repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter...

241
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode Penelitian Penelitian terhadap ketiga novel Okky ini menggunakan paradigma konstruktivisme. Menurut Guba dan Yvonna S. Lincoln (2009:135-137), paradigma konstruktivisme dibangun oleh dasar ontologi yang relativisme, yaitu realitas adalah konstruksi sosial. Kebenaran realitas bersifat relatif, berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh aktor sosial. Dasar epistemologi konstruktivisme adalah transaksional/subjektivitas di mana pemahaman tentang realitas, atau temuan penelitian adalah hasil interaksi peneliti dengan objek studi. Sedangkan dasar aksiologi konstruktivisme menyangkut kepentingan ilmu pengetahuan terhadap masyarakatnya. Secara metodologis paradigma konstruktivisme menerapkan metode hermeneutika dan dialektika dalam proses mencapai kebenaran. Metode pertama dilakukan melalui identifikasi kebenaran atau konstruksi pendapat orang per orang, sedangkan metode kedua membandingkan dan menyilangkan pendapat orang per orang yang diperoleh melalui metode pertama, untuk memperoleh suatu konsensus kebenaran yang disepakati bersama. Dengan demikian hasil akhir dari suatu kebenaran merupakan perpaduan pendapat yang bersifat relatif, subjektif dan spesifik mengenai hal-hal tertentu (Salim, 2006:72). Kenyataan yang ada dalam sosiologi bukanlah kenyataan objektif, tetapi kenyataan yang sudah ditafsirkan, kenyataan sebagai konstruksi sosial. Alat utama Universitas Sumatera Utara

Transcript of repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter...

Page 1: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Paradigma dan Metode Penelitian

Penelitian terhadap ketiga novel Okky ini menggunakan paradigma

konstruktivisme. Menurut Guba dan Yvonna S. Lincoln (2009:135-137),

paradigma konstruktivisme dibangun oleh dasar ontologi yang relativisme, yaitu

realitas adalah konstruksi sosial. Kebenaran realitas bersifat relatif, berlaku sesuai

konteks spesifik yang dinilai relevan oleh aktor sosial. Dasar epistemologi

konstruktivisme adalah transaksional/subjektivitas di mana pemahaman tentang

realitas, atau temuan penelitian adalah hasil interaksi peneliti dengan objek studi.

Sedangkan dasar aksiologi konstruktivisme menyangkut kepentingan ilmu

pengetahuan terhadap masyarakatnya.

Secara metodologis paradigma konstruktivisme menerapkan metode

hermeneutika dan dialektika dalam proses mencapai kebenaran. Metode pertama

dilakukan melalui identifikasi kebenaran atau konstruksi pendapat orang per

orang, sedangkan metode kedua membandingkan dan menyilangkan pendapat

orang per orang yang diperoleh melalui metode pertama, untuk memperoleh suatu

konsensus kebenaran yang disepakati bersama. Dengan demikian hasil akhir dari

suatu kebenaran merupakan perpaduan pendapat yang bersifat relatif, subjektif

dan spesifik mengenai hal-hal tertentu (Salim, 2006:72).

Kenyataan yang ada dalam sosiologi bukanlah kenyataan objektif, tetapi

kenyataan yang sudah ditafsirkan, kenyataan sebagai konstruksi sosial. Alat utama

Universitas Sumatera Utara

Page 2: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

dalam menafsirkan kenyataan adalah bahasa, sebab bahasa merupakan milik

bersama, di dalamnya terkandung persediaan pengetahuan sosial. Pada gilirannya

kenyataan yang tercipta dalam karya menjadi model, lewat mana masyarakat

pembaca dapat membayangkan dirinya sendiri. Karakterisasi tokoh-tokoh dalam

novel, misalnya, tidak diukur atas dasar persamaannya dengan tokoh masyarakat

yang dilukiskan. Sebaliknya, citra tokoh masyarakatlah yang mesti meneladani

tokoh novel, karya seni sebagai model yang diteladani. Proses penafsirannya

bersifat bolak-balik, dwiarah, yaitu antara kenyataan dan rekaan (Teeuw dalam

Ratna, 2011: 6).

Kenyataan yang ada dalam sosiologi bukanlah kenyataan objektif, tetapi

kenyataan yang sudah ditafsirkan, kenyataan sebagai konstruksi sosial. Alat utama

dalam menafsirkan kenyataan adalah bahasa, sebab bahasa merupakan milik

bersama, di dalamnya terkandung persediaan pengetahuan sosial. Pada gilirannya

kenyataan yang tercipta dalam karya menjadi model, lewat mana masyarakat

pembaca dapat membayangkan dirinya sendiri. Karakterisasi tokoh-tokoh dalam

novel, misalnya, tidak diukur atas dasar persamaannya dengan tokoh masyarakat

yang dilukiskan. Sebaliknya, citra tokoh masyarakatlah yang mesti meneladani

tokoh novel, karya seni sebagai model yang diteladani. Proses penafsirannya

bersifat bolak-balik, dwiarah, yaitu antara kenyataan dan rekaan (Teeuw dalam

Ratna, 2011: 6).

Jadi, untuk menganalisis realitas dalam novel, penelitian ini menggunakan

metode hermeunetika dan metode deskripsi. Metode hermeneutika mengutamakan

ketepatan memahami bahasa teks dalam koteks penafsir dan konteks sosial

Universitas Sumatera Utara

Page 3: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

pemakai bahasa tersebut. Di dalam hal ini, novel sebagai genre sastra yang

menggunakan bahasa menjadi sumber data penafsiran kehidupan dengan medium

bahasa. Ratna (2004:45) mengatakan bahwa, “Karya sastra perlu ditafsirkan sebab

di satu pihak karya sastra terdiri atas bahasa, di pihak lain, di dalam bahasa sangat

banyak makna yang tersembunyi, atau dengan sengaja disembunyikan.”

Metode deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif analitik dan metode deskriptif komparatif. Menurut Ratna (2004:35),

metode deskriptif analitik dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta

yang kemudian disusul dengan analisis. Sebaliknya, metode deskriptif komparatif

dilakukan dengan cara menguraikan dan membandingkan fakta-fakta kehidupan

masyarakat sebagai suatu realitas fiksi dan realitas sosial.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka penelitian ini dilaksanakan dalam

paradigma konstruktivisme dengan metode hermeneutika dan deskriptif. Metode

hermeneutika dipilih untuk menafsirkan kehidupan dan peradaban manusia

dalam novel. Sebaliknya, metode deskriptif yang dipilih adalah deskriptif analitik

dan deskriptif komparatif. Deskriptif analitik akan digunakan untuk menganalisis

realitas fiksi dan realitas sosial dalam ketiga novel Okky. Sebaliknya, metode

deskriptif komparatif akan digunakan untuk membandingkan realitas fiksi dengan

realitas sosial. Dengan demikian, tindakan dan kejadian dalam novel sumber data

penelitian tidak hanya bergantung pada teks semata-mata melainkan juga pada

konteks sosial ketiga novel Okky.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

3.3 Sumber Data dan Data Penelitian

Sumber data penelitian ini terdiri atas data primer dan data skunder.

Sumber data primer merupakan data yang berasal dari tiga novel karya Okky

Madasari. Ketiga novel yang menjadi data primer penelitian ini merupakan novel

yang menggunakan bahasa Indonesia. Ketiga novel tersebut adalah:

1. Judul buku : Entrok

Pengarang : Okky Madasari

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Tahun terbit : 2010

Cetakan : Pertama

Ukuran buku :20 cm x 13,5 cm

Tebal buku : 282 halaman

ISBN : 878-979-22-5598-8

Warna kulit : Kuning bercampur hijau

Desain kulit : gambar belakang seorang perempuan sedang

mengenakan BH

2. Judul buku : 86

Pengarang : Okky Madasari

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Tahun terbit : 2011

Universitas Sumatera Utara

Page 5: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Cetakan : Pertama

Ukuran buku :20 cm x 13,5 cm

Tebal buku : 256 halaman

ISBN : 978-979-22-6769-3

Warna kulit : kuning

Desain kulit : Gambar angka 86 dengan bingkisan, mobil, rumah,

dan uang di dalamnya.

Penghargaan : Lima besar Anugerah Sastra Khatulistiwa Award

2011 yang dijadikan data dua dalam penelitian ini.

3. Judul buku : Maryam

Pengarang : Okky Madasari

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Tahun terbit : 2012

Cetakan : pertama

Ukuran buku :20 cm x 13,5 cm

Tebal buku : 280 halaman

ISBN : 978-979-22-6769-3

Warna kulit : biru laut

Desain kulit : gambar seorang perempuan dengan sebuah uamh

di atas telapak tangannya.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Penghargaan : pemenang Anugerah Sastra Khatulistiwa Award

2011

Sumber data sekunder berupa data pendukung yang diperoleh dari buku-

buku, internet, dokumen, wawancara dan catatan lain. Juga dari diskusi-diskusi

dan seminar-seminar yang dilakukan. Adapun sumber data dalam penelitian ini

dapat dilihat pada bagan berikut:

Bagan 3.1 Sumber Data Penelitian

Data primer merupakan data yang berbentuk teks tertulis yang berasal dari novel

Entrok, 86, dan Maryam. Teks novel Entrok, 86, dan Maryam digunakan untuk

menjawab masalah struktur naratif dan perjuangan perempuan. Sedangkan data

sekunder dalam penelitian ini berupa buku, dokumen, internet, hasil-hasil

seminar, dan wawancara. Sumber tertulis berupa buku, dokumen, dan internet,

Data Sekunder Data Primer

Wawancara dengan 4

orang informan

Buku, dokumen,internet,

dan hasil-hasil diskusi

Novel Entrok, 86, dan

Maryam

Sumber Data Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Page 7: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

seeta hasi-hasil seminar yang berkaitan dengan latar sosial penciptaan ketiga

novel tersebut dan berkaitan dengan bidang ekonomi, keyakinan, dan hukum.

Wawancara dilakukan untuk melihat realitas yang terdapat dalam novel

dan dihubungkan dengan realitas sosial dalam kehidupan nyata. Informan dalam

penelitian ini berjumlah 4 orang yaitu, orang yang penghasilan istrinya lebih

tinggi dari suaminya, pengacara, penganut Ahmadiah, dan bekas narapidana.

Wawancara ini dilakukan pada hari Senin, 16 Maret 2015 dan hari Selasa 17

Maret 2015. Daftar wawancara disajikan dalam lampiran dan selanjutnya data

penelitian disarikan dalam bentuk bagan yang dapat dilihat di bawah ini,

Bagan 3.2 Data Penelitian

Data Sekunder Data Primer

Jawaban dari 4 informan

tentang realitas sosial dan

perjuangan perempuan

Teks berupa kalimat

tentang struktur naratif

dan perjuangan dari

sumber data tertulis

Teks berupa kalimat

tentang struktur naratif

dan perjuangan

perempuan dalam novel

ketiga novel Okky

Data Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Page 8: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

3.3 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan metode wawancara dan

penelusuran data online. Kedua metode pengumpulan data ini dilaksanakan sesuai

urutan berikut ini.

(1) Metode analisis isi. Metode ini digunakan untuk menganalisis isi atau teks

novel Entrok, 86, dan Maryam. Setiap kata, frasa, dan kalimat yang berkaitan

dengan struktur naratif dan perjuangan perempuan diberi tanda dan dijadikan

sebagai data dalam penelitian ini. Pemaknaan terhadap teks menggunakan

metode hermeneutika atau penafsiran.

(2) Metode library research. Metode ini digunakan untuk menelusuri buku-buku

dan dokumen lain yang terkait dengan pelitian ini.

(3) Metode wawancara. Wawancara dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik

wawancara semistruktur (semistructured interview). Menurut Kriyantono

(2006:101-102), wawancara ini dikenal juga dengan nama wawancara terarah

atau wawancara bebas terpimpin. Di dalam berwawancara, pewawancara

berpedoman pada daftar pertanyaan tertulis tetapi memungkinkan mengajukan

pertanyaan secara bebas yang terkait dengan permasalahan. Oleh karena itu,

peneliti bertindak sebagai pewawancara dengan berpedoman pada daftar

pertanyaan dan situasi wawancara. Artinya, daftar pertanyaan dapat

mengalami pengembangan sesuai kelengkapan informasi yang disampaikan

oleh narasumber. Metode wawancara ini dilakukan untuk menambah

informasi tentang realitas sosial yang berkembang di masyarakat. Wawancara

dilakukan dengan 4 orang yaitu, orang yang penghasilan istrinya lebih tinggi

Universitas Sumatera Utara

Page 9: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

dari suaminya, pengacara, penganut Ahmadiah, dan bekas narapidana.

Wawancara ini dilakukan pada hari Senin, 16 Maret 2015 dan hari Selasa 17

Maret 2015.

(4) Metode penelusuran data online. Penelusuran secara online untuk melihat

peristiwa-peristiwa yang terjadi yang berkaitan dengan realitas yang terdapat

di dalam novel, misalnya peristiwa pengusiran jamaah Ahmadiyah di Lombok

dan tempat penampungan mereka di gedung Transito. Menurut Bungin

(2007:125), pengumpulan data secara online memerlukan pemahaman

teknologi informasi komunikasi. Hal ini disebabkan data yang akan ditemukan

harus dilacak dengan perangkat teknologi informasi komunikasi. Berdasarkan

kemampuan pengaksesan perangkat teknologi ini dilakukan pencarian dari

Google ke berbagai situs penyedia data online. Dari Google pengaksesan

diarahkan pada dua media sosial penyedia data online, yaitu

www.wikipedia.org dan Google Books. Sebaliknya, www.wikipedia.org

merupakan penyedia data yang dapat diunduh secara bebas. Meskipun

demikian, apabila data yang diperlukan dalam penelitian ini tidak ditemukan

pada wikipedia maka dilakukan penelusuran ke berbagai situs yang dapat

diakses dan diunduh secara bebas, terutama situs penyedia data sastra feminis

Pengaksesan dan pengunduhan dilakukan secara bertahap, yakni sejak bulan

Januari 2012 hingga November 2015.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

3.4 Metode Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil pengumpulan dokumen dianalisis dengan

teknik analisis dokumen atau analisis isi. Hal ini disebabkan penelitian ini

merupakan penyelidikan untuk mengumpulkan informasi melalui pengujian

novel. Menurut Ratna (2004:49), metode analisis isi memberi perhatian pada isi

pesan. Dengan kata lain, sebagaimana diungkapkan oleh Sigit (2003:240),

“Analisis dokumen ialah mempelajari apa yang tertulis dan dapat dilihat dari

dokumen-dokumen. Dokumen-dokumen itu dapat berwujud buku pelajaran

(textbook), karangan, surat-kabar, novel, iklan, gambar, dan sebagainya.” Di

dalam penelitian ini, dokumen yang dijadikan bahan penelitian berupa novel yang

didukung oleh dokumen lain, yakni artikel jurnal/surat kabar, peta, gambar, dan

hasil penelitian yang relevan. Model anaisis dapat dilihat pada diagram berikut ini,

Universitas Sumatera Utara

Page 11: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Bagan 3.3 : Kerangka Tahapan Analisis Data

Berikut ini adalah penjelasan tahapan analisis data dalam meneliti novel

Okky Madasari. Hal ini meliputi enam tahap, yaitu sebagai berikut:

NOVEL

Realitas

Sosial Teori

Feminisme

Teori

Chatman

Perjuangan

Perempuan

Struktur

Penceritaan

Perjuangan

Perempuan

dalam bidang

hukum

Perjuangan

Perempuan

dalam bidang

Keyakinan

Realitas

Fiksi

Perjuangan

Perempuan

dalam bidang

Ekonomi

Pola Perjuangan

Perempuan

Universitas Sumatera Utara

Page 12: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

(1) Mengklasifikasi, mendeskripsikan, dan menganalisis struktur naratif ketiga

novel Okky Madasari menurut bentuk dan substansi struktur naratif. Ketiga

novel dideskripsi dan dianalisis realitas fiksinya menurut urutan jenis struktur

naratif dan urutan tahun penerbitan pertama novel tersebut. Dengan demikian,

setiap novel dianalisis struktur plot, struktur fisik, ras, dan relasi gender,

struktur ruang dan waktu, serta struktur transmisi narasi.

(2) Mengklasifikasi, mendeskripsikan, dan menganalisis realitas sosial yang

relevan dengan realitas fiksi ketiga novel tersebut. Realitas sosial difokuskan

pada pengakuan pengarang terhadap materi cerita yang menjadi latar belakang

kehidupan tokoh cerita dalam novel tersebut.

(3) Merumuskan temuan penelitian sesuai dengan pemaparan realitas fiksi dan

realitas sosial ketiga novel tersebut. Temuan dikelompokkan pada dua aspek,

yaitu (i) struktur penceritaan dan (ii) wacana feminisme. Struktur penceritaan

berhubungan dengan cara pengarang menceritakan kehidupan tokoh-tokoh

cerita dalam novel. Sebaliknya, wacana feminisme berhubungan dengan

perjuangan para tokoh perempuan dalam bidang ekonomi, hukum, dan

keyakinan dalam novel yang terdapat pada realitas fiksi dan realitas historis

ketiga novel tersebut.

(4) Menganalisis struktur penceritaan realitas fiksi dan realitas sosial ketiga novel

karya Okky Madadsari.

(5) Menganalisis masalah perjuangan tokoh perempuan dalam novel yang

berkaitan dengan bidang hukum, ekonomi, dan keyakinan. Setiap masalah

dikonstruksikan dengan pola perjuangannya.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

(6) Menyimpulkan hasil analisis penelitian ini dan melihat temuan dalam analisis

perjuangan. Penarikan simpulan didasarkan pada rumusan masalah yang

dideskripsikan dan dianalisis pada paparan data, temuan penelitian, dan

pembahasan temuan penelitian. Penyimpulan hasil analisis penelitian ini

dilengkapi oleh saran yang relevan dengan penelitian feminisme terhadap

ketiga novel karya Okky Madasari.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

BAB IV

PAPARAN DATA DAN ANALISIS DATA PENELITIAN

4.1 Paparan Data

Data penelitian ini dipaparkan dari sumber data yang terdiri dari tiga buah

novel karya Okky Madasari. Ketiga novel itu adalah Entrok, 86, dan Maryam.

Ketiga novel tersebut diterbitkan pertama kali dalam bahasa Indonesia oleh PT

Gramedia Pustaka Utama. Entrok dterbitkan tahun 2010, 86 tahun 2011, dan

Maryam tahun 2012. Ketiga novel tersebut dijadikan sumber data utama dalam

penelitian ini. Pemaparan data penelitian dilakukan dengan memasukkan semua

data yang ditemukan di dalam teknik pengumpulan dan teknik analisis data ke

dalam tabel yang berhubungan dengan masalah penelitian.

4.1.1 Paparan Data Realitas Fiksi

4.1.1.1 Paparan Data Realitas Fiksi Novel Entrok

Paparan data realitas fiksi novel Entrok terdiri dari empat unsur, yaitu

struktur plot yang terdiri dari pengenalan, keadaan mulia berkonflik, konflik mulai

meningkat, konflik memuncak, pemecahan masalah, dan penyelesaian.; struktur

fisik, ras, dan relasi gender; struktur ruang dan waktu; dan struktur transmisi

narasi. Paparan data tersebut dapat dilihat pada tabel berikut,

No. Realitas Fiksi Unsur Teks

1. Struktur plot 1. Pengenalan Kau mengerti semuanya. Tapi kenapa kau

tak mau berkata apa-apa? kau hanya bicara

tentang sesuatu yang tak pernah kumengerti.

Aku juga sering mendengarmu berbicara

dengan orang lain yang juga tidak kuketahui.

Kenapa tidak denganku?

Universitas Sumatera Utara

Page 15: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Lima tahun aku telah melakukan segala cara.

Kuhitung hari demi hari dengan keringat

yang telah kauberikan padaku. Hanya itu

yang membuatku terus bertahan. Kau

mengajariku tentang harapan. Dan aku yakin

inilah harinya. Akan kubawakan apa yang

paling kau inginkan. Aku sudah

mendapatkannya.

“Ibu, lihat ini, bu. KTP-ku baru.

Lihat...lihat...sama seperti punya ibu.”

“Apa ini?”

“Ka Te Pe, Bu! Ka Te Pe!”

“Tape? Aku mau buat tape. Mbok...

Simbok...ayo ke pasar, Mbok. Kita cari

telo!”

“Bukan tape, Bu.” Kataku sambil mengusap-

usap rambut putih perempuan yang telah

melahirkanku ini (En: 12-13).

2. Keadaan

mulai

berkonflik

Orang-orang berseragam loreng hijau

dengan pistol di pinggang dan bersenapan

tinggi datang ke rumah Marni. Komandan

tentara itu datang menagih uang setoran

keamanan. Biar usaha Marni tidak ada yang

mengganggu. Setiap dua minggu sekali

tentara ini akan datang ke rumah Marni dan

Marni harus menyediakan uang buat mereka.

Saat itu Marni sudah berprofesi sebagai

rentenir. Dia meminjamkan uang kepada

warga yang membutuhkan dengan bunga

pinjaman 10%.

3. Konflik mulai

meningkat

Ibu memang punya kebiasaan aneh, yang

berbeda dibanding dengan orang-orang lain.

Setiap hari dia selalu keluar rumah pada

tengah malam. Lalu duduk sendirian di

bangku di bawah pohon asem di depan

rumah. Ibu duduk tenang, memejamkan

mata, lalu komat-kamit.

Dulu sekali, aku juga melakukan apa yang

ibu lakukan. Ibu membangunkanku, lalu

kami berdua duduk di bawah pohon asem.

Kata Ibu itu namanya berdoa, tirakat. Ibu

mengajariku untuk nyuwun. Katanya, semua

yang ada di dunia milik Mbah Ibu Bumi

Bapak Kuasa. Dialah yang punya kuasa

untuk memberikan atau tidak memberikan

yang kita inginkan. “Nyuwun supaya jadi

orang pintar. Bisa jadi pegawai,” kata Ibu.

(En: 55-56)

4. Konflik Dua hari setelah pernikahan, Rahayu pergi.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

memuncak Marni sudah tidak punya keinginan lagi

menahan mereka. Hatinya belum ikhlas

menerima pernikahan itu. Biarlah dia tidak

melihat Rahayu, agar dia tidak terus-

terusan menyesali kebodohan anaknya itu.

Anak yang selalu didoakan supaya bisa

sekolah tinggi-tinggi, bisa menjunjung

martabat orangtua, malah berbuat

seenaknya sendiri. Dia ingin anaknya

menjadi insinyur dan bekerja di pabrik

gula, justru menjadi gundik.

5. Pemecah

masalah

Rahayu pulang ke kampungnya setelah

keluar dari penjara. Dia disambut gembira

oleh ibunya. Ibunya sudah melupakan

semua pertengkaran diantara mereka.

Marni merasa seolah-olah hidupnya gairah

kembali. Rahayu juga sudah mencairkan

segala perbedaan pandangan yang terjadi

diantara mereka selama ini. Dia menurut

saja, ketika ibunya mau mengawinkan dia.

6. Penyelesaian “Aku di sini terus, Ibu. Menemani Ibu setiap

hari,” bisikku sambil mengelus-elus

punggungnya. “Lihat ini kamar Ibu. Aku

setiap hari tidur di kamar itu.”

“Kamu pulang sendiri, Nduk? Mana

suamimu yang ganteng itu, Nduk?

“Oh .... Ibu!”

Ibu.... Ibu... Ibu! Adakah yang bisa aku

lakukan untuk menebus semua kesalahanku?

“Sssst! Yuk, aku mau cerita.... Dengarkan,

Yuk! Nanti ganti kamu yang cerita ya? Ya?

Takgendong cucuku....

takgendong....kemana-mana!”

(En, 2010:13) 2. Struktur fisik,

ras, dan relasi

gender

1. Struktur fisik

dan ras

Dalam dua hari, ibu mendatangi pelanggan-

pelanggannya. Bukan pelanggan barang,

tetapi pelanggan utangan. Tidak semua orang

akan ditagih, ibu hanya mendatangi orang

yang utangnya besar-besar, 25.000-an.

Kebanyakan mereka pedagang di pasar

Ngranget. Mereka berhutang 25.000, dan

sekarang tinggal sisa 15.000 atau 20.000. ada

Yu Ningsih pedagang beras, Yu Sri penjual

pecel, dan Pak Pahing yang setiap hari

berjualan daging. (En, 2010:81)

Dari makam memandang jauh ke seberang,

kami melihat alat-alat keruk itu bergerak.

Makin mendekat. Sudah tiba saatnya. Semua

orang berdiri di depan rumah masing-masing.

Kubagikan kertas-kertas besar dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 17: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

berbagai tulisan itu. Aku sudah meminta

Taufik untuk mengabarkan peristiwa hari ini

ke semua koran. Biar kematian kami

disaksikan oleh orang-orang seluruh negeri.

Tentara-tentara itu datang. Salah seorang

diantara mereka berteriak di corong pengeras

suara. Masih ada waktu sepuluh menit untuk

segera meninggal desa ini. Tak ada yang

beranjak. Semua orang berdiri mematung dan

mengacungkan tulisan “Jangan Ambil Tanah

Kami”.

...Aku masih melihat darah keluar dari

keningnya, juga tengkuknya. Aku ingat dia

berteriak kesakitan. Tapi aku tak tahu lagi

apa yang terjadi setelah itu. (En:253-254)

2.Relasi Gender. Hari itu Teja pulang ke rumah simbok.

Jadilah kami tinggal bertiga di gubuk itu.

Simbok memasang papan membagi gubuk

kami menjadi dua bagian. Bagian depan dari

pintu masuksampai cagak, menjadi tempat

untukku dan Teja, simbok menempati sisanya

yang dekat dengan pawon ....

Malam ini tidur tak sekedar rutinitas penutup

hari, melainkan saar pelepas seluruh

keinginan dan kepemilikan. Tidur kami

menjadi simbol bagaimana pencapaian

manusia dalam mendapatkan apa yang

diinginkan.

Aku kesakitan, dia kegirangan. Aku

mengerang, dia senang. Aku menangis, dia

tertawa penuh kemenangan. Aku

menerawang, dia telah pulas. (En: 48-49)

Teja tidak pernah tahu berapa keuntungan

yang kami dapat, dia juga tidak pernah

meminta. Dia juga tidak tahu apa saja

dagangan yang harus dikulak, berapa

harganya, dijual berapa. Yang dia tahu hanya

mengangkat goni di punggung. Bedanya,

dulu di pasar Ngranget, sekarang keliling

desa. Yang penting bagi Teja, bisa membeli

tembakau linting setiap hari. (En: 49)

...Dia Kyai Hasbi.

Kami meniru semua yang ada padanya.

Mengikuti semua yang dilakukannya. Tiga

istrinya tinggal di sini. Masing-masing

dengan kelebihan yangberbeda. Istri

pertamanya begitu indah membaca

kitab.ditularkannya keahlian itu pada seluruh

Universitas Sumatera Utara

Page 18: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

perempuan yang ada di sini. Istri keduanya

kadang mengingatkanku pada ibu. Begitu

lincah, begitu sigap, mengatur segala

kebutuhan padepokan. Istri ketiganya baru

dinikahinya tiga bulan lalu. Dia temanku

sendiri. Arini. Aku dan Amri yang

memperkenalkan mereka. arini yang sedang

sebatang kara dan butuh tempat beerlabuh.

Kyai Hasbi meminangnya. Sekarang Arini,

sebagaimana aku dan Amri, melkengkapi apa

yang perlu diketahui santri-santri. Berhitung,

berpolitik, hingga mengerti bahasa selain

yang ada di kitab dan selain yang setiap hari

mereka gunakan. (En: 213)

3. Struktur ruang

dan waktu

1.Struktur ruang Di rumah, Simbok biasa mengumbar

dadanya. Dia hanya memakai kain yang

dililitkan di perutnya, bagian atas perut

dibiarkan terbuka. Baru ketika keluar rumah,

Simbok mengangkat kainnya hingga ke dada,

menjadi kemben.

...

“Mbok aku mau punya entrok.”

“Entrok itu apa , Nduk?”

“Itu lho, Mbok. Kain buat nutup susuku, biar

kenceng seperti punya Tinah.”

Simbok malah tertawa ngakak. Lama tak

keluar jawaban yang aku tunggu. Hingga

akhirnya dia akhiri tawanya dengan mata

memerah.

“Oalah, Nduk, seumur-uur tidak pernah aku

punya entrok. Bentuknya kayak apa aku juga

tidak tahu. Tidak pakai entrok juga tidak apa-

apa. Susuku tetap bisa diperas to. Sudah,

nggak usah neko-neko. Kita bisa makan saja

syukur,” kata Simbok. (En: 16-17)

“...memasuki tahun 1980, rumah kami sudah

dua kali lipat lebar sebelumnya. Awal tahun

ini, orang-orang Singget sedang luar biasa

gembira. Tiang-tiang besi berdiri di pinggir

jalan desa. Kabel-kabel terbentang. Sudah

ada listrik di Singget. Rumah-rumah yang

hanya sebelumnya diterangi lampu teplok,

sekarang terang benderang dengan lampu

warna putih atau kuning” (En: 89-90).

2.Struktur waktu Hari masih gelap saat aku dan Simbok keluar

rumah. Tanah dan rumput teki yang kami

Universitas Sumatera Utara

Page 19: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

injak basah oleh embun. Ayam berkokok

sahut-menyahut, langit di sebelah timur agak

memerah.

Aku dan Simbok bukan satu-satunya orang

yang menyusuri jalanan pagi ini. Di sepan

kami, di belakang, juga di samping,

perempuan-perempuan memegang tenggok

menuju Pasar Ngranget. Kami semua seperti

kerbau yang dihela di pagi buta, menuju

sumber kehidupan. (En, 2010: 22)

4. Struktur

transmisi

narasi

Orang pertama

dengan

menggunakan

kata “aku”

Aku dan Simbok bukan satu-satunya orang

yang menyusuri jalanan pagi ini. Di sepan

kami, di belakang, juga di samping,

perempuan-perempuan memegang tenggok

menuju Pasar Ngranget. Kami semua seperti

kerbau yang dihela di pagi buta, menuju

sumber kehidupan. (En, 2010: 22)

Tabel 4.1 Data realitas fiksi novel Entrok

4.1.1.2 Paparan Data Realitas Fiksi Novel 86

Paparan data realitas fiksi novel 86 terdiri dari empat unsur, yaitu struktur

plot yang terdiri dari pengenalan, keadaan mulia berkonflik, konflik mulai

meningkat, konflik memuncak, pemecahan masalah, dan penyelesaian.; struktur

fisik, ras, dan relasi gender; struktur ruang dan waktu; dan struktur transmisi

narasi. Paparan data tersebut dapat dilihat pada tabel berikut,

No. Realitas

Fiksi

Unsur Teks

1. Struktur plot 1. Pengenalan Setiap pukul setengah tujuh pagi, gang kecil tanpa

nama ini menjadi seperti pasar. Orang-orang

bersedakan, berjalan cepat-cepat, berbut mencari

celah agar bisa lebih ke depan. Sesekali terdengar

teriakan meminta yang berjalan lambat

mempercepat langkah.

Bau minyak wangi murahan bercampur dengan

bau got. Di tiga atau empat rumah petak, pada

jam seperti ini, selalu ada ibu-ibu yang sedang

mencatur anak mereka di depan pintu, berak

beralas koran, lalu dibuang ke dalam got.

Di gang kecil ini setiap jam setengah tujuh pagi

Universitas Sumatera Utara

Page 20: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

hidup Arimbi di mulai. Berjalan di antara orang-

orang yang sama tanpa mengenal nama. Dimulai

dari langkah pertamanya keluar dari rumah

kontrakan, lalu 250 langkah menuju jalan raya,

menunggu bus kecil yang pada beberapa bagian

sudah berkarat. (86, 2011: 9-10)

2. Keadaan

mulai

berkonflik

“Masih ingat Widodo, to?” tanya Narno.

Arimbi mengangguk. Dia masih mengingatnya.

Widodo teman SD mereka juga. Sekolah STM,

sama seperti Narno. Bapaknya punya sawah

sendiri, seperti bapak Arimbi. Selepas STM tak

mau cari kerja, hanya keluyuran di kampung

dengan motor yang dibeli dari panenan bapaknya.

“Jadi pamong dia sekarang. Bayar 40 juta,” jelas

Narno.

“Hah...?” Arimbi tak percaya. “Jadi pamong

bayar 40 juta?”

Narno mengangguk

“Bayar ke siapa?”

“Ya ke desa. Buat kas.”

“Aturan siapa?” Arimbi masih tak percaya.

“Ya aturaran desa.” (86, 2011: 60)

3. Konflik

mulai

meningkat

”...Arimbi merasakan sesak di dadanya. Selama

itu ia akan hidup dalam tahanan. Tapi diam-diam

ada rasa puas yang tipis bermain-main dalam

benaknya. Hakim itu tak bisa dibeli. Perempuan

itu dihukum lebih berat darinya” (86, 1011: 170).

4. Konflik

memuncak

ketika suatu hari, Arimbi mendengar kabar bahwa

ibunya masuk rumah sakit dan harus dioperasi

karena penyakit ginjal. Ayahnya sudah menjual

kebun jeruknya untuk biaya operasi, tetapi setiap

seminggu sekali ibunya harus cuci darah. Setiap

cuci darah memerlukan uang satu juta. Mereka

membutuhkan uang empat juta setiap bulannya.

Arimbi bingung dari mana mereka bisa mendapat

uang sebanyak itu. Di penjara, dia tentu tidak bisa

berbuat apa-apa.

5. Pemecah

masalah

“jadi saya mesti bagaimana?” Arimbi mulai tak

sabar.

“Biaya semuanya bersih 15 juta.”

“Gede banget, Bu! Mana ada tahanan yang

sanggup bayar uang segitu? Paling Cuma orang-

orang elite itu saja yang bisa.”

“Ya, kitakan sudah pilih-pilih. Nggak semua

orang bisa dapat jatah. Ini kamu dapat jatah kok

masih protes.”

Bukan protes, Bu.tapi kalau sebesaritu kok ya

rasanya terlalu berat.”

“Kitakan sudah hitung semuanya. Kamu masih

punya gaji, masih punya suami. Masih sama-sama

Universitas Sumatera Utara

Page 21: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

muda. Duit segitu buat bebas cepat ya nggak ada

apa-apanya. Ya terserah, kalau nggak mau.

Tunggu saja dua tahun lagi.” (86, 2011: 217)

6. Penyelesaian ...Sesak. Sakit. Tapi tak tahu itu apa. Arimbi tak

mengeluarkan air mata. Ia juga tak tahu hendak

melakukan apa. Semua yang ada di sekelilingnya

hanya seperti ruang hampa yang tak memiliki

makna. Dia seperti tersesat di tempat gelap. Dia

menyerah. Tak mau bersusah-susah mencari

celah.

Suara jeritan menyadarkannya. Anaknya

terbangun. Tangisan anaknya semakin keras.

Arimbi tersadar. Ia bergegas ke kamar,

mengangkat anaknya dari tempat tidur. Ditimang-

timangnya anak itu. Tapi tangisnya malah

semakin keras. Air mata Arimbi meleleh.

“Kita ke sana ya, Nak. Ketemu ayah ya, Nak.

Kita tetap sayang ayah ya, Nak...” (86, 2011: 252)

2. Struktur

fisik, ras,

dan relasi

gender

1. Struktur

fisik dan ras

Diusianya yang sudah 45 tahun, Bu Danti selalu

segar dan cantik. Badannya subur dengan lemak

yang menggelembung di perut dan lengan. Dia

selalu terlihat modis meski menggunakan

seragam. Sepatu dan tasnya selalu berganti setiap

dua hari sekali, menyesuaikan dengan warna

seragam yang dipakainya. Mukanya putih

mengilap dengan tata rias yang lengkap. Pemulas

mata, perona pipi, lipstik hingga pulasan maskara

dan pembuat bingkai mata, semuanya terpoles

sempurna. Rambutnya yang sebahu disasak

sebagian, tepat di bagian samping dan atas. Tak

pernah ia lupa memakai kalung, giwang, dan

cincin. Ada yagn berhias intan, ada yang mutiara,

ada juga yang emas kuning polos tanpa hiasan

apa pun. (86, 2011: 26)

Masih ada satu lagi anak buah Bu Danti.

Seorang laki-laki yang sepuluh tahun lebih tua

dari Arimbi. namanya Wahendra. Dia masih

keponakan jauh Pak Syamsudin, kepala bagian

tata usaha di pengadilan ini. Pekerjaannya tak

pernah lebih baik dari apa yang dikerjakan

Arimbi dan Anisa. Bukan karena malas

mengerjakan, tapi memang otaknya tak bisa lagi

menghasilkan yang lebh baik.

Sifatnya yang rama, supel, dan pandai

menyenangkan orang membuat Anisa dan Arimbi

tak pernah berhitung saat menyelesaikan

pekerjaan yang seharusnya menjadi tanggung

jawab Wahendra. Bu Danti juga menyukainya.

Universitas Sumatera Utara

Page 22: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Beberapa kali Bu Danti megajak Wahendra saat

ada urusan di luar kantor. Wahendra yang punya

banyak teman, juga sering membawa temannya

ke kantor, mengenalkannya pada Bu Danti. (86,

2011: 28-29)

2. Relasi

Gender.

Arimbi mulai membongkar tumpukan kertas di

mejanya. Itu semua baha-bahan yang harus

diketik ulang, di rapikan, dan di-fotocopy. Arimbi

membaca kertas-kerta itu sekilas. Memilih mana

yang lebih dahulu dikerjakan. Dia melirik jam,

sudah jam setengah dua belas. Jam satu nanti

akan ada sidang yang akan diikutinya. Sambil

menguap, Arimbi mengambil satu berkas yang

sudah ditandai dengan kata “segera” oleh Bu

Danti. (86: 27)

Mereka bercinta berkali-kali dalam sehari.

Tengah malam sebelum tidur, pagi-pagi sebelum

Ananta berangkat kerja, dan sore hari setelah

Ananta tiba di rumah. Pada hari tertentu mereka

makan siang bersama. Ananta sengaja pulang,

lalu makan di kamar. Setelah makan mereka

kembali bercinta. Lalu Ananta kembali berangkat

kalau sudah pukul 01.00, dengan baju yang

punggungnya sedikit kusut. (86: 223)

Orang tua Arimbi berpikir inilah awal dari

terwujudnya sebuah harapan dan doa-doa mereka

selama puluhan tahun. Inilah awal dari tingkat

derajat yang lebih tinggi bagi keluarga petani

yang tidak pernah tahu satu huruf pun. Arimbi

menjadi awal perubahan itu. Keturnan keluarga

ini tidak akan lagi mengurusi tanah, bekerja

dengan baju penuh kotoran setiap hari. Melalui

Arimbi, keluarganya akan memasuki golongan

baru. Golongan orang-orang terpelajar yang

terhormat. Orang-rang yang bekerja dengan

pakaian bersih, bertangan halus tanpa otot-otot

yang menonjol, berkulit bersih karena terus

berada di dalam ruangan. Arimbi menjadi orang

kantoran. Bukan lagi wong tani seperti orang

tuanya. (86: 19)

3. Struktur

ruang dan

waktu

1. Struktur

ruang

“...Bangunannya lusuh dan kusam. Cat-catnya

sudah pudar dan tak pernah diperbaharui lagi.

Kayu pintu-pintunya mulai koyak. Gang ini lebih

menyerupai gudang, tempat menyimpan barang-

barang loak yang mulai sayang untuk dibuang.

Sama sekali tidak menyisakan denyut kehidupan

dan tanda-tanda kekinian” (86: 17).

Universitas Sumatera Utara

Page 23: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Bus kembali berjalan pelan-pelan menuju arah

selatan, lalu terjebak dalam barisan kenderaan

yang sedikit pun tak bisa bergerak. Di depan sana,

ada kerumunan orang membawa spanduk dan

poster dengan bermacam-macam tulisan. Ada

juga gambar raksasa orang berseragam jaksa.

Salah satu matanya ditutup dengan spidol warna

hitam. Jaksa dalam gambar itu menjadi bajak laut.

Di bawah gambar, tulisan “Jaksa Agung” dicoret,

diganti dengan “Bajak Agung”.

Arimbi meratap dalam hati. Lengkaplah sudah

hari ini menjadi hari buruk baginya. Kopaja ini

tak akan bergerak sampai demonstrasi selesai.

Dan dia akan tetap bersedak-desakan terpanggang

matahari yang sedang garang-garangnya. Minyak

wangi dan deodoran tidak akan bisa lagi

mengalahkan bau apek dan lengket badan sisa

keringat yang keluar selama di dalam kopaja. (86:

24-25)

Pintu yang mereka sandari terbuka. Orang-orang

berebut masuk kereta. Ada yang tua ada yang

masih anak-anak, laki-laki dan perempuan. Satu-

dua orang memang seperti penumpang. Berbaju

rapi dan membawa tas besar. Sisanya adalah

pedagang dan peminta-minta. Mereka berebutan

berjalan di lorong, menawarkan nasi bungkus

yang sudah dingin, minuman, rokok, dan kacang

goreng. Sebagian lainnya menyodorkan tangan ke

setiap penumpang. Berdiam lama kalau tak diberi,

hingga akhirnya orang yang dimintai merasa tak

enak dan terpaksa memberi. Ada yang sebisanya

memainkan ecek-ecek atau menyanyikan lagu

meski tak terdengar suaranya. Tak beranjak ke

kursi lain kalau belum mendapat recehan. (86:

118)

3. Struktur

waktu

“... Hari Sabtu dan Minggu semunya menjadi

sedikit berbeda. Saat semuanya begitu cair dan

bebas, tanpa ada sekat-sekat waktu yang menjadi

mesin penggerak atas semua yang dilakukannya.

Dua hari itu, jam setengah tujuh pagi tidak lagi

menjadi awal kehidupan Arimbi.” (86: 11)

“...Semuanya cukup lengkap untuk menyebut hari

ini sebagai hari buruk bagi Arimbi. Hari Senin

yang dibenci semua orang, hari Senin yang

biasanya penuh pekerjaan, dan hari Senin yang

selalu penuh kemacetan di setiap ruas jalan” (86:

21).

Universitas Sumatera Utara

Page 24: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

“...Arimbi mulai mengemas barang-barangnya

mulai jam empat. Diam-diam dia segera

meninggalkan mejanya, menyusul Anisa yang

selalu pulang lebih dahulu darinya. Ananta sudah

menunggu di depan pagar. Mereka tiba di rumah

saat hari masih terang. Di kamar Arimbi mereka

menonton TV berdua” (86: 90)

4. Struktur

transmisi

narasi

Orang ketiga

dengan

menggunakan

kata “dia” dan

“nama diri”

Arimbi (86: 1)

Tabel 4.2 Data realitas fiksi novel 86

4.1.1.3 Paparan Data Realitas Fiksi Novel Maryam

Paparan data realitas fiksi novel Maryam terdiri dari empat unsur, yaitu

struktur plot yang terdiri dari pengenalan, keadaan mulia berkonflik, konflik mulai

meningkat, konflik memuncak, pemecahan masalah, dan penyelesaian.; struktur

fisik, ras, dan relasi gender; struktur ruang dan waktu; dan struktur transmisi

narasi. Paparan data tersebut dapat dilihat pada tabel berikut,

No. Realitas Fiksi Unsur Teks

1. Struktur plot

1. Pengenalan “Januari 2005 Apa yang diharapkan orang yang

terbuang pada sebuah kepulangan? Ucapan

maaf, ungkapan kerinduan, atau tangis

kebahagiaan?...Sudah lewat lima tahun sejak

terakhir kali ia menginjakkan kaki di pulau ini”

(My:13).

Orang Ahmadi lainnya, Rifki menanggung malu

saat lamaran. Ia datang bersama keluarga besar,

memenuhi janji pinangan yang telah dirancang

berbulan-bulan. Tapi di tengah acara, ayah sang

gadis berkata lantang, ia tak mau anak

perempuannya menikah dengan orang sesat.

Anaknya menangis histeris, sambil berusaha

menyuruh ayahnya diam. Ibunya terisak. Rifki

tersinggung. Betapapun besarnya cinta pada

kekasih, Rifki tak terima keluarganya

dipermalukan seperti itu. Pertengkaran hebat

Universitas Sumatera Utara

Page 25: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

terjadi. Keduanya saling ngotot, tak mau

mengalah. Rifki hilang kesabaran. Ditonjoknya

muka calon mertua. (My: 20)

2. Keadaan

mulai

berkonflik

...Baru kemudian, ketika Alam datang, Maryam

kembali merasakan apa yang dirasakannya saat

mulai dekat dengan Gamal. Maryam juga

sengaja membanding-bandingkan keduanya.

Wajah mereka yang hampir mirip, sifat dan

perilaku yang serupa dan nama mereka yang tak

jauh berbeda: Gamal dan Alam. Maryam jatuh

cinta. Satu-satnya yang dia pikirkan adalah

jangan sampai yang baru didapatnya itu

terlepas. Ia tak mau lagi mengulang masa-masa

kehampaan yang melelahkan ketika kehilangan

Gamal. Dengan Alam, dia tak mau berpikir apa-

apa lagi, selain ingin berdua selamanya. (My:

25)

Alam mengiba. Memohon pengertian dan

kasihan dari bunya. Ia berjanji akan membawa

Maryam ke jalan yang benar. “Bukankah justru

itu kemuliaan seorang laki-laki?”

Pertanyaan Alam membuat ibunyapenuh

keharuan. Perempuan itu luluh. Ia percaya pada

anak kesayangannya. Lagi pula dua minggu ini

ia melihat sendiri bagaimana Alam yang

dirundung kerisauan. Tak sampai hati dia

membiaarkan Alam seperti itu berkepanjangan.

Ia yakin, Alam akan membawa Maryam ke

jalan yang seharusnya. Tapi dia mengajukan

syarat. Ia ingin bertemu Maryam dan bicara

dengannya lebih dulu. Alam mengiyakan. (My:

39)

Maryam menolak keduanya.ia memilih pergi.

Masing-masing menyimpan amarah. Maryam

menikah dengan Alam tanpa memberitahu

orang tuanya lagi. Semua sudah cukup jelas,

pikirnya.

Pada akhir tahun 2000, seorang wali nikah dari

Kantor Urusan Agama menikahkan mereka.

Maryam sah menjadi isri Alam. Ia jadikan Alam

sebagai satu-satunya imam dan panutan.

Ditinggalkannya semua yang dulu ia yakini...

(My: 40)

3. Konflik

mulai

meningkat

Umar memberikan alat sholat dan Al Quran

sebagai mas kawin. Saat suara “sah” diucapkan

berkali-kali, air mata Maryam menetes.

Bayangan pernikahannya dengan Alam kembali

datang. Sangat jelas dan terasa nyata. Maryam

Universitas Sumatera Utara

Page 26: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

bahkan merasa semuanya hanya pengulangan.

Peristiwa yang sama. Hanya waktu dan

tempatnya yang berbeda. Namun, saat

pandangannya bertemu dengan bapak dan

ibunya, Maryam tahu ini bukanlah pernikahan

yang dahulu. ...Ia bergerak cepat untuk

membuat bayangan itu segera pergi. Mengikuti

petunjuk penghulu untuk beersalaman, minta

restu pada orang tua mereka. saat itulah air

matanya mengalir deras. Menyatu dengan air

mata bapak dan ibunya. Lalu bertemu dengan

air mata ibu Umar. (My: 163-164)

4. Konflik

memuncak

“Semuanya segera ikut kami ke tempat yang

aman. Itu sudah kami sediakan angkutan,” kata

komandan polisi itu ketika pintu sudah terbuka.

Perempuan-perempuan itu diam. Tak ada

memberi tanggapan. Semua menunggu suami-

suami mereka mengambil keputusan.

“Kami tidak akan pergi!” seseorang yang ada di

halaman kembali berteriak. “Kenapa bukan

mereka saja yang disuruh pergi?!”

“Betul! Ini rumah kami. Kenapa kami yang

harus pergi?!” sambung yang lainnya.

Komandan polisi mulai kehilangan kesabaran.

“Semua terserah kalian!” teriaknya. “Kalau

memang mau mati semua di sini, silakan! Kam

sudah menawarkan jalan keluar terbaik!

Mengungsi dulu biar semuanya selamat!” (My:

226-227)

“Wajah ketiga tamu Gubernur itu merah

mendengar kata-kata Gubernur. Mulut mereka

terkunci. Tapi soeot mata mereka bicara banyak.

Kemarahan dan sakit hati” (My: 249).

Setelah menikah, Fatimah tinggal bersama

suaminya. Satu minggu setelah menikah, dia

datang ke Transito, sendiri. Orang tuanya

menyambut seperti biasa. Bertanya kabar, tetapi

mereka tidak bertanya tentang pernikahan

Fatimah. Fatimah pun mengerti. Memang itulah

yang diinginkan oleh orang tuanya. Mereka

akan menganggap Fatimah belum menikah.

Sedikit pun mereka juga tak mau tahu siapa

laki-laki yang menjadi suami Fatimah. (My:

258-259)

5. Pemecahan

masalah

“Juni 2008 Gedung Transito kian hari kian

sesak. Barang-barang bertambah: baju dan

Universitas Sumatera Utara

Page 27: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

aneka perkakas. Kamar sempit yang disekat

dengan kain itu kini terlihat penuh tumpukan

barang. Enam bayi telah lahir di pengungsian

ini”( My: 266).

“...Pengajian rutin selalu diadakan pada jumat

sore. Hari itulah orang-orang Ahmadi dari

berbagai tempat di Lombok datang sebagaimana

dulu saat mesjid organisasi masih bisa

digunakan” (My: 267).

“Rusuh sekali tadi di TV. Orang-orang bentrok

di Monas.” Kata Zulkhair. “Gara-garanya ada

yagn mau membela kita,” lanjutnya.

Zulkhair lalu menceritakan yang dilihatnya.

Dimulai dari sekelompok orang-orang yang

datang membawa berbagai tulisan untuk

membela Ahmadiyah. Lalu kedatangan

kelompok lain yang sejak dulu memang tak mau

ada Ahmadiyah. Lalu gambar televisi dipenuhi

pukulan, tendangan, teriakan, dan orang-orang

terluka.

“Masih ramai di TV sekarang. Semua berita

tentang itu terus,” kata Zulkhair. (My: 269)

6. Penyelesaian “Januari 2011 Saya Maryam Hayati. Ini surat

ketiga yang saya kirim ke Bapak. Semoga surat

saya kali ini bisa mendapat tanggapan. Hampir

enam tahun keluarga dan saudara-saudara kami

terpaksa tinggal di pengungsian, di Gedung

Transito, Lombok.... Kami mohon keadilan.

Sampai kapan lagi kami harus menunggu? (My:

273-275)

2. Struktur fisik,

ras, dan relasi

gender

1. Struktur fisik

dan ras

“Maryam menikah dengan Alam tanpa

memberitahu orangtuanya lagi. Semua sudah

jelas, pikirnya” (My: 40).

Maryam memiliki kecantikan khas permpuan

dari daerah timur. Kulit sawo matang yang

bersih dan segar. Mata bulat dan tajam, alis

tebal dan bibir agak tebal yang selalu

kemerahan. Rambutnya yang lurus dan hitam

sejak kecil selalu dibiarkan panjang memebihi

punggung dan selalu dibiarkan tergerai. Di luar

segala kelebihan fisiknya, Maryam gadis yang

cerdas dan ramah. (My: 24)

Ada satu pemuda yang selalu mereka sebut-

sebut akan cocok dengan Maryam. Namanya

Gamal, empat tahun lebih tua daripada Maryam.

Sedang mengerjakan skripsi di Teknik Mesin

Universitas Sumatera Utara

Page 28: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

ITS. Orangnya ganteng. Kulitnya putih, jauh

lebih putih dibanding Maryam yang memang

sawo matang. Mereka sudah akrab sejak

pertama kali kenalan. (My; 23)

2. Relasi

Gender.

Sesaat kemudian terdengar suara berisik dari

arah jalan. Barisan orang-orang muncul.

Memasuki jalan kecil. “Usir! Usir!” teriak

mereka.

Terdengar bunyi „brak‟ dan „klontang‟. Mereka

melempar sesuatu ke rumah yang dilewati.

Rumah orang tua Maryam nomor empat dari

ujung jalan. Itu artinya mereka akan segera

sampai.semua orang kini berdiri bersiap-siap.

Pintu rumah ditutup rapat. Ibu Maryam

mengunci dari dalam. Hanya laki-laki yang ada

di luar. (My:224-225)

Gamal benar-benar tak pulang. Bapak-ibunya

telah putus asa mencari. Datang ke kampus.

Bertemu dosen-dosen dan mahasiswa-

mahasiswa. Tak ada yang tahu soal Gamal.

Lagi pula, semua teman seangkatannya sudah

jarang berada di kampus. Semua sibuk

mengerjakan tugas akhir, bahkan banyak yang

sudah lulus. Orang tuanya juga datang ke

teman-teman SMP atau SMA, ke siapa pun

yang mereka anggap kenal dengan Gamal. Tak

ada yang tahu. (My: 29)

3. Struktur ruang

dan waktu

1. Struktur

ruang

Gerupuk hanyalah kampung kecil di sudut timur

pesisir selatan Lombok. Nyaris tak dikenal.

Peta-peta wisata hanya menggambarkan Kuta

sebagai satu-satunya nama tempat disepanjang

garis pantai itu. Baru tahun-tahun belakangan,

ketika orang-orang asing mulai mengetahui ada

ombak tinggi di kampung ini, Gerupuk mulai di

datangi. Itu pun hanya oleh mereka yang ingin

mencari kepuasan berdiri di papan selancar,

menakhlukkan ombak yang bergulung tinggi...

Tak ada keistimewaan lain yang ditawarkan

Gerupuk selain ombak tinggi itu. Ia tak punya

pantai indah beerpasir putih, sebagaimana

pantai-pantai lain yang berjajar di pesisir ini.

Gerupuk adalah deretan erahu-perahu nelayan,

Bau amis ikan, dan nelayan-nelayan yang

berkulit legam. Setiap orang hidup dari

tangkapan ikan, udang, atau teripang. (My: 41)

“Meski terpisah dari rumah-rumah penduduk

lain, tanah yang dihuni orang-orang Ahmadi itu

Universitas Sumatera Utara

Page 29: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

termasuk kampung Gegerung. Sekitar satu

setengah kilometer jauhnya dari perkampungan

utama Gegarung, dipisahkan oleh sawah-sawah

padi dan sungai”. (My: 83)

2. Struktur

waktu

Januari 2005. Apa yang diharapkan oleh orang

yang terbuang pada sebuah kepulangan?ucapan

maaf, uangkapan kerinduan, atau tangis

kebahagiaan?

Tidak semuanya bagi Maryam. Ia pulang tanpa

membawa harapan. Ia bahkan tak punya

bayangan apa yang akan dijumpainya di

kampung halaman. Ia tak berpikir apakah

kedatangannya amasih ada yang menantikan,

atau malah akan menghidupkan kembali sisa

kemarahan. Ia juga tidak tahu apa yang akan

dilakukannya di sana. Akankah ia hanya

singgah sesaat lalu segera kembali terbang entah

ke mana atau akankah ia tinggal selamanya?

Entahlah ... Ia hanya ingin pulang. Itu saja. (My:

13)

...Ada juga yang tak butuh waktu terlalu lama

untuk membeli. Mereka tersentuh oleh wajah

memelas anak itu. Cepat-cepat membeli artinya

juga segera bisa menikmati liburan mereka

tanpa diganggu oleh pedagang kecil itu lagi.

Karena jika tidak, anak itu akan mengikutinya

sampai dagangan itu dibeli. Semua anak yang

melihat akhinya mengikuti cara itu. Maryam

pun demikian, tak peduli apa yang dikatakan

turis-turis itu. Tak mengambil hati pada apa

yang mereka katakan, yang penting barang

harus terjual. Anak-anak senang tiap hari

mendapat uang. Jauh lebih senang lagi pemilik

toko yang memasok barang. (My, 2012:189)

4. Struktur

transmisi

narasi

Orang ketiga

yang serba

tahu

Tabel 4.3 Data Realitas Fiksi Novel Maryam

Universitas Sumatera Utara

Page 30: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

4.1.2 Paparan Data Realitas Sosial

4.1.2.1 Paparan Data Realitas Sosial Novel Entrok

Paparan data realitas sosial novel Entrok terdiri dari empat unsur, yaitu

kehidupan spiritual masyarakat Jawa, Kemiskinan, Buruh Perempuan, dan rezim

Orde Baru. Paparan data tersebut dapat dilihat pada tabel berikut,

No. Realitas Sosial Uraian

1. Kehidupan

spiritual

masyarakat Jawa

Ibu memang punya kebiasaan aneh, yang berbeda dibanding

dengan orang-orang lain. Setiap hari dia selalu keluar rumah

pada tengah malam. Lalu dudk sendirian di bangku di bawah

pohon asem di depan rumah. Ibu duduk tenang, memejamkan

mata, lalu komat-kamit.

Dulu sekali, aku juga melakukan apa yang ibu lakukan. Ibu

membangunkanku, lalu kami berdua duduk di bawah pohon

asem. Kata Ibu itu namanya berdoa, tirakat. Ibu mengajariku

untuk nyuwun. Katanya, semua yang ada di dunia milik Mbah

Ibu Bumi Bapak Kuasa. Dialah yang punya kuasa untuk

memberikan atau tidak memberikan yang kita inginkan.

“Nyuwun supaya jadi orang pintar. Bisa jadi pegawai,” kata

Ibu. (En, 2010: 55-56)

2. Kemiskinan “...aku melihat ada beberapa yang tidur di los itu. Kata Teja,

mereka pedagang yang tiap hari tidur di pasar. Pedagang-

pedagnang itu kebanyakan perempuan seumuran Simbok.

Mereka tidak pernah memakai entrok, apalagi berniat

membelinya” (En, 2010: 22).

“...Simbok masih tidur saat aku beranjak ke pancuran

di belakang rumah. Didekatnya ada jumbleng. Siapa tahu

sakitnya karena aku mau buang kotoran” (En, 2010:30).

3. Buruh

Perempuan

Hari berganti hari, aku dan Simbok masih tetap mengupas

singkong, diupahi dengan singkong. Alih-alih membeli entrok,

uang sepeserpun belum pernah kuterima. Pernah suatu kali

kuberanikan diri meminta upah uang kepada Nyai Dimah, tapi

langsung ditolak oleh Nyai Dimah. Kata Nyai Dimah, ia tidak

mampu mengupahi uang. Lagi pula di pasar ini semua buruh

perempuan diupahi dengan bahan makanan. Dia menyuruhku

bekerja di tempat lain jika tidak percaya.Nyai Dimah memang

benar. Kepada siapa pun aku bekerja di pasar ini, aku akan

diupahi dengan bahan makanan ...(En, 2010:29- 30).

“...Berat satu jun yang berisi penuh air sama saja dengan satu

goni berisi singkong. Tidak ada laki-laki yang mengambil air,

katanya itu urusan perempuan. Ya jelas lebih enak nguli

daripada ngambil air. Nguli diupahi duit, sementara mengambil

air tidak pernah dapat apa-apa.” (En, 2010: 37).

Universitas Sumatera Utara

Page 31: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

“...Aku dan Simbok bukan satu-satunya orang yang

menyusuri jalanan pagi ini. Di depan kami, di belakang, juga di

samping, perempuan-perempuan menggendong tenggok

menuju Pasar Ngranget. Kami semua seperti kerbau yang

dihela di pagi buta, menuju sumber kehidupan.” (En, 2010: 22).

4. Rezim orde baru “Pak Kyai, sampeyan dengar apa kata orang ini? Mereka semua

yang ada di sini sudah jadi pembangkang. Semuanya sudah jadi

orang-orang komunis. Sampeyan ada di sini dan tidak

melakukan apa-apa?”

“Aku tidak ada urusan dengan hal seperti itu. Kami di sini

hanya mau mendidik anak-anak. Titik.”

“Mun, sekarang semuanya terserah kowe. Yang jelas, minggu

depan ini giliran desamu yang dikeruk. Mesin-mesin keruk

akan m engangkat tubuh kalian semua. Kowe akan mati

tertimbun tanah sendiri. Atau kalau untung, bisa jadi kalian

selamat. Tapi hari in seluruh pasukan akan ada di daerah ini.

Kalian semua akan tertangkap. Seumur hidup masuk penjara

bersamaorang-orang PKI itu. Kalian semua sudah jadi PKI.”

(En, 2010: 226).

Tabel 4.4: Paparan Data Realitas Sosial Novel Entrok

4.1.2.2 Paparan Data Realitas Sosial Novel 86

Paparan data realitas sosial novel 86 terdiri dari dua unsur, yaitu praktik

suap dan peredaran narkoba di penjara. Paparan data tersebut dapat dilihat pada

tabel berikut,

No. Realitas Sosial Uraian

1. Praktik suap “Masih ingat Widodo, to?” tanya Narno.

Arimbi mengangguk. Dia masih mengingatnya. Widodo teman

SD mereka juga. Sekolah STM, sama seperti Narno. Bapaknya

punya sawah sendiri, seperti bapak Arimbi. Selepas STM tak

mau cari kerja, hanya keluyuran di kampung dengan motor

yang dibeli dari panenan bapaknya.

