7451602 Bab II Bio Fisika

22
ASPEK BIOFISIKA AKTIVITAS PRAKTIKUM LAPANGAN MAHASISWA JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMA. DR.Rolles Nixon Palilingan, MS 10/21/2008. 5 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Biofisika Di dalam Anonim (2007) dikemukakan bahwa biofisika adalah studi tentang fenomena biologis dengan menggunakan metode-metode dan konsep-konsep fisika, sedangkan di dalam Anonim (2005) dikemukakan bahwa biofisika adalah studi interdisipliner tentang fenomena dan problem-problem biologis dengan menggunakan prinsip-prinsip dan teknik-teknik fisika. Biofisika pada mulanya berkembang sesudah perang dunia II, yang mempelajari tentang aplikasi fisika nuklir pada sistem-sistem biologis, yang meliputi penelitian tentang efek-efek radiasi pada mahluk hidup, dan mulai saat itu biofisika dipandang sebagai bidang ilmiah yang baru. Biofisika bergantung pada teknik-teknik yang berasal dari ilmu fisika tetapi difokuskan pada problem-problem biologis. Mengacu pada definisi yang telah dikemukakan mengenai biofisika, maka dalam konteks makalah ini khususnya seorang pekerja yang melakukan aktivitas di alam terbuka, maka biofisika dapat dipandang sebagai studi tentang fenomena biologis pada seorang pekerja yang berinteraksi dengan lingkungan fisik setempat ketika sedang melakukan aktivitas kerja dengan menggunakan prinsip, konsep, dan metode fisika. Dalam hal ini Campbell (1977) menyebut kajian fisika dalam konteks ini sebagai biofisika lingkungan. Menurut Campbell (1977) perkembangan dalam bidang biofisika lingkungan terutama terfokus pada dua bidang yaitu: 1) Penggunaan model-model matematis untuk mengkuantifikasi laju transfer panas dan massa, dan 2) Pengunaan persamaan kontinuitas yang telah mengantar pada analisis neraca energi. Oleh karena itu dapat dikemukakan bahwa dalam biofisika lingkungan dipelajari mengenai bagaimana penerapan konsep-konsep fisika pada interaksi antara mahluk hidup dengan lingkungan fisiknya, sehingga dalam konteks makalah ini dipelajari mengenai

Transcript of 7451602 Bab II Bio Fisika

Page 1: 7451602 Bab II Bio Fisika

ASPEK BIOFISIKA AKTIVITAS PRAKTIKUM LAPANGAN MAHASISWA JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMA. DR.Rolles Nixon Palilingan, MS 10/21/2008.

5

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Biofisika

Di dalam Anonim (2007) dikemukakan bahwa biofisika adalah studi tentang

fenomena biologis dengan menggunakan metode-metode dan konsep-konsep fisika,

sedangkan di dalam Anonim (2005) dikemukakan bahwa biofisika adalah studi

interdisipliner tentang fenomena dan problem-problem biologis dengan menggunakan

prinsip-prinsip dan teknik-teknik fisika. Biofisika pada mulanya berkembang sesudah

perang dunia II, yang mempelajari tentang aplikasi fisika nuklir pada sistem-sistem

biologis, yang meliputi penelitian tentang efek-efek radiasi pada mahluk hidup, dan mulai

saat itu biofisika dipandang sebagai bidang ilmiah yang baru. Biofisika bergantung pada

teknik-teknik yang berasal dari ilmu fisika tetapi difokuskan pada problem-problem

biologis.

Mengacu pada definisi yang telah dikemukakan mengenai biofisika, maka dalam

konteks makalah ini khususnya seorang pekerja yang melakukan aktivitas di alam terbuka,

maka biofisika dapat dipandang sebagai studi tentang fenomena biologis pada seorang

pekerja yang berinteraksi dengan lingkungan fisik setempat ketika sedang melakukan

aktivitas kerja dengan menggunakan prinsip, konsep, dan metode fisika. Dalam hal ini

Campbell (1977) menyebut kajian fisika dalam konteks ini sebagai biofisika lingkungan.

Menurut Campbell (1977) perkembangan dalam bidang biofisika lingkungan terutama

terfokus pada dua bidang yaitu:

1) Penggunaan model-model matematis untuk mengkuantifikasi laju transfer panas dan

massa, dan

2) Pengunaan persamaan kontinuitas yang telah mengantar pada analisis neraca energi.

Oleh karena itu dapat dikemukakan bahwa dalam biofisika lingkungan dipelajari

mengenai bagaimana penerapan konsep-konsep fisika pada interaksi antara mahluk hidup

dengan lingkungan fisiknya, sehingga dalam konteks makalah ini dipelajari mengenai

Page 2: 7451602 Bab II Bio Fisika

ASPEK BIOFISIKA AKTIVITAS PRAKTIKUM LAPANGAN MAHASISWA JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMA. DR.Rolles Nixon Palilingan, MS 10/21/2008.

6

aplikasi konsep-konsep fisika pada interaksi antara pekerja dan lingkungan fisiknya ketika

melakukan aktivitas di alam terbuka.

2.2 Identifikasi Aspek Biofisika dalam Aktivitas Praktikum Lapangan

Untuk dapat mengidentifikasi aspek-aspek biofisika pada aktivitas praktikum

lapangan, mengacu dari pengertian biofisika sebagaimana yang telah diuraikan pada

bagian 2.1, maka dapat dilakukan melalui kajian teori sekaligus dibaringi dengan

pengamatan langsung di lapangan.

Seseorang yang melakukan aktivitas di alam terbuka, apapun bentuk aktivitas yang

dilakukan akan dipengaruhi oleh lingkungan fisik di sekitarnya. Dalam konteks ini maka

iklim mikro yang terdiri dari: radiasi matahari, suhu udara, kelembaban udara, dan

kecepatan angin yang merupakan unsur lingkungan fisik, menjadi sangat penting sebagai

faktor yang berpengaruh.

Seseorang yang melakukan aktivitas di alam terbuka seperti pada aktivitas

praktikum lapangan, sudah tentu akan menggunakan perlengkapan dan peralatan dalam

rangka mencapai tujuan dilakukannya aktivitas. Perlengkapan yang paling penting

biasanya adalah setelan pakaian, dan perlengkapan lainnya seperti pakaian pelindung diri

(PPD) seperti topi, payung, jas/mantel, dan termasuk di sini adalah sepatu.

Peralatan yang digunakan akan disesuaikan dengan tujan dalam melakukan

aktivitas. Untuk aktivitas praktikum lapangan, sudah pasti peralatan yang digunakan

adalah peralatan-peralatan yang berhubungan dengan aktivitas unit-unit praktikum yang

direncanakan.

