A. Kajian Peserta Didik 1. Hakikat Peserta...
Transcript of A. Kajian Peserta Didik 1. Hakikat Peserta...
19
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Peserta Didik
1. Hakikat Peserta Didik
Peserta didik, menurut ketentuan umum pasal 1 Undang-undang
Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah
anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui
proses pendidikan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.
Jenjang Taman Kanak-kanak, menurut ketentuan pasal 1 Peraturan
Pemerintah Nomor 27 tahun 1990, disebut dengan anak didik. Adapun
pada pendidikan dasar dan menengah, menurut ketentuan pasal 1
Peratuan Pemerintah Nomor 28 dan Nomor 29 tahun 1990 disebut
dengan siswa. Sementara pada perguruan tinggi, menurut ketentuan
Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1990 disebut mahasiswa.10
Peserta didik juga mempunyai sebutan-sebutan lain seperti murid,
subjek didik, anak didik, pembelajar, dan sebagainya. Sebutan-sebutan
yang berbeda ini mempunyai maksud sama. Apapun istilahnya, yang
jelas peserta didik adalah mereka yang sedang mengikuti program
pendidikan pada suatu sekolah atau jenjang pendidikan tertentu.
Peserta didik merupakan subjek utama dalam pendidikan. Para
pendidik selalu berhubungan dengan peserta didik, tetapi setelah tugas
10 Ali Imron, Burhanuddin, dan Maisyaroh, Manajemen Pendidikan, (Malang: Penerbit
Universitas Negeri Malang, 2003), Cet. 1, Hal. 52
20
pendidik selesai, anak didik dituntut mengamalkan ilmu dalam
kehidupan bermasyarakat. Tugas utama peserta didik adalah belajar
serta menuntut ilmu. Peserta didik dituntut hidup mandiri, mampu
menyelesaikan tugas-tugas pendidikan sesuai dengan kemampuan yang
dimilikinya.11
2. Karakteristik Peserta Didik Usia Sekolah Menengah Pertama
(SMP)
Peserta didik pada usia Sekolah Menengah Pertama (SMP) memiliki
beberapa aspek karakteristik. Usia Sekolah Menengah Pertama (SMP)
tersebut dikenal pula dengan usia remaja (adolesen). Istilah remaja
tersebut telah digunakan secara luas untuk menunjukkan suatu tahap
perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa, yang ditandai
oleh perubahan-perubahan fisik umum serta perkembangan kognitif dan
sosial. Batasan usia remaja yang digunakan oleh para ahli adalah antara
12 hingga 21 tahun. Berikut adalah karakteristik pada peserta didik usia
Sekolah Menengah Pertama ditinjau dari beberapa aspek
perkembangan, yaitu :
a. Perkembangan Fisik12
Adapun perkembangan fisik pada diri remaja adalah
perubahan fisik yang merupakan gejala primer dalam pertumbuhan
masa remaja yang berdampak terhadap perubahan psikologis
(Sarwono, 1994). Adapun perubahan pada fisik, meliputi : 1.)
11 Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hal. 89. 12 Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung: Rosda, 2011), hal. 190
21
perubahan dan tinggi dan berat badan, 2.) perubahan dalam proporsi
tubuh, 3.) perubahan pubertas, 4.) perubahan ciri-ciri seks primer,
serta 5.) perubahan ciri-ciri seks sekunder.
b. Perkembangan Kognitif
Masa remaja adalah suatu periode kehidupan dimana
kapasitas untuk memperoleh dan menggunakan pengetahuan secara
efisien mencapai puncaknya. Hal tersebut dikarenakan pada periode
remaja ini, proses pertumbuhan otak mencapai kesempurnaan.13
Ditinjau dari perspektif teori kognitif Piaget, maka
pemikiran masa remaja telah mencapai pada tahap pemikiran
operasional formal (formal operational thought), yakni suatu tahap
perkembangan kognitif yang dimulai kira-kira pada usia 11 atau 12
tahun. Perkembangan kognitif tersebut juga akan terus berlanjut
hingga mencapai masa dewasa.14
Menginjak pada tahap remaja ini, anak sudah dapat berpikir
secara abstrak dan hipotesis. Anak sudah mampu memikirkan
sesuatu yang abstrak seperti memikirkan sesuatu yang akan atau
mungkin terjadi. Tahap ini, remaja juga sudah mampu berpikir
secara sistematik, mampu memikirkan semua kemungkinan secara
sistematik untuk memecahkan permasalahan.
13Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung: Rosda, 2011), hal. 194 14Ibid, hal. 195
22
Perkembangan kognitif lainnya yang juga terkait dengan
perkembangan remaja adalah :
c. Perkembangan Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan (decision making) merupakan salah
satu bentuk perbuatan berpikir dan hasil dari perbuatan itu disebut
keputusan. Ini berarti bahwa dengan melihat bagaimana seorang
remaja mengambil suatu keputusan, maka dapat diketahui
perkembangan pemikirannya. Remaja adalah masa dimana terjadi
peningkatan pengambilan keputusan. Hal tersebut misalnya
mengambil keputusan tentang masa depan, memilih teman,
melanjutkan kuliah, mencari pekerjaan, mengikuti bimbingan
belajar, dan seterusnya.15
Saat berkaitan dengan pengambilan keputusan ini, remaja
yang lebih tua ternyata lebih kompeten daripada remaja yang lebih
muda, sekaligus lebih kompeten dibandingkan anak-anak.
