman yang mempunyai nilai ekonomi
tinggi. Karakteristik sifat fisik dan kimia ubi kayu ditentukan oleh sifat pati
sebagai komponen utama dari ubi kayu. Ubi kayu tidak memiliki periode matang
yang jelas karena ubinya terus membesar (Rubatzky and Yamaguchi,1998).
8
Akibatnya periode panen dapat beragam sehingga dihasilkan ubi kayu yang
memiliki sifat fisik dan kimia yang berbeda-beda. Sifat fisik dan kimia pati seperti
bentuk dan ukuran granula, kandungan amilosa dan kandungan komponen non
pati sangat dipengaruhi oleh faktor genetik, kondisi tempat tumbuh dan umur
tanaman (Moorthy, 2002).
Varietas ubi kayu dapat dibedakan dari rasa, warna umbi, warna kulit dan
umur, sedangkan berdasarkan warnanya dapat dibedakan menjadi varietas warna
putih dan kuning (Anonim, 1992). Tanaman ubi kayu memiliki tingkat keragaman
yang tinggi, banyaknya spesies pada genus Manihot yang mencapai spesies
Manihot utilisma L., yang biasa dijadikan sebagai tanaman pangan, selebihnya
sebagai kerabat dekat maupun kerabat liarnya (Rosyadi et al, 2014). Kementrian
Pertanian melalui Badan Litbang Pertanian telah melepas 11 varietas unggul ubi
kayu. Dari 11 varietas yang dilepas, 4 varietas sesuai untuk pangan meliputi
Adira-1, Malang-1 dan Darul Hidayah, dan 7 varietas sesuai untuk industri,
meliputi Adira-2, Adira-4, Malang-4, Malang-6, UJ-3, UJ-5, Litbang UK-2.
Selain varietas tersebut juga terdapat Varietas local seperti Ketan, Mentega,
Armini, Lanting, Darma, Cecek Ijo dan Sembung (Balitkabi,2016).
Tabel 2. Karakteristik Fisik Ubi Kayu Varietas Lokal Meni, Ketan dan Lanting
Varietas Warna Kulit Warna
Umbi
Bentuk Umbi
Luar Dalam
Meni Coklat Merah
Muda
Putih Panjang dan permukaan
halus
Ketan Coklat Putih Putih Panjang dan permukaan
halus
Lanting Coklat Putih Putih Panjang dan permukaan
bergelombang
Sumber : Pengrajin Growol Kalirejo, 2017
9
Berdasarkan varietas ubi kayu dibedakan menjadi ubi kayu varietas lokal
dan ubi kayu varietas unggulan. Jenis ubi kayu yang tidak pahit atau ubi kayu
konsumsi lebih banyak ditemukan pada varietas lokal antara lain mentega, meni,
ketan, wungu, mangler, dan sebagainya,sedangkan varietas unggul nasional ubi
kayu konsumsi antara lain adira, malang dan darul hidayah. Ubi kayu tersebut
dapat dikonsumsi karena memiliki beberapa karakter diantaranya rasa tidak pahit
dan enak, warna umbi kuning/putih, kandungan serat rendah,bentuk umbi pendek
dan kecil,kandungan pati rendah dan kadar HCN rendah. Sedangkan ubi kayu
untuk industri memiliki karakter juga diantaranya rasa pahit (tidak menjadi
masalah), warna umbi putih/kuning, kandungan serat ada yang tinggi dan ada pula
yang rendah, bentuk umbi panjang dan besar dan kadar HCN tinggi. Ubi kayu
industri, umumnya dapat dipilih varietas-varietas unggulan nasional. Sifat unggul
ubi kayu yang dimaksudkan antara lain produksi lebih dari 30 ton/ha, kadar
karbohidratantara 35% s/d 40%, umur panen pendek (kurang dari 8 bulan sudah
dapat dipanen), tahan terhadap hama dan penyakit, rasa enak dengan kadar HCN
kurang dari 80 mg/kg (Gardjito,2013).
