7_BUDIANTO.doc

download 7_BUDIANTO.doc

of 10

Transcript of 7_BUDIANTO.doc

Mobilitas Penduduk dan dAmpaknya Terhadap Daerah Asal

[Type text]

Budijanto. Status Migrasi Tenaga Kerja Indonesia (TKI)Dan Remitansi Rumah Tangga Di Daerah AsalPENDIDIKAN GEOGRAFI, Th. 17, No.1, Jan 2012

STATUS MIGRASI TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) DAN REMITANSI RUMAH TANGGA DI DAERAH ASALBudijanto

Abstrak: The complexity of departure abroad administrative procedures through official government lines (Legal) causes the Indonesian labors decide to better use the unofficial lines (illegal). As a matter of fact, they have to endure various effect of the existence of this system, such as the exploitation and the lacking of getting protection from the government. This study is aimed to gain a vivid overview in finding and revealing the effect of migration status towards the rate of TKI household remittance in the area of origin.

This study applied quantitative approach with survey method. The sample area was purposively taken from the sub-district/village which has the largest number of TKI households. .The numbers of samples were 250 TKI households which was randomly selected (simple random sampling). The data were descriptively analyzed.

The result of study showed that the migration status caused the significance effect towards the remittance which meant that the magnitude of the remittance affected the migration status of TKI. That meant that the official TKI status (legal) is able to send a higher remittance than the unofficial TKI status (illegal). That can be seen from the average rate of remittance sent by the official TKI (legal) who was much higher when comparing to the average rate of remittance sent by the unofficial TKI (illegal).

