8 Wajah Kelas Menengah Indonesia

22

Transcript of 8 Wajah Kelas Menengah Indonesia

1 | 8 Faces Indonesia Middle Class Consumerwww.inventure.id

Untuk menyusun segmentasi generik (generic segmentation) kelas menengah Indonesia kami menggunakan pendekatan segmentasi psikografis (psychographic segmentation approach) yaitu pendekatan segmentasi yang

mengacu pada atribut-atribut yang terkait dengan nilai-nilai (values), kepribadian (personality), sikap (attitudes), minat (interest), atau gaya hidup (lifestyle). Penggunaan atribut-atribut psikografis memungkinkan pemasar memahami akar-akar penyebab mengapa konsumen memilih produk A ketimbang B; atau kenapa mereka memiliki pola konsumsi tertentu yang berbeda dari konsumen lain.

2 | 8 Faces Indonesia Middle Class Consumerwww.inventure.id

Pendekatan segmentasi psikografis memiliki keunggulan karena memberikan pemahaman yang kaya terhadap atribut-atribut psikografis yang secara langsung dan signifikan mempengaruhi proses pengambilan keputusan konsumen. Atribut-atribut psikografis merefleksikan kriteria-kriteria yang ditetapkan konsumen dalam proses pengambilan keputusan pembelian atau penggunaan produk dan layanan.

Dalam studi ini kami fokus untuk mengidentifikasi nilai-nilai (values) yang dianut oleh konsumen di berbagai segmen yang kami identifikasi karena nilai-nilai merupakan kriteria paripurna dalam melakukan pengambilan keputusan (ultimate decision making criteria). Nilai-nilai sangat sentral dalam studi mengenai kondisi konsumen karena nilai-nilai mempengaruhi dan membentuk pola sikap (attitude), perilaku (behavior), gaya hidup (lifestyle), atau kebutuhan (needs) dari konsumen.

Schwartz (2006) menulis, “Values are used to characterize societies and individuals, to trace change over time, and to explain the motivational bases of attitudes and behavior”.

3 | 8 Faces Indonesia Middle Class Consumerwww.inventure.id

Tiga DimensiDalam mengembangkan model segmentasi kami berfokus untuk bisa menggambarkan nilai-nilai yang dimiliki oleh konsumen kelas menengah Indonesia. Karena nilai-nilai membentuk dan mempengaruhi sikap, perilaku, gaya hidup, dan kebutuhan konsumen, maka harapannya, dengan mengetahui nilai-nilai kita juga bisa mengungkap motif di balik sikap, perilaku, dan gaya hidup tersebut.

Dalam penelitian ini kami menggunakan tiga dimensi segmentasi untuk memetakan nilai-nilai, sikap, dan perilaku, dan gaya hidup konsumen, yaitu: tingkat kepemilikan sumber daya (ownership of resources), tingkat pengetahuan dan wawasan (knowledgeability), dan tingkat keterhubungan sosial (social connection). Tiga dimensi nilai-nilai ini kami lihat cukup representatif menggambarkan pergeseran nilai-nilai dan perilaku konsumen kelas menengah Indonesia sebagai dampak dari kemajuan sosial-ekonomi (socioeconomic development) yang terjadi di Indonesia sejak beberapa tahun terakhir.

4 | 8 Faces Indonesia Middle Class Consumerwww.inventure.id

Dimensi kepemilikan sumber daya (resources) menggambarkan tingkat sumber daya yang dimiliki terutama sumber daya finansial yang mempengaruhi kemampuan daya beli dan konsumsi terhadap berbagai barang dan jasa. Besar kecilnya sumber daya yang dimiliki seseorang mencerminkan tingkat hidup (standard of living). Masyarakat kelas menengah umumnya diidentikan dengan kelompok masyarakat yang sudah memiliki standar hidup lumayan karena memiliki aset finansial yang cukup signifikan seperti penghasilan tiap bulan, rumah, mobil, barang-barang rumah tangga (TV, lemari es, AC, mesin cuci, dan sebagainya), tabungan, atau instrumen investasi seperti emas, saham, atau reksadana.