Dapat dikemukakan bahwa semua faktor-faktor yang ada di luar diri manusia

(sebagai pelaku aktivitas) termasuk iklim mikro serta perlengkapan dan peralatan yang

digunakan akan memberikan pengaruh terhadap tubuh pelaku aktivitas. Pengaruh tersebut

dapat bermacam-macam, misalnya terhadap: neraca energi panas atau termoregulasi,

kesehatan, kenyamanan, dan lain-lain.

Dalam konteks makalah ini yang menarik adalah proses secara fisik bagaimana

berlangsungnya dan terjadinya pengaruh tersebut. Proses secara fisik berlangsungnya dan

terjadinya pengaruh iklim mikro, perlengkapan dan peralatan yang digunakan terhadap

tubuh si pelaku aktivitas merupakan proses biofisika. Gambar 2.1 menunjukkan kedudukan

Page 3: 7451602 Bab II Bio Fisika

ASPEK BIOFISIKA AKTIVITAS PRAKTIKUM LAPANGAN MAHASISWA JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMA. DR.Rolles Nixon Palilingan, MS 10/21/2008.

7

proses biofisika ketika terjadi interaksi antara pelaku aktivitas dengan iklim mikro,

perlengkapan dan peralatan yang digunakan.

Faktor pelaku aktitvitas yang dipaparkan pada Gambar 2.1, bersama ketiga faktor

yang terlibat dalam interaksi, di mana proses biofisika berlangsung, yaitu iklim mikro,

perlengkapan dan peralatan yang digunakan merupakan faktor-faktor penting dalam suatu

sistem kerja (Corlett and Clark, 1995). Dalam konteks makalah ini proses biofisika yang

dibahas dalam suatu sistem kerja adalah proses yang berkait dengan neraca energi panas

tubuh atau termoregulasi tubuh.

2.3 Konsep Neraca Energi Panas

Sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 2.1 bahwa manusia sebagai pelaku

aktivitas akan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, serta dengan peralatan dan

perlengkapan yang digunakan atau dikenakan pada waktu melakukan aktivitas. Proses

Biofisika terjadi ketika interaksi berlangsung. Dalam hal ini manusia sebagai pekerja dapat

Iklim Mikro (Lingkungan

Fisik)

Perlengkapan yang

Digunakan

Pelaku Aktivitas

Peralatan yg Digunakan

Gambar 2.1. Proses Biofisika yang Terjadi pada Saat Interaksi Antara Pelaku Aktivitas dengan Iklim Mikro, Perlengkapan yang Digunakan dan Peralatan yang Digunakan.

Page 4: 7451602 Bab II Bio Fisika

ASPEK BIOFISIKA AKTIVITAS PRAKTIKUM LAPANGAN MAHASISWA JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMA. DR.Rolles Nixon Palilingan, MS 10/21/2008.

8

dipandang sebagai suatu sistem. Konsep biofisika yang penting dalam terjadinya proses

biofisika dalam konteks ini adalah hukum kekekalan energi.

Menurut Campbell (1977) konsep kekekalan energi ini, yang juga biasa ditulis

dalam bentuk persamaan kontinuitas, dalam aplikasi lanjut biofisika lingkungan akhirnya

bermuara pada analisis neraca energi.

Analisis Neraca energi dapat dilakukan dengan menggunakan pendakatan sistem.

Dengan memandang tubuh manusia sebagai suatu sistem, Havenith (1999, 2002),

Blazejczyk (2000) dan Epstein and Moran (2006) menuliskan persamaan neraca panas

untuk tubuh manusia sebagaimana pada persamaan berikut,

Panas yang tersimpan

(store) =

Produksi Panas

Panas yang hilang

=

(laju metabolik – kerja eksternal)

(konduksi + radiasi + konveksi + evaporasi +

respirasi)

(1)

Bila faktor-faktor dalam persamaan (1) diberi simbol-simbol secara matematis, maka

persamaan (1) dapat dituliskan kembali sebagai,

S =

(M W)

(C + R + H + E+ Eres) (2)

Dalam hal ini: S, panas yang tersimpan; M, laju metabolik tubuh; W, kerja eksternal; C,

kehilangan panas konduksi; R, kehilangan panas radiasi; H, kehilangan panas konveksi; E,

kehilangan panas evaporasi; dan Eres, kehilangan panas respirasi.

Brake and Bates (2002) menulis persamaan (1) dalam bentuk seperti persamaan (3),

dengan menambahkan faktor F, yaitu kehilangan panas akibat cairan yang dikonsumsi,

(M W) = Qsk + Qres + F + S (3)

dimana Qsk adalah kehilangan panas melalui kulit dan Qres adalah kehilangan panas melalui

respirasi.

Apa yang dituliskan oleh Brake and Bates (2002) sebagai persamaan neraca panas,

sebenarnya sama saja dengan persamaan (2) yang dikemukakan oleh Havenith (1999,

Page 5: 7451602 Bab II Bio Fisika

ASPEK BIOFISIKA AKTIVITAS PRAKTIKUM LAPANGAN MAHASISWA JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMA. DR.Rolles Nixon Palilingan, MS 10/21/2008.

9

2002) dengan mengingat bahwa Qsk + Qres = C + R + H + E+ Eres + S, dan dengan

mengabaikan faktor F.

Faktor-faktor yang menyatakan kehilangan panas tubuh sebagaimana yang telah

dinyatakan pada persamaan (2) atau persamaan (3) untuk jalur konduksi, konveksi, dan

radiasi, mengikuti persamaan umum transfer atau perpindahan panas (Havenith, 2004;

Campbell, 1977; Monteith and Unsworth, 1990) yang bentuk umumnya dapat ditulis

seperti persamaan (4),

Panas yang hilang = gradient . luas permukaan

tahanan

(4)

Dari persamaan (4) dapat dikemukakan bahwa untuk tiap jalur; konduksi (C), konveksi (H)

dan radiasi (R), jumlah panas yang ditransfer bergantung pada daya penggerak (driving

force), yaitu gradien suhu dan tekanan uap ( T/ z dan Pv/ z), luas permukaan tubuh

yang terlibat (A) dan tahanan dimana panas mengalir, yaitu dapat berupa insulasi pakaian.

Besaran z pada gradien menyatakan jarak dua titik di mana trasnfer panas atau uap

berlangsung.

Menurut Havenith (1999, 2001, 2002, dan 2004) proses pelepasan panas dan proses

produksi panas dalam neraca energi terarah kepada mempertahankan suhu tubuh normal

sekitar 37 0C. Nilai ini dicapai dengan menyeimbangkan jumlah panas yang dihasilkan

dalam tubuh dengan jumlah panas yang hilang. Gambar 2.2 menunjukkan representasi

skematik jalur bentuk-bentuk energi yang terjadi ketika pekerja melakukan aktivitas di

alam terbuka.

