8.-PENDEKATAN-REALITAS
Click here to load reader
-
Upload
nay-hanapov -
Category
Documents
-
view
11 -
download
0
description
Transcript of 8.-PENDEKATAN-REALITAS
BAB VIII
PENDEKATAN REALITAS
1. TOKOH UTAMA (WILLIAM GLASSER)
William Glasser lahir pada 11 Mei 1925 di Ohio. Dia menempuh studi pada
Case Western Reserve University, dari mana ia meraih kedua gelar BA dan
MA. Dia melanjutkan pendidikan di California dan menerima MD dari
UCLA. Glasser bekerja sebagai psikiater untuk VA pada awal karir
profesionalnya.Ia selama waktu inilah ia bertemu dengan mentornya, Dr GL
Harrington. Glasser menghabiskan sebagian besar masa hidupnya berfokus
pada pengembangan teori-teorinya, khususnya Teori “Pilihan”.
Dia mempelajari efek kontrol dan bagaimana hal itu terkait dengan
psikologi dan mengamati dinamika ini di konseli sendiri selama beberapa
dekade praktek swasta. Ia meneliti bagaimana pilihan-pilihan setiap individu
dibuat terpengaruh yang lain, dan fokus pada kenyataan bahwa masing-masing
memiliki kekuatan untuk membuat mereka sendiri, unik, pilihan pribadi,
independen dari yang lain.
Glasser mulai mengembangkan teori-teorinya setelah beberapa tahun
dalam praktek klinis. Dia menyadari bahwa banyak orang yang sangat bahagia
dengan hidup mereka, dan khususnya, dengan hubungan mereka dengan orang
lain. Glasser memahami bahwa manusia memiliki kebutuhan batin untuk
mengendalikan situasi mereka, dan orang-orang dalam kehidupan mereka,
untuk mendapatkan kekuasaan. Pada tahun 1967, Glasser membuka Institut
Terapi Realitas. Tiga dekade kemudian, lembaga ini diubah namanya untuk
pendiri dan terus menawarkan pendidikan, pelatihan, dan kemajuan dalam
teori Glasser dan terapi melalui banyak cabang di seluruh dunia.
86
2. KONSEP DASAR
a. Pandangan tentang sifat manusia
Pendekatan realitas berlandaskan premis bahwa ada suatu kebutuhan
psikologis tunggal yang hadir sepanjang hidup, yaitu kebutuhan akan
identitas yang mencakup suatu kebutuhan untuk merasakan keunikan,
keterpisahan dan ketersendirian. Kebutuhan akan identitas menyebabkan
dinamika-dinamika tingkah laku, dipandang sebagai universal pada semua
kebudayaan.
Menurut pendekatan realitas, akan sangat berguna apabila menganggap
identitas dalam pengertian “identitas keberhasilan” melawan “identitas
kegagalan”. Dalam pembentukan identitas, masing-masing dari individu
mengembangkan keterlibatan-keterlibatan dengan orang lain dan dengan
bayangan diri, yang dengannya kita merasa relatif berhasil atau tidak
berhasil. Orang lain memainkan peranan yang berarti dalam membantu
kita menjelaskan dan memahami identitas kita sendiri. Cinta dan
penerimaan berkaitan langsung dengan pembentukan identitas.
b. Ciri-ciri konseling realitas
Corey (2009, 265-269) menyatakan terdapat delapan ciri yang juga
menjadi konsep dasar dalam konseling realitas, yakni:
1) Konseling realitas menolak konsep tentang penyakit mental, la
berasumsi bahwa bentuk-bentuk gangguan tingkah laku yang spesifik
adalah akibat ketidakbertanggungjawaban.
2) Konseling realitas berfokus pada tingkah laku sekarang alih-alih pada
perasaan-perasaan dan sikap-sikap. Meskipun tidak menganggap
perasaan-perasaan dan sikap-sikap itu tidak penting, terapi realitas
menekankan kesadaran atas tingkah-laku sekarang.
3) Terapi realitas berfokus pada saat sekarang, bukan kepada masa
lampau. Karena masa lampau seseorang itu telah tetap dan tidak bisa
diubah, maka yang bisa diubah hanyalah saat sekarang dan masa yang
akan datang.
87
4) Terapi realitas menekankan pertimbangan-pertimbangan nilai. Terapi
realitas menempatkan pokok kepentingannya pada peran konseli dalam
menilai kualitas tingkah lakunya sendiri dalam menentukan apa yang
membantu kegagalan yang dialaminya.
