9. Bab II - Kajian Pustaka
-
Upload
mukti-salahuddin -
Category
Documents
-
view
163 -
download
5
Transcript of 9. Bab II - Kajian Pustaka
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Pondasi
Semua konstruksi yang direkayasa untuk bertumpu pada tanah harus
didukung oleh pondasi. Pondasi dalam digunakan apabila tanah dasar di bawah
bangunan tersebut tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity), di
permukaan tidak cukup untuk memikul berat bangunan atau apabila tanah keras
cukup dalam. Pondasi yang ada di dalam tanah berfungsi meneruskan dan
menyebarkan beban-beban dari kolom, balok, dan dinding suatu bangunan ke
lapisan tanah dibawahnya, sehingga daya dukung tanah tidak boleh dilampaui
oleh beban-beban di atasnya. Bila beban yang bekerja lebih besar dari daya
dukung tanah maka akan terjadi penurunan (settlement) yang diakibatkan oleh
runtuhnya bidang tergelincir, dimana akan mengakibatkan keruntuhan atau
kerusakan bangunan (Dr. Ir. Suyono Sosrodarsono, 1994).
Pondasi merupakan struktur bawah yang menopang gaya-gaya yang
bekerja diatasnya dan meneruskan beban bangunan tersebut ke tanah, baik beban
arah vertikal maupun horisontal. Untuk menopang gaya-gaya tersebut
dibutuhkannya daya dukung tanah yang mampu memikul beban struktur, sehingga
pondasi mengalami penurunan masih dalam batas toleransi. (Sumber: Aziz
Djajaputra, H.G Poulus, dan Rahardjo P. Paulus, 2000).
Dalam perencanaan pondasi untuk suatu konstruksi dapat digunakan
beberapa macam jenis pondasi. Pemilihan tipe pondasi harus disesuaikan dengan
beberapa kriteria, diantaranya fungsi bangunan atas yang akan dipikul oleh
pondasi tersebut, besarnya beban, berat struktur atas dan keadaan tanah dimana
bangunan tersebut akan didirikan, serta biaya pondasi. Sehingga dalam
perencanaan pondasi dapat terpenuhi keamanan bangunan tersebut.
2.2. Penyelidikan Tanah
Tanah yaitu material yang terdiri dari butiran mineral-mineral padat yang
tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan
organik yang telah melapuk (yang berpatikel padat) disertai dengan zat cair dan
gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikel padat tersebut. (Braja M.
Das, 1995). Tanah merupakan material yang penting dalam perencanaan pondasi,
sehingga dalam perencanaan pondasi harus diperhitungkan sesuai dengan jenis
tanah di lapangan.
Penyelidikan tanah merupakan untuk menentukan pelapisan tanah atau
karakteristik tanah sehingga perencanaan konstruksi pondasi dapat dilaksanakan
aman, ekonomis, dan efisien.
Tujuan penyelidikan tanah adalah :
1. Untuk mengetahui data sifat karakteristik lapisan tanah.
2. Untuk mendapatkan informasi tentang pelapisan tanah dan elevasi batuan
dasar.
3. Menentukan daya dukung tanah menurut tipe pondasi yang dipilih.
4. Untuk mengetahui posisi letak muka air tanah.
5. Menentukan tipe dan kedalaman pondasi.
6. Untuk meramalkan besarnya penurunan.
Informasi kondisi tanah dasar untuk perancangan pondasi dapat diperoleh
dengan cara penyelidikan tanah terdiri dari dua bagian, yaitu penyelidikan tanah
di lapangan dan penyelidikan tanah di laboratorium. Penyelidikan tanah biasanya
terdiri dari 3 tahap, yaitu : pengeboran atau penggalian lubang cobaan seperti
sondir dan SPT, pengambilan contoh tanah (sampling), dan pengujian setempat.
2.3. Klasifikasi Pondasi
Pemilihan jenis pondasi yang akan dipergunakan sangat bergantung pada
situasi dan kondisi lingkungan sekitar area perencanaan proyek. Pemakaian
pondasi akan sangat efektif untuk menghindari terjadinya efek penurunan dalam
jangka panjang (longterm settlement).
Pondasi diklasifikasikan menjadi dua, (Hary Christady H, 2002) yaitu :
1. Pondasi Dangkal
Dinamakan juga sebagai alas, telapak, telapak tersebar atau pondasi rakit
(mats). Kedalamannya pada umumnya D/B ≤ 1 tetapi mungkin agak
lebih.
2. Pondasi Dalam
Adapun jenis-jenis pondasi yaitu : Tiang pancang, tembok/tiang yang
dibor, atau kaison yang dibor dengan D/B ≥ 4.
2.4. Pondasi Tiang
2.4.1 Pengertian Pondasi Tiang
Pondasi tiang pancang merupakan sebuah tiang yang dipancang ke dalam
tanah sampai kedalaman mencapai tanah keras untuk menimbulkan tahanan gesek
pada selimut, tahanan ujung tiang, dan dapat digunakan pula untuk menahan gaya
angkat akibat tingginya muka air tanah. (Aziz Djajaputra, H.G Poulus, dan
Rahardjo P. Paulus, 2000). Berdasarkan jenis materialnya, tiang pancang dapat
dibuat dari beton bertulang dan baja (berbentuk pipa atau profil H).
Pondasi tiang digunakan untuk suatu bangunan yang tanah dasar di bawah
bangunan tersebut tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity) yang cukup
untuk memikul berat bangunan dan beban yang diterimanya atau apabila tanah
pendukung yang mempunyai daya dukung yang cukup letaknya sangat dalam.
Pondasi tiang ini berfungsi untuk menyalurkan beban-beban yang diterimanya
dari konstruksi di atasnya ke lapisan tanah yang lebih dalam.
Teknik pemasangan pondasi tiang dapat dilakukan dengan pemancangan
tiang-tiang baja/beton pracetak atau dengan membuat tiang-tiang beton bertulang
yang langsung dicor di tempat (cast in place), yang sebelumnya telah dibuatkan
lubang terlebih dahulu.
Pada umumnya pondasi tiang ditempatkan tegak lurus (vertikal) di dalam
tanah, tetapi apabila diperlukan dapat dibuat miring agar dapat menahan gaya-
gaya horizontal. Sudut kemiringan yang dicapai tergantung dari alat yang
digunakan serta disesuaikan pula dengan perencanaan.
Tiang pancang memiliki keuntungan dan kelemahan dalam penggunaannya
(Hary Christady H, 2002).
Keuntungan menggunakan tiang pancang, diantaranya :
1. Bahan tiang dapat diperiksa sebelum pemancangan.
2. Prosedur pelaksanaan tidak dipengaruhi oleh air tanah.
3. Tiang dapat dipancang sampai kedalaman yang dalam.
4. Pemancangan tiang dapat menambah kepadatan tanah granuler.
Kerugian menggunakan tiang pancang, diantaranya :
1. Penggembungan permukaan tanah dan gangguan tanah akibat
pemancangan dapat menimbulkan masalah.
2. Pemancangan dapat menimbulkan getaran, gangguan suara dan deformasi
tanah yang dapat menimbulkan kerusakan bangunan di sekitarnya.
3. Terkadang tiang rusak akibat pemancangan.
4. Pemancangan sulit dilakukan bila diameter tiang terlalu besar.
5. Penulangan dipengaruhi oleh tegangan yang terjadi pada waktu
pengangkutan dan pemancangan tiang.