Produksi panas ditentukan oleh aktivitas metabolik. Pada saat sedang istirahat,

panas dihasilkan oleh tubuh untuk fungsi-fungsi dasar tubuh seperti respirasi dan fungsi

jantung dengan memberikan pada sel-sel tubuh oksigen dan makanan (nutrients) yang

dibutuhkan dalam menjalankan fungsi-fungsi dasar tersebut.

Page 6: 7451602 Bab II Bio Fisika

ASPEK BIOFISIKA AKTIVITAS PRAKTIKUM LAPANGAN MAHASISWA JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMA. DR.Rolles Nixon Palilingan, MS 10/21/2008.

10

Pada saat melakukan aktivitas pekerjaan, kebutuhan otot-otot aktif terhadap oksigen dan

makanan meningkat, dan sebagai akibatnya aktivitas metabolik juga meningkat. Ketika sel-

sel otot aktif membakar makanan untuk aktivitas mekanis, sebagian energi dibebaskan ke

luar tubuh sebagai kerja eksternal, tetapi sebagian besar dilepaskan ke dalam otot sebagai

panas. Rasio antara kerja eksternal ini dan energi yang dikonsumsi disebut efisiensi

dengan mana tubuh melakukan kerja. Proses ini sama dengan proses yang terjadi pada

mesin sebuah mobil. Sebagian kecil energi bahan bakar digunakan untuk menggerakkan

badan mobil, dan sebagian besar dibebaskan sebagai panas buangan. Tubuh, seperti mesin

sebuah mobil, perlu melepaskan panas ini. Bila panas tidak dilepaskan panas tersebut akan

memanaskan tubuh sampai level yang mematikan.

Gambar 2.2. Representasi Skematik Jalur Bentuk-bentuk Energi Ketika Seorang Pekerja Berinteraksi Dengan Lingkungan Fisik dalam Melakukan Aktivitas. Diadaptasi dari Havenith (1999, 2002) dan Blazejczyk, 2000) dengan menggunakan gambar aktual dalam aktivitas praktikum lapangan.

M

Page 7: 7451602 Bab II Bio Fisika

ASPEK BIOFISIKA AKTIVITAS PRAKTIKUM LAPANGAN MAHASISWA JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMA. DR.Rolles Nixon Palilingan, MS 10/21/2008.

11

Fox, Bowers dan Foss (1988) melukiskan secara lebih terperinci jalur-jalur transfer

panas yang dimulai dari produksi panas dalam aktivitas sampai pada pelepasan panas ke

luar tubuh dalam interaksi dengan lingkungan fisik (iklim mikro) di sekitar tubuh. Hal

tersebut ditunjukkan dalam Gambar 2.3.

Lebih jauh Havenith (1999, 2002) mengemukakan, untuk kebanyakan tugas, seperti

berjalan pada suatu level, nilai untuk efesiensi (dalam definisi fisikanya) mendekati nol.

Hanya panas yang dilepaskan melalui pergesekan sepatu dan lain sebagainya yang

dilepaskan ke luar tubuh, sedangkan sebagian besar energi lainnya digunakan oleh otot-

otot yang pada akhirnya menjadi panas dalam tubuh.

Untuk panas yang hilang dari tubuh, terdapat beberapa jalur. Jalur yang berperan

sedikit adalah konduksi. Konduksi hanya menjadi faktor penting untuk orang yang bekerja

di dalam air, atau orang yang bekerja untuk penanganan produk-produk dingin atau bekerja

dalam posisi terlentang dimana tubuh bersentuan dengan medium transfer panas.

Jalur yang lebih penting untuk pelepasan panas adalah konveksi, ketika udara yang

lebih dingin mengalir sepanjang permukaan kulit. Oleh karena itu panas akan ditransfer

dari kulit ke udara di sekitarnya.

Panas juga akan ditransfer dalam bentuk radiasi elektromagnetik atau yang juga

disebut radiasi gelombang panjang. Ketiga ada perbedaan antara suhu permukaan tubuh

dan suhu permukaan objek atau benda-benda yang ada di sekitarnya maka akan terjadi

transfer panas melalui radiasi.

Akhirnya, tubuh juga memiliki jalur lain untuk pelepasan panas ke luar tubuh, yaitu

panas yang hilang melalui evaporasi. Karena kemampuan tubuh untuk berkeringat, uap air

yang muncul di permukaan kulit melalui pori-pori kulit dapat berevaporasi, dengan mana

sejumlah panas dilepaskan ke luar dari tubuh.

Selain kehilangan panas konvektif dan evaporatif dari kulit, tipe kehilangan panas

tersebut terjadi dari paru-paru melalui respirasi. Karena udara yang keluar dari paru-paru

biasanya lebih dingin dan lebih kering dari pada permukaan dalam paru-paru. Melalui

proses respirasi tubuh kehilangan sejumlah panas yang dapat mencapai 10% dari total

panas yang diproduksi tubuh.

Page 8: 7451602 Bab II Bio Fisika

ASPEK BIOFISIKA AKTIVITAS PRAKTIKUM LAPANGAN MAHASISWA JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMA. DR.Rolles Nixon Palilingan, MS 10/21/2008.

12

Gambar 2.3. Jalur-jalur transfer panas. Secara internal, transfer panas terjadi dari inti ke shell ke kulit dan dari otot ke shell ke kulit. Secara eksternal, terjadi radiasi, konveksi, dan konduksi. Di lukis kembali dari sumber Fox, Bowers and Foss (1988).

T

Pv

Shell (jaringan di bawah permukaan kulit).

Page 9: 7451602 Bab II Bio Fisika

ASPEK BIOFISIKA AKTIVITAS PRAKTIKUM LAPANGAN MAHASISWA JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMA. DR.Rolles Nixon Palilingan, MS 10/21/2008.

13

Agar tubuh stabil, panas yang hilang harus seimbang dengan panas yang

diproduksi. Jika tidak demikian, kandungan panas tubuh akan berubah, yang menyebabkan

suhu tubuh naik atau turun. Keseimbangan ini dapat ditulis sebagaimana pada persamaan

(1) atau persamaan (2). Jadi jika produksi panas melalui laju metabolik lebih tinggi

daripada jumlah semua panas yang hilang, panas yang tersimpan akan bertanda positif

(surplus), yang berarti kandungan panas tubuh meningkat dan suhu tubuh akan meningkat.

Jika panas yang tersimpan bertanda negatif (defisit), panas yang hilang lebih besar

daripada panas yang diproduksi. Tubuh menjadi dingin, dan suhu tubuh akan turun.

2.4 Metabolisme

Menurut Soegiardo (1993) pengertian metabolisme ialah "change" atau

perubahan/pergantian. Penyusunan substansi sel, dan penyusunan bahan yang kemudian

dioksidasi disebut anabolisme, sedangkan pemecahan zat makanan yang telah diserap dan

ditimbun disebut katabolisme. Anabolisme dan katabolisme ini disebut metabolisme.

