72102203 Pengelolaan Bangunan Hijau Tinjauan Pada Aspek Manajemen Konstruksi Konferensi Budi Luhur

6
PENGELOLAAN BANGUNAN HIJAU TINJAUAN PADA ASPEK MANAJEMEN KONSTRUKSI Wulfram I. Ervianto Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik ,Universitas Atma Jaya Yogyakarta Jl. Babarsari No. 44 Yogyakarta 55281 Telp. (0274) 487711 Fax 0274) 487748 [email protected] ABSTRAK Isu tentang ketidakoptimalan pemanfaatan energi hangat diperbincangkan oleh berbagai kalangan. Tertuduh pertama penyebab kerusakan lingkungan adalah para profesional bidang pembangunan yang terdiri dari perencana dan pembangun. Sebagian beranggapan bahwa telah terjadi ketidakstabilan lingkungan yang berakibat langsung terhadap pemanasan global, hal ini disebabkan oleh perencana dimana hasil rancangannya cenderung merusak. Sebagai respon terhadap isu tersebut kiranya diperlukan peninjauan kembali tata kelola berbagai proyek pembangunan fisik. Sebagai sumber inspirasi dan penggalian informasi didasarkan pada referensi, hasil penelitian, majalah ilmiah populer dan sumber lainnya. Media koleksi informasi digunakan jaringan internet. Hasil dari pengkajian dari berbagai sumber adalah pola pengelolaan proyek mendatang harus dirubah secara gradual mengarah pada pemanfaatan energi minimal dengan mengubah konsep perencanaan, demikian juga pada tahap konstruksi yang dilakukan oleh pembangun. Setelah bangunan terwujud dianjurkan dimunculkan pihak yang mengelola semua fasilitas bangunan dengan bekal pengetahuan operasional yang benar. Berbeda dengan proyek jaman dahulu, pada konsep yang diusulkan ini harus terjadi komunikasi antar pihak baik proses perencanaan, konstruksi dan operasional sehingga dapat diyakinkan bahwa produk perencanaan mampu direalisasikan oleh pembangun dan produk pembangun mampu dioperasikan oleh pihak yang bertanggung jawab. Integrasi dari berbagai pihak menjadi faktor penting dalam tata kelola pembangunan. Kata kunci : perencanaan; pembangunan; tata kelola; bangunan hemat energi 1. PENDAHULUAN Perkembangan ilmu dan teknologi dalam pembangunan mengalami kemajuan yang pesat, hal ini ditandai dengan semakin singkat waktu yang dibutuhkan dalam membangun berbagai fasilitas fisik. Tanpa mengesampingkan aspek mutu bangunan, capaian batasan biaya pelaksanaan pembangunanpun jarang dilampaui. Kondisi ini tak lepas dari ketersediaan sumberdaya yang mumpuni, baik tenaga ahli maupun peralatan yang dibutuhkan selama proses membangun. Selain hal tersebut diatas, pola pengelolaan proyekpun mengalami perubahan yang cukup signifikan jika dibandingkan dua dekade yang lalu, dimana pengelola proyek sebagian besar masih menggunakan pola pengelolaan konvensional. Saat ini, telah berkembang berbagai cara pengelolaan yang variatif dan diyakini lebih baik dibandingkan dengan konvensional telah diterapkan dalam berbagai pengelolaan proyek konstruksi. Perkembangan konsep dalam perancangan bangunan dalam beberapa tahun terakhir ini sedikit demi sedikit mengalami perubahan orientasi. Perubahan orientasi ini disikapi dikarenakan maraknya bencana disepanjang tahun, pada musim kemarau bencana kekeringan muncul dan pada musin hujan bencana banjir datang. Beberapa aspek yang dicurigai sebagai penyebabnya adalah telah terjadi ketidakseimbangan pada alam yang kemungkinan disebabkan oleh aktifitas manusia dalam menyediakan berbagai fasilitas dalam bentuk pembangunan fisik. Cara pandang seperti hal tersebut diatas dimana perancang