2.4.2 Penggolongan Pondasi Tiang
Pada perencanaan pondasi, pemilihan jenis pondasi tiang pancang untuk
berbagai jenis keadaan tergantung pada banyak variabel. Faktor-faktor yang perlu
dipertimbangkan di dalam pemilihan tiang pancang antara lain tipe dari tanah
dasar yang meliputi jenis tanah dasar, ciri-ciri topografinya, alasan teknis pada
waktu pelaksanaan pemancangan dan jenis bangunan yang akan dibangun.
Pondasi tiang dapat digolongkan berdasarkan material yang digunakan dan
berdasarkan cara penyaluran beban yang diterima tiang ke dalam tanah.
a. Berdasarkan material yang digunakan
Berdasarkan material yang digunakan, pondasi tiang terbagi atas 4
jenis, yaitu tiang pancang kayu, tiang pancang beton, tiang pancang baja dan
tiang pancang komposit.
1) Tiang Pancang Kayu
Pemakaian tiang pancang kayu adalah cara tertua dalam
penggunaan tiang pancang sebagai pondasi. Tiang pancang kayu dibuat
dari batang pohon dan biasanya diberi bahan pengawet. Pada pemakaian
tiang pancang kayu tidak diizinkan untuk menahan beban lebih tinggi
dari 25 sampai 30 ton untuk setiap tiang. Tiang kayu akan tahan lama
apabila tiang kayu tersebut dalam keadaan selalu terendam penuh di
bawah muka air tanah dan akan lebih cepat busuk jika dalam keadaan
kering dan basah yang selalu berganti - ganti. Tiang pancang kayu tidak
tahan terhadap benda - benda agresif dan jamur yang bisa menyebabkan
pembusukan.
2) Tiang Pancang Beton
Tiang pancang beton terbuat dari bahan beton bertulang yang
terdiri dari:
a. Precast Reinforced Concrete Pile
Precast reinforced concrete pile adalah tiang pancang dari
beton bertulang yang dicetak dan dicor dalam acuan beton
(bekisting), kemudian setelah cukup kuat atau keras lalu diangkat
dan dipancangkan. Tiang pancang beton ini dapat memikul beban
lebih besar dari 50 ton untuk setiap tiang, tetapi tergantung pada
dimensinya. Penampang precast reinforced concrete pile dapat
berupa lingkaran, segi empat dan segi delapan.
Keuntungan pemakaian precast reinforced concrete pile:
Precast reinforced concrete pile mempunyai tegangan
tekan yang besar tergantung pada mutu beton yang
digunakan;
Dapat diperhitungkan baik sebagai end bearing pile
ataupun friction pile;
Kerugian pemakaian precast reinforced concrete pile :
Karena berat sendirinya besar, maka biaya
pengangkutannya akan mahal. Oleh karena itu, precast
reinforced concrete pile dibuat di tempat pekerjaan;
Tiang pancang beton ini baru dipancangkn apabila sudah
cukup keras, hal ini berarti memerlukan waktu yang lama
untuk menuggu sampai tiang pancang beton ini bisa
digunakan;
Bila memerlukan pemotongan, maka pelaksanaannya akan
lebih sulit dan membutuhkan waktu yang lebih lama juga;
Bila panjang tiang kurang dan karena panjang tiang
tergantung pada alat pancang (pile driving) yang tersedia,
maka akan sukar untuk melakukan penyambungan dan
memerlukan alat penyambung khusus;
Apabila dipancang di sungai atau di laut tiang akan
bekerja sebagai kolom terhadap beban vertikal dan dalam
hal ini akan ada tekuk sedangkan terhadap beban
horizontal akan bekerja sebagai cantilever.
Gambar 2.1 Tiang pancang precast reinforced concrete pile
b. Precast Prestressed Concrete Pile
Precast prestressed concrete pile adalah tiang pancang
dari beton prategang yang menggunakan baja dan kabel kawat
sebagai gaya prategangnya.
Keuntungan pemakaian precast prestressed concrete pile :
Kapasitas beban pondasi yang dipikulnya tinggi;
Tiang pancang tahan terhadap karat;
Kemungkinan terjadinya pemancangan keras dapat
terjadi.
Kerugian pemakaian precast prestressed concrete pile :
Sukar ditangani;
Biaya pembuatannya mahal;
Pergeseran cukup banyak sehingga prategangnya sukar
disambung.
c. Cast in Place
Tiang pancang cast in place ini adalah pondasi yang
dicetak di tempat pekerjaan dengan terlebih dahulu membuatkan
lubang dalam tanah dengan cara dibor. Pelaksanaan cast in
place ini dapat dilakukan dengan dua cara :
Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah,
kemudian diisi dengan beton dan ditumbuk sambil pipa
baja tersebut ditarik ke atas;
Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah
kemudian diisi dengan beton, sedangkan pipa baja
tersebut tetap tinggal dalam tanah.
Tiang franki adalah termasuk salah satu jenis dari cast in
place. Adapun prinsip kerjanya adalah sebagai berikut :
Pipa baja yang pada ujung bawahnya disumbat dengan
beton yang dicor di dalam ujung pipa dan telah
mengeras;
Dengan drop hammer sumbat beton tersebut ditumbuk
agar sumbat beton dan pipa masuk ke dalam tanah;
Setelah pipa mencapai kedalaman yang direncanakan,
pipa terus diisi dengan beton sambil terus ditumbuk dan
pipanya ditarik ke atas.
Selain tiang franki ada beberapa jenis tiang pancang cast
in place, yaitu solid -point pipe piles, steel pipe piles, Raymond
concrete pile, simplex concrete pile, based driven cased pile,
dropped in shell concrete pile, dropped in shell concrete pile
with compressed base section dan button dropped in shell
concrete pile.
3) Tiang Pancang Baja
Jenis tiang pancang baja ini biasanya berbentuk profil H. karena
terbuat dari baja maka kekuatan dari tiang ini adalah sangat besar
sehingga dalam transport dan pemancangan tidak menimbulkan bahaya
patah seperti pada tiang pancang beton precast. Jadi pemakaian tiang
pancang ini sangat bermanfaat jika dibutuhkan tiang pancang yang
panjang dengan tahanan ujung yang besar. Tingkat karat pada tiang
pancang baja sangat berbeda-beda terhadap texture (susunan butir) dari
komposisi tanah, panjang tiang yang berada dalam tanah, dan keadaan
kelembaban tanah (moisture content).
Pada tanah dengan susunan butir yang kasar, karat yang terjadi
hampir mendekati keadaan karat terjadi pada udara terbuka karena
adanya sirkulasi air dalam tanah. Pada tanah liat (clay) yang kurang
mengandung oksigen akan menghasilkan karat yang mendekati keadaan
seperti karat yang terjadi karena terendam air. Pada lapisan pasir yang
dalam letaknya dan terletak di bawah lapisan tanah yang padat akan
sedikit sekali mengandung oksigen, maka lapisan pasir tersebut akan
menghasilkan karat yang kecil sekali pada tiang pancang baja.