Anabolisme ialah suatu proses sintesa untuk disimpan, sedang katabolisme ialah proses

pembongkaran zat-zat makanan untuk diubah menjadi bentuk lain untuk mendapatkan

energi. Pulat (1992) mengemukakan bahwa metabolisme mensuplai energi yang

diperlukan untuk sistim muskuloskeletal. Metabolisme adalah proses kimia yang

mengkonversi makanan menjadi kerja mekanik dan panas. Sedangkan menurut Kroemer

dan Granjean (2000) metabolisme adalah suatu proses biologis dasar untuk menyerap

nutrisi dalam bentuk makanan dan minuman dan mengubah energi kimia yang terkandung

menjadi energi mekanis dan panas.

Ganong (1983) mengemukakan bahwa jumlah energi yang dibebaskan oleh

katabolisme zat makanan dalam tubuh sama dengan jumlah yang dibebaskan bila zat

makanan tersebut dibakar di luar tubuh. Energi yang dihasilkan oleh proses katabolisme

dalam tubuh berbentuk kerja luar, panas dan simpanan energi (representasi lain dari

persamaan 1):

Energi

Output = Kerja luar +

Simpanan

energi + Panas (5)

Page 10: 7451602 Bab II Bio Fisika

ASPEK BIOFISIKA AKTIVITAS PRAKTIKUM LAPANGAN MAHASISWA JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMA. DR.Rolles Nixon Palilingan, MS 10/21/2008.

14

Jumlah energi yang dibebaskan per satuan waktu, disebut laju metabolisme. Kontraksi

otot isotonis menunjukkan kerja dengan efisiensi kira-kira 50%. Persamaan efisiensi kerja

adalah,

Kerja yang dilakukan Efisiensi =

Jumlah energi yang digunakan (6)

Pada hakekatnya seluruh energi dalam kontraksi otot isometrik akan berbentuk panas,

karena kerja luar yang dilakukan sangat kecil atau bahkan sama sekali tidak ada. Kerja

luar dirumuskan sebagai berikut:

kerja luar = gaya x jarak yang dihasilkan oleh gaya tersebut (7)

Kerja luar (kerja mekanik) menurut Soegiardo (1993) adalah usaha manusia untuk

memindahkan berat badannya ke tempat lain ataupun mengangkat barang ke tempat lain.

Selanjutnya lebih jauh Ganong (1983) menjelaskan energi disimpan dalam bentuk

senyawa-senyawa berenergi tinggi. Jumlah simpanan energi bisa berubah-ubah, dan pada

orang-orang yang berpuasa dapat mencapai nol atau bahkan negatif. Oleh karena itu pada

orang-orang yang tidak melakukan gerak, atau tidak makan, pada hakekatnya seluruh

energi output akan berbentuk panas.

Menurut Pulat (1992) sumber energi dasar untuk kontraksi otot adalah glikogen

atau glukosa dalam darah. Tetapi ini bukanlah sumber energi awal. Pada permulaan

aktivitas otot (3 sampai 5 detik pertama), Adenosin tripospat (ATP), suatu senyawa

(compound) pospat berenergi tinggi yang terdapat dalam jaringan otot, dikerahkan

(mobilized) sebagaimana digambarkan secara ringkas pada persamaman (8).

ATP ADP + P + energi bebas

(Membangkitkan energi) (8a)

Kreatin pospat + ADP Kreatin + ATP

(Membentuk Kembali ATP) (8b)

Glukosa + 2 Pospat + 2 ADP 2 laktat + 2 ATP

(Kerja aerobik) (8c)

Page 11: 7451602 Bab II Bio Fisika

ASPEK BIOFISIKA AKTIVITAS PRAKTIKUM LAPANGAN MAHASISWA JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMA. DR.Rolles Nixon Palilingan, MS 10/21/2008.

15

Glukosa + 38 Pospat + 38 ADP + 6O2 6CO2+44H2O+38ATP

(Kerja anaerobik) (8d)

ATP terpecah kedalam adenosin dipospat (ADP) (Armstrong, 2006) dan

melepaskan sejumlah energi untuk kelanjutan aktivitas otot. ATP harus dibangkitkan

kembali. Sumber energi pertama untuk pembentukan kembali ATP adalah kreatin pospat

(creatine phosphate), suatu compound pospat lain yang tinggi energi, telah ada dalam jaringan

otot dalam jumlah yang sedikit. Reaksi kreatin pospat dengan ADP bebas melepaskan

(membebaskan) kreatin (creatine) dan ATP. Sesudah deplesi (pengurasan) kreatin pospat (15

detik), jika aktivitas terus berlanjut, glukosa darah atau glikogen dikerahkan. Glukosa, suatu

gula darah yang penting, disirkulasi ke jaringan otot melalui struktur kapiler permeabel.

Glukosa diubah melalui berbagai fase pertama kedalam asam piruvik (pyruvic acid).

Selanjutnya pemecahan dapat melalui dua rute/jalur yang mungkin, yaitu kerja anaerobik dan

aerobik, atau menurut Armstrong (2006), metabolisme anaerobik dan metabolisme aerobik

(Gambar 2.4). Selanjutnya dijelaskan oleh Pulat (1992):

1) Kerja anaerobik (Anaerobic work). Jika oksigen yang cukup tidak disuplay ke

dalam jaringan otot, asam piruvik diubah ke dalam asam laktat (lactic acid)

sementara ATP diregenerasi (dibangkitkan kembali). Akumulasi asam laktat

di antara serat-serat otot menyebabkan kelelahan otot dan berkembangnya rasa

sakit.

2) Kerja Aerobik (Aerobic work). Dengan suplay oksigen yang cukup, asam piruvik

dipecah kedalam air dan CO2, sambil melepas sejumlah besar ATP. Ini adalah

reaksi yang lebih efisien dari pada reaksi dalam kerja anaerobik.

Oksigen adalah kunci untuk kerja yang efisien. Suplay oksigen ke serat-serat otot

menghendaki bahwa lebih banyak darah per satuan waktu dipompa ke dalam otot, juga udara

pernafasan lebih banyak untuk dapat meng-oxygenate lebih banyak darah melalui sistim

pernafasan.

2.5 Termoregulasi Tubuh

Page 12: 7451602 Bab II Bio Fisika

ASPEK BIOFISIKA AKTIVITAS PRAKTIKUM LAPANGAN MAHASISWA JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMA. DR.Rolles Nixon Palilingan, MS 10/21/2008.

16

Seperti yang telah dijelaskan dalam bagian 2.3, lebih khusus yang dapat dilihat

pada persamaan (1), (2) atau persamaan (3), aplikasi prinsip neraca energi panas dalam

sistem tubuh manusia menunjukkan bahwa keseimbangan antara panas yang diproduksi

dan panas yang dilepaskan tubuh akan menentukan naik atau turunnya suhu tubuh.

