69087834 Referat Patofisiologi Peningkatan Sgot Dan Sgpt Pada Penyakit Infeksi Virus

39
REFERAT PATOFISIOLOGI PENINGKATAN SGOT DAN SGPT PADA PENYAKIT INFEKSI VIRUS BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN BANDUNG 2010 BAB I PENDAHULUAN Telah diketahui sebelumnya bahwa pemeriksaan enzim hati, yaitu transaminase yang terdiri dari Alanine Aminotransferase (ALT) atau Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT), dan Aspartate Aminotransferase (AST) atau Serum Glutamic Oksaloasetat Transaminase (SGOT), telah banyak digunakan sebagai pemeriksaan fungsi hati dan penanda untuk kerusakan sel lainnya. SGPT adalah enzim yang terdapat pada sel darah merah, otot jantung, otot skelet, ginjal dan otak. Sedangkan SGOT ditemukan pada hati. Kedua enzim ini dapat meningkat karena adanya gangguan fungsi hati, dan penanda kerusakan sel lainnya, yang salah satu penyebabnya adalah proses infeksi yang disebabkan oleh virus. Berikut akan dibahas mengenai bagaimana enzim transaminase yang diproduksi oleh hati dapat meningkat karena adanya infeksi virus, terutama virus dengue.

description

sgot sgpt

Transcript of 69087834 Referat Patofisiologi Peningkatan Sgot Dan Sgpt Pada Penyakit Infeksi Virus

Page 1: 69087834 Referat Patofisiologi Peningkatan Sgot Dan Sgpt Pada Penyakit Infeksi Virus

REFERAT PATOFISIOLOGI PENINGKATAN SGOT DAN SGPT PADA PENYAKIT INFEKSI VIRUS

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

BANDUNG

2010

BAB I

PENDAHULUAN

Telah diketahui sebelumnya bahwa pemeriksaan enzim hati, yaitu transaminase yang terdiri

dari Alanine Aminotransferase (ALT) atau Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT),

dan Aspartate Aminotransferase (AST) atau Serum Glutamic Oksaloasetat Transaminase

(SGOT), telah banyak digunakan sebagai pemeriksaan fungsi hati dan penanda untuk

kerusakan sel lainnya.

SGPT adalah enzim yang terdapat pada sel darah merah, otot jantung, otot skelet, ginjal dan

otak. Sedangkan SGOT ditemukan pada hati. Kedua enzim ini dapat meningkat karena

adanya gangguan fungsi hati, dan penanda kerusakan sel lainnya, yang salah satu

penyebabnya adalah proses infeksi yang disebabkan oleh virus.

Berikut akan dibahas mengenai bagaimana enzim transaminase yang diproduksi oleh

hati dapat meningkat karena adanya infeksi virus, terutama virus dengue.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hati

2.1.1 Anatomi dan Histologi

Hati adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg atau lebih 25%

berat badan orang dewasa dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi sangat

kompleks. Secara mikroskopis didalam hati manusia terdapat 50.000-100.000 lobuli, setiap

lobulus berbentuk heksagonal yang terdiri atas sel hati berbentuk kubus yang tersusun radial

mengelilingi vena sentralis. Hati terdiri atas bermacam-macam sel. Hepatosit meliputi kurang

lebih 60% sel hati, sedangkan sisanya terdiri dari sel-sel epithelial system empedu dalam

Page 2: 69087834 Referat Patofisiologi Peningkatan Sgot Dan Sgpt Pada Penyakit Infeksi Virus

jumlah yang bermakna dan sel-sel parenkimal yang termasuk di dalamnya endotelium, sel

kuffper dan sel stellata yang berbentuk seperti bintang. Sel-sel lain yang terdapat dalam

dinding sinusoid adalah sel fagositik. Sel Kupffer yang merupakan bagian penting sistem

retikuloendothellial dan sel stellata disebut sel itu, limfosit atau perisit. Yang memiliki

aktifitas miofibroblastik yang dapat membantu pengaturan aliran darah. Sel kupffer lebih

permeabel yang artinya mudah dilalui oleh sel-sel makro dibandingkan kapiler-kapiler yang

lain Sinusoidal disamping sebagai faktor penting dalam perbaikan kerusakan hati.

Peningkatan aktifitas sel-sel stellata tampaknya merupakan faktor kunci dalam pembentukan

jaringan fibrotik di dalam hati. (9),(23),(16),(36)

Gambar 2.1 Penampang potongan melintang hati (33)

2.1.2 Fisiologi

Berbagai macam fungsi hati dijalankan oleh sel yang disebut sebagai hepatosit,

dimana 70-80% menyusun sitoplasma hati. Berikut berbagai macam fungsi hepatosit:

1. Sintesis protein

2. Penyimpanan protein

3. Metabolisme karbohidrat

4. Sintesis kolesterol, garam empedu dan fosfolipid

5. Detoksifikasi, modifikasi, dan ekskresi substansi endogen dan eksogen.

Hepatosit merupakan sel tubuh yang memproduksi albumin serum, fibrinogen dan

faktor pembekuan darah kecuali faktor III dan IV. Selain itu, hati juga mempunyai peranan

dalam sintesis lipoprotein, ceruloplasmin, transferin, komplemen, dan glikoprotein. Hepatosit

juga memproduksi protein dan enzim intraselular termasuk transaminase. Enzim yang

dihasilkan oleh hepatosit yaitu Alanine Aminotransferase (ALT) atau Serum Glutamic

Pyruvic Transaminase (SGPT), dan Aspartate Aminotransferase (AST) atau Serum Glutamic

Oksaloasetat Transaminase (SGOT). SGPT terdapat pada sel darah merah, otot jantung, otot

skelet, ginjal dan otak. Sedangkan SGOT ditemukan pada hati. Enzim tersebut akan keluar

dari hepatosit jika terdapat peradangan atau kerusakan pada sel tersebut. Kedua enzim ini

dapat meningkat karena adanya gangguan fungsi hati, dan penanda kerusakan sel lainnya,

yang salah satu penyebabnya adalah proses infeksi yang disebabkan oleh virus.

Gambar 2.2 Hepatosit (6)

Sintesis protein berlangsung di reticulum endoplasma yang kasar, sedangkan sekresi

protein berlangsung di reticulum endoplasma yang kasar dan yang halus. Retikulum

endoplasmic juga ikut berperan dalam konjugasi protein dengan lemak. (13),(18),(20),(24)

Page 3: 69087834 Referat Patofisiologi Peningkatan Sgot Dan Sgpt Pada Penyakit Infeksi Virus

Hati berperan dalam pembentukan asam lemak dari karbohidrat dan mensintesis trigliserid

dari asam lemak dan gliserol. Hepatosit juga mensintesis apoprotein yang akan membawa

lipoprotein (VLDL, HDL). Hati juga merupakan organ dimana terjadi glukoneogenesis dan

pembentukan karbohidrat dari prekursor seperti alanine, gliserol, dan oksaloasetat,

glikogenolisis dan glikogenesis. (9), (23),(34) Hati menerima lipid dari sirkulasi sistemik dan

memetabolisme kilomikron. Hati juga mensintesis kolesterol dari asetat dan sintesis garam

empedu. (9),(23),(35),(36),(37)

Hati mempunyai kemampuan untuk memetabolisme, detoksifikasi, dan menginaktivasi

substansi eksogen, seperti obat, metabolism obat, insektisida, dan substansi endogen seperti

steroid, dan mengubah ammonia menjadi urea untuk diekskresi dari tubuh. (9),(23),(35),(36),(37)

Hati juga berperan dalam metabolism bilirubin, 75% dari total Bilirubin di dalam

tubuh diproduksi oleh sel darah yang hancur, sisanya oleh dihasilkan dari katabolisme protein

heme, dan juga oleh inaktivasi eritropoeisis sumsum tulang. Bilirubin yang tidak terkonjugasi

bersama dengan albumin ditranspor ke sirkulasi sebagai suatu kompleks dengan albumin,

walaupun sejumlah kecil dialirkan ke dalam sirkulasi secara terpisah. Bilirubin diubah dari

larut lemak menjadi larut air di hati. Kemudian masuk ke sistem pencernaan dalam bentuk

empedu ke duodenum dan dieksresikan menjadi sterekobilin. Melalui sirkulasi menuju ke

ginjal dan dieksresikan dalam bentuk urobilin. (23)

2.2 Virus

Virus adalah suatu kompleks yang terdiri dari protein dan genom RNA dan DNA.

