89-96, Antina Delhita

8
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012 B - 89 PENGGUNAAN THINK-ALOUD PROTOCOLS UNTUK MENGATASI MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI POKOK STOIKIOMETRI DI SMA KHADIJAH SURABAYA Antina Delhita, Suyono Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil miskonsepsi, sumber penyebab miskonsepsi, dan dampak strategi think-aloud protocols terhadap penurunan miskonsepsi siswa pada materi pokok stoikiometri. Rancangan penelitian yang digunakan adalah “Pre-test and Post-test One Group Design” dengan memberikan analisis deskriptif terhadap data penelitian. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua kali pertemuan dengan jumlah subyek penelitian sebanyak 27 siswa kelas X-5 SMA Khadijah Surabaya. Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes pelacakan miskonsepsi siswa dan panduan wawancara penyebab miskonsepsi siswa. Hasil penelitian yang diperoleh dikelompokkan menjadi tiga. Pertama, profil miskonsepsi: pada semua konsep materi pokok stoikiometri ditemukan adanya miskonsepsi, kecuali konsep konversi jumlah mol dengan massa. Persentase miskonsepsi terbesar adalah pada konsep penentuan massa zat melalui pereaksi pembatas (56%). Kedua, sumber penyebab miskonsepsi: keterbatasan kemampuan siswa, siswa tidak tahu teknik membaca buku, teman diskusi yang salah, dan catatan yang keliru. Ketiga, terjadi penurunan miskonsepsi melalui pembelajaran dengan think- aloud protocols. Kata Kunci: Think-Aloud Protocols; Miskonsepsi; Stoikiometri PENDAHULUAN Kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang selalu berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga kimia bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip- prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (BSNP, 2006: 337). Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Siswa yang mempelajari kimia akan dapat menanamkan metode ilmiah, mengembangkan kemampuan dalam mengajukan gagasan-gagasan, serta ketelitian dalam bekerja. Menurut Gage (dalam Dahar, 1988: 12), belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses di mana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Dalam hal ini perubahan yang dimaksud tidak termasuk perubahan fisik, seperti pertambahan tinggi dan juga tidak termasuk perubahan dalam kekuatan fisik atau hasil perubahan fisiologi, misalnya kemampuan untuk mengangkat. Menurut Suparno (1997:61), hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui si pelajar: konsep-konsep, tujuan, dan motivasi yang memengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari. Belajar konsep merupakan hasil utama pendidikan karena untuk memecahkan masalah, seseorang siswa harus mengetahui aturan-aturan yang relevan, dan aturan-aturan ini didasarkan pada konsep-konsep yang diperolehnya. Belajar konsep menuntut kemampuan untuk menemukan ciri-ciri yang sama pada sejumlah obyek. Konsep-konsep

Transcript of 89-96, Antina Delhita

Page 1: 89-96, Antina Delhita

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012

B - 89

PENGGUNAAN THINK-ALOUD PROTOCOLS UNTUK MENGATASI MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI POKOK STOIKIOMETRI

DI SMA KHADIJAH SURABAYA

Antina Delhita, Suyono Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil miskonsepsi, sumber

penyebab miskonsepsi, dan dampak strategi think-aloud protocols terhadap penurunan miskonsepsi siswa pada materi pokok stoikiometri. Rancangan penelitian yang digunakan adalah “Pre-test and Post-test One Group Design” dengan memberikan analisis deskriptif terhadap data penelitian. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua kali pertemuan dengan jumlah subyek penelitian sebanyak 27 siswa kelas X-5 SMA Khadijah Surabaya. Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes pelacakan miskonsepsi siswa dan panduan wawancara penyebab miskonsepsi siswa.

