A Lembek Sby 1 Revisi

28
SISTEM PRESIDENSIALISME DI INDONESIA PASCA AMANDEMEN UUD 1945 (MASA SBY 1) ALFANIA RISKY OKTAVIA / 1306384523 FAJAR KURNIAWAN FIRDAUS / 1306384611 ISFHAN TAUFIK MUNGGARAN / 1306384605 MUHAMMAD KEMAL HASAN / 1306396113 QORY AINA / 1306459392 RAKHMAT QORIB / 1306384416 REZKY R. MATEKA / 1306403453 ZAKIA AYU / 1306396170

description

slide tentang presidensialisme era sby 2004-2009

Transcript of A Lembek Sby 1 Revisi

Page 1: A Lembek Sby 1 Revisi

SISTEM PRESIDENSIALISME DI INDONESIA PASCA AMANDEMEN UUD 1945 (MASA SBY 1)

ALFANIA RISKY OKTAVIA / 1306384523

FAJAR KURNIAWAN FIRDAUS / 1306384611

ISFHAN TAUFIK MUNGGARAN / 1306384605

MUHAMMAD KEMAL HASAN / 1306396113

QORY AINA / 1306459392

RAKHMAT QORIB / 1306384416

REZKY R. MATEKA / 1306403453

ZAKIA AYU / 1306396170

Page 2: A Lembek Sby 1 Revisi

SISTEM PRESIDENSIAL DI INDONESIA PASCA AMANDEMEN UUD 1945MASA SBY JILID 1 (2004-2009)

Page 3: A Lembek Sby 1 Revisi

Landasan Hukum Presidensialisme di Indonesia

UUD

1945

Presiden Sebagai Kepala

Pemerintahan dan Kepala

Negara

Presiden dan wakil presiden

dipilih langsung oleh rakyat dalam Pemilu (Pasal

6A (1))

Adanya Cheks and Balances antara

DPR dan eksekutif

Page 4: A Lembek Sby 1 Revisi

Presidensialisme di Era SBY Jilid 1 (2004-2009)

• Menjelang dilaksankannya pemilu tahun 2004, dimana SBY-JK menjadi salah satu calonnya.

• Pencalonan SBY-JK menjadi presiden dan wakil presiden mendapat respon positif dari masyarakat dan pasangan ini diharapkan masyarakat mampu memperbaiki keadaan di Indonesia.

• Proses pemilihan presiden pada masa itu terjadi dua kali putaran yang akhirnya dimenangkan oleh SBY-JK

• Pada awal masa pemerintahan SBY-JK telah terjadi polarisasi ideologi dan fragmentasi partai politik

• Ketika itu pemerintahan dijalankan dengan sistem multipartai dalam representasi proposional, sehingga terciptanya konsensus pada setiap politisi yang memegang kekuasaan mayoritas dalam pemerintahan.

• Pada tahun tersebut, pemilu presiden dan DPR dilakukan secara terpisah.

Page 5: A Lembek Sby 1 Revisi

Peta Koalisi dan Perolehan Suara Capres-Cawapres Pemilu 2004

• PUTARAN I • PUTARAN II

Page 6: A Lembek Sby 1 Revisi

Transisi Megawati ke SBY

• SBY adalah menteri pada era Megawati menjabat sebagai presiden. SBY berkonflik dengan Megawati dan mengundurkan diri dari jabatan menteri. SBY dicitrakan sebagai pihak yang dizalimi dan mendapatkan simpat. Pada pemilu pertama yang dipilih langsung, SBY mengajukan diri sebagai presiden berhadapan dengan Megawati. SBY memperoleh kemenangan.

• JK juga merupakan mantan menteri di era Megawati

• Sebagai mantan atasan, Megawati segan dikalahkan oleh SBY. Ia melalui PDIP selalu menjadi oposisi pemerintahan SBY hingga dua periode.

Page 7: A Lembek Sby 1 Revisi

• Modal politik SBY-JK adalah suara partai demokrat di pemilu legislatif 7%. JK sendiri yang sebenarnya berasal dari partai Golkar tidak didukung partainya sendiri karena Golkar memiliki calon sendiri.

• Munas di Bali tahun 2005 membuat JK menjadi ketua umum Golkar. Hal ini mengakibatkan reshuffle kabinet dengan bertambahnya ‘orang golkar’.