5) Terapi realitas tidak menekankan transferensi. la tidak memandang
konsep tradisional tentang transferensi sebagai hal yang penting. la
memandang transferensi sebagai suatu cara bagi konselor untuk tetap
bersembunyi sebagai pribadi. Terapi realitas mengimbau agar para
konselor menempuh cara beradanya yang sejati, yakni bahwa mereka
menjadi diri sendiri, tidak memainkan peran sebagai ayah atau ibu
konseli.
6) Terapi realitas menekankan aspek-aspek kesadaran, bukan aspek-aspek
ketaksadaran. Teori psikoanalitik, yang berasumsi bahwa pemahaman
dan kesadaran atas proses-proses ketaksadaran sebagai suatu prasyarat
bagi perubahan kepribadian, Sebaliknya, terapi realitas menekankan
kekeliruan yang dilakukan oleh konseli, bagaimana tingkah laku
konseli sekarang hingga dia tidak mendapatkan apa yang
diinginkannya, dan bagaimana dia bisa terlibat dalam suatu rencana
bagi tingkah laku yang berhasil yang berlandaskan tingkah laku yang
bertanggung jawab dan realistis.
7) Terapi realitas menghapus hukuman. Glasser mengingatkan bahwa
pemberian hukuman guna mengubah tingkah laku tidak efektif dan
bahwa hukuman untuk kegagalan melaksanakan rencana-rencana
mengakibatkan perkuatan identitas kegagalan pada konseli dan
perusakan hubungan terapeutik.
8) Terapi realitas menekankan tanggung jawab, yang oleh Glasser
didefinisikan sebagai “kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan sendiri dan melakukannya dengan cara tidak mengurangi
kemampuan orang lain dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan
mereka”.
88
3. ASUMSI PERILAKU BERMASALAH
Konseling realitas pada dasarnya tidak mengatakan bahwa perilaku individu
sebagai perilaku abnormal. Konsep perilaku menurut pendekatan realitas labih
dihubungkan dengan berperilaku yang tepat atau berperilaku tidak tepat.
Menurut glasser, individu yang berperilaku tidak tepat itu disebabkan oleh
ketidakmampuannya dalam memuaskan kebutuhannya, akibatnya kehilangan
“sentuhan” dengan realitas objektif , dia tidak dapat melihat sesuatu dengan
realitasnya, tidak dapat melakukan atas dasar kebenaran, tanggung jawab dan
realitas (dalam latipun, 2010, 101).
Meskipun pendekatan realitas tidak menghubungkan perilaku manusia
dengan gejala abnormalitas, perilaku bermasalah dapat disepadankan dengan
istilah yang dikemukakan oleh glasser yaitu identitas kegagalan. Identitas
kegagalan itu ditandai dengan keterasingan, penolakan dan irrasionalitas,
perilakunya kaku, tidak objektif, lemah, tidak bertanggung jawab, kurang
percaya diri dan menolak kenyataan.
4. TUJUAN KONSELING
Latipun (2010) mengungkapkan bahwa secara umum tujuan konseling realitas
sama dengan tujuan hidup, yaitu individu mencapai kehidupan dengan
identitas keberhasilan. Untuk itu dia harus bertanggung jawab, yaitu merniliki
kemampuan mencapai kepuasan terhadap kebutuhan personalnya.
Konseling realitas adalah pendekatan yang didasarkan pada anggapan
tentang adanya satu kebutuhan psikologis pada seluruh kehidupannya,
kebutuhan akan identitas diri, yaitu kebutuhan untuk merasa unik, terpisah,
dan berbeda dengan orang lain. Kebutuhan akan identitas diri merupakan
pendorong dinamika perilaku yang berada di tengah-tengah berbagai budaya
universal.
5. PERAN KONSELOR
Tugas dasar konselor adalah melibatkan diri dengan konseli dan kemudian
membuatnya menghadapi kenyataan. Glasser (dalam Corey, 2009) merasa
89
bahwa ketika konselor menghadapi para konseli, dia memaksa mereka itu
untuk memutuskan apakah mereka akan atau tidak akan menempuh “jalan
yang bertanggung jawab”. Konselor tidak membuat pertimbangan-
pertimbangan nilai dan putusan-putusan bagi para konseli, sebab tindakan
demikian akan menyingkirkan tanggung jawab yang mereka miliki. Tugas
konselor adalah bertindak sebagai pembimbing yang membantu konseli agar
bisa menilai tingkah lakunya sendiri secara realistis.
Fungsi penting lainnya dari konselor realitas adalah memasang batas-
batas, mencakup batas-batas dalam situasi terapeutik dan batas-batas yang
ditempatkan oleh kehidupan pada seseorang. Glasser dan Zunin (dalam Corey,
2009) menunjuk penyelenggaraan kontrak sebagai suatu tipe pemasangan
batas. Kontrak-kontrak, yang sering menjadi bagian dari proses terapi, bisa
mencakup pelaporan konseli mengenai keberhasilan maupun kegagalannya
dalam pekerjaan di luar situasi terapi.
