82953612 Kriteria Teknis Penataan Ruang Kawasan Budidaya

41
i Daftar RSNI 200 BACK Daftar isi Daftar isi ....................................................................................................................................... i Prakata ........................................................................................................................................ ii Pendahuluan .............................................................................................................................. iii 1 Ruang lingkup.......................................................................................................................1 2 Acuan normatif......................................................................................................................1 3 Istilah dan definisi .................................................................................................................1 4 Ketentuan umum ..................................................................................................................4 5 Ketentuan teknis .................................................................................................................14 6 Peran masyarakat..............................................................................................................33 Lampiran A ................................................................................................................................34 Lampiran B ................................................................................................................................35 Lampiran D................................................................................................................................35 Lampiran D................................................................................................................................36 Bibliografi...................................................................................................................................37

Transcript of 82953612 Kriteria Teknis Penataan Ruang Kawasan Budidaya

i Daftar

RSNI 2005BACK

Daftar isi

Daftar isi .......................................................................................................................................i

Prakata ........................................................................................................................................ ii

Pendahuluan .............................................................................................................................. iii

1 Ruang lingkup.......................................................................................................................1

2 Acuan normatif......................................................................................................................1

3 Istilah dan definisi .................................................................................................................1

4 Ketentuan umum ..................................................................................................................4

5 Ketentuan teknis.................................................................................................................14

6 Peran masyarakat..............................................................................................................33

Lampiran A ................................................................................................................................34

Lampiran B ................................................................................................................................35

Lampiran D................................................................................................................................35

Lampiran D................................................................................................................................36

Bibliografi...................................................................................................................................37

ii Daftar

RSNI 2005BACK

Prakata

Kriteria teknis penataan ruang Kawasan Budidaya dipersiapkan oleh Panitia Teknik Standardisasi Bidang Konstruksi dan Bangunan melalui Gugus Kerja Bidang Penataan Ruang Permukiman pada Sub Panitia Teknik Standardisasi Bidang Permukiman. Pedoman ini diprakarsai oleh Direktorat Penataan Ruang Nasional, Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Departemen Pekerjaan Umum. Pedoman ini disusun dengan maksud menyiapkan acuan di bidang penataan ruang bagi pemerintah kabupaten/kota serta pemangku kepentingan (stakeholder) lain dalam melakukan penataan kawasan budidaya di wilayahnya sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Pedoman ini berisi tentang fungsi karakteristik dan kriteria teknis untuk kawasan budidaya. Tujuan yang akan dicapai adalah tersedianya acuan operasional dalam penataan ruang kawasan budidaya. Tata cara penulisan pedoman ini mengikuti Pedoman Badan Standardisasi Nasional (BSN) No. 8 Tahun 2000 dan pembahasannya mengikuti mekanisme yang berlaku sesuai Pedoman BSN No. 9 Tahun 2000. Dalam prosesnya telah melibatkan narasumber, pakar dari Perguruan Tinggi, Asosiasi Profesi, Produsen, Direktorat Bina Teknis di lingkungan Departemen Pekerjaan Umum, Departemen/Instansi terkait lainnya serta Pemerintah Daerah.

iii Daftar

RSNI 2005BACK

Pendahuluan

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang mengisyaratkan agar setiap Kabupaten/Kota menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah sebagai acuan dalam pelaksanaan pembangunan. Rencana ini berisikan rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang yang dapat memberikan arahan untuk mengubah dan mentransformasikan kondisi yang terbentuk saat ini (existing condition) kepada kondisi yang terbentuk pada masa yang akan datang (future condition) menjadi lebih tertib, aman, efektif, dan efisien. Pada saat ini produk pedoman yang tersedia dalam penyelenggaraan penataan ruang baru mencakup tentang perencanaan tata ruang dan peninjauan kembali produk tata ruang baik untuk Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi, Kabupaten, maupun Kota. Untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses pemanfaatan ruang perlu dikembangkan pedoman teknis di bidang pemanfaatan ruang, baik untuk kawasan lindung maupun kawasan budidaya. Pedoman ini merupakan bagian dari serangkaian pedoman yang mengatur dan memberikan petunjuk operasional dan petunjuk teknis untuk pengelolaan dan pemanfaatan ruang di kawasan budidaya. Kawasan budidaya yang telah ditetapkan dalam RTRW Kabupaten/Kota harus dikelola dalam rangka optimalisasi implementasi rencana. Kawasan budidaya yang akan diatur dalam pedoman ini berdasarkan PP No. 47 Tahun 1997 tentang RTRWN yang dijabarkan ke dalam Kepmen Kimpraswil No. 327/KPTS/M/2002 tentang Penetapan Enam Pedoman Bidang Penataan Ruang (Lampiran III dan V). Jenis kawasan budidaya di Kabupaten yang akan diatur dalam pedoman ini terdiri dari : 1) kawasan hutan produksi; 2) kawasan pertanian; 3) kawasan pertambangan; 4) kawasan peruntukan industri; 5) kawasan pariwisata; 6) kawasan permukiman perdesaan; dan 7) kawasan konservasi budaya dan sejarah. Adapun kawasan budidaya di Kota terdiri dari : 1) kawasan perumahan; 2) kawasan perdagangan dan jasa (termasuk pergudangan) ; 3) kawasan peruntukan industri; 4) fasilitas sosial; 5) kawasan perkantoran; 6) kawasan konservasi; 7) terminal; 8) Tempat Pemakaman Umum (TPU); dan 9) Tempat Pembuangan sampah Akhir (TPA). Pedoman ini diharapkan bermanfaat bagi: a) Pemerintah Kabupaten/Kota : sebagai acuan dalam menyusun kebijakan dan peraturan

bidang penataan ruang; b) Stakeholder lain : sebagai acuan dalam menentukan lokasi dan besaran kegiatan

pemanfaatan ruang termasuk investasi.

1 dari 38 Daftar

RSNI 2005BACK

Kriteria teknis penataan ruang kawasan budidaya

1 Ruang lingkup Pedoman ini dimaksudkan untuk menunjang penerapan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten dan Kota dalam hal pengelolaaan kawasan budidaya. Ruang lingkup materi pedoman ini membahas tentang pengelolaan kawasan budidaya di kawasan perdesaan dan kawasan perkotaan beserta fasilitas penunjangnya. Kawasan budidaya yang diatur dalam pedoman ini meliputi: 1) kawasan hutan produksi (termasuk hutan rakyat); 2) kawasan pertanian; 3) kawasan pertambangan; 4) kawasan peruntukan industri; 5) kawasan pariwisata; 6) kawasan permukiman; 7) kawasan perdagangan dan jasa. Fasilitas penunjang meliputi fasilitas sosial dan fasilitas fisik. 2 Acuan normatif SNI 03-1733-1989, Tatacara perencanaan kawasan perumahan kota. SNI 10-2454-1991, Tatacara pengelolaan teknik persampahan perkotaan. SNI 03-3241-1994, Tatacara pemilihan lokasi tempat pembuangan akhir sampah. SNI 03-3242-1994, Tatacara pengelolaan sampah di permukiman. SNI 03-6981-2004, Tatacara perencanaan lingkungan perumahan sederhana tidak bersusun di daerah perkotaan. 3 Istilah dan definisi 3.1 aglomerasi Pemusatan kegiatan industri pada sautu lokasi yang dapat meningkatkan dan mendorong pertumbuhan industri-industri lainnya sehingga secara akumulatif akan meningkatkan kegiatan ekonomi dengan produk yang mengarah spesifik. 3.2 benda cagar budaya benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagian atau sisa-sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya 50 (limapuluh) tahun, atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 (limapuluh), serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan; benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan. 3.3 fasilitas fisik atau utilitas umum sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan pembangun swasta pada lingkungan permukiman meliputi penyediaan jaringan air bersih, listirk, pembuangan sampah, telepon, saluran pembuangan air kotor dan drainase, dan gas.

2 dari 38 Daftar

RSNI 2005BACK

3.4 fasiltas umum sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan pembangun swasta pada lingkungan permukiman meliputi penyediaan jaringan air bersih, listirk, pembuangan sampah, telepon, saluran pembuangan air kotor dan drainase, dan gas. 3.5 fasilitas sosial fasilitas yang dibutuhkan masyarakat dalam lingkungan permukiman meliputi pendidikan, kesehatan, perbelanjaan dan niaga, pemerintahan dan pelayanan umum, peribadatan, rekreasi dan kebudayaan, olahraga dan lapangan terbuka, serta fasilitas penunjang kegiatan sosial lainnya di kawasan perkotaan. 3.6 kawasan budidaya kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. 3.7 kawasan hutan produksi kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. 3.8 kawasan hutan wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. 3.9 kawasan lindung kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. 3.10 kawasan pariwisata kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata atau segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut. 3.11 kawasan perdagangan dan jasa kawasan yang diperuntukkan untuk kegiatan perdagangan dan jasa, termasuk pergudangan, yang diharapkan mampu mendatangkan keuntungan bagi pemiliknya dan memberikan nilai tambah pada satu kawasan perkotaan. 3.12 kawasan perdesaan kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

3 dari 38 Daftar

RSNI 2005BACK

3.13 kawasan perkotaan kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintah, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. 3.14 kawasan permukiman kawasan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung bagi peri kehidupan dan penghidupan. 3.15 kawasan pertambangan kawasan yang diperuntukkan bagi kegiatan pertambangan di wilayah yang sedang maupun yang akan dilakukan kegiatan pertambangan, meliputi golongan bahan galian A, B dan C. 3.16 kawasan pertanian kawasan yang diperuntukkan bagi kegiatan pertanian yang meliputi kawasan pertanian lahan basah, kawasan pertanian lahan kering, kawasan pertanian tanaman tahunan/perkebunan, perikanan, peternakan. 3.17 kawasan peruntukan industri bentangan lahan yang diperuntukkan bagi kegiatan industri berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah yang ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota yang bersangkutan. 3.18 lingkungan/kawasan perumahan kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. 3.19 lingkungan/konservasi bangunan/gedung bersejarah kesatuan ruang dengan bangunanan yang berdasarkan kriteria tertentu oleh pemerintah daerah dinilai dan dinyatakan sebagai lingkungan dan bangunan yang dilindungi. Perlindungan tersebut dimaksudkan sebagai upaya untuk memperpanjang usia lingkungan dan bangunan bersejarah melalui kegiatan restorasi, permintakan, revitalisasi, dan pemugaran. 3.20 perencanaan tata ruang proses dan prosedur penyusunan serta penetapan rencana tata ruang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3.21 perkebunan segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat.

4 dari 38 Daftar

RSNI 2005BACK

3.22 rencana tata ruang wilayah (RTRW) hasil perencanaan tata ruang berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional yang telah ditetapkan. 3.23 ruang wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. 3.24 tata ruang wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak. 3.25 tempat pemakaman umum (TPU) areal tanah yang disediakan untuk keperluan pemakaman jenazah bagi setiap orang tanpa membedakan agama dan golongan, yang pengelolaannya dilakukan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II atau Pemerintah Desa. 3.26 tempat pembuangan akhir sampah (TPA) sarana fisik untuk berlangsungnya kegiatan pembuangan akhir sampah. 3.27 terminal prasarana transportasi jalan untuk keperluan menaikkan dan menurunkan penumpang atau memuat dan membongkar barang serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan kendaraan umum, yang merupakan salah satu wujud simpul jaringan transportasi jalan. 3.28 wisata kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik sasaran tertentu. 4 Ketentuan umum Ketentuan umum ini berisi norma-norma dan kriteria umum kawasan budidaya serta fasilitas sosial dan fasilitas umum. 4.1 Kawasan hutan produksi a) Fungsi utama kawasan hutan produksi :

Meliputi penghasil hutan kayu dan bukan kayu. Kawasan hutan produksi berfungsi pula sebagai daerah resapan air hujan. Kegiatan pemanfaatan kawasan hutan produksi dapat membantu penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat setempat. Hasil hutan produksi juga merupakan salah satu sumber pemasukan dana bagi Pemerintah Daerah (dana bagi hasil) sebagaimana diatur dalam UU

5 dari 38 Daftar

RSNI 2005BACK

Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Kawasan hutan produksi meliputi hutan produksi tetap, hutan produksi terbatas, hutan produksi yang dikonversi. Ketentuan lebih rinci untuk masing-masing jenis hutan produksi diatur dalam bagian ketentuan teknis.

b) Kriteria umum dan norma-norma pemanfaatan : 1) persyaratan penggunaan kawasan hutan produksi untuk kepentingan pembangunan di

luar kehutanan : (a) tidak mengubah fungsi pokok kawasan hutan produksi. (b) penggunaan kawasan hutan produksi untuk kepentingan pertambangan dilakukan

melalui pemberian ijin pinjam pakai oleh Menteri dengan memperhatikan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan.

(c) penggunaan kawasan hutan produksi untuk kepentingan pertambangan terbuka harus dilakukan dengan ketentuan khusus dan secara selektif.

2) ketentuan pokok tentang status dan fungsi hutan; pengurusan hutan; perencanaan hutan; dan pengelolaan hutan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.

3) pemanfaatan hutan produksi mencakup tentang kegiatan pemanfaatan kawasan, kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan, kegiatan pemanfaatan hasil hutan kayu dan atau bukan kayu, dan kegiatan pemungutan hasil kayu dan atau bukan kayu.

4) kegiatan pemanfaatan kawasan hutan produksi harus terlebih dahulu memiliki kajian studi Analisi Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang diselenggarakan oleh Pemrakarsa yang dilengkapi dengan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) dan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL).

5) cara pengelolaan produksi hutan yang diterapkan harus didasarkan kepada rencana kerja yang disetujui dinas kehutanan dan atau Departemen Kehutanan, dan pelaksanaannya harus dilaporkan secara berkala. Rencana kerja tersebut harus memuat juga rencana kegiatan reboisasi di lokasi hutan yang sudah dtebang.