Ketika seseorang naik kelas dari miskin menjadi lebih kaya (atau dengan kata lain, memiliki sumber daya finansial yang lebih besar) maka ia akan memiliki daya beli (buying power) yang lebih besar. Daya beli yang kian meninkat tersebut pada suatu tingkat tertentu akan mempengaruhi perilaku mereka dalam membeli dan mengkonsumsi barang dan jasa. Karena itu pergeseran massif suatu negara dari negara miskin menjadi negara perpendapatan menengah juga membawa dampak perubahan perilaku konsumen yang luar biasa.

5 | 8 Faces Indonesia Middle Class Consumerwww.inventure.id

Dimensi knowledgeability menggambarkan tingkat pengetahuan, wawasan, keterbukaan pikiran, adopsi informasi dan teknologi, visi dan tujuan hidup (vision & sense of purpose), penerimaan terhadap modernisasi dan nilai-nilai universal, dan lain-lain. Tingkat pengetahuan yang tinggi dan terbukanya wawasan seseorang akan berpengaruh secara mendasar pada pola pikir dan orientasi hidup seseorang. Hal ini pada gilirannya akan mempengaruhi nilai-nilai yang dianut dan perilaku-perilakunya. Meningkatnya pengetahuan dan wawasan melalui pendidikan secara mendasar akan mendorong keterbukaan intelektual (intellectual openess), fleksibilitas, dan keluasan pandangan yang pada gilirannya akan mendorong terbentuknya nilai-nilai kemandirian (self-direction values) (Kohn & Schooler, 1983).

Pengetahuan dan wawasan yang diperoleh melalui pendidikan dari SD hingga pendidikan tinggi juga mempengaruhi nilai-nilai pencapaian (achievement values) seseorang. Dengan terbukanya pengetahuan dan wawasan tak hanya di level lokal/nasional, tapi juga global, maka seseorang akan semakin bisa melihat dan membandingkan standar pencapaian di negara-negara lain. Dan hal tersebut bisa mendorongnya untuk memenuhi standar pencapaian global tersebut. Dengan terbukanya informasi global melalui berbagai media seperti internet, media sosial, TV kabel (CNN, BBC, dan sebagainya.) maka masyarakat Indonesia semakin menjadi “warga dunia” dan menggunakan standar-standar pencapaian global. Mereka tak lagi menjadi “katak dalam tempurung” yang terk.ungkung dalam standar-standar pencapaian lokal/nasional.

6 | 8 Faces Indonesia Middle Class Consumerwww.inventure.id

Dimensi social connection menggambarkan tingkat keterhubungan seseorang dengan lingkungan sosialnya. Lingkungan sosial ini mencakup unit yang paling kecil yaitu keluarga dan tetangga, lingkungan masyarakat yang lebih luas seperti negara, hingga lingkungan masyarakat global/universal. Dimensi ini mencerminkan seberapa besar seseorang mempengaruhi dan dipengaruhi lingkungan sosialnya. Kemunculan teknologi dan perangkat sosial (social technologies & tools) seperti internet dan media sosial memungkinkan koneksi antar individu kini tak hanya sebatas dilaksanakan secara fisik (phisically/offline-connection) tapi juga secara virtual/online (virtually/online connection). Perkembangan teknologi yang massif berlangsung sepuluh tahun terakhir ini membawa perubahan besar yang belum pernah ada dalam kemajuan umat manusia sebelumnya.

Masyarakat kelas menengah sering diidentikan dengan kelompok masyarakat di mana dalam fase perkembangan sosial-ekonomisnya, kebutuhan-kebutuhan dasarnya (basic needs) telah terpenuhi/terlampaui untuk kemudian meningkat ke kebutuhan-kebutuhan yang lebih tinggi (advance). Maslow (1943) mengidentifikasi bahwa motivasi manusia dipengaruhi oleh kebutuhan-kebutuhan yang bergerak secara hirarkis dari kebutuhan fisik (phisiological needs), kebutuhan keamanan (safety needs), kebutuhan akan cinta dan rasa memiliki (love and belonging needs), kebutuhan akan kehormatan dan harga diri (esteem needs), hingga kebutuhan beraktualisasi diri (self-actualization needs).

