7. Prinsip Penanggulangan Bencana

download 7. Prinsip Penanggulangan Bencana

of 38

description

prinsip

Transcript of 7. Prinsip Penanggulangan Bencana

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia merupakan satu negara kepulauan yang luas, banyak memiliki gunung berapi, terletak antara dua lempengan geologi yang selalu bergerak, memiliki dua musim yaitu musim hujan dan kemarau serta dihuni oleh penduduk dari berbagai etnis dan agama yang merupakan potensi yang sangat strategis. Akhir-akhir ini Indonesia terjadi bencana alam yang beruntun seperti gempa bumi, letusan gunung berapi, tanah longsor, banjir dan yang paling merusak adalah gelombang tsunami seperti yang telah terjadi di provinsi NAD dan provinsi Sumatera Utara (Pulau Nias) pada akhir tahun 2004. Akibat dari kejadian bencana yang beruntun tersebut ratusan ribu jiwa penduduk telah menjadi korban dan ratusan ribu lainnya terpaksa meninggalkan pemukiman nya dan mengungsi ke tempat yang lebih aman untuk melanjutkan kehidupan dan penghidupannya. Jumlah kerugian material yang ditimbulkan oleh bencana alam tersebut baik yang berupa harta benda warga masyarakat maupun prasarana dan sarana pelayanan publik milik pemerintah cukup besar dan bahkan terjadinya pengungsian warga masyarakat yang cukup besar kini telah sangat membebani anggaran pemerintah. Salah satu pembiayaan yang cukup membebani anggaran pemerintah tersebut adalah diantaranya bantuan jaminan hidup untuk ratusan ribu jiwa pengungsi korban bencana alam yang lokasinya tersebar diseluruh wilayah Indonesia. Disamping bencana alam, akhir-akhir ini Indonesia juga dihadapkan pada bencana sosial yang diakibatkan oleh ulah manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat dan teror. Pengungsian warga masyarakat yang disebabkan oleh konflik sosial ini dibeberapa daerah juga cukup besar yang pada akhirnya juga memerlukan bantuan biaya jaminan hidup. Pemerintah juga harus mengeluarkan biaya lainnya untuk pemenuhan kebutuhan obat-obatan, tempat penampungan, stimulan, penyediaan bahan bangunan rumah bagi mereka yang ingin kembali ke lokasi hunian semula ataupun di lokasi yang baru (relokasi) termasuk untuk penyediaan air bersih, fasilitas sanitasi serta prasarana akhirnya memandang perlu untuk menetapkan kebijakan baru dalam penyelenggaraandan sarana pelayanan publik lainnya.Berdasarkan hal tersebut diatas, Pemerintah Indonesia pada akhirnya memandang perlu untuk menetapkan kebijakan baru dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana yang lebih serius secara terencana, terkoordinasi, terpadu dan berkelanjutan. Kebijakan tersebut tertuang dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana yang diundangkan pada tanggal 26 April 2007. Dan sebagai tindak lanjut dari diundangkannya Undang-undang Nomor 24 tahun 2007 tersebut, oleh Menteri Pekerjaan Umum telah diterbitkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 233/KPTS/M/2008 tentang Penetapan Kembali Satuan Tugas dan Tanggung Jawab adalah merumuskan dan menyusun petunjuk pelaksanaan/petunjuk teknis dalam pelaksanaan penanggulangan bencana dan rehabilitasi/rekonstruksi pada tahap pasca bencana dilingkungan Kementerian Pekerjaan Umum.

1.2 Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :1. Mengetahui definisi dan jenis-jenis bencana2. Mengetahui kebijakan-kebijakan dan pengorganisasian penanggulangan bencana3. Mengetahui tentang penyelenggaraan penanggulangan bencana4. Mengetahui peran puskesmas dalam penyelenggaraan puskesmas

II. PEMBAHASAN

2.1Pengertian bencanaMenurut UU No.24/2007 tentang Penanggulangan Bencana, bencana adalah Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/ atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.Pengertian bencana menurut International Strategy for Disaster Reduction (ISDR) :Suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat, sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi , ekonomi atau lingkungan dan melampaui kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi dengan menggunakan sumber daya mereka sendiri.

2.2Jenis-jenis bencana (Dhani Armanto, 2006)Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh antara lain gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan/puting beliung, dan tanah longsorBencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal tekhnologi, gagal modernisasi, epidemik, dan wabah penyakit.Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan terorBanjirBanjir merupakan kondisi dimana sebagian besar air menggenangi permukaan tanah yang biasanya kering. Banjir merupakan bencana alam yang paling sering terjadi. Penyebab nya yaitu :a) Hujan dalam waktu panjang dan deras selama berhari-harib) Penanganan sampah yang burukc) Perencanaan tata kota yang tidak ditepati/menyimpang, biasanya karena makin sempitnya daerah resapan air atau jalur hijau yang terdesak pemukiman atau industri.d) Berkurangnya tumbuh-tumbuhan/pohon yang semakin sedikit sehingga semakin sedikit pula daerah resapan airYang harus diwaspadai saat bencana banjir adalah munculnya wabah penyakit, seperti :a) Penyakit diare, yang biasanya disebabkan oleh air dan makanan yang tidak higienisb) Penyakit yang disebabkan karena nyamuk, karena genangan air mempercepat penyebarluasan jentik-jentik nyamuk dan serangga

