A SEAN · 2016-02-10 · oleh bergabungnya tiga negara anggota baru: Laos, Kamboja, ... Singapura,...

1
A SEAN BELAKANGAN ini kita bertubi-tubi di- terpa berbagai peristiwa dramatik di ling- kungan terdekat. Semua itu penting dan pantas mendapatkan perhatian penuh. Na- mun ada baiknya kita tidak kehilangan wawasan lebih luas. Bukan saja ini akan memperkaya ilham. Kita juga perlu me- nyadari kaitan berbagai peristiwa lokal itu dengan gerak sejarah regional. Beberapa hari lagi sebuah lembaga yang menamakan diri ASEAN, singkatan dari Association of Southeast Asian Nations, akan merayakan ulang tahun ke-30. Pada hari jadinya terbentang sejumlah peristi- wa yang sangat bersejarah. Ini ditandai oleh bergabungnya tiga negara anggota baru: Laos, Kamboja, dan Myanmar (dulu bernama Burma). Dengan demikian lengkapZah ter- gabung dalam ASEAN kesepuluh negara di wilayah yang secara geografis terletak di Asia Tenggara. Masuknya Myanmar ke dalam ASEAN mengundang sebuah kon- troversi besar. Sejumlah negara adikuasa menentang hal ini, ter- masuk Amerika Serikat, Uni Eropa dan Jepang. Penolakan mereka didasarkan pada rangkaian tindakan represif oleh pemerintah jun- ta militer di Myanmar yang menamakan diri SLORC (State Law and Order Restoration Council) atau Dewan Pemulihan Tertib dan Hukum Negara. Terlepas dari kasus Myanmar, bergabungnya Laos dan Kamboja ke dalam ASEAN menyusul Vietnam dua tahun lalu, membeberkan perombakan sejarah yang luar biasa. Apa yang terjadi di sekitar ka- wasan Asia Tenggara ternyata masih berkait erat dengan apa yang tejadi sehari-hari di berbagai pelosok masing-masing negara, ter- masuk di Indonesia sendiri. Untuk memahami perubahan dramatis ini dan tali-temalinya, kita perlu menengok kembali ke masa be- lakang. *** KETIKA didirikan, ASEAN hanya terdiri dari lima negara: KOMPAS, MINGGU, 15 JUNI 1997 Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Thailand. Belakang- an Brunei menyusul bergabung. Pada awalnya ASEAN merupakan perhimpunan negara-negara kapitalis di kawasan ini yang berpihak kepada Amerika Serikat dalam Perang Dingin melawan blok sosialis/komunis. ASEAN diharapkan dapat membendung ancam- an komunis, segera setelah Amerika Serikat kalah dalam Perang Vietnam. Selama dua tahun pertama usianya, ASEAN hanya hidup di ker- tas arsip kenegaraan. Tak semua pejabat pemerintahan peduli de- ngan keberadaan ASEAN. Nama itu sendiri jarang disebut dalam media massa. Kalau pun ASEAN bubar pada waktu itu, mungkin tak ada yang peduli, apalagi terharu. Tetapi kini? ASEAN men- dadak menjadi salah satu raksasa dunia. Setiap tahun hampir 300 pertemuan tingkat kementerian diselenggarakan lembaga ini. Kita menyaksikan sejumlah ironi sejarah. Pertama, ASEAN men- capai puncak pertumbuhannya justru ketika ia kehilangan alasan awal kehadirannya di dunia. Perang Dingin sudah berakhir dengan ambruknya Uni Soviet. Ironi kedua, dengan menarik Vietnam, Laos, Kamboja dan Myanmar menjadi anggotanya, ASEAN telah menjungkir balikkan alasan awal berdirinya untuk bermusuhan de- ngan negara-negara sosialis/komunis itu. Ironi yang ketiga, bila du- lu Amerika Serikat menjadi salah satu bidan utama kelahiran dan pertumbuhan ASEAN, kini negara itu menjadi lawan sengketa di- plomasi ASEAN yang sudah dewasa. Keputusan ASEAN menerima keanggotaan ketiga negeri Indoci- na itu merupakan tamparan terhadap Amerika Serikat. Tindakan ini mengungkapkan sebuah kemandirian politik yang boleh dibang- gakan dan ketangguhan ekonomi yang pantas disyukuri. Ini meru- pakan salah satu catatan sejarah terpenting abad ini. Asia Tenggara menjadi salah satu pusat kegiatan ekonomi paling maju di muka bu- mi. Sikap mandiri dan tamparan serupa terhadap Amerika Serikat disampaikan Pemerintah Indonesia minggu lalu. Presiden Soeharto membatalkan pembelian pesawat tempur F-16 dan bantuan pen- didikan militer dari Amerika Serikat. Keputusan ini diambil seba- gai reaksi terhadap Kongres Amerika yang semakin galak menggu- gat pelanggaran hak asasi oleh Pemerintah RI di Timor Timur. Sikap itu punya ironi tersendiri yang tak kalah memukau. Seperti ASEAN, Pemerintah Indonesia merasa dicampuri urusan dalam negerinya. Dari pihak Amerika sendiri barangkali "campur-ta- ngan" itu merupakan hal wajar karena Amerika ikut berjasa dalam proses berdirinya ASEAN maupun Orde Baru. *** Ariel Heryanto Diunduh dari <arielheryanto.wordpress.com>

Transcript of A SEAN · 2016-02-10 · oleh bergabungnya tiga negara anggota baru: Laos, Kamboja, ... Singapura,...

Page 1: A SEAN · 2016-02-10 · oleh bergabungnya tiga negara anggota baru: Laos, Kamboja, ... Singapura, Filipina, dan Thailand. Belakang ... segera setelah Amerika Serikat kalah dalam

A SEAN BELAKANGAN ini kita bertubi-tubi di­

terpa berbagai peristiwa dramatik di ling­kungan terdekat. Semua itu penting dan pantas mendapatkan perhatian penuh. Na­mun ada baiknya kita tidak kehilangan wawasan lebih luas. Bukan saja ini akan memperkaya ilham. Kita juga perlu me­nyadari kaitan berbagai peristiwa lokal itu dengan gerak sejarah regional.

Beberapa hari lagi sebuah lembaga yang menamakan diri ASEAN, singkatan dari Association of Southeast Asian Nations, akan merayakan ulang tahun ke-30. Pada hari jadinya terbentang sejumlah peristi­wa yang sangat bersejarah. Ini ditandai oleh bergabungnya tiga negara anggota baru: Laos, Kamboja, dan Myanmar (dulu bernama Burma). Dengan demikian lengkapZah ter­gabung dalam ASEAN kesepuluh negara di wilayah yang secara geografis terletak di Asia Tenggara.

Masuknya Myanmar ke dalam ASEAN mengundang sebuah kon­troversi besar. Sejumlah negara adikuasa menentang hal ini, ter­masuk Amerika Serikat, Uni Eropa dan Jepang. Penolakan mereka didasarkan pada rangkaian tindakan represif oleh pemerintah jun­ta militer di Myanmar yang menamakan diri SLORC (State Law and Order Restoration Council) atau Dewan Pemulihan Tertib dan Hukum Negara.

Terlepas dari kasus Myanmar, bergabungnya Laos dan Kamboja ke dalam ASEAN menyusul Vietnam dua tahun lalu, membeberkan perombakan sejarah yang luar biasa. Apa yang terjadi di sekitar ka­wasan Asia Tenggara ternyata masih berkait erat dengan apa yang tejadi sehari-hari di berbagai pelosok masing-masing negara, ter­masuk di Indonesia sendiri. Untuk memahami perubahan dramatis ini dan tali-temalinya, kita perlu menengok kembali ke masa be­lakang.

*** KETIKA didirikan, ASEAN hanya terdiri dari lima negara:

KOMPAS, MINGGU, 15 JUNI 1997

Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Thailand. Belakang­an Brunei menyusul bergabung. Pada awalnya ASEAN merupakan perhimpunan negara-negara kapitalis di kawasan ini yang berpihak kepada Amerika Serikat dalam Perang Dingin melawan blok sosialis/komunis. ASEAN diharapkan dapat membendung ancam­an komunis, segera setelah Amerika Serikat kalah dalam Perang Vietnam.

Selama dua tahun pertama usianya, ASEAN hanya hidup di ker­tas arsip kenegaraan. Tak semua pejabat pemerintahan peduli de­ngan keberadaan ASEAN. Nama itu sendiri jarang disebut dalam media massa. Kalau pun ASEAN bubar pada waktu itu, mungkin tak ada yang peduli, apalagi terharu. Tetapi kini? ASEAN men­dadak menjadi salah satu raksasa dunia. Setiap tahun hampir 300 pertemuan tingkat kementerian diselenggarakan lembaga ini.

Kita menyaksikan sejumlah ironi sejarah. Pertama, ASEAN men­capai puncak pertumbuhannya justru ketika ia kehilangan alasan awal kehadirannya di dunia. Perang Dingin sudah berakhir dengan ambruknya Uni Soviet. Ironi kedua, dengan menarik Vietnam, Laos, Kamboja dan Myanmar menjadi anggotanya, ASEAN telah menjungkir balikkan alasan awal berdirinya untuk bermusuhan de­ngan negara-negara sosialis/komunis itu. Ironi yang ketiga, bila du­lu Amerika Serikat menjadi salah satu bidan utama kelahiran dan pertumbuhan ASEAN, kini negara itu menjadi lawan sengketa di­plomasi ASEAN yang sudah dewasa.

Keputusan ASEAN menerima keanggotaan ketiga negeri Indoci­na itu merupakan tamparan terhadap Amerika Serikat. Tindakan ini mengungkapkan sebuah kemandirian politik yang boleh dibang­gakan dan ketangguhan ekonomi yang pantas disyukuri. Ini meru­pakan salah satu catatan sejarah terpenting abad ini. Asia Tenggara menjadi salah satu pusat kegiatan ekonomi paling maju di muka bu­mi.

Sikap mandiri dan tamparan serupa terhadap Amerika Serikat disampaikan Pemerintah Indonesia minggu lalu. Presiden Soeharto membatalkan pembelian pesawat tempur F-16 dan bantuan pen­didikan militer dari Amerika Serikat. Keputusan ini diambil seba­gai reaksi terhadap Kongres Amerika yang semakin galak menggu­gat pelanggaran hak asasi oleh Pemerintah RI di Timor Timur.

Sikap itu punya ironi tersendiri yang tak kalah memukau. Seperti ASEAN, Pemerintah Indonesia merasa dicampuri urusan dalam negerinya. Dari pihak Amerika sendiri barangkali "campur-ta­ngan" itu merupakan hal wajar karena Amerika ikut berjasa dalam proses berdirinya ASEAN maupun Orde Baru. ***

Ariel Heryanto

Diunduh dari <arielheryanto.wordpress.com>