98-18e4-1-SM

8
Artikel Penelitian 185 Alamat Korespondensi: Robiana Modjo, Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja FKM Universitas Indonesia, Gd. C Lt. 1 Kampus Baru UI Depok 16424, Hp.081511609731, e-mail: [email protected] Abstrak Kelautan Kepulauan Seribu pada tahun 2009 terdapat 1.722 penduduk ber- profesi sebagai nelayan. Sebanyak 299 orang berprofesi nelayan muroami yang menghadapi bahaya keselamatan dan kesehatan kerja tinggi dan hingga saat ini mereka belum mengetahui bahaya pekerjaan tersebut. Penelitian deskriptif dengan analisis kualitatif ini, bertujuan mendapatkan gambaran bahaya kegiatan penangkapan ikan nelayan muroami di Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Kepulauan Seribu. Penelitian ini hanya mengamati para penyelam kompresor sebagai subjek penelitian dengan mengunakan metode identifikasi bahaya yaitu Job Hazard Analysis. Bahaya keselamatan dan kesehatan kerja pada tahapan aktivitas pe- nangkapan ikan terdiri atas tahapan persiapan, tahapan penyelaman, dan tahapan penanganan hasil penangkapan. Bahaya yang dihadapi dikelom- pokkan menjadi bahaya bagi keselamatan dan bahaya kesehatan, bahaya bagi keselamatan pekerja meliputi ombak, lantai licin, duri ikan, terjepit, ba- han bakar mesin kompresor, selang api korosif, tekanan udara pada tabung mesin kompresor, tuas terlepas, karang, gigitan biota laut, selang tertekuk, terputus, atau bocor dan tubuh yang tersangkut baling-baling kapal. Bahaya kesehatan meliputi ergonomik, kebisingan, tekanan ekstrim, temperatur dingin, temperatur panas, sengatan ikan dan karang beracun, gas CO, CO 2 dan nitrogen. Kata Kunci: Penangkapan ikan, nelayan, penyelam kompresor Abstract Data from Fisheries and Maritime Affairs Thousand Islands goverment in 2009 there were 1722 people living as fishermen, with 299 people living as muroami fishermen. Muroami Fishermen is one of the informal sector jobs which have high dangers of occupational health and safety, until now the fishermen don’t know the danger of their jobs.The study is descriptive with the approach of this qualitative analysis, aims to find the description on the danger of muroami fishing activities catch of fish, in Kelurahan Panggang Island, Thousand Islands District. This study only observed without inter- Identifikasi Bahaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Penangkapan Ikan Nelayan Muroami Health and Safety Hazards Identification in Muroami Fishing Dimas Ari Dharmawirawan, Robiana Modjo vention to the compressor divers as subjects of research. Hazard identifi- cation methods used Job Hazard Analysis. The results obtained OHS ha- zard description of fishing activities, consisting of: stage of preparation, 2. Stages Stage diving and handling of the arrest. Based on these stages, found the picture hazards can be classified into 2, namely: a danger to the safety of workers (the waves, the ship slippery floors, thorn fish, stuck, com- pressor fuel, corrosive fire hose, air pressure in the tube compressor ma- chines, lever regardless, the coral, marine biota bites, the bent hose, the hose is disconnected, the hose is leaking and body caught in the propeller ship) and health hazards (ergonomics, noise, extreme pressure, cold tem- peratures, hot temperatures, and fish stings toxic reef, gas CO, CO2 and ni- trogen). Key words: Catch of fish, fisherman, compressor divers Pendahuluan Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara menyeluruh dapat dijelaskan bahwa setiap pekerja berhak memperoleh pelayanan keselamatan dan kese- hatan kerja terlepas dari status sektor ekonomi formal atau informal, besar kecilnya perusahaan, dan jenis pekerjaan. Berdasarkan penjelasan tersebut, K3 saat ini sangat dibutuhkan oleh hampir semua pekerjaan dari as- pek sektor industri formal dan informal. Perkembangan dan pertumbuhan kedua sektor industri tersebut selalu diiringi dengan masalah besar kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. 1 Salah satu aktivitas pekerjaan yang mempunysi bahaya K3 adalah kegiatan menyelam Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

description

eqeq

Transcript of 98-18e4-1-SM

  • Artikel Penelitian

    185

    Alamat Korespondensi: Robiana Modjo, Departemen Keselamatan danKesehatan Kerja FKM Universitas Indonesia, Gd. C Lt. 1 Kampus Baru UIDepok 16424, Hp.081511609731, e-mail: [email protected]

    AbstrakKelautan Kepulauan Seribu pada tahun 2009 terdapat 1.722 penduduk ber-profesi sebagai nelayan. Sebanyak 299 orang berprofesi nelayan muroamiyang menghadapi bahaya keselamatan dan kesehatan kerja tinggi danhingga saat ini mereka belum mengetahui bahaya pekerjaan tersebut.Penelitian deskriptif dengan analisis kualitatif ini, bertujuan mendapatkangambaran bahaya kegiatan penangkapan ikan nelayan muroami diKelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Kepulauan Seribu. Penelitian inihanya mengamati para penyelam kompresor sebagai subjek penelitiandengan mengunakan metode identifikasi bahaya yaitu Job Hazard Analysis.Bahaya keselamatan dan kesehatan kerja pada tahapan aktivitas pe-nangkapan ikan terdiri atas tahapan persiapan, tahapan penyelaman, dantahapan penanganan hasil penangkapan. Bahaya yang dihadapi dikelom-pokkan menjadi bahaya bagi keselamatan dan bahaya kesehatan, bahayabagi keselamatan pekerja meliputi ombak, lantai licin, duri ikan, terjepit, ba-han bakar mesin kompresor, selang api korosif, tekanan udara pada tabungmesin kompresor, tuas terlepas, karang, gigitan biota laut, selang tertekuk,terputus, atau bocor dan tubuh yang tersangkut baling-baling kapal. Bahayakesehatan meliputi ergonomik, kebisingan, tekanan ekstrim, temperaturdingin, temperatur panas, sengatan ikan dan karang beracun, gas CO, CO2dan nitrogen.Kata Kunci: Penangkapan ikan, nelayan, penyelam kompresor