Hasil penelitian yang diperoleh dikelompokkan menjadi tiga. Pertama, profil miskonsepsi: pada semua konsep materi pokok stoikiometri ditemukan adanya miskonsepsi, kecuali konsep konversi jumlah mol dengan massa. Persentase miskonsepsi terbesar adalah pada konsep penentuan massa zat melalui pereaksi pembatas (56%). Kedua, sumber penyebab miskonsepsi: keterbatasan kemampuan siswa, siswa tidak tahu teknik membaca buku, teman diskusi yang salah, dan catatan yang keliru. Ketiga, terjadi penurunan miskonsepsi melalui pembelajaran dengan think-aloud protocols. Kata Kunci: Think-Aloud Protocols; Miskonsepsi; Stoikiometri

PENDAHULUAN Kimia merupakan bagian dari

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang selalu berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga kimia bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (BSNP, 2006: 337). Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Siswa yang mempelajari kimia akan dapat menanamkan metode ilmiah, mengembangkan kemampuan dalam mengajukan gagasan-gagasan, serta ketelitian dalam bekerja.

Menurut Gage (dalam Dahar, 1988: 12), belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses di mana suatu organisme berubah perilakunya sebagai

akibat pengalaman. Dalam hal ini perubahan yang dimaksud tidak termasuk perubahan fisik, seperti pertambahan tinggi dan juga tidak termasuk perubahan dalam kekuatan fisik atau hasil perubahan fisiologi, misalnya kemampuan untuk mengangkat. Menurut Suparno (1997:61), hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui si pelajar: konsep-konsep, tujuan, dan motivasi yang memengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari.

Belajar konsep merupakan hasil utama pendidikan karena untuk memecahkan masalah, seseorang siswa harus mengetahui aturan-aturan yang relevan, dan aturan-aturan ini didasarkan pada konsep-konsep yang diperolehnya. Belajar konsep menuntut kemampuan untuk menemukan ciri-ciri yang sama pada sejumlah obyek. Konsep-konsep

Page 2: 89-96, Antina Delhita

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012

B - 90

merupakan batu-batu pembangun berpikir. Konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan, yang mempunyai atribut-atribut yang sama. Oleh karena orang mengalami stimulus-stimulus yang berbeda-beda, orang membentuk konsep sesuai dengan pengelompokan stimulus-stimulus dengan cara tertentu (Dahar, 1988: 95; Winkel, 1996: 328).

Menurut Posner, et al., (dalam Suparno, 1997: 50), dalam proses belajar mengajar ada proses perubahan konsep. Perubahan konsep melalui dua tahap, yaitu tahap asimilasi dan tahap akomodasi. Dengan asimilasi siswa menggunakan konsep-konsep yang telah dipunyai untuk berhadapan dengan fenomena yang baru. Dengan akomodasi siswa mengubah konsepnya yang tidak cocok lagi dengan fenomena baru yang dihadapi. Adanya pengubahan ini dapat menyebabkan konsep yang semula benar menjadi salah atau sebaliknya. Penggunaan konsep yang salah dapat dikatakan miskonsepsi.

Miskonsepsi yang dikemukakan oleh Fowler (Suparno, 2005), yaitu miskonsepsi memiliki arti sebagai sesuatu yang tidak akurat akan konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh yang salah, kekacauan konsep dan hubungan hierarkis konsep-konsep yang tidak benar.

Stoikiometri merupakan salah satu pokok bahasan yang ada dalam mata pelajaran kimia SMA kelas X. Materi stoikiometri dianggap sulit oleh 60% siswa kelas XI IPA 1 SMA Khadijah Surabaya yang sudah mendapatkan materi tersebut. Pada penelitian Chandrasegaran et. al (2009) pun masih ditemukan adanya miskonsepsi siswa pada materi pokok stoikiometri, khususnya dalam menentukan pereaksi pembatas. Miskonsepsi yang terjadi disebabkan

oleh keterbatasan kemampuan siswa menggunakan konsep matematika dalam stoikiometri reaksi.

Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengatasi miskonsepsi, yaitu dengan menyusun strategi baru dalam mengajar. Strategi yang dapat digunakan salah satunya yaitu think-aloud protocols (TAP) yang dikembangkan oleh Someren (1994). TAP adalah sebuah strategi atau teknik pembelajaran yang menempatkan tinjauan psikologis sebagai akarnya. Strategi ini dikembangkan dari metode introspeksi diri, siswa dituntut untuk membangun konsepnya sendiri melalui evaluasi terhadap konsep-konsep yang sebelumnya telah dibangun. Karena itu, siswa dapat mengamati konsep yang selama ini dimunculkan sebagai prapengetahuan telah benar atau masih terdapat miskonsepsi. TAP dapat memunculkan pengetahuan yang lebih tinggi dari beberapa masalah yang muncul. Pengetahuan yang seringkali dimunculkan sebagian dalam pikiran ini akan lebih jelas dan ditampilkan secara baik oleh siswa melalui bahasa-bahasa verbal.

Menurut Delhita (2010), miskonsepsi pada materi pokok stoikiometri yang diatasi dengan strategi TAP dapat dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu (1) pre-test, (2) pembelajaran dengan strategi TAP, dan (3) post-test. Bentuk soal yang digunakan adalah essay dan masing-masing submateri terdiri dari tiga soal. Siswa dikatakan miskonsepsi jika siswa menjawab 1/3 dari jumlah soal dengan benar atau siswa menjawab 2/3 atau keseluruhan soal tetapi salah. Melalui pre-test diperoleh data mengenai profil miskonsepsi siswa. Miskonsepsi siswa pada massa rumus relatif sebanyak 64%, konsep mol sebanyak 52%, komposisi kimia sebanyak 64%, menentukan rumus kimia zat sebanyak 56%, perhitungan kimia dalam persamaan

Page 3: 89-96, Antina Delhita

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012

B - 91

reaksi sebanyak 20%, pereaksi pembatas 0%, dan menentukan rumus kimia hidrat sebanyak 4%.

Setelah diketahui profil miskonsepsi siswa maka diterapkan pembelajaran dengan strategi TAP. Kemudian, miskonsepsi siswa diidentifikasi kembali melalui post-test. Hasil post-test tersebut dianalisis dengan menggunakan uji t. Dengan uji t ditunjukkan bahwa ada perbedaan signifikansi tentang miskonsepsi yang terjadi pada siswa dan dengan hal ini pula menjelaskan bahwa strategi TAP dapat mengatasi miskonsepsi yang terjadi pada siswa.

Meskipun penelitian tersebut sudah pernah dilakukan, namun masih terdapat kelemahan. Kelemahan-kelemahan tersebut antara lain, yaitu: (1) bentuk soal yang digunakan adalah essay, sehingga sulit untuk menentukan apakah siswa mengalami miskonsepsi atau siswa tidak paham akan materi atau konsep yang diberikan dan (2) belum adanya penetapan faktor penyebab miskonsepsi, sehingga tidak dapat diketahui sumber penyebab siswa mengalami miskonsepsi.

Dengan ditemukannya kelemahan-kelemahan tersebut, maka dalam penelitian berikutnya akan diperbaiki dengan digunakannya instrumen soal yang berupa pilihan ganda yang dilengkapi dengan tingkat keyakinan dalam menjawab atau dikenal dengan Certainty of Response Index (CRI). CRI merupakan tingkat keyakinan seseorang dalam menjawab sebuah pertanyaan yang berupa pilihan ganda. Penggunaan CRI ini akan mempermudah dalam menggolongkan siswa apakah siswa tersebut tahu konsep, tidak tahu konsep, atau miskonsepsi.

Selain perbaikan instrumen soal, perbaikan berikutnya, yaitu akan dilakukan penetapan faktor penyebab miskonsepsi. Penetapan faktor penyebab

miskonsepsi ini dilakukan dengan wawancara terhadap siswa yang mengalami miskonsepsi. Karena dilakukannya penetapan faktor penyebab miskonsepsi ini, maka terdapat pula perubahan prosedur penelitian. Prosedur penelitian akan menjadi enam tahap, yaitu tes awal, pembelajaran dengan metode non-TAP, tes pelacakan miskonsepsi awal, penetapan faktor penyebab miskonsepsi, pembelajaran dengan strategi TAP, dan tes pelacakan miskonsepsi akhir.

