8. Bab II Tinjauan Pustaka

44
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gelombang Seismik Gelombang seismik merupakan gelombang mekanis yang muncul akibat adanya gempa bumi. Gelombang seismik termasuk dalam gelombang elastik karena medium yang dilalui yaitu bumi bersifat elastik yang mengakibatkan perubahan bentuk pada material dimana gelombang tersebut merambat. Perubahan bentuk tersebut terjadi akibat interaksi antara gradien tekanan melawan gaya- gaya elastik. Oleh karena itu sifat penjalaran gelombang seismik bergantung pada elastisitas batuan yang dilewatinya. Gelombang seismik dapat ditimbulkan dengan dua metode yaitu metode aktif dan metode pasif. Metode aktif adalah metode penimbulan gelombang seismik secara disengaja menggunakan gangguan yang dibuat oleh manusia, contohnya dinamit. Metode pasif adalah gangguan yang muncul terjadi secara alamiah, contohnya gempa. Salah satu metode geofisika yang paling banyak digunakan dalam eksplorasi minyak dan gas bumi adalah metode seismik refleksi. Metode seimik refleksi digunakan untuk menyelidiki struktur lapisan bawah permukaan dengan target kedalaman yang cukup jauh (Telford et al., 1990). Metode ini memberikan gambaran yang cukup baik tentang bawah permukaan. 3

description

Seismik Refleksi (riski andrian)

Transcript of 8. Bab II Tinjauan Pustaka

Page 1: 8. Bab II Tinjauan Pustaka

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gelombang Seismik

Gelombang seismik merupakan gelombang mekanis yang muncul akibat

adanya gempa bumi. Gelombang seismik termasuk dalam gelombang elastik

karena medium yang dilalui yaitu bumi bersifat elastik yang mengakibatkan

perubahan bentuk pada material dimana gelombang tersebut merambat. Perubahan

bentuk tersebut terjadi akibat interaksi antara gradien tekanan melawan gaya-gaya

elastik. Oleh karena itu sifat penjalaran gelombang seismik bergantung pada

elastisitas batuan yang dilewatinya.

Gelombang seismik dapat ditimbulkan dengan dua metode yaitu metode

aktif dan metode pasif. Metode aktif adalah metode penimbulan gelombang

seismik secara disengaja menggunakan gangguan yang dibuat oleh manusia,

contohnya dinamit. Metode pasif adalah gangguan yang muncul terjadi secara

alamiah, contohnya gempa. Salah satu metode geofisika yang paling banyak

digunakan dalam eksplorasi minyak dan gas bumi adalah metode seismik refleksi.

Metode seimik refleksi digunakan untuk menyelidiki struktur lapisan bawah

permukaan dengan target kedalaman yang cukup jauh (Telford et al., 1990).

Metode ini memberikan gambaran yang cukup baik tentang bawah permukaan.

Metode seismik refleksi didasarkan pada penjalaran gelombang yang

dipantulkan oleh suatu sumber aktif seperti ledakan dinamit, air gun, vibrouses,

dan lain-lain yang kemudian menembus material batuan di bawah permukaan dan

dipantulkan kembali oleh suatu reflektor berupa bidang batas lapisan batuan dan

direkam oleh receiver di permukaan yang ditunjukkan pada Gambar 2.1).

3

Page 2: 8. Bab II Tinjauan Pustaka

Gambar 2.1 Ilustrasi survey seismik darat (Wordpress.com, 2015)

Kecepatan penjalaran gelombang seismik pada batuan bawah permukaan

berbeda-beda. Perbedaan ini dipengaruhi oleh beberapa sifat fisis pada batuan.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi cepat rambat gelombang seismik antara

lain :

a. Litologi Batuan

Kecepatan rambat gelombang seismik pada setiap lapisan akan

berbeda-beda, hal ini disebabkan karena setiap lapisan batuan memiliki

tingkat kekerasan yang berbeda-beda. Tingkat kekerasan yang berbeda-

beda ini menyebabkan perbedaan kemampuan suatu batuan untuk

mengembalikan bentuk dan ukuran seperti semula ketika diberikan gaya

padanya (Sheriff, R.E, dan Geldart, L.P, 1995).

b. Densitas

Semakin besar tekanan pada batuan maka akan semakin besar

densitas dari batuan tersebut. Densitas pada umumnya bertambah dengan

bertambahnya kedalaman. Hubungan densitas dengan kecepatan

perambatan gelombang seismik dalam batuan dirumuskan oleh Hukum

Gardner sebagai berikut :

ρ = α v1/4 (2.1)

Dimana ρ merupakan densitas batuan, α merupakan konstanta Gardner

(0,31) dan v adalah kecepatan rambat gelombang seismik. Dari persamaan

Gardner diatas dapat diketahui bahwa semakin cepat rambat gelombang

seismik maka nilai densitas suatu batuan akan semakin bertambah (Sheriff,

R.E, dan Geldart, L.P, 1995).

c. Porositas

Gelombang seismik akan merambat dengan kecepatan yang lebih

lambat saat melalui batuan berporos sehingga menyebabkan nilai densitas

suatu batuan akan semakin kecil. Pori-pori batuan yang terisi fluida juga

dapat memberikan pengaruh terhadap cepat rambat gelombang seismik

4

Page 3: 8. Bab II Tinjauan Pustaka

pada formasi batuan tersebut. Apabila pori-pori batuan terisi air maka

densitasnya akan lebih besar dibandingkan pori-pori batuan yang terisi

minyak. Sedangkan pori-pori batuan yang terisi minyak nilai densitasnya

juga akan lebih besar dibandingkan pori-pori batuan yang terisi gas. Hal

ini disebabkan karena densitas air lebih besar dibandingkan dengan

densitas minyak dan densitas minyak lebih besar dari densitas gas. Oleh

sebab itu cepat rambat gelombang seismik pada batuan berpori yang terisi

air akan lebih besar dibandingkan dengan batuan berpori yang terisi

minyak ataupun gas (Sheriff, R.E, dan Geldart, L.P, 1995).

Tabel 2.1 Skala penentuan baik tidaknya kualitas batuan jika ditinjau dari

nilai porositasnya (Koesoemadinata, 1978).

