99663235 Referat Neuroma Akustik

26
` Lembar Pengesahan Referat Ilmu Penyakit THT dengan judul: DIAGNOSI DAN PENATALAKSANAAN NEUROMA AKUSTIK Nama : Rindy Yunita Pratamisiwi NIM : 030.08.208 Telah diterima dan disetujui oleh dr Renie Augustine, SpTHT-KL pada: Hari : Tanggal : Sebagai salah satu syarat mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Penyakit THTdi Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih. Jakarta, Oktober 2012 1

description

referat

Transcript of 99663235 Referat Neuroma Akustik

`

Lembar Pengesahan

Referat Ilmu Penyakit THT dengan judul:

DIAGNOSI DAN PENATALAKSANAAN NEUROMA AKUSTIK

Nama : Rindy Yunita Pratamisiwi

NIM : 030.08.208

Telah diterima dan disetujui oleh dr Renie Augustine, SpTHT-KL pada:

Hari :

Tanggal :

Sebagai salah satu syarat mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik

Departemen Ilmu Penyakit THTdi Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih.

Jakarta, Oktober 2012

dr Renie Augustine, SpTHT-KL

1

`

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.,

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya

saya dapat menyelesaikan penyusunan referat berjudul “Diagnosis dan Penatalaksanaan

Neuroma Akustik.”

Laporan ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat tugas kepaniteraan klinik di bagian

Ilmu Penyakit THT di RSUD Budhi Asih Jakarta.

Dengan terlaksananya penulisan referat ini, saya berharap dapat memberikan manfaat

bagi para pembacanya. Saya menyadari bahwa di dalam penulisan ini masih banyak kekurangan,

oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, saya menerima saran dan kritik yang

membangun guna penyempurnaan tugas laporan ini.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Jakarta, Oktober 2012

Penulis

2

`

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................…….. 1

KATA PENGANTAR.........................................................................................…….. 2

DAFTAR ISI .......................................................................................................…….. 3

BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................................…….. 4

BAB II. PEMBAHASAN ...................................................................................…….. 5

BAB III. KESIMPULAN ....................................................................................…….. 17

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………. 18

3

`

BAB I

Pendahuluan

Tumor telinga dalam yang paling sering menyebabkan ketulian adalah suatu neuroma

akustik. Neuroma akustik adalah tumor sel jinak Schwann yang membungkus saraf kedelapan.

Schwannoma ini paling sering terjadi pada bagian keseimbangan dari saraf kedelapan. Penyebab

lain ketulian akibat tumor dalam saluran telinga dalam adalah neuroma saraf ketujuh,

meningioma, hemangioma pembuluh darah aberans. Tumor pada penderita yang lebih muda atau

adanya riwayat keluarga dengan neuroma akustik dapat merupakan suatu manifestasi awal dari

sindrom von Recklinghausen. Penyakit von Recklinghausen menyebabkan semua kasus neuroma

akustik bilateral. Perjalanan penyakit yang lazim pada neuroma akustik adalah pasien mengalami

ketulian sensorineural unilateral. Mula-mula ringan, namun dengan perkembangannya, tumor

akan perlahan-lahan menghancurkan saraf-saraf saluran telinga dalam. Jarang sekali, pasien

mengeluhkan gejala-gejala vestibular. Gangguan pendengaran umumya berkembang lambat.

Meskipun demikian, neuroma akustik dapat pula menyebabkan ketulian mendadak atau suatu

sindrom mirip-Meniere. Suatu ketulian unilateral atau asimetris adalah suatu neuroma akustik

hingga dapat dibuktikan ketidakbenarannya1-4.

Temuan neuroma akustik yang kecil dapat dibuat berdasarkan kecurigaan yang tinggi

yang mengarahkan pada uji pemeriksaan ABR (respons pendengaran batang otak) dan

konfirmasi radiologi. Tumor akutik hanya dapat dilihat dengan CT scan mutakhir dengan irisan

resolusi tinggi dan tipis. MRI dapat juga memberikan gambaran yang baik dari tumor-tumor ini

dan mungkin lebih peka dibandingkan CT scan2,5.

Tumor akustik dapat diangkat secara bedah melalui tiga jalur utama. Tumor dapat

direseksi dari fosa media, fosa posterior, atau menyilang labirin. Pemilihan prosedur tertentu atau

gabungan prosedur berdasarkan ukuran tumor, kemungkinan mempertahankan pendengaran, dan

pengalaman bedah1,2,3.

