SUBSTITUSI TEPUNG TAPIOKA DAN KALDU LIMBAH ......Hasil menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh (p
88716173 Limbah Tapioka Tugas Kelompok
-
Upload
teza-nur-firlyansyah -
Category
Documents
-
view
26 -
download
4
Transcript of 88716173 Limbah Tapioka Tugas Kelompok
Tugas Kelompok Dosen Pembimbing : Ir. Akhyar Ali M.P
TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH
PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI TEPUNG TAPIOKA
Oleh :
Kelompok IV
Andre Pranata
Dini Sri Aryati
Rezita Azizah
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2012
2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ........................................................................................................................................... 2
I. PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 3
1.1. Latar Belakang ........................................................................................................................ 3
1.2. Tujuan ..................................................................................................................................... 4
II. PEMBAHASAN ......................................................................................................................... 5
2.1. Penanganan Limbah Cair ........................................................................................................ 5
2.1.1. Metode Adsorpsi-Fotodegradasi ( Fatimah dan Karna, 2006) ........................................ 5
2.1.2. Metode Elektroflokulasi (Widayatno dan Sriyani, 2008) ............................................... 6
2.1.3. EM (Effective Mikroorganisms) (Hanifah, dkk., 2001) .................................................. 7
2.1.4. Metode Pelapisan Tanah Berganda (MSL) (Suyata, dkk., 2006) .................................... 8
2.2. Pengolahan Limbah Cair ......................................................................................................... 9
2.2.1. Nata de Cassava (Arviyanti dan Nirma, 2009) ............................................................... 9
2.3. Pengolahan Limbah Padat ....................................................................................................... 9
2.3.1. Karbon Aktif (Ikawati dan Melati, 2009) ....................................................................... 9
2.3.2. Film-Plastik Biodegradable (Firdaus dan Chairil, 2004) .............................................. 10
III. PENUTUP................................................................................................................................. 11
3.1. Kesimpulan ........................................................................................................................... 11
3.2. Saran ..................................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 12
3
I. PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Perkembangan industri di Indonesia banyak mendatangkan keuntungan,
disamping membawa dampak negatif yang perlu diperhatikan. Limbah industri yang
dibuang ke lingkungan dapat mengganggu keseimbangan ekosistem. Pencemaran adalah
perubahan yang tidak diinginkan pada udara, daratan, dan air. Secara fisik, kimiawi
ataupun biologis yang mungkin akan merupakan bahaya bagi kehidupan manusia atau
jenis-jenis penting, proses industri, lingkungan hidup dan nilai-nilai kebudayaan.
Penyebab pencemaran adalah sisa-sisa benda yang dibuat, dipakai dan dibuang manusia.
Salah satu industri yang menghasilkan air limbah adalah pabrik tepung tapioka
yang jenis limbahnya adalah limbah organik. Limbah tapioka jika tidak dikelola dengan
baik sebelum dibuang ke badan air akan mengakibatkan gangguan Kesehatan seperti
timbulnya penyakit gatal-gatal, badan air menjadi keruh dan berbau, membunuh
kehidupan biota-biota yang ada di air serta merusak keindahan karena bau busuk dan
pemandangan yang tidak sedap dipandang mata.
Pabrik tepung tapioka merupakan industri pengolah bahan pangan yang
menghasilkan limbah terutama limbah cair. Pembuangan air limbah tepung tapioka ke
badan air dengan kandungan beban BOD melebihi kadar maksimum yaitu 200 mg/L dan
TSS melebihi 150 mg/l menyebabkan turunnya jumlah oksigen dalam air. Kondisi
tersebut mempengaruhi kehidupan biota air terutama biota yang hidupnya tergantung
pada oksigen terlarut di air.
Untuk menurunkan angka BOD dan TSS pada limbah cair yang dihasilkan pabrik
tepung tapioka sebelum dibuang ke badan sungai, maka diperlukan proses pengolahan
limbah agar parameter-parameter yang terdapat dalam air limbah tersebut sesuai dengan
baku mutu yang diizinkan. Parameter limbah cair yang harus diperhatikan dan diuji
sebelum dibuang kelingkungan diantaranya yaitu pH, BOD (Biochemical Oxygen
Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), DO (Dissolved Oxygen), padatan
tersuspensi (TSS) dan kekeruhan air, dan warna (Widayatno dan Sriyani, 2008).