Harga Porositas

(%)Skala

0 – 5 Diabaikan (negligible)

5 – 10 Buruk (poor)

10 – 15 Cukup (fair)

15 – 20 Baik (good)

20 – 25 Sangat baik (very good)

> 25 Istimewa (excellent)

d. Kedalaman dan Tekanan

Batuan yang berada pada lapisan bawah akan mengalami tekanan

dari lapisan diatasnya sehingga batuan yang berada paling bawah akan

mengalami tekanan paling besar dari lapisan diatasnya. Dengan demikian

porositas akan berkurang dengan bertambahnya kedalaman. Tekanan yang

semakin besar menyebabkan semakin rapatnya suatu batuan yang ditandai

dengan semakin kecilnya porositas suatu batuan. Akibatnya kecepatan

gelombang seismik akan semakin bertambah seiring bertambahnya

kedalaman (Sheriff, R.E, dan Geldart, L.P, 1995).

e. Umur, Frekuensi dan Temperatur

Secara umum, batuan yang lebih tua berada pada lapisan paling

5

Page 4: 8. Bab II Tinjauan Pustaka

bawah. Semakin tua usia suatu batuan maka semakin dalam pula posisi

lapisan batuan tersebut dari permukaan bumi. Proses sementasi akan

terjadi dalam waktu yang lebih lama dengan bertambahnya usia suatu

batuan, lapisan tersebut juga mengalami tekanan tektonik yang lebih lama

sehingga densitasnya juga semakin besar. Dengan kata lain, gelombang

akan merambat semakin cepat pada batuan yang memiliki umur yang lebih

tua. Kecepatan gelombang seismik akan berubah terhadap frekuensi

karena mekanisme absorpsi (penyerapan). Nilai temperatur yang semakin

besar pada suatu lapisan batuan akan mengalami pemuaian. Akibat

terjadinya pemuaian maka porositas pada suatu batuan akan semakin besar

sehingga densitas batuan tersebut akan semakin kecil. Oleh sebab iu,

kecepatan rambat gelombang akan semakin kecil seiring bertambahnya

temperatur pada suatu lapisan. Namun, semakin besar kedalaman suatu

lapisan batuan maka semakin besar temperaturnya akan tetapi kecepatan

rambat gelombang seismik akan semakin besar juga. Hal ini disebabkan

karena pengaruh berkurangnya kecepatan akibat bertambahnya temperatur

jauh lebih kecil dibandingkan bertambahnya kecepatan akibat

bertambahnya densitas suatu lapisan akibat tekanan, sedimentasi dan lain-

lain (Sheriff, R.E, dan Geldart, L.P, 1995).

2.1.1 Konsep Dasar Gelombang Seismik

a. Impedansi Akustik (IA) dan Koefisien Refleksi (KR)

Salah satu sifat akustik yang khas pada batuan adalah Impedansi

Akustik (IA) yang merupakan hasil perkalian antara densitas (ρ) dan

kecepatan (v)

IA = ρ v (2.2)

Dalam mengontrol harga IA kecepatan mempunyai arti lebih penting

daripada densitas. Sebagai contoh, porositas atau material pengisi pori

batuan (air, minyak, gas) lebih mempengaruhi harga kecepatan daripada

densitas. Anstey (1977) menganalogikan IA dengan acoustic hardness.

Batuan yang keras (hard rock) dan sukar dimampatkan, seperti batu

6

Page 5: 8. Bab II Tinjauan Pustaka

gamping, granit mempunyai IA yang tinggi, sedangkan batuan yang lunak

seperti lempung yang lebih mudah dimampatkan mempunyai IA yang

rendah.

Hubungan antara kecepatan rambat gelombang dengan massa jenis

batuan dapat dinyatakan sebagai Koefisien Refleksi (KR). Adapun

perbandingan energi yang dipantulkan dengan energi datang pada keadaan

normal adalah :

E( pantul)E(datang)

=KR x KR (2.3)

Adapun kekuatan dari refleksi berhubungan langsung dengan

perbedaan impedansi akustik pada batas medium. Kekuatan refleksi pada

bidang batas dapat dihitung dalam koefisien refleksi (KR), dengan energi

datang yang dipantulkan pada keadaan normal. Koefisien refleksi

ditunjukkan pada persamaan berikut :

KR=(IA 2−IA 1)( IA1+ IA 2)

(2.4)

dimana :

KR = Koefisien Refleksi

IA1 = Impedansi akustik lapisan atas

IA2 = Impedansi akustik lapisan bawah

Harga kontras IA dapat diperkirakan dari amplitudo refleksinya, semakin

besar amplitudonya semakin besar refleksi dan kontras IA-nya. Sesuai

dengan pers.(2.2), maka hanya sebagian kecil energi yang direfleksikan,

sedangkan sebagian besar lainnya akan terus dipancarkan pada lapisan

yang lebih dalam sehingga memungkinkan terjadi refleksi berikutnya

(Sukmono, 1999).

b. Hukum Snellius

7

Page 6: 8. Bab II Tinjauan Pustaka

Bunyi Hukum Snellius yaitu “Gelombang akan dipantulkan atau

dibiaskan pada bidang batas antara dua medium”. Dengan persamaan

hukum Snellius sebagai berikut :

8

Page 7: 8. Bab II Tinjauan Pustaka

Gambar 2.2 Ilustrasi penjalaran gelombang seismik dalam medium bumi

(Triyono, 2014). Mengkaji minyak dan Gas bumi

sin isin r

=V 1V 2

(2.5)

dimana :

i = Sudut datang

r = Sudut bias

V1 = Kecepatan gelombang pada medium 1

V2 = Kecepatan gelombang pada medium 2

(Kiswarasari, 2013).

Indeks cepat rambat gelombang (v) di bawah permukaan bumi

sangat berhubungan dengan rapat massa (ρ). Semakin besar rapat massa

batuan maka semakin besar kecepatan rapat gelombang. Sehingga

gelombang seismik yang merambat di bawah permukaan bumi sebagian

akan terefleksikan kembali ke permukaan dan sebagiannya diteruskan

merambat di bawah permukaan. Penjalaran gelombang seismik mengikuti

Hukum Snellius yang dikembangkan dari Prinsip Huygens, menyatakan

bahwa sudut pantul dan sudut bias merupakan fungsi dari sudut datang dan

kecepatan gelombang (Hutabarat, 2009).