“Jadi pamong dia sekarang. Bayar 40 juta,” jelas Narno.

“Hah...?” Arimbi tak percaya. “Jadi pamong bayar 40 juta?”

Narno mengangguk

“Bayar ke siapa?”

“Ya ke desa. Buat kas.”

“Aturan siapa?” Arimbi masih tak percaya.

“Ya aturaran desa.” (86,2010: 60)

“jadi saya mesti bagaimana?” Arimbi mulai tak sabar.

“Biaya semuanya bersih 15 juta.”

“Gede banget, Bu! Mana ada tahanan yang sanggup bayar

uang segitu? Paling Cuma orang-orang elite itu saja yang bisa.”

Universitas Sumatera Utara

Page 32: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

(86, 2011:217).

2. Peredaran

narkoba di

penjara

Tutik sudah tiga tahun di penjara. Asalnya dari Wonogiri, lebih

tua tiga tahun dari Arimbi. Karena merasa berasal dari daerah

yang berdekatan, sejak awal dia selalu ramah dan baik pada

Arimbi. Sesekali mereka berdua berbicara dalam bahasa

Jawa.... (86, 2011: 175)

Tabel 4.5 Data Realitas Sosial Novel 86

4.1.2.3 Paparan Data Realitas Sosial Novel Maryam

Paparan data realitas sosial novel Maryam terdiri dari tiga unsur, yaitu

diskriminasi dan kekerasan, kontroversi Ahmadiyah di Indonesia, dan kaum

marginal. Paparan data tersebut dapat dilihat pada tabel berikut,

No. Realitas Sosial Uraian

1. Diskriminasi dan

kekerasan

Duabelas bulan telah membentuk kebiasaan. Dari anak-anak

sampai orang tua. Tak ada lagi yang menyebut tentang

Gegarung. Tak ada lagi tangisan kesedihan mengingat harta

benda kini telah hilang. Semua orang menahan diri, sabar, dan

berserah diri. mereka sadar tak ada yang bisa dilakukan selain

menjalani apa yang ada. Kamar-kamar tersekat kain itulah

tempat mereka kini. Tiga kompor di dekat kamar mandi dan

setumpuk piring itulah dapur mereka bersama.kamar mandi,

tempat cuci baju, dan satu ruangan di samping bangunan utama

yang digunakan untyk salat bersama. Itulah hidup mereka.

...

Cerita yang sama diulang-ulang. Rentetan peristiwa di

Gegerung hingga bagaimana mereka bertahan sampai sekarang.

Pak Khairuddin yang selalu diajak mendampingi Zulkhair. Ia

menceritakan semua peristiwa yang dialaminya, sejak di

Gerupuk, pengungsian di masjid organisasi, pindah ke

Gegerung, hingga sekarang tinggal di Transito. Zulkhair

menambahinya dengan berbagai tuntutan dan permintaan.

Tamu-tamu pulang dengan meniggalkan harapan besar di

benak semua orang. Harapan tentang perubahan, harapan untuk

segera kembali pulang ke rumah, dan hidup normal. Lagi-lagi

kabar baik itu tak pernah datang. Waktu terus berjalan, tamu-

tamu pun terus berdatangan, harapan tetap ditanam, tapi inilah

yang namanya kenyataan (My: 250-251).

2. Kontroversi

Ahmadiyah di

Indonesia

“Semuanya segera ikut kami ke tempat yang aman. Itu sudah

kami sediakan angkutan,” kata komandan polisi itu ketika pintu

sudah terbuka.

Perempuan-perempuan itu diam. Tak ada memberi tanggapan.

Semua menunggu suami-suami mereka mengambil keputusan.

Universitas Sumatera Utara

Page 33: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

“Kami tidak akan pergi!” seseorang yang ada di halaman

kembali berteriak. “Kenapa bukan mereka saja yang disuruh

pergi?!

“Betul! Ini rumah kami. Kenapa kami yang harus pergi?!”

sambung yang lainnya.

Komandan polisi mulai kehilangan kesabaran. “Semua terserah

kalian!” teriaknya. “Kalau memang mau mati semua di sini,

silakan! Kam sudah menawarkan jalan keluar terbaik!

Mengungsi dulu biar semuanya selamat!” (My, 2012: 226-227)

3. Kaum marginal “Rusuh sekali tadi di TV. Orang-orang bentrok di Monas.”

Kata Zulkhair. “Gara-garanya ada yagn mau membela kita,”

lanjutnya.

Zulkhair lalu menceritakan yang dilihatnya. Dimulai dari

sekelompok orang-orang yang datang membawa berbagai

tulisan untuk membela Ahmadiyah. Lalu kedatangan kelompok

lain yang sejak dulu memang tak mau ada Ahmadiyah. Lalu

gambar televisi dipenuhi pukulan, tendangan, teriakan, dan

orang-orang terluka.

“Masih ramai di TV sekarang. Semua berita tentang itu terus,”

kata Zulkhair. (My: 269)

Tabel 4.6 Data Realitas Sosial Novel Maryam

4.1.3 Paparan Data Perjuangan Perempuan

4.1.3.1 Paparan Data Perjuangan Perempuan dalam Bidang Ekonomi

Paparan data perjuangan perempuan dalam bidang ekonomi terdiri dari

tiga unsur, yaitu perempuan sebagai pelaku bisnis, mempeetahankan hidup, dan

meningkatkan taraf hidup. Paparan data tersebut dapat dilihat pada tabel berikut,

No. Perjuangan

Perempuan

Uraian

1. Perempuan

sebagai pelaku

bisnis

“Di sini malah aman. Lihat sendiri, kamarku jadi pabrik sabu-

sabu,” katanya sambil terbahak-bahak. “Di sini, enggak perlu

kucing-kucingan lagi. Yang penting setoran lancar, semua

aman. Delapan enaaam!”

Arimbi tertawa mendengarnya. Sekarang dia paham, dan sudah

bisa membayangkan. Dari sel inilah segala urusan sabu-sabu

dikendalikan. Berbagai serbuk obat-obatan yang jadi bahan

didatangkan dari luar. Orang-orang yang dari dulu jadi

langganan Cik Aling belanja bahan mengantar ke penjara.

Petugas-petugas yang sudah mendapat jatah bulanan,

membuka pintu lebar-lebar. Kalaupun sesekali ada

pemeriksaan, paling hanya berakhir dengan senyuman, tanpa

Universitas Sumatera Utara

Page 34: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

pernah ada penyitaan.

Di hari-hari tertentu ada orang-orang yang datang mengambil

sabu-sabu. Mereka inilah yang akan mengedarkan ke banyak

orang. Tugas Tutik yang menimbang, memebungkus, dan

membagikan kepada orang-orang itu. Umi dan Watik hanya

membantu di dalam kamar. Dan sekarang Arimbi dan Ananta

juga menjadi bagian dari tangan-tangan itu. Sabu-sabu Cik

Aling tidak hanya menunggu diambil orang, tapi diantar

sendiri oleh orang suruhan Cik Aling, salah satunya Ananta.

(86, 2011: 204-205)

2. Mempertahankan

hidup

Aku diam. Aku tahu Simbok benar. Bisa makan tiap hari saja

sudah harus disyukuri. Simboklah yang mencari semuanya.

Setiap hari ke pasar. Kalau pas untung ya ada pekerjaan, kalau

tidak ya mencari sisa-sisa dagangan yang akan dibuang

penjualnya. Kadang Simbok menawarkan diri untuk membantu

pedagang-pedagang itu. Pekerjaan apapun dilakukan.

Imbalannya singkong, ketan, dan pernah sekali waktu baju.

Sayangnya, tak ada satu pun yang memberi upah entrok.

Samar-samar dalam ingatanku, terbayang Bapak memukul

Simbok yang sedang sakit panas dan tidak bisa ke pasar. Kalau

Simbok tidak ke pasar, kami tidak akan punya makanan. Dan

laki-laki itu dengan seenaknya hanya menunggu makanan. Dia

seperti anjing gila yang marah saat kelaparan. Iya. Dia

memang anjing gila. Hanya anjing gila kan yang menggigit

istrinya yang sedang sakit. saat itu aku sangat ketakutan.

Menyembunyikan diri di balik pintu sambil menangis

sesenggukan. Laki-laki itu pergi setelah menghajar istrinya dan

tak pernah kembali lagi (En, 2010: 17-18).

3. Meningkatkan

taraf hidup

Bu Danti bekerja di kantor pengadilan. Dia juga

seorang pegawai negeri. Selain itu, Bu Danti memegang

jabatan struktural sebagai ketua seksi panitera persidangan. Bu

Danti adalah atasan Arimbi dan Anisa. Bu Danti

menyelewengkan jabatan yang dianugerahkan kepadanya.

Melalui jabatan ini, Bu Danti menjadi makelar kasus (86,

2011: 49.

Tabel 4.7: Data Perjuangan Perempuan dalam Bidang Ekonomi

4.1.3.2 Paparan Data Perjuangan Perempuan dalam Bidang Keyakinan

Paparan data perjuangan perempuan dalam bidang keyakinan terdiri dari

dua unsur, yaitu kejawen dan Ahmadiyah. Paparan data tersebut dapat dilihat pada

tabel berikut,

Universitas Sumatera Utara

Page 35: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

No. Perjuangan

Perempuan

Uraian

1. Kejawen Dulu sekali, aku juga melakukan apa yang ibu lakukan. Ibu

membangunkanku, lalu kami berdua duduk di bawah pohon

asem. Kata ibu, itu namanya berdoa, tirakat. Ibu mengajariku

untuk nyuwun. Katanya semua yang ada di dunia milik Ibu

Bapa Bumi Kuasa. Dialah yang punya kuasa untuk

memberikan yang kita inginkan. “Nyuwun supaya jadi orang

pintar. Bisa jadi pegawai,” kata Ibu.

...

Ibu juga rajin selamatan. Seminggu sekali, setiap hari

kelahirannya, dia meyembelih ayam untuk dipanggang. Tonah

membuat tumpeng kecil, menyiapkan semua ubo rampe. Ada

kulupan, jenang merah, dan jenang putih. Ibu memanggil

beberapa tetangga laki-laki. Mbah Sambong, perangkat desa

yang dipercaya punya kekuatan lebih, membacakan ujub.

Bapak dan yang lainnya membaca, “Amin....Amin...!”

...

Ibu menyimpan satu tumpeng dan panggang lengkap dengan

ubo rampenya di kamarnya. Di taruh di meja samping lemari

kaca, beralas baki, ditemani sebatang lilin. Kata ibu, tumpeng

dan panggang itu dikirim untuk Mbah Ibu Bumi Bapak Kuasa.

Keesokan harinya, ibu akan mengeluarkan tumpeng dan

panggang itu. Tonah akan memasaknya kembali untuk

makanan kami semua (En, 2010: 55-56).

Sesajen dan dupa yang sudah disiapkan dari Madiun diletakkan

di samping makam. Ada tumpeng lengkap dengan panggang

dan ubo rampe-nya, buah-buahan, dan rokok. Selama tirakat

mereka tidak akan berbicara dan makan-minum. Mereka juga

dilarang memikirkan hal-hal yang tidak baik. Satu-satunya

yang mereka lakukan adalah berdoa memohon berkah (En,

2010:95).

Koh Cayadi menceritakan salah satu kebiasaan keluarganya

yang diyakini terbukti membantu kelancaran usaha mereka.

Sejak bertahun-tahun lalu, tepatnya saat ia masih kanak-kanak

di Surabaya, orangtuanya rutin mengajaknya ke Gunung Kawi.

Gunung Kawi ada di Malang, kota di selatan Surabaya. Mereka

bias pergi naik bus, dengan lama perjalanan dua jam. Di

gunung itu, ada makam, yang bisa memberikan berkat bagi

orang menziarahinya.

Ibu mendengarkan semua itu dengan antusias.ia sangat percaya

upaya batin diperlukan untuk membantu seseorang mencapai

kemakmuran dan kejayaan. Selama ini ia hanya mengenal

Mbah Ibu Bumi Bapak Kuasa. Upaya batinnya baru sebatas

memohon di tengah malam, membawa panggang ke makam

penguasa desa, dan selametan setiap hari kelahiran (En,

2010:92).

Sepanjang perjalanan Koh Cahyadi telah memberitahu apa

Universitas Sumatera Utara

Page 36: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

yang akan mereka lakukan di Gunung Kawi. Mereka akan

tirakat di sekitar makam Eyang Sujo dan Eyang Jugo. Sesajen

dan dupa yang sudah disiapkan dari Madiun diletakkan di

samping makam. Ada tumpeng lengkap dengan panggang dan

ubo rampe-nya, buah-buahan, dan rokok. Selama tirakat

mereka tidak akan berbicara dan makan-minum. Mereka juga

dilarang memikirkan hal-hal yang tidak baik. Satu-satunya

yang mereka lakukan adalah berdoa memohon berkah (En,

2010:95).

Masih pagi begini tak banyak orang yang datang ke rumah Pak

Kyai. Aku dan Teja langsung masuk rumah, menemuinya yang

sedang melinting tembakau. Aku minta padanya agar Rahayu

diberi doa keselamatan. Kuceritakan semua yang diceritakan

Rahayu. Kyai Noto mendengarkan sambil mengisap

tembakaunya.

Dia lalu masuk kamar. Konon, di kamar itu ia semadi dan

membuat jampi-jampi. Tak terlalu lama kemudian dia keluar

kamar sambil membawa bungkusan kecil. Bungkusan itu

isinya gula pasir. Kyai Noto sudah mengirimkan doa-doa dan

kekuatannya dalam gula pasir itu. Orang yang diberi tinggal

ngemut sewaktu-waktu (En, 2010: 132).

2. Ahmadiyah “Ini kampung saya. Lahir di sini. Bapak, ibu, sampai buyut

semua lahir dan meninggal di sini,” kata seorang perempuan

yang ditanyai.

„Tapi bagaimana kalau selamanya tak bisa pulang ke rumah?”

tanya wartawan.

Yang ditanyai diam. Semua orang yang mendengar juga diam.

...

Sudah lama tinggal di sini... apakah terpikir untuk menuruti

permintaan orang-orang itu agar bisa kembali ke rumah?”

Perempuan itu tampak bingung dengan pertanyaan wartawan.

“Maksudnya keluar dari Ahmadiyah, agar bisa pulang lagi ke

rumah,” jelas wartawan.

Perempuan itu menggeleng. “Namanya orang sudah percaya,”

jawabnya. “Semakin susah semakin yakin kalau benar,”

lanjutnya. (My, 2012: 272)

Tabel 4.8 Data Perjuangan Perempuan dalam Bidang Keyakinan

4.1.3.3 Paparan Data Perjuangan Perempuan dalam Bidang Hukum

Paparan data perjuangan perempuan dalam bidang hukum yaitu,

perjuangan perempuan dalam mencari keadilan. Paparan data tersebut dapat

dilihat pada tabel berikut,

Universitas Sumatera Utara

Page 37: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

No. Perjuangan

Perempuan

Uraian

1. Perjuangan

perempuan dalam

mencari keadilan

Aku membalikkan tubuh. Sekarang mukaku berhadapan

dengan mukanya. Mata kami beradu. Gusti, kenapa aku selalu

Kauhadapkan dengan orang-orang seperti ini? Orang-orang

yang begitu berkuasa dengan seragam dan sepatunya. Orang-

orang yang menjadi begitu kuat dengan senapannya. Orang-

orang yang selalu benar karena bekerja untuk negara. Mereka

yang selalu mendapatkan uang dengan mudah tanpa sedikit

pun mengeluarkan keringat. Dan aku yang tak punya kuasa

dan kekuatan, yang selalu saja salah, harus tunduk pada

kemauan mereka. Menyerahkan harta yang terkumpul dengan

susah payah, dengan segala hujatan orang lain.

“Ini urusannya berat. Nggak kayak yang dulu itu.”

“Berapa?”

“Sampeyan juragan tebu, kan? Satu hektar pasti enteng.” (En,

2010:182-183)

“Ya sudah, Pak Teja, Bu Marni, kami ini aparat hanya mau

membantu masyarakat. Bikin urusan cepat beres. Kita mau

bantu supaya mobil ini bisa segera dibawah ke bengkel, bisa

dipakai lagi. Daripada nanti ketahuan atasan-atasan saya malah

panjang urusannya. Jadi ya diselesaikan di sini saja.”

“Kami ikut saja, Pak,” jawab Teja.

“Kalau kecelakaannya seperti ini, ada yang mati, dua puluh

orang luka-luka, dendanya satu juta saja. Sudah beres

semuanya.” (En, 2010:119).

Akan kukejar keadilan sampai ke mana pun. Orang paling

bodoh saja tahu harta yang kukumpulkan dengan susah payah

itu semua milikku. Lha bagaimana ceritanya, orang yang sama

sekali tidak kukenal sekarang akan mendapatkan separoh dari

hartaku ini? Dan bagaimana bisa aku yang mencari semuanya

malah tidak mendapat apa-apa? Walaupun Rahayu itu anakku,

bagaimana bis mereka membagi milikku semau mereka.

Biarkan aku sendiri yang mengatur kepada siapa aku

memberikan hartaku ini.apakah itu pada Rahayu atau orang

lain.

Aku menemui komandan Sumardi di markasnya. Siapa lagi

yang lebih berkuasa setelah lurah-lurah itu? Hanya mereka

orang-orang yang berseragam, orang-orang negara. Pada laki-

laki yang telah mengambil satu hektar tanahku ini, kucaritakan

semua yang kualami. Aku meminta padanya untuk dicarikan

jalan keadilan (En, 2010:196).

“Sudah aku hitung-hitung, nanti kamu bisa keluar Desember.

Tapi namamu sudah mesti dicatat sekarang. Soalnya mau

diajukan pas Agustusan nanti.”

Universitas Sumatera Utara

Page 38: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Arimbi diam, menunggu apa yang sebenarnya hendak

dikatakan perempuan yan duduk di depannya itu.

“Ya kalau kamu bilang sanggup, nanti namamu diusulkan. Kan

siapa-siapa saja yang layak diusulin itu tergantung kita yang

ada di lapangan ini.”

”Jadi, saya mesti bagaimana?” Arimbi mulai tak sabar.

“Biaya semuanya bersih 15 juta.” (86, 2011: 216-217)

Gubernur menerima mereka dengan tiga orang bawahannya. Ia

menyalami Zulkhair dengan ramah seperti orang yang sudah

lama kenal. “Bawa siapa ini, Pak Zul!” tanyanya ketika melihat

Maryam dan Umar. (My, 2012:247)

Gubernur mendecak sambil menggeleng, “Sudahlah. Tak ada

ujungnya kalau bicara seperti ini,” katanya. “Pilih saja, keluar

dari Ahmadiyah lalu pulang ke Gegarung atau tetap di Transito

sampai kita temukan jalan keluarnya.”

Wajah ketiga tamu Gubernur itu merah mendengar kata-kata

Gubernur. Mulut mereka terkunci. Tapi sorot mata mereka

bicara banyak. Kemarahan dan sakit hati (My, 2012: 249).

Bapak yang terhormat, kami tidak meminta lebih. Hanya minta

dibantu agar bisa pulang ke rumah dan hidup aman. Kami tidak

minta bantuan uang atau macam-macam. Kami hanya ingin

hidup normal. Agar anak-anak kami juga bisa tumbuh normal,

seperti anak-anak lainnya. Agar kelak kami juga bisa mati

dengan tenang, di rumah kami sendiri.

Sekali lagi, Bapak, itu rumah kami. Kami beli dengan uang

kami sendiri. Kami punya surat-surat resmi. Kami tak pernah

melakukan kejahatan, tak pernah mengganggu siapa-siapa.

Adakah alasan yang diterima akal, sehingga kami, lebih dari

dua ratus orang, harus hidup di pengungsian seperti ini?

Kami mohon keadilan. Sampai kapan lagi kami harus

mengunggu? (My, 2012: 274-275).

Tabal 4.9 Data Perjuangan Perempuan dalam Bidang Hukum

4.2 Analisis Realitas Fiksi

Realitas fiksi yang dideskripsikan dan dianalisis dalam penelitian ini

didasarkan pada cerita dan wacana. Pola cerita didasarkan pada bentuk dan

substansi struktur plot; struktur fisik, ras, dan relasi gender; serta struktur ruang

dan waktu, sedangkan wacana didasarkan pada bentuk dan substansi struktur

transmisi narasi. Bentuk dan substansi dari cerita dan wacana narasi dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 39: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

deskripsi dan analisis ini merupakan kondisi objektif yang ada dalam novel karya

Okky Madasari yang menjadi sumber data penelitian ini.

4.2.1 Realitas Fiksi Novel Entrok

4.2.1.1 Struktur Plot Novel Entrok

Struktur plot sebagai sebuah penceritaan pada hakikatnya terbagi atas tiga

bagian, yaitu bagian permulaan, pertengahan, dan bagian akhir suatu cerita.

Struktur plot ini akan menentukan apakah cerita beralur maju atau beralur

mundur. Oleh karena itu, sinopsis yang menggambarkan pergerakan tokoh harus

dideskripsikan dengan cermat, sehingga dapat diidentifikasi perubahan arah

berkaitan dengan karakter protagonis dalam menjalani kehidupannya. Menurut

Chatman (1980:85), ”Aristotle distinguished between fortunate and fatal plots,

according to whether the protagonist‟s situation improved or declined.”

(Aristoteles membedakan antara alur yang fatal dan keberuntungan menurut

apakah situasi protagonis meningkat atau menurun). Dengan demikian,

pendeskripsian struktur plot tersebut akan memperlihatkan protagonis yang sangat

baik, tidak begitu jahat, atau luar biasa baiknya.

Plot cerita yang digunakan dalam novel Entrok adalah beralur mundur.

Novel Entrok diceritakan dalam delapan bagian. Setiap bagian menampilkan

tindakan dan kejadian yang berkaitan satu sama lain. Karena novel ini beralur

mundur maka pada bagian pertama novel ini akan berkaitan dengan bagian

kedelapan. Bagian pertama mengambil judul Setelah Kematian. Peristiwa ini

terjadi tahun 1999. Bagian ini memperkenalkan tentang tokoh Sumarni dan

Universitas Sumatera Utara

Page 40: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Rahayu yang menjadi tokoh utama dalam novel ini. Hubungan keduanya adalah

hubungan anak dan ibu dan hubungan mereka sudah membaik.

4.2.1.11 Tahap Pengenalan

Novel Entrok dibuka oleh Okky Madasari dengan memperkenalkan

Rahayu dan Sumarni atau Marni yang memiliki ikatan hubungan anak dan ibu.

Marni dan Rahayu, dua generasi yang tak pernah bisa mengerti tentang kehidupan

ini, akhirnya menyadari ada satu titik singgung dalam hidup mereka. Keduanya

sama-sama korban orang yang punya kuasa, sama-sama melawan senjata dan

akhirnya kalah. Kehidupan Marni sudah tidak punya jiwa lagi. Marni mengalami

gangguan kejiwaan sedangkan Rahayu selama lima tahun harus berjuang untuk

mendapatkan hidupnya kembali. Pola pengenalan ini sekaligus menjadi penutup

dalam cerita ini. Pola pengenalan cerita ini antara lain sebagai berikut:

Kau mengerti semuanya. Tapi Kenapa kau tak mau berkata apa-

apa? kau hanya bicara tentang sesuatu yang tak pernah kumengerti. Aku

juga sering mendengarmu berbicara dengan orang lain yang juga tidak

kuketahui. Kenapa tidak denganku?

Lima tahun aku telah melakukan segala cara. Kuhitung hari demi

hari dengan keringat yang telah kauberikan padaku. Hanya itu yang

membuatku terus bertahan. Kau mengajariku tentang harapan. Dan aku

yakin inilah harinya. Akan kubawakan apa yang paling kau inginkan. Aku

sudah mendapatkannya.

“Ibu, lihat ini, bu. KTP-ku baru. Lihat...lihat...sama seperti punya

ibu.”

“Apa ini?”

“Ka Te Pe, Bu! Ka Te Pe!”

“Tape? Aku mau buat tape. Mbok... Simbok...ayo ke pasar, Mbok.

Kita cari telo!”

“Bukan tape, Bu.” Kataku sambil mengusap-usap rambut putih

perempuan yang telah melahirkanku ini (En: 12-13).

Universitas Sumatera Utara

Page 41: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Tahap pengenalan alur dalam cerita ini dipaparkan pengarang dengan

bergerak mundur ke belakang yang mengisahkan kembali tentang kehidupan

Sumarni menjelang menginjak remaja. Ini ditandai dengan klausa “Kumulai

ceritaku saat aku kenal dunia di luar Simbok”(En, 2010:15). Marni dilahirkan saat

jaman perang di desa Singget. Ini diketahuinya dari cerita Simboknya. Dia sendiri

tak pernah melihat itu semua. Yang dia tahu, tiba-tiba ada yang berbeda di

dadanya. Lama-kelamaan Marni merasa tidak nyaman dengan dadanya. Jika dia

lari kedua gumpalan yang ada di dadanya terguncang-guncang. Dia heran melihat

Tinah, anak pamannya yang dadanya terlihat kencang. Lalu Tinah menjelaskan

karena dia memakai entrok atau BH.

Marni berharap dia akan memiliki entrok tersebut. Lalu ia meminta kepada

ibunya, tetapi ibunya tidak tahu apa itu entrok. Ibunya juga tidak memilikinya.

Untuk membeli entrok ibunya juga tidak pernah mempunyai uang. Demi untuk

mendapatkan entrok akhirnya Marni ikut ibunya bekerja mengupas ubi di pasar

Ngranget. Hanya Nyai Dimah yang mau menawarkan mereka bekerja. Sebagai

upahnya mereka mendapatkan ubi. Pekerja wanita tidak mendapatkan duit sebagai

upah sedangkan pekerja pria diupah dengan uang. Akhirnya ia memutuskan

bekerja seperti yang dilakukan oleh kaum pria. Ia bekerja sebagai kuli angkat

barang. Dia membuat suatu perubahan besar dalam tatanan masyarakatnya bahwa

perempuan juga bisa mengerjakan pekerjaan kaum lelaki.

Marni bekerja sebagai kuli angkat barang. Setelah beberapa lama bekerja,

Marni memiliki uang. Dengan uang tersebut dia membeli sebuah entrok. Dia

gembira bukan kepalang karena impiannya selama ini sudah tercapai. Bahkan di

Universitas Sumatera Utara

Page 42: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

malam hari dia bermimpi bahwa dia memiliki entrok bermacam-macam. Peristiwa

ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut:

Pagi itu aku terbangun dengan kecewa. Segala keindahan dan

kebahagiaan itu kenapa hanya ada dalam mimpi? Aku ingin punya entrok

berenda. Entrok sutra bertahtakan intan dan permata. Aku ingin semua

orang kagum, menatap dengan iri. Aku juga ingin ada orang yang

membuatku merasa begitu bahagia. Mengantarkanku ke kerajaan yang

indah.

Sepanjang perjalanan ke pasar, aku terus memikirkan mimpi itu.

Entrok yang baru saja kumiliki tak lagi memberi kebahagiaan. Hari ini kali

pertama aku memakai entrok ke pasar. Semuanya terasa biasa saja.

Kenapa rasanya lebih bahagia saat dalam mimpi? (En, 2010:41)

Keinginan muncul ketika Marni melihat tabungannya sudah banyak. Ia

ingin bakulan (jualan) tetapi tidak di pasar, melainkan jualan keliling kampung.

Ia membelanjakan sebagain uangnya dan dia mulai berjualan. Setiap hari dia

berangkat bersama ibunya ke Pasar Ngranget membeli barang dagangan, lalu

pulang dan mampir ke setiap rumah yang ada di sepanjang jalan dan di seluruh

desa Singget.

Teja yang bekerja sebagai kuli panggul ingin melamarnya. Marni juga

merasa dia mencintai Teja. Lalu mereka menikah. Setelah menikah Teja tidak lagi

bekerja sebagai kuli panggul di pasar Ngranget, tetapi dia setiap hari membawa

barang jualan menemani Marni. Jadi, barang jualan mereka menjadi lebih banyak

dibanding ketika Marni masih berjualan sendiri. Tempat yang mereka kelilingi

juga semakin banyak. Teja tidak pernah tahu berapa keuntungan yang diperoleh

dan juga tidak pernah meminta. Harga barang yang dijual juga dia tidak tahu,

yang dia tahu hanya mengangkat goni yang berisi barang jualan di pundak. Yang

penting bagi Teja, bisa membali tembakau linting setiap hari.

Universitas Sumatera Utara

Page 43: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

4.2.1.1.2 Tahap Keadaan Mulai Berkonflik

Keadaan mulai berkonflik eksternal ketika orang-orang berseragam loreng

hijau dengan pistol di pinggang dan bersenapan tinggi datang ke rumah Marni.

Komandan tentara itu datang menagih uang setoran keamanan. Biar usaha Marni

tidak ada yang mengganggu. Setiap dua minggu sekali tentara ini akan datang ke

rumah Marni dan Marni harus menyediakan uang buat mereka. Saat itu Marni

sudah berprofesi sebagai rentenir. Dia meminjamkan uang kepada warga yang

membutuhkan dengan bunga pinjaman 10%.

Hari demi hari kehidupan Marni semakin meningkat. Rahayu, anak

mereka sudah berusia sepuluh tahun ketika para tentara itu pertama kali datang ke

rumah Marni. Rahayu iri kepada para tentara itu. Setiap kali datang, ibunya selalu

memberi mereka uang. Selama dua puluh tahun Rahayu selalu mendengar ibunya

bercerita tentang sulitnya mencari uang. Tentang cerita jaman dahulu, saat dia

berjalan kaki ke pasar Ngranget, hidupnya yang melarat, sampai-sampai tidak bisa

beli BH. Ibunya selalu mengulangi cerita itu disertai keinginan agar anaknya bisa

sekolah, biar bisa jadi pegawai. Ibunya tidak peduli, dia harus mencari uang

dengan susah payah agar anaknya, Rahayu bisa sekolah yang tinggi.

4.2.1.1.3 Tahap Konflik Mulai Memuncak

Konflik mulai meningkat saat Rahayu tidak mengerti melihat ibunya

masih tekun mengurusi uang recehan yang dikumpulkannya setiap hari. Rahayu

juga tidak mengerti tentang ibunya yang tetap percaya kepada arwah leluhur dan

memberi makan leluhurnya setiap hari kelahiran ibunya. Ibunya percaya bahwa

Universitas Sumatera Utara

Page 44: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Mbah Ibu Bumi Bapak Kuasa yang memberi mereka rezeki. Peristiwa di atas

sejalan dengan kutipan pada novel berikut ini:

Ibu memang punya kebiasaan aneh, yang berbeda dibanding

dengan orang-orang lain. Setiap hari dia selalu keluar rumah pada tengah

malam. Lalu dudk sendirian di bangku di bawah pohon asem di depan

rumah. Ibu duduk tenang, memejamkan mata, lalu komat-kamit.

Dulu sekali, aku juga melakukan apa yang ibu lakukan. Ibu

membangunkanku, lalu kami berdua duduk di bawah pohon asem. Kata

Ibu itu namanya berdoa, tirakat. Ibu mengajariku untuk nyuwun. Katanya,

semua yang ada di dunia milik Mbah Ibu Bumi Bapak Kuasa. Dialah yang

punya kuasa untuk memberikan atau tidak memberikan yang kita

inginkan. “Nyuwun supaya jadi orang pintar. Bisa jadi pegawai,” kata Ibu.

(En, 2010: 55-56)

Marni, perempuan Jawa buta huruf yang masih memuja leluhur. Melalui

sesajen dia menemukan dewa-dewanya, memanjatkan harapannya. Tidak pernah

dia mengenal Tuhan. Dia mempertahankan hidup dengan caranya sendiri.

Menukar keringat dengan sepeser demi sepeser uang. Dia merasa tidak bersalah

karena dia tidak mencuri, menipu, atau membunuh.

Tahun 1977 akan diadakan Pemilu lagi. Pak RT datang ke rumah Marni

meminta sumbangan untuk partai pemerintah. Walaupun Marni mengatakan dia

tidak punya uang, namun Pak RT tetap memaksa. Seperti biasa, Pak RT

mengatakan bahwa ini adalah partai pemerintah, sambil menunjukkan map warna

kuning. Semua warga haus memenangkan partasi tersebut, yang tidak mendukung

partai ini berarti orang PKI. Mau tidak mau Marni harus menyumbang.

Pencoblosan dilakukan pada tanggal 2 Mei 1977. Seperti lima tahun yang lalu,

partai berwarna kuning ini menang.

Memasuki tahun 1980, listrik sudah mulai masuk ke desa Singget. Pak

Lurah membeli Televisi. Marni juga terbius dengan kotak bergambar itu. Dia

Universitas Sumatera Utara

Page 45: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

pergi ke Pasar Gede Madiun untuk membali TV. Hanya Koh Cayadi pemilik toko

Cahaya yang menjual TV karena Televisi dianggap barang mewah yang hanya

bisa dibeli oleh orang-orang tertentu.koh Cayadi tahu bahwa yang membeli TV

bukan orang sembarangan, maka dia melayani mereka dengan sangat ramah.

Marni dilayani Koh Cayadi dengan baik. Mereka bercerita panjang lebar tentang

keluarga, usaha, sampai kepada kepercayaan mereka kepada leluhur yang ikut

membantu kelancaran usaha. Ternyata Koh Cayadi seorang menganut leluhur

juga. Dia menawarkan kepada Marni untuk ikut berjiarah ke Gunung Kawi dan

Marni menyetujuinya.

Kepulangan Marni diantar oleh orang-orang Cina menjadi pembicaraan

orang-orang Singget. Apalagi Marni pulang setelah Jumat Legi. Sudah sejak dulu

orang-orang Tionghoa suka ke Gunung Kawi setiap Jumat Legi untuk mencari

pesugihan. Orang-orang Singget juga menuduh Marni mencari pesugihan. Di

sekolah Rahayu mendapat olok-olok baru, tidak hanya anak lintah darat tetapi

juga anak tuyul. Mereka membicarakannya di mana-mana, tetapi pada malam hari

tetap menonton TV di rumah Rahayu.

Marni membeli kenderaan roda empat. Dari hasil panen tebu dan cicilan

piutang orang, akhirnya dia bisa membeli mobil pikap bekas. Marni berniat minta

bantuan Koh Cayadi. Namun, ketika dia datang ke rumah Koh Cayadi, di sana ada

beberapa orang tentara. Mereka melarang Marni masuk. Dari Ellen, Marni

mengetahui bahwa Koh Cayadi sering pergi secara diam-diam ke Kelenteng dan

memberi sumbangan. Padahal, Kelenteng itu sudah ditutup sejak terjadi

pemberontakan PKI.

Universitas Sumatera Utara

Page 46: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Pada kampanye putaran teakhir, pak Lurah datang ke rumah Marni. Dia

mau meminjam pikap Marni untuk arak-arakan ke kabupaten. Tetapi naas bagi

Marni, mobilnya tabrakan dan jatuh ke sungai. Bejo, supir Marni meninggal

dunia. Mobil Marni ditahan di kantor polisi. Untuk mengeluarkannya, dia harus

membayar denda karena mobilnya sudah mencelakakan orang lain.

Kematian Bejo dianggap sebagai tumbal pesugihan. Marni tidak berdaya

dituduh seperti itu. Seberat-berat musibah yang dialaminya Marni tetap percaya

bahwa Mbah Ibu Bumi Pabap Kuasa akan menolongnya. Dia berdoa suapaya

diberi ketenangan dan kemudahan rezeki agar bisa menyrkolahkan anaknya

setinggi-tingginya untuk menebus penyesalan dirinya yang menjadi orang bodoh

dan tidak kenal huruf.

Rahayu memilih kuliah di Jogja. Sejak kepergian Rahayu, Marni merasa

kesepian. Apalagi Teja sering tidak pulang karena selingkuh. Marni diam saja

mendengar cerita tentang Teja, yang penting Teja tidak menikah lagi. Sudah

setahun Rahayu tidak pulang ke kampungnya. Setelah kuliah dua tahun, dia tidak

tertarik lagi dengan kuliahnya. Dia sibuk berorganisasi dan pengajian kampus.

Saat candi Borobudur dibom bulan Januari 1985. Rahayu dan teman-temannya

sedang melaksanakan kegiatan pengabdian masyarakat. Mereka melatih guru-guru

ngaji. Para tentara yang menyelidiki kasus pemboman ini, curiga kepada Rahayu

dan teman-temannya karena mereka tidak melaporkan kegiatan mereka. Akhirnya

mereka dibawah ke markas. Setelah terbukti tidak bersalah mereka dibebaskan.

Universitas Sumatera Utara

Page 47: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

4.2.1.1.4 Tahap Konflik Memuncak

Konflik memuncak saat Rahayu pergi meninggalkan Marni. Dua hari

setelah pernikahan, Rahayu pergi. Marni sudah tidak punya keinginan lagi

menahan mereka. Hatinya belum ikhlas menerima pernikahan itu. Biarlah dia

tidak melihat Rahayu, agar dia tidak terus-terusan menyesali kebodohan anaknya

itu. Anak yang selalu didoakan supaya bisa sekolah tinggi-tinggi, bisa menjunjung

martabat orangtua, malah berbuat seenaknya sendiri. Dia ingin anaknya menjadi

insinyur dan bekerja di pabrik gula, justru menjadi gundik.

Kematian Teja tidak hanya menyisakan kesedihan bagi Marni tetapi juga

mendatangkan masalah baru buat Marni. Pada peringatan seratus hari wafatnya

Teja, datanglah seorang perempuan dengan seorang anak ke rumah Marni

mengaku sebagai istri Teja dan anaknya. Mereka meminta harta warisan supaya

dibagi dua. Untuk menyelesaikan masalah ini Marni minta bantuan kepada Pak

Lurah, tetapi keputusannya Marni harus membagi setengah dari hartanya. Marni

keberatan. Dia minta bantuan kepada Komandan Sumadi. Sumadi meminta

seperempat dari harta Marni. Marni menyerah, daripada dia harus kehilangan

setengah hartanya. Sekali lagi Marni menjadi korban orang-orang bersenjata.

Suatu hari datang seorang Kyai dari desa sebelah meminta bantuan kepada

Kyai Hasbi. Mereka akan diusir dari desa mereka karena akan dibangun sebuah

waduk. Kyai Hasbi menugaskan Rahayu dan Amri untuk mengatasi masalah itu.

Para penduduk tetap bertahan, namun baku hantam tidak dapat dihindarkan. Amri

gugur dalam pertempuran itu, Kyai Hasbi mengajak Rahayu pulang ke pondok

dan menawarkan diri untuk menikahi Rahayu menjadi istri keempat. Namun,

Universitas Sumatera Utara

Page 48: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Rahayu menolak. Bersama beberapa warga yang lain, mereka tetap bertahan.

Akhirnya Rahayu dan orang-orang itu ditangkap dan dimasukkan ke dalam

penjara karena dianggap sebagai pemberontak.

Maret 1990, pabrik gula Purwadadi sudah bangrut. orang-orang Singget

tidak lagi mau membeli gula buatan pabrik tersebut. Mereka lebih memilih gula

dari Pasar Gede. Akibatnya, Marni tidak mendapatkan uang lagi dari kebunnya.

Penderitaan lainnya juga yang dialami Marni adalah masyarakat sudah tidak mau

lagi meminjam uang kepadanya, karena sistem perbankan sudah mulai memasuki

desa Singget. Bank tersebut meminjamkan uang dengan suku bunga delapan

persen dan dapat dicicil setiap minggu. Walaupun Marni menawarkan kepada

warga suku bunganya sama dengan bank, namun orang tidak mau juga meminjam

kepada Marni. Walhasil, Marni menyerah pada nasib dan dia mulai gulung tikar.

4.2.1.1.5 Tahap Pemecahan Masalah

Pemecahan masalah dilukiskan pengarang dengan menghadirkan tokoh

Rahayu pulang ke kampungnya setelah keluar dari penjara. Dia disambut gembira

oleh ibunya. Ibunya sudah melupakan semua pertengkaran diantara mereka. Marni

merasa seolah-olah hidupnya gairah kembali. Rahayu juga sudah mencairkan

segala perbedaan pandangan yang terjadi diantara mereka selama ini. Dia menurut

saja, ketika ibunya mau mengawinkan dia.

Semua persiapan untuk pernikahan Rahayu hampir selesai. Pelaminan dan

teratak sudah berdiri di depan rumah Marni. Surat pernikahan juga sudah diurus,

tinggal menunggu siapnya saja. Tiba-tiba seseorang berteriak mengatakan bahwa

pernikahan Rahayu tidak bisa diselenggarakan karena Rahayu orang terlibat.

Universitas Sumatera Utara

Page 49: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

KTPnya berbeda dengan KTP ibunya. Pihak lelaki tidak mau mencari masalah

dengan menikahi Rahayu. Marni pingsan mendengar berita tersebut. Akhirnya dia

menjadi seperti orang linglung. Semua harapannya hancur. Dia hanya bisa

menyesali nasibnya. Hukum karma telah berlaku atas dirinya.

4.2.1.1.6 Tahap Penyelesaian

Penyeselaian masalah tidak digambarkan secara jelas oleh pengarang.

Rahayu harus merawat ibunya yang mengalami gangguan kejiwaan dan dia harus

memulai lagi hidupnya yang baru. Walaupun dia sudah memperoleh KTP baru,

tetapi Rahayu tidak tahu, apakah dia bisa mendapat pekerjaan. Cerita ditutup oleh

pengarang dengan menggunakan kalimat percakapan antara Rahayu dan Ibunya

sebagai berikut:

“Aku di sini terus, Ibu. Menemani Ibu setiap hari,” bisikku sambil

mengelus-elus punggungnya. “Lihat ini kamar Ibu. Aku setiap hari tidur di kamar

itu.”

“Kamu pulang sendiri, Nduk? Mana suamimu yang ganteng itu, Nduk?

“Oh .... Ibu!”

Ibu.... Ibu... Ibu! Adakah yang bisa aku lakukan untuk menebus semua

kesalahanku?

“Sssst! Yuk, aku mau cerita.... Dengarkan, Yuk! Nanti ganti kamu yang

cerita ya? Ya? Takgendong cucuku.... takgendong....kemana-mana!” (En, 2010:3)

4.2.1.2 Struktur Fisik, Ras, dan Relasi Gender Novel Entrok

4.2.1.2.1 Struktur Fisik Novel Entrok

Novel Etrok memiliki tokoh utama berjenis kelamin perempuan bernama

Sumarni atau biasa dipanggil Marni. Tokoh utama ini didampingi oleh tokoh

Universitas Sumatera Utara

Page 50: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

perempuan juga yaitu Rahayu. Mereka mempunyai ikatan hubungan anak dan ibu.

Rahayu dan Marni bersuku Jawa.

Marni ditampilkan pengarang sebagai seorang tokoh pekerja keras. Dia

memiliki harapan dan keinginan yang kuat dalam hidupnya. Mula-mula dia ingin

memiliki sebuah entrok yang biasa saja. Setelah itu, dia menginginkan entrok

yang terbuat dari sutra yang bertahtakan emas dan permata. keinginannya ini

membuat pemikirannya lebih maju. Dia ingin setara dengan kaum pria, bisa

mendapatkan uang, maka dia bekerja sebagai kuli angkat barang. Setelah dia

memiliki uang, dia mulai membuka usaha berjualan sayur keliling. Kemudian,

Marni mengembangkan usahanya dengan menjual semua peralatan yang

dibutuhkan oleh warga. Setelah itu, dia membungakan uangnya. Profil Marni

semakin jelas dengan petikan novel beikut,

Dalam dua hari, ibu mendatangi pelanggan-pelanggannya. Bukan

pelanggan barang, tetapi pelanggan utangan. Tidak semua orang akan

ditagih, ibu hanya mendatangi orang yang utangnya besar-besar, 25.000-

an. Kebanyakan mereka pedagang di pasar Ngranget. Mereka berhutang

25.000, dan sekarang tinggal sisa 15.000 atau 20.000. ada Yu Ningsih

pedagang beras, Yu Sri penjual pecel, dan Pak Pahing yang setiap hari

berjualan daging. (En, 2010:81)

Marni juga digambarkan sebagai sosok yang buta huruf dan pemuja

leluhur. Melalui sesajen dia menemukan dewa-dewanya. Dan memanjatkan

harapannya. Tidak pernah dia mengenal Tuhan. Kepercayaan ini diterimanya

sebagai warisan dari ibunya. Prinsip Marni yang menjalani hidup sebagai seorang

penganut leluhur terlihat dari semua perbuatannya yang selalu membuat tumpeng

di hari kelahirannya untuk dijadikan sesajen.

Universitas Sumatera Utara

Page 51: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Sebagai seorang ibu, Marni dikalahkan oleh pengetahuan. Rahayu yang

sudah mengecap pendidikan agama, berseteru dengan ibunya. Dia berdiri tegak

melawan leluhur, menantang ibu kandungnya sendiri. Rahayu malu memiliki

seorang ibu seperti Marni yang suka membungakan uang. Diam-diam dia

membenci ibunya. Rahayu adalah seorang generasi muda yang dibentuk oleh

sekolah dan kesenangan hidup. Pemeluk agam Tuhan yang taat. Marni dan

Rahayu adalah dua orang yang terikat hubungan darah namun menjadi orang

asing bagi satu sama lain selama bertahun-tahun.

Marni juga berteman dengan Koh Cahaya, berkebangsaan Cina. Koh

Cahaya adalah seorang pedagang barang-barang elektronik. Dia mempunyai

kesamaan dengan Marni dalam bidang keyakinan. Dia juga seorang pemuja

leluhur. Bersama Marni dan kedua temannya yaitu Ellen dan Sanjaya yang juga

berkebangsaan Cina, mereka pergi ke Gunung Kawi untuk melakukan pemujaan.

Koh Cahaya selalu terlibat dalam urusan keagamaan mereka. Dia selalu

menyumbang dalam acara-acara tersebut. Dia dituduh menyembunyikan buronan

PKI. Supaya Marni tidak dipenjara, akhirnya dia menyogok tentara tersebut

dengan mengorbankan satu hektar perkebunan tebu miliknya.

4.2.1.2.2 Struktur Ras Novel Entrok

Dalam novel ini, struktur ras tidak terlalu menonjol. Di sini lebih banyak

membahas tentang masyarakat Jawa. Pertentangan kelas atas dan kelas bawah

terlihat dari keadaan ekonomi dan kelas sosial. Masyarakat bawah biasanya

bekerja sebagai buruh tani, kuli, tukang becak dan orang upahan. Sedangkan

Universitas Sumatera Utara

Page 52: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

kelas menengah keatas adalah orang pemerintahan, Pak RT, Pak Lurah, Pak

Camat, dan Pak Bupati, priyayi, pedagang, guru, dan tentara.

Orang Cina biasanya tinggal di ibu kota kecamatan, dan kabupaten.

Mereka menguasai perdagangan. Koh Cayadi menjual barang-barang elektronik.

Sanjaya membuka bengkel, sedangkan Ellen berjualan barang kelontong. Juga

banyak orang Cina lainnya yang berjualan di deretan tokoh tersebut.

4.2.1.2.3 Relasi Gender Novel Entrok

Di samping menampilkan struktur fisik dan ras, novel Entrok juga

menampilkan relasi gender antartokoh cerita. Ada enam cara yang ditampilkan

pengarang tetang relasi gender dalam novel ini. Pertama, relasi antara laki-laki

dengan perempuan sebagai suami istri. Kedua, relasi antara laki-laki dengan

perempuan yang tidak terikat hubungan pernikahan resmi. Ketiga, relasi gender

dalam konteks hubungan birokrasi dan elit pemerintah. Keempat, relasi hubungan

anak dengan orangtua. Kelima, relasi gender dalam hubungan dagang. Keenam,

relasi hubungan kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan.

Relasi gender dalam konteks hubungan suami istri dapat diidentifikasi

dalam kehidupan Marni dengan Teja, Rahayu dengan Amri, serta Kyai Hasbi

dengan ketiga orang istrinya. Ada dua jenis relasi gender hubungan suami istri

antara Marni dan Teja. Pertama, dalam hubungan seksualitas, kedudukan Teja

lebih tinggi dari Marni. Teja berkuasa atas diri Marni yang dapat diidentifikasi

dari kutipan berikut:

Hari itu Teja pulang ke rumah simbok. Jadilah kami tinggal bertiga

di gubuk itu. Simbok memasang papan membagi gubuk kami menjadi dua

Universitas Sumatera Utara

Page 53: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

bagian. Bagian depan dari pintu masuksampai cagak, menjadi tempat

untukku dan Teja, simbok menempati sisanya yang dekat dengan pawon

....

Malam ini tidur tak sekedar rutinitas penutup hari, melainkan saar

pelepas seluruh keinginan dan kepemilikan. Tidur kami menjadi simbol

bagaimana pencapaian manusia dalam mendapatkan apa yang diinginkan.

Aku kesakitan, dia kegirangan. Aku mengerang, dia senang. Aku

menangis, dia tertawa penuh kemenangan. Aku menerawang, dia telah

pulas. (En, 2010: 48-49)

Kedua, dalam bidang ekonomi rumah tangga, kedudukan Marni lebih

tinggi dari Teja. Teja tidak lebih hanya sebagai seorang kuli yang mengangkat

barang dagangan Marni. Teja tidak pernah tahu tentang harga barang yang mereka

jual dan keuntungan yang diperoleh dari hasil jualan mereka. Teja tidak pernah

tahu tentang urusan keuangan keluarga. Teja hanya diberi uang oleh Marni untuk

membeli tembakau linting. Jadi, dalam bidang ekonomi Marni lebih berkuasa atas

diri Teja. Hal ini dapat dilihat pada deskripsi dibawah ini:

Teja tidak pernah tahu berapa keuntungan yang kami dapat, dia

juga tidak pernah meminta. Dia juga tidak tahu apa saja dagangan yang

harus dikulak, berapa harganya, dijual berapa. Yang dia tahu hanya

mengangkat goni di punggung. Bedanya, dulu di pasar Ngranget, sekarang

keliling desa. Yang penting bagi Teja, bisa membeli tembakau linting

setiap hari. (En, 2010: 49)

Relasi gender, sebagai istri kedua dapat dilihat dari hubungan suami istri

antara Rahayu dengan Amri. Rahayu menjalani hidupnya dengan keihlasan. Dia

tidak pernah menuntut lebih dari Amri. Dia juga menyadari posisinya sebagai istri

kedua. Amri harus membagi waktunya untuk kedua istrinya. Setiap hari Jumat,

Amri pergi ke Jogja menemui istri tuanya. Dia kembali menelui Rahayu hari

Senin pagi. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut:

Tiap Jumat pagi, saat kami semua baru saja selesai salat,

Amribergegas meninggalkan tempat ini. Disandangnya ransel hitam itu.

Malam sebelumnya, aku telah memasukkan tiga baju putih panjang ke tas

Universitas Sumatera Utara

Page 54: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

itu. Dengan motornya, dai menuju ke selatan, menembus kabut Merapi

yang menghalangi pandangan. Dia akan menemui anaknya. Juga istrinya.

Dia pulang ke rumahnya. Di Jogja sana.

Lalu pada Senin pagi, bunyi motor yang sudah kunantikan itu

terdengar. Aku turun dari kamarku di lantai dua, berjajar dengan kamar-

kamar gur-guru lainnya. Kucium tanganya. Lalu kubawa jaket yang baru

saja dilepaskannya.kami naik bersama-sama. Dia tidur sebentar, sebelum

mulai masuk kelas. Setiap minggu, semuanya berulang dalam urusan yang

tak pernah berubah. Dalam kedamaian dan keikhlasan yang sama. Adakah

yang masih kurisaukan ketika aku telah berjalan lurus menuju

kebahagiaan abadi itu? (En, 2010: 209)

Relasi gender hubungan suami istri, yang suaminya mempunyai istri lebih

dari satu dapat dilihat dalam rumah tangga Kyai Hasbi. Walaupun memiliki istri

tiga orang, tidak pernah terdengar keributan diantara para istrinya. Mereka hidup

rukun damai. Masing-masing dari mereka memiliki kelebihan tersendiri. Hal ini

didukung oleh kutipan berikut:

...Dia Kyai Hasbi.

Kami meniru semua yang ada padanya. Mengikuti semua yang

dilakukannya. Tiga istrinya tinggal di sini. Masing-masing dengan

kelebihan yangberbeda. Istri pertamanya begitu indah membaca

kitab.ditularkannya keahlian itu pada seluruh perempuan yang ada di sini.

Istri keduanya kadang mengingatkanku pada ibu. Begitu lincah, begitu

sigap, mengatur segala kebutuhan padepokan. Istri ketiganya baru

dinikahinya tiga bulan lalu. Dia temanku sendiri. Arini. Aku dan Amri

yang memperkenalkan mereka. arini yang sedang sebatang kara dan butuh

tempat beerlabuh. Kyai Hasbi meminangnya. Sekarang Arini,

sebagaimana aku dan Amri, melkengkapi apa yang perlu diketahui santri-

santri. Berhitung, berpolitik, hingga mengerti bahasa selain yang ada di

kitab dan selain yang setiap hari mereka gunakan. (En, 2010:213)

Relasi gender dalam konteks hubungan laki-laki dan perempuan yang

tidak terikat pernikahan resmi terjadi dalam kehidupan di beberapa tempat.

Peristiwa ini dapat dilihat dengan pemakaian kata-kata seperti sundal dan

gendakan. Terdapat beberapa peristiwa yang berkaitan dengan perselingkuhan.

Universitas Sumatera Utara

Page 55: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Relasi gender ini dapat diidentifikasi dari relasi alasan tidak punya anak, sekedar

melampiaskan nafsu seksual, suka sama suka, dan pelecehan seksual.

Relasi gender hubungan laki-laki dan perempuan yang tidak terikat

pernikahan resmi karena tidak punya anak, dapat dilihat dalam hubungan antara

Pak Suyat dan Yu Nem atau Iyem. Pak Suyat menikahi Yu Nem secara diam-

diam karena dia tidak mempunyai anak dari pernikahannya dengan Yu Parti. Yu

Parti tetap saja tidak merelakan suaminya kawin lagi. Ketika ada kesempatan

bertemu, Yu Parti langsung melabrak Yu Nem. Perkelahian tidak dapat dihindari

lagi. Peristiwa ini didukung oleh kutipan berikut:

“Sedulur-sedulur, Si Iyem ini sundal. Suami orang direbut juga,”

teriak Yu Parti dengan penuh amarah.

Yu Nem yang terlihat takut, terpancing dan mulai marah. Dengan

suara tak kalah kencang, dia membalas kata-kata Yu Parti. “Enak saja,

nyebut aku sundal. Sampeyan sendiri yang tidak bisa ngeladeni suami,

bukan salahku kalau suami sampeyan mau kawin sama aku.”.

“Dasar sundal, perebut suami orang,” Yu Parti mulai kehilangan

kesabaran. Dia bergerak mendekati tempat Yu Nem berdiri. Dagangan

cabe yang ada di los disapu dengan tangannya. Cabe-cabe itu berhamburan

ke seluruh los. (En, 2010: 26)

Relasi gender hubungan laki-laki dan perempuan yang tidak terikat

pernikahan resmi karena sekedar melampiaskan nafsu seksual dapat dilihat

dari hubungan antara suami Bu Jujuk dengan seorang kledek atau

peronggeng. Walaupun Bu Jujuk tahu suaminya selingkuh tapi dia tidak

mau ribut-ribut. Walaupun hatinya sakit menerima kenyataan itu, tetapi dia

tidak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya bisa menceritakan kesedihan ini

pada Marni. Bu Jujuk juga takut kepada suaminya.

“Suamiku itu lho, Ni. Dia gendakan sama kledek. Sudah lama, Ni.

Tapi aku diam saja. Aku nggak mau ribut. Nggak mau cari masalah. Tapi

Universitas Sumatera Utara

Page 56: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

aku nggak kuat, Ni. Hatiku diiris-iris.” Tangis Bu Jujuk meledak. Hanya

kami berdua yang ada di rumah itu.

...

Suatu hari, suami Bu Jujuk pulang saat Bu Jujuk untuk kesekian

kalinya menceritakan lakon Pak Jujuk dan kledek gendakan-nya. Bu Jujuk

yang tak menyadari kehadiran suaminya terus menumpahkan perasaan

sambil menagis. Semuanya langsung terhendi saat terdengar teriakan

suaminya. Bu Jujuk langsung menghapus air matanya, lalu buru-buru

masuk ke rumah. Dari luar kudengar umpatan-umpatan suami Bu Jujuk.

“Istri nggak tahu diri! Kerjaannya rasan-rasan terus!” Tak ada

jawaban dari mulut Bu Jujuk.lenyap semua umpatan yang sebelumnya

dikatakan padaku. Bu Jujuk kembali ke dunianya, dunia yan gpenuh

kepatuhan dan ketakutan. (En, 2010:46-47)

Relasi gender hubungan laki dan perempuan yang tidak terikat pernikahan

resmi karena suka sama suka dapat dilihat dari perselingkuhan Marni dengan

Bagong. Perselingkuhan ini terjadi setelah suami Marni meninggal dunia.

Hubungan ini tidak berlangsung lama. Setelah Pabrik Gula Sidodadi bangkrut,

Bagong juga tidak pernah datang lagi ke rumah Marni. Ilustrasi ini dapat dilihat di

bawah ini:

Malam ini semuanya menjadi lain. Dimulai dengan rasa malu saat

dia mulai membuka kain yang menutupi tubuh yang sudah kisut dan

nglambir ini, lalu aku tertawa pelan sambil melihat tubuh si Bagong tak

lagi ditutupi selembar kain pun. Lalu dadaku berdebar kencang saat tangan

berwarna coklat gosong itu menyentuh susuku yang sudah sangat kendor

dan bergelantungan seperti pepaya. Tiba-tiba saja ingatanku melayang

seandainya aku memakai entrok sejak awal, pasti saat ini susuku masih

kencang dan montok.

Relasi gender hubungan laki dan perempuan yang tidak terikat pernikahan

tanpa memikirkan status dapat dilihat dari hubungan Rahayu dengan Kyai Hasbi.

Saat itu yang dirasakan hanyalah kenikmatan tanpa memikirkan status antara

mereka berdua. Hali ini juga sudah pernah dilakukan pada malam sebelumnya.

Menurut Rahayu, seorang laki-laki dan perempuan dapat melakukan hubungan

seksual walaupun tanpa lembaga perkawinan. Ketika berahi sudah berada di

Universitas Sumatera Utara

Page 57: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

puncak, maka tidak ada lagi yang bisa menghentikan terjadinya hubungan seksual

di luar pernikahan, seperti kutipan berkut:

Dan biarkan saja aku menikmati malam ini. Mengulang apa yang

kami lakukan tadi malam. Merasakan lagi nikmat dan bahagia yang kami

cicipi dalam gelap desa ini. Kyai Hasbi bergerak lebih cepat dan tangkas

sekarang. Tidak ada ragu dan malu seperti sebelumnya. Sepertinya dia

sudah yakin aku juga menginginkannya. Dia bergerak cepat mencumbu

bibir dan dada. Gusti, aku hampir lupa kalau laki-laki ini tiga puluh

tahunlebih tua dari aku (En, 2010: 249-250).

Relasi gender hubungan laki dan perempuan yang tidak terikat pernikahan

karena pelecehan seksual dapat dilihat dari hubungan Ndari dengan pamannya

dan Ndari dengan tentara. Ndari duduk dikelas enam SD, usianya baru duabelas

tahun. Dia menjadi korban pelecehan seksual oleh pamannya sendiri, yaitu

Kartono. Padahal pamannya sudah mempunyai istri. Pamannya menyuruh datang

ke rumahnya dengan alasan minta dipijat. Dia mengancam Ndari agar kejadian itu

tidak diceritakan kepada orang lain. Peristiwa ini terjadi berulang kali. Peristiwa

ini dapat dilihat pada kutipan berikut

Bersama Kyai Hasbi dan Wagimun, aku mengantar Ndari pulang.

Bocah itu telah menceritakansemuanya. Kejadian ini pertama kali terjadi

sebulan yang lalu. Paklik-nya yang tinggal di belakang rumahnya

menyuruh datang. Ndari diminta mengeroki punggung paklik-nya. Paklik-

nya sedang masuk angin. Saat itulah, pelan-pelan tangan laki-laki itu

menggeranyangi selangkangan Ndari. Jarinya masuk ke lubang

kewanitaan Ndari, menembus selaput tipis itu. Ndari kesakitan. Dia

menangis. Laki-laki itu menyuruh ponakannya diam.

Dua hari kemudian, Ndari kembali disuruh datang. Kali ini dia

diminta memijit. Tapi malah laki-laki itu yang memijit dan merogoh tubuh

keponakannya sendiri. Ndari tidak menangis. Dia diam. Ketakutan.

Lalu kejadian itu terus berulang. Dua hari sekali atau kadang setiap

hari. Ndari tidak hanya dirogoh-rogoh. (En, 2010:238)

Relasi gender dalam konteks hubungan birokrasi dapat dilihat pada

perilaku tentara yang selalu datang ke rumah Marni untuk meminta uang

Universitas Sumatera Utara

Page 58: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

keamanan. Hal ini terjadi berulang kali. Di sini ditampilkan bahwa posisi

perempuan lebih rendah. Marni selalu tidak pernah menang jika berurusan dengan

tentara. Marni harus mengeluarkan uang untuk semua urusan itu. Dengan dalih

sebagai uang keamanan, seperti petikan berikut:

Obrolan terhenti saat ibu selesai menghitung uang. Tiga tumpuk uang

yang diikat dengan karet gelang kini sudah di atas meja. Orang yang dari tadi

berbicara paling banyak segera mengambil tumpukan uang itu. Menghitung lalu

tertawa lebar.

“Begini kok dibilang seret to Yu, seret apanya?”

Seret ya seret, Ndan. Cuma setoran buat sampeyan aja yang ngga boleh

seret, iya to?”

“Lha, ya iya. Inikan buat keamanan sampeyan dan keamanan lingkungan.

Iya to? Kalau bukan kami siapa lagi yang ngatur!” (En, 2010:51-52)

Relasi gender dalam konteks hubungan elit politik dalam novel ini juga

menampilkan posisi perempuan selalu rendah dan tidak berdaya. Marni harus

mengeluarkan uang sumbangan yang tidak sedikit untuk partai setiap kali akan

diadakan pemilu. Bukan itu saja, Marni juga harus bersedia meminjamkan

mobilnya. Mereka selalu mengatasnamakan untuk urusan negara. Hal ini dapat

dilihat pada petikan berikut:

“wah, membantu gimana ya, Pak Lurah? Kalau sumbangan,

kemarin sudah saya titipkan sama pamong.”

“iya, sumbangan sudah saya terima. Tapi ini bukan soal uang

kok,Yu. Soal uang , kita semua sudah beres. Begini, Pak Camat dan Pak

Bupati kan minta orang-orang desa kita untuk arakan keliling Kabupaten,

terus nanti siangnya dangdutan di lapangan Singget.”

“lha maksudnya saya harus ikut arak-arakan atau bagaimana?

“Ndak harus ikut, Yu. Kita Cuma mau dipinjami mobil sehari itu.

Namanya buat negara, jadi ya hitungannya sumbangan. Bisa to, Yu?” (En,

2010:113)

Relasi gender hubungan anak dengan orang tua dapat dilihat dari

hubungan Marni dengan ibunya, Rahayu dengan Marni, Ndari dengan ayahnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 59: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Hubungan Marni dengan ibunya berjalan dengan baik. Marni patuh pada ibunya.

Dia tidak pernah membantah apa yang dikatakan oleh ibunya. Mereka

mempunyai kesamaan. Marni dan ibunya sama-sama buta huruf dan memuja

leluhur. Kehidupan mereka masih susah. Relasi hubungan mereka saling

menghargai satu sama lain. “Aku sudah tidak lagi membagi waktu dengan bekerja

di tempat Nyai Dimah. Simbok diam saja, tak menanyakan atau melarang. Saat

bersama, kami tidak pernah menyinggung urusan nguli. Simbok juga tidak pernah

bertanya tentang upah yang kudapatkan dari nguli. (En, 2010:39).

Hubungan Marni dengan Rahayu sangat jauh berbeda dengan hubungan

Marni dengan ibunya. Rahayu yang dibesarkan di jaman serba berkecukupan,

merasa ada yang tidak beres dengan pekerjaan yang dilakukan oleh ibunya.

Apalagi setelah dia belajar agama. Dia membenci ibunya yang sering disebut

orang sebagai lintah darat dan pemuja leluhur. Relasi hubungan yang terbangun di

antara mereka adalah hubungan pertentangan. Pemikiran Marni tidak sejalan

dengan pemikiran Rahayu. Marni ingin menguasa Rahayu, sementara Rahayu

ingin menyadarkan ibunya bahwa ibunya telah berbuat dosa. Pandangan Rahayu

terhadap ibunya dapat dilihat pada kutipan berikut

...Aku merasa waktu berhenti dan semua temanku sedang

memandangku, berbisik-bisik mengatakan aku anak lintah darat. Tiap hari

makanan yang kumakan adalah keringat orang-orang susah. Aku bisa

sekolah karena ibuku mengisap darah orang lain.

Aku malu. Aku marah pada ibu. Dia membuatku ikut berdosa. Aku

mulai membencinya.

Hari-hari berjalan sangat lambat sejak itu. Makin banyak omongan

oran gtentang ibu seiring makin banyak uang yang dikumpulkannya. (En,

2010:89)

Universitas Sumatera Utara

Page 60: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Relasi hubungan antara Ndari dengan ayahnya adalah relasi kuasa.

Ayahnya berkuasa atas anaknya. Ndari tidak berani melawan perintah ayahnya

sekalipun perbuatannya tidak sesuai dengan ajaran agama. Ndari rela

menyerahkan tubuhnya sebagai tumbal pemuas nafsu para tentara karena

mengikuti kemauan ayahnya. Peristiwa ini dapat dilihat dari percakapan antara

Rahayu dengan Pak Karto atau Kartorejo, ayahnya Ndari.

“Pak Karo, maksudnya apa Ndari disuruh ke tempat kerukan?”

“Saya Cuma sedang berusaha agar kita tetap bisa tinggal di sini”.

“Lha, terus apa yang anakmu lakukan di sana?”

Kartorejo diam. Dia memandang anaknya. Ndari ketakutan menunduk

semakin dalam.

“Ya terserah dia. Apa saja yang bisa dilakukannya. Pokoknya bagaimana

caranya agar tentara-tentara yang ada disana itu itu besok tidak ke sini.”

“Ngawur! Ngawur kowe, Pak! Anak sendiri malah disuruh nglonte!” (En,

2010:251-252)

Relasi gender dalam hubungan dagang dapat dapat diidentifikasi menjadi

dua jenis jika dilihat dari kedudukan Marni sebagai rentenir, yaitu lebih tinggi

atau berkuasa dan lebih rendah. Kedudukan Marni lebih tinggi atau berkuasa,

ketika dia meminjamkan uangnya kepada orang yang kelas sosialnya lebih rendah.

Mereka patuh dengan aturan yang dibuat oleh Marni. Mereka tidak pernah ingkar

untuk membayar hutangnya.

Kedudukan Marni menjadi lebih rendah ketika dia meminjamkan uangnya

kepada Pak Wiji, guru ngaji Rahayu. Pak Wiji yang berstatus priyayi, tidak mau

membayar hutang. Apalagi Pak Wiji adalah guru anaknya. Pengalamannya

berurusan dengan para aparat membuat keberanian dan kekuasaannya menjadi

luntur saat berhadapan dengan priyayi.

“Pak guru, saya ini nagih duit saya sendiri. Nyata-nyata sampeyan

tiga bulan tak pernah bayar cicilan. Malah duit buat beli pupuk. Saya ini

Universitas Sumatera Utara

Page 61: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

sawah saja tidak punya.mengumpulkan uang recehan setiap hari. Saya

Cuma cari makan. Apa yang dikutuk agama? Agamanya siapa?”

“Lho... sampeyan kok malah teriak-teriak di rumahku. Ini rumah

priyayi, ndak pernah ada orang teriak-teriak. Lha kalau aku bilang

sekarang tidak ada duit, mau gimana? Ya sana, silakan digeledah. Kalau

ada duit, ambil!”

Ibu tak pernah menggeledah. Keberaniaan dan kekuasaannya atas

sesama bakul pasarbagaimanapun luntur saat berhadapan dengan priyayi.

Pengalamannya berurusan dengan Komandan Koramil membuatnya lebih

berhati-hati setiap berurusan dengan orang-oran gbayaran pemerintah, apa

lagi orang itu guru yang mengajar anaknya di sekolah. (En, 2010:84-85)

Relasi hubungan kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan

digambarkan pengarang melalui tokoh utama dalam cerita ini adalah perempuan.

Marni sebagai tokoh utama mempunyai pemikiran ingin setara dengan kaum laki-

laki. Dia bekerja sebagai kuli angkat barang. Tidak ada buruh perempuan yang

berkerja sebagai kuli angkat barang. Mengangkat barang dianggap sebagai

pekerjaan berat yang membutuhkan tenaga besar. Perempuan mengerjakan

pekerjaan yang halus dan enteng-enteng saja, seperti mengupas singkong,

menumbuk padi, dan menumbuk kopi. Padahal, jika di rumah mereka harus

mengangkat air yang beratnya sama dengan segoni singkong. Tidak ada kaum

laki-laki yang mau mengerjakan mengangkar air, kata mereka itu urusan

perempuan. Dari pemikiran inilah timbul ide Marni untuk bekerja sebagai kuli

angkat barang. Peristiwa Marni menjadi kuli angkat barang, diilustrasikan oleh

pengarang sebagai berikut,

Mbah Noto tidak mencemooh keinginanku untuk ikut nguli. Aneh

juga, bukankah orang seperti Mbah Noto yang biasanya ngotot

mempertahankan pakem, mengingatkan mana yang ilok dan tidak ilok.

Mbah Noto hanya mengingatkanku tidak terlalu ngoyo dan tahu diri.

katanya sudah dari sononya tenaga perempuan itu kecil dan tidak bisa

bekerja berat. (En, 2010:37)

Universitas Sumatera Utara

Page 62: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Dalam kehidupan ekonomi rumah tangga, peran Marni lebih menonjol

dibanding dengan Teja. Teja yang seharusnya menjadi kepala keluarga tidak bisa

mencari pekerjaan selain harus membawakan barang dagangan istrinya. Meskipun

demikian, Marni tidak pernah menjelek-jelekkan suaminya, walaupun semua

urusan keuangan dibawah kendali Marni, yang dapat dilihat seperti pada kutipan

berikut:

Malam itu Bapak dan Ibu bertengkar lagi. Bapak berubah menjadi

begitu bringas. Ibu melawan dengan segala kegalakannya. Aku tahu,

ibulah yang mengeluarkan keringat paling banyak atas apa yang

didapatknnya selama ini. Bapak hanya membantu, mengantar ke pasar

setiap hari, menemani Ibu menagih hutang dari satu rumah ke rumah lain.

Bapak tak ada bedanya seperti kuli-kuli dai pasar yang hanya menunggu

orang yang butuh diangkatkan barang. Kalau tidak, dia akan diam saja,

meskipun tidak makan seharian. Ibu tidak ke pasar, Bapak juga tidak ke

pasar. Ibu tidak mendapat uang, kami semua tak akan makan. (En,

2010:74)

Marni juga mempekerjakan buruh laki-laki untuk menebang tebu di

kebunnya. Menebang tebu hanya menjadi pekerjaan buruh lak-laki. Buruh

perempuan pekerjaannya menantam padi dan kacang. Ada kebanggaan tersendiri

di dalam hatinya karena dia bisa mempekerjakan laki-laki di kebunnya. Marni

menjadi juragan tebu. Kedudukannya sudah setara dengan Pak Lurah yang juga

memiliki kebun tebu yang luas.

Pekerja-pekerja itu duduk mengeliliku sambil menuang teh dari

cerek ke gelas. Aku berdiri di tengah mereka yang semuanya laki-laki.

Dan aku sekarang akan mengupahi mereka. simbok, lihatlah anakmu ini

sekarang. Kita dulu kerja memeras keringat seharian, diupahi telo, bukan

uang, hanya karena kita perempuan. Lihatlah sekarang, anakmu yang

perempuan ini, berdiri tegak di sini mengupahi para laki-laki. Setiap orang

mendapat upah tujuh ratus dari uang yang kumiliki sendiri. (En, 2010:102-

103)

Universitas Sumatera Utara

Page 63: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

4.2.1.3 Struktur Ruang dan Waktu Novel Entrok

4.2.1.3.1 Struktur Ruang Novel Entrok

Penggunaan ruang dan waktu cerita dalam novel Entrok terjadi dalam dua

masa, yaitu masa kini dan masa lalu. Masa kini dan masa lalu dapat diidentifikasi

dari dua pola, yakni penanda ruang dan penanda waktu. Penanda ruang dan

penanda waktu terlihat dari pencantuman nama tempat dan tahun untuk menandai

tindakan dan kejadian. Setiap bagian dalam cerita ini menampilkan nama tempat

dan nama tahun kejadian. Bagian pertama, menceritakan kejadian tahun 1995

hingga bulan Januari 1999 di Singget. Bagian kedua menceritakan peristiwa dan

tindakan di singget pada tahun 1950 sampai dengan 1970. Bagian ketiga

menceritakan tentang keadaan tahun 1970 sampai tahun 1982. Bagian keempat

menceritakan kejadian tahun 1982 dan 1983. Bagian kelima menceritakan

peristiwa pada tahun 1984 dan tahun 1985 di Jogjakarta. Bagian keenam

menceritakan tentang peristiwa pada tahun 1985 hingga tahun 1989. Bagian

ketujuh menceritakan kejadian pada tahun 1987 di Magelang. Bagian kedelapan

menceritakan kejadian tahun 1990 sampai tahun 1994.

Tokoh Marni dan Simbok juga melambangkan masa lalu. Cara pandang

dan cara berpikir mereka masih kuno. Marni dan simbok percaya kepada para

leluhur. Mereka yang menurunkan rezeki dan mengatur kehidupan manusia.

Untuk itu, mereka harus memberi sesajen dan nasi tumpeng setahun sekali saat

Marni berulang tahun. Di samping itu, mereka juga melalukan ritual setiap tengah

malam untuk memanjatkan doa.

Universitas Sumatera Utara

Page 64: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Sebaliknya, tokoh Tinah dan Rahayu melambangkan kekinian. Tinah

sudah memakai Entrok disaat yang lain justru belum mengenalnya. Sedangkan

Rahayu, dari kecil Rahayu sudah mengaji dan mendengar ceramah dari ustad. Dia

seorang yang percaya atas kekuasaan Tuhan. Tuhan yang mengatur kehidupan

manusia. Setelah dewasa, dia sadar tentang yang dilakukan ibunya menyalahi

ajaran agama. Perbedaan ini menimbulkan masalah di antara mereka. Akhirnya,

Marni pergi meninggalkan rumah.

Penanda ruang masa lalu dapat dilihat dari bentuk rumah orang tua Marni

yang masih berdinding tepas, berlantai tanah dan tidak ada kamarnya. Bepergian

masih berjalan kaki karena belum ada kenderaan. Untuk membawa barang masih

menggunakan tenggok (bakul yang terbuat dari bambu). Marni masih menganut

kepercayaan kepada leluhur. Tanda tangan masih menggunakan cap jempol.

Makanan pokok sehari-hari terbuat dari singkong. Simbok masih menggunakan

kain dan belum menggunakan baju. Simbok juga tidak tahu menahu tentang BH,

seperti yang terdapat pada petikan novel berikut:

Di rumah, Simbok biasa mengumbar dadanya. Dia hanya

memakai kain yang dililitkan di perutnya, bagian atas perut dibiarkan

terbuka. Baru ketika keluar rumah, Simbok mengangkat kainnya hingga ke

dada, menjadi kemben.

Pakaianku saat itu tak berbeda dengan Simbok. Hanya saja, ketika

keluar rumah aku tutup lagi dengan baju lengan panjang yang bahannya

membuat gerah. Aku punya dua baju seperti itu. Baju itu didapat Simbok

dari juragan di Pasar Ngranget sebagai upah mengupas kulit singkong

selama enam hari. Simbok, yang tak pernah memakai baju seumur

hidupnya, tak mau memakaianya. Ia berikan itu padaku. Bikin gerah,

katanya.

...

“Mbok aku mau punya entrok.”

“Entrok itu apa , Nduk?”

“Itu lho, Mbok. Kain buat nutup susuku, biar kenceng seperti

punya Tinah.”

Universitas Sumatera Utara

Page 65: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Simbok malah tertawa ngakak. Lama tak keluar jawaban yang aku

tunggu. Hingga akhirnya dia akhiri tawanya dengan mata memerah.

“Oalah, Nduk, seumur-uur tidak pernah aku punya entrok.

Bentuknya kayak apa aku juga tidak tahu. Tidak pakai entrok juga tidak

apa-apa. Susuku tetap bisa diperas to. Sudah, nggak usah neko-neko. Kita

bisa makan saja syukur,” kata Simbok. (En, 2010:16-17)

Penanda ruang masa kini dapat dilihat dari pemakaian benda-benda seperti

sepeda, motor, mobil Pikap, TV, jalan sudah diaspal, bangunan rumah Sumarni

sudah terbuat dari batu bata yang sudah memiliki kamar tidur dan ruang tamu,

dan sudah masuk listrik. “...memasuki tahun 1980, rumah kami sudah dua kali

lipat lebar sebelumnya. Awal tahun ini, orang-orang Singget sedang luar biasa

gembira. Tiang-tiang besi berdiri di pinggir jalan desa. Kabel-kabel terbentang.

Sudah ada listrik di Singget. Rumah-rumah yang hanya sebelumnya diterangi

lampu teplok, sekarang terang benderang dengan lampu warna putih atau kuning”

(En, 2010:89-90).

Struktur ruang cerita tidak dideskripsikan secara terperinci sehingga

keadaan kota maupun desa tidak dapat diidentifikasi secara konkret. Penceritaan

lebih berpusat pada pada kondisi rumah, pasar, dan jalan. Sebaliknya, struktur

waktu ditampilkan dengan konkret sehingga diperoleh informasi akurat bahwa

kejadian dalam novel dimulai tahun 1950 hingga tahun 1999. Dengan demikian,

struktur ruang dan waktu novel Entrok berpusat di Desa Singget sejak tahun 1950

dari masa kecil Marni bersama ibunya hingga bersama anaknya Rahayu dalam

rentang waktu lebih kurang selama 49 tahun.

Peristiwa kehidupan dalam novel Entrok menggunakan ruang terbuka dan

tertutup sebagai tempat berinteraksi antar tokoh. Di halaman rumah Marni, pasar,

halaman Balai Desa, lapangan, jalan, pinggir sungai Kali Manggis, padepokan,

Universitas Sumatera Utara

Page 66: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

kuburan, hingga di kebun tebu. Penggunaan ruang tertutup lebih banyak berperan

sebagai daerah kekuasaan masing-masing antara laki-laki dan perempuan seperti

pawon atau dapur, rumah, kelenteng, toko, penjara, ruang tamu, dan kamar.

4.2.1.3.2 Struktur Waktu Novel Entrok

Di samping penggunaan penanda tahun, novel ini juga menggunakan

penanda waktu, seperti pagi, siang, sore, dan malam. Secara keseluruhan, penanda

waktu pagi mendominasi struktur waktu cerita. Penanda waktu yang lain juga

digunakan tetapi waktu penggunaan tidak terus-menerus, bergantung pada

keperluan, misalnya waktu malam untuk menonton TV, tidur, berbincang, dan

memanjatkan doa kepada Ibu Bapak Bumi Kuasa.

Penanda waktu pagi dalam struktur waktu cerita digunakan oleh tokoh

cerita untuk memulai pekerjaan pada struktur ruang dan waktu masa lalu dan

masa kini. Penanda waktu pagi dalam struktur ruang dan waktu masa lalu

digunakan oleh Marni dan ibunya. Waktu pagi dimulai untuk bekerja yang dapat

diidentifikasi dalam kutipan berikut ini.

Hari masih gelap saat aku dan Simbok keluar rumah. Tanah dan

rumput teki yang kami injak basah oleh embun. Ayam berkokok sahut-

menyahut, langit di sebelah timur agak memerah.

Aku dan Simbok bukan satu-satunya orang yang menyusuri jalanan

pagi ini. Di sepan kami, di belakang, juga di samping, perempuan-

perempuan memegang tenggok menuju Pasar Ngranget. Kami semua

seperti kerbau yang dihela di pagi buta, menuju sumber kehidupan. (En,

2010:22)

Penanda waktu malam yang banyak digunakan untuk menonton TV, tidur,

berbincang, dan berdoa, tetapi juga pernah dipergunakan untuk bertengkar.

“Malam itu Bapak dan Ibu bertengkar lagi” (En, 2010:74).

Universitas Sumatera Utara

Page 67: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Penggunaan penanda waktu tidak hanya didominasi oleh penanda waktu

kekinian. Pengarang juga memberikan penanda waktu masa lalu. Hal ini dapat

diidentifikasi dari pernyataan, “Simbok hanya berkata aku lahir waktu zaman

perang. Saat semua orang menggunakan baju goni dan ramai-ramai berburu tikus

sawahuntuk digoreng. Aku semua tidak pernah melihat itu semua”(En, 2010:15).

Deskripsi ruang cerita novel Entrok melibatkan desa Singget, Pasar

Ngranget, Glodok, Magelang, dan Yogyakarta yang dihubungkan dengan daerah-

daerah terdekat dalam struktur waktu masa kini dan masa lalu, baik dengan

penanda tahun maupun penanda waktu. Desa Singget adalah tempat Marni dan

Rahayu dibesarkan. Oleh sebab itu, penceritaan berpusat di Singget. Pasar

Ngranget adalah tempat Marni dan Simbok bekerja. Pabrik gula tempat Marni

menjual hasil panen tebu terdapat di daerah Glodok. Di sanalah diselenggarakan

pesta Temu Temanten Tebu. Yogya adalah tempat Rahayu kuliah. Magelang

adalah tempat Rahayu setelah menikah.

Pengalihan struktur waktu cerita, dari masa kini ke masa lalu terlihat dari

penceritaan kembali ke masa lalu pada bagia kedua yang berangka tahun 1950.

Padahal, cerita diawali pengarang dengan menggambarkan kehidupan Marni dan

Rahayu yang harus berjuang keras untuk menemukan hidupnya kembali pada

tahun 1999. Cerita Entrok merupakan pembayangan kembali oleh Rahayu tentang

kehidupan ibunya di masa lalu.

Universitas Sumatera Utara

Page 68: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

4.2.1.4 Struktur Transmisi Narasi

Struktur transmisi novel Entrok dibangun oleh sudut pandang orang

pertama “aku”. Sudut pandang orang pertama digunakan oleh dua narator, yakni

Marni dan Rahayu. Dari kedua narator ini, Marni bertindak sebagai narator utama

yang menerima pesanan dari narator kedua. Pada bagian pertama dan kelima,

pengarang memunculkan orang pertama kata ganti “aku”, sebagai pengganti

Rahayu, sedangkan pada bagian yang lain kata ganti “aku” merujuk kepada

Marni.

Kedua “aku” tersebut sama-sama memandang, mengalami,

mendeskripsikan, dan menceritakan hal dan kejadian yang sama, namun terdapat

perbedaan antara keduanya. Adanya perbedaan itu sebagai akibat dari tuntutan

objektivitas sudut pandang penceritaan yang mempunyai kelebihan dan

keterbatasan. Marni dapat menceritakan secara rinci dan teliti tentang perasaan

hatinya, namun terhadap Rahayu, dia hanya dapat menceritakan sebatas yang

diindranya. Demikian pula dengan Rahayu, mereka mempunyai keterbatasan

segala hal yang di luar dirinya.

Penggunaan sudut pandang orang pertama menempatkan pengarang

sebagai pemilik pesan yang disampaikan melalui narator kepada pembaca.

Pengarang ikut terlibat dalam cerita. Melalui tokoh “aku” pengarang mengisahkan

arus kesadaran dirinya sendiri. Mengisahkan peristiwa dan tindakan serta

sikapnya terhadap orang (tokoh) lain kepada pembaca.

Universitas Sumatera Utara

Page 69: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

4.2.2 Realitas Fiksi Novel 86

4.2.2.1 Struktur Plot Novel

Novel 86 diceritakan dalam sepuluh bagian. Setiap bagian menampilkan

tindakan dan kejadian yang berkaitan satu sama lain. Tindakan dan kejadian

dalam novel ini berkaitan dengan praktik suap, baik dalam lingkungan kantor

pengadilan, di penjara, maupun di kantor tahanan KPK. Di dalam penjara, bukan

hanya kasus suap yang ditemukan tetapi juga pelihal seksualitas yang

menyimpang dan jaringan narkoba yang dikendalikan dari dalam penjara. Alur

dalam novel ini dominan menggunakan alur maju. Alur mundur hanya digunakan

untuk menceritakan keadaan masa lalu lewat pembayangan ataupun lamunan yang

dilakukan oleh tokoh utama.

4.2.2.1.1 Tahap Pengenalan

Novel ini dibuka oleh pengarang dengan menampilkan rutinitas yang

dilakukan oleh tokoh utama dalam cerita ini yaitu Arimbi. Arimbi bekerja sebagai

juru ketik di kantor pengadilan di Jakarta. Dia hidup hanya dari hasil gajinya saja

yang diterimanya setiap bulan. Dengan gaji yang pas-pasan, dia hanya bisa

mengontrak sebuah kamar kos yang terletak di daerah kumuh. Tempat Arimbi

tinggal digambarkan sebagai berikut:

Setiap pukul setengah tujuh pagi, gang kecil tanpa nama ini

menjadi seperti pasar. Orang-orang bersedakan, berjalan cepat-cepat,

berbut mencari celah agar bisa lebih ke depan. Sesekali terdengar teriakan

meminta yang berjalan lambat mempercepat langkah.

Bau minyak wangi murahan bercampur dengan bau got. Di tiga

atau empat rumah petak, pada jam seperti ini, selalu ada ibu-ibu yang

sedang mencatur anak mereka di depan pintu, berak beralas koran, lalu

dibuang ke dalam got.

Universitas Sumatera Utara

Page 70: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Di gang kecil ini setiap jam setengah tujuh pagi hidup Arimbi di

mulai. Berjalan di antara orang-orang yang sama tanpa mengenal nama.

Dimulai dari langkah pertamanya keluar dari rumah kontrakan, lalu 250

langkah menuju jalan raya, menunggu bus kecil yang pada beberapa

bagian sudah berkarat. (86, 2011:9-10)

Arimbi alumni sebuah kampus swasta di Solo. Dulu ketika dia kuliah, dia

juga menyewa sebuah kamar kos yang murah. Orangtuanya hanya mempunyai

sepetak kebun jeruk yang dipanen setahun sekali. Nasib Arimbi beruntung bisa

menjadi PNS tanpa memakai uang sogok. Sudah empat tahun Arimbi bekerja di

sana. Sebagai juru ketik, dia hanya mengerjakan pekerjaan apa yang diperintahkan

oleh atasannya. Tugas Arimbi adalah mengetik putusan perkara yang dibuat oleh

hakim dan sesekali menghadiri acara persidangan. Arimbi bekerja atas perintah

Bu Danti. Tugas Arimbi tidaklah sulit, dia hanya mengetik berkas yang ditandai

dengan kata “segera” oleh Bu Danti. Dia bekerja sesuai dengan urutan yang sudah

diatur oleh Bu Danti.

4.2.2.1.1 Tahap Keadaan Mulai Berkonflik

Tahap pemunculan konflik dilukiskan pengarang dengan kehadiran

seseorang yang mengantarkan AC ke kamar kos Arimbi. Hari sabtu dan minggu

Arimbi tidak masuk kantor. Bu Danti mengatakan itu hadiah dari seseorang

karena Arimbi sudah menolongnya mengetikkan putusan hakim. Arimbi bingung,

namun dia senang menerimanya.

Arimbi pulang ke kampungnya di Ponorogo hanya sekali dalam setahun,

ketika Idul Fitri. Dia akan pulang malam lebaran karena tidak dapat tiket, padahal

dia sudah memesan sebulan yang lalu. Itu pun dengan harga yang tinggi, Arimbi

Universitas Sumatera Utara

Page 71: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

bertemu dengan Hari, teman sekantornya yang juga akan pulang kampung ke

Kediri.

Di hari berikutnya, Arimbi berjalan-jalan menyusuri kampungnya. Dia

berhenti di pinggir sungai dan bertemu dengan Narno, temannya waktu SMP.

Mereka bercerita banyak. Sebelumnya Narno bekerja di Surabaya, setelah di

PHK, dia kembali ke kampungnya dan sekarang bekerja mengolah sawah pak

Lurah. Mereka membicarakan Widodo, teman mereka waktu SD, dia sudah jadi

pamong desa setelah membayar empat puluh juta. Seperti yang terlihat pada

kutipan berikut:

“Masih ingat Widodo, to?” tanya Narno.

Arimbi mengangguk. Dia masih mengingatnya. Widodo teman SD

mereka juga. Sekolah STM, sama seperti Narno. Bapaknya punya sawah

sendiri, seperti bapak Arimbi. Selepas STM tak mau cari kerja, hanya

keluyuran di kampung dengan motor yang dibeli dari panenan bapaknya.

“Jadi pamong dia sekarang. Bayar 40 juta,” jelas Narno.

“Hah...?” Arimbi tak percaya. “Jadi pamong bayar 40 juta?”

Narno mengangguk

“Bayar ke siapa?”

“Ya ke desa. Buat kas.”

“Aturan siapa?” Arimbi masih tak percaya.

“Ya aturaran desa.” (86,2011:60)

Arimbi masih tidak percaya dengan yang didengarnya dari Narno. Tetapi

perkataan Narno semakin nyata, ketika Pak Lurah datang ke rumahnya. Pak Lurah

ingin supaya anaknya yang sarjana hukum bisa bekerja di kantornya Arimbi. Pak

Lurah minta tolong agar Arimbi mencarikan orang yang bisa mengurus anaknya

jadi pegawai negeri. Dia sudah menyiapkan uang seratus juta.

Arimbi menabung uang yang didapatnya dari pengacara yang memesan

putusan perkara kepadanya. Arimbi sudah punya banyak uang, Arimbi pindah dari

kamar kontrakan ke kos-kosan model apartemen. Di tempat kosnya yang baru,

Universitas Sumatera Utara

Page 72: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Arimbi harus mengeluarkan biaya tujuh ratus lima puluh ribu sebulan, Arimbi

memakai uang tabungan dari hasil pemberian itu. Sekarang Arimbi tidak perlu

memikirkan bagaimana untuk memenuhi kebutuhannya sebulan dengan uang gaji

yang diterimanya.

Di tempat kosnya yang baru, Arimbi bertemu Ananta. Semula, Arimbi

hanya bersikap tidak acuh kepada Ananta. Namun, karena Ananta orangnya luwes

dan enak diajak berbicara, akhinya hubungan mereka menjadi lebih dekat. Arimbi

yang selama ini tidak pernah berpacaran, merasa tersanjung dengan kehadiran

Ananta. Ananda bekerja sebagai petugas survei di perusahaan pemberi kredit

motor. Ananta banyak berceirita tentang tingkah nasabah yang sering main

kucing-kucingan dengannya.

Arimbi juga menceritakan tentang “permainan” di kantornya. Ananta tidak

terkejut, bahkan dia mendukung Arimbi. Dikatakannya bahwa bapaknya dulu juga

sering melakukan hal sama. Dengan demikian, Ananta memandang kemakelaran

bapaknya itu sebagai sesuatu yang baik dan sudah bersifat umum. Semua orang

sudah maklum. Jadi, tidak perlu dirisaukan lagi.

Arimbi dan Ananta merasa yakin bahwa mereka pasangan yang cocok.

Mereka akan melangsungkan perkawinan. Mereka akan menikah di kampung

Arimbi. Permainan 86 juga terjadi di saat pernikahan Arimbi. Ananta lupa

membuat surat menumpang nikah. Sesaat sebelum akad, Arimbi didatangi petugas

KUA dan pamong desa. Pamong desa itu adalah Widodo, teman SD Arimbi.

Widodo meminta Arimbi menunjukkan surat menumpang nikah Ananta. Ternyata

surat tersebut tidak ada. Namun, si pamong memberi jalan keluar bahwa dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 73: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

menambah biaya satu kali lipat, surat menumpang nikah sudah bisa dihadirkan.

Arimbi membayar dan urusan pun beres. Pernikahan bisa dilangsungkan. Seperti

yang terlihat pada kutipan berikut:

“Ini sebenarnya bisa dibuat gampang,” Widodo membuka mulut.

“Sesama tetangga ya saya bisa bantu. Tapi ada tambahan biayanya. Biar

nanti kami yang mengurusnya ke Kecamatan dan Kantor Urusan Agama.”

Arimbi sumbringah. Ah, dimana-mana sama saja. Delapan enam,

pikirnya dalam hati. Dia sudah paham dengan urusan seperti ini. Yang

penting sudah tidak ada masalah lagi. “Jadi saya mesti menambah berapa

ini?”

“Tiga ratus ribu saja, Mbak. Pokoknya tinggal terima beres.

Suratnya bisa jadi nanti malam pas iab,” kata Widodo.

Arimbi mengangguk. Dalam hatinya ia mengumpat. Kata

bapaknya, orang-orang biasanya hanya 150.000 untuk dapat surat nikah.

Sudah termasuk untuk bayaran buat penghulu dan ongkos ngetik surat.

Sekarang dia mesti bayar dua kali lipat. Tak apalah, yang penting bers,

pikirnya. Toh nanti, di kota, dia bakal segera mendapat gantinya. (86,

2011:133)

Setelah menikah, Arimbi dan Ananta tinggal di kamar Arimbi. Bu Danti

sebagai panitera pengadilan, menyuruh Arimbi menemui penghubung dan

pengacara terdakwa di sebuah restoran. Arimbi segera datang ke restoran tersebut,

lalu dia berbicara dengan pengacara dan penghubung, yaitu Sasmita dan Rudi.

Sasmita menyerahkan sebuah koper yang berisi uang dua milyar kepada Arimbi.

Ternyata, mereka hendak menyogok tiga hakim untuk memenangkan perkara

kliennya. Bu Danti menghubungkan dengan tiga orang hakim pemutus perkara.

Masing-masing hakim meminta lima ratus juta. Sisanya komisi untuk Bu Danti.

Setelah sampai di rumah Bu Danti, Arimbi langsung menyerahkan koper

itu kepada Bu Danti. Dia membuka koper itu dan menghitung uangnya. Kemudian

dia memberikan komisi Arimbi. Tiba-tiba, pintu diketuk, petugas KPK masuk ke

rumah Bu Danti. Bu Danti gelagapan dan menyuruh pembantu menyembunyikan

Universitas Sumatera Utara

Page 74: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

koper di kamarnya. Petugas KPK menggeledah seluruh ruangan rumah. Kamar

pembantu juga digeledah dan ditemukan uang sogokan milyaran itu. Bu Danti

sudah lama menjadi incaran KPK, tetapi baru kali ini mereka bisa menangkap

tangan perbuatan Bu Danti. Sial bagi Arimbi, dia terjerat dalam masalah ini.

Arimbi mengaku sebagai bawahan Bu Danti, dia ikut digeledah dan petugas

menemukan sejumlah uang di dalam tasnya. Arimbi dan Bu Danti diseret ke

tahanan.

4.2.2.1.3 Konflik Mulai Meningkat

Konflik mulai meningkat saat Arimbi dan Bu Danti ditahan di sel polisi.

Di sel ini mereka tidak banyak bicara. Keesokan harinya Bu Danti pindah ke

ruang tahanan yang ber-AC. Arimbi meminta kepada Bu Danti agar dia juga ikut

pindah. Bu Danti dengan tegas mengatakan, jika ingin pindah kamar harus punya

uang. Bu Danti mengatakan delapan enam. Arimbi harus bersesak-sesak dengan

sejumlah tahanan lain karena tidak punya uang.

Seorang pengacara yang kenal baik dengan Arimbi mengajukan diri selaku

pembela Arimbi dengan cuma-cuma. Adrian nama pengacara itu. Motifnya, ingin

tenar karena membela tersangka koruptor. Adrian berharap akan banyak koruptor-

koruptor berduit lain yang tertarik menggunakan jasanya sebagai pembela mereka

nanti.

Pengacara Bu Danti mengajak kerjasama dengan Adrian. Mereka akan

memberikan uang lima ratus juta kepada Adrian agar Arimbi mau mengubah

kesaksiannya. Adrian menyampaikan tawaran itu kepada Arimbi. Demi uang,

Universitas Sumatera Utara

Page 75: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Arimbi rela untuk meniadakan keterlibatan Bu Danti dalam kasus tersebut. Arimbi

menekan kemarahannya dan menerima tawaran Bu Danti.

Hari-hari berikutnya Arimbi harus menghadapi sidang sendirian. Dia

didampingi oleh seorang pengacara dari bantuan negara. Hakim tipikor yang

menangani kasus Bu Danti dan Arimbi tidak bisa disogok, berbeda dengan hakim

yang ada di tempat kerja Arimbi. Akhirnya, Bu Danti divonis tujuh tahun, Arimbi

empat setengah tahun.”...Arimbi merasakan sesak di dadanya. Selama itu ia akan

hidup dalam tahanan. Tapi diam-diam ada rasa puas yang tipis bermain-main

dalam benaknya. Hakim itu tak bisa dibeli. Perempuan itu dihukum lebih berat

darinya” (86, 2011: 170).

Arimbi dan Bu Danti dibawa ke penjara perempuan di Jakarta Timur.

Arimbi berkenalan dengan Tutik di penjara. Tutik adalah kepala kamar yang

ditempati Arimbi. Walaupun di dalam penjara, tetapi Tutik masih bisa mengirim

uang untuk anak dan orang tuanya di kampung. Semua dikumpulkan di penjara.

Jatah dari sesama tahanan yang mendapat besukan, setoran dari tahanan yang

punya banyak uang, juga berbagai pekerjaan yang dilakukan di penjara. Tutik

juga bekerja sebagai pembantu Bu Danti untuk membersihkan kamar, menyetrika

dan mencuci. Dia mendapat upah lima ratus ribu setiap bulan dari Bu Danti.

Bu Danti tinggal di ruangan atas. Tempat tidurnya besar dan empuk. Di

kamarnya ada TV berwarna ukuran besar. Di ruangan itu juga ada dapur dengan

kompor gas dan oven listrik. Kulkasnya dua pintu yang selalu penuh dengan

makanan. Ruangan itu selalu dingin karena ada AC-nya. Kamr mandi ada di

Universitas Sumatera Utara

Page 76: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

dalam ruangan itu. Kamar mandi itu baru dibuat begitu Bu Danti menempati

ruangan itu. Kamar mandinya kecil tapi bagus dan serba otomatis.

4.2.2.1.4 TahapKonflik memuncak

Cerita ini sampai pada klimaksnya, ketika suatu hari, Arimbi mendengar

kabar bahwa ibunya masuk rumah sakit dan harus dioperasi karena penyakit

ginjal. Ayahnya sudah menjual kebun jeruknya untuk biaya operasi, tetapi setiap

seminggu sekali ibunya harus cuci darah. Setiap cuci darah memerlukan uang

satu juta. Mereka membutuhkan uang empat juta setiap bulannya.

Tutik melihat Arimbi sedih memikirkan hal itu. Lalu Tutik menghibur

Arimbi dengan melakukan sesuatu terhadap tubuh Arimbi. Tutik berjanji akan

meminjamkan uang kepada Arimbi. Arimbi tidak dapat menolak permintaan

Tutik, selain dia kasihan kepada Tutik, sebenarnya dia juga butuh hiburan. Setelah

kejadian ini, Arimbi dan Tutik kerap saling memuaskan diri tatkala tahanan lain

sudah lelap tertidur.

4.2.2.1.5 Tahap Pemecahan Masalah

Tahap pemecahan masalah dalam cerita ini dihadirkan pengarang melalui

tokoh Tutik yang memperkenalkan Arimbi kepada Cik Aling. Cik Aling adalah

wanita tahanan lama yang memproduksi sabu-sabu di dalam penjara. Ia

membayar sipir-sipir agar bahan-bahan tersebut bisa masuk. Dari penjara ini Cik

Aling meracik dan mengedarkannya ke luar penjara. Cik Aling punya orang-orang

yang bisa menjualnya. Tutik memanfaatkan Arimbi agar mau menerima tawaran

Universitas Sumatera Utara

Page 77: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Cik Aling. Imbalan yang didapat cukup untuk membayar pengobatan ibunya

setiap bulan. Lalu Arimbi menawarkan pekerjaan ini kepada Ananta suaminya.

Ananta hanya mengantarkan pesanan saja ke hotel-hotel yang dirujuk oleh Cik

Aling.

Arimbi menyampaikan tawaran Cik Aling kepada Ananta untuk mencari

pelanggan. Perlu waktu lama bagi Ananta untuk menawarkan barang tersebut.

Sampai suatu hari dia berkenalan dengan seorang pelajar STM yang bernama

Dodi. Dari dodi, perjalanan ini dimulai sampai akhirnya Ananta mempunyai tujuh

orang pelanggan yaitu teman sekolah Dodi. Dari pesanan ini, Ananta mendapat

tambahan penghasilan sekitar lima juta enam ratus ribu tiap bulan.

Seorang sipir memanggil Arimbi pada Agustus 2007. Dia menjanjikan

kepada Arimbi untuk bebas dini dengan persayaratan Arimbi harus membayar

lima belas juta. Peristiwa ini didukung oleh percakapan antara Arimbi dengan

seorang sipir sebagai berikut:

“jadi saya mesti bagaimana?” Arimbi mulai tak sabar.

“Biaya semuanya bersih 15 juta.”

“Gede banget, Bu! Mana ada tahanan yang sanggup bayar uang

segitu? Paling Cuma orang-orang elite itu saja yang bisa.”

“Ya, kitakan sudah pilih-pilih. Nggak semua orang bisa dapat

jatah. Ini kamu dapat jatah kok masih protes.”

Bukan protes, Bu.tapi kalau sebesaritu kok ya rasanya terlalu

berat.”

“Kitakan sudah hitung semuanya. Kamu masih punya gaji, masih

punya suami. Masih sama-sama muda. Duit segitu buat bebas cepat ya

nggak ada apa-apanya. Ya terserah, kalau nggak mau. Tunggu saja dua

tahun lagi.” (86, 2011:217)

Hari kebebasan itu tiba. Tepat di bulan Desember. Surat kebebasan

Arimbi telah diserahkan kepala penjara. Namun, dia wajib melapor seminggu

sekali, hingga dua tahun ke depan. Ia bersalaman dan berpelukan dengan semua

Universitas Sumatera Utara

Page 78: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

orang yang dikenal. Tetapi tidak dengan Bu Danti. Saat berpapasan di lapangan,

mereka tidak mau saling berpandangan.

Arimbi melahirkan bayinya setelah tiga hari kepulangan Ananta.

Perempuan dengan kulit merah dan rambut tebal. Arimbi menangis tersedu-sedu

saat perawat meletakkan bayi itu di dadanya. Dia lupa pada sakit yang dilaluinya

hampir tiga jam. Hanya ada rasa haru, bahagia dan tidak percaya. Dielusnya bayi

itu, ditelusurinya setiap sudut tubuhnya.

Setelah kelahiran anaknya, Arimbi mulai takut dengan penjara. Dia tidak

mau lagi menjenguk Tutik. Tidak ada lagi rasa rindu. Arimbi ingin mendidik

anaknya dengan baik. dia menyuruh Ananta berhenti untuk menjual sabu-sabu.

Dengan modal yang sudah mereka kumpulkan, Arimbi membuka toko kecil-

kecilan di depan rumahnya.

Arimbi menerima uang lima belas juta dari Ananta sebagai uang muka,

nanti sisanya akan diberikan Cik Aling saat Ananta pulang. Arimbi selau gelisah

saat Ananta pergi. Dalam segala kekhawatirannya tiba-tiba suara telpon berbunyi.

Arimbi segera mengangkat telepon itu. Ternyata itu suara Tutik. Tutik sudah

lama menunggu kesempatan ini tiba. Di saat Ananta keluar kota. Namun, Arimbi

tidak mau menuruti kemauan Tutik untuk datang ke penjara. Dia mengatakan

anaknya masih kecil, tidak bisa ditinggal karena tidak ada yang menjaga.

Uang dari Cik Aling mereka pergunakan untuk membeli sebuah mobil

kijang model lama yang bisa digunakan untuk mengangkat belanja bahan

keperluan toko. Sisanya mereka belikan barang belanjaan, sehingga isi toko itu

penuh. Arimbi tidak lagi menuntut supaya Ananta berhenti menjual sabu-sabu

Universitas Sumatera Utara

Page 79: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

karena semuanya sudah berjalan dengan baik. sampai suatu hari Arimbi melihat

gambar suaminya di televisi sedang digiring polisi. Suara di televisi menyebutnya

sebagai pengedar. Arimbi merasakan seperti pukulan keras di kepalanya. Lalu

dadanya terasa sesak. Dia tidak bisa menangis. Semua ruang terasa gelap. Suara

anaknya menyadarkannya, yang dapat dilihat dari kutipan berikut:

...Sesak. Sakit. Tapi tak tahu itu apa. Arimbi tak mengeluarkan air

mata. Ia juga tak tahu hendak melakukan apa. Semua yang ada di

sekelilingnya hanya seperti ruang hampa yang tak memiliki makna. Dia

seperti tersesat di tempat gelap. Dia menyerah. Tak mau bersusah-susah

mencari celah.

Suara jeritan menyadarkannya. Anaknya terbangun. Tangisan

anaknya semakin keras. Arimbi tersadar. Ia bergegas ke kamar,

mengangkat anaknya dari tempat tidur. Ditimang-timangnya anak itu. Tapi

tangisnya malah semakin keras. Air mata Arimbi meleleh.

“Kita ke sana ya, Nak. Ketemu ayah ya, Nak. Kita tetap sayang

ayah ya, Nak...” (86, 2011:252)

4.2.2.1.6 Tahap Penyelesaian

Tahap penyelesaian alur dalam novel ini diserahkan pengarang kepada

pembaca. Novel ditutup hanya dengan menampilkan tokoh Arimbi dengan

anaknya yang akan pergi ke penjara untuk menemui suaminya. Pembaca bisa

memprediksi bahwa uang Arimbi akan habis untuk menyogok kasus Ananta

suapaya hukumannya bisa ringan. Akan terjadi lagi peristiwa di dalam penjara

seperti yang dialami oleh Arimbi. Seperti lingkaran setan yang tidak

berkesudahan.

Universitas Sumatera Utara

Page 80: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

4.2.2.2 Struktur Fisik, Ras, dan Relasi Gender Novel 86

4.2.2.2.1 Struktur Fisik

Struktur fisik dalam novel 86 dapat dilihat melalui tokoh utama dan tokoh

pendukung dalam cerita ini. Tokoh utama dalam cerita ini adalah Arimbi.

Sedangkan tokoh pendukung dilihat melalui penggambaran fisik Bu Danti, Anisa,

Wahendra, Ananta, Adrian,Tutik, Narno, Widodo, dan orang tua Arimbi. Arimbi

berinteraksi dengan tokoh pendukung, sehingga cerita ini terjalin dengan baik.

Arimbi adalah tokoh utama dalam cerita ini. Dia bekerja di kantor

pengadilan di Jakarta. Badannya sintal dan mukanya putih. Cara berpikirnya

sederhana. Hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Ketika atasannya Bu Danti

memberi sebuah AC, pikirannya terbuka. Dari sini Arimbi memulai permainan

delapan enamnya. Permainan di kantor tempat dia bekerja menjadikan dirinya

yang semula lugu berubah menjadi sistem dalam permainan itu. Ananta, suaminya

juga mendukung hal tersebut. Ini menjadikan Arini semakin berani. Kebutuhan

hidup yang meningkat membuat Arimbi menjadi lebih nekad. Dia masuk penjara

karena kasus suap. Dia merasa dijebak oleh Bu Danti. Di penjara, dia menjadi

lesbian.

Bu Danti adalah atasan Arimbi, Anisa, dan Wahendra. Dia ketua panitera

di dalam beberapa kasus. Dia bisa membantu menyelesaikan perkara dengan

menyogok hakim dan jaksa. Dia seorang makelar kasus. Dia berusia 45 tahun.

Dia seorang yang segar dan cantik. Tubuhnya gemuk, tetapi penampilannya

menarik dan modis. Sepatu dan tas selalu disesuaikan dengan warna seragam yang

dipakainya. Mukanya putih mengkilap dengan tata rias yang lengkap. Rambutnya

Universitas Sumatera Utara

Page 81: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

sebahu dan disasak dibagian samping dan atas. Dai selalu memakai giwang,

kalung, dan cincin yang berhiaskan intan dan mutiara. Ada juga yang polos tanpa

hiasan apa pun seperti dapat dilihat pada kutipan berikut:

Diusianya yang sudah 45 tahun, Bu Danti selalu segar dan cantik.

Badannya subur dengan lemak yang menggelembung di perut dan lengan.

Dia selalu terlihat modis meski menggunakan seragam. Sepatu dan tasnya

selalu berganti setiap dua hari sekali, menyesuaikan dengan warna

seragam yang dipakainya. Mukanya putih mengilap dengan tata rias yang

lengkap. Pemulas mata, perona pipi, lipstik hingga pulasan maskara dan

pembuat bingkai mata, semuanya terpoles sempurna. Rambutnya yang

sebahu disasak sebagian, tepat di bagian samping dan atas. Tak pernah ia

lupa memakai kalung, giwang, dan cincin. Ada yagn berhias intan, ada

yang mutiara, ada juga yang emas kuning polos tanpa hiasan apa pun. (86,

2011:26)

Anisa adalah teman sekantor Arimbi yang sama-sama bawahan Bu Danti.

Umurnya lebig tua tiga tahun dari Arimbi, tetapi dia tampak seumuran dengan

Arimbi. dia berasal dari timur Inodnesia. Anisa adalah teman akrab Arimbi.

Anisa sudah bersuami dan mempunyai seorang anak yang berumur tiga tahun.

Suaminya juga pegawai negeri yang bekerja di Sekretariat Negara. Dalam

“bermain” di pengadilan Anisa lebih pintar dari Arimbi.

Ananta seorang yang luwes dalam bergaul. Gaya bicaranya lucu, sehingga

menyenangkan untuk diajak berbicara. Dia juga seorang yang romantis. Ananta

bekerja sebagai tukang survei kredit sepeda motor. Penghasilannya yang pas-

pasan. Dia adalah suami Arimbi. Ananta sangat sayang kepada Arimbi. Dia tidak

pernah selingkuh, meskipun Arimbi di penjara. setelah Arimbi di penjara, dia

bekerja untuk Cik Aling sebagai tukang antar sabu-sabu ke pelanggan Cik Aling.

Di samping itu, dia juga pengedar sabu-sabu.

Universitas Sumatera Utara

Page 82: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Tutik adalah kepala kamar penjara yang ditempati oleh Arimbi. Dia

berasal dari Wonogiri. Umurnya lebih tua tiga tahun dari Arimbi. Badannya besar

dan tinggi. Tenaganya juga kuat, dia diisukan masuk penjara karena menghajar

orang. Padahal, dia tidak galak dan tidak pernah menghajar orang, tetapi cukup

dihormati oleh semua penghuni penjara. Pembawaan Tutik Yang ramah, mudah

membuka pembicaraan dengan orang lain. Dia selalu ramah dan baik pada

Arimbi. Sifat buruknya adalah dia punya kecendrungan lesbian. Dia masuk

penjara karena dituduh menyakiti majikannya. Seperti kutipan berikut:

Tutik adalah kepala kamar yang ditempati Arimbi. Setiap kamar

memang ada kepalanya. Biasanya orang yang paling ditakuti, yang punya

badan paling besar atau yang sudah tinggal paling lama di penjara ini.

Biasanya mereka galak, suka memerintah, dan gampang menghajar orang.

Badan Tutik memang besar, tetapi dia tak galak dan tak pernah menghajar.

Tutiklah yang banyak membantu dan memberi tahu Arimbi sejak pertama

kali datang ke sel itu.

Tutik sudah tiga tahun di penjara. Asalnya dari Wonogiri, lebih tua

tiga tahun dari Arimbi. Karena merasa berasal dari daerah yang

berdekatan, sejak awal dia selalu ramah dan baik pada Arimbi. Sesekali

mereka berdua berbicara dalam bahasa Jawa.... (86, 2011:175)

4.2.2.2.2 Struktur Ras

Struktur ras dalam novel ini mengacu kepada kehidupan masyarakat Jawa

yang terkontaminasi oleh kehidupan di Jakarta. Arimbi yang mewakili masarakat

Jawa terjebak dalam permainan kehidupan ibu kota. Arimbi gadis desa yang lugu

berubah menjadi seorang makelar pengetikan putusan hakim, masuk penjara

karena kasus suap, dan menjadi seorang biseksual. Jakarta sebagai ibu kota

negara, sudah barang tentu menampilkan ras yang multi kulturalisme. Bu Danti

beragama Nasrani, Arimbi beragama Islam. Anisa beragama Islam dan berasal

Universitas Sumatera Utara

Page 83: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

dari Makassar. Ada juga yang keturunan Cina, seperti Cik Aling dan beberapa

orang yang berkasus di kantor pengadilan tempat Arimbi bekerja.

4.2.2.2.3 Relasi Gender

Terdapat beberapa relasi gender dalam novel ini, yaitu relasi gender antara

atasan dengan bawahan, suami dengan istri, orang tua dengan anak, hubungan

dagang, pertentangan kelas sosial, hubungan seksual di luar pernikahan, hubungan

seksual menyimpang, dan kesetaraan gender. Berikut akan dijelaskan satu persatu.

Relasi gender antara atasan dengan bawahan dapat dilihat melalui

hubungan Bu Danti dengan Arimbi dan Bu Danti dengan Tutik, Kedua relasi ini

terikat melalui hubungan kerja. Bu Danti dan Arimbi sama-sama bekerja di

Kantor Pengadilan. Bu Danti lebih tinggi kedudukannya dari Arimbi. Bu Danti

sebagai ketua panitera dalam menangani beberapa kasus, sedangkan Arimbi

sebagai juru ketik putusan hakim. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut:

Arimbi mulai membongkar tumpukan kertas di mejanya. Itu semua

baha-bahan yang harus diketik ulang, di rapikan, dan di-fotocopy. Arimbi

membaca kertas-kerta itu sekilas. Memilih mana yang lebih dahulu

dikerjakan. Dia melirik jam, sudah jam setengah dua belas. Jam satu nanti

akan ada sidang yang akan diikutinya. Sambil menguap, Arimbi

mengambil satu berkas yang sudah ditandai dengan kata “segera” oleh Bu

Danti. (86, 2010:27)

Relasi gender suami dengan istri dapat diidentifikasi melalui hubungan

Arimbi dengan Ananta. Mereka pasangan suami istri yang saling mencintai.

Ananta seorang yang setia kepada istrinya. walaupun Arimbi di penjara, Ananta

setiap minggu pergi mengunjungi istrinya. Ananta juga tidak pernah selingkuh.

Kebahagian mereka semakin lengkap setelah Arimbi hamil dan melahirkan

Universitas Sumatera Utara

Page 84: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

seorang bayi perempuan yang mungil. Kemesraan suami istri ini dapat dilihat

pada kutipan berikut:

Mereka bercinta berkali-kali dalam sehari. Tengah malam sebelum

tidur, pagi-pagi sebelum Ananta berangkat kerja, dan sore hari setelah

Ananta tiba di rumah. Pada hari tertentu mereka makan siang bersama.

Ananta sengaja pulang, lalu makan di kamar. Setelah makan mereka

kembali bercinta. Lalu Ananta kembali berangkat kalau sudah pukul

01.00, dengan baju yang punggungnya sedikit kusut. (86, 2011:223)

Relasi gender orang tua dengan anak terjadi di dalam keluarga Ananta dan

Arimbi. Ananta dan Arimbi adalah anak yang berbakti kepada orang tua dan tahu

membalas budi. Walaupun penghasilan mereka kecil, namun mereka tetap

mengirim uang kepada orang tua mereka setiap bulan. Ketika ibunya sakit ginjal

dan harus cuci darah setiap minggu, Arimbi menanggung semua biaya tersebut.

Relasi gender hubungan dagang dapat dilihat melalui hubungan antara Cik

Aling dengan Tutik dan Cik Aling dengan Ananta. Cik Aling adalah produsen

yang meracik sabu-sabu di dalam penjara.tutik mengedarkan sabu-sabu di dalam

penjara yang diproduksi Cik Aling. Salah satu pelanggan Tutik adalah Bu Danti.

Relasi gender pertentangan kelas sosial dapat dilihat dari fenomena yang

terjadi di dalam kereta api, saat Arimbi dan Ananta pulang kampung. Masyarakat

kelas bawah pada umumnya bekerja sebagai pedangang asongan, pengemis,

pengamen, preman, buruh, bahkan ada yang pengangguran karena di PHK.

Sedangkan masyarakat kelas menengah ke atas diwakili oleh Arimbi, Ananta, Bu

Danti, pengacara, dan Hakim yang disebut sebagai orang kantoran. Pertentangan

kelas sosial dapat dilihat dari pemikiran orang tua Arimbi yang dapat dilihat dari

kutipan berikut:

Universitas Sumatera Utara

Page 85: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Orang tua Arimbi berpikir inilah awal dari terwujudnya sebuah

harapan dan doa-doa mereka selama puluhan tahun. Inilah awal dari

tingkat derajat yang lebih tinggi bagi keluarga petani yang tidak pernah

tahu satu huruf pun. Arimbi menjadi awal perubahan itu. Keturnan

keluarga ini tidak akan lagi mengurusi tanah, bekerja dengan baju penuh

kotoran setiap hari. Melalui Arimbi, keluarganya akan memasuki golongan

baru. Golongan orang-orang terpelajar yang terhormat. Orang-rang yang

bekerja dengan pakaian bersih, bertangan halus tanpa otot-otot yang

menonjol, berkulit bersih karena terus berada di dalam ruangan. Arimbi

menjadi orang kantoran. Bukan lagi wong tani seperti orang tuanya. (86,

2011:19)

Relasi gender hubungan seksual di luar pernikahan dapat dilihat melalui

hubungan Tutik dengan majikannya dan Ananta dengan Arimbi sebelum menikah.

Tutik melakukan hubungan ini atas dasar suka sama suka dan saling

membutuhkan. Di awal majikannya sedikit memaksa, namun karena Tutik

seorang janda, birahinya terpancing.

Berbeda dengan Arimbi dan Ananta. Mereka melakukan atas dasar cinta

karena terbukti setelah itu mereka melangsungkan pernikahan. Mereka

melakukannya berulang kali. Arimbi tidak bisa menahan gejolak yang ada di

dalam dirinya, saat Ananta menghampirinya. Seperti yang terlihat pada kutipan

berikut:

Arimbi merasakan tangan Ananta bersusah payah meraih dadanya.

Memaksa masuk ke balik kerah kaus oblongnya yang sempit. Ananta tak

sabar lagi. Dia menarik kaus itu ke atas, dan Arimbi begitu saja

mengangkat kedua tangannya. Kaus itu melewati kepala Arimbi, lalu

dilempar begitu saja. Tiba-tiba Arimbi malu (86, 2011:89).

Relasi gender hubungan seksual menyimpang terbagi dua, yaitu sesama

jenis dan dengan lawan jenis. Relasi gender hubungan seksual menyimpang

sesama jenis terjadi antara Tutik dan Arimbi. Mereka disebut lesbian karena

Universitas Sumatera Utara

Page 86: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

sama-sama perempuan. Mereka melakukan atas dasar saling membutuhkan.

Selama dalam masa tahanan, Arimbi dan Tutik kerap kali melakukan hal tersebut.

Relasi gender hubungan seksual menyimpang dengan lawan jenis terjadi

antara Ananta dan Arimbi. Hal ini terjadi karena keterpaksaan. Saat Arimbi di

penjara, Ananta sering menjenguk Arimbi. Mereka saling meremas satu sama lain

di ruang besuk, seperti kutipan berikut:

...Awalnya, ketika hasrat itu begitu menggebu dan tak ada cara lain

untuk bertemu, mereka hanya ciuman di ruang besuk yang penuh orang.

Orang-orang itu tak ada yang peduli. Masing-masing sibuk dengan

pembesuknya. Arimbi dan Ananta semakin bergairah. Mereka saling

memainkan tanga, meraba dan meremas (86, 2011:186).

Relasi yang menuntut kesetaraan gender dapat dilihat dari pemeran tokoh

utama dalam cerita ini. Arimbi dan tokoh-tokoh pendamping perempuan lainnya

mendominasi cerita. Tokoh laki-laki hanya dijadikan pelengkap saja. Ananta

diciptakan untuk melengkapi kehidupan Arimbi. nasibnya tergantung kepada

Arimbi. di beberapa peristiwa peran Arimbi lebih menonjol dari Ananta. Ananta

selalu menuruti keinginan Arimbi. seolah-olah Ananta tidak memiliki keinginan

sendiri.

4.2.2.3 Struktur Ruang dan Waktu Novel 86

Novel 86 dibangun oleh struktur ruang dan waktu masa kini dan masa lalu.

Penanda ruang masa kini lebih mendominasi dalam novel ini. Setiap bagian dalam

cerita ini menampilkan ruang dan waktu kejadian. Ruang gerak cerita tergantung

kepada perjalanan kehidupan tokoh utama yaitu Arimbi. Cerita bergerak maju

berdasarkan urutan waktu yang dimulai dari situasi tempat Arimbi bekerja,

Universitas Sumatera Utara

Page 87: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

menikah, polemik pekerjaan yang menyebabkan Arimbi masuk penjara, dan

kehidupan rumah tangga Arimbi setelah keluar dari penjara.

4.2.2.3.1 Struktur Ruang

Penanda ruang masa lalu dapat dilihat dari bentuk rumah orang tua Ananta

yang diwariskan oleh kakeknya. Tempat Armbi menyewa kamar ketika dia masih

kuliah. Gang tempat Arimbi tinggal terkenal sebagai gang tua. Gang itu dihuni

oleh para janda-janda tua yang tidak mempunyai anak. Usia rumah di gang itu

lebih tua dari usia orang yang menempatinya. “...Bangunannya lusuh dan kusam.

Cat-catnya sudah pudar dan tak pernah diperbaharui lagi. Kayu pintu-pintunya

mulai koyak. Gang ini lebih menyerupai gudang, tempat menyimpan barang-

barang loak yang mulai sayang untuk dibuang. Sama sekali tidak menyisakan

denyut kehidupan dan tanda-tanda kekinian” (86, 2011:17).

Penanda ruang masa kini dapat dilihat dari pemakaian benda-benda seperti

minyak wangi, deodorant, handphone, AC, kulkas, oven, TV berwarna, banguna

rumah Bu Danti yang megah dengan barang-barang mewah di dalamnya, restoran,

motor, bus, dan mobil. Makanan seperti ayam penyet, nasi padang, dan KFC.

Pakaian seperti jas, dasi, tata rias wajah dan rambut. Kemacetan dan demonstrasi

di Jakarta juga menandai masa kekinian, seperti yang terlihat pada kutipan

berikut:

Bus kembali berjalan pelan-pelan menuju arah selatan, lalu

terjebak dalam barisan kenderaan yang sedikit pun tak bisa bergerak. Di

depan sana, ada kerumunan orang membawa spanduk dan poster dengan

bermacam-macam tulisan. Ada juga gambar raksasa orang berseragam

jaksa. Salah satu matanya ditutup dengan spidol warna hitam. Jaksa dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 88: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

gambar itu menjadi bajak laut. Di bawah gambar, tulisan “Jaksa Agung”

dicoret, diganti dengan “Bajak Agung”.

Arimbi meratap dalam hati. Lengkaplah sudah hari ini menjadi hari

buruk baginya. Kopaja ini tak akan bergerak sampai demonstrasi selesai.

Dan dia akan tetap bersedak-desakan terpanggang matahari yang sedang

garang-garangnya. Minyak wangi dan deodoran tidak akan bisa lagi

mengalahkan bau apek dan lengket badan sisa keringat yang keluar selama

di dalam kopaja. (86, 2011:24-25)

Ruang cerita novel 86 mengambil tempat di kota Jarkarta dan Jawa

Tengah. Di Jakarta meliputi Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Tebet, dan Depok. Di

Jawa Tengah tengah meliputi Solo, Klaten dan Ponorogo. Jakarta Selatan adalah

tempat Arimbi dan Bu Danti bekerja di Kantor Pengadilan. Jakarta Timur adalah

tempat Arimbi dan Bu Danti ditahan. Setelah hakim memutuskan perkara Arimbi

dan Bu Danti, lalu mereka di bawah ke penjara khusus wanita di Jakarta Timur.

Rumah Bu Danti ada di Tebet, sekaligus tempat Arimbi dan Bu Danti ditangkap

KPK karena kasus suap. Setelah keluar dari penjara, Arimbi membali rumah yang

tempatnya di Perumahan Citayam yang terletak di pinggiran kota Depok.

Solo adalah tempat Arimbi menamatkan kuliahnya. Dia kuliah di salah

satu perguruan tinggi swasta di Solo. Klaten adalah tempat orang tua Ananta

tinggal. Sebelum Arimbi menikah dengan Ananta, mereka mengunjungi rumah

tersebut. Ponorogo adalah tempat Arimbi dibesarkan sebelum dia melanjutkan

pendidikannya di Solo dan bekerja di Jakarta. Sebelum menikah, Arimbi setiap

tahun pulang ke kampungnya saat lebaran tiba. Arimbi juga menikah di kota ini.

Peristiwa kehidupan dalam novel 86 menggunakan ruang terbuka dan

tertutup sebagai tempat berinteraksi antartokoh. Ruang terbuka di jalan raya, gang,

teras rumah, taman, lapangan Monas, sawah, dan pinggir sungai. Penggunaan

ruang tertutup lebih banyak berperan sebagai daerah kekuasaan masing-masing

Universitas Sumatera Utara

Page 89: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

antara laki-laki dan perempuan seperti kantor, ruang sidang, ruang kerja, kamar

tidur, kamar mandi, rumah, sel penjara, ruang besuk, ruang VIP restoran, kantin,

ruang tahanan Bu Danti, bengkel, bus, kereta api, stasiun,

Beberapa penanda ruang untuk berinteraksi antartokoh dalam novel ini

dideskripsikan secara jelas oleh pengarang seperti jalan yang macet akibat

demonstrasi, lingkungan Arimbi menyewa kamar, gerbong kereta api, dan

penjara. Berikut adalah salah satu cuplikan yang mendeskripsikan ruang tersebut:

Pintu yang mereka sandari terbuka. Orang-orang berebut masuk

kereta. Ada yang tua ada yang masih anak-anak, laki-laki dan perempuan.

Satu-dua orang memang seperti penumpang. Berbaju rapi dan membawa

tas besar. Sisanya adalah pedagang dan peminta-minta. Mereka berebutan

berjalan di lorong, menawarkan nasi bungkus yang sudah dingin,

minuman, rokok, dan kacang goreng. Sebagian lainnya menyodorkan

tangan ke setiap penumpang. Berdiam lama kalau tak diberi, hingga

akhirnya orang yang dimintai merasa tak enak dan terpaksa memberi. Ada

yang sebisanya memainkan ecek-ecek atau menyanyikan lagu meski tak

terdengar suaranya. Tak beranjak ke kursi lain kalau belum mendapat

recehan. (86, 2011:118)

4.2.2.3.2 Struktur Waktu

Novel ini juga menggunakan penanda waktu hari, bulan dan tahun. Hari

Sabtu dan Minggu adalah hari libur bekerja bagi Arimbi. Hari itu dipergunakan

Arimbi untuk bersantai di kamar kosnya. “... Hari Sabtu dan Minggu semunya

menjadi sedikit berbeda. Saat semuanya begitu cair dan bebas, tanpa ada sekat-

sekat waktu yang menjadi mesin penggerak atas semua yang dilakukannya. Dua

hari itu, jam setengah tujuh pagi tidak lagi menjadi awal kehidupan Arimbi.” (86,

2011: 11)

Universitas Sumatera Utara

Page 90: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Senin pertama Juli adalah hari buruk bagi Arimbi. Listrik padam, air di

bak mandi kosong. Arimbi pergi ke kantor tidak mandi. Di jalan dia terjebak

macet sampai dua jam. “...Semuanya cukup lengkap untuk menyebut hari ini

sebagai hari buruk bagi Arimbi. Hari Senin yang dibenci semua orang, hari Senin

yang biasanya penuh pekerjaan, dan hari Senin yang selalu penuh kemacetan di

setiap ruas jalan” (86,2011: 21).

Penanda tahun dapat dilihat di awal cerita yang menggunakan angka tahun

2004. Pada saat itu Arimbi sudah bekerja empat tahun. Rutinitas Arimbi dimulai

sejak dia bekerja empat tahun yang lalu. Tanggal 10 Juli 2004 terjadi sebuah

kasus pemukulan sumi terhadap istrinya. istrinya menolak berhubungan badan

karena sedang sakit. Lalu suaminya menampar istrinya. Arimbi mengikuti kasus

persidangan ini di bulan Februari. Pengarang tidak mencantumkan tahun

persidangan itu dugelar. Namun, bisa diprediksi bahwa sidang itu diadakan tahun

2005.

Di samping penggunaan penanda hari dan bulan, novel ini juga

menggunakan penanda waktu, seperti pagi, siang, sore, dan malam. Secara

keseluruhan, penanda waktu pagi dan malam mendominasi struktur waktu cerita.

Penanda waktu yang lain juga digunakan tetapi waktu penggunaan tidak terus-

menerus, bergantung pada keperluan.

Penanda waktu pagi dan malam dipergunakan secara bersamaan untuk

mengawali dan menutup aktivitas Arimbi setiap hari kerja ketika dia masih

bekerja di Kantor Pengadilan. Waktu malam dihabiskan Arimbi du rumah

kontrakannya dengan menonton TV dan istirahat. Dia tidak pernah keluar rumah.

Universitas Sumatera Utara

Page 91: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Waktu malam juga dipergunakan untuk berjalan-jalan, bercengkrama, makan,

dan menghabiskan malam bersama, setelah Arimbi mengenal Ananta. Hal ini

dapat dilihat dari aktivitas yang dilakukan Arimbi setiap hari sebagai berikut:

Di gang kecil ini setiap jam setengah tujuh pagi hidup Arimbi

dimulai. Berjalan diantara orang-orang yang sama tanpa mengenal nama.

Dimulai dari langkah pertamanya keluar dari rumah kontrakan, lalu 250

langkah menuju jalan raya, menunggu bus kecil yang pada beberapa

bagiannya mulai berkarat.

Di gang kecil ini juga, saat hari mulai gelap, hidup Arimbi

berakhir. Ia berada di antara orang-orang yang muncukl di pinggir jalan

raya. Melangkah cepat-cepat, berebut mencari celah, mengulang kembali

yang terjadi pada pagi hari. Bau minyak wangi murahan telah berganti

dengan bau kecut dan penyuk. Muka-muka yang tadi pagi berbedak dan

berlipstik merah menjadi penuh minyak. (86, 2011:10)

Penanda waktu siang dapat dilihat dari aktivitas Arimbi untuk makan siang

dan menghadiri jadwal persidangan jika ada. Jam dua belas Arimbi meninggalkan

pekerjaannya dan menuju ke kantin untuk makan siang. Jam satu siang Arimbi

memasuki ruang sidang. “... Jam menunjukkan angka satu lewat lima menit saat

tiga orang hakim muncul dari pintu di belakang Arimbi. Ruang sidang yang

tadinya penuh dengungan kini senyap” (86: 33).

Penanda waktu sore dipergunakan pengarang untuk mengakhiri pekerjaan

Arimbi di kantor setelah Arimbi mengenal Ananta. Jam tiga sore, pikiran Arimbi

sudah meloncat-loncat melewati pagar pengadilan. Dia sudah tidak konsentrasi

lagi mengerjakan pekerjaan kantornya. “...Arimbi mulai mengemas barang-

barangnya mulai jam empat. Diam-diam dia segera meninggalkan mejanya,

menyusul Anisa yang selalu pulang lebih dahulu darinya. Ananta sudah

menunggu di depan pagar. Mereka tiba di rumah saat hari masih terang. Di kamar

Arimbi mereka menonton TV berdua” (86: 90).

Universitas Sumatera Utara

Page 92: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

4.2.2.4 Struktur Transmisi Narasi

Struktur transmisi narasi merupakan sesuatu yang berhubungan dengan

teknik yang dpergunakan pengarang untuk menemukan dan menyampaikan

makna karya artistiknya kepada pembaca. Dengan teknik ini, pembaca dapat

menerima dan menghayati gagasan pengarang. Struktur transmisi narasi secara

garis besar dapat dibedakan ke dalam dua macam, yaitu persona pertama dengan

gaya “aku” dan persona ketiga dengan gaya “dia” dengan berbaghai variasinya.

Novel 86 dibangun oleh struktur transmisi narasi orang ketiga. Pengarang

memilih Arimbi, untuk melukiskan panasnya permainan kasus suap yang tidak

hanya di tempat dia bekerja yaitu di kantor pengadilan tetapi di berbagai tempat di

sekitar kehidupan Arimbi. Pengarang memilih tokoh yang lugu, khususnya

Arimbi yang berasal dari kampung yang masih polos. Dia menrima komisi karena

untuk memenuhi kebutuhan hidupnya setiap bulan. Gaji PNS tidak mencukupi.

Pelukisan dari sudut pandang orang yang buta politik, justru memberikan efek

yang lain, walaupun pelukisannya sederhana seperti yang ada di dalam pemikiran

Arimbi.

Pengarang menggunakan struktur transmisi narasi orang ketiga “dia”

sebagai pengamat. Pengarang menumpahkan perhatian hanya pada tokoh Arimbi

tentang yang dilihat, di dengar, dirasakan, dan dialami Arimbi. Arimbi merupakan

fokus dan pusat kesadaran cerita. Tokoh cerita yang lainnya seperti Bu Danti,

Ananta, dan Tutik, tidak diberi kesempatan untuk menunjukkan sosok dirinya

seperti halnya tokoh Arimbi. Berbagai peristiwa dan tindakan yang diceritakan

Universitas Sumatera Utara

Page 93: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

disajikan lewat pandangan Arimbi yang sekaligus berfungsi sebagai filter bagi

pembaca.

Struktur transmisi narasi yang dipilih oleh Okky dalam novel ini,

menyebabkan pengarang menjadi objektif. Narator bahkan hanya menceritakan

segala sesuatu yang dapat dilihat dan didengar atau yang hanya dapat dijangkau

oleh indra saja. Narator seolah-olah berlaku sebagai kamera yang berfungsi untuk

merekam dan mengabadikan suatu objek yang dalam cerita ini diwakili oleh

kehidupan Arimbi. Narator telah memaparkan seluruh yang dilihatnya melalui

kehidupan Arimbi, namun untuk sampai kepada hal-hal yang kadar ketelitiannya

harus diperhitungkan, diserahkan pengarang kepada pembaca.

Narator tidak memberikan komentar yang bersifat subjektif terhadap

persitiwa dan tindakan Arimbi dan tokoh-tokoh lainnya. Narator hanya berlaku

sebagai pengamat, melaporkan sesuatu yang dialami atau dijalani oleh Arimbi

yang menjadi fokus atau pusat arus kesadaran cerita. Narator sama kedudukannya

dengan pembaca, dia berada di luar cerita.

4.2.3 Realita Fiksi Novel Maryam

4.2.3.1 Struktur Plot Novel Maryam

Alur yang digunakan pada novel Maryam ini adalah alur campuran.

Percampuran antara alur maju dan alur mundur. Awalnya adalah kisah Maryam

menuju kampung halamannya dengan keinginan kelauarganya mau menerima

kehadirannya kembali. Kemudian, kembali ke masa lalu ( alur mundur ) sebelum

ia meninggalkan rumah, suami, dan keluarganya. Lalu alur berganti maju saat

Universitas Sumatera Utara

Page 94: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

narator menceritakan kehidupan Maryam setelah kembali di tengah keluarganya

dan menjalani hidup yang tidak mudah. Penuh dengan liku-liku dan perjuangan

yang keras untuk mempertahankan akidahnya.

4.2.3.1.1 Tahap Pengenalan

Cerita dimulai dengan memunculkan masalah yang dihadapi oleh Maryam.

Maryam ingin pulang ke kampung halamannya, setelah lima tahun dia tidak

pernah menginjakkan kakinya di kampung itu lagi. Keinginan ini tiba-tiba saja

muncul dibenaknya. Setelah bercerai dengan Alam, Maryam tidak tahu harus

pergi kemana, kecuali pulang ke kampungnya dan meminta maaf kepada kebua

orang tuanya. Dia berharap orang tuanya mau menerimanya kembali, setelah

menyakiti hati mereka karena menikah dengan orang yang tidak sefaham dengan

ajaran mereka. “Januari 2005 Apa yang diharapkan orang yang terbuang pada

sebuah kepulangan? Ucapan maaf, ungkapan kerinduan, atau tangis

kebahagiaan?...Sudah lewat lima tahun sejak terakhir kali ia menginjakkan kaki di

pulau ini” (My, 2012:13).

Ingatan-ingatan masa lalu muncul dalam benak Maryam, mulai dari saat ia

bersekolah SMA dan akhirnya melanjutkan pendidikan ke Universitas Airlangga,

Surabaya. Pertemuannya dengan Gamal dan perceraiannya dengan Alam. Semua

itu tersaji dalam ingatan Maryam dengan utuh. Maryam yang terlahir sebagai

seorang Ahmadi, sejak remaja telah memelihara ketakutan. Dia tdak mau

mengalami kejadian seperti teman-temannya yang harus menanggung malu dan

Universitas Sumatera Utara

Page 95: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

kesedihan karena menikah dengan orang yang berbeda keyakinan. Hal ini dapat

diidentifikasi dari kutipan berikut:

Orang Ahmadi lainnya, Rifki menanggung malu saat lamaran. Ia

datang bersama keluarga besar, memenuhi janji pinangan yang telah

dirancang berbulan-bulan. Tapi di tengah acara, ayah sang gadis berkata

lantang, ia tak mau anak perempuannya menikah dengan orang sesat.

Anaknya menangis histeris, sambil berusaha menyuruh ayahnya diam.

Ibunya terisak. Rifki tersinggung. Betapapun besarnya cinta pada kekasih,

Rifki tak terima keluarganya dipermalukan seperti itu. Pertengkaran hebat

terjadi. Keduanya saling ngotot, tak mau mengalah. Rifki hilang

kesabaran. Ditonjoknya muka calon mertua. (My, 2012: 20)

Itulah sebabnya Maryam tidak berani pacaran. Sampai lulus SMA tahun

1993, dia berangkat ke Surabaya. Dia diterima di Universitas Airlangga, Fakultas

Ekonomi jurusan Akutansi. Maryam tinggal di rumah Pak dan Bu Zul. Mereka

penganut Ahmadi juga. Pak Zul adalah teman ayah Maryam sampai SMP. Pak

Zul merantau ke Surabaya dan bersekolah di sana.

4.2.3.1.2 Tahap Keadaan Mulai Berkonflik

Tahap pemunculan konflik digambarkan pengarang dengan menggunakan

alur mundur. Konflik muncul, saat Maryam kuliah dan tinggal jauh dari orang

tuanya. Ia tinggal di Surabaya bersama Pak Zul dan Bu Zul. Perkenalan dengan

pemuda Ahmadi bernama Gamal membuat Maryam gembira, tetapi hal itu tidak

berlangsung lama. Sikap Gamal mulai berubah sejak Gamal pulang dari penelitian

di Banten untuk menyelesaikan skripsinya. Gamal yang selama ini sangat patuh

kepada orangtuanya, mulai berdebat. Gamal menuduh orangtuanya sesat. Gamal

tentu juga meninggalkan Maryam.

...Baru kemudian, ketika Alam datang, Maryam kembali

merasakan apa yang dirasakannya saat mulai dekat dengan Gamal.

Universitas Sumatera Utara

Page 96: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Maryam juga sengaja membanding-bandingkan keduanya. Wajah mereka

yang hampir mirip, sifat dan perilaku yang serupa dan nama mereka yang

tak jauh berbeda: Gamal dan Alam. Maryam jatuh cinta. Satu-satnya yang

dia pikirkan adalah jangan sampai yang baru didapatnya itu terlepas. Ia tak

mau lagi mengulang masa-masa kehampaan yang melelahkan ketika

kehilangan Gamal. Dengan Alam, dia tak mau berpikir apa-apa lagi, selain

ingin berdua selamanya. (My, 2012: 25)

Alam memberanikan diri menceritakan tentang latar belakang Maryam.

Ibunya berteriak histeris, saat Alam mengatakan Marya seorang Ahmadi. Ibunya

kecewa dan marah. Kedua orang tuanya menyuruh untuk meninggalkan Maryam.

Setiap tidakan Alam selalu diperhatikan ibunya. Dia mau memastikan Alam sudah

berpisah dengan Maryam. Alam kembali memujuk ibunya. Dia mengatakan

bahwa Maryam tidak seperti penganut Ahmadi lainnya. Maryam selalu sholat

bersamanya dan tidak menolak sholat di mesjid mana pun. Dia juga tidak pernah

mengikuti pengajian-pengajian Ahmadi. Maryam hanya kebetulan saja terlahir

dari keluarga Ahmadi. Alam mengatakan Maryam juga bersedia meninggalkan

keyakinannya, jika mereka sudah menikah nanti.

Alam mengiba. Memohon pengertian dan kasihan dari bunya. Ia

berjanji akan membawa Maryam ke jalan yang benar. “Bukankah justru itu

kemuliaan seorang laki-laki?”

Pertanyaan Alam membuat ibunyapenuh keharuan. Perempuan itu

luluh. Ia percaya pada anak kesayangannya. Lagi pula dua minggu ini ia

melihat sendiri bagaimana Alam yang dirundung kerisauan. Tak sampai

hati dia membiaarkan Alam seperti itu berkepanjangan. Ia yakin, Alam

akan membawa Maryam ke jalan yang seharusnya. Tapi dia mengajukan

syarat. Ia ingin bertemu Maryam dan bicara dengannya lebih dulu. Alam

mengiyakan. (My, 2012: 39)

4.2.3.1.3 Tahap Konflik Mulai Meningkat

Konflik mulai meningkat ketika Maryam akhirnya menikah dengan Alam

melalui seorang wali nikah. Pernikahan itu tidak direstui orang tua Maryam,

Universitas Sumatera Utara

Page 97: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

karena Maryam memutuskan untuk keluar dari ajaran Ahmadi dan mengikuti

keyakinan Alam. Maryam meninggalkan semua keluarga dan saudaranya. Dia

tidak pernah pulang ke Lombok. Dia tidak pernah menelepon dan mengirim surat.

Orang tuanya pun demikian juga. Mereka menganggap anak perempuannya telah

hilang. Mereka kecewa dan menyayangkan keputusan Maryam.

Pernikahan itu akhirnya kandas. Belum genap lima tahun menikah, mereka

tidak dikaruniai anak. Maryam tidak tahan atas perlakuan mertuanya kepadanya.

Maryam juga kecewa terhadap suaminya. Dia menganggap suaminya tidak tulus

mencintainya. Maryam memilih bercerai dan dia kembali menyusuri kampung

halamannya, menemui orang tuanya.

Dia mengetuk pintu rumah tersebut. Pak Jamil, orang yang dulu bekerja

pada ayahnya keluar menemui Maryam. Pak Jamil bercerita, hingga ia

mengetahui kejadian buruk yang menimpa keluarganya saat ia meninggalkan

mereka. orangtuanya diusir karena dianggap mereka sebagai orang-orang sesat.

Ayahnya memilih pergi meninggalkan desa, daripada mereka dibakar hidup-

hidup. Rasa bersalah menggelayuti hati Maryam. Ia lalu mencari keberadaan

orang tuanya. Melalui ketua organisasi mereka, Zulkhair, Maryam mengetahui

bahwa ayahnya tinggal di Gegarung. Zulakhir menceritakan bagaimana orang tua

Maryam terusir dari kampungnya dan orang-orang Ahmadi lainnya yang berada di

luar kampung Gerupuk.

Maryam menangis saat bertemu dengan ibunya. Ibunya juga terharu

melihat Maryam. Mereka berdua menangis sambil berpelukan. Adiknya, Fatimah

juga meneteskan air mata. Mereka sekeluarga larut dalam duka nestapa. Lalu

Universitas Sumatera Utara

Page 98: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Maryam menceritakan semua yang menimpa dirinya. Orang tua Maryam tidak

marah kepadanya, bahkan mereka mererima Maryam kembali dengan tangan

terbuka. Maryam sangat bersyukur, ternyata keluarganya menerimanya dengan

baik.

4.2.3.1.4 Tahap Konflik Memuncak

Tahap Klimaks digambarkan oleh pengarang dengan menghadirkan

pernikahan Maryam dan Umar. Pak Khairuddin membuat persiapan untuk upacara

pernikahan Maryam dan Umar. Meski yang diundang hanya sesama anggota

Ahmadi yang sudah biasa bertemu setiap bulan, namun Pak Khairuddin tetap

ingin memberikan yang terbaik. Ini adalah pernikahan pertama yang mereka gelar.

Apalagi Bu Ali termasuk orang terpandang di sesama anggota Ahmadi.

Pernikahan Maryam digelar pada sore hari. Seluruh penghuni keluarga

Ahmadi di komplek itu, berkumpul di rumah Maryam. Beberapa orang membawa

hantaran. Rombongan pihak laki-laki terlihat memasuki rumah Maryam.

Rombongan Perempuan di dalam rumah, sedangkan laki-laki di luar. Sebelum

akad nikah dilangsungkan, mereka mengadakan pengajian terlebih dahulu, baru

dilanjutkan dengan ijab kabul. Umar memberikan alat sholat dan Al Quran

sebagai mas kawin. Usai akad nikah Maryam meneteskan air mata, seperti yang

terlihat pada kutipan berikut:

Umar memberikan alat sholat dan Al Quran sebagai mas kawin.

Saat suara “sah” diucapkan berkali-kali, air mata Maryam menetes.

Bayangan pernikahannya dengan Alam kembali datang. Sangat jelas dan

terasa nyata. Maryam bahkan merasa semuanya hanya pengulangan.

Peristiwa yang sama. Hanya waktu dan tempatnya yang berbeda. Namun,

saat pandangannya bertemu dengan bapak dan ibunya, Maryam tahu ini

Universitas Sumatera Utara

Page 99: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

bukanlah pernikahan yang dahulu. ...Ia bergerak cepat untuk membuat

bayangan itu segera pergi. Mengikuti petunjuk penghulu untuk

beersalaman, minta restu pada orang tua mereka. saat itulah air matanya

mengalir deras. Menyatu dengan air mata bapak dan ibunya. Lalu bertemu

dengan air mata ibu Umar. (My, 2012: 163-164)

Umar bersikap lembut pada Maryam. Hal ini membuat Maryam

tersanjung. Untuk mencairkan hubungan di antara mereka, Umar mengajak

Maryam ke Sumbawa untuk beberapa hari. Maryam tidak menolak, tetapi di

tengah perjalanan tiba-tiba keinginannya untuk kembali ke Gerupuk muncul. Lalu

dia mengutarakannya kepada Umar. Umar menyambut ajakan Maryam. Dia juga

ingin berkeliling di pulau ini.

Maryam mengajak Umar ke pantai. mereka menikmati pantai yang indah.

Di situ, Maryam bertemu dengan Nuraini tetangganya di Gerupuk dan teman

lamanya. Teman Maryam sejak sejak SD sampai SMA. Nur berjualan sarung khas

Lombok menawarkan kepada para turis. Mereka bercerita penuh tawa

sebagaimana layaknya dua teman yang sudah lama tidak berjumpa. Nur juga

bercerita bahwa dia baru pulang dari Arab Saudi sebagai TKI. Selama di Arab,

suaminya Wahid, menikah lagi dan sekarang mereka tinggal dalam satu rumah.

Sampai akhirnya mereka bercerita tentang pengusiran keluarga Maryam sekitar

empat tahun yang lalu.

Nurani bersama dengan Maryam dan suaminya berangkat ke Gerupuk.

Maryam langsung menuju ke rumah Nuraini. Maryam bertemu dengan ibu

Nuraini dan istri Wahid yang kedua. Maryam disambut dengan hangat oleh ibu

Nuraini. Namun, tiba-tiba datang Pak RT dan seorang ustaz ke rumah Nuraini dan

mengusir Maryam untuk segera meninggalkan kampung tersebut. Mereka tidak

Universitas Sumatera Utara

Page 100: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

mau ada orang yang beraliran sesat mengganggu di kampung mereka. Maryam

mengatakan dia hanya ingin bersilaturrahmi, namun Pak RT dengan tegas

menolak Maryam. Maryam akhirnya meninggalkan Gerupuk dengan perasaan

kesal.

Semula Maryam berniat pernikahan ini hanya untuk membahagiakan

membahagiakan orang tua mereka. namun, pernikahan ini berubah menjadi

pernikahan yang penuh cinta. Hingga Maryam mengandung buah cintanya

dengan Umar. Maryam hamil satu bulan. Ibu Umar dan orang tua Maryam tidak

henti-hentinya mengucapkan syukur dengan mata yang berbinar. Maryam

menjalani pernikahan dengan Umar tanpa beban, tanpa harapan, tanpa kewajiban,

tanpa ketakutan. Orang tua mereka telah berlepas tangan. Melihat Maryam dan

Umar bisa hidup berdua dengan tenang sudah menjadi kebahagiaan.

Untuk mengungkapkan rasa syukur atas kehamilan Maryam, orang tuanya

bermaksud untuk mengelar pengajian empat bulanan kehamilan. Memasuki bulan

Oktober, kehamilan Maryam berusia empat bulan. Ramadhan jatuh pada bulan ini.

Orang tua Maryam memilih hari pada pertengahan Ramadhan untuk

melaksanakan pengajiannya. Pengajian akan diakhiri dengan berbuka puasa

bersama.

Jam empat sore semua orang sudah duduk di tempat yang disediakan.

Bapak Maryam membuka acara. Lalu dilanjutkan dengan pengajian dan ceramah

oleh ustaz hingga tiba waktu berbuka puasa. Tiba-tiba rumah mereka diserbu oleh

warga yang melempar batu dari kejauhan. Ada beberapa orang yang terkena. Dua

puluh menit saling melawan, sampai kemudian pasukan polisi datang. Semua

Universitas Sumatera Utara

Page 101: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

menahan diri, tidak ada lemparan batu dan adu fisik. Semua diam, hanya suara

polisi dengan pengeras suaranya yang terdengar menyuruh semua pengikut

Ahmadi mengungsi, seperti kutipan berikut:

“Semuanya segera ikut kami ke tempat yang aman. Itu sudah kami

sediakan angkutan,” kata komandan polisi itu ketika pintu sudah terbuka.

Perempuan-perempuan itu diam. Tak ada memberi tanggapan.

Semua menunggu suami-suami mereka mengambil keputusan.

“Kami tidak akan pergi!” seseorang yang ada di halaman kembali

berteriak. “Kenapa bukan mereka saja yang disuruh pergi?!”

“Betul! Ini rumah kami. Kenapa kami yang harus pergi?!”

sambung yang lainnya.

Komandan polisi mulai kehilangan kesabaran. “Semua terserah

kalian!” teriaknya. “Kalau memang mau mati semua di sini, silakan! Kam

sudah menawarkan jalan keluar terbaik! Mengungsi dulu biar semuanya

selamat!” (My, 2012: 226-227)

Umar tidak langsung pulang menuju rumahnya. Mereka singgah ke rumah

Pak Zulkhair, pemimpin organisasi mereka. ketika peristiwa semalam terjadi, Pak

Zul tidak di tempat karena sakit. Di tengah pembicaraan, mobil polisi datang.

Semua orang menjadi tegang. Dua polisi menuju ke arah mereka dan

mengucapkan salam dengan ramah. Pak Zul mempersilakan duduk. Pak Zul

mengatakan bahwa kaqntor dan mesjid mereka disegel. Tidak boleh digunakan

lagi, agar tidak ada lagi kerusuhan. Umar dan Maryam terdiam.

Nasib mereka di pengungsian sangat tragis. Ada empat puluh lima kepala

keluarga yang mengungsi, lebih kurang dua ratus tiga puluh orang. Sebulan sekali

ada petugas Dinas Sosial datang. Mereka membawa beras, mi instan, minyak

goreng, dan minyak tanah. Mereka masak di dapur umum yang sempit dengan alat

masak seadanya. Mandi bergantian di kamar mandi yang kumuh. Setiap keluarga

menyekat ruangan tersebut dengan kain. Anak-anak untuk sementara tidak lagi

Universitas Sumatera Utara

Page 102: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

bisa meneruskan sekolahnya. Sebagian mereka yang mempunyai saudara di luar

kota mengirim anaknya bersekolah di sana.

Anak Umar dan Maryam lahir dalam duka. Seorang bayi perempuan yang

sehat dan sempurna. Mereka memberi nama Mandalika, seperti nama seorang

putri cantik yang ada di dalam dongeng masyarakat Lombok. Syukuran kelahiran

Mandalika diadakan di Gedung Transito. Maryam menyiapkan tumpeng dan

aneka masakan. Hari-hari berikutnya, Maryam sering datang ke Gedung Transito

bersama putrinya untuk mengunjungi keluarganya dan menghibur para pengungsi

lainnya.

Maryam mengusulkan untuk mencoba lagi mendatangi pak Gubernur.

Melihat niat Maryam yang beersungguh-sungguh ingin memperjuangkan nasib

pengungsi, Pak Zul kembali bersemangat. Zulkhair, Maryam, dan Umar datang

menemui Pak Gubernur. Mereka disambut dengan baik dan dipersilahkan duduk.

Gubernur banyak berbicara tentang Dinas Sosial, membantu orang-orang susah

dan pembangunan yang dilakukan sejak dia memerintah. Maryam tidak sabar,

ingin menanyakan tentang nasib pengungsi, kapan mereka boleh pulang ke rumah

mereka. Pak Gubernur tidak bisa memberi jawaban pasti. Demi keamanan, dia

menganjurkan untuk keluar dari Ahmadiyah dan kembali ke Gegarung, atau tetap

di Transito sampai ditemukan jalan keluarnya. “Wajah ketiga tamu Gubernur itu

merah mendengar kata-kata Gubernur. Mulut mereka terkunci. Tapi sorot mata

mereka bicara banyak. Kemarahan dan sakit hati” (My, 2012: 249).

Gedung Transito sekarang menjadi pusat kegiatan keagamaan mereka.

menggantikan Mesjid Organisasi yang sampai kini tidak bisa digunakan. Usai

Universitas Sumatera Utara

Page 103: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

sholat Jumat, Zulkhair memaparkan semua rencananya. Katanya ada tawaran dari

London lewat pengurus organisasi di Jakarta. Mereka akan diberikan pinjaman

untuk memulai usaha baru. Mereka tidak bisa hanya tinggal diam saja di sini.

Mereka harus berusaha bangkit sendiri. Apalagi pasokan bantuan dari Dinas sosial

semakin berkurang. Mereka menyambut baik rencana tersebut. Pak Khairuddin

memilih akan berjualan kembali.

Minggu pertama di bulan November, Fatimah sudah berada di Transito

bersama ibunya. Tidak lama kemudian, Maryam datang bersama anaknya.

Beberapa saat kemudian, Maryam dan seluruh pengikut Ahmadi menerima kabar

Pak Khairuddin kecelakaan. Motornya menabrak truk. Maryam merinding,

mereka segera menuju ke rumah sakit. Sepanjang jalan mereka memanjatkan doa.

Sesampai di rumah sakit, mereka menumpahkan tangis, melihat Pak Khairuddin

sudah tidak bernyawa lagi. Kabar kematian Pak Khairuddin bergerak cepat ke

orang-orang di Transito dan seluruh orang Ahmadi di Lombok.

Maryam tergagap ketika ditanya tentang pemakaman ayahnya. Ibunya

mengatakan akan dimakamkan di Gerupuk. Rohmat, ketua RT menolak

pemakaman Pak Khairuddin. Mereka tidak mau orang sesat dimakamkan di situ.

Umar marah, lalu memukul muka Rohmat. Orang-orang Gerupuk langsung

mengeroyok Umar. Zulkhair berteriak agar semua berhenti berkelahi. Zulkhair

mengambil sikap, mengajak Umar pergi dan memakamkan Pak Khairuddin di

Mataram.

Universitas Sumatera Utara

Page 104: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

4.2.3.1.5 Tahap Pemecahan Masalah

Tahap Pemecahan Masalah digambarkan oleh pengarang melalui suasana

pengungsian yang semakin penuh sesak. Setelah Pak Khairuddin meninggal

dunia, Maryam membawa ibunya ke rumah dengan alasan kondisi Gedung

Transito yang semakin sempit. “Juni 2008 Gedung Transito kian hari kian sesak.

Barang-barang bertambah: baju dan aneka perkakas. Kamar sempit yang disekat

dengan kain itu kini terlihat penuh tumpukan barang. Enam bayi telah lahir di

pengungsian ini”( My, 2012: 266).

Sudah ada beberapa wartawan di dalam ruangan, menanyai orang-orang

tentang kata-kata Gubernur yang ada di koran. Semua orang menjawab tidak mau

pindah ke Australia.

“Ini kampung saya. Lahir di sini. Bapak, ibu, sampai buyut semua

lahir dan meninggal di sini,” kata seorang perempuan yang ditanyai.

„Tapi bagaimana kalau selamanya tak bisa pulang ke rumah?”

tanya wartawan.

Yang ditanyai diam. Semua orang yang mendengar juga diam.

...

Sudah lama tinggal di sini... apakah terpikir untuk menuruti

permintaan orang-orang itu agar bisa kembali ke rumah?”

Perempuan itu tampak bingung dengan pertanyaan wartawan.

“Maksudnya keluar dari Ahmadiyah, agar bisa pulang lagi ke

rumah,” jelas wartawan.

Perempuan itu menggeleng. “Namanya orang sudah percaya,”

jawabnya. “Semakin susah semakin yakin kalau benar,” lanjutnya.

(My,2012: 272)

4.2.3.1.6 Tahap Penyelesaian

Novel ini ditutup dengan epilog yang dinaratori oleh Maryam. Maryam

yang mengirimkan sebuah surat sebagai kritik atas sikap acuh tak acuh Gubernur

dan pemerintah kepada pengikut Ahmadi selama ini. Kehidupan pengikut Ahmadi

di Gedung Transito masih tetap seperti sebelumnya. Harapan Maryam adalah

Universitas Sumatera Utara

Page 105: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

keadilan dapat ditegakkan. “Januari 2011 Saya Maryam Hayati. Ini surat ketiga

yang saya kirim ke Bapak. Semoga surat saya kali ini bisa mendapat tanggapan.

Hampir enam tahun keluarga dan saudara-saudara kami terpaksa tinggal di

pengungsian, di Gedung Transito, Lombok.... Kami mohon keadilan. Sampai

kapan lagi kami harus menunggu? (My, 2012: 273-275)

Tahap penyelesaian alur dalam novel ini tidak dituliskan pengarang secara

jelas. Maryam masih harus memperjuangkan lagi nasib dari para pengungsi kaum

Ahmadi. Novel ditutup dengan sebuah surat permohonan dari Maryam kepada

Bapak Gubernur yang baru terpilih. Pengarang menyerahkan kepada pembaca

untuk menentukan berhasil atau tidak perjuangan yang dilakukan Maryam.

4.2.3.2 Struktur Fisik, Ras, dan Relasi Gender Novel Maryam

4.2.3.2.1 Struktur Fisik

Keberadaan tokoh cerita dalam novel Maryam dapat diidentifikasi dari

deskripsi fisik, ras, dan relasi gender. Novel Maryam digerakkan oleh tokoh

Maryam. Tokoh Maryam dikonotasikan sebagai penggerak alur utama dalam teks.

Pengarang memberikan kapasitas ruang lebih sehingga tokoh ini mampu

mengeksplorasi peranannya secara maksimal. Tokoh Maryam memiliki

kapabilitas dalam menghadapi lingkungan sosialnya dengan kreasi sehingga

mempermudah langkah dalam mengambil posisi di tengah-tengah

lingkungannya.

Maryam adalah tokoh utama wanita dalam novel ini yang namanya juga

dijadikan sebagai judul. Maryam adalah sosok wanita yang cerdas, tegar, kuat,

Universitas Sumatera Utara

Page 106: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

keras kepala, namun ia juga seorang wanita biasa yang ramah, penyayang, lembut

dan perasa. Maryam awalnya adalah seorang Ahmadi yang baik, hingga akhirnya

ia keluar dari Ahmadi saat menikah dengan Alam secara diam-diam. Setelah

menyadari kekeliruannya menikah dengan Alam, dia kembali lagi menjadi

keluarga Ahmadi dan menikah dengan Umar. “Maryam menikah dengan Alam

tanpa memberitahu orangtuanya lagi. Semua sudah jelas, pikirnya” (My, 2012:40).

Alam adalah penyebab konflik dalam cerita ini. Konflik cerita mulai

bergerak dengan memunculkan tokoh Alam secara flashback dalam kehidupan

Maryam. Pertemuannya dengan Maryam sampai kepada kandasnya pernikahan

Maryam dengan Alam. Alam digambarkan sebagai seorang laki-laki yang tidak

tegas dalam mengambil keputusan. Semua keputusan bergantung pada ibunya.

Dia bekerja sebagai karyawan di perusahaan konstruksi. Dia bukan orang

Ahmadi. Sebenarnya, Alam juga sosok yang penyayang dan perhatian.

Pak Khairuddin juga ikut membangun alur cerita. Pak Khairuddin adalah

sosok ayah yang sangat luar biasa. Dengan sikapnya yang tegas dan cukup keras,

namun ia juga seorang ayah yang penyayang. Ia juga peduli terhadap orang lain

dan pribadi yang mandiri. Dia generasi kedua dalam keluarganya yang memeluk

Ahmadi. “Maryam ingat bapaknya selalu menyumbang banyak. Sudah sepatutnya

bagi orang yang punya usaha sendiri hingga bisa membeli pikap…Bapak dan ibu

Maryam memberikan dengan penuh keikhlasan, katanya untuk tabungan akhirat”

(My, 2012:64).

Umar adalah anak Pak Ali dan Bu Ali. Umar terlahir dalam keluarga

Ahmadi. Umar adalah seorang anak yang penurut, pekerja keras, dan penyayang.

Universitas Sumatera Utara

Page 107: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Hal ini dapat dilihat saat ayahnya meninggal dunia, Umar menemani ibunya di

rumah dan meneruskan usaha ayahnya yang akhirnya semakin maju. Umar aktif

memperjuangkan nasib pengikut Ahmadi yang terusir dari kampungnya sendiri.

Umar sempat berkuliah di Udayani Jurusan Sastra Inggris. Dia tidak sempat

menyelesaikan skripsinya karena ayahnya meniggal dunia. Dia menikah dengan

Maryam, semula dia menikah hanya untuk membahagiakan ibunya, namun

pernikahan itu berubah menjadi pernikahan yang penuh cinta. “Bersama

seseorang yang awalnya dinikahi hanya untuk membahagiakan ibunya” (My,

2012:180) .

4.2.3.2.2 Struktur Ras

Struktur ras tokoh cerita dalam novel Maryam adalah orang Lombok yang

bersuku Sasak. Ini dapat diidentifikasi dengan menggunakan beberapa bahasa

daerah yang digunakan di dalam novel ini. Juga setelan sarung Sasak yang

dipergunakan Maryam ketika dia menikah dengan Umar. Misalnya dalam

percakapan Maryam dan Nur di bawah ini:

“Sai aran side?” tanya salah saru perempuan itu pada Maryam (My,

2012:191).

“Berembe kabar, Nur?” tanya Maryam. Sengaja ia gunakan bahasa Sasak

agar mereka cepat akrab kembali sebagaimana dulu saat masih bertetangga.

“Solah,” jawab Nur (My, 2012:192).

Dalam upacara perkawinan Maryam dan Umar ditampilkan menu

makanan khas Lombok yaitu pelecing. Juga menjadi menu utama di restoran yang

mereka kunjungi di Praya. Pelecing adalah makanan khas Lombok, berupa

kangkung dan sambal, disajikan bersama ayam bakar yang dikenal sebagai ayam

Universitas Sumatera Utara

Page 108: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

taliwung. Ini semua merujuk kepada ras masyarakat Lombok. Lokasi yang

terdapat dalam novel ini juga merujuk kepada keberadaan masyarakat Lombok.

Maryam tidak menamakan anaknya dengan nama-nama agama,

menunjukkan bahwa dia mencintai tanah kelahirannya. Dia memberi nama

anaknya Mandalika, nama yang berasal dari Lombok. Nama itu diambil dari cerita

Mandalika. Cerita yang sering didengarnya di Gerupuk. Tentang seorang putri

cantik yang diperebutkan dua raja dari dua kerajaan besar. Perang besar akan

terjadi. Tapi Mandalika memilih pergi. Mengorbankan diri agar perang tidak

terjadi. Tragedi ini diabadikan dengan upacara Nyale. Nyale adalah upacara di

pantai selatan Lombok yang lahir dari legenda Putri Mandalika. Digelar setahun

sekali, biasanya pada bulan Februari atau Maret. Saat itu cacing laut muncul di

permukaan dan masyarakat memburunya.

4.2.3.2.3 Relasi Gender

Prinsip relasi gender yang menimbulkan pro dan kontra adalah tingkatan

kedudukan kaum minoritas dan mayoritas. Secara global, kaum minoritas (di

dalam novel ini diwakili oleh pengikut Ahmadiyah), lebih rendah kedudukannya

dari kaum mayoritas (di dalam novel ini diwakili oleh umat Islam keseluruhan).

Ajaran Ahmadi dianggap sesat dan mereka diusir dari rumahnya sendiri. Bahkan

mayatnya pun tidak boleh dikuburkan di pemakaman umum. Posisi prinsip relasi

gender tersebut dapat diidentifikasi dari kutipan berikut ini.

Sesaat kemudian terdengar suara berisik dari arah jalan. Barisan orang-

orang muncul. Memasuki jalan kecil. “Usir! Usir!” teriak mereka.

Terdengar bunyi „brak‟ dan „klontang‟. Mereka melempar sesuatu ke

rumah yang dilewati. Rumah orang tua Maryam nomor empat dari ujung

Universitas Sumatera Utara

Page 109: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

jalan. Itu artinya mereka akan segera sampai.semua orang kini berdiri

bersiap-siap. Pintu rumah ditutup rapat. Ibu Maryam mengunci dari dalam.

Hanya laki-laki yang ada di luar. (My:224-225)

Relasi gender antara anak dan orang tua terlihat dalam dua pola, yaitu anak

yang patuh kepada orang tuanya dan anak yang melawan kepada orang tuanya.

Anak yang patuh kepada orang tuanya dapat dilihat dari hubungan relasi gender

antara Umar dengan ibunya. Dia mau menikahi Maryam yang sudah janda demi

untuk membahagiakan ibunya. Dia juga memilih berhenti kuliah setelah ayahnya

meniggal, demi menemani ibunya dan melanjutkan usaha yang telah dirintis

ayahnya. Contoh lain adalah Maryam yang setelah bercerai dari Alam. Dia

memenuhi keinginan orang tuanya untuk menikah dengan pemuda sesama

Ahmadi, yaitu Umar.

Relasi gender anak yang melawan kepada orang tuanya dapat dilihat

dalam kehidupan Gamal. Setelah dia pulang dari Banten untuk menyelesaikan

penelitian skripsinya, Gamal kehilangan kepercayaannya terhadap ajaran Ahmadi.

Setiap kali diajak oleh ibunya untuk pengajian, dia tidak mau. Katanya karena

banyak tugas yang harus diselesaikannya. Dia juga sering tidak pulang ke rumah.

Dia sering menginap di rumah kawannya. Sampai akhirnya, dia pergi

meninggalkan rumah dan tidak pernah kembali lagi. Seperti pada kutipan berikut:

Gamal benar-benar tak pulang. Bapak-ibunya telah putus asa mencari.

Datang ke kampus. Bertemu dosen-dosen dan mahasiswa-mahasiswa. Tak ada

yang tahu soal Gamal. Lagi pula, semua teman seangkatannya sudah jarang

berada di kampus. Semua sibuk mengerjakan tugas akhir, bahkan banyak yang

sudah lulus. Orang tuanya juga datang ke teman-teman SMP atau SMA, ke siapa

pun yang mereka anggap kenal dengan Gamal. Tak ada yang tahu. (My: 29)

Universitas Sumatera Utara

Page 110: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Secara keseluruhan, relasi gender dalam novel Maryam terjadi antara

suami dengan istri, baik dalam keluarga sesama Ahmadi maupun keluarga yang

berbeda keyakinan. Di dalam keluarga Ahmadi, konflik suami-istri tidak pernah

terjadi. Pernikahan berjalan langgeng dan bahagia. Sebaliknya, dalam keluarga

yang menikah berbeda keyakinan, konflik suami-istri tidak dapat diredam yang

selalu diakhiri perceraian.

4.2.3.3 Struktur Ruang dan Waktu Novel Maryam

4.2.3.3.1 Struktur Ruang

Penggunaan ruang tempat dalam novel ini meliputi Bandara Selaparang,

tempat pesawat Maryam mendarat; Surabaya, tempat Maryam kuliah; Jakarta,

tempat Maryam bekerja dan bertemu dengan Alam hingga akhirnya menikah;

Gerupuk, kampung halaman Maryam; Gegarung, tempat keluarga Maryam tinggal

setelah diusir dari Gerupuk; Sumbawa tempat keluarga Umar sebelum pindah ke

Mataram; Bali, tempat Maryam berbulan madu; dan Lombok, di Gedung Transito

tempat pengungsian kaum Ahmadi.

Gerupuk, merupakan salah satu latar tempat dalam novel ini. Gerupuk

digambarkan berada di pinggir pantai, dengan ombak tinggi. wisatawan

berkunjung ke sana karena tertarik dengan ombak tersebut untuk berselancar.

Gerupuk tidak mempunyai pantai yang berpasir putih seperti umumnya pantai-

paitai lain yang berjajar di pesisir pulau Lombok. Di sana hanya ada dermaga

tempat para nelayan menjual hasil tangkapannya. Tokoh Maryam banyak

menghabiskan hidupnya tinggal di sini, mulai dari lahir sampai dia tamat SMA.

Universitas Sumatera Utara

Page 111: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Gerupuk hanyalah kampung kecil di sudut timur pesisir selatan

Lombok. Nyaris tak dikenal. Peta-peta wisata hanya menggambarkan Kuta

sebagai satu-satunya nama tempat disepanjang garis pantai itu. Baru

tahun-tahun belakangan, ketika orang-orang asing mulai mengetahui ada

ombak tinggi di kampung ini, Gerupuk mulai di datangi. Itu pun hanya

oleh mereka yang ingin mencari kepuasan berdiri di papan selancar,

menakhlukkan ombak yang bergulung tinggi...

Tak ada keistimewaan lain yang ditawarkan Gerupuk selain ombak

tinggi itu. Ia tak punya pantai indah beerpasir putih, sebagaimana pantai-

pantai lain yang berjajar di pesisir ini. Gerupuk adalah deretan erahu-

perahu nelayan, Bau amis ikan, dan nelayan-nelayan yang berkulit legam.

Setiap orang hidup dari tangkapan ikan, udang, atau teripang. (My,

2012:41)

Gegerung, merupakan latar yang juga banyak muncul di dalam novel.

Gegerung adalah tempat tinggal kebanyakan orang Ahmadi, termasuk keluarga

Maryam setelah mereka mengalami pengusiran di Gerupuk. Perumahan di

Gegarung ini khusus dibangun oleh orang-orang Ahmadi yang terusir dari

kampung mereka. Rumah ini dibangun dari hasil sumbangan yang dikumpulkan

oleh organisasi. “Meski terpisah dari rumah-rumah penduduk lain, tanah yang

dihuni orang-orang Ahmadi itu termasuk kampung Gegerung. Sekitar satu

setengah kilometer jauhnya dari perkampungan utama Gegarung, dipisahkan oleh

sawah-sawah padi dan sungai”. (My, 2012:83)

Latar Gedung Transito muncul setelah keluarga Ahmadi diusir dari

Gegarung dan mesjid organisasi dilarang untuk dipergunakan. Latar cerita

terpusat di Gedung transito. Mulai dari Maryam yang bolak-balik ke gedung

tersebut, kehidupan para pengungsi, sampai seluruh kegiatan keagamaan kaum

Ahmadi yang terpusat di sana, sejak mesjid organisasi tidak boleh dipergunakan

lagi. Mereka mengadakan pengajian, dan sholat bersama di gedung tersebut.

Keadaan gedung tersebut juga dipaparkan secara jelas.

Universitas Sumatera Utara

Page 112: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Gedung Transito kian hari terasa kian sesak. Barang-barang

bertambah: baju dan aneka perkakas. Kamar sempit yang disekat dengan

kain itu, kini terlihat penuh tumpukan barang. Enam bayi telah lahir di

pengungsian ini...(My, 2012:266)

Lalu wartawan-wartawan itu minta izin untuk berkelilng ke seluruh

ruangan. Mengambil gambar ruangan besar yang disekat- sekat untuk

menjadi kamar, mewawancarai orang-orang yang bertemu di dalam. Lalu

mereka keluar ke arah dapur. Melihat orang-orang memasak di dapur yang

digunakan bersama-sama, juga mengintip kamar mandi dan tempat

mencuci. (My, 2012:269)

Penggunaan ruang cerita dalam novel Maryam terjadi dalam dua masa,

yaitu masa kini dan masa lalu. Masa kini dan masa lalu dapat diidentifikasi dari

dua pola, yakni penanda tahun dan penanda waktu.

4.2.3.3.2 Struktur Waktu

Penanda tahun terlihat dari pencantuman nama bulan yang diikuti tahun

untuk menandai tindakan dan kejadian. Misalnya, cerita dimulai dari Januari

2005 dengan ditandai oleh kepulangan Maryam ke kampung halamannya karena

bercerai dengan Alam. Hal ini dapat diidentifikasi pada pengalihan struktur waktu

cerita, dari masa kini ke masa lalu dalam proses pernikahan Alam dengan Maryam

yang diceritakan secara mundur pada akhir tahun 2000. sebagaimana terlihat

dalam kutipan berikut ini.

Januari 2005. Apa yang diharapkan oleh orang yang terbuang pada

sebuah kepulangan?ucapan maaf, uangkapan kerinduan, atau tangis

kebahagiaan?

Tidak semuanya bagi Maryam. Ia pulang tanpa membawa harapan.

Ia bahkan tak punya bayangan apa yang akan dijumpainya di kampung

halaman. Ia tak berpikir apakah kedatangannya amasih ada yang

menantikan, atau malah akan menghidupkan kembali sisa kemarahan. Ia

juga tidak tahu apa yang akan dilakukannya di sana. Akankah ia hanya

singgah sesaat lalu segera kembali terbang entah ke mana atau akankah ia

tinggal selamanya? Entahlah ... Ia hanya ingin pulang. Itu saja. (My,

2012:13)

Universitas Sumatera Utara

Page 113: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Di samping penggunaan penanda tahun, novel Maryam juga menggunakan

penanda waktu, seperti pagi, siang, sore, dan malam. Secara keseluruhan, penanda

waktu siang mendominasi struktur waktu cerita. Penanda waktu yang lain juga

digunakan tetapi waktu penggunaan tidak terus-menerus, bergantung pada

keperluan, misalnya waktu malam untuk pengajian, istirahat, dan memberi

nasehat kepada anak. Waktu sore digunakan untuk beribadah, pengajian, dan

pelaksaaan pernikahan. Waktu pagi digunakan untuk berangkat bekerja, jalan-

jalan, dan memulai aktifitas.

Penggunaan penanda waktu tidak hanya didominasi oleh penanda waktu

kekinian. Novel Maryam memiliki penanda waktu masa lalu. Hal ini dapat

diidentifikasi dari penghubungan keadaan Maryam masa kini dengan keadaan

Maryam masa lalu. Hal ini terlihat dari karakter Maryam yang mengenang masa

kecilnya saat ia bersama teman-temannya menjajakan gelang dan kalung untuk

sekedar menambah uang jajan. Hal ini terlihat dari kutipan sebagai-berikut:

...Ada juga yang tak butuh waktu terlalu lama untuk membeli. Mereka

tersentuh oleh wajah memelas anak itu. Cepat-cepat membeli artinya juga

segera bisa menikmati liburan mereka tanpa diganggu oleh pedagang kecil

itu lagi. Karena jika tidak, anak itu akan mengikutinya sampai dagangan

itu dibeli. Semua anak yang melihat akhinya mengikuti cara itu. Maryam

pun demikian, tak peduli apa yang dikatakan turis-turis itu. Tak

mengambil hati pada apa yang mereka katakan, yang penting barang harus

terjual. Anak-anak senang tiap hari mendapat uang. Jauh lebih senang lagi

pemilik toko yang memasok barang. (My, 2012:189)

Berdasarkan penjelasan di atas, deskripsi ruang cerita novel Maryam

melibatkan kota-kota utama di Pulau Lombok dalam struktur waktu masa kini dan

masa lalu, baik dengan penanda tahun maupun penanda waktu. Struktur ruang

Universitas Sumatera Utara

Page 114: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

cerita tidak dideskripsikan secara terperinci sehingga keadaan kota tidak dapat

diidentifikasi secara konkret. Hal ini disebabkan penceritaan lebih berpusat pada

pemunculan dan pemecahan masalah sehingga pendeskripsian ruang cerita hanya

terbatas pada kondisi rumah, pemandangan alam sekitar pantai, Gedung Transito,

dan halamannya.

Sebaliknya, struktur waktu ditampilkan dengan konkret sehingga diperoleh

informasi akurat bahwa kejadian dalam novel dimulai tahun cerita dimulai dari

tahun 1993, bulan terakhir tahun 1995, Oktober 1997, awal tahun 2000, Januari

2005, Juni 2008, hingga Januari 2011. Perjalanan hidup Maryam juga disebutkan,

misalnya tahun ia lulus sekolah, kuliah, pernikahan sengan Alam, perceraiannya

dengan Alam, pernikahanya dengan Umar, penyerbuan terhadap pengikut

Ahmadi, hingga saat berada di pengungsian. Perakhir, pengiriman surat

permohonan Maryam yang ketiga kepada Bapak Gubernur untuk meminta

keadilan atas apa yang telah menimpa pengikut Ahmadi.

4.2.3.4 Struktur Transmisi Narasi Novel Maryam

Struktur transmisi novel Maryam dibangun oleh sudut pandang orang

ketiga yang serba tahu. Orang ketiga ini dimunculkan pengarang dalam diri

Maryam, Umar, Alam, dan lain-lain. Maryam sebagai tokoh utama mendominasi

cerita. Kedudukan Maryam sebagai pengikut Ahmadi yang pernah berpaling,

menunjukkan bahwa keimanan Maryam lemah. Kegagalannya membina rumah

tangga dengan Alam, membuat Maryam tersadar. Dia menikah untuk yang kedua

kalinya dengan Umar, seorang Ahmadi. Maryam tersentuh melihat penderitaan

Universitas Sumatera Utara

Page 115: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

yang dialami oleh kaum Ahmadi. Mereka dihina, diserang, dan diusir. Maryam

membela mereka untuk meminta keadilan kepada pemerintah. Maryam

melakukan berbagai cara.

Penggunaan sudut pandang orang ketiga yang serba tahu dalam novel

Maryam, menjadikan pengarang sebagai pemilik pesan. pengarang

mengomunikasikan pada pembaca melalui narator dan penarasi. Narator utama

adalah Maryam. Di samping narator, muncul penarasi yang menjelaskan keadaan

tokoh lain dan lingkungan hidupnya. Penarasi ini menjadi jalan masuk pengarang

untuk memberi komentar dan deskripsi tertentu untuk memperkuat karakteristik

tokoh cerita.

Antara narator dan penarasi dalam novel Maryam memiliki kesamaan

sudut pandang, yakni menggunakan sudut pandang orang ketiga: dia atau ia atau

menyebut nama diri. Berikut ini pemunculan narator utama yang menggunakan

monolog dengan bantuan penarasi dalam satu jenis sudut pandang, “Maryam

mulai menebak-nebak apa yang sebenarnya ingin disampaikan ibunya. Pikiran itu

kemudian muncul begitu saja: ibunya akan mengajaknya untuk kembali

sepenuhnya untuk menjadi Ahmadi. Memintanya untuk mau kembali dibaiat,

disumpah untuk setia dan selamanya tak akan pernah ingkar. Maryam mulai

gentar.” (My, 2012:148-149)

4.3 Analisis Realitas Sosial

Realitas sosial adalah kenyataan hidup yang terjadi dalam masyarakat.

Karya sastra secara keseluruhan mengambil bahan melalui kehidupan masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

Page 116: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Dengan ciri keatifitas dan imajinasinya, sastra memiliki kemungkinan yang paling

luas dalam mengalihkan keberagaman kejadian alam sdemesta dari kualitas

kehidupan sehari-hari ke dalam kualitas dunia fiksional. Realitas sosial dapat

diidentifikasi dari peristiwa, waktu, tempat, dan pelaku yang terdapat dalam karya

sastra yang berkorelasi dengan peristiwa, waktu, tempat, dan pelaku dalam realitas

faktual. Di dalam deskripsi dan analisis realitas sosial novel-novel karya Okky

Madasari, penelitian ini dipusatkan pada kajian riwayat hidup pengarang yang

berkorelasi dengan realitas fiksi dalam novel yang ditulisnya. Oleh karena itu,

pendeskripsian dan penganalisisan didasarkan pada isi cerita yang diurutkan

sesuai dengan penomoran sumber data penelitian ini.

4.3.1 Realitas Sosial Novel Entrok

4.3.1.1 Kehidupan Spiritual Masyarakat Jawa

Keberadaan tokoh Sumarni dan Rahayu dalam teks yang terus melakukan

proses interaksi dengan tokoh-tokoh lain dan latar sosialnya secara bertahap

mampu memberikan pengaruh dalam terbentuknya pandangan hidup tokoh utama.

Mengingat tokoh Sumarni dan Rahayu hidup di lingkungan sosial budaya Jawa

yang sarat dengan nilai, norma, konvensi, serta tata aturan baik yang tertulis

maupun tidak tertulis, maka pandangan hidup yang ada pada diri Sumarni dan

Rahayu adalah pandangan hidup Jawa.

Pandangan hidup Jawa bukanlah suatu agama, tetapi suatu pandangan

hidup dalam arti yang luas, yang meliputi pandangan terhadap Tuhan dan alam

semesta beserta posisi dan peranan manusia di dalamnya. Hal ini meliputi pula

Universitas Sumatera Utara

Page 117: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

pandangan terhadap segala aspek kehidupan manusia, termasuk pula pandangan

terhadap kebudayaan manusia beserta agama-agama yang ada.

Adapun posisi tokoh Sumarni dan Rahayu dalam novel Entrok

digambarkan sebagai wanita yang hidup di lingkungan keluarga Jawa yang

diinternalisasi dengan nilai kewanitaan, bahwa wanita itu harus mampu

menempatkan (memposisikan) diri di bawah laki-laki; pasrah, nrimo, sabar dan

ikhlas. Hal itu seperti yang dikemukakan Christina (2004: 24) bahwa kata

“wanita” berasal dari kata wani (berani) dan ditata (diatur). Artinya, seorang

wanita adalah sosok yang berani ditata atau diatur. Dalam kehidupan praktis

masyarakat Jawa, wanita adalah sosok yang selalu mengusahakan keadaan tertata

hingga untuk itu pula dia harus menjadi sosok yang mau diatur.

Dalam makna yang lain, yaitu “perempuan”, tampaknya tidak cukup bisa

menggambarkan kenyataan praktis sehari-hari wanita Jawa. Akar kata

“perempuan” adalah empu yang berarti guru. Makna kata ini lebih

menggambarkan kenyataan normatif daripada kenyataan praktis sehari-hari.

Bahkan, dalam penggunaannya kita lebih sering mendengar kata perempuan

dipakai untuk ungkapan hal yang kurang sedap seperti “main perempuan‟, dan

lain-lain.

Yana (2012: 15-16) mengatakan bahwa, sebagian orang Jawa masih belum

dapat memisahkan mitos dari kehidupan mereka. Yang dimaksud orang Jawa

adalah orang yang bahasa ibunya adalah bahasa Jawa dan merupakan penduduk

asli bagian tengah dan timur pulau Jawa. Berdasarkan golongan sosial, orang Jawa

dibedakan menjadi :

Universitas Sumatera Utara

Page 118: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

1. Wong cilik (orang kecil), terdiri dari petani dan mereka yang berpendapatan

rendah.

2. Kaum priyayi, terdiri dari pegawai dan orang-orang intelektual.

3. Kaum ningrat, gaya hidupnya tidak jauh dari kaum priyayi.

Selain dibedakan golongan sosial, orang Jawa juga dibedakan atas dasar

keagamaan dalam dua kelompok yaitu :

1. Jawa kejawen, yang sering disebut juga abangan yang dalam kesadaran dan

cara hidupnya ditentukan oleh tradisi Jawa pra-Islam. Kaum priyayi

tradisional hampir seluruhnya dianggap Jawa Kejawen, walaupun mereka

secara resmi mengaku Islam.

2. Santri, yang memahami dirinya sebagai orang Islam atau orientasinya yang

kuat terhadap agama Islam dan berusaha untuk hidup menurut ajaran Islam.

Masyarakat Jawa percaya bahwa Tuhan adalah pusat alam semesta dan

pusat segala kehidupan, karena sebelumnya sebelumnya semua terjadi di dunia

ini, Tuhanlah yang pertama kali ada. Yang dimaksud pusat yang dalam pengertian

ini adalah yang dapat memberikan penghidupan, keseimbangan, dan kestabilan,

yang dapat juga memberi kehidupan dan penghubungan dengan dunia atas.

Pandangan orang Jawa tentang hal tersebut biasa disebut dengan Kawula Ian

Gusti, yaitu pandangan yang beranggapan bahwa kewajiban moral manusia adalah

mencapai harmoni dengan kekuatan terakhir dan pada kesatuan terakhir itulah

manusia menyerahkan diri sebagai kawula terhadap gustinya (Yana, 2012: 16).

Sikap penyerahan diri sebagai kawula terhadap gustinya dialami oleh

tokoh Teja. Teja tidak mau berusaha mengubah nasibnya. Dia seorang kuli

Universitas Sumatera Utara

Page 119: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

angkat barang. Ayahnya Mbah Noto juga bekerja sebagai kuli angkat barang.

Pekerjaan itu seolah-olah merupakan pekerjaan yang diwariskan dari orang tua ke

anak. Setelah menikah Teja juga bekerja sebagai pengangkat barang, hanya saja

dia mengangkat barang dagangan Sumarni, istrinya. Teja tidak pernah tahu berapa

keuntungan yang didapat oleh Marni. Dia juga tidak tahu berapa harga barang

yang dibeli dan dijual. Teja hanya tahu mengangkat barang dagangannya saja.

Yang penting bagi Teja, dia bisa membeli tembakau linting setiap hari. Teja tidak

pernah berusaha untuk mengetahui tentang cara berdagang. Dia menerima

nasibnya sebagai buruh kuli angkat barang yang dianggapnya sebagai suratan

yang sudah ditetapkan oleh Sang Pencipta untuknya.

Sebagian besar orang Jawa juga termasuk dalam golongan bukan muslim

santri yaitu yang telah mencampurkan beberapa konsep dan cara berpikir Islam

dengan pandangan asli mengenai alam kodrati dan alam adikodrati. Pandangan

hidup merupakan pengalaman hidup. Pandangan hidup adalah sebuah pengaturan

mental dari pengalaman hidup yang kemudian dapat mengembangkan suatu sikap

terhadap hidup. Ciri khas dari pandangan hidup orang Jawa adalah realitas yang

mengarah kepada pembentukan kesatuan antara alam nyata, masyarakat dan alam

adikodrati yang dianggap keramat. Orang Jawa percaya bahwa kehidupan mereka

telah ada garisnya, mereka hanya menjalankan saja (Yana, 2012:16).

Dasar kepercayaan Jawa (Kejawen, Javanisme) adalah keyakinan bahwa

segala sesuatu yang ada didunia ini pada hakikatnya adalah satu atau merupakan

kesatuan hidup. Javanisme memandang kehidupan manusia selalu berpaut erat

Universitas Sumatera Utara

Page 120: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

dalam kosmos alam raya. Dengan demikian maka kehidupan manusia merupakan

suatu perjalanan yang penuh dengan pengalaman-pengalaman yang religius.

Tokoh Sumarni memiliki pandangan hidup Jawa yang kuat pada ritual

nyuwun (berdoa) kepada ruh leluhur, memegang pakem ilok ora ilok, serta sabar

dan nrima yang didapat dari tokoh Simbok ibunya. Kaitannya dengan pandangan

dunia Jawa yang erat dengan kebatinan, Niels Mulder (1999: 62-64)

mengungkapkan bahwa inti penting dari kejawen adalah kebatinan, yaitu

pengembangan kehidupan batin dan diri yang terdalam seseorang. Diri terdalam

itulah yang sebenarnya menyusun mikrokosmos dari kehidupan yang meliputi

segala-galanya. Dalam pandangan kejawen, gerakan diri ini harus mengalir dari

luar ke bagian dalam, dari penguasaan yang lahir ke pengembangan yang batin,

dari menjadi sungguh-sungguh sadar terhadap situasi sosial sampai menjadi peka

terhadap kehadiran “Kehidupan” dan perwujudan “Kehidupan” itu di dalam batin.

Alam pikiran orang Jawa merumuskan kehidupan manusia berada dalam

dua kosmos (alam) yaitu makrokosmos dan mikrokosmos. Makrokosmos dalam

pikiran orang Jawa adalah sikap dan pandangan hidup terhadap alam semesta

yang mengandung kekuatan supranatural dan penuh dengan hal-hal yang bersifat

misterius.

Sedangkan mikrokosmos dalam pikiran orang Jawa adalah sikap dan

pandangan hidup terhadap duniaa nyata. Tujuan utama dalam hidup adalahh

mencari serta menciptakan keselarasan atau keseimbangan antara kehidupan

makrokosmos dan mikrokosmos.

Universitas Sumatera Utara

Page 121: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Dalam alam makrokosmos, maka pusat dari alam semesta adalah Tuhan.

Alam semesta memiliki tingkatan yang ditujukan dengan adanya jenjang alam

kehidupan orang Jawa dan adanya tingkatan dunia yang semakin sempurna. Alam

semesta terdiri dari empat arah utama ditambah satu pusat yaitu Tuhan yang

mempersatukan dan memberi keseimbangan.

Sikap dan pandangan terhadap dunia nyata (mikrokosmos) dapat tercermin

pada kehidupan manusia dengan lingkungan, susunan manusia dalam masyarakat,

tata kehidupan manusia sehari-hari dan segala sesuatu yang dapat terlihat oleh

mata. Dalam menghadapi kehidupan, manusia yang baik dan benar di dunia ini

tergantung pada kekuatan batin dan jiwanya.

Bagi orang Jawa pusat di dunia ada pada raja dan keraton. Tuhan adalah

pusat makrokosmos sedangkan raja adalah perwujudan Tuhan didunia sehingga

dalam dirinya terdapat keseimbangan berbagai kekuatan alam. Jadi raja

merupakan pusat komunitas didunia seperti halnya raja menjadi mikrokosmos dari

Tuhan dengan keraton sebagai kediaman raja. Keraton merupakan pusat keramat

kerajaan dan bersemayamnya raja karena raja merupakan sumber kekuatan alam

yang mengalir ke daerah dan membawa ketentraman , keadilan dan kesuburan.

Sementara itu, pakem ilok ora ilok bukan hanya terbatas pada pengertian

„pantas tidak pantas‟, melainkan memiliki kandungan makna filosofi, yaitu berisi

tentang nilai luhur berkaitan dengan batasan moral mana yang baik untuk

dilakukan dan mana pula batasan moral yang tidak pantas untuk dilakukan.

Adapun sifat nrima, pasrah, dan ikhlas di sini oleh tokoh Simbok dipandang

bukan sebagai kelemahan atau kekalahan, tetapi lebih pada menjaga keselarasan

Universitas Sumatera Utara

Page 122: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

hidup dengan cara menjalankan perannya masing-masing. Ratnawati (dalam

“Perempuan dan Ajaran Perenialis dalam Serat Wulang Putri”, 2008)

mengutarakan pendapat bahwa sabar, legawa dan lila adalah sebuah permainan

emosi dalam usaha mengatasi konflik. Penyabar bukanlah bawaan lahir atau

kodrat melainkan harus dipelajari terus menerus sepanjang hayat.

Sikap nrimo dapat dilihat juga melalui perlakuan Pak Suyat yang menikahi

dua orang perempuan, yaitu Yu Parti dan Yu Yem. Suatu hari, Yu Parti baru saja

bertengkar dengan Yu Yem. Yu Parti bekerja sebagai pedagang pecal pincuk

menuding Yu Yem yang bekerja sebagai pedangang cabe di pasar Ngranget, telah

merebut suaminya. Cabe yang ada di los Yu Yem disapunya dengan tangannya

sehingga berserakan. Mereka saling jambak dan adu mulut. Tidak ada orang yang

berani memisahkan. Melihat Pak Suyat datang, kedua perempuan yang bertengkar

itu lalu terdiam. Pak Suyat menarik tangan Yu Parti untuk mengajaknya pulang.

Yu Parti menurut dan mereka pun pulang.

Hal yang sama juga dialami oleh Sumarni, ketika dia menghadapi Teja

yang tidak mau mengubah hidupnya sebagai kuli angkat barang. Marni nrimo

sikap Teja yang demikian, walaupun dia harus bekerja membanting tulang untuk

menghidupi keluarganya. Di samping itu, Teja juga menikah sirih dengan

perempuan lain atau gendakan dengan sinden. Marni tidak peduli dengan

perbuatan Teja kepadanya. Marni menganggap gendakan sebagai hal yang wajar

dalam kehidupan kaum laki-laki.

Pandangan hidup Jawa dalam teks berangkat dari realitas yang ada pada

masyarakat Jawa. Walau begitu, pandangan hidup Jawa dalam teks bukanlah

Universitas Sumatera Utara

Page 123: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

realitas pandangan hidup Jawa, tetapi hanya refleksi, citraan, atau imaji. Adapun

tentang pandangan hidup Jawa dalam teks bertolak dari pembedaan antara dua

segi yang fundamental, yaitu segi lahir dan segi batin. Sebagai makhluk alam,

manusia merupakan makhluk jasmani, ia memiliki dimensi lahir. Kita mengerti

orang lain pertama-tama melalui dimensi lahirnya. Akan tetapi di belakang

dimensi lahirnya itu terselubunglah segi batinnya (Franz Magnis-Suseno, 2001:

117-118).

Sedangkan tokoh Rahayu dalam novel Entrok diposisikan sebagai wanita

Jawa yang hidup di dalam keluarga yang sudah mengalami kemajuan dalam

pendangan tentang pendidikan, tapi masih memegang teguh tradisi kejawen.

Tokoh Rahayu dihadirkan sebagai anak dari tokoh Sumarni yang memiliki peran

sangat besar dalam memberi landasan pendidikan kepada tokoh Rahayu tentang

hormat dan memohon kepada ruh leluhur. Sebagai anak yang berpendidikan

(lebih-lebih agama Islam), Rahayu kemudian tumbuh menjadi wanita Jawa

modern.

Adanya interaksi dengan tokoh lain seperti tokoh Pak Wiji dan Amri

Hasan membuat dia memiliki pandangan dan keyakinan yang berbeda dengan

ibunya. Tokoh Rahayu menjadi wanita yang memiliki karakter keras memegang

keyakinan dan cenderung tertutup terhadap perbedaan. Hal itu membuatnya sering

bersitegang dengan ibunya. Perkenalan Rahayu dengan tokoh Amri Hasan

membuat ia terinspirasi untuk memberontak dari kesewenang-wenangan dan itu

bertentangan dengan laku hidup Jawa yang diajarkan oleh ibunya untuk nrima dan

pasrah. Tokoh Rahayu menjadi wanita Jawa yang hilang kejawaannya. Dia tidak

Universitas Sumatera Utara

Page 124: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

berusaha untuk menghindari konflik demi memperoleh ketenangan dan

ketenteraman hidup. Akan tetapi, dia justru lebih memilih menghadapinya

daripada harus diam dan pasrah.

4.3.1.2 Kemiskinan

Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk

memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung,

pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat

pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan

pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Gambaran kekurangan materi,

yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan

pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi

kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar. Gambaran tentang kebutuhan

sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk

berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi.

Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup

masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.

Gambaran lain tentang kemiskinan adalah kurangnya penghasilan dan kekayaan

yang memadai.

Sebagaimana kondisi masyarakat di awal-awal kemerdekan yang masih

miskin, kondisi keluarga tokoh Simbok dan Sumarni pun tidak jauh berbeda.

Dalam kondisi kemiskinan seperti itu kebutuhan yang paling utama adalah makan.

Universitas Sumatera Utara

Page 125: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

“...Aku diam. Aku tahu Simbok benar. Bisa makan tiap hari saja sudah harus

disyukuri. Simboklah yang mencari semuanya. Setiap hari ke pasar. Kalau pas

untung ya ada pekerjaan. Kalau tidak ya mencaqri sisa-sisa dagangan yang akan

dibuang penualnya. Kadang Simbok menawarkan diri untuk membantu pedagang-

pedagang itu (En, 2010:17-18).

Hal itu dipertegas oleh Dhika Harbi (2009:64), bahwa pada masa Orde

Lama, mayoritas masyarakat Indonesia pribumi masih tetap bekerja sebagai

petani. Elit politik berperan sebagai birokrat negara tanpa basis ekonomi, tak ada

pengusaha pribumi yang berarti dan tak ada borjuis yang berperan dalam

ekonomi, bahkan yang menguasai perdagangan Indonesia. Hal tersebut membuat

kondisi masyarakat Indonesia dalam hal ekonomi menjadi semakin terpuruk.

Di samping sebagai petani, masyarakat bekerja sebagai kuli bangunan, kuli

angkat barang dan menarik andong, seperti yang dilakukan oleh ayah Tinah,

pamannya Sumarni, Mbah Noto, dan Teja. Sedangkan para janda yang tidak

mempunyai suami lagi, mereka bekerja sebagai buruh kupas ubi, menanam padi,

atau menumbuk kopi untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Sebagian pedagang

perempuan juga banyak yang tidak memilik rumah, mereka tidur di los tempat

mereka berjualan. “...aku melihat ada beberapa yang tidur di los itu. Kata Teja,

mereka pedagang yang tiap hari tidur di pasar. Pedagang-pedagnang itu

kebanyakan perempuan seumuran Simbok. Mereka tidak pernah memakai entrok,

apalagi berniat membelinya” (En, 2010: 22).

Keadaan rumah masyarakat pedesaan waktu itu juga masih banyak yang

terbuat dari bambu atau gubuk yang masih berlantai tanah yang dialas dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 126: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

tikar pandan. Peralatan rumah masih sangat sederhana. Alat masak tradisional dan

pawon (tungku tradisional yang terbuat dari batu bata dengan bahan bakar kayu).

Masyarakat menggunakan air pancuran untuk air minum, mandi, dan mencuci.

mereka membangun WC umum yang masih tradisional yang disebut jumleng,

yaitu WC yang dibangun di tempat terbuka, kotoran langsung masuk ke tanah

tanpa disiram air. “...Simbok masih tidur saat aku beranjak ke pancuran di

belakang rumah. Didekatnya ada jumbleng. Siapa tahu sakitnya karena aku mau

buang kotoran” (En, 2010:30).

4.3.1.3 Buruh Perempuan

Terjadinya perbedaan pembagian upah ini tidak saja dimaklumi oleh buruh

perempuan itu sendiri, tetapi juga tetap dipertahankan oleh Nyai Dimah dan

beberapa pengusaha yang mempekerjakan buruh perempuan. Nyai Dimah adalah

seorang perempuan yang memperkerjakan Simbok dan Sumarni sebagai buruh

pengupas singkong ditempatnya. Nyai Dimah ikut mewariskan budaya patriarki

yang memang sudah tertanam di dalam suatu budaya dan telah menjadi kebiasaan.

Seperti kutipan yang tampak di bawah ini.

Hari berganti hari, aku dan Simbok masih tetap mengupas

singkong, diupahi dengan singkong. Alih-alih membeli entrok, uang

sepeserpun belum pernah kuterima. Pernah suatu kali kuberanikan diri

meminta upah uang kepada Nyai Dimah, tapi langsung ditolak oleh Nyai

Dimah. Kata Nyai Dimah, ia tidak mampu mengupahi uang. Lagi pula di

pasar ini semua buruh perempuan diupahi dengan bahan makanan. Dia

menyuruhku bekerja di tempat lain jika tidak percaya.Nyai Dimah

memang benar. Kepada siapa pun aku bekerja di pasar ini, aku akan

diupahi dengan bahan makanan ...(En, 2010:29- 30).

Universitas Sumatera Utara

Page 127: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Masyarakat patriarki adalah masyarakat yang menganut sistem

berdasarkan pada kesepakatan laki-laki. Dalam suatu masyarakat tertentu

perempuan termarginalisasikan dan dipinggirkan melalui pekerjaan domestik.

Dalam pembagian upah pun perempuan selalu dipinggirkan seperti yang terjadi

pada kutipan di atas bahwa perempuan selalu mendapatkan opresi yang dilakukan

oleh kuasa patriarki tanpa memedulikan beban yang harus diterima oleh

perempuan. Kuasa patriarki telah membedakan pembagian upah antara laki-laki

dan perempuan membuat para perempuan, dalam hal ini Sumarni, mengalami

pemiskinan ekonomi yang menyebabkan keterbatasan untuk mengembangkan

kesejahteraannya sebagai manusia. Menurut Sunarijati hal tersebut terjadi karena

dalam konsep patriaki, perempuan bukanlah pencari nafkah utama, melainkan

pencari nafkah tambahan (2007: 31).

Ketika ada perempuan yang bekerja, mereka tidak dibayar dengan uang

karena adanya konsep patriarki tersebut. Sunarijati (2007: 31) menjelaskan bahwa

perempuan merupakan manusia yang pasrah pada konsep patriarki, tidak ada

perlawanan yang dilakukan oleh perempuan. Perempuan pada umumnya selalu

menurut dan menerima apa yang terjadi dengan dirinya begitu saja tanpa

menuntut haknya sebagai perempuan.

Penjelasan Sunarijati dikuatkan dengan pendapat Suseno (2001: 142-143)

yang mengatakan adanya konstruksi budaya Jawa yang mengatakan bahwa

perempuan Jawa hendaknya bersikap sabar dan nrima. Sabar berarti mempunyai

nafas panjang dalam kesadaran bahwa pada waktunya nasib baik pun akan tiba,

sedangkan nrima memiliki arti bahwa orang dalam keadaan kecewa dan dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 128: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

kesulitan apapun bereaksi dengan rasional, tidak ambruk, dan juga tidak

menentang secara percuma. Dengan kata lain, perempuan digambarkan sebagai

makhluk yang lemah, yang hanya bisa bergantung di bawah kekuasaan laki-laki.

Keadaan tersebut yang mengakibatkan munculnya ketidakadilan yang dialami

oleh perempuan.

Ketidakdilan gender terjadi karena adanya anggapan yang salah terhadap

jenis kelamin dan gender. Di masyarakat luas selama ini terjadi pengukuhan

pemahaman yang kurang tepat mengenai konsep gender. Yang disebut gender

adalah suatu sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang

dikonstruksikan secara sosial maupun kultural (Fakih, 2010: 8). Konsep gender

yang melekat pada masyarakat. Entrok adalah adanya anggapan bahwa pekerjaan

mengurus rumah tangga dan mengurus anak adalah pekerjaan perempuan. Secara

tidak langsung perempuan dalam budaya patriarki diposisikan pada tugas-tugas

domestik tersebut. Laki-laki, baik suami maupun anak tidak diperbolehkan ikut

campur dalam pekerjaan domestik karena mereka memiliki tempat bekerja

sendiri, yaitu tugas publik.

Pembagian kerja antara perempuan dan laki-laki merupakan suatu

pemahaman yang salah kaprah sebab perempuan juga dapat mengerjakan

pekerjaan publik dan laki-laki pun dapat mengerjakan pekerjaan rumah tangga

atau domestik. Bagi Sumarni, pekerjaan publik ternyata lebih menguntungkan

daripada pekerjaan domestik dan hal inilah yang menyebabkan perempuan

menjadi inferior dan laki-laki menjadi superior.

Universitas Sumatera Utara

Page 129: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Memang benar, di pasar tidak ada perempuan yang nguli, pekerjaan berat

mengunakan tenaga besar. Buruh perempuan mengerjakan pekerjaan yang halus

dan enteng, seperti mengupas singkong,menumbuk padi, atau menumbuk kopi.

Tetapi jika ditelusuri lebih jauh, begitu buruh-buruh perempuan itu sampai di

rumah, mereka harus mengerjakan semua pekerjaan yang ada, mengambil air dari

sumbernya dengan menempuh perjalanan naik-turun. “...Berat satu jun yang berisi

penuh air sama saja dengan satu goni berisi singkong. Tidak ada laki-laki yang

mengambil air, katanya itu urusan perempuan. Ya jelas lebih enak nguli daripada

ngambil air. Nguli diupahi duit, sementara mengambil air tidak pernah dapat apa-

apa.” (En, 2010: 37).

Pembagian kerja itu terjadi karena adanya konstruksi budaya patriarki

yang menciptakan pembagian kelas antara laki-laki dan perempuan. Perempuan

dianggap hanya mampu mengerjakan pekerjaan domestik. Jika ada perempuan

yang melakukan pekerjaan publik, ia akan menerima penolakan dari masyarakat.

Pembagian kerja sebenarnya bukanlah kodrat dari Tuhan, melainkan

konstruksi budaya patriarki yang telah mendarah daging. Lebih dari itu,

masyarakat beranggapan bahwa jenis kelamin perempuan memiliki semacam

kelas tersendiri dalam pelapisan sosial. Lebih tegas, Worsley (Sugihastuti-

Suharto, 2010: 208) menjelaskan tentang adanya pembagian kelas antara laki-laki

dan perempuan. Perempuan di masyarakat patriarki merupakan kelas yang lebih

rendah dari pada laki-laki. Adanya anggapan itu, membuat perempuan tidak dapat

bekerja di luar dari pekerjaan domestik. Kalaupun ada perempuan yang bekerja di

Universitas Sumatera Utara

Page 130: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

luar pekerjaan domestik, hanya pekerjaan publik yang ringan dan mudah saja

yang dapat dilakukan oleh perempuan.

Ketidakadilan yang muncul dalam Entrok terjadi dalam berbagai aspek

kehidupan. Karena distereotipekan sebagai makhluk yang lemah, perempuan

dikontrol sedemikian rupa oleh anggota keluarganya. Hal ini dapat dilihat ketika

tokoh Sumarni yang memiliki pemikiran bahwa bekerja di ranah domestik

tidaklah seenak bekerja di ranah publik. Kalau dilihat dalam porsi pembagian

kerja, seharusnya perempuan mendapatkan upah yang lebih besar daripada laki-

laki. Karena sebenarnya perempuan dapat mengerjakan kedua pekerjaan tersebut,

baik pekerjaan di ranah domestik ataupun di ranah publik. Namun, karena adanya

konstruksi yang menjadikan perempuan hanya sebagai pelengkap dari laki-laki,

maka perempuan tidak dapat berbuat banyak hal selain menerima konstruksi

tersebut. “...Aku dan Simbok bukan satu-satunya orang yang menyusuri jalanan

pagi ini. Di depan kami, di belakang, juga di samping, perempuan-perempuan

menggendong tenggok menuju Pasar Ngranget. Kami semua seperti kerbau yang

dihela di pagi buta, menuju sumber kehidupan.” (En, 2010: 22)

4.3.1.4 Rezim Orde Baru

Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto yang

menggantikan Orde Lama atau masa pemerintahan Presiden Soekarno. Orde Baru

berlangsung dari tahun 1966–1998. Dalam jangka waktu tersebut banyak

peristiwa yang terjadi mengisi lembar-lembar sejarah Orde Baru. Pada masa Orde

Baru kekuasaan sering digunakan sebagai senjata untuk mendapatkan uang. Tidak

Universitas Sumatera Utara

Page 131: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

hanya Presiden dan pejabat tinggi negara, orang-orang yang mempunyai jabatan

di daerah pun memanfaatkan kedudukan mereka untuk memperkaya diri sehingga

terjadi praktik penyalahgunaan kekuasaan yang berujung dengan korupsi. Bahkan

aparat keamanan yang seharusnya bertugas untuk melindungi, ikut melakukan

praktik penyalahgunaan kekuasaan dengan cara memeras uang rakyat dengan

dalih sebagai uang keamanan.

Realitas sosial termuat dalam novel Entrok karya Okky Madasari.

Pengarang mengambil fakta sejarah pada zaman Orde Baru di Indonesa pada era

tahun 1950–1999 sebagai latar dalam novelnya. Dalam novel ini, pengarang

menggambarkan kejadian-kejadian yang terjadi pada masa Orde Baru dengan

teknik penceritaan tertentu yang menyebabkan pembaca dapat merasakan kejadian

yang terjadi pada masa Orde Baru.

Isi novelnya mempunyai kedekatan dengan fakta sejarah, yaitu masa Orde

Baru. Banyak peristiwa yang terjadi pada masa Orde Baru diangkat dalam novel

Entrok, misalnya peristiwa pemboman stupa di Borobudur, kemenangan partai

kuning (Golkar) pada pemilu awal di Indonesia, dan praktik-praktik pemerasan

oleh tentara terhadap rakyat kecil yang tidak mempunyai kekuasaan.

Novel ini memang memiliki nilai dokumenter khususnya dalam ranah

politik. Dengan mudah ketika membaca Entrok kita akan menemukan kronik dari

berbagai peristiwa politik yang terjadi di tahun 1950-1999. Misalnya soal Pemilu

yang mengharuskan pemilih untuk memilih lambang tertentu, peristiwa peledakan

candi Borobudur, petrus (pembunuhan misterius), polemik waduk kedungombo,

Universitas Sumatera Utara

Page 132: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

dan lain-lain. Ini mengingatkan akan sejarah dan peristiwa sosial dan politik

masa lampau yang mungkin nyaris dilupakan.

Salah satu contoh adalah kisah penggusuran sebuah kampung untuk

dijadikan proyek bendungan. Walau tak disebutkan secara jelas kisah ini akan

mengingatkan kita akan waduk Kedungombo. Di kisah ini akan terlihat dengan

jelas bagaimana lagi-lagi tentara dikerahkan untuk menekan penduduk desa yang

hendak mempertahankan tanahnya agar mau pindah. Cap sebagai kampung PKI

kembali menjadi senjata ampuh untuk menakut-nakuti masyarakat agar mau

pindah”. Hal ini tergambar dalam novel seperti kutipan berikut:

“Pak Kyai, sampeyan dengar apa kata orang ini? Mereka semua

yang ada di sini sudah jadi pembangkang. Semuanya sudah jadi orang-

orang komunis. Sampeyan ada di sini dan tidak melakukan apa-apa?”

“Aku tidak ada urusan dengan hal seperti itu. Kami di sini hanya

mau mendidik anak-anak. Titik.”

“Mun, sekarang semuanya terserah kowe. Yang jelas, minggu

depan ini giliran desamu yang dikeruk. Mesin-mesin keruk akan m

engangkat tubuh kalian semua. Kowe akan mati tertimbun tanah sendiri.

Atau kalau untung, bisa jadi kalian selamat. Tapi hari in seluruh pasukan

akan ada di daerah ini. Kalian semua akan tertangkap. Seumur hidup

masuk penjara bersamaorang-orang PKI itu. Kalian semua sudah jadi

PKI.” (En, 2010: 226)

Pemboman candi Borobudur yang dilakukan seorang habib yang buta yag

kemudian ditangkap dalam bus di Probolinggo (laporan utamanya ada di Tempo

edisi Maret 1985). Juga Kedung Ombo (Kyai yag dimaksud di sini kemungkinan

besar adalah mengambil ego Romo Mangun yang menyusup tengah malam ke

Kedung dengan beberapa aktivis dan menyamar sebagai guru sekolah membawa

peralatan tulis, baca di bunga rampai 70 tahun Romo Mangun terbitan Pustaka

Pelajar, 1995). Juga beberapa preman yang mati, adalah latar peristiwa Petrus

(penembakan misterius).

Universitas Sumatera Utara

Page 133: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Selain latar tempat dan sosial budaya, latar politik menjadi keadaan sosial

yang secara langsung maupun tidak langsung mampu mempengaruhi pola pikir

tokoh utama dalam bentuk pandangan hidup. Latar politik dalam teks dapat dibagi

ke dalam tiga zaman pemerintahan yang berbeda, yaitu zaman Orde Lama (1950–

1959), zaman Orde Baru (1966–1989), dan awal-awal Reformasi (1999).

Peristiwa dalam novel ini tidak terlalu vulgar menceritakan tentang bentuk

pemerintahan Orde Lama itu sendiri, tetapi hanya bermain di wilayah efek yang

ditimbulkan.

Memasuki tahun 1970-an, ditandai pula dengan pergantian bentuk

pemerintahan dari Orde Lama ke Orde Baru. Pada zaman peralihan ini

kemiskinan tetap menjadi kondisi yang sulit diatasi. Selain itu, efek yang

ditimbulkan oleh kebijakan pemerintah sangat dirasakan oleh Sumarni dan

Rahayu. Pada masa ini, kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh oknum

penguasa terhadap rakyat biasa menjadi gambaran yang sering ditonjolkan dalam

beberapa peristiwa. Kondisi lain yang menyaran pada kondisi zaman Orde Baru

adalah kesewenang-wenangan dalam hal hukum. Hukum tidak ditegakkan secara

benar. Seseorang bisa dihukum hanya karena ia adalah seorang Tionghoa yang

masih rajin ke kelenteng, seperti yang dialami oleh Koh Cahyadi.

Walaupun kebencian terhadap keturunan Tionghoa oleh keturunan pribumi

di Indonesia berawal di era Hindia Belanda, Orde Baru menghasut terciptanya

undang-undang anti-China menyusul usahanya menghapuskan total faham

komunisme (karena negara China menganut faham komunisme). Walaupun

stereotip negatif bahwa orang "Tjina" (istilah untuk Tionghoa-Indonesia kala itu)

Universitas Sumatera Utara

Page 134: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

adalah kaya dan serakah adalah umum di saat itu, adanya histeria anti-komunisme

setelah peristiwa G30S dan hubungan orang Tionghoa-Indonesia dengan Republik

Rakyat Tiongkok memperparah keadaan dengan menyebabkan adanya pandangan

bahwa orang Tionghoa juga termasuk kolom kelima (simpatisan rahasia)

komunis.

Hubungan diplomatik Indonesia dengan China diputus dan Kedutaan

Besar China di Jakarta dibakar oleh massa. Undang-undang baru yang

mendiskriminasi etnis Tionghoa-Indonesia dalam masa Orde Baru ini termasuk

pelarangan tanda-tanda Aksara Tionghoa pada toko-toko dan bangunan lain,

penutupan sekolah bahasa Cina, pengadopsian nama yang terdengar "Indonesia",

termasuk pembatasan pembangunan wihara Buddha. Masa pemerintahan Orde

Baru selanjutnya terus diwarnai dengan kerusuhan yang diwarnai sentimen-

sentimen serupa.

Kesewenang-wewenangan oknum penguasa dapat dilihat dari beberapa

peristiwa seperti sekelompok orang yang sedang main kartu ditangkat oleh

petugas. Saat mereka diinterogasi di kantor Koramil, salah seorang dari mereka

buang angin, kemudian mereka dihukum dengan direndam dan disiksa di kali

Manggis. Dengan dalih uang keamanan, Sumarni harus menyetor sebagain

keuntungan dari hasil jualannya kepada para tentara setiap dua minggu sekali.

Koh Cahyadi yang dicap sebagai PKI bersembunyi di rumah Sumarni, ketika

tertangkap, Sumarni juga ikut terseret dalam kasus tersebut. Sumarni dituduh telah

menyembunyikan tawanan politik. Karena tidak ingin masuk penjara, Sumarni

harus merelakan satu hektar sawahnya untuk para tentara tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Page 135: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Peristiwa lain adalah ketika Marni berseteru dengan istri simpanan Teja.

Pada peringatan seratus hari wafatnya Teja, datang seorang perempuan dengan

seorang anak ke rumah Marni mengaku sebagai istri Teja dan anaknya. Mereka

meminta harta warisan supaya dibagi dua. Dia minta bantuan kepada Komandan

Sumadi. Sumadi meminta seperempat dari harta Marni. Marni menyerah, daripada

dia harus kehilangan setengah hartanya. Seperti kutipan berikut, “...Masalah

Endang Sulastri telah selesai. Sesuai janjiku, seperempat hartaku menjadi milik

Sumadi.Ya, komandan itu menjadi kaya mendadak. Setelah mendapat satu hektar

sawahku, sekarang dia mendapat lagi tanah dan setumpuk kayu jati, yang nilainya

sama dengan seperempat dari yang kupunyai” (En, 2010:199).

Firdaus (2005:27) mengatakan bahwa pemerintahan Orde Baru terlihat

lebih mementingkan kelompok atau golongan tertentu tanpa memperhatikan nasib

rakyat. Undang-undang yang responsive dibuat menjadi konservatif. Dengan

demikian dalam pelaksanaannya sering terjadi permasalahan dan pertikaian,

terutama dalam masalah pembebasan tanah yang nyata-nyata tidak proporsional

dan merugikan rakyat.

Likuidasi dan pelarangan Partai Komunis Indonesia (dan organisasi

terkaitnya) telah menghilangkan salah satu partai politik terbesar di Indonesia.

PKI juga merupakan salah satu Partai Komunis terbesar di Komintern, dengan

sekitar 3 juta anggota. Seiring dengan upaya berikutnya oleh Soeharto untuk

merebut kekuasaan dari Soekarno dengan membersihkan para loyalis Soekarno

dari parlemen, pemerintahan sipil di Indonesia secara efektif telah berakhir.

Universitas Sumatera Utara

Page 136: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Faham anti-komunisme kemudian menjadi ciri khas rezim Orde Baru Soeharto

dalam 32 tahun selanjutnya.

Sejumlah kursi di parlemen Indonesia disisihkan untuk personil militer

sebagai bagian dari doktrin "dwifungsi" (fungsi ganda). Di bawah sistem ini,

militer mengambil peran sebagai administrator di semua tingkat pemerintahan.

Partai-partai politik yang tersisa setelah pembersihan politik kemudian

dikonsolidasikan menjadi sebuah partai tunggal, Partai Golongan Karya

("Golkar"). Walaupun Soeharto mengizinkan pembentukan dua partai non-Golkar,

(PDI dan PPP) kedua partai ini dibuat supaya tetap lemah selama rezimnya

berkuasa.

Selain zaman Orde Lama dan Orde Baru, novel ini juga mengambil latar

pada awal-awal Reformasi. Kondisi yang mencolok pada zaman ini adalah adanya

perubahan perlakuan pemerintah terhadap orang-orang yang dulu (pada zaman

Orde Baru) menyandang gelar PKI atau mantan tahanan politik (tapol). Kondisi

itu memberikan perubahan pula pada tokoh Rahayu sebagai mantan tahanan

politik dengan cap PKI. Sebagai mantan tahanan politik, ia menjadi terkucilkan

dari pergaulan masyarakat. Puncaknya adalah ketika ia gagal menikah hanya gara-

gara cap ET (Eks Tahanan Politik) yang tertera di KTP-nya dan Rahayu lansung

dicap PKI. Hal itulah yang membuat tokoh Sumarni terguncang jiwanya dan

akhirnya menjadi gila.

Berikut ini peristiwa-peristiwa realitas sosial yang terlibat langsung dalam

perceritaan novel Entrok.

Universitas Sumatera Utara

Page 137: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

No. Peristiwa Sejarah Tempat Terjadi Tahun

Terjadi

1. Pemboman Candi Borobudur Jawa Tengah 1985

2. Pemilihan Umum yang

dimenangkan oleh partai

Golkar

Seluruh Indonesia 1970-1995

3. Pemutusan hubungan

diplomatik dengan Cina

Seluruh Indonesia 1970

4. Pengucilan terhadap PKI Seluruh Indonesia 1970-1999

5. Pembunuhan misterius Seluruh Indonesia 1983

6. Polemik waduk Kedung

Ombo

Magelang 1987

Tabel 4.10 Peristiwa Sejarah yang Terjadi pada Masa Orde Baru dalam

Novel Entrok

4.3.2 Realitas Sosial Novel 86

4.3.2.1 Praktik Suap

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, suap diartikan sebagai pemberian

dalam bentuk uang atau uang sogok kepada pegawai negeri. Suap adalah suatu

tindakan dengan memberikan sejumlah uang atau barang atau perjanjian khusus

kepada seseorang yang mempunyai otoritas atau yang dipercaya. Suap dalam

berbagai bentuk, banyak dilakukan di tengah-tengah kehidupan masyarakat.

Bentuk suap antara lain dapat berupa pemberian barang, uang sogok dan lain

Universitas Sumatera Utara

Page 138: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

sebagainya. Adapun tujuan suap adalah untuk mempengaruhi pengambilan

keputusan dari orang atau pegawai atau pejabat yang disuap.

Suap adalah pemberian yang diharamkan syariat, dan ia termasuk

pemasukan yang haram dan kotor. Suap ketika memberinya tentu dengan syarat

yang tidak sesuai dengan hukum atau syariat, baik syarat tersebut disampaikan

secara langsung maupun secara tidak langsung. Suap diberikan untuk mencari

muka dan mempermudah dalam hal yang batil. Suap pemberiannya dilakukan

secara sembunyi, dibangun berdasarkan saling tuntut-menuntut, biasanya

diberikan dengan berat hati. Suap biasanya diberikan sebelum pekerjaan.

Adapun pemberian suap ini dilakukan melalui tiga cara, yaitu :

a) Uang dibayar setelah selesai keperluan dengan sempurna, dengan hati

senang, tanpa penundaan pemalsuan, penambahan atau pengurangan, atau

pengutamaan seseorang atas yang lainnya.

b) Uang dibayar melalui permintaan, baik langsung maupun dengan isyarat

atau dengan berbagai macam cara lainnya yang dapat dipahami bahwa si

pemberi menginginkan sesuatu.

c) Uang dibayar sebagai hasil dari selesainya pekerjaan resmi yang

ditentukan si pemberi uang.

Penguasa, pegawai negeri, atau pejabat negara yang memberikan uang

kepada rakyat atau tokoh masyarakat untuk memutuskan menentukan pilihan

dalam Pilkada, Pilgub dan Pilpres yang sering disebut money politics juga

termasuk kategori suap. Selain itu, setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau

penyelenggara negara juga dianggap sebagai pemberian suap, apabila

Universitas Sumatera Utara

Page 139: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban dan

tugasnya.

Penyuap adalah orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai

negeri dengan mengingat kekuasaan dan wewenang yang melekat pada jabatan

atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada

jabatan atau kedudukan tersebut. Selain itu seseorang dianggap sebagai pemberi

suap apabila memberi atau menjajikan sesuatu kepada hakim dengan maksud

untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili.

Setiap orang yang menerima hadiah atau janji dengan maksud untuk

melakukan sesuatu bagi si pemberi suap yang bertentangan dengan kewajibannya,

baik permintaan itu dilaksanakan ataupun tidak dilaksanakan, atau menyukseskan

perkaranya dengan mengalahkan lawannya sesuai dengan yang diinginkan atau

memberikan peluang kepadanya (seperti tender) atau menyingkirkan musuhnya

adalah penerima suap. Dengan demikian dapat dipahami bahwa orang yang

menerima suap adalah orang yang memberikan rekomendasi bagi orang lain

setelah orang itu memberikan sesuatu kepadanya. Baik orang yang memberi

ataupun yang menerima suap, sama-sama mendapatkan hukuman karena dengan

melakukan suap tersebut kedua belah pihak telah merugikan pihak lain.

Definisi suap di dalam Undang-undang No. 11 tahun 1980 tentang Tindak

Pidana Suap

Pasal (2) Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang

dengan maksud untuk membujuk supaya orang itu berbuat sesuatu atau

tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan

kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum,

Pasal (3) Menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut

dapat menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan

Universitas Sumatera Utara

Page 140: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang

berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut

kepentingan umum.

Dalam arti yang lebih luas suap tidak hanya dalam uang saja, tetapi dapat

berupa pemberian barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket

perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan Cuma-Cuma dan

fasilitas lainnya yang diberikan kepada pegawai negeri atau pejabat negara yang

pemberian tersebut dianggap ada hubungan dengan jabatanya dan berlawanan

dengan kewajiban atau tugasnya sebagai pegawai negeri atau pejabat negara.

Perbuatan suap dilakukan oleh seorang kepada pihak lain baik pegawai

negeri, pejabat negara maupun kepada pihak lain yang mempunyai

kewenangan/pengaruh. Pemberi suap memperoleh hak-hak, kemudahan atau

fasilitas tertentu. Perbuatan suap pada hakekatnya bertentangan dengan norma

sosial, agama dan moral. Selain itu juga bertentangan dengan kepentingan umum

serta menimbulkan kerugian masyarakat dan membahayakan keselamatan negara.

Akan tetapi, kenyataanya banyak perbuatan yang mengandung unsur suap belum

ditetapkan sebagai perbuatan pidana, misalnya pemilihan perangkat desa,

penyuapan dalam pertandingan olahraga, dan lain sebagainya.

Batasan untuk kepentingan umum ditegaskan dalam pasal 2, pasal 3 serta

paragraf ke 3 Undang-Undang No 11 tahun 1980 tentang suap, termasuk untuk

kepentingan umum kewenangan dan kewajiban yang ditentukan oleh kode etik

profesi atau yang ditentukan oleh organisasi masing-masing. Aturan yang

menunjuk adanya kekhususan, sebagaimana terdapat dalam perumusan ancaman

pidana yang menggunkan perumusan kumulatif ancaman pidana penjara dan

Universitas Sumatera Utara

Page 141: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

denda. Ex: ps 2 UU No 11 thn 1980 ( diperuntukan bagi pesuap aktif ), ps 3

undang-undang No 11 tahun 1980 (diperuntukan bagi pesuap fasif)

Penyogokan atau praktik suap terekam dengan jelas dalam novel 86. Judul

86 memang teramat singkat, namun di kalangan aparat, sandi 86 sudah begitu

populer. Artinya kurang lebihnya adalah "tahu sama tahu". Dalam novel itu, Okky

mengisahkan gambaran suap kepada panitera, hakim, petugas Rumah Tahanan

Negara (Rutan) ataupun Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), pengacara, juga

berbagai korupsi-korupsi kecil-kecilan dalam keseharian.

Menurut Okky, novel ini memang novel fiksi, tapi berdasarkan riset. Bisa

dikatakan sebagai perekam potret kenyataan, tetapi juga tidak bisa dikatakan

sepenuhnya sebagai kisah nyata. Riset dilakukan Okky saat masih menekuni

profesi sebagai jurnalis hukum pada sebuah media cetak di Jakarta. Dari

pengamatannya di lapangan yang digelutinya setiap hari itulah lahir ide awal

novel 86. Dalam novel tersebut, Okky menggambarkan praktik-praktik korupsi di

dalam pelayanan publik, sistem peradilan, dan lembaga pemasyarakatan. Riset

dan bahan-bahan penulisan novel ini, dikumpulkannya selama dua tahun meliput

di bidang hukum.

Praktik suap dapat dilihat dari beberapa peristiwa seperti peristiwa

sebelum tertangkapnya Bu Danti dan Arimbi. Bu Danti sebagai ketua panitera

pengadilan, menyuruh Arimbi menemui Rudi dan Sasmita, pengacara terdakwa

kasus korupsi di sebuah restoran. Sasmita memberikan sebuah koper kepada

Arimbi yang berisi uang dua milyar hendak menyogok tiga orang hakim untuk

memenangkan perkara kliennya. Bu Danti menghubungkan dengan tiga orang

Universitas Sumatera Utara

Page 142: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

hakim pemutus perkara. Masing-masing hakim meminta lima ratus juta. Sisanya

komisi buat Bu Danti. Bu Danti akan memberi Arimbi lima puluh juta.

Widodo menyogok saat menjadi pegawai negeri, juga merupakan kasus

suap. Hal ini diketahui melalui pembicaraan antara Arimbi dengan sahabat

lamanya yaitu Narno. Mereka membicarakan Widodo, teman mereka waktu SD.

Widodo sudah menjadi pamong desa dengan membayar empat puluh juta. Hal ini

juga senada dengan perkataan Pak Lurah yang menginginkan anaknya menjadi

pegawai negeri di kantor Arimbi. pak Lurah sudah menyiapkan uang seratus juta

untuk menyogok agar anaknyayang sarjana hukum bisa bekerja di kantor

pengadilan. Anak Pak Lurah yang nomor satu, lulusan SMA, juga menyogok

untuk bekerja di Pemda sebesar lima puluh juta.

Bu Danti mendapat perlakuan yang istimewa di sel tahanan dan di dalam

penjara karena dia menyuap para petugas lapas. Bu Danti memesan kamar di

lantai atas lengkap dengan dapur, kamar mandi, televisi, dan AC. Kamar mandi

itu dibuat setelah Bu Danti menempati ruangan itu.

Cik Aling dapat melakukan transaksi jual beli narkoba di dalam penjara

juga karena dia menyuap para sipir dan kepala lapas. Cik Aling bisa dengan bebas

memasukkan bahan baku pembuatan narkoba dan meraciknya di penjara. Setelah

dikemas, barang tersebut siap diedarkan baik di dalam penjara maupun di luar

penjara dengan bantuan para sipir yang memberi kemudahan kepada Cik Aling.

Setelah dua tahun Arimbi di penjara, dia mendapat keringanan hukuman.

Seorang sipir penjara menjanjikan kebebasan Arimbi, jika mau membayar lima

Universitas Sumatera Utara

Page 143: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

belas juta. Arimbi menyanggupi. Dia memberikan uang suap tersebut kepada sipir

penjara dan Arimbi bisa keluar dari penjara sekitar bulan Desember.

Praktik suap kecil-kecilan dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari yang

dilakukan oleh Bu Danti, Arimbi, dan Anisa. Para pengacara memberikan uang

sebagai upah kepada Bu Danti karena telah mengeluarkan amar putusan hakim.

Arimbi dan Anisa sebagai juru ketik, mendapat bagian dari Bu Danti sebagai upah

ketik. Arimbi pernah mendapat AC sebagai upahnya. Sejak itu, Arimbi sering

mendapat tambahan uang saku dari para pengacara yang mengurus amar putusan

hakim kepadanya. Begitu juga dengan Anisa, bahkan Anisa bisa membeli mobil

dan rumah yang mewah dari hasil suap yang diterimanya dari para pengacara.

Sebelum menikah, Ananta mengajak Arimbi ke kampungnya. Mereka naik

kereta api. Ananta sengaja tidak membeli karcis. Saat petugas pemeriksa karcis

datang, Ananta segera menyodorkan beberapa lembar uang puluhan ribu. Ananta

hanya membayar setengah dari harga karcis yang sesungguhnya. Karena sudah

membayar, Ananta dan Arimbi aman di kereta itu. Mereka tidak diturunkan di

stasiun terdekat. Peristiwa ini termasuk juga perbuatan menyuap petugas. Ketika

sepasang suami istri yang membawa seorang bayi yang tidak mempunyai uang

untuk membayar, mereka akan diturunkan di stasiun terdekat. Ananta merasa

kasihan dengan orang tersebut, lalu dia memberikan beberapa lembar uang

puluhan ribu kepada petugas sebagai uang sogok, sehingga mereka tidak jadi

diturunkan.

Peristiwa lain adalah peristiwa perkawinan Arimbi dengan Ananta. Ananta

tidak membawa surat keterangan dari kepala desanya untuk menumpang nikah di

Universitas Sumatera Utara

Page 144: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

desa Arimbi. Dengan memberikan uang sebesar tiga ratus ribu rupiah kepada

pamong desa dan petugas KUA, pernikahan Arimbi dapat dilaksanakan dengan

baik. Padahal, biasanya biayanya hanya seratus lima puluh ribu rupiah. Dengan

membayar dua kali lipat surat numpang nikah bisa dihadirkan. Jadi, Arimbi

memberi suap kepada pamong desa sebesar seratus lima puluh ribu rupiah.

Suap kecil-kecilan juga dapat dilihat dari peristiwa Ananta berjunjung ke

penjara. Setiap kali melewati pintu penjaga, Ananta harus mengeluarkan uang

sebagai sogokan kepada penjaga. Jika tidak diberi uang, maka Ananta tidak

diperkenankan masuk menemui Arimbi. hal ini juga berlaku pada pengunjung

lainnya yang akan memasuki ruang besuk penjara.

Novel 86 pernah dibedah di Universitas Paramadina, Jakarta. Hakim PN

Jaksel Albertina Ho yang namanya mencuat ketika menyidangkan kasus Gayus

Tambunan, ikut hadir sebagai pembahas. Menurutnya, tokoh utama dalam novel

karya Okky itu menjadi semacam pesan khususnya bagi orang-orang di PN Jaksel.

”Novel ini justru memberi tahu kami orang-orang di dalam, yang justru malah

seringkali tidak tahu apa-apa karena saling merasa tak enak satu sama lain.” kata

Albertina.

Menurutnya, novel itu mempermudah orang memahami gambaran tentang

praktik kotor di lembaga peradilan. Namun Albertina tetap menyodorkan

keraguan. ”Yang menjadi pertanyaan kita semua sekarang, benarkah seburuk itu

sistem peradilan kita?” tanyanya. Sebab menurut Albertina, yang harus dikritisi

tidak hanya hakim dan orang-orang yang berada dalam sistem, tapi juga orang

Universitas Sumatera Utara

Page 145: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

yang mau menyuap. ”Dalam novel ini kita lihat sendiri, bagaimana pengacara dan

orang-orang berperkara yang mencari-cari cara menyuap.”

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Febri Diansyah yang juga

hadir sebagai pembahas novel mengatakan, tulisan Okky merupakan catatan

penting dalam pemberantasan korupsi. ”Ada korupsi sehari-hari yang sederhana,

hingga korupsi-korupsi besar berupa suap hakim," ujar Febri. ”Di sini terlihat

sekali bagaimana orang yang susah payah ditangkap dan dihukum KPK masih

mendapat pelayanan enak di LP,” imbuhnya. Dikatakannya pula, novel

merupakan cara alternatif untuk mendidik dan mencegah orang korupsi. ”Banyak

buku-buku penelitian dan teks tentang korupsi. Tapi itu akan sulit dibaca orang.

Novel bisa lebih mudah dipahami,” ulasnya.

4.3.2.2 Peredaran Narkoba di Penjara

Peredaran narkoba tidak hanya dilakukan di lingkungan masyarakat, tetapi

juga dari balik penjara. Tidak sedikit pengedar yang masih beroperasi kendati

sedang menjalani hukuman di balik penjara. Badan Narkotika Nasional (BNN)

mendeteksi, sekitar 60 persen peredaran narkoba di Indonesia ternyata

dikendalikan dari balik “hotel prodeo”. Sesuai data BNN, setiap tahun hampir

pasti ada pengungkapan peredaran narkotika dari balik penjara. Misalnya, pada

2012 ada tujuh narapidana Nusakambangan yang terbukti menjadi otak peredaran

narkotika 3,9 kg di Depok.

Hal yang sama dilakukan oleh Cik Aling melalui novel 86. Cik Aling

mengendalikan peredaran narkoba dari dalam penjara dengan dibantu oleh para

Universitas Sumatera Utara

Page 146: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

sipir dan orang-orang kepercayaan Cik Aling. Penggambaran yang ada di dalam

novel itu pada sesungguhnya adalah relaitas sosial yang ada di alam nyata, seperti

beberapa peristiwa berikut.

Pada 2013 seorang terpidana berinisial FI alias JF yang mendekam di

Lapas Kembang Kuning, Nusakambangan, juga terbukti menyuruh seorang kurir

berinisial BL untuk mendistribusikan sabu-sabu dan heroin di DKI Jakarta.

Barang bukti yang diambil dari BL adalah 190 gram sabu-sabu dan 0,4 gram

heroin.

Tahun lalu atau 2014 terungkap pengendalian peredaran narkotika dari

penjara yang lebih besar. Dua terpidana dari Lapas Pontianak bernama Jacky

Chandra dan Koei Yiong alias Memey terbukti menyuruh kurir bernama Nuraini

untuk menyelundupkan 5 kg sabu- sabu dari Malaysia ke Indonesia. Humas BNN

AKBP Slamet Pribadi menjelaskan, yang paling baru adalah kasus Sylvester

Obiekwe yang menyuruh kurir bernama Dewi yang ke dapatan membawa 7.622

gram sabu-sabu. Namun, semua pengungkapan itu belum seberapa. Pasalnya,

BNN mendapati angka 60 persen peredaran narkotika dikendalikan dari penjara

itu karena memang sekarang sedang memantau. Menurut Slamet Pribadi, cara

pengendalian penjualan narkoba setiap pengedar hampir sama. Dengan

menggunakan alat komunikasi, pengedar menghubungi setiap jaringannya. Mulai

kurir hingga bos narkoba. Mereka berupaya mengungkap peredaran narkotik dari

hulu hingga hilir.

Yang lebih mengkhawatirkan, sebenarnya penjara juga menjadi tempat

perekrutan bagi pengedar baru narkoba. Salah satu modusnya, pengedar lama

Universitas Sumatera Utara

Page 147: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

menjerat para pengguna narkoba yang lagi meringkuk di tahanan. Pengedar

tersebut memberikan bantuan uang kepada pengguna itu. Lalu, setelah bebas,

pengguna tersebut menjadi kaki tangan pengedar yang masih berada di dalam

penjara. Mereka menjerat dengan hutang.

Modus yang sama yang dilakukan oleh Tuti terhadap Arimbi dalam novel

86. Tuti menjerat Arimbi dengan minjamkan uang. Arimbi membutuhkan uang

untuk biaya ibunya yang menderita penyakit ginjal. Setiap dua minggu sekali

ibunya harus cuci darah. Mula-mula Tuti meminjamkan uangnya kepada Arimbi.

Tuti memahami benar bahwa Arimbi membutuhkan uang setiap bulan untuk biaya

cuci darah ibunya, akhirnya Tuti memperkenalkan Arimbi kepada Cik Aling. Cik

Aling adalah bandar narkoba yang berada di dalam penjara. Dia mengedarkan

narkoba dari balik penjara dengan bantuan aparat dan kurir.

Arimbi yang terikat dengan kebutuhan untuk pengobatan ibunya, akhirnya

menyetujui untuk mengedarkan narkoba melalui sumainya, Ananta. Awalnya,

Ananta menolak. Namun, karena dibujuk oleh Arimbi, tuntutan kebutuhan hidup

yang meningkat, dan bakti kepada orang tua, akhirnya Ananta bersedia. Anata

menjadi kurir dalam peredaran narkoba. Pertama-tama, dia hanya mengantar

pesanan di kawasan kota Jakarta saja, namun kemudian dia juga mengantar

pesanan sampai ke Surabaya dan Bali. Dengan modus untuk memenuhi

kebutuhan, mereka terjerat dalam jaringan pengedaran narkotika.

Ada juga cara lain yang baru terungkap. Yaitu, pengedar yang memiliki

alat komunikasi (HP) berkenalan dengan orang lain melalui media sosial. Kenalan

Universitas Sumatera Utara

Page 148: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

tersebut dimintai bantuan untuk mengedarkan narkoba. ”Semua ini harus

dihentikan,” tegasnya.

Pengedar yang masih mengendalikan peredaran narkoba itu menyebar

hampir di semua penjara Indonesia. BNN belum bisa mengungkapkan penjara

mana saja yang terpidananya masih menjalankan bisnis haram tersebut. Kalau

penjaranya diungkap, tentu para pengedar di balik penjara lebih waspada dan bisa

menghilangkan bukti-bukti yang sudah diketahui BNN. Jumlah penjara se-

Indonesia sekitar 365. BNN berjanji akan mengungkap semuanya satu per satu.

BNN tidak sendirian dalam mengungkap pengedar narkoba dari balik penjara.

Banyak sipir yang membantu dengan memberikan informasi. Tentunya para sipir

ini yang benar-benar mengetahui kondisi di dalam penjara.

Sementara itu, Kepala BNN Komjen Anang Iskandar menuturkan, para

pengedar juga memandang bahwa penjara merupakan tempat bisnis yang

menggiurkan. Sebab, para pengguna sudah jelas ada di sana, makanya, penjara itu

juga disasar untuk bisnis mereka. Pernah suatu kali di salah satu penjara di Jakarta

terdapat kepala lapas yang sangat protektif dan tegas. Narkoba tidak bisa beredar

di lapas tersebut. Hasilnya, suatu kali ada 150 napi kasus narkoba yang sakau atau

ketagihan. Hal ini tentu membuat penjara itu menjadi sangat gaduh. Sedemikian

beratnya upaya menghentikan peredaran narkotik ini.

Vonis mati Pengadilan Negeri (PN) Tangerang pada 11 September 2004

tidak membuat Silvester Obiekwe alias Mustofa, 50, tobat. Meski berada di dalam

sel di Lapas Nusakambangan, warga negara Nigeria itu tetap bisa mengendalikan

peredaran narkoba dari balik jeruji besi. Rekam jejak kejahatan Mustofa di dunia

Universitas Sumatera Utara

Page 149: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

narkoba cukup mencengangkan. Dia kali pertama ditangkap pada 2004 karena

menyelundupkan 1,2 kilogram (kg) heroin ke Indonesia. Dia pun divonis

hukuman mati. Selama menunggu eksekusi, dia dikirim ke LP Pasir Putih,

Nusakambangan, Jawa Tengah. Bukannya memperbaiki diri, dia malah semakin

menjadi-jadi.

Pada 2012, aparat Badan Narkotika Nasional (BNN) membongkar

penyelundupan 2,4 kg sabu-sabu (SS) dari Papua Nugini. Kurir tersebut

ditangkap. Di antaranya, Imam dan Mulyadi. Ternyata, mereka adalah kaki tangan

Mustofa. Pada 2014, Mustofa kembali dijemput aparat BNN karena disebut

sebagai otak penyelundupan 6,5 kg sabu-sabu di Tanjung Perak, Surabaya. Dua

kurirnya, Alex dan Niko, dibekuk. BNN menangkap kurir jaringan Mustofa, yakni

perempuan bernama Dewi, dengan barang bukti 7.622 gram sabu-sabu.

Kepala BNN Komjen Pol Anang Iskandar menyatakan, meski terdakwa

sudah divonis mati, tiga kasus terakhir tetap diproses. Misalnya, kasus pada 2012

dan 2014, berkas Silvester sudah P-21 alias lengkap. Namun, sampai saat ini, dua

kasus tersebut belum disidangkan, mungkin karena terdakwa sudah divonis

maksimal pada 2004.

Petugas BNN menjemput Andi dan Silvester yang mendekam di blok A1

16. Mereka kemudian dibawa ke BNN pusat Jumat (30/1). Dari sel tahanan, aparat

menyita sebuah ponsel dan peranti penguat sinyal. Dua alat itu digunakan

tersangka untuk berkomunikasi dengan kurir di luar penjara. Sementara itu,

Kasubdit Komunikasi Dirjen Pemasyarakatan Akbar Hadi menuturkan, pihaknya

mendukung upaya BNN dalam menindak bandar yang masih bermain meski

Universitas Sumatera Utara

Page 150: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

dalam masa tahanan. Dia menjelaskan masih ada kelemahan di rumah tahanan

(rutan) atau lembaga pemasyarakatan di Nusakambangan. Terutama terkait

dengan teknologi, yakni tidak mempunyai alat penyadap.