6) kegiatan di hutan produksi harus diupayakan untuk tetap mempertahankan bentuk tebing sungai dan mencegah sedimentasi ke aliran sungai akibat erosi dan longsor.

7) kegiatan pemanfaatan kawasan hutan produksi harus diupayakan untuk menyerap sebesar mungkin tenaga kerja yang berasal dari masyarakat lokal.

8) kawasan hutan produksi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan di luar sektor kehutanan seperti pertambangan, pembangunan jaringan listrik, telepon dan instalasi air, kepentingan religi, serta kepentingan pertahanan dan keamanan.

9) penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pertambangan dilakukan melalui pemberian izin pinjam pakai oleh Menteri terkait dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian hutan.

10) kegiatan pemanfaatan hutan produksi wajib memenuhi kriteria dan indikator pengelolaan hutan secara lestari yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan ekologi.

11) pemanfaatan ruang beserta sumberdaya hasil hutan di kawasan hutan produksi harus diperuntukkan untuk sebesar-besarnya bagi kepentingan negara dan kemakmuran rakyat, dengan tetap memelihara sumber daya tersebut sebagai cadangan pembangunan yang berkelanjutan dan tetap menjaga kelestarian fungsi hutan sebagai daerah resapan air hujan serta memperhatikan kaidah-kaidah pelestarian fungsi lingkungan hidup.

4.2 Kawasan pertanian a) Fungsi utama kawasan pertanian :

6 dari 38 Daftar

RSNI 2005BACK

Menghasilkan bahan pangan, palawija, tanaman keras, hasil peternakan dan perikanan. Kegiatan pemanfaatan kawasan pertanian sangat penting bagi upaya penyediaan lapangan kerja untuk masyarakat. Kawasan pertanian tanaman pangan dan tanaman keras skala besar dapat berfungsi pula sebagai daerah resapan air hujan. Kegiatan pertanian meliputi pertanian tanaman pangan dan palawija; perkebunan-tanaman keras; peternakan; perikanan air tawar; dan perikanan laut.

b) Kriteria umum dan norma-norma pemanfaatan : 1) ketentuan pokok tentang perencanaan dan penyelenggaraan budidaya tanaman; serta

tata ruang dan tata guna tanah budidaya tanaman mengacu kepada Undang-Undang Nomor 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman.

2) ketentuan pokok tentang kegiatan perencanaan perkebunan; penggunaan tanah untuk usaha perkebunan; serta pemberdayaan dan pengelolaan usaha perkebunan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan.

3) pemanfaatan ruang di kawasan pertanian harus diperuntukkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, dengan tetap memelihara sumber daya tersebut sebagai cadangan pembangunan yang berkelanjutan dan tetap memperhatikan kaidah-kaidah pelestarian fungsi lingkungan hidup.

4) ketentuan pokok tentang pemakaian tanah dan air untuk usaha peternakan; serta penertiban dan keseimbangan tanah untuk ternak mengacu kepada Undang-Undang Nomor 6 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewani.

5) ketentuan pokok tentang wilayah pengelolaan perikanan; pengelolaan perikanan; dan usaha perikanan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan.

6) penggunaan lahan untuk kegiatan pertanian tanaman harus memanfaatkan potensi tanah yang sesuai untuk peningkatan kegiatan produksi dan wajib memperhatikan aspek kelestarian fungsi lingkungan hidup dan mencegah kerusakannya.

7) kawasan pertanian tanaman lahan basah dengan irigasi teknis tidak boleh dialihfungsikan.

8) kawasan pertanian tanaman lahan kering tidak produktif dapat dialihfungsikan dengan syarat-syarat tertentu yang diatur oleh pemerintah daerah setempat dan atau oleh Departemen Pertanian.

9) wilayah yang menghasilkan produk perkebunan yang bersifat spesifik lokasi dilindungi kelestariannya dengan indikasi ruang.

10) wilayah yang sudah ditetapkan untuk dilindungi kelestariannya dengan indikasi geografis dilarang dialihfungsikan.

11) kegiatan pertanian skala besar (termasuk peternakan dan perikanan), baik yang menggunakan lahan luas ataupun teknologi intensif harus terlebih dahulu memiliki kajian studi Amdal.

12) penanganan limbah pertanian tanaman (kadar pupuk dan pestisida yang terlarut dalam air drainase,) dan polusi industri pertanian (udara–bau dan asap, limbah cair) yang dihasilkan harus disusun dalam RPL dan RKL yang disertakan dalam dokumen Amdal.

13) penanganan limbah peternakan (kotoran ternak, bangkai ternak, kulit ternak, bulu unggas, dsb) dan polusi (udara -bau, limbah cair) yang dihasilkan harus disusun dalam RPL dan RKL yang disertakan dalam dokumen Amdal.

14) penanganan limbah perikanan (ikan busuk, kulit ikan/udang/kerang) dan polusi (udara-bau,) yang dihasilkan harus disusun dalam RPL dan RKL yang disertakan dalam dokumen Amdal.

15) kegiatan pertanian skala besar (termasuk peternakan dan perikanan), harus diupayakan menyerap sebesar mungkin tenaga kerja setempat.

7 dari 38 Daftar

RSNI 2005BACK

16) pemanfaatan dan pengelolaan lahan harus dilakukan berdasarkan kesesuaian lahan. 17) upaya pengalihan fungsi lahan dari kawasan pertanian lahan kering tidak produktif

(tingkat kesuburan rendah) menjadi peruntukan lain harus dilakukan tanpa mengurangi kesejahteraan masyarakat.

4.3 Kawasan pertambangan a) Fungsi utama kawasan pertambangan :

Menghasilkan barang hasil .tambang yang meliputi minyak dan gas bumi; bahan galian pertambangan secara umum, dan bahan galian C. Kegiatan pemanfaatan kawasan pertambangan mendukung upaya penyediaan lapangan kerja. Hasil tambang juga merupakan salah satu sumber pemasukan dana bagi Pemerintah Daerah (dana bagi hasil) sebagaimana diatur dalam UU Nomor 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Sesuai dengan ketentuan pasal 4 (2) UU No. 11 Tahun 1967 kewenangan pemerintah daerah atas bahan galian mencakup atas bahan galian C yang meliputi penguasaan dan pengaturan usaha pertambangannya. Untuk bahan galian strategis golongan A dan vital atau golongan B pelaksanaannya dilakukan oleh Menteri. Khusus bahan galian golongan B, pengaturan usaha pertambangannya dapat diserahkan kepada pemerintah daerah provinsi.

b) Kriteria umum dan norma-norma pemanfaatan : 1) ketentuan pokok tentang penggolongan pelaksanaan penguasaan bahan galian;

bentuk dan organisasi perusahaan pertambangan; usaha pertambangan; kuasa pertambangan; dan hubungan kuasa pertambangan dengan hak-hak tanah mengacu kepada Undang-Undang nomor 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan.

2) ketentuan pokok tentang penguasaan dan pengusahaan; kegiatan usaha hulu; kegiatan usaha hilir; hubungan kegiatan usaha minyak dan gas bumi dengan hak atas tanah; serta pembinaan dan pengawasan mengacu kepada Undang-Undang nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

3) pemanfaatan ruang beserta sumberdaya tambang dan galian di kawasan pertambangan harus diperuntukkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, dengan tetap memelihara sumber daya tersebut sebagai cadangan pembangunan yang berkelanjutan dan tetap memperhatikan kaidah-kaidah pelestarian fungsi lingkungan hidup.

4) kegiatan pertambangan ditujukan untuk menyediakan bahan baku bagi industri dalam negeri dan berbagai keperluan masyarakat, serta meningkatkan ekspor, meningkatkan penerimaan negara dan pendapatan daerah serta memperluas lapangan pekerjaan dan kesempatan usaha

5) setiap kegiatan pertambangan harus memberdayakan masyarakat dilingkungan yang dipengaruhinya guna kepentingan dan kesejahteraan masyarakat setempat.

6) kegiatan pertambangan harus terlebih dahulu memiliki kajian studi Amdal yang dilengkapi dengan RPL dan RKL.

7) kegiatan pertambangan mulai dari tahap perencanaan, tahap ekplorasi hingga eksploitasi harus diupayakan sedemikian rupa agar tidak menimbulkan perselisihan dan atau persengketaan dengan masyarakat setempat.

8) rencana kegiatan eksploitasi harus disetujui oleh dinas pertambangan setempat dan atau oleh Departemen Pertambangan dan Energi, dan pelaksanaannya dilaporkan secara berkala.

8 dari 38 Daftar

RSNI 2005BACK

9) pada lokasi kawasan pertambangan fasilitas fisik yang harus tersedia meliputi jaringan listrik, jaringan jalan raya, tempat pembuangan sampah, drainase, dan saluran air kotor.

4.4 Kawasan peruntukan industri a) Fungsi utama kawasan peruntukan industri :

Untuk memfasilitasi kegiatan industri agar tercipta aglomerasi kegiatan produksi di satu lokasi dengan biaya investasi prasarana yang efisien. Kegiatan pemanfaatan kawasan peruntukan industri juga mendukung upaya penyediaan lapangan kerja serta meningkatkan nilai tambah komoditas yang pada gilirannya meningkatkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di wilayah yang bersangkutan. Selain itu, berkumpulnya kegiatan industri di suatu kawasan dimaksudkan untuk mempermudah koordinasi pengendalian dampak lingkungan yang mungkin ditimbulkan. Sebagian atau seluruh bagian kawasan peruntukan industri dapat dikelola oleh satu pengelola tertentu. Dalam hal ini, kawasan yang dikelola oleh satu pengelola tertentu tersebut disebut kawasan industri.

b) Kriteria umum dan norma-norma pemanfaatan : 1) ketentuan pokok tentang pengaturan, pembinaan dan pengembangan industri; serta

izin usaha industri mengacu kepada Undang-Undang nomor 5 tahun 1984 tentang Perindustrian.

2) pemanfaatan ruang untuk peruntukan industri harus sebesar-besarnya diperuntukkan bagi upaya mensejahterakan masyarakat melalui peningkatan nilai tambah dan peningkatan pendapatan yang tercipta akibat efisiensi biaya investasi dan proses aglomerasi, dengan tetap mempertahankan kelestarian fungsi lingkungan hidup.

3) jenis industri yang dikembangkan harus mampu menciptakan lapangan kerja dan dapat meningkatkan kualitas sumberdaya masyarakat setempat. Untuk itu jenis industri yang dikembangkan harus memiliki hubungan keterkaitan yang kuat dengan karakteristik lokasi setempat, seperti kemudahan akses ke bahan baku dan atau kemudahan akses ke pasar.

4) kawasan peruntukan industri harus memiliki kajian Amdal, sehingga dapat ditetapkan kriteria jenis industri yang diijinkan beroperasi di kawasan tersebut.

5) bagi kawasan peruntukan industri yang belum memiliki kajian studi Amdal, industri yang akan berdiri harus terlebih dahulu memiliki kajian studi Amdal yang dilengkapi dengan RPL dan RKL.

6) untuk mempercepat pengembangan kawasan peruntukan, di dalam kawasan peruntukan industri dapat dibentuk suatu perusahaan Kawasan Industri yang mengelola kawasan industri.

7) khusus untuk kawasan industri, pihak pengelola wajib menyiapkan kajian studi Amdal sehingga pihak industri cukup menyiapkan RPL dan RKL.

8) ketentuan tentang kawasan industri diatur tersendiri melalui Keppres Nomor 41/1996 tentang Kawasan Industri dan Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI Nomor 50/M/SK/1997 tentang Standar Teknis Kawasan Industri yang mengatur beberapa aspek substansi serta hak dan kewajiban Perusahan Kawasan Industri, Perusahaan Pengelola Kawasan Industri dan Perusahaan Industri dalam pengelolaan Kawasan Industri.

4.5 Kawasan pariwisata a) Fungsi utama kawasan pariwisata :

9 dari 38 Daftar

RSNI 2005BACK

Untuk memperkenalkan, mendayagunakan dan melestarikan nilai-nilai sejarah/ budaya lokal dan keindahan alam; serta sekaligus memupuk rasa cinta tanah air dan meningkatkan persahabatan antar bangsa. Kegiatan pemanfaatan kawasan pariwisata juga mendukung upaya penyediaan lapangan kerja yang pada gilirannya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat di wilayah yang bersangkutan. Jenis obyek wisata yang diusahakan dan dikembangkan di kawasan pariwisata dapat berupa wisata alam atau pun wisata sejarah dan konservasi budaya.

b) Kriteria umum pemanfaatan :

1) ketentuan pokok tentang pengaturan, pembinaan dan pengembangan kegiatan kepariwisataan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 9 tahun 1990 tentang Kepariwisataan.

2) kegiatan kepariwisataan diarahkan untuk memanfaatkan potensi keindahan alam, budaya dan sejarah di kawasan pariwisata guna mendorong perkembangan pariwisata dengan memperhatikan kelestarian nilai-nilai budaya, adat istiadat, mutu dan keindahan lingkungan alam dan kelestarian fungsi lingkungan hidup.

3) kegiatan kepariwisataan yang dikembangkan harus memiliki hubungan fungsional dengan kawasan industri kecil dan industri rumah tangga serta membangkitkan kegiatan sektor jasa masyarakat.

4) pemanfaatan lingkungan dan bangunan cagar budaya untuk kepentingan pariwisata, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayan dan agama harus memperhatikan kelestarian lingkungan dan bangunan cagar budaya tersebut. Pemanfaatan tersebut harus memiliki izin dari Pemerintah Daerah dan atau Kementerian yang menangani bidang Kebudayaan.

5) pengusahaan situs benda cagar budaya sebagai obyek wisata diharapkan dapat membantu memenuhi kebutuhan dana bagi pemeliharaan dan upaya pelestarian benda cagar budaya yang bersangkutan.