TsunamiTsunami berasal dari bahasa Jepang, Tsu berarti pelabuhan, Nami berarti gelombang laut. Tsunami terjadi di daerah pesisir. Tsunami diartikan sebagai rangkaian gelombang laut yang melanda wilayah pantai dan daratan akibat terjadinya peristiwa geologi di dasar laut yaitu gempa bumi, letusan gunung api dan longsoran.Contoh tsunami yang diakibatkan :a) Gempa bumi di dasar laut : Banyuwangi 1994, Biak 1996, Aceh 2004b) Letusan gunung api di dasar laut : Krakatau 1883c) Longsoran di dasar laut : Teluk Lituya Alaska 1958Tanda-tanda tsunami adalah :a) Gempa bumi yang sangat kuat, lebih dari 1 menit, tiang bangunan runtuh/rusak, dan manusia tak mampu berdiri tegakTanah LongsorPengertian yaitu terjadinya pergerakan tanah atau bebatuan dalam jumlah besar secara tiba-tiba atau berangsur-angsur yang pada umumnya terjadi di daerah lereng yang gundul atau kondisi tanah dan bebatuan yang rapuh. Biasanya daerah yang pernah mengalami longsor sebelumnya, merupakandaerah gundul dan aliran air hujan adalah daerah yang rawan tanah longsor.Gempa BumiGempa bumi terjadi karena pergesekan antar lempeng tektonik yang berada di bawah permukaan bumi. Dampak dari pergesekan itu menimbulkan energi luar biasa dan menimbulkan goncangan di permukaan dan seringkali menimbulkan kerusakan hebat pada sarana seperti rumah/bangunan, jalan, jembatan, tiang listrik.

Berdasarkan sumber penyebabnya, ada 3 jenis gempa bumi :a) Gempa bumi tektonik adalah gempa bumi yang disebabkan oleh pelepasan energi akibat pergerakan lempeng bumi atau patahan. Gempa jenis ini paling banyak menimbulkan kerusakan dan banyak korban.b) Gempa bumi vulkanik adalah gempa bumi yang disebabkan oleh pelepasan energi akibat aktivitas gunung berapi yaitu pergerakan magma yang menekan/mendorong lapisan batuan sehingga pergeseran bebatuan di dalamnya menimbulkan terjadinya gempa bumi.c) Gempa bumi induksi adalah gempa bumi yang disebabkan oleh pelepasan energi akibat sumber lain seperti runtuhan tanah.Gempa bumi sering diikuti dengan gempa susulan dalam beberapa jam atau hari setelah gempa pertama yang dapat menyebabkan penghancuran pada bangunan yang telah retak/goyah akibat gempa sebelumnya.Letusan Gunung BerapiGunung berapi terjadi karena endapan magma dalam perut bumi yang didorong keluar oleh gas yang bertekanan tinggi. Letusan membawa abu dan batu yang menyembur sejauh radius 18 Km atau lebih, lava dapat mengalir sejauh 90 Km. Letusan gunung berapi dapat menimbulkan korban jiwa dan berpengaruh pada perubahan iklim.Letusan gunung berapi menghasilkan :a) Gas vulkanik adalah gas yang dikeluarkan saat gunung berapi meletus, berupa Karbon Monoksida, Karbon Dioksida, Hidrogen Sulfida, Sulfur Dioksida, dan Nitrogenb) Lava adalah cairan magma yang bersuhu tinggi yang mengalir ke permukaan melalui kawah gunung berapi. Lava encer mampu mengalir jauh dari sumbernya mengikuti sungai atau lembah yang ada sedang lava kental mengalir tak jauh dari sumbernyac) Lahar adalah banjir bandang di lereng gunung yang terdiri campuran bahan vulkanik berukuran lempung sampai bongkah, dikenal sebagai lahar letusan dan lahar hujan. Lahar letusan terjadi apabila gunung berapi yang mempunyai danau kawah meletus, sehingga air danau yang panas bercampur dengan material letusan. Lahar hujan terjadi karena percampuran material letusan dengan air hujan di sekitar puncaknyad) Awan panas adalah awan dari material letusan besar yang panas, mengalir turun dan akhirnya mengendap di dalam dan sekitar sungai dan lembah. Awan panas dapat mengakibatkan luka bakar pada bagian tubuh serta sesak pernafasan sampai tidak bisa bernafase) Abu letusan gunung berapi adalah material letusan yang sangat halus yang karena hembusan angin dampaknya bisa dirasakan sejauh ratusan kilometer

Angin TopanAngin Topan adalah udara bertekanan rendah yang terjadi di lautan tropis. Berkecepatan sampai lebih dari 200km/jam yang didampingi dengan hujan lebat dan menyebabkan badai di daerah pesisirKonflik SosialKonflik sosial merupakan suatu hal yang tak terelakkan dalam masyarakat yang terdiri dari latar belakang suku, agama, adat istiadat, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya. Keberagaman dapat pula menjadi ancaman terhadap keutuhan seperti yang sering terjadi karena kesenjangan ekonomi dan kemiskinan karena ketidakadilan ekonomi, sosial, hukum dan politik, kemudian perbedaan cara pandang keagamaan dan adat istiadat yang sering menimbulkan konflik yang secara laten dapat meledak menjadi kekerasan.Konflik sosial dapat menjadi bencana ketika telah menjadi kekerasan yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa, kerusakan sarana/prasarana umum dan tempat tinggal serta trauma psikologis.Contoh dari konflik sosial adalah Peristiwa Mei 1998TerorTeror merupakan jenis bencana yang paling sulit diduga karena biasanya bermotif tertentu, seperti politik nasional dan internasional serta pertahanan keamanan. Motifnya adalah menimbulkan rasa takut dan memperkuat posisi tawar untuk mencapai kehendak tertentu. Sasarannya adalah sarana vital seperti kantor pemerintah, sarana transportasi dan komunikasi, industri, tempat keramaian (pariwisata dan lokasi lain), instalasi militer. Teror dapat berupa serangan bom, pembakaran, peracunan, penculikan, serangan bersenjata.

