7 ANALISIS KONDISI SOSIAL EKONOMI NELAYAN DAN...

19
7 ANALISIS KONDISI SOSIAL EKONOMI NELAYAN DAN PERAN KELEMBAGAAN 7.1 Pendahuluan Secara umum masyarakat dalam kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari bersosialisasi antar sesama penghuni suatu wilayah atau tempat tinggal terkecil yaitu desa. Dalam kehidupan bersosial, tidak tertutup kemungkinan terjadi konflik. Sebuah konflik atau pertentangan yang terjadi dalam masyarakat dianggap sebuah atau sebagai suatu yang tidak fungsional. Sejak manusia mengenal adanya suatu bentuk kehidupan bersama dalam bentuk organisasi sosial, lapisan-lapisan masyarakat mulai timbul. Pada masyarakat dengan kehidupan yang masih sederhana, pelapisan itu dimulai atas dasar perbedaan gender dan usia, perbedaan antara pemimpin atau yang dianggap sebagai pemimpin dengan yang dipimpin, dan perbedaan berdasarkan kekayaan (Moeis, 2008). Selanjutnya dikatakan bahwa, stratifikasi sosial berasal dari istilah Social Stratification yang berarti sistem berlapis-lapis dalam masyarakat. Stratification berasal dari stratum (strata) yang berarti lapisan. Stratifikasi sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat kedalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarki). Selama ada sesuatu yang dihargai dalam masyarakat, maka barang sesuatu akan menjadi bibit yang dapat menumbuhkan adanya sistem yang berlapis-lapis dalam masyarakat. Penghargaan terhadap suatu bentuk barang, dapat berupa uang atau benda-benda yang bernilai ekonomis, bisa berupa tanah, kekuasaan, ilmu pengetahuan atau berupa keturunan dari orang terhormat. Nelayan, yang hidup di pesisir pantai, mempunyai ciri khas atau pola kehidupan tersendiri. Ini terjadi dikarenakan kondisi alam pesisir dan kehidupan laut yang keras, juga disebabkan oleh ketergantungan yang sangat tinggi terhadap sumberdaya yang terdapat di perairan laut. Berkaitan dengan hal tersebut, nelayan harus bisa dan mampu dalam menyesuaikan diri dan beradaptasi sebagaimana halnya sifat ikan yang beruaya, laut yang tidak ada batas-batas kepemilikan dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan. Persoalan yang membelit nelayan adalah terkait dengan aspek ekologi, yaitu minim teknologi dalam pengelolaan sumberdaya dan lingkungan perairan,

Transcript of 7 ANALISIS KONDISI SOSIAL EKONOMI NELAYAN DAN...

Page 1: 7 ANALISIS KONDISI SOSIAL EKONOMI NELAYAN DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/61979/BAB VII... · Nelayan, yang hidup di pesisir pantai, mempunyai ciri khas atau

111

7 ANALISIS KONDISI SOSIAL EKONOMI NELAYAN

DAN PERAN KELEMBAGAAN

7.1 Pendahuluan

Secara umum masyarakat dalam kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari

bersosialisasi antar sesama penghuni suatu wilayah atau tempat tinggal terkecil

yaitu desa. Dalam kehidupan bersosial, tidak tertutup kemungkinan terjadi

konflik. Sebuah konflik atau pertentangan yang terjadi dalam masyarakat

dianggap sebuah atau sebagai suatu yang tidak fungsional.

Sejak manusia mengenal adanya suatu bentuk kehidupan bersama dalam

bentuk organisasi sosial, lapisan-lapisan masyarakat mulai timbul. Pada

masyarakat dengan kehidupan yang masih sederhana, pelapisan itu dimulai atas

dasar perbedaan gender dan usia, perbedaan antara pemimpin atau yang dianggap

sebagai pemimpin dengan yang dipimpin, dan perbedaan berdasarkan kekayaan

(Moeis, 2008). Selanjutnya dikatakan bahwa, stratifikasi sosial berasal dari

istilah Social Stratification yang berarti sistem berlapis-lapis dalam masyarakat.

Stratification berasal dari stratum (strata) yang berarti lapisan. Stratifikasi

sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat kedalam kelas-kelas secara

bertingkat (hierarki). Selama ada sesuatu yang dihargai dalam masyarakat, maka

barang sesuatu akan menjadi bibit yang dapat menumbuhkan adanya sistem yang

berlapis-lapis dalam masyarakat. Penghargaan terhadap suatu bentuk barang,

dapat berupa uang atau benda-benda yang bernilai ekonomis, bisa berupa tanah,

kekuasaan, ilmu pengetahuan atau berupa keturunan dari orang terhormat.

Nelayan, yang hidup di pesisir pantai, mempunyai ciri khas atau pola

kehidupan tersendiri. Ini terjadi dikarenakan kondisi alam pesisir dan kehidupan

laut yang keras, juga disebabkan oleh ketergantungan yang sangat tinggi terhadap

sumberdaya yang terdapat di perairan laut. Berkaitan dengan hal tersebut, nelayan

harus bisa dan mampu dalam menyesuaikan diri dan beradaptasi sebagaimana

halnya sifat ikan yang beruaya, laut yang tidak ada batas-batas kepemilikan dalam

pemanfaatan sumberdaya perikanan.

Persoalan yang membelit nelayan adalah terkait dengan aspek ekologi,

yaitu minim teknologi dalam pengelolaan sumberdaya dan lingkungan perairan,

Page 2: 7 ANALISIS KONDISI SOSIAL EKONOMI NELAYAN DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/61979/BAB VII... · Nelayan, yang hidup di pesisir pantai, mempunyai ciri khas atau

112

aspek sosial yaitu masih tergolong miskin, dan aspek ekonomi yaitu pendapatan

yang masih minim/rendah. Menurut Hanson (1984) vide Amanah (2006),

pendapatan nelayan bervariasi sesuai dengan daerah dimana nelayan itu berada.

Pendapatan nelayan yang hidup di Jawa Timur tidak sama dengan nelayan yang

hidup di Bali, walaupun mereka sama-sama memanfaatkan Selat Bali sebagai

sumber mata pencaharian.

Pengembangan dan peningkatan sebuah kelembagaan tidak terlepas dari

kebijakan yang dibuat untuk melaksanakan dan menjalankan kelembagaan. Dunn

(1998) menyatakan bahwa kebijakan dan analisis yang dilakukan, merupakan satu

disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai metode penelitian dan

argumen untuk menghasilkan dan memindahkan informasi yang ada hubungannya

dengan kebijakan. Argumen dan informasi tersebut bermanfaat ditingkat politik

untuk memecahkan masalah-masalah kebijakan. Bunch (1991) vide Anantanyu

(2009) mengemukakan pembangunan kelembagaan tidak sekedar memindahkan

kerangka organisasi, akan tetapi harus bisa memberikan “perasaan” tertentu.