METODE PENELITIAN

Penelitian yang dilakukan merupakan jenis praeksperimen (pre-experimental design) dengan rancangan One Group Prettest Design. One Group Prettest Design, yaitu eksperimen yang dilaksanakan pada satu kelompok saja tanpa kelompok pembanding. Di dalam desain ini observasi dilakukan sebanyak dua kali, yaitu sebelum eksperimen (pre-test) dan sesudah eksperimen (post-test). Setelah itu dilakukan analisis dan menggunakan pre-test dan post-test sebagai pembandingnya. Perbandingan antara pre-test dan post-test diasumsikan sebagai efek dari treatment yang diberikan, yaitu TAP.

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN 1. Tes Awal

Tes awal digunakan untuk melacak pengetahuan awal siswa pada konsep stoikiometri. Data hasil tes awal ini merupakan data pendukung yang dapat digunakan untuk mengetahui sumber penyebab miskonsepsi siswa. Hasil tes awal yang dicapai dari 27 siswa dari kelas X-5 SMA Khadijah Surabaya adalah pengetahuan awal siswa pada konsep stoikiometri masih kurang. Kurangnya pengetahuan awal siswa pada konsep stoikiometri dapat memungkinkan munculnya miskonsepsi pada konsep stoikiometri.

Page 4: 89-96, Antina Delhita

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012

B - 92

2. Hasil Tes Pelacakan Miskonsepsi Awal pada Konsep Stoikiometri

Tes pelacakan miskonsepsi awal digunakan untuk mengetahui profil miskonsepsi setelah dilakukan pembelajaran non-TAP. Tes pelacakan miskonsepsi ini berupa 13 soal pilihan ganda yang disertai CRI. Kemudian, data hasil tes ini diidentifikasi secara individu dan kelompok sesuai dengan

ketentuan CRI untuk membedakan antara tahu konsep, tidak tahu konsep, dan miskonsepsi.

Identifikasi profil miskonsepsi siswa secara individu digunakan untuk mengetahui persentase miskonsepsi siswa pada masing-masing konsep. Data hasil identifikasi profil miskonsepsi siswa secara individu ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1 Grafik Persentase Jumlah Siswa yang Tahu Konsep,

Tidak Tahu Konsep, dan Miskonsepsi Hasil analisis terhadap

data dalam Gambar 1 adalah sebagai berikut: a. Berdasarkan hasil analisis

profil miskonsepsi secara individu diketahui bahwa setelah pembelajaran non-TAP ditemukan adanya miskonsepsi pada materi stoikiometri.

b. Persentase miskonsepsi terbesar terdapat pada konsep nomor 13 tentang penentuan massa zat melalui pereaksi pembatas, yaitu sebesar 56%. Hal ini menunjukkan bahwa pada konsep tersebut, sebagian besar siswa menjawab salah, tetapi siswa yakin jawaban tersebut benar.

c. Persentase miskonsepsi terkecil terdapat pada konsep nomor 1 tentang konversi jumlah mol dengan jumlah partikel, yaitu sebesar 4%. Hal ini menunjukkan bahwa pada konsep ini sebagian besar siswa sudah menguasai konsep dengan baik dan hanya sebagian kecil siswa yang mengalami miskonsepsi.

d.Tidak ada siswa yang mengalami miskonsepsi pada konsep nomor 2 tentang konversi jumlah mol dengan massa yang ditunjukkan dengan persentase miskonsepsi sebesar 0%. Hal ini berarti bahwa sebagian besar siswa sudah memahami konsep dengan baik yang ditunjukkan dengan persentase sebesar 74%.