    AbstractData from Fisheries and Maritime Affairs Thousand Islands goverment in2009 there were 1722 people living as fishermen, with 299 people living asmuroami fishermen. Muroami Fishermen is one of the informal sector jobswhich have high dangers of occupational health and safety, until now thefishermen dont know the danger of their jobs.The study is descriptive withthe approach of this qualitative analysis, aims to find the description on thedanger of muroami fishing activities catch of fish, in Kelurahan PanggangIsland, Thousand Islands District. This study only observed without inter-

    Identifikasi Bahaya Keselamatan dan Kesehatan Kerjapada Penangkapan Ikan Nelayan Muroami

    Health and Safety Hazards Identification in Muroami Fishing

    Dimas Ari Dharmawirawan, Robiana Modjo

    vention to the compressor divers as subjects of research. Hazard identifi-cation methods used Job Hazard Analysis. The results obtained OHS ha-zard description of fishing activities, consisting of: stage of preparation, 2.Stages Stage diving and handling of the arrest. Based on these stages,found the picture hazards can be classified into 2, namely: a danger to thesafety of workers (the waves, the ship slippery floors, thorn fish, stuck, com-pressor fuel, corrosive fire hose, air pressure in the tube compressor ma-chines, lever regardless, the coral, marine biota bites, the bent hose, thehose is disconnected, the hose is leaking and body caught in the propellership) and health hazards (ergonomics, noise, extreme pressure, cold tem-peratures, hot temperatures, and fish stings toxic reef, gas CO, CO2 and ni-trogen).Key words: Catch of fish, fisherman, compressor divers

    PendahuluanKeselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara

    menyeluruh dapat dijelaskan bahwa setiap pekerjaberhak memperoleh pelayanan keselamatan dan kese-hatan kerja terlepas dari status sektor ekonomi formalatau informal, besar kecilnya perusahaan, dan jenispekerjaan. Berdasarkan penjelasan tersebut, K3 saat inisangat dibutuhkan oleh hampir semua pekerjaan dari as-pek sektor industri formal dan informal. Perkembangandan pertumbuhan kedua sektor industri tersebut selaludiiringi dengan masalah besar kecelakaan kerja danpenyakit akibat kerja.1 Salah satu aktivitas pekerjaanyang mempunysi bahaya K3 adalah kegiatan menyelam

    Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

  • Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 6, No. 4, Februari 2012

    186

    yang dilakukan di bawah permukaan air, dengan atautanpa menggunakan peralatan, untuk mencapai tujuantertentu. Berdasarkan pada tujuan, kegiatan penyelamandapat dimanfaatkan secara komersial untuk kepentingankonstruksi di bawah permukaan air, penambangan lepaspantai salvage, penangkapan ikan.2 Aktivitas menyelammengandung risiko bahaya K3 jika pelaksanaan menyim-pang dari prosedur. Seluruh pelaku dalam kelompokmasyarakat selam memiliki tanggung jawab dan kewa-jiban untuk mengurangi risiko bahaya K3. Berdasarkanhasil penelitian yang dilakukan oleh PARAS consultingLtd,3 dari 1000 kasus kecelakaan selam yang didapatdari hasil laporan kecelakaan penyelaman wisata yangdisusun oleh British Sub Aqua Club (BSAC) dan DiversAlert Network, terdapat 286 kasus kematian akibatpenyelaman.

    Penyelam tradisional di Indonesia adalah nelayanyang melakukan penyelaman untuk mendapatkan hasiltangkapan ikan. Nelayan penyelam tradisional yang se-ring disebut dengan nelayan kompresor yaitu penyelamyang menggunakan peralatan sangat terbatas. Ke-banyakan hanya terdiri dari kompresor yang biasa digu-nakan untuk memompa ban kendaraan bermotor, fin,masker, selang dengan regulator dan pemberat daritimah. Berdasarkan alat tangkap, nelayan kompresoryang menggunakan jaring biasa disebut dengan nelayanmuroami.4 Muroami termasuk dalam drive-in net yangmenangkap ikan dengan menggiring ikan ke dalam alattangkap jenis apa saja.5

    Penyelaman secara tradisional oleh nelayan muroamitersebut merupakan salah satu pekerjaan di sektor infor-mal yang menurut Bali statement on OccupationalHealth Safety in the informal sector, terdiri dari bisnisskala kecil, bisnis keluarga, dan usaha mikro yang lain.Umumnya, bisnis ini merupakan usaha sendiri dan meli-batkan anggota keluarga. Keselamatan dan kesehatankerja di sektor informal dipengaruhi oleh beberapa fak-tor dalam proses kerja, faktor manusia, dan lingkungankerja meliputi hazard di tempat kerja atau kondisi kerjayang kurang sehat. Faktor penyebab dalam proses kerjaadalah material yang ber-hazard, prosedur dan kete-rampilan kerja, dan perlindungan mesin. Faktor manu-sianya seperti tingkat pendidikan yang rendah, gizi ku-rang, dan peralatan pelindung diri yang tidak sesuai.Hazard pada lingkungan kerja termasuk aspek fisika,kimia, biologi, ergonomi dan psikososial.6

    Berdasarkan hasil survei terhadap nelayan kompre-sor di Kelurahan Pulau Panggang, KabupatenKepulauan Seribu, Jakarta Utara yaitu sebanyak 145 res-ponden yang diperiksa, ternyata 111 menderita penyakitumum dan penyelaman. Di antara 81 respondenmenderita penyakit khusus penyelaman meliputi baro-trauma telinga, dekompresi, dan penyakit akibatlingkungan dalam air. Sebanyak 47 orang nelayan kom-

    presor yang diteliti ditemukan 35 orang yang menderitaketulian. Dengan demikian, salah satu kasus kesehatanyang muncul akibat kegiatan penyelaman adalah gang-guan pendengaran.7