Virus tidak mempunyai struktur seluler dan proses metabolic sendiri, bereplikasi dengan

memasuki sel yang hidup berdasarkan informasi genom virus itu sendiri. (9),(17),(39),

Virus adalah partikel infeksius autonom yang berbeda dengan mikroorganisme

lainnya, tidak mempunyai struktur selular dan hanya terdiri dari protein dan asam nukleat

(DNA atau RNA). Virus tidak mempunyai proses metabolisme sendiri, dimana virus akan

masuk ke dalam sel dan bereplikasi di sel tersebut melalui informasi genetik yaitu asam

nukleat. Sel host menerima asam nukleat tersebut dan memprosesnya untuk dijadikan

komponen virus baru. Virus menginfeksi bakteri, tumbuhan, hewan, dan manusia. (9), (17),(39)

2.2.1 Struktur dan morfologi virus

Partikel virus matur disebut virion yang mempunyai 3 komponen dasar yaitu,

pertama, genome DNA atau RNA, double stranded atau single stranded, linear atau sirkuler,

dan sebagian segmented. Single stranded asam nukleat mempunyai kutub positif dan kutub

negatif. Komponen yang kedua adalah capsid, bagian yang mengkode protein yang

mengandung asam nukelat dan menentukan antigen. Kapsid mempunyai bentuk kubik,

Page 4: 69087834 Referat Patofisiologi Peningkatan Sgot Dan Sgpt Pada Penyakit Infeksi Virus

helical, atau kompleks yang dibentuk oleh subunit yang bernama capsomer. Pada sebagian

virus terdapat envelope yang mengelilingi capsid yang di bentuk dari membran sel. (9),(17),(39)

Gambar 2.3 Skema diagram dari virus herpes terbungkus dengan nukleokapsid

ikosahedral. Dimensi masing-masing nukleokapsid dan partikel envelope adalah 110 dan 180

nm. capsid yang terdiri dari 162 capsomeres: 150 dengan enam kali lipat dengan lima kali

lipat dan 12 sumbu simetri.(9)

2.2.2 Klasifikasi virus

Virus diklasifikasikan berdasarkan kriteria morfologi dan biokimia, yaitu berdasarkan

genome, bentuk capsid, ada tidaknya envelope, diameter dari virion, dapat dilihat pada tabel

berikut (9),(17)

Tabel 2.1 Klasifikasi virus (9)

Table 170-1 Virus Families Pathogenic for Humans

Family

Representative Viruses Type of RNA/DNA

Lipid Envelope

RNA Viruses

Picornaviridae

PoliovirusCoxsackievirusEchovirusEnterovirusRhinovirusHepatitis A virus

(+) RNA No

Caliciviridae

Norwalk agentHepatitis E virus

(+) RNA No

Togaviridae

Rubella virusEastern equine encephalitis

virusWestern equine

encephalitis virus

(+) RNA Yes

Flaviviridae

Yellow fever virusDengue virusSt. Louis encephalitis virusWest Nile virusHepatitis C virusHepatitis G virus

(+) RNA Yes

Coronaviridae

Coronavirusesa (+) RNA Yes

Rhabdoviridae

Rabies virusVesicular stomatitis virus

(–) RNA Yes

Filoviridae

Marburg virusEbola virus

(–) RNA Yes

Paramyxoviridae

Parainfluenza virusRespiratory syncytial virusNewcastle disease virusMumps virusRubeola (measles) virus

(–) RNA Yes

Orthomyxoviridae

Influenza A, B, and C viruses

(–) RNA, 8 segments

Yes

Bunyaviridae

HantavirusCalifornia encephalitis virusSandfly fever virus

(–) RNA, 3 circular segments

Yes

Arenaviridae

Lymphocytic choriomeningitis virus

Lassa fever virus

(–) RNA, 2 circular segments

Yes

Page 5: 69087834 Referat Patofisiologi Peningkatan Sgot Dan Sgpt Pada Penyakit Infeksi Virus

South American hemorrhagic fever virus

Reoviridae

RotavirusReovirusColorado tick fever virus

ds RNA, 10–12 segments

No

Retroviridae

Human T-lymphotropic virus types I and II

Human immunodeficiency virus types 1 and 2

(+) RNA, 2 identical segments

Yes

DNA Viruses

Hepadnaviridae

Hepatitis B virus ds DNA with ss portions

Yes

Parvoviridae

Parvovirus B19 ss DNA No

Papovaviridae

Human papillomavirusesJC virusBK virus

ds DNA No

Adenoviridae

Human adenoviruses ds DNA No

Herpesviridae

Herpes simplex virus types 1 and 2b

Varicella-zoster virusc

Epstein-Barr virusd

Cytomegaloviruse

Human herpesvirus 6Human herpesvirus 7Kaposi's sarcoma–

associated herpesvirusf

ds DNA Yes

Poxviridae

Variola (smallpox) virusOrf virusMolluscum contagiosum

virus

ds DNA Yes

2.2.3 Replikasi virus

Replikasi virus terdiri dari beberapa fase, yaitu adsorption dari virus terhadap reseptor

spesifik pada permukaan sel, penetrasi virus ke intraseluler dan virus melepaskan asam

nukleat ke intraseluluer (uncoating), proliferasi komponen virus, virus mengkode sintesis

protein capsid dan noncapsid, replikasi asam nukleat virus dan enzim seluler, assembly dari

asam nukleat yang mengalami replikasi dan protein capsid yang baru, pelepasan progeny

virus pada sel.

Gambar 2.4 Replikasi virus

2.2.4 Respon Sel Host terhadap Infeksi Virus

Respon sel host terhadap infeksi virus bermacam-macam tergantung virus apa yang

menjadi penyebab. Beberapa reaksi sel host terhadap infeksi virus, diantaranya adalah

cytocidal infection (infeksi sitosidal), Replikasi virus dapat menginisiasi proses pada sel yaitu

sitolisis atau perubahan sel meliputi morfologi, fungsi, dan antigenicity. Perubahan pada sel

dapat disebabkan oleh virus mengambil alih sintesis makromolekul sel, akumulasi partikel

dan protein virus, modifikasi dan terganggunya struktur sel. Mekanisme virus dalam

membuat sel lisis : (1) Replikasi virus dan akumulasi komponen virus dan progeny pada sel,

Page 6: 69087834 Referat Patofisiologi Peningkatan Sgot Dan Sgpt Pada Penyakit Infeksi Virus

menganggu struktur dan fungsi sel, jika menganggu lisosom, sel akan melakukan autolysis;

(2) Ekspresi antigen virus pada permukaan sel dan menganggu sitoskeleton, sel dan sel

berinteraksi dan perubahan pada morfologi seluler yang menjadi sitolisis. Selain cytocidal

infection, respon lainnya adalah noncytocidal infection virus tidak mennghancukan sel, tapi

sel dihancurkan melalui reaksi imunologi sekunder; infeksi laten, genom viral ada di dalam

sel dan tidak ada penghancuran sel; transformasi tumor, sel yang terinfeksi virus diubah

menjadi sel kanker oleh virus tersebut.

2.2.5. Pathogenesis virus

Mekanisme patologi penyakit virus adalah sebagai berikut perlekatan virus pada port

d’ entrée, replikasi local, penyebaran ke target organ, penyebaran ke organ lain.

Sedangkan faktor yang mempengaruhi mekanisme pathogenesis virus terhadap sel

diantaranya, masuknya virus ke dalam jaringan, kerentanan sel terhadap multiplikasi virus,

dan kerentanan virus terhadap host.

2.2.5.1 Patogenesis seluler

Virus akan menginfeksi sel yang kemudian membuat sel yang terinfeksi tersebut

mengalami kerusakan atau kematian. Kerusakan dan kematian sel secara langsung

disebabkan oleh (1) penyimpangan energi sel (2) sintesis makomolekular sel terhenti (3)

kompetisi mRNA virus terhadap ribosom (4) kompetisi viral promoter dan transcriptional

enhancers pada faktor yang mempengaruhi transkripsi sel yaitu RNA polymerase, inhibisi

pertahanan dengan interferon. Sedangkan secara tidak langsung penyebab kerusakan sel

adalah genome virus, induksi mutasi genome host, inflamasi, dan respon imun host.(17),(18),(22),

(32),(39)

Menurut (25), virus dapat menyebabkan cedera pada sel melalui beberapa mekanisme.

diantaranya adalah (1) cytopathic effect, yaitu perubahan degenerative pada suatu sel yang

berhubungan dengan infeksi virus (2) mengihibisi sintesis RNA dan protein host yang akan

mengakibatkan integritas membrane terganggu, leakage enzim dari lisosom, degradasi

sitoplasmik, (3) Pembentukan syncticium oleh envelope virus, (4) infeksi virus dapat

menginduksi apoptosis.(25)

2.2.6 Reaksi pertahanan tubuh terhadap infeksi virus

Sebagian besar infeksi virus dibatasi dengan reaksi pertahanan tubuh baik dengan

antigen non spesifik dan spesifik. Reaksi pertahanan tubuh yang spesifik lebih cepat bekerja

daripada yang spesifik, sebagian memang selalu ada dan selalu di tempat yang sama(barrier

anatomis, inhibitor non spesifik, dan sel fagosit) dan sisanya di rangsang oleh proses

infeksi(demam, inflamasi dan interferon).(17),(18),(23),(39)

Page 7: 69087834 Referat Patofisiologi Peningkatan Sgot Dan Sgpt Pada Penyakit Infeksi Virus