B. Growol
Growol merupakan makanan fermentasi tradi sional yang terbuat dari
singkong yang mempunyai rasa asam. Growol mempunyai ciri sebagai makanan
yang padat, berwarna putih, berasa hambar, tidak ada penambahan bumbu-bumbu,
pulen awet dan tidak berbau kecing yang menyengat. Growol kadang-kadang
bertekstur kenyal, gelatinous (cenit-cenit, Jawa). Makanan ini tergolong makanan
10
semi basah dengan kadar air 35,52%, kadar pati 30,50% dan kadar protein 0,32%
(Maryanto, 2000). Komposisi growol dapat dilihat pada Tabel 2.
Growol merupakan makanan hasil fermentasi tradisional dari ubi kayu di
Daerah Istimewa Yogyakarta yang telah diketahui memiliki efek fungsional
dalam mencegah diare yang disebabkan oleh aktivitas sel bakteri asam laktat dan
metabolit sekunder yang dihasilkannya yang melawan sel bakteri patogen
(Lestari, 2009).
Tabel 2. Komposisi Growol
Komponen (% wb) Komposisi Growol
Air 56.74 + 0.06
Protein 8.56 + 0.06
Lemak 1.23 + 0.10
Abu 1.03 + 0.10
Karbohidrat (by different) 32.44
Sumber : Rukmini (2003).
Pada pembuatan growol ubi kayu yang telah dikupas kulitnya, dicuci dan
dipotong-potong setebal 5 cm ditempatkan dalam wadah dan direndam dalam air
sumur selama 5 hari. Selama perendaman ubi kayu yang dikenal dengan
fermentasi ini, berlangsung aktivitas bakteri asam laktat, merubah karbohidrat
kompleks ubi kayu menjadi gula, asam-asam organik rantai pendek terutama
asam laktat, CO2 , H2O2. Aktivitas bakteri tersebut juga menghasilkan flavor,
aroma dan cita rasa yang khas yaitu asam pada growol. Di dalam growol masih
terdapat sel-sel bakteri asam laktat yang biasa disebut probiotik yang diketahui
memiliki kemampuan membunuh bakteri patogen di dalam usus besar. Dengan
11
demikian di dalam usus besar adanya asam-asam organik yang berfungsi sebagai
prebiotik dan sel-sel bakteri asam laktat sebagai probiotik ini sangat bermanfaat
bagi kesehatan pencernaan khususnya dan tubuh pada umumnya. Konsumsi
growol bagi masyarakat Kulonprogo menerapkan pangan pengganti beras. Umur
simpan growol relatif singkat sekitar 3 – 5 hari (Wariyah dan Sri Luwihana,
2015).
Secara umum pembuatan growol meliputi tahapan-tahapan berikut :
a. Pengupasan dan pemotongan
Pada proses pembuatan growol mengacu pada Wariyah dan
Luwihana (2015) ubi kayu yang telah di sortasi dan di kupas kemudian
dilakukan pemotongan ubi kayu dengan ukuran + 5cm. Tahap ini bertujuan
untuk memisahkan ubi kayu dengan kulitnya. Selain itu, tahap pengupasan
juga dapat digunakan sebagai proses sortasi bahan sehingga dipilih bahan
yang berualitis baik dan belum mengalami penurunan mutu.
b. Pencucian
Pencucian bertujuan untuk memisahkan bahan dari kontaminan dan
kotoran seperti debu dan tanah yang masih melekat pada ubi kayu. Pencucian
dilakukan dengan menggunakan air yang mengalir (Wariyah dan Luwihana,
2015).
c. Fermentasi
Fermentasi dilakukan dalam bak ataupun ember terbuka dengan air yang
cukup hingga semua ubi kayu terendam dalam air.Fermentasi biasa dilakukan
hingga ubi kayu menjadi lunak dan berbau masam. Fermentasi dengan
12
perendaman menggunakan air dengan rasio 1 : 3 (b/v) atau 1 kg ubi kayu : 3
liter air (Wariyah dan Luwihana, 2015).
Perubahan yang tampak selama proses perendaman disebabkan oleh
aktivitas mikrobia yang secara potensial sudah ada didalam ubi kayu. Selama
proses perendaman terjadi fermentasi yang menyebabkan pemecahan
komponen-komponen pati menjadi lebih sederhana yang dilakukan oleh
enzim amilase maupun mikroorganisme untuk pertumbuhan dan aktivitasnya.