Transcript of 72102203 Pengelolaan Bangunan Hijau Tinjauan Pada Aspek Manajemen Konstruksi Konferensi Budi Luhur

Page 1: 72102203 Pengelolaan Bangunan Hijau Tinjauan Pada Aspek Manajemen Konstruksi Konferensi Budi Luhur

PENGELOLAAN BANGUNAN HIJAU

TINJAUAN PADA ASPEK MANAJEMEN KONSTRUKSI

Wulfram I. Ervianto Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik ,Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Jl. Babarsari No. 44 Yogyakarta 55281

Telp. (0274) 487711 Fax 0274) 487748

[email protected]

ABSTRAK

Isu tentang ketidakoptimalan pemanfaatan energi hangat diperbincangkan oleh berbagai kalangan.

Tertuduh pertama penyebab kerusakan lingkungan adalah para profesional bidang pembangunan yang

terdiri dari perencana dan pembangun. Sebagian beranggapan bahwa telah terjadi ketidakstabilan

lingkungan yang berakibat langsung terhadap pemanasan global, hal ini disebabkan oleh perencana

dimana hasil rancangannya cenderung merusak. Sebagai respon terhadap isu tersebut kiranya

diperlukan peninjauan kembali tata kelola berbagai proyek pembangunan fisik.

Sebagai sumber inspirasi dan penggalian informasi didasarkan pada referensi, hasil penelitian, majalah

ilmiah populer dan sumber lainnya. Media koleksi informasi digunakan jaringan internet.

Hasil dari pengkajian dari berbagai sumber adalah pola pengelolaan proyek mendatang harus dirubah

secara gradual mengarah pada pemanfaatan energi minimal dengan mengubah konsep perencanaan,

demikian juga pada tahap konstruksi yang dilakukan oleh pembangun. Setelah bangunan terwujud

dianjurkan dimunculkan pihak yang mengelola semua fasilitas bangunan dengan bekal pengetahuan

operasional yang benar. Berbeda dengan proyek jaman dahulu, pada konsep yang diusulkan ini harus

terjadi komunikasi antar pihak baik proses perencanaan, konstruksi dan operasional sehingga dapat

diyakinkan bahwa produk perencanaan mampu direalisasikan oleh pembangun dan produk pembangun

mampu dioperasikan oleh pihak yang bertanggung jawab. Integrasi dari berbagai pihak menjadi faktor

penting dalam tata kelola pembangunan.

Kata kunci : perencanaan; pembangunan; tata kelola; bangunan hemat energi

1. PENDAHULUAN

Perkembangan ilmu dan teknologi dalam

pembangunan mengalami kemajuan yang pesat,

hal ini ditandai dengan semakin singkat waktu

yang dibutuhkan dalam membangun berbagai

fasilitas fisik. Tanpa mengesampingkan aspek

mutu bangunan, capaian batasan biaya

pelaksanaan pembangunanpun jarang

dilampaui. Kondisi ini tak lepas dari

ketersediaan sumberdaya yang mumpuni, baik

tenaga ahli maupun peralatan yang dibutuhkan

selama proses membangun.

Selain hal tersebut diatas, pola pengelolaan

proyekpun mengalami perubahan yang cukup

signifikan jika dibandingkan dua dekade yang

lalu, dimana pengelola proyek sebagian besar

masih menggunakan pola pengelolaan

konvensional. Saat ini, telah berkembang

berbagai cara pengelolaan yang variatif dan

diyakini lebih baik dibandingkan dengan

konvensional telah diterapkan dalam berbagai

pengelolaan proyek konstruksi.

