97888575-LAPORAN-PRAKTIKUM-POLARIMETRI

13
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II POLARIMETRI Oleh : Nama : Ni Made Susita Pratiwi Nim : 1008105005 Kelompok : II Tanggal Praktikum : 16 April 2012 LABORATORIUM KIMIA FISIK JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA 2012

Transcript of 97888575-LAPORAN-PRAKTIKUM-POLARIMETRI

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II

POLARIMETRI

Oleh :

Nama : Ni Made Susita Pratiwi

Nim : 1008105005

Kelompok : II

Tanggal Praktikum : 16 April 2012

LABORATORIUM KIMIA FISIK

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS UDAYANA

2012

POLARIMETRI

I. TUJUAN

1. Meningkatkan kemampuan melakukan prosedur laboratorium yang sederhana

dengan baik dan efisien.

2. Meningkatkan kemampuan mengumpulkan data, melakukan pengamatan dan

pengukuran dengan polarimeter serta membuat perhitungan secara sistematis.

3. Menentukan sudut putar jenis larutan optis aktif dengan metode polarimetri.

4. Membandingkan sifat optis aktif antara dua larutan yang berbeda berdasarkan

sudut putar jenis larutan tersebut.

5. Menentukan konsentrasi larutan gula dengan menggunakan polarimeter, sekaligus

menentukan sudut polarisasi.

II. DASAR TEORI

Polarisasi oleh refleksi telah ditemukan pada 1808 oleh Etienne malus (1775-

1812). Malus, yang telah melakukan percobaan pembiasan ganda bekerja pada saat bekerja

pada teori efek, mengamati dari pengaturan cahaya matahari, tercermin dari jendela yang

dekat jendela, melalui kristal dari Islandia Spar.

Polarimetri adalah suatu cara analisa yang didasarkan pada pengukuran sudut

putaran (optical rotation) cahaya terpolarisir oleh senyawa yang transparan dan optis aktif

apabila senyawa tersebut dilewati sinar monokromatis yang terpolarisir tersebut.

Senyawa optis aktif adalah senyawa yang dapat memutar bidang getar sinar

terpolarisir. Zat yang optis ditandai dengan adanya atom karbon asimetris atau atom C kiral

dalam senyawa organik, contoh : kuarsa ( SiO2 ), fruktosa.

Cahaya monokromatik pada dasarnya mempunyai bidang getar yang banyak sekali.

Bila dikhayalkan maka bidang getar tersebut akan tegak lurus pada bidang datar. Bidang

getar yang banyak sekali ini secara mekanik dapat dipisahkan menjadi dua bidang getar yang

saling tegak lurus. Yang dimaksud dengan cahaya terpolarisasi adalah senyawa yang

mempunyai satu arah getar dan arah getar tersebut tegak lurus terhadap arah rambatnya.

Pada polarimeter terdapat polarisator dan analisator. Sinar yang berasal dari

sumber dilewatkan melalui prisma terpolarisasi (polarisator), kemudian terus ke sel

polarimeter yang berisi larutan dan akhirnya menuju prisma terpolarisasi kedua (analisator).

Polarisator adalah polaroid yang dapat mempolarisasi cahaya, sedangkan analisator adalah

polaroid yang dapat menganalisis atau mempolarisasi cahaya.

Untuk menentukan posisi yang tepat sulit dilakukan, karena itu digunakan setengah

bayangan. Untuk mencapai kondisi ini, polarisator diatur sedemikian rupa, sehingga setengah

bidang polarisasi membentuk sudut sekecil mungkin dengan setengah bidang polarisasi yang

lainnya. Akibatnya memberikan pemadaman pada kedua sisi lain, sedangkan ditengah terang.

Bila analisator diputar terus, setengah dari medan menjadi lebih terang dan lainnya redup.

Posisi putaran diantara terjadinya pemadaman dan terang tersebut adalah “posisi putaran

yang tepat” dimana pada saat ini intensitas kedua medan sama.

Bila arah transmisi polarisator sejajar dengan arah transmisi analisator, maka sinar

yang mempunyai arah getaran yang sama dengan arah polarisator diteruskan seluruhnya.