7 | 8 Faces Indonesia Middle Class Consumerwww.inventure.id

Nah, kalau masyarakat kelas menengah sudah mulai terlewati kebutuhan-kebutuhan dasarnya,

maka dengan sendirinya kebutuhan mereka akan meningkat kepada kebutuhan-kebutuhan yang lebih tinggi yaitu kebutuhan-kebutuhan sosial seperti love, self-esteem, dan self actualization. Karena pertimbangan inilah kami melihat social connection menjadi dimensi yang penting untuk menggambarkan nilai-nilai dan perilaku konsumen kelas menengah. Pentingnya dimensi social connection ini misalnya terlihat pada fenomena kesuksesan 7-Eleven dan peritel-peritel sejenis di Jakarta. 7-Eleven sukses menangkap konsumen kelas menengah dari kalangan muda karena berhasil memosisikan diri sebagai tempat untuk bersosialisasi dan berkoneksi sosial dengan teman dan kolega (sering disebut juga sebagai tempat “nongkrong”). Jadi mereka ke 7-Eleven tak hanya melulu mencari makanan atau minuman seperti umumnya minimarket/supermarket yang lain, tapi juga untuk memenuhi kebutuhan berkoneksi sosial.

8 | 8 Faces Indonesia Middle Class Consumerwww.inventure.id

Karena pertimbangan inilah kami melihat

social connection menjadi dimensi yang penting untuk menggambarkan nilai-nilai

dan perilaku konsumen kelas menengah.

9 | 8 Faces Indonesia Middle Class Consumerwww.inventure.id

DELAPAN SEGMEN

Dengan menggunakan kerangka kerja teoritik di atas Middle Class Institute (MCI) melakukan studi untuk memotret dan mengetahui profil konsumen kelas menengah Indonesia baik mencakup nilai-nilai, sikap, dan perilakunya. Studi ini meliputi focus group discussion (FGD) dan indepth interview ditambah dengan studi etnografi untuk lebih dalam menelusuri background sosialnya. FGD dan indepth interview dilakukan bulan November 2011 dengan mengambil responden yang merepresentasi konsumen kelas menengah yaitu pekerja/profesional, wirausahawan (tradisional/modern), ibu rumah tangga (bekerja/tidak bekerja), pelajar/mahasiswa, dan pegawai pemerintah (PNS) dengan pengeluaran berkisar US$2-20 per hari sesuai definisi kelas menengah yang dirumuskan oleh Asian Development Bank (2010). Agar pengelompokan responden lebih seragam, rentang pengeluaran ini dibagi menjadi dua yaitu kelompok pengeluaran US$2-10 dan US$10-20.

10 | 8 Faces Indonesia Middle Class Consumerwww.inventure.id

Dengan mengacu pada dimensi nilai-nilai konsumen seperti sudah dibahas di muka, yaitu: tingkat kepemilikan sumber daya (resources), tingkat pengetahuan/wawasan (knowledgeability), dan koneksi sosial (social connection) kami berhasil mengidentifikasi delapan segmen kelas menengah Indonesia. Model segmentasinya digambarkan dalam bentuk sebuah matriks seperti terlihat pada gambar. Bagaimana profil dan karakteristik dari delapan segmen konsumen kelas menengah Indonesia berdasarkan model segmentasi di atas? Dalam bab ini kami hanya menjelaskan secara sekilas karakteristik konsumen kelas menengah di delapan segmen tersebut. Mengingat pembasannya cukup mendalam dan panjang, kami menyajikan penjelasan mendalam mengenai nilai-nilai, sikap, dan perilaku di masing-masing segmen tersebut di satu bahasan terpisah di bab berikutnya. Agar pembaca memiliki snapshot mengenai delapan segmen tersebut, kami juga menyajikan ringkasannya dalam bentuk sebuah tabel.

Segmentasi Konsumen Kelas MenengahIndonesia dan Ukuran Pasarnya

11 | 8 Faces Indonesia Middle Class Consumerwww.inventure.id

Performer adalah kalangan professional dan entrepreneur yang memiliki ambisi luar biasa untuk membangun kompetensi diri. Mereka adalah self-achiever yang menggunakan kompetensi dan ketrampilan sebagai alat untuk mendongkrak tingkat ekonomi. Karena itu mereka selalu meng-update informasi, mengadopsi teknologi, dan terus belajar untuk meng-improve diri. Karena memegang informasi dan teknologi, mereka cenderung melihat persaingan (dengan rekan-rekan kerja) secara positif. Performer lebih selfish dengan misi hidup mencapai kebebasan keuangan (financial freedom). Ya, karena mereka belumpuas dengan tingkat kehidupan ekonomi saat ini.

