A. Kajian Peserta Didik 1. Hakikat Peserta...

33
19 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Peserta Didik 1. Hakikat Peserta Didik Peserta didik, menurut ketentuan umum pasal 1 Undang-undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Jenjang Taman Kanak-kanak, menurut ketentuan pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1990, disebut dengan anak didik. Adapun pada pendidikan dasar dan menengah, menurut ketentuan pasal 1 Peratuan Pemerintah Nomor 28 dan Nomor 29 tahun 1990 disebut dengan siswa. Sementara pada perguruan tinggi, menurut ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1990 disebut mahasiswa. 10 Peserta didik juga mempunyai sebutan-sebutan lain seperti murid, subjek didik, anak didik, pembelajar, dan sebagainya. Sebutan-sebutan yang berbeda ini mempunyai maksud sama. Apapun istilahnya, yang jelas peserta didik adalah mereka yang sedang mengikuti program pendidikan pada suatu sekolah atau jenjang pendidikan tertentu. Peserta didik merupakan subjek utama dalam pendidikan. Para pendidik selalu berhubungan dengan peserta didik, tetapi setelah tugas 10 Ali Imron, Burhanuddin, dan Maisyaroh, Manajemen Pendidikan, (Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang, 2003), Cet. 1, Hal. 52

Transcript of A. Kajian Peserta Didik 1. Hakikat Peserta...

19

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Peserta Didik

1. Hakikat Peserta Didik

Peserta didik, menurut ketentuan umum pasal 1 Undang-undang

Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah

anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui

proses pendidikan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.

Jenjang Taman Kanak-kanak, menurut ketentuan pasal 1 Peraturan

Pemerintah Nomor 27 tahun 1990, disebut dengan anak didik. Adapun

pada pendidikan dasar dan menengah, menurut ketentuan pasal 1

Peratuan Pemerintah Nomor 28 dan Nomor 29 tahun 1990 disebut

dengan siswa. Sementara pada perguruan tinggi, menurut ketentuan

Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1990 disebut mahasiswa.10

Peserta didik juga mempunyai sebutan-sebutan lain seperti murid,

subjek didik, anak didik, pembelajar, dan sebagainya. Sebutan-sebutan

yang berbeda ini mempunyai maksud sama. Apapun istilahnya, yang

jelas peserta didik adalah mereka yang sedang mengikuti program

pendidikan pada suatu sekolah atau jenjang pendidikan tertentu.

Peserta didik merupakan subjek utama dalam pendidikan. Para

pendidik selalu berhubungan dengan peserta didik, tetapi setelah tugas

10 Ali Imron, Burhanuddin, dan Maisyaroh, Manajemen Pendidikan, (Malang: Penerbit

Universitas Negeri Malang, 2003), Cet. 1, Hal. 52

20

pendidik selesai, anak didik dituntut mengamalkan ilmu dalam

kehidupan bermasyarakat. Tugas utama peserta didik adalah belajar

serta menuntut ilmu. Peserta didik dituntut hidup mandiri, mampu

menyelesaikan tugas-tugas pendidikan sesuai dengan kemampuan yang

dimilikinya.11

2. Karakteristik Peserta Didik Usia Sekolah Menengah Pertama

(SMP)

Peserta didik pada usia Sekolah Menengah Pertama (SMP) memiliki

beberapa aspek karakteristik. Usia Sekolah Menengah Pertama (SMP)

tersebut dikenal pula dengan usia remaja (adolesen). Istilah remaja

tersebut telah digunakan secara luas untuk menunjukkan suatu tahap

perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa, yang ditandai

oleh perubahan-perubahan fisik umum serta perkembangan kognitif dan

sosial. Batasan usia remaja yang digunakan oleh para ahli adalah antara

12 hingga 21 tahun. Berikut adalah karakteristik pada peserta didik usia

Sekolah Menengah Pertama ditinjau dari beberapa aspek

perkembangan, yaitu :

a. Perkembangan Fisik12

Adapun perkembangan fisik pada diri remaja adalah

perubahan fisik yang merupakan gejala primer dalam pertumbuhan

masa remaja yang berdampak terhadap perubahan psikologis

(Sarwono, 1994). Adapun perubahan pada fisik, meliputi : 1.)

11 Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hal. 89. 12 Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung: Rosda, 2011), hal. 190

21

perubahan dan tinggi dan berat badan, 2.) perubahan dalam proporsi

tubuh, 3.) perubahan pubertas, 4.) perubahan ciri-ciri seks primer,

serta 5.) perubahan ciri-ciri seks sekunder.

b. Perkembangan Kognitif

Masa remaja adalah suatu periode kehidupan dimana

kapasitas untuk memperoleh dan menggunakan pengetahuan secara

efisien mencapai puncaknya. Hal tersebut dikarenakan pada periode

remaja ini, proses pertumbuhan otak mencapai kesempurnaan.13

Ditinjau dari perspektif teori kognitif Piaget, maka

pemikiran masa remaja telah mencapai pada tahap pemikiran

operasional formal (formal operational thought), yakni suatu tahap

perkembangan kognitif yang dimulai kira-kira pada usia 11 atau 12

tahun. Perkembangan kognitif tersebut juga akan terus berlanjut

hingga mencapai masa dewasa.14

Menginjak pada tahap remaja ini, anak sudah dapat berpikir

secara abstrak dan hipotesis. Anak sudah mampu memikirkan

sesuatu yang abstrak seperti memikirkan sesuatu yang akan atau

mungkin terjadi. Tahap ini, remaja juga sudah mampu berpikir

secara sistematik, mampu memikirkan semua kemungkinan secara

sistematik untuk memecahkan permasalahan.

13Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung: Rosda, 2011), hal. 194 14Ibid, hal. 195

22

Perkembangan kognitif lainnya yang juga terkait dengan

perkembangan remaja adalah :

c. Perkembangan Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan (decision making) merupakan salah

satu bentuk perbuatan berpikir dan hasil dari perbuatan itu disebut

keputusan. Ini berarti bahwa dengan melihat bagaimana seorang

remaja mengambil suatu keputusan, maka dapat diketahui

perkembangan pemikirannya. Remaja adalah masa dimana terjadi

peningkatan pengambilan keputusan. Hal tersebut misalnya

mengambil keputusan tentang masa depan, memilih teman,

melanjutkan kuliah, mencari pekerjaan, mengikuti bimbingan

belajar, dan seterusnya.15

Saat berkaitan dengan pengambilan keputusan ini, remaja

yang lebih tua ternyata lebih kompeten daripada remaja yang lebih

muda, sekaligus lebih kompeten dibandingkan anak-anak.

Dibandingkan dengan anak-anak, remaja yang lebih muda

cenderung menghasilkan pilihan-pilihan, menguji situasi dari

berbagai perspektif, mengantisipasi akibat dari keputusan-

keputusan, dan mempertimbangkan kredibilitas sumber-sumber.

Akan tetapi, apabila dibandingkan dengan remaja yang lebih tua,

remaja yang lebih muda memiliki kemampuan yang kurang dalam

keterampilan pengambilan keputusan (Santrock, 1995).

15 Desmita, Op. Cit, hal. 198

23

d. Perkembangan Orientasi Masa Depan

Orientasi masa depan merupakan salah satu fenomena

perkembangan kognitif yang terjadi pada masa remaja. Sebagai

individu yang sedang mengalami proses peralihan dari masa anak-

anak mencapai kedewasaan, remaja memiliki tugas-tugas

perkembangan yang mengarah pada persiapannya memenuhi

tuntutan dan harapan peran sebagai orang dewasa. Sebagaimana

yang dikemukakan oleh Elizabeth B. Hurlock (1981), remaja mulai

memikirkan tentang masa depan mereka secara sungguh-sungguh.

Remaja mulai memberikan perhatian yang besar terhadap berbagai

lapangan kehidupan yang akan dijalaninya sebagai manusia dewasa

di masa mendatang. Beberapa lapangan kehidupan di masa depan

yang banyak mendapat perhatian remaja adalah lapangan

pendidikan (Nurmi, 1989), di samping dunia kerja dan hidup

berumah tangga (Havighurst, 1984).16

e. Perkembangan Penalaran Moral

Moral merupakan suatu kebutuhan penting bagi remaja,

terutama sebagai pedoman menemukan identitas dirinya,

mengembangkan hubungan personal yang harmonis, dan

16Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung: Rosda, 2011), hal. 199

24

menghindari konflik-konflik peran yang selalu terjadi dalam

transisi.17

f. Perkembangan Pemahaman tentang Agama

Seperti halnya moral, agama juga merupakan fenomena

kognitif. Beberapa ahli psikologi perkembangan (seperti Seifert &

Hoffnung) menempatkan pembahasan tentang agama dalam

kelompok bidang perkembangan kognitif.18

Bagi remaja, agama memiliki arti yang sama pentingnya

dengan moral. Bahkan, sebagaimana dijelaskan oleh Adams &

Gullota (1983), agama memberikan sebuah kerangka moral,

sehingga membuat seseorang mampu membandingkan tingkah

lakunya. Agama dapat menstabilkan tingkah laku dan bisa

memberikan penjelasan mengapa dan untuk apa seseorang berada di

dunia ini. Agama memberikan perlindungan rasa aman, terutama

bagi remaja yang tengah mencari eksistensi dirinya.

B. Kajian Mata Pelajaran PAI

Pengertian pembelajaran menurut Sisdiknas Pasal 1 Ayat 20 adalah

sebuah proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik

17Desmita, Op.Cit, hal. 206 18Desmita, Op.Cit, hal. 208

25

dan sumber belajar dalam suatu lingkungan belajar.19 Pembelajaran

dianggap sebagai proses yang terpogram dan dapat membelajarkan

peserta didik secara aktif.

Menurut Drs. Ahmad D. Marimba, pendidikan agama Islam adalah

bimbingan jasmani, rohani, berdasarkan hukum-hukum agama Islam

menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-

ukuran Islam. Dengan pengertian yang lain, sering kali beliau

mengatakan kepribadian yang memiliki nalai-nilai agama Islam,

memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam,

dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.20

Menurut Mustofa Al-Ghulayani : Bahwa Pendidikan Agama Islam

ialah menanamkan akhlak yang mulia di dalam jiwa anak dalam masa

pertumbuhannya dan menyiraminya dengan petunjuk dan nasihat,

sehingga ahklak itu menjadi salah satu kemampuan (meresap dalam)

jiwanya kemudian buahnya berwujud keutamaan, kebaikan dan cinta

bekerja untuk kemanfaatan tanah air.21

Menurut Prof. Dr. Hasan Langgulung : Pendidikan Agama Islam

ialah Pendidikan yang memiliki 4 macam fungsi, yaitu :

19http://www.seputarpengetahuan.com/2015/03/15-pengertian-pembelajaran-menurut-

para-ahli.html diakses pada tanggal 29 Desember 2016, Jam 20.50 20 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : Al-Ma`arif,

1962), hal. 23. 21Mustofa Ghalayaini, Idhatun Nasihiin, (Shaida : Mathba`ah Ashriyah, 1368 H/1949 M),

Cet. Ke-6.