6) ketentuan tentang penguasaan, pemilikan, pengelolaan dan pemanfaatan benda-benda cagar budaya diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya dan Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1993 tentang Pelaksanaan UU Nomor 5/1992 tentang Benda Cagar Budaya.

7) pemanfaatan ruang di kawasan pariwisata harus diperuntukkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, dengan tetap memelihara sumber daya tersebut sebagai cadangan pembangunan yang berkelanjutan dan tetap memperhati kan kaidah-kaidah pelestarian fungsi lingkungan hidup.

8) pada kawasan pariwisata, fasilitas fisik yang harus tersedia meliputi jaringan listrik, telepon, jaringan jalan raya, tempat pembuangan sampah, drainase, dan saluran air kotor.

9) harus memberikan dampak perkembangan terhadap pusat produksi seperti kawasan pertanian, perikanan, dan perkebunan.

10) harus bebas polusi. 11) pengelolaan dan perawatan benda cagar budaya dan situs adalah tanggungjawab

pemerintah/pemerintah daerah. 12) setiap orang dilarang mengubah bentuk dan/atau warna, mengambil atau memindahkan

benda cagar budaya dari lokasi keberadaannya.

4.6 Kawasan permukiman a) Fungsi utama kawasan permukiman :

Sebagai lingkungan tempat tinggal dan tempat kegiatan yang mendukung peri kehidupan dan penghidupan masyarakat sekaligus menciptakan interaksi sosial.

10 dari 38 Daftar

RSNI 2005BACK

Perumahan sebagai bagian dari permukiman berfungsi sebagai kumpulan tempat hunian dan tempat berteduh keluarga serta sarana bagi pembinaan keluarga.

b) Kriteria umum dan norma-norma pemanfaatan : 1) ketentuan pokok tentang perumahan, permukiman, peranserta masyarakat dan

pembinaan perumahan dan permukiman nasional mengacu kepada Undang-Undang nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman dan Surat Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 217/KPTS/M/2002 tentang Kebijakan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman (KSNPP).

2) pemanfaatan ruang untuk kawasan permukiman harus sesuai dengan daya dukung tanah setempat dan harus dapat menyediakan lingkungan yang sehat dan aman dari bencana alam serta dapat memberikan lingkungan hidup yang sesuai bagi pengembangan masyarakat, dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup.

3) kawasan permukiman harus memiliki prasarana jalan dan terjangkau oleh sarana tranportasi umum

4) pemanfaatan dan pengelolaan kawasan permukiman harus didukung oleh ketersediaan fasilitas fisik atau utilitas umum (pasar, pusat perdagangan dan jasa, perkantoran, sarana air bersih, persampahan, penanganan limbah dan drainase) dan fasilitas sosial (kesehatan, pendidikan, agama)

5) dalam hal kawasan siap bangun (kasiba) dan lingkungan siap bangun (lisiba), penetapan lokasi dan penyediaan tanah; penyelenggaraan pengelolaan; dan pembinaannya diatur di dalam Peraturan Pemerintah nomor 80 tahun 1999 tentang kawasan siap bangun dan lingkungan siap bangun yang berdiri sendiri.

6) tidak mengganggu fungsi lindung yang ada. 7) tidak mengganggu upaya pelestarian kemampuan sumber daya alam

4.7 Kawasan perdagangan dan jasa a) Fungsi utama kawasan perdagangan dan jasa :

Untuk memfasilitasi kegiatan transaksi perdagangan dan jasa antar masyarakat yang membutuhkan (sisi permintaan) dan masyarakat yang menjual jasa (sisi penawaran). Kegiatan perdagangan dan jasa cenderung lebih banyak menyerap tenaga kerja di perkotaan dan kontribusinya terhadap PDRB umumnya cukup dominan.

b) Kriteria umum dan norma-norma pemanfaatan : 1) peletakan bangunan dan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung disesuaikan

dengan kebutuhan konsumen. 2) jenis-jenis bangunan yang diperbolehkan antara lain :

(a) bangunan usaha perdagangan (eceran dan grosir): toko, warung, tempat perkulakan, pertokoan, dan sebagainya.

(b) bangunan penginapan: hotel, guest house, motel, hostel, dan penginapan. (c) bangunan penyimpanan dan pergudangan: gedung tempat parkir, ruang pamer,

gudang. (d) bangunan tempat pertemuan : aula, tempat konferensi. (e) bangunan pariwisata/rekreasi (di ruang tertutup): bioskop, area bermain.

3) pemanfaatan ruang di kawasan perdagangan dan jasa harus diperuntukkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, dengan tetap memelihara sumber daya tersebut sebagai cadangan pembangunan yang berkelanjutan dan tetap memperhatikan kaidah-kaidah pelestarian fungsi lingkungan hidup

11 dari 38 Daftar

RSNI 2005BACK

4.8 Fasilitas penunjang 4.8.1 Fasilitas sosial a) Fungsi utama fasilitas sosial :

Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kualitas kehidupan yang layak. Fasilitas sosial merupakan fungsi penunjang bagi kegiatan beberapa kawasan budidaya menimbulkan bangkitan aktivitas. Aktivitas pelayanan ini berkaitan dengan melayani kebutuhan sosial masyarakat. Jenis pelayanan kepada masyarakat mencakup pelayanan pendidikan, kesehatan, pelayanan umum, rekreasi dan kebudayaan, perbelanjaan dan niaga, peribadatan, olahraga dan ruang terbuka hijau.

b) Kriteria umum fasilitas sosial : 1) penetapan dan pendistribusian fasilitas sosial dalam kawasan perkotaan dan

perdesaan harus mempertimbangkan jumlah penduduk, kepadatan penduduk, perkembangan penduduk, status sosial ekonomi masyarakat, nilai-nilai potensi masyarakat, dan pola kebudayaan penduduk.

2) penetapan dan pendistribusi fasilitas sosial harus memperhatikan faktor lingkungan terutama berkaitan dengan pertimbangan mengenai skala pelayanan, letak geografis lingkungan, sifat keterpusatan fasilitas sosial.

3) pengembangan fasilitas sosial dalam kawasan perkotaan dan perdesaan harus ditempatkan pada lokasi yang tepat agar mudah terjangkau dan mempunyai manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat.

4) pengembangan fasilitas sosial dalam kawasan perkotaan dan perdesaan harus memperhatikan asas pemerataan pelayanan. Fasilitas sosial hendaknya dapat dinikmati dan dimanfaatkan oleh seluruh lapisan masyarakat.

5) pengembangan fasilitas sosial harus dapat mendukung upaya pengembangan kota dalam kerangka pengembangan sistem perkotaan yang secara hirarkis dapat menjadi pusat-pusat pengembangan wilayah.

6) pengembangan fasilitas sosial dalam kawasan perkotaan dan perdesaan harus memperhatikan asas pemenuhan kebutuhan. Fasilitas sosial harus dapat memenuhi kebutuhan yang layak bagi masyarakat dengan standar jumlah penduduk pendukung untuk setiap fasilitas sosial tersebut yang disesuaikan dengan karakteristik kota.

7) pada kawasan peruntukan industri, pemanfaatan lahan untuk fasilitas sosial berkisar maksimal 10% dari luas lahan. Fasilitas sosial yang harus tersedia meliputi fasilitas kesehatan, peribadatan, rekreasi dan olahraga, ruang terbuka hijau.

8) pada kawasan permukiman, pemanfaatan lahan untuk fasilitas sosial berkisar maksimal 10% dari luas lahan. Fasilitas sosial yang harus tersedia meliputi fasilitas pendidikan, kesehatan, peribadatan, rekreasi dan kebudayaan, perbelanjaan, pelayanaan umum, olahraga dan ruang terbuka hijau.

9) pada kawasan perdagangan dan jasa, pemanfaatan lahan untuk fasilitas sosial berkisar maksimal 10% dari luas lahan. Fasilitas sosial yang harus tersedia meliputi faslitas kesehatan, rekreasi, peribadatan, olahraga dan ruang terbuka hijau.

10) pada kawasan pariwisata, fasilitas sosial yang harus tersedia meliputi faslitas kesehatan, rekreasi, peribadatan, dan ruang terbuka hijau.

4.8.2 Fasilitas umum a) Fungsi utama fasilitas umum :

Penyediaan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan kualitas kehidupan yang layak. Fasilitas umum merupakan fungsi penunjang bagi kegiatan beberapa

12 dari 38 Daftar

RSNI 2005BACK

kawasan budidaya mencakup fasilitas tempat pemakaman umum, fasilitas tempat pembuangan sampah, dan fasilitas terminal.

b) Kriteria umum fasilitas umum: 1) penyediaan fasilitas umum dalam suatu kawasan perkotaan dan perdesaan harus

mempertimbangkan jumlah penduduk, kepadatan penduduk, perkembangan penduduk, dan status sosial ekonomi masyarakat.

2) penyediaan fasilitas umum dalam suatu kawasan perkotaan dan perdesaan harus memperhatikan faktor lingkungan terutama berkaitan dengan pertimbangan mengenai skala pelayanan, letak geografis lingkungan, sifat keterpusatan fasilitas umum.

3) pengembangan fasilitas umum dalam kawasan perkotaan dan perdesaan harus mempunyai manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat.

4) pengembangan fasilitas umum dalam kawasan perkotaan dan perdesaan harus memperhatikan asas pemerataan pelayanan. Fasilitas fisik hendaknya dapat dinikmati dan dimanfaatkan oleh seluruh lapisan masyarakat.

5) pengembangan fasilitas umum diharapkan dapat mendukung upaya pengembangan kota dalam kerangka pengembangan sistem perkotaan yang secara hirarkis dapat menjadi pusat-pusat pengembangan wilayah.

6) pengembangan fasilitas umum dalam kawasan perkotaan dan perdesaan harus memperhatikan asas pemenuhan kebutuhan. Fasilitas umum harus dapat memenuhi kebutuhan yang layak bagi masyarakat dengan standar jumlah penduduk pendukung untuk setiap fasilitas fisik tersebut yang disesuaikan dengan karakteristik kota.

7) pada kawasan peruntukan industri pemanfaatan lahan untuk fasilitas umum maksimal 12% dari luas lahan. Fasilitas fisik yang harus tersedia meliputi jaringan air bersih, jaringan jalan raya, listrik, telepon, drainase, tempat pembuangan sampah, saluran pembuangan air kotor, dan gas.

8) pada kawasan permukiman: Fasilitas umum yang harus tersedia meliputi jaringan air bersih, jaringan jalan raya, listrik, telepon, drainase, tempat pembuangan sampah, saluran pembuangan air kotor, dan gas, dan tempat pemakaman umum.

9) pada kawasan perdagangan dan jasa:fasilitas umum yang harus tersedia meliputi jaringan listrik, telepon, pembuangan sampah, drainase, saluran pembuangan air kotor, dan fasilitas jalan raya.

10) Pada kawasan pariwisata fasilitas umum yang harus tersedia meliputi jaringan listrik, telepon, jaringan jalan raya, tempat pembuangan sampah, drainase, dan saluran air kotor.

4.8.2.1 Tempat pemakaman umum (TPU) a) Fungsi utama TPU :

Fasilitas TPU merupakan fungsi penunjang terhadap kegiatan kawasan permukiman yang berkaitan dengan penyediaan tempat pemakaman jenazah untuk penduduk di kawasan perkotaan dan perdesaan. Aktivitas pelayanan ini berkaitan dengan fungsi melayani kebutuhan masyarakat terhadap kebutuhan yang bersifat sosial. Selain itu TPU juga berfungsi sebagai ruang terbuka hijau baik di kawasan perkotaan maupun perdesaan.

b) Kriteria umum dan norma-norma pemanfaatan: 1) areal tanah untuk keperluan TPU diberikan status hak pakai selama dipergunakan

untuk keperluan pemakaman. 2) penunjukan dan penetapan lokasi tanah untuk keperluan TPU dilaksanakan oleh

Kepala Daerah (Bupati/Walikota) di bawah koordinasi Gubernur, dan untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta oleh Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

3) pengelolaan TPU yang terletak di kawasan perkotaan dan perdesaan dilakukan oleh Pemerintah Daerah yang bersangkutan berdasarkan Peraturan Daerah

13 dari 38 Daftar

RSNI 2005BACK

Kabupaten/Kota, dan bagi Daerah Khusus Ibukota Jakarta oleh Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

4) pengelolaan TPU di Desa dilakukan oleh Pemerintah Desa berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

5) pengelolaan TPU harus memperhatikan dan mengindahkan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai lingkungan hidup.

6) pengelolaan TPU sebaiknya tidak memberatkan warga masyarakat. 7) pengelolaan TPU oleh Pemerintah Daerah dapat dikenakan retribusi berdasarkan

Peraturan Daerah terhadap penggunaan pemakaman dengan tarif yang wajar. 8) TPU yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, menjadi penghambat peningkatan

mutu lingkungan, tidak difungsikan lagi. 9) pemindahan TPU ke tempat lain ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah, dan

bagi Daerah Khusus Ibukota Jakarta oleh Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta, dengan persetujuan DPRD yang bersangkutan.

