9. Bab II - Kajian Pustaka

59
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pondasi Semua konstruksi yang direkayasa untuk bertumpu pada tanah harus didukung oleh pondasi. Pondasi dalam digunakan apabila tanah dasar di bawah bangunan tersebut tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity), di permukaan tidak cukup untuk memikul berat bangunan atau apabila tanah keras cukup dalam. Pondasi yang ada di dalam tanah berfungsi meneruskan dan menyebarkan beban-beban dari kolom, balok, dan dinding suatu bangunan ke lapisan tanah dibawahnya, sehingga daya dukung tanah tidak boleh dilampaui oleh beban-beban di atasnya. Bila beban yang bekerja lebih besar dari daya dukung tanah maka akan terjadi penurunan (settlement) yang diakibatkan oleh runtuhnya bidang tergelincir, dimana akan mengakibatkan keruntuhan atau kerusakan bangunan (Dr. Ir. Suyono Sosrodarsono, 1994). Pondasi merupakan struktur bawah yang menopang gaya-gaya yang bekerja diatasnya dan meneruskan beban bangunan tersebut ke tanah, baik beban arah vertikal maupun horisontal. Untuk menopang gaya-gaya tersebut dibutuhkannya daya dukung tanah yang mampu memikul beban struktur, sehingga pondasi mengalami penurunan

Transcript of 9. Bab II - Kajian Pustaka

Page 1: 9. Bab II - Kajian Pustaka

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Pondasi

Semua konstruksi yang direkayasa untuk bertumpu pada tanah harus

didukung oleh pondasi. Pondasi dalam digunakan apabila tanah dasar di bawah

bangunan tersebut tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity), di

permukaan tidak cukup untuk memikul berat bangunan atau apabila tanah keras

cukup dalam. Pondasi yang ada di dalam tanah berfungsi meneruskan dan

menyebarkan beban-beban dari kolom, balok, dan dinding suatu bangunan ke

lapisan tanah dibawahnya, sehingga daya dukung tanah tidak boleh dilampaui

oleh beban-beban di atasnya. Bila beban yang bekerja lebih besar dari daya

dukung tanah maka akan terjadi penurunan (settlement) yang diakibatkan oleh

runtuhnya bidang tergelincir, dimana akan mengakibatkan keruntuhan atau

kerusakan bangunan (Dr. Ir. Suyono Sosrodarsono, 1994).

Pondasi merupakan struktur bawah yang menopang gaya-gaya yang

bekerja diatasnya dan meneruskan beban bangunan tersebut ke tanah, baik beban

arah vertikal maupun horisontal. Untuk menopang gaya-gaya tersebut

dibutuhkannya daya dukung tanah yang mampu memikul beban struktur, sehingga

pondasi mengalami penurunan masih dalam batas toleransi. (Sumber: Aziz

Djajaputra, H.G Poulus, dan Rahardjo P. Paulus, 2000).

Dalam perencanaan pondasi untuk suatu konstruksi dapat digunakan

beberapa macam jenis pondasi. Pemilihan tipe pondasi harus disesuaikan dengan

beberapa kriteria, diantaranya fungsi bangunan atas yang akan dipikul oleh

pondasi tersebut, besarnya beban, berat struktur atas dan keadaan tanah dimana

bangunan tersebut akan didirikan, serta biaya pondasi. Sehingga dalam

perencanaan pondasi dapat terpenuhi keamanan bangunan tersebut.

Page 2: 9. Bab II - Kajian Pustaka

2.2. Penyelidikan Tanah

Tanah yaitu material yang terdiri dari butiran mineral-mineral padat yang

tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan

organik yang telah melapuk (yang berpatikel padat) disertai dengan zat cair dan

gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikel padat tersebut. (Braja M.

Das, 1995). Tanah merupakan material yang penting dalam perencanaan pondasi,

sehingga dalam perencanaan pondasi harus diperhitungkan sesuai dengan jenis

tanah di lapangan.

Penyelidikan tanah merupakan untuk menentukan pelapisan tanah atau

karakteristik tanah sehingga perencanaan konstruksi pondasi dapat dilaksanakan

aman, ekonomis, dan efisien.

Tujuan penyelidikan tanah adalah :

1. Untuk mengetahui data sifat karakteristik lapisan tanah.

2. Untuk mendapatkan informasi tentang pelapisan tanah dan elevasi batuan

dasar.

3. Menentukan daya dukung tanah menurut tipe pondasi yang dipilih.

4. Untuk mengetahui posisi letak muka air tanah.

5. Menentukan tipe dan kedalaman pondasi.

6. Untuk meramalkan besarnya penurunan.

Informasi kondisi tanah dasar untuk perancangan pondasi dapat diperoleh

dengan cara penyelidikan tanah terdiri dari dua bagian, yaitu penyelidikan tanah

di lapangan dan penyelidikan tanah di laboratorium. Penyelidikan tanah biasanya

terdiri dari 3 tahap, yaitu : pengeboran atau penggalian lubang cobaan seperti

sondir dan SPT, pengambilan contoh tanah (sampling), dan pengujian setempat.

2.3. Klasifikasi Pondasi

Pemilihan jenis pondasi yang akan dipergunakan sangat bergantung pada

situasi dan kondisi lingkungan sekitar area perencanaan proyek. Pemakaian

pondasi akan sangat efektif untuk menghindari terjadinya efek penurunan dalam

jangka panjang (longterm settlement).

Page 3: 9. Bab II - Kajian Pustaka

Pondasi diklasifikasikan menjadi dua, (Hary Christady H, 2002) yaitu :

1. Pondasi Dangkal

Dinamakan juga sebagai alas, telapak, telapak tersebar atau pondasi rakit

(mats). Kedalamannya pada umumnya D/B ≤ 1 tetapi mungkin agak

lebih.

2. Pondasi Dalam

Adapun jenis-jenis pondasi yaitu : Tiang pancang, tembok/tiang yang

dibor, atau kaison yang dibor dengan D/B ≥ 4.

2.4. Pondasi Tiang

2.4.1 Pengertian Pondasi Tiang

Pondasi tiang pancang merupakan sebuah tiang yang dipancang ke dalam

tanah sampai kedalaman mencapai tanah keras untuk menimbulkan tahanan gesek

pada selimut, tahanan ujung tiang, dan dapat digunakan pula untuk menahan gaya

angkat akibat tingginya muka air tanah. (Aziz Djajaputra, H.G Poulus, dan

Rahardjo P. Paulus, 2000). Berdasarkan jenis materialnya, tiang pancang dapat

dibuat dari beton bertulang dan baja (berbentuk pipa atau profil H).

Pondasi tiang digunakan untuk suatu bangunan yang tanah dasar di bawah

bangunan tersebut tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity) yang cukup

untuk memikul berat bangunan dan beban yang diterimanya atau apabila tanah

pendukung yang mempunyai daya dukung yang cukup letaknya sangat dalam.

Pondasi tiang ini berfungsi untuk menyalurkan beban-beban yang diterimanya

dari konstruksi di atasnya ke lapisan tanah yang lebih dalam.

Teknik pemasangan pondasi tiang dapat dilakukan dengan pemancangan

tiang-tiang baja/beton pracetak atau dengan membuat tiang-tiang beton bertulang

yang langsung dicor di tempat (cast in place), yang sebelumnya telah dibuatkan

lubang terlebih dahulu.

Pada umumnya pondasi tiang ditempatkan tegak lurus (vertikal) di dalam

tanah, tetapi apabila diperlukan dapat dibuat miring agar dapat menahan gaya-

gaya horizontal. Sudut kemiringan yang dicapai tergantung dari alat yang

digunakan serta disesuaikan pula dengan perencanaan.

Page 4: 9. Bab II - Kajian Pustaka

Tiang pancang memiliki keuntungan dan kelemahan dalam penggunaannya

(Hary Christady H, 2002).