9

Page 8: 8. Bab II Tinjauan Pustaka

c. Prinsip Huygens

Prinsip Huygens menyatakan bahwa setiap titik pada muka

gelombang merupakan sumber bagi gelombang baru. Posisi dari muka

gelombang dalam dapat seketika ditemukan dengan membentuk garis

singgung permukaan untuk semua wavelet sekunder. Prinsip Huygens

mengungkapkan sebuah mekanisme dimana sebuah pulsa seismik akan

kehilangan energi seiring dengan bertambahnya kedalaman.

Gambar 2.3 Skema penjalaran gelombang Prinsip Huygens

(.....................)

d. Prinsip Fermat

Gelombang menjalar dari satu titik ke titik lain melalui jalan

tersingkat waktu penjalarannya. Dengan demikian jika gelombang

melewati sebuah medium yang memiliki variasi kecepatan gelombang

seismik, maka gelombang tersebut akan cenderung melalui zona-zona

kecepatan tinggi dan menghindari zona-zona kecepatan rendah.

Gambar 2.4 Skema penjalaran gelombang Prinsip Fermat

(.....................................)

10

Page 9: 8. Bab II Tinjauan Pustaka

2.2 Petroleum System

2.2.1 Batuan Induk (Source Rock)

Batuan induk itu adalah batuan sedimen yang bisa menghasilkan

hidrokarbon. Pada bukti yang terdapat pada data-data geokimia,

hidrokarbon berasal dari material organik yang terkubur dalam batuan

sedimen yang disebut batuan induk. Untuk mengetahui dan

memperkirakan distribusi dan jenis dari batuan induk dalam ruang dan

waktu, sangat penting untuk mengetahui sumber biologis dari petroleum.

Lapisan batuan induk (source beds) terbentuk ketika sebagian kecil dari

karbon organik yang bersikulasi dalam siklus karbon di bumi tekubur

dalam lingkungan sedimentasi dimana oksidasi terhalang untuk dapat

berlangsung (Koesoemadinata, 1980).

2.2.2 Pematangan (Maturation)

Maturasi adalah proses perubahan secara biologi, fisika, dan kimia

dari kerogen menjadi minyak dan gas bumi. Proses maturasi berawal sejak

endapan sedimen yang kaya bahan organik terendapkan. Pada tahapan ini,

terjadi reaksi pada temperatur rendah yang melibatkan bakteri anaerobik

yang mereduksi oksigen, nitrogen dan belerang sehingga menghasilkan

konsentrasi hidrokarbon.

Proses ini terus berlangsung sampai suhu batuan mencapai 50

derajat celcius. Selanjutnya, efek peningkatan temperatur menjadi sangat

berpengaruh sejalan dengan tingkat reaksi dari bahan-bahan organik

kerogen. Karena temperatur terus mengingkat sejalan dengan

bertambahnya kedalaman, efek pemanasan secara alamiah ditentukan oleh

seberapa dalam batuan sumber tertimbun (gradien termal).

11

Page 10: 8. Bab II Tinjauan Pustaka

Gambar 2.5 Kurva pematangan minyak dan gas bumi

(https://rovicky.wordpress.com)

Terlihat bahwa minyak bumi secara signifikan dapat dihasilkan

diatas temperature 50°C atau pada kedalaman sekitar 1200m lalu terhenti

pada suhu 180°C atau pada kedalaman 5200m. Sedangkan gas terbentuk

secara signifikan sejalan dengan bertambahnya temperature/kedalaman.

Gas yang dihasilkan karena faktor temperatur disebut dengan termogenik

gas, sedangkan yang dihasilkan oleh aktivitas bakteri (suhu rendah,

kedalaman dangkal <600m) disebut dengan biogenic gas

(Koesoemadinata, 1980).

2.2.3 Migrasi Hidrokarbon

Migrasi didefinisikan sebagai pergerakan minyak dan gas di bawah

permukaan. Migrasi primer merupakan sebutan untuk tahapan dari proses

migrasi, berupa pelepasan (ekspulsi) hidrokarbon dari batuan

induk (source rock) yang berbutir halus dan berpermeabelitas rendah ke

lapisan penyalur (carrier bed) yang memiliki permeabelitas lebih tinggi.

12

Page 11: 8. Bab II Tinjauan Pustaka

Akumulasi merupakan pengumpulan dari hidrokarbon yang telah

bermigrasi dalam keadaan yang secara relatif diam dalam waktu yang

lama. Trap merupakan istilah dimana migrasi terhenti dan akumulasi

terjadi.

a. Migrasi Primer

Gambar 2.6 Migrasi primer (http://pages.geo.wvu.edu)

Migrasi primer yaitu Proses bergeraknya hidrokarbon dari batuan

induk ke lapisan penyalur (carrier bed). Migrasi primer berjalan lambat

karena minyak bumi harus cukup untuk keluar dari batuan induk yang

memiliki permeabilitas matrik yang rendah. Migrasi primer berakhir

ketika hidrokarbon telah mencapai carrier bed untuk terjadinya migrasi

sekunder.

b. Migrasi Sekunder

13

Page 12: 8. Bab II Tinjauan Pustaka

Gambar 2.7 Migrasi sekunder (http://pages.geo.wvu.edu)

Migrasi sekunder yaitu perpindahan hidrokarbon dari carier bed ke

jebakan atau trap. Ketika hidrokarbon berhasil keluar dari batuan sumber

dan mengalami migrasi sekunder, pergerakan dari hidrokarbon akan

dipengaruhi oleh gaya pelampungan (bouyancy). Migrasi sekunder terjadi

pada arah yang dipengaruhi oleh gaya pelampungan yang paling besar.

Pergerakan ini awalnya menuju ke arah atas, dan lalu mengikuti

kemiringan carrier bed apabila hidrokarbon menemui lapisan dengan

permeabelitas kurang di atas carrier bed. Keberadaan struktur dan

perubahan fasies mungkin menyebabkan tekanan kapilaritas lebih

dominan daripada gaya pelampungan, sehingga arah migrasi mungkin

akan berubah, dan atau terhenti (Koesoemadinata, 1980).