4.8.2.2 Tempat pembuangan akhir (TPA) sampah a) Fungsi Utama TPA Sampah

TPA sampah berfungsi sebagai penunjang bagi kegiatan penduduk di kawasan budidaya yang mengakibatkan timbulan sampah dari aktivitas manusia. Pemilihan lokasi TPA mengikuti ketentuan (SNI 03-3241-1994 tentang tatacara pemilihan lokasi tempat pembuangan akhir sampah )

b) Kriteria umum Pemilihan lokasi TPA sampah harus mengikuti persyaratan hukum, ketentuan perundang-undangan mengenai pengelolaan lingkungan hidup, AMDAL, ketertiban umum, kebersihan kota/lingkungan, peraturan daerah tentang pengelolaan sampah dan perencanaan tata ruang kota serta peraturan-peraturan pelaksanaannya. Yakni: 1) operasi dan pemeliharaan TPA sampah mengikuti ketentuan yang berlaku 2) TPA yang digunakan untuk membuang bahan beracun dan berbahaya, lokasinya harus

diberi tanda khusus dan tercatat di Kantor Pemda. 3) lahan bekas TPA dapat digunakan untuk fungsi lainnya sesuai dengan aturan yang

berlaku. 4.8.2.3 Terminal a) Fungsi Utama Terminal :

Fasilitas terminal berfungsi melayani pergerakan masyarakat, baik yang akan meneruskan perjalanan dengan moda angkutan yang sama maupun yang harus berganti moda angkutan lain untuk meneruskan perjalanannya sampai tujuan akhir. Selain itu terminal berfungsi pula sebagai tempat pengaturan dan pengawasan pengoperasian kendaraan umum. Utamanya untuk terminal angkutan dari luar kota yang tidak diperkenankan masuk ke dalam kota. Terminal sebagai bangkitan kegiatan aktivitas manusia berfungsi pula membuka peluang kerja bagi penduduk di kawasan perkotaan dan perdesaan.

b) Kriteria umum pemanfaatan : 1) penentuan lokasi terminal dilakukan berdasarkan rencana umum jaringan transportasi

jalan. 2) kegiatan pengelolaan terminal dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. 3) di lokasi terminal bisa dilakukan kegiatan usaha penunjang, baik oleh badan hukum

maupun perorangan. 4) pada lokasi terminal, fasilitas fisik yang harus tersedia meliputi jaringan listrik, telepon,

jaringan jalan raya, tempat pembuangan sampah, drainase, dan saluran air kotor 5) penentuan lokasi terminal penumpang maupun barang harus memperhatikan:

14 dari 38 Daftar

RSNI 2005BACK

(a) rencana Umum Tata Ruang (b) kepadatan lalu lintas dan kapasitas jalan di sekitar terminal (c) keterpaduan moda transportasi baik intra maupun antar moda (d) kondisi topografi lokasi terminal (e) kelestarian lingkungan

5 Ketentuan teknis Ketentuan teknis ini berisi karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan, kriteria serta batasan teknis kawasan budidaya, fasilitas sosial dan fasilitas umum. 5.1 Kawasan hutan produksi a) Karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan

Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 83/KPTS/UM/8/1981 tanggal 8 Agustus 1981, penetapan batas hutan produksi sebagai berikut : 1) parameter yang diperhatikan dan diperhitungkan dalam penetapan hutan produksi

adalah lereng (kemiringan) lapangan, jenis tanah, dan intensitas hujan. 2) untuk keperluan penilaian fisik wilayah, setiap parameter tersebut dibedakan dalam 5

tingkatan (kelas) yang diuraikan dengan tingkat kepekaannya terhadap erosi. Makin tinggi nilai kelas parameter makin tinggi pula tingkat kepekaannya terhadap erosi.

3) skoring fisik wilayah ditentukan oleh total nilai kelas ketiga parameter setelah masing-masing nilai kelas parameter dikalikan dengan bobot 20 untuk parameter lereng, bobot 15 untuk parameter jenis tanah, dan bobot 10 parameter intensitas hujan (lihat tabel 1, 2 dan 3). Pembagian kelas masing-masing parameter adalah sebagai berikut:

Tabel 1 Skoring kelas lereng

Kelas Lereng

Kisaran Derajat Lereng Keterangan Hasil Nilai

Kelas x Bobot 1 0 – 8 datar 20 2 8 – 15 landai 40 3 15 – 25 agak curam 60 4 25 – 45 curam 80 5 ≥ 45 sangat curam 100

Sumber : Penanganan Khusus Kawasan Puncak “Kriteria Lokasi & Standar Teknik”, Dept. Kimpraswil

Tabel 2 Skoring kelas jenis tanah

Kelas Tanah Kelompok Jenis Tanah Kepekaan

Terhadap Erosi Hasil Nilai

Kelas x Bobot 1

Aluvial, Tanah Glei, Planossol, Hidromorf Kelabu, Literite Air Tanah

tidak peka

15

2 Latosol agak peka 30 3 Brown Forest Soil, Non kurang peka 45

15 dari 38 Daftar

RSNI 2005BACK

Calcic 4 Andosol, Laterictic

Gromusol, Podsolik peka 60

5 Regosol, Litosol Organosol, Renzine

sangat peka 75

Sumber : Penanganan Khusus Kawasan Puncak “Kriteria Lokasi & Standar Teknik”, Dept. Kimpraswil

Tabel 3 Skoring kelas intensitas hujan

Kelas Intensitas

Hujan Kisaran Curah Hujan

(mm/hari hujan) Keterangan Hasil Nilai

Kelas x Bobot

1 8 - 13,6 sangat rendah 10 2 13,6 - 20,7 rendah 20 3 20,7 - 27,7 sedang 30 4 27,7 - 34,8 tinggi 40 5 ≥ 34,8 sangat tinggi 50

Sumber : Penanganan Khusus Kawasan Puncak “Kriteria Lokasi & Standar Teknik”, Dept. Kimpraswil

4) berdasarkan hasil penjumlahan skoring ketiga parameter tersebut yaitu lereng, jenis

lahan, dan intenstas hujan suatu wilayah hutan dinyatakan memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai: (a) hutan Produksi Tetap jika memiliki skoring fisik wilayah dengan nilai < 125; tidak

merupakan kawasan lindung sesuai SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980; serta berada di luar hutan suaka alam, hutan wisata dan hutan produksi tetap, hutan produksi terbatas, dan hutan konversi lainnya.

(b) hutan Produksi Terbatas jika memiliki skoring fisik wilayah dengan nilai 125 – 175; tidak merupakan kawasan lindung sesuai SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980; mempunyai satuan bentangan sekurang-kurangnya 0,25 Ha (pada ketelitian skala peta 1 : 10.000); serta bisa berfungsi sebagai kawasan penyangga.

(c) hutan Produksi yang Dapat Dikonversi jika memiliki skoring fisik wilayah dengan nilai ≥ 175; tidak merupakan kawasan lindung sesuai SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980; dicadangkan untuk digunakan bagi pengembangan kegiatan budidaya lainnya; serta berada di luar hutan suaka alam, hutan wisata dan produksi tetap, hutan produksi terbatas, dan hutan konversi lainnya.

b) Kriteria teknis:

1) radius atau jarak yang diperbolehkan untuk melakukan penebangan pohon di kawasan hutan produksi : (a) > 500 (lima ratus) meter dari tepi waduk atau danau. (b) > 200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan kiri kanan sungai di daerah rawa. (c) > 100 (seratus) meter dari kiri kanan tepi sungai. (d) > 50 (lima puluh) meter dari kiri kanan tepi anak sungai. (e) > 2 (dua) kali kedalaman jurang dari tepi jurang.

16 dari 38 Daftar

RSNI 2005BACK

(f) > 130 (seratus tiga puluh) kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai.

2) kawasan hutan produksi dapat dikonversi dengan ketentuan sebagai berikut: (a) faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah, dan intensitas hujan setelah masing-masing

dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai (skor) 124 atau kurang, di luar hutan suaka alam dan hutan pelestarian alam;

(b) secara ruang dicadangkan untuk digunakan bagi pengembangan transportasi, transmigrasi, permukiman, pertanian, perkebunan, industri.

3) luas kawasan hutan dalam setiap daerah aliran sungai (DAS) dan atau pulau minimal 30% dari luas daratan. Berdasarkan pertimbangan tersebut setiap provinsi dan kabupaten/kota yang luas kawasan hutannya kurang dari 30% perlu menambah luas hutannya. Sedangkan bagi provinsi dan kabupaten/kota yang luas kawasan hutannya lebih dari 30% tidak boleh secara bebas mengurangi luas kawasan hutannya.

5.2 Kawasan pertanian a) Karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan

Karakteristik kawasan pertanian terdiri dari pertanian lahan basah, pertanian lahan kering dan pertanian tanaman tahunan. Masing-masing karateristik kawasan pertanian tersebut memiliki kriteria teknis seperti ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4 Karakteristik kawasan pertanian

Kriteria Teknis Pertanian Lahan Basah

Pertanian Lahan Kering

Pertanian Tanaman Tahunan

Iklim : Kelembaban (%) 33 – 90 29 - 32 42 - 75 Curah Hujan (mm) A, B, C (Schmidt &

Ferguson, 1951) 350 - 600 1200 - 1600

Sifat Fisik Tanah : Drainase agak baik s/d agak

terhambat baik s/d agak

terhambat Baik s/d agak

terhambat Tekstur H, ah, s h, ah, s H, ah, s Bahan Kasar (%) < 15 < 15 < 35 Kedalaman Tanah

(cm)

> 30

> 30

> 60 Ketebalan Gambut

(cm)

< 200

< 200

< 200 Kematangan Gambut

Saprik, hemik saprik, hemik saprik, hemik

Tabel 4 (Lanjutan)

Kriteria Teknis Pertanian Lahan Basah

Pertanian Lahan Kering

Pertanian Tanaman Tahunan

Retensi Hara : Kejenuhan Basa (%) > 30 > 30 > 30 Kemasaman Tanah (pH)

5,5 - 8,2

5,6 - 7,6

5,2 - 7,5

Kapasitas Tukar

17 dari 38 Daftar

RSNI 2005BACK

Kation (Cmol) > 12 > 12 > 12 Kandungan C-Organik

(%)

> 0,8

> 0,8

> 0,8

Toksisitas : Kedalaman Bahan Sulfidik

(cm)

> 50

> 50

> 50

Salinitas (dS/m) < 4 < 4 < 4 Bahaya Erosi : Lereng (%) < 8 < 15 < 40 Tingkat Bahaya Erosi

R sd sd

Bahaya Banjir : Genangan F0,F11,F12,

F21,F23 F0,F11,F12,

F21,F23 F0,F11,F12,

F21,F23 Penyiapan Lahan : Batuan di Permukaan

(%) < atau = 25 < atau = 25 < atau = 25

Singkapan Batuan (%) < atau = 25 < atau = 25 < atau = 25 Sumber : Puslitbangtanah, Departemen Pertanian Keterangan : b) Kriteria Teknis:

1). pemanfaatan dan pengelolaan lahan harus dilakukan berdasarkan kesesuaian lahan. 2). upaya pengalihan fungsi lahan dari kawasan pertanian lahan kering tidak produktif

(tingkat kesuburan rendah) menjadi peruntukan lain harus dilakukan secara selektif tanpa mengurangi kesejahteraan masyarakat.

3). kawasan pertanian lahan basah mencakup: (a) pola tanam: monokultur, tumpangsari, campuran tumpang gilir (b) pola tanam (c) tindakan konservasi berkaitan dengan:

(1). vegetatif: pola tanam sepanjang tahun, penanaman tanaman panen atas air tersedia dengan jumlah dan mutu yang memadai yaitu 5-20 l/detik/ha untuk mina padi, mutu air bebas polusi, suhu 23-30º C, oksigen pelarut 3-7 ppm, amoniak 0.1 ppm dan pH 5-7.

(2). mekanik: pembuatan pematang, teras, dan saluran drainase. 4). kawasan pertanian lahan kering mencakup:

a. kemiringan 0-6%: tindakan konservasi secara vegetatif ringan, tanpa tindakan konservasi secara mekanik.

b. kemiringan 8-15%: (a). tindakan konservasi secara vegetatif ringan sampai berat yaitu pergiliran

tanaman, penanaman menurut kontur, pupuk hijau, pengembalian bahan organik, tanaman penguat keras.

(b). tindakan konservasi secara mekanik (ringan), teras gulud disertai tanaman penguat keras.

Tekstur Tanah ak = agak kasar s = sedang ah = agak halus h = halus k = kasar

Bahaya Erosi = sangat ringan

= ringan

= sedang

= berat

Kelas Bahaya Banjir (F) F0 Tanpa F1 Ringan F2 Sedang F3 Agak Berat F4 Berat

18 dari 38 Daftar

RSNI 2005BACK

(c). tindakan konservasi secara mekanik (berat), teras gulud dengan interval tinggi 0.75-1.5 m dilengkapi tanaman penguat, dan saluran pembuang air ditanami rumput.

c. kemiringan 15-40%: (a). tindakan konservasi secara vegetatif (berat), pergiliran tanaman, penanaman

menurut kontur, pemberian mulsa sisa tanaman, pupuk kandang, pupuk hijau, sisipan tanaman tahunan atau batu penguat teras dan rokrak.

(b). tindakan konservasi secara menarik (berat), teras bangku yang dilengkapi tanaman atau batu penguat teras dan rokrak, saluran pembuangan air ditanami rumput.

5). kawasan pertanian tanaman tahunan mencakup: a. kemiringan 0-6%: pola tanam monokultur, tumpang sari, interkultur atau campuran.

Tindakan konservasi, vegetatif tanaman penutup tanah, penggunaan mulsa, pengolahan tanah minimum. Tanpa tindakan konservasi secara mekanik.

b. kemiringan 8-15%: (a) pola tanam, monokultur, tumpang sari, interkultur atau campuran. (b) tindakan konservasi secara vegetatif, tanaman penutup tanah, penggunaan

mulsa, pengolahan tanah minimal. (c) tindakan konservasi secara mekanik, saluran drainase, rokrak teras bangku,

diperkuat dengan tanaman penguat atau rumput.. c. kemiringan 25-40%:

(a). pola tanam, monokultur, interkultur ataucampuran. (b). tindakan konservasi secara vegetatif, tanaman penutup tanah, penggunaan

mulsa, pengolahan tanah minimal. (c). tindakan konservasi secara mekanik, saluran drainase, rokrak teras indiviidu.

6). kawasan perikanan mencakup luas lahan untuk kegiatan budidaya tambak udang/ ikan dengan atau tanpa unit pengolahannya adalah ≥ 25 Ha, budidaya perikanan terapung di air tawar luas ≥ 2,5 Ha atau jumlah ≥ 500 unit.