Perkembangan konsep dalam perancangan

bangunan dalam beberapa tahun terakhir ini

sedikit demi sedikit mengalami perubahan

orientasi. Perubahan orientasi ini disikapi

dikarenakan maraknya bencana disepanjang

tahun, pada musim kemarau bencana

kekeringan muncul dan pada musin hujan

bencana banjir datang. Beberapa aspek yang

dicurigai sebagai penyebabnya adalah telah

terjadi ketidakseimbangan pada alam yang

kemungkinan disebabkan oleh aktifitas manusia

dalam menyediakan berbagai fasilitas dalam

bentuk pembangunan fisik. Cara pandang

seperti hal tersebut diatas dimana perancang

Page 2: 72102203 Pengelolaan Bangunan Hijau Tinjauan Pada Aspek Manajemen Konstruksi Konferensi Budi Luhur

mengesampingkan aspek lingkungan disebut

dengan cara konvensional.

“Mengapa dalam membangun sebaiknya fokus

pada “green building”?. Sebuah pertanyaan

yang harus direspon oleh pengelola

pembangunan. Akhir-akhir ini, akibat aktivitas

manusia telah dirasakan seluruh makhluk hidup

dimuka bumi ini dengan ditandainya suhu

global yang meningkat, krisis energi, timbulnya

bencana yang diyakini disebabkan oleh

ketidakstabilan lingkungan sebagai akibat dari

kegiatan pembangunan.

Pemilik bangunan dapat merasakan langsung

aspek positif dari kepemilikan bangunan yang

“green” dibandingkan dengan konvensional,

yaitu : (1) rendahnya biaya operasional, sebagai

akibat efisiensi dalam pemanfaatan energi dan

air.; (2) lebih nyaman, dikarenakan suhu dan

kelembaban ruang mudah dikontrol; (3)

pembangun wajib memberikan perhatian

terhadap kelembaban, memilih material yang

sedikit mengandung bahan kimia dan sistem

sirkulasi udara yang mampu memberikan

lingkungan dalam ruang yang sehat; (4) mudah

dan murah dalam penggantian komponen

bangunan serta biaya perawatan dan perbaikan

yang relatif rendah. Pembangun harus dapat

memenuhi hasil kerjanya sesuai dengan

rancangan bangunan yang “green”, sedangkan

faktor penting lainnya adalah pemilik bangunan

harus mampu mengoperasikannya.

2. KAJIAN PUSTAKA

2.1. Pengaruh dari persyaratan “hijau”

Dalam menerapkan konsep bangunan hijau

akan mempengaruhi seluruh proses dalam

mewujudkan sebuah bangunan, termasuk

didalamnya aspek biaya, jadwal dan

produktivitas bagi kontraktor. Kadang kala

terjadi kesalahan dalam memahami bahwa

penerapan konsep bangunan hijau hanya

berpengaruh tahap disain saja dan menjadi

urusan kontraktor dalam mewujudkan disain

tersebut menjadi kenyataan. Pesyaratan

bangunan hijau akan berpengaruh terhadap

proses pengadaan kontraktor sampai dengan

penyerahan proyek tersebut. Dengan sendirinya

dengan adanya persyaratan bangunan hijau ini

akan berpengaruh terhadap cara kerja

kontraktor dan sub-kontraktor selama

pelaksanaan di lapangan. Persyaratan bangunan

hijau ini diantaranya adalah : (a) site layout, (b)

manajemen sisa konstruksi, (c) peroteksi dan

penyimpanan material bangunan, (d) kualitas

udara di lokasi proyek selama proses

konstruksi, (e) pemahaman berbagai

persyaratan bangunan hijau.

2.2. Green Poject Delivery

Bangunan hijau dapat diwujudkan melalui

berbagai cara sejak proses disain sampai dengan

penyelesaian dan akhirnya diserahkan kepada

pemilik proyek. Bangunan hijau ini akan

menjadi permasalahan utama bagi kontraktor

dalam mewujudkannya, karena dengan

sendirinya konsep ini akan berpengaruh

terhadap lingkup kerja dan risiko bagi

kontraktor. Pengelolaan ini menjadi sangat

penting bagi kontraktor dalam

mengorganisasikannya selama proses

berlangsung, dikenal dengan project delivery

system. Terdapat berbagai jenis project

delivery, namun tidak dapat ditentukan

manakah yang paling tepat diterapkan dalam

sebuah proyek mengingat karakter proyek

adalah unik.