26

1). Menyiapkan generasi muda untuk memegang peranan-peranan

tertentu dalam masyarakat pada masa yang akan datang. Peranan ini

berkaitan erat dengan kelanjutan hidup (survival) masyarakat sendiri

2). Memindahkan ilmu pengetahuan yang bersangkutan dengan

peranan-peranan tersebut dari generasi tua kepada generasi muda.

3). Memindahkan nilai-nilai yang bertujuan memelihara keutuhan

dan kesatuan masyarakat yang menjadi syarat mutlak bagi kelanjutan

hidup (survival) suatu masyarakat dan peradaban. Dengan kata lain,

tanpa nilai-nilai keutuhan (integrity) dan kesatuan (integration) suatu

masyarakat, maka kelanjutan hidup tersebut tidak akan dapat

terpelihara dengan baik yang akhirnya akan berkesudahan dengan

kehancuran masyarakat itu sendiri.22

Menurut Zakiah Darajat : Pendidikan Agama Islam adalah

Pendidikan melalui ajaran-ajaran agama islam, yaitu berupa bimbingan

dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari

pendidikan itu ia dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan

ajaran-ajaran agama islam yang telah diyakininya secara menyeluruh,

serta menjadikan ajaran agama islam sebagai suatu pandangan

hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun

di akhirat kelak.23

22Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, (Bandung: Al-

Ma`arif, 1980). 23Zakiah Darajat, et al, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 2000), Cet. Ke-4,

h.86-89.

27

Pendidikan agama Islam memiliki beberapa istilah dalam mata

pelajarannya. Mata pelajaran Al-Islam merupakan istilah mata

pelajaran yang dipakai pada lembaga pendidikan Muhammadiyah.

Adapun istilah yang biasa digunakan di lembaga pendidikan negeri

adalah mata pelajaran PAI (Pendidikan Agama Islam). Berbeda pula

dengan istilah yang digunakan di lembaga seperti madrasah yang lebih

merinci mata pelajaran PAI dengan berbagai rumpun, diantaranya

Fiqih, Aqidah akhlak, Al-Qur’an Hadits, dan juga Sejarah Kebudayaan

Islam.

C. Kajian Problem Solving

1. Definisi Problem Solving

Problem solving adalah suatu pendekatan pembelajaran yang

dipercaya sebagai alat untuk mengembangkan keterampilan tingkat

tinggi. Melalui pembelajaran berbasis problem solving, siswa akan

mampu menjadi pemikir yang kreatif, handal, dan juga mandiri.24

Problem solving (metode pemecahan masalah) tidak hanya

sebagai metode dalam mengajar, tetapi juga merupakan suatu metode

berpikir. Hal tersebut dikarenakan dalam problem solving dapat

24Lukmanul Hakim, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung: CV. Wacana Prima, 2009),

cet. 1, hal. 49.

28

menggunakan metode lainnya yang dimulai dengan mencari data

sampai menarik kesimpulan.25

Strategi pemecahan masalah (problem solving) merupakan suatu

strategi pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan

yang membutuhkan penyelidikan autentik, yakni penyelidikan yang

membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata.

Adapun menurut Purwanto, strategi pemecahan masalah adalah suatu

proses dengan menggunakan strategi, cara, atau teknik tertentu untuk

menghadapi situasi baru, agar keadaan tersebut dapat dilalui sesuai

dengan keinginan yang ditetapkan.26

Berdasarkan pada uraian definisi di atas, dapat diambil kesimpulan

bahwa problem solving merupakan suatu strategi pembelajaran yang

mengaktifkan atau melatih siswa untuk dapat berpikir kreatif,

berperilaku terampil, serta dapat menghadapi dan memecahkan

masalah.

2. Konsep Dasar dan Karakteristik Problem solving

Proses pembelajaran berbasis problem solving diartikan sebagai

rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses

penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah.27 Ada 3 ciri utama

25Syaiful B. Djamarah, Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta : Renika Cipta,

2010), hal 103. 26Edy Purwanto. Desain Teks Untuk Belajar “Pendekatan Pemecahan Masalah”. Jurnal

IPS danPengajarannya. 1999, 33 (2) hal 284 27Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:

Kencana Prenada Media Group, 2009), hal. 214.

29

dari pembelajaran berbasis problem solving tersebut. Pertama,

pembelajaran berbasis problem solving merupakan rangkaian aktivitas

pembelajaran. Artinya, dalam implementasi pembelajaran berbasis

problem solving tersebut ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan

oleh siswa. Aktivitas pembelajaran tersebut, siswa tidak hanya sekedar

mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi pelajaran. Siswa

juga diharapkan mampu berfikir secara aktif, berkomunikasi, mencari

dan mengolah data, serta pada akhirnya menyimpulkan. Kedua, aktivitas

pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Pembelajaran

berbasis problem solving menempatkan masalah sebagai kata kunci dari

proses pembelajaran. Ketiga, pemecahan masalah dilakukan dengan

menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan

menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan

induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara sistematis dan empiris.

Sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan

tertentu, sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah

didasarkan pada data dan fakta yang jelas.28

Menurut Gagne, apabila seorang siswa dihadapkan pada

suatu masalah, pada akhirnya mereka bukan hanya sekedar

memecahkan masalah, akan tetapi juga belajar sesuatu yang baru.