2.3Kebijakan Pemerintah Indonesia Berkaitan dengan Penanggulangan Bencana (Pedoman penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, 2010)Sistem nasional penanggulangan di Indonesia dibuat menuju upaya penanggulangan bencana secara tepat. Pada tahun 2008, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA, bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, dipandang perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Badan Nasional. Penanggulangan Bencana BNPB mempunyai tugas :a) memberikan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana,m penanganan tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi secara adil dan setarab) menetapkan standardisasi dan kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan peraturan perundangundanganc) menyampaikan informasi kegiatan penanggulangan bencana kepada masyarakatd) melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada Presiden setiap sebulan sekali dalam kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi darurat bencanae) menggunakan dan mempertanggungjawabkan sumbangan/bantuan nasional dan internasionalf) mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negarag) melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundangundanganh) menyusun pedoman pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah.

Secara umum, DASAR HUKUM penanggulangan bencana di Indonesia (Yultekni,2012), yaitu:a) UUD 1945 RI, Pasal 4, Ayat 1b) UU No.24 Th. 2007 Tentang Penanggulangan Bencanac) PP No. 38 Th. 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahand) PP No. 21 Th. 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencanae) PP No. 32 Th. 2008 Tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana.f) Pepres No. 8 Th. 2008 Tentang BNPBKarena kebijakan terbaru yang dibuat oleh pemerintah adalah perundangan tahun 2008, maka kami akan membahas tentang kebijakan perundangan penanggulangan bencana tahun 2008.Kami menyajikan dalam 4 kategori : a) Pada tahap kesiapanParagraf 4, Pepres No. 8 Th. 2008 Tentang BNPB,Deputi Bidang Pencegahan dan KesiapsiagaanPasal 19 berisi :(1) Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala BNPB.(2) Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan dipimpin oleh Deputi.Pasal 20Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan mempunyai tugas mengkoordinasikan dan melaksanakan kebijakan umum di bidang penanggulangan bencana pada prabencana serta pemberdayaan masyarakat.Pasal 21Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan menyelenggarakan fungsi:a. perumusan kebijakan umum di bidang penanggulangan bencana pada prabencana serta pemberdayaan masyarakat;b. pengkoordinasian dan pelaksanaan kebijakan umum di bidang penanggulangan bencana pada prabencana serta pemberdayaan masyarakat;c. pelaksanaan hubungan kerja di bidang penanggulangan bencana pada prabencana serta pemberdayaan masyarakat;d. pemantauan, evaluasi, dan analisis pelaporan tentang pelaksanaan kebijakan umum di bidang penanggulangan bencana pada prabencana serta pemberdayaan masyarakat.b. Pada saat tanggap darurat bencanaTerdapat pada Pasal 23Deputi Bidang Penanganan Darurat mempunyai tugas mengkoordinasikan dan melaksanakan kebijakan umum di bidang penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat.Pasal 24Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Deputi Bidang Penanganan Darurat menyelenggarakan fungsi:a. perumusan kebijakan umum di bidang penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat dan penanganan pengungsi;b. pengkoordinasian dan pelaksanaan kebijakan umum di bidang penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat dan penanganan pengungsi;c. komando pelaksanaan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat;d. pelaksanaan hubungan kerja di bidang penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat dan penanganan pengungsi;e. pemantauan, evaluasi, dan analisis pelaporan tentang pelaksanaan kebijakan umum di bidang penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat dan penanganan pengungsi.c.Rehabilitasi dan RekonstruksiPasal 25(1) Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala BNPB.(2) Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi dipimpin oleh Deputi.Pasal 26Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi mempunyai tugas mengkoordinasikan dan melaksanakan kebijakan umum di bidang penanggulangan bencana pada pascabencana.Pasal 27Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi menyelenggarakan fungsi:a. perumusan kebijakan umum di bidang penanggulangan bencana pada pascabencana;b. pengkoordinasian dan pelaksanaan kebijakan umum di bidang penanggulangan bencana pada pascabencana;c. pelaksanaan hubungan kerja di bidang penanggulangan bencana pada pascabencana;d. pemantauan, evaluasi, dan analisis pelaporan tentang pelaksanaan kebijakan umum di bidang penanggulangan bencana pada pascabencana.

d.Deputi Bidang Logistik dan PeralatanPasal 28(1) Deputi Bidang Logistik dan Peralatan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala BNPB.(2) Deputi Bidang Logistik dan Peralatan dipimpin oleh Deputi.Pasal 29Deputi Bidang Logistik dan Peralatan mempunyai tugas melaksanakan koordinasi dan dukungan logistik dan peralatan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.Pasal 30Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Deputi Bidang Logistik dan Peralatan menyelenggarakan fungsi:a. perumusan kebijakan di bidang logistik dan peralatan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana;b. pelaksanaan penyusunan perencanaan di bidang logistik dan peralatan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana;c. pemantauan, evaluasi, analisis, pelaporan pelaksanaan kebijakan dibidang logistik dan peralatan dalam penyelenggaraan.