    Berdasarkan observasi ditemukan gambaran umumK3 pada nelayan kompresor meliputi: pertama bahayaK3 yang ada di lingkungan kerja seperti bahaya K3fisik, bahaya K3 mekanik, bahaya K3 biologi, kimia,dan bahaya K3 psikososial. Kedua, kurang waspadaterhadap faktor risiko terhadap terjadi penyakit akibatkerja meliputi dekompresi, barotrauma, keracunan dansinus. Ketiga, keterbatasan peralatan yang dipergu-nakan. Keempat, beban fisik yang tinggi dan waktukerja yang lama. Kelima, pengetahuan nelayan kom-presor mengenai safety dive yang rendah. Keenam,tidak ada upaya pencegahan terhadap hazard atau ba-haya K3 yang ada.

    MetodePenelitian ini merupakan penelitian observasional

    deskriptif dengan pendekatan analisis kualitatif terhadapkegiatan penangkapan ikan nelayan muroami diKelurahan Pulau Panggang, Kabupaten KepulauanSeribu Jakarta. Penelitian ini dilakukan di KelurahanPulau Panggang, Kabupaten Kepulauan Seribu, JakartaUtara, pada periode November sampai dengan Desembertahun 2009. Penarikan sampel dilakukan secara purposifdan jumlah yang sedikit, agar validitas tetap terjaga di-lakukan uji validitas triangulasi, yang meliputi triangulasisumber, triangulasi metode, dan triangulasi data.Triangulasi sumber digunakan untuk menggali informasisecara mendalam, penelitian ini menggunakan empatorang informan, meliputi 2 orang nelayan muroami yangtinggal di Kelurahan Pulau Panggang dan masihmelakukan kegiatan penangkapan ikan dengan menggu-nakan kompresor sebagai penyuplai udara dalam prosespenyelaman, 1 orang nelayan muroami yang sudahberhenti menjadi nelayan muroami akibat peningkatankesadaran tentang bahaya pekerjaan yang dilakukan, dan1 orang informan sebagai pemilik kapal atau pengusahamuroami. Triangulasi metode dilakukan denganmengumpulkan data dengan cara observasi dan wawan-cara mendalam yang didokumentasikan dengan pereka-man percakapan menggunakan video digital, taperecorder, dan kamera digital. Triangulasi data dilihat pa-da saat melakukan wawancara, informan adalah orang-orang yang mempunyai kemampuan berinteraksi denganorang lain, mereka mempunyai sikap yang supel danbersahabat. Ketika wawancara, informan tidak merasacanggung memberikan komentar atau jawaban. Selainitu, informan adalah orang yang mempunyai kedudukanatau orang yang menjadi panutan dalam kegiatanpenangkapan ikan nelayan muroami. Dengan demikian,diharapkan informasi yang dikumpulkan dapat

  • Dharmawirawan & Modjo, Identifikasi Bahaya K3 pada Penangkapan Ikan Nelayan Muroami

    187

    meningkatkan kualitas data.Sumber data yang digunakan meliputi data primer

    dan data sekunder. Data primer diperoleh denganmelakukan observasi yang dilakukan dengan mengikutikegiatan operasi penangkapan ikan muroami danwawancara langsung dengan nelayan muroami. Dataprimer yang ingin didapat adalah konstruksi dan carapengoprasian muroami, tahapan kegiatan penyelamantradisional, frekuensi pekerjaan, dan sumber-sumber ba-haya. Data sekunder adalah data yang didapatkan daripenelusuran pustaka dan dari instansi terkait meliputiprofil kabupaten kepulauan seribu, data nelayan muroa-mi yang berprofesi nelayan kompresor dan status kese-hatan nelayan yang berhubungan dengan penyelaman.Profil Kabupaten Kepulauan Seribu diperoleh melaluiakses internet, data nelayan yang berprofesi sebagainelayan kompresor didapat melalui Suku DinasKelautan dan Perikanan Kepulauan Seribu serta datastatus kesehatan didapat dari Dinas KesehatanKepulauan Seribu.

    HasilKelurahan Pulau Panggang mempunyai luas 62,10

    Ha dengan kondisi suhu rata-rata berkisara antara 27oC_ 32oC. Jumlah nelayan yang berada di Kelurahan PulauPanggang pada tahun 2009 adalah 1.772 orang yangdigolongkan menjadi nelayan tangkap berjumlah 1.536orang dan nelayan budidaya sebesar 186 orang (LihatTabel 1). Satu armada penangkapan ikan muroami bia-sanya mempunyai sekitar 15 _ 18 orang pekerja yang se-tiap pekerja mempunyai tugas dan tanggung jawab sesuaidengan jabatan dan tugas. Secara garis besar struktur ja-batan atau tugas dalam satu unit armada moruami dapatdigolongkan menjadi 7 bagian, meliputi pemilik kapal,juragan kapal, kepala kerja, kepala laut, tim pembantupenyelaman, tim darat, dan juru masak.

    Operasi penangkapan ikan dengan muroami diKepulauan Seribu terdiri dari satu unit perahu motoryang terbuat dari kayu berkekuatan mesin 20 _ 50 PKberfungsi sebagai pengangkut awak kapal, perbekalan se-lama melaut, dan 1 unit perahu atau sampan kayu yangtidak menggunakan motor penggerak. Jaring tangsi

    dalam dan tangsi darat, kerincingan atau penggiring, se-lang udara, mesin kompresor udara yang diletakkan tepatdi depan ruang kemudi sebagai penyuplai udara ketikamelakukan penyelaman dan sebagai penampung ikan uta-ma yang dilengkapi dengan palkah yang berada di depanmesin kompresor yang sudah diisi es. Sampan atau pe-rahu yang ditarik oleh kapal motor, dipakai untukmenyimpan jaring kantong, 1 _ 2 orang nelayan, dan tem-pat pengikatan tali kantong pada saat pengoprasian jaringkantong.