4) Tiang Pancang Komposit
Yang dimaksud dengan composite pile ini adalah tiang pancang
yang terdiri dari dua bahan yang berbeda yang bekerja bersama-sama
sehingga merupakan satu tiang. Composite pile ini dapat berupa beton
dan kayu maupun beton dan baja. Composite pile ini terdiri dari beberapa
jenis, yaitu :
a. Water proofed steel pipe and wood pile
Tiang ini terdiri dari tiang pancang kayu untuk bagian bawah
muka air tanah dan bagian atasnya adalah beton. Kelemahan tiang
ini adalah tempat sambungan apabila tiang pancang ini menerima
gaya horizontal yang permanen.
b. Composite ungased - concrete and wood pile
Dasar pemilihan tiang ini adalah :
Lapisan tanah keras dalam sekali letaknya sehingga tidak
memungkinkan untuk menggunakan cast in place concrete
pile. Sedangkan kalau menggunakan precast concrete pile
akan terlalu panjan sehingga akan sulit dalam pengangkutan
dan biayanya juga akan lebih besar;
Muka air tanah terendah sangat dalam sehingga apabila kita
menggunakan tiang pancang kayu akan memerlukan galian
yang sangat besar agar tiang pancang tersebut selalu di bawah
muka air tanah terendah.
c. Composite dropped in - shell and wood pile
Composite dropped in - shell and wood pile hampir sama
dengan water proofed steel pipe and wood pile hanya saja tipe
tiang ini memakai shell yang terbuat dari logam tipis yang
permukaannya diberi alur spiral.
d. Composite dropped - shell and pipe pile
Dasar pemilihan tiang ini adalah :
Lapisan tanah keras terlalu dalam letaknya bila digunakan
cast in place concrete pile;
Letak muka air tanah terendah sangat dalam apabila kita
menggunakan tiang composite yang bawahnya dari tiang
pancang kayu.
e. Franki composite pile
Prinsip kerjanya hampir sama dengan tiang Franki biasa,
hanya saja pada Franki composite pile ini pada bagian atasnya
dipergunakan tiang beton precast biasa atau tiang profil H dari
baja.
b. Berdasarkan cara penyaluran beban yang diterima tiang
Berdasarkan tipe tiang dapat dibedakan terhadap cara tiang
meneruskan beban yang diterimanya ke tanah dasar pondasi. Hal ini
tergantung juga pada jenis tanah dasar pondasi yang akan menerima beban
yang berkerja, yaitu :
1) Pondasi tiang dengan tahanan ujung (End Bearing Pile)
Tiang ini akan meneruskan beban melalui tahanan ujung tiang ke
lapisan tanah pendukung.
Gambar 2.2 Pondasi tiang dengan tahanan ujung (Sardjono, H.S.,1988)
2) Tiang pancang dengan tahanan gesekan (Friction Pile)
Jenis tiang pancang ini akan meneruskan beban ke tanah melalui
gesekan antara tiang dengan tanah di sekelilingnya. Bila butiran tanah
sangat halus tidak menyebabkan tanah di antara tiang-tiang menjadi adat,
Sedangkan bila butiran tanah kasar maka tanah di antara tiang akan
semakin padat.
Gambar 2.3 Pondasi tiang dengan tahanan gesekan (Sardjono, H.S.,1988)
3) Tiang pancang dengan tahanan lekatan (Adhesive Pile)
Bila tiang dipancangkan pada dasar tanah pondasi yang memiliki
nilai kohesi tinggi, maka beban yang diterima oleh tiang akan ditahan
oleh lekatan antara tanah disekitar dan permukaan tiang.
Gambar 2.4 Pondasi tiang dengan tahanan lekatan (Sardjono, H.S.,1988)
2.4.3 Kapasitas Daya Dukung Tiang
Tanah harus mampu menopang beban dari setiap konstruksi yang
direncanakan yang ditempatkan di atas tanah tersebut. Untuk menghitung daya
dukung yang diijinkan untuk suatu tiang dapat dihitung berdasarkan data-data
penyelidikan tanah (soil investigation), cara kalender atau dengan tes pembebanan
(loading test) pada tiang.
2.4.4 Cone Penetration Test (CPT)
Uji sondir atau Cone Penetration test (CPT) pada dasarnya adalah untuk
memperoleh tahanan ujung (qc) dan tahanan selimut tiang (qs). Untuk tanah non -
kohesif, Vesic (1967) menyarankan tahanan ujung tiang per satuan luas (fb)
kurang lebih sama dengan tahanan konus (qc). Tahanan ujung ultimit tiang
dinyatakan dengan persamaan :
Qb= Ab x qc......................................................................................................(2.1)
dimana :
Qb = Tahanan ujung ultimit tiang (kg)
Ab = Luas penampang ujung tiang (cm2)
qc = Tahanan konus pada ujung tiang (kg/cm2), diambil rata-rata dari nilai qc
pada kedalaman 4D dibawah ujung tiang dan 4D diatas ujung tiang
Bila belum ada data hubungan antara tahanan konus dengan tahanan tanah yang
meyakinkan, Tomlinson menyarankan penggunaan faktor ω untuk tahanan ujung
sebesar 0, 5.
Qb = ω x Ab x qc .............................................................................................(2.2)
Untuk tahanan ujung tiang berdasarkan hasil uji sondir ini, Heijnen (1974),
DeRuiter dan Beringen (1979) menyarankan nilai faktor ω seperti pada Tabel 2.1
berikut ini :
Tabel 2.1 Faktor ω Heijnen, DeRuiter dan Beringen
Kondisi Tanah Faktor ω
Pasir terkonsolidasi normal 1
Pasir banyak mengandung kerikil kasar 0,67
Kerikil halus 0,5
Sumber : (Hardiyatmo, H.C., 2002)
Vesic menyarankan bahwa tekanan gesek per satuan luas (fs) pada dinding mata
sondir (qf), atau:
fs = 2 x qf (kg/cm2) ........................................................................................(2.3)
Tahanan gesek satuan antara dinding tiang dan tanah, secara empiris dapat pula
diperoleh dari nilai tahanan konus yang diberikan oleh Meyerhoff sebagai berikut:
fs =qc
200 (kg/cm2) ...........................................................................................(2.4)
Tahanan gesek dirumuskan sebagai berikut :
Qs = As x fs (kg/cm2) ......................................................................................(2.5)
dimana :
Qs = Tahanan gesek ultimit dinding tiang (kg)
As = Luas penampang selimut tiang (cm2)
fs = Tahanan gesek dinding tiang (kg/cm2)
Dari perhitungan nilai Qb dan Qs, maka nilai kapasitas daya dukung tiang tunggal
maksimal/akhir :
Qult = Qb + Qs ...................................................................................................(2.6)
Keterangan :
Qult = Kapasitas daya dukung maksimal/akhir (kg)
Qb = Tahanan ujung ultimit tiang (kg/cm2)
Qs = Tahanan gesek ultimit dinding tiang (kg)
Metode yang dikemukakan oleh beberapa ahli diantaranya Meyerhoff,
Tomlinson dan Bagemann. Kapasitas daya dukung ultimit (Qult) yaitu beban
maksimum yang dapat dipikul pondasi tanpa mengalami keruntuhan, dirumuskan
sebagai berikut :
Qult = qc x Ab + JHL x K ..............................................................................(2.7)
Keterangan :
Qult = Kapasitas daya dukung maksimal/akhir (kg)
qc = Tahanan konus pada ujung tiang (kg/cm2)
Ab = Luas penampang ujung tiang (cm2)
JHL = Tahanan geser total sepanjang tiang (kg/cm)
K = Keliling tiang (cm)
Qijin yaitu beban maksimum yang dapat dibebankan terhadap pondasi sehingga
persyaratan keamanan terhad. ap daya dukung dan penurunan dapat terpenuhi. Qijin
dirumuskan sebagai berikut:
Qijin = qc x Ab
3 +
JHL x K5
..............................................................................(2.8)
Keterangan :
Qijin = Kapasitas daya dukung ijin tiang (kg)
3 = Faktor keamanan (diambil 3, 0)
5 = Faktor keamanan (diambil 5, 0)
Daya dukung terhadap kekuatan tanah untuk tiang tarik :
Tult = JHL x K ................................................................................................(2.9)
Daya dukung tiang tarik ijin :
Tijin = Tult
3 ......................................................................................................(2.10)
Keterangan :
Tult = Kapasitas daya dukung tiang tarik (kg)
JHL = Tahanan geser total sepanjang tiang (kg/cm)
K = Keliling Penampang (cm )
2.4.5 Faktor Keamanan
Untuk memperoleh kapasitas ujung tiang, maka diperlukan suatu angka
pembagi kapasitas ultimit yang disebut dengan faktor aman (keamanan) tertentu.