Barrier anatomi terletak di permukaan bagian tubuh (kulit dan mukosa) atau diantara

bagian tubuh (sel endotelial dan membran basalis). Inhibitor nonspesifik yaitu cairan tubuh

dan jaringan yang akan secara langsung menginaktivasi virus. Pada proses fagositosis sel

yang berperan adalah leukosit dan macrofag yang akan menginaktivasi virus, virus yang

persisten atau multiplikasi virus. Demam menghambat replikasi virus karena meningkatnya

suhu tubuh. Saat terjadi infeksi virus, demam dapat terjadi karena zat pirogen endogen seperti

interleukin 1 dan 6 , interferon, prostaglandin dan tumor necrosis factor Inflammasi

mengahmbat replikasi virus melalui peningkatan temperatur lokal, penurunan tekanan

oksigen, perubahan metabolic dan produksi asam. Interferon mengikat untuk sel dan

mendorong sel tersebut untuk memblokir berbagai tahap replikasi virus. Interferon juga (1)

menghambat pertumbuhan beberapa sel tumor normal dan dan parasit intraseluler, seperti

rickettsiae dan protozoa; (2) memodulasi respon imun, dan (3) mempengaruhi diferensiasi

sel. Terdapat tiga jenis utama interferon, alfa, beta, dan gamma interferon. Alpha interferon

diproduksi terutama oleh leukosit tertentu (sel dendritik, makrofag dan sel B), interferon beta

oleh sel epitel dan fibroblas, dan interferon gamma oleh sel T dan Natural Killer cells. Dua

jenis interferon lainnya terkait dengan interferon alfa. Omega interferons berbagi tentang

identitas tujuh puluh persen dengan interferon alfa.(17),(18),(23),(39)

2.2.7 Respon imun tubuh terhadap infeksi virus

Kekebalan terhadap infeksi virus disebabkan oleh berbagai mekanisme spesifik dan

nonspesifik. Aktivasi fungsi kekebalan yang berbeda dan jangka waktu dan besarnya respon

imun tergantung pada bagaimana virus berinteraksi dengan sel host pada apakah itu adalah

cytolytic, steady-state, laten, dan / atau infeksi terintegrasi) dan bagaimana virus menyebar

(oleh lokal, primer hematogen, hematogen sekunder, dan / atau melalui sistem saraf). Oleh

karena itu, antigen virus yang mungkin berada di berbagai bagian tubuh tergantung pada rute

penyebaran dan fase infeksi. Lokal infeksi di permukaan seperti mukosa dapat menimbulkan

respon imun lokal selular dan humoral (IgA), namun tidak selalu kekebalan sistemik. Host

memiliki beberapa fungsi pertahanan kekebalan yang dapat menghilangkan virus dan / atau

penyakit virus. (9),(17)

Pada imunitas humoral, yang terjadi virus dan / atau sel yang terinfeksi virus dapat

merangsang limfosit B untuk menghasilkan antibodi (khusus untuk antigen virus) Antibodi

netralisasi paling efektif ketika virus terdapat di serum) atau pada saluran gastrointestinal dan

saluran pernapasan). IgG, IgM, IgA dan semuanya telah ditunjukkan untuk mengerahkan

kegiatan antiviral. Antibodi dapat menetralkan virus dengan: 1) memblokir virus interaksi

sel-host atau 2) mengenali antigen virus pada sel yang terinfeksi virus yang dapat

Page 8: 69087834 Referat Patofisiologi Peningkatan Sgot Dan Sgpt Pada Penyakit Infeksi Virus

menyebabkan sel sitotoksik antibodi-dependent (ADCC) atau lisis melalui kompleme.

Antibodi IgG bertanggung jawab untuk kegiatan antiviral yang paling dalam serum,

sedangkan IgA adalah antibodi yang paling penting ketika virus menginfeksi permukaan

mukosa. (9),(17)

Imunitas seluler mengarah (1) pengenalan dan / atau membunuh virus dan sel yang

terinfeksi virus oleh leukosit dan (2) produksi sitokin oleh sel-sel ini yang dirangsang oleh

virus atau sel yang terinfeksi virus. T limfosit sitotoksik, Natural killer cells (NK) dan

makrofag antivirus dapat mengenali dan membunuh sel yang terinfeksi virus. T Helper dapat

mengenali sel sel yang terinfeksi virus dan menghasilkan sejumlah sitokin penting. Sitokin

diproduksi oleh monosit (monokines), sel T, dan sel NK (limfokin) memainkan peran penting

dalam mengatur fungsi kekebalan dan mengembangkan fungsi kekebalan antivirus.(9),(17)

Penyakit yang berhubungan dengan respon imun dapat terjadi pada infeksi virus

tertentu di mana antigen virus dan hipersensitivitas imun yang tidak terkendali bertahan untuk

jangka waktu lama. Penyakit ini dapat dimediasi oleh humoral dan dimediasi oleh sel.

sindrom Immune-kompleks dapat dimediasi oleh virus / virus kompleks antigen antibodi. sel

T (sitotoksik dan helper) juga bisa memediasi cedera immunopathologic melalui sejumlah

mekanisme. Immunopatologi dapat terjadi pada jaringan/ kerusakan organ tubuh melalui sel

T sitotoksik, induksi melalui sitokin inflamasi, antibody dan komplemen, kompleks antigen

antibodi. (9),(17)

Awalnya, respon nonspesifik (inhibisi nonspesifik, aktivitas NK cell, dan interferon)

menghambat multiplikasi virus selama fase akut infeksi virus. Kemudian imun spesifik

(humoral dan seluler) merespon untuk membantu menghilangkan fungsi virus pada akhir fase

akut, dan selanjutnya untuk menjaga pertahanan khusus untuk reinfeksi. (9),(17)

2.3 Cedera Sel (7),(9),(18),(23)

Cedera sel tampaknya merupakan tanda umum di hampir semua penyakit. Cedera

didefinisikan sebagai perubahan dalam struktur sel atau fungsi yang dihasilkan dari beberapa

stres yang melebihi kemampuan sel untuk kompensasi melalui mekanisme fisiologis normal

adaptif.

Sel biasanya merespon keadaan stres dengan dua cara, pertama, adaptasi - dengan

mengubah struktur dan / atau proses biokimia untuk mencapai keadaan "stabil yang baru" dan

mempertahankan fungsi fisiologis yang mendekati normal (homeostasis). Sebagai contoh,

paparan sinar matahari menyebabkan dibentuknya melanosit lebih banyak di kulit untuk

mensintesis melanin lebih banyak untuk melindungi sel dari radiasi UV yang berpotensi

merugikan. Kedua, cedera jika sel tidak cukup beradaptasi, fungsi sel mungkin terganggu,

Page 9: 69087834 Referat Patofisiologi Peningkatan Sgot Dan Sgpt Pada Penyakit Infeksi Virus

dan sel dikatakan terluka. Misalnya paparan radiasi sinar matahari dapat menyebabkan

"sunburn" - cedera epidermis. Jika sel dalam keadaan luka kemudian dapat memulihkan

fungsi-fungsi normal sel itu sendiri, cedera dikatakan reversibel. Sedangkan jika sel

mengalami cedera yang cukup parah, namun, titik "kembali tidak" tercapai, sel akan mati dan

cedera sel ini dikatakan ireversibel.

Gambar 2.5. Bagan Respon sel terhadap stress (18)

Bagaimana sel merespon terhadap stres tergantung pada berat dan durasi eksposur

terhadap stres (intensitas dosis). Sebagai contoh, jika suplai darah jantung koroner terganggu

untuk hanya 1-2 menit, dapat menyebabkan kematian jaringan jantung fungsional (infark

miokard) dan kerentanan yang dimiliki sel jenis tertentu dari sel untuk stres yang diberikan.

Beberapa sel lebih sensitif terhadap stres dibandingkan sel lainnya. Misalnya, hepatosit dan

sel otot rangka dapat mentolerir beberapa jam dengan gangguan aliran darah. Neuron dan

miokardium, sebaliknya, hanya bisa mentolerir penguranag aliran darah untuk waktu yang

singkat tanpa kerusakan ireversibel. Secara umum, sel yang lebih khusus adalah, semakin

rentan terhadap cedera.

2.3.1 Target Molekul Cedera Seluler

Sel yang mengalami cedera berhubungan dengan kerusakan pada molekul struktural

dan fungsional sel. Bagian dan proses yang rentan terhadap stress adalah (1) membran sel, (2)

metabolisme energi, (3) sintesis protein, dan (4) gen. Karena banyak dari sistem biokimia sel

ini tergantung, cedera di satu tempat biasanya menyebabkan cedera sekunder untuk proses

selular lainnya. Integritas membran sel - lipid membran selektif permeabel sangat penting

untuk menjaga lingkungan internal sel. Dengan mengatur molekul apa saja yang memasuki

dan keluar sel, membran plasma menjaga sel dalam keseimbangan osmotik dengan cairan

ekstraselular. Energi protein tergantung pada "pump" yang berada pada membran plasma

yang menentukan perbedaan konsentrasi ion dan muatan listrik antara bagian dalam dan di

luar sel (potensial istirahat membran). Potensi membran istirahat sangat penting untuk fungsi

syaraf dan otot. Fungsi organel intraseluler seperti mitokondria, lisosom, retikulum

endoplasma dan juga tergantung pada integritas membran lipid.