Berbagai cara pengelolaan proyek yang

dimungkinkan adalah : (a) metoda kontrak

umum; (b) metoda kontrak terpisah; (c) metoda

kontak rancang bangun; (d) metoda swakelola;

dan (e) metoda manajemen konstruksi. Jika

dicermati lebih lanjut dari kelima metoda

kontrak tersebut dapat dibedakan menjadi

beberapa kelompok, yaitu : (a) design-bid-

build, tujuan utama dari metoda ini adalah

diperoleh biaya yang cukup rendah, proses

seleksi berbagai pihak dilakukan oleh pemilik

proyek. Metoda yang termasuk dalam

kelompok ini adalah metoda kontrak umum dan

kontrak terpisah; (b) construction management,

pemilik proyek mengadakan kontrak dengan

konsultan manajemen konstruksi, perencana

dan kontraktor, dimana setiap kontrak terpisah

satu sama lain; (c) design-build, metoda ini

hanya terdapat satu kontrak antar pemilik

proyek dengan pihak penyedia jasa yang

mempunyai kepakaran dalam perencanaan dan

pelaksanaan.

2.3. Tahapan proyek “green building”

Sistem pengelolaan proyek yang berorientasi

“green” akan berbeda dengan proyek-proyek

pada umumnya, perbedaan terjadi pada proses

Page 3: 72102203 Pengelolaan Bangunan Hijau Tinjauan Pada Aspek Manajemen Konstruksi Konferensi Budi Luhur

perencanaan dan konstruksi dan tim proyek

harus menyadari perbedaan ini. Setelah aspek

pembiayaan proyek disetujui oleh pemilik

proyek maka proses selanjutnya seperti gambar

1 berikut (Kibert C.J., 2008) :

Sumber : Charle J. Kibert, 2008

Gambar 1 : Tahap eksekusi proyek “green”

building

Setting priorities, ketika keputusan telah

ditetapkan untuk membangun “green building”,

maka pemilik proyek harus menetapkan

prioritas utama yang hendak dicapai, misalnya

saja lebih diutamakan dalam konservasi energi

dibandingkan pemanfaatan air. Salah satu

pertimbangan dalam penetapan prioritas ini

ditentukan oleh daerah/lokasi tempat dimana

bangunan akan dibangun.

Selection of the team project, melakukan seleksi

tim proyek yang didasarkan pada kualifikasi

yang ditetapkan oleh pemilik proyek,

diantaranya adalah kualifikasi dari arsitek,

disain interior, arsitek landscape, konstruktor,

mekanikal dan elektrikal dimana semua pihak

akan bekerja bersama dalam proses

perencanaan. Selain itu, juga dipaparkan

tentang “green building” yang diinginkan oleh

pemilik proyek.

Integrated design process, agar terbentuk

kerjasama yang baik dalam tim proyek maka

dibutuhkan interaksi dan komunikasi dari

berbagai pihak yang terlibat didalamnya.

Mengingat konsep “green” ini relatif baru

dalam industri jasa kontruksi maka diharapkan

semua pihak dalam tim proyek untuk dapat

memahami tujuan utamanya yaitu : efisiensi,

keberlanjutan, sertifikasi, bangunan sehat.

Pemahaman tersebut mencakup tiga hal utama

yaitu : pertama, dapat memenuhi tujuan

utamanya untuk memberikan informasi tentang

proyek yang sesungguhnya diinginkan; kedua,

membiasakan dengan apa yang menjadi

prioritas utama dari pemilik proyek untuk

mencapai “green building”; ketiga, memberi

kesempatan kepada tim proyek dalam

menyelesaikan program yang akan dijalankan

untuk mencapai “green” building. Dalam

rancangan konvensional setiap pihak akan

memulai pekerjaannya sesuai dengan kerangka

waktu masing-masing, berbeda dengan

rancangan “green” semua pihak berkewajiban

memberi masukan sepanjang proses

perencanaan. Perbedaan yang signifikan antar

kedua konsep tersebut terletak pada tahap IDP.

Input from the wide variety of parties, tahap ini

merupakan tahap konsolidasi dari berbagai

pihak, diantaranya dari tim proyek, pemilik,

pengguna dan pihak lain yang ikut

berkontribusi dari proyek ini.

Execution of the design process, sesuai dengan

pentahapan disain, pengembangan disain,,

dokumen proyek, dokumen tentang bangunan

“green” guna mendapatkan sertifikasi, yang

dibuat dalam IDP.

Construction of the building, pada tahap ini

kontraktor harus mengimplementasikan “green”

building, meminimalisasi gangguan di lokasi

pekerjaan, melindungi hewan dan tumbuhan,

meminimalisasi sisa pembangunan dan

sebisanya mendaur ulang, menjamin bangunan

yang dihasilkan cukup sehat, melakukan

dokumentasi pada tahap konstruksi untuk

“green” building.

Final commissioning and handover to the

owner, tahap ini proyek dipindah tangankan

kepada pemilik proyek untuk selanjutnya

dimanfaatkan.

Berbeda dengan Kibert, C.J., US Green

Building Council, 1996 mengemukakan

tahapan dalam eksekusi bangunan “green”

adalah sebagai berikut :

Kegiatan dalam setiap tahapnya adalah sebagai

berikut :

Setting priorities for the

green building project

Selection of the

team project

Implementing and Integrated

Design Process (IDP)

Conduct charrette to obtain input for the

project from the wide variety of parties

Execution of the design

process

Construction of the

building

Final commisioning and

handover to the owner

Develop Green VisionEstablish Project Goals and Green Design CriteriaSet PrioritiesDevelop Building ProgramEstablish BudgetAssemble Green TeamDevelop Partnering StrategiesDevelop Project ScheduleReview Laws and StandardConduct ResearchSelect Site

PRE-DESIGN

Page 4: 72102203 Pengelolaan Bangunan Hijau Tinjauan Pada Aspek Manajemen Konstruksi Konferensi Budi Luhur

2.4. Siklus Hidup Proyek Konstruksi

Dalam perkara disain, salah satu harapan

perancang dalam merancang bangunan adalah

kelak bangunannya dapat berfungsi dengan baik

sesuai dengan yang telah ditetapkan. Dalam

proyek konstruksi, perancang bangunan adalah

sebuah tim umumnya terdiri dari berbagai

disiplin ilmu, dimana satu sama lain saling

berkolaborasi sesuai dengan disiplin ilmu

masing-masing untuk menghasilkan karya

terbaik dari sistem sebuah bangunan. Banyak

aspek yang dipertimbangkan oleh perancang

dalam hal menetapkan sistem atau material

yang akan diaplikasikan dalam sebuah

bangunan sesuai dengan kepakaran masing-

masing, salah satunya adalah aspek umur

material yang akan mempengaruhi umur

bangunan secara keseluruhan.

Tahapan dalam siklus hidup sebuah proyek

konstruksi pada umumnya mengikuti pola

sebagai berikut : studi kelayakan, perencanaan,

pengadaan, pelaksanaan dan operasional. Pada

setiap tahap mempunyai tujuan yang berbeda

dengan tingkat akurasi yang tidak sama. Misal

pada kegiatan estimasi biaya sebuah proyek

pada tahap studi kelayakan akan berbeda

dengan tahap perencanaan, tahap pengadaan,

tahap pelaksanaan dan tahap operasional.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa jika

pemilik proyek hendak mendapatkan hasil yang

maksimal maka sebaiknya mengikuti pola yang

umum digunakan. Sedangkan apabila salah satu

tahap diabaikan dengan tujuan

menyederhanakan proses membangun maka

posibilitas terjadinya ketidaksesuaian akan

semakin besar dan potensi terjadinya konflik

akan semakin tinggi.

Gambar 2 : Siklus hidup dipandang sebagai

sistem

2.5. Sistem Pengelolaan Konvensional

Pada umumnya pengelolaan proyek diawali

dengan proses perencanaan yang dilakukan oleh

konsultan, dimana keanggotaannya terdiri dari

berbagai disiplin ilmu. Arsitek mengawali

proses perencanaan dengan produk yang

dihasilkan berupa gambar rencana dan

dilengkapi dengan spesifikasi bahan yang akan

digunakan. Proses berikutnya adalah

menetapkan dimensi struktur bangunan yang

dilakukan oleh konstruktor bangunan. Pada saat

yang bersamaan disiplin ilmu lain juga

melakukan perencanaan sesuai dengan keahlian

masing-masing, misal : mekanikal elektrikal,

plumbing dan lainnya. Setelah seluruh proses

perencanaan diselesaikan maka akan

dilanjutkan dengan proses berikutnya yaitu

pengadaan kontraktor, diikuti dengan

pengadaan subkontraktor dan pemasok berbagai

jenis kebutuhan. Dengan adanya berbagai pihak

yang berperan dalam proyek sekaligus proses

konstruksi dijalankan dan pada akhirnya

bangunan tersebut dimanfaatkan oleh

penggunanya.

2.6. Sistem Pengelolaan “Green”

“Green construction” hanya akan terjadi

manakala dipersyaratkan dalam dokumen

kontrak. Kontraktor dalam membangun sebuah

bangunan terfokus pada pemenuhan apa yang

dipersyaratkan dalam rencana proyek dan

spesifikasi, dalam hal ini kontraktor lebih

bersifat pasif. Posisi kontraktor dalam sistem

pengelolaan proyek menjadi sangat tidak

menguntungkan untuk menjadi pihak yang aktif

STUDI KELAYAKAN PERILAKU PENGGUNAOPERASIONALPELAKSANAANPENGADAANPERENCANAAN

masukan

perencanaan

Confirm Green Design CriteriaDevelop Green SolutionTest Green SolutionSelect Green SolutionCheck Cost

Refine Green SolutionDevelop, Test, Select Green SolutionCheck Cost

Document Green Materials and SystemCheck Cost

DESIGN

CONSTRUCTIONDOCUMENT

DESIGNDEVELOPMENT

SCHEMATICDESIGN

Clarify Green SolutionEstablish CostSign Contract

BID

Review Sustitutions and Submittals for Green ProductReview Materials Test DataBuild ProjectCommision the System. Testing. Operations and Maintenance Manuals. Training

CONSTRUCTION

Re-Commision the SystemsPerform MaintenanceConduct Post OccupancyEvaluation

OCCUPANCY

Page 5: 72102203 Pengelolaan Bangunan Hijau Tinjauan Pada Aspek Manajemen Konstruksi Konferensi Budi Luhur

dalam mewujudkan “green construction”.

Kontraktor sebagai pihak yang mempunyai

tanggung jawab sosial dalam menjalankan

profesinya akan berpartisipasi aktif dalam

mewujudkan “green construction” dengan

beberapa alasan (Glavinich T.E., 2008) : (1)

pengguna jasa mensyaratkan penyedia

jasa/pemasok berorientasi terhadap lingkungan

dan menyediakan semua material dan jasa yang

ramah terhadap lingkungan, termasuk

didalamnya kontraktor yang proaktif terhadap

lingkungan.; (2) Kontraktor yang ada di

lapangan termasuk seluruh karyawannya

mempunyai komitmen terhadap lingkungan dan

mengutamakan cara bekerja yang ramah

terhadap lingkungan, sehingga mampu

memberikan kontribusi dalam mencari solusi

bukan malah menjadi sumber masalah; (3)