Pemecahan masalah memegang peranan penting dalam banyak disiplin

ilmu.

28Wina Sanjaya, Ibid, hal 214-215

30

Pemecahan masalah juga berperan agar pembelajaran berjalan dengan

fleksibel.29

Proses pembelajaran berbasis problem solving ini juga mampu

merangsang siswa menjadi seseorang dengan ciri sebagai berikut :

a. Eksplorer – mencari penemuan terbaru

b. Inventor – mengembangkan ide/gagasan dan pengujian baru

yang inovatif

c. Desainer yang mengkreasikan rencana dan membuat model

terbaru

d. Pengambil keputusan – berlatih bagaimana menetapkan

pilihan yang bijaksana

e. Komunikator – mengembangkan metode dan teknik untuk

bertukar pikiran dan berinteraksi dengan orang lain

Siswa diharapkan mampu membangun pemahamannya sendiri

mengenai realita alam dan ilmu pengetahuan dengan cara

merekonstruksi sendiri makna yang ada di dalamnya melalui

pemahaman pribadi yang dimilikinya. Para siswa difasilitasi untuk

menerapkan pengetahuan yang telah mereka miliki melalui problem

solving, pengambilan keputusan, dan mendesain penemuan. Para siswa

dituntut untuk bertindak dan berfikir kreatif dan kritis. Para siswa

dilibatkan dalam melakukan eksplorasi situasi baru, dalam

29Mulyasa, Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan

Menyenangkan,(Bandung: Rosda, 2013), hal. 111

31

mempertimbangkan dan merespon permasalahan secara kritis dan

bijaksana, serta dalam menyelesaikan permasalahannya secara

realistis.30

Adapun dalam mengimplementasikan pembelajaran berbasis

problem solving, guru perlu memilih bahan pelajaran atau materi

pelajaran yang dapat dipecahkan. Permasalahan tersebut bisa diambil

dari buku teks atau dari sumber-sumber lain. Sumber-sumber lain

tersebut bisa dari peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitar, peristiwa

dari dalam keluarga, atau peristiwa yang ada di masyarakat.

Strategi pembelajaran dengan pemecahan masalah dapat

diterapkan:

a) Manakala guru menginginkan siswa tidak hanya sekedar mengingat

materi pelajaran, namun menguasai dan memahaminya secara

penuh.

b) Apabila guru bermaksud untuk mengembangkan keterampilan

berpikir rasional siswa, yaitu kemampuan menganalisis situasi,

menerapkan pengetahuan yang mereka miliki dalam situasi baru,

mengenal adanya perbedaan antara fakta dan pendapat, serta

mengembangkan kemampuan dalam membuat judgment secara

objektif.

30Lukmanul Hakim, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung: CV. Wacana Prima, 2009),

cet. 1, hal. 49-50

32

c) Manakala guru menginginkan siswa mampu dalam memecahkan

masalah serta dapat membuat tantangan dalam hal intelektual siswa.

d) Apabila guru ingin mendorong siswa untuk lebih bertanggung jawab

dalam belajarnya.

e) Manakala guru menginginkan agar siswa memahami hubungan

antara apa yang dipelajari dengan kenyataan dalam kehidupan

(hubungan antara teori dengan kenyataan/praktek dalam kehidupan

sehari-hari).31

3. Hakikat Masalah dalam Pembelajaran Berbasis Problem solving

Masalah dalam pembelajaran berbasis problem solving adalah

masalah yang bersifat terbuka. Artinya, jawaban dari masalah tersebut

belum pasti. Setiap siswa, bahkan guru dapat mengembangkan

kemungkinan jawaban. Berdasar hal demikian, pembelajaran ini

memberikan kesempatan kepada siswa untuk bereksplorasi

mengumpulkan dan menganalisis data secara lengkap untuk

memecahkan masalah yang dihadapi. Tujuan yang ingin dicapai dalam

pembelajaran ini adalah kemampuan siswa untuk berpikir kritis, analitis,

sistematis, dan logis untuk menemukan alternatif pemecahan masalah

melalui eksplorasi data secara empiris dalam rangka menumbuhkan

sikap ilmiah.

31Sanjaya, Wina, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,

(Bandung: Rosda, 2013), hal. 214-215

33

Hakikat masalah dalam pembelajaran berbasis problem solving ini

adalah gap atau kesenjangan antara situasi nyata dan kondisi yang

diharapkan, atau antara kenyataan yang terjadi dengan apa yang

diharapkan. Kesenjangan tersebut bisa dirasakan dari adanya keresahan,

keluhan, kerisauan, atau kecemasan. Berdasarkan hal tersebut, maka

materi pelajaran atau topik tidak terbatas pada materi pelajaran yang

bersumber dari buku saja, akan tetapi juga dapat bersumber dari

peristiwa-peristiwa tertentu yang sesuai dengan kurikulum yang

berlaku. Berikut ini adalah kriteria pemilihan bahan pelajaran dalam

pembelajaran berbasis problem solving:32

a) Bahan pelajaran harus mengandung isu-isu yang

mengandung konflik (conflict issue) yang bisa bersumber dari berita,

rekaman, video, dan yang lainnya.

b) Bahan yang dipilih adalah bahan yang bersifat familiar

dengan siswa. Hal tersebut bermanfaat agar siswa dapat mengikutinya

dengan baik.

c) Bahan yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan

dengan kepentingan orang banyak (universal), sehingga terasa

manfaatnya.

d) Bahan yang dipilih merupakan bahan yang mendukung

tujuan atau kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa sesuai dengan

kurikulum yang berlaku.