12 | 8 Faces Indonesia Middle Class Consumerwww.inventure.id

Aspirator adalah performer yang sudah mapan dan cukup puas dengan kondisi ekonomi saat ini. Mereka juga open mind terhadap globalisasi dan dan mengadopsi nilai-nilai universal. Karena sudah merasa cukup, maka orientasi hidup mereka tidak lagi selfish. Ia mulai memikirkan hal-hal di luar dirinya: mulai peduli dengan anggota DPR yang hobi korupsi; mulai peduli pesawat kok jatuh melulu; mulai peduli dengan pemanasan global atau hutan Kalimantan yang dibabat habis. Ia punya harapan menjadi influencer bagi masyarakat, lingkungan, dan negaranya. Jadi tidak benar, seluruh kelas menengah Indonesia itu acuh tak acuh terhadap negaranya.

13 | 8 Faces Indonesia Middle Class Consumerwww.inventure.id

Expert kebanyakan adalah profesional di berbagai bidang mulai dari dokter, arsitek, konsultan, atau pengacara yang selalu berupaya menjadi ekspert di bidang yang digelutinya. Setiap hari mereka sibuk menekuni bidang profesinya dari pagi hingga larut malam. Dokter yang sudah laku misalnya, harus mengurusi pasien-pasiennya dari pagi hingga dini hari. Hidupnya cenderung rutin dan monoton, tapi mereka menikmatinya, karena semua pekerjaan itu dilakukan dengan passionate. Karena “tertawan” oleh pekerjaan, mereka tidak memiliki cukup waktu luang untuk anak-anak, jalan-jalan di mal, atau menghadiri acara-acara keluarga/kerabat. Karena itu lingkungan pergaulan mereka juga terbatas, melulu di lingkungan profesinya. Intinya, “their life is their career”.

14 | 8 Faces Indonesia Middle Class Consumerwww.inventure.id

Climber adalah para pegawai pabrik (blue collar), salesman, supervisor, dan sebagainya yang berupaya keras membanting-tulang untuk menaikkan status ekonominya. Harapan utama mereka adalah mendongkrak karir dan menaikkan taraf kehidupan menjadi lebih baik. Karena umunya masih mengawali karir, mereka masih suka pindah-pindah kerja (job-hunter), risk-taker dalam karir, dan cenderung melihat bahwa “career is a journey”. Seperti halnya Expert, mereka memiliki sedikit waktu luang karena pagi-pagi harus berangkat ke kantor atau pabrik dan lepas Magrib baru bisa pulang ke rumah dalam kondisi capek. Umumnya mereka memiliki family-values yang tinggi dan bekerja keras melulu untuk keluarga. Karena itu mereka adalah sosok “hero of their family”.

15 | 8 Faces Indonesia Middle Class Consumerwww.inventure.id

Follower umumnya adalah kalangan muda (SMA dan kuliah) yang membutuhkan panutan (role model) untuk menemukan dan menunjukkan eksistensinya. Kenapa butuh panutan? Ya karena mereka masih mencari jati diri, belum punya banyak pengalaman, dan wawasannya masih terbatas (short-term vision, less sense of purpose). Mereka adalah generasi galau (ababil: “ABG labil”). Karena hal ini pula, tangible aspect seperti tampilan fisik, kepemilikan barang mahal, atau citra diri menjadi sesuatu yang penting. Bagi mereka teman adalah segalanya (friends are everything) dan diterima di lingkungan teman merupakan sesuatu yang penting untuk menunjukkan eksistensi mereka. Koneksi dengan teman (connecting with friends) merekalakukan melalui media sosial seperti Facebook dan Twitter.