Dalam rangka upaya pemberdayaan nelayan, seharusnya ada instrumen

kebijakan yang efektif dan mampu mengurangi sistem sosial yang tidak

memungkinkan nelayan kecil keluar dari lingkaran kemiskinan (Kusumastanto,

2012). Lebih lanjut disampaikan perlu diciptakan skenario baru berupa model-

model pembiayaan untuk pemberdayaan nelayan melalui penguatan kelembagaan

dan kemampuan berbisnis bagi masyarakat pesisir beserta dengan implikasinya di

lapangan, hendaknya hal inilah yang seharusnya menjadi fokus perhatian

pemerintah.

Modal utama untuk membentuk sebuah organisasi atau kelompok nelayan

adalah modal sosial. Secara sederhana modal sosial dapat diartikan sebagai suatu

rangkaian nilai-nilai atau norma informal yang dimiliki secara bersama diantara

para kelompok yang memungkinkan terjadinya kerja sama diantara mereka

(Fukuyama, 2000) vide (Anantanyu, 2009). Inti dari modal sosial adalah adanya

kepercayaan dan kerjasama.

Kelembagaan atau sering juga disebut dengan institusi, sangat berkaitan

dengan perilaku atau tingkah laku seseorang atau organisasi dalam mengambil

Page 3: 7 ANALISIS KONDISI SOSIAL EKONOMI NELAYAN DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/61979/BAB VII... · Nelayan, yang hidup di pesisir pantai, mempunyai ciri khas atau

113

suatu keputusan dalam menetapkan sebuah kebijakan. Menurut North (1990) vide

Hero (2012), bahwa dalam sebuah institusi terdapat aturan main, norma-norma,

larangan, kontrak yang sifatnya mengatur dan mengendalikan perilaku individu

yang terdapat dalam sebuah organisasi atau masyarakat. Sebuah kelembagaan

terbentuk atau dibentuk bertujuan untuk mengurangi adanya semacam

ketidakpastian pemanfaatan sumberdaya tertentu.

Kelembagaan berkembang dari pemikiran secara ekonomi dan merupakan

sandaran dalam pengambilan atau pembuatan suatu kebijakan dalam merancang

mekanisme peraturan yang akan diterapkan dan sangat erat kaitannya dengan

kebijakan secara ekonomi (Yustika, 2006) vide (Hero, 2012). Secara ekonomi,

kelembagaan nelayan yang terdapat di Selat Bali belum meenunjukkan peran yang

berarti. Dalam melaksanakan tugas dan fungsi, kelembagaan yang ada berjalan

secara sendiri-sendiri dan belum terkoordinasi dengan baik, terutama dalam

penglolaan sumberdaya perikanan lemuru.

Masyarakat yang berada disekitar Selat Bali, yaitu Kabupaten Banyuwangi

Provinsi Jawa Timur dan Kabupaten Jembrana Provinsi Bali, memanfaatkan Selat

Bali sebagai sumber kehidupan mereka. Kabupaten Banyuwangi, dengan jumlah

penduduk sebesar 1.610.909 jiwa (BPS, 2011), sebanyak 22.955 orang dari

masyarakatnya berprofesi sebagai nelayan (DKP Kabupaten Banyuwangi, 2011).

Kecamatan Muncar, merupakan sentra produksi perikanan terbesar di Provinsi

Jawa Timur. Jumlah penduduknya adalah sebesar 128.924 jiwa dan merupakan

jumlah terbesar dari jumlah penduduk yang ada di kecamatan seluruh Kabupaten

banyuwangi (BPS Kabupaten Banyuwangi, 2011). Namun yang menjadi nelayan

adalah sebanyak 14.624 orang.

Kabupaten Jembrana, dengan jumlah penduduk hasil registrasi yang

dilakukan tahun 2010 berjumlah 261.638 jiwa. 130.062 jiwa adalah laki-laki,

131.576 jiwa adalah perempuan. Penduduk terbesar terdapat di Kecamatan Negara

sebesar 77.818 jiwa atau sebesar 29.74% (BPS Kabupaten Jembrana, 2010).

Menurut data dari Dinas Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Kabupaten

Jembrana (2010), jumlah nelayan yang terdata untuk tahun 2010 di Kabupaten

Page 4: 7 ANALISIS KONDISI SOSIAL EKONOMI NELAYAN DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/61979/BAB VII... · Nelayan, yang hidup di pesisir pantai, mempunyai ciri khas atau

114

Jembrana sebanyak 10.053 orang. Jika dibandingkan dengan Kabupaten

Banyuwangi, maka jumlah nelayan yang ada di Kabupaten Jembrana lebih sedikit.

7.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat gambaran kehidupan

sehari-hari nelayan perikanan lemuru di Kabupaten Jembana dan Kabupaten

Banyuwangi, menyangkut stratifikasi sosial ditinjau dari aspek tingkat

kesejahteraan. Secara ekonomi melihat kemampuan masyarakat nelayan dalam

meningkatkan kesejahteraannya dari hasil usaha penangkapan yang dilakukan.

Peran kelembagaan yang ada, dan secara organisasi mempunyai kapasitas dalam

pengelolaan sumberdaya perikanan lemuru di Selat Bali.

7.3 Kebutuhan dan Metode Analisis Data

7.3.1 Kebutuhan data

Kebutuhan data untuk mengetahui kondisi sosial masyarakat nelayan

setempat dilakukan wawancara langsung dengan responden yaitu berupa

pertanyaan dalam bentuk kuisioner kepada nelayan. Pertanyaan yang diajukan

berkaitan dengan kehidupan sehari-hari nelayan dan hubungan sosial dalam

masyarakat, pendapatan yang diperoleh. Data kelembagaan, berkaitan dengan

kelembagaan yang terlibat dalam pengelolaan sumberdaya baik kelembagaan

pemerintah yang berkompeten dalam mendukung pengelolaan sumberdaya

perikanan lemuru di Selat Bali dan organisasi kenelayanan yang ada di Kabupaten

Banyuwangi dan Kabupaten Jembrana. Peraturan tentang pemanfaatan

sumberdaya lemuru yang ada, untuk mewujudkan strategi kebijakan dalam

pengelolaan sumberdaya perikanan lemuru di Selat Bali.