    Alat penangkap ikan yang dipergunakan oleh nelayanmuroami berupa jaring dan kerincingan sebagai penggi-ring ikan ke dalam jaring kantong. Jaring muroami yangdigunakan untuk menangkap ikan terdiri dari jaringtangsi dan jaring kantong. Jaring tangsi atau yang seringdisebut dengan jaring pelari berfungsi sebagai pengarahatau penggiring ikan menuju jaring kantong. Jaring tangsiterbuat dari benang plastik atau benang pancing. Saatpengoprasian, jaring tangsi dibagi menjadi dua bagianyaitu jaring tangsi dalam atau tengah yang dipasang didasar perairan dan jaring tangsi darat yang dipasang didasar perairan. Jaring kantong berfungsi sebagai jaringpenampung ikan setelah ikan yang digiring masuk kedalam jaring kantong. Jaring kantong terbuat dari bahanbago atau polyethylene yang lebih kuat daripada bahanuntuk jaring tangsi.

    Kerincingan (lot) merupakan alat penggiring ikanterbuat dari bentangan tali tambang sepanjang 100 me-ter yang terdapat 7 _ 8 tali percabangan. Pada setiap per-cabangan terdapat 1 gelang besi yang diatur jaraknya se-tiap 7 _ 15 meter. Satu gelang besi biasanya digantungi3 _ 4 gelang besi. Bentangan tali tambang digantungirumbai-rumbai atau pita-pita yang terbuat dari plastikberwarna putih. Fungsi dari kerincingan (lot) ini adalahuntuk menggiring ikan agar masuk ke dalam perangkapjaring kantong. Tujuan pemasangan kerincing besi terse-but adalah untuk menimbulkan bunyi yang berfungsiuntuk menggiring ikan ke arah perangkap, sedangkanfungsi dari rumbai-rumbai adalah untuk menakut-nakuti ikan agar ikan tersebut tidak berbalik ke arahpenggiring.

    Alat bantu penangkapan yang dipakai pada oprasikegiatan muroami adalah mesin dan penggerak kompre-sor yang berfungsi menghasilkan udara yang dipergu-nakan pada proses penyelaman, selang penyalur udara,moutfsih, masker, sepatu karet yang berfungsi melin-dungi kaki, keranjang plastik untuk membawa hasiltangkapan ke tempat penimbangan, palkah yang diper-gunakan sebagai tempat penyimpanan ikan sementaradari hasil tangkapan dan serokan yang berfungsi sebagaialat untuk memindahkan ikan dari palkah ke dalam ke-ranjang. Berdasarkan lama trip melaut nelayan muroamidikelompokkan menjadi dua kelompok meliputi muroa-mi harian yang membutuhkan waktu satu hari mulai

    Tabel 1. Alat Penangkapan Ikan Di Pulau Panggang

    Jenis Alat Jumlah Pemilik Jumlah Alat

    Jaring payang 17 220Jaring dasar 21 21Jaring gebur 5 75Bubu besar 16 200Bubu kecil 50 100Pancing 444 532Jaring muroami 13 26

  • Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 6, No. 4, Februari 2012

    188

    dari jam 07.00 dan sampai jam 17.30 dan nelayanmuroami yang membutuhkan waktu lebih dari satu hariatau yang lebih sering disebut sebagai nelayan muroamibabang.

    Tahapan persiapan dilakukan oleh nelayan pada saatmenuju lokasi penangkapan (fishing ground) meliputikegiataan pengecekan bahan bakar, oli mesin kompresordan tabung kompresor, mengecek alat tangkap dan ke-rincingan, pengecekan sambungan selang udara danmeluruskan selang yang menggelintir dan pemasanganmouth piece pada selang udara. Apabila lokasi penang-kapan sudah dekat, maka juragan laut dan 1 orang anakbuah kapal melakukan pengecekan arus dengan carapenyelaman, yang perlu dipersiapkan oleh juragan lautdan anak buah kapal (ABK) adalah memakai baju kerjabiasanya baju dan celana panjang, pemakaian teropongsemacam penutup kepala dan bagian wajah, peletakanposisi selang penyalur udara, penggunaan pemberat daritimah, sepatu karet dan pemasangan masker pada wajah.Pada saat ini pula mekanik menghidupkan mesin kom-presor untuk menyalurkan udara pada selang.Berdasarkan hasil identifikasi bahaya dengan JHA padaaktivitas persiapan, ditemukan bahaya (hazard) ergono-mi (strain), kebisingan, terpeleset/tergelincir karena lan-tai kapal yang licin, mekanik (tertusuk duri ikan,ledakkan tekanan udara yang tinggi pada tabung kom-presor, kimia karat, dan tekanan selang api yang korosifdan tekanan udara yang tinggi, kimiawi bahaya oli danbahan bakar, hantaman (tuas starter yang licin, batukarang serta bahaya yang bersumber dari alam yaitu cua-ca ekstrim ombak).

    Pengecekan arus dilakukan tampa menggunakan alatkhusus berupa GPS (Global Positioning System), tetapidengan cara merasakan dan memperkirakan berdasarkaninsting dan pengalaman kepala kerja dan kepala laut yangmelakukan penyelaman dengan menggunakan selang disambungkan dengan kompresor. Berdasarkan hasil iden-tifikasi bahaya dengan JHA pada aktivitas pengecekanarus, ditemukan bahaya struck againts tergores karang,tekanan ekstrim, temperatur dingin, mekanis gigitan bio-ta laut, kimia berupa sengatan ikan biota laut dan karangberacun, keracunan gas karbonmonoksida (CO), kar-bondioksida (CO2), dan nitrogen, kekurangan pema-sukan udara dari kompresor, mechanical failure meliputiselang lapuk atau menekuk, visibility yang jelek, feno-mena alam berupa arus kencang, bagian baling-balingyang berputar dan temperatur panas.