16 | 8 Faces Indonesia Middle Class Consumerwww.inventure.id

Trend-setter memiliki daya beli yang lebih tinggi (more resources) dibanding follower. Karena lebih mampu, mereka ingin menjadi panutan dalam gaya hidup (peripheral lifestyle) seperti fesyen, gaya selebriti, gadget, dan sebagainya) bagi teman-temannya. They are victim of trends. Mereka menemukan eksistensinya ketika diikuti dan menjadi center of attention di lingkungan teman-temannya. Untuk bisa terus mengikuti tren dan isu-isu terbaru, mereka aktif berkoneksi di lingkungan teman-temannya menggunakan Facebook atau Twitter. Dengan karakteristik seperti itu, tak diragukan lagi bahwa mereka adalah orang-orang narsis (narcissist) dan cenderung self-centered.

17 | 8 Faces Indonesia Middle Class Consumerwww.inventure.id

Flow-er adalah sosok yang tidak puas dengan tingkat kehidupan ekonominya saat ini, namun mereka tak tahu harus bagaimana untuk merubahnya. Karena tingkat pendidikan dan pengetahuan yang terbatas, mereka cenderung kurang meng-update informasi dan mengadopsi teknologi sehingga wawasan dan visi hidupnya terbatas. Dengan keterbatasan itu, hidup mereka cenderung pasrah dan mengalir (flow) di tengah perubahan kehidupan (teknologi, informasi, sosial, politik, dan sebagainya) yang cepat dan bergolak. Keluarga dan (terutama) anak adalah aset terbesar yang mereka miliki. Di tengah pergolakan hidup yang cepat pegangan mereka hanya satu, yaitu keyakinan agama (high spiritual values). Karena itu mereka cenderung menyeimbangkan kehidupan dunia dan akhirat.

18 | 8 Faces Indonesia Middle Class Consumerwww.inventure.id

Settler adalah Flow-er yang sudah memiliki kemapanan hidup. Sosok ini merintis warung atau punya lahan luas hasil warisan yang menghasilkan sumber keuangan cukup besar bagi kehidupan ekonomi. Mereka tidak lagi memiliki keresahaan hidup dari sisi ekonomis. Hanya saja, berbeda dengan Aspirator atau Performer, mereka bukanlah sosok yang knowledgeable, bisa jadi cuma lulus SD atau SMP. Karena tingkat pengetahuan yang terbatas, maka mereka cenderung memegang nilai-nilai tradisional dan fobia terhadap perkembangan informasi, teknologi, dan globalisasi. Karena sudah puas dengan sukses yang dicapai saat ini, mereka cenderung tidak belajar dan mengembangkan diri. They are at the comfort zone.

19 | 8 Faces Indonesia Middle Class Consumerwww.inventure.id

20 | 8 Faces Indonesia Middle Class Consumerwww.inventure.id

21 | 8 Faces Indonesia Middle Class Consumerwww.inventure.id

Photo Credit :Cover by Wihinggil Prayogi

page 1. https://goo.gl/96jim5 | page 2 https://goo.gl/ICCXjNpage 3 http://goo.gl/FZ6KvP | page 4 http://goo.gl/nBMexupage 5 https://goo.gl/qORyWy | page 6 http://goo.gl/EHsqvRpage 7 https://goo.gl/CJ1Wpp | page 8 http://goo.gl/Wndv9y page 9 http://goo.gl/SAu6I3

Layout by Wihinggil Prayogi

More info :Jl. Beton 21F Kayu Putih Jakarta Timur 13220 Indonesia.

(021) 2983 3679 | [email protected] | www.inventure.id

Middle Class Institute (MCI) adalah sebuah lembaga riset yang mengkhususkan diri mengkaji konsumen kelas menengah Indo-nesia secara berkelanjutan. Dengan studi ini diharapkan para marketer dapat memahami konsumen kelas menengah dengan lebih baik dan sistematis. Hasil-hasil studi tersebut akan dipub-likasikan dalam bentuk tulisan di media, research report, seminar dan workshop, maupun melalui www.inventure.id

About MCI Copyright © 2015 by Inventure.id

All rights reserved. No part of this publication may be reproduced, distributed, or transmitted in any form or by any means, including photocopying, recording, or other electronic or mechanical methods, without the prior written permission of the publisher, except in the case of brief quotations embodied in critical reviews and certain other noncommercial uses permitted by copyright law. For permission re-quests, write to the publisher, addressed “Attention: Permissions Coor-dinator,” at the address above.

InventureID @inventureID