7.3.2 Metode analisis data

Analisis kondisi sosial nelayan lemuru yang ada di Provinsi Jawa Timur

dan di Povinsi Bali, dilakukan secara deskriptif, yaitu dengan melihat apakah ada

perbedaan tingkat sosial pada masing-masing provinsi dalam pemanfaatan

sumberdaya perikanan lemuru di Selat Bali. Disamping itu juga dilihat bagaimana

sistem bagi hasil antara ABK dan pemilik kapal, tingkat kekerabatan, penanganan

konflik serta melihat peran kelembagaan atau organisasi nelayan yang ada di dua

Page 5: 7 ANALISIS KONDISI SOSIAL EKONOMI NELAYAN DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/61979/BAB VII... · Nelayan, yang hidup di pesisir pantai, mempunyai ciri khas atau

115

Provinsi. Secara ekonomi, dilihat perbandingan kebutuhan biaya untuk melaut,

harga ikan hasil tangkapan serta keuntungan yang diperoleh, serta tingkat

pendapatan nelayan.

Model yang digunakan untuk analisis secara ekonomi dilakukan dengan

pendugaan berdasarkan model biologi Schaefer (1957) dan model ekonomi

Gordon (1954), yang lebih dikenal dengan model Gordon-Schaefer (Wiyono,

2001).

Jika total penerimaan dari usaha penangkapan yang dilakukan (TR), dan

jika harga rata-rata ikan berdasarkan hasil survei adalah (p), fungsi produksi ikan

hasil tangkapan yang diperoleh berdasarkan perhitungan adalah Y(t), maka:

( ) ...............................................................................................(7)

Untuk mengetahui total biaya penangkapan (TC) digunakan model pendugaan

dengan persamaan:

.....................................................................................................(8)

dimana:

c : total pengeluaran (cost) rata-rata unit penangkapan ikan

f : jumlah upaya penangkapan standar

sehingga dengan demikian dapat diketahui penerimaan bersih (keuntungan) dari

usaha penangkapan yang dilakukan (π), dengan formula sebagai berikut:

( ) ...................................................................(9)

Berdasarkan analisis dan perhitungan yang telah dilakukan, hasil yang diperoleh

ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik.

Peran kelembagaan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan lemuru di

Selat Bali, ditinjau dari segi peran dari masing-masing kelembagaan yang ada di

Kabupaten Banyuwangi dan Kebupaten Jembrana. Peran masing-masing

kelembagaan tersebut baik pemerintah maupun organisasi kemasyarakatan

dijabarkan secara deskriptif kualitatif.

Page 6: 7 ANALISIS KONDISI SOSIAL EKONOMI NELAYAN DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/61979/BAB VII... · Nelayan, yang hidup di pesisir pantai, mempunyai ciri khas atau

116

7.4 Hasil Penelitian

7.4.1 Kelayakan hidup nelayan perikanan lemuru di Selat Bali ditinjau

secara ekonomi

Alat tangkap yang digunakan nelayan di Selat Bali, yaitu oleh nelayan di

Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Jembrana terdiri dari purse seine, payang,

gillnet, pukat pantai dan bagan. Secara ekonomi, masing-masing alat tangkap

dapat memberikan keuntungan bagi pemiliknya. Berdasarkan keuntungan yang

diperoleh, maka akan meningkatkan strata mereka dalam kehidupan

bermasyarakat. Perhitungan secara ekonomi terhadap masing-masing alat tangkap

dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Purse seine

Kapal purse seine yang dioperasikan oleh nelayan baik di Kabupaten

Banyuwangi dan Jembrana lebih banyak menggunakan kapal motor tempel.

Bahan dasar kapal/perahu adalah kayu dengan panjang rata-rata 18 – 21 meter,

tenaga penggerak yang digunakan adalah motor tempel sebanyak 9 buah untuk

sistem 2 perahu dan 5 buah untuk sistem 1 perahu. Umumnya nelayan

menggunakan tenaga penggerak dengan merek yanmar berkekuatan 50 – 150 PK.

Jumlah nelayan yang terlibat dalam operasi penangkapan sebanyak 45 – 55

orang. Lama operasi untuk satu trip adalah 12 jam sampai dengan 1 hari, namun

dalam satu bulan purse seine beroperasi sebanyak 18-21 kali (trip).

Berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh dari wawancara dengan

nelayan yang ada di Kabupaten Banyuwangi, pendapatan kotor yang mereka

terima dalam satu tahun adalah Rp. 5.429.790.072,-. Setelah dikurangi biaya-

biaya sebesar Rp. 479.723.261,- dan juga setelah dikurangi biaya penyusutan

sebesar Rp. 22.333.333,-, maka keuntungan bersih yang diperoleh dalam waktu

satu tahun adalah sebesar Rp. 4.927.733.477,-. Pendapatan nelayan purse seine

Kabupaten Jembrana rata-rata dalam satu tahun adalah Rp. 20.275.920.000,-,

setelah dikurangi biaya – biaya sebesar Rp. 685.435.680,- dan setelah dikurangi

biaya penyusutan per tahun sebesar Rp. 47.116.667,-, maka keuntungan bersih

yang diperoleh adalah sebesar Rp. 19.543.367.653,- (Tabel 23 dan 24).

Page 7: 7 ANALISIS KONDISI SOSIAL EKONOMI NELAYAN DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/61979/BAB VII... · Nelayan, yang hidup di pesisir pantai, mempunyai ciri khas atau

117

2) Payang

Alat tangkap payang dioperasikan oleh nelayan Kabupaten Banyuwangi

untuk menangkap ikan lemuru. Perahu yang digunakan adalah perahu kayu,

berukuran panjang 6 – 8 meter. Motor penggerak menggunakan mesin tempel

(dom feng) berkekuatan 10 – 15 PK. Jumlah ABK yang mengoperasikan alat

tangkap payang ini sebanyak 4 – 6 orang. Lama waktu operasi dalam satu hari

atau satu trip adalah 12 jam. Jumlah operasi penangkapan yang dilakukan selama

satu bulan adalah 27 – 28 hari.

Pendapatan payang, sebelum pengurangan biaya-biaya selama satu tahun

adalah sebesar Rp. 226.200.000,-. Biaya-biaya yang digunakan untuk operasi

selama satu tahun adalah sebesar Rp. 51.195.896,-, setelah dikurangi biaya

penyusutan sebesar Rp. 1.666.667,- maka pendapatan bersih untuk satu tahun

adalah Rp. 173.337.437,- (Tabel 23).

Tabel 23 Analisis secara ekonomi kegiatan perikanan lemuru di Kabupaten

Banyuwangi tahun 2011

No Jenis Alat

Tangkap

Pendapatan

(Rp/tahun)

Pengeluaran

(Rp/tahun)

Penyusutan

(Rp/tahun)

Keuntungan

bersih

(Rp/tahun)

1 Purse seine 5.429.790.072 479.723.261 22.333.333 4.927.733.477

2 Gillnet 174.000.000 27.566.667 1.245.000 145.188.333

3 Payang 226.200.000 51.195.896 1.666.667 173.337.437

4 Bagan 47.839.896 14.907.067 1.008.333 31.924.496

3) Gillnet

Alat tangkap gillnet yang digunakan oleh nelayan Kabupaten Banyuwangi

berbeda dengan yang digunakan oleh nelayan Kabupaten Jembrana. Namun alat

tangkap ini digunakan untuk menangkap ikan lemuru. Perahu gillnet yang

dioperasikan oleh nelayan Kabupaten Banyuwangi, terbuat dari kayu dengan

panjang 6-7 meter. Tenaga penggerak menggunakan mesin tempel merek dom

feng dengan kekuatan 10-15 PK. Jumlah tenaga kerja adalah sebanyak 4-6 orang,

dengan lama operasi penangkapan untuk satu trip adalah 12 jam atau sering

mereka menyebutnya selama satu hari (one day fishing), sehingga dalam satu

bulan jumlah hari operasi biasanya dilakukan selama 27-28 hari.