4.3.3 Realitas Sosial Novel Maryam

4.3. 3.1 Diskriminasi dan Kekerasan

Diskriminasi dan kekerasan yang dialami oleh warga pengikut Ahmadi di

Gegarung yang dalam novel Maryam adalah realitas sosial yang terdapat pada

kehidupan nyata. Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos

mengatakan, gambaran diskriminasi ini sengaja dibuka ke permukaan untuk

menyegarkan kembali ingatan pemerintah akan hak-hak jamaah Ahmadiyah

sebagai warga negara. Letak asrama Transito tak jauh dari pusat kota Mataram,

eks gedung transmigrasi. Terutama terhadap jamaah Ahmadiyah yang mengungsi

di Asrama Transito Mataram. Sudah tujuh tahun sejak terjadinya penyerangan

serius dan pengusiran paksa dari Ketapang, Lingsar, Lombok Barat pada 4

Februari 2006, sebanyak 35 (tiga puluh lima) Kepala Keluarga (KK) atau sekitar

100 (seratus) jiwa kelompok ini hidup dalam ketidakpastian. Selama tujuh tahun,

pemerintah hanya memberikan bantuan tidak lebih dari satu tahun. Secara resmi

pemerintah menghentikan bantuan pada Januari 2007. Selama itu jamaah

Ahmadiyah mengalami pembiaran dan penelentaran sistemik oleh Negara.

Hal ini sejalan dengan yang dituliskan Okky dalam novelnya,

Duabelas bulan telah membentuk kebiasaan. Dari anak-anak

sampai orang tua. Tak ada lagi yang menyebut tentang Gegarung. Tak ada

lagi tangisan kesedihan mengingat harta benda kini telah hilang. Semua

orang menahan diri, sabar, dan berserah diri. mereka sadar tak ada yang

Universitas Sumatera Utara

Page 151: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

bisa dilakukan selain menjalani apa yang ada. Kamar-kamar tersekat kain

itulah tempat mereka kini. Tiga kompor di dekat kamar mandi dan

setumpuk piring itulah dapur mereka bersama.kamar mandi, tempat cuci

baju, dan satu ruangan di samping bangunan utama yang digunakan untyk

salat bersama. Itulah hidup mereka.

...

Cerita yang sama diulang-ulang. Rentetan peristiwa di Gegerung

hingga bagaimana mereka bertahan sampai sekarang. Pak Khairuddin yang

selalu diajak mendampingi Zulkhair. Ia menceritakan semua peristiwa

yang dialaminya, sejak di Gerupuk, pengungsian di masjid organisasi,

pindah ke Gegerung, hingga sekarang tinggal di Transito. Zulkhair

menambahinya dengan berbagai tuntutan dan permintaan. Tamu-tamu

pulang dengan meniggalkan harapan besar di benak semua orang. Harapan

tentang perubahan, harapan untuk segera kembali pulang ke rumah, dan

hidup normal. Lagi-lagi kabar baik itu tak pernah datang. Waktu terus

berjalan, tamu-tamu pun terus berdatangan, harapan tetap ditanam, tapi

inilah yang namanya kenyataan (My, 2012: 250-251).

Baik Pemerintah Kota Mataram, Pemerintah Provinsi NTB maupun

Pemerintah Pusat, sama sekali tidak memiliki prakarsa dan usaha menuntaskan

kekerasan dan pengungsian ini. Sepanjang tujuh tahun pula, bahkan sejak 1999,

diskriminasi dan kekerasan terus dialami oleh jamaah Ahmadiyah Lombok.

Bukan hanya jaminan kebebasan beragama/berkeyakinan terenggut, tetapi juga

hak-hak dasar sebagai warga negara, seperti hak untuk hidup layak, pendidikan,

kesehatan, layanan publik lainnya. Pengungsi di Asrama Transito mengetuk hati

setiap orang yang mengunjungi mereka, tetapi gagal menembus hati para

penyelenggara negara untuk sekadar berdialog mencari solusi bersama. Sampai

sekarang belum ada realisasi konkret dari pemerintah, baru berupa tawaran-

tawaran. Misalnya ditawarkan untuk relokasi ke tempat lain, tetapi ketika jamaah

ini merespons, malah tidak ada tindakan nyata.

Harapan untuk hidup normal telah terenggut. Para pengungsi harus tinggal

di gedung pengungsian dengan beralaskan tikar dan kamar yang disekat dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 152: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

kain untuk membedakan satu keluarga dengan keluarga yang lain. Sehari-hari

mereka menetap di dalam ruangan yang hanya dibatasi kain-kain bekas spanduk

sebagai tanda pemisah antara satu keluarga dengan keluarga lain. Tiap keluarga –

ayah-ibu serta anak-anaknya – tinggal di ruang petak berukuran 3×3 meter

berbatas kain itu. Mereka berbagi tidur, anak-anak belajar, dan memasak di ruang

yang sama.

Sejak mesjid organisasi mereka di segel dan tidak boleh dipergunakan lagi,

mereka menjadikan gedung Transito sebagai pusat kegiatan keagamaan. Setiap

Jumat, orang-orang Ahmadi sholat bersama. Seminggu sekali mereka juga

mengadakan pengajian yang dihadiri oleh orang-orang Ahmadi di daerah lain.

Ustaz muda didatangkan dari Jawa yang ditugaskan oleh organisasi Ahmadiyah

untuk memberikan bimbingan khusus di Gedung Transto.

Hak-hak korban sebetulnya sudah secara jelas dan tegas diatur dalam

berbagai peraturan, seperti UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM, PP 3/2002

tentang Kompensasi, Restitusi, Rehabilitasi terhadap Korban Pelanggaran HAM

Yang Berat, UU 13/2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban serta UU 7/2012

tentang Penanganan Konflik Sosial. Tetapi belum ada petunjuk teknis-nya,

sehingga pelaksanaan peraturan ini tidak jalan di tingkat lapangan. Parahnya,

korban Ahmadiyah lebih banyak dianggap sebagai korban konflik horizontal

sehingga pemerintah merasa tidak punya tanggung jawab. Selain itu dianggap

sebagai bencana sosial, sehingga bantuan pemerintah cenderung terbatas dan

temporer.

Universitas Sumatera Utara

Page 153: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Para pengungsi harus mencari pekerjaan untuk menghidupi keluarga

mereka. ada yang kembali berdagang, dan bekerja sebagai kuli bangunan. Ada

juga narik ojek dan buruh di perkebunan. Mereka tidak bisa menghandalkan

bantuan dari pemerintah. Hasil mereka yang pas-pasan dapat menutupi biaya

kebutuhan hidup yang selalu cukup untuk makan.

Fatimah Azzahra, mahasiswa Universitas Paramadina, menulis di Jurnal

“Tempo Institute” dengan judul Pesan Keteguhan dari Pulau Lombok,

menjelaskan Esai ini bercerita tentang warga Ahmadiyah Lombok yang sudah

mengungsi di Transito sejak 2006 yang belum ada kejelasan nasibnya hingga kini.

Mereka mengalami hambatan ekonomi dan sosial, tak bisa pulang ke rumah

asalnya. Namun, para pengungsi teguh dalam hadapi segala tekanan dan

pengacuhan.

Pada 1999, Ahmadiyah Lombok kali pertama mengalami serangan oleh

orang-orang yang menginginkan mereka keluar dari keyakinannya. Saat itu masjid

Ahmadiyah di Bayan, Lombok Barat dibakar. Satu orang meninggal, dan semua

orang Ahmadi di Bayan diusir. Pada 2001, menyusul Ahmadiyah Pancor,

Lombok Timur disasar; mereka juga terpaksa pergi dari kampungnya dan

mengungsi. Sejak saat itu setidaknya delapan kali warga Ahmadi berpindah

tempat mencari penghidupan ke sekitar Lombok-Sumbawa. Ada yang mengungsi

ke sanak saudara, ada pula yang kembali berusaha membangun rumah di tempat

lain. Namun, tak kurang dari delapan kali itu pula mereka terus-menerus diserang

dan diusir. Tahun 2010 beberapa belas kepala keluarga beli tanah dan bangun

rumah dari hasil keringat sendiri di daerah Ketapang, tapi lagi-lagi rumah mereka

Universitas Sumatera Utara

Page 154: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

disasar dan dibakar. Mengenai hal ini, laporan sementara Komnas HAM

mengindikasikan adanya sebuah pola yang “sistematis dan meluas”, dua unsur

yang menunjukkan adanya pelanggaran berat atas kemanusiaan. Intensitas

kekerasan atas nama keyakinan naik drastis pasca-Suharto, lebih-lebih di bawah

pemerintahan Yudhoyono setelah mengeluarkan SKB 2008 anti-Ahmadiyah.

Sejak 2006, warga Ahmadiyah Lombok tinggal di Transito. Ada pasangan

yang menikah di pengungsian, ada perempuan-perempuan mengandung, ada

anak-anak yang lahir dan tumbuh besar juga di sana. Lahirlah generasi-generasi

Ahmadi. Beberapa anak remaja yang sudah duduk di bangku SMP dikirim ke

Surabaya dan Kuningan. Ada yang masih betah dan ada juga yang minta pulang.

Dipengungsian ini juga ada yang sudah meninggal dunia. Ada yang lahir, ada

yang pergi. Para pengungsi tersebut mengalami begitu banyak hambatan sosial

dan ekonomi.

Yang paling menyakitkan adalah bahwa jika mereka berterus terang

tinggal di Transito, pembuatan KTP mereka tidak diproses. Malah sebagian besar

pengungsi tak punya kartu penduduk. Imbasnya, pasangan yang menikah tak bisa

memiliki akta nikah, lalu anak-anak pun tak punya akta lahir, yang gilirannya

akan kesulitan saat daftar sekolah. Pengungsi yang tak punya KTP tak bisa

mendapat akses layanan publik seperti jaminan kesehatan. Status kependudukan

yang diabaikan di tempat asal maupun di Transito membuat anak-anak sekolah

kesulitan mendaftar beasiswa karena pejabat kelurahan enggan memberikan

dokumen pengantar.

Universitas Sumatera Utara

Page 155: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Surat terakhir yang dikirim Maryam kepada Bapak Bupati, juga tidak

berhasil memecahkan masalah diskriminasi dan kekerasan yang diterima oleh para

pengikut Ahmadiyah. Dalam suratnya, Maryam hanya mohon keadilan, ingin

pulang ke rumah dan hidup aman, seperti pada kutipan berikut:

Bapak yang terhormat, kami tidak meminta lebih. Hanya minta

dibantu agar bisa pulang ke rumah dan hidup aman. Kami tdak minta

bantuan uang atau macam-macam. Kami hanya ingin hdup normal. Agar

anak-anak kami juga bisa tumbuh normal, seperti anak-anak lainnya. Agar

kelak kami juga bisa mati dengan tenang, d rumah kami sendiri.

Sekali lagi, Bapak, itu rumah kami. Kami beli dengan uang kami

sendiri, kami punya surat-surat resmi. Kami tak pernah melakukan

kejahatan, tak pernah mengganggu siapa-siapa. Adakah alasan yang

diterima akal, sehingga kami, lebih dari dua ratus orang, harus hdup di

pengungsian seperti in?

Kami mohon keadilan. Sampai kapan lagi kami harus menunggu?

(My, 2012: 274-275)

4.3.3.2 Kontroversi Ahmadiyah di Indonesia

Munawar Ahmad (Wahyudi, 2015: 64) menjelaskan bahwa puncak

penentangan terhadap Ahmadiyah terjadi semenjak negara-negara Islam

melakukan penolakan secara masif melalui Rabita al-Alam al-Islami (Liga

Muslim Dunia/ MWL). Pada bulan April 1974, Rabita al-Alam al-Islami merilis

fatwa yang menyatakan Ahmadiyah sebagai non-muslim. Kebijakan tersebut

diakui oleh Majles-e Sura Pakistan (Majelis Nasional Pakistan). Oleh karenanya,

para ulama Indonesia pun turut melakukan hal yang sama. Sejak saat itu JAI

(Jemaat Ahmadiyah Indonesia) menghadapi berbagai hambatan dan halangan

dalam perkembangannya, baik di bidang penyiaran agama maupun pendidikan.

Kaum Ahmadiyah meyakini hal tersebut sebagai penggenapan wahyu

yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, bahwa pengikut Imam Mahdi

Universitas Sumatera Utara

Page 156: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

(pemimpin umat Islam di akhir zaman) akan menghadapi keadaan yang sama

seperti para sahabat Rasulullah di masa lalu. Sejak saat itu banyak halangan dan

hambatan yang dialami oleh JAI, tetapi tidak mengurangi semangat dan

keberanian kaum Ahmadi Indonesia untuk mempertahankan keyakinannya.

Di Indonesia, periode 1980-an menjadi masa perjuangan JAI dalam

menghadapi tekanan dari pemerintah dan para ulama. Mengikuti keputusan Rabita

al-Alam al-Islami, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa nomor

05/kep/Munas/MUI/1980, yang menyatakan bahwa Ahmadiyah sebagai “jemaah

di luar Islam, sesat, dan menyesatkan”. Keputusan tersebut diikuti oleh

pemerintah dengan melarang kegiatan Jalsah Salanah untuk Khuddam-Athfal dan

Lajnah Imaillah yang menjadi kegiatan rutin tahunan JAI. Selain itu kelompok

ulama tradisional banyak yang memimpin aksi perusakan masjid-masjid

Ahmadiyah. Situasi ini membuat MUI merekomendasikan kepada pemerintah

agar menyatakan Ahmadiyah sebagai non-muslim (Wahyudi, 2015: 65).

Terlepas dari berbagai tekanan yang dialami, dekade 90-an menjadi

periode perkembangan yang cukup pesat bagi jemaah Ahmadiyah di seluruh

dunia. Perkembangan tersebut idak lepas dari keputusan Hadhrat Khalifah al-

Masih IV, Mirza Tahir Ahmad, yang mencanangkan program baiat internasional

yang didirikan Muslim Television Ahmadiyya (MTA). Melalui MTA, komunikasi

searah yang dilakukan oleh pemimpnnya dapat diterima dengan jernih melalui

teknologi yang cukup murah. Tidak tanggung-tanggung, siaran berlangsung dua

puluh empat jam penuh tanpa iklan. Mereka menyewa tujuh satelit di luar

angkasa. Hal ini dilakukan agar semua anggota dapat melihat perkembangan

Universitas Sumatera Utara

Page 157: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

komunitas ini, sekaligus membangun citra mereka sebagai organisasi Islam yang

sejuk, damai, dan indah (Wahyudi, 2015: 65).

Meskipun demikian, JAI tidak mampu mengikuti laju perkembangan

Jemaah Ahmadiyah di dunia Internasional. Namun, masa transisi dari orde baru ke

era reformasi mejadi catatan tersendiri badi JAI. Momen ini memberi kesempatan

bagi JAI untuk mengabdi kepada masyarakat. Hingga kini, jemaah Ahmadiyah

telah tersebar hampir di dua ratus negara, termasuk Indonesia.

Mencermati mengenai aksi- aksi kekerasan yang terjadi di Indonesia

pascareformasi, selama 14 tahun ini setidaknya terdapat 2.398 kasus kekerasan

dan diskriminasi yang terjadi di Indonesia. Yayasan Denny JA mencatat, dari

jumbah itu paling banyak kekerasan terjadi karena berlatar agama/paham agama.

Di antara banyak kasus tersebut, setidaknya terdapat lima kasus diskriminasi

terburuk empat belas tahun era reformasi, dengan kasus pengungsian Ahmadiyah

di Mataram menempati peringkat ke-4. Konflik Ahmadiyah di Mataram telah

menyebabkan 9 orang meninggal dunia, 8 orang luka-luka, 9 orang mengalami

gangguan jiwa, 379 orang terusir dari rumahnya, 9 pasangan suami-istri dipaksa

cerai, 3 oramg perempuan keguguran,61 anak-anak harus putus sekolah,45 warga

dipersult dalam mengurus adiministrasi KTP ,dan 322 dipaksa keluar dari jemaah

Ahmadiyah. Meski tidak menimbulkan korban jiwa yang begitu besar, konflik ini

mendapat sorotan tajam dari media. Setelah konflik usai, selama 8 tahun nasib

pengungsi belum mendapat kejelasan.

Universitas Sumatera Utara

Page 158: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

4.3.3.3 Kaum Marginal

Kendati memiliki ribuan penganut dan tersebar di penjuru Indonesia,

namun jemaat Ahmadiyah tetap menjadi minoritas. Pemerintah secara jelas

mengekang kebebasan kaum Ahmadi untuk bersyiar. Sikap terbaru pemerintah

terhadap eksistensi JAI direpresentasikan melalui Surat Ketutusan Bersama (SKB)

menteri Agama, Jaksa Agung dan menteri Dalam Negeri RI, No. 3 Tahun 2008,

KEP-033/A/JA/6/2008, dan No. 99 Tahun 2008 tentang Peringatan dan Perintah

kepada Penganut Anggota dan/atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah (JAI)

dan Warga Masyarakat.

Dalam sambutan tertulis Prof. H. Abdurrahmad Mas‟ud, Ph.D, kepala

Puslitbang Kehidupan Beragama, Kementrian Agama RI, menjelaskan bahwa dua

putusan tersebut ditetapkan pada 9 Juni 2008, yang pada intinya memberikan

perintah kepada JAI untuk menghentikan penyebaran atas tafsir Ahmadiyah,

sekaligus kegiatan yang dianggap menyimpang dari pokok-pokok ajaran Islam.

Bila mana JAI tidak mematuhinya, maka akan diberikan sanksi menurut peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Di sisi lain, melalui SKB tersebut, pemerintah

meminta kepada masyarakat untuk tidak melakukan tindakan-tindakan yang

anarkis kepada JAI. Tidak bisa dipungkiri bahwa keputusan ini menuai pro dan

kontra di tengah masyarakat. Sebagian masyarakat berpendapat bahwa terbitnya

SKB adalah bentuk pemberangusan atau kebebasan beragama dan menjalankan

keyakinan. Di sisi lain, ada juga masyarakat yang beranggapan bahwa persoalan

JAI bukan semata-mata terkait dengan penyikapan kebebasan beragama, melaikan

perlakuan penodaan agama. Penodaan yang dimaksud adalah paham Ahmadiyah

Universitas Sumatera Utara

Page 159: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

yang telah salah dalam melakukan penafsiran ajaran Agama Islam (Wahyudi ,

2015: 128). Sementara bagi kaum Ahmadi, jelas SKB telah membatasi mereka

dalam melakukan dakwa secara terang-terangan.

Prof. H. Abdurrahmad melanjutkan, bagi pemerintah penerbitan SKB

sepatutnya dapat diapresiasi oleh semua pihak. Dalam hal ini pemerintah memiliki

beberapa alasan, antara lain: pertama, kebijakan ini sedikit banyak membantu

pengikut Ahmadiyah untuk memahami dirinya sendiri dari kaca mata orang luar,

sehingga tidak merasa benar sendiri dan menganggap kelompok lainnya salah.

Kedua, mengarahkan masyarakat agar lebih membuka diri terhadap perbedaan

pendapat dan tidak melakukan main hakim sendiri bilamana menemukan

sekelompok masyarakat yang punya paham keagamaan yang berbeda dengan

umat Islam pada umumnya. Ketiga, belajar untuk menyelesaikan semua persoalan

umat dengan kerangka penegakan hukum dan penghargaan terhadap hak-hak asasi

manusia (Wahyudi, 2015: 128-129). Menyikapi maksud pemerintah, JAI selaku

institusi mengambil sikap kompromi untuk memilih solusi alternatif.

Alasan kuat pemerintah melakukan pelarangan terhadap JAI lebih

didasarkan pada penafsirannya yang tidak lazim menurut keyakinan umat Islam

pada umumnya. Khususnya terkait dengan persoalan kenabian Mirza Ghulam

Ahmad. Sementara itu, menurut Muhammad Siddik Ji‟an (wakil Amir bidang

Tarbiyah PB JAI), soal kenabian dan Al-Mahdi, ilmiah, ayat, dan hadis

dipadukan, dimana khataman nabiyyin dipahami oleh JAI dari akar ikatannya.

Maka, sebagai muslim wajib meyakini kehadiran nabi Isa yang kedua kalinya di

jaman akhir sebagai nabi dan rasul.

Universitas Sumatera Utara

Page 160: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Respon terbaru dari pemerintahan telah menjadikan kesadaran baru di

kalangan JAI bahwa sudah saatnya dialog dilakukan dengan pendekatan publikasi

tertulis (menggiatkan penulisan ilmiah) yang lebih terbuka dan obyektif,

sementara untuk kegiatan peribadatan sebagai muslim dijalankan secara individu

per individu dan berjamaah pada masjid-masjid yang masih ada pengelolannya.

Fakta adanya perbedaan pandangan, bahkan nyaris terpolarisasi sekalipun,

maka pilihan sosial terbaik adalah musyawarah atau dialog. Akan tetapi, acap

manusia memilih solusi berupa jalan kekerasan, padahal langkah tersebut tidak

pernah dapat menyelesaikan persoalan. Sebaliknya, dalam dialog ada proses

diskursif yang berujung pada penemuan suatu solusi-solusi dan kesepahaman.

Ahmadiyah sejak kelahirannya telah menimbulkan perbedaan teologis di kalangan

umat Islam, demikian juga halnya saat kedatangannya ke Nusantara. Perbedaan

suda menjadi konsekuensi logis dari kehadirannya, mengingat dasar keyakinan

mereka berkaitan erat dengan persoalan aqidah yang dipandang berbeda oleh umat

Islam pada umumnya.

Menurut Hans Kung (Wahyudi, 2015: 203), dialog harus dilakukan secara

demonstratif, yakni mengemukan pendapat sepanjang-panjangnya sesuai kadar

kebenaran yang dimiliki dan dipahami seseorang. Oleh karena itu, dialog

semestinya tidak mencari kebenaran, melainkan mencari pemufakatan masing-

masing pihak yang berselisih paham. Nilai-nilai fundamental dari suatu gerakan

kelompok masyarakat pada komunitas marginal adalah menjunjung tinggi dialogis

permusyawaratan utnuk menggali kebenaran atau titik temu.

Universitas Sumatera Utara

Page 161: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Pada era reformasi, berbagai macam komunitas bermunculan. Simon

pilphott (Qodir, 2011: 2) menyebutnya sebagai berkah demokrasi, sehingga secara

otomatis juga menjadi berkah bagi tumbuhnya kelompok-kelompok mayarakat di

Indonesia. Wahyuni (2015: 205) menanggapi

Bagi anggota JAI, bisa jadi reformasi bukan merupakan berkah,

namun menjadi bencana yang menghimpit ruang geraknya. Menyikapi

berbagai tekanan dan intoleransi, maka respon JAI yang cenderung

ditonjolkan adalah: 1). Jika menyangkut perbuatan hukum, maka yang

ditempuh adalah mekanisme hukum; 2). Jika bentuknya teror, ancaman,

atau sindiran maka yang dipilih adalah kesabaran dan tidak memancing

emosi pihak lain; 3). Jika wujudnya merupakan pengembangan opini

publik, maka yang ditempuh adalah jalan klarifikasi, termasuk dengan

menerbitkan buku; 4). Jika yang ditekan adalah JAI selaku institusi, maka

yang dilakukan adalah memanfaatkan kekuatan jaringannya, baik dalam

skala nasional maupun internasional di dalam sitem kekhalifahan

Ahmadiyah.

Universitas Sumatera Utara

Page 162: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

BAB V

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

5.1 Struktur Penceritaan Novel Okky Madasari

Penelitian ini memusatkan perhatian pada tiga novel Okky Madasari, yaitu

Entrok, 86, dan Maryam. Berdasarkan paparan data dan temuan penelitian, ketiga

novel tersebut memiliki realitas fiksi dan realitas sosial yang melekat dalam

pengalaman hidup pengarangnya. Oleh karena itu, pembahasan struktur

penceritaan novel-novel ini terintegrasi dengan pengungkapan peristiwa

kehidupan dalam novel dan peristiwa kehidupan yang dialami sendiri oleh

pengarangnya.

Struktur penceritaan novel yang didasarkan pada pengalaman pengarang

novel ini, berfungsi sebagai kerangka cerita. Hal ini disebabkan terdapat peristiwa

yang tidak sesuai dengan realitas sosial. Bahkan, terdapat realitas sosial yang

disamarkan, seperti penggunaan nama tempat. Penyamaran realitas sosial dalam

realitas fiksi didukung oleh pengalaman estetik dan riset yang dilakukan oleh

pengarang. Pengarang terlibat langsung dalam kehidupan masyarakat pendukung

cerita.

Secara umum, struktur penceritaan ketiga novel Okky menggunakan plot

flash back dengan latar kejadian di tempat kelahiran dan tempat pengarang

bekerja. Akan tetapi, novel-novel tersebut menggunakan struktur transmisi narasi

yang bervariatif tetapi menceritakan hal yang relatif sama, yakni perjuangan

perempuan dalam memenuhi tuntutan kebutuhan hidup dan mempertahankan

Universitas Sumatera Utara

Page 163: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

keyakinan. Oleh karena itu, pengarang novel menggunakan realitas sosial dan

menggabungkan dengan realitas fiksi untuk menyamarkan atau tidak berterus

terang sedang menghadirkan berbagai kejadian yang pernah dialami dan

dilihatnya. Apalagi, pengarang novel berada di lingkungan tempat novel

diciptakan dan sebelum menulis novelnya pengarang terlebih dahulu mengadakan

riset kurang lebih dua tahun untuk setiap penulisan novelnya. Dengan demikian,

pengarang memiliki pemahaman yang mendalam tentang problematika kehidupan

masyarakat dalam struktur ruang dan waktu penceritaan.

5.1.1 Novel Entrok

Novel Entrok yang dijadikan data penelitian ini dibangun oleh struktur

penceritaan yang didasarkan pada realitas sosial kehidupan masyarakat Jawa.

Masyarakat Jawa yang dijadikan realitas fiksi adalah masyarakat Jawa yang

tradisional dan modern. Penggunaan struktur ruang dan waktu terjadi dalam dua

masa yaitu, masa kini dan masa lalu. Struktur penceritaan menggunakan alur maju

dan alur mundur, dengan kata lain, pada saat cerita berpindah dari masa kini ke

masa lalu terjadi juga penceritaan masa lalu dalam kehidupan tokoh cerita Marni

dan Rahayu.

Flashback novel Enrtrok terjadi pada ruang dan waktu antara tahun 1950-

1994. Struktur penceritaan ruang dan waktu kejadian berada pada desa Sinnget

yang dih8ubungkan dengan daerah-daerah terdekat dalam struktur masa kini dan

masa lalu. Penceritaan berpusat di Pasar Ngranget tempat Marni dan Simbok

bekerja. Kota-kota yang dijadikan latar dalam novel ini sesuai dengan kota tempat

Universitas Sumatera Utara

Page 164: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

pengarang pernah tinggal dan kuliah, seperti Magetan, Glodok, Magelang,

Madiun, dan Yogyakarta.

Realitas fiksi dalam novel Entrok memiliki memiliki realitas sosial dalam

tiga aspek, yakni spiritual masyarakat Jawa, buruh perempuan, dan kemiskinan.

Realitas spiritual kehidupan masyarakat Jawa, menjadikan Sumarni terikat kepada

kepercayaan terhadap memuja leluhur. Marni tidak mengenal Tuhan seperti yang

disembah oleh umat Islam. Di KTP tertera bahwa Marni beragama Islam, tetapi

dia tetap menjalankan ritual keagamaannya dengan nyuwun kepada roh para

leluhurnya. Ritual yang dilakukan Marni sejalan dengan realitas sosial yang

dilakukan para pengikut Islam abangan.

Realitas sosial dimulai dari kehancuran hidup Sumarni yang dikalahkan

oleh orang-orang yang berkuasa. Kemudian, pengisahan beralih pada flashback

masa kecil Sumarni hingga masa perkawinannya yang mengalami hidup miskin.

Kemiskinan ini menyebabkan Sumarni tidak bisa membeli sebuah entrok atau

BH. Keinginannya untuk membeli sebuah entrok menyebabkan Marni berusaha

untuk bekerja keras. Dia harus menjadi kuli angkat barang, yang pekerjaan ini

bukan diperuntukkan bagi kaum perempuan. Akibat kemiskinan ini juga

menyebabkan banyak perempuan lain yang bekerja, walaupun hanya sekedar

untuk memenuhi kebutuhan hidup, yakni pangan.

Pengisahan realitas sosial juga terlihat pada masa pemerintahan orde baru,

beberapa kali pemilu dimenangkan oleh partai Golkar. Masyarakat dipaksa untuk

memenangkan partai tersebut. Realitas sosial lain juga bermunculan, seperti

pembunuhan misterius, kesewenang-wenangan oleh penguasa, dan kisah Waduk

Universitas Sumatera Utara

Page 165: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Kedungomboh. Mereka harus meninggalkan kampungnya, jika tidak, mereka akan

dicap sebagai PKI.

Struktur relasi gender dalam novel ini memperlihatkan bahwa status

perempuan selalu lebih rendah dari laki-laki. Perempuan dijadikan sebagai istri

simpanan dan dijadikan sebagai alat pemuas nafsu birahi. Relasi gender dalam elit

birokrasi juga memperlihatkan bahwa kaum perempuan selalu rendah dan tidak

berdaya. Marni harus mengeluarkan uang sumbangan untuk partai politik dan

Marni selalu harus memberi setoran kepada tentara setiap bulan, dengan dalih

sebagai uang keamanan. Kesetaraan gender dapat dilihat melalui tokoh Marni

ketika dia bekerja sebagai kuli angkat barang dan ketika dia menjadi juragan tebu.

Marni mempekerjakan baruh laki-laki di ladangnya.

Berdasarkan penjelasan di atas, novel Entrok karya Okky Madasari

dibangun oleh realitas fiksi yang didasarkan oleh realitas sosial kehidupan

masyarakat di sekitar pengarang. Dalam realitas fiksi berakhir pada waktu

kekinian di mana Rahayu kembali lagi ke desanya, sebagai ruang pengisahan awal

dan akhir penceritaan. Dengan demikian, struktur penceritaan novel Entrok

bermula dan berakhir pada realitas sosial yang ditata sedemikian rupa dalam

bentuk realitas fiksi.

5.1.2 Novel 86

Realitas fiksi dalam novel 86 memiliki latar belakang realitas sosial dalam

dua aspek, yakni kasus suap dan peredaran narkoba dari balik penjara. Profesi

Arimbi sebagai juru ketik di kantor pengadilan membuat dirinya terjebak dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 166: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

kasus suap. Semula Arimbi yang polos dan lugu tidak peduli dengan keadaan

sekitar. Bu Danti sebagai atasannya, melibatkan Arimbi dalam sebuah permainan.

Lambat laun Arimbi terikut dalam permainan tersebut dan terbiasa menerima

uang yang dianggap sebagai balas jasa karena dia telah melakukan pekerjaan

mengetik putusan pengadilan.

Berdasarkan pengakuan Okky sebagai pengarang novel ini, dia

mengatakan bahwa novel ini dituliskan berdasarkan riset yang dilakukannya

selama dia bekerja sebagai wartawan dalam bidang hukum dan korupsi. Novel ini

lahir dari segala keprihatinan pada praktik-praktik korupsi di negara ini. Okky

membingkai realitas sosial dalam realitas fiksi dengan baik, sehingga novel ini

tidak bersifat menggurui.

Alur yang digunakan dalam novel ini dominan menggunakan alur maju.

Alu mundur hanya digunakan untuk menceriakan keadaan masa lalu lewat

pembayangan ataupun lamunan yang dilakukan oleh Arimbi. Relasi yang

menuntut kesetaraan gender dapat dilihat dari pemeran tokoh utama adalah

perempuan. Peran laki-laki dalam novel ini hanya dijadikan sebagai pelengkap

saja. Struktur ruang dan waktu masa kini lebih mendominasi dalam novel ini.

Struktur ruang mengambil tempat di Jakartaa. Di halaman tujuh dan

delapan novel, pengarang membuat peta tentang perjalanan Arimbi dari tempat

kos menuju kantornya, yaitu kantor Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan Rutan

Pondok Bambu. Rutinitas di Pengadilan Tinggi Jakarta Selatan dan kehidupan di

rutan Pondok Bambu menjadi latar tempat yang mendominasi cerita ini. Realitas

sosial terjadi di dua lokasi ini. Pelayanan yang buruk juga terjadi di stasiun kereta

Universitas Sumatera Utara

Page 167: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

api yang merupakan bagia dari realitas sosial. Berdasarkan penjelasan di atas,

novel 86 dibangun oleh realitas fiksi yang didasarkan oleh realitas sosial

kehidupan pengarangnya.

5.1.3 Novel Maryam

Struktur penceritaan novel Maryam dibangun oleh realitas sosial yang

dikemas dalam realitas fiksi. Pengemasan cerita tersebut menjadikan observasi

pengarang terhadap kehidupan pengikut Ahmadiyah di Lombok sebagai materi

utama penceritaan. Sebagai seorang yang berprofesi sebagai seorang wartawan,

sudah barang tentu Okky banyak mengetahui kejadian yang menimpa pangikut

Ahmadiyah di Lombok. Menurut pengakuannya, dua tahun dia berada di Lombok

untuk menyelesaikan penulisan novel ini.

Realitas fiksi yang memiliki latar belakang realitas sosial juga dapat

dilacak dari pengakuan Sigit Purnomo Wartawan BBC di Jakarta. Di dalam

artikelnya yang berjudul “Nasib Ahmadiyah, Terlantar di Negeri Sendiri”, yang

dilansir pada tanggal 3 Agustus 2013 mengakui terdapat beberapa peristiwa yang

berkaitan dengan pengikut Ahmadiyah di Lombok. Realitas sosial inilah yang

menjadi sumber inspirasi Okky dalam menulis novelnya, baik secara totalitas

maupun sebagian kenyataan hidup yang dipindahkan dalam ruang dan waktu.

Realitas itu antara lain:

1. Pada 1999, Ahmadiyah Lombok kali pertama mengalami serangan oleh

orang-orang yang menginginkan mereka keluar dari keyakinannya. Saat itu

masjid Ahmadiyah di Bayan, Lombok Barat dibakar. Satu orang meninggal,

Universitas Sumatera Utara

Page 168: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

dan semua orang Ahmadi di Bayan diusir. Pada 2001, menyusul Ahmadiyah

Pancor, Lombok Timur disasar; mereka juga terpaksa pergi dari kampungnya

dan mengungsi.

2. Pengusiran paksa yang dilakukan oleh masyarakat terhadap pengikut

Ahmadiyah merupakan kenyataan yang terjadi di desa Ketapang, Lombok

Barat pada tanggal 4 Februari 2006.

3. Di Wisma Transito sehari-hari mereka hidup di dalam ruangan yang hanya

dibatasi kain bekas spanduk, kardus atau karung sebagai tanda pemisah antara

satu keluarga dengan keluarga lain.Di petak yang sempit dan pengap itu

mereka berbagi tidur, memasak dan melakukan aktifitas keluarga lainnya di

ruang yang sama penuh dengan keterbatasan. "Kami berada di lingkungan

istilah kami Pakumis, padat kumuh dan miskin, karena tujuh tahun mengungsi

tinggal di barak-barak dengan ruangan ukuran 3x3 meter bahkan 2x3 meter

disekat kain bekas, karung dan kain sisa spanduk" kata Nashirudin Ahmadi,

seorang mubaligh Ahmadiyah.

4. Selama tinggal di penampungan, kebutuhan hidup mereka sempat ditopang

sembako bantuan pemerintah daerah, tetapi sejak 2007 tidak ada lagi bantuan

yang mengalir.

5. Agar tetap bertahan hidup, mereka kerja serabutan, menjadi kuli, mengasong,

atau tukang ojek dijalani demi sesuap nasi.

Baik lokasi maupun orang-orang yang ditampilkan pengarang dalam

penceritaan tersebut adalah orang-orang yang dikenal oleh pengarang yang

Universitas Sumatera Utara

Page 169: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

berprofesi sebagai wartawan. Okky mengakui bahwa dalam menulisan novel ini,

dia mengadakan riset selama dua tahun.

Berdasarkan pemaparan di atas, sistem penceritaan novel Maryam tetap

menggunakan realitas sosial dalam penataan realitas fiksinya. Realitas sosial yang

dimasukkan pada realitas fiksi merupakan pengalaman hidup pengikut

Ahmadiyah di Lombok. Pengalaman hidup tersebut diceritakan dengan teknik

perpaduan antara alur maju dengan alur mundur. Hal ini menyejajarkan perpaduan

penceritaan realitas sosial dalam realitas fiksi yang terjadi dalam novel-novel

Okky yang lain, seperti novel Entrok dan 86.

5.2 Analisis Semiotik Perjuangan Perempuan dalam Ketiga Novel Okky

Madasari

Untuk menganalisa unsur semiotik dalam ketiga novel Okky Madasari

dengan menggunakan teori semiotik Roland Barthes, maka perlu adanya

penafsiran dari setiap kata atau dikenal dengan istilah heuristik, atau disebut

dengan semiotik tingkat pertama, dan juga penafsiran secara totalitas yakni

dikenal dengan istilah hermeunitik, atau disebut juga dengan istilah semiotik

tingkat kedua. Adapun analisis kedua unsur semiotik terhadap perjuangan

perempuan dalam ketiga novel Okky tersebut adalah sebagai berikut,

Universitas Sumatera Utara

Page 170: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

5.2.1 Analisis Semiotik Perjuangan Perempuan dalam bidang Ekonomi

1. Pemaknaan Tingkat Pertama

1. Sabu-sabu Cik Aling tidak hanya menunggu

diambil orang, tapi diantar sendiri oleh orang suruhan Cik Aling, salah

satunya Ananta (86: 204-205).

Secara heuristik (semiotik tingkat pertama) kalimat di atas dapat

diinterpretasikan sebagai petanda (signified) bahwa Cik Aling adalah

berprofesi sebagai orang yang mengendalikan peredaran narkoba dalam

penjara. Sebagai penandanya (signifier) adalah sabu-sabu dan Ananta yang

menjadi kurir pengedar narkoba tersebut.

2. Bapak memukul Simbok yang sedang sakit panas

dan tidak bisa ke pasar. Kalau Simbok tidak ke pasar, kami tidak akan punya

makanan. Dan laki-laki itu dengan seenaknya hanya menunggu makanan. Dia

seperti anjing gila yang marah saat kelaparan (En, 2010: 17-18).

Secara heuristik kalimat di atas dapat ditafsirkan bahwa Simbok adalah tulang

punggung keluarga. Sebagai penandanya adalah Bapak memukul Simbok

karena tidak pergi ke pasar. Petandanya adalah kalau Simbok tidak ke pasar,

maka mereka tidak akan bisa makan.

3. Bu Danti bekerja di kantor pengadilan. Dia juga

seorang pegawai negeri. Selain itu, Bu Danti memegang jabatan struktural

sebagai ketua seksi panitera persidangan. Bu Danti adalah atasan Arimbi dan

Anisa. Bu Danti menyelewengkan jabatan yang dianugerahkan kepadanya.

Melalui jabatan ini, Bu Danti menjadi makelar kasus (86, 2011: 49).

Secara heuristik kalimat di atas dapat ditafsirkan bahwa Bu Danti adalah

seorang pegawai negeri yang bekerja di kantor pengadilan sebagai Kepala

Bagian Panitera Persidangan. Sebagai penandanya adalah Bu Danti bekerja di

kantor pengadilan. Dia juga seorang pegawai negeri. Selain itu, Bu Danti

memegang jabatan struktural sebagai ketua seksi panitera persidangan.

Universitas Sumatera Utara

Page 171: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Petandanya adalah Bu Danti dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dari

penghasilannya sebagai pegawai negeri.

2. Pemaknaan Tingkat Kedua

1. Sabu-sabu Cik Aling tidak hanya menunggu diambil orang, tapi diantar

sendiri oleh orang suruhan Cik Aling, salah satunya Ananta (86, 2011: 204-

205).

Secara hermeunitik (semiotik tingkat kedua) dapat ditafsirkan keberadaan

Cik Aling sebagai perempuan pelaku bisnis dengan mengontrol peredaran

narkoba dari balik penjara. Cik Aling bukan hanya mengedarkan sabu-sabu di

dalam penjara tetapi juga di luar penjara dengan merekrut Ananta sebagai

kurir sabu-sabu tersebut.

2. Bapak memukul Simbok yang sedang sakit panas dan tidak bisa ke pasar.

Kalau Simbok tidak ke pasar, kami tidak akan punya makanan. Dan laki-laki

itu dengan seenaknya hanya menunggu makanan. Dia seperti anjing gila yang

marah saat kelaparan (En, 2010: 17-18).

Secara hermeunitik dapat ditafsirkan bahwa Simbok harus bekerja untuk

memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Kemiskinan yang membelit

keluarganya, menyebabkan Simbok harus bekerja setiap hari. Jika satu hari

saja dia tidak bekerja, maka mereka tidak bias makan. Penandanya adalah

kalau Simbok tidak ke pasar, kami tidak akan punya makanan. Suami Simbok

juga tidak punya pekerjaan. Dia seorang yang tidak mempunyai perasaan.

Menyuruh istrinya bekerja dan dia akan marah-marah jika tidak ada makanan.

Itulah sebabnya, Simbok harus bekerja di pasar, walaupun dia sedang sakit.

Makna totalitasnya adalah Simbok bekerja untuk mempertahankan hidup.

Universitas Sumatera Utara

Page 172: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

3. Bu Danti bekerja di kantor pengadilan. Dia juga

seorang pegawai negeri. Selain itu, Bu Danti memegang jabatan struktural

sebagai ketua seksi panitera persidangan. Bu Danti adalah atasan Arimbi dan

Anisa. Bu Danti menyelewengkan jabatan yang dianugerahkan kepadanya.

Melalui jabatan ini, Bu Danti menjadi makelar kasus (86, 2011: 49).

Secara hermeunitik dapat ditafsirkan bahwa sebagai seorang pegawai negeri,

dia sudah dapat memenuhi kebutuhan primer maupun sekunder. Tetapi untuk

memenuhi kebutuhan tersier, Bu Danti menambah penghasilannya dengan

menjadi makelar kasus. Sehingga penghasilannya sebagai makelar kasus lebih

besar jika dibandingkan dengan gajinya sebagai pegawai negeri. Jadi makna

totalitasnya adalah Bu Danti bekerja bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya tetapi juga untuk meningkatkan taraf hidupnya ke arah yang lebih

tinggi.

5.2.2 Analisis Semiotik Perjuangan Perempuan dalam bidang Keyakinan

1. Pemaknaan Tingkat Pertama

1. Dulu sekali, aku juga melakukan apa yang ibu lakukan. Ibu

membangunkanku, lalu kami berdua duduk di bawah pohon asem. Kata ibu,

itu namanya berdoa, tirakat. Ibu mengajariku untuk nyuwun. Katanya semua

yang ada di dunia milik Ibu Bapa Bumi Kuasa. Dialah yang punya kuasa

untuk memberikan yang kita inginkan. “Nyuwun supaya jadi orang pintar.

Bisa jadi pegawai,” kata Ibu (En, 2010: 55-56).

Secara heuristik pragraf di atas dapat ditafsirkan bahwa Ibu adalah seorang

yang taat kepada keyakinannya. Penandanya adalah kami berdua duduk di

bawah pohon asem. Kata ibu, itu namanya berdoa, tirakat. Ibu mengajariku

untuk nyuwun. Katanya semua yang ada di dunia milik Ibu Bapa Bumi

Kuasa. Ibu melakukan nyuwun kepada Ibu Bapak Bumi Kuasa. Ibu selalu

Universitas Sumatera Utara

Page 173: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

bangun tengah malam untuk berdoa dan tirakat. Petandanya adalah ibu

seorang yang teguh kepada keyakinannya.

2. Ibu juga rajin selamatan. Seminggu sekali, setiap hari kelahirannya, dia

meyembelih ayam untuk dipanggang. Tonah membuat tumpeng kecil,

menyiapkan semua ubo rampe. Ada kulupan, jenang merah, dan jenang putih.

Ibu memanggil beberapa tetangga laki-laki. Mbah Sambong, perangkat desa

yang dipercaya punya kekuatan lebih, membacakan ujub. Bapak dan yang

lainnya membaca, “Amin....Amin...!” (En, 2010: 55-56).

Secara heuristik kalimat di atas dapat ditafsirkan bahwa Ibu juga rajin

membuat selamatan pada setiap hari kelahirannya. Dalam kepercayaan orang

Jawa disebut neptu. Penandanya adalah membuat tumpeng kecil, menyiapkan

semua ubo rampe. Ada kulupan, jenang merah, dan jenang putih. Seminggu

sekali Ibu menyuruh Tonah membuat tumpeng kecil lengkap dengan lauk-

pauknya.

3. Ibu menyimpan satu tumpeng dan panggang lengkap dengan ubo rampenya di

kamarnya. Di taruh di meja samping lemari kaca, beralas baki, ditemani

sebatang lilin. Kata ibu, tumpeng dan panggang itu dikirim untuk Mbah Ibu

Bumi Bapak Kuasa. Keesokan harinya, ibu akan mengeluarkan tumpeng dan

panggang itu. Tonah akan memasaknya kembali untuk makanan kami semua

(En, 2010: 55-56).

Secara heuristik paragraf di atas dapat ditafsirkan bahwa Ibu membuat dua

tumpeng. Satu untuk dimakan dimakan saat diadakan selamatan dan yang

satunya lagi dimasukkan ke dalam kamar sebagai persembahan untuk Mbah

Ibu Bumi Bapak Kuasa. Sebagai penandanya adalah ibu menyimpan satu

tumpeng dan panggang lengkap dengan ubo rampenya di kamarnya. Penanda

lain adalah kata ibu, tumpeng dan panggang itu dikirim untuk Mbah Ibu Bumi

Bapak Kuasa.

Universitas Sumatera Utara

Page 174: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

4. Sesajen dan dupa yang sudah disiapkan dari Madiun diletakkan di samping

makam. Ada tumpeng lengkap dengan panggang dan ubo rampe-nya, buah-

buahan, dan rokok (En, 2010:95).

Secara heuristik paragraf di atas dapat ditafsirkan bahwa mereka membawa

persembahan untuk orang yang diziarahi. Persembahan itu berupa sesajen dan

dupa yang diletakkan di samping makam. Sesajen itu berupa tumpeng yang

lengkap dengan lauk-pauknya, buah-buahan dan rokok. Penandanya adalah

Sesajen dan dupa yang sudah disiapkan dari Madiun diletakkan di samping

makam. Ada tumpeng lengkap dengan panggang dan ubo rampe-nya, buah-

buahan, dan rokok.

5. Koh Cayadi menceritakan salah satu kebiasaan keluarganya yang diyakini

terbukti membantu kelancaran usaha mereka. Sejak bertahun-tahun lalu,

tepatnya saat ia masih kanak-kanak di Surabaya, orangtuanya rutin

mengajaknya ke Gunung Kawi. Gunung Kawi ada di Malang, kota di selatan

Surabaya. Mereka bias pergi naik bus, dengan lama perjalanan dua jam. Di

gunung itu, ada makam, yang bisa memberikan berkat bagi orang

menziarahinya (En, 2010:92).

Secara heuristik pragraf di atas dapat ditafsirkan bahwa mereka akan pergi

berziarah ke Gunung Kawi. Gunung ini dianggap keramat karena di sana ada

kuburan orang suci. Penandanya adalah Gunung Kawi ada di Malang, kota

di selatan Surabaya. Mereka bias pergi naik bus, dengan lama perjalanan

dua jam. Di gunung itu, ada makam, yang bisa memberikan berkat bagi

orang menziarahinya.

6. Selama tirakat mereka tidak akan berbicara dan makan-minum. Mereka juga

dilarang memikirkan hal-hal yang tidak baik. Satu-satunya yang mereka

lakukan adalah berdoa memohon berkah (En, 2010:95).

Secara heuristik pragraf di atas dapat ditafsirkan bahwa Mereka akan

bersemedi atau tirakat di kuburan tersebut. Selama bersemedi mereka tidak

Universitas Sumatera Utara

Page 175: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

oleh makan dan minum. Mereka harus membersihkan pikiran dari hal-hal

yang buruk, lalu berdoa untuk memohon berkah. Penandanya adalah selama

tirakat mereka tidak akan berbicara dan makan-minum. Mereka juga

dilarang memikirkan hal-hal yang tidak baik. Satu-satunya yang mereka

lakukan adalah berdoa memohon berkah.

7. Dia lalu masuk kamar. Konon, di kamar itu ia semedi dan membuat jampi-

jampi. Tak terlalu lama kemudian dia keluar kamar sambil membawa

bungkusan kecil. Bungkusan itu isinya gula pasir. Kyai Noto sudah

mengirimkan doa-doa dan kekuatannya dalam gula pasir itu. Orang yang

diberi tinggal ngemut sewaktu-waktu (En, 2010: 132).

Secara heuristik pragraf di atas dapat ditafsirkan bahwa Kyai Noto adalah

seorang dukun yang sakti. Dia bias mengirimkan kekuatan kepada seseorang

melalui gula pasir yang telah diberinya jampi-jampi. Orang yang mengulum

gula tersebut akan mempunyai kekuatan. Penandanya adalah Kyai Noto sudah

mengirimkan doa-doa dan kekuatannya dalam gula pasir itu. Orang yang

diberi tinggal ngemut sewaktu-waktu.

8. Sudah lama tinggal di sini... apakah terpikir untuk menuruti permintaan

orang-orang itu agar bisa kembali ke rumah?”

Perempuan itu tampak bingung dengan pertanyaan wartawan.

“Maksudnya keluar dari Ahmadiyah, agar bisa pulang lagi ke rumah,” jelas

wartawan.

Perempuan itu menggeleng. “Namanya orang sudah percaya,” jawabnya.

“Semakin susah semakin yakin kalau benar,” lanjutnya. (My, 2012: 272)

Secara heuristik kalimat di atas dapat ditafsirkan bahwa keyakinan seeorang

terhadap kepercayaan yang dianutnya yaitu Ahmadiyah. Ahmadiyah

merupakan gerakan Islam yang berpusat di India. Gerakan ini menekankan

aspek-aspek ideologis dengan keyakinan bahwa al-Mahdi dipandang sebagai

“Hakim peng-islah” atau sebagai “Juru Damai” dan Mirza Ghulam Ahmad

Universitas Sumatera Utara

Page 176: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

mengaku telah diangkat Tuhan sebagai al-Mahdi. Penandanya adalah

“Maksudnya keluar dari Ahmadiyah, agar bisa pulang lagi ke rumah,” jelas

wartawan.Perempuan itu menggeleng. “Namanya orang sudah percaya,”

jawabnya. “Semakin susah semakin yakin kalau benar,” Dia yakin, semakin

susah untuk mendapatkannya, maka semakin jelas kebenaran dari ajaran

tersebut.

2. Pemaknaan Tingkat Kedua

1. Dulu sekali, aku juga melakukan apa yang ibu lakukan. Ibu

membangunkanku, lalu kami berdua duduk di bawah pohon asem. Kata ibu,

itu namanya berdoa, tirakat. Ibu mengajariku untuk nyuwun. Katanya semua

yang ada di dunia milik Ibu Bapa Bumi Kuasa. Dialah yang punya kuasa

untuk memberikan yang kita inginkan. “Nyuwun supaya jadi orang pintar.

Bisa jadi pegawai,” kata Ibu.

Secara hermeunitik dapat ditafsirkan bahwa ibu melakukan meditasi di bawah

pohon asem pada malam hari. Ini adalah dasar dari ajaran Kejawen. Kegiatan

orang Jawa Kejawen lainnya adalah meditasi atau semedi. Meditasi atau

semedi biasanya dilakukan bersama-sama dengan tapabrata (bertapa) dan

dilakukan ditempat tempat yang dianggap keramat.

2. Ibu juga rajin selamatan. Seminggu sekali, setiap hari kelahirannya, dia

meyembelih ayam untuk dipanggang. Tonah membuat tumpeng kecil,

menyiapkan semua ubo rampe. Ada kulupan, jenang merah, dan jenang putih.

Ibu memanggil beberapa tetangga laki-laki. Mbah Sambong, perangkat desa

yang dipercaya punya kekuatan lebih, membacakan ujub. Bapak dan yang

lainnya membaca, “Amin....Amin...!”

Secara hermeunitik dapat ditafsirkan bahwa Upacara pokok dalam agama

Jawa tradisional adalah slametan atau selamatan, kenduri. Ini merupakan

upacara agama yang paling umum di atara para abangan, dan melambangkan

persatuan mistik dan sosial dari orang-orang yang ikut serta dalam slametan

Universitas Sumatera Utara

Page 177: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

itu. Slametan dan lambang-lambang yang mengiringinya memberikan

gambaran yang jelas tentang cara pemaduan antara kepercayaan abangan yang

animis dan Budhais-Hindu dengan unsur Islam serta membentuk nilai pokok

masyarakat pedesaan.

3. Ibu menyimpan satu tumpeng dan panggang lengkap dengan ubo rampenya di

kamarnya. Di taruh di meja samping lemari kaca, beralas baki, ditemani

sebatang lilin. Kata ibu, tumpeng dan panggang itu dikirim untuk Mbah Ibu

Bumi Bapak Kuasa. Keesokan harinya, ibu akan mengeluarkan tumpeng dan

panggang itu. Tonah akan memasaknya kembali untuk makanan kami semua

(En, 2010: 55-56).

Secara hermeunitik dapat ditafsirkan bahwa ibu percaya tumpeng tersebut

akan dimakan oleh ruh Mbah Ibu Bumi Bapak Kuasa. Walapun secara fisik

tumpeng tersebut masih utuh, namun sari makanan tersebut sudah dihisap oleh

ruh tersebut, sehingga jika tumpeng itu jika dimakan akan terasa hambar.

4. Sesajen dan dupa yang sudah disiapkan dari Madiun diletakkan di samping

makam. Ada tumpeng lengkap dengan panggang dan ubo rampe-nya, buah-

buahan, dan rokok. (En, 2010:95).

Secara hermeunitik dapat ditafsirkan bahwa salah satu persyaratan agar doa

diterima adalah dengan memberi sesajen dan dupa. Sesajen tersebut yang

berupa tumpeng, buah-buahan dan rokok. Mereka percaya bahwa arwa yang

ada dikuburan tersebut akan memakan sesajen yang mereka persembahkan.

5. Koh Cayadi menceritakan salah satu kebiasaan keluarganya yang diyakini

terbukti membantu kelancaran usaha mereka. Sejak bertahun-tahun lalu,

tepatnya saat ia masih kanak-kanak di Surabaya, orangtuanya rutin

mengajaknya ke Gunung Kawi. Gunung Kawi ada di Malang, kota di selatan

Surabaya. Mereka bisa pergi naik bus, dengan lama perjalanan dua jam. Di

gunung itu, ada makam, yang bisa memberikan berkat bagi orang

menziarahinya (En, 2010:92).

Secara hermeunitik dapat ditafsirkan bahwa kuburan orang yang dianggap

keramat dapat memberikan berkah bagi mereka. Penghormatan kepada orang

Universitas Sumatera Utara

Page 178: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

mati diungkapkan dengan jalan membersihkan kuburan yang dipandang

sebagai sajian kepada orang yang meninggal itu.

6. Selama tirakat mereka tidak akan berbicara dan makan-minum. Mereka juga

dilarang memikirkan hal-hal yang tidak baik. Satu-satunya yang mereka

lakukan adalah berdoa memohon berkah (En, 2010:95).

Secara hermeunitik dapat ditafsirkan bahwa mereka percaya dengan berdoa di

kuburan akan mendatangkan berkah. Banyak kuburan orang suci di Jawa

diaggap keramat, seperti makam para wali. Ribuan orang dari segala pelosok

pulau Jawa berjiarah ke makam-makam tersebut untuk mendapat berkah.

7. Dia lalu masuk kamar. Konon, di kamar itu ia semedi dan membuat jampi-

jampi. Tak terlalu lama kemudian dia keluar kamar sambil membawa

bungkusan kecil. Bungkusan itu isinya gula pasir. Kyai Noto sudah

mengirimkan doa-doa dan kekuatannya dalam gula pasir itu. Orang yang

diberi tinggal ngemut sewaktu-waktu (En, 2010: 132).

Secara hermeunitik dapat ditafsirkan bahwa mereka percaya kepada dukun.

Jampi-jampi yang diberikan oleh Mbah Dukun dapat menghindarkan mereka

dari gangguan roh-roh jahat.

8. Sudah lama tinggal di sini... apakah terpikir untuk menuruti permintaan orang-

orang itu agar bisa kembali ke rumah?”

Perempuan itu tampak bingung dengan pertanyaan wartawan.

“Maksudnya keluar dari Ahmadiyah, agar bisa pulang lagi ke rumah,” jelas

wartawan.

Perempuan itu menggeleng. “Namanya orang sudah percaya,” jawabnya.

“Semakin susah semakin yakin kalau benar,” lanjutnya. (My, 2012: 272)

Secara hermeunitik dapat ditafsirkan bahwa semakin banyak tantangan yang

dihadapi untuk mempertahankan keyakinan tersebut, maka dia semakin yakin

akan kebenaran ajaran tersebut. Dia juga tidak mau keluar dari keyakinannya

walaupun MUI sudah memutuskan bahwa Ahmadiyah adalah aliran sesat.

Bahkan dia siap akan kehilangan keluarga dan hartanya. Secara totalitas

Universitas Sumatera Utara

Page 179: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

makna kalimat di atas mengacu kepada keyakinan yang teguh kepada

Ahmadiyah.

4.2.3 Analisis Semiotik Perjuangan Perempuan dalam bidang Hukum

1. Pemaknaan Semiotik Tingkat Pertama

1. “Sudah aku hitung-hitung, nanti kamu bisa keluar Desember. Tapi namamu

sudah mesti dicatat sekarang. Soalnya mau diajukan pas Agustusan nanti.”

Arimbi diam, menunggu apa yang sebenarnya hendak dikatakan perempuan

yan duduk di depannya itu.

“Ya kalau kamu bilang sanggup, nanti namamu diusulkan. Kan siapa-siapa saja

yang layak diusulin itu tergantung kita yang ada di lapangan ini.”

”Jadi, saya mesti bagaimana?” Arimbi mulai tak sabar.

“Biaya semuanya bersih 15 juta.” (86, 2011: 216-217)

Secara heuristik kalimat di atas dapat ditafsirkan bahwa heuristik kalimat di

atas dapat ditafsirkan bahwa Arimbi akan bebas dari penjara bulan Desember

jika Arimbi mau membayar Rp. 15.000.000,-. Jika Arimbi menyanggupi maka

namanya akan diusulkan pada bulan Agustus dan akan bebas pada bulan

Desember. Hal ini ditandai dengan kalimat “Ya kalau kamu bilang sanggup,

nanti namamu diusulkan. Kan siapa-siapa saja yang layak diusulin itu

tergantung kita yang ada di lapangan ini.” Juga kalimat “Biaya semuanya

bersih 15 juta.”

2. Aku membalikkan tubuh. Sekarang mukaku berhadapan dengan mukanya.

Mata kami beradu. Gusti, kenapa aku selalu Kauhadapkan dengan orang-

orang seperti ini? Orang-orang yang begitu berkuasa dengan seragam dan

sepatunya. Orang-orang yang menjadi begitu kuat dengan senapannya. Orang-

orang yang selalu benar karena bekerja untuk negara. Mereka yang selalu

mendapatkan uang dengan mudah tanpa sedikit pun mengeluarkan keringat.

Dan aku yang tak punya kuasa dan kekuatan, yang selalu saja salah, harus

tunduk pada kemauan mereka. Menyerahkan harta yang terkumpul dengan

susah payah, dengan segala hujatan orang lain.

Universitas Sumatera Utara

Page 180: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

“Ini urusannya berat. Nggak kayak yang dulu itu.”

“Berapa?”

“Sampeyan juragan tebu, kan? Satu hektar pasti enteng.” (En, 2010:182-183)

Secara hermeunitik dapat ditafsirkan bahwa Sumarni berhadapan dengan

orang-orang yang mempunyai kuasaan dan senjata. Marni harus mengorbankan

satu hektar kebun tebunya jika dia mau dibantu. Jika tidak Marni akan

dipenjara. Penandanya adalah “Ini urusannya berat. Nggak kayak yang dulu

itu.”

“Berapa?”

“Sampeyan juragan tebu, kan? Satu hektar pasti enteng.”

3. “Ya sudah, Pak Teja, Bu Marni, kami ini aparat hanya mau membantu

masyarakat. Bikin urusan cepat beres. Kita mau bantu supaya mobil ini bisa

segera dibawah ke bengkel, bisa dipakai lagi. Daripada nanti ketahuan atasan-

atasan saya malah panjang urusannya. Jadi ya diselesaikan di sini saja.”

“Kami ikut saja, Pak,” jawab Teja.

“Kalau kecelakaannya seperti ini, ada yang mati, dua puluh orang luka-luka,

dendanya satu juta saja. Sudah beres semuanya.” (En, 2010:119).

Secara heuristik paragraf di atas dapat ditafsirkan bahwa aparat meminta uang

tebusan sebesar satu juta rupiah. Uang tebusan itu dipergunakan untuk

menebus mobil Sumarni yang ditahan di kantor polisi karena kecelakaan yang

mengakibatkan kematian Bejo dan korban lainya yang luka-luka dan patah

tulang. Penandanya adalah kalau kecelakaannya seperti ini, ada yang mati, dua

puluh orang luka-luka, dendanya satu juta saja. Sudah beres semuanya.