Tetapi apabila arah transmisi polarisator tegak lurus terhadap analisator maka tak ada sinar

yang diteruskan. Dan bila arahnya membentuk suatu sudut maka sinar yang diteruskan hanya

sebagian. Sinar terpolarisasi linear yang melalui suatu larutan optik aktif akan mengalami

pemutaran bidang polarisasi.

Prinsip dasar polarimetris ini adalah pengukuran daya putar optis suatu zat yang

menimbulkan terjadinya putaran bidang getar sinar terpolarisir. Pemutaran bidang getar sinar

terpolarisir oleh senyawa optis aktif ada 2 macam, yaitu :

1. Dexro rotary (+), jika arah putarnya ke kanan atau sesuai putaran jarum jam.

2. Levo rotary (-), jika arah putarnya ke kiri atau berlawanan dengan putaran jarum

jam.

Sinar mempunyai arah getar atau arah rambat kesegala arah dengan variasi warna

dan panjang gelombang yang dikenal dengan sinar polikromatis. Untuk menghasilkan sinar

monokromatis, maka digunakan suatu filter atau sumber sinar tertentu. Sinar monokromatis

ini akan melewati suatu prisma yang terdiri dari suatu kristal yang mempunyai sifat seperti

layar yang dapat menghalangi jalannya sinar, sehingga dihasilkan sinar yang hanya

mempunyai satu arah bidang getar yang disebut sebagai sinar terpolarisasi.

Jika suatu sinar dilewatkan pada suatu larutan, larutan itu akan meneruskan sinar

atau komponen gelombang yang arah getarnya searah dengan larutan dan menyerap sinar

yang arahnya tegak lurus dengan arah ini. Di sini larutan digunakan sebagai suatu plat

pemolarisasi atau polarisator. Akhirnya sinar yang keluar dari larutan adalah sinar yang

terpolarisasi bidang. Cahaya dalam keadaan terpolarisasi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

Gelombang ke semua arah dan tegak lurus arah rambatnya

Terdiri dari banyak gelombang dan banyak arah getar

Rotasi spesifik disimbolkan dengan [α] sehingga dapat dirumuskan :

[α] = α / dc

Dimana :

a = besar sudut yang terpolarisasi oleh suatu larutan dengan konsentrasi c gram

zat terlarut per mL larutan.

d = merupakan panjang lajur larutan (dm)

c = merupakan konsentrasi (gram/mL)

Karena panjang gelombang yang sering digunakan adalah 589,3 nm yaitu garis D lampu

natrium dan suhu standar 20oC, maka [α]

T ditulis menjadi [α].

Kadar larutan dapat ditentukan dengan rumus :

% = 100 .

() .1

Dengan menggunakan tabung yang sama maka konsentrasi dapat atau kadar senyawa dapat

ditentukan dengan jalan membuat kurva standar.

Adapun hal-hal yang dapat mempengaruhi sudut putar suatu larutan adalah sebagai

berikut :

1. Jenis zat

Masing–masing zat memberikan sudut putaran yang berbeda terhadap bidang getar

sinar terpolarisir.

2. Panjang lajur larutan dan panjang tabung

Jika lajur larutan diperbesar maka putarannya juga makin besar.

3. Suhu

Makin tinggi suhu maka sudut putarannya makin kecil, hal ini disebabkan karena

zat akan memuai dengan naiknya suhu sehingga zat yang berada dalam tabung

akan berkurang.

4. Konsentrasi zat

Konsentrasi sebanding dengan sudut putaran, jika konsentrasi dinaikkan maka

putarannya semakin besar.

5. Jenis sinar (panjang gelombang)

Pada panjang gelombang yang berbeda zat yang sama mempunyai nilai putaran

yang berbeda.

6. Pelarut

Zat yang sama mempunyai nilai putaran yang berbeda dalam pelarut yang

berbeda. Contoh : Calciferol dalam kloroform α = +52,0o

sedangkan Calciferol

dalam aseton α = + 82,6o

Fakta bahwa cahaya mengalami polarisasi menunjukkan bahwa cahaya merupakan

gelombang transversal. Cahaya dapat terpolarisasi karena peristiwa pemantulan, peristiwa

pembiasan dan pemantulan, peristiwa bias kembar, peristiwa absorbsi selektif, dan peristiwa

hamburan.