4

`

BAB II

PEMBAHASAN

ANATOMI TELINGA

Telinga mempunyai reseptor khusus untuk mengenali getaran bunyi dan untuk

keseimbangan. Ada tiga bagian utama dari telinga manusia, yaitu bagian telinga luar, telinga

tengah, dan telinga dalam1,2,3.

Gambar 1. Anatomi telinga7.8

a. Telinga Luar

Telinga luar dibentuk oleh aurikula dan meatus akustikus eksternus. Aurikula

dibentuk oleh kartilago yang bersatu dengan pars kartilagineus meatus akustikus

eksternus. Fungsi aurikula mengarahkan getaran masuk ke dalam meatus akustikus

eksternus. Sedangkan meatus akustikus eksternus merupakan suatu saluran, terbuka di

bagian luar dan di bagian inferior dibatasi oleh membran timpani, ukuran panjang 2,5

5

`

cm, terdiri dari pars kartilagineus (⅓ bagian lateral) dan pars osseus di bagian medial (⅔

bagian medial). Batas antara pars kartilagineus dan pars osseus menyempit, dinamakan

isthmus. Pars kartilagineus berbentuk konkaf ke anterior. Di dalam lapisan submukosa

terdapat glandula seruminosa yang memproduksi serumen1,2,3.

b. Telinga Tengah

Telinga tengah terdiri dari membran timpani, tuba Eustachius, ossikula auditiva,

antrum dan cellulae mastoidea. Memiliki empat dinding, atap, dan dasar. Oleh karena

itu bisa disederhanakan dalam diagram sebagai kotak terbuka, dengan:

- batas luar : membran timpani

- batas depan : tuba eustachius

- batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)

- batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis

- batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)

- batas dalam :berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis horizontal,

kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window) dan

promontorium.

Membran timpani terletak pada akhiran kanalis aurius eksternus dan menandai batas

lateral telinga, Membran ini sekitar 1 cm dan selaput tipis normalnya berwarna kelabu

mutiara dan translusen.

Tuba auditorius atau tuba Eustachius mempunyai ukuran panjang kira-kira 36 mm,

letak melengkung membentuk sudut 45 derajat dengan bidang sagital dan sudut 30-40

derajat dengan bidang horizontal. Tuba ini terdiri dari pars ossea dan pars kartilaginis.

Pars osseus merupakan ⅓ bagian dengan panjang 13 mm, berada di bagian lateral (pars

lateralis) dan terletak di dalam pars petrosa tulang temporalis. Pars kartilagineus

merupakan ⅔ bagian dengan panjang 24 mm, terletak di bagian medial (pars medialis),

bermuara ke dalam nasofaring, membentuk torus tubarius di sebelah dorsal orificium

pharingium tuba auditiva. Tuba eustachii yang lebarnya sekitar 1 mm, panjangnya sekitar

35 mm, menghubungkan telinga ke nasofaring. Normalnya, tuba eustachii tertutup,

namun dapat terbuka akibat kontraksi otot palatum ketika melakukan manuver Valsava

6

`

atau menguap atau menelan. Tuba berfungsi sebagai drainase untuk sekresi dan

menyeimbangkan tekanan dalam telinga tengah dengan tekanan atmosfer1,3.

Gambar 2.Membran timpani9

Telinga tengah merupakan rongga berisi udara merupakan rumah bagi ossikula (tulang

telinga tengah) dihubungkan dengan tuba eustachii ke nasofaring berhubungan dengan

beberapa sel berisi udara di bagian mastoid tulang temporal. Bagian ini merupakan

rongga yang berisi udara untuk menjaga tekanan udara agar seimbang2,3.

Selain itu terdapat pula tiga tulang pendengaran yang tersusun seperti rantai yang

menghubungkan gendang telinga dengan jendela oval. Ketiga tulang tersebut adalah

tulang martil (maleus) menempel pada gendang telinga dan tulang landasan (inkus).

Kedua tulang ini terikat erat oleh ligamentum sehingga mereka bergerak sebagai satu

tulang. Tulang yang ketiga adalah tulang sanggurdi (stapes) yang berhubungan dengan

7

`

jendela oval. Antara tulang landasan dan tulang sanggurdi terdapat sendi yang

memungkinkan gerakan bebas. Ossikula dipertahankan pada tempatnya oleh sendian,

otot, dan ligamen, yang membantu hantaran suara1.