Page 8: 7 ANALISIS KONDISI SOSIAL EKONOMI NELAYAN DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/61979/BAB VII... · Nelayan, yang hidup di pesisir pantai, mempunyai ciri khas atau

118

Gillnet yang dioperasikan oleh nelayan Kabupaten Banyuwangi,

menggunakan perahu jukung dengan panjang 6,5-7 meter. Tenaga penggerak

menggunakan mesin tempel dengan kekuatan 10 PK. Jumlah anak buah kapal

atau perahu sebanyak 2 orang. Lama operasi penangkapan untuk satu trip adalah

3-5 jam, dan dalam satu hari bisa melakukan operasi penangkapan 2 kali. Jumlah

hari operasi dalam satu bulan dilakukan selama 20-27 hari.

Pendapatan kotor yang diperoleh dalam satu tahun operasi adalah sebesar

Rp. 174.000.000,-. Setelah dikeluarkan biaya-biaya sebesar Rp. 27.566.667,- dan

dikurangi biaya penyusutan sebesar Rp. 1.245.000,-, maka diperoleh keuntungan

bersih selama satu tahun operasi adalah sebesar Rp. 145.188.333,- (Tabel 23).

Sedangkan pendapatan kotor yang diperoleh nelayan gillnet di Kabupaten

Jembrana dalam satu tahun adalah Rp. 256.880.076,-, setelah dikeluarkan biaya-

biaya sebesar Rp. 23698.424,- dan biaya penyusutan dalam satu tahun sebesar Rp.

766.250,-, maka keuntungan bersih yang diterima dalam satu tahun adalah sebesar

Rp. 232.415.402,- (Tabel 24).

4) Pukat pantai

Pukat pantai digunakan oleh nelayan Kabupaten Jembrana untuk

penangkapan ikan lemuru di Selat Bali. Perahu yang digunakan adalah jenis

jukung dengan ukuran panjang 7-9 meter. Tenaga penggerak yang digunakan

adalah mesin tempel berkekuatan 10 PK. Fungsi perahu adalah untuk melingkar

jaring dari pinggir sampai kepinggir kembali sebelum ditarik menggunakan tenaga

manusia. Jumlah nelayan yang menarik jaring ini adalah sebanyak 12-15 orang.

Lama operasi penangkapan untuk satu trip adalah 3-5 jam. Jumlah trip dalam satu

hari dapat dilakukan sebanyak 2 kali. Jumlah hari operasi selama satu bulan

adalah 25-30 hari.

Pendapatan kotor alat tangkap pukat pantai selama satu tahun adalah

sebesar Rp. 515.042.420,-. Setelah dikurangi biaya-biaya sebesar Rp. 3.642.500,-

dan dikurangi biaya penyusutan dalam satu tahun sebesar Rp. 1.701.250,-, maka

diperoleh keuntungan bersih sebesar Rp. 509.698.670,-.

Page 9: 7 ANALISIS KONDISI SOSIAL EKONOMI NELAYAN DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/61979/BAB VII... · Nelayan, yang hidup di pesisir pantai, mempunyai ciri khas atau

119

5) Bagan

Bagan digunakan oleh nelayan Kabupaten Banyuwangi dalam

penangkapan ikan lemuru di Selat Bali. Ikan lemuru yang tertangkap umumnya

berukuran panjang 10-13 cm. Nelayan bagan yang berhasil kami wawancara

adalah nelayan yang menggoperasikan bagan tancap di Teluk Pang-Pang dan

nelayan bagan apung yang dioperasikan di Senggrong. Ukuran rangka bagan

adalah 21 m2. Ukuran alat tangkap yang digunakan (waring) dengan ukuran

panjang kali lebar 21 meter dan kedalaman 11 meter. Mesin genset digunakan

untuk menghidupkan lampu agar ikan berkumpul disekitar waring. Lama operasi

untuk sekali hauling adalah 3 jam. Jumlah tenaga kerja dalam peoperasian bagan

ini sebanyak 2 orang. Biasanya bagan dioperasikan pada malam hari, sehingga

dalam satu hari hanya beroperasi satu kali. Jumlah hari operasi selama satu bulan

adalah 27 hari.

Pendapatan kotor alat tangkap bagan adalah Rp. 47.839.896,-. Setelah

dikurangi biaya-biaya sebesar Rp. 14.907.067,- dan dikeluarkan biaya penyusutan

sebesar Rp. 1.008.333,-, maka pendapatan bersih yang diperoleh selama satu

tahun adalah sebesar Rp. 31.924.496,- (Tabel 23).

Tabel 24 Analisis secara ekonomi kegiatan perikanan lemuru di Kabupaten

Jembrana tahun 2011

No Jenis Alat

Tangkap

Pendapatan

(Rp/tahun)

Pengeluaran

(Rp/tahun)

Penyusutan

(Rp/tahun)

Keuntungan

bersih (Rp/tahun)

1 Purse seine 20.275.920.000 685.435.680 47.116.667 19.543.367.653

2 Gillnet 256.880.076 23.698.424 766.250 232.415.402

3 P. Pantai 515.042.420 3.642.500 1.701.250 509.698.670

Berdasarkan perhitungan keuntungan yang diperoleh (Tabel 23 dan 24),

dapat diketahui tingkat kesejahteraan anggota keluarga nelayan melalui

pembagian hasil yang diperoleh. Sistem bagi hasil yang berlaku di Kabupaten

Banyuwangi dan kabupaten Jembrana bisa dikatakan sama. Pemilik kapal

mendapat 50% dan ABK juga mendapat 50%, setelah dikurangi biaya-biaya.

Berdasarkan hasil bersih yang diperoleh per trip oleh ABK, dapat diketahui

bagaimana tingkat kesejahteraannya dan kehidupan sosial dalam masyarakat.

Page 10: 7 ANALISIS KONDISI SOSIAL EKONOMI NELAYAN DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/61979/BAB VII... · Nelayan, yang hidup di pesisir pantai, mempunyai ciri khas atau

120

Hasil analisis secara ekonomi merupakan salah satu parameter yang digunakan

untuk analisis model pengelolaan sumberdaya perikanan lemuru di Selat Bali (bab

9). Nilai yang dimasukkan sebagai parameter adalah harga ikan dan biaya melaut.

7.4.2 Kondisi sosial nelayan perikanan lemuru di Selat Bali

Kondisi sosial masyarakat sangat ditentukan oleh tingkat kesejahteraan

dari masyarakat itu sendiri. Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan yang

menjadi responden, secara umum mereka melakukan penangkapan ikan rata-rata

berkisar antara umur 15-25 tahun. Hal ini memperlihatkan bahwa nelayan

tersebut sudah memiliki pengalaman yang sangat banyak. Pada umumnya nelayan

yang ada di Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Jembrana rata-rata

menamatkan pendidikan hanya sampai sekolah dasar, selanjutnya mereka ikut

membantu orang tua mereka untuk ikut melaut, jadi boleh dikatakan bahwa

nelayan yang ada di Kabupaten Banyuwangi dan kabupaten Jembrana diwariskan

secara turun temurun.

Kecamatan Muncar, merupakan sentra produksi perikanan terbesar di

Provinsi Jawa Timur. Jumlah penduduknya adalah sebesar 128.924 jiwa dan

merupakan jumlah terbesar dari jumlah penduduk yang ada di kecamatan seluruh

Kabupaten Banyuwangi. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, lebih banyak

dihabiskan untuk menangkap ikan di laut. Kaum perempuan juga mengambil

peran penting dalam menjalankan usaha penangkapan yang dilakukan oleh kaum

Bapak terutama yang melakukan penangkapan dengan alat tangkap payang, dan

gillnet. Mereka membantu pekerjaan setelah perahu mendarat, bahkan yang

menentukan harga ikan hasil tangkapan adalah kaum wanitanya (istri pemilik

perahu).

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap nelayan purse

seine, gillnet, payang, bagan dan pukat pantai di Kabupaten Jembrana dan

Kabupaten Banyuwangi sebanyak 120 orang, tingkat pendapatan yang diperoleh

setiap kali melaut sangat tergantung dari hasil tangkapan yang diperoleh. Faktor

cuaca sangat mempengaruhi keberhasilan nelayan dalam meperoleh hasil

tangkapan. Namun demikian, mereka mengatakan penghasilan yang mereka

peroleh mencukupi kehidupan sehari-hari keluarga. Jika musim paceklik datang,

Page 11: 7 ANALISIS KONDISI SOSIAL EKONOMI NELAYAN DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/61979/BAB VII... · Nelayan, yang hidup di pesisir pantai, mempunyai ciri khas atau

121

nelayan di Kabupaten Jembrana melakukan kegiatan sampingan menjadi tukang

cetak batu bata, sedangkan nelayan di Kabupaten Banyuwangi memilih jadi buruh

bangunan.

Peluang untuk mendapatkan kesempatan kerja (terutama sebagai buruh

nelayan) menurut mereka tidak sulit, karena perahu terutama purse seine

membutuhkan tenaga kerja yang tinggi (45-55 orang) dalam satu kapal. Begitu

juga dengan kesempatan mendapatkan pelayanan kesehatan, ada puskesmas dan

rumah sakit daerah yang dapat melayani mereka dalam mendapatkan pengobatan.

Keamanan dan kenyamanan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari

secara umum tidak mendapatkan kendala, semua berjalan sesuai dengan aturan

yang sudah disepakati bersama. Kegiatan keagamaan dan kegiatan upacara adat

seperti upacara petik laut di Banyuwangi yang dilakukan rutin setiap bulan suro

(penanggalan jawa) berlangsung dengan aman dan tertib.

Konflik, yang berujung pada kerusuhan selama kurun waktu enam tahun

terakhir tidak pernah terjadi. Perselisihan yang terjadi dikalangan nelayan adalah

perebutan daerah penangkapan, perampasan jaring yang sedang terpasang di laut,

dan konflik dengan nelayan andon dari daerah lain, namun perselisihan tersebut

dapat diselesaikan secara damai dan kekeluargaan. Dalam kehidupan sehari-hari

masyarakat nelayan yang ada di Kabupaten Jembrana dan Kabupaten Banyuwangi

tidak mengalami masalah yang berarti, semua berjalan sesuai aturan dan tata

krama kehidupan bermasyarakat umumnya.

7.4.3 Peran kelembagaan

Kelembagaan merupakan merupakan faktor penting yang dapat

menggerakkan kinerja dalam melakukan pengelolaan sumberdaya perikanan.

Amanat yang termaktub dalam code of conduct for responsible fisheries (CCRF)

bahwa pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perikanan, harus dilakukan

secara bertanggungjawab. Dalam sebuah kelembagaan, keselarasan peraturan

yang dibuat harus mengayomi aspirasi masyarakat yang akan melaksanakan

peraturan, agar tidak terjadinya tumpang tindih, atau benturan masing-masing

peraturan yang dibuat.

Page 12: 7 ANALISIS KONDISI SOSIAL EKONOMI NELAYAN DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/61979/BAB VII... · Nelayan, yang hidup di pesisir pantai, mempunyai ciri khas atau

122

Kelembagaan yang ada di Kabupaten Jembrana di luar instansi pemerintah

adalah lembaga HNSI yang mewadahi aspirasi nelayan. TPI, sebagai organisasi

pelaksana pelelangan ikan di Kabupaten Banyuwangi saat ini tidak berfungsi,

karena kegiatan pelelangan ikan tidak ada dan ikan yang mendarat di dermaga

Muncar langsung dijual kepada perusahaan atau bakul yang langsung datang ke

agen/pengelola kapal. Unit Pengelola Pelabuhan Perikanan Pantai (UPPPP)

Muncar merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Kelautan dan Perikanan

Provinsi Jawa Timur, UPT ini secara teknis dan administrasi bertanggungjawab

kepada Dinas kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur. Selanjutnya,

Pelelangan ikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pengambengan-Jembrana,

dikelola langsung oleh Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang bertanggungjawab

kepada Dinas Pertanian Kehutanan dan Kelautan Kabupaten Jembrana.

Institusi kelembagaan yang diharapkan dapat berjalan selaras untuk

mewujudkan keberlanjutan pengelolaan perikanan lemuru adalah Dinas

Lingkungan hidup di Kabupaten Jembrana dan Kantor Lingkungan Hidup di

Kabupaten Banyuwangi. Institusi ini bertanggungjawab atas pengendalian bahan

pencemar yang terjadi diwilayah kerjanya yaitu berkaitan dengan kegiatan

industri, baik industri perikanan maupun industri lainnya yang berpotensi dan

membuang limbah ke sungai dan pada akhirnya menuju perairan laut. Pengujian

yang dilakukan masih sebatas pada outlet dan inlet di pabrik pengolahan ikan,

namun belum semua pabrik pengolahan melakukan pengujian limbah yang

dihasilkan, hal ini berkaitan dengan sikap pemilik perusahaan yang tidak

kooperatif terhadap petugas yang datang. Untuk pengujian kualitas perairan laut

dilakukan dengan jarak dari pantai 25-300 meter. Pengujian yang dilakukan

berorientasi untuk memenuhi keperluan pariwasata.