Dalam mencermati aplikasi prinsip-prinsip biofisika lingkungan untuk pekerja yang

melakukan aktivitas di alam terbuka, seperti aktivitas praktikum lapangan, perubahan suhu

tubuh merupakan parameter yang sangat penting untuk mengevaluasi mengenai pekerjaan

yang dilakukan.

Perubahan suhu tubuh, selain ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan ketika

seorang pekerja berinteraksi dengan lingkungan fisiknya, akan tetapi secara fisiologis

terdapat mekanisme tertentu untuk pengaturan suhu tubuh. Mekanisme tersebut disebut

termoregulasi tubuh.

Menurut Fox, Bowers and Foss (1988), fungsi utama sistem termoregulatori adalah

untuk mempertahankan suhu tubuh (core temperature = suhu inti) agar tetap pada set point

(37 0C). Untuk melaksanakan fungsi termoregulatori digunakan komponen-komponen

dasar:

3) reseptor atau sensor termal: yaitu organ- organ yang peka terhadap rangsangan termal

(dingin, panas),

Metabolisme

Anaerobik

Metabolisme

Aerobik

Makanan : Karbohidrat Lemak Protein

Respirasi : O2

ATP

Asam Laktat

Panas

ATP

CO2

H2O

Nitrogen Panas

Acetyl CoA

Gambar 2.4. Sumber Energi dan Jalur Metabolisme (Armstrong, 2006)

Page 13: 7451602 Bab II Bio Fisika

ASPEK BIOFISIKA AKTIVITAS PRAKTIKUM LAPANGAN MAHASISWA JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMA. DR.Rolles Nixon Palilingan, MS 10/21/2008.

17

4) efektor termal: yaitu organ-organ yang merespon terhadap rangsangan yang dikirim

oleh reseptor dan yang menghasilkan regulatori atau pengaturan-pengaturan untuk

perbaikan, dan

5) pusat termoregulatori yang terletak di pusat sistim saraf yang mengatur

(mengkoordiner) informasi yang datang dari reseptor dengan aksi regulatori organ-

organ efektor.

2.5.1 Reseptor termal

Tubuh manusia memiliki paling kurang dua daerah reseptor termal utama; satu

terletak dalam hypothalamus otak (reseptror pusat), yang lain dalam kulit (reseptor tepi)

(Fox, Bowers dan Foss, 1988). Kedua daerah reseptor mengandung dua tipe sensor, satu

sensitif terhadap panas dan yang lain sensitif terhadap dingin. Reseptor dalam

hypothalamus sensitif terhadap fluktuasi suhu yang sempit ( antara 0,2 sampai 0,5 0C).

Reseptor-reseptor dalam kulit, baik yang sensitif terhadap panas maupun dingin

terutama terdiri ujung-ujung saraf bebas. Reseptor-reseptor tersebut terletak di seluruh

permukaanm tubuh, dan biasanya reseptor-reseptor peka dingin lebih banyak daripada

yang peka panas.

Reseptor-reseptor pusat dan tepi terhubung dengan saraf ke cortex dan juga ke

pusat regulatori dalam hypothalamus. Hubungan-hubungan cortical, dimana dari

hubungan-hubungan tersebut manusia secara sadar menerima sensasi-sensasi panas atau

dingin, mendorong manusia untuk pengaturan secara sukarela (voluntary regulation),

seperti: mencari daerah ternaungi atau yang kena sinar matahari, memulai atau

menghindari aktivitas fisik, mengenakan atau melepaskan pakaian, dan merentangkan diri

(stretching out) dalam lingkungan panas atau melekukan diri (curling up) dalam

lingkungan dingin. Regulasi yang dimulai dari hypothalamus bersifat reflex dan oleh

karena itu tanpa sengaja (involuntary).

2.5.2 Efektor termal

Organ-orgam efektor termal adalah: otot-otot rangka (skeletal muscles), otot-otot

halus yang melingkari arterioles (cabang-cabang arteri kecil) yang mensuplai darah ke

kulit, kelenjar keringat, dan kelenjar endokrin (Fox, Bowers dan Foss, 1988). Dalam

Page 14: 7451602 Bab II Bio Fisika

ASPEK BIOFISIKA AKTIVITAS PRAKTIKUM LAPANGAN MAHASISWA JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMA. DR.Rolles Nixon Palilingan, MS 10/21/2008.

18

lingkungan dingin, otot-otot mempengaruhi menggigil (shivering), yang menaikan

produksi panas metabolik; pada saat yang sama, arterioles yang mensuplai darah ke kulit

mengerut (constrict, cutaneous vasoconstriction). Sebaliknya, dalam lingkungan hangat

atau panas, terjadi pelebaran arteioles (cutaneous vasodilation) dan keringat terjadi.

Pentingnya kontrol vasomotor (dengan pengerutan dan pelebaran) oleh arterioles

yang mensuplai darah ke kulit berasal dari kenyataan bahwa panas dari pusat tubuh harus

pertama kali ditransport melalui konveksi dan konduksi sirkulatori

ke permukaan

sebelum panas dapat dilepaskan ke lingkungan melalui konduksi, konveksi, radiasi, dan

evaporasi.

Sebagai contoh, dengan pengerutan arterioles, aliran darah kulit menurun dan oleh

karena itu sebagai akibatnya tansfer panas dari pusat tubuh juga menurun. Sebaliknya,

dengan pelebaran arterioles, peningkatan aliran darah memungkinkan disipasi (pelepasan)

panas inti tubuh ke lingkungan lebih cepat. Sekresi keringat, begitu penting dalam

mencegah pemanasan yang berlebihan pada tubuh manusia karena sekresi keringat pada

akhirnya akan dievaporasikan, dan sekresi tersebut berasal dari kira-kira 2.500.000

kelenjar keringat. Kelenjar-kelenjar keringat ini tersebar secara luas pada seluruh

permukaan tubuh, tetapi sebagian besar terkonsentrasi pada telapak tangan, tapak kaki,

leher dan badan.

Kelenjar-kelenjar endokrin yang terlibat dalam regulasi suhu adalah thyroid dan

adrenal medulla. Lebih dari beberapa minggu terpapar dingin, produksi panas metabolik

meningkat akibat peningkatan output thyroxin dan kelencar thyroid. Juga selama terpapar

dingin, peningkatan tingkat-tingkat epinephrine dan nonrepinephrine dari adrenal medulla

menyebabkan peningkatan produksi panas sepanjang peningkatan konservasi panas

melalui cutaneous vasoconstriction.