4. Gubernur menerima mereka dengan tiga orang bawahannya. Ia menyalami

Zulkhair dengan ramah seperti orang yang sudah lama kenal. “Bawa siapa ini,

Pak Zul!” tanyanya ketika melihat Maryam dan Umar. (My, 2012:247)

Gubernur mendecak sambil menggeleng, “Sudahlah. Tak ada ujungnya kalau

bicara Bapak Gubernu seperti ini,” katanya. “Pilih saja, keluar dari Ahmadiyah

lalu pulang ke Gegarung atau tetap di Transito sampai kita temukan jalan

keluarnya.”Wajah ketiga tamu Gubernur itu merah mendengar kata-kata

Universitas Sumatera Utara

Page 181: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Gubernur. Mulut mereka terkunci. Tapi sorot mata mereka bicara banyak.

Kemarahan dan sakit hati (My, 2012: 249).

Secara heuristik pragraf di atas dapat ditafsirkan bahwa Bapak Gubernur

menganjurkan para pengikut Ahmadiyah untuk meninggalkan keyakinan

mereka. Hal ini membuat wajah Maryam, Umar, dan Pak Zul memerah

menahan amarah. Penandanya adalah “Pilih saja, keluar dari Ahmadiyah lalu

pulang ke Gegarung atau tetap di Transito sampai kita temukan jalan

keluarnya.”Wajah ketiga tamu Gubernur itu merah mendengar kata-kata

Gubernur. Mulut mereka terkunci. Tapi sorot mata mereka bicara banyak.

Kemarahan dan sakit hati.

5. Bapak yang terhormat, kami tidak meminta lebih. Hanya minta dibantu agar

bisa pulang ke rumah dan hidup aman. Kami tidak minta bantuan uang atau

macam-macam. Kami hanya ingin hidup normal. Agar anak-anak kami juga

bisa tumbuh normal, seperti anak-anak lainnya. Agar kelak kami juga bisa mati

dengan tenang, di rumah kami sendiri.

Sekali lagi, Bapak, itu rumah kami. Kami beli dengan uang kami sendiri. Kami

punya surat-surat resmi. Kami tak pernah melakukan kejahatan, tak pernah

mengganggu siapa-siapa. Adakah alasan yang diterima akal, sehingga kami,

lebih dari dua ratus orang, harus hidup di pengungsian seperti ini?

Kami mohon keadilan. Sampai kapan lagi kami harus mengunggu? (My, 2012:

274-275) .

Secara heuristik pragraf di atas dapat ditafsirkan bahwa melalui surat yang

dikirimnya kepada Bapak Gubernur, Maryam meminta bantuan agar mereka

bisa kembali pulang ke rumah mereka. Mereka tidak meinta apa-apa. Mereka

hanya ingin membesarkan anak-anak mereka di rumah sendiri dan hidup

normal. Penandanya adalah Bapak yang terhormat, kami tidak meminta lebih.

Hanya minta dibantu agar bisa pulang ke rumah dan hidup aman. Kami tidak

minta bantuan uang atau macam-macam. Kami hanya ingin hidup normal.

Universitas Sumatera Utara

Page 182: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Agar anak-anak kami juga bisa tumbuh normal, seperti anak-anak lainnya.

Agar kelak kami juga bisa mati dengan tenang, di rumah kami sendiri.

2. Pemaknaan Semiotik Tingkat Kedua

1. Sudah aku hitung-hitung, nanti kamu bisa keluar Desember. Tapi namamu

sudah mesti dicatat sekarang. Soalnya mau diajukan pas Agustusan nanti.”

Arimbi diam, menunggu apa yang sebenarnya hendak dikatakan perempuan

yan duduk di depannya itu.

“Ya kalau kamu bilang sanggup, nanti namamu diusulkan. Kan siapa-siapa saja

yang layak diusulin itu tergantung kita yang ada di lapangan ini.”

”Jadi, saya mesti bagaimana?” Arimbi mulai tak sabar.

“Biaya semuanya bersih 15 juta.” (86, 2011: 216-217)

Secara hermeunitik dapat ditafsirkan bahwa Arimbi memberikan uang sogok

agar dia bisa mendapat keringanan hukuman. Aparat keamanan bisa disogok

untuk melancarkan semua urusan.

2. Aku membalikkan tubuh. Sekarang mukaku berhadapan dengan mukanya.

Mata kami beradu. Gusti, kenapa aku selalu Kauhadapkan dengan orang-

orang seperti ini? Orang-orang yang begitu berkuasa dengan seragam dan

sepatunya. Orang-orang yang menjadi begitu kuat dengan senapannya. Orang-

orang yang selalu benar karena bekerja untuk negara. Mereka yang selalu

mendapatkan uang dengan mudah tanpa sedikit pun mengeluarkan keringat.

Dan aku yang tak punya kuasa dan kekuatan, yang selalu saja salah, harus

tunduk pada kemauan mereka. Menyerahkan harta yang terkumpul dengan

susah payah, dengan segala hujatan orang lain.

“Ini urusannya berat. Nggak kayak yang dulu itu.”

“Berapa?”

“Sampeyan juragan tebu, kan? Satu hektar pasti enteng.” (En, 2010:182-183)

Secara hermeunitik dapat ditafsirkan bahwa Marni berhadapan dengan orang-

orang yang memiliki kekuasaan. Secara konotatif “orang-orang yang memiliki

kekuasaan” mengandung makna “pejabat pemerintahan”. Sudah menjadi rumor

yang beredar di masyarakat bahwa jika berurusan dengan pejabat

pemerintahan, apalagi aparat keamanan, semua masalah bisa diatasi dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 183: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

uang. Dengan mengatasnamakan mengayomi masyarakat, mereka justru

memeras dibandingkan menolong.

3. “Ya sudah, Pak Teja, Bu Marni, kami ini aparat hanya mau membantu

masyarakat. Bikin urusan cepat beres. Kita mau bantu supaya mobil ini bisa

segera dibawah ke bengkel, bisa dipakai lagi. Daripada nanti ketahuan atasan-

atasan saya malah panjang urusannya. Jadi ya diselesaikan di sini saja.”

“Kami ikut saja, Pak,” jawab Teja.

“Kalau kecelakaannya seperti ini, ada yang mati, dua puluh orang luka-luka,

dendanya satu juta saja. Sudah beres semuanya.” (En, 2010:119).

Secara hermeunitik dapat ditafsirkan bahwa jika ada uang segala urusan akan

beres. Marni menuntut keadilan. Namun, dia tidak berdaya sehingga dia harus

masuk dalam lingkaran permainan aparat tersebut.

4. Gubernur mendecak sambil menggeleng, “Sudahlah. Tak ada ujungnya kalau

bicara seperti ini,” katanya. “Pilih saja, keluar dari Ahmadiyah lalu pulang ke

Gegarung atau tetap di Transito sampai kita temukan jalan keluarnya.”Wajah

ketiga tamu Gubernur itu merah mendengar kata-kata Gubernur. Mulut mereka

terkunci. Tapi sorot mata mereka bicara banyak. Kemarahan dan sakit hati (My,

2012: 249).

Secara hermeunitik dapat ditafsirkan bahwa Bapak Gubernur tidak berani

mengambil keputusan untuk mengembalikan pengungsi pengikut Ahmadiyah

ke rumah mereka. Mereka hanya memendam kemarahan itu, tetapi mereka

sangat sakit hati mendengar perkataan Bapak Gubernur. Maryam nenuntut

keadilan sesuai dengan UUD 1945 pasal 29, bahwa setiap warga negara berhak

untuk melaksanakan keyakinan dan kepercayaan sesuai dengan agamanya

masing-masing.

5. Bapak yang terhormat, kami tidak meminta lebih. Hanya minta dibantu agar

bisa pulang ke rumah dan hidup aman. Kami tidak minta bantuan uang atau

macam-macam. Kami hanya ingin hidup normal. Agar anak-anak kami juga

bisa tumbuh normal, seperti anak-anak lainnya. Agar kelak kami juga bisa mati

dengan tenang, di rumah kami sendiri.

Sekali lagi, Bapak, itu rumah kami. Kami beli dengan uang kami sendiri. Kami

punya surat-surat resmi. Kami tak pernah melakukan kejahatan, tak pernah

Universitas Sumatera Utara

Page 184: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

mengganggu siapa-siapa. Adakah alasan yang diterima akal, sehingga kami,

lebih dari dua ratus orang, harus hidup di pengungsian seperti ini?

Kami mohon keadilan. Sampai kapan lagi kami harus mengunggu? (My, 2012:

274-275).

Secara hermeunitik dapat ditafsirkan bahwa Maryam menuntut keadilan

kepada Bapak Gubernur terpilih dari segi sisi kemanusiaan. Dari sisi

kemanusiaan, setiap warga negara berhak untuk mendapatkan penghidupan

yang layak.

5.3 Perjuangan Perempuan dalam Ketiga Novel Okky Madasari

Perjuangan perempuan yang tergambar dalam ketiga novel Okky Madasari

meliputi perjuangan dalam bidang ekonomi, perjuangan dalam bidang keyakinan,

dan perjuangan dalam bidang hukum yang akan dijelaskan satu persatu. Berikut

ini adalah tabel perjuangan perempuan dalam novel Okky Madasari.

No. Bidang Perjuangan Bentuk Perjuangan

1.

Ekonomi

Perempuan sebagai Pelaku Bisnis

Perjuangan dalam Mempertahankan

Hidup

Perjuangan dalam Meningkatkan

Taraf Hidup

2. Keyakinan Kejawen

Ahmadiyah

3. Hukum Perjuangan Perempuan dalam

Mencari Keadilan

Tabel 5.1 Perjuangan Perempuan dalam Ketiga Novel Okky Madasari

5.3.1 Perjuangan Perempuan dalam Bidang Ekonomi

Pasca tahun 1960-an, terjadi perubahan dari kondisi masyarakat

sebelumnya. Perempuan tidak lagi duduk manis dan rumah dan mengerjakan

tugas-tugas domestik yang rutin dan diwariskan sejak turun-temurun. Realitas

Universitas Sumatera Utara

Page 185: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

sosial masyarakat yang berubah itu ditandai dengan banyaknya kaum perempuan

yang menempuh pendidikan sekolah menengah umum atau yang sederajat.

Bahkan tidak sedikit yang terus belajar sampai ke perguruan tinggi. Dengan

persentasi tamatan pendidikan minimal SMP yang makin meningkat, kini

perempuan bisa mengerjakan hal-hal produktif yang dapat membantu ekonomi

keluarganya. Tidak ada hambatan yang signifikan di masyarakat bagi perempuan

yang hendak bekerja, bahkan saat ini masyarakat justru menginginkan anak

perempuan mereka bisa bekerja.

Merebaknya kaum perempuan bekerja, juga dirasakan di dalam ketiga

novel Okky Madasari. Mereka bekerja bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan

primer saja, tetapi mereka juga berjuang untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan

tersier. Dengan bekerja mereka berjuang untuk mengubah nasib. Adapun bentuk

Perjuangan perempuan di bidang ekonomi dalam ketiga novel Okky adalah

perempuan sebagai pelaku bisnis, perjuangan dalam mempertahan hidup, dan

perjuangan dalam meningkatkan taraf hidup. Hal ini dapat dilihat pada bagn

berikut ini,

Bagan 5.1 Perjuangan Perempuan dalam Bidang Ekonomi

Perjuangan Perempuan

dalam Bidang Ekonomi

Perempuan sebagai

Pelaku Bisnis

Perjuangan dakam

Meningkatkan Taraf

Hidup

Perjuangan dalam

Mempertahankan

Hidup

Universitas Sumatera Utara

Page 186: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

5.3.1.1 Perempuan sebagai Pelaku Bisnis

Perjuangan perempuan sebagai pelaku bisnis dapat dilihat dalam novel

Entrok melalui tokoh Sumarni dan Nyai Dimah. Sedangkan dalam novel 86

melalui tokoh Arimbi, Bu Danti, dan Cik Aling. Kemudian dalam novel Maryam

melalui tokoh Maryam, Fatimah, Bu Umar, dan Nuraini. Dengan penggambaran

tokoh para perempuan yang terjun ke dunia usaha, Okky ingin

memperlihatkankan para perempuan yang dapat berperan di dua arena yang

berbeda, di rumah sebagai makhluk domistik dan di luar rumah sebagai pengusaha

atau pekerja. Di rumah, mereka harus menjalankan peran-peran domistiknya

mengurus rumah tangga, melayani suami, dan mengurus dan mendidik anak,

tetapi ketika di luar rumah mereka memiliki kemampuan yang luar biasa dalam

menjalankan perannya perannya sebagai pengusaha.

Sumarni dalam novel Enrok, memperjuangkan hidupnya sebagai pelaku

bisnis. Marni yang buta huruf mempunyai pemikiran maju. Impiannya akan

memiliki entrok telah membawa perubahan dalam hidupnya. Marni mulai mencari

kehidupan di luar dari ranah domistik. Setelah Marni menikah dengan Teja, yaitu

seorang kuli angkat barang, Marni mulai berpikir untuk menjadi seorang pebisnis.

Dia berjualan dari rumah ke rumah, membawa barang dagangan yang dipesan

oleh pelanggannya. Dia memulai usahanya dari bawah hingga akhirnya dia

menjadi seorang pengusaha yang turut diperhitungkan di kampungnya. Hal ini

dapat dilihat pada kutipan di bawah ini,

“Laris dagangannya, Mbakyu?” tanyanya pada Ibu.

“Ya, syukur, Pak. Namanya juga rezeki.”

“Rezeki itu nggak dating sendiri to, Mbakyu… rezeki harus dicari.”

“Iya, Pak.” (En, 2010:62).

Universitas Sumatera Utara

Page 187: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Sebelumnya Marni berjualan sebagi pedagang sayuran keliling. Dia

memulai pekerjaan ini sebelum menikah dengan Teja. Dia mendapatkan modal

dari hasil tabungannya selama dia bekerja sebagai kuli angkat barang di Pasar

Ngranget. Awalnya dia menjual sayuran sepanjang jalan yag dilewatinya dari

Singget ke Pasar Ngranget dan seluruh desa Singget, seperti yang dapat dilihat

pada kutipan berikut,

Begitulah yang kulakukan setiap hari. Berangkat dari rumah bersama

Simbok ke Pasar Ngranget. Membeli barang dagangan, lalu pulang lagi. Mampir

ke setiap rumah yang ada di sepanjang jalan dan di seluruh Singget.

Tak butuh waktu lama aku sudah punya langganan-langganan tetap. Ada

Bu Jujuk, istri pesuruh kantor kecamatan, Bu Ningsih yang suaminya juragan

bata, tiga istri guru, juga semua istri pejabat kelurahan. Meski masih banyak

pembeli lainnya, mereka inilah yang selalu belanja tiap hari. Mereka juga sering

menitip dibawakan belanja sesuai kemauan mereka (En, 2010:45).

Sumarni juga berprofesi sebagai rentenir. Di kampung Singget belum ada

orang yang berpikir seperti Marni. Ide ini muncul ketika Yu Minah meminjam

uang kepada Ibu untuk membeli obat buat anaknya yang sedang sakit sebesar lima

ribu rupiah. Karena Yu Minah tidak mempunyai uang, maka hutang tersebut

dicicil setiap hari sebesar seratus rupiah selama tujuh puluh lima hari. Sejak itu,

banyak orang yang meminjam uang kepada Marni yang dapat dilihat pada kutipan

berikut,

Ibu menyerahkan uang lima ribu pada Yu Minah. Yu Minah harus

mengembalikan 7.500 yang akan dicicil selama 75 hari. Setiap hari, Yu

Minah membayar seratus pada Ibu.

Hari berganti hari, entah bagaimana awalnya, makin banyak orang

yang meminjam uang pada Ibu. Ibu yang niatnya mendapat untung dari

jualan barang, kini mengambil keuntungan dari uang yang dipinjam orang-

orang. Toh tak berbeda jauh. Mereka sedang butuh uang, bukan barang.

Sementara Ibu bakulan, yang mencari keuntungan dengan memutar

uangnya. Entah dengan memakainya untuk kulakan barang atau

meminjamkannya pada orang begitu saja (En, 2010:68-69).

Universitas Sumatera Utara

Page 188: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Nyai Dimah juga dalam novel Entrok, memperjuang hidupnya sebagai

pelaku bisnis. Untuk menghidupi keluarganya, Nyai Dimah berjualan gaplek di

pasar Ngranget. Pemikiran Nyai Dimah lebih maju dari penjual singkong lainnya.

Kebanyakan pedangang lain, masih menjual singkong-singkong itu apa adanya,

tanpa diolah. Harganya tidak jauh berbeda dengan harga yang dibeli dari petani,

sehingga keuntungan yang mereka peroleh sedikit. Hal ini dapat dilihat pada

kutipan berikut,

Jualan singkong sudah bertahun-tahun menjadi pekerjaan Nyai Dimah,

perempuan yang mempekerjakan kami. Dia membeli singkong dari petani-petani

yang mengantar ke pasar. Nyai Dimah yang sudah menunggu di losnya tinggal

membayar, lalu menunggu orang-orang seperti Simbok mengupas dan mengolah

menjadi gaplek. Orang-orang datang membeli gaplek yang sudah jadi. Gaplek

dicampur sambal dan daun singkong adalah makanan yang luar biasa enak. Kulit

singkong bias dijual lagi untuk makanan sapi atau kambing (En, 2010:24).

Nyai Dimah mengolah singkong tersebut menjadi gaplek. Singkong

dikupas, lalu dibelah-belah menjadi bagian yang kecil, lalu dijemur supaya kering.

Singkong yang sudah kering ini disebut gaplek. Orang-orang datang membeli

gaplek yang sudah jadi. Nyai Dimah membeli singkong dari pedagang, lalu

singkong tersebut diolah menjadi gaplek. Nyai Dimah mempekerjakan Simbok

sebagai pengupas singkong. Sebagai upahnya, Simbok diberi singkong. Hal ini

didukung oleh kutipan di bawah ini,

Tidak semua penjual singkong di pasar ini sepintar Nyai Dimah,

bisa mengolah singkong menjadi gaplek sebelum dijual. Kebanyakan

pedagang masih menjual singkong-singkong itu apa adanya. Harganya tak

berbeda jauh dengan harga beli dengan petani, sehingga keuntungan yang

didapat ala kadarnya (En, 2010: 24).

Dari hasil menjual gaplek, Nyai Dimah bisa membangun rumah yang

terbuat dari batu bata dan genteng dari tanah liat. Sesuatu yang luar biasa, jika

Universitas Sumatera Utara

Page 189: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

dibandingkan dengan rumah lain, yang masih berdinding gedek dan beratap daun

pohon kelapa. Kedua anak Nyai Dimah juga berjualan gaplek. Kios mereka

berjauhan. Kios Nyai Dimah berada di depan, sedangkan kios anaknya berada di

tengah dan di belakang yang dapat dilihat dari petikan novel berikut ini,

Dari duit gaplek, Nyai Dimah bias membangun rumah bata dan

bergening tanah liat. Sesuatu yang luar biasa dibandingkan rumah kami

yang berdinding gedek dan beratap daun pohon kelapa.

Dua anak Nyai Dimah juga berjualan gaplek di pasar ini. Lapak

mereka berjauhan. Kalau orang masuk dari pintu depan pasar, lapak Nyai

Dimah yang akan dijumpai. Sementara kalau masuk dari belakang, yang

berbatas langsung dengan sungai, akan langsung bertemu penjual gaplek

yang laki-laki yang tak lain anak pertama Nyai Dimah. Anak

perempuannya berjualan di tengah pasar, bersebelahan dengan penjual

dawet dan ampyang (En, 2010:24-25).

Sosok perempuan pelaku bisnis lainnya adalah Arimbi. Dalam novel

tersebut, Arimbi berperan sebagai pedagang di rumahnya setelah dia keluar dari

penjara. Mulanya Arimbi berdagang kecil-kecilan hingga akhirnya barang

dagangannya menjadi banyak. Dia menjual segala barang kebutuhan harian rumah

tangga. Dari hasil jualannya tersebut, Arimbi bisa membayar angsuran rumah dan

memenuhi kebutuhan hidup keluarga mereka. Penghasilan suaminya

dipergunakan untuk membayar hutang dan biaya pengobatan ibunya yang

mengidap penyakit ginjal. Setiap minggu ibunya harus cuci darah. Penghasilan

suaminya habis untuk orangtuanya, sehingga Arimbi mencari alternatif lain

menjadi pelaku bisnis. Hal ini didukung oleh kutipan novel berikut,

Awalnya hanya tetangga sebelah rumah yang belanja ke tokoh

Arimbi. Lalu dari mulut ke mulut menyebar, dan pembeli tip hari terus

bertambah. Dua hari sekali Arimbi belanja. Selain membeli dagangan yang

sudah habis, ia juga membeli barang yang dicari orang tapi belum ada

ditokonya.

Setiap keuntungan disimpan Arimbi di laci khusus. Uang pokok

disimpan di tempat lain…(86, 2011:234).

Universitas Sumatera Utara

Page 190: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Bu Danti menjadi pelaku bisnis bukan untuk memenuhi kebutuhan hidup

keluarganya, tetapi untuk mencari status dan prestise. Bu Danti sebagai ketua

panitera di kantor pengadilan, mempunyai peluang yang besar sebagai pelaku

bisnis dalam menyelesaikan kasus-kasus yang dihadapi para terdakwa, sehingga

dia disebut sebagai makelar kasus. Dari makelar kasus ini, Bu Danti dapat

membeli sebuah rumah mewah, mobil mewah, dan hampir setiap bulan berlibur

dengan anak-anaknya. Setiap pergantian tahun, mereka pergi berlibur ke luar

negeri yang dapat dilihat pada kutipan berikut,

“Dari Bu Danti ya?” Tanya Pak Made.

Iya, Pak. Ibu minta ditandatangani.”

Pak Made mengulurkan tangan meminta kertas-kertas yang

dipegang Arimbi. Arimbi menyerahkan dan berkata, “Maaf, Pak, belum

dijilid. Baru selesai diketik.”

Pak Made tak berkata apa-apa. Dia menandatangani cepat-cepat.

Lalu mengulurkannya lagi pada Arimbi dan berkata,” Bu Danti dimana?”

“Masih di Bali, Pak. Ada seminar.”

Pak Made menjawab, “Jalan-jalan terus dia ya.” (86, 2011:101-

102).

Cik Aling menjadi pelaku bisnis sebagai pengedar narkoba sejenis sabu-

sabu dari balik penjara. Cik Aling dibantu oleh beberapa nara pidana lainnya

meracik narkoba di dalam penjara. Dia mendatangkan bahannya dari luar dengan

bantuan kepala penjara dan sipir penjara. Mereka meracik, menimbang, dan

mengemas bahan tersebut. Setelah dikemas, sabu-sabu siap untuk diedarkan.

Sebelum masuk penjara, Cik Aling juga berjualan sabu-sabu. Dia berhati-

hati, dalam setiap gerak langkahnya selalu diawasi oleh polisi. Cik Aling tidak

takut pada polisi. Asalkan setoran lancar, dia tetap aman. Hingga suatu hari dia

Universitas Sumatera Utara

Page 191: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

dipergoki oleh wartawan dan akhirnya masuk penjara. Di dalam penjara, justru

Cik Aling lebih leluasa mengedarkan sabu-sabu tersebut, seperti kutipan berikut,

“Di sini malah aman. Lihat sendiri, kamarku jadi pabrik sabu-

sabu,” katanya sambil terbahak-bahak. “Di sini, enggak perlu kucing-

kucingan lagi. Yang penting setoran lancar, semua aman. Delapan

enaaam!”

Arimbi tertawa mendengarnya. Sekarang dia paham, dan sudah

bisa membayangkan. Dari sel inilah segala urusan sabu-sabu dikendalikan.

Berbagai serbuk obat-obatan yang jadi bahan didatangkan dari luar.

Orang-orang yang dari dulu jadi langganan Cik Aling belanja bahan

mengantar ke penjara. Petugas-petugas yang sudah mendapat jatah

bulanan, membuka pintu lebar-lebar. Kalaupun sesekali ada pemeriksaan,

paling hanya berakhir dengan senyuman, tanpa pernah ada penyitaan (86,

2011: 204).

Cik Aling mempunyai beberapa orang kurir yang siap mengedarkan

narkoba tersebut di luar penjara. Dia merekrut anggota baru dengan menjerat

mereka dengan meminjamkan uang terlebih dahulu. Setelah mereka terikat

hutang, mau tidak mau mereka harus melakukan yang diperintahkan Cik Aling.

Salah satu contoh adalah Ananta, suami Arimbi. Arimbi yang membutuhkan uang

untuk keperluan berobat ibunya, terpaksa harus menyuruh Ananta untuk

membantu Cik Aling. Dari hasil berjualan sabu-sabu ini, Cik Aling bisa hidup

tenang dan nyaman di penjara, juga bisa membiayai kebutuhan hidup

keluarganya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut,

Di hari-hari tertentu ada orang-orang yang datang mengambil sabu-

sabu. Mereka inilah yang akan mengedarkan ke banyak orang. Tugas

Tutik yang menimbang, membungkus, dan membagikan kepada orang-

orang itu. Umi dan Watik hanya membantu di dalam kamar. Dan sekarang

Arimbi dan Ananta juga menjadi bagian dari tangan-tangan itu.sabu-sabu

Cik Aling tidak hanya menunggu diambil orang, tapi diantar sendiri oleh

orang suruhan Cik Aling, salah satunya Ananta (86, 2011:205).

Setelah Pak Ali meninggal dunia, Bu Ali melanjutkan usaha suaminya

mengurus madu dan susu kuda Sumbawa. Bu Ali adalah ibunya Umar. Mereka

Universitas Sumatera Utara

Page 192: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

mempunyai peternakan kuda dan lebah. Dalam menjalankan bisnisnya Bu Ali

dibantu oleh Umar. Untuk mengurus peternakan diserahkan kepada Umar,

sedangkan untuk pemasaran dilakukan oleh Bu Ali. setelah Umar menikah dengan

Maryam, Bu Ali tidak lagi mengurus penjualan madu dan susu. Semua

diserahkannya kepada Umar dan Maryam. Hal ini dapat dilihat dari percakapan

antara Bu Ali dan Umar sebagai berikut,

“Lumayan juga usaha seperti ini ya, Bu?”

Bu Ali mengangguk, “Ya. Lumayan, tapi mana ngerti kita, ke

Moyo saja kita malah tak pernah.”

Bu Ali dan Umar tertawa bersama. (My, 2012:138)

Maryam terjun ke dunia bisnis setelah menikah dengan Umar. Dia

membantu pekerjaan suaminya. Dalam keseharian, Maryam dan Umar berbagi

peran. Maryam mencatat semua uang masuk dan uang keluar dan membuat

pembukuan. Maryam membuat nama merek dagang mereka. setiap kemasan

madu diberi nama Em‟s Sumbawa Honey dan Em‟s Sumbawa Horse Milk untuk

susu. Maryam mengirimkan contoh ke supermarket-supermarket dan restoran-

restoran yang ada di Lombok, Bali, dan Jawa. Ada yang menanggapi dan minta

dikirimkan seratus kemasan untuk dijual. Dengan bantuan Maryam, usaha mereka

semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat dari penggalan novel berikut,

Dalam keseharian, Maryam dan Umar berbagi peran. Maryam ikut

membantu usaha Umar. Mencatat semua uang masuk dan uang keluar,

membuat pembukuan modern yang sebelumnya hanya mengandalkan

ingatan. Ia juga berkelana di internet, mencari-cri peluang untuk

memperluas pengiriman susu dan madu. Maryam juga yang mengusulkan

agar mereka membuat merek dagang. Menempelkannya pada setiap

kemasan agar semakin dikenal (My, 2012:214).

Nuraini sebagai pelaku bisnis karena untuk membantu suaminya

memenuhi kebutuhan hidup. Pekerjaan suaminya tidak menentu, terkadang pergi

Universitas Sumatera Utara

Page 193: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

ke laut. Mereka mempunyai enam orang anak. Suaminya bukan orang yang

tinggal di pinggir laut, oleh karena itu dia menjadi nelayan sebisanya saja. Hasil

yang diperoleh juga tidak banyak sehingga dia tidak bisa memenuhi kebutuhan

keluarganya.

Untuk membantu suaminya, Nur berjualan kain sarung khas Lombok. Dia

menawarkan dagangannya kepada para turis sampai ke Kuta. Kadang-kadang dia

mendapat hasil yang banyak, terkadang juga tidak mendapat apa-apa. Nur

menjalani kehidupan ini dengan ikhlas. Dari hasil berjualan kain tersebut dia tidak

berharap banyak yang penting bisa menyekolahkan anaknya yang dapat dilihat

pada kutipan berikut ini,

Maryam terkejut mendengarnya. Jarang ada pedagang yang

menanyakan nama pembelinya. Jangan-jangan orang ini kukenal, pikir

Maryam. Maryam memperhatikan perempuan itu lekat-lekat. Rambutnya

digelung sembarangan. Kausnya yang putih terlihat dekil. Sarung yang

dikenakan, motif bunga-bunga merah, sudah terlihat pudar. Maryam

tersenyum saat menyadari ia memang kenal dengan perempuan itu.

Walaupun usia sudah banyak mengubah wajah itu, dan waktu telah banyak

menghapus ingatan, masih ada yang dikenali Maryam dari perempuan itu.

“Nur…” sapa Maryam. Perempuan itu Nuraini. Tetangganya di

Gerupuk. Mereka seumuran. Teman sejak kecil (My, 2012:191).

5.3.1.2 Perjuangan Perempuan dalam Mempertahankan Hidup

Dalam mempertahankan hidup, manusia harus memenuhi kebutuhan

primer. Perjuangan perempuan dalam mempertahankan hidup di jaman orde baru

dapat dilihat dalam novel Enrok melalui tokoh Simbok, sedangkan perjuangan

perempuan dalam mempertahankan hidup di jaman reformasi melalui tokoh

Arimbi dan Tutik yang dapat dilihat dalam novel 86, dan Nurani dalam novel

Maryam.

Universitas Sumatera Utara

Page 194: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Keadaan Simbok yang miskin menyebabkan dia harus bekerja keras.

Suaminya tidak pernah memberi uang. Untuk mempertahankan hidup Simbok

melakukan pekerjaan apa saja. Setiap hari Simbok ke pasar. Simbok menawarkan

diri untuk membantu pedagang-pedagang di pasar. Dari hasil pekerjaannya,

Simbok memperoleh upah berupa singkong, ketan, atau baju. Jika tidak ada

pekerjaan, Simbok mencari sisa-sisa dagangan yang akan dibuang oleh

pemiliknya. Kehidupan Simbok sangat memprihatinkan yang dapat dilihat dari

kutipan berikut ini,

Aku diam. Aku tahu Simbok benar. Bisa makan tiap hari saja

sudah harus disyukuri. Simboklah yang mencari semuanya. Setiap hari ke

pasar. Kalau pas untung ya ada pekerjaan, kalau tidak ya mencari sisa-sisa

dagangan yang akan dibuang penjualnya. Kadang Simbok menawarkan

diri untuk membantu pedagang-pedagang itu. Pekerjaan apapun dilakukan.

Imbalannya singkong, ketan, dan pernah sekali waktu baju. Sayangnya, tak

ada satu pun yang memberi upah entrok

Entrok memang terlalu mewah untuk aku dan Simbok. Apa yang

masih dipikirkan seorang perempuan kere buta huruf dengan tanggungan

seorang anak selain hanya makan? Suaminya, yang konon adalah bapakku,

minggat entah kemana. Sejak kapan dia pergi aku juga tak ingat. Samar-

samar aku hanya mengingat Bapak meninggalkan kami waktu aku pertama

kali bisa mengangkat panci yang airnya mendidih dari pawon. (En,

2010:17).

Sebenarnya Simbok memiliki suami, namun suaminya tidak pernah

memberinya uang. Suaminya tidak mau bekerja. Suaminya hanya menunggu

makanan yang disajikan oleh Simbok. Ketika Simbok demam panas dan tidak bisa

ke pasar untuk bekerja, suaminya memukulinya. Dia seperti orang yang kesurupan

karena tidak ada makanan. Jika Simbok tidak bekerja, berarti mereka tidak bisa

makan. Sejak peristiwa itu suaminya pergi dan tidak pernah kembali lagi.

Simbok pasrah menjalani hidupnya. Sebagai seorang wanita Jawa, Simbok hanya

bisa nrimo. Setelah suaminya pergi, Simbok harus bekerja lagi untuk memenuhi

Universitas Sumatera Utara

Page 195: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

kebutuhan hidup dirinya dan anaknya, Marni. Hal ini dapat dilihat pada kutipan

novel berikut,

Samar-samar dalam ingatanku, terbayang Bapak memukul Simbok

yang sedang sakit panas dan tidak bisa ke pasar. Kalau Simbok tidak ke

pasar, kami tidak akan punya makanan. Dan laki-laki itu dengan

seenaknya hanya menunggu makanan. Dia seperti anjing gila yang marah

saat kelaparan. Iya. Dia memang anjing gila. Hanya anjing gila kan yang

menggigit istrinya yang sedang sakit. saat itu aku sangat ketakutan.

Menyembunyikan diri di balik pintu sambil menangis sesenggukan. Laki-

laki itu pergi setelah menghajar istrinya dan tak pernah kembali lagi (En,

2010: 7-18).

Arimbi bekerja sebagai PNS untuk mempertahankan hidup di Jakarta.

Dengan gaji yang pas-pasan Arimbi hanya bisa mengontrak sebuah kamar di

daerah kumuh. Gajinya setiap bulan habis untuk membayar listrik, ongkos ke

kantor, biaya makan sehari-hari, sewa kamar, dan mengirimkan sedikit uang

belanja untuk orang tuanya di kampung. Arimbi menyisakan sedikit uangnya

untuk ditabung dan tabungan itu akan habis setiap tahunnya untuk keperluan

pulang ke kampung di saat lebaran. Hal ini dapat dilihat dari kutipan novel

berikut,

Bapak dan ibu Arimbi di kampung bangga setengah mati pada

anaknya yang sekarang tinggal di Jakarta ini. Kepada setiap orang dia

mengatakan anak perempuannya sekarang jadi pegawai kantor pengadilan

di Jakarta. Satu kantor bersama jaksa dan hakim. Padahal kenyataannya

Cuma menjadi juru ketik dan tukang fotocopy. (86, 2011:12)

Tutik bekerja kepada Cik Aling dan Bu Danti sebagai pembantu di dalam

penjara. Selain itu, sebagai kepala kamar, Tuti juga sering mendapat uang

tambahan dari teman sekamarnya. Tuti berasal dari Ponorogo. Kemiskinan yang

menimpa keluarganya, membuat dia nekat bekerja sebagai wanita penghibur,

hingga dia memiliki seorang anak tanpa ayah. Kemudian, Tuti berangkat ke

Universitas Sumatera Utara

Page 196: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Jakarta dan bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Setiap bulan Tutik mengirim

uang ke kampung untuk biaya orang tua dan anaknya. Sampai akhirnya dia masuk

penjara, Tuti berusaha bekerja apa saja, asalkan dia bisa mengirim uang untuk

keluarganya yang dapat dilihat pada kutipan berikut,

… Empat tahun lalu dia berangkat ke Jakarta, jadi pembantu dari anak

seorang tetangga yang tinggal di Ibukota. Digaji 300.000 sebulan, tiga kali lipat

dari upahnya saat dia jadi pembantu di desa. Demi uang yang berlipat, dia

tinggalkan anaknya yang saat itu baru umur sepuluh bulan bersama ibunya.

Suaminya sudah tak jelas ada dimana. Memang sebenarnya mereka tak pernah

menikah. Hanya ketemu beberapa kali saat Tutik disuruh majikannya belanja ke

pasar. Laki-laki itu kenek bus yang biasa ia tumpangi. “Pancen dasar tukang

ngerayu, siang-siang diajak nyoblos ning mburi pasar.” Katanya pada Arimbi. (86,

2011:175).

Nuraini bekerja sebagai penjual sarung di pantai Kuta untuk memenuhi

kebutuhan hidup keluarganya. Nuraini mempunyai enam orang anak. Dia juga

terlahir dari keluarga miskin. Dia pernah bekerja sebagai TKI ke Arab Saudi,

namun kehidupannya tetap juga tidak berubah. Ketika dia berangkat ke luar

negeri, justru suaminya kawin lagi dan mempunyai anak dari istrinya yang baru.

Nuraini tidak bisa hanya mengharapkan uang dari suaminya, apalagi tanggungan

suaminya sudah semakin banyak. Berikut ini adalah kutipan yang mendukung

peristiwa tersebut,

“Majikanku baik. Alhamdulillah. Tidak seperti yang di berita-berita itu,”

jelas Nur. Setiap bulan Nur mengirimkan semua gajinya ke rumah. Sebelumnya,

suaminya sudah membuka rekening di BRI kecamatan. Suaminya yang setiap

bulan mengambil uang kirimannya. Dengan uang itu seluruh keperluan

keluarganya dibiayai. Makan dan sekolah anak-anaknya. Dengan uang itu juga,

rumah ibu Nur bias sedikit diperbaiki. Punya penghasilan tetap setiap bulan dari

pekerjaan istrinya membuat suami Nur yang memang tak akrab dengan laut

semakin malas untuk melaut (My, 2012:200-201).

Fatimah bekerja di sebuah restoran di bagian menyiapkan hidangan untuk

tamu-tamu hotel. Pekerjaan ini baru saja didapatkannya sekitar tiga bulan lalu.

Universitas Sumatera Utara

Page 197: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Sebelumnya, dia sudah banyak memasukkan lamaran ke tempat lain, tetapi tidak

ada yang menerimanya dengan bekal hanya ijazah SMA dan pengalaman apa-apa.

Dia bekerja delapan jam sehari. Kadang dari pagi sampai sore, terkadang dari

siang sampai malam, bergantian dengan pegawai lainnya. Libur satu kali setiap

minggu pada hari Rabu dengan gaji Rp. 600.000,- per bulan. Penghasilan ini

cukup untuk kebutuhan hidupnya dan sedikit-sedikit ikut menyumbang keperluan

rumah, yang dapat dilihat pada petikan novel berikut ini,

Maryam paham. Ia pun akan demikian kalau menjadi bapaknya.

Hanya Fatimah yang ikut mereka pulang. Fatimah harus bekerja hari ini.

Ia akan memakai baju Maryam lalu menuju tempat kerjanya. Aku harus

tetap bekerja untuk mempertahakan hidup, juga agar bisa membantu

keluarga dan tetangga-tetangga, pikir Fatimah (My, 2012:232).

5.3.1.3 Meningkatkan Taraf Hidup

Manusia dalam kehidupannya senantiasa menginginkan kesejahteraan.

Manusia menginginkan agar seluruh kebutuhan hidupnya terpenuhi. Untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya tersebut, manusia melakukan suatu kegiatan

dalam bentuk usaha. Banyak usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan

taraf hidup manusia. Mulai dari meningkatkan tingkat pendidikan, harta, tahta

atau jabatan dan status sosial serta masih banyak faktor lain yang menjadikan

manusia selalu berlomba-lomba meningkatkan taraf hidupnya demi mencapai

kesempurnaan hidup.

Melalui tingkat pendidikan yang biasanya sekolah hanya sampai lulus

SMP dan SMA lalu kerja atau nikah, kini berusaha meningkatkan pendidikan

hingga kuliah dan mendapatkan gelar sarjana atau bahkan hingga sampai ke

Universitas Sumatera Utara

Page 198: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

jenjang S2 dan S3. Hal ini dapat meningkatkan taraf hidup manusia tentunya,

banyak orang percaya bahwa kalau pendidikan yang didapatkan semakin tinggi

maka semakin besar pula kesempatan hidupnya untuk meningkat. Hal ini terutama

terjadi pada mereka yang bergelar PNS (Pegawai Negeri Sipil), karena tingkat

pendidikan merupakan hal yang sangat berpengaruh dalam peningkatan golongan

jabatan seorang PNS, dan bila golongan jabatan meningkat maka itu berarti

menandakan sebuah peningkatan taraf hidupnya, apalagi bagi PNS Guru atau

Dosen yang telah mendapatkan sertifikasi.

Meningkatkan taraf hidup dengan harta, harta bisa didapatkan dengan cara

bekerja, bekerja apa saja terutama dengan cara yang halal dapat meningkatkan

taraf hidup manusia, mulai dari kerja yang bersifat individu/kelompok atau

wiraswasta hingga bekerja kepada institusi pemerintahan yang berbasis negeri

atau PNS. Bekerja merupakan salah satu cara agar manusia dapat mencukupi

kebutuhan hidup, dengan bekerja bisa mendapatkan uang untuk membeli makanan

guna menghilangkan rasa lapar, uang bisa digunakan untuk membeli sandang

guna menutupi tubuh dan juga dengan uang seseorang bisa mendapatkan papan

(tempat tinggal) atau bisa disebut dengan rumah. Itulah tiga hal yang merupakan

kebutuhan primer manusia yaitu, pangan, sandang dan papan.

Perjuangan perempuan dalam meningkatkan taraf hidup dapat dalam novel

Entrok melalui tokoh Sumarni dan 86 melalui tokoh Anisa, Bu Danti, dan Cik

Aling. Entrok dalam teks bisa diartikan sebagai simbol wanita sekaligus sebagai

simbol perubahan. Hal itu didasarkan pada pembacaan atas teks secara mendalam.

Entrok tersebut merupakan simbol wanita memiliki makna ganda, baik ketika ia

Universitas Sumatera Utara

Page 199: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

berdiri sebagai simbol yang utuh dan independent tanpa dikaitkan dengan teks,

maupun ketika dikaitkan dengan teks secara keseluruhan. Jika dikaitkan dengan

teks, entrok tersebut adalah simbol peran wanita yang terbatas hanya di ruang

domestik (privat). Simbol entrok dalam teks juga dapat dimaknai sebagai simbol

perubahan peran wanita dari ruang domestik ke ruang publik dan dari wanita

tradisional menjadi wanita modern.

Benda bernama entrok yang ada dihadirkan lewat tokoh Tinah dalam teks

menjadi sebuah motif yang selanjutnya mampu merubah pandangan tokoh

Sumarni tentang kerja keras. Keinginan yang kuat untuk memiliki entrok

membuat tokoh Sumarni menjadi pekerja keras dengan mendobrak pakem ilok

ora ilok sekaligus perlahan-lahan bisa lepas dari kemiskinan yang dapat dilihat

pada kutipan novel berikut,

Pagi itu kami berangkat ke pasar, tanpa menyinggung rencanaku

nguli. Simbok sudah yakin aku tak akan melakukan hal yang ra ilok.

Padahal dalam hati aku tetapbertekad akan nguli. Akan kutinggalkan

Simbok saat dia sibuk mengupas singkong-singkong Nyai Dimah. Aku

akan pergi sebentar-sebentar. Setiap selesai ngangkat barang, aku akan

kembali sebentar mengupas singkong. Imbok akan mengira aku kebelet

atau bermain dengan anak-anak pasar (En, 2010:35).

Dalam perkembangan selanjutnya, tokoh Sumarni memiliki kapabilitas

dalam menghadapi lingkungan sosial di sekitarnya dengan penuh kreasi. Pada

akhirnya dia tumbuh menjadi wanita dengan pribadi yang ulet dan memiliki

keinginan yang kuat untuk terus maju. Meskipun begitu, dia tetap tidak bisa

sepenuhnya lepas dari sikap pasrah, nrima, ikhlas, dan sabar dalam menghadapi

situasi tertentu sebagai laku wanita Jawa.

Universitas Sumatera Utara

Page 200: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Dilihat dari status ibu bekerja, tampak bahwa ibu bekerja lebih berani

daripada ibu rumah tangga dalam mengemukakan pendapat. Hal ini dipahami

barangkali karena ibu bekerja terbiasa dala posisi dituntut untuk lebih mandiri

dalam mengambil keputusan terkait hal-hal yang dihadapi di tempat kerja. Selain

itu, ibu bekerja lebih berani berjuang untuk mencapai kesejahteraan. Dengan kata

lain, ibu bekerja mendapatkan wawasan berkenaan dengan hal-hal berkaitan

dengan perbaikan kesejahteraan.

Anisa bekerja di kantor pengadilan sebagai juru ketik, sama dengan

Arimbi. Anisa adalah pegawai negeri yang menerima gaji setiap bulannya.

Suaminya juga adalah seorang pegawai negeri. Gaji mereka berdua sudah cukup

untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Anisa mendapatkan uang sampingan

untuk meningkatkan taraf hidupnya. Dari hasil sampingan tersebut Anisa bisa

membeli sebuah rumah mewah, mobil, dan berlibur bersama keluarganya setiap

tahun, seperti pada penggalan novel berikut ini,

Sepanjang malam Arimbi memikirkan kata-kata Anisa. Pantas saja

dia punya semuanya, kata Arimbi dalam hati. Arimbi menyebutnya satu

per satu. Rumah, mobil… bahkan ada dua mobil di rumahnya, handphone

bagus, jam tangan bagus, tas dan sepatu yang macam-macam bentuknya,

bisa jalan-jalan, bisa naik pesawat. Arimbi ingat Bu Danti dan segala yang

dia punyai. Mobil Bu Danti lebih bagus daripada Anisa. Honda jazz warna

merah. Pasti rumahnya juga lebih bagus daripada rumah Anisa. Bu Danti

tidak berlibur ke Bandung, tetapi ke Singapura. Jangan-jangan itu juga

jatah dari pengacara, pikir Arimbi (86, 2011:71).

Bu Danti bekerja di kantor pengadilan. Dia juga seorang pegawai negeri.

Selain itu, Bu Danti memegang jabatan struktural sebagai ketua seksi panitera

persidangan. Bu Danti adalah atasan Arimbi dan Anisa. Bu Danti

menyelewengkan jabatan yang dianugerahkan kepadanya. Melalui jabatan ini, Bu

Universitas Sumatera Utara

Page 201: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Danti menjadi makelar kasus. Pengacara terdakwa banyak yang minta tolong

kepadanya. Tentu saja dengan imbalan yang sangat memadai. Dari hasil makelar

kasus ini, Bu Danti mendapatkan penghidupan yang layak dan harta yang

berlimpah. Hampir setiap bulan Bu Danti berlibur bersama keluarganya. Di akhir

tahun mereka berlibur ke luar negeri. Hal ini didukung oleh ilustrasi novel berikut

ini,

“ini nanti urusannya sama Pak Dewabrata, Mbi. Aku sudah omong,

beres semua. Sudah sering urusan begini sama beliau. Orangnya enak,

nggak kebanyakan minta. Kalau yang lain-lain suka bikin repot,” Bu Danti

bercerita tanpa ditanya.

“Tapi kan hakimnya ada tiga, Bu?”

“Iya, yang lain nurut ketuanya. Ini nanti seorang dapat lima ratus,”

kata Bu Danti sambil mengambil beberapa bundle uang seratus ribu.

Diserahkan uang itu ke Arimbi. “Jatahmu, lumayan kan, buat pengantin

baru, bias nyicil buat beli rumah.” (86, 2011:142-143)

Cik Aling adalah pengusaha narkoba di dalam penjara. Sebelum masuk

penjara, Cik Aling juga berjualan narkoba. Cik Aling bisa hidup nyaman di

penjara, dengan ruangan yang luas dan fasilitas kamar yang lengkap. Dari hasil

penjualan narkoba ini, Cik Aling dapat menghidupi keluarganya yang dapat

dilihat pada kutipan novel berikut ini,

“Judulnya dihukum masuk penjara., tapi ternyata usahaku malah

makin lancar di sini,” Aling melanjutkan kalimatnya sambil tersenyum.

“Kok bias begitu, Cik?” Tanya Arimbi. Ia benar-benar ingin tahu.

“Ya iya, di luar dulu aku mesti kucing-kucingan sama polisi. Kalau

polisinya gampang, ya kita tinggal kasi duit. Sialnya ya kayak terakhir itu.

Ada grebekan bawa wartawan, ya sudah, habis aku di penjara.”

Aling berdiri lagi. Berjalan menuju kulkas, mengambil satu kaleng

bir. Setelah minum satu tegukan, ia kembali duduk di samping Arimbi

dengan memegang kaleng minumannya (86, 2011:204).

Universitas Sumatera Utara

Page 202: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

5.3.2 Perjuangan Perempuan dalam Bidang Keyakinan

Perjungan perempuan dalam bidang keyakinan meliputi dua jenis yaitu

kejawen dan Ahmadiyah. Mereka berjuang untuk mempertahankan keyakinan

mereka akan kebenaran yang dianut. Berikut akan dijelaskan satu persatu. Jenis

perjuangan ini dapat dilihat pada bagan dibawah ini,

Bagan 5.2 Perjuangan Perempuan dalam Bidang Keyakinan

5.3.2.1 Kejawen

Kejawen dapat diungkapkan dengan baik oleh mereka yang mengerti

tentang rahasia kebudayaan Jawa. Kejawen ini sering sekali diwakili dengan baik

oleh golongan elite priyayi lama dan keturunannya yang menegaskan bahwa

kesadaran akan budaya sendiri merupakan gejala yang tersebar luas dikalangan

orang Jawa.

Kesadaran akan budaya ini sering kali menjadi sumber kebanggaan dan

identitas kultural. Orang-orang inilah yang memelihara warisan budaya Jawa

secara mendalam sebagai Kejawen. Keagamaan orang Jawa Kejawen ditentukan

Ahmadiyah

(Maryam, Fatimah, Bu Zul,

Bu Khairuddin, Bu Ali)

Kejawen

(Simbok, Sumarni)

Perjuangan Perempuan

dalam bidang Keyakinan

Universitas Sumatera Utara

Page 203: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

oleh kepercayaan mereka pada berbagai macam roh-roh yang tidak kelihatan yang

dapat menimbulkan bahaya seperti kecelakaan atau penyakit apabla mereka dibuat

marah atau penganutnya tidak berhati-hati dalam bertindak. Untuk melindungi

semua itu, orang Jawa Kejawen memberi sesajen atau caos dahar yang dipercaya

dapat mengelakkan kejadian-kejadian yang tidak diinginkan dan mempertahankan

batin dalam keadaan tenang. Sesajen yang digunakan biasanya terdiri dari nasi

dan aneka makanan lain, daun-daun, bunga serta kemenyan. Sesajen ini dapat

dilihat pada kutipan berikut,

Sesajen dan dupa yang sudah disiapkan dari Madiun diletakkan di

samping makam. Ada tumpeng lengkap dengan panggang dan ubo rampe-

nya, buah-buahan, dan rokok. Selama tirakat mereka tidak akan berbicara

dan makan-minum. Mereka juga dilarang memikirkan hal-hal yang tidak

baik. Satu-satunya yang mereka lakukan adalah berdoa memohon berkah

(En, 2010:95).

Contoh kegiatan religius dalam masyarakat Jawa, khususnya orang Jawa

Kejawen adalah puasa. Orang Jawa Kejawen mempunyai kebiasaan berpuasa

pada hari-hari tertentu misalnya Senin-Kamis atau pada hari lahir, semuanya itu

merupakan asal mula dari tirakat. Dengan melakukan tirakat, orang dapat menjadi

lebih tekun dan kelak akan mendapat pahala seperti pada kutipan berikut,

Dulu sekali, aku juga melakukan apa yang ibu lakukan. Ibu

membangunkanku, lalu kami berdua duduk di bawah pohon asem. Kata

ibu, itu namanya berdoa, tirakat. Ibu mengajariku untuk nyuwun. Katanya

semua yang ada di dunia milik Ibu Bapa Bumi Kuasa. Dialah yang punya

kuasa untuk memberikan yang kita inginkan. “Nyuwun supaya jadi orang

pintar. Bisa jadi pegawai,” kata Ibu (En, 2010: 55-56).

Orang Jawa Kejawen menganggap bertapa adalah suatu hal yang sangat

penting dalam hidup. Dan orang yang berabad-abad bertapa dianggap sebagai

orang keramat karena dengan bertapa, orang dapat menjalankan kehidupan yang

Universitas Sumatera Utara

Page 204: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

ketat dan disiplin tinggi serta mampu menahan hawa nafsu sehingga tujuan-tujuan

yang penting dapat tercapai.

Kegiatan orang Jawa Kejawen lainnya adalah meditasi atau semedi.

Meditasi atau semedi biasanya dilakukan bersama-sama dengan tapabrata

(bertapa) dan dilakukan ditempat tempat yang dianggap keramat, misalnya di

gunung, kuburan, ruang yang dikeramatkan dan sebagainya. Pada umumnya orang

melakukan meditasi untuk mendekatkan atau menyatukan diri dengan Tuhan.

Marni pergi ke Gunung Kawi untuk melakukan meditasi atau semedi. Hal ini

dilakukannya untuk berdoa kepada sang Pencipta yaitu Mbah Ibu Bapak Bumi

Eyang Kuasa, seperti yang dapat dilihat pada kutipan berikut,

Koh Cayadi menceritakan salah satu kebiasaan keluarganya yang

diyakini terbukti membantu kelancaran usaha mereka. Sejak bertahun-

tahun lalu, tepatnya saat ia masih kanak-kanak di Surabaya, orangtuanya

rutin mengajaknya ke Gunung Kawi. Gunung Kawi ada di Malang, kota di

selatan Surabaya. Mereka bias pergi naik bus, dengan lama perjalanan dua

jam. Di gunung itu, ada makam, yang bisa memberikan berkat bagi orang

menziarahinya.

Ibu mendengarkan semua itu dengan antusias.ia sangat percaya

upaya batin diperlukan untuk membantu seseorang mencapai kemakmuran

dan kejayaan. Selama ini ia hanya mengenal Mbah Ibu Bumi Bapak

Kuasa. Upaya batinnya baru sebatas memohon di tengah malam,

membawa panggang ke makam penguasa desa, dan selametan setiap hari

kelahiran (En, 2010:92).

Upacara pokok dalam agama Jawa tradisional adalah slametan atau

selamatan, kenduri. Ini merupakan upacara agama yang paling umum diatara para

abangan, dan melambangkan persatuan mistik dan sosial dari orang-orang yang

ikut serta dalam slametan itu. Slametan dan lambang-lambang yang

mengiringinya memberikan gambaran yang jelas tentang cara pemaduan antara

Universitas Sumatera Utara

Page 205: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

kepercayaan abangan yang animis dan Budhais-Hindu dengan unsur Islam serta

membentuk nilai pokok masyarakat pedesaan.

Jika seorang ingin merayakan atau mengeramatkan peristiwa apapun yang

berhubungan dengan upacara perseorangan atau jika ia hendak memperoleh

berkah atau minta perlindungan dari bencana, maka slametan harus diadakan.

Tujuan utama slametan ialah mencari keselamatan dalam arti tidak terganggu oleh

kesulitan alamiah atau ganjalan gaib.

Setaiap hari kelahirannya Marni selalu membuat selametan dengan

membuat tumpeng kecil lengkap dengan lauk-pauknya. Marni menyuruh Tonah

untuk membuat dua buah tumpeng, satu untuk dimakan pada acara selametan

tersebut dan satu lagi diletakkan di kamar yang dipersembahkan untuk Mbah Ibu

Bapak yang Kuasa seperti kutipan berikut,

Ibu juga rajin selamatan. Seminggu sekali, setiap hari kelahirannya,

dia meyembelih ayam untuk dipanggang. Tonah membuat tumpeng kecil,

menyiapkan semua ubo rampe. Ada kulupan, jenang merah, dan jenang

putih. Ibu memanggil beberapa tetangga laki-laki. Mbah Sambong,

perangkat desa yang dipercaya punya kekuatan lebih, membacakan ujub.

Bapak dan yang lainnya membaca, “Amin....Amin...!” (En, 2010: 56).

Kebiasaan menyembah arwah orang mati terutama arwah para leluhur atau

apa yang disebut cikal bakal, pendiri desa semula, memainkan peranan yang

penting secara religius diatara kaum abangan. Yang sama pentingnya adalah

penghormatan kepada kuburan-kuburan suci yang disebut keramat. Kata ini

berasal dari bahasa Arab „karamah‟ yang berati mulia. Hal ini dilakukan oleh

Sumarni dengan mendatangi kuburan yang di gunung, seperti yang terdapat pada

kutipan berikut,

Universitas Sumatera Utara

Page 206: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Sepanjang perjalanan Koh Cahyadi telah memberitahu apa yang

akan mereka lakukan di Gunung Kawi. Mereka akan tirakat di sekitar

makam Eyang Sujo dan Eyang Jugo. Sesajen dan dupa yang sudah

disiapkan dari Madiun diletakkan di samping makam. Ada tumpeng

lengkap dengan panggang dan ubo rampe-nya, buah-buahan, dan rokok.

Selama tirakat mereka tidak akan berbicara dan makan-minum. Mereka

juga dilarang memikirkan hal-hal yang tidak baik. Satu-satunya yang

mereka lakukan adalah berdoa memohon berkah (En, 2010:95).

Banyak kuburan orang suci di Jawa diaggap keramat, seperti makam para

wali. Ribuan orang dari segala pelosok pulau Jawa berjiarah ke makam-makam

tersebut untuk mendapat berkah. Penghormatan kepada orang mati diungkapkan

dengan jalan membersihkan kuburan dan sebagian dengan mengadakan kenduri

yang orang Jawa dipandang sajian kepada orang yang meninggal itu.

Orang Jawa khususnya abangan percaya kepada kemampuan dukun, yaitu

seorang mampu mengendalikan roh-roh melalui ngelmu-ngelmunya. Dengan

ngelmu tersebut diharapkan akan mendapat kekuasaan, kekayaan, dan keagungan.

Ngelmu tersebut digunakan juga untuk menjamin penyelamatannya di akhirat.

Marni melakukan hal ini, ketika Rahayu akan berangkat ke Yogya untuk

melanjutkan pendidikan. Marni meminta sesajen kepada dan mengadakan acara

kenduri agar Rahayu terhindar dari malapetaka dan mendapat perlindungan dari

arwah leluhurnya seperti pada kutipan berikut,

Masih pagi begini tak banyak orang yang datang ke rumah Pak

Kyai. Aku dan Teja langsung masuk rumah, menemuinya yang sedang

melinting tembakau. Aku minta padanya agar Rahayu diberi doa

keselamatan. Kuceritakan semua yang diceritakan Rahayu. Kyai Noto

mendengarkan sambil mengisap tembakaunya.

Dia lalu masuk kamar. Konon, di kamar itu ia semadi dan

membuat jampi-jampi. Tak terlalu lama kemudian dia keluar kamar sambil

membawa bungkusan kecil. Bungkusan itu isinya gula pasir. Kyai Noto

sudah mengirimkan doa-doa dan kekuatannya dalam gula pasir itu. Orang

yang diberi tinggal ngemut sewaktu-waktu (En, 2010: 132).

Universitas Sumatera Utara

Page 207: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Perjuangan dalam mempertahankan keyakinan kejawen ini dapat dilihat

melalui tokoh Marni dan Simbok dalam novel Entrok. Simbok yang hidup di

masa lampau (masyarakat tradisional), tidak mendapat hambatan dalam

melakukan ritual kejawennya. Marni yang hidup dalam masa kekinian

(masyarakat sudah mengenal agama Islam), dalam mempertahankan keyakinan

ini, banyak mendapat hambatan dan pertentangan dari orang lain, bahkan anaknya

sendiri. Rahayu, anak satu-satunya ikut memusuhinya. Marni selalu mendapat

hinaan dari Pak Waji, guru ngaji di desa itu. Orang-orang desa juga selalu cemooh

dirinya. Mereka menganggap dirinya melakukan pesugihan. Namun, Marni tetap

pada pendiriannya, dia tetap percaya pada kekuatan Roh Leluhurnya.

Marni mendapat pertentangan dari Rahayu. Rahayu yang sudah mengenyam

pendidikan agama mengatakan bahwa ibunya pendosa. Ibunya seorang

penyembah leluhur yang termasuk dalam perbuatan syirik. Dia bilang hanya Gusti

Allah yang boleh disembah. Marni yang tidak pernah duduk di bangku sekolah,

sejak kecil diajari orangtuanya nyembah leluhur. Perbedaan pandangan antara

Rahayu dan Sumarni menyebabkan jarak mereka makin menjauh. Setelah dewasa,

Rahayu pergi meninggalkan ibunya. Walaupun Rahayu pergi meninggalkannya,

Marni tetap kepada keyakinannya bahwa dia tidak bersalah jika menyembah

leluhur dan keyakinan itu tetap dipertahankannya. Pertentangan antara Marni dan

Rahayu dapat dilihat pada cuplikan novel berikut,

Aku membenci Ibu. Dia orang berdosa.

Aku membenci Ibu. Kata orang, dia memelihara tuyul.

Aku membenci Ibu, karena dia menyembah leluhur.

Aku malu, Ibu (En, 2010:58).

Universitas Sumatera Utara

Page 208: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Duh, Gusti, apa salah kalau aku mau cari rezeki, punya harta, biar

tidak dihina-hina orang? Akukan tidak membunuh orang, tidak mencuri,

tidak merampok. Aku hanya bakulan, menyediakan apa yang dibutuhkan

orang, mengambil upah buat tenaga dan modalku. Lha kok malah semua

orang ngrasani. Malah anakku sendiri, anakku satu-satunya, ikut-ikutan

menyalahkanku.