2.2.4 Batuan Reservoir

Batuan reservoir adalah wadah di bawah permukaan yang

mengandung minyak dan gas. Ruangan penyimpanan minyak dalam

reservoir berupa rongga-rongga atau pori-pori yang terdapat di antara

butiran mineral atau dapat pula di dalam rekahan batuan yang mempunyai

porositas rendah. Pada hakikatnya setiap batuan dapat bertindak sebagai

batuan reservoir asal mempunyai kemampuan untuk menyimpan dan

meloloskan minyak bumi. Batuan reservoir dapat juga bertindak sebagai

lapisan penyalur aliran minyak dan gas bumi dari tempat minyak bumi

tersebut keluar dari batuan induk (migrasi primer) ke tempat

14

Page 13: 8. Bab II Tinjauan Pustaka

berakumulasinya dalam suatu perangkap. Jadi reservoir merupakan bagian

kecil daripada batuan reservoir yang berada dalam keadaan sedemikian

sehingga membentuk suatu perangkap.

a. Porositas

Porositas suatu medium adalah perbandingan volume

rongga-rongga pori terhadap volume total seluruh batuan.

Perbandingan ini biasanya dinyatakan dalam persen dan disebut

porositas.

Rumus : Porositas (ɸ) = Volum pori−pori

Volum keseluruhanbatuan×100 % (2.6)

Gambar 2.8 Porositas pada batuan (mpgpetroleum.com)

Porositas bisa dikategorikan dalam beberapa kategori sebagai

berikut :

1. Berdasarkan cara pembentukannya

Porositas Primer : Porositas yang terbentuk pada waktu

batuan tersebut diendapkan atau terbentuk. Porositas primer

dapat berkurang akibat proses tekanan yang berlebih

(overburden) oleh batuan diatasnya, atau proses

sedimentasi.

15

Page 14: 8. Bab II Tinjauan Pustaka

Porositas Sekunder : Porositas batuan yang terbentuk

setelah terbentuknya batuan tersebut, akibat adanya proses

disolusi (zat padat melarut) dan rekahan.

2. Berdasarkan tingkat efektifitasnya

Porositas Total : merupakan rasio dari jumlah total pori-

pori dibandingkan dengan volume bulk pori tersebut.

Porositas Efektif : merupakan rasio dari pori-pori (ruang

kosong) yang saling berhubungan dibandingkan dengan

volume bulk pori.

b. Permeabilitas

Permeabilitas atau kelulusan adalah suatu sifat batuan

reservoir untuk dapat meluluskan cairan melalui pori-pori yang

berhubungan, tanpa rusak partikel pembentuk atau kerangka batuan

tersebut (Koesoemadinata, 1980).

Gambar 2.9 Permeabilitas pada batuan (mpgpetroleum.com)

2.2.5 Jebakan Reservoir (Reservoir Trap)

Eksplorasi minyak dan gas bumi sampai kini ditunjukan kepada

pencarian perangkap atau jebakan (trap) yang menggandung arti seolah-

olah minyak terjebak atau tersangkut dalam suatu keadaan sehingga tidak

bisa lepas lagi. Hal ini disebabkan karena walaupun minyak merupakan

suatu fasa tersendiri, namun selalu berada bersama-sama dengan air. Suatu

16

Page 15: 8. Bab II Tinjauan Pustaka

perangkap adalah tidak lain daripada bentuk lapisan penyekat. Lapisan

penyekat itu terbentuk sedemikian rupa sehingga minyak tidak dapat lari

kemana-mana lagi. Bentuk ini akan menahan tetes-tetes minyak dalam

perjalanannya sepanjang garis-garis gaya (Koesoemadinata, 1980).

2.2.6 Batuan Penutup (Cap Rock)

Minyak dan gas terdapat di dalam reservoir. Untuk dapat menahan

dan melindungi fluida tersebut, maka lapisan reservoir ini harus

mempunyai penutup di bagial luar lapisannya. Batuan penutup adalah

batuan yang memiliki permeabilitas dan porositas yang rendah, sehingga

menghambat kandungan petroleum dalam reservoir untuk bermigrasi.

Batuan penutup yang umum adalah serpih (shale) dan batuan avaporit

(proses penguapan). Jadi lapisan penutup didefinisikan sebagai lapisan

yang berada  dibagian atas dan tepi reservoir yang dapat dan melindungi

fluida yang berada di dalam lapisan di bawahnya (Koesoemadinata, 1980).

2.3 Geologi Daerah Penelitian

2.4 Log

Log adalah suatu grafik kedalaman (kadang-kadang waktu) dari satu set

data yang menunjukkan parameter yang diukur secara berkesinambungan di

dalam sebuah sumur (Harsono, 1994). Log elektrik pertama kali digunakan pada 5

september 1927 oleh H. Doll dan Schlumberger bersaudara pada lapangan minyak

kecil di Pechelbronn, Alsace, sebuah provinsi di timur laut Prancis (Ellis &

Singer, 2008). Pada tahun 1929 mulai digunakan Log Resistivitas, selang 3 tahun

berikutnya pada tahun 1932 diikuti dengan digunakan Log SP (Spontaneous

Potential), kemudian Log Neutron menyusul pada tahun 1941, dan pada tahun

1950-an diikuti dengan log-log lainnya (Schlumberger, 1989).

Kegiatan untuk mendapatkan data log disebut logging. Logging

memberikan data yang diperlukan untuk mengevaluasi secara kuantitatif

banyaknya hidrokarbon di lapisan pada situasi dan kondisi sesungguhnya. Kurva

17

Page 16: 8. Bab II Tinjauan Pustaka

log memberikan informasi yang dibutuhkan untuk mengetahui sifat-sifat batuan

dan cairan. Berdasarkan dari jenisnya maka log dapat dibedakan menjadi 3 jenis,

antara lain :

1. Log lapangan (Acquisition Logs) → Log orisinil atau yang masih mentah

yang belum dikoreksi sama sekali, biasanya sering ditandai dengan tulisan

Field Print.

2. Log transmisi → Log yang menunjukkan bahwa log tersebut bukan

turunan dari log lapangan melainkan log yang telah dikirimkan dari lokasi

melalui jasa satelit atau telepon, biasanya ditandai dengan tulisan Field

Transmitted Log.

3. Log yang sudah diproses → Log yang diproses pada CSU (Cyber System

Unit) dan juga meliputi produk-produk dari FLIC (Field Log

Interpretation Center) (Harsono, 1994).