7). pemanfaatan dan penggunaan lahan untuk usaha perkebunan, luas maksimum dan luas minimumnya ditetapkan oleh Menteri dengan berpedoman pada jenis tanaman, ketersediaan tanah yang sesuai secara agroklimat, modal, kapasitas pabrik, tingkat kepadatan penduduk, pola pengembangan usaha, kondisi geografis, dan perkembangan teknologi.

8). hak guna usaha untuk usaha perkebunan diberikan dengan jangka waktu paling lama 35 (tiga puluh lima) tahun.

9). lahan perkebunan besar swasta yang terlantar (kelas V) yang tidak berupaya untuk melakukan perbaikan usaha setelah dilakukan pembinaan, pemanfaatan lahannya dapat dialihkan untuk kegiatan non perkebunan.

5.3 Kawasan pertambangan a) Karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan untuk kawasan pertambangan golongan bahan

galian C. 1) bahan galian terletak di daerah dataran, perbukitan yang bergelombang atau landai

{kemiringan lereng antara (0° - 17°), curam (17° - 36°) hingga sangat curam (> 36°)}, pada alur sungai, dan cara pencapaian.

2) lokasi tidak berada di kawasan hutan lindung. 3) lokasi tidak terletak pada bagian hulu dari alur-alur sungai (yang umumnya bergradien

dasar sungai yang tinggi). 4) lokasi penggalian di dalam sungai harus seimbang dengan kecepatan sedimentasi.

19 dari 38 Daftar

RSNI 2005BACK

5) Jenis dan besarnya cadangan/deposit bahan tambang secara ekonomis menguntungkan untuk dieksplorasi.

6) lokasi penggalian tidak terletak di daerah rawan bencana alam seperti gerakan tanah, jalur gempa, bahaya letusan gunung api, dan sebagainya.

b) Kriteria teknis 1) kegiatan penambangan tidak boleh dilakukan di kawasan lindung. 2) kegiatan penambangan tidak boleh menimbulkan kerusakan lingkungan 3) lokasi tidak terletak terlalu dekat terhadap daerah permukiman. Hal ini untuk menghindari

bahaya yang diakibatkan oleh gerakan tanah, pencemaran udara, serta kebisingan akibat lalu lintas pengangkutan bahan galian, mesin pemecah batu, ledakan dinamit, dan sebagainya. Jarak dari permukiman 1 - 2 km bila digunakan bahan peledak dan minimal 500 m bila tanpa peledakan.

4) lokasi penambangan tidak terletak di daerah tadah (daerah imbuhan) untuk menjaga kelestarian sumber air (mata air, air tanah).

5) lokasi penggalian tidak dilakukan pada lereng curam (> 40%) yang kemantapan lerengnya kurang stabil. Hal ini untuk menghindari terjadinya erosi dan longsor.

5.4 Kawasan peruntukan industri a) Karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan kawasan peruntukan industri yang berorientasi

bahan mentah : 1) kemiringan lereng : kemiringan lereng yang sesuai untuk kegiatan industri berkisar 0% –

25%, pada kemiringan >25% – 45% dapat dikembangkan kegiatan industri dengan perbaikan kontur, serta ketinggian tidak lebih dari 1000 meter dpl.

2) hidrologi : bebas genangan, dekat dengan sumber air, drainase baik sampai sedang.

3) klimatologi : lokasi berada pada kecenderungan minimum arah angin yang menuju permukiman penduduk.

4) geologi : dapat menunjang konstruksi bangunan, tidak berada di daerah rawan bencana longsor.

5) lahan : area cukup luas minimal 20 ha; karakteristik tanah bertekstur sedang sampai kasar, berada pada tanah marginal untuk pertanian.

b) Kriteria teknis 1) harus memperhatikan kelestarian lingkungan. 2) harus dilengkapi dengan unit pengolahan limbah. 3) harus memperhatikan suplai air bersih. 4) jenis industri yang dikembangkan adalah industri yang ramah lingkungan dan memenuhi

kriteria ambang limbah yang ditetapkan Kementrian Lingkungan Hidup. 5) pengelolaan limbah untuk industri yang berkumpul di lokasi berdekatan sebaiknya

dikelola secara terpadu. 6) pembatasan pembangunan perumahan baru di kawasan peruntukan industri 7) harus memenuhi syarat AMDAL sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundang-

undangan yang berlaku 8) memperhatikan penataan kawasan perumahan di sekitar kawasan peruntukan industri.

Pembangunan kawasan industri minimal berjarak 2 Km dari permukiman dan berjarak 15-20 Km dari pusat kota.

9) kawasan industri minimal berjarak 5 Km dari sungai tipe C atau D. 10) persyaratan pemanfaatan air tanah dalam sesuai dengan peraturan yang berlaku.

20 dari 38 Daftar

RSNI 2005BACK

11) penggunaan lahan pada kawasan industri terdiri dari penggunaan kaveling industri, jalan dan saluran, ruang terbuka hijau, dan fasilitas penunjang. Pola penggunaan lahan pada kawasan industri secara teknis dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5 Pola penggunaan lahan pada kawasan industri

No Jenis Penggunaan

Struktur Penggunaan (%) Keterangan

1 Kaveling Industri Maksimal 70 % Setiap kaveling harus mengikuti ketentuan KDB sesuai dengan Perda setempat.

2 Jalan dan Saluran 8-12 % Terdapat jalan primer dan jalan sekuder Tekanan gandar primer minimal 8 ton dan sekunder minimal 5 ton Perkerasan jalan minimal 7 meter.

3 Ruang Terbuka Hijau

Minimal 10 % Dapat berupa jalur hijau (green belt), taman dan perimeter

4 Fasilitas Penunjang 6-12 % Dapat berupa kantin, guest house, tempat ibadah, fasilitas olahraga, tempat pengolahan air bersih, gardu induk, rumah telekomunikasi..

Sumber : Pedoman Teknis Pengembangan Kawasan Industri (Industrial Estate) di Daerah, Balitbang Indag – Puslitbang, 2001

12) setiap Kawasan Industri, sesuai dengan luas lahan yang dikelola, harus

mengalokasikan lahannya untuk kaveling industri, kaveling perumahan, jalan dan sarana penunjang, dan raung terbuka hijau. Alokasi lahan pada Kawasan Industri dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6 Alokasi lahan pada kawasan industri

Luas Lahan Dapat Dijual (Maksimal 70%)

No Luas Kawasan

Industri (Ha)

Kaveling Industri

(%) Kaveling

Komersial (%) Kaveling

Perumahan (%)

Jalan & Sarana Penunjang

Lainnya Maksimal 70 %

Ruang Terbuka Hijau (%)

1 10-20 65-70 Maksimal 10 Maksimal 10 Sesuai kebutuhan Minimal 10 2 >20-50 65-70 Maksimal 10 Maksimal 10 Sesuai kebutuhan Minimal 10 3 >50-100 60-70 Maksimal 12.5 Maksimal 10 Sesuai kebutuhan Minimal 10 4 >100-200 50-70 Maksimal 15 Maksimal 10 Sesuai kebutuhan Minimal 10 5 >200-500 45-70 Maksimal 17.5 10-25 Sesuai kebutuhan Minimal 10 6 >500 40-70 Maksimal 20 10-30 Sesuai kebutuhan Minimal 10

Sumber : Pedoman Teknis Pengembangan Kawasan Industri (Industrial Estate) di Daerah, Balitbang Indag – Puslitbang, 2001

13) Kawasan Industri harus menyediakan fasilitas fisik dan pelayanan umum. Standar teknis pelayanan umum dan fasilitas fisik di kawasan industri dapat dilihat tabel 7.

Tabel 7 Standar teknis pelayanan umum di kawasan industri

21 dari 38 Daftar

RSNI 2005BACK

No Teknis Pelayanan Standar Kebutuhan Keterangan

1 Tenaga kerja 90 - 110 tenaga kerja/Ha 2 Luas lahan per

unit usaha 0.3 - 5 Ha Terdapat beberapa variasi urutan

kaveling. Rata-rata kebutuhan lahan 1.34 Ha/Unit Usaha Industri

3 Listrik 0.15 - 0.2 MVA/Ha Sumber dari PLN atau swasta 4 Telekomunikasi 4 - 5 SST/Ha Termasuk faximile/telex

Telepon umum 1 SST/16 Ha 5 Air bersih 0.55 – 0.75 liter/Ha Sumber PDAM/air tanah usaha

sendiri sesuai ketentuan yang berlaku

6 Saluran drainase Sesuai debit Ditempatkan di kiri kanan jalan utama dan lingkungan

7 Saluran sewerage

Sesuai debit Saluran tertutup yang terpisah dari saluran drainase

8 Prasarana & sarana sampah

1 bak sampah/kaveling 1 armada sampah/20 Ha 1 unit TPS/20 Ha

Perkiraan limbah padat yang dihasilkan adalam 4 m3/Ha/hari

9 Kapasitas kelola IPAL

Standar influent : BOD : 400 - 600 mg/l COD : 600 - 800 mg/l TSS : 400 - 600 mg/l PH : 4 - 10

Kualitas parameter limbah cair yang berada di atas standar influent yang ditetapkan, wajib dikelola terlebih dahulu oleh pabrik yang bersangkutan

10 Jaringan jalan a. Jalan utama 2 jalur 1 arah dengan perkerasan 2x7 m, atau 1 jalur dengan perkerasan minimal 8 m

b. Jalan lingkungan 2 arah dengan perkerasan minimal 7 m

11 Kebutuhan hunian

1.5 tenaga kerja/unit hunian

12 Kebutuhan fasilitas komersial

Sesuai kebutuhan dengan maksimum 20% luas lahan

Diperlukan Trade Center untuk promosi wilayah dan produk

13 Bangkitan transportasi

Ekspor : 3.5 TEU’s/Ha/Bulan Impor : 3.0 TEU’s/Ha/Bulan

Belum termasuk angkutan buruh dan karyawan

Sumber : Pedoman Teknis Pengembangan Kawasan Industri (Industrial Estate) di Daerah, Balitbang Indag – Puslitbang, 2001

5.5 Kawasan pariwisata a) Karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan

1) memiliki struktur tanah yang stabil. 2) memiliki kemiringan tanah yang memungkinkan dibangun tanpa memberikan dampak

negatif terhadap kelestarian lingkungan. 3) merupakan lahan yang tidak terlalu subur dan bukan tanah pertanian yang produktif.

(untuk wisata agro dapat dipertimbangkan pada lahan subur) 4) memiliki aksesibilitas yang tinggi.

22 dari 38 Daftar

RSNI 2005BACK

5) tidak mengganggu kelancaran lalu lintas pada jalur jalan raya regional. 6) tersedia prasarana fisik yaitu listrik dan air bersih. 7) terdiri dari lingkungan/ bangunan/ gedung bersejarah dan cagar budaya 8) memiliki nilai sejarah, ilmu pengetahuan dan budaya. 9) memiliki keunikan tertentu. 10) dilengkapi fasilitas pengolah limbah (padat dan cair)

Karakteristik kawasan pariwisata secara lebih detail ditunjukkan pada tabel 8.

Tabel 8 Karakteristik Kawasan Pariwisata

Kriteria Teknis No Jenis Wisata Fisik Prasarana Sarana

1 Wisata Alam - Wisata

Pegunungan

ü Luas lahan minimal 100 Ha

ü Mempunyai struktur tanah yang stabil

ü Mempunyai kemiringan tanah yang memungkinkan dibangun tanpa memberikan dampak negatif terhadap kelestarian lingkungan

ü Iklim sejuk (di atas 700 dpl, atau suhu <20oC)

ü Mempunyai daya tarik flora & fauna, air terjun, sungai, dan air panas

ü Jenis prasarana yang tersedia antara lain jalan, air bersih, listrik, dan telepon

ü Mempunyai nilai pencapaian dan kemudahan hubungan yang tinggi dan mudah dicapai

ü Tidak mengganggu kelancaran lalu lintas pada jalur regional

ü Tersedia angkutan umum

ü Jenis sarana yang tersedia yaitu hotel/penginapan, rumah makan, kantor pengelola, tempat rekreasi & hiburan, WC umum, mushola, poliklinik, dan wartel

ü Gaya bangunan disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan dianjurkan untuk menampilkan ciri-ciri budaya daerah

- Wisata Bahari ü Mempunyai struktur tanah yang stabil

ü Mempunyai kemiringan tanah yang memungkinkan dibangun tanpa memberikan dampak negatif terhadap kelestarian lingkungan (hrs jelas definitif)

ü Mempunyai daya tarik, flora & fauna aquatic, pasir putih, dan terumbu karang

ü Harus bebas bau yang tidak enak, debu & asap, serta air yang tercemar

ü Jenis prasarana yang tersedia antara lain jalan, air bersih, listrik, dan telepon

ü Mempunyai nilai pencapaian dan kemudahan hubungan yang tinggi dan mudah dicapai dengan kendaraan bermotor roda empat

ü memperhatikan resiko bahaya dan bencana

ü perlu ada perancangan sempadan pantai yang memperatikan tinggi gelombang laut,

ü Tersedia angkutan umum

ü Jenis sarana yang tersedia yaitu hotel/penginapan, rumah makan, kantor pengelola, tempat rekreasi & hiburan, WC umum, dan mushola

ü Gaya bangunan disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan dianjurkan untuk menampilkan ciri-ciri budaya daerah

Tabel 8 (Lanjutan) Kriteria Teknis No Jenis Wisata

Fisik Prasarana Sarana 2 Wisata Buatan

23 dari 38 Daftar

RSNI 2005BACK

- Wisata Sejarah dan Budaya

ü Dibangun disesuaikan dengan kebutuhan dan peruntukannya

ü Status kepemilikan harus jelas dan tidak menimbulkan masalah dalam penguasaannya