Dibandingkan dengan anak-anak, remaja yang lebih muda
cenderung menghasilkan pilihan-pilihan, menguji situasi dari
berbagai perspektif, mengantisipasi akibat dari keputusan-
keputusan, dan mempertimbangkan kredibilitas sumber-sumber.
Akan tetapi, apabila dibandingkan dengan remaja yang lebih tua,
remaja yang lebih muda memiliki kemampuan yang kurang dalam
keterampilan pengambilan keputusan (Santrock, 1995).
15 Desmita, Op. Cit, hal. 198
23
d. Perkembangan Orientasi Masa Depan
Orientasi masa depan merupakan salah satu fenomena
perkembangan kognitif yang terjadi pada masa remaja. Sebagai
individu yang sedang mengalami proses peralihan dari masa anak-
anak mencapai kedewasaan, remaja memiliki tugas-tugas
perkembangan yang mengarah pada persiapannya memenuhi
tuntutan dan harapan peran sebagai orang dewasa. Sebagaimana
yang dikemukakan oleh Elizabeth B. Hurlock (1981), remaja mulai
memikirkan tentang masa depan mereka secara sungguh-sungguh.
Remaja mulai memberikan perhatian yang besar terhadap berbagai
lapangan kehidupan yang akan dijalaninya sebagai manusia dewasa
di masa mendatang. Beberapa lapangan kehidupan di masa depan
yang banyak mendapat perhatian remaja adalah lapangan
pendidikan (Nurmi, 1989), di samping dunia kerja dan hidup
berumah tangga (Havighurst, 1984).16
e. Perkembangan Penalaran Moral
Moral merupakan suatu kebutuhan penting bagi remaja,
terutama sebagai pedoman menemukan identitas dirinya,
mengembangkan hubungan personal yang harmonis, dan
16Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung: Rosda, 2011), hal. 199
24
menghindari konflik-konflik peran yang selalu terjadi dalam
transisi.17
f. Perkembangan Pemahaman tentang Agama
Seperti halnya moral, agama juga merupakan fenomena
kognitif. Beberapa ahli psikologi perkembangan (seperti Seifert &
Hoffnung) menempatkan pembahasan tentang agama dalam
kelompok bidang perkembangan kognitif.18
Bagi remaja, agama memiliki arti yang sama pentingnya
dengan moral. Bahkan, sebagaimana dijelaskan oleh Adams &
Gullota (1983), agama memberikan sebuah kerangka moral,
sehingga membuat seseorang mampu membandingkan tingkah
lakunya. Agama dapat menstabilkan tingkah laku dan bisa
memberikan penjelasan mengapa dan untuk apa seseorang berada di
dunia ini. Agama memberikan perlindungan rasa aman, terutama
bagi remaja yang tengah mencari eksistensi dirinya.
B. Kajian Mata Pelajaran PAI
Pengertian pembelajaran menurut Sisdiknas Pasal 1 Ayat 20 adalah
sebuah proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik
17Desmita, Op.Cit, hal. 206 18Desmita, Op.Cit, hal. 208
25
dan sumber belajar dalam suatu lingkungan belajar.19 Pembelajaran
dianggap sebagai proses yang terpogram dan dapat membelajarkan
peserta didik secara aktif.
Menurut Drs. Ahmad D. Marimba, pendidikan agama Islam adalah
bimbingan jasmani, rohani, berdasarkan hukum-hukum agama Islam
menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-
ukuran Islam. Dengan pengertian yang lain, sering kali beliau
mengatakan kepribadian yang memiliki nalai-nilai agama Islam,
memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam,
dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.20
Menurut Mustofa Al-Ghulayani : Bahwa Pendidikan Agama Islam
ialah menanamkan akhlak yang mulia di dalam jiwa anak dalam masa
pertumbuhannya dan menyiraminya dengan petunjuk dan nasihat,
sehingga ahklak itu menjadi salah satu kemampuan (meresap dalam)
jiwanya kemudian buahnya berwujud keutamaan, kebaikan dan cinta
bekerja untuk kemanfaatan tanah air.21
Menurut Prof. Dr. Hasan Langgulung : Pendidikan Agama Islam
ialah Pendidikan yang memiliki 4 macam fungsi, yaitu :
19http://www.seputarpengetahuan.com/2015/03/15-pengertian-pembelajaran-menurut-
para-ahli.html diakses pada tanggal 29 Desember 2016, Jam 20.50 20 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : Al-Ma`arif,
1962), hal. 23. 21Mustofa Ghalayaini, Idhatun Nasihiin, (Shaida : Mathba`ah Ashriyah, 1368 H/1949 M),
Cet. Ke-6.
26
1). Menyiapkan generasi muda untuk memegang peranan-peranan
tertentu dalam masyarakat pada masa yang akan datang. Peranan ini
berkaitan erat dengan kelanjutan hidup (survival) masyarakat sendiri
2). Memindahkan ilmu pengetahuan yang bersangkutan dengan
peranan-peranan tersebut dari generasi tua kepada generasi muda.