Kontraktor bertanggung jawab atas pemenuhan

undang-undang lingkungan dan regulasi yang

ditetapkan; (4) meningkatnya overhead cost

sebagai usaha untuk pemenuhan undang-

undang tentang lingkungan serta regulasi yang

ditetapkan dengan cara mengalihkan risiko

kepada pihak ketiga/pihak asuransi; (5)

meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap

lingkungan akan menyebabkan pemerintah

menetapkan regulasi yang semakin ketat

terhadap seluruh industri termasuk jasa

konstruksi yang tidak proaktif terhadap

lingkungan.

2.7. Pengertian “Green construction”

“Green construction” dapat didefinisikan

(Glavinich T.E., 2008):

Green construction is a planning and managing

a construction project in accordance with the

contract document in order to minimize the

impact of the construction process on the

environment.

Dalam definisi tersebut menempatkan

kontraktor untuk berperan proaktif peduli

terhadap lingkungan, serta selalu meningkatkan

efisiensi dalam proses konstruksi, konservasi

energi, efisiensi pemanfaatan air, dan

sumberdaya lainnya selama masa konstruksi

serta meminimalisasi material sisa konstruksi.

Tujuan dari sustainable construction adalah

(Conceil International du Batiment, 1994) :

“ creating and operating a healty build

environment based on resource efficiency and

ecological design”

2.8. “Green Construction” Tanpa “Green

Design”

Jika pemilik proyek menghendaki bangunan

yang ramah lingkungan maka sejak tahap awal

tim perencana bangunan sudah harus

mengimplementasikan konsep-konsep “green

building” dalam perencanaannya. Terlepas

apakah kontraktor terlibat dalam proses

perencanaan atau tidak tetapi tujuan utamanya

adalah merealisasikan bangunan sesuai dengan

keinginan pemilik proyek dalam batasan waktu

dan biaya. Keahlian kontraktor dalam

perencanaan pelaksanaan dan pengaturan

selama proses konstruksi termasuk proses

pengadaan material, tenaga kerja dan peralatan

dalam usaha menyelesaikan seluruh pekerjaan,

terlepas dikerjakan sendiri atau oleh pihak

ketiga pada pekerjaan yang spesifik. Kontraktor

tetap harus bertanggung jawab selama proses

konstruksi berlangsung dan bertindak proaktif

peduli terhadap lingkungan dan tetap

berorientasi pada “green construction” tanpa

melihat perencanaan yang “green” atau tidak.

2.9. Kontraktor “Green”

Menjadi kontraktor “green” dalam menjalankan

profesinya harus ditumbuhkan dan ditanamkan

menjadi bagian dalam budaya perusahaan.

Fokus dari kontraktor “green” tidak hanya

terkonsentrasi pada kegiatan di lapangan dalam

merealisasikan fisik bangunan saja, namun juga

harus ditumbuhkan dalam lingkungan kantor,

misalnya melakukan recycled kertas bekas

fotocopy, penggunaan lampu hemat energi,

penggunaan sensor, penggunaan alat

perkantoran hemat energi. Termasuk dalam

pemilihan kendaraanpun tetap berorientasi pada

konsumsi energi jika hendak menjadi

kontraktor “green”.

3. METODOLOGI

Untuk mendapatkan sistem pengelolaan yang

berpotensi diterapkan dalam pengelolaan

bangunan hijau dilakukan pengkajian secara

mendalam terhadap semua delivery system

4. HASIL DAN DISKUSI

Dari proses pengkajian dapat dilihat bahwa

beberapa delivery sistem yang berpotensi

diaplikasikan dalam bangunan “green” adalah:

Page 6: 72102203 Pengelolaan Bangunan Hijau Tinjauan Pada Aspek Manajemen Konstruksi Konferensi Budi Luhur

(1) metoda rancang bangun; (2) metoda

swakelola; (3) metoda manajemen konstruksi.