ü Mempunyai struktur tanah yang stabil

ü Jenis prasarana yang tersedia antara lain jalan, air bersih, listrik, dan telepon

ü Mempunyai nilai pen-capaian dan kemudah-an hubungan yang tinggi dan mudah dica-pai dengan kendaraan bermotor roda empat

ü Tersedia angkutan umum

ü Gaya bangunan disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan dianjurkan untuk menampilkan ciri-ciri budaya daerah

ü

ü Mempunyai kemiringan tanah yang memungkinkan dibangun tanpa memberikan dampak negatif terhadap kelestarian lingkungan

ü Mempunyai daya tarik historis, kebudayaan, dan pendidikan

ü Harus bebas bau yang tidak enak, debu, dan air yang tercemar

ü Jenis sarana yang tersedia yaitu rumah makan, kantor pe-ngelola, tempat re-kreasi & hiburan, WC umum, dan mushola

ü Ada tempat/ruangan untuk melakukan ke-giatan penerangan wisata, pentas seni, pameran dan penju-alan barang-barang hasil kerajinan

ü Terdapat perkam-pungan/desa adat

- Taman Rekreasi ü Luas lahan minimal 3 Ha ü Mempunyai struktur tanah

yang stabil ü Mempunyai ü kemiringan tanah yang

memungkinkan dibangun tanpa memberikan dampak negatif terhadap kelestarian lingkungan

ü harus bebas bau yang tidak enak, debu,a ir yang tercemar

ü Jenis prasarana yang tersedia antara lain jalan, air bersih, listrik, dan telepon

ü Mempunyai nilai ü pencapaian dan

kemudahan hubungan yang tinggi dan mudah dicapai dengan kendaraan bermotor roda empat

ü Tersedia angkutan umum

ü Jenis sarana yang tersedia yaitu rumah makan, kantor

ü pengelola, tempat rekreasi & hiburan, WC umum, mushola, dan tempat parkir

ü Harus tersedia se-kurang-kurangnya 3 jenis sarana rekreasi yang mengandung unsur hiburan, pendi-dikan, kebudayaan, dan arena bermain anak-anak.

ü Ada tempat/ruangan untuk melakukan ke-giatan penerangan wisata, pentas seni, pameran dan penju-alan barang-barang hasil kerajinan

Sumber : Kriteria Lokasi dan Standar Teknis Kawasan Budidaya, Departemen PU, 2003 b) Kriteria teknis

1) pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Taman Wisata Alam untuk kegiatan pariwisata alam dilaksanakan sesuai dengan azas konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.

24 dari 38 Daftar

RSNI 2005BACK

2) pemanfaatan kawasan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam untuk sarana pariwisata alam diselenggarakan dengan persyaratan sebagai berikut: (a) luas kawasan yang dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana

pariwisata alam maksimum 10% dari luas zona pemanfaatan taman nasional, blok pemanfaatan taman hutan raya, dan blok pemanfaatan taman wisata alam yang bersangkutan

(b) bentuk bangunan bergaya arsitektur setempat (c) tidak mengubah bentang alam yang ada

3) pemanfaatan kawasan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam untuk kegiatan pengusahaan pariwisata alam diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 tahun sesuai dengan jenis kegiatannya.

4) pihak-pihak yang memanfaatkan kawasan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam untuk kegiatan pengusahaan pariwisata alam harus menyusun Rencana Karya Pengusahaan Pariwisata Alam yang dilengkapi dengan AMDAL sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

5) jenis-jenis usaha sarana pariwisata alam yang dapat dilakukan dalam kawasan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam meliputi kegiatan usaha: (a). akomodasi seperti pondol wisata, bumi perkemahan, karavan, dan penginapan (b). makanan dan minuman (c). sarana wisata tirta (d). angkutan wisata (e). cenderamata (f). sarana wisata budaya

6) dalam rangka pelestarian nilai-nilai budaya setempat, pemerintah daerah dapat menetapkan kawasan, lingkungan dan atau bangunan sebagai lingkungan dan bangunan cagar budaya sebagai kawasan pariwisata budaya. Penetapannya dilakukan apabila dalam suatu kawasan terdapat beberapa lingkungan cagar budaya yang mempunyai keterkaitan keruangan, sejarah, dan arkeologi.

7) penetapan kawasan, lingkungan dan atau bangunan bersejarah sebagai kawasan pariwisata oleh Pemerintah Kota/Kabupaten berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

8) kriteria, tolok ukur, dan penggolongan lingkungan cagar budaya berdasarkan kriteria nilai sejarah, umur, keaslian, dan kelangkaan. Sedangkan kriteria penggolongan bangunan cagar budaya berdasarkan kriteria nilai sejarah, umur, keaslian, kelangkaan, tengeran/landmark, dan arsitektur. Kriteria dan tolok ukur tersebuta adalah sebagai berikut: (a) nilai sejarah dikaitkan dengan peristiwa-peristiwa perjuangan, ketokohohan, politik,

sosial, budaya yang menjadi simbol nilai kesejarahan tingkat nasional dan atau daerah masing-masing.

(b) umur dikaitkan dengan batas usia sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun. (c) keaslian dikaitkan dengan keutuhan baik sarana dan prasarana lingkungan maupun

struktur, material, tapak bangunan dan bangunan di dalamnya. (d) kelangkaan dikaitkan dengan keberadaannya sebagai satu-satunya atau yang

terlengkap dari jenisnya yang masih ada pada lingkungan lokal, nasional, atau dunia. (e) tengeran dikaitkan dengan keberadaan sebuah bangunan tunggal monumen atau

bentang alam yang dijadikan simbol dan wakil dari suatu lingkungan. (f) arsitektur dikaitkan dengan estetik dan rancangan yang menggambarkan suatu

zaman dan gaya tertentu. 9) berdasarkan kriteria dan tolak ukur, kawasan lingkungan cagar budaya dapat

dikelompokkan menjadi beberapa golongan yang berbeda satu dengan lainnya.

25 dari 38 Daftar

RSNI 2005BACK

Penggolongan lingkungan cagar budaya diatur melalui Keputusan Bupati/Walikota setempat.

10) pelestararian lingkungan dan bangunan cagar budaya yang dijadikan kawasan pariwisata harus mengikuti prinsip-prinsip pemugaran yang meliputi keaslian bentuk, penyajian dan tata letak dengan memperhatikan niai sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.

11) pengembangan lahan yang berada dalam kawasan lingkungan cagar budaya harus mengikuti peraturan perundangan yang berlaku.

5.6 Kawasan permukiman a). Karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan:

1) Topografi datar sampai bergelombang (kelerengan lahan 0 - 25 %). 2) Tersedia sumber air bersih, baik air tanah maupun PDAM yang cukup. Untuk air PDAM

suplai air antara 60 liter/ org/hari – 100 liter/ org/hari., 3) Tidak berada pada daerah rawan bencana (longsor, banjir, erosi, abrasi). 4) Drainase baik sampai sedang. 5) Tidak berada pada wilayah sempadan sungai/pantai/ waduk/danau/mata air /saluran

pengairan/rel kereta api dan daerah aman penerbangan. 6) Tidak berada pada kawasan lindung. 7) Tidak terletak pada kawasan budidaya pertanian/penyangga. 8) Menghindari sawah irigasi teknis.

b). Kriteria dan batasan teknis: 1) penggunaan lahan 40 – 60% untuk pengembangan perumahan baru dari luas lahan

yang ada, dan untuk kws-kws tertentu disesuaikan dengan karakteristik serta daya dukung lingkungan

2) untuk pengembangan kawasan lingkungan perumahan tidak bersusun sedang, kepadatan rumah tidak kurang dari 40 rumah/Ha (dengan luas kaveling antara 90 – 200 m2), sesuai dengan SNI 03-6981-2004 tentang Tata cara perencanaan lingkungan perumahan sederhana tidak bersusun di daerah perkotaan.

3) dalam rangka mewujudkan kawasan perkotaan yang tertata dengan baik, perlu dilakukan peremajaan permukiman kumuh yang mengacu pada Instruksi Presiden No. 5 Tahun 1990.

4) memanfaatkan ruang yang sesuai untuk tempat bermukim di kawasan permukiman di perdesaan dengan menyediakan lingkungan yang sehat dan aman dari bencana alam serta dapat memberikan lingkungan hidup yang sesuai bagi pengembangan masyarakat, dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup.

5) kepadatan bangunan dalam satu pengembangan kawasan baru perumahan tidak bersusun maksimum 50 bangunan rumah/ha dan dilengkapi dengan utilitas umum yang memadai sesuai dengan Keputusan Menteri PU No. 378/KPTS/1987.

6) Kawasan perumahan harus dilengkapi dengan: (a). sistem pembuangan air limbah yang memenuhi SNI 03-1733-2004 Tatacara

Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan (b). sistem pembuangan air hujan yang mempunyai kapasitas tampung yang cukup

sehingga lingkungan perumahan bebas dari genangan. saluran pembuangan air hujan harus direncanakan berdasarkan frekuensi intensitas curah hujan 5 tahunan dan daya resap tanah. saluran ini dapat berupa saluran terbuka maupun tertutup. dilengkapi juga dengan sumur resapan dan dlengkapi denganpenanaman pohon

26 dari 38 Daftar

RSNI 2005BACK

(c). prasarana air bersih yang memenuhi syarat, baik kuantitas maupun kualitasnya. kapasitas minimum sambungan rumah tangga 60 liter/orang/ hari dan sambungan kran umum 30 liter/orang/hari.

(d). sistem pembuangan sampah harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku mengenai tata cara teknik pengelolaan sampah perkotaan dan peraturan mengenai tata cara pengelolaan sampah di permukiman, SNI 03-3242-1994 tentang Tata Cara Pengelolaan Sampah di Permukiman.

7) penyediaan fasilitas pendidikan di kawasan permukiman yang berkaitan dengan jenis fasilitas yang disediakan, jumlah minimum penghuni yang dilayani, letak, jarak, dan luas lahan yang dibutuhkan secara lebih rinci ditunjukkan pada tabel 9.

8) penyediaan fasilitas kesehatan di kawasan permukiman yang berkaitan dengan jenis fasilitas yang disediakan, jumlah minimum penghuni yang dilayani, letak, jarak, dan luas lahan yang dibutuhkan secara lebih rinci ditunjukkan pada tabel 10.

9) penyediaan fasilitas ruang terbuka, taman, dan tempat olah raga di kawasan permukiman yang berkaitan dengan jenis fasilitas yang disediakan, jumlah minimum penghuni yang dilayani, letak, jarak, dan luas lahan yang dibutuhkan secara lebih rinci ditunjukkan pada tabel 11.

10) penyediaan fasilitas niaga di kawasan permukiman yang berkaitan dengan jenis fasilitas yang disediakan, jumlah minimum penghuni yang dilayani, letak, jarak, dan luas lahan yang dibutuhkan secara lebih rinci ditunjukkan pada tabel 12.

11) pemanfaatan kawasan perumahan merujuk pada SNI 03-1733-2004 tentang pedoman perencanaan permukiman perkotaan, serta Permendagi no: 1 tahun 1997 ttg penyerhan fasos/fasum perumahan kepada pemerintah daerah

Tabel 9 Fasilitas pendidikan pada kawasan permukiman

No. Fasilitas yang disediakan

Jumlah Minimun penghuni yang dilayani (jiwa)

Fungsi Letak JarakLuas lantai

yang dibutuhkan

Luas lahan yang dibutuhkan (m2)

1 Pra belajar 1000 anak-anak usia Menampung pelaksa- Ditengah-tengah kelom Mudah dicapai dengan 125 m2, 2505-6 tahun sebanyak 8%naan pendidikan pra pok keluarga radius pencapaian mak1.5 m2/siswa

sekolah usia 5-6 tahun simum 500 meter dihi-tung dari unit terjauh

2 Sekolah Dasar 1,600 Menampung pelaksa- Tidak menyeberang Mudah dicapai dengan 1.5 m2/siswa 2000naan pendidikan seko- jalan lingkungan dan radius pencapaian maklah dasar masih tetap di tengah- simum 1000 meter dihi-

tengah kelompok ke- tung dari unit terjauhluarga

3 Sekolah Lanjutan 4,800 Menampung pelaksa- Tidak di pusat lingkunganRadius maksimum 1.75 m2/siswa 9000Tingkat Pertama naan pendidikan seko- dapat digabung dengan 1000 meter dari unit

lah lanjutan tingkat lapangan olahraga atau yang dilayanipertama digabung dengan sarana

pendidikan lain4 Sekolah Lanjutan Menampung pelaksa- Tidak di pusat lingkunganRadius maksimum 1.75 m2/siswa 12,500 untuk bangunan

Tingkat Atas 4,800 naan pendidikan seko- dapat digabung dengan 3000 meter dari unit 1 lantailah lanjutan tingkat lapangan olahraga atau yang dilayani 8,000 untuk bangunanpertama digabung dengan fasilitas 2 lantai

pendidikan lain 5,000 untuk bangunan3 lantai

Sumber: SNI 03-6981-2004 tentang Tata cara perencanaan lingkungan perumahan sederhana tidak bersusun di daerah perkotaan

27 dari 38 Daftar

RSNI 2005BACK

Tabel 10 Fasilitas kesehatan pada kawasan permukiman

Tabel 11 Fasilitas ruang terbuka, taman, dan tempat untuk olah raga

No Fasilitas yang disediakan

Jumlah Minimun penghuni yang dilayani (jiwa)

Fungsi Letak Jarak Luas lantai yang dibutuhkan (m2)

Luas lahan yang dibutuhkan (m2)