Oleh karena itu, dalam konseling realitas diperlukan konselor yang
memiliki karakter sebagai berikut:
a. Konselor harus mengutamakan keseluruhan individual yang bertanggung
jawab, yang dapat memenuhi kenbutuhannya.
b. Konselor harus kuat dan yakin bahwa dia tidak pernah bijaksana. Dengan
demikian konselor dapat menahan diri dari tekanan klien untuk
membenarkan perilakunya dan menolak alasan dari perilaku klien yang
irrasional.
c. Konselor harus hangat, sensitif terhadap kemampuan untuk memahami
orang lain.
d. Konselor harus dapat bertukar pikiran dengan klien.
6. DESKRIPSI PROSES KONSELING
Dalam konseling realitas, Para klien dalam terapi realitas bukanlah orang-
orang yang telah belajar menjalani kehidupan secara bertanggung jawab,
melainkan orang-orang yang termasuk tidak bertanggung jawab. Meskipun
tingkah lakunya tidak layak. tidak realistis, dan tidak bertanggung jawab,
90
tingkah laku para klien itu masih merupakan upaya untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dasar mereka akan cinta dan rasa berguna. Tingkah laku
mereka itu pun merupakan upaya untuk memperoleh identitas meskipun boleh
jadi “identitas kegagalan”. Perhatian terapeutik diberikan kepada orang yang
belum belajar atau kehilangan kemampuan untuk menjalani kehidupan yang
tanggung jawab.
Para konseli diharapkan berfokus kepada tingkah laku mereka sekarang
alih-alih kepada perasaan-perasaan dan sikap-sikap mereka. Terapis
menantang para klien untuk memandang secara kritis apa yang mereka
perbuat dengan kehidupan mereka dan kemudian membuat pertimbangan-
pertimbangan nilai yang menyangkut keefektifan tingkah laku mereka dalam
mencapai tujuan-tujuan.
Setelah para klien membuat penilaian tertentu tentang tingkah lakunya
sendiri serta memutuskan bahwa mereka ingin berubah, mereka diharapkan
membuat rencana-rencana yang spesifik guna mengubah tingkah laku yang
gagal menjadi tingkah laku yang berhasil. Para klien harus membuat suatu
komitmen untuk melaksanakan rencana-rencana ini; tindakan menjadi
keharusan. Mereka tidak bisa menghindari komitmen dengan
mempersalahkan, menerangkan, atau memberikan dalih. Mereka harus terlibat
aktif dalam pelaksanaan kontrak-kontrak terapi mereka sendiri secara
bertanggung jawab apabila ingin mencapai kemajuan.
7. TEKNIK KONSELING
Dalam membantu klien untuk menciptakan identitas keberhasilan, Corey
(2009) menyatakan bahwa konselor bisa menggunakan beberapa teknik,
seperti:
a. Terlibat dalam permainan peran dengan klien;
b. Menggunakan humor
c. Mengonfrontasikan klien dan menolak dalih apapun
d. Membantu klien dalam merumuskan rencana-rencana yang spesifik bagi
tindakan.
91
e. Bertindak sebagai model dan guru.
f. Memasang batas-batas dan menyusun situasi terapi.
g. Menggunakan “terapi kejutan verbal” atau sarkasme yang layak
mengonfrontasikan klien dengan tingkah lakunya yang tidak realistis.
h. Melibatkan diri dengan klien dalam upayanya mencari kehidupan yang
lebih efektif.
Teknik-teknik diagnostik tidak menjadi bagian dari konseling realitas,
sebab diagnosis dianggap membuang waktu dan lebih buruk lagi, merusak
klien dengan menyematkan label (seperti “skizoprenik”) pada klien yang
cenderung mengekalkan tingkah laku yang tidak bertanggung jawab dan
gagal. Teknik-teknik lain yang tidak digunakan adalah penafsiran,
pemahaman, wawancara-wawancara nondirektif, sikap diam yang
berkepanjangan, asosiasi bebas analisis transferensi dan resistensi, dan analisis
mimpi.
8. KETERBATASAN DAN KELEBIHAN
Gladding (2012; 272) mencatat beberapa keterbatasan serta kekuatan yang
dimiliki oleh pendekatan realitas, yakni antara lain:
a. Keterbatasan
1) Pendekatan ini terlalu menekankan pada tingkah laku masa kini
sehingga terkadang mengabaikan konsep lain, seperti alam bawah
sadar dan riwayat pribadi.