2.5.3 Pusat termoregulatori

Berbagai respons yang telah digambarkan dikoordinasi oleh pusat pengaturan

termal yang terdapat dalam hypothalamus (Fox, Bowers dan Foss, 1988; Christopherson,

2005). Peran pusat ini agak mirip dengan peran suatu termostat dalam rumah. Suhu

ruangan (dapat disamakan dengan suhu internal tubuh) diukur oleh suatu termometer

(dapat disamakan dengan organ-organ reseptor) dan dibandingkan dengan set point (suhu

Page 15: 7451602 Bab II Bio Fisika

ASPEK BIOFISIKA AKTIVITAS PRAKTIKUM LAPANGAN MAHASISWA JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMA. DR.Rolles Nixon Palilingan, MS 10/21/2008.

19

acuan), termostat (dapat disamakan dengan pusat hypothalamic) secara otomatis

menyampaikan informasi ke sistem-sistem pemanas atau pendingin (disamakan dengan

efektor), yang memperbaiki suhu sesuai dengan nilai set point melalui mekanisme-

mekanisme sebagaimana yang telah dijelaskan. Pengembalian ke nilai set point kemudian

secara otomatis menghentikan sistem efektor.

Reseptor-reseptor termal mengawali aksi efektor yang sesuai sesudah suhu tubuh

internal dibandingkan dengan suhu set point yang biasanya 37 0C atau 98,6 oF, Akan tetapi,

set point dapat diubah dan ini dipahami sebagai peran utama reseptor-reseptor tepi dalam

regulasi suhu. Sebagai contoh, ketika kulit dipanaskan, set point turun atau berkurang.

Akibatnya, hal ini menyebabkan tubuh berkeringat dan terjadi cutaneous vasodilation dan

oleh karena itu pendinginan tubuh lebih cepat terjadi. Sebaliknya ketika kulit terpapar

dingin; yaitu, set point bertambah atau naik dan lebih cepat meningkatkan konservasi dan

produksi panas.

2.6 Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Termoregulasi

Secara umum faktor-faktor yang berpengaruh terhadap termoregulasi tubuh,

digambarkan dengan jelas oleh Blazejczyk (2000) seperti yang ditunjukkan dalam Gambar

2.5. Menurut Havenith (1999, 2002), kapasitas tubuh untuk menahan atau melepaskan

panas ke lingkungan sangat bergantung pada sejumlah parameter-parameter eksternal,

yang terutama adalah: suhu, kelembaban udara, kecepatan angin, dan insulasi pakaian.

2.6.1 Temperatur

Makin tinggi suhu udara, makin sedikit panas tubuh dapat dilepaskan melalui

konveksi, konduksi dan radiasi. Jika suhu lingkungan meningkat di atas suhu kulit, tubuh

akan memperoleh panas dari lingkungan daripada melepaskan panas ke lingkungan

(Havenith, 1999, 2002, 2004). Ada tiga suhu yang relevan.

2.6.1.1 Suhu udara

Suhu udara menentukan tingkat kehilangan panas konvektif dari kulit ke

lingkungan, atau sebaliknya jika suhu udara melebihi suhu kulit. Kenyataan tersebut telah

Page 16: 7451602 Bab II Bio Fisika

ASPEK BIOFISIKA AKTIVITAS PRAKTIKUM LAPANGAN MAHASISWA JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMA. DR.Rolles Nixon Palilingan, MS 10/21/2008.

20

dijelaskan oleh persamaan transfer panas, sebagaimana yang dinyatakan pada persamaan

(4), dimana panas selalu mengalir dari titik yang bersuhu tinggi ke titik yang bersuhu lebih

rendah (Christopherson, 2005; Havenith, 1999; Campbell, 1977; Fox, Bowers and Foss,

1988).

Besarnya panas yang mengalir bergantung pada perbedaan suhu T atau gradien

suhu ( T/ z) antara udara dengan permukaan tubuh sebagai daya penggerak (driving

force). Jadi bila suhu permukaan tubuh lebih tinggi dari suhu udara maka panas konveksi

akan mengalir dari permukaan tubuh ke udara. Jika terjadi sebaliknya, permukaan tubuh

akan memperoleh tambahan panas konvektif dari udara yang mengalir dengan arah

sebaliknya, tetapi hal ini hanya terjadi di permukaan tubuh yang dapat menyebabkan

respons fisiologis, misalnya melalui berkeringat karena proses termoregulasi sebagaimana

yang dijelaskan oleh Fox, Bowers and Foss (1988) dan Christopherson (2005).

Akan tetapi asas penting yang harus selalu diingat menurut Christopherson (2005)

adalah bahwa kecuali pada benda mati, pada tubuh manusia panas selalu mengalir dari

dalam tubuh ke luar dan tidak pernah sebaliknya, karena bila terjadi sebaliknya itu berarti

kematian. Oleh karena itu manusia tidak dapat hidup di daerah atau ruangan dengan suhu

melebihi suhu inti tubuh (370C) kecuali dalam waktu yang sangat singkat.

2.6.1.2 Suhu pancaran (radiant temperature)

Suhu pancaran adalah suhu semua benda atau objek yang berada di sekitar tubuh

yang sedang melakukan suatu aktivitas. Suhu ini akan menentukan tingkat trasfer panas

atau pertukaran panas radiasi antara tubuh dengan lingkungan sekitarnya. Di tempat-

tempat dengan objek-objek panas seperti dalam pabrik baja atau ketika bekerja di lapangan

dalam keadaan terik matahari, suhu pancaran dapat melampaui suhu kulit dan akibatnya

terjadi trasnfer panas pancaran dari lingkungan ke kulit (Havenith, 1999, 2002).

Azas mengenai transfer panas yang telah dijelaskan pada bagian 2.6.1.1 juga tetap

berlaku dalam transfer panas radiasi. Dalam konteks aktivitas yang dilakukan di alam

terbuka seperti aktivitas praktikum lapangan menurut Campbell (1977) dan Monteith and

Unsworth (1990), udara dan semua objek di sekitar termasuk vegetasi dan dan permukaan

tanah dapat menjadi sumber radiasi gelombang panjang (radiasi termal). Oleh karena itu

suhu udara juga menjadi suhu pancaran yang menentukan.

Page 17: 7451602 Bab II Bio Fisika

ASPEK BIOFISIKA AKTIVITAS PRAKTIKUM LAPANGAN MAHASISWA JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMA. DR.Rolles Nixon Palilingan, MS 10/21/2008.

21

Berkeringat

Suhu Kulit

Aliran darah tepi

Radiasi matahari diserap

Berat & Tinggi

Suhu Inti Tubuh

Kerja

Perolehan panas total (Gain)

Simpanan Panas Neto

Pelepasan panas total (Loss)

Pakaian

Pertukatan panas pada permukaan tubuh: - Konveksi - Radiasi - Evaporasi

Pertukatan panas respiratori

Radiasi matahari

Parameter lingkungan fisik: - Suhu udara - Suhu permukaan (ground) - Kelembaban udara - Kecepatan angin

Faktor yang

mengubah:

Sirkulasi atmosfir

Musim iklim

Faktor iklim regional

Faktor iklim lokal

Gambar 2.5. Parameter-parameter Fisiologis dan Lingkungan Fisik yang Berpengaruh dan Terkait dengan pertukaran Panas Tubuh Manusia Lingkungan (Blazejczyk, 2000).