Adapun bagian-bagian utama pada log antara lain :

1. Kepala-log (Heading)

Sebuah log umumnya memiliki judul/kepala pada bagian atas yang

mencantumkan semua informasi yang berhubungan dengan sumur,

misalnya : jenis instrumen yang dipakai, kalibrasi instrumentasi, skala

kurva dan informasi lain (terlampir).

2. Kolom Log (Tracks)

Umumnya terdapat 3 kolom kurva, yang dikenal sebagai kolom 1, 2 dan 3,

dihitung dari kiri kekanan. Kolom kedalaman memisahkan kolom 1 dan 2.

Tiap kolom kurva boleh memuat boleh dari 1 kurva.

3. Skala Kedalaman

Log standar memiliki dua skala kedalaman, yang satu digunakan untuk

korelasi, yang satu lagi digunakan untuk interpretasi yang rinci. Skala

korelasi bisa 1 : 1000 atau 1 : 500 dan skala rinci 1 : 200. Satuan

kedalaman bisa dalam kaki atau meter. Pada skala korelasi, garis

kedalaman akan terjadi setiap 5 meter atau 10 feet, sedangkan skala rinci

terjadi setiap 2 feet atau satu meter.

4. Kecepatan Logging

18

Page 17: 8. Bab II Tinjauan Pustaka

Kecepatan logging terekam pada sisi kanan dan kiri dari log lapangan,

berupa garis patah-patah. Setiap garis patah terjadi setiap satu menit,

panjang garis patah dalam feet atau meter menunjukkan kecepatan logging

pada kedalaman itu setiap menit, kalau dikalikan 60 akan memberikan

kecepatan dalam feet (atau meter)/jam. Misalnya garis patah 30 feet, maka

logging speed pada saat dan di kedalaman itu adalah 30 x 60 = 1800

ft/jam. Jika kecepatan logging terlalu tinggi akan mengakibatkan resolusi

kurva menjadi rendah, sebaliknya kecepatan logging terlalu rendah akan

memberikan data yang sangat banyak sehingga menjadi tidak efisien dan

tidak diperlukan (Harsono, 1994).

2.5 Well Logging

Well logging dalam bahasa Prancis disebut carrotage electrique yang

berarti electrical coring, hal itu merupakan definisi awal dari well logging ketika

pertama kali ditemukan pada tahun 1927. Saat ini well logging didefinisikan

sebagai perekaman karakteristik dari suatu formasi batuan yang diperoleh melalui

pengukuran pada sumur bor. Kegunaan utama dari well logging adalah untuk

mengkorelasikan pola-pola electrical conductivity yang sama dari satu sumur ke

sumur lain (Ellis & Singer, 2008).

Berdasarkan proses kerjanya, logging dibagi menjadi dua jenis yaitu

wireline logging dan logging while drilling (Ellis & Singer,2008). 

a. Wireline Logging

Wireline logging dilakukan ketika pemboran telah berhenti dan kabel

digunakan sebagai alat untuk mentransmisikan data. Untuk menjalankan

wireline logging, lubang bor harus dibersihkan dan distabilkan terlebih

dahulu sebelum peralatan logging dipasang. Hal yang pertama kali

dilakukan adalah mengulurkan kabel ke dalam lubang bor hingga

kedalaman maksimum lubang bor tersebut. Sebagian besar log bekerja

ketika kabel tersebut ditarik dari bawah ke atas lubang bor. Kabel tersebut

berfungsi sebagai transmiter dan sekaligus sebagai penjaga agar alat

logging berada pada posisi yang diinginkan (Bateman, 1985). Kabel

tersebut digulung dengan menggunakan motorized drum yang digerakkan

19

Page 18: 8. Bab II Tinjauan Pustaka

secara manual selama logging berlangsung. Drum tersebut menggulung

kabel dengan kecepatan antara 300 m/jam (1000 ft/jam) hingga 1800

m/jam (6000 ft/jam) tergantung pada jenis alat yang digunakan (Ellis &

Singer, 2008). Adapun kelebihan dan kekurangan dari wireline logging

antara lain :

1. Mampu melakukan pengukuran terhadap kedalaman logging

secara otomatis.

2. Kecepatan transmisi datanya lebih cepat daripada LWD,

mampu mencapai 3Mb/detik.

3. Namun pada wireline logging, informasi yang didapat bukan

merupakan real-time data.

b. Logging While Drilling

Logging while drilling (LWD) merupakan suatu metode pengambilan

data log dimana logging dilakukan bersamaan dengan pemboran. LWD

beroperasi dengan cara mengirimkan sinyal ke permukaan dalam format

digital melalui pulse telemetry melewati lumpur pemboran dan kemudian

ditangkap oleh receiver yang ada di permukaan. Sinyal tersebut lalu

dikonversi dan log tetap bergerak dengan pelan selama proses pemboran.

Logging berlangsung sangat lama dari beberapa sesudah pemboran dari

beberapa menit hingga beberapa jam tergantung pada kecepatan pemboran

dan jarak antara bit dengan sensor dibawah lubang bor (Harsono, 1994).

Layanan yang saat ini disediakan oleh perusahaan penyedia jasa LWD

meliputi gamma ray, resistivity, density, neutron, survey lanjutan misalnya

sonik. Tipe log tersebut sama tetapi tidak identik dengan log sejenis yang

digunakan pada wireline logging. Secara umum, log LWD dapat

digunakan sama baiknya dengan log wireline logging dan dapat

diinterpretasikan dengan cara yang sama pula (Darling, 2005). Meskipun

demikian, karakteristik dan kualitas data kedua log tersebut sedikit

berbeda. Adapun kelebihan dan kekurangan dari LWD antara lain :

1. Data yang didapat berupa real-time information.

20

Page 19: 8. Bab II Tinjauan Pustaka

2. Dapat digunakan untuk melintasi lintasan yang sulit.

3. Menyediakan data awal apabila terjadi hole washing-out.

4. Data yang ditransmisikan tidak secepat wireline logging.

Well logging mempunyai makna yang berbeda-beda untuk setiap orang.