2.4Pola Pembentukan Sistem Penanggulangan Bencana Tingkat Pusat dan Daerah.Mengenai sistem penanggulangan bencana tingkat Pusat, terdapat pada Pasal 34(1) Di lingkungan Unsur Pelaksana Penanggulangan Bencana dapat dibentuk 2 (dua) Pusat sebagai unsur penunjang tugas dan fungsi Unsur Pelaksana Penanggulangan Bencana.(2) Pusat dipimpin oleh Kepala Pusat yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala BNPB.Pasal 35Pembentukan Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ditetapkan oleh Kepala BNPB setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara.

Mengenai sistem penanggulangan bencana tingkat daerah juga ditetapkan di dalam Pepres No. 8 Th. 2008 Tentang BNPB yang terdapat pada KETENTUAN LAIN-LAIN :Pasal 63(1) Untuk melaksanakan tugas penanggulangan bencana di daerahbaik Provinsi maupun Kabupaten/ Kota dibentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah yang selanjutnya disebut BPBD yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.(2) Pembentukan BPBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui koordinasi dengan BNPB.(3) BNPB mengadakan rapat koordinasi dengan BPBD, sekurangkurangnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun.Pasal 64Rincian lebih lanjut mengenai tugas, fungsi, susunan organisasi, dan tata kerja BNPB ditetapkan oleh Kepala BNPB setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara.

Tanggungjawab Pemerintah Daerah dalam Penanggulangan BencanaPemerintah Daerah bertanggungjawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana di wilayahnya. Saat terjadi bencana ;a. Bupati/Walikota sebagai penanggungjawab utamab. Gubernur memberikan dukungan perkuatanTanggungjawab Pemerintah Daerah :a. Mengalokasikan dana penanggulangan bencanab. Memadukan penanggulangan bencana dalam pembangunan daerahc. Melindungi masyarakat dari ancaman bencanad. Melaksanakan upaya pengurangan resiko bencanae. Melaksanakan tanggap daruratf. Melakukan rehabilitasi-rekonstruksi pasca bencanaWewenang Pemerintah Daerah dalam Penanggulangan Bencanaa. Merumuskan kebijakan penanggulangan bencana di wilayahnyab. Menentukan status dan tingkat keadaan daruratc. Mengerahkan potensi sumberdaya di wilayahnyad. Menjalin kerjasama dengan daerah laine. Mengatur dan mengawasi penggunaan teknologi yang berpotensi menimbulkan bencanaf. Mencegah dan mengendalikan penggunaan sumberdaya alam yang berlebihang. Menunjuk komandan penanganan darurat bencanah. Melakukan pengendalian bantuan bencanai. Menyusun perencanaan, pedoman dan prosedur penyelenggaraan penanggulangan bencana

2.5Pengertian, Bentuk, dan Kedudukan (Pedoman penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, 2010)PengertianOrganisasi pengurangan risiko bencana (OPRB) tidak terlepas dari pemahaman terhadap keberadaan organisasi masyarakat warga (civil society). Organisasi Masyarakat Warga adalah himpunan atau paguyuban masyarakat warga yang diprakarsai dan dikelola secara mandiri oleh warga, yang secara damai berupaya memenuhi kebutuhan atau kepentingan bersama, memecahkan persoalan bersama dan/atau menyatakan kepedulian bersama dengan tetap menghargai hak orang lain untuk berbuat yang sama dan tetap mempertahankan kemerdekaannya (independency) terhadap institusi negara, keluarga, agama dan pasar.Ciri utama masyarakat warga sebagai berikut:(1) Adanya kesetaraan, masyarakat terbentuk sebagai himpunan warga yang setara;(2) Tiap warga berhimpun secara proaktif, yaitu telah mempertimbangkan berbagai aspek sebelum bertindak, karena adanya ikatan kesamaan, seperti halnya kepentingan, cita-cita, tujuan dan sebagainya;(3) Tiap warga berhimpun secara sukarela dan bukan karena terpaksa atau adanya paksaan;(4) Membangun semangat saling percaya;(5) Bekerja sama dalam kemitraan;(6) Selalu bersikap saling menghargai keragaman dan hak asasi manusia sebagai dasar membangun sinergi;(7) Menjujung nilai-nilai demokrasi dalam musyawarah setiap pengambilan keputusan;(8) Selalu menjaga dan melestarikan otonomi dan kemerdekaan;(9) Mampu bekerja mandiri.