Keuntungan menggunakan tiang pancang, diantaranya :

1. Bahan tiang dapat diperiksa sebelum pemancangan.

2. Prosedur pelaksanaan tidak dipengaruhi oleh air tanah.

3. Tiang dapat dipancang sampai kedalaman yang dalam.

4. Pemancangan tiang dapat menambah kepadatan tanah granuler.

Kerugian menggunakan tiang pancang, diantaranya :

1. Penggembungan permukaan tanah dan gangguan tanah akibat

pemancangan dapat menimbulkan masalah.

2. Pemancangan dapat menimbulkan getaran, gangguan suara dan deformasi

tanah yang dapat menimbulkan kerusakan bangunan di sekitarnya.

3. Terkadang tiang rusak akibat pemancangan.

4. Pemancangan sulit dilakukan bila diameter tiang terlalu besar.

5. Penulangan dipengaruhi oleh tegangan yang terjadi pada waktu

pengangkutan dan pemancangan tiang.

2.4.2 Penggolongan Pondasi Tiang

Pada perencanaan pondasi, pemilihan jenis pondasi tiang pancang untuk

berbagai jenis keadaan tergantung pada banyak variabel. Faktor-faktor yang perlu

dipertimbangkan di dalam pemilihan tiang pancang antara lain tipe dari tanah

dasar yang meliputi jenis tanah dasar, ciri-ciri topografinya, alasan teknis pada

waktu pelaksanaan pemancangan dan jenis bangunan yang akan dibangun.

Pondasi tiang dapat digolongkan berdasarkan material yang digunakan dan

berdasarkan cara penyaluran beban yang diterima tiang ke dalam tanah.

a. Berdasarkan material yang digunakan

Berdasarkan material yang digunakan, pondasi tiang terbagi atas 4

jenis, yaitu tiang pancang kayu, tiang pancang beton, tiang pancang baja dan

tiang pancang komposit.

Page 5: 9. Bab II - Kajian Pustaka

1) Tiang Pancang Kayu

Pemakaian tiang pancang kayu adalah cara tertua dalam

penggunaan tiang pancang sebagai pondasi. Tiang pancang kayu dibuat

dari batang pohon dan biasanya diberi bahan pengawet. Pada pemakaian

tiang pancang kayu tidak diizinkan untuk menahan beban lebih tinggi

dari 25 sampai 30 ton untuk setiap tiang. Tiang kayu akan tahan lama

apabila tiang kayu tersebut dalam keadaan selalu terendam penuh di

bawah muka air tanah dan akan lebih cepat busuk jika dalam keadaan

kering dan basah yang selalu berganti - ganti. Tiang pancang kayu tidak

tahan terhadap benda - benda agresif dan jamur yang bisa menyebabkan

pembusukan.

2) Tiang Pancang Beton

Tiang pancang beton terbuat dari bahan beton bertulang yang

terdiri dari:

a. Precast Reinforced Concrete Pile

Precast reinforced concrete pile adalah tiang pancang dari

beton bertulang yang dicetak dan dicor dalam acuan beton

(bekisting), kemudian setelah cukup kuat atau keras lalu diangkat

dan dipancangkan. Tiang pancang beton ini dapat memikul beban

lebih besar dari 50 ton untuk setiap tiang, tetapi tergantung pada

dimensinya. Penampang precast reinforced concrete pile dapat

berupa lingkaran, segi empat dan segi delapan.

Keuntungan pemakaian precast reinforced concrete pile:

Precast reinforced concrete pile mempunyai tegangan

tekan yang besar tergantung pada mutu beton yang

digunakan;

Dapat diperhitungkan baik sebagai end bearing pile

ataupun friction pile;

Page 6: 9. Bab II - Kajian Pustaka

Kerugian pemakaian precast reinforced concrete pile :

Karena berat sendirinya besar, maka biaya

pengangkutannya akan mahal. Oleh karena itu, precast

reinforced concrete pile dibuat di tempat pekerjaan;

Tiang pancang beton ini baru dipancangkn apabila sudah

cukup keras, hal ini berarti memerlukan waktu yang lama

untuk menuggu sampai tiang pancang beton ini bisa

digunakan;

Bila memerlukan pemotongan, maka pelaksanaannya akan

lebih sulit dan membutuhkan waktu yang lebih lama juga;

Bila panjang tiang kurang dan karena panjang tiang

tergantung pada alat pancang (pile driving) yang tersedia,

maka akan sukar untuk melakukan penyambungan dan

memerlukan alat penyambung khusus;

Apabila dipancang di sungai atau di laut tiang akan

bekerja sebagai kolom terhadap beban vertikal dan dalam

hal ini akan ada tekuk sedangkan terhadap beban

horizontal akan bekerja sebagai cantilever.

Gambar 2.1 Tiang pancang precast reinforced concrete pile

b. Precast Prestressed Concrete Pile

Precast prestressed concrete pile adalah tiang pancang

dari beton prategang yang menggunakan baja dan kabel kawat

sebagai gaya prategangnya.

Page 7: 9. Bab II - Kajian Pustaka

Keuntungan pemakaian precast prestressed concrete pile :

Kapasitas beban pondasi yang dipikulnya tinggi;

Tiang pancang tahan terhadap karat;

Kemungkinan terjadinya pemancangan keras dapat

terjadi.

Kerugian pemakaian precast prestressed concrete pile :

Sukar ditangani;

Biaya pembuatannya mahal;

Pergeseran cukup banyak sehingga prategangnya sukar

disambung.

c. Cast in Place

Tiang pancang cast in place ini adalah pondasi yang

dicetak di tempat pekerjaan dengan terlebih dahulu membuatkan

lubang dalam tanah dengan cara dibor. Pelaksanaan cast in

place ini dapat dilakukan dengan dua cara :

Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah,

kemudian diisi dengan beton dan ditumbuk sambil pipa

baja tersebut ditarik ke atas;

Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah

kemudian diisi dengan beton, sedangkan pipa baja

tersebut tetap tinggal dalam tanah.

Tiang franki adalah termasuk salah satu jenis dari cast in

place. Adapun prinsip kerjanya adalah sebagai berikut :

Pipa baja yang pada ujung bawahnya disumbat dengan

beton yang dicor di dalam ujung pipa dan telah

mengeras;

Dengan drop hammer sumbat beton tersebut ditumbuk

agar sumbat beton dan pipa masuk ke dalam tanah;

Page 8: 9. Bab II - Kajian Pustaka

Setelah pipa mencapai kedalaman yang direncanakan,

pipa terus diisi dengan beton sambil terus ditumbuk dan

pipanya ditarik ke atas.

Selain tiang franki ada beberapa jenis tiang pancang cast

in place, yaitu solid -point pipe piles, steel pipe piles, Raymond

concrete pile, simplex concrete pile, based driven cased pile,

dropped in shell concrete pile, dropped in shell concrete pile

with compressed base section dan button dropped in shell

concrete pile.

3) Tiang Pancang Baja

Jenis tiang pancang baja ini biasanya berbentuk profil H. karena

terbuat dari baja maka kekuatan dari tiang ini adalah sangat besar

sehingga dalam transport dan pemancangan tidak menimbulkan bahaya

patah seperti pada tiang pancang beton precast. Jadi pemakaian tiang

pancang ini sangat bermanfaat jika dibutuhkan tiang pancang yang

panjang dengan tahanan ujung yang besar. Tingkat karat pada tiang

pancang baja sangat berbeda-beda terhadap texture (susunan butir) dari

komposisi tanah, panjang tiang yang berada dalam tanah, dan keadaan

kelembaban tanah (moisture content).

