73439983 Bab 1 Degenerasi

41
DEGENERASI LAPORAN TUTORIAL Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Tutorial Blok Penyakit Dentomaksilofasial II Pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember Disusun oleh: Kelompok Tutorial III FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS JEMBER 2009

Transcript of 73439983 Bab 1 Degenerasi

Page 1: 73439983 Bab 1 Degenerasi

DEGENERASI

LAPORAN TUTORIAL

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Tutorial Blok

Penyakit Dentomaksilofasial II

Pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember

Disusun oleh:

Kelompok Tutorial III

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS JEMBER

2009

Page 2: 73439983 Bab 1 Degenerasi

DAFTAR ANGGOTA KELOMPOK

Tutor : drg. Erawati Wulandari, M. Kes

Ketua : Islachul Lailiyah (081610101037)

Scriber Meja : lusi Nirmalawati (081610101048)

Scriber Papan : Ira Lahfatul M (081610101036)

Anggota :

1. Ira Lahfatul M (081610101035)

2. Islachul Lailiyah (081610101037)

3. lusi Nirmalawati (081610101048)

4. Ulil Rachima P (081610101054)

5. Ethica Aurora S (081610101056)

6. Nur Baiti Dwi M (081610101062)

7. Sukma Surya Putri (081610101065)

8. Sayyidatu A (081610101089)

9. Erwin Indra Kusuma (081610101090)

10. Ayu Novita Raga (081610101101)

11. Muhammad Iqbal (081610101103)

12. Dian Rosita Rahman (081610101104)

Page 3: 73439983 Bab 1 Degenerasi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya

sehingga kami dapat menyelesaikan tugas laporan ini, tentang DEGENERASI.

Laporan ini disusun untuk memenuhi hasil diskusi tutorial kelompok III pada

skenario kedua.

Penulisan makalah ini semuanya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak,

oleh karena itu penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada :

1. drg. Erawati Wulandari, M. Kes. selaku tutor yang telah membimbing jalannya

diskusi tutorial kelompok III Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember dan

yang telah memberi masukan yang membantu, bagi pengembangan ilmu yang

telah didapatkan.

2. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini.

Dalam penyusunan makalah ini tidak lepas dari kekurangan dan kesalahan.

Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi

perbaikan–perbaikan di masa mendatang demi kesempurnaan laporan ini. Semoga

laporan ini dapat berguna bagi kita semua.

Jember, 05 November 2011

Tim Penyusun

Page 4: 73439983 Bab 1 Degenerasi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penuaan merupakan kejadian yang alamiah, adalah proses degenerasi yang

berlangsung pada setiap orang. Proses menua disebabkan oleh faktor intrinsik,

yang berarti terjadi perubahan struktur anatomik dan fungsi sel maupun jaringan

disebabkan oleh penyimpangan didalam sel/jaringan dan bukan oleh faktor luar

(penyakit). Menghambat penuaan berarti mempertahankan struktur anatomi pada

suatu tahapan kehidupan tertentu sepanjang mungkin maka untuk ini diperlukan

penguasaan ilmu anatomi. Terjadinya perubahan anatomik pada sel maupun

jaringan tiap saat dalam tahapan kehidupan menunjukan bahwa anatomi adalah

ilmu yang dinamis.

Banyak sekali keluhan-keluhan yang dialami oleh para manula yang

mengalami degenerasi. Diantaranya masalah musculoskeletal (misalnya

osteoporosis), pada wanita periode haid yang tidak teratur, sensasi semburan

panas ( Hot Flashes ), masalah seksual, rasa lesu dan gangguan tidur, perubahan

perasaan, perubahan bentuk tubuh, dan keluhan lain seperti nyeri kepala,

gangguan daya ingat (pelupa), nyeri persendian dan kaku otot, serta gangguan

konsentrasi dalam berpikir.

Untuk lebih jelasnya mengenai degenerasi dan mengetahui mengenai

penyebab, tanda-tanda, pemeriksaan, dll, dibahas secara lengkap pada makalah

ini.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep dasar penuaan dan degenerasi?

2. Apa saja macam-macam degenerasi pada umumnya?(etiologi, patogenesis,

gambaran klinis, pemeriksaan, dan klasifikasi)

3. Apa saja macam-macam degenerasi jaringan keras rongga mulut (etiologi,

patogenesis, gambaran klinia, dan pemeriksaan)

4. Apa saja macam-macam degenerasi jaringan keras rongga mulut (etiologi,

patogenesis, gambaran klinis, dan pemeriksaan)

Page 5: 73439983 Bab 1 Degenerasi

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui dan memahami konsep dasar penuaan dan degenerasi

2. Untuk mengetahui dan memahami macam-macam degenerasi pada

umumnya (etiologi, patogenesis, gambaran klinis, pemeriksaan, dan

klasifikasi)

3. Untuk mengetahui dan memahami degenerasi jaringan keras rongga

mulut (etiologi, patogenesis, gambaran klinia, dan pemeriksaan)

4. Untuk mengetahui dan memahami degenerasi jaringan keras rongga

mulut (etiologi, patogenesis, gambaran klinis, dan pemeriksaan)

1.4 Maping

DEGENERASI DAN PENUAAN

KLASIFIKASI DEGENERASI

DEGENERASI JARINGAN LUNAK

DEGENERASI JARINGAN KERAS

MACAM-MACAM PENYAKIT DEGENERASI

ETIOLOGI

PEMERIKSAAN

KLINISPENUNJANG

HPA RO

Page 6: 73439983 Bab 1 Degenerasi

BAB II. PEMBAHASAN

2.1 Degenerasi

a. Degenerasi Jaringan Lunak

1. Degenerasi Pulpa

Degenerasi pulpa merupakan kemunduran jaringan pulpa yang bukan

diakibatkan karena suatu keradangan. Degenerasi umumnya dijumpai pada gigi

orang tua, degenerasi juga dapat disebabkan oleh iritasi ringan yang persisten

pada gigi orang muda, seperti pada degenerasi kalsifik pulpa. Degenerasi tidak

berhubungan dengan infeksi atau karies, meskipun suatu kavitas atau tumpatan

mungkin dijumpai pada gigi yang terpengaruh. Tingkat awal degenerasi pulpa

biasnya tidak menyebabkan gejala klinis nyata. Gigi tidak berubah warna , dan

pulpa bereaksi secara normal terhadap tes listrik dan tes termal. Bila degenerasi

pulpa berkembang gigi mungkin berubah warna dan pulpa tidak bereaksi

terhadap stimulasi.

Sumber : (Grossman, Louis I. 1995. Ilmu endodonti dalam praktek. EGC :

Jakarta)

Macam – macam degnerasi pulpa yaitu :

1. DEGENERASI KALSIFIK

Pada degenerasi kalsifik, sebagian jaringan pulpa digantikan oleh

bahan mengapur; yaitu terbentuk batu pulpa atau dentikel. Kalsifikasi ini dapat

terjadi baik di dalam kamar pulpa ataupun saluran akar, tapi umumnya dijumpai

pada kamar pulpa.

Pproses pembentukan dentikel yaitu bahan mengapur selapis demi selapis dan

mempunyai struktur berlamina seperti kulit bawang, dan terletak tidak terikat di

dalam badan pulpa. Dentikel atau batu pulpa dapat menjadi cukup besar atau

memberikan suatu bekas pada kavitas pulpa bila massa mengapur tersebut

dihilangkan. Pada jenis kalsifikasi lain, bahan mengapur terikat pada dinding

kavitas pulpa dan merupakan suatu bagian utuh darinya. Tidak selalu mungkin

untuk membedakan satu jenis dari jenis lain pada radiograf.

Page 7: 73439983 Bab 1 Degenerasi

Macam-macam dentikel yaitu: true dentikel merupakan dentikel yang

dibentuk oleh odontoblas seperti dentin sekunder dan false dentikel merupakan

dentikel dari jaringan pulpa yang mengalami pengapuran.

Mekanisme dentikel yang mengenai gigi masih belum diketahui.

sebagian besar dentikel terdiri atas apatit karbonat. Namun beberapa laporan

penelitian menerangkan beberapa bakteri berpotensi untuk menghasilkan apatit

dalam kondisi yang menggunakan media pada perkapuran.

Prevalensi : Diduga bahwa batu pulpa dijumpai pada lebih dari 60 % gigi orang

dewasa. Batu pulpa dianggap sebagai pengerasan yang tidak berbahaya, meskipun

rasa sakit yang menyebar (referes pain) pada beberapa pasien dianggap berasal

dari kalsifikasi ini pada pulpa.

Gigi dengan batu pulpa juga dicurigai sebagai fokus infeksi oleh

beberapa klinisi. Tidak ditemukan perbedaan dalam insidensi batu pulpa antara

kelompok pasien yang menderita encok dan kelompok sama.

Etiologi: terjadi setelah adanya pulpitis kemudian keradangan melokalisir pada

jaringan ikat sehingga jaringan fibrosa dapat mengalami pengapuran yang difuse.

Sumber : (Grossman, Louis I. 1995. Ilmu endodonti dalam praktek. EGC :

Jakarta)

Batu Pulpa merupakan proses perkapuran Dystrophic sebagai hasil

langsungnya, iatrogenic atau idiopathic di dalam stroma dari kamar pulpa ketika

pulpa mengapur dari sel necrotic. Disharmoni occlusal dan yang lain merupakan

penyebab utama dari masalah ini. Keberadaan batu occluding merupakan suatu

dari “ tanda bahaya” dalam hubungan dengan vitalitas gigi tertentu itu sebelum

melakukan prosedur untuk penyembuhan lebih lanjut.

Batu pulpa di dalam jaringan pulpa adalah suatu indikasi dari radang

kronis. Gambaran radiografinya yaitu nampak radiopaque pada batu pulpa di

dalam kamar pulpa.

( http://www1.umn.edu/webcore1/pulpth2.html#clinical )

Page 8: 73439983 Bab 1 Degenerasi

Gambaran klinis : Gambaran Radiografis :

2. DEGENERASI ATROFIK

Pada jenis degenerasi ini yang diamati secara hitopatologis pada

pulpa orang tua, dijumpai lebih sedikit sel-sel stelat dan cairan interseluler

meningkat. Jaringan pulpa kurang sensitif daripada normal. Yang disebut ”atrofi

retikular” adalah suatu artifak (artifact) dihasilkan oleh penundaan bahan fiksatif

dalam mencapai pulpa dan hendaknya tidak dikelirukan dengan degenerasi

atrofik.

Gejala: Tidak terdapat diagnosis klinis.

Sumber : (Grossman, Louis I. 1995. Ilmu endodonti dalam praktek. EGC :

Jakarta)

Etiologinya tidak jelas, dan biasanya terdapat pada gigi yang tidak

berfungsi, missal pada gigi yang tertanam, terjadi pada orang tua biasanya atrofi

fisiologis / atrifik senilis. Memiliki gambaran HPA : sel stelat menurun, cairan

interselular meningkat, dan jaringan pulpa yang kurang sensitive. Gejala yang

terjadi tanpa keluhan. Secara visual menunjukkan normal, EPTnya hamper tidak

bereaksi / lebih besar dari normal, tes termisnya hamper tidak bereaksi,

Page 9: 73439983 Bab 1 Degenerasi

pemeriksaan roentgen foto menunjukkan pulpa dan saluran akar mengecil.

Perawatannya dibiarkan, namun bila ada keluhan lakukan pulpektomi – EDTAC :

Largal Ultra, namun bila tidak berhasil lakukan pencabutan.

( http://jada.ada.org/cgi/reprint/128/3/353.pdf )

Pulpa yang mungkin terkalsifikasi seperti atrofi terlihat lebih kecil

daripada biasanya. Pada beberapa contoh pulpa yang menyusut tebagi menjadi

beberapa bagian dari volume aslinya. Pada contoh tersebut, jumlah reparative

dentin yang besar ditemukan mengisi ruang yang sebenarnya berisi jaringan

pulpa. Pada gigi anterior, kamar pulpa berisi reparative dentin yang besar,

beberapa diantaranya bagian atas pulpa dari tepi insisal terisi dengan reparative

dentin dan dibatasi saluran akar. Paa gigi posterior, tanduk pulpa telah menyusut

dan digantikan oleh reparative dentin. Saluran akar juga dibatasi oleh penambahan

dentin. Di sana terlihat menurunnya ukuran sel seperti halnya penguranagn jmlah

sel. Sebagian besar pulpa seperti ini ada peningkatan jumlah dan distribusi serat

kolagen. Ini sering terlihat pada gigi anterior dimana bundle kolagen terjadi

peningkatan yang nyata di mahkota gigi. Pada gigi posterior, bundle kolagen

meningkat di sebagian besar saluran akar. Dengan peningkatan jumlah serat

kolagen, pembuluh darah terlihat lebih besar dan lebar, lapisan odontoblas di

pulpa ini berkurang banyak dan odontoblas menjadi rata dan lebih kuboid.

(Samuel Seltzer&I.B.Bender.1965;237-238)

3. DEGENERASI FIBROUS

Adalah penggantian sebagian / seluruh pulpa dengan jaringan ikat

fibrosa. Biasanya terjadi pada gigi dengan alveolus soket yang dalam dan pulpitis

kronis. Gejalanya asymptomatis. Jika dilakukan tes termis , EPT : hamper tidak

bereaksi, pada roentgen foto : normal, kadang – kadang resorbsi tl. Alveolar,

secara visual biasanya sulit untuk untuk mendiagnosa, secara HPA menunjukkan

gambaran proses degenerasi pulpa

( http://jada.ada.org/cgi/reprint/128/3/353.pdf )

Bentuk degenerasi pulpa ini ditandai dengan pergantian elemen selular

oleh jaringan penghubung fibrous. Pada pengambilan dari saluran akar, pulpa

Page 10: 73439983 Bab 1 Degenerasi

demikian mempnyai penampilan khusus serabut keras. Penyakit ini tidak

menyebabkan gejala khusus untuk membantu diagnosis klinis.

Sumber : (Grossman, Louis I. 1995. Ilmu endodonti dalam praktek. EGC :

Jakarta)

Pada pulpa normal, serat kolagen tidak terlihat di bagian mahkota gigi

posterior yang bebas karies dan belum dioperasi. Pada gigi anterior, kuantitas

kolagen mahkota lebih besar secara signifikan. Pada apikal saluran akar ketiga ada

transisi berangsur-angsur dari sel pulpa menjdi lebih bersifat kolagen, jaringan sel

lebih sedikit dimana ada pembuluh darah dan saraf. Fibrosis pada bagian atap

pulpa meningkat yang dipengaruhi oleh karies, abrasi, atrisi dan dengan jelas

terlihat setelah tindakan operasi yang bersamaan pengisisan tanduk pulpa oleh

reparatif dentin. Ada pengurangan secara simultan jumlah sel-sel pulpa. Pada

inflamasi pulpa kronis, fibosis dengan jelas meningkat dan pembuluh darah

menjadi menonjol serta banyak yang berdilatasi.

( Samuel Seltzer&I.B.Bender.1965;230 )

4. ARTIFAK PULPA

Pernah diperkirakan bahwa vakuolisasi odontoblas adalah suatu jenis

degenerasi pulpa ditandai dengan ruang kosong yang sebelumnya diisi oleh

odontoblas. Kemungkinan ini adalah suatu artifak yang disebabkan karena

fiksasi jelek spesimen jaringan. Degenerasi lemak pulpa, bersama-sama dengan

atrofi retikular dan vakuolisasi, semuanya mungkin artifak dengan sebab sama

yaitu fiksasi tidak memuaskan.

Sumber : (Grossman, Louis I. 1995. Ilmu endodonti dalam praktek. EGC :

Jakarta)

Berupa ruang kosong akibat vakuolisasi odontoblas, disebabkan : fiksasi specimen

jaringan → jelek, dan adanya degenerasi lemak + atrofi retikuler.

( http://jada.ada.org/cgi/reprint/128/3/353.pdf )

Sebuah jumlah kondisi yang digambarkan sebagai indikasi patologi

atau perubahan regresif sekarang dipercaya sebagai atribut artifak karena fiksasi

yang buruk atau kesalahan dalam perubahan jaringan yang ada disekitar atrofi

Page 11: 73439983 Bab 1 Degenerasi

retikuler, vakuolisasi lapisan odontoblast, bentukan blister dan degenerasi lemak.

Perubahan pulpa lain yang mungkin saat interfecta atau kegagalan fiksasi dapat

menimbulkan peningkatan eosinofil substansi dasar pulpa khususnya pada daerah

tanduk pulpa. ( Samuel Seltzer&I.B.Bender.1965;232 )

5. METASTASIS TUMOR

Metastasis sel-sel tumor ke pulpa gigi jarang terjadi, kecuali mungkin

pada tingkat akhir. Mekanisme terjadinya keterlibatan pulpa demikian pada

kebanyakan kasus adalah perluasan lokal langsung dari rahang. Satu laporan

mencatat keterlibatan pulpa gigi molar pada pasien berusia 11 tahun dengan

condromiksosarkoma rahang bawah. Dari 39 pasien yang diperiksa dengan tumor

maligna di dalam mulut, hanya satu dimana ditemukan sel-sel tumor di dalam

pulpa.

Sumber : (Grossman, Louis I. 1995. Ilmu endodonti dalam praktek. EGC :

Jakarta)

Biasanya terjadi pada tingkat akhir, namun sangat jarang terjadi. Mekanisme oleh

karena perluasan local langsung dari rahang.

( http://jada.ada.org/cgi/reprint/128/3/353.pdf )

6. RESORPSI INTERNAL

Page 12: 73439983 Bab 1 Degenerasi

Resorpsi internal adalah perusakan tulang gigi yang berasal dari pulpa,

kebanyakan sentral di dalam ruang pulpa. Resorpsi internal ini di mulai dalam

kamar pulpa atau saluran akar gigi.

Etiologi : Meskipun faktor – faktor predisposisi tidak diketahui, prosesnya

kelihatannya berhubungan dengan inflamasi pulpa dan adanya bakteri. Hal ini

dimungkinkan oleh adanya infeksi jaringan pulpa nekrotik koronal pada daerah di

mana resorpsi terjadi. Produk samping jaringan pulpa nekrotik mencapai daerah

yang terresorpsi melalui tubuli dentin. Kemudian menuju dari suatu daerah

jaringan nekrotik yang terinfeksi ke jaringan yang vital. Resorpsi internal dentin

didahului oleh hilangnya lapisan odontoblastik sel, diikuti oleh invasi sel – sel

penyerap dentin seperti makrofag. Inflamasi dan resorpsi berikutnya dapat

disebabkan oleh : trauma, pengambilan sebagian pulpa, karies, pulp capping

dengan kalsium hidroksida, atau gigi yang retak.

Gejala – gejala : Resorpsi internal biasanya asimtomatik dan ditemukan pada

evaluasi radiografik rutin. Dan pada mahkota gigi, resorpsi internal dapat terlihat

sebagai daerah yang kemerah – merahan disebut ” bintik merah muda ” ( pink

spot ). Daerah kemerah – merahan ini menggambarkan jaringan granulasi yang

terlihat melalui daerah mahkota yang teresorbsi.

Diagnosis : resorpsi internal dapat mempengaruhi baik mahkota maupun akar

gigi, atau dapat cukup meluas untuk melibatkan gigi. Dapat merupakan suatu

proses lambat, progresif, berhenti dan mulai lagi ( intermitten ) yang berjalan

mengikuti waktu 1 atau 2 tahun, atau dapat juga berkembang secara cepat dan

dapat melubangi gigi kira – kira dalam beberapa bulan. Meskipun tiap gigi dalam

mulut dapat terlibat. Yang paling mudah atau rentan terkena adalah gigi depan

rahang atas. Biasanya resorpsi internal didiagnosis pada waktu peeriksaan

radiografik rutin. Terlihatnya pink spot terjadi nanti pada proses resorptif, bila

integritas mahkota sudah membahayakan. Radiograf biasanya menunjukan suatu

perubahan pada penampilan diding pada saluran akar atau kamar pulpa, dengan

daerah radiolusen bulat atau ovoid.

Perawatan : Proses resorpsi dapat berkembang lambat, cepat, atau

berselang – seling periode aktif dan tidak aktif. Karena sukar untuk menentukan

Page 13: 73439983 Bab 1 Degenerasi

tingkat aktifitas, perawatan harus segera dimulai setelah diagnosis dibuat.

Ekstirpasi pulpa menghentikan proses resorpsi internal. Diindikasikan perawatan

endodontik rutin, tetapi obsturasi kerusakan memerlukan suatu bahan penutup

khusus, lebih diutamakan dengan cara gutta perca yang diliatkan. Pada

kebanyakan pasien, resorpsi internal berkembang tanpa terlihat karena tidak

menimbulkan rasa sakit, sampai akar berlubang. Dalam kasus semacam ini, pasta

kalsium hidroksida dimampatkan pada saluran akar dan diperbaharui secara

periodik sampai kerusakan menjadi baik. Perbaikan selesai bila terjadi rintangan /

barrer mengapur. Apabila perbaikan telah selesai, saluran akar dengan

kerusakannya diobsturasi dengan gutta perca yang diliatkan. Bila resorpsi

berlanjut, kemungkinan besar akan mengakibatkan perforasi dinding gigi.

Pengelolaan terdiri atas pengambilan jaringan pulpa, diikuti oleh perawatan

saluran akar.

Prognosis : Bagus sekali bila jaringan yang terinflamasi bisa dibersihkan dan juga

bila belum terjadi perforasi pada akar atau mahkoya. Dalam kejadian suatu

perforasi akar – mahkota, prognosisnya berhati – hati dan tergantung pada

terbentuknya rintangan mengapur atau pembukaan ke perforasi yang

memungkinkan perbaikan secara bedah.

Bila resorpsi internal berkembang melalui gigi ke dalam periodontium,

maka muncul masalah baru yaitu inflamasi periodontal, perdarahan dan kesukaran

dalam obsturasi saluran. Adanya perforasi tidak selalu dapat ditentukan secara

radiografik kecuali bila ditemukan suatu lesi radikular lateral bersebelahan dengan

daerah kerusakan resorpsi. Secara klinis, biasanya ada perdarahan di dalam

saluran yang terus – menerus setelah semua pulpa diambil. Selain itu bila saluran

dikeringkan dengan poin kertas, perdarahan mungkin hanya terlihat pada tempat

perforasi. Pada beberapa kasus perforasi yang sudah lama, suatu fistula tampak

jelas pada mukosa mulut di sebelah kerusakan.

Diagnosis Banding: bila reasorbsi interna berkembang dalam ruang periodontal

dan timbul suatu lubang pada akar, maka sukar untuk membedakannya dari

reasorbsi eksternal.

Page 14: 73439983 Bab 1 Degenerasi

Sumber : (Grossman, Louis I. 1995. Ilmu endodonti dalam praktek. EGC :

Jakarta)

7. OSTEITIS MEMADAT / CONDENSING OSTEITIS

Condensing Osteitis merupakan reaksi terhadap infeksi. Ini berbeda

dengan keradangan pada periapikal dimana pembentukan tulang lebih banyak

terlibat dari pada kerusakan tulang. Hasilnya yaitu lesi yang radiopak. Reaksi

sklerosis ini ternyata menghasilkan resistensi yang baik pada pasien dengan

derajat virulensi yang rendah terhadap bakteri. Condensing osteitis biasa terjadi

pada usia muda dan predileksi yang sering terjadi pada regio molar dan juga

berhubungan dengan gigi yang karies atau adanya restorasi yang besar. Penyakit

pulpa yang irreversible ada atau tidaknya hubungan dengan karies masih belum

diketahui. Tidak biasanya Condensing Osteitis terjadi sebagai suatu reaksi

infeksi perodontal dari infeksi gigi.

Etiologi : infeksi dari jaringan periapikal oleh organisme dari virulesnsi rendah

Perawatan : Perawatan umum yang dilakukan tergantung dari faktor

penyebabnya. Dapat dilakukan terapi endodontik atau ekstraksi gigi. Untuk kasus

Page 15: 73439983 Bab 1 Degenerasi

yang tidak diketahui faktor penyebabnya seperti karies yang tidak nyata, dapat

dilakukan pemeriksaan sinar x secara periodik.

Prognosis : Pada kasus gigi yang di ekstraksi daerah dari condensing osteitis

Diagnosa Banding : secara radiografi ada persamaan dengan osteosclerosis dan

sementoblastoma. Jika dilakukan tes elektris dengan hasil yang tidak normal maka

cenderung didiagnosa sebagai osteosclerosis dan sementoblastoma.

( http://www.zhub.com/pathology/listings/58.html )

8. CEMENTO FIBROSIS = OSTEOFIBROSIS

Kelainan rahang ini termasuk displasia dan mungkin bertalian displasia

fibosa, yang soliter atau multipel dijumpai disuatu tempat pada skelet. Tulang

setempat kadang-kadang diganti oleh jaringan fibrosa dan dijumpai beberapa

batang tulang. Bila kelainan ini timbul pada gigi geligi, dan disebelah apikal juga

sementum maka dapat dijumpai kecuali pada tulang. Karena itu diberi nama

displasia fibroosseosa (sementosa) periapikal.

Etiologi: terjadi banyak spekulasi, tetapi tidak diketahui secara positif. Kelainan

ini bukan gangguan bakterial atau endodontik.

Gejala-gejala: kadang-kadang rasa sakit, parastesi dan anastesi (kalau ada

hubungan dengan foramen mentalis) atau pembenkakan mungkin perpindahan

gigi. Tetapi keluhan utama adalah pembengkakan.

Kelainan ini mempunyai tiga bentuk yang mewakili stadium berturut-turut :

Stadim I: secara rontgenografis menunjukkan radiolusen. Radiolusen ini terjadi

karena prolifersi fibroblas dan penambahan kolaen mendorong jaringan tulang.

Tentang stadium permulaan hanya sedikit diketahui.

Stadium II: ditandai oleh pembentukan sementum (dominan) dan tulang.

Perbandingan antara jaringan ikat, sementum dan tulang sangat berubah-ubah.

Foto rontgen menunjukkan radiolusen namun beberapa bagian tampak

radiopaque.

Stadium III: tercapai kalau lesi (hampir) seluruhnya termineralisasi dan kadang-

kadang terdapat batas jaringan fibrosa ditepi. Foto rontgen terlihat banyak

terdapat homogen bercak-bercak kecil, namun terlihat massa yang hampir

Page 16: 73439983 Bab 1 Degenerasi

homogen. Sehingga terdapat kemiripan dengan osteitis yang kondensasi atau

dengan osteomielitis sklerosis fokal yang klinis. Kadang-kadang terlihat sebagian

akar menghilang.

Perawatan: tidak perlu dilakukan perawatan. Pada kelainan besar yang sangat luas

koreksi berulang sangat perlu.

Prognosis: penyembuhan dapat timbul disetiap stadium

Dianosis Banding: stadium I tidak dapat dibedakan dengan periodontitis apikalis.

Pada stadium III terdapat kemiripan dengan osteitis yang kondensasi atau dengan

osteomielitis sklerosis fokal yang klinis.

Prevalensi: kelainan ini dijumpai hampir selalu pada gigi geligi tetap denan

mengutamakan gigi depan ranhang bawah terutama gigi insisif sentral. Namun

kelainan ini juga dapat dijumpai pada rahang yang tidak bergigi, karena anomali

pada pencabutan tertinggal dalam rahang. Kelainan ini sering dialami oleh wanita

(90%) dan lebih sering pada orang kulit putih (7:3)

B. jaringan keras

Osteoartritis (OA) adalah bentuk dari arthritis yang berhubungan dengan

degenerasi tulang dan kartilago yang paling sering terjadi pada usia lanjut.

Osteoartritis, yang juga disebut dengan penyakit sendi degeneratif, artritis

degeneratif, osteoartrosis, atau artritis hipertrofik, merupakan salah satu masalah

kedokteran yang paling sering terjadi dan menimbulkan gejala pada orang – orang

usia lanjut maupun setengah baya. Terjadi pada orang dari segala etnis, lebih

sering mengenai wanita, dan merupakan penyebab tersering disabilitas jangka

panjang pada pasien dengan usia lebih dari 65 tahun. Lebih dari sepertiga orang

dengan usia lebih dari 45 tahun mengeluhkan gejala persendian yang bervariasi

mulai sensasi kekakuan sendi tertentu dan rasa nyeri intermiten yang berhubungan

dengan aktivitas, sampai kelumpuhan anggota gerak dan nyeri hebat yang

menetap, biasanya dirasakan akibat deformitas dan ketidakstabilan sendi.

A. Definisi

Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi yang karakteristik dengan

menipisnya rawan sendi secara progresif, disertai dengan pembentukan tulang

Page 17: 73439983 Bab 1 Degenerasi

baru pada trabekula subkondral dan terbentuknya rawan sendi dan tulang baru

pada tepi sendi (osteofit).

B. Etiologi.

Osteoartritis seringkali terjadi tanpa diketahui sebabnya, yang disebut dengan

osteoartritis idiopatik. Pada kasus yang lebih jarang, osteoartritis dapat terjadi

akibat trauma pada sendi, infeksi, atau variasi herediter, perkembangan, kelainan

metabolik dan neurologik, yang disebut dengan osteoartritis sekunder. Onset usia

pada osteoartritis sekunder tergantung pada penyebabnya; maka dari itu, penyakit

ini dapat berkembang pada dewasa muda, dan bahkan anak-anak, seperti halnya

pada orang

tua. Sebaliknya, terdapat hubungan yang kuat antara osteoartritis primer dengan

umur. Presentasi orang yang memiliki osteoartritis pada 1 atau beberapa sendi

meningkat dari dibawah 5% dari orang-orang dengan usia antara 15-44 tahun

menjadi 25%-30% pada orang-orang dengan usia 45-64 tahun, dan 60%-90%

pada usia diatas 65 tahun. Selain hubungan erat ini dan pandangan yang luas

bahwa osteoartritis terjadi akibat proses wear & tear yang normal dan kekakuan

sendi pada orang-orang dengan usia diatas 65 tahun, hubungan antara penggunaan

sendi, penuaan, dan degenerasi sendi

masih sulit dijelaskan. Terlebih lagi, penggunaan sendi selama hidup tidak

terbukti menyebabkan degenerasi. Sehingga, osteoartritis bukan merupakan akibat

sederhana dari penggunaan sendi.

C. Patogenesis

Degenerasi pada tulang rawan sendi secara patogenesisnya dapat dibagi

menjadi 3 tahap, yaitu:

1. Stage I : Gangguan atau perubahan matriks kartilago. Berhubungan

dengan peningkatan konsentrasi air yang mungkin disebabkan gangguan

mekanik, degradasi makromolekul matriks, atau perubahan metabolism

kondrosit. Awalnya konsentrasi kolagen tipe II tidak berubah, tapi jaring-

Page 18: 73439983 Bab 1 Degenerasi

jaring kolagen dapat rusak dan konsentrasi aggrecan dan derajat agregasi

proteoglikan menurun.

2. Stage II : Respon kondrosit terhadap gangguan atau perubahan matriks.

Ketika kondrosit mendeteksi gangguan atau perubahan matriks, kondrosit

berespon dengan meningkatkan sintesis dan degradasi matriks, serta

berproliferasi. Respon ini dapat menggantikan jaringan yang rusak,

mempertahankan jaringan, atau meningkatkan volume kartilago. Respon

ini dapat berlangsung selama bertahun-tahun.

3. Stage III : Penurunan respon kondrosit. Kegagalan respon kondrosit untuk

menggantikan atau mempertahankan jaringan mengakibatkan kerusakan

tulang rawan sendidisertai dan diperparah oleh penurunan respon

kondrosit. Penyebab penurunan respon ini belum diketahui, namun

diperkirakan akibat kerusakan mekanis pada jaringan, dengan kerusakan

kondrosit dan downregulasi respon kondrosit terhadap sitokin anabolik.

D. Pemeriksaan

Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi degenerasi sendi

diantaranya adalah pemeriksaan rontenologis. Gambaran Ro: terdapat celah sendi

pada sendi yang sakit dan terdapat spur formation.

2.2 OSTEOPOROSIS

Definisi

Osteoporosis merupakan penipisan tulang yang abnormal, mungkin

idiopatik atau sekunder terhadap penyakit lain. Yang ditandai oleh berkurangnya

Page 19: 73439983 Bab 1 Degenerasi

massa dan mineral tulang sehingga menyebabkan kondisi tulang menjadi rapuh,

keropos dan mudah patah.

Osteoporosis termasuk penyakit gangguan metabolism, dimana tubuh

tidak mampu menyerap dan menggunakan bahan-bahan untuk proses pertulangan

secara normal, seperti zat kapur = Kalsium, phospat, dan bahan-bahan lainnya.

Pada keadaan ini terjadi pengurangan masa/ jaringan tulang dibandingkan

dengan keadaan normal. Atau dengan bahasa awam, tulang lebih ringan dan lebih

rapuh. Meskipun mungkin zat-zat dan mineral untuk pemebentuk tulang di dalam

darah masih dalam batas nilai normal. Proses pengurangan ini terjadi di seluruh

tulang dan berkelanjutan sepanjang kehidupan.

Epidemiologi

Osteoporosis merupakan penyakit dengan gejala yang sangat berfariasi

dari seorang penderita yang lain, mulai yang dari tanpa gejala sampai yang berat

hingga menimbulkan patah tulang (fraktur).

Sebanyak 50% wanita yang menderita Osteoporosis mungkin akan

mengalami patah tulang lebih dari satu kali. Diperkirakan resiko seorang wanita

yang menderita osteoporosis, memiliki resiko patah tulang pangkal paha sama

dengan resiko kanker payudara dan kanker rahim.

Meskipun penyakit osteoporosis lebih banyak menyerang wanita, tidak

menutup kemungkinan tarjadi pada pria. Sama halnya seperti wanita, penyakit

osteoporosis pada pria juga dipengaruhi hormone estrogen. Namun bedanya, laki-

laki tidak mengalami menopause, sehingga osteoporosis dating lebih lambat.

Selain itu juga dipengaruhi oleh, massa tulang perempuan lebih kecil daripada

pria.

Saat wanita memasuki usia 35 tahun, kepadatan tulang wanita menyusut

0,55- 1% setiap tahunnya. Setelah memasuki masa menopause, dimana kadar

hormone estrogen menurun secara signifikan, wanita bisa kehilangan 2-3 % massa

tulang setiap tahunnya dan itu berlangsung selama 10 tahun masa awal

menopause. Namun, tidak berarti semua wanita menopause akan mengalami

osteoporosis. Hal ini dipengeruhi oleh, kepadatan tulang, factor nutrisi, aktivitas

fisik.

Page 20: 73439983 Bab 1 Degenerasi

Gejala Klinis

bila tidak ada keadaan/ penyakit pemberat lainnya (komplikasi), bisa saja

tidak ada keluhan, mungkin hanya rasa sakit/ tidak enak atau pegal-pegal di

bagian punggung atau di daerah tulang yang mengalami osteoporosis.

Rasa sakit/ nyeri biasanya hanya setempat dan tidak menyebar, dan

bertambah berat bila mendapat tekanan atau beban. Rasa sakit/ nyeri ini bisa

hilang sendiri setelah beberapa minggu atau beberapa hari.

Pemadatan ruas tulang ini sering terjadi pada ruas tulang dada bawah dan

ruas tulang pinggang. Sedangkan patah tulang pinggul/ pangkal tulang paha dan

ujung tulang pengumpil, biasanya karena kecelakaan/ jatuh.

Diagnosa secara Klinis

Keluhan paling mula biasanya sakit di daerah punggung, karena kelainan

terjadi pada ruas tulang belakang.

Penampilan penderita osteoporosis lebih tua dari sebayanya, baik karena

kulit yang berkerut, mungkin terkait dengan penderitaan sakit yang

berkepanjangan, maupun karena postur tubuh yang agak membungkuk bila

osteoporosis mengenai ruas-ruas tulang punggung sehingga penyakit ini pernah

diberi istilah janda bongkok (Widow’s hump), karena memang penderitanya

banyak wanita tua yang menjanda ditinggal mati suami.

Sebagai tambahan, terlihat tonjolan lengkunga tulang rusuk bawah, lebih

menonjol dari tonjolan pinggiran tulang punggung atas depan.

Etiologi

A. Factor umum ( primer ) :

1. Penurunan hormone estrogen .

Hormone estrogen sangat penting untuk menjaga kepadatan massa tulang.

Turunnya kadar hormone ini bisa disebabkan karena indung telur diangkat

atau diradiasi karena kanker, menopause atau pada keadaan

hipogonadisme. Kekurangan hormone estrogen akan mengakibatkan lebih

banyak resorbsi tulang daripada pembentukan tulang .

2. Level awal kepadatan tulang .

Page 21: 73439983 Bab 1 Degenerasi

Secara normal, dalam massa hidupnya wanita kehilangan separuh massa

tulang dan pria kehilangan seperempat massa tulang dibandingkan pada

massa mudanya. Apakah level residual tersebut berkurang cukup banyak

untuk menyebabkan osteoporosis yang parah, sebagian tergantung pada

level awal kepadatan tulang. Contohnya, orang kulit hitam secara umum

lebih banyak tulang awal, sehingga jarang menderita osreoporosis secara

klinis. Wanita eropa bagian utara yang memiliki postur tubuh kecil dan

langsing ( kurus ) memiliki tulang yang lebih ringan dan lebih mudah

terkena osteoporosis.

3. Pencernaan dan absorpsi kalsium .

Jika kalsium yang diabsorpsi tidak cukup untuk menggantikan kalsium

yang hilang melalui feses dan urine ( 150-250 mg per hari ) maka kalsium

akan dimobilisasi dari tulang di bawah pengaruh hormone paratiroid .

4. Penuaan .

Selain efek hormone estrogen, kehilangan tulang juga berkaitan dengan

usia. Umumnya penuaan memperlambat tingkat pembentukan tulang pada

setiap proses remodeling tulang. Akibatnya lebih banyak terjadi resorpsi

tulang daripada pembentukan tulang. Dan ketidakseimbangan ini dapt

menyebabkan osteoporosis.

B. Factor resiko lain ( sekunder )

1. Penyakit sistemik , seperti :

• Penyakit endokrin .

• Penyakit gastrointestinal .

• Gangguan pada sumsum tulang .

• Penyakit pada jaringan ikat .

2. Konsumsi alcohol menahun .

3. Obstruksi pernafasan kronik .

4. Merokok

5. Pemakaian obat-obatan kortikosteroid .

Pathogenesis

Page 22: 73439983 Bab 1 Degenerasi

Patogenesis osteoporosis pada hakekatnya adalah rangkaian yang terjadi

mulai dari pembentukan tulang sampai terjadi proses resorpsi tulang yang lebih

menonjol. Oleh sebab itu untuk dapat mengerti terjadi osteoporosis maka perlu

kiranya memahami struktur tulang yang normal.

Tulang normal terdiri dari komposisi yang kompak dan padat, berbentuk

bulat dan batang padat serta terdapat jaringan berongga yang diisi oleh sumsum

tulang. Tulang ini merupakan jaringan yang terus berubah secara konstan, dan

terus diperbaharui. Jaringan yang tua akan digantikan dengan jaringan tulang yang

baru. Proses ini terjadi pada permukaan tulang dan dikatakan sebagai remodelling.

Dalam remodeling ini melibatkan osteoclast sebagai perusak jaringan tulang dan

osteoblas sebagai pembentuk sel sel tulang baru. Menjelang usia tua proses

remodeling ini berubah. Aktifitas osteoclast menjadi lebih dominan dibandingkan

dengan aktifitas osteoblast sehingga menyebabkan osteoporosis. Separuh

perjalanan hidup manusia, tulang yang tua akan di resorpsi dan terbentuk serta

bertambahnya pembentukan tulang baru ( formasi ). Pada saat kanak kanak dan

menjelang dewasa, pembentukan tulang terjadi percepatan dibadingkan dengan

proses resorpsi tulang, yang mengakibatkan tulang menjadi lebih besar, berat dan

padat. Proses pembentukan tulang ini terus berlanjut dan lebih besar dibandingkan

dengan resorpsi tulang sampai mencapai titik puncak massa tulang ( peak bone

mass ), yaitu keadaan tulang sudak mencapai densitas dan kekuatan yang

maksimum. Dan Peak bone mass ini tercapai pada umumnya pada usia menjelang

30 tahun. Setelah usia 30 tahun secara perlahan proses resorpsi tulang mulai

Page 23: 73439983 Bab 1 Degenerasi

meningkat dan melebihi prose formasi tulang. Kehilangan massa tulang terjadi

sangat cepat pada tahun tahun pertama masa menopause, dan Osteoporosispun

berkembang akibat proses resorpsi yang sangat cepat atau proses penggantian

terjadi sangat lambat. Cepat lambatnya terjadi Osteoporosis hampir sama cepat

atau tidaknya massa tulang puncak tercapai selama pembentukan tulang.

Dari gambar ini tampak perbedaan yang nyata antara tulang yang

mengalami osteoporosis. Pada dinding tulang yang kompak ( padat ) akan

mengalami penipisan yang mudak terjadi fraktur, dan paa tulang yang

beronggapun tampak terjadi ketidak sinambungan antara rongga. Tulang

merupakan jaringan yang terus hidup dan tumbuh. Tulang sendiri terdiri dari

jaringan kolagen yang lebih dominan, yang akan membentuk kerangka lunak dan

kalsium yang akan membentuk jaringan keras dan padat. Komposisi ini

menjadikan tulang dalam keadaan yang kuat dan tidak fleksibel saat mendapat

tekanan dalam posisi berdiri. Kombinasi antara kolagen dan kalsium ini sebanyak

99 % terdapat pada tulang dan gigi, sisanya terdapat pada sel darah darah.

Ditinjau secara anatomi, pada keadaan normal tulang rangka, sebanyak 25%

volume tulang anatomi yang spesifik sebagai jaringan tulang. Dan 75 %

merupakan sumsum tulang (bone marrow) dan lemak, tetapi ini sangat bervariasi

tergantung sebagaimana besar tulang skeletonnya. Pada jaring tulang yang

spesifik, hanya 60% berupa mineral tulang dan 40% merupakan jaringan organik,

berupa kolagen. Sumsum tulang mengandung stroma, jaringan mieloid, sel lemak,

pembuluh darah, sinusoid, dn beberapa jaringan limfe.

Page 24: 73439983 Bab 1 Degenerasi

Osteoporosis adalah identik dengan kehilangan massa tulang, yaitu

kelainan tulang yang merujuk pada kelainan kekuatan tulang. Apabila kekuatan

tulang ini menurun maka merupakan faktor predisposisi terjadinya fraktur. Bone

Strength atau kekuatan tulang adalah penggambaran dari densitas tulang dan

kualitas tulang; Densitas tulang adalah jumlah mineral dalam gram per volume,

yang merupakan bagian dari kekuatan tulang sebesar 70%, sedangkan kualitas

tulang ditentukan oleh arsitektur, perubahan, akumulasi kerusakan dan

mineralisasi. Tulang terdiri atas sel dan matriks. Terdapat dua sel yang penting

pada pembentukan tulang yaitu osteoclas dan osteoblas. Osteoblas berperan pada

pembentukan tulang dan sebaliknya osteoklas pada proses resorpsi tulang. Matriks

ekstra seluler terdiri atas dua komponen, yaitu anorganik sekitar 30-40% dan

matrik inorganik yaitu garam mineral sekitar 60-70 %. Matrik inorganik yang

terpenting adalah kolagen tipe 1 ( 90%), sedangkan komponen anorganik terutama

terdiri atas kalsium dan fosfat, disamping magnesium, sitrat, khlorid dan karbonat.

Selama kehidupan proses resorpsi dan formasi tulang terus berlangsung.

Pada awalnya pembentukan tulang lebih cepat dibanding dengan resorpsi, yang

menghasilkan tulang mejadi besar, berat dan padat.

Dalam pembentukan massa tulang tersebut tulang akan mengalami

perubahan selama kehidupan melalui tiga fase: Fase pertumbuhan, fase

konsolodasi dan fase involusi. Pada fase pertumbuhan sebanyak 90% dari massa

tulang dan akan berakhir pada saat eepifisi tertutup. Sedangkan pada tahap

konsolidasi yang terjadi usia 10-15 tahun. Pada saat ini massa tulang bertambah

dan mencapai puncak ( peak bone mass ) pada umur tiga puluhan. Serta terdapat

dugaan bahwa pada fase involusi massa tulang berkurang ( bone Loss ) sebanyak

35-50 tahun.

Page 25: 73439983 Bab 1 Degenerasi

Gambar ini memberikan suatu ilustrasi bahwa pada saat remodelling

tulang maka tampak terjadi percepatan pembetukan tulang dan pada saat terjadi

bone turn over yang tingg yaitu suatu keadan proses resopsi tulang lebih menonjol

dibandingkan dengan formasi tulang. Percepat osteoporosis tergantung dari hasil

pembentukan tulang sampai tercapainya massa tulang puncak.

Massa tulang puncak ini terjadi sepanjang awal kehidupan sampai dewasa

muda. Selama ini, tulang tidak hanya tumbuh tetapi juga menjdai solid. Pada usia

rata – rata 25 tahun tulang mencapai pembentuk massa tulang puncak. Walaupun

demikian massa puncak tulang ini secara individual sangat bervariasi dan pada

umumnya pada laki-laki lebih tinggi dibanding pada wanita. Massa puncak tulang

ini sangatlah penting, yang akan menjadi ukuran seseorang menjadi risiko

terjadonya fraktur pada kehidupannya. Apabila massa puncak tulang ini rendah

maka akan mudah terjadi fraktur, tetapi apabila tinggi maka akan terlindung dari

ancaman fraktur.

Faktor faktor yang menentukan tidak tercapainya massa tulang puncak

sampai saat ini belum dapat dimengerti sepenuhnya tetapi diduga terdapat

beberapa faktor yang berperan, yaitu genetik, intake kalsium, aktifitas fisik, dan

hormon seks. Untuk memelihara dan mempertahan massa puncak tulang adalah

dengan diet, aktifitas fisik, status reproduktif, rokok, kelebiham konsumsi alkohol,

dan beberapa obat. Secara garis besar patofisiologi osteoporosis berawal dari

Adanya massa puncak tulang yang rendah disertai adanya penurunan massa

tulang. Massa puncak tulang yang rendah ini diduga berkaitan dengan faktor

Page 26: 73439983 Bab 1 Degenerasi

genetik, sedangkan faktor yang menyebabkan penurunan massa tulang adalah

proses ketuaan, menopause, faktor lain seperi obat obatan atau aktifitas fisik yang

kurang serta faktor genetik. Akibat massa puncak tulang yang rendah disertai

adanya penurunan massa tulang menyebabkan densitas tulang menurun yang

merupakan faktor resiko terjadinya fraktur.

Di dalam Tulang yang mengalami osteoporosis akan ditemukan struktur

padat dan rongga tulang berkurang. Penipisan dinding luar tulang lebih nyata dan

keadaan ini meningkatkan resiko fraktur. Hilangnya massa tulang juga tampak

pada tulang berongga.

Aktifitas remodeling tulang ini melibatkan faktor sistemik dan faktor

lokal. Faktor sistemik adalah Hormonal hormonal yang berkainan dengan

metabolisme tCalsium, seperti Hormon Parathiroid, Vitamin D, Calcitonin,

estrogen, androgen, hormone pertumbuhan, dan hormon tiroid. Sedangkan faktor

lokal adalah Sitokin dan faktor pertumbuhan lain.

Klasifikasi

1. Ostetoporosis primer .

Osteoporosis primer dapat timbul tanpa keadaan yang mendasar. Bisa

terjadi pada pria maupun wanita segala usia, tetapi lebih sering terjadi

pada wanita setelah menopause.

Pada osteoporosis primer terdapat 2 tipe, yaitu :

Tipe 1 . osteoporosis pasca menopause

Osteoporosis ini timbul setelah menopause sebagai akibat

rendahnya hormone estrogen. Tipe ini terjadi pada usia 51-70 tahun dan

wanita lebih banyak terkena osteoporosis daripada pria dengan ratio 6:1,

pengurangan massa tulang terutama terjadi di trabekular.

Tipe 2. Osteoporosis senilis

Osteoporosis ini terjadi pada usia diatas 70 tahun. Wanita beresiko

2 kali lebih besar daripada pria. Massa tulang berkurang di daerah kroteks

dan trabekular.

2. Osteoporosis sekunder

Page 27: 73439983 Bab 1 Degenerasi

Osteoporosis ini terjadi karena adanya penyakit tertentu atau akibat dari

pengobatan seperti, penyakit menahun, penyakit keganasan, penggunaan

obat tertentu, kelainan endokrin dan gangguan hormone. Osteoporosis

sekunder ini lebih jarang ditemukan, hanya sekitar 5 % dari seluruh

osteoporosis.

Pemeriksaan

Laboratorium :

Pada tahap awal kejadian osteoporosis :

• Kadar Ca dan P, serta laju endap darah masih dalam batas normal.

• Kadar alkalin phospahatase darah masih normal , kecuali bila sudah terjadi

patah tulang .

• Alkalin phosphatase sedikit lebih tinggi dari kadar normal.

• Kadar zat kapur (Ca) dan pospat ,serta PTH ( Para Thyroid Hormone )

dalam darah biasanya normal.

Rontgen :

Terlihat berkurangnya kepadatan tulang dan menghilangnya susunan trabikula.

Bila terjadi patah tulang punggung, tampak gambaran balon-balon di sela-sela

ruang tulang punggung daerah pinggang.

Lapisan keras tulang ( korteks ) dari tulang panjang tampak menipis, yang juga

sebagai akibat dari peningkatan aktivitas penyerapan tulang pada penyakit

osteoporosis. Sedangkan lapisan keras bagian luar tulang ( periosteum ) kelihatan

lebih halus pada gambaran rontgen.

Pada osteoporosis sekunder, karena adanya gangguan hormone kortikosteroid,

gambaran rontgen tulang tengkorak seperti bening karena tipisnya ( radio

luscent ).

Densitometry :

Dibandingkan kedua pemeriksaan diatas, densitometry merupakan pemeriksaan

yang paling akurat karena yang diukur adalah massa tulang. Prinsip pemeriksaan

densitometry dapat dilihat dari gambaran dibawah ini :

Pada pengukuran dengan alat Densitometry, pasien akan diukur BMDnya. BMD

adalah ukuran kepadatan tulang. Angka BMD -1 sampai positif termasuk Normal.

Page 28: 73439983 Bab 1 Degenerasi

Jika angka BMD -1s.d-2,5 termasuk Osteopenia. Dan jika angka BMD dibawah

-2,5 termasuk Osteoporosis. Dari pengukuran BMD ini kita bisa mengantisipasi

untuk hal-hal yang lebih parah .

2.3 XEROSTOMIA

Xerostomia : mulut kering akibat produksi kelenjar ludah yang berkurang.

Gangguan produksi kelenjar ludah tersebut dapat diakibatkan oleh gangguan /

penyakit pada pusat ludah, syaraf pembawa rangsang ludah ataupun oleh

perubahan komposisi faali elektrolit ludah. Gangguan tersebut diatas dapat terjadi

oleh karena rasa takut / cemas, depresi, tumor otak, obat-obatan tertentu, penyakit

kencing manis, penyakit ginjal dan penyakit radang selaput otak.Keluhan mulut

kering dapat terjadi akut atau kronis, sementara atau permanen dan kurang atau

agak sempurna. Dalam bentuk apa keluhan mulut kering timbul, tergantung dari

penyebabmya. Banyak faktor yang dapat menyebabkan mulut kering.

Penyebab mulut kering diantaranya :

• radiasi pada daerah leher dan kepala,

• Sjogren sindrom,

• Penyakit-penyakit sistemik,

• Efek samping obat-obatan,

• Gangguan !okal pada kelenjar saliva,

• Demam, diare, diabetes, gagal ginjal

• Berolahraga, stress

• Bernafas melalui mulut

• Kelainan syaraf

• Stress dan juga usia.

Mulut kering juga dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Keadaan-

keadaan fisiologis seperti berolahraga, berbicara terlalu lama, bernafas melalui

mulut, stress dapat menyebabkan keluhan mulut kering (Haskell dan

Gayford,1990; Sonis dkk,1995). Penyebab yang paling penting diketahui adalah

adanya gangguan pada kelenjar saliva yang dapat menyebabkan penurunan

produksi saliva, seperti radiasi pada daerah leher dan kepala, penyakit lokal pada

Page 29: 73439983 Bab 1 Degenerasi

kelenjar saliva dan lain-lain (AISaif, 1991; Haskell dan Gayford, 1990; Glass

dkk,1984; Amerongan, 1991; Sonis dkk,1995).

Radiasi Dada daerah leher dan kepala.

Terapi radiasi pada daerah leher dan kepala untuk perawatan kanker telah

terbukti dapat mengakibatkan rusaknya struktur kelenjar saliva dengan berbagai

derajat kerusakan pada kelenjar saliva yang terkena radioterapi. Hal ini

ditunjukkan dengan berkurangnya volume saliva (AI-Saif, 1991; Glass dkk,1980;

Amerongan, 1991; Sonis dkk,1995). Jumlah dan keparahan kerusakan jaringan

kelenjar saliva tergantung pada dosis dan lamanya penyinaran (tabel 2)

(Amerongan, 1991). Gangguan pada kelenjar saliva ada beberapa penyakit lokal

tertentu yang mempengaruhi kelenjar saliva dan menyebabkan berkurangnya

aliran saliva. Sialodenitis kronis lebih umum mempengaruhi kelenjar

submandibula dan parotis. Penyakit ini menyebabkan degenerasi dari sel asini dan

penyumbatan duktus (AI-Sa if, 1991). Kista-kista dan tumor kelenjar saliva, baik

yang jinak maupun ganas dapat menyebabkan penekanan pada struktur-struktur

duktus dari kelenjar saliva dan dengan demikian mempengaruhi sekresi saliva

(AI-Sa if, 1991; Kidd dan Bechal,1992). Sindrom Sjogren merupakan penyakit

autoimun jaringan ikat yang dapat mempengaruhi kelenjar airmata dan kelenjar

saliva. Sel-sel asini kelenjar saliva rusak karena infiltrasi limfosit sehingga

sekresinya berkurang (AI-Saif, 1991; Kidd dan Bechal,1992; Haskell dan

Gayford,1990; Sonis dkk, 1995)

Kesehatan umum yang terganggu.

Pada orang-orang yang menderita penyakit-penyakit yang menimbulkan

dehidrasi seperti demam, diare yang terlalu lama,diabetes, gagal ginjal kronis dan

keadaan sistemik lainnya dapat mengalami pengurangan aliran saliva (AI-

Saif,1991; Amerongan, 1991). Hal ini disebabkan karena adanya gangguan dalam

pengaturan air dan elektralit, yang diikuti dengan terjadinya keseimbangan air

yang negatif yang menyebabkan turunnya sekresi saliva (Amerongan, 1991).

Pada penderita diabetes, berkurangnya saliva drpengaruhi oleh factor

angiopati dan neuropati diabetik, perubahan pada kelenjar parotis dan karena

poliuria yang berat (Scully dan Cawsan,1993; Sidabutar dkk 1992) Penderita

Page 30: 73439983 Bab 1 Degenerasi

gagal ginjal kronis terjadi penurunan output. Untuk menjaga agar keseimbangan

cairan tetap terjaga pertu intake cairan dibatasr. Pembatasan intake cairan akan

menyebabkan menurunnya aliran saliva dan saliva menjadi kental (Scully dan

Cawson,1993; Sidabutar dkk,1992).

Penyakit-penyakit infeksi pernafasan biasanya menyebabkan mulut terasa

kering. Pada rnfeksi pemafasan bagian atas, penyumbatan hidung yang terjadi

menyebabkan penderita bernafas melalui mulut (Haskell dan Gayford,1990).

Penqqunaan obat-obatan.

Banyak sekali obat yang mempengaruhr sekresi saliva.

Obat-obatan yang menyebabkan mulut kering (Kidd dan Bechal,1992;

Amerongan, 1991; Glass dkk,1984)

© Analgesic mixtures Cold medications

© Anticonvulsants Diuretics

© Antiemetics Decongentans

© Antihistamins Expectorants

© Antihypertensives Muscle relaxants

© Antinauseants Psycho tropics drugs

© Antiparkinsons Sedatives

© Antipruritics Antispasmodics

. Obat-obat tersebut mempengaruhi aliran saliva dengan meniru aksi system

syaraf autonom atau dengan secara langsung beraksi pada proses seluler yang

diperlukan untuk salivasi. Obat-obatan juga dapat secara tidak langsung

mempengaruhi saliva dengan mengubah keseimbangan cairan dan elektrolit atau

dengan mempengaruhi aliran darah ke kelenjar (AI-Sa if: 1991).

. Keadaan fisiologis.

Tingkat aliran saliva biasanya dipengaruhi oleh keadaan-keadaan

fisiologis. Pada saat berolahraga, berbicara yang lama dapat menyebabkan

berkurangnya aliran saliva sehingga mulut terasa kering (AI-Saif,1991; Haskell

dan Gayford,1990). Bernafas melalui mulut juga akan memberikan pengaruh

mulut kering (Haskell dan Gayford,1990; Sonis dkk,1995) Gangguan emosionil,

seperti stress, putus asa dan rasa takut dapat menyebabkan mulut kering. Hal ini

Page 31: 73439983 Bab 1 Degenerasi

disebabkan keadaan emosionil tersebut Merangsan terjadinya pengaruh simpatik

dari sistem syaraf autonom dan menghalangi sistem parasimpatik yang

menyebabkan turunnya sekresi saliva(Haskell dan Gayford,1990).

Usia.

Keluhan mulut kering sering ditemukan pada usia lanjut. Keadaan ini

disebabkan oleh adanya perubahan atropi pada kelenjar saliva sesuai dengan

pertambahan umur yang akan menurunkan produksi saliva dan mengubah

komposisinya sedikit (Kidd dan Bechal, 1992; Sonis dkk, 1995). Seiring dengan

meningkatnya usia, terjadi proses aging. Terjadi perubahan dan kemunduran

fungsi kelenjar saliva, dimana kelenjar parenkim hilang yang digantikan oleh

jaringan lemak dan penyambung, lining sel duktus intermediate mengalami atropi.

Keadaan ini mengakibatkan pengurangan jumlah aliran saliva (Pedersen dan Loe,

1986; Sonis dkk,1995). Selain itu, penyakit- penyakit sistemis yang diderita pad a

usia lanjut dan obat-obatan yang digunakan untuk perawatan penyakit sistemis

dapat memberikan pengaruh mulut kering pada usia lanjut (Ernawati, 1997).

Keadaan-keadaan lain.

Agenesis dari kelenjar saliva sangat jarang terjadi, tetapi kadang-kadang

ada pasien yang mengalami keluhan mulut kering sejak lahir. Hasil sialograf

menunjukkan adanya cacat yang besar dari kelenjar saliva (Haskell dan Gayford,

1990). Kelainan syaraf yang diikuti gejala degenerasi, seperti skle osis multiple

akan mengakibatkan hilangnya innervasi kelenjar saliva, kerusak n pada parenkim

kelenjar dan duktus, atau kerusakan pada suplai darah kele jar saliva juga dapat

mengurangi sekresi saliva (AI-Saif,1991). Belakangan telah dilaporkan bahwa

pasien-pasien AIDS juga mengalami mulut kering, sebab terapi radiasi untuk

mengurangi ketidaknyamaan pada sarkoma kaposi intra oral dapat m nyebabkan

disfungsi kelenjar saliva (AI- Sa if, 1991).

Dampak dari xerostomia

Produksi saliva yang berkurang selalui disertai dengan perubahan dalam

komposisi saliva yang mengakibatkan sebagian besar fungsi saliva tidak dapat

berjalan dengan lancar. Hal ini mengakibatkan timbulnya beberapa keluhan pada

penderita mulut kering.

Page 32: 73439983 Bab 1 Degenerasi

Akibat keluhan mulut kering (AI-Saif, 1991; Amerongan,

1991; Kidd dan Bechal, 1992; Sonis dkk,1995).

• Mukosa mulut kering, mudah teriritasi

• Sukar berbicara

• Sukar mengunyah dan menelan

• Persoalan dengan protesa

• Penimbunan lendir Rasa seperti terbakar

• Gangguan pengecapan

• Perubahan jaringan lunak

• Pergeseran dalam mikroflora mulut

• Karies gigi meningkat

• Radang periodonsium

• Halitosis

• Kepekaan terhadap rasa berkurang,

• Kesukaran dalam memakai gigi palsu,

• Mulut terasa seperti terbakar dan sebagainya.

Mengingat pentingnya peranan saliva dan akibat yang ditimbulkan oleh

karena berkurangnya aliran saliva, maka perlu diupayakan penanggulangan

terhadap pasien-pasien dengan keluhan mulut kering.

Berkurangnya saliva menyebabkan mengeringnya selaput lendir, mukosa

mulut menjadi kering, mudah mengalami iritasi dan infeksi. Keadaan ini

disebabkan oleh karena tidak adanya daya lubrikasi infeksi dan proteksi dari

saliva (Amerongan, 1991; Kidd dan Bechal, 1992). Proses pengunyahan dan

penelanan, apalagi makanan yang membutuhkan pengunyahan yang banyak dan

makanan kering dan kental akan sulit dilakukan. Rasa pengecapan dan proses

bicara juga akan terganggu (Kidd dan Bechal,1992; Amerongan,1991; Son is dkk,

1995).Kekeringan pada mu ut menyebabkan fungsi pembersih dari

salivaberkurang, sehingga terjadi radang yang kronis dari selaput lendir yang

disertai keluhan mulut terasa seperti terbakar (Wall, 1990). Pada penderita yang m

makai gigi palsu, akan timbul masalah dalam hal toleransi terhadap gigi palsu.

Mukosa yang kering menyebabkan pemakaian gigi palsu tidak menyenangkan,

Page 33: 73439983 Bab 1 Degenerasi

karena gagal untuk membentuk selapis tipis mucus untuk tempat gigi palsu

melayang pada permukaannya (Haskell dan Gayford,1990). Selain itu karena

turunnya tegangan permukaan antara mukosa yang kering dengan permukaan gigi

palsu (Kidd den Bechal,1992). Susunan mikroflora ulut mengalami perubahan,

dimana mikro organism kariogenik seperti str ptokokus mutans, laktobacillus den

candida meningkat. Selain. itu, fungsi bakteriostase dari saliva berkurang.

Akibatnya pasien yang menderita mulut kering akan mengalami peningkatan

proses karies gigi, infeksi candida dan gingivitis (Amerongan,1991; Kidd dan

Bechai,1992; Sonis dkk,1995).

TASTE DISOSDER

Sudah merupakan hukum alam bahwa setiap makhluk di dunia ini akan

mengalami proses menua. Pada manusia proses menua itu sebenarnya telah terjadi

sejak manusia dilahirkan dan berlangsung terus sampai mati. Proses menua dapat

menimbulkan keluhan atau kelainan, baik itu pada jaringan keras ataupun jaringan

lunak rongga mulut. Ketika bertambah tua, dengan menurunnya nafsu makan,

dapat dipahami bahwa golongan usia lanjut merupakan kelompok yang rentan

terhadap penyakit dan cacat karena perubahan organobiologik tubuh akibat proses

degeneratif alamiah. Menurunnya fungsi faali serta parameter metabolisme seiring

dengan meningkatnya usia akan mengganggu penggunaan zat gizi (Axell, 1992;

Murjiah dan Dinarto. 2002).

Proses menua merupakan proses yang terjadi di dalam tubuh yang berjalan

perlahan-lahan tapi pasti, pada proses menua terjadi penurunan fungsi tubuh

secara berangsur-angsur dan akhirnya menjadi manusia dengan usia lanjut

(Wasjudi, 2000) Proses menua dapat menimbulkan keluhan atau kelainan, baik

pada jaringan keras ataupun jaringan lunak rongga mulut. Ketika bertambah tua,

di tambah dengan menurunnya nafsu makan, maka dapat dipahami bahwa

golongan usia lanjut merupakan kelompok yang rentan terhadap penyakit dan

cacat karena terjadinya perubahan organobiologik tubuh akibat proses degeneratif

alamiah. Menurunnya fungsi faali serta parameter metabolisme seiring dengan

meningkatnya usia akan mengganggu penggunaan zat gizi (Axell, 1992; Murjiah

dan Dinarto. 2002).

Page 34: 73439983 Bab 1 Degenerasi

Biasanya orang tua mengeluh tidak adanya rasa makanan. Keluhan ini

dapat disebabkan karena dengan bertambahnya usia mempengaruhi kepekaan rasa

akibat berkurangnya jumlah pengecap pada lidah, kehilangan unsur-unsur reseptor

pengecap juga dapat mengurangi fungsional yang dapat mempengaruhi turunnya

sensasi rasa, perubahan ini harus diingat orang tua mengenai berkurangnya

kenikmatan pada saat makan (Papas AS et al., 1991).

Pengecap merupakan fungsi utama taste buds dalam rongga mulut, namun

indera pembau juga sangat berperan pada persepsi pengecap. Selain itu, tekstur

makanan seperti yang dideteksi oleh indera pengecap taktil dari rongga mulut dan

keberadaan elemen dalam makanan seperti merica, yang merangsang ujung saraf

nyeri, juga berperan pada pengecap.

Indera pengecap kurang lebih terdiri dari 50 sel epitel yang termodifikasi,

beberapa di antaranya disebut sel sustentakular dan lainnya disebut sel pengecap.

Sel pengecap terus menerus digantikan melalui pembelahan mitosis dari sel

disekitarnya, sehingga beberapa diantaranya adalah sel muda dan lainnya adalah

sel matang yang terletakke arah bagian tengah indera dan akan segera terurai dan

larut (Guyton, 1997).

Lidah mempunyai lapisan mukosa yang menutupi bagian atas lidah, dan

permukaannya tidak rata karena ada tonjolan-tonjolan yang disebut dengan

papilla, pada papilla ini terdapat reseptor untuk membedakan rasa makanan.

Apabila pada bagian lidah tersebut tidak terdapat papilla lidah menjadi tidak

sensitif terhadap rasa (Lynch et al., 1994; Ganong, 1998; Budi, . 2004).

Sel reseptor pengecap adalah sel epitel termodifikasi dengan banyak

lipatan permukaan atau mikrovili, sedikit menonjol melalui poripori pengecap

untuk meningkatkan luas permukaan sel yang terpajan dalam mulut. Membran

plasma mikrovili mengandung reseptor yang berikatan secara selektif dengan

molekul zat kimia. Hanya zat kimia dalam larutan atau zat padat yang telah larut

dalam air liur yang dapat berikatan dengan sel reseptor (Amerongen, 1991).

Sensasi rasa pengecap timbul akibat deteksi zat kimia oleh resepor khusus

di ujung sel pengecap (taste buds) yang terdapat di permukaan lidah dan palatum

Page 35: 73439983 Bab 1 Degenerasi

molle. Sel pengecap tetap mengalami perubahan pada pertumbuhan, mati dan

regenerasi (Budi, . 2004; Boron , . 2005).

Sel pengecap mengalami perubahan pada pertumbuhan, mati dan

regenerasi. Proses ini bergantung dari pengaruh saraf sensoris karena jika saraf

tersebut dipotong maka akan terjadi degenerasi pada pengecap. Taste buds yang

dilayani oleh serat saraf sensoris adalah taste buds pada 2/3 lidah bagian anterior

(papilla filiformis dan sebagian papilla fungiformis) dilayani oleh chorda tympani

cabang dari N. Facialis (N.VII) (Ganong, 1998; Boron, 2005).

Gambar Lidah dan Pembagian Papilla

Keterangan papilla pada lidah:

1. Pp. fungiformis : 2/3 anterior lidah

Page 36: 73439983 Bab 1 Degenerasi

2. Pp. circumvalata : post.lidah, depan sulkus

terminalis

3. Pp. foliata : post-lateral lidah

Masing-masing papilla pengecap dipersarafi 50 serat saraf dan setiap serat

saraf menerima masukan dari rata-rata 5 papilla pengecap. Papilla circumvalata

yang lebih besar masing-masing mengandung sampai 100 papilla pengecap,

biasanya terletak di sisi papilla, tetapi karena terbatasnya data maka disebutkan

ada sekitar 200-250 taste buds per papilla circumvalata pada setiap individu

dibawah usia 20 tahun, dan menurun hingga 200 taste buds atau kurang menjelang

maturitas, dan kurang lebih 100 taste buds menjelang usia 75 tahun. Penelitian

dengan mikroelektroda pada satu taste buds memperlihatkan bahwa setiap taste

buds biasanya hanya merespon terhadap satu dari empat rangsang kecap primer,

bila substansi pengecap berada dalam konsentrasi rendah. Pada konsentrasi tinggi,

sebagian besar taste buds dapat dirangsang oleh dua, tiga atau bahkan empat

rangsang pengecap primer dan juga oleh beberapa rangsang pengecap yang lain

yang tidak termasuk dalam kategori primer (Diah Savitri,1997; Ganong, 1998).

Pada orang usia lanjut, permukaan dorsal lidah cenderung menjadi lebih

licin karena atrofi papilla lidah. Perubahan histopatologi pada lidah menunjukkan

adanya atrofi papilla yang sering dimulai dari ujung lidah dan sisi lateral.

Beberapa peneliti melaporkan jumlah taste buds yang terdapat pada papilla

circumvalata berkurang yang menyebabkan menurunnya sensitivitas rasa (Sayuti,

1998).

Pemeriksaan Penunjang yang dilakukan untuk mendeteksi gangguan

pengecapan ialah:

1. The Drop Technique

Digunakan 4 macam rasa manis (gula pasir), pahit (kinin),

kecut/asam (lar. Asam cuka) dan asin (larutan garam).

Penderita diminta utk mengidentifikasi rasa dari bahan tes yang

diletakkan diatas lidah sambil menutup hidung.

2. Elektrogustometri

Tes pengecapan secara kuantitatif.

Page 37: 73439983 Bab 1 Degenerasi

Mineral Zn

Salah satu perubahan yang terjadi pada air ludah penderita dengan gangguan

pengecapan adalah berkurangnya kadar Zn di dalam air ludah. Kadar Zn pada air

ludah orang dewasa berkisar 90-120 ìg/100 ml. Mineral Zn berperanan di dalam

fungsi berbagai indera seperti melihat, mencium bau dan mengecap.

Kadar Zn di dalam air ludah ditentukan oleh diet/ makanan yang dikonsumsi,

misalnya makanan yang berasal dari protein hewani mengandung banyak mineral

Zn, sedangkan sebaliknya makanan yang berasal dari protein tumbuh-tumbuhan

mengandung sedikit Zn.

Pada mereka yang menjadi vegetarian (mengkonsumsi makanan yang berasal dari

tumbuh-tumbuhan) dan padamereka yang tidak nafsu makan karena gangguan

kejiwaan (anoreksia nervosa) dapat mengakibatkan kurangnya mineral Zn

sehingga hal ini perlu mendapat perhatian jika mengalami gangguan pengecapan.

HUBUNGAN MENAPOUSE DENGAN PENUAAN DAN DEGENERASI

Menopause merupakan rangkaian proses fisiologis dari tubuh dan

bukan merupakan kelainan atau keadaan patologis. Dampaknya baru disadari

setelah angka harapan hidup wanita di negara maju bertambahn panjang melebihi

enam dekade. Pada umumnya penurunan kemampuan reproduksi atau yang biasa

disebut dengan fertilitas mulai waktu usia menginjak 35 tahun dan bertambah

semakin signifikan diatas usia 40 tahunterjadi pada .

Menopause disebut juga sebagai “syndrom menghilangnya

estrogen”. Estrogen merupakan salah satu hormon yang dihasilkan oleh oleh

kelenjar gonadotropin pada wanita. Pada keadaan menopause produksi estrogen

berkurang drastis dan pada akhirnya akan terhenti sama sekali.Pada dasarnya

menopause juga terjadi pada laki-laki tetapi hanya berbeda istilah yang biasanya

disebut dengan andropause hanya saja datangnya lebih lambat dibandingkan

dengan wanita. Kedua keadaan ini biasa disebut sebagai gonadopause.

Page 38: 73439983 Bab 1 Degenerasi

Pada tiga sampai empat tahun pra-menopause terjadi perubahan

hormonal yaitu peningkatan produksi FSH sedangkan inhibin dan estrogen

mengalami penurunan. Lamanya masa menstruasi semakin pendek seiring dengan

bertambah singkat pula fase folikuler dalam siklus mestruasi wanita. Usia

penderita menopause bervariasi tergantung pada banyak faktor. Misalnya,

gambaran usia menopause seorang ibu mampu menggambarkan pula kapan

seorang anak akan mengalami menopause dan pada perokok cenderung

mengalami menopause lebih awal dibandingakan yang tidak merokok.

Pada masa menopause produksi dari estrogen terhenti sedangkan

androgen masih tetap diproduksi meskipun dalam jumlah yang kecil. Wanita

pasca menopause tidak selalu menderita defisiensi estrogen. Organ dan jaringan

tubuh kita yaitu hati, ginjal dan lemak dapat memproduksi suatu enzim yang

disebut dengan aromatase. Fungsi dari enzim ini adalah mengubah androgen yang

masih diproduksi oleh tubuh menjadi estrogen jenis estron. Oleh karena itu pada

wanita penderita obesitas defisiensi estrogen jarang terjadi. Akan tetapi estron

termasuk estrogen yang lemah sehingga meskipun jumlahnya cukup banyak tetap

tidak mampu menghindari timbulya kelainan-kelainan yang disebabkan oleh

syndrom berkurangnya estrogen dari dalam tubuh sepertihot flashes, osteoporosis

dan gangguan pada sistem kardiofaskular. Selain itu, produksi estron yang

berlebihan pada wanita obesitas tanpa disertai produksi dari progesteron seperti

pada fase ovulasi dalam siklus menstruasi akan menyebabkan resiko hiperplasi

dan kanker endometrium.

Terapi dengan menggunakan estrogen dan 38rogesterone pengganti

masih menjadi perdebatan dari para ahli.

Page 39: 73439983 Bab 1 Degenerasi

BAB III. PENUTUP

KESIMPULAN

1. Pada skenario didapatka adanya 2 degenerasi yaitu degenerasi jaringan

lunak dan degenerasi jaringan keras.

- Degenerasi jaringan lunak misalnya degenerasi pulpa

- Degenerasi jaringan keras misalnya degenerasi sendi

Faktor etiologi dari degeneras: usia, kapasitas kekuatan jaringan tersebut,

penurunan kekuatan jaringan. Pada umumnya pathogenesis degenerasi lunak

maupun keras merupakan akibat dari penurunan usia dan ini mengakibatkan

penimbunan sel dan lipid sehingga terjadi secara bertahap.

2. Osteoporosis merupakan suatu penyakit dimana massa tulang menjadi

rapuh dan berkurang (matriks penyusunnya).

Etiologi : usia dan penyakit sistemik dll

Pathogenesis terjadi osteoporosis ada 4 tahap :

a. Kadar Ca dan P, serta laju endap darah masih dalam batas normal.

b. Kadar alkalin phosphate darah masih normal kecuali bila sudah terjadi

patah tulang

c. Alkalin phosphate lebih tinggi dari kadar normal

d. Kadar zat kapur (Ca) dan pospat, serta PTH (para thyroid hormone) dalam

darah biasanya normal.

Pemeriksaan bisa dilakukan dengan rontgenologis maupun laboratorium

Gejala klinis: sering capek dan daya tahan tubuh berkurang, dan nyeri pada

tulang

Klasifikasi osteoporosis:

a. Osteoporosis primer

b. Osteoporosis sekunder

c. Osteoporosis pada usia anak anak

d. Osteoporosis pada usia muda

Page 40: 73439983 Bab 1 Degenerasi

3. Xerostomia merupakan suatu penyakit dimana terdapat kekeringan saliva

dalam rongga mulut.

Etiologi xerostomia : usia, sinar radiasi (pada kepala dan leher), obat obatan,

stress dll

Pathogenesis dari xerostomia dijelaskan sesuai dengan etiologi xerostomia

misalnya saja pada usia semakin tua usia seseorang maka daya tahan aliran

saliva yang berasal dari kelenjar saliva dan duktusnya mengalami

kemunduruan, obat obatan juga merangsang saraf otonom yang dapat

menyebabkan aliran saliva berkurang.

Gejala klinis : terdapat karies, ada sensasi terbakar, terdapat manifestasi oral

candida, taste disosder dll.

Pemerikasaannya bisa menggunakan sialograf dan pemeriksaan palpasi dan

penentuan vsikositas komposisi dari saliva.

4. Taste disosder : Sensasi rasa pengecap timbul akibat deteksi zat kimia oleh

resepor khusus di ujung sel pengecap (taste buds) yang terdapat di permukaan

lidah dan palatum molle. Sel pengecap tetap mengalami perubahan pada

pertumbuhan, mati dan regenerasi.

5. Menopause disebut juga sebagai “syndrom menghilangnya estrogen”.

Estrogen merupakan salah satu hormon yang dihasilkan oleh oleh kelenjar

gonadotropin pada wanita. Pada keadaan menopause produksi estrogen

berkurang drastis dan pada akhirnya akan terhenti sama sekali.Pada dasarnya

menopause juga terjadi pada laki-laki tetapi hanya berbeda istilah yang

biasanya disebut dengan andropause hanya saja datangnya lebih lambat

dibandingkan dengan wanita. Kedua keadaan ini biasa disebut sebagai

gonadopause.

Page 41: 73439983 Bab 1 Degenerasi

DAFTAR PUSTAKA

Axell T. 1992. The oral mucosa as mirror of general health or disease. Scand. J. Dent. Res. p. 9

Guyton AC, Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Irawati S. Ed. ke-9. Penerbit EGC. Jakarta. hlm. 841-3.

Lynch MA, Brightman VJ, Greenberg MS. 1994. Ilmu Penyakit Mulut: Diagnosis dan Terapi. Alih bahasa: Sianita K. Jilid 1. Ed. ke-8. Percetakan Binarupa Aksara. Jakarta. hlm. 513, 518-19.

Murjiah Dinarto. 2002. Nutrisi pada Usia Lanjut. Dalam buku: Pegangan penatalaksanaan Nutrisi Pasien. Soemilah S, et al. Perhimpunan Dokter Gizi Medik Indonesia. Jakarta. hlm. 51-52

Papas AS, Niessen LC, Chauncey HH. 1991. Geriatric Dentistry, Aging and Oral Health. Mosby – Year Book. America. p. 19.

Sayuti Hasibuan. 1998. Keadaan-keadaan di Rongga Mulut yang Perlu Diketahui pada Usia Lanjut. Majalah Kedokteran Gigi USU. No.4.

Januari. hlm. 43.

Yatim,faisal.2003. Osteoporosis (Penyakit Kerapuhan Tulang) pada Manula. Jakarta : Pustaka Popular Obor

Haskell, R & Cayford J.J. 1991. Penyakit Mulut. Jakarta : EGC

Grossman, Louis I. 1995. Ilmu Endodonti dalam Praktek. Jakarta : EGC