Oleh karena itu, OPRB diharapkan merupakan organisasi masyarakat warga yang diprakarsai, dibentuk dan dikelola secara mandiri oleh warga, yang secara damai berupaya memenuhi kebutuhan atau kepentingan bersama, memecahkan persoalan bersama dan/atau menyatakan kepedulian bersama dalam rangka pengurangan risiko bencana tingkat desa/kelurahan. Dengan demikian OPRB adalah nama generik sebuah organisasi masyarakat warga setempat (desa/kelurahan) yang keberadaannya berdasarkan kebutuhan masyarakat, dipercaya oleh masyarakat, dan mencerminkan representasi keseluruhan warga desa/kelurahan yang peduli serta memenuhi criteria kualitas berdasarkan kriteria kemanusiaan, kapasitas dan kemampuan dalam PRB. BentukSebagaimana yang telah dijelaskan bahwa pada dasarnya OPRB adalah nama generic sebuah organisasi masyarakat warga setempat (desa/kelurahan) yang keberadaannya berdasarkan kebutuhan masyarakat, dipercaya oleh masyarakat, dan mencerminkan representasi keseluruhan warga desa/kelurahan yang peduli serta memenuhi criteria kualitas berdasarkan kriteria kemanusiaan, kapasitas dan kemampuan dalam PRB. Oleh karena itu, bentuk OPRB ini pada dasarnya tergantung pada kesepakatan yang dibangun oleh masyarakat desa/kelurahan setempat.OPRB ini dapat mempunyai struktur organisasi sebagaimana layaknya organisasi masyarakat dengan mengacu lingkup penangulangan bencana atau lingkup PRB. Proses pembentukan struktur organisasi sebagaimana sebuah organisasi warga yaitu melalui mekanisme rembug warga.KedudukanSebagaimana organisasi masyarakat warga desa/kelurahan maka kedudukan OPRB tidak berada dalam struktur BKM/TPK atau pemerintah desa melainkan mandiri sebagaimana sebuah organisasi masyarakat warga.Dengan demikian, keanggotaan OPRB terbuka bagi setiap warga dalam satu kesatuan wilayah desa/kelurahan, baik itu dari unsur-unsur dari TIP, PP, relawan Rekompak JRF, pemerintahan desa/kelurahan maupun unsur-unsur organisasi masyarakat lainnya seperti halnya Taruna Siaga Bencana (Tagana) yang mempunyai status sebagai warga desa/kelurahan setempat. Keberadaan OPRB tidak dapat dipisahkan dari BKM/TPK, TIP, PP dan relawan REKOMPAK-JRF serta pemerintahan desa/kelurahan.Bentuk hubungan antara OPRB dengan BKM/TPK atau pemerintahan desa/kelurahan adalah hubungan koordinasi berdasarkan asas kemitraan (partnership) dan saling ketergantungan (interdependency) sebagaimana hubungan OPRB dengan berbagai organisasi masyarakat lainnya, termasuk diantaranya adalah Taruna Siaga Bencana (Tagana).Mekanisme PembentukanBKM/TPK adalah pemrakarsa atau inisiator dan pelaku utama pembentukan OPRB. BKM/TPK bekerjasama dengan pemerintah desa dalam melaksanakan pembentukan OPRB. Mengingat OPRB merupakan organisasi masyarakat warga yang terbuka di tingkat desa/kelurahan maka harus dipastikan bahwa pelaksanaan pembentukan OPRB mengikuti prinsip keterbukaan dan demokratis serta mendayagunakan sumber daya setempat. Beberapa kegiatan penting yang perlu dilakukan sebelum pembentukan OPRB antara lain adalah:(1) Penggalian gagasan/masukan mengenai nama dan kriteria anggota OPRB baik di tingkat desa/kelurahan maupun tingkat basis (dusun)(2) Penyepakatan nama dan kriteria anggota OPRB.

Secara garis besar proses pembentukan OPRB meliputi beberapa kegiatan sebagai berikut:(1) BKM/TPK membentuk panitia pelaksana penjaringan calon anggota OPRB(2) BKM/TPK melaksanakan pengumuman penjaringan calon anggota OPRB secara terbuka kepada warga desa/kelurahan baik di tingkat desa dan dusun.(3) BKM/TPK melaksanakan seleksi terhadap semua calon anggota PRB sesuai dengan kriteria anggota OPRB yang telah ditetapkan dalam rembug kesepakatan.(4) BKM/TPK melaksanakan sosialisasi hasil seleksi calon anggota OPRB kepada warga.(5) BKM/TPK melaksanakan rembug warga penetapan anggota OPRB tingkat desa/kelurahan.

Untuk menghindari munculnya konflik kepentingan maka sebaiknya anggota BKM/TPK atau sekretariat BKM/TPK tidak menjadi atau merangkap sebagai anggota OPRB.

2.6Struktur Organisasi dan Tata Peran (Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana, 2010)Struktur OrganisasiSebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa OPRB ini dapat mempunyai struktur organisasi sebagaimana layaknya organisasi masyarakat dengan mengacu lingkup penangulangan bencana atau lingkup PRB. Proses pembentukan struktur organisasi sebagaimana sebuah organisasi warga yaitu melalui mekanisme rembug warga. Hendaknya struktur organisasi ini mengacu pada lingkup peran, tugas dan fungsi OPRB dalam koridor penanggulangan bencana sebagaimana yang diamanatkan oleh UU No. 24/2007 dan PP No. 21/2008 yaitu prabencana, tanggap darurat dan pasca bencana.Walaupun demikian, dalam pelaksanaan proses penyusunan struktur organisasi hendaknya dilakukan konsultasi kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di tingkat kabupaten/kota dan/atau komunikasi dengan berbagai pemangku kepentingan PRB lainnya.Tata PeranPada dasarnya tugas dan fungsi OPRB adalah menjabarkan pengurangan risiko bencana yang telah disusun oleh TIP dalam dokumen Rencana Penataan Permukiman (RPP) desa/kelurahan ke dalam bentuk rencana tindak PRB serta mengelola pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang tertuang dalam rencana tindak tersebut. Namun demikian apabila berdasarkan penilaian OPRB program PRB yang tertuang RPP belum memenuhi lingkup PRB maka OPRB berkewajiban melaksanaan pemetaan swadaya dan analisis secara lebih khusus mengenai PRB serta menyusun program PRB yang lebih terpadu di tingkat desa/kelurahan, yang kemudian menjadi rujukan bagi penyusunan rencana tindak PRB sekaligus sebagai masukan bagi penyempurnaan RPP.