Pada tanah dengan susunan butir yang kasar, karat yang terjadi

hampir mendekati keadaan karat terjadi pada udara terbuka karena

adanya sirkulasi air dalam tanah. Pada tanah liat (clay) yang kurang

mengandung oksigen akan menghasilkan karat yang mendekati keadaan

seperti karat yang terjadi karena terendam air. Pada lapisan pasir yang

dalam letaknya dan terletak di bawah lapisan tanah yang padat akan

sedikit sekali mengandung oksigen, maka lapisan pasir tersebut akan

menghasilkan karat yang kecil sekali pada tiang pancang baja.

Page 9: 9. Bab II - Kajian Pustaka

4) Tiang Pancang Komposit

Yang dimaksud dengan composite pile ini adalah tiang pancang

yang terdiri dari dua bahan yang berbeda yang bekerja bersama-sama

sehingga merupakan satu tiang. Composite pile ini dapat berupa beton

dan kayu maupun beton dan baja. Composite pile ini terdiri dari beberapa

jenis, yaitu :

a. Water proofed steel pipe and wood pile

Tiang ini terdiri dari tiang pancang kayu untuk bagian bawah

muka air tanah dan bagian atasnya adalah beton. Kelemahan tiang

ini adalah tempat sambungan apabila tiang pancang ini menerima

gaya horizontal yang permanen.

b. Composite ungased - concrete and wood pile

Dasar pemilihan tiang ini adalah :

Lapisan tanah keras dalam sekali letaknya sehingga tidak

memungkinkan untuk menggunakan cast in place concrete

pile. Sedangkan kalau menggunakan precast concrete pile

akan terlalu panjan sehingga akan sulit dalam pengangkutan

dan biayanya juga akan lebih besar;

Muka air tanah terendah sangat dalam sehingga apabila kita

menggunakan tiang pancang kayu akan memerlukan galian

yang sangat besar agar tiang pancang tersebut selalu di bawah

muka air tanah terendah.

c. Composite dropped in - shell and wood pile

Composite dropped in - shell and wood pile hampir sama

dengan water proofed steel pipe and wood pile hanya saja tipe

tiang ini memakai shell yang terbuat dari logam tipis yang

permukaannya diberi alur spiral.

d. Composite dropped - shell and pipe pile

Dasar pemilihan tiang ini adalah :

Lapisan tanah keras terlalu dalam letaknya bila digunakan

cast in place concrete pile;

Page 10: 9. Bab II - Kajian Pustaka

Letak muka air tanah terendah sangat dalam apabila kita

menggunakan tiang composite yang bawahnya dari tiang

pancang kayu.

e. Franki composite pile

Prinsip kerjanya hampir sama dengan tiang Franki biasa,

hanya saja pada Franki composite pile ini pada bagian atasnya

dipergunakan tiang beton precast biasa atau tiang profil H dari

baja.

b. Berdasarkan cara penyaluran beban yang diterima tiang

Berdasarkan tipe tiang dapat dibedakan terhadap cara tiang

meneruskan beban yang diterimanya ke tanah dasar pondasi. Hal ini

tergantung juga pada jenis tanah dasar pondasi yang akan menerima beban

yang berkerja, yaitu :

1) Pondasi tiang dengan tahanan ujung (End Bearing Pile)

Tiang ini akan meneruskan beban melalui tahanan ujung tiang ke

lapisan tanah pendukung.

Gambar 2.2 Pondasi tiang dengan tahanan ujung (Sardjono, H.S.,1988)

2) Tiang pancang dengan tahanan gesekan (Friction Pile)

Jenis tiang pancang ini akan meneruskan beban ke tanah melalui

gesekan antara tiang dengan tanah di sekelilingnya. Bila butiran tanah

sangat halus tidak menyebabkan tanah di antara tiang-tiang menjadi adat,

Page 11: 9. Bab II - Kajian Pustaka

Sedangkan bila butiran tanah kasar maka tanah di antara tiang akan

semakin padat.

Gambar 2.3 Pondasi tiang dengan tahanan gesekan (Sardjono, H.S.,1988)

3) Tiang pancang dengan tahanan lekatan (Adhesive Pile)

Bila tiang dipancangkan pada dasar tanah pondasi yang memiliki

nilai kohesi tinggi, maka beban yang diterima oleh tiang akan ditahan

oleh lekatan antara tanah disekitar dan permukaan tiang.

Gambar 2.4 Pondasi tiang dengan tahanan lekatan (Sardjono, H.S.,1988)

2.4.3 Kapasitas Daya Dukung Tiang

Tanah harus mampu menopang beban dari setiap konstruksi yang

direncanakan yang ditempatkan di atas tanah tersebut. Untuk menghitung daya

dukung yang diijinkan untuk suatu tiang dapat dihitung berdasarkan data-data

Page 12: 9. Bab II - Kajian Pustaka

penyelidikan tanah (soil investigation), cara kalender atau dengan tes pembebanan

(loading test) pada tiang.

2.4.4 Cone Penetration Test (CPT)

Uji sondir atau Cone Penetration test (CPT) pada dasarnya adalah untuk

memperoleh tahanan ujung (qc) dan tahanan selimut tiang (qs). Untuk tanah non -

kohesif, Vesic (1967) menyarankan tahanan ujung tiang per satuan luas (fb)

kurang lebih sama dengan tahanan konus (qc). Tahanan ujung ultimit tiang

dinyatakan dengan persamaan :

Qb= Ab x qc......................................................................................................(2.1)

dimana :

Qb = Tahanan ujung ultimit tiang (kg)

Ab = Luas penampang ujung tiang (cm2)

qc = Tahanan konus pada ujung tiang (kg/cm2), diambil rata-rata dari nilai qc

pada kedalaman 4D dibawah ujung tiang dan 4D diatas ujung tiang

Bila belum ada data hubungan antara tahanan konus dengan tahanan tanah yang

meyakinkan, Tomlinson menyarankan penggunaan faktor ω untuk tahanan ujung

sebesar 0, 5.

Qb = ω x Ab x qc .............................................................................................(2.2)

Untuk tahanan ujung tiang berdasarkan hasil uji sondir ini, Heijnen (1974),

DeRuiter dan Beringen (1979) menyarankan nilai faktor ω seperti pada Tabel 2.1

berikut ini :

Tabel 2.1 Faktor ω Heijnen, DeRuiter dan Beringen

Kondisi Tanah Faktor ω

Pasir terkonsolidasi normal 1

Pasir banyak mengandung kerikil kasar 0,67

Kerikil halus 0,5

Sumber : (Hardiyatmo, H.C., 2002)

Page 13: 9. Bab II - Kajian Pustaka

Vesic menyarankan bahwa tekanan gesek per satuan luas (fs) pada dinding mata

sondir (qf), atau:

fs = 2 x qf (kg/cm2) ........................................................................................(2.3)

Tahanan gesek satuan antara dinding tiang dan tanah, secara empiris dapat pula

diperoleh dari nilai tahanan konus yang diberikan oleh Meyerhoff sebagai berikut:

fs =qc

200 (kg/cm2) ...........................................................................................(2.4)

Tahanan gesek dirumuskan sebagai berikut :

Qs = As x fs (kg/cm2) ......................................................................................(2.5)

dimana :

Qs = Tahanan gesek ultimit dinding tiang (kg)

As = Luas penampang selimut tiang (cm2)

fs = Tahanan gesek dinding tiang (kg/cm2)

Dari perhitungan nilai Qb dan Qs, maka nilai kapasitas daya dukung tiang tunggal

maksimal/akhir :

Qult = Qb + Qs ...................................................................................................(2.6)

Keterangan :

Qult = Kapasitas daya dukung maksimal/akhir (kg)

Qb = Tahanan ujung ultimit tiang (kg/cm2)

Qs = Tahanan gesek ultimit dinding tiang (kg)

Metode yang dikemukakan oleh beberapa ahli diantaranya Meyerhoff,

Tomlinson dan Bagemann. Kapasitas daya dukung ultimit (Qult) yaitu beban

maksimum yang dapat dipikul pondasi tanpa mengalami keruntuhan, dirumuskan

sebagai berikut :