Selama proses fermentasi berlangsung mikrobia akan memecah pati menjadi
komponen gula-gula sederhana, sehingga kadar pati semakin lama semakin
menurun. Selain itu juga aktivitas enzim amilase yang terkandung dalam ubi
kayu akan bekerja secara optimum dalam menghidrolisis pati menjadi
komponen yang lebih sederhana (Irzam dan Harjono, 2014).
Fermentasi secara teknik dapat didefinisikan sebagai suatu proses oksidasi
anaerobik atau partial anaerobik karbohidrat yang menghasilkan alkohol serta
beberapa asam, namun banyak proses fermentasi yang menggunakan substrat
protein dan lemak (Muchtadi dan Ayustaningwarno, 2010). Fermentasi dibagi
menjadi dua, yaitu fermentasi spontan dan tidak spontan (membutuhkan
starter). Fermentasi spontan adalah fermentasi yang menggunakan media
penyeleksi, seperti garam, asam organik, asam mineral, nasi, atau pati. Media
penyeleksi akan menyeleksi bakteri patogen dan menjai media yang baik bagi
pertumbuhan bakteri selektif yang membantu jalannya fermentasi. Fermentasi
tidak spontan adalah fermentasi yang menggunakan penambahan kultur
13
organisme bersama media penyeleksi sehingga prose fermentasi bisa
berlangsung lebih cepat (Rahayu et al. 1992).
Fermentasi berasal dari bahasa latin ferfere yang artinya mendidihkan,
yaitu berdasarkan ilmu kimia terbentuknya gas-gas dari suatu cairan kimia
yang pengertiannya berbeda dengan air mendidih. Gas yang terbentuk
tersebut diantaranya karbondioksida (CO2) (Afrianti, H. L., 2004).Fermentasi
merupakan suatu cara pengolahan dengan memanfaatkan penguraian senyawa
dari bahan-bahan protein kompleks. Protein kompleks tersebut diubah atau
diurai menjadi senyawa yang lebih sederhana dengan bantuan enzim atau
mikroorganisme serta berlangsung dalam keadaan yang terkontrol
(Adawiyah, 2007). Mikroorganisme fermentatif ini umumnya adalah bakteri
asam laktat, yaitu bakteri yang mampu mengubah zat gula dalam bahan
menjadi asam, alkohol, dan karbondioksida. Bahan mengalami perubahan
rasa, aroma, tekstur dan warna dengan terjadinya fermentasi (Hidayat, 2006).
Fermentasi ubi kayu dilakukan dengan merendam ubi kayu dalam air
selam 3 – 4 hari. Akibat dari proses fermentasi adalah melembutnya ubi dan
akan hancur jika digenggam. Proses fermentasi dimulai sebagai hasil reaksi
mikroorganisme dari lingkungan. Adanya mikroorganisme yang tidak
diketahui dapat mengganggu pengontrolan proses fermentasi dan
mengakibatkan timbulnya bau yang tidak diketahui dapat mengganggu
pengontrolan proses fermentasi dan mengakibatkan timbulnya bau yang tidak
diinginkan (Achi dan Akomas, 2006).
14
Hasil fermentasi diperoleh sebagai akibat metabolisme mikroba-
mikroba pada suatu bahan pangan dalam keadaan anaerob. Mikroba yang
melakukan fermentasi membutuhkan energi yang umumnya diperoleh dari
glukosa. Dalam keadaan aerob, mikroba mengubah glukosa menjadi air, CO2
dan energi (ATP). Beberapa mikroba hanya dapat melangsungkan
metabolisme dalam keadaan anaerob dan hasilnya adalah substrat yang
setengah terurai. Hasil penguraiannya adalah air, CO2, energi dan sejumlah
asam organik lainnya, seperti asam laktat, asam asetat, etanol serta bahan-
bahan organik yang mudah menguap. Perkembangan mikroba-mikroba dalam
keadaan anaerob biasanya dicirikan sebagai proses fermentasi (Muchtadi dan
Ayustaningwarno 2010).
Pembuatan growol melalui tahap perendaman atau fermentasi ubi
kayu. Menurut Sari (2013) selama proses fermentasi ubi kayu, pada tahap
awal terjadi penurunan kadar karbohidrat. Penurunan kadar karbohidrat
disebabkan adanya degradasibohidrat oleh enzim amilase yang dihasilakan
bakteri asam laktat. Adanya mikroorganisme yang tidak diketahui dapat
menganggu pengontrolan proses fermentasi dan mengakibatkan timbulnya
bau yang tidak diinginkan (Achi dan Akomas, 2006).