3). Memindahkan nilai-nilai yang bertujuan memelihara keutuhan
dan kesatuan masyarakat yang menjadi syarat mutlak bagi kelanjutan
hidup (survival) suatu masyarakat dan peradaban. Dengan kata lain,
tanpa nilai-nilai keutuhan (integrity) dan kesatuan (integration) suatu
masyarakat, maka kelanjutan hidup tersebut tidak akan dapat
terpelihara dengan baik yang akhirnya akan berkesudahan dengan
kehancuran masyarakat itu sendiri.22
Menurut Zakiah Darajat : Pendidikan Agama Islam adalah
Pendidikan melalui ajaran-ajaran agama islam, yaitu berupa bimbingan
dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari
pendidikan itu ia dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan
ajaran-ajaran agama islam yang telah diyakininya secara menyeluruh,
serta menjadikan ajaran agama islam sebagai suatu pandangan
hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun
di akhirat kelak.23
22Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, (Bandung: Al-
Ma`arif, 1980). 23Zakiah Darajat, et al, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 2000), Cet. Ke-4,
h.86-89.
27
Pendidikan agama Islam memiliki beberapa istilah dalam mata
pelajarannya. Mata pelajaran Al-Islam merupakan istilah mata
pelajaran yang dipakai pada lembaga pendidikan Muhammadiyah.
Adapun istilah yang biasa digunakan di lembaga pendidikan negeri
adalah mata pelajaran PAI (Pendidikan Agama Islam). Berbeda pula
dengan istilah yang digunakan di lembaga seperti madrasah yang lebih
merinci mata pelajaran PAI dengan berbagai rumpun, diantaranya
Fiqih, Aqidah akhlak, Al-Qur’an Hadits, dan juga Sejarah Kebudayaan
Islam.
C. Kajian Problem Solving
1. Definisi Problem Solving
Problem solving adalah suatu pendekatan pembelajaran yang
dipercaya sebagai alat untuk mengembangkan keterampilan tingkat
tinggi. Melalui pembelajaran berbasis problem solving, siswa akan
mampu menjadi pemikir yang kreatif, handal, dan juga mandiri.24
Problem solving (metode pemecahan masalah) tidak hanya
sebagai metode dalam mengajar, tetapi juga merupakan suatu metode
berpikir. Hal tersebut dikarenakan dalam problem solving dapat
24Lukmanul Hakim, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung: CV. Wacana Prima, 2009),
cet. 1, hal. 49.
28
menggunakan metode lainnya yang dimulai dengan mencari data
sampai menarik kesimpulan.25
Strategi pemecahan masalah (problem solving) merupakan suatu
strategi pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan
yang membutuhkan penyelidikan autentik, yakni penyelidikan yang
membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata.
Adapun menurut Purwanto, strategi pemecahan masalah adalah suatu
proses dengan menggunakan strategi, cara, atau teknik tertentu untuk
menghadapi situasi baru, agar keadaan tersebut dapat dilalui sesuai
dengan keinginan yang ditetapkan.26
Berdasarkan pada uraian definisi di atas, dapat diambil kesimpulan
bahwa problem solving merupakan suatu strategi pembelajaran yang
mengaktifkan atau melatih siswa untuk dapat berpikir kreatif,
berperilaku terampil, serta dapat menghadapi dan memecahkan
masalah.
2. Konsep Dasar dan Karakteristik Problem solving
Proses pembelajaran berbasis problem solving diartikan sebagai
rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses
penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah.27 Ada 3 ciri utama
25Syaiful B. Djamarah, Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta : Renika Cipta,
2010), hal 103. 26Edy Purwanto. Desain Teks Untuk Belajar “Pendekatan Pemecahan Masalah”. Jurnal
IPS danPengajarannya. 1999, 33 (2) hal 284 27Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2009), hal. 214.
29
dari pembelajaran berbasis problem solving tersebut. Pertama,
pembelajaran berbasis problem solving merupakan rangkaian aktivitas
pembelajaran. Artinya, dalam implementasi pembelajaran berbasis
problem solving tersebut ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan
oleh siswa. Aktivitas pembelajaran tersebut, siswa tidak hanya sekedar
mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi pelajaran. Siswa
juga diharapkan mampu berfikir secara aktif, berkomunikasi, mencari
dan mengolah data, serta pada akhirnya menyimpulkan. Kedua, aktivitas
pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Pembelajaran
berbasis problem solving menempatkan masalah sebagai kata kunci dari
proses pembelajaran. Ketiga, pemecahan masalah dilakukan dengan
menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan
menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan
induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara sistematis dan empiris.
Sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan
tertentu, sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah
didasarkan pada data dan fakta yang jelas.28
Menurut Gagne, apabila seorang siswa dihadapkan pada
suatu masalah, pada akhirnya mereka bukan hanya sekedar
memecahkan masalah, akan tetapi juga belajar sesuatu yang baru.
Pemecahan masalah memegang peranan penting dalam banyak disiplin
ilmu.