Faktor keamanan ini perlu diberikan dengan maksud :
a. Untuk memberikan keamanan terhadap ketidakpastian metode hitungan
yang digunakan;
b. Untuk memberikan keamanan terhadap variasi kuat geser dan
kompresibilitas tanah;
c. Untuk meyakinkan bahwa bahan tiang cukup aman dalam mendukung
beban yang bekerja;
d. Untuk meyakinkan bahwa penurunan total yang terjadi pada tiang
tunggal atau kelompok tiang masih dalam batas-batas toleransi;
e. Untuk meyakinkan bahwa penurunan tidak seragam diantara tiang-tiang
masih dalam batas-batas toleransi.
Sehubungan dengan alasan butir (d) dari hasil banyak pengujian-pengujian
beban tiang, baik tiang pancang maupun tiang bor yang berdiameter kecil sampai
sedang (600 mm), penurunan akibat beban kerja (working load) yang terjadi lebih
kecil dari 10 mm untuk faktor aman yang tidak kurang dari 2,5.
Reese dan O’Neill (1989) menyarankan pemilihan faktor aman (F) untuk
perancangan pondasi tiang (Tabel 2.2), yang dipertimbangkan faktor-faktor
sebagai berikut :
1. Tipe dan kepentingan dari struktur;
2. Variabilitas tanah (tanah tidak uniform);
3. Ketelitian penyelidikan tanah;
4. Tipe dan jumlah uji tanah yang dilakukan;
5. Ketersediaan tanah di tempat (uji beban tiang);
6. Pengawasan/kontrol kualitas di lapangan;
7. Kemungkinan beban desain aktual yang terjadi selama beban layanan
struktur.
Tabel 2.2 Faktor Aman Yang Disarankan (Reese & O’Neill, 1989)
Klasifikasi Struktur
Faktor Keamanan (F)
Kontrol
baik
Kontrol
normal
Kontrol jelek
Kontrol sangat jelek
Monumental 2,3 3 3,5 4
Permanen 2 2,5 2,8 3,4
Sementara 1.4 2 2,3 2,8
Sumber : (Hardiyatmo, H.C., 2002)
2.4.6 Kapasitas Daya Dukung Tiang Kelompok (Pile Group)
Pada keadaan sebenarnya jarang sekali didapatkan tiang pancang yang
berdiri sendiri (Single Pile), akan tetapi kita sering mendapatkan pondasi tiang
pancang dalam bentuk kelompok (Pile Group) seperti pada Gambar.2.5
S S
S
S
S S
S
SS S S
SS
S
S
S S
SS
S S S
3 tiang pancang 4 tiang pancang 5 tiang pancang 6 tiang pancang
7 tiang pancang 8 tiang pancang 9 tiang pancang
10 tiang pancang 11 tiang pancang
Gambar 2.5 Pola-pola kelompok tiang pancang
2.4.7 Penentuan Jumlah Tiang Dalam Kelompok
Untuk menentukan jumlah tiang yang akan dipasang didasarkan beban yang
bekerja pada pondasi dan kapasitas dukung ijin tiang, maka rumus yang dipakai
adalah sebagai berikut ini :
n = P
Qult............................................................................................................(2.11)
Dimana :
n = Jumlah tiang
P = Beban yang bekerja
Q ult = Kapasitas daya dukung ijin tiang tunggal
2.4.8 Jarak Antar Tiang Dalam Kelompok
Berdasarkan pada perhitungan. Daya dukung tanah oleh Dirjen Bina Marga
Departemen P.U.T.L. disarankan :
Gambar 2.6 Penentuan jarak antar tiang
S ≥ 2,5 D
S ≥ 3,0 D
dimana :
S = Jarak masing-masing.
D = Diameter tiang.
Biasanya jarak antara 2 tiang dalam kelompok diisyaratkan minimum
0,60 m dan maksimum 2,00 m. Ketentuan ini berdasarkan pada pertimbangan-
pertimbangan sebagai berikut :
1. Bila S < 2,5 D
a. Kemungkinan tanah di sekitar kelompok tiang akan naik terlalu
berlebihan karena terdesak oleh tiang-tiang yang dipancang terlalu
berdekatan.
b. Terangkatnya tiang-tiang di sekitarnya yang telah dipancang lebih
dahulu.
2. Bila S > 3 D
maka tidak ekonomis, karena akan memperbesar ukuran/dimensi dari
poer (footing).
Pada perencanaan pondasi tiang pancang biasanya setelah jumlah tiang
pancang dan jarak antara tiang-tiang pancang yang diperlukan kita tentukan, maka
kita dapat menentukan luas poer yang diperlukan untuk tiap-tiap kolom portal.
Bila ternyata luas poer total yang diperlukan lebih kecil dari pada setengah
luas bangunan, maka kita gunakan pondasi setempat dengan poer di atas
kelompok tiang pancang.
Dan bila luas poer total diperlukan lebih besar daripada setengah luas
bangunan, maka biasanya kita pilih pondasi penuh (raft fondation) di atas tiang-
tiang pancang.
Gambar 2.7 Pengaruh tiang akibat pemancangan (Sardjono, H.S., 1988)
2.4.9 Kapasitas Kelompok dan Efisiensi Tiang Pancang (Mini Pile)
Jika kelompok tiang dipancang dalam tanah lempung lunak, pasir tidak
padat, atau timbunan, dengan dasar tiang yang bertumpu pada lapisan kaku, maka
kelompok tiang tersebut tidak mempunyai resiko akan mengalami keruntuhan
geser umum, asalkan diberikan faktor aman yang cukup terhadap bahaya
keruntuhan tiang tunggalnya. Akan tetapi, penurunan kelompok tiang masih tetap
harus dipancangkan secara keseluruhan ke dalam tanah lempung lunak.
Pada kelompok tiang yang dasarnya bertumpu pada lapisan lempung lunak,
faktor aman terhadap keruntuhan blok harus diperhitungkan, terutama untuk jarak
tiang-tiang yang dekat. Pada tiang yang dipasang pada jarak yang besar, tanah
diantara tiang-tiang bergerak sama sekali ketika tiang bergerak kebawah oleh
akibat beban yang bekerja. Tetapi, jika jarak tiang-tiang terlalu dekat, saat tiang
turun oleh akibat beban, tanah diantara tiang-tiang juga ikut bergerak turun. Pada
kondisi ini, kelompok tiang dapat dianggap sebagai satu tiang besar dengan lebar
yang sama dengan lebar kelompok tiang. Saat tanah yang mendukung beban
kelompok tiang ini mengalami keruntuhan, maka model keruntuhannya disebut
keruntuhan blok. Jadi, pada keruntuhan blok, tanah yang terletak diantara tiang
bergerak kebawah bersama-sama dengan tiangnya. Mekanisme keruntuhan yang
demikian dapat terjadi pada tipe-tipe tiang pancang (mini pile) maupun tiang bor.