Ada 2 otot kecil yang berhubungan dengan ketiga tulang pendengaran. Otot tensor

timpani terletak dalam saluran di atas tuba auditiva, tendonya berjalan mula-mula ke arah

posterior kemudian mengait sekeliling sebuah tonjol tulang kecil untuk melintasi rongga

timpani dari dinding medial ke lateral untuk berinsersi ke dalam gagang maleus. Tangkai

maleus terus menerus tertarik ke dalam oleh ligamentum dan oleh M. tensor timpani,

yang mempertahankan membran timpani berada dalam tegangan. Hal ini memungkinkan

getaran suara pada bagian membran timpani manapun dihantarkan ke maleus yang tidak

akan terjadi bila membran lemas. Tendo otot stapedius berjalan dari tonjolan tulang

berbentuk piramid dalam dinding posterior dan berjalan anterior untuk berinsersi ke

dalam leher stapes, dan menstabilkan hubungan antara stapedius dengan jendela oval1,3,5.

Ketika bunyi yang bising ditransmisikan melalui sistem ossikular dan dari sana ke

dalam sistem saraf pusat, suatu refleks terjadi setelah periode laten selama hanya 40

sampai 80 millidetik untuk menyebabkan kontraksi dari otot stapedius dan, berkurangnya

luas otot tensor timpani. Otot tensor timpani menarik tangkai malleus ke dalam

sementara otot stapedius menarik stapes ke luar. Kedua gaya ini saling berlawanan satu

sama lain dan dengan demikian menyebabkan seluruh sistem ossikuler mengembangkan

rigiditas yang meningkat, demikian besar mengurangi konduksi ossikuler dari bunyi

frekuensi rendah, utamanya frekuensi di bawah 1000 cycle per detik. Respon ini disebut

refleks akustik, yang membantu melindungi telinga dalam yang rapuh dari kerusakan

karena suara. Kedua otot ini mengurangi proses mekanik telinga tengah. Pengertiannya

adalah sebagai berikut, jika telinga kita menerima suara sangat keras (intensitas > 80 dB)

maka kemungkinan gerakan mekanik osicular chain akan sangat progresif yang dapat

merusak struktur oval window telinga dalam. Sehingga saat intensitas suara mencapai

nilai di atas, otot stapedius secara refleks akan berkontraksi untuk membatasi gerakan

stapes. Meskipun fungsi utama refleks akustik ini adalah proteksi, ia juga meningkatkan

mekanisme kontrol yang mempertahankan input suara ke telinga dalam (koklea) lebih

konstan, dan memperluas rentang dinamik sistem telinga tengah, sebagai contoh: otot

stapedius tercatat juga berkontraksi saat seseorang mengunyah dan bersuara (vokalisasi),

8

`

sehingga dapat mereduksi bising yang timbul akibat gerakan-gerakan yang berasal dari

dalam tubuh sendiri.Otot-otot ini berfungsi protektif dengan cara meredam getaran-

getaran berfrekuensi tinggi1,3-5.

Ada dua jendela kecil, yakni jendela oval dan dinding medial telinga tengah, yang

memisahkan telinga tengah dengan telinga dalam. Bagian dataran kaki menjejak pada

jendela oval, di mana suara dihantar telinga tengah. Jendela bulat memberikan jalan ke

getaran suara. Jendela bulat ditutupi oleh membrana sangat tipis, dan dataran kaki stapes

ditahan oleh yang agak tipis, atau struktur berbentuk cincin. Anulus jendela bulat maupun

jendela oval mudah mengalami robekan. Bila ini terjadi, cairan dari dalam dapat

mengalami kebocoran ke telinga tengah, kondisi ini dinamakan fistula perilimfe3.

c. Telinga Dalam

Telinga dalam mengandung labyrinthus dan terdiri dari tiga buah kanalis

semisirkularis di posterior, vestibulum di tengah dan koklea di anterior. Pada telinga

tengah terdapat meatus akustikus internus dan porus akustikus internus. Labyrinthus

memiliki bagian vestibuler (pars superior) yang berhubungan dengan keseimbangan dan

bagian koklear (pars inferior) yang merupakan organ pendengaran. Pada irisan

melintang koklea tampak skala vestibuli di bagian atas, skala timpani di bagian bawah,

dan skala media di antaranya. Pada skala media terdapat bagian berbentuk lidah yang

disebut membran tektoria. Bagian atas adalah skala vestibuli yang berisi perilimfe dan

dipisahkan dari duktus koklearis oleh membran Reissner yang tipis. Bagian bawah

adalah skala timpani yang juga mengandung perilimfe dan dipisahkan dari duktus

koklearis oleh lamina spiralis osseus dan membran basillaris1.