Bagi seorang geolog, well logging merupakan teknik pemetaan untuk kepentingan

eksplorasi bawah permukaan. Bagi seorang petrofisisis, well logging  digunakan

untuk mengevaluasi potensi produksi hidrokarbon dari suatu reservoir. Bagi

seorang geofisisis, well logging digunakan untuk melengkapi data yang diperoleh

melalui seismik. Seorang reservoir enginer menggunakan well log sebagai data

pelengkap untuk membuat simulator (Ellis & Singer, 2008).

Data yang didapat melalui berbagai alat logging yang berbeda tersebut

kemudian diolah oleh CSU (Cyber Service Unit). CSU merupakan sistem logging

komputer terpadu di lapangan yang dibuat untuk kepentingan logging dengan

menggunakan program komputer yang dinamakan cyberpack. Sistem komputer

CSU merekam, memproses, dan menyimpan data logging dalam bentuk digital

dengan format LIS (Log Information Standard), DLIS (Digital Log – Interchange

Standard) (Harsono, 1994).

Adapun macam – macam log antara lain :

2.5.1 Log-log yang Menunjukkan Zona-zona Permeabel

Mencari zona-zona permeabel adalah langkah pertama dalam

melakukan analisa log. Ini dilakukan dengan menggunakan beberapa jenis

log diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Log Gamma Ray

Log Gamma Ray merespon radaiasi gamma alami pada suatu

formasi batuan (Ellis & Singer, 2008). Pada formasi batuan sedimen, log

ini biasanya mencerminkan kandungan unsur radioaktif di dalam formasi.

Hal ini dikarenakan elemen radioaktif cenderung untuk terkonsentrasi di

dalam lempung dan serpih yang tidak permeabel. Formasi bersih biasanya

mempunyai tingkat radioaktif yang sangat rendah, kecuali apabila formasi

21

Page 20: 8. Bab II Tinjauan Pustaka

tersebut terkena kontaminasi radioaktif misalnya dari debu vulkanik atau

granit (Schlumberger, 1989).

Gamma ray dihasilkan oleh gelombang elektromagnetik berenergi

tinggi yang dikeluarkan secara spontan oleh elemen radioaktif. Hampir

semua radiasi gamma yang ditemukan di bumi berasal dari isotop

potassium (K) serta unsur radioaktif uranium (U) dan thorium (Th).

Gamma ray memiliki satuan API atau GAPI (American Petroleum

Institute) (Schlumberger, 1989).

Untuk melewati suatu materi, gamma ray akan bertumbukan

dengan atom dari zat penyusun formasi. Gamma ray akan kehilangan

energinya setiap kali mengalami tumbukan. Kemudian setelah energinya

hilang, gamma ray akan mengalami penyerapan (absorbsi) oleh atom

formasi melalui suatu proses pelepasan elektron yang disebut efek

fotoelektrik (Ellis & Singer, 2008). Jadi gamma ray diabsorbsi secara

bertahap (gradual) dan energinya mengalami pengurangan (reduksi) setiap

kali melewati formasi. Laju absorbsi berbeda-beda sesuai dengan densitas

formasi. Formasi dengan jumlah unsur radioaktif yang sama per unit

volum tapi mempunyai densitas yang berbeda akan menunjukkan

perbedaan tingkat radioaktivitas. Formasi yang densitasnya lebih rendah

akan terlihat sedikit lebih radioaktif. Respon log gamma ray setelah

dilakukan koreksi terhadap lubang bor dan sebagainya sebanding dengan

berat konsentrasi unsur radioaktif yang ada di dalam formasi

(Schlumberger, 1989).

1. Spectral Gamma Ray Log

Sama seperti log gamma ray, spectral gamma ray mengukur

radioaktivitas alami dari formasi. Namun berbeda dengan log

gamma ray yang hanya mengukur radioaktivitas total, log ini dapat

membedakan konsentrasi unsur potassium, uranium, dan thorium

di dalam formasi batuan (Schlumberger, 1989).

Log spectral merekam jumlah potassium, uranium, dan

thorium yang ada di dalam formasi. Unsur-unsur tersebut biasanya

22

Page 21: 8. Bab II Tinjauan Pustaka

ditampilkan di dalam kolom (Track) 2 dan 3 dari log. Konsentrasi

thorium dan uranium ditampilkan dalam berat per juta (bpj)

sedangkan konsentrasi potassium ditampilkan dalam bentuk

persentase.

Jumlah total ketiga unsur radioaktif tersebut direkam di dalam

kurva GR yang ditampilkan di track 1. Respon total tersebut

dideterminasi berdasarkan kombinasi linear dari konsentrasi

potassium, thorium, dan uranium. Kurva GR standar ditampilkan

dalam API unit. Nilai CGR (Corected Gamma Ray) juga dapat

ditampilkan biasanya pada track 1. Nilai tersebut merupakan

jumlah sinar gamma yang berasal dari potassium dan thorium saja,

tanpa uranium (Harsono, 1994).

23

Page 22: 8. Bab II Tinjauan Pustaka

Gambar 2.10 Respon Gamma Ray terhadap litologi bawah permukaan

(Rider, 1996)

b. Log SP (Spontaneous Potential)

Log SP adalah rekaman perbedaan potensial listrik antara elektroda

di permukaan yang tetap dengan elektroda yang terdapat di dalam lubang

bor yang bergerak naik turun. Potensial listrik tersebut disebut

spontaneous potential oleh Conrad Schlumberger dan H.G. Doll yang

menemukannya. Supaya SP dapat berfungsi, lubang bor harus diisi dengan

lumpur konduktif. Satuan ukur dalam spontaneous potential adalah

milivolt (mV) (Harsono, 1994).

Secara alamiah, karena perbedaan kandungan garam air, arus listrik

hanya mengalir di sekeliling perbatasan formasi di dalam lubang bor. Pada

lapisan serpih dimana tidak ada aliran listrik, sehingga potensialnya adalah

24

Page 23: 8. Bab II Tinjauan Pustaka

konstan dengan kata lain SP-nya rata. Pembacaan ini disebut garis dasar

serpih (Shale Base Line). Saat mendekati lapisan permeabel, kurva SP

akan mengalami penyimpangan arah (defleksi) ke kiri (-) atau ke kanan

(+). Defleksi ini dipengaruhi oleh salinitas relatif dari air formasi dan

lumpur penyaring (Harsono, 1994). Jika salinitas air formasi lebih besar

daripada salinitas lumpur penyaring maka defleksi akan mengarah ke kiri

sebaliknya apabila salinitas lumpur penyaring yang lebih besar daripada

salinitas air formasi maka defleksi akan mengarah ke kanan (Harsono,

1994).