Penanganan limbah cair industri dapat dilakukan dengan berbagai metode mulai
dari metode yang sederhana sampai dengan metode dengan bantuan teknologi canggih.
Pada makalah ini akan dipaparkan beberapa metode penanganan limbah limbah cair
4
industri tepung tapioka. Metode-metode yang akan dijelaskan pada makalah ini antara
lain metode adsorpsi-fotodegradasi, metode elektroflokulasi, metode EM (Effective
Mikroorganisms), dan metode pelapisan tanah berganda. Selain ditangani, limbah cair
dapat juga diolah menjadi nata de cassava. Limbah Padat dapat diolah menjadi karbon
aktif dan film-plastik biodegradable.
1.2.Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui cara penanganan serta
pengolahan limbah industri tepung tapioka. Dengan mengetahui cara penanganan dan
pengolahan limbah ini diharapkan limbah industri tepung tapioka ini tidak mencemari
dan akhirnya akan merusak lingkungan.
5
II. PEMBAHASAN
2.1. Penanganan Limbah Cair
2.1.1. Metode Adsorpsi-Fotodegradasi ( Fatimah dan Karna, 2006)
Metode adsorpsi-fotodegradasi didasarkan pada proses
adsorpsi senyawa organik oleh permukaan padatan yang sekaligus
mampu mendegradasi senyawa organik. Degradasi sempurna
menghasilkan CO2 dan H2O yang aman bagi lingkungan sehingga
mengurangi faktor regenerasi.
Fotodegradasi adalah proses peruraian suatu senyawa
(biasanya senyawa organik) dengan bantuan energi foton. Proses
fotodegradasi memerlukan suatu fotokatalis, yang umumnya
merupakan bahan semikonduktor. Prinsip fotodegradasi adalah
adanya loncatan elektron dari pita valensi ke pita konduksi pada
logam semikonduktor jika dikenai suatu energi foton. Loncatan
elektron ini menyebabkan timbulnya hole (lubang elektron) yang
dapat berinteraksi dengan pelarut (air) membentuk radikal OH.
Radikal bersifat aktif dan dapat berlanjut untuk menguraikan senyawa
organik target.
Oksida logam titanium (TiO2) banyak dilaporkan sebagai
material semikonduktor yang aktif sebagai fotokatalis. Aktivitas
fotokatalis (fotoaktivitas) TiO2 dapat ditingkatkan melalui
pengembanan pada material pendukung. Salah satu yang dapat
digunakan untuk kepentingan tersebut adalah zeolit alam. Beberapa
keuntungan diharapkan dari pengembanan TiO2 pada zeolit alam
antara lain potensi zeolit alam yang melimpah di Indonesia serta
stabilitas yang tinggi pada kondisi asam. Material TiO2 teremban pada
zeolit alam memiliki fungsi ganda yaitu sebagai adsorben ( dari sifat
zeolit yang berpori dan memiliki kation yang dapat dipertukarkan)
serta sebagai fotokatalis.
Peranan fotokatalis akan terlihat dari peningkatan kualitas
hasil olehan berdasar penurunan angka COD, angka total suspended
solid (TSS) serta kadar ion sianida dari limbah hasil olahan. Berdasar
hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
6
karakter fisika luas permukaan spesifik, kristalinitas relatif serta
fotoaktivitas terhadap metilen biru dari TiO2/zeolit berpengaruh
terhadap fotoaktivitas TiO2/zeolit berkaitan dengan distribusi oksida
logam Ti dalam menurunkan angka COD dan kadar sianida pada
limbah cair industri tapioka.
2.1.2. Metode Elektroflokulasi (Widayatno dan Sriyani, 2008)
Salah satu metode yang sudah digunakan secara luas untuk
pengolahan limbah adalah elektroflokulasi yang memiliki keunggulan
diantaranya yaitu merupakan metode yang sederhana, efisien, baik
digunakan untuk menghilangkan senyawa organik, tanpa penambahan
zat kimia sehingga mengurangi pembentukan residu (sludge), dan
baik untuk menghilangkan padatan tersuspensi.