Qult = qc x Ab + JHL x K ..............................................................................(2.7)

Keterangan :

Qult = Kapasitas daya dukung maksimal/akhir (kg)

qc = Tahanan konus pada ujung tiang (kg/cm2)

Page 14: 9. Bab II - Kajian Pustaka

Ab = Luas penampang ujung tiang (cm2)

JHL = Tahanan geser total sepanjang tiang (kg/cm)

K = Keliling tiang (cm)

Qijin yaitu beban maksimum yang dapat dibebankan terhadap pondasi sehingga

persyaratan keamanan terhad. ap daya dukung dan penurunan dapat terpenuhi. Qijin

dirumuskan sebagai berikut:

Qijin = qc x Ab

3 +

JHL x K5

..............................................................................(2.8)

Keterangan :

Qijin = Kapasitas daya dukung ijin tiang (kg)

3 = Faktor keamanan (diambil 3, 0)

5 = Faktor keamanan (diambil 5, 0)

Daya dukung terhadap kekuatan tanah untuk tiang tarik :

Tult = JHL x K ................................................................................................(2.9)

Daya dukung tiang tarik ijin :

Tijin = Tult

3 ......................................................................................................(2.10)

Keterangan :

Tult = Kapasitas daya dukung tiang tarik (kg)

JHL = Tahanan geser total sepanjang tiang (kg/cm)

K = Keliling Penampang (cm )

2.4.5 Faktor Keamanan

Untuk memperoleh kapasitas ujung tiang, maka diperlukan suatu angka

pembagi kapasitas ultimit yang disebut dengan faktor aman (keamanan) tertentu.

Faktor keamanan ini perlu diberikan dengan maksud :

a. Untuk memberikan keamanan terhadap ketidakpastian metode hitungan

yang digunakan;

Page 15: 9. Bab II - Kajian Pustaka

b. Untuk memberikan keamanan terhadap variasi kuat geser dan

kompresibilitas tanah;

c. Untuk meyakinkan bahwa bahan tiang cukup aman dalam mendukung

beban yang bekerja;

d. Untuk meyakinkan bahwa penurunan total yang terjadi pada tiang

tunggal atau kelompok tiang masih dalam batas-batas toleransi;

e. Untuk meyakinkan bahwa penurunan tidak seragam diantara tiang-tiang

masih dalam batas-batas toleransi.

Sehubungan dengan alasan butir (d) dari hasil banyak pengujian-pengujian

beban tiang, baik tiang pancang maupun tiang bor yang berdiameter kecil sampai

sedang (600 mm), penurunan akibat beban kerja (working load) yang terjadi lebih

kecil dari 10 mm untuk faktor aman yang tidak kurang dari 2,5.

Reese dan O’Neill (1989) menyarankan pemilihan faktor aman (F) untuk

perancangan pondasi tiang (Tabel 2.2), yang dipertimbangkan faktor-faktor

sebagai berikut :

1. Tipe dan kepentingan dari struktur;

2. Variabilitas tanah (tanah tidak uniform);

3. Ketelitian penyelidikan tanah;

4. Tipe dan jumlah uji tanah yang dilakukan;

5. Ketersediaan tanah di tempat (uji beban tiang);

6. Pengawasan/kontrol kualitas di lapangan;

7. Kemungkinan beban desain aktual yang terjadi selama beban layanan

struktur.

Tabel 2.2 Faktor Aman Yang Disarankan (Reese & O’Neill, 1989)

Klasifikasi Struktur

Faktor Keamanan (F)

Kontrol

baik

Kontrol

normal

Kontrol jelek

Kontrol sangat jelek

Monumental 2,3 3 3,5 4

Permanen 2 2,5 2,8 3,4

Sementara 1.4 2 2,3 2,8

Sumber : (Hardiyatmo, H.C., 2002)

Page 16: 9. Bab II - Kajian Pustaka

2.4.6 Kapasitas Daya Dukung Tiang Kelompok (Pile Group)

Pada keadaan sebenarnya jarang sekali didapatkan tiang pancang yang

berdiri sendiri (Single Pile), akan tetapi kita sering mendapatkan pondasi tiang

pancang dalam bentuk kelompok (Pile Group) seperti pada Gambar.2.5

S S

S

S

S S

S

SS S S

SS

S

S

S S

SS

S S S

3 tiang pancang 4 tiang pancang 5 tiang pancang 6 tiang pancang

7 tiang pancang 8 tiang pancang 9 tiang pancang

10 tiang pancang 11 tiang pancang

Gambar 2.5 Pola-pola kelompok tiang pancang

Page 17: 9. Bab II - Kajian Pustaka

2.4.7 Penentuan Jumlah Tiang Dalam Kelompok

Untuk menentukan jumlah tiang yang akan dipasang didasarkan beban yang

bekerja pada pondasi dan kapasitas dukung ijin tiang, maka rumus yang dipakai

adalah sebagai berikut ini :

n = P

Qult............................................................................................................(2.11)

Dimana :

n = Jumlah tiang

P = Beban yang bekerja

Q ult = Kapasitas daya dukung ijin tiang tunggal

2.4.8 Jarak Antar Tiang Dalam Kelompok

Berdasarkan pada perhitungan. Daya dukung tanah oleh Dirjen Bina Marga

Departemen P.U.T.L. disarankan :

Gambar 2.6 Penentuan jarak antar tiang

S ≥ 2,5 D

S ≥ 3,0 D

dimana :

S = Jarak masing-masing.

Page 18: 9. Bab II - Kajian Pustaka

D = Diameter tiang.

Biasanya jarak antara 2 tiang dalam kelompok diisyaratkan minimum

0,60 m dan maksimum 2,00 m. Ketentuan ini berdasarkan pada pertimbangan-

pertimbangan sebagai berikut :

1. Bila S < 2,5 D

a. Kemungkinan tanah di sekitar kelompok tiang akan naik terlalu

berlebihan karena terdesak oleh tiang-tiang yang dipancang terlalu

berdekatan.

b. Terangkatnya tiang-tiang di sekitarnya yang telah dipancang lebih

dahulu.

2. Bila S > 3 D

maka tidak ekonomis, karena akan memperbesar ukuran/dimensi dari

poer (footing).

Pada perencanaan pondasi tiang pancang biasanya setelah jumlah tiang

pancang dan jarak antara tiang-tiang pancang yang diperlukan kita tentukan, maka

kita dapat menentukan luas poer yang diperlukan untuk tiap-tiap kolom portal.

Bila ternyata luas poer total yang diperlukan lebih kecil dari pada setengah

luas bangunan, maka kita gunakan pondasi setempat dengan poer di atas

kelompok tiang pancang.

Dan bila luas poer total diperlukan lebih besar daripada setengah luas

bangunan, maka biasanya kita pilih pondasi penuh (raft fondation) di atas tiang-

tiang pancang.

Page 19: 9. Bab II - Kajian Pustaka

Gambar 2.7 Pengaruh tiang akibat pemancangan (Sardjono, H.S., 1988)

2.4.9 Kapasitas Kelompok dan Efisiensi Tiang Pancang (Mini Pile)

Jika kelompok tiang dipancang dalam tanah lempung lunak, pasir tidak

padat, atau timbunan, dengan dasar tiang yang bertumpu pada lapisan kaku, maka

kelompok tiang tersebut tidak mempunyai resiko akan mengalami keruntuhan

geser umum, asalkan diberikan faktor aman yang cukup terhadap bahaya

keruntuhan tiang tunggalnya. Akan tetapi, penurunan kelompok tiang masih tetap

harus dipancangkan secara keseluruhan ke dalam tanah lempung lunak.