1 Posyandu 1,000 Memberikan pelayanan Terletak di tengah-tengah Mudah dicapai dengan 30 60kesehatan untuk anak- lingkungan keluarga dan radius pencapaianamak usia balita dapat menyatu dengan maksimum 250 meter

kantor RT/RW dari unit hunian terjauh2 Balai pengobatan 1,000 Memberikan pelayanan Terletak di tengah-tengah Mudah dicapai dengan 150 300

kesehatan kepada lingkungan keluarga dan radius pencapaianpenduduk dapat menyatu dengan maksimum 400 meter

kantor RT/RW dari unit hunian terjauh3 BKIA serta 10,000 Memberikan pelayanan Di pusat kawasan Mudah dicapai dengan 600 1,200

Rumah bersalin kepada ibu-ibu dan se- radius pencapaiansudah melahirkan serta maksimum 1000 meter Memberikan pelayanan dari unit hunian terjauhkepada anak-anak sampai usia 6 tahun

4 Puskesmas 30,000 Memberikan pelayanan Berada di pusat lingkungan Mudah dicapai dengan 150lebih lengkap kepada dekat dengan pelayanan radius pencapaianpenduduk dalam bidang pemerintah, dapat bersatu maksimum 1000 meter kesehatan mencakup dengan fasilitas kesehatan dari unit terjauhdokter spesialis anak lainnyadan dokter gigi

5 Apotik 10,000 Melayani penduduk Berada di antara kelompok Mudah dicapai dengan Minimum 36 15 m2/jiwadalam pengadaan obat- hunian radius pencapaianobatan maksimum 1000 meter

dari unit hunianterjauh6 Jalur hijau 30,000 1. Filter terhadap polusi Menyebar

2. Mencegah terjadinyaperumahan sekunder3. Menjaga kualitaslingkungan perumahan

Sumber: SNI 03-6981-2004 tentang Tata cara perencanaan lingkungan perumahan sederhana tidak bersusun di daerah perkotaan

No. Fasilitas yang disediakan

Jumlah Maksimum penghuni yang dilayani (jiwa)

Jarak Pelayanan maksimum (m)

Luas areal minimum (m2) Lokasi Fungsi Ketentuan dan

Persyaratan

1 Taman 200 1,000 200 Bersatu dengan tem- 1. Keseimbangan 1. Taman yang dapatpat bermain dan olah lingkungan digunakan oleh berba-raga 2. Kenyamanan visual gai kelompok usia

3. Kontak dengan alam 2. Digunakan untuk 4. Berinteraksi sosial rekreasi

3. Mencakup area un-tuk berjalan-jalan dan/duduk-duduk

Taman 2,000 2,000 1,000 Mengelompok denganpusat pelayanan seperti gedung-gedung serbaba guna, pertokonan

Taman dan 30,000 9,000 Digabung denganlapangan olah raga sekolah

2 Parkir umum 2,000 100 Di daerah pelayanan Tidak menggangguumum lalu lintas umum dan

kendaraanParkir umum 30,000 1,000 Di pusat pelayananTingkat Atas umum

3 Pemberhentian 30,000 2,000 10 Dekat pertemuan antarakendaraan umum jalan kolektor sekunder

dengan arteri sekunder

Sumber: SNI 03-6981-2004 tentang Tata cara perencanaan lingkungan perumahan sederhana tidak bersusun di daerah perkotaan

28 dari 38 Daftar

RSNI 2005BACK

Tabel 12 Fasilitas niaga pada kawasan permukiman

5.7 Kawasan perdagangan dan jasa a) Karakteristik lokasi dan Kesesuaian Lahan:

1) tidak terletak pada kawasan lindung dan kawasan bencana alam. 2) lokasinya strategis dan mudah dicapai dari seluruh penjuru kota. 3) dilengkapi dengan sarana antara lain tempat parkir umum, bank/ATM, pos polisi, pos

pemadam kebakaran, kantor pos pembantu, tempat ibadah, dan sarana penunjang kegiatan komersial dan kegiatan pengunjung.

4) terdiri dari perdagangan lokal, regional, dan antar regional.

b) Kriteria dan batasan teknis: 1) pembangunan hunian diijinkan hanya jika bangunan komersial telah berada pada persil

atau merupakan bagian dari Izin Mendirikan Bangunan (IMB). 2) penggunaan hunian dan parkir hunian dilarang pada lantai dasar di bagian depan dari

perpetakan, kecuali untuk zona-zona tertentu. 3) perletakan bangunan dan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung disesuaikan

dengan kelas konsumen yang akan dilayani. 4) jenis-jenis bangunan yang diperbolehkan antara lain :

(a). bangunan usaha perdagangan (ritel dan grosir): toko, warung, tempat perkulakan, pertokoan.

(b). bangunan penginapan: hotel, guest house, motel, hostel, penginapan. (c). bangunan penyimpanan: gedung tempat parkir, show room, gudang. (d). bangunan tempat pertemuan: aula, tempat konferensi. (e). bangunan pariwisata (di ruang tertutup): bioskop, area bermain.

5) pembangunan hunian diijinkan hanya jika bangunan komersial telah berada pada persil atau merupakan bagian dari IMB.

No. Fasilitas yang disediakan

Jumlah Minimun penghuni yang dilayani (jiwa)

FungsiLetak dan jarak

maksimum dari unit hunian

Luas lantai minimum (m2)

Luas lahan minimum (m2)

1 Warung 250 Menjual sembilan ke- 1. Terletak di pusat ling- 50 100butuhan pokok kungan (termasuk gudang) (tidak bersatu dengan

2. Mudah dicapai rumah)3. Radius pencapaianmaksimum 500 meter

2 Pertokoan P & D 2,500 Menjual barang kebu- 1. Terletak di pusat ling- 480 1,200tuhan sehari-hari ter- kungan (KDB 40%)masuk sandang dan 2. Radius pencapaianpangan maksimum 500 meter

3 Pusat Perbelanjaan 2,500 Menjual barang kebu- 1. Terletak pada jalan 13,500Lingkungan tuhan sehari-hari ter- utama lingkungan (0.9 - 1% dari luas

masuk sayur, daging, 2. Terletak di pusat areal permukiman ikan, buah-buahan, lingkungan yang dilayani)beras, sandang, alat-alat pendidikan, rumahtangga. Berupa pasardan toko-toko lengkapdengan parkir umum

Sumber: SNI 03-6981-2004 tentang Tata cara perencanaan lingkungan perumahan sederhana tidak bersusun di daerah perkotaan

29 dari 38 Daftar

RSNI 2005BACK

6) penggunaan hunian dan parkir hunian dilarang pada lantai dasar di bagian depan dari perpetakan, kecuali untuk zona-zona tertentu.

7) jauh dari daerah kriminalitas memiliki akses tinggi keseluruh penjuru kota, tersedia ruang terbuka cukup luas, ada penduduk yang dilayani, persyaratan teknis kemiringan lahan antara 0 – 15 %

5.8 Fasilitas penunjang 5.8.1 Fasilitas umum 5.8.1.1 Tempat pemakaman umum (TPU) a) Karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan disesuaikan dengan SNI 03-733-2004 Tata Cara

Perencananaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan 1) tidak berada dalam wilayah permukiman yang padat penduduknya. 2) menghindari penggunaan tanah yang subur. 3) memperhatikan keserasian dan keselarasan lingkungan hidup. 4) mencegah pengrusakan tanah dan lingkungan hidup. 5) lokasi di pinggiran kota, dapat tersebar. 6) lokasi TPU mudah dicapai dari kawasan pemukiman agar proses pemakaman dapat

dilakukan dengan cepat dan aman. 7) lokasi TPU mudah dijangkau dan mempunyai aksesibilitas yang tinggi dari jaringan jalan

arteri atau kolektor. b) Kriteria teknis pengelolaan:

1) pengembang perumahan tidak bersusun wajib menyediakan lahan untuk pemakaman sebesar 2% dari luas lahan yang telah mendapatkan izin lokasi.

2) penyediaan lokasi pemakaman untuk pengembang yang izin lokasinya lebih dari 250 hektar dapat berada di dalam kawasan atau diluar kawasan sesuai dengan RTRW Kabupaten/Kota. Sementara pengembang perumahan yang izin lokasinya kurang dari 250 hektar secara bersama-sama dapat menyediakan lahan pemakaman diluar kawasan perumahan.

3) dalam rangka mengefektifkan dan mengefesienkan penyediaan lahan pemakaman, pemerintah daerah dapat bekerja sama dengan pemerintah daerah lainnya yang letaknya saling berbatasan untuk menyediakan lahan TPU sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

4) untuk ketertiban dan keteraturan TPU dapat dilakukan pengelompokan tempat bagi masing-masing pemeluk agama.

5) penggunaan tanah untuk pemakaman jenazah seseorang ditetapkan tidak lebih dari 2,5 (dua setengah) meter x 1,5 (satu setengah) meter dengan kedalaman minimum 1,5 (satu setengah) meter.

5.8.1.2 Tempat pembuangan akhir sampah (TPA) a) Karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan:

1) tidak terletak pada daerah banjir. 2) tidak terletak pada lokasi yang permukaan airnya tinggi. 3) tidak boleh di zona bahaya geologi (misalnya patahan dan sesar) 4) tidak boleh memiliki muka air tanah < 3 meter. 5) tidak boleh kelulusan tanah > 10-6 mm/det. 6) jarak terhadap sumber air minum harus > 100 meter di hilir aliran.

30 dari 38 Daftar

RSNI 2005BACK

7) dalam hal tidak ada zona yang memenuhi sub pasal 5.9.1.a). 6) s/d 9) maka harus diadakan rekayasa teknologi.

8) kemiringan zona harus < 20 %. 9) jarak dari lapangan terbang harus > 3000 meter untuk penerbangan turbo jet dan harus

> 1500 meter untuk jenis lain. 10) tidak boleh pada daerah lindung/cagar alam.

b) Kriteria teknis pengelolaan: 1) harus memenuhi syarat AMDAL yang telah ditentukan sesuai peraturan dan perundang-

undangan yang berlaku. 2) teknologi penanganannya ramah lingkungan. 3) untuk menghindari perembesan lindi terhadap air tanah perlu dilakukan:

(a). pemilahan sampah yang dilaksanakan pada sumber sampah (b). efisiensi dalam pengangkutan sampah (c). teknologi pengolahan sampah yang mengacu pada:

(1) prioritas kepada pengolahan sampah organik seperti proses Bio fertilized (2) memaksimalkan sistem 3 R (reuse, recycle, reduce) (3) mengembangkan penggunaan sistem incenarator (4) sistem sanitary landfill tetap dipergunakan hanya untuk menampung residu

sampah yang tidak terolah dengan jumlah lokasi TPA yang tidak hanya satu. 4) pengolahan sampah menjadi sumber energi baru perlu dikembangkan 5) posisi sanitary landfill harus di bawah air tanah karena dapat menimbulkan polusi air

yang menyebabkan bau, uap zat kimia beracun, bahan organik dan anorganik beracun serta bibit penyakit.

6) standar pembangunan TPA sesuai dengan setiap jenisnya dapat dilihat pada tabel 13.

Tabel 13 Standar pembangunan TPA

No Jenis Skala / Besaran 1 TPA dengan system control landfill atau Sanitary landfill § Luas § Kapasitas

< 10 Ha < 10.000 ton

2 TPA di daerah pasang surut § Luas § Kapasitas

< 5 Ha < 5.000 ton

3 Pembangunan Transfer Station (kapasitas operasionai) < 1000 ton/hari 4 Pembangunan Incenerator Semua Ukuran 5 Bangunan Komposting dan daur ulang (kapasitas

sampah baku) > 4 ton/hari > 500 m2

7) TPA untuk permukiman baru bergabung dengan TPA terdekat sesuai dengan

ketentuan yang berlaku. 8) pembangun perumahan yang membangun 80 rumah harus menyediakan tempat

pembuangan sampah sementara (TPS), alat pengumpul, sedangkan pengangkutan dan pembuangan akhir sampah bergabung dengan yang sudah ada.

9) metode pembuangan akhir sampah kota dapat dilakukan dengan: (a). penimbunan terkendali termasuk pengolahan lindi dan gas. (b). lahan urug saniter termasuk pengolahan lindi dan gas.

31 dari 38 Daftar

RSNI 2005BACK

(c). metode penimbunan sampah untuk daerah pasang surut dengan sistem kolam (an aerob, fakultatif, maturasi).

10) Teknik-teknik pengolahan sampah dapat berupa : (a). pengomposan :

(1) berdasarkan kapasitas (individual, komunal, skala lingkungan). (2) berdasarkan proses (alami, biologis dengan cacing, biologis dengan mikro

organisme tambahan). (b). insinerasi yang berwawasan lingkungan (c). daur ulang:

(1) sampah an organik disesuaikan dengan jenis sampah (2) menggunakan kembali sampah organik sebagai makanan ternak

(d). pengurangan volume sampah dengan pencacahan atau pemadatan. (e). biogasifikasi (pemanfaatan energi hasil pengolahan sampah).

11) khusus untuk TPA sampah di daerah pasang surut (sesuai dengan Petunjuk Teknis Tata Cara Perencanaan TPA di Daerah Pasang Surut )

5.8.1.3 Terminal a) Karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan

1) terdiri dari terminal penumpang dan terminal barang. 2) terminal penumpang menurut pelayanannya dikelompokkan menjadi terminal tipe A, tipe

B, dan tipe C.: (a) terminal tipe A berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan antarkota

antarpropinsi dan atau angkutan lintas batas negara, angkutan antarkota dalam propinsi, angkutan perkotaan, dan angkutan perdesaan.

(b) terminal tipe B berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan antarkota dalam propinsi, angkutan perkotaan, dan angkutan perdesaan.

(c) terminal tipe C berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan perkotaan atau angkutan perdesaan.

3) terminal barang menurut pelayanannya dikelompokkan menjadi terminal umum dan terminal khusus.