Metode elektroflokulasi telah digunakan dengan baik untuk
mengolah limbah minyak dengan tingkat efisiensi sampai 99%, juga
telah digunakan untuk mengolah limbah yang mengandung zat warna
sintetis, limbah restoran, dan limbah yang mengandung nitrat dan
fluoride. Serta dalam satu dasawarsa terakhir terbukti bahwa metode
elektrokoagulasi/elektroflokulasi juga efektif untuk mengolah limbah
yang mengandung logam berat.
Prinsip pengolahan limbah cair dengan menggunakan
elektroflokulasi adalah bahwa koagulan atau flokulan dihasilkan dari
proses elektro-oksidasi dari anoda yang umumnya dibuat dari besi
atau aluminium. Peralatan terdiri dari tiga tangki utama yaitu tangki
elektrolisis, tangki pengendapan (sedimentasi) /flotasi dan tangki
penyaringan . Pada tangki elektrolisis terjadi penggumpalan materi
pencemar yang terkandung dalam limbah cair, yang dilakukan dengan
mengalirkan tegangan listrik searah (DC) dari anoda menuju katoda.
Sebagai anoda digunakan logam Aluminium dan katoda berupa
karbon. Reaksi yang terjadi pada kedua elektroda sebagai berikut :
Anoda (-) :
Al Al3+
+ 3e E° =1,66 volt
Katode (+) :
H2O + 2e H2 + OH- E° = -0,83 volt (2)
7
Unsur-unsur tersebut akan membentuk gumpalan (flok) berupa
Al(OH)3 yang memiliki luas permukaan adsorpsi yang besar
sehingga sangat cepat menjerap senyawa organik dan partikel koloid
berdasarkan reaksi :
Al3+
+ 3 OH- Al (OH)3 (3)
Setelah mengalami proses elektrolisis, koagulasi dan
flokulasi, limbah dialirkan menuju tangki penyaring. Tangki
penyaring dilengkapi dengan kasa dan ijuk sehingga limbah cair yang
keluar dari tangki penyaringan dapat seminimal mungkin
mengandung kotoran.
Gas H2 yang dihasilkan membentuk gelembung-gelembung
gas mempunyai fungsi yang penting dalam proses pemisahan yaitu
mengangkat dan membawa partikel-partikel yang telah terkoagulasi
dan terflokulasi ke permukaan cairan sehingga memudahkan proses
penyaringan. Metode elektroflokulator dapat digunakan untuk
mengolah limbah cair tapioka, hal ini terlihat dari penurunan TSS,
COD dan pH.
2.1.3. EM (Effective Mikroorganisms) (Hanifah, dkk., 2001)
Alternatif solusi pengolahan limbah cair tapioka adalah
dengan menggunakan teknologi EM (Effective Microorganisms).
Effective Microorganisms merupakan kultur campuran lima kelompok
mikroorganisme yang mampu melakukan biodegradasi limbah
organik, seperti senyawa karbon, hidrogen, nitrogen dan oksigen.
Mikroorganisme EM memerlukan bahan organik untuk
mempertahankan hidupnya seperti karbohidrat, protein, lemak dan
mineral lainnya.
Bakteri fotosintetik dapat menggunakan karbon dioksida dan
hidrogen sulfida untuk hidup dengan memecahkan dan menggunakan
senyawa-senyawa bersulfur tanpa menimbulkan bau dan dapat
menghasilkan zat gula bagi bakteri EM yang lain. Mikroorganisme
EM mampu hidup baik pada medium asam atau basa, temperatur
tinggi 45-500C (mikroorganisme termofilik) dan pada kondisi aerob
atau anaerob.
8
Teknologi EM untuk pengolahan limbah cair tapioka perlu
dilakukan, sehingga air hasil olahan tersebut layak dibuang lebih
cepat ke lingkungan dan memenuhi baku mutu yang sesuai dengan
Kepmenlh No.51/Menlh/10/1995. Penelitian ini bertujuan
mengaplikasikan teknologi EM untuk mengolah limbah cair tapioka
dalam skala laboratorium dan menganalisis lamanya waktu
pengolahan sampai mencapai baku mutu limbah cair tapioka melalui
hasil analisis parameter nilai pH, BOD, COD, TSS, dan sianida.