FISIOLOGI PENDENGARAN

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam

bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut

menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang

pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran

dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Fisiologi

fungsional jendela oval dan bulat memegang peran yang penting. Jendela oval dibatasi oleh

9

`

anulare fieksibel dari stapes dan membran yang sangat lentur, memungkinkan gerakan

penting, dan berlawanan selama stimulasi bunyi, getaran stapes menerima impuls dari

membran timpani bulat yang membuka pada sisi berlawanan duktus koklearis dilindungi

dari gelombang bunyi oleh membran timpani yang utuh, jadi memungkinkan gerakan cairan

telinga dalam oleh stimulasi gelombang suara. Getaran diteruskan melalui membran

Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara

membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang

menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut sebagai transduser mekanis,

sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel.

Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan

neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf

auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-

40) di lobus temporalis1,3,4.

Berbeda dengan sistem hantaran telinga luar yang berupa pipa penyalur bunyi ke

membran tympani, sistem hantaran telinga tengah di samping merambatkan, juga

memperkuat daya dorong getaran bunyi. Perkuatan daya dorong getaran bunyi oleh sistem

hantaran atau sistem konduksi dihasilkan oleh 2 mekanisme, yaitu:

1. Rasio antara membran timpani dibanding luas fenestra ovalis sebesar 17:1, yang

memberikan perkuatan sebesar 17 kali dari bunyi aslinya di udara.

2. Efek pengungkit dari maleus dan inkus yang menyumbangkan momentum perkuatan

daya sebesar 1,3 kali.

Pada membran timpani utuh yang normal, suara merangsang jendela oval dulu, dan

terjadi jeda sebelum efek terminal stimulasi mencapai jendela bulat. Namun waktu jeda akan

berubah bila ada perforasi pada membran timpani yang cukup besar yang memungkinkan

gelombang bunyi merangsang kedua jendela oval dan bulat bersamaan. Ini mengakibatkan

hilangnya jeda dan menghambat gerakan maksimal motilitas cairan telinga dalam dan

rangsangan terhadap sel-sel rambut pada organ Corti. Akibatnya terjadi penurunan

kemampuan pendengaran2,3.

Pendengaran dapat terjadi dalam dua cara. Bunyi yang dihantarkan melalui telinga luar

dan tengah yang terisi udara berjalan melalui konduksi udara. Suara yang dihantarkan

melalui tulang secara langsung ke telinga dalam dengan cara konduksi tulang. Normalnya,

10

`

konduksi udara merupakan jalur yang lebih efisien; namun adanya defek pada membrana

timpani atau terputusnya rantai osikulus akan memutuskan konduksi udara normal dan

mengakibatkan hilangnya rasio tekanan-suara dan kehilangan pendengaran konduktif5.

SUDUT CEREBELLO PONTIN

Sudut cerebello pontin merupakan suatu area runcing diantara dinding sisi dari tulang

dasar tengkorak, batang otak dan serebellum. Atap dari sudut ini terdiri dari tentorium, suatu

membrane kuat yang memisahkan fossa cranium posterior dan media. Sudut cerebello pontin ini

terisi liquor serebro spinal dan terdapat saraf sensorik dan motoric melaluinya dalam perjalanan

masuk dan keluar dari otak4.

Cabang utama dari arteri basilaris, yaitu arteri cerebellum anterior inferior, melewati

sudut cerebello pontin ini dan bercabang ke pons dan labirin yang akhirnya memperdarahi

sebagian dari cerebellum1.