    Kegiatan yang dilakukan pertama kali pada saatpenyetingan alat tangkap adalah pemasangan jaring kan-tong yang diturunkan dari sampan dipasang di dasarperairan dengan kondisi berlawanan dengan arah arusagar mulut kantong dapat terbuka dengan sempurna.Pemasangan jaring kantong tersebut biasanya dilakukanoleh 3 _ 4 orang penyelam yang bernafas dengan meng-

    gunakan selang yang dialiri udara dari mesin kompresor.Kegiatan penyelaman dilakukan beberapa kali yaitu saatmengikat tali ampar pada sebuah batuan karang besar,membawa tali ampar bawah ke sampan untuk di ikat.Setelah pemasangan jaring kantong selesai, tahapan se-lanjutnya adalah pemasangan jaring tangsi, masing-masing jaring tangsi dipasang oleh 2 tim kerja meliputi2 orang untuk pemasangan jaring tangsi darat dan 2orang lagi untuk pemasangan jaring tangsi tengah(dalam). Kedua jaring (kantong dan tangsi) yang sudahterpasang menyerupai bentuk (huruf)V, biasanya pro-ses setting alat tangkap ini memakan waktu berkisar an-tara 45 _ 60 menit. Setelah proses setting selesai, parapenyelam kembali naik ke atas kapal motor untuk bersi-ap-siap proses penggiringan. Dilihat dari tabel identi-fikasi bahaya JHA, bahaya yang teridentifikasi pada taha-pan ini antara lain: ergonomi (strain), menurunkan ja-ring, mekanik (tertusuk duri ikan), struck againts (ter-gores karang), tekanan ekstrim, temperatur dingin,mekanis (gigitan biota laut), kimia (sengatan ikan biotalaut dan karang beracun, keracunan gas CO, CO2 dannitrogen, kekurangan asupan udara dari kompresor, me-chanical failure karena selang lapuk, selang udaramenekuk, visibility yang jelek, fenomena alam (arus yangkencang), bagian baling-baling yang berputar dan tem-peratur panas.

    Setelah para penyelam naik ke atas kapal, maka jura-gan mengemudikan kapal menuju lokasi penggiringanyang berjarak sekitar 200 meter dari lokasi pemasanganalat tangkap. Proses penggiringan dilakukan oleh 7 _ 8orang penyelam yang dipimpin oleh seorang kepala lautatau kepala kerja. Penyelam yang bertugas untuk meng-giring ikan bersiap-siap kembali dengan perlengkapanselamnya. Sebelum kembali menyelam setiap nelayanakan diberikan tali tambang yang dilengkapi dengankerincingan, sedangkan untuk nelayan yang tidak meng-giring ikan bertugas untuk menjaga selang udara parapenyelam agar tidak terjadi penekukan atau terbelit satusama lain.

    Selain menjaga selang kompresor, nelayan darat jugaharus memahami kebutuhan para penyelam pada saat be-rada di dalam laut, kebutuhan para penyelam dapat di-rasakan dari isyarat kedutan selang udara, misalnya, apa-bila penyelam mengedutkan selang 2 kali maka maksud-nya adalah bahwa si penyelam tersebut minta agar diasegera ditarik kepermukaan air. Penggiringan dilakukandengan cara berjalan di atas batuan karang atau pasirdengan posisi tangan menggoncangankan krincingansekuat mungkin. Proses penggiringan ini dilakukan hing-ga para penggiring berada pada mulut kantong, dimanaproses penggiringan ini biasanya membutuhkan waktu30 _ 45 menit, tergantung dari jarak penggiringan dankencangnya arus. Jarak antara setiap penggiring adalahsejauh 8 _ 15 meter, tergantung pada jumlah penggiring.

  • 189

    Pada kegiatan penggiringan ikan bahaya yang ditemukanberdasarkan hasil JHA hampir sama dengan bahaya yangteridentifikasi pada tahapan pemasangan alat tangkapmuroami.

    Proses penarikan jaring kantong (hauling) dilakukanoleh 4 _ 7 orang, tergantung dari hasil tangkapan, se-makin banyak hasil tangkapan maka semakin banyak pu-la tenaga yang dibutuhkan. Proses penarikkan diawalidengan penarikan tali ampar bawah dan tali bulan-bulanuntuk menutup mulut kantong, penarikan dilakukansampai ke bagian poncot yang berisi hasil tangkapan.Setelah hasil tangkapan diangkat ke atas sampan, selan-jutnya sampan akan ditarik menuju kapal motor untukmemindahkan hasil tangkapan ke dalam palkah yang su-dah di isi dengan es balok. Proses hauling ini terkadangmemakan waktu 10 _ 20 menit. Potensi bahaya yang dite-mukan berdasarkan hasil JHA pada aktivitas peng-angkatan hasil tangkap hampir sama dengan bahaya yangteridentifikasi pada tahapan pemasangan alat tangkapmuroami dan penggiringan ikan.

    Ikan yang dipindahkan ke dalam palkah tidak di-lakukan proses penyortiran, terkecuali ditemukan bebe-rapa jenis ikan yang beracun seperti ikan buntal atau ularlaut maka ikan tersebut akan segera dibuang kelaut.Penyortiran hasil tangkapan secara keseluruhan baru di-lakukan pada saat perjalanan menuju fishing basedengan memisahkan hasil tangkapan berdasarkan nilaiekonomis (jenis), ukuran tubuh dan pemanfaatannya.Terdapat 2 bahaya yang teridentifikasi dengan metodeJHA yaitu bahaya ergonomi dan bahaya duri ikan padaaktivitas pengangkatan hasil tangkapan.