32Sanjaya, Wina, Op. Cit, hal. 216-217

34

e) Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa, sehingga

setiap siswa merasa perlu untuk mempelajarinya.

4. Tahapan-tahapan Pembelajaran Berbasis Problem Solving

Banyak ahli yang menjelaskan bentuk penerapan pembelajaran

berbasis problem solving. John Dewey seorang ahli pendidikan

berkebangsaan Amerika menjelaskan 6 langkah pembelajaran tersebut

yang kemudian dinamakan metode pemecahan masalah (problem

solving), yaitu:

a) Merumuskan masalah

b) Menganalisis masalah

c) Merumuskan hipotesis

d) Mengumpulkan data

e) Pengujian hipotesis

f) Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah

Adapun menurut Davis dan Alexander, langkah-langkah

pemecahan masalah sebagai suatu seri, yang meliputi: sensing potensial

problems, formulating problem, search for solution, trade-off among

solution and initial selection, implementation and evaluation.33

Berdasarkan hal tersebut, pembelajaran dengan metode pemecahan

masalah akan menempuh langkah-langkah sebagai berikut:

a. Merasakan adanya masalah-masalah yang potensial

33Mulyasa, Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan

Menyenangkan, (Bandung: Rosda, 2013), hal. 111

35

b. Merumuskan masalah

c. Mencari jalan keluar

d. Memilih jalan keluar yang paling tepat

e. Melaksanakan pemecahan masalah

f. Menilai apakah pemecahan masalah yang dilakukan sudah tepat

atau belum

Berdasarkan dari beberapa paparan para ahli mengenai

bentuk tahapan pembelajaran tersebut, maka secara umum pembelajaran

tersebut bisa dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menyadari Masalah

Implementasi pembelajaran berbasis problem solving harus

dimulai dengan kesadaran adanya masalah yang harus dipecahkan. Guru

membimbing siswa pada kesadaran adanya kesenjangan atau gap yang

dirasakan oleh manusia atau lingkungan sosial. Pada tahapan ini, siswa

diharapkan mampu menentukan atau menangkap kesenjangan yang

terjadi dari berbagai fenomena yang ada. Guru juga dapat mendorong

siswa agar menentukan satu atau dua kesenjangan yang pantas untuk

dikaji baik melalui kelompok besar atau kelompok kecil atau bahkan

individual.

2. Merumuskan Masalah

Bahan pelajaran dalam bentuk topik yang dapat dicari dari

kesenjangan, selanjutnya difokuskan pada masalah apa yang pantas

36

dikaji. Mencapai tahapan ini, siswa diharapkan mampu menentukan

prioritas masalah dan memanfaatkan pengetahuannya untuk mengkaji,

merinci, dan menganalisis masalah hingga muncul rumusan masalah

yang jelas, spesifik, dan dapat dipecahkan.

3. Merumuskan Hipotesis

Proses berpikir ilmiah yang merupakan perpaduan dari berpikir

induktif dan deduktif sangat diperlukan dalam tahapan ini. Begitu pula

dengan merumuskan hipotesis yang tidak boleh ditinggalkan.

Kemampuan yang diharapkan dapat diraih oleh siswa dalam tahap ini

adalah siswa dapat menentukan sebab akibat dari masalah yang ingin

diselesaikan. Berdasarkan analisis sebab akibat inilah diharapkan siswa

mampu mencari kemungkinan dari penyelesaian masalah. Adapun

upaya selanjutnya adalah mengumpulkan data yang sesuai dengan

hipotesis yang diajukan.

4. Mengumpulkan Data

Mencapai tahapan ini, siswa didorong untuk mengumpulkan data

yang relevan. Kemampuan yang diharapkan pada tahapan ini adalah

kecakapan siswa untuk mengumpulkan dan memilah data, kemudian

memetakan dan menyajikannya dalam berbagai tampilan sehingga

mudah dipahami.

5. Menguji Hipotesis

Berdasarkan data yang dikumpulkan, pada akhirnya siswa

menentukan hipotesis mana yang diterima dan mana yang ditolak.

37

Kemampuan yang diharapkan dari siswapada tahapan ini adalah

kecakapan menelaah data dan sekaligus membahasnya untuk melihat

hubungannya dengan masalah yang dikaji. Siswa juga diharapkan dapat

mengambil keputusan dan kesimpulan.

6. Menentukan Pilihan Penyelesaian

Tahap ini merupakan akhir dari proses pembelajaran berbasis

problem solving. Kemampuan yang diharapkan dari tahapan ini adalah

kecakapan memilih alternatif penyelesaian yang memungkinkan dapat

dilakukan serta dapat memperhitungkan kemungkinan yang akan terjadi

sehubungan dengan alternatif yang dipilihnya, termasuk

memperhitungkan akibat yang akan terjadi pada setiap pilihan.34

5. Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Berbasis problem

solving

1. Keunggulan

Sebagai suatu strategi pembelajaran, pembelajaran berbasis problem

solving ini memiliki beberapa keunggulan, diantaranya:

a. Pemecahan masalah (problem solving) merupakan teknik yang

cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.

b. Pemecahan masalah (problem solving) dapat menantang

kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk

menemukan pengetahuan baru bagi siswa.