2) Pendekatan ini meyakini bahwa semua bentuk gangguan mental adalah
upaya untuk menghadapi peristiwa eksternal.
3) Pendekatan ini hanya mempunyai sedikit teori, meskipun sekarang
dikaitkan dengan teori pilihan, yang berarti bahwa pendekatan ini
sudah semakin canggih.
4) Pendekatan ini tidak menangani kompleksitas kehidupan manusia
secara penuh dan malah tidak mengindahkan tahap perkembangan.
5) Pendekatan ini rentan menjadi terlalu moralistik.
92
6) Pendekatan ini bergantung pada terciptanya suatu hubungan yang baik
antara konselor dan klien.
7) Pendekatan ini bergantung pada interaksi verbal dan komunikasi dua
arah. Pendekatan ini mempunyai keterbatasan dalam membantu klien
yang, dengan alasan apa pun, tidak dapat mengekspresikan kebutuhan,
pilihan, dan rencana mereka dengan cukup baik.
8) Pendekatan ini terus mengubah fokusnya
b. Kelebihan
1) Pendekatan ini fleskibel dan dapat diterapkan pada banyak populasi.
Khususnya tepat diterapkan dalam perawatan penyimpangan perilaku,
penyalahgunaan obat, penyimpangan pengendalian impuls,
penyimpangan kepribadian, dan tingkah laku antisosial. Terapi ini
dapat diterapkan dalam konseling individual untuk anak-anak, remaja,
dewasa, dan lansia dan juga dalam konseling kelompok, perkawinan,
dan keluarga.
2) Pendekatan ini konkret. Baik konselor maupun klien dapat dinilai
untuk me- ngetahui seberapa besar kemajuan yang telah dibuat dan
pada bidang apa saja, khususnya jika dibuat kontrak tujuan tertentu.
3) Pendekatan ini menekankan pada perawatan jangka pendek. Terapi
realitas biasanya terbatas hanya beberapa sesi yang berfokus pada
tingkah laku masa sekarang.
4) Pendekatan ini mempunyai pusat latihan nasional dan diajarkan secara
internasional.
5) Pendekatan ini meningkatkan tanggung jawab dan kebebasan dalam
diri individu, tanpa menyalahkan atau mengkritik atau merestruktur
seluruh kepribadiannya.
6) Pendekatan ini telah terbukti sukses menantang model perawatan klien
secara medis. Penekanannya yang rasional dan positif merupakan
alternatif bagi terapi medis, yang membawa angin segar.
7) Pendekatan ini membahas resolusi konflik.
93
8) Pendekatan ini menekankan pada masa kini karena tingkah laku masa
kini adalah yang paling responsif terhadap pengendalian klien. Seperti
penganut teori tingkah laku, Gestalt, dan REBT, terapi realitas tidak
tertarik pada masa lalu
9. CONTOH PENERAPAN
Sebagaimana yang tercantum dalam asumsi perilaku bermasalah pendekatan
ini, masalah yang dapat ditangani dengan konseling realita adalah klien yang
mengalami suatu permasalahan lalu kemudian mengembangkan kepribadian
menuju ke arah “identitas kegagalan”. Misalnya pada kasus siswa yang
mengalami masalah keluarga lalu kemudian siswa tersebut menjadi acuh tak
acuh terhadap statusnya sebagai peserta didik sebagai bentuk pelarian dari
masalah siswa tersebut. Hal ini ditandai dengan seringnya siswa tersebut
terlambat sekolah, sering absen dalam proses pembelajaran serta tidak
memperhatikan pada saat proses pembelajaran berlangsung.
Dalam proses konselingnya, hal pertama yang yang perlu dilakukan oleh
konselor adalah membangun hubungan yang harmonis (rapport) dengan siswa
tersebut. Fokus treatment dalam konseling adalah pada prilaku siswa yang
tidak produktif serta tidak bertanggung jawab, oleh karena itu konselor
memaksa klien untuk memberikan penilaian objektif terhadap perilakunya
selama ini dan memutuskan untuk mengubah perilaku-perilaku tidak
produktifnya tersebut.
Hal selanjutnya yang dilakukan siswa tersebut adalah membuat suatu
komitmen untuk mengganti perilaku-perilaku tidak produktifnya menjadi
perilaku yang produktif. rencana-rencana itu kemudian dituangkan dalam
bentuk sebuah kontrak yang harus dilakukannya. Dengan melaksanakan apa
yang menjadi isi kontraknya secara bertanggung jawab, diharapkan identitas
kegagalan yang selama ini dikembangkan oleh klien secara perlahan berganti
dengan identitas keberhasilan.
94