Page 18: 7451602 Bab II Bio Fisika

ASPEK BIOFISIKA AKTIVITAS PRAKTIKUM LAPANGAN MAHASISWA JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMA. DR.Rolles Nixon Palilingan, MS 10/21/2008.

22

2.6.1.3 Suhu Permukaan

Suhu permukaan selain menyebabkan risiko-risiko seperti kulit terbakar dan sakit

pada kulit (suhu permukaan di atas 450C), atau di tempat dingin risiko radang dingin

(frostbite) pada hidung, jari-jari tangan dan kaki dan sakit lainnya akibat dingin, suhu

permukaan yang berkontak dengan tubuh menentukan pertukaran panas konduktif. Selain

suhu, sifat-sifat permukaan, seperti, konduktivitas, panas spesifik, kapasitas panas juga

penting dan menentukan pertukaran panas konduktif (Havenith, 1999, 2002).

Menurut Havenith (1999) dan juga Fox, Bowers and Foss (1988) pertukaran panas

konduksi hanya penting pada pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan benda-benda

panas. Akan tetapi, dalam konteks aktivitas praktikum lapangan suhu udara tetap menjadi

faktor penting, karena menurut Holman (1986) sekalipun jalur transfer yang dominan

dalam konteks ini adalah radiasi dan konveksi, akan tetapi pada lapisan udara yang sangat

tipis pada permukaan tubuh, transfer panas pada mulanya terjadi secara konduksi antara

molekul-molekul kulit tubuh atau pakaian dengan molekul-molekul udara, yang kemudian

dilanjutkan melalui proses konveksi.

2.6.2 Kelembaban Udara

Jumlah air yang ada di udara lingkungan sekitar dalam bentuk uap (konsentrasi

uap) menentukan apakah air (atau keringat) dalam bentuk uap mengalir dari kulit ke

lingkungan sekitar atau sebaliknya. Pada umumnya konsentrasi air dalam bentuk uap pada

kulit akan lebih tinggi daripada dalam lingkungan, yang memungkinkan kehilangan panas

evaporatif dari kulit ke lingkungan terjadi. Seperti telah dikemukakan, dalam bentuk

panas, evaporasi keringan adalah jalur yang sangat penting bagi tubuh untuk melepaskan

surplus panas ke lingkungan sekitar. Oleh karena itu situasi-situasi dimana gradien

terbalik (konsentrasi uap air pada lingkungan lebih tinggi dari konsentrasi pada kulit)

adalah sangat mencekam/menegangkan (stressful) dan hanya mungkin bila terpapar dalam

waktu yang singkat (Havenith, 1999, 2002).

Harus dicatat bahwa konsentrasi uap, bukan kelembaban relatif adalah faktor yang

menentukan. Udara yang memiliki kelembaban relatif 100% dapat mengandung jumlah

uap yang berbeda bergantung pada suhu udara pada suatu saat. Makin tingi suhu udara

Page 19: 7451602 Bab II Bio Fisika

ASPEK BIOFISIKA AKTIVITAS PRAKTIKUM LAPANGAN MAHASISWA JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMA. DR.Rolles Nixon Palilingan, MS 10/21/2008.

23

makin tinggi kandungan uap air pada kelembaban relatif yang sama. Apa yang

dikemukakan oleh Havenith (1999, 2002), dapat dilihat dengan jelas pada Gambar 2.6,

yang diringkaskan dari penjelasan yang diberikan oleh Snyder (2001), Campbell (1977)

dan Monteith and Unsworth (1990).

Garis biru pada Gambar 2.6 menyatakan konsentrasi uap jenuh sebagai fungsi suhu

udara, yang menurut Snyder (2001) dapat dinyatakan secara matematis dengan berbagai

bentuk. Pada setiap titik dalam garis tersebut,udara jenuh dengan uap air, sehingga pada

kondisi ini kelembaban relatif udara RH=100%. Jadi titik A, dan B dan titik-titik lain

dalam garis tersebut menyatakan kondisi dengan RH 100% tetapi dalam hal ini:

konsentrasi upa B> A dan juga TB>TA. Oleh karena itu untuk transfer uap melalui proses

evaporasi, menurut Fox, Bowers and Foss (1988), Campbell (1977) dan Monteith and

Unsworth (1990), yang menjadi daya penggerak (driving force) transfer adalah perbedaan

tekanan uap Pv atau gradien tekanan uap ( Pv/ z). Jadi makin besar perbedaan tekanan

V

s(T)

(T)

P( , T)

s

( , Td)

( s, T)

B

A

Td TB T TA

Gambar 2.6. Representasi Grafik Tekanan Uap Jenuh Udara. Juga menunjukkan Arti Secara Fisi Dari Kelembaban Relatif. Disarikan dari Snyder (2001), Campbell (1977) dan Monteith and Unsworth (1990).

RH = s

÷x 100%

÷= v

vs

Px 100%

P

B> A dan juga TB>TA

= v217P

T

s = vs217P

T

Page 20: 7451602 Bab II Bio Fisika

ASPEK BIOFISIKA AKTIVITAS PRAKTIKUM LAPANGAN MAHASISWA JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMA. DR.Rolles Nixon Palilingan, MS 10/21/2008.

24

uap antara permukaan tubuh dengan tekanan uap di udara, laju transfer uap melalui

evaporasi semakin besar.

2.6.3 Kecepatan Angin

Besar gerakan udara (kecepatan angin) mempengaruhi kehilangan panas konvektif

dan evaporatif. Untuk kedua jalur ini pertukaran panas meningkat dengan meningkatnya

kecepatan angin. Jadi dalam suatu lingkungan dingin tubuh mendingin lebih cepat dengan

adanya angin: dalam suatu lingkungan panas ekstrim atau hangat, tubuh menjadi lebih

cepat panas (Havenith, 1999, 2002). Karena pentingnya peran angin pada termoregulasi

tubuh, terutama untuk aktivitas di luar ruangan (alam terbuka), maka pada kebanyakan

indeks yang berhubungan dengan sensasi termal, parameter angin selalu diperhitungkan

(Holmer, Nilsson, Havenith, and Parsons, 1999; Havenith, 2001).

2.6.4 Insulasi Pakaian

Pakaian berfungsi sebagai tahanan terhadap transfer panas dan uap antara kulit dan

lingkungan sekitar. Dengan cara ini pakaian akan memprotek terhadap panas dan dingin

yang ekstrim, tetapi sebaliknya pakaian dapat menghambat atau merintangi kehilangan

produksi panas yang berlebihan pada saat melakukan aktivitas fisik (Havenith, 1999, 2002;

Roberts, Waller, and Caine, 2007). Bila seseorang harus melakukan kerja keras dengan

mengenakan pakaian cuaca dingin, panas akan terakumulasi dengan cepat dalam tubuh

akibat tahanan yang tinggi dari pakaian terhadap transfer (transport) panas atau uap air.

Sebagaimana yang telah dikemukakan pada persamaan laju transfer panas, selain

ditentukan oleh perbedaan suhu ( T) atau gradien suhu ( T/ z) sebagai daya penggerak,

transfer pans juga ditentukan oleh kemampuan medium (dalam hal ini bahan pakaian)

untuk mentransfer panas (Havenith, 2004) yang disebut dengan konduktivitas termal

(Watt.m-2.0C-1). Oleh karena itu pilihan atas jenis bahan pakaian juga harus disesuaikan

dengan nilai konduktivitas termal. Bila dikehendaki pakaian yang lebih cepat melepaskan

panas tubuh, maka lebih tepat memilih bahan dengan konduktivitas termal lebih tinggi,

misalnya katun dengan konduktivitas termal 0,29 Watt.m-2.0C-1. Bila dikehendaki

sebaliknya dapat dipilih bahan dengan konduktivitas termal yang lebih rendah, misalnya

polyester dengan konduktivitas termal 0,18 Watt.m-2.0C-1.

Page 21: 7451602 Bab II Bio Fisika

ASPEK BIOFISIKA AKTIVITAS PRAKTIKUM LAPANGAN MAHASISWA JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMA. DR.Rolles Nixon Palilingan, MS 10/21/2008.

25

Selain dua hal yang telah dikemukakan di atas masih ada lagi variabel dari pakaian

yang dapat mempengaruhi laju transfer panas dan uap, yaitu: ketebalan dan susunan atau

struktur bahan pakaian atau kain (Havenith, 2002). Ketebalan berhubungan dengan

tahanan terhadap transfer panas dan uap. Pada umumnya makin tebal bahan pakaian

makin besar tahanan (insulasi) dan makin kecil laju transfer.

2.7 Intervensi yang Mungkin Berdasarkan Aspek Biofisika

Palilingan dan Pungus (2007) melalui penelitian yang mengevaluasi sistem kerja

aktivitas praktikum lapangan, mendapatkan bahwa ternyata sistem kerja aktivitas

praktikum lapangan yang dilakukan selama ini dalam rangka implementasi kurikulum

akademik Jurusan Fisika FMIPA Unima dan dalam rangka kerjasama dengan BMG

Jakarta, belum dapat dikatakan ergonomis. Kenyataan tersebut juga didukung oleh hasil

yang diperoleh oleh Pungus dan Palilingan (2007) yang menunjuukan bahwa pelaksanaan

aktivitas praktikum lapangan menyebabkan mahasiswa mengalami strain fisiologis yang

semakin meningkat, sehingga bila aktivitas diperpanjang lebih lama, akan sangat

merugikan dan membahayakan mahasiswa.

Oleh karena itu dikemukakan bahwa perlu diadakan perbaikan-perbaikan dalam

sistem kerja aktivitas praktikum lapangan melalui serangkaian rencana intervensi yang

diperlukan agar tercipta sistem kerja yang benar-benar ergonomis. Dengan sistem kerja

seperti itu, diharapkan mahasiswa dapat melakukan aktivitas dengan respons fisiologis

yang lebih baik dan dengan tidak adanya strain fisiologis yang berarti, dan pada akhirnya

mahasiswa akan mencapai kinerja yang diharapkan sesuai tuntutan kurikulum akademik.

Dengan menggunakan pendekatan ergonomi total, Palilingan (2007) telah

merencanakan serangkaian intervensi terhadap sistem kerja aktivitas praktikum lapangan.

Rangkaian rencana intervensi tersebut terdiri dari: (1) mahasiswa mengenakan setelan

pakaian ergonomis; (2) ada suplesi gizi di antara unit praktikum; (3) perbaikan sikap kerja;

(4) penyesuaian posisi titik ukur dengan antropometri tubuh; (5) penggunaan perlengkapan

pelindung; (6) pemberian waktu istirahat; (7) pemberian motivasi (dorongan); (8)

melaksanakan komunikasi dua arah yang simpatik dan empatik; (9) perbaikan informasi;

dan (10) penggunaan alat bantu.

Page 22: 7451602 Bab II Bio Fisika

ASPEK BIOFISIKA AKTIVITAS PRAKTIKUM LAPANGAN MAHASISWA JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMA. DR.Rolles Nixon Palilingan, MS 10/21/2008.

26

Dari kesepuluh rencana intervensi yang hendak dilakukan dalam aktivitas

praktikum lapangan, pada umumnya terkait dengan konsep-konsep biofisika yang telah

dipaparkan pada bagian-bagian sebelumnya, akan tetapi yang langsung terkait dalah:

1) mahasiswa mengenakan setelan pakaian ergonomis;

2) ada suplesi gizi di antara unit praktikum;

3) perbaikan sikap kerja;

4) penyesuaian posisi titik ukur dengan antropometri tubuh;

5) penggunaan perlengkapan pelindung;

6) pemberian waktu istirahat; dan

7) penggunaan alat bantu.

Dengan demikian dalam melaksanakan intervensi berdasarkan pertimbangan

konsep biofisika, pembahasan pada bagian-bagian sebelumnya mengenai konsep-konsep

biofisika benar-benar memberikan kontribusi terhadap semua rencana untuk mengadakan

perbaikan. Schafer (1997) mengemukakan bahwa semakin banyak konsep biofisika yang

dipahami dalam suatu sistem kerja, akan lebih banyak permasalahan yang dapat dikenali

dan dihindari, serta kinerja akan meningkat.

Secara singkat dapat dikemukakan bahwa semua rencana intervensi untuk

perbaikan pada sistem kerja aktivitas praktikum lapangan hanya dapat berhasil bila

intervensi-intervensi tersebut akan menyebabkan terjadinya keseimbangan termal pada

tubuh mahasiswa selama melakukan aktivitas praktikum lapangan. Keseimbangan termal

terjadi bila simpanan panas dalam tubuh mendekati nol, atau dengan kata lain suhu inti

tubuh akan berkisar pada nilai set point (acuan) yaitu sebesar 370C. Demikian juga; denyut

nadi mahasiswa tidak akan berubah terlalu tinggi selama berkerja; strain fisiologis yang

dialami rendah; dan skor kelelahan juga rendah. Apabila hal-hal ini terjadi, maka dapat

dikatakan bahwa intervensi berdasarkan aspek biofisika terhadap sistem aktivitas

praktikum lapangan berhasil, dan dapat dipastikan bahwa mahasiswa akan mencapai

kinerja yang diharapkan.