Metoda rancang bangun, hampir semua aspek

kegiatan dalam bangunan “green” dapat

diakomodasi oleh metoda ini. Keterlibatan

perencana/pelaksana dimulai sejak terjadinya

kontrak yaitu setelah pengguna jasa

memformulasi bangunan “green” kedalam

dokumen Kerangka Acuan Kerja. Berdasarkan

dokumen tersebut perencana/pelaksana dapat

menjalankan kewajiban sebagai profesinya

untuk merealisasikan bangunan “green”.

Perencana/pelaksana dalam metoda ini berada

dalam satu payung perusahaan mempunyai

posibilitas yang tinggi untuk berinteraksi antara

ranah perencanaan dan pelaksanaan. Hal ini

merupakan salah satu faktor kunci dalam

mengimplementasikan konsep bangunan

“green”, seperti tahap IDP yang dikemukakan

oleh Charle J. Kibert, 2008. Berbeda dengan

US Green Building Council, 1996,

dikemukakan bahwa tiap pihak dalam siklus

hidup proyek dapat berdiri berdiri sendiri

namun disyaratkan tetap memberikan

kontribusi dalam setiap pentahapan bangunan

“green”. Hal ini akan sedikit merepotkan

manakala perencana telah ditetapkan namun

pelaksana belum ditetapkan, sehingga kecil

posibilitas terjadinya interaksi antar keduanya.

Metoda swakelola, dalam metoda ini tidak

terjadi kontrak antara pengguna jasa dengan

penyedia jasa. Metoda ini tepat diterapkan

untuk proyek yang bersifat sederhana dan

tingkat kesulitannya tidak tinggi. Karakter

metoda ini adalah semua pihak berada dalam

satu payung organisasi sehingga posibilitasnya

cukup tinggi dalam merealisasikan bangunan

“green”. Persyaratan utama yang perlu

dipenuhi adalah tersedianya tenaga ahli yang

kompeten dalam berbagai disiplin ilmu.

Metoda Manajemen Konstruksi, berbeda

dengan dua metoda terdahulu, metoda ini lebih

difokuskan adanya pihak yang mempunyai

kewajiban utama mengelola seluruh proses

dalam sebuah proyek. Manajemen konstruksi

merupakan representasi dari pengguna jasa

yang didasarkan pada hubungan kontraktual.

Sukses dan tidaknya sebuah proyek sangat

ditentukan oleh tingkat kepakaran konsultan

manajemen konstruksi. Sedangkan proses

selanjutnya dapat mengikuti satu dari berbagai

delivery system yang ada.

5. KESIMPULAN

Berdasarkan paparan dari tiga delivery system

yang berpotensi untuk diimplementasikan

dalam bangunan “green”, dapat disimpulkan

bahwa sistem yang dianggap baik untuk

mengelola proyek bangunan “green” adalah

rancang bangun namun dilakukan penyesuaian

agar terjadi sinkronisasi dengan konsep

bangunan “green”. Tidak menutup

kemungkinan penggabungan antara sistim

rancang-bangun dengan manajemen konstruksi

dirasakan menghasikan kinerja yang baik.

Bentuk struktur keterkaitan satu sama lain

dalam menghasilkan bangunan “green” seperti

pada gambar 4.

Gambar 3 : Kombinasi Manajemen Konstruksi

dengan Rancang Bangun

DAFTAR PUSTAKA

1. Glavinich T.E., 2008, Contractors Guide

to Green Building Construction :

Management, Project Delivery,

Documentation, and Risk Reduction,

John Wiley.

2. Kibert C.J., 2008, Sustainable

Construction, John Wiley & Sons,

Inc.Hoboken, New Jersey.