• Partai Golkar yang memiliki 21,58 % suara membuatnya lebih mendominasi parlemen daripada Partai Demokrat. Hal ini membuat kebijakan-kebijakan yang diambil harus atas persetujuan Partai Golkar

Page 8: A Lembek Sby 1 Revisi

LANJUTANSBY-JK telah menciptakan

kerenggangan dalam

pemerintahan itu sendiri (eksekutif

dan legislatif)

Saat SBY-JK terpilih sebagai pasangan

presiden dan wapres, keadaan ini telah

menciptakan dendam politik tersendiri bagi

lawan saingannya ketika pemilu presiden waktu itu, yaitu Megawati dan

Akbar Tandjung

SBY sebagai presiden berusaha memperbaiki keadaan. SBY berupaya agar anggota dari partai

pendukungnya untuk duduk dalam kursi parlemen (Koalisi

Kerakyataan)

SBY juga berusaha untuk mengakomodasikan agar

anggota partai dari koalisi lawan saingannya dapat duduk dalam kursi

parlemen (Koalisi Kebangsaan)

Namun, nyatanya keadaan tersebut membuat praktik

presidensialisme yang dijalankan SBY-JK

mengalami banyak permasalahan

Permasalahan yang dimaksud, seperti

terjadinya reshuffle Kabinet Indonesia Bersatu dua kali,

penanganan kasus Lumpur Lapindo, dan

lain-lain.

Page 9: A Lembek Sby 1 Revisi

Susunan Kabinet Indonesia Bersatu

16 mentri dari partai politik dan 20 menteri dari non partai:

• 2 demokrat = Menteri pendayagunaan aparatur negara (Taufik Effendi), Mentri kebudayaan dan pariwisata (Jero Wacik)

• 3 PKS = Menteri Pertanian (Anton Apriantono), Menteri pemuda dan olahraga (Adhyaksa Dault), Menteri perumahan rakyat (Muhammad Yusuf Ashari)

• 3 PKB = Menko kesra (Alwi Shihab), Menteri negara pembangunan daerah tertinggal (Saifullah Yusuf), Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (9 Mei 2007 - 1 Oktober 2009 : Mohammad Lukman Edy)

• 2 PAN = Menteri Koordinator Bidang Perhubungan (9 Mei 2007 - 22 Oktober 2009 : Hatta Rajasa), Menteri pendidikan nasional (Bambang Sudibyo)

• 2 PPP = menteri sosial (Bachtiar Hamzah), Menteri Koperasi dan UKM (Suryadharma Ali)

• 1 PKPI = Menteri pemberdayaan perempuan (Meutia Hatta)

• 1 Golkar = Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (21 Oktober 2004 - 7 Desember 2005, Aburizal Bakrie)

Page 10: A Lembek Sby 1 Revisi

Faktor Pendorong Kemenangan SBY I

• Figur SBY dan Jusuf Kalla

• Dukungan dua partai kecil

• Simbol pertautan antara militer dan sipil

• Jawa dan Non Jawa

Page 11: A Lembek Sby 1 Revisi

Lanjutan

Selain itu, presidensialisme di era SBY jilid 1 dapat dilihat juga dari:

• MPR RI menurut amandemen UUD 45 pasal 1 (2) tidak lagi merupakan perwujudan dari rakyat dan bukan locus of power, lembaga pemegang kedaulatan negara tertinggi

• Model pemilihan Presiden secara langsung oleh rakyaat merupakan bentuk nyata dari model presidensialisme(pertama kali) (pasal 6a).

• Sudah mengamanatkan pasal hasil amandemen UUD45 (pasal 7c) “Presiden tidak dapat membekukan atau membubarkan DPR”.

Page 12: A Lembek Sby 1 Revisi

Kelemahan Presidensialisme era SBY 1

SBY membuat setting dalam pemerintahan, terutama hal yang berkaitan dengan hubungan presiden dengan lembaga legislatif

Pemegang kursi mayoritas terdapat pada partai Golkar dan Demokrat

JK sebagai wapres sudah terpilih menjadi ketua umum Partai Golkar, sehingga dukungannya banyak dalam parlemen

Dengan posisi JK yang telah mendapatkan dukungan mayoritas diparlemen, ini membuat posisi SBY sebagai presiden dapat dikatan seperti Presiden minoritas

terjadi dualisme kekuasaan, yang oleh keadaan tersebut membuat hubungan dikeduanya juga menjadi tidak baik lagi

Kegagalan praktik presidensialisme masa SBY-JK juga disebabkan karena sistem multipartai saat itu

Sebab dengan banyaknya partai politik yang terbentuk telah memicu terbentuknya koalisi partai, dimana koalisi tersebut ada yang ingin mengambil kekuasaan dan yang satunya berusaha menjatuhkan

Page 13: A Lembek Sby 1 Revisi

KESIMPULAN TERKAIT KONDISI PRESIDENSIALISME DI ERA SBY 1

Sistem Presidensial yang “kompromis” (Hanta Yuda, 2010) artinya presiden berkompromi dengan segala aspek dan realitas politik.

Terjadi kompromi eksternal (relasi presiden dengan parlemen) dan kompromi Internal (relasi presiden dengan wakil presiden).

Merupakan Presidensialisme dengan Presiden yang “lemah” karena adanya kompromi sehingga model presidensialisme seutuhnya tidak terlaksana.

Page 14: A Lembek Sby 1 Revisi

POTENSI-POTENSI KEBUNTUAN SISTEM PRESIDENSIALISME DI INDONESIAMASA SBY JILID 1 (2004-2009)

Page 15: A Lembek Sby 1 Revisi

Masalah Presidensialisme Multipartai

Masalah Preidensialisme :

• Dual legitimasi

• Rigidity, masa jabatan yang tetap, tidak bisa dijatuhkan kecuali melanggar konstitusi.

• Kekuasaan presiden dapat di perluas dengan memanfaatkan celah pada konstitusional dan politik untuk

Masalah Presidensialisme + Multi Partai

• Presiden cenderung sulit memperoleh suara mayoritas di parlemen Potensi parlemen

Page 16: A Lembek Sby 1 Revisi

Potensi Kebuntuan Dalam Konteks Indonesia (Pemerintahan SBY-JK)

Secara teori, potensi deadlock antara presiden dan DPR RI di Indonesia tersebut memang ada, karena Indonesia sendiri memang menganut presidensialime multipartai : Presiden dan anggota DPR RI dipilih langsung oleh rakyat dalam Pemilu. dual legitimasi

Masa jabatan presiden lima tahun. tidak dapat dijatuhkan karena alasan kebijakan

Presiden memiliki kekuasaan legilatif untuk membuat peraturan (Perpu/ Perpres). perluasan kekuasaan presiden

Page 17: A Lembek Sby 1 Revisi

Potensi Kebuntuan Dalam Konteks Indonesia (Pemerintahan SBY-JK)

• Indonesia menganut sistem multi partai, dimana partai yang yang menjadi peserta pemilu 2004 sebanyak 24 dan yang lolos ke parlemen sebanyak 16 partai politik. sumber ketidakstabilan politik

• Terdapat dua koalisi besar di DPR RI periode 2004-2009 yaitu Koalisi Kebangsaan (57% kursi DPR RI) dan Koalisi Kerakyatan (43% kursi DPR RI)

• Pemerintahan SBY-JK merupakan pemerintahan yang mendapatkan suara minoritas di DPR RI yaitu dari koalisi Kerakyatan. potensi deadlock yang besar dengan antara presiden dan DPR RI

Page 18: A Lembek Sby 1 Revisi

Kebuntuan yang Terjadi Pada Masa Pemerintahan SBY-JK

• Kebuntuan dalam pemerintahan SBY-JK sebenarnya yang terjadi pada faktanya bukan antara eksekutif dengan legislatif, namun lebih kepada konflik antara koalisi yang terbentuk di DPR RI periode 2004-2009 pada masa awal setelah terpilih yang menghambat DPR RI terutama dalam membentuk alat kelengkapan dewan dan juga dalam menjalankan fungsi dan tugasnya.

• Hal ini yang merupakan konsekuensi dari sistem multi partai dalam sistem pemerintahan presidensial yang cenderung pragmatis. Karena insentif dan dasar pembentukan koalisi tidak tidak kuat.

Page 19: A Lembek Sby 1 Revisi

Strategi Meredam Potensi Kebuntuan Antara Presiden dan DPR RI• Pada masa Pemerintahan SBY-JK yang didukung oleh koalisi minoritas

di DPR RI mengharuskan mereka untuk menjalin hubungan baik dengan DPR RI, karena terdapat banyak hubungan yang mengharuskan eksekutif dan legislatif berkompromi. Misalnya dalam pembuatan R-APBN• Salah satu upaya pemerintahan SBY-JK adalah membentuk kabinet

koalisi (Kabinet Bersatu Jilid I).

Page 20: A Lembek Sby 1 Revisi

Strategi Meredam Potensi Kebuntuan

• Kabinet Indonesia Bersatu jilid I pada periode 2004-2009 terdiri dari 17 menteri dari kalangan profesional dan 17 berasal dari kader partai politik yang terdapat di parlemen termasuk partai politik oposisi.• Banyaknya jumlah menteri yang berasal dari partai politik

dimaksudkan untuk mengakomodasi kepentingan partai-partai dan mempermudah komunikasi dengan partai politik oposisi karena menteri yang berasal dari Partai didominasi politisi pimpinan partai koalisi. • Disatu sisi menimbulkan keanehan tersendiri karena partai yang

beroposisi dalam DPR RI juga ikut didalam kabinet pemerintahan SBY-JK.

Page 21: A Lembek Sby 1 Revisi

Strategi Meredam Potensi Kebuntuan

Partai politik yang mendapat kursi menteri di Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I :• Golkar (Oposisi) 4 Kursi Menteri• PPP 2 Kursi Menteri• Partai Demokrat 2 Kursi Menteri• PAN 2 Kursi Menteri• PKB (Oposisi) 2 Kursi Menteri• PKS 3 Kursi Menteri• PBB 1 Kursi Menteri• PKPI 1 Kursi Menteri

Page 22: A Lembek Sby 1 Revisi

Peluang dan Tantangan dari keberadaaan aspirasi penguatan presidensialisme di Indonesia

Page 23: A Lembek Sby 1 Revisi

Peluang terjadinya Penguatan Presidensialisme (1)

Di tahun 2019, kemungkinan mayoritas partai akan mendukung calon presiden yang populer dan kompetitif . Selain itu diprediksi akan ada calon incumbent.

Partai-partai pendukung tersebut akan mendapat kursi di DPR walaupun dengan jumlah kursi yang kecil.

Karena Pemilu 2019 adalah pemilu ke-5 setelah demokratisasi, maka MRO tidak berdampak negatif terhadap sistem kepartaian. Karena hal tersebut dapat terjadi setelah melewati pemilu ke-5 hingga ke-8 kali (Nunes dan Thies).

Page 24: A Lembek Sby 1 Revisi

PELUANG TERJADINYA PENGUATAN PRESIDENSIALISME (2)

Penyederhanaan sistem kepartaian menjadi salah satu solusi dari kemungkinan melemahnya dukungan politik terhadap eksekutif ketika menjalankan pemerintahan.

Selain itu, setelah satu dekade Indonesia melaksanakan sistem presidensial terdapat sejumlah mekanisme institusional maupun non-institusional yang relatif menjamin sistem presidensial multipartai tetap berfungsi baik.

Page 25: A Lembek Sby 1 Revisi

Tantangan Penguatan Presidensialisme di Indonesia (1)

Namun, Keputusan untuk melaksanakan pemilu legislatif dan presiden serentak belum cukup untuk memperkuat sistem presidensial multipartai di Indonesia.

Sistem Presidensial memiliki masalah bawaan (Linz, 1990;1994):1. Dual Legitimacy, karena sama-sama dipilih rakyat maka baik presiden maupun

legislatifmemiliki legitimasi yang sama kuat.2. Rigidity, baik legislatif maupun presiden memiliki masa jabatan yang tetap.3. Majoritarian Tendency, ketika seorang presiden memiliki kecenderungan mengabaikan

legislatif atau ketika presiden merasa menghadapi legislatif yang tidak bersahabat (legislatif dikuasai oposisi) maka dia dapat atau akan mencari celah-celah konstitusional dan politik untuk memperluas kekuasaannya.

Page 26: A Lembek Sby 1 Revisi

TANTANGAN PENGUATAN PRESIDENSIALISME DI INDONESIA (2)

Jones (1995: 164) mengatakan memperkuat sistem presidensial sangat terkait dengan tersedianya

dukungan politik yang memadai di legislatif bagi presiden. Dukungan yang memadai itu dimaknai

secara operasional sebagai dukungan mayoritas (50% lebih) atau hampir mayoritas (mendekati 50%).

Page 27: A Lembek Sby 1 Revisi

TANTANGAN PENGUATAN PRESIDENSIALISME DI INDONESIA (3)

Hubungan antara presiden dengan lembaga legislatif juga dipengaruhi oleh kekuasaan konstitusional yang dimiliki presiden dan legislatif. Umumnya kekuasaan konstitusional presiden dan legislatif seimbang atau sama kuat. Dengan demikian, logikanya sangat mungkin kedua lembaga ini tidak mau bekerja sama atau akan mengalami jalan buntu bila terjadi konflik atau perbedaan kepentingan yang besar.

Hal lain yang juga dapat berpengaruh adalah kapasitas kelembagaan legislatif maupun eksekutif. Kekuasaan konstitusional yang besar namun tidak dibarengi dengan kapasitas kelembagaan yang memadai akan membuat kekuasaan tersebut menjadi tidak fungsional.

Kerawanan sistem presidensial Indonesia untuk mengalami kebuntuan memang mungkin terjadi karena sistem multipartai selalu menghasilkan presiden yang dicalonkan partai yang memiliki dukungan minoritas di DPR, sekalipun partai tersebut pemenang pemilu legislatif.

Page 28: A Lembek Sby 1 Revisi

Referensi

• Hanta Yuda AR. Presidensialisme Setengah hati (dari Dilema ke Kompromi). Jakarta: PT Gramedia Pusaka Utama. 2010.

• Djayadi Hanan. Memperkuat Presidensialisme di Indonesia: Pemilu Serentak, Sistem Pemilu, dan Sistem Kepartaian.