Keterangan :

(a) Gelombang terpolarisasi linier pada arah vertical

(b) Gelombang terpolarisasi linier pada arah horizontal

(c) Gelombang takterpolarisasi

Polarisasi karena pemantulan

Bila sinar datang pada cermin datar dengan sudut datang 570, maka sinar pantul

merupakan sinar terpolarisasi seperti pada gambar disamping.

Polarisasi karena pembiasan dan Pemantulan

Cahaya terpolarisasi dapat diperoleh dari pembiasan dan pemantulan. Hasil percobaan

para ahli fisika menunjukkan bahwa cahaya pemantulan terpolarisasi sempurna jika sudut

datang θ1 mengakibatkan sianr bias dengan sinar pantul saling tegak lurus. Sudut datang

seperti itu disebut sudut polarisasi atau sudut Brewster.

Polarisasi karena pembiasan ganda (bias kembar)

Jika cahaya melalui kaca, maka cahaya lewat dengan kelajuan yang sama ke segala

arah. Ini disebabkan kaca hanya memiliki satu indeks bias. Tetapi bahan-bahan kristal

tertentu seperti kalsitt dan kuarsa memiliki dua indeks bias sehingga kelajuan cahaya tidak

sama untuk segala arah. Jadi, cahaya yang melalui bahan ini akan mengalami pembiasan

ganda.

Komponen-komponen alat polarimeter adalah :

5.1 Sumber cahaya monokromatis

Yaitu sinar yang dapat memancarkan sinar monokromatis. Sumber cahaya yang

digunakan biasanya adalah lampu D Natrium dengan panjang gelombang 589,3 nm.

Selain itu juga dapat digunakan lampu uap raksa dengan panjang gelombang 546 nm.

2. Polarisator dan analisator

Polarisator berfungsi untuk menghasilkan sinar terpolarisir. Sedangkan analisator

berfungsi untuk menganalisa sudut yang terpolarisasi. Yang digunakan sebagai

polarisator dan analisator adalah prisma nikol.

3. Prisma setengah nikol

Merupakan alat untuk menghasilkan bayangan setengah yaitu bayangan terang gelap

dan gelap terang.

4. Skala lingkar

Merupakan skala yang bentuknya melingkar dan pembacaan skalanya dilakukan jika

telah didapatkan pengamatan tepat baur-baur.

5. Wadah sampel ( tabung polarimeter )

Wadah sampel ini berbentuk silinder yang terbuat dari kaca yang tertutup dikedua

ujungnya berukuran besar dan yang lain berukuran kecil, biasanya mempunyai ukuran

panjang 0,5 ; 1 ; 2 dm. Wadah sampel ini harus dibersihkan secara hati-hati dan tidak

bileh ada gelembung udara yang terperangkap didalamnya.

6. Detektor

Pada polarimeter manual yang digunakan sebagai detektor adalah mata, sedangkan

polarimeter lain dapat digunakan detektor fotoelektrik. Prinsip kerja polarimeter adalah

sebagai berikut :

Sinar monokromatis dari sumber cahaya (lampu natrium) akan melewati lensa

kolimator sehingga berkas sinar yang dihasilkan akan disejajarkan arah

rambatnya.

Dari lensa terus ke polarisator untuk mendapatkan berkas cahaya yang

terpolarisasi

Cahaya terpolarisasi ini akan terus ke prisma ½ nicol untuk mendapatkan

bayangan gelap dan terang, kemudian melewati larutan senyawa optik aktif

yang berada dalam tabung polarimeter.

III. ALAT DAN BAHAN

3.1 Alat-alat:

1. Polarimeter

2. Corong plastik

3. Botol semprot

3.2 Bahan-bahan:

1. Aquades

2. Zat A : Glukosa 2,5 %

3. Zat B : Glukosa 5 %

IV. CARA KERJA

1. Sel polarimeter dibilas dengan aquades beberapa kali dengan menggunakan botol

semprot. Kemudian sel diisi dengan aquades dan diusahakan tidak boleh ada

gelembung udara dalam sel. Sel diletakkan dalam polarimeter, kemudian

pembacaan diatur hingga 0oC, melalui lensa mata bagian kanan. Kemudian

“setengah bayangan” (bayangan redup) ditetapkan sebagai bayangan kerja, dengan

mengatur pusat lensa mata maju atau mundur. Pembacaan ini dicatat sebagai titik

nol. Harga titik nol ini harus diperhitungkan terhadap setiap pengukuran

selanjutnya.