Berikut adalah metode yang digunakan penulis untuk menghitung efisiensi
tiang tersebut adalah:
Metode Converse Labarre :
Eg = 1- [ (n−1 ) xm+(m−1 ) xn90 x m x n ] x θ ..............................................................(2.12)
Dimana:
Eg = Efisiensi kelompok tiang.
m = Jumlah baris tiang.
n’ = Jumlah tiang dalam satu baris.
Ө = Arc tg d/s, dalam derajat.
S = Jarak pusat ke pusat tiang.
d/s = Diameter/jarak antar tiang.
Kapasitas ultimit kelompok tiang dengan memperlihatkan faktor efisiensi tiang
dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :
Qg = Eg . n . Qijin ...........................................................................................(2.13)
keterangan :
Qg = Beban maksimum kelompok tiang yang mengakibatkan keruntuhan.
Eg = Efisiensi kelompok tiang.
n = Jumlah tiang dalam kelompok.
Qijin = Beban maksimum tiang tunggal yang diijinkan.
B........eberapa persamaan efisiensi tiang telah diusulkan untuk menghitung
kapasitas kelompok tiang, namun semuanya hanya bersifat pendekatan.
Persamaan-persamaan yang diusulkan didasarkan pada susunan tiang, dengan
mengabaikan panjang tiang, variasi bentuk tiang yang meruncing, variasi sifat
tanah dengan kedalaman dan pengaruh muka air tanah.
A B
Gambar 2.8 Tipe keruntuhan dalam kelompok tiang : (a) Tiang tunggal,(b) Kelompok tiang
(Hardiyatmo, H.C., 2002)
Umumnya model keruntuhan blok terjadi bila rasio jarak tiang dibagi
diameter (S/D) sekitar kurang dari 2 (dua). Whiteker (1957) memperlihatkan
bahwa keruntuhan blok terjadi pada jarak 1,5d untuk kelompok tiang yang
berjumlah 3x3, dan lebih kecil dari 2,25d untuk tiang yang berjumlah 9x9.
Gambar 2.9 Daerah friksion pada kelompok tiang dari tampak samping
Gambar 2.10 Daerah friksion pada kelompok tiang dari tampak atas
2.4.10 Perencanaan Pile Cap ( Kepala Tiang )
Pile Cap atau kepala tiang digunakan pada kelompok pondasi tiang pancang
yang berfungsi untuk mendistribusikan beban dari kolom ke masing-masing tiang
dan menyatukan hubungan tiang-tiang tersebut. Pile Cap ini menyerupai pondasi
tapak, hanya saja tegangan kontak yang terjadi tidak berupa beban merata, tetapi
berupa beban-beban terpusat ( M, N, L ) dari masing-masing tiang. Supaya beban
kolom dapat menyebar secara linear ke semua tiang, disarankan pile cap
mempunyai ketebalan yang cukup.
d/2 d/2
d/2
d > 0.30 m0,15 m
MN
h
Gambar 2.11 Tapak pondasi tiang dengan kolom tunggal
Prinsip yang digunakan di dalam perencanaan pondasi tapak pondasi tiang (Pile
Cap) adalah sama dengan prinsip perencanaan pondasi tapak setempat. Di bawah ini
adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan pile cap :
a. Perhitungan momen dan gaya geser boleh didasarkan atas reaksi tiang
yang bekerja pada garis sumbu tiang. (SKSNI T-15 pasal 2.8.2.2)
b. Penentuan gaya geser pada sembarang penampang harus sesuai dengan
ketentuan berikut (SKSNI pasal 3.8.5.3) :
Reaksi tiang yang terletak diluar penampang yang berjarak d/2 atau
lebih harus diperhitungkan
Reaksi tiang yang terletak di dalam penampang yang berjarak d/2 atau
kurang tidak diperhitungkan
Reaksi tiang yang posisinya terletak di antara (a) dan (b), bagian dari
reaksi tiang yang dapat dianggap menimbulkan geser pada penampang
yang ditinjau harus berdasarkan pada interpolasi garis lurus antara
harga penuh pada d/2 diluar penampang dan nol pada d/2 di dalam
penampang
c. Geser aksi dua arah (pons) diperiksa pada masing-masing tiang
d. Tebal efektif Pile Cap pada bagian tepi boleh diambil kurang dari 300
mm. (Gambar 2.12)
d1
d/2
d > 0.30 m
0,15 m
MN
h
P4 P3 P2 P1
d1
d2 d2
Gambar 2.12 Distribusi tegangan pada tiang akibat beban normal dan momen
Pada tapak pondasi tiang, biasanya bekerja beban vertikal (normal) dan beban
horizontal (geser) serta momen. Dengan menganggap distribusi tegangan linear pada
kelompok tiang, maka dapat ditentukan reaksi masing-masing tiang dengan rumus
sebagai berikut :
QPi = Qvn ±
Mx . y
∑ y2 ± My . x
∑ x2 ...………………………………………….............
(2.14)
Prosedur Perhitungan
1) Beban yang bekerja pada masing-masing tiang
QPi = Qvn ±
Mx . y
∑ y2 ± My . x
∑ x2 ........................................................................ (2.15)
Keterangan :
QPi = Beban yang bekerja pada masing-masing tiang
Qv = Beban vertikal dari kolom
n = Jumlah tiang dalam satu pile
Mx, My = Momen yang bekerja
x,y = Jarak masing-masing tiang searah sumbu
∑y²,∑x² = Jumlah jarak kuadrat tiang terhadap masing-masing sumbu
2) Penentuan tebal telapak pondasi
Hitung tinggi efektif dengan rumus :
d = h - p - D - ½ D ........................................................................................(2.16)
Keterangan :
H = Tebal pile cap
p = Tebal penutup beton
D = Diameter tulangan (pemisalan penggunaan diameter tulangan)
3) Kontrol kekuatan geser secara kelompok
Usahakan ketebalan pondasi tapak yang diperlukan untuk geser, sedemikian
hingga tidak memerlukan sengkang.
a)Untuk aksi dua arah
Gaya geser berfaktor
Ø Vu = n x Pi
Keterangan :
Ø Vu = Gaya geser berfaktor
n = Jumlah tiang yang berada sejauh > d/2 dari sisi luar kolom
Pi = Beban yang bekerja pada masing-masing tiang
Gambar 2.13 Penampang kritis gaya geser dua arah pada pile cap
Gaya geser nominal
Ø Vc = Ø x ( 1 + 2β
) x 16
√ fc ' x bo x d .......................................................(2.17)
Keterangan :
Ø Vc = Gaya geser nominal
Ø = 0,6
β = L / B
bo = 2 x ( a1 + d ) + 2 x ( a2 + d )
= 4 x ( a + d )
d = tinggi efektif pile cap
Jika Ø Vc > Ø Vu, maka tebal pelat / pile cap mencukupi untuk menahan gaya
geser tanpa memerlukan tulangan geser.
b)Untuk aksi satu arah
Gaya geser berfaktor
Ø Vu = n x Pi
Keterangan :
Ø Vu = Gaya geser berfaktor
n = jumlah tiang yang berada sejauh > d dari sisi luar kolom
Pi = Beban yang bekerja pada masing-masing tiang
Gambar 2.14 Penampang kritis gaya geser satu arah pada pile cap
Gaya geser nominal
Ø Vc = 13
x √ fc ' x bo x d ..............................................................................(2.18)
Keterangan :
Ø Vc = Gaya geser nominal
bo = 2 x ( a1 + d ) + 2 x ( a2 + d )
= 4 x ( a + d )
d = Tinggi efektif pile cap
Jika Ø Vc > Ø Vu, maka tebal pelat / pile cap mencukupi untuk menahan gaya
geser tanpa memerlukan tulangan geser.