Pada kelompok tiang yang dasarnya bertumpu pada lapisan lempung lunak,

faktor aman terhadap keruntuhan blok harus diperhitungkan, terutama untuk jarak

tiang-tiang yang dekat. Pada tiang yang dipasang pada jarak yang besar, tanah

diantara tiang-tiang bergerak sama sekali ketika tiang bergerak kebawah oleh

akibat beban yang bekerja. Tetapi, jika jarak tiang-tiang terlalu dekat, saat tiang

turun oleh akibat beban, tanah diantara tiang-tiang juga ikut bergerak turun. Pada

kondisi ini, kelompok tiang dapat dianggap sebagai satu tiang besar dengan lebar

yang sama dengan lebar kelompok tiang. Saat tanah yang mendukung beban

kelompok tiang ini mengalami keruntuhan, maka model keruntuhannya disebut

keruntuhan blok. Jadi, pada keruntuhan blok, tanah yang terletak diantara tiang

bergerak kebawah bersama-sama dengan tiangnya. Mekanisme keruntuhan yang

demikian dapat terjadi pada tipe-tipe tiang pancang (mini pile) maupun tiang bor.

Berikut adalah metode yang digunakan penulis untuk menghitung efisiensi

tiang tersebut adalah:

Metode Converse Labarre :

Eg = 1- [ (n−1 ) xm+(m−1 ) xn90 x m x n ] x θ ..............................................................(2.12)

Dimana:

Eg = Efisiensi kelompok tiang.

m = Jumlah baris tiang.

n’ = Jumlah tiang dalam satu baris.

Ө = Arc tg d/s, dalam derajat.

Page 20: 9. Bab II - Kajian Pustaka

S = Jarak pusat ke pusat tiang.

d/s = Diameter/jarak antar tiang.

Kapasitas ultimit kelompok tiang dengan memperlihatkan faktor efisiensi tiang

dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :

Qg = Eg . n . Qijin ...........................................................................................(2.13)

keterangan :

Qg = Beban maksimum kelompok tiang yang mengakibatkan keruntuhan.

Eg = Efisiensi kelompok tiang.

n = Jumlah tiang dalam kelompok.

Qijin = Beban maksimum tiang tunggal yang diijinkan.

B........eberapa persamaan efisiensi tiang telah diusulkan untuk menghitung

kapasitas kelompok tiang, namun semuanya hanya bersifat pendekatan.

Persamaan-persamaan yang diusulkan didasarkan pada susunan tiang, dengan

mengabaikan panjang tiang, variasi bentuk tiang yang meruncing, variasi sifat

tanah dengan kedalaman dan pengaruh muka air tanah.

A B

Gambar 2.8 Tipe keruntuhan dalam kelompok tiang : (a) Tiang tunggal,(b) Kelompok tiang

(Hardiyatmo, H.C., 2002)

Umumnya model keruntuhan blok terjadi bila rasio jarak tiang dibagi

diameter (S/D) sekitar kurang dari 2 (dua). Whiteker (1957) memperlihatkan

Page 21: 9. Bab II - Kajian Pustaka

bahwa keruntuhan blok terjadi pada jarak 1,5d untuk kelompok tiang yang

berjumlah 3x3, dan lebih kecil dari 2,25d untuk tiang yang berjumlah 9x9.

Gambar 2.9 Daerah friksion pada kelompok tiang dari tampak samping

Gambar 2.10 Daerah friksion pada kelompok tiang dari tampak atas

2.4.10 Perencanaan Pile Cap ( Kepala Tiang )

Pile Cap atau kepala tiang digunakan pada kelompok pondasi tiang pancang

yang berfungsi untuk mendistribusikan beban dari kolom ke masing-masing tiang

dan menyatukan hubungan tiang-tiang tersebut. Pile Cap ini menyerupai pondasi

tapak, hanya saja tegangan kontak yang terjadi tidak berupa beban merata, tetapi

berupa beban-beban terpusat ( M, N, L ) dari masing-masing tiang. Supaya beban

kolom dapat menyebar secara linear ke semua tiang, disarankan pile cap

mempunyai ketebalan yang cukup.

Page 22: 9. Bab II - Kajian Pustaka

d/2 d/2

d/2

d > 0.30 m0,15 m

MN

h

Gambar 2.11 Tapak pondasi tiang dengan kolom tunggal

Prinsip yang digunakan di dalam perencanaan pondasi tapak pondasi tiang (Pile

Cap) adalah sama dengan prinsip perencanaan pondasi tapak setempat. Di bawah ini

adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan pile cap :

a. Perhitungan momen dan gaya geser boleh didasarkan atas reaksi tiang

yang bekerja pada garis sumbu tiang. (SKSNI T-15 pasal 2.8.2.2)

b. Penentuan gaya geser pada sembarang penampang harus sesuai dengan

ketentuan berikut (SKSNI pasal 3.8.5.3) :

Reaksi tiang yang terletak diluar penampang yang berjarak d/2 atau

lebih harus diperhitungkan

Reaksi tiang yang terletak di dalam penampang yang berjarak d/2 atau

kurang tidak diperhitungkan

Reaksi tiang yang posisinya terletak di antara (a) dan (b), bagian dari

reaksi tiang yang dapat dianggap menimbulkan geser pada penampang

yang ditinjau harus berdasarkan pada interpolasi garis lurus antara

harga penuh pada d/2 diluar penampang dan nol pada d/2 di dalam

penampang

Page 23: 9. Bab II - Kajian Pustaka

c. Geser aksi dua arah (pons) diperiksa pada masing-masing tiang

d. Tebal efektif Pile Cap pada bagian tepi boleh diambil kurang dari 300

mm. (Gambar 2.12)

d1

d/2

d > 0.30 m

0,15 m

MN

h

P4 P3 P2 P1

d1

d2 d2

Gambar 2.12 Distribusi tegangan pada tiang akibat beban normal dan momen

Pada tapak pondasi tiang, biasanya bekerja beban vertikal (normal) dan beban

horizontal (geser) serta momen. Dengan menganggap distribusi tegangan linear pada

kelompok tiang, maka dapat ditentukan reaksi masing-masing tiang dengan rumus

sebagai berikut :

QPi = Qvn ±

Mx . y

∑ y2 ± My . x

∑ x2 ...………………………………………….............

(2.14)

Prosedur Perhitungan

1) Beban yang bekerja pada masing-masing tiang

QPi = Qvn ±

Mx . y

∑ y2 ± My . x

∑ x2 ........................................................................ (2.15)

Keterangan :

QPi = Beban yang bekerja pada masing-masing tiang

Qv = Beban vertikal dari kolom

Page 24: 9. Bab II - Kajian Pustaka

n = Jumlah tiang dalam satu pile

Mx, My = Momen yang bekerja

x,y = Jarak masing-masing tiang searah sumbu

∑y²,∑x² = Jumlah jarak kuadrat tiang terhadap masing-masing sumbu

2) Penentuan tebal telapak pondasi

Hitung tinggi efektif dengan rumus :

d = h - p - D - ½ D ........................................................................................(2.16)

Keterangan :

H = Tebal pile cap

p = Tebal penutup beton

D = Diameter tulangan (pemisalan penggunaan diameter tulangan)

3) Kontrol kekuatan geser secara kelompok

Usahakan ketebalan pondasi tapak yang diperlukan untuk geser, sedemikian

hingga tidak memerlukan sengkang.

a)Untuk aksi dua arah

Gaya geser berfaktor

Ø Vu = n x Pi

Keterangan :

Ø Vu = Gaya geser berfaktor

n = Jumlah tiang yang berada sejauh > d/2 dari sisi luar kolom

Pi = Beban yang bekerja pada masing-masing tiang

Page 25: 9. Bab II - Kajian Pustaka

Gambar 2.13 Penampang kritis gaya geser dua arah pada pile cap

Gaya geser nominal

Ø Vc = Ø x ( 1 + 2β

) x 16

√ fc ' x bo x d .......................................................(2.17)