    PembahasanPada tahapan ini, terdapat 6 rincian tugas yang ma-

    sing-masing mempunyai karakteristik yang cukup berbe-da, sehingga menghasilkan potensi bahaya yang berbedapula. Bahaya kebisingan pada aktivitas tahapan persia-pan yaitu seluruh aktivitas persiapan seluruhnya di-lakukan di depan ruang kemudi. Pengenalan sumber bi-sing ini tidak berdasarkan hasil pengukuran menggu-nakan sound level meter (SLM) alat pengukur intensitaskebisingan, tetapi hanya berdasarkan penilaian subjektifsaja. Sumber bising yang berasal dari mesin kapal bersi-fat berkesinambungan, karena selama proses bekerjamesin kapal akan selalu hidup, nelayan mulai bekerjadari jam 07.00 pagi hingga jam 17.00 paparan bising se-lama 10 jam per hari, sedangkan untuk bising yang di-hasilkan dari mesin kompresor hanya bersifat semen-tara.

    Pada tahapan persiapan bahaya ergonomi dapat dite-mui pada kegiatan pengecekan kondisi selang, mengelu-arkan kerincingan dan menghidupkan mesin kompresor.Saat melakukan kegitan pengecekan kondisi selang yangdilakukan selama 20 _ 30 menit, kerja otot yang digu-

    nakan saat berdiri bertumpu pada kedua kaki untukmenahan keseimbangan badan disertai dengan posisitubuh yang membungkuk. Beban menjadi bertambahketika kondisi laut sedang berombak besar. Pada peker-jaan mengeluarkan kerincingan dikatakan berpotensimenimbulkan bahaya ergonomi dikarenakan, pada saatmelakukan pekerjaan posisi kaki terlalu menekuk, hal inidisebabkan pekerjaan dilakukan sambil jongkok (posisijongkok). Posisi tersebut dikatakan posisi janggal, kare-na pada posisi ini banyak terlihat bagian tubuh yangmenekuk akan menyebabkan aliran darah terhambat, se-hingga apabila itu terjadi akan menyebabkan pekerjamengalami kesemutan dan kelelahan.

    Lantai kapal yang licin dapat digolongkan sebagai ba-haya karena paparan atau kontak terhadap lantai yanglicin ini akan menyebabkan suatu kerugian atau kon-sekuensi terpeleset. Keadaan seperti itu sudah sering ter-jadi di kapal nelayan, akan tetapi konsekuensi akibat ter-peleset akan semakin parah karena ruang gerak nelayandi atas kapal tergolong sempit yang tidak memungkinkannelayan bergerak dengan leluasa. Ketiadaan alat bantuberpegangan pada pinggiran kapal, pemakaian alas kakiyang tidak sesuai persyaratan, hingga faktor perilaku (ku-rang hati-hati) merupakan penyebab lain terpeleset atautergelincirnya nelayan dari atas kapal. Terluka atau ter-tusuk duri ikan merupakan konsekuensi yang dapat dite-mukan pada tahapan pengecekan kondisi jaring. Padaaktivitas ini nelayan sudah menggunakan sarung tangan,tetapi dari hasil pengamatan terdapat beberapa nelayanyang tidak menggunakan sarung tangan. Selain itu, upayapengendalian dengan cara pemakaian sarung tangantidak terlalu efektif untuk mengurangi kosenkuensi aki-bat tertusuk duri ikan, hal ini karena sarung tangan kainyang dipergunakan tidak efektif untuk menahan ataumencegah tertusuk tangan oleh duri ikan.

    Bahaya kebakaran dan ledakan pada aktivitaspenangkapan ikan bersumber dari penggunaan mesinbertekanan tinggi dan material atau bahan yang mudahterbakar yang digunakan pada mesin kompresor terse-but. Sumber bahaya kebakaran ini termasuk dalam ha-zard tipe B flammable material. Bahaya kebakaran danledakan yang terjadi pada mesin kompresor dapat jugadiakibatkan kurang pengontrolan mesin yang tidak di-lakukan penggantian oli mesin sesuai dengan jadwal-nya. Selain itu, kondisi mesin yang berkarat dapatmenyebabkan gram-gram karat masuk kedalam sehermesin, gram-gram karat yang masuk tersebut akan sa-ling bergesekan, apabila dibiarkan semakin lama makagesekan tersebut dapat menimbulkan panas yangberlebihan sehingga menjadi sumber bahaya kebakarandan ledakkan.

    Bahaya yang ada pada tahapan penangkapan ikanyang dilakukan oleh nelayan muroami, mempunyaiefek/konsekuensi yang cukup besar sekali terhadap ke-

    Dharmawirawan & Modjo, Identifikasi Bahaya K3 pada Penangkapan Ikan Nelayan Muroami

  • Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 6, No. 4, Februari 2012

    190

    selamatan dan kesehatan nelayan itu sendiri. Pada taha-pan ini, ada 4 langkah kerja atau rincian tugas yang harusdilakukan oleh nelayan muroami. Secara umum bahayayang mungkin timbul berkaitan dengan kegiatan penye-laman adalah bahaya tekanan. Bahaya tekanan ini terja-di karena pada tahapan penangkapan ikan, nelayanmuroami harus melakukan penyelaman untuk menda-patkan hasil tangkapan. Potensi bahaya tekanan yang se-lalu ada pada setiap nelayan muroami melakukan penye-laman, dapat dilihat juga disebabkan oleh faktor peri-laku nelayan yang menonjol bekerja tidak memper-hatikan aspek keselamatan (safety diving), antara lainmotivasi yang kurang, sikap kerja dengan tidakmelakukan teknik ekualisasi dan tidak menggunakan alatpelindung diri dan pengetahuan individu nelayan yangtidak mau belajar dari pengalaman serta tidak menda-patkan pelatihan. Penyelaman yang tidak sesuai prosedurini tentunya sangat membahayakan keselamatan dan ke-sehatan kerja nelayan muroami.