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

TIDAK TAHU KONSEPTAHU KONSEPMISKONSEPSI

Nomor Konsep

Pers

enta

se S

isw

a(%

)

Page 5: 89-96, Antina Delhita

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012

B - 93

Untuk menetapkan konsep mana yang paling kuat miskonsepsinya di antara konsep pada materi stoikiometri, maka perlu diidentifikasi secara kelompok. Identifikasi profil miskonsepsi siswa secara kelompok

dianalisis berdasarkan rata-rata nilai CRI yang menjawab benar dan yang menjawab salah serta fraksi siswa yang menjawab benar. Rata-rata nilai CRIB, CRIS, dan fraksi benar dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Grafik Perbandingan rata-rata CRI Jawaban Benar dan Salah

dengan Fraksi Benar

Berdasarkan Gambar 2 dapat diketahui bahwa:

a. Miskonsepsi terjadi jika rata-rata nilai CRIS (2,5 < CRIS ≤ 5). Pada tes pelacakan miskonsepsi awal, CRIS terbesar adalah pada konsep nomor 7 tentang massa unsur dalam suatu senyawa, yaitu sebesar 4,33. Hal ini menunjukkan bahwa siswa yang menjawab salah mempunyai tingkat keyakinan yang sangat tinggi dalam menjawab soal. Jadi, pada konsep ini miskonsepsi yang dialami siswa paling kuat dibandingkan konsep lainnya.

b. Nilai CRIS terendah ada pada konsep nomor 8 tentang massa senyawa yang disusun dari suatu unsur, yaitu sebesar 1,75. Hal ini menunjukkan bahwa pada konsep ini telah terjadi miskonsepsi, namun miskonsepsi yang dialami siswa paling lemah dibandingkan konsep lainnya.

c. Nilai CRIS pada konsep nomor 2 tentang konversi jumlah mol dengan

massa adalah sebesar 0. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi miskonsepsi pada konsep tersebut. Adapun siswa yang menjawab salah dikarenakan tidak tahu konsep.

3. Hasil Wawancara Penetapan Sumber Penyebab Miskonsepsi Stoikiometri

Untuk menelusuri sumber penyebeb miskonsepsi pada konsep stikiometri ini, maka dilakukan wawancara terhadap lima siswa yang paling banyak mengalami miskonsepsi pada masing-masing indikator, Sumber penyebab miskosnsepsi tersebut antara lain keterbatasan kemampuan siswa, siswa tidak tahu teknik membaca buku, teman diskusi yang salah, dan catatan yang keliru.

4. Tes Pelacakan Miskonsepsi Akhir pada Materi Stoikiometri

Page 6: 89-96, Antina Delhita

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012

B - 94

Tes pelacakan miskonsepsi akhir pada materi stoikiometri digunakan untuk mengetahui kondisi akhir miskonsepsi setelah dilakukan pembelajaran TAP. Dari tes ini dapat diketahui apakah melalui penerapan

strategi TAP dapat menurunkan miskonsepsi.

Data hasil pelacakan miskonsepsi akhir siswa secara individu ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3 Grafik Persentase Siswa yang Tahu Konsep, Tidak Tahu

Konsep, dan Miskonsepsi pada Tes Pelacakan Miskonsepsi Akhir

Hasil analisis terhadap data

dalam Gambar 3 adalah sebagai berikut: a. Berdasarkan hasil analisis pelacakan

miskonsepsi akhir secara individu diketahui bahwa setelah pembelajaran TAP masih ditemukan adanya miskonsepsi pada materi stoikiometri.

b. Persentase miskonsepsi terbesar adalah pada konsep nomor 5 tentang penentuan rumus molekul (11%) dan konsep penentuan massa zat melalui pereaksi pembatas (11%). Hal ini menunjukkan bahwa miskonsepsi pada konsep tersebut tidak begitu besar.

c. Pada konsep nomor 1 tentang konversi jumlah mol dengan jumlah partikel, konsep konversi jumlah mol dengan massa, konsep konversi jumlah mol dengan volume zat, dan konsep massa senyawa yang disusun dari suatu unsur, persentase miskonsepsinya adalah 0%. Hal ini menunjukkan bahwa pada konsep tersebut sudah tidak terdapat miskonsepsi dan dapat dikatakan bahwa siswa sudah menguasai konsep dengan baik.

Identifikasi secara kelompok pada tes pelacakan miskonsepsi akhir divisualisasikan dalam Gambar 4

.