N.XIII melewati sudut cerebello pontin ini dari bagian telinga dalam lalu mengarah ke

batang otak. N.VII turut melewati sudut ini. Tabel di bawah memberikan gambaran secara

umum tentang saraf yang melalui sudut cerebello pontin serta fungsinya :

Tabel 1. Saraf yang melewati sudut cerebellopontin dan fungsinya 1

Saraf kranial Nama Fungsi motorik Fungsi sensorik Fungsi khusus

IV Troklearis Oblique superior,

pergerakan mata ke

bawah dan medial

Rusak : diplopia

arah bawah dan

medial

VI Abdusen Rectus lateral,

pergerakan mata ke

sisi

Rusak : diplopia

arah sisi

V Trigeminal Mengunyah Wajah dan kulit

kepala

Rusak:

trigeminal

11

`

neuralgia

VII Fasialis Ekspresi fasial Pengecapan di

anterior lidah

Kelenjar ludah

dan air mata

VIII Vestibulokoklearis Pendengaran

dan

keseimbangan

IX Glosofaringeal Menelan Pengecapan di

posterior lidah

Rusak :

kesulitan

mengecap,

menelan dan

bicara

X Vagus Menelan dan bicara Palatum,

tenggorokan

Rusak :

kesulitan

mengecap,

menelan dan

bicara

XI Accessorius Otot

sternokleidomastoi

d dan trapezius

XII Hipoglossus Pergerakan lidah ke

sisi ipsilateral

Rusak : lidah

deviasi ke

ipsilateral

TUMOR DI SUDUT CEREBELLO PONTIN

Disebabkan pelbagai struktur yang mendiami di sudut cerebelo pontin, tidak

mengherankan yang daerah ini rentan ditumbuhi tumor, sebagian besar tumor di daerah sudut

cerebelo pontin bersifat jinak dan tersering adalah tumor neuroma akustik. Tumor neuroma

akustik ini paling sering berkembang pada bagian superior dari N.XIII, dan menurut beberapa

ahli, istilah neuroma akustikadalah kurang tepat3,4,5.

12

`

Tumor ini merupakan tumor dari sel Schwann yang membentukselaput meilin pada saraf.

Oleh karena itu, beberapa ahli berpendapat istilah yang lebih tepat adalah Scwannoma vestibuler.

Seperti yang telah disinggung pada diskusi sebelumnya, etiologi tumor neuroma akustik

merupakan defek pada kromosom 22 dan jarang sekali akan berubah menjadi maligna, akan

tetapi jika tumor berkembang menjadi cukup besar sehingga dapat menekan batang otak yag

akan membawa kematian1.

Insiden tumor neuroma akustik ini adalah sekitar 1 dalam 100,000 per tahun. Dengan

kemajuan teknologi masa kini, insiden tumor neuroma akustik ini sedikit meningkat dikarenakan

sarana imaging yang lebih canggih. Prevalensi postmortem masih tinggi yang menimbulkan

kecurigaan masih banyak pasien dengan tumor neuroma akustik yang tidakterdiagnosis tetapi

jarang menjadi sebab punca kematian (underdiagnosed)6.

Selain dari neuroma akustik, tumor kedua tersering pada sudut cerebelo pontin ini adalah

meningioma yang merupakan sebuah tumor dari selaput meningen yang membungkus otak.

Meningioma biasanya berkembang lambat dan mempunyai low-grade malignancy. Selain itu

dapat pula ditemukan kolesteatoma, glioma, dan lain-lain (metastasis, osteoma, teratoma, lipoma,

angioma)4,6.

Terdapat satu bentuk lain dari neuroma akustik yang merupakan sebagian dari sindrom

yang disebut neurofibromatosis tipe 2 (NF2). Kondisi ini merupakan defekgenetik yang bersifat

autosom dominan, biasanya bermanifestasi pada usia muda, dengan tumor neuroma akustik

bilateral, neuroma lain (terutama spinal), meningiomas dan gliomas. Akan tetapi, insiden

sindrom ini sangat jarang yaitu 1 dalam 2,355,000 orang1,3.

Beberapa tahun yang lalu, para ahli berpendapat bahwa semua tumor neuroma akustik

akan berkembang dari tumor yang kecil menjadi tumor yang cukup besar sehingga dapat

menekan batang otak yang akan mengakibatkan ataxia disebabkan disfungsi cerebellum. Apabila

penekanan pada batang otak terus terjadi, terjadi gangguan pada sirkulasi liquor cerebro spinal

yang berdampak pada peningkatan tekanan otak yang akan diakhiri dengan kematian. Dengan

pemahaman seperti ini pada waktu itu, setiap pasien dengan tumor neuroma akustik akan

dilakukan intervensi bedah tanpa mempertimbangkan resiko lain. Namun, setelah beberapa tahun

13

`

menjalankan penelitian, sekarang telah diketahui bahwa 50% atau lebih dari tumor neuroma

akustik tidakakan berkembang sama sekali dalam jangkawaktu 10 tahun1.