28Wina Sanjaya, Ibid, hal 214-215
30
Pemecahan masalah juga berperan agar pembelajaran berjalan dengan
fleksibel.29
Proses pembelajaran berbasis problem solving ini juga mampu
merangsang siswa menjadi seseorang dengan ciri sebagai berikut :
a. Eksplorer – mencari penemuan terbaru
b. Inventor – mengembangkan ide/gagasan dan pengujian baru
yang inovatif
c. Desainer yang mengkreasikan rencana dan membuat model
terbaru
d. Pengambil keputusan – berlatih bagaimana menetapkan
pilihan yang bijaksana
e. Komunikator – mengembangkan metode dan teknik untuk
bertukar pikiran dan berinteraksi dengan orang lain
Siswa diharapkan mampu membangun pemahamannya sendiri
mengenai realita alam dan ilmu pengetahuan dengan cara
merekonstruksi sendiri makna yang ada di dalamnya melalui
pemahaman pribadi yang dimilikinya. Para siswa difasilitasi untuk
menerapkan pengetahuan yang telah mereka miliki melalui problem
solving, pengambilan keputusan, dan mendesain penemuan. Para siswa
dituntut untuk bertindak dan berfikir kreatif dan kritis. Para siswa
dilibatkan dalam melakukan eksplorasi situasi baru, dalam
29Mulyasa, Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan
Menyenangkan,(Bandung: Rosda, 2013), hal. 111
31
mempertimbangkan dan merespon permasalahan secara kritis dan
bijaksana, serta dalam menyelesaikan permasalahannya secara
realistis.30
Adapun dalam mengimplementasikan pembelajaran berbasis
problem solving, guru perlu memilih bahan pelajaran atau materi
pelajaran yang dapat dipecahkan. Permasalahan tersebut bisa diambil
dari buku teks atau dari sumber-sumber lain. Sumber-sumber lain
tersebut bisa dari peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitar, peristiwa
dari dalam keluarga, atau peristiwa yang ada di masyarakat.
Strategi pembelajaran dengan pemecahan masalah dapat
diterapkan:
a) Manakala guru menginginkan siswa tidak hanya sekedar mengingat
materi pelajaran, namun menguasai dan memahaminya secara
penuh.
b) Apabila guru bermaksud untuk mengembangkan keterampilan
berpikir rasional siswa, yaitu kemampuan menganalisis situasi,
menerapkan pengetahuan yang mereka miliki dalam situasi baru,
mengenal adanya perbedaan antara fakta dan pendapat, serta
mengembangkan kemampuan dalam membuat judgment secara
objektif.
30Lukmanul Hakim, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung: CV. Wacana Prima, 2009),
cet. 1, hal. 49-50
32
c) Manakala guru menginginkan siswa mampu dalam memecahkan
masalah serta dapat membuat tantangan dalam hal intelektual siswa.
d) Apabila guru ingin mendorong siswa untuk lebih bertanggung jawab
dalam belajarnya.
e) Manakala guru menginginkan agar siswa memahami hubungan
antara apa yang dipelajari dengan kenyataan dalam kehidupan
(hubungan antara teori dengan kenyataan/praktek dalam kehidupan
sehari-hari).31
3. Hakikat Masalah dalam Pembelajaran Berbasis Problem solving
Masalah dalam pembelajaran berbasis problem solving adalah
masalah yang bersifat terbuka. Artinya, jawaban dari masalah tersebut
belum pasti. Setiap siswa, bahkan guru dapat mengembangkan
kemungkinan jawaban. Berdasar hal demikian, pembelajaran ini
memberikan kesempatan kepada siswa untuk bereksplorasi
mengumpulkan dan menganalisis data secara lengkap untuk
memecahkan masalah yang dihadapi. Tujuan yang ingin dicapai dalam
pembelajaran ini adalah kemampuan siswa untuk berpikir kritis, analitis,
sistematis, dan logis untuk menemukan alternatif pemecahan masalah
melalui eksplorasi data secara empiris dalam rangka menumbuhkan
sikap ilmiah.
31Sanjaya, Wina, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
(Bandung: Rosda, 2013), hal. 214-215
33
Hakikat masalah dalam pembelajaran berbasis problem solving ini
adalah gap atau kesenjangan antara situasi nyata dan kondisi yang
diharapkan, atau antara kenyataan yang terjadi dengan apa yang
diharapkan. Kesenjangan tersebut bisa dirasakan dari adanya keresahan,
keluhan, kerisauan, atau kecemasan. Berdasarkan hal tersebut, maka
materi pelajaran atau topik tidak terbatas pada materi pelajaran yang
bersumber dari buku saja, akan tetapi juga dapat bersumber dari
peristiwa-peristiwa tertentu yang sesuai dengan kurikulum yang
berlaku. Berikut ini adalah kriteria pemilihan bahan pelajaran dalam
pembelajaran berbasis problem solving:32
a) Bahan pelajaran harus mengandung isu-isu yang
mengandung konflik (conflict issue) yang bisa bersumber dari berita,
rekaman, video, dan yang lainnya.
b) Bahan yang dipilih adalah bahan yang bersifat familiar
dengan siswa. Hal tersebut bermanfaat agar siswa dapat mengikutinya
dengan baik.
c) Bahan yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan
dengan kepentingan orang banyak (universal), sehingga terasa
manfaatnya.
d) Bahan yang dipilih merupakan bahan yang mendukung
tujuan atau kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa sesuai dengan
kurikulum yang berlaku.
32Sanjaya, Wina, Op. Cit, hal. 216-217
34
e) Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa, sehingga
setiap siswa merasa perlu untuk mempelajarinya.