Membran sel dapat terganggu karena degradasi fosfolipid - komponen utama

molekul biologis membran. Kerusakan pada membran plasma meningkatkan permeabilitas

sel terhadap natrium dan air. Hal ini menyebabkan sel membengkak, dan bahkan bisa

menyebabkan gangguan sel (lisis). Kalium dapat bocor keluar dari sel yang mempengaruhi

kemampuan untuk mempertahankan potensial istirahat membran. Cedera pada membran

mitokondria membatasi mengganggu metabolism energi. Cedera pada lisosom melepaskan

Page 10: 69087834 Referat Patofisiologi Peningkatan Sgot Dan Sgpt Pada Penyakit Infeksi Virus

enzim hidrolitik ke sitoplasma untuk protein pencernaan selular. Kerusakan pada retikulum

endoplasma mengganggu sintesis protein dan transport intraseluler dari senyawa biologis

penting.

Gambar 2.6 Membran plasma pada sel (18)

Peranan Kalsium - Sel juga menggunakan energi yang bergantung pada membran

"pump" untuk menjaga konsentrasi ion kalsium intraseluler tidak terlalu rendah. Jika

membran sel terluka, ion kalsium dapat berpindah dari cairan ekstraselular, dan dari tempat

penyimpanan intraseluler, ke dalam sitoplasma. Konsekuensi dari kalsium sitosol meningkat

adalah aktivasi enzim protein kinase. Ini mengarah pada aktivasi enzim lain seperti

phospholipases, ATPase, protease, dan endonuklease yang menyerang dan memecah

komponen penting dari sel (lipid membran, ATP, protein cytoskeletal, DNA).

Respirasi aerobik dan Produksi ATP - Sel memerlukan pasokan energi yang konstan,

terutama dalam bentuk ATP, untuk metabolisme dan reaksi biosintetik. Hipoksia atau

gangguan fungsi mitokondria, mengganggu kemampuan sel untuk menggunakan oksigen

untuk menghasilkan ATP dalam jumlah yang cukup. Hal ini, merusak kemampuan sel untuk

memanfaatkan nutrisi untuk mensintesis protein struktural dan fungsional diperlukan untuk

menjaga sel. Deplesi ATP juga menggeser metabolisme energi terhadap glikolisis anaerobik.

Selain menjadi kurang efisien dalam hal produksi energi, glikolisis juga disertai dengan

akumulasi fosfat anorganik dan asam laktat yang akan menurunkan pH dalam sel. Proses

asidosis akan mengganggu fungsi enzim dan dapat merusak DNA inti.

Peranan Oksigen yang mencetuskan radikal bebas (Reactive Oxygen Species) -

Meskipun oksigen sangat penting untuk metabolisme energi normal, oksigen juga

memainkan peranan khusus dalam cedera sel. Ketika mitokondria menghasilkan energi

dengan mengurangi oksigen molekul air, sejumlah kecil mengurangi bentuk sebagian oksigen

(superoksida, hidrogen peroksida, dan radikal hydroxyl) yang dihasilkan dalam proses

tersebut . "Radikal bebas" adalah molekul berumur pendek yang mengandung elektron tidak

berpasangan dalam orbital luar - sebuah elektron yang tidak berkontribusi terhadap ikatan

intramolekul normal, "ikatan kimia bebas" yang tidak stabil dan sangat reaktif. Radikal bebas

umumnya merupakan produk sementara reaksi oksidasi-reduksi atau terjadi ketika ikatan

kovalen rusak dan satu elektron dari pasangan masing-masing tetap dengan setiap atom.

Meskipun radikal bebas memainkan peranan fisiologis penting dalam reaksi oksidasi-reduksi

intraseluler dan membunuh bakteri fungsi sel darah putih, radikal bebas juga dapat

berinteraksi dengan molekul biologis penting - menghapus elektron atom hidrogen atau

Page 11: 69087834 Referat Patofisiologi Peningkatan Sgot Dan Sgpt Pada Penyakit Infeksi Virus

ikatan kovalen dan mengganggu. Untungnya, sel biasanya hanya menghasilkan jumlah yang

sangat kecil dari oksigen yang mencetuskan radikal bebas, dan merupakan (anti-oksidan).

Namun, ketika sel-sel yang terluka, sejumlah besar radikal bebas dapat

mengumpulkan - dengan cepat depleting anti-oksidan - dan memungkinkan radikal bebas

bereaksi dengan komponen biokimia sel. Radikal bebas dapat menyerang ikatan ganda

fosfolipid tak jenuh di membran sel yang akhirnya mendegradasi integritas struktural

membran sel. Radikal bebas juga merusak fungsi enzim dengan menyebabkan fragmentasi

rantai polipeptida atau-silang dari sulfhidril (-SH) grup di protein.

Protein Fungsional dan Struktural - denaturasi enzim selular atau protein struktural

parah dapat mengganggu fungsi selular. Hampir semua proses seluler, yang tergantung pada

enzim - protein katalis yang memfasilitasi reaksi biokimia di dalam sel. Tanpa enzim, sintesis

dan metabolisme akan terjadi reaksi yang lebih lambat untuk menjadi lebih berguna untuk

sel. Kerusakan protein struktural dapat merusak sistem transportasi intraseluler sel dan

mengganggu protein sitoskeleton mendukung sel. Pengaturan Genetik - Kerusakan DNA sel

mengganggu replikasi sel, dan merusak sintesis protein struktural dan fungsional penting. Hal

yang mungkin merupakan faktor utama dalam patogenesis cedera sel ireversibel.

Gambar 2.7. Oksigen dan Radikal Bebas (18)

2.3.2 Penyakit yang berhubungan dengan memproduksi stres selular

(patologis Stimuli).

Hipoksia - pengambilan oksigen jaringan adalah salah satu mekanisme untuk cedera

selular. Hipoksia dapat disebabkan oleh suplai darah terganggu (iskemia), oksigenasi yang

kurang dari darah karena penyakit paru atau hypoventilasi, ketidakmampuan jantung untuk

memompa darah secara memadai (gagal jantung), atau gangguan oksigen pada darah

(anemia, keracunan karbon monoksida, dll). Seperti disebutkan di atas, hipoksia memakai

ATP seluler dan menghasilkan radikal bebas dari oksigen.

Cedera Kimia - Sejumlah besar obat dan agen kimia lingkungan dapat menyebabkan

cedera sel, termasuk senyawa anorganik, ion, dan molekul organik - termasuk produk dari

metabolisme normal dan racun dihasilkan oleh mikroorganisme.

Agen fisik - Berbagai macam bentuk cedera fisik dapat membahayakan sel dan

jaringan, meliputi: (1) cedera mekanikal (patah tulang, luka, pendarahan). (2) keadaan yang

telalu panas atau dingin (luka bakar, panas stroke, kelelahan panas, radang dingin,

hipotermia). (3) Ionisasi atau radiasi - (x-ray, unsur radioaktif, radiasi ultraviolet). (4) Electric

shock. (5) Mendadak perubahan tekanan atmosfer (cedera ledakan, dekompresi cedera dalam

penyelam). (6) trauma kebisingan.

Page 12: 69087834 Referat Patofisiologi Peningkatan Sgot Dan Sgpt Pada Penyakit Infeksi Virus

Infeksi - cedera sel tubuh oleh patogen virus, bakteri, jamur, protozoa, atau cacing.

Cara organisme patogenik menyebabkan penyakit: (1) replikasi di dalam sel host dan

mengganggu integritas struktural dari sel (efek cytopathic langsung - misalnya, herpes virus),

(2) menghasilkan toksin yang berbahaya untuk sel host (misalnya, Clostridia dan difteri), atau

(3) memicu respons peradangan atau kekebalan yang secara tidak sengaja mencederai sel host

(misalnya, demam rematik, TBC).

Respon imun - reaksi hipersensitivitas (anafilaksis, alergi), atau (autoimmun) dapat

mengakibatkan peradangan akut atau kronis dan cedera sel. Supresi abnormal dari sistem

kekebalan tubuh dapat meningkatkan kerentanan terhadap invasi mikroba.

Ketidakseimbangan nutrisi - Kekurangan substrat seluler normal (misalnya, kalori,

protein, karbohidrat, mineral, vitamin) dapat menghasilkan masalah seperti obesitas,

kekurangan gizi, anemia defisiensi besi, dan sebagainya.