34Sanjaya, Wina, Op. Cit, hal. 217-220

38

c. Pemecahan masalah (problem solving) dapat meningkatkan

aktivitas pembelajaran siswa.

d. Pemecahan masalah (problem solving) dapat membantu siswa

bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami

masalah dalam kehidupan nyata.

e. Pemecahan masalah (problem solving) dapat membantu siswa

untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung

jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.

f. Melalui pemecahan masalah (problem solving) bisa

memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran

(matematika, IPA, PAI, sejarah, dan lain sebagainya) pada

dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus

dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru

atau dari buku-buku saja.

g. Pemecahan masalah (problem solving) dianggap lebih

menyenangkan dan disukai siswa.

h. Pemecahan masalah (problem solving) dapat mengembangkan

kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan

kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan

baru.

i. Pemecahan masalah (problem solving) dapat memberikan

kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan

yang mereka miliki dalam dunia nyata.

39

j. Pemecahan masalah (problem solving) dapat mengembangkan

minat siswa untuk secara terus menerus belajar sekalipun belajar

pada pendidikan formal telah berakhir.

k. Pemecahan masalah (problem solving) dapat membuat

pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan dengan kehidupan,

khususnya dengan dunia kerja.

l. Proses belajar mengajar melalui pemecahan masalah (problem

solving) dapat membiasakan para siswa menghadapi dan

memecahkan masalah secara terampil, baik menghadapi

permasalahan di dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bahkan

saat bekerja nanti. Pemecahan masalah ini sangat bermakna bagi

kehidupan manusia.

2. Kelemahan

Selain memiliki keunggulan, pembelajaran berbasis problem solving

juga memiliki kelemahan, diantaranya:

a. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai

kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk

dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba.

b. Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving

membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.

c. Tanpa pemahaman yang mendalam kepada siswa akan manfaat

dari memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka siswa

tidak akan belajar dari apa yang dipelajarinya.

40

d. Sering orang beranggapan keliru bahwa pembelajaran problem

solving ini tidak sesuai untuk anak di jenjang sekolah dasar (SD).

Padahal, pembelajaran ini bisa digunakan untuk siswa dari

jenjang SD hingga ke atas dengan tingkat kesulitan

permasalahan yang sesuai dengan taraf kemampuan berpikir

anak.

e. Proses belajar mengajar dengan menggunakan problem solving

sering memerlukan waktu yang cukup banyak dan sering

terpaksa mengambil waktu pelajaran lain.

f. Mengubah kebiasaan siswa belajar dengan mendengarkan dan

menerima informasi dari guru menjadi belajar dengan banyak

berpikir memecahkan permasalahan sendiri atau kelompok,

yang terkadang memerlukan berbagai sumber belajar. hal

tersebut merupakan kesulitan tersendiri bagi siswa.35

D. Kajian Pendidikan Karakter

a. Pengertian Karakter

Kemendiknas menjelaskan bahwa karakter adalah “watak, tabiat,

akhlak, moral, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil

internalisasi berbagai nilai kebajikan (virtues) yang diyakini dan

digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan

bertindak. Kebajikan terdiri dari sejumlah nilai, moral, dan norma

seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan menghormati

35Sanjaya, Wina, Op. Cit, hal. 220-221

41

orang lain”. Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan

karakter masyarakat dan karakter bangsa.36

b. Pengertian Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter adalah penanaman dan pengembangan nilai-

nilai kebajikan dalam diri peserta didik yang tidak harus merupakan

satu program atau pelajaran secara khusus. Penanaman dan

pengembangan nilai itu merupakan suatu dimensi dari seluruh usaha

pendidikan yang tidak hanya terfokus pada pengembangan ilmu,

keterampilan, dan teknologi saja. Hal tersebut juga terfokus pada

pengembangan aspek lainnya seperti kepribadian, etik-moral, dan yang

lain.37

c. Karakter yang dikembangkan

Kemendiknas menyatakan bahwa nilai-nilai yang dikembangkan

dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa diidentifikasi dari

sumber-sumber berikut :

1. Agama: masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang

beragama. Kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari

pada ajaran agama dan kepercayaannya.

2. Pancasila: negara Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip

kehidupan berbangsa dan bernegara yang disebut pancasila. Artinya,

nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila menjadi nilai-nilai yang

36Syamsu Yusuf, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: Rajawali Press, 2013), hal. 33 37Ibid, hal. 34

42

mengatur kehidupan dalam segala aspek seperti kehidupan politik,

hukum, ekonomi, kemasyarakan, budaya, dan seni.

3. Budaya: manusia yang hidup bermasyarakat selalu didasari

oleh nilai-nilai budaya yang diakui oleh masyarakat itu. Nilai-nilai

budaya itu dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu

konsep dan arti dalam komunikasi antar anggota masyarakat itu.

4. Tujuan pendidikan nasional: tujuan pendidikan nasional

memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara

Indonesia.

Berdasarkan keempat sumber nilai itu, teridentifikasi sejumlah

nilai untuk pendidikan budaya dan karakter bangsa sebagai berikut.

Tabel 1.1 Karakter yang Dikembangkan38

NILAI/KARAKTER DESKRIPSI

1. Religius Sikap dan perilaku yang senantiasa

patuh dan taat dalam melaksanakan

ajaran agama, toleransi terhadap

pelaksanaan ibadah agama lain, dan

hidup rukun serta saling membantu

terhadap pemeluk agama lain

2. Jujur Perilaku yang menjadikan dirinya

sebagai orang yang dapat dipercaya

38 Syamsu Yusuf,Op.Cit, hal. 36

43

dalam perkataan, tindakan, dan

pekerjaan.

3. Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai

perbedaan agama, suku, etnis, pendapat,

sikap, dan tindakan orang lain yang

berbeda terhadap dirinya.

4. Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku

tertib dan patuh pada berbagai

ketentuan dan peraturan.

5. Kerja Keras Perilaku yang menunjukkan upaya

sungguh-sungguh dalam mengatasi

hambatan dalam belajar, tugas, dan

pekerjaan. Serta menyelesaikan tugas

dan pekerjaan dengan sebaik-baiknya.

6. Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk

menghasilkan cara atau hasil baru

7. Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah

tergantung terhadap orang lain dalam

menyelesaikan tugas atau pekerjaan

8. Demokratis Cara berpikir, bersikap, dan bertindak

yang menilai sama hak dan kewajiban

dirinya dan orang lain

9. Rasa Ingin Tahu Sikap dan tindakan yang selalu

44

berupaya untuk mengetahui lebih

mendalam dan meluas dari sesuatu yang

dipelajarinya, dilihat, dan didengar.

10. Semangat Kebangsaan Cara berpikir, bertindak, dan

berwawasan yang menempatkan

kepentingan bangsa dan negara di atas

kepentingan diri dan kelompoknya.

11. Cinta Tanah Air Cara berpikir, bersikap, dan berbuat

yang menunjukkan kesetiaan,

kepedulian, dan penghargaan yang

tinggi terhadap bahasa, lingkungan

fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan

politik bangsa.

12. Menghargai Prestasi Sikap dan tindakan yang mendorong

dirinya untuk menghasilkan sesuatu

yang berguna bagi masyarakat, dan

mengakui, serta menghormati

keberhasilan orang lain.

13. Bersahabat/Komunikatif Tindakan yang memperlihatkan rasa

senang berbicara, bergaul, dan bekerja

sama dengan orang lain.

14. Cinta Damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang

menyebabkan orang lain merasa senang

45

dan aman atas kehadiran dirinya.

15. Gemar Membaca Kebiasaan menyediakan waktu untuk

membaca berbagai bacaan yang

memberikan kebajikan bagi dirinya.

16. Peduli Lingkungan Sikap dan tindakan yang selalu

mencegah kerusakan pada lingkungan

alam di sekitarnya dan berupaya

mengembangkan dan memperbaiki

kerusakan alam yang sudah terjadi.

17. Peduli Sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin

memberi bantuan pada orang lain dan

masyarakat yang membutuhkan.

18. Tanggung Jawab Sikap dan perilaku seseorang yang

selalu mengerjakan tugas dan

kewajibannya terhadap diri sendiri,

masyarakat, lingkungan (alam, sosial,

dan budaya), negara dan Tuhan Yang

Maha Esa.

d. Strategi Pengembangan Karakter di Sekolah

46

Pengembangan karakter bagi para peserta didik di sekolah

diprogramkan melalui strategi seperti tertera pada gambar berikut.39

Gambar 3.1. Strategi Pendidikan Karakter di Sekolah

Pada dasarnya fungsi sekolah dari awal pendiriannya mempunyai

misi untuk membangun karakter atau akhlak para siswa, di samping

mengembangkan wawasan dan penguasaan ilmu dan teknologi.

Pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah memiliki beberapa strategi

seperti yang telah tergambar pada diagram di atas tersebut. Adapun

paparan dari diagram di atas adalah sebagai berikut.

39 Syamsu Yusuf,Op.Cit, hal. 44

STRATEGI PENDIDIKAN

KARAKTER DI SEKOLAH

Penataan Sosio-Emosional

dan Kultur Akademik

Sekolah Bekerja Sama

dengan Pihak Lain

Terpadu dalam

Program Bimbingan

Konseling

Terpadu dalam Program

Ekstrakulikuler

Terpadu dalam

Proses Belajar

Mengajar

Penciptaan Iklim

Religius yang

Kondusif

47

1. Menciptakan iklim religius yang kondusif

Strategi yang dimaksudkan di sini adalah agar warga sekolah baik

itu pimpinan sekolah, guru-guru, staf sekolah, atau siswa sekalipun

perlu memiliki komitmen yang sama untuk selalu merealisasikan nilai-

nilai agama atau senantiasa taqwa kepada Allah, Tuhan Yang Maha

Esa, dalam proses pendidikan di sekolah. Pengamalan dan

penginternalisasian nilai-nilai agama tersebut menyangkut akhlak

mulia, seperti taat dalam melakukan ibadah mahdah, disiplin dalam

bekerja dan belajar, menegakkan amanah, bertanggung jawab, bersikap

jujur, memelihara kebersihan dan keasrian lingkungan, serta menjalin

tali silaturrahim.

2. Menata iklim sosio-emosional

Sekolah merupakan lingkungan yang diharapkan dapat

megembangkan kompetensi sosial dan emosional siswa. Sekolah

diharapkan mampu mendukung berkembangnya kedua kompetensi

tersebut. Beberapa hal yang perlu dikembangkan dalam mendukung

berkembangnya kompetensi sosial dan emosional ini antara lain adalah

a.) hubungan interpersonal yang baik antara pimpinan, guru, staf, dan

juga siswa, b.) sikap dan perlakuan guru yang penuh kasih sayang dan

mengayomi siswanya, c.) kepemimpinan kepala sekolah yang

berwibawa dan bijak.