Teknologi EM dapat diterapkan dalam skala laboratorium
untuk mengolah limbah cair tapioka, sehingga limbah tersebut layak
dibuang ke lingkungan dalam waktu yang lebih cepat (12 hari
pengolahan) dibandingkan pengolahan limbah cair yang dilakukan
oleh pihak pabrik (tiga bulan).
Perbedaan konsentrasi EM (0,5% dan 1%) tidak
mempengaruhi secara nyata pada nilai BOD, COD dan TSS,
sedangkan untuk menurunkan kandungan sianida dalam limbah cair
lebih baik menggunakan konsentasi EM 1%. Aplikasi EM sebaiknya
dicobakan pada proses pengolahan limbah cair tapioka dalam skala
lapangan untuk menghembat biaya pengolahan dan mempersingkat
waktu alir limbah.
2.1.4. Metode Pelapisan Tanah Berganda (MSL) (Suyata, dkk., 2006)
Sistem MSL merupakan sistem yang menggunakan tanah
andisol, zeolit, kerikil (gravels), dan arang tempurung kelapa
sebagai sumber karbon serta menggunakan pipa aerasi sebagai
sumber oksigen. Lapisan tanah dan zeolit disusun dengan pola
seperti susunan batu bata penyumbatan dan pembentukan lapisan
menerapkan metode MSL dalam impermeable.
Sistem MSL diterapkan untuk meningkatkan fungsi tanah
dengan memanfaatkan mikroba dan arang tempurung kelapa dalam
pengolahan limbah cair biogen sebelum dilepas ke badan
perairan.
9
2.2.Pengolahan Limbah Cair
2.2.1. Nata de Cassava (Arviyanti dan Nirma, 2009)
Air sisa pengendapan pati adalah limbah cair dari proses
pemisahan pati dari airnya atau proses pengendapan pada pembuatan
tepung tapioka. Limbah ini jika tidak diolah dengan baik bisa
menimbulkan bau yang tidak sedap dan beberapa penyakit, sehingga
diperlukan alternatif lain dalam mengolahnya. Salah satu alternatifnya
yaitu mengolah limbah cair ini menjadi nata yang disebut nata de
cassava dengan menggunakan bakteri Acetobacter xylinum.
Dari hasil penelitian variabel yang berpengaruh pada
pembuatan nata adalah pH, penambahan pati dan waktu fermentasi.
Kondisi optimum untuk pembuatan nata de cassava adalah pada
penambahan gula 10 %, pH 4, dimana pada kondisi tersebut
dihasilkan nata de cassava dengan ketebalan paling besar yaitu 12
mm pada waktu fermentasi selama 12 hari.
2.3.Pengolahan Limbah Padat
2.3.1. Karbon Aktif (Ikawati dan Melati, 2009)
Proses pembuatan karbon aktif dari limbah kulit singkong ini
sangat sederhana, yakni proses aktivasi dan karbonisasi. Karbon aktif
memiliki banyak manfaat, misalkan sebagai pembersih air, pemurnian
gas, industri gula, pengolahan limbah cair dan sebagainya.
Karbon aktif merupakan suatu padatan berpori yang
mengandung 85-95% karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang
mengandung karbon dengan pemanasan pada suhu tinggi. Beberapa
limbah hasil pertanian seperti jerami padi, jerami gandum, kulit
kacang, bambu dan serabut kelapa dapat dimanfaatkam menjadi
produk karbon aktif dan telah dikaji secara mendalam dengan
berbagai prosedur yang berbeda.
Proses pembuatan karbon aktif dibagi menjadi dua macam
yaitu aktifasi kimia dan aktifasi fisika. Dalam proses pembuatan
karbon aktif berbahan dasar kulit singkong sebaiknya menggunakan
cara aktifasi kimia. Hal ini berdasarkan pertimbangan aspek
ekonomis. Proses aktifasi fisika membutuhkan suhu tinggi 600-
10
900°C. Kondisi operasi tersebut membutuhkan energi listrik yang
diperlukan cukup besar. Oleh karena itu, aktifasi fisika tidak
ekonomis khususnya untuk skala industri kecil. Sedangkan kelebihan
aktifasi kimia adalah kondisi suhu dan tekanan operasinya relatif
lebih rendah. Selain itu, efek penggunaan bahan kimia mampu
meningkatkan jumlah pori-pori dalam produk. Yield karbon yang
dihasilkan aktifasi kimia juga lebih tinggi daripada aktifasi fisika.