2.3.3 Manifestasi Penyakit di Tingkat Seluler

2.3.3.1 Perubahan Struktural Adaptif.

Sel-sel dapat beradaptasi dengan tekanan lingkungan dengan memodifikasi ukuran /

bentuk, pola pertumbuhan, dan / atau aktivitas metabolik. Dalam keadaan yang ekstrim,

perubahan selular adaptif juga penanda untuk cedera dan penyakit.Berikut adalah perubahan

struktural adaptif:

Atropi - Penurunan ukuran sel karena terjadi penurunan metabolisme dan penurunan

sintesis protein. Sel atropik memiliki protein structural yang kurang, lebih sedikit

mitokondria, dan kurangnya retikulum endoplasma. Meskipun sel atrophic telah mengurangi

fungsi, mereka tidak mati. Aktivitas sel atrofi dengan penurunan metabolime membuat sel

tersebut kurang rentan terhadap cedera. Ketika sel atrofi mecapai jumlah tertentu, seluruh

jaringan bahkan organ juga akan mengalami atrofi. Kadang-kadang jumlah sel pada jaringan

atrofi juga dapat menurun disebut sebagai involusi.

Penyebab atrofi diantaranya : (1) Penurunan beban kerja (atrofi otot karena

immobilisasi). (2) Kehilangan inervasi (misalnya, otot atrofi pada pasien dengan cedera

tulang belakang atau saraf perifer). (3) suplai darah berkurang (misalnya, stenosis a. ginjal

dapat menyebabkan atrofi ginjal). (4) gizi yang tidak memadai (misalnya, kekurangan protein

dalam diet menyebabkan atrofi otot, kekurangan vitamin B12 berhubungan dengan atrofi

lambung). (5) Kehilangan rangsangan endokrin (misalnya, penurunan fungsi dari kelenjar

hipofisis dapat menyebabkan atrofi kelenjar tiroid, kelenjar adrenal, ovarium, dan testis).

Atrofi fisiologis dari endometrium, epitel vagina, dan payudara terjadi dengan menopause

Page 13: 69087834 Referat Patofisiologi Peningkatan Sgot Dan Sgpt Pada Penyakit Infeksi Virus

dan hilangnya rangsangan estrogen. (6) Penuaan sel berhubungan dengan atrofi selular dan

involusi - terutama di jantung dan otak.

Hipertrofi - Peningkatan massa jaringan akibat peningkatan ukuran sel daripada

jumlah sel. Peningkatan ukuran sel disebabkan percepatan sintesis protein dan komponen

struktural lainnya dari sel.

Hipertrofi dapat disebabkan oleh: (1) Peningkatan fungsi (misalnya, meningkatkan

massa otot rangka dalam menanggapi latihan; ukuran jantung meningkat sebagai respons

terhadap beban kerja normal yang dikenakan oleh hipertensi kronis atau penyakit jantung

katup). (2) stimulasi hormonal (misalnya, stimulasi estrogenik dari otot polos rahim selama

kehamilan untuk meningkatkan ukuran rahim). Bagaimanapun, peningkatan ukuran sel

akhirnya tidak lagi mampu mengkompensasi beban kerja meningkat. Hal ini mungkin terjadi

karena ketidakmampuan sel untuk selamanya menyediakan oksigen dan nutrisi sebagai akibat

dari peningkatan ukuran sel. Misalnya, meskipun pembesaran jantung merupakan mekanisme

adaptif untuk hipertensi kronis, akhirnya miokardium mencapai batas adaptif dan tidak

mampu untuk terus memberikan suplai yang cukup untuk memenuhi permintaan. Gagal

jantung kemudian terjadi kemudian.

Gambar 2.8.Adaptasi sel terhadap stress (18)

Hiperplasia - Kenaikan massa jaringan karena terjadi peningkatan tingkat pembelahan

sel dan proliferasi selular. Hiperplasia dapat terjadi secara fisiologis atau patologis. (1)

Hiperplasia fisiologis dapat terjadi sebagai akibat dari stimulasi hormonal normal (misalnya,

pembesaran payudara perempuan selama masa pubertas dan kehamilan, atau sebagai

mekanisme kompensasi untuk jaringan yang terluka(misalnya, hiperplasia sel kulit selama

penyembuhan oleh karena suatu abrasi). (2) Hiperplasia patologis adalah hasil dari stimulus

berbahaya (misalnya, kapalan di tangan seorang buruh), atau stimulasi hormon yang

berlebihan (misalnya, tiroid dan hipertensi, pembesaran prostat yang berhubungan dengan

paparan androgen). Hiperplasia dan hipertrofi erat kaitannya. Kedua proses sering terjadi

bersama-sama dalam jaringan yang terluka. Keduanya adalah reversibel jika stimulus tersebut

hilang. Hiperplasia patologis mungkin dapat mengarah kanker (neoplasia). Jadi perubahan

hiperplastik di beberapa jaringan mungkin dianggap premalignant. Misalnya hiperplasia,

kronis endometrium uterus (seperti yang terlihat dengan terapi penggantian estrogen)

berhubungan dengan peningkatan risiko kanker endometrium.

Metaplasia - Perubahan reversibel dalam struktur sel dari satu sepenuhnya berbeda

bentuk ke bentuk lainnya dalam menanggapi stimulus berbahaya. Metaplasia merupakan

upaya oleh jaringan untuk menggantikan jenis sel rentan dengan yang lebih tahan. Misalnya,

Page 14: 69087834 Referat Patofisiologi Peningkatan Sgot Dan Sgpt Pada Penyakit Infeksi Virus

sel-sel yang melapisi trakea normal dan bronchioles yang mengeluarkan lendir, silia epitel

kolumnar yang sangat sensitif terhadap bahan kimia dalam asap tembakau. Pada perokok, sel-

sel ini akhirnya digantikan oleh epitel skuamosa berlapis yang lebih tahan terhadap asap.

Metaplasia berpotensi reversibel. Jika stimulus abnormal hilang, sel dapat kembali kenormal.

Perokok yang berhenti bisa kembali normal mengeluarkan lendir epitel bronkial. Namun, jika

stimulus yang terus berlanjut, dapat berisiko menkadi ganas.

Displasia - Tidak seperti atrofi, hipertrofi, dan hiperplasia yang mungkin adaptasi

fisiologis serta manifestasi penyakit, displasia (dan mungkin metaplasia) selalu dikaitkan

dengan proses patologis.

2.3.3.2 Pembengkakan sel

Suatu gambaran umum dari hampir semua cedera sel. Suatu bentuk cedera

reversibel terkait dengan masuknya abnormal natrium dan air ke dalam sel.

2.3.3.3 Akumulasi intraselular

Cara lain sel untuk beradaptasi terhadap cedera yang disebabkan gangguan jalur

metabolisme adalah mengumpulkan dan menyimpan berbagai zat di dalam sitoplasma.

Akumulasi intraselular mungkin substrat proses biosintesis atau konstituen seluler normal

seperti lemak, protein, atau karbohidrat - atau pigmen seperti melanin dan bilirubin.

Lipofuschin (lipid pigmen kaya berasal dari membran sel rusak) umumnya ditemukan di

penuaan sel atau luka kronis pada jaringan. Zat ini memberikan jaringan-jaringan yang

berwarna kuning-coklat. Akumulasi intraselular biasanya tidak berbahaya bagi sel di dalam

diri sel tersebut- sel tersebut hanya penanda yang menunjukkan disfungsi seluler (misalnya,

akumulasi lipid dalam hepatosit dengan penyakit hati alkoholik). Dalam beberapa kasus,

bagaimanapun, akumulasi intraseluler dapat mengganggu fungsi sel dan memberikan

kontribusi untuk proses penyakit (misalnya, besi yang berlebihan dan hemochromatosis, asam

urat dan asam urat, amiloid beta dan penyakit Alzheimer).

2.3.3.4 Kalsifikasi

Cedera dan kematian sel dapat menyebabkan pelepasan ion fosfat dan asam lemak

intraselular ke lingkungan ekstraselular. Senyawa ini bereaksi dengan ion kalsium

membentuk garam kalsium yang tidak larut diendapkan dalam jaringan. Jenis kalsifikasi

sangat umum dalam aterosklerosis dan penyakit yang terkait dengan peradangan kronis.

kalsifikasi abnormal juga dapat terjadi dalam kondisi yang berhubungan dengan

hyperkalsiemia - kelebihan kadar kalsium dalam darah (misalnya, hiperparatiroidisme).

2.3.3.5 Kebocoran enzim

Page 15: 69087834 Referat Patofisiologi Peningkatan Sgot Dan Sgpt Pada Penyakit Infeksi Virus

Cedera pada membran sel juga dapat dikaitkan dengan kebocoran enzim intraselular

normal menjadi cairan ekstraseluler. Peningkatan kadar plasma enzim ini sering digunakan

sebagai penanda tidak langsung laboratorium untuk cedera sel. Sebuah contoh umum adalah

infark miokard yang berkaitan dengan peningkatan serum creatine kinase (CK) dan troponins

jantung. Hepatobiliary penyakit sering disertai oleh peningkatan enzim AST, ALT, dan

fosfatase alkali.

2.3.3.6 Kematian Sel: Nekrosis dan Apoptosis

Konsekuensi akhir dari cedera ireversibel adalah sel mati yang biasanya berbentuk

nekrosis. Perubahan struktural yang menyertai nekrosis hasil dari dua proses:

1. Enzim pencernaan sel dengan enzim hidrolitik lysosomal (kadang-kadang disebut nekrosis

pencairan)

2. Denaturasi dan pengendapan protein selular (nekrosis koagulasi).

likuifakasi nekrosis terjadi di beberapa infeksi bakteri (misalnya, Stafilokokus) dan cedera

iskemik pada jaringan otak. Nekrosis koagulasi merupakan manifestasi umum dari cedera sel

hipoksia (misalnya, infarka miokard). Nekrosis disertai dengan peradangan dan cedera

sekunder untuk sekitar jaringan normal.

Gambar 2.9. Nekrosis dan Apoptosis (18)

Nekrosis harus dibedakan dari apoptosis , yaitu sel mati terprogram secara genetik.

Pada apoptosis, ada pembongkaran teratur protein seluler dan DNA dengan gangguan

minimal pada jaringan normal. Apoptosis adalah proses fisiologis normal yang dirancang

untuk menghilangkan yang tidak diinginkan, fungsional normal, atau pikun (tua dan usang)

sel. Hal ini memainkan peran penting dalam embrio berkembang, tergantung pada jaringan

hormon tertentu, dan penuaan. Namun, dalam beberapa kasus, mungkin apoptosis proses

patologis yang disebabkan oleh cedera sel (misalnya, infeksi virus, cedera radiasi, dll).

2.4 Mekanisme Cedera Sel pada Infeksi Virus

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, mekanisme cedera sel yang disebabkan oleh

infeksi virus diantaranya (1) penyimpangan energi sel (2) sintesis makomolekular sel terhenti

(3) kompetisi mRNA virus terhadap ribosom (4) kompetisi viral promoter dan

transcriptional enhancers pada faktor yang mempengaruhi transkripsi sel yaitu RNA

polymerase, inhibisi pertahanan dengan interferon. Sedangkan secara tidak langsung

penyebab kerusakan sel adalah genome virus, induksi mutasi genome host, inflamasi, dan

respon imun host.(7),(17),(18),(22), (32),(39)

2.4.1 Dengue

Page 16: 69087834 Referat Patofisiologi Peningkatan Sgot Dan Sgpt Pada Penyakit Infeksi Virus

Demam dengue (DD) , demam berdarah dengue (DBD) dan dengue shock syndrome

(DSS) disebabkan virus dengue. Virus ini termasuk group B Arthropod borne virus

(Arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae yang

mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu DEN-l, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Serotipe DEN-3

merupakan serotipe yang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat.

Virus Dengue ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes albopictus,

Aedes polynesiensis. Penularannya dapat langsung, yaitu melalui gigitan pada orang yang

sedang mengalami viremia, maupun secara tidak langsung setelah melalui inkubasi dalam

tubuhnya, yakni selama 8-10 hari (extrinsic incubation period). Pada anak diperlukan waktu

4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menjadi sakit setelah virus masuk ke dalam

tubuh. Pada nyamuk, sekali virus dapat masuk dan berkembaang biak dalam tubuhnya, maka

nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Sedangkan pada

manusia, penularan hanya dapat terjadi pada saat tubuh dalam keadaan viremia yaitu antara

5- 7 hari. (3),(9),(21),(23),(30)

Hepar merupakan salah satu target organ virus dengue. Saat hepatosit terinfeksi

oleh virus dengue, virus ini akan mengganggu sintesis RNA dan protein sel, yang kemudian

akan mengakibatkan cedera secara langsung pada hepatosit. Virus dengue juga dapat

mengakibatkan cedera sel secara tidak langsung melalui gen virus itu sendiri, reaksi inflamasi

dan respon imun host. Selain hepatosit, dengue juga menyerang sel lain, seperti sel darah

merah, sel otot, sel otot jantung, ginjal dan otak. Respon imun yang terjadi pada infeksi virus

dengue yang dapat menyebabkan cedera sel adalah respon imun seluler dan humoral. Reaksi

pertahanan tubuh non spesifik juga dapat mengakibatkan cedera pada hepatosit.(1),(3),(21),(28),(30)

Untuk menginfeksi sel, virus dengue harus menempel pada permukaan sel host.

Proses perlekatan ini tergantung dari host range dan tissue tropism. Protein envelope virus

dengue merupakan protein pelekat virus. Yang kemudian diikuti dengan penetrasi, dan

internalisasi terjadi dengan endositosis dan fusi secara langsung. DC-spesific ICAM-3

grabbing non integrin (DC-SIGN) digunakan oleh virus untuk masuk ke dalam monocyte

derived dendritic cells; Receptor Fcγ digunakan pada infeksi sekunder untuk memasuki

monosit. dan monocyte and macrophage complement receptor (CR3) memediasi IgM-

dependent yang memicu replikasi flavivirus.

Beberapa virus dapat berikatan dengan heparin sulfat (HS) yang merupakan

glycosaminoglycan yang terdapat pada sel. HS dapar bekerja langsung pada reseptor virus

atau sebagai low-affinity virus-binding site, yang membuat virus terakumulasi sebelum

dipindahkan ke high affinity receptor. HS dilaporkan, bahwa mempunyai peran dalam

Page 17: 69087834 Referat Patofisiologi Peningkatan Sgot Dan Sgpt Pada Penyakit Infeksi Virus

masuknya keempat serotype virus pada sel HepG2. Bagaimanapun, derajat internalisasi

tergantung dari serotype virus dengue.

Saat ini, mekanisme yang tepat tentang interaksi (antara protein yang

memfasilitasi masuknya virus ke dalam sel) antara sel hepatosit dan virus dengue belum

diketahui. Glucose regulated protein 78 (GRP-78) telah dilaporkan, digunakan oleh DEN-2

untuk jalan masuknya virus ke dalam HepG2 (human hepatoblastoma cell line), sedangakn

DEN-1 menggunakan 37/67 high affinity laminin receptor untuk memasuki sel hati. Laminin

receptor binding muncul pada interaksi yang berhubungan dengan HS.

Terjadinya infeksi pada sel oleh karena virus ditentukan oleh 2 faktor yaitu

kemampuan virus dalam memasuki sel dan faktor antara sel yang

memperbolehkan(permissive) virus untuk bereplikasi. Pada infeksi virus dengue, terjadi

modulasi serotype dan strain virus dan tipe sel yang memperbolehkan virus masuk ke dalam

sel. Sel HepG2 menunjukkan pengaruhnya terhadap fisiologi sel, dimana sel pada fase G2

pada siklus sel memiliki kerentanan yang lebih tinggi terhadap infeksi dan tingkat produksi

virus yang lebih tinggi dalam setiap sel.

Masih dalam penelitian, ikatan sel HepG2 dengan DEN-1 dan DEN-2, ditemukan

non saturable, yang berhubungan dengan Huh7 cells. Ini menunjukkan terdapat tingkat

kerjasama antara ikatan virus dengue dengan sel hati. Ikatan ini akan memfasilitasi ikatan

partikel virus lainnya, sehingga memudahkan partikel yang berperan untuk diikat. Proses ini

juga disertai dengan perubahan pada ikatan molekul permukaan sel.

Setelah virus dengue berhasil memasuki sel hati dan bereplikasi di dalam sel hati,

dengan demikian sintesis protein sel akan terganggu dan sel tidak menjadi utuh lagi atau

sel ,dalam hal ini, mengalami cedera.

Pada infeksi dengue, dapat terjadi apoptosis pada hati baik secara in vivo maupun in

vitro. Councilman bodies merupakan sel hati dimana telah terjadi apoptosis. Aktivasi faktor

transkripsi NF-KB berperan dalam proses apoptosis.

Beberapa mekanisme dapat terjadi pada induksi apoptosis sel oleh virus dengue, yaitu

cytopathic effect (CPE) terhadap virus, disfungsi mitokondrial karena hipoksia dan pengaruh

respon imun humoral dan seluler pada hati. Peningkatan level stress reticulum endoplasmic

merupakan salah satu faktor yang menginduksi apoptosis. Baru-baru ini, diketahui virus

dengue menginduksi ekspresi TRAIL (tumor necrosis factor-relates apoptosis-inducing

ligand). Infeksi DEN-2 telah diketahui merupakan penyebab dari aktivasi promoter TRAIL,

dimana inhibitor proteosome dan antibody TRAIL dapat menghambat DEN-2 yang

Page 18: 69087834 Referat Patofisiologi Peningkatan Sgot Dan Sgpt Pada Penyakit Infeksi Virus

menginduksi apoptosis. Bagaimanapun proses apoptosis terjadi, akhirnya akan mengarah

pada cedera sel, yang pada kasus ini adalah hepatosit.

Mekanisme immunopatologi

Respon imun host terhadap infeksi dengue dapat berupa bawaan (innate) dan

adaptive. Respon imun innate terpicu secara cepat dan berperan sebagai barisan pertama

sampai respon imun adaptif spesifik terbentuk dan berperan dalam melawan infeksi virus ini.

Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang memiliki aktifitas netralisasi yang

mengenali protein E dan monoclonal antibodi terhadap NS1, Pre M dan NS3 dari virus

penyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut melalui

aktifitas netralisasi atau aktifasi komplemen. Akhirnya banyak virus dilenyapkan dan

penderita mengalami penyembuhan, selanjutnya terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap

serotip virus yang sama tersebut, tetapi apabila terjadi antibodi yang non-netralisasi yang

memiliki sifat memacu replikasi virus dan keadaan penderita menjadi parah; hal ini terjadi

apabila epitop virus yang masuk tidak sesuai dengan antibodi yang tersedia di hospes.

Antibody dependent enhancement (ADE) menjelaskan infeksi sekunder dengan

serotype virus dengue yang heterolog dapat secara signifikan meningkatkan resiko terjadinya

DSS/DHF. Selama infeksi dengue sekunder, antibody non-neutralizing membentuk kompleks

dengan virus. Hipotesis virulensi virus berdasarkan pengamatan bahwa beberapa virus

dengue mempunyai potensial epidemic yang lebih besar. Strain virulensi ini berreplikasi lebih

cepat dan produksi virus lebih banyak.

Respon sel T CD4+ dan CD8+ telah diketahui mempunyai peran dalam klirens

viremia dengue akut. Pada infeksi primer dengue, spesifik serotype dan serotype cross

reractive memory T cells terbentuk. Pada infeksi sekunder, terhadap serotype yang berbeda,

sebagian besar serotype cross reractive memory CD4+ and CD8+ T cells melawan infeksi

dengan cara mengeluarkan sitokin.

Saat infeksi virus dengue, monosit, sel B, sel T dan sel mast memproduksi sitokin

dalam jumlah yang banyak. Konsentrasi serum TNFα, IL-2, IL-6 dan IFN γ mencapai puncak

pada 3 hari pertama, sementara IL-10, IL-5, dan IL-4 muncul kemudian. Telah diketahui

bahwa respon Th-2 (IL-4, IL-5) terdapat pada DSS.DHF, dimana Th1(IFNγ) tampak

melindungi sel dari infeksi yang berat.

Dengue virus-spesific CD4+ and CD8+ T cells dapat menyebabkan kerusakan pada

sel dengan sitolitik secara langsung atau melalaui efek sitokin. Sitokin yang diproduksi

selama respon imun berlangsung mempunyai efek yang merugikan yaitu memicu deposisi

eksesif matriks extraselular.

Page 19: 69087834 Referat Patofisiologi Peningkatan Sgot Dan Sgpt Pada Penyakit Infeksi Virus

Gagnon et al, 1999 telah mengemukakan bahwa CD4+ cytotoxic T cells (CTLs)

mungkin memediasi kerusakan hati. CD4+ T cell memdiasi cytotoxic dengan 2 cara yaitu

melepaskan perforin dan granenzym dari CTL yang teraktivasi atau interaksi dari ligand Fas

pada sel T denga Fas yang ada pada sel target.

Saat ini, peran respon imun terhadap kerusakan sel hati belum dketahui secara jelas.

Telah diketahui bahwa Tsel T spesifik dapat mengikat reseptor spesifik sel yang terinfeksi

virus dengue yang kemudian menginduksi apoptosis. Ini adalah mungkin bahwa sebagian sel

T yang memasuki sel hati dapat menyebabkan kerusakan sel hati dan menginduksi apoptosis

sel hati. Sel T juga memproduksi sitokin dan chemokine dan menyebabkan kerusakan organ

target dalam kasus ini adalah hati.

2.4.2 Virus lain

Virus lain yang dapat mengakibatkan cedera pada hepatosit diantaranya adalah

virus hepatitis A,B,C, E, adenovirus, herpes virus (Epstein-Barr virus, cytomegalovirus

[CMV], and herpes simplex virus), parvovirus, adenovirus, and severe acute respiratory

syndrome (SARS). Mekanisme cedera sel yang terjadi pada infeksi virus di atas sama dengan

virus dengue dan virus-virus lainnya, yang mungkin membedakan, adalah respon imun

seluler terhadap infeksi virus ini terlihat lebih menonjol. (8),(11),(12),(14),(15),(19),(29)

BAB III

PEMBAHASAN

SGPT adalah enzim yang terdapat pada sel darah merah, otot jantung, otot skelet,

ginjal dan otak. Sedangkan SGOT ditemukan pada hati. Kedua enzim ini dapat meningkat

karena adanya gangguan fungsi hati, dan penanda kerusakan sel lainnya, yang salah satu

penyebabnya adalah proses infeksi yang disebabkan oleh virus.

Virus adalah suatu kompleks yang terdiri dari protein dan genom RNA dan DNA.

Virus tidak mempunyai struktur seluler dan proses metabolic sendiri, bereplikasi dengan

memasuki sel yang hidup berdasarkan informasi genom virus itu sendiri.

Penyebab kerusakan dan kematian sel oleh infeksi virus secara langsung

diantaranya(1) penyimpangan energi sel (2) sintesis makomolekular sel terhenti (3) kompetisi

mRNA virus terhadap ribosom (4) kompetisi viral promoter dan transcriptional enhancers

pada faktor yang mempengaruhi transkripsi sel yaitu RNA polymerase, inhibisi pertahanan

dengan interferon. Sedangkan secara tidak langsung penyebab kerusakan sel adalah genome

virus, induksi mutasi genome host, inflamasi, dan respon imun host.

Cedera sel dapat disebabkan oleh infeksi virus, diantaranya adalah virus dengue.

Hepar merupakan salah satu target organ virus dengue. Saat hepatosit terinfeksi oleh virus

Page 20: 69087834 Referat Patofisiologi Peningkatan Sgot Dan Sgpt Pada Penyakit Infeksi Virus

dengue, virus ini akan mengganggu sintesis RNA dan protein sel, yang kemudian akan

mengakibatkan cedera secara langsung pada hepatosit. Virus dengue juga dapat

mengakibatkan cedera sel secara tidak langsung melalui gen virus itu sendiri, reaksi inflamasi

dan respon imun host. Selain hepatosit, dengue juga menyerang sel lain, seperti sel darah

merah, sel otot, sel otot jantung, ginjal dan otak Reaksi pertahanan tubuh juga ikut berperan

untuk terjadinya cedera sel dan kematian sel pada infeksi virus. Saat terjadi infeksi virus,

demam dapat terjadi karena zat pirogen endogen seperti interleukin 1 dan 6 , interferon,

prostaglandin dan tumor necrosis factor, yang merupakan produksi dari sel T dan Natural

Killer cells, sel dendritik, makrofag dan sel B. Interferon juga dapat memodulasi respon imun

host terhadap virus. Respon imun yang terjadi pada infeksi virus dengue yang dapat

menyebabkan cedera sel adalah respon imun seluler dan humoral. Reaksi pertahanan tubuh

non spesifik juga dapat mengakibatkan cedera pada hepatosit.

Untuk menginfeksi sel, virus dengue harus menempel pada permukaan sel host.

Proses perlekatan ini tergantung dari host range dan tissue tropism. Protein envelope virus

dengue merupakan protein pelekat virus. Yang kemudian diikuti dengan penetrasi, dan

internalisasi terjadi dengan endositosis dan fusi secara langsung. DC-spesific ICAM-3

grabbing non integrin (DC-SIGN) digunakan oleh virus untuk masuk ke dalam monocyte

derived dendritic cells; Receptor Fcγ digunakan pada infeksi sekunder untuk memasuki

monosit. dan monocyte and macrophage complement receptor (CR3) memediasi IgM-

dependent yang memicu replikasi flavivirus.

Beberapa virus dapat berikatan dengan heparin sulfat (HS) yang merupakan

glycosaminoglycan yang terdapat pada sel. HS dapar bekerja langsung pada reseptor virus

atau sebagai low-affinity virus-binding site, yang membuat virus terakumulasi sebelum

dipindahkan ke high affinity receptor. HS dilaporkan, bahwa mempunyai peran dalam

masuknya keempat serotype virus pada sel HepG2. Bagaimanapun, derajat internalisasi

tergantung dari serotype virus dengue.

Saat ini, mekanisme yang tepat tentang interaksi (antara protein yang memfasilitasi

masuknya virus ke dalam sel) antara sel hepatosit dan virus dengue belum diketahui. Glucose

regulated protein 78 (GRP-78) telah dilaporkan, digunakan oleh DEN-2 untuk jalan

masuknya virus ke dalam HepG2 (human hepatoblastoma cell line), sedangakn DEN-1

menggunakan 37/67 high affinity laminin receptor untuk memasuki sel hati. Laminin

receptor binding muncul pada interaksi yang berhubungan dengan HS.