4) Kontrol kekuatan geser secara individual
bo = keliling
= π x (Øpile + d) untuk penampang lingkaran
= 4 x ( Bpile + d) untuk penampang persegi
Gambar 2.15 Penampang tiang
Gaya geser berfaktor
Vu = 1 x Pu .....................................................................................................(2.19)
Keterangan:
Vu = Gaya geser berfaktor
Pu = Beban yang bekerja
Gaya geser nominal
Vc = 13
x bo x d x √ fc ' .....................................................................................(2.20)
Keterangan :
Vc = Gaya geser nominal
bo = 2 x ( a1 + d ) + 2 x ( a2 + d )
= 4 x ( a + d )
d = Tinggi efektif pile cap
Jika Ø Vc > Ø Vu, maka tebal pelat / pile cap mencukupi untuk menahan gaya
geser tanpa memerlukan tulangan geser.
5) Perhitungan momen lentur akibat beban berfaktor
Momen lentur pada penampang kritis ( sisi luar kolom )
Mu = n x Pu x ( S x - S kolom
2 ) .....................................................................(2.21)
Keterangan :
Mu = Momen lentur akibat beban berfaktor
n = Jumlah tiang
Pu = Beban yng bekerja
S = Jarak antar tiang
s kolom = Ukuran kolom
6) Perhitungan luas tulangan
Ru = Mu
b xd 2 ....................................................................................................(2.22)
Keterangan :
Mu = Momen lentur akibat beban berfaktor
b = Lebar pile cap
d = Tinggi efektif pile cap
Selanjutnya menghitung nilai ρ min, ρ perlu, ρ bal, ρ max dengan rumus sebagai
berikut :
ρ perlu = 0,85 x [ 1- √1−2,353 x Rufy
] fc 'fy
.....................................................(2.23)
ρ min = 1,4fy
....................................................................................................(2.24)
ρ bal = 0,85 x β1 x fcfy
x 600600+fy
..................................................................(2.25)
ρ max = 0,75 x ρ bal .......................................................................................(2.26)
Keterangan :
β1 = 0,85 untuk 0 ≤ fc’ ≤ 30 MPa
β1 = 0,85 - (0,008 x (fc’-30)) untuk 30 ≤ fc’ ≤ 55 MPa
β1 = 0,65 untuk fc’ ≥ 55 MPa
Bila nilai ρ min < ρ perlu < ρ max maka digunakan ρ perlu
Bila nilai ρ perlu < ρ min maka digunakan ρ min
Bila nilai ρ max < ρ perlu maka digunakan ρ max
Luas tulangan bawah ;
As = ρ pakai x b x d .......................................................................................(2.27)
Keterangan :
As = Luas tulangan
b = Lebar pile cap
d = Tinggi efektif pile cap
Untuk tulangan kedua arah di anggap sama
7) Perhitungan tulangan pasak
Kekuatan tekan rencana kolom :
Ø Pn = Ø x 0,85 x fc’ x Agv.............................................................................(2.28)
Keterangan :
Ag = Luas kolom
Beban berfaktor pada kolom :
Pu = n x P
Keterangan :
Pu = Beban berfaktor
n = Jumlah tiang
P = Beban yang bekerja
Bila Ø Pn > Pu, beban pada kolom dapat dipindahkan dengan dukungan saja.
Tetapi diisyaratkan menggunakan tulangan pasak sebesar :
As min = 0,005 Ag ..........................................................................................(2.29)
8) Kontrol panjang penyaluran tulangan pasak
Ldb = 0,25 x fy xdp
√ fc ' ..........................................................................................(2.30)
2.4.11 Penurunan (Settlement)
Dalam kelompok tiang (pile group) ujung atas tiang-tiang tersebut
dihubungkan satu dengan yang lain dengan poer yang kaku sehingga merupakan
suatu kesatuan yang kokoh. Dengan poer ini di harapakan bila kelompok tiang
pancang tersebut dibebani secara merata akan terjadi setllement (penurunan) yang
merata pula.
a. Penurunan kelompok tiang selalu lebih besar dari pada penurunan tiang
pancang yang berdiri sendiri (single pile) terhadap beban yang sama.
b. Dengan beban yang sama penurunan kelompok tiang akan lebih besar
bila jumlah tiang bertambah.
b. Dengan memperbesar spacing (jarak) antara tiang yang satu dengan yang
lain dalam kelompok tiang pancang, maka penurunan kelompok tiang
pancang tersebut akan berkurang. Pada jarak kurang lebih 6 kali diameter
tiang pancang, maka penurunan dari pada kelompok tiang pancang
tersebut akan mendekati penurunan tiang pancang tunggal (single pile).
Adapun langkah-langkah perhitungan penurunan elastis tiang tunggal adalah
sebagai berikut :
S = S1 + S2 + S3 ..............................................................................................(2.31)
Keterangan :
S = Total penurunan tiang
S1 = Penurunan dari batang tiang pancang
S2 = Penurunan yang disebabkan oleh beban pada ujung tiang
S3 = Penurunan yang disebabkan oleh beban yang disalurkan sepanjang batang
tiang pancang
Untuk penentuan nilai dari S1 , S2 dan S3 adalah sebagai berikut :
S1 = (Q¿¿℘+ξ Qws) x L
A p x Ep
¿ ..............................................................................(2.32)
Keterangan :
Qwp = Beban yang mengangkat pada ujung tiang ketika beban bekerja
Qws = Beban yang mengangkat tahanan gesek pada dinding tiang ketika beban
bekerja
Ap = Luas penampang tiang
L = Panjang Tiang
Ep = Modulus elastisitas bahan tiang
Besarnya ξ akan tergantung pada sifat distribusi perlawanan dari tahanan gesek
dinding tiang sepanjang tiang. Jika distribusi dari f adalah seragam atau parabola,
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.16, ξ = 0,5. Namun, untuk distribusi
segitiga dari f, besarnya ξ adalah sekitar 0,67.