Keterangan :

Ø Vc = Gaya geser nominal

Ø = 0,6

β = L / B

bo = 2 x ( a1 + d ) + 2 x ( a2 + d )

= 4 x ( a + d )

d = tinggi efektif pile cap

Jika Ø Vc > Ø Vu, maka tebal pelat / pile cap mencukupi untuk menahan gaya

geser tanpa memerlukan tulangan geser.

b)Untuk aksi satu arah

Gaya geser berfaktor

Ø Vu = n x Pi

Keterangan :

Ø Vu = Gaya geser berfaktor

n = jumlah tiang yang berada sejauh > d dari sisi luar kolom

Pi = Beban yang bekerja pada masing-masing tiang

Page 26: 9. Bab II - Kajian Pustaka

Gambar 2.14 Penampang kritis gaya geser satu arah pada pile cap

Gaya geser nominal

Ø Vc = 13

x √ fc ' x bo x d ..............................................................................(2.18)

Keterangan :

Ø Vc = Gaya geser nominal

bo = 2 x ( a1 + d ) + 2 x ( a2 + d )

= 4 x ( a + d )

d = Tinggi efektif pile cap

Jika Ø Vc > Ø Vu, maka tebal pelat / pile cap mencukupi untuk menahan gaya

geser tanpa memerlukan tulangan geser.

4) Kontrol kekuatan geser secara individual

bo = keliling

= π x (Øpile + d) untuk penampang lingkaran

= 4 x ( Bpile + d) untuk penampang persegi

Gambar 2.15 Penampang tiang

Gaya geser berfaktor

Vu = 1 x Pu .....................................................................................................(2.19)

Page 27: 9. Bab II - Kajian Pustaka

Keterangan:

Vu = Gaya geser berfaktor

Pu = Beban yang bekerja

Gaya geser nominal

Vc = 13

x bo x d x √ fc ' .....................................................................................(2.20)

Keterangan :

Vc = Gaya geser nominal

bo = 2 x ( a1 + d ) + 2 x ( a2 + d )

= 4 x ( a + d )

d = Tinggi efektif pile cap

Jika Ø Vc > Ø Vu, maka tebal pelat / pile cap mencukupi untuk menahan gaya

geser tanpa memerlukan tulangan geser.

5) Perhitungan momen lentur akibat beban berfaktor

Momen lentur pada penampang kritis ( sisi luar kolom )

Mu = n x Pu x ( S x - S kolom

2 ) .....................................................................(2.21)

Keterangan :

Mu = Momen lentur akibat beban berfaktor

n = Jumlah tiang

Pu = Beban yng bekerja

S = Jarak antar tiang

s kolom = Ukuran kolom

6) Perhitungan luas tulangan

Ru = Mu

b xd 2 ....................................................................................................(2.22)

Keterangan :

Page 28: 9. Bab II - Kajian Pustaka

Mu = Momen lentur akibat beban berfaktor

b = Lebar pile cap

d = Tinggi efektif pile cap

Selanjutnya menghitung nilai ρ min, ρ perlu, ρ bal, ρ max dengan rumus sebagai

berikut :

ρ perlu = 0,85 x [ 1- √1−2,353 x Rufy

] fc 'fy

.....................................................(2.23)

ρ min = 1,4fy

....................................................................................................(2.24)

ρ bal = 0,85 x β1 x fcfy

x 600600+fy

..................................................................(2.25)

ρ max = 0,75 x ρ bal .......................................................................................(2.26)

Keterangan :

β1 = 0,85 untuk 0 ≤ fc’ ≤ 30 MPa

β1 = 0,85 - (0,008 x (fc’-30)) untuk 30 ≤ fc’ ≤ 55 MPa

β1 = 0,65 untuk fc’ ≥ 55 MPa

Bila nilai ρ min < ρ perlu < ρ max maka digunakan ρ perlu

Bila nilai ρ perlu < ρ min maka digunakan ρ min

Bila nilai ρ max < ρ perlu maka digunakan ρ max

Luas tulangan bawah ;

As = ρ pakai x b x d .......................................................................................(2.27)

Keterangan :

As = Luas tulangan

b = Lebar pile cap

d = Tinggi efektif pile cap

Untuk tulangan kedua arah di anggap sama

7) Perhitungan tulangan pasak

Kekuatan tekan rencana kolom :

Page 29: 9. Bab II - Kajian Pustaka

Ø Pn = Ø x 0,85 x fc’ x Agv.............................................................................(2.28)

Keterangan :

Ag = Luas kolom

Beban berfaktor pada kolom :

Pu = n x P

Keterangan :

Pu = Beban berfaktor

n = Jumlah tiang

P = Beban yang bekerja

Bila Ø Pn > Pu, beban pada kolom dapat dipindahkan dengan dukungan saja.

Tetapi diisyaratkan menggunakan tulangan pasak sebesar :

As min = 0,005 Ag ..........................................................................................(2.29)

8) Kontrol panjang penyaluran tulangan pasak

Ldb = 0,25 x fy xdp

√ fc ' ..........................................................................................(2.30)

2.4.11 Penurunan (Settlement)

Dalam kelompok tiang (pile group) ujung atas tiang-tiang tersebut

dihubungkan satu dengan yang lain dengan poer yang kaku sehingga merupakan

suatu kesatuan yang kokoh. Dengan poer ini di harapakan bila kelompok tiang

pancang tersebut dibebani secara merata akan terjadi setllement (penurunan) yang

merata pula.

a. Penurunan kelompok tiang selalu lebih besar dari pada penurunan tiang

pancang yang berdiri sendiri (single pile) terhadap beban yang sama.

b. Dengan beban yang sama penurunan kelompok tiang akan lebih besar

bila jumlah tiang bertambah.

b. Dengan memperbesar spacing (jarak) antara tiang yang satu dengan yang

lain dalam kelompok tiang pancang, maka penurunan kelompok tiang

pancang tersebut akan berkurang. Pada jarak kurang lebih 6 kali diameter

Page 30: 9. Bab II - Kajian Pustaka

tiang pancang, maka penurunan dari pada kelompok tiang pancang

tersebut akan mendekati penurunan tiang pancang tunggal (single pile).

Adapun langkah-langkah perhitungan penurunan elastis tiang tunggal adalah

sebagai berikut :

S = S1 + S2 + S3 ..............................................................................................(2.31)

Keterangan :

S = Total penurunan tiang

S1 = Penurunan dari batang tiang pancang

S2 = Penurunan yang disebabkan oleh beban pada ujung tiang

S3 = Penurunan yang disebabkan oleh beban yang disalurkan sepanjang batang

tiang pancang

Untuk penentuan nilai dari S1 , S2 dan S3 adalah sebagai berikut :

S1 = (Q¿¿℘+ξ Qws) x L

A p x Ep

¿ ..............................................................................(2.32)

Keterangan :

Qwp = Beban yang mengangkat pada ujung tiang ketika beban bekerja

Qws = Beban yang mengangkat tahanan gesek pada dinding tiang ketika beban

bekerja

Ap = Luas penampang tiang

L = Panjang Tiang

Ep = Modulus elastisitas bahan tiang

Besarnya ξ akan tergantung pada sifat distribusi perlawanan dari tahanan gesek

dinding tiang sepanjang tiang. Jika distribusi dari f adalah seragam atau parabola,

seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.16, ξ = 0,5. Namun, untuk distribusi

segitiga dari f, besarnya ξ adalah sekitar 0,67.