Secara garis besar, tugas dan fungsi OPRB dapat dijabarkan sebagai berikut:(1) Menyusun rencana kerja OPRBDalam menjalankan tugas dan fungsinya maka OPRB wajib menyusun rencana kerja dengan mempertimbangkan tugas dan fungsi BKM/TPK, pemerintahan desa serta organisasi pengurangan risiko bencana lainnya.(2) Review RPPOPRB berkewajiban melaksanakan review RPP untuk mengurai dan mengkaji program PRB yang tertuang dalam RPP. Review tidak hanya mencakup pada program-program yang tertuang pada RPP tetapi juga relevansi program-program PRB yang ada dalam PRB dengan peraturan dan perundangan yang berlaku serta program-program penanggulangan bencana yang ada, khususnya ditingkat kabupaten/kota.Oleh karena itu, dalam review ini sebaiknya OPRB melaksanakan konsultasi dengan berbagai pemangku kepentingan PRB lainnya, baik di tingkat desa/kelurahan maupun kabupaten/kota.(3) Menyusun rencana tindak PRB desa/kelurahanSebagai organisasi masyarakat warga yang bertanggung jawab terhadappengelolaan pengurangan risiko bencana tingkat desa/kelurahan maka OPRB wajib menyusun rencana tindak pengurangan risiko bencana. Dalam melaksanakan penyusunan rencana tindak PRB, OPRB wajib melalui koordinasi secara intensif dengan BKM/TPK dan pemerintah desa, dan merujuk pada kaidah-kaidah dan tata peraturan dan perundangan penanggulangan bencana yang berlaku serta RPPdesa/kelurahan.Rencana tindak yang telah disusun oleh OPRB selanjutnya disampaikan kepada BKM/TKP untuk dibawa ke rembug warga atau uji publik. Setelah uji publik, BKM/TPK menetapkan dan mengesahkan rencana tindak sebagai bagian dari dokumen rencana yang akan dijabarkan ke dalam DTPL. OPRB bersama BKM/TPK dapat mengajukan dokumen rencana tindak PRB ini ke pemerintahan desa/kelurahan untuk mendapatkan legalitas sebagai dokumen rencana tindak PRB desa/kelurahan yang mengikat secara hukum.(4) Mengelola pelaksanaan kegiatan PRB sebagaimana yang tertuang dalam rencana tindak PRB desa/kelurahan. Dalam melaksanakan rencana tindak maka OPRB bekerjasama dengan BKM/TPK wajib melaksanakan beberapa kegiatan sebagai berikut:a. Pembentukan panitia pelaksana kegiatan.b. Panitia pelaksana kegiatan ini menyusun proposal teknis kegiatan sebagai suatu dokumen teknis yang selanjutnya menjadi bagian dari dokumen teknis pembangunan lingkungan (DTPL). Panitia pelaksana dapat dibentuk lebih dari satu berdasarkan kebutuhan di lapangan.c. Melakukan verifikasi dan penilaian terhadap proposal teknis yang disusun oleh panitia pelaksana.d. Mengumpulkan dan menyampaikan semua proposal teknis kepada BKM/TPK untuk menjadi bagian dari DTPL.e. Memantau dan mengawasi pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh panitia pelaksana.(5) Menyampaikan laporan pertanggungjawaban kinerja unit dan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakannya (berdasarkan rencana tindak) kepada BKM/TPK dan pemerintahan desa.

2.7Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana, 2010)Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Sebagaimana didefinisikan dalam UU 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, penyelenggaraan Penanggulangan Bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.Rangkaian kegiatan tersebut apabila digambarkan dalam siklus penanggulangan bencana pada dasarnya penyelenggaraan adalah tiga tahapan yakni :1. Pra bencana yang meliputi:a. situasi tidak terjadi bencanab. situasi terdapat potensi bencana2. Saat Tanggap Darurat yang dilakukana. dalam situasi terjadi bencana3. Pascabencana yang dilakukan dalam saata. setelah terjadi bencana

Tahapan bencana yang digambarkan di atas, sebaiknya tidak dipahami sebagai suatu pembagian tahapan yang tegas, dimana kegiatan pada tahap tertentu akan berakhir pada saat tahapan berikutnya dimulai. Akan tetapi harus dipahami bahwa setiap waktu semua tahapan dilaksanakan secara bersama-sama dengan porsi kegiatan yang berbeda. Misalnya pada tahap pemulihan, kegiatan utamanya adalah pemulihan tetapi kegiatan pencegahan dan mitigasi juga sudah dimulai untuk mengantisipasi bencana yang akan datang.

2.8Perencanaan dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Proyek Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas, 2011)Secara umum perencanaan dalam penanggulangan bencana dilakukan pada setiap tahapan dalam penyelenggaran penanggulangan bencana Dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, agar setiap kegiatan dalam setiap tahapan dapat berjalan dengan terarah, maka disusun suatu rencana yang spesifik pada setiap tahapan penyelenggaraan penanggulangan bencana.1. Pada tahap Prabencana dalam situasi tidak terjadi bencana, dilakukan penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana (Disaster Management Plan), yang merupakan rencana umum dan menyeluruh yang meliputi seluruh tahapan / bidang kerja kebencanaan. Secara khusus untuk upaya pencegahan dan mitigasi bencana tertentu terdapat rencana yang disebut rencana mitigasi misalnya Rencana Mitigasi Bencana Banjir DKI Jakarta.2. Pada tahap Prabencana dalam situasi terdapat potensi bencana dilakukan penyusunan Rencana Kesiapsiagaan untuk menghadapi keadaan darurat yang didasarkan atas skenario menghadapi bencana tertentu (single hazard) maka disusun satu rencana yang disebut Rencana Kontinjensi (Contingency Plan).3. Pada Saat Tangap Darurat dilakukan Rencana Operasi (Operational Plan) yang merupakan operasionalisasi/aktivasi dari Rencana Kedaruratan atau Rencana Kontinjensi yang telah disusun sebelumnya.4. Pada Tahap Pemulihan dilakukan Penyusunan Rencana Pemulihan (Recovery Plan) yang meliputi rencana rehabilitasi dan rekonstruksi yang dilakukan pada pasca bencana. Sedangkan jika bencana belum terjadi, maka untuk mengantisipasi kejadian bencana dimasa mendatang dilakukan penyusunan petunjuk /pedoman mekanisme penanggulangan pasca bencana.

2.9Peran Puskesmas dalam Penyelenggaraan Bencana (Peranan Puskesmas Dalam Penanggulangan Bencana, 2011)Bencana alam merupakan kejadian yang mengancam setiap saat di kepulauan Indonesia, karena berhubungan dengan letak geografis Indonesia berada diantara dua samudera yang luas dan terletak di wilayah lempeng tektonik. Disamping itu Indonesia juga mempunyai potensi munculnya bencana akibat dari ulah manusia seperti misalnya penggundulan hutan, pembakaran hutan dan konflik sosial.Puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat yang bertanggung jawab di wilayah kerjanya berfungsi sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat dan pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama . Salah satu dari fungsi Puskesmas yang terakhir yaitu sebagai pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama mencakup aspek pelayanan kesehatan masyarakat maupun pelayanan kesehatan perorangan baik yang terjadi dalam situasi keseharian maupun yang timbul sebagai akibat dari bencana.Kondisi sehat, aman dan sejahtera merupakan idaman masyarakat yang dapat diwujudkan melalui penanganan terpadu oleh seluruh komponen masyarakat dan pemerintah. Puskesmas sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten bertanggung jawab menyelenggarakan sebagian tugas operasional Dinas Kesehatan Kabupaten di wilayah kerjanya.Peran Puskesmas dalam penanggulangan bencana sesuai dengan tahapan bencana adalah melaksanakan ketiga fungsi Puskesmas yaitu :1. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatanFungsi ini dilakukan pada penanggulangan bencana melalui kegiatan, surveilans kesehatan, penyuluhan kesehatan serta kerjasama lintas sektoral.

2. Pusat pemberdayaan masyarakatPada fungsi ini Puskesmas dapat melibatkan peran aktif dari masyarakat pada setiap kegiatan penanggulangan bencana.3. Pusat pelayanan kesehatan tingkat pertamaPelayanan yang dilakukan Puskesmas pada kegiatan penanggulangan bencana mencakup UKP dan UKM dengan kegiatan antara lain : Upaya pelayanan Gawat Darurat 24 jam, Pendirian pos-pos kesehatan 24 jam di sekitar lokasi bencana/pengungsian, Upaya gizi pengungsian, Upaya KIA, Upaya sanitasi tempat pengungsian, Upaya kesehatan jiwa pasca bencana dan Upaya kesehatan rujukan.Peran Puskesmas dalam penanggulangan bencana yang mencakup ketiga fungsi diatas disesuaikan dengan tahapan bencana yaitu:PRA BENCANA (pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan)Puskesmas disamping melaksanakan ketiga fungsinya melalui upaya-upaya rutin juga melaksanakan upaya dalam penanggulangan bencana antara lain :a. Pemetaan kesehatan dengan inti informasi menyangkut rawan bencana, sumber daya kesehatan, risiko bencana, kerentanan dan potensi masyarakat dan lingkungan.b. Melakukan koordinasi dengan lintas sektoralc. Pelayanan gawat darurat sehari-harid. Pemberdayaan masyarakate. Latihan kesiapsiagaan/gladif. Melakukan pemantauan/SurveilansSAAT BENCANA Pada saat bencana Puskesmas wajib memberikan informasi awal ke Dinas Kesehatan Kabupaten, namun sebelumnya Puskesmas dapat melakukan peran sesuai dengan kemampuan sarana dan prasarana yang dimiliki serta kewenangan yang dilimpahkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten yaitu :1. Operasi pertolongan terhadap korban berdasarkan triagePertolongan berdasarkan triage bertujuan untuk menseleksi korban dan jenis pertolonagn yang diperlukan sesuai dengan tingkat keparahan, kedaruratan dan kemungkinan korban untuk hidup. Korban akibat bencana akan dikelompokkan menjadi 3 yaitu :a. Kelompok label merah (Gawat Darurat)Kelompok yang dapat digolongkan disini adalah korban gawat darurat yang memerlukan pertolongan stabilisasi segerab. Kelompok label kuningKorban bencana yang dikelompokkan disini adalah korban yang memerlukan pengawasan yang ketat tapi perawatan/pengobatan dapat ditunda.