Berdasarkan kebutuhan oksigen, fermentasi dapat dibedakan menjadi dua
(Afrianti, 2004) yaitu Fermentasi aerob yang dalam prosesnya memerlukan
oksigen karena dengan adanya oksigen maka mikroba dapat mencerna
glukosa menghasilkan air, CO2 dan sejumlah energi. Fermentasi anaerob
yang tidak membutuhkan adanya oksigen karena beberapa mikroba dapat
15
mencerna bahan energi tanpa adanya oksigen. Sehingga hanya sebagian dari
bahan energi yang dipecah. Mikroorganisme yang melakukan fermentasi ini
adalah yeast, beberapa jenis kapang dan bakteri.
Fermentasi aerob merupakan salah satu jenis fermentasi yang dilakukan
pada pembuatan growol karena dalam pembuatan growol proses perendaman
(fermentasi spontan) yang dilakukan dalam keadaan terbuka. Dalam
fermentasi spontan (perendaman) ubi kayu melibatkan bakteri asam laktat
yang berperan dalam merubah karakteristik produk untuk memproduksi asam
laktat, enzim spesifik, dan senyawa aromatic (Camargo et al., 1988; Demiate
et al., 1999; Marcon et al., 2006).
Dalam proses fermentasi mikroorganisme pertama kali akan menyerang
Karbohidrat lalu terhadap asam, bakteri asam laktat pada umumnya
menghasilkan sejumlah besar asam laktat dari fermentasi substrat energy
karbohidrat kebanyakn khamir. Karbohidrat untuk menghasilkan etanol
bersama sedikit produk akhir lainnya. (Afrianti, 2008). Menurut Kunaepah
(2008), ada banyak faktor yang mempengaruhi fermentasi antara lain substrat,
suhu, pH, oksigen, dan mikroba yang digunakan. Substrat dibutuhkan oleh
mikroba untuk tumbuh maupun menghasilkan produk fermentasi. Substrat
yang paling dibutuhkan mikroba untuk tumbuh dan menghasilkan produk
fermentasi adalah karbohidrat (Azizah et al, 2012) yang terdapat dalam ubi
kayu dalam bentuk pati. Mikroba yang tumbuh pada ubi kayu akan
menghasilkan enzim-enzim yang menghidrolisis pati menjadi gula dan
16
selanjutnya mengubahnya menjadi asam organik, terutama asam laktat
(Subagio, 2007).
d. Pencucian dan Pengepresan
Pencucian fermented cassava dilakukan 2 kali dengan menggunakan rasio
air 1 : 5 (b/v) atau 1 kg ubi kayu : 5 liter air, kemudian dilakukan penyaringan
dan pengepresan (Wariyah dan Luwihana, 2015). Pencucian terhadap growol
mentah (fermented cassava) bertujuan untuk menghilangkan bau tidak enak
dan melarutkan beberapa senyawa terutama senyawa racun.
e. Pengukusan
Pengukusan bertujuan untuk proses pemasakan growol. Selama
pengukusan terjadi proses gelatinisasi pati. Huang and Rooney (2001)
menyatakan bahwa gelatinisasi merupakan proses pembengkakan granula pati
ketika dipanasakan dalam media air. Gelatinisasi diawali dengan pemecahan
granula, bersifat irreversible (tidak dapat kembali) dipengaruhi oleh kondisi
pemanasan dan tipe granula pati. Proses inilah yang membentuk sifat growol.
Pengukusan merupakan pemanasan pendahuluan sebelum growol mentah
dikeringkan. Pengukusan dilakukan untuk mematangkan bahan sehingga
terjadi gelatinisasi yang merubah sifat fisik growol mentah menjadi padat.
Pada proses ini pati dan ampas dari perendaman ubi kayu mengalami proses
gelatinisasi. Amilosa dan amilopektin berpengaruh pada sifat pati yang
dihasilkan. Amilopektin merupakan komponen yang berperan penting dalam
proses gelatinisasi. Tingginya kadar amilosa dapat menurunkan kemampuan
pati untuk mengalami gelatinisasi (Williams et al, 2005).