Page 31: 9. Bab II - Kajian Pustaka

f

? = 0,5

(a)

f

? = 0,5

(b)

f

? = 0,67

(c)

Gambar 2.16 Jenis - jenis distribusi perlawanan unit gesekan sepanjang batang tiang

S2 = q℘ x D

Es

x ( 1 - μs2 ) x Iwp .......................................................................(2.33)

Keterangan :

qwp = Beban titik per satuan luas pada ujung tiang = Q℘

A p

D = Lebar atau diameter dari tiang

Es = Modulus elastisitas dari tanah pada atau dibawah ujung tiang

μs = Rasio tanah (Lihat tabel 2.3)

Iwp = Faktor pengaruh

Tabel 2.3 Modulus Elastisitas Tanah (Es) dan Nilai Raiso Tanah (μs)

Page 32: 9. Bab II - Kajian Pustaka

S3 = (Qws x D

P x L )xDE s

x( 1 - μs2 ) x Iws .............................................................(2.34)

p = Keliling penampang tiang

L = Panjang tiang

Iws = Faktor pengaruh

Untuk nilai Iws = 2 + 0,35 √ LD

Adapun langkah - langkah perhitungan penurunan elastis kelompok tiang adalah

sebagai berikut :

Sg = q x Bg x I

2 xqc ................................................................................................(2.35)

Keterangan :

q = Q g

(Lg x Bg)

Bg = Lebar kelompok tiang

qc = Nilai rata-rata dari tahanan ujung konus

I = Faktor pengaruh = 1 - L / 8 x Bg ≥ 0,50

Tabel 2.4 Perbandingan Hasil Perhitungan Daya Dukung Tiang Tunggal Dan Grup

No Perumusan

Daya Dukung satu Tiang tunggal

Daya Dukung satu Tiang dalam Grup

Konus KleepP

(ton)Konu

sKleep P (ton)

1. Dir. Jend. Bina Marga Dept. P.U.T.L

3 5 29.33 33 16.51

5 10.61

2. Methode Feld 3 5 29.33 3 5 22.29

3. Uniform Building Code AASHO

3 5 29.33 3 5 19.36

4. Los Angeles Group action Formula

3 5 29.33 3 5 21.41

Page 33: 9. Bab II - Kajian Pustaka

Dapat disimpulkan, daya dukung satu tiang pancang dalam kelompok selalu lebih

kecil dari pada daya dukung satu tiang tunggal (single pile).

Tabel 2.5 Batas Penurunan yang Diperkenankan

No Tipe BangunanPenurunan yang

diperkenankan ( cm )1. Bangunan dengan dinding batu bata sederhana

L / H ≥ 2,5L / H ≥ 1,5

810

2. Bangunan dengan dinding batu bata, beton bertulang atau dinding bertulang

15

3. Kerangka Bangunan 104. Pondasi beton bertulang dari bangunan cerobong

asap, gudang, menara, dan sejenisnya30

2.4.12 Perhitungan Penulangan Tiang Pancang

Penulangan tiang pancang dihitung berdasarkan kebutuhan pada waktu

pengangkatan.

1. Tiang pancang diangkat dengan posisi horizontal atau mendatar dengan tali di

kedua ujungnya.

a L - 2a a

L

M1

M2

L - a

R1

Gambar 2.17 Gambar momen untuk tiang yang diikat pada kedua ujungnya

M1 = ½ x q x a2 ( q = berat tiang pancang )

M2 = 1/8 x q x ( L - 2a )2 - ½ x q x a

M1 = M2

½ x q x a2 = 1/8 x q x ( L - 2a )2 - ½ x q x a

Page 34: 9. Bab II - Kajian Pustaka

4a2 + 4 x a x L -L2 = 0

a = 0,209 x 1

2. Tiang pancang diangkat dengan posisi miring dengan satu tali pada ujung tiang.

a L - 2a a

L

M1

M2

L - a

a

L

R1

R2

M2

M1

Gambar 2.18 Gambar momen untuk tiang yang diikat pada salah satu ujungnya

M1 = ½ x q x a2 ( q = berat tiang pancang )

R1 = q x (L−a)

2 -

12

x q x a2

L−a

= q x L2−(2 xa x q x L)

2x (L−a)

Mx = R1 x X - ½ x q x X2

Starat Extrim : dMxdx

= 0

R1 - q x X = 0

X = R 1q

= L2−2x a L2 x (L−a)

Mmax = M2 = R1 x L2−2x a L2 x (L−a)

- ½ x q x( L2−2 xa L2x (L−a) )

Page 35: 9. Bab II - Kajian Pustaka

= ½ x q x ( L2−2 xa L2 x (L−a) )

M1 = M2

½ x q x a2 = ½ x q x ( L2−2 xa L2x (L−a) )

a = ( L2−2 xa L2 x (L−a) )

2a2 - 4 x a x L + L2 = 0

a = 0,29 x L

Ru = Mu

b xd 2.....................................................................................................(2.36)

Keterangan :

Mu = Momen lentur akibat beban berfaktor

b = Lebar pile

d = Tinggi efektif pile

Selanjutnya menghitung nilai ρ min, ρ perlu, ρ bal, ρ max dengan rumus sebagai

berikut :

ρ perlu = 0,85 x [ 1- √1−2,353 x Rufy

] fc 'fy

..................................................(2.37)

ρ min = 1,4fy

.................................................................................................(2.38)

ρ bal = 0,85 x β1 x fcfy

x 600600+fy

................................................................(2.39)

ρ max = 0,75 x ρ bal .....................................................................................(2.40)

Keterangan :

β1 = 0,85 untuk 0 ≤ fc’ ≤ 30 MPa

β1 = 0,85 - (0,008 x (fc’-30)) untuk 30 ≤ fc’ ≤ 55 MPa

β1 = 0,65 untuk fc’ ≥ 55 MPa

Bila nilai ρ min < ρ perlu < ρ max maka digunakan ρ perlu

Page 36: 9. Bab II - Kajian Pustaka

Bila nilai ρ perlu < ρ min maka digunakan ρ min

Bila nilai ρ max < ρ perlu maka digunakan ρ max

Luas Tulangan :

As = ρ pakai x b x d

Jumlah tulangan :

n = 4 x As

π x D 2

keterangan :

D = Diameter tulangan tiang pancang yang direncanakan

2.5 Pembebanan

Beban adalah gaya luar yang bekerja pada suatu struktur. Penentuan secara

pasti besarnya beban yang bekerja pada suatu struktur selama umur layannya

merupakan salah satu pekerjaan yang cukup sulit. Dan pada umumnya penentuan

besarnya beban hanya merupakan suatu estimasi saja. Meskipun beban yang

bekerja pada suatu lokasi dari struktur dapat diketahui secara pasti, namun

distribusi beban dari elemen ke elemen dalam suatu struktur, umunya memerlukan

asumsi dan pendekatan. Jika beban-beban yang bekerja pada suatu struktur telah

diestimasi, maka masalah berikutnya adalah menentukan kombinasi-kombinasi

beban yang yang paling dominan yang mungkin bekerja pada struktur tersebut.

(Agus Setiawan; 2008: 3)

Beberapa jenis beban yang sering dijumpai adalah beban mati, beban hidup,

beban angin, beban gempa dan kombinasi beban. Namun penulis hanya

menggunakan beban mati, beban hidup dan kombinasi antara beban mati dan

beban hidup saja.

2.5.1 Beban Mati

Beban mati adalah berat dari semua bagian dari suatu gedung yang bersifat

tetap, termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian-penyelesaian, mesin-mesin

serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari gedung

itu. Beban mati merupakan berat sendiri dari bahan-bahan bangunan penting dan

Page 37: 9. Bab II - Kajian Pustaka

dari beberapa komponen gedung yang harus ditinjau didalam menentukan beban

mati dari suatu gedung. Tidak berubah seperti berat struktur sendiri atau bagian

struktur yang tidak boleh dipisahkan daripada struktur utama. Beban mati dalam

sebuah bangunan adalah faktor yang penting dalam rekayasa bentuk struktur dan

boleh melebihi beban yang lain. Berdasarkan PPIUG 1983 untuk menghitung

taksiran awal berat sendiri bangunan ada beberapa cara antara lain: dimensi

(ukuran) elemen struktur seperti kolom, balok, plat lantai, dll, harus ditentukan

dulu.