4. Tahapan-tahapan Pembelajaran Berbasis Problem Solving
Banyak ahli yang menjelaskan bentuk penerapan pembelajaran
berbasis problem solving. John Dewey seorang ahli pendidikan
berkebangsaan Amerika menjelaskan 6 langkah pembelajaran tersebut
yang kemudian dinamakan metode pemecahan masalah (problem
solving), yaitu:
a) Merumuskan masalah
b) Menganalisis masalah
c) Merumuskan hipotesis
d) Mengumpulkan data
e) Pengujian hipotesis
f) Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah
Adapun menurut Davis dan Alexander, langkah-langkah
pemecahan masalah sebagai suatu seri, yang meliputi: sensing potensial
problems, formulating problem, search for solution, trade-off among
solution and initial selection, implementation and evaluation.33
Berdasarkan hal tersebut, pembelajaran dengan metode pemecahan
masalah akan menempuh langkah-langkah sebagai berikut:
a. Merasakan adanya masalah-masalah yang potensial
33Mulyasa, Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan
Menyenangkan, (Bandung: Rosda, 2013), hal. 111
35
b. Merumuskan masalah
c. Mencari jalan keluar
d. Memilih jalan keluar yang paling tepat
e. Melaksanakan pemecahan masalah
f. Menilai apakah pemecahan masalah yang dilakukan sudah tepat
atau belum
Berdasarkan dari beberapa paparan para ahli mengenai
bentuk tahapan pembelajaran tersebut, maka secara umum pembelajaran
tersebut bisa dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menyadari Masalah
Implementasi pembelajaran berbasis problem solving harus
dimulai dengan kesadaran adanya masalah yang harus dipecahkan. Guru
membimbing siswa pada kesadaran adanya kesenjangan atau gap yang
dirasakan oleh manusia atau lingkungan sosial. Pada tahapan ini, siswa
diharapkan mampu menentukan atau menangkap kesenjangan yang
terjadi dari berbagai fenomena yang ada. Guru juga dapat mendorong
siswa agar menentukan satu atau dua kesenjangan yang pantas untuk
dikaji baik melalui kelompok besar atau kelompok kecil atau bahkan
individual.
2. Merumuskan Masalah
Bahan pelajaran dalam bentuk topik yang dapat dicari dari
kesenjangan, selanjutnya difokuskan pada masalah apa yang pantas
36
dikaji. Mencapai tahapan ini, siswa diharapkan mampu menentukan
prioritas masalah dan memanfaatkan pengetahuannya untuk mengkaji,
merinci, dan menganalisis masalah hingga muncul rumusan masalah
yang jelas, spesifik, dan dapat dipecahkan.
3. Merumuskan Hipotesis
Proses berpikir ilmiah yang merupakan perpaduan dari berpikir
induktif dan deduktif sangat diperlukan dalam tahapan ini. Begitu pula
dengan merumuskan hipotesis yang tidak boleh ditinggalkan.
Kemampuan yang diharapkan dapat diraih oleh siswa dalam tahap ini
adalah siswa dapat menentukan sebab akibat dari masalah yang ingin
diselesaikan. Berdasarkan analisis sebab akibat inilah diharapkan siswa
mampu mencari kemungkinan dari penyelesaian masalah. Adapun
upaya selanjutnya adalah mengumpulkan data yang sesuai dengan
hipotesis yang diajukan.
4. Mengumpulkan Data
Mencapai tahapan ini, siswa didorong untuk mengumpulkan data
yang relevan. Kemampuan yang diharapkan pada tahapan ini adalah
kecakapan siswa untuk mengumpulkan dan memilah data, kemudian
memetakan dan menyajikannya dalam berbagai tampilan sehingga
mudah dipahami.
5. Menguji Hipotesis
Berdasarkan data yang dikumpulkan, pada akhirnya siswa
menentukan hipotesis mana yang diterima dan mana yang ditolak.
37
Kemampuan yang diharapkan dari siswapada tahapan ini adalah
kecakapan menelaah data dan sekaligus membahasnya untuk melihat
hubungannya dengan masalah yang dikaji. Siswa juga diharapkan dapat
mengambil keputusan dan kesimpulan.
6. Menentukan Pilihan Penyelesaian
Tahap ini merupakan akhir dari proses pembelajaran berbasis
problem solving. Kemampuan yang diharapkan dari tahapan ini adalah
kecakapan memilih alternatif penyelesaian yang memungkinkan dapat
dilakukan serta dapat memperhitungkan kemungkinan yang akan terjadi
sehubungan dengan alternatif yang dipilihnya, termasuk
memperhitungkan akibat yang akan terjadi pada setiap pilihan.34
5. Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Berbasis problem
solving
1. Keunggulan
Sebagai suatu strategi pembelajaran, pembelajaran berbasis problem
solving ini memiliki beberapa keunggulan, diantaranya:
a. Pemecahan masalah (problem solving) merupakan teknik yang
cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.
b. Pemecahan masalah (problem solving) dapat menantang
kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk
menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
34Sanjaya, Wina, Op. Cit, hal. 217-220
38
c. Pemecahan masalah (problem solving) dapat meningkatkan
aktivitas pembelajaran siswa.
d. Pemecahan masalah (problem solving) dapat membantu siswa
bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami
masalah dalam kehidupan nyata.
e. Pemecahan masalah (problem solving) dapat membantu siswa
untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung
jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.
f. Melalui pemecahan masalah (problem solving) bisa
memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran
(matematika, IPA, PAI, sejarah, dan lain sebagainya) pada
dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus
dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru
atau dari buku-buku saja.
g. Pemecahan masalah (problem solving) dianggap lebih
menyenangkan dan disukai siswa.
h. Pemecahan masalah (problem solving) dapat mengembangkan
kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan
kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan
baru.
i. Pemecahan masalah (problem solving) dapat memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan
yang mereka miliki dalam dunia nyata.