17
f. Pengeringan
Pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan
kandungan uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Dalam hal
ini kandungan uap air udara lebih sedikit atau udara mempunya kelembapan
nisbi yang rendah sehingga terjadi penguapan. Kemampuan udara membawa
uap air bertambah besar jika perbedaan antara kelembaban nisbi udara
pengering dengan udara sekitar bahan semakin besar. Salah satu faktor yang
mempercepat proses pengeringan adalah kecepatan angin atau udara yang
mengalir. Udara yang tidak mengalir menyebabkan kandungan uap air
disekitar bahan yang dikeringkan semakin jenuh sehingga pengeringan
semakin lambat. Kelembaban udara berpengaruh terhadap proses pemindahan
uap air. Apabila kelembaban udara tinggi, maka perbedaan tekanan uap di
dalam dan diluar menjadi kecil sehingga menghambat pemindahan uap air
dalam bahan ke luar. Kemampuan bahan untuk melepaskan air dari
permukaan akan semakin besar dengan meningkatnya suhu udara pengering
yang digunakan. Peningkatan suhu juga menyebabkan kecilnya jumlah panas
yang dibutuhkan untuk menguapkan air bahan (Adawiyah, 2014).
Mekanisme pengeringan dibedakan antara pengeringan alami yang
memanfaatkan sinar matahari dan pengeringan buatan (artifical) yang
memanfaatkan sumber panas selain sinar matahari. Kendala pada pengeringan
alami adalah karena sangat tergantung pada iklim/cuaca dan tingkat
kontaminasi pengotor dari sekeliling, terutama yang berkait dengan
pengeringan bahan pangan. Pada pengeringan non alami, untuk mempercepat
18
pelepasan air dalam bahan dan untuk mengurangi terjadinya perengkahan
atau perubahan karakteristik bahan, biasanya dilakukan pada kondisi vakum.
Hal tersebut dapat menunjukkan kadar air yang sesungguhnya dalam bahan
(Sudarmadji et al ,2007).
Tujuan pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air pada bahan
sampai pada batas tertentu dimana perkembangan mikroorganisme seperti
bakteri,khamir atau kapang yang dapat menyebabkan pembusukan dapat
dihentikan sehingga bahan dapat disimpan lebih lama. Sementara volume
bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang
pengangkutan dan pengepakan, berat bahan menjadi kurang sehingga
mempermudah transport, dengan demikian diharapkan biaya produksi lebih
murah. Disamping keuntungan-keuntungannya, pengeringan juga mempunyai
beberapa kerugian yaitu karena sifat asal bahan yang dikeringkan dapat
berubah, yaitu bentuk, sifat fisik dan kimianya, penurunan mutu dan
sebagainya.
Pada proses pengeringan yang paling utama adalah perubahan warna
growol, karena reaksi non enzimatis yaitu reaksi Maillard. Tipe pencoklatan
Maillard terjadi karena rekasi senyawa-senyawa karbonil yang berasal dari
pemecahan karbohidrat dengan senyawa amino dalam bahan. Reaksi
Mailllard ini dapat terjadi antara amin, asam amino dan protein dengan gula
pereduksi, aldehida atau keton.Menurut Martins, et al (2001) menyatakan
bahwa suhu dan pH merupakan faktor yang krusial pada reaksi Maillard.
19
Peningkatan suhu akan menyebabkan peningkatan kecepatan reaksi Maillard.
Sehingga growol yang dikeringkan cenderung berwarna coklat setelah kering.
C. Growol Kering
Growol kering atau oyek adalah makanan tradisional dari Kulon Progo
yang dibuat dari ubi kayu melalui tahap fermentasi secara spontan dengan
cara perendaman dalam air selanjutnya dikukus menjadi growol dan
dikeringkan (Kanetro,2015). Sifat fisik merupakan salah satu parameter
yang digunakan oleh konsumen dalam memilih suatu produk pangan. Sama
halnya dengan beras, dalam menentukan mutu tanak dan mutu rasa growol
tanak yang dihasilkan dipengaruhi oleh sifat-sifat fisik dan kimia growol
kering. Haryadi (2008) menyatakan bahwa sifat-sifat fisik dan kimiawi beras
sangat menentukan mutu tanak dan mutu rasa nasi yang dihasilkan. Rasa
dipengaruhi oleh beberapa komponen yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi
dan interaksi dengan komponen rasa yang lain sehingga kenaikan temperatur
akan menaikkan rangsangan pada rasa manis tetapi akan menurunkan
rangsangan pada rasa asin dan pahit. Lebih khusus lagi, mutu ditentukan oleh
kandungan amilosa, kandungan protein dan kandungan lemak. Selain
kandungan amilosa dan kandungan protein, sifat fisik dan kimiawi beras yang
berkaitan dengan mutu beras adalah sifat yang berkaitan dengan perubahan
karena pemanasan dengan air, yaitu suhu gelatinisasi pati, pengembangan
volume, penyerapan air, viskositas pasta dan konsistensi gel pati. Sifat-sifat
20
tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan bekerja sama dan saling berpengaruh
menentukan mutu beras, mutu tanak dan mutu rasa nasi.