Lembaga yang berkompeten dan berkaitan langsung dengan pengelolaan

sumberdaya perikanan dan pemeliharaan lingkungan perairan laut Selat Bali di

Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Jembrana seperti tertera pada Lampiran

12. Kelembagaan tersebut (Lampiran 12), sangat dibutuhkan dukungannya

sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing dalam pelaksanaan tugas

sehari-hari. Dinas Kelautan dan Perikanan masing-masing provinsi sangat

berperan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan lemuru di Selat Bali. Masing-

Page 13: 7 ANALISIS KONDISI SOSIAL EKONOMI NELAYAN DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/61979/BAB VII... · Nelayan, yang hidup di pesisir pantai, mempunyai ciri khas atau

123

masing provinsi, di bawah koordinasi Badan Perencana Pembangunan Daerah

(BAPPEDA) melakukan penyusunan perencanaan terhadap pembangunan dan

pengelolaan sumberdaya perikanan.

7.5 Pembahasan

Pembahasan dalam bab ini berkaitan dengan kemampuan nelayan secara

ekonomi dalam meningkatkan kesejahteraan mereka. Secara sosial membahas

tentang gambaran kehidupan sehari-hari nelayan di pesisir Selat Bali, dan konflik

yang pernah terjadi serta penyebab terjadi sebuah konflik. Selanjutnya adalah

pembahasan tentang peran serta kelembagaan yang ada di Kabupaten Banyuwangi

dan kabupaten Jembrana dalam mendukung pengelolaan sumberdaya perikanan

lemuru di Selat Bali.

Secara ekonomi, alat tangkap yang digunakan oleh nelayan Selat Bali

untuk pemanfaatan sumberdaya lemuru adalah menguntungkan. Namun demikian

hal yang perlu diperhatikan adalah efisiensi alat yang digunakan terhadap hasil

yang didapatkan setiap hari. Jika kegiatan usaha yang dilakukan menguntungkan,

akan berimbas pada kondisi kehidupan sosial nelayan itu sendiri.

Meningkatnya penangkapan lemuru yang dilakukan oleh nelayan, tidak

terlepas dari tingginya permintaan pasar yang merupakan prime mover bagi

perkembangan perikanan lemuru itu sendiri (Nurhakim & Merta 2004). Hal ini

dapat dilihat semakin berkembangnya pabrik pengalengan ikan, juga secara

tradisional semakin bertambahnya usaha penggaplekan (penepungan).

Bertambahnya jumlah industri pengalengan dan penepungan, sudah barang tentu

memerlukan bahan baku yang cukup, sehingga memacu usaha penangkapan ikan

lemuru. Dengan semakin berkembangnya purse seine yang beroperasi, maka

akan semakin banyak jumlah ikan lemuru yang tertangkap sebelum mencapai

ukuran dewasa, sehingga berpengaruh terhadap harga.

Tingkat kesejahteraan sosial dapat dikatakan baik, jika antara pemasukan

dan pengeluaran berjalan seimbang. Disamping itu, jika sebagian penghasilan

yang diterima dapat disisihkan sebagai tabungan. Berdasarkan hasil wawancara

dengan Bapak Abidin yaitu pengurus tempat pelelangan ikan (TPI) Muncar, saat

ini nelayan terutama ABK sudah mulai dapat menyisihkan sebagian dari

Page 14: 7 ANALISIS KONDISI SOSIAL EKONOMI NELAYAN DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/61979/BAB VII... · Nelayan, yang hidup di pesisir pantai, mempunyai ciri khas atau

124

penghasilan mereka untuk disimpan dan ditabung sebagai cadangan pengeluaran

untuk masa paceklik.

Berdasarkan hasil wawancara dan diskusi diketahui bahwa kehidupan

sosial yang berlangsung selama ini berjalan sangat baik, dan tidak pernah terjadi

perselisihan antar nelayan. Namun demikian, hal ini belum bisa dikategorikan

bahwa nelayan berada dalam keadaan yang sejahtera.

Pendapatan dan pola hubungan kerja mempunyai peran dan dianggap

penting. Berdasarkan penjelasan dan pemaparan di atas, bahwa jumlah pendapatan

juga mempengaruhi tingkat status atau kedudukan seseorang di dalam masyarakat

sehingga berpengaruh terhadap hubungan sosial yang terjadi pada nelayan di

Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Jembrana. Semakin kecil pendapatan

yang mereka terima maka semakin rendah pula kedudukan atau strata mereka

dalam masyarakat, seperti buruh nelayan (pandiga) mereka tidak mempunyai

kekuasaan dalam menentukan pendapatan termasuk ketika mereka menerima

bayaran yang lebih kecil. Hal ini disebabkan karena mereka hanya menguasai

keterampilan dan bermodal tenaga. Perbedaan jumlah pendapatan yang diterima,

menyebabkan terjadinya perbedaan hubungan kerja dan hubungan sosial.

Penggolongan sosial dalam masyarakat nelayan menurut Kusnadi (2002),

pada dasarnya dapat ditinjau dari tiga sudut pandang. Pertama, dari segi

penguasaan alat produksi atau peralatan tangkap (perahu, jaring dan perlengkapan

lain yang dimiliki), struktur masyarakat nelayan terbagi dalam kategori nelayan

pemilik (alat-alat produksi) dan nelayan buruh. Nelayan buruh tidak memiliki

alat-alat produksi dan dalam kegiatan sebuah unit perahu, nelayan buruh hanya

menyumbangkan jasa tenaganya dengan memperoleh hak- hak yang sangat

terbatas. Kedua, ditinjau dari tingkat skala investasi modal usahanya, struktur

masyarakat nelayan terbagi ke dalam kategori nelayan besar dan nelayan kecil.

Nelayan, disebut sebagai nelayan besar karena jumlah modal yang diinvestasikan

dalam usaha perikanan relative tinggi, dan sebaliknya terjadi pada nelayan kecil.

Ketiga, dipandang dari tingkat teknologi perlengkapan dan alat tangkap yang

digunakan, masyarakat nelayan terbagi ke dalam kategori nelayan moderen dan

Page 15: 7 ANALISIS KONDISI SOSIAL EKONOMI NELAYAN DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/61979/BAB VII... · Nelayan, yang hidup di pesisir pantai, mempunyai ciri khas atau

125

nelayan tradisional. Nelayan moderen sudah menggunakan teknologi

penangkapan yang lebih baik dibandingkan dengan nelayan tradisional.