39
j. Pemecahan masalah (problem solving) dapat mengembangkan
minat siswa untuk secara terus menerus belajar sekalipun belajar
pada pendidikan formal telah berakhir.
k. Pemecahan masalah (problem solving) dapat membuat
pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan dengan kehidupan,
khususnya dengan dunia kerja.
l. Proses belajar mengajar melalui pemecahan masalah (problem
solving) dapat membiasakan para siswa menghadapi dan
memecahkan masalah secara terampil, baik menghadapi
permasalahan di dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bahkan
saat bekerja nanti. Pemecahan masalah ini sangat bermakna bagi
kehidupan manusia.
2. Kelemahan
Selain memiliki keunggulan, pembelajaran berbasis problem solving
juga memiliki kelemahan, diantaranya:
a. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai
kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk
dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba.
b. Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving
membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.
c. Tanpa pemahaman yang mendalam kepada siswa akan manfaat
dari memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka siswa
tidak akan belajar dari apa yang dipelajarinya.
40
d. Sering orang beranggapan keliru bahwa pembelajaran problem
solving ini tidak sesuai untuk anak di jenjang sekolah dasar (SD).
Padahal, pembelajaran ini bisa digunakan untuk siswa dari
jenjang SD hingga ke atas dengan tingkat kesulitan
permasalahan yang sesuai dengan taraf kemampuan berpikir
anak.
e. Proses belajar mengajar dengan menggunakan problem solving
sering memerlukan waktu yang cukup banyak dan sering
terpaksa mengambil waktu pelajaran lain.
f. Mengubah kebiasaan siswa belajar dengan mendengarkan dan
menerima informasi dari guru menjadi belajar dengan banyak
berpikir memecahkan permasalahan sendiri atau kelompok,
yang terkadang memerlukan berbagai sumber belajar. hal
tersebut merupakan kesulitan tersendiri bagi siswa.35
D. Kajian Pendidikan Karakter
a. Pengertian Karakter
Kemendiknas menjelaskan bahwa karakter adalah “watak, tabiat,
akhlak, moral, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil
internalisasi berbagai nilai kebajikan (virtues) yang diyakini dan
digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan
bertindak. Kebajikan terdiri dari sejumlah nilai, moral, dan norma
seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan menghormati
35Sanjaya, Wina, Op. Cit, hal. 220-221
41
orang lain”. Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan
karakter masyarakat dan karakter bangsa.36
b. Pengertian Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah penanaman dan pengembangan nilai-
nilai kebajikan dalam diri peserta didik yang tidak harus merupakan
satu program atau pelajaran secara khusus. Penanaman dan
pengembangan nilai itu merupakan suatu dimensi dari seluruh usaha
pendidikan yang tidak hanya terfokus pada pengembangan ilmu,
keterampilan, dan teknologi saja. Hal tersebut juga terfokus pada
pengembangan aspek lainnya seperti kepribadian, etik-moral, dan yang
lain.37
c. Karakter yang dikembangkan
Kemendiknas menyatakan bahwa nilai-nilai yang dikembangkan
dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa diidentifikasi dari
sumber-sumber berikut :
1. Agama: masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang
beragama. Kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari
pada ajaran agama dan kepercayaannya.
2. Pancasila: negara Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip
kehidupan berbangsa dan bernegara yang disebut pancasila. Artinya,
nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila menjadi nilai-nilai yang
36Syamsu Yusuf, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: Rajawali Press, 2013), hal. 33 37Ibid, hal. 34
42
mengatur kehidupan dalam segala aspek seperti kehidupan politik,
hukum, ekonomi, kemasyarakan, budaya, dan seni.
3. Budaya: manusia yang hidup bermasyarakat selalu didasari
oleh nilai-nilai budaya yang diakui oleh masyarakat itu. Nilai-nilai
budaya itu dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu
konsep dan arti dalam komunikasi antar anggota masyarakat itu.
4. Tujuan pendidikan nasional: tujuan pendidikan nasional
memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara
Indonesia.
Berdasarkan keempat sumber nilai itu, teridentifikasi sejumlah
nilai untuk pendidikan budaya dan karakter bangsa sebagai berikut.
Tabel 1.1 Karakter yang Dikembangkan38
NILAI/KARAKTER DESKRIPSI
1. Religius Sikap dan perilaku yang senantiasa
patuh dan taat dalam melaksanakan
ajaran agama, toleransi terhadap
pelaksanaan ibadah agama lain, dan
hidup rukun serta saling membantu
terhadap pemeluk agama lain
2. Jujur Perilaku yang menjadikan dirinya
sebagai orang yang dapat dipercaya
38 Syamsu Yusuf,Op.Cit, hal. 36
43
dalam perkataan, tindakan, dan
pekerjaan.
3. Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai
perbedaan agama, suku, etnis, pendapat,
sikap, dan tindakan orang lain yang
berbeda terhadap dirinya.
4. Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku
tertib dan patuh pada berbagai
ketentuan dan peraturan.