Penurunan kurva SP tidak pernah tajam saat melewati dua lapisan

yang berbeda melainkan selalui mempunyai sudut kemiringan. Jika lapisan

permeabel sangat tebal maka kurva SP menjadi konstan bergerak

mendekati nilai maksimum dan sebaliknya apabila memasuki lapisan

serpih lain maka kurva akan bergerak kembali ke nilai serpih secara

teratur. Kurva SP tidak dapat direkam di dalam lubang bor yang diisi

dengan lumpur non-konduktif, hal ini dikarenakan lumpur tersebut tidak

dapat menghantarkan arus listrik antara elektroda dan formasi. Apabila

resistivitas antara lumpur penyaring dan air formasi hampir sama, defleksi

akan sangat kecil dan kurva SP menjadi tidak begitu berguna (Harsono,

1994).

Tahapan pertama yang dilakukan dalam analisis log adalah

mengenal lapisan permeabel dan yang tidak permeabel. Untuk itu

digunakan log SP dan juga dengan bantuan dari log gamma ray. Log

gamma ray dan SP membedakan serpih dan yang bukan serpih dengan

cara yang berbeda. SP merupakan pengukuran secara elektrik, sedangkan

gamma ray adalah pengukuran secara radioaktif. Pada penyajiannya yaitu

pembacaan serpih disebelah kanan dan pasir yang permeabel disebelah kiri

pada kolom 1. Pada formasi lunak, SP memberikan perbedaan yang lebih

kontras antara serpih dan pasir daripada gamma ray. Sebaliknya pada

formasi yang keras perubahan SP akan sangat kecil, sehingga tidak dapat

membedakan lapisan yang permeabel dan tidak permeabel. Pada keadaan

25

Page 24: 8. Bab II Tinjauan Pustaka

seperti ini, log gamma ray memberikan resolusi yang baik dibandingkan

log SP (Harsono, 1994).

Gambar 2.11 Contoh respon Log SP terhadap pasir dan serpih

(Schlumberger, 1989).

c. Log Resistivitas

Log resistivitas adalah suatu alat yang dapat merekam tahanan jenis

formasi ketika dilewati kuat arus listrik yang dinyatakan dalam ohm-meter.

Resistivitas dapat mencerminkan batuan dan fluida yang terkandung di

dalam pori-porinya. Reservoir yang berisi hidrokarbon akan mempunyai

tahanan jenis lebih tinggi (lebih dari 10 ohm-meter), sedangkan apabila

jenisnya hanya beberapa ohm-meter. Suatu formasi yang porositasnya

26

Page 25: 8. Bab II Tinjauan Pustaka

sangat kecil (tight) juga akan menghasilkan tahanan jenis yang sangat

tinggi karena tidak mengandung fluida konduktif yang dapat menjadi

konduktor alat listrik (Schlumberger, 1989).

Menurut jenis alatnya, log ini dibagi menjadi dua, antara lain :

1. Laterolog

Log yang dipakai untuk pemboran yang menggunakan lumpur

pemboran yang konduktif misalnya lumpur yang kadar garamnya

tinggi (salt mud). Laterolog menggunakan peralatan yang sensitif

terhadap resistivitas sehingga sangat akurat digunakan pada formasi

dengan resistivitas sedang sampai tinggi.

2. Induksi

Log yang digunakan untuk pemboran yang menggunakan lumpur

pemboran konduktif sedang, non-konduktif (misalnya oil-base muds)

dan pada lubang bor yang hanya berisi udara. Alat tersebut karena

sangat sensitif terhadap konduktivitas akan lebih baik digunakan pada

formasi batuan dengan resistivitas rendah sampai sedang (Harsono,

1994).

Berdasarkan tempat pengambilan datanya, log tahanan jenis dapat dibagi

menjadi tiga, antara lain :

1. Laterallog Shallow (LLS)

Log tahanan jenis dangkal yang digunakan untuk mengukur tahanan

jenis zona invasi yakni zona yang berada disekitar tabung bor. Zona

ini dapat dipengaruhi oleh air lumpur bor atau mud filtrat.

2. Spherically Focus Log (SFL)

Log tahanan jenis menengah yang digunakan untuk mengukur tahanan

jenis zona transisi yakni zona yang sebagian dari fluidanya terusir oleh

mud filtrat dan sebagian masih fluida asli.

3. Laterallog Deep (LLD)

Log tahanan jenis dalam yang digunakan untuk tahanan jenis formasi

yang tidak terganggu oleh proses pemboran. Tujuan penggunaannya

adalah untuk mengukur tahanan jenis asli (Rt), membantu mengetahui

27

Page 26: 8. Bab II Tinjauan Pustaka

porositas dan permeabilitas batuan serta digunakan untuk mengetahui

kejenuhan air (Sw) dan korelasi

Gambar 2.12 Respon Resistivitas terhadap litologi bawah permukaan

(Rider, 1996)

2.5.2 Log-log yang Mengukur Porositas Formasi

a. Log Densitas

Log densitas merupakan salah satu alat yang digunakan untuk

merekam bulk density pada formasi batuan. Bulk density merupakan

densitas total dari batuan yang meliputi matriks padat dan fluida yang

mengisi pori. Secara geologi, bulk density merupakan fungsi dari densitas

mineral yang membentuk batuan tersebut dan volume fluida bebas yang

menyertainya (Schlumberger, 1989).