Susunan masyarakat nelayan menurut Masyhuri (1996), baik secara

horizontal maupun vertikal sangat dipengaruhi oleh organisasi penangkapan ikan

dan tingkat pendapatan yang dicapai. Semakin strategis posisi dalam organisasi,

dan semakin besar pendapatan, maka semakin besar pula kemungkinan

menempati posisi yang tinggi dalam stratifikasi sosial. Apabila pendapatan

semakin kecil, maka semakin tidak strategis peranannya dalam organisasi

penangkapan ikan, dengan demikian semakin rendah posisinya dalam masyarakat.

Wahyuningsih et al. (1997), menyatakan bahwa masyarakat nelayan jika

dilihat dari sudut kepemilikan modal dapat dibagi tiga: (1) Nelayan juragan,

nelayan ini merupakan nelayan pemilik perahu dan alat penangkap ikan yang

mampu mengubah para nelayan pekerja sabagai pembantu dalam usahanya

menangkap ikan di laut. Nelayan ini mempunyai mata pencaharian lain pada saat

musim paceklik. Nelayan juragan ada tiga macam yaitu nelayan juragan laut,

nelayan juragan darat yang mengendalikan usahanya dari daratan, dan orang yang

memiliki perahu, alat penangkap ikan dan uang tetapi bukan nelayan asli, yang

disebut tauke (toke) atau cukong. (2). Nelayan pekerja, yaitu nelayan yang tidak

memiliki alat produksi dan modal, tetapi memiliki tenaga yang dijual kepada

nelayan juragan untuk membantu menjalankan usaha penangkapan ikan di laut.

Nelayan ini disebut juga nelayan penggarap. Hubungan kerja antara nelayan ini

berlaku perjanjian tidak tertulis yang sudah dilakukan sejak lama dan turun

temurun. Juragan dalam hal ini berkewajiban menyediakan bahan makanan dan

bahan bakar untuk keperluan operasi penangkapan ikan, dan bahan makanan

untuk dapur keluarga yang ditinggalkan selama berlayar. Hasil tangkapan di laut

dibagi menurut peraturan tertentu yang berbeda-beda antara juragan yang satu

dengan juragan lainnya, setelah dikurangi semua biaya operasi. (3). Nelayan

perorangan, merupakan nelayan yang kurang mampu. Nelayan ini hanya

mempunyai perahu kecil untuk keperluan dirinya sendiri dan alat penangkap ikan

sederhana. Nelayan perorangan tidak memiliki tanah untuk digarap pada waktu

musim paceklik (angin barat), karena sebagian besar dari mereka tidak

mempunyai modal kerja sendiri, akan tetapi meminjam dari pelepas uang

Page 16: 7 ANALISIS KONDISI SOSIAL EKONOMI NELAYAN DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/61979/BAB VII... · Nelayan, yang hidup di pesisir pantai, mempunyai ciri khas atau

126

(tengkulak) dengan perjanjian tertentu. Sebagian dari Nelayan umumnya memulai

usaha dari bawah, semakin lama meningkat menjadi nelayan juragan.

Kesempatan kerja, dan mendapatkan pekerjaan sebagai nelayan oleh

masyarakat di Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Jembrana tidak sulit.

Sebagian besar nelayan sudah ikut menjadi nelayan sejak usia 10 tahun, artinya

begitu tamat Sekolah dasar mereka langsung menjadi nelayan. Hasil wawancara

dengan beberapa orang nelayan, mereka mengatakan bahwa menjadi nelayan

merupakan turunan dari orang tua, mereka tidak mendapatkan pendidikan secara

khusus dalam pengoperasian alat tangkap.

Haji Nuryatim, adalah salah satu pemilik kapal purse seine di

Pengambengan yang berhasil kami wawancara, menurut penuturannya bahwa

kegiatan ikut dengan kapal perikanan sudah dilakoni sejak duduk di bangku

sekolah dasar. Saat ini beliau sudah memiliki 8 kapal purse seine (sistem dua

perahu). Menurut penuturan beliau pada umumnya nelayan, memulai usahanya

sebagai anak buah kapal dan berkat usaha yang dilakukan tidak tertutup

kemungkinan dapat menjadi juragan atau pemilik kapal.

Salah satu juragan dan pemilik kapal purse seine di Kabupaten Banyuwangi

(Bapak Mursyid) memulai usahanya sebagai pengelola kapal milik orang lain, dan

saat ini sudah memiliki kapal sebanyak 2 buah kapal sleret dengan omzet yang

cukup tinggi (tidak mau memberi tahukan berapa penghasilannya dalam satu trip).

Fauzi (2011), melakukan penelitian tentang tingkat kesejahteraan nelayan

di Kabupaten Jembrana dan Buleleng. Hasil menunjukan bahwa tingkat

kesejahteraan nelayan di dua Kabupaten tersebut tergolong baik. Terbukti

nelayan berpenghasilan rata-rata Rp 750.000 – Rp 2.500.000,- per bulan, dan

mampu memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari. Berdasarkan wawancara

personal dengan Penyuluh Perikanan Kabupaten Jembrana (Nurhalim, 2011),

pendapatan bersih yang diperoleh ABK/nelayan purse seine di Kabupaten

Jembrana, adalah pendapatan yang diperoleh setelah dilakukan pemotongan untuk

kebutuhan melaut. Penghitungan ini dilakukan pada saat terang bulan, jadi

nelayan (ABK) tidak menerima bagi hasil pada saat pulang melaut dalam satu kali

trip.

Page 17: 7 ANALISIS KONDISI SOSIAL EKONOMI NELAYAN DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/61979/BAB VII... · Nelayan, yang hidup di pesisir pantai, mempunyai ciri khas atau

127

Peran kelembagaan dalam rangka pengelolaan sumberdaya perikanan

lemuru secara berkelanjutan, perlu koordinasi dan peran aktif masing-masing

kelembagaan, baik pemerintah maupun swasta, sesuai dengan tupoksinya masing,

sehingga dalam pelaksanaan dan implementasi dilapangan sesuai sasaran dan

tepat guna. Pemerintah Daerah, dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan

masing-masing kabupaten yaitu Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten

Jembrana, bersama-sama dan dibawah koordinasi Dinas Kelautan dan Perikanan

Provinsi, secara berkala harus melakukan evaluasi terhadap peraturan dan aturan

yang sudah dibuat apakah masih bias dipakai sesuai perkembangan keadaan di

lapangan, atau perlu diperbarui. Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh

Fauzi (2011), bahwa pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan dan

pengusahaannya, haruslah mengakomodir dan meningkatkan kesejahteraan

nelayan, dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja, dan pertumbuhan

perikanan menjadi baik.

Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) cabang Kabupaten

Jembrana, merupakan wadah dalam menampung aspirasi dan suara anggota

nelayan yang tergabung di dalamnya. Namun tidak semua nelayan ikut

berpartisipasi aktif di dalamnya. Menurut Bapak Haji Jailani (ketua HNSI

Kabupaten Jembrana, 2011), saat ini nelayan, terutama pemilik sudah memiliki

kepedulian terhadap kesejahteraan ABK. Sama halnya dengan nelayan di

Kabupaten Banyuwangi, mereka belum optimal memanfaatkan wadah organisasi

kenelayanan dalam menyerap ilmu pengetahuan atau informasi tentang peraturan

yang ada. Menurut informasi yang kami peroleh dari Pelabuhan Perikanan

Nusantara Pengambengan, sangat sulit mengumpulkan pemilik kapal purse seine

atau pengelola dalam rangka sosialisasi peraturan yang akan diterapkan di

lapangan. Hal ini merupakan salah satu hambatan dalam pelaksanaan peraturan

yang sudah disiapkan, sehingga penerapan peraturan menjadi terhambat.

Kualitas kelembagaan masyarakat terutama yang mewadahi nelayan,

seperti Koperasi Unit Desa di Kabupaten Banyuwangi, saat ini tidak berjalan

sesuai fungsinya, penyebab pasti tidak diketahui dengan jelas. Namun demikian

retribusi serta kewajiban nelayan lainnya tetap dipenuhi sebagaimana yang sudah

diatur bersama.

Page 18: 7 ANALISIS KONDISI SOSIAL EKONOMI NELAYAN DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/61979/BAB VII... · Nelayan, yang hidup di pesisir pantai, mempunyai ciri khas atau

128

Dukungan institusi masing-masing kelembagaan yang terdapat di daerah,

sangat menentukan kualitas dan strategi peningkatan kapasitas kelembagaan

dalam menghasilkan kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan lemuru,

mengingat sumberdaya ini merupakan sumber penghasilan nelayan setempat yang

sangat potensial. Disamping itu, industri pengalengan ikan yang terdapat di

Kabupaten Banyuwangi (Muncar) dan Kabupaten Jembrana (Pengambengan)

sangat bergantung terhadap ketersediaan sumberdaya lemuru sebagai bahan baku.

Sejak dikeluarkannya Surat Keputusan No. 123/Kpts/Um/3/1975, tanggal

31 Maret 1975 oleh Direktorat Jenderal Perikanan Departemen Pertanian, yaitu

pelarangan menggunakan alat tangkap pukat cincin dengan besar mata jaring pada

bagian kantong kurang dari 1 inchi (2,54 cm). Berdasarkan SK tersebut,

merupakan langkah awal dalam rangka melakukan pengelolaan terhadap

perikanan pelagis kecil secara umum termasuk di dalamnya perikanan lemuru

(Nurhakim & Merta 2004). Lebih lanjut dijelaskan bahwa, tujuan pembatasan

besaran mata jaring untuk mengendalikan ukuran ikan yang tertangkap, karena di

Selat Bali khususnya alat tangkap pukat cincin (purse seine) ukuran mata jaring

yang digunakan adalah ¾ inchi dibagian kantong.

Surat Keputusan Bersama (SKB) Gubernur Provinsi Jawa Timur dan

Provinsi Bali yang dikeluarkan pada tahun 1992, adalah mengatur tentang jumlah

kapal purse seine yang beroperasi di Selat Bali. Pengaturan tersebut berkaitan

dengan jumlah kapal yang dioperasikan oleh nelayan Provinsi Jawa Timur

sebanyak 190 unit dan yang dioperasikan oleh nelayan Provinsi Bali sebanyak 83

unit. Sampai saat ini belum ada perubahan ataupun rencana perubahan terhadap

SKB tersebut. Menurut Kepala Bidang Perikanan Dinas Pertanian Kehutanan dan

Kelautan Kabupaten jembrana, bahwa SKB tersebut perlu dievaluasi ulang,

karena sudah tidak sesuai dengan kondisi yang terjadi dilapangan saat ini.

Namun keadaan yang terjadi dilapangan tidak lagi mengacu kepada SKB di atas.

Data kapal purse seine yang tercatat di UPPPP Muncar untuk tahun 2010 adalah

203 unit, sedangkan yang tertera di SKB adalah 190 unit, jadi terdapat kelebihan

sebanyak 13 unit. Untuk Kabupaten Jembrana juga demikian. Berdasarkan

SKB, kuota jumlah kapal purse seine adalah 83 unit, namun berdasarkan data dari

Dinas Pertanian Kehutanan dan Kelautan Kabupaten Jembrana untuk tahun 2010

Page 19: 7 ANALISIS KONDISI SOSIAL EKONOMI NELAYAN DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/61979/BAB VII... · Nelayan, yang hidup di pesisir pantai, mempunyai ciri khas atau

129

jumlah kapal purse seine yang ada saat ini adalah sebanyak 107 unit, jadi terdapat

kelebihan sebanyak 30 unit. Menyikapi hal ini, peran kelembagaan yang

berkompeten sangat menentukan. Menyikapi apa yang disampaikan oleh Kepala

Bidang Perikanan Dinas Pertanian Kehutanan dan Kelautan Kabupaten Jembrana,

sebagaimana yang sudah diuraikan di atas, adalah benar perlu dilakukan evaluasi

ulang terhadap aturan dan peraturan tentang SKB dua Gubernur tersebut.

Peran Dinas Lingkungan Hidup, dalam rangka pengelolaan sumberdaya

lemuru di Selat Bali, sangat berkaitan dengan aturan tentang pengelolaan

lingkungan perairan dari bahan pencemar yang berasal dari kegiatan manusia di

darat atau pesisir pantai di Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Jembrana.

Peran Dinas Lingkungan Hidup adalah memantau kegiatan industri, berkaitan

dengan penanganan limbah yang dihasilkan oleh kegiatan industri tersebut.

7.6 Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dan penjabaran terhadap analisis kondisi

ekonomi dan sosial serta peran kelembagaan, dalam rangka pengelolaan

sumberdaya perikanan lemuru di Selat Bali, maka dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut:

1. Secara ekonomi kegiatan penangkapan ikan lemuru yang dilakukan dengan

menggunakan alat tangkap purse seine, payang, gillnet, bagan, dan pukat

pantai adalah menguntungkan bagi nelayan di Selat Bali.

2. Kehidupan sosial masyarakat perikanan di Selat Bali, dalam pemanfaatan

sumberdaya lemuru sebagai sumber penghidupan mereka sehari-hari, selama

kurun waktu 2005-2010 tidak pernah atau belum pernah terjadi konflik besar.

3. Peran kelembagaan yang ada dan berkompeten di masing-masing wilayah

dalam pengelolaan sumberdaya lemuru di Selat Bali belum optimal.