4) akses mudah, dekat dengan jalan arteri primer.

b). Kriteria teknis pengelolaan: 1) terminal penumpang maupun barang harus dilengkapi dengan fasilitas utama dan

fasilitas penunjang. 2) fasilitas utama di terminal penumpang meliputi jalur pemberangkatan, jalur kedatangan,

tempat parkir kendaraan umum, bangunan kantor terminal, tempat tunggu penunpang dan/atau pengantar, menara pengawas, loket penjualan karcis, rambu-rambu dan papan informasi, serta pelataran parkir kendaraan pengantar dan/atau taksi.

3) fasilitas penunjang di terminal penumpang meliputi kamar kecil, mushola, kios/kantin, ruang pengobatan, ruang informasi dan pengaduan, telepon umum, tempat penitipan barang, dan taman.

4) persyaratan lokasi terminal penumpang tipe A: (a) terletak dalam jaringan trayek antar kota antar provinsi dan/atau ankutan lintas batas

negara. (b) terletak di jalan arteri dengan kelas jalan sekurang-kurangnya kelas III A. (c) jarak antara dua terminal penumpang tipe A sekurang-kurangnya 20 km di Pulau

Jawa, 30 km di Pulau Sumatera dan 50 km di pulau lainnya. (d) luas lahan yang tersedia sekurang-kurangnya 5 Ha untuk terminal di Pulau Jawa

dan Sumatera, dan 3 Ha di pulau lainnya.

32 dari 38 Daftar

RSNI 2005BACK

(e) mempunyai akses jalan masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal dengan jarak sekurang-kurangnya 100 m di Pulau Jawa dan 50 m di pulau lainnya, dihitung dari jalan ke pintu keluar atau masuk terminal.

5) persyaratan lokasi terminal penumpang tipe A:

(a). terletak dalam jaringan trayek antar kota dalam provinsi. (b). terletak di jalan arteri atau kolektor dengan kelas jalan sekurang-kurangnya kelas III

B. (c). jarak antara dua terminal penumpang tipe B atau dengan terminal penumpang tipe A

sekurang-kurangnya 15 km di Pulau Jawa dan 30 km di pulau lainnya. (d). tersedia lahan sekurang-kurangnya 3 Ha untuk terminal di Pulau Jawa dan

Sumatera, dan 2 Ha untuk terminal di pulau lainnya. (e). mempunyai akses jalan masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal dengan jarak

sekurang-kurangnya 50 m di Pulau Jawa dan 30 m di pulau lainnya, dihitung dari jalan ke pintu keluar atau masuk terminal.

6) persyaratan lokasi terminal penumpang tipe C:

(a). terletak di dalam wilayah Kabupaten dan dalam jaringan trayek pedesaan. (b). terletak di jalan kolektor atau lokal dengan kelas jalan paling tinggi kelas III A. (c). tersedia lahan sesuai dengan permintaan angkutan. (d). mempunyai akses jalan masuk atau keluar ke dan dari terminal sesuai kebutuhan

untuk kelancaran lalu lintas di sekitar terminal.

7) persyaratan lokasi terminal barang: (a). terletak dalam jaringan lintas angkutan barang. (b). terletak di jalan arteri atau kolektor dengan kelas jalan sekurang-kurangnya kelas III

A. (c). tersedia lahan sekurang-kurangnya 3 Ha untuk terminal di Pulau Jawa dan

Sumatera, dan 2 Ha untuk terminal di pulau lainnya. (d). mempunyai akses jalan masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal dengan jarak

sekurang-kurangnya 50 m di Pulau Jawa dan 30 m di pulau lainnya, dihitung dari jalan ke pintu keluar atau masuk terminal.

8) pengelolaan terminal penumpang dan barang meliputi kegiatan perencanaan,

pelaksanaan, dan pengawasan operasional terminal. 9) terminal penumpang dan barang harus dipelihara untuk menjamin agar terminal dapat

berfungsi sesuai dengan fungsi pokoknya, meliputi kegiatan: (a). menjaga keutuhan dan kebersihan bangunan terminal (b). menjaga keutuhan dan kebersihan pelataran terminal serta perawatan rambu,

marka, dan papan informasi (c). merawat saluran air (d). merawat instalasi listrik dan lampu penerangan (e). merawat alat komunikasi (f). merawat sistem hidran dan alat pemadam kebakaran

10) di lokasi terminal dapat dilakukan kegiatan usaha penunjang sepanjang tidak mengganggu fungsi pokok terminal, seperti rumah makan, fasilitas pos dan telekomunikasi, pelayanan kebersihan, dan sebagainya.

33 dari 38 Daftar

RSNI 2005BACK

6 Peran masyarakat 6.1 Kriteria masyarakat Masyarakat yakni seorang, kelompok orang, badan hukum dan badan usaha swasta . sebagai pelaku yang berkepentingan dengan pemanfaatan kawasan budidaya di wilayahnya. 6.2 Hak dan kewajiban masyarakat dalam pemanfaatan kawasan budidaya Dalam kegiatan pemanfaatan ruang di Kabupaten/Kota, masyarakat memiliki hak dan kewajiban untuk memperbaiki kualitas dan mendukung terwujudnya pemanfaatan ruang yang sesuai dengan rencana tata ruang, serta dalam rangka penertiban pemanfaatan ruang. Masyarakat sebagai mitra pemerintah dapat mendayagunakan kemampuan secara aktif sebagai perwujudan hak dan kewajibannya. a). Hak masyarakat

1) Mengetahui secara terbuka peraturan perundangan yang berlaku dan kebijakan penataan ruang seperti rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota (RTRW), rencana detil tata ruang kawasan (RDTR), melalui penyebarluasan rencana tata ruang yang telah ditetapkan pada tempat-tempat dimana masyarakat dapat mengetahui dengan mudah.

2) Memperoleh penggantian yang layak sesuai perundangan yang berlaku sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang dilaksanakan. Besarnya penggantian sesuai dengan peraturan perundangan, hukum yang berlaku

b). Kewajiban masyarakat

Mengisi pembangunan kawasan budidaya secara tetib sesuai aturan dan secara legal

6.3 Bentuk peran masyarakat a) Mengajukan usul, saran atau keberatan secara langsung kepada pemerintah atau melalui

media massa, asosiasi profesi, LSM, dan lembaga formal kemasyarakatan. b) Berpartisipasi aktif dalam menjaga, memelihara dan meningkatkan kualitas lingkungan

sesuai arahan pemanfaatan ruang dengan cara menjaga kebersihan lingkungan sekitar. c) Melaksanakan pembangunan sesuai rencana pemanfaatan ruang Kabupaten/Kota yang

telah ditetapkan dengan cara memanfaatkan ruang sesuai dengan prosedur perijinan yang telah berlaku.

d) Berpartisipasi aktif dalam kegiatan pengawasan agar dihindari pelaksanaan pembangunan yang menyimpang dari tata cara/ kriteria yang telah ditetapkan, dengan cara melaporkan pelanggaran pemanfaatan ruang kepada instansi yang berwenang.

34 dari 38 Daftar

RSNI 2005BACK

Lampiran A (Informatif)

Daftar singkatan dan istilah

Aglomerasi : Pemusatan kegiatan industri pada sautu lokasi yang dapat

meningkatkan dan mendorong pertumbuhan industri-industri lainnya sehingga secara akumulatif akan meningkatkan kegiatan ekonomi dengan produk yang mengarah spesifik.

Amdal : Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Bahan Galian A : Bahan galian strategis bagi pertahanan/keamanan negara atau

bagi perekonomian negara Bahan Galian B : Bahan galian vital, bahan galian yang dapat menjamin hajat hidup orang

banyak Bahan Galian C : Bahan galian yang tidak strategis dan vital, bahan galian yang tidak

dianggap langsung mempengaruhi hajat hidup orang banyak, baik karena sifatnya maupun karena kecil jumlah depositnya

DAS : Daerah Aliran Sungai IMB : Izin Mendirikan Bangunan Kasiba : Kawasan Siap Bangun Lisiba : Lingkungan Siap Bangun PDAM : Perusahaan Daerah Air Minum PDRB : Produk Domestik Regional Bruto RKL : Rencana Pengelolaan Lingkungan RPL : Rencana Pemantauan Lingkungan PP : Peraturan Pemerintah SK Menteri : Surat Keputusan Menteri Sungai Golongan C : Sungai yang airnya dapat digunakan untuk perikanan dan perternakan Sungai Golongan D : Sungai yang airnya dapat digunakan untuk keperluan pertanian dan

dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan industri pembangkit listrik tenaga air

TPU : Tempat Pemakaman Umum TPA : Tempat Pembuangan Akhir Sampah TPS : Tempat Pembuangan Sementara Sampah UU : Undang-Undang

35 dari 38 Daftar

RSNI 2005BACK

Lampiran B (Informatif)

Kedudukan pedoman pengelolaan kawasan budidaya

UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang

PP No. 47 Tahun 1997 tentang RTRWN

Kepmen Kimpraswil No. 327/KPTS/M/2002 tentang Penetapan Enam Pedoman bidang Penataan Ruang

Pedoman Pengelolaan Kawasan Budidaya

36 dari 38 Daftar

RSNI 2005BACK

Lampiran D (Informatif)

Tim penyusun

No Nama Instansi 1 Ir. Ruchyat Deni Dj, M.Eng Direktorat Penataan Ruang Nasional,

Direktorat Jenderal Penataan Ruang

2 Dra. Lina Marlia, CES Direktorat Penataan Ruang Nasional, Direktorat Jenderal Penataan Ruang

3 Ir. Nelly Tiendas Direktorat Penataan Ruang Wilayah Barat, Direktorat Jenderal Penataan Ruang

4 Ir. James Siahaan, MA Direktorat Penataan Ruang Nasional, Direktorat Jenderal Penataan Ruang

5 Dr. Ir. Doni. J. Widiantono, M.Eng. Sc

Direktorat Penataan Ruang Nasional, Direktorat Jenderal Penataan Ruang

6 Sri Nurnaeni, ST Direktorat Penataan Ruang Nasional, Direktorat Jenderal Penataan Ruang

7 Tim Konsultan PT. Buahbumi Bersama

37 dari 38 Daftar

RSNI 2005BACK

Bibliografi Undang-Undang R.I No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian. Undang-Undang R.I No. 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan. Undang-Undang R.I No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman. Undang-Undang R.I No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya Undang-Undang R.I No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman Undang-Undang R.I No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Undang-Undang R.I No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-Undang R.I No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Undang-Undang R.I No. 23 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Undang-Undang R.I No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air Undang-Undang R.I No. 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan Undang-Undang R.I No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan Undang-Undang R.I No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang R.I No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Peraturan Pemerintah R.I Nomor 27 Tahun 1980 tentang Pengolongan Bahan-Bahan Galian. Peraturan Pemerintah R.I Nomor 37 Tahun 1986 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah di Bidang Pertambangan kepada Daerah Tingkat I. Peraturan Pemerintah R.I No. 9 Tahun 1987 tentang Penyediaan Penggunaan Tanah untuk Keperluan Tempat Pemakaman Peraturan Pemerintah R.I No. 10 Tahun 1993 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam. Peraturan Pemerintah R.I No. 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang. Peraturan Pemerintah R.I No. 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Peraturan Pemerintah R.I No. 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan. Peraturan Pemerintah R.I No. 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan. Peraturan Presiden R.I No. 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Keputusan Presiden R.I No. 41 Tahun 1996 tentang Kawasan Industri. Instruksi Presiden R.I No. 5 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kampung Kota Keputusan Menteri Kehutanan No. 83/KPTS/UM/8/1981 tanggal 8 Agustus 1981, Tentang Penetapan Batas Hutan Produksi. Surat Keputusan Menteri Perhubungan No. 31 Tahun 1995 Tentang Terminal Transportasi Jalan. Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Kep-51/MenLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri.

38 dari 38 Daftar

RSNI 2005BACK

Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 446/Kpts-II/1996 tentang Tata CaraPermohonan Pemberian danPencabutan Izin Pengusahaan Pariwisata Alam. Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 3 Tahun 1998 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kawasan Industri. Surat Keputusan Menteri Kimpraswil No. 327/KPTS/M/2002 tentang Penetapan Enam Pedoman Bidang Penataan Ruang. Surat Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah R.I Nomor 403/KPTS/M/2002 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Sederhana Sehat (RS Sehat). Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 8171/Kpts-II/2002 tentang Kriteria Potensi Hutan Alam pada Hutan Produksi yang Dapat Diberikan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK). Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 6886/Kpts-II/2002 tentang Pedoman dan Tata Cara Pemberian Izin Pemungutan Hasil Hutan pada Hutan Produksi. Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 4795/Kpts-II/2002 tentang Kriteria dan Indikator Pengelolaan Hutan Alam Lestari pada Unit Pengelolaan. Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 83/KPTS/UM/8/1981 tanggal 8 Agustus 1981, penetapan batas hutan produksi. Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI Nomor 50/M/SK/1997 tentang Standar Teknis Kawasan Industri. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1987 tentang Penyerahan Prasarana Lingkungan, Utilitas Umum, dan Fasilitas Sosial Perumahan kepada Pemerintah Daerah. Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 9 Tahun 1999 tentang Pelestarian dan Pemanfaatan Lingkungan dan Bangunan Cagar Budaya. Petunjuk Perencanaan Kawasan Perumahan Kota, SKBI – 2.3.51. 1987. Lampiran No. 22 Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 378/KPTS/1987. Kriteria Lokasi dan Standar Teknis Kawasan Budidaya, Dep. PU, 2003. Pedoman Aturan Pola Pemanfaatan Ruang (Zoning Regulation) Kawasan Perkotaan, Dep. PU, 2004 Laporan Akhir “Pengembangan Terpadu Permukiman Desa Nelayan”, Departemen Pekerjaan Umum, 2000. Pedoman Teknis Pengembangan Kawasan Industri (Industrial Estate) di Daerah. Balitbang Indag-Puslitbang Sumberdaya Wilayah dan Lingkungan Deperindag, Jakarta, 2001.