Keywords: migration, status, remittance, TKI, the area of origin.PENDAHULUAN

Ada kebanggaan tersendiri bagi migran TKI bila dapat menyisihkan sebagian sisa pengeluaran untuk ditabung, tetapi dengan konsekuensi mereka harus hidup prihatin (efisien) di daerah tujuan. Perilaku prihatin ini derefleksikan melalui kemauan keras tanpa mengenal lelah, berhemat dan sabar dalam menghadapi cobaan dan penderitaan. Namun sebagai pekerja di negara lain mereka ada yang seringkali kurang mendapatkan perlindungan dan pembelaan, terutama tenaga kerja wanita yang bekerja disektor jasa rumah tangga. Hal ini tampak dari berbagai macam eksploitasi yang mereka terima sejak dari berangkat sampai di negara tempat bekerja. Rumitnya prosedur keberangkatan ke luar negeri melalui jalur pemerintah (legal) menyebabkan mereka memilih menggunakan jalur tidak resmi (ilegal). Akibatnya mereka harus menanggung berbagai akibat dari sistem ini, seperti eksploitasi dan kurang mendapat perlindungan dari pemerintah. Suatu hal yang wajar bahwa mereka akan mendapatkan benturan dan perubahan sosial budaya di daerah tujuan, maupun keluarga mereka di daerah asal.Mengetahui dampak migrasi internasional di daerah asal, khususnya pengaruh migrasi terhadap perubahan sosial tidak sesederhana yang dibayangkan. Pada tingkat keluarga misalnya, fenomena migrasi luar negeri ini telah mengakibatkan adanya perubahan pola perilaku anak, istri dan hubungan kekeluargaan. Istri kemudian berstatus sebagai kepala rumah tangga, harus mencukupi kebutuhan sehari-hari keluarganya, sebelum ada remitan yang dikirim suaminya. Kadang-kadang ada sebagian istri yang menanggung beban psikologis berkaitan dengan status mereka sebagai single parent yang ditinggal suami ke luar negeri, adanya tekanan sosial dan stress karena rindu pada suami, dan masalah-masalah lain yang merupakan dampak negatif dari TKI. Pada situasi tertentu, ketidak mampuan memenuhi kebutuhan ekonomi dan didorong kenyataan untuk memenuhi kebutuhan biologis, menyebabkan munculnya berbagai penyimpangan, termasuk perselingkuhan. Lebih lanjut dikemukakan adanya kenyataan beberapa pasangan TKI menikah diam-diam secara adat baik terjadi di daerah asal, maupun di negara tujuan, kasus-kasus TKI yang kawin lagi dengan sesama tenaga kerja, baik dari manca negara maupun sesama TKI. Mereka kemudian menetap di negara tujuan dan melupakan anak istri yang tinggal di daerah asal.Para TKI di negara tujuan, ada yang mengalami berbagai permasalahan atau kesulitan, seperti yang terjadi di negara Arab Saudi, Malaysia, Singapura dan beberapa negara lain. Umumnya yang mengalami permasalahan serius adalah tenaga kerja wanita. Sedangkan kasus pada migran laki-laki, terjadi pada pekerja ilegal. Kasus Wardiyati dan Sutami, merupakan kasus TKI wanita yang hilang di Singapura, akhirnya ditemukan tewas (Triantoro,1999). Pengaduan Arfiah, yang bekerja di Malaysia, yang dianiaya oleh majikannya, dikurung selama 10 hari, dan tiga kali rambutnya digunting serta gaji tidak dibayarkan (Kompas 1977). Dan masih banyak lagi contoh-contoh kasus kekerasan yang menimpa TKI di negara tujuan. Namun demikian banyaknya kasus dampak negatif yang terjadi baik di negara asal maupun di negara tujuan, tetap tidak menyurutkan minat calon TKI lainnya untuk bekerja di luar negeri, bahkan kenyataannya jumlah TKI yang bekerja di luar negeri dari tahun ketahun terus meningkat. Hal ini membuktikan alasan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi rumah tangganya menjadikan kebulatan tekad untuk bekerja di luar negeri, dengan mengesampingkan segala resiko apapun yang akan terjadi.Sehubungan dengan jumlah remitan dari pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar negeri, dapat didekteksi melalui lembaga pengiriman uang. Namun banyak faktor yang mempengaruhi upah/gaji yang diperoleh TKI diantaranya; 1) kawasan negara TKI bekerja. Berdasarkan kawasannya cenderung berbeda antara negara-negara di Timur Tengah dengan negara-negara di Asia Pasifik. Gaji/upah yang diperoleh TKI di negara-negara Timur Tengah hanya berasal hanya satu-satunya dari gaji/upah bulanan saja, sedangkan negara-negara Asia Pasifik disamping gaji bulanan ada gaji yang diperoleh dari upah lembur dan hadiah; 2) jenis pekerjaan. Berdasarkan jenis pekerjaannya ada jrenis pekerjaan yang memggunakan skill (keahlian/ keterampilan) dan un skill, jenis pakerjaan TKI yang menggunakan skill (perusahaan) cenderung lebih tinggi daripada yang tidak mmenggunakan skill (PRT); 3) lama bekerja. Berdasarkan lamanya bekerja TKI di daerah tujuan juga membedakan jumlah upah /gaji yang diperoleh. TKI yang bekerja lebih lama upah/ gaji yang diperoleh lebih besar daripada TKI yang masih beberapa bulan bekerja.

Jumlah remitan tersebut akan bertambah besar, seandainya jumlah kiriman remitan yang tidak melalui lembaga keuangan dapat dideteksi. Remitan merupakan faktor yang amat penting untuk membina hubungan dengan daerah asal, karena keluarga batih merupakan satu kesatuan sosial ekonomi. Bagi migran bujangan remitan diberikan kepada orang tuanya, sedangkan yang telah berkeluarga, diberikan kepada istri atau suaminya. Keadaan diatas menggambarkan secara ekonomi betapa menguntungkan mengirimkan TKI ke luar negeri, hal demikian juga terlihat dengan banyaknya rumah-rumah yang dibangun permanen dalam kondisi cukup baik pada rumah tangga TKI dibandingkan dengan rumah tangga yang bukan TKI (Salladien ,1999).