Dia bilang aku ini dosa. Dia bilang aku ini sirik. Dia bilang aku

penyembah leluhur. Lho… lha wong aku sejak kecil diajari orangtuaku

nyembah leluhur kok tidak boleh. Lha buktinya kan setiap aku minta ke

leluhur, lewat tumpeng dan panggang yang harganya tak seberapa itu,

semua yang kuminta kudapatkan. Dia bilang hanya Gusti Allah yang boleh

disembah. Lha iya, tapi wong aku tahu Gusti Allah ya baru-baru ini saja.

Lha gimana mau nyuwun kalau kenal saja belum (En, 2010: 100-101).

Marni selalu mendapat hinaan dari Pak Waji, guru ngaji di desa itu.

Walaupun Pak Waji sudah menasehati dan mengajarkan kepada ibu bahwa apa

yang dilakukannya adalah perbuatan dosa, namun ibu tetap bertahan pada

pendiriannya. Ibu mengatakan bahwa dia hanya kenal kepada leluhurnya yang

sudah diwariskan oleh ibunya. Sedangkan Gusti Allah, dia baru mengetahuinya

sekarang. Dia juga belum mengenal Allah, jadi dia tidak tahu cara

menyembahnya. Akhirnya, dia tetap teguh kepada keyakinannya. Berikut ini

adalah kutipan dari novel yang mendukung hal tersebut,

Kata Pak Waji, guru agamaku di SD, Ibu berdosa. Di depan kelas

dia berkata, ibuku tak beragama. Ibuku sirik, masih menyembah leluhur,

member makan setan setiap hari. Pak Waji juga bilang ibuku punya tuyul.

( En, 2010:57).

Ibu menyerah. Dia keluar dari kamarku, menuju halaman belakang,

melakukan apa yang telah sejak dulu dilakukannya. Melanjutkan apa yang

telah bertahun-tahun dijalaninya. Ia sama sekali tak mau meninggalkan

apa yang dia percaya. Sementara aku, hari demi hari mendengar apa yang

dikatakan Pak Waji tentang dosa dan neraka. Tentang cara berdoa yang tak

pernah dikenal ibu sepanjang umurnya. Aku dan ibu seperti berada di

dunia yang berbeda. Tentu saja duniaku yang benar. Aku mendapatkannya

di sekolah, yang kata Ibu sendiri tempat kumpulnya orang pintar. Siapa

yang lebih benar, Pak Waji yang guru terpelajar atau ibu yang tidak

mengenal satu huruf pun? (En, 2010:58).

Universitas Sumatera Utara

Page 209: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Orang-orang desa juga selalu cemooh dirinya. Mereka menganggap dirinya

melakukan pesugihan. Kematian Teja suaminya dan Bejo supirnya, dianggap

sebagai tumbal pesugihannya seperti pada kutipan berikut,

Yu Tini menurut. Dia tidak lagi berteriak, tapi berkata lirih. Tapi

aku ikut mendengarnya dengan jelas.

“Bejo jadi sajen. Sajen pesugihan.”

Duh, Gusti. Dia bilang Bejo jadi sajen. Sajen pesugihan-ku.

Pesugihan apa, Gusti? Mbah Ibu Bumi Bapak Kuasa, kesusahan apalagi

yang mampir kepadaku? (En, 2010:121).

Marni juga percaya akan kekuatan roh orang yang sudah meninggal.

Bersama Koh Cayadi dan orang-orang Cina lainnya, Marni pergi berziarah ke

makam Eyang Sujo dan Eyang Jugo di Gunung Kawi pada Jumat Legi. Marni

percaya bahwa roh yang ada di Gunung Kawi ini bisa memberi kemakmuran bagi

orang yang datang berziarah ke situ. Mereka meletakkan sesajen dan dupa di

samping makam, lengkap dengan panggang ayam, buah-buahan, dan rokok.

Selama tirakat, mereka dilarang makan dan minum, juga berbicara. Mereka juga

tidak dibenarkan memikirkan hal yang tidak baik. mereka hanya melakukan doa

untuk memohon berkah.

Pada hari-hari tertentu, seperti pada hari kelahirannya, Marni membuat

tumpeng untuk membuat selamatan. Tumpeng itu dibuat dua buah. Satu tumpeng

yang agak kecil, dimakan pada saat Mbah Sambong (Mbah Dukun) selesai

membaca doa. Sedangkan satu tumpeng lagi, disimpan di kamar Marni, lengkap

dengan panggang ayam dan kue-kue. Di samping tumpeng diletakkan dupa dan

sebuah lilin yang menyala. Tumpeng ini dipersembahkan untuk roh leluhurnya.

Marni juga nyuwun ke Roh Leluhurnya dengan bangun di tengah malam dan

Universitas Sumatera Utara

Page 210: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

bersemedi di bawah pohon asam di belakang rumahnya, seperti pada kutipan

novel berikut:

Dulu sekali, aku juga melakukan apa yang ibu lakukan. Ibu

membangunkanku, lalu kami berdua duduk di bawah pohon asem. Kata

ibu, itu namanya berdoa, tirakat. Ibu mengajariku untuk nyuwun. Katanya

semua yang ada di dunia milik Ibu Bapa Bumi Kuasa. Dialah yang punya

kuasa untuk memberikan yang kita inginkan. “Nyuwun supaya jadi orang

pintar. Bisa jadi pegawai,” kata Ibu.

...

Ibu juga rajin selamatan. Seminggu sekali, setiap hari kelahirannya,

dia meyembelih ayam untuk dipanggang. Tonah membuat tumpeng kecil,

menyiapkan semua ubo rampe. Ada kulupan, jenang merah, dan jenang

putih. Ibu memanggil beberapa tetangga laki-laki. Mbah Sambong,

perangkat desa yang dipercaya punya kekuatan lebih, membacakan ujub.

Bapak dan yang lainnya membaca, “Amin....Amin...!”

...

Ibu menyimpan satu tumpeng dan panggang lengkap dengan ubo

rampenya di kamarnya. Di taruh di meja samping lemari kaca, beralas

baki, ditemani sebatang lilin. Kata ibu, tumpeng dan panggang itu dikirim

untuk Mbah Ibu Bumi Bapak Kuasa. Keesokan harinya, ibu akan

mengeluarkan tumpeng dan panggang itu. Tonah akan memasaknya

kembali untuk makanan kami semua (En, 2010: 55-56).

5.3.2.2 Ahmadiyah

Perjuangan perempuan dalam Novel Maryam dapat dilihat dari keteguhan

tokoh-tokoh Maryam, Bu Ali, Bu Khairuddin, Fatimah, dan Bu Zul. Para tokoh

perempuan ini tetap pada keyakinan mereka, walaupun banyak mendapat

cemoohan dari masyarakat setempat. Bahkan tidak jarang mereka mendapat

penyerangan dan pengusiran seperti yang terlihat pada kutipan berikut,

Sesaat kemudian tersengar suara berisik dari arah jalan. Barisan

orang-orang muncul. Memasuki jalan kecil. “Usir! Usir!” teriak mereka.

Terdengar bunyi “brak” dan “klontang”. Mereka melempar sesuatu

ke rumah yang dilewati. Rumah orang tua Maryam nomor empat dari

ujung jalan. Itu artinya mereka akan segera sampai. Semua orang kini

berdiri bersiap-siap. Pintu rumah ditutup rapat. Ibu Maryam mengunci dari

dalam. Hanya laki-laki yang berada di luar (My, 2012: 224-225).

Universitas Sumatera Utara

Page 211: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Terakhir, mereka harus diungsikan di gedung Transito, karena rumah

mereka dibakar, sehingga mereka tidak memiliki tempat tinggal lagi. Namun,

mereka tetap pada pendirian mereka. Di Transito mereka tetap mengadakan

pengajian sebulan sekali dengan mendatangkan ustad dari Lombok. Mereka juga

melaksanakan sholat berjamaah. Setiap hari Jumat, mereka melaksanakan Sholat

Jumat. Mereka mengubah gedung transito menjadi tempat peribadatan mereka.

Jadi, walaupun mereka sudah dikucilkan, dicemooh, bahkan diusir dari rumahnya

mereka tetap mempertahankan keyakinan mereka akan kebenaran ajaran mereka,

yaitu Ahmadiyah. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut,

Gedung Transito kian hari terasa kian sesak. Barang-barang

bertambah: baju dan aneka perkakas. Kamar sempit yang disekat dengan

kain itu, kini terlihat penuh tumpukan barang. Enam bayi telah lahir di

pengungsian ini...(My, 2012:266)

Lalu wartawan-wartawan itu minta izin untuk berkeliling ke

seluruh ruangan. Mengambil gambar ruangan besar yang disekat- sekat

untuk menjadi kamar, mewawancarai orang-orang yang bertemu di dalam.

Lalu mereka keluar ke arah dapur. Melihat orang-orang memasak di dapur

yang digunakan bersama-sama, juga mengintip kamar mandi dan tempat

mencuci. (My, 2012:269)

Maryam yang pernah berpaling dari Ahmadiyah, akhirnya sadar ketika

perkawinannya dengan Alam kandas. Maryam kembali ke Lombok dan menikah

dengan Umar. Pada mulanya Maryam menikah dengan Umar karena ingin

membahagiakan kedua orang tuanya saja. Namun, karena Umar adalah suami

yang pengertian dan tidak menuntut banyak kepada maryam, akhirnya maryam

menyadari bahwa Umar adalah suami yang cocok untuk dirinya. Pernikahan itu

berubah menjadi pernikahan yang penuh cinta. Hingga Maryam mengandung

buah cintanya dengan Umar. Maryam hamil satu bulan. Maryam menjalani

pernikahan dengan Umar tanpa beban, tanpa harapan, tanpa kewajiban, tanpa

Universitas Sumatera Utara

Page 212: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

ketakutan. Orang tua mereka telah berlepas tangan. Melihat Maryam dan Umar

bisa hidup berdua dengan tenang sudah menjadi kebahagiaan. Bersama Umar, dia

hidup tenang dan dapat mejalankan ibadah dengan tenang, seperti pada kutipan

berikut,

Sabtu siang, orang tua Maryam datang menjenguk. Mereka

membawa berbagai buah dan sayur. Ibu Umar memasak banyak lauk dan

mengajak mereka makan bersama. Hubungan orang tua Umar dengan

orang tua maryam sudah seperti saudara. Meski jarang berkunjung ke

rumah masing-masing, mereka selalu bertemu seminggu sekali di

pengajian. Kadang di mesjid organisasi, kadang di rumah anggota yang

mendapat giliran. Umar dan Maryam juga kerap ikut pengajian. Sekadanr

untuk menemani dan mengantar ibu Umar, sekaligus agar bias bertemu

dengan orang tua Maryam ( My, 2012: 217-218).

Setelah menikah dengan Umar, keyakinan Maryam semakin teguh kepada

Ahmadiyah. Hal ini dapat dilihat pada perdebatan antara Maryam dengan tokoh

agama yang ada di kampungnya di Gerupuk, saat Maryam kembali mengunjungi

kampong halamannya setelah orangtuanya di usir dari kampungnya tersebut.

“Bagaimana kalian semua tahu kami mengingkari agama kami?”

Maryam makin tak memperhatikan kesopanan. Ia sengaja menyebut dua

orang itu dengan “kalian” untuk menunjukkan kemarahan.

“Siapa yang tidak tahu kalian orang Ahmadiyah?” balas Rohmat.

“Itu bukan berarti kami ingkar…”

“Sudahlah, Nak… tak ada gunanya meributkan hal yang sudah

jelas. Masih banyak kesempatan ubtuk bertobat,” potong Pak Haji. Masih

dengan nada lembut (My, 2012:208).

Bu Zul adalah istri dari Pak Zuzali. Mereka adalah keluarga Ahmadiyah

yang tinggal di Surabaya. Pak Zul adalah teman ayah Maryam yang berasal dari

Praha. Mereka satu sekolah sampai SMP. Pak Zul melanjutkan sekolah di

Surabaya dan menjadi guru SD. Ketika Maryam melanjutkan kuliah di Surabaya,

Maryam dititipkan orang tuanya pada keluarga ini. Bu Zul sangat menyayangi

Maryam. Dia mempunyai dua orang anak, satu laki-laki dan satu perempuan. Bu

Universitas Sumatera Utara

Page 213: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Zul selalu aktif dalam pengajian dan sering ada pengajian di rumah mereka. Bu

Zul telah mejadikan ini sebagai kewajiban dan semuanya sudah seperti menempel

dalam alam bawah sadar. Ibadah dan pengajian tidak lagi sekadar kebiasaan dan

kewajiban, tetapi sudah menjadi kebutuhan yang dapat dilihat pada kutipan novel

berikut,

Sering ada pengajian di rumah Pak Zul. Pengajian sesama Ahmadi.

Setidaknya dua bulan sekali, pada hari Jumat malam. Kalau tidak ada

pengajian di rumah itu, berarti pengajiannya ada di rumah keluarga

Ahmadi yang lain. Itu berarti Maryam dan dua anak Pak dan Bu Zul harus

ikut datang ke rumah keluarga itu. Menyisihkan waktu dari jam 17.00

sampai 20.00. Pengajian-pengajian ini seperti aturan baku yang tak boleh

dilanggar. Maryam yang menumpang tahu diri dan merasa tak keberatan.

Toh di rumah dulu ia juga selalu harus ikut pengajian. Dua anak Pak dan

Bu Zul juga telah mejadikan ini kewajiaban, sebagaimana mereka sejak

kecil dididik untuk salat lima waktu. Dua anak Pak Zul, perempuan dan

laki-laki, besar di kota besar dan menikmati segala kemajuan tanpa kendor

dalam beribadah. Semuanya sudah seperti menempel dalam alam bawah

sadar. Ibadah dan pengajian tidak lagi sekadar kebiasaan dan kewajiban,

tetapi juga kebutuhan (My, 2012: 22).

Bu Ali adalah mertua Maryam. Dia sudah lama menjadi penganut Ahmadi.

Bersama Pak Ali, suami dan anaknya Umar. Mereka hidup damai. Setiap

seminggu sekali mereka mengikuti pengajian. Mereka tidak mengalami

pengusiran. Berikut ini adalah kutipan novel yang mendukung peristiwa tersebut,

Dua pasangan yang seumuran itu saling menceritakan diri mereka

masing-masing. Pak Ali dan Bu Ali, begitu bapak dan ibu Maryam

menyapa tamunya. Mereka pindah ke Lombok karena ingin

mengembangkan usaha. Lebih dekat dengan Bali, transportasi lebih

gampang, dank arena di sini lebih banyak sesama orang Ahmadi. Lagi pula

mereka juga asli orang Lombok. Hanya karena orangtua mereka pindah ke

Sumbawa saat muda, mereka seolah lahir sebagai seorang Sumbawa (My,

2012:93).

Bu Khairuddin adalah ibu Maryam. Bersama suami dan kedua anaknya

mereka meyakini bahwa ajaran Ahmadi adalah benar. Mereka sudah lama menjadi

Universitas Sumatera Utara

Page 214: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

pengikut Ahmadi, sejak dari kakek mereka. jadi, mereka terlahir sudah menjadi

Ahmadi, walaupun akhirnya keluarga mereka di usir dari Ketapang. Bu

Khairuddin beserta yang lainnya ikut mengungsi di Gedung Transito. Demi

keyakinan mereka, mereka rela hidup miskin dan menderita. Hal tersebut dapat

dilihat pada kutipan berikut,

“Memang dulu kenapa bisa diusir dari rumah, Bu?” maryam masih

berusaha mendapat jawaban, walaupun tahu ibunya juga tak akan bias

menjawab pertanyaannya. Sebagaimana Jamil dan Zulkhair.

Ibu Maryam mengangkat bahu. “Sampai sekarang kita juga masih

bingung. Sebelumnya tidak pernah ada masalah apa-apa. Sama-sama baik.

Tiba-tiba bias beringas seperti itu.”

“Ibu tahu siapa saja yang mengusir?”

“Ya tahu jelas. Masih hafal sampai sekarang. Semua tetangga kita

ikut mengusir.” (My, 2012:105).

Begitu juga dengan Fatimah, adik Maryam. Fatimah juga tetap

mempertahankan keyakinannya walaupun di sekolah dia dituduh sesat oleh guru

agamanya. Nilai agamanya diberi angka lima sebagai peringatan bagi Fatimah.

Agar gurunya selalu ingat, bahwa Fatimah tidak sama dengan murid-murid

lainnya. Guru agamanya tidak akan meluluskannya sebelum Fatimah dan

keluarganya insyaf dan bertobat. Namun, Fatimah tetap pada keyakinannya. Dia

berusaha tetap bersekolah di situ, walaupun teman-teman dan gurunya selalu

mencemooh dirinya. Sampai akhirnya dia menamatkan sekolah tingkat

pertamanya dengan nilai agama angka enam. Kata gurunya biar Fatimah cepat-

cepat keluar dari sekolah itu dan tidak menjadi beban lagi di sekolah tersebut. Hal

ini dapat dilihat pada kutipan berikut ini,

Maka sekarang mereka hanya bias menggugat nilai agama

Fatimah. Bagaimana mungkin anaknya yang selalu masuk sepuluh besar di

kelas, mendapat nilai 5 dalam pelajaran agama? Satu-satunya nilai 5 di

Universitas Sumatera Utara

Page 215: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

antara pelajaran-pelajaran lain. Bahkan pertama kalinya nilai 5 sejak ia

masuk sekolah (My, 2012:75).

Setelah digusur dari rumah mereka, Fatimah tidak tinggal di Transito. Ini

atas permintaan Maryam. Jadi, dia tinggal di rumah Maryam. Sepulang dari

bekerja Fatimah tetap datang ke Gedung Transito untuk melihat kedua orang

tuanya. Seminggu sekali dia mengikuti pengajian. Kemudian dia menikah dengan

orang yang bukan pengikut Ahmadi, tetapi dia bisa menyesuaikan diri dengan

keluarga suaminya dan dia masih diperbolehkan menjadi pengikut Ahmadi seperti

kutipan berikut,

“Polisi-polisi itu bohong. Kita bukan disuruh pergi sementara agar

selamat. Kita diusir. Rumah ini bukan milik kita lagi,” kata Fatimah.

Suaranya tidak tinggi. Tapi ada penekanan dan getaran yang siapapun akan

tahu ia sedang marah.

“Mudah-mudahan tidak seperti itu…” kata Ibu Umar. Ia berusaha

membuat semua orang tenang.

“Tidak, Bu. Semua sudah jelas. Polisi itu bohong. Kita semua sdah

diusir. Sama seperti dulu kita diusir dari Gerupuk, “ kata Fatimah lagi.

Tak ada lagi yang bersuara. Dalam hati masing-masing mereka

membenarkan kata-kata Fatimah. Tapi untuk mengungkapkannya mereka

tak memiliki keberanian. Mereka berusaha membohongi diri mereka

sendiri dengan menanamkan harapan bahwa yang dikatakan Fatimah tidak

benar. Bahwa polisi memang sedang menjalankan tugasnya. Bahwa orang-

orang itu sudah ditanfkap dan akan diberikan hukuman. Lalu rumah

Gegarung akan bias ditempatii oleh pemiliknya (My, 2012:233).

Walaupun menurut pemerintah aliran ini dianggap sesat, namun bagi para

penganut Ahmadi mereka tetap yakin akan kebenaran ajaran yang mereka anut.

Mereka tidak akan berpaling dari keyakinan tersebut, walau harus mati sekali pun.

“Kalau diusir dan dikucilkan itu sudah biasa, kami tidak akan gentar. Iman orang-

orang Ahmadi tidak bias dikalahkan hanya sekadar oleh penderitaan.” Tutur salah

satu pengikut jamaah Ahmadiyah di Medan (hasil wawancara pada tanggal 17

Maret 2015).

Universitas Sumatera Utara

Page 216: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

5.3.3 Perjuangan Perempuan dalam Mencari Keadilan di Bidang Hukum

Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu

hal, baik menyangkut benda atau orang. Menurut sebagian besar teori, keadilan

memiliki tingkat kepentingan yang besar. John Rawls, filsuf Amerika Serikat

yang dianggap salah satu filsuf politik terkemuka abad ke-20, menyatakan bahwa

"Keadilan adalah kelebihan (virtue) pertama dari institusi sosial, sebagaimana

halnya kebenaran pada sistem pemikiran". Tapi, menurut kebanyakan teori juga,

keadilan belum lagi tercapai: "Kita tidak hidup di dunia yang adil" . Kebanyakan

orang percaya bahwa ketidakadilan harus dilawan dan dihukum, dan banyak

gerakan sosial dan politis di seluruh dunia yang berjuang menegakkan keadilan.

Tapi, banyaknya jumlah dan variasi teori keadilan memberikan pemikiran bahwa

tidak jelas apa yang dituntut dari keadilan dan realita ketidakadilan, karena

definisi apakah keadilan itu sendiri tidak jelas. keadilan intinya adalah meletakkan

segala sesuatunya pada tempatnya (http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum).

Di Indonesia, keadilan merupakan hal yang begitu memprihatinkan.

Keadilan di indonesia sering kali tidak ditegakan oleh para oknum yang tidak

bertanggung jawab. Itu semua terbukti pada berita yang sering dilihat di televisi,

para oknum tersebut sering membebaskan orang-orang yang bersalah ataupun

menunda-nunda setiap sidang yang telah terjadwal yang mengakibatkan suatu

masalah atau kasus tidak terselesaikan. Orang-orang yang bersalah tersebut bisa

koruptor, dari kalangan pejabat, mentri-mentri, sampai petinggi negera. Hal ini

Universitas Sumatera Utara

Page 217: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

pasti disebabkan oleh uang yang menyebabkan lemahnya keadilan di Indonesia di

bidang hukum. Hukum dan peraturan dapat dibeli dengan uang.

Penegakan hukum bukan tujuan akhir dari proses hukum karena keadilan

belum tentu tercapai dengan penegakan hukum, padahal tujuan akhimya adalah

keadilan. Pernyataan di atas merupakan isyarat bahwa keadilan yang hidup di

masyarakat tidak mungkin seragam. Akan tetapi jika yang dipersoalkan adalah

bidang kehidupan spiritual atau hal yang sensitif, maka yang disebut adil berada

lebih dekat dengan hukum. Pengertian tersebut mengisyaratkan bahwa hanya

melalui suatu tata hukum yang adil orang-orang dapat hidup dengan damai

menuju suatu kesejahteraan jasmani maupun rohani.

Sumarni berjuang untuk mencari keadilan saat mobilnya yang mengalami

masuk jurang ditahan di kantor polisi. Mereka minta uang tebusan sebesar satu

juta rupiah. Marni menuntut keadilan dan meminta mobilnya untuk dikembalikan

kepadanya. Marni yang buta huruf tidak tahu sama sekali tentang hukum. Dia

meminjamkan kenderaannya kepada Pak Lurah tanpa mendapat uang sedikit pun

untuk urusan kampanye partai Golkar. Sekarang mobilnya remuk dan rusak parah,

dia harus mengeluarkan uang untuk polisi dan memperbaiki mobil tersebut. Marni

merasa diperas oleh aparat. Marni berusaha memperjuangkan haknya, namun

polisi tersebut mengancam akan memasukkan dia ke dalam perjara. Perdebatn

sengit terjadi, namun Teja (suami Marni) menghentikan semuanya dengan

menyetujui kemauan polisi yang dapat dilihat pada kutipan berikut,

“Ya sudah, Pak Teja, Bu Marni, kami ini aparat hanya mau

membantu masyarakat. Bikin urusan cepat beres. Kita mau bantu supaya

mobil ini bisa segera dibawah ke bengkel, bisa dipakai lagi. Daripada nanti

Universitas Sumatera Utara

Page 218: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

ketahuan atasan-atasan saya malah panjang urusannya. Jadi ya

diselesaikan di sini saja.”

“Kami ikut saja, Pak,” jawab Teja.

“Kalau kecelakaannya seperti ini, ada yang mati, dua puluh orang

luka-luka, dendanya satu juta saja. Sudah beres semuanya.” (En,

2010:119).

Marni juga berjuang untuk menyelamatkan dirinya dari jeratan hukum

karena dia menyembunyikan Koh Cahyadi di rumahnya. Pada saat itu Koh

Cahyadi menjadi buronan karena dia dianggap sebagai orang PKI yang ikut

menyumbang untuk Kelenteng. Marni ditahan di kantor polisi karena dituduh

telah menyembunyikan Koh Cahyadi. Marni berusaha menyelamatkan diri dari

tuduhan tersebut dengan bantuan Sumadi. Sebagai konvensasinya Marni harus

kehilangan sepetak kebun tebunya yang dapat dilihat pada kutipan berikut,

Aku membalikkan tubuh. Sekarang mukaku berhadapan dengan

mukanya. Mata kami beradu. Gusti, kenapa aku selalu Kauhadapkan

dengan orang-orang seperti ini? Orang-orang yang begitu berkuasa dengan

seragam dan sepatunya. Orang-orang yang menjadi begitu kuat dengan

senapannya. Orang-orang yang selalu benar karena bekerja untuk negara.

Mereka yang selalu mendapatkan uang dengan mudah tanpa sedikit pun

mengeluarkan keringat. Dan aku yang tak punya kuasa dan kekuatan,

yang selalu saja salah, harus tunduk pada kemauan mereka. Menyerahkan

harta yang terkumpul dengan susah payah, dengan segala hujatan orang

lain.

“Ini urusannya berat. Nggak kayak yang dulu itu.”

“Berapa?”

“Sampeyan juragan tebu, kan? Satu hektar pasti enteng.” (En,

2010:182-183)

Sumarni juga berjuang untuk mencari keadilan saat Endang Sulastri

mengaku sebagai istri Teja setelah tujuh ratus hari sejak kematian Teja. Endang

menuntut setengah dari harta yang ditinggalkan oleh Teja. Marni tidak mau

memberikannya karena tidak ada bukti sah. Endang membawa seorang anak dan

mengatakan bahwa anak itu adalah anaknya dengan Teja. Endang juga mengadu

Universitas Sumatera Utara

Page 219: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

ke kantor polisi. Marni berjuang untuk mencari keadilan. Dia meminta bantuan

kepada Sumadi, kepala tentara. Sumadi mau membantunya dengan imbalan Marni

harus menyerahkan seperempat dari hartanya. Hal ini dapat dilihat pada penggalan

novel berikut,

Akan kukejar keadilan sampai ke mana pun. Orang paling bodoh

saja tahu harta yang kukumpulkan dengan susah payah itu semua milikku.

Lha bagaimana ceritanya, orang yang sama sekali tidak kukenal sekarang

akan mendapatkan separoh dari hartaku ini? Dan bagaimana bisa aku yang

mencari semuanya malah tidak mendapat apa-apa? Walaupun Rahayu itu

anakku, bagaimana bis mereka membagi milikku semau mereka. Biarkan

aku sendiri yang mengatur kepada siapa aku memberikan hartaku

ini.apakah itu pada Rahayu atau orang lain.

Aku menemui komandan Sumardi di markasnya. Siapa lagi yang

lebih berkuasa setelah lurah-lurah itu? Hanya mereka orang-orang yang

berseragam, orang-orang negara. Pada laki-laki yang telah mengambil satu

hektar tanahku ini, kucaritakan semua yang kualami. Aku meminta

padanya untuk dicarikan jalan keadilan (En, 2010:196).

Arimbi menuntut keadilan saat dia ditangkap untuk memperingan

hukuman. Selama masa tahanan, Arimbi tidak pernah berbuat kejahatan, sehingga

setiap tahun dia mendapat remisi. Kepala sipir menawarkan kepadanya untuk

membayar lima belas juta agar dia bisa bebas lebih awal. Arimbi yang dari awal

merasa dia tidak bersalah karena dia dijebak oleh Bu Danti menganggap ini

adalah kewajaran. Dia menyiapkan uang tersebut dan dia bebas setelah bulan

Desember, seperti pada kutipan novel berikut,

“Sudah aku hitung-hitung, nanti kamu bisa keluar Desember. Tapi

namamu sudah mesti dicatat sekarang. Soalnya mau diajukan pas

Agustusan nanti.”

Arimbi diam, menunggu apa yang sebenarnya hendak dikatakan

perempuan yan duduk di depannya itu.

“Ya kalau kamu bilang sanggup, nanti namamu diusulkan. Kan

siapa-siapa saja yang layak diusulin itu tergantung kita yang ada di

lapangan ini.”

”Jadi, saya mesti bagaimana?” Arimbi mulai tak sabar.

“Biaya semuanya bersih 15 juta.” (86:216-2017)

Universitas Sumatera Utara

Page 220: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Mariam berjuang menuntut keadilan dalam bidang hukum dengan

mendatangi Bapak Gubernur. Sebelumnya mereka juga sudah beberapa kali

datang ke kantor gubernur. Gubernur menerima mereka dengan baik, namun tidak

dapat memberikan jawaban yang pasti kapan mereka bisa kembali ke rumah

masing-masing. Maryam mempertanyakan nasib mereka, seperti pada kutipan

berikut,

Gubernur menerima mereka dengan tiga orang bawahannya. Ia

menyalami Zulkhair dengan ramah seperti orang yang sudah lama kenal.

“Bawa siapa ini, Pak Zul!” tanyanya ketika melihat Maryam dan Umar.

(My, 2012:247)

Maaf, Pak Gub, jadi bagaimana nasib kami yan di Transito ini?

Kapan bias kembali ke rumah kami?” Tanya Maryam. Ia memotong cerita

Gubernur (My, 2012: 248).

Gubernur mendecak sambil menggeleng, “Sudahlah. Tak ada

ujungnya kalau bicara seperti ini,” katanya. “Pilih saja, keluar dari

Ahmadiyah lalu pulang ke Gegarung atau tetap di Transito sampai kita

temukan jalan keluarnya.”

Wajah ketiga tamu Gubernur itu merah mendengar kata-kata

Gubernur. Mulut mereka terkunci. Tapi sorot mata mereka bicara banyak.

Kemarahan dan sakit hati (My, 2012: 249).

Melalui tokoh Maryam, penganut Ahmadi menuntut keadilan kepada

pemerintah. Berdasarkan realitas sosial yang ada di novel ini, nasib kaum Ahmadi

di pengungsian tidak kunjung membaik. Mereka mengalami penderitaan yang

bertubi-tubi. Mereka harus hidup di ruang 3 x 4 yang hanya disekat dengan kain

atau kardus untuk pembatas keluarga yang satu dengan keluarga yang lainnya.

Bantuan bahan makanan juga sudah dihentikan, sehingga mereka harus kerja

serabutan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Anak-anak yang lahir

juga terancam tidak mendapat akte kelahiran, jika diketahui mereka adalah

penganut Ahmadi. Untuk mendapatkan KTP sulit.

Universitas Sumatera Utara

Page 221: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Maryam menuntut keadilan dalam bidang hukum, bukan karena dia

seorang pengikut Ahmadi, tetapi dia menuntut keadilan atas perlakuan terhadap

hak asasi manusia. Walaupun berbeda keyakinan, mereka tetap manusia dan harus

diperlakukan layaknya sebagai manusia. Mereka adalah warga negara yang

tinggal dalam negara hukum. Jadi, negara harus tegas dalam menentukan nasib

mereka. mereka juga memiliki hak untuk hidup layak dan mendapatkan hak hidup

yang sama dengan masyarakat lain. Jangan karena mereka memiliki keyakinan

yang berbeda, lantas mereka harus didiskriminasikan.

Di mata hukum, setiap warga neraga mempunyai hak dan kedudukan yang

sama, sesuai dengan UUD 1945 pasal 29, ayat 2 yaitu, “setiap warga negara bebas

untuk memilih agam dan keyakinannya dan beribadat sesuai dengan keyakinannya

tersebut”. Hal sejalan juga ditegaskan dalam UUD 1945 pasal 27 ayat 1, “setiap

warga negara berhak atas penghidupan yang layak”. Berdasarkan undang-undang

tersebut, Maryam mencari keadilan dengan menulis surat kepada Gubernur yang

baru terpilih dengan harapan mau memperhatikan nasib mereka. Sudah tiga kali

Maryam mengirim surat, namun dia tidak putus asa, dia terus berjuang untuk

mencari keadilan. Berikut ini adalah penggalan surat Maryam yang ketiga yang

dikirimkan untuk Bapak Gubernur yang baru terpilih, seperti pada kutipan berikut:

Bapak yang terhormat, kami tidak meminta lebih. Hanya minta

dibantu agar bisa pulang ke rumah dan hidup aman. Kami tidak minta

bantuan uang atau macam-macam. Kami hanya ingin hidup normal. Agar

anak-anak kami juga bisa tumbuh normal, seperti anak-anak lainnya. Agar

kelak kami juga bisa mati dengan tenang, di rumah kami sendiri.

Universitas Sumatera Utara

Page 222: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Sekali lagi, Bapak, itu rumah kami. Kami beli dengan uang kami

sendiri. Kami punya surat-surat resmi. Kami tak pernah melakukan

kejahatan, tak pernah mengganggu siapa-siapa. Adakah alasan yang

diterima akal, sehingga kami, lebih dari dua ratus orang, harus hidup di

pengungsian seperti ini?

Kami mohon keadilan. Sampai kapan lagi kami harus mengunggu?

(My, 2012: 274-275).

Universitas Sumatera Utara

Page 223: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

BAB VI

TEMUAN HASIL PENELITIAN

Pada bab ini diuraikan tentang temuan yang peneliti dapat setelah

menganalisis ketiga novel karya Okky Madasari. Temuan itu berupa struktur

penceritaan ketiga novel Okky dan perjuangan perempuan. Dari perjuangan

perempuan yang digambarkan dalam novel Okky lalu peneliti menemukan pola

perjuangannya yang meliputi empat hal yaitu, pola perjuangan perempuan dalam

bidang ekonomi, pola perjuangan perempuan dalam bidang keyakinan, dan pola

peran perempuan dalam bidang hukum dan sosial politik. Berikut ini adalah

penjelasannya yang diuraikan satu per satu.

6.1 Struktur Penceritaan Novel Okky Madasari

Struktur penceritaan novel Okky Madasari didasarkan pada realitas

kehidupan masyarakat tempat pengarang novel bersosialisasi. Pengarang

menjadikan pengalamannya di daerah Yogyakarta dan sekitarnya sebagai

kerangka cerita novel Entrok. Magetan adalah tempat pengarang dilahirkan dan

dibesarkan hingga menamatkan SMA. Setelah itu, pengarang melanjutkan

pendidikannya di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Pengarang

memanfaatkan pengalaman hidup dari masyarakat yang tinggal di Magetan. Pada

novel 86 dan Maryam, pengarang menggunakan pengalamannya saat bekerja

sebagai wartawan dalam bidang hukum. Sebagai wartawan, pengarang berkali-

kali mengikuti kasus persidangan di Pengadilan Tinggi Jakarta Selatan. Bersarkan

pengalaman inilah mengarang menulis novel 86. Dalam penulisan novel Maryam,

Universitas Sumatera Utara

Page 224: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

penulis mengadakan riset selama dua tahun di Lombok. Riset ini dijadikannya

materi cerita dalam pembuatan novelnya.

Secara umum, struktur penceritaan novel Okky Madasari menggunakan

plot flash back dengan latar kejadian di Jawa Tengah, Jakarta, dan Lombok.

Novel-novel tersebut menggunakan struktur transmisi narasi yang bervariatif

tetapi menceritakan hal yang relatif sama, yakni tentang perjuangan kaum

perempuan. Pengarang dalam ketiga novelnya menggunakan tokoh perempuan.

Perjuangan perempuan yang dominan adalah perjuangan dalam bidang ekonomi,

keyakinan, dan hukum. Oleh karena itu, pengarang novel menggunakan realitas

sosial dan menggabungkan dengan realitas fiksi untuk menyamarkan atau tidak

berterus terang sedang menghadirkan berbagai kejadian yang terjadi di

masyarakat. Struktur penceritaan ketiga novel Okky Madasari dapat dilihat pada

bagan berikut ini,

Universitas Sumatera Utara

Page 225: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

6.1 Bagan Struktur Penceritaan Tiga Novel Okky Madasari

6.2 Wacana Perjuangan Perempuan Novel Okky Madasari

Tema perjuangan perempuan menjadi tema sentral dalam novel-novel

Okky Madasdari yang menjadi fokus penelitian ini. Hal itu dapat diidentifikasi

dari tindakan dan kejadian yang dilakukan oleh tokoh-tokoh perempuan dalam

realitas fiksi, yang berjuang untuk mempertahankan hidup mereka, baik dalam

bidang ekonomi, keyakinan, dan hukum.

Realitas Sosial Realitas Fiksi

Pengalaman Okky Madasari

Latar Tempat, Jawa

Tengah, Jakarta, dan NTB

Perpaduan Alur Mundur dan

Alur Maju

Novel Entrok, 86, dan

Maryam

Universitas Sumatera Utara

Page 226: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Berdasarkan penjelasan di atas, wacana perjuangan perempuan yang

tereduksi dalam realitas fiksi novel Okky Madasari terpusat pada bidang ekonomi,

kepercayaan, hukum, sosial dan politik. Wacana perjuangan dalam bidang

ekonomi memunculkan bentuk-bentuk perjuangan perempuan sebagai pelaku

bisnis, perjuangan untuk mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf hidup.

Perjuangan dalam bidang ekonomi disebabkan karena kemiskinan, tuntutan

kehidupan dan tuntutan pekerjaan.

Perjuangan dalam bidang kepercayaan lahir karena atas keyakinan para

tokoh cerita terhadap kebenaran yang mereka anut. Kepercayaan ini meliputi

kepercayaan terhadap roh leluhur atau yang disebut dengan kejawen dan

kepercayaan terhadap ajaran Ahmadi. Kepercayaan ini terus mereka pertahankan,

walaupun mereka dianggap sesat. Atas keyakinan ini mereka mengalami

pengusiran dan harus tinggal di pengungsian dengan batas waktu yang tidak

dapat ditentukan.

Perjuangan dalam legitimasi hukum berdasarkan Undang-undang Dasar

1945, kebebasan untuk memeluk agama berdasarkan keyakinan masing-masing.

Kaum Ahmadi melalui tokoh Maryam, berusaha bernegosiasi dengan pemerintah

dan mereka menuntut keadilan. Mereka ingin diperlakukan seperti manusia yang

tinggal di negara hukum. Mereka mencari keadilan dalam bidang hukum. Dari

perjuangan yang dilakukan dalam ketiga novel tersebut, maka peneleti

menemukan pola perjuangannya yang akan dijelaskan satu persatu. Adapun pola

perjuangannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini,

Universitas Sumatera Utara

Page 227: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

No. Bidang Perjuangan Pola Perjuangan

1.

Ekonomi

Memenuhi Kebutuhan Primer:

makan, minum, pakaian, dan tempat

tinggal

Memenuhi Kebutuhan Sekunder:

faktor lingkungan hidup, tradisi

masyarakat, dan faktor psikologis

Memenuhi Kebutuhan Tersier:

mempertinggi status sosial

2. Keyakinan Bersandar kepada Keyakinan akan

Kebenaran Sebuah Ajaran

3.

Hukum

Positif: memperjuangkan hak-hak

kaum marginal

Negatif: perjuangan mempercepat

proses hukum dan membebaskan diri

dari tuntutan hukum dengan cara

menyogok

Tabel 6.1 Pola Perjuangan Perempuan

6.2.1 Pola Perjuangan Perempuan dalam Ekonomi

Perjuangan perempuan di bidang ekonomi dalam realitas fiksi ke tiga

novel Okky didasarkan pada pola dasar pemenuhan kebutuhan hidup manusia.

Pola pemenuhan kebutuhan tersebut dapat dikategorikan ke dalam tiga jenis.

Pertama, memenuhi kebutuhan primer (pokok) adalah kebutuhan minimal yang

mutlak harus dipenuhi untuk hidup sebagai layaknya manusia. Kebutuhan primer

Universitas Sumatera Utara

Page 228: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

meliputi makanan dan minuman, pakaian, serta tempat tinggal. Kedua, memenuhi

kebutuhan sekunder. Kebutuhan sekunder terkait erat dengan faktor lingkungan

hidup dan tradisi masyarakat serta faktor psikologis. Orang yang mempunyai

kedudukan di masyarakat sering merasa harus mempunyai kebutuhan supaya

dipandang layak. Ketiga, memenuhi kebutuhan tersier. Kebutuhan tersier lebih

terarah pada tujuan untuk mempertinggi status sosial (prestise) seseorang atau

terkait dengan hobi dan kegemaran tertentu. Pola perjuangan tersebut dapat dilihat

pada bagan di bawah ini,

Bagan 6.2 Pola Perjuangan Perempuan dalam Ekonomi

Kebutuhan Tersier Kebutuhan Primer

Pemenuhan Kebutuhan

Hidup

Kebutuhan Sekunder

Faktor Lingkungan

Hidup, Tradisi

Masyarakat, dan

Faktor Psikologis

Mempertinggi Status

Sosial

Makan, Minum,

Pakaian, Tempat

Tinggal,

Pola Perjuangan Perempuan

dalam Bidang Ekonomi

Universitas Sumatera Utara

Page 229: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

6.2.2 Pola Perjuangan Perempuan dalam Bidang Keyakinan

Pola perjuangan dalam bidang keyakinan yang dilakukan oleh tokoh

perempuan dalam novel Okky memiliki pola yang sama, yakni bersandarkan

pada keyakinan akan kebenaran terhadap sebuah ajaran. Baik Kejawen maupun

Ahmadiyah mendapat posisi di tengah persaingan moralitas Islam. Sikap pasrah

dan berserah diri pada Yang Maha Kuasa menjadi sikap hidup yang ampuh untuk

menghadapi kecaman dan tantangan dari berbagai pihak. Pola perjuangan

perempuan dalam bidang keyakinan dapat dilihat pada bagan di bawah ini,

6.3 Bagan Pola Perjuangan Perempuan dalam Bidang Hukum

Keyakinan Akan Kebenaran

Pola Perjuangan Perempuan

dalam Bidang Keyakinan

Kejawen

Ahmadiyah

Sikap pasrah dan berserah diri

Universitas Sumatera Utara

Page 230: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

6.2.3 Pola Perjuangan Perempuan Bidang Hukum

Pola perjuangan perempuan dalam mencari keadilan di bidang hukum

memiliki pola yang positif dan negatif. Pola positif dapat dilihat dari perjuangan

Maryam untuk memperjuangkan hak-hak kaum marginal. Sedangkan pola

perjuangan negatif dapat dilihat dari perjuangan Sumarni untuk menuntut keadilan

ketika Endang meminta setengah dari hartanya setelah kematian Teja. Marni

melakukan hal-hal diluar dari jalur hukum. Begitu juga dengan Arimbi, untuk

mempercepat kebebasannya dari penjara. Arimbi memberikan uang sogok kepada

kepala sipir penjara sebesar 15 juta rupiah. Hal ini juga sering dijumpai dalam

kehidupan nyata. Semua urusan akan cepat selesai jika dibarengi dengan

memberian uang, sehingga wajarlah Indonesia menjadi negara terkorup di dunia.

Pola Perjuangan perempuan dalam ketiga novel Okky dapat dilihat pada bagan

berikut ini,

6.3 Bagan Pola Perjuangan Perempuan dalam Bidang Hukum

Negatif Positif

Pola Perjuangan Perempuan

dalam Bidang Hukum

Memperjuangkan

Hak-hak Kaum

Marginal

Perjuangan Mempercepat Proses

Hukum dan membebaskan diri

dari tuntutan hukum dengan Cara

Menyogok

Universitas Sumatera Utara

Page 231: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

6.3 Peran Perempuan dalam Kehidupan Sosial Masyarakat

Penggunaan sosok perempuan sebagai tokoh utama dalam novel bukan

merupakan suatu kesalahan. Selalu menjadi masalah adalah pencitraan terhadap

tokoh tersebut sering kali didasari dugaan gender yang menuntut oposisi biner

yang senantiasa dimenangkan oleh pihak laki-laki, sedangkan perempuan sebagai

yang tersubordinasi.

Perempuan sebagai salah satu kelompok minoritas sampai saat ini masih

berada dalam posisi subordinat dibanding laki-laki. Meskipun secara kuantitatif

jumlah perempuan Indonesia lebih banyak dibanding laki-laki, tetapi

kenyataannya tidak ada jaminan bagi hak-hak mereka. Faktor budaya merupakan

salah satu penghambat bagi perempuan untuk tampil dalam forum publik.

Kuatnya peran laki-laki dalam kehidupan publik sangat menentukan setiap

keputusan yang diambil, termasuk keputusan yang menyangkut kehidupan

perempuan. Hal ini menempatkan posisi perempuan semakin termarjinalkan,

terutama dalam partisipasi politik semata-mata karena mereka adalah perempuan.

Peran perempuan dalam mencari posisi dan peran dalam kehidupan sosial

masyarakat dapat dilihat dari tokoh Marni, Bu Danti, Rahayu, Maryam, Arimbi.

Pendidikan yang diperoleh para perempuan telah mendorong kaum perempuan

untuk memasuki lapangan kerja di arena publik. Hal ini menggambarkan bahwa

perempuan mulai mencari posisi dan perannya bukan hanya di arena domestik

tetapi juga di kehidupan sosial masyarakat.

Marni menjadi juragan tebu menunjukkan bahwa perempuan juga layak

menjadi pemimpin. Marni mempekerjakan para kaum laki-laki. Marni mencari

Universitas Sumatera Utara

Page 232: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

posisi di ranah publik. Walaupun dia seorang perempuan yang buta huruf yang

tidak pernah mengenyam pendidikan di sekolah, namun dia mempunyai

pemikiran yang cemerlang. Dengan bermodalkan keinginan untuk memiliki

sesuatu, Marni mengubah pola pikir masyarakat tradisi. Dia mengerjakan

pekerjaan yang selama ini tidak pernah dikerjakan oleh kaum perempuan.

Nyai Dimah menjadi juragan singkong menempatkan dirinya menjadi

perempuan yang eksis di ranah publik. Setiap hari dia berhubungan dengan

masyarakat yang membutuhkan hasil jualannya. Dia tidak seperti perempuan

lainnya yang hanya berdiam diri di rumah dan mengharapkan uang dari suami

mereka. Nyai Dimah mencari posisi di masyarakat dengan berjualan. Dengan

demikian, Nyai Dimah ikut berperan dalam kehidupan masyarakat.

Rahayu menjadi aktivis kampus ikut memperjuangkan nasib orang yang

tertindas. Dia kuliah di Fakultas Pertanian di salah satu universitas negeri di

Yogyakarta. Dia meninggalkan kampusnya dan ikut bergabung dengan teman-

temannya di sebuah organisasi. Dia aktif di pengajian-pengajian dan ikut

mengajarkan pengetahuan agama di masyarakat.

Maryam ikut berperan di dalam masyarakat dengan memperjuangan hak-

hak kaum marginal. Bersama suaminya dan ketua organisasi ikut menghadap Pak

Gubernur untuk memperjuang nasib mereka. Maryam yang sudah tamat dari

pendidikan tinggi merasa ikut bertanggung jawab untuk membantu orang-orang

yang tertindas. Walaupun tidak ada realisasi dari bapak gubernur, namun Maryam

terus berusaha. Terkahir dia menulis surat kepada bapak gubernur yang baru

terpilih agar mau memperhatikan nasib mereka.

Universitas Sumatera Utara

Page 233: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Keunggulan perempuan dalam hal memimpin tidak perlu disangsikan.

Banyak perempuan justru lebih mampu memimpin dibandingkan dengan laki-laki.

Misalnya perempuan memiliki kelebihan untuk perpikir dan bernalar jauh ke

depan. Perempuan pun memimpin dengan hati karena tidak dapat dipungkiri

intuisi perempuan lebih peka dan lebih bisa diandalkan dibandingkan dengan laki-

laki sehingga hasilnya lebih optimal. Perempuan pun memiliki daya tahan untuk

merasakan penderitaan lebih tinggi daripada laki-laki.

Peran perempuan dalam mencari posisi dan peran dalam kehidupan sosial

masyarakat terjadi dalam dua pola yaitu pertama, eksis dalam dunia perdagangan.

Kedua, eksis dalam memperjuangankan nasib kaum tertindas. Dari pola peran di

atas, dalam realitas fiksi dan realitas sosial novel Okky Madasari ditentukan oleh

tingkat pendidikan. Hal ini didasarkan pada realitas sosial pelaku yang berjuang

dalam kehidupan sosial masyarakat yang tidak berpendidikan, mereka hanya bisa

eksis dalam dunia perdagangan. Sedangkan Orang-orang yang berpendidikan

mereka bisa eksis dalam memperjuangkan nasib kaum tertindas seperti Maryam

dan Rahayu.

6.4 Peranan Perempuan dalam Bidang Politik

Dalam beberapa tahun terakhir ini, peran wanita dalam ranah politik

semakin diperhitungkan. Hal ini memang wajar untuk dilakukan karena peran

seorang perempuan bukan hanya menjadi sebuah paradigma yang stagnan, tetapi

dengan jiwa semangat progresivitasnya dalam berbagai aktifitas baik itu dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 234: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

wilayah rumah tangga ataupun profesionalitas suatu pekerjaan. Bahkan, bisa

dikatakan ahli atau spesialis dalam bidang tertentu.

Hartini (2009: 55) menanggapi bahwa dalam perkembangan kultur

pembangunan sumber daya manusia, sebenarnya negara tidak memandang dari

segi gender untuk pemerataan dan segala bentuk fasilitas pembangunan untuk

membentuk sumber daya manusia yang sempurna dengan tujuan pembangunan

bangsa itu sendiri. Hanya saja, dalam kenyataan pelaksanaannya yang justru

kelihatan dominan hanya laki-laki. Hal ini disebabkan karena selain adanya kultur

budaya Jawa tentang perempuan, juga atas akses publik bagi perempuan terbatas,

baik itu oleh norma adat, susila, kesopanan, bahkan norma hukum.

Dilihat dari fakta akan peran perempuan sendiri dalam dunia politik

sekarang dan dahulu memberikan warna yang berbeda dan mengalami

peningkatan yang sangat tajam, sehingga memerlukan suatu aturan yang mengikat

atas perubahan paradigma fungsi perempuan itu sendiri. Sejarah perjuangan kaum

wanita Indonesia telah mencatat nama-nama wanita yang turut andil dalam

aktifitas politik. Perjuangan fisik melawan penjajah telah mengambikan nama-

nama seperti Cut Nyak Dien, Christina Martha Tiahahu, Yolanda maramis, dan

lain sebagainya. Dalam pergerakan nasional muncul nama Rasuna Said, dan

Trimurti. Sedangkan nama-nama Raden Ajeng Kartini dan Dewi Sartika, telah

terpahat sebagai orang yang memperjuangkan hak-hak wanita untuk memperoleh

pendidikan yang setara dengan pria (Hartini, 2009: 55).

Di dalam novel-novel Okky dapat dilihat perjuangan perempuan untuk

mengangkat harkat dan martabatnya dan memperjuangkan perempuan sebagai

Universitas Sumatera Utara

Page 235: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

mitra sejajar dengan laki-laki. Marni mendobrak kebiasaan masyarakat Jawa yang

berterikat dengan pakem ilok ora ilok. Dia mengangkat harkat dan martabatnya

dari masyarakat miskin menjadi masyarakat yang setaraf dengan kaum priyayi.

Marni juga menjadi orang yang diperitungkan di desanya. Walaupun dia tidak

menjadi pengurus anggota partai politik, tetapi Marni setiap saat aktif dan ikut

berpartisipasi dalam kegiatan partai politik.

Marni juga menjadi juragan tebu dan mempekerjakan kaum laki-laki

sebagai buruhnya. Marni menunjukkan eksistensi dirinya bahwa kaum perempuan

bisa sederajat dengan kaum laki-laki. “...Simbok lihatlah anakmu ini sekarang.

Kita dulu kerja memeras keringat seharian, diupahi telo, bukan uang, hanya

karena kita perempuan. Lihatlah sekarang, anakmu yang perempuan ini, berdiri

tegak di sini mengupahi para laki-laki. Setiap orang mendapat upah tujuh ratus

dari uang yang kumiliki sendiri” (En, 102-103).

Peran Bu Danti sebagai ketua panitera pengadilan di tempatnya bekerja

menunjukkan bahwa kaum perempuan sebagai mitra sejajar dengan laki-laki.

Kedudukan Bu Danti sejajar dengan para hakim dan jaksa penuntut yang diduduki

oleh kaum laki-laki. Bu Danti bisa bekerja sama dengan para hakim dan jaksa

penuntut tersebut dengan baik.

Dalam era reformasi ini, ada harapan baru bagi Indonesia untuk

mewujudkan kehidupan demokrasi sejati yang impikan dan terus diperjuangkan

oleh banyak kalangan. Dalam proses demokrasi, persoalan partisipasi politik

perempuan yang lebih besar, representasi dan persoalan akuntabilitas menjadi

prasarat mutlak bagi terwujudnya demokrasi yang lebih bermakna di Indonesia.

Universitas Sumatera Utara

Page 236: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Tuntutan bagi partisipasi perempuan yang lebih adil, sebenarnya bukan hanya

tuntutan demokratisasi, tetapi juga prakondisi untuk menciptakan pemerintahan

yang lebih transparan dan akuntabel. Demokrasi yang bermakna adalah demokrasi

yang memperhatikan dan memperjuangkan kepentingan mayoritas penduduk

Indonesia yang terdiri dari perempuan. Termasuk juga memperbaiki kehidupan

kaum perempuan untuk lepas dari kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan,

serta memperlakukan perempuan sebagai mitra sejajar dengan laki-laki.

Peran perempuan dalam bidang politik terjadi dalam dua pola yaitu

pertama, kaum perempuan sederajat dengan laki-laki. Kedua, kaum perempuan

menjadi mitra sejajar dengan kaum laki-laki. Pola peran ini ditentukan oleh

keaktifan seseorang di lingkungan tempat dia bekerja. Marni yang aktif di dalam

lingkungan masyarakat di desanya sedangkan bu Danti aktif di lingkungan tempat

dia bekerja yaitu lingkungan pemerintahan. Marni mampu membuktikan bahwa

dia bisa sederajat dengan kaum laki-laki, sedangkan Bu Danti membuktikan

bahwa dia bisa menjadi mitra sejajar dengan laki-laki. Pola Peran tersebut dapat

dilihat dari bagan berikut ini,

Universitas Sumatera Utara

Page 237: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

Bagan 6.4 Pola Peran Perempuan dalam Bidang Sosial Politik

Pola Peran Perempuan

dalam Bidang Politik

Pola Peran Perempuan dalam

Bidang Sosial

Eksis dalam Dunia

Perdagangan dan Eksis dalam

Memeperjuangkan Nasib

Kaum Tertinggal

Kaum Perempuan Sederajat

dengan Kaum Laki-laki dan

Kaum Perempuan Menjadi Mitra

Sejajar dengan Kaum Laki-laki

Pola Peran Perempuan dalam

Bidang Sosial Politik

Universitas Sumatera Utara

Page 238: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Dari uraian penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan beberapa

hal sebagai berikut:

1. Struktur penceritaan ketiga novel karya Okky Madasari, seperti struktur alur,

struktur ruang dan waktu, struktur fisik, ras, dan relasi gender, serta struktur

transmisi narasi menggabungkan realitas fiksi dan realitas sosial kehidupan

masyarakat pendukung karya tersebut. Struktur penceritaan novel yang

didasarkan pada pengalaman pengarang novel ini, berfungsi sebagai kerangka

cerita. Hal ini disebabkan terdapat peristiwa yang tidak sesuai dengan realitas

sosial. Bahkan, terdapat realitas sosial yang disamarkan, seperti penggunaan

nama tempat. Penyamaran realitas sosial dalam realitas fiksi didukung oleh

pengalaman estetik dan riset yang dilakukan oleh pengarang. Pengarang

terlibat langsung dalam kehidupan masyarakat pendukung cerita.

2. Analisis semiotik terhadap perjuangan perempuan dalam ketiga novel Okky

Madasari menunjukkan bahwa Gagasan Barthes ini dikenal dengan “order of

signification”, mencakup denotasi (makna sebenarnya sesuai kamus) dan

konotasi (makna ganda yang lahir dari pengalaman kultural dan personal).

Pemaknaan tingkat pertama mengarah kepada makna yang dedotatif, makna

sebenarnya, atau makna yang terkandung di dalam teks tersebut. Sedangkan

pemknaan tingkat kedua merupakan makna konotasi atau makna tidak

sebenarnya, atau makna menurut konteks kalimat dan konteks budaya dimana

Universitas Sumatera Utara

Page 239: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

teks tersebut dilahirkan. Menurut Roland Barthes pemaknaan tingkat kedua

mengarah kepada mitos, dimana mitos tersebut adalah sumber pengetahuan

baru. Pemaknaan tingkat pertama dalam menafsirkan perjuangan perempuan

dalam ketiga novel Okky Madasari merujuk kepada makna teks yang

terkandung dalam novel tersebut. Sedangkan pemaknaan tingkat kedua

merupakan interpretasi dari peneliti dalam menafsirkan pemaknaan tingkat

pertama dikaitkan dengan realitas sosial yang hidup di masyarakat untuk

melihat perjuangan perempuan dalam ketiga novel Okky Madasari.

3. Terdapat tiga jenis perjuangan perempuan dalam ketiga novel Okky Madasari,

yaitu perjuangan perempuan dalam bidang ekonomi, perjuangan perempuan

keyakinan, dan perjuangan perempuan dalam bidang hukum.

a. Perjuangan perempuan dalam bidang ekonomi meliputi, perjuangan

perempuan sebagai pelaku bisnis, perjuangan perempuan dalam

mempertahankan hidup, dan perjuangan merempuan dalam meningkatkan

taraf hidup. Perempuan sebagai pelopor dan agen bagi tercapainya

perubahan sosial dari masyarakat yang patriarki menuju masyarakat yang

senantiasa mempertanyakan adanya ketidakadilan gender yang terjadi di

sektor domistik ataupun publik khususnya di bidang ekonomi. Perempuan

telah berjuang untuk mengkritisi dan mengatasi diskriminatif di bidang

ekonomi yang diakibatkan oleh ketidakadilan gender. Perempuan telah

menunjukkan eksistensi dirinya yaitu mampu menyamakan derajatnya

dengan kaum laki-laki dengan menjadi pelaku bisnis. Perempuan juga

Universitas Sumatera Utara

Page 240: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

berperan dalam mengatasi masalah ekonomi dalam keluarga, terutama untuk

mempertahan hidup dan untuk meningkat kesejahteraan hidup.

b. Perjuangan perempuan dalam mempertahankan keyakinan meliputi,

Kejawen dan Ahmadiyah. Kejawen adalah sumarni telah berjuang untuk

mempertahankan keyakinan tersebut walaupun harus mendapat cemoohan

dari guru ngaji dan masyarakat setempat. Bahkan dia juga ditentang oleh

Rahayu, anaknya sendiri. Namun, dia tetap melaksanakan keyakinannya

tersebut walaupun dia harus berpisah dari anaknya. Perjuangan perempuan

dalam mempertahankan ajaran Ahmadiyah diwakili oleh tokoh-tokoh

perempuan yang mengalami kekerasan, penyerangan, dan pengusiran yang

menyebankan mereka harus berada di penggungsian dalam waktu yang

cukup lama. Namun, mereka tetap teguh pada pendiriannya. Penderitaan

tidak menyurutkan langkah mereka untuk berjuang.

c. Perjuang perempuan dalam bidang hukum yaitu perjuangan perempuan

dalam mencari keadilan. Dalam hal mencari keadilan, perempuan sudah

berjuang dengan mengikuti prosedur yang ditentukan. Mereka mencari

keadilan walaupun harapan mereka kandas di tengah jalan oleh permainan

uang sogok dan keyakinan yang dianggap aliran sesat. Namun, mereka tetap

berjuang.

Universitas Sumatera Utara

Page 241: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65040 › Chapter III-VII.pdf?sequence=3... BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma dan Metode …Teks berupa kalimat

7.2 Saran

Dengan penggambaran perjuangan tokoh-tokoh perempuan dalam ketiga

novel Okky Madasari, peneliti mencoba membuka mata para pembaca agar ikut

berperan dan memikirkan nasib kaum perempuan. Oleh karena itu, peneliti

berharap agar pembaca menyadari akan pentingnya perjuangan perempuan untuk

mengangkat harkat dan martabatnya sebagai manusia merdeka.

Perempuan harus menyadari perlunya pemberdayaan perempuan di arena

politik dengan mulai lantang dan vokal menyuarakan dan memperjuangkan hak-

hak perempuan, pemunculkan isu-isu perempuan dan melawan penindasan dan

diskriminasi perempuan. Perempuan harus keluar dari kotak jebakan politik untuk

kepentingan sesaat dan harus segera melenggang menuju dunia politik yang

berwawasan lebih luas dan integral semata-mata demi pemberdayaan perempuan

dan pengakomodasian aspirasi perempuan. Gaung suara perempuan di kancah

politik selalu diharapkan, asalkan suara tersebut berasal dari hati nurani yang tidak

tercemar oleh kepentingan pribadi dan golongan.

Universitas Sumatera Utara