2.3.2. Film-Plastik Biodegradable (Firdaus dan Chairil, 2004)
Plastik biodegradabel adalah plastik yang dapat digunakan
layaknya seperti plastik konvensional, namun akan hancur terurai
oleh aktivitas mikroorganisme menjadi hasil akhir air dan gas
karbondioksida setelah habis terpakai dan dibuang ke lingkungan.
Karena sifatnya yang dapat kembali ke alam, plastik biodegradabel
merupakan bahan plastik yang ramah terhadap lingkungan.
Proses Pembuatan
Kulit putih yang diperoleh diparut/dihaluskan dengan
pemarut semi mekanis sehingga diperoleh bubur/pulp kulit singkong
basah. Selanjutnya diekstrak sari patinya dengan pelarut air limbah
kemudian dipisahkan dalam bejana berbeda. Ampas singkong basah
20 gram (sekali proses) dicampur dengan ekstrak kulit 100 ml,
dipanaskan sambil diaduk pada suhu 80-900C selama 5-10 menit,
setelah terbentuk biopolimer, segera ditambahkan pelarut ethanol
70% 20 ml dan gliserol 10 ml sambil diaduk dengan pemanasan
berlanjut selama 2-3 menit. Untuk sampel kulit singkong dapat
diproses seperti halnya pada sampel ampas singkong. Biopolimer
yang dihasilkan dicetak di atas cetakan bahan PE yang licin kemudian
disimpan dalam oven pada suhu 40-500C selama 2-3 hari, setelah itu
dikondisikan dalam suhu kamar selama 2 hari.
11
III. PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Setelah mempelajari beberapa metode penanganan serta
pengolahan limbah kita dapat menyimpulkan bahwa :
- Setiap metode memiliki karekteristik yang berbeda
- Setiap metode memiliki kelebihan dan kelemahan tersendiri
- Setiap metode berusaha untuk memperbaiki kualitas limbah industri
tepung tapioka sehingga tidak mencemari lingkungan pembuangannya.
- Pengolahan limbah bertujuan untuk memanfaatkan bahan yang tidak
memiliki nilai ekonomis lagi menjadi sesuatu yang bernilai ekonomis.
3.2.Saran
Sebaiknya beberapa metode diatas diaplikasikan dilapangan
sehingga kita dapat mencegah pencemaran lingkungan. Selain itu kita juga
dapat menambah nilai ekonomis dari limbah industri tepung tapioka tersebut.
12
DAFTAR PUSTAKA
Arviyanti dan Nirma. 2009. Pengaruh penambahan air limbah tapioka pada proses
pembuatan nata. Seminar Tugas Akhir S1 Teknik Kimia Univ. Diponegoro.
Fatimah, Is., Karna Wijaya. 2006. Sintesis tio2/zeolit sebagai fotokatalis pada pengolahan
limbah cair industri tapioka secara adsorpsi-fotodegradasi. Teknoin Vol. 10 No.
4: 257-267.
Firdaus, Feris., Chairil Anwar. 2004. Potensi limbah padat-cair industri tepung tapioka
sebagai bahan baku film plastik biodegradabel. Logika Vol. 1, No. 2: 38-47.
Hanifah, T.A., Christine Jose., Titania T. Nugroho. 2001. Pengolahan limbah cair
tapioka dengan teknologi EM (effective mikroorganisms). Jurnal Natur
Indonesia III (2): 95 - 103.
Ikawati., Melati. 2009. Pembuatan Karbon Aktif Dari Limbah Kulit Singkong Ukm
Tapioka Kabupaten Pati. Seminar Tugas Akhir S1 Teknik Kimia Univ.
Diponegoro.
Suyata., Irmanto., Warsinah. 2006. Penurunan BOD dan COD limbah cair industri
tapioka di kabupaten Purbalingga dengan metode pelapisan tanah berganda.
Jurnal Pembangunan Pedesaan Vol. 6 No. 2: 89-95.
Widayatno, Tri., Sriyani. 2008. Pengolahan limbah cair industri tapioka dengan
menggunakan metode elektroflokulasi. ISBN 978-979-3980-15-7 : B84-B89.