Proses migrasi TKI di Kabupaten Tulungagung seperti proses migrasi di daerah lain yang melalui dua jalur, yaitu jalur resmi (legal) dan jalur tidak resmi (ilegal). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1 berikut.Tabel. 1

Distribusi TKI Menurut Proses Jalur Migrasi

Kabupaten Tulungagung, Tahun 2010Status TKIJumlahPersentase

Resmi (legal)

Tidak Resmi (illegal)59

3165,6

34,4

Jumlah250100

Sumber: Olahan Data Primer

Dari tabel 1 tersebut terlihat bahwa sebagian besar TKI bekerja di luar negeri melalui proses jalur resmi, yakni 65,6%, sisanya 34,4% TKI yang bekerja di luar negeri menggunakan jalur tidak resmi atau yang lebih populer disebut TKI gelap. TKI ilegal lebih banyak terjadi pada TKI yang bekerja di luar negeri. Menurut responden, mengapa rumah tangga mereka memilih jalur TKI ilegal, pada umumnya beralasan bahwa jalur ilegal biayanya jauh lebih murah, prosedur mudah, dan tidak memerlukan persyaratan pendidikan. Pada TKI ilegal yang berangkat sendiri ke Malaysia, responden mengatakan bahwa mereka berpendidikan SD.

TKI yang menggunakan jalur resmi menurut responden, umumnya yang bertujuan ke negara Taiwan, Hongkong dan Korea, yang sepengetahuan responden memang harus melalui jalur resmi. Seandainya ada jalur yang illegal, merekapun masih meragukan. Responden mengutarakan menggunakan jalur resmi untuk ke Taiwan, Korea, Hongkong dan Arab, calon TKI akan mengetahui jenis pekerjaan di negara tersebut sehingga responden lebih percaya di samping keamanannya terjamin, walaupun biayanya lebih tinggi. Lebih banyaknya TKI yang menggunakan jalur resmi ini tidak terlepas dari terjaminnya kepastian pekerjaan di negara tujuan dan hak-hak sebagai pekerja di negara tujuan, di samping tidak takut dibohongi oleh PJTKI ataupun tekong (calo). Hasil penelitian di Kabupaten Tulungagung ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Triantoro (1999) tentang migrasi legal dan illegal ke Malaysia Barat. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa migrasi asal Nusa Tenggara Barat yang menggunakan jalur legal lebih besar jumlahnya dibanding dengan yang menggunakan jalur illegal.Besar Remitan Menurut Status Migrasi TKI

Ada dua status migrasi TKI menurut proses pemberangkatannya. Pertama status migrasi resmi (legal) dan yang kedua status migrasi tidak resmi (illegal) atau yang sering disebut TKI gelap. Migran pekerja sadar sepenuhnya bahwa resiko menggunakan jalur illegal sering mengesamping- kan faktor keamanan, keselamatan, jaminan hukum, dan hak-hak mereka sebagai pekerja. Sebaliknya mereka menyadari keuntungannya apabila menggunakan jalur resmi, yaitu adanya jaminan keamanan dan keselamatan kerja. Seperti pada bahasan sebelumnya, banyak faktor yang mempengaruhi TKI luar negeri menggunakan jalur illegal, salah satunya lebih murahnya biaya untuk bekerja di luar negeri. Pada keluarga-keluarga yang ekonominya kurang mampu, melalui jalur illegal merupakan pilihannya untuk dapat menjadi TKI luar negeri. Untuk mengetahui besarnya remitan menurut status migrasi TKI, dapat disimak pada tabel halaman berikut . Dari tabel 2 sebelumnya telah dijelaskan bahwa keluarga responden yang menjadi TKI dengan menggunakan jalur resmi sebesar 65,6% dan 44,4% menggunakan jalur tidak resmi.Tabel 2.