3. Membangun budaya akademik

48

Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang perlu membangun

budaya akademik di kalangan para siswa. Pimpinan sekolah dan guru-

guru harus bisa menjadi figur atau panutan yang memberikan suri

tauladan kepada para siswa dalam membangun budaya akademik di

sekolah. Budaya akademik yang dimaksudkan tersebut merujuk pada

sikap mental, kebiasaan, dan perilaku yang terkait dengan proses

pengembangan intelektual dan penguasaan ilmu pengetahuan dan

teknologi. Hal yang berkaitan di dalamnya termasuk aspek kejujuran

akademik, disiplin dalam belajar, kebiasaan membaca buku dan

mengerjakan tugas, serta hal-hal positif lainnya yang terkait dengan

materi pelajaran atau ilmu pengetahuan.

4. Terpadu dalam Proses Pembelajaran

Pendidikan karakter bukan mata pelajaran, tetapi setiap guru

dituntut untuk menanamkan nilai-nilai karakter (akhlak mulia) itu

kepada siswa. Cara yang dapat ditempuh guru dalam menanamkan

karakter tersebut, diantaranya adalah a) memberikan teladan kepada

siswa dalam bertutur kata yang santun, berpakaian yang sopan dan

menutup aurat bagi yang Muslim, serta disiplin dalam mengajar, b)

mengaitkan nilai-nilai karakter dengan mata pelajaran, c) memberikan

kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan pendapat atau

mengajukan pertanyaan, d) bersikap objektif dalam penilaian, e)

memberikan reward kepada siswa yang berprestasi serta memberikan

hukuman yang edukatif kepada siswa yang berperilaku kurang baik, f)

49

membangun sikap toleransi, saling menghargai, dan tolong menolong

diantara siswa.

5. Terpadu dalam program bimbingan dan konseling

Bagi sekolah yang sudah melaksanakan program bimbingan dan

konseling, pendidikan karakter juga diintegrasikan di dalam program

tersebut. Adapun pelaksanaannya, guru bimbingan dan konseling dapat

membaginya menjadi 4 bidang, yaitu bimbingan pribadi, sosial,

akademik, dan karier. Berikut ini adalah paparan mengenai 4 bidang

tersebut.

a) Bimbingan dan konseling pribadi merupakan proses bantuan kepada

individu agar dapat memahami dan menerima dirinya secara positif

dan mengarahkannya secara konstruktif untuk mencapai

kematangan pribadi yang mandiri. Tujuan dari bimbingan tersebut

terkait dengan pengembangan karakter personal yaitu siswa mampu

mengaktualisasikan karakter dalam kehidupan sehari-hari, seperti

kejujuran, kedisiplinan, self-respect, self-control, komitmen,

kompeten, daya juang, dan estetika.

b) Bimbingan dan konseling sosial adalah proses bantuan kepada

siswa agar dapat memahami dan mampu menyesuaikan diri dengan

norma, aturan, atau adat yang berlaku dan dijunjung tinggi di

lingkungan sekolah, keluarga, atau masyarakat. Tujuan dari

bimbingan tersebut dikaitkan dengan pengembangan karakter sosial

adalah agar siswa mampu mengaktualisasikan sikap dan perilaku

50

yang terpuji dalam kehidupan sehari-hari, seperti sikap respek

kepada orang lain, empati, toleransi, serta bertanggung jawab dalam

kehidupan bermasyarakat atau bernegara.

c) Bimbingan dan konseling akademik (belajar) merupakan proses

bantuan kepada siswa dalam mengembangkan pengetahuan,

pemahaman, sikap, keterampilan dalam belajar, serta memecahkan

masalah-masalah belajar atau akademik. Adapun kaitannya dengan

pengembangan karakter siswa, belajar diorientasikan untuk

membangun kesadaran akan belajar sepanjang hayat, gemar

membaca, menghindari mencontek, bersikap rasional dan objektif,

serta berorientasi pada masa depan.

d) Bimbingan dan konseling karier adalah proses bantuan kepada siswa

agar siswa memiliki kemampuan dalam menuntaskan tugas

perkembangan kariernya. Melalui bimbingan tersebut, siswa

diharapkan memiliki: 1) keyakinan bahwa bekerja adalah ibadah

kepada Allah SWT, 2) sikap positif terhadap dunia kerja, 3) sikap

disiplin dan tanggung jawab terhadap tugas dan perannya, 4)

menguasai informasi tentang pendidikan dan dunia kerja, 5)

memahami kompetensi yang dipersyaratkan suatu pekerjaan dan

semangat dalam berwirausaha.

6. Terpadu dalam kegiatan ekstrakulikuler

Pendidikan karakter juga dapat dipadukan dengan kegiatan

ekstrakulikuler seperti kepramukaan, kesenian, kerohanian, olahraga,

51

dan kegiatan lainnya. Nilai-nilai karakter yang dapat dikembangkan

melalui ekstrakulikuler adalah kedisiplinan, kejujuran, sportivitas,

tanggung jawab, kebersamaan, toleransi, keberanian, dan kehalusan

budi.

7. Kerja sama dengan pihak lain

Guna membangun karakter para siswa, sekolah dapat juga bekerja

sama pihak lain, baik instansi pemerintah/swasta, organisasi

kemasyarakatan, maupun para pengusaha. Hal tersebut dilakukan agar

siswa tidak tercemari karakternya oleh pengaruh dari luar sekolah.

Usaha sekolah dalam menanamkan nilai-nilai karakter akan kurang

baik hasilnya dan cenderung sia-sia apabila faktor yang menyebabkan

rusaknya moral tidak diperhatikan dan diberantas. 40

40Syamsu Yusuf, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: Rajawali Press, 2013), hal. 36-

40