Terjadinya infeksi pada sel oleh karena virus ditentukan oleh 2 faktor yaitu

kemampuan virus dalam memasuki sel dan faktor antara sel yang

Page 21: 69087834 Referat Patofisiologi Peningkatan Sgot Dan Sgpt Pada Penyakit Infeksi Virus

memperbolehkan(permissive) virus untuk bereplikasi. Pada infeksi virus dengue, terjadi

modulasi serotype dan strain virus dan tipe sel yang memperbolehkan virus masuk ke dalam

sel. Sel HepG2 menunjukkan pengaruhnya terhadap fisiologi sel, dimana sel pada fase G2

pada siklus sel memiliki kerentanan yang lebih tinggi terhadap infeksi dan tingkat produksi

virus yang lebih tinggi dalam setiap sel.

Masih dalam penelitian, ikatan sel HepG2 dengan DEN-1 dan DEN-2, ditemukan non

saturable, yang berhubungan dengan Huh7 cells. Ini menunjukkan terdapat tingkat kerjasama

antara ikatan virus dengue dengan sel hati. Ikatan ini akan memfasilitasi ikatan partikel virus

lainnya, sehingga memudahkan partikel yang berperan untuk diikat. Proses ini juga disertai

dengan perubahan pada ikatan molekul permukaan sel.

Setelah virus dengue berhasil memasuki sel hati dan bereplikasi di dalam sel hati,

dengan demikian sintesis protein sel akan terganggu dan sel tidak menjadi utuh lagi atau

sel ,dalam hal ini, mengalami cedera.

Pada infeksi dengue, dapat terjadi apoptosis pada hati baik secara in vivo maupun in

vitro. Councilman bodies merupakan sel hati dimana telah terjadi apoptosis. Aktivasi faktor

transkripsi NF-KB berperan dalam proses apoptosis.

Beberapa mekanisme dapat terjadi pada induksi apoptosis sel oleh virus dengue, yaitu

cytopathic effect (CPE) terhadap virus, disfungsi mitokondrial karena hipoksia dan pengaruh

respon imun humoral dan seluler pada hati. Peningkatan level stress reticulum endoplasmic

merupakan salah satu faktor yang menginduksi apoptosis. Baru-baru ini, diketahui virus

dengue menginduksi ekspresi TRAIL (tumor necrosis factor-relates apoptosis-inducing

ligand). Infeksi DEN-2 telah diketahui merupakan penyebab dari aktivasi promoter TRAIL,

dimana inhibitor proteosome dan antibody TRAIL dapat menghambat DEN-2 yang

menginduksi apoptosis. Bagaimanapun proses apoptosis terjadi, akhirnya akan mengarah

pada cedera sel, yang pada kasus ini adalah hepatosit.

Respon imun host terhadap infeksi dengue dapat berupa bawaan (innate) dan

adaptive. Respon imun innate terpicu secara cepat dan berperan sebagai barisan pertama

sampai respon imun adaptif spesifik terbentuk dan berperan dalam melawan infeksi virus ini.

Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang memiliki aktifitas netralisasi yang

mengenali protein E dan monoclonal antibodi terhadap NS1, Pre M dan NS3 dari virus

penyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut melalui

aktifitas netralisasi atau aktifasi komplemen. Akhirnya banyak virus dilenyapkan dan

penderita mengalami penyembuhan, selanjutnya terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap

serotip virus yang sama tersebut, tetapi apabila terjadi antibodi yang non-netralisasi yang

Page 22: 69087834 Referat Patofisiologi Peningkatan Sgot Dan Sgpt Pada Penyakit Infeksi Virus

memiliki sifat memacu replikasi virus dan keadaan penderita menjadi parah; hal ini terjadi

apabila epitop virus yang masuk tidak sesuai dengan antibodi yang tersedia di hospes.

Antibody dependent enhancement (ADE) menjelaskan infeksi sekunder dengan

serotype virus dengue yang heterolog dapat secara signifikan meningkatkan resiko terjadinya

DSS/DHF. Selama infeksi dengue sekunder, antibody non-neutralizing membentuk kompleks

dengan virus. Hipotesis virulensi virus berdasarkan pengamatan bahwa beberapa virus

dengue mempunyai potensial epidemic yang lebih besar. Strain virulensi ini berreplikasi lebih

cepat dan produksi virus lebih banyak.

Respon sel T CD4+ dan CD8+ telah diketahui mempunyai peran dalam klirens

viremia dengue akut. Pada infeksi primer dengue, spesifik serotype dan serotype cross

reractive memory T cells terbentuk. Pada infeksi sekunder, terhadap serotype yang berbeda,

sebagian besar serotype cross reractive memory CD4+ and CD8+ T cells melawan infeksi

dengan cara mengeluarkan sitokin.

Saat infeksi virus dengue, monosit, sel B, sel T dan sel mast memproduksi sitokin

dalam jumlah yang banyak. Konsentrasi serum TNFα, IL-2, IL-6 dan IFN γ mencapai puncak

pada 3 hari pertama, sementara IL-10, IL-5, dan IL-4 muncul kemudian. Telah diketahui

bahwa respon Th-2 (IL-4, IL-5) terdapat pada DSS.DHF, dimana Th1(IFNγ) tampak

melindungi sel dari infeksi yang berat.

Dengue virus-spesific CD4+ and CD8+ T cells dapat menyebabkan kerusakan pada

sel dengan sitolitik secara langsung atau melalaui efek sitokin. Sitokin yang diproduksi

selama respon imun berlangsung mempunyai efek yang merugikan yaitu memicu deposisi

eksesif matriks extraselular.

Gagnon et al, 1999 telah mengemukakan bahwa CD4+ cytotoxic T cells (CTLs)

mungkin memediasi kerusakan hati. CD4+ T cell memdiasi cytotoxic dengan 2 cara yaitu

melepaskan perforin dan granenzym dari CTL yang teraktivasi atau interaksi dari ligand Fas

pada sel T denga Fas yang ada pada sel target.

Saat ini, peran respon imun terhadap kerusakan sel hati belum dketahui secara jelas.

Telah diketahui bahwa Tsel T spesifik dapat mengikat reseptor spesifik sel yang terinfeksi

virus dengue yang kemudian menginduksi apoptosis. Ini adalah mungkin bahwa sebagian sel

T yang memasuki sel hati dapat menyebabkan kerusakan sel hati dan menginduksi apoptosis

sel hati. Sel T juga memproduksi sitokin dan chemokine dan menyebabkan kerusakan organ

target dalam kasus ini adalah hati.

Virus lain yang dapat mengakibatkan cedera pada hepatosit diantaranya adalah virus

hepatitis A, B, C, E, adenovirus, herpes virus (Epstein-Barr virus, cytomegalovirus [CMV],

Page 23: 69087834 Referat Patofisiologi Peningkatan Sgot Dan Sgpt Pada Penyakit Infeksi Virus

and herpes simplex virus), parvovirus, adenovirus, and severe acute respiratory syndrome

(SARS). Mekanisme cedera sel yang terjadi pada infeksi virus di atas sama dengan virus

dengue dan virus-virus lainnya, yang mungkin membedakan, adalah respon imun seluler

terhadap infeksi virus ini terlihat lebih menonjol.

Pada cedera sel, timbul proses-proses yang dapat memberikan manifestasi penyakit

pada tingkat seluler. Salah satu manifestasi penyakit pada tingkat seluler adalah adalah

kebocoran enzim. Enzim yang dihasilkan oleh hepatosit yaitu Alanine Aminotransferase

(ALT) atau Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT), dan Aspartate Aminotransferase

(AST) atau Serum Glutamic Oksaloasetat Transaminase (SGOT) akan mengalami kebocoran

dan akan keluar dari hepatosit dan ikut dalam sirkulasi sitemik, dimana di sirkulasi sitemik

ditemukan peningkatan kadar enzim tersebut disebabkan oleh cedera sel. Dengan kata lain

peningkatan enzim tersebut dapat menjadi sebuah tanda yang menunjukkan adanya cedera

pada hepatosit yang disebabkan oleh infeksi virus.(4),(10),(13),(26),(27),(31)

BAB IV

KESIMPULAN

Peningkatan enzim hepar yaitu Alanine Aminotransferase (ALT) atau Serum

Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT), dan Aspartate Aminotransferase (AST) atau Serum

Glutamic Oksaloasetat Transaminase (SGOT), disebabkan adanya kebocoran enzim yang

merupakan salah satu manifestasi penyakit dari cedera hepatosit (dan sel-sel lain yang

menghasilkan SGPT) oleh infeksi virus yang disebabkan baik secara langsung melalui (1)

penyimpangan energi sel (2) sintesis makomolekular sel terhenti (3) kompetisi mRNA virus

terhadap ribosom (4) kompetisi viral promoter dan transcriptional enhancers pada faktor

yang mempengaruhi transkripsi sel yaitu RNA polymerase, inhibisi pertahanan dengan

interferon, dan secara tidak langsung penyebab kerusakan sel adalah genome virus, induksi

mutasi genome host, inflamasi, dan respon imun host, oleh infeksi virus baik dengue maupun

virus lainnya.