c. Kelompok label hijauKorban bencana yang dikelompokkan disini adalah korban yang tidak memerlukan pengobatan/perawatan segera.d. Kelompok label hitamKorban bencana yang masuk ke kelompok ini adalah yang tidak memerlukan pertolongan medis atau korban yang sudah meninggal.2. Penilaian awal secara cepat3. Bergabung dengan satgas kesehatan di pos lapangan4. Pemberdayaan masyarakat.PASCA BENCANABencana selalu menimbulkan masalah kesehatan pada masyarakat baik langsung maupun tidak langsung. Kegiatan yang dilakukan pada tahap pasca bencana yaitu : Surveilans penyakit yang berpotensi KLB, Pemantauan Sanitasi Lingkungan, Pelayanan Kesehatan yang mencakup upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dan Pemberdayaan masyarakat.Apabila kondisi bencana sudah dinyatakan berakhir, tanggung jawab pelayanan kesehatan diserahkan kembali kepada Puskesmas. Kegiatan yang dilakukan Puskesmas adalah kegiatan rutin dengan kembali pada siklus penanggulangan bencana.

III. KESIMPULAN

Secara umum dapat disimpulkan bahwa sistem penanggulangan bencana yang saat ini dikembangkan baik di tingkat nasional maupun daerah sedang berada pada tahap transisi antara sistem yang selama ini berjalan dengan sistem baru seperti yang diamanatkan oleh UU No. 24 tahun 2007. UU ini menjadi milestone perubahan pendekatan penanggulangan bencana. Tiga hal yang secara khusus dirombak oleh UU No. 24 tahun 2007 adalah:1. Legalitas payung hukum. Upaya penanggulangan bencana memiliki payung hukum yang memperkuat dan melindungi berbagai inisiatif yang terkait. Pada waktu sebelumnya penanggulangan bencana adalah sebuah inisiatif dan program, namun pada saat ini telah menjadi kewajiban legal.2. Perubahan paradigma/mindset. Penanggulangan bencana bukan lagi sebuah tindakan reaktif dan terpisah dari inisiatif pembangunan. Pembangunan bencana pada saat ini perlu dilihat sebagai sebuah pendekatan menyeluruh yang terintegrasi dalam proses pembangunan.3. Pengembangan kelembagaan. Lembaga dan sistem penanggulangan bencana melalui UU No. 24 tahun 2007 telah mendapatkan posisi yang lebih kuat sehingga diharapkan dapat berfungsi lebih efektif dalam melaksanakan berbagai tahap penanggulangan bencana. Paparan tata lembaga penanggulangan bencana seperti yang tercantum dalam undang-undang tersebut perlu dielaborasi lebih lanjut dengan memisahkan dua fungsi yaitu disaster council dan disaster agency. Disaster council lebih berperan dalam pengembangan legal and regulatory framework serta mengembangkan enabling environment bagi stakeholders untuk berpartisipasi, sementara disaster agency adalah lembaga pelaksana penanggulangan bencana yang memiliki otoritas penuh dan menjalankan fungsi komando. Sistem penanggulangan bencana seperti yang dimaksud UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yang kemudian diikuti dengan keluarnya berbagai aturan pelaksana di satu sisi mampu meletakkan satu sistem penanggulangan bencana baik untuk skala nasional maupun daerah. Namun di sisi lain, banyak isu dan kendala yang ditemukan dalam proses pelaksanaan sistem penanggulangan bencana, terutama untuk Pemerintah Daerah. Dari hasil survei dan evaluasi yang dilakukan terhadap implementasi sistem penanggulangan bencana, terdapat sejumlah isu yang menonjol dan harus segera di atasi untuk menjamin berjalannya sistem penanggulangan bencana dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

1.Dhani Armanto, et.al, Mengelola Bencana, Buku Bantu Pendidikan Pengelolaan Bencana untuk Anak Usia Sekolah Dasar, WALHI, 2006.2.Pedoman penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, 2010. Diakses tanggal 14 Maret 2014.http://pustaka.pu.go.id/uploads/resensi/pedoman_penyelenggaraan_penanggulangan_bencana.pdf3.Peranan Puskesmas Dalam Penanggulangan Bencana, 2011. Diakses tanggal 14 Maret 2014.http://diskesklungkung.net/?page_id=1231&page=34. Proyek Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas, 2011. Diakses pada tanggal 14 Maret 2014.http://www.rekompakjrf.org/download/Pedoman%20Pengorganisasian%20Pengurangan%20Risiko%20Bencana%20Berbasis%20Masyarakat.pdf5. Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana, 2010. Diakses pada tanggal 14 Maret 2014. http://www.bnpb.go.id/uploads/pubs/51.pdf

PRINSIP PENANGGULANGAN BENCANA

OLEHOleh Danisa Okpitasari 0818011013 Martia Rahmawati 0818011028

KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITASFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS LAMPUNG2014

36