2.5.2 Beban Hidup

Beban hidup adalah beban selain daripada beban mati yang berlaku pada

struktur serta beban yang boleh berubah. Perubahan beban hidup terjadi tidak

hanya sepanjang waktu, tetapi juga sebagai fungsi tempat. Perubahan ini bisa

berjangka pendek atau panjang sehingga menjadi hampir mustahil untuk

memperkirakan beban-beban hidup secara statis.

Beban yang disebabkan oleh isi benda-benda di dalam atau di atas suatu

bangunan dinamai beban penghunian (occupancy load). Beban-beban ini

mencakup beban peluang untuk berat manusia, perabot, partisi yang dapat

dipindahkan, perlengkapan mekanis, kendaraan bermotor, perlengkapan industri,

dan semua beban semi permanen atau beban sementara lainnya yang berpengaruh

terhadap sistem bangunan, tetapi bukan bagian dari struktur dan tidak dianggap

sebagai beban mati.

2.5.3 Kombinasi Beban

Berdasarkan beban-beban tersebut di atas maka struktur bangunan harus

mampu memikul semua kombinasi pembebanan di bawah ini:

U = 1 DL + 1 LL

Keterangan:

DL = beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen, termasuk

dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan peralatan laying

tetap.

Page 38: 9. Bab II - Kajian Pustaka

LL = beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung, termasuk kejut,

tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti angin, hujan, dan lain-lain.

2.6 Pemancangan Tiang Pancang

Pemancangan tiang pancang adalah usaha yang dilakukan untuk

menempatkan tiang pancang di dalam tanah sehingga berfungsi sesuai

perencanaan. Pada umumnya pelakasanan pemancangan dapat dibagi dalam tiga

tahap, tahap pertama adalah pengaturan posisi tiang pancang, yang meliputi

kegiatan mengangkat dan mendirikan tiang pada pemandu rangka pancang,

membawa tiang pada titik pemancangan, mengatur arah dan kemiringan tiang dan

kemudian percobaan pemancangan mencapai tanah keras seperti yang telah

direncanakan. Tahap terakhir biasa dikenal dengan setting, yaitu pengukuran

penurunan tiang pancang per-pukulan pada akhir pemancangan. Harga penurunan

ini kemudian digunakan untuk menentukan kapasitas dukung tiang tersebut.

2.6.1 Hal - Hal yang Menyangkut Masalah Pemancangan

Ada beberapa hal yang sering dijumpai pada saat proses pemancangan. Pada

umumnya yang sering terjadi antara lain adalah kerusakan tiang, pergerakan tanah

pondasi hingga pada masalah pemilihan peralatan.

1. Pergerakan tanah pondasi

Pemancangan tiang akan mengakibatkan tanah pondasi dapat bergerak

karena sebagian tanah yang digantikan oleh tiang akan bergeser dan

mengakibatkan bangunan-bangunan yang berada di dekatnya akan

mengalami pergeseran.

2. Kerusakan tiang

Pemilihan ukuran dan mutu tiang didasarkan pada kegunaannya dalam

perencanaan, tetapi setidaknya tiang tersebut harus dapat dipancangkan

sampai ke pondasi. Jika tanah pondasi cukup keras dan tiang tersebut

cukup panjang, tiang tersebut harus dipancangkan dengan penumbuk

(hammer) dan tiang harus dijaga terhadap kerusakan akibat gaya

tumbukan dari hammer.

3. Penghentian pemancangan tiang

Page 39: 9. Bab II - Kajian Pustaka

Dalamnya pemancangan pada saat dimana pemancangan tiang dapat

dihentikan, menurut prinsip adalah 2-3 kali panjang diameter tiang

diukur dari batas lapisan tanah pendukung. Karena tebal lapisan

pendukung berbeda-beda di setiap tempat, maka pemancangan yang

diakibatkan oleh gaya tumbuk sampai kedalaman yang diisyaratkan atau

direncanakan seperti diatas, harus dihindari. Bila lapisan tanah

pendukung tidak begitu tebal, pemancangan tiang dapat dihentikan pada

kedalaman sekitar setengah dari tebal lapisan tanah pendukung tersebut.

4. Pemilihan peralatan

Alat utama yang digunakan untuk memancangkan tiang-tiang pracetak

adalah penumbuk (hammer) dan mesin derek (tower). Untuk

memancangkan tiang pada posisi yang tepat, cepat dan dengan biaya

yang rendah, penumbuk dan dereknya harus dipilih dengan teliti agar

sesuai dengan keadaan di sekitarnya, jenis dan ukuran tiang, tanah

pondasi dan perancahnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan

alat penumbuk adalah kemungkinan pemancangannya dan manfaatnya

secara ekonomis. Karena dewasa ini masalah-masalah lingkungan

seperti suara bising atau getaran tidak boleh diabaikan, maka pekerjaan

seperti ini perlu digabungkan dengan teknik-teknik pembantu lainnya

walaupun sebelumnya telah ditetapkan salah satu cara pemancangan.

2.6.2 Peralatan Pemancangan (Driving Equipment)

Untuk memancangkan tiang pancang ke dalam tanah digunakan alat

pancang. Pada dasarnya alat pancang terdiri dari tiga macam, yaitu :

1. Drop hammer

2. Single - acting hammer

3. Double - acting hammer

Bagian-bagian yang paling penting pada alat pancang adalah pemukul

(hammer), leader, tali atau kabel dan mesin uap.

Page 40: 9. Bab II - Kajian Pustaka

Tabel 2.6 Jenis dan Karakteristik Bermacam-macam Penumbuk

Penumbuk yang dijatuhkan

Penumbuk bertenaga uap

(udara)

Penumbuk bertenaga diesel

Penumbuk getar

Keu

ntu

nga

n

Peralatan sederhanaTinggi jatuh dapat

diperiksa dengan mudah

Kesulitan kecil dan biaya operasi rendah

Kemampuan baik, miring ataupun di dalam air

Kepala tiang tidak begitu cepat rusak

Beberapa mesin dapat dipakai untuk menarik

Mudah dipindahkan

Menghasilkan daya tumbuk yang besar

Kemampuan baik Biaya bahan bakar

rendah

Mampu memancang dalam arah dan kedudukan yang tepat

Suara penumbukan hamper tak terdengar

Kepala tiang tidak begitu cepat rusak

Mampu memancang dan menarik

Ker

ugi

an

Kepala tiang mudah rusak

Panjang pemancangan terbatas

Sering menjadi eksentris pemancangan lambat

Banyak bahayanya pada pemancangan tidak langsung

Diperlukan kompresor berukuran besar

Pipa karet merupakan rintangan

Tinggi jatuh tak dapat dikendalikan

Penumbukan menimbulkan suara gaduh, dan kompresor menimbulkan bunga api, asap dan suara berisik

Karena bebannya berat, alat menjadi besar

Pada lapisan lunak pengerjaan menjadi lambat

Penumbukan menimbulkan suara gaduh dan terjadi percikan-percikan minyak pelumas

Memerlukan tenaga listrik yang besar

Kurang mampu mengubah sifat-sifat tanah

Page 41: 9. Bab II - Kajian Pustaka

Pen

yesu

aian

Tidak terpengaruh oleh tanah

Bila penampang cukup kecil

Bila diperlukan penyesuaian pemancangan

Dapat digunakan untuk semua jenis tanah

Pengaturan jatuhnya penumbuk dapat dilaksanakan tanpa pengawas

Lebih cocok untuk tanah pondasi yang keras

Dapat digunakan untuk semua jenis tanah

Cocok bagi tanah pondasi yang lunak

Dapat dipergunakan untuk menarik

Sumber : (Dr. Ir. Suyono Sosrodarsono, 1994)