Prinsip kerja dari log densitas menggunakan sebuah sumber

radioaktif yang diarahkan ke dinding bor yang mengeluarkan sinar gamma

28

Page 27: 8. Bab II Tinjauan Pustaka

berenergi sedang ke dalam formasi. Sinar gamma tersebut bertumbukan

dengan elektron yang ada di dalam formasi. Sinar gamma tersebut terus

bergerak dengan energinya yang tersisa. Jenis interaksi ini dikenal sebagai

hamburan Compton. Hamburan sinar gamma tersebut kemudian ditangkap

oleh detektor yang ditempatkan di dekat sumber sinar gamma. Makin

lemahnya energi yang kembali menunjukkan makin banyaknya elektron-

elektron dalam batuan, yang berarti makin banyak/padatnya

butiran/mineral penyusun batuan persatuan volum. Jumlah sinar gamma

yang kembali tersebut kemudian digunakan sebagai indikator dari densitas

formasi (Schlumberger, 1989). Nilai hamburan Compton dipengaruhi oleh

jumlah elektron yang di dalam formasi. Sebagai akibatnya, respon density

tool dibedakan berdasarkan densitas elektronnya (jumlah elektron tiap

centimeter kubik). Densitas elektron berhubungan dengan true bulk

density yang bergantung pada densitas matriks batuan, porositas formasi,

dan densitas fluida yang mengisi pori.

Kegunaan dari log densitas adalah dapat menghitung densitas,

menghitung porositas, dan menentukan keterdapatan fluida (cros plot

dengan log neutron). Pada penampilan log, kurva densitas diskala secara

langsung dalam g/cc. Jika alatnya dikerjakan tersendiri, skala dari kurva

densitas (RHOB) biasanya 2-3 g/cc. Tetapi biasanya alat densitas

dikerjakan bersama-sama dengan alat neutron, maka skala nya diatur

menjadi 1.95 – 2.95 g/cc, hal ini dilakukan untuk memudahkan pembacaan

porositas karena tanggapan alat densitas dan neutron akan sama pada

lapisan gamping berisi air (Harsono, 1994).

29

Page 28: 8. Bab II Tinjauan Pustaka

Gambar 2.13 Respon Densitas terhadap litologi bawah permukaan (Rider, 1996)

b. Log Neutron

Menurut Harsono (1994) log neutron merupakan log yang berfungsi

untuk menentukan besarnya porositas suatu batuan. Prinsip dasar dari log

ini adalah memancarkan neutron secara terus menerus dan konstan pada

suatu lapisan batuan. Partikel-partikel neutron tersebut memancar

menembus formasi dan bertumbukan dengan material-material dari

formasi tersebut. Akibatnya neutron kehilangan sedikit energi, namun

besar dan kecilnya energi yang hilang tergantung dari perbedaan massa

neutron dengan massa material pembentuk batuan atau formasi.

30

Page 29: 8. Bab II Tinjauan Pustaka

Hilangnya energi yang paling besar adalah apabila neutron

bertumbukan dengan suatu atom yang mempunyai massa yang sama atau

hampir sama, seperti halnya atom hidrogen. Apabila konsentrasi hidrogen

di dalam suatu formasi cukup besar, maka hampir semua neutron akan

mengalami penurunan energi serta tidak tertangkap jauh dari sumber

radioaktifnya. Sebaliknya apabila konsentrasi hidrogen kecil, partikel-

partikel neutron akan memancar lebih jauh menembus formasi sebelum

tertangkap oleh detektor.

Pengukuran porositas neutron pada evaluasi formasi ditunjukkan

untuk mengukur indeks hidrogen yang terdapat pada formasi batuan.

Indeks hidrogen didefinisikan sebagai rasio dari konsentrasi atom hidrogen

setiap cm3 batuan terhadap komposisi air murni pada suhu 75oF. Jadi, log

neutron porositas tidaklah mengukur porositas sesungguhnya dari batuan,

melainkan yang diukur adalah komposisi hidrogen yang terdapat pada

pori-pori batuan. Secara sederhana, semakin berpori suatu batuan maka

semakin banyak komposisi hidrogen dan semakin tinggi indeks hidrogen.

Dengan demikian, serpih yang banyak mengandung hidrogen dapat

ditafsirkan memiliki porositas yang tinggi pula. Untuk mengantisipasi

ketidakpastian (uncertainty) tersebut, maka interpretasi porositas dapat

dilakukan dengan mengolaborasikan log densitas.

Log neutron mengukur indeks hidrogen formasi menggunakan

sumber neutron radioaktif yang ditembakkan ke formasi dengan neutron

yang cepat. Neutron bertumbukan dengan atom dari formasi, mentransfer

energi melalui tumbukan. Transfer energi yang paling efisien adalah

dengan atom hidrogen karena massa hidrogen diperkirakan sama dengan

massa neutron. Gas mempunyai indeks hidrogen yang rendah

dibandingkan air, sehingga menyebabkan alat akan mencatat porositas

yang rendah pada formasi yang memiliki indikasi gas. Jika digunakan

bersama log densitas, akan sangat mudah untuk mengidentifikasi interval

formasi yang memiliki keterdapatan gas.

31

Page 30: 8. Bab II Tinjauan Pustaka

Gambar 2.14 Respon Neutron terhadap litologi bawah permukaan

(Rider, 1996)

c. Log Sonic

Log sonic adalah log yang menggambarkan waktu kecepatan suara

yang dikirimkan atau dipancarkan kedalam formasi sehingga pantulan

suara yang kembali diterima oleh receiver. Waktu yang diperlukan

gelombang suara untuk sampai ke receiver disebut “interval transit time”

atau ∆t. Besar atau kecilnya ∆t yang melalui suatu formasi tergantung dari

jenis batuan dan besarnya porositas batuan serta isi kandungan dalam

batuan (Harsono, 1994).

Log sonic juga digunakan untuk menentukan harga porositas batuan,

mengukur kecepatan gelombang suara di dalam batuan. Hal ini

menunjukkan bahwa log sonic juga hampir sama dengan log densitas dan

32

Page 31: 8. Bab II Tinjauan Pustaka

log neutron. Adapun kecepatan gelombang tersebut bergantung pada jenis

litologi suatu formasi, jumlah ruang pori yang saling berhubungan, dan

jenis fluida yang ada di dalam pori. Log ini sangat berguna untuk

memisahkan lapisan dengan kecepatan yang sangat rendah seperti

batubara. Selisih waktu penerimaan ini direkam oleh log dengan satuan

microsecond per feet (μsec/ft) yang dapat dikonversikan dari kecepatan

rambat gelombang suara dalam ft/sec.

Tabel 2.2 Transite Time Matrik untuk Beberapa Jenis Batuan (Harsono,

1994).

33

Page 32: 8. Bab II Tinjauan Pustaka

Gambar 2.15 Respon Sonic terhadap litologi bawah permukaan

(Rider, 1996)

34