Seperti tumor jinak yanglain, neuroma akustik mempunyai life span tersendiri. Fase

perkembangannya tidak teratur dan sangat bervariasi yang akhirnya akan berhenti berkembang.

Fase pertumbuhan yang tidak teratur ini mungkin disebabkan oleh kurangnya pasokan darah ke

daerah ke liquor cerebro spinal dan faktor intrinsic yang lain. Beberapa tumor akan berkembang

terus dan pasien akan menunjukkan gejala klinis yang progresif memburuk, sedangkan tumor

lain tidak berkembang sama sekali3,4.

Dalam penelitian terbaru ditemukan jikasuatu tumor kecil seperti neuroma intrakanikular

(di dalam kanal auditiva) tidak berkembang dalam durasi 5 tahun, tumor tersebut tidak akan

berkembang sama sekali selama 20 tahun. Akan tetapi, hasil dari penelitian ini tidak dapat

mendeteksi neuroma yang mana akan terus berkembang dan yang telah selesai berkembang.

Adapun tumor yang masih berkembang, kecepatan pertumbuhannya bervariasi dan rata-rata

diameter tumor akan bertambah sekitar 1-2mm per tahun1-4.

Kebanyakan individu dengan neuromaakustik tidak ada keluhan sama sekali. Individu

dengan keluhan dapat dibagi kedalam 2 kelompok yaitu – yang datang dengan keluhan minor

dari pendengaran dan yang datang dengan manifestasi neurologis secunder terhadap penekanan

batang otak atau iritasi pada N.V, IX, X dan XI.Dari keluhan tersebut, seorang dokter umum

perlu membedakan individu yang perlu dirujuk ke spesialis THT dan spesialis bedah saraf1.

Durasi keluhan tidak memberi gambaran ukuran tumor. Yang perlu diperhatikan adalah

keluhan unilateral pasien dan melakukan investigasi teliti. Semua pasien dengan keluhan

sensorineural unilateral perlu dicurigai menderita neuroma akustik1.

Tabel 2. Gejala klinis neuroma akustik 1

Keluhan Keluhan utama Keluhan tambahan

Gangguan pendengaran

unilateral

60 16

Sakit kepala 16 15

14

`

Ketidakseimbangan 7 30

Gangguan n. V unilateral 7 15

Otalgia unilateral 4 4

Vertigo 3 3

Tuli mendadak unilateral 2 1

Diagnosis tumor neuroma akustik didasarkan kepada anamnesis dan pemeriksaan

penunjang. Pemeriksaan THT, audiogram nada murni, pemeriksaan saraf kranialis dan fungsi

cerebellum akan membantu menegakkan diagnosis suatu massa di sudut cerebello pontin.

Selanjutnya perlu dilakukan MRI. Di negara maju, pemeriksaan T2-weighted fast spinecho

(T2FSE) atau turbo spin echo (T2TSE) dapat dilakukan untuk menegakkan maupun

menyingkirkan diagnosis1,3,6.

Secara garis besar, pada terapi pasien dengan neuroma akustik akan diberikan beberapa

pilihan yaitu1,3,4,6:

Medical management atau terapi konservatif (wait and see)

Pembedahan reseksi tumor

Prosedur gamma-knife atau radioterapi stereotatik

Medical management dilakukan sekitar 25% dari semua kasus neuroma akustik. Medical

management terdiri dari beebrapa komponen yaitu monitoring secara periodic status neurologis

pasien, penggunaan alat bantu pendengaran jika diperlukan pasien dan melalukan imaging

seperti MRI secara periodic1,3,4,6.

Sehingga ke hari ini, masih belum ditemukan obat yang mampu menghambat

perkembangan tumor neuroma akustik secara substansial. Tumor ini akan berkembang secara

perlahan, sekitar 1,5 mm per tahun. Seorang dokter perlu mempertimbangkan usia serta kondisi

fisik pasien sebelum merencanakan pilihan terapi yang sesuai. Setelah penemuan tumor neuroma

akustik pada pasien buat pertama kalinya, MRI akan diulang 6 bulan kemudian dan selanjutnya

dilakukan setahun sekali1,3,4,6.