Dalam penentuan mutu rasa nasi dikenal nasi pera dan nasi pulen. Nasi
pera adalah nasi keras dan kering setelah dingin, tidak lengket satu sama lain
dan lebih mengembang daripada nasi pulen. Sedangkan nasi pulen adalah
nasi yang cukup lunak walaupun sudah dingin, lengket tetapi kelengketannya
tidak sampai seperti ketan, antar biji lebih berlekatan satu sama lain dan
mengkilat. Menurut Rejeki (2012) keempukan berhubungan dengan nilai
kekerasan, dimana semakin rendah nilai kekerasannya maka semakin baik
keempukannya.
D. Pati
Pati mudah diperoleh dari bahan tanaman sumber karbohidrat yang
biasanya terdapat pada bagian umbi, daging buah, batang, akar, empelur
batang dan biji. Pati adalah polisakarida yang dibentuk dari sejumlah molekul
glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Oleh karena itu, pati dapat disebut
sebagai karbohidrat kompleks (Anonim, 2005).
Pati merupakan karbohidrat yang terdiri atas amilosa dan amilopektin.
Fraksi amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(1-4)-D-glukosidik,
sedangkan amilopektin mempunyai cabang dengan ikatan α-(1,6)-D-
glukosidik sebanyak 4-5% berat total. Molekul-molekul glukosa di dalam
amilosa saling berikatan melalui gugus α-(1,6)-D-glukosidik. Ikatan α-(1,6)-
D-glukosidik sangat sukar diputuskan, apalagi jika dihidrolisis menggunakan
katalisator asam (Eliasson, 2004). Karbohidrat terdiri dari fraksi pati dan serat
21
kasar. Kedua fraksi ini merupakan bagian penting yang akan dipergunakan
sebagai substrat fermentasi. Fraksi serat kasar terutama terdiri dari selulosa,
hemiselulosa dan lignin. Pati dan selulosa merupakan homopolimer glukosa
yang jika dihidrolisis akan menghasilkan glukosa, sedangkan hemiselulosa
akan menghasilkan campuran gula yang terdiri dari glukosa, xilosa,
galaktosa, arabinopiranosa, arabinofuranosa dan manosa. Glukosa, manosa
dan galaktosa merupakan gula dari golongan heksosa, sedangkan xylosa dan
arabinosa merupakan gula dari golongan pentosa. Menurut Richana et al.
(2004) perbedaan dalam komposisi karbohidrat ubi kayu dapat disebabkan
oleh adanya perbedaan varietas, umur panen dan masa panen.
Pati tersusun dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin.
Amilosa tersusun atas ikatan glukosa α-(1,4)-D-glukosidik. Amilopektin
tersusun atas ikatan α-(1,4)-D-glukosidik dan α-(1,6)-D-glukosidik (Zulaidah,
2011). Pati ubi kayu mempunyai kemampuan untuk membentuk gel melalui
proses pemanasan 90oC atau lebih sebagai akibat dari pecahnya struktur
amilosa dan amilopektin. Menurut Greenwood et al (1979) umumnya pati
mengandung 15-30% amilosa, 70-85% amilopektin dan 5-10% material
antara. Struktur dan jenis material antara tiap sumber pati berbeda tergantung
sifat-sifat botani sumber pati tersebut. Begitu juga kandungan pati ubi kayu
antara tiap varietas berbeda yaitu antara 13,94% sampai 19,79 % tergantung
pada kondisi pertumbuhan (Susilawati et al., 2008), sehingga kondisi dan
hasil fermentasi tiap varietas ubi kayu juga berbeda.
22
Pada struktur granula pati, amilosa dan amilopektin tersusun dalam suatu
cincin-cincin. Jumlah cincin dalam suatu granula pati kurang lebih 16 buah,
yang terdiri atas cincin lapisan amorf dan cincin lapisan semikristal
(Hustiany,2006). Amilosa merupakan fraksi gerak, yang artinya dalam
granula pati letaknya tidak pada satu tempat, tetapi bergantung pada jenis pati
(Oates,1997). Umumnya amilosa terletak diantara molekul-molekul
amilopektin dan secara acak berada selang-seling diantara amorf dan kristal
pada Gambar 1. Ketika dipanaskan dalam air, amilopektin akan membetuk
lapisan yang transparan, yaitu larutan dengan viskositas tinggi dan berbentuk
lapisan-lapisan seperti untaian tali. Pada amilopektin cenderung tidak terjadi
retrogradasi dan tidak membentuk gel, kecuali pada konsentrasi tinggi (Belitz
and Grosch, 1999).
a. Amilosa
23
b. Amilopektin
Gambar 1. Struktur pati (a). amilosa, dan (b). amilopektin
Selama proses perendaman ubi kayu terjadi fermentasi yang menyebabkan
pemecahan komponen pati menjadi lebih sederhana yang dilakukan oleh
enzim amilase maupun mikroorganisme. Selama proses fermentasi
berlangsung mikroba akan memecah pati menjadi komponen gula-gula
sederhana, sehingga kadar pati semakin lama semakin menurun.Aktivitas
enzim amilase yang terkandung dalam ubi kayu akan bekerja secara optimum
dalam menghidrolisis pati menjadi komponen yang lebih sederhana.
Pada umumnya pati mengandung amilopektin lebih banyak daripada
amilosa. Perbandingan amilosa dan amilopektin ini mempengaruhi sifat
kelarutan dan derajat gelatinisasi pati. Semakin besar kandungan amilosa,
maka pati akan makin bersifat kering dan kurang lengket (Nisah, 2017). Pada
pemanasan dengan tekanan pada suhu diatas 100oC. Kelarutan pati semakin
tinggi dengan meningkatnya suhu, kecepatan peningkatan kelarutannya
24
adalah khas untuk setiap jenis pati. Apabila granula pati dipanaskan hingga
suhu gelatinisasinya, granula pati akan membentuk pasta pati yang kental.
Pasta pati bukan berupa larutan melainkan granula pati bengkak tak terlarut
yang memiliki sifat seperti partikel gel elastis. Besarnya viskositas tergantung
pada jenis dan konsentrasi pati. Semakin tinggi konsentrasi pati maka
semakin tinggi viskositas yang dihasilkan (Semmens et al, 2009).
Kadar amilosa dan amilopektin sangat berperan dalam proses gelatinisasi,
retrogradasi dan menentukan karakteristik pasta pati. Kadar pati menentukan
juga kadar amilosa yang mana dipengaruhi oleh jenis/klon, umur panen
optimum masing-masing umbi dan kondisi cuaca pada saat panen. Kadar pati
umbi yang dipanen pada musim hujan relatif lebih rendah karena kadar airnya
tinggi. Semakin cepat atau semakin lama tanaman dipanen dari umur panen
optimum semakin rendah kadar pati umbinya. Selain itu, kadar pati juga
dipengaruhi oleh tingkat kemurnian pati saat di proses, karena semakin
banyak campuran, seperti serat, pasir/kotoran yang terikut, semakin rendah
kadar patinya per satuan berat (Ginting, 2005).
Amilosa dan amilopektin berpengaruh pada sifat pati yang dihasilkan.
Sifat fungsional pati juga dipengaruhi oleh varietas, kondisi alam dan tempat
tanaman tersebut berasal (Williams et al, 2005). Menurut Konred (2009)
kecenderungan terjadinya retrogradasi menyebabkan kristalisasi yang disertai
dengan kecilnya molekul amilosa dan panjangnya rantai amilopektin.
Amilopektin merupakan komponen yang berperan dalam penting dalam
25
proses gelatinisasi. Tingginya kadar amilosa dapat menurunkan kemampuan
pati untuk mengalami gelatinisasi.