2. Sel dikosongkan dan dibilas beberapa kali dengan larutan sampel. Dengan

menggunakan rumus : [ ] =

C.

dimana : [ ] = putaran spesifik

α = putaran yang diukur tanpa perputaran peralatan

λ = panjang sel = 1 dm

C = konsentrasi (5% W/V = 0,05)

dan selanjutnya putaran optik untuk larutan dihitung.

V. DATA PENGAMATAN

Panjang sel (setelah diukur panjangnya) = 10 cm = 1 dm.

Percobaan Putaran (α) air Putaran (α)

glukosa 2,5 %

Putaran (α)

glukosa 5%

I 0 1,80 3,50

II 1,30 2,30 4,00

III 2,00 1,20 3,90

VI. PERHITUNGAN

6.1 Zat A : Glukosa 2,5 %

Diketahui : α1 = + 1,80o

α2 = + 2,30 o

α3 = + 1,20o

C = 2,5/100 = 0,025

λ = 1 dm

Ditanya : [ ] = . . . ?

Jawab : [ ] =

C.

= 025,0.1

80,1

dm

o

= + 72,00

Dengan cara yang sama, diperoleh data sebagai berikut :

Percobaan [ ] [ ]

([ ] [ ]

) ([ ] [ ]

)

I +1,80o +72,0

o

+70,67o

1,330

+1,76890

II +2,30o +92,0

o 21,33

0 +454,9689

0

III +1,20o +48,0

o -22,67

0 +513,9289

0

∑[ ] +212

o ∑([ ]

[ ] )

+970,6667

0

Standar deviasi (SD) =

1

22525

n

DD

= 13

6667,970

o

=2

6667,970 o

= 3333,485

= +22,03030

Simpangan baku = ([ ] ) = (70,67± +22,0303)

0

Persentase kesalahan = %10067,70

0303,22x

o

o

= 31,17 %

Kebenaran praktikum = 100 % - 31,17 % = 68,83 %

6.2 Zat B : Glukosa 5 %

Diketahui : α1 = + 3,50o

α2 = + 4,00 o

α3 = + 3,90o

C = 5/100 = 0,05

λ = 1 dm

Ditanya : [ ] = . . . ?

Jawab : [ ] =

C.

= 05,0.1

50,3

dm

o

= + 70,00

Dengan cara yang sama, diperoleh data sebagai berikut :

Percobaan [ ] [ ]

([ ] [ ]

) ([ ] [ ]

)

I +3,50o +70,0

o

+76,00o

-6,000

+36,000

II +4,00o +80,0

o +4,00

0 +16,00

0

III +3,90o +78,0

o +2,00

0 +4,00

0

∑[ ] +228

o ∑([ ]

[ ] )

+56,00

0

Standar deviasi (SD) =

1

22525

n

DD

= 13

00,56

o

=2

00,56 o

= 28

= +5,29150

Simpangan baku = ([ ] ) = (+76,00± +5,2915)

0

Persentase kesalahan = %10000,76

2915,5x

o

o

= 6,96 %

Kebenaran praktikum = 100 % - 6,96 % = 93,04 %

VII. PEMBAHASAN

Praktikum kali ini yaitu polarimetri, dimana praktikum polarimetri ini bertujuan untuk

meningkatkan kemampuan melakukan prosedur laboratorium yang lebih sederhana dengan

lebih baik dan efisien, melakukan pengamatan dan pengukuran dengan metode polarimetri

serta membuat perhitungan secara sistematis, dan menentukan sudut putar jenis larutan optis

aktif dengan menggunakan polarimeter. Polarimeter adalah suatu alat yang menggunakan

asas polarisasi, yaitu sebuah berkas sinar yang akan diteruskan oleh polarizer dalam berbagai

bentuk sinar yang terpolarisasi. Sinar yang terpolarisasi bisa berbentuk polarisasi linear,

polarisasi lingkaran dan polarisasi elips. Berkas sinar yang telah terpolarisasi akan diteruskan

ke analizer. Analizer adalah penerima berkas sinar dari polarizer.

Dengan metode polarimetri, hal yang diukur dan diamati adalah putaran optis yang

dihasilkan larutan atau cairan yang diuji. Putaran optis (α) bergantung pada panjang sel,

panjang gelombang cahaya, dan temperatur. Pada percobaan ini masing – masing variabel

dibuat tetap. Sumber sinar adalah lampu natrium yang dapat memancarkan cahaya kuning

(duplet) yang disebut garis D-natrium dengan panjang gelombang 589 nm. Digunakannya

panjang gelombang tersebut ditujukan untuk lebih mudahnya menajamkan batas antara

daerah gelap dan terang sehingga sangat bermanfaat dalam mencari bayangan redup yang

sebenarnya.

Syarat senyawa yang dapat dianalisa dengan polarimeter adalah sampel larutan

berwarna bening dan mempunya atom C kiral dan bayangan didapatkan baur-baur. Dalam

percobaan ini, digunakan glukosa sebagai senyawa optis aktif dengan variasi konsentrasi

yang berbeda yaitu 25% dan 5 % yang menggunakan sinar kuning dengan panjang

gelombang 589 nm. Selain itu, dalam percobaan ini aquades juga diukur putaran optisnya

untuk dijadikan sebagai standar dalam pengukuran untuk menentukan titik nol. Glukosa

digunakan sebagai senyawa optis aktif karena glukosa dapat memutar bidang terpolarisir

kearah kanan (dekstro rotary) dan kearah kiri (levo rotary).

Pengukuran putaran optis dari sukrosa dan glukosa dengan metode polarimetri dilakukan

dengan pengukuran aquades terlebih dahulu. Aquades dimasukkan ke dalam sel polarimetri

dan tidak boleh ada gelembung udara agar tidak mengganggu hasil pembacaan. Kemudian

analizer diatur sedemikian rupa agar garis hitam tidak terlihat lagi. Sinar yang dihasilkan

berwarna merah. Kemudian sudut putaran diukur pada skala vernier. Pengukuran dilakukan

sebanyak 3 kali pengulangan. Kemudian dilakukan perhitungan rata-rata terhadap hasil

pengukuran sudut putaran aquades yang akan digunakan untuk menentukan titik nolnya.

Selanjutnya dilakukan pengukuran terhadap sampel yaitu glukosa 2,5% dan glukosa

5%. Sama seperti halnya aquades, sampel dimasukkan ke dalam sel polarimetri, kemudian

sel dimasukkan ke dalam polarimetri dan diukur setengah bayangan atau bayangan redup.

Kemudian putaran optis dari masing-masing larutan dibaca dari skala vernier. Percobaan

untuk masing-masing larutan dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan, hal ini bertujuan

untuk melakukan perbandingan terhadap hasil yang diperoleh.

Dari percobaan diperoleh hasil putaran yang diukur (α) untuk aquades secara berturut-

turut yaitu +00

; +1,400

; +2,000, sehingga titik nol diperoleh yaitu +3,30

0. Untuk sudut

putaran glukosa 2,5% diperoleh secara berturut-turut adalah + 1,800, +2,30

0, 1,20

0 dan untuk

glukosa 5% berturut-turut diperoleh sebesar +3,500, +4,00

0 , +3,90

0. Menghitung nilai

konsentrasi sampel, diperlukan persamaan regresi yang di dapatkan dari perhitungan data dari

larutan standar. Dimana nilai dari besar sudut putar bidang sinar terpolarisir dari sampel

dimasukkan ke dalam persamaan regresi. Sehingga diperoleh putan spesifik dari glukosa

2,5% berturut-turut yaitu +72,000

; +92,000 ; +48

0,00 dengan rata-rata putaran spesifiknya

adalah sebesar +70,670. Persentase kebenaran praktikum untuk pengukuran putaran spesifik

dari glukosa 2,5% adalah sebesar 68,83%. Sedangkan putaran spesifik glukosa 5% berturut-

turut adalah sebesar +70,000 ; +80,00

0 ; +78,00

0 dengan rata-rata putaran spesifiknya adalah

sebesar +76,000. Persentase kebenaran praktikum untuk pengukuran putaran spesifik dari

glukosa 5% adalah sebesar 93,04%.

Berdasarkan hasil percobaan dan perhitungan menunjukkan bahwa putaran spesifik

glukosa 5% lebih besar dari glukosa 2,5%. Hal ini menunjukkan bahwa glukosa 5% memiliki

sifat optis aktif yang lebih besar dibandingkan dengan glukosa 2,5%. Hasil percobaan yang

diperoleh sesuai dengan literatur yaitu untuk daya putar kanan, semakin tinggi konsentrasi

glukosa maka akan mengakibatkan akan semakin besar daya putar senyawa tersebut. Namun

pada literatur putaran optik glukosa sebenarnya yaitu +52,50. Selain itu persentase kebenaran

untuk percobaan glukosa 2,5% dan glukosa 5% yang tidak mencapai nilai 100%

menunjukkan bahwa terdapatnya kesalahan pada praktikum kali ini, dimana disebabkan

karena kemungkinan kesalahan dari praktikan dalam memasukkan larutan ke sel polarimetri

masih terdapat gelembung dan kurang ketelitian dalam pembacaan putaran optis pada skala

yang tertera pada polarimetri.

VIII. KESIMPULAN

1. Polarimeteri adalah suatu metoda analisa kimia berdasarkan atas pengukuran

daya putar optis dari suatu senyawa optis aktif terhadap sinar yang terpolarisir.

2. Glukosa merupakan suatu senyawa optis aktif karena dapat memutar bidang

getar yang terpolarisir.

3. Hasil pengukuran sudut putaran aquades digunakan untuk menentukan titik

nol.

4. Menghitung nilai konsentrasi sampel, diperlukan persamaan regresi yang di

dapatkan dari perhitungan data dari larutan standar. Dimana nilai dari besar

sudut putar bidang sinar terpolarisir dari sampel dimasukkan ke dalam

persamaan regresi.

5. Hasil putaran yang diukur (α) untuk glukosa 2,5% berturut-turut adalah

berturut-turut adalah + 1,800, +2,30

0, 1,20

0 dan glukosa 5% berturut-turut

sebesar +3,500, +4,00

0 , +3,90

0.

6. Rata-rata putaran spesifik untuk glukosa 2,5% adalah sebesar +70,670.

Persentase kebenaran praktikum untuk pengukuran putaran spesifik glukosa

2,5% adalah 68,83%. Sedangkan putaran spesifik rata–rata glukosa 5%

sebesar +76,000. Persentase kebenaran praktikum untuk pengukuran putaran

spesifik glukosa 5% adalah 93,04%.

7. Putaran spesifik glukosa5% lebih besar dari glukosa 2,5%, sehingga glukosa

5% memiliki sifat optis aktif lebih besar daripada glukosa 2,5%.

8. Hasil percobaan yang didapat sesuai dengan literatur yaitu dalam literatur

putaran optik sukrosa lebih besar daripada glukosa.

9. Semakin tinggi konsentrasi glukosa maka akan mengakibatkan semakin besar

daya putar senyawa.

10. Putaran optis (α) bergantung pada panjang sel, panjang gelombang cahaya,

dan temperatur.

DAFTAR PUSTAKA

Dogra,S.K., dan S. Dogra.1990. Kimia Fisika dan Soal-soal Cetakan I. UI-Press: Jakarta.

R. A. Alberty dan F. Daniels. 1983. Kimia Fisika. Erlangga: Jakarta

Tim Laboratorium Kimia Fisika. 2012. Penuntun Praktikum Kimia Fisika II. Jurusan Kimia

F.MIPA Universitas Udayana: Bukit Jimbaran

http://fisika.lab.gunadarma.ac.id/wp-content/uploads/2010/02/O3.-POLARIMETER.pdf

(diunduh pada tanggal 28 Mei, 20:19 PM)