Jumlah TKI Menurut Status Migrasi TKI Besar Remitan

Kabupaten Tulungagung, Tahun 2010Status TKIBesar Remitan (Rp juta)Rata-rata

Remitan

(Rp juta)

< 55 < 7.5> 7.5

F%F%F%

Resmi

Tidak Resmi27

2651,1

48,970

3865,2

34,885

495,5

4,516,104

4,078

Jumlah531001081008910010,091

Sumber: Olahan Data PrimerTabel diatas memaparkan hasil bahwa pada kiriman remitan kurang dari Rp 5 juta sebanyak 51,1% dikirim oleh TKI yang berstatus legal (resmi) sisanya 48,9% remitan dikirim oleh TKI yang berstatus ilegal. Pada kiriman remitan antara Rp 5 - < Rp 7.5 juta, sebagian besar (65,2%) dikirim oleh TKI yang berstatus legal dan sisanya 35,8% oleh TKI yang berstatus illegal. Untuk kiriman remitan lebih dari Rp 7.5 juta, hampir seluruhnya dikirim oleh TKI yang berstatus resmi, sebab hanya 4,5% saja remitan tersebut dikirim oleh TKI yang berstatus illegal. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa besarnya remitan dipengaruhi dari status TKI, artinya bahwa TKI yang berstatus resmi dapat mengirim remitan yang lebih tinggi dibandingkan kiriman remitan oleh TKI yang berstatus tidak resmi (illegal).Penelitian ini juga menemukan bahwa rata-rata besarnya remitan yang dikirim ke Kabupaten Tulungagung oleh TKI yang berstatus resmi jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan rata-rata besarnya remitan yang dikirim oleh TKI yang berstatus tidak resmi. Temuan hasil penelitian menunjukan bahwa remitan TKI berstatus resmi sebesar Rp16.104.000,- sedangkan kiriman remitan TKI tidak resmi sebesar Rp 4.078.000,-. Lebih tingginya rata-rata remitan yang dikirimkan oleh TKI resmi disebabkan karena, pertama, pada penelitian ini TKI yang berstatus tidak resmi kebanyakan bekerja di Malaysia, padahal seperti ulasan sebelumnya disebutkan Malaysia tergolong negara dengan standart gaji yang rendah. Kedua, TKI yang berstatus tidak resmi di negara tempat bekerja tidak dapat leluasa untuk bekerja pada perusahaan yang gajinya lebih tinggi. Mereka lebih banyak bekerja sebagai buruh bangunan ikut mandor. Apabila ada kasus mandor melarikan diri, TKI yang tidak resmi ini tidak bisa menuntut apa-apa. Terlebih lagi di Malaysia yang sampai sekarang ini istilahnya mengharamkan tenaga kerja yang tidak resmi. Ketiga, para TKI yang berstatus tidak resmi umumnya tidak selektif, baik dari segi pendidikan maupun ketrampilan, tidak ada pembekalan sebelum berangkat sehingga mereka di negara tempat bekerja harus bekerja apa adanya dengan tidak ada standar gajinya.Di sisi lain tingginya rata-rata kiriman remitan oleh TKI yang berstatus resmi disebabkan karena TKI yang berstatus resmi bekerja pada perusahaan atau perkebunan yang mempunyai standar gaji yang jelas. Pada penelitian ini, TKI yang resmi lebih banyak bekerja di negara Taiwan Hongkong dan Singapura, dimana negara-negara tersebut mempunyai standar gaji yang tergolong tinggi. Sebagai contoh Bapak Tuwuh yang juga ketua RT, putranya bekerja di salah satu perusahaan di negara Taiwan. Kepergiannya kali ini adalah untuk yang kedua kalinya. Putranya adalah lulusan STM Elektro. Hampir setiap lima bulan sekali putra bisa mengirim remitan sebesar kurang lebih Rp 18 juta. Bapak Tuwuh beserta isterinya bercerita dengan bangga bahwa semua isi rumah mulai dari meja kursi, TV, VCD, sepeda motor, dananya bersumber dari kiriman remitan. Lebih lanjut Pak Tuwuh menuturkan bahwa dulu rumahnya dimakan rayap, tetapi sekarang rumahnya sudah permanen dengan kerangka rumah dari kayu jati. Arti dari penuturan tersebut bahwa dulu rumah bapak tersebut terbuat dari bambu.Hasil penelitian tentang rata-rata remitan yang dikirim menurut jalur yang digunakan ini lebih besar dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Wini (1998) yang menyebutkan bahwa total kiriman remitan selama bekerja di luar negeri sebesar Rp 4.932.200 untuk migran yang legal, dan sebesar Rp 3.786.890 merupakan remitan yang dikirim oleh migran yang legal. Lebih rendahnya rata-rata kiriman remitan hasil penelitian Wini ini, dikarenakan pada penelitian tersebut hanya mengkhususkan pada TKI yang bekerja di luar negeri. Hasil penelitian di Kabupaten Tulungagung ini, maupun hasil penelitian yang dilakukan oleh Wini, keduanya menemukan bahwa rata-rata remitan yang dikirim oleh TKI yang melalui jalur legal atau resmi lebih tinggi dari pada rata-rata remitan yang dikirim oleh TKI illegal. Dengan demikian berdasarkan hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara besar remitan yang dikirim dengan status ke emigrasian TKI di luar negeri. Berarti bahwa apabila TKI akan bekerja keluar negeri harus melalui jalur resmi.Implikasi Praktis /Saran

Status migrasi TKI paling berpengaruh terhadap besarnya remitansi ke daerah asal pertama karena TKI yang berstatus tidak resmi kebanyakan bekerja di Malaysia, Kedua, TKI yang berstatus tidak resmi di negara tempat bekerja tidak dapat leluasa untuk bekerja pada perusahaan yang gajinya lebih tinggi Ketiga, para TKI yang berstatus tidak resmi umumnya tidak selektif, baik dari segi pendidikan maupun ketrampilan, tidak ada pembekalan sebelum berangkat sehingga mereka di negara tempat bekerja harus bekerja apa adanya dengan tidak ada standar gajinya.

Daftar Pustaka

Abdul Haris, 2001 Migrasi Internasional, Jaminan Perlindungan dan Tantangan Ekonomi Global. Populasi, Volume 12 Nomor 1 Tahun 2001. Pusat penelitian kependudukan Universitas gadjah Mada Yogyakarta.halaman 3-19.Goma, Johana Naomi. 1993. Mobilitas Tenga Kerja Flores Timur ke Sabah Malaysia dan pengaruhnya terhadap daerah asal: Studi Kasus Desa Neleren, Kecamatan Adomara Kab. Flores Timur. Yogyakarta, UGM PPS.

Haris, Abdul. 2004. Memburu Ringgit Membagi Kemiskinan. Fakta Dibalik Migrasi Orang Sasak ke Malaysia. Pustaka Pelajar. Yogyakarta halaman 76.Nasution. M. Arief 1998. Mobilitas Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Neger dan dampaknya terhadap Diri Migran : Suatu Tinjauan Awal terhadap Kasus Buruh Bangunan di Kuala Lumpur. Populasi Vol. 9 Nomor 2 Tahun 1998, halaman 59-70

Salladien, 1999. Refleksi Pemahaman Mobilitas Penduduk sebagai Upaya Peningkatan Sosial Ekonomi, Unibraw Malang.halaman 1-21

Setiadi. 1999. Konteks Sosio Kultural Migrasi Internasional. Kasus di Lewotolok, Flores Timur. Flores Timur. Populasi 12 (1). Yogyakarta: Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada.halasman 1-13

Setiadi ,2001. Masalah Reintegrasi Sosial dan Ekonomi Migran Kembali. Populasi 10 (2). Yogyakarta: Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada halaman .21-35

Singarimbun, Masri dan Sofyan Effendi. 1987. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES. Halaman 47

Triantoro, 1999. Migrasi Legal dan Ilegal ke Malaysia Barat kasus Migrasi Internasional di Pulau Lombok, NTB. Populasi Vol.10.Nomor 2 Tahun 1999 Pusat Penelitian Kependudukan Universitas gajah Mada Yogyakarta. halaman 29 -43.

Wini Tamtiari, 1999. Dampak Migrasi Tenaga kerja ke Malaysia.. Populasi Vol.10 Nomor 2 tahun 1999. Pusat penelitian kependudukan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Halaman 14 28.Wiryawan, IB, 2004. Pengambilan Keputusan Tenaga Kerja Wanita (TKW) Daerah Pedesaan Jawa Tmur Migrasi Luar Negeri Secara Legal dan Ilegal. Disertasi Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga Surabaya.9