5. Kerja Keras Perilaku yang menunjukkan upaya
sungguh-sungguh dalam mengatasi
hambatan dalam belajar, tugas, dan
pekerjaan. Serta menyelesaikan tugas
dan pekerjaan dengan sebaik-baiknya.
6. Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk
menghasilkan cara atau hasil baru
7. Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah
tergantung terhadap orang lain dalam
menyelesaikan tugas atau pekerjaan
8. Demokratis Cara berpikir, bersikap, dan bertindak
yang menilai sama hak dan kewajiban
dirinya dan orang lain
9. Rasa Ingin Tahu Sikap dan tindakan yang selalu
44
berupaya untuk mengetahui lebih
mendalam dan meluas dari sesuatu yang
dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
10. Semangat Kebangsaan Cara berpikir, bertindak, dan
berwawasan yang menempatkan
kepentingan bangsa dan negara di atas
kepentingan diri dan kelompoknya.
11. Cinta Tanah Air Cara berpikir, bersikap, dan berbuat
yang menunjukkan kesetiaan,
kepedulian, dan penghargaan yang
tinggi terhadap bahasa, lingkungan
fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan
politik bangsa.
12. Menghargai Prestasi Sikap dan tindakan yang mendorong
dirinya untuk menghasilkan sesuatu
yang berguna bagi masyarakat, dan
mengakui, serta menghormati
keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat/Komunikatif Tindakan yang memperlihatkan rasa
senang berbicara, bergaul, dan bekerja
sama dengan orang lain.
14. Cinta Damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang
menyebabkan orang lain merasa senang
45
dan aman atas kehadiran dirinya.
15. Gemar Membaca Kebiasaan menyediakan waktu untuk
membaca berbagai bacaan yang
memberikan kebajikan bagi dirinya.
16. Peduli Lingkungan Sikap dan tindakan yang selalu
mencegah kerusakan pada lingkungan
alam di sekitarnya dan berupaya
mengembangkan dan memperbaiki
kerusakan alam yang sudah terjadi.
17. Peduli Sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin
memberi bantuan pada orang lain dan
masyarakat yang membutuhkan.
18. Tanggung Jawab Sikap dan perilaku seseorang yang
selalu mengerjakan tugas dan
kewajibannya terhadap diri sendiri,
masyarakat, lingkungan (alam, sosial,
dan budaya), negara dan Tuhan Yang
Maha Esa.
d. Strategi Pengembangan Karakter di Sekolah
46
Pengembangan karakter bagi para peserta didik di sekolah
diprogramkan melalui strategi seperti tertera pada gambar berikut.39
Gambar 3.1. Strategi Pendidikan Karakter di Sekolah
Pada dasarnya fungsi sekolah dari awal pendiriannya mempunyai
misi untuk membangun karakter atau akhlak para siswa, di samping
mengembangkan wawasan dan penguasaan ilmu dan teknologi.
Pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah memiliki beberapa strategi
seperti yang telah tergambar pada diagram di atas tersebut. Adapun
paparan dari diagram di atas adalah sebagai berikut.
39 Syamsu Yusuf,Op.Cit, hal. 44
STRATEGI PENDIDIKAN
KARAKTER DI SEKOLAH
Penataan Sosio-Emosional
dan Kultur Akademik
Sekolah Bekerja Sama
dengan Pihak Lain
Terpadu dalam
Program Bimbingan
Konseling
Terpadu dalam Program
Ekstrakulikuler
Terpadu dalam
Proses Belajar
Mengajar
Penciptaan Iklim
Religius yang
Kondusif
47
1. Menciptakan iklim religius yang kondusif
Strategi yang dimaksudkan di sini adalah agar warga sekolah baik
itu pimpinan sekolah, guru-guru, staf sekolah, atau siswa sekalipun
perlu memiliki komitmen yang sama untuk selalu merealisasikan nilai-
nilai agama atau senantiasa taqwa kepada Allah, Tuhan Yang Maha
Esa, dalam proses pendidikan di sekolah. Pengamalan dan
penginternalisasian nilai-nilai agama tersebut menyangkut akhlak
mulia, seperti taat dalam melakukan ibadah mahdah, disiplin dalam
bekerja dan belajar, menegakkan amanah, bertanggung jawab, bersikap
jujur, memelihara kebersihan dan keasrian lingkungan, serta menjalin
tali silaturrahim.
2. Menata iklim sosio-emosional
Sekolah merupakan lingkungan yang diharapkan dapat
megembangkan kompetensi sosial dan emosional siswa. Sekolah
diharapkan mampu mendukung berkembangnya kedua kompetensi
tersebut. Beberapa hal yang perlu dikembangkan dalam mendukung
berkembangnya kompetensi sosial dan emosional ini antara lain adalah
a.) hubungan interpersonal yang baik antara pimpinan, guru, staf, dan
juga siswa, b.) sikap dan perlakuan guru yang penuh kasih sayang dan
mengayomi siswanya, c.) kepemimpinan kepala sekolah yang
berwibawa dan bijak.
3. Membangun budaya akademik
48
Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang perlu membangun
budaya akademik di kalangan para siswa. Pimpinan sekolah dan guru-
guru harus bisa menjadi figur atau panutan yang memberikan suri
tauladan kepada para siswa dalam membangun budaya akademik di
sekolah. Budaya akademik yang dimaksudkan tersebut merujuk pada
sikap mental, kebiasaan, dan perilaku yang terkait dengan proses
pengembangan intelektual dan penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Hal yang berkaitan di dalamnya termasuk aspek kejujuran
akademik, disiplin dalam belajar, kebiasaan membaca buku dan
mengerjakan tugas, serta hal-hal positif lainnya yang terkait dengan
materi pelajaran atau ilmu pengetahuan.
4. Terpadu dalam Proses Pembelajaran
Pendidikan karakter bukan mata pelajaran, tetapi setiap guru
dituntut untuk menanamkan nilai-nilai karakter (akhlak mulia) itu
kepada siswa. Cara yang dapat ditempuh guru dalam menanamkan
karakter tersebut, diantaranya adalah a) memberikan teladan kepada
siswa dalam bertutur kata yang santun, berpakaian yang sopan dan
menutup aurat bagi yang Muslim, serta disiplin dalam mengajar, b)
mengaitkan nilai-nilai karakter dengan mata pelajaran, c) memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan pendapat atau
mengajukan pertanyaan, d) bersikap objektif dalam penilaian, e)
memberikan reward kepada siswa yang berprestasi serta memberikan
hukuman yang edukatif kepada siswa yang berperilaku kurang baik, f)
49
membangun sikap toleransi, saling menghargai, dan tolong menolong
diantara siswa.
5. Terpadu dalam program bimbingan dan konseling
Bagi sekolah yang sudah melaksanakan program bimbingan dan
konseling, pendidikan karakter juga diintegrasikan di dalam program
tersebut. Adapun pelaksanaannya, guru bimbingan dan konseling dapat
membaginya menjadi 4 bidang, yaitu bimbingan pribadi, sosial,
akademik, dan karier. Berikut ini adalah paparan mengenai 4 bidang
tersebut.
a) Bimbingan dan konseling pribadi merupakan proses bantuan kepada
individu agar dapat memahami dan menerima dirinya secara positif
dan mengarahkannya secara konstruktif untuk mencapai
kematangan pribadi yang mandiri. Tujuan dari bimbingan tersebut
terkait dengan pengembangan karakter personal yaitu siswa mampu
mengaktualisasikan karakter dalam kehidupan sehari-hari, seperti
kejujuran, kedisiplinan, self-respect, self-control, komitmen,
kompeten, daya juang, dan estetika.
b) Bimbingan dan konseling sosial adalah proses bantuan kepada
siswa agar dapat memahami dan mampu menyesuaikan diri dengan
norma, aturan, atau adat yang berlaku dan dijunjung tinggi di
lingkungan sekolah, keluarga, atau masyarakat. Tujuan dari
bimbingan tersebut dikaitkan dengan pengembangan karakter sosial
adalah agar siswa mampu mengaktualisasikan sikap dan perilaku
50
yang terpuji dalam kehidupan sehari-hari, seperti sikap respek
kepada orang lain, empati, toleransi, serta bertanggung jawab dalam
kehidupan bermasyarakat atau bernegara.
c) Bimbingan dan konseling akademik (belajar) merupakan proses
bantuan kepada siswa dalam mengembangkan pengetahuan,
pemahaman, sikap, keterampilan dalam belajar, serta memecahkan
masalah-masalah belajar atau akademik. Adapun kaitannya dengan
pengembangan karakter siswa, belajar diorientasikan untuk
membangun kesadaran akan belajar sepanjang hayat, gemar
membaca, menghindari mencontek, bersikap rasional dan objektif,
serta berorientasi pada masa depan.
d) Bimbingan dan konseling karier adalah proses bantuan kepada siswa
agar siswa memiliki kemampuan dalam menuntaskan tugas
perkembangan kariernya. Melalui bimbingan tersebut, siswa
diharapkan memiliki: 1) keyakinan bahwa bekerja adalah ibadah
kepada Allah SWT, 2) sikap positif terhadap dunia kerja, 3) sikap
disiplin dan tanggung jawab terhadap tugas dan perannya, 4)
menguasai informasi tentang pendidikan dan dunia kerja, 5)
memahami kompetensi yang dipersyaratkan suatu pekerjaan dan
semangat dalam berwirausaha.
6. Terpadu dalam kegiatan ekstrakulikuler
Pendidikan karakter juga dapat dipadukan dengan kegiatan
ekstrakulikuler seperti kepramukaan, kesenian, kerohanian, olahraga,
51
dan kegiatan lainnya. Nilai-nilai karakter yang dapat dikembangkan
melalui ekstrakulikuler adalah kedisiplinan, kejujuran, sportivitas,
tanggung jawab, kebersamaan, toleransi, keberanian, dan kehalusan
budi.
7. Kerja sama dengan pihak lain
Guna membangun karakter para siswa, sekolah dapat juga bekerja
sama pihak lain, baik instansi pemerintah/swasta, organisasi
kemasyarakatan, maupun para pengusaha. Hal tersebut dilakukan agar
siswa tidak tercemari karakternya oleh pengaruh dari luar sekolah.
Usaha sekolah dalam menanamkan nilai-nilai karakter akan kurang
baik hasilnya dan cenderung sia-sia apabila faktor yang menyebabkan
rusaknya moral tidak diperhatikan dan diberantas. 40
40Syamsu Yusuf, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: Rajawali Press, 2013), hal. 36-
40