0

10

20

30

40

50

60

70

80

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

TIDAK TAHU KONSEPTAHU KONSEPMISKONSEPSI

Nomor Konsep

Pers

enta

se Ju

mla

h Si

swa

(%)

Page 7: 89-96, Antina Delhita

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012

B - 95

Gambar 4 Grafik Perbandingan rata-rata CRI Jawaban Benar dan

Salah dengan Fraksi Benar pada Tes Pelacakan Miskonsepsi Akhir

Berdasarkan Gambar 4,

dapat diketahui bahwa CRIS terbesar adalah pada konsep nomor 4 tentang penentuan rumus empiris, yaitu sebesar 4,00. CRIS yang diperoleh tersebut menunjukkan bahwa siswa mempunyai tingkat keyakinan yang sangat tinggi dalam menjawab soal, tetapi jawaban tersebut salah. Hal ini menunjukkan bahwa pada konsep penentuan rumus empiris, miskonsepsi yang dialami siswa paling kuat dibandingkan konsep lainnya.

SIMPULAN 1. Profil miskonsepsi pada materi pokok

stoikiometri terjadi pada semua konsep, kecuali konsep konversi jumlah mol dengan massa. Persentase miskonsepsi terbesar terdapat pada konsep penentuan massa zat melalui pereaksi pembatas, yaitu sebesar 56%. Persentase miskonsepsi terkecil terdapat pada konsep konversi jumlah mol dengan jumlah partikel, yaitu

sebesar 4%. Miskonsepsi paling kuat yang dialami siswa adalah pada konsep massa unsur dalam suatu senyawa, yang diketahui dari nilai CRIS, yaitu sebesar 4,33.

2. Miskonsepsi pada materi pokok stoikiometri disebabkan oleh beberapa sumber, antara lain keterbatasan kemampuan siswa, siswa tidak tahu teknik membaca buku, teman diskusi yang salah, dan catatan yang keliru.

3. Penerapan strategi TAP dapat mereduksi miskonsepsi yang terjadi pada materi pokok stoikiometri. SARAN

1. Guru hendaknya lebih memotivasi siswa untuk berani mengemukakan pengetahuan yang dimiliki baik secara verbal maupun tulisan agar apabila terjadi miskonsepsi, maka guru dapat segera meluruskan miskonsepsi tersebut. 2. Bagi pengajar dapat

mempertimbangkan metode CRI sebagai metode untuk mengidentifikasi profil

0.0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

1.0

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

4.0

4.5

5.0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Rata-rata CRIBRata-rata CRIS

Cert

aint

y of

Res

pons

e In

dex

(CR

I)

Page 8: 89-96, Antina Delhita

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012

B - 96

miskonsepsi yang terjadi pada saat akhir kegiatan pembelajaran.

3. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi profil miskonsepsi pada konsep-konsep dalam pelajaran kimia lainnya untuk mencegah terjadinya miskonsepsi yang lebih jauh dalam mempelajari kimia.

DAFTAR PUSTAKA BSNP. 2006. Panduan Penyusunan

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas

Chandrasegaran, A L, David F Treagust, Bruce G Waldrip, dan Antonia Chandrasegaran. 2009. Student’s Dilemmas in Reaction Stoichiometry Problem Solving: Deducing The Limiting Reagent in Chemical Reactions. Journal: Chemistry Education Research and Practice, Vol.10 hal. 14-23

Dahar, Ratna Wilis. 1988. Teori-Teori Belajar. Bandung

Delhita, Antina. 2010. Penggunaan Think-Aloud Protocols untuk Mengatasi Miskonsepsi Siswa pada Materi Pokok Stoikiometri. Laporan penelitian tidak dipublikasikan. Surabaya: Lembaga Penelitian Universitas Negeri Surabaya

Someren, Maarten W. Van. 1994. The Think Aloud Method. London: Academic Press

Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius

Suparno, Paul. 2005. Miskonsepsi dan Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisika. Jakarta: Grasindo

Winkel, W.S. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia