74727860 Peptic Ulcer Disease

25
1 PEPTIC ULCER DISEASE ( PENYAKIT TUKAK PEPTIK) Dispepsia secara umum merupakan kondisi ketidaknormalan atau ketidaknyamanan abdomen bagian atas yang disebabkan oleh menurunnya fungsi pencernaan. Dispepsia yang terjadi secara kronik dapat menyebabkan lesi atau luka pada peptik, sehingga disebut ulkus peptik. A. DEFINISI Ulkus peptikum merupakan suatu keadaan dimana terjadi perlukaan pada daerah esofagus, lapisan lambung ataupun duodenum. Meskipun bisa terjadi pada ketiga daerah tersebut, namun prevalensi terbesar terjadi pada lapisan lambung dan duodenum. Definisi lain, ulkus peptikum adalah suatu keadaan hilangnya lapisan epitelium dari mukosa yang cukup besar dan dalam, bahkan bisa mencapai lapisan muscularis mucosae. Secara klinis ulkus peptikum terjadi ketika lapisan di saluran cerna (esofagus, lambung dan duodenum) kehilangan permukaan mukosanya. Bedanya dengan erosi adalah pada luasnya tukak yang terjadi, dikatakan erosi apabila kerusakan mukosa tidak meluas sampai dibawah epitel dan lebar ulkus < 5mm, sedangkan tukak peptikum terjadi kerusakan mukosa yang meluas sampai di bawah epitel dengan lebar tukak > 5mm. Keadaan ini akan terlihat dari hasil pemeriksaan endoskopi maupun radiografi. 1 Gambar 1. Ulkus Peptikum

description

gastro

Transcript of 74727860 Peptic Ulcer Disease

Page 1: 74727860 Peptic Ulcer Disease

1

PEPTIC ULCER DISEASE ( PENYAKIT TUKAK PEPTIK)

Dispepsia secara umum merupakan kondisi ketidaknormalan atau ketidaknyamanan

abdomen bagian atas yang disebabkan oleh menurunnya fungsi pencernaan. Dispepsia yang

terjadi secara kronik dapat menyebabkan lesi atau luka pada peptik, sehingga disebut ulkus

peptik.

A. DEFINISI

Ulkus peptikum merupakan suatu keadaan dimana terjadi perlukaan pada daerah

esofagus, lapisan lambung ataupun duodenum. Meskipun bisa terjadi pada ketiga daerah

tersebut, namun prevalensi terbesar terjadi pada lapisan lambung dan duodenum. Definisi lain,

ulkus peptikum adalah suatu keadaan hilangnya lapisan epitelium dari mukosa yang cukup besar

dan dalam, bahkan bisa mencapai lapisan muscularis mucosae. Secara klinis ulkus peptikum

terjadi ketika lapisan di saluran cerna (esofagus, lambung dan duodenum) kehilangan permukaan

mukosanya. Bedanya dengan erosi adalah pada luasnya tukak yang terjadi, dikatakan erosi

apabila kerusakan mukosa tidak meluas sampai dibawah epitel dan lebar ulkus < 5mm,

sedangkan tukak peptikum terjadi kerusakan mukosa yang meluas sampai di bawah epitel

dengan lebar tukak > 5mm. Keadaan ini akan terlihat dari hasil pemeriksaan endoskopi maupun

radiografi.1

Gambar 1. Ulkus Peptikum

Page 2: 74727860 Peptic Ulcer Disease

2

Gambar 2. Hasil endoskopi dari ulkus peptikum.

(A) Ulkus yg terjadi pada lambung bagian antrum, terlihat ada pembengkakan pada bagian tengah ulkus, dimana pada area tersebut terdapat pembuluh darah sehingga beresiko tinggi terjadi pendarahan. (B) Ulkus yang terjadi pada daerah duodenum yang sedang terjadi pendarahan waktu dilakukan endoskopi.

Ulkus peptikum juga berbeda dengan gastritis, salah satu hal yang membedakannya

adalah tingkat keparahannya, pada pasien yang mengalami gastritis maka akan terjadi inflamasi

(peradangan) pada daerah mukosa lambung, dimana pada area tersebut terdapat kelenjar gastrik

yang terdiri atas beberapa sel yaitu sel mucous yang memproduksi mukus, sel parietal yang

menghasilkan asam lambung dan faktor intrinsik, sel chief yang mensekresi pepsinogen dan

gastric lipase serta sel G yang menghasilkan hormon gastrin. Produk gabungan dari empat sel

tersebut disebut sebagai getah lambung. Adanya peradangan pada area tersebut akan berakibat

pada menurunnya produk yang dihasilkan oleh sel-sel tersebut, sedangkan pada ulkus peptikum

yang terjadi adalah perlukaan pada mukosa lambung, adanya perlukaan ini akan berakibat

rusaknya jaringan pada mukosa lambung, akibatnya sel-selnya pun akan mengalami kematian

dan tidak bisa menghasilkan produk sebagaimana mestinya.1

Page 3: 74727860 Peptic Ulcer Disease

3

Gambar 3. (A) Lambung dan (B) Gastric

Gambar 3. Gastritis

B. EPIDEMIOLOGI

Sekitar 10% di Amerika berkembang kasus ulkus peptik kronik dengan kejadian yang

bervariasi terkait tipe ulkus, usia, jenis kelamin, pekerjaan, ras, lokasi geografis, predisposisi

genetic, dan faktor sosial tapi mempunyai peran yang kecil dalam patogenesis ulkus. Prevalensi

penyakit ulkus peptik sering terjadi pada lansia. Angka kematian meningkat pada pasien lanjut

Page 4: 74727860 Peptic Ulcer Disease

4

usia akibat penyakit ulkus peptik yang disebabkan meningkatnya penggunaan NSAID dan

infeksi Helicobacter pylori . Prevalensi penyakit ulkus peptikum di Amerika telah bergeser dari

dominasi laki-laki menjadi sebanding antara laki-laki dan wanita yaitu setelah wanita

monopause. Kejadian yang sekarang ini menunjukkan penurunan pada pria muda dan terjadi

peningkatan pada wanita tua, hal ini di sebabkan terjadinya penurunan tingkat merokok pada pria

muda dan terjadi peningkatan penggunaaan NSAID pada orang dewasa yang lebih tua.2

Sejak tahun 1960, pasien yang berobat kedokter terkait dengan maag, rawat inap, operasi

maupun meninggal telah menurun sekitar 50 % di Amerika, terutama karena tingkat penurunan

kejadian PUD (Peptic Ulcer Disease) itu pada manusia. Beberapa tahun, kasus penggunaan

NSAID non selektif menyebabkan kematian sekurangnya 16.500 orang dan yang di rawat di

rumah sakit sekitar 107.00 orang di Amerika. Penurunan pasien rawat inap itu sendiri merupakan

hasil dari penurunan kejadian PUD tanpa komplikasi. Namun kejadian rawat inap pada pasien

yang lebih tua terkait dengan komplikasi maag ( pendarahan dan perforasi ) itu meningkat.

Meskipun keseluruhan mortalitas dari PUD mengalami penurunan, tapi tingkat kematian

meningkat pada pasien lebih tua dari 75 tahun, dan kemungkinan besar ini akibat dari

peningkatan konsumsi AINS dan populasi yang menua. Pasien dengan ulkus lambung memiliki

tingkat kematian lebih besar dibandingkan dengan ulkus duodenum karena lambung ulkus yang

lebih menonjol pada orang tua. Walaupun begitu, PUD tetap salah satu penyakit yang paling

umum pada GI, sehingga dapat menyebabkan gangguan kualitas hidup, kehilangan pekerjaan,

dan perawatan medis biaya tinggi.2

Gambar 4. Struktur anatomi lambung dan duodenum, serta lokasi terjadinya ulkus.

Page 5: 74727860 Peptic Ulcer Disease

5

C. ETIOLOGI

Penyebab paling sering terjadinya ulkus peptik adalah :

1. Infeksi Helicobacter Pylori

Sebagian besar tukak lambung terjadi dengan adanya asam dan pepsin ketika

Helicobacter pylori mengganggu pertahanan mukosa dan mekanisme penyembuhan.

Hipersekresi asam adalah mekanisme patogenik yang utama pada tingkat Hypersecretory

seperti Zollinger-Ellison syndrome (ZES). Infeksi Helicobacter pylori dapat

menyebabkan gastritis kronik yang menginfeksi semua individu, kemudian akan

berkembang menjadi PUD (sekitar 20%), kanker gastrik (kurang dari 1%) dan MALT.

Semua kasus ulkus duodenum serta 2/3 dari kasus tukak lambung diperkirakan

berhubungan dengan Helicobacter pylori. Lokasi ulkus berkaitan dengan sejumlah faktor

etiologi. Ulkus lambung ringan dapat terjadi dimana saja diperut, meskipun sebagian

besar terletak di lengkung kecil (Lesser curvature) dan mukosa lambung bagian antral.

Proses transmisi Helicobacter pylori dari orang ke orang melalui tiga jalur yaitu fecal-

oral, oral-oral dan iatrogenic. Transmisi fecal-oral dapat terjadi secara langsung dengan

menginfeksi seseorang dan tidak langsung melalui kontaminasi pada makanan atau

minuman akibat tangan yang tidak bersih setelah menyentuh fecal. Transmisi oral-oral

merupakan rute karena Helicobacter pylori telah diisolasi dari lubang mulut. Transmisi

secara iatrogenic yaitu terinfeksi karena menggunakan alat seperti endoskopi.2

2. Penggunaan NonSteroidal Anti-Inflamatory Drugs (NSAIDs)

Di Amerika, NSAIDs yang tidak selektif merupakan salah satu obat yang sering

diresepkan untuk pasien berumur 60 tahun keatas. Angka kejadian yang sangat besar

akibat penggunaan NSAIDs (termasuk aspirin) jangka panjang berupa gangguan saluran

GI. Menggunakan NSAIDs dan infeksi Helicobacter pylori adalah faktor risiko

independen untuk penyakit tukak lambung. Resiko adalah 5 sampai 20 kali lebih tinggi

pada orang yang menggunakan NSAIDs dibandingkan dengan yang tidak menggunakan.

Secara klinis, 3-4,5% kejadian ulkus peptikum pada pasien yang mengalami arthritis

karena penggunaan NSAIDs dan 1,5% diantaranya berkembang serius menjadi

komplikasi ( perdarahan saluran cerna, perforasi dan obstruksi ).2 Berikut golongan obat

NSAIDs Non Selektif yang dapat menyebabkan ulkus peptikum :

Page 6: 74727860 Peptic Ulcer Disease

6

Faktor risiko dari penggunaan NSAIDs yang dapat menginduksi terjadi ulkus di

saluran cerna dan komplikasinya. Komplikasi dapat meningkat pada pasien yang punya

riwayat pernah mengalami ulkus dan perdarahan GI. Kejadian ulkus dan komplikasinya

berhubungan dengan penggunaan dosis NSAIDS, meskipun digunakan dosis rendah

misalnya dosis aspirin 81-325mg/hari untuk kardioprotektif dapat menginduksi ulkus.

3. Stres psikologis

Stress psikologis menjadi faktor penting patogenesis terjadinya PUD yang

kontroversial, namun hasil uji coba gagal membuktikan antara penyebab dan akibat

terjadinya PUD. Kemungkinan emosional pada stress yang memicu perilaku untuk

merokok dan menggunakan NSAID, sehingga hal ini yang dapat menyebabkan ulkus.

Bagaimana stress dapat menyebabkan PUD kemungkinan dipengaruhi banyak faktor.2

4. Kebiasaan Merokok

Kemungkinan mekanisme yang terjadi akibat merokok sehingga dapat

menginduksi terjadinya PUD adalah penghambatan pengosongan lambung,

penghambatan sekresi bikarbonat dari pankreas, memicu refluks duodenogastric dan

mengurangi produksi Prostaglandin (PG). meskipun merokok dapat meningkatkan

Page 7: 74727860 Peptic Ulcer Disease

7

sekresi asam lambung tapi efeknya tidak konsisten. Merokok dapat menyebabkan

seeorang lebih mudah terinfeksi HP.2

5. Faktor Diet dan Penyakit Lain

Kedua faktor ini belum ada mekanisme patofisiologi yang pasti, beberapa

minuman seperti kopi dan the (mengandung kafein), cola, bir, dan susu dapat

menyebabkan dyspepsia tapi tidak meningkatkan resiko PUD. Kafein dapat menstimulasi

sekresi asam lambung dan alcohol dapat menyebabkan kerusakan mukosa lambung serta

perdarahan GI bagian atas, tapi tidak ada bukti cukup yang menunjukkan bahwa alcohol

dapat menyebabkan ulkus. Pasien dengan penyakit kronik seperti cystic fibrosis,

pancreatitis kronik, coronary artery disease dapat meningkatkan ulkus pada duodenal.2

D. PATOFISIOLOGI

Pada kondisi normal (fisiologis) lambung memiliki sistem proteksi yang melindungi

bagian lambung dari sekret yang dihasilkannya (HCl dan pepsin) yang bersifat korosif.

Keseimbangan dari sistem ini akan menjaga lambung tetap bekerja sebagaimana mestinya.

Sebaliknya, gangguan pada sistem tersebut akan menimbulkan berbagai dampak yang buruk

pada lambung, salah satu contohnya adalah timbulnya ulkus peptikum. Jadi, ulkus peptikum

terjadi karena ketidakseimbangan antara faktor agresif (pepsin dan asam lambung) dengan faktor

protektif.

1. Faktor Agresif

Merupakan faktor penyebab terjadi kerusakan pada saluran cerna dan

menimbulkan penyakit.

2. Asam Lambung dan Pepsin

Stress dan makanan dapat memicu pelepasan asetilkolin, gastrin dan histamin

yang akan berikatan dengan resptornya, sehingga dapat mengaktifkan pompa H+/K+

ATPase dan akan mensekresikan Asam (H+) ke lumen lambung, kemudian H+ akan

berikatan dengan Cl- sehingga membentuk asam lambung (HCl). Sekresi asam dibawah

pengaturan basal atau dalam kondisi puasa. Basal Acid Output (BAO) mengikuti ritme

sirkadian yaitu terjadi peningkatan sekresi asam lambung pada malam hari dan menurun

pada pagi hari, Maximal Acid Output (MAO) dan adanya stimulasi dari makanan. Ketiga

faktor tersebut berbeda tiap individu dalam mempengaruhi sekresi asam tergantung status

Page 8: 74727860 Peptic Ulcer Disease

8

psikologis, umur, jenis kelamin dan status kesehatan. Peningkatan rasio antara

BAO:MAO hipersekretory basal pada pasien ZES.2

Pepsinogen merupakan bentuk inaktif dari pepsin yang di sekresikan oleh sel

chief di bagian fundus pada lambung. Pengubahan menjadi bentuk aktif yaitu pepsin pada

pH asam (optimal pH 1,8-3,5) dan dikembali menjadi tidak aktif pada pH 4 kemudian

akan rusak pada pH 7. Pepsin berperan dalam aktivitas proteolitik bentuk ulkus.2

3. Infeksi Helicobacter pylori

Beberapa faktor resiko yang berperan terhadap timbulnya ulkus peptikum yaitu

infeksi Helicobacter Pylori, penggunaan NSAID (Non Steroid Anti Inflamatory Drug’s)

tarutama dalam jangka waktu lama dan faktor-faktor lain sperti stress, kebiasaan

merokok, diet, sindrom Zollinger-Ellison, dll.

Gambar 5. Pie chart tentang faktor risiko dari ulkus peptikum.

Dari grafik tersebut terlihat bahwa ada 2 faktor resiko terbesar yang menimbulkan

ulkus peptikum yaitu akibat dari infeksi Helicobacter pylori dan penggunaan NSAID.

Helicobacter pylori adalah bakteri yang berbentuk helic, spiral-shaped, termasuk

golongan bakteri gram negatif, memiliki flagela dan biasanya hidup diantara lapisan

mukus dan lapisan epitel dari mukosa.3

Page 9: 74727860 Peptic Ulcer Disease

9

B A B

Gambar 6.(A) Helicobacter pylori yang diambil dengan mikroskop (yang berwarna biru). (B) Gambaran umum dari Helicobacter pylori.

Timbulnya ulkus peptikum akibat infeksi dari helicobacter pylori terkait erat

dengan kemampuan helicobacter pylori bertahan pada kondisi asam serta melewati

lapisan mukus yang berada pada permukaan mukosa lambung. Setidaknya ada 2

mekanisme yang mendasari timbulnya ulkus peptikum oleh infeksi Helicobacter pylori

yaitu 3:

a) Produksi enzim urease dan alfa-karbonil anhidrase (α-CA). Enzim urease akan

mengubah urea yang merupakan produk sekresi dari sel-sel di lambung

menjadi amonia dan karbon dioksida. Sedangkan enzim alfa-karbonil

anhidrase akan mengubah karbon dioksida tersebut menjadi bikarbonat.

Adanya amonia dan bikarbonat ini akan menetralkan lingkungan asam

disekitar Helicobacter pylori, selain itu efek toksik dari amonia terhadap sel

akan membuat sel mangalami kerusakan.

Gambar 7. Helicobacter pylori menembus lapisan mukus dan

menyebabkan kerusakan sel.

Page 10: 74727860 Peptic Ulcer Disease

10

b) Pembentukan protein CagA (Cytotoxin associated gene A). Protein tersebut

dapat tersintesa pada sebagian strain Helicobacter pylori. Strain yang

mengekspresikan protein tersebut dapat menembus lapisan mukus dan

melukai mukosa lambungdengan cara menyuntikan protein tersebut ke dalam

sel epitel yang merupakan lapisan terluar dari mukosa lambung. Keadaan ini

akan menyebabkan sel epitel kehilangan mantelyang melindunginya dan akan

tercerai-berai dari ikatan dengan sele pitel lainnya. Mekanisme penyerangan

seperti ini dikenal dengan istilah tigt junction.

Gambar 8. Mekanisme tigt junction

Adanya kerusakan sel yang diakibatkan oleh Helicobacter pylori tersebut

memberi peringatan kepada sitem imun bahwa ada yang salah dengan kondisi di dalam

lambung. Peringatan tersebut difasilitasi oleh cytokin, chemical messenger yang dibuat

oleh sel yang sakit dan mengalami kerusakan. Adanya peringatan tersebut membuat

sistem imun bereaksi dengan mengirim sel-sel imun ke jaringan yang bermasalah,

kehadiran sel-sel imun di jaringan yang bermasalah tersebut mengakibatkan jaringan

tersebut mengalami inflamasi. Sel imun adalah senjata yang sangat ampuh untuk

membunuh bakteri (Helicobacter pylori), akan tetapi karena sifatnya yang tidak selektif

maka sejumlah sel epitel pun ikut menjadi korban. Selain itu, meskipun sel imun sudah

berusaha keras, ternyata hal tersebut tidak benar-benar membersihkan jaringan dari

infeksi Helicobacter pylori, artinya masih ada Helicobacter pylori yang tersisa.

Helicobacter pylori yang masih tersisa tersebut akan mengulangi prosesnya lagi dari

Page 11: 74727860 Peptic Ulcer Disease

11

awal, begitu juga dengan sistem imun. Keadaan ini akan menimbulkan sebuah siklus

yang berulang yang pada akhirnya akan menimbulkan kerusakan mukosa lambung dan

sangat mungkin menimbulkan uklus peptikum. Skema terjadinya ulkus akibat infeksi

Helicobacter pylori diilustrasikan pada gambar 9.2

Gambar 9. Skema terjadinya ulkus akibat infeksi Helicobacter pylori

4. Penggunaan NSAID Non Selektif

Jalur metabolisme asam arakidonat melalui bantuan dua enzim yaitu

ciclooxigenase dan lipoxygenase. Pada prinsipnya efek ulkus yang ditimbulkan oleh

penggunaan obat-obat NSAID dikarenakan penghambatan dari sintesis prostaglandin

melalui penghalangan kerja enzim cyclooxygenase (COX) yang merubah merubah asam

arakidonat menjadi prostaglandin. Prostaglandin adalah mediator penting dengan

beberapa fungsi antara lain sebagai mediator inflamasi, melindungi lapisan mukosa

gastroduodenal dari bahaya asam lambung, mediator nyeri serta membantu dalam proses

pembekuan darah. Terkait dengan fungsi protektif dari prostaglandin dalam melindungi

mukosa lambung, prostaglandin berperan dalam menstimulasi sekresi mukus dan

bikarbonat serta membuat lingkungan yang hidrofobik pada permukaan lapisan mukosa.

Hal tersebut akan melindungi lapisan mukosa dari efek korosif asam lambung serta efek

proteolitik dari pepsin.

Page 12: 74727860 Peptic Ulcer Disease

12

Gambar 10. Proses pembentukan prostaglandin dari asam arachidonat. Cyclooxygenase yang berperan dalam pembentukan prostaglandin dari asam

arachidonat ternyata memiliki 2 mekanisme yang berbeda dalam mengubah asam

arachidonat menjadi prostaglandin. Hal ini karena terdapat 2 bentuk isoformis dari enzim

cyclooxygenase itu sendiri, yaitu enzim cyclooxygenase 1 (COX-1) dan cyclooxygenase 2

(COX-2). Baik COX-1 maupun COX-2 keduanya sama-sama menghasilkan

prostaglandin. Hanya saja terdapat perbedaan fungsi dari prostaglandin yang dihasilkan

melalui mekanisme COX-1 dan COX-2. Prostaglandin yang dihasilkan melalui

mekanisme COX-1 berperan dalam fungsi protektif dari mukosa lambung dan proses

pembekuan darah, sedangkan prostaglandin yang dihasilkan melalui mekanisme COX-2

berperan dalam proses inflamasi dan timbulnya nyeri.

Obat-obat golongan NSAID yang tidak selektif menghambat kerja dari kedua

enzim cyclooxygenase (COX-1 dan COX-2) tersebut, padahal prostaglandin yang

dihasilkan melalui mekanisme COX-1 berperan penting dalam proses proteksi mukosa

lambung. Apabila mekanisme ini dihambat, maka yang terjadi adalah lambung akan

berkurang proteksinya dan tetntunya akan sangat rentan terhadap efek korosif dari asam

lambung dan pepsin. Hal inilah yang kemudian memicu terjadinya ulkus peptikum.2

5. Faktor lain (stress, diet, kebiasaan merokok, Zollinger-Ellison syndrome, dll).

Pada sebagian besar kasus ulkus peptikum, penyebab utamanya adalah karena

infeksi dari helicobacter pylori dan penggunaan jangka panjang dari NSAID. Sedangkan

Page 13: 74727860 Peptic Ulcer Disease

13

adanya faktor-faktor lain seperti stress, diet, kebiasaan merokok dan sindrom zollinger-

ellison diduga hanya sebatas faktor pendukung timbulnya ulkus peptikum. Hal ini terkait

dengan mekanismenya yang belum jelas dalam menimbulkan ulkus peptikum. Hanya saja

pasien yang memiliki faktor-faktor pendukung tersebut memiliki prevalensi yang lebih

besar terkena ulkus peptikum dibanding pasien yang tidak memiliki faktor pendukung

tersebut.1

6. Faktor perlindungan mukosa lambung

Faktor protektif yaitu melalui mekanisme perlindungan dan perbaikan mukosa

lambung, yang dipengaruhi oleh subtansi endogen dan eksogen. Mekanisme

perlindungan mukosa melalui sekresi mucus dan bikarbonat (dapat menetralkan pH

lambung sehingga pepsin dapat rusak), melindungi sel epitel intrinsic dan memperbaiki

aliran darah ke mukosa. Perlindungan mukosa juga di mediasi adanya produksi

prostaglandin. Proses motilitas lambung yang dapat mempercepat waktu pengosongan

lambung juga membantu dalam perlindungan dinding mukosa.2

E. TANDA DAN GEJALA

Umunya akan timbul nyeri epigastrik ringan atau akut komplikasi gastrointestinal bagian

atas. Tanda dan gejala yang terjadi pada PUD :

1. Gejala

a) Nyeri abdominal sering pada epigastrik, ditandai dengan rasa terbakar,

ketidaknyamanan yang tidak jelas, rasa penuh di perut atau keram.

b) Nyeri dimalam hari (antara jam 12 malam – jam 3 subuh), sehingga pasien

terbangun.

c) Bervariasi tingkat keparahan nyeri tiap individu, bisa musiman atau perperiode.

d) Perubahan karakteristik nyeri dapat menggambarkan terjadinya nyeri

e) Heartburn, sendawa dan bloating yang disertai nyeri

f) Mual, muntah dan anoreksia.2

2. Tanda

a) Menurun berat badan karena mual, muntah dan tidak nafsu makan (anoreksia).

b) Terjadi komplikasi, seperti perdarahan gastrointestinal, perforasi, penetrasi atau

obstruksi.2

Page 14: 74727860 Peptic Ulcer Disease

14

F. PEMERIKSAAN DAN ANALISIS

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan meliputi studi sekretori asam lambung,

konsentrasi serum gastric saat puasa (terutama untuk pasien yang tidak respon terhadap terapi

atau karena hipersekretori), jumlah hemoglobin dan hematokrit, untuk mengetahui adanya

perdarahan dan tes Helicobacter pylori.2

Deteksi infeksi H.pylori dapat dibuat dengan menggunakan biopsi mukosa lambung pada

pasien yang menjalani endoskopi atas atau dengan uji non endoskopik. Pemilihan metode

tertentu dipengaruhi oleh keadaan klinis dan juga ketersediaan biaya uji individu. Tes

endoskopik memerlukan biopsi mukosa untuk tes rapid urease dan histologi. Obat-obatan yang

mengurangi aktivitas urease atau kepadatan H.pylori dapat menurunkan sensitivitas uji rapid urea

sampai 25%. Bila mungkin, antibiotik dan garam bismut harus ditahan selama 4 minggu juga

H2RA dan PPI selama 1 sampai 2 minggu sebelum pengujia endoskopi. Pasien yang

mengkonsumsi obat-obat ini pada saat tes endoskopi akan memerlukan uji histologi disamping

tes rapid urease. Dua biopsi diambil dari daerah yang berbeda dalam perut karena distribusi

tambal sulam H.pylori dapat mengakibatkan hasil negatif palsu. Pengujian maag aku saat

perdarahan memungkinkan untuk mengurangi sensitivitas uji rapid urease dan histologi serta

meningkatkan kemungkinan hasil negatif palsu.3

Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan adanya nyeri, nyeri tekan epigastrik, atau distensi

abdominal. Pemeriksaan dengan barium terhadap saluran GI atas dapat menunjukkan adanya

ulkus; namun, endoskopi adalah prosedur diagnostik pilihan. Endoskopi gastrointestinal atas

digunakan untuk mengidentifikasi perubahan inflamasi, ulkus, dan lesi. Melalui endoskopi

mukosa dapat secara langsung dilihat dan biopsi didapatkan. Endoskopi telah diketahui dapat

mendeteksi beberapa lesi yang tidak terlihat melalui pemeriksaan sinar X karena ukuran atau

lokasinya. Feses dapat diambil setiap hari sampai laporan laboratorium adalah negatif terhadap

darah samara. Pemeriksaan sekretori lambung merupakan nilai yang menentukan dalam

mendiagnosis aklorhidria (tidak terdapat asam hidroklorida dalam getah lambung) dan sindrom

Zollinger-Ellison. Nyeri yang hilang dengan makan makanan atau antasida dan tidak adanya

nyeri yang timbul juga mengindikasikan adanya ulkus.3

Adanya H. pylori dapat ditentukan dengan biopsy dan histology melalui kultur, meskipun

hal ini merupakan tes laboratorium khusus. Ada juga tes pernapasan yang mendeteksi H. pylori,

Page 15: 74727860 Peptic Ulcer Disease

15

serta tes serologis terhadap antibody pada antigen H.pylori. Pemeriksaan endoskopi adalah

pemeriksaan penunjang yang utama bagi pasioen yang dyspepsia dan perdarahan saluran

pencernaan bagian atas (untuk diagnostik dan terapi endoskopik pada perdarahan).2

Pengujian Diagnostik Infeksi Helicobacter pylori

Tes Endoskopi a. Tes Rapid Urea Pengujian untuk aktif infeksi H. pylori;> sensitivitas 90% dan>

spesifisitas 95%. Menahan H2RAs dan PPP 1 sampai 2 minggu sebelum pengujian

dan antibiotik dan garam bismut 4 minggu sebelum pengujian untuk mengurangi risiko negatif palsu.

Di hadapan H.pylori urease, urea dimetabolisme untuk amonia dan bikarbonat sehingga meningkatkan pH, mana perubahan warna dari indikator pH-sensitif.

Hasil yang cepat (biasanya dalam beberapa jam), dan uji lebih murah daripada histologi atau budaya.

b. Histologi Dianggap "gold standart" untuk mendeteksi infeksi H. pylori;

sensitivitas> 95% dan> spesifisitas 95%. Analisis histologi lebih lanjut dan evaluasi jaringan yang terinfeksi

(misalnya, gastritis, ulserasi, adenocarcinoma); tes untuk aktif infeksi H. pylori.

Hasil tidak langsung, tidak direkomendasikan untuk diagnosis awal, lebih mahal daripada tes urease cepat.

c. Kultur Sensitivitas pengujian untuk menentukan pilihan antibiotik atau

resistensi, 100% spesifik. Digunakan terbatas pada pasien yang gagal beberapa program

terapi eradikasi; tes untuk aktif infeksi H. pylori. Hasil tidak langsung, tidak direkomendasikan untuk diagnosis

awal; lebih mahal daripada tes urease cepat. Tes Non Endoskopi

a. Tes Breath Urea Pengujian untuk aktif infeksi H. Pylori > sensitivitas 95% dan >

spesifisitas 95%, hasil dapat diperoleh setelah dua hari uji. Antibiotik, bismuth, PPI dan antagonis resptor H2 dapat

menyebabkan hasil negatif palsu, menghentikan penggunaan PPIs dan H2RA (1-2 minggu) dan bismuth atau antibiotik (2-4 minggu) sebelum tes.

b. Tes serologi Antibodi Mendeteksi IgG antibodi H. pylori dalam serum, darah utuh atau

urin, hasil dapat diketahui cepat (kurang lebih 15 menit), tetapi

Page 16: 74727860 Peptic Ulcer Disease

16

tidak dapat ditemukan antibodi jika pasien sudah sembuh. Beberapa individu, tetap menyisakan antibodi di serum, sehingga

tetap timbul hasil positif setelah 6-12 bulan paska eradikasi. Hasil tidak dipengaruhi oleh H2RA, PPI, antibiotik, atau bismuth. c. Tes Antigen Tinja Identifikasi antigen HP pada tinja, dapat dilihat dari perubahan

warna tinja, bisa di deteksi secara visual atau spektrofotometer. Sensitifitas dan selektifitas sama dengan tes urea breath pada saat

diagnosis awal Antibiotik, bismuth, dan PPIs dapat menyebabkan hasil negatif

palsu, tetapi kurang berpengaruh dibanding pada tes urea breath Tes ini bisa digunakan untuk melaporkan eradikasi bakteri setelah

terapi

G. TATA LAKSANA TERAPI PENYAKIT PEPTIK ULKUS

Terapi untuk penyakit peptik ulkus sangat bervariasi tergantung pada etiologinya (H.

pylori/NSAID), apakah ulkus awalan atau kambuhan dan apakah komplikasi peptik ulkus telah

muncul. Seluruh terapi bertujuan untuk mengurangi nyeri akibat ulkus, mengobati ulkus,

mencegah kekambuhan dan menurunkan risiko komplikasi akibat peptik ulkus. Tujuan terapi

pada pasien ulkus dengan infeksi bakteri H. pylori adalah untuk mengeradikasi bakteri H. pylori

dan menyembuhkan ulkus. Kesuksesan eradikasi sangat menentukan proses penyembuhan ulkus

selanjutnya dan dapat mengurangi risiko kekambuhan sebesar ± 10%. Tujuan terapi pada pasien

peptik ulkus akibat penggunaan NSAID adalah untuk menyembuhkan ulkus secepat mungkin.

Pasien dengan faktor risiko tinggi akibat penggunaan NSAID, jika dimungkinkan maka

penggunaan NSAID secepat mungkin harus diganti dengan agen antiinflamasi yang selektif

menghambat enzim COX-2 atau menggunakan terapi profilaksis untuk menurunkan risiko ulkus

serta komplikasinya.2

Terapi peptik ulkus berfokus pada eradikasi H. pylori untuk pasien dengan status positf

H. pylori dan menurunkan risiko ulkus akibat penggunaan NSAID serta mencegah komplikasi

yang mungkin dapat ditimbulkan. Regimen terapi yang mengandung : (1) antibakteri seperti

klaritromisin, metronidazol dan amoksisilin, (2) bismuth subsalisilat, (3) agen antisekretori

seperti PPI atau H2RA merupakan regimen obat peptik ulkus yang biasa digunakan untuk

mengatasi gejala ulkus, menyembuhkan ulkus dan mengeradikasi bakteri H. pylori. PPI, H2RA

dan sukralfat dapat digunakan pada pasien dengan status H. pylori negatif. Terjadinya

Page 17: 74727860 Peptic Ulcer Disease

17

kekambuhan gejala ulkus masih akan tetap tinggi apabila penggunaan NSAID tidak dihentikan.

Terapi profilaksis dengan PPI atau misoprostol dapat menurunkan risiko terjadinya ulkus dan

komplikasi saluran cerna bagian atas pada pasien yang menggunakan NSAID. Terapi

penggantian NSAID menjadi penghambat selektif COX-2 sering dilakukan dalam upaya

pencegahan ulkus.2

Modifikasi gaya hidup sangatlah penting untuk pasien dalam upaya mencegah terjadinya

peptik ulkus. Perubahan gaya hidup yang dapat dilakukan meliputi pengurangan stress fisiologis

dan penghentian kebiasaan merokok. Terapi tindakan pembedahan sangat diperlukan untuk

pasien PUD yang telah mengalami perdarahan lambung atau komplikasi lainnya seperti

terjadinya perforasi (perlubangan) di area lambung.2

1. TERAPI NONFARMAKOLOGI

Terapi nonfarmakologi dapat dilakukan oleh pasien PUD dengan cara

menghilangkan atau mengurangi stress fisiologis, menghentikan konsumsi rokok dan

alcohol serta menghentikan pmakaian NSAID yang tidak selektif (termasuk aspirin) jika

memungkinkan. Walaupun tidak ada diet khusus untuk mencegah penyakit peptik ulkus

tetapi pasien harus diberikan edukasi untuk menghindari makanan atau minuman yang

dapat memicu dyspepsia atau memperburuk gejala peptik ulkus. Jika memungkinkan

dilakukan penggantian terapi analgetik NSAID dengan analgetik yang cenderung lebih

aman untuk lambung seperti paracetamol, non asetilsalisilat (salsalate) atau analgetik

penghambat selektif enzim COX-2.2

2. TERAPI FARMAKOLOGI

Terapi lini pertama untuk pengatasan peptik ulkus dengan paparan bakteri H.

pylori diawali dengan tripel regimen (PPI based three drug regimen) selama minimal 7

hari tetapi dapat dilanjutkan hingga 10-14 hari. Jika terapi dengan menggunakan lini

pertama gagal atau tidak mencapai goal terapi maka dapat digunakan terapi lini kedua

yakni dengan tripel regimen tetapi menggunakan antibakteri yang berbeda dengan

sebelumnya atau dapat diganti dengan quadripel regimen (bismuth based four drug

regimen) yang terdiri atas bismuth subsalisilat, metronidazol, tetrasiklin dan PPI.2

Page 18: 74727860 Peptic Ulcer Disease

18

Terapi konvensional dengan menggunakan obat antilkus (H2RA, PPI, sukralfat)

merupakan alternatif terapi dalam mengeradikasi bakteri H. pylori tetapi tidak disarankan

mengingat tingginya risiko kekambuhan peptik ulkus dan komplikasinya. Kombinasi

terapi antara H2RA dengan PPI atau H2RA dengan sukralfat tidak disarankan untuk

mengobati ulkus karena hanya akan menambah biaya pengobatan tetapi tidak diimbangi

dengan efikasi yang diharapkan. Terapi pemeliharaan dengan PPI atau H2RA

direkomendasikan untuk pasien dengan faktor risiko komplikasi peptik ulkus yang tinggi,

pasien yang gagal menerima terapi eradikasi dan pada pasien dengan status negatif H.

pylori.2

Pasien peptik ulkus akibat penggunaan NSAID harus diperiksa status paparan

bakteri H. pylori terlebih dahulu. Jika pasien memiliki status H. pylori positif maka terapi

harus dimulai dengan tripel regimen. Jika status pasien adalah H. pylori negatif maka

terapi peptik ulkus dimulai dengan pemberian PPI atau H2RA atau sukralfat. Jika

penggunaan NSAID tidak dapat dihentikan maka terapi harus diawali dengan pemberian

PPI secara monoterapi untuk pasien dengan status H. pylori negatif atau tripel regimen

untuk pasien dengan status H. pylori positif. Terapi profilaksis dengan PPI, misoprostol

atau penggantian terapi NSAID dengan penghambat selektif enzim COX-2 sangat

direkomendasikan pada pasien yang memiliki faktor risiko tinggi terkena komplikasi

akibat penyakit peptik ulkus. Algoritma terapi pengatasan peptik ulkus disajikan pada

Gambar 11.2

Page 19: 74727860 Peptic Ulcer Disease

19

Gambar 11. Algoritma terapi peptik ulkus

a) Terapi Penyakit Peptik Ulkus akibat Paparan Bakteri H. pilory

Tujuan terapi pada keadaan ini adalah untuk mengeradikasi organisme

penyebab ulkus yakni H. pylori. Terapi yang digunakan untuk mengeradikasi bakteri

H. pylori haruslah efektif, dapat ditoleransi dengan baik, regimen terapi dapat

meningkatkan kepatuhan pasien dalam menggunakan obat dan cost-effective.

Penggunaan antibakteri, bismuth subsalisilat atau obat antiulkus lainnya secara

monoterapi tidak disarankan karena tidak dapat mencapai tujuan terapi yakni

eradikasi bakteri H. pylori. Penggunaan antibakteri secara tunggal tidak akan

mensukseskan tujuan eradikasi tetapi bahkan dapat mempercepat kecepatan resistensi

dari antibakteri itu sendiri.2

Page 20: 74727860 Peptic Ulcer Disease

20

Regimen obat untuk eradikasi bakteri H. pylori yang direkomendasikan

haruslah mengkombinasikan dua antibakteri dengan satu agen antisekretori (tripel

regimen) atau bismuth subsalisilat dengan dua antibakteri (berbeda jenis dengan tripel

regimen) dan satu agen antisekretori (quadripel regimen) sehingga dapat

meningkatkan kecepatan eradikasi dan menurunkan risiko resistensi antibakteri.

Amoksisilin tidak boleh digunakan pada pasien dengan status alergi penisilin dan

metronidazol tidak boleh digunakan pada pasien yang mengkonsumsi alkohol.

Bismuth subsalisilat memiliki efek antibakteri lokal. Obat antisekretori juga dapat

meningkatkan efikasi antibakteri karena dapat meningkatkan aktivitas dan stabilitas

dari antibakteri pada suasana pH lambung yang rendah dan dapat meningkatkan

konsentrasi antibakteri karena penurunan volume intragastrik.2

Tripel Regimen Berbasis PPI (Proton Pump Inhibitor)

Tripel regimen berbasis PPI terdiri atas satu agen antisekretori dengan dua

antibakteri yang digunakan sebagai lini pertama dalam eradikasi bakteri H. pylori.

Kombinasi antara klaritromisin dengan amoksisilin, klaritromisin dengan

metronidazol atau amoksisilin dengan metronidazol memiliki kemampuan kecepatan

eradikasi H. pylori yang serupa. Kecepatan eradikasi H. pylori dapat ditingkatan

apabila dosis klaritromisin juga ditingkatkan hingga 1,5 g/hari, tetapi peningkatan

dosis antibakteri lainnya tidak dapat meningkatkan kecepatan eradikasi H. pylori.

Kebanyakan klinisi lebih senang memilih memulai terapi dengan mengombinasikan

antibakteri klaritromisin dengan amoksisilin dibandingkan kombinasi antibakteri

klaritromisin dengan metronidazol. Penggunaan tripel regimen yang mengandung PPI

dan kombinasi klaritromisin dengan metronidazol dilakukan apabila pasien alergi

terhadap antibakteri golongan penisilin.2

Durasi pengobatan pada penyakit peptik ulkus selama 7 hari merupakan masa

minimal untuk mencapai tujuan eradikasi H. pylori. Penggunaan regimen peptik ulkus

yang diperpanjang menjadi 10 hingga 14 hari dapat meningkatkan kecepatan

eradikasi dan menurunkan risiko resistensi antibakteri. PPI harus diminum 15-30

menit sebelum makan. Pemberian PPI dosis tunggal kurang efektif dibandingkan

pemberian dosis ganda apabila digunakan untuk eradikasi H. pylori. Penggantian satu

Page 21: 74727860 Peptic Ulcer Disease

21

jenis agen PPI dengan jenis PPI yang lainnya dapat dilakukan dan tidak akan

mempengaruhi kecepatan eradikasi H. pylori. Namun demikian substitusi antara PPI

dengan H2RA tidak disarankan karena pada penelitian yang telah dilakukan

menyatakan bahwa kecepatan eradikasi bakteri H. pylori lebih baik jika

menggunakan PPI. Tripel regimen yang digunakan dalam upaya eradikasi bakteri H.

pylori disajikan pada gambar 12.2

Quadripel Regimen Berbasis Bismut Subsalisilat

Quadripel regimen berbasis bismuth subsalisilat merupakan terapi peptik

ulkus lini kedua. Kecepatan eradikasi H. pylori selama 14 hari terapi dengan

pemberian bismuth, metronidazol, tetrasiklin dan H2RA dirasakan tidak berbeda jauh

dengan pemberian tripel regimen obat berbasis PPI. Peningkatan durasi pengobatan

selama 1 bulan tidak secara substansial meningkatkan kecepatan eradikasi H. pylori.

Penggantian amoksisilin dengan tetrasiklin dapat menurunkan kecepatan eradikasi H.

pylori dan biasanya tidak direkomendasikan. Quadripel regimen yang mengandung

bismuth terbukti efektif dan tidak mahal dibandingkan tripel regimen, tetapi quadripel

regimen juga diketahui dapat meningkatkan risiko frekuensi terjadinya efek obat yang

tidak dikehendaki (Adverse Drug Reatcion) dan memicu ketidakpatuhan pasien

karena jumlah regimen obat yang digunakan terlalu banyak.2

Terapi lini pertama pada quadripel regimen yang mengandung PPI, bismuth,

metronidazol dan tetrasiklin dapat memperpendek durasi terapi menjadi <7 hari.

Beberapa bukti menyatakan bahwa quadripel regimen efektif sebagai terapi peptik

ulkus lini pertama, namun secara umum quadripel terapi lebih sering digunakan

sebagai terapi lini kedua dalam pengatasan penyakit peptik ulkus. Seluruh obat dalam

regimen terapi peptik ulkus kecuali PPI harus digunakan setelah makan atau bersama

dengan makanan. Quadripel regiman yang digunakan dalam upaya mengeradikasi

bakteri H. pylori tersaji pada gambar 12.2

Page 22: 74727860 Peptic Ulcer Disease

22

Gambar 12. Regimen terapi pada penyakit peptik ulkus

Faktor faktor yang Berkontribusi pada Kegagalan Eradikasi Bakteri H pillory

Faktor-faktor yang berkontribusi dalam kegagalan terapi eradikasi antara lain

tingkat kepatuhan pasien, adanya organisme yang sudah resisten, rendahnya pH

intragastrik dan tingginya jumlah bakteri di lambung. Kepatuhan pasien terhadap

terapi yang digunakan sangat mempengaruhi kesuksesan eradikasi H. pylori.

Kepatuhan akan menurun pada pasien yang menerima terapi secara polifarmasi,

frekuensi penggunaan yang sering, durasi pengobatan yang panjang, timbulnya ADR

yang tidak dapat ditoleransi oleh pasien dan regimen obat yang mahal. Panjangnya

terapi yang dijalankan oleh pasien dengan peptik ulkus dapat menyebabkan

menurunnya kepatuhan pasien dalam menggunakan obat, namun demikian durasi

terapi peptik ulkus yang tidak adekuat juga dapat menyebabkan gagalnya eradikasi H.

pylori. Antibakteri metronidazol yang digunakan > 1g/ hari dapat menyebabkan

meningkatnya frekuensi terjadinya ADR yang ditandai dengan menurunnya

kemampuan indra pengecapan, mual, muntah, nyeri abdomen dan diare. Resistensi

antibakteri metronidazol lebih sering muncul (10-16%) tergantung pada jumlah

paparan antibakteri sebelumnya serta kondisi di suatu daerah. Resistensi antibakteri

klaritromisin dilaporkan lebih rendah (10-15%) dibandingkan metronidazol tetapi jika

klaritromisin telah mengalami resistensi maka akan sangat mempengaruhi efektifitas

Page 23: 74727860 Peptic Ulcer Disease

23

eradikasi H. pylori. Resistensi antibakteri amoksisilin dan tetrasiklin juga dilaporkan

jarang terjadi pada terapi eradikasi H. pylori.2

b) Terapi Penyakit Peptik Ulkus akibat Penggunaan NSAID (Non Steroid

Antiinflamatory Disease)

Penggunaan NSAID yang tidak selektif seharusnya mulai dihentikan (jika

memungkinkan) apabila pasien telah mengalami ulkus. Terapi ulkus untuk pasien

yang telah mengehentikan penggunaan NSAID dapat dimulai dengan pemberian agen

antisekretori seperti H2RA, PPI atau sukralfat. PPI lebih direkomendasikan karena

memiliki efektifitas yang lebih poten dalam menghentikan sekresi asam klorida (HCl)

dan memiliki kecepatan dalam menyembuhkan ulkus lebih cepat jika dibandingkan

dengan H2RA atau sukralfat. Apabila penggunaan NSAID terpaksa tetap diberikan

maka sangat disarankan untuk menurunkan dosis NSAID yang digunakan atau

mengganti NSAID dengan penghambat selektif enzim COX-2. PPI merupakan agen

antisekretori yang dipilih apabila terapi dengan NSAID tetap digunakan karena dapat

menekan sekresi asam klorida sehingga dapat mempercepat penyembuhan ulkus.

Obat H2RA dan sukralfat tidak terlalu efektif dalam menyembuhkan ulkus untuk

pasien yang masih aktif menggunakan NSAID. Apabila pasien juga memiliki status

H. pylori positif maka terapi yang dipilih adalah regimen terapi eradikasi H. pylori

lini pertama.2

Terdapat beberapa strategi yang dapat digunakan untuk menurunkan risiko

komplikasi saluran cerna akibat ulkus. Seluruh strategi yang dilakukan bertujuan

untuk mengurangi risiko iritasi topikal yang diakibatkan karena penggunaan NSAID.

Beberapa komplikasi pepik ulkus yang dapat muncul antara lain perdarahan saluran

cerna yang ditandai dengan munculnya melena (feses yang berwarna hitam) dan

perforasi lambung. Terapi profilaksis dengan misoprostol dan PPI dapat menurunkan

risiko terjadinya ulkus beserta komplikasinya. Upaya yang dapat dilakukan dalam

mencegah terjadinya ulkus dan komplikasi akibat peptik ulkus juga adalah dengan

mengganti NSAID non-selektif dengan obat yang selektif menghambat enzim COX-

2.2

Page 24: 74727860 Peptic Ulcer Disease

24

Terapi konvensional dengan menggunakan regimen standar H2RA atau

sukralfat dapat menurunkan gejala ulkus dan dapat menyembuhkan ulkus akibat

penggunaan NSAID dengan durasi terapi selama 6-8 minggu. Penggunaan PPI pada

terapi pemeliharaan dapat dilakukan dengan durasi 4 minggu. Antasida, walaupun

efektif dalam mengobati peptik ulkus tetapi penggunaannya tidak disarankan secara

monoterapi karena dosis yang dibutuhkan harus tinggi (100-144 mEq). Ketika terapi

konvensional tidak dilanjutkan lagi setelah penyembuhan ulkus, maka pada pasien

dengan status H. pylori positif akan mengalami kekambuhan lagi setelah satu tahun

pengobatan. Terapi yang dapat digunakan untuk megatasi gejala peptik ulkus akibat

penggunaan NSAID tersaji pada gambar 13.2

Gambar 13. Regimen terapi pada PUD akibat penggunaan NSAID

Terapi antiulkus yang dilanjutkan secara jangka panjang bertujuan untuk

menjaga kesembuhan ulkus dan mencegah komplikasi yang muncul. Terapi

pemeliharaan diindikasikan pada pasien yang memiliki riwayat komplikasi akibat

ulkus, ulkus yang terus mengalami kekambuhan, gagal saat menerima terapi eradikasi

H. pylori, perokok berat dan pasien yang menggunakan NSAID jangka panjang (lebih

dari 6 bulan). Terapi pemeliharaan jangka panjang dengan H2RA, PPI atau sukralfat

Page 25: 74727860 Peptic Ulcer Disease

25

terbukti aman tetapi penggunaan sukralfat harus dihindarkan pada pasien yang

mengalami gangguan ginjal.2

H. MONITORING DAN EVALUASI

Penurunan nyeri epigastrik pada pasien peptik ulkus baik yang disebabkan oleh H. pylori

atau penggunaan NSAID harus dimonitoring untuk menilai keberhasilan terapi. Umumnya gejala

ulkus akan membaik setelah beberapa hari penghentian NSAID atau setelah 7 hari penggunaan

obat antiulkus. Kebanyakan pasien dengan peptic ulkus yang tidak disebabkan karena infeksi

bakteri H. pylori akan mengalami perbaikan gejala setelah menggunakan satu atau dua obat

antiulkus. Perburukan gejala yang muncul setelah beberapa minggu dapat mengindikasikan

kegagalan terapi eradikasi H. pylori atau adanya alternatif diagnosa lain seperti GERD.2

Pasien dengan faktor risiko tinggi pada penggunaan NSAID harus dimonitoring secara

ketat terkait dengan gejala yang dapat muncul seperti perdarahan saluran cerna, obstruksi,

penetrasi dan perforasi. Monitoring terapi menggunakan endoskopi dilakukan pada pasien yang

sering mengalami gejala kekambuhan, penyakit refraktori seperti GERD dan pasien yang telah

mengalami komplikasi sebelumnya.2

I. DAFTAR PUSTAKA

(1) Anonim, (2010). Atlas of Pathophysiology, 3rd Edition,Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

(2) Dipiro, Joseph T., et al., (2008). Pharmacotherapy: A Phatophysiology Approach, 7th Edition, Columbus: McGraw-Hill Company.

(3) Fleming, Shawna. L., (2007). Helicobacter pylory, Deadly Diseases and Epidemics, New York: Infobase Publishing.