15

`

Memilih terapi konservatif memiliki resikonya tersendiri. Walaupun pada MRI tumor

tidak tampak bertambah besar, pasien masih beresiko hilang pendengaran fungsional, dan jika

kondisi ini terjadi pasien tidak mungkin menjadi kandidat buat pembedahan konservasi

pendengaran1,3,4,6.

Prosedur gamma-knife dapat dilakukan pada pasien yang beresiko tinggi untuk

menjalani pembedahan reseksi tumor akibat kondisi medis atau atas keinginan pasien sendiri.

Prosedur ini dicipta oleh Lars Leksell pada tahun 1971. Prosedur ini menghindari pembedahan

serta resiko pasca operasi. Kekurangan memilih prosedur gamma-knife ini adalah resiko

komplikasi akibat radiasi beberapa tahun setelah operasi serta melakukan monitoring hasil terapi

dengan MRI secara periodic. Dulu, prosedur ini direkomendasikan dengan menggunakan radiasi

gamma dosis tinggi, tetapi pasien menderita efek samping akibat radiasi dalam masa 2 tahun

pasca operasi1,3,4,6.

Hampir 50% dari kasus neuroma akustik ditangani dengan pembedahan reseksi tumor.

Dengan perkembangan ilmu dan teknologi penggunaan metode ini akan semakin berkurang

karena terdapat pilihan terapi non-invasif yang lain. Berikut merupakan beberapa komplikasi

yang bisa terjadi pasca operasi reseksi tumor neuroma akustik 1,3,4,6:

Stroke

Cedera pada cerebellum, pons atau lobus temporalis

Kematian

Kebocoran dari liquor cerebro spinal

Meningitis

Paresis facialis

Resiko hilang fungsi pendengaran

Nyeri kepala

Hilang keseimbangan dan vertigo

16

`

BAB III

KESIMPULAN

Sebagian besar tumor di daerah sudut cerebellopontin bersifat jinak dan tersering adalah

tumor neuroma akustik. Etiologi tumor neuroma akustik merupakan defek pada kromosom 22

dan jarang sekali akan berubah menjadi maligna. Kebanyakan individu dengan neuroma akustik

tidak ada keluhan sama sekali. Individu dengan keluhan dapat dibagi kedalam 2 kelompok yaitu

yang datang dengan keluhan minor dari pendengaran dan yang datang dengan manifestasi

neurologis sekunder terhadap penekanan batang otak atau iritasi pada saraf kranialis. Secara

garis besar, pada terapi pasien dengan neuroma akustik akan diberikan beberapa pilihan yaitu

terapi konservatif (wait and see), pembedahan reseksi tumor, dan prosedur gamma-knife atau

radioterapi stereotatik.

17

`

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Levine SC, BOIES Buku Ajar Penyakit THT, Penyakit Telinga Dalam, Edisi 6, Penerbit

Buku Kedokteran EGC, 1997, 130-131

2. Wright A, ABC of Ear, Nose andThroat, Acoustic Neuromas and other Cerebello Pontine

Angle Tumours, 5th Edition, Blackwell Publishing, 2007, 25-30.

3. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, Buku Ajar Ilmu Kesehatan

Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala dan Leher, Edisi 6, Badan Penerbit FKUI Jakarta,

2011.

4. Angus JAS, Howard DM, Acoustics and Phycoacoustics, Fourth Edition, Focal Press,

2009, 21-25.

5. Rutka J, Zarandy MM, Diseases of the Inner Ear A Clinical, Radiologic and Pathologic

Atlas, Springer, 2005, 35.

6. Mc Combe AW, Mc Rae RDR, Roland NJ, Key Topics in Otolaryngology, Second

Edition, BIOS Publishers, 2001, 44-48

7. www.interacoustics.com.au/acoustic/neuromas . Accessed on 22nd October 2012.

8. www.googleimages.com/anatomy/THT . Accessed on 22nd October 2012.

9. www.googleimages.com/neuroma+akustik . Accessed on 22nd October 2012.

10. http://www.dizziness-and-balance.com/disorders/tumors/acoustic/neuroma.htm .

Accessed on 22nd October 2012.

11. www.medlineplus.com/encyclopedia/acoustic+neuromas . Accessed on 22nd October

2012.

18