    Temperatur panas ditemukan pada saat aktivitaspenurunan jaring kantong dari atas kapal, menuju kelokasi penggiringan, tim darat yang bertugas menjaga se-lang udara, dan aktivitas pengangkatan jaring kantong keatas sampan. Proses perpindahan panas terjadi secara ra-diasi yang berasal dari energi panas matahari. Upayapengendalian yang sudah dilakukan berupa penggunaan,teropong semacam kupluk, kaus kaki, sarung tangan, ba-ju kaos lengan panjang dan celana panjang, tetapi perahutidak dilengkapi dengan atap penghalang panas mata-hari. Dalam melaksanakan penyelaman, suhu air di seke-liling menentukan kenyamanan dan lama penyelaman.Bahaya temperatur dingin yang memapar nelayan muroa-mi dipengaruhi oleh kedalaman dan waktu penyelamanyang cukup lama. Selain itu, penyelam kompresor hanyamengenakan celana akan berisiko kehilangan panastubuh yang apabila terjadi secara terus-menerus dandalam jangka waktu lama dapat berakibat fatal bagi ke-selamatan dan kesehatan nelayan.

    Terdapat beberapa biota laut yang cukup berbahaya,seperti adanya ikan hiu karena ikan ini sangat peka ter-hadap bau darah, ikan baracuda dapat menyerang bilamelihat benda-benda mengkilat seperti benda-bendayang terbuat dari logam, jam tangan. Ikan moray ealdapat menyerang nelayan muroami ketika melewatilubang-lubang karang tempat tinggalnya. Akan tetapiikan-ikan tersebut tidak menyerang karena kegiatanpenyelaman yang dilakukan nelayan muroami membu-at ikan-ikan buas tersebut menjadi takut. Diban-dingkan dengan serangan biota laut, bahaya biologiberupa sengatan binatang sering dialami oleh nelayanmuroami pada saat melakukan penyelaman. Hal inisangat berbahaya mengingat ketika bekerja penyelamkompresor tidak memakai sarung tangan dan bootiessehingga sangat berisiko terkena tumbuhan atau bi-

    natang lainnya.Kompresor yang digunakan oleh para nelayan sama

    persis dengan kompresor pengisi ban kendaraan beroda.Hanya saja, dipakai menyelam karena telah dimodifikasidengan ditambahkan selang udara panjang digunakanoleh penyelam untuk bernapas melalui mulut. Akantetapi, tanpa adanya sistem penyaring (filter) dan dekat-nya jarak saluran masuk dan knalpot dari kompresor,maka kualitas udara yang dihirup para nelayan menjadisangat buruk. Berdasarkan hasil proses pembakaran yangterjadi di mesin kompresor akan menimbukan gas COdan CO2. Gas CO sangat berbahaya sekali bila terhirup.Hal ini disebabkan karena aliran CO yang terdapat padadarah akan berkombinasi dengan hemoglobin (Hb), se-hingga mengurangi kadar oksigen darah dalam tubuh.Gas CO2 terbentuk dari hasil proses pembakaran dalamjumlah tertentu sangat dibutuhkan tubuh untuk mengon-trol pernapasan, tetapi dalam jumlah banyak gas ini da-pat menyebabkan keracunan.

    Pada pelaksanaan keadaan jarak pandang yang ter-batas atau visibility yang buruk erat kaitannya dengankondisi lingkungan (gelombang dan arus air). Jarakpandang yang sangat rendah, sangat berbahaya ketikamelakukan aktivitas penyelaman. Pada kondisi ini,penyelam akan kehilangan orientasi dan sulit mempre-diksi arah arus. Penyelam dapat terbawa arus (terutamaarus bawah) dan dapat terbentur benda keras yang adadi sekitarnya. Akibat kehilangan orientasi, penyelamjuga berpotensi terbelit peralatan sendiri (selang perna-pasan atau tali). Bahaya ergonomi ditemukan pada ke-giatan menurunkan jaring kantong dan menarik jaringkantong di atas sampan. Posisi kerja yang dilakukan ne-layan tergolong posisi kerja janggal atau posisi kerja yangsalah serta beban yang cukup berat dan frekuensi ke-giatan penurunan dan pengangkatan jaring yangdilakukan sebanyak 8 kali dengan durasi kurang lebih 10menit per setting/hauling dapat mempercepat terjadinyakelelahan otot.

    Tahapan terakhir ini terdiri dari 2 langkah kerjaatau rincin tugas. Terdapat dua bahaya yang teridenti-fikasi meliputi bahaya ergonomi dan bahaya duri ikan.Tertusuk duri ikan merupakan konsekuensi yang dapatditemukan pada aktivitas pernyortiran hasil tangka-pan. Terdapat tindakan yang tidak aman terhadap pro-ses penyortiran yang dilakuakan secara manual yaitudengan memisahkan satu per satu hasil tangkapannserta tidak menggunakan sarung tangan (alat pe-lindung diri). Pada tahapan penanganan hasil tangkap-an, pekerjaan ini dilakukan dengan cara posisi jongkokdengan posisi punggung membungkuk, hal inidikarenakan tidak adanya meja ataupun tempat du-duk sehingga apabila hal ini terjadi secara terus me-nerus dapat menyebabkan nyeri pada area pinggangbawah, akibat dari penekanan sistem saraf di tulang

  • 191

    belakang. Sering dikenal dengan istilah Low Backpain atau nyeri pinggang bawah.

    Penyelaman secara tradisional oleh nelayan muroamitersebut merupakan salah satu pekerjaan di sektor in-formal yang menurut Bali statement on OHS in the in-formal sector terdiri dari bisnis skala kecil, bisnis kelu-arga dan usaha mikro yang lain. Umumnya, bisnis inimerupakan usaha sendiri dan melibatkan anggota kelu-arga. Keselamatan dan kesehatan kerja di sektor infor-mal dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam proses ker-ja, faktor manusia dan lingkungan kerja meliputi hazarddi tempat kerja atau kondisi kerja yang kurang sehat.Faktor penyebab dalam proses kerja adalah materialyang ber-hazard, prosedur dan keterampilan kerja, danperlindungan mesin. Faktor manusianya seperti tingkatpendidikan yang rendah, gizi kurang dan peralatanpelindung diri yang tidak sesuai. Hazard pada lingkung-an kerja termasuk aspek fisika, kimia, biologi, ergonomidan psikososia.6 Salah satu kasus kesehatan yangmuncul akibat kegiatan penyelamanadalah gangguanpendengaran.7

    KesimpulanPenelitian ini menghasilkan bahwa proses penangka-

    pan ikan yang dilakukan oleh nelayan muroami dibagimenjadi tiga tahapan utama yaitu tahapan persiapan(pengecekan kondisi selang, pengecekan keadaan dankondisi jaring, mengeluarkan kerincingan dari palkah,perawatan dan pengecekan mesin kompresor, meng-hidupkan mesin kompresor dan pemakaian peralatanpenyelaman), tahapan penangkapan ikan (pengecekanarus air, pemasangan alat tangkap, penggiringan ikan danpengangkatan jaring dan kerincingan) serta tahapanpenanganan hasil penangkapan (pensortiran ikan, untukmemisahkan ikan berdasarkan jenis dan ukuran dan pe-mindahan ikan yang telah disortir ke keranjang). Secaraumum dari hasil penelitian yang dilakukan, gambaranbahaya yang ditemukan pada aktivitas penangkapan ikanyang dilakukan nelayan muroami dapat digolongkanmenjadi dua, yaitu bahaya bagi kesehatan pekerja dan ba-haya bagi keselamatan pekerja. Bahaya yang berdampakbagi kesehatan nelayan di antaranya ergonomi, kebi-singan, tekanan ekstrim, temperatur dingin dan panas,kimia (sengatan ikatan biota kaut dan karang beracunserta gas CO, CO2, Nitrogen). Bahaya yang berdampakbagi keselamatan nelayan di antaranya cuaca ekstrim(ombak), terpeleset/tergelincir (lantai kapal yang licin),mekanik (tertusuk duri ikan), struck against (tergoreskarang), kimiawi (bahaya oli dan bahan bakar), ledakan(tekanan udara yang tinggi pada tabung kompresor),kimia (karat, korosif), tekanan udara tinggi, tuas starteryang licin, batu karang, mekanis (gigitan biota laut), me-chanical failure (selang lapuk, menekuk dan bocor),tubuh tersangkut baling-baling kapal, visibility yang bu-

    ruk dan fenomena alam.

    SaranKegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh ne-

    layan muroami ini sangat berbahaya terhadapkeselamatan dan kesehatan pekerjanya, sehingga untukmenghilangkan atau meminimalisasi bahaya tersebutpeneliti memberikan beberapa saran yang sekiranya da-pat dilakukan bagi elemen-elemen yang terkait.Pemerintah sebaiknya perlu mempunyai tenaga ahli ten-tang keselamatan dan kesehatan kerja dalam lingkunganpemerintahan setempat. Mengingat pekerjaan inimempunyai bahaya dan risiko yang besar bagi nelayanmuroami, maka sebaiknya perlu dibetuknya pengawaskhusus mengenai aktivitas kegiatan penangkapan ikanyang dilakukan oleh nelayan muroami. Perlu digalakkanprogram-program untuk meningkatkan kesadaran ten-tang pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja.Sebaiknya perlu dibuatnya program pengalihan pe-kerjaan dari nelayan tangkap menjadi nelayan budidayayang menjadi prioritas dalam program tersebut adalahnelayan muroami.Untuk para nelayan sebaiknya dila-kukan perubahan teknik penggiringan, yang biasanyadilakukan di dalam laut dengan teknik penggiringan ikanyang dilakukan di atas permukaan air. Hal ini bertujuanuntuk membatasi waktu terpaparnya atau lamanya me-lakukan aktivitas menyelam. Mengganti sepatu karetdengan menggunakan fin (kaki katak). Penggantian finini bertujuan untuk menambah efisiensi neayan di dalamair serta menambah laju pergerakkan dengan usaha yangseminimal mungkin. Para nelayan sebaiknya melakukanmedical chek up secara rutin 3 bulan sekali di RumahSakit Mintoharjo serta menggunakan sarung tangan padasetiap melakukan aktivitas kerja untuk memperkecil risi-ko tertusuk duri ikan, tergores karang, dan terbenturmesin kompresor.

    Daftar Pustaka1. Salim E. The Environmental impact of the informal sector and the sig-

    nificance of environmental factor to occupational health and safety. In

    International Conference on Occupational Health and Safety in the

    Informal Sector. Bali; 1997.

    2. COREMAP. Menyelam. 2009 March. Available from: http://www.core-

    map.or.id/downloads/Menyelam_1151642973.pdf.

    3. Divers Alert Network. Report on decompression illness, diving Fatalities

    and project dive exploration. 2002. Divers Alert Networks Annual

    Review of Recreational Scuba Diving Injuries and Fatalities Based on

    2002 Data. United State America: Divers Alert Network, North

    Carolina; 2002.

    4. Kunaefi TD. Studi population attribute (PAR) pada lingkungan penye-

    laman tradisional Pulau Barrang Lompo, Makassar. Infomatek. Juni

    2003; 5 (2): 100-9.

    5. Von BA. Fish catching methods of the world. Fishing News Books Ltd; 1984.

    6. World Health Organization. Bali Statement on Occupational Health and

    Dharmawirawan & Modjo, Identifikasi Bahaya K3 pada Penangkapan Ikan Nelayan Muroami

  • Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 6, No. 4, Februari 2012

    192

    Safety in the Informal Sector. International Conference on Occupational

    Health and Safety in the Informal Sector, Bali 1997. Geneva: World

    Health Organization; 1995. hal. 15.

    7. Thiritz K. Gangguan pendengaran dan keseimbangan pada penyelam

    tradisional suku Bajo Sulawesi Selatan. Makassar: Bagian THT-KL

    Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2005.