f
? = 0,5
(a)
f
? = 0,5
(b)
f
? = 0,67
(c)
Gambar 2.16 Jenis - jenis distribusi perlawanan unit gesekan sepanjang batang tiang
S2 = q℘ x D
Es
x ( 1 - μs2 ) x Iwp .......................................................................(2.33)
Keterangan :
qwp = Beban titik per satuan luas pada ujung tiang = Q℘
A p
D = Lebar atau diameter dari tiang
Es = Modulus elastisitas dari tanah pada atau dibawah ujung tiang
μs = Rasio tanah (Lihat tabel 2.3)
Iwp = Faktor pengaruh
Tabel 2.3 Modulus Elastisitas Tanah (Es) dan Nilai Raiso Tanah (μs)
S3 = (Qws x D
P x L )xDE s
x( 1 - μs2 ) x Iws .............................................................(2.34)
p = Keliling penampang tiang
L = Panjang tiang
Iws = Faktor pengaruh
Untuk nilai Iws = 2 + 0,35 √ LD
Adapun langkah - langkah perhitungan penurunan elastis kelompok tiang adalah
sebagai berikut :
Sg = q x Bg x I
2 xqc ................................................................................................(2.35)
Keterangan :
q = Q g
(Lg x Bg)
Bg = Lebar kelompok tiang
qc = Nilai rata-rata dari tahanan ujung konus
I = Faktor pengaruh = 1 - L / 8 x Bg ≥ 0,50
Tabel 2.4 Perbandingan Hasil Perhitungan Daya Dukung Tiang Tunggal Dan Grup
No Perumusan
Daya Dukung satu Tiang tunggal
Daya Dukung satu Tiang dalam Grup
Konus KleepP
(ton)Konu
sKleep P (ton)
1. Dir. Jend. Bina Marga Dept. P.U.T.L
3 5 29.33 33 16.51
5 10.61
2. Methode Feld 3 5 29.33 3 5 22.29
3. Uniform Building Code AASHO
3 5 29.33 3 5 19.36
4. Los Angeles Group action Formula
3 5 29.33 3 5 21.41
Dapat disimpulkan, daya dukung satu tiang pancang dalam kelompok selalu lebih
kecil dari pada daya dukung satu tiang tunggal (single pile).
Tabel 2.5 Batas Penurunan yang Diperkenankan
No Tipe BangunanPenurunan yang
diperkenankan ( cm )1. Bangunan dengan dinding batu bata sederhana
L / H ≥ 2,5L / H ≥ 1,5
810
2. Bangunan dengan dinding batu bata, beton bertulang atau dinding bertulang
15
3. Kerangka Bangunan 104. Pondasi beton bertulang dari bangunan cerobong
asap, gudang, menara, dan sejenisnya30
2.4.12 Perhitungan Penulangan Tiang Pancang
Penulangan tiang pancang dihitung berdasarkan kebutuhan pada waktu
pengangkatan.
1. Tiang pancang diangkat dengan posisi horizontal atau mendatar dengan tali di
kedua ujungnya.
a L - 2a a
L
M1
M2
L - a
R1
Gambar 2.17 Gambar momen untuk tiang yang diikat pada kedua ujungnya
M1 = ½ x q x a2 ( q = berat tiang pancang )
M2 = 1/8 x q x ( L - 2a )2 - ½ x q x a
M1 = M2
½ x q x a2 = 1/8 x q x ( L - 2a )2 - ½ x q x a
4a2 + 4 x a x L -L2 = 0
a = 0,209 x 1
2. Tiang pancang diangkat dengan posisi miring dengan satu tali pada ujung tiang.
a L - 2a a
L
M1
M2
L - a
a
L
R1
R2
M2
M1
Gambar 2.18 Gambar momen untuk tiang yang diikat pada salah satu ujungnya
M1 = ½ x q x a2 ( q = berat tiang pancang )
R1 = q x (L−a)
2 -
12
x q x a2
L−a
= q x L2−(2 xa x q x L)
2x (L−a)
Mx = R1 x X - ½ x q x X2
Starat Extrim : dMxdx
= 0
R1 - q x X = 0
X = R 1q
= L2−2x a L2 x (L−a)
Mmax = M2 = R1 x L2−2x a L2 x (L−a)
- ½ x q x( L2−2 xa L2x (L−a) )
= ½ x q x ( L2−2 xa L2 x (L−a) )
M1 = M2
½ x q x a2 = ½ x q x ( L2−2 xa L2x (L−a) )
a = ( L2−2 xa L2 x (L−a) )
2a2 - 4 x a x L + L2 = 0
a = 0,29 x L
Ru = Mu
b xd 2.....................................................................................................(2.36)
Keterangan :
Mu = Momen lentur akibat beban berfaktor
b = Lebar pile
d = Tinggi efektif pile
Selanjutnya menghitung nilai ρ min, ρ perlu, ρ bal, ρ max dengan rumus sebagai
berikut :
ρ perlu = 0,85 x [ 1- √1−2,353 x Rufy
] fc 'fy
..................................................(2.37)
ρ min = 1,4fy
.................................................................................................(2.38)
ρ bal = 0,85 x β1 x fcfy
x 600600+fy
................................................................(2.39)
ρ max = 0,75 x ρ bal .....................................................................................(2.40)
Keterangan :
β1 = 0,85 untuk 0 ≤ fc’ ≤ 30 MPa
β1 = 0,85 - (0,008 x (fc’-30)) untuk 30 ≤ fc’ ≤ 55 MPa
β1 = 0,65 untuk fc’ ≥ 55 MPa
Bila nilai ρ min < ρ perlu < ρ max maka digunakan ρ perlu
Bila nilai ρ perlu < ρ min maka digunakan ρ min
Bila nilai ρ max < ρ perlu maka digunakan ρ max
Luas Tulangan :
As = ρ pakai x b x d
Jumlah tulangan :
n = 4 x As
π x D 2
keterangan :
D = Diameter tulangan tiang pancang yang direncanakan
2.5 Pembebanan
Beban adalah gaya luar yang bekerja pada suatu struktur. Penentuan secara
pasti besarnya beban yang bekerja pada suatu struktur selama umur layannya
merupakan salah satu pekerjaan yang cukup sulit. Dan pada umumnya penentuan
besarnya beban hanya merupakan suatu estimasi saja. Meskipun beban yang
bekerja pada suatu lokasi dari struktur dapat diketahui secara pasti, namun
distribusi beban dari elemen ke elemen dalam suatu struktur, umunya memerlukan
asumsi dan pendekatan. Jika beban-beban yang bekerja pada suatu struktur telah
diestimasi, maka masalah berikutnya adalah menentukan kombinasi-kombinasi
beban yang yang paling dominan yang mungkin bekerja pada struktur tersebut.
(Agus Setiawan; 2008: 3)
Beberapa jenis beban yang sering dijumpai adalah beban mati, beban hidup,
beban angin, beban gempa dan kombinasi beban. Namun penulis hanya
menggunakan beban mati, beban hidup dan kombinasi antara beban mati dan
beban hidup saja.
2.5.1 Beban Mati
Beban mati adalah berat dari semua bagian dari suatu gedung yang bersifat
tetap, termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian-penyelesaian, mesin-mesin
serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari gedung
itu. Beban mati merupakan berat sendiri dari bahan-bahan bangunan penting dan
dari beberapa komponen gedung yang harus ditinjau didalam menentukan beban
mati dari suatu gedung. Tidak berubah seperti berat struktur sendiri atau bagian
struktur yang tidak boleh dipisahkan daripada struktur utama. Beban mati dalam
sebuah bangunan adalah faktor yang penting dalam rekayasa bentuk struktur dan
boleh melebihi beban yang lain. Berdasarkan PPIUG 1983 untuk menghitung
taksiran awal berat sendiri bangunan ada beberapa cara antara lain: dimensi
(ukuran) elemen struktur seperti kolom, balok, plat lantai, dll, harus ditentukan
dulu.
2.5.2 Beban Hidup
Beban hidup adalah beban selain daripada beban mati yang berlaku pada
struktur serta beban yang boleh berubah. Perubahan beban hidup terjadi tidak
hanya sepanjang waktu, tetapi juga sebagai fungsi tempat. Perubahan ini bisa
berjangka pendek atau panjang sehingga menjadi hampir mustahil untuk
memperkirakan beban-beban hidup secara statis.
Beban yang disebabkan oleh isi benda-benda di dalam atau di atas suatu
bangunan dinamai beban penghunian (occupancy load). Beban-beban ini
mencakup beban peluang untuk berat manusia, perabot, partisi yang dapat
dipindahkan, perlengkapan mekanis, kendaraan bermotor, perlengkapan industri,
dan semua beban semi permanen atau beban sementara lainnya yang berpengaruh
terhadap sistem bangunan, tetapi bukan bagian dari struktur dan tidak dianggap
sebagai beban mati.
2.5.3 Kombinasi Beban
Berdasarkan beban-beban tersebut di atas maka struktur bangunan harus
mampu memikul semua kombinasi pembebanan di bawah ini:
U = 1 DL + 1 LL
Keterangan:
DL = beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen, termasuk
dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan peralatan laying
tetap.
LL = beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung, termasuk kejut,
tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti angin, hujan, dan lain-lain.
2.6 Pemancangan Tiang Pancang
Pemancangan tiang pancang adalah usaha yang dilakukan untuk
menempatkan tiang pancang di dalam tanah sehingga berfungsi sesuai
perencanaan. Pada umumnya pelakasanan pemancangan dapat dibagi dalam tiga
tahap, tahap pertama adalah pengaturan posisi tiang pancang, yang meliputi
kegiatan mengangkat dan mendirikan tiang pada pemandu rangka pancang,
membawa tiang pada titik pemancangan, mengatur arah dan kemiringan tiang dan
kemudian percobaan pemancangan mencapai tanah keras seperti yang telah
direncanakan. Tahap terakhir biasa dikenal dengan setting, yaitu pengukuran
penurunan tiang pancang per-pukulan pada akhir pemancangan. Harga penurunan
ini kemudian digunakan untuk menentukan kapasitas dukung tiang tersebut.
2.6.1 Hal - Hal yang Menyangkut Masalah Pemancangan
Ada beberapa hal yang sering dijumpai pada saat proses pemancangan. Pada
umumnya yang sering terjadi antara lain adalah kerusakan tiang, pergerakan tanah
pondasi hingga pada masalah pemilihan peralatan.
1. Pergerakan tanah pondasi
Pemancangan tiang akan mengakibatkan tanah pondasi dapat bergerak
karena sebagian tanah yang digantikan oleh tiang akan bergeser dan
mengakibatkan bangunan-bangunan yang berada di dekatnya akan
mengalami pergeseran.
2. Kerusakan tiang
Pemilihan ukuran dan mutu tiang didasarkan pada kegunaannya dalam
perencanaan, tetapi setidaknya tiang tersebut harus dapat dipancangkan
sampai ke pondasi. Jika tanah pondasi cukup keras dan tiang tersebut
cukup panjang, tiang tersebut harus dipancangkan dengan penumbuk
(hammer) dan tiang harus dijaga terhadap kerusakan akibat gaya
tumbukan dari hammer.
3. Penghentian pemancangan tiang
Dalamnya pemancangan pada saat dimana pemancangan tiang dapat
dihentikan, menurut prinsip adalah 2-3 kali panjang diameter tiang
diukur dari batas lapisan tanah pendukung. Karena tebal lapisan
pendukung berbeda-beda di setiap tempat, maka pemancangan yang
diakibatkan oleh gaya tumbuk sampai kedalaman yang diisyaratkan atau
direncanakan seperti diatas, harus dihindari. Bila lapisan tanah
pendukung tidak begitu tebal, pemancangan tiang dapat dihentikan pada
kedalaman sekitar setengah dari tebal lapisan tanah pendukung tersebut.
4. Pemilihan peralatan
Alat utama yang digunakan untuk memancangkan tiang-tiang pracetak
adalah penumbuk (hammer) dan mesin derek (tower). Untuk
memancangkan tiang pada posisi yang tepat, cepat dan dengan biaya
yang rendah, penumbuk dan dereknya harus dipilih dengan teliti agar
sesuai dengan keadaan di sekitarnya, jenis dan ukuran tiang, tanah
pondasi dan perancahnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan
alat penumbuk adalah kemungkinan pemancangannya dan manfaatnya
secara ekonomis. Karena dewasa ini masalah-masalah lingkungan
seperti suara bising atau getaran tidak boleh diabaikan, maka pekerjaan
seperti ini perlu digabungkan dengan teknik-teknik pembantu lainnya
walaupun sebelumnya telah ditetapkan salah satu cara pemancangan.
2.6.2 Peralatan Pemancangan (Driving Equipment)
Untuk memancangkan tiang pancang ke dalam tanah digunakan alat
pancang. Pada dasarnya alat pancang terdiri dari tiga macam, yaitu :
1. Drop hammer
2. Single - acting hammer
3. Double - acting hammer
Bagian-bagian yang paling penting pada alat pancang adalah pemukul
(hammer), leader, tali atau kabel dan mesin uap.
Tabel 2.6 Jenis dan Karakteristik Bermacam-macam Penumbuk
Penumbuk yang dijatuhkan
Penumbuk bertenaga uap
(udara)
Penumbuk bertenaga diesel
Penumbuk getar
Keu
ntu
nga
n
Peralatan sederhanaTinggi jatuh dapat
diperiksa dengan mudah
Kesulitan kecil dan biaya operasi rendah
Kemampuan baik, miring ataupun di dalam air
Kepala tiang tidak begitu cepat rusak
Beberapa mesin dapat dipakai untuk menarik
Mudah dipindahkan
Menghasilkan daya tumbuk yang besar
Kemampuan baik Biaya bahan bakar
rendah
Mampu memancang dalam arah dan kedudukan yang tepat
Suara penumbukan hamper tak terdengar
Kepala tiang tidak begitu cepat rusak
Mampu memancang dan menarik
Ker
ugi
an
Kepala tiang mudah rusak
Panjang pemancangan terbatas
Sering menjadi eksentris pemancangan lambat
Banyak bahayanya pada pemancangan tidak langsung
Diperlukan kompresor berukuran besar
Pipa karet merupakan rintangan
Tinggi jatuh tak dapat dikendalikan
Penumbukan menimbulkan suara gaduh, dan kompresor menimbulkan bunga api, asap dan suara berisik
Karena bebannya berat, alat menjadi besar
Pada lapisan lunak pengerjaan menjadi lambat
Penumbukan menimbulkan suara gaduh dan terjadi percikan-percikan minyak pelumas
Memerlukan tenaga listrik yang besar
Kurang mampu mengubah sifat-sifat tanah
Pen
yesu
aian
Tidak terpengaruh oleh tanah
Bila penampang cukup kecil
Bila diperlukan penyesuaian pemancangan
Dapat digunakan untuk semua jenis tanah
Pengaturan jatuhnya penumbuk dapat dilaksanakan tanpa pengawas
Lebih cocok untuk tanah pondasi yang keras
Dapat digunakan untuk semua jenis tanah
Cocok bagi tanah pondasi yang lunak
Dapat dipergunakan untuk menarik
Sumber : (Dr